BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memiliki tantangannya tersendiri untuk dapat bertahan dalam persaingan pasar domestik maupun global. Masing-masing segmen pasar memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan mau tidak mau harus dihadapi perusahaan. Salah satu cara menghadapi persaingan tersebut ialah memproduksi dengan biaya seminimum mungkin namun dapat menghasilkan produk dengan standar kualitas bersaing, bisa menjadi harga mati yang harus dapat dilakukan perusahaan untuk menghindari risiko terburuk dalam dunia bisnis. Perusahaan yang mampu bersaing dalam kerasnya dunia bisnis akan tetap bertahan, sedangkan perusahaan yang lemah akan berangsurangsur hilang dalam pasaran. Keadaan ini akan semakin sulit apabila produk yang dihasilkan suatu perusahaan merupakan produk yang juga dihasilkan oleh perusahaan lain, sehingga hal ini menimbulkan persaingan antar perusahaan yang ada. Oleh karena itu, banyak perusahaan saling berlomba-lomba menciptakan produk dengan kualitas yang lebih baik dari perusahaan-perusahaan pesaing yang sejenis. Untuk dapat mengungguli kualitas produk dari perusahaanperusahaan pesaing sejenis yang dibutuhkan perusahaan ialah manajemen Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 2 yang proaktif, antisipatif, dan bergerak atas dasar kebutuhan konsumen. Sebagaimana Soewarso Hardjosoedarmo (2004:26) menjelaskan bahwa : “...untuk mencapai tingkat performance yang tinggi merupakan masalah yang sangat penting bagi manajemen dewasa ini dan di masa yang akan datang. Adapun indikator performance tersebut terdiri dari biaya kualitas (mutu), produktivitas, inovasi, pengukuran, dan kepemimpinan”. Dari pernyataan diatas, salah satu indikator perusahaan untuk dapat mencapai tingkat performance yang tinggi ialah dengan mengeluarkan biaya kualitas. Biaya kualitas merupakan istilah yang diciptakan oleh Joseph Juran untuk menjawab pertanyaan “seberapa besar kualitas dirasa cukup?” (dalam Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, 2001:29). Sedangkan definisi biaya kualitas sendiri menurut Blocher, et. Al. (2007:404) edisi terjemahan ialah : “Biaya-biaya yang berkaitan dengan pencegahan, pengidentifikasian, perbaikan dan pembetulan produk yang berkualitas rendah dan dengan „opportunity cost „ dari hilangnya waktu produksi dan penjualan sebagai akibat rendahnya kualitas”. Dengan kata lain, biaya kualitas merupakan biaya pengendalian dan pengawasan dalam proses produksi dan biaya-biaya yang timbul akibat dihasilkannya produk dengan kualitas rendah. Selain itu, biaya kualitas juga timbul untuk mencapai standar kualitas yang ditetapkan perusahaan dalam upaya menjaga dan meningkatan penjualan dan laba. Namun berkaitan dengan hal tersebut, kebanyakan manajer bisnis memiliki anggapan bahwa untuk meningkatan kualitas akan selalu disertai dengan peningkatan biaya, sehingga muncul pandangan bahwa jika kualitas semakin tinggi akan menyebabkan tingginya biaya pula. Namun, Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 3 Juran (dalam Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, 2001:41) meneliti aspek ekonomis dari kualitas dan menyimpulkan bahwa “...manfaat kualitas jauh melebihi biayanya”. Karena jika suatu perusahaan memiliki jaminan kualitas yang tinggi, maka akan dapat mempengaruhi permintaan dari kosumen/pelanggan dan permintaan yang tinggi dapat mempengaruhi penjualan produk. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, permintaan yang tinggi akan meningkatkan penjualan produk. Sebagaimana yang disampaikan oleh Sofjan Assauri (2004:208) bahwa : “Faktor kualitas yang akan dicapai atau dihasilkan sangat erat hubungannya dengan kegiatan penjualan. Apabila kualitas atau barang yang dihasilkan terlalu rendah kualitasnya, maka hal ini dapat menyebabkan berkurangnya penjualan”. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor kualitas memiliki pengaruh positif terhadap penjualan. Penjualan merupakan total jumlah yang dibebankan kepada konsumen/pelanggan atas produk yang dijual perusahaan. Jika total penjualan tersebut dikurangi dengan retur dan potongan penjualan lainnya, maka akan menghasilkan penjualan bersih yang dicatat dalam Laporan Laba Rugi. Dari sumber buku Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2001:42) dipaparkan pendapat para pakar kualitas yamg menjelaskan bahwa “...suatu perusahaan dengan program pengelolaan kualitas yang berjalan dengan baik, biaya kualitasnya tidak lebih dari 2,5% dari penjualan”. Untuk itu, jika perusahaan ingin meningkatkan kualitas produknya dengan biaya yang reasonable, sebaiknya manajemen dapat menyusun anggaran Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 4 untuk standar kualitas produk secara selektif dan ekonomis agar total biaya yang dianggarkan tidak lebih dari 2,5% dari penjualan, sehingga tujuan dikeluarkannya biaya kualitas untuk meningkatkan penjualan dapat terlaksana dan tidak mengurangi laba secara berlebihan. Pada dasarnya setiap perusahaan mengeluarkan biaya kualitas, hanya saja ada yang mengelompokkan dan menganalisanya secara khusus dan ada juga yang tidak, ada yang membuat laporan biaya kualitas ada juga yang tidak. Badan usaha yang akan dijadikan studi kasus dalam penelitian ini ialah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Industri Strategis di Kota Bandung. Lebih jelasnya penelitian ini dilakukan pada tiga BUMN Industri Strategis, yaitu PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD, dan PT. LEN Industri. Pada penelitian-penelitian sebelumnya, pengujian pengaruh antara biaya kualitas dengan penjualan dan laba kotor dilakukan pada industri jasa, industri obat-obatan dan industri-industri lain yang memproduksi barang secara terus-menerus serta memungkinkan proses produksi dan penjualan terjadi dalam waktu yang singkat. Namun, dalam penelitian ini pengujian biaya kualitas tersebut akan dilakukan pada industri manufaktur yang hanya memproduksi barang jika ada pesanan, serta proses produksi dan penjualan terjadi pada tenggang waktu yang cukup lama. Sehingga memungkinkan terjadinya pengeluaran biaya dan penjualan tidak berada dalam satu periode akuntansi. Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 5 Selain itu, pemilihan objek penelitian pada ketiga BUMN Industri Strategis tersebut didasarkan pada kepemilikan sertifikat ISO yang menunjukan bahwa perusahaan memiliki dedikasi yang tinggi terhadap jaminan kualitas produk yang dihasilkan. Selanjutnya, jaminan kualitas produk tersebut akan menciptakan “kepercayaan” untuk membeli atau menggunakan produk yang dihasilkan perusahaan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoedin saat serah terima pesawat CN235/MPA (Maritime Patrol Aircraft) kepada Korean Coast Guard (KCG) di Hanggar CN-235 PT. Dirgantara di Bandung, Jumat (9/3) bahwa : “...kepercayaan Pemerintah Korea Selatan terhadap produk PT. Dirgantara Indonesia merupakan sinyalemen yang baik untuk meningkatkan hubungan Korea Selatan dengan Indonesia”. Pada saat itu, pemerintah Korea Selatan melakukan pemesanan delapan unit pesawat tipe CN-235 yang dinilai kemampuannya tidak jauh berbeda dengan pesawat F-16 Fightning Falcon buatan Amerika Serikat meskipun disampaikannya bahwa “...proyek ini memakan waktu sampai tujuh tahun.” Namun, kepercayaan atas kualitas produk PT. Dirgantara Indonesia tidak hanya terjadi dengan Korea Selatan saja. Pasca dinyatakan pailit dan mati suri pada tahun 2007, PT. Dirgantara Indonesia memulai kebangkitannya yang ditunjukan dengan berbagai ikatan kerjasama internasional dengan negara-negara timur tengah dan Eropa. Sebagaimana yang kembali disampaikan oleh Sjafrie Sjamsoedin bahwa “...produk PT. Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 6 Dirgantara tidak kalah dengan produk pesawat terbang dari negara lain yang sejenis. PT. Dirgantara telah memenuhi syarat sebagai perusahaan internasional. Tolak ukurnya kualitas, delivery dan rights.” Berikut persentase biaya kualitas yang dikeluarkan PT. Dirgantara Indonesia untuk mencapai standar kualitasnya selama periode tahun 2007 sampai dengan 2011 dibandingkan dengan total penjualannya. Tabel 1.1 Persentase Perbandingan Biaya Kualitas dan Penjualan PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Periode Tahun 2007-2011 Keterangan 2007 2008 2009 2010 2011 Desain dan Operasi Sistem Kualitas 3,152% 3,155% 3,566% 0,039% 2,153% Pelatihan Kualitas Bagi Karyawan 0,237% 0,265% 0,473% 0,038% 0,190% Inspeksi dan Pengujian Produk 0,002% 0,002% 0,001% 0,019% 0,298% Kerugian Denda Kontrak 0,055% 0,478% 0,034% 0,020% 0,016% - - - - - 3,446% 3,899% 4,074% 0,115% 2,658% Beban Penghapusan Dead Stock Jumlah Perbandingan Biaya Kualitas dengan Total Penjualan (Sumber : Realisasi Biaya/Pendapatan Lainnya Divisi Pengembangan Produk PT. DI, data diolah kembali) Tabel diatas menunjukan persentase pengeluaran biaya yang termasuk ke dalam biaya kualitas. Biaya-biaya diatas terdiri dari empat komponen biaya kualitas, yaitu biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal. Rata-rata biaya terbesar dikeluarkan pada kegiatan desain dan operasi sistem kualitas sebagai kegiatan awal dari penentuan kualitas produk, dengan nilai rata-rata dari tahun 2007-2011 sebesar 2,413%. Biaya kualitas yang dikeluarkan perusahaan berasal dari Divisi Pengembangan Produk PT. Dirgantara Indonesia dengan tugas untuk senantiasa menjaga Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 7 dan mengembangkan kualitas produk perusahaan. Desain dan operasi sistem kualitas dilakukan sebagai langkah awal penentuan kualitas yang berkaitan dengan perencanaan dan sistem pengembangan kualitas produk. Pelatihan dilakukan untuk memperkaya ilmu dan disiplin bagi karyawan yang bersangkutan, sedangkan inspeksi dan pengujian produk merupakan suatu prosedur yang harus dilakukan perusahaan selama proses produksi berlangsung agar produk yang gagal atau rusak tidak sampai ke tangan konsumen/pelanggan. Jika dilihat secara keseluruhan, maka pengeluaran biaya kualitas PT. Dirgantara Indonesia berada di kisaran kurang lebih antara 0%–4,5% dari total penjualannya dan pengaruhnya terhadap laba kotor selanjutnya akan diuji dalam penelitian ini. Lain halnya dengan PT. PINDAD, meskipun sama-sama mengalami keadaan ekonomi yang sulit pasca krisis moneter 1998, PT. PINDAD tetap mampu bertahan dalam keterpurukannya dengan berinovasi dalam pembuatan produk-produk komersial seperti generator, peralatan kapal laut, alat cor dan tempa, serta masih banyak produk lainnya. Namun, produk-produk komersial tersebut hanya dijadikan sebagai pendapatan sampingan, karena tujuan utama didirikannya PT. PINDAD ialah untuk memproduksi, mengembangkan, dan memenuhi ketersediaan alutista dan alat kemiliteran pemerintah Indonesia. Seperti yang ditunjukan pada Gambar 1.1 yang menunjukan persentase total produksi dan penjualan PT. PINDAD mencapai 74% Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 8 dilakukan pada produk-produk militer, sedangkan sisanya sebesar 26% pada produk-produk komersial. (Sumber : Disunting dari website PT. PINDAD) Gambar 1.1 Persentase Produk Militer dan Komersial PT. PINDAD Hal tersebut dibuktikan dengan mayoritas pendapatan PT. PINDAD berasal dari belanja alutsista Departemen Pertahanan untuk keperluan TNI yang mencapai Rp. 700 miliar pada tahun 2010. Di antaranya berasal dari penjualan panser Rp. 400 miliar, amunisi Rp. 200 miliar, dan senjata sekitar Rp 50 miliar. Pada triwulan ketiga di tahun 2012, PT. PINDAD sempat dihadang isu “senjata error” yang memperbincangkan kualitas senjata PT. PINDAD oleh berbagai kalangan di Timor Leste. Namun, hal tersebut hanya sebagian kecil permasalahan yang dihadapi PT. PINDAD. Faktanya kualitas senjata PT. PINDAD tetap memiliki standar kualitas yang dipercaya oleh berbagai negara-negara asing. Hal tersebut dibuktikan dengan pernyataan Adik Sudarsono (19/11) selaku Direktur Utama PT. PINDAD yang mengatakan bahwa “...untuk kawasan ASEAN dan Asia Timur, senjata organik dan amunisi asal Indonesia terkenal murah dengan Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 9 kualitas standar NATO yang memadai, karena itu permintaan rutin sudah berjalan belasan tahun”. Pernyataan tersebut pada akhirnya menyiratkan bahwa standar kualitas PT. PINDAD sudah mampu bersaing di pasar internasional. Berikut persentase biaya yang dikeluarkan PT. PINDAD untuk mencapai standar kualitasnya selama periode tahun 2007 sampai dengan 2011. Tabel 1.2 Persentase Perbandingan Biaya Kualitas dan Penjualan PT. PINDAD (Persero) Periode Tahun 2007-2011 Keterangan 2007 2008 2009 2010 2011 Desain dan Operasi Sistem Kualitas 1,926% 1,588% 1,159% 0,928% 1,374% Pelatihan Kualitas Bagi Karyawan 0,848% 0,731% 0,634% 0,479% 0,782% Inspeksi dan Pengujian Produk 0,084% 0,104% 0,059% 0,041% 0,150% Kerugian Denda Kontrak 0,027% 0,052% 0,048% 0,034% 0,073% Beban Penghapusan Dead Stock Jumlah Perbandingan Biaya Kualitas dengan Total Penjualan - - - - - 2,885% 2,475% 1,810% 1,482% 2,380% (Sumber : Laporan Biaya Produksi PT. PINDAD, data diolah kembali) Dari tabel 1.2 di atas menunjukan bahwa rata-rata pengeluaran biaya kualitas selama periode tahun 2007-2011 terletak pada kisaran 1%3% terhadap total penjualan perusahaan. Dimana biaya kelitas tersebut dikeluarkan perusahaan dengan tujuan memperbaiki kualitas dan meningkatkan penjualan. Sementara itu, PT. LEN Industri baru bertransformasi menjadi industri manufaktur pada tahun 2008, setelah sebelumnya pada tahun 2006 mengambil alih 75% saham PT. Eltran Indonesia dari koperasi karyawan Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 10 dan pensiunan PT. LEN Industri. Selanjutnya pada tahun 2009, PT. LEN Industri mengakuisisi PT. Surya Energi Indotama dan PT. Interlokindo Utama agar dapat mengambil alih peran PT. LEN Industri sebagai kontraktor utama di bidang renewable energy dan kontraktor persinyalan. Sedangkan di sisi internal pada tahun 2009 dibentuk Divisi Pengembangan untuk memperkuat inovasi produk unggulan PT. LEN Industri. Pada tahun 2009 dengan jumlah karyawan hanya 383 orang, PT. LEN Industri telah membukukan pendapatan tertinggi sepanjang sejarah perusahaan. PT. LEN Industri berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp. 893,64 Milyar atau 146,07% dari target atau 178,3% dari tahun sebelumnya (2008). Dengan laba bersih Rp. 15.96 Milyar yang meningkat 134.8% dari laba bersih tahun 2008 sebesar Rp. 11,84 Milyar. Selain itu pada tahun 2009 pun, PT. LEN Industri telah berhasil memperoleh kontrak baru konsolidasi sebesar Rp. 766,6 milyar atau meningkat 23,86% jika dibandingkan tahun 2008. Keberhasilan tersebut tidak serta merta terjadi begitu saja, usaha PT. LEN Industri dalam membangun kepercayaan masyarakat untuk menjadikan PT. LEN Industri sebagai kliennya dimulai dengan membangun komitmen untuk senantiasa menyediakan produk yang memuaskan dan menyenangkan konsumen/pelanggan. Hal ini dibuktikan dengan manajemen kualitas (mutu) yang mengacu pada standar ISO 9001. Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 11 Berikut persentase biaya yang dikeluarkan PT. LEN Industri untuk mencapai standar kualitasnya selama periode tahun 2007 sampai dengan 2011. Tabel 1.3 Persentase Perbandingan Biaya Kualitas dan Penjualan PT. LEN Industri (Persero) Periode Tahun 2007-2011 Keterangan 2007 2008 2009 2010 2011 Desain dan Operasi Sistem Kualitas 2,282% 3,028% 2,408% 0,707% 0,972% Pelatihan Kualitas Bagi Karyawan 1,705% 0,201% 0,128% 0,241% 0,169% Inspeksi dan Pengujian Produk 0,050% 0,031% 0,043% 0,053% 0,030% Kerugian Denda Kontrak 0,125% 0,073% 0,098% 0,025% 0,092% Beban Penghapusan Dead Stock Jumlah Perbandingan Biaya Kualitas dengan Total Penjualan 0,331% 0,515% 4,492% 3,847% - - - 2,677% 1,024% 1,263% (Sumber : Catatan Atas Laporan Keuangan PT. LEN Industri, data diolah kembali) Dari tabel 1.3 diatas menunjukan sekitar 80% biaya kualitasnya dikeluarkan perusahaan untuk kegiatan desain dan operasi sistem kualitas, pelatihan, serta inspeksi dan pengujian produk. Sedangkan sisanya sekitar 20% dikeluarkan untuk mengatasi hal-hal yang berkaitan dengan dihasilkannya produk dengan kualitas rendah. Hal tersebut bisa saja diakibatkan oleh keluhan dari konsumen/pelanggan atas produk yang diterima. Untuk itu, biaya kualitas dikeluarkan perusahaan untuk mengurangi resiko-resiko seperti itu. Ketiga BUMN Industri Strategis diatas merupakan perusahaanperusahaan manufaktur besar yang ada di Indonesia. Persaingan terbesar yang dihadapi perusahaan bukan berasal dari dalam negeri, melainkan persaingan antar negara dari berbagai belahan dunia. Kekuatan perusahaan Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 12 untuk tetap bertahan baik dari segi inovasi, kualitas, harga, dan faktorfaktor lainnya ialah tantangan yang mau tidak mau dihadapi perusahaan dengan dasar tujuan utamanya ialah untuk memperoleh laba. Dimana dalam kegiatan operasinya perusahaan terkadang mengalami peningkatan dan penurunan dalam laba, termasuk laba kotor setiap tahunnya. Dari perolehan laba kotor itu-lah perusahaan dapat memperkirakan, apakah mengalami keuntungan atau kerugian. Penelitian mengenai biaya kualitas sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya Mathius Tandiontong, dkk. (2010) dengan jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Profabilitas Perusahaan” yang dilakukan pada salah satu perusahaan di industri jasa perhotelan dan menunjukan bahwa biaya kualitas berpengaruh secara signifikan terhadap biaya kualitas yang diukur dengan hasil uji regresi sederhana. Peneliti kedua oleh Rilla Gantino & Erwin dengan jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Penjualan” yang dilakukan pada salah satu industri obat-obatan. Dari hasil uji regresi berganda, biaya pencegahan (pervention cost), biaya penilaian (appraisal cost), biaya kegagalan eksternal (eksternal failure cost), dan biaya kegagalan internal (internal failure cost) yang merupakan komponen dari biaya kualitas berpengaruh positif terhadap penjualan, sedangkan dari hasil uji koefisien determinasi (Kd) menunjukkan biaya kualitas memiliki kontribusi Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 13 terhadap penjualan sebesar 95%, sedangkan sisanya sebesar 5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain selain biaya kualitas. Selanjutnya, penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mia Khoiru Nissa (2011) dengan judul yang sama. Penelitian ini dilakukan pada Divisi Cor PT. PINDAD dengan hasil uji regresi sederhana bahwa biaya kualitas berpengaruh positif terhadap penjualan, dan penjualan berpengaruh positif terhadap laba kotor. Dari penelitian-penelitian terdahulu, maka penulis tertarik melakukan penelitian yang berkaitan dengan biaya kualitas dan laba kotor di nilai dari besarnya nilai penjualan perusahaan. Untuk menghindari terjadinya duplikasi, maka penelitian dilaksanakan pada tiga BUMN Industri Strategis dengan alat uji yang berbeda. Judul yang diambil ialah “Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor dengan Penjualan sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis)”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas, penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran tentang biaya kualitas, penjualan dan laba kotor pada Tiga BUMN Industri Strategis periode tahun 2007-2011? 2. Bagaimana pengaruh biaya kualitas terhadap penjualan dan pada Tiga BUMN Industri Strategis periode tahun 2007-2011? Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 14 3. Bagaimana pengaruh penjualan terhadap laba kotor pada Tiga BUMN Industri Strategis periode tahun 2007-2011? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk menelaah data laporan keuangan yang berkaitan dengan biaya kualitas, penjualan, dan laba kotor pada Tiga BUMN Industri Strategis, yaitu PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD, dan PT. LEN Industri periode tahun 2007-2011, serta untuk mengetahui apakah biaya kualitas berpengaruh terhadap laba kotor dengan penjualan sebagai variabel intervening. 1.3.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui gambaran tentang biaya kualitas, penjualan dan laba kotor pada Tiga BUMN Industri Strategis periode tahun 20072011. b. Untuk mengetahui pengaruh biaya kualitas terhadap penjualan pada Tiga BUMN Industri Strategis periode tahun 2007-2011. c. Untuk mengetahui pengaruh penjualan terhadap laba kotor pada Tiga BUMN Industri Strategis periode tahun 2007-2011. Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 15 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian tidak terlepas dari tujuan yang ingin dicapai. Dengan terarahnya penelitian melalui target dari tujuan yang telah digariskan, maka akan didapat beberapa nilai guna. Adapun kegunaan penelitian dalam usulan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Teoritis Diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi lebih banyak dan menambah wawasan penulis tentang teori biaya kualitas, penjualan, dan laba kotor, serta sejauh mana biaya kualitas mempengaruhi penjualan dan laba kotor, dan memberikan sumbangan ilmu terhadap ilmu akuntansi khususnya akuntansi biaya. 2) Praktis Bagi perusahaan, diharapkan dapat menambah ilmu atau informasi untuk meningkatan laba perusahaan. Serta dapat memberi masukan dan pertimbangan bagi perusahaan dalam menentukan kebijakan dan memberikan pandangan yang bermanfaat bagi perkembangan perusahaan. 3) Bagi Pihak Lain Sebagai bahan masukan dan perbandingan untuk pemecahan masalah yang terkait dengan biaya kualitas, penjualan dan laba kotor. Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu