pengaruh struktur kepemilikan, tipe industri, ukuran

advertisement
PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN, TIPE INDUSTRI, UKURAN
PERUSAHAAN, PERUSAHAAN BUMN DAN NON BUMN TERHADAP
LUAS PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL (CSR
DISCLOSURE) PADA PERUSAHAAN DI BEI TAHUN 2009
DESIE RAKHMAWATI
MUCHAMMAD SYAFRUDDIN
Abstract
The research aims to analyze ownership structure, industri tipe, firm’s size, the
statute’s of company that influencing the disclosure of Corporate Social
Responsibility (CSR) at the corporate’s Annual Reports in Indonesia.
The population in this research are all of Indonesian firms in Indonesian
Stock Exchange (IDX) 2009. Total sample in this research are 82 firms that
selected with purposive sampling. Using content analysis to analyze the CSR
disclosure with global annual reporting (GRI). Data analyze with test of classic
assumption dan examination of hypothesis with multiple linear regression method.
Result of this research indicates industry’s type, firm’s size, statute’s of
company had a significant effect to CSR disclosure in Indonesia. In the other
hand, foreign ownership and institutional ownership didn’t success to give
positive influence for Corporate Social Responsibility Disclosure in Indonesia.
Keywords : Corporate Social Responsibility (CSR Disclosure),Ownership
Structure, Industry Type, Firm’s Size, statute’s of company.
1
1. PENDAHULUAN
Pemahaman mengenai CSR dapat dilihat melalui dua sudut pandang,
yaitu CSR berdasarkan teori dan CSR berdasarkan realita atau fakta yang terjadi
(Syafrudin, 2010). Sudut pandang yang pertama adalah CSR berdasarkan teori
seperti yang diungkapkan oleh (Daniri, 2008) yang dikutip dalam Machmud dan
Djakman (2008) menyatakan bahwa CSR adalah pengungkapan di dalam laporan
tahunan yang tidak hanya berpijak pada single bottom line yaitu nilai perusahaan
(corporate value), tetapi juga berpijak pada triple bottom lines yaitu keuangan,
sosial dan lingkungan. CSR berpijak pada triple bottom lines dikarenakan apabila
perusahaan hanya memperhatikan keuangannya saja, maka perusahaan tersebut
tidak dapat menjamin nilai perusahaan secara berkelanjutan (sustainable).
Keberlanjutan nilai perusahaan diharapkan agar perusahaan dapat memperoleh
laba dalam jangka panjang.
Sudut pandang yang kedua adalah CSR berdasarkan realita atau fakta
yang terjadi yaitu kegiatan perusahaan yang menyangkut kegiatan sosial
contohnya program CSR yang dijalankan oleh setiap perusahaan. Selain itu, pada
perusahaan BUMN, program CSR diwujudkan dalam PKBL (Program Kemitraan
dan Bina Lingkungan) sesuai dengan SK No. 236/MBU/2003. PKBL merupakan
kewajiban perusahaan milik Negara dalam bentuk tanggung jawab sosial kepada
masyarakat sekitarnya untuk bidang sosial, keagamaan, dan ekonomi masyarakat
baik kegiatan pengembangan masyarakat (community development) maupun
program kemitraan di bidang ekonomi.
Pengungkapan CSR meliputi bidang ekonomi, sosial dan lingkungan di
dalam laporan tahunan perusahaan dilakukan untuk mencerminkan tingkat
akuntabilitas, responsibilitas dan transparansi korporat kepada investor atau
stakeholders. Selain itu, pengungkapan CSR merupakan suatu media untuk
menjalin komunikasi yang baik dengan stakeholders bahwa perusahaan telah
mengungkapkan Corporate Sosial Responsibility (Darwin, 2007).
Melalui pengungkapan CSR, perusahaan dapat memperoleh legitimasi
social sehingga perusahaan dapat memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam
2
jangka panjang melalui respon positif masyarakat pada para pelaku pasar saham
(Kiroyan, 2006) dalam Sayekti dan Wondabio (2007).
Perkembangan CSR di Indonesia semakin dibutuhkan seiring dengan
banyaknya
perusahaan
multinasional
maupun
perusahaan
transnasional.
Perusahaan asing yang telah beroperasi di Indonesia terutama perusahaan Eropa
dan Perusahaan dari United of states lebih memperhatikan masalah sosial dan
lingkungan. Hal ini diungkapkan oleh (Simerly dan Li) dalam penelitian
Machmud dan Djakman (2008) bahwa kepemilikan asing dalam perusahaan
merupakan
pihak yang dianggap concern terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial. Negara-negara Eropa dan Amerika merupakan negara-negara yang
sangat memperhatikan isu-isu sosial; seperti pelanggaran hak asasi manusia,
pendidikan, tenaga kerja, dan isu lingkungan seperti, efek rumah kaca,
pembalakan liar, serta pencemaran air.
Struktur kepemilikan lain yang memperhatikan masalah tanggung jawab
sosial adalah struktur kepemilikan institusional. Menurut Machmud dan Djakman
(2008) semakin besar kepemilikan saham institusional maka semakin efektif
pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan dapat bertindak sebagai
pencegahan terhadap pemborosan aktiva yang dilakukan oleh manajemen. Hal ini
dapat menjadi pendorong bagi perusahaan
untuk melakukan pengungkapan
terhadap tanggung jawab sosial.
Selain itu, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan juga
dipengaruhi oleh tipe industri perusahaan. Perusahaan high profile lebih
mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan dibandingkan perusahaan low
profile.
Ukuran perusahaan juga mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan. Semakin besar perusahaan, semakin laus pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan dibandingkan perusahaan kecil. Menurut
Suripto (1999) bahwa umumnya perusahaan besar umumnya memiliki aktiva
yang besar, penjualan besar, skill karyawan yang baik, system informasi yang
canggih, jenis produk yang banyak, struktur kepemilikan lengkap, sehingga
membutuhkan tingkat pengungkapan secara luas.
3
Status perusahaan sebagai perusahaan BUMN maupun Perusahaan Non
BUMN juga mempengaruhi luas pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan. Perusahaan BUMN lebih luas dalam
mengungkapkan tanggung
jawab social perusahaan (CSR Disclosure) karena perusahaan BUMN sebagian
besar sahamnya dimiliki oleh pemerintah atau negara atau rakyat. Dalam
melakukan kegiatan operasionalnya, BUMN diawasi langsung oleh Dewan
Perwakilan Rakyat yang merupakan reprersentasi dari rakyat (Yuliarto, 2001).
Pentingnya pengungkapan CSR di dalam laporan tahunan perusahaan bagi
stakeholders, memunculkan konsep akuntansi baru yang disebut Sosial
Responsibility
Accounting
(SRA)
(Anggraini,
2006).
SRA
merupakan
perkembangan akuntansi konvensional (mainstream accounting) yang telah
banyak di kritik oleh masyarakat karena tidak dapat memenuhi kepentingan
mayarakat secara luas. Selama ini akuntansi hanya bertujuan sebagai
pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik saham sedangkan di dalam SRA,
pertanggungjawaban diperluas kepada seluruh stakeholders.
Selain itu, perkembangan CSR di Indonesia di dukung dengan adanya
aturan pemerintah . Undang-undang Perseroan Terbatas Nomer 40 Tahun 2007
pasal 66 dan 74 menyatakan bahwa ; (1) pasal 66 ayat (2) bagian c menyebutkan
bahwa selain menyampaikan laporan keuangan, perusahaan juga diwajibkan
melaporkan tanggung jawab sosial dan lingkungan, (2) pasal 74 menjelaskan
bahwa perusahaan melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang
kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam.
Kewajiban pengungkapan CSR juga diatur dalam undang-undang
Penanaman Modal No. 25 tahun 2007 pasal 15 bagian (b), pasal 17, dan pasal 34
yang mengatur bahwa setiap penanaman modal diwajibkan untuk ikut serta dalam
tanggung jawab sosial.
Praktik pengungkapan tanggung jawab sosial memainkan peranan penting
bagi perusahaan karena perusahaan hidup di lingkungan masyarakat dan
kemungkinan
aktivitasnya
memiliki
dampak
sosial
dan
lingkungan.
Pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan alat manajerial yang digunakan
perusahaan untuk menghindari konflik sosial dan lingkungan. Selain itu,
4
pengungkapan tanggung
jawab
sosial
dapat
dipandang sebagai wujud
akuntanbilitas perusahaan kepada publik untuk menjelaskan berbagai dampak
sosial yang ditimbulkan perusahaan (Ghozali dan Chariri, 2007).
Penelitian terdahulu tentang pengungkapan CSR yang telah dilakukan di
Indonesia adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Anggraini (2006) yang
meneliti
tentang
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perusahaan
dalam
mengungkapkan CSR. Penelitian Anggraini berhasil menemukan faktor-faktor
kepemilikan manajemen dan tipe industri menjadi bahan pertimbangan bagi
perusahaan untuk melakukan pengungkapan CSR. Penelitian Rosmasita (2007)
berhasil menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR dalam
perusahaan manufaktur antara lain : kepemilikan manajemen, laverege, ukuran
perusahaan dan profitabilitas. Penelitian lain juga dilakukan oleh Puspitasari
(2009) menemukan bahwa faktor kepemilikan saham asing, kepemilikan saham
publik, ukuran industri dan tipe industri berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan CSR di Indonesia. Ketidakkonsistenan penelitian terdahulu
ditunjukkan oleh penelitian Machmud dan Djakman (2008) bahwa kepemilikan
asing
dan
kepemilikan
institusional
tidak
berpengaruh
terhadap
luas
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Dengan adanya ketidakkonsistenan yang dilakukan pada penelitian
terdahulu, maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul :
“ Pengaruh struktur kepemilikan, tipe industri, ukuran perusahaan,
perusahaan BUMN dan Non BUMN terhadap luas pengungkapan tanggung
jawab sosial (CSR Disclosure) pada perusahaan yang tercatat di BEI tahun
2009”
2. TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Teori legitimasi merupakan dasar yang digunakan dalam pengungkapan
sosial maupun lingkungan (Deegan, et., al, 2002; Gray et., al, 1995; Patten, 1992;
Woodward et.,al ,1996; Barkmeyer, 2007). Definisi legitimasi dijelaskan oleh
(Suchman 1995; Barkemeyer 2007) bahwa
5
“ legitimacy is a generalized perception or assumption that the action of an entity
are desirable, proper, or appropriate within some socially constructed system of
norms, values, beliefs, and definitions”
Legitimasi
digunakan
oleh
perusahaan
untuk
tidak
hanya
memaksimalkan keuntungan tetapi juga mempertahankan eksistensi perusahaan
dalam jangka panjang (Barkmeyer, 2007).
Teori agency digunakan dalam pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan karena berhubungan dengan perilaku manajer. Pemilik perusahaan
sebagai principal dan manajer sebagai agen memiliki motivasi tujuan yang
berbeda dalam mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan. Hal inilah
yang menimbulkan terjadinnya asimetri informasi.
Eishenhardt dalam Waryanto 2010 menjelaskan tiga sifat dasar manusia
yaitu : 1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest); 2)
manusia memiliki persepsi terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded
rationally); 3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse). Berdasarkan uraian
ini maka, dapat disimpulkan bahwa kemungkinan manajer akan memiliki sifat
oppurtinistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya.
Kepemilikan asing dijelaskan oleh Undang-undang No. 25 Tahun 2007
pada pasal 1 angka 6 kepemilikan asing adalah perseorangan warga negara asing,
badan usaha asing, dan pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di
wilayah Republik Indonesia. Multinational Corporation (MNC) melihat
keuntungan jangka panjang melalui legitimasi yang diperoleh dari para
stakeholder yang didasarkan atas home market (pasar saham) tempat perusahaan
itu beroperasi (Barkmeyer, 2007). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
kepemilikan saham asing pada perusahaan yang telah beroperasi di Indonesia
lebih mengutamakan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Penelitian Tanimoto dan Suzuki (2005) menggunakan GRI sebagai
pedoman dalam mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan public di
6
Jepang menemukan bahwa kepemilikan asing berpengaruh terhadap adopsi GRI
dalam mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian
Machmud
dan Djakman menggunakan struktur kepemilikan menjadi pendorong dalam
mengungkapkan tanggung jawab sosial menemukan hasil bahwa kepemilikan
asing tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan. Dengan adanya ketidakkonsistenan penelitian terdahulu, maka
peneliti ingin menguji kembali dan ditariklah hipotesis yaitu :
H1 : kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan
tanggung jawab sosial (CSR Disclosure)
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham oleh institusi
pemerintah, institusi keuanga, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri serta
institusi lainnya pada akhir tahun (Shien., et.al, dalam Ramadhan, 2010). Tingkat
kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang
lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku
opportunistic manajer. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang lebih
besar (lebih dari 5%) mengindikasikan bahwa kemampuannya untuk memonitor
manajemen menjadi lebih besar (Arif, 2006) dalam Mahmud dan Djakman (2008)
Hal ini juga dikemukakan oleh Shleifer dan Vishny (1986) dalam Barnae dan
Rubin (2005) bahwa institusional shareholders, dengan kepemilikan saham yang
besar, memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Ramadhan (2010) tentang
pengaruh struktur kepemilikan dan karakteristik perusahaan terhadap luas
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan Tahun 2006-2009 menemukan
bahwa kepemilikan institusional yang besar berpengaruh terhadap luas
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Barnae dan Rubin (2005) tentang “Corporate social responsibility
as a conflict between shareholders” memberikan hasil bahwa kepemilikan
institusional tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan. Dengan adanya ketidakselarasan hasil penelitian, maka peneliti
7
ingin menguji kembali kepemilikan institusional sehingga disimpulkan hipotesis
yaitu :
H2
: Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap
luas
pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure)
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji pengungkapan sosial
pada berbagai perusahaan yang memiliki perbedaan karakteristik. Salah satunya
adalah tipe industri (industri profile) yaitu industri high profile dan low profile.
Robberts (1992) dalam Hackston dan Milne (1996) mendefinisikan
industri high-profile adalah industri yang memiliki visibilitas konsumen, risiko
politis yang tinggi, atau menghadapi persaingan yang tinggi. Sedangkan lowprofile companies didefinisikan sebagai perusahaan yang memiliki tingkat
consumer visibility dan political visibility yang rendah.
Pada penelitian ini industri yang dikategorikan sebagai high pofile adalah
industri di bidang migas, pertambangan, kertas, agrobisnis, dan telekomunikasi.
Alasan pemilihan industri tersebut adalah perusahaan-perusahaan tersebut
merupakan regulated company. Adapun regulasi yang berkaitan dengan bidangbidang tersebut antara lain :
1.
Undang-undang Minyak dan Gas Bumi No. 22 Tahun 2001
2.
Undang-undang Pertambangan Umum No. 11 Tahun 1967
3.
Undang-undang No. 23 Tahun 1997 mengenai Kinerja Pengelolaan
Lingkungan Perusahaan
4.
Undang-undang Telekomunikasi No. 36 Tahun 1999 dimana menyatakan
bahwa
dalam
penyelenggaraan
telekomunikasi
salah
satunya
mengikutsertakan peran masyarakat
5.
Peraturan yang berhubungan dengan hak pengelolaan Hutan.
8
Perusahaan high profile merupakan perusahaan yang mendapat sorotan
dari masyarakat luas karena aktivitas operasinya berpotensi untuk berhubungan
dengan masyarakat banyak. Oleh karena itu, pengungkapan tanggung jawab social
perusahaan
diperlukan
mempertanggungjawabkan
sebagai
media
oleh
perusahaan
untuk
pelaporan
kegiatan social yang telah diberikan
kepada masyarakat. Dari uraian diatas dapat disimpulkan hipotesis yaitu :
H3 : Tipe industri berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan
tanggung jawab sosial (CSR Disclosure)
Ukuran perusahaan digunakan sebagai variabel dalam pengungkapan
informasi tanggung jawab sosial perusahaan. Pada umumnya perusahaan besar
memiliki
informasi
yang
lebih
lengkap
sehingga
besar
kemungkinan
pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial pada perusahaan besar
tersebut. Suripto (1999) menyatakan bahwa perusahaan besar umumnya memiliki
jumlah aktiva yang besar, penjualan besar, skill karyawan yang baik, sistem
informasi yang canggih, jenis produk yang banyak, struktur kepemilikan lengkap,
sehingga membutuhkan tingkat pengungkapan secara luas.
Hal ini dikaitkan dengan teori agensi, dimana perusahaan yang besar yang
memiliki biaya keagenan yang besar akan mengungkapkan informasi secara luas
untuk mengurangi biaya keagenan. Selain itu, perusahaan besar memiliki emiten
yang banyak disoroti, sehingga pengungkapan yang lebih luas dapat mengurangi
biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan (Sembiring, 2005).
Dari penjelasan diatas, maka dapat ditarik hipotesis yaitu :
H4 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan
tanggung jawab sosial (CSR Disclosure)
Status perusahaan terbagi menjadi perusahaan BUMN dan Non BUMN.
Berdasarkan SK No. 236/MBU/2003 bahwa perusahaan BUMN diwajibkan untuk
mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan melalui PKBL.
9
Perusahaan BUMN lebih luas dalam mengungkapkan tanggung jawab
social perusahaan (CSR Disclosure) karena perusahaan BUMN sebagian besar
sahamnya dimiliki oleh pemerintah atau negara atau rakyat. Dalam melakukan
kegiatan operasionalnya, BUMN diawasi langsung oleh Dewan Perwakilan
Rakyat yang merupakan reprersentasi dari rakyat (Yuliarto, 2001).
PKBL terdiri dari dua program yaitu PK yang berarti Program Kemitraan
dan BL yang berarti Bina Lingkungan. Pemberdayaan kondisi sosial masyarakat
oleh BUMN melalui dua pemanfaatan dari bagian laba BUMN, maksimal dua
persen dari laba setelah pajak. Sumber dananya bisa juga dari hasil bunga deposito
atau dana jasa giro dari dana program BL. Ruang lingkup program BL adalah
untuk korban bencana alam, pendidikan dan atau pelatihan, peningkatan
kesehatan, pengembangan prasarana dan atau sarana umum, bantuan untuk
prasarana ibadah, dan bantuan untuk pelestarian alam (Warta, 2007).
Dari penjabaran diatas, maka dapat ditariklah hipotesis yaitu :
H5 : Status perusahaan berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan
tanggung jawab sosial (CSR Disclosure)
Berdasarkan uraian hipotesis, kerangka pemikirannya adalah
Variabel Independen
Variabel Dependen
Kepemilikan Asing
(+)
Kepemilikan
Institusional
(+)
Tipe Industri
(+)
(+)
Ukuran
Perusahaan
.
Luas Pengungkapan
Tanggung Jawab
Sosial (CSR
Disclosure)
(+)
Kategori BUMN
dan Non BUMN
10
3. METODE PENELITIAN
3.1
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2009. Dari 402 perusahaan terpilih 82 perusahaan sebagai
sampel penelitian karena faktor ketidaksesuaian dengan data yang dibutuhkan
baik kelengkapan informasi yang disediakan, kondisi serta ketersediaan yang
dibutuhkan dalam pengujian. Penelitian ini hanya melihat pengungkapan
tanggung jawab sosial pada laporan tahunan 2009.
3.2
Operasionalisasi Variabel
3.2.1
Variabel Dependen
Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah Corporate Social
Disclosure Index (CSDI) dengan menggunakan indicator GRI yang terdiri dari
economic, environment, Labour practices, human rights, society and product
responsibility. Content analysis untuk melihat pengungkapan tanggung jawab
sosial dalam laporan tahunan menggunakan nilai 1 jika terdapat pengungkapan
sesuai dengan indicator GRI dan nilai 0 jika tidak terdapat pengungkapan atau
pengungkapan tidak sesuai dengan indicator GRI.
3.2.3
Variabel Independen
1. Kepemilikan Asing
Kepemilikan asing dalam penelitian ini menggunakan prosentase saham
asing (>5%) di dalam laporan tahunan pada tahun 2009.
2. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional dalam penelitian ini menggunakan prosentase
saham institusi (>5%) di dalam laporan tahunan pada tahun 2009.
3. Tipe Industri
Tipe Industri pada penelitian ini menggunakan nilai 1 jika perusahaan
termasuk dalam regulated company (high profile) meliputi bidang
pertambangan, migas, kertas, agribisnis dan telekomunikasi. Sedangkan
nilai 0 untuk perusahaan low profile.Undang-undang yang menjadi
dasar perusahaan yang termasuk dalam regulated company adalah :
11
1.
Undang-undang Minyak dan Gas Bumi No. 22 Tahun 2001
2.
Undang-undang Pertambangan Umum No. 11 Tahun 1967
3.
Undang-undang No. 23 Tahun 1997 mengenai Kinerja
Pengelolaan Lingkungan Perusahaan
4.
Undang-undang Telekomunikasi No. 36 Tahun 1999 dimana
menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan telekomunikasi
salah satunya mengikutsertakan peran masyarakat
5.
Peraturan yang berhubungan dengan hak pengelolaan Hutan.
4. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan pada penelitian ini menggunkan (log asset)
yang dimiliki oleh perusahaan di dalam laporan tahunan pada tahun
2009.
5. Status Perusahaan
Status perusahaan terbagi menjadi perusahaan BUMN dan Non
BUMN. Perusahaan BUMN lebih mengungkapkan tanggung jawab
sosial perusahaan karena sebagian besar sahamnya dimiliki oleh
pemerintah yang merupakan intepretasi dari rakyat sehingga diperlukan
pengungkapan tanggung jawab sosial secara luas. Selain itu, perusahaan
BUMN memiliki kewajiban mengungkapkan tanggung jawab sosial
sesuai dengan SK No.236/MBU/2003
melalui program PKBL.
Perusahaan BUMN diberi angka 1 dan Non BUMN diberi angka 0.
(Program Kemiteraan dan Bina Lingkungan). PKBL terdiri dari
dua program yaitu PK yang berarti Program Kemitraan dan BL yang
berarti Bina Lingkungan. Program kemitraan diberikan dalam bentuk
dana kepada masyarakat yaitu :
12
a.
Pinjaman untuk membiayai modal kerja
Dana ini digunakan untuk pembiayaan modal kerja atau pembelian
aktiva tetap dalam rangka meningkatkan penjualan.
b.
Pinjaman khusus
Dana ini diberikan untuk membiayai kebutuhan dana pelaksanaan
kegiatan usaha mitra binaan yang bersifat pinjaman tambahan dan
berjangka pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha
mitra binaan;
c.
Beban Pembinaan
1.
Untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran,
promosi dan hal lain yang menyangkut peningkatan produktivitas
mitra binaan serta untuk pengkajian atau penelitian yang berkaitan
dengan pogram kemitraan;
2.
Beban pembinaan bersifat hibah dan besarnya bersifat 20 persen
dari dana program kemitraan yang disalurkan pada tahun berjalan;
3.
Beban pembinaan hanya dapat diberikan kepada atau untuk
kepentingan mitra binaan.
Progam bina lingkungan (BL) adalah progam pemberdayaan kondisi
sosial masyarakat oleh BUMN melalui dua pemanfaatan dari bagian laba BUMN,
maksimal dua persen dari laba setelah pajak. Sumber dananya bisa juga dari hasil
bunga deposito atau dana jasa giro dari dana program BL. Ruang lingkup program
BL adalah untuk korban bencana alam, pendidikan dan atau pelatihan,
peningkatan kesehatan, pengembangan prasarana dan atau sarana umum, bantuan
untuk prasarana ibadah, dan bantuan untuk pelestarian alam.
13
3.3
Model Penelitian
Penelitian ini menggunakan model regresi berganda yaitu :
CSDIi = �0 + �1 ASING i + � 2 INST i + � 3 TIPE i + � 4 AKTi +� 5 BUMN/NONi + �
Keterangan:
CSDI
: Corporate Sosial Disclosure Index perusahaan j
berdasarkan Indikator GRI
ASING i
: persentase kepemilikan asing (> 5%)
INST i
: persentase kepemilikan institusi (>5%)
TIPE I
: Tipe Industri, high profile = 1, low profile = 0
SIZE i
: Ukuran perusahaan, log asset
BUMN/Non
: Perusahaan BUMN = 1, Non BUMN = 0
�0 - � 2
: Koefisien yang di estimasi
�i
: error term
i
: 1,2,..., N
dimana
N : banyaknya observasi
4. ANALISIS HASIL PENELITIAN
4.1
Analisis deskriptif terhadap Indikator GRI pada Perusahaan Sampel
Pada perusahaan Agribisnis pengungkapan tanggung jawab GRI
rata-rata sebesar 90% karena perusahaan agribisnis merupakan perusahaan
regulated company sehingga secara regulasi perusahaan tersebut memiliki
kewajiban mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan.
Pada perusahaan Mining rata-rata pengungkapan tanggung jawab sosial
sebesar 95% karena selain perusahaan tersebut tergabung dalam regulated
company, perusahaan mining memiliki risiko yang tinggi bagi para pekerja dan
efek untuk menimbulkan kerusakan lingkungan dan ekositem sangat besar. Oleh
karena itu, selain adanya regulasi yang mewajibkan pengungkapan tanggung
jawab sosial, perusahaan harus bertanggung jawab terhadap segala efek negatif
14
yang ditimbulkan oleh operasi perusahaan melalui pengungkapan tanggung jawab
sosial di dalam laporan tahunan.
Pada perusahaan yang tergabung dalam finance, pengungkapan tanggung
jawab sosial rata-rata sebesar 51% karena pengungkapan pada indikator
environment di dalam GRI tidak dapat secara kesekuruhan dipenuhi. Hal itu
disebabkan operasional perusahaan finance tidak menimbulkan dampak buruk
bagi lingkungan sehingga pengungkapan tanggung jawab sosial sesuai dengan
indikator GRI tidak dapat diungkapkan secara luas dan lengkap.
Pada perusahaan yang bergerak di bidang transportasi juga tidak dapat
mengungkapkan tanggung jawab sosial sesuai dengan indikator GRI secara luas
karena sebagian besar perusahaan transportasi di Indonesia belum semuanya
memperhatikan dampak emisi yang ditimbulkan dari asap kendaraan serta pada
umumnya perusahaan hanya memperhatikan masalah sosial khususnya pada
bidang economic and social khususnya community. Oleh karena itu,
pengungkapan tanggung jawab sosial sesuai indikator GRI hanya sebesar 48%.
Perusahaan manufaktur rata-rata mengungkapkan tanggung jawab sosial
perusahaan sebesar 49%. Perusahaan manufaktur pada umumnya mengutamakan
economic and society yang bersifat mendadak dan tidak berkelanjutan jangka
panjang seperti pemberian kepada korban bencana alam atau pemberian bantuan
kepada yayasan tertentu yang besarnya nilai material yang diberikan juga tidak
menentu.
Oleh karena itu, pengungkapan tanggung jawab sosial sesuai dengan indikator
GRI tidak dapat secara lengkap dipenuhi.
4.3
Hasil Uji Asumsi Klasik
Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data berdistribusi normal
menggunakan metode kolmogorov-smirnov dengan nilai p= 0,289. Sedangkan
hasil uji Multikolinearitas memberikan hasil yaitu nilai TOL berkisar antara 0,211
sampai dengan 0,799 dan nilai VIF berkisar antara 1,252 sampai dengan 4,748.
Hasil ini menunjukkan tidak adanya multikolinearitas karena TOL lebih besar dari
15
0,10 dan nilai VIF kurang dari 10. Pada penelitian ini tidak menggunakan
autokorelasi karena penelitian hanya satu tahun.
4.4.
Hasil Uji Hipotesis (Uji t)
1. Kepemilikan Asing
Berdasarkan data hasil penelitian uji t membuktikan bahwa kepemililikan
asing tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan (CSR disclosure) pada perusahaan di Indonesia tahun 2009. Nilai sig
sebesar 0,762 Berdasarkan hal ini bahwa hipotesis pertama H1 “Kepemilikan
asing berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial”,
ditolak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa investor yang memiliki saham asing di
perusahaan Indonesia tidak menuntut pengungkapan CSR secara luas khususnya
sesuai dengan indikator GRI.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marwata (2006)
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara struktur kepemilikan asing
terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan Indonesia.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Machmud dan Djakman juga
menjelaskan bahwa kepemilikan asing tidak mempengaruhi luas pengungkapan
tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan perusahaan di BEI tahun 2006.
Selain itu, nilai B pada hasil uji t menghasilkan koefisien dengan arah
negatif atau minus 0,05. Artinya setiap kenaikan kepemilikan asing sebesar 1%
maka pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan akan mengalami
penurunan sebesar 0,05 atau 5%.
Alasan yang dapat digunakan adalah kemungkinan kepemilikan asing pada
perusahaan di Indonesia belum secara umum mempedulikan masalah lingkungan
dan sosial sebagai isu kritis yang harus secara ekstensif diungkapkan di dalam
laporan tahunan terutama sesuai dengan indikator GRI (Machmud dan Djakman,
2008).
16
Walaupun negara asing terutama Eropa dan United of States lebih
memperdulikan masalah lingkungan dan sosial tetapi, kemungkinan kepemilikan
saham asing di perusahaan Indonesia tergolong masih kecil sehingga
dikonsolidasikan dengan perusahaan induk di negara asal. Oleh karena itu, kurang
memperhatikan pengungkapan atau menuntut pengungkapan CSR secara luas
pada laporan tahunan khususnya sesuai dengan indikator GRI (Machmud dan
Djakman, 2008).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan kepemilikan saham asing
pada perusahaan di BEI tahun 2009 tidak berpengaruh terhadap luas
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan karena sebagian besar
perusahaan sampel merupakan perusahaan yang sector industrinya tidak wajib
untuk mengungkapkan tanggung jawab sosial secara luas sesuai dengan indicator
GRI. Contohnya perusahaan finance, Transportasi, Real Estate, Manufaktur,
Wholesale and Retail tidak mengungkapkan pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan terutama indicator lingkungan karena kegiatan operasional perusahaan
tidak merugikan atau merusak ekosistem sekitar dan perusahaan unregulated
company lebih mengutamkan tanggung jawab sosial dalam bidang sosial
khususnya yang bersifat community. Hanya
beberapa
perusahaan
dengan
kepemilikan saham asing tinggi dan mengungkapkan tanggung jawab sosial
secara luas contohnya PT. International Nickel Indonesia, PT. Bayan Resourches
dan PT. PP London Sumatera karena perusahaan tersebut bergerak pada sector
pertambangan sehingga termasuk dalam regulated company.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kepemilikan saham asing pada
perusahaan di Indonesia tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan sesuai dengan indicator GRI karena sector industri
perusahaan-perusahaan di Indonesia belum dapat memenuhi semua criteria yang
ada pada indicator di GRI. Hal ini disebabkan karena kegiatan operasional
perusahaan tidak merugikan masyarakat sekitar khususnya lingkungan.
17
2. Kepemilikan Institusional
Berdasarkan hasil uji t, variabel kepemilikan institusional (Shm_Ins)
memiliki nilai sig sebesar 0,784 maka lebih besar dari 0,05. Koefisien berarah
negatif sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2 atau H2 “ kepemilikan
institusional berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan (CSR Disclosure)” ditolak. Oleh karena itu, dapat dibuktikan
bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan pada perusahaan yang tercatat di BEI tahun
2009 pada laporan tahunan khususnya sesuai dengan indikator GRI..
Koefisien berarah negatif atau minus 0,047 yang artinya bahwa jika
kepemilikan institusional naik sebesar 1% , maka kepemilikan institusional akan
mengalami penurunan sebesar 0,047 atau 4,7%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin rendah atau berkurang
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pada laporan tahunan khususnya
sesuai dengan indikator GRI.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Barnae dan Rubin (2005) dalam melihat konflik CSR diantara shareholders yang
memberikan hasil bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap
luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR Disclosure).
Alasan yang digunakan oleh Barnae dan Rubin (2005) bahwa apabila
tingkat kepemilikan saham instiusional tinggi maka semakin tinggi pula keinginan
pemilik saham terutama dana pensiun untuk memaksimalkan keuntungan. Hal ini
dapat dihubungkan dengan teori agency bahwa terjadi perbedaan tujuan antara
manajemen dan pemilik. Manajemen memiliki kewajiban mengungkapkan
informasi yang luas tentang tanggung jawab sosial perusahaan tetapi pemilik
memiliki wewenang untuk mendelegasikan perintah kepada manajemen dalam
pengambilan keputusan. Akibatnya, pemilik yang mengutamakan keuntungan
dengan saham institusional yang tinggi, dana yang dialokasikan untuk CSR
semakin berkurang akibatnya pengungkapan tanggung jawab sosial pada laporan
18
tahunan sesuai dengan indikator GRI tergolong rendah atau akan mengalami
penurunan jika kepemilikan saham institusional tinggi. Asumsi bahwa semakin
tingginya kepemilikan saham institusional dapat memonitor dalam pengambilan
keputusan oleh manajemen ditolak dengan hasil penelitian ini.
Oleh karena itu, apabila kepemilikan institusional di dalam perusahaan
meningkat maka akan semakin menurunkan tingkat pengungkapan CSR karena
pemilik saham institusional hanya memaksimalkan keuntungan pribadi tanpa
memperdulikan keuntungan shareholders yang lain (Barnae dan Rubin 2005).
3. Tipe Industri
Variabel tipe industri memberikan nilai sig sebesar 0,009 < 0,05. Oleh
karena itu, disimpulkan bahwa hipotesis 3 atau H3 “tipe industri berpengaruh
positif terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam
laporan tahunan perusahaan di BEI tahun 2009” diterima. Dapat dikatakan bahwa
perusahaan
yang
termasuk
dalam
regulated
campany
dituntut
untuk
mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan di dalam laporan tahunan
sesuai dengan indikator GRI pada perusahaan di BEI tahun 2009. Perusahaan
yang termasuk dalam regulated company yaitu : industri di bidang migas,
pertambangan, kertas, agrobisnis dan telekomunikasi. Perusahaan regulated
company di tuntut adanya pengungkapan CSR karena sesuai dengan UU No. 22
Tahun 2001, UU No. 11 Tahun 1967, UU No.23 Tahun 1997, UU No.36 Tahun
1999 dan UU yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Hasil penelitian ini
konsisten dengan peelitian Hackstone dan Milne (1996) dan penelitian yang
dilakukan oleh Kasmadi dan Susanto (2006).
4. Ukuran perusahaan
Variabel ukuran perusahaan (log_Asset) menghasilkan nilai sig sebesar
0,015 sehingga hipotesis atau H4 “ ukuran perusahaan berpengaruh positif
terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR disclosure) diterima.
Hal ini memperkuat Jensen dan Meckling (1976) bahwa perusahaan besar
19
cenderung mengungkapkan informasi yang lebih luas, sebagai upaya untuk
mengurangi biaya keagenan. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan
oleh Chow dan Wong Boren (1987) dan penelitian Tanimoto dan Suzuki (2005)
bahwa semakin besar perusahaan maka inisiatif dalam mengungkapkan CSR akan
semakin tinggi.
5. Status Perusahaan
Status perusahaan terbagi dalam perusahaan BUMN dan Non BUMN.
Status perusahaan BUMN berdasarkan hasil uji t dijelaskan bahwa nilai sig
sebesar 0,014 maka hipotesis lima atau H5“ Perusahaan BUMN berpengaruh
positif terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan” diterima.
Disimpulkan bahwa perusahaan BUMN dituntut untuk mengungkapkan tanggung
jawab sosial perusahaan (CSR Disclosure) pada laporan tahunan sesuai dengan
indikator GRI pada perusahaan di BEI tahun 2009 dibandingkan perusahaan Non
BUMN. Hal ini dapat dinyatakan bahwa perusahaan BUMN dituntut untuk
mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR Disclosure) pada
laporan tahunan sesuai dengan indikator GRI melalui program PKBL.
PKBL sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu SK/
No. 236/MBU/2003 yang menyebutkan bahwa perusahaan BUMN harus
mengeluarkan dana untuk PKBL sebesar maksimal 2% dari laba penyisihan
setelah pajak. Perusahaan BUMN yang termasuk dalam sampel penelitian yaitu
PT. Bukit Asam, PT. Timah, PT. Antam, Perusahaan Gas Negara, PT. Bank
Tabungan Negara, PT. Bank Negara Indonesia, PT. Bank Rakyat Indonesia, PT.
Kimia Farma, PT. Wijaya Karya, PT. Adhi Karya, PT. Jasa Marga, PT. Semen
Gresik, PT. Telekomunikasi Indonesia. Program Kemiteraan diwujudkan dalam :
1.
Pinjaman untuk membiayai modal kerja dan atau pembelian aktiva tetap
dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan
20
2.
Pinjaman khusus untuk membiayai kebutuhan dana pelaksanaan kegiatan
usaha mitra bianaan yang bersifat pinjaman tambahan dan berjangka pendek
dalam rangka memenuhi pesanan dari mitra binaan
3.
Beban pembianaan untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan,
pemasaran, promosi, dan hal lain yang menyangkut produktivitas Mitra
Binaan serta untuk pengkajian/ penelitian yang berkaitan dengan PK.
Dana program BL diberikan dalam bentuk : 1)Bantuan bencana alam, 2)
bantuan pendidikan dan / pelatihan 3) bantuan peningkatan kesehatan, 4) bantuan
pengembangan prasarana dan / sarana umum, 5) bantuan sarana ibadah, 6)
bantuan pelestarian alam. Pelaporan PKBL diwujudkan dalam sustainability
report atau laporan CSR pada laporan tahunan perusahaan (Warta, 2007)
5. KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN PENELITIAN
5.1
Kesimpulan
Penelitian ini menemukan hasil bahwa kepemilikan asing dan kepemilikan
institusional tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan. Sedangkan tipe industri, ukuran perusahaan dan status
perusahaan berpengaruh terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan.
Penelitian ini tidak berhasil mendukung teori legitimasi bahwa perusahaan
dengan kepemilikan asing melihat keuntungan legitimasi berasal dari para
stakeholdernya melalui pasar saham (Barkmeyer, 2007). Akan tetapi, penelitian
ini berhasil mendukung teori agency bahwa ada tekanan dari pihak principal
terhadap agen sehingga terjadi asimetri informasi. Terjadinya asimetri informasi
ketika manajemen memiliki informasi secara lengkap yang seharusnya
diungkapkan oleh perusahaan. Akan tetapi, ada tekanan dari pihak pemilik
(principal) untuk tidak mengungkapkan tanggung jawab social secara lengkap
karena pihak pemilik mengutamakan keuntungan pribadi.
21
5.2
1.
Keterbatasan
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya berjumlah 82 perusahaan
dari 402 perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2009 karena kesulitan dalam
memperoleh annual report secara lengkap dan yang sesuai dengan kategori
sampel penelitian.
2.
Adanya unsure subjektivitas dalam menentukan indeks pengungkapan dengan
menggunakan pedoman GRI. Hal ini disebabkan tidak adanya ketentuan yang
baku yang dapat dijadikan pedoman atau acuan, sehingga penentuan indeks
untuk indikator dalam kategori yang sama dapat berbeda pada setiap peneliti.
3.
Ketidaksesuaian indicator GRI dengan setiap tipe industry perusahaan
sehingga pengungkapan tanggung jawab social sesuai dengan indicator GRI
tidak dapat secara luas dilaksanakan oleh semua tipe perusahaan.
4.
Periode pengamatan hanya satu tahun sehingga kemungkinan belum
menggambarkan keadaan yang sebenarnya dalam pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan.
5.
Tingkat adjuster R2 masih rendah yaitu sebesar 22,9%. Berarti variabel selain yang
digunakan dalam penelitian memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yaitu sebesar 77,1%.
5.3
1.
Saran Penelitian
Pemerintah sebaiknya memberikan regulasi yang lebih jelas tentang
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan khususnya aturan yang jelas
dalam penggunaan pedoman dalam pengungkapan CSR agar pengungkapan
CSR lebih meningkat.
2.
Memperluas periode pengamatan tidak hanya satu tahun dengan tujuan dapat
lebih jelas menggambarkan pengungkapan CSR di Indonesia.
22
3.
Tingkat adjusted R2 masih rendah sehingga untuk penelitian selanjtnya
sebaiknya menambah variabel atau menggunakan variabel lain selain yang
digunakan dalam penelitian ini.
4.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini masih sedikit sehingga akan
lebih baik jika penelitian yang akan dating sampel yang digunakan lebih
banyak dari penelitian ini. Jumlah sampel yang lebih banyak akan
menggambarkan pengungkapan CSR di Indonesia yang lebih luas karena
mencakup keseluruhan berbagai sector industri.
23
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Fr. RR. 2006. “ Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Pengungkapan
Informasi
Sosial
dalam
Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaanperusahaan yang Terdaftar Bursa Efek Jakarta)”. Simposium
Nasional Akuntansi 9. Padang.
Barkmeyer, Ralf, 2007. “Legitimacy as a Key Driver and Determinant of CSR
in Developing Countries” Paper for the 2007 Marie Curie Summer
School on Earth Reseach Centre (SDRC) School of Management, 28
May-06 June 2007.
Barnae, Amir dan Amir Rubin, 2005. “Corporate Social Responsibilty as a
Conflict Between Sahareholders”.
Darwin, Ali, Akuntabilitas, 2006. “Kebutuhan, Pelaporan dan Pengungkapan
CSR bagi perusahaan di Indonesia”, IAI-KAM, eBAR, Edisi 3,
Sepetember –Desember 2006.
Darwin, Ali, 2007. “Jalan Panjang Audit Lingkungan” Akuntan Indonesia, 3
(1), 9-11,2007.
Darwin, Ali, 2007. “Pentingnya Laporan Keberlanjutan”, Akuntan Indonesia,
3 (1), 14-12-2007
Darwin, Ali, 2007. “ The 2nd Sustainability Enterprise Performance
Conference (SEPC)”, ISRA, Sepetember 2007.
Fauzi, Hasan, 2006. “Corporate Social and Environment Perfomance: A
Comparative
Study
Between
Indonesian
Companies
and
Multinational Companies (MNCs) Operating In Indonesia”, Jurnal
Akuntansi dan Bisnis, Vol.6, No.1, Februari 2006, hal. 87-100.
24
Hackstone, David dan Milne, Marcus J., 1996. “Some Determinants of Social
and Environmental Disclosure in New Zealand Companies”,
Accounting, Auditing and accountability Journal, Vol.9, No.1, p.77-108.
IAI-KAM, 2007. “The 2nd Sustainability Sustainable Enterprice Performance
Conference (SEPC)”. ISRA 2007, Sepetember 2007.
Ghozali, Imam dan Anis Chariri, 2007. Teori Akuntansi. Badan Penerbit Undip.
Semarang
Ghozali, Imam, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi
2009,Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Kasmadi, dan Susanto, Djoko, 2006. “ Analisis Faktor-faktor yang
mempengaruhi Luas Pngungkapan Sukarela dalam Laporan
Tahunan Perusahaan-perusahaan di Indonesia”, STIE YKPN, 2006.
Kiroyan, Noke, 2006. “Good Corporate Governance (GCG) dan Corporate
Social Responsibility (CSR) Adakah Kaitan Diantara Keduanya?”,
IAI-KAM, eBAR, Edisi 3, Sepetember-Desember 2006.
Kiroyan, Noke, 2007. “Menakar Laba Divisi Bala Bantuan”, Warta Ekonomi,
30-39, 2007.
Machmud, Novita dan Chaerul D. Djakman. 2008. “ Pengaruh struktur
Kepemilikan Terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
(CSR Disclosure) Pada Laporan Tahunan Perusahaan : Studi
Empiris pada Perusahaan Publik yang Tercatat di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2006”. Simposium Nasional Akuntansi 11. Pontianak.
Marwata, 2006. “Hubungan antara Karakteristik Perusahaan dan Kualitas
Ungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di
Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. XII, No.1, Maret 2006: 5966
25
Puspitasari, Apriani Daning. 2009. “ Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pengungkapan Corporate Sosial Resposibility (CSR pada Laporan
tahunan Perusahaan di Indonesia”. Skripsi Tidak Dipublikasikan.
Universitas Diponegoro.
Ramadhan, Fauzan, 2010. “Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Karakteristik
Perusahaan Terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Pada Laporan Tahunan Studi Empiris : Pada Perusahaan
Manufaktur yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia Tahun 20062009”, Skripsi Tidak Dipublikasikan. Universitas Diponegoro.
Rosmasita, H. 2007. “ Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengungkapan
Sosial (Sosial Disclosure) dalam Laporan Keuangan Tahunan
Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta”. Skripsi tidak
dpublikasikan. Universitas Islam Indonesia.
Sayekti dan Wondabio, 2007.. “Pengaruh CSR Disclosure Terhadap Earnings
Response Coefficient”. Seminar Nasional Akuntansi X, Makasar 26-28
Juli 2007..
Sembiring,
Edy
Rismanda.
2005.
“Pekembangan
Corporate
sosial
Resposibility di Indonesia”. Simposium Nasional Akuntansi 8. Solo.
Tanimoto, Kanji dan Suzuki, Kenji, (2005). “Corporate Social Resposibility In
Japan: Analyzing The Participating Companies In Global Reporting
Initiative”, Working Paper 208.
Utomo, Muslim (2000). “Praktek Pengungkapan Sosial pada Laporan
Tahunan Perusahaan di Indonesia : Studi Perbandingan antara
Perusahaan-perusahaan High-Profile dan Low-Profile”, Seminar
Nasional Akuntansi, 2000.
Yuliarto,
Pramudoyo
Anton.
2001.
“
Analisis
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi Luas Pengungkapan Sukarela dalam Laporan
26
Tahunan Perusahaan BUMN dan Non BUMN Periode 1996-1998”,
Tesis Tidak Dipublikasikan. Universitas Diponegoro.
Referensi Website
Data Laporan Perusahaan 2009, diakses tanggal 11 Januari 2011, dari
www.idx.co.id
Data Laporan Perusahaan 2009, diakses tanggal 10 Maret 2011, www.idx.co.id
Indikator GRI, diakses tanggal 18 Desember 2010, www.globalreporting.org
AIA, Edisi 12, Oktober 2008, “CSR Voluntary or Mandatory” diakses tanggal
18 Desember 2010, www.google.com
CSR ISO 26000, diakses tanggal 18 Desember 2010, www.iso.com
27
���������������������������������������������������������������������������
���������������������������������������������������������������������������������
�����������������������������������������������������
Download