hubungan durasi mendengarkan musik metal dengan tingkat

advertisement
HUBUNGAN DURASI MENDENGARKAN MUSIK METAL
DENGAN TINGKAT KEPARAHAN TINITUS PADA
ANGGOTA KOMUNITAS LOSS STROM YANG
AKTIF BERMAIN BAND DI
SURABAYA
Roby Nurdianto., Merina Widyastuti, M.Kep., Ns.
ABSTRACT
Tinnitus ia a voice perception without voice source from the outside. This
condition maybe consist by member of band with metal genre unawarable. The
aim of research to analyze the correlation between duration of listening music of
metal genre and the severity of tinnitus.
Correlative observation study design with cross sectional approach. The
independent variable is duration of listening music of metal genre and the
dependent variable is the severity of tinnitus. Population of Loss Strom community
is a member of the community who actively playing band numbered 57 people,
with a sampling technique of non-probability sampling with purposive sampling
assign samples by selecting samples among populations in accordance with the
desired researchers. The research instrument used questionnaire and observation
sheet. The research were analyzed with Spearment rho correlation test.
The result showed that the severity of tinnitus most were mild (76%), then
a slight (14%) and moderate (10%). The result also found that the duration of the
dominant influence on the severity of tinnitus is 120 minutes and 240 minutes
duration, then duration of 180 minutes that most affect the severity of tinnitus.
Spearman’s rho test result indicates that there is a relationship between the
duration of listening to metal music with the severity of tinnitus ρ = 0,005 (ρ<α =
0,05).
Implication of research result show the duration has an important role to
the severity of tinnitus. The research is useful for manage duration during
training process to minimize the increase in the severity of tinnitus.
Key words : Tinnitus, metal music, duration
PENDAHULUAN
Telinga berbunyi mendengung
atau tinitus merupakan keluhan yang
sering dijumpai dalam dunia musik.
Tinitus adalah persepsi suara tanpa
adanya suatu sumber suara eksternal.
Lucente
dan
Har-el
(2011)
mengatakan tinitus dapat berupa
nada tunggal atau multiple dan dapat
dideskripsikan sebagai suatu nada
tinggi, nada rendah, berdengung,
bergemuruh, berbunyi “klik” ,
berdesis, berdenyut, atau berbunyi
terus-menerus.
Tinitus
dapat
memberikan masalah yang serius
bagi
penderita
karena
dapat
memberikan
pengaruh
dalam
berkonsentrasi,
memberikan
perasaan
cemas dan depresi,
sehingga mengganggu kualitas hidup
penderita. Sunarko (1985) dalam
Widhyatama (2012) menyebutkan
pengertian
musik
adalah
1
band dengan genre metal, ditemukan
sekitar 30% anggota menderita
tinitus akibat paparan suara keras
yang lama, ruangan yang kedap suara
dan tidak menggunakan alat penutup
telinga
saat
proses
latihan
berlangsung. Data tersebut dapat
disimpulkan
bahwa
tinitus
merupakan kejadian dengan skala
mayor terutama pada pemusik yang
hidupnya erat dengan ruangan kedap
suara serta dengan genre lagu metal
yang dibawakan dimana genre
tersebut lebih keras dibandingkan
dengan pop dan rock.
Penyebab fisiologis tepat atau
penyebab tinitus tidak diketahui.
Paparan kebisingan adalah yang
terbesar faktor etiologi dikaitkan
dalam tinitus (Amerika Tinnitus
Asosiasi, 2011) dalam (Adoga &
Obindo, 2013). Grup band dengan
genre musik metal yang sedang
latihan di studio dengan keadaan
ruangan yang kedap suara selalu
terpapar suara keras dari sound
system, snare drum dan cymbal yang
langsung terkena pada telinga
mereka. Hal ini terjadi setiap kali
mereka melakukan proses latihan.
Jika kejadian ini dibiarkan dan tidak
ada tindakan penanganan ataupun
pencegahan dikhawatirkan akan
menyebabkan terjadinya tinitus berat
atau bahkan ketulian apabila telinga
yang terpapar tersebut tidak mampu
lagi mentoleransi suara keras yang
diterima. Lebih buruk lagi anggota
lain yang belum menderita tinitus
mendapati pengalaman serupa.
Faktor-faktor apa saja yang
dapat menyebabkan tinitus perlu
dikaji, berapa desibel maksimum
suara yang bisa ditoleransi oleh
telinga dalam waktu tertentu, juga
tindakan apa saja yang bisa
digunakan untuk mencegah tinitus
terjadi. Menggunakan ear plug
penghayatan isi hati manusia yang
diungkapkan dalam bentuk bunyi
yang teratur dalam melodi atau ritme
serta mempunyai unsur atau yang
indah. Band adalah gabungan dari
dua atau lebih musisi yang
memainkan alat musik ataupun
bernyanyi. Setiap anggota memiliki
peran
yang
berbeda
dalam
memainkan alat musik. Setiap satu
grup band yang terlepas dari berapa
jumlah
personilnya
rata-rata
memiliki 1 sampai 2 anggotanya
yang menderita gejala telinga
mendengung atau tinitus, sebagian
besar diantara mereka adalah pemain
drumnya. Sampai sekarang belum
ada penelitian yang menjelaskan
hubungan durasi mendengarkan
musik
metal
dengan
tingkat
keparahan tinitus pada personel band
yang bergenre metal.
WHO
mengklasifikasikan
suatu penyakit atau keluhan secara
umum menjadi kelompokan penyakit
atau keluhan yang mengakibatkan
kondisi impairment (gangguan).
Impairment atau gangguan adalah
suatu gangguan fisiologi atau
psikofisikal yang dapat diukur atau
diketahui baik dari hasil pemeriksaan
laboratorium atau klinis. Contoh dari
kondisi impairment adalah kekerasan
atau intensitas tinitus, frekuensi
tinitus dan sensitivitas pendengaran.
Ludman dan Bradley (2007)
mengatakan semua orang normal
pasti pernah mengalami tinitus dan
kebanyakan mengalaminya ketika
berada di ruangan kedap suara.
Lucente
dan
Har-el
(2011)
mengatakan di Amerika Serikat
sendiri lebih dari 36 juta orang
melaporkan tinitus dan sekitar 8 juta
diantaranya menderita tinitus berat.
Hasil survey acak awal yang
dilakukan pada anggota komunitas
Loss Storm yang masih aktif bermain
2
ketika latihan atau semacamnya guna
meminimalisir
dampak
yang
diakibatkan pada telinga akibat
paparan suara yang keras untuk
waktu yang cukup lama selama
proses latihan adalah contoh yang
bisa dilakukan. Bisa juga dengan
mengurangi jadwal latihan ataupun
mengurangi waktu dalam sekali
latihannya. Solusi yang lain seperti
mengecilkan volume sound system
dan memelankan ketukan drum
ketika latihan. Hal ini masih
tergantung selera dari masing-masing
grup band itu sendiri. Berkaitan
dengan hal di atas peneliti tertarik
untuk
menganalisa
hubungan
mendengarkan musik metal dengan
kejadian tinitus pada anggota
komunitas yang aktif bermain band
di komunitas Loss Strom Surabaya.
Berdasar
dari
gambaran
tersebut diatas, maka perlu adanya
pembuktian tentang hubungan durasi
mendengarkan musik metal dengan
tingkat keparahan tinitus pada
anggota komunitas yang aktif
bermain band di komunitas Loss
Strom Surabaya.
BAHAN
DAN
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
desain penelitian observasi korelatif
dengan pendekatan cross sectional,
dimana
akan
diteliti
tentang
hubungan durasi mendengarkan
musik
metal
dengan
tingkat
keparahan tinitus pada anggota
komunitas Loss Strom yang aktif
bermain band di Surabaya.
Penelitian ini telah dilakukan
pada bulan Juni sampai Juli 2015.
Penelitian ini dilaksanakan pada
anggota komunitas yang aktif
bermain band di komunitas Loss
Strom Surabaya. Populasi dalam
penelitian ini adalah anggota
komunitas Loss Strom yang aktif
bermain band dengan jumlah 57
orang dengan menggunakan nonprobability
sampling
dengan
purposive sampling, maka dalam hal
ini peneliti memasukkan sampel
anggota band dengan aliran musik
metal yang sudah timbul gejala
tinitus pada telinganya di komunitas
Loss Strom yang sesuai dengan
kriteria inklusi dan ekslusi berjumlah
50 orang.
Teknik pengumpulan data yang
dilakukan peneliti yaitu dimulai
dengan meminta persetujuan tentang
populasi
kepada
pembimbing.
Populasi yang digunakan adalah 57
anggota aktif yang bermain band di
komunitas Loss Strom Surabaya.
Setelah populasi disetujui peneliti
melakukan studi pendahuluan di
komunitas Loss Strom Surabaya.
Selanjutnya, peneliti mengajukan
surat permohonan pengambilan data
pada bagian akademik Stikes Hang
Tuah Surabaya. Setelah mendapatkan
persetujuan,
peneliti
mulai
membagikan
kuesioner
dengan
terlebih dahulu meminta persetujuan
responden dengan menunjukkan
lembar informed concent yang telah
disediakan,
kemudian
peneliti
menjelaskan prosedur pengisian
kuesioner
setelah
mendapatkan
persetujuan dari responden. Peneliti
meminta responden untuk mengisi
lembar demografi, informed concent,
lembar observasi dan kuesioner.
Waktu yang disediakan untuk
pengsian lembar kuesioner adalah 15
menit.
Peneliti
mengumpulkan
kuesioner untuk selanjutnya diolah
3
data setelah responden
mengisi lembar kuesioner.
selesai
HASIL PENELITIAN
1. Data
Umum
Demografi
Responden
1. Karakteristik
Responden
Berdasarkan Usia
Usia
6
27
13
2
2
12
54
26
4
4
Total
50
100
Presentase
(%)
Laki-laki
Perempuan
Total
49
1
50
98
2
100
Frekuensi
(f)
Presentase
(%)
Tidak tamat SD
SD
SMP
0
0
23
0
0
46
100
Frekuensi Presentase
(f)
(%)
PNS
Swasta
Wiraswasta
Pelajar/Mahasiswa
Lain-lain
0
16
15
10
9
0
32
30
20
18
Total
50
100
5. Karakteristik
Responden
Berdasarkan Lama Di Dunia
Musik Metal
Responden
Pendidikan
Pendidikan
terakhir
50
Berdasarkan tabel 5.4 dapat
diketahui
bahwa
pekerjaan
responden pada Komunitas Loss
Strom adalah 16 orang (32%)
pegawai swasta, 15 orang (30%)
wiraswasta,
10
orang
(20%)
pelajar/mahasiswa dan 9 orang
(18%) mempunyai pekerjaan lain
yang tidak tercantum dalam kriteria.
Berdasarkan tabel 5.2 dapat
diketahui bahwa jenis kelamin
responden pada Komunitas Loss
Storm adalah 49 orang laki-laki
(98%) dan 1 orang perempuan (2%).
3. Karakteristik
Berdasarkan
Terakhir
Total
Pekerjaan
2. Karakteristik
Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin
Frekuensi
(f)
54
0
4. Karakteristik
Responden
Berdasarkan Pekerjaan
Berdasarkan tabel 5.1 dapat
diketahui bahwa usia responden pada
Komunitas Loss Strom mayoritas
berusia 21 – 25 tahun dengan jumlah
27 orang (54%), usia 26 – 30 tahun
13 orang (26%), usia 16 – 20 tahun
berjumlah 6 orang (12%), usia 31 –
35 tahun berjumlah 2 orang (4%),
usia diatas 35 tahun 2 orang (4%).
Jenis
Kelamin
27
0
Berdasarkan tabel 5.3 dapat
diketahui bahwa pendidikan terakhir
responden pada Komunitas Loss
Strom adalah 27 orang (54%) lulusan
SMA dan 23 orang (46%) lulusan
SMP.
Frekuensi Presentase
(f)
(%)
16th-20th
21th-25th
26th-30th
31th-35th
>35th
SMA
Perguruan Tinggi
Lama di dunia
musik metal
Frekuensi
(f)
Presentase
(%)
<1th
1th-3th
4
14
8
28
3th-5th
16
32
5th-10th
12
24
>10th
4
8
Total
50
100
Berdasarkan tabel 5.5 dapat
diketahui bahwa lama waktu bermain
di dunia musik metal responden pada
4
Komunitas Loss Strom mayoritas 3-5
tahun dengan jumlah 16 orang
(32%), 14 orang (28%) 1-3 tahun
bermain di dunia musik metal, 12
orang (24%) 5-10 tahun bermain di
dunia musik metal, 4 orang (8%)
lebih dari 10 tahun bermain di dunia
musik metal dan 4 orang (8%)
kurang dari 1 tahun bermain di dunia
musik metal.
tinitus menurut Tinnitus Handicap
Inventory severity Scale mayoritas
dengan tingkat keparahan ringan
(mild) berjumlah 38 orang (76%),
kemudian tingkat keparahan sedikit
(slight) berjumlah 7 orang (14%) dan
tingkat keparahan sedang (moderate)
berjumlah 5 orang (10%).
3. Hubungan
durasi
mendengarkan musik metal
dengan tingkat keparahan
tinitus
pada
anggota
komunitas
Loss
Strom
Surabaya
6. Data Khusus Responden
1. Karakteristik
responden
berdasarkan
Durasi
Mendengarkan Musik Metal
Durasi
(menit)
Tingkat
kepara
han
tinnitus
Sangat
Ringan
Ringan
Frekuensi Presentase
(f)
(%)
120
180
240
300
360
25
9
13
1
2
50
18
26
2
4
Total
50
100
Sedang
Total
2. Karakteristik
Responden
Berdasarkan
Tingkat
Keparahan Tinitus
Persentase
(%)
Sedikit
Ringan
7
38
14
76
Sedang
5
10
Total
50
100
Total
120
∑ %
5
2
0
2
8
0
0
0
0
180
∑ %
1
11
,1
8
88
,9
0
0
240
∑
%
1
7.7
2
5
9
1
3
1
0
0
10
0
9
3
69.
2
23.
1
10
0
300
∑
%
0
0
360
∑ %
0
0
%
1
4
0
0
1
5
3
7
0
8
6
1
10
1
5
5
1
0
0
0
1
10
2
1
5
1
0
0
0
0
0
0
Spearman’s Rho Correlation
ρ = 0,005
Dari tabel 5.8 dijelaskan bahwa
sebanyak 20 orang (80%) dari 25
orang menderita tinitus ringan pada
durasi 120 menit sebagai mayoritas,
9 orang (69,2%) dari 13 orang
menderita tinitus ringan pada durasi
240 menit, 8 orang (88,9%) dari 9
orang menderita tinitus ringan pada
durasi 180 menit, 5 orang (20%) dari
25 orang menderita tinitus sangat
ringan pada durasi 120 menit, 3
orang (23,1%) dari 13 orang
menderita tinitus sedang pada durasi
240 menit, 1 orang (11,1%) dari 9
orang
menderita tinitus sangat
ringan pada durasi 180 menit, 1
orang (7,7%) dari 13 orang
menderita tinitus sangat ringan pada
durasi 240 menit, 1 orang (50%) dari
2 orang menderita tinitus ringan pada
durasi 360 menit, 1 orang (100%)
dari 1 orang menderita tinitus sedang
pada durasi 300 menit dan 1 orang
Berdasarkan
tabel
5.7
dapat
diketahui bahwa anggota yang
bermain band selama 120 menit
dalam seminggu berjumlah 25 orang
(50%), selama 180 menit dalam
seminggu berjumlah 9 orang (18%),
selama 240 menit dalam seminggu
berjumlah 13 orang (26%), selama
300
menit
dalam
seminggu
berjumlah 1 orang (2%) dan selama
360
menit
dalam
seminggu
berjumlah 2 orang (4%).
Tingkat Keparahan Frekuensi
Tinitus
(f)
Durasi
Berdasarkan tabel 5.7 dapat
diketahui anggota yang menderita
5
∑
7
(50%) menderita tinitus sedang pada
durasi 360 menit.
Berdasarkan
hasil
uji
Spearman’s Rho hubungan durasi
mendengarkan musik metal dengan
tingkat keparahan tinitus pada
anggota komunitas Loss Strom
Surabaya didapatkan hasil sebesar
0,005 dengan nilai signifikansi ρ =
0,05 sebagai pembanding. Secara
statistik ρ 0,005 < α =0,05 terdapat
hubungan durasi mendengarkan
musik
metal
dengan
tingkat
keparahan tinitus pada anggota
komunitas Loss Strom Surabaya.
Semakin lama durasi mendengarkan
musik metal semakin memperparah
tinitus yang diderita.
PEMBAHASAN
1. Durasi Mendengarkan Musik
Metal di Komunitas Loss Strom
Surabaya
Data durasi menunjukkan bahwa
mayoritas responden mendengarkan
musik metal selama 120 menit dalam
satu minggu, yakni 25 orang dengan
persentase 50%. Sebanyak 13
responden (26%) mendengarkan
musik metal selama 240 menit dalam
satu minggu, sebanyak 9 orang
(18%) mendengarkan musik metal
selama 180 menit dalam satu
minggu.
Sebanyak
1
orang
mendengarkan musik metal selama
300 menit dalam satu minggu dan 2
orang selama 360 menit.
Masalah pada penelitian ini
adalah tidak diketahui berapa durasi
mendengarkan musik metal yang
dilakukan oleh anggota komunitas
Loss Strom di Surabaya. Namun,
dengan berjalannya penelitian yang
dilakukan maka didapatkan hasil
bahwa mayoritas anggota komunitas
Loss
Strom
di
Surabaya
mendengarkan musik metal dengan
durasi selama 120 menit. Peneliti
berpendapat bahwa keadaan seperti
ini bisa terjadi karena mayoritas
anggota komunitas Loss Strom
melakukan proses latihan band di
persewaan studio dengan waktu per
satu shift selama 120 menit.
Rata-rata persewaan studio band
di Surabaya menyewakan tempatnya
dengan waktu per shift selama 120
menit. Anggota komunitas memiliki
pekerjaan yang berbeda di luar
bermusik. Bermusik bisa dikatakan
dengan pekerjaan sampingan. Dari
alasan ini lah penyebab kenapa
mayoritas anggota komunitas hanya
melakukan proses latihan selama satu
minggu sekali, karena cukup sulit
untuk menyesuaikan jadwal masingmasing anggota. Peneliti tidak
menemukan teori yang mengatakan
hal yang sama dengan pendapat
peneliti, namun peneliti berfokus
pada keadaan yang terjadi di
lapangan.
Bila dilihat dari data tentang
lamanya bermain musik di dunia
musik metal didapatkan hasil
responden yang bermain musik
kurang dari satu tahun sebanyak 4
orang (8%), antara 1 – 3 tahun
sebanyak 14 orang (28%), antara 3 –
5 tahun sebanyak 16 orang (32%),
antara 5 – 10 tahun sebanyak 12
orang (24%) dan yang lebih dari 10
tahun sebanyak 4 orang (8%). Hal ini
menjelaskan
bahwa
durasi
mendengarkan
musik
metal
menunjukkan
hubungan
yang
signifikan
dengan
karakteristik
anggota komunitas pada penelitian
Data crosstabs antara usia dengan
durasi mendengarkan musik metal
menunjukkan hasil terbanyak yang
terdapat pada usia 21 – 25 tahun
dengan durasi 120 menit dalam satu
6
minggu dengan jumlah 15 orang.
Data crosstabs antara pekerjaan
dengan durasi mendengarkan musik
metal menunjukkan dominasi pekerja
swasta sebagai pekerjaan yang paling
banyak kaitannya dengan durasi
selama 120 menit, yakni dengan
jumlah 9 orang. Sementara pekerjaan
lain penyebarannya cukup merata.
Dari crosstabs yang dilakukan antara
usia dan jenis kelamin dengan durasi
tidak memberikan gambaran yang
signifikan. Hasil crosstabs yang
menunjukkan hasil yang cukup
signifikan adalah lamanya waktu
bermain di duna musik metal dengan
durasi 120 menit dan lamanya waktu
berkisar antara 3 sampai 5 tahun.
Hasil ini didukung dengan teori
Lauw Riscky B., Marunduh S. R. dan
Wungouw H. I. S. (2013) yang
mengatakan suara ribut tergantung
berapa lama suara didengar, dapat
merusak pendengaran. Teori tersebut
memperkuat
bahwa
durasi
mendengarkan musik metal dapat
menyebabkan
gangguan
pendengaran, dalam hal ini adalah
tinitus. Hal ini bisa terjadi karena
telinga mempunyai batas kompensasi
terhadap suara yang diterimanya.
Terlebih suara keras yang diterima
secara terus-menerus.
Bashiruddin (2009) menyebutkan
beberapa
faktor
risiko
yang
berpengaruh pada derajat parahnya
ketulian ialah intensitas bising,
frekuensi, lama pajanan per hari,
lama masa kerja, kepekaan individu,
umur dan faktor lain. Hasil crosstabs
antara umur dan durasi tidak
menunjukkan hasil yang sesuai
dengan teori diatas, dimana usia 21
sampai 25 tahun menjadi usia
terbanyak dalam mengalami tinitus,
tetapi faktor lama pajanan perhari
berbanding lurus dengan hasil
penelitian di lapangan. Hal ini
mungkin disebabkan karena di usia
tersebut anggota masih memiliki
semangat dan harapan yang sangat
tinggi kepada musik mereka, maka
frekuensi
mendengarkan
musik
mereka adalah sering meskipun
dengan durasi hanya 120 menit.
2. Tingkat Keparahan Tinitus di
Komunitas Loss Strom
Surabaya
Dari hasil penelitian didapatkan
data anggota yang menderita tinitus
sangat ringan (slight) sebanyak 15
orang (30%), tinitus ringan (mild)
sebanyak 28 orang (56%), tinitus
sedang (moderate) sebanyak 7 orang
(14%). Dari semua responden tidak
ada yang menderita tinitus yang
parah (severe) ataupun tinitus sangat
parah (catastrophic).
Pada fenomena yang disebutkan
pada bab sebelumnya, peneliti
menemukan masalah yaitu setiap
grup band memiliki setidaknya 1
sampai 2 anggota yang menderita
tinitus. Pada hasil yang ditemukan
peneliti setelah melakukan proses
penelitian adalah mayoritas anggota
komunitas Loss Strom menderita
tinitus ringan (mild). Peneliti
berasumsi
bahwa
peningkatan
keparahan yang terjadi akibat
terpaparnya telinga mereka secara
langsung dan terus-menerus oleh
hentakan musik metal yang keras.
Pada tabel 5.7 didapatkan data
tingkat keparahan tinitus ringan
(mild) sebagai data mayoritas dengan
frekuensi 76%. Tingkat keparahan
tinitus ringan (mild) tersebut sesuai
dengan klasifikasi tinitus derajat II
yang telah dijelaskan pada bab
Menurut Klockhoff dan Lindblom
(1967) tinitus dapat diukur secara
subjektif
menggunakan
skala
Klockhoff dan Lindblom (KL).
Klasifikasi KL pada derajat II
menyebutkan,
apabila
tinitus
7
terdengar dalam kondisi lingkungan
sehari-hari, namun bunyi tersebut
dapat hilang atau dapat diabaikan
dengan bunyi lingkungan yang ramai
dan tidak mengganggu proses tidur.
Hal ini membuktikan bahwa anggota
mayoritas komunitas Loss Strom
sebenarnya menderita tinitus ringan
namun tidak dirasakan atau bahkan
tidak menyadarinya karena gejala
yang timbul tidak secara langsung
dirasakan dan aktivitas meraka
menyamarkannya.
Data crosstabs antara usia dan
tingkat
keparahan
tinitus
menunjukkan hasil terbesar berada
pada usia 21 -25 tahun dimana
terdapat 21 orang di usia tersebut
yang menderita tinitus ringan.
Sejumlah
faktor
risiko
telah
dikaitkan dengan tinnitus dan mereka
termasuk
bertambahnya
usia,
gangguan pendengaran dan paparan
suara keras (Axelsson & Ringdahl,
1989;. Nondahl et al, 2002) dalam
(Adoga & Obindo, 2013). Dalam
teori tersebut usia merupakan faktor
resiko terjadinya tinitus, tetapi hasil
dilapangan menunjukkan bahwa usia
21 – 25 tahun adalah usia terbanyak
yang menderita tinitus, dalam hal ini
adalah tinitus ringan. Hal tersebut
mungkin saja disebabkan karena
frekuensi mendengarkan
musik
mereka di usia tersebut cukup sering,
serta minimnya kesadaran tentang
gejala tinitus.
Data crosstabs antara lama di
dunia musik metal dengan tingkat
keparahan tinitus menunjukkan hasil
yang sama besar antara waktu 3 – 5
tahun dengan 5 – 10 tahun dimana
keduanya masing-masing terdapat 11
orang yang menderita tinitus ringan.
Lauw Riscky B., Marunduh S. R. dan
Wungouw H. I. S. (2013)
mengatakan suara ribut tergantung
berapa lama suara didengar, dapat
merusak pendengaran. Data tersebut
menampilkan hasil yang signifikan
tentang lama bermain di dunia musik
metal dapat mempengaruhi tingkat
keparahan tinitus.
Putra dan Herwanto (2014)
mengatakan
pajanan
bising
merupakan penyebab paling sering
kejadian tinitus dengan angka
kejadian sebesar 37%. Tabel 5.7
menjelaskan mayoritas anggota
komunitas Loss Strom menderita
tinitus ringan (76%). Jumlah yang
cukup besar bila dihubungkan
dengan teori di atas. Dalam
penelitian ini tinitus yang dialami
oleh responden disebabkan oleh
paparan bising yang diterima ketika
sedang bermain musik metal.
Apabila kejadian terjadi secara
berkala
dikhawatirkan
akan
memperparah tinitusnya.
Komunitas Loss Strom adalah
komunitas musik metal dengan umur
yang cukup tua mengingat komunitas
ini adalah komunitas musik metal ke
dua yang didirikan di Surabaya.
Dengan umur yang mencapai lebih
dari 10 tahun ini anggota komunitas
Loss Strom hanya menderita tinitus
dengan tingkat keparahan sedang
(moderate) sebagai tingkat tinitus
yang paling parah.
3. Hubungan
Durasi
Mendengarkan Musik Metal
Dengan Tingkat Keparahan
Tinitus di Komunitas Loss
Strom Surabaya
Aliran musik metal atau yang
sering disebut heavy metal adalah
sub genre dari musik rock yang
muncul di era 1960-an di Amerika
(Putra,
2007:6-7).
Abdillah
(2014:403-404) menyebutkan metal
merupakan sebuah aliran dari sub
genre heavy metal musik yang
berkembang pada tahun 1968 dan
8
1974 di Inggris dan Amerika Serikat,
dengan dengan akar dari blues rock
dan psychedhelic rock yang ditandai
dengan distorsi gitar yang sangat
kuat, ketukan cepat di semua
instrumentasi alat musiknya. Tinitus
adalah persepsi suara tanpa adanya
suatu sumber suara eksternal. Tinitus
dapat berupa nada tunggal atau
multiple dan dapat dideskripsikan
sebagai suatu nada tinggi, nada
rendah, berdengung, bergemuruh,
berbunyi ‘klik’, berdesis, berdenyut,
atau
berbunyi
terus-menerus
(Lucente & Har-el, 2011).
Hasil penelitian hubungan
durasi mendengarkan musik metal
dengan tingkat keparahan tinitus di
komunitas Loss Strom Surabaya
menunjukkan
bahwa
mayoritas
responden mendengarkan musik
metal dengan durasi 120 menit dalam
satu minggu dan mayoritas terbanyak
responden menderita tinitus ringan
(mild) dengan jumlah 28 orang
(56%).
Bashiruddin
(2009)
menyebutkan beberapa faktor risiko
yang berpengaruh pada derajat
parahnya ketulian ialah intensitas
bising, frekuensi, lama pajanan per
hari, lama masa kerja, kepekaan
individu, umur dan faktor lain. Hasil
penelitian dan teori yang disebutkan
diatas menunjukkan hubungan yang
berbanding lurus yang berarti durasi
mendengarkan musik metal berkaitan
dengan tingkat keparahan tinitus
anggota komunitas Loss Strom yang
mayoritas
menderita
tingkat
keparahan tinitus ringan (mild).
Keterkaitan hubungan durasi
mendengarkan musik metal dengan
tingkat keparahan tinitus pada
responden, seperti yang tampak pada
tabel 5.8 sesuai hasil uji statistik
Spearman’s Rho didapatkan hasil ρ =
0,005 < α = 0,05 sebagai
pembanding, dimana Hı diterima,
sehingga secara statistik terdapat
hubungan
antara
durasi
mendengarkan musik metal dengan
tingkat
keparahan
tinitus
di
komunitas Loss Strom Surabaya.
Hasil crosstabs antara durasi
mendengarkan musik metal dengan
tingkat
keparahan
tinitus
menunjukkan mayoritas durasi 120
menit dengan mayoritas tingkat
keparahan tinitus ringan (mild).
Menurut Ludman dan Bradley (2007)
menyebutkan bahwa semua orang
yang normal pasti pernah mengalami
tinitus
dan
kebanyakan
mengalaminya ketika berada di
ruangan kedap suara. Teori ini sangat
jelas menggambarkan bahwa pemain
band yang latihan band di dalam
studio dengan durasi yang lama
sangat beresiko mengalami tinitus
karena mendengarkan musik metal
dengan waktu yang lama di ruangan
kedap suara.
Sejumlah faktor risiko telah
dikaitkan dengan tinnitus dan mereka
termasuk
bertambahnya
usia,
gangguan pendengaran dan paparan
suara keras (Axelsson & Ringdahl,
1989;. Nondahl et al, 2002) dalam
(Adoga & Obindo, 2013). Aliran
musik metal termasuk aliran musik
dengan tempo cepat dan keras,
sehingga aliran musik jenis ini bisa
dikaitkan dengan faktor risiko
terjadinya tinitus. Paparan kebisingan
adalah yang terbesar faktor etiologi
dikaitkan dalam tinnitus (Amerika
Tinnitus Asosiasi, 2011) dalam
(Adoga & Obindo, 2013). Dalam hal
ini aliran musik metal bisa dikatakan
aliran musik yang bising.
Hasil dari uji yang dilakukan,
peneliti menarik pendapat bahwa
durasi mendengarkan musik metal
oleh anggota komunitas Loss Strom
menunjukkan
hubungan
yang
signifikan dengan tingkat keparahan
9
lama mendengarkan musik metal.
Menyediakan alat penutup telinga
(ear plug) untuk para anggota
sebagai sarana pencegahan.
3. Bagi profesi keperawatan
Memberikan konstribusi dalam
pengembangan ilmu keperawatan
terutama
keperawatan
THT
(telinga, hidung dan tenggorokan).
4. Bagi penelitian selanjutnya
Disarankan
bagi
peneliti
selanjutnya untuk menggunakan
alat pengukur seperti desibel
meter untuk mengetahui berapa
desibel suara yang didengarkan
oleh
para
responden
saat
mendengarkan musik metal. Bisa
juga
dengan
menambahkan
frekuensi mendengarkan musik
metal sebagai bahan pendukung
untuk melakukan penelitian.
tinitus. Semakin lama durasi
mendengarkan musik metal dapat
memperparah tinitus yang diderita.
Hal ini bisa disertai juga dengan
frekuensi mendengarkan musik metal
yang sering, serta tidak lepas dari
faktor resiko yang berbeda-beda dari
masing-masing responden.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil temuan penelitian
dan
hasil
pengujian
pada
pembahasan yang dilaksanakan,
maka ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Durasi mendengarkan musik
metal anggota komunitas Loss
Strom dalam satu minggu
mayoritas cukup selama 120
menit.
2. Mayoritas anggota komunitas
Loss Strom mengalami tingkat
keparahan tinitus ringan (mild).
3. Ada hubungan antara durasi
mendengarkan
musik
metal
dengan tingkat keparahan tinitus
pada anggota yang aktif bermain
band di komunitas Loss Strom
Surabaya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdilah, Bayu Bramanti. (2014).
‘Pengaruh lagu metal terhadap
perilaku agresif remaja di
komunitas metal Pos Merah
Samarinda’. eJournal Ilmu
Komunikasi.
vol.2,
no.6,
hal.403-404.
SARAN
Berdasarkan temuan hasil
penelitian, beberapa saran yang
disampaikan pada pihak terkait
adalah sebagai berikut:
1. Bagi anggota komunitas
Disarankan
agar
anggota
mengurangi durasi saat latihan
secara berkala sehingga tinitus
yang dialami tidak bertambah
parah.
Penggunaan
penutup
telinga (ear plug) saat proses
latihan bisa menurunkan dampak
tekanan suara yang diterima oleh
telinga secara langsung.
2. Bagi komunitas
Pengetahuan tentang dampak
yang ditimbulkan akibat terlalu
Adoga, Adeyi A. & Taiwo J. Obindo.
(2013).
The
Association
Between Tinnitus and Mental
Illnesses.
Diunduh
pada
tanggal 16 Maret 2015 pukul
04.24
WIB.
http://www.intechopen.com/bo
oks/mental-disorderstheoretical-and-empiricalperspectives/the-associationbetween-tinnitus-and-mentalillnesses
Aulia Hamzah. (2010). Hubungan
antara
preferensi
musik
dengan risk taking behaviour
pada
remaja.
Fakultas
10
Psikologi Universitas Syarif
Hidayatullah Jakarta : Skripsi
tidak dipublikasikan.
Ludman, Harold & Patrick J. (2007).
ABC Telinga, Hidung, dan
Tenggorok, edisi 5. Jakarta :
EGC
A. Aziz Alimul Hidayat. (2007).
Riset Keperawatan dan Teknik
Penulisan Ilmiah. Jakarta :
Salemba Medika.
Nagel, P. & Robert Gürkov. (2009).
Dasar-dasar ilmu THT, edisi 2.
Jakarta : EGC.
Eka, Dian Safitri, et al. (n.d.).
Korelasi Antara Pengukuran
Tinitus Secara Subjektif dan
Objektif pada Pasien Tinitus
Subjektif. Departemen Ilmu
Penyakit
Telinga
Hidung
Tenggorok
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia. Jakarta.
Nugroho, Adi. (2009). Belajar
otodidak menjadi gitaris andal.
Yogyakarta : ANDI.
Gendown. (2013). Sejarah metal &
jenis-jenis musik metal. 6
Januari. Diakses pada 26
Februari 2015 pukul 15.32
WIB.
https://gendown666.wordpress.
com/2013/01/06/sejarah-metaljenis-jenis-musik-metal/
Pedemonte, M. et al (2010).
‘Tinnitus treatmentwith sound
stimulation during sleep’.
International tinnitus journal.
vol.16, no.1, hal.39.
Nursalam. (2013). Konsep dan
Penerapan
Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan,
edisi 2. Jakarta : Salemba
Medika.
Henry, J.A., Kyle C. Dennis, Martin
A. Schechter. (2005). ‘General
Review
of
Tinnitus:
Prevalence,
Mechanisms,
Effects, and Management’.
Journal of Speech, Language,
and Hearing Research. vol.48,
hal. 1204.
Purba, Mauly. & Ben M. Pasaribu.
(2006).
Musik
populer.
Lembaga pendidikan seni
nusantara. Jakarta
Putra, Valencia & Yusa Herwanto.
(2014)
‘kualitas
hidup
penderita tinitus pada pekerja
pandai besi terpajan bising di
kota medan’.Jurnal mahasiswa
kedokteran Indonesia. vol.1,
edisi 2 hal 11.
Lauw B. Riscky, S.R. Marunduh &
H.I.S Wingouw. (2013). Profil
gangguan pendengaran pada
pemusik
di
kota
Manado.Journal e-Biomedik
(EBM), vol.1, no 2, hal 855
Soleh, Ady Mat.(2014). Metalhead
(study deskriptif gaya hidup
pendukung
subkultur
metalhead di kota surabaya).
Antropologi FISIP Universitas
Airlangga, Surabaya.
Lucente, Frank E. & Gady Har-el.
(2011). Ilmu THT esensial,
edisi 5. Jakarta : EGC
Viirre, Erick. (2007). ‘Cognitive
Neuroscience
in
Tinnitus
Research : A Current Review’.
11
International tinnitus journal.
vol.13, no.2, hal.111.
kelompok
musik
perkusi
Cooperland di kota Semarang’.
Jurnal seni musik. vol.1, no.1,
hal.60-61.
Widyathama, Sila. (2012). ‘Pola
imbal gamelan bali dalam
12
Download