Bank Dunia Catatan Penting Jaring Pengaman Sosial 2006 No. 2 Jaring Pengaman di Perekonomian dalam Transisi Kinerja Perekonomian dan Kemiskinan Perekonomian dalam transisi pada umumnya didefinisikan sebagai negara-negara yang telah berpindah dari perekonomian dengan perencanaan terpusat menjadi sistem perekonomian pasar dengan kepemilikan pribadi dari aset-aset dan lembaga-lembaga yang mendukung pasar. Termasuk didalamnya adalah negaranegara bekas Uni Soviet, negara-negara di Eropa Timur dan Tengah yang pernah memiliki ikatan dengan Uni Soviet dan negara-negara di Asia dan Afrika yang baru-baru saja mengalami transformasi dalam sistem ekonominya, seperti RRC, Mongolia, dan Vietnam. Dalam beberapa hal negara-negara transisi bekas Uni Soviet berbeda dengan negara-negara transisi di Asia dan Afrika—seperti dalam budaya, struktur ekonomi, lingkup sektor informal,dan titik awal pra-transisi—namun mereka sama dalam hal pengaruh dari dirombaknya sistem badan usaha milik negera. Perubahan ini diperburuk dengan runtuhnya hubungan dagang historis dan guncangan dalam aspek fiskal di dalam anggaran pemerintah. Dampak dari kombinasi berbagai guncangan ini sangat dramatis. Kemiskinan dan pengangguran meningkat, tingkat upah menurun, dan perusahan-perusahaan yang baru terbentuk berjuang agar dapat bersaing di dalam pasar. Sampai tahun 1998, 5,1 persen dari populasi di negara-negara tersebut hidup dengan pendapatan kurang dari US$1 per hari (dibandingkan dengan US$1,5 persen pada tahun 1990), diikuti dengan tingkat kesenjangan pendapatan yang semakin melebar di negara-negara berpendapatan rendah ataupun yang sedang mengalami konflik internal. Kelompok masyarakat yang rentan akibat berbagai masalah tersebut tidak dapat seterusnya bergantung pada programprogram subsidi pemerintah. Peningkatan urbanisasi melemahkan peran dari keluarga dan masyarakat dalam mengatasi masalah sehari-hari, terutama di negara-negara Asia. Konflik dan semakin memburuknya nilai tukar perdagangan (terms of trade) membuat proses transisi semakin rumit di negara-negara Afrika yang berpendapatan rendah. Peran dan Efektivitas dari Program Jaring Pengaman Terdapat tiga jenis kebijakan yang muncul sebagai tanggapan terhadap masalah kemiskinan dan mengurangi tingkat kerentanan. Negara-negara ber pendapatan menengah,dengan perubahan yang cepat serta pengeluaran yang tinggi dan tingkat kemiskinan yang paling rendah secara regional. Di negara-negara ini, pengeluaran sosial—kebanyakan transfer tunai (jaminan anak dan program pensiun publik)—mencakup 15-20 persen dari PDB dan merupakan sumber pendapatan penting bagi kebanyakan rumah tangga. Sebaliknya, sistem bantuan sosial berdasarkan uji-kepemilikan atas penerima bantuan, yang diperkenalkan pada tahun-tahun awal transisi, tetap menjadi bagian terkecil dari pengeluaran sosial. Hanya beberapa negara yang telah menggunakan program beasiswa atau keringanan biaya, daripada mengandalkan program-program asuransi kesehatan untuk semua serta pendidikan dasar dan menengah yang gratis. Pembagian subsidi atas barang-barang yang dikonsumsi secara pribadi sangat terbatas. Alokasi sumber daya untuk program pensiun membantu mempertahankan kohesi sosial—syarat yang harus dipenuhi agar reformasi dapat menciptakan pertumbuhan—tetapi di saat yang sama mengurangi penawaran tenaga kerja, mengurangi penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan rasio ketergantungan. Pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan menjamin akses untuk berbagai jasa-jasa sosial, dan menurunkan resiko pembayaran medis yang lebih besar lagi akibat masalah kemiskinan. Kebanyakan dari pengeluaran ini bersifat progresif namun tidak memiliki target, sehingga banyak terjadi kebocoran dana. Tidak diragukan lagi bahwa paket yang tersusun dari pengeluaran jaminan sosial yang tinggi dikombinasikan dengan program bantuan untuk anak-anak dan program-program bantuan sosial mencegah kemiskinan yang lebih parah. Negara-negara berpendapatan menengah, dengan perubahan yang lamban,dan tingkat kemiskiman yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kelompok pertama. Negara-negara ini memiliki kesamaan dalam hal alokasi 10 persen dari PDB ke dalam pendidikan dan kesehatan, namun secara relatif lebih besar pengeluarannya untuk subsidi barang-barang konsumsi —perumahan, listrik, gas, air bersih, dan lain-lain, dibandingkan dengan negaranegara dalam kelompok sebelumnya. Mereka juga mempertahankan berbagai macam subsidi tanpa target yang ditujukan untuk beberapa kelompok dalam masyarakat, seperti untuk veteran perang, sebesar 3-5 persen dari PDB. Negara- Carlo del Ninno mempersiapkan catatan in berdasarkan Louise Fox’s “Safety Nets in Transition Economies: A Primer” (2003). Social Protection Discussion Paper No. 0306. Bank Dunia. Washington, DC. negara ini tidak mengeluarkan dana yang cukup banyak untuk bantuan anak, hanya 10 persen dari PDB ditujukan untuk dana pensiun, dan hanya sedikit—kalaupun ada—ditujukan untuk berbagai program yang bantuan sosial yang terarah. Sistem yang kompleks ini menguntungkan mereka yang tinggal di perkotaan, sektor-sektor milik pemerintah, dan tidak memberikan manfaat kepada penduduk yang tinggal di daerah pedesaan. Banyak dari dana bantuan tersebut tidak bersifat progresif. Dana bantuan ini dimandatkan secara nasional, tetapi didanai dan diurus secara lokal, dan daerah-daerah yang miskin tidak dapat mendukung program-program tersebut. Kesalahan dalam pola pengeluaran di negara-negara ini merupakan kombinasi dari berbagai aspek sosial-perlindunganpengeluaran—dimana terlalu banyak pengeluaran dalam program-program penjaminan yang tidak menguntungkan penduduk kurang mampu dan mendorong berkurangnya angkatan kerja—dan penetapan sasaran yang buruk. Walaupun penetapan sasaran dianggap secara teknis dapat dilakukan, dengan pengecualian pada bantuan anak, secara politis hal tersebut tidaklah populer. Negara-negara dengan pendapatan rendah, perubahan yang lambat, dan tingkat kemiskinan yang tinggi. Pengeluaran sosial di negara-negara ini adalah yang terendah (secara absolut dan relatif), walaupun memiliki kebutuhan yang paling tinggi dan sumber daya yang rendah. Pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan paling besar Banyak dari negara ini juga memiliki cakupan bantuan sosial yang dimiliki negara-negara berpenghasilan tinggi, tetangga mereka sesama bekas Uni Soviet; tetapi hanya di atas kertas. Dari cakupan bantuan sosial ini, hanya beberapa kewajiban yang dipenuhi, mengingat minimnya pendanaan. Administrasi yang lama untk mengurus bantuan kecil dengan partisipasi terbatas. Subsidi kebutuhan hidup, seperti listrik dan air, dalam bentuk pengurangan tarif atau keringanan pembayaran, terkonsentrasi pada rumah tangga perkotaan di kota-kota besar. Rumah tangga kurang mampu tidak mendapat perlindungan terhadap tingginya pengeluaran perawatan kesehatan dan kemungkinan yang lebih besar untuk jatuh ke dalam kemiskinan. Penjualan aset, migrasi tenaga kerja, dan mengandalkan pada jaringan transfer informal dari keluarga dan komunitas menjadi cara bertahan hidup kelompok kurang mampu. Sistem penetapan sasaran yang sukses dalam alokasi bantuan asing hanya telah dilakukan di beberapa negara saja, yaitu Armenia, Kosovo dan Albania. Pelajaran dan Rekomendasi Beberapa pelajaran dapat ditarik dari pengalaman negaranegara transisi. Pertama, di dalam negara yang tumbuh lebih lambat, dengan pendapatan menengah, dimana kebanyakan penduduk kurang mampu tidak ter marjinalisasi dan kebanyakan pencari nafkah rumah tangga terlatih dan mampu untuk bekerja, kemiskinan hanya bersifat sementara. Dalam keadaan seperti ini, sumber daya publik sebaiknya diarahkan pada investasi yang mendukung pertumbuhan dan bukan pada sistem kompensasi yang mahal dan kompleks. Kedua, mungkin lebih baik untuk mengembangkan strategi yang berdasarkan pada lembaga-lembaga dan undang-undang yang telah ada, meskipun ini bukanlah solusi yang terbaik. Lembaga-lembaga yang “diimpor” dari budaya lain membutuhkan waktu untuk diadopsi secara lokal. Sementara itu, pemerintah harus mempertimbangkan untuk mencoba memindahkan sumber daya dari program penjaminan sosial kepada program pencapaian jasa sosial yang menyeluruh dan program-program investasi. Terakhir, ketika program-program sosial di negara-negara berpendapatan menengah dan rendah dipandang perlu, perubahan dibutuhkan untuk mengurangi program-program yang tidak berguna. Hal ini dapat tercapai dengan melakukan beberapa langkah dibawah ini: • Memperketat proses pemberian dana, meningkatkan subsidi yang diarahkan untuk jasa-jasa sosial dan programprogram pendidikan serta menghapus program subsidi yang tidak terarah. • Lebih mengandalkan metode uji-kepemilikan (means-test) untuk pencapaian sasaran yang lebih baik, dengan pertimbangan hal ini lebih sulit dilakukan di negara-negara berpendapatan rendah dengan kemampuan administratif yang rendah. • Menjamin pendanaan yang cukup untuk program jaring pengaman sosial. Pendanaan lokal hanya menguntungkan daerah-daerah yang kaya, sementara pendanaan nasional berujung pada hasil yang lebih baik. • Mengawasi hasil-hasil dari program dan mengevaluasi dampaknya terhadap kondisi rumah tangga, terutama bagi anakanak yang beresiko tinggi, dari perubahan program dan pendekatan-pendekatan baru. Beberapa negara di Eropa Tengah dan Timur, dan di Asia Tengah telah memperbaiki cakupan dan penetapan target program-program mereka. Dengan menyediakan dana yang memadai, mereka telah memperlihatkan bahwa penanganan kemiskinan dapat diatasi dengan biaya yang rendah. Seri Catatan Penting Jaring Pengaman Sosial Bank Dunia bertujuan untuk memberikan informasi praktis bagi mereka yang terlibat dalam rancangan dan pelaksanaan program jaring pengaman di seluruh dunia. Pembaca akan mendapatkan informasi teladan (good practice) tentang jenis intervensi, latar belakang negara, tema dan kelompok-kelompok sasaran, serta pemikiran terkini tentang peran jaring pengaman sosial dalam agenda pembangunan yang lebih luas Bank Dunia, Jaring Pengembangan Manusia Perlindungan Sosial, Jaring Pengaman Sosial http://www.worldbank.org/safetynets Institut Bank Dunia memberikan pengetahuan dan mendambakan dunia yang lebih baik