BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek dalam penelitian ini adalah sub sektor perdagangan eceran yang listing pada Bursa Efek Indonesia, namun tidak keseluruhan populasi pada sub sektor perdagangan eceran digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan metode purposive sampling yang telah dilakukan, penelitian ini hanya menggunakan sepuluh perusahaan sub sektor perdagangan eceran yaitu Ace Hardware Indonesia Tbk, Sumber Alfaria Trijaya, Catur Sentosa Adiprana, Erajaya Swasembada Tbk, Matahari Departement Tbk, Mitra Adi Perkasa Tbk, Midi Utama Indonesia Tbk, Matahari Putra Prima Tbk, Ramayana Lestari Sentosa Tbk, Sona Topas Tourism Industry Tbk. 1. Ace Hardware Indonesia (ACES) Didirikan awalnya bernama PT Kawan Lama Home Center tanggal 3 Pebruari 1995 dan mulai beroperasi secara komersial sejak tanggal 22 Desember 1995. Pada tanggal 28 Oktober 1997, nama Perusahaan diubah menjadi PT Ace Indoritel Perkakas, dan kemudian tanggal 28 Agustus 2001 nama Perusahaan selanjutnya diubah menjadi PT Ace Hardware Indonesia. Saat ini, ACES memiliki 117 gerai retail yang terletak di sejumlah kota besar di Indonesia. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Ace Hardware Indonesia Tbk adalah PT Kawan Lama Sejahtera (59,97%), merupakan perusahaan yang 99,99% sahamnya dimiliki oleh PT Kawan Lama Internusa. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan ACES meliputi 89 http://digilib.mercubuana.ac.id/z 90 usaha perdagangan umum termasuk kegiatan ekspor impor serta menjalankan usaha sebagai agen dan distributor. Kegiatan usaha utama ACES adalah penjualan eceran (retail) barang-barang untuk kebutuhan rumah tangga dan lifestyle. Selain itu, ACES memiliki anak usaha dengan kepemilikan 59,9988%, yaitu PT Toys Game Indonesia yang bergerak dibidang industri dan perdagangan. Pada tanggal 30 Oktober 2007, ACES memperoleh pernyataan efektif dari BAPEPAM-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) ACES kepada masyarakat sebanyak 515.000.000 dengan nilai nominal Rp100,- per saham dengan harga penawaran Rp820,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 06 Nopember 2007. 2. Sumber Alfaria Trijaya (AMRT) Didirikan tanggal 22 Februari 1989 oleh Djoko Susanto dan keluarga PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart/Perseroan), mengawali usahanya di bidang perdagangan dan distribusi, kemudian pada 1999 mulai memasuki sektor minimarket. Ekspansi secara ekponensial dimulai Perseroan pada tahun 2002 dengan mengakusisi 141 gerai Alfaminimart dan membawa nama baru Alfamart. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Sumber Alfaria Trijaya Tbk adalah PT Sigmantara Alfindo (induk usaha), dengan persentase kepemilikan sebesar 52,54%. Induk usaha terakhir Alfamart adalah PT Cipta Selaras Agung, yang didirikan di Indonesia. Alfamart memiliki anak usaha yang juga tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI), di mana 86,72 % saham MIDI dimiliki oleh AMRT. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan AMRT meliputi usaha dalam http://digilib.mercubuana.ac.id/z 91 bidang perdagangan eceran untuk produk konsumen. Kegiatan usaha AMRT dimulai pada tahun 1989 bergerak dalam bidang perdagangan terutama rokok. Sejak tahun 2002, AMRT bergerak dalam kegiatan usaha perdagangan eceran untuk produk konsumen dengan mengoperasikan jaringan minimarket dengan nama Alfamart. Alfamart memiliki 10.666 jaringan minimarket yang terdiri dari minimarket milik sendiri sebanyak 7.596 unit dan minimarket bentuk kerjasama waralaba sebanyak 3.070. Pada tanggal 31 Desember 2008, AMRT memperoleh pernyataan efektif BAPEPAM-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham AMRT kepada masyarakat sebanyak 343.177.000 saham dengan nilai nominal Rp100,- per saham dengan Harga Penawaran Perdana sebesar Rp395,per saham. Pada tanggal 15 Januari 2009, seluruh saham Perusahaan telah dicatatkan di Bursa Efek Indonesia. 3. Catur Sentosa Adiprana (CSAP) Didirikan tanggal 31 Desember 1983 dan memulai kegiatan operasi komersialnya tahun 1983. PT Catur Sentosa Adiprana Tbk (CSA) adalah perusahaan nasional terkemuka di bidang distribusi, logistik dan distribusi bahan bangunan retail modern, kimia, consumer goods and modern terbesar retail di Indonesia dengan 40 kantor distribusi bahan bangunan, kimia distribusi cabang 5, 15 area distribusi consumer goods, retail outlet Mitra10 20 modern (Supermarket Bahan Bangunan), dan 8 showroom furniture "Atria" tersebar di seluruh Indonesia, yang mempekerjakan lebih dari 6.000 karyawan. Pada tahun 1966, Eka Sentosa dan Darmawan Putra Totong membuka toko cat kecil berukuran 40 meter persegi di Gajah mada 56, Jakarta. Cat ini toko bernama "Toko Tjat Sentosa" yang http://digilib.mercubuana.ac.id/z 92 menjual produk cat. Tidak hanya menjual cat, usaha terus berkembang dengan menjual bahan bangunan lain dengan produk yang lebih beragam. Sejalan dengan pertumbuhan toko pada tahun 1970, Budyanto Totong dan Totong Kurniaan bergabung bisnis dengan saudara-saudara mereka dan rencana ofensif diluncurkan. Mereka melihat oppotunity dari hanya menjual ke pemasaran dan distribusi. Ini adalah awal dari bisnis sebagai distribusi bahan bangunan. Dengan segmen distribusi Perusahaan berkembang pesat, kebutuhan akan pendekatan manajemen modren menjadi tak terelakkan dan menyebabkan pembentukan PT Catur Sentosa Adiprana pada bulan Desember 1983. Perseroan merupakan perusahaan publik yang memiliki 40 cabang distribusi bahan bangunan, 5 distribusi bahan kimia cabang, 14 area distribusi barang konsumsi, 20 toko retail modern Mitra10, dan 8 ruang pamer retail modern Atria, tersebar di seluruh Indonesia, dan telah mendirikan lebih dari 6.000 karyawan dan kepercayaan dari lebih dari 800 prinsipal. serta didukung oleh lebih dari 500 kendaraan angkutan dan jumlah ruang gudang lebih dari 150.000 meter persegi. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Catur Sentosa Adiprana Tbk, antara lain: PT Baunatata Adisentosa (pengendali) (35,21%), NT Asian Discovery (21,00%) dan DBS Bank Ltd S/A Albizia Asean (14,61%). Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan CSAP adalah menjalankan usaha di bidang perdagangan barang hasil produksi, terutama bahan bangunan dan barang-barang konsumsi. Saat ini, CSAP bersama anak usahanya menjalankan usaha di bidang distribusi bahan bangunan, distribusi bahan kimia, distribusi consumer goods dan toko retail dengan brand "Mitra10" dan "Atria". http://digilib.mercubuana.ac.id/z 93 Pada tanggal 30 Nopember 2007, CSAP memperoleh pernyataan efektif dari BAPEPAM-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham CSAP (IPO) kepada masyarakat sebanyak 600.000.000 dengan nilai nominal Rp100,- per saham dengan harga penawaran Rp200,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 12 Desember 2007. 4. Erajaya Swasembada (ERAA) Didirikan tanggal 08 Oktober 1996 dan memulai aktivitas usaha komersialnya sejak tahun 2000. Induk usaha Erajaya Swasembada Tbk adalah PT Eralink International (memiliki 59,97% saham ERAA), yang didirikan di Indonesia. Sedangkan induk usaha terakhir ERAA adalah Golden Bright Capital Holding Pte. Ltd., Singapura. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan ERAA dan anak usaha (Erajaya Group) meliputi bidang distribusi dan perdagangan peralatan telekomunikasi seperti telepon selular (ijin distribusi telepon selular dari merek Xiaomi dan ASUS), Subscriber Identity Module Card (“SIM Card”), Voucher untuk telepon selular dan aksesoris serta gadget seperti komputer dan perangkat elektronik lainnya. Erajaya Group telah menjalin kemitraan dengan 14 merek global, yakni Acer, Apple, Asus, BlackBerry, Dell, HTC, Huawei, Lenovo, LG, Motorola, Nokia, Samsung, Sony, dan Xiaomi, Erajaya Group juga memasarkan merek produk sendiri yaitu, Venera. Selain itu Erajaya Group juga bekerja sama dengan operator jaringan selular, yaitu Telkomsel, Indosat, dan XL. Gerai-gerai yang dimiliki Erajaya Group, diantaranya: Erafone Megastore, gerai iBox (gerai retail khusus produk merek Apple) dan gerai AndroidNation (gerai retail berbasis sistem operasi Android). http://digilib.mercubuana.ac.id/z 94 Pada tanggal 02 Desember 2011, ERAA memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham ERAA (IPO) kepada masyarakat sebanyak 920.000.000 dengan nilai nominal Rp500,- per saham saham dengan harga penawaran Rp1.000,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 14 Desember 2011. 5. Matahari Department Store Tbk (LPPF) Didirikan tanggal 01 April 1982 dengan nama PT Stephens Utama International Leasing Corp dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1982. LPPF beberapa kali melakukan perubahan nama, antara lain: a) PT Stephens Utama International Leasing Corp b) Pacific Utama Tbk c) Matahari Department Store Tbk Pada tahun 2011 Matahari Department Store Tbk/LPPF melakukan penggabungan usaha (Merger) dengan PT Meadow Indonesia. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Matahari Department Store Tbk adalah Multipolar Tbk (MLPL) (20,48%). Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan LPPF bergerak dalam usaha jaringan gerai serba ada yang menyediakan berbagai macam barang seperti pakaian, aksesoris, tas, sepatu, kosmetik, peralatan rumah tangga dan mainan serta jasa konsultan manajemen. Matahari Department Store memiliki 142 gerai yang tersebar di kota-kota besar Indonesia. Pada tahun 1989, LPPF memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam- http://digilib.mercubuana.ac.id/z 95 LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham LPPF (IPO) kepada masyarakat sebanyak 2.140.000 dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp7.900,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 09 Oktober 1989. 6. Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) Didirikan tanggal 23 Januari 1995 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1995. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Mitra Adiperkasa Tbk (29/05/2015) adalah PT Satya Mulia Gema Gemilang (56,00%). Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan MAPI meliputi perdagangan, jasa, manufaktur, transportasi, pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan, peternakan dan pertambangan. Kegiatan utama MAPI adalah bergerak di bidang perdagangan eceran, pakaian, sepatu, asesoris, tas dan peralatan olahraga di lebih dari 1.800 toko/outlet yang berlokasi di Jakarta, Bandung, Surabaya, Bali, Medan, Makassar, Batam, Manado dan kota-kota lainnya di Indonesia. Ijin distribusi merek (toko) yang dimiliki oleh MAPI, diantaranya: The Athlete’s Foot (toko eceran), Adidas, Nine West, Wilson, Speedo, Kipling, Bandai, Oshkosh B’Gosh, H2O, Next, Airwalk, Rockport, Nautica, Lacoste, Barbie, Diadora, Wallis, Miss Selfridge, Dorothy Perkins, Topman, Topshop, US Kids Golf, Converse, Walt Disney dan Pandora. Adapun ijin distribusi merek (toko) yang dimiliki MAPI melalui anak usaha, antara lain: penjualan retail (Marks & Spencer, Zara, Zara Home, Massimo Dutti, Pull & Bear, Carter’s OshKosh B’gosh, Blanco, Camper, Linea, Payless http://digilib.mercubuana.ac.id/z 96 Shoesource, Stradivarius, Bershka, Spanx, Alpure H2O, Crabtree & Evelyn, Brooks Brothers, Sephora, Penshoppe, Gildan, Camaieu dan Cotton On), departemen store (Sogo, Lotus, Debenhams, Seibu, Alun-alun Indonesia, Galeries Lafayette dan Foodhall), kafe dan restoran (Chatter Box, Starbucks, Pizza Marzano, Burger King, Cold Stone Creamery, Krispy Kreme, Paul Bakery & Resto dan Genki Sushi), toko buku (Kinokuniya Book Store) dan lain-lain (Sunter Mall). Pada tanggal 29 Oktober 2004, MAPI memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham MAPI (IPO) kepada masyarakat sebanyak 500.000.000 dengan nilai nominal Rp500,- per saham dengan harga penawaran Rp625,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 10 Nopember 2004. 7. Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI) Didirikan dengan nama PT Midimart Utama 28 Juni 2007 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 2007. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham MIDI adalah Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), dengan persentase kepemilikan sebesar 86,72%. Induk usaha dari MIDI adalah Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), sedangkan induk usaha terakhir MIDI adalah PT Cipta Selaras Agung. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Perusahaan antara lain bergerak dalam bidang perdagangan umum termasuk perdagangan toserba/swalayan dan minimarket. Kegiatan usaha utama MIDI adalah dalam bidang perdagangan eceran untuk produk konsumen dengan http://digilib.mercubuana.ac.id/z 97 mengoperasikan jaringan minimarket bernama Alfamidi, Alfaexpress dan sejak tahun 2011 MIDI mulai mengembangkan jaringan convenience store dengan nama Lawson. Jumlah gerai MIDI mencapai 1063 gerai, yang terdiri dari 1.023 gerai Alfamidi, 38 gerai Lawson, tidak ada gerai Alfaexpress dan 2 gerai Alfasupermarket. Pada tanggal 15 Nopember 2010, Perusahaan memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham MIDI (IPO) kepada masyarakat sebanyak 432.353.000 dengan nilai nominal Rp100,- per saham saham dengan harga penawaran Rp275,- per saham. Sahamsaham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 30 Nopember 2010. 8. Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) Didirikan 11 Maret 1986 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1986. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Matahari Putra Prima Tbk, antara lain: Multipolar Tbk (MLPL) (50,23%) dan Prime Star Investment Pte. Ltd. (26,09%). Multipolar Tbk (MLPL) merupakan perusahan induk MPPA, sedangkan induk usaha terakhir MPPA adalah Lanius Limited. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan usaha utama MPPA jaringan toko serba ada yang menyediakan berbagai macam barang untuk kebutuhan sehari-hari. Pada tanggal 29 Nopember 1992, MPPA memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham MPPA (IPO) kepada masyarakat sebanyak 8.700.000 dengan nilai nominal Rp1.000,- per http://digilib.mercubuana.ac.id/z 98 saham dengan harga penawaran Rp7.150,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 21 Desember 1992. 9. Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) Didirikan 14 Desember 1983 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1983. PT. Ramayana Lestari Sentosa, Tbk merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang bisnis rantai toko swalayan yang ada di Indonesia. Jaringan toko yang dirintis oleh pasangan suami istri Paulus Tumewu dan Tan Lee Chuan ini pertama kali dibuka pada tahun 1978. Toko yang pertama didirikan dengan nama Ramayana Fashion Store ini merupakan harapan pasangan asal Ujung Pandang, Sulawesi Selatan ini untuk mengadu nasib di ibukota Jakarta. Berangkat dari rencana membuka sebuah department store yang menyediakan barang-barang berkualitas namun dengan harga yang terjangkau, mereka mulai memberanikan diri untuk membuka bisnis garmen dan pakaian. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Ramayana Lestari Sentosa Tbk adalah PT Ramayana Makmur Sentosa (induk usaha terakhir), dengan persentase kepemilikan sebesar 55,88%. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan RALS adalah perdagangan umum yang menjual berbagai macam barang seperti pakaian, aksesoris, tas, sepatu, kosmetik dan produk-produk kebutuhan sehari-hari melalui gerai serba ada Ramayana Supermarket (Department Store). Selain itu, RALS juga menjalin kerjasama dengan Spar International yaitu sebuah jaringan retail dan franchise multinasional Belanda yang memiliki sekitar 12.500 toko di 35 negara di seluruh dunia. Group ini didirikan di Belanda pada http://digilib.mercubuana.ac.id/z 99 1932 dengan kantor pusatnya di Amsterdam. Nantinya setiap gerai yang merupakan hasil kerjasama dengan Spar akan menggunakan nama SPAR Supermarket. Pada tanggal 26 Juni 1996, RALS memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham RALS (IPO) kepada masyarakat sebanyak 80.000.000 dengan nilai nominal Rp500,- per saham dengan harga penawaran Rp3.200,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 24 Juli 1996. 10. Sona Topas Tourism Industry Tbk (SONA) Didirikan tanggal 25 Agustus 1978 dengan nama dengan nama PT. Sona Tour yang memiliki usaha sebagai Biro Perjalanan Wisata. Usaha Perseroan saat itu hanya mencakup kegiatan yang menawarkan berbagai jasa yang berhubungan dengan sektor pariwisata baik untuk domestik maupun internasional. dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1980. Pada tahun 1981 nama perusahaan diubah menjadi PT Sona Topas, kemudian 13 Oktober 1990, nama perusahaan diubah lagi menjadi PT Sona Topas Tourism Industry. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Sona Topas Tourism Industry Tbk, yaitu: DFS Venture Singapore (Pte) Limited (pengendali) (45,00%), PT Precise Pacific Realty (34,67%) dan Tahir (10,79%). Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan SONA meliputi bidang usaha biro perjalanan wisata seperti penjualan tiket wisata terutama dalam negeri, pengurusan dokumen, hotel dan perjalanan wisata (tour). Saat ini, pendapatan utama SONA berasal dari anak usaha (PT Inti Dufree Promosindo) yang bergerak sebagai operator bebas bea terbesar di Indonesia http://digilib.mercubuana.ac.id/z 100 dengan Toko bebas bea (Duty free shop) di Bali, Jakarta dan Medan. Pada tanggal 26 Mei 1992, SONA memperoleh pernyataan efektif dari BAPEPAM-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham SONA (IPO) kepada masyarakat sebanyak 1.500.000 saham dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham dan harga penawaran Rp3.750,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 21 Juli 1992. B. Statistik Deskriptif TABEL 4.1 HASIL UJI DESKRIPTIF Date: 07/08/17 Time: 11:31 Sample: 1 50 DPR ROA CR DER Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 0.301145 0.278956 0.897464 0.000000 0.211821 0.458436 2.868061 0.109321 0.070953 0.457885 0.003174 0.112558 1.647585 4.858973 1.951204 1.275878 5.984625 0.792363 1.380299 1.458371 4.321561 1.652180 1.163756 20.42967 -4.707248 3.129943 4.203191 27.45504 Jarque-Bera Probability 1.787628 0.409092 29.82069 0.000000 21.36230 0.000023 1393.159 0.000000 Sum Sum Sq. Dev. 15.05724 2.198537 5.466062 0.620793 97.56020 93.35598 82.60898 480.0305 50 50 50 Observations Sumber: Data sekunder yang diolah (2017) Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 4.1 di atas diketahui bahwa rasio kebijakan dividen (DPR) diperoleh rata-rata sebesar 0,301145. Hal ini berarti bahwa rata-rata kebijakan pembagian dividen tunai adalah sebesar 0,30% dari laba per lembar saham yang diperoleh perusahaan. Nilai maximum sebesar http://digilib.mercubuana.ac.id/z 101 0,90% yang berarti bahwa deviden tertinggi dari perusahaan sampel dapat mencapai 0,90% dari laba per lembar saham yang diperoleh perusahaan, sedangkan nilai minimum kebijakan dividen (DPR) adalah 0,00% dari laba per lembar saham yang diperoleh. Rasio profitabilitas profitabilitas (ROA) menunjukkan nilai rata-rata sebesar 0,109321%. Hal ini berarti bahwa rata-rata perusahaan sampel mampu mendapatkan laba bersih sebesar 0,11% dari total aset yang dimiliki perusahaan dalam satu periode. Nilai minimum yaitu sebesar 0,003174% yang berarti sampel terendah hanya mendapatkan laba bersih dari seluruh total aset yang dimiliki sebesar 0,003174% dan nilai maximum diketahui sebesar 0,457885%. Rasio likuiditas (CR) menunjukkan rata-rata sebesar 1,951204. Hal ini berarti rata-rata perusahaan sampel mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya sebesar 1,951204 kali dari total aset yang dimiliki perusahaan dalam satu periode. Nilai maximumnya sebesar 5,984625 kali dari total aset dan nilai minimumnya sebesar 0,792363 kali dari total aset. Rasio struktur modal (DER) yang merupakan rasio total utang dengan total ekuitas perusahaan menunjukkan nilai rata-rata sebesar 1,652180. Hal ini berarti bahwa rata-rata perusahaan sampel memiliki utang sebesar 1,652180% lebih besar dari modal sendiri (ekuitas) yang dimiliki perusahaan. Nilai minimum dari DER adalah sebesar -4,707248 yang berarti bahwa sampel terendah hanya memiliki utang sebesar -4,707248% dari modal sendiri, sedangkan nilai maximum DER sebesar 20,42967 atau dimilikinya utang sebesar 20,42967% modal sendiri yang dimiliki perusahaan. http://digilib.mercubuana.ac.id/z 102 C. Uji Asumsi dan Kualitas Instrumen Penelitian 1. Uji stasioneritas Menurut Widarjono (2013) Data stasioner adalah data yang menunjukkan mean, varians dan autovarians (pada variasi lag) tetap sama pada waktu kapan saja data itu dibentuk atau dipakai, artinya dengan data yang stasioner model time series dapat dikatakan lebih stabil. Berikut hasil pengujian stasioneritas sebagai berikut: TABEL 4.2 HASIL UJI STASIONERITAS No Variabel 1 DPR 2 ROA 3 CR 4 DER Unit Root Test in ADF Test Statistic Prob Critical Keterangan Value 5% Level -4.221.023 0,0016 -2.922.449 Stasioner Level -3.056.126 0,0367 -2.922.449 Stasioner Level -3.048.855 0,0373 -2.922.449 Stasioner Level -7.172.436 0,0000 -2.922.449 Stasioner Sumber: Data sekunder yang diolah (2017) Berdasarkan tabel 4.2 hasil uji ADF di atas, Jika prob lebih kecil atau sama dengan 0,05 maka data time series adalah stasioner, sebaliknya jika prob lebih besar dari 0,05 maka data time series tidak stasioner. Dari hasil uji tersebut diperoleh bahwa seluruh variabel dalam penelitian ini telah stasioner pada derajat integrasi level. Dengan penjelasan sebagai berikut: a. Probability DPR (0,0016) < Alpha (0,05), maka data stasioner. b. Probability ROA (0,0367) < Alpha (0,05), maka data stasioner. c. Probability CR (0,0373) < Alpha (0,05), maka data stasioner. http://digilib.mercubuana.ac.id/z 103 d. Probability DER (0,0000) < Alpha (0,05), maka data stasioner. 2. Uji asumsi Dalam penggunaan analisis regresi, agar menunjukan hubungan yang valid atau tidak biasa maka perlu dilakukan pengujian asumsi klasik pada model regresi yang digunakan. Dikatakan telah memenuhi asumsi klasik apabila memenuhi syarat normalitas, non autokorelasi, non heteroskedastisitas dan non multikolinieritas. a) Uji normalitas Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi residual berdistribusi normal atau tidak. Model estimasi yang baik memiliki residual berdistribusi normal atau mendekati normal. Dalam model regresi, pengujian uji normalitas dilakukan terhadap residual. Untuk mengetahui apakah residual berdistribusi normal atau tidak dalam penelitian ini menggunakan uji jarque bera. Di mana hipotesis pada uji jarque bera adalah sebagai berikut. H0: Residual berdistribusi Normal Ha: Residual tidak berdistribusi Normal Apabila nilai jarque bera hitung > chi square tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti residual tidak terdistribusi normal, tetapi jika nilai jarque bera hitung < chi square tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berati residual terdistrubusi normal. Atau dapat dilihat melalui nilai probabilitas jika > 0,05 maka residual terdistribusi normal sedangkan jika probabilitas < 0,05 maka residual tidak terdistribusi normal. Dari pengolahan data didapatkan hasil uji normalitas sebagai berikut: http://digilib.mercubuana.ac.id/z 104 14 Series: Residuals Sample 1 50 Observations 50 12 10 8 6 4 2 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis -6.22e-17 0.013585 0.686234 -0.506738 0.244485 0.282667 3.298961 Jarque-Bera Probability 0.852044 0.653102 0 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 Sumber: data sekunder yang diolah (2017) GAMBAR 4.1 HASIL UJI NORMALITAS Dari gambar 4.1, menunjukkan nilai jarque bera sebesar 0,852044, sementara nilai chi square tabel diperoleh menggunakan perhitungan df (degree of freedom) dan nilai signifikansi yang digunakan adalah 0,05 atau 5%, didapat nilai chi square tabel sebesar 62,82962, yang berarti nilai jarque bera hitung 0,852044 < chi square tabel 62,82962, maka Ho diterima dan Ha ditolak, dengan demikian residual dalam penelitian ini terdistrubusi normal. b) Uji Multikolinieritas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi panel ditemukan adanya korelasi antar variabel independen atau tidak. Metode untuk mendeteksi ada tidaknya masalah multikolinearitas dalam suatu model regresi juga dapat dilihat dari korelasi parsial antar variabel independen. jika koefesien korelasi cukup tinggi di atas 0,8 maka diduga ada multikoliniearitas dalam model. Sebaliknya jika koefisien korelasi kurang dari 0,8 maka kita duga model tidak http://digilib.mercubuana.ac.id/z 105 mengandung unsur multikolinearitas (Widarjono,2013:46). Dari pengolahan data didapatkan hasil uji multikolinearitas sebagai berikut: TABEL 4.3 HASIL UJI MULTIKOLINIERITAS CR ROA DER CR ROA DER 1.000000 0.153141 -0.279597 0.153141 1.000000 0.084978 -0.279597 0.084978 1.000000 Sumber: data sekunder yang diolah (2017) Berdasarkan tabel 4.3 di atas, hasil matriks korelasi menunjukkan bahwa variabel independen memiliki hubungan satu sama lain. Hal ini ditunjukkan pada koefisien korelasi yang sangat rendah atau jauh dari 0,8, dengan demikian data dalam penelitian ini tidak terjadi multikolinearitas. c) Uji heteroskedastisitas Menurut Ghozali (2013: 154) Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji Glejser dilakukan dengan cara meregresikan antara variabel independen dengan nilai absolut residualnnya. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H0: Tidak terdapat masalah heteroskedastisitas H1: Terdapat masalah heteroskedastisitas Jika nilai probabilitas < alpha (0,05), maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti terdapat masalah heteroskedastisitas, tetapi jika probabilitas > alpha (0,05), maka H0 diterima dan Ha ditolak, yang berarti tidak terdapat masalah http://digilib.mercubuana.ac.id/z 106 heteroskedastisitas. Dari pengolahan data yang dilakukan didapatkan hasil uji heteroskedastisitas sebagai berikut: TABEL 4.4 HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 0.510824 1.612028 1.656425 Prob. F(3,46) Prob. Chi-Square(3) Prob. Chi-Square(3) 0.6768 0.6567 0.6467 Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 06/11/17 Time: 09:16 Sample: 1 50 Included observations: 50 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C ROA^2 CR^2 DER^2 0.033771 -0.045209 0.000983 -7.80E-05 0.011075 0.204354 0.001026 0.000166 3.049254 -0.221229 0.957848 -0.470279 0.0038 0.8259 0.3431 0.6404 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.032241 -0.030874 0.059586 0.163322 72.15446 0.510824 0.676813 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.037284 0.058687 -2.726178 -2.573216 -2.667930 0.921933 Sumber: data sekunder yang diolah (2017) Dari hasil tabel 4.4 di atas terlihat bahwa tidak ada variabel independen yang signifikan secara statistik probability > α (0,05). Dengan demikian tidak terdapat heteroskedastisitas. Dengan penjelasan sebagai berikut: e. Probability ROA (0,8259) > Alpha (0,05), maka H0 diterima dan Ha ditolak. f. Probability CR (0,3431) > Alpha (0,05), maka H0 diterima dan Ha ditolak. g. Probability DER (0,6404) > Alpha (0,05), maka H0 diterima dan Ha ditolak . http://digilib.mercubuana.ac.id/z 107 d) Uji autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linierterdapat korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahanpenganggu pada periode t–1 (sebelumnya) (Ghozali, 2013). Salah satu cara untukmemeriksa ada atau tidaknya autokorelasi yaitu dengan menggunakan uji Durbin-Watson (D-W). dari pengolahan data yang dilakukan didapatkan hasil uji autokorelasi sebagai berikut: TABEL 4.5 HASIL UJI AUTOKORELASI Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 1.830779 3.841207 Prob. F(2,44) Prob. Chi-Square(2) 0.1723 0.1465 Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 06/11/17 Time: 09:18 Sample: 1 50 Included observations: 50 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C ROA CR DER RESID(-1) RESID(-2) -0.006861 0.077442 0.002977 -0.000699 0.251720 0.170195 0.058960 0.259914 0.021857 0.009732 0.167055 0.173932 -0.116373 0.297953 0.136183 -0.071827 1.506805 0.978512 0.9079 0.7671 0.8923 0.9431 0.1390 0.3332 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.076824 -0.028082 0.197772 1.721001 13.28100 0.732312 0.603106 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat Sumber: data sekunder yang diolah (2017) http://digilib.mercubuana.ac.id/z 8.88E-18 0.195052 -0.291240 -0.061797 -0.203867 1.714635 108 Dari hasil pengolahan data tabel 4.5 di atas terlihat nilai statistik Durbin Watson adalah 1,714635, sementara berdasarkan tabel Durbin Watson diperoleh nilai dl = 1,4206 dan nilai du = 1,6739. Hasil tersebut terletak diantara du dan 4du = 1,6739 < 1,714635 < 2,3261 yang berarti tidak ada autokorelasi. 3. Kualitas instrumen penelitian a) Uji common effect Pendekatan Common Effect atau Ordinary Least Square (OLS) ini merupakan pendekatan yang paling sederhana untuk mengestimasi parameter model data panel, yaitu dengan mengkombinasikan data cross section dan time series sebagai satu kesatuan dan tanpa melihat adanya perbedaan waktu dan individu. Dari pengolahan Eviews 9.0 didapatkan hasil sebagai berikut: TABEL 4.6 HASIL UJI COMMON EFFECT Dependent Variable: DPR? Method: Pooled Least Squares Date: 06/11/17 Time: 10:13 Sample: 1 5 Included observations: 5 Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 50 Variable ROA? CR? DER? R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. 0.695789 0.077268 0.022939 0.264088 0.016484 0.009338 2.634.686 4.687.568 2.456520 0.0114 0.0000 0.0178 0.019363 -0.022366 0.214177 2.155967 7.647666 1.062758 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Sumber: data sekunder yang diolah (2017) http://digilib.mercubuana.ac.id/z 0.301145 0.211821 -0.185907 -0.071185 -0.142220 109 Dengan menggunakan pendekatan ordinary least square atau common effect pada tabel 4.6, dapat dilihat bahwa hasil adjusted R-squared adalah sebesar -0,022366 atau -2,23 persen, sehingga dapat di artikan bahwa variabel-variabel bebas dalam penelitian ini tidak dapat menggambarkan variabel terikatnya, kebijakan dividen sebesar -2,23 persen sedangkan nilai akumulasi 100 persen dijelaskan oleh penelitian lain. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa variabel yang nilai probabilitasnya < α (0,05) dinyatakan signifikan adalah Current Ratio (CR), Return On Asset (ROA) dan Debt to Equity Ratio (DER). Pernyataan signifikan berasumsi dari nilai alpha 0,05 atau 5 persen yang peneliti pakai sehingga dapat dikatakan dengan tingkat kepercayaan 95 persen variabel yang nilai probabilitasnya < α (0,05) dinyatakan signifikan, apabila nilai alpha > 0,05 berarti tingkat kepercayaan tidak mencapai 95 persen sehingga jika ada variabel yang mempunyai nilai alpha > 0,05 maka variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap variabel independen yang diteliti. b) Uji fixed effect Fixed effect model adalah teknik mengestimasi data panel dengan menggunakan variabel dummy untuk menangkap adanya perbedaan intersep. pendekatan fixed effect diasumsikan bahwa intersep dari setiap individu berbeda sedangkan slope antar individu tetap sama antar perusahaan dan antar waktu. Salah satu cara untuk mengetahui perbedaan adalah dengan mengasumsikan bahwa intersep adalah berbeda antar perusahaan, sedangkan slopenya tetap sama antar perusahaan. Akan tetapi, kelemahan metode ini yaitu berkurangnya derajat http://digilib.mercubuana.ac.id/z 110 kebebasan (degree of freedom) yang akhirnya akan mengurangi efisiensi parameter. Dari pengolahan Eviews 9.0 didapatkan hasil sebagai berikut: TABEL 4.7 HASIL UJI FIXED EFFECT Dependent Variable: DPR? Method: Pooled Least Squares Date: 06/11/17 Time: 10:15 Sample: 1 5 Included observations: 5 Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 50 Variable C ROA? CR? DER? Fixed Effects (Cross) ACES--C AMRT--C CSAP--C ERAA--C LPPF--C MAPI--C MIDI--C MPPA--C RALS--C SONA--C Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. 0.143170 0.909461 0.018971 0.013034 0.146979 0.438327 0.073217 0.008798 0.974090 2.074.847 0.259105 1.481554 0.0000 0.0450 0.7970 0.1469 -0.085406 0.129321 -0.065295 -0.066430 -0.168733 -0.146356 0.047782 -0.014539 0.272616 0.097041 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.478768 0.309720 0.175987 1.145948 23.44785 2.832140 0.007478 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.301145 0.211821 -0.417914 0.079212 -0.228606 1.686593 Sumber: data sekunder yang diolah (2017) Dalam pendekatan Fixed Effect pada tabel 4.7, dapat dilihat bahwa hasil adjusted R squared lebih tinggi dibandingkan dengan pendekatan Common Effect http://digilib.mercubuana.ac.id/z 111 sebesar 0,309720 atau 30,97 persen, sehingga dapat di artikan bahwa variabelvariabel bebas dalam penelitian ini dapat menggambarkan variabel terikatnya, kebijakan dividen sebesar 30,97 persen sedangkan sisanya 69,03 persen dijelaskan oleh penelitian lain. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa variabel yang nilai probabilitasnya < α (0,05) dinyatakan signifikan adalah Return On Asset (ROA), sedangkan untuk variabel Current Ratio (CR) dan Debt to Equity Ratio (DER) tidak signifikan. Pernyataan signifikan berasumsi dari nilai alpha 0,05 atau 5 persen yang peneliti pakai sehingga dapat dikatakan dengan tingkat kepercayaan 95 persen variabel yang nilai probabilitasnya < α (0,05) dinyatakan signifikan, apabila nilai alpha > 0,05 berarti tingkat kepercayaan tidak mencapai 95 persen sehingga jika ada variabel yang mempunyai nilai alpha > 0,05 maka variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap variabel independen yang diteliti. c) Uji random effect Random effect model merupakan metode estimasi model regresi data panel dengan asumsi koefisien regresi (slope) konstan dan intersep berbeda antar waktu dan antar individu (random effect). Pendekatan random effect mengasumsikan setiap perusahaan mempunyai perbedaan intersep, yang mana intersep tersebut adalah variabel random. Pendekatan ini juga memperhitungkan bahwa error mungkin berkorelasi sepanjang cross section dan time series. Masalah ini bisa diatasi dengan menggunakan variabel gangguan (error terms) yang mungkin saja akan muncul pada hubungan antar waktu dan antar perusahaan yang dikenal dengan random effect model. Model ini akan mengestimasi data panel di mana http://digilib.mercubuana.ac.id/z 112 variabel gangguan mungkin saling berhubungan antar waktu dan antar individu. Dari pengolahan Eviews 9.0 diperoleh hasil sebagai berikut: TABEL 4.8 HASIL UJI RANDOM EFFECT Dependent Variable: DPR? Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 06/11/17 Time: 10:25 Sample: 1 5 Included observations: 5 Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 50 Swamy and Arora estimator of component variances Variable C ROA? CR? DER? Random Effects (Cross) ACES--C AMRT--C CSAP--C ERAA--C LPPF--C MAPI--C MIDI--C MPPA--C RALS--C SONA--C Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. 0.145320 0.640757 0.032691 0.013309 0.081599 0.323695 0.031530 0.008634 1.780899 1.979.510 1.036.834 1.541403 0.0000 0.0538 0.3052 0.1301 -0.073213 0.087306 -0.052666 -0.053313 -0.063035 -0.107484 0.029653 0.005469 0.177541 0.049741 Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random 0.117659 0.175987 Rho 0.3089 0.6911 Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) 0.165045 0.110592 0.173323 3.030934 0.038683 Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat 0.167435 0.183783 1.381878 1.404723 Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid 0.144223 1.881458 Mean dependent var Durbin-Watson stat Sumber: data sekunder yang diolah (2017) http://digilib.mercubuana.ac.id/z 0.301145 1.031730 113 Dalam pendekatan random effect pada tabel 4.8, dapat dilihat bahwa hasil adjusted R squared sebesar 0,110592 atau 11,05 persen. sehingga dapat di artikan bahwa variabel-variabel bebas dalam penelitian ini dapat menggambarkan variabel terikatnya, kebijakan dividen sebesar 11,05 persen sedangkan sisanya 88,95 persen dijelaskan oleh penelitian lain. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa variabel yang nilai probabilitasnya < α (0,05) dinyatakan signifikan adalah Return On Asset (ROA), sedangkan untuk variabel Current Ratio (CR) dan Debt to Equity Ratio (DER) tidak signifikan. Pernyataan signifikan berasumsi dari nilai alpha 0,05 atau 5 persen yang peneliti pakai sehingga dapat dikatakan dengan tingkat kepercayaan 95 persen variabel yang nilai probabilitasnya < α (0,05) dinyatakan signifikan, apabila nilai alpha > 0,05 berarti tingkat kepercayaan tidak mencapai 95 persen sehingga jika ada variabel yang mempunyai nilai alpha > 0,05 maka variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap variabel independen yang diteliti. d) Uji chow Menurut Widarjono (2013) Uji Chow adalah pengujian untuk memilih apakah yang lebih tepat menggunakan model Ordinary Least Square (Common Effect) atau Random Effect dalam regresi data panel. uji Chow dilakukan dengan melihat nilai probability F pada hasil output. Dasar pengambilan keputusannya adalah jika nilai probability F ≥ 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang berarti model yang lebih tepat digunakan adalah common effect, tetapi jika nilai probability F < 0,05, maka Ho ditolak Ha diterima, yang berarti model yang lebih http://digilib.mercubuana.ac.id/z 114 tepat digunakan adalah fixed effect. Berikut ini hasil uji chow dengan bantuan software Eviews 9.0: TABEL 4.9 HASIL UJI CHOW Redundant Fixed Effects Tests Pool: RITEL Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. 2.576809 24.330477 (9,37) 9 0.0205 0.0038 Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. 0.160238 0.479989 0.035054 0.012127 0.059722 0.260931 0.022082 0.009658 2.683091 1.839.527 1.587.486 1.255624 0.0101 0.0723 0.1193 0.2156 Cross-section F Cross-section Chi-square Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: DPR? Method: Panel Least Squares Date: 06/11/17 Time: 10:16 Sample: 1 5 Included observations: 5 Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 50 Variable C ROA? CR? DER? R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.152065 0.096764 0.201312 1.864218 11.28261 2.749804 0.053387 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.301145 0.211821 -0.291304 -0.138343 -0.233056 1.037210 Sumber: data sekunder yang diolah (2017) Berdasarkan hasil uji chow test yang dilakukan pada tabel 4.9, dapat dilihat bahwa nilai chi-square < α (0,05) yaitu sebesar 0,0038, dengan demikian Ha diterima jadi model yang tepat adalah mengikuti model fixed effect. Dengan kata lain, model fixed effect lebih baik digunakan dalam mengestimasi data panel http://digilib.mercubuana.ac.id/z 115 dibandingkan dengan model ordinary least square (common effect). Kemudian dilanjutkan dengan uji Hausman untuk memilih apakah menggunakan model fixed effect atau random effect untuk digunakan dalam regresi data panel. e) Uji hausman Hausman test digunakan untuk memilih estimasi yang paling tepat antara pendekatan fixed effect dan pendekatan random effect di dalam regresi data panel. Apabila hasil uji Chow menunjukkan hasil pemilihan pada common effect, uji Hausman diperbolehkan untuk tidak digunakan, karena uji Hausman hanya digunakan untuk memilih fixed effect atau random effect di dalam regresi data panel. Uji Hausman ini merupakan alternatif untuk menentukan regresi data panel yang akan digunakan. Karena dalam menganalisis regresi data panel terdapat 2 tahap pemilihan regresi data panel yaitu uji chow dan hausman. Penelitian cukup menggunakan tahapan pemilihan regresi data panel pada hasil uji chow saja. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: Ho: Random effect model (REM) Ha: Fixed effect model (FEM) Dasar pengambilan keputusannya adalah dengan membandingkan nilai chi square hitung dengan chi square tabel, jika nilai chi-square hitung > chi-square tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti model yang lebih tepat digunakan adalah fixed effect, tetapi jika nilai chi-square hitung < chi-square tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang berarti model yang lebih tepat digunakan adalah random effect. http://digilib.mercubuana.ac.id/z 116 TABEL 4.10 HASIL UJI HAUSMAN Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: RITEL Test cross-section random effects Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. 8.309991 3 0.0400 Var(Diff.) Prob. Cross-section random Cross-section random effects test comparisons: Variable Fixed Random ROA? CR? DER? 0.909461 0.018971 0.013034 0.640757 0.032691 0.013309 0.087352 0.004367 0.000003 0.3633 0.8355 0.8707 Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. 0.143170 0.909461 0.018971 0.013034 0.146979 0.438327 0.073217 0.008798 0.974090 2.074.847 0.259105 1.481554 0.0000 0.0450 0.7970 0.1469 Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: DPR? Method: Panel Least Squares Date: 06/11/17 Time: 10:26 Sample: 1 5 Included observations: 5 Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 50 Variable C ROA? CR? DER? Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.478768 0.309720 0.175987 1.145948 23.44785 2.832140 0.007478 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat Sumber: data sekunder yang diolah (2017) http://digilib.mercubuana.ac.id/z 0.301145 0.211821 -0.417914 0.079212 -0.228606 1.686593 117 Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan bahwa nilai probabilitas chi square sebesar 0,0400 < alpha (0,05). Maka H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi, dalam penelitian ini model fixed effect lebih baik digunakan dalam mengestimasi data panel dibandingkan dengan model random effect. Berdasarkan beberapa pengujian pemilihan model data panel yang telah dilakukan dan diputuskan dalam memilih uji untuk mengestimasi regresi data panel, hasil tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini: TABEL 4.11 HASIL PENGUJIAN PEMILIHAN MODEL DATA PANEL Metode Pengujian Hasil Chow Test Common Effect vs Fixed Effect Fixed Effect Hausman Test Fixed Effect vs Random Effect Fixed Effect Sumber: Tabel 4.9 dan tabel 4.10 C. Pengujian Hipotesis 1. Uji t Uji hipotesis dilakukan dengan melakukan Uji t atau yang biasa disebut sebagai uji parsial ini bertujuan untuk membuktikan apakah masing-masing variabel independen dalam penelitian mempengaruhi variabel dependen. Ketentuan dalam uji ini adalah jika probabilitas masing-masing variabel bebas pada penelitian ini lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak dan H₁ diterima, namun jika probabilitas masing-masing variabel bebas dalam penelitian ini lebih besar http://digilib.mercubuana.ac.id/z 118 dari 0,05 maka H0 diterima dan H₁ ditolak yang artinya variabel bebas tersebut tidak mempengaruhi variabel terikat. Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji fixed effect yang memuat hasil uji t dengan melihat nilai t-statistic dan probabilitas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Pengaruh profitabilitas (ROA) terhadap kebijakan dividen (DPR) Menurut tabel 4.7 variabel profitabilitas diperoleh nilai t-hitung sebesar 2,074847 > t-tabel sebesar 1,679 dengan nilai probabilitas sebesar 0,0450 lebih kecil dari tingkat signifikansi yaitu 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan variabel profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen pada periode 2011-2015. 2) Pengaruh likuiditas (CR) terhadap kebijakan dividen (DPR) Menurut tabel 4.7 variabel likuiditas diperoleh nilai t-hitung sebesar 0,259105 < t-tabel sebesar 1,679 dengan nilai probabilitas sebesar 0,7970 lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,05 maka H0 diterima dan H2 ditolak. Hal ini menunjukkan variabel likuiditas tidak berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen pada periode 2011-2015. 3). Pengaruh struktur modal (DER) terhadap kebijakan dividen (DPR) Menurut tabel 4.7 variabel struktur modal diperoleh nilai t-hitung sebesar 1,481554 < t-tabel sebesar 1,679 dengan nilai probabilitas sebesar 0,1469 lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,05 maka H0 diterima dan H3 ditolak. Hal ini menunjukkan variabel struktur modal tidak berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen pada periode 2011-2015. 2. Koesifien determinasi http://digilib.mercubuana.ac.id/z 119 Koefisien determinasi (R²) adalah untuk mengukur kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen yaitu profitabilitas, likuiditas dan struktur modal terhadap variabel dependen yaitu kebijakan dividen. Dari pengolahan data didapatkan hasil uji koefisien determinasi adjusted (R²) sebagai berikut: Berdasarkan nilai adjusted R2 pada tabel 4.7 hasil uji fixed effect sebesar 30,97%, dapat diartikan bahwa profitabilitas, likuiditas dan struktur modal dapat menjelaskan keterkaitannya terhadap kebijakan dividen, sedangkan sisanya sebesar 69,03% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian. D. Analisis Regresi Data Panel Dari hasil ouput pada tabel 4.7, didapatkan model persamaan regresi sebagai berikut: Kebijakan Dividen = 0,143170 + 0,018971 Likuiditas + 0,909461 Profitabilitas + 0,013034 Struktur Modal Berdasarkan persamaan di atas, maka dapat dipaparkan sebagai berikut: 1). Konstanta sebesar 0,143170 menyatakan bahwa jika profitabilitas, likuditas dan struktur modal bernilai 0, maka nilai kebijakan dividen adalah sebesar 0,143170. 2). Koefisien regresi profitabilitas sebesar 0,909461 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 dari faktor profitabilitas, maka jumlah kebijakan dividen akan bertambah sebesar 0,909461 dengan asumsi bahwa variabel independen lain dari model regresi tetap. http://digilib.mercubuana.ac.id/z 120 E. Pembahasan 1. Pengaruh profitabilitas (ROA) terhadap kebijakan dividen (DPR) Berdasarkan hasil pengujian di atas, dapat diketahui bahwa profitabilitas (ROA) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen (DPR). Jika dilihat dari persamaan regresinya yang menunjukkan jumlah sebesar 0,909461, jumlah tersebut dapat diartikan bahwa setiap kenaikan 1 rupiah besarnya profitabilitas akan mengakibatkan kenaikan pada kebijakan dividen sebesar 0,909461. Return on asset (ROA) merupakan rasio profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Semakin tinggi nilai ROA maka kinerja perusahaan semakin baik. Selain itu, profitabilitas juga menunjukan tingkat efektifitas operasional suatu perusahaan sehingga dapat memberikan tingkat pengembalian yang baik bagi pemegang saham. Sehingga, semakin tinggi nilai ROA suatu perusahaan maka semakin tinggi juga dividen yang akan dibagi kepada para pemegang saham. Hal ini dikarenakan bahwa perusahaan yang memiliki kemampuan menghasilkan laba yang besar akan cenderung memberikan sinyal positif bahwa perusahaan akan membagikan dividen yang lebih besar kepada para pemegang saham. Hasil penelitian ini didukung oleh teori Bird in the hand theory yang dikemukakan Brigham dan Houston (2014) menyatakan bahwa para investor lebih yakin terhadap penerimaan dan pembagian dividen dibanding kenaikan nilai modal yang berarti setiap perusahaan yang memperoleh profitabilitas (ROA) di tahun berjalan harus membagikan dividen kepada investor, karena investor lebih menyukai penerimaan dividen daripada laba ditahan untuk modal di tahun berikutnya sehingga variabel http://digilib.mercubuana.ac.id/z 121 profitabilitas (ROA) berpengaruh positif dan signifikan. Meskipun pendapatan laba bersih perusahaan fluktuasi naik akan berdampak pada pembagian dividen seperti ini didukung oleh Gitman dan Zuttler (2012) yang mengatakan rasio pembagian dividen konstan (dividend payout ratio) ditunjukkan dengan jumlah persentase pendapatan yang akan didistribusikan perusahaan kepada pemegang saham sebagai dividen dalam bentuk kas. Maka ketika pendapatan perusahaan fluktuasi atau menurun akan mengakibatkan dividen juga menurun atau bahkan tidak dibagikan sama sekali sehingga profitabilitas (ROA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen (DPR). Serta penelitian terdahulu Zainudin, dkk (2016) dan Khalid dan Rehman (2015), yang menyebutkan bahwa return on asset berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio. 2. Pengaruh likuiditas (CR) terhadap kebijakan dividen (DPR) Berdasarkan hasil pengujian di atas, dapat diketahui bahwa likuiditas (CR) tidak mempunyai pengaruh positif terhadap kebijakan dividen (DPR). Menurut Sawir (2009) Hal ini di karenakan likuiditas bukan digunakan untuk membayar dividen tetapi dialokasikan pada pembelian aktiva tetap atau aktiva lancar yang permanen, guna memanfaatkan kesempatan investasi yang ada serta untuk biaya operasional. Tetapi tidak sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Keown et.al (2008:621) yang menyatakan bahwa likuiditas sangat mempengaruhi pembayaran dividen karena dividen dibayarkan oleh kas yang merupakan bagian dari likuiditas. Semakin tinggi nilai CR, maka belum tentu perusahaan tersebut mampu memenuhi permintaan kas karena piutang usaha kualitasnya rendah atau persediaan hanya dapat dijual apabila dengan harga diskonto. Sehingga kebutuhan http://digilib.mercubuana.ac.id/z 122 akan permintaan kas perusahaan belum tentu terpenuhi. Sedangkan dividen pada umumnya dibayar dengan menggunakan uang kas (cash dividen). Utang bank jangka pendek menjadi penyebab likuiditas perusaahan sub sektor perdagangan eceran menurun karena dampak dari perekonomian di Indonesia yang tidak stabil. Apabila posisi perusahaan tidak likuid berarti perusahaan tidak mempunyai uang kas tunai untuk membayar dividen kepada pemegang saham sehingga likuiditas (CR) tidak mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dividen apabila posisi likuiditas rendah. Hasil penelitian ini didukung oleh Laim, dkk (2015), Yanti (2014), Arilaha (2009), Handayani (2010) dan Maladjian dan Khoury (2014), bahwa current ratio tidak berpengaruh terhadap dividend payout ratio. 3. Pengaruh struktur modal (DER) terhadap kebijakan dividen (DPR) Berdasarkan hasil pengujian di atas, dapat diketahui bahwa struktur modal (DER) tidak mempunyai pengaruh positif terhadap kebijakan dividen (DPR). Debt to equity ratio (DER) mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat DER, berarti komposisi utang juga semakin tinggi, sehingga akan berakibat pada semakin rendahnya kemampuan untuk membayar dividen. Menurut Sartono (2014) peningkatan utang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividen yang diterima karena kewajibannya untuk membayar utang lebih di utamakan daripada pembagian dividen. Peningkatan rasio utang suatu perusahaan berarti tidak akan mempengaruhi pendapatan yang akan diterima pemegang saham. Hal ini dapat terjadi karena kewajiban perusahaan melunasi utang yang ada tidak dibiayai dari http://digilib.mercubuana.ac.id/z 123 laba perusahaan, melainkan dibiayai dari sumber eksternal yaitu modal pemegang saham. Tujuannya agar keuntungan yang baru dihasilkan dapat digunakan untuk membayar dividen kepada pemegang saham. Apabila ditinjau lebih lanjut, struktur modal (DER) hanya menunjukan besarnya pembiayaan melalui utang yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai total aktiva. Rasio ini tidak menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Sedangkan pembayaran dividen termasuk ke dalam utang lancar sehingga struktur modal DER tidak menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen kepada pemegang saham. Hasil penelitian ini berhubungan dengan teori struktur modal yaitu signalling theory yang dijelaskan oleh Brigham dan Houston (2014), teori ini disusun berdasarkan adanya asumsi ketidaksamaan informasi antara manajer dan investor, di mana manajer memiliki informasi yang lebih baik mengenai prospek perusahaan daripada investor. Untuk itu perusahaan lebih meminimalisir penggunaan utang yang akan dijadikan modal dengan menggunakan laba ditahan, sehingga semakin banyak laba ditahan kemungkinan pendanaan utang akan berkurang tetapi berpengaruh kepada pembayaran dividen yang tidak terbayar, sehingga struktur modal (DER) tidak mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dividen (DPR). Hasil penelitian ini didukung oleh Astiti, dkk (2017), Arilaha (2009), Pamungkas, dkk (2017), Dewi (2016) dan Al-Kuwari (2009) bahwa debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap dividend payout ratio. http://digilib.mercubuana.ac.id/z