L aporan Tugas Akhir Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC BAB V ANALISIS SISTEM MANAJEMEN MUTU Analisis yang dilakukan berdasarkan data dari bab 3 untuk proyek konstruksi tradisional dan bab 4 untuk proyek EPC diperoleh bahwa setiap proyek konstruksi mempunyai batasan yang sama yaitu sesuai dengan biaya yang dianggarkan, jadwal yang direncanakan serta tercapainya mutu yang diinginkan. Hal tersebut berlaku pada proyek konstruksi tradisional maupun proyek EPC. 5.1 Identifikasi Sistem Manajemen Mutu 5.1.1 Pada Proyek Konstruksi Tradisional Proyek konstruksi tradisional umumnya dijumpai untuk proyek konstruksi gedung, perumahan, pertokoan, mall, dll. Hasil dari proyek tersebut berorientasi kepada keindahan/estetika dari bangunan/konstruksi yang dibangun. Proyek konstruksi tradisional mempunyai 4 tahapan kegiatan yaitu studi kelayakan, proses perancangan, proses pengadaan dan proses pelaksanaan konstruksi. Tahapan-tahapan tersebut saling bergantung satu sama lain karena hasil dari tahapan sebelumnya menjadi input untuk tahapan berikutnya. Masing-masing tahapan tersebut dikerjakan oleh pihak-pihak yang berbeda. Owner sebagai pemilik proyek dapat menentukan pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam proyek konstruksi tradisional. Umumnya pada proyek konstruksi tradisional, owner mempekerjakan konsultan perencana dalam melakukan perancangan basic design yang digunakan sebagai tender dalam menentukan kontraktor pelaksana konstruksi. Selain itu, owner juga dapat terlibat langsung terhadap keberlangsungan proyek dengan membentuk tim perwakilan atau mempekerjakan konsultan manajemen konstruksi yang berfungsi untuk mengawasi jalannya proyek. Hal tersebut dilakukan agar BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu V -1 L aporan Tugas Akhir Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC owner dapat mengurangi kesalahan yang dilakukan oleh kontraktor dan apabila owner menginginkan perubahan dapat segera dilakukan. Dalam pemilihan konsultan perencana, owner harus memilih konsultan perencana yang sudah berpengalaman. Apabila owner salah memilih, maka akan berakibat fatal yaitu biaya menjadi semakin membengkak karena kesalahan desain serta jadwal pengerjaan proyek menjadi terlambat karena output dari konsultan perencana yang digunakan untuk melakukan pengadaan jasa kontraktor menjadi terhambat. Pemilihan kontraktor yang melaksanakan proyek tergantung dari owner. Owner biasanya memilih kontraktor dengan biaya penawaran terendah dan dapat menjamin mutu yang diinginkan oleh owner dapat terpenuhi. Untuk proses pengadaan material, owner dapat melakukannya sendiri tanpa menunggu kontraktor. Pengadaan material yang dilakukan oleh owner biasanya untuk material-material dominan seperti besi, beton ready mix, tiang pancang dan lain-lain. Hal tersebut dilakukan oleh owner untuk menghemat biaya yang dikeluarkan. Selain itu, material tersebut tidak memiliki spesifikasi yang khusus dan dapat dengan mudah dijumpai di pasaran. Pelaksanaan konstruksi dilakukan oleh kontraktor yang telah dipilih oleh owner. Kontraktor mewujudkan detail desain yang telah dibuat oleh konsultan perencana menjadi suatu bangunan atau konstruksi. Pada proyek konstruksi tradisional, lingkup pekerjaan kontraktor sebagian besar adalah pekerjaan sipil dan arsitek. Untuk pekerjaan mekanikal dan elektrikal dilakukan oleh subkontraktor spesialis. Pekerjaan sipil yang dilakukan tidak rumit karena merupakan pekerjaan yang berulang-ulang seperti pemasangan bekisting, pengecoran, pembesian dan lain-lain. Apabila terjadi perubahan desain yang mengakibatkan perubahan pelaksanaan konstruksi, kontraktor dapat mengajukan variation order kepada owner atau konsultan pengawas yang telah ditunjuk oleh owner di lapangan. Owner akan berdiskusi dan meminta konsultan perencana untuk melakukan pengecekan terhadap desain yang diajukan oleh kontraktor. BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu V -2 L aporan Tugas Akhir Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC Apabila disetujui oleh owner, kontraktor dapat langsung melaksanakan tugasnya. Namun proses yang dilakukan cukup lama sehingga owner tidak dapat langsung menyetujui. Akibatnya pelaksanaan konstruksi menjadi terhambat dan jadwal pengerjaan proyek menjadi terlambat Selain itu, apabila terjadi ketidakcocokan antara konsultan perencana dan kontraktor dapat menyebabkan keterlambatan dalam proyek. Dengan demikian, owner menjadi rugi karena keterlambatan tersebut. Oleh sebab itu, owner atau konsultan pengawas yang ditunjuk oleh owner harus benar-benar mengawasi pekerjaan dari pihak-pihak yang terlibat dalam proyek. Untuk mengatur agar proyek konstruksi tradional yang dikerjakan menjadi efektif dan efisien sesuai dengan biaya yang dianggarkan, jadwal yang direncanakan serta menjamin mutu yang dinginkan. Diperlukan suatu sistem manajemen mutu. Sistem manajemen mutu pada proyek konstruksi tradisional adalah cara untuk mengatur kegiatan yang saling berhubungan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada agar mutu pada proyek konstruksi yang diinginkan dapat tercapai. Dari penjelasan di atas dapat dibuat sistem manajemen mutu yang terlihat dari gambar berikut Gambar 5.1 Sistem manajemen mutu proyek konstruksi tradisional BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu V -3 L aporan Tugas Akhir Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC 5.1.2 Pada proyek EPC Proyek EPC biasa dijumpai untuk proyek konstruksi kilang minyak, plant, platform, pabrik pupuk dan lain-lain. Hasil dari proyek tersebut umumnya berorientasi kepada output dari bangunan/konstruksi yang dibangun. Karena biasanya bangunan proyek semacam ini berbentuk pabrik yang melakukan proses dan memproduksi zat tertentu, proyek semacam ini disebut juga pabrik proses (process plant) atau pabrik industri (industrial plant). Proyek EPC mempunyai 2 tahapan kegiatan yaitu studi kelayakan dan penggabungan antara proses perancangan, proses pengadaan dan proses pelaksanaan konstruksi. Karena penggabungan ketiga proses tersebut menjadi satu maka pihak yang mengerjakannya pun hanya satu. Namun masing-masing proses tersebut saling bergantung satu dengan lainnya karena hasil dari proses sebelumnya menjadi input untuk proses berikutnya. Pada proyek EPC, owner hanya melibatkan satu pihak saja untuk menangani proyeknya. Apabila terjadi kesalahan pada salah satu proses maka owner hanya berurusan dengan satu pihak yaitu kontraktor EPC. Proyek EPC merupakan proyek dengan biaya yang sangat besar dan item pekerjaan pada proyek EPC jumlahnya mencapai ribuan, Item pekerjaan tersebut lebih banyak pekerjaan instalasi daripada pekerjaan sipil. Misalnya pekerjaan instalasi pipa, turbin, boiler dan kompresor. Pekerjaan sipil`biasanya ditujukan sebagai struktur penunjang instalasi tersebut misalnya pembangunan pondasi mesin sebagai tempat dudukan mesinmesin pabrik tersebut. Selain itu, beberapa pekerjaan sipil lainnya berperan dalam pekerjaan persiapan proyek seperti pembersihan lahan (land clearing), pembangunan jalan (acces road), fasilitas penyimpanan barang (warehouse), kantor direksi (direction kit) dan fasilitas lainnya. Dengan adanya penggabungan proses perancangan, pengadaan dan pelaksanaan konstruksi yang dikoordinasi oleh satu pihak, maka item pekerjaan yang sangat banyak tersebut dapat diatur dan dikendalikan. BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu V -4 L aporan Tugas Akhir Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC Apabila terjadi evaluasi terhadap pekerjaan berupa penambahan atau pengurangan pekerjaan, koordinasi yang terjadi lebih mudah. Hal ini tentunya memungkinkan ketepatan waktu pengerjaan proyek dapat berjalan sesuai yang direncanakan atau dapat lebih cepat dikarenakan tidak adanya pihak lain yang terlibat selain kontraktor EPC. Pada proses perancangan, detail desain yang dihasilkan harus sesuai dengan spesifikasi yang diminta. Dengan adanya detail desain tersebut, maka proses pengadaan dapat dilakukan. Proses pengadaan merupakan proses yang paling penting dalam proyek EPC karena material dan barang yang dibutuhkan jarang dijumpai di pasaran serta memiliki spesifikasi khusus sehingga harus memesan kepada supplier/vendor terlebih dahulu. Apabila supplier/vendor tidak dapat memenuhi material dan peralatan yang diminta karena spesifikasinya terlalu unik maka detail desain tersebut dikembalikan kepada bagian proses perancangan untuk dirancang ulang. Dan proses tersebut berulang-ulang hingga terjadi kesesuaian. Pelaksanaan konstruksi dapat dilakukan setelah proses perancangan dan pengadaan selesai. Untuk pekerjaan sipil yang tidak tergantung dengan proses perancangan dan pengadaan, dapat dilakukan terlebih dahulu misalnya pekerjaan persiapan proyek. Dengan demikian jadwal pengerjaan proyek dapat ditekan sehingga proyek dapat selesai lebih cepat. Ketiga proses tersebut, saling berkaitan satu dengan lainnya dan mengalami loop apabila salah satu proses tersebut gagal. Dengan adanya loop tersebut maka koreksi kesalahan dapat segera dilakukan sehingga mutu proyek semakin terjamin. Loop tersebut menujukan bahwa apabila salah satu proses tersebut terlambat maka proses yang lainnya juga mengalami keterlambatan sehingga berdampak pada keterlambatan selesainya proyek. Akibatnya biaya yang dikeluarkan menjadi semakin bertambah. Berikut ini gambaran dari proses loop tersebut BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu V -5 L aporan Tugas Akhir Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC Gambar 5.2 Proses loop pada perancangan, pengadaan dan pelaksanaan konstruksi pada proyek EPC Untuk mengatur agar proses looping pada proyek EPC yang dikerjakan menjadi efektif dan efisien diperlukan suatu sistem manajemen mutu. Sistem manajemen mutu pada proyek EPC adalah cara untuk mengatur kegiatan yang saling berhubungan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada agar mutu pada proyek EPC yang diinginkan dapat tercapai. Berikut gambaran dari sistem manajemen mutu pada proyek EPC dapat dilihat pada bagan di bawah ini. BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu V -6 L aporan Tugas Akhir Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC Gambar 5.3 Sistem manajemen mutu pada proyek EPC Dari gambaran sistem manajemen mutu diatas dapat dilihat bahwa proses manajemen yang dilakukan adalah dengan adanya pembagian pekerjaan antara kegiatan-kegiatan yang ada. Pekerjaan yang ada dibagi dalam tiga proses utama yaitu proses perancangan, proses pengadaan dan proses pelaksanaan konstruksi. Dari tiap proses tersebut dibutuhkan suatu input pekerjaan agar proses dapat berjalan dan kemudian menghasilkan output yang selanjutnya berfungsi sebagai input untuk proses berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap proses merupakan sebuah sistem. Dikarenakan dalam pengertiannya, sistem merupakan komponen yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Sehingga tanpa adanya proses BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu V -7 L aporan Tugas Akhir Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC sebelumnya maka proses yang akan berlangsung selanjutnya tidak dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan setiap proses yang berlangsung membutuhkan input agar proses dapat berjalan dan input tersebut merupakan output dari proses sebelumnya. Seperti pada proses perancangan yang menghasilkan output berupa detail design. Detail design ini kemudian menjadi input untuk proses selanjutnya yaitu proses pengadaan sehingga menghasilkan output berupa material dan peralatan. Begitupula seterusnya sehingga pada akhirnya proses tersebut berakhir dengan menghasilkan output berupa mutu bangunan yang siap untuk digunakan. Pada proses konstruksi secara keseluruhan, input yang ada berasal dari ide atau kebutuhan dari pemilik proyek akan suatu bangunan. Input yang lain berupa sumber daya seperti spesifikasi teknis yang berasal dari pemilik proyek dan dibutuhkan oleh kontraktor EPC selaku pelaksana konstruksi untuk kegiatan proses perancangan. Selanjutnya kontraktor EPC melakukan proses pembangunan yang terdiri dari proses perancangan, proses pengadaan dan proses pelaksanaan konstruksi. Dan pada akhirnya output berupa bangunan yang siap digunakan terwujud lalu kemudian diserahkan kepada pihak pemilik proyek. BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu V -8 L aporan Tugas Akhir Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC 5.2 Perbedaan Sistem Manajemen Mutu 5.2.1 Dilihat dari proses perancangan, pengadaan dan pelaksanaan konstruksi Proses Perancangan • Pada proyek EPC, kegiatan perancangan dimulai dari pembuatan basic design oleh project engineer. Kemudian pembuatan detail design dibagi ke dalam beberapa bagian yang dikerjakan oleh civil engineering, electrical engineering, mechanical engineering dan lain-lain. Detail design yang telah dibuat lalu diperiksa sebelum melakukan proses MTO. Hasil akhir dari proses engineering berupa detail design, MTO dan requisition yang selanjutnya diteruskan menuju bagian pengadaan dan bagian pelaksanaan konstruksi. Berikut alur proses perancangan pada proyek EPC. Gambar 5.4 Proses perancangan pada proyek EPC • Pada proyek konstruksi tradisional, pihak konsultan yang bertanggung jawab dalam pembuatan basic design dan detail design. Pihak kontraktor bertugas untuk pembuatan shop drawing untuk pelaksanaan konstruksi di lapangan. Pada prosesnya, terdapat konsultan arsitektur yang membuat basic design dan konsultan struktur yang membuat detail design sedangkan kontraktor hanya bertugas dalam pembuatan shop drawing untuk pelaksanaan konstruksi di lapangan. Akan tetapi pada pelaksanaannya sering terjadi perbedaan antara gambar desain yang dirancang oleh konsultan dengan gambar desain untuk pelaksanaan konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor sehingga pada akhirnya BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu V -9 L aporan Tugas Akhir Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC memerlukan koordinasi diantara keduanya agar tercipta gambar desain yang dapat dilaksanakan di lapangan. Berikut alur proses perancangan pada proyek konstruksi tradisional. Gambar 5.5 Proses perancangan proyek konstruksi tradisional Proses Pengadaan • Kegiatan pengadaan pada proyek EPC terdiri dari tiga bagian yaitu bagian purchasing, expediting dan traffic. Pembagian ini terjadi dikarenakan pada proyek EPC jumlah material dan peralatan yang dibutuhkan sangatlah konstruksi tradisional banyak jadi jika perlu dibandingkan adanya dengan pembagian proyek pekerjaan. Pembagian ini juga dilakukan agar jenis-jenis peralatan yang sifatnya khusus dalam proses pembuatannya dapat terpantau dan kemudian hasilnya benar-benar sesuai dengan yang diinginkan. Gambar 5.6 Pembagian pekerjaan proses pengadaan pada proyek EPC BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu V - 10 L aporan Tugas Akhir Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC Awal kegiatan pengadaan merupakan proses tender dalam pengadaan vendor sebagai pihak penyuplai material dan peralatan untuk pelaksanaan konstruksi. Dikarenakan bermacam-macam spesifikasi peralatan dan banyaknya material yang dibutuhkan sehingga vendor yang terlibat pastinya lebih banyak daripada proyek konstruksi biasa. Vendor yang terpilih kemudian melakukan proses produksi terhadap material dan peralatan sesuai dengan kontrak pembelian. Terkadang peralatan yang dibuat mempunyai spesifikasi khusus sehingga sangat penting bagi bagian pengadaan untuk selalu memantau proses produksi yang dilakukan vendor hingga tiba pada proses pengiriman peralatan tersebut ke lapangan agar peralatan yang dipesan benar-benar sesuai keinginan. Berikut alur proses pengadaan pada proyek EPC. Gambar 5.7 Proses pengadaan pada proyek EPC Dalam proyek EPC dikarenakan pada proses perancangan, pengerjaaan detail design dibagi ke dalam beberapa bagian yang dikerjakan oleh civil engineering, electrical engineering, mechanical engineering dan lain-lain sehingga pada proses pengadaan dapat pula dibagi mengikuti beberapa bagian yang telah ada pada proses perancangan. Hal ini tentunya menyebabkan setiap bagian pekerjaan dapat bekerja terpisah tanpa harus tergantung bagian pekerjaan BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu yang lainnya dalam proses V - 11 L aporan Tugas Akhir Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC pengadaan. Sehingga pada proyek EPC sering muncul adanya overlapping pekerjaan antara bagian pekerjaan yang satu dengan bagian pekerjaan yang lain. Gambar 5.8 Pembagian pekerjaan berdasarkan jenis kegiatan • Pada proyek konstruksi tradisional, bagian pengadaannya tidak memiliki peran sepenting bagian pengadaan pada proyek EPC. Hal ini dikarenakan, material dan peralatan yang dibutuhkan adalah material dan peralatan yang umum digunakan pada proyek pembangunan gedung. Berbeda dengan material dan peralatan yang dibutuhkan pada proyek EPC yang terkadang perlu untuk membuat suatu peralatan dengan spesifikasi khusus. Oleh karenanya pada proyek konstruksi tradisional tidak ada pekerjaan dari proses pengadaan yang tugasnya secara khusus memantau lebih mendetail terhadap material dan peralatan yang diproduksi oleh vendor. Hal ini dikarenakan tidak adanya peralatan spesifikasi khusus yang akan digunakan pada proses konstruksi gedung. Gambar 5.9 Proses pengadaan pada proyek konstruksi tradisional BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu V - 12 L aporan Tugas Akhir Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC Proses Pelaksanaan Konstruksi • Pada proyek EPC, pelaksanaan konstruksi dimulai setelah adanya detail design dan material serta peralatan. Kesesuaian antara detail design dan pelaksanaan konstruksi di lapangan menjadi tanggung jawab construction engineering yang biasanya dibagi juga berdasarkan bagian pekerjaan ada. Pembagian pekerjaan ini dimaksudkan agar tiap-tiap jenis pekerjaan mendapat perhatian lebih mendetail. Walaupun begitu, pada pelaksanaan konstruksi tiap bagian pekerjaan harus mampu bekerja sama dalam mewujudkan suatu bangunan yang diinginkan. Gambar 5.10 Pembagian pekerjaan proses pelaksanaan konstruksi pada proyek EPC Selain menjadi tanggung jawab bagian construction engineering, proses pelaksanaan konstruksi juga menjadi tanggung jawab site control. Site control ini bertugas untuk memonitor ketersediaan material dan peralatan di lapangan agar tidak menghambat proses pelaksanaan konstruksi. Gambar 5.11 Proses pelaksanaan konstruksi pada proyek EPC BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu V - 13 L aporan Tugas Akhir Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC Dalam pelaksanaan konstruksi, pada proyek EPC terdapat proses precommisioning. Proses precommisioning merupakan proses ujicoba terakhir terhadap peralatan yang telah dipasang pada bangunan sebelum bangunan tersebut diserahkan kepada pihak pemilik proyek. Proses precommisioning ini dapat dimulai tanpa menunggu selesainya kegiatan pelaksanaan konstruksi sipil secara menyeluruh karena proses precommisioning berkaitan dengan peralatan sehingga pelaksanaan konstruksi yang tidak berkaitan dengan proses ini tidak perlu ditunggu selesai. Proses precommisioning sangatlah penting dikarenakan peralatan yang dapat dioperasikan merupakan salah satu bagian dari kebutuhan pemilik proyek yang harus dipenuhi oleh kontraktor EPC selain bangunan yang dapat digunakan. Pada proyek konstruksi tradisional terdapat pula proses yang sejenis dengan proses precommisioning hanya saja mempunyai istilah yang berbeda. Hal yang membedakan adalah jumlah peralatan yang melalui proses precommisioning dalam proyek konstruksi tradisional tidaklah sebanyak dalam proyek EPC. Gambar 5.12 Pelaksanaan konstruksi pada proyek konstruksi tradisional Perbedaan pada proyek EPC dan proyek konstruksi tradisional selain dapat dilihat dari alur prosesnya, seperti yang telah dijelaskan diatas, terdapat juga perbedaan lainnya dalam proses perancangan, pengadaan dan pelaksanaan konstruksi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu V - 14 L aporan Tugas Akhir Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC Proyek Konstruksi Tradisional Pembuatan design dilakukan oleh konsultan yang dipilih oleh owner. Konsultan arsitektur membuat basic desain Konsultan struktur membuat detail desain Dari detail desain tersebut digunakan dalam tender pengadaan jasa kontraktor Kontraktor terpilih dapat membuat shop drawing dan metode kerja Shop drawing tersebut diajukan kepada owner untuk disetujui, jika disetujui maka dapat dibuat as build Perancangan drawing yang dijadikan acuan di lapangan Proyek EPC Pembuatan basic desain dilakukan oleh bagian perancangan. Dari basic desain tersebut dibuat detail desain dan keterangan perhitungan Hasil dari bagian perancangan ini akan menjadi masukan/ input untuk bagian selanjutnya yaitu bagian pengadaan Hasil dari bagian perancangan yaitu : detail desain, kalkulasi, MTO serta requisition Agar tidak terjadi kesalahan gambar maka harus ada koordinasi antara kontraktor dengan konsultan perencana Semua perubahan yang diinginkan oleh konsulan perencana harus mendapatkan persetujuan dari owner. Oleh sebab itu owner harus mengerti agar tidak dibohongi oleh konsultan perencana serta harus mempunyai banyak waktu untuk mengawasi pekerjaan konsultan perencana. Pengadaan jasa kontraktor dilakukan oleh owner setelah memperoleh hasil detail desain dari konsultan perencana Pengadaan material dominan dapat dilakukan oleh owner seperti besi, beton ready mix, tiaang panjang,dll tanpa menunggu dari kontraktor Setelah menerima hasil dari bagian perancangan, bagian pengadaan dapat melakukan tugasnya Untuk lebih memudahkan dalam melakukan pengadaan barang, bagian pengadaan harus melakukan purchasing order yang diajukan kepada project manager Karena material dan barang yang dibutuhkan bisa berasal dari luar negeri. Untuk lebih memudahkan pengaturan, bagian pengadaan dibedakan menjadi : pembelian, pemantauan produksi, ekspedisi dan transportasi. Bagian pengadaan dibagi menjadi koordinator pengadaan, logistik, gudang serta piket Bagian pengadaan merupakan bagian yang harus diperhatikan karena bagian ini menyerap biaya yang lebih besar diantara bagian-bagian yang lain Kontraktor terpilih dapat langsung melaksanakan tugasnya setelah mendapatkan surat perintah kerja (SPK)dari owner setelah proses perancangan dan proses pengadaan selesai, maka dapat dilanjutkan proses selanjutnya yaitu pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh bagian konstruksi Dengan detail desain yang ada serta koordinasi dengan konsultan perencana dapat dibuat as build drawing serta metode konstruksi yang akan diajukan kepada owner untuk pekerjaan sipil yang tidak bergantung dengan hasil dari proses perancangan dan pengadaan dapat dilakukan terlebih dahulu. Pekerjaan tersebut antara lain pembersihan lahan (land clearing), pembangunan jalan (acces road), fasilitas penyimpanan barang (warehouse), kantor direksi (direction kit) dan fasilitas lainnya. Jika terjadi perubahan lingkup pekerjaan, kontraktor dapat mengajukan variation order kepada owner Apabila terjadi kesalahan atau perubahan lingkup pekerjaan dalam pelaksanaan konstruksi, bagian konstruksi akan meminta perhitungan ulang dari bagian perancangan dan bagian pengadaan melakukan pengadaan ulang berdasarkan hasil terbaru dari bagian engineering Pengadaan yang dilakukan yaitu pemilihan vendor/supplier berdasarkan dari dokumen requsition. Pemilihan vendor/supplier ini cukup penting karena jumlah material dan barang yang dibutuhkan mencapai ribuan dan jarang ditemui di pasaran serta memiliki spesifikasi khusus sehingga harus memesan terlebih dahulu Pengadaan Pelaksanaan konstruksi Variation order tersebut akan didiskusikan oleh owner bersama konsultan perencana sebelum disetujui oleh owner Untuk mengawasi pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor, owner mempekerjakan konsultan manajemen konstruksi sebagai perwakilan owner di lapangan Tabel 5.1 Perbedaan berdasarkan proses perancangan, pengadaan dan pelaksanaan konstruksi BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu V - 15 L aporan Tugas Akhir Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC 5.2.2 Dilihat dari segi Biaya, Waktu dan Mutu Perbedaan antara proyek EPC dengan proyek konstruksi tradisional jika dilihat dari proses perancangan, pengadaan dan pelaksanaan konstruksi, dapat juga mengakibatkan timbulnya perbedaan terhadap biaya, waktu dan mutu. Perbedaan tersebut data dilihat dari tabel berikut ini Proyek konstruksi tradisonal Proyek EPC Dalam pengerjaan proyeknya, diperlukan koordinasi antara pihak konsultan dan kontraktor sehingga mempengaruhi waktu pengerjaan proyek. Tetapi jumlah pekerjaan yang harus melalui koordinasi antara konsultan dan kontraktor tidak sebanyak pada proyek EPC. Dapat memberikan kepastian ketepatan waktu pelaksanaan konstruksi atau dimungkinkan pekerjaan lebih cepat dikarenakan koordinasi pekerjaan hanya dilakukan oleh satu kontraktor EPC. Tetapi pada proyek EPC, banyak pekerjaan dan bermacam jenis pekerjaan yang harus diatur. Waktu keterlambatan pekerjaan dapat mempengaruhi dapat mempengaruhi pekerjaan berikutnya sehingga pekerjaan yang harus dikerjakan selanjutnya yang menjadi bertambah. Hanya saja dalam proyek konstruksi tradisional bnayaknya kegiatan dan macamnya jenis kegiatan tidak sebanyak proyek EPC. biaya yang dibutuhkan dalam proyek konstruksi tradisional biasanya tidak sebesar proyek EPC. Dikarenakan pekerjaan utamanya hanya pekerjaan sipil saja yaitu pembangunan bangunan konstruksi. Sedangkan pekerjaan lainnya seperti elektrikal dan mekanikal mengikuti pekerjaan sipil. Keterlambatan pekerjaan dapat mempengaruhi pekerjaan berikutnya, sehingga pekerjaan yang harus dikerjakan selanjutnya menjadi bertambah. Apalagi dalam proyek yang umumnya menggunakan konsep EPC, terdapat ribuan kegiatan dan bermacam jenis kegiatan didalamnya sehingga keterlambatan pekerjaan sangatlah mempengaruhi proses pekerjaan secara keseluruhan. Biaya yang dibutuhkan dalam proyek EPC lebih besar dibandingkan proyek konstruksi tradisional. Hal ini disebabkan banyaknya kegiatan dan bermacam jenis kegiatan yang harus diatur. Resiko pekerjaan pun ditanggung oleh dua pihak yaitu kontraktor dan konsultan. Jadi resiko Biaya pekerjaan yang berakibat biaya yang bertambah menjadi tanggung jawab pihak yang melakukan kesalahan. Seperti jika ada keterlambatan pekerjaan pada proses perancangan maka pihak konsultan yang bertanggung jawab sedangkan pihak kontraktor tidak menanggung. Tapi pekerjaan yang dilakukan kontraktor dapat terpengaruh dari keterlambatan proses perancangan tersebut. Resiko pekerjaan seperti keterlambatan pekerjaan dapat mempengaruhi biaya yang dikeluarkan menjadi bertambah. Resiko biaya yang bertambah kemudian menjadi tanggung jawab kontraktor EPC sepenuhnya. Pada proyek konstruksi tradisional pengerjaan proyeknya tidak membutuhkan material atau peralatan dengan spesifikasi khusus. Pekerjaan yang utama hanya merupakan pekerjaan sipil saja Mutu yang diulang kembali di setiap kegiatannya. Dikarenakan jenis pekerjaannya yang tidak sebanyak proyek EPC sehingga diharapkan persyaratan mutu yang diinginkan pemilik proyek lebih mudah tercapai. Banyak terdapat kegiatan yang harus dikerjakan dikarenakan terdapat ribuan item kegiatan dan bermacam jenis kegiatan dalam pengerjaan proyeknya. Banyaknya pekerjaan tersebut perlu diatur sehingga persyaratan mutu yang diinginkan pemilik proyek dapat tercapai. Keterlambatan pekerjaan yang terjadi dapat mempengaruhi mutu yang dihasilkan sehingga mutu yang diinginkan menjadi tidak maksimal. Tabel 5.2 Perbedaan berdasarkan biaya, mutu dan waktu BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu V - 16 L aporan Tugas Akhir Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC Dalam proyek skala besar bisa saja menggunakan konsep konstruksi tradisional, hanya saja ketepatan waktu konstruksi dapat menjadi masalah dikarenakan apabila menggunakan konsep konstruksi tradisional terdapat pihak konsultan dan kontraktor yang berperan dalam pengerjaan proyek konstruksi. Hal ini dapat menimbulkan masalah disebabkan pihak konsultan dan kontraktor mempunyai keinginan yang berbeda sehingga bisa saja waktu pengerjaan konstruksi menjadi bertambah yang berakibat tidak tercapainya tenggat waktu yang telah ditentukan. Apalagi dalam proyek skala besar terdapat ribuan kegiatan yang harus diatur. Pada proyek konstruksi tradisional seperti konstruksi permukiman dan konstruksi gedung dalam pengerjaan konstruksinya bisa saja menggunakan konsep EPC. Dengan konsep EPC, pengerjaan proyek konstruksi dilakukan oleh satu kontraktor EPC sehingga ketepatan waktu yang diinginkan oleh pihak pemilik proyek dapat tercapai atau dimungkinkan lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan. Hanya saja bila menggunakan konsep EPC, biaya yang dikeluarkan oleh pemilik proyek menjadi lebih besar dibanding dengan konsep konstruksi tradisional. Hal ini terjadi disebabkan kontraktor EPC pastinya akan meminta biaya yang besar karena kontraktor EPC mampu memberikan kepastian ketepatan waktu dalam pengerjaannya. Apalagi jumlah pekerjaan pada proyek konstruksi gedung tidak sebanyak pada proyek EPC. Konsep konstruksi tradisional bukannya tidak mampu memberikan jaminan waktu terhadap pekerjaan konstruksinya tetapi dalam konsep konstruksi tradisonal terdapat dua pihak yang terlibat dan keduanya membutuhkan koordinasi terlebih dahulu sehingga ketepatan waktu pelaksanaan konstruksi menjadi diragukan dapat tercapai. Hanya saja dengan konsep konstruksi tradisional, biaya yang dikeluarkan oleh pemilik proyek tidak sebesar biaya apabila menggunakan konsep EPC. Apalagi resiko pekerjaan yang ditanggung oleh pelaksana proyek dibagi dua yaitu oleh konsultan dan kontraktor. BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu V - 17