ABSTRAK Kosmetika bukan lagi suatu kebutuhan sekunder tetapi merupakan kebutuhan primer yang dipakai oleh semua kalangan baik bayi, anak-anak, remaja maupun orang dewasa.Berdasarkan hasil pengawasan Badan POM Republik Indonesia pada tahun 2005-2006 di beberapa provinsi, ditemukan 27 kosmetika yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kosmetika yakni merkuri (Hg), hidroquinon lebih dari 2%, zat warna rhodamin B, dan merah K.3. Penggunaan bahan tersebut dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan permanen pada otak, ginjal, gangguan perkembangan janin, kerusakan paru-paru, kanker darah dan kanker sel hati. Penggunaan zat kimia berbahaya dalam produk kosmetika, secara aspek pidana tidak dianjurkan bahkan penggunaannya dilarang. Metode Penelitian yang digunakan dengan menggunakan metode pendekatan Yuridis Normatif, yaitu mempelajari dan meneliti bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder ditunjang dengan metode Pendekatan Empiris Sosiologis, yang secara deduktif dilakukan analisa putusan hakim terhadap kasus kosmetika di Bandung serta peraturan lain yang mengatur dan memiliki korelasi dengan permasalahan penegakan hukum pidana terhadap kasus kosmetika yang mengandung zat kimia berbahaya, yang selanjutnya dihubungkan dengan kasus yang menjadi bahan kajian. Seluruh data yang telah diperoleh kemudian disusun secara sistematis, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif sehingga mencapai kejelasan yang berkaitan dengan Penegakan hukum pidana terhadap penjual kosmetika yang mengandung zat kimia berbahaya dan Perlindungan hukum terhadap konsumen. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diketahui bahwa penegakan hukum pidana terhadap kasus kosmetika yang mengandung zat kimia berbahaya kurang memperhatikan para pelanggarnya,yaitu produsen dan distributor, mengingat pasal 55 ayat (1) ke-1 dan pasal 56 ke-2 BAB V tentang penyertaan dalam melakukan perbuatan pidana. Aparat penegak hukum relatif tidak mempunyai kekuatan menghadapinya karena dua alasan utama, yaitu: Kedudukan ekonomi/politik yang kuat dari si pelaku, Produsen dalam melakukan kegiatan usahanya tidak mencantumkan nama dan alamat produksi, sehingga menyulitkan penyidik dalam melakukan penyidikan.Berdasarkan hasil Penelitian yang dilakukan oleh penulis di Pengadilan Negeri Kelas I A Bandung yang paling sering terjaring dalam praktek adalah penjual/pengecer seperti SUKAMDANI SADELI b. IE YAW SEN yang dijatuhi hukuman pidana penjara selama 4 bulan. Di Negara Indonesia terdapat empat peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan hukum bagi konsumen dari pemakaian zat kimia berbahaya pada produk kosmetika, yaitu UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No.8 Tahun1999 tentang Perlindungan Konsumen,Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.4.1745 Tahun 2003 tentang Kosmetika, Permenkes RI No445/1998. Keempat peraturan tersebut akan digunakan oleh lembaga yang berwenang yaitu BPOM, disinilah peranan Badan POM untuk mengawasi pemakaian zat kimia berbahaya dan memberikan sanksi bagi para produsen yang menggunakannya. Dari kasus ini nampak bahwa Badan POM mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu melindungi masyarakat yang menjadi korban/viktimisasi ekonomi dari penggunaan zat kimia berbahaya pada produk kosmetik yang beredar di pasaran. i