BAB II KAJIAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF, BERPIKIR KRITIS, DAN PENGUASAAN KONSEP DALAM KONSEP FOTOSINTESIS A. Pembelajaran Kooperatif Dalam jurnal berjudul Approaches to Cell Biology Teaching: Cooperative Learning in Science Classroom—Beyond Student Working in Group (Tanner, 2003), disebutkan bahwa satu pendekatan yang menyediakan kesempatan kerja sama untuk siswa biologi adalah cooperative learning atau pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin (2008) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan pembagian kelompokkelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebaya siswa, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan siswa menjadi narasumber bagi teman yang lain. Jadi Pembelajaran mengutamakan kooperatif kerjasama merupakan diantara pembelajaran. 13 model siswa pembelajaran untuk mencapai yang tujuan 14 1. Elemen pembelajaran kooperatif Berdasarkan penelitian Johnson dan Johnson (Tanner, 2003) diusulkan lima elemen yang penting untuk membangun situasi kelompok belajar kooperatif yang positif dan efektif berdasarkan penelitian yang mereka lakukan, yakni saling ketergantungan yang positif, interaksi tatap muka, tanggung jawab individual dan kelompok, kecakapan interpersonal dan kelompok kecil, serta pemrosesan kelompok. a. Saling ketergantungan positif Siswa harus melihat bahwa keberhasilan siswa bergantung pada kontribusi, masukan, dan keberhasilan anggota kelompok lainnya. Masing-masing usaha anggota kelompok diperlukan dan tak tergantikan untuk keberhasilan kelompok. Masing-masing anggota kelompok memiliki kontribusinya masing-masing karena sumber atau perannya, serta tanggung jawab tugasnya. Mungkin, hal yang paling penting dan menantang adalah menciptakan ketergantungan yang positif melalui tugas yang memerlukan sudut pandang dan usaha lebih dari satu orang (Tanner, 2003). b. Pengembangan Interaksi tatap muka Siswa harus memiliki waktu dan kesempatan uantuk bertukar pikiran secara lisan dan mendiskusikannya konsep secara langsung. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan seperti saling mengajarkan konsep-konsep yang telah diapahami, mendiskusikan konsep yang telah dipelajari, dan sebagainya (Tanner, 2003). 15 c. Tanggung jawab individu dan kelompok Siswa harus bertanggung jawab untuk mengkontribusikan bagiannya pada tugas sendiri sebaik dia melakukannya untuk mencapai tujuan bersama kelompoknya. Biasanya terdapat keluhan tentang hanya seorang atau sebagian kecil angoota kelompok yang melakukan semua tugas untuk kelompoknya. Adalah benar bahwa keluhan tersebut merupakan indikator bahwa kerja kelompok tidak terstruktur dengan tepat untuk memastikan kerjasama dalam kelompok. Kenyataanya harapan dari cooperative learning adalah untuk membuat siswa memperoleh semua manfaat dari pemahaman dan kecakapan dari kolega-koleganya dan kemudian meningkatkan pembelajaran serta kecakapannya sendiri. Kebertanggungjawaban individu dan kelompok tercapai dengan menilai siswa baik dari pekerjaan individu maupun pekerjaan kelompoknya. Hal ini dapat dikontrol misalnya dengan tetap membuat siswa bergabung dalam kelompok kecil/tak terlampau besar (Tanner, 2003). d. Kecakapan Interpersonal dan kelompok kecil Siswa tak hanya harus terlibat dalam pembelajaran akademik, tapi juga pembelajaran sosial sepanjang tugas kooperatif. Kecakapan sosial yang harus dipelajari antara lain kepemimpinan, kemampuan membuat keputusan, membangun kepercayaan, komunikasi, dan kecakapan memanajemen konflik. Hal tersebut dapat diraih misalnya dengan secara aktif menyimak pemikiran anggota kelompok lain, secara aktif 16 mendorong anggota kelompok lain, aktif secara verbal dalam diskusi, dan belajar bagaimana memberikan pertanyaan klarifikasi pada orang lain (Tanner, 2003). e. Pemrosesan kelompok Siswa harus memiliki kesempatan untuk mendiskusikan tentang bagaimana keadaan pekerjaan, apa yang telah diraih, dan apa yang dapat ditingkatkan. Melalui pelibatan diri pada pemrosesan kelompok, khususnya jika kelompok bekerja sama dalam waktu yang lama, siswa mempu untuk meningkatkan kemampuannya dalam bekerja secara kooperatif, belajar membuat kesulitan dan ketegangan dalam kelompok, dan mengalami proses perubahan dan peningkatan, semua kecakapan yang sangat esensial di wilayah pekerjaan manapun (Tanner, 2003). 2. Pencapaian yang dapat diperoleh melalui pembelajaran kooperatif Dari kelima hal esensial yang telah dipaparkan sebelumnya, yakni saling ketergantungan yang positif, interaksi tatap muka, tanggung jawab individual dan kelompok, kecakapan interpersonal dan kelompok kecil, serta pemrosesan kelompok, terdapat beberapa hal yang dapat tercapai melalui pembelajaran kooperatif antara lain hubungan interpersonal, penerimaan perbedaaan, keakuratan dalam pengambilan pandangan, kreativitas, kepuasan ketergantungan. pribadi, serta pemahaman akan saling 17 a. Hubungan interpersonal dan penerimaan perbedaaan Hubungan yang tercipta dari pembelajaran kooperatif dimaksudkan untuk ketercapaian akan perkembangan kognitif dan kesehatan sosial. Melalui pembelajaran kooperatif, diharapkan siswa memiliki hubungan interpersonal yang sehat serta dapat menerima perbedaan yang terdapat disekitar mereka. Semua siswa perlu untuk diterima dan bermanfaat dalam kelas dimana menjadi berbeda dapat diterima. Penelitian menunjukkan bahwa ketika siswa dengan ketidakmampuan yang bekerjasama dengan rekannya yang lebih berkemampuan pada tugas pembelajaran akan menghasilkan peningkatan empati, altruisme, dan kemampuan untuk melihat situasi dari bebagai sudut pandang. b. Keakuratan dalam pengambilan pandangan Pengambilan pandangan sosial merupakan kemampuan untuk memahami bagaimana situasi muncul pada orang lain dan bagaimana orang tersebut bereaksi secara kognitif dan emosional pada situasi tersebut. c. Kreativitas Thousand (1994) merangkum beberapa penelitian yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif mengembangkan berpikir kreatif dengan meningkatkan jumlah ide, kualitas ide, dan originalitas ekspresi dalam pemecahan masalah kreatif (Bahn, 1964; Bolen & ‘Thorance, 1976; Dunnette, Campbell, & Jaastad, 1963; Ehlk & 18 Johnson, 1977; Peters & ‘Ibrance, 1972; Thorance, 1970, 1971, 1973; Triandis, Bass, Ewen, & Mikesell, 1963). Tak mengejutkan bahwa siswa “tercetuskan” oleh ide orang lain dan bahwa prespektif yang berbeda membuat anggota kelompok memiliki jumlah alternatif pemecahan masalah yang banyak. Pembelajaran kooperatif juga memberikan suasana untuk menyadari dan menghargai ide anggota kelompok lainnya daripada mengabaikan ide tersebut atau berkompetisi. d. Kepuasan pribadi Dalam situasi kooperatif, setiap individu harus berinteraksi, memajukan keberhasilan satu sama lain, membentuk kesan multidimensional dan realistik dari kompetensi orang lain, dan memberikan timbal balik yang akurat bagi kelompok. Interaksi seperti itu dapat mengembangkan penerimaan dasar pada seseorang sebagai seorang yang kompeten. e. Memahami saling ketergantungan Menurut Johnson & Johnson (Johson dan Roger, 1998), Cooperative learning secara simultan memodelkan saling ketergantungan dan memberikan siswa pengalaman bahwa siswa perlu memahami sifat dasar kooperatif. Masa depan dunia bergantung pada manajemen sebagaimana ketergantungan saling yang ketergantungan komunitas, dan lingkungan sosial. konstruktif pada dan kompeten keluarga, pekerjaan, 19 Gambar 2.1. Hasil pembelajaran kooperatif (Sumber: www.clcrc.com) Terdapat hubungan langsung tentang hasil yang diperoleh dari pembelajaran kooperatif, sebagaimana digambarkan pada gambar. 2.1, di antara pencapaian (achievement), kualitas hubungan interpersonal (quality of interpersonal relationships) dan kesehatan psikologis (psychological health). Semakin siswa peduli pada sesama, akan semakin keras siswa bekerja untuk mencapai tujuan pembelajaran bersama. Individu melihat kesempatan untuk bekerja dengan orang yang mereka pedulikan. Sejalan dengan meningkatnya kepedulian, demikian halnya dengan perasaan tanggung jawab untuk melakukan kontribusi pada pekerjaannya, keinginan untuk mengambil masalah yang sulit, motivasi dan keteguhan dalam bekerja untuk pencapaian tujuan. Semua hal tersebut berkontribusi pada produktivitas kelompok. Sebagai tambahan, pengalaman berhasil bersama-sama dalam bekerjasama 20 untuk menyelesaikan tugas dapat meningkatkan kompetensi sosial, kepuasan pribadi, dan kesehatan psikologi. Semakin sehat psikologi seseorang, semakin baik kemampuan siswa untuk bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Usaha bersama memerlukan koordinasi, komunikasi yang efektif, kepemimpinan, serta manajemen konflik. Akhirnya, semakin positif hubungan interpersonal, semakin besar kesehatan psikologi individu terlibat. Melalui internalisasi hubungan positif, dukungan sosial langsung, berbagi keakraban, dan ekspresi kepedulian, kesehatan psikologi dan kemampuan untuk menanggulangi tekanan dapat terbangun. 1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-pair-share Strategi think pair share merupakan salah satu dari metode Collaborative Learning yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Cooperative Learning. Think pair share pertama kali dikembangkan oleh Profesor Frank Lyman di Universitas Maryland pada tahun 1981. Think pair share merupakan strategi yang mengajak siswa untuk lebih aktif di dalam kelas. Tujuan dari penggunaan think pair share ini yaitu agar siswa dapat melakukan pemrosesan informasi, peningkatan berkomunikasi dengan cara melatih siswa untuk berdiskusi dan mengemukakan pendapatnya, siswa dilatih untuk membangun pemikirannya, dan memahami konsep-konsep dari suatu materi yang dipelajari,. Pada pembelajaran tradisional, siswa merasa malu untuk mengemukakan pendapatnya karena siswa takut mendapat kritikan dari 21 teman-teman ataupun gurunya. Selain itu, ada beberapa siswa yang takut mengemukakan jawabannya karena siswa merasa takut kalau jawabannya salah atau kurang percaya diri atas jawaban yang ia miliki. Ketika dalam pembelajaran menggunakan strategi think pair share, siswa tidak akan takut lagi untuk mengemukakan pendapatnya karena mereka telah diberikan kesempatan untuk berdiskusi terlebih dahulu dengan temannya. Dengan demikian, siswa lebih aktif dalam menyampaikan ide-idenya. Menurut Mahmudin (2009), pembelajaran think-pair-share dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide tau gagasan secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. Membantu siswa untuk menghormati pendapat orang lain dan menyadari keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. Siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik. Interaksi yang terjadi selama pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan memberi rangsangan untuk berpikir sehingga bermanfaat bagi proses pendidikan jangka panjang. Tahap-tahap penggunaan strategi think pair share di dalam kelas, antara lain: a. Think Dalam tahap ini, guru memberikan pertanyaan ke masing-masing siswa dan guru harus mengatur waktu dalam pengerjaan tugas tersebut. Siswa menjawab permasalahan yang diberikan oleh guru secara individu dan lebih bebas untuk mengekpresikan ide-idenya dalam menyelesaikan 22 permasalahan yang telah diberikan oleh guru. Ide-ide siswa tersebut ditulis dalam bentuk catatan-catatan kecil sebelum catatan yang berisi jawaban tersebut didiskusikan dengan temannya. Setelah waktu selesai, setiap siswa mengumpulkan tugas kepada guru. Selanjutnya guru mengevaluasi pekerjaan siswa dengan memberi nilai dan komentar pada kertas pekerjaan siswa. b. Pair Dalam tahap ini, siswa mendiskusikan jawaban mereka dengan pasangan yang telah ditentukan oleh guru. Pada tahap ini, siswa yang telah berpasangan ini akan menyatukan ide-ide dan menemukan jawaban atau solusi baru atas permasalahan yang telah guru berikan. Pada tahap ini siswa dilatih untuk dapat berkomunikasi, mengemukakan, dan menyatukan beberapa ide dengan pasangangan sehingga menemukan solusi baru dalam menyelesaikan masalah yang guru berikan. c. Share Pada tahap ini, siswa mendiskusikan kembali tentang jawaban mereka dengan teman-teman kelasnya termasuk dengan guru mereka. Menurut Kauchak dan Eggen (309: 2007), pengorganisasian kelompok kooperatif tipe think pair share adalah sebagai berikut: a. partner belajar siswa dibentuk b. partner tersebut digabungkan menjadi satu kelompok terdiri dari empat siswa. Setiap kelompok dapat duduk bersama. Penempatan pasangan partner belajar bersebelahan serta berseberangan dengan pasangan partner 23 belajar yang lain dalam satu kelompok dapat memfasilitasi interaksi sosial antar siswa c. masing-masing siswa mengerjakan latihan itu secara individual. Pada tahap ini, siswa menjawab pertanyaan yang telah diberikan sebelum didiskusikan dengan partner belajar dan kelompoknya. Batasan waktu penting digunakan pada tahapan ini. d. Partner saling membandingkan jawaban. Pada tahap ini, siswa akan mencoba untuk menemukan jawaban terbaik untuk permasalahan setelah setiap partner saling berbagi pemikiran untuk kemudian didiskusikan dalam kelompok. e. Dalam kasus di mana partner belajar tak sepaham dengan rekannya, siswa dapat membandingkan jawabannya dengan partner lain dalam satu kelompok. f. Tahap akhir dalam pembelajaran model ini adalah share. Semua kelompok akan mendiskusikan hasil diskusi masing-masing kelompok bersama di kelas. Setiap kelompok mengemukakan jawaban kelompoknya di depan kelas dan membandingkan dengan jawaban kelompok lain. Beberapa keuntungan penggunaan think pair share, yaitu: a. Waktu persiapannya cepat b. Jenis pertanyaan dapat didiskusikan dengan rekan sekelompok maupun kelompok lain dalam kelas c. Lebih memotivasi siswa d. Siswa lebih aktif 24 e. Guru dapat mengevaluasi pemahaman siswa dengan melihat jawaban siswa dan penampilan siswa, serta melihat keaaktifan siswa dalam memberikan pendapatnya. Dalam penggunaan strategi think pair share, guru dapat menilai keberhasilan siswa dalam menguasai suatu materi dengan melihat jawaban dan penampilan siswa saat berdiskusi. Pada tahap ini, siswa dapat dinilai dari jawaban mereka berdasarkan ide-ide mereka. Pada tahap pair dan share, guru dapat mengevaluasi siswa dengan cara bagaimana mereka dapat menemukan solusi yang tepat dengan menyatukan ide-ide siswa dengan teman-temannya. Kualitas dari penggunaan strategi Think Pair Share tergantung pada kualitas dari suatu pertanyaan atau topik yang diajukan. Pertanyaan yang dapat didiskusikan antara lain berupa konsep, hipotesis, dan rancangan penelitian. B. Kajian Kemampuan Berpikir Kritis Siswa A. Keterampilan berpikir Keterampilan berpikir dapat didefinisikan sebagai proses kognitif yang dipecah-pecah ke dalam langkah-langkah nyata yang kemudian digunakan sebagai pedoman berpikir. Satu contoh keterampilan berpikir adalah menarik kesimpulan (inferring), yang didefinisikan sebagai kemampuan untuk menghubungkan berbagai petunjuk (clue) dan fakta atau informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki untuk membuat suatu prediksi hasil akhir yang terumuskan. Untuk mengajarkan keterampilan berpikir menarik kesimpulan tersebut, pertama-tama proses kognitif inferring 25 harus dipecah ke dalam langkah-langkah sebagai berikut: (a) mengidentifikasi pertanyaan atau fokus kesimpulan yang akan dibuat, (b) mengidentifikasi fakta yang diketahui, (c) mengidentifikasi pengetahuan yang relevan yang telah diketahui sebelumnya, dan (d) membuat perumusan prediksi hasil akhir (Suprapto, 2008). Terdapat tiga istilah yang berkaitan dengan keterampilan berpikir, yang sebenarnya cukup berbeda; yaitu berpikir tingkat tinggi (high level thinking), berpikir kompleks (complex thinking), dan berpikir kritis (critical thinking). Berpikir tingkat tinggi adalah operasi kognitif yang banyak dibutuhkan pada proses-proses berpikir yang terjadi dalam short-term memory. Jika dikaitkan dengan taksonomi Bloom, berpikir tingkat tinggi meliputi evaluasi, sintesis, dan analisis. Berpikir kompleks adalah proses kognitif yang melibatkan banyak tahapan atau bagian-bagian. Berpikir kritis merupakan salah satu jenis berpikir yang konvergen, yaitu menuju ke satu titik. Lawan dari berpikir kritis adalah berpikir kreatif, yaitu jenis berpikir divergen, yang bersifat menyebar dari suatu titik (Suprapto, 2008). Salah satu kecakapan hidup ( life skill ) yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan adalah ketrampilan berpikir (Depdiknas, 2003, dalam Suprapto, 2008). Kemampuan seseorang untuk dapat berhasil dalam kehidupan antara lain ditentukan oleh ketrampilan berpikir, terutama dalam upaya memecahkan masalah-masalah kehidupan yang dihadapi. Di samping pengembangan fitrah bertuhan, pembentukan fitrah moral dan budipekerti, inkuiri dan berpikir kritis disarankan sebagai tujuan utama pendidikan sains 26 dan merupakan dua hal yang bersifat sangat berkaitan satu sama lain (Ennis, 1985; Garrison & Archer, 2004 dalam Suprapto, 2008). B. Berpikir Kritis Menurut Julia G. Thompson (161:2002), critical thinking skill adalah proses berpikir yang melibatkan aktivitas seperti logical reasoning, pemecahan masalah, dan pemikiran reflektif. Ketika guru menawarkan kesempatan untuk berpikir kritis, melihat siswa menjadi begitu terlarut dalam pekerjaannya adalah satu-satunya penghargaan. Berpikir kritis juga mendukung aktivitas pembelajaran dan meningkatkan retensi siswa. a. Kriteria berpikir kritis Robert Ennis (1985, dalam Suprapto, 2008), memberikan definisi berpikir kritis adalah berpikir reflektif yang berfokus pada pola pengambilan keputusan tentang apa yang harus diyakini dan harus dilakukan. Berdasarkan definisi tersebut, maka kemampuan berpikir kritis menurut Ennis terdiri atas duabelas komponen yaitu: (1) merumuskan masalah, (2) menganalisis argumen, (3) menanyakan dan menjawab pertanyaan, (4) menilai kredibilitas sumber informasi, (5) melakukan observasi dan menilai laporan hasil observasi, (6) membuat deduksi dan menilai deduksi, (7) membuat induksi dan menilai induksi, (8) mengevaluasi, (9) mendefinisikan dan menilai definisi, (10) mengidentifikasi asumsi, (11) memutuskan dan melaksanakan, (12) berinteraksi dengan orang lain. 27 Dressel & Mathew (1954, dalam Suprapto,2008) mengutip kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan oleh Komite Berpikir Kritis Antar-Universitas (Intercollege Committee on Critical Thinking) yang terdiri atas: (1) kemampuan mendefinisikan masalah, (2) kemampuan menyeleksi informasi untuk pemecahan masalah, (3) kemampuan mengenali asumsi-asumsi, (4) kemampuan merumuskan hipotesis, dan (5) kemampuan menarik kesimpulan. Karakteristik lain yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995: 12-15, dalam Suprapto, 2008) secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu: 1) Watak (dispositions) Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik. 2) Kriteria (criteria) Berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan 28 sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang. 3) Argumen (argument) Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh datadata. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun argumen. 4) Pertimbangan atau pemikiran (reasoning) Adalah kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data. 5) Sudut pandang (point of view) Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda. 6) Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying criteria) Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil, dan mengidentifikasi perkiraan-perkiraan. Berdasarkan uraian di atas, maka kemampuan berpikir kritis yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah proses mental yang mencakup kemampuan merumuskan masalah, memberikan dan menganalisis 29 argumen, melakukan observasi, menyusun hipotesis, melakukan deduksi dan induksi, mengevaluasi, dan mengambil keputusan serta melaksanakan tindakan. Richard Paul dan Linda Elder (Inch, et al, 2006) membagi pemikiran kritis menjadi delapan fungsi berpikir kritis yang saling berhubungan meliputi: 1) Question at issue. Bertanya atas isu atau permasalahan secara sederhana merupakan dorongan untuk pemikiran kritis. Pada umumnya, pertanyaan tersebut bermaksud untuk menginvesitigasi sebuah isu atau masalah yang perlu diselesaikan. Beberapa hal yang termasuk ke dalam sub fungsi question at issue ini adalah problem dan issue. 2) Information. Menjawab pertanyaan dan mengalihkan pembicaraan menuju informasi layak yang diperlukan. Melalui tindakan yang dibenarkan, siswa perlu benar-benar memahami apakah hal tersebut, bagaimana hal tersebut bekerja, dan apa saja efek yang ditimbulkannya. Informasi dalam dijumpai dalam berbagai bentuk termasuk, data statistik, laporan saksi mata, observasi individual, atau masih banyak lagi bahan sumber lain yang dapat membantu orang menjawab pertanyaan. Informasi menyediakan substansi pemikiran. Hal tersebut merupakan bahan yang seseorang gambarkan untuk mengembangkan ide dan mensintesis pemikiran-pemikiran baru. 30 Beberapa sub fungsi yang termasuk ke dalam fungsi berpikir kritis purpose ini adalah data, fakta, hasil observasi, serta pengalaman. 3) Concepts, konsep nerupakan teori-teori, definisi-definisi, peraturan dan hukum yang menentukan pemikiran-pemikiran dan tindakan seseorang. Konsep ini menyediakan dukungan untuk keputusan yang seseorang ambil tentang tindakan persetujuan atau subjek kontroversial lainnya. Konsep-konsep tersebur meyusun pikiran manusia. Hal tersebut merepresentasikan kerangka kerja antara apa yang kita pikirkan dan apa tindakan kita. Beberapa sub fungsi yang termasuk ke dalam fungsi berpikir kritis concept ini antara lain, teori, definisi, aksioma, hukum, model, serta prinsip. 4) Assumptions. Asumsi merupakan perkiraan dan titik pandang yang seseorang ambil sebagai landasan yang dianggap benar. Bagaimanapun, penting sekali untuk memahami asumsi seseorang karena hal tersebut merepresentasikan dasar dari sebuah pemikiran dan bila asumsi tersebut cacat atau tersalahpahamkan, penalaran yang berasal atau berpijak pada asumsi tersebut juga dapat menjadi cacat. 5) Interpretation and inference. Ketika seseorang berpikir, seseorang menggabungkan informasi baru dan ide-ide dengan sudut pandang, konsep, dan asumsi. Dari kombinasi mempertanyakan, memeriksa, meneliti, dan memahami, seseorang mencapai tujuan seseorang menuju sebuah kesimpulan. Seseorang menginterpretasikan informasi dan menarik kesimpulan melalui informasi tersebut untuk mencapai 31 tujuan. Proses penginterpretasian dan pengambilan kesimpulan adalah salah satu jalan memahami data dan menalar data tersebut untuk mencapai tujuan tertentu. Beberapa sub fungsi yang termasuk ke dalam fungsi berpikir kritis Interpretation and inference ini amtara lain kesimpulan dan solusi. 6) Implications and consequences. Implikasi dan konsekuensi selalu mengikuti penalaran dan pemikiran seseorang. Pemikiran kritis tidaklah sepenuhnya murni. Hal tersebut membawa serta akibat yang potensial dalam proses berpikir kritis tersebut. 7) Purpose. Purpose atau tujuan ini merepresentasikan tujuan atau hasil yang ingin dicapai seseorang. Tujuan dari inkuiri tak perlu fokus pada tindakan yang khusus, akan tetapi diperlukan identifikasi tujuan dari inkuiri itu sendiri. Beberapa hal yang termasuk ke dalam sub fungsi question at issue ini adalah goal dan objective. 8) points of view. Orang-orang menalar dan berpikir dari sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang seseorang berasal dari latar belakang individu kita, pemikiran, pengalaman, serta sikap kita. Hal tersebut membantu kita membingkai suatu isu dan mengintegrasikannya ke dalam pemikiran kita. Kapanpun kita bekerja dengan orang lain, kita akan memasuki sudut pandang yang berbeda pula. Bagian dari berpikir kritis melibatkan proses menginterpretasikan dan memahami sudut pandang orang lain sebagaimana kita menghargai sudut pandang kita sendiri. 32 C. Penguasaan Konsep 1. Pengertian Konsep Menurut Dahar (1196: 80) konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Konsep diperlukan untuk memperoleh dan mengomunikasikan pengetahuan karena dengan menguasain konsep kemungkinan memperoleh pengetahuan baru tidak terbatas. 2. Hakikat penguasaan konsep Penguasaan konsep merupakan kemampuan siswa dalam memahami konsep-konsep setelah kegiatan pembelajaran. Penguasaan konsep dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam memahami makna secara ilmiah, baik konsep secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Dahar, 2003:4) Keberhasilan suatu program pengajaran diukur berdasarkan perbedaan tingkat berpikir sebelum dan sesudah memperoleh pengalaman belajar. Ausubel (Rustaman et al., 2005:59) memberikan pandangan bahwa agar suatu materi pelajaran menimbulkan belajar bermakna bagi pembacanya, maka materi pelajaran harus secara jelas menguraikan hubungan antara konsekonsepnya. Hubungan antar konsep-konsep dalam suatu materi pelajaran dapat diwujudkan dalam bentuk rumus-rumus untuk memecahkan masalah grafik, bagan, poster, tabel, dan bentuk hubungan lainnya. Hal ini dapat menimbulkan belajar penemuan terpimpin. Lebih lanjut dikatakan bahwa 33 belajar bermakna akan terjadi jika terdapat hubungan antara materi yang akan diberikan dengan materi yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Menurut West dan Pines (Rustaman et al., 2005:171)belajar melibatkan pembentukan makna oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat dan dengar. Belajar kognitif bertujuan mengubah pemahaman siswa tentang konsep yang dipelajari. Klausmeiner (Dahar, 1989: 89) mengungkapkan bahwa tingkat pencapaian konsep meliputi tingkat konkret, tingkat identitas, tingkat klasifikasi, dan tingkat formal. Tingkat konkret dicapai siswa apabila siswa telah mengenal benda tersebut sebelumnya, kemudian mengamati dan mampu membedakan benda tersebut dari stimulus-stimulus sekitarnya. Tingkat identitas akan dicapai siswa apabila tiga tingkat konkret t=yaitu kemampuan mengamati, membedakan, dan mengingat dikuasain oleh siswa yang selanjutnya digunakan sebagai landasan untuk membuat genelralisasi. Tingkat klasifikasi akan dicapai apabila siswa mempu mengenal dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Tingkat formal sebagai tingkat paling tinggi pada tingkat pencapaian konsep. Tingkat ini akan diperoleh siswa apabila ketiga tingkat di atas sudah dikuasai oleh siswa. Konsep sangat penting untuk memenuhi kemampuan kognitif siswa, khususnya konsep-konsep biologi yang tidak hanya mengacu pada metode belajar konsep menghapal. D. Fotosintesis Kehidupan di bumi digerakkan oleh energi matahari. Kloroplas pada tumbuhan menangkap energi cahaya yang telah menempuh jarak 160 34 juta kilometer dari matahari dan mengubahnya menjadi energi kimiawi yang disimpan dala bentuk gula dan molekul organik lainnya. Organisme autotrof menyediakan makan bagi dirinya sendiri dalam pengertian bahwa autotrof dapat mempertahankan dirinya sendiri tanpa memakan dan menguraikan organisme lain. Makhluk autotrof membuat molekul organik dari bahan mentah anorganik yang diperoleh dari lingkungannya melalui suatu proses yang disebut fotosintesis (Campbell, 2002:181). Fotosintesis sering didefinisikan sebagai suatu proses pembentukan karbohidrat dan karbondioksida serta air yang dilakukan sel-sel yang berklorofil dengan adanya cahaya matahari yang disebabkan oleh oksigen (O2). Ada juga yang mengartikan fotosintesis dengan suatu peristiwa pengolahan atau pemasakan makanan yang terjadi pada daun dengan bantuan cahaya matahari(Kimball, 1992). Fotosintesis merupakan suatu proses biologi yang kompleks, proses ini menggunakan energi dan cahaya matahari yang dapat dimanfaatkan oleh klorofil yang terdapat dalam kloroplas. Seperti halnya mitokondria, kloroplas mempunyai membran luar dan membran dalam. Membran dalam mengelilingi suatu stroma yang mengandung enzim-enzim tang larut dalam struktur membran yang disebut tilakoid. Proses fotosintesis dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain air (H2O), konsentrasi CO2, suhu, umur daun, translokasi karbohidrat, dan cahaya. Tetapi yang menjadi faktor utama 35 fotosintesis agar dapat berlangsung adalah cahaya, air, dan karbondioksida (Kimball, 1992). Berbeda dengan organisme heterotrof, organisme autotrof menggunakan energy yang berasal dari oksidasi dan zat-zat organik tertentu. Organisme yang demikian disebut kemoautotrof, karena menggunakan zat – zat kimiawi dalam memproduksi senyawa organik dari senyawa non-organik. Sedangkan peristiwa fotosintesis sendiri dilakukan oleh organisme autotrof yang seringkali disebut dengan organisme fotoautotrof, karena dalam proses pembentukan senyawa organiknya menggunakan energi yang berasal dari cahaya matahari (Kimball, 1992). Gambar 2.2. Letak kloroplas (sumber: Campbell, 2002) Organisasi dan fungsi suatu sel hidup bergantung pada persediaan energi yang tak henti-hentinya. Sumber energi ini tersimpan dalam molekulmolekul organik seperti karbohidrat. Organisme heterotrofik, seperti ragi dan kita sendiri, hidup dan tumbuh dengan memasukan molekul-molekul organik ke dalam sel-selnya (Kimball, 1992).