13 BAB II KAJIAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF, BERPIKIR

advertisement
BAB II
KAJIAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF, BERPIKIR KRITIS, DAN
PENGUASAAN KONSEP DALAM KONSEP FOTOSINTESIS
A. Pembelajaran Kooperatif
Dalam jurnal berjudul Approaches to Cell Biology Teaching:
Cooperative Learning in Science Classroom—Beyond Student Working in
Group (Tanner, 2003), disebutkan bahwa satu pendekatan yang menyediakan
kesempatan kerja sama untuk siswa biologi adalah cooperative learning atau
pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin (2008) pembelajaran kooperatif
adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu
kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang
untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Model pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran dengan pembagian kelompokkelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok
sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui
interaksi sosial dengan teman sebaya siswa, memberikan kesempatan pada
peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang
bersamaan dan siswa menjadi narasumber bagi teman yang lain. Jadi
Pembelajaran
mengutamakan
kooperatif
kerjasama
merupakan
diantara
pembelajaran.
13
model
siswa
pembelajaran
untuk
mencapai
yang
tujuan
14
1. Elemen pembelajaran kooperatif
Berdasarkan penelitian Johnson dan Johnson (Tanner, 2003)
diusulkan lima elemen yang penting untuk membangun situasi kelompok
belajar kooperatif yang positif dan efektif berdasarkan penelitian yang
mereka lakukan, yakni saling ketergantungan yang positif, interaksi tatap
muka, tanggung jawab individual dan kelompok, kecakapan interpersonal
dan kelompok kecil, serta pemrosesan kelompok.
a. Saling ketergantungan positif
Siswa harus melihat bahwa keberhasilan siswa bergantung pada
kontribusi, masukan, dan keberhasilan anggota kelompok lainnya.
Masing-masing usaha anggota kelompok
diperlukan dan
tak
tergantikan untuk keberhasilan kelompok. Masing-masing anggota
kelompok memiliki kontribusinya masing-masing karena sumber atau
perannya, serta tanggung jawab tugasnya. Mungkin, hal yang paling
penting dan menantang adalah menciptakan ketergantungan yang
positif melalui tugas yang memerlukan sudut pandang dan usaha lebih
dari satu orang (Tanner, 2003).
b. Pengembangan Interaksi tatap muka
Siswa harus memiliki waktu dan kesempatan uantuk bertukar
pikiran secara lisan dan mendiskusikannya konsep secara langsung.
Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan seperti saling mengajarkan
konsep-konsep yang telah diapahami, mendiskusikan konsep yang
telah dipelajari, dan sebagainya (Tanner, 2003).
15
c. Tanggung jawab individu dan kelompok
Siswa
harus
bertanggung
jawab
untuk
mengkontribusikan
bagiannya pada tugas sendiri sebaik dia melakukannya untuk mencapai
tujuan bersama kelompoknya. Biasanya terdapat keluhan tentang
hanya seorang atau sebagian kecil angoota kelompok yang melakukan
semua tugas untuk kelompoknya. Adalah benar bahwa keluhan
tersebut merupakan indikator bahwa kerja kelompok tidak terstruktur
dengan tepat untuk memastikan kerjasama dalam kelompok.
Kenyataanya harapan dari cooperative learning adalah untuk membuat
siswa memperoleh semua manfaat dari pemahaman dan kecakapan
dari kolega-koleganya dan kemudian meningkatkan pembelajaran serta
kecakapannya sendiri. Kebertanggungjawaban individu dan kelompok
tercapai dengan menilai siswa baik dari pekerjaan individu maupun
pekerjaan kelompoknya. Hal ini dapat dikontrol misalnya dengan tetap
membuat siswa bergabung dalam kelompok kecil/tak terlampau besar
(Tanner, 2003).
d. Kecakapan Interpersonal dan kelompok kecil
Siswa tak hanya harus terlibat dalam pembelajaran akademik, tapi
juga pembelajaran sosial sepanjang tugas kooperatif. Kecakapan sosial
yang harus dipelajari antara lain kepemimpinan, kemampuan membuat
keputusan, membangun kepercayaan, komunikasi, dan kecakapan
memanajemen konflik. Hal tersebut dapat diraih misalnya dengan
secara aktif menyimak pemikiran anggota kelompok lain, secara aktif
16
mendorong anggota kelompok lain, aktif secara verbal dalam diskusi,
dan belajar bagaimana memberikan pertanyaan klarifikasi pada orang
lain (Tanner, 2003).
e. Pemrosesan kelompok
Siswa harus memiliki kesempatan untuk mendiskusikan tentang
bagaimana keadaan pekerjaan, apa yang telah diraih, dan apa yang
dapat ditingkatkan. Melalui pelibatan diri pada pemrosesan kelompok,
khususnya jika kelompok bekerja sama dalam waktu yang lama, siswa
mempu untuk meningkatkan kemampuannya dalam bekerja secara
kooperatif, belajar membuat kesulitan dan ketegangan dalam
kelompok, dan mengalami proses perubahan dan peningkatan, semua
kecakapan yang sangat esensial di wilayah pekerjaan manapun
(Tanner, 2003).
2. Pencapaian yang dapat diperoleh melalui pembelajaran kooperatif
Dari kelima hal esensial yang telah dipaparkan sebelumnya, yakni
saling ketergantungan yang positif, interaksi tatap muka, tanggung jawab
individual dan kelompok, kecakapan interpersonal dan kelompok kecil,
serta pemrosesan kelompok, terdapat beberapa hal yang dapat tercapai
melalui pembelajaran kooperatif antara lain hubungan interpersonal,
penerimaan perbedaaan, keakuratan dalam pengambilan pandangan,
kreativitas,
kepuasan
ketergantungan.
pribadi,
serta
pemahaman
akan
saling
17
a. Hubungan interpersonal dan penerimaan perbedaaan
Hubungan
yang
tercipta
dari
pembelajaran
kooperatif
dimaksudkan untuk ketercapaian akan perkembangan kognitif dan
kesehatan sosial. Melalui pembelajaran kooperatif, diharapkan siswa
memiliki hubungan interpersonal yang sehat serta dapat menerima
perbedaan yang terdapat disekitar mereka. Semua siswa perlu untuk
diterima dan bermanfaat dalam kelas dimana menjadi berbeda dapat
diterima. Penelitian menunjukkan bahwa ketika siswa dengan
ketidakmampuan yang bekerjasama dengan rekannya yang lebih
berkemampuan
pada
tugas
pembelajaran
akan
menghasilkan
peningkatan empati, altruisme, dan kemampuan untuk melihat situasi
dari bebagai sudut pandang.
b. Keakuratan dalam pengambilan pandangan
Pengambilan pandangan sosial merupakan kemampuan untuk
memahami bagaimana situasi muncul pada orang lain dan bagaimana
orang tersebut bereaksi secara kognitif dan emosional pada situasi
tersebut.
c. Kreativitas
Thousand
(1994)
merangkum
beberapa
penelitian
yang
menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif mengembangkan berpikir
kreatif dengan meningkatkan jumlah ide, kualitas ide, dan originalitas
ekspresi dalam pemecahan masalah kreatif (Bahn, 1964; Bolen &
‘Thorance, 1976; Dunnette, Campbell, & Jaastad, 1963; Ehlk &
18
Johnson, 1977; Peters & ‘Ibrance, 1972; Thorance, 1970, 1971, 1973;
Triandis, Bass, Ewen, & Mikesell, 1963). Tak mengejutkan bahwa
siswa “tercetuskan” oleh ide orang lain dan bahwa prespektif yang
berbeda membuat anggota kelompok memiliki jumlah alternatif
pemecahan masalah yang banyak. Pembelajaran kooperatif juga
memberikan suasana untuk menyadari dan menghargai ide anggota
kelompok
lainnya
daripada
mengabaikan
ide
tersebut
atau
berkompetisi.
d. Kepuasan pribadi
Dalam situasi kooperatif, setiap individu harus berinteraksi,
memajukan
keberhasilan
satu
sama
lain,
membentuk
kesan
multidimensional dan realistik dari kompetensi orang lain, dan
memberikan timbal balik yang akurat bagi kelompok. Interaksi seperti
itu dapat mengembangkan penerimaan dasar pada seseorang sebagai
seorang yang kompeten.
e. Memahami saling ketergantungan
Menurut Johnson & Johnson (Johson dan Roger, 1998),
Cooperative
learning
secara
simultan
memodelkan
saling
ketergantungan dan memberikan siswa pengalaman bahwa siswa perlu
memahami sifat dasar kooperatif. Masa depan dunia bergantung pada
manajemen
sebagaimana
ketergantungan
saling
yang
ketergantungan
komunitas, dan lingkungan sosial.
konstruktif
pada
dan
kompeten
keluarga,
pekerjaan,
19
Gambar 2.1. Hasil pembelajaran kooperatif
(Sumber: www.clcrc.com)
Terdapat hubungan langsung tentang hasil yang diperoleh dari
pembelajaran kooperatif, sebagaimana digambarkan pada gambar. 2.1, di
antara pencapaian (achievement), kualitas hubungan interpersonal (quality of
interpersonal relationships) dan kesehatan psikologis (psychological health).
Semakin siswa peduli pada sesama, akan semakin keras siswa bekerja untuk
mencapai tujuan pembelajaran bersama. Individu melihat kesempatan untuk
bekerja dengan orang yang mereka pedulikan. Sejalan dengan meningkatnya
kepedulian, demikian halnya dengan perasaan tanggung jawab untuk
melakukan kontribusi pada pekerjaannya, keinginan untuk mengambil
masalah yang sulit, motivasi dan keteguhan dalam bekerja untuk pencapaian
tujuan. Semua hal tersebut berkontribusi pada produktivitas kelompok.
Sebagai tambahan, pengalaman berhasil bersama-sama dalam bekerjasama
20
untuk menyelesaikan tugas dapat meningkatkan kompetensi sosial, kepuasan
pribadi, dan kesehatan psikologi. Semakin sehat psikologi seseorang, semakin
baik kemampuan siswa untuk bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai
tujuan bersama. Usaha bersama memerlukan koordinasi, komunikasi yang
efektif, kepemimpinan, serta manajemen konflik.
Akhirnya, semakin positif hubungan interpersonal, semakin besar
kesehatan psikologi individu terlibat. Melalui internalisasi hubungan positif,
dukungan sosial langsung, berbagi keakraban, dan ekspresi kepedulian,
kesehatan psikologi dan kemampuan untuk menanggulangi tekanan dapat
terbangun.
1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-pair-share
Strategi think pair share merupakan salah satu dari metode
Collaborative Learning yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan
Cooperative Learning. Think pair share pertama kali dikembangkan oleh
Profesor Frank Lyman di Universitas Maryland pada tahun 1981. Think pair
share merupakan strategi yang mengajak siswa untuk lebih aktif di dalam
kelas. Tujuan dari penggunaan think pair share ini yaitu agar siswa dapat
melakukan pemrosesan informasi, peningkatan berkomunikasi dengan cara
melatih siswa untuk berdiskusi dan mengemukakan pendapatnya, siswa dilatih
untuk membangun pemikirannya, dan memahami konsep-konsep dari suatu
materi yang dipelajari,.
Pada pembelajaran tradisional, siswa merasa malu untuk
mengemukakan pendapatnya karena siswa takut mendapat kritikan dari
21
teman-teman ataupun gurunya. Selain itu, ada beberapa siswa yang takut
mengemukakan jawabannya karena siswa merasa takut kalau jawabannya
salah atau kurang percaya diri atas jawaban yang ia miliki. Ketika dalam
pembelajaran menggunakan strategi think pair share, siswa tidak akan takut
lagi untuk mengemukakan pendapatnya karena mereka telah diberikan
kesempatan untuk berdiskusi terlebih dahulu dengan temannya. Dengan
demikian, siswa lebih aktif dalam menyampaikan ide-idenya.
Menurut Mahmudin (2009), pembelajaran think-pair-share dapat
mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide tau gagasan secara verbal
dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. Membantu siswa untuk
menghormati pendapat orang lain dan menyadari keterbatasannya serta
menerima segala perbedaan. Siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk
menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik. Interaksi
yang terjadi selama pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan memberi
rangsangan untuk berpikir sehingga bermanfaat bagi proses pendidikan jangka
panjang.
Tahap-tahap penggunaan strategi think pair share di dalam kelas,
antara lain:
a. Think
Dalam tahap ini, guru memberikan pertanyaan ke masing-masing
siswa dan guru harus mengatur waktu dalam pengerjaan tugas tersebut.
Siswa menjawab permasalahan yang diberikan oleh guru secara individu
dan lebih bebas untuk mengekpresikan ide-idenya dalam menyelesaikan
22
permasalahan yang telah diberikan oleh guru. Ide-ide siswa tersebut ditulis
dalam bentuk catatan-catatan kecil sebelum catatan yang berisi jawaban
tersebut didiskusikan dengan temannya. Setelah waktu selesai, setiap siswa
mengumpulkan tugas kepada guru. Selanjutnya guru mengevaluasi
pekerjaan siswa dengan memberi nilai dan komentar pada kertas pekerjaan
siswa.
b. Pair
Dalam tahap ini, siswa mendiskusikan jawaban mereka dengan
pasangan yang telah ditentukan oleh guru. Pada tahap ini, siswa yang telah
berpasangan ini akan menyatukan ide-ide dan menemukan jawaban atau
solusi baru atas permasalahan yang telah guru berikan. Pada tahap ini
siswa dilatih untuk dapat berkomunikasi, mengemukakan, dan menyatukan
beberapa ide dengan pasangangan sehingga menemukan solusi baru dalam
menyelesaikan masalah yang guru berikan.
c. Share
Pada tahap ini, siswa mendiskusikan kembali tentang jawaban
mereka dengan teman-teman kelasnya termasuk dengan guru mereka.
Menurut
Kauchak dan Eggen (309: 2007), pengorganisasian
kelompok kooperatif tipe think pair share adalah sebagai berikut:
a. partner belajar siswa dibentuk
b. partner tersebut digabungkan menjadi satu kelompok terdiri dari empat
siswa. Setiap kelompok dapat duduk bersama. Penempatan pasangan
partner belajar bersebelahan serta berseberangan dengan pasangan partner
23
belajar yang lain dalam satu kelompok dapat memfasilitasi interaksi sosial
antar siswa
c. masing-masing siswa mengerjakan latihan itu secara individual. Pada
tahap ini, siswa menjawab pertanyaan yang telah diberikan sebelum
didiskusikan dengan partner belajar dan kelompoknya. Batasan waktu
penting digunakan pada tahapan ini.
d. Partner saling membandingkan jawaban. Pada tahap ini, siswa akan
mencoba untuk menemukan jawaban terbaik untuk permasalahan setelah
setiap partner saling berbagi pemikiran untuk kemudian didiskusikan
dalam kelompok.
e. Dalam kasus di mana partner belajar tak sepaham dengan rekannya, siswa
dapat membandingkan jawabannya dengan partner lain dalam satu
kelompok.
f. Tahap akhir dalam pembelajaran model ini adalah
share. Semua
kelompok akan mendiskusikan hasil diskusi masing-masing kelompok
bersama di kelas. Setiap kelompok mengemukakan jawaban kelompoknya
di depan kelas dan membandingkan dengan jawaban kelompok lain.
Beberapa keuntungan penggunaan think pair share, yaitu:
a. Waktu persiapannya cepat
b. Jenis pertanyaan dapat didiskusikan dengan rekan sekelompok maupun
kelompok lain dalam kelas
c. Lebih memotivasi siswa
d. Siswa lebih aktif
24
e. Guru dapat mengevaluasi pemahaman siswa dengan melihat jawaban
siswa dan penampilan siswa, serta melihat keaaktifan siswa dalam
memberikan pendapatnya.
Dalam penggunaan strategi think pair share, guru dapat menilai
keberhasilan siswa dalam menguasai suatu materi dengan melihat jawaban
dan penampilan siswa saat berdiskusi. Pada tahap ini, siswa dapat dinilai dari
jawaban mereka berdasarkan ide-ide mereka. Pada tahap pair dan share, guru
dapat mengevaluasi siswa dengan cara bagaimana mereka dapat menemukan
solusi yang tepat dengan menyatukan ide-ide siswa dengan teman-temannya.
Kualitas dari penggunaan strategi Think Pair Share tergantung pada kualitas
dari suatu pertanyaan atau topik yang diajukan. Pertanyaan yang dapat
didiskusikan antara lain berupa konsep, hipotesis, dan rancangan penelitian.
B. Kajian Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
A. Keterampilan berpikir
Keterampilan berpikir dapat didefinisikan sebagai proses kognitif
yang dipecah-pecah ke dalam langkah-langkah nyata yang kemudian
digunakan sebagai pedoman berpikir. Satu contoh keterampilan berpikir
adalah
menarik
kesimpulan
(inferring),
yang
didefinisikan
sebagai
kemampuan untuk menghubungkan berbagai petunjuk (clue) dan fakta atau
informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki untuk membuat suatu
prediksi hasil akhir yang terumuskan. Untuk mengajarkan keterampilan
berpikir menarik kesimpulan tersebut, pertama-tama proses kognitif inferring
25
harus dipecah ke dalam langkah-langkah sebagai berikut: (a) mengidentifikasi
pertanyaan atau fokus kesimpulan yang akan dibuat, (b) mengidentifikasi
fakta yang diketahui, (c) mengidentifikasi pengetahuan yang relevan yang
telah diketahui sebelumnya, dan (d) membuat perumusan prediksi hasil akhir
(Suprapto, 2008).
Terdapat tiga istilah yang berkaitan dengan keterampilan berpikir, yang
sebenarnya cukup berbeda; yaitu berpikir tingkat tinggi (high level thinking),
berpikir kompleks (complex thinking), dan berpikir kritis (critical thinking).
Berpikir tingkat tinggi adalah operasi kognitif yang banyak dibutuhkan pada
proses-proses berpikir yang terjadi dalam short-term memory. Jika dikaitkan
dengan taksonomi Bloom, berpikir tingkat tinggi meliputi evaluasi, sintesis,
dan analisis. Berpikir kompleks adalah proses kognitif yang melibatkan
banyak tahapan atau bagian-bagian. Berpikir kritis merupakan salah satu jenis
berpikir yang konvergen, yaitu menuju ke satu titik. Lawan dari berpikir kritis
adalah berpikir kreatif, yaitu jenis berpikir divergen, yang bersifat menyebar
dari suatu titik (Suprapto, 2008).
Salah satu kecakapan hidup ( life skill ) yang perlu dikembangkan melalui
proses pendidikan adalah ketrampilan berpikir (Depdiknas, 2003, dalam
Suprapto, 2008). Kemampuan seseorang untuk dapat berhasil dalam
kehidupan antara lain ditentukan oleh ketrampilan berpikir, terutama dalam
upaya memecahkan masalah-masalah kehidupan yang dihadapi. Di samping
pengembangan fitrah bertuhan, pembentukan fitrah moral dan budipekerti,
inkuiri dan berpikir kritis disarankan sebagai tujuan utama pendidikan sains
26
dan merupakan dua hal yang bersifat sangat berkaitan satu sama lain (Ennis,
1985; Garrison & Archer, 2004 dalam Suprapto, 2008).
B. Berpikir Kritis
Menurut Julia G. Thompson (161:2002), critical thinking skill
adalah proses berpikir yang melibatkan aktivitas seperti logical reasoning,
pemecahan masalah, dan pemikiran reflektif. Ketika guru menawarkan
kesempatan untuk berpikir kritis, melihat siswa menjadi begitu terlarut dalam
pekerjaannya
adalah
satu-satunya
penghargaan.
Berpikir
kritis
juga
mendukung aktivitas pembelajaran dan meningkatkan retensi siswa.
a. Kriteria berpikir kritis
Robert Ennis (1985, dalam Suprapto, 2008), memberikan definisi
berpikir kritis adalah berpikir reflektif yang berfokus pada pola
pengambilan keputusan tentang apa yang harus diyakini dan harus
dilakukan. Berdasarkan definisi tersebut, maka kemampuan berpikir kritis
menurut Ennis terdiri atas duabelas komponen yaitu: (1) merumuskan
masalah, (2) menganalisis argumen, (3) menanyakan dan menjawab
pertanyaan, (4) menilai kredibilitas sumber informasi, (5) melakukan
observasi dan menilai laporan hasil observasi, (6) membuat deduksi dan
menilai deduksi, (7) membuat induksi dan menilai induksi, (8)
mengevaluasi,
(9)
mendefinisikan
dan
menilai
definisi,
(10)
mengidentifikasi asumsi, (11) memutuskan dan melaksanakan, (12)
berinteraksi dengan orang lain.
27
Dressel & Mathew (1954, dalam Suprapto,2008) mengutip
kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan oleh Komite Berpikir
Kritis Antar-Universitas (Intercollege Committee on Critical Thinking)
yang terdiri atas: (1) kemampuan mendefinisikan masalah, (2) kemampuan
menyeleksi informasi untuk pemecahan masalah, (3) kemampuan
mengenali asumsi-asumsi, (4) kemampuan merumuskan hipotesis, dan (5)
kemampuan menarik kesimpulan.
Karakteristik lain yang berhubungan dengan berpikir kritis,
dijelaskan Beyer (1995: 12-15, dalam Suprapto, 2008) secara lengkap
dalam buku Critical Thinking, yaitu:
1) Watak (dispositions)
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai
sikap skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek
terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan
ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan
berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
2) Kriteria (criteria)
Berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk
sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan
atau dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari
beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang
berbeda. Apabila akan menerapkan standarisasi maka haruslah
berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan
28
sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru,
logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.
3) Argumen (argument)
Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh datadata. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan,
penilaian, dan menyusun argumen.
4) Pertimbangan atau pemikiran (reasoning)
Adalah kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau
beberapa premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan
antara beberapa pernyataan atau data.
5) Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini,
yang akan menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir
dengan kritis akan memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut
pandang yang berbeda.
6) Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying criteria)
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural.
Prosedur
tersebut
akan
meliputi
merumuskan
permasalahan,
menentukan keputusan yang akan diambil, dan mengidentifikasi
perkiraan-perkiraan.
Berdasarkan uraian di atas, maka kemampuan berpikir kritis yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah proses mental yang mencakup
kemampuan merumuskan masalah, memberikan dan menganalisis
29
argumen, melakukan observasi, menyusun hipotesis, melakukan deduksi
dan induksi, mengevaluasi, dan mengambil keputusan serta melaksanakan
tindakan.
Richard Paul dan Linda Elder
(Inch, et al, 2006) membagi
pemikiran kritis menjadi delapan fungsi berpikir kritis yang saling
berhubungan meliputi:
1) Question at issue. Bertanya atas isu atau permasalahan secara
sederhana merupakan dorongan untuk pemikiran kritis. Pada
umumnya, pertanyaan tersebut bermaksud untuk menginvesitigasi
sebuah isu atau masalah yang perlu diselesaikan. Beberapa hal yang
termasuk ke dalam sub fungsi question at issue ini adalah problem dan
issue.
2) Information. Menjawab pertanyaan dan mengalihkan pembicaraan
menuju informasi layak yang diperlukan. Melalui tindakan yang
dibenarkan, siswa perlu benar-benar memahami apakah hal tersebut,
bagaimana
hal
tersebut
bekerja,
dan
apa
saja
efek
yang
ditimbulkannya. Informasi dalam dijumpai dalam berbagai bentuk
termasuk, data statistik, laporan saksi mata, observasi individual, atau
masih banyak lagi bahan sumber lain yang dapat membantu orang
menjawab pertanyaan. Informasi menyediakan substansi pemikiran.
Hal tersebut merupakan bahan yang seseorang gambarkan untuk
mengembangkan ide dan mensintesis pemikiran-pemikiran baru.
30
Beberapa sub fungsi yang termasuk ke dalam fungsi berpikir kritis
purpose ini adalah data, fakta, hasil observasi, serta pengalaman.
3) Concepts,
konsep nerupakan teori-teori, definisi-definisi, peraturan
dan hukum yang menentukan pemikiran-pemikiran dan tindakan
seseorang. Konsep ini menyediakan dukungan untuk keputusan yang
seseorang ambil tentang tindakan persetujuan atau subjek kontroversial
lainnya. Konsep-konsep tersebur meyusun pikiran manusia. Hal
tersebut merepresentasikan kerangka kerja antara apa yang kita
pikirkan dan apa tindakan kita. Beberapa sub fungsi yang termasuk ke
dalam fungsi berpikir kritis concept ini antara lain, teori, definisi,
aksioma, hukum, model, serta prinsip.
4) Assumptions. Asumsi merupakan perkiraan dan titik pandang yang
seseorang
ambil
sebagai
landasan
yang
dianggap
benar.
Bagaimanapun, penting sekali untuk memahami asumsi seseorang
karena hal tersebut merepresentasikan dasar dari sebuah pemikiran dan
bila asumsi tersebut cacat atau tersalahpahamkan, penalaran yang
berasal atau berpijak pada asumsi tersebut juga dapat menjadi cacat.
5) Interpretation and inference. Ketika seseorang berpikir, seseorang
menggabungkan informasi baru dan ide-ide dengan sudut pandang,
konsep, dan asumsi. Dari kombinasi mempertanyakan, memeriksa,
meneliti, dan memahami, seseorang mencapai tujuan seseorang
menuju sebuah kesimpulan. Seseorang menginterpretasikan informasi
dan menarik kesimpulan melalui informasi tersebut untuk mencapai
31
tujuan. Proses penginterpretasian dan pengambilan kesimpulan adalah
salah satu jalan memahami data dan menalar data tersebut untuk
mencapai tujuan tertentu. Beberapa sub fungsi
yang termasuk ke
dalam fungsi berpikir kritis Interpretation and inference ini amtara lain
kesimpulan dan solusi.
6) Implications and consequences. Implikasi dan konsekuensi selalu
mengikuti penalaran dan pemikiran seseorang. Pemikiran kritis
tidaklah sepenuhnya murni. Hal tersebut membawa serta akibat yang
potensial dalam proses berpikir kritis tersebut.
7) Purpose. Purpose atau tujuan ini merepresentasikan tujuan atau hasil
yang ingin dicapai seseorang. Tujuan dari inkuiri tak perlu fokus pada
tindakan yang khusus, akan tetapi diperlukan identifikasi tujuan dari
inkuiri itu sendiri. Beberapa hal yang termasuk ke dalam sub fungsi
question at issue ini adalah goal dan objective.
8) points of view. Orang-orang menalar dan berpikir dari sudut pandang
yang berbeda. Sudut pandang seseorang berasal dari latar belakang
individu kita, pemikiran, pengalaman, serta sikap kita. Hal tersebut
membantu kita membingkai suatu isu dan mengintegrasikannya ke
dalam pemikiran kita. Kapanpun kita bekerja dengan orang lain, kita
akan memasuki sudut pandang yang berbeda pula. Bagian dari berpikir
kritis melibatkan proses menginterpretasikan dan memahami sudut
pandang orang lain sebagaimana kita menghargai sudut pandang kita
sendiri.
32
C. Penguasaan Konsep
1. Pengertian Konsep
Menurut Dahar (1196: 80) konsep adalah suatu abstraksi yang
mewakili suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau
hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Konsep
diperlukan untuk memperoleh dan mengomunikasikan pengetahuan karena
dengan menguasain konsep kemungkinan memperoleh pengetahuan baru tidak
terbatas.
2. Hakikat penguasaan konsep
Penguasaan
konsep
merupakan
kemampuan
siswa
dalam
memahami konsep-konsep setelah kegiatan pembelajaran. Penguasaan konsep
dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam memahami makna secara
ilmiah, baik konsep secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari (Dahar, 2003:4)
Keberhasilan suatu program pengajaran diukur berdasarkan
perbedaan tingkat berpikir sebelum dan sesudah memperoleh pengalaman
belajar. Ausubel (Rustaman et al., 2005:59) memberikan pandangan bahwa
agar suatu materi pelajaran menimbulkan belajar bermakna bagi pembacanya,
maka materi pelajaran harus secara jelas menguraikan hubungan antara konsekonsepnya. Hubungan antar konsep-konsep dalam suatu materi pelajaran
dapat diwujudkan dalam bentuk rumus-rumus untuk memecahkan masalah
grafik, bagan, poster, tabel, dan bentuk hubungan lainnya. Hal ini dapat
menimbulkan belajar penemuan terpimpin. Lebih lanjut dikatakan bahwa
33
belajar bermakna akan terjadi jika terdapat hubungan antara materi yang akan
diberikan dengan materi yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Menurut West
dan Pines (Rustaman et al., 2005:171)belajar melibatkan pembentukan makna
oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat dan dengar. Belajar kognitif
bertujuan mengubah pemahaman siswa tentang konsep yang dipelajari.
Klausmeiner (Dahar, 1989: 89) mengungkapkan bahwa tingkat
pencapaian konsep meliputi tingkat konkret, tingkat identitas, tingkat
klasifikasi, dan tingkat formal. Tingkat konkret dicapai siswa apabila siswa
telah mengenal benda tersebut sebelumnya, kemudian mengamati dan mampu
membedakan benda tersebut dari stimulus-stimulus sekitarnya. Tingkat
identitas akan dicapai siswa apabila tiga tingkat konkret t=yaitu kemampuan
mengamati, membedakan, dan mengingat dikuasain oleh siswa yang
selanjutnya digunakan sebagai landasan untuk membuat genelralisasi. Tingkat
klasifikasi akan dicapai apabila siswa mempu mengenal dua contoh yang
berbeda dari kelas yang sama. Tingkat formal sebagai tingkat paling tinggi
pada tingkat pencapaian konsep. Tingkat ini akan diperoleh siswa apabila
ketiga tingkat di atas sudah dikuasai oleh siswa. Konsep sangat penting untuk
memenuhi kemampuan kognitif siswa, khususnya konsep-konsep biologi yang
tidak hanya mengacu pada metode belajar konsep menghapal.
D. Fotosintesis
Kehidupan di bumi digerakkan oleh energi matahari. Kloroplas
pada tumbuhan menangkap energi cahaya yang telah menempuh jarak 160
34
juta kilometer dari matahari dan mengubahnya menjadi energi kimiawi yang
disimpan dala bentuk gula dan molekul organik lainnya.
Organisme autotrof menyediakan makan bagi dirinya sendiri dalam
pengertian bahwa autotrof dapat mempertahankan dirinya sendiri tanpa
memakan dan menguraikan organisme lain. Makhluk autotrof membuat
molekul organik dari bahan mentah anorganik yang diperoleh dari
lingkungannya melalui suatu proses yang disebut fotosintesis (Campbell,
2002:181).
Fotosintesis sering didefinisikan sebagai suatu proses pembentukan
karbohidrat dan karbondioksida serta air yang dilakukan sel-sel yang
berklorofil dengan adanya cahaya matahari yang disebabkan oleh oksigen
(O2). Ada juga yang mengartikan fotosintesis dengan suatu peristiwa
pengolahan atau pemasakan makanan yang terjadi pada daun dengan bantuan
cahaya matahari(Kimball, 1992).
Fotosintesis merupakan suatu proses biologi yang kompleks, proses
ini menggunakan energi dan cahaya matahari yang dapat dimanfaatkan oleh
klorofil yang terdapat dalam kloroplas. Seperti halnya mitokondria, kloroplas
mempunyai
membran
luar dan
membran
dalam.
Membran
dalam
mengelilingi suatu stroma yang mengandung enzim-enzim tang larut dalam
struktur membran yang disebut tilakoid. Proses fotosintesis dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain air (H2O), konsentrasi CO2, suhu, umur daun,
translokasi karbohidrat, dan cahaya. Tetapi yang menjadi faktor utama
35
fotosintesis agar dapat berlangsung adalah cahaya, air, dan karbondioksida
(Kimball, 1992).
Berbeda
dengan
organisme
heterotrof,
organisme
autotrof
menggunakan energy yang berasal dari oksidasi dan zat-zat organik tertentu.
Organisme yang demikian disebut kemoautotrof, karena menggunakan zat –
zat kimiawi dalam memproduksi senyawa organik dari senyawa non-organik.
Sedangkan peristiwa fotosintesis sendiri dilakukan oleh organisme autotrof
yang seringkali disebut dengan organisme fotoautotrof, karena dalam proses
pembentukan senyawa organiknya menggunakan energi yang berasal dari
cahaya matahari (Kimball, 1992).
Gambar 2.2. Letak kloroplas
(sumber: Campbell, 2002)
Organisasi dan fungsi suatu sel hidup bergantung pada persediaan
energi yang tak henti-hentinya. Sumber energi ini tersimpan dalam molekulmolekul organik seperti karbohidrat. Organisme heterotrofik, seperti ragi dan
kita sendiri, hidup dan tumbuh dengan memasukan molekul-molekul organik
ke dalam sel-selnya (Kimball, 1992).
Download