EMBRYO VOL. 8 NO. 2 DESEMBER 2011 ISSN 0216-0188 PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TEMBAKAU MADURA PADA TANAH SAWAH DAN TEGAL DI KABUPATEN SUMENEP 1 Achmad Arsyadmunir1, Sinar Suryawati1, Suwarso2 Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura 2 Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Balittas) Malang Abstract Productivity improvement of Madurese tobacco can be achieved by increasing the ITT. ITT determines production rate and quality of cutting. The improvement of production and quality of Madurese tobacco is done by the appropriate tobacco cultivation management. Cultivation system influences on plant agroecology. Climate, land, water management and tobacco variety having an effect on growth, development, and plant partition. The compatibility of agroecology and tobacco variety is so important in the improvement of the agronomy and physiological character that determine the production and quality. It is due to the adaptation mechanism and climate interaction, land and plant on agroeco system intensity variation in some various cultivation management. This study (observation research and experimental) is done to overcome this situation uses primary and secondary data in 2 stages. The research held in Sumenep regency from February 2007 through December 2009. Stage 1 is observation on field with farmers as the respondent. The location is Batu Ampar village, Pasongsong subdistrict and Giring village Manding subdistrict Sumenep on tobacco planting period in 2007 through 2008. Climate data (rainfall, humidity, temperature and evaporation), land (physical and chemical) analysed to know character of the climate and the land in the tobacco production center on dry field and field). The data analysis is done by correlative descriptive. Stage 2 is research experimental is tobacco cultivating on field by using field and dry field in Batu Ampar village Pasongsongan subdistrict Sumenep regency on planting period 2008 – 2008. The research uses group random experiment (0.05 T-test) by comparing the two results (field and dry field) The study shows that Sumenep tobacco production center (in dry field) is categorized D2 with 1650 mm/year rainfall, temperatura 29.2°C, 75% humidity. The kind of land in dry field is red yellow mediteran, sandy dust texture. KPA 13.5 – 14.3%, the availability of soil water is 130-145 mm m-1, root depth 40 – 50 cm, effective rain 67-74.8 %. The water soil content in mature period is 8%, soil temperature is 5 oC, pH 5.26.5. The growth rate of plant in the beginning of dry field tobacco’s growth is 9 cm/week, the amount of leaf is 11 leaves and the growth of medium leaf area is 400 cm2. Fast growth phase is 42 cm/week, the amount of leaf is 15 – 16 leaves and the growth of medium leaf area is 923 cm2. On slow moving growth phase is 11 cm/week, with the amount of leaf is 14 leaves and its width is 578 cm2. The growth and formation time of product is 45 hst, whereas the leaf aging or mature period is 35 days so that the plant growth period is 75 – 90 days. The production of cutting tobacco is 775 kg ha-1 in P1T – S2T quality and 72.5 – 75.78 of price index with Rp 21.000; - 28.000;/kg of price, and ITT 56.15- 57.50. For tobacco production center in dry field, we can make some conclusions are: the climate is D2, 1500 mm/year of rainfall, temperature 29,8 o C, and 67 % of humidity. On the othe hand (tobacco production center on field), we conclude some conditions as follows: climate D2, 1500 mm/year of rainfall, temperature 29,8 o C, and 67 % of humidity. The kind of soil is grumusol with dusty clayey texture, KPA 10.8-11.5%, the soil water availability 110-118 mm m-1, 22-25 cm of root depth, effective rain 25-32%, the soil temperature 8.2 oC, and the soil is somewhat acid with 5.5-7 of pH. The growth rate of tobacco (on field) in the beginning growth is 5 cm/week, 5 leaves, and 247 cm2 of the middle wide of leaf. On fast growth period: 25 cm/week, 11 leaves, and 502 cm2 of the middle wide of leaf. On the slow growth (mature) period we can make some conclusion as follows: high growth rate 10 cm/week, 13 leaves, and and 726 cm2 of the middle wide of leaf. The production of cutting tobacco is 625 kg ha-1. The quality of cutting tobacco is P2 X, 48.45 of price index with Rp 17.000; - Rp 19.000;/kg of price. ITT is 33.35-39.75. Key Words : productivity, madurese tobacco, land pattern, water 108 Peningkatan Produktivitas Tembakau... 108 – 117 (A. Arsyadmunir, Sinar S., Suwarso) aromatis sedangkan tembakau lahan sawah produktivitasnya mencapai 400-600 kg ha-1 tetapi kualitasya agak rendah dan kurang aromatis dibanding tembakau tegal (Murdiayati et al., 1999). Tembakau tegal kisaran nikotinnya antara 1,00- 2,75 % dan kadar gula 14- 18% sedangkan tembakau sawah kisaran nikotinnya antara 0,55- 1,75 dan kadar gula 14-18 %. (Hartono et al., 1992; Rachman et al., 1992; Suwarso et al., 1992; Suwarso et al., 1998). Pendahuluan Peningkatan proporsi tembakau Madura dalam blending pembuatan rokok oleh pabrikan menyebabkan peningkatan permintaan tembakau Madura. Sebaliknya produksi dan kualitas masih rendah sehingga perlu usaha peningkatan produktivitas melalui peningkatan indek tanaman (ITT). Produktivitas tembakau Madura ditentukan berdasarkan indek tanaman tembakau (ITT) yang ditentukan dari bobot produksi dan kualitas daun rajangan. Tembakau Madura merupakan tembakau semi aromatis sehingga kualitas sangat menentukan harga . Produksi daun rajangan tinggi tetapi kualitas rendah menyebabkan penurunan ITT, sebaliknya produksi dan kualitas daun rajangan tinggi akan meningkatan ITT. Produksi dan kualitas tembakau Madura merupakan hasil proses pertumbuhan, perkembangan dan partisi bahan kering berupa tembakau rajangan sebagai produk hasil tanaman selama budidaya tanaman. Dengan demikian manajemen pertanaman pada kondisi agroekologi yang sesuai dengan varietas tembakau yang digunakan menjadi utama dalam agribisnis tembakau Madura. Produksi termasuk rendah antara 350500kg ha-1 dengan indeks kualitas 58,89-77,58 dan ITT 30.41-40.42. Produksi tembakau lahan tegal 250 – 400 kg ha-1 kualitas tinggi dan Varietas tembakau Varietas tembakau yang digunakan petani antara lain Bukabu, Japon raja dan Japon kene’, Prancak, dan Cangkring. Tetapi Pabrikan sebagai pengguna/konsumen menyukai varietas Prancak. Hasil seleksi varietas yang di rekomendasi BALITTAS dan Dinas Perkebunan Madura ialah Prancak 95 dan 96. Sebagai bahan rokok yang mengutamakan kualitas tembakau, indek kualitas (IK) tembakau ialah ketebalan daun, tekstur daun, aroma dan kadar nikotin daun menjadi penting sebagai indicator harga. Dengan demikian strategi peningkatan ITT dalam pengembangan tembakau madura melalui kesesuaian lahan dan tanaman menjadi penting (Abdul Rachman, dkk, 1990; Djajadi, dkk., 1990; Suwarso, 2003 ). Gambar 1 Agroekologi tanaman tembakau di lahan tegal (penyinaran, temperature, kelembaban, curah hujan dan evaporasi) musim tanam tembakau 109 EMBRYO VOL. 8 NO. 2 DESEMBER 2011 tanah bagi pertumbuhan tembakau menjadi penghambat produksi tembakau (Saito, 1985, Snarma dan De Datta, 1985, Hasegawa et al., 1985; Suyono, et al., 1993; Arsyadmunir, 2002). Manajemen pertanaman tembakau yang optimal merupakan upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi agroekosistem bisnis tembakau. Pengembangan manajemen budidaya tembakau dapat dilakukan dengan dua strategis yaitu pemilihan lahan dan pengelolaan air dengan cara penaman pada lahan yang sesuai antara iklim, tanah dan varietas tembakau. Manajemen budidaya tembakau ialah proses pengaturan agroekosistem dengan basis pengaturan dinamika nitrogen, carbon dan hydrogen pada keseimbangan tertentu sehingga dihasilkan ITT secara optimal. Sebagai tembakau semi aromatis membutuhkan iklim yang kering, cukup air dan kesuburan tanah sesuai tembakau dengan tanah tekstur ringan, kadar BO sedang sampai tinggi dan KTK sedang untuk menghasilkan daun yang aromatis dicirikan daun ukuran kecil dan ketebalan sedang. Lahan pertanian Madura berdasarkan tataguna tanah Madura dibedakan menjadi tanah sawah, tanah tegal, tanah kebun, tanah tambak dan tanah hutan. Tembakau Madura dibudidayakan pada pola lahan tegal dan sawah dan sebagain kecil pada kebun di sekitar tempat tinggal. Lahan sawah yang digunakan berupa sawah tadah hujan , irigasi semi teknis menggunakan air permukaan dari sungai dan sawah teknis. Pola lahan berpengaruh pada agroekologi tanaman tembakau. Tanah sebagai medium pertumbuhan akar, agroklimat tanaman dan ketersediaan air dalam budidaya tembakau untuk mendukung proses pertumbuhan, perkembangan dan evapotranspirasi berpengaruh pada system transportasi bahan dan fisiologi tembakau yang menentukan ITT tembakau rajangan. Lahan sawah tanah yang digunakan padi sawah sesuai untuk medium pertumbuhan padi dengan budidaya penggenaangan air. Penggenangan menyebabkan tekstur lebih halus cenderung liat, porositas berkurang, KPA (kapasitas pegang air), drainase menurun, lapisan olah menurun (10-30 cm) KTK, BO menurun sehingga kesuburan fisik dan kimia Tabel 1. Unsur iklim dan tanah tegal dan sawah tembakau Madura Pola lahan tembakau Sumenep Tegal Iklim Curah Hujan (mm th-1) 1650 Suhu udara ( oC) 29.2 Kelembaban udara (%) 72 Evaporasi (mm/ hari) 5.2 Tanah Tekstur Debu berpasir KPA tanah (%) 13.5-14.3 Kedalaman perakaran (cm) 45-50 Air tanah tersedia (mm m-1) 130-145 BO (%) 1.15 Sawah 1500 29.8 68 5.5 Liat berdebu 10.8-11.5 20-25 110-118 0.89 peningkatan kesuburan tanah, porositas tanah dan efektivitas air hujan yang lebih baik (Djajadi et al., 2007). Pola lahan menentukan rekayasa air . Manajemen air tembakau sawah pengaturan air menjadi terbatas sebaliknya pola tembakau tegal dapat dilakukan rentang manajemen pengaturan air lebih intensif dan waktu lama sehingga dapat dilakukan rekayasa penggunaan air tanaman (WUC) yang sesuai dengan agroekologi dan kebutuhan tanaman untuk meningkatkan produksi dan kualitas. Agroekologi lahan bervariasi antara lahan tegal dan lahan sawah. Penelitian Arsyadmunir dan Lasuardi (2006) menunjukkan bahwa suhu tanah tegal lebih tinggi, kadar air lebih stabil dan evaporasi lebih rendah (Tabel 1). Hal ini disebabkan adanya variasi penutupan lahan yang lebih intensif disebabkan adanya tegakan tanaman pohon pada tanah tegal. Penggunaan tanah tegal dengan adanya tanaman tahunan sebagai tanaman bahan bakar rumah tangga dan tanaman pakan sebagai reklamasi tanah, ISSN 0216-0188 110 Peningkatan Produktivitas Tembakau... 108 – 117 Pentingnya pengelolaan air pada budidaya tembakau terutama dalam pengaturan pertumbuhan, perkembangan, partisi bahan kering dan fisiologis tembakau sebagai produk (A. Arsyadmunir, Sinar S., Suwarso) utama tembakau Madura (Walker dan Hergert, 1977; Gardner et al., 1989; Lambert, 1998; Tso, 1999; Ariffin, 2003). Gambar 2 Rata-rata curah hujan dan evaporasi lahan tegal hujan lahan tegal 1650 mm th-1, kelembaban udara 72%, suhu udara 29.2 oC. Sedangkan sawah 1500 mm th-1, kelemaban udara 68%, suhu udara 29.8 oC (Tabel 1). Dengan demikian tembakau Madura yang ditanam pola sawah pada daerah yang beriklim basah morfologi, fisiologi, metabolisme, pertumbuhan dan potensi hasil menjadi turun. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 di atas dan gambar 2 di bagian bawah. Faktor klimatik, edapik, pola lahan dan kesesuaian tanaman dalam agroekosistem produksi tembakau aromatis merupakan masalah penting dalam agrobisnis tembakau Madura. Fungsi air sebagai regulator agroekosistem tembakau menjadi perhatian utama. Adanya variasi pola lahan sawah dan tegal manajemen air untuk kesesuaian keseimbangan air dapat diketahui dari penampilan tanaman. Kondisi iklim dan tanah lahan tegal dan sawah dapat dilihat pada tabel 1.Curah Tabel 2. Pertumbuhan tanaman tembakau Madura pada pola lahan Pertumbuhan Tegal Tinggi tanaman Tinggi tanaman: 0-30 hst 9 5 umur 30-50hst 42 25 (cm/mgg): 50-panen 11 10 Daun (lembar) 0-30 hst 11 9 30-50hst 16 11 50-panen 13 12 Akar umur : 0-50 45 22 50-panen 48 23 sedangkan pada lahan tegal < 45% . Peningkatan kadar air tanah yang tinggi menurunkan kualitas daun terutama terjadi pada periode pemasakan (Clough dan Milthrope, 1975; Levitt, 1980; Maw, et al., 1997). Pada kadar air tanah tinggi di atas 75 % suhu tanah menjadi stabil dan kelembaban Produksi dan kualitas tembakau lahan sawah pada musim tanam dengan tahun basah menunjukkan pertumbuan cepat dan produksi tinggi tetapi kualitas menurun. Penelitian Sholeh (1995) menunjukkan terjadinya hujan >10 mm/ periode menyebabkan peningkatan kaedar air tanah >85% pada lahan sawah Sawah 111 EMBRYO VOL. 8 NO. 2 DESEMBER 2011 ISSN 0216-0188 serapan air dan pertumbuhan akar pada lahan tegal yang tinggi dapat dilihat pada gambar 3 di bawah. Produk tembakau hasil berupa daun rajangan maka kualitas ditentukan hasil daun yang terbentuk pada proses metabolisme dan partisi bahan kering sehingga produksi dan kualitas tembakau berkorelasi dengan evapotranspirasi, nutrisi dan air selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Capuno et al., 1986; Rideout, et al., 1998). Cekaman kekeringan tingkat sedang (75-85%) air tersedia pada awal pertumbuhan selama 1530 hari meningkatkan pertumbuhan akar dan resistensi tanaman fase pertumbuhan lanjut sehingga produksi dan kualitas meningkat (Parups et al., 1960; Roston dan Baxter, 1970; Ferguson et. Al; Tonello et al., 1993). Cekaman kekeringan meningkatkan konsentrasi alkaloid dan kadar nikotin daun sehingga menguntungkan peningkatan kualitas tembakau. Penyiraman setelah terjadi cekaman kekeringan diperlukan untuk recovery pada fase pertumbuhan cepat. Cekaman kekeringan berat pengambilan air, nutrisi dan proses fotosintesis secara maksimal. Cekaman air atau nutrisi pada periode ini sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan hasil tanaman. Hambatan fotosintesis yang terjadi pada fase ini dapat menurunkan CER daun yang diindikasikan dari adanya perubahan tahanan atau resistensi r CO2 = r a + rs + rm . (r CO2 : laju pertukaran CO2, ra: tahanan daun, rs : tahanan stomata, rm : tahanan mesofil). udara tinggi menyebabkan daun tembakau yang dihasilkan aromanya menjadi menurun. Hal ini disebabkan pertumbuhan daun terlalu cepat dan partisi bahan terutama ke daun sedangkan perakaran menjadi lebih dangkal 20-25 cm (Maw et al., 1997; Belder et al., 2004). Pada kondisi tanah sawah, kadar air tanah tinggi dan curah hujan tinggi, petani menyebut sebagai tembakau nyabeh disebabkan daun terlalu lebar dan kurang aromatis (Rachman, dan Djayadi, 1991; Rachman et al., 1993; Anonymous, 2006). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses pembentukan bahan kering selama berlangsung metabolisme tanaman dan dihasilkan akumulasi bahan. Pada saat pertumbuhan dan perkembangan berlangsung fotosintesis dan respirasi yang menghasilkan akumulasi bahan kering sehingga dihasilkan penambahan daun dan akar (Hanson dan Nelsen, 1980) dan peningkatan pertumbuhan tanaman di lahan tegal lebih tinggi dari tembakau sawah ( Barber dan Peterson, 1995; Gadner et al., 1997; Arsyadmnuir, 2003). Perbedaan pertumbuhan tembakau pada lahan tegal dan sawah dapat dilihat pada tabel 2. Pada saat akumulasi bahan kering dengan adanya evapotranspirasi tinggi pada kadar air tanah rendah berpengaruh pada partisi / distribusi bahan kering ke akar yang lebih tinggi (Clough dan Milthrope, 1975; Ariffin, 2001) dan menentukan proses pembentukan akar, batang dan daun tembakau ( Folliat dan Throud, 1977; Duan dan Zhang, 2000; Djumali dan Hadiwijaya, 2004). Laju Gambar 3 Pola pengambilan air pada lahan tegal (mm) Pemangkasan (topping) dan penyirungan tanaman dilakukan untuk pengalihan pertumbuhan tunas bunga dan daun baru ke arah pertumbuhan akar dan pemasakan daun yang telah ada, sehingga diperoleh perakaran yang lebih kuat dan hasil daun yang lebih besar dan lebih tebal. Peningkatan pertumbuhan akar yang lebih intensif mampu 112 Peningkatan Produktivitas Tembakau... 108 – 117 (A. Arsyadmunir, Sinar S., Suwarso) Fase ketiga ialah fase pemasakan. Pada fase pemasakan antara umur 7-10 minggu pengambilan air dan nutrisi berkurang, sehingga tidak terjadi peningkatan bahan kering tetapi hanya pemasakan. Selama fase pemasakan atau penuaan fotosintesis menurun sampai pada tingkat terendah. Faktor yang berpengaruh pada lama waktu berlangsungnya proses pemasakan daun ialah umur daun, nutrisi dan kadar air tanah (ka). mendukung pertumbuhan tanaman selanjutnya sehingga tanaman lebih resisten cekaman air (Papenfus dan Quin, 1984). Tanaman yang perakarannya tumbuh lebih baik, daun bawah tidak cepat mengering menjadi krosok sehingga jumlah daun yang dapat dipanen bertambah, mengurangi perbedaan waktu kemasakan antara daun bawah dan daun atas yang dapat dipanen (Rachman el al., 1992. Gambar 4. Karakter agronomis tembakau Madura pada pola lahan tegal dan sawah tengah menghasilkan kandungan nikotin sedang dan kualitas sedang, dan daun-daun atas menghasilkan kandungan nikotin tertinggi dan kualitas tertinggi (Tso, 1999; Tirtosastro, 2000). Kondisi yang demikian mengindikasikan bahwa semakin tinggi kandungan nikotin dan gula makin tinggi kualitas. Komponen kimia penyusun daun panen seperti pigmen, gula. Nikotin dan total basa vofatil berpengaruh pada warna, pegangan (bodi) dan aroma yang digunakan sebagai uji organoleptik untuk penilaian kualitas (Akehurst, 1981; Tso, 1990). Kecerahan wama rajangan kering dapat menentukan tingkat kemasakan daun saat dipanen, baik buruknya proses pemeraman, kesempurnaan proses pengeringan, dan jenis Panen tembakau dilakukan pada daun yang telah cukup masak yang dicirikan dari perubahan warna daun menjadi hijau kekuningan, ialah pada saat kandungan senyawa penentu kualitas seperti protein, karbohidrat, klorofil, karotin, xantofil mencapai maksimal (Tso, 1972; Hartana, 1978). Daun yang masak dimulai dari daun bawah kemudian diikuti daun di atasnya sehingga panen diawali dari daun bawah hingga teratas dalam waktu satu sampai tiga kali panen. Pengambilan masing–masing daun tembakau ialah 3-5 helai daun dan 5-7 helai pada pengambilan terakhir sehingga dapat meningkatkan sortasi daun dan hasil. Posisi daun pada batang, daun-daun bawah menghasilkan kandungan nikotin paling rendah dan kualitas yang rendah, daun-daun 113 EMBRYO VOL. 8 NO. 2 DESEMBER 2011 sehingga diperoleh kandungan gula yang tinggi. Pegangan (bodi) menyangkut ketebalan daun, keantepan, kekenyalan kelekatan dimana makin berbodi makin tinggi kelas kualitas rajangan yang dihasilkan. Keantepan rajangan kering menyangkut isi sel, dimana kloroplas sel daun tembakau sebagai tempat penyimpan pati dan gula yang menentukan kelas kualitas (Hartono et al., 2000). Pengaruh lahan ditunjukan dari karakter pertumbuhan akar, batang dan daun. Pada lahan tegal laju pertumbuhan tembakau Madura lebih tinggi dari lahan sawah . Ditunjukkan pada Gambar 4 dan 5. Laju pertumbuhan tembakau tegal yang cepat ditunjukkan dari peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman dan pertumbuhan daun ( jumlah dan luas daun). Peningkatan laju pertumbuhan berpengaruh pada pembentukan produksi dan penuan / pemasakan daun. Laju pertumbuhan cepat dan waktu pemasakan panjang sangat penting untuk meningkatkan ITT. daun yang dijadikan rajangan kering (Hartono et al., 2000). Makin cerah wama rajangan kering, waktu panen semakin mendekati tingkat kemasakan yang ideal sehingga kualitas yang dihasilkan semakin tinggi. Wama pada rajangan kering maupun krosok sangat terkait dengan lama proses pemeraman, dimana lama proses pemeraman terkait dengan komponen kimia yang dikehendaki. Pada tembakau madura, Virginia dan Virginia fc, warna yang dikehendaki adalah kuning kehijauan hingga kuning keemasan. Kecerahan warna rajangan ditentukan berdasarkan tingkat pemasakan daun saat panen, baik buruknya proses pemeraman, kesempurnaan proses pengeringan dan jenis daun yang dijadikan rajangan (Hartono et al., 2000). Makin cerah warna rajangan, menunjukkan panen dilakukan mendekati tingkat kemasakan yang ideal sehingga kualitas yang dihasilkan makin tinggi. Daun yang tepat masak mengandung karbohidrat simpanan paling tinggi dimana dalam proses pemeraman akan dirombak menjadi gula 2000 1 ‐ u gg n i m 2 m c Laju Peningkatan Luas Daun Tembakau Tembakau Tegal 0 ISSN 0216-0188 Tembakau Sawah 782.3653778 Tembakau Tegal Tembakau Sawah 330.4825212 300.1483768368.998902 96.39073536 16.58898525124.4298623194.777138199.42026233‐37.31898035 ‐98.2513799 ‐208.0483263 20 MST 21 MST 28 MST 35 MST 42 MST 50 MST ‐2000 Gambar 5. Laju pertumbuhan tembakau Madura pola tegal dan sawah. Pengaturan indek cekaman air potensial dikembangkan dalam budidaya tembakau Madura sebagai tembakau Voor ogst (Tso, 1990; Bush, 1999; Sinclair et al., 2000). Oleh karena itu petani melakukan penyiraman tanaman dengan tekni pemberian air menggunakan gembor atau timba yang dirakit secara khusus (Rachman dan Suwarso, 1999; Murdiayati dan Sholeh, 1994). Menurut Sholeh (1995) tembakau Madura membutuhkan air 300-450 mm tergantung iklim dan cuaca daerah produksi. Pemberian air tanaman sampai > 90 % pada fase pertumbuhan produksi dan Fenologis tembakau tegal menunjukkan waktu pemasakan yang lebih cepat sehingga periode pemasakan makin panjang. Laju pertumbuhan yang cepat pada tembakau lahan tegal ditunjukkan pada gambar 2 terdapat di bawah. Pada lahan kering dengan iklim kering potensial dalam pengembangan tembakau yang produk berupa daun. Dengan demikian potensi peningkatan ITT menjadi tinggi. Salah satu teknik budidaya tembakau semi aromatis ialah cekaman kekeringan air pada fase tertentu selama pertumbuhan. 114 Peningkatan Produktivitas Tembakau... 108 – 117 pemasakan daun dapat meningkatkan hasil tetapi menurunkan kualitas. Sebaliknya pemberian air yang cukup ± 90-95% pada fase awal pertumbuhan daun dilanjutkan dengan cekaman kekeringan air dapat meningkatkan produksi dan kualitas hasil. Penelitian dilakukan Rachman (1999), Arsyadmunir dan Lasuardi (2006) menunjukkan bahwa pemberian air tembakau sawah tidak boleh lebih dari 500 ml/ tanaman sehingga kebutuhan air sebagai tambahan siraman tanaman antara 30 sampai 40 liter/ tanaman. Sedangkan pada tembakau tegal pemberian air 1500-2000 ml/ tanaman masih dapat meningkatkan produksi dan kualitas tembakau. (A. Arsyadmunir, Sinar S., Suwarso) Anonymous. 2004. Masalah Pertembakauan dan Industri Rokok. Dalam Seminar Revitalisasi Sistem Agribisnis Tembakau Bahan Baku Industri Balittas, Malang: Balittas. Malang. pp. 32 Anonymous. 2005a. Laporan Perkembangan Tanaman Perkebunan dan Kehutanan Pamekasan Tahun 2005. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Pamekasan th 2005. pp.59 Anonymous. 2009. Identifikasi faktor-faktor agroekologi yang mempengaruhi pro duksi dan kualita tembaau madura di kabupaten sampang. Lap Hasil Pene litian Th 2009. Kerjawama antara Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab Sampang dengan Balittas. 1 - 55 . Kesimpulan Penelitian menunjukkan iklim lahan tegal D2 curah hujan 1650 mm/ tahun, suhu udara 29.2 oC, kelembaban udara 75 %, tekstur debu berpasir, KPA 13.5-14,3 %, air tanah tersedia 130-145 mm m-1, kedalaman akar 40-50 cm, hujan efektif 67-74.8 mm . Kadar air tanah pada periode pemasakan 8 %. Suhu tanah 5 oC, pH 5.2-6.5. Iklim tegal lebih stabil Laju pertumbuhan tinggi tanaman fase pertumbuhan cepat 42 cm/minggu, jumlah daun 15-16 lembar dan pertumbuhan luas daun tengah 923 cm2 . Waktu pertumbuhan dan pembentukan hasil atau produksi 45 hst sedangkan periode penuaan daun atau pemasakan daun 35 hari sehingga periode pertumbuhan tanaman 75-90 hari. Pertumbuhan tembakau tegal lebih cepat dan secara fenologis kualitas produksi lebih tinggi. Produksi tembakau rajangan 775 kg ha-1 dengan kualitas tembakau rajangan P1T- S2T dan indek harga 72.5- 75.78 dan harga Rp 21.000; - 28.000;/kg. ITT 56.15- 57.50. Laju pertumbuhan tembakau lahan sawah pada pertumbuhan cepat 25 cm/minggu, jumlah daun 11 lembar dan luas daun 502 cm2. Produksi tembakau rajangan 625 kg ha-1. Kualitas tembakau rajangan P2 X indek harga 48.45 dengan harga Rp 17.000; - Rp 19.000;/kg . ITT 33.35-39.75. ITT pola tegal lebih tinggi dari sawah. Araus JL, T. Amaro, Y. Zuhair and MM. Nachit. 1997. Effect of leaf structure and water status on carbon isotope discrimination in field-grown durum wheat. Plant, Cell and Environ. 20:1484–1494. Arsyadmunir, A. 2002a. Kajian hubungan morfologis tanaman padi pada berbagai lengas tanah. Lahan Kering Peluang dan Tanangan . Univ. Bangkalan Madura. Arsyadmunir, A. 2002b. Kajian hubungan kadar prolin pada berbagai lengas tanah pada tanaman padi. Lahan Kering Peluang dan Tanangan . Univ. Bangkalan Madura Ball Coelho, BR. 1997. Soil and nicotianatabacum response to a nitrification inhibitor is altered by fumigation. Tob. Sci. 25: 18-31. Barber, AS and JB. Peterson. 1995. Soil nutrient bioavailability. A Mechanistic approach. John Wiley. Singapore. p:1 80-205. Daftar Pustaka Akehurst, BC. 1981. Tobacco. 2 London. nd Belder, P, BAM. Bouman, R. Cabangon, ECP. Quilang, Y. Spiertz, S Peng and TP. Tuong. 2004. Effect of water-saving irrigation on rice yield and water use . Longman, 115 EMBRYO VOL. 8 NO. 2 DESEMBER 2011 ISSN 0216-0188 in typical lowland conditions in asia. Agric. Water Manage. 65(3): 193-210. dan B. Hariadi. 1991. Observasi Lahan Madura. Balittas. Malang. p. 31. Capuno V.T. , M.R. Agtarap and Agulay. 1987. Chemicl quality and leaf maturity at harvest under different nitrogen and irrigation rates. J.Tob.Sci and Tech. 1:359-362. Mukatani, HY. and VS. Malik. 1999. Purified tobacco protein involved in nicotine synthesis, DMA encoding and use of sense and antisense DNAs corresponding thereto to affect nicotine content in tobacco plants. Tob. Abst. 43(2) :33-36. Clough, BF. and FL. Milthorpe. 1975. Effects of water deficit on leaf tobacco development. Aust.J. Plant Physiol. 2: 291-300. Djajadi, Djajadi, Pannangpetch, K. 1992. Introductin to simulation of crop growth on microcomputer. Dept. Agron. Fac. of Agric. Khon Kaen Univ. Thailand pp. 67 AS. Murdiyati, D. Hariyanto dan Subiyanto. 2001. Pengujian lapangan efektivitas pupuk suberin terhadap serapan hara daun, hasil dan kualita tembakau Virginia fc di kabupaten Bondowoso. Balittas. Malang.: 87 – 90 Pendleton, JW. 1965. Increasing water use efficiency by crop management. ASA. p. 236 – 238 M. Shoteh, AS. Murdiyati, D. Hariyanto dan Subiyanto. 2001. Pengujian lapang efektivftas pupuk suburin terhadap serapan hara daun, hasil dan kualita tembakau Virginia fc di Kabupaten Bondowoso. Balittas. Malang. Rachman, A., Djajadi dan A. Sastrosupadi. 1988. Pengaruh pupuk kandang dan pupuk nitrogen terhadap produksi dan kualita tembakau temanggung. Balittas. 3(1): 15-22. Rachman, A dan Djajadi. 1991. Pengaruh dosis pupuk N dan K terhadap sifat-sifat agronomis dan susunan kimia daun tembakau temanggung di lahan sawah. Balittas 6(1): 21-31. Djumali dan B. Hadiwijaya. 2004. Tanggapan fisiologis dan agronomis tembakau Virginia rajangan terhadap cekaman air. Monograph Balittas. Malang. : 1 32 Rachman, A., Suwarso dan AS. Murdiyati, 1993. Respon tembakau madura terhadap penyiraman dan pemupukan nitrogen pada tanah tegal. Ballitas. 8(1) : 8- 17. Granier, C. and F. Tardieu. 1999. Water deficit and spatial pattern of leaf development, variability in responses can be simulated using a simple model of leaf development. Plant Physiol. 119: 69619. Rachman, A., Suwarso dan AS. Murdiyati. 2006. Daya hasil, kualita dan ketahanan lapang galur persilangan tembakau temanggung. Pros. Diskusi Panel Revitalisasi Sistem Agribisnis Tembakau Bahan Baku Rokok. Balittas.: 53-58. Haroon, M., R.C. Long and J.A. Weybrew. 1972. Effect of day night temperature on factors associated with growth of Nicotiana tabaccum L. in controlled environment. Agron. J. 64: 509-515. Rego, T., J. Monteith, L. Sing, P Leek, K Nageswara and Srirama. 1998. Response to fertilizer N and wáter of post rainy season sorghum on a vertisol, biomas and light interception. J. Agric. Sci. 131(4):417-428. Hawks, SN. and WK. Collins. 1983. Principles of flue cured tobacco production. NC. State Univ. North Carolina. pp. 87 Murdiyati, AS., G. Dalmadiyo, Mukani, Suwarso, SH. Isdijoso, A. Rachman 116 Peningkatan Produktivitas Tembakau... 108 – 117 Shanggun, Z., MA. Shao and X. Dyckmans. 2000. Nitrogen nutrition and wáter stress effects on leaf photosynthetic gas exchane and wáter use effisciensy in Winter wheat. Env. and Exp. Bot. 44: 141-149 Tso, TC. 1999. Production, physiology and biochemistry of tobacco plant. Id. Inc. Beltsville. MD. Tumbaga, A.L. and O.B. Zamora. 1987. Growth yield and quality of flue cured tobacco (Nicotiana tabaccum L.) cultivar under different irrigation frequencies. J. Tob. Sci. and Tech. 1: 202-205. Sholeh, M.. 1994. Kebutuhan air tanaman tembakau. Balittas, pp5 (unpublished). Sholeh, Rachman dan Machfudz. 1995. Penetapan waktu tanam tembakau madura berdasarkan sebaran curah hujan dan kebutuhan air dalam iklim dan produktivitas pertanian . Pros Simp. Met. Pert. 4: 81-89. Walter, A. and U. Schurr. 2005. Dynamics of leaf and root growth endogenous contrl versus environmental impact. Annals of Bot. 6: 891-900. White, Sholeh, M. dan PD. Riajaya. 1998. Antisipasi penyimpangan iklim pada budidaya tembakau. Pertemuan Teknis Tembakau di Surabaya: 1 – 12 Suwarso, A. Herawati, Soerjono dan Subiyakto. 1996. Potensi hasil dan kualita galur harapan tembakau di kab Sumenep dan Pamekasan. J. LITTRI 1(5): 240-250. JW., A. Castille and JR. Ehleringer.1990. Association between productivity, root growth and carbon isotope discrimination in Phaseolus vulgaris under water deficit. Aus. J. Plant Physiol. 17:189–198. Zhao LJ, HL. Xiao and XH. Liu. 2007. Relationships between carbon isotope discrimination and yield of spring wheat under different water and nitrogen levels. J.Plant Nutrition. 30:947–963. Tso, T.C., J.L. Sims and D.E. Johnson. 1975. Some agronomic factors affecting Ndimethylnitrosamine content of cigarette smoke. Beitr. Tabakforsch. 8:34–37 (A. Arsyadmunir, Sinar S., Suwarso) 117