2 tinjauan pustaka

advertisement
17
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Konsumen
Menurut Undang-undang Nomor 8/1999 tentang perlindungan konsumen,
konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk
hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan (Mufida, 2008). Istilah konsumen
sering diartikan sebagai dua jenis konsumen, yaitu konsumen individu dan
konsumen organisasi. Konsumen individu ialah orang yang membeli barang atau
jasa untuk digunakan sendiri;
konsumen akhir.
konsumen individu ini disebut juga sebagai
Jenis kedua adalah konsumen organisasi, yang meliputi
organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintahan, dan lembaga
lainnya. Semua jenis organisasi ini harus membeli produk peralatan dan jasa-jasa
lainnya untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya (Sumarwan, 2004).
2.2 Atribut Produk
Keunikan atau keistimewaan suatu produk dapat dengan mudah menarik
perhatian konsumen. Keunikan ini terlihat dari atribut yang dimiliki oleh suatu
produk. Atribut produk adalah ciri-ciri yang melekat dalam suatu produk baik
barang maupun jasa.
Suatu produk dapat dideskripsikan dengan menyebut
atribut-atributnya (Engel et al., 1994).
Atribut produk terdiri atas tiga tipe, yaitu ciri-ciri atau rupa (features),
fungsi (functions), dan manfaat (benefit). Ciri dapat berupa ukuran, karakteristik
estetik, komponen/bagian-bagiannya, bahan dasar, proses manufaktur, jasa,
penampilan, harga, susunan maupun tanda merek dan lain-lain.
Sementara
manfaat dapat berupa kegunaan, kesenangan yang berhubungan dengan panca
indera, dan manfaat material seperti kesehatan dan penghematan waktu. Manfaat
dapat juga berupa manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Atribut fungsi
jarang digunakan dan lebih sering diperlakukan sebagai ciri/manfaat. Atribut ikan
pelagis yang ditampilkan dalam penelitian ini adalah ukuran ikan, kesegaran, dan
harga.
18
2.3 Preferensi Konsumen
Preferensi konsumen dapat didefinisikan sebagai derajat kesukaan atau
ketidaksukaan konsumen terhadap suatu produk atau penilaian positif maupun
negatif terhadap atribut-atribut yang ditampilkan dan dipengaruhi oleh faktor
psikologi, perasaan dan sikap seseorang (Suharjo, 1989 yang dikutip oleh
Risnawanti, 2004). Preferensi yang terbentuk dari suatu produk dapat diartikan
sebagai tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu hal.
Preferensi seorang
konsumen merupakan utilitas, yakni kesenangan, kepuasan atau pemenuhan
kebutuhan yang diperoleh orang dari kegunaan ekonomi konsumen (Kotler, 1997
yang dikutip oleh Risnawanti, 2004). Penilaian tersebut dapat disebut sebagai
persepsi konsumen. Persepsi adalah suatu proses individu memilih, merumuskan
dan menafsirkan informasi dengan caranya sendiri untuk menciptakan gambaran
tersendiri dalam benak pikirannya.
2.4 Sumberdaya Ikan Pelagis
Sumberdaya ikan pelagis dibagi berdasarkan ukuran, yaitu ikan pelagis
besar seperti kelompok tuna (Thunidae) dan cakalang (Katsuwonus pelamis),
kelompok marlin (Makaira sp.), kelompok tongkol (Auxis sp.) dan tenggiri
(Scomberomorus sp.).
Ikan pelagis seperti selar (Selaroides leptolepis) dan
sunglir (Elagastis bipinnulatus), kelompok kluped seperti (Stolephorus indicus),
japuh (Dussumieria spp.), tembang (Sardinella fimbriata), lemuru (Sardinella
longiceps), dan siro (Amblygaster sirm), dan kelompok skromboid seperti
kembung (Rastrelliger sp.) (Azis et al., 1998 yang dikutip oleh Suyedi, 2001).
Di Indonesia sumberdaya ikan pelagis diduga merupakan salah satu
sumberdaya perikanan yang paling melimpah dan paling banyak ditangkap untuk
dijadikan konsumsi masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan bila
dibandingkan dengan tuna yang sebagian besar produk unggulan ekspor dan
hanya sebagian kelompok yang dapat menikmatinya.
Ikan pelagis umumnya
hidup di daerah neritik dan membentuk gerombol (shoaling) juga berfungsi
sebagai konsumen antara dalam food chain (antara produsen dengan ikan-ikan
besar) sehingga perlu upaya pelestarian (Suyedi, 2001).
Ikan pelagis dapat
19
ditangkap dengan berbagai alat penangkap ikan seperti pukat cincin, gill net
(jaring insang), payang, bagan dan sero (Suyedi, 2001).
2.5 Kualitas
Gaspersz (1992) mendefinisikan kualitas sebagai totalitas keistimewaan dan
karakteristik suatu produk/jasa yang berhubungan dengan kemampuannya untuk
memenuhi kebutuhan/kepuasan tertentu. Konsep kualitas lebih berkaitan dengan
evaluasi subyektif dari konsumen, yaitu bahwa konsumen yang menilai sejauh
mana tingkat kualitas suatu produk yang dikonsumsi. Berdasarkan titik pandang
industri tidak ada definisi umum dari kualitas produk yang dioperasionalkan tetapi
menggunakan konsep lain seperti karakteristik kualitas, parameter-parameter
kualitas dan spesifikasi kualitas.
Harga dan rasa ikan ditentukan oleh mutu dari ikan hasil tangkapan. Pada
dasarnya mutu dapat dilihat dari dua sudut pandang berbeda, yaitu dari sudut
pandang kesegaran dan kebusukannya.
Tingkat kesegaran berkaitan dengan
proses enzimatis yang terjadi dalam tubuh ikan, sedangkan pembusukan berkaitan
dengan proses bakterial (Singgih et al., 1998).
Menurut Singgih et al., (1998), proses penurunan mutu ikan segar diawali
dengan proses perombakan oleh aktivitas enzim yang secara alami terdapat pada
ikan. Proses ini disebut proses kemunduran kesegaran ikan hingga tahap tertentu,
disusul dengan makin meningkatnya aktivitas mikroba pembusuk yang dikenal
sebagai proses pembusukan.
Ikan pada tahap pre-rigor masih mempunyai rupa, bau, rasa dan tekstur
menyerupai ikan yang baru mati dan mendekati kondisi ikan hidup. Otot ikan
masih lentur sehingga tubuh ikan lemas dan lentur (Tabel 1).
Setelah itu
kesegaran ikan makin menurun, makin lama ikan menjadi lebih suram dan kurang
cemerlang, daging mulai lembek dan kemampuan daging untuk menahan air
mulai turun. Mata ikan mulai kemerahan atau buram, bau ikan yang semula segar
mulai menjadi amis atau asam.
20
Tabel 1 Tanda-tanda ikan segar dan bermutu tinggi
Parameter
Tanda-tanda
1. Kenampakan
Ikan cemerlang, mengkilap sesuai jenisnya, badan ikan utuh,
tidak patah, tidak rusak fisik, bagian perut masih utuh dan
padat serta lubang anus tertutup.
2. Mata
Mata cerah (terang), selaput mata jernih, pupil hitam dan
menonjol.
3. Insang
Insang berwarna merah cemerlang atau sedikit kecoklatan,
tidak ada lendir atau sedikit.
4. Bau
Bau segar spesifik jenis atau sedikit berbau amis yang
lembut.
5. Lendir
Selaput lendir di permukaan tubuh tipis, encer bening,
mengkilap cerah, tidak lengket, berbau sedikit amis dan
tidak berbau busuk.
6. Tekstur dan daging
Ikan kaku atau masih lemas dengan daging pejal, jika
ditekan dengan jari biasanya cepat pulih kembali. Sisik tidak
mudah lepas jika daging disayat, tampak jaringan antar
daging masih kuat dan kompak, sayatan cemerlang dengan
penampilan warna daging ikan asli.
Sumber: Singgih et al. 1998
2.6 Harga
Harga suatu barang adalah nilai pasar (nilai tukar) dari barang tersebut yang
dinyatakan dalam jumlah uang. Harga merupakan suatu hal yang penting dan
menarik baik bagi penjual maupun para pembeli di pasar. Bagi pihak pedagang,
perbedaan antara harga penjualan dan biaya akan menentukan besarnya laba, dan
laba ini merupakan dasar setiap transaksi di pasar yaitu, menjual dan membeli.
Melalui harga para konsumen menunjukkan jenis dan mutu barang dan jumlah
yang mereka kehendaki dan bersedia membayarnya dengan memperhatikan
(mempertimbangkan) jasa (service) yang diterimanya (Hanafiah & Saefuddin,
2006).
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) salah satu sifat penting dari hasil
perikanan adalah sangat mudah rusak (highly perishable).
Oleh karena itu,
setelah dipanen atau tertangkap, produk perikanan tidak dapat disimpan atau
21
ditahan lebih lama sehingga harus dijual segera. Sifat ini mengakibatkan hargaharga hasil perikanan sering merosot pada saat produk melimpah, terutama pada
musim panen atau musim penangkapan. Ciri-ciri lain dari produk perikanan yang
dapat berpengaruh pada harganya adalah mutu, ukuran, dan warna dari produk
tersebut (Hanafiah & Saefuddin, 2006).
2.7 Ukuran Ikan
Ukuran ikan adalah salah satu ciri fisik yang paling mudah dikenali
konsumen. Bagi konsumen ikan, ukuran dapat menjadi isu penting, misalnya jika
ukuran ikan dikaitkan dengan penanganan ikan dalam proses pemasakan dan
penyajiannya. Ikan yang terlalu besar akan membutuhkan penanganan khusus,
seperti memotong bagian-bagian tubuh ikan. Bagi pedagang ikan, ukuran ikan
yang dijual akan menentukan harga jual ikan. Ukuran ikan menjadi persoalan
penting bagi pengelola perikanan jika kelestarian sumberdaya ikan menjadi
perhatian khusus. Length at first maturity (Lm) adalah ukuran panjang ikan pada
pertama kali ikan matang gonad. Tiap-tiap spesies ikan pada waktu pertama kali
gonadnya menjadi masak tidak sama ukurannya. Mengetahui ukuran ikan untuk
pertama kali gonadnya menjadi masak ada hubungannya dengan pertumbuhan
ikan dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya (Effendie, 2002).
Length at first maturity pada ikan Kembung (Rastrelliger sp.) yaitu 19 cm, length
at first maturity ikan tongkol (Auxis sp.) yaitu 30 cm, dan length at first maturity
ikan
selar
bentong
(Caranx
crumenophthalmus)
yaitu
16,5
cm
(www.fishbase.com).
2.8 Unit Penangkapan Ikan
2.8.1 Pukat cincin
Pukat cincin termasuk kelompok teknologi penangkapan ikan yang
menerapkan metode pelingkaran kawanan ikan sehingga tergolong sebagai
’surrounding nets’ (von Brant, 1984).
Pukat cincin adalah alat (gear) yang
digunakan untuk menangkap ikan pelagis yang membentuk gerombolan. Pukat
cincin merupakan alat tangkap yang penting baik untuk perikanan pantai maupun
perikanan lepas pantai (off shore) (Nomura & Yamazaki, 1977).
22
Secara garis besar, menurut (Nomura & Yamazaki, 1977) pukat cincin
terdiri atas:
1) Kantong (bag, bunt) : bagian jaring tempat berkumpulnya ikan hasil
tangkapan pada proses pengambilan ikan (brailing);
2) Tali pelampung (cork line, float line) : tali tempat menempelnya
pelampung;
3) Badan jaring (wing) : bagian keseluruhan jaring pukat cincin;
4) Tali pemberat (sinker line) : tali tempat menempelnya pemberat;
5) Tali penarik (purse line) : tali yang bergerak bebas melalui ring;
6) Cincin (ring) : cincin tempat bergeraknya purse line; dan
7) Bridle ring : tali pengikat cincin.
Fungsi mata jaring (mesh size) dan jaring pada pukat cincin adalah sebagai
dinding penghadang, bukan penjerat ikan (Ayodhyoa, 1981). Oleh karena itu,
ukuran mata jaring (mesh size) dan ukuran benang jaring (twine) harus sesuai
dengan jenis dan ukuran ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Pukat cincin
dengan ukuran mata jaring kurang dari 25 mm (1 inci) dan pukat cincin cakalang
(tuna) dengan ukuran mata jaring kurang dari 75 mm (3 inci) dilarang untuk
dioperasikan di semua jalur penangkapan ikan (Kepmen No. 392 Tahun 1999).
2.8.2 Kapal dan nelayan
Kapal pukat cincin adalah kapal ikan yang mempergunakan alat tangkap
pukat cincin. Kapal pukat cincin memiliki perhitungan tenaga yang ditujukan
untuk mencapai kecepatan melingkar serta memiliki bentuk lambung yang
dirancang khusus agar memiliki kemampuan olah gerak dan berputar yang baik
(Fyson, 1985 yang dikutip oleh Roni, 2002).
Kapal pukat cincin seyogianya memiliki turning ability (kemampuan
berputar) yang besar dan nilai L (panjang kapal) tidak besar. Pada saat operasi
penangkapan, ABK cenderung berada di salah satu sisi kapal sehingga kapal
memerlukan stabilitas yang tinggi.
Oleh karena itu, kapal pukat cincin
mempunyai nilai B (lebar kapal) yang besar dan nilai depth (kedalaman kapal)
yang kecil untuk mencegah titik berat kapal agar tidak naik (Ayodhyoa, 1972).
23
Tabel 2 Standard ability kapal pukat cincin menurut Ayodhyoa (1972)
L
(m)
> 20
< 20
Ukuran
(GT)
50
60
70
80
90
5
7
10
15
20
30
40
50
L/B
B/D
LxBxD (m³)
HP
< 4.5
4.60
4.60
4.60
4.60
< 4.50
4.50
4.50
4.50
4.50
4.50
4.50
4.50
> 2.15
2.10
2.10
2.10
2.10
> 2.35
2.35
2.25
2.15
2.15
2.15
2.15
2.15
< 217
232
244
334
370
< 25
34
48
72
96
140
184
230
< 300
360
420
480
520
< 45
60
75
110
150
200
250
300
Nelayan merupakan orang yang mata pencahariaannya melakukan
penangkapan ikan.
Jumlah nelayan tiap kapal pukat cincin tidaklah sama
tergantung besar kecilnya skala usaha tersebut (Ayodhyoa, 1972).
2.9 Hasil Tangkapan Pukat Cincin
Ikan yang menjadi tujuan penangkapan pukat cincin adalah ikan yang dekat
dengan permukaan air (ikan pelagis) dan memiliki densitas gerombolan yang
tinggi (Ayodhyoa, 1981). Ikan-ikan pelagis yang selalu bergerombol (pelagic
shoaling species) adalah tongkol (Auxis thazard), cakalang (Katsuwonus pelamis),
layang (Decapterus sp.), kembung perempuan (Rastrelliger neglectus), kembung
laki-laki (Rastrelliger kanagurta), tenggiri (Scomberomerus sp.), selar (Caranx
sp.), lemuru (Sardinella sp.) dan lain sebagainya (Raharjo, 1978 yang dikutip oleh
Fauzi, 2004).
Ikan-ikan yang tertangkap oleh nelayan pukat cincin di PPI Muara Angke
antara
lain
bawal
hitam
(Formio
niger),
selar
bentong
(Caranx
crumenophthalmus), kembung (Rastrelliger sp.), layang (Decapterus sp.),
tembang (Clupea fimbriata), lemuru (Sardinella fimbriata), dan tongkol (Auxis
sp.) (UPT PKPP Muara Angke, 2009).
24
2.10 Daerah Penangkapan Ikan
Pengetahuan mengenai daerah penangkapan ikan (fishing ground) sangat
diperlukan dalam setiap operasi penangkapan ikan komersial. Dalam hal ini
daerah penangkapan ikan erat kaitannya dengan alat tangkap yang mampu
menentukan tingkat keberhasilan dari kegiatan penangkapan di perairan oleh
nelayan setempat.
Menurut Ayodhyoa (1981) menerangkan secara spesifik bahwa fishing
ground yang baik untuk alat tangkap pukat cincin harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
1) Terdapat berbagai jenis ikan yang hidup bergerombol di perairan
tersebut;
2) Jenis ikan tersebut bersifat atraktif terhadap alat pengumpul seperti
lampu atau rumpon; dan
3) Kedalaman perairan lebih tinggi daripada alat tangkap yang digunakan.
Download