BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

advertisement
9 8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Pembelajaran Matematika tentang Bangun Ruang pada Siswa Kelas V
Sekolah Dasar
a. Karakteristik Siswa Kelas V Sekolah Dasar
Karakteristik siswa SD berbeda antara siswa satu dengan siswa
yang lain. Perbedaan karakteristik tersebut dipengaruhi oleh tingkatan usia.
Masa usia siswa sekolah dasar (sekitar 6-12 tahun) merupakan tahapan
perkembangan penting dan bahkan fundamental bagi kesuksesan
perkembangan selanjutnya. Keberhasilan guru dalam proses pembelajaran
salah satunya yaitu guru dapat memahami karakteristik pada diri siswanya
sehingga guru tahu bagaimana dia harus mengajar.
Menurut Bassett, Jacka, dan Logan (Sumantri & Permana, 2001:
11) karakteristik anak usia sekolah dasar secara umum yaitu : (1) mereka
secara alamiah memiliki rasa ingin tahu dan tertarik akan dunia sekitar, (2)
mereka senang bermain dan lebih suka bersenang-senang, (3) mereka suka
mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, suka mengeksplorasi
suatu situasi, dan senang mencoba hal-hal baru, (4) mereka sangat
berambisi untuk berprestasi, (5) mereka belajar secara efektif ketika
mereka merasa puas dengan situasi yang terjadi, (6) mereka belajar dengan
cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif, dan mengajar anak-anak lainnya.
Tahap-tahap perkembangan anak menurut Piaget (Desmita, 2012:
46-47), sebagai berikut: (1) tahap sensorimotor (0-2 tahun), tahap ini
anak membangun pemahaman tentang dunia melalui pengalaman sensor
dengan tindakan fisik, (2) tahap preoperational (2-7 tahun), tahap ini
anak-anak merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar, (3)
tahap concrete operational ( 7-11 tahun), pada saat ini anak dapat berpikir
secara logis mengenai peristiwa konkret dan mengklasifikasikan benda8
9
benda ke dalam bentuk yang berbeda, (4) formal operational (11-15
tahun), pada tahap ini anak dapat berpikir abstrak dan logis. Pemikiran
lebih idealistik.
Berdasarkan
uraian
di
atas
dapat
disimpulkan
bahwa
perkembangan karakteristik anak pada siswa kelas V SD berada pada usia
7-11 tahun termasuk ke dalam tahap concrete operational (operasional
konkret). Karakteristik pada tahap ini anak sudah dapat berpikir secara
logis dan dapat mengklasifikasikan benda ke dalam bentuk yang berbeda,
anak-anak bersifat kritis dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi,
mereka juga suka bermain-main serta mempunyai rasa ingin tahu yang
tinggi. Penerapan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
dengan media konkret sesuai dengan karakteristik pada siswa kelas V SD
yang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, suka dengan keadaan yang
menyenangkan dan sudah mempunyai kemampuan untuk berpikir logis
yang masih terikat dengan objek yang bersifat konkret.
b. Hakikat Belajar dan Pembelajaran
1) Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan
tujuan untuk mendapatkan pengetahuan, meningkatkan ketrampilan,
memperbaiki suatu perilaku, sikap, dan memperkuat kepribadian. Belajar
dikatakan berhasil jika seseorang mampu mengulangi kembali materi
pembelajaran yang telah dipelajarinya.
Pengertian belajar menurut Garret (Sagala, 2003: 13) adalah,
“Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung dalam waktu yang
lama melalui proses latihan maupun pengalaman yang membawa kepada
perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang
tertentu”.
Adapun menurut Hamalik (Susanto, 2013: 4) menyatakan bahwa
“Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang yang
mencangkup perubahan dalam kebiasaan (habit), sikap (afektif), dan
10
ketrampilan (psikomotorik) yang terbentuk melalui interaksi dengan
lingkungannya”.
Pengertian lain mengenai belajar juga dikemukakan oleh Marquis
dan Hilgard (Suyono & Haryanto, 2011: 12) menyatakan bahwa “Belajar
adalah proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui
latihan, pembelajaran, dan lain-lain sehingga terjadi perubahan”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah aktivitas
atau proses mencari ilmu yang berlangsung dalam waktu yang lama
melalui latihan, pembelajaran, pengalaman, dan interaksi dengan
lingkungan sehingga terjadi perubahan tingkah laku seseorang yang
mencangkup perubahan dalam kebiasaan, sikap, dan ketrampilan.
2) Makna Hasil Belajar
Hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri
siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
sebagai hasil dari kegiatan belajar.
Susanto (2013: 5) secara sederhana mengemukakan hasil belajar
adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.
Adapun menurut Nawawi (Susanto, 2013: 5), “hasil belajar dapat
diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi
pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil
tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu”.
Hasil belajar dapat dimanifestasikan dalam berbagai wujud,
seperti yang dikemukakan oleh Sagala (2014: 53) yaitu: (1) pertambahan
materi pengetahuan yang berupa fakta, informasi, prinsip hukum atau
kaidah, prosedur atau pola kerja, atau teori system nilai-nilai dan
sebagainya, (2) penguasaan pola-pola perilaku kognitif (pengamatan)
proses berpikir, mengingat, perilaku afektif (sikap-sikap apresiasi,
penghayatan, dan sebagainya) perilaku psikomotorik termasuk yang
bersifat ekspresif, (3) perubahan dalam sifat-sifat kepribadian baik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, makna hasil belajar adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melakukan kegiatan belajar yang
11
menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor atau dapat diwujudkan
dalam hal pertambahan materi pengetahuan, penguasaan pola perilaku
kognitif, afektif dan psikomotorik serta perubahan kepribadian anak kea
rah yang lebih baik yang dapat dinyatakan pula dengan skor yang
diperoleh dari hasil belajar.
3) Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas belajar dan
mengajar. Aktivitas belajar lebih dominan dilakukan oleh siswa
sementara aktivitas mengajar dilakukan oleh guru.
Pengertian pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono
(Sagala, 2014: 62) adalah "kegiatan guru secara terprogram dalam
desain instruksional untuk membuat siswa belajar aktif, yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar”.
Adapun menurut Susanto (2013: 19), “pembelajaran merupakan
bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu
dan
pengetahuan,
penguasaan,
kemahiran,
dan
tabiat,
serta
pembentukan sikap dan keyakinan pada peserta didik. Dengan kata lain,
pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat
belajar dengan baik”.
Pengertian pembelajaran yang dikemukakan oleh Suharjo (2006:
85) yaitu:
“Pada hakikatnya tidak hanya sekedar menyampaikan pesan
pembelajaran kepada peserta didik, akan tetapi merupakan
aktifitas profesional yang menuntut guru untuk dapat
menggunkan ketrampilan dasar mengajar secara terpadu, serta
menciptakan system lingkungan yang memungkinkan peserta
didik dapat belajar secara efektif dan efisien”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran adalah
kegiatan terprogram yang merupakan perpaduan antar aktivitas belajar
dan mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa dengan
menggunakan ketrampilan dasar mengajar secara terpadu dengan tujuan
12
agar siswa memperoleh ilmu pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan
tabiat, serta pembentukan sikap serta keyakinan pada peserta didik .
4) Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran adalah kemampuan yang diharapkan dapat
diperoleh siswa setelah melakukan proses pembelajaran. Tujuan
pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dalam system
pembelajaran karena kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa
ditujukan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Mengenai tujuan pembelajaran Sadirman (Susanto, 2013: 40-41)
berpendapat bahwa, tujuan pembelajaran yaitu sama halnya dengan
tujuan pendidikan yaitu harapan yang ingin dicapai dari apa yang
dilakukan siswa pada akhir pembelajaran atau dapat diistilahkan dengan
indikator hasil belajar yang dapat diwujudkan secara bertahap mulai
dari terbentuknya watak, kemampuan berpikir, dan keterampilan
teknologinya.
Adapun menurut Suharjo (2006: 85) tujuan pembelajaran yaitu:
“Secara eksplisit diusahkan dicapai melalui tindakan
pembelajaran
tertentu dinamakan instructional effect
sedangkan tujuan pembelajaran yang lebih merupakan hasil
sampingan dari pembelajaran dinamakan naturant effects.
Instructional effect biasanya berbentuk pengetahuan dan
keterampilan, sedangkan naturant effect tercapainya karena
siswa menghadapi suatu sistem lingkungan belajar tertentu,
misalnya siswa mampu berpikir kritis, bersifat terbuka
menerima pendapat orang lain, kreatif, disiplin, karena siswa
menghayati pengalaman berupa diskusi kelompok/kelas”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
tujuan pembelajaran adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai dan
harapan dari apa yang dapat dilakukan siswa setelah kegiatan
pembelajaran melalui tindakan pembelajaran berupa instructional effect
dan naturant effect dengan hasil pencapaian berupa pengetahuan,
ketrampilan, kemampuan berpikir kritis, serta perubahan sikap siswa
yang lebih baik.
13
c. Hakikat Matematika di Sekolah Dasar
1) Pengertian Matematika
Matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada
semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga
perguruan tinggi. Matematika tidak akan lepas dari kehidupan seharihari, dalam arti matematika memiliki kegunaan untuk memecahkan
masalah dalam kehidupan manusia.
Matematika tidak bisa lepas dari kehidupan sehari hari.
Pengertian tersebut juga dikemukakan oleh Susanto (2013: 185) yang
menyatakan bahwa “Matematika adalah disiplin ilmu yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir, berargumentasi, memberikan
kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari”.
Adapun menurut Ruseffendi (Heruman, 2007: 1), matematika
adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian
secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang
terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang
didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.
Hans Freudental (Susanto, 2013: 189) berpendapat bahwa
“Matematika merupakan aktivitas insan (human activities) dan harus
dikaitkan dengan realitas”.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pengertian matematika adalah disiplin ilmu yang berupa bahasa symbol
dan besifat deduktif yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir,
berargumentasi, dan memberikan kontribusi untuk menyelesaikan
masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari atau merupakan
aktivitas insan (human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas .
2) Tujuan Pembelajaran Matematika
Secara umum, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar
adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika untuk
memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
14
Menurut BSNP (2006: 417) tujuan pembelajaran matematika di
sekolah dasar sebagai berikut : (1) memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep, (2)
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan
masalah, (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan.
Mathemattical Sciences Education Board – National Research
Council (Wijaya, 2012: 7) merumuskan tujuan pendidikan matematika
jika ditinjau dari posisi matematika dalam lingkungan sosial. Empat
tujuan pendidikan matematika tersebut adalah: (1) tujuan praktis, yaitu
matematika menyelesaikan masalah yang terkait dengan kehidupan
sehari-hari, (2) tujuan kemasyarakatan, yaitu berorientasi pada
kemampuan siswa untuk berpartisipasi secara aktif dan cerdas dalam
hubungan kemasyarakatan, (3) tujuan profesional, yaitu Pendidikan
matematika harus bisa mempersiapkan siswa untuk terjun ke dunia
kerja, (4) tujuan budaya, yaitu pendidikan matematika perlu
menempatkan matematika sebagai hasil kebudayaan manusia dan
sekaligus
sebagai
suatu
proses
untuk
mengembangkan
suatu
kebudayaan.
Jadi
dapat
disimpulkan
bahwa
tujuan
pembelajaran
matematika yaitu untuk melatih siswa untuk memahami konsep
matematika, dapat menalar tentang pernyataan matematika, dapat
menggunakan matematika untuk memecahkan masalah yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari, dapat mengkomunikasikan gagasan
dengan symbol, tabel ataupun diagram. Ditinjau dari lingkungan sosial
tujuan pembelajaran matematika yaitu menngembangkan kemampuan
siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari,
meningkatkan keaktifan siswa dalam bermasyarakat, mempersiapkan
siswa untuk terjun ke dunia kerja dan dengan matematika dapat
mengembangkan suatu kebudayaan.
15
3) Ruang Lingkup Matematika Kelas V SD
Wahyudi
(2008:
3)
menyatakan
bahwa
“Ruang
lingkup
matematika dikelompokkan menjadi kemahiran matematika, bilangan,
pengukuran dan geometri, aljabar, statistika dan peluang, trigonometri
dan kalkulus.
Adapun ruang lingkup matematika menurut BSNP (2006: 168)
pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
(1) bilangan, (2) geometri dan pengukuran, (3) pengolahan data.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ruang
lingkup matematika kelas V SD meliputi bilangan, pengukuran dan
geometri, serta pengolahan data. Pada penelitian yang akan peneliti
lakukan, materi yang dipilih adalah bangun ruang yang termasuk ke
dalam ruang lingkup geometri dan pengukuran.
4) Materi Bangun Ruang Kelas V Sekolah Dasar
a) Silabus Materi Bangun Ruang Kelas V Sekolah Dasar
Materi bangun ruang kelas V SD antara lain tentang sifatsifat bangun ruang dan jaring-jaring bangun ruang sederhana.
Berikut adalah uraian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
mata pelajaran Matematika pada kelas V semester 2 yang akan
menjadi bahan penelitian:
16
Tabel 2.1 Daftar Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
Matematika pada Kelas V SD Semester 2 tentang Bangun
Ruang yang Digunakan dalam Penelitian
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat
bangun datar
6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat
bangun ruang
Geometri dan Pengukuran
6.3 Menentukan jaring-jaring
6. Memahami sifat-sifat
berbagai bangun ruang
bangun dan hubungan
sederhana
antar bangun
6.4 Menyelidiki sifat-sifat
kesebangunan dan simetri
6.5 Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan bangun datar
dan bangun ruang sederhana
Pada penelitian ini, peneliti memilih Kompetensi Dasar 6.2
Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang sederhana dan 6.3 menetukan
jarring-jaring berbagai bangun ruang sederhana. Berikut adalah
pemetaan indikator yang hendak dicapai yaitu:
6.2.1 menjelaskan sifat-sifat bangun kubus,
6.2.2 menggambar bangun kubus,
6.2.3 menjelaskan sifat-sifat bangun balok,
6.2.4 menggambar bangun balok,
6.2.5 menjelaskan sifat- sifat bangun tabung,
6.2.6 menggambar bangun tabung,
6.2.7 menjelaskan sifat-sifat bangun prisma segitiga;
6.2.8 menggambar bangun prisma segitiga,
6.3.1 menentukan jaring-jaring kubus,
6.3.2 menggambar jaring-jaring kubus,
6.3.3 menentukan jaring-jaring balok,
6.3.4 menggambar jaring-jaring balok,
6.3.5 menentukan jaring-jaring tabung,
6.3.6 mengambar jaring-jaring tabung,
17
6.3.8 menentukan jaring-jaring prisma segitiga,
6.3.9 menggambar jarring-jaring prisma segitiga,
b) Materi Bangun Ruang Kelas V Semester II
Bangun ruang merupakan bangun matematika yang mempunyai
mempunyai isi atau volume. Berikut adalah beberapa contoh jenis
bangun ruang antara lain:
a) Kubus
Bangun ruang yang memiliki 6 sisi. Sisi-sisi kubus berbentuk
persegi dengan ukuran yang sama. Mempunyai 12 rusuk yang
panjangnya sama. Kubus mempunyai 8 titik sudut. Langkahlangkah menggambar bangun kubus sebagai berikut: (1)
menggambar bangun persegi, (2) menggambar persegi lain
yang
bertumpang
tindih
dengan
yang
pertama,
(3)
menghubungkan keempat sudut persegi, (4) menghapus garisgaris yang tidak diperlukan.
Langkah-langkah menggambar kubus
Gambar 2.1 Langkah-langkah menggambar kubus
(Sumber: Soenarjo, 2008: 237)
Jaring-jaring kubus
Gambar 2.2 Jaring-jaring Kubus
(Sumber: Utomo, 2009: 132)
18
b) Balok
benda ruang yang dibatasi oleh tiga pasang (enam buah)
persegi panjang dimana setiap pasang persegi panjang saling
sejajar (berhadapan) dan berukuran sama.
Langkah-langkah menggambar bangun balok sebagai berikut:
Gambar 2.3 Langkah-langkah Menggambar Balok
(Sumber: Soenarjo, 2008: 237)
Jaring-jaring balok
Gambar 2.4 Jaring-jaring Balok
(Sumber: Utomo, 2009: 131)
c) Tabung
Bangun ruang yang memiliki 3 bidang sisi dengan sisi alas
dan sisi atasnya berupa lingkaran, tidak memiliki titik sudut,
dan memiliki 2 rusuk lengkung.
19
Langkah-langkah menggambar tabung yaitu: (1) menggambar
persegi dengan ukuran tertentu, (2) menggambar dua elips
yang sama sebagai bidang alas dan bidang atas.
Berikut adalah gambar langkah-langkah menggambar tabung.
Gambar 2.5 Langkah-langkah Menggambar Tabung
(Sumber: Soenarjo, 2008: 238)
Jaring-jaring Tabung
Gambar 2.6 Jaring-jaring Tabung
(Sumber: Sumanto, 2008: 147)
d) Prisma
Prisma adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua bidang
berhadapan yang sama dan sejajar, serta bidang-bidang lain
yang berpotongan menurut rusuk-rusuk yang sejajar.Nama
prisma disesuaikan dengan bentuk alasnya. Apabila alas
prisma berbentuk segitiga maka dinamakan prisma segitiga.
20
Alas prisma yang berbentuk segi empat dan segi lima yang
dinamakan pula prisma segi empat dan prisma segi lima.
Langkah-langkah
menggambar
prisma
segitiga
sebagai
berikut: (1) membuat dua bangun segitiga dengan ukuran
yang sama, misalnya ukuran 8 cm, 6 cm , dan 5 cm, (2)
menghubungkan sudut-sudut yang bersesuaian dengan ukuran
panjang tertentu, (3) diperoleh bangun prisma segitiga
Jaring-jaring prisma segitiga
Gambar 2.7 Jaring-jaring Prisma Segitiga
(Sumber: Utomo, 2008: 133)
d. Peningkatan Pembelajaran Matematika tentang Bangun Ruang pada
Siswa Kelas V Sekolah Dasar
Menurut Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa (2002: 1198),
peningkatan merupakan proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha,
kegiatan, dsb).
Pembelajaran matematika adalah kegiatan terprogram yang
merupakan perpaduan antara aktivitas belajar dan mengajar yang
dilakukan oleh guru dan siswa mengenai materi pelajaran matematika
dengan menggunakan ketrampilan dasar mengajar secara terpadu dengan
tujuan agar siswa memperoleh ilmu pengetahuan, penguasaan, kemahiran,
dan tabiat, serta pembentukan sikap yang mencangkup kognitif, afektif,
dan psikomotor yang relatif tetap serta keyakinan pada peserta didik sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
Jadi peningkatan pembelajaran matematika tentang bangun ruang
pada siswa kelas V SD adalah suatu proses atau cara untuk meningkatkan
aktivitas belajar dan mengajar yang efektif dalam pembelajaran
21
matematika tentang bangun ruang yang meliputi sifat dan jaring-jaring
bangun ruang sederhana pada siswa kelas V SD dengan tujuan agar siswa
memperoleh ilmu pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta
pembentukan sikap yang mencangkup kognitif, afektif, dan psikomotor
yang relatif tetap serta keyakinan pada peserta didik sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
2. Pendekatan Realistic Methematic Education (RME)
a. Pengertian Pendekatan
Menurut Susanto (2013: 194) Istilah pendekatan dapat dipahami
sebagai suatu jalan, cara atau kebijakan yang ditempuh oleh guru atau
siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran dilihat dari sudut bagaimana
proses pengajaran atau materi pengajaran itu, namun atau khusus dikelola.
Jadi, pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau
sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat
umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari
metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pendekatan
pembelajaran adalah suatu cara yang dilakukan oleh guru atau siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
b. Pengertian Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) merupakan
pendekatan yang menekankan pada suatu permasalahan yang nyata dan
dikenal oleh murid.
Menurut Susanto (2013: 205) Pendekatan Realistic Mathematics
Education (RME) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran
matematika yang berorientasi pada siswa, bahwa matematika adalah
aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap
konteks kehidupan sehari-hari siswa ke pengalaman belajar yang
berorientasi pada hal-hal yang real (nyata).
22
Wijaya (2012: 21) menyatakan bahwa dalam pendidikan
matematika realistik , permasalahan realistik digunakan sebagai fondasi
dalam membangun konsep matematika atau disebut juga sebagai sumber
untuk pembelajaran (a source for learning).
Mengenai pendekatan Realistic Mathematics Education (RME),
Tarigan (2006: 4) berpendapat bahwa, pembelajaran matematika realistik
merupakan pendekatan yang bertujuan kepada penalaran siswa yang
bersifat realistik yang sesuai dengan tuntutan kurikulum berbasis
kompetensi yang ditujukan kepada pengembangan pola pikir praktis, logis,
kritis dan jujur dengan berorientasi pada penalaran matematika dalam
menyelesaikan masalah. Ada empat pilar dasar yang perlu diberdayakan
agar siswa nantinya mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman
belajarnya (learning to do), dengan meningkatkan interaksi dengan
lingkungan fisik, sosial maupun budaya, sehingga mampu membangun
pemahaman dan pengetahuan terhadap dunia sekitarnya (learning to know).
Dengan demikian siswa dapat membangun pengetahuan dan kepercayaan
dirinya (learning to be). Kesempatan untuk berinteraksi dengan individu
ataupun kelompok yang bervariasi (learning ti live together)”.
Hadi (2005: 7) menyatakan tentang
pendekatan RME adalah
pendekatan yang menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika,
bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika harus
diajarkan.
Dari beberapa pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
pengertian pengertian pendekatan Realistic Mathematics Education (RME),
adalah suatu pendekatan pembelajaran pada mata pelajaran matematika
yang berorientasi pada siswa, yang menekankan pada suatu permasalahan
yang nyata dan berhubungan pada kehidupan sehari-hari sebagai fondasi
dalam
membangun
konsep
matematika
dan
ditunjukkan
kepada
pengembangan pola pikir praktis, logis, kritis, dan jujur dengan berorientasi
pada penalaran matematika dalam menyelesaikan masalah.
23
c. Prinsip Pendekatan RME
Menurut Susanto (2013: 205), suatu prinsip utama pendekatan
Realistic Mathematics Education (RME) adalah siswa harus berpartisipasi
secara aktif dalam proses belajar. Siswa harus diberi kesempatan untuk
membangun pengetahuan dan pemahaman mereka sendiri, konsep-konsep
matematika yang bersifat abstrak perlu ditransformasikan menjadi hal-hal
yang bersifat real bagi siswa.
Gravemeijer (1994: 90) menyebutkan bahwa ada tiga prinsip utama
dalam pendekatan RME sebagai berikut.
The first principle is termed “ guided reinvention” and progressive
mathematizing. According to the reinvention principle, the students
should be given the opportunity to experience a process similar to
the process by which mathematics was invented.
The second principle relates to the idea of a didactical
phenomenology. According to a didactical phenomenology.
Situations where a given mathematical topic is applied are to be
investigated for two reason. Firstly, to reveal the kind of
applications that have to be anticipated in instruction, secondly, to
consider their suitability as points of impact for process of
progressive mathematization.
The third principle is found in the role which selfdeveloped models play in brigging the gap between information
knowledge and formal mathematics.
Prinsip- prinsip pendekatan Realistic Mathematics Realistic (RME)
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Wahyudi (2013: 19)
sebagai berikut:
Prinsip pertama, disebut mathematizing terbimbing,
penciptaan kembali, dan progresif. Sesuai dengan prinsip
penciptaan kembali, para siswa harus diberi kesempatan untuk
mengalami proses yang sama dengan proses yang diciptakan
matematika
Kedua, berhubungan dengan gagasan tentang didaktik
fenomenologi. Menurut didaktik fenomenologi, situasi suatu topik
matematika yang diterapkan harus diselidiki karena dua alasan,
yaitu: (1) untuk mengungkapkan jenis aplikasi yang harus
diantisipasi dalam instruksi, (2) untuk mempertimbangkan
kesesuaian mereka sebagai dampak titik untuk proses
mathematization progresif.
24
Ketiga, ditemukan dalam peran model yang dikembangkan
secara swadaya bermain dalam menjebatani kesenjangan antara
pengetahuan informal dan matematika formal.
Menurut Streefland (Shoimin, 2014: 148-149), prinsip utama
dalam belajar mengajar yang berdasarkan pada pengajaran realistik adalah;
(1) constructing and concretizing, prinsip ini yaitu siswa dapat menemukan
sendiri prosedur untuk dirinya sendiri, (2) level and models, prinsip ini
menjelaskan bahwa untuk dapat menerima kenaikan dalam level ini dari
batas konteks aritmatika informal sampai aritmatika formal dalam
pembelajaran digunkan model supaya dapat menjembatani antara konkret
dan abstrak, (3) reflection and special assignment, penilaian terhadap
seseorang tidak hanya berdasarkan pada hasil saja, tetapi juga memahami
bagaimana proses berpikir seseorang, (4) social context and interaction,
prinsip ini menjelaskan bahwa dalam belajar, siswa harus diberi
kesempatan bertukar pikiran, (5) structuring and interwining, belajar
matematika tidak hanya terdiri dari penyerapan kumpulan pengetahuan dan
unsur-unsur keterampilan yang tidak berhubungan, tetapi merupakan
kesatuan yang terstruktur.
Jadi dapat disimpulkan bahwa prinsip pendekatan RME yaitu siswa
harus diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan dan pemahaman
mereka sendiri, mengalami proses yang sama dengan proses yang
diciptakan matematika, berhubungan dengan gagasan tentang didaktik
fenomenologi, dapat menerima kenaikan dalam level ini dari batas konteks
aritmatika informal sampai aritmatika formal, penilaian terhadap seseorang
tidak hanya berdasarkan pada hasil saja, tetapi juga memahami bagaimana
proses berpikir seseorang belajar matematika tidak hanya terdiri dari
penyerapan kumpulan pengetahuan dan unsur-unsur keterampilan yang
tidak berhubungan, tetapi merupakan kesatuan yang terstruktur.
25
d. Karakteristik Pendekatan RME
Mengenai karakteristik pendekatan RME Traffers (Wijaya, 2012:
21-22) merumuskan lima karakteristik pendidikan matematika realistik,
yaitu: (1) konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal
pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata
namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi
lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran
siswa, (2) penggunaan model untuk matematisasi progresif, dalam
pendidikan matematika realistik, model digunakan dalam melakukan
matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai
jembatan dari pengetahuan dan matematika tingkat konkret menuju
pengetahuan matematika tingkat normal, (3) pemanfaatan hasil konstruksi
siswa, siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi
pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi yang
bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi siswa selanjutnya digunakan untuk
landasan pengembangan konsep matematika, (4) interaktivitas, proses
belajar seseorang bukan hanya satu proses individu melainkan juga secara
bersamaan merupakan suatu proses sosial, (5) keterkaitan, konsep-konsep
dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep matematika
yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu, konsep-konsep matematika
tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah atau terisolasi satu sama lain.
Pendidikan matematika realistik menempatkan keterkaitan antar konsep
matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses
pembelajaran
Menurut Gravemeijer (Tarigan, 2006: 6), pembelajaran matematika
realistik memiliki 5 karakteristik sebagai berikut: (1) penggunaan konteks:
proses pembelajaran diawali dengan keterlibatan siswa dalam pemecahan
masalah kontekstual, (2) instrumen vertical: konsep atau ide matematika
direkontruksikan oleh siswa melalui model-model instrument vertical, yang
bergerak dari prosedur informal ke bentuk formal, (3) konstribusi siswa:
siswa aktif mengkonstruksi sendiri bahan matematika berdasarkan fasilitas
26
dengan
lingkungan
belajar
yang
disediakan
guru,
secara
aktif
menyelesaikan soal dengan cara masing-masing, (4) kegiatan interaktif:
kegiatan belajar bersifat interaktif, yang memungkinkan terjadi komunikasi
dan negoisasi antar siswa, (5) keterkaitan topik: pembelajaran suatu bahan
matematika terkait dengan berbagai topic matematika secara terintegrasi.
Dari uraian pendapat di atas dapat disimpulkan karakteristik
pendekatan RME yaitu: permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal
pembelajaran, model konkret digunakan untuk menjelaskan pengetahuan
matematika ke tingkat normal, siswa mengkonstruksikan sendiri konsep
matematika, pembelajaran bersifat interaktif dan siswa selalu dilibatkan
dalam proses pembelajaran, mengkaitkan konsep-konsep matematika.
e. Langkah-Langkah Realistic Mathematic Education (RME)
Langkah-langkah pembelajaran RME menurut Shoimin (2014: 150),
sebagai berikut:
1) Memahami masalah kontekstual
Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan siswa diminta untuk
memahami masalah tersebut. Guru menjelaskan soal atau masalah
dengan memberikan petunjuk/ saran seperlunya (terbatas) terhadap
bagian-bagian tertentu yang dipahami siswa.
2) Menyelesaikan masalah kontekstual
Siswa secara individual disuruh menyelesaikan masalah kontekstual
pada buku siswa atau LKS dengan caranya sendiri. Cara pemecahan
masalah dan jawaban masalah yang berbeda lebih diutamakan. Guru
memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk mengarahkan
siswa memperoleh penyelesaian soal. Misalnya: bagaimana kamu tahu
itu, bagaimana caranya, mengapa kamu berpikir seperti itu, dan lainlain. Pada tahap ini siswa dibimbing untuk menemukan kembali tentang
idea tau konsep atau definisi dari soal matematika. Di samping itu, pada
tahap ini siswa juga diarahkan untuk membentuk dan menggunakan
27
model
sendiri
untuk
membentuk
dan
menggunakannya
guna
memudahkan menyelesaikan masalah (soal). Guru diharapkan tidak
memberi tahu penyelesaian soal atau masalah, sebelum siswa
memperoleh penyelesaiannya sendiri.
3) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Siswa diminta untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban
mereka dalam kelompok kecil. Setelah itu, hasil dari diskusi itu
dibandingkan pada diskusi kelas yang dipimpin oleh guru. Pada tahap
ini dapat digunakan siswa untuk melatih keberanian mengemukakan
pendapat, meskipun berbeda dengan teman lain atau bahkan dengan
gurunya
4) Menarik kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan diskusi kelas yang dilakukan,
guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentang konsep,
definisi, teorema, prinsip atau prosedur matematika yang terkait dengan
masalah kontekstual yang baru diselesaikan
Adapun langkah-langkah pendekatan RME secara umum menurut
Suyono (Wahyudi 2013: 22-23) sebagai berikut: (1) persiapan, (2)
pembukaan, (3) proses pembelajaran. Langkah-langkah pendekatan RME
tersebut disimpulkan oleh Wahyudi adalah sebagai berikut: (1) memahami
masalah/ konteks, (2) menjelaskan masalah kontekstual, (3) menyelesaikan
masalah kontekstual, (4) membandingkan dan mendiskusikan jawaban, (5)
menyimpulkan.
Dari
pendapat-pendapat
di
atas
tentang
langkah-langkah
pendekatan RME dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) memahami
masalah
kontekstual,
menyelesaikan
(2)
masalah
menjelaskan
kontekstual,
mendiskusikan jawaban, (5) menyimpulkan.
masalah
(4)
kontekstual,
membandingkan
(3)
dan
28
f. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan RME
Setiap pendekatan pembelajaran sudah tentu memiliki kelebihan
dan juga kekurangan. Berikut akan disampaikan berbagai kelebihan dan
juga kekurangan pendekatan RME
1) Kelebihan Pendekatan RME
Kelebihan dari pendekatan RME menurut Setyono (Wahyudi,
2013: 25), sebagai berikut: (1) siswa tidak mudah lupa dengan
pengetahuannya, (2) suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan
karena menggunakan masalah dalam kehidupan nyata yang sudah dekat
dengan siswa, sehingga siswa tidak merasa bosan, (3) siswa merasa
dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa ada nilainya, (4)
memupuk kerja sama dalam kelompok, (5) melatih siswa untuk terbiasa
mengemukakan pendapat, (6) melatih keberanian siswa karena harus
menjelaskan jawaban, (7) pendidikan budi pekerti, misalnya: kerjasama,
menghormati teman yang sedang bicara, dan sebagainya.
Adapun
menurut
Shoimin
(2014:
151),
kelebihan
dari
pembelajaran matematika realitik sebagai berikut: (1) pembelajaran
matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa
tentang kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia,
(2) pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas
kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang
dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa, tidak hanya oleh
mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut, (3) pembelajaran
matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa cara
penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal atau tidak harus
sama antara yang satu dengan orang yang lain, (4) pembelajaran
matematika realistik merupakan proses pembelajaran yang mengusahakan
agar siswa dapat menemukan sendiri konsep matematika.
Kelebihan RME juga dikemukakan oleh Suwasono (dalam
Wahyudi, 2015: 33) yang menyatakan bahwa, ada empat kekuatan dalam
pembelajaran matematika realistik yaitu pendekatan RME memberikan
29
pengertian yang jelas tentang keterkaitan antara matematika dengan
kehidupan
sehari-hari,
memberikan
pengertian
yang
jelas
bahwa
matematika dapat dikontruksikan oleh siswa sendiri, pendekatan ini juga
memberikan pengertian bahwa cara penyelesaian masalah tidak harus
tunggal, pendekatan RME memberikan pengertian yang jelas bahwa untuk
menemukan sendiri konsep-konsep matematika yang lain, dengan bantuan
orang lain yang lebih memahami.
Jadi dapat disimpulkan kelebihan pendekatan RME yaitu siswa
tidak mudah lupa dengan pengetahuannya, pembelajaran tidak akan
membosankan, siswa merasa dihargai, memupuk rasa kerjasama, melatih
siswa untuk mengemukakan pendapat, melatih keberanian siswa, terdapat
pendidikan
budi
pekerti,
siswa
juga
mampu
mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri, memberikan pengertian yang jelas bahwa
penyelesaian masalah tidak harus tunggal.
2) Kekurangan Pendekatan RME
Menurut Shoimin (2014: 152)
pendekatan RME mempunyai
beberapa kekurangan yaitu sebagai berikuit: (1) tidak mudah untuk
mengubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya
mengenai siswa, guru, dan peranan sosial atau masalah kontekstual, (2)
pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang
dituntut dalam pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah
untuk setiap pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa, terlebihlebih karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacammacam cara, (3) tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa
menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan
masalah, (4) tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa
agar dapat melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau prinsipprinsip matematika yang dipelajari.
Adapun
kekurangan
pendekatan
RME
menurut
Setyono
(Wahyudi, 2015: 34) yaitu: (1) siswa kesulitan dalam menemukan sendiri
30
pengetahuannya, (2) membutuhkan waktu yang lama bagi siswa yang
kemampuannya rendah, (3) siswa yang pandai tidak sabar menunggu
temannya yang tertinggal, (4) membutuhkan alat peraga yang sesuai
dengan pembelajaran, (5) guru masih bingung dalam menilai.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan
RME mempunyai kekurangan yaitu pendekatan RME yaitu tidak mudah
mengubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, pencarian
soal kontekstual tidak mudah, guru susah mendorong siswa untuk dapat
menemukan cara menyelesaikan soal, guru mengalami kesulitan dalam
memberikan bantuan untuk menemukan konsep matematika, siswa yang
pandai tidak sabar menunggu temannya yang tertinggal, membutuhkan
alat peraga yang sesuai dengan pembelajaran.
Kekurangan
bukan
menjadi
hambatan
dalam
pelaksanaan
pembelajaran dengan pendekatan RME. Yang harus ditekankan adalah
bagaimana peneliti dapat meminimalisir kekurangan pada pendekatan
tersebut. Peneliti berusaha untuk mengembangkan kelebihan-kelebihan
pendekatan RME yang ada dan berusaha menghilangkan kekurangan
yang ada dengan melakukan pembelajaran sebaik mungkin dan
meminimalkan
kesalahan
dalam
pembelajaran
dengan
cara
menggunakan bantuan media konkret dalam proses pembelajaran.
3. Media Konkret
a. Pengertian Media Pembelajaran
Gerlach dan Ely (Sundayana, 2015: 4-5) menyatakan bahwa,
media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau
kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Adapun menurut
Gagne dan Briggs, menyatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat
yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pembelajaran
yang antara lain buku, tape-recorder, kaset, video kamera, film, slide
(gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer. Dengan kata
31
lain media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang
mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat
merangsang siswa untuk belajar.
Media pembelajaran menurut Hamalik (Hosnan, 2014: 11), adalah
alat, metode, dan teknik yang dipergunakan dalam rangka mengaktifkan
komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pendidikan dan
pengajaran. Adapun menurut Blake dan Haralsen, media adalah medium
yang digunakan untuk membawa atau menyampaikan pesan berjalan antara
komunikator dan komunikan.
Pendapat lain tentang media pembelajaran disampaikan oleh
Winkel (Susanto, 2013: 45) sebagai berikut:
“ Media pembelajaran dapat diartikan secara luas dan
secara sempit: pertama, secara luas, media adalah setiap
orang, materi atau atau peristiwa yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Dengan demikian, tenaga pengajar
atau guru, buku pelajaran, dan gedung sekolah menjadi
suatu medium pengajaran. Kedua, secara sempit, istilah
media diartikan sebagai alat-alat elektromekanis yang
menjadi perantara antara siswa dan materi pelajaran.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian media
pembelajaran adalah komponen sumber belajar yang mengandung materi
instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk
belajar sehingga dapat mengaktifkan komunikasi dan interaksi antara guru
dan siswa dalam menyampaikan isi materi pelajaran.
b. Jenis-jenis Media Pembelajaran
Wahyudi (2015: 45) mengelompokkan media pembelajaran
menjadi 9 jenis, yaitu: (1) audio (pita audio/rol atau kaset, piringan audio,
radio/rekaman
siaran),
(2)
cetak
(buku
teks
terprogram,
buku
pegangan/manual, buku tugas), (3) audio-cetak (buku latihan dilengkapi
kaset, gambar/kaset, gambar/poster dilengkapi audio), (4) proyeki visual
diam (film bingkai/slide, film rangkai berisi pesan verbal), (5) proyeksi
visual diam dengan audio (film bingkai/slide suara, film rangkai suara), (6)
32
visual gerak (film bisu dengan judul/caption), (7) visual gerak dengan
audio (film suara, video/vcd/dvd), (8) benda (benda nyata, model tituan/
mock up), (9) komputer (media berbasis computer).
Asyhar (2011: 44) menyatakan bahwa pada dasarnya semua media
pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu media
visual, media audio, media audio-visual, dan multimedia.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis media
pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi media audio, cetak, audiocetak, proyeki visual diam, proyeksi visual diam dengan audio, visual
gerak, visual gerak dengan audio, benda nyata, computer (multimedia).
Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media konkret.
Berdasarkan jenisnya, media konkret termasuk media nyata.
c. Pengertian Media Konkret
Gerlach dan Ely (Asyhar, 2011: 47) menyatakan bahwa media
konkret disebut juga dengan media nyata (real object and model), yaitu
media dari benda dan model sebenarnya . Media ini bisa berupa orang,
kejadian, objek atau benda tertentu bahkan semua yang ada di alam yang
digunakan sebagai media dalam pembelajaran.
Menurut Asyhar (2011: 54) media konkret masuk ke dalam jenis
media visual nonproyeksi. Benda nyata adalah benda yang dapat dilihat,
didengar, atau dialami oleh peserta didik sehingga memberikan
pengalaman langsung kepada mereka. Benda tersebut tidak harus
dihadirkan di ruang kelas ketika proses pembelajaran berlangsung, tetapi
siswa dapat melihat langsung ke lokasi objek.
Dapat disimpulkan bahwa media konkret adalah media nyata atau
media dari benda dan model sebenarnya yang termasuk ke dalam media
visual non proyeksi yang dapat dilihat, didengar, dan dialami oleh siswa
sehingga dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa.
d. Jenis-Jenis Media Konkret
Media konkret masuk ke dalam golongan media pembelajaran
berdasarkan ciri fisik yaitu media tiga dimensi (3D). Sumantri dan
33
Permana (2001: 161-162) mengemukakan media yang termasuk ke dalam
benda asli dan orang, yaitu: (1) speciment, adalah pecahan dari benda yang
sebenarnya, (2) mock-up, model tiruan yang menonjolkam bagian-bagian
tertentu dari suatu benda asli, (3) diorama, adalah model pemandangan
yang dibuat seperti keadaan aslinya, (4) laboratorium di luar sekolah,
misalnya pasar, aliran sungai, air terjun, dsb., (5) museum, adalah tempat
menyimpan dan memelihara objek-objek yang asli dan specimenspecimen, benda purbakala, dsb., (6) community study, adalah program
yang dirancang agar peserta didik dapat mengetahui keadaan sosial
masyarakat, (7) walking trips, adalah memberikan pengalaman belajar
melalui demonstrasi atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan pekerjapekerja di lingkungan sekitar sekolah, (8) field study, merupakan studi
lapangan, (9) dikunjungi manusia sumber, adalah proses pembelajaran
menggunakan manusia sumber atau ahli dalam suatu bidang, (10) special
learning trips, adalah penggunaan media belajar di lingkungan sekitar
sekolah dan guru serta peserta didik terlibat secara aktif; dan (10) model,
adalah media tiga dimensi yang mewakili benda sebenarnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
jenis-jenis media konkret di sekolah dasar yaitu makhluk hidup seperti
tumbuh-tumbuhan, binatang, community study, walking trips,field study,
dikunjungi manusia sumber, special learning trips dan benda-benda mati
seperti tanah, air, speciment, mock-up, diorama,laboratorium di luar
sekolah, museum, dan model. Media konkret yang digunakan peneliti pada
saat penelitian yaitu benda-benda bangun ruang sederhana yang dekat
dengan lingkungan siswa seperti, benda tiruan kubus, kotak pasta gigi,
bambu, tempat pensil prisma segitiga dan kerangka bangun ruang
sederhana.
34
e. Kelebihan dan Kekurangan Media Konkret
1) Kelebihan Media Konkret
Penggunaan media konkret dalam proses pembelajaran sering
digunakan oleh guru karena mempunyai beberapa kelebihan, seperti;
media konkret mudah untuk didapatkan, penggunaanya sederhana dan tidak
memerlukan perlengkapan yang rumit.
Asyhar (2011: 55) berpendapat bahwa kelebihan dari media
konkret (nyata) adalah dapat memberikan pengalaman secara nyata kepada
siswa sehingga pembelajara bersifat lebih konkret dan waktu retensi lebih
panjang.
Sanaky
(2013:
129)
menyatakan
bahwa
belajar
dengan
menggunakan benda-benda asli dapat memperbaiki proses pembelajaran,
pembelajar juga dapat belajar langsung dan tidak hanya mendengar
pengajar menjelaskan dengan monoton gambar yang ditampilkan pengajar.
Dari pendapat diatas mengenai kelebihan media konkret dapat
disimpulkan bahwa media konkret mempunyai beberapa kelebihan yaitu
mudah
didapatkan,
penggunaannya
cukup
sederhana,
dan
tidak
memerlukan perlengkapan yang rumit,dapat memberikan pengalaman
secara nyata kepada siswa, pembelajaran tidak akan monoton.
2) Kekurangan Media Konkret
Media konkret selain memiliki kelebihan juga memilki kekurangan,
Sanaky (2013: 129) berpendapat bahwa “belajar menggunakan media
konkret memerlukan biaya yang cukup besar.”
Moedjiono (Daryanto, 2013: 29) mengemukakan bahwa kelompok
media tiga dimensi yang berwujud benda asli mempunyai kelemahan,
diantaranya: (1) tidak bisa menjangkau sasaran dalam jumlah yang besar,
(2) penyimpanannya memerlukan ruang yang besar, dan (3) perawatannya
rumit.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
media konkret mempunyai beberapa kekurangan, yaitu: (1) memerlukan
biaya yang cukup besar, (2) sulit menjangkau sasaran dalam jumlah besar
35
dan tempat yang luas, (3) penyimpanannya memerlukan tempat yang
memadai, dan (4) perawatannya rumit.
f. RME dengan Media Konkret
Pendekatan RME dengan media konkret berarti menerapkan
pendekatan
pendekatan
RME
dalam
pembelajaran
dengan
mengkolaborasikan dengan menggunakan media konkret (benda nyata).
Maksud dari kolaborasi tersebut berarti penggunaan media konkret dalam
pelaksanaan pendekatan RME adalah sebagai media bantu untuk
menyampaikan materi pembelajaran.
Langkah-langkah atau tahapan penerapan pendekatan RME dengan
media konkret yaitu: (1) memahami masalah kontektual dengan media
konkret, (2) menjelaskan masalah kontektual dengan media konkret, (3)
menyelesaikan
masalah
kontektual
dengan
media
konkret,
(4)
membandingkan dan mendiskusikan jawaban dengan media konkret, (5)
menyimpulkan dengan media konkret.
Pada penelitian yang akan dilakukan peneliti menggunakan media
konkret yang telah disesuaikan dengan materi bangun ruang. Berikut adalah
rincian materi dan media konkret yang akan digunakan.
36
Tabel 2.2 Rincian Materi dan Media yang Digunakan
No
1
Uraian Materi
Media yang Digunakan
Sifat-Sifat Kubus
Jaring-Jaring Kubus
Bangun kubus
Kerangka dan jaring–jaring kubus
2
Sifat-sifat Balok
Jaring-Jaring Balok
Bungkus pasta gigi
Kerangka dan jaring-jaring balok
3
Sifat-sifat Tabung
Jaring-Jaring Tabung
Bambu
Jaring-Jaring Tabung
4
Sifat-sifat Prisma
Segitiga
Jaring-Jaring Prisma
Tempat Pensil
Kerangka bangun prisma segitiga
37
4. Penelitian Relevan
Penelitian-penelitian terdahulu dapat digunakan sebagai bahan rujukan
sekaligus referensi dalam menentukan penelitian tindakan kelas. Oleh
karena itu, di bawah ini akan dijelaskan beberapa penelitian yang relevan
dengan penelitian tentang penerapan pendekatan RME dengan media
konkret.
Penelitian relevan yang pertama yaitu penelitan yang dilakukan oleh
Arsaythamby dan Cut Morina Zubainur (2014: 312) yang berjudul “How A
Realistic Mathematics Educational Approach Affect Students’ Activities In
Primary Schools?”. Subjek Penelitian ini yaitu kelas V Sekolah Dasar.
Hasil dari penelitian ini dengan menerapkan pendekatan RME yaitu hasil
pembelajaran matematika lebih tinggi dan efektif daripada pembelajaran
konvensional. Siswa juga aktif memberikan respon terhadap pendapat
teman-temannya.
Penelitian relevan yang kedua dilakukan oleh Judah P. Makonye
(2014: 660), dengan judul Teaching Functions Using a Realistic
Mathematics Education Approach: A Theoretical Perspective. Subjek
penelitian ini yaitu kelas IX. Hasil dari penelitian ini yaitu siswa dapat
memahami hubungan antara konsep dan procedural matematika .
Penelitian relevan yang ketiga dilakukan oleh Respati Mulyanto
(2007: 4) yang berjudul Pendekatan RME untuk Meningkatkan Pemahaman
Operasi Pengurangan Bilangan Bulat Negatif Pada Pembelajaran
Matematika di SDN Sukalerang I Kabupaten Sumedang. Subjek penelitian
ini yaitu kelas IV Sekolah Dasar. Hasil penelitian yaitu penggunaan
pendekatan
RME
dapat
efektif
meningkatan
pemahaman
operasi
penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat negative serta penggunaan
RME efektif dapat meningkatkan keterampilan dan kreativitas guru. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya aktivitas belajar yang berjalan baik pada siklus
I, siswa dapat menyelesaikan tugas sebesar 75% dengan baik, 25% hanya
38
tinggal memberikan simbol-simbol hal ini terjadi karena umumnya mereka
melakukan pekerjaan dengan bersendau gurau, sehingga diantaranya ada
yang lupa pada tugasnya. Pada siklus II, hasilnya sebagian besar siswa dapat
menyelesaikan soal lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan dan sisanya
dapat menyelesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Pada siklus III
sebagian besar siswa dapat menyelesaikan soal yang bervariasi tentang
operasi bilangan bulat negatif lebih cepat dari waktu yang ditentukan.
Penelitian yang dilakukan untuk setiap siklusnya hasilnya sangat baik,
dilihat dari hasil rata-rata tugas yang diselesaikan para siswa dengan
pencapaian rata-ratanya 75% dari target yang ditentukan.
Penelitian relevan yang keempat yaitu penelitian yang dilakukan
oleh Sukani, Kresnadi, dan Asran (2015: 1) dengan judul “Penggunaan
Media Konkret dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa di Sekolah Dasar”. Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas III
SD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika
menggunakan media konkret mengalami peningkatan hasil belajar. Hal ini
ditunjukkan dengan hasil belajar pada siklus I yaitu 61,33 meningkat
menjadi 81,33 pada siklus II.
Berdasarkan peneltian-penelian yang relevan di atas dapat
disimpulkan bahwa pendekatan Realistic Mathematic Education dengan
media konkret dapat meningkatkan pembelajaran yang dilakukan di dalam
kelas dan dapat memberikan peluang bagi siswa untuk lebih aktif dalam
proses pembelajaran. Penggunaan media konkret juga dapat meningkatkan
pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas.
39
B. Kerangka Berpikir
Mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang
dianggap sulit oleh sebagian siswa. Matematika juga dianggap pelajaran
yang membosankan bahkan ada juga yang menganggap pelajaran tersebut
menakutkan. Kebanyakan pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih
menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang terpusat
pada guru. Pembelajaran juga belum memanfaatkan media secara maksimal
untuk membantu dalam penyampaian materi matematika. Hal tersebut
menyebabkan proses pembelajaran kurang dapat dipahami oleh sebagian
siswa dan pembelajaran juga kurang maksimal . Hal tersebut terlihat dari
rendahnya hasil belajar matematika pada siswa. Siswa yang mendapatkan
nilai di atas KKM hanya 33% dari jumlah keseluruhan siswa. Keadaan yang
seperti ini tidak bisa dibiarkan begitu saja dan harus ada perubahan kearah
yang lebih baik lagi. Perubahan yang dimaksud dalam hal ini yaitu dari sisi
pembelajaran yang dilakukann oleh guru dan pemanfaatan media dalam
menyampaikan materi pembelajaran.
Peneliti memilih alternatif yang diharapkan dapat memperbaiki
pembelajaran
sebelumnya
yaitu
penggunaan
pendekatan
Realistic
Mathematic Education (RME). Pendekatan ini lebih memusatkan kepada
siswa. Siswa diberikan kesempatan untuk dapat menemukan solusi dari
permasalahan matematika yang diberikan dengan cara mereka sendiri.
Permasalaha yang dikonstruksi oleh siswa juga akan mendorong seluruh
siswa untuk ikut memecahkan masalah yang ada. Pendekatan ini akan
menambah minat seluruh siswa untuk dapat mencari solusi dari permasalah
matematika yang diberikan oleh guru
Pendekatan RME dengan media konkret akan lebih memperjelas
materi pembelajaran yang akan disampaikan. Siswa akan lebih memahami
maksud dari permasalahan matematika yang diberikan oleh guru.
Pengunaan media konkret diharapkan dapat merangsang pengetahuan siswa,
40
sehingga siswa mudah untuk
menerima penjelasan
guru dengan
menggunakan bantuan media konkret.
Apabila penerapan pendekatan Realistic Mathematic Education
(RME) dengan media konkret dilaksanakan berdasarkan langkah yang benar
maka pembelajaran matematika akan meningkat. . Sehingga penelitian ini
mendukung penelitian sebelumnya dari Arsaythamby dan Cut Morina
Zubainur (2014: 312) dengan hasil penelitian bahwa penerapan pendekatan
RME hasil pembelajaran matematika lebih tinggi dan pembelajaran
matematika lebih efektif, serta penelitian dari Respati Mulyanto (2007: 4)
yang menyatakan bahwa penggunaan pendekatan RME dapat efektif
meningkatan pemahaman pada pembelajaran matematika, serta efektif dapat
meningkatkan keterampilan dan kreativitas guru. Peningkatan pembelajaran
matematika ditandai dengan adanya proses dan hasil pembelajaran
matematika yang menunjukkan lebih baik dari sebelumnya. Penelitian ini
akan dilaksanakan dalam tiga siklus . Setiap siklus terdiri dari dua kali
pertemuan. Pada siklus I akan mempelajari tentang sifat-sifat kubus, balok,
tabung, kerucut, limas, dan prisma. Pada siklus II akan mempelajari tentang
materi jaring-jaring kubus, balok, tabung dan kerucut. Sedangkan untuk
materi jaring-jaring limas dan prisma akan dipelajari di siklus III.
Diharapkan dengan adanya penerapan pendekatan RME dengan media
konkret akan meningkatkan pembelajaran matematika yang ditunjukkan
dengan hasil belajar siswa yang lebih baik dari sebelumnya yaitu 85% dari
jumlah siswa mendapat nilai yang bagus dengan KKM =70. Untuk lebih
jelasnya, skema kerangka berfikir pelaksanaan PTK dapat dilihat pada
gambar berikut.
41
Berdasarkan uraian di atas, dapat digambarkan dengan skema kerangka
pemikiran sebagai berikut :
Kondisi Awal
Tindakan
Pembelajaran
konvensional
Banyak siswa
mendapat hasil
belajar di bawah
KKM (63) pada
pembelajaran
matematika.
Penerapan pendekatan
RME dengan media
konkret.
Sikus 1
Langkah-langkah
sifat-sifat kubus, balok,
tabung, menggambar bangun
kubus,balok, tabung
1.memahami masalah
kontekstual dengan media
konkret
Sikus II
2. menjelaskan masalah
kontekstual dengan media
konkret
3. menyelesaikan
masalah kontekstual
dengan media konkret
4. membandingkan dan
mendiskusikan masalah
kontekstual dengan media
konkret
Sifat-sifat prisma,
menggambar prisma,
menentukan jaring-jaring
kubus,menggambar jaringjaring kubus
Sikus III
Menentukan jaring-jaring
balok, tabung, dan prisma,
menggambar jaring-jaring
balok, tabung, dan prisma.
5. menyimpulkan dengan
media konkret
Kondisi
Akhir
Terjadi peningkatan
pembelajaran matematika
tentang bangun ruang,
jumlah siswa yang
mendapat nilai ≥ 70
adalah 85%
Gambar 2.8 Kerangka Berpikir
Siswa tertarik, senang,
dan aktif dalam
pembelajaran
42
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori, penelitian relevan, dan
kerangka berpikir tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan
yaitu “Jika penerapan pendekatan RME dengan media konkret diterapkan
sesuai dengan langkah-langkah yang telah ditentukan, maka pembelajaran
matematika tentang bangun ruang di kelas V SD Negeri Jatimalang tahun
ajaran 2015/2016 dapat meningkat”.
Download