TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TRANSAKSI PERBANKAN MELALUI INTERNET BANKING DI INDONESIA Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : Ratna Suryani NIM : E. 0003274 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008 PERSETUJUAN PEMBIMBING Penulisan Hukum (Skripsi) TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TRANSAKSI PERBANKAN MELALUI INTERNET BANKING DI INDONESIA Disusun oleh : RATNA SURYANI NIM : E. 0003274 Disetujui untuk Dipertahankan Dosen Pembimbing Co. Pembimbing Munawar Kholil, S.H., M.Hum Pujiyono, S.H., M.H NIP. 132 086 386 NIP. 132 304 741 ii PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi) TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TRANSAKSI PERBANKAN MELALUI INTERNET BANKING DI INDONESIA Disusun oleh : RATNA SURYANI NIM : E. 0003274 Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta pada : Hari : Kamis Tanggal : 31 Januari 2008 TIM PENGUJI 1. ...................................................... ( Djuwityastuti, S.H. ) Ketua 2. ....................................................... ( Pranoto, S.H., M.H. ) Sekretaris 3. ........................................................ ( Munawar Kholil, S.H., M.Hum ) Anggota MENGETAHUI Dekan, Mohammad Jamin, S.H., M.Hum NIP. 131 570 154 iii MOTTO ”Jagalah Allah, niscaya engkau akan senantiasa mendapati-Nya di hadapanmu. Kenalilah Allah di waktu lapang niscaya Dia akan mengenalimu saat kesulitan, ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa kemenangan itu selalu mengiringi kesabaran, jalan keluar selalu mengiringi cobaan dan kemudahan itu selalu mengiringi kesusahan” (HR. Tirmidzi) ”Allah memberikan hikmah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa diberi hikmah, maka sungguh telah diberikan kepadanya kebajikan yang banyak. Dan tiada yang dapat mengambil pelajaran dengan ilmu, kecuali orang-orang yang berakal” (Q.S. Al-Baqarah : 269) ”Sesungguhnya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu diantara kamu beberapa derajat” (Q.S. Mujahadah : 11) PERSEMBAHAN Secercah pemikiran yang begitu tulus dan sederhana, penulis persembahkan kepada : Kedua orangtuaku Bapak Suradi Budi Utomo dan Ibu Muryati yang paling kukasihi, yang senantiasa mendoakan kebaikan untukku dan memberikan kasih sayang yang tak pernah putus. Kakakku tersayang Heru Pambudi yang telah memberikan keteladanan, dan selalu memberikan kesempatan padaku untuk menjadi lebih baik. Terimakasih untuk Cinta dan Sahabat-sahabatku untuk dukungan dan semangat yang selalu diberikan padaku, terimakasih... iv KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT atas rahmat dan kasih-Nya telah memberikan kemudahan dan kelancaran kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. Tiada daya dan upaya penulis tanpa kemurahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini sebagai syarat untuk meraih gelar kesarjanaan dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul ”TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TRANSAKSI PERBANKAN MELALUI INTERNET BANKING DI INDONESIA”. Banyak permasalahan dan hambatan yang penulis alami, menyangkut penyelesaian penulisan hukum ini, baik yang langsung maupun yang tidak langsung. Namun, berkat bimbingan, saran, semangat, dan bantuan dari berbagai pihak, serta kebersamaan orang-orang di sekitar penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan perasaan yang setulus-tulusnya dari hati yang paling dalam, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan di dalam penyusunan penulisan hukum ini, terutama yang terhormat : 1. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk penyusunan penulisan hukum ini. 2. Bapak Munawar Kholil, S.H., M.Hum dan Bapak Pujiyono, S.H., M.H. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membantu, membimbing, dan mengarahkan dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. 3. Ibu Ambar Budi S, S.H., M.Hum selaku Ketua Bagian Hukum Perdata sekaligus Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasihat, arahan dan masukan kepada penulis selama menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. v 4. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. 5. Bapak dan Ibuk yang mencurahkan perhatian yang tidak kenal lelah untuk penulis selama ini, semoga penulis dapat mewujudkan apa yang bapak dan ibuk harapkan. 6. Mas Heru..aku janji akan membuat semuanya lebih baik! Mba ut dan keponakan kecilku Faris, aku sayang kalian semua! 7. Keluarga besar Eyang Suparjo dan Eyang Markomah yang telah banyak memberikan perhatian, bantuan, kebaikan, serta doa kepada penulis. 8. Ferry Adrianto..makasih ya phell untuk cinta, sayang dan semua yang udah diberikan pada penulis. 9. Sahabat-sahabat seperjuanganku..Pipi temen boboku..thanks udah menjadi sahabat yang baik banget buat aku ya pi! UlisMan yang baek&lucu..aku kangen ek ul! Nopha temen pertamaku di Solo thanks for joy and happiness..aku pasti akan merindukan kalian. 10. Sania, sahabat setiaku yang berharga banget..ayo cepetan lulus!!! 11. Mba dytha..makasih semuanya ya mba..tanpa mba dyt, ga tau musti gimana de. 12. Adek-adekku Chacha cute,muridku Chucyuw, Putri yang sering nemenin begadang, Nandya yang manis tapi super ceroboh..kalian telah memberi keceriaan pada mba nat, ayo belajar yang bener! 13. Keluarga Bapak Sutoyo yang telah memberikan tempat di tengah-tengah keluarga saat penulis jauh dari rumah. 14. Keluarga Besar As-Syamsa..Bapak Ibu Soehono, Cimet yang baik..thanks ya met!erma mba! Ida yang lucu, Mba Anggie yang bikin aku mlongo,Tutik dan Heni yang baik, Fepty, Sulis, Nindy, Fuzy, Tiwi dan para penghuni baru As-Syamsa..maaf kalo slama ini aku belum bisa menjadi teman, sahabat, dan saudara yang baik untuk kalian, dan semua pendahulu-pendahulu As-Syamsa yang udah memberi teladan padaku. 15. ”The Big Family” Delik..Iwan, Kunto, Cahyo, Jekek, Genjix, Bebex, Heni, Mba Metta, Mas Ompiq, Mas Shiro, Mas Coro, Elok, Puput, Sophie, vi Ponxy, Surip, Tubbies, Aci dkk, Denox, Nopis, Kucluq, Mbolox, Mas Didit, Om Jek dan semua temen-temen delik 2004 sampe 2007 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu mengingat begitu banyaknya sedulursedulur delik, dan karena ini bukan daftar absensi hehe.. 16. Teman-teman di Salatiga..Melanie Assa, Mikow, Krisna, Rama, Bison, Yamuz, Erick, Ayi’, Athonx, Arum, Ririn, Ambar, Hendro, Fajar, dll pokoke akeh banget! 17. Teman-teman seangkatan 2003..Aan pembimbing 3 ku, Marina, Deaz, Donny, Tika, Iman, Aswin, Ria, Adi, Pethonx, Kakek, Aris, Soni, Pring, Uchin, Rizal, Riska, Nurul, Gading, Agus, Ayu, Intan, Adit..pokoknya teman-teman angkatan 2003 semuamuanya aja deh. 18. Kakak-kakak tingkatku dan adek-adek tingkatku. 19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan bantuan baik langsung ataupun tidak langsung dalam penulisan hukum ini. Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikian semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Surakarta, Januari 2008 Ratna Suryani vii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .............................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI................................................ iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN..................................... iv KATA PENGANTAR............................................................................. v DAFTAR ISI ........................................................................................... viii DAFTAR BAGAN.................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xii ABSTRAK .............................................................................................. xiii BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1 B. Pembatasan Masalah ........................................................... 5 C. Perumusan Masalah ............................................................ 5 D. Tujuan Penelitian ................................................................ 6 E. Manfaat Penelitian .............................................................. 7 F. Metode Penelitian ............................................................... 8 G. Sistematika Penulisan Hukum ............................................ 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 14 A. Kerangka Teori ................................................................... 14 1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian .............................. 14 a. Pengertian Perjanjian .............................................. 14 b. Syarat-syarat sahnya Perjanjian .............................. 16 c. Asas-asas Perjanjian ................................................ 19 d. Unsur-unsur dalam Perjanjian ................................. 22 e. Jenis-jenis Perjanjian ............................................... 23 f. Subyek dan Obyek Perjanjian ................................. 25 g. Pelaksanaan Perjanjian ............................................ 26 h. Akibat hukum Perjanjian ........................................ 27 viii i. Cara Berakhirnya Perjanjian ................................... 27 2. Tinjauan Umum tentang Perbankan .............................. 28 a. Pengertian Bank ...................................................... 28 b. Jenis-jenis Bank ...................................................... 30 c. Fungsi Bank ............................................................ 32 d. Jasa-jasa Perbankan ................................................. 33 e. Hubungan Bank dengan Nasabah ........................... 34 f. Perlindungan Hukum bagi Nasabah ........................ 34 3. Tinjauan Umum tentang Transaksi Perbankan ............. 35 a. Tinjauan tentang Transaksi ..................................... 35 b. Tinjauan tentang Transaksi Perbankan ................... 36 4. Tinjauan Umum tentang Teknologi Informasi .............. 37 a. Pengertian Teknologi Informasi .............................. 37 b. Dasar Hukum Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank................................................................. 38 c. Peran Teknologi Informasi dalam Keuangan dan Perbankan................................................................. d. Pelaksanaan Penggunaan Teknologi 39 Sistem Informasi ................................................................. 39 e. Risiko dalam Penggunaan Teknologi Sistem Informasi ................................................................. 40 5. Tinjauan Umum tentang Internet Banking .................... 41 a. Pengertian Internet Banking ................................... 41 b. Tipe-tipe Layanan Internet Banking ....................... 42 c. Risiko dalam Layanan Internet Banking ................. 44 d. Peraturan-peraturan Terkait dengan Internet Banking di Indonesia .............................................. 6. Tinjauan Umum tentang Keadilan 45 46 a. Pengertian Keadilan................................................. 46 b. Hukum dan Keadilan............................................... 47 7. Tinjauan Umum tentang Upaya Penyelesaian Sengketa 48 ix a. Proses Adjudikasi .................................................... 48 b. Proses Konsensus .................................................... 49 c. Proses Adjudikasi Semu .......................................... 50 B. Kerangka Pemikiran ............................................................ 51 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................ 54 A. Transaksi Perbankan melalui Internet Banking di Indonesia ............................................................................. 1. Deskripsi Transaksi Perbankan melalui 54 Internet Banking di Indonesia..................................................... 54 2. Pengaturan Transaksi Perbankan melalui Internet Banking di Indonesia..................................................... 60 3. Jaminan Kepastian Hukum dan Keadilan bagi Para Pihak.............................................................................. 83 B. Upaya Penyelesaian Sengketa terhadap Permasalahan Hukum yang Timbul dalam Transaksi Perbankan melalui Internet Banking .................................................................. 85 BAB IV PENUTUP ................................................................................ 93 A. Kesimpulan ......................................................................... 93 B. Saran .................................................................................... 94 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x DAFTAR BAGAN Bagan Kerangka Pemikiran............................................................... xi 53 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank Lampiran II Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/175/KEP/DIR/1998 tentang Penyempurnaan Teknologi Sistem Informasi Bank dalam Menghadapi Tahun 2000 Lampiran III Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP Tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank melalui Internet Banking xii ABSTRAK RATNA SURYANI, E0003274, TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TRANSAKSI PERBANKAN MELALUI INTERNET BANKING DI INDONESIA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Penulisan Hukum (Skripsi). 2008. Penulisan Hukum (Skripsi) ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengaturan mengenai transaksi perbankan melalui internet banking di Indonesia dapat menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi para pihak yang terkait, serta untuk mengetahui langkah-langkah hukum atau upaya penyelesaian sengketa yang diambil jika terjadi permasalahan hukum dalam transaksi perbankan melalui internet banking. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif yang merupakan penelitian terhadap sistematik hukum. Jenis data yang digunakan yakni jenis data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni melalui studi kepustakaan baik berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumendokumen dan sebagainya. Analisis data yang digunakan adalah analisis isi, yang kemudian data disajikan secara deskriptif. Transaksi perbankan melalui internet banking belum diatur secara khusus dalam sistem perundang-undangan di Indonesia. Pengaturan mengenai transaksi perbankan melalui internet banking di Indonesia yang ada saat ini belum dapat menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi para pihak yang terkait. Upaya perlindungan hukum telah dilakukan oleh pemerintah, namun substansi-substansi dari peraturan-peraturan yang ada belum menunjukkan adanya upaya perlindungan hukum yang optimal bagi para pihak. Hal ini diakibatkan instrumen perlindungan hukum yang ada dalam ketentuan hukum tersebut masih kurang dan belum mencerminkan suatu perlindungan hukum yang komprehensif, di mana perlindungan hukum masih bersifat parsial yang terletak di berbagai macam perundang-undangan. Peraturan yang ada juga belum mencerminkan asas keseimbangan, di mana idealnya pembentukan aturan tersebut harus mencerminkan hak dan kewajiban yang seimbang di antara para pihak yang terkait. Sengketa yang terjadi antara para pihak jika terjadi permasalahan hukum dalam transaksi perbankan melalui internet banking dapat diselesaikan dengan mengacu pada perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak, apakah penyelesaian sengketa dilakukan melalui pengadilan (litigasi) atau di luar pengadilan (nonlitigasi). Perjanjian yang telah disepakati bersama merupakan undang-undang bagi yang membuatnya, sehingga yang dijadikan dasar hukum dalam upaya penyelesaian sengketa adalah kehendak bebas yang teratur dari para pihak, dan cara penyelesaian sengketa yang ditempuh sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing pihak untuk memperoleh putusan yang seadil-adilnya. xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia merupakan negara berkembang yang telah menyadari ketertinggalannya di bidang pembangunan. Untuk mengejar ketertinggalannya tersebut dan sebagai upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sejalan dengan perkembangan jaman yang mengarah pada modernisasi, maka dilakukan usaha yang disebut pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan yang dilakukan secara menyeluruh terhadap segala sektor perikehidupan yang meliputi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pembangunan nasional bangsa Indonesia dimaksudkan sebagai upaya untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya demi terwujudnya suatu masyarakat yang sejahtera, adil, makmur dan merata baik materiil maupun spiritual. Pembangunan nasional yang merupakan proses modernisasi telah membawa dampak positif dan negatif bagi kehidupan manusia. Perkembangan jaman yang semakin pesat sebagai akibat dari pembangunan banyak memberikan pengaruh dalam kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menimbulkan permasalahan yang multikompleks, sehingga dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkesinambungan untuk terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 diperlukan suatu peran serta baik dari sektor pemerintah maupun 1 xiv swasta yang senantiasa memperhatikan keserasian, keselarasan, dan kesinambungan berbagai unsur pembangunan di bidang ekonomi dan pembangunan. Salah satu sarana untuk mewujudkan pembangunan tersebut adalah adanya peran serta dari lembaga keuangan yang mengatur tatanan sistem ekonomi yang menunjang pelaksanaan tujuan pembangunan nasional. Lembaga keuangan pada dasarnya mempunyai peran yang sangat strategis dalam mengembangkan perekonomian suatu bangsa. Tumbuhnya perkembangan lembaga keuangan secara baik dan sehat akan mampu mendorong perkembangan ekonomi bangsa. Lembaga keuangan tersebut dapat berbentuk Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perseorangan, badan usaha baik milik swasta maupun milik negara, dan lembaga pemerintah untuk menyimpan dananya yang bertujuan untuk memberikan kredit dan jasa-jasa. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian. Peran yang strategis tersebut terutama disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai suatu wadah yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien, yang menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Di Indonesia masalah yang terkait dengan bank diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Di dalam industri keuangan yang semakin canggih dewasa ini, kebutuhan akan jasa perbankan dan persaingan antar bank semakin meningkat, sehingga perbankan diharuskan untuk senantiasa meningkatkan efisien dan mutu pelayanannya kepada masyarakat dengan cara menyesuaikan diri agar mampu menampung tuntutan pengembangan jasa perbankan. Lembaga xv keuangan bank memberikan layanannya tidak hanya melalui bentuk-bentuk konvensional, tetapi sudah mulai beralih pada pemanfaatan teknologi informasi. Hal ini dipacu oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang mampu mendukung sistem transaksi perbankan. Kerangka kerja lembaga keuangan bank harus terus berevolusi mengikuti perkembangan teknologi terkini, selain itu bank juga harus terus berinovasi sejalan dengan perkembangan teknologi itu sendiri. Bank-bank masa kini semakin mendorong peningkatan kualitas dan keterjangkauan yang lebih luas bagi nasabahnya dalam memperoleh layanan perbankan, sasarannya adalah bagaimana menjangkau dan memudahkan nasabah untuk menikmati berbagai fasilitas layanan perbankan tanpa harus terintangi ruang dan waktu. Semakin pesatnya perkembangan teknologi infomasi pada masa sekarang ini menjadikan internet banking sebagai alternatif yang banyak dipakai oleh bank saat ini. Internet banking merupakan pelayanan jasa perbankan untuk mempermudah nasabah di dalam melakukan transaksi perbankan, karena internet banking memanfaatkan teknologi sistem informasi sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/175/KEP/DIR/1998 tentang Penyempurnaan Teknologi Sistem Informasi Bank dalam Menghadapi Tahun 2000. Layanan internet banking merupakan wujud dari responsifnya lembaga keuangan bank terhadap peluang dalam persaingan saat ini. Bagi sektor perbankan, penggunaan internet banking sangat berpotensi mengefisiensi biaya sekaligus meningkatkan pendapatan melalui sistem yang jauh lebih efektif daripada bentuk konvensional. Layanan internet banking menawarkan berbagai macam kemudahan dalam kegiatan transaksi perbankan di Indonesia. Kemudahan itu antara lain dimulai dari penawaran jasa perbankan melalui situs-situs yang dibuat oleh bank yang bersangkutan sampai pada tawaran untuk melakukan transaksi secara online melalui media xvi internet. Di dalam layanan internet banking kita bisa melakukan aktivitas perbankan hanya melalui komputer yang terhubung dengan internet. Penggunaan layanan internet banking sangat praktis dan sangat berguna bagi masyarakat yang malas berantri-antri di bank atau melalui prosedur bank yang bertele-tele dan berbelit-belit, karena hanya tinggal klik, kita sudah bisa melakukan transaksi perbankan. Untuk menjadi nasabah layanan internet banking, terlebih dahulu nasabah harus mendaftar. Di dalam melakukan pendaftaran itu otomatis bank dan nasabah terikat dalam suatu perjanjian. Dari sini dapat dilihat bahwa transaksi perbankan melalui internet banking terkait dengan Hukum Perjanjian, oleh karena itu perlu diketahui juga secara mendalam mengenai Hukum Perjanjian. Dilihat dari suatu sisi, kemunculan teknologi internet banking ini telah memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi perbankan, meningkatkan efisiensi biaya sekaligus memberikan keuntungan yang tinggi terhadap sektor perbankan, tetapi di sisi lain transaksi perbankan melalui internet banking dapat saja menimbulkan sengketa di kemudian hari. Dari berbagai keuntungan yang diberikan, penggunaan layanan internet banking juga tidak luput dari risiko munculnya permasalahan hukum dalam transaksi perbankan yang dilakukan, oleh karena itu dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi perlu adanya upaya penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa antara pihak bank dengan nasabah dapat diselesaikan dengan mengacu pada perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak, apakah penyelesaian sengketa dilakukan melalui pengadilan (litigasi) atau di luar pengadilan (nonlitigasi). Transaksi perbankan melalui internet banking harus kita lihat lebih mendalam lagi, karena kita harus mengetahui apakah itu internet banking dan apakah pengaturan dari transaksi perbankan melalui internet banking tersebut di Indonesia dapat menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi para pihak yang terkait, serta bagaimana upaya penyelesaian sengketa jika terjadi permasalahan hukum dalam transaksi perbankan melalui internet banking. xvii Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji masalah tersebut yang terumus dalam judul : “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TRANSAKSI PERBANKAN MELALUI INTERNET BANKING DI INDONESIA” B. Pembatasan Masalah Bagi penulis, pembatasan masalah itu akan menjadi pedoman kerja. Selain itu pembatasan ruang lingkup obyek atau pokok permasalahan bagi orang lain mencegah terjadinya kerancuan pengertian dan kaburnya persoalan (Soetrisno Hadi, 1978:8). Masalah-masalah yang diteliti oleh penulis sesuai dengan judul di atas, yaitu menitikberatkan pada pembahasan mengenai transaksi perbankan melalui internet banking ditinjau dari Hukum Perjanjian, Hukum Perbankan, dan Hukum Penyelesaian Sengketa. C. Perumusan Masalah Untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang dikaji oleh penulis, serta mempermudah pembahasan masalah agar lebih terarah dan mendalam sesuai dengan sasaran yang tepat, perlu adanya perumusan masalah yang tersusun secara baik dan sistematis, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah pengaturan mengenai transaksi perbankan melalui internet banking di Indonesia dapat menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi para pihak yang terkait ? 2. Bagaimanakah upaya penyelesaian sengketa jika terjadi permasalahan hukum dalam transaksi perbankan melalui internet banking ? D. Tujuan Penelitian Penelitian merupakan kegiatan ilmiah, dimana berbagai data dan informasi dikumpulkan, dirangkai dan dianalisa yang bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan juga dalam rangka pemecahan xviii masalah-masalah yang dihadapi (Soerjono Soekanto, 1986:2). Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha yang dilakukan dengan metode ilmiah (Soetrisno Hadi, 1989:4). Berdasarkan latar belakang masalah dan permasalahan yang dikemukakan penulis di atas, penelitian ini diharapkan dapat mencapai tujuan sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif a). Untuk mengetahui apakah pengaturan mengenai transaksi perbankan melalui internet banking di Indonesia dapat menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi para pihak yang terkait. b). Untuk mengetahui langkah-langkah hukum atau penyelesaian sengketa yang diambil jika terjadi permasalahan hukum dalam transaksi perbankan melalui internet banking. 2. Tujuan Subyektif a. Sebagai bahan utama dalam penyusunan penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan wajib bagi setiap mahasiswa dalam meraih gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Untuk menambah wawasan pengetahuan serta pemahaman penulis terhadap penerapan teori-teori yang telah diterima selama menempuh kuliah guna melatih kemampuan dan keterampilan penulis agar siap terjun di dalam masyarakat. c. Untuk memberi gambaran dan sumbangan bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu pengetahuan hukum pada khususnya. E. Manfaat Penelitian Suatu penelitian diharapkan akan memberikan suatu manfaat yang berguna bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya, xix dikarenakan besar kecilnya manfaat dari penelitian akan memberikan nilai tambah bagi penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a. Dapat digunakan sebagai sumbangan karya ilmiah dalam perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Ilmu Hukum khususnya di bidang Hukum Perdata dan Hukum Perbankan. b. Dapat bermanfaat dalam mengadakan penelitian sejenis berikutnya, disamping itu sebagai pedoman penelitian yang lain. c. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi dan dapat memberi gambaran lebih jelas kepada masyarakat mengenai transaksi perbankan melalui internet banking. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para pihak yang terkait dalam menyelesaikan sengketa yang timbul jika terjadi permasalahan hukum dalam transaksi perbankan melalui internet banking. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaca yang tertarik maupun berkepentingan dalam pelaksanaan pembangunan di bidang perbankan khususnya mengenai transaksi perbankan melalui internet banking. F. Metode Penelitian Untuk memperoleh kebenaran yang dapat dipercaya keabsahannya suatu penelitian harus menggunakan suatu metode yang tepat dengan tujuan yang hendak dicapai sebelumnya, sedangkan dalam penentuan metode mana yang dipilih harus tepat dan jelas sehingga hasil dengan kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan dapat tercapai. xx Di dalam suatu penelitian, metode penelitian merupakan salah satu faktor penting yang menunjang suatu proses penelitian yaitu berupa penyelesaian suatu permasalahan yang diteliti di mana metode penelitian merupakan cara yang utama yang bertujuan untuk mencapai tingkat penelitian, jumlah dan jenis yang dihadapi. Akan tetapi dengan mengadakan klasifikasi yang didasarkan pada pengalaman dapat ditentukan jenis penelitian (Winarno Surakhmad, 1992:130). Pengertian metode sendiri adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan metode ilmiah (Sutrisno Hadi, 1994:130). Dengan demikian pengertian metode sebenarnya adalah cara bagaimana penelitian dijalankan. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang dilakukan secara metodologi, sistematis dan konsisten. Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu. Sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam kerangka tertentu (Soerjono Soekanto, 1991:42). Metode penelitian adalah suatu cara untuk memecahkan suatu masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun serta menginterpretasikan data-data guna menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, atau dengan kata lain metodologi penelitian merupakan sarana dan cara yang digunakan untuk memahami obyek yang diteliti, yang hasilnya dituangkan dalam penulisan ilmiah dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Penelitian hukum ini merupakan jenis Penelitian Hukum Normatif atau Penelitian Hukum Kepustakaan yang merupakan Penelitian terhadap xxi Sistematik Hukum, di mana penelitian hukum dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Bahan-bahan hukum itu kemudian disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti. Hal ini sesuai dengan pandangan Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A., bahwa penelitian hukum yang dilakukan dengan ciri meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaantersebut mencakup : a. Penelitian terhadap asas-asas hukum b. Penelitian terhadap sistematik hukum c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal d. Perbandingan hukum e. Sejarah hukum (Soerjono Soekanto, 2001:13). 2. Jenis Data Di dalam penelitian hukum ini penulis menggunakan jenis data sekunder, yaitu sejumlah keterangan atau fakta-fakta yang tidak diperoleh secara langsung dan dapat diperoleh melalui bahan dokumen, peraturan perundangundangan, laporan, buku-buku kepustakaan, dan sebagainya. 3. Sumber Data Berdasarkan jenis data yang dipergunakan, maka yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder yakni sumber data yang berasal dari bahan-bahan kepustakaan, arsip-arsip, buku-buku, artikel-artikel, literatur lain yang dapat digunakan sebagai sumber data sekunder, serta dokumen-dokumen yang berfungsi sebagai pendamping sekaligus pendukung data primer, yang terdiri dari : a. Bahan hukum primer xxii Bahan hukum primer meliputi peraturan perundang-undangan yaitu : (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum (5) Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (6) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank (7) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/175/KEP/DIR/1998 tentang Penyempurnaan Teknologi Sistem Informasi Bank dalam Menghadapi Tahun 2000 (8) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP Tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank melalui Internet Banking. b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum yang isinya membahas bahan hukum primer meliputi karya ilmiah hasil-hasil penelitian sebelumnya dan bahan yang didapat dari berbagai situs internet serta artikel-artikel yang berkaitan dengan topik penelitian. xxiii c. Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier yakni bahan hukum yang bersifat menunjang bahan hukum primer dan sekunder terdiri dari kamus, ensiklopedia, dll. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penulisan hukum ini adalah melalui Studi Kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan cara membaca, mencatat, mempelajari, dan mengkaji buku-buku, literatur, catatancatatan serta peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan pokok-pokok masalah yang digunakan untuk menyusun penulisan hukum ini yaitu undang-undang yang terkait, literatur-literatur dan tulisan-tulisan lain yang dapat melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan hukum ini. 5. Teknik Analisis Data Di dalam suatu penelitian, teknik analisis data merupakan suatu hal yang sangat penting untuk menguraikan dan memecahkan masalah yang diteliti berdasarkan data-data yang sudah dikumpulkan. Pada tahap ini seluruh data yang telah terkumpul diolah sedemikian rupa sehingga tercapai suatu kesimpulan. Analisis data merupakan tahap yang paling penting dan menentukan, karena pada tahap ini terjadi proses pengolahan data. Di dalam sebuah penelitian hukum normatif, pengolahan data pada hakikatnya berarti kegiatan mengadakan sistematisasi bahan-bahan hukum tertulis (Soerjono Soekanto, 1984:251). Teknik analisis data dalam penulisan hukum ini penulis menggunakan teknik analisis isi (Content of Analysis), yaitu berdasarkan prinsip logis sistematis, yang hasil penelitiannya akan dijelaskan dalam hubungannya dengan kerangka teoritik atau tinjauan pustaka. Analisis isi merupakan teknik penelitian yang dimanfaatkan untuk menarik kesimpulan yang replikatif dan sahih dari data atas dasar konteksnya (Soerjono Soekanto dan Abdulrahman, 2003:13). xxiv Mengenai analisis isi dalam penulisan hukum ini adalah dengan jalan mengklasifikasikan ketentuan-ketentuan dokumen sampel ke dalam kategori yang tepat. Setelah analisis data selesai maka hasilnya disajikan secara deskriptif, yaitu dengan jalan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan data yang diperoleh. G. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi penulisan hukum, maka penulis membagi penulisan hukum ini menjadi empat bab sebagaimana yang tercantum di bawah ini : BAB I : PENDAHULUAN Pada awal bab ini penulis berusaha memberikan gambaran awal tentang penelitian ini yang meliputi : latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis menguraikan mengenai teori-teori yang menjadi landasan dalam penulisan hukum ini, yang berupa kajian pustaka dan tinjauan umum yang berkenaan dengan judul dan masalah yang diteliti, memperjelas konsep-konsep dan landasan kerangka teoritis. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Di dalam bab ini penulis menjelaskan dan menjawab permasalahan yang telah dianalisis, berdasarkan sumber-sumber data yang telah didapat, yang berisi hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasannya dikaitkan dengan permasalahan dengan teknik analisa data yang telah ditentukan dalam sub bab metode penelitian. xxv BAB IV : PENUTUP Di dalam bab ini penulis memuat kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan serta saran-saran berdasarkan kesimpulan yang ada. xxvi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian a. Pengertian Perjanjian Perjanjian diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Buku I mengenai hukum perorangan, Buku II memuat ketentuan hukum kebendaan, Buku III mengenai hukum perjanjian, Buku IV mengatur tentang pembuktian dan daluwarsa. Pengertian tentang perjanjian dapat kita lihat pada Pasal 1313 KUH Perdata bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Menurut R. Subekti, bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa itu ditimbulkan suatu perhubungan antara dua orang itu yang dinamakan ”perikatan”. Perjanjian tersebut menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Di dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis (R. Subekti, 1996:1). Perjanjian menganut sistem terbuka seperti yang dicantumkan pada Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata yang mengatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sistem terbuka mengandung arti bahwa hukum perjanjian 14 xxvii memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Pasalpasal dari hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap, yaitu bahwa pasal-pasal tersebut boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian (R. Subekti, 1996:13). Menurut Prof. Dr. R. Wirjono Pradjodikoro, S.H., bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu (A. Qirom Syamsudin, 1995:7). Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa di dalam suatu perjanjian harus terdapat unsur-unsur (Abdulkadir Muhammad, 1986:94) : 1) Ada pihak-pihak dalam perjanjian Pihak dalam perjanjian disebut sebagai subyek perjanjian, yang terdiri dari minimal dua pihak yang dapat berupa manusia pribadi atau badan hukum. 2) Ada maksud atau tujuan yang hendak dicapai dalam mengadakan suatu perjanjian Pihak-pihak yang berjanji itu harus bermaksud supaya perjanjian yang mereka lakukan itu mengikat secara sah. Mengikat secara sah adalah perjanjian itu menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang diakui oleh hukum. 3) Ada persetujuan antara pihak Pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian harus mencapai persetujuan yang tetap, yang ditunjukkan dengan xxviii penerimaan tanpa syarat atas suatu tawaran dan tidak sedang dalam keadaan berunding. 4) Adanya prestasi yang akan dilaksanakan Prestasi adalah sesuatu yang diberikan, dijanjikan atau dilakukan secara timbal balik. Perbuatan, sikap tidak berbuat atau janji dari masing-masing pihak adalah harga bagi janji yang telah dibeli oleh pihak lainnya itu. Suatu perjanjian harus menjadi perbuatan kedua belah pihak, tiap-tiap pihak yang berjanji untuk mematuhi prestasi kepada pihak lainnya harus memperoleh pula pemenuhan prestasi yang telah dijanjikan oleh pihak lainnya itu. 5) Ada bentuk tertentu, lisan atau tertulis Perjanjian dapat dibuat dalam bentuk lisan ataupun tertulis. Tetapi beberapa jenis perjanjian tertentu hanya berlaku jika dalam bentuk tertulis. Misalnya : Perjanjian jual beli rumah. 6) Terdapat kausa-kausa yang halal di dalam suatu perjanjian Suatu perjanjian yang dengan jelas bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum tidak dibenarkan sama sekali oleh hukum. b. Syarat-syarat Sahnya Suatu Perjanjian Di dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebutkan : Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu : 1) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya ; 2) kecakapan untuk membuat suatu perikatan ; 3) suatu hal tertentu ; 4) suatu sebab yang halal. Berdasarkan rumusan tersebut, untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu (R. Subekti, 1996:7) : xxix 1) Sepakat mereka yang mengikatkan diri Pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian harus sepakat, karena dengan sepakat dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. 2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akil baliq dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Di dalam Pasal 1330 KUH Perdata disebutkan : Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah : a) orang-orang yang belum dewasa; b) mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; c) orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjianperjanjian tertentu. Ketidakcakapan seorang perempuan yang bersuami sudah dicabut, karena menurut Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3/1963 Tanggal 4 Agustus 1963 Kepada Ketua Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia, bahwa Mahkamah Agung menganggap Pasal 108 dan Pasal 110 KUH Perdata tentang wewenang seorang istri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di depan pengadilan tanpa izin atau bantuan dari suaminya, sudah tidak berlaku lagi. xxx 3) Mengenai suatu hal tertentu Suatu hal tertentu dalam hal ini yaitu apa yang menjadi hak dan kewajiban kedua belah pihak jika ada perselisihan. Ditegaskan lagi dalam Pasal 1333 KUH Perdata bahwa suatu persetujuan harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Di dalam Pasal 1333 Ayat (2) dinyatakan diperbolehkan mengadakan perjanjian, pada waktu membuatnya jumlah barang belum ditentukan, asal jumlah itu kemudian dapat dihitung atau ditentukan. 4) Suatu sebab yang halal Suatu sebab yang halal dalam hal ini yaitu dalam arti isi dari perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh para pihak. Pengertian sebab yang halal disebutkan secara contrario dalam Pasal 1337 KUH Perdata, yaitu suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud causa atau sebab yang halal adalah isi perjanjian itu menggambarkan tujuan yang hendak dicapai, juga tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Syarat pertama dan kedua disebut syarat subyektif karena menyangkut orang atau pihak yang membuat perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat obyektif karena menyangkut obyek yang diperjanjikan oleh orang-orang yang membuat perjanjian tersebut. Apabila syarat subyektif tersebut tidak dipenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan (canceling) oleh salah satu pihak yang tidak cakap. Apabila pihak yang tidak cakap tersebut tidak xxxi membatalkan perjanjian itu maka perjanjian yang telah dibuat tetap sah. Apabila syarat obyektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut adalah batal demi hukum (null and void). Batal demi hukum artinya perjanjian yang dibuat para pihak sejak awal dianggap tidak pernah ada, jadi para pihak tidak terikat dengan perjanjian tersebut. c. Asas-asas Perjanjian Untuk menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang dimiliki oleh para pihak sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang mengikat bagi para pihak, oleh KUH Perdata diberikan berbagai asas umum yang merupakan pedoman atau patokan, serta menjadi batas atau rambu dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang akan dibuat hingga pada akhirnya menjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya atau pemenuhannya. Di dalam hukum perjanjian dikenal beberapa asas yang biasanya digunakan sebagai dasar dalam melakukan perjanjian. Beberapa asas tersebut antara lain (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003:13) : 1) Asas Personalia Di dalam Pasal 1315 KUH Perdata yang berbunyi : “Pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji selain untuk dirinya sendiri”. Berdasarkan rumusan tersebut dapat kita ketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu, subyek hukum pribadi, hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri. Meskipun secara sederhana dikatakan bahwa ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata menunjuk pada asas personalia, xxxii namun lebih jauh dari itu, ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata juga menunjuk pada kewenangan bertindak dari seseorang yang membuat atau mengadakan perjanjian. Secara spesifik ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata ini menunjuk pada kewenangan bertindak dari individu pribadi sebagai subyek hukum pribadi yang mandiri, yang memiliki kewenangan bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri. 2) Asas Konsensualitas Ketentuan yang mengatur mengenai asas konsensualitas terdapat dalam ketentuan angka 1 (satu) dari Pasal 1320 KUH Perdata. Asas konsensualitas memperlihatkan bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang yang telah mengikat dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti pada prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas. Walaupun demikian, untuk menjaga kepentingan pihak debitur diadakanlah bentuk-bentuk formalitas, atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu. 3) Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak mendapatkan dasar eksistensinya dalam rumusan angka 4 (empat) Pasal 1320 KUH Perdata. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak ini, para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan dan perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang xxxiii prestasi yang dilaksanakan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang. Ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata menyatakan bahwa ”Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undangundang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”. Memberikan gambaran umum kepada kita, bahwa pada dasarnya semua perjanjian dapat dibuat dan diselenggarakan oleh setiap orang, hanya perjanjian yang mengandung prestasi atau kewajiban pada salah satu pihak yang melanggar undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum saja yang dilarang. Jika kita perhatikan, KUH Perdata menunjuk pada pengertian sebab atau causa yang halal. Secara prinsip dapat dikatakan bahwa yang dinamakan dengan sebab atau causa yang dipergunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, yang menunjuk pada sesuatu yang melatarbelakangi terjadinya suatu peristiwa hukum, berubahnya keadaan hukum atau dilaksanakannya suatu perbuatan hukum tertentu. Hukum tidak pernah berhubungan dan tidak perlu mengetahui apa yang melatarbelakangi dibuatnya suatu perjanjian, melainkan cukup bahwa prestasi yang dijanjikan untuk dilaksanakan yang diatur dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan undangundang, kesusilaan dan ketertiban umum. 4) Perjanjian Berlaku sebagai Undang-Undang (Pacta Sunt Servanda) Asas yang diatur dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata menyatakan : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. xxxiv Ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata memiliki konsekuensi logis bahwa setiap perikatan dapat lahir dari undang-undang maupun karena perjanjian, jadi perjanjian adalah sumber dari perikatan. Sebagai perikatan yang dibuat dengan sengaja, atas kehendak para pihak secara sukarela, maka segala sesuatu yang telah disepakati, disetujui oleh para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana telah dikehendaki oleh mereka. Dalam hal salah satu pihak di dalam perjanjian tidak melaksanakannya, maka pihak lain dalam perjanjian berhak untuk memaksakan pelaksanaan melalui mekanisme dan jalur hukum yang berlaku. d. Unsur-unsur dalam Perjanjian Di dalam suatu perjanjian terdapat unsur-unsur perjanjian, yaitu (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003:83) : 1) Unsur Esensialia Unsur esensialia dalam perjanjian mewakili ketentuanketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakannya secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Unsur esensialia ini pada umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan, definisi atau pengertian dari suatu perjanjian. Unsur esensialia adalah unsur yang wajib ada dalam suatu perjanjian, bahwa tanpa keberadaan unsur tersebut, maka perjanjian yang dimaksudkan untuk dibuat dan diselenggarakan oleh para pihak menjadi berbeda, dan karenanya menjadi tidak sejalan dan sesuai dengan kehendak para pihak. xxxv 2) Unsur Naturalia Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, ada setelah unsur esensialia diketahui secara pasti. 3) Unsur Aksidentalia Unsur aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak, yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama oleh para pihak. e. Jenis-jenis Perjanjian Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, yaitu (R. Setiawan, 1994:25) : 1) Perjanjian Sepihak dan Perjanjian Timbal Balik Perjanjian sepihak merupakan perjanjian di mana kewajibannya hanya ada pada satu pihak saja. Sedangkan perjanjian timbal balik merupakan perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. 2) Perjanjian Cuma-cuma dan Perjanjian atas Beban Perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Sedangkan perjanjian atas beban merupakan perjanjian di mana terdapat prestasi dari pihak yang satu dan terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antar kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. 3) Perjanjian Khusus dan Perjanjian Umum Perjanjian khusus merupakan perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Sedangkan xxxvi perjanjian umum merupakan perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. 4) Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligatoir Perjanjian kebendaan merupakan perjanjian dengan mana seseorang menyerahkan haknya atas sesuatu kepada pihak lain. Sedangkan perjanjian obligatoir merupakan perjanjian dengan mana pihak-pihak mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan hak kepada pihak lain. 5) Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Riil Perjanjian konsensual merupakan perjanjian di mana di antara kedua belah pihak telah tercapai kesesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Sedangkan perjanjian riil merupakan perjanjian di mana selain diperlukan kata sepakat, barangnya pun harus diserahkan, misalnya perjanjian pinjam pakai, penitipan barang dan pinjam pengganti. f. Subyek dan Obyek Perjanjian 1) Subyek perjanjian Subyek perjanjian yang berupa manusia pribadi maupun badan hukum supaya sah dalam melakukan perbuatan hukum harus memenuhi syarat-syarat tertentu, syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut: a) Orangnya harus sudah dewasa ; b) Orangnya sehat pikirannya atau mengetahui dan mengerti apa yang diperbuatnya ; c) Tidak dilarang oleh peraturan hukum atau dibatasi untuk melakukan perbuatan hukum yang sah (A. Qirom Syamsudin Meilala, 1995:15). xxxvii Berdasarkan pengertian di atas, subyek perjanjian dapat disimpulkan menjadi dua macam: a) Manusia Pribadi b) Badan Hukum 2) Obyek perjanjian Obyek dalam suatu perjanjian adalah hal yang diwajibkan kepada debitur dan dalam hal mana terhadap pihak kreditur mempunyai hak. Sesuai dengan Pasal 1234 KUH Perdata bahwa obyek suatu perjanjian adalah: a) Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu ; b) Untuk berbuat sesuatu atau melakukan perbuatan tertentu; c) Untuk tidak berbuat sesuatu atau menurut perjanjian ia tidak boleh melakukan sesuatu. g. Pelaksanaan Perjanjian 1) Prestasi Berdasarkan macam hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjian dibagi dalam tiga macam, yaitu: a) Perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan suatu barang, b) Perjanjian untuk berbuat sesuatu, dan c) Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu. Hal yang harus dilaksanakan itu dinamakan “prestasi” (R. Subekti, 1996 : 34). xxxviii 2) Wanprestasi Apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukannya, maka dikatakan bahwa ia melakukan “wanprestasi”. Ia adalah “alpa” atau “lalai” atau “bercidera-janji”. Atau juga ia “melanggar perjanjian”, yaitu apabila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya. Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa empat macam: a) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; b) Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan ; c) Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat ; d) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya (R. Subekti, 1996 : 43). 3) Risiko Risiko ialah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak. Berdasarkan pengertian di atas persoalan risiko berpokok pangkal pada terjadinya suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang telah mengadakan perjanjian, yang dalam hukum perjanjian dinamakan “keadaan memaksa” (R. Subekti, 1996 : 56). Di dalam KUH Perdata, persoalan risiko diatur dalam Pasal 1237 KUH Perdata, yang berbunyi “Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu barang tertentu, maka barang itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas xxxix tanggungan si berpiutang”. Pernyataan “tanggungan” dalam pasal ini adalah sama dengan “risiko”. h. Akibat Hukum Perjanjian Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat dalam Pasal 1329 KUH Perdata. Perjanjian yang dibuat secara sah mempunyai akibat hukum : a) Perjanjian mengikat para pihak ; b) Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik ; c) Perjanjian tidak bisa dibatalkan sepihak (J.Satrio, 1992:357). i. Cara Berakhirnya Perjanjian Berakhirnya perjanjian dapat diketahui yaitu jika semua perikatan dari persetujuan telah dihapus, maka persetujuan telah berakhir. Hapusnya persetujuan dapat pula disebabkan karena hapusnya perikatan apabila persetujuan tersebut berlaku surut, misalnya pembatalan persetujuan akibat wanprestasi yang terdapat di dalam Pasal 1266 KUH Perdata (R. Setiawan, 1994:68). 2. Tinjauan Umum tentang Perbankan a. Pengertian Bank Kata bank berasal dari bahasa Itali “banca”, yang berarti bence yaitu suatu bangku tempat duduk. Hal ini disebabkan pada zaman pertengahan, pihak banker Itali yang memberikan pinjamanpinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangkubangku di halaman pasar (Abdurrahman A, 1993:80). Di dalam dimaksudkan perkembangan sebagai suatu dewasa jenis ini, pranata istilah bank finansial yang melaksanakan jasa-jasa keuangan yang cukup beraneka ragam, seperti memberi pinjaman, mengedarkan mata uang, mengadakan pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat xl penyimpanan untuk benda-benda berharga, dan membiayai usahausaha perusahaan (Abdurrahman A, 1991:80). Definisi bank menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa bank adalah usaha di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan peredaran uang (Hermansyah, 2005:8). Definisi bank menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut O. P Simorangkir, bahwa bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa. Adapun pemberian kredit itu dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral (O. P Simorangkir, 1979:18). Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa pada dasarnya bank adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada pihak-pihak yang membutuhkan dalam bentuk kredit dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Hermansyah, 2005:8). Menurut Gunarto Suhardi, terdapat beberapa alasan pokok mengapa para nasabah harus menggunakan jasa perbankan, yaitu (Gunarto Suhardi, 2003:109) : xli 1) Alasan Keamanan Bagi nasabah yang menganggap uang sebagai store of value atau alat simpanan, maka tidak ada jalan lain untuk mempercayakan uangnya di bank. Bank sanggup menyediakan tempat penyimpanan uang yang kuat dan fire-proof, penjagaan personal keamanan dan asuransi cash in vault. 2) Alasan agar tidak terjadi loss of interest Bila uang disimpan di rumah, maka uang tersebut tidak menghasilkan apapun. Namun bila disimpan di bank, maka bank bersedia memberikan bunga atau imbalan jasa. 3) Titel hak atas uang masih di tangan nasabah Meskipun status kepemilikan dananya sudah pindah ke bank, tetapi hak penagihan dan perolehan dana dari bank dalam rekening giro setiap saat masih ada pada nasabah. 4) Alasan untuk memperlancar pembayaran Pembayaran melalui bank menjadi lebih mudah dan lebih lancar, karena pemilik dana tidak lagi harus membawa-bawa uang tunai untuk dibayarkan kepada seseorang apabila jumlahnya cukup besar dan pembayarannya tersebut harus menempuh jarak yang jauh. 5) Pembayaran dalam valuta asing Bank juga menyediakan transfer atau pembayaran dalam valuta asing, dimana valuta asingnya terlebih dahulu harus dibeli pada suatu bank. xlii b. Jenis-jenis Bank 1) Dilihat dari bidang usahanya Di dalam Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Perbankan disebutkan, menurut jenisnya bank terdiri dari : a) Bank Umum Di dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Perbankan, yang dimaksud dengan bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. b) Bank Perkreditan Rakyat Di dalam Pasal 1 Ayat (4) Undang-Undang Perbankan, yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2) Dilihat dari kepemilikannya Dilihat dari kepemilikannya bank dapat dibagi dalam tiga golongan (Sentosa Sembiring, 2000:6), yakni : a) Bank Milik Pemerintah (Negara) Bank Milik Pemerintah artinya modal yang bersangkutan berasal dari pemerintah. b) Bank Milik Swasta (1) Swasta Nasional, artinya modal bank ini dimiliki oleh orang ataupun Badan Hukum Indonesia. xliii (2) Swasta Asing, artinya modal bank tersebut dimiliki oleh Warga Negara Asing dan atau Badan Hukum Asing. c) Bank Campuran Bank Campuran adalah bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh Warga Negara Indonesia dan atau Badan Hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh Warga Negara Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri. 3) Dilihat dari segi operasional Dilihat dari ruang lingkup operasional bidang usahanya, maka bank dapat dibagi dalam dua golongan (Sentosa Sembiring, 2000:7), yakni : a) Bank Devisa Bank Devisa adalah bank yang memperoleh surat penunjukan dari Bank Indonesia untuk melakukan usaha perbankan dalam valuta asing. b) Bank Nondevisa Bank Nondevisa adalah bank yang tidak dapat melakukan usaha di bidang transaksi valuta asing. c. Fungsi Bank Definisi perbankan menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan bahwa Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, xliv kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Fungsi perbankan dilihat dari ketentuan Pasal 3 UndangUndang Perbankan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Hal ini berarti kehadiran bank sebagai suatu badan usaha tidak sematamata bertujuan bisnis, tetapi juga untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan (Bank Indonesia, 2004:5). d. Jasa-jasa Perbankan Jasa-jasa yang diberikan bank dalam rangka lalu lintas pembayaran dan peredaran uang antara lain mencakup (Hermansyah, 2005:76) : 1) Pengiriman uang (Transfer) Pengiriman uang adalah salah satu pelayanan bank kepada masyarakat dengan bersedia melaksanakan amanat nasabah untuk mengirimkan sejumlah uang, baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing yang ditujukan kepada pihak lain di tempat lain di dalam maupun luar negeri. 2) Inkaso Inkaso perusahaan adalah atau pemberian perorangan kuasa pada bank oleh untuk menagihkan, atau memintakan persetujuan pembayaran atau menyerahkan begitu xlv saja kepada pihak yang bersangkutan di tempat lain atas suratsurat berharga, dalam rupiah atau valuta asing seperti wesel, cek, kuitansi, surat aksep, dll. 3) Kliring Kliring adalah sarana perhitungan warkat antarbank yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia guna memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral. 4) Bank Garansi Bank Garansi adalah garansi atau jaminan yang diberikan oleh bank. 5) Kotak Pengaman Simpanan (Safe Deposit Box) Kotak pengaman simpanan adalah salah satu sistem pelayanan bank kepada masyarakat, dalam bentuk menyewakan boks dengan ukuran tertentu untuk menyimpan barang-barang berharga dengan jangka waktu tertentu dan nasabah menyimpan sendiri kunci boks pengaman tersebut. 6) Kartu Kredit Kartu Kredit adalah alat pembayaran pengganti uang tunai atau cek. 7) Letter of Credit (L/C) L/C adalah suatu kontrak, dengan mana suatu bank bertindak atas permintaan dan perintah dari seorang nasabah yang biasanya berkedudukan sebagai importir untuk melakukan pembayaran kepada pihak pengekspor atau pihak ketiga atau membayar atau pengaksep wesel-wesel yang ditarik oleh pihak ketiga. xlvi 8) Internet Banking Internet banking merupakan pelayanan jasa bank yang memungkinkan nasabah memperoleh informasi, melakukan komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui internet. e. Hubungan Bank dengan Nasabah Hubungan antara bank dengan nasabah adalah suatu perjanjian (kontrak) yang diatur oleh hukum perjanjian yang berarti para pihak dalam hal ini bank dan nasabah mempunyai hak dan kewajiban. Di dalam praktik, pada umumnya bank telah membuat formulir tersendiri. Di dalam formulir tersebut telah tertera segala persyaratan-persyaratan yang harus ditentukan oleh bank. Inilah yang oleh para ahli hukum disebut sebagai perjanjian baku artinya perjanjian yang isinya telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (Mariam Darus Badrulzaman, 1983:48). f. Perlindungan Hukum bagi Nasabah Menurut Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H., bahwa hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Dengan demikian, tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat itu bisa disebut hak, melainkan kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan oleh hukum kepada seseorang (Hermansyah, 2005:121). Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan dana, terdapat dua macam perlindungan hukum (Hermansyah, 2005:123), yaitu : xlvii 1) Perlindungan tidak langsung, yaitu suatu perlindungan hukum oleh dunia perbankan yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana terhadap segala risiko kerugian yang timbul dari suatu kebijaksanaan atau timbul dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. 2) Perlindungan langsung, yaitu suatu perlindungan oleh dunia perbankan yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap kemungkinan timbulnya risiko kerugian dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. 3. Tinjauan Umum tentang Transaksi Perbankan a. Tinjauan tentang Transaksi Berbicara mengenai "transaksi" umumnya orang akan mengatakan bahwa hal tersebut adalah perjanjian jual beli antar para pihak yang bersepakat untuk itu. Di dalam lingkup hukum, sebenarnya istilah transaksi adalah penamaan terhadap keberadaan suatu perikatan ataupun hubungan hukum yang terjadi antara para pihak. Jadi jika berbicara mengenai transaksi sebenarnya adalah berbicara mengenai aspek materiil dari hubungan hukum yang disepakati oleh para pihak, sehingga sepatutnya bukan berbicara mengenai perbuatan hukumnya secara formil, kecuali untuk melakukan hubungan hukum yang menyangkut benda tidak bergerak. Sepanjang mengenai benda tidak bergerak maka hukum akan mengatur mengenai perbuatan hukumnya itu sendiri yakni harus dilakukan secara "terang" dan "tunai" (http://www.lkht.net). Transaksi adalah suatu tindakan yang menimbulkan tindakan timbal balik atau penyelenggaraan bisnis. Transaksi juga mencakup unsur-unsur merundingkan, mengelola, memproses sesuatu yang telah diputuskan. Transaksi adalah sesuatu yang telah terjadi, di mana suatu sebab tindakan telah timbul. Suatu transaksi xlviii hanya dapat timbul apabila ada persetujuan di antara para pihak (Budiono Kusumohamidjojo, 1998:5). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, transaksi adalah persetujuan antara dua pihak. b. Tinjauan tentang Transaksi Perbankan Transaksi perbankan meliputi setiap transaksi yang dilakukan melalui lembaga perbankan, yang dilakukan oleh orang atau badan sebagai subyek hukum. Hampir semua transaksi perbankan pada hakikatnya merupakan derivatif dari transaksi yang disebut dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Perbankan, sesuai dengan fungsi utama perbankan Indonesia yaitu menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat. Di dalam transaksi perbankan, semua persetujuan dan hubungan antara bank dengan nasabah dilakukan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang yang berlaku berlaku, di yakni peraturan Republik Indonesia, khususnya di bidang perbankan, termasuk tetapi tidak terbatas pada peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan ketentuan-ketentuan dari asosiasi-asosiasi dengan siapa bank bergabung serta aturan-aturan dan kebiasaan-kebiasaan lain yang berlaku pada waktu dan di tempat tindakan atau persetujuan tersebut dilaksanakan (Try Widiyono, 2006:22). 4. Tinjauan Umum tentang Teknologi Informasi a. Pengertian Teknologi Informasi Teknologi informasi mempunyai beberapa pengertian dari para ahli, yaitu (Abdul Kadir dan Terra Ch. Triwahyuni, 2003:2) : Menurut Haag dan Keen bahwa teknologi informasi adalah seperangkat alat yang membantu anda bekerja dengan informasi xlix dan melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan pemrosesan informasi. Menurut Martin bahwa teknologi informasi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk menyimpan informasi. Menurut Williams dan Sawyer bahwa teknologi informasi adalah teknologi yang menggabungkan komputer dengan jalur komunikasi berkecepatan tinggi yang membawa data, suara dan video. Sedangkan menurut Wawan Wardiana dalam seminar dan pameran teknologi informasi 2002 di Fakultas Teknik Universitas Komputer Indonesia menyebutkan bahwa teknologi informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis dan pemerintahan, serta merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa teknologi informasi baik secara implisit maupun eksplisit tidak sekedar berupa teknologi komputer, tetapi juga mencakup teknologi informasi (Abdul Kadir dan Terra Ch. Triwahyuni, 2003:2). b. Dasar Hukum Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Penggunaan teknologi sistem informasi oleh bank sesuai dengan Surat Keputusan l Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/175/KEP/DIR/1998 tentang Penyempurnaan Teknologi Sistem Informasi Bank dalam Menghadapi Tahun 2000. Penggunaan teknologi sistem informasi dimaksudkan adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan data kegiatan usaha perbankan sehingga dapat memberikan hasil yang akurat, benar, tepat waktu, dan dapat menjamin kerahasiaan informasi. Sehubungan dengan pengertian teknologi sistem informasi sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank tersebut dapat dijelaskan bahwa pengolahan data keuangan secara elektronis meliputi pemrosesan transaksi keuangan secara lengkap sejak pencatatan transaksi sampai dengan penyusunan laporan keuangan, sedangkan pengolahan data elektronis atas pelayanan jasa perbankan dengan menggunakan sarana komputer, telekomunikasi dan sarana elektronis lainnya meliputi penggunaan Automated Teller Machine (ATM), Electronic Fund Transfer (EFT), dan Home Banking Service, termasuk Phone Banking dan Internet Banking. c. Peran Teknologi Informasi dalam Keuangan dan Perbankan Pengertian teknologi sistem informasi menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank bahwa teknologi sistem informasi adalah suatu sistem pengolahan data keuangan dan pelayanan jasa perbankan secara elektronis dengan menggunakan sarana komputer, telekomunikasi dan sarana elektronis lainnya. li Saat ini telah banyak pelaku ekonomi, khususnya di kotakota besar yang tidak lagi menggunakan uang tunai dalam transaksi pembayarannya, tetapi telah memanfaatkan layanan perbankan modern. Untuk menunjang keberhasilan operasional perbankan, sudah pasti diperlukan sistem informasi yang handal yang dapat diakses dengan mudah oleh nasabahnya, yang pada akhirnya akan bergantung pada teknologi online (Abdul Kadir dan Terra Ch. Triwahyuni, 2003:22). Internet banking merupakan salah satu layanan perbankan yang menggunakan teknologi informasi. Dengan menggunakan layanan internet banking, maka nasabah dapat melakukan transaksi perbankan seperti transfer antar rekening di bank yang sama, membayar tagihan telepon, rumah atau membayar angsuran kredit rumah, mobil, motor, membayar tagihan telepon seluler, melayani pengisian voucher isi ulang, dll. d. Pelaksanaan Penggunaan Teknologi Sistem Informasi Di dalam Pasal 3 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank, sebelum bank menyelenggarakan suatu sistem teknologi informasi, perlu diadakan suatu perencanaan yang dilakukan oleh manajemen bank. Tugas manajemen bank adalah wajib: 1) Menerapkan pengendalian manajemen yang meliputi perencanaan, penetapan kebijaksanaan, standar dan prosedur, serta organisasi dan personalia. 2) Melaksanakan fungsi audit intern teknologi sistem informasi, dengan memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku. lii Setelah diadakannya suatu perencanaan oleh manajemen bank, maka yang selanjutnya dilakukan adalah pelaksanaan penggunaan sistem dan aplikasi teknologi sistem informasi. Tetapi sebelum itu, manajemen bank wajib : 1) Memiliki sistem kontrol terhadap sistem dan aplikasi tersebut yang mencakup pengadaan, pengembangan, pengoperasian dan pemeliharaan. 2) Menerapkan prinsip-prinsip sistem pengawasan dan pengamanan terhadap penggunaan sistem dan aplikasi yang mengandung risiko tinggi, khususnya yang menyangkut teknologi database, komputer mikro dan komunikasi data. 3) Memiliki Disaster & Recovery Plan yang sudah teruji dan memadai. e. Risiko dalam Penggunaan Teknologi Sistem Informasi Di dalam penggunaan teknologi sistem informasi terdapat risiko yang bersifat teknis dan khusus, yang berbeda dengan penggunaan sistem manual. Risiko yang dimaksud adalah (http://www.lkht.net) : 1) Risiko yang dapat terjadi dalam tahap perencanaan dan pengembangan sistem ; 2) Risiko kekeliruan pada tahap pengoperasian ; 3) Risiko akses oleh pihak yang tidak berwenang ; 4) Risiko kerugian akibat terhentinya operasi teknologi sistem informasi secara total atau sementara, sehingga mengganggu kelancaran operasional bank ; 5) Risiko kehilangan atau kerusakan data. liii 5. Tinjauan Umum tentang Internet Banking a. Pengertian Internet Banking Internet merupakan suatu jaringan komunikasi yang berbasiskan pada kecanggihan teknologi digital dan bersifat global, karena mampu menjangkau masyarakat seluruh dunia. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, internet dimasukkan ke dalam jenis jasa multimedia, yang didefinisikan sebagai penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang menawarkan layanan berbasis teknologi informasi. Internet banking merupakan saluran distribusi bank untuk mengakses rekening yang dimiliki nasabah melalui jaringan internet dengan menggunakan perangkat lunak browser pada komputer. Internet banking merupakan bagian dari electronic banking channel dan juga merupakan inovasi dari jenis rekening tabungan atau rekening giro rupiah, yang dimaksudkan agar nasabah pemilik rekening dapat mengakses rekeningnya melalui jaringan internet dengan menggunakan perangkat lunak browser pada komputer (Try Widiyono, 2006:211). Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP Tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank melalui Internet Banking, yang dimaksud internet banking adalah salah satu pelayanan jasa bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet, dan bukan merupakan bank yang hanya menyelenggarakan layanan perbankan melalui internet. liv b. Tipe-tipe Layanan Internet Banking Sejalan dengan keberadaan layanan jasa perbankan dengan media elektronik, tipe-tipe layanan jasa perbankan melalui internet banking (Budi Agus Riswandi, 2005: 35) terdiri dari : 1) Informational Web Informational Web merupakan tipe layanan jasa perbankan tingkat dasar yang sudah melalui web, tetapi hanya menampilkan informasi saja. 2) Transactional Web Transactional Web merupakan tipe layanan jasa perbankan yang memperbolehkan nasabah untuk melakukan pembelian barang dan jasa serta transaksi perbankan secara online. 3) Wireless Wireless merupakan tipe layanan jasa perbankan untuk menawarkan mengenai produk dan jasa baru kepada nasabah melalui wireless divice, seperti telepon selular, pager dan personal digital assistants yang mempunyai akses wireless pada bank. 4) PC Banking PC Banking merupakan tipe layanan jasa perbankan yang menyediakan pengembangan channel secara tertutup melalui telepon (home banking) yang dibatasi untuk komunikasi e-mail, transfer uang, meninjau dan menyeimbangkan rekening, dan pembayaran tanpa cek. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas lv Pelayanan Jasa Bank melalui Internet Banking, tipe-tipe layanan internet banking dapat berupa : 1) Informational Internet Banking Informational Internet Banking adalah pelayanan jasa bank kepada nasabah dalam bentuk informasi melalui jaringan internet dan tidak melakukan eksekusi transaksi. 2) Communicative Internet Banking Communicative Internet Banking adalah pelayanan jasa bank kepada nasabah dalam bentuk komunikasi atau melakukan interaksi dengan bank penyedia layanan internet banking secara terbatas dan tidak melakukan eksekusi transaksi. 3) Transactional Internet Banking Transactional Internet Banking adalah pelayanan jasa bank kepada nasabah untuk melakukan interaksi dengan bank penyedia layanan internet banking dan melakukan eksekusi transaksi. Menurut Try Widiyono, transaksi perbankan yang dapat dilakukan melalui layanan internet banking yaitu (Try Widiyono, 2006:212) : 1) Transfer dana rupiah atau pemindahbukuan antar rekening bank yang sama serta up date daftar transfer. 2) Pembayaran tagihan-tagihan, misalnya tagihan telepon, listrik, air, berbelanja lewat e-commerce, dan lain sebagainya ; 3) Pembukaan deposito berjangka, sesuai dengan fitur produk deposito pada bank yang bersangkutan ; 4) Informasi rekening, misalnya posisi saldo rekening, suku bunga dan kurs valuta ; lvi 5) Pendaftaran layanan notifikasi SMS, yaitu melakukan pendaftaran atau perubahan layanan notifikasi SMS ke ponsel nasabah pengguna ; 6) Permintaan buku cheque/ bilyet giro ; 7) Up date profil, antara lain mengubah PIN atau mengubah alamat e-mail. c. Risiko dalam Layanan Internet Banking Di dalam layanan internet banking ditemukan beberapa kategori risiko (Budi Agus Riswandi, 2005:29), antara lain : 1) Risiko Kredit Risiko kredit adalah risiko terhadap pendapatan atau modal yang timbul dari kegagalan nasabah untuk menyepakati setiap kontrak dengan bank atau sebaliknya untuk performan yang disetujui. 2) Risiko Suku Bunga Risiko suku bunga adalah risiko terhadap pendapatan atau modal yang timbul dari pergerakan dalam suku bunga. 3) Risiko Likuiditas Risiko likuiditas adalah risiko yang dihadapi oleh bank dalam rangka memenuhi kebutuhan likuiditasnya. 4) Risiko Transaksi Risiko transaksi adalah risiko yang prospektif dan banyak berdampak pada pendapatan dan modal. 5) Risiko Komplain Risiko komplain adalah risiko yang berdampak terhadap pendapatan dan modal akibat adanya pelanggaran terhadap hukum, regulasi atau standar etik. lvii 6) Risiko Reputasi Risiko reputasi adalah sebagian besar dari prospek risiko yang berdampak kepada pendapatan dan modal akibat adanya pendapat negatif dari publik. d. Peraturan-peraturan Terkait dengan Internet Banking di Indonesia 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan 3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia 4) Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi 5) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank 6) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/175/KEP/DIR/1998 tentang Penyempurnaan Teknologi Sistem Informasi Bank dalam Menghadapi Tahun 2000 7) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP Tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank melalui Internet Banking 6. Tinjauan Umum tentang Keadilan a. Pengertian Keadilan Keadilan berasal dari kata “adil” yang berarti tidak berat sebelah atau tidak memihak. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keadilan diartikan sebagai sifat (perbuatan, perlakuan, lviii dsb) yang adil, yang mempertahankan hak dan keadilan, serta menciptakan keadilan bagi masyarakat. Menurut ajaran Aristoteles, keadilan tidak boleh dipandang sama arti dengan persamarataan. Keadilan bukan berarti bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama. Keadilan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu : 1) Keadilan Distributif Keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap orang jatah menurut jasanya, bukan menuntut tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya, bukan persamaan, melainkan kesebandingan. 2) Keadilan Komutatif Keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat jasa-jasa perseorangan. (L. J van Apeldoorn, 2001:11). Peraturan yang adil adalah peraturan pada mana terdapat keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang dilindungi, pada mana setiap orang memperoleh sebanyak mungkin yang menjadi bagiannya (L. J van Apeldoorn, 2001:12). b. Hukum dan Keadilan Pembentukan hukum harus selalu dibimbing oleh suatu rasa keadilan, yakni rasa tentang yang baik dan pantas bagi orangorang yang hidup bersama. Karenanya berlaku prinsip keadilan, bahwa kepada yang sama penting diberikan yang sama, kepada yang tidak sama penting diberikan yang tidak sama (Soetiksno, 1986:48). Di dalam sistem hukum kontinental, hukum ditanggapi sebagai terjalin dengan prinsip-prinsip keadilan, hukum adalah lix undang-undang yang adil, di mana pengertian hukum yang hakiki berkaitan dengan arti hukum sebagai keadilan. Bila suatu undangundang bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan, maka hukum itu tidak bersifat normatif lagi, dan sebenarnya tidak dapat disebut hukum. Undang-undang hanya hukum bila adil. Sedangkan dalam sistem hukum Anglo-saxon, hukum harus ditaati, bahkan juga bila tidak adil. Bila adil merupakan unsur konstitutif hukum, suatu peraturan yang tidak adil bukan hanya hukum yang buruk, akan tetapi semata-mata bukan hukum, sehingga orang tidak tidak terikat akan peraturan yang bersangkutan, dan tindakan balasan tidak sah. Sebaliknya, bila adil merupakan unsur regulatif bagi hukum, suatu peraturan yang tidak adil tetap hukum walaupun buruk, dan tetap berlaku dan mewajibkan (Theo Huijbers, 1995:69). Bila suatu kaidah menurut isinya menggalang suatu aturan yang adil, maka kaidah itu bernilai dan dapat ditanggapi sebagai mewajibkan secara batin. 7. Tinjauan Umum tentang Upaya Penyelesaian Sengketa Upaya penyelesaian sengketa merupakan suatu pencarian metode alternatif untuk mencegah dan menyelesaikan sengketa. Penyelesaian sengketa perdata di samping dapat diajukan ke peradilan umum juga terbuka kemungkinan diajukan melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Proses penyelesaian sengketa untuk menyelesaikan sengketa yang timbul terdiri dari (Suyud Margono, 2000:23) : lx a. Proses Adjudikasi 1) Litigasi Litigasi adalah proses gugatan atau suatu konflik yang diritualisasikan untuk menggantikan konflik sesungguhnya, dimana para pihak memberikan kepada seorang pengambil keputusan dua pilihan yang bertentangan. Litigasi mempunyai karakteristik adanya pihak ketiga yang mempunyai kekuatan untuk memutuskan solusi di antara para pihak yang bersengketa. 2) Arbitrase Arbitrase merupakan salah satu bentuk adjudikasi privat, dimana para pihak menyetujui untuk menyelesaikan sengketanya kepada pihak netral yang mereka pilih untuk membuat keputusan. Di dalam arbitrase, para pihak dapat memilih hakim yang mereka inginkan. Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum, yang dimaksud dengan arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. b. Proses Konsensus 1) Ombudsman Ombudsman adalah suatu badan atau institusi yang tugasnya menginvestigasi keberatan dan mencegah terjadinya sengketa para pihak atau memfasilitasi pemecahan masalahnya. 2) Pencari Fakta Bersifat Netral (Neutral Fact Finding) lxi Pencari fakta bersifat netral merupakan penunjukan saksi ahli yang netral oleh pengadilan untuk menyelidiki persoalanpersoalan yang ditetapkan dan melaporkan penemuan- penemuannya, sehingga dengan penemuan-penemuan tersebut pihak ketiga dapat memperoleh fakta-fakta yang obyektif. 3) Negosiasi Negosiasi adalah proses konsensus yang digunakan para pihak yang bersengketa untuk memperoleh kesepakatan di antara mereka. Menurut Fisher dan Ury, negosiasi adalah komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun berbeda. 4) Mediasi Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah di mana pihak luar yang tidak memihak bekerjasama dengan pihak yang bersengketa untuk membantu memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan. 5) Konsiliasi Konsiliasi mengacu pada pola proses penyelesaian sengketa secara konsensus antara pihak, di mana pihak netral dapat berperan secara aktif maupun tidak aktif. Pihak-pihak yang bersengketa harus menyatakan persetujuan atas usulan pihak ketiga tersebut dan menjadikannya sebagai kesepakatan penyelesaian sengketa. lxii c. Proses Adjudikasi Semu 1) Mediasi-Arbitrase Mediasi-Arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa campuran atau kombinasi mediasi dan arbitrase yang dilakukan setelah proses mediasi tidak berhasil. 2) Persidangan Mini (Mini Trial) Persidangan mini merupakan proses pemeriksaan yang melibatkan para pihak dalam penilaian pokok-pokok perkara mereka melalui informasi yang diberikan dalam presentasi secara ringkas oleh pengacara di hadapan suatu panel yang terdiri atas wakil masing-masing pihak untuk merundingkan dan menyelesaikan perkara tersebut. 3) Pemeriksaan Juri secara Sumir (Summary Jury Trial) Persidangan ini merupakan suatu sarana yang dimaksudkan untuk menghemat waktu pengadilan dan sumber daya, di mana dalam proses pemeriksaan pengacara membuat presentasi ringkas tentang perkara di hadapan juri penasihat yang akan memberikan pertimbangan atas informasi-informasi yang dipresentasikan pengacara. 4) Evaluasi Netral Secara Dini Evaluasi netral secara dini merupakan proses penyelesaian sengketa yang terjadi pada awal proses litigasi dengan penunjukan pengacara yang netral dan berpengalaman dalam menilai materi atau pokok perkara oleh pengadilan, yang bertujuan untuk memberikan para pihak yang berperkara suatu pandangan yang obyektif mengenai perkara masing-masing. lxiii B. Kerangka Pemikiran Lembaga keuangan bank mempunyai peran yang sangat strategis dalam mengembangkan perekonomian suatu bangsa, oleh karena itu diperlukan peran aktif bank dalam praktik perekonomian. Di dalam masyarakat dunia yang semakin berkembang ini, perbankan diharapkan selalu terdepan di dalam inovasi. Semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi belakangan ini, membuat bank-bank yang ada semakin terpacu dalam membuat inovasi, sehingga transaksi perbankan dapat secara praktis dilakukan. Di antara berbagai macam inovasi yang dibuat oleh bank, layanan internet banking adalah salah satunya. Internet banking memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi perbankan. Hanya melalui komputer yang terhubung dengan internet, kita bisa melakukan aktivitas perbankan tanpa harus melalui prosedur bank yang bertele-tele, karena hanya tinggal klik kita sudah bisa melakukan transaksi perbankan, seperti transfer antar rekening di bank yang sama, membayar angsuran kredit rumah, membayar tagihan telepon seluler, dll. Di dalam transaksi perbankan di Indonesia dewasa ini, penggunaan layanan internet banking merupakan alternatif yang banyak dipakai karena dirasa sangat praktis, sehingga memberikan kemudahan baik bagi bank maupun bagi nasabah pengguna layanan internet banking. Selain itu, internet banking dapat meningkatkan efisiensi biaya dan waktu sekaligus memberikan keuntungan yang tinggi terhadap sektor perbankan. Untuk menjadi nasabah layanan internet banking, terlebih dahulu nasabah harus mendaftar. Di dalam melakukan pendaftaran itu otomatis bank dan nasabah terikat di dalam suatu perjanjian. Dari sini dapat dilihat bahwa transaksi perbankan melalui internet banking juga terkait dengan hukum perjanjian. lxiv Transaksi perbankan melalui internet banking dapat saja menimbulkan sengketa di kemudian hari, dari berbagai kemudahan yang diberikan, layanan internet banking tidak luput dari risiko. Di dalam layanan internet banking terdapat kemungkinan muncul permasalahan hukum dalam transaksi perbankan yang dilakukan, oleh karena itu dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi perlu adanya upaya penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa antara pihak bank dengan nasabah dapat diselesaikan dengan mengacu pada perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak, apakah penyelesaian sengketa dilakukan melalui pengadilan (litigasi) atau di luar pengadilan (nonlitigasi). Berdasarkan pemikiran di atas maka transaksi perbankan melalui internet banking harus dikaji secara mendalam, sehingga dapat memperoleh kejelasan tentang layanan internet banking, mengetahui apakah pengaturan transaksi perbankan melalui internet banking di Indonesia dapat menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi para pihak yang terkait, serta mengetahui upaya penyelesaian sengketa terhadap risiko jika terjadi permasalahan hukum dalam transaksi perbankan melalui internet banking. Untuk lebih jelasnya, maka kerangka pemikiran dapat disusun sebagai berikut : lxv Bagan Kerangka Pemikiran UUD 1945 Pembangunan Nasional di segala bidang Peran serta Perbankan UU Bank Indonesia UU Perbankan KUH Perdata Perkembangan TI dalam transaksi perbankan SK Direksi BI & SEBI Nasabah Transaksi perbankan melalui internet banking Permasalahan Hukum Upaya Penyelesaian Sengketa Litigasi Non Litigasi Solusi Masalah/Sumbangan Pemikiran lxvi Bank BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Transaksi Perbankan melalui Internet Banking di Indonesia 1. Deskripsi Transaksi Perbankan melalui Internet Banking di Indonesia Di dalam melakukan aktivitas rekening khususnya tabungan baik penyetoran maupun penarikan, nasabah harus datang sendiri (atau melalui kuasanya yang dibuktikan adanya surat kuasa) dan mengisi aplikasi atau formulir sesuai dengan transaksi yang akan dilakukan. Namun dalam perkembangan fungsi dari tabungan dimaksud, di samping sebagai tempat menyimpan dana, juga dikembangkan suatu sistem untuk melakukan beberapa transaksi perbankan yang dapat dilakukan tanpa kehadiran nasabah ke kantor bank serta tidak perlu menandatangani formulir permohonan, bahkan transaksi tersebut dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Perkembangan layanan perbankan dewasa ini mengalami kemajuan yang pesat sekali. Ini dibuktikan dengan adanya layanan perbankan lewat sarana internet atau yang lebih dikenal dengan internet banking. Dengan adanya keuntungan dan kemudahan yang ditawarkan oleh layanan internet banking ini maka dunia perbankan saling berlomba untuk menawarkan berbagai macam layanan bagi nasabah dalam melakukan transaksi perbankan. Definisi internet banking menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP Tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank melalui Internet Banking yakni bahwa internet banking merupakan salah satu pelayanan jasa bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet. 54 lxvii Di Indonesia saat ini terdapat beberapa bank yang telah menyelenggarakan layanan internet banking untuk mempermudah transaksi perbankan yang dilakukan oleh bank dan nasabah, di antaranya yakni Bank Mandiri, Bank Central Asia (BCA), HSBC, Citibank, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Internasional Indonesia (BII), Bank Permata, dan Bank Lippo. Internet banking merupakan bagian dari electronic banking yang merupakan inovasi dari jenis rekening tabungan dan atau rekening giro rupiah. Sebagai sistem layanan yang bersumber pokok pada kedua rekening tersebut, maka salah satu syarat bagi nasabah yang menginginkan layanan internet banking ini terlebih dahulu harus mempunyai rekening tabungan dan atau rekening giro serta harus mempunyai alamat e-mail dan hardware/software dengan kualifikasi tertentu. Meskipun demikian, nasabah yang telah memiliki jenis rekening tabungan dan atau rekening giro serta alamat e-mail tidak secara otomatis dapat diberikan layanan internet banking ini, nasabah harus melakukan pendaftaran atau registrasi terlebih dahulu untuk menjadi nasabah internet banking, kecuali jika secara tegas dinyatakan dalam syarat dan ketentuan produk rekening tabungan dan atau rekening giro yang dinyatakan bahwa fasilitas kedua rekening tersebut secara otomatis melekat layanan internet banking. Pendaftaran atau registrasi dapat dilakukan melalui jaringan mesin ATM dengan menggunakan kartu ATM atau dapat pula pendaftaran dilakukan melalui kantor cabang yang bersangkutan, dengan memenuhi dan menyetujui syarat dan ketentuan yang merupakan perjanjian baku yang telah ditetapkan oleh pihak bank untuk disetujui oleh nasabah yang ingin menjadi nasabah internet banking. Syarat dan ketentuan ini biasanya terdapat pada screen ATM bank yang bersangkutan, situs internet bank yang bersangkutan, atau dalam bentuk formulir yang dapat diperoleh dari kantor cabang bank yang bersangkutan. lxviii Setelah terdaftar menjadi nasabah internet banking, nasabah akan memperoleh User ID (identitas pengguna) dan PIN (nomor identitas pribadi) yang merupakan kode rahasia dan kewenangan pengguna yang hanya diketahui oleh nasabah yang bersangkutan sebagai verifikasi pada saat nasabah akan melakukan transaksi perbankan melalui internet banking, yang dimaksudkan untuk menjaga kerahasiaan identitas dan semua informasi keuangan nasabah, sehingga semua transaksi perbankan hanya dapat dilakukan oleh nasabah yang bersangkutan. Mengenai jumlah digit dan atau sistem aktivasi melalui User ID dan PIN serta tata cara pengiriman User ID dan PIN tersebut, masing-masing bank berbeda antara yang satu dengan yang lain. Hal ini terkait dengan sistem teknologi dan pilihan sistem pengamanan yang dimiliki setiap bank yang menyelenggarakan layanan internet banking. Untuk mengamankan transaksi pengguna layanan internet banking, maka terdapat bank yang mewajibkan penggunaan token PIN, yaitu alat pengaman yang berfungsi menghasilkan PIN yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi perbankan melalui internet. Dengan token PIN ini, maka PIN nasabah akan selalu berganti-ganti setiap saat, sehingga keamanan transaksi perbankan lebih aman dan terjamin. Jenis layanan internet banking yang ditawarkan oleh bank dan dapat diakses oleh nasabah antara bank satu dengan yang lain pun berbeda-beda. Sebagai contoh di dalam layanan Internet Banking Mandiri, layanan yang terdapat dalam Internet Banking Mandiri, yaitu (http://www.bankmandiri.com) : a. Informasi saldo Informasi saldo yang dapat dilakukan adalah saldo tabungan, giro, deposito, dan pinjaman. lxix b. Informasi sepuluh transaksi terakhir Nasabah dapat mengetahui informasi sepuluh transaksi terakhir untuk rekening tabungan dan giro. c. Transaksi transfer Transaksi transfer yang dapat dilakukan oleh nasabah, yaitu : 1) Transfer antar rekening sendiri 2) Transfer ke rekening pihak ketiga yang telah didaftarkan d. Pembayaran Pembayaran yang dapat dilakukan oleh nasabah yaitu pembayaran tagihan listrik, telepon selular, pajak, dan tagihan-tagihan lain. e. Pembelian Pembelian disini meliputi pembelian voucher pulsa telepon selular. f. Mengubah PIN Melakukan perubahan PIN dapat dilakukan sesuai dengan keinginan nasabah. Sedangkan contoh lain, jenis transaksi perbankan yang ditawarkan dalam Internet Banking BNI, antara lain (http://www.bni.co.id) : a. Transaksi Nonfinansial, terdiri dari : 1) Informasi saldo 2) Informasi mutasi rekening 3) Mengubah PIN 4) Mengubah alamat e-mail 5) Daftar rekening 6) Daftar pembayaran lxx b. Transaksi Finansial, terdiri dari : 1) Transfer dana antar rekening BNI 2) Pembayaran tagihan (tagihan listrik, kartu kredit, telepon selular, dll.) 3) Pembelian Fitur dan jenis layanan internet banking selalu berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi, di mana setiap saat dapat berubah. Di samping itu, informasi dan transaksi perbankan melalui internet banking hanya bersifat pemberitahuan, sehingga nasabah sebaiknya tetap meminta data transaksi tersebut ke cabang bank yang bersangkutan menyangkut hal pembuktian. Berkaitan dengan pembuktian, di dalam ketentuan layanan internet banking biasanya terdapat ketentuan mengenai pembuktian, sebagai contoh di dalam Internet Banking BCA terdapat ketentuan sebagai berikut (http://www.klikbca.com) : a. Setiap transaksi finansial dari nasabah yang tersimpan pada pusat data BCA dalam bentuk apapun, termasuk namun tidak terbatas pada catatan, tape/cartridge, print out komputer, komunikasi yang ditransisi secara elektronik antara BCA dan nasabah, merupakan alat bukti yang sah, kecuali nasabah dapat membuktikan sebaliknya. b. Nasabah menyetujui semua komunikasi dan instruksi dari nasabah yang diterima oleh BCA merupakan alat bukti yang sah meskipun tidak dibuat dokumen tertulis ataupun dikeluarkan dokumen yang ditandatangani. Internet banking memberikan berbagai manfaat bagi nasabah sebagai pengguna layanan internet banking dan bank sebagai penyelenggara layanan internet banking, manfaat tersebut antara lain (http://www.cert.or.id) : a. Manfaat bagi nasabah yang menggunakan layanan internet banking, yaitu : lxxi 1) Dapat melakukan transaksi perbankan kapan saja, dimana saja selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu 2) Proses transaksi perbankan menjadi lebih cepat 3) Fitur layanan di dalam layanan internet banking sangat beragam dan lengkap b. Manfaat bagi bank yang menyelenggarakan layanan internet banking, yaitu : 1) Menurunkan biaya transaksi di dalam perbankan 2) Meningkatkan image bank 3) Meningkatkan loyalitas nasabah kepada bank 4) Menghasilkan fee based income Penghentian akses layanan internet banking bagi nasabah dapat dilakukan oleh pihak bank apabila (http://www.cert.or.id) : a. Nasabah meminta kepada bank untuk menghentikan akses layanan internet banking, karena : 1) Nasabah menutup semua rekening yang dapat diakses melalui layanan internet banking 2) User ID dan atau PIN nasabah pengguna lupa b. Nasabah salah memasukkan PIN sebanyak tiga kali atau sesuai ketentuan bank yang bersangkutan c. Diterimanya laporan dari nasabah mengenai dugaan atau diketahuinya User ID dan PIN oleh pihak lain yang tidak berwenang d. Bank melaksanakan suatu keharusan sesuai ketentuan perundangundangan yang berlaku. lxxii 2. Pengaturan Transaksi Perbankan melalui Internet Banking di Indonesia Di dalam pembahasan ini penulis meninjau mengenai transaksi perbankan melalui internet banking berdasarkan beberapa peraturan yang ada di Indonesia yang terkait dengan permasalahan yang diteliti, yang akan diuraikan sebagai berikut : a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Transaksi perbankan melalui internet banking, bagaimanapun termasuk ruang lingkup hukum perdata. Esensi dalam transaksi perbankan tersebut adalah adanya suatu perikatan yang lahir dari suatu perjanjian, sehingga permasalahan hukum utama dalam transaksi perbankan melalui internet banking adalah permasalahan “kontrak”, dimana semua transaksi perbankan yang dilakukan oleh nasabah semata-mata berdasarkan hukum perjanjian yang konvensional (Try Widiyono, 2006:214). Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Berdasarkan rumusan tersebut ditegaskan bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya pada orang lain, sehingga lahir kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih pihak kepada satu atau lebih pihak lain. Perjanjian dibuat dengan pengetahuan dan kehendak bersama dari para pihak, dengan tujuan untuk menciptakan atau melahirkan kewajiban pada salah satu pihak atau kedua belah pihak yang membuat perjanjian tersebut. Untuk sahnya suatu perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata diperlukan empat syarat, yaitu : lxxiii 1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, dan siapa yang harus melaksanakan. Pada dasarnya sebelum para pihak sampai pada kesepakatan mengenai hal-hal tersebut, maka salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut akan menyampaikan terlebih dahulu suatu pernyataan mengenai apa yang dikehendaki oleh pihak tersebut dengan segala macam persyaratan yang mungkin dan diperkenankan oleh hukum untuk disepakati oleh para pihak (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003:94). Sepakat mereka yang mengikatkan diri merupakan sumber hukum dari salah satu asas dalam perjanjian, yaitu asas konsensualitas. Asas konsensualitas pada dasarnya mempunyai arti bahwa perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua orang atau lebih orang telah mengikat, dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau consensus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata. Ini berarti bahwa pada prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas, walaupun demikian untuk menjaga kepentingan pihak debitur (atau yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi) diadakanlah bentuk-bentuk formalitas, atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003:34). Di dalam transaksi perbankan melalui internet banking, yang menjadi subyek perjanjian adalah nasabah dan bank, sedangkan obyek perjanjian adalah layanan internet banking. lxxiv Sebelum nasabah menjadi nasabah internet banking, terlebih dahulu harus mendaftar untuk menjadi nasabah internet banking. Nasabah dapat melakukan pendaftaran layanan internet banking dengan memenuhi dan menyetujui syarat dan ketentuan yang ditetapkan pihak bank, yang tertulis dalam perjanjian baku syarat dan ketentuan layanan internet banking. Perjanjian baku merupakan perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perjanjian baku biasanya dituangkan dalam bentuk formulir. Di dalam layanan internet banking, perjanjian baku dapat dilihat dalam screen ATM dari bank yang bersangkutan, situs internet bank yang bersangkutan, atau dalam bentuk formulir yang dapat diperoleh dari kantor cabang bank yang bersangkutan. Kesepakatan antara para pihak dalam layanan internet banking memang berbeda dengan kesepakatan pada umumnya, karena di dalam layanan internet banking, nasabah harus menyetujui syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan dalam perjanjian baku yang dibuat oleh bank, sehingga tidak memberikan kebebasan sama sekali kepada nasabah untuk melakukan negosiasi atas syarat dan ketentuan tersebut. Meskipun demikian bagi nasabah yang sudah setuju dengan syarat dan ketentuan tersebut, maka dianggap bahwa nasabah tersebut telah melakukan kesepakatan dengan pihak bank untuk menjadi nasabah internet banking dan harus mematuhi syarat dan ketentuan yang terdapat di dalamnya. lxxv 2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akil baliq dan sehat pikiran adalah cakap oleh hukum. Kecakapan bertindak dalam banyak hal berhubungan dengan masalah kewenangan bertindak dalam hukum. Meskipun kedua hal tersebut secara prinsipil berbeda, namun dalam membahas masalah kecakapan bertindak yang melahirkan suatu perjanjian yang sah, maka masalah kewenangan untuk bertindak juga tidak dapat dilupakan. Jika masalah kecakapan untuk bertindak berkaitan dengan masalah kedewasaan dari orang perseorangan yang melakukan suatu tindakan atau masalah hukum, masalah kewenangan berkaitan dengan kapasitas orang perseorangan tersebut bertindak atau berbuat dalam hukum. Di dalam Pasal 1330 KUH Perdata disebutkan orang yang tidak cakap untuk melakukan perjanjian, yaitu : a) Orang-orang yang belum dewasa ; b) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan ; c) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Di dalam hal ini, sejalan dengan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah, maka ketentuan ini menjadi tidak berarti lagi (Kartini Muljadi dan Gunawan widjaja, 2003:126). Setiap pihak yang akan melakukan hubungan hukum, termasuk untuk membuat kesepakatan atau perjanjian harus terlebih dahulu memastikan bahwa lawan pihak terhadap siapa perbuatan hukum atau perjanjian akan disepakati adalah cakap lxxvi untuk bertindak dalam hukum. Begitu pula di dalam layanan internet banking, pihak bank harus memastikan bahwa nasabah yang akan mendaftar sebagai nasabah internet banking adalah cakap dalam membuat perjanjian yakni dengan menetapkan syarat dan ketentuan pendaftaran dalam perjanjian baku mengenai kecakapan seseorang dalam membuat suatu perikatan, sehingga dimulai dari pendaftaran, pengaktifan, hingga transaksi perbankan yang dilakukan dalam layanan internet banking hanya dapat dilakukan oleh orang yang cakap melakukan perjanjian. Ini berarti semua nasabah yang menjadi nasabah internet banking adalah orang yang cakap melakukan perjanjian yang memiliki kewenangan bertindak dalam hukum. 3) Suatu hal tertentu KUH Perdata menjelaskan maksud hal tertentu dengan memberikan rumusan dalam Pasal 1333 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa “Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok perjanjian berupa suatu kebendaan yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah kebendaan tidak tentu, asal jumlah itu kemudian hari dapat ditentukan atau dihitung”. Suatu hal tertentu artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul perselisihan. Barang yang dimaksud dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya (R. Subekti, 1996:19). Di dalam perjanjian antara pihak bank dengan nasabah dalam layanan internet banking, sedikitnya harus ditentukan dalam isi perjanjian mengenai jenis layanan internet banking, pihak-pihak dalam layanan internet banking, hak dan kewajiban para pihak dalam layanan internet banking apabila terjadi perselisihan, sehingga apabila terjadi perselisihan antara para pihak di kemudian hari dapat diselesaikan dengan mengacu pada perjanjian yang telah lxxvii disepakati para pihak. Sesuatu yang belum pasti ditentukan tidak dapat dijadikan obyek perjanjian. Perjanjian hanya sah dan mengikat jika obyeknya berupa kebendaan telah ditentukan jenisnya. 4) Suatu sebab yang halal Sebab yang halal adalah dalam arti isi dari perjanjian itu sendiri menggambarkan tujuan yang hendak dicapai, tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Di dalam Pasal 1337 KUH Perdata dinyatakan bahwa “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”. Rumusan tersebut memberikan pengertian bahwa pada dasarnya semua perjanjian dapat dibuat dan diselenggarakan oleh setiap orang, hanya perjanjian yang mengandung prestasi atau kewajiban pada salah satu pihak yang melanggar undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum yang dilarang. Hal ini berkaitan dengan isi perjanjian yang dilakukan para pihak dalam layanan internet banking. Isi perjanjian yang disepakati para pihak dalam layanan internet banking harus mengandung suatu sebab yang halal, dalam arti isi perjanjian itu menggambarkan tujuan yang hendak dicapai dan tidak mengandung prestasi atau kewajiban pada salah satu pihak yang melanggar undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Syarat-syarat sahnya perjanjian yang telah dikemukakan di atas merupakan syarat subyektif dan syarat obyektif dari perjanjian. Syarat subyektif terdiri dari syarat pertama dan kedua, sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat obyektif. Pakar-pakar hukum Indonesia berpendapat bahwa apabila persyaratan subyektif perjanjian tidak dipenuhi, tidak mengakibatkan batalnya perjanjian, tetapi perjanjian hanya dapat dibatalkan melalui putusan pengadilan. lxxviii Sementara itu, apabila persyaratan yang menyangkut obyek perjanjian tidak dipenuhi, perjanjian tersebut batal demi hukum. Di dalam layanan internet banking, setiap nasabah yang menjadi nasabah internet banking mendapatkan User ID dan PIN (Personal Identification Number) yang merupakan kode rahasia dan kewenangan pengguna yang hanya diketahui oleh nasabah yang bersangkutan sebagai verifikasi pada saat nasabah internet banking akan melakukan transaksi perbankan untuk menjaga kerahasiaan identitas dan semua informasi keuangan nasabah, sehingga semua transaksi perbankan hanya dapat dilakukan oleh nasabah yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan rumusan Pasal 1315 KUH Perdata yang menyebutkan ”Pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji selain untuk dirinya sendiri.” Berdasarkan rumusan tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu, subyek hukum pribadi, hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri atau yang lebih dikenal dengan asas personalia. Perjanjian menganut sistem terbuka, di mana setiap pihak yang melakukan perjanjian diberikan kebebasan yang sebebasbebasnya melakukan perjanjian asalkan tidak melanggar undangundang, ketertiban umum dan kesusilaan. Ini artinya perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak yang menyatakan bahwa para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang. Pasal-pasal dari hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap. Pasal-pasal itu boleh dikesampingkan apabila dikehendaki oleh para pihak yang membuat perjanjian, mereka lxxix diperbolehkan membuat ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian (R. Subekti, 1996:13). Di dalam layanan internet banking, perjanjian antara pihak bank dengan nasabah berbeda dengan perjanjian pada umumnya. Pihak bank telah membuat syarat dan ketentuan yang dibakukan pada suatu formulir perjanjian (dalam hal ini termasuk syarat dan ketentuan yang terdapat dalam screen ATM dari bank yang bersangkutan dan situs internet bank yang bersangkutan) untuk disetujui oleh nasabah, dengan hampir tidak memberikan kebebasan kepada pihak nasabah untuk melakukan negosiasi atas syarat dan ketentuan tersebut. Meskipun demikian, bagi nasabah yang sudah setuju dengan syarat dan ketentuan tersebut yang secara sukarela telah mengikatkan diri, maka dianggap bahwa nasabah tersebut telah melakukan kesepakatan dengan pihak bank. Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata menyatakan ”Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Sebagai perjanjian yang dibuat secara sengaja atas kehendak para pihak secara sukarela, maka segala sesuatu yang telah disepakati, disetujui oleh para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana telah dikehendaki oleh mereka (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003:59). Pada layanan internet banking, nasabah dan bank yang setuju dan sepakat menggunakan layanan internet banking harus mematuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan dalam perjanjian, karena syarat dan ketentuan tersebut bersifat mengikat dan sah demi hukum. Dalam hal salah satu pihak di dalam perjanjian tidak melaksanakannya, maka pihak lain dalam perjanjian berhak untuk memaksakan mekanisme dan jalur hukum yang berlaku. lxxx pelaksanaannya melalui b. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan merupakan wujud dari aturan yang menjadi landasan hukum dalam bidang perbankan, yang menjadi hukum positif perbankan di Indonesia. Di Indonesia, masalah-masalah yang terkait dengan bank diatur dalam undang-undang ini, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan transaksi perbankan melalui internet banking. Di dalam Undang-Undang Perbankan diatur beberapa hal yang berhubungan dengan transaksi perbankan melalui internet banking, antara lain mengenai pengertianpengertian yang berhubungan dengan perbankan, jenis dan usaha bank, pembinaan dan pengawasan bank, serta mengenai rahasia bank. Di dalam Pasal 1 Undang-Undang Perbankan dinyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Di samping memberikan uraian tentang bank, juga di dalam ketentuan itu diberikan definisi perbankan. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Berdasarkan dua definisi tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pengertian bank dan perbankan merupakan dua peristilahan yang berbeda. Pengertian bank lebih diorientasikan pada badan usahanya dan kegiatan bank, sementara pengertian perbankan lebih luas lagi di dalamnya meliputi kelembagaan dan cara serta proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Selanjutnya, di dalam Pasal 5 Undang-Undang Perbankan dinyatakan bahwa menurut jenisnya, bank terdiri dari : lxxxi 1) Bank Umum, yakni bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2) Bank Perkreditan Rakyat, yakni bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Berdasarkan rumusan di atas, dapat dilihat bahwa jenis bank yang dapat menyelenggarakan dan menawarkan layanan internet banking kepada nasabahnya adalah Bank Umum, sedangkan Bank Perkreditan Rakyat dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Pembagian jenis bank tersebut mendasarkan pada segi fungsi bank, yang dimaksudkan untuk memperjelas ruang lingkup dan batas kegiatan yang diselenggarakannya. Setelah mempunyai pemahaman atas klasifikasi bank dalam Undang-Undang Perbankan, yang perlu dikaji juga melingkupi kegiatan usaha bank. Di dalam Pasal 6 Undang-Undang Perbankan disebutkan Usaha Bank Umum meliputi : 1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu ; 2) Memberikan kredit ; 3) Menerbitkan surat pengakuan hutang ; 4) Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya ; a) Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam surat-surat dimaksud ; b) Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud ; c) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah ; d) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ; e) Obligasi ; f) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun ; lxxxii g) Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1(satu) tahun ; 5) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah ; 6) Menempatkan dana pada, meminjam dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya ; 7) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga ; 8) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga ; 9) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak ; 10) Melakukan penempatan dana dari nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek ; 11) Dihapus ; 12) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat ; 13) Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia ; 14) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan lingkup kegiatan usaha bank tersebut, transaksi perbankan yang dapat dilakukan melalui layanan internet banking, antara lain (Try Widiyono, 2006:212) : 1) Transfer dana rupiah atau pemindahbukuan antar rekening bank yang sama serta up date daftar transfer. Di samping itu, terdapat internet banking yang dapat melakukan transfer ke bank lain di dalam negeri, melalui kliring dan transfer terjadwal ; 2) Pembayaran tagihan-tagihan, misalnya tagihan telepon, listrik, air, berbelanja lewat e-commerce, dan lain sebagainya ; 3) Pembukaan deposito berjangka, sesuai dengan fitur produk deposito pada bank yang bersangkutan ; 4) Informasi rekening, misalnya posisi saldo rekening, suku bunga dan kurs valuta ; lxxxiii 5) Pendaftaran layanan notifikasi SMS, yaitu melakukan pendaftaran atau perubahan layanan notifikasi SMS ke ponsel nasabah pengguna ; 6) Permintaan buku cheque/ bilyet giro ; 7) Up date profil, antara lain mengubah PIN atau mengubah alamat email. Mengenai pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan usaha bank dilakukan oleh Bank Indonesia dengan menetapkan ketentuan yang wajib dipenuhi oleh bank sesuai Pasal 29 UndangUndang Perbankan sebagai berikut : 1) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. 2) Di dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank. 3) Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank Pembinaan dan pengawasan bank ini perlu dilaksanakan agar bank sebagai penyelenggara layanan internet banking dapat menjamin keamanan transaksi perbankan yang dilakukan oleh nasabah, serta nasabah dapat mengetahui mengenai risiko-risiko yang mungkin timbul dalam transaksi perbankan yang dilakukan dalam layanan internet banking melalui informasi layanan internet banking yang diberikan oleh bank. lxxxiv Di samping mengatur aspek-aspek di atas, Undang-Undang Perbankan juga mengatur masalah kerahasiaan bank. Menurut Pasal 1 Ayat 28 Undang-Undang Perbankan, rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Rahasia bank merupakan hal yang penting, karena bank sebagai lembaga kepercayaan wajib merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan nasabah penyimpan dan simpanannya. Di dalam Pasal 40 Undang-Undang Perbankan dinyatakan “Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya”. Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan. Berdasarkan ketentuan tersebut, Undang-Undang Perbankan telah secara konsisten menjelaskan bahwa pengertian rahasia bank hanya menyangkut nasabah penyimpan dan simpanannya. Selanjutnya, penjelasan Pasal 40 Undang-Undang Perbankan menyatakan bahwa keterangan mengenai nasabah, selain sebagai nasabah penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan. Rachmadi Usman mengemukakan bahwa rahasia bank yang saat ini diberlakukan hanya meliputi tiga hal, yakni : 1) Keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, termasuk keterangan mengenai nasabah debitur dan pinjamannya ; 2) Kewajiban pihak bank terafiliasi untuk merahasiakan keterangan tersebut, kecuali hal itu tidak dilarang oleh undang-undang ; 3) Situasi tertentu di mana informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya boleh saja dibeberkan oleh pihak yang terkena larangan jika informasi tersebut tergolong pada informasi yang dikecualikan atau informasi nasabah penyimpan dan simpanan lxxxv yang tidak termasuk dalam kualifikasi rahasia bank (Rachmadi Usman, 2001:155). Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 40 Undang-Undang Perbankan tersebut mencerminkan akan asas atau prinsip kerahasiaan bank, yang sekiranya mampu dipergunakan untuk menetapkan dan memberikan perlindungan hukum atas data pribadi nasabah dalam melakukan transaksi perbankan melalui internet banking, mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan. Mengenai kerahasiaan bank ini, untuk perkembangan saat ini tidak cukup lagi mengantisipasi dinamika bisnis sektor perbankan. Prinsip kerahasiaan bank ini dalam konteks perlindungan hukum atas data pribadi nasabah dapat saja diterapkan, namun penerapannya di dalam penyelenggaraan internet banking menjadi tidak optimal, sebab perlindungan hukum atas data pribadi nasabah yang ada pada ketentuan ini terbatas hanya pada data yang disimpan dan dikumpulkan oleh bank, padahal di dalam penyelenggaraan internet banking, data nasabah yang ada tidak hanya data yang disimpan dan dikumpulkan, tetapi termasuk data yang ditransfer oleh pihak nasabah dari sarana komputer yang terhubung dengan internet dimana nasabah melakukan transaksi perbankan. Bank tidak mapu lagi untuk mengantisipasi dampak dari pemanfaatan layanan internet banking. Ketidakmampuan ini disebabkan karena karakteristik layanan internet banking untuk memfasilitasi transaksi perbankan yang berbeda dengan perbankan secara konvensional. Melihat pada kondisi demikian, dapat disimpulkan bahwa UndangUndang Perbankan belum mampu memberikan perlindungan hukum sepenuhnya atas data pribadi nasabah dalam penyelenggaraan internet banking. lxxxvi c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia Bank Indonesia merupakan bank sentral yang memiliki kedudukan independen untuk menjamin keberhasilan tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Berdasarkan rumusan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, Tugas Bank Indonesia antara lain : 1) Menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter 2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran 3) Mengatur dan mengawasi bank Untuk menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter yang efektif dan efisien diperlukan sistem keuangan yang sehat, transparan, terpercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan yang didukung oleh sistem pembayaran yang lancar, cepat, tepat dan aman, serta pengaturan dan pengawasan bank yang memenuhi prinsip kehatihatian. Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan mengawasi bank, Bank Indonesia menetapkan peraturan memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari suatu bank, melaksanakan pengawasan bank dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bank Indonesia berwenang memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu. Di dalam menyelenggarakan internet banking, suatu bank harus memperoleh izin dari Bank Indonesia berkaitan dengan kegiatan usaha yang akan diselenggarakan. Bank Indonesia melaksanakan pengawasan terhadap penyelenggaraan internet banking tersebut baik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung sesuai dengan rumusan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. lxxxvii d. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank Masalah transaksi perbankan melalui internet banking sudah mendapat perhatian yang serius dari Bank Indonesia sebagai lembaga yang mempunyai tugas mengawasi bank-bank umum. Hal ini dapat dilihat dengan diberlakukannya Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27 /164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank. Di dalam memberikan pelayanan jasa perbankan elektronis melalui teknologi sistem informasi, pihak bank diwajibkan memiliki sistem kontrol dan pengamanan yang memadai serta efektif terhadap teknologi sistem informasi. Hal tersebut diperlukan mengingat transaksi perbankan dilakukan sendiri oleh nasabah. Selain itu, dengan tersedianya sistem kontrol dan pengamanan yang memadai, kelangsungan operasional serta kerahasiaan dan integritas data dapat tetap terjaga. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan timbulnya risiko yang diakibatkan oleh penyelenggaraan teknologi sistem informasi oleh bank. Penggunaan teknologi sistem informasi ini diatur lebih jelas dalam Surat Keputusan 27/164/KEP/DIR/1995 Direksi tentang Bank Indonesia Nomor Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank, dan untuk lebih jelasnya maka terdapat istilahistilah yang dalam hal ini termuat dalam Pasal 1, antara lain : 1) Bank adalah Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan ; lxxxviii 2) Teknologi Sistem Informasi adalah suatu sistem pengolahan data keuangan dan pelayanan jasa perbankan secara elektronis dengan menggunakan sarana komputer, telekomunikasi dan sarana elektronis lainnya ; 3) Disaster & Recovery Plan adalah suatu rencana penanggulangan yang telah teruji untuk menjamin kelangsungan kegiatan usaha bank dan pemulihannya apabila terjadi gangguan atau bencana terhadap teknologi sistem informasi. Mengenai kedudukan bank yang akan menyelenggarakan teknologi sistem informasi diatur dalam Pasal 2 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995, yaitu : 1) Bank dapat menyelenggarakan teknologi sistem informasi sendiri atau menggunakan jasa pihak lain di dalam negeri. 2) Bagi kantor cabang dari bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia yang beroperasi di luar negeri tunduk pada ketentuan Ayat (1) dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku di negara setempat. 3) Khusus bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri diperkenankan menggunakan jasa pihak lain di luar negeri dengan syarat : a) Teknologi sistem informasi tersebut dilakukan oleh kantor bank yang sama atau kelompok perusahaan dari bank yang dimaksud ; b) Tetap memperhatikan kerahasiaan bank ; c) Tidak mengganggu efektivitas dan efisiensi administrasi kantor bank yang bersangkutan. Setelah perencanaan penyelenggaraan tekonologi sistem informasi, diatur pula standarisasi manajemen yang termuat dalam lxxxix Pasal 3 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995, yaitu : 1) Di dalam menyelenggarakan teknologi sistem informasi sendiri, manajemen bank wajib : a) Menerapkan pengendalian manajemen yang meliputi perencanaan, penetapan kebijaksanaan, standar dan prosedur, serta organisasi dan personalia ; b) Melaksanakan fungsi audit intern teknologi sistem informasi, dengan memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku; 2) Di dalam menggunakan sistem dan aplikasi teknologi sistem informasi, manajemen bank wajib : a) Memiliki sistem kontrol terhadap sistem dan aplikasi tersebut yang mencakup pengadaan, pengembangan, pengoperasian, dan pemeliharaannya ; b) Menerapkan prinsip-prinsip sistem pengawasan dan pengamanan terhadap penggunaan sistem dan aplikasi yang mengandung risiko tinggi, khususnya yang menyangkut teknologi database, komputer mikro, dan komunikasi data ; c) Memiliki Disaster & Recovery Plan yang sudah teruji dan memadai. Tindakan apa saja yang termasuk dalam kewajiban pengguna teknologi ini diatur dalam Pasal 5 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995, bahwa bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan formulir isian teknologi sistem informasi, antara lain : 1) Laporan ulang penyelenggaraan teknologi sistem informasi, bagi bank yang sudah menyelenggarakan teknologi sistem informasi, xc selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender setelah berlakunya Surat Keputusan ini ; 2) Laporan rencana teknologi sistem informasi, bagi bank yang akan menyelenggarakan teknologi sistem informasi, selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender sebelum teknologi sistem informasi tersebut dioperasikan secara efektif ; 3) Laporan setiap rencana perubahan teknologi sistem informasi, bagi bank yang akan melaksanakan perubahan mendasar terhadap konfigurasi dan prosedur pengoperasian komputer, selambatlambatnya 60 (enam puluh) hari kalender sebelum perubahan tersebut dioperasikan secara aktif ; 4) Laporan realisasi rencana penyelenggaraan teknologi sistem informasi atau realisasi rencana perubahan teknologi sistem informasi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender setelah rencana dimaksud dilaksanakan ; 5) Laporan atas setiap penyalahgunaan yang dilakukan melalui sarana teknologi sistem informasi yang mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan dan atau mengganggu kelancaran operasional bank, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kalender setelah diketahuinya penyalahgunaan tersebut ; 6) Laporan hasil audit teknologi sistem informasi dalam hal penyelenggaraannya dilakukan oleh pihak lain, baik audit yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan maupun yang dilakukan oleh auditor ekstern yang ditunjuk, selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender setelah audit dilakukan. Jika terjadi pelanggaran atas ketentuan atau kewajiban di atas, maka tindakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia termuat dalam Pasal 6 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 : xci 1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Surat Keputusan ini dikenakan sanksi administratif yang dapat berupa pembekuan kegiatan usaha tertentu yang berhubungan dengan teknologi sistem informasi dan atau penurunan tingkat kesehatan bank. 2) Bagi bank yang tidak menyampaikan laporan-laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar setinggi-tingginya sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) untuk masing-masing laporan. 3) Bagi bank yang terlambat menyampaikan laporan-laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, kecuali laporan rencana teknologi sistem informasi dan laporan setiap rencana perubahan teknologi sistem informasi, dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per bulan keterlambatan untuk masing-masing laporan. e. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/175/KEP/DIR/1998 tentang Penyempurnaan Teknologi Sistem Informasi Bank dalam Menghadapi Tahun 2000 Kegiatan operasional dan efisiensi bank dalam menyelenggarakan layanan internet banking sangat tergantung pada teknologi sistem informasi, sedangkan dari waktu ke waktu teknologi selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Dengan bergantinya dekade dari 1900 menjadi 2000 bank perlu melakukan penyesuaian teknologi sistem informasi secara menyeluruh, karena itu Bank Indonesia menetapkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/175/KEP/DIR/1998 tentang Penyempurnaan Teknologi Sistem Informasi Bank dalam Menghadapi Tahun 2000, yang merupakan penyempurnaan dari Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 yang telah diberlakukan sebelumnya. xcii Di dalam Pasal 3 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/175/KEP/DIR/1998 dinyatakan bahwa “Petunjuk penyempurnaan teknologi sistem informasi yang sudah dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebelum berlakunya Surat Keputusan ini dan pelaksanaan penyempurnaan teknologi sistem informasi yang sudah dilakukan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Surat Keputusan ini”. Di dalam Surat Keputusan ini ditegaskan bahwa manajemen bank memiliki tanggungjawab penuh untuk melakukan pendefinisian, perencanaan, dan pengelolaan strategi untuk penanggulangan masalah tahun 2000 dalam penyelenggaraan teknologi sistem informasi. Di dalam Pasal 6 disebutkan bahwa “Bank Indonesia melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan penyempurnaan teknologi sistem informasi bank”. f. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP Tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank melalui Internet Banking Sehubungan dengan semakin berkembangnya pelayanan jasa bank melalui internet (internet banking) dan sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank, maka Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia untuk mengatur pelaksanaan penerapan manajemen risiko pada aktivitas internet banking. Di dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP Tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank melalui Internet Banking disebutkan bahwa internet banking adalah salah satu pelayanan jasa bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan xciii internet, dan bukan merupakan bank yang hanya menyelenggarakan pelayanan perbankan melalui internet. Bank yang menyelenggarakan internet banking wajib menerapkan manajemen risiko pada aktivitas internet banking secara efektif, yang meliputi : 1) Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi ; 2) Sistem pengamanan (Security Control) ; 3) Manajemen risiko, khususnya risiko hukum dan risiko reputasi. Risiko hukum yakni di mana aspek hukum internet banking sampai saat ini belum diatur secara jelas. Sedangkan risiko reputasi yakni yang berkaitan dengan corporate image dari bank itu sendiri apabila pelayanan internet bankingnya tidak berjalan dengan baik (Syahril sabirin, 2001:3). Di dalam Surat Edaran Bank Indonesia nomor 6/18/DPNP disebutkan pula bahwa sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank, bank wajib menyampaikan laporan rencana perubahan teknologi sistem informasi yang menyangkut perubahan konfigurasi dan prosedur pengoperasian komputer yang terkait dengan rencana penyelenggaraan internet banking selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender sebelum pelaksanaan. Guna meningkatkan efektivitas penerapan manajemen risiko, bank wajib malakukan evaluasi dan audit secara berkala terhadap aktivitas internet banking. Berbagai peraturan yang telah diuraikan di atas merupakan government regulation yang merupakan aturan yang dibentuk oleh pemerintah dalam bentuk undang-undang atau keputusan untuk memberikan perlindungan hukum bagi para pihak, dalam hal ini pihak bank dan nasabah. xciv Di samping terdapat peraturan yang dibentuk oleh pemerintah, perbankan yang menyelenggarakan internet banking berupaya melindungi para pihaknya dengan membuat ketentuan yang dibentuk secara sepihak oleh pihak perbankan yang dikenal dengan sebutan self-regulation, yang merupakan aturan yang dibentuk dalam mengantisipasi kekosongan hukum sebagai upaya perlindungan data pribadi nasabah dan bank. Akan tetapi, pembentukan aturan berupa self-regulation terkesan lebih berpihak kepada bank sebagai penyelenggara internet banking yang memiliki kecenderungan bahwa kepentingan dari pihak pembentuk yang lebih dominan dilindungi, padahal idealnya pembentukan aturan tersebut harus mencerminkan hak dan kewajiban yang seimbang di antara para pihak yang terkait. Hal ini dapat dilihat pada contoh ketentuan self-regulation yang terdapat dalam situs layanan internet banking BCA dan Bank Mandiri, sebagai berikut : “BCA dapat mengubah kebijaksanaan ini setiap saat untuk tetap menyesuaikan dengan situasi dan teknologi terbaru. Anda selalu dapat meninjau kebijakan BCA http://www.klikbca.com/privacy.html dengan mengirimkan yang atau email terbaru di Anda dapat memintanya ke [email protected]” (http://www.klikbca.com). Di dalam situs Internet Banking Bank Mandiri juga dinyatakan sebagai berikut : “Bank Mandiri akan menjaga kerahasiaan data pengguna Internet Banking Mandiri, dan hanya orang tertentu yang berhak untuk mengakses informasi tersebut untuk digunakan sebagaimana mestinya. Bank Mandiri tidak akan memperlihatkan/menjual data tersebut kepada pihak ketiga” (http://www.bankmandiri.co.id). Analisis atas bunyi ketentuan pada situs http://www.klikbca.com terlihat bahwa nasabah tidak pernah diberikan kesempatan untuk mengetahui perubahan kebijakan baru atas data pribadi bila tidak xcv mengunjungi situs internet banking BCA tentang privacy. Tanpa melihat pada situs tersebut nasabah tidak akan mengetahui perubahan kebijakan baru, yang seharusnya pihak bank dengan cepat memberikan dan menyediakan informasi tersebut kepada nasabah. Selain itu, efektifnya, ketentuan self-regulation seharusnya meliputi mekanisme untuk menjamin komplain dengan peraturan dan sumber yang layak untuk pihak nasabah ketika peraturan tersebut tidak diikuti, seperti mekanisme yang memungkinkan nasabah menguji hak privacy mereka. Terlebih lagi, alasan yang didalihkan dalam perubahan kebijakan baru adalah untuk menyesuaikan dengan situasi dan teknologi baru. Begitu pula dalam bunyi ketentuan pada situs http://www.bankmandiri.co.id, di sini pun tampaknya nasabah sulit untuk dapat mengetahui kebenaran atas tidak terjadinya penjualan datanya kepada pihak ketiga. Oleh karena itu, keberadaan self-regulation tidak menjadi suatu instrumen yang betul-betul dapat memberikan perlindungan penuh terhadap data pribadi nasabah dan bank jika instrumen undang-undang tidak segera dibentuk oleh pemerintah, artinya kebutuhan terhadap undang-undang mengenai perlindungan data pribadi sangat dibutuhkan terutama dalam industri perbankan yang terus berkembang dengan pesat. 3. Jaminan Kepastian Hukum dan Keadilan bagi Para Pihak Berdasarkan pada uraian di atas, Penulis berpendapat bahwa dalam pengaturan mengenai transaksi perbankan melalui internet banking di Indonesia yang ada saat ini sudah terdapat kesesuaian dari peraturanperaturan yang mengaturnya, baik dari Undang-Undang Perbankan maupun peraturan atau keputusan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, terutama dalam hal perlindungan hukum bagi para pihak. Dengan diberlakukannya peraturan-peraturan dan keputusan tersebut menunjukkan bahwa telah dilakukan upaya perlindungan hukum oleh pemerintah. Beberapa ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang Perbankan sekiranya mampu dipergunakan untuk menetapkan dan memberikan xcvi perlindungan hukum atas data pribadi nasabah. Hal ini dapat dicermati pada ketentuan Pasal 29 dan Pasal 40 Undang-Undang Perbankan mengenai pembinaan dan pengawasan bank yang menyelenggarakan internet banking oleh Bank Indonesia dan tentang kerahasiaan bank, begitu pula dalam Surat Keputusan dan Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Perlindungan hukum ditempuh melalui upaya-upaya baik bersifat preventif dalam bentuk ketentuan-ketentuan petunjuk, nasihat, bimbingan dan pengarahan maupun represif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan. Tetapi di dalam ketentuan-ketentuan hukum tersebut belum mempunyai instrumen perlindungan hukum yang berupa upaya penyelesaian sengketa jika terjadi permasalahan hukum serta sanksi hukum terhadap berbagai bentuk pelanggaran yang dilakukan. Ketentuan hukum yang ada juga belum mencerminkan pada suatu perlindungan hukum yang komprehensif, bahwa hukum masih bersifat parsial yang terletak di pelbagai macam perundangundangan. Berdasarkan hal ini dapat dilihat bahwa pemerintah telah melakukan upaya perlindungan hukum bagi para pihak, namun substansisubstansi dari peraturan-peraturan yang ada belum menunjukkan adanya upaya perlindungan hukum yang optimal bagi para pihak. Pengaturan mengenai transaksi perbankan melalui internet banking di Indonesia yang ada saat ini juga belum dapat menjamin keadilan bagi para pihak. Hal ini dapat dilihat melalui self-regulation sebagai alternatif dalam mengisi kekosongan hukum yang merupakan aturan atau ketentuan yang dibentuk secara sepihak oleh pihak bank yang cenderung lebih berpihak kepada kepentingan bank sebagai penyelenggara layanan internet banking. Hal ini tidak mencerminkan asas keseimbangan, di mana idealnya pembentukan aturan tersebut harus mencerminkan hak dan kewajiban yang seimbang di antara para pihak yang terkait, karena bila suatu aturan atau kaidah menurut isinya menggalang suatu aturan yang adil, maka kaidah itu bernilai dan dapat ditanggapi sebagai mewajibkan secara batin. xcvii Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengaturan mengenai transaksi perbankan melalui internet banking di Indonesia yang ada saat ini belum dapat menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi para pihak yang terkait. B. Upaya Penyelesaian Sengketa terhadap Permasalahan Hukum yang Timbul dalam Transaksi Perbankan melalui Internet Banking Internet banking sebagai inovasi dari produk perbankan yang memanfaatkan teknologi sistem informasi, selain memberikan keuntungan dan kemudahan dalam transaksi perbankan juga mempunyai dampak risiko yang dapat merugikan kepentingan pihak bank maupun nasabah sebagai penyelenggara dan pengguna layanan internet banking dalam transaksi perbankan yang dilakukan. Transaksi perbankan melalui internet banking dapat menimbulkan permasalahan hukum yang dapat merugikan para pihak, sehingga memungkinkan munculnya sengketa antara para pihak di kemudian hari. Permasalahan hukum yang mungkin muncul dalam transaksi perbankan melalui internet banking salah satunya yakni menyangkut keamanan sistem informasi. Internet banking yang memanfaatkan teknologi sistem informasi membuat transaksi perbankan yang dilakukan semakin berisiko. Dengan kenyataan seperti ini, faktor keamanan merupakan hal yang penting dan paling perlu diperhatikan. Kecanggihan teknologi tak selamanya menjamin keamanan dalam melakukan transaksi perbankan. Sebagai contoh, pada Tahun 2001, dunia perbankan diributkan oleh kasus pembobolan internet banking milik Bank BCA, yang lebih dikenal dengan kasus klikbca. Kasus ini dilakukan oleh Steven Haryanto yang dengan sengaja membuat situs palsu layanan Internet Banking BCA dengan membeli domain-domain internet dengan nama mirip www.klikbca.com (situs asli Internet Banking BCA), antara lain wwwklikbca.com, kilkbca.com, clikbca.com, klickbca.com, dan klikbac.com dengan tampilan yang sama persis dengan situs Internet Banking BCA. Dalam hal ini pelaku memanfaatkan kesalahan ketik yang mungkin dilakukan oleh xcviii nasabah, sehingga pelaku mampu mendapatkan User ID dan PIN dari nasabah yang memasuki situs plesetan tersebut. Di dalam kasus ini, diperkirakan 130 nasabah tercuri datanya (http://www.wikibooks.com). Contoh lain, yakni kasus pembobolan uang nasabah Internet Banking BCA Cabang Purwokerto pada Tahun 2001, yang dilakukan oleh orang tak dikenal dengan menggunakan fasilitas internet. Nasabah telah kehilangan uang sebesar Rp 38 juta, yang diambil hampir setiap hari oleh pelaku sampai rekening tersebut ditutup(http://www.cert.or.id). Berdasarkan contoh-contoh kasus di atas, dapat dilihat bahwa di dalam hal ini yang paling dirugikan adalah nasabah pengguna layanan internet banking. Dari sinilah muncul kemungkinan terjadi sengketa antara para pihak, yakni pihak bank dengan nasabah. Sengketa yang timbul antara pihak bank dengan nasabah dapat diselesaikan dengan mengacu pada perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak, mengingat belum ada pengaturan secara khusus tentang transaksi perbankan melalui internet banking dalam sistem perundang-undangan di Indonesia, sehingga belum ada aturan yang tegas mengenai upaya hukum ataupun sanksi hukum yang dapat diterapkan. Perjanjian merupakan prosedur dan undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya. Hal ini berarti bahwa pejanjian yang dibuat itu sah dan mengikat kedua belah pihak, dalam hal ini yaitu pihak bank dengan nasabah. Kedua belah pihak wajib melaksanakan isi perjanjian dan tidak dibenarkan untuk membatalkan atau mengakhiri perjanjian tanpa persetujuan kedua belah pihak ataupun tanpa alasan yang dibenarkan oleh undang-undang. Hal ini sesuai dengan rumusan Pasal 1338 KUH Perdata. Apabila suatu perjanjian telah disepakati, maka masing-masing pihak terikat karenanya dan berkewajiban memenuhi prestasinya. Akan tetapi, di dalam pelaksanaannya terdapat kemungkinan mengalami hambatan-hambatan yang pada akhirnya mempengaruhi tujuan perjanjian yang telah disepakati, seperti halnya munculnya sengketa antara pihak bank dan nasabah akibat permasalahan hukum yang timbul dalam layanan internet banking, yang pada akhirnya xcix mempengaruhi tujuan perjanjian yang telah disepakati para pihak. Di dalam suatu perjanjian memuat syarat-syarat sahnya perjanjian. Suatu hal tertentu merupakan syarat obyektif dari perjanjian, yakni mengenai apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul perselisihan. Di dalam perjanjian yang disepakati para pihak dalam layanan internet banking, sedikitnya juga memuat dalam klausul perjanjian mengenai hak dan kewajiban para pihak apabila terjadi perselisihan, serta upaya hukum apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan sengketa antara para pihak. Sengketa yang terjadi antara pihak bank dengan nasabah dapat diselesaikan melalui pengadilan (litigasi) maupun di luar pengadilan (nonlitigasi). Secara konvensional, penyelesaian sengketa biasanya dilakukan melalui pengadilan (litigasi), di mana posisi para pihak saling berlawanan satu sama lain. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa melalui pengadilan tidak direkomendasikan, kalaupun akhirnya ditempuh, penyelesaian itu semata-mata hanya sebagai jalan yang terakhir setelah alternatif atau upaya penyelesaian sengketa yang lain dinilai tidak membuahkan hasil. Proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan biasanya memerlukan biaya yang relatif mahal dan membutuhkan waktu yang lama, sehingga para pihak yang bersengketa mengalami ketidakpastian, padahal sistem penyelesaian sengketa sederhana, cepat dan biaya ringan adalah salah satu asas peradilan di Indonesia. Meskipun demikian, keberadaan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman tetap dibutuhkan. Tempat dan kedudukan peradilan dalam negara hukum dan masyarakat demokrasi masih dapat diandalkan, antara lain : 1. Peradilan berperan sebagai katup penekan atas segala pelanggaran hukum, ketertiban masyarakat, dan pelanggaran ketertiban umum. 2. Peradilan masih tetap diharapkan berperan sebagai tempat terakhir mencari kebenaran dan keadilan, sehingga peradilan masih tetap diandalkan sebagai badan yang berfungsi menegakkan kebenaran dan keadilan (Yahya Harahap, 1997:237). c Keputusan dari para pihak, dalam batas tertentu litigasi sekurangkurangnya menjamin bahwa kekuasaan tidak dipengaruhi hasil dan dapat menjamin ketentraman sosial. Sebagai suatu ketentuan umum dalam proses gugatan, litigasi sangat baik untuk menemukan kesalahan-kesalahan dan masalah-masalah posisi pihak lawan. Litigasi juga memberikan suatu standar prosedur yang adil dan memberikan peluang yang luas kepada para pihak untuk didengar keterangannya sebelum diambil keputusan. Litigasi tidak hanya menyelesaikan sengketa, tetapi juga menjamin suatu bentuk ketertiban umum yang tertuang dalam undang-undang, baik secara eksplisit maupun implisit. Selain melalui pengadilan, sengketa antara para pihak juga dapat diselesaikan di luar pengadilan. Apabila masing-masing pihak berkeinginan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul secara baik-baik, penyelesaian sengketa tersebut dapat diperjanjikan untuk diselesaikan di luar hukum acara. Perjanjian yang telah disepakati bersama merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Dasar hukum dalam upaya penyelesaian sengketa ini adalah kehendak bebas yang teratur dari pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan perselisihannya di luar pengadilan, sehingga cara penyelesaian sengketa yang ditempuh sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing pihak, apakah melalui proses peradilan ataukah menggunakan cara penyelesaian sengketa yang lain. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, penyelesaian sengketa perdata disamping dapat diajukan ke peradilan umum juga terbuka kemungkinan diajukan melalui arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum, yang dimaksud arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Di dalam undang-undang ini disebutkan pula Alternatif Penyelesaian ci Sengketa, yakni lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Lembaga hukum yang dapat digunakan untuk penyelesaian sengketa dalam transaksi perbankan melalui internet banking yakni melalui lembaga Alternetive Dispute Resolution (ADR). Di dalam sudut pandang yang luas, ADR meliputi segala cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan secara garis besar ADR dapat dikualifikasikan dalam negosiasi, good offices, mediasi, konsiliasi, arbitrase, dan kombinasi dari kelima media tersebut minitrial, summary jury trial, rent-a-judge, mediasi-arbitrase (Nandang Sutrisno, 1999:5). Penyelesaian sengketa dalam transaksi perbankan melalui internet ini dapat saja dilakukan secara tradisional, misalnya melalui lembaga arbitrase. Untuk dapat dilakukan penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase, para pihak harus melihat apakah ada klausul arbitrase, dalam arti kata selain ada perjanjian pokok yang bersangkutan diikuti atau dilengkapi dengan persetujuan arbitrase. Dari berbagai sumber undang-undang, peraturan dan konvensi internasional dapat dijumpai dua bentuk klausul arbitrase, yakni Pactum de compromittendo dan Akta kompromis (Yahya Harahap, 1995:100). Pactum de compromittendo adalah para pihak yang mengikatkan kesepakatan akan menyelesaikan persengketaan yang mungkin timbul melalui forum arbitrase. Pada saat mereka mengikatkan dan menyetujui klausul arbitrase, sama sekali belum terjadi perselisihan. Sedangkan akta kompromis adalah sebuah perjanjian arbitrase yang dibuat setelah timbulnya perselisihan antara para pihak. Jika para pihak yang bersengketa dalam layanan internet banking telah melakukan kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, maka perlu ditunjuk arbiter yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh Lembaga Arbitrase untuk memberikan putusan mengenai sengketa tersebut. Pasal 4 Ayat (1) UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian cii Sengketa Umum menyatakan bahwa “Dalam hal para pihak telah menyetujui bahwa sengketa di antara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase dan para pihak telah memberikan wewenang, maka arbiter berwenang menentukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika hal ini diatur dalam perjanjian mereka”. Di dalam Pasal 3 disebutkan pula bahwa “Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase”. Akan tetapi, putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari pengadilan. Selain melalui arbitrase, sengketa yang terjadi antara para pihak dapat diselesaikan pula melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa, yakni lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu (konsultan) dengan pihak lain (klien), di mana konsultan memberikan pendapat untuk memenuhi keperluan pihak lain tersebut, tetapi klien bebas menentukan sendiri keputusan yang akan diambil untuk kepentingannya sendiri. Negosiasi merupakan proses tawar menawar atau pembicaraan untuk mencapai suatu kesepakatan terhadap masalah tertentu yang terjadi di antara para pihak, yang dilakukan baik karena telah ada sengketa di antara para pihak maupun hanya karena belum ada kata sepakat disebabkan belum pernah dibicarakan masalah tersebut. Konsiliasi merupakan suatu proses penyelesaian sengketa di antara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak, sebagai fasilitator untuk melakukan komunikasi di antara para pihak, sehingga dapat ditemukan solusi oleh para pihak sendiri. Penilaian Ahli merupakan penafsiran dari seseorang sebagai ahli dari suatu bidang ilmu tertentu, dalam hal ini hukum penyelesaian sengketa, yang berperan menganalisa suatu peristiwa hukum sesuai ilmu yang ciii dikuasai dalam rangka mencapai suatu kesepakatan para pihak yang bersengketa. Tahap-tahap penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, yakni : 1. Tahap pertama : Pertemuan langsung para pihak 2. Tahap kedua : Penunjukan penasihat ahli atau mediator oleh para pihak 3. Tahap ketiga : Penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga penyelesaian sengketa 4. Tahap kempat : Penyelesaian sengketa oleh lembaga arbitrase atau oleh arbitrase ad hoc Setelah tahap-tahap tersebut, kemudian dilakukan pendaftaran ke Pengadilan Negeri yang berisi kesepakatan tertulis yang telah dicapai para pihak, selanjutnya dilakukan pelaksanaan kesepakatan yang telah dicapai (Munir Fuadi, 2003:130). Alternatif Penyelesaian Sengketa sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa nonlitigasi dengan mempertimbangkan segala bentuk efisiensinya dan untuk tujuan masa yang akan datang sekaligus menguntungkan bagi para pihak yang bersengketa. Alternatif Penyelesaian Sengketa ini diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum. Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian sengketa secara litigasi di Pengadilan Negeri, di mana sengketa diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dengan waktu yang ditentukan dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis, yang bersifat final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri. civ Berdasarkan upaya-upaya penyelesaian sengketa di atas, maka diharapkan sengketa yang terjadi antara para pihak dapat diselesaikan dengan memperoleh hasil putusan yang seadil-adilnya melalui upaya penyelesaian sengketa yang disepakati para pihak. cv BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada permasalahan dan pembahasan yang telah penulis uraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Internet banking merupakan salah satu pelayanan jasa bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet. Transaksi perbankan melalui internet banking sampai saat ini belum diatur secara khusus dalam sistem perundang-undangan di Indonesia. Pengaturan mengenai transaksi perbankan melalui internet banking di Indonesia yang ada saat ini belum dapat menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi para pihak, baik pihak bank maupun nasabah. Upaya perlindungan hukum telah dilakukan oleh pemerintah, namun substansi-substansi dari peraturan-peraturan yang ada belum menunjukkan adanya upaya perlindungan hukum yang optimal bagi para pihak. Sudah terdapat kesesuaian dari peraturan-peraturan mengenai transaksi perbankan melalui internet banking yang ada, namun instrumen perlindungan hukum yang ada masih kurang. Ketentuan hukum dari peraturan-peraturan tersebut juga belum mencerminkan perlindungan hukum yang komprehensif, di mana perlindungan hukum masih bersifat parsial yang terletak di berbagai macam perundang-undangan. Peraturan yang ada belum menggalang suatu peraturan yang adil karena belum mencerminkan asas keseimbangan, di mana idealnya pembentukan aturan tersebut harus mencerminkan hak dan kewajiban yang seimbang di antara para pihak yang terkait. Diperlukan peraturan khusus yang bersifat komprehansif dalam sistem perundang- 93 cvi undangan di Indonesia yang mengatur tentang transaksi perbankan melalui internet banking. 2. Internet banking sebagai inovasi dari produk perbankan yang memanfaatkan teknologi sistem informasi untuk memberikan kemudahan dalam transaksi perbankan juga memiliki dampak risiko timbulnya permasalahan hukum yang dapat menimbulkan sengketa antara para pihak kemudian hari, salah satunya permasalahan hukum menyangkut keamanan sistem informasi. Sengketa antara para pihak yang timbul dari permasalahan hukum tersebut dapat diselesaikan dengan mengacu pada perjanjian yang telah disepakati para pihak, apakah penyelesaian sengketa dilakukan melalui pengadilan (litigasi) ataupun di luar pengadilan (nonlitigasi). Perjanjian yang telah disepakati bersama merupakan undangundang bagi yang membuatnya, sehingga yang dijadikan dasar hukum dalam upaya penyelesaian sengketa adalah kehendak bebas yang teratur dari para pihak, dan cara penyelesaian sengketa yang ditempuh sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing pihak untuk memperoleh putusan yang seadil-adilnya. B. Saran 1. Pemerintah perlu membuat peraturan khusus dalam sistem perundangundangan di Indonesia yang mengatur transaksi perbankan melalui internet banking, mengingat kebutuhan perbankan Indonesia akan peraturan yang bersifat komprehensif yang mengatur transaksi perbankan melalui internet banking sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk memberikan perlindungan hukum bagi para pihak agar tercipta kepastian hukum dan keadilan. 2. Pemerintah perlu membuat standarisasi dalam aplikasi internet banking bagi bank yang menyelenggarakan internet banking serta beberapa prinsip sistem keamanan yang ada pada internet banking. Kehadiran internet banking memang telah memberikan kemudahan dalam transaksi perbankan, baik bagi pihak bank sebagai penyelenggara layanan internet cvii banking maupun nasabah sebagai pengguna layanan internet banking. Namun, kelebihan-kelebihan ini akan menjadi berkurang tatkala sistem keamanan dalam transaksi tidak terjamin. 3. Selain dibutuhkan sistem pengamanan dari segi hukum, dari segi teknologi itu sendiri setiap bank yang menyelenggarakan layanan internet banking perlu meningkatkan sistem pengamanan yang handal, mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan. 4. Bagi nasabah yang ingin menjadi nasabah internet banking suatu bank sebaiknya berusaha memperoleh informasi selengkap-lengkapnya tentang layanan inernet banking untuk memperhitungkan terlebih dahulu secara matang mengenai pilihannya sebelum mendaftar menjadi nasabah internet banking dengan memperhitungkan kelebihan dan kekurangan internet banking, serta risiko yang mungkin terjadi dan konsekuensi apa yang mungkin ditimbulkan. Hal ini perlu dilakukan agar jika terjadi suatu permasalahan hukum dalam internet banking, nasabah mengetahui upaya apa yang harus dilakukan, sehingga kerugian yang terjadi tidak lebih besar jika sejak awal diupayakan pencegahan. cviii DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad. 1986. Hukum Perjanjian. Bandung : Alumni. Abdul Kadir dan Terra Ch. Triwahyuni. 2003. Pengenalan Teknologi Informasi. Yogyakarta : Andi. Abdurrahman. A. 1993. Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan. Jakarta : Yagrat. A. Qirom Syamsudin Meilala. 1995. Pokok-Pokok Hukum Perjanjian dan Perkembangannya. Yogyakarta : Liberty. Bank Indonesia. 2004. Booklet Bank Indonesia. Jakarta : Bank Indonesia. Budi Agus Riswandi. 2005. Aspek Hukum Internet Banking. Jakarta PT Raja Grafindo Persada. Gunarto Suhardi. 2003. Usaha Perbankan dalam Perspektif Hukum. Yogyakarta : Kanisius. Hermansyah. 2005. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta : Kencana. J. Satrio. 1992. Hukum Perikatan. Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Buku I. Bandung : Citra Aditya Bakti. Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja. 2003. Seri Hukum Perikatan: Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Mariam Darus Badrulzaman. 1983. Perjanjian Kredit Bank. Bandung : Alumni. Munir Fuady. 2003. Arbitrase Nasional. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti cix Rachmadi Usman. 2001. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta : Gramedia. R. Setiawan. 1994. Hukum Perikatan. Bandung : Bina Cipta. R. Subekti. 1996. Hukum Perjanjian. Jakarta : PT. Inter Masa. _________ dan R. Tjitrosudibio. 2002. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta : PT. Pradnya Paramita. Sentosa Sembiring. 2000. Hukum Perbankan. Bandung : Mandar Maju. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 1986. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. __________. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press. Soetrisno Hadi. 1989. Metodologi Research I. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM. Suyud Margono. 2000. ADR Alternatif Dispute Resolution dan Arbitrase roses Pelembagaan dan Aspek Hukum. Jakarta : Ghalia Indonesia. Tri Widiyono. 2006. Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Pernbankan di Indonesia. Jakarta : Ghalia Indonesia. Winarno Surakhmad. 1992. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar. Metode dan Teknik. Bandung : Transito. Yahya Harahap. 1997. Beberapa Tinjauan mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Perundang-undangan cx Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan alternatif Penyelesaian Sengketa Umum. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank. Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia Nomor 31/175/KEP/DIR/1998 tentang Penyempurnaan Teknologi Sistem Informasi Bank dalam Menghadapi Tahun 2000. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP Tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet Banking. Makalah Nandang Sutrisno. 1999. ”Dasar-dasar Penyelesaian Sengketa Alternatif”. Makalah. Disampaikan pada Pelatihan Alternative Dispute Resolution (ADR), diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UII pada tanggal 19 Agustus 1999 di Yogyakarta. Syahril Sabirin. 2001. ”Aspek Hukum Internet Banking dalam Kerangka Hukum Teknologi Informasi”. Disampaikan pada Seminar Sehari, diselenggarakan oleh Universitas Padjajaran Bandung pada tanggal 13 Juli 2001 di Bandung. cxi Wawan Wardiana. 2002. ”Perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia”. Makalah. Disampaikan pada Seminar dan Pameran Teknologi Informasi, pada tanggal 9 Juli 2002 di Fakultas TI Universitas Komputer Indonesia. Rujukan Internet Andi Fanano. 2004. Tinjauan Terhadap Panduan Pengamanan Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank yang dikeluarkan Bank Indonesia. <http://www.lkht.net> (8 September 2007 pukul 19.30). Budi Raharjo. 2001. Aspek Teknologi dan Keamanan dalam Internet Banking. <http://www.cert.or.id> (12 September 2007 pukul 13.30). http://www.bankmandiri.com (20 Desember 2007 pukul 10.00). http;//www.bni.co.id (20 Desember 2007 pukul 10.15). http://www.klikbca.com (20 Desember 2007 pukul 10.20). http://www.wikibooks.com (22 Desember 2007 pukul 08.30). cxii cxiii