bab ii landasan teori

advertisement
 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Sistem Distribusi Tenaga Listrik
Pada Gardu Induk (GI), energi listrik didistribusikan melalui penyulangpenyulang yang berupa saluran udara atau saluran kabel tanah. Pada penyulang
distribusi
ini terdapat gardu-gardu distribusi. Fungsi dari Gardu Distribusi ini
adalah menurunkan Tegangan Distribusi Primer menjadi Tegangan Rendah (JTR).
Konsumen tenaga listrik disambung dari JTR melalui Saluran Rumah (SR). Dari
SR, tenaga listrik masuk ke Alat Pembatas dan Pengukur (APP) terlebih dahulu
sebelum memasuki instalasi rumah milik konsumen. APP berfungsi membatasi
daya dan mengukur pemakaian tenaga listrik oleh konsumen.
Sistem Distribusi merupakan semua bagian peralatan sistem tenaga listrik
yang mendistribusikan energi listrik dari gardu induk hingga KWh meter di
konsumen dengan mutu yang memadai.
Sistem Distribusi berfungsi sebagai
pembagi atau penyalur tenaga listrik ke pelanggan, dan merupakan sub sistem
tenaga listrik yang langsung berhubungan dengan pelanggan, karena catu daya
pada pusat-pusat beban (pelanggan) dilayani langsung melalui jaringan distribusi.
Tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik besar dengan
tegangan dari 11 kV sampai 24 kV dinaikan tegangannya oleh gardu induk
dengan transformator penaik tegangan menjadi 70 kV, 154kV, 220kV atau 500kV
kemudian disalurkan melalui saluran transmisi. Tujuan menaikkan tegangan ialah
untuk memperkecil kerugian daya listrik pada saluran transmisi, dimana dalam hal
ini kerugian daya adalah sebanding dengan kuadrat arus yang mengalir (I2 R).
Dengan daya yang sama bila nilai tegangannya diperbesar, maka arus yang
mengalir semakin kecil sehingga kerugian daya juga akan kecil pula.
Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kV dengan
transformator penurun tegangan pada gardu induk distribusi, kemudian dengan
sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan oleh saluran
distribusi primer. Dari saluran distribusi primer inilah gardu-gardu distribusi
5
6
mengambil tegangan untuk diturunkan tegangannya dengan trafo distribusi
menjadi sistem tegangan rendah, yaitu 220/380 Volt. Selanjutnya disalurkan oleh
saluran distribusi sekunder ke konsumen-konsumen. Dengan ini jelas bahwa
sistem
distribusi merupakan bagian yang penting dalam sistem tenaga listrik
secara keseluruhan.
Rel GI Pembangkit
Generator
G
Trafo
step up
GI Tansmisi dengan
Interbus Trafo
GI Distribusi
Gardu
Distribusi
Transmisi
500 KV
JTM
20 KV
JTR
0.4 KV
Pelanggan
150 KV
Pelanggan
20 KV
Pelanggan
0.4 KV
Pelanggan
0.4 KV
Gambar 2.1 Sistem Penyaluran Tenaga Listrik
Pada sistem penyaluran daya jarak jauh, selalu digunakan tegangan setinggi
mungkin, dengan menggunakan trafo-trafo step-up. Nilai tegangan yang sangat
tinggi ini (HV,UHV,EHV) menimbulkan beberapa konsekuensi antara lain:
berbahaya bagi lingkungan dan mahalnya harga perlengkapan-perlengkapannya,
selain menjadi tidak cocok dengan nilai tegangan yang dibutuhkan pada sisi
beban. Maka, pada daerah-daerah pusat beban tegangan saluran yang tinggi ini
diturunkan kembali dengan menggunakan trafo-trafo step-down. Akibatnya, bila
ditinjau nilai tegangannya, maka mulai dari titik sumber hingga di titik beban,
terdapat bagian-bagian saluran yang memiliki nilai tegangan berbeda-beda.
2.2 Pengelompokan Jaringan Distribusi Tenaga Listrik
Untuk kemudahan dan penyederhanaan, maka jaringan distribusi di
kelompokan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
Daerah I
: Bagian pembangkitan (Generation)
Daerah II
: Bagian penyaluran (Transmission), bertegangan tinggi
(HV, UVH, EHV)
Daerah III
: Bagian Distribusi Primer, bertegangan menengah (6 atau 20kV).
Daerah IV
: Bagian Distribusi sekunder (pada beban/konsumen), Instalasi,
bertegangan rendah.
7
Gambar 2.2 Pembagian Tegangan Sistem Tenaga Listrik
Berdasarkan pembatasan-pembatasan tersebut, maka diketahui bahwa porsi
materi Sistem Distribusi adalah Daerah III dan IV, yang pada dasarnya dapat
dikelasifikasikan menurut beberapa cara, bergantung dari segi apa klasifikasi itu
dibuat. Dengan demikian ruang lingkup Jaringan Distribusi adalah:
1. SUTM, terdiri dari : Tiang dan peralatan kelengkapannya, konduktor dan
peralatan perlengkapannya, serta peralatan pengaman dan pemutus.
2. SKTM, terdiri dari : Kabel tanah, indoor dan outdoor termination dan lainlain.
8
3. Gardu trafo, terdiri dari : Transformator, tiang, pondasi tiang, rangka tempat
trafo, LV panel, pipa-pipa pelindung, Arrester, kabel-kabel, transformer band,
peralatan grounding, dan lain-lain.
4. SUTR dan SKTR, terdiri dari : sama dengan perlengkapan / material pada
SUTM dan SKTM. Yang membedakan hanya dimensinya.
2.3 Klasifikasi Saluran Distribusi Tenaga Listrik
Secara umum, saluran tenaga Listrik atau saluran distribusi dapat
diklasifikasikan
sebagai berikut:
2.3.1
Menurut nilai tegangannya:
a. Saluran distribusi Primer, Terletak pada sisi primer trafo distribusi, yaitu
antara titik Sekunder trafo substation (Gardu Induk) dengan titik primer
trafo distribusi. Saluran ini bertegangan menengah 20 kV. Jaringan listrik
70 kV atau 150 kV, jika langsung melayani pelanggan, bisa disebut
jaringan distribusi.
b. Saluran Distribusi Sekunder, Terletak pada sisi sekunder trafo distribusi,
yaitu antara titik sekunder dengan titik cabang menuju beban
2.3.2
Menurut bentuk tegangannya:
a. Saluran Distribusi DC (Direct Current) menggunakan sistem tegangan
searah.
b. Saluran Distribusi AC (Alternating Current) menggunakan sistem
tegangan bolak-balik.
2.3.3
Menurut jenis/tipe konduktornya:
a. Saluran udara, dipasang pada udara terbuka dengan bantuan penyangga
(tiang) dan perlengkapannya, dan dibedakan atas:
b. Saluran kawat udara, bila konduktornya telanjang, tanpa isolasi
pembungkus.
c. Saluran kabel udara, bila konduktornya terbungkus isolasi.
9
d. Saluran Bawah Tanah, dipasang di dalam tanah, dengan menggunakan
kabel tanah (ground cable).
e. Saluran Bawah Laut, dipasang di dasar laut dengan menggunakan kabel
laut (submarine cable).
2.3.4
Menurut susunan (konfigurasi) salurannya:
a. Saluran Konfigurasi horizontal, bila saluran fasa terhadap fasa yang
lain/terhadap netral, atau saluran positif terhadap negatif (pada sistem DC)
membentuk garis horisontal.
b. Saluran Konfigurasi Vertikal, bila saluran-saluran tersebut membentuk
garis vertikal
c. Saluran konfigurasi Delta, bila kedudukan saluran satu sama lain
membentuk suatu segitiga (delta).
2.3.5
Menurut Susunan Rangkaiannya
Dari uraian diatas telah disinggung bahwa sistem distribusi di bedakan
menjadi dua yaitu sistem distribusi primer dan sistem distribusi sekunder.
2.3.5.1
Jaringan Sistem Distribusi Primer
Sistem distribusi primer digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari
gardu induk distribusi ke pusat-pusat beban. Sistem ini dapat menggunakan
saluran udara, kabel udara, maupun kabel tanah sesuai dengan tingkat keandalan
yang diinginkan dan kondisi serta situasi lingkungan. Saluran distribusi ini
direntangkan sepanjang daerah yang akan di suplai tenaga listrik sampai ke pusat
beban. Terdapat bermacam-macam bentuk rangkaian jaringan distribusi primer,
yaitu:
a.
Jaringan Distribusi Radial, dengan model: Radial tipe pohon, Radial
dengan tie dan switch pemisah, Radial dengan pusat beban dan Radial dengan
pembagian phase area.
10
b. Jaringan distribusi ring (loop), dengan model: Bentuk open loop dan bentuk
Close loop.
c. Jaringan distribusi Jaring-jaring (NET)
d. Jaringan
distribusi spindle
e. Saluran Radial Interkoneksi
a. Jaringan Distribusi Radial
Bila antara titik sumber dan titik bebannya hanya terdapat satu saluran, tidak
ada saluran alternatif saluran lainnya. Bentuk jaringan ini merupakan bentuk dasar
yang paling sederhana dan paling banyak digunakan. Dinamakan radial karena
saluran ini ditarik secara radial dari suatu titik yang merupakan sumber dari
jaringan itu, dan dari cabang-cabang ke titik-titik beban yang dilayani. Catu daya
berasal dari satu titik sumber dan karena adanya percabangan-percabangan, maka
arus beban yang mengalir sepanjang saluran menjadi tidak sama besar. Jaringan
radial mempunyai keunggulan dan kekurangan yaitu :
a) Keunggulan
 Bentuknya sederhana.
 Biaya inventasi ralatif murah.
b) Kekurangan
 Kualitas pelayanan dayanya relatif jelek, karena rugi tegangan dan rugi
daya yang terjadi pada saluran relatif besar.
 Kontinuitas pelayanan daya tidak terjamin, sebab antara titik sumber dan
titik beban hanya ada satu alternatif saluran sehingga bila saluran tersebut
mengalami gangguan, maka seluruh rangkaian sesudah titik gangguan
akan mengalami Black Out secara total.
Untuk melokalisir gangguan pada bentuk jaringan radial ini biasanya
diperlengkapi dengan peralatan pengaman berupa fuse, sectionaliser, recloser,
atau alat pemutus beban lainnya, tetapi fungsinya hanya membatasi daerah yang
mengalami pemadaman total, yaitu daerah saluran sesudah atau dibelakang titik
11
gangguan selama gangguan belum teratasi. Jaringan distribusi radial ini memiliki
beberapa bentuk modifikasi yaitu :
a. Radial Tipe Pohon
Bentuk ini merupakan bentuk yang paling dasar. Satu saluran utama
dibentang menurut kebutuhannya, selanjutnya dicabangkan dengan saluran
cabang (lateral penyulang) dan lateral penyulang ini dicabang-cabang lagi dengan
sublateral
penyulang (anak cabang).
MAIN FEEDER
F
LATERAL FUSE
LATERAL FEEDER
TRAFO
DISTRIBUSI
K
L
SECONDARY FEEDER
BEBAN
BEBAN
M
Gambar 2.3 Radial Tipe Pohon
Sesuai dengan kecepatan arus yang ditanggung masing-masing saluran,
ukuran penyulang utama adalah yang terbesar, ukuran lateral lebih kecil dari
penyulang utama dan ukuran sublateral adalah yang terkecil.
b. Radial dengan Tie dan Switch Pemisah
Bentuk ini merupakan modifikasi bentuk dasar dengan menambahkan tie
dan switch pemisah, yang diperlukan untuk mempercepat pemulihan pelayanan
bagi konsumen, dengan cara menghubungkan area-area yang tidak terganggu pada
penyulang yang bersangkutan dengan penyulang di sekitarnya.
12
Tie switch
(normally open)
Area
Beban
I
Area
Beban III
Area Beban II
Gambar 2.4 Radial dengan tie dan switch pemisah
Dengan demikian bagian penyulang yang terganggu dilokalisir dan bagian
penyulang lainnya yang “sehat” segera dioperasikan kembali dengan cara melepas
switch yang terhubung ke titik gangguan dan menghubungkan bagian penyulang
yang sehat ke penyulang disekitarnya.
c. Radial dengan Pusat Beban
Bentuk ini mencatu daya dengan menggunakan penyulang utama (main
feeder) yang disebut “express feeder” langsung ke pusat beban dan dari titik pusat
beban ini disebar dengan menggunakan “back feeder” secara radial.
Ke Beban /
konsumen
Trafo Distribusi
Express
Feeder
Back
feeder
Load Center
Gambar 2.5 Radial dengan Pusat Beban
13
d. Radial dengan Pembagian Area Fasa
Pada bentuk ini masing-masing fasa dari jaringan bertugas melayani daerah
beban yang berlainan. Bentuk ini akan dapat menimbulkan akibat kondisi sistem 3
fasa yang tidak seimbang (simetris), bila digunakan pada daerah yang baru dan
belum mantap pembagian bebannya. Karena hanya cocok untuk daerah beban
yang stabil dan penambahan maupun pembagian bebannya dapat diatur merata
dan simetris pada setiap fasanya.
Main Feeder
(3 phasa)
Single Phasa
Feeder
Area Beban
Phasa R
Area Beban
Phasa S
Lateral
Trafo
Distribusi
Area Beban
Phasa T
Ke Beban
Gambar 2.6 Radial dengan Pembagian Phasa Area
b. Jaringan Distribusi Ring (loop)
Bila pada titik beban terdapat dua alternatif saluran berasal lebih dari satu
sumber. Jaringan ini merupakan bentuk tertutup, disebut juga bentuk jaringan
“loop”. Susunan rangkaian penyulang membentuk ring, yang memungkinkan titik
beban dilayani dari dua arah penyulang, sehingga kontinuitas pelayanan lebih
terjamin, serta kualitas dayanya menjadi lebih baik Karena rugi tegangan dan rugi
daya pada saluran menjadi lebih kecil.
14
Pemutus (CB)
Main Feeder
Lateral
Sectionalizing Distribusi
Sekunder
Trafo distribusi
Loop Tie
Distribusi
Sekunder
Ke Beban
Gambar 2.7 Jaringan Distribusi Tipe Ring (Loop)
Pada tipe ini, kualitas dan kontinuitas pelayanan daya memang lebih baik,
tetapi biaya investasinya lebih mahal, karena memerlukan pemutus beban yang
lebih banyak. Bila digunakan dengan pemutus beban yang otomatis (dilengkapi
dengan recloser atau AVS), maka pengamanan dapat berlangsung cepat dan
praktis, dengan cepat pula daerah gangguan segera beroperasi kembali bila
gangguan telah teratasi. Dengan cara ini berarti dapat mengurangi tenaga operator.
Bentuk ini cocok untuk digunakan pada daerah beban yang padat dan memerlukan
keandalan tinggi.
c. Jaringan Distribusi Spindle
Selain bentuk-bentuk dasar jaringan distribusi yang telah ada, maka
dikembangjan pula bentuk-bentuk modifikasi yang bertujuan untuk meningkatkan
keandalan dan kualitas sistem. Salah satu bentuk modifikasi yang populer adalah
bentuk jaringan spindle, yang biasanya terdiri atas maksimum 6 penyulang dalam
keadaan dibebani dan satu penyulang dalam keadaan kerja tanpa beban. Saluran 6
penyulang yang beroperasi dalam keadaan berbeban dinamakan “working feeder”
atau saluran kerja dan satu saluran yang dioperasikan tanpa beban dinamakan
“express feeder”.
15
CB.1
LBS
LBS
CB.2
LBS
CB.3
CB.4
EXPRESS FEEDER
CB.5
CB.6
CB.7
Ke Beban / Konsumen
GARDU HUBUNG
Gambar 2.8 Jaringan Distribusi Tipe Spindle
Fungsi “express feeder” dalam hal ini selain sebagai cadangan pada saat
terjadi gangguan pada salah satu “working feeder”, juga berfungsi untuk
memperkecil terjadinya drop tegangan pada sistem distribusi bersangkutan pada
keadaan operasi normal. Dalam keadaan normal memang “express feeder” ini
sengaja dioperasikan tanpa beban.
2.3.5.2 Jaringan Sistem Distribusi Sekunder
Sistem distribusi sekunder digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari
gardu distribusi ke beban-beban yang ada di konsumen. Pada sistem distribusi
sekunder bentuk saluran yang paling banyak digunakan ialah sistem radial. Sistem
ini dapat menggunakan kabel yang berisolasi maupun konduktor tanpa isolasi.
Sistem ini biasanya disebut sistem tegangan rendah yang langsung akan
dihubungkan kepada konsumen/pemakai tenaga listrik dengan melalui peralatanperalatan sbb:
 Papan pembagi pada trafo distribusi.
 Hantaran tegangan rendah (saluran distribusi sekunder).
 Saluran Layanan Pelanggan (SLP) (ke konsumen/pemakai).
16
 Alat Pembatas dan pengukur daya (kWh meter) serta fuse atau pengaman
pada pelanggan.
PELAYANAN
KONSUMEN
PMS
FCO
PMT
TD
SU
RIL TT
Keterangan :
PMS = Pemisah
PMT = Pemutus
FCO = Fuse Cut Out
SC
TD = Trafo Distribusi
SU = Saklar Utama
SC = Saklar Cabang
FC = Fuse Cabang
FC
RIL TR
Gambar 2.9 Komponen Sistem Distribusi Sekunder
Gambar 2.10 Hubungan Tegangan Menengah ke Tegangan Rendah dan Konsumen
2.4 Gangguan Pada Sistem Tenaga Listrik
Jenis gangguan utama dalam saluran distribusi tenaga listrik adalah
gangguan hubung singkat. Gangguan hubung singkat ini terjadi sebagai akibat
dari tembusnya bahan isolasi, kesalahan teknis, polusi debu, dan pengaruh alam di
17
sekitar saluran distribusi tenaga listrik, sehingga ada arus yang mengalir dari fasa
ke tanah atau antar fasa. Jaringan distribusi berfungsi untuk menyalurkan tenaga
listrik ke pelanggan. Untuk keandalan pelayanan penyaluran tenaga listrik ke
pelanggan
maka jaringan distribusi perlu dilengkapi dengan alat pengaman.
Bila ditinjau dari segi lamanya waktu gangguan, maka gangguan pada
saluran distribusi tenaga listrik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Gangguan sementara ( gangguan temporer )
b. Gangguan permanen ( gangguan stasioner )
Untuk
gangguan temporer (gangguan sementara) ditandai
dengan
normalnya kerja sistem setelah pengaman dimasukkan (menutup) kembali.
Sedangkan gangguan permanen (gangguan stationer) ditandai dengan jatuhnya
pengaman setelah dimasukkan kembali, dan biasanya dilakukan sampai tiga kali.
Pada gangguan permanen, pengaman bisa bekerja normal kembali setelah
gangguan tersebut bisa diatasi. Sedangkan gangguan yang bersifat temporer,
penyebab gangguan akan hilang dengan sendirinya setelah pengaman jatuh/trip.
Gangguan yang bersifat permanen bisa disebabkan karena adanya kerusakan
pada peralatan sistem tenaga listrik, sehingga gangguan ini baru bisa diatasi
setelah kerusakan pada peralatan tersebut sudah diperbaiki.
Gangguan temporer yang terjadi berulang-ulang dapat menyebabkan
timbulnya kerusakan pada peralatan sistem tenaga listrik dan hal ini dapat pula
menimbulkan gangguan yang bersifat permanen sebagai akibat adanya kerusakan
peralatan tersebut.
Ditinjau dari macam gangguannya, maka gangguan hubung singkat dapat
dibedakan menjadi
a. Gangguan hubung singkat tiga fasa
b. Gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah
c. Gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah
d. Gangguan hubung singkat antar fasa (dua fasa)
Dari empat jenis gangguan tersebut dapat dibedakan menjadi dua kelompok
gangguan, yaitu :
18
a. Gangguan hubung singkat simetris.
b. Gangguan hubung singkat tidak simetris.
Yang termasuk dalam gangguan hubung singkat simetris adalah gangguan
hubung
singkat tiga fasa, sedangkan gangguan yang lainnya termasuk gangguan
hubung singkat tidak simetris. Gangguan hubung singkat akan mengakibatkan
arus lebih pada fasa yang teganggu, dimana arus gangguan tersebut mempunyai
harga yang jauh lebih besar dari rating arus maksimum
yang diijinkan pada
peralatan. Arus hubung singkat ini dapat mengakibatkan kerusakan pada peralatan
tenaga listrik jika pengaman tidak segera bekerja.
sistem
Gangguan-gangguan
yang
lain
jika
terjadi
berulang-ulang
bisa
mengakibatkan terjadinya kerusakan isolasi maupun peralatan pada sistem
transmisi dan distribusi tenaga listrik dan hal ini akhirnya dapat mengakibatkan
terjadinya hubung singkat.
2.4.1 Gangguan Hubung Singkat Tiga Fasa
Gangguan hubung singkat tiga fasa adalah gangguan hubung singkat yang
berupa hubungan pendek antara ketiga fasanya. Didapat persamaan sebagai
berikut:
I f 3 
Ea
( Ampere)
Z1
Dimana:
Ea =
a
VLL
(Volt )
3
Ia
Zf
Ib
Zf
Ic
Zf
b
c
Gambar 2.11 (a) Gangguan Hubung Singkat 3 Fasa
19
Arus gangguan hubung singkat 3 fasa bila dibandingkan dengan gangguan
hubung singkat yang lain, mempunyai arus gangguan yang paling besar.
Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa
2.4.2
Gangguan hubung singkat dua fasa adalah gangguan hubung singkat yang
berupa hubungan pendek antara satu fasa dengan fasa yang lain. Apabila hubung
singkat terjadi pada fasa a dan b akan didapat persamaan dibawah:
I f 2 
E ab
( Ampere)
Z1  Z 2
Oleh karena Z1 = Z2 dan I f 3  3
Maka: I f 2 
I f 3
2
 3
Ea
Z1
a
Ia
b
Ib
Zf
c
Ic
Gambar 2.12 (a) Gangguan Hubung Singkat 2 Fasa
Arus hubung singkat dua fasa lebih kecil daripada arus gangguan hubung
singkat tiga fasa.
20
2.4.3 Gangguan Hubung Singkat 1 phasa ke Tanah
Gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah adalah gangguan hubung
singkat yang berupa hubungan pendek antara satu fasa dengan tanah. Apabila
hubung
singkat terjadi pada fasa a akan didapat persamaan dibawah[8]:
I HS 1 
3  Vph
Z1eq  Z 2eq  Z 0eq
Dimana:
I HS 1Ф = arus hubung singkat 1 phasa ke
tanah (Ampere)
V ph = tegangan phasa netral sistem 20 kV (Volt)
Z1 eq = impedansi ekivalen urutan positif (Ohm)
Z2 eq = impedansi ekivalen urutan negatif (Ohm)
Z0 eq = impedansi ekivalen urutan nol (Ohm)
a
Ia
Zf
b
Ib
c
Ic
Gambar 2.13 (a) Gangguan Hubung Singkat 1 Fasa ke Tanah,
Arus gangguan satu fasa ke tanah hampir selalu lebih kecil daripada arus
gangguan hubung singkat tiga fasa, bahkan mungkin lebih kecil dari arus beban
nominalnya, sebab gangguan tanah hampir selalu melalui tahanan gangguan,
21
misalnya beberapa Ohm, yaitu tahanan pembumian kaki tiang, dalam hal
flashover dengan tiang atau kawat tanah. Di samping itu untuk sistem dengan
pembumian melalui tahanan, tahanan pembumian netral sistem itu juga akan
membatasi
arus gangguan satu fasa ke tanah.
2.5 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Gangguan
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem
transmisi
dan distribusi tenaga listrik antara lain :
a) Surja
Petir.
Mengingat saluran transmisi dan distribusi tersebar luas dan panjang
membentang serta beroperasi pada kondisi tempat yang cuacanya berbedabeda, maka kemungkinan terjadinya gangguan yang disebabkan oleh petir
besar sekali, terutama pada musim hujan. Gangguan yang disebabkan oleh petir
ini sangat berbahaya karena dapat merusak isolasi peralatan.
b) Surja Hubung.
Yang dimaksud dengan surja hubung adalah kenaikan tegangan pada saat
dilangsungkan pemutusan arus oleh PMT. Kenaikan tegangan yang disebabkan
oleh adanya gangguan surja hubung ini dapat merusak isolasi peralatan.
Biasanya sering terjadi pada saat musim penghujan. Gangguan ini sangat
dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang berbeda-beda di suatu tempat. Gangguan
yang disebabkan oleh petir ini sangat berbahaya karena dapat merusak isolasi
dari peralatan.
c) Polusi Debu.
Debu-debu yang menempel pada isolator, bila udara lembab maka debu
tersebut merupakan konduktor yang dapat menyebabkan terjadinya loncatan
bunga api yang pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan hubung singkat
fasa ke tanah.
d) Adanya pohon-pohon yang tidak terawat.
Pohon-pohon yang dekat dengan saluran transmisi dan distribusi bila tidak
terawat dan rantingnya masuk ke daerah bebas saluran transmisi dan distribusi,
hal ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan hubung singkat fasa ke tanah.
22
e) Isolator yang rusak.
Isolator yang rusak karena sambaran petir atau karena usia yang sudah tua bisa
menyebabkan terjadinya gangguan hubung singkat antar fasa atau gangguan
hubung
singkata dari fasa ke tanah.
f) Angin kencang
Terjadinya angin kencang, sehingga menimbulkan gesekan pohon dengan
jaringan listrik.
g) Kesadaran masyarakat yang kurang
Misalnya
bermain layang-layang dengan menggunakan benang yang bisa
dilalui aliran listrik. Ini sangat berbahaya jika benang tersebut mengenai
jaringan listrik.
h) Kualitas peralatan atau material yang kurang baik
Misalnya pada JTR yang memakai Twested Cable dengan mutu yang kurang
baik, sehingga isolasinya mempunyai tegangan tembus yang rendah, mudah
mengelupas dan tidak tahan panas. Hal ini juga akan menyebabkan hubung
singkat antar phasa.
i) Pemasangan jaringan yang kurang baik
Pemasangan konektor pada JTR yang memakai TC, apabila pemasangannya
kurang baik akan menyebabkan timbulnya bunga api dan akan menyebabkan
kerusakan phasa yang lainnya. Akibatnya akan terjadi hubung singkat.
j) Terjadinya hujan, adanya sambaran petir, karena terkena galian (kabel tanah),
umur jaringan (kabel tanah) sudah tua yang mengakibatkan pengelupasan
isolasi dan menyebabkan hubung singkat dan sebagainya.
2.6 Sistem Proteksi
2.6.1 Pengertian Sistem Proteksi
Sistem proteksi merupakan sistem yang bekerja mengamankan peralatan
yang berada di dalamnya pada saat terjadinya suatu gangguan.
Sistem pengaman yang baik harus mampu :
a. Melakukan koordinasi dengan sistem pengaman yang lain.
b. Mengamankan peralatan dari kerusakan yang lebih luas akibat gangguan.
23
c. Membatasi kemungkinan terjadinya kecelakaan.
d. Membatasi daerah pemadaman akibat gangguan.
Tujuan Sistem Proteksi
2.6.2
Gangguan sistem distribusi tenaga listrik hampir seluruhnya merupakan
gangguan hubung singkat, yang akan menimbulkan arus yang cukup besar,
semakin besar sistemnya, semakin besar juga arus gangguannya. Arus gangguan
yang besar bila tidak segera dihilangkan akan merusak peralatan yang dilalui arus
gangguan.
Untuk melepaskan daerah yang terganggu diperlukan alat pengaman.
Disini dapat dilihat bahwa pengaman bukan untuk meniadakan, tetapi bertujuan
untuk melepas atau membuka sistem yang terganggu, sehingga arus gangguan ini
akan padam.
2.7 Relay Proteksi
2.7.1 Pengertian Relay Proteksi
Relay proteksi atau relay pengaman adalah suatu peralatan elektrik
maupun magnetik yang dirancang untuk mendeteksi adanya suatu gangguan atau
merasakan adanya kondisi tidak normal yang mungkin terjadi pada peralatan atau
bagian sistem tenaga listrik. Jika kondisi abnormal tersebut terjadi maka relay
pengaman secara otomatis memberikan sinyal atau perintah untuk membuka
pemutus tenaga (circuit breaker) agar bagian yang terganggu dapat dipisahkan
dari sistem normal. Di samping itu relay juga berfungsi untuk menunjukkan lokasi
dan macam gangguannya sehingga memudahkan evaluasi pada saat terjadi
gangguan.
Relay proteksi dapat mendeteksi adanya gangguan pada peralatan yang
diamankan dengan mengukur besaran-besaran listrik yang diterimanya dan
membandingkan antara besaran pada saat kondisi normal dengan besaran pada
saat kondisi gangguan. Besaran-besaran yang berubah harganya pada kondisi
gangguan tersebut misalnya arus, tegangan, daya, sudut fasa, impedansi,
frekuensi, dan lain sebagainya.
24
Relay secara otomatis akan membuka pemutus tenaga (PMT) untuk
memisahkan peralatan atau bagian dari sistem yang terganggu dan memberikan
isyarat berupa lampu dan alarm (bel) yang menandakan pada sistem telah terjadi
gangguan.
2.7.2 Fungsi Relay Proteksi
Relay pengaman adalah susunan peralatan yang direncanakan untuk dapat
merasakan atau mengukur adanya gangguan atau merasakan adanya ketidak
normalan
pada peralatan atau bagian sistem tenaga listrik dan segera secara
otomatis membuka Pemutus Tenaga (PMT) atau Circuit Breaker (CB) untuk
memisahkan peralatan atau bagian dari sistem yang terganggu dan memberi
isyarat berupa lampu atau alarm (bel).
Relay pengaman dapat merasakan atau melihat adanya gangguan pada
peralatan yang diamankan dengan mengukur atau membandingkan besaranbesaran yang diterimanya misalnya arus, tegangan, daya, sudut fase, frekuensi,
impedansi dan sebagainya dengan besaran yang telah ditentukan, kemudian
mengambil keputusan untuk seketika ataupun dengan perlambatan waktu
membuka PMT ataupun hanya memberi tanda tanpa membuka PMT.
PMT harus mempunyai kemampuan untuk memutus arus hubung singkat
maksimum yang melewatinya dan juga harus mampu menutup rangkaian dalam
keadaan hubung singkat dan kemudian membuka kembali. PMT biasanya
dipasang pada generator, trafo daya, saluran transmisi, saluran distribusi dan
sebagainya supaya masing-masing bagian sistem dapat dipisahkan sedemikian
rupa sehingga sistem lainnya tetap beroperasi secara normal. Pada sistem
tegangan menengah dan tegangan rendah adakalanya sekering digunakan sebagai
relay dan pemutus tenaga bersamaan.
Disamping tugas di atas, relay juga berfungsi menunjukkan lokasi dan
macam
gangguannya. Dengan data tersebut memudahkan analisa dari
gangguannya. Dalam beberapa hal relay hanya memberi tanda adanya gangguan
25
atau kerusakan, jika dipandang gangguan atau kerusakan tersebut tidak segera
membahayakan.
Dari uraian di atas maka relay pengaman pada sistem tenaga listrik berfungsi
untuk :
a. Merasakan, mengukur dan menentukan bagian sistem yang terganggu serta
memisahkan secepatnya sehingga sistem lainnya tidak terganggu dan dapat
beroperasi
secara normal.
b. Mengurangi kerusakan yang lebih parah dari peralatan atau bagian sistem yang
terganggu.
c. Mengurangi pengaruh gangguan terhadap bagian sistem yang lain yang tidak
terganggu di dalam sistem tersebut serta mencegah meluasnya gangguan.
d. Memperkecil bahaya bagi manusia atau operator
e. Menunjukan lokasi dan macam gangguan.
Sistem pengaman yang baik harus mampu :
a. Melakukan koordinasi dengan sistim pengaman yang lain
b. Mengamankan peralatan dari kerusakan yang lebih luas akibat gangguan
c. Membatasi kemungkinan terjadinya kecelakaaan
d. Secepatnya membebaskan pemadaman karena gangguan
e. Membatasi daerah pemadaman akibat gangguan
f. Mengurangi frekuensi pemutusan permanen karena gangguan
2.7.3 Persyaratan Relay Proteksi
Relay proteksi dirancang dan dibuat untuk merasakan adanya gangguan
pada bagian suatu sistem tenaga listrik yang kemudian secara otomatis akan
membuka Pemutus Tenaga.
Relay proteksi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Dapat diandalkan ( Reliable )
Dalam keadaan normal (tidak ada gangguan) relay tidak boleh bekerja. Tetapi
bila suatu saat terjadi gangguan yang mengharuskan relay bekerja, maka relay
tidak boleh gagal bekerja untuk mengatasi gangguan tersebut. Kegagalan kerja
26
relay dapat mengakibatkan kerusakan yang berat bagi alat atau sistem yang
diamankan atau gangguan menjadi meluas sehingga daerah yang mengalami
pemadaman akan meluas. Disamping itu relay tidak boleh salah bekerja,
sehingga
menimbulkan
pemadaman
yang
tidak
seharusnya
ataupun
menyulitkan analisa gangguan yang terjadi. Dalam hal ini yang harus dapat
diandalkan tidak hanya relaynya sendiri tetapi mulai dari trafo arus, trafo
tegangan serta rangkaiannya, baterai serta pemutus tenaganya.
2) Selektif
Relay bertugas mengamankan peralatan atau bagian sistem dalam daerah
pengamannya. Letak PMT (Pemutus Tenaga) sedemikian rupa sehingga setiap
bagian dari sistem dapat dipisahkan. Maka tugas relay adalah mendeteksi
adanya gangguan yang terjadi pada daerah pengamanannya dan memberi
perintah untuk membuka PMT (Pemutus Tenaga) untuk memisahkan bagian
dari sistem pada daerah yang terganggu. Dengan demikian bagian sistem
lainnya yang tidak terganggu jangan sampai dilepas, dan masih beroperasi
normal sehingga tidak terjadi pemutusan pelayanan. Dengan kata lain
pengamanan dinyatakan selektif bila relai dan PMT (Pemutus Tenaga) yang
bekerja hanyalah pada daerah yang terganggu saja.
3) Responsif
Relay pengaman harus dapat bekerja dengan cepat dan segera setelah
merasakan adanya gangguan pada sistem.
4) Sensitif
Relay pengaman harus cepat merasakan adanya arus gangguan yang melebihi
arus settingnya. Relay dikatakan peka (sensitif) apabila dapat bekerja dengan
masukan dari besaran yang dideteksi kecil. Jadi relay dapat bekerja pada awal
kejadian gangguan atau dengan kata lain gangguan dapat diatasi pada awal
kejadian. Hal ini memberi keuntungan dimana kerusakan peralatan yang
diamankan akibat gangguan menjadi kecil. Namun demikian relay harus stabil,
yang artinya relay harus dapat membedakan antara arus gangguan dan arus
beban maksimum.
27
5) Ekonomis dan sederhana
Penggunaan relay pengaman harus dipertimbangkan sisi ekonomisnya tanpa
mempengaruhi fungsi relay tersebut.
2.8 Relay Arus Lebih
2.8.1 Pengertian Relay Arus Lebih
Proteksi arus lebih adalah proteksi terhadap perubahan parameter arus
yang sangat besar dan terjadi pada waktu yang cepat, yang disebabkan oleh
hubung
singkat. Pada proteksi arus lebih ini, relay akan pick-up jika besar arus
melebihi nilai seting (Tjahjono, 2000). Elemen dasar dari proteksi arus lebih
adalah relay arus. Proteksi arus lebih meliputi proteksi terhadap gangguan hubung
singkat yang dapat berupa gangguan hubung singkat phasa-phasa, satu phasa ke
tanah serta hubung singkat antar phasa. Proteksi terhadap hubung singkat antar
phasa dikenal sebagai proteksi arus lebih dan relay yang digunakan disebut relay
arus lebih (over current relay). Jika arus gangguan mengalir melalui tanah,
gangguan ini disebut gangguan hubung singkat ke tanah dan relay yang digunakan
disebut proteksi hubung tanah (ground fault relay).
Pada proteksi transformator daya, relay arus lebih digunakan sebagai
tambahan bagi relay differensial untuk memberikan tanggapan terhadap gangguan
luar. Relay arus lebih yang digunakan adalah relay arus lebih tanpa perlambatan
waktu, relay arus lebih dengan karakteristik waktu yang berbanding terbalik
dengan besar arus dan relay arus lebih dengan komponen arah.
2.8.2 Jenis Relay Arus Lebih
2.8.2.1 Relay Arus Lebih Waktu Seketika (Moment-Instantaneous)
Relay ini akan memberi perintah kepada Pemutus Tenaga ( PMT ) pada saat
terjadi gangguan bila arus gangguan besarnya melampaui penyetelannya, dan
jangka waktu kerja rele mulai pick-up sampai kerja relay sangat singkat tanpa
penundaan waktu yaitu 20 – 100 ms.
28
Gambar 2.14 Relay Arus Lebih dengan Karakteristik Waktu Kerja Seketika
Keterangan Gambar 2.14 :
CB : circuit breaker / PMT
C
CT : current transformer
top : waktu operasi
TC : tripping coil
Ip : arus setting relay
: relay arus lebih
Pada gambar 2.14 (b) terlihat bahwa waktu kerja rele sangat cepat tanpa
penundaan waktu. Rele jenis ini biasanya dikombinasikan dengan rele arus lebih
dengan karakteristik waktu kerja terbalik atau dengan rele arus lebih dengan
karakteristik waktu kerja tertentu.
2.8.2.2 Relay Arus Lebih Waktu Tertentu (Definite Time)
Relay ini akan memberi perintah kepada Pemutus Tenaga ( PMT ) pada
saat terjadi gangguan bila besarnya arus gangguan melampaui penyetelannya, dan
jangka waktu kerja rele mulai pick-up sampai kerja rele waktunya ditunda dengan
harga tertentu tidak dipengaruhi oleh besarnya arus gangguan.
29
Gambar 2.15 Relay Arus Lebih dengan Karakteristik Waktu Kerja Tertentu
Keterangan Gambar 2.15 :
CB : circuit breaker / PMT
top
: waktu operasi
CT : current transformer
Ip
: arus setting (arus kerja)
TC : tripping coil
A
: relay bantu
C
: relay arus lebih
S
: relay sinyal
T
: relay waktu tunda
Pada gambar 2.15 (b) terlihat bahwa waktu kerja rele tidak tergantung dengan
besarnya arus gangguan. Pebedaan rele ini denga rele waktu kerja seketika adalah
pada lamanya waktu kerja, dimana pada rele arus kerja seketika waktu kerjanya
sangat cepat tanpa penundaan waktu sedangkan pada rele waktu kerja tertentu ada
penundaan waktu. Namun pada kedua rele arus lebih di atas lamanya waktu kerja
tidak tergantung pada besarnya arus gangguan.
2.8.2.3 Relay Arus Lebih Berbanding Terbalik ( Inverse )
Relay ini akan memberi perintah kepada Pemutus Tenaga ( PMT ) pada
saat terjadi gangguan bila besarnya arus gangguan melampaui penyetelannya, dan
30
jangka waktu kerja relay mulai pick-up sampai kerja relay waktu tundanya
berbanding terbalik dengan besarnya arus gangguan.
Gambar 2.16 Relay Arus Lebih dengan Karakteristik Waktu Kerja Terbalik
Keterangan Gambar 2.16 :
CB : circuit breaker / PMT
C
: relay arus lebih
CT : current transformer
T : relay waktu tunda
TC : tripping coil
Relay arus lebih jenis ini lamanya waktu kerja tergantung pada besarnya arus
gangguan. Pada gambar 2.16 ( b ) terlihat bahwa makin besar arus gangguan yang
dirasakan oleh relay arus lebih dengan karakteristik waktu kerja terbalik maka
waktu kerjanya makin cepat.
Terdapat 4 macam karakteristik Relay Inverse yaitu :
1) Standard Inverse Time (SIT) , yaitu karakteristik yang menunjukan
perbandingan antara besar arus dengan waktu kerja relai yang standard, ditulis
dengan rumus:
31
𝑡=
0,14
.
0,02
Io
Iso
−1
𝑡𝑜 >
2,97
Keterangan :
Io = Arus uji pada relay
Iso = Arus seting pada relay
2) Very
Inverse (VIT), yaitu karakteristik yang menunjukkan perbandingan antara
besar arus dengan waktu kerja relai yang lebih cepat/tinggi dari standard
invers, ditulis dengan rumus:
𝑡=
13,5
𝑡𝑜 >
.
Io
1,5
Iso − 1
Keterangan :
Io = Arus uji pada relay
Iso = Arus seting pada relay
3) Extremely Inverse Time (EIT), yaitu karakteristik yang menunjukkan
perbandingan antara besar arus dengan waktu kerja relai yang lebih
cepat/tinggi dari standard dan very invers, ditulis dengan rumus:
𝑡=
Keterangan :
Io = Arus uji pada relay
Iso = Arus seting pada relay
80
𝐼𝑜
𝐼𝑠𝑜
.
2
−1
𝑡𝑜 >
0,808
32
4) Ultra Inverse Time (UIT), yaitu karakteristik yang menunjukkan perbandingan
antara besar arus dengan waktu kerja relai yang lebih lambat/rendah diantara
karakteristik yang lain, ditulis dengan rumus:
𝑡=
315
𝐼𝑜
𝐼𝑠𝑜
. 𝑡𝑜 >
2,5
−1
Keterangan
:
Io = Arus uji pada relay
Iso = Arus seting pada relay
Gambar 2.17 Kurva karakteristik waktu Invers.
33
2.9 Relay Gangguan Tanah/ Ground Fault Relay (GFR)
Ground Fault Relay biasanya digunakan pada jaringan tegangan menengah
dan jaringan tegangan rendah atau saluran distribusi untuk melindungi trafo dan
saluran
distribusi. Relay ini berfungsi untuk mendeteksi arus sisa dari hasil
masing-masing arus fasa dan netralnya. Penggunaan sensor arus dapat dilakukan
dengan satu buah CT yang melingkari seluruh fasa (3 fasa). Prinsip kerja relay ini
adalah mendeteksi arus urutan nol, karena setiap gangguan tanah menghasilkan
arus urutan nol. Jika tidak ada gangguan tanah atau pada kondisi normal,arus yang
melewati
relay adalah penjumlahan vektor arus tiga fasa, yang dalam titik netral
Star seimbang adalah sama dengan nol, sehingga relay tidak bekerja. Tetapi jika
terjadi gangguan tanah, maka terjadi arus urutan nol yang mengalir ke relay dan
menghasilkan operasi pengaman terhadap gangguan.
2.10 Setting dan Koordinasi Relay Arus Lebih
2.10.1 Pertimbangan Umum
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan setting relay arus lebih
adalah sebagai berikut :
1. Arus kerja minimum relay harus lebih besar dari arus beban maksimum dan
lebih kecil dari arus gangguan hubung singkat terkecil, yaitu arus gangguan
hubung singkat dua fasa di ujung seksi.
2. Penentuan setting dari seksi yang paling ujung dan secara bertahap dilakukan
untuk seksi-seksi berikutnya kearah sumber. Untuk menentukan setting waktu
relay perlu diketahui beda waktu koordinasi minimum yang di perbolehkan
sesuai dengan spesifikasi relay dan pemutus daya yang dipakai.
3. Pada saat melakukan setting waktu relay invers, lakukanlah pada saat arus
gangguan maksimum karena untuk arus yang lebih kecil waktu kerja relay
akan lebih besar.
34
2.10.2 Parameter Seting Arus Lebih
2.10.2.1 Setting Arus Untuk Waktu Tunda ( I>)
1 Iset =
kS
x In…………………………………………………………...(2.1)
kD
2 Iset = 0,8 x I HS 1 ……………………………………………………...…(2.2)
 Iset diambil dari nilai terkecil antara persamaan (2.1) dan persamaan (2.2)
kS =
1,05
k D > 80 %
In = Arus beban nominal
2.10.2.2 Setting Arus Untuk Instantaneous ( I>>)
Di sisi down stream (hilir) maka :
1 I HS 2 min  I SET1  I HS 3 min ................................................................. (2.3)
2 I SET 2 < kemampuan kabel ...............................................................................(2.4)
 Iset diambil dari nilai terkecil diantara persamaan (2.3) dan (2.4)
Di sisi Up stream (hulu) maka :
I SetInst = 1,2 x I HS3Ø max di downstream ............................................ (2.5)
2.10.2.3 Setting TMS
t  ((
Tms 
I fault
)0,02  1)
I set
0,14
........................................................................... (2.6)
35
2.9 Relay OCR SEPAM 1000
2.19 Gambar Fungsi dan skema koneksi relay SEPAM 1000
36
AS’ (1A)
1-2 Power Supply 48V/125V
3-4 Alarm contact (tripping on fault or loss of auxiliary supply)
5-6
closing coil
7-8
tripping coil
AS’ (1B)
1 Watch dog (default adressing)
2
3
4
(a)
(b)
Gambar 2.20 (a) Display Relay SEPAM 1000
(b) Tampak depan relay SEPAM 1000
(c) Tampak Belakang dan koneksi Relay SEPAM 1000
(c)
37
2.11 Metode Setting Relay SEPAM 1000
2.11.1 Setting Arus Waktu Tunda
Ib 
IS
0,2 xI N
Keterangan
: Ib
= Nilai setting pada relay (dial option)
Iset
= Besar setting arus relay hasil perhitungan
In
= Arus nominal relay pada nameplate
Contoh: Is0= 0.05 Amp
In= 10 Amp
Maka:
I0set> = IS0> x In= 0.05x10= 0.5
2.11.2 Setting Arus Instantaneous
I 
I SetInst
I SetTimdel
Keterangan :
I>>
= Nilai setting pada relay
I SetInst
= Besar setting arus Instantaneous hasil perhitungan
I SetTimdel
= Besar setting arus Time Delay hasil perhitungan
Download