peningkatan produktivitas tembakau madura pada tanah sawah dan

advertisement
EMBRYO VOL. 8 NO. 2
DESEMBER 2011
ISSN 0216-0188
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TEMBAKAU MADURA PADA
TANAH SAWAH DAN TEGAL DI KABUPATEN SUMENEP
1
Achmad Arsyadmunir1, Sinar Suryawati1, Suwarso2
Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
2
Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Balittas) Malang
Abstract
Productivity improvement of Madurese tobacco can be achieved by increasing the ITT. ITT
determines production rate and quality of cutting. The improvement of production and quality of Madurese
tobacco is done by the appropriate tobacco cultivation management. Cultivation system influences on plant
agroecology. Climate, land, water management and tobacco variety having an effect on growth,
development, and plant partition. The compatibility of agroecology and tobacco variety is so important in the
improvement of the agronomy and physiological character that determine the production and quality. It is
due to the adaptation mechanism and climate interaction, land and plant on agroeco system intensity variation
in some various cultivation management. This study (observation research and experimental) is done to
overcome this situation uses primary and secondary data in 2 stages. The research held in Sumenep regency
from February 2007 through December 2009.
Stage 1 is observation on field with farmers as the respondent. The location is Batu Ampar village,
Pasongsong subdistrict and Giring village Manding subdistrict Sumenep on tobacco planting period in 2007
through 2008. Climate data (rainfall, humidity, temperature and evaporation), land (physical and chemical)
analysed to know character of the climate and the land in the tobacco production center on dry field and
field). The data analysis is done by correlative descriptive.
Stage 2 is research experimental is tobacco cultivating on field by using field and dry field in Batu
Ampar village Pasongsongan subdistrict Sumenep regency on planting period 2008 – 2008. The research
uses group random experiment (0.05 T-test) by comparing the two results (field and dry field)
The study shows that Sumenep tobacco production center (in dry field) is categorized D2 with 1650
mm/year rainfall, temperatura 29.2°C, 75% humidity. The kind of land in dry field is red yellow mediteran,
sandy dust texture. KPA 13.5 – 14.3%, the availability of soil water is 130-145 mm m-1, root depth 40 – 50
cm, effective rain 67-74.8 %. The water soil content in mature period is 8%, soil temperature is 5 oC, pH 5.26.5.
The growth rate of plant in the beginning of dry field tobacco’s growth is 9 cm/week, the amount of
leaf is 11 leaves and the growth of medium leaf area is 400 cm2. Fast growth phase is 42 cm/week, the
amount of leaf is 15 – 16 leaves and the growth of medium leaf area is 923 cm2. On slow moving growth
phase is 11 cm/week, with the amount of leaf is 14 leaves and its width is 578 cm2. The growth and
formation time of product is 45 hst, whereas the leaf aging or mature period is 35 days so that the plant
growth period is 75 – 90 days. The production of cutting tobacco is 775 kg ha-1 in P1T – S2T quality and
72.5 – 75.78 of price index with Rp 21.000; - 28.000;/kg of price, and ITT 56.15- 57.50.
For tobacco production center in dry field, we can make some conclusions are: the climate is D2,
1500 mm/year of rainfall, temperature 29,8 o C, and 67 % of humidity. On the othe hand (tobacco production
center on field), we conclude some conditions as follows: climate D2, 1500 mm/year of rainfall, temperature
29,8 o C, and 67 % of humidity. The kind of soil is grumusol with dusty clayey texture, KPA 10.8-11.5%,
the soil water availability 110-118 mm m-1, 22-25 cm of root depth, effective rain 25-32%, the soil
temperature 8.2 oC, and the soil is somewhat acid with 5.5-7 of pH.
The growth rate of tobacco (on field) in the beginning growth is 5 cm/week, 5 leaves, and 247 cm2
of the middle wide of leaf. On fast growth period: 25 cm/week, 11 leaves, and 502 cm2 of the middle wide of
leaf. On the slow growth (mature) period we can make some conclusion as follows: high growth rate 10
cm/week, 13 leaves, and and 726 cm2 of the middle wide of leaf. The production of cutting tobacco is 625 kg
ha-1. The quality of cutting tobacco is P2 X, 48.45 of price index with Rp 17.000; - Rp 19.000;/kg of price.
ITT is 33.35-39.75.
Key Words : productivity, madurese tobacco, land pattern, water
108
Peningkatan Produktivitas Tembakau...
108 – 117
(A. Arsyadmunir, Sinar S., Suwarso)
aromatis sedangkan tembakau lahan sawah
produktivitasnya mencapai 400-600 kg ha-1
tetapi kualitasya agak rendah dan kurang
aromatis dibanding tembakau tegal (Murdiayati
et al., 1999). Tembakau
tegal
kisaran
nikotinnya antara 1,00- 2,75 % dan kadar gula
14- 18% sedangkan tembakau sawah kisaran
nikotinnya antara 0,55- 1,75 dan kadar gula
14-18 %. (Hartono et al., 1992; Rachman et al.,
1992; Suwarso et al., 1992; Suwarso et al.,
1998).
Pendahuluan
Peningkatan proporsi tembakau Madura
dalam blending pembuatan rokok oleh pabrikan
menyebabkan
peningkatan
permintaan
tembakau Madura. Sebaliknya produksi dan
kualitas masih rendah sehingga perlu usaha
peningkatan produktivitas melalui peningkatan
indek tanaman (ITT). Produktivitas tembakau
Madura ditentukan berdasarkan indek tanaman
tembakau (ITT) yang ditentukan dari bobot
produksi dan kualitas daun rajangan. Tembakau
Madura merupakan tembakau semi aromatis
sehingga kualitas sangat menentukan harga .
Produksi daun rajangan tinggi tetapi kualitas
rendah
menyebabkan
penurunan
ITT,
sebaliknya produksi dan kualitas daun rajangan
tinggi akan meningkatan ITT. Produksi dan
kualitas tembakau Madura merupakan hasil
proses pertumbuhan, perkembangan dan partisi
bahan kering berupa tembakau rajangan
sebagai produk hasil tanaman selama budidaya
tanaman. Dengan demikian manajemen
pertanaman pada kondisi agroekologi yang
sesuai
dengan varietas tembakau yang
digunakan menjadi utama dalam agribisnis
tembakau Madura.
Produksi termasuk rendah antara 350500kg ha-1 dengan indeks kualitas 58,89-77,58
dan ITT 30.41-40.42. Produksi tembakau lahan
tegal 250 – 400 kg ha-1 kualitas tinggi dan
Varietas tembakau
Varietas tembakau yang digunakan
petani antara lain Bukabu, Japon raja dan Japon
kene’, Prancak, dan Cangkring. Tetapi
Pabrikan
sebagai
pengguna/konsumen
menyukai varietas Prancak. Hasil seleksi
varietas yang di rekomendasi BALITTAS dan
Dinas Perkebunan Madura ialah Prancak 95
dan 96.
Sebagai
bahan
rokok
yang
mengutamakan kualitas tembakau, indek
kualitas (IK) tembakau ialah ketebalan daun,
tekstur daun, aroma dan kadar nikotin daun
menjadi penting sebagai indicator harga.
Dengan demikian strategi peningkatan ITT
dalam pengembangan
tembakau madura
melalui kesesuaian lahan dan tanaman menjadi
penting (Abdul Rachman, dkk, 1990; Djajadi,
dkk., 1990; Suwarso, 2003 ).
Gambar 1 Agroekologi tanaman tembakau di lahan tegal (penyinaran,
temperature, kelembaban, curah hujan dan evaporasi) musim tanam tembakau
109
EMBRYO VOL. 8 NO. 2
DESEMBER 2011
tanah bagi pertumbuhan tembakau menjadi
penghambat produksi tembakau (Saito, 1985,
Snarma dan De Datta, 1985, Hasegawa et al.,
1985; Suyono, et al., 1993; Arsyadmunir,
2002).
Manajemen
pertanaman tembakau
yang optimal merupakan upaya meningkatkan
produktivitas dan efisiensi agroekosistem bisnis
tembakau.
Pengembangan
manajemen
budidaya tembakau dapat dilakukan dengan
dua strategis yaitu pemilihan lahan dan
pengelolaan air dengan cara penaman pada
lahan yang sesuai antara iklim, tanah dan
varietas tembakau. Manajemen budidaya
tembakau
ialah
proses
pengaturan
agroekosistem dengan basis pengaturan
dinamika nitrogen, carbon dan hydrogen pada
keseimbangan tertentu sehingga dihasilkan ITT
secara optimal. Sebagai tembakau semi
aromatis membutuhkan iklim yang kering,
cukup air dan kesuburan tanah sesuai tembakau
dengan tanah tekstur ringan, kadar BO sedang
sampai tinggi dan KTK sedang untuk
menghasilkan daun yang aromatis dicirikan
daun ukuran kecil dan ketebalan sedang.
Lahan pertanian Madura berdasarkan
tataguna tanah Madura dibedakan menjadi
tanah sawah, tanah tegal, tanah kebun, tanah
tambak dan tanah hutan. Tembakau Madura
dibudidayakan pada pola lahan tegal dan sawah
dan sebagain kecil pada kebun di sekitar tempat
tinggal. Lahan sawah yang digunakan berupa
sawah tadah hujan , irigasi semi teknis
menggunakan air permukaan dari sungai dan
sawah teknis. Pola lahan berpengaruh pada
agroekologi tanaman tembakau. Tanah sebagai
medium pertumbuhan akar, agroklimat
tanaman dan ketersediaan air dalam budidaya
tembakau
untuk
mendukung
proses
pertumbuhan,
perkembangan
dan
evapotranspirasi berpengaruh pada
system
transportasi bahan dan fisiologi tembakau yang
menentukan ITT tembakau rajangan.
Lahan sawah tanah yang digunakan
padi sawah sesuai untuk medium pertumbuhan
padi dengan budidaya penggenaangan air.
Penggenangan menyebabkan tekstur lebih
halus cenderung liat, porositas berkurang,
KPA (kapasitas pegang air), drainase menurun,
lapisan olah menurun (10-30 cm) KTK, BO
menurun sehingga kesuburan fisik dan kimia
Tabel 1. Unsur iklim dan tanah tegal dan sawah tembakau Madura
Pola lahan tembakau Sumenep
Tegal
Iklim
Curah Hujan (mm th-1)
1650
Suhu udara ( oC)
29.2
Kelembaban udara (%)
72
Evaporasi (mm/ hari)
5.2
Tanah Tekstur
Debu berpasir
KPA tanah (%)
13.5-14.3
Kedalaman perakaran (cm)
45-50
Air tanah tersedia (mm m-1)
130-145
BO (%)
1.15
Sawah
1500
29.8
68
5.5
Liat berdebu
10.8-11.5
20-25
110-118
0.89
peningkatan kesuburan tanah, porositas tanah
dan efektivitas air hujan yang lebih baik
(Djajadi et al., 2007).
Pola lahan menentukan rekayasa air .
Manajemen air tembakau sawah pengaturan air
menjadi terbatas sebaliknya pola tembakau
tegal dapat dilakukan rentang manajemen
pengaturan air lebih intensif dan waktu lama
sehingga
dapat
dilakukan
rekayasa
penggunaan air tanaman (WUC) yang sesuai
dengan agroekologi dan kebutuhan tanaman
untuk meningkatkan produksi dan kualitas.
Agroekologi lahan bervariasi antara
lahan tegal dan lahan sawah. Penelitian
Arsyadmunir
dan
Lasuardi
(2006)
menunjukkan bahwa suhu tanah tegal lebih
tinggi, kadar air lebih stabil dan evaporasi lebih
rendah (Tabel 1). Hal ini disebabkan adanya
variasi penutupan lahan yang lebih intensif
disebabkan adanya tegakan tanaman pohon
pada tanah tegal. Penggunaan tanah tegal
dengan adanya tanaman tahunan sebagai
tanaman bahan bakar rumah tangga dan
tanaman pakan sebagai reklamasi tanah,
ISSN 0216-0188
110
Peningkatan Produktivitas Tembakau...
108 – 117
Pentingnya pengelolaan air pada budidaya
tembakau
terutama
dalam
pengaturan
pertumbuhan, perkembangan, partisi bahan
kering dan fisiologis tembakau sebagai produk
(A. Arsyadmunir, Sinar S., Suwarso)
utama tembakau Madura (Walker dan Hergert,
1977; Gardner et al., 1989; Lambert, 1998; Tso,
1999; Ariffin, 2003).
Gambar 2 Rata-rata curah hujan dan evaporasi lahan tegal
hujan lahan tegal 1650 mm th-1, kelembaban
udara 72%, suhu udara 29.2 oC. Sedangkan
sawah 1500 mm th-1, kelemaban udara 68%,
suhu udara 29.8 oC (Tabel 1). Dengan demikian
tembakau Madura yang ditanam pola sawah
pada daerah yang beriklim basah morfologi,
fisiologi, metabolisme, pertumbuhan dan
potensi hasil menjadi turun. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 1 di atas dan gambar 2 di
bagian bawah.
Faktor klimatik, edapik, pola lahan dan
kesesuaian tanaman dalam agroekosistem
produksi tembakau aromatis merupakan
masalah penting dalam agrobisnis tembakau
Madura. Fungsi air sebagai regulator
agroekosistem tembakau menjadi perhatian
utama. Adanya variasi pola lahan sawah dan
tegal manajemen air untuk kesesuaian
keseimbangan air dapat diketahui dari
penampilan tanaman.
Kondisi iklim dan tanah lahan tegal
dan sawah dapat dilihat pada tabel 1.Curah
Tabel 2. Pertumbuhan tanaman tembakau Madura pada pola lahan
Pertumbuhan
Tegal
Tinggi tanaman
Tinggi tanaman:
0-30 hst
9
5
umur
30-50hst
42
25
(cm/mgg):
50-panen
11
10
Daun (lembar)
0-30 hst
11
9
30-50hst
16
11
50-panen
13
12
Akar umur :
0-50
45
22
50-panen
48
23
sedangkan pada lahan tegal < 45% .
Peningkatan kadar air tanah yang tinggi
menurunkan kualitas daun terutama terjadi
pada periode pemasakan
(Clough dan
Milthrope, 1975; Levitt, 1980; Maw, et al.,
1997). Pada kadar air tanah tinggi di atas 75
% suhu tanah menjadi stabil dan kelembaban
Produksi dan kualitas tembakau lahan
sawah pada musim tanam dengan tahun basah
menunjukkan pertumbuan cepat dan produksi
tinggi tetapi kualitas menurun. Penelitian
Sholeh (1995) menunjukkan terjadinya hujan
>10 mm/ periode menyebabkan peningkatan
kaedar air tanah >85% pada lahan sawah
Sawah
111
EMBRYO VOL. 8 NO. 2
DESEMBER 2011
ISSN 0216-0188
serapan air dan pertumbuhan akar pada lahan
tegal yang tinggi dapat dilihat pada gambar 3 di
bawah.
Produk tembakau hasil berupa daun
rajangan maka kualitas ditentukan hasil daun
yang terbentuk pada proses metabolisme dan
partisi bahan kering sehingga produksi dan
kualitas
tembakau
berkorelasi
dengan
evapotranspirasi, nutrisi dan air selama
pertumbuhan dan perkembangan tanaman
(Capuno et al., 1986; Rideout, et al., 1998).
Cekaman kekeringan tingkat sedang (75-85%)
air tersedia pada awal pertumbuhan selama 1530 hari meningkatkan pertumbuhan akar dan
resistensi tanaman fase pertumbuhan lanjut
sehingga produksi dan kualitas meningkat
(Parups et al., 1960; Roston dan Baxter, 1970;
Ferguson et. Al; Tonello et al., 1993). Cekaman
kekeringan meningkatkan konsentrasi alkaloid
dan
kadar
nikotin
daun
sehingga
menguntungkan
peningkatan
kualitas
tembakau. Penyiraman setelah terjadi cekaman
kekeringan diperlukan untuk recovery pada
fase pertumbuhan cepat. Cekaman kekeringan
berat pengambilan air, nutrisi dan proses
fotosintesis secara maksimal. Cekaman air atau
nutrisi pada periode ini sangat berpengaruh
pada pertumbuhan dan hasil tanaman.
Hambatan fotosintesis yang terjadi pada fase
ini dapat menurunkan CER daun yang
diindikasikan dari adanya perubahan tahanan
atau resistensi r CO2 = r a + rs + rm . (r CO2 :
laju pertukaran CO2, ra: tahanan daun, rs :
tahanan stomata, rm : tahanan mesofil).
udara tinggi menyebabkan daun tembakau yang
dihasilkan aromanya menjadi menurun. Hal ini
disebabkan pertumbuhan daun terlalu cepat dan
partisi bahan terutama ke daun sedangkan
perakaran menjadi lebih dangkal 20-25 cm
(Maw et al., 1997; Belder et al., 2004). Pada
kondisi tanah sawah, kadar air tanah tinggi dan
curah hujan tinggi, petani menyebut sebagai
tembakau nyabeh disebabkan daun terlalu lebar
dan kurang aromatis (Rachman, dan Djayadi,
1991; Rachman et al., 1993; Anonymous,
2006).
Pertumbuhan
dan
perkembangan
tanaman merupakan proses pembentukan bahan
kering selama berlangsung metabolisme
tanaman dan dihasilkan akumulasi bahan. Pada
saat
pertumbuhan
dan
perkembangan
berlangsung fotosintesis dan respirasi yang
menghasilkan akumulasi bahan kering sehingga
dihasilkan penambahan daun dan akar (Hanson
dan
Nelsen, 1980) dan peningkatan
pertumbuhan tanaman di lahan tegal lebih
tinggi dari tembakau sawah ( Barber dan
Peterson,
1995; Gadner et al., 1997;
Arsyadmnuir, 2003). Perbedaan pertumbuhan
tembakau pada lahan tegal dan sawah dapat
dilihat pada tabel 2. Pada saat akumulasi bahan
kering dengan adanya evapotranspirasi tinggi
pada kadar air tanah rendah berpengaruh pada
partisi / distribusi bahan kering ke akar yang
lebih tinggi (Clough dan Milthrope, 1975;
Ariffin, 2001) dan menentukan proses
pembentukan akar, batang dan daun tembakau (
Folliat dan Throud, 1977; Duan dan Zhang,
2000; Djumali dan Hadiwijaya, 2004). Laju
Gambar 3 Pola pengambilan air pada lahan tegal (mm)
Pemangkasan
(topping)
dan
penyirungan
tanaman
dilakukan
untuk
pengalihan pertumbuhan tunas bunga dan daun
baru ke arah pertumbuhan akar dan pemasakan
daun yang telah ada, sehingga diperoleh
perakaran yang lebih kuat dan hasil daun yang
lebih besar dan lebih tebal. Peningkatan
pertumbuhan akar yang lebih intensif mampu
112
Peningkatan Produktivitas Tembakau...
108 – 117
(A. Arsyadmunir, Sinar S., Suwarso)
Fase ketiga ialah fase pemasakan. Pada
fase pemasakan antara umur 7-10 minggu
pengambilan air dan nutrisi berkurang,
sehingga tidak terjadi peningkatan bahan kering
tetapi hanya pemasakan. Selama fase
pemasakan atau penuaan fotosintesis menurun
sampai pada tingkat terendah. Faktor yang
berpengaruh pada lama waktu berlangsungnya
proses pemasakan daun ialah umur daun,
nutrisi dan kadar air tanah (ka).
mendukung pertumbuhan tanaman selanjutnya
sehingga tanaman lebih resisten cekaman air
(Papenfus dan Quin, 1984). Tanaman yang
perakarannya tumbuh lebih baik, daun bawah
tidak cepat mengering menjadi krosok sehingga
jumlah daun yang dapat dipanen bertambah,
mengurangi perbedaan waktu kemasakan
antara daun bawah dan daun atas yang dapat
dipanen (Rachman el al., 1992.
Gambar 4. Karakter agronomis tembakau Madura pada pola lahan tegal dan sawah
tengah menghasilkan kandungan nikotin
sedang dan kualitas sedang, dan daun-daun atas
menghasilkan kandungan nikotin tertinggi dan
kualitas tertinggi (Tso, 1999; Tirtosastro,
2000).
Kondisi
yang
demikian
mengindikasikan bahwa semakin tinggi
kandungan nikotin dan gula makin tinggi
kualitas. Komponen kimia penyusun daun
panen seperti pigmen, gula. Nikotin dan total
basa vofatil berpengaruh pada
warna,
pegangan (bodi) dan aroma yang digunakan
sebagai uji organoleptik
untuk penilaian
kualitas (Akehurst, 1981; Tso, 1990).
Kecerahan wama rajangan kering dapat
menentukan tingkat kemasakan daun saat
dipanen, baik buruknya proses pemeraman,
kesempurnaan proses pengeringan, dan jenis
Panen tembakau dilakukan pada daun
yang telah cukup masak yang dicirikan dari
perubahan warna daun menjadi hijau
kekuningan, ialah
pada saat kandungan
senyawa penentu kualitas seperti protein,
karbohidrat, klorofil, karotin, xantofil mencapai
maksimal (Tso, 1972; Hartana, 1978). Daun
yang masak dimulai dari daun bawah kemudian
diikuti daun di atasnya sehingga panen diawali
dari daun bawah hingga teratas dalam waktu
satu sampai tiga kali panen. Pengambilan
masing–masing daun tembakau ialah 3-5 helai
daun dan 5-7 helai pada pengambilan terakhir
sehingga dapat meningkatkan sortasi daun dan
hasil. Posisi daun pada batang, daun-daun
bawah menghasilkan kandungan nikotin paling
rendah dan kualitas yang rendah, daun-daun
113
EMBRYO VOL. 8 NO. 2
DESEMBER 2011
sehingga diperoleh
kandungan gula yang
tinggi. Pegangan (bodi) menyangkut ketebalan
daun, keantepan, kekenyalan kelekatan dimana
makin berbodi makin tinggi kelas kualitas
rajangan yang dihasilkan. Keantepan rajangan
kering menyangkut isi sel, dimana kloroplas
sel daun tembakau sebagai tempat penyimpan
pati dan gula yang menentukan kelas kualitas
(Hartono et al., 2000).
Pengaruh lahan ditunjukan dari
karakter pertumbuhan akar, batang dan daun.
Pada lahan tegal laju pertumbuhan tembakau
Madura lebih tinggi dari lahan sawah .
Ditunjukkan pada Gambar 4 dan 5. Laju
pertumbuhan tembakau tegal
yang cepat
ditunjukkan dari peningkatan pertumbuhan
tinggi tanaman dan pertumbuhan daun (
jumlah dan luas daun). Peningkatan laju
pertumbuhan berpengaruh pada pembentukan
produksi dan penuan / pemasakan daun. Laju
pertumbuhan cepat dan waktu pemasakan
panjang sangat penting untuk meningkatkan
ITT.
daun yang dijadikan rajangan kering (Hartono
et al., 2000). Makin cerah wama rajangan
kering, waktu panen semakin mendekati tingkat
kemasakan yang ideal sehingga kualitas yang
dihasilkan semakin tinggi. Wama pada
rajangan kering maupun krosok sangat terkait
dengan lama proses pemeraman, dimana lama
proses pemeraman terkait dengan komponen
kimia yang dikehendaki. Pada tembakau
madura, Virginia dan Virginia fc, warna yang
dikehendaki adalah kuning kehijauan hingga
kuning keemasan.
Kecerahan warna rajangan ditentukan
berdasarkan tingkat pemasakan daun saat
panen, baik buruknya proses pemeraman,
kesempurnaan proses pengeringan dan jenis
daun yang dijadikan rajangan (Hartono et al.,
2000). Makin cerah warna rajangan,
menunjukkan panen dilakukan mendekati
tingkat kemasakan yang
ideal
sehingga
kualitas yang dihasilkan makin tinggi. Daun
yang tepat masak mengandung karbohidrat
simpanan paling tinggi dimana dalam proses
pemeraman akan dirombak menjadi gula
2000
1
‐ u
gg
n
i
m
2 m
c
Laju Peningkatan Luas Daun Tembakau Tembakau Tegal
0
ISSN 0216-0188
Tembakau Sawah
782.3653778
Tembakau Tegal
Tembakau Sawah
330.4825212
300.1483768368.998902
96.39073536
16.58898525124.4298623194.777138199.42026233‐37.31898035
‐98.2513799
‐208.0483263
20 MST
21 MST
28 MST
35 MST
42 MST
50 MST
‐2000
Gambar 5. Laju pertumbuhan tembakau Madura pola tegal dan sawah.
Pengaturan indek cekaman air potensial
dikembangkan dalam budidaya tembakau
Madura sebagai tembakau Voor ogst (Tso,
1990; Bush, 1999; Sinclair et al., 2000). Oleh
karena itu petani melakukan penyiraman
tanaman dengan tekni pemberian air
menggunakan gembor atau timba yang dirakit
secara khusus (Rachman dan Suwarso, 1999;
Murdiayati dan Sholeh, 1994). Menurut Sholeh
(1995) tembakau Madura membutuhkan air
300-450 mm tergantung iklim dan cuaca daerah
produksi. Pemberian air tanaman sampai > 90
% pada fase pertumbuhan produksi dan
Fenologis
tembakau
tegal
menunjukkan waktu pemasakan yang lebih
cepat sehingga periode pemasakan makin
panjang. Laju pertumbuhan yang cepat pada
tembakau lahan tegal ditunjukkan pada gambar
2 terdapat di bawah. Pada lahan kering dengan
iklim kering potensial dalam pengembangan
tembakau yang produk berupa daun. Dengan
demikian potensi peningkatan ITT menjadi
tinggi.
Salah satu teknik budidaya tembakau
semi aromatis ialah cekaman kekeringan air
pada fase tertentu selama pertumbuhan.
114
Peningkatan Produktivitas Tembakau...
108 – 117
pemasakan daun dapat meningkatkan hasil
tetapi menurunkan kualitas. Sebaliknya
pemberian air yang cukup ± 90-95% pada fase
awal pertumbuhan daun dilanjutkan dengan
cekaman kekeringan air dapat meningkatkan
produksi dan kualitas
hasil. Penelitian
dilakukan Rachman (1999), Arsyadmunir dan
Lasuardi
(2006)
menunjukkan
bahwa
pemberian air tembakau sawah tidak boleh
lebih
dari 500 ml/ tanaman sehingga
kebutuhan air sebagai tambahan siraman
tanaman antara 30 sampai 40 liter/ tanaman.
Sedangkan pada tembakau tegal pemberian air
1500-2000 ml/ tanaman masih dapat
meningkatkan produksi dan kualitas tembakau.
(A. Arsyadmunir, Sinar S., Suwarso)
Anonymous. 2004. Masalah Pertembakauan
dan Industri Rokok. Dalam Seminar
Revitalisasi
Sistem
Agribisnis
Tembakau Bahan Baku Industri
Balittas, Malang: Balittas. Malang. pp.
32
Anonymous. 2005a. Laporan Perkembangan
Tanaman Perkebunan dan Kehutanan
Pamekasan Tahun 2005. Dinas
Perkebunan dan Kehutanan Pamekasan
th 2005. pp.59
Anonymous. 2009. Identifikasi faktor-faktor
agroekologi yang mempengaruhi pro
duksi dan kualita tembaau madura di
kabupaten sampang. Lap Hasil Pene
litian Th 2009. Kerjawama antara
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab
Sampang dengan Balittas. 1 - 55 .
Kesimpulan
Penelitian menunjukkan iklim lahan tegal
D2 curah hujan 1650 mm/ tahun, suhu udara
29.2 oC, kelembaban udara 75 %, tekstur debu
berpasir, KPA 13.5-14,3 %, air tanah tersedia
130-145 mm m-1, kedalaman akar 40-50 cm,
hujan efektif 67-74.8 mm . Kadar air tanah
pada periode pemasakan 8 %. Suhu tanah 5 oC,
pH 5.2-6.5. Iklim tegal lebih stabil
Laju pertumbuhan tinggi tanaman fase
pertumbuhan cepat 42 cm/minggu, jumlah
daun 15-16 lembar dan pertumbuhan luas
daun tengah 923 cm2 . Waktu pertumbuhan dan
pembentukan hasil atau produksi 45 hst
sedangkan periode penuaan daun atau
pemasakan daun 35 hari sehingga periode
pertumbuhan tanaman 75-90 hari. Pertumbuhan
tembakau tegal lebih cepat dan secara fenologis
kualitas produksi lebih tinggi. Produksi
tembakau rajangan 775 kg ha-1 dengan kualitas
tembakau rajangan P1T- S2T dan indek harga
72.5- 75.78 dan harga Rp 21.000; - 28.000;/kg.
ITT 56.15- 57.50.
Laju pertumbuhan tembakau lahan
sawah pada pertumbuhan cepat 25 cm/minggu,
jumlah daun 11 lembar dan luas daun 502 cm2.
Produksi tembakau rajangan 625 kg ha-1.
Kualitas tembakau rajangan P2 X indek harga
48.45 dengan
harga Rp 17.000; - Rp
19.000;/kg . ITT 33.35-39.75. ITT pola tegal
lebih tinggi dari sawah.
Araus JL, T. Amaro, Y. Zuhair and MM.
Nachit. 1997. Effect of leaf structure
and water status on carbon isotope
discrimination in field-grown durum
wheat. Plant, Cell and Environ.
20:1484–1494.
Arsyadmunir, A. 2002a. Kajian hubungan
morfologis tanaman padi pada berbagai
lengas tanah. Lahan Kering Peluang
dan Tanangan . Univ. Bangkalan
Madura.
Arsyadmunir, A. 2002b. Kajian hubungan
kadar prolin pada berbagai lengas
tanah pada tanaman padi. Lahan
Kering Peluang dan Tanangan . Univ.
Bangkalan Madura
Ball
Coelho, BR. 1997.
Soil and
nicotianatabacum response to a
nitrification inhibitor is altered by
fumigation. Tob. Sci. 25: 18-31.
Barber, AS and JB. Peterson. 1995. Soil
nutrient bioavailability. A Mechanistic
approach. John Wiley. Singapore. p:1
80-205.
Daftar Pustaka
Akehurst, BC. 1981. Tobacco. 2
London.
nd
Belder, P, BAM. Bouman, R. Cabangon, ECP.
Quilang, Y. Spiertz, S Peng and TP.
Tuong. 2004. Effect of water-saving
irrigation on rice yield and water use
. Longman,
115
EMBRYO VOL. 8 NO. 2
DESEMBER 2011
ISSN 0216-0188
in typical lowland conditions in asia.
Agric. Water Manage. 65(3): 193-210.
dan B. Hariadi. 1991. Observasi Lahan
Madura. Balittas. Malang. p. 31.
Capuno V.T. , M.R. Agtarap and Agulay. 1987.
Chemicl quality and leaf maturity at
harvest under different nitrogen and
irrigation rates. J.Tob.Sci and Tech.
1:359-362.
Mukatani, HY. and VS. Malik. 1999. Purified
tobacco protein involved in nicotine
synthesis, DMA encoding and use of
sense
and
antisense
DNAs
corresponding thereto to affect nicotine
content in tobacco plants. Tob. Abst.
43(2) :33-36.
Clough, BF. and FL. Milthorpe. 1975. Effects
of water deficit on leaf tobacco
development. Aust.J. Plant Physiol. 2:
291-300.
Djajadi,
Djajadi,
Pannangpetch, K. 1992. Introductin to
simulation of crop growth on
microcomputer. Dept. Agron. Fac. of
Agric. Khon Kaen Univ. Thailand pp.
67
AS. Murdiyati, D. Hariyanto dan
Subiyanto. 2001. Pengujian lapangan
efektivitas pupuk suberin terhadap
serapan hara daun, hasil dan kualita
tembakau Virginia fc di kabupaten
Bondowoso. Balittas. Malang.: 87 – 90
Pendleton, JW. 1965. Increasing water use
efficiency by crop management. ASA.
p. 236 – 238
M. Shoteh, AS. Murdiyati, D.
Hariyanto dan Subiyanto. 2001.
Pengujian lapang efektivftas pupuk
suburin terhadap serapan hara daun,
hasil dan kualita tembakau Virginia fc
di Kabupaten Bondowoso. Balittas.
Malang.
Rachman, A., Djajadi dan A. Sastrosupadi.
1988. Pengaruh pupuk kandang dan
pupuk nitrogen terhadap produksi dan
kualita tembakau temanggung. Balittas.
3(1): 15-22.
Rachman, A dan Djajadi. 1991. Pengaruh dosis
pupuk N dan K terhadap sifat-sifat
agronomis dan susunan kimia daun
tembakau temanggung di lahan sawah.
Balittas 6(1): 21-31.
Djumali dan B. Hadiwijaya. 2004. Tanggapan
fisiologis dan agronomis tembakau
Virginia rajangan terhadap cekaman
air. Monograph Balittas. Malang. : 1 32
Rachman, A., Suwarso dan AS. Murdiyati,
1993. Respon tembakau madura
terhadap penyiraman dan pemupukan
nitrogen pada tanah tegal. Ballitas. 8(1)
: 8- 17.
Granier, C. and F. Tardieu. 1999. Water deficit
and spatial pattern of leaf development,
variability in responses can be
simulated using a simple model of leaf
development. Plant Physiol. 119: 69619.
Rachman, A., Suwarso dan AS. Murdiyati.
2006. Daya hasil, kualita dan
ketahanan lapang galur persilangan
tembakau temanggung. Pros. Diskusi
Panel Revitalisasi Sistem Agribisnis
Tembakau Bahan Baku Rokok.
Balittas.: 53-58.
Haroon, M., R.C. Long and J.A. Weybrew.
1972. Effect of day night temperature
on factors associated with growth of
Nicotiana tabaccum L. in controlled
environment. Agron. J. 64: 509-515.
Rego, T., J. Monteith, L. Sing, P Leek, K
Nageswara and Srirama. 1998.
Response to fertilizer N and wáter of
post rainy season sorghum on a
vertisol, biomas and light interception.
J. Agric. Sci. 131(4):417-428.
Hawks, SN. and WK. Collins. 1983. Principles
of flue cured tobacco production. NC.
State Univ. North Carolina. pp. 87
Murdiyati, AS., G. Dalmadiyo, Mukani,
Suwarso, SH. Isdijoso, A. Rachman
116
Peningkatan Produktivitas Tembakau...
108 – 117
Shanggun, Z., MA. Shao and X. Dyckmans.
2000. Nitrogen nutrition and wáter
stress effects on leaf photosynthetic gas
exchane and wáter use effisciensy in
Winter wheat. Env. and Exp. Bot. 44:
141-149
Tso, TC. 1999. Production, physiology and
biochemistry of tobacco plant. Id. Inc.
Beltsville. MD.
Tumbaga, A.L. and O.B. Zamora. 1987.
Growth yield and quality of flue cured
tobacco (Nicotiana tabaccum L.)
cultivar under
different irrigation
frequencies. J. Tob. Sci. and Tech. 1:
202-205.
Sholeh, M.. 1994. Kebutuhan air tanaman
tembakau. Balittas, pp5 (unpublished).
Sholeh,
Rachman dan Machfudz. 1995.
Penetapan waktu tanam tembakau
madura berdasarkan sebaran curah
hujan dan kebutuhan air dalam iklim
dan produktivitas pertanian . Pros
Simp. Met. Pert. 4: 81-89.
Walter, A. and U. Schurr. 2005. Dynamics of
leaf
and root growth endogenous
contrl versus environmental impact.
Annals of Bot. 6: 891-900.
White,
Sholeh, M. dan PD. Riajaya. 1998. Antisipasi
penyimpangan iklim pada budidaya
tembakau.
Pertemuan
Teknis
Tembakau di Surabaya: 1 – 12
Suwarso, A. Herawati, Soerjono dan Subiyakto.
1996. Potensi hasil dan kualita galur
harapan tembakau di kab Sumenep dan
Pamekasan. J. LITTRI 1(5): 240-250.
JW.,
A.
Castille
and
JR.
Ehleringer.1990. Association between
productivity, root growth and carbon
isotope discrimination in Phaseolus
vulgaris under water deficit. Aus. J.
Plant Physiol. 17:189–198.
Zhao LJ, HL. Xiao and XH. Liu. 2007.
Relationships between carbon isotope
discrimination and yield of spring
wheat under different water and
nitrogen levels. J.Plant Nutrition.
30:947–963.
Tso, T.C., J.L. Sims and D.E. Johnson. 1975.
Some agronomic factors affecting Ndimethylnitrosamine
content
of
cigarette smoke. Beitr. Tabakforsch.
8:34–37
(A. Arsyadmunir, Sinar S., Suwarso)
117
Download