4 BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Pengaturan Keseimbangan Glukosa Darah Konsentrasi glukosa darah yang normal sebesar 70-110 mg/dl. Jika terjadi penyimpangan dari kadar glukosa di dalam darah disebabkan karena adanya perubahan oksidasi glukosa yang dapat naik beberapa kali pada saat melakukan kerja dan akan diatur kembali dengan cepat melalui pengaturan hormon, selain itu bisa disebabkan karena mengkonsumsi makanan secara berlebihan yang mengandung karbohidrat dan akibat nya dengan kadar karbohidrat yang tinggi bisa menyebabkan kenaikan sementara kadar glukosa di dalam darah. Khususnya insulin yang bekerja menurunkan kadar glukosa di dalam darah (Mutschler, 1991:340). Insulin memiliki peranan penting dalam penyimpanan zat yang mempunyai kelebihan energi di dalam tubuh. Dalam keadaan karbohidrat yang tinggi, insulin akan menyimpan karbohidrat sebagai glikogen terutama di dalam hati dan otot. Kelebihan karbohidrat yang tidak dapat disimpan sebagai glikogen akan diubah menjadi lemak karena adanya rangsangan dari insulin dan disimpan dijaringan adiposa. Selain karbohidrat yang tinggi, insulin juga memiliki pengaruh terhadap kelebihan protein, yaitu secara langsung insulin memiliki efek dalam memicu pengambilan asam amino oleh sel dan pengubahan asam amino ini akan menjadi protein dan dapat menghambat pemecahan dari protein yang sudah terdapat di dalam sel (Guyton dan Hall, 1997:1222). Hormon lain yang dapat repository.unisba.ac.id 5 meningkatkan sekresi insulin atau yang dapat memperkuat rangsangan glukosa terhadap sekresi insulin yaitu glukagon, hormon pertumbuhan, kortisol dan yang paling lemah adalah progesteron dan estrogen (Guyton dan Hall, 1997:1230). Hormon pertumbuhan akan menurunkan pembentukan glukosa baru demi pembentukan protein tetapi menghambat oksidasi glukosa. Ketika kadar glukosa di dalam darah meningkat, maka pembebasan insulin akan semakin banyak, dan mempengaruhi glukagon, adrenalin serta kortisol, dimana kortisol dapat meningkatkan kadar glukosa di dalam darah melalui proses glukoneogenesis protein dan menghambat oksidasi glukosa (Mutschler, 1991:340). Glukagon merupakan hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau langerhans sewaktu kadar glukosa di dalam darah turun. Dimana fungsinya saling bertentangan dengan insulin (Guyton dan Hall, 1997:1231). Jadi apabila konsentrasi glukosa di dalam darah meningkat, keadaan ini merupakan stimulus bagi sel-sel beta pulau Langerhans untuk mensekresikan hormon insulin. Peranan hormon insulin yaitu untuk memacu pengambilan glukosa ke hati dan memacu sel-sel hati untuk mengubah glukosa menjadi glikogen sehingga kadar glukosa darah turun, sebaliknya jika kadar glukosa darah naik, maka sel-sel alfa pulau langerhans akan mensekresi hormon glukagon yang memacu perombakan glikogen dihati menjadi glukosa sehingga glukosa di dalam darah akan meningkat (Santoso, 2007:226). Selain insulin dan glukagon merupakan hormon yang dapat mempengaruhi kadar glukosa darah ada juga epinefrin yang fungsi nya sama dengan glukagon repository.unisba.ac.id 6 dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Dimana epinefrin merupakan hormon yang disekresi oleh medulla adrenal sebagai respon terhadap kadar glukosa darah rendah atau dalam keadaan hipoglikemia berat. Peranan epinefrin dalam tubuh sebagai respon terhadap strees baik positif maupun negatif. Di otot, epinefrin akan mengaktifasi adenilat siklase yang menyebabkan peningkatan glikogenolisis dan menghambat sintesis glikogen. Dijaringan adiposa, epinefrin meningkatkan penguraian trialsilgliserol menghasilkan bahan bakar untuk jaringan otot. Akibatnya, pengambilan glukosa ke dalam otot berkurang dan menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah. Epinefrin terbentuk ketika seseorang sedang mengalami strees kemudian merangsang sel saraf, dimana sel saraf tersebut akan mensekresikan neurotransmitter asetilkolin didalam medulla adrenal sehingga dapat merangsang pembebasan epinefrin. Jadi, epinefrin membantu untuk melindungi agar tidak timbul hipoglikemia yang berat (Santoso, 2007:227). 1.2. Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus merupakan suatu gangguan kronis yang menyangkut metabolisme glukosa di dalam tubuh, akibat dari kekurangan insulin sehingga menyebabkan hiperglikemia (Soegondo, dkk., 2007:8). Kekurangan insulin disebabkan karena pankreas tidak berfungsi lagi untuk mensekresikan insulin dan produksi insulin tidak sesuai dengan kebutuhan (Mutschler, 1991:341). 1.2.1 Patofisiologi diabetes mellitus Tubuh mempunyai sistem yang dapat mengatur dan menyeimbangkan zat- zat yang mengalir didalamnya. Demikian pula dengan jumlah glukosa didalam repository.unisba.ac.id 7 tubuh yang biasanya sangat terkontrol. Manusia mendapatkan glukosa dari makanan yang manis, karbohidrat dan jenis makanan yang lain. Glukosa di dalam tubuh akan mengalami proses metabolisme agar dapat dimanfaatkan oleh sel-sel yang membutuhkan nya. Dimana jika terjadi gangguan pada metabolisme karbohidrat maka dapat, mengidentifikasi adanya suatu penyakit yaitu diabetes mellitus (DM) (Guyton dan Hall, 1997:1235). Diabetes mellitus bisa terjadi karena adanya gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, dimana ini sangat berpengaruh terhadap produksi insulin didalam tubuh (Mutschler, 1991:342). Jika terjadi defisiensi insulin, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga kadar glukosa di dalam darah akan meningkat atau hiperglikemia (300-1200 mg/dl) (Guyton dan Hall, 1997:1235). Dan tidak bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan energi. Glukosa yang menumpuk di dalam tubuh akan dikeluarkan melalui urin sehingga terjadi glikosuria, hal ini disebabkan karena jumlah glukosa yang memasuki tubulus ginjal dalam proses filtrasi glomerulus meningkat dari kadar yang normal, Akibatnya glukosa tidak dapat direabsorbsi sehingga kadar glukosa di dalam darah lebih dari 180 mg/dl sedangkan bila kadar glukosa darah 300-500 mg/dl artinya orang tersebut sudah menderita diabetes yang sangat parah karena sebelumnya tidak diobati, sehingga dalam pelepasan urin setiap harinya akan mengandung glukosa sebanyak 100g atau lebih (Guyton dan Hall, 1997:1235). Karena glukosa tidak dapat dimanfaatkan sebagai penghasil energi maka membuat suatu alternatif dengan cara membakar lemak dan protein. Akibatnya terjadi metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolesterol repository.unisba.ac.id 8 pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan timbul nya gejala arterosklerosis, selain itu karena berkurang kebutuhan protein di dalam jaringan tubuh (Guyton dan Hall, 1997:1235). Peningkatan pemecahan asam lemak akan menghasilkan badan keton. Jika badan keton meningkat didalam darah (ketosis) akan mengakibatkan penurunan pH darah, sehingga terjadi asidosis. Dampak lebih jauh nya, dapat mengakibatkan berbagai komplikasi diabetes mellitus seperti kelainan pada pembuluh darah yaitu mikrongiopati (pembuluh darah kecil) dapat menimbulkan berbagai perubahan pada pembuluh darah seperti gangguan pada ginjal (nefropati diabetik), mata (retinopati) bahkan bisa menimbulkan kebutaaan (Robbins, 2007:725-726). Dan makrongiopati (pembuluh darah besar) dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah jantung yang menyebabkan penyakit jantung koroner, penyempitan pada pembuluh darah tungkai bawah dapat menyebabkan ulkus dan gangren dikaki sedangkan pembuluh darah diotak menyebabkan penyakit cerebrovaskuler yang mengakibatkan stroke (Soegondo, dkk., 2007 : 165). Diabetes mellitus dapat dikenali dengan beberapa gejala seperti poliuria (pengeluaran urin secara berlebihan), polifagia (makan secara berlebihan), polidipsia (minum secara berlebihan), berkurangnya berat badan dan astenia (berkurang nya energi) yang merupakan gejala awal bagi penderita diabetes. Dimana gejala poliuria disebabkan karena efek diuresis osmotik dari glukosa dalam tubulus ginjal, polidipsia terjadi dalam keadaan dehidrasi akibat gejala dari poliuria. Gagalnya metabolisme glukosa dan protein bisa menyebabkan berkurang berat badan dan gejala astenia disebabkan karena kurangnya dalam repository.unisba.ac.id 9 mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat yang nantinya akan diubah menjadi energi (Guyton dan Hall, 1997:1235). 1.2.2 Klasifikasi diabetes Klasifikasi dari jenis-jenis diabetes sangat penting untuk penentuan pengobatan. Diabetes dibagi menjadi 3 tipe yaitu ada diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2 dan diabetes gestasional (Tjay dan Raharja, 2007:741). a. Diabetes Mellitus Tipe 1 Pada tipe ini terdapat kerusakan pada sel β pankreas sehingga tidak memproduksi insulin, akibatnya sel-sel tidak bisa menyerap glukosa dari darah Sehingga menyebabkan kadar glukosa darah meningkat diatas 10 mmol/l yakni nilai ambang ginjal, dan glukosa yang berlebihan akan dikeluarkan lewat urin bersamaan dengan banyak nya air. Dibawah kadar tersebut glukosa ditahan oleh tubuli ginjal. Tipe 1 biasanya terjadi pada orang dibawah usia 30 tahun dan paling sering dimulai pada usia 10 – 13 tahun. Karena penderita senantiasa membutuhkan insullin, maka tipe 1 disebut (IDDM) Insulin Dependent Diabetes Melitus (Tjay dan Raharja, 2007:741). Dimana onset diabetes mellitus tipe 1 bersifat mendadak, pada kenyataan nya penyakit ini terjadi akibat adanya serangan dari autoimun kronis terhadap sel beta yang biasanya berlangsung bertahun-tahun sebelum onset klinis penyakit. Dan disebabkan oleh suatu infeksi virus yang menimbulkan reaksi auto-imun berlebih untuk menanggulangi virus, akibatnya sel-sel pertahanan tubuh tidak hanya membasmi virus, melainkan juga turut merusak atau memusnahkan sel-sel langerhans (Robbins, 2007:722). repository.unisba.ac.id 10 b. Diabetes Mellitus Tipe 2 Biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun dan lebih banyak di derita pada orang gemuk, kemudian dalam pola kehidupan nya terlalu banyak mengkonsumsi makanan, kurang bergerak sehingga menyebabkan resiko terkena diabetes tipe 2 lebih tinggi. Menurut perkiraan 5-10 % dari orang diatas usia 60 tahun mengidap diabetes tipe 2. Penyebab nya akibat proses penuaan, banyak penderita diabetes ini mengalami penyusutan sel-sel beta yang progesif serta penumpukan amiloid disekitarnya. Sel – sel beta yang tersisa umumnya aktif tetapi sekresi insulin nya berkurang. Selain itu kepekaan reseptornya menurun (Tjay dan Raharja, 2007:742). c. Diabetes gestasional Diabetes gestasional merupakan kadar glukosa darah yang ditemukan ketika seorang wanita sedang dalam keadaan hamil. Banyak wanita yang mengalami diabetes kehamilan kembali normal saat postpartum (setelah kelahiran), tetapi pada beberapa wanita tidak demikian. Seorang wanita hamil membutuhkan lebih banyak insulin untuk mempertahankan metabolisme karbohidrat yang normal. Jika tidak mampu menghasilkan lebih banyak insulin, wanita hamil tersebut dapat mengalami diabetes yang mengakibatkan perubahan pada metabolisme glukosa (karbohidrat) dan metabolisme zat lain. Kadar glukosa dalam darah pada wanita hamil berpengaruh pada kondisi janin dalam kandungan nya. Hal ini disebabkan glukosa melintasi plasenta dengan mudah. Plasenta merupakan saluran yang mengalirkan zat-zat makanan dari ibu kepada janin melalui aliran darah. Dan selama kehamilan, plasenta serta hormon plasenta akan repository.unisba.ac.id 11 menimbulkan resistensi insulin yang paling terlihat pada minggu ke tiga ibu tersebut hamil, sehingga sangat beresiko tinggi dan harus dilakukan pemeriksaan yang intensif dan biasanya pemeriksaan dapat ditangguhkan pada wanita yang beresiko rendah dari minggu ke 24 sampai minggu ke 28 gestasi (Katzung, 2010:705). Selain itu ada tipe diabetes lain yang biasanya disebabkan oleh kelainan genetik spesifik (kerusakan genetik sel β pankreas dan kerja insulin), penyakit pada pankreas, endokrinopati, obat-obatan, bahan kimia, infeksi (Soegondo, dkk., 2007:12). 1.3. Terapi Diabetes Mellitus Diabetes mellitus merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol untuk mengendalikan penyakit DM dengan cara pengelolaan non farmakologis berupa perencanaan makanan dan kegiatan jasmani, dimana dalam perencanaan makanan standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang sesuai dengan kecukupan gizi yang baik. Kemudian latihan jasmani dianjurkan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit, misalnya olah raga ringan dengan berjalan kaki biasa selama 30 menit dan olah raga sedang dengan berjalan cepat selama 20 menit. Jika belum tercapai maka dilanjutkan dengan pengelolaan secara farmakologis yaitu dengan menggunakan pemberian obat hipoglikemik (Soegondo, dkk., 2007:34-36). repository.unisba.ac.id 12 1.3.1. Obat diabetes mellitus tipe 1 Diabetes tipe 1 ditandai dengan kerusakan pada sel β pankreas, sehingga pemberian insulin sangat penting pada pasien dengan diabetes tipe 1 ( Katzung, 2010:704). Insulin merupakan hormon yang penting untuk kehidupan. Hormon ini mempengaruhi baik metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein dan lemak. Dimana fungsi insulin yaitu menaikkan pengambilan glukosa kedalam selsel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa (Mutschler, 1991:345). Indikasi pemberian insulin merupakan keharusan pada pasien diabetes tipe 1 tetapi insulin juga dibutuhkan pada diabetes tipe 2, untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk pasien yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi sulfonilurea dan metformin, langkah berikutnya yang mungkin adalah pemberian insulin. Disamping pemberian insulin secara konvesional 3 kali sehari dengan memakai insulin kerja cepat, insulin dapat pula diberikan dengan dosis terbagi, insulin kerja menengah dua kali sehari dan kemudian diberikan campuran insulin kerja cepat dimana perlu sesuai dengan respon kadar glukosa darahnya. Kombinasi insulin kerja sedang yang diberikan malam hari sebelum tidur dengan sulfonilurea tampaknya memberikan hasil yang lebih baik daripada dengan insulin saja, baik satu kali ataupun dengan insulin campuran. Keuntungan nya pasien tidak harus dirawat dan kepatuhan pasien tentu repository.unisba.ac.id 13 lebih besar (Soegondo, dkk., 2007:40-41). Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia (PERKENI, 2011:25). 1.3.2. Obat diabetes mellitus tipe 2 Untuk tipe ini mungkin tidak memerlukan insulin untuk bertahan hidup, namun 30 % pasien atau lebih akan memperoleh keuntungan dari terapi insulin untuk mengontrol kadar glukosa darah (Katzung, 2007:704). Beberapa obat oral untuk diabetes tipe 2 yaitu : a. Sulfonilurea Mekanisme kerja obat ini membebaskan insulin yang dapat dimobilisasi dari sel β pankreas dan pada saat yang sama memperbaiki tanggapan terhadap rangsang glukosa fisiologis, ini berarti bahwa obat ini hanya berkhasiat jika produksi insulin di dalam tubuh masih bisa bertahan dengan kata lain obat ini tidak berkhasiat jika tidak ada produksi insulin (Mutschler, 1991:349). Hanya bisa digunakan pada pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk mensekresikan insulin, biasanya digunakan untuk diabates tipe 1. Contoh obat nya adalah (tolbutamida, glipizida) dengan waktu penyerapan diusus sekitar 4-5 jam, 6-7 jam (glibenklamid), 10 jam (gliklazida) dan lebih dari 30 jam (klorpropamida) (Tjay dan Raharja, 2007:748). Selain itu dosis yang digunakan dimulai dari yang terendah untuk menghindari kemungkinan hipoglikemia yang berkepanjangan pada berbagai keadaan seperti orang tua, gangguan ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular (PERKENI, 2011:22). repository.unisba.ac.id 14 b. Biguanida Saat ini yang masih digunakan adalah metformin. Fenformin dan buformin tidak digunakan lagi karena memiliki efek samping asidosis laktat. Mekanisme kerja nya dapat meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan dapat menghambat absorpsi glukosa dari usus pada keadaan sesudah makan. Diberikan secara oral dan dapat mencapai kadar puncak dalam darah setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh dengan waktu paruh 2-5 jam (Soegondo, dkk., 2007:39). Selanjutnya pada penderita diabetes yang kadar gulanya tidak cukup diatur dengan sulfonamida dan diet maka diberikan kombinasi dengan metformin dan sulfonilurea dengan dosis 1-3 kali 850 mg/hari (Mutschler, 1991:351). Dimana efek samping nya adalah gangguan pada saluran cerna, lambung, usus dan tidak dapat diberikan pada pasien dalam keadaan koma atau prakoma diabetik, kecenderungan asetonuria, kerusakan ginjal berat atau hati, pankreatitis, tekanan-tekanan khusus (pengaruh infeksi, operasi) dan menurunnya kondisi umum (Mutschler, 1991:351). c. Tiazolidindion Merupakan golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. Golongan obat ini bekerja meningkatkan glukosa disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa dihati (Soegondo, dkk., 2007:40). Tidak bisa digunakan pada pasien yang menderita gagal jantung karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga mengalami gangguan pada hati (PERKENI, 2011:22). repository.unisba.ac.id 15 d. Penghambat glukosidase alfa Obat yang termasuk penghambat glukosidase alfa adalah akarbose (PERKENI, 2011:23). Mekanisme kerja akarbose dengan menghambat enzim glukosidase (maltase, sukrase, glukoamilase) yang perlu dilakukan untuk perombakan dipolisakarida dari makanan menjadi monosakarida. Efek samping akarbose yaitu sering terbentuknya yaitu banyak gas di usus (kentut), selain itu bisa menyebabkan diare bila digunakan bersamaan dengan gula. Dosis yang digunakan 3 dd 50 mg, dikonsumsi sebelum makan dan bila perlu ditingkatkan dosisnya setelah 1-2 minggu sampai maksimal 3 dd 100 mg (Tjay dan Raharja, 2007:754) e. DPP-IV inhibitor Obat yang termasuk golongan DPP-IV inhibitor adalah sitagliptin merupakan salah satu dari golongan DPP-IV inhibitor. Mekanisme kerja nya mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang pelepasan insulin serta menghambat pelepasan glukagon (PERKENI, 2011 : 23-24). Dosis yang biasa digunakan 50 dan 100 mg. Efek samping yang dihasilkan yaitu tidak disarankan untuk digunakan dalam jangka waktu yang lama dan harganya mahal (PERKENI, 2011 : 29). 1.4. Deskripsi Tumbuhan Deskripsi tumbuhan terdiri dari klasifikasi tumbuhan, nama daerah morfologi tumbuhan, kandungan kimia, kegunaan. repository.unisba.ac.id 16 1.4.1. Klasifikasi tumbuhan Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi tanaman daun kentut adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida (dikotil) Sub kelas : Asteridae Ordo : Rubiales Famili : Rubiaceae Genus : Paederia Spesies : Paederia foetida L. Sinonim : Paederia tomentosa Blume, Paederiae chinensis Hance, Paederia scandens (Lour.) Merr. (Cronquist, 1981:xvii; Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1965: 347). 1.4.2. Nama daerah Daun kentut; kahitutan (sunda), kasembukan (jawa), biantos, kasembukan (madura), gum siki (ternate) (Heyne, 1987:1792). repository.unisba.ac.id 17 1.4.3. Morfologi tumbuhan (a) (b) Gambar I.1 Daun kentut Daun kentut memiliki ciri umum berupa tumbuhan tahunan, memiliki batang muda keunguan atau coklat kemerahan, gundul sampai berambut padat, batang tua coklat kekuningan sampai kehijauan. Memiliki bau busuk dan rasanya lama kelamaan akan pahit. Merupakan daun tunggal, berbentuk bundar telur sampai lonjong atau lanset, pangkal daun berbentuk jantung, ujung daun lancip, pinggir daun rata. Helaian daun panjang 3 sampai 12,5 cm, lebar 2 cm sampai 7 cm. Permukaan atas berwarna coklat kehitaman, permukaan bawah berwarna kelabu kecoklatan, permukaan atas berambut rapat atau jarang, permukaan bawah terasa lebih halus dan jelas berambut. Tulang daun menyirip, tulang daun pada permukaan bawah lebih menonjol dari pada permukaan atas. Panjang tangkal daun 1 cm sampai 5 cm (Depkes RI, 1989 : 377). Daun kentut diperbanyak dengan cara disetek, pemeliharaan nya cukup mudah membutuhkan cukup air untuk menyiram atau menjaga kelembapan tanah dan berada ditempat yang sedikit terlindung cahaya matahari (Afifah, dkk., 2005:61). repository.unisba.ac.id 18 1.4.4. Kandungan kimia Kandungan kimia dari daun kentut meliputi daun dan batangnya mengandung asperulosida, deasetilasperulosida, 6b-O-sinapoyl scandoside methyl ester, three dimeric iridoid glucosides, paederosida, metil ester asam paederosida, gama-sitosteron, arbutin, asam oleanolik, dan minyak atsiri. Jika diambil ekstrak etanol dari daun kentut salah satunya mengandung iridoid glikosida, berfungsi sebagai hipoglikemik (El-Moaty, 2010:104). Iridoid merupakan hasil metabolik ke dua yang diproduksi oleh tumbuhan sebagai suatu respon terhadap daya tahan atas infeksi dan agresi atau ancaman lainya, dimana iridoid biasanya ditemukan pada binatang terutama semut. Yang merupakan senyawa monoterpen terikat dengan gula sebagai glikosida (Harbone, 1987:136). 1.4.5. Kegunaan Kegunaan dari daun kentut sangat beragam diantaranya berkhasiat sebagai antirematik, penghilang rasa sakit (analgesik), peluruh kentut (karminatif), anti radang (Utami, 2008:64). Berdasarkan penelitian yang sudah ada bahwa ekstrak etanol daun kentut memiliki berbagai macam khasiat salah satunya hipoglikemik (penurunan kadar glukosa di dalam darah), diduga kandungan zat aktif yang dapat menurunkan nya adalah iridoid glikosida, kalau dibandingkan dengan tumbuhan yang lain seperti daun kaca piring memiliki kandungan yang sama yaitu iridoid glikosida, dimana daun tersebut sudah diteliti, yang menunjukan bahwa senyawa deacetylasp erulosidic acid methyl ester terbukti mampu menurunkan kadar glukosa darah repository.unisba.ac.id 19 pada mencit normal (Noffritasari, 2006:12). Di negara Cina telah diteliti bahwa daun kentut (Paederia foetida L.) dapat menurunkan kadar glukosa darah sebanyak 6,7% dengan dosis 2,6 dan 1,3 g/kg BB tikus yang diinduksi streptozotocin secara intravena (Feng, dkk., 2008). 1.5. Metode Ekstraksi Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, ekstrak merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan cara mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000:6). Proses untuk mendapatkan suau ekstrak adalah dengan cara ekstraksi. Ekstraksi merupakan peristiwa memindahkan zat aktif yang semula berada di dalam sel ditarik oleh larutan penyari sehingga zat aktif larut dalam cairan penyari. Cairan pelarut dalam pembuatan ekstrak adalah pelarut yang optimal untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa tersebut terpisah dari bahan, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan. Metode ekstraksi terdiri dari dua jenis yaitu ekstraksi cara panas (refluks, soxhlet, digesti, infus dan dekok) dan ekstraksi cara dingin (maserasi dan perkolasi) (Depkes RI, 2000:31). Salah satu metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Cara nya simplisia yang akan diekstraksi repository.unisba.ac.id 20 ditempatkan di dalam suatu wadah atau bejana yang bermulut lebar bersama pelarut yang telah ditetapkan, bejana ditutup rapat kemudian dikocok berulangulang sehingga memungkinkan pelarut masuk keseluruh permukaan simplisia. Pelarut yang digunakan dapat berupa air, air-etanol, etanol dan pelarut lain (Depkes RI, 2000:10-11). 1.6. Metode Yang Terkait Dengan Penelitian Metode yang terkait dengan penelitian ada dua yaitu (TTGO) Tes Toleransi Glukosa Oral dan Aloksan. 1.6.1. (TTGO) Tes Toleransi Glukosa Oral TTGO diperoleh dengan pengujian gula darah 2 jam pascaprandial biasanya dilakukan untuk mengukur respons klien terhadap asupan tinggi karbohidrat 2 jam setelah makan (sarapan pagi atau malam). Uji ini dilakukan untuk pematauan terhadap diabetes, normalnya dianjurkan jika kadar gula darah puasa normal nya tinggi atau sedikit meningkat. Glukosa serum < 140 mg/dl atau kadar glukosa darah ≥ 120 mg/dl merupakan kadar yang abnormal, sehingga diperlukan penelitian lanjutan (Kee, 2007:216). Menurut WHO 1994, glukosa pada orang dewasa diberikan 75 g dan 1,75 g/kg BB anak-anak, dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit repository.unisba.ac.id 21 TTGO 2 jam pasca pembebanan Kadar glukosa darah ≥ 200mg/dl 140-199mg/dl < 140mg/dl TGT Normal DM Gambar I.2 Tes toleransi glukosa oral ( Petunjuk praktis pengelolaan DM tipe 2, PERKENI, 2002) 1.6.2. Induksi Aloksan Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mengiduksi diabetes pada hewan percobaan. Aloksan dapat diberikan secara intravena, intraperitoneal dan subkutan Dimana prinsip metode ini adalah dengan memberikan suntikan aloksan monohidrat kepada hewan percobaan dengan dosis 120 mg/kg BB (Yuriska, 2009:13-7). Tingginya konsentrasi aloksan tidak akan mempengaruhi pada jaringan yang lain. Aloksan bereaksi dengan merusak substansi esensial di dalam sel beta pankreas sehingga menyebabkan berkurang nya granula – granula pembawa insulin di dalam sel beta pankreas. Dapat meningkatkan pelepasan insulin dan protein dari sel β pankreas tanpa mempengaruhi sekresi glukagon ( Yuriska, 2009:14). repository.unisba.ac.id