BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi Jepang menunjukkan prevalensi kejadian hiperurisemia sebesar 30% pada pria (Hakoda, 2012). Suatu studi meta analisis di Cina tahun 2011 menunjukkan prevalensi hiperurisemia sebesar 21,6% pada pria dan 8,6% pada wanita (Liu et al., 2011). Penelitian yang dilakukan Darmawan et al. (1992) di Bandungan, Jawa Tengah terhadap 4.683 sampel berusia antara 15 – 45 tahun menunjukkan prevalensi hiperurisemia pada laki-laki sebesar 24,3% dan pada wanita 11,7%. Kurniari et al. (2011) melakukan studi di Bali, menemukan prevalensi hiperurisemia sebesar 21% pada pria dan 7% pada wanita. Data prevalensi hiperurisemia pada populasi Indonesia secara umum belum diketahui. Tidak seperti allantoin, hasil akhir metabolisme purin yang lebih mudah larut dalam air pada mamalia, asam urat adalah hasil akhir metabolisme purin pada manusia yang relatif sukar larut. Manusia memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi karena defisiensi enzim uricase hepatik dan fraksi ekskresi asam urat yang lebih rendah. Sekitar dua per tiga total asam urat di tubuh diproduksi secara endogen, selebihnya berasal dari purin dalam makanan (Johnson et al., 2013). 1 2 Selama bertahun-tahun, hiperurisemia dianggap sebagai penyebab gout saja, akan tetapi sekarang diketahui bahwa asam urat berhubungan dengan berbagai penyakit metabolik dan kelainan hemodinamik (Billiet et al., 2014). Peningkatan kadar asam urat serum memiliki peran penting dalam menyebabkan resistensi insulin dan hipertensi, yang berkontribusi terhadap timbulnya sindrom kardirenal metabolik, penyakit kardiovaskuler yang berkaitan dan penyakit ginjal kronik. Peningkatan kadar asam urat serum berkontribusi terhadap gangguan produksi nitrit oksida / disfungsi endotel, peningkatan kekakuan pembuluh darah, aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron, peningkatan stres oksidatif, dan respon sistem imun dan inflamasi yang maladaptif. Abnormalitas tersebut akan mendorong fibrosis pada jaringan vaskuler, jantung, dan ginjal beserta abnormalitas fungsional yang berkaitan (Chaudhary et al., 2013). Asam urat dapat menginduksi respon inflamasi. Respon inflamasi akan menimbulkan kerusakan ginjal melalui perubahan pada sistem vaskular dan sel tubular di ginjal. Asam urat dapat menginduksi monocyte chemoattractant protein1 (MCP-1) pada otot polos pembuluh darah sehingga mendorong masuknya monosit dari sirkulasi ke dalam jaringan ginjal. Asam urat akan menginduksi monosit untuk menghasilkan tumor necrosis factor–α (TNF-α) sehingga meningkatkan respon inflamasi. Asam urat juga berkontribusi terhadap kerusakan ginjal melalui aktivasi cyclooxygenase–2 (COX-2) dan peningkatan ekspresi Creactive protein (CRP) (Billiet et al., 2014). Alopurinol, suatu inhibitor xanthine oxidase, merupakan obat yang secara konvensional digunakan untuk menurunkan sintesis asam urat dalam tubuh. 3 Hambatan alopurinol terhadap xanthine oxidase menunjukkan efek anti inflamasi pada penyakit aterosklerosis, gagal jantung kongestif, dan acute lung injury. Selain itu, penelitian menunjukkan kerusakan ginjal yang diakibatkan oleh peningkatan kadar asam urat serum dapat dicegah dengan menggunakan alopurinol (Kim et al., 2014). Penelitian Pan et al. (2015) menunjukkan makrofag memiliki peran penting dalam timbulnya renal fibrosis. Penelitian ini menggunakan model mencit UUO (unilateral ureteral obstruction) mendapatkan hasil bahwa terjadi infiltrasi makrofag subtipe M1 di ginjal setelah terjadi cedera akut pada ginjal. Seiring dengan perjalanan cedera ginjal, makrofag mengalami polarisasi ke subtipe M2. Makrofag M2 melepaskan sejumlah besar transforming growth factor β1 (TGF-β1) yang mensupresi bone morphogenic protein 7 (BMP7) sehingga meningkatkan epithelial-to-mesenchymal transition (EMT) pada ginjal mencit. Deplesi makrofag M2 secara spesifik menghambat proses EMT dan selanjutnya proses renal fibrosis. Saat ini belum banyak penelitian yang mengkaji pengaruh kadar asam urat mencit terhadap polarisasi makrofag ke arah M1 atau M2. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji pengaruh penurunan kadar asam urat darah terhadap kerusakan ginjal mencit model hiperurisemia, dengan menilai Glomerular Injury Score (GIS), Arteriolar Injury Score (AIS), ekspresi gen monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1), ekspresi gen endothelial nitric oxide synthase (eNOS), dan polarisasi makrofag ( rasio makrofag M1/M2). 4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka secara umum permasalahan yang diajukan pada penelitian ini, yaitu : Apakah penurunan kadar asam urat darah pada mencit model hiperurisemia akan menghasilkan perbaikan pada kerusakan ginjal mencit model hiperurisemia? Secara khusus, permasalahan yang ingin diteliti dalam penelitian ini, yaitu: 1. Apakah penurunan kadar asam urat darah pada mencit akan menurunkan Glomerular Injury Score? 2. Apakah penurunan kadar asam urat darah pada mencit akan menurunkan Arteriolar Injury Score? 3. Apakah penurunan kadar asam urat darah pada mencit akan menurunkan ekspresi mRNA gen MCP-1 di ginjal? 4. Apakah penurunan kadar asam urat darah pada mencit model hiperurisemia akan meningkatkan ekspresi mRNA gen eNOS di ginjal? 5. Apakah penurunan kadar asam urat darah pada mencit model hiperurisemia akan menurunkan polarisasi makrofag di ginjal ke arah M1 yang dinilai dengan rasio M1/M2? 5 C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui pengaruh penurunan kadar asam urat darah pada mencit model hiperurisemia terhadap kerusakan ginjal mencit model hiperurisemia. Tujuan Khusus 1. Mengetahui pengaruh penurunan kadar asam urat darah pada mencit terhadap penurunan Glomerular Injury Score. 2. Mengetahui pengaruh penurunan kadar asam urat darah pada mencit terhadap penurunan Arteriolar Injury Score. 3. Mengetahui pengaruh penurunan kadar asam urat darah pada mencit terhadap penurunan ekspresi mRNA gen MCP-1 di ginjal. 4. Mengetahui pengaruh penurunan kadar asam urat darah pada mencit terhadap peningkatan ekspresi mRNA gen eNOS di ginjal. 5. Mengetahui pengaruh pernurunan kadar asam urat darah pada mencit terhadap penurunan polarisasi makrofag di ginjal ke arah M1 yang dinilai dengan rasio M1/M2. D. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian sebelumnya yang telah dilakukan yaitu: 1. Penelitian Ryu et al. (2013) menggunakan model tikus hiperurisemia yang diberi oxonic acid per oral untuk menilai peran asam urat dalam 6 menimbulkan epithelial-to-mesenchymal transition (EMT) pada sel tubulus ginjal. 2. Penelitian Zhou et al. (2012) menggunakan model mencit hiperurisemia yang diinjeksi asam urat intraperitoneal untuk menilai peran asam urat dalam menginduksi inflamasi di ginjal dengan menilai ekspresi TNF-α, MCP-1 and RANTES (regulated on activation, normal T cell expressed and secreted). 3. Penelitian Sánchez-Lozada et al. (2008) menggunakan model tikus hiperurisemia yang oxonic acid per oral untuk menilai peran asam urat dalam menimbulkan stres oksidatif intrarenal. 4. Penelitian Pan et al. (2015) menggunakan model mencit UUO (unilateral ureteral obstruction) untuk menilai polarisasi makrofag ke arah M1/M2 pada fibrosis ginjal. 5. Penelitian Belliere et al. (2015) menggunakan model mencit yang diinjeksi gliserol intramuskular untuk menimbulkan rhabdomyolysis-induced kidney injury untuk menilai peran subtipe makrofag dalam progesivitas kerusakan ginjal mencit. 6. Penelitian Lech et al. (2014) menggunakan model IRAK-M–deficient mice dengan iskemi ginjal akut untuk menilai peran IRAK-M (IL-1 receptorassociated kinase M) dan makrofag M1 dalam progresivitas gagal ginjal akut menuju penyakit ginjal kronis. 7 E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Memberikan kontribusi untuk perkembangan ilmu pengetahuan terkait pengaruh hiperurisemia pada ginjal. 2. Memberikan kontribusi untuk perkembangan ilmu pengetahuan terkait pengaruh penurunan kadar asam urat darah pada ginjal. 3. Memberikan peluang untuk ekplorasi pengaruh hiperurisemia dalam mempengaruhi makrofag dalam proses kerusakan dan perbaikan ginjal.