9 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Matematika tentang Bangun Ruang pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar a. Karakteristik Siswa Kelas V Sekolah Dasar Karakteristik siswa SD berbeda antara siswa satu dengan siswa yang lain. Perbedaan karakteristik tersebut dipengaruhi oleh tingkatan usia. Masa usia siswa sekolah dasar (sekitar 6-12 tahun) merupakan tahapan perkembangan penting dan bahkan fundamental bagi kesuksesan perkembangan selanjutnya. Keberhasilan guru dalam proses pembelajaran salah satunya yaitu guru dapat memahami karakteristik pada diri siswanya sehingga guru tahu bagaimana dia harus mengajar. Menurut Bassett, Jacka, dan Logan (Sumantri & Permana, 2001: 11) karakteristik anak usia sekolah dasar secara umum yaitu : (1) mereka secara alamiah memiliki rasa ingin tahu dan tertarik akan dunia sekitar, (2) mereka senang bermain dan lebih suka bersenang-senang, (3) mereka suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, suka mengeksplorasi suatu situasi, dan senang mencoba hal-hal baru, (4) mereka sangat berambisi untuk berprestasi, (5) mereka belajar secara efektif ketika mereka merasa puas dengan situasi yang terjadi, (6) mereka belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif, dan mengajar anak-anak lainnya. Tahap-tahap perkembangan anak menurut Piaget (Desmita, 2012: 46-47), sebagai berikut: (1) tahap sensorimotor (0-2 tahun), tahap ini anak membangun pemahaman tentang dunia melalui pengalaman sensor dengan tindakan fisik, (2) tahap preoperational (2-7 tahun), tahap ini anak-anak merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar, (3) tahap concrete operational ( 7-11 tahun), pada saat ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa konkret dan mengklasifikasikan benda8 9 benda ke dalam bentuk yang berbeda, (4) formal operational (11-15 tahun), pada tahap ini anak dapat berpikir abstrak dan logis. Pemikiran lebih idealistik. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan karakteristik anak pada siswa kelas V SD berada pada usia 7-11 tahun termasuk ke dalam tahap concrete operational (operasional konkret). Karakteristik pada tahap ini anak sudah dapat berpikir secara logis dan dapat mengklasifikasikan benda ke dalam bentuk yang berbeda, anak-anak bersifat kritis dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, mereka juga suka bermain-main serta mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Penerapan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dengan media konkret sesuai dengan karakteristik pada siswa kelas V SD yang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, suka dengan keadaan yang menyenangkan dan sudah mempunyai kemampuan untuk berpikir logis yang masih terikat dengan objek yang bersifat konkret. b. Hakikat Belajar dan Pembelajaran 1) Pengertian Belajar Belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan, meningkatkan ketrampilan, memperbaiki suatu perilaku, sikap, dan memperkuat kepribadian. Belajar dikatakan berhasil jika seseorang mampu mengulangi kembali materi pembelajaran yang telah dipelajarinya. Pengertian belajar menurut Garret (Sagala, 2003: 13) adalah, “Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung dalam waktu yang lama melalui proses latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu”. Adapun menurut Hamalik (Susanto, 2013: 4) menyatakan bahwa “Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang yang mencangkup perubahan dalam kebiasaan (habit), sikap (afektif), dan 10 ketrampilan (psikomotorik) yang terbentuk melalui interaksi dengan lingkungannya”. Pengertian lain mengenai belajar juga dikemukakan oleh Marquis dan Hilgard (Suyono & Haryanto, 2011: 12) menyatakan bahwa “Belajar adalah proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajaran, dan lain-lain sehingga terjadi perubahan”. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah aktivitas atau proses mencari ilmu yang berlangsung dalam waktu yang lama melalui latihan, pembelajaran, pengalaman, dan interaksi dengan lingkungan sehingga terjadi perubahan tingkah laku seseorang yang mencangkup perubahan dalam kebiasaan, sikap, dan ketrampilan. 2) Makna Hasil Belajar Hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Susanto (2013: 5) secara sederhana mengemukakan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Adapun menurut Nawawi (Susanto, 2013: 5), “hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu”. Hasil belajar dapat dimanifestasikan dalam berbagai wujud, seperti yang dikemukakan oleh Sagala (2014: 53) yaitu: (1) pertambahan materi pengetahuan yang berupa fakta, informasi, prinsip hukum atau kaidah, prosedur atau pola kerja, atau teori system nilai-nilai dan sebagainya, (2) penguasaan pola-pola perilaku kognitif (pengamatan) proses berpikir, mengingat, perilaku afektif (sikap-sikap apresiasi, penghayatan, dan sebagainya) perilaku psikomotorik termasuk yang bersifat ekspresif, (3) perubahan dalam sifat-sifat kepribadian baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa, makna hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melakukan kegiatan belajar yang 11 menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor atau dapat diwujudkan dalam hal pertambahan materi pengetahuan, penguasaan pola perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik serta perubahan kepribadian anak kea rah yang lebih baik yang dapat dinyatakan pula dengan skor yang diperoleh dari hasil belajar. 3) Pengertian Pembelajaran Pembelajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas belajar dan mengajar. Aktivitas belajar lebih dominan dilakukan oleh siswa sementara aktivitas mengajar dilakukan oleh guru. Pengertian pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (Sagala, 2014: 62) adalah "kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”. Adapun menurut Susanto (2013: 19), “pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap dan keyakinan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik”. Pengertian pembelajaran yang dikemukakan oleh Suharjo (2006: 85) yaitu: “Pada hakikatnya tidak hanya sekedar menyampaikan pesan pembelajaran kepada peserta didik, akan tetapi merupakan aktifitas profesional yang menuntut guru untuk dapat menggunkan ketrampilan dasar mengajar secara terpadu, serta menciptakan system lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat belajar secara efektif dan efisien”. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran adalah kegiatan terprogram yang merupakan perpaduan antar aktivitas belajar dan mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa dengan menggunakan ketrampilan dasar mengajar secara terpadu dengan tujuan 12 agar siswa memperoleh ilmu pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap serta keyakinan pada peserta didik . 4) Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaran adalah kemampuan yang diharapkan dapat diperoleh siswa setelah melakukan proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dalam system pembelajaran karena kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa ditujukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Mengenai tujuan pembelajaran Sadirman (Susanto, 2013: 40-41) berpendapat bahwa, tujuan pembelajaran yaitu sama halnya dengan tujuan pendidikan yaitu harapan yang ingin dicapai dari apa yang dilakukan siswa pada akhir pembelajaran atau dapat diistilahkan dengan indikator hasil belajar yang dapat diwujudkan secara bertahap mulai dari terbentuknya watak, kemampuan berpikir, dan keterampilan teknologinya. Adapun menurut Suharjo (2006: 85) tujuan pembelajaran yaitu: “Secara eksplisit diusahkan dicapai melalui tindakan pembelajaran tertentu dinamakan instructional effect sedangkan tujuan pembelajaran yang lebih merupakan hasil sampingan dari pembelajaran dinamakan naturant effects. Instructional effect biasanya berbentuk pengetahuan dan keterampilan, sedangkan naturant effect tercapainya karena siswa menghadapi suatu sistem lingkungan belajar tertentu, misalnya siswa mampu berpikir kritis, bersifat terbuka menerima pendapat orang lain, kreatif, disiplin, karena siswa menghayati pengalaman berupa diskusi kelompok/kelas”. Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pembelajaran adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai dan harapan dari apa yang dapat dilakukan siswa setelah kegiatan pembelajaran melalui tindakan pembelajaran berupa instructional effect dan naturant effect dengan hasil pencapaian berupa pengetahuan, ketrampilan, kemampuan berpikir kritis, serta perubahan sikap siswa yang lebih baik. 13 c. Hakikat Matematika di Sekolah Dasar 1) Pengertian Matematika Matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Matematika tidak akan lepas dari kehidupan seharihari, dalam arti matematika memiliki kegunaan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan manusia. Matematika tidak bisa lepas dari kehidupan sehari hari. Pengertian tersebut juga dikemukakan oleh Susanto (2013: 185) yang menyatakan bahwa “Matematika adalah disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir, berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari”. Adapun menurut Ruseffendi (Heruman, 2007: 1), matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Hans Freudental (Susanto, 2013: 189) berpendapat bahwa “Matematika merupakan aktivitas insan (human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas”. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian matematika adalah disiplin ilmu yang berupa bahasa symbol dan besifat deduktif yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir, berargumentasi, dan memberikan kontribusi untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari atau merupakan aktivitas insan (human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas . 2) Tujuan Pembelajaran Matematika Secara umum, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. 14 Menurut BSNP (2006: 417) tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar sebagai berikut : (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep, (2) menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah, (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Mathemattical Sciences Education Board – National Research Council (Wijaya, 2012: 7) merumuskan tujuan pendidikan matematika jika ditinjau dari posisi matematika dalam lingkungan sosial. Empat tujuan pendidikan matematika tersebut adalah: (1) tujuan praktis, yaitu matematika menyelesaikan masalah yang terkait dengan kehidupan sehari-hari, (2) tujuan kemasyarakatan, yaitu berorientasi pada kemampuan siswa untuk berpartisipasi secara aktif dan cerdas dalam hubungan kemasyarakatan, (3) tujuan profesional, yaitu Pendidikan matematika harus bisa mempersiapkan siswa untuk terjun ke dunia kerja, (4) tujuan budaya, yaitu pendidikan matematika perlu menempatkan matematika sebagai hasil kebudayaan manusia dan sekaligus sebagai suatu proses untuk mengembangkan suatu kebudayaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran matematika yaitu untuk melatih siswa untuk memahami konsep matematika, dapat menalar tentang pernyataan matematika, dapat menggunakan matematika untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, dapat mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel ataupun diagram. Ditinjau dari lingkungan sosial tujuan pembelajaran matematika yaitu menngembangkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, meningkatkan keaktifan siswa dalam bermasyarakat, mempersiapkan siswa untuk terjun ke dunia kerja dan dengan matematika dapat mengembangkan suatu kebudayaan. 15 3) Ruang Lingkup Matematika Kelas V SD Wahyudi (2008: 3) menyatakan bahwa “Ruang lingkup matematika dikelompokkan menjadi kemahiran matematika, bilangan, pengukuran dan geometri, aljabar, statistika dan peluang, trigonometri dan kalkulus. Adapun ruang lingkup matematika menurut BSNP (2006: 168) pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) bilangan, (2) geometri dan pengukuran, (3) pengolahan data. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup matematika kelas V SD meliputi bilangan, pengukuran dan geometri, serta pengolahan data. Pada penelitian yang akan peneliti lakukan, materi yang dipilih adalah bangun ruang yang termasuk ke dalam ruang lingkup geometri dan pengukuran. 4) Materi Bangun Ruang Kelas V Sekolah Dasar a) Silabus Materi Bangun Ruang Kelas V Sekolah Dasar Materi bangun ruang kelas V SD antara lain tentang sifatsifat bangun ruang dan jaring-jaring bangun ruang sederhana. Berikut adalah uraian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran Matematika pada kelas V semester 2 yang akan menjadi bahan penelitian: 16 Tabel 2.1 Daftar Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika pada Kelas V SD Semester 2 tentang Bangun Ruang yang Digunakan dalam Penelitian Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar 6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang Geometri dan Pengukuran 6.3 Menentukan jaring-jaring 6. Memahami sifat-sifat berbagai bangun ruang bangun dan hubungan sederhana antar bangun 6.4 Menyelidiki sifat-sifat kesebangunan dan simetri 6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang sederhana Pada penelitian ini, peneliti memilih Kompetensi Dasar 6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang sederhana dan 6.3 menetukan jarring-jaring berbagai bangun ruang sederhana. Berikut adalah pemetaan indikator yang hendak dicapai yaitu: 6.2.1 menjelaskan sifat-sifat bangun kubus, 6.2.2 menggambar bangun kubus, 6.2.3 menjelaskan sifat-sifat bangun balok, 6.2.4 menggambar bangun balok, 6.2.5 menjelaskan sifat- sifat bangun tabung, 6.2.6 menggambar bangun tabung, 6.2.7 menjelaskan sifat-sifat bangun prisma segitiga; 6.2.8 menggambar bangun prisma segitiga, 6.3.1 menentukan jaring-jaring kubus, 6.3.2 menggambar jaring-jaring kubus, 6.3.3 menentukan jaring-jaring balok, 6.3.4 menggambar jaring-jaring balok, 6.3.5 menentukan jaring-jaring tabung, 6.3.6 mengambar jaring-jaring tabung, 17 6.3.8 menentukan jaring-jaring prisma segitiga, 6.3.9 menggambar jarring-jaring prisma segitiga, b) Materi Bangun Ruang Kelas V Semester II Bangun ruang merupakan bangun matematika yang mempunyai mempunyai isi atau volume. Berikut adalah beberapa contoh jenis bangun ruang antara lain: a) Kubus Bangun ruang yang memiliki 6 sisi. Sisi-sisi kubus berbentuk persegi dengan ukuran yang sama. Mempunyai 12 rusuk yang panjangnya sama. Kubus mempunyai 8 titik sudut. Langkahlangkah menggambar bangun kubus sebagai berikut: (1) menggambar bangun persegi, (2) menggambar persegi lain yang bertumpang tindih dengan yang pertama, (3) menghubungkan keempat sudut persegi, (4) menghapus garisgaris yang tidak diperlukan. Langkah-langkah menggambar kubus Gambar 2.1 Langkah-langkah menggambar kubus (Sumber: Soenarjo, 2008: 237) Jaring-jaring kubus Gambar 2.2 Jaring-jaring Kubus (Sumber: Utomo, 2009: 132) 18 b) Balok benda ruang yang dibatasi oleh tiga pasang (enam buah) persegi panjang dimana setiap pasang persegi panjang saling sejajar (berhadapan) dan berukuran sama. Langkah-langkah menggambar bangun balok sebagai berikut: Gambar 2.3 Langkah-langkah Menggambar Balok (Sumber: Soenarjo, 2008: 237) Jaring-jaring balok Gambar 2.4 Jaring-jaring Balok (Sumber: Utomo, 2009: 131) c) Tabung Bangun ruang yang memiliki 3 bidang sisi dengan sisi alas dan sisi atasnya berupa lingkaran, tidak memiliki titik sudut, dan memiliki 2 rusuk lengkung. 19 Langkah-langkah menggambar tabung yaitu: (1) menggambar persegi dengan ukuran tertentu, (2) menggambar dua elips yang sama sebagai bidang alas dan bidang atas. Berikut adalah gambar langkah-langkah menggambar tabung. Gambar 2.5 Langkah-langkah Menggambar Tabung (Sumber: Soenarjo, 2008: 238) Jaring-jaring Tabung Gambar 2.6 Jaring-jaring Tabung (Sumber: Sumanto, 2008: 147) d) Prisma Prisma adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua bidang berhadapan yang sama dan sejajar, serta bidang-bidang lain yang berpotongan menurut rusuk-rusuk yang sejajar.Nama prisma disesuaikan dengan bentuk alasnya. Apabila alas prisma berbentuk segitiga maka dinamakan prisma segitiga. 20 Alas prisma yang berbentuk segi empat dan segi lima yang dinamakan pula prisma segi empat dan prisma segi lima. Langkah-langkah menggambar prisma segitiga sebagai berikut: (1) membuat dua bangun segitiga dengan ukuran yang sama, misalnya ukuran 8 cm, 6 cm , dan 5 cm, (2) menghubungkan sudut-sudut yang bersesuaian dengan ukuran panjang tertentu, (3) diperoleh bangun prisma segitiga Jaring-jaring prisma segitiga Gambar 2.7 Jaring-jaring Prisma Segitiga (Sumber: Utomo, 2008: 133) d. Peningkatan Pembelajaran Matematika tentang Bangun Ruang pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Menurut Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa (2002: 1198), peningkatan merupakan proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha, kegiatan, dsb). Pembelajaran matematika adalah kegiatan terprogram yang merupakan perpaduan antara aktivitas belajar dan mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa mengenai materi pelajaran matematika dengan menggunakan ketrampilan dasar mengajar secara terpadu dengan tujuan agar siswa memperoleh ilmu pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap yang mencangkup kognitif, afektif, dan psikomotor yang relatif tetap serta keyakinan pada peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran. Jadi peningkatan pembelajaran matematika tentang bangun ruang pada siswa kelas V SD adalah suatu proses atau cara untuk meningkatkan aktivitas belajar dan mengajar yang efektif dalam pembelajaran 21 matematika tentang bangun ruang yang meliputi sifat dan jaring-jaring bangun ruang sederhana pada siswa kelas V SD dengan tujuan agar siswa memperoleh ilmu pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap yang mencangkup kognitif, afektif, dan psikomotor yang relatif tetap serta keyakinan pada peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran. 2. Pendekatan Realistic Methematic Education (RME) a. Pengertian Pendekatan Menurut Susanto (2013: 194) Istilah pendekatan dapat dipahami sebagai suatu jalan, cara atau kebijakan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pengajaran atau materi pengajaran itu, namun atau khusus dikelola. Jadi, pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pendekatan pembelajaran adalah suatu cara yang dilakukan oleh guru atau siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. b. Pengertian Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) merupakan pendekatan yang menekankan pada suatu permasalahan yang nyata dan dikenal oleh murid. Menurut Susanto (2013: 205) Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang berorientasi pada siswa, bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa ke pengalaman belajar yang berorientasi pada hal-hal yang real (nyata). 22 Wijaya (2012: 21) menyatakan bahwa dalam pendidikan matematika realistik , permasalahan realistik digunakan sebagai fondasi dalam membangun konsep matematika atau disebut juga sebagai sumber untuk pembelajaran (a source for learning). Mengenai pendekatan Realistic Mathematics Education (RME), Tarigan (2006: 4) berpendapat bahwa, pembelajaran matematika realistik merupakan pendekatan yang bertujuan kepada penalaran siswa yang bersifat realistik yang sesuai dengan tuntutan kurikulum berbasis kompetensi yang ditujukan kepada pengembangan pola pikir praktis, logis, kritis dan jujur dengan berorientasi pada penalaran matematika dalam menyelesaikan masalah. Ada empat pilar dasar yang perlu diberdayakan agar siswa nantinya mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya (learning to do), dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungan fisik, sosial maupun budaya, sehingga mampu membangun pemahaman dan pengetahuan terhadap dunia sekitarnya (learning to know). Dengan demikian siswa dapat membangun pengetahuan dan kepercayaan dirinya (learning to be). Kesempatan untuk berinteraksi dengan individu ataupun kelompok yang bervariasi (learning ti live together)”. Hadi (2005: 7) menyatakan tentang pendekatan RME adalah pendekatan yang menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan. Dari beberapa pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian pengertian pendekatan Realistic Mathematics Education (RME), adalah suatu pendekatan pembelajaran pada mata pelajaran matematika yang berorientasi pada siswa, yang menekankan pada suatu permasalahan yang nyata dan berhubungan pada kehidupan sehari-hari sebagai fondasi dalam membangun konsep matematika dan ditunjukkan kepada pengembangan pola pikir praktis, logis, kritis, dan jujur dengan berorientasi pada penalaran matematika dalam menyelesaikan masalah. 23 c. Prinsip Pendekatan RME Menurut Susanto (2013: 205), suatu prinsip utama pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) adalah siswa harus berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar. Siswa harus diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan dan pemahaman mereka sendiri, konsep-konsep matematika yang bersifat abstrak perlu ditransformasikan menjadi hal-hal yang bersifat real bagi siswa. Gravemeijer (1994: 90) menyebutkan bahwa ada tiga prinsip utama dalam pendekatan RME sebagai berikut. The first principle is termed “ guided reinvention” and progressive mathematizing. According to the reinvention principle, the students should be given the opportunity to experience a process similar to the process by which mathematics was invented. The second principle relates to the idea of a didactical phenomenology. According to a didactical phenomenology. Situations where a given mathematical topic is applied are to be investigated for two reason. Firstly, to reveal the kind of applications that have to be anticipated in instruction, secondly, to consider their suitability as points of impact for process of progressive mathematization. The third principle is found in the role which selfdeveloped models play in brigging the gap between information knowledge and formal mathematics. Prinsip- prinsip pendekatan Realistic Mathematics Realistic (RME) diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Wahyudi (2013: 19) sebagai berikut: Prinsip pertama, disebut mathematizing terbimbing, penciptaan kembali, dan progresif. Sesuai dengan prinsip penciptaan kembali, para siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama dengan proses yang diciptakan matematika Kedua, berhubungan dengan gagasan tentang didaktik fenomenologi. Menurut didaktik fenomenologi, situasi suatu topik matematika yang diterapkan harus diselidiki karena dua alasan, yaitu: (1) untuk mengungkapkan jenis aplikasi yang harus diantisipasi dalam instruksi, (2) untuk mempertimbangkan kesesuaian mereka sebagai dampak titik untuk proses mathematization progresif. 24 Ketiga, ditemukan dalam peran model yang dikembangkan secara swadaya bermain dalam menjebatani kesenjangan antara pengetahuan informal dan matematika formal. Menurut Streefland (Shoimin, 2014: 148-149), prinsip utama dalam belajar mengajar yang berdasarkan pada pengajaran realistik adalah; (1) constructing and concretizing, prinsip ini yaitu siswa dapat menemukan sendiri prosedur untuk dirinya sendiri, (2) level and models, prinsip ini menjelaskan bahwa untuk dapat menerima kenaikan dalam level ini dari batas konteks aritmatika informal sampai aritmatika formal dalam pembelajaran digunkan model supaya dapat menjembatani antara konkret dan abstrak, (3) reflection and special assignment, penilaian terhadap seseorang tidak hanya berdasarkan pada hasil saja, tetapi juga memahami bagaimana proses berpikir seseorang, (4) social context and interaction, prinsip ini menjelaskan bahwa dalam belajar, siswa harus diberi kesempatan bertukar pikiran, (5) structuring and interwining, belajar matematika tidak hanya terdiri dari penyerapan kumpulan pengetahuan dan unsur-unsur keterampilan yang tidak berhubungan, tetapi merupakan kesatuan yang terstruktur. Jadi dapat disimpulkan bahwa prinsip pendekatan RME yaitu siswa harus diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan dan pemahaman mereka sendiri, mengalami proses yang sama dengan proses yang diciptakan matematika, berhubungan dengan gagasan tentang didaktik fenomenologi, dapat menerima kenaikan dalam level ini dari batas konteks aritmatika informal sampai aritmatika formal, penilaian terhadap seseorang tidak hanya berdasarkan pada hasil saja, tetapi juga memahami bagaimana proses berpikir seseorang belajar matematika tidak hanya terdiri dari penyerapan kumpulan pengetahuan dan unsur-unsur keterampilan yang tidak berhubungan, tetapi merupakan kesatuan yang terstruktur. 25 d. Karakteristik Pendekatan RME Mengenai karakteristik pendekatan RME Traffers (Wijaya, 2012: 21-22) merumuskan lima karakteristik pendidikan matematika realistik, yaitu: (1) konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa, (2) penggunaan model untuk matematisasi progresif, dalam pendidikan matematika realistik, model digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan dari pengetahuan dan matematika tingkat konkret menuju pengetahuan matematika tingkat normal, (3) pemanfaatan hasil konstruksi siswa, siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi siswa selanjutnya digunakan untuk landasan pengembangan konsep matematika, (4) interaktivitas, proses belajar seseorang bukan hanya satu proses individu melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial, (5) keterkaitan, konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu, konsep-konsep matematika tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah atau terisolasi satu sama lain. Pendidikan matematika realistik menempatkan keterkaitan antar konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran Menurut Gravemeijer (Tarigan, 2006: 6), pembelajaran matematika realistik memiliki 5 karakteristik sebagai berikut: (1) penggunaan konteks: proses pembelajaran diawali dengan keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah kontekstual, (2) instrumen vertical: konsep atau ide matematika direkontruksikan oleh siswa melalui model-model instrument vertical, yang bergerak dari prosedur informal ke bentuk formal, (3) konstribusi siswa: siswa aktif mengkonstruksi sendiri bahan matematika berdasarkan fasilitas 26 dengan lingkungan belajar yang disediakan guru, secara aktif menyelesaikan soal dengan cara masing-masing, (4) kegiatan interaktif: kegiatan belajar bersifat interaktif, yang memungkinkan terjadi komunikasi dan negoisasi antar siswa, (5) keterkaitan topik: pembelajaran suatu bahan matematika terkait dengan berbagai topic matematika secara terintegrasi. Dari uraian pendapat di atas dapat disimpulkan karakteristik pendekatan RME yaitu: permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran, model konkret digunakan untuk menjelaskan pengetahuan matematika ke tingkat normal, siswa mengkonstruksikan sendiri konsep matematika, pembelajaran bersifat interaktif dan siswa selalu dilibatkan dalam proses pembelajaran, mengkaitkan konsep-konsep matematika. e. Langkah-Langkah Realistic Mathematic Education (RME) Langkah-langkah pembelajaran RME menurut Shoimin (2014: 150), sebagai berikut: 1) Memahami masalah kontekstual Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan siswa diminta untuk memahami masalah tersebut. Guru menjelaskan soal atau masalah dengan memberikan petunjuk/ saran seperlunya (terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu yang dipahami siswa. 2) Menyelesaikan masalah kontekstual Siswa secara individual disuruh menyelesaikan masalah kontekstual pada buku siswa atau LKS dengan caranya sendiri. Cara pemecahan masalah dan jawaban masalah yang berbeda lebih diutamakan. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk mengarahkan siswa memperoleh penyelesaian soal. Misalnya: bagaimana kamu tahu itu, bagaimana caranya, mengapa kamu berpikir seperti itu, dan lainlain. Pada tahap ini siswa dibimbing untuk menemukan kembali tentang idea tau konsep atau definisi dari soal matematika. Di samping itu, pada tahap ini siswa juga diarahkan untuk membentuk dan menggunakan 27 model sendiri untuk membentuk dan menggunakannya guna memudahkan menyelesaikan masalah (soal). Guru diharapkan tidak memberi tahu penyelesaian soal atau masalah, sebelum siswa memperoleh penyelesaiannya sendiri. 3) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban Siswa diminta untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka dalam kelompok kecil. Setelah itu, hasil dari diskusi itu dibandingkan pada diskusi kelas yang dipimpin oleh guru. Pada tahap ini dapat digunakan siswa untuk melatih keberanian mengemukakan pendapat, meskipun berbeda dengan teman lain atau bahkan dengan gurunya 4) Menarik kesimpulan Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan diskusi kelas yang dilakukan, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentang konsep, definisi, teorema, prinsip atau prosedur matematika yang terkait dengan masalah kontekstual yang baru diselesaikan Adapun langkah-langkah pendekatan RME secara umum menurut Suyono (Wahyudi 2013: 22-23) sebagai berikut: (1) persiapan, (2) pembukaan, (3) proses pembelajaran. Langkah-langkah pendekatan RME tersebut disimpulkan oleh Wahyudi adalah sebagai berikut: (1) memahami masalah/ konteks, (2) menjelaskan masalah kontekstual, (3) menyelesaikan masalah kontekstual, (4) membandingkan dan mendiskusikan jawaban, (5) menyimpulkan. Dari pendapat-pendapat di atas tentang langkah-langkah pendekatan RME dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) memahami masalah kontekstual, menyelesaikan (2) masalah menjelaskan kontekstual, mendiskusikan jawaban, (5) menyimpulkan. masalah (4) kontekstual, membandingkan (3) dan 28 f. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan RME Setiap pendekatan pembelajaran sudah tentu memiliki kelebihan dan juga kekurangan. Berikut akan disampaikan berbagai kelebihan dan juga kekurangan pendekatan RME 1) Kelebihan Pendekatan RME Kelebihan dari pendekatan RME menurut Setyono (Wahyudi, 2013: 25), sebagai berikut: (1) siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya, (2) suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan masalah dalam kehidupan nyata yang sudah dekat dengan siswa, sehingga siswa tidak merasa bosan, (3) siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa ada nilainya, (4) memupuk kerja sama dalam kelompok, (5) melatih siswa untuk terbiasa mengemukakan pendapat, (6) melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawaban, (7) pendidikan budi pekerti, misalnya: kerjasama, menghormati teman yang sedang bicara, dan sebagainya. Adapun menurut Shoimin (2014: 151), kelebihan dari pembelajaran matematika realitik sebagai berikut: (1) pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia, (2) pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa, tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut, (3) pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal atau tidak harus sama antara yang satu dengan orang yang lain, (4) pembelajaran matematika realistik merupakan proses pembelajaran yang mengusahakan agar siswa dapat menemukan sendiri konsep matematika. Kelebihan RME juga dikemukakan oleh Suwasono (dalam Wahyudi, 2015: 33) yang menyatakan bahwa, ada empat kekuatan dalam pembelajaran matematika realistik yaitu pendekatan RME memberikan 29 pengertian yang jelas tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari, memberikan pengertian yang jelas bahwa matematika dapat dikontruksikan oleh siswa sendiri, pendekatan ini juga memberikan pengertian bahwa cara penyelesaian masalah tidak harus tunggal, pendekatan RME memberikan pengertian yang jelas bahwa untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika yang lain, dengan bantuan orang lain yang lebih memahami. Jadi dapat disimpulkan kelebihan pendekatan RME yaitu siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya, pembelajaran tidak akan membosankan, siswa merasa dihargai, memupuk rasa kerjasama, melatih siswa untuk mengemukakan pendapat, melatih keberanian siswa, terdapat pendidikan budi pekerti, siswa juga mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, memberikan pengertian yang jelas bahwa penyelesaian masalah tidak harus tunggal. 2) Kekurangan Pendekatan RME Menurut Shoimin (2014: 152) pendekatan RME mempunyai beberapa kekurangan yaitu sebagai berikuit: (1) tidak mudah untuk mengubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya mengenai siswa, guru, dan peranan sosial atau masalah kontekstual, (2) pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa, terlebihlebih karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacammacam cara, (3) tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah, (4) tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau prinsipprinsip matematika yang dipelajari. Adapun kekurangan pendekatan RME menurut Setyono (Wahyudi, 2015: 34) yaitu: (1) siswa kesulitan dalam menemukan sendiri 30 pengetahuannya, (2) membutuhkan waktu yang lama bagi siswa yang kemampuannya rendah, (3) siswa yang pandai tidak sabar menunggu temannya yang tertinggal, (4) membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan pembelajaran, (5) guru masih bingung dalam menilai. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan RME mempunyai kekurangan yaitu pendekatan RME yaitu tidak mudah mengubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, pencarian soal kontekstual tidak mudah, guru susah mendorong siswa untuk dapat menemukan cara menyelesaikan soal, guru mengalami kesulitan dalam memberikan bantuan untuk menemukan konsep matematika, siswa yang pandai tidak sabar menunggu temannya yang tertinggal, membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan pembelajaran. Kekurangan bukan menjadi hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan RME. Yang harus ditekankan adalah bagaimana peneliti dapat meminimalisir kekurangan pada pendekatan tersebut. Peneliti berusaha untuk mengembangkan kelebihan-kelebihan pendekatan RME yang ada dan berusaha menghilangkan kekurangan yang ada dengan melakukan pembelajaran sebaik mungkin dan meminimalkan kesalahan dalam pembelajaran dengan cara menggunakan bantuan media konkret dalam proses pembelajaran. 3. Media Konkret a. Pengertian Media Pembelajaran Gerlach dan Ely (Sundayana, 2015: 4-5) menyatakan bahwa, media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Adapun menurut Gagne dan Briggs, menyatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pembelajaran yang antara lain buku, tape-recorder, kaset, video kamera, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer. Dengan kata 31 lain media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Media pembelajaran menurut Hamalik (Hosnan, 2014: 11), adalah alat, metode, dan teknik yang dipergunakan dalam rangka mengaktifkan komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran. Adapun menurut Blake dan Haralsen, media adalah medium yang digunakan untuk membawa atau menyampaikan pesan berjalan antara komunikator dan komunikan. Pendapat lain tentang media pembelajaran disampaikan oleh Winkel (Susanto, 2013: 45) sebagai berikut: “ Media pembelajaran dapat diartikan secara luas dan secara sempit: pertama, secara luas, media adalah setiap orang, materi atau atau peristiwa yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dengan demikian, tenaga pengajar atau guru, buku pelajaran, dan gedung sekolah menjadi suatu medium pengajaran. Kedua, secara sempit, istilah media diartikan sebagai alat-alat elektromekanis yang menjadi perantara antara siswa dan materi pelajaran. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian media pembelajaran adalah komponen sumber belajar yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar sehingga dapat mengaktifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam menyampaikan isi materi pelajaran. b. Jenis-jenis Media Pembelajaran Wahyudi (2015: 45) mengelompokkan media pembelajaran menjadi 9 jenis, yaitu: (1) audio (pita audio/rol atau kaset, piringan audio, radio/rekaman siaran), (2) cetak (buku teks terprogram, buku pegangan/manual, buku tugas), (3) audio-cetak (buku latihan dilengkapi kaset, gambar/kaset, gambar/poster dilengkapi audio), (4) proyeki visual diam (film bingkai/slide, film rangkai berisi pesan verbal), (5) proyeksi visual diam dengan audio (film bingkai/slide suara, film rangkai suara), (6) 32 visual gerak (film bisu dengan judul/caption), (7) visual gerak dengan audio (film suara, video/vcd/dvd), (8) benda (benda nyata, model tituan/ mock up), (9) komputer (media berbasis computer). Asyhar (2011: 44) menyatakan bahwa pada dasarnya semua media pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu media visual, media audio, media audio-visual, dan multimedia. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis media pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi media audio, cetak, audiocetak, proyeki visual diam, proyeksi visual diam dengan audio, visual gerak, visual gerak dengan audio, benda nyata, computer (multimedia). Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media konkret. Berdasarkan jenisnya, media konkret termasuk media nyata. c. Pengertian Media Konkret Gerlach dan Ely (Asyhar, 2011: 47) menyatakan bahwa media konkret disebut juga dengan media nyata (real object and model), yaitu media dari benda dan model sebenarnya . Media ini bisa berupa orang, kejadian, objek atau benda tertentu bahkan semua yang ada di alam yang digunakan sebagai media dalam pembelajaran. Menurut Asyhar (2011: 54) media konkret masuk ke dalam jenis media visual nonproyeksi. Benda nyata adalah benda yang dapat dilihat, didengar, atau dialami oleh peserta didik sehingga memberikan pengalaman langsung kepada mereka. Benda tersebut tidak harus dihadirkan di ruang kelas ketika proses pembelajaran berlangsung, tetapi siswa dapat melihat langsung ke lokasi objek. Dapat disimpulkan bahwa media konkret adalah media nyata atau media dari benda dan model sebenarnya yang termasuk ke dalam media visual non proyeksi yang dapat dilihat, didengar, dan dialami oleh siswa sehingga dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa. d. Jenis-Jenis Media Konkret Media konkret masuk ke dalam golongan media pembelajaran berdasarkan ciri fisik yaitu media tiga dimensi (3D). Sumantri dan 33 Permana (2001: 161-162) mengemukakan media yang termasuk ke dalam benda asli dan orang, yaitu: (1) speciment, adalah pecahan dari benda yang sebenarnya, (2) mock-up, model tiruan yang menonjolkam bagian-bagian tertentu dari suatu benda asli, (3) diorama, adalah model pemandangan yang dibuat seperti keadaan aslinya, (4) laboratorium di luar sekolah, misalnya pasar, aliran sungai, air terjun, dsb., (5) museum, adalah tempat menyimpan dan memelihara objek-objek yang asli dan specimenspecimen, benda purbakala, dsb., (6) community study, adalah program yang dirancang agar peserta didik dapat mengetahui keadaan sosial masyarakat, (7) walking trips, adalah memberikan pengalaman belajar melalui demonstrasi atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan pekerjapekerja di lingkungan sekitar sekolah, (8) field study, merupakan studi lapangan, (9) dikunjungi manusia sumber, adalah proses pembelajaran menggunakan manusia sumber atau ahli dalam suatu bidang, (10) special learning trips, adalah penggunaan media belajar di lingkungan sekitar sekolah dan guru serta peserta didik terlibat secara aktif; dan (10) model, adalah media tiga dimensi yang mewakili benda sebenarnya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis media konkret di sekolah dasar yaitu makhluk hidup seperti tumbuh-tumbuhan, binatang, community study, walking trips,field study, dikunjungi manusia sumber, special learning trips dan benda-benda mati seperti tanah, air, speciment, mock-up, diorama,laboratorium di luar sekolah, museum, dan model. Media konkret yang digunakan peneliti pada saat penelitian yaitu benda-benda bangun ruang sederhana yang dekat dengan lingkungan siswa seperti, benda tiruan kubus, kotak pasta gigi, bambu, tempat pensil prisma segitiga dan kerangka bangun ruang sederhana. 34 e. Kelebihan dan Kekurangan Media Konkret 1) Kelebihan Media Konkret Penggunaan media konkret dalam proses pembelajaran sering digunakan oleh guru karena mempunyai beberapa kelebihan, seperti; media konkret mudah untuk didapatkan, penggunaanya sederhana dan tidak memerlukan perlengkapan yang rumit. Asyhar (2011: 55) berpendapat bahwa kelebihan dari media konkret (nyata) adalah dapat memberikan pengalaman secara nyata kepada siswa sehingga pembelajara bersifat lebih konkret dan waktu retensi lebih panjang. Sanaky (2013: 129) menyatakan bahwa belajar dengan menggunakan benda-benda asli dapat memperbaiki proses pembelajaran, pembelajar juga dapat belajar langsung dan tidak hanya mendengar pengajar menjelaskan dengan monoton gambar yang ditampilkan pengajar. Dari pendapat diatas mengenai kelebihan media konkret dapat disimpulkan bahwa media konkret mempunyai beberapa kelebihan yaitu mudah didapatkan, penggunaannya cukup sederhana, dan tidak memerlukan perlengkapan yang rumit,dapat memberikan pengalaman secara nyata kepada siswa, pembelajaran tidak akan monoton. 2) Kekurangan Media Konkret Media konkret selain memiliki kelebihan juga memilki kekurangan, Sanaky (2013: 129) berpendapat bahwa “belajar menggunakan media konkret memerlukan biaya yang cukup besar.” Moedjiono (Daryanto, 2013: 29) mengemukakan bahwa kelompok media tiga dimensi yang berwujud benda asli mempunyai kelemahan, diantaranya: (1) tidak bisa menjangkau sasaran dalam jumlah yang besar, (2) penyimpanannya memerlukan ruang yang besar, dan (3) perawatannya rumit. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa media konkret mempunyai beberapa kekurangan, yaitu: (1) memerlukan biaya yang cukup besar, (2) sulit menjangkau sasaran dalam jumlah besar 35 dan tempat yang luas, (3) penyimpanannya memerlukan tempat yang memadai, dan (4) perawatannya rumit. f. RME dengan Media Konkret Pendekatan RME dengan media konkret berarti menerapkan pendekatan pendekatan RME dalam pembelajaran dengan mengkolaborasikan dengan menggunakan media konkret (benda nyata). Maksud dari kolaborasi tersebut berarti penggunaan media konkret dalam pelaksanaan pendekatan RME adalah sebagai media bantu untuk menyampaikan materi pembelajaran. Langkah-langkah atau tahapan penerapan pendekatan RME dengan media konkret yaitu: (1) memahami masalah kontektual dengan media konkret, (2) menjelaskan masalah kontektual dengan media konkret, (3) menyelesaikan masalah kontektual dengan media konkret, (4) membandingkan dan mendiskusikan jawaban dengan media konkret, (5) menyimpulkan dengan media konkret. Pada penelitian yang akan dilakukan peneliti menggunakan media konkret yang telah disesuaikan dengan materi bangun ruang. Berikut adalah rincian materi dan media konkret yang akan digunakan. 36 Tabel 2.2 Rincian Materi dan Media yang Digunakan No 1 Uraian Materi Media yang Digunakan Sifat-Sifat Kubus Jaring-Jaring Kubus Bangun kubus Kerangka dan jaring–jaring kubus 2 Sifat-sifat Balok Jaring-Jaring Balok Bungkus pasta gigi Kerangka dan jaring-jaring balok 3 Sifat-sifat Tabung Jaring-Jaring Tabung Bambu Jaring-Jaring Tabung 4 Sifat-sifat Prisma Segitiga Jaring-Jaring Prisma Tempat Pensil Kerangka bangun prisma segitiga 37 4. Penelitian Relevan Penelitian-penelitian terdahulu dapat digunakan sebagai bahan rujukan sekaligus referensi dalam menentukan penelitian tindakan kelas. Oleh karena itu, di bawah ini akan dijelaskan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian tentang penerapan pendekatan RME dengan media konkret. Penelitian relevan yang pertama yaitu penelitan yang dilakukan oleh Arsaythamby dan Cut Morina Zubainur (2014: 312) yang berjudul “How A Realistic Mathematics Educational Approach Affect Students’ Activities In Primary Schools?”. Subjek Penelitian ini yaitu kelas V Sekolah Dasar. Hasil dari penelitian ini dengan menerapkan pendekatan RME yaitu hasil pembelajaran matematika lebih tinggi dan efektif daripada pembelajaran konvensional. Siswa juga aktif memberikan respon terhadap pendapat teman-temannya. Penelitian relevan yang kedua dilakukan oleh Judah P. Makonye (2014: 660), dengan judul Teaching Functions Using a Realistic Mathematics Education Approach: A Theoretical Perspective. Subjek penelitian ini yaitu kelas IX. Hasil dari penelitian ini yaitu siswa dapat memahami hubungan antara konsep dan procedural matematika . Penelitian relevan yang ketiga dilakukan oleh Respati Mulyanto (2007: 4) yang berjudul Pendekatan RME untuk Meningkatkan Pemahaman Operasi Pengurangan Bilangan Bulat Negatif Pada Pembelajaran Matematika di SDN Sukalerang I Kabupaten Sumedang. Subjek penelitian ini yaitu kelas IV Sekolah Dasar. Hasil penelitian yaitu penggunaan pendekatan RME dapat efektif meningkatan pemahaman operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat negative serta penggunaan RME efektif dapat meningkatkan keterampilan dan kreativitas guru. Hal ini ditunjukkan dengan adanya aktivitas belajar yang berjalan baik pada siklus I, siswa dapat menyelesaikan tugas sebesar 75% dengan baik, 25% hanya 38 tinggal memberikan simbol-simbol hal ini terjadi karena umumnya mereka melakukan pekerjaan dengan bersendau gurau, sehingga diantaranya ada yang lupa pada tugasnya. Pada siklus II, hasilnya sebagian besar siswa dapat menyelesaikan soal lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan dan sisanya dapat menyelesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Pada siklus III sebagian besar siswa dapat menyelesaikan soal yang bervariasi tentang operasi bilangan bulat negatif lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Penelitian yang dilakukan untuk setiap siklusnya hasilnya sangat baik, dilihat dari hasil rata-rata tugas yang diselesaikan para siswa dengan pencapaian rata-ratanya 75% dari target yang ditentukan. Penelitian relevan yang keempat yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sukani, Kresnadi, dan Asran (2015: 1) dengan judul “Penggunaan Media Konkret dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa di Sekolah Dasar”. Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas III SD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan media konkret mengalami peningkatan hasil belajar. Hal ini ditunjukkan dengan hasil belajar pada siklus I yaitu 61,33 meningkat menjadi 81,33 pada siklus II. Berdasarkan peneltian-penelian yang relevan di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan Realistic Mathematic Education dengan media konkret dapat meningkatkan pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas dan dapat memberikan peluang bagi siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran. Penggunaan media konkret juga dapat meningkatkan pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas. 39 B. Kerangka Berpikir Mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian siswa. Matematika juga dianggap pelajaran yang membosankan bahkan ada juga yang menganggap pelajaran tersebut menakutkan. Kebanyakan pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang terpusat pada guru. Pembelajaran juga belum memanfaatkan media secara maksimal untuk membantu dalam penyampaian materi matematika. Hal tersebut menyebabkan proses pembelajaran kurang dapat dipahami oleh sebagian siswa dan pembelajaran juga kurang maksimal . Hal tersebut terlihat dari rendahnya hasil belajar matematika pada siswa. Siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM hanya 33% dari jumlah keseluruhan siswa. Keadaan yang seperti ini tidak bisa dibiarkan begitu saja dan harus ada perubahan kearah yang lebih baik lagi. Perubahan yang dimaksud dalam hal ini yaitu dari sisi pembelajaran yang dilakukann oleh guru dan pemanfaatan media dalam menyampaikan materi pembelajaran. Peneliti memilih alternatif yang diharapkan dapat memperbaiki pembelajaran sebelumnya yaitu penggunaan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME). Pendekatan ini lebih memusatkan kepada siswa. Siswa diberikan kesempatan untuk dapat menemukan solusi dari permasalahan matematika yang diberikan dengan cara mereka sendiri. Permasalaha yang dikonstruksi oleh siswa juga akan mendorong seluruh siswa untuk ikut memecahkan masalah yang ada. Pendekatan ini akan menambah minat seluruh siswa untuk dapat mencari solusi dari permasalah matematika yang diberikan oleh guru Pendekatan RME dengan media konkret akan lebih memperjelas materi pembelajaran yang akan disampaikan. Siswa akan lebih memahami maksud dari permasalahan matematika yang diberikan oleh guru. Pengunaan media konkret diharapkan dapat merangsang pengetahuan siswa, 40 sehingga siswa mudah untuk menerima penjelasan guru dengan menggunakan bantuan media konkret. Apabila penerapan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) dengan media konkret dilaksanakan berdasarkan langkah yang benar maka pembelajaran matematika akan meningkat. . Sehingga penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya dari Arsaythamby dan Cut Morina Zubainur (2014: 312) dengan hasil penelitian bahwa penerapan pendekatan RME hasil pembelajaran matematika lebih tinggi dan pembelajaran matematika lebih efektif, serta penelitian dari Respati Mulyanto (2007: 4) yang menyatakan bahwa penggunaan pendekatan RME dapat efektif meningkatan pemahaman pada pembelajaran matematika, serta efektif dapat meningkatkan keterampilan dan kreativitas guru. Peningkatan pembelajaran matematika ditandai dengan adanya proses dan hasil pembelajaran matematika yang menunjukkan lebih baik dari sebelumnya. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam tiga siklus . Setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Pada siklus I akan mempelajari tentang sifat-sifat kubus, balok, tabung, kerucut, limas, dan prisma. Pada siklus II akan mempelajari tentang materi jaring-jaring kubus, balok, tabung dan kerucut. Sedangkan untuk materi jaring-jaring limas dan prisma akan dipelajari di siklus III. Diharapkan dengan adanya penerapan pendekatan RME dengan media konkret akan meningkatkan pembelajaran matematika yang ditunjukkan dengan hasil belajar siswa yang lebih baik dari sebelumnya yaitu 85% dari jumlah siswa mendapat nilai yang bagus dengan KKM =70. Untuk lebih jelasnya, skema kerangka berfikir pelaksanaan PTK dapat dilihat pada gambar berikut. 41 Berdasarkan uraian di atas, dapat digambarkan dengan skema kerangka pemikiran sebagai berikut : Kondisi Awal Tindakan Pembelajaran konvensional Banyak siswa mendapat hasil belajar di bawah KKM (63) pada pembelajaran matematika. Penerapan pendekatan RME dengan media konkret. Sikus 1 Langkah-langkah sifat-sifat kubus, balok, tabung, menggambar bangun kubus,balok, tabung 1.memahami masalah kontekstual dengan media konkret Sikus II 2. menjelaskan masalah kontekstual dengan media konkret 3. menyelesaikan masalah kontekstual dengan media konkret 4. membandingkan dan mendiskusikan masalah kontekstual dengan media konkret Sifat-sifat prisma, menggambar prisma, menentukan jaring-jaring kubus,menggambar jaringjaring kubus Sikus III Menentukan jaring-jaring balok, tabung, dan prisma, menggambar jaring-jaring balok, tabung, dan prisma. 5. menyimpulkan dengan media konkret Kondisi Akhir Terjadi peningkatan pembelajaran matematika tentang bangun ruang, jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 70 adalah 85% Gambar 2.8 Kerangka Berpikir Siswa tertarik, senang, dan aktif dalam pembelajaran 42 C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori, penelitian relevan, dan kerangka berpikir tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan yaitu “Jika penerapan pendekatan RME dengan media konkret diterapkan sesuai dengan langkah-langkah yang telah ditentukan, maka pembelajaran matematika tentang bangun ruang di kelas V SD Negeri Jatimalang tahun ajaran 2015/2016 dapat meningkat”.