BAB V Analisis Sistem Manajemen Mutu V

advertisement
L aporan Tugas Akhir
Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC
BAB V
ANALISIS SISTEM MANAJEMEN MUTU
Analisis yang dilakukan berdasarkan data dari bab 3 untuk proyek
konstruksi tradisional dan bab 4 untuk proyek EPC diperoleh bahwa setiap
proyek konstruksi mempunyai batasan yang sama yaitu sesuai dengan
biaya yang dianggarkan, jadwal yang direncanakan serta tercapainya mutu
yang diinginkan. Hal tersebut berlaku pada proyek konstruksi tradisional
maupun proyek EPC.
5.1
Identifikasi Sistem Manajemen Mutu
5.1.1 Pada Proyek Konstruksi Tradisional
Proyek konstruksi tradisional umumnya dijumpai untuk proyek konstruksi
gedung, perumahan, pertokoan, mall, dll. Hasil dari proyek tersebut
berorientasi kepada keindahan/estetika dari bangunan/konstruksi yang
dibangun.
Proyek konstruksi tradisional mempunyai 4 tahapan kegiatan yaitu studi
kelayakan, proses perancangan, proses pengadaan dan proses pelaksanaan
konstruksi. Tahapan-tahapan tersebut saling bergantung satu sama lain
karena hasil dari tahapan sebelumnya menjadi input untuk tahapan
berikutnya. Masing-masing tahapan tersebut dikerjakan oleh pihak-pihak
yang berbeda.
Owner sebagai pemilik proyek dapat menentukan pihak-pihak mana saja
yang terlibat dalam proyek konstruksi tradisional. Umumnya pada proyek
konstruksi tradisional, owner mempekerjakan konsultan perencana dalam
melakukan perancangan basic design yang digunakan sebagai tender dalam
menentukan kontraktor pelaksana konstruksi. Selain itu, owner juga dapat
terlibat langsung terhadap keberlangsungan proyek dengan membentuk tim
perwakilan atau mempekerjakan konsultan manajemen konstruksi yang
berfungsi untuk mengawasi jalannya proyek. Hal tersebut dilakukan agar
BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu
V -1
L aporan Tugas Akhir
Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC
owner dapat mengurangi kesalahan yang dilakukan oleh kontraktor dan
apabila owner menginginkan perubahan dapat segera dilakukan.
Dalam pemilihan konsultan perencana, owner harus memilih konsultan
perencana yang sudah berpengalaman. Apabila owner salah memilih, maka
akan berakibat fatal yaitu biaya menjadi semakin membengkak karena
kesalahan desain serta jadwal pengerjaan proyek menjadi terlambat karena
output dari konsultan perencana yang digunakan untuk melakukan
pengadaan jasa kontraktor menjadi terhambat. Pemilihan kontraktor yang
melaksanakan proyek tergantung dari owner. Owner biasanya memilih
kontraktor dengan biaya penawaran terendah dan dapat menjamin mutu
yang diinginkan oleh owner dapat terpenuhi.
Untuk proses pengadaan material, owner dapat melakukannya sendiri
tanpa menunggu kontraktor. Pengadaan material yang dilakukan oleh
owner biasanya untuk material-material dominan seperti besi, beton ready
mix, tiang pancang dan lain-lain. Hal tersebut dilakukan oleh owner untuk
menghemat biaya yang dikeluarkan. Selain itu, material tersebut tidak
memiliki spesifikasi yang khusus dan dapat dengan mudah dijumpai di
pasaran.
Pelaksanaan konstruksi dilakukan oleh kontraktor yang telah dipilih oleh
owner. Kontraktor mewujudkan detail desain yang telah dibuat oleh
konsultan perencana menjadi suatu bangunan atau konstruksi. Pada
proyek konstruksi tradisional, lingkup pekerjaan kontraktor sebagian besar
adalah pekerjaan sipil dan arsitek. Untuk pekerjaan mekanikal dan
elektrikal dilakukan oleh subkontraktor spesialis. Pekerjaan sipil yang
dilakukan tidak rumit karena merupakan pekerjaan yang berulang-ulang
seperti pemasangan bekisting, pengecoran, pembesian dan lain-lain.
Apabila
terjadi
perubahan
desain
yang
mengakibatkan
perubahan
pelaksanaan konstruksi, kontraktor dapat mengajukan variation order
kepada owner atau konsultan pengawas yang telah ditunjuk oleh owner di
lapangan. Owner akan berdiskusi dan meminta konsultan perencana untuk
melakukan pengecekan terhadap desain yang diajukan oleh kontraktor.
BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu
V -2
L aporan Tugas Akhir
Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC
Apabila disetujui oleh owner, kontraktor dapat langsung melaksanakan
tugasnya. Namun proses yang dilakukan cukup lama sehingga owner tidak
dapat langsung menyetujui. Akibatnya pelaksanaan konstruksi menjadi
terhambat dan jadwal pengerjaan proyek menjadi terlambat Selain itu,
apabila terjadi ketidakcocokan antara konsultan perencana dan kontraktor
dapat menyebabkan keterlambatan dalam proyek. Dengan demikian, owner
menjadi rugi karena keterlambatan tersebut. Oleh sebab itu, owner atau
konsultan
pengawas
yang
ditunjuk
oleh
owner
harus
benar-benar
mengawasi pekerjaan dari pihak-pihak yang terlibat dalam proyek.
Untuk mengatur agar proyek konstruksi tradional yang dikerjakan menjadi
efektif dan efisien sesuai dengan biaya yang dianggarkan, jadwal yang
direncanakan serta menjamin mutu yang dinginkan. Diperlukan suatu
sistem manajemen mutu. Sistem manajemen mutu pada proyek konstruksi
tradisional adalah cara untuk mengatur kegiatan yang saling berhubungan
dengan memanfaatkan sumber daya yang ada agar mutu pada proyek
konstruksi yang diinginkan dapat tercapai. Dari penjelasan di atas dapat
dibuat sistem manajemen mutu yang terlihat dari gambar berikut
Gambar 5.1 Sistem manajemen mutu proyek konstruksi tradisional
BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu
V -3
L aporan Tugas Akhir
Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC
5.1.2 Pada proyek EPC
Proyek EPC biasa dijumpai untuk proyek konstruksi kilang minyak, plant,
platform, pabrik pupuk dan lain-lain. Hasil dari proyek tersebut umumnya
berorientasi kepada output dari bangunan/konstruksi yang dibangun.
Karena biasanya bangunan proyek semacam ini berbentuk pabrik yang
melakukan proses dan memproduksi zat tertentu, proyek semacam ini
disebut juga pabrik proses (process plant) atau pabrik industri (industrial
plant).
Proyek EPC mempunyai 2 tahapan kegiatan yaitu studi kelayakan dan
penggabungan antara proses perancangan, proses pengadaan dan proses
pelaksanaan konstruksi. Karena penggabungan ketiga proses tersebut
menjadi satu maka pihak yang mengerjakannya pun hanya satu. Namun
masing-masing proses tersebut saling bergantung satu dengan lainnya
karena
hasil
dari
proses
sebelumnya
menjadi
input
untuk
proses
berikutnya.
Pada proyek EPC, owner hanya melibatkan satu pihak saja untuk
menangani proyeknya. Apabila terjadi kesalahan pada salah satu proses
maka owner hanya berurusan dengan satu pihak yaitu kontraktor EPC.
Proyek EPC merupakan proyek dengan biaya yang sangat besar dan item
pekerjaan pada proyek EPC jumlahnya mencapai ribuan, Item pekerjaan
tersebut lebih banyak pekerjaan instalasi daripada pekerjaan sipil. Misalnya
pekerjaan
instalasi
pipa,
turbin,
boiler
dan
kompresor.
Pekerjaan
sipil`biasanya ditujukan sebagai struktur penunjang instalasi tersebut
misalnya pembangunan pondasi mesin sebagai tempat dudukan mesinmesin pabrik tersebut. Selain itu, beberapa pekerjaan sipil lainnya berperan
dalam pekerjaan persiapan proyek seperti pembersihan lahan (land
clearing), pembangunan jalan (acces road), fasilitas penyimpanan barang
(warehouse), kantor direksi (direction kit) dan fasilitas lainnya.
Dengan
adanya
penggabungan proses perancangan, pengadaan
dan
pelaksanaan konstruksi yang dikoordinasi oleh satu pihak, maka item
pekerjaan yang sangat banyak tersebut dapat diatur dan dikendalikan.
BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu
V -4
L aporan Tugas Akhir
Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC
Apabila terjadi evaluasi terhadap pekerjaan berupa penambahan atau
pengurangan pekerjaan, koordinasi yang terjadi lebih mudah. Hal ini
tentunya
memungkinkan
ketepatan
waktu
pengerjaan
proyek
dapat
berjalan sesuai yang direncanakan atau dapat lebih cepat dikarenakan
tidak adanya pihak lain yang terlibat selain kontraktor EPC.
Pada proses perancangan, detail desain yang dihasilkan harus sesuai
dengan spesifikasi yang diminta. Dengan adanya detail desain tersebut,
maka proses pengadaan dapat dilakukan. Proses pengadaan merupakan
proses yang paling penting dalam proyek EPC karena material dan barang
yang dibutuhkan jarang dijumpai di pasaran serta memiliki spesifikasi
khusus sehingga harus memesan kepada supplier/vendor terlebih dahulu.
Apabila supplier/vendor tidak dapat memenuhi material dan peralatan yang
diminta karena spesifikasinya terlalu unik maka detail desain tersebut
dikembalikan kepada bagian proses perancangan untuk dirancang ulang.
Dan proses tersebut berulang-ulang hingga terjadi kesesuaian. Pelaksanaan
konstruksi dapat dilakukan setelah proses perancangan dan pengadaan
selesai. Untuk pekerjaan sipil yang tidak tergantung dengan proses
perancangan dan pengadaan, dapat dilakukan terlebih dahulu misalnya
pekerjaan persiapan proyek. Dengan demikian jadwal pengerjaan proyek
dapat ditekan sehingga proyek dapat selesai lebih cepat.
Ketiga
proses
tersebut,
saling
berkaitan
satu
dengan
lainnya
dan
mengalami loop apabila salah satu proses tersebut gagal. Dengan adanya
loop tersebut maka koreksi kesalahan dapat segera dilakukan sehingga
mutu proyek semakin terjamin. Loop tersebut menujukan bahwa apabila
salah satu proses tersebut terlambat maka proses yang lainnya juga
mengalami
keterlambatan
sehingga
berdampak
pada
keterlambatan
selesainya proyek. Akibatnya biaya yang dikeluarkan menjadi semakin
bertambah. Berikut ini gambaran dari proses loop tersebut
BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu
V -5
L aporan Tugas Akhir
Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC
Gambar 5.2 Proses loop pada perancangan, pengadaan dan pelaksanaan
konstruksi pada proyek EPC
Untuk mengatur agar proses looping pada proyek EPC yang dikerjakan
menjadi efektif dan efisien diperlukan suatu sistem manajemen mutu.
Sistem manajemen mutu pada proyek EPC adalah cara untuk mengatur
kegiatan yang saling berhubungan dengan memanfaatkan sumber daya
yang ada agar mutu pada proyek EPC yang diinginkan dapat tercapai.
Berikut gambaran dari sistem manajemen mutu pada proyek EPC dapat
dilihat pada bagan di bawah ini.
BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu
V -6
L aporan Tugas Akhir
Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC
Gambar 5.3 Sistem manajemen mutu pada proyek EPC
Dari gambaran sistem manajemen mutu diatas dapat dilihat bahwa proses
manajemen yang dilakukan adalah dengan adanya pembagian pekerjaan
antara kegiatan-kegiatan yang ada. Pekerjaan yang ada dibagi dalam tiga
proses utama yaitu proses perancangan, proses pengadaan dan proses
pelaksanaan konstruksi. Dari tiap proses tersebut dibutuhkan suatu input
pekerjaan agar proses dapat berjalan dan kemudian menghasilkan output
yang selanjutnya berfungsi sebagai input untuk proses berikutnya.
Hal ini menunjukkan bahwa setiap proses merupakan sebuah sistem.
Dikarenakan dalam pengertiannya, sistem merupakan komponen yang
saling berhubungan satu dengan lainnya. Sehingga tanpa adanya proses
BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu
V -7
L aporan Tugas Akhir
Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC
sebelumnya maka proses yang akan berlangsung selanjutnya tidak dapat
dilakukan.
Hal
ini
dikarenakan
setiap
proses
yang
berlangsung
membutuhkan input agar proses dapat berjalan dan input tersebut
merupakan
output
dari
proses
sebelumnya.
Seperti
pada
proses
perancangan yang menghasilkan output berupa detail design. Detail design
ini kemudian menjadi input untuk proses selanjutnya yaitu proses
pengadaan sehingga menghasilkan output berupa material dan peralatan.
Begitupula seterusnya sehingga pada akhirnya proses tersebut berakhir
dengan menghasilkan output berupa mutu bangunan yang siap untuk
digunakan.
Pada proses konstruksi secara keseluruhan, input yang ada berasal dari ide
atau kebutuhan dari pemilik proyek akan suatu bangunan. Input yang lain
berupa sumber daya seperti spesifikasi teknis yang berasal dari pemilik
proyek dan dibutuhkan oleh kontraktor EPC selaku pelaksana konstruksi
untuk
kegiatan
proses
perancangan.
Selanjutnya
kontraktor
EPC
melakukan proses pembangunan yang terdiri dari proses perancangan,
proses pengadaan dan proses pelaksanaan konstruksi. Dan pada akhirnya
output berupa bangunan yang siap digunakan terwujud lalu kemudian
diserahkan kepada pihak pemilik proyek.
BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu
V -8
L aporan Tugas Akhir
Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC
5.2
Perbedaan Sistem Manajemen Mutu
5.2.1 Dilihat dari proses perancangan, pengadaan dan pelaksanaan
konstruksi
Proses Perancangan
•
Pada proyek EPC, kegiatan perancangan dimulai dari pembuatan basic
design oleh project engineer. Kemudian pembuatan detail design dibagi
ke dalam beberapa bagian yang dikerjakan oleh civil engineering,
electrical engineering, mechanical engineering dan lain-lain. Detail design
yang telah dibuat lalu diperiksa sebelum melakukan proses MTO. Hasil
akhir dari proses engineering berupa detail design, MTO dan requisition
yang selanjutnya diteruskan menuju bagian pengadaan dan bagian
pelaksanaan konstruksi. Berikut alur proses perancangan pada proyek
EPC.
Gambar 5.4 Proses perancangan pada proyek EPC
•
Pada proyek konstruksi tradisional, pihak konsultan yang bertanggung
jawab dalam pembuatan basic design dan detail design. Pihak kontraktor
bertugas untuk pembuatan shop drawing untuk pelaksanaan konstruksi
di lapangan. Pada prosesnya, terdapat konsultan arsitektur yang
membuat basic design dan konsultan struktur yang membuat detail
design sedangkan kontraktor hanya bertugas dalam pembuatan shop
drawing untuk pelaksanaan konstruksi di lapangan. Akan tetapi pada
pelaksanaannya sering terjadi perbedaan antara gambar desain yang
dirancang oleh konsultan dengan gambar desain untuk pelaksanaan
konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor sehingga pada akhirnya
BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu
V -9
L aporan Tugas Akhir
Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC
memerlukan koordinasi diantara keduanya agar tercipta gambar desain
yang dapat dilaksanakan di lapangan. Berikut alur proses perancangan
pada proyek konstruksi tradisional.
Gambar 5.5 Proses perancangan proyek konstruksi tradisional
Proses Pengadaan
•
Kegiatan pengadaan pada proyek EPC terdiri dari tiga bagian yaitu
bagian
purchasing,
expediting
dan
traffic.
Pembagian
ini
terjadi
dikarenakan pada proyek EPC jumlah material dan peralatan yang
dibutuhkan
sangatlah
konstruksi
tradisional
banyak
jadi
jika
perlu
dibandingkan
adanya
dengan
pembagian
proyek
pekerjaan.
Pembagian ini juga dilakukan agar jenis-jenis peralatan yang sifatnya
khusus dalam proses pembuatannya dapat terpantau dan kemudian
hasilnya benar-benar sesuai dengan yang diinginkan.
Gambar 5.6 Pembagian pekerjaan proses pengadaan pada proyek EPC
BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu
V - 10
L aporan Tugas Akhir
Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC
Awal kegiatan pengadaan merupakan proses tender dalam pengadaan
vendor
sebagai
pihak
penyuplai
material
dan
peralatan
untuk
pelaksanaan konstruksi. Dikarenakan bermacam-macam spesifikasi
peralatan dan banyaknya material yang dibutuhkan sehingga vendor
yang terlibat pastinya lebih banyak daripada proyek konstruksi biasa.
Vendor yang terpilih kemudian melakukan proses produksi terhadap
material dan peralatan sesuai dengan kontrak pembelian. Terkadang
peralatan yang dibuat mempunyai spesifikasi khusus sehingga sangat
penting bagi bagian pengadaan untuk selalu memantau proses produksi
yang dilakukan vendor hingga tiba pada proses pengiriman peralatan
tersebut ke lapangan agar peralatan yang dipesan benar-benar sesuai
keinginan. Berikut alur proses pengadaan pada proyek EPC.
Gambar 5.7 Proses pengadaan pada proyek EPC
Dalam proyek EPC dikarenakan pada proses perancangan, pengerjaaan
detail design dibagi ke dalam beberapa bagian yang dikerjakan oleh civil
engineering, electrical engineering, mechanical engineering dan lain-lain
sehingga pada proses pengadaan dapat pula dibagi mengikuti beberapa
bagian yang telah ada pada proses perancangan. Hal ini tentunya
menyebabkan setiap bagian pekerjaan dapat bekerja terpisah tanpa
harus
tergantung
bagian
pekerjaan
BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu
yang
lainnya
dalam
proses
V - 11
L aporan Tugas Akhir
Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC
pengadaan.
Sehingga
pada
proyek
EPC
sering
muncul
adanya
overlapping pekerjaan antara bagian pekerjaan yang satu dengan bagian
pekerjaan yang lain.
Gambar 5.8 Pembagian pekerjaan berdasarkan jenis kegiatan
•
Pada proyek konstruksi tradisional, bagian pengadaannya tidak memiliki
peran
sepenting
bagian
pengadaan
pada
proyek
EPC.
Hal
ini
dikarenakan, material dan peralatan yang dibutuhkan adalah material
dan peralatan yang umum digunakan pada proyek pembangunan
gedung. Berbeda dengan material dan peralatan yang dibutuhkan pada
proyek EPC yang terkadang perlu untuk membuat suatu peralatan
dengan spesifikasi khusus. Oleh karenanya pada proyek konstruksi
tradisional tidak ada pekerjaan dari proses pengadaan yang tugasnya
secara khusus memantau lebih mendetail terhadap material dan
peralatan yang diproduksi oleh vendor. Hal ini dikarenakan tidak adanya
peralatan
spesifikasi
khusus
yang
akan
digunakan
pada
proses
konstruksi gedung.
Gambar 5.9 Proses pengadaan pada proyek konstruksi tradisional
BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu
V - 12
L aporan Tugas Akhir
Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC
Proses Pelaksanaan Konstruksi
•
Pada proyek EPC, pelaksanaan konstruksi dimulai setelah adanya detail
design dan material serta peralatan. Kesesuaian antara detail design dan
pelaksanaan
konstruksi
di
lapangan
menjadi
tanggung
jawab
construction engineering yang biasanya dibagi juga berdasarkan bagian
pekerjaan ada. Pembagian pekerjaan ini dimaksudkan agar tiap-tiap
jenis pekerjaan mendapat perhatian lebih mendetail. Walaupun begitu,
pada pelaksanaan konstruksi tiap bagian pekerjaan harus mampu
bekerja sama dalam mewujudkan suatu bangunan yang diinginkan.
Gambar 5.10 Pembagian pekerjaan proses pelaksanaan konstruksi pada
proyek EPC
Selain menjadi tanggung jawab bagian construction engineering, proses
pelaksanaan konstruksi juga menjadi tanggung jawab site control. Site
control ini bertugas untuk memonitor ketersediaan material dan
peralatan di lapangan agar tidak menghambat proses pelaksanaan
konstruksi.
Gambar 5.11 Proses pelaksanaan konstruksi pada proyek EPC
BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu
V - 13
L aporan Tugas Akhir
Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC
Dalam pelaksanaan konstruksi, pada proyek EPC terdapat proses
precommisioning. Proses precommisioning merupakan proses ujicoba
terakhir terhadap peralatan yang telah dipasang pada bangunan
sebelum bangunan tersebut diserahkan kepada pihak pemilik proyek.
Proses precommisioning ini dapat dimulai tanpa menunggu selesainya
kegiatan pelaksanaan konstruksi sipil secara menyeluruh karena proses
precommisioning berkaitan dengan peralatan sehingga pelaksanaan
konstruksi yang tidak berkaitan dengan proses ini tidak perlu ditunggu
selesai. Proses precommisioning sangatlah penting dikarenakan peralatan
yang dapat dioperasikan merupakan salah satu bagian dari kebutuhan
pemilik proyek yang harus dipenuhi oleh kontraktor EPC selain
bangunan yang dapat digunakan.
Pada proyek konstruksi tradisional terdapat pula proses yang sejenis
dengan proses precommisioning hanya saja mempunyai istilah yang
berbeda. Hal yang membedakan adalah jumlah peralatan yang melalui
proses precommisioning dalam proyek konstruksi tradisional tidaklah
sebanyak dalam proyek EPC.
Gambar 5.12 Pelaksanaan konstruksi pada proyek konstruksi tradisional
Perbedaan pada proyek EPC dan proyek konstruksi tradisional selain dapat
dilihat dari alur prosesnya, seperti yang telah dijelaskan diatas, terdapat
juga perbedaan lainnya dalam proses perancangan, pengadaan dan
pelaksanaan konstruksi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu
V - 14
L aporan Tugas Akhir
Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC
Proyek Konstruksi Tradisional
Pembuatan design dilakukan oleh konsultan yang
dipilih oleh owner.
Konsultan arsitektur membuat basic desain
Konsultan struktur membuat detail desain
Dari detail desain tersebut digunakan dalam tender
pengadaan jasa kontraktor
Kontraktor terpilih dapat membuat shop drawing dan
metode kerja
Shop drawing tersebut diajukan kepada owner untuk
disetujui, jika disetujui maka dapat dibuat as build
Perancangan drawing yang dijadikan acuan di lapangan
Proyek EPC
Pembuatan basic desain dilakukan oleh bagian
perancangan.
Dari basic desain tersebut dibuat detail desain dan
keterangan perhitungan
Hasil dari bagian perancangan ini akan menjadi
masukan/ input untuk bagian selanjutnya yaitu
bagian pengadaan
Hasil dari bagian perancangan yaitu : detail desain,
kalkulasi, MTO serta requisition
Agar tidak terjadi kesalahan gambar maka harus ada
koordinasi antara kontraktor dengan konsultan
perencana
Semua perubahan yang diinginkan oleh konsulan
perencana harus mendapatkan persetujuan dari
owner. Oleh sebab itu owner harus mengerti agar
tidak dibohongi oleh konsultan perencana serta harus
mempunyai banyak waktu untuk mengawasi
pekerjaan konsultan perencana.
Pengadaan jasa kontraktor dilakukan oleh owner
setelah memperoleh hasil detail desain dari konsultan
perencana
Pengadaan material dominan dapat dilakukan oleh
owner seperti besi, beton ready mix, tiaang panjang,dll
tanpa menunggu dari kontraktor
Setelah menerima hasil dari bagian perancangan,
bagian pengadaan dapat melakukan tugasnya
Untuk lebih memudahkan dalam melakukan
pengadaan barang, bagian pengadaan harus
melakukan purchasing order yang diajukan kepada
project manager
Karena material dan barang yang dibutuhkan bisa
berasal dari luar negeri. Untuk lebih memudahkan
pengaturan, bagian pengadaan dibedakan menjadi :
pembelian, pemantauan produksi, ekspedisi dan
transportasi.
Bagian pengadaan dibagi menjadi koordinator
pengadaan, logistik, gudang serta piket
Bagian pengadaan merupakan bagian yang harus
diperhatikan karena bagian ini menyerap biaya yang
lebih besar diantara bagian-bagian yang lain
Kontraktor terpilih dapat langsung melaksanakan
tugasnya setelah mendapatkan surat perintah kerja
(SPK)dari owner
setelah proses perancangan dan proses pengadaan
selesai, maka dapat dilanjutkan proses selanjutnya
yaitu pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh
bagian konstruksi
Dengan detail desain yang ada serta koordinasi
dengan konsultan perencana dapat dibuat as build
drawing serta metode konstruksi yang akan diajukan
kepada owner
untuk pekerjaan sipil yang tidak bergantung dengan
hasil dari proses perancangan dan pengadaan dapat
dilakukan terlebih dahulu. Pekerjaan tersebut antara
lain pembersihan lahan (land clearing), pembangunan
jalan (acces road), fasilitas penyimpanan barang
(warehouse), kantor direksi (direction kit) dan fasilitas
lainnya.
Jika terjadi perubahan lingkup pekerjaan, kontraktor
dapat mengajukan variation order kepada owner
Apabila terjadi kesalahan atau perubahan lingkup
pekerjaan dalam pelaksanaan konstruksi, bagian
konstruksi akan meminta perhitungan ulang dari
bagian perancangan dan bagian pengadaan
melakukan pengadaan ulang berdasarkan hasil
terbaru dari bagian engineering
Pengadaan yang dilakukan yaitu pemilihan
vendor/supplier berdasarkan dari dokumen
requsition. Pemilihan vendor/supplier ini cukup
penting karena jumlah material dan barang yang
dibutuhkan mencapai ribuan dan jarang ditemui di
pasaran serta memiliki spesifikasi khusus sehingga
harus memesan terlebih dahulu
Pengadaan
Pelaksanaan
konstruksi
Variation order tersebut akan didiskusikan oleh owner
bersama konsultan perencana sebelum disetujui oleh
owner
Untuk mengawasi pekerjaan yang dilakukan oleh
kontraktor, owner mempekerjakan konsultan
manajemen konstruksi sebagai perwakilan owner di
lapangan
Tabel 5.1 Perbedaan berdasarkan proses perancangan, pengadaan dan
pelaksanaan konstruksi
BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu
V - 15
L aporan Tugas Akhir
Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC
5.2.2 Dilihat dari segi Biaya, Waktu dan Mutu
Perbedaan antara proyek EPC dengan proyek konstruksi tradisional
jika
dilihat
dari
proses
perancangan,
pengadaan
dan
pelaksanaan
konstruksi, dapat juga mengakibatkan timbulnya perbedaan terhadap
biaya, waktu dan mutu. Perbedaan tersebut data dilihat dari tabel berikut
ini
Proyek konstruksi tradisonal
Proyek EPC
Dalam pengerjaan proyeknya, diperlukan
koordinasi antara pihak konsultan dan kontraktor
sehingga mempengaruhi waktu pengerjaan proyek.
Tetapi jumlah pekerjaan yang harus melalui
koordinasi antara konsultan dan kontraktor tidak
sebanyak pada proyek EPC.
Dapat memberikan kepastian ketepatan waktu pelaksanaan
konstruksi atau dimungkinkan pekerjaan lebih cepat
dikarenakan koordinasi pekerjaan hanya dilakukan oleh
satu kontraktor EPC. Tetapi pada proyek EPC, banyak
pekerjaan dan bermacam jenis pekerjaan yang harus diatur.
Waktu keterlambatan pekerjaan dapat mempengaruhi
dapat mempengaruhi pekerjaan berikutnya
sehingga pekerjaan yang harus dikerjakan
selanjutnya yang menjadi bertambah. Hanya saja
dalam proyek konstruksi tradisional bnayaknya
kegiatan dan macamnya jenis kegiatan tidak
sebanyak proyek EPC.
biaya yang dibutuhkan dalam proyek konstruksi
tradisional biasanya tidak sebesar proyek EPC.
Dikarenakan pekerjaan utamanya hanya pekerjaan
sipil saja yaitu pembangunan bangunan
konstruksi. Sedangkan pekerjaan lainnya seperti
elektrikal dan mekanikal mengikuti pekerjaan sipil.
Keterlambatan pekerjaan dapat mempengaruhi pekerjaan
berikutnya, sehingga pekerjaan yang harus dikerjakan
selanjutnya menjadi bertambah. Apalagi dalam proyek yang
umumnya menggunakan konsep EPC, terdapat ribuan
kegiatan dan bermacam jenis kegiatan didalamnya sehingga
keterlambatan pekerjaan sangatlah mempengaruhi proses
pekerjaan secara keseluruhan.
Biaya yang dibutuhkan dalam proyek EPC lebih besar
dibandingkan proyek konstruksi tradisional. Hal ini
disebabkan banyaknya kegiatan dan bermacam jenis
kegiatan yang harus diatur.
Resiko pekerjaan pun ditanggung oleh dua pihak
yaitu kontraktor dan konsultan. Jadi resiko
Biaya
pekerjaan yang berakibat biaya yang bertambah
menjadi tanggung jawab pihak yang melakukan
kesalahan. Seperti jika ada keterlambatan
pekerjaan pada proses perancangan maka pihak
konsultan yang bertanggung jawab sedangkan
pihak kontraktor tidak menanggung. Tapi
pekerjaan yang dilakukan kontraktor dapat
terpengaruh dari keterlambatan proses
perancangan tersebut.
Resiko pekerjaan seperti keterlambatan pekerjaan dapat
mempengaruhi biaya yang dikeluarkan menjadi bertambah.
Resiko biaya yang bertambah kemudian menjadi tanggung
jawab kontraktor EPC sepenuhnya.
Pada proyek konstruksi tradisional pengerjaan
proyeknya tidak membutuhkan material atau
peralatan dengan spesifikasi khusus. Pekerjaan
yang utama hanya merupakan pekerjaan sipil saja
Mutu yang diulang kembali di setiap kegiatannya.
Dikarenakan jenis pekerjaannya yang tidak
sebanyak proyek EPC sehingga diharapkan
persyaratan mutu yang diinginkan pemilik proyek
lebih mudah tercapai.
Banyak terdapat kegiatan yang harus dikerjakan
dikarenakan terdapat ribuan item kegiatan dan bermacam
jenis kegiatan dalam pengerjaan proyeknya. Banyaknya
pekerjaan tersebut perlu diatur sehingga persyaratan mutu
yang diinginkan pemilik proyek dapat tercapai.
Keterlambatan pekerjaan yang terjadi dapat mempengaruhi
mutu yang dihasilkan sehingga mutu yang diinginkan
menjadi tidak maksimal.
Tabel 5.2 Perbedaan berdasarkan biaya, mutu dan waktu
BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu
V - 16
L aporan Tugas Akhir
Sistem M anajemen M utu pada proyek EPC
Dalam proyek skala besar bisa saja menggunakan konsep konstruksi
tradisional, hanya saja ketepatan waktu konstruksi dapat menjadi masalah
dikarenakan apabila menggunakan konsep konstruksi tradisional terdapat
pihak konsultan dan kontraktor yang berperan dalam pengerjaan proyek
konstruksi. Hal ini dapat menimbulkan masalah disebabkan pihak
konsultan dan kontraktor mempunyai keinginan yang berbeda sehingga
bisa saja waktu pengerjaan konstruksi menjadi bertambah yang berakibat
tidak tercapainya tenggat waktu yang telah ditentukan. Apalagi dalam
proyek skala besar terdapat ribuan kegiatan yang harus diatur.
Pada proyek konstruksi tradisional seperti konstruksi permukiman
dan
konstruksi
gedung
dalam
pengerjaan
konstruksinya
bisa
saja
menggunakan konsep EPC. Dengan konsep EPC, pengerjaan proyek
konstruksi dilakukan oleh satu kontraktor EPC sehingga ketepatan waktu
yang
diinginkan
oleh
pihak
pemilik
proyek
dapat
tercapai
atau
dimungkinkan lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan. Hanya saja
bila menggunakan konsep EPC, biaya yang dikeluarkan oleh pemilik proyek
menjadi lebih besar dibanding dengan konsep konstruksi tradisional. Hal
ini terjadi disebabkan kontraktor EPC pastinya akan meminta biaya yang
besar karena kontraktor EPC mampu memberikan kepastian ketepatan
waktu dalam pengerjaannya. Apalagi jumlah pekerjaan pada proyek
konstruksi gedung tidak sebanyak pada proyek EPC.
Konsep konstruksi tradisional bukannya tidak mampu memberikan
jaminan waktu terhadap pekerjaan konstruksinya tetapi dalam konsep
konstruksi tradisonal terdapat dua pihak yang terlibat dan keduanya
membutuhkan koordinasi terlebih dahulu sehingga ketepatan waktu
pelaksanaan konstruksi menjadi diragukan dapat tercapai. Hanya saja
dengan konsep konstruksi tradisional, biaya yang dikeluarkan oleh pemilik
proyek tidak sebesar biaya apabila menggunakan konsep EPC. Apalagi
resiko pekerjaan yang ditanggung oleh pelaksana proyek dibagi dua yaitu
oleh konsultan dan kontraktor.
BA B V Analisis Sistem M anajem en M utu
V - 17
Download