BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek

advertisement
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
Objek dalam penelitian ini adalah sub sektor perdagangan eceran yang
listing pada Bursa Efek Indonesia, namun tidak keseluruhan populasi pada sub
sektor perdagangan eceran digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan metode
purposive sampling yang telah dilakukan, penelitian ini hanya menggunakan
sepuluh perusahaan sub sektor perdagangan eceran yaitu Ace Hardware Indonesia
Tbk, Sumber Alfaria Trijaya, Catur Sentosa Adiprana, Erajaya Swasembada Tbk,
Matahari Departement Tbk, Mitra Adi Perkasa Tbk, Midi Utama Indonesia Tbk,
Matahari Putra Prima Tbk, Ramayana Lestari Sentosa Tbk, Sona Topas Tourism
Industry Tbk.
1.
Ace Hardware Indonesia (ACES)
Didirikan awalnya bernama PT Kawan Lama Home Center tanggal 3
Pebruari 1995 dan mulai beroperasi secara komersial sejak tanggal 22 Desember
1995. Pada tanggal 28 Oktober 1997, nama Perusahaan diubah menjadi PT Ace
Indoritel Perkakas, dan kemudian tanggal 28 Agustus 2001 nama Perusahaan
selanjutnya diubah menjadi PT Ace Hardware Indonesia. Saat ini, ACES memiliki
117 gerai retail yang terletak di sejumlah kota besar di Indonesia.
Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Ace Hardware
Indonesia Tbk adalah PT Kawan Lama Sejahtera (59,97%), merupakan
perusahaan yang 99,99% sahamnya dimiliki oleh PT Kawan Lama Internusa.
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan ACES meliputi
89
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
90
usaha perdagangan umum termasuk kegiatan ekspor impor serta
menjalankan usaha sebagai agen dan distributor. Kegiatan usaha utama ACES
adalah penjualan eceran (retail) barang-barang untuk kebutuhan rumah tangga dan
lifestyle. Selain itu, ACES memiliki anak usaha dengan kepemilikan 59,9988%,
yaitu PT Toys Game Indonesia yang bergerak dibidang industri dan perdagangan.
Pada tanggal 30 Oktober 2007, ACES memperoleh pernyataan efektif dari
BAPEPAM-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) ACES
kepada masyarakat sebanyak 515.000.000 dengan nilai nominal Rp100,- per
saham dengan harga penawaran Rp820,- per saham. Saham-saham tersebut
dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 06 Nopember 2007.
2.
Sumber Alfaria Trijaya (AMRT)
Didirikan tanggal 22 Februari 1989 oleh Djoko Susanto dan keluarga PT
Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart/Perseroan), mengawali usahanya di bidang
perdagangan dan distribusi, kemudian pada 1999 mulai memasuki sektor
minimarket. Ekspansi secara ekponensial dimulai Perseroan pada tahun 2002
dengan mengakusisi 141 gerai Alfaminimart dan membawa nama baru Alfamart.
Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Sumber Alfaria
Trijaya Tbk adalah PT Sigmantara Alfindo (induk usaha), dengan persentase
kepemilikan sebesar 52,54%. Induk usaha terakhir Alfamart adalah PT Cipta
Selaras Agung, yang didirikan di Indonesia. Alfamart memiliki anak usaha yang
juga tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni Midi Utama Indonesia Tbk
(MIDI), di mana 86,72 % saham MIDI dimiliki oleh AMRT. Berdasarkan
Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan AMRT meliputi usaha dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
91
bidang perdagangan eceran untuk produk konsumen. Kegiatan usaha AMRT
dimulai pada tahun 1989 bergerak dalam bidang perdagangan terutama rokok.
Sejak tahun 2002, AMRT bergerak dalam kegiatan usaha perdagangan eceran
untuk produk konsumen dengan mengoperasikan jaringan minimarket dengan
nama Alfamart. Alfamart memiliki 10.666 jaringan minimarket yang terdiri dari
minimarket milik sendiri sebanyak 7.596 unit dan minimarket bentuk kerjasama
waralaba sebanyak 3.070. Pada tanggal 31 Desember 2008, AMRT memperoleh
pernyataan efektif BAPEPAM-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana
Saham AMRT kepada masyarakat sebanyak 343.177.000 saham dengan nilai
nominal Rp100,- per saham dengan Harga Penawaran Perdana sebesar Rp395,per saham. Pada tanggal 15 Januari 2009, seluruh saham Perusahaan telah
dicatatkan di Bursa Efek Indonesia.
3.
Catur Sentosa Adiprana (CSAP)
Didirikan tanggal 31 Desember 1983 dan memulai kegiatan operasi
komersialnya tahun 1983. PT Catur Sentosa Adiprana Tbk (CSA) adalah
perusahaan nasional terkemuka di bidang distribusi, logistik dan distribusi bahan
bangunan retail modern, kimia, consumer goods and modern terbesar retail di
Indonesia dengan 40 kantor distribusi bahan bangunan, kimia distribusi cabang 5,
15 area distribusi consumer goods, retail outlet Mitra10 20 modern (Supermarket
Bahan Bangunan), dan 8 showroom furniture "Atria" tersebar di seluruh
Indonesia, yang mempekerjakan lebih dari 6.000 karyawan. Pada tahun 1966, Eka
Sentosa dan Darmawan Putra Totong membuka toko cat kecil berukuran 40 meter
persegi di Gajah mada 56, Jakarta. Cat ini toko bernama "Toko Tjat Sentosa" yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
92
menjual produk cat. Tidak hanya menjual cat, usaha terus berkembang dengan
menjual bahan bangunan lain dengan produk yang lebih beragam. Sejalan dengan
pertumbuhan toko pada tahun 1970, Budyanto Totong dan Totong Kurniaan
bergabung bisnis dengan saudara-saudara mereka dan rencana ofensif
diluncurkan. Mereka melihat oppotunity dari hanya menjual ke pemasaran dan
distribusi. Ini adalah awal dari bisnis sebagai distribusi bahan bangunan. Dengan
segmen distribusi Perusahaan berkembang pesat, kebutuhan akan pendekatan
manajemen modren menjadi tak terelakkan dan menyebabkan pembentukan PT
Catur Sentosa Adiprana pada bulan Desember 1983. Perseroan merupakan
perusahaan publik yang memiliki 40 cabang distribusi bahan bangunan, 5
distribusi bahan kimia cabang, 14 area distribusi barang konsumsi, 20 toko retail
modern Mitra10, dan 8 ruang pamer retail modern Atria, tersebar di seluruh
Indonesia, dan telah mendirikan lebih dari 6.000 karyawan dan kepercayaan dari
lebih dari 800 prinsipal. serta didukung oleh lebih dari 500 kendaraan angkutan
dan jumlah ruang gudang lebih dari 150.000 meter persegi.
Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Catur Sentosa
Adiprana Tbk, antara lain: PT Baunatata Adisentosa (pengendali) (35,21%), NT
Asian Discovery (21,00%) dan DBS Bank Ltd S/A Albizia Asean (14,61%).
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan CSAP adalah
menjalankan usaha di bidang perdagangan barang hasil produksi, terutama bahan
bangunan dan barang-barang konsumsi. Saat ini, CSAP bersama anak usahanya
menjalankan usaha di bidang distribusi bahan bangunan, distribusi bahan kimia,
distribusi consumer goods dan toko retail dengan brand "Mitra10" dan "Atria".
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
93
Pada tanggal 30 Nopember 2007, CSAP memperoleh pernyataan efektif dari
BAPEPAM-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham CSAP (IPO)
kepada masyarakat sebanyak 600.000.000 dengan nilai nominal Rp100,- per
saham dengan harga penawaran Rp200,- per saham. Saham-saham tersebut
dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 12 Desember 2007.
4.
Erajaya Swasembada (ERAA)
Didirikan tanggal 08 Oktober 1996 dan memulai aktivitas usaha
komersialnya sejak tahun 2000. Induk usaha Erajaya Swasembada Tbk adalah PT
Eralink International (memiliki 59,97% saham ERAA), yang didirikan di
Indonesia. Sedangkan induk usaha terakhir ERAA adalah Golden Bright Capital
Holding Pte. Ltd., Singapura. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang
lingkup kegiatan ERAA dan anak usaha (Erajaya Group) meliputi bidang
distribusi dan perdagangan peralatan telekomunikasi seperti telepon selular (ijin
distribusi telepon selular dari merek Xiaomi dan ASUS), Subscriber Identity
Module Card (“SIM Card”), Voucher untuk telepon selular dan aksesoris serta
gadget seperti komputer dan perangkat elektronik lainnya. Erajaya Group telah
menjalin kemitraan dengan 14 merek global, yakni Acer, Apple, Asus,
BlackBerry, Dell, HTC, Huawei, Lenovo, LG, Motorola, Nokia, Samsung, Sony,
dan Xiaomi, Erajaya Group juga memasarkan merek produk sendiri yaitu, Venera.
Selain itu Erajaya Group juga bekerja sama dengan operator jaringan selular, yaitu
Telkomsel, Indosat, dan XL. Gerai-gerai yang dimiliki Erajaya Group,
diantaranya: Erafone Megastore, gerai iBox (gerai retail khusus produk merek
Apple) dan gerai AndroidNation (gerai retail berbasis sistem operasi Android).
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
94
Pada tanggal 02 Desember 2011, ERAA memperoleh pernyataan efektif dari
Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham ERAA (IPO)
kepada masyarakat sebanyak 920.000.000 dengan nilai nominal Rp500,- per
saham saham dengan harga penawaran Rp1.000,- per saham. Saham-saham
tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 14 Desember
2011.
5.
Matahari Department Store Tbk (LPPF)
Didirikan tanggal 01 April 1982 dengan nama PT Stephens Utama
International Leasing Corp dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun
1982.
LPPF beberapa kali melakukan perubahan nama, antara lain:
a) PT Stephens Utama International Leasing Corp
b) Pacific Utama Tbk
c) Matahari Department Store Tbk
Pada tahun 2011 Matahari Department Store Tbk/LPPF melakukan
penggabungan usaha (Merger) dengan PT Meadow Indonesia. Pemegang saham
yang memiliki 5% atau lebih saham Matahari Department Store Tbk adalah
Multipolar Tbk (MLPL) (20,48%). Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan,
ruang lingkup kegiatan LPPF bergerak dalam usaha jaringan gerai serba ada yang
menyediakan berbagai macam barang seperti pakaian, aksesoris, tas, sepatu,
kosmetik, peralatan rumah tangga dan mainan serta jasa konsultan manajemen.
Matahari Department Store memiliki 142 gerai yang tersebar di kota-kota besar
Indonesia. Pada tahun 1989, LPPF memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
95
LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham LPPF (IPO) kepada
masyarakat sebanyak 2.140.000 dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham
dengan harga penawaran Rp7.900,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan
pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 09 Oktober 1989.
6.
Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI)
Didirikan tanggal 23 Januari 1995 dan mulai beroperasi secara komersial
pada tahun 1995. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Mitra
Adiperkasa Tbk (29/05/2015) adalah PT Satya Mulia Gema Gemilang (56,00%).
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan MAPI meliputi
perdagangan, jasa, manufaktur, transportasi, pertanian, kehutanan, perkebunan,
perikanan, peternakan dan pertambangan. Kegiatan utama MAPI adalah bergerak
di bidang perdagangan eceran, pakaian, sepatu, asesoris, tas dan peralatan
olahraga di lebih dari 1.800 toko/outlet yang berlokasi di Jakarta, Bandung,
Surabaya, Bali, Medan, Makassar, Batam, Manado dan kota-kota lainnya di
Indonesia.
Ijin distribusi merek (toko) yang dimiliki oleh MAPI, diantaranya: The
Athlete’s Foot (toko eceran), Adidas, Nine West, Wilson, Speedo, Kipling,
Bandai, Oshkosh B’Gosh, H2O, Next, Airwalk, Rockport, Nautica, Lacoste,
Barbie, Diadora, Wallis, Miss Selfridge, Dorothy Perkins, Topman, Topshop, US
Kids Golf, Converse, Walt Disney dan Pandora.
Adapun ijin distribusi merek (toko) yang dimiliki MAPI melalui anak usaha,
antara lain: penjualan retail (Marks & Spencer, Zara, Zara Home, Massimo Dutti,
Pull & Bear, Carter’s OshKosh B’gosh, Blanco, Camper, Linea, Payless
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
96
Shoesource, Stradivarius, Bershka, Spanx, Alpure H2O, Crabtree & Evelyn,
Brooks Brothers, Sephora, Penshoppe, Gildan, Camaieu dan Cotton On),
departemen store (Sogo, Lotus, Debenhams, Seibu, Alun-alun Indonesia, Galeries
Lafayette dan Foodhall), kafe dan restoran (Chatter Box, Starbucks, Pizza
Marzano, Burger King, Cold Stone Creamery, Krispy Kreme, Paul Bakery &
Resto dan Genki Sushi), toko buku (Kinokuniya Book Store) dan lain-lain (Sunter
Mall).
Pada tanggal 29 Oktober 2004, MAPI memperoleh pernyataan efektif dari
Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham MAPI (IPO)
kepada masyarakat sebanyak 500.000.000 dengan nilai nominal Rp500,- per
saham dengan harga penawaran Rp625,- per saham. Saham-saham tersebut
dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 10 Nopember 2004.
7.
Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI)
Didirikan dengan nama PT Midimart Utama 28 Juni 2007 dan mulai
beroperasi secara komersial pada tahun 2007. Pemegang saham yang memiliki
5% atau lebih saham MIDI adalah Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), dengan
persentase kepemilikan sebesar 86,72%. Induk usaha dari MIDI adalah Sumber
Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), sedangkan induk usaha terakhir MIDI adalah PT
Cipta Selaras Agung.
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan
Perusahaan antara lain bergerak dalam bidang perdagangan umum termasuk
perdagangan toserba/swalayan dan minimarket. Kegiatan usaha utama MIDI
adalah dalam bidang perdagangan eceran untuk produk konsumen dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
97
mengoperasikan jaringan minimarket bernama Alfamidi, Alfaexpress dan sejak
tahun 2011 MIDI mulai mengembangkan jaringan convenience store dengan
nama Lawson. Jumlah gerai MIDI mencapai 1063 gerai, yang terdiri dari 1.023
gerai Alfamidi, 38 gerai Lawson, tidak ada gerai Alfaexpress dan 2 gerai
Alfasupermarket.
Pada tanggal 15 Nopember 2010, Perusahaan memperoleh pernyataan
efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham
MIDI (IPO) kepada masyarakat sebanyak 432.353.000 dengan nilai nominal
Rp100,- per saham saham dengan harga penawaran Rp275,- per saham. Sahamsaham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 30
Nopember 2010.
8. Matahari Putra Prima Tbk (MPPA)
Didirikan 11 Maret 1986 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun
1986. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Matahari Putra Prima
Tbk, antara lain: Multipolar Tbk (MLPL) (50,23%) dan Prime Star Investment
Pte. Ltd. (26,09%). Multipolar Tbk (MLPL) merupakan perusahan induk MPPA,
sedangkan induk usaha terakhir MPPA adalah Lanius Limited. Berdasarkan
Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan usaha utama MPPA jaringan
toko serba ada yang menyediakan berbagai macam barang untuk kebutuhan
sehari-hari.
Pada tanggal 29 Nopember 1992, MPPA memperoleh pernyataan efektif
dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham MPPA
(IPO) kepada masyarakat sebanyak 8.700.000 dengan nilai nominal Rp1.000,- per
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
98
saham dengan harga penawaran Rp7.150,- per saham. Saham-saham tersebut
dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 21 Desember 1992.
9.
Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS)
Didirikan 14 Desember 1983 dan mulai beroperasi secara komersial pada
tahun 1983. PT. Ramayana Lestari Sentosa, Tbk merupakan salah satu perusahaan
yang bergerak dalam bidang bisnis rantai toko swalayan yang ada di Indonesia.
Jaringan toko yang dirintis oleh pasangan suami istri Paulus Tumewu dan Tan Lee
Chuan ini pertama kali dibuka pada tahun 1978. Toko yang pertama didirikan
dengan nama Ramayana Fashion Store ini merupakan harapan pasangan asal
Ujung Pandang, Sulawesi Selatan ini untuk mengadu nasib di ibukota Jakarta.
Berangkat dari rencana membuka sebuah department store yang menyediakan
barang-barang berkualitas namun dengan harga yang terjangkau, mereka mulai
memberanikan diri untuk membuka bisnis garmen dan pakaian.
Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Ramayana Lestari
Sentosa Tbk adalah PT Ramayana Makmur Sentosa (induk usaha terakhir),
dengan persentase kepemilikan sebesar 55,88%. Berdasarkan Anggaran Dasar
Perusahaan, ruang lingkup kegiatan RALS adalah perdagangan umum yang
menjual berbagai macam barang seperti pakaian, aksesoris, tas, sepatu, kosmetik
dan produk-produk kebutuhan sehari-hari melalui gerai serba ada Ramayana
Supermarket (Department Store).
Selain itu, RALS juga menjalin kerjasama dengan Spar International yaitu
sebuah jaringan retail dan franchise multinasional Belanda yang memiliki sekitar
12.500 toko di 35 negara di seluruh dunia. Group ini didirikan di Belanda pada
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
99
1932 dengan kantor pusatnya di Amsterdam. Nantinya setiap gerai yang
merupakan hasil kerjasama dengan Spar akan menggunakan nama SPAR
Supermarket. Pada tanggal 26 Juni 1996, RALS memperoleh pernyataan efektif
dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham RALS
(IPO) kepada masyarakat sebanyak 80.000.000 dengan nilai nominal Rp500,- per
saham dengan harga penawaran Rp3.200,- per saham. Saham-saham tersebut
dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 24 Juli 1996.
10. Sona Topas Tourism Industry Tbk (SONA)
Didirikan tanggal 25 Agustus 1978 dengan nama dengan nama PT. Sona
Tour yang memiliki usaha sebagai Biro Perjalanan Wisata. Usaha Perseroan saat
itu hanya mencakup kegiatan yang menawarkan berbagai jasa yang berhubungan
dengan sektor pariwisata baik untuk domestik maupun internasional. dan mulai
beroperasi secara komersial pada tahun 1980. Pada tahun 1981 nama perusahaan
diubah menjadi PT Sona Topas, kemudian 13 Oktober 1990, nama perusahaan
diubah lagi menjadi PT Sona Topas Tourism Industry. Pemegang saham yang
memiliki 5% atau lebih saham Sona Topas Tourism Industry Tbk, yaitu: DFS
Venture Singapore (Pte) Limited (pengendali) (45,00%), PT Precise Pacific
Realty (34,67%) dan Tahir (10,79%).
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan SONA
meliputi bidang usaha biro perjalanan wisata seperti penjualan tiket wisata
terutama dalam negeri, pengurusan dokumen, hotel dan perjalanan wisata (tour).
Saat ini, pendapatan utama SONA berasal dari anak usaha (PT Inti Dufree
Promosindo) yang bergerak sebagai operator bebas bea terbesar di Indonesia
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
100
dengan Toko bebas bea (Duty free shop) di Bali, Jakarta dan Medan. Pada tanggal
26 Mei 1992, SONA memperoleh pernyataan efektif dari BAPEPAM-LK untuk
melakukan Penawaran Umum Perdana Saham SONA (IPO) kepada masyarakat
sebanyak 1.500.000 saham dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham dan harga
penawaran Rp3.750,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa
Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 21 Juli 1992.
B. Statistik Deskriptif
TABEL 4.1
HASIL UJI DESKRIPTIF
Date: 07/08/17
Time: 11:31
Sample: 1 50
DPR
ROA
CR
DER
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
0.301145
0.278956
0.897464
0.000000
0.211821
0.458436
2.868061
0.109321
0.070953
0.457885
0.003174
0.112558
1.647585
4.858973
1.951204
1.275878
5.984625
0.792363
1.380299
1.458371
4.321561
1.652180
1.163756
20.42967
-4.707248
3.129943
4.203191
27.45504
Jarque-Bera
Probability
1.787628
0.409092
29.82069
0.000000
21.36230
0.000023
1393.159
0.000000
Sum
Sum Sq. Dev.
15.05724
2.198537
5.466062
0.620793
97.56020
93.35598
82.60898
480.0305
50
50
50
Observations
Sumber: Data sekunder yang diolah (2017)
Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 4.1 di atas diketahui bahwa
rasio kebijakan dividen (DPR) diperoleh rata-rata sebesar 0,301145. Hal ini
berarti bahwa rata-rata kebijakan pembagian dividen tunai adalah sebesar 0,30%
dari laba per lembar saham yang diperoleh perusahaan. Nilai maximum sebesar
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
101
0,90% yang berarti bahwa deviden tertinggi dari perusahaan sampel dapat
mencapai 0,90% dari laba per lembar saham yang diperoleh perusahaan,
sedangkan nilai minimum kebijakan dividen (DPR) adalah 0,00% dari laba per
lembar saham yang diperoleh.
Rasio profitabilitas profitabilitas (ROA) menunjukkan nilai rata-rata sebesar
0,109321%. Hal ini berarti bahwa rata-rata perusahaan sampel mampu
mendapatkan laba bersih sebesar 0,11% dari total aset yang dimiliki perusahaan
dalam satu periode. Nilai minimum yaitu sebesar 0,003174% yang berarti sampel
terendah hanya mendapatkan laba bersih dari seluruh total aset yang dimiliki
sebesar 0,003174% dan nilai maximum diketahui sebesar 0,457885%.
Rasio likuiditas (CR) menunjukkan rata-rata sebesar 1,951204. Hal ini
berarti rata-rata perusahaan sampel mampu memenuhi kewajiban jangka
pendeknya sebesar 1,951204 kali dari total aset yang dimiliki perusahaan dalam
satu periode. Nilai maximumnya sebesar 5,984625 kali dari total aset dan nilai
minimumnya sebesar 0,792363 kali dari total aset.
Rasio struktur modal (DER) yang merupakan rasio total utang dengan total
ekuitas perusahaan menunjukkan nilai rata-rata sebesar 1,652180. Hal ini berarti
bahwa rata-rata perusahaan sampel memiliki utang sebesar 1,652180% lebih besar
dari modal sendiri (ekuitas) yang dimiliki perusahaan. Nilai minimum dari DER
adalah sebesar -4,707248 yang berarti bahwa sampel terendah hanya memiliki
utang sebesar -4,707248% dari modal sendiri, sedangkan nilai maximum DER
sebesar 20,42967 atau dimilikinya utang sebesar 20,42967% modal sendiri yang
dimiliki perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
102
C. Uji Asumsi dan Kualitas Instrumen Penelitian
1.
Uji stasioneritas
Menurut Widarjono (2013) Data stasioner adalah data yang menunjukkan
mean, varians dan autovarians (pada variasi lag) tetap sama pada waktu kapan
saja data itu dibentuk atau dipakai, artinya dengan data yang stasioner model time
series dapat dikatakan lebih stabil. Berikut hasil pengujian stasioneritas sebagai
berikut:
TABEL 4.2
HASIL UJI STASIONERITAS
No
Variabel
1 DPR
2 ROA
3 CR
4 DER
Unit
Root
Test in
ADF Test
Statistic
Prob
Critical
Keterangan
Value 5%
Level
-4.221.023
0,0016
-2.922.449
Stasioner
Level
-3.056.126
0,0367
-2.922.449
Stasioner
Level
-3.048.855
0,0373
-2.922.449
Stasioner
Level
-7.172.436
0,0000
-2.922.449
Stasioner
Sumber: Data sekunder yang diolah (2017)
Berdasarkan tabel 4.2 hasil uji ADF di atas, Jika prob lebih kecil atau sama
dengan 0,05 maka data time series adalah stasioner, sebaliknya jika prob lebih
besar dari 0,05 maka data time series tidak stasioner. Dari hasil uji tersebut
diperoleh bahwa seluruh variabel dalam penelitian ini telah stasioner pada derajat
integrasi level. Dengan penjelasan sebagai berikut:
a.
Probability DPR (0,0016) < Alpha (0,05), maka data stasioner.
b.
Probability ROA (0,0367) < Alpha (0,05), maka data stasioner.
c.
Probability CR (0,0373) < Alpha (0,05), maka data stasioner.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
103
d.
Probability DER (0,0000) < Alpha (0,05), maka data stasioner.
2.
Uji asumsi
Dalam penggunaan analisis regresi, agar menunjukan hubungan yang
valid atau tidak biasa maka perlu dilakukan pengujian asumsi klasik pada model
regresi yang digunakan. Dikatakan telah memenuhi asumsi klasik apabila
memenuhi syarat normalitas, non autokorelasi, non heteroskedastisitas dan non
multikolinieritas.
a) Uji normalitas
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi residual berdistribusi
normal atau tidak. Model estimasi yang baik memiliki residual berdistribusi
normal atau mendekati normal. Dalam model regresi, pengujian uji normalitas
dilakukan terhadap residual. Untuk mengetahui apakah residual berdistribusi
normal atau tidak dalam penelitian ini menggunakan uji jarque bera. Di mana
hipotesis pada uji jarque bera adalah sebagai berikut.
H0: Residual berdistribusi Normal
Ha: Residual tidak berdistribusi Normal
Apabila nilai jarque bera hitung > chi square tabel, maka H0 ditolak dan
Ha diterima yang berarti residual tidak terdistribusi normal, tetapi jika nilai jarque
bera hitung < chi square tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berati
residual terdistrubusi normal. Atau dapat dilihat melalui nilai probabilitas jika >
0,05 maka residual terdistribusi normal sedangkan jika probabilitas < 0,05 maka
residual tidak terdistribusi normal. Dari pengolahan data didapatkan hasil uji
normalitas sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
104
14
Series: Residuals
Sample 1 50
Observations 50
12
10
8
6
4
2
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
-6.22e-17
0.013585
0.686234
-0.506738
0.244485
0.282667
3.298961
Jarque-Bera
Probability
0.852044
0.653102
0
-0.6
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
Sumber: data sekunder yang diolah (2017)
GAMBAR 4.1
HASIL UJI NORMALITAS
Dari gambar 4.1, menunjukkan nilai jarque bera sebesar 0,852044,
sementara nilai chi square tabel diperoleh menggunakan perhitungan df (degree of
freedom) dan nilai signifikansi yang digunakan adalah 0,05 atau 5%, didapat nilai
chi square tabel sebesar 62,82962, yang berarti nilai
jarque bera hitung
0,852044 < chi square tabel 62,82962, maka Ho diterima dan Ha ditolak, dengan
demikian residual dalam penelitian ini terdistrubusi normal.
b) Uji Multikolinieritas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi panel
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen atau tidak. Metode untuk
mendeteksi ada tidaknya masalah multikolinearitas dalam suatu model regresi
juga dapat dilihat dari korelasi parsial antar variabel independen. jika koefesien
korelasi cukup tinggi di atas 0,8 maka diduga ada multikoliniearitas dalam model.
Sebaliknya jika koefisien korelasi kurang dari 0,8 maka kita duga model tidak
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
105
mengandung unsur multikolinearitas (Widarjono,2013:46). Dari pengolahan data
didapatkan hasil uji multikolinearitas sebagai berikut:
TABEL 4.3
HASIL UJI MULTIKOLINIERITAS
CR
ROA
DER
CR
ROA
DER
1.000000
0.153141
-0.279597
0.153141
1.000000
0.084978
-0.279597
0.084978
1.000000
Sumber: data sekunder yang diolah (2017)
Berdasarkan tabel 4.3 di atas, hasil matriks korelasi menunjukkan bahwa
variabel independen memiliki hubungan satu sama lain. Hal ini ditunjukkan pada
koefisien korelasi yang sangat rendah atau jauh dari 0,8, dengan demikian data
dalam penelitian ini tidak terjadi multikolinearitas.
c) Uji heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (2013: 154) Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual
satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji Glejser dilakukan dengan cara
meregresikan antara variabel independen dengan nilai absolut residualnnya.
Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
H0: Tidak terdapat masalah heteroskedastisitas
H1: Terdapat masalah heteroskedastisitas
Jika nilai probabilitas < alpha (0,05), maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang
berarti terdapat masalah heteroskedastisitas, tetapi jika probabilitas > alpha (0,05),
maka H0 diterima dan Ha ditolak, yang berarti tidak terdapat masalah
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
106
heteroskedastisitas. Dari pengolahan data yang dilakukan didapatkan hasil uji
heteroskedastisitas sebagai berikut:
TABEL 4.4
HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS
0.510824
1.612028
1.656425
Prob. F(3,46)
Prob. Chi-Square(3)
Prob. Chi-Square(3)
0.6768
0.6567
0.6467
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/11/17 Time: 09:16
Sample: 1 50
Included observations: 50
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
ROA^2
CR^2
DER^2
0.033771
-0.045209
0.000983
-7.80E-05
0.011075
0.204354
0.001026
0.000166
3.049254
-0.221229
0.957848
-0.470279
0.0038
0.8259
0.3431
0.6404
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.032241
-0.030874
0.059586
0.163322
72.15446
0.510824
0.676813
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.037284
0.058687
-2.726178
-2.573216
-2.667930
0.921933
Sumber: data sekunder yang diolah (2017)
Dari hasil tabel 4.4 di atas terlihat bahwa tidak ada variabel independen
yang signifikan secara statistik probability > α (0,05). Dengan demikian tidak
terdapat heteroskedastisitas. Dengan penjelasan sebagai berikut:
e.
Probability ROA (0,8259) > Alpha (0,05), maka H0 diterima dan Ha ditolak.
f.
Probability CR (0,3431) > Alpha (0,05), maka H0 diterima dan Ha ditolak.
g.
Probability DER (0,6404) > Alpha (0,05), maka H0 diterima dan Ha ditolak .
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
107
d) Uji autokorelasi
Uji
autokorelasi
bertujuan
menguji
apakah
dalam
model
regresi
linierterdapat korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan
kesalahanpenganggu pada periode t–1 (sebelumnya) (Ghozali, 2013). Salah satu
cara untukmemeriksa ada atau tidaknya autokorelasi yaitu dengan menggunakan
uji Durbin-Watson (D-W). dari pengolahan data yang dilakukan didapatkan hasil
uji autokorelasi sebagai berikut:
TABEL 4.5
HASIL UJI AUTOKORELASI
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
1.830779
3.841207
Prob. F(2,44)
Prob. Chi-Square(2)
0.1723
0.1465
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 06/11/17 Time: 09:18
Sample: 1 50
Included observations: 50
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
ROA
CR
DER
RESID(-1)
RESID(-2)
-0.006861
0.077442
0.002977
-0.000699
0.251720
0.170195
0.058960
0.259914
0.021857
0.009732
0.167055
0.173932
-0.116373
0.297953
0.136183
-0.071827
1.506805
0.978512
0.9079
0.7671
0.8923
0.9431
0.1390
0.3332
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.076824
-0.028082
0.197772
1.721001
13.28100
0.732312
0.603106
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
Sumber: data sekunder yang diolah (2017)
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
8.88E-18
0.195052
-0.291240
-0.061797
-0.203867
1.714635
108
Dari hasil pengolahan data tabel 4.5 di atas terlihat nilai statistik Durbin
Watson adalah 1,714635, sementara berdasarkan tabel Durbin Watson diperoleh
nilai dl = 1,4206 dan nilai du = 1,6739. Hasil tersebut terletak diantara du dan 4du = 1,6739 < 1,714635 < 2,3261 yang berarti tidak ada autokorelasi.
3.
Kualitas instrumen penelitian
a) Uji common effect
Pendekatan Common Effect atau Ordinary Least Square (OLS) ini
merupakan pendekatan yang paling sederhana untuk mengestimasi parameter
model data panel, yaitu dengan mengkombinasikan data cross section dan time
series sebagai satu kesatuan dan tanpa melihat adanya perbedaan waktu dan
individu. Dari pengolahan Eviews 9.0 didapatkan hasil sebagai berikut:
TABEL 4.6
HASIL UJI COMMON EFFECT
Dependent Variable: DPR?
Method: Pooled Least Squares
Date: 06/11/17 Time: 10:13
Sample: 1 5
Included observations: 5
Cross-sections included: 10
Total pool (balanced) observations: 50
Variable
ROA?
CR?
DER?
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.695789
0.077268
0.022939
0.264088
0.016484
0.009338
2.634.686
4.687.568
2.456520
0.0114
0.0000
0.0178
0.019363
-0.022366
0.214177
2.155967
7.647666
1.062758
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Sumber: data sekunder yang diolah (2017)
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
0.301145
0.211821
-0.185907
-0.071185
-0.142220
109
Dengan menggunakan pendekatan ordinary least square atau common
effect pada tabel 4.6, dapat dilihat bahwa hasil adjusted R-squared adalah sebesar
-0,022366 atau -2,23 persen, sehingga dapat di artikan bahwa variabel-variabel
bebas dalam penelitian ini tidak dapat menggambarkan variabel terikatnya,
kebijakan dividen sebesar -2,23 persen sedangkan nilai akumulasi 100 persen
dijelaskan oleh penelitian lain.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa variabel yang nilai
probabilitasnya < α (0,05) dinyatakan signifikan adalah Current Ratio (CR),
Return On Asset (ROA) dan Debt to Equity Ratio (DER). Pernyataan signifikan
berasumsi dari nilai alpha 0,05 atau 5 persen yang peneliti pakai sehingga dapat
dikatakan
dengan tingkat kepercayaan
95 persen variabel
yang nilai
probabilitasnya < α (0,05) dinyatakan signifikan, apabila nilai alpha > 0,05 berarti
tingkat kepercayaan tidak mencapai 95 persen sehingga jika ada variabel yang
mempunyai nilai alpha > 0,05 maka variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap
variabel independen yang diteliti.
b) Uji fixed effect
Fixed effect model adalah teknik mengestimasi data panel dengan
menggunakan variabel dummy untuk menangkap adanya perbedaan intersep.
pendekatan fixed effect diasumsikan bahwa intersep dari setiap individu berbeda
sedangkan slope antar individu tetap sama antar perusahaan dan antar waktu.
Salah satu cara untuk mengetahui perbedaan adalah dengan mengasumsikan
bahwa intersep adalah berbeda antar perusahaan, sedangkan slopenya tetap sama
antar perusahaan. Akan tetapi, kelemahan metode ini yaitu berkurangnya derajat
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
110
kebebasan (degree of freedom) yang akhirnya akan mengurangi efisiensi
parameter. Dari pengolahan Eviews 9.0 didapatkan hasil sebagai berikut:
TABEL 4.7
HASIL UJI FIXED EFFECT
Dependent Variable: DPR?
Method: Pooled Least Squares
Date: 06/11/17 Time: 10:15
Sample: 1 5
Included observations: 5
Cross-sections included: 10
Total pool (balanced) observations: 50
Variable
C
ROA?
CR?
DER?
Fixed Effects (Cross)
ACES--C
AMRT--C
CSAP--C
ERAA--C
LPPF--C
MAPI--C
MIDI--C
MPPA--C
RALS--C
SONA--C
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.143170
0.909461
0.018971
0.013034
0.146979
0.438327
0.073217
0.008798
0.974090
2.074.847
0.259105
1.481554
0.0000
0.0450
0.7970
0.1469
-0.085406
0.129321
-0.065295
-0.066430
-0.168733
-0.146356
0.047782
-0.014539
0.272616
0.097041
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.478768
0.309720
0.175987
1.145948
23.44785
2.832140
0.007478
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.301145
0.211821
-0.417914
0.079212
-0.228606
1.686593
Sumber: data sekunder yang diolah (2017)
Dalam pendekatan Fixed Effect pada tabel 4.7, dapat dilihat bahwa hasil
adjusted R squared lebih tinggi dibandingkan dengan pendekatan Common Effect
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
111
sebesar 0,309720 atau 30,97 persen, sehingga dapat di artikan bahwa variabelvariabel bebas dalam penelitian ini dapat menggambarkan variabel terikatnya,
kebijakan dividen sebesar 30,97 persen sedangkan sisanya 69,03 persen dijelaskan
oleh penelitian lain. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa variabel yang
nilai probabilitasnya < α (0,05) dinyatakan signifikan adalah Return On Asset
(ROA), sedangkan untuk variabel Current Ratio (CR) dan Debt to Equity Ratio
(DER) tidak signifikan. Pernyataan signifikan berasumsi dari nilai alpha 0,05 atau
5 persen yang peneliti pakai sehingga dapat dikatakan dengan tingkat kepercayaan
95 persen variabel yang nilai probabilitasnya < α (0,05) dinyatakan signifikan,
apabila nilai alpha > 0,05 berarti tingkat kepercayaan tidak mencapai 95 persen
sehingga jika ada variabel yang mempunyai nilai alpha > 0,05 maka variabel
tersebut tidak berpengaruh terhadap variabel independen yang diteliti.
c) Uji random effect
Random effect model merupakan metode estimasi model regresi data panel
dengan asumsi koefisien regresi (slope) konstan dan intersep berbeda antar waktu
dan antar individu (random effect). Pendekatan random effect mengasumsikan
setiap perusahaan mempunyai perbedaan intersep, yang mana intersep tersebut
adalah variabel random. Pendekatan ini juga memperhitungkan bahwa error
mungkin berkorelasi sepanjang cross section dan time series. Masalah ini bisa
diatasi dengan menggunakan variabel gangguan (error terms) yang mungkin saja
akan muncul pada hubungan antar waktu dan antar perusahaan yang dikenal
dengan random effect model. Model ini akan mengestimasi data panel di mana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
112
variabel gangguan mungkin saling berhubungan antar waktu dan antar individu.
Dari pengolahan Eviews 9.0 diperoleh hasil sebagai berikut:
TABEL 4.8
HASIL UJI RANDOM EFFECT
Dependent Variable: DPR?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 06/11/17 Time: 10:25
Sample: 1 5
Included observations: 5
Cross-sections included: 10
Total pool (balanced) observations: 50
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable
C
ROA?
CR?
DER?
Random Effects (Cross)
ACES--C
AMRT--C
CSAP--C
ERAA--C
LPPF--C
MAPI--C
MIDI--C
MPPA--C
RALS--C
SONA--C
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.145320
0.640757
0.032691
0.013309
0.081599
0.323695
0.031530
0.008634
1.780899
1.979.510
1.036.834
1.541403
0.0000
0.0538
0.3052
0.1301
-0.073213
0.087306
-0.052666
-0.053313
-0.063035
-0.107484
0.029653
0.005469
0.177541
0.049741
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
0.117659
0.175987
Rho
0.3089
0.6911
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.165045
0.110592
0.173323
3.030934
0.038683
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
0.167435
0.183783
1.381878
1.404723
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.144223
1.881458
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
Sumber: data sekunder yang diolah (2017)
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
0.301145
1.031730
113
Dalam pendekatan random effect pada tabel 4.8, dapat dilihat bahwa hasil
adjusted R squared sebesar 0,110592 atau 11,05 persen. sehingga dapat di artikan
bahwa variabel-variabel bebas dalam penelitian ini dapat menggambarkan
variabel terikatnya, kebijakan dividen sebesar 11,05 persen sedangkan sisanya
88,95 persen dijelaskan oleh penelitian lain. Berdasarkan hasil tersebut, dapat
dilihat bahwa variabel yang nilai probabilitasnya < α (0,05) dinyatakan signifikan
adalah Return On Asset (ROA), sedangkan untuk variabel Current Ratio (CR) dan
Debt to Equity Ratio (DER) tidak signifikan.
Pernyataan signifikan berasumsi dari nilai alpha 0,05 atau 5 persen yang
peneliti pakai sehingga dapat dikatakan dengan tingkat kepercayaan 95 persen
variabel yang nilai probabilitasnya < α (0,05) dinyatakan signifikan, apabila nilai
alpha > 0,05 berarti tingkat kepercayaan tidak mencapai 95 persen sehingga jika
ada variabel yang mempunyai nilai alpha > 0,05 maka variabel tersebut tidak
berpengaruh terhadap variabel independen yang diteliti.
d) Uji chow
Menurut Widarjono (2013) Uji Chow adalah pengujian untuk memilih
apakah yang lebih tepat menggunakan model Ordinary Least Square (Common
Effect) atau Random Effect dalam regresi data panel. uji Chow dilakukan dengan
melihat nilai probability F pada hasil output. Dasar pengambilan keputusannya
adalah jika nilai probability F ≥ 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang
berarti model yang lebih tepat digunakan adalah common effect, tetapi jika nilai
probability F < 0,05, maka Ho ditolak Ha diterima, yang berarti model yang lebih
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
114
tepat digunakan adalah fixed effect. Berikut ini hasil uji chow dengan bantuan
software Eviews 9.0:
TABEL 4.9
HASIL UJI CHOW
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: RITEL
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Statistic
d.f.
Prob.
2.576809
24.330477
(9,37)
9
0.0205
0.0038
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.160238
0.479989
0.035054
0.012127
0.059722
0.260931
0.022082
0.009658
2.683091
1.839.527
1.587.486
1.255624
0.0101
0.0723
0.1193
0.2156
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: DPR?
Method: Panel Least Squares
Date: 06/11/17 Time: 10:16
Sample: 1 5
Included observations: 5
Cross-sections included: 10
Total pool (balanced) observations: 50
Variable
C
ROA?
CR?
DER?
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.152065
0.096764
0.201312
1.864218
11.28261
2.749804
0.053387
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.301145
0.211821
-0.291304
-0.138343
-0.233056
1.037210
Sumber: data sekunder yang diolah (2017)
Berdasarkan hasil uji chow test yang dilakukan pada tabel 4.9, dapat dilihat
bahwa nilai chi-square < α (0,05) yaitu sebesar 0,0038, dengan demikian Ha
diterima jadi model yang tepat adalah mengikuti model fixed effect. Dengan kata
lain, model fixed effect lebih baik digunakan dalam mengestimasi data panel
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
115
dibandingkan dengan model ordinary least square (common effect). Kemudian
dilanjutkan dengan uji Hausman untuk memilih apakah menggunakan model fixed
effect atau random effect untuk digunakan dalam regresi data panel.
e) Uji hausman
Hausman test digunakan untuk memilih estimasi yang paling tepat antara
pendekatan fixed effect dan pendekatan random effect di dalam regresi data panel.
Apabila hasil uji Chow menunjukkan hasil pemilihan pada common effect, uji
Hausman diperbolehkan untuk tidak digunakan, karena uji Hausman hanya
digunakan untuk memilih fixed effect atau random effect di dalam regresi data
panel.
Uji Hausman ini merupakan alternatif untuk menentukan regresi data panel
yang akan digunakan. Karena dalam menganalisis regresi data panel terdapat 2
tahap pemilihan regresi data panel yaitu uji chow dan hausman. Penelitian cukup
menggunakan tahapan pemilihan regresi data panel pada hasil uji chow saja.
Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
Ho: Random effect model (REM)
Ha: Fixed effect model (FEM)
Dasar pengambilan keputusannya adalah dengan membandingkan nilai chi
square hitung dengan chi square tabel, jika nilai chi-square hitung > chi-square
tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti model yang lebih tepat
digunakan adalah fixed effect, tetapi jika nilai chi-square hitung < chi-square
tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang berarti model yang lebih tepat
digunakan adalah random effect.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
116
TABEL 4.10
HASIL UJI HAUSMAN
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: RITEL
Test cross-section random effects
Test Summary
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
8.309991
3
0.0400
Var(Diff.)
Prob.
Cross-section random
Cross-section random effects test comparisons:
Variable
Fixed
Random
ROA?
CR?
DER?
0.909461
0.018971
0.013034
0.640757
0.032691
0.013309
0.087352
0.004367
0.000003
0.3633
0.8355
0.8707
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.143170
0.909461
0.018971
0.013034
0.146979
0.438327
0.073217
0.008798
0.974090
2.074.847
0.259105
1.481554
0.0000
0.0450
0.7970
0.1469
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: DPR?
Method: Panel Least Squares
Date: 06/11/17 Time: 10:26
Sample: 1 5
Included observations: 5
Cross-sections included: 10
Total pool (balanced) observations: 50
Variable
C
ROA?
CR?
DER?
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.478768
0.309720
0.175987
1.145948
23.44785
2.832140
0.007478
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
Sumber: data sekunder yang diolah (2017)
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
0.301145
0.211821
-0.417914
0.079212
-0.228606
1.686593
117
Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan bahwa nilai probabilitas chi square
sebesar 0,0400 < alpha (0,05). Maka H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi, dalam
penelitian ini model fixed effect lebih baik digunakan dalam mengestimasi data
panel dibandingkan dengan model random effect. Berdasarkan beberapa
pengujian pemilihan model data panel yang telah dilakukan dan diputuskan dalam
memilih uji untuk mengestimasi regresi data panel, hasil tersebut dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
TABEL 4.11
HASIL PENGUJIAN PEMILIHAN MODEL DATA PANEL
Metode
Pengujian
Hasil
Chow Test
Common Effect vs Fixed Effect
Fixed Effect
Hausman Test
Fixed Effect vs Random Effect
Fixed Effect
Sumber: Tabel 4.9 dan tabel 4.10
C. Pengujian Hipotesis
1.
Uji t
Uji hipotesis dilakukan dengan melakukan Uji t atau yang biasa disebut
sebagai uji parsial ini bertujuan untuk membuktikan apakah masing-masing
variabel independen dalam penelitian mempengaruhi variabel dependen.
Ketentuan dalam uji ini adalah jika probabilitas masing-masing variabel bebas
pada penelitian ini lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak dan H₁ diterima, namun
jika probabilitas masing-masing variabel bebas dalam penelitian ini lebih besar
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
118
dari 0,05 maka H0 diterima dan H₁ ditolak yang artinya variabel bebas tersebut
tidak mempengaruhi variabel terikat.
Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji fixed effect yang memuat hasil uji t dengan
melihat nilai t-statistic dan probabilitas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Pengaruh profitabilitas (ROA) terhadap kebijakan dividen (DPR)
Menurut tabel 4.7 variabel profitabilitas diperoleh nilai t-hitung sebesar
2,074847 > t-tabel sebesar 1,679 dengan nilai probabilitas sebesar 0,0450 lebih
kecil dari tingkat signifikansi yaitu 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini
menunjukkan variabel profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kebijakan dividen pada periode 2011-2015.
2) Pengaruh likuiditas (CR) terhadap kebijakan dividen (DPR)
Menurut tabel 4.7 variabel likuiditas diperoleh nilai t-hitung sebesar
0,259105 < t-tabel sebesar 1,679 dengan nilai probabilitas sebesar 0,7970 lebih
besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,05 maka H0 diterima dan H2 ditolak. Hal ini
menunjukkan variabel likuiditas tidak berpengaruh positif terhadap kebijakan
dividen pada periode 2011-2015.
3). Pengaruh struktur modal (DER) terhadap kebijakan dividen (DPR)
Menurut tabel 4.7 variabel struktur modal diperoleh nilai t-hitung sebesar
1,481554 < t-tabel sebesar 1,679 dengan nilai probabilitas sebesar 0,1469 lebih
besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,05 maka H0 diterima dan H3 ditolak. Hal ini
menunjukkan variabel struktur modal tidak berpengaruh positif terhadap
kebijakan dividen pada periode 2011-2015.
2.
Koesifien determinasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
119
Koefisien determinasi (R²) adalah untuk mengukur kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependen. Koefisien determinasi digunakan
untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen yaitu profitabilitas,
likuiditas dan struktur modal terhadap variabel dependen yaitu kebijakan dividen.
Dari pengolahan data didapatkan hasil uji koefisien determinasi adjusted (R²)
sebagai berikut:
Berdasarkan nilai adjusted R2 pada tabel 4.7 hasil uji fixed effect sebesar
30,97%, dapat diartikan bahwa profitabilitas, likuiditas dan struktur modal dapat
menjelaskan keterkaitannya terhadap kebijakan dividen, sedangkan sisanya
sebesar 69,03% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian.
D. Analisis Regresi Data Panel
Dari hasil ouput pada tabel 4.7, didapatkan model persamaan regresi sebagai
berikut:
Kebijakan Dividen = 0,143170 + 0,018971 Likuiditas + 0,909461 Profitabilitas
+ 0,013034 Struktur Modal
Berdasarkan persamaan di atas, maka dapat dipaparkan sebagai berikut:
1). Konstanta sebesar 0,143170 menyatakan bahwa jika profitabilitas, likuditas
dan struktur modal
bernilai 0, maka nilai kebijakan dividen adalah sebesar
0,143170.
2). Koefisien regresi profitabilitas sebesar 0,909461 menyatakan bahwa setiap
penambahan 1 dari faktor profitabilitas, maka jumlah kebijakan dividen akan
bertambah sebesar 0,909461 dengan asumsi bahwa variabel independen lain dari
model regresi tetap.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
120
E. Pembahasan
1.
Pengaruh profitabilitas (ROA) terhadap kebijakan dividen (DPR)
Berdasarkan hasil pengujian di atas, dapat diketahui bahwa profitabilitas
(ROA) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen
(DPR). Jika dilihat dari persamaan regresinya yang menunjukkan jumlah sebesar
0,909461, jumlah tersebut dapat diartikan bahwa setiap kenaikan 1 rupiah
besarnya profitabilitas akan mengakibatkan kenaikan pada kebijakan dividen
sebesar 0,909461. Return on asset (ROA) merupakan rasio profitabilitas yang
mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Semakin tinggi nilai
ROA maka kinerja perusahaan semakin baik. Selain itu, profitabilitas juga
menunjukan tingkat efektifitas operasional suatu perusahaan sehingga dapat
memberikan tingkat pengembalian yang baik bagi pemegang saham. Sehingga,
semakin tinggi nilai ROA suatu perusahaan maka semakin tinggi juga dividen
yang akan dibagi kepada para pemegang saham. Hal ini dikarenakan bahwa
perusahaan yang memiliki kemampuan menghasilkan laba yang besar akan
cenderung memberikan sinyal positif bahwa perusahaan akan membagikan
dividen yang lebih besar kepada para pemegang saham. Hasil penelitian ini
didukung oleh teori Bird in the hand theory yang dikemukakan Brigham dan
Houston (2014) menyatakan bahwa para investor lebih yakin terhadap penerimaan
dan pembagian dividen dibanding kenaikan nilai modal yang berarti setiap
perusahaan yang memperoleh profitabilitas (ROA) di tahun berjalan harus
membagikan dividen kepada investor, karena investor lebih menyukai penerimaan
dividen daripada laba ditahan untuk modal di tahun berikutnya sehingga variabel
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
121
profitabilitas (ROA) berpengaruh positif dan signifikan. Meskipun pendapatan
laba bersih perusahaan fluktuasi naik akan berdampak pada pembagian dividen
seperti ini didukung oleh Gitman dan Zuttler (2012) yang mengatakan rasio
pembagian dividen konstan (dividend payout ratio) ditunjukkan dengan jumlah
persentase pendapatan yang akan didistribusikan perusahaan kepada pemegang
saham sebagai dividen dalam bentuk kas. Maka ketika pendapatan perusahaan
fluktuasi atau menurun akan mengakibatkan dividen juga menurun atau bahkan
tidak dibagikan sama sekali sehingga profitabilitas (ROA) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kebijakan dividen (DPR). Serta penelitian terdahulu Zainudin,
dkk (2016) dan Khalid dan Rehman (2015), yang menyebutkan bahwa return on
asset berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio.
2.
Pengaruh likuiditas (CR) terhadap kebijakan dividen (DPR)
Berdasarkan hasil pengujian di atas, dapat diketahui bahwa likuiditas (CR)
tidak mempunyai pengaruh positif terhadap kebijakan dividen (DPR). Menurut
Sawir (2009) Hal ini di karenakan likuiditas bukan digunakan untuk membayar
dividen tetapi dialokasikan pada pembelian aktiva tetap atau aktiva lancar yang
permanen, guna memanfaatkan kesempatan investasi yang ada serta untuk biaya
operasional. Tetapi tidak sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Keown et.al
(2008:621) yang menyatakan bahwa likuiditas sangat mempengaruhi pembayaran
dividen karena dividen dibayarkan oleh kas yang merupakan bagian dari
likuiditas.
Semakin tinggi nilai CR, maka belum tentu perusahaan tersebut
mampu memenuhi permintaan kas karena piutang usaha kualitasnya rendah atau
persediaan hanya dapat dijual apabila dengan harga diskonto. Sehingga kebutuhan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
122
akan permintaan kas perusahaan belum tentu terpenuhi. Sedangkan dividen pada
umumnya dibayar dengan menggunakan uang kas (cash dividen). Utang bank
jangka pendek menjadi penyebab likuiditas perusaahan sub sektor perdagangan
eceran menurun karena dampak dari perekonomian di Indonesia yang tidak stabil.
Apabila posisi perusahaan tidak likuid berarti perusahaan tidak mempunyai uang
kas tunai untuk membayar dividen kepada pemegang saham sehingga likuiditas
(CR) tidak mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dividen apabila posisi
likuiditas rendah. Hasil penelitian ini didukung oleh Laim, dkk (2015), Yanti
(2014), Arilaha (2009), Handayani (2010) dan Maladjian dan Khoury (2014),
bahwa current ratio tidak berpengaruh terhadap dividend payout ratio.
3.
Pengaruh struktur modal (DER) terhadap kebijakan dividen (DPR)
Berdasarkan hasil pengujian di atas, dapat diketahui bahwa struktur modal
(DER) tidak mempunyai pengaruh positif terhadap kebijakan dividen (DPR). Debt
to equity ratio (DER) mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
seluruh kewajibannya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat DER,
berarti komposisi utang juga semakin tinggi, sehingga akan berakibat pada
semakin rendahnya kemampuan untuk membayar dividen. Menurut Sartono
(2014) peningkatan utang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya laba
bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividen yang diterima
karena kewajibannya untuk membayar utang lebih di utamakan daripada
pembagian dividen. Peningkatan rasio utang suatu perusahaan berarti tidak akan
mempengaruhi pendapatan yang akan diterima pemegang saham. Hal ini dapat
terjadi karena kewajiban perusahaan melunasi utang yang ada tidak dibiayai dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
123
laba perusahaan, melainkan dibiayai dari sumber eksternal yaitu modal pemegang
saham. Tujuannya agar keuntungan yang baru dihasilkan dapat digunakan untuk
membayar dividen kepada pemegang saham. Apabila ditinjau lebih lanjut,
struktur modal (DER) hanya menunjukan besarnya pembiayaan melalui utang
yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai total aktiva. Rasio ini tidak
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban
jangka pendeknya. Sedangkan pembayaran dividen termasuk ke dalam utang
lancar sehingga struktur modal DER tidak menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam membayar dividen kepada pemegang saham. Hasil penelitian
ini berhubungan dengan teori struktur modal yaitu signalling theory yang
dijelaskan oleh Brigham dan Houston (2014), teori ini disusun berdasarkan
adanya asumsi ketidaksamaan informasi antara manajer dan investor, di mana
manajer memiliki informasi yang lebih baik mengenai prospek perusahaan
daripada investor. Untuk itu perusahaan lebih meminimalisir penggunaan utang
yang akan dijadikan modal dengan menggunakan laba ditahan, sehingga semakin
banyak laba ditahan kemungkinan pendanaan utang akan berkurang tetapi
berpengaruh kepada pembayaran dividen yang tidak terbayar, sehingga struktur
modal (DER) tidak mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dividen (DPR).
Hasil penelitian ini didukung oleh Astiti, dkk (2017), Arilaha (2009), Pamungkas,
dkk (2017), Dewi (2016) dan Al-Kuwari (2009) bahwa debt to equity ratio tidak
berpengaruh terhadap dividend payout ratio.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Download