peranan pejabat akta tanah dalam memberikan kepastian hukum

advertisement
111
PERANAN PEJABAT AKTA TANAH DALAM MEMBERIKAN
KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH BAGI
MASYARAKAT DI KELURAHAN TANJUNG RIA DISTRIK
JAYAPURA UTARA
Oleh : Nurlaila Umalelen
Mahasiswa Program Strata Satu
Fakultas Hukum Universitas YAPIS Papua
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran dan tanggung
jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam memberikan kepastian hukum
hak atas tanah di kelurahan Tanjung Ria dan untuk mengetahui kendala-kendala
apa saja yang dihadapi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam
mengimplementasikan fungsinya.
Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dan berdasarkan hasil
penelitian yang di lakukan oleh penulis, bahwa dikenal beberapa PPAT yaitu
Notaris atau yang khusus menempuh ujian PPAT, adapula PPAT sementara yaitu
camat atau kepala desa tertentu untuk melaksanakan tugas PPAT, karena disuatu
daerah tidak cukup atau tidak ada sama sekali PPAT yang bertugas.
Bahwa kendala yang dihadapi oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
dalam mengimplementasikan fungsinya diantaranya kurangnya pengetahuan
masyarakat dan perhatian dari Instansi terkait sehingga faktor hambatan atau
kendala-kendala lebih dominan. Kendala lain yang terjadi karena kurangnya
sosialisasi tentang eksistensi Pejabat Pembuat Akta Tanah menyangkut fungsinya
yang harus diketahui oleh masyarakat. Peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah
kurang diketahui dan dipahami oleh masyarakat yang berdomisili di wilayah
kerjanya itu. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan dan minimnya
informasi yang mereka peroleh tentang eksistensi Pejabat Pembuat Akta Tanah itu
sendiri
Kata Kunci: Peran, PPAT, Kepastian Hukum, Hak atas tanah, Masyarakat
Tanjung Ria
PENDAHULUAN
Upaya pemerintah dalam mewujudkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) sebagai negara hukum yang menciptakan ketertiban dan
ketentuan rakyat indonesia dari tercapainya masyarakat yang adil dan makmur,
maka di rancang berbagai produk hukum salah satu diantaranya adalah UndangUndang RI. No. 5 Tahun 1960 tentang, Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA). Lahirnya Undang-Undang ini merupakan perwujudan dari pasal 33 ayat
3 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
112
bagi kemakmuran rakyat. Selanjutnya pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA) dikatakan bahwa : Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 UndangUndang Dasar 1945 dan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 yang
berbunyi: Bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung
didalamnya itu pada tingkatan yang tertinggi dikuasai oleh negara sebagai
organisasi kekayaan seluruh rakyat.
Hak menguasai negara tidak mengandung arti dimiliki seperti yang disebut
dalam pasal 2 ayat 2 bahwa Hak menguasai dari negara termasuk dalam ayat 1,
pasal ini memberi wewenang untuk :
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
2. Menentukkan dan mengatur hubungan-hubungan antara orang-orang dengan
bumi, air dan ruang angkasa.
3. Menentukkan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dan
perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Hak-hak atas tanah yang diberikan dan dipunyai harus didaftarkan
dikantor Pertanahan Nasional kabupaten atau kota tempat bidang tanah itu
terletak. Pasal 19 ayat 1 UUPA hukum bagi pemegang haknya yang lebih lanjut
diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 (Lembaran Negara No.
28 Tahun 1961) tentang tata cara pendaftaran tanah jounto Peraturan Pemerintah
No. 24 Tahun 1997. Dengan adanya tanahnya.Hal ini selain dimaksudkan untuk
memiliki jaminan kepastian hukum, juga untuk mendapatkan sertifikat hak atas
tanah sebagai alat bukti yang kuat.
Pengaruh ini menyebabkan tanah dijadikan sebagai jaminan hutang dalam
suatu perjanjian yang diadakan antara dua pihak. Terjadinya transaksi atas tanah
baik yang bermaksud memindahkan hak atas tanah ataupun yang hendak meminta
sesuatu hak baru atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh
dan dihadapan pejabat pembuat akta tanah (PPAT). Dalam proses pengurusan
akta tersebut, sertifikat hak atas tanah merupakan salah satu persyaratan. Dalam
menggadai tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan
sertifikat merupakan salah satu syaratnya.
Sertifikat hak atas tanah sebagai syarat dalam pembuatan akta tanah
bertujuan untuk mengetahui pemegang hak yang sebenarnya dari bidang tanah
yang menjadi obyek perjanjian. Secara yuridis mengenai pejabat pembuat akta
tanah diatur dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961.Pengaturan
lebih khusus dituangkan dalam Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961.
Tentang penunjukkan pejabat dimaksud dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah No.
10 Tahun 1961 tentang pendaftaran tanah serta hak dan kewajibannya.
Diundangkan Peraturan tersebut memberikan kewenangan kepada pejabat
dimaksud untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai pejabat pembuat akta
tanah, sekaligus memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengurus bukti
otentik berupa akta tanah. Pejabat Pembuat Akta Tanah itu sendiri terdiri dari dua
jenis pejabat yaitu :
1. Pejabat Khusus, yakni pejabat yang pengangkatannya ditunjuk secara khusus
dan wilayah kerjanya diseluruh Indonesia, contoh khusus mengenai tanah hak
guna usaha maka peralihannya didepan pejabat dari lingkungan Dirjen
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
113
Agraria dan biaya untuk pejabatnya merupakan penghasilan pribadi pejabat
yang bersangkutan.
2. Pejabat Umum, yakni mereka yang diangkat oleh Menteri Dalam Negri
(sekarang Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional) dengan
ditentukan wilayah kerjanya dan pejabat yang dirangkap oleh pegawai tinggi
pada Direktorat Jenderal Agraria (sekarang Badan Pertanahan Nasional).
Teori-teori yang dibeberkan merupakan pendapat para pakar hukum
maupun ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan
dibidang keagrariaan yang relevan dengan masalah yang diangkat, contohnya
seperti camat/kadistrik yang dapat ditunjuk untuk melakukan jabatannya sebagai
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Menurut, G. Kartasapoetra dan kawan-kawan, dalam Buku Hukum
Tanah, jaminan UUPA bagi keberhasilan pendayagunaan Tanah, mengatakan
bahwa pasal 19 UUPA, pendaftaran tersebut dimaksud untuk menjamin kepastian
hukum demi terjaminnya ketertiban dalam pertanahan. Pendaftaran tersebut
sangat sesuai dengan maksud diatas mengigat karena hak atas tanah itu tidak
selamanya melekat pada si pemegangnya karena adanya pemindahan yang
disebabkan karena kepentingan-kepentingan mereka yang bersangkutan.
Pemindahan-pemindahan demi terjaminnya si pemegang hak yang baru,
mengingat pendayagunaan dan pelaksanaan kepentingan-kepentiangan, harus
mempunyai bukti yang syah berupa akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT).
Dalam pasal 1 ayat 1 Perturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961
mengatakan bahwa untuk setiap kecamatan atau daerah yang disamakan dengan
itu (selanjutnya dalam peraturan ini disebut kecamatan/distrik) diangkat seorang
pejabat yang bertugas membuat akta perjanjian yang dimaksudkan dalam pasal 19
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang pendaftaran Tanah (selanjutnya
dalam peraturan ini disebut pejabat.
Secara lebih tegas dan jelas pasal 5 ayat 1 Peraturan Menteri Agraria No.
10 Tahun 1961 mengatakan bahwa selama sesuatu kecamatan belum diangkat
seorang pejabat, maka asisten wedana atau kepala kecamatan/distrik atau yang
setingkat dengan itu karena jabatannya menjadi pejabat sementara dari kecamatan
itu.
Peraturan tentang pejabat pembuat akta tanah telah diundangkan, namun
eksistensi dan peraturan itu hampir sebagian besar perbuatan hukum mengenai
tanah sampai saat ini masih dilakukan dalam versi hukum adat atau dibawah
tangan. Hal ini menjadi salah satu faktor pemicu timbulnya masalah tanah yang
rumit dan paling aktual terjadi. Kerumitan ini terjadi karena, perbuatan hukum
atas bidang tanahtersebut tidak dapat dibuktikan dengan jelas tentang kepastian
hukum atas subjek hak dan objek dari pada hak itu sendiri.
Agar PPAT memiliki wawasan yang luas berkaitan dengan jabatannya
sehingga dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka perlu adanya pembinaan
dan pengawasan terhadap mereka, hal itu telah di atur dalam pasal 65 sampai
dengan pasal 68 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2006.
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
114
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas permasalahan pokok didalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana peran dan tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
dalam memberikan kepastian hukum hak atas tanah di kelurahan Tanjung Ria?
2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
dalam mengimplementasikan fungsinya?
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Tipe Penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu, Tipe Penelitian Yuridis Normatif dan Tipe
Penelitian Yuridis Empiris. Tipe Penelitian Yuridis Normatif digunakan untuk
mengkaji data sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan pendapat para
ahli hukum perdata, sedangkan Tipe Penelitian Yuridis Empiris digunakan untuk
menggali yang berkaitan dengan pelaksanaan perlindungan hak atas tanah
masyarakat di Kelurahan Tanjung Ria Distrik Jayapura Utara.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (Ppat)
Istilah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berasal dari kata “Pejabat”
dan “Akta” dalam bahasa indonesia berarti, yang apabila diterjemahkan dalam
bahasa indonesia berarti “Pejabat” atau “Pangku jabatan”. Menurut kamus umum
bahasa indonesia
karangan W.J.S Poerwandariminta, “pejabat” diartikan
sebagai “Pemegang jabatan” sedangkan perkataan “Akta” dalam bahasa belanda
disebut “Acta” yang berarti “Surat tanda bukti kebenaran” jadi perkataan “Acta”
menurut kamus buku karangan Yan Pramadya Puspa yaitu “Surat tanda bukti
kebenaran sesuatu yang di tanda tangani oleh yang berkepentingan, itu merupakan
tanda bukti yang dapat dijadikan saksi tulisan”.
Perkataan “Pembuat” dan “Tanah” hanya merupakan penjelasan dari
pekerjaan pejabat di bidang kerjanya. Untuk jelasnya akan dilihat pengertian
menurut W.J.S Poerwandariminta dalam kamus umum bahasa indonesia, Kata
“buat” artinya “berbuat”, “melakukan sesuatu”, yang ditambah awalan “pem”
untuk menyatakan pekerjaan seseorang, sedangkan tanah diartikan sebagai “bumi”
dalam arti permukaan bumi yang diatas sekali. 1
Dari penjelasan secara harafiah dapat ditarik pengertian Pejabat Pembuat
Akta Tanah adalah Pejabat yang berwenang membuat akta-akta tertentu yang
meliputi peralihan atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual
beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum
pemindahan hak lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pemindahan Hak.
Pengertian ini mengindikasikan tentang 3 (tiga) tugas dalam pembuatan akta
tanah yaitu :
1
W.J.S Poerwandariminta, 1987, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, jakarta, h.
156
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
115
1.
Untuk melakukan mutasi atas tanah, termasuk didalamnya antara lain, jual
beli, hibah, tukar-menukar, pemasukan dalam perseroan, pemisahan dan
pembagian harta bersama/harta warisan.
2. Untuk memberikan satu hak baru atas tanah, yang dimaksud disini adalah
pendirian suatu hak pakai, hak guna bangunan atas tanah, hak milik
perorangan dan bukan atas tanah yang langsung dikuasai dengan suatu
perjanjian yang khusus diadakan antara seseorang dan pemegang hak milik.
3. Untuk menggadai dan meminjam uang atas tanah sebagai tanggungan,
pembuatan akta tanah dimaksud demi terjaminnya kepastian hukum,
pemanfaat dan pelaksana kepentingan-kepentingannya baik atas tanah yang
bersangkutan maupun akibat hukum yang timbul karena perjanjian itu harus
didaftarkan pada kantor pertanahan nasional
Adapun Notaris yang tugasnya sama dengan PPAT yakni membuat Akta
Tanah. Namun ada perbedaan antara Notaris dan PPAT yaitu ;
Notaris disumpah oleh Pengadilan Negeri dan lingkup kerjanya untuk seluruh
indonesia, disamping itu tugas Notaris menangani segala akta (lebih luas dari
PPAT). Sedangkan, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37
Tahun 1998, PPAT adalah seorang pejabat umum yang diberi kewenangan untuk
membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas
tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.
Dasar Hukum
Ketentuan hukum tentang PPAT diatur dalam Pasal 19 UUPA yang
menyatakan bahwa :
1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran
tanah diseluruh wilayah RI menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
2. Pendaftaran tersebut dalam pasal 1 ini meliputi :
a. Pengukuran, perpetaan, dan pembukaan tanah;
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c. Pemberian surat-surat tanda bukti.
3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan
masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomis serta kemungkinan
penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.
4. Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan
yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
Dalam peraturan tersebut PPAT berfungsi sebagai pembuat akta tanah yang
bermaksud memindahkan hak atas tanah, dan memberikan hak baru atau
membebankan hak tanah dalam rangka pendaftarannya.
Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam menjalankan fungsinya tidak sematamata karena pengangkatan atau penunjukkan setelah lulus mengikuti tes atau ujian
yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi secara yuridis telah diatur dalam
perangkat aturan yang jadi landasan berpijak baik bagi pengangkatan atau
menunjukkannya mengenai berbagai hal yang berkaitan erat dengan pelaksanaan
tugas pejabat pembuat akta tanah di lapangan.
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
116
Perangkat aturan mengenai pejabat akta tanah berpangkal dari ketentuan
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3, Berbunyi “ Bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
Dalam upaya penjabaran lebih lanjut untuk mempertegas dan lebih
memperjelas ruang pengaturannya, maka telah dikeluarkannya Undang-undang
No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang
diundangkan dalam lembaran negara Tahun 1960 No. 104 Undang-undang ini
sebagai peraturan dasar hanya memuat pokok-pokok saja sehingga di perlukan
berbagai perangkat pelaksanaan yang lebih efisien.
Didalam pasal 19 ayat 1 Undang-undang Pokok Agraria telah di tegaskan
bahwa, Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran
tanah di seluruh Pemerintah, ketentuan pasal ini secara tersurat mengharuskan
adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pendaftaran tanah.
Realisasi dari bunyi ketentuan diatas telah dituangkan dalam Peraturan
Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Tata cara pendaftaran tanah yang
diundang dalam lembaran negara Tahun 1961 No. 28 juncto Peraturan Pemerintah
No. 24 Tahun 1997. Dikeluarkan peraturan ini dimaksud untuk merealisasi usaha
yang menuju ke arah kepastian hak atas tanah yang bertujuan menjamin kepastian
hukum. Peraturan ini selain mengatur tentang pendaftaran tanah juga memuat
perlunya penunjukkan yang berwenang membuat akta dalam hal terjadinya
peraturan-peraturan hukum atas tanah yang disebutkan dalam pasal 37. Dalam
peraturan pemerintah No. 19 Tahun 1961 yang mengatur tentang pemindahan hak
atas tanah, menggadaikan tanah dengan meminjam uang dangan hak atas tanah
sebagai tanggungan. Dalam pelaksanaannya mengalami perkembangan, hal ini
dapat dilihat dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah No. 24 Tahun 1997
tentang pendaftaran tanah, khususnya pasal 37 yang berbunyi :
“ Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual
beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum
pemindahan hak lainnya”.
Sebagai tindak lanjut pejabat yang dimaksud secara khusus, maka
dikeluarkannya Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961 tentang
pendaftaran tanah serta hak dan kewajibannya, pengundangan ini dimuat dalam
tambahan lembaran negara Tahun 1961 No. 2344.
Daerah Kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah
Pada dasarnya setiap Distrik merupakan wilayah kerja dari seorang
pembuat akta tanah, dalam hal tersebut seorang pejabat pembuat akta tanah dapat
diberikan daerah kerja lebih dari satu Distrik.
Sebaliknya, dapat diangkat lebih dari satu pejabat pembuat akta tanah
untuk satu Distrik. Dalam prakteknya Menteri Agraria selalu mengangkat seorang
pejabat pembuat akta tanah untuk wilayah kerja lebih dari satu Distrik. Dengan
begitu setiap kadistrik tetap karena jabatannya selalu diberi peluang untuk
bertindak sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pangangan tersebut dapat
dibenarkan oleh Effendi Perangin-angin, bahwa “kalau pejabat pembuat akta
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
117
tanah yang diangkat bukan berwilayah kerja untuk kecamatan itu, tetapi juga
untuk kecamatan lain, maka camat tetap sebagai pejabat pembuat akta tanah”.
Dalam Surat Edaran Menteri Pertanian dan Agraria Tertanggal 21 April
1962 tentang, perihal penjelasan Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun
1961, pada angka 4 menegaskan, bahwa : “dalam kebijaksanaan yang kami ambil
dalam pengangkatan pejabat-pejabat khusus itu ialah bahwa mereka selalu diberi
daerah kerja yang meliputi lebih dari satu kecamatan, maka berlakunya apa yang
dijelaskan dalam angka 3 diatas, yaitu asisten-wedana yang bersangkutan juga
bertindak sebagai pejabat pembuat akta tanah disamping pejabat yang khusus
tadi”. 2
Seorang pejabat pembuat akta tanah hanya berwenang membuat akta-akta
mengenai tanah-tanah yang terletak dalam daerah kerjanya. Hal-hal tertentu
dengan ijin Menteri Agraria, seorang pejabat pembuat akta tanah dapat membuat
akta mengenai tanah yang terletak dalam daerah kerjanya. Misalnya, dalam hal
pembebanan hipotik atas beberapa bidang tanah yang letaknya lebih dari satu
Distrik (pasal 2 Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961).
Pejabat pembuat akta tanah harus mempunyai tempat berkedudukan
(berkantor) dalam daerah kerjanya, lazimnya didepan kantor ditetapkan papan
agar diketahui oleh masyarakat luas, disitulah dia membuat akta-aktanya.
Hak Dan Kewajiban Pejabat Pembuat Akta Tanah
Sebagai pejabat yang diangkat oleh pemerintah (walaupun tidak digaji oleh
pemerintah), pejabat akta tanah menangani bidang pembuatan akta tanah.
Pengangkatan pejabat pembuat akta tanah dengan memperhatikan adanya hal-hal
yang terjadi dalam dinamika hidup masyarakat dalam bidang pertanahan. Secara
khusus untuk menangani perbuatan-perbuatan hukum mengenai perjanjianperjanjian yang terjadi atas sesuatu bidang tanah
1. Hak Pejabat Pembuat Akta Tanah
Berhubungan dengan prestise (penghargaan) atas jasa pembuat akta
tanah hak itu. Sesuai dengan pasal 6 Peraturan Menteri Agraria No.10 Tahun
1961, pungutan uang jasa (honorarium) untuk pembuatan suatu akta adalah
sebesar ½% (setengah persen) dari harga penjualan atau harga taksiran hak
yang bersangkutan, dengan minimal Rp 100,- (seratus ribu).
Dalam hal ini terjadi hibah oleh seorang pemilik tanah pertanian
“absentee” kepada ahli waris yang berstatus pegawai negeri atau yang
disamakan dengan mereka (pasal 3 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 224
Tahun 1961) maka untuk pembuatannya oleh pejabat dapat dipungut uang
jasa sebesar ½% (setengah persen) dari harga taksiran hak yang bersangkutan
dengan nilai minimal Rp 100,- (seratus rupiah) dan nilai jasa yang dipungut
merupakan penghasilan pribadi dari pejabat pembuat akta tanah.
2. Kewajiban Pejabat Pembuat Akta Tanah
Pejabat pembuat akta tanah sesuai dengan namanya yang diberikan
kepadanya, mempunyai kewajiban pokok untuk membuat akta dan menanda
2
Effendi Perangin-angin, 1987, Praktek Pengguna Tanah Sebagai Jaminan Kredit, Rajawali Pers,
Jakarta, h. 73.
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
118
tangani akta tanah. Pembuatan akta tanah dalam hal ini apabila terjadi
perjanjian-perjanjian mengenai pemindahan hak atas tanah, memberikan
sesuatu hak atas tanah, menggadai tanah atau meminjam uang dengan hak
atas tanah sebagai jaminan.
Pejabat pembuat akta tanah harus membantu pihak-pihak yang
melakukan perbuatan hukum itu mengajukan permohonan penegasan
konversi serta pendaftaran hak yang dimohonkan sebagaimana dimuat dalam
Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2 Tahun 1962 tentang
penegasan konversi dan pendaftaran berkas hak-hak indonesia atas tanah.
Selanjutnya, A. P. Parlindungan mengatakan bahwa Pejabat Pembuat Akta
Tanah secara jabatan, harus menyelesaikan proses balik nama dari setiap mutasi,
yaitu mengirimkan seluruh berkas-berkas dari akta pejabat tersebut ke kantor
pendaftaran tanah dan kemudian setelah selesai mengembalikan kepada yang
berhak”. 3
Pengiriman berkas-berkas dari akta pejabat dimaksudkan untuk didaftarkan
pada buku tanah dikantor pendaftaran tanah (Kantor Pertanahan Nasional)
Kabupaten/Kota, seksi pendaftaran tanah sekarang.
Pasal 8 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 mewajibkan pejabat
pembuat akta tanah untuk memuat daftar akta tanah dari akta-akta yang dibuatnya.
Jika pejabat yang dimaksud mempunyai daerah kerja lebih dari satu Distrik maka
ia harus membuat akta tanah untuk masing-masing Distrik.
Pejabat pembuat akta tanah sebagai pejabat yang bertugas memberikan
pelayanan hukum untuk pembuatan akta tanah juga sekaligus harus memberikan
nasehat dan pertimbangan hukum kepada para pihak sebelum akta dibuat.
Pertimbangan hukum yang diberikan dengan maksud agar para pihak yang
hendak menguasai akta tanah dapat mengetahui dan memahami tentang arti dan
fungsi dari akta tanah yang akan dibuat sebagai bentuk aktualisasi dari perjanjian
yang diadakan, sehingga dapat menghindari terjadinya perjanjian yang
diselubungi oleh itikad-itikad buruk.
John Salindeho, mengatakan bahwa “......... Mereka (Pejabat Pembuat Akta
Tanah) harus memberi nasehat atau pertimbangan hukum kepada para pihak
sebelum suatu akta dibuat (jika diperlukan) demi membantu tercapainya transaksi
yang sehat dan aman”. 4
Setelah akta dibuat, pejabat pembuat akta tanah harus membacakan kembali
bersama surat-surat lainnya dihadapan para pihak tentang apakah terdapat
kesalahan atau tidak. Karena kesalahan itu hanya terdapat pada satu kata,
penafsirannya secara hukum akan berbeda-beda, dalam hal terjadi demikian,
apabila pihak lain itikad yang buruk, Lebih dikuatirkan apabila hal itu terjadi pada
pihak yang melakukan perjanjian.
Apabila setelah dibacakan terdapat kesalahan maka harus direnvoi
(ditunjukan), setelah itu barulah akta tersebut ditanda tangani oleh para pihak,
saksi-saksi dan pejabat yang membuat akta tanah.
3
A. P. Parlindungan, 1989, Bunga Rampai Hukum Agraria, Landreform Bagian I, Mandar Maju,
h. 138.
4
John Salindeho, 1994, Manusia, Tanah, Hak dan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 123.
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
119
Pengertian Akta
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kata Akta berasal dari bahasa
latin “acta” yang berarti “gerchrift” atau “surat”. Istilah akta dalam bahasa
Belanda disebut “acte” dan “act” atau “deed” dalam bahasa Inggris.
Akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang membuat peristiwaperistiwa yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan dibuat sejak semula
dengan sengaja untuk pembuktian5. Sedangkan menurut menurut M. Situmorang
dan Cormetina Sitanggang, akta adalah Surat yang sengaja dibuat untuk dipakai
sebagai alat bukti, dalam peraturan undang-undang sering dijumpai perkataan akta
yang dimaksudkan sama sekali bukanlah “surat” melainkan perbuatan 6.
Selanjutnya kedua sarjana tersebut diatas (M. Situmorang dan Cormetina
Sitanggang) mengambil kesimpulan tentang pengertian dari akta sebagai berikut :
a. Perbuatan Handeling / perbuatan hukum (rechtshandeling) itulah pengertian
yang luas.
b. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai atau digunakan perbuatan hukum
tersebut, yaitu berupa tulisan yang ditujukkan berupa pembuktian sesuatu.
Pada dasarnya akta dibuat sebagai surat bukti. Surat bukti itu, adanya suatu
peristiwa yang menimbulkan perikatan antara dua pihak dan sengaja dibuat untuk
dipakai sebagai alat bukti.
Peran dan Tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah(PPAT) dalam
memberikan Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Bagi Masyarakat di
Kelurahan Tanjung Ria
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hak atas tanah yang terdapat pada
Kelurahan Tanjung Ria Distrik Jayapura Utara adalah hak tanah ulayat
masyarakat adat suku kayu-batu, dalam satu kampung tersebut terdapat beberapa
marga yang memiliki tanah masing-masing ditiap titik yang telah di turunkan oleh
nenek moyang mereka, untuk itu setiap pembelian tanah di daerah Tanjung Ria
harus dibicarakan dahulu kepada yang memiliki tanah tersebut dan kemudian
selanjutnya ke ondoafi nya guna untuk penandatangan surat pelepasan tanah adat,
yang kemudian surat tersebut akan dibawa untuk pembuatan akta tanah oleh
Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT. Setelah pembuatan akta tanah selesai dibuat
oleh PPAT, akan dilanjutkan dengan pembuatan sertifikat yang prosedur
pembuatannya akan dijelaskan pada lembaran selanjutnya.
Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah Pejabat umum yang diberi wewenang
untuk membuat akta-akta dalam peralihan hak atas tanah, akta pembebanan serta
surat kuasa, akta pembebanan hak tanggungan.
Pejabat Pembuat Akta Tanah berperan membantu Kepala Kantor Badan
Pertanahan Nasional dalam melaksanakan pendaftaran tanah dengan membuat
akta-akta tertentu sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu
mengenai hak atas tanah dan bangunan yang akan dijadikan dasar bagi bukti
pendaftaran tanah.`
5
Sudikno Mertokusumo, 1985, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberti, Yogyakarta, h. 118.
M. Situmorang dan Cormentina Sitanggang, 1993, Akta Dalam Pembuktian Dan Eksekusi,
Rineka Cipta, Bandung, h. 25.
6
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
120
. Akta-akta yang dapat dibuat hanya pada akta-akta yang disebut dalam
Pasal 1 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 1969. Aktaakta tersebut adalah :
1. Akta Jual Beli
2. Akta Hibah
3. Akta Tukar-menukar
4. Akta Pemasukan Modal
5. Akta Pemisahan dan Pembagian
6. Akta Hipotik
7. Akta Creditverband
8. Akta Fiducia
9. Akta Pemberian diatas Hak Milik
Sesuai dengan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961
Pembuatan akta tanah yang dimaksud diatas, dirangkum kedalam 3 tugas pokok
dari Pejabat Pembuat Akta Tanah, yaitu :
1. Untuk melakukan perjanjian mutasi atas tanah, yang termasuk didalamnya
antara lain, jual beli, hibah, tukar-menukar, dan pemasukan modal dalam
perseroan.
Perjanjian mutasi atas tanah memerlukan izin dari instansi yang
berwenang yaitu Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN), sesuai dengan
ketentuan Peraturan Menteri Agraria No. 15 Tahun 1961 tentang Permintaan
dan Pemberian izin Pemindahan Hak Atas Tanah, Pasal 3 ayat 1 dinyatakan
bahwa Izin pemindahan hak atas tanah diminta oleh yang berkepentingan
secara tertulis dengan bantuan dan perantaraan pejabat pembuat akta tanah,
oleh dan dihadapan siapa akta pemindahan haknya dibuat.
Peraturan Direktur Agraria No. 4 Tahun 1969 tentang
Penyelenggaraan izin pemindahan hak atas tanah didalam pasal 1
ayat 1
disebut secara tersirat tentang pengajuan permohonan izin pemindahan hak
diajukan dalam rangkap 3 melalui Kantor Pertanahan Kabupaten, selanjutnya
disampaikan selaku pejabat pembuat akta tanah.
2. Untuk memberikan sesuatu hak baru atas tanah, yang dimaksud disini adalah
pemberian hak pakai dan hak guna bangunan diatas tanah hak milik
perorangan dan bukan tanah yang dikuasai langsung oleh negara.
Hal ini terjadi dengan suatu perjanjian yang khusus diadakan antara
seseorang dan pemegang hak milik dengan badan hukum untuk mendirikan
dan mempunyai bangunan-bangunan diatas tanah yang bukan miliknya.
Pemberian hak bangunan ini, untuk syarat-syarat pemberiannya dan
juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan dalam buku
tanah, di Kantor Pertanahan Kabupaten, sebelumnya harus diadakan
perjanjian antara pemilik tanah dengan orang atau badan hukum yang hendak
meminta hak baru, diatas sebuah akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT). Selanjutnya Pejabat Pembuat Akta Tanah membantu
pemohon hak baru untuk mengajukan permohonan izin pendaftaran dari
Kantor Badan Pertanahan Provinsi, hak tersebut didaftarkan dalam buku
tanah. Sertifikat hak milik dikembalikan kepada pemiliknya sedangkan
kepada pemohon hak baru diberikan sertifikat hak guna bangunan.
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
121
3.
4.
Pendaftaran dimaksud sesuai ketentuan pasal 38 ayat 2, merupakan
alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan serta
sahnya peralihan hak tersebut kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka
waktunya berakhir.
Akta pembebanan hipotik dan creditverband dibuat oleh pejabat
pembuat akta tanah sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat 2 Peraturan Menteri
Agraria No. 15 Tahun 1961, akta tersebut ditanda tangani oleh para pihak,
para saksi, dan pejabat, dibuat sebanyak 2 lembar. Satu untuk Pejabat
Pembuat Akta Tanah dan satunya lagi dikirim ke Kantor Pertanahan
Kabupaten untuk didaftarkan dalam buku tanah, selanjutnya diterbitkan
sertifikat hipotik atau creditverband. Sertifikat hak milik atau hak guna
bangunan dikembalikan kepada yang berhak sedangkan sertifikat hipotik atau
creditverband yang baru diterbitkan diberikan kepada yang memperoleh hak
tanggungan.
Mengacu kepada tujuan Undang-undang Pokok Agraria dalam
melindungi hak-hak masyarakat atas tanah, maka pengalihan hak melalui
pejabat pembuat akta tanah dapat menekan atau menghilangkan sama sekali
munculnya tanah bermasalah. Dengan demikian untuk menjamin kepastian
hukum yang berorientasi kepada perlindungan hak-hak masyarakat atas tanah
sangat ditentukan oleh pengetahuan tentang pejabat pembuat akta tanah.
Untuk menggadai tanah dan meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai
tanggungan.
Sesuai dengan ketentuan peralihan dari Undang-undang Pokok
Agraria yang disebut dalam pasal 57, maka selama Undang-undang tentang
hak tanggungan belum dibuat, tetap berlaku ketentuan hipotik dan
creditverband, yaitu tentang hipotik dalam kitab undang-undang hukum
perdata, tentang creditverband dalam staatsblaad 1908 Nomor 542 yang
kemudian di ubah dengan staatsblaad 1937 Nomor 190.
Peraturan Menteri Agraria No. 15 Tahun 1961 tentang pembebanan
dan pendaftaran hipotik creditverband dalam considerannya dinyatakan
sebagaimana haknya dengan hak-hak atas tanah, maka pembebanan dan
pendaftaran hipotik serta creditverband sebelum dilaksanakannya ketentuanketentuan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 diselenggarakan menurut
peraturan yang berlainan.
Dengan dilaksanakan Peraturan Pemerintah tersebut diatas maka
pendaftaran hak atas tanah semuanya diselenggarakan menurut peraturan ini,
berhubung dengan itu pembebanan dan pendaftaran hipotik dan creditverband
harus pula diselenggarakan menurut peraturan tersebut. Namun dengan
dikeluarkannya Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan
atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, maka terjadi
perombakan terhadap Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961. Dengan
demikian hak-hak atas tanah yang merupakan objek hak tanggungan yang
meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Untuk memberikan sesuatu hak baru atas tanah.
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
122
Yang dimaksud disini adalah pendirian suatu hak pakai dan hak guna
bagunan diatas tanah hak milik perorangan dan bukan atas tanah yang
dikuasai langsung oleh negara. Hal ini, terjadi dengan suatu perjanjian yang
khusus diadakan antara seseorang dan pemegang hak milik dan badan hukum
untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan diatas tanah yang
bukan miliknya.
Pemberian hak guna bangunan ini, untuk syarat-syarat pemberiannya
dan juga setiap peralihan serta hapusnya hak tersebut harus didaftarkan dalam
buku tanah, di tanah dengan orang atau badan hukum yang hendak meminta
hak baru, diatas sebuah akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat
Akta Tanah. Selanjutnya, Pejabat Pembuat Akta Tanah membantu pemohon
hak baru untuk mengajukan permohonan izin pendaftaran dari Kantor
Pertanahan Nasional(BPN) , hak tersebut didaftarkan dalam buku tanah.
Sertifikat hak milik dikembalikan kepada pemiliknya sedangkan kepada
pemohon hak baru diberikan sertifikat hak guna bangunan.
Prosedur Pengurusan Akta Tanah
Sebelum Pejabat Pembuat Akta Tanah di Distrik Jayapura Utara
membuat Akta Peralihan Hak, permintaan sesuatu hak baru atau pembebasan hak
tanggungan atas suatu bidang tanah bukti biaya balik nama dari Kantor
Pertanahan Kabupaten/kota Jayapura dan sertifikat tanah yang bersangkutan.
Apabila bidang tanah yang akan dialihkan sudah di daftarkan dalam bukti tanah di
Kantor Pertanahan Kabupaten/kota Jayapura, akan dimuat dalam Surat
Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) yang isinya menyatakan bahwa bidang
tanah tersebut blm didaftarkan, dengan dikuatkan oleh keterangan tersebut, dapat
dilaksanakan pembuatan akta tanah (akta peralihan hak, permintaan sesuatu hak
baru, atau pembebasan hak tanggungan atas tanah).
Sebelum dibuatkan akta perjanjian, Pejabat Pembuat Akta Tanah
mengadakan penelitian terlebih dahulu, penelitian ini ditujukan terhadap para
subjek dan objek dari pada hak. Maksud dari pada diadakan penelitian ini adalah
untuk mengetahui kebenaran dan keabsahan dari pemilik tanah dan tanah yang
menjadi haknya, sehingga dapat terjadi karena diselubungi oleh adanya itikaditikad buruk.
Didalam melakukan penelitian ini, Pejabat Pembuat Akta Tanah Distrik
Jayapura Utara sering melibatkan aparat Kelurahan atau pun Distrik dimana
bidang tanah itu terletak. Setelah mendapat keterangan tentang para subjek dan
objek dari pada hak, akta perjanjian atas tanah dibuat.
Hal-hal yang harus diperhatikan Pejabat Pembuat Akta Tanah sebelum
para pihak pengurusan akta tanah, dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Para Penghadap (Subjek Hukum)
Para Penghadap yang dimaksud adalah mereka yang berkepentingan
dalam membuat akta perjanjian, yaitu :
a) Yang Mengalihkan Hak dan yang Menerima Hak
b) Dalam hal Hipotik dan Creditverband, maka mereka yang memberi
jaminan tanah dan yang berpiutang.
2) Para Saksi
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
123
Selain mereka yang berkepentingan dalam membuat perjanjian itu,
juga harus dihadirkan para saksi, saksi yang dihadirkan biasa dua orang.
Dalam hal ini belum ada sertifikat tanah, maka saksi yang dihadirkan adalah
harus kepala kelurahan dan aparatnya, tempat dimana objek terletak. Jika
sertifikatnya sudah ada, tidak diharuskan kedua orang saksi termasuk diatas,
karena saksi-saksi dapat diambil orang-orang lain yang dikehendakinya, yang
penting mereka adalah cakap menurut hukum. Untuk kedua orang saksi
tersebut dipungut uang saksi minimal Rp 100,- dari harga taksiran bidang
tanah yang diperjanjikan. Sedangkan saksi-saksi lainnya, Pejabat Pembuat
Akta Tanah dalam prakteknya selalu membebankan biaya uang saksi dengan
berpatokan pada harga taksiran bidang tanah yang bersangkutan. Sehubungan
dengan pembuatan akta Hipotik atau Creditverband, maka biaya-biaya untuk
Pejabat Pembuat Akta Tanah dan saksi-saksi yang hadir ditanggung oleh
yang berpiutang.
3) Objek Perjanjian
Para penghadap harus memperlihatkan serta menjelaskan kepada
Pejabat Pembuat Akta Tanah tenetang objek dari pada perjanjian yang akan
dibuat. Yang dilihat yaitu hak atas tanah dari bidang tanah itu sendiri, serta
bangunan-bangunan dan tanaman diatasnya kecuali apabila dinyatakan
khusus hanyanuntuk bidang tanahnya. tentang hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a) Hak atas Tanah.
Apakah sudah ada sertifikat atau belum, kalau sudah, disebutkan jenis
haknya dan nomor pendaftaran serta letak tanah (di Kelurahan mana).
Apabila belum ada sertifikat, maka disebut hak milik adat.
b) Bidang Tanah, Rumah dan Tanaman diatasnya.
Objek peralihan hak adalah tanahnya dan bukan luas tanah yang
tercantum dalam surat pelepasan tanah adat. Didalam surat pelepasan
tanah ini kadang-kadang ditulis tanda ukuran yang seharusnya.
Penerangan atau penjelasan tentang hal ini dapat menerima hasil
pengukuran yang sebenarnya, karena tidak jarang yang menerima hak
kurang mengerti tentang luas tanah yang dicantumkan dalam akta pejabat
itu. Sedangkan apabila tanah itu sudah didaftarkan (bersertifikat), maka
harus dicocokkan terlebih dahulu di Kantor Pertanahan Kabupaten/kota
Jayapura.
Proses Pembuatan Akta Tanah
Pembuatan akta tanah merupakan bagian paling pokok, terjadinya
perjanjian atas tanah secara yuridis. Sebab itu, dalam membuat akta tanah atau
mengisi akta tanah oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dibutuhkan kejelian dan
kecermatan serta perhatian yang serius agar tidak terdapat hal-hal yang
dikemudian hari dapat menimbulkan atau mengakibatkan sengketa.
Pejabat Pembuat Akta Tanah sebelum membuat akta tanah, selalu
mengawali dengan memberikan pertimbangan hukum. Pertimbangan hukum yang
diberikan manyangkut akta perjanjian yang akan dibuat, agar tidak di manfaatkan
oleh salah satu pihak untuk merugikan pihak lain, Sehingga itikad baik dari para
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
124
pihak sangat diharapkan. Akta tanah itu sendiri saat ini telah disiapkan dalam
bentuk formulir-formulir yang siap pakai. Jadi, Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak
perlu lagi untuk membuat atau mengetik sendiri akta tanah. Dalam membuat akta
atau mengisi akta tanah, ada bagian-bagian kalimat yang tidak harus dipakai dan
bagian-bagian isian yang tidak diisi atau dibuat harus dimatikan dengan coretan
“Z”. Pencoretan disini dilakukan agar tidak memberikan peluang untuk
dimanfaatkan oleh pihak lain dengan tujuan yang negatif. selain itu agar tidak
terdapat kejanggalan-kejanggalan yang dapat mengakibatkan perbedaan
penafsiran yang keluar dari isi perjanjianitu atau disesuaikan dengan kebutuhan.
Unsur-unsur pokok yang diperhatikan agar suatu akta mempunyai
kekuatan otentik, yaitu:
1) Nama
Dimaksudkan disini adalah baik nama para penghadap, juga nama-nama dari
saksi dan pejabat pembuat akta tanah, secara lengkap harus ditulis, tanpa
kependekan nama. Jelaslah, nama depan dan nama marga disertai gelar
akademik dan gelar lainnya, hal yang paling mendasar dari penulisan nama
yang harus diperhatikan adalah tidak boleh ada kesalahan. Sebab, kesalahan
itu hanya pada satu kata, secara yuridis dapat menimbulkan interprestasi yang
lain dari maksud sebenarnya.
2) Jabatan
Harus dicantumkan jabatan resmi, pekerjaan ataupun kedudukan dalam
masyarakat, misalnya dicantumkan kepala biro hukum kabupaten jayapura,
pedagang, advokad, sekretaris yayasan dan sebagainya.
3) Tempat Tinggal
Tempat tinggal yang dimaksud bukan apa yang dimaksud dengan”Tempat
tinggal yang dipilih” tetapi “Domisili yang dipilih” dicantumkan pula alamat
yang jelas dari domosili tersebut.
Proses pembuatan akta tanah oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah di Distrik
Jayapura Utara dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Bagi hak atas tanah yang telah didaftarkan (bersertifikat).
a) Sebelum akta dibuat, perlu dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- Sertifikat diperiksa dahulu di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
Jayapura untuk dicocokkan dengan daftar buku tanah untuk diperiksa
apakah tidak ada sitaan, pencabutan hak atau beban-beban lain
diatasnya.
- Membayar biaya balik nama atau membayar biaya pendaftaran untuk
(untuk tanah yang belum bersertifikat) kepada kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/kota Jayapura yang mana menyangkut besarnya
dan cara pembayaran biaya-biaya tersebut diatur dengan peraturan
pemerintah tersendiri.
b) Setelah itu dibuat akta pejabat.
Pembuatan akta membutuhkan kecermatan dan ketelitian dari
Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dalam pembuatan akta tanah, sebagaimana
dimaksud dalam pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
bahwa, “peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun
melalui jual-beli, tukar-menukar,hibah, pemasukan dalam perusahaan dan
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
125
perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak
melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang. Menurut
ketentuan perundang-undangan yang berlaku”. Ini harus dihadiri oleh para
pihak yang melakukan perbuatan hukum dan bersangkutan yang
disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi
syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu.
Perjanjian Hak Atas Tanah Yang Belum Didaftarkan (Belum Ada
Sertifikat).
1. Sebelum akta tanah dibuat, perlu dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Untuk keperluan pendaftara hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi
hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak
tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi atau pernyataan yang
bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh panitia Ajudikasi dalam
pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak,
pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.
b. Hak atas tanah baru dibuktikan dengan penetapan pemberian hak dari
pejabat berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah negara
atau tanah hak pengelolaan.
c. Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat
pembuktian (pembuktian hak lama) pembuktian hak dapat dilakukan
berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersankutan
selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon
pendaftaran dan pendahuluan-pendahuluannya, dengan syarat :
1) Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad terbaik secara terbuka
oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat
oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya.
2) Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman
sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 (peraturan pemerintah No. 24
Tahun 1997) tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau
desa atau kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
2. Membayar biaya pendaftaran dan apabila atas permohonan yang
bersangkutan, Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat membebaskan
pemohon dari sebagian atau seluruh biaya, jika pemohon dapat membuktikan
tidak mampu membayar biaya tersebut.
3. Dibuat akta tanah (peralihan hak atau permintaan suatu hak baru).
4. Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti, dilakukan pengumpulan dan
penelitian data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan oleh panitia
Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau kepala Kantor
Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
126
5. Sebelum didaftarkan, diadakan pengumuman atas bidang-bidang tanah
tersebut untuk memberikan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan
keberatan yang mana untuk pendaftaran tanah secara sistematik diberikan
jangka waktu 30 hari dan pendaftaran tanah secara sporadik diberi jangka
waktu 60 hari.
6. Apabila tidak ada keberatan tentang pengumuman ini, diadakan pendaftaran
yang dicatat dalam buku tanah, kemudian diterbitkan sertifikat.
Pembebanan hak tanggungan bagi tanah yang belum bersertifikat sampai saat
ini belum pernah dilakukan. Hal ini, disebabkan karena pihak kreditur merasa
ragu dengan pemegang hak atau keabsahan kepemilikan dari tanah asal hak adat
yang belum bersertifikat dan atau baru diurus sertifikatnya. Kreditur tidak ingin
dirugikan apabila tanah itu bermasalah. Sebab itu, kreditur selalu menolak untuk
memberikan kredit bagi tanah yang belum bersertifikat.
Kendala Yang Dihadapi Pejabat Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam
Mengimplementasikan Fungsinya
Sebelum penulis menjelaskan mengenai segala macam persepsi yang
terjadi pada masyarakat, penulis akan mengemukkan suatu cerita yang diangkat
dari hasil penelitian selama ini.
Pada kelurahan tanjung telah terjadi proses jual-beli tanah yang dilakukan
antara suku adat setempat dengan seorang ibu yang sebut saja namanya citra. ibu
citra telah membeli tanah dengan luas tanah kurang lebih 100 m2, setelah
pengurusan tanah dengan pemilik setempat selesai dibuat surat pelepasan tanah
dari kepala suku adat setempat (ondoafi), yang kemudian diterima oleh ibu citra
guna untuk pembuatan akta tanah. Namun yang terjadi setelah itu luas tanah yang
berada dalam surat pelepasan tanah adat itu diubah oleh ibu citra, ini diketahui
oleh si pemilik tanah saat melihat bangunan yang didirikan diatas tanah tersebut
tidak sesuai dengan luas tanah yang telah disepakati dalam surat pelepasan.
Dengan adanya cerita tersebut diatas berarti secara tidak langsung
persoalan ini adalah suatu kendala bagi PPAT atau pun Instansi yang
bersangkutan dalam mengimplementasikan fungsinya kurang teliti, sehingga ada
pihak lain yang merasa dirugikan.
Selanjutnya akan dibahas fungsi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
tidak dapat dihindari dari berbagai hambatan, hambatan-hambatan itu yang
menjadi kendala baik bagi pengurusan akta tanah maupun bagi pembuatan akta
tanah. Disinilah terdapat berbagai faktor penghambat.
Memiliki kendala-kendala yang terkadang menghambat penerbitan akta
tanah. Hambatan yang ditemui berupa kepemilikan tanah secara kolektif oleh
masyarakat hukum adat dan juga bukti-bukti pemilikan tanahnya kurang lengkap
atau tidak ada, sehinnga terdapat kesulitan untuk menemukan pemilik tanah yang
benar-benar berhak. Hal inilah yang sering menimbulkan permasalahan, tanah
yang sudah dilepaskan oleh seseorang kemudian dilepaskan oleh orang lain.
Hal yang paling esensial yang menjadi hambatan yang harus diatasi adalah
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang akta tanah, dan manfaat serta funsi
dari Pejabat Pembuat Akta Tanah.
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
127
Seperti halnya yang terjadi pada masyarakat di Kelurahan Tanjung Ria
Distrik Jayapura Utara, pemahaman masyarakat terhadap eksistensi pejabat
Pembuat Akta Tanah kurang dimengerti secara baik oleh sebagian besar
warganya. Hal ini disebabkan karena kurangnya sosialisasi mengenai Pejabat
Pembuat Akta Tanah. Pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap Pejabat
Pembuat Akta Tanah sangat minim, salah satu gambaran yang dapat dijadikan
tolak ukur adalah pengurusan akta tanah yang lebih banyak dilakukan langsung ke
Kantor Pertanahan tanpa melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Dari hal-hal yang disebutkan, menimbulkan berbagai kekeliruan yang
terjadi pada masyarakat dalam melaksanakan pengurusan akta tanah. Oleh sebab
itu selalu terjadi kesalahan-kesalahan prosedur, mengacu pada penjelasan ini akan
memberikan suatu kesimpulan secara umum bahwa masyarakat belum
mengetahui secara pasti tentang keberadaan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Masyarakat yang menyatakan tahu dan paham adalah rata-rata selasai dari
perguruan tinggi. Selain itu, aparat pemerintah yang bekerja di Kantor Kelurahan,
Distrik juga mengetahui dan memahami secara baik. Masyarakat yang
menyatakan tahu dan paham, mengemukakan bahwa pengurusan akta tanah
melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah fungsinya telah diatur dalam undang-undang
yaitu, Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 Jo Peraturan Pemerintah No. 24
Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961.
Adapun kendala masyarakat yang telah mengetahui tentang peranan PPAT
dan menyampaikan bahwa pambuatan akta tanah pada PPAT menyangkut biaya
persertipikatan tanah mahal karena dari segi pendapatan mereka belum bisa
menjangkau harga yang di taksir oleh PPAT. Masyarakat berpendapat bahwa
jangka waktu pembuatan sertipikat tidak mereka ketahui karena kurangnya
informasi dari PPAT menyangkut kapan penyelesain akta tersebut dibuat.
Berdasarkan penjelasan diatas terdapat beberapa kendala sehingga
permasalahan yang ada dan dihadapi lebih besar oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah. Dalam hubungannya dengan pelaksanaan fungsi Pejabat Tanjung Ria
Distrik Jayapura Utara Pembuat Akta Tanah, maka kurangnya pengetahuan
masyarakat menjadi perhatian penting bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam
mengimplementasikan fungsinya terhadap masyarakat yang berdomisili di
Kelurahan.
PENUTUP
Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari inti kajian ini yaitu :
1. Dikenal beberapa PPAT yaitu Notaris atau yang khusus menempuh ujian
PPAT, adapula PPAT sementara yaitu camat atau kepala desa tertentu untuk
melaksanakan tugas PPAT, karena disuatu daerah tidak cukup atau tidak ada
sama sekali PPAT yang bertugas. Pejabat Pembuat Akta Tanah fungsinya
membuat akta –akta tertentu dalam hal terjadinya peralihan hak atas tanah
dan hak milik atas satuan rumah susun melalui :
a. Jual-beli.
b. Tukar-menukar,
c. Hibah,
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
128
2.
d. Pemasukan dalam perusahaan,
e. Pembagian hak bersama,
f. Pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik,
g. Pembagian hak tanggungan,
h. Pemberian hak kuasa membebankan hak tanggungan.
Adapun kendala yang dihadapi oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
dalam mengimplementasikan fungsinya diantaranya kurangnya pengetahuan
masyarakat dan perhatian dari Instansi terkait sehingga faktor hambatan atau
kendala-kendala lebih dominan. Kendala lain yang terjadi karena kurangnya
sosialisasi tentang eksistensi Pejabat Pembuat Akta Tanah menyangkut
fungsinya yang harus diketahui oleh masyarakat. Peranan Pejabat Pembuat
Akta Tanah kurang diketahui dan dipahami oleh masyarakat yang berdomisili
di wilayah kerjanya itu. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan dan
minimnya informasi yang mereka peroleh tentang eksistensi Pejabat Pembuat
Akta Tanah itu sendiri
Saran
1. Mengingat masih adanya perbedaan pendapat dikalangan akademis mengenai
keotentikan akta PPAT yang selama ini diatur melalui peraturan pemerintah
maka sebaiknya pemerintah beserta DPR segera membuat undang-undang
mengenai PPAT.
2. Dengan berpijak dari ulasan-ulasan diatas, saya memberikan saran, Agar
masyarakat dapat mengetahui eksistensi Pejabat Pembuat Akta Tanah, maka
perlu di adakan penyuluhan secara kontinyu dan terpadu antara instansi terkait
dengan melibatkan Fakultas Hukum Universitas Yapis Papua.
DAFTAR PUSTAKA
W.J.S Poerwandariminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, 1987;
Effendi Perangin-angin, Praktek Pengguna Tanah Sebagai Jaminan Kredit,
Rajawali Pers, Jakarta, 1987;
A. P. Parlindungan, 1989, Bunga Rampai Hukum Agraria, Landreform Bagian I,
Mandar Maju, 1989;
John Salindeho, 1994, Manusia, Tanah, Hak dan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,
1994;
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberti, Yogyakarta,
1985;
M. Situmorang dan Cormentina Sitanggang, Akta Dalam Pembuktian Dan
Eksekusi, Rineka Cipta, Bandung, 1993.
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
Download