BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Massa 2.1.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komunikasi Massa
2.1.1
Pengertian Komunikasi Massa
Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan
oleh Bittner (Rakhmat, 2003: 188), yakni komunikasi massa adalah pesan yang
dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang.
12
Dari definisi tersebut dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa syarat terjadinya
komunikasi massa adalah pesan yang ingin disampaikan harus disebarkan atau
dimuat melalui media massa.
Definisi komunikasi massa yang lebih perinci dikemukakan oleh
ahli komunikasi lain, yaitu Gerbner. Menurut Gerbner (1967) komunikasi
massa adalah produksi dan ditribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga
dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam
masyarakat industri (Rakhmat, 2003: 188). Dari definisi Gerbner tergambar
bahwa komunikasi massa itu menghasilkan suatu produk berupa pesan-pesan
komunikasi. Produk tersebut disebarkan, didistribusikan kepada khalayak luas
secara terus menerus dalam jangka waktu yang tetap, misalnya harian,
mungguan, dwimingguan, atau bulanan. Proses memproduksi pesan tidak dapat
12
Elvinaro Ardianto. Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi. Simbiosa Rekatama
Media. Bandung, 2009. Hal. 3
12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
dilakukan oleh perorangan, melainkan harus oleh lembaga, dan membutuhkan
suatu teknologi tertentu, sehingga komunikasi massa akan banyak dilakukan
oleh masyarakat industri.13
Rakhmat merangkum definisi-definisi komunikasi massa tersebut
menjadi: “komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan
kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media
cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak
dan sesaat (Rakhmat, 2003: 189). Menyimak berbagai definisi komunikasi
massa yang dikemukakan para ahli komunikasi, tampaknya tidak ada
perbedaan yang mendasar atau prinsip, bahkan definisi-definisi itu satu sama
lain saling melengkapi. Hal ini telah memberikan gambaran yang jelas
mengenai pengertian komunikasi massa. Bahkan, secara tidak langsung dari
pengetian komunikasi massa dapat diketahui pula ciri-ciri komunikasi massa
yang membedakannya dari bentuk komunikasi lainnya.14
2.1.2
Karakteristik Komunikasi Massa
Salah satu kelebihan dari komunikasi massa adalah pesan yang
terdapat pada suatu media massa dapat diakses kapanpun. Pesan dan informasi
diterima secara serentak oleh khalayak yang tersebar dari berbagai daerah atau
geografis. Khalayak seolah diberikan kebebasan dalam memilih informasi apa
yang dibutuhkan.
13
14
Ibid. Hal. 3
Ibid. Hal. 6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
Komunikasi massa berbeda dengan komunikasi antarpersonal dan
komunikasi kelompok. Perbedaannya terdapat dalam komponen-komponen
yang terlibat di dalamnya, dan proses berlangsungnya komunikasi tersebut.
Namun, agar karakteristik komunikasi massa itu tampak jelas, maka
pembahasannya perlu dibandingkan dengan komunikasi antarpersonal.
Karakteristik komunikasi massa adalah sebagai berikut:15
1. Komunikator terlembagakan
2. Pesan bersifat umum
3. Komunikannya anonim dan heterogen
4. Media massa menimbulkan keserempakan
5. Komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan
6. Komunikasi massa bersifat satu arah
7. Stimulasi alat indera terbatas
8. Umpan balik tertunda (delayed) dan tidak langsung (indirect)
Karena
komunikasi
massa
bersifat
satu arah dan
pesan
didistribusikan secara serentak dalam jangka waktu yang sama, khalayak
diharapkan mengkonsumsi informasi secara bersamaan dan memiliki reaksi
yang sama pula. Meskipun terdapat pula khalayak yang memiliki reaksi yang
berbeda tetapi pesan yang keluar dari peralatan komunikasi dan media massa
dipusatkan terhadap sebuah peristiwa atau perhatian yang sama.
15
Ibid. hal. 6-11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
Menurut Onong Uchjana Effendy, ciri-ciri komunikasi masa adalah:16
1. Komunikasi Massa berlangsung satu arah (one way communication).
Ini berarti tidak terjadi arus balik dari komunikan.
2. Komunikator pada komunikasi massa terdiri dari lembaga, yaitu suatu
instansi dan organisator.
3. Pesan
komunikasi
massa
bersifat
umum
karena
pesan yang
disampaikan atau disebarkan melalui media massa bersifat umum
(public), ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum,
jadi tidak ditujukan kepada perorangan atau kepada kelompok orang
tertentu.
4. Media
komunikasi
massa
menimbulkan
kesempatan,
karena
kemampuannya dapat menimbulkan kesempatan pada khalayak dalam
menerima pesan-pesan yang disebarkan.
5. Komunikasi massa bersifat heterogen, dimana keberadaan khalayak
terpencar-pencar, dimana satu sama lainnya tidak saling mengenal dan
tidak memiliki kontak pribadi, masing-masing berbeda dalam berbagai
hal seperti jenis kelamin, usia, agama, ideologi, keinginan cita-cita dan
sebagainya.
2.1.3
Fungsi Komunikasi Massa Bagi Masyarakat
Sejak pertama kali media massa muncul, kehidupan masyarakat
selalu dipengaruhi oleh komunikasi massa. Masyarakat era modern tidak dapat
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT. Remaja Rosdakarya.
Bandung, 2002, hal. 22
16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
jauh dari komunikasi massa dan hampir setiap saat selalu mendapatkan pesan
dan informasi dari media massa. Jika dulu masyarakat gemar membaca koran
dan majalah, maka saat ini masyarakat menjadi semakin mudah dalam
mendapatkan informasi. Kemajuan teknologi menjadi salah satu faktor
pendukung komunikasi massa seperti, televisi, radio, gadget, handphone, yang
semakin canggih. Bahkan kehadiran internet semakin memanjakan masyarakat
dengan cara memberikan kebebasan dan keleluasaan dalam mencari informasi.
Sementara itu, Effendy (1993) mengemukakan fungsi komunikasi massa secara
umum yaitu:17
1. Fungsi Informasi
Fungsi memberikan informasi ini diartikan bahwa media massa adalah
penyebar informasi bagi pembaca, pendengar, atau pemirsa. Berbagai
informasi dibutuhkan oleh khalayak media massa yang bersangkutan
sesuai dengan kepentingannya. Khalayak sebagai makhluk sosial akan
selalu merasa haus akan informasi yang terjadi.
2. Fungsi Pendidikan
Media massa merupakan sarana pendidikan bagi khalayaknya (mass
education). Karena media massa banyak menyajikan hal-hal yang
sifatnya mendidik. Salah satu cara mendidik yang dilakukan oleh media
massa adalah melalui pengajaran nilai, etika, serta aturan-aturan yang
berlaku kepada pemirsa atau pembaca. Media massa melakukannya
melalui drama, cerita, diskusi, dan artikel.
17
Elvinaro Ardianto. Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi. Simbiosa Rekatama
Media. Bandung, 2009. Hal. 18-19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
3. Fungsi Memengaruhi
Fungsi memengaruhi dari media massa secara implisit terdapat pada
tajuk/editorial, features, iklan, artikel, dan sebagainya. Jika khalayak
sudah terpengaruh oleh informasi atau pesan-pesan yang dimuat oleh
media massa, maka tanpa sadar khalayak akan melakukan tindakan
sesuai dengan yang diinginkan oleh media.
Menurut DeVito dalam bukunya Komunikasi Antar Manusia (1996),
ada tiga masalah pokok yang harus diperhatikan dalam memahami fungsifungsi media massa. Pertama, setiap kali kita menghidupkan pesawat televisi,
radio siaran maupun membaca surat kabar, kita melakukannya karena alasan
tertentu yang unik. Kedua, komunikasi massa menjalankan fungsi yang
berbeda bagi setiap pemirsa secara individual. Program televisi yang sama
dapat menghibur satu orang, mendidik yang lain, memengaruhi seseorang atau
sekelompok orang. Ketiga, fungsi yang dijalankan komunikasi massa bagi
sembarang orang yang berbeda dari satu waktu ke waktu yang lain. Produk
rekaman tertentu bisa dirasakan sebagai penghibur pada satu saat, tetapi pada
saat yang lain rekaman tersebut dirasakan sebagai olah sosialisasi atau alat
pemersatu.18
Sedangkan Djalaludin Rakhmat membagi fungsi komunikasi massa dan
dapat dijelaskan sebagai berikut:19
1. Fungsi menyiarkan informasi (to inform)
18
19
Ibid hal. 19
Djalaludin Rakhmat,Teori Komunikasi Massa. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000, Hal. 56
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
Menyiarkan informasi merupakan fungsi yang pertama dan yang utama.
Khalayak menerima informasi mengenai berbagai hal yang terjadi,
gagasan atau pikiran orang lain dan apa yang dipikirkan orang lain dan
sebagainya.
2. Fungsi mendidik (to educate)
Fungsi ini sebagai sarana pendidikan bagi khalayak sehingga bertambah
pengetahuannya. Fungsi mendidik ini bisa secara implisit dalam bentuk
pendapat-pendapat membangun dari pada dewan juri analis.
3. Fungsi menghibur (to entertaint)
Hal-hal yang bersifat menghibur untuk mengimbangi berita yang
berbobot yang tujuannya untuk melemaskan ketegangan pikiran setelah
dihidangkan berita yang berat.
4. Fungsi memengaruhi (to persuasive)
Fungsi ini menyebabkan sebuah acara memegang peranan dalam
keidupan masyarakat dalam mempengaruhi khalayak.
2.1.4
Elemen Komunikasi Massa
Elemen-elemen komunikasi massa adalah terdiri dari:20
1. Komunikator
Komunikator yang dimaksud disini merupakan gabungan
individu dalam sebuah lembaga media massa.
20
Nurudin. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hal. 96-134
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
2. Isi (Pesan)
Berita dan informasi merupakan hal pokok yang harus dimiliki
oleh media massa, setiap hari media massa memberikan
informasi dan berbagai kejadian di seluruh dunia kepada para
audiens.
3. Komunikan (Audience)
Audiens yang dimaksud untuk komunikasi massa sangat
beragam. Menurut Hilbert, audiens dalam komunikasi massa
setidaknya mempunyai lima karakteristik sebagai berikut:
a. Audience cenderung berisi individu-individu yang condong
untuk berbagai pengalaman dan dipengaruhi oleh hubungan
sosial diantara mereka.
b. Audience cenderung besar. Besar disini maksudnya adalah
tersebar ke berbagai wilayah jangkauan sasaran komunikasi
massa.
c. Audience cenderung heterogen.
d. Audience cenderung anonim, yakni tidak mengenal satu sama
lain.
e. Audience secara fisik dipisahkan oleh komunikator.
4. Feedback
Di dalam komunikasi massa umpan balik terjadi tidak secara
langsung.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
5. Noise
a. Gangguan saluran.
b. Gangguan semantik (gangguan bahasa).
6. Gatekeeper
Jhon R. Bitter 1996 mengistilahkan gatekeeper sebagai
“individu-individu atau sekelompok orang yang memantau
arus informasi dalam sebuah komunikasi massa.”
7. Pengatur
Pengatur dalam media massa adalah mereka yang secara tidak
langsung ikut mempengaruhi proses aliran pesan media massa.
8. Filter
Filter adalah kerangka pikir melalui mana audience menerima
pesan.
2.2
Film Sebagai Media Massa
2.2.1
Pengertian Film
Secara tidak langsung, film digunakan sebagai tolak ukur atau
indikator budaya dari negara yang membuatnya. Film yang berasal dari barat
akan berbeda dengan film yang berasal dari timur. Hal ini bisa dilihat dari
setiap adegan yang terdapat di dalam film. Selain adegan, penampilan para
pemeran juga akan tentu berbeda karena tiap negara memiliki nilai, etika, dan
norma yang berbeda pula. Film merupakan sarana hiburan yang saat ini
keberadaannya dinikmati oleh berbagai kalangan dan usia. Keberadaan film
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
sangat didukung oleh media massa dan film juga merupakan bagian dari The
Big Five of Mass Media (lima besar media massa).
Film juga digunakan sebagai sarana penyampaian pesan oleh
pembuatnya.
Pembuat
film
berharap
film
yang
dibuatnya
dapat
menyampaikan tujuannya agar masyarakat dapat menerima pesan yang
tersirat dan tersurat di dalam film tersebut. Sebagian besar orang percaya
bahwa penyampaian suatu pesan akan berhasil jika menggunakan sarana yang
bersifat menghibur untuk menyampaikannya. Karena dengan hiburan,
masyarakat
dapat menikmati
dan merasakan kenyamanan sehingga
masyarakat akan dengan mudah menangkap suatu pesan karena tidak terdapat
unsur paksaan melainkan atas kemauan sendiri.
Menurut UU Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman, film
adalah sebuah karya seni budaya yang merupakan suatu pranata sosial dan
media komunikasi massa yang dibuat berdasar atas kaidah sinematografi
dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.21 Film adalah suatu karya
cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi pandang dengar
yang dibuat berdasarkan atas sinematografi dengan direkam pita seluloid, pita
video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk,
jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik atau proses
lainnya.
22
Menurut Onong Uchjana, film adalah cerita singkat yang
ditampilkan dalam bentuk gambar dan suara yang dikemas sedemikian rupa
21
Diakses dari http://dilihatya.com/2959/pengertian-film-menurut-para-ahli-adalah, pada tanggal
02 Desember pukul 22.44 WIB
22
Undang-Undang Republik IndonesiaNo. 8 tahun 1992, tentang perfilman BAB 1 pasal 1 ayat 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
dengan permainan kamera, teknik editing, dan skenario yang ada sehingga
membuat penonton terpesona.23
Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi
massa visual di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton
film di bioskop dan film televisi setiap minggunya. Film Hollywood
diproduksi di Amerika. Film yang dibuat di sini membanjiri pasar global dan
memengaruhi sikap, perilaku, dan harapan orang-orang dibelahan dunia. Film
lebih dahulu menjadi media hiburan dibanding radio siaran dan televisi.
Menonton film ke bioskop ini menjadi aktivitas populer bagi orang Amerika
pada tahun 1920-an sampai 1950-an. Industri film adalah industri bisnis.
Predikat ini telah menggeser anggapan orang yang masih meyakini bahwa
film adalah karya seni, yang diproduksi secara kreatif dan memenuhi
imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh estetika (keindahan) yang
sempurna. Meskipun pada kenyataannya adalah bentuk karya seni, industri
film adalah bisnis yang memberikan keuntungan, kadang-kadang menjadi
mesin uang yang seringkali demi uang, keluar dari kaidah artistik film itu
sendiri (Dominick. 2000:306).24
2.2.2
Fungsi Film
Seperti yang telah diketahui bahwa film merupakan suatu budaya
populer yang sudah digemari sejak dulu ketika pertama kali muncul hingga
23
Van Zoest dan Panuti Sudjiman. Serba-Serbi Semiotika. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1992. hal. 109
24
Elvinaro Ardianto. Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi. Simbiosa Rekatama
Media. Bandung, 2009. Hal. 143
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
saat ini. Dibalik pembuatan film terdapat pesan dari pembuat film yang ingin
disampaikan kepada khalayak agar mengerti maksud dan tujuan dari
pembuatan film tersebut. Oleh karena itu film merupakan salah satu media
massa yang memiliki fungsi dari berbagai aspek.
Film memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi informatif, fungsi
edukatif, dan fungsi persuasif.25 Selain itu, sebagai media komunikasi, film
memiliki lima fungsi diantaranya:
1. Hiburan
2. Pendidikan
3. Penerangan
4. Memengaruhi
5. Sosialisasi 26
2.3
Genre Film
2.3.1
Definisi Genre Film
Genre film merupakan aliran film yang membedakan adegan,
narasi atau dialog, tempo, dan konsep cerita dari film. Dengan adanya genre,
film menjadi lebih mudah dibedakan. Oleh karena itu, film juga dapat
diklarifikasikan terhadap usia masyarakat yang akan menyaksikannya. Genre
juga membuat film memiliki ciri masing-masing yang membedakan satu sama
lain. Setiap masyarakat bisa menikmati film sesuai dengan selera masing-masing
25
Ibid hal. 145
Alexander Rumondor & Henny. Manajemen Media Massa. Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka, Jakarta, 2004, cet ke-4, hal 3.27
26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
sehingga munculah komunitas-komunitas penggemar dari masing-masing genre
film. Tiap genre film memiliki nilai jual yang berbeda satu sama lain. Dan
menimbulkan
efek
yang
berbeda
pula
terhadap
masyarakat
yang
menyaksikannya.
Fungsi utama genre adalah untuk memudahkan klasifikasi sebuah film.
Genre juga membantu kita memilah film-film tersebut sesuai dengan
spesifikasinya. Dalam industri film sendiri sering menggunakannya sebagai
strategi marketing. Selain untuk klasifikasi, genre juga dapat berfungsi sebagai
antisipasi penonton terhadap film yang akan ditonton.27
Jumlah genre film secara menyeluruh berjumlah lebih dari tiga ratus
genre. Bahkan Daniel Lopez dalam bukunya Film by Garare (1993) yang
dikutip oleh Ida Rochani Adi mencatat sebanyak 775 kategori atau genre. 28
Masing-masing genre tersebut memiliki karakteristik serta pola dasar yang
berbeda-beda.29
2.3.2
Jenis-Jenis Genre Film
Di dalam film biasanya dikenal istilah genre atau biasa disebut
jenis dan bentuk sebuah film berdasarkan keseluruhan cerita. Walaupun
sebenarnya hal ini bukan dimaksudkan untuk mengkategorikan film, ini
27
Himawan Pretista. Memahami Film, Homerian Pustaka, Yogyakarta, 2008, Cet Ke-1, Hal. 10
Ida Rochani Adi. Mitos di balik Film Laga Amerika, Gajah Mada University Press. Yogyakarta
29
Himawan Pretista. Memahami Film, Homerian Pustaka, Yogyakarta, 2008, Cet Ke-1, Hal. 12
28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
digunakan untuk mempermudah penonton menentukan film apa yang akan
ditonton. Genre film terdiri dari beberapa macam, diantaranya:30
1. Action-Laga
Pada genre ini biasanya untuk film yang bercerita mengenai perjuangan
seorang tokoh untuk bertahan hidup. Biasanya dibumbui adegan
pertarungan. Jika sang sutradara jeli mengolah film bergenre action,
maka penonton akan seolah-olah mampu merasakan ketegangan yang
dialami si tokoh di dalam film.
2. Comedy-Humor
Jenis film komedi adalah jenis film yang ceritanya mengandalkan
kelucuan-kelucuan baik dari segi cerita maupun dari segi penokohan.
3. Roman-Drama
Film bergenre roman biasanya banyak disukai penonton karena dianggap
sebagai gambaran nyata sebuah kehidupan. Sehingga akhirnya penonton
dapat ikut merasakan adegan dalam film dikarenakan kesamaan
pengalaman hidup antara si tokoh dalam film dan penonton.
4. Mistery-Horror
Genre misteri biasa mengetengahkan cerita yang terkadang berada di luar
akal umat manusia. Walaupun begitu genre ini banyak disukai karena
pada dasarnya setiap manusia dibekali rasa penasaran akan apa yang
berada pada dunia lain di luar dunia manusia.
30
Panca Javandalasta. 5 Hari Mahir Bikin Film. Mumtaz Media. Surabaya, 2011. Hal. 3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Selain itu, film juga memiliki beberapa jenis yang biasa diproduksi untuk
berbagai keperluan, diantaranya:31
1. Film Dokumenter (Documentary Films)
Grierson berpendapat bahwa dokumenter merupakan cara kreatif
mempresentasikan realitas. Meskipun Grierson mendapat tentangan dari
berbagai pihak, pendapatnya tetap relevan hingga saat ini. Film
dokumenter menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk
berbagai tujuan. Film dokumenter tak pernah lepas dari tujuan
penyebaran informasi, pendidikan, dan propaganda bagi orang atau
kelompok tertentu.
2. Film Cerita Pendek (Short Films)
Film cerita pendek adalah sebuah karya film cerita fiksi yang berdurasi
kurang dari 60 menit. Di banyak negara seperti Jerman, Australia,
Kanada, dan Amerika Serikat, film pendek dijadikan sebagai
laboratorium eksperimen dan batu loncatan bagi para pembuat film (film
maker) untuk memproduksi film panjang. Namun ada juga film pendek
yang sengaja dibuat untuk dipasok ke rumah-rumah produksi (production
house) atau saluran televisi.
3. Film Panjang (Feature Length Films)
Film panjang adalah film cerita fiksi yang berdurasi lebih dari 60 menit.
Umumnya berkisar antara 90-100 menit. Film yang diputar di bioskop
31
Ibid. hal. 2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
umumnya termasuk dalam kelompok film panjang. Bahkan film-film
produksi India rata-rata berdurasi hingga 180 menit.
2.4
Representasi
Barker menyebutkan bahwa representasi merupakan kajian utama dalam
cultural studies. Representasi sendiri dimaknai sebagai bagaimana dunia
dikonstruksikan secara sosial dan disajikan kepada kita dan oleh kita di dalam
pemaknaan tertentu. Cultural studies memfokuskan diri kepada bagaimana proses
pemaknaan representasi itu sendiri. 32 Menurut Stuart Hall (1997), representasi
adalah salah satu praktek penting yang memproduksi suatu kebudayaan.
Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut
pengalaman berbagi. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika
manusia-manusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama, berbicara
dalam bahasa yang sama, dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.
Representasi merujuk kepada konstruksi segala bentuk media (terutama media
massa) terhadap sebuah aspek realitas atau kenyataan, seperti masyarakat, objek,
peristiwa, hingga identitas budaya. Representasi ini bisa berbentuk kata-kata atau
tulisan bahkan juga dapat dilihat dalam bentuk gambar bergerak atau film. Konsep
representasi sendiri dilihat sebagai sebuah produk dari proses representasi.
Istilah representasi merupakan penggambaran kelompok-kelompok dan
institusi sosial. Penggambaran itu tidak hanya berkenaan dengan tampilan fisik
dan deskripsi, melainkan juga terkait dengan makna (nilai) dibalik tampilan fisik.
32
Chris Barker, Cultural Studies Theory and Practice, New Delhi: Sage, 2004, hlm. 8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
Tampilan fisik representasi adalah sebuah jubah yang menyembunyikan bentuk
makna sesungguhnya yang ada dibaliknya.33
Menurut Noviani, representasi adalah sebuah tanda (a sign) untuk sesuatu
atau seseorang, sebuah tanda yang tidak sama dengan realitas yang
dipresentasikan tapi dihubungkan dengan, dan mendasar diri pada realitas yang
menjadi referensinya. 34 Sedangkan menurut Eriyanto, representasi itu sendiri
menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat
tertentu ditampilkan dalam pemberitaan. Penggambaran yang tampil bisa jadi
adalah pengambaran yang buruk dan cenderung memarjinalkan seseorang atau
kelompok tertentu.35
Dari beberapa penjelasan menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa representasi adalah bentuk dari suatu penggambaran makna secara sosial
yang dapat berupa bunyi-bunyi, gambar bergerak atau film, foto-foto, dan
sebagainya, serta penggambaran tersebut dapat berupa penggambaran dari sisi
baik ataupun buruk. Sebuah film dapat memberikan gambaran mengenai isi dan
tujuan dari film tersebut. Dalam penelitian ini film London Has Fallen
mengandung unsur propaganda dan menyinggung serta menampilkan sisi buruk
berupa terorisme yang dilakukan oleh umat Islam.
33
Graeme Burton, Membincangkan Televisi, Jalasutra, Yogyakarta dan Bandung, 2007, Hal 4
Ranro Noviani, Jalan Tengah Memahami Iklan: Antara Realitas, Representasi, dan Simulasi,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, Hal 23
35
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Teks Media, Lkis Pelangi Aksara, Yogyakarta, 2001, Hal
114
34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
2.5
Terorisme
Terorisme sudah ada dan sudah dikenal sejak zaman dahulu. Definisi dan
pengertiannya pun bermacam-macam. Terorisme biasanya disertai dengan
tindakan kekerasan yang ditujukan untuk menimbulkan rasa takut terhadap
pemerintah maupun masyarakat agar tujuan dari pelaku atau organisasi teroris
tersebut bisa tercapai. Terorisme biasanya muncul dari suatu kelompok yang
memiliki perasaan ketidakpuasan dan tidak setuju dengan suatu keputusan atau
peraturan yang telah ditetapkan, sehingga melakukan tindakan kekerasan untuk
bisa merubahnya sesuai dengan yang diharapkan. Akibat dari adanya tindakan
terorisme ini biasanya terdapat korban jiwa yang terkadang jatuh dan berasal dari
pihak korban yang tidak bersalah. Dengan adanya terorisme di suatu daerah atau
negara akan memunculkan rasa tidak aman dan rasa khawatir terhadap
masyarakatnya. Tindakan terorisme juga biasanya tidak hanya melibatkan suatu
kelompok saja, tetapi bisa lebih. Bahkan suatu negara dapat di cap sebagai teroris
jika kelompok tersebut berasal dari suatu negara meskipun dalam kenyataannya
negara tersebut belum tentu benar menjadi sarang teroris.
Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan
membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Terorisme pada
mulanya berarti tindakan kekerasan disertai dengan sadisme yang dimaksudkan
untuk menakut-nakuti lawan. Menurut Conway Henderson (International
Relations Conflict and Cooperation at the turn of 21th Century), menyatakan
bahwa terorisme adalah suatu aksi kekerasan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang atau jaringan, dimaksudkan untuk menciptakan suasana atau
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
keadaan berbahaya serta penuh ketakutan dan bisa muncul tanpa motif apapun.
Dalam kamus adikuasa Amerika Serikat, terorisme bisa diartikan sebagai tindakan
protes yang dilakukan negara-negara atau kelompok kecil terhadap usulan AS.36
Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan “teroris” dan
“terorisme”, para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis,
pejuang pembebasan, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran
dimata terrorism: “Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari
tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam
perang”. Padahal terorisme sering tampak dengan mengatasnamakan agama.
Terorisme biasanya mewakili suatu kelompok yang haknya tidak terpenuhi.
Biasanya muncul dari kelompok minoritas yang merasa tertindas. Hal ini
dilakukan sebagai bentuk solidaritas untuk menuntuk haknya agar didengar dan
dipenuhi. Oleh karena itu teroris selalu mencuri perhatian masyarakat dengan cara
menebar ancaman agar mendapatkan perhatian dan berharap tujuannya tercapai.
Seiring berjalannya waktu, tindakan terorisme muncul dengan berbagai macam
motif. Tindakan terorisme yang paling banyak dikenal adalah karena perbedaan
ideologi dan suatu bentuk fanatisme terhadap suatu agama.
Seperti yang dijelaskan oleh A.C Manullang, bahwa terorisme adalah
suatu cara untuk merebut kekuasaan dari kelompok lain, dipicu antara lain karena
adanya pertentangan agama, ideologi dan etnis serta kesenjangan ekonomi, serta
tersumbatnya komunikasi rakyat dengan pemerintah, atau karena adanya paham
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2012,hlm.
16
36
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
separatisme dan ideologi fanatisme. 37 Laqueur (1999) juga berpendapat sama,
setelah mengkaji lebih dari seratus definisi terorisme, menyimpulkan adanya
unsur yang paling menonjol dari definisi-definisi tersebut yaitu bahwa ciri utama
dari terorisme adalah dipergunakannya kekerasan atau ancaman kekerasan.
Sementara motivasi politis dalam terorisme sangat bervariasi. Karena selain
bermotif politis, terorisme seringkali dilakukan karena adanya dorongan fanatisme
agama.38
Untuk menakut-nakuti lawannya, kebanyakan kelompok teroris seringkali
menyerang dari sisi psikologis. Cara yang paling efektif adalah dengan
dipergunakannya ancaman yang biasanya dalam bentuk penyerangan terhadap
sekelompok masyarakat, bom bunuh diri, bom kendaraan, penembakan yang
dilakukan dengan orang yang tidak dikenal, penyanderaan terhadap tokoh penting
maupun warga sipil, dan lain-lain. Media massa yang mengangkat kejadian ini
dan memberitakannya sebenarnya memberikan keuntungan terhadap kelompok
teroris karena secara tidak langsung ikut menyebarkan ancaman secara serentak
kepada masyarakat. Namun dalam hal ini media tidak sepenuhnya salah, karena
niat awal media hanya untuk memberikan informasi sehingga masyarakat dapat
berantisipasi dengan berbagai kondisi yang mungkin terjadi. Semuanya
tergantung terhadap representasi dan interpretasi masyarakat dalam menyikapi
peristiwa tersebut.
37
A.C Manullang, Menguak Tabu Intelijen Teror, Motif dan Rezim, Jakarta: Panta Rhei, Januari
2001, hal 151
38
Muhammad Mustofa, Memahami Terorisme: Suatu Perspektif Kriminologi, Jurnal Kriminologi
Indonesia FISIP UI, vol 2 no III, Desember 2002:33
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
Dalam The Prevention of Terorrism (Temporary Provisions) act, 1984,
Pasal 14 ayat 1 sebagai berikut: Terrorism means the use of violence for political
ends and includes any use of violence for the purpose putting the public or any
section of the public in fear. “Terorisme digunakan sebagai senjata psikologis
untuk menciptakan suasana tidak menentu serta menciptakan ketidak percayaan
masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dan memaksa masyarakat atau
kelompok tertentu untuk mentaati kehendak pelaku teror. Kegiatan terorisme
umumnya dilakukan dengan sasaran acak, bukan langsung kepada lawan,
sehingga dengan dilakukan teror tersebut, diharapkan akan didapatkan perhatian
dari pihak yang dituju.39
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa terorisme dilakukan
tidak secara langsung terhadap target, melainkan terlebih dahulu ditujukan
terhadap warga sipil. Semua teror dan ancaman yang dilakukan semata-mata
untuk mencuri perhatian dan membuktikan kesungguhan teroris dalam upaya
mencapai tujuannya sehingga masyarakat yang khawatir dan merasa terancam
akan memaksa pemerintah untuk memenuhi permintaan dari kelompok teroris
tersebut.
2.6
Propaganda
Kegiatan propaganda sejak awal perkembangannya selalu menarik
perhatian para ahli komunikasi dan ahli ilmu sosial lainnya. Propaganda telah
menjadi alat rezim untuk mempertahankan kekuasaannya, sehingga penggunaan
39
Loebby Loqman, Analisis Hukum dan Perundang-Undangan Kejahatan Terhadap Keamanan
Negara di Indonesia, Jakarta: Universitas Indonesia, 1990, hal 98
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
propaganda yang semestinya dapat dimanfaatkan sebagai bentuk komunikasi yang
persuasif dan edukatif – justru disalahgunakan secara tidak proposional demi
untuk menggapai apa yang telah mencapai tujuannya sehingga propaganda mulai
kehilangan maknanya sebagai bentuk komunikasi yang persuasif dan edukatif
tersebut.
Mengamati dari pengertian propaganda itu sendiri, bahwa propaganda
berasal dari akar bahasa latin yang bermakna “sesuatu yang harus disebarkan”.
Pengertian ini menjelaskan bahwa melalui kegiatan propaganda ada sesuatu yang
“dikomunikasikan” untuk mempengaruhi orang lain secara efektif atau merupakan
cara berkomunikasi yang sangat efektif. Namun kemudian mengalami
perkembangan arti, propaganda diartikan secara serampangan sehingga mereduksi
artinya. Tak jarang pula jika kemudian propaganda identik dengan keburukan atau
teror.40 Cara penggunaan yang keliru menyebabkan makna dari propaganda itu
menjadi bias. Inilah yang kemudian menjadikan propaganda peyoratif atau
mengalami pemburukan makna.
2.6.1
Pengertian Propaganda
Propaganda merupakan suatu kegiatan komunikasi yakni komunikasi yang
bertujuan. Kegiatan propaganda adalah kegiatan yang menyebarkan pesan-pesan
yang bernafaskan sedikit provokatif guna mempengaruhi khalayaknya. 41 Kata
propaganda berasal dari bahasa Latin “propagare” artinya cara tukang kebun
40
Drs. Tommy Suprapto, Komunikasi Propaganda (Teori & Praktik), CAPS, Yogyakarta, 2011,
hal 5
41
Ibid, hal 19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
menyemaikan tunas suatu tanaman ke sebuah lahan untuk memproduksi tanaman
baru yang kelak akan tumbuh sendiri. Dengan kata lain juga berarti
mengembangkan atau memekarkan (untuk tunas). Menurut sejarah, penggunaan
propaganda adalah untuk mengembangkan dan memekarkan agama Katolik Roma
baik di Italia maupun negara-negara lain. Dari beberapa referensi, propaganda
dapat didefinisikan sebagai komunikasi yang digunakan oleh suatu kelompok
terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakantindakan suatu massa yang terdiri dari individu-individu yang dipersatukan secara
psikologis melalui manipulasi psikologis.
Batasan
lain
menyebutkan
bahwa
propaganda
merupakan
suatu
penyebaran pesan yang terlebih dahulu telah direncanakan secara saksama untuk
mengubah sikap, pandangan, pendapat dan tingkah laku penerima atau komunikan
sesuai dengan pola yang telah ditetapkan oleh komunikator. Sedangkan definisi
dari Encyclopedia International mengatakan propaganda adalah suatu jenis
komunikasi yang berusaha mempengaruhi pandangan dan reaksi, tanpa
mengindahkan tentang nilai benar atau tidak benarnya pesan yang disampaikan
(Nurudin 2008). Adolf Hitler dalam bukunya Mein Kampf (Perjuanganku)
menyebut propaganda sebagai pedoman untuk menguasai rakyat sendiri dan
melumpuhkan mental musuh.42
Definisi lain juga diberikan oleh F. Rahmadi bahwa propaganda adalah
informasi yang berisikan doktrin, opini (atau pun peringatan resmi dari
pemerintah) yang merupakan suatu kegiatan komunikasi dengan teknik-teknik
42
Ibid, hal 19-20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
tertentu. Harold D Laswell dalam bukunya Propaganda (1937) (dalam Nurudin,
2008) mengatakan Propaganda in broadest sense is the technique of influencing
human action by the manipulation of representations. “Propaganda adalah teknik
untuk
mempengaruhi
kegiatan
manusia
dengan
memanipulasikan
representasinya”.43
Propaganda saat ini memiliki pembiasan makna, karena sejatinya saat ini
propaganda dilakukan oleh suatu kelompok atau organisasi agar tujuannya dapat
tercapai. Propaganda ini dilakukan dengan cara memanipulasikan berbagai hal
yang ditujukan untuk merubah sikap dan pandangan masyarakat dan berharap
masyarakat yang terpengaruh dapat berpartisipasi dan mendukung, serta
bergabung bahkan menjadi relawan. Contoh dari kelompok atau organisasi yang
menggunakan propaganda sebagai alat doktrin adalah kelompok teroris. Teroris
menyebarkan propaganda untuk merekrut anggota baru dari berbagai daerah untuk
bergabung dan berjuang bersama yang biasanya menyebut solidaritas dan
mengatasnamakan agama, ideologi, maupun suatu etnis tertentu. Dalam hal ini,
propaganda yang disebarkan tidak memandang agama, etnis, suku, negara, genre
pria atau wanita, maupun tua dan muda. Semua target dinilai sama karena tidak
semua propaganda dirancang untuk menentukan sasaran yang spesifik.
Kegiatan propaganda dilakukan secara terus menerus (kontinu) sampai
dengan tujuan atau keinginan tercapai atau paling minimal mendekati ke arah
tujuan. Propaganda memiliki tujuan untuk mengubah sikap, pendapat atau
perilaku individu atau kelompok lain. Untuk mencapai tujuannya berbagai cara
43
Ibid, hal 20-21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
dilakukan sedemikian rupa tanpa mengindahkan etika dan estetika dalam
berkomunikasi. Selain itu, propaganda dilakukan secara sadar. Artinya
propaganda dilakukan melalui proses managerial, yakni dari kegiatan perencanaan
sampai dengan pelaksanaan sampai dengan dievaluasi.44
2.6.2
Jenis-Jenis Propaganda
Propaganda dapat dikelompokkan menurut sifat, sumber, sistem, metode
perubahan sikap, wilayah, dan macam kegiatan.
1. Propaganda Menurut Sifat
a) White Propaganda, merupakan propaganda yang secara jujur, benar,
sportif dalam menyampaikan isi (content) pesan, serta sumbernya
dengan jelas.
b) Black Propaganda, merupakan propaganda yang secara licik, palsu,
tidak jujur serta menuduh sumber lain melakukan kegiatan tersebut.
c) Grey Propaganda, merupakan propaganda yang sumber kurang jelas
tujuannya, samar-samar, sehingga menimbulkan keraguan. Grey
propaganda tidak lebih dari black propaganda yang kurang mantap.
Pasalnya, pelaku grey propaganda ini berupaya menghindari
identifikasi.45
2. Propaganda Menurut Jenis Kegiatan
a) Propaganda Dagang, adapun yang dikategorikan propaganda dagang
meliputi periklanan, peragaan (display), pawai dan pameran.
44
45
Ibid, hal 21-22
Ibid, hal 88
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
b) Propaganda Politik, melibatkan usaha-usaha pemerintah, partai atau
golongan yang berpengaruh untuk mencapai tujuan strategis atau
taktis. Ini dilakukan melalui himbauan-himbauan khas berjangka
pendek. Propaganda politik dapat meliputi penyebaran doktrin dan
penyebaran keyakinan politik tertentu.
c) Proparanda
Perang,
warmongering
atau
propaganda
yang
menghembus-hembuskan perang. Defamatory atau propaganda yang
merusak nama baik negara atau pemerintah. Subversive yaitu
propaganda yang merusak suatu negara dari dalam agar negara
tersebut hancur. Psywar atau psychological warfare atau perang urat
saraf. Sering juga disebut sykewar.
d) Propaganda Budaya, pameran seni dan budaya, pementasan seni/
tari, pertukaran misi-misi kebudayaan, ilmu pengetahuan.
e) Propaganda Agama, khotbah, ceramah agama, pertemuan agama,
pementasan drama bernafaskan agama.46
2.6.3
Teknik Propaganda
Setidaknya terdapat tujuh teknik yang dapat digunakan untuk menyusun
propaganda diantaranya:
1. Name Calling (Pertunjukkan), dalam teknik ini propagandis memberikan
label buruk kepada seseorang, lembaga atau gagasan dengan simbol
emosional (negatif) dalam propagandanya.
46
Ibid, hal 93-94
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
2. Glittering Generality (Kemilau Generalitas), merupakan kebalikan dari
pemberi julukan buruk. Teknik kemilau generalitas menggunakan katakata yang memiliki kekuatan positif untuk membuat massa setuju,
menerima dan mendukung tanpa memeriksa bukti-bukti. Contoh kata-kata
yang biasanya digunakan dalam teknik ini antara lain: aktif, konstruktif,
adil, jujur, tulus, ikhlas, terus terang, peduli, percaya diri, manusiawi,
inisiatif, berharga, pro (mendukung), produktif, visioner, sejati, tekun, ulet,
benar, dan sebagainya.
3. Transfer (Pengalihan), merupakan visualisasi konsep untuk mengalihkan
karakter tertentu kepada suatu pihak. Sebagai contoh, para politikus
memajang foto diruang kerjanya. Foto itu menggambarkan saat ia sedang
bersalaman dengan presiden. Hal ini dimaksudkan untuk memindahkan
wibawa yang dimiliki presiden ke dalam dirinya.
4. Plain Folk (Rakyat Biasa), teknik plain folk merupakan teknik propaganda
yang menggunakan pendekatan untuk menunjukkan bahwa sang
propagandis rendah hati dan mempunyai empati dengan penduduk pada
umumnya. Teknik ini mengenalkan motif tulus seseorang yang
berkecimpung dalam kegiatan sosial kemasyarakatan atau sosial politik.
5. Card Stacking (Menimbang-nimbang Kartu Untuk Digunakan), teknik
card stacking adalah suatu teknik pemilihan dan pemanfaatan fakta atau
kebohongan, ilustrasi atau penyimpangan, serta pernyataan logis atau tidak
logis untuk memberikan kasus terbaik atau terburuk pada suatu gagasan,
program, orang atau produk.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
6. Bandwagon (Seruan Mengikuti Pihak Mayoritas), teknik bandwagon berisi
himbauan kepada khalayak untuk ikut bergabung ke dalam kelompoknya
karena kelompoknya memiliki tujuan yang baik dan menyenangkan.
7. Fear Arousing (Membangkitkan Kekuatan), teknik fear arousing adalah
cara propaganda untuk mendapatkan dukungan dari target massa dengan
menimbulkan emosi negatif, khususnya ketakutan. Agar massa merasa
takut dan bersedia mengikuti kehendaknya, propagandis menciptakan
semacam “hantu”.47
2.7
Semiotika
2.7.1
Pengertian Semiotika
Secara etimologis, semiotika berasal dari kata Yunani: semeion,
yang berarti tanda. Dalam pandangan Piliang, penjelajahan semiotika
sebagai
metode
kajian
ke
dalam pelbagai cabang keilmuan ini
dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk memandang pelbagai
wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Dengan kata lain, bahasa dijadikan
model dalam pelbagai wacana sosial. Berdasarkan pandangan semiotika,
bila seluruh praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, maka
semuanya dapat juga dipandang sebagai tanda. Hal ini dimungkinkan karena
luasnya pengertian tanda itu sendiri (Piliang, 1998:262).
47
Mohammad Shoelhi, Propaganda Dalam Komunikasi Internasional, Sembiosa Rekatama
Media, 2012, hal 59-69
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de
Saussure (1857-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh
tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak
mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serikat.
Latar belakang keilmuan Saussure adalah linguistik, sedangkan Peirce
filsafat. Saussure meyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi
(semiology).48
Semiotika atau semiologi adalah studi tentang tanda dan cara
tanda-tanda itu bekerja. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai
dalam upaya memaknai “makna” yang terkandung di dalamnya. Sehingga
dalam semiotika hendak mempelajari bagaimana manusia memaknai halhal. Memaknai berarti bahwa objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi
juga mengonstruksi sistem terstruktur dari tanda (Sobur, 2003:15).
Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya. Makna ialah
hubungan antara suatu objek atau ide dan suatu tanda. Tanda pada dasarnya
akan mengisyaratkan suatu makna yang dapat dipahami oleh manusia yang
menggunakannya.
Bagaimana
manusia
menangkap
sebuah
makna
tergantung pada bagaimana manusia mengasosiasikan objek atau ide dengan
tanda.49
Menurut Rachmat Kriyantono dalam buku “Teknis Praktis Riset
Komunikasi”, semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda
dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya
48
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, Percetakan Jalasutra, Yogyakarta, 2009, hal
11
49
Tommy Suprapto, Pengantar Ilmu Komunikasi, CAPS, Yogyakarta, 2011, hal 95
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka
yang menggunakannya.50
Secara terminologis, semiotika dapat diidentifikasikan sebagai
ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa,
seluruh kebudayaan sebagai tanda. Pada dasarnya analisis semiotika
merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang
perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi dan
wacana tertentu. Analisisnya bersifat paradigmatik dalam arti berupaya
menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah
teks.51
Secara singkat kita dapat menyatakan bahwa analisis semiotik
merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan maknamakna terhadap lambang-lambang yang terdapat suatu paket lambanglambang pesan atau teks. Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah
segala bentuk serta sistem lambang baik yang terdapat pada media massa
(seperti berbagai paket tayangan televisi, karikatur media cetak, film,
sandiwara radio, dan berbagai bentuk iklan) maupun yang terdapat di luar
media massa (seperti karya lukis, patung, candi, monumen, fashion show,
dan menu masakan pada food festival). Urusan analisis semiotik adalah
melacak makna-makna yang diangkat dengan teks berupa lambang-
50
Rachmat Kriyantono, Teknis Praktis Riset Komunikasi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2007, hal. 261
51
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2011, hal
5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
lambang. Dengan kata lain, pemaknaan terhadap lambang-lambang dalam
tekslah yang menjadi pusat perhatian analisis semiotik.52
2.7.2
Semiotika Roland Barthes
Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis
yang gemar mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean.
Bertens (2001:208) menyebutnya sebagai tokoh yang memainkan peranan
sentral dalam strukturalisme tahun 1960-an dan 70-an.53
Semiotika atau dalam istilah Barthes semiologi pada dasarnya
hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal
(things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan
dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa
objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek
itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari
tanda (Barthes, 1988:179; Kurniawan, 2001:53).
Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan
(staggered system), yang memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang
juga bertingkat-tingkat, yaitu makna denotasi (denotation) dan konotasi
(connotation). Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan
hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya
pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti.
52
Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif, LKIS Pelangi Aksara: Yogyakarta. 2007, hal. 155156
53
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hal 63
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
Makna denotasi (denotative meaning), dalam hal ini adalah makna pada apa
yang tampak. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan
hubungan antara penanda dan pertanda yang di dalamnya beroperasi makna
yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (artinya terbuka
terhadap berbagai kemungkinan). Ia menciptakan makna-makna lapis
kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek
psikologis, seperti perasaan, emosi, atau keyakinan. Selain itu, Roland
Barthes juga melihat makna yang lebih dalam tingkatannya, akan tetapi
lebih bersifat konvensional, yaitu makna-makna yang berkaitan dengan
mitos. Mitos dalam pemahaman semiotika Barthes adalah pengkodean
makna dan nilai-nilai sosial (yang sebetulnya arbiter atau konotatif) sebagai
sesuatu yang dianggap alamiah.54
Berikut ini adalah gambar bagan yang menjelaskan tentang makna
konotatif dan denotatif dari studi semiotika:
54
Yasraf Amir Pilliang, Hipersemiotika, Penerbit Jalasutra. Yogyakarta. 2003, hal 261
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
Tabel 2.1
Tabel Peta Tanda Roland Barthes
1. Signifier
2. Signified
(Penanda)
(Petanda)
3. Denotative Sign
(Tanda Denotatif)
4. CONOTATIVE SIGNIFIER
5. CONOTATIVE SIGNIFIED
(PENANDA KONOTATIF)
(PETANDA KONOTATIF)
6. CONOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri
atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda
denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut
merupakan unsur material: hanya jika Anda mengenal tanda “sign”, barulah
konotasi sepeti harga diri, keterangan dan keberanian menjadi mungkin
(Cobley dan Jansz, 1999:51).55
Semiotika berkaitan dengan komunikasi dan juga pemaknaan akan
pesan yang didapat lewat proses berkomunikasi, salah satunya adalah media
massa. Seperti yang diungkapkan oleh Roland Barthes dalam salah satu
perspektif semiologis (semiotika). “Sistem-sistem yang paling penting yaitu
yang berasal dari semiologi komunikasi massa, merupakan sistem-sistem
55
Paul Cobley & Litzza Jansz, Introductiong Semiotics, NY : Totem Books, 1999, Hlm. 51
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
yang kompleks yang di dalamnya melibatkan beberapa substansi yang
berbeda-beda.”56
Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis
struktural atau semiotika. Seperti yang dikemukakan oleh Van Zoest, ” Film
dibangun dengan tanda semata – mata. Tanda – tanda itu termasuk
berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek
yang diharapkan”.57
Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu
termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam
upaya mencapai efek yang diharapkan. Yang paling penting dalam film
adalah gambar dan suara: kata yang diucapkan (ditambah dengan suarasuara lain yang serentak mengiringi gambar-gambar) dan musik film.58
Alasan peneliti menggunakan model semiotika Roland Barthes
adalah untuk dapat meneliti film London Has Fallen dengan melihat pada
tanda-tanda yang terdapat dalam film, dan menemukan unsur-unsur
terorisme dari makna-makna tersebut yang ditunjukkan kepada umat Islam.
Semiotika Roland Barthes sangat tepat untuk mengkaji tanda-tanda
berbentuk bahasa dengan makna denotasi dan konotasinya, karena film
merupakan media massa berbentuk audiovisual yaitu penyampaian
informasi yang disampaikan melalui gambar, suara, teks, dan bahasa
56
Roland Barthes, Setualang Semiologi, Yogyakarta; Pustaka Belajar. 2007. Hal 30
Van Zoest dan Panuti Sudjiman, Serba-Serbi Semiotika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1992, hal. 109
58
Opcit, Alex Sobur, hal 182
57
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
sehingga proses penyampaian pesan atau informasi yang diinginkan
sutradara film mampu diterima dengan mudah oleh khalayak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download