APLIKASI METODE ELEKTROKOAGULASI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH COOLANT Arie Anggraeny, Sutanto, Husain Nashrianto Program Studi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Jalan Pakuan PO BOX 452, Bogor - Jawa Barat Abstrak Salah satu limbah cair yang dihasilkan oleh industri yang menggunakan mesin sebagai penunjangnya adalah Coolant. Senyawa penyusun Coolant umumnya adalah etilen glikol atau 1,2-etanadiol dengan aquadestilata dan penghambat korosi atau zat anti korosi.. Proses penanganan dan pengolahan limbah Coolant yang selama ini umum dilakukan adalah dengan menggunakan metode elektrokoagulasi, yaitu proses koagulasi dengan menggunakan arus listrik searah melalui proses elektrokimia, dimana elektrodanya terbuat dari aluminium atau besi. Tujuan dari penelitian ini untuk mempelajari unjuk kerja proses elektrokoagulasi pengolahan limbah Coolant dan mencari kondisi terbaik nilai tegangan dan waktu kontak yang diberikan dalam penurunan nilai TSS ( Total Suspended Solid ). Tahap pertama penelitian yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan sehingga didapat karakteristik parameter pencemar eksisting khususnya TSS lalu data tersebut dijadikan penunjang untuk penelitian utama. Penjernihan air menggunakan metode elektrokoagulasi dengan memvariasikan waktu masing – masing 30, 40, 50 dan 60 menit dan tegangan sebesar 18 Volt, 22 Volt dan 22 Volt lalu dilanjutkan dengan pengukuran penurunan nilai TSS sehingga dapat diketahui efisiensi penyisihan nilai TSS dari masing – masing variabel waktu dan tegangan tersebut. Nilai TSS limbah Coolant dapat diturunkan dengan nilai efisiensi sebesar 98,89% dari 1456,4 mg/L menjadi 16,1 mg/L pada waktu kontak 60 Menit dan tegangan sebesar 18 Volt. Pendahuluan Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi, baik industri maupun domestik (rumah tangga) yang kehadirannya pada saat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena menurunkan kualitas lingkungan. Menurut Notoadmodjo (2003), air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat umum lainnya dan pada umumnya mengandung bahanbahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Limbah cair khususnya coolant dihasilkan dari sisa pengoperasian mesin yang digunakan sebagai pendingin mesin sehingga mesin dapat bekerja normal dan stabil. Coolant dibuat dengan mencampurkan cairan dasar yang biasa digunakan adalah etilen glikol atau 1,2etanadiol dengan aquadestilata dan penghambat korosi atau zat anti korosi. Etilen Glikol ( C2H6O2 ) merupakan senyawa yang dapat digolongkan sebagai polialkohol yang memiliki manfaat berdasarkan sifat koligatifnya dapat menurunkan titik beku dan meningkatkan titik didih. Limbah Coolant mempunyai nilai TSS yang melebihi nilai baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Proses penanganan dan pengolahan limbah Coolant yang selama ini umum dilakukan adalah dengan menggunakan metode elektrokoagulasi, yaitu proses koagulasi dengan menggunakan arus listrik searah melalui proses elektrokimia, yaitu dekomposisi elektrolit, dimana elektrodanya terbuat dari aluminium atau besi (Purwaningsih, 2008). Kelebihan proses pengolahan limbah dengan menggunakan metode elektrokoagulasi (Purwaningsih,2008): lebih cepat mereduksi kandungan koloid/partikel yang paling kecil hal inin disebabkan pengaplikasian listrik ke dalam air akan mempercepat pergerakan mereka di dalam air dengan demikian akan mempermudah proses, gelembung gelembung gas yang dihasilkan pada proses ini akan membawa polutan ke permukaan sehingga mudah dihilangkan, tanpa menggunakan bahan kimia. Kekurangan proses pengolahan limbah menggunakan metode elektrokoagulasi (Purwaningsih,2008): tidak dapat digunakan untuk mengolah limbah cair yang mempunyai sifat elektrolit cukup tinggi dikarenakan akan adanya hubungan singkat antar elektroda, besarnya reduksi logam berat dalam cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus voltase listrik searah pada elektroda, luas sempitnya bidang kontak elektroda dan jarak antar elektroda, penggunaan listrik yang mungkin mahal dan plat elektroda dapat terlarut sehingga harus selalu diganti. Berdasarkan uraian tersebut didapatkan hipotesis bahwa metode elektrokoagulasi dapat digunakan untuk mengolah limbah Coolant dalam menurunkan parameter pencemar khususnya dalam penelitian ini TSS dan unjuk kerja proses elektrokoagulasi dipengaruhi oleh tegangan dan waktu kontak Pada teknik elektrokoagulasi ini menggunakan elektroda aluminium, pada saat elektrokoagulasi berlangsung reaksi yang terjadi pada kedua elektrodanya adalah sebagai berikut : Pada Anoda ( Positif ) Pada anoda akan terjadi reaksi oksidasi dari logam penyusun elektrodanya, dalam penelitian ini yang akan mengalami oksidasi adalah aluminium. 3+ Al( s ) (aq)+ 3e 3+ Al (aq) + 3H2O Al(OH)3+ 3H+(aq) Pada Katoda ( Negatif ) Pada katoda akan terjadi reaksi reduksi 2H2O + 2eH2(g) + 2OHReaksi reduksi pada ion H+ akan menghasilkan gas hidrogen yang akan membantu proses pencampuran dan koagulasi. Gas hidrogen membantu flok mengalami flotasi sehingga flok yang terbentuk akan berada di permukaan cairan. Ketidakstabilan muatan pada limbah cair menyebabkan zat yang terdapat di dalamnya membentuk flok untuk mencapai kestabilannya kembali. Flok – flok yang terbentuk jika mencapai bobot yang cukup akan mengendap sedangkan yang ringan akan terbawa gas hidrogen dan terflotasi. ( Heidmann et al. 2008 ). Lalu ion Al dan OH- yang dihasilkan pada elektroda akan bereaksi dalam air limbah membentuk Aluminium Hidroksida. Al3+ + 3OH)3 + 3ePersamaan redoks yang terjadi pada keseluruhan proses elektrokoagulasi: R : 2H2O + 2e- H2 3+ O : Al( s ) + 3e- + 2OH- x3 x2 Redoks : 6H2O + 6e2 + 6OH 3+ 2Al + 6e 6H2O + 2Al 3H2 + 6OH- + 2Al3+ 2Al ( OH )3 + 3H2 Selanjutnya aluminium hidroksida akan mendestabilisasi partikel pencemar dan membentuk flok yang berfungsi sebagai adsorben dan dapat menyebabkan prespitasi ion logam sehingga dapat menurunkan partikel pencemar (Adhoum et al. 2004) Metode Penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : beaker glass 500 ml, power supply, plat aluminium ( 5.5 cm x 21 cm ), corong kaca, corong Buchner,desikator, neraca analitik, erlenmeyer, kertas saring, oven dan limbah Coolant Rancangan Percobaan Proses Elektrokoagulasi Proses elektrokoagulasi dilakukan dalam skala laboratorium menggunakan beaker glass. Tahap Pertama adalah penelitian pendahuluan yaitu pengukuran sample limbah Coolant sehingga didapat karakteristik berupa parameter pencemar khususnya dalam peenlitian ini adalah TSS yang kemudian data tersebut dijadikan penunjang untuk penelitian utama. Tahap selanjutnya yaitu penejrnihan air menggunakan metode elektrokoagulasi dengan memvariasikan nilai tegangan dan waktu kontak, tahap terakhir yaitu pengecekan nilai TSS hasil proses elektrokoagulasi sehingga didapatkan kondisi optimum dan efisiensi penurunan nilai TSS. Penjernihan Air Elektrokoagulasi Menggunakan Metode Dimasukkan limbah coolant ke dalam beaker glass sebanyak 150 ml lalu ditambahkan air sebanyak 150 ml (perbandingan 1:1) kemudian dimasukkan sepasang elektroda aluminium ke dalam beaker glass yang telah diatur jaraknya yaitu 2,0 cm. Tegangan divariasikan sebesar 18, 20, dan 22 volt dengan waktu kontak masing – masing 30, 40, 50 dan 60 menit. Percobaan dilakukan dengan 3 kali pengulangan sehingga didapatkan 36 data. Setelah selesai, dimatikan sumber arus kemudian dilakukan perhitungan penyusutan massa elektroda ( penurunan berat elektroda ). Pengukuran Nilai TSS Ditimbang kertas saring terlebih dahulu sebagai berat kertas. Diletakkan kertas saring ke dalam corong Buchner dan dilanjutkan dengan penyaringan hasil sampel proses elektrokoagulasi. Hasil dan Pembahasan Residu yang tertahan pada saringan dikeringkan pada suhu 105C selama 2 jam. Setelah residu kering sempurna, didinginkan ke dalam desikator kemudian ditimbang. (SNI 06 – 6989.3 – 2004). Perhitungan TSS = x 1000 Ket: TSS = Total Suspended Solid Berat kertas saring dan residu sesudah pemanasan ( mg ) b = Berat Kertas Saring Kosong (mg ) c = Volume Sample ( ml ) %%Efisiensi Penyisihan = x100% 6H2O + 2Al 3H2 + 6OH- + 2Al3+ 2Al ( OH )3 + 3H2 Selanjutnya aluminium hidroksida akan mendestabilisasi partikel pencemar dan membentuk flok yang berfungsi sebagai adsorben dan dapat menyebabkan prespitasi ion logam sehingga dapat menurunkan partikel pencemar (Adhoum et al. 2004). Jumlah logam aluminium yang terlarut tergantung pada waktu dan jumlah arus listrik yang mengalir pada elektroda , arus yang terdapat pada alat menunjukkan pada voltase 18 terukur 0,036 A, pada 20 Volt 0,037 A dan pada 22 Volt 0,038 A, maka diperoleh banyak aluminium yang terlarut dalam intrerval waktu sebagai berikut : Massa LogamAl Terlarut (g) Proses elektrokoagulasi dilakukan untuk menjernihkan limbah Coolant dengan jarak elektroda 2 cm. Waktu penjernihan divariasikan sebesar 30 menit sampai 60 menit dengan interval 10 menit. Elektrokoagulasi merupakan suatu proses koagulasi kontinu menggunakan arus listrik searah melalui peristiwa elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit. Dalam proses ini akan teradi proses reduksi oksidasi, yaitu limbah Coolant yang mengandung logam – logam akan direduksi dan diendapkan di kutub negatif (katoda) sedangkan elektroda positif (anoda) akan teroksidasi menjadi [ Al ( OH )3 ] yang berfungsi sebagai koagulan. Persamaan redoks yang terjadi pada keseluruhan proses elektrokoagulasi: R : 2H2O + 2e- H2 + 2OH- x3 3+ O : Al( s ) + 3e x2 Redoks : 6H2O + 6e 2 + 6OH 3+ 2Al + 6e- 0,0075 0,007 0,0065 0,006 0,0055 0,005 0,0045 0,004 0,0035 0,003 18 Volt 20Volt 25 30 35 40 45 50 55 60 22 Volt Waktu ( menit ) Grafik Waktu Kontak dan Tegangan vs Massa Logam Al Terlarut Berdasarkan gambar di atas, pada Voltase 22 dan waktu kontak 60 menit didapatkan hasil pelarutan logam aluminium yang paling banyak yaitu 0,073 g, hal ini dikarenakan semakin lama waktu kontak dan tegangan yang diberikan kuat arus pun meningkat seiring meningkatnya nilai tegangan.Hal ini sesuai dengan Hukum Faraday yang menyatakan bahwa jumlah gram massa ekivalen dari zat yang menempel, dibebaskan, larut, atau bereaksi pada suatu elektroda sama dengan jumlah Faraday (96.500 couloumb) dari muatan listrik yang dipindahkan melalui elektrolit. Data Hasil Analisa TSS Salah satu penyebab kekeruhan adalah padatan tersuspensi, sehingga keberadaan padatan tersuspensi dalam limbah cair menjadi penting untuk diukur. Limbah Coolant dengan penyusun utamanya adalah Etilen Glikol ( C2H6O2) mempunyai nilai TSS yang tinggi yaitu 1456,4 mg/l. Setelah dilakukan pengolahan menggunakan metode elektrokoagulasi didapatkan hasil yang menunjukkan kadar TSS limbah Coolant dapat diturunkan secara optimal dengan efisiensi 98,89% dari 1456,4 mg/L menjadi 16,1 mg /L, pada Waktu kontak 60 menit dan tegangan 18 volt. Konsentrasi TSS (ppm) 40 18 volt 35 20volt 30 22 volt 25 20 15 10 20 . 40 60 Waktu ( Menit ) Grafik Konsentrasi TSS Terhadap Waktu dan Tegangan Berdasarkan gambar di atas menunjukkan semakin besar tegangan dan waktu kontak yang diberikan maka nilai TSS semakin menurun. Hal ini sangat berhubungan dengan besarnya kuat arus dan tegangan listrik yang diberikan pada saat proses elektrokoagulasi berlangsung. Semakin besar kuat arus dan tegangan yang diberikan, semakin banyak pula dihasilkan koagulan Aluminium Hidroksida (Al (OH)3) sehingga menyebabkan ketidakstabilan muatan dan membuat padatan tersuspensi membentuk flok yang tidak larut untuk mencapai kestabilannya kembali. (Chen.2004). Flok – flok yang dihasilkan sebagian dapat mengendap dan sebagian lagi ada yang terflotasi ke atas permukaan. Adanya nilai TSS yang meningkat dikarenakan proses penyaringan yang kurang sempurna dari hasil elektrokoagulasi sehingga hasil proses elektrokoagulasi terbawa pada saat penyaringan sehingga menyebabkan nilai TSS besar. Berdasarkan hasil pengukuran bahwa proses elektrokoagulasi dapat menurunkan nilai TSS dengan efisiensi sebesar 98,89 %, dari 1456,4 mg/L menjadi 16,1 mg /L pada waktu kontak 60 Menit dan tegangan 18 Volt. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan : 1. Pengaruh variasi perlakuan tegangan dan waktu kontak elektrokoagulasi berpengaruh terhadap penurunan nilai TSS 2. Kondisi terbaik pada penjernihan limbah Coolant dengan memberikan tegangan 18 volt selama 60 menit dengan penurunan nilai TSS efisiensi sebesar 98,89 % dari 1456,4 mg/L menjadi 16,1 mg/L Saran 1. Untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna, diperlukan ketelitian pada saat menyaring endapan hasil elektrokoagulasi. 2. Perlu pengembangan lebih lanjut tentang penelitian ini dengan menganalis parameter lainnya yang terdapat dan sesuai baku mutu air limbah. Daftar Pustaka Adhoum, N. Monser L, Belakhal N, Belgaied J. 2004. Treatment of Electroplating wastewater containing Cu2+, Zn2+, and Cr (VI) by electrocoagulation. J. Hazard. Mater. B 112. 207 – 213. SNI 06-6989.3 – 2004, Air dan Limbah – Bagian 3 : Cara Uji Padatan Tersuspensi Total ( Total Suspended Solid, TSS ) Secara Gravimetri, Badan Standarisasi Nasional. Chen, XM, Chen Gil, and Yue PL. 2000. Separation of Pollutant Restaurant Wastewater by Electrocoagulation. Separation and Purufication Technology. 19. 65 – 76. Di dalam Hermida L, Suhendra. 2006. Treatment of Rubber Factory Wastewater by Electrocoagulation Process Using Iron Electrodes. Prosiding HEDS Seminar On Science and Technology Bidang Ilmu Teknik. Heidmann, Ilon, Wolfgang Calmano. 2008. “ Removal of Zn (II), Cu (II), Ni(II), Ag (I) and Cr (VI ) present in aqueous solutions by aluminuim electrocoagulation”, Journal of Hazardous Materials, P. 934 – 941. Notoadmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta Rineka Cipta. Purwaningsih, I. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Batik CV.Batik Indah Raradjonggrang Yogyakarta Dengan Metode Elektrokoagulasi Ditinjau Dari Parameter Chemical Oxygen Demand ( COD ) dan Warna. Yogyakarta: UII