43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses elektrokoagulasi terhadap sampel air limbah penyamakan kulit dilakukan dengan bertahap, yaitu pengukuran treatment pada sampel air limbah penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini Shimadzu 1240, optimasi pada beberapa variasi yaitu tegangan, waktu operasi, pH, jarak elektroda, dan laju alir. Proses elektrokoagulasi yang dilakukan dengan menggunakan sistem batch dan sistem flow (alir). Sistem batch yang digunakan bukan untuk membandingkan hasilnya dengan sistem alir, namun untuk mempermudah aplikasi pada sistem flow (alir) ketika menentukan kondisi optimum variasi tegangan, waktu operasi, pH dan jarak elektroda. 4.1 Tahap Pre-Treatment Pengukuran pre-treatment berupa penentuan panjang gelombang (λ) maksimum, selanjutnya hasil pengukuran pre-treatment dibandingkan pada proses elektrokoagulasi dengan berbagai variasi parameter. Rentang panjang gelombang yang digunakan dalam penelitian ini adalah antara 500 nm hingga 700 nm karena sampel berada pada rentang visible, panjang gelombang maksimum yang diperoleh adalah pada 582,0 nm dengan absorbansi 1,514. 4.2 Proses Elektrokoagulasi Sistem Batch 4.2.1 Variasi Tegangan Reaksi redoks dalam larutan limbah penyamakan kulit pada proses elektrokoagulasi memerlukan tegangan agar dapat terjadi, sehingga diperoleh arus listrik pada area aktif dalam elektroda aluminium. Besarnya tegangan listrik yang Elfrida Siring-Ringo, 2012 Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Pada Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit Menggunakan Alumunium Sebagai Sacrificial Elektrode Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 44 diterima elektroda mempengaruhi besarnya kemampuan elektroda untuk membentuk koagulan karena semakin besar arus listrik yang diterima maka jumlah ion Al3+ yang dilepaskan oleh anion pada elektroda pun semakin besar. Dalam percobaan, sampel air limbah penyamakan kulit diberi perlakuan dengan besar tegangan listrik yang bervariasi secara berurutan 2 V, 5 V, 8 V, 11 V, 17 V dan 20 V, volume sampel 50 mL, waktu reaksi selama 10 menit dan aluminium berukuran 30 mm x 50 mm x 0,1 mm dalam gelas kimia 250 mL tanpa pengadukan (stirer). Berdasarkan percobaan diperoleh hasil seperti pada gambar 4.1 berikut: 1,6 1,4 1,337 Absorbansi 1,2 1,099 1 0,999 0,8 0,693 0,6 0,544 0,4 0,2 0,162 0,117 0 0 5 10 15 20 25 Tegangan (Volt) Gambar 4.1 Grafik Hubungan Absorbansi Terhadap Voltase Gambar 4.1 menunjukkan semakin besar tegangan yang diberikan akan mengakibatkan absorbansi menurun. Penurunan absorbansi pada gambar 4.1 menunjukkan bahwa pada proses elektrokoagulasi terjadi koagulasi dalam sampel air limbah dan terbentuk flok didalam yang akan mengendap, sehingga kadar dari polutan dalam limbah penyamakan kulit semakin berkurang. Pada Elfrida Siring-Ringo, 2012 Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Pada Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit Menggunakan Alumunium Sebagai Sacrificial Elektrode Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 45 saat tegangan dinaikkan maka jumlah partikel-partikel ion akan semakin besar sehingga menyebabkan arus yang mengalir semakin besar. Berdasarkan data pada grafik tersebut diperoleh data voltage optimum yaitu 17 Volt yang memiliki absorbansi terendah yang menunjukkan konsentrasi kromium dalam larutan yang paling rendah. 4.2.2 Variasi Waktu Operasi Proses elektrokoagulasi ini dilakukan pada tegangan optimum yang diperoleh dari proses sebelumnya yaitu 17 Volt. Volume larutan limbah 50 mL dan pH larutan 5 pada suhu ruangan dengan ukuran elektroda aluminium 30 mm x 50 mm x 0,1 mm. Proses ini dilakukan dalam gelas kimia berukuran 250 mL tanpa pengadukan (tanpa menggunakan stirer). Hasil percobaan diperoleh pada gambar 4.2 berikut: 0,35 0,302 0,3 Absorbansi 0,25 0,2 0,15 0,149 0,1 0,078 0,05 0,04 0 0 5 10 Waktu (menit) 15 Gambar 4.2 Grafik Hubungan Absorbansi Terhadap Waktu Operasi Menurut hukum Faraday dalam Putero, S.H (2008), jumlah muatan yang mengalir selama proses elektrolisis sebanding dengan jumlah waktu kontak yang digunakan. Berdasarkan hasil analisis pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa Elfrida Siring-Ringo, 2012 Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Pada Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit Menggunakan Alumunium Sebagai Sacrificial Elektrode Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 46 semakin lama waktu reaksi yang dilakukan akan menyebabkan absorbansi dari polutan dalam limbah industri penyamakan kulit semakin menurun. Menurunnya absorbansi tersebut menunjukkan bahwa jumlah polutan dalam limbah juga berkurang karena banyak yang terbentuk menjadi flok kemudian mengendap. Namun, pada rentang 6 menit hingga 8 menit terjadi kenaikan absorbansi. Kenaikan ini menunjukkan bahwa limbah masih mengandung polutan yang berbahaya. Reaksi yang terjadi pada variasi waktu ini terlihat pada gambar 4.3 berikut: Gambar 4.3 Reaksi Sistem Batch pada Variasi Waktu Menurut Susetyaningsih, Retno, dkk. (2008) ketika tegangan diberikan ke dalam larutan terus menerus akan menghasilkan jumlah Al3+ dari elektroda yang terbentuk semakin bertambah sehingga jumlah flok Al(OH)3 pun juga bertambah. Jumlah flok yang terlalu banyak akan menyebabkan kejenuhan pada plat elektroda, sehingga kemampuan elektroda untuk menarik ion-ion kromium dalam limbah akan berkurang. Dampak dari kondisi ini menyebabkan penurunan medan magnet. Proses elektrokimia dan elektrokoagulasi akan minimum bila terjadi kejenuhan pada plat elektroda dan medan magnetnya juga akan sangat kecil yang menyebabkan kadar kromium dalam limbah menjadi tetap. Jika berlangsung terus menerus maka kadar kromium dalam limbah tidak akan berkurang lagi. Ini Elfrida Siring-Ringo, 2012 Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Pada Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit Menggunakan Alumunium Sebagai Sacrificial Elektrode Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 47 disebut proses elektrokoagulasi sudah mencapai titik terendah (tidak menimbulkan medan magnet). Berdasarkan data pada grafik tersebut diperoleh data waktu operasi optimum yaitu 10 menit yang memiliki nilai absorbansi terendah. 4.2.3 Variasi pH Proses elektrokoagulasi dengan pH yang bervariasi ini dilakukan pada tegangan dan waktu optimum yang diperoleh dari proses sebelumnya dengan variasi pH 3, 4, 5 dan 7. Kondisi yang dilakukan dalam proses ini adalah pada tegangan optimum 17 Volt, waktu optimum 10 menit, volume larutan limbah 50 mL, dan pada suhu ruangan. Proses ini dilakukan dalam gelas kimia 250 mL dengan metode sistem batch tanpa stirer. Elektroda yang digunakan adalah aluminium berukuran 30 mm x 50 mm x 0,1 mm. Pada plat elektroda (aluminium) akan menyebabkan kation terlepas kemudian berinteraksi bebas dengan sampel air limbah industri penyamakan kulit. Terjadi hidrolisa yang membentuk kompleks hidro-aluminium atau dapat juga terjadi presipitasi. Proses hidrolisis ini tergantung pada konsentrasi total dari logam aluminium dan pH air limbah. 0,6 0,509 Absorbansi 0,5 0,4 0,3 0,2 0,139 0,1 0,01 0,01 0 0 2 pH 4 6 8 Gambar 4.4 Grafik Hubungan Absorbansi Terhadap pH Elfrida Siring-Ringo, 2012 Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Pada Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit Menggunakan Alumunium Sebagai Sacrificial Elektrode Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 48 Dari grafik 4.4 hubungan absorbansi terhadap pH dalam pengolahan limbah industri penyamakan kulit, setelah dilakukan serangkaian perlakuan pada masing-masing pH, diperoleh hasil yang optimum pada pH 4 dan 5. Pada pH lebih dari 5 terjadi kenaikan absorbansi dikarenakan jumlah kromium yang terikat sangatlah sedikit. Ini diduga karena pada kondisi tersebut (pH > 6) terjadi kemasifan elektroda. Kemasifan elektroda adalah kondisi saat elektroda pasif artinya tidak terbentuk ion Al3+ yang dapat berikatan dengan 4OHmembentuk Al(OH)4- . Elektroda mempunyai kecendrungan menjadi pasif sebab kemampuan memproduksi ion aluminium terbatas pada rentang pH tertentu, sehingga rapat arus yang digunakan akan terbatas. Penjelasan ini dapat diterangkan oleh diagram pourbaix aluminium dibawah ini: Gambar 4.5 Diagram Pourbaix Dari gambar 4.5 di atas dapat diketahui bahwa pada pH > 5 yaitu kondisi saat terjadi kenaikan absorbansi terbentuk Al2O3.H2O. Ketika aluminium terbentuk menjadi senyawa Al2O3.H2O maka kromium tidak dapat berikatan karena kondisi tersebut adalah kondisi passivation bukan kondisi corrosion. Oleh Elfrida Siring-Ringo, 2012 Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Pada Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit Menggunakan Alumunium Sebagai Sacrificial Elektrode Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 49 sebab itu penambahan pH tidak menyebabkan berkurangnya jumlah kromium dalam limbah. Berdasarkan hasil penelitian variasi pH diatas maka diperoleh kesimpulan bahwa spesi yang terbentuk dalam elektrokoagulasi kondisi pH optimum yaitu pH 5 adalah spesi Al3+. 4.2.4 Variasi Jarak Elektroda Proses elektrokoagulasi dengan jarak elektroda yang bervariasi ini dilakukan pada tegangan, waktu dan pH optimum yang diperoleh dari prosesproses sebelumnya dengan jarak elektroda 2 cm; 4 cm; 6 cm dan 8 cm. Kondisi yang dilakukan dalam proses ini adalah pada tegangan optimum 17 Volt, waktu optimum 10 menit, pH optimum 5, volume larutan limbah 100 mL dan pada suhu ruangan. Proses ini dilakukan didalam bak yang berukuran 11 cm x 7,5 cm x 5,5 cm dengan metode sistem batch tanpa stirer. Elektroda yang digunakan adalah aluminium berukuran 7 cm x 5,5 cm x 0,1 cm. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses elektrokoagulasi adalah jarak antar elektroda. “Besarnya jarak antar elektroda mempengaruhi besarnya hambatan elektrolit, semakin besar jaraknya semakin besar hambatannya, sehingga semakin kecil arus yang mengalir” (Putero, S. H, dkk, 2008). Arus yang kecil menyebabkan reaksi yang terjadi tidak maksimal karena jumlah Al3+-nya sedikit sehingga polutan yang terendapkan pun juga sedikit. Elfrida Siring-Ringo, 2012 Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Pada Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit Menggunakan Alumunium Sebagai Sacrificial Elektrode Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 50 Gambar 4.6 Rangkaian Alat Elektrokoagulasi Sistem Flow Berdasarkan hasil penelitian diperoleh grafik 4.7 berikut: 3 Variasi Jarak Elektroda terhadap Arus 2,7 Jarak Elektroda 2,5 2,3 2 1,7 1,5 1,5 1 0,5 0 0 1 2 3 4 5 Arus Gambar 4.7 Grafik Hubungan Variasi Jarak Elektroda Terhadap Arus Grafik 4.7 menunjukkan bahwa jarak elektroda berbanding terbalik dengan arus juga absorbansi (dapat dilihat di lampiran 4). Analisis ini sesuai dengan teori Putero, S. H, dkk. Namun pada jarak elektroda 4 cm terjadi penyimpangan ketika dibandingkan terhadap jarak elektroda 6 dan 8 (data absorbansi pada lampiran 4), yangmana seharusnya ion kromium yang ada dalam limbah jarak elektroda 4 cm memiliki absorbansi lebih rendah daripada jarak elektroda 6 dan 8 cm karena hambatannya lebih kecil. Diperkirakan hal tersebut terjadi karena pada plat aluminium terjadi kejenuhan sehingga tidak ada pengaruh medan magnet yang akan menarik ion-ion aluminium pada plat elektroda. Elfrida Siring-Ringo, 2012 Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Pada Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit Menggunakan Alumunium Sebagai Sacrificial Elektrode Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 51 Gambar 4.8 Reaksi Sistem Flow Variasi Jarak Berdasarkan data pada grafik 4.7 diperoleh jarak elektroda optimum yaitu 2 cm. 4.3 Proses Elektrokoagulasi Sistem Alir (Flow) Proses elektrokoagulasi dengan variasi laju alir cepat (100 mL/menit), sedang (6,2 mL/menit) dan lambat (4 mL/menit) ini dilakukan pada tegangan optimum 17 Volt, waktu optimum 10 menit, pH optimum 5, jarak elektroda optimum 2 cm dan volume larutan limbah 100 mL pada suhu ruangan. Setiap laju alir divariasikan lagi dengan cara ditampung limbah setiap menitnya hingga menit ke tujuh untuk memperoleh hasil limbah terbanyak. Sedangkan tiga variasi laju alir ( yaitu 100; 6,2 dan 4 mL/ menit) bertujuan untuk mengetahui kadar polutan yang paling rendah setelah dilakukan proses elektrokoagulasi variasi laju alir (absorbansi polutan dam limbah penyamakan kulit). Proses ini dilakukan didalam bak yang berukuran 11 cm x 7,5 cm x 5,5 cm dengan metode sistem batch tanpa stirer (Gambar 4.6). Elektroda yang digunakan adalah aluminium berukuran 7 cm x 5,5 cm x 0,1 cm. Menurut Susetyaningsih, R dkk (2008) proses elektrokoagulasi sistem flow (alir) dipengaruhi oleh laju alir, semakin lambat laju alirnya berarti semakin lama waktu reaksinya sehingga semakin banyak ion-ion yang bereaksi. Elfrida Siring-Ringo, 2012 Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Pada Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit Menggunakan Alumunium Sebagai Sacrificial Elektrode Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 52 Hasil percobaan menunjukkan bahwa laju alir yang memiliki jumlah limbah terbanyak dengan absorbansi terendah adalah laju alir lambat pada aliran pertama yaitu 4 mL/ menit. Sedangkan pada aliran kedua hingga ketujuh menghasilkan limbah penyamakan kulit yang semakin sedikit dikarenakan adanya gas dan flok-flok yang menghalangi limbah untuk keluar. 4.4 Perubahan Fisis pada Plat Aluminium Percobaan elektrokoagulasi ini menggunakan dua plat elektroda (anoda dan katoda) jenis aluminium, yang dipotong dengan ukuran yang sama yaitu 30 mm x 50 mm x 0,1 mm untuk wadah yang menggunakan gelas kimia 250 mL sedangkan untuk wadah bak berukuran 7 cm x 5,5 cm x 0,1 cm. Kedua plat elektroda ini dimasukkan kedalam sampel air limbah penyamakan kulit dan dialiri arus listrik selama proses elektrokoagulasi dilakukan dengan voltage tertentu. Pada proses ini terjadi reaksi kimia yang berbeda pada permukaan kedua elektroda. Pada bagian katoda terjadi penyerapan permukaan elektroda atau umumnya disebut absorpsi sedangkan pada anoda terjadi penurunan ion positif. Anoda akan melepaskan ion-ion positif sehingga ion-ion positifnya akan terus berkurang saat dialiri arus listrik, reaksinya seperti berikut ini: Al(s) Al3+ (aq) + 3e- ...............(i) Sedangkan pada katoda akan menghasilkan lapisan baru di atas permukaan platnya. Hal ini terjadi karena adanya absorpsi dari interaksi antara ion-ion yang ada pada air limbah penyamakan kulit. Lapisan baru ini akan mengubah permukaan plat elektroda secara signifikan dan meningkatkan daya potensial listrik untuk mengalirkan arus listrik sebelum percobaan berlangsung. Elfrida Siring-Ringo, 2012 Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Pada Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit Menggunakan Alumunium Sebagai Sacrificial Elektrode Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 53 Pada reaksi diatas (i), anoda (Al) melepaskan ionnya (Al3+) dalam sampel air limbah penyamakan kulit. Ion-ion yang terlepas akan menyebabkan pengikisan pada permukaan elektroda, berlawanan terjadinya pada permukaan katoda. Ketika Al3+ bertemu dengan polutan air limbah penyamakan kulit maka ia akan membentuk endapan dan gas. Endapan inilah yang terlihat dalam kedua plat elektroda sedangkan gas dapat terlihat berupa buih disekeliling plat elektroda selama berlangsungnya elektrokoagulasi. Saat percobaan dilakukan, elektroda aluminium dapat digunakan bergantian yakni plat yang awalnya digunakan sebagai katoda dapat ditukar menjadi anoda begitu juga sebaliknya. Hal ini dilakukan setelah elektrodanya diamplas agar reaksinya berjalan dengan lancar karena tidak ada komponen lain yang ikut bereaksi dalam proses elektrokoagulasi. Namun ketika plat aluminium tidak memiliki ukuran yang sama maka digunakan plat aluminium yang baru. Ilustrasi ini dapat dilihat pada gambar 4.9 Plat aluminium sebelum dan sesudah analisis. Gambar 4.9 Plat Aluminium Sebelum dan Sesudah Reaksi Elektrokoagulasi 4.5 Proses Elektrokoagulasi pada Kondisi Optimum Berdasarkan data hasil percobaan telah diperoleh kondisi optimum sebagai berikut: tegangan listrik sebesar 17 V, waktu reaksi pada rentang 10 menit, dan pH sampel seharga 5, jarak elektroda 2 cm dan laju alir lambat pada aliran Elfrida Siring-Ringo, 2012 Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Pada Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit Menggunakan Alumunium Sebagai Sacrificial Elektrode Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 54 pertama 4 ml/menit. Al3+ (agen koagulan) dapat berikatan dengan partikel-partikel yang ada dalam air limbah penyamakan kulit sehingga terbentuk flok. Terbentuknya flok-flok ini akan mengalami flotasi dan sedimentasi yang menyebabkan kepekatan warna semakin menurun. Berikut merupakan gambar sampel air limbah industri penyamakan kulit sesudah dan sebelum pengolahan, terlihat pada gambar 4.7. Gambar 4.7 Limbah Sebelum dan Sesudah Reaksi Elektrokoagulasi Reaksi yang dilakukan pada kondisi optimum dalam pengolahan air limbah dapat mengubah warna limbah penyamakan kulit dari hijau pekat menjadi hijau muda. Warna hijau muda menunjukkan masih terdapat logam berat dan zat organik dalam air limbah penyamakan kulit dikarenakan senyawa-senyawa ini tidak dapat terendapkan sebab sifatnya yang positif sama dengan koloid dari air limbah. Sedangkan kandungan logam yang terkandung akan berbeda pada setiap air limbah di setiap daerah. Setelah diperoleh hasil pada kondisi optimum maka dilakukan uji penentuan kadar kromium dalam limbah, uji TDS, DHL, warna (kekeruhan) dan bau sebelum dan setelah reaksi elektrokoagulasi, yang dapat dilihat pada tabel ini: Elfrida Siring-Ringo, 2012 Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Pada Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit Menggunakan Alumunium Sebagai Sacrificial Elektrode Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 55 Tabel 4.1 Kondisi Optimum Limbah Sebelum dan Setelah Reaksi Parameter Sebelum Reaksi Setelah Reaksi Kadar Kromium 3560,606 ppm 2325,758 ppm DHL 306,25 µS/cm 131,25 µS/cm TDS 196 ppm 084 ppm Bau Sangat berbau Sedikit berbau Warna Hijau pekat Hijau muda pH 5 5 Berdasarkan tabel 4.1 di atas maka dapat disimpulkan bahwa efisiensi dari limbah industri yang mengandung logam kromium sebesar 30,47% (dari harga 3560,606 ppm menjadi 2325,758 ppm), efisiensi DHL sebesar 57,14% (dari harga 306,25 µS/cm menjadi 131,25 µS/cm) dan efisiensi TDS sebesar 57,14% (dari harga 196 menjadi seharga 084). Selain itu, bau dan warna dari limbah industri penyamakan kulit juga berbeda sebelum dan setelah dilakukan reaksi elektrokoagulasi. Bau dan warna limbah industri sebelum dilakukan reaksi elektrokoagulasi adalah sangat berbau dan berwarna hijau pekat, sedangkan setelah dilakukan reaksi elektrokoagulasi bau dan warnanya menjadi sedikit berbau dan berwarna hijau muda. Tapi pH dari limbah industri ini tidak berubah sebelum ataupun setelah dilakukan reaksi elektrokoagulasi. Elfrida Siring-Ringo, 2012 Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Pada Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit Menggunakan Alumunium Sebagai Sacrificial Elektrode Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu