i PENETAPAN KADAR FORMALDEHIDA DALAM

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
PENETAPAN KADAR FORMALDEHIDA
DALAM ASAP CAIR (LIQUID SMOKE) DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
William Salim
NIM : 038114127
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
Ad Maiorem Dei Gloriam
Hadapi Kesulitan, Terobos Hambatan, Ciptakan Nilai
Stan Shih
Chairman & CEO ACER Group
Dedicated to:
Grandma Khow Sai Tian
Pappy Faisal Salim and Mommy Yuliana
Sister Christalian Salim and Brother Victor Salim
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Yesus Kristus, atas berkat dan perlindungan-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penetapan Kadar
Formaldehida
dalam
Asap
Cair
(Liquid
Smoke)
dengan
Metode
Spektrofotometri Visibel”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma ( USD ) Yogyakarta.
2. Dra. M. M. Yetty Tjandrawati, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan motivasi dan diskusi.
3. Drs. Sulasmono, Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan
diskusi, kritik, dan saran.
4. Dr. Sabikis, Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan diskusi,
kritik, dan saran.
5. Segenap staf edukatif dan staf tata usaha Fakultas Farmasi USD
Yogyakarta, yang telah membantu dan memberikan fasilitas selama
penulis menempuh studi.
6. Para Laboran (Pak Parlan, Mas Kunto, Pak Mukminin, Pak Prapto, Mas
Kayat) Fakultas Farmasi USD Yogyakarta, yang telah memberikan
bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
7. Si Kou, Sa Pek, Tua Pek, Tong Ku, Ji Em, Ji Kou, Soi Kou, Si Ie, Soi Ie,
beserta keluarga atas dukungan dan doanya.
8. Bapak Tarsisius Suhardiyono beserta keluarga, atas tumpangannya selama
4 tahun.
9. Yosephine yang selalu menemaniku.
10. Hartono dan Adhy Gondez atas segala bantuannya.
11. Teman-teman seperjuangan dari Pontianak (Winarto, Widyono, Manto dan
lainnya) dan para sahabat karib (Agustino, Edy GF, dan lainnya) atas
persahabatannya.
12. Teman-teman kelas C angkatan 2003, teman-teman kelompok F angkatan
2003 dan teman-teman tim basket Farmasi USD Yogyakarta, atas
persahabatan dan kekompakannya.
13. Teman-teman Tasura 52 atas persahabatan dan kebersamaannya..
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu penulis. Dalam hal ini, penulis mohon maaf.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, penulis memohon kritik dan saran yang sifatnya membangun. Penulis
memiliki harapan yang sangat besar, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Yogyakarta, Mei 2007
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, Mei 2007
Penulis
William Salim
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………..
ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………..
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………..
iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………...……...
vii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………
viii
DAFTAR TABEL ……………………….....………………………………...
xii
DAFTAR GAMBAR ……………….......……………………………………
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………
xv
INTISARI …………………………………………………………………….
xvi
ABSTRACT …………………………………………………………………...
xvii
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Penelitian .......…………………………………………...
1
1. Rumusan Masalah ……...…..………………………………………...
3
2. Keaslian Penelitian ………………......……………………………….
3
3. Manfaat Penelitian ……………………..…………………………….
4
B. Tujuan Penelitian ………………………………………………………...
4
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Asap cair (liquid smoke) ………………………………………………….
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
B. Formaldehida .…….......………………………………………………….
9
1. Sifat …………….....………………………………………………….
9
2. Produksi ……………………...….…………………………………...
11
3. Kegunaan ….………………………………………………………….
12
4. Pengaruh terhadap badan …………………………………………….
13
C. Bahan Tambahan Makanan ………………..……………………………..
14
1. Pengertian bahan tambahan makanan ………………………..............
14
2. Bahan pengawet kimia ……………………………………………….
15
D. Isolasi Formaldehida ……..………….…………………………………...
16
E. Identifikasi Kualitatif Formaldehida …......................................................
17
1. Uji dengan asam kromotropat ……………………………………….
17
2. Uji dengan Hehner-Fulton …………………………………………...
19
3. Uji dengan FeCl3 ……………………………………………………..
19
4. Uji dengan reagen Nash ….......………………………………………
19
F. Uji Kuantitatif Formaldehida .............................…....................................
20
1. Metode iodometri ……………………………………………………
20
2. Metode spektrofotometri …...................................…………………..
20
G. Spektrofotometri …………………………………………………………
20
H. Peraturan Perundang-Undangan ………………………………………….
23
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 ……….
23
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang
Pangan ……………………………………………………………….
3. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
472/Menkes/Per/V/1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya bagi
Kesehatan .............................................................................................
4. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
25
Nomor
1168/Menkes/Per/X/1999 ....................................................................
25
5. Undang-Undang Perlindungan Konsumen ..........................................
26
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2004
tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan .........................................
27
I. Hipotesis ………………………………………………………………….
27
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ………………………………………….
28
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ……………………………
28
C. Alat Penelitian ………………...………………………………………….
29
D. Bahan Penelitian …………………………………………………………
30
E. Jalan Penelitian …………………………………………………………...
30
1. Pembuatan reagen asam kromotropat …................................………..
30
2. Pembuatan larutan stock formaldehida ………………………………
30
3. Pembuatan seri larutan baku formaldehida …......................................
30
4. Optimasi
metode
penetapan
kadar
formaldehida
secara
spektrofotometri visibel .......................................................................
30
5. Penetapan kadar formaldehida dalam sampel ......................................
33
F. Analisis Hasil …………………………………………………………….
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Optimasi
Metode
Penetapan
Kadar
Formaldehida
Secara
Spektrofotometri Visibel ............................................................................
35
1. Penetapan operating time …………………………………………….
35
2. Penetapan panjang gelombang absorbansi maksimal (λmaks) …...........
36
3. Penetapan kurva baku ….…………………………………………….
38
4. Validitas metode ……………………………………………………...
39
B. Penetapan Kadar Formaldehida dalam Asap Cair ..........………………...
41
1. Preparasi sampel asap cair ...................................................................
41
2. Isolasi formaldehida dari asap cair .......................................................
41
3. Proses preparasi larutan pereaksi .........................................................
43
4. Reaksi pembentukan warna formaldehida yang direaksikan dengan
pereaksi kromotropat ............................................................................
43
5. Penetapan kadar formaldehida .............................................................
46
C. Perbandingan Kadar …..........................………………………………….
49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ………………………………………………………………
51
B. Saran ……………………………………………………………………...
52
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..
53
LAMPIRAN ………………………………………………………………….
57
BIOGRAFI PENULIS ……………………………………………………….
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR TABEL
Tabel I.
Data pengukuran absorbansi kurva baku ........................................
38
Tabel II.
Data perhitungan recovery dan kesalahan sistemik ........................
40
Tabel III. Data perhitungan kesalahan acak ....................................................
40
Tabel IV. Hasil pengukuran dan perhitungan kadar formaldehida secara
spektrofotometri visibel ..................................................................
49
Tabel V. Hasil analisis dengan Paired Samples T-test ……………………..
49
Tabel VI. Data penetapan kurva baku ……………………………………….
62
Tabel VII. Data kurva baku yang dipakai …………………………………….
66
Tabel VIII.Data perhitungan recovery, kesalahan sistemik, dan kesalahan
acak ……………………………………………………………….
67
Tabel IX. Hasil perhitungan recovery, kesalahan sistemik, dan kesalahan
acak ……………………………………………………………….
70
Tabel X. Kadar asap cair A (dua kali destilasi disertai penyaringan) dengan
faktor pengenceran : 100 ml / 3 ml .................................................
72
Tabel XI. Kadar asap cair B (satu kali destilasi) dengan faktor pengenceran :
100 ml / 3 ml ...................................................................................
75
Tabel XII. Data yang dimasukkan dalam analisis Paired Samples T-test ……
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Struktur formaldehida ..................................................................
9
Gambar 2.
Reaksi kesetimbangan formaldehida ...........................................
10
Gambar 3.
Reaksi pembentukan paraformaldehida .......................................
10
Gambar 4.
Reaksi pembentukan warna dari asam kromotropat dengan
formaldehida ................................................................................
17
Gambar 5.
Rumus bangun 1,8-dihidroksinaftalena-3,6-disulfonat …............
18
Gambar 6.
Rumus bangun 1,8-dihidroksinaftalena-3,6-dinatrium sulfonat
dihidrat .........................................................................................
18
Gambar 7.
Interaksi radiasi elektromagnetik dengan bahan-bahan ...............
22
Gambar 8.
Diagram spektrofotometer ……………………………...............
23
Gambar 9.
Kurva hubungan antara absorbansi dan waktu .............................
35
Gambar 10. Spektrogram panjang gelombang absorbansi maksimal ..............
36
Gambar 11. Kurva hubungan antara absorbansi dan konsentrasi ....................
39
Gambar 12. Reaksi antara formaldehida dengan air dengan katalis asam .......
41
Gambar 13. Reaksi oksidasi pereaksi kromotropat ..........................................
43
Gambar 14. Reaksi I antara formaldehida dengan pereaksi kromotropat
dengan katalis asam .....................................................................
44
Gambar 15. Reaksi II antara formaldehida dengan pereaksi kromotropat
dengan katalis asam .....................................................................
45
Gambar 16. Perbandingan hasil reaksi I dan II …..............…………………..
45
Gambar 17. Spektrogram panjang gelombang absorbansi maksimal reaksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
antara formaldehida dari asap cair dengan pereaksi kromotropat.
46
Gambar 18. Reaksi oksidasi menghasilkan senyawa para quinoidal ………..
47
Gambar 19. Gugus kromofor dalam struktur formaldehida dengan pereaksi
kromotropat ……………………………………………………..
48
Gambar 20. Spektrogram operating time …………………………………….
59
Gambar 21. Spektrogram λmaks pada konsentrasi 6,66 μg/ml ...........................
60
Gambar 22. Spektrogram λmaks pada konsentrasi 7,77 μg/ml ...........................
61
Gambar 23. Spektrogram λmaks pada konsentrasi 8,88 μg/ml ...........................
61
Gambar 24. Kurva baku replikasi I …………………………………………..
63
Gambar 25. Kurva baku replikasi II …………………………………………
64
Gambar 26. Kurva baku replikasi III ………………………………………...
65
Gambar 27. Tampilan data untuk perhitungan recovery, kesalahan sistemik
dan kesalahan acak ……………………………………………...
68
Gambar 28. Contoh kurva absorbansi asap cair A (dua kali destilasi disertai
penyaringan) …………………………………………………..
73
Gambar 29. Contoh kurva absorbansi asap cair A (dua kali destilasi disertai
penyaringan) dan tampilan data replikasi V dan VI …………….
74
Gambar 30. Contoh kurva absorbansi asap cair B (satu kali destilasi) ………
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Pembuatan larutan stock formaldehida dan seri larutan baku
formaldehida .............................................................................
57
Lampiran 2.
Penetapan operating time …......................................................
59
Lampiran 3.
Penetapan panjang gelombang absorbansi maksimal (λmaks) …
60
Lampiran 4.
Penetapan kurva baku …….......................................................
62
Lampiran 5.
Data perhitungan recovery, kesalahan sistemik, dan kesalahan
acak ...........................................................................................
Lampiran 6.
Contoh cara perhitungan recovery, kesalahan sistemik dan
kesalahan acak ..........................................................................
Lampiran 7.
70
Kadar asap cair A (dua kali destilasi disertai penyaringan)
dengan faktor pengenceran : 100 ml / 3 ml ….......................…
Lampiran 9.
69
Hasil perhitungan recovery, kesalahan sistemik, dan kesalahan
acak …………………………………………………………...
Lampiran 8.
67
71
Kadar asap cair B (satu kali destilasi) dengan faktor
pengenceran : 100 ml / 3 ml …………………………………..
75
Lampiran 10. Data yang dimasukkan dalam analisis Paired Samples T-test ..
77
Lampiran 11. Artikel yang menyatakan bahwa asap cair murah dan aman ....
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
INTISARI
Formalin adalah larutan 37% gas formaldehida dalam air yang digunakan
untuk pengawetan mayat dan dilarang digunakan dalam makanan. Saat ini
ditemukan asap cair sebagai pengawet makanan, yang dinyatakan lebih murah dan
lebih aman dibandingkan formalin. Diduga terdapat kandungan formaldehida
dalam asap cair. Penetapan kadar formaldehida dalam asap cair dapat dilakukan
dengan spektrofotometri visibel yang sebelumnya dilakukan isolasi formaldehida
dengan cara destilasi. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kadar
formaldehida dan membandingkan kadar formaldehida pada kedua jenis asap cair.
Penelitian ini termasuk penelitian non-eksperimental analitik.
Formaldehida hasil isolasi asap cair direaksikan dengan pereaksi kromotropat
selanjutnya diukur serapannya dengan spektrofotometer visibel dan kadarnya
dihitung dengan menggunakan persamaan kurva baku yang diperoleh yaitu y =
0,04901 x + 0,0518. Data yang diperoleh dianalisis dengan Paired Samples Ttest dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar formaldehida dalam asap
cair dua kali destilasi disertai penyaringan (264,26 ± 4,75) μg/ml sedangkan untuk
asap cair satu kali destilasi (317,57 ± 1,26) μg/ml. Dari analisis T-test didapatkan
nilai signifikansi 0,00 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang bermakna antara rata-rata kadar formaldehida dalam dua jenis asap cair.
Kata kunci: Formaldehida, Spektrofotometri Visibel, Asap Cair
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
ABSTRACT
Formalin is 37% formaldehyde solution in water which used as corpse
preservative and forbidden as food addition. Now, liquid smoke had been invented
as food addition which claimed cheaper and more safety than formalin. It is
guessed, there is formaldehyde content in liquid smoke. Formaldehyde assay in
liquid smoke is carried out using visible spectrophotometric prior to formaldehyde
isolation using distillation. This research’s purpose to assay formaldehyde content
and compare formaldehyde content from the two kind of liquid smoke.
This research is categorized in analytical non-experimental.
Formaldehyde as isolation result is reacted with chromotropic reagent then
measured its reserve with visible spectrophotometer and the contents is calculated
using curve equation standard which is y = 0.04901 x + 0.0518. Data then
analyzed with Paired Samples T-test in confidence level 95%.
The result show that average formaldehyde content in liquid smoke
distilled twice with refining is (264.26 ± 4.75) μg/ml while in liquid smoke
distilled once is (317.57 ± 1.26) μg/ml. From the T-test is find out the significant
value 0.00 < 0.05, so it is concluded that there is significant meaning in average
formaldehyde content from the two kind of liquid smoke.
Keywords: Formaldehyde, Visible Spectrophotometric, Liquid Smoke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang Penelitian
Hasil pengujian Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik
Indonesia yang dilaporkan pada tanggal 9 Januari 2006 cukup mencengangkan.
Pasalnya 77,78 persen sampling tahu di Jakarta mengandung formalin. Kemudian
di Yogyakarta, dari sampling yang diambil ternyata 64 persen produk mie basah
mengandung formalin. Artinya, Yogyakarta merupakan daerah yang cukup rawan
dan potensial dari peredaran mie yang mengandung formalin (Anonim, 2006 b).
Formalin merupakan salah satu dari tiga ratus empat puluh delapan bahan
berbahaya yang tercantum dalam lampiran 1 Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 472/Menkes/Per/V/1996 tentang Pengamanan Bahan
Berbahaya bagi Kesehatan (Anonim, 1996 a). Formalin adalah larutan 37% gas
formaldehida dalam air yang digunakan untuk pengawetan mayat. Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1168/Menkes/Per/X/1999, dicantumkan bahwa formalin (formaldehida) termasuk
salah satu dari 10 bahan pengawet yang dilarang penggunaannya dalam makanan
(Anonim, 1999 a).
Keracunan formaldehida dapat terjadi akibat dari konsumsi formaldehida
dengan kadar tinggi yang digunakan sebagai pengawet dalam makanan,
contohnya mie basah. Jenis makanan ini merupakan makanan yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat. Ketidaktahuan masyarakat akan kemungkinan
adanya formaldehida dalam makanan dapat menjadi sebab terjadinya keracunan
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
formaldehida. Kalau terpapar formaldehida dalam jumlah banyak, misalnya
terminum, bisa menyebabkan kematian. Dalam tubuh manusia, formaldehida
dikonversi menjadi asam formiat yang meningkatkan keasaman darah, tarikan
nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia, koma, atau kematian (Anonim,
2006 a).
Saat ini ditemukan pengawet alami sebagai alternatif pengganti formalin
yang harganya lebih murah dan aman yaitu asap cair (liquid smoke). Untuk
pengawetan produk makanan, asap cair tidak terkenal seperti formalin. Jika
formalin bisa membuat makanan bertahan sangat lama dengan kondisi terlihat
segar serta tidak berpengaruh pada cita rasa. Sedangkan asap cair tetap memiliki
rasa dan bau seperti asap meskipun dari segi kesehatan lebih baik dibandingkan
dengan formalin. Pengembang penelitian asap cair sendiri terus berkembang
diantaranya dengan pembuatan tepung asap yang juga bisa digunakan sebagai
bahan pengawet makanan (Anonim, 2006 b).
Asap cair bisa menjadi bahan pengawet karena mengandung senyawa
fenolik rantai panjang dan aldehida yang dapat membunuh bakteri pembusuk.
Seperti yang telah dilaporkan menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa
menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13%, karbonil
11,3% dan asam-asam lemah 10,2%. Asap cair yang dipasarkan terdiri dari dua
pengolahan yaitu asap cair destilasi dua kali disertai penyaringan dan asap cair
destilasi satu kali. Harga asap cair destilasi dua kali disertai penyaringan adalah
Rp. 56.000 dalam jerigen lima liter sedangkan asap cair destilasi satu kali adalah
Rp. 36.000 dalam jerigen lima liter. Jika dibandingkan dengan harga formalin
yaitu Rp. 20.000 per liter, maka harga asap cair relatif tidak murah karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
dipertimbangkan dari segi ongkos produksi dan kadar formaldehida yang
dihasilkan.
Diduga terdapat kandungan formaldehida pada keseluruhan kandungan
karbonil dalam asap cair tersebut. Apabila terdapat kandungan formaldehida maka
pengawet asap cair tidak bisa digunakan sebagai pengawet pengganti formalin
karena bahaya penggunaan asap cair sama seperti pada penggunaan formaldehida.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kadar formaldehida
dalam asap cair dengan metode spektrofotometri visibel serta melihat perbedaan
kadar formaldehida pada kedua jenis asap cair yang dipasarkan yaitu asap cair
dengan destilasi dua kali disertai penyaringan dan asap cair dengan destilasi satu
kali.
1. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut muncul permasalahan sebagai
berikut:
a. apakah terdapat formaldehida dalam asap cair?
b. berapakah kadar formaldehida dalam asap cair?
c. apakah terdapat perbedaan kadar formaldehida pada kedua jenis asap cair?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan, penelitian tentang
penetapan
kadar
formaldehida
dalam
asap
cair
dengan
metode
spektrofotometri visibel belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang
sudah pernah dilakukan yaitu oleh Sulistianto (2001) tentang pengaruh cara
pengolahan terhadap kadar formalin dalam mie basah dan oleh Dameria
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
(2002) tentang isolasi dan identifikasi formalin sebagai pengawet dalam tahu
yang beredar di kota Yogyakarta.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
1. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi
tentang ada tidaknya formaldehida dalam asap cair.
2. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi
tentang berapakah kadar formaldehida dalam asap cair.
3. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi
tentang ada tidaknya perbedaan kadar formaldehida pada kedua jenis
asap cair.
b. Manfaat metodologis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan penetapan
kadar formaldehida dalam pengawet makanan alami lainnya
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk menguji adanya formaldehida dalam asap cair.
2. Untuk menetapkan kadar formaldehida dalam asap cair dengan metode
spektrofotometri visibel.
3. Untuk membuktikan adanya perbedaan kadar formaldehida pada kedua jenis
asap cair.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Asap Cair (Liquid Smoke)
Asap diartikan sebagai suatu suspensi partikel-partikel padat dan cair
dalam medium gas (Buell dan Girard, 1992). Asap cair merupakan campuran
larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan
asap hasil pirolisis kayu. Cara yang paling umum digunakan untuk menghasilkan
asap pada pengasapan makanan adalah dengan membakar serbuk gergaji kayu
keras dalam suatu tempat yang disebut alat pembangkit asap, kemudian asap
tersebut dialirkan ke rumah asap dalam kondisi sirkulasi udara dan temperatur
yang terkontrol (Setiadji, 2006).
Produksi asap cair merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna
yang melibatkan reaksi dekomposisi karena pengaruh panas, polimerisasi, dan
kondensasi (Buell dan Girard, 1992). Penggunaan berbagai jenis kayu sebagai
bahan bakar pengasapan telah banyak dilaporkan. Pembuatan bandeng asap di
daerah Sidoarjo, menggunakan berbagai jenis kayu sebagai bahan bakar seperti
kayu bakau, serbuk gergaji kayu jati, ampas tebu, dan kayu bekas kotak kemasan.
Namun untuk menghasilkan asap yang baik, pada waktu pembakaran sebaiknya
menggunakan jenis kayu keras seperti kayu bakau, serbuk atau serutan kayu jati
dan tempurung kelapa, sehingga diperoleh ikan asap yang baik (Setiadji, 2006).
Asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras akan berbeda komposisinya
dengan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu lunak. Pada umumnya kayu
keras akan menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya kandungan
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
aromatik dan lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan kayu lunak
(Buell dan Girard, 1992).
Pembuatan asap cair menurut Dr. Bambang Setiadji, M.Sc. sangat
sederhana. Tempurung kelapa dipanaskan dalam tungku pirolisis berdiameter 1,5
m. Bagian atas tungku ditutup dan diberi pipa saluran untuk mengumpulkan asap.
Kemudian, asap yang terkumpul dalam drum besar diberi alat pendingin dan
kumparan yang menghasilkan embun. Dari kondensasi tersebut jadilah cairan asap
cair. Agar cairan tidak terlalu hitam, perlu didestilasi sehingga lebih jernih
(Anonim, 2006 d).
Asap cair memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan
karena adanya senyawa asam-asam lemah, fenolat dan karbonil. Seperti yang
telah dilaporkan bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair
dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13%, karbonil 11,3% dan asam-asam
lemah 10,2%. Di Amerika Serikat, pengolahan daging menggunakan asap cair
yang telah mengalami pengendapan dan penyaringan untuk memisahkan senyawa
“tar”. Pasar internasional untuk produk asap cair ini meliputi Amerika, Eropa,
Afrika, Australia, dan Amerika Selatan. Asap cair ini telah diaplikasikan pada
pengawetan daging, termasuk daging unggas, kudapan daging, ikan salmon dan
kudapan lainnya. Asap cair juga digunakan untuk menambah citarasa pada saus,
sup, sayuran kaleng, bumbu, dan campuran rempah-rempah (Setiadji, 2006).
Senyawa-senyawa yang terkandung dalam asap cair berasal dari hasil
pirolisis selulosa dan lignin. Senyawa-senyawa hasil pirolisis selulosa meliputi:
asam
asetat,
pentenolone,
asam
formiat,
maltol,
dimethylcyclopentenolone,
methylcyclopentenolone,
furfural,
ethylcyclo
5-hydroxymethylfurfural.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Sedangkan senyawa-senyawa hasil pirolisis lignin meliputi: fenol, cresol,
guaiacol, 4-methylguaiacol, 4-ethylguaiacol, 4-propylguaiacol, pyrocatechol,
vanillin, 4-(2-propio)vanillone, 4-(1-propio)vanillone, asetovanillone, 2,4,5-tri
methylbenzaldehyde, 4-hydroxyacetophenone, eugenol, isoeugenol, syringol, 4methylsyringol,
4-ethylsyringol,
4-propylsyringol,
4-acetosyringol,
syringaldehyde (Anonim, 2006 e).
Asap cair sudah umum digunakan untuk menggantikan pengasapan
tradisional dan sudah diproduksi secara komersial. Komponen asap terutama
berfungsi untuk memberi cita rasa dan warna yang diinginkan pada produk
asapan, dan berperan dalam pengawetan dengan bertindak sebagai antibakteri dan
antioksidan. Asap telah diketahui memiliki sifat antioksidan dan antimikroba
disamping sifat-sifat lain misalnya merubah tekstur pada produk olahan (daging,
ikan) dan merubah kualitas nutrisi pada produk olahan. Antioksidan dan
antimikroba terutama diperoleh dari senyawa-senyawa fenol yang merupakan
salah satu komponen aktif dalam asap selain keton, aldehida, asam karboksilat,
alkohol, dan furan (Setiadji, 2006).
Antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau memperlambat
kecepatan oksidasi terhadap zat-zat yang dapat mengalami autooksidasi.
Fenol juga memiliki sifat sebagai pembentuk cita rasa pada produk pengasapan.
Senyawa golongan fenol yang terdapat pada asap merupakan hasil peruraian
termal dari komponen lignin dalam kayu (Buell dan Girard, 1992).
Asap cair telah banyak diaplikasikan pada pengolahan, diantaranya pada
daging dan hasil ternak, daging olahan, keju, dan keju oles. Aplikasi baru asap
cair adalah untuk menambah cita rasa pada makanan. Pada aplikasi tersebut perlu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
diperhatikan warna produk yang dihasilkan, karena ada beberapa produk yang
menghendaki
warna
coklat,
sementara
beberapa
produk
lainnya
tidak
menghendaki terbentuknya warna coklat. Selain memiliki segi-segi keuntungan,
proses pengasapan dapat menyebabkan bahan pangan mengandung zat-zat yang
bersifat karsinogen yang tidak dikehendaki, dan telah banyak dilakukan usaha
untuk mengeliminasi kandungan senyawa tersebut dalam produk pengasapan
(Setiadji, 2006).
Menurut Setiadji (2006) asap cair memiliki banyak manfaat dan telah
digunakan pada berbagai industri, antara lain :
1. Industri pangan
Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai
pemberi rasa dan aroma yang spesifik, juga sebagai pengawet karena sifat
antimikroba dan antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses
pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang
mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak
dapat dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya
kebakaran, yang semuanya tersebut dapat dihindari. Juga digunakan untuk
food processing seperti tahu, mie basah, bakso dan lain-lain.
2. Industri perkebunan
Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks. Dengan sifat
fungsional asap cair seperti antijamur, antibakteri dan antioksidan dapat
memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
3. Industri kayu
Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap
serangan rayap daripada kayu yang tanpa diolesi asap cair.
B. Formaldehida
Formaldehida awalnya disintesis oleh kimiawan Rusia Alexander
Butlerov tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1867 (Anonim,
2006 a). Senyawa kimia formaldehida yang merupakan nama lain metanal;
oksometana; oksimetilen; metilen oksida; formiat aldehida merupakan gas
yang tidak berwarna yang rumus kimianya H2CO. Berat molekul: 30,03;
terdiri dari unsur C: 39,99%; H: 6,73%; O: 53,29%. Titik didih pada kondisi
normal adalah 19,5oC. Larutan formaldehida dikenal juga sebagai formalin;
formol; morbicid; veracur. Formalin mengandung ± 37% gas formaldehida
dalam air merupakan cairan yang tidak berwarna dan berbau tajam. Kerapatan
jenis: 1,081-1,085; titik didih pada kondisi normal: 96oC; indeks bias: 1,3746;
menyala pada temperatur 60oC (140oF); pH: 2,8-4,0; dapat campur dengan air,
alkohol, eter dan aseton (Budavari et al., 1989).
O
H
C
H
Gambar 1. Struktur formaldehida
1. Sifat
Formalin mengandung hidrat stabil dari formaldehida karena
formaldehida bereaksi dengan air, sehingga air dapat mengadisi gugus
karbonil pada formaldehida. Formaldehida lebih reaktif daripada kebanyakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
aldehida yang lain, karena gugus karbonilnya mempunyai muatan positif yang
cukup besar akibat dari tidak terdapatnya gugus alkil untuk membantu
menyebarkan muatan positif. Reaksi kesetimbangan yang terjadi adalah:
OH
O
+
H
C
H 2O
H
air
H
Formaldehida
C
H
OH
H
Larutan Formaldehida
Gambar 2. Reaksi kesetimbangan formaldehida
(Fessenden dan Fessenden, 1999)
Formaldehida
biasanya
mengandung
10-15%
metanol
yang
ditambahkan untuk mencegah polimerisasi (Budavari et al., 1989).
Polimerisasi dapat terjadi dengan menguapkan formaldehida pada tekanan
rendah. Polimerisasi formaldehida merupakan gabungan dari beberapa
molekul formaldehida yang akan menghasilkan suatu polimer yaitu
paraformaldehida. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
OH
H
O
H
C
OH
+
H
Larutan Formaldehida
n
H
C
HO
C
H
Formaldehida
H
O
H
n+1
Paraformaldehida
Gambar 3. Reaksi pembentukan paraformaldehida
(Linstromberg, 1990)
Paraformaldehida merupakan serbuk berwarna putih dan berbau tajam yang
digunakan sebagai desinfektan kamar mayat, peralatan medis dan tekstil
(Budavari et al., 1989).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
2. Produksi
Sumber formaldehida dapat dibagi menjadi dua, dibuat dan alamiah.
Formaldehida buatan, dapat diproduksi dalam skala industri yaitu dengan cara
mengoksidasi metanol, tetapi secara alamiah formaldehida terdapat juga di
alam yang berasal dari hasil proses biologi atau pembakaran bahan-bahan
organik, misalnya bahan bakar minyak atau rokok (Anonim, 2001).
Formaldehida
bisa
dihasilkan
dari
membakar
bahan
yang
mengandung karbon. Dalam atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari aksi
cahaya matahari dan oksigen terhadap metana dan hidrokarbon lain yang ada
di atmosfer. Formaldehida dalam kadar kecil juga dihasilkan sebagai metabolit
kebanyakan organisme, termasuk manusia (Anonim, 2006 a).
Secara industri, formaldehida dibuat dari oksidasi katalitik metanol.
Katalis yang paling sering dipakai adalah logam perak atau campuran oksida
besi dan molibdenum serta vanadium. Dalam sistem oksida besi yang lebih
sering dipakai (proses Formox), reaksi metanol dan oksigen terjadi pada
250°C dan menghasilkan formaldehida, berdasarkan persamaan kimia :
2 CH3OH + O2 → 2 H2CO + 2 H2O
Katalis yang menggunakan perak biasanya dijalankan dalam hawa yang lebih
panas, kira-kira 650°C. Dalam keadaan ini, akan ada dua reaksi kimia
sekaligus yang menghasilkan formaldehida: satu seperti yang di atas,
sedangkan satu lagi adalah reaksi dehidrogenasi :
CH3OH → H2CO + H2
(Anonim, 2006 a).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
3. Kegunaan
Formaldehida efektif membunuh kuman, jamur, dan virus tetapi
kerjanya lambat. Formaldehida dengan kadar 0,5% memerlukan waktu 6-12
jam untuk membunuh kuman dan 2-4 hari untuk membunuh spora. Efektivitas
formaldehida akan menurun bila terdapat zat organik, misalnya protein
(Anonim, 1995 a).
Kadar
larutan
formaldehida
berbeda-beda
sesuai
tujuan
penggunaannya. Larutan formaldehida 8% dalam air digunakan untuk
sterilisasi alat-alat hemodialisis, endoskopi dan alat-alat kedokteran lainnya
karena memiliki sifat korosif. Larutan formaldehida 8% dalam larutan alkohol
70% digunakan untuk sterilisasi sputum pasien tuberkolosis. Kadar
formaldehida 37% (formalin) digunakan untuk mengawetkan mayat dan
spesimen penelitian (Anonim, 1995 a).
Formaldehida yang digunakan pada kulit yang tidak terluka dapat
memperkeras lapisan epidermis, membuat kencang, agak putih dan
memberikan efek anastesi lokal. Larutan formaldehida 3% dalam air telah
digunakan untuk pengobatan kutil di telapak tangan dan kaki. Biang keringat
pada kaki dapat diobati dengan pengolesan 1 bagian larutan formaldehida 3%
dalam 3 bagian gliserin atau 5-10 bagian alkohol namun pemakaiannya
sebaiknya tidak terlalu lama untuk menghindari terjadinya iritasi (Martindale,
1996).
Dalam industri, formaldehida kebanyakan dipakai dalam produksi
polimer. Kalau digabungkan dengan fenol, urea, atau melamin, formaldehida
menghasilkan resin termoset yang keras. Resin ini dipakai untuk lem
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
permanen, misalnya yang dipakai untuk kayu lapis/tripleks atau karpet
(Anonim, 2006 a).
Untuk mensintesis bahan-bahan kimia, formaldehida misalnya
dipakai untuk produksi alkohol polifungsional seperti pentaeritritol, yang
dipakai untuk membuat bahan peledak. Turunan formaldehida yang lain
adalah metilen difenil diisosianat, komponen penting dalam cat dan busa
poliuretan, serta heksametilen tetramina, yang dipakai dalam resin fenolformaldehida untuk membuat RDX (bahan peledak). Sebagai formalin, larutan
senyawa kimia ini sering digunakan sebagai disinfektan, insektisida, serta
bahan baku pabrik-pabrik resin plastik dan bahan peledak (Anonim, 2006 a).
4. Pengaruh terhadap badan.
Formaldehida
sangat
mengiritasi
membran
mukosa.
Uap
formaldehida yang terhirup dapat menyebabkan iritasi berat pada saluran
pernapasan yang pada akhirnya menyebabkan bronkitis dan pneumonia.
Konsentrasi di udara yang mencapai 2-3 ppm dapat menyebabkan iritasi
ringan pada membran mukosa dan pada konsentrasi 10-20 ppm dalam waktu
singkat dapat meyebabkan iritasi kuat. Bahaya efek buruk yang pernah
dilaporkan sebagai akibat dari bebasnya uap formaldehida dari proses
penyabunan sintetik. Beberapa akibat fatal yang pernah dilaporkan, contohnya
30 ml larutan formaldehida yang tertelan dapat berakibat fatal bagi orang
dewasa. Konsentrasi maksimal uap formaldehida yang diijinkan di udara
adalah 5 ppm (Clarke, 1971).
Pemakaian larutan formaldehida pada makanan dapat menyebabkan
keracunan pada tubuh manusia, dengan gejala sebagai berikut: sukar menelan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
mual, sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, mencret berdarah,
timbulnya depresi susunan saraf, atau gangguan peredaran darah (Winarno
dan Rahayu, 1994).
Tertelannya
formaldehida
pada
dosis
sangat
tinggi
dapat
mengakibatkan ulcer (luka) yang menimbulkan rasa sangat perih pada
lambung,
konvulsi
(kejang-kejang),
haematuri
(kencing
darah),
dan
haematomesis (muntah darah), vertigo, hilang kesadaran, bahkan gagal ginjal.
Kematian dapat terjadi akibat dari tertelannya 30 ml formaldehida. Jika pasien
dapat bertahan selama 48 jam setelah tertelannya formaldehida, maka tindakan
penyembuhan dapat dilakukan. Gas formaldehida dapat menyebabkan iritasi
pada mata, hidung, dan saluran pernapasan bagian atas yang selanjutnya dapat
mengakibatkan batuk, hilangnya nafsu makan, kejang, dan radang paru-paru
(Martindale, 1996).
Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi menjadi asam formiat
yang meningkatkan keasaman darah, tarikan nafas menjadi pendek dan sering,
hipotermia, koma, atau kematian. Formaldehida juga bisa menimbulkan
terikatnya DNA oleh protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang
normal. Binatang percobaan yang menghisap formaldehida terus-menerus
terserang kanker dalam hidung dan tenggorokannya (Anonim, 2006 a).
C. Bahan Tambahan Makanan
1. Pengertian bahan tambahan makanan
Bahan tambahan makanan dalam pengertian luas adalah bahan yang
ditambahkan pada makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
(Anonim, 2004). Sedangkan bahan tambahan makanan dalam pengertian
khusus adalah senyawa kimia yang sengaja dimasukkan ke dalam makanan
untuk membantu proses pembuatan, bertindak sebagai pengganti atau
memperbaiki kualitas makanan yang bertujuan untuk mengawetkan makanan
atau untuk membuatnya lebih menarik (deMan, 1989).
Penggunaan zat tambahan dalam makanan mempunyai fungsi yang
beragam. Zat tambahan dapat membantu kestabilan pada penyimpanan
makanan seperti membuat awet dan menarik dari tempat awal produksi
sampai tempat pemasaran. Bahan pangan membutuhkan zat tambahan karena
bahan pangan dapat rusak akibat pengaruh dari faktor lingkungan, misalnya
perubahan temperatur, oksidasi, dan pencemaran mikroorganisme (Buckle et
al., 1987).
Bahan tambahan mempunyai lima kegunaan, yaitu sebagai bahan
yang ditambahkan untuk memelihara konsistensi produk (sebagai emulgator,
stabilisator, pengembang, anti kempal), membuat makanan tetap dalam tekstur
yang baik, meningkatkan atau menjaga nilai gizi (vitamin dan mineral),
mempertahankan makanan tetap awet (contohnya pengawet dan antioksidan),
mengontrol keasaman atau kebasaan (contohnya ragi dan bahan-bahan untuk
memodifikasi keasaman atau kebasaan makanan), mempertinggi aroma, dan
memperkuat warna yang dikehendaki dengan bumbu-bumbu dan aroma alami
(Lu, 1995).
2. Bahan pengawet kimia
Bahan-bahan pengawet kimia adalah salah satu kelompok dari
sejumlah besar bahan-bahan kimia yang ditambahkan dengan sengaja ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
dalam bahan pangan atau ada di dalam bahan pangan sebagai akibat dari
perlakuan pra-pengolahan atau penyimpanan. Untuk penyesuaian dengan
penggunaannya dalam pengolahan secara baik, penggunaan bahan-bahan
pengawet ini seharusnya tidak menimbulkan penipuan, menurunkan nilai gizi
dari bahan pangan, dan tidak memungkinkan pertumbuhan organismeorganisme yang menimbulkan keracunan bahan pangan. National Health and
Medical Research Council menyebutkan bahwa bahan-bahan pengawet kimia
yang digunakan dalam makanan antara lain: asam benzoat, sulfit, metabisulfit,
nisin, asam askorbat, propionat atau garam-garamnya dan setiap peroksida
(Buckle et al., 1987).
D. Isolasi Formaldehida
Isolasi formaldehida dalam asap cair dilakukan dengan cara destilasi.
Destilasi adalah proses penguapan kemudian pengembunan dari suatu cairan pada
titik didihnya. Proses pemanasan akan menyebabkan senyawa kimia menguap.
Uap terbentuk akan bergerak melalui condenser sehingga akan terjadi
pengembunan dimana uap akan berubah menjadi bentuk cairan (Solomon, 1987).
Destilasi bertujuan untuk memisahkan suatu cairan dari suatu senyawa
padat atau cairan lain yang didasari atas perbedaan titik didihnya (Kaushik dan
Yadav, 1994). Untuk memisahkan suatu cairan dalam suatu campuran, langkah
pertama adalah menempatkan campuran ke dalam bejana atau labu alas bulat,
kemudian dipanaskan sampai mencapai titik didih terendah dari cairan dalam
campuran. Pemanasan dapat dilakukan dengan heating mantle sehingga panas
akan terdistribusi merata pada bejana atau labu alas bulat. Kemudian cairan tadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
akan menguap dan uapnya akan mengalir melalui tabung pendingin dan akan
berubah menjadi cairan (Hendrickson, Cram, dan Hammond, 1970).
E. Identifikasi Kualitatif Formaldehida
Identifikasi kualitatif formaldehida bertujuan untuk membuktikan ada
tidaknya kandungan formaldehida dalam suatu bahan, terutama dalam bahan
makanan. Bila terdapat kandungan formaldehida, bahan tersebut akan bereaksi
positif terhadap salah satu uji berikut ini:
1. Uji dengan asam kromotropat
Uji kualitatif formaldehida dalam makanan melibatkan reaksi dengan
asam kromotropat.
Formaldehida
dengan
adanya
asam
kromotropat
dipanaskan dengan asam sulfat pekat, maka dalam beberapa menit akan terjadi
pewarnaan violet atau ungu. Reaksi yang terjadi:
OH
2
+
HO 3 S
OH HO
HO 3 S
OH
SO 3 H
ASAM KR OM O TRO PA T
H
O
C
H
SO 3 H
O
H 2 SO 4
C
SO 3 HH
FOR M ALD EHIDA
SO 3 H
SU ATU M ESO M ER B ERW A RN A U NG U
Gambar 4. Reaksi pembentukan warna dari asam kromotropat dengan formaldehida
(Schunack, Mayer, dan Haake, 1990).
Reaksi asam kromotropat mengikuti prinsip kondensasi senyawa fenol dengan
formaldehida
membentuk
senyawa
berwarna
(Dibenzo[C,H]Xanten).
Pewarnaan disebabkan terbentuknya ion karbonium-oksonium yang stabil
karena mesomeri (Schunack, Mayer, dan Haake, 1990).
Asam
kromotropat
dikenal
juga
sebagai
asam
1,8-
dihidroksinaftalena-3,6-disulfonat; chromotropic acid. Rumus molekul:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
C16H8O8S2; berat molekul: 296,26; terdiri dari unsur C: 37,5%; H: 2,52%; O:
39,96%; S: 20,02%.
OH
OH
HO 3 S
S O 3H
Gambar 5. Rumus bangun 1,8-dihidroksinaftalena-3,6-disulfonat
Sediaan yang biasa digunakan merupakan garam natrium dihidrat:
C10H6Na2O8S2.2H2O, berbentuk jarum atau daun dan berwarna putih
kecoklatan, sangat larut dalam air dan digunakan sebagai pereaksi (Budavari
et al., 1989).
OH
OH
. 2
NaO 3 S
H 2O
SO 3Na
Gambar 6. Rumus bangun 1,8-dihidroksinaftalena-3,6-dinatrium sulfonat dihidrat
Asam kromotropat digunakan untuk mendeterminasi dan mendeteksi
berbagai ion logam seperti B, Fe, Th, Ti, U, Zr dan senyawa organik. Asam
kromotropat membentuk komplek warna jingga dengan Ti yang dapat
dideterminasi absorbansinya pada 460-470 nm. Asam kromotropat juga dapat
bereaksi dengan formaldehida membentuk senyawa ungu-kemerahan dari
reaksi kondensasi dengan asam sulfat. Oleh karena itu, asam kromotropat
dapat
digunakan
untuk
mendeterminasi
senyawa
aldehida
seperti
gliserolaldehida, furfural dan alkohol direaksikan dengan mangan peroksida.
Sebagai contoh: metanol, arabinosa, dan glukosa dapat dideterminasi
menggunakan mangan peroksida (Anonim, 2006 c).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
2. Uji dengan Hehner-Fulton
Uji ini menggunakan pereaksi asam sulfat dan susu bebas aldehida.
Ke dalam 5 ml destilat ditambahkan 6 ml asam sulfat dingin sambil
didinginkan. Dari campuran ini diambil 5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam
tabung reaksi kemudian tambahkan 1 ml susu yang bebas aldehida secara
perlahan-lahan sambil didinginkan, lalu tambahkan 0,5 ml larutan yang
teroksidasi dan aduk. Larutan teroksidasi dibuat dengan mencampurkan asam
sulfat dengan air dan brom sama banyak dalam keadaan dingin. Adanya
formaldehida melalui uji ini ditandai dengan terbentuknya warna merah muda
keunguan. Uji ini biasa dilakukan pada produk susu cair (Helrich, 1990).
3. Uji dengan FeCl3
Uji ini dilakukan terhadap produk susu cair dengan melibatkan
pemisahan oleh asam asetat dan eter, reaksi dengan asam sulfat dan FeCl3.
Adanya formaldehida ditandai dengan terbentuknya warna merah lembahyung
(Anonim, 1992 b).
4. Uji dengan reagen Nash.
Uji ini sering dilakukan terhadap produk sirup. Reagen Nash dibuat
dengan cara mencampurkan 150 g Amonium Asetat (CH3COONH4), 3 ml
Asam Asetat (CH3COOH), dan 2 ml Asetil Aseton ke dalam 200-300 ml air
suling, dimasukkan ke dalam labu takar 1000 ml, kemudian ditambahkan air
suling sampai volumenya 1000 ml. Larutan uji ditambahkan pada larutan yang
diduga mengandung formaldehida. Adanya formaldehida ditandai dengan
terbentuknya warna kuning (Helrich, 1990).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
F. Uji Kuantitatif Formaldehida
1. Metode iodometri
Metode iodometri dilakukan dengan cara mengoksidasi formaldehida
menjadi asam formiat dalam asam dan kemudian mentitrasi kembali iodium
yang tidak terpakai dengan natrium tiosulfat (Schunack, Mayer, dan Haake,
1990).
2. Metode spektrofotometri
Penentuan kadar
formaldehida
secara
spektrofotometri
dapat
dilakukan dengan mereaksikan formaldehida dengan asam kromotropat atau
reagen Nash dan diukur serapannya dengan metode spektrofotometri pada
panjang gelombang absorbansi maksimalnya (Helrich, 1990).
G. Spektrofotometri
Prinsip spektroskopi didasarkan adanya interaksi dari energi radiasi
elektromagnetik dengan zat kimia. Dengan mengetahui interaksi yang terjadi,
dikembangkan teknik-teknik analisis kimia yang memanfaatkan sifat-sifat dari
interaksi tersebut. Dalam analisis kimia peristiwa absorbsi merupakan dasar dari
cara spektroskopi karena proses absorbsi bersifat unik atau spesifik untuk setiap
zat kimia (aplikasi kualitatif). Disamping itu adalah kenyataan bahwa banyaknya
absorbsi berbanding lurus dengan banyaknya zat kimia (Sudarmaji, Haryono, dan
Suhardi, 1989).
Spektrum tampak terentang dari sekitar 400 nm (ungu) sampai 750 nm
(merah), sedangkan spectrum ultraviolet (UV) terentang dari 100 sampai 400 nm,
satuan yang digunakan untuk memberikan panjang gelombang adalah nanometer
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
(1 nm = 10-7 cm). Baik radiasi UV maupun radiasi cahaya tampak berenergi lebih
tinggi daripada radiasi inframerah. Absorbsi cahaya UV atau cahaya tampak
mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital
keadaan dasar berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih
tinggi (Fessenden dan Fessenden, 1999).
Panjang gelombang cahaya ultraviolet atau cahaya tampak bergantung
pada mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih
banyak energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang
yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap
pada panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa akan menyerap cahaya
dalam daerah tampak (yakni senyawa berwarna) mempunyai elektron yang lebih
mudah dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang
UV yang lebih pendek (Fessenden dan Fessenden, 1999).
Absorbsi pada 100 nm (UV) → 750 nm (tampak)
Makin mudahnya transisi elektron
Warna merupakan hasil dari suatu perangkat kompleks dari respon faali
maupun psikologis terhadap panjang gelombang cahaya antara 400 sampai 750
nm, yang jatuh pada suatu jala (retina) mata. Jika semua panjang gelombang
cahaya tampak mengenai jala, akan diterima (dirasakan) warna putih; jika tidak
satupun yang mengenai selaput jala, akan dirasakan warna hitam atau kegelapan.
Jika panjang gelombang dengan rentang (range) sempit jatuh pada selaput jala,
akan diamati warna-warna individu (Fessenden dan Fessenden, 1999).
Proses paling lazim yang menghasilkan warna ialah absorbsi cahaya pada
panjang gelombang tertentu oleh suatu zat. Senyawa organik dengan konjugasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
yang ekstensif menyerap cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Apa yang
tampak bukanlah warna yang diserap melainkan komplemennya yang
dipantulkan. Suatu warna komplementer yang kadang-kadang disebut warna
pengurangan (substraksi), merupakan hasil pengurangan beberapa panjang
gelombang tampak dari dalam spektrum visual keseluruhan (Fessenden dan
Fessenden, 1999).
Interaksi radiasi elektromagnetik dengan bahan yaitu bila cahaya jatuh
pada senyawa maka sebagian cahaya diserap oleh molekul-molekul sesuai dengan
struktur dari molekul. Setiap senyawa mempunyai tingkatan tenaga yang spesifik.
E3
E2
Tingkat
E1
tereksitasi
Cahaya
( E1 = hc/λ1 )
Cahaya (E2 = hc/λ2)
G
Tingkat dasar
Gambar 7. Interaksi radiasi elektromagnetik dengan bahan-bahan
Bila cahaya mempunyai tenaga yang sama dengan perbedaan tenaga
antara tingkatan dasar (G) dan tenaga tingkatan tereksitasi (E1, E2, …) jatuh pada
senyawa, maka elektron-elektron pada tingkat dasar (G) dieksitasikan ke tingkatan
tereksitasi, dan sebagian cahaya yang sesuai dengan panjang gelombang ini
diserap. Elektron yang tereksitasi melepaskan tenaga dengan proses radiasi panas
dan kembali ke tingkat dasar (G) asal (Sastrohamidjojo, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Karena perbedaan tenaga antar tingkat dasar dan tingkat tereksitasi
spesifik untuk tiap-tiap bahan atau senyawa, maka frekuensi yang diserap juga
tertentu. Gambar hubungan intensitas radiasi (absorbsi) sebagai fungsi panjang
gelombang atau frekuensi dikenal sebagai spektrum serapan. Serapan cahaya oleh
molekul dalam daerah tampak tergantung pada struktur elektronik dari molekul
(Sastrohamidjojo, 2001).
Instrumen yang digunakan untuk mempelajari serapan atau emisi radiasi
elektromagnetik sebagai fungsi dari panjang gelombang yaitu spektrometer atau
spektrofotometer. Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi:
(1) sumber tenaga radiasi yang stabil, (2) sistem yang terdiri dari lensa-lensa,
cermin, celah-celah, dan lain-lain, (3) monokromator untuk mengubah radiasi
menjadi komponen-komponen panjang gelombang tunggal, (4) tempat cuplikan
yang transparan, dan (5) detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter
atau pencatat. Diagram sederhana dari spektrofotometer adalah sebagai berikut:
Gambar 8. Diagram spektrofotometer
(Sastrohamidjojo, 2001)
H. Peraturan Perundang-Undangan
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tanggal 17 September
1992 tentang Kesehatan yang berhubungan dengan penelitian ini adalah pada
Bagian Keempat tentang Pengamanan Makanan dan Minuman, yaitu pasal 21
ayat (1), dan (3) yang menyatakan :
(1) Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan untuk melindungi
masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan
mengenai standar dan atau persyaratan kesehatan.
(3) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar dan
atau persyaratan kesehatan dan atau membahayakan kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik
dari peredaran, dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Anonim, 1992 a).
Pasal 80 ayat (4) butir a menyatakan :
(4) Barangsiapa dengan sengaja :
a. mengedarkan makanan dan atau minuman yang tidak memenuhi
standar dan atau persyaratan dan atau membahayakan kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3);
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) (Anonim, 1992 a).
Penjelasan pasal 21 ayat (3) menerangkan bahwa ”makanan dan
minuman yang diproduksi masyarakat seperti industri rumah tangga adalah
pengrajin makanan dan minuman yang masih dalam taraf pembinaan, belum
dikenakan sanksi pidana sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini”
(Anonim, 1992 a).
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
Pada pasal 3 dijelaskan tujuan pengaturan, pembinaan, dan
pengawasan pangan adalah:
a. tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi
bagi kepentingan kesehatan manusia;
b. terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung-jawab;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
c. terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan
terjangkau sesuai kebutuhan masyarakat (Anonim, 1996 b).
3. Peraturan
Menteri
472/Menkes/Per/V/1996
Kesehatan
tentang
Republik
Pengamanan
Indonesia
Bahan
Nomor
Berbahaya
bagi
Kesehatan
Di dalam pasal 1 ayat (1), dicantumkan bahwa:
(1) Bahan berbahaya adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk
tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan
lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung, yang mempunyai
sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi.
Sedangkan dalam pasal 7 ayat (1), dicantumkan bahwa:
(1) Kasus terhadap importir bahan berbahaya berupa boraks, formalin,
merkuri, metanil yellow, rodamin B, dan sianida dan garamnya, harus
segera melaporkan pemasukan atau penerimaannya kepada Direktur
Jenderal selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah penerimaan barang
sesuai dengan contoh formulir laporan pada lampiran V.
Formalin (formaldehida) merupakan salah satu dari tiga ratus empat puluh
delapan bahan berbahaya yang tercantum dalam lampiran 1 peraturan tersebut
(Anonim, 1996 a).
4. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1168/Menkes/Per/X/1999
Peraturan
Menteri
1168/Menkes/Per/X/1999
Kesehatan
tentang
Republik
Perubahan
atas
Indonesia
Nomor
Peraturan
Menteri
Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan
Makanan dicantumkan bahwa formalin (formaldehida) termasuk salah satu
dari 10 bahan tambahan makanan yang dilarang penggunaannya dalam
makanan.
Dalam pasal 1 ayat (2), dicantumkan bahwa:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
(2) Menambah angka 10 baru pada lampiran II, Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 sehingga selengkapnya menjadi
sebagaimana terlampir dalam lampiran II.
Sepuluh bahan tambahan makanan yang dilarang yang tercantum dalam
lampiran II adalah: asam borat dan senyawanya, asam salisilat dan garamnya,
dietilpirokarbonat ( DEPC ), dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak
nabati yang dibrominasi, nitrofurazon, formalin, dan kalium bromat (Anonim,
1999 b).
5. Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tanggal 20
April 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berhubungan dengan
penelitian ini antara lain adalah :
a. Hak dan Kewajiban konsumen, yaitu pasal 4 huruf a, c, dan e yang
menyatakan :
Hak konsumen adalah :
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
c. hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut (Anonim,
1999 c).
b. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, yaitu pasal 8 ayat (1) huruf a
dan ayat (4) yang menyatakan :
(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang :
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2)
dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib
menariknya dari peredaran (Anonim, 1999 c).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
c. Tanggung jawab pelaku usaha, yaitu pasal 19 ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) yang menyatakan :
(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa pengembalian
uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara
nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemberian ganti rugi yang dilaksanakan dalam tenggang waktu 7
(tujuh) hari setelah tanggal transaksi (Anonim, 1999 c).
d. Sanksi administratif, yaitu pasal 60 ayat (1) dan ayat (2) yang menyatakan:
(1) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berwenang menjatuhkan
sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19
ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26.
(2) Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) (Anonim, 1999 c).
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
Di dalam pasal 23 huruf c, dicantumkan bahwa :
Setiap orang dilarang mengedarkan :
c. pangan yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan
atau proses produksi pangan;
Formalin merupakan bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau
proses produksi pangan (Anonim, 2004).
I. Hipotesis
Jenis asap cair yang berbeda akan memberikan kadar formaldehida yang
berbeda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini tergolong dalam penelitian non-eksperimental analitik.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas
Variabel bebas yaitu variabel yang direncanakan untuk diberi pengaruhnya
terhadap variabel tergantung. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
jenis pada asap cair yaitu destilasi 2 (dua) kali disertai penyaringan dan
destilasi 1 (satu) kali.
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung yaitu titik pusat permasalahan yang merupakan
kriteria penelitian ini. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah
kadar formaldehida dalam asap cair.
c. Variabel terkendali
Variabel terkendali yaitu variabel yang diketahui atau secara teoritis
mempunyai
pengaruh
terhadap
variabel
tergantung,
tetapi
dapat
dikendalikan. Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah:
1) Jenis asap cair. Asap cair yang digunakan adalah asap cair yang
diambil dari satu toko.
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
2) Suhu destilasi pada saat isolasi formaldehida dalam sampel,
dikendalikan dengan membatasi suhu destilasi yaitu 103oC.
3) Volume destilat, dikendalikan dengan membatasi volume destilat yaitu
50 ml.
4) Alat yang digunakan yaitu spektrofotometer visibel, dikendalikan
dengan cara mengukur validitas metode yang digunakan (%perolehan
kembali (recovery), kesalahan sistemik dan kesalahan acak).
d. Variabel tak terkendali
Variabel tak terkendali yaitu variabel yang diketahui atau secara teoritis
mempunyai pengaruh terhadap variabel tergantung, dan tidak dapat
dikendalikan. Variabel tak terkendali dalam penelitian ini adalah hasil
destilat yang masih mengandung senyawa organik selain formaldehida.
Hal ini dapat dilihat dari destilat yang masih berwarna kuning jernih.
2. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:
a. Jenis asap cair yaitu asap cair A (destilasi dua kali disertai penyaringan)
dan asap cair B (destilasi satu kali).
b. Kadar formaldehida dalam asap cair dalam satuan μg/ml.
C. Alat Penelitian
Satu unit alat destilasi, spektrofotometer cahaya tampak (Genesys 6
v1.001 2M8E074001), kuvet, water bath, ball filler pipette, pipet tetes,
pipet volume (1 ml, 5 ml, 10 ml), labu ukur (50 ml, 100 ml) dan alat-alat gelas
yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
D. Bahan Penelitian
Formaldehida 37%, asam sulfat 97%, asam kromotropat, asam fosfat
85% [p.a. Merck]; aquadest (Fakultas Farmasi USD Yogyakarta), asap cair.
E. Jalan Penelitian
1. Pembuatan reagen asam kromotropat
Larutkan 50 mg asam kromotropat p atau garam natriumnya dalam 100 ml
asam sulfat p 75% yang dapat dibuat dengan menambahkan 75 ml asam sulfat
p ke dalam 33,3 ml air dengan hati-hati (Anonim, 1995 b).
2. Pembuatan larutan stock formaldehida
Larutan stock dibuat dengan cara memipet 1,0 ml larutan baku formaldehida
37% kemudian diencerkan dengan aquadest sampai volumenya tepat 1000,0
ml sehingga didapat konsentrasi 37 mg / 100 ml.
3. Pembuatan seri larutan baku formaldehida
Seri larutan baku formaldehida dibuat dengan cara memipet 1,5; 1,8; 2,1; 2,4;
dan 2,7 ml larutan stock formaldehida kemudian diencerkan dengan aquadest
sampai volumenya tepat 100,0 ml sehingga diperoleh seri konsentrasi larutan
baku formaldehida 5,55; 6,66; 7,77; 8,88; dan 9,99 μg/ml.
4. Optimasi metode penetapan kadar formaldehida secara spektrofotometri
visibel
a. Penetapan operating time.
Dari seri larutan baku formaldehida dipilih larutan formaldehida dengan
konsentrasi 7,77 μg/ml. Dari larutan tersebut dipipet 1,0 ml kemudian
ditambahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 5,0 ml reagen asam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
kromotropat. Campuran digojog pelan-pelan kemudian dipanaskan dalam
penangas air selama 15 menit dan didinginkan. Warna yang terbentuk
diukur serapan(absorbansi)nya pada panjang gelombang 478 nm
menggunakan spektrofotometer visibel double beam pada menit ke-0
sampai dengan menit ke-30. Operating time didapat dengan melihat
rentang waktu yang menunjukkan absorbansi tetap.
b. Penetapan panjang gelombang absorbansi maksimal (λmaks).
Dari seri larutan baku formaldehida dipilih tiga seri larutan baku
formaldehida dengan konsentrasi 6,66; 7,77; dan 8,88 μg/ml. Dari larutan
tersebut dipipet 1,0 ml dan diperlakukan seperti pada penetapan operating
time. Campuran tersebut kemudian didiamkan sesuai operating time yang
diperoleh. Setelah itu warna yang terbentuk diukur absorbansinya pada
panjang gelombang antara 400 nm sampai 600 nm menggunakan
spektrofotometer visibel double beam. Panjang gelombang absorbansi
maksimal adalah panjang gelombang dimana terjadi absorbansi terbesar.
c. Penetapan kurva baku.
Dari seri larutan baku formaldehida yang telah dibuat dengan konsentrasi
5,55; 6,66; 7,77; 8,88; dan 9,99 μg/ml, masing-masing larutan dipipet 1,0
ml dan diperlakukan seperti pada penetapan operating time. Warna yang
diperoleh diukur absorbansinya pada operating time dan panjang
gelombang
absorbansi
maksimal
yang
diperoleh
menggunakan
spektrofotometer visibel double beam. Data yang didapat dihitung dengan
metode
regresi
linier
antara
konsentrasi
mendapatkan persamaan kurva baku.
dan
absorbansi
untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
d. Validitas Metode.
1) Penentuan perolehan kembali (recovery)
Dari larutan stock formaldehida dibuat larutan formaldehida dengan
konsentrasi 5,55; 6,66; 7,77; 8,88; dan 9,99 μg/ml dengan 3 kali
replikasi. Larutan tersebut dipipet 1,0 ml dan diperlakukan seperti pada
penetapan operating time. Warna yang terbentuk diukur absorbansinya
pada operating time dan panjang gelombang absorbansi maksimal
yang diperoleh menggunakan spektrofotometer visibel double beam.
Data yang diperoleh dihitung dengan persamaan kurva baku untuk
mendapatkan kadar formaldehida dalam larutan. Perolehan kembali
diperoleh dengan membandingkan kadar yang diperoleh dengan kadar
sebenarnya dikalikan 100%.
Rumus penentuan perolehan kembali,recovery (P):
P=
Kadar terukur
.100%
Kadar teoritis
Syarat metode analisis yaitu jika metode tersebut memberikan nilai
perolehan kembali (recovery) yang tinggi (90 – 107%) (Harmita,
2004).
2) Kesalahan sistemik
Kesalahan sistemik = 100% - P
Keterangan : P adalah perolehan kembali,recovery (%)
Kesalahan sistemik yang baik yaitu kurang dari 7% (Harmita, 2004).
3) Kesalahan acak
Kesalahan acak dicerminkan oleh CV (coefficient variacy)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Kesalahan acak (CV) =
SD
.100%
X
n
Keterangan : simpangan baku (SD) =
∑ (x − x)
i =1
n −1
2
,
X adalah harga rata-rata
Nilai kesalahan acak yang baik yaitu kurang dari 5% (Harmita, 2004).
5. Penetapan kadar formaldehida dalam sampel
a. Penyiapan sampel
1. Pengambilan sampel asap cair dilakukan di sebuah toko di Yogyakarta,
yang belum diketahui kadar formaldehidanya.
2. Terdapat 2 jenis sampel yaitu asap cair A (dua kali destilasi disertai
penyaringan) dan asap cair B (satu kali destilasi).
b. Isolasi formaldehida dalam sampel
Isolasi formaldehida dalam sampel dimulai dengan memipet 100 ml
sampel. Sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat 250 ml dan
ditambahkan 2,0 ml asam fosfat 85%. Campuran didestilasi pada suhu
103oC sampai didapatkan destilat sebanyak 50 ml. Destilat kemudian
ditambah aquadest sampai 100,0 ml. Dari 100 ml destilat dipipet 3 ml
kemudian diencerkan lagi sampai volumenya tepat 100,0 ml dan destilat
siap diuji.
c. Uji kualitatif formaldehida dalam sampel
Uji kualitatif formaldehida dilakukan dengan mereaksikan 1,0 ml destilat
sampel dengan 5,0 ml reagen asam kromotropat dalam tabung reaksi.
Campuran kemudian digojog pelan-pelan dan dipanaskan selama 15 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
dalam penangas air dan didinginkan. Larutan dinyatakan mengandung
formaldehida jika terbentuk warna ungu, dan intensitas warna tersebut
tergantung dari jumlah formaldehida yang terkandung (Helrich, 1990).
d. Uji kuantitatif formaldehida dalam sampel
Dari hasil uji kualitatif tersebut kemudian ditetapkan absorbansinya pada
panjang gelombang absorbansi maksimal dan operating time yang
diperoleh
menggunakan
spektrofotometer
visibel
double
beam.
Absorbansi-absorbansi yang diperoleh kemudian digunakan untuk
menentukan kadar formaldehida dalam sampel dengan menggunakan
persamaan kurva baku y = bx + a dalam satuan μg/ml (Anonim, 1986).
F. Analisis Hasil
Analisis dilakukan dengan membandingkan kadar formaldehida dari kedua
jenis sampel yang berbeda dengan menggunakan Paired Samples T-test dengan
taraf kepercayaan 95%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Optimasi Metode Penetapan Kadar Formaldehida Secara
Spektrofotometri Visibel
1. Penetapan operating time
Operating time (OT) adalah jangka waktu yang dibutuhkan oleh suatu
larutan untuk memberikan suatu serapan (absorbansi) yang stabil. Penentuan OT
merupakan langkah awal yang harus ditempuh untuk penetapan kadar secara
spektrofotometri visibel. Absorbansi yang stabil menunjukkan bahwa reaksi
pembentukan warna antara formaldehida dengan pereaksi kromotropat sempurna
sehingga absorbansi yang dibaca pada panjang gelombang absorbansi maksimal
adalah absorbansi semua formaldehida yang bereaksi dengan pereaksi
kromotropat. Menurut Fagnani et al (2002), panjang gelombang absorbansi
maksimal untuk reaksi antara formaldehida dengan pereaksi kromotropat adalah
pada panjang gelombang 478 nm. Hasil pengukuran sebagai berikut :
Kurva Absorbansi vs Waktu
Absorbansi
0.48
0.39
30
0
Waktu (menit)
Gambar 9. Kurva hubungan antara absorbansi dan waktu
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Hasil pengukuran OT menunjukkan bahwa absorbansi stabil sejak awal
pembacaan (menit ke-0) sampai menit terakhir (menit ke-30). Hal ini berarti
pengukuran dari formaldehida yang direaksikan dengan pereaksi kromotropat
dapat dilakukan pada rentang waktu tersebut.
2. Penetapan panjang gelombang absorbansi maksimal (λmaks)
Panjang gelombang absorbansi maksimal adalah panjang gelombang dari
suatu larutan yang mempunyai absorbansi maksimal. Dalam penelitian ini,
panjang gelombang diukur mulai dari 400 nm sampai 600 nm. Panjang
gelombang 400 nm sampai 600 nm merupakan panjang gelombang pada daerah
visibel dan merupakan daerah absorbansi reaksi antara formaldehida dengan
pereaksi kromotropat yang menghasilkan warna visibel. Apabila diukur pada
panjang gelombang di bawah 400 nm maka akan memberikan absorbansi pada
daerah Ultra Violet (UV) dan senyawa hasil reaksi tidak teridentifikasi.
Kurva Absorbansi vs Panjang Gelombang
Absorbansi
0.96
0.76
0.56
0.36
0.16
400
500
600
panjang gelombang (nm)
6,66 μg/ml
7,77 μg/ml
8,88 μg/ml
Gambar 10. Spektrogram panjang gelombang absorbansi maksimal
Dari spektrogram tiga kali pengukuran dengan spektrofotometer visibel
menggunakan tiga seri konsentrasi larutan baku formaldehida yaitu konsentrasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
6,66; 7,77; dan 8,88 μg/ml diperoleh dua panjang gelombang absorbansi
maksimal pada masing-masing konsentrasi yaitu :
a. Konsentrasi 6,66 μg/ml : 478 dan 573 nm
b. Konsentrasi 7,77 μg/ml : 480 dan 574 nm
c. Konsentrasi 8,88 μg/ml : 480 dan 573 nm
Panjang gelombang absorbansi maksimal yang dipakai adalah panjang gelombang
yang pertama karena formaldehida hasil isolasi pada sampel yang bereaksi dengan
pereaksi kromotropat hanya menghasilkan satu panjang gelombang absorbansi
maksimal. Panjang gelombang absorbansi maksimal tiga seri konsentrasi larutan
baku formaldehida adalah 478; 480; dan 480 nm. Dengan menentukan titik tengah
panjang gelombang yang dihasilkan, dapat disimpulkan bahwa maksimal
absorbansinya diperoleh pada panjang gelombang 479 nm. Panjang gelombang
479 nm merupakan panjang gelombang absorbansi maksimal formaldehida yang
bereaksi dengan pereaksi kromotropat. Besarnya panjang gelombang ini tidak
jauh berbeda dari yang tertulis dalam laporan penelitian yang dilakukan oleh
Fagnani et al (2002) dengan judul Development of spectrophotometric method for
the analysis of paraformaldehyde in commercial and industrial disinfectants yaitu
478 nm dengan beda antara kedua panjang gelombang tersebut yaitu 1 nm.
Menurut Farmakope Indonesia IV, syarat panjang gelombang hasil pengukuran
dapat digunakan apabila besar perbedaannya dengan yang tertulis dalam literatur
yaitu ≤ 2 nm. Dengan demikian panjang gelombang absorbansi maksimal 479 nm
dapat digunakan untuk pengukuran absorbansi seri larutan baku formaldehida
maupun sampel yang akan dianalisis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
3. Penetapan kurva baku
Dalam pembuatan kurva baku diperlukan satu seri larutan baku
formaldehida dengan konsentrasi 5,55; 6,66; 7,77; 8,88; dan 9,99 μg/ml. Seri
larutan baku formaldehida yang direaksikan dengan pereaksi kromotropat
selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang absorbansi maksimal,
kemudian dibuat kurva hubungan antara konsentrasi dan absorbansi. Hasil
pengukuran absorbansi larutan baku formaldehida dengan pereaksi kromotropat
yang pengukurannya dilakukan pada panjang gelombang 479 nm adalah sebagai
berikut:
Tabel I. Data pengukuran absorbansi kurva baku
Baku
1
2
3
4
5
Replikasi I
Konsentrasi
Absorbansi
(μg/ml)
5,55
6,66
7,77
8,88
9,99
0,323
0,380
0,455
0,496
0,550
Replikasi II
Konsentrasi
Absorbansi
(μg/ml)
5,55
6,66
7,77
8,88
9,99
0,322
0,376
0,437
0,492
0,536
I. y = 0,05136 x + 0,0418 ; r = 0,996 ; SE = 0,0698
II. y = 0,04901 x + 0,0518 ; r = 0,999 ; SE = 0,0412
III. y = 0,04234 x + 0,1044 ; r = 0,994 ; SE = 0,0876
Replikasi III
Konsentrasi
Absorbansi
(μg/ml)
5,55
6,66
7,77
8,88
9,99
0,332
0,399
0,433
0,473
0,530
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Kurva Absorbansi vs Konsentrasi
Absorbansi
0.6
0.5
0.4
0.3
5.55
6.66
7.77
8.88
9.99
Konsentrasi (μg/ml)
Gambar 11. Kurva hubungan antara absorbansi dan konsentrasi
Dari kurva hubungan antara absorbansi dan konsentrasi ini, dapat dilihat
korelasi yang baik antara keduanya dengan garisnya yang linier dimana semakin
bertambahnya konsentrasi akan menyebabkan absorbansinya juga meningkat
sehingga persamaan garis yang didapat bisa digunakan untuk menghitung kadar
formaldehida selanjutnya. Dalam penelitian ini, persamaan garis yang digunakan
untuk menghitung kadar formaldehida yaitu y = 0,04901 x + 0,0518, karena nilai
koefisien korelasinya (r) dan nilai Standar Error (SE) dari persamaan ini lebih
baik dari dua persamaan yang lain. Nilai SE yang diperoleh menunjukkan bahwa
sensitivitas dari metode yang digunakan cukup baik, karena nilai SE yang
dihasilkan relatif kecil.
4. Validitas metode
Suatu metode penetapan kadar yang baik harus memenuhi berbagai
kriteria, di antaranya yaitu nilai perolehan kembali (recovery), kesalahan sistemik,
dan kesalahan acak. Ketiga hal ini sering disebut sebagai validitas metode yang
menunjukkan apakah metode tersebut sudah optimal untuk digunakan menetapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
kadar suatu zat dalam sampel. Persyaratan yang diharuskan bagi suatu metode
analisis adalah jika metode tersebut dapat memberikan nilai recovery yang tinggi
(90-107%), kesalahan sistemik kurang dari 7% dan kesalahan acak kurang dari
5%. Recovery menggambarkan akurasi dari suatu metode yang artinya metode
tersebut dapat menghasilkan nilai rata-rata yang sangat dekat dengan nilai
sesungguhnya dan recovery ini merupakan tolok ukur efisiensi analisis. Kesalahan
sistemik merupakan tolok ukur inakurasi penetapan kadar sedangkan kesalahan
acak yang diukur dengan CV (coefficient variacy) merupakan tolok ukur inpresisi
suatu analisis yang berarti dalam suatu seri pengukuran atau penetapan kadar
dapat diperoleh hasil yang satu sama lain hampir sama. Dari hasil pengukuran,
menunjukkan bahwa metode spektrofotometri visibel valid untuk digunakan
dalam menetapkan kadar formaldehida, karena sudah memenuhi persyaratan di
atas. Data pengukurannya adalah sebagai berikut:
Tabel II. Data perhitungan recovery dan kesalahan sistemik
No.
Kadar teoritis
(μg/ml)
Kadar terukur
(μg/ml)
Recovery (%)
Kesalahan
sistemik (%)
1
2
3
4
5
5,55
6,66
7,77
8,88
9,99
5,87
7,02
7,82
8,53
9,83
105,71
105,45
100,63
96,09
98,35
5,71
5,45
0,63
3,91
1,65
Tabel III. Data perhitungan kesalahan acak
Simpangan baku
(SD)
Harga rata-rata
(X )
Kesalahan acak (%)
(CV)
0,17
0,06
0,05
0,07
0,07
5,87
7,02
7,82
8,53
9,83
2,90
0,77
0,69
0,86
0,73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
B. Penetapan Kadar Formaldehida dalam Asap Cair
1.
Preparasi sampel asap cair
Asap cair yang digunakan sebagai sampel berasal dari satu toko, dan
sebelum dipipet untuk dianalisis harus dihomogenkan terlebih dahulu agar setiap
asap cair mempunyai kesempatan untuk terambil sebagai sampel karena syarat
pengambilan sampel harus representatif, jika pengambilan sampel salah
(walaupun metode analisisnya tepat dan teliti) maka hasilnya akan keliru. Asap
cair setiap perlakuan disiapkan sebanyak lima jerigen dan masing-masing jerigen
berisi lima liter. Kelima jerigen tersebut dicampur menjadi satu dalam satu wadah
dan kemudian dipipet sebanyak 100,0 ml untuk dianalisis.
2.
Isolasi formaldehida dari asap cair
Isolasi formaldehida dimulai dengan memipet 100,0 ml asap cair dan
menambahkan 2 ml asam fosfat 85% ke dalam asap cair tersebut. Tujuan
menambahkan asam fosfat 85% adalah untuk membuat formaldehida tetap stabil
dalam bentuk larutan formaldehida pada saat dipanaskan sewaktu destilasi.
Formaldehida memiliki titik didih 19,5oC dan pada suhu ruangan berbentuk gas.
Oleh karena itu, formaldehida perlu diubah menjadi larutan formaldehida dengan
katalis asam agar tetap stabil pada saat dipanaskan dengan suhu tinggi. Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut:
OH
O
H
C
+
H
Formaldehida
H 2O
air
H
H
C
OH
H
Larutan Formaldehida
Gambar 12. Reaksi antara formaldehida dengan air dengan katalis asam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Langkah selanjutnya adalah destilasi asap cair. Destilasi merupakan
pemisahkan suatu cairan dari suatu senyawa padat atau cairan yang didasari atas
perbedaan titik didihnya. Alasan dilakukannya destilasi adalah terdapat banyak
kandungan senyawa-senyawa selain formaldehida di dalam asap cair. Kandungan
senyawa-senyawa kimia yang dapat diketahui adalah berasal dari hasil pirolisis
selulosa dan lignin dari tempurung kelapa. Berikut ini adalah senyawa-senyawa
kimia dalam asap cair selain formaldehida beserta titik didihnya yang berasal dari
pirolisis selulosa dan lignin menurut http://www.Leffingwell.com/smoke.htm:
¾
Senyawa-senyawa hasil pirolisis selulosa meliputi: asam asetat (122,48oC),
asam format (120,41oC), maltol (267,42oC), methylcyclopentenolone
(241,66oC), ethylcyclopentenolone (259,13oC), dimethylcyclopentenolone
(254,16oC), furfural (160,32oC), 5-hydroxymethylfurfural (252,84oC).
¾
Senyawa-senyawa hasil pirolisis lignin meliputi: fenol (170,21oC), cresol
(190,98oC),
ethylguaiacol
guaiacol
(211,61oC),
(248,56oC),
4-methylguaiacol
4-propylguaiacol
(232,53oC),
(265,69oC),
4-
pyrocatechol
(229,87oC), vanillin (274,48oC), 4-(2-propio)vanillone (265,69oC), 4-(1propio)vanillone
methylbenzaldehyde
(265,69oC),
(239,54oC),
asetovanillone
(281,17oC),
4-hydroxyacetophenone
2,4,5-tri
(247,06oC),
eugenol (264,44oC), isoeugenol (270,78oC), syringol (249,24oC), 4methylsyringol (266,33oC), 4-ethylsyringol (282,51oC), 4-propylsyringol
(297,79oC), 4-acetosyringol (311,52oC), syringaldehyde (309,52oC).
Destilasi dilakukan pada suhu 103oC sampai mendapatkan destilat sebanyak 50
ml. Menurut Budavari et al (1989), titik didih larutan formaldehida adalah 96oC
sedangkan titik didih air adalah 100oC. Sehingga destilasi dilakukan pada suhu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
103oC agar semua senyawa formaldehida dan air dapat terdestilasi dan senyawasenyawa selain formaldehida yang teridentifikasi tidak terdestilasi karena titik
didihnya di atas suhu destilasi. Pada hasil optimasi, destilasi 100 ml asap cair
pada suhu 103oC akan menghasilkan destilat sebanyak 50 ml. Artinya, setelah
destilat mencapai 50 ml, asap cair yang dididihkan tidak menguap lagi sehingga
tidak menghasilkan destilat. Hal ini disebabkan titik didih senyawa-senyawa
kimia lain dalam asap cair lebih dari 103oC.
3.
Proses preparasi larutan pereaksi
Pembuatan larutan pereaksi kromotropat dilakukan dengan melarutkan
garam kromotropat ke dalam asam sulfat 75%. Larutan pereaksi kromotropat
berwarna kuning muda yang cerah dan harus selalu dibuat baru karena larutan
tersebut tidak stabil pada penyimpanan. Hal ini disebabkan karena kromotropat
memiliki gugus fenol mudah teroksidasi oleh udara bebas dan cahaya. Reaksi
oksidasi yang terjadi adalah sebagai berikut:
NaO 3 S
NaO 3 S
SO 3 Na
S O 3 Na
O2
OH
OH
kromotropat
O
O
kromotropat teroksidasi
Gambar 13. Reaksi oksidasi pereaksi kromotropat
4.
Reaksi pembentukan warna formaldehida yang direaksikan dengan
pereaksi kromotropat
Setelah mendapatkan 50,0 ml formaldehida hasil destilasi dari asap cair,
diencerkan dengan aquadest sampai 100,0 ml. Kemudian dipipet 3 ml diencerkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
dengan aquadest sampai 100,0 ml, sebanyak 1 ml larutan destilat formaldehida
tersebut ditambah 5 ml pereaksi kromotropat kemudian dipanaskan di atas
penangas air selama 15 menit dan didinginkan. Pemanasan ini akan mempercepat
oksidasi senyawa antara yang terbentuk. Oksidasi ini akan membentuk warna
ungu kemerahan yang lebih jelas karena terbentuknya ikatan rangkap terkonjugasi
yang lebih panjang.
Warna yang terbentuk dibaca pada spektrofotometer visibel. Besarnya
intensitas warna (absorbansi) berbanding lurus dengan banyaknya formaldehida
yang terkandung dalam asap cair artinya, semakin besar absorbansinya berarti
semakin besar kadar formaldehida yang dikandung.
Terdapat 2 reaksi pembentukan warna antara formaldehida dengan
pereaksi kromotropat, yaitu:
a. Reaksi yang pertama adalah reaksi substitusi formaldehida pada posisi orto
pereaksi kromotropat dengan katalis asam sulfat. Reaksinya adalah sebagai
berikut:
OH
NaO 3S
OH
OH
C
H
H
+
H
2
HO
OH
SO 3Na
O
OH
formaldehida
NaO 3 S
SO 3Na
kromotropat
SO 3Na
C
H
SO 3Na
Gambar 14. Reaksi I antara formaldehida dengan pereaksi kromotropat dengan katalis asam
(Fagnani et al., 2002)
Reaksi ini menghasilkan senyawa mono-cationic dibenzoxanthylium yang
berwarna ungu kemerahan. Warna ungu kemerahan ini dapat dibaca pada
panjang gelombang absorbansi maksimal 479 nm.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
b. Reaksi yang kedua adalah reaksi substitusi formaldehida pada posisi para
pereaksi kromotropat dengan katalis asam sulfat. Reaksinya adalah sebagai
berikut:
NaO 3 S
OH
OH
OH
C
H
H
HO
H
2
+
OH
formaldehida
S O 3 Na
NaO 3 S
OH
HO
SO 3 Na
C
H
O
kromotropat
NaO 3 S
S O 3 Na
Gambar 15. Reaksi II antara formaldehida dengan pereaksi kromotropat dengan katalis asam
(Fagnani et al., 2002)
Reaksi ini menghasilkan senyawa para quinoidal yang berwarna ungu. Warna
ungu ini dapat dibaca pada panjang gelombang absorbansi maksimal 575 nm.
Berdasarkan
data
absorbansi
baku
formaldehida,
reaksi
antara
formaldehida dengan pereaksi kromotropat akan menghasilkan 2 senyawa dengan
perbandingan sebagai berikut:
OH
NaO 3S
OH
OH
C
H
H
+
OH
H
2
SO 3Na
HO
O
OH
formaldehida
NaO 3 S
SO 3Na
kromotropat
SO 3Na
H+
C
H
SO 3Na
mono-cationic dibenzoxanthylium (35 %)
NaO 3 S
SO 3Na
HO
OH
HO
C
H
NaO 3 S
O
SO 3Na
para quinoidal (65 %)
Gambar 16. Perbandingan hasil reaksi I dan II
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Reaksi
substitusi
posisi
orto
pereaksi
kromotropat
oleh
formaldehida
menghasilkan senyawa mono-cationic dibenzoxanthylium sebesar 35% sedangkan
reaksi substitusi posisi para pereaksi kromotropat oleh formaldehida dengan
menghasilkan senyawa para quinoidal sebesar 65% dari total formaldehida yang
bereaksi. Berarti, reaksi formaldehida lebih banyak menghasilkan produk
substitusi posisi para pada pereaksi kromotropat.
5.
Penetapan kadar formaldehida
Penetapan kadar formaldehida dalam asap cair dengan metode
spektrofotometri visibel diukur pada panjang gelombang 479 nm. Formaldehida
pada hasil isolasi asap cair yang bereaksi dengan pereaksi kromotropat hanya
mampu menghasilkan senyawa mono-cationic dibenzoxanthylium yang dapat
dibaca pada panjang gelombang absorbansi maksimal 479 nm. Panjang
gelombang absorbansi maksimal yang dihasilkan adalah:
Kurva hubungan Absorbansi vs Panjang Gelombang
Absorbansi
0.42
0.32
0.22
0.12
400
500
600
Panjang Gelombang (nm)
Gambar 17. Spektrogram panjang gelombang absorbansi maksimal reaksi antara formaldehida
dari asap cair dengan pereaksi kromotropat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Sedangkan reaksi antara formaldehida dengan pereaksi kromotropat yang
menghasilkan senyawa para quinoidal yang dapat dibaca pada panjang
gelombang 575 nm tidak muncul. Hal ini disebabkan masih adanya senyawa
organik selain formaldehida yang terdestilasi pada saat isolasi asap cair. Senyawa
organik tersebut bersifat reduktor. Ini dapat dilihat dari destilat yang dihasilkan
berwarna kuning jernih.
Asam sulfat 75% yang digunakan sebagai pelarut dari pereaksi
kromotropat berfungsi sebagai katalis, oksidator, dan dehidrasi (penarik air)
terhadap baku formaldehida sehingga dapat menghasilkan senyawa mono-cationic
dibenzoxanthylium dan senyawa para quinoidal. Pada reaksi formaldehida hasil
isolasi asap cair dengan pereaksi kromotropat hanya menghasilkan senyawa
mono-cationic dibenzoxanthylium dan senyawa para quinoidal tidak dihasilkan.
Hal ini disebabkan senyawa organik mereduksi asam sulfat menjadi asam sulfit
sehingga senyawa para quinoidal tidak dihasilkan. Untuk menghasilkan senyawa
para quinoidal dibutuhkan suatu oksidator kuat. Reaksi pembentukannya sebagai
berikut:
NaO 3S
NaO 3S
SO 3 Na
HO
SO 3 Na
HO
OH
OH
O
HO
C
H2
NaO 3S
OH
SO 3 Na
HO
C
H
NaO 3S
Gambar 18. Reaksi oksidasi menghasilkan senyawa para quinoidal
O
SO 3 Na
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Reaksi redoks asam sulfat dengan senyawa organik adalah :
Oksidasi :
CxHyOz → kCO2 + mH2O + ne
SO42- + 2 H+ + 2e → SO32- + H2O
Reduksi :
x2
xn
+
2CxHyOz + n SO42- + n.2H+ → n SO32- + 2.kCO2 + 2.mH2O + n H2O
Pada penetapan kadar dengan metode spektrofotometri ini diharapkan
hanya absorbansi dari formaldehida (dengan pereaksi kromotropat) yang terbaca
sehingga mudah menetapkan kadarnya, maka sebelumnya telah dilakukan isolasi
formaldehida dalam asap cair. Tetapi pada kenyataannya ada senyawa organik
yang masih ikut terisolasi karena asap cair adalah senyawa alam sehingga sulit
mendapatkan hasil isolat formaldehida yang murni. Formaldehida dapat
ditetapkan kadarnya dengan spektrofotometer visibel karena dalam strukturnya,
formaldehida yang bereaksi dengan pereaksi kromotropat memiliki gugus
kromofor yang bertanggungjawab atas penyerapan sinar visibel.
NaO 3 S
OH
SO 3 Na
HO
Keterangan:
= Kromofor
= Auksokrom
O
C
H
SO 3 Na
SO 3 Na
Gambar 19. Gugus kromofor dan auksokrom dalam struktur formaldehida
dengan pereaksi kromotropat
Dalam penelitian ini, didapatkan rata-rata kadar formaldehida dalam asap
cair A sebesar 264,26 ± 4,75 μg/ml sedangkan asap cair B sebesar 317,57 ± 1,26
μg/ml. Hasil pengukuran dan perhitungan adalah sebagai berikut :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Tabel IV. Hasil pengukuran dan perhitungan kadar formaldehida secara spektrofotometri visibel
Replikasi
Sampel
I
II
III
IV
V
VI
Asap Cair A
Absorbansi
Kadar (μg/ml)
0,417
0,448
0,422
0,446
0,461
0,447
X ± SE
248,61
269,47
251,56
268,34
278,54
269,02
264,26 ± 4,75
Asap Cair B
Absorbansi
Kadar (μg/ml)
0,518
0,513
0,520
0,524
0,515
0,523
X ± SE
317,08
313,45
318,21
321,16
314,81
320,71
317,57 ± 1,26
C. Perbandingan Kadar
Untuk membandingkan kadar formaldehida dalam asap cair A dan asap
cair B digunakan analisis Paired Samples T-test dengan taraf kepercayaan 95%
tetapi, data sebelumnya dianalisis dengan uji kesamaan variansi untuk
menentukan statistik uji T yang sesuai.
Dari uji kesamaan variansi diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan
variansi. Selanjutnya untuk melihat apakah ada perbedaan bermakna antara ratarata kadar formaldehida dari kedua jenis asap cair dapat ditentukan berdasarkan
nilai signifikansi. Nilai signifikansi < 0,05 menunjukkan adanya perbedaan kadar
formaldehida antara asap cair A dengan asap cair B.
Tabel V. Hasil analisis dengan Paired Samples T-test
Paired Samples Test
Paired Differences
Pair 1
Mean
data1 - data2 -53.31333
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Error
Mean
Std. Deviation
Lower
Upper
12.55433
5.12528 -66.48830 -40.13837
t
-10.402
df
5
Sig. (2-tailed)
.000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Dari hasil analisis Paired Samples T-test, diperoleh nilai signifikansi
0,00 < 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna
antara rata-rata kadar formaldehida dalam asap cair A dan asap cair B. Sesuai
dengan permasalahan penelitian, maka penelitian ini telah membuktikan bahwa
kadar formaldehida dalam asap cair A lebih kecil daripada asap cair B.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
¾ Kadar formaldehida dalam asap cair A (dua kali destilasi disertai penyaringan)
adalah 264,26 ± 4,75 μg/ml sedangkan asap cair B (satu kali destilasi) adalah
317,57 ± 1,26 μg/ml.
¾ Terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar formaldehida dalam asap cair
A (dua kali destilasi disertai penyaringan) dengan asap cair B (satu kali
destilasi).
¾ Metode spektrofotometri visibel merupakan metode yang valid dalam
penetapan kadar formaldehida dengan pereaksi kromotropat.
¾ Pernyataan bahwa asap cair lebih murah dan lebih aman dibandingkan dengan
formalin adalah tidak benar.
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
B. Saran
¾ Disarankan melakukan penetapan kadar formaldehida terhadap sampel yang
sama dengan metode yang berbeda, misalnya metode HPLC (High
Performance Liquid Chromatrography) dengan reagen MNBDH (N-methyl-4hydrazino-7-nitrobenzofurazan).
¾ Disarankan melakukan uji kualitatif formaldehida terhadap makanan yang
diawetkan dengan asap cair.
¾ Disarankan kepada masyarakat agar tidak menggunakan asap cair sebagai
pengawet makanan karena asap cair mengandung formaldehida yang
berbahaya bagi kesehatan.
¾ Masukan untuk Dinas Kesehatan dan BPOM Yogyakarta tentang adanya
pengawet asap cair yang mengandung formaldehida dan harganya tidak jauh
berbeda dengan formalin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1986, Food and Agriculture Organization of The United Nations, 65-66,
Rome.
Anonim, 1992 a, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992
Tentang Kesehatan, 10-11, 28-29, 48, Penerbit PT. Saptamitra
Widyadinamika, Jakarta.
Anonim, 1992 b, jilid 2, Cara Uji Bahan Pengawet Makanan dan Bahan
Tambahan yang Dilarang Untuk Makanan, Standar Nasional Indonesia,
SNI 01-2894-1992, 23-25, Dewan Standarisasi Nasional Departemen
Perdagangan dan Perindustrian Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1995 a, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, 518, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1995 b, Farmakope Indonesia, edisi IV, 1066, 1133, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1996 a, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
472/Menkes/Per/V/1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya bagi
Kesehatan, http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=5406
54&blobtype=pdf, diakses tanggal 6 Februari 2007.
Anonim, 1996 b, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996
Tentang Pangan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1999 a, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1168/Menkes/Per/X/1999 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan
Makanan, http://www.pom.go.id/public/hukum perundangan/pdf/Perub
Permenkes.pdf, diakses tanggal 23 April 2007
.
Anonim, 1999 b, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, 70, 72-73, 95, Penerbit PT. Saptamitra
Widyadinamika, Jakarta.
Anonim, 2001, Air Quality Guidelines, 2nd edition, 1, WHO Regional Office for
Europe, Copenhagen Denmark.
Anonim, 2004, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 28 tahun 2004
tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, http://www.pom.go.id/
public/hukum_perundangan/pdf/PP%20282004%20BT.pdf,
diakses
tanggal 6 Februari 2007.
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Anonim, 2006 a, Formaldehida, http://id.wikipedia.org/wiki/Formalin, diakses
tanggal 19 Februari 2006.
Anonim,
2006
b,
Ingin
Aman,
Pilihlah
Tempurung
http://www.kedaulatan-rakyat.com/article.php?sid=40290,
tanggal 19 Februari 2006.
Kelapa,
diakses
Anonim, 2006 c, Metal Ion, http://www.biomaxkorea.com/product/dojindo/dpoappli/ion/iondetection.htm, diakses tanggal 4 Januari 2007.
Anonim,
2006
d,
Penggunaan
Formalin
Sudah
http://www.suaramerdeka.com/harian/0601/11/ked10.htm,
tanggal 19 Februari 2006.
Berkurang,
diakses
Anonim,
2006
e,
The
Flavor
of
Hardwood
Smoke,
http://www.Leffingwell.com/smoke.htm, diakses tanggal 19 Februari
2006.
Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., dan Wotton, M., 1987, Ilmu Pangan,
167-177, diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono, Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.
Budavari, S., O’Neil, H. J., Smith, A., dan Heckelman, P. E., 1989, The Merck
Index, an encyclopedia of chemicals, drugs, and biologicals, 290, 545,
1112, Merck and Co. Inc., Rahway, NJ, USA.
Buell, P., dan Girard, J., 1992, Chemistry: an environmental perspective, 269,
408-410, Prentice-Hall, Inc., New Jersey, United States of America.
Clarke, E. G. C., 1971, Isolation and Identification of Drugs, 349, The
Pharmaceutical Press, London.
Dameria, M. O., 2002, Isolasi dan Identifikasi Formalin sebagai Pengawet dalam
Tahu yang Beredar di Kota Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
deMan, M. J., 1989, Kimia Makanan, edisi II, 262-265, 520-530, Penerbit Institut
Teknologi Bandung, Bandung.
Fagnani, E., Melios, C. B., Pezza, L., dan Pezza, H. R., 2002, Chromotropic acidformaldehyde reaction in strongly acidic media. The role of dissolved
oxygen and replacement of concentrated sulphuric acid, TALANTA,
http://www.fec.unicamp.br/~enelton/2artigos/TALANTA/.pdf#search=%
22chromotropic%acid%22, diakses tanggal 7 Oktober 2006.
Fagnani, E., Melios, C. B., Pezza, L., dan Pezza, H. R., 2002, Development of
spectrophotometric method for the analysis of paraformaldehyde in
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
commercial
and
industrial
disinfectants,
Scielo,
http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=5010046702002000100018&lng=es&nrm=iso&tlng=pt, diakses tanggal 6
Februari 2007.
Fessenden, R. J., dan Fessenden, J. S., 1999, Organic Chemistry, diterjemahkan
oleh Handyana Pudjaatmaka, jilid II, 13, 436-437, 443-444, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara
Perhitungannya, 5-7, 8, Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok, Jakarta.
Helrich, K., 1990, Official Methods of Analysis of the Association of Official
Analytical Chemist, 15th edition, chapter 47, p. 16, chapter 44, p. 35-36,
Association of Official Analytical Chemist Inc., USA.
Hendrickson, J. B., Cram, D. J., dan Hammond, G. S., 1970, Organic Chemistry,
3th edition, 10, McGraw-Hill Book Company, USA.
Kaushik, R. K., dan Yadav, M. S., 1994, Dictionary of Chemistry, 79, Crescent
News (K.L.) Sdn. Bhd., Kuala Lumpur.
Linstromberg, W. W., 1990, Organic Chemistry A Brief Course, 2th edition, 250,
D. C. Health and Company Lexington, Massachusetts.
Lu, C. F., 1995, Toksikologi Dasar, edisi II, diterjemahkan oleh Edi Nugroho,
Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta.
Martindale, 1996, The Extra Pharmacopeia, 31st edition, 1131-1132, Royal
Pharmaceutical Society, London.
Sastrohamidjojo, H., 2001, Spektroskopi, 11-39, Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Schunack, W., Mayer, K., dan Haake, M., 1990, Senyawa Obat, Buku Pelajaran
Kimia Farmasi, 78-79, 768, diterjemahkan oleh Soebito, S., dan
Wattimena, J. R., Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Setiadji, B., 2006, Mengenal Asap Cair, http://www.asapcair.com/, diakses
tanggal 7 Januari 2007.
Solomon, S., 1987, Introduction to General, Organic, And Biological Chemistry,
4722, McGraw-Hill Book Company, USA.
Sulistianto, Y. A., 2001, Pengaruh Cara Pengolahan terhadap Kadar Formalin
dalam Mie Basah, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Sudarmaji, S., Haryono, B., dan Suhardi, 1989, Analisa untuk Bahan Makanan
dan Pertanian, 14-19, Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Winarno, F. G., dan Rahayu, T. S., 1994, Bahan Tambahan Untuk Makanan dan
Kontaminan, 101-105, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
LAMPIRAN
Lampiran 1. Pembuatan larutan stock formaldehida dan seri larutan baku formaldehida
Pembuatan larutan stock formaldehida
¾ Dipipet 1,0 ml larutan baku formaldehida 37% kemudian diencerkan dengan
aquadest sampai volumenya tepat 1000,0 ml
Larutan baku formaldehida 37% = larutan baku formaldehida 37 g / 100 ml
V1.C1 = V2.C2
1 ml . 37 g / 100 ml = 1000 ml . C2
C2 = 37 g / 100000 ml
= 37 mg / 100 ml
Pembuatan seri larutan baku formaldehida
¾ Dibuat dengan cara memipet 1,5 ml; 1,8 ml; 2,1 ml; 2,4 ml dan 2,7 ml larutan
stock formaldehida kemudian diencerkan dengan aquadest sampai volumenya
tepat 100,0 ml
Baku 1
V1.C1 = V2.C2
1,5 ml . 37 mg / 100 ml = 100 ml . C2
C2 = 55,5 mg / 10000 ml
C2 = 5,55 μg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Baku 2
V1.C1 = V2.C2
1,8 ml . 37 mg / 100 ml = 100 ml . C2
C2 = 66,6 mg / 10000 ml
C2 = 6,66 μg/ml
Baku 3
V1.C1 = V2.C2
2,1 ml . 37 mg / 100 ml = 100 ml . C2
C2 = 77,7 mg / 10000 ml
C2 = 7,77 μg/ml
Baku 4
V1.C1 = V2.C2
2,4 ml . 37 mg / 100 ml = 100 ml . C2
C2 = 88,8 mg / 10000 ml
C2 = 8,88 μg/ml
Baku 5
V1.C1 = V2.C2
2,7 ml . 37 mg / 100 ml = 100 ml . C2
C2 = 99,9 mg / 10000 ml
C2 = 9,99 μg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Lampiran 2. Penetapan operating time
¾ Dari seri larutan baku formaldehida dipilih kadar 7,77 μg/ml, diberi perlakuan,
dan warna yang terbentuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang 478
nm menggunakan spektrofotometer visibel double beam pada menit ke-0
sampai dengan menit ke-30
Gambar 20. Spektrogram operating time
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Lampiran 3. Penetapan panjang gelombang absorbansi maksimal (λmaks)
¾ Dari seri larutan baku formaldehida dipilih tiga seri konsentrasi larutan baku
formaldehida 6,66; 7,77; dan 8,88 μg/ml, diberi perlakuan, dan warna yang
terbentuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang antara 400 nm
sampai 600 nm menggunakan spektrofotometer visibel double beam.
Gambar 21. Spektrogram λmaks pada konsentrasi 6,66 μg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Gambar 22. Spektrogram λmaks pada konsentrasi 7,77 μg/ml
Gambar 23. Spektrogram λmaks pada konsentrasi 8,88 μg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Lampiran 4. Penetapan kurva baku
Tabel VI. Data penetapan kurva baku
Replikasi I
Baku
Konsentrasi
Absorbansi
(μg/ml)
Replikasi II
Konsentrasi
Absorbansi
(μg/ml)
Replikasi III
Konsentrasi
Absorbansi
(μg/ml)
1
5.550
0.323
5.550
0.322
5.550
0.332
2
6.660
0.380
6.660
0.376
6.660
0.399
3
7.770
0.455
7.770
0.437
7.770
0.433
4
8.880
0.496
8.880
0.492
8.880
0.473
5
9.990
0.550
9.990
0.536
9.990
0.530
Ket : A = Intercept
B = Slope
r = Corr Coeff
y = Bx + A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
I. y = 0.05136 x + 0.0418 ; r = 0.996 ; SE = 0.069771
Gambar 24. Kurva baku replikasi I
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
II. y = 0.04901 x + 0.0518 ; r = 0.999 ; SE = 0.041214
Gambar 25. Kurva baku replikasi II
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
III. y = 0.04234 x + 0.1044 ; r = 0.994 ; SE = 0.087611
Gambar 26. Kurva baku replikasi III
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Tabel VII. Data kurva baku yang dipakai
Baku
Konsentrasi (μg/ml) Absorbansi (λ = 479.0 nm)
1
5.550
0.322
2
6.660
0.376
3
7.770
0.437
4
8.880
0.492
5
9.990
0.536
Dengan metode RL (Regresi Linear) didapat:
A = 0.0518
B = 0.04901
r = 0.999
sehingga didapat persamaan:
y = Bx + A
y = 0.04901 x + 0.0518
Keterangan : y = absorbansi
x = kadar
Contoh perhitungan kadar:
Absorbansi = 0,346
y = 0.04901 x + 0.0518
0,346 = 0,04901 x + 0.0518
x=
0,346 − 0,0518
0,04901
= 6.002857 μg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Lampiran 5. Data perhitungan recovery, kesalahan sistemik, dan kesalahan acak
Tabel VIII. Data perhitungan recovery, kesalahan sistemik, dan kesalahan acak
Kadar
Absorbansi
Kadar terukur
(λ = 479.0 nm)
(μg/ml)
1
0.346
6.002857
2
0.399
7.084269
3
0.438
7.880024
4
0.471
8.553356
5
0.530
9.757192
1
0.330
5.676393
2
0.394
6.982249
3
0.434
7.798408
4
0.466
8.451336
5
0.537
9.90002
1
0.342
5.921241
2
0.395
7.002653
3
0.433
7.778004
4
0.473
8.594164
5
0.533
9.818404
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Gambar 27. Tampilan data untuk perhitungan recovery, kesalahan sistemik, dan kesalahan acak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Lampiran 6. Contoh cara perhitungan recovery, kesalahan sistemik dan kesalahan acak
1. Recovery
Diketahui : Kadar teoritis = 5.550 μg/ml
Kadar terukur = 6.00286 μg/ml
Recovery =
Kadar terukur
.100%
Kadar teoritis
Recovery =
6.00286 μg/ml
.100%
5.550 μg/ml
= 108.1596 %
2. Kesalahan sistemik
Kesalahan sistemik = 100% – %recovery
= 100% – 108.1596%
= 8.159586 %
3. Kesalahan acak
Diketahui : Simpangan baku (SD) = 0.169897
Harga rata-rata ( X )
= 5.86683
Kesalahan acak =
SD
.100%
X
Kesalahan acak =
0.169897 μg/ml
.100%
5.86683 μg/ml
= 2.895895 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Lampiran 7. Hasil perhitungan recovery, kesalahan sistemik, dan kesalahan acak
Tabel IX. Hasil perhitungan recovery, kesalahan sistemik, dan kesalahan acak
Kadar
1
2
3
4
5
Kadar teoritis
Kadar terukur Recovery
Kesalahan
Kesalahan
acak (%)
(μg/ml)
(μg/ml)
(%)
sistemik (%)
5.550
6.002857
108.1596
8.159586
5.550
5.676393
102.2774
2.277351
5.550
5.921241
106.689
6.689027
6.660
7.084269
106.3704
6.370405
6.660
6.982249
104.8386
4.838574
6.660
7.002653
105.1449
5.14494
7.770
7.880024
101.416
1.41601
7.770
7.798408
100.3656
0.365611
7.770
7.778004
100.103
0.103012
8.880
8.553356
96.32158
3.678423
8.880
8.451336
95.1727
4.827297
8.880
8.594164
96.78113
3.218874
9.990
9.757192
97.66959
2.33041
9.990
9.90002
99.0993
0.900701
9.990
9.818404
98.28232
1.717678
2.895895
0.768667
0.690436
0.86216
0.729313
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Lampiran 8.
Kadar asap cair A (dua kali destilasi disertai penyaringan) dengan faktor
pengenceran : 100 ml / 3 ml
y = Bx + A
y = 0.04901 x + 0.0518
Keterangan : y = absorbansi
x = kadar
Contoh perhitungan kadar:
Absorbansi = 0,418
y = 0.04901 x + 0.0518
0,418 = 0,04901 x + 0.0518
x=
0,418 − 0,0518
0,04901
= 7.471945 x faktor pengenceran
= 7.471945 x
100
3
= 249.0648 μg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Tabel X. Kadar asap cair A (dua kali destilasi disertai penyaringan) dengan
faktor pengenceran : 100 ml / 3 ml
Replikasi
Absorbansi
Kadar (μg/ml)
(λ = 479.0 nm)
I
II
III
IV
V
VI
Rata-rata kadar
(μg/ml)
0.418*
249.0648
0.426
254.5059
0.408
242.2635
0.446
268.1085
0.440
264.0277
0.458
276.2701
0.426
254.5059
0.419
249.745
0.420
250.4251
0.458
276.2701
0.440
264.0277
0.441
264.7079
0.460
277.6304
0.465
281.0311
0.459
276.9503
0.457**
275.59
0.443
266.0681
0.442
265.388
248.6114
269.4688
251.5586
268.3353
278.5373
269.1054
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Gambar 28. *Contoh kurva absorbansi asap cair A (dua kali destilasi disertai penyaringan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Gambar 29. **Contoh kurva absorbansi asap cair A (dua kali destilasi disertai penyaringan) dan
tampilan data replikasi V dan VI
Lampiran 9. Kadar asap cair B (satu kali destilasi) dengan faktor pengenceran : 100 ml / 3 ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Tabel XI. Kadar asap cair B (satu kali destilasi) dengan
faktor pengenceran : 100 ml / 3 ml
Replikasi
Absorbansi
Kadar (μg/ml)
(λ = 479.0 nm)
I
II
III
IV
V
VI
Rata-rata kadar
(μg/ml)
0.518
317.0781
0.517
316.398
0.519***
317.7583
0.512
312.9973
0.514
314.3576
0.512
312.9973
0.519
317.7583
0.521
319.1185
0.519
317.7583
0.524
321.1589
0.525
321.8391
0.523
320.4788
0.518
317.0781
0.513
313.6775
0.513
313.6775
0.521
319.1185
0.525
321.8391
0.524
321.1589
317.0781
313.4508
318.2117
321.1589
314.811
320.7055
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Gambar 30. ***Contoh kurva absorbansi asap cair B (satu kali destilasi)
Lampiran 10. Data yang dimasukkan dalam analisis Paired Samples T-test
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Tabel XII. Data yang dimasukkan dalam analisis Paired Samples T-test
Replikasi
Kadar formaldehida (μg/ml)
Asap Cair A
Asap Cair B
I
248.6114
317.0781
II
269.4688
313.4508
III
251.5586
318.2117
IV
268.3353
321.1589
V
278.5373
314.811
VI
269.0154
320.7055
Lampiran 11. Artikel yang menyatakan bahwa asap cair murah dan aman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Dr AH Bambang Setiadji MSc, PHd
DIAKUI DI LUAR NEGERI
Sudah sejak 20 tahun lalu Dr. AH Bambang Setiadji MSc, PHd meneliti buah
kelapa. Dari buah kelapa ini, dosen yang hidupnya sederhana ini memperoleh
virgin natural yang menghasilkan minyak kelapa murni. Dari temuan ini,
muncul produk-produk yang dikenal di pasaran seperti sabun natural, hand &
body lotion, sabun crystal, liquid soap, dan face oil.
Dari pencapaian Virgin Coconut Oil itu, menurut Bambang, masih banyak
limbah dari buah kelapa yang terbuang. Jika tidak diproses secara baik, akan
menjadi kendala tersendiri. Limbah yang disebut tempurung kelapa ini diteliti
Bambang tahun 1992. Ia mempelajari ide pengasapan yang dilakukan orang
kampung untuk mengawetkan makanan.
"Ada dua cara agar makanan awet. Pertama cara pengasapan. Cara ini sudah
mentradisional di wilayah Indonesia, khususnya bagi mereka yang hidupnya
di perkampungan. Kalau mereka ingin mengawetkan bawang merah, jagung,
atau ikan dan lain sebagainya, biasanya di taruh di atas perapian tempat
mereka memasak. Jadi yang digunakan untuk pengawetan itu, sebenarnya
ya, asap,'' jelas Bambang.
Cara kedua adalah pembekuan dengan menggunakan balok es. "Ikan dan
sejenisnya dapat tahan lama jika disimpan menggunakan batu es," lanjut
bapak dua anak kelahiran 3 Mei 1947 ini ketika ditemui di rumahnya,
kawasan Condong Catur, Yogyakarta.
Nah, saat meneliti Bambang berpikir, "Sekarang ini teknologinya harus
diubah. Jadi, jangan menggunakan asap langsung untuk mengawetkan
makanan. Sebab, kalau asap langsung, itu akan mengganggu lingkungan.
Asap ini mesti dicairkan," tutur dosen Fakultas Kimia MIPA, Universitas
Gadjah Mada ini.
EKSPOR KE KANADA
Gambaran teknisnya, sekitar 100 - 150 kg tempurung kelapa dimasukan ke
tungku pirolisi (terbuat dari stainless) lantas di tutup rapat-rapat tanpa ada
udara yang keluar. "Lalu, dipanaskan dengan menggunakan model kompor
bertekanan tinggi. Kira-kira setengah jam kemudian, dari dalam tungku
tersebut akan keluar asap yang dialirkan lewat satu pipa" jelas Bambang.
Pada tahap pertama, asap tersebut, akan mengeluarkan zat, semacam ter,
yang bermanfaat untuk pengawet kayu. Asap yang tak menetes dalam bentuk
ter, disalurkan dalam suling pipa tersebut kemudian masuk ke kumparan.
Dalam kumparan tersebut, sudah disediakan tungku ke dua dalam bentuk
drum yang sudah diisi air.
"Otomatis uap asap yang mengalir tersebut mendingin dan menjadi cair, lalu
disalurkan ke dalam tungku ke tiga. Karena uap cair ini masih belum bening
dan juga masih mengandung zat berbahaya, dalam proses ini uap cair
diuapkan lagi, istilahnya distilasi. Setelah melalui proses dua kali distilasi, uap
cair itu akan menjadi bening warnanya. Tak keruh atau cokelat lagi. Itulah
yang disebut asap cair atau liquid smoke," terang Bambang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Menurut Bambang, dalam 100 g tempurung, akan menghasilkan 25 liter asap
cair. Ongkos produksinya hanya sekitar Rp 50 ribu. Itu sebabnya, menurut
Bambang, harga jual asap cair ini relatif murah yakni Rp 6 ribu per liter.
Bambang pun sudah memproduksi temuannya. "Harganya baik di Yogya
maupun di luar Jawa sama saja," ungkap Bambang seraya mengatakan tahun
1992 itu, temuannya sudah dikenal di kalangan terbatas.
Bambang mengungkapkan, temuannya ini tak berbahaya bagi kesehatan.
Bahkan Oktober lalu, pengasapan cair karya Bambang ini sudah diakui
kelayakannya di Kanada. "Ya, semacam BPOM nya di Indonesia. Dari sana,
saya sudah mendapatkan sertifikat daftar sehat. Padahal, untuk mendapatkan
daftar sehat itu jelas, persyaratanya ketat sekali. Kanada termasuk negara
yang sangat teliti terhadap kesehatan untuk rakyatnya," ujar Bambang yang
sudah mengirim 3 kontainer asap cair ke Kanada.
Sampai saat ini lanjut Bambang, "Mereka menggunakan asap cair ini untuk
pengawetan. Tidak seperti negara kita yang menggunakan formalin. Padahal,
jelas-jelas berbahaya untuk kesehatan."
Makanya Bambang mengaku terkejut ketika pihak terkait kembali
mengeluarkan pernyataan bahwa formalin sangat berbahaya bagi kesehatan.
"Padahal, isu itu sudah ada sejak dari dulu. Hilang-tumbuh-hilang tumbuh."
nova
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
BIOGRAFI PENULIS
William Salim lahir di Pontianak pada tanggal 26 Juni
1984. Penulis asli Kalimantan Barat ini menyelesaikan
pendidikannya di TK-SD Gembala Baik Pontianak
(1997), SLTP Suster Pontianak (2000), SMU Santu
Petrus
Pontianak
(2003),
dan
Fakultas
Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2007). Sulung
dari tiga bersaudara ini pernah mengikuti beberapa
kegiatan kepanitiaan di kampus diantaranya: Panitia TITRASI (2005) dan panitia
Pengambilan Sumpah/ Janji Apoteker (2005 & 2006). Selain itu, penulis juga
pernah masuk 10 besar lomba karya tulis mahasiswa PIMFI (2005) dan menjadi
asisten laboratorium Kimia Analisis (2006), Kimia Organik II (2007), dan Sintesis
Obat (2007).
Download