Lembar judul - Perpustakaan Universitas Mercu Buana

advertisement
TUGAS AKHIR
MERANCANG DAN MEMBUAT SISTEM KONTROL KRAN
AIR BERBASIS MIKROKONTROLER
Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat
Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Nama
Disusun Oleh :
: Achmad Mahmudi
N.I.M
: 41405110047
Jurusan
: Teknik Elektro
Peminatan : Elektronika
Pembimbing : Jaja Kustija. Msc
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MERCUBUANA
JAKARTA
2007
ii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Achmad Mahmudi
N.I.M
: 41405110047
Fakultas
: Teknologi Industri
Program Studi
: Teknik Elektro
Peminatan
: Elektronika
Judul Skripsi
: Merancang dan Membuat Sistem Kontrol
Kran Air Berbasis Mikrokontroler
Menyatakan :
Dengan ini saya menyatakan bahwa hasil penulisan skripsi
yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar
keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan skripsi ini
merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka
saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima
sanksi berdasarkan aturan tata tertib di universitas Mercubuana.
Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan
tidak dipaksakan.
Jakarta, Maret 2007
(Achmad Mahmudi)
iii
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
Merancang Dan Membuat Sistem Kontrol Kran Air
Berbasis Mikrokontroler
Disusun Oleh :
Nama
: Achmad Mahmudi
N.I.M
: 41405110047
Program studi
: Teknik Elektro
Peminatan
: Elektronika
Menyetujui :
Pembimbing Tugas Akhir
Koordinator Tugas Akhir
(Jaja Kustija. Msc)
(Yudhi Gunardi. ST. MT)
Mengetahui :
Ketua Program Studi Teknik Elektronika
(Ir. Budhi Yanto Husodo. Msc)
iv
ABSTRAK
Proses perancangan dan realisasi sistem kontrol kran air, merupakan
suatu cara yang diharapkan dapat digunakan dalam upaya untuk melakukan suatu
proses penghematan terdapat sumber daya alam yang tersedia, sistem kontrol yang
kami desain ini lebih dititik beratkan dalam rangka untuk melakukan
penghematan pada sumber daya berupa air, sehingga penggunaan air secara
efektif dan efesien dapat terwujud. Pada dasarnya dalam pembuatan alat ini
penulis mengutamakan pada perancangan dan pembuatan dari hardware interface
yang terdiri dari rangkaian catu daya, rangkaian switching dengan menggunakan
transistor, rangkaian mikrokontroller, rangkaian pemancar infra merah, rangkaian
penerima infra merah. Selain rangkaian yang tersebut diatas ada juga faktor
pendukung agar sistem ini dapat bekerja yaitu perancangan program yang ada
pada IC Mikrokontroller AT89C51.
Sistem kontrol kran air ini dilakukan dengan cara pendeteksian objek
dengan menggunakan media infra merah. Pada prinsipnya sistem kontrol kran ini
adalah dengan mendeteksi suatu objek yang mendekati sensor infra merah dengan
begitu penerima infra merah memberikan sinyal yang selanjutnya diproses oleh
mikrokontroller, sinyal yang masuk diproses mikrokontroller digunakan untuk
mengendalikan pin output yang digunakan untuk menghidupkan dan mematikan
rangkaian switching dengan menggunakan transistor sebagai saklarnya yang
selanjutnya diumpankan untuk menghidupkan dan mematikan relai, dimana relai
digunakan untuk mengendalikan kran air.Dalam pembuatan alat ini yang perlu
diperhatikan adalah pada saat perancangan program dan pembuatan rangkaianrangkaian yang diperlukan, dimana sistem kerja dari hardware dan software
haruslah diperhatikan, sehingga secara keseluruhan sistem yang telah terintegrasi
dapat bekerja sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan.
Setelah melalui proses pengujian maka akan kita dapatkan hasil dari
penggabungan keseluruhan sistem baik dari perangkat keras dan perangkat lunak
telah bekerja sesuai dengan yang direncanakan. Dalam praktek dilapangan sistem
ini sangat membantu sekali dalam rangka untuk penghematan energi, untuk
pengembangan lebih lanjut dapat dilakukan modifikasi sesuai dengan keperluan.
v
ABSTRACT
Design and realization process of valve control system, is a way that
we hope can be use in the effort of saving process for resource of nature that
available, we design this control system for saving resource of nature in the form
of water, so that in the use of water is more effectively and efficient can be
realized. Basically in the making of this device writer more concentrate in the
making and design of hardware interface which consisted of power supply circuit,
switching circuit using transistor, microcontroller circuit, infra red transmitter
circuit and infra red receiver circuit. Besides the circuit above there is also
support factor so this system can work properly, and that is the program design
factor that exists in IC Microcontroller AT89C51 memory.
The operation of this Valve control system is by detection an object
using infrared media. In principle the operation of this valve control system is by
detecting an object that approaching infra red sensor so the infra red receiver
will give signal to microcontroller and then microcontroller will process it, signal
input from infra red receiver is processed by microcontroller to control output
pin, which is used to start and stop switching circuit using transistor as a switch
and continued to start and stop relay, where relay is used to control water valve.
In the making of this device what we must concern is in the program design
process and circuits making process that is needed, we must give attention to the
hardware and software, so that the whole system already integrated can work
according to the specification which has been determined.
After through examination process form the combination of all
hardware circuit and software we will get result, is the circuit and software
working as planed. In practice at the field this system is very helpful in the
process of energy saving, for the next development we can perform modification
for the new system needs.
vi
KATA PENGANTAR
Syukur allhamdulilah, kami panjatkan puji syukur ke hadirat Allah
SWT, akhirnya penulis dapat meyelesaikan Tugas Akhir ini. Dengan terbatasnya
sumber daya alam yang tersedia, untuk itu perlu dilakukan langkah penghematan
yang bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya yang ada sesuai dengan
kebutuhan. Dalam Tugas Akhir ini penulis mencoba merealisasikan langkah
penghematan tersebut dengan merancang suatu sistem kontrol kran air dengan
berbasis mikrokontroller melalui media infra merah, yang diharapkan dapat
memberikan suatu kontrubusi dalam rangka melakukan pengefektifan dan
pengefesienan penggunaan air untuk keperluan sehari-hari pada umumnya dan
untuk skala besar pada khususnya.
Kami menyadari bahwa dalam Tugas Akhir ini masih banyak terdapat
kekurangan serta jauh dari sempurna atau memuaskan, namun kami berharap
masih dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan. Dalam
pembuatan tugas akhir ini banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua dan istri tercinta yang telah memberikan do’a, dorongan
semangat
belajar
untuk
menuntut
ilmu
setinggi
mungkin
serta
pengorbanannya baik moril maupun materiil.
2. Bapak Ir. Budhi Yanto Husodo. Msc selaku Ketua Program Studi Teknik
Elektronika.
vii
3. Bapak Yudhi Gunardi. ST. MT selaku Koordinator Tugas Akhir Teknik
Elektro.
4. Bapak Jaja Kustija Msc selaku dosen pembimbing, untuk bimbingan
materi penyajian tulisan dan pembahasan teknik.
5. Seluruh Staff dan Dosen Jurusan Teknik Elektro yang telah banyak
membantu.
6. Rekan-rekan mahasiswa program studi Teknik Elekktro khususnya
angkatan 2005 yang telah memberikan dorongan moril.
Penulis mengharapkan Tugas Akhir ini dapat berguna dan bermanfaat,
semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua, Amien Ya Robbal’alamien.
Jakarta, 28 Maret 2007
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL………………………………………………………………...i
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………...ii
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………..iii
ABSTRAK……………………………………………………………………….iv
ABSTRAC…………………………………………………………………………v
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...vi
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...viii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………xii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….xv
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………...1
1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………..1
1.2 RUMUSAN MASALAH……………………………………………..5
1.3 RUANG LINGKUP DAN PEMBATASAN MASALAH………….6
1.4 TUJUAN PENULISAN……………………………………………...6
1.5 METODE PENELITIAN……………………………………………6
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN……………………………………...7
BAB II. LANDASAN TEORI…………………………………………………9
2.1. RESISTOR…………………………………………………………..9
2.1.1. Teori Dasar Resistor………………………………………9
2.1.2. Jenis-Jenis Resistor………………………………………12
2.1.3. Sandi Warna……………………………………………...14
ix
2.1.4. Konstruksi Beberapa Jenis Resistor……………………15
2.2. KAPASITOR………………………………………………………17
2.2.1. Teori Dasar Kapasitor…………………………………...17
2.2.2. Konstruksi Kapasitor Elektrolit………………………...20
2.3. DIODA SEMIKONDUKTOR……………………………………..23
2.3.1. Teori Dasar Dioda Semikonduktor……………………..23
2.3.2. Karakteristik Dioda……………………………………...26
2.3.3. Dioda Sebagai Penyearah………………………………..27
2.3.4. Jenis-Jenis Dioda…………………………………………32
2.4. TRANSISTOR BIPOLAR (BJT)………………………………….36
2.4.1. Teori Dasar Transistor Bipolar…………………………36
2.4.2. Konstruksi Transistor……………………………………38
2.5. RELAY……………………………………………………………...41
2.5.1. Tipe-Tipe Relay…………………………………………..41
2.5.2. Parameter Relay…………………………………………42
2.6. IC TIMER NE/SE 555……………………………………………..46
2.6.1. Konstruksi Dasar IC NE/SE 555………………………..46
2.6.2. Integrated Circuit (IC) Astable Multivibrator…………48
2.7. MIKROKONTROLLER AT89C51………………………………51
2.7.1. Konstruksi Dasar AT89C51……………………………..51
2.8. TRANSFORMATOR……………………………………………...56
2.8.1. Teori Dasar Transformator……………………………..56
2.8.2. Prinsip Kerja Transformator……………………………57
x
2.9. KONDUKTOR DAN KABEL…………………………………….62
2.9.1. Pengertian Konduktor…………………………………...62
2.9.2. Jenis-Jenis Konduktor Dan Kabel………………………62
2.10. PROGRAM ASSEMBLY………………………………………...63
2.10.1. Pengetahuan Dasar Program Assembly……………….63
2.10.2. Struktur Program Assembly…………………………...65
2.10.3. Program Sumber Assembly……………………………65
BAB III. ANALISA / PEMBAHASAN TUGAS AKHIR…………………..69
3.1. TUJUAN…………………………………………………………….69
3.2. DIAGRAM BLOK…………………………………………………70
3.3. CARA KERJA……………………………………………………...70
3.4. RANGKAIAN LENGKAP………………………………………...73
3.5. ANALISA SISTEM………………………………………………...74
3.6. SOFTWARE FLOWCHART……………………………………..77
3.7. ALUR PROGRAM………………………………………………...78
3.8. RANGKAIAN CATU DAYA……………………………………...79
3.9. RANGKAIAN MIKROKONTROLLER…………………………84
3.10. RANGKAIAN SWITCHING…………………………………….88
3.11. RANGKAIAN PEMANCAR INFRA MERAH………………...90
3.12. RANGKAIAN PENERIMA INFRA MERAH………………….91
BAB IV. IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN……………………………93
4.1. PENGUJIAN CATU DAYA……………………………………….93
4.2. PENGUJIAN MIKROKONTROLLER……………………….....99
xi
4.3. PENGUJIAN SWITCHING…………………………………......101
4.4. PENGUJIAN PEMANCAR INFRA MERAH………………….104
4.5. PENGUJIAN PENERIMA INFRA MERAH…………………...107
4.6. HASIL ANALISA………………………………………………...109
BAB V. PENUTUP…………………………………………………………..113
5.1. KESIMPULAN …………………………………………………...113
5.2. SARAN…………………………………………………………….114
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….115
LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR
2.1.1. Kurva karakteristik dan resistansi dari bahan konduktor……………11
2.1.2. Karakteristik arus tegangan beberapa komponen…………………….11
2.1.3. Jaringan listrik sederhana……………………………………………….12
2.1.4. Cincin-cincin sandi warna pada resistor………………………………..15
2.2.1. Kapasitor lempeng sejajar diberi tegangan E………………………….17
2.2.2. Kapasitor dalam hubungan parallel…………………………………….19
2.2.3. Kapasitor dalam hubungan seri………………………………………...19
2.2.4. Kapasitor elektrolit………………………………………………………20
2.3.1. (a) Susunan dioda sambungan P-N……………………………………23
(b) Simbol Dioda………………………………………………………...23
2.3.2. (a) Muatan listrik dalam bahan semikonduktor tipe P………………24
(b) Muatan listrik dalam bahan semikonduktor tipe N……………...24
2.3.3. Muatan listrik pada sambungan P-N…………………………………...24
2.3.4. (a) Sambungan P-N……………………………………………………..25
(b) Sebaran rapat muatan……………………………………………...26
(c) Sebaran kuat medan listrik E………………………………………26
(d) Sebaran potensial V, VHO = bukit potensial……………………….26
2.3.5. Kurva karakteristik dioda……………………………………………….27
2.3.6. (a) Rangkaian penyearah gelombang setengah……………………….28
(b) Bentuk keluaran gelombang setengah……………………………..28
2.3.7. Gandengan transformator pada penyearah gelombang setengah…….29
xiii
2.3.8. (a) Rangkaian penyearah gelombang penuh………………………….30
(b) Bentuk keluaran gelombang penuh………………………………..30
2.3.9. Penyearah gelombang penuh dengan jembatan dioda………………...31
2.3.10. Simbol dioda cahaya dan rangkaiannya………………………………36
2.4.1. Susunan transistor bipolar………………………………………………37
2.4.2. (a) Transistor PNP……………………………………………………...38
(b) Transistor NPN……………………………………………………...38
2.4.3. Konstruksi Transistor……………………………………………………39
2.5.1. Notasi kontak yang diusulkan oleh National Association of Relay
Manufacturer …………………………………………………………...44
2.6.1. Rangkaian internal IC LM555…………………………………………..46
2.6.2. Rangkaian astable multivibrator………………………………………..49
2.6.3. Bentuk gelombang pada rangkaian astable multivibrator……………50
2.8.1. (a) Skema transformator berinti besi………………………………….56
(b) Simbol transformator………………………………………………56
2.8.2. Transformator ideal……………………………………………………...57
2.8.3. Simbol transformator……………………………………………………60
2.8.4. (a) Bagan transformator daya………………………………………….61
(b) Bentuk inti yang dibuat dari lempeng besi berbentuk I dan E…..61
3.2.1. Blok diagram sistem kontrol kran air dengan infra merah…………...70
3.4.1. Rangkaian lengkap aplikasi sistem kontrol kran air
berbasis rangkaian infra merah dan mikrokontroller………………...73
3.8.1. Rangkaian catu daya……………………………………………………..79
xiv
3.8.2. Bentuk tegangan AC……………………………………………………..80
3.8.3. Tegangan DC setelah melalui dioda bridge…………………………….81
3.8.4. Tegangan setelah melalui kapasitor…………………………………….82
3.8.5. Tegangan keluar dari IC7805…………………………………………...83
3.9.1. Rangkaian interface……………………………………………………...84
3.9.2. Rangkaian reset…………………………………………………………..85
3.9.3. Rangkaian osilasi mikrokontroller……………………………………...86
3.9.4. Pengaturan pewaktu……………………………………………………..87
3.9.5. Tampilan (Display)……………………………………………………….87
3.10.1. Pensaklaran (Switching)………………………..………………………88
3.11.1. Rangkaian pemancar infra merah………………..…………………...89
3.12.1. Rangkaian penerima infra merah……………..………………………91
4.1.1. Titik pengecekan pada rangkaian catu daya…………………………...94
4.1.2. Hasil pengecekan pada titik ‘a’………………………………………….95
4.1.3. Hasil pengecekan pada titik ‘b’…………………………………………96
4.1.4. Hasil pengecekan pada titik ‘c’………………………………………….97
4.1.5. Hasil pengecekan pada titik ‘d’…………………………………………98
4.1.6. Hasil pengecekan pada titik ‘e’……………………………………….....99
4.2.1. Rangkaian interface…………………………………………………….101
4.3.1. Rangkaian pensaklaran (Switching)…………………………………...102
4.4.1. Rangkaian pemancar infra merah…………………………………….104
4.4.2. Hasil pengecekan pada output IC555………………………………….105
4.5.1. Rangkaian penerima infra merah……………………………………..107
xv
DAFTAR TABEL
2.1.1. Resistivitas beberapa macam bahan……………………………………10
2.1.2. Sandi warna………………………………………………………………15
2.2.1. Konstanta dielektrikum relatif………………………………………….18
2.2.2. Frekuensi resonansi untuk berbagai kapasitor………………………...23
4.6.1. Pengaturan pewaktuan.…………………….…………………………..110
4.6.2. Pengaturan jarak pendeteksian………………………………………..111
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Sejak ditemukan beberapa abad yang lalu kini listrik memegang
peranan sangat besar pada revolusi teknologi, listrik terus berevolusi mengikuti
perkembangan zaman, diabad modern ini peran listrik tetap nomor satu dan
penulis yakin dimasa mendatang keberadaannya sangatlah diperlukan.
Meskipun keberadaannya tidak dapat kita lihat namun dapat
ditunjukkan atau dirasakan bahwa listrik itu ada, indikator yang dapat
membuktikan bahwa listrik itu ada banyak macam diantaranya dari yang
termudah seperti yang terdapat disekeliling kita seperti lampu yang menyala,
setrika yang panas, kulkas yang dingin, komputer yang hidup, itu semua karena
adanya tenaga listrik, atau bisa kita rasakan langsung bila kita tersetrum, itu
semua hanya sebagian kecil saja yang menandakan bahwa listrik itu ada.
Perkembangan pada dunia teknologi juga dibarengi dengan kemajuan
dalam era globalisasi komputer dimana-mana kita dapat menjumpai dengan
mudah dan murah, sebut saja personal computer (PC) teknologi ini semakin
memasyarakat pemanfaatannya dan penggunaannya diberbagai bidang kehidupan,
dimulai dari generasi pertama, kedua, ketiga hingga keempat sampai sekarang ini
yang berpenampilan jauh lebih pesat dengan generasi sebelumnya hanya dengan
ukuran yang semakin kecil tetapi memiliki kinerja yang lebih tinggi dan banyak
keunggulan-keunggulan lainnya. Kemajuan ini terjadi juga di dunia industri
1
2
industri dengan diciptakannya Programmable Logic Controller (PLC) sehingga
alat-alat kontrol yang dulunya manual ataupun memerlukan tempat yang
berukuran besar maka dengan PLC ini semua bisa mengotomatisasikan mesin dan
dapat memiliki berbagai bentuk aplikasi dan juga tidak memerlukan tempat yang
berukuran besar.
Khusus di PC atau komputer merupakan suatu alat yang sangat
membantu manusia untuk penggunaan banyak aplikasi, komputer yang dahulunya
hanya digunakan untuk fungsi tertentu saja, sekarang telah berubah menjadi
multifungsi mulai dari untuk kerperluan kerja seperti untuk membuat gambar,
membuat surat, untuk keperluan akutansi dan juga untuk keperluan presentasi.
Untuk keperluan entertainment seperti mendengarkan musik, nonton TV, nonton
VCD, sampai voice record. Tidak sampai disitu saja komputer berkembang
menjadi media yang sangat canggih yang dapat dihubungkan dan dibagi pakai
dalam satu jaringan lokal, wide area atau internet dan dengan voice conference
dan webcam yang sangat memungkinkan untuk berkomunikasi melalui gambar
dan suara. Fungsi lain dari komputer adalah sebagai alat pemrograman atau alat
pengontrolan.
Dengan adannya teknologi jaringan komputer yang merupakan suatu
jaringan komputer lokal yang memungkinkan terjadinya komunikasi antar
komputer saling bertukar data yang ada, melalui port serial yang terdapat pada
setiap komputer kita dapat melakukan pemrograman Programmable and Erasable
Read Only Memory (PEROM) hanya dengan membuat sebuah interface tertentu
yang telah didesain khusus hanya digunakan untuk satu tipe itu saja contohnya
3
PEROM yang terdapat pada Integrated Circuit (IC) AT89C51 buatan Atmel. IC
AT89C51 merupakan bentuk kecil dari pengendalian sebuah sistem apabila pada
dunia industri biasanya kita kenal PLC sebagai pengendali, dimana PLC
merupakan suatu perangkat yang harganya masih cukup mahal untuk kalangan
umum, sebuah perusahaan semikonduktor menjembatani permasalah ini dengan
mengeluarkan tipe IC yang mempunyai kemampuan yang sama dengan PLC
dengan harga yang murah atau biasa kita sebut dengan mikrokontroler, ada
bermacam-macam mikrokontroler dengan banyak fasilitas tambahan yang sudah
di upgrade untuk berbagai keperluan menyesuaikan dengan kebutuhan.
Semenjak adanya krisis moneter segala kebutuhan pokok bahan
pangan mengalami peningkatan harga, kejadian ini salah satunya diseabapkan
karena kenaikan harga minyak bumi, pengaruh kenaikan harga ini sangat terasa
sekali pada kaum yang mempunyai perekonomian lemah atau menengah
kebawah, untuk melakukan penghematan manusia mencoba bertahan dengan
segala cara, mulai dari minyak tanah yang digantikan dengan kayu bakar, beras
yang digantikan umbi-umbian dan masih banyak lagi langkah-langkah
penghematan yang lainnya. Semua langkah-langkah penghematan juga diterapkan
dalam dunia usaha dan dunia industri yaitu dengan moto penurunan biaya (cost
down), ketersediaan sumber daya alam akhir-akhir ini sangat dirasakan
keterbatasannya. Kejadian ini membuat biaya produksi jadi bertambah sehingga
harga jual produk menjadi bertambah pula, banyak perusahaan menerapkan sistem
manajemen penghematan lingkungan agar menjaga agar tetap bisa berdiri, tidak
sedikit pula perusahaan yang mengalami gulung tikar dikarenakan manajemen
4
penghematan yang dilakukan kurang efektif, bagi masyarakat kenaikan ini juga
bisa kita rasakan langsung dengan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM).
Salah satu sumber daya alam yang sangat penting untuk kehidupan
manusia adalah air, air merupakan sebuah kebutuhan dasar manusia yang sangat
menunjang proses kehidupan manusia, air digunakan untuk berbagai keperluan
seperti untuk minum, untuk mencuci, untuk masak, dan lain-lainnya. Dikarenakan
air merupakan sumber daya alam yang paling dibutuhkan, oleh karena itu menjadi
sangat perlu dilakukan suatu langkah penghematan.
Penulis
mencoba
memberikan
solusi
terhadap
permasalahan
penghematan sumber daya alam yang berupa air, langkah penghematan air
dimulai dengan meminimalisir pembuangan air yang tidak digunakan untuk suatu
keperluan, sering kita mengalami kejadian pembuangan air ini dalam kehidupan
kita sehari-hari kita. Contohnya : pada saat kita mengisi bak mandi kemudian kita
tinggal untuk melakukan pekerjaan yang lain sehingga tanpa sadar air telah
meluber keluar dari bak mandi, pada saat kita mencuci tangan dengan kran air kita
lupa mematikan kran tersebut setelah selesai mencuci tangan, dan masih banyak
pemborosan yang lain.
Dengan adanya kecanggihan teknologi komputerisasi yang ada,
dimana kita bisa melakukan pemrograman terhadap IC PEROM, penulis mencoba
memberikan solusi murah dengan teknologi yang telah tersedia, yaitu dengan
menggunakan IC AT89C51 yang harganya terjangkau. IC AT89C51 memiliki
banyak kecanggihan yang telah didesain khusus hingga bisa digunakan untuk
berbagai macam aplikasi tergantung dari pemrograman yang kita lakukan dan
5
disesuaikan dengan keperluan, dengan menggunakan IC AT89C51 penulis
mencoba mendesain dan merancang sebuah alat yang digunakan untuk
mengendalikan kran air, dimana dengan langkah ini diharapkan dapat membantu
langkah penghematan sumber daya alam yang berupa air. Sistem kontrol ini telah
diuji coba oleh penulis sendiri untuk membuktikan sistim ini telah bekerja sesuai
dengan spesifikasi awal saat proses perancangan, untuk memudahkan dalam
penggunaan penulis memberikan indikator-indikator yang menunjukkan pewaktu
(timing) yang berupa seven segment, power indicator dan valve indicator berupa
Light emitting diode (LED).
1.2. RUMUSAN MASALAH
Penulis mencoba mengetahui bagaimana PC bisa digunakan untuk
melakukan pemrograman terhadap IC mikrokontroler AT89C51 yang nantinya
mikrokontroler akan digunakan untuk mengendalikan kran air, dimana kran ini
akan diberi pewaktu tunda sesuai dengan kehendak pengguna.
Kran ini diwakilkan oleh sebuah relay yang nantinya bisa diumpankan
ke sebuah kran air, sinyal yang diberikan oleh penerima infra merah menjadi
pemancing awal bekerjanya kran tersebut, dan bagaimana seluruh sistem dan
rangkaian yang telah terintegrasi dapat bekerja sesuai dengan desain awal.
6
1.3. RUANG LINGKUP DAN PEMBATASAN MASALAH
Dalam pembuatan alat pengendali listrik ini penulis membatasi
masalah atau ruang lingkup yang akan dibahas.
Adapun pembatasan masalah tersebut adalah :
a. Spesifikasi ATMEL AT89C51
b. Pembuatan program pada Mikrokontroler
c. Bentuk input dan output device pada ATMEL AT89C51
1.4. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk merancang dan
membuat sistem kontrol kran air berbasis mikrokontroler AT89C51 dengan
menggunakan sensor infra merah, dimana pada sistem kontrol kran air tersebut
diberikan pewaktu yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.
1.5. METODE PENELITIAN
1. Library Research yaitu dengan mencari data tentang output dari PC dan
penggunaan AT89C51 sebagai pengendali.
2. Field research dengan mencari data dengan langsung survai ke lapangan.
3. Interview yaitu dengan bertanya kepada dosen pembimbing.
4. Design and Experiment yaitu dengan pembuatan interface dan ujicoba
interface.
7
1.6. SISTEMATIKA PENULISAN
Laporan Tugas Akhir ini terdiri dari lima bab yang disusun sebagai
berikut:
BAB I Pendahuluan
Merupakan pengantar laporan yang didalamnya berisi tentang latar
belakang, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan, metoda
penulisan, sistematika penulisan laporan Tugas Akhir ini.
BAB II Landasan Teori
Merupakan tentang dasar teori yang penulis jadikan pedoman dalam
pembuatan alat dan perancangan program yang selanjutnya dieksekusi, dalam bab
ini mencakup semua dasar teori dari komponen yang digunakan dalam pembuatan
dan perancangan alat dalam Tugas Akhir ini.
BAB III Analisa / Pembahasan Tugas Akhir
Merupakan bab yang menerangkan tentang perencanaan program dan
pembuatan alat atau interface serta penjelasan tantang komponen yang penulis
pakai dalam interface.
BAB IV Implementasi dan Pengujian
Menerangkan tentang hasil-hasil uji coba dan analisa sistem dari alat
yang dibuat, dalam bab ini penulis juga menerangkan kinerja alat tersebut.
BAB V Penutup
Berisi kesimpulan tentang data yang di dapat dari uraian di dalam bab
sebelumnya dan penulis berusaha memberikan sedikit saran yang mungkin
bermanfaat guna meningkatkan kemampuan dari alat yang kami buat apabila ada
8
rekan-rekan mahasiswa yang lain ingin melanjutkan tugas akhir ini dengan
beberapa modifikasi, sehingga nantinya layak untuk dipublikasikan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. RESISTOR
2.1.1. Teori Dasar Resistor
Jika pada dua macam bahan dengan bentuk geometri dan ukuran yang
sama diberi tegangan listrik yang sama, akan memberikan nilai arus yang berbeda.
Hal ini disebapkan oleh berbedanya resistansi kedua bahan tersebut. Jika resistansi
rendah arus yang mengalir akan besar, dan sebaliknya jika resistansi besar arus
yang mengalir akan kecil. Hubungan antara resistansi, tegangan dan arus ini telah
diamati oleh george simon ohm dan melahirkan hukum Ohm : Suatu benda
dikatakan mempunyai resistansi 1 Ohm (Ω) bila padanya diberi tegangan 1 Volt
akan memberikan arus 1 Ampere. Bentuk dasar hukum ini secara matematika
ditulis :
V = I .R =
Dengan :
I
G
(2.1.1)
V = Tegangan dalam Volt (V)
I = Arus dalam Ampere (A)
R = Hambatan dalam Ohm (Ω)
G = Konduktansi dalam Siemens (S)
Suatu batang silinder konduktor dengan luas penampang A dan
panjang L dialiri arus yang konstan sebesar I. Bila pada ujung-ujung diberi selisih
potensial V, dan permukaannya dianggap sebagai bidang ekuipotensial.
9
10
Maka medan listrik dan rapat arus dianggap sama disemua titik di
dalam selinder, yaitu :
V =
V
I
dan J =
L
A
(2.1.2)
Tahanan jenis (resistivitas) dapat ditulis :
ρ=
E V /L
=
J I/A
Oleh karena R =
R=ρ
(2.1.3)
V
, jadi :
I
L
A
(2.1.4)
Resistivitas ρ mempunyai satuan ohm-meter. Bahan-bahan konduktor
resistivitasnya dipengaruhi oleh temperatur. Perubahan tersebut ditentukan oleh
koefisien temperatur resistivitas α (per0C). Berikut ini diberikan tabel resistivitas
untuk beberapa macam bahan :
Tabel 2.1.1. Resistivitas Beberapa Macam Bahan.
BAHAN
ALUMINIUM
TEMBAGA
NIKEL
PERAK
BAJA
WOLFRAM
MANGAN
KARBON AMORF
BESI
GELAS
MIKA
KAYU KERING
KUARSA
KOEFESIEN
RESISTIVITAS PADA TEMPERATURE
RESISTIVITAS PER 0C
200C (Ωm)
(α)
-8
2,8 X 10
3,9 X 10-3
1,7 X 10-8
3,9 X 10-3
-8
7,8 X 10
6,0 X 10-3
1,6 X 10-8
3,8 X 10-3
-7
1,8 X 10
3,0 X 10-3
-8
5,6 X 10
4,5 X 10-3
4,4 X 10-7
1,0 X 10-3
-5
3,5 X 10
-5,0 X 10-4
1,0 X 10-7
5,0 X 10-3
8
10
10 s/d 10
1011 s/d 1015
8
11
10 s/d 10
75 X 1016
11
Bahan dengan resistivas rendah disebut konduktor, dan bahan
resistivitas tinggi disebut isolator. Hubungan antar resistivitas suatu bahan pada
temperatur yang berbeda dinyatakan sebagai :
ρ = ρ 0 [1 + α (T − T0 )]
(2.1.5)
Atau
α=
ρ − ρ0
(2.1.6)
T − T0
Pada bahan konduktor, grafik hubungan antara ρ versus T pada
umumya berbentuk kurva linier dengan kemiringan positif.
10-8Ωmρ
8
6
4
2
0
200
400
600
800
1000
1200
t
Gambar 2.1.1. Kurva karakteristik dan resistansi dari bahan konduktor.
Hokum Ohm pada rumus memperlihatkan hubungan linear antara V
dan I. ditunjukkan pada gambar 2.2 oleh hambatan-hambatan R1<R2<R3 dengan
kemiringan positif.
I
R1
R2
R3
V
Gambar 2.1.2. Karakteristik arus-tegangan beberapa komponen.
12
Tenaga listrik yang ditransferkan kepada suatu jaringan tergantung
pada selisih potensial yang dikenakan dan lamanya arus mengalir. Pada gambar
2.1.3 muatan bergerak dari titik a ke b, tenaga potensial akan berkurang sebesar :
dq X Vab dan ditransferkan menjadi bentuk lain yang tergantung pada wujud kotak
pada gambar 2.1.3 tersebut. Dalam waktu dt. Tenaga sebesar du ditransferkan
pada kotak sebesar :
dU = dq . Vab = I dt . Vab
(2.1.7)
sehingga tingkat tenaga yang ditransferkan adalah :
P=
dU
= i.Vab
dt
(2.1.8)
I
a
?
V
KOTAK
b
I
Gambar 2.1.3. Jaringan listrik sederhana
Jika pada kotak tersebut adalah resistor, berdasarkan rumus 2.1.1 dan
2.1.8 diperoleh :
P = I2. R (watt)
(2.1.9)
2.1.2. Jenis-Jenis Resistor
Pada masa lalu orang menggunakan resistor berbentuk batang.
Hambatan resistor terutama dipengaruhi oleh campuran grafit yang digunakan.
Resistor ini jarang digunakan karena banyak sifatnya yang kurang baik, seperti
misalnya hambatannya berubah dengan frekuensi dan derau yang teramat besar.
13
Resistor yang paling banyak digunakan terbuat dari grafit yang
dilapiskan pada sebatang keramik. Resistor ini disebut resistor film grafit. Nilai
hambatannya ditentukan oleh tebal dan panjang lapisan. Untuk hambatan yang
tinggi lapisan grafit dibuat berbentuk spiral. Resistor jenis lain yang sering
digunakan adalah resistor film metalik. Resistor ini dapat dibuat untuk pemakaian
presisi dan mempunyai derau rendah.
Resistor lain lagi yang sering digunakan adalah resistor lilit kawat.
Resistor jenis ini mempunyai nilai presisi tinggi dan mempunyai derau amat
rendah, lagi pula dibuat dengan nilai hambatan di bawah 1 Ohm. Oleh karena
terbuat dari lilitan kawat, resistor ini mempunyai induktansi dan kapasitansi
parasitik, sehingga tanpa cara lilitan khusus tak dapat digunakan untuk frekuensi
tinggi.
Resistor grafit dibuat dengan nilai hambatan yang aneh, seperti
misalnya : 2,2 ohm, 68 ohm, 47ohm, dan sebagainya. Suatu resistor dengan
hambatan tertulis 1Kohm misalnya jika diukur dengan ohm meter bisa saja
mempunyai nilai antara 995 Ω dan 1, 05 KΩ. Suatu besaran yang disebut toleransi
menyatakan berapa persen tebaran nilai hambatan sebenarnya dari nilai hambatan
yang tertulis. Suatu resistor dengan nilai hambatan bertoleransi 5% berarti bila
diukur kemungkinan besar nilai hambatannya terdapat dalam jangka R±5%. Nilai
hambatan resistor yang dibuat orang berhubungan dengan tolerasi. Resistor
dengan toleransi 10% dibuat dengan nilai hambatan yang merupakan kelipatan
10n dari suatu deret yang disebut E12. deret ini mempunyai 12 nilai yaitu 1,0; 1,2;
1,5; 1,8; 2,2; 2,7; 3,3; 3,9; 4,7; 5,6; 6,8; 8,2. Sebagai contoh dapat dicari resistor
14
10% dengan hambatan 10kΩ; 12KΩ; 1,5KΩ; 2,2KΩ dan sebagainya. Hambatan
dengan nilai 1,8K lazim ditulis 1K8 dan 3,9 Ω ditulis 3Ω9, dan sebagainya.
Deret diatas dibuat agar mencakup semua nilai yang mungkin
diperlukan. Sebagai contoh, pandang saja nilai berdekatan, yaitu 1,8; 2,2; dan 2,7.
Toleransi 10% di sekitar 1,8 mencakup daya 1,8±10% yaitu 1,62 hingga 1,98.
Sedangkan 2,2±10% mencakup jangka dari 2,34 hingga 2,97. Jadi untuk toleransi
10% seri E12 mencakup semua nilai yang terletak antara dua nilai yang berurutan.
Untuk toleransi 5% digunakan seri E24 yang terdiri dari 24 nilai yaitu : 1,0; 1,1;
1,2; 1,3; 1,5; 1,6; 1,8; 2,0; 2,2; 2,4; 2,7; 3,0; 3,3; 3,6; 3,9; 4,3; 4,7; 5,1; 5,6; 6,2;
6,8; 7,5; 8,2; 9,1.
2.1.3. Sandi Warna
Resistor grafit menggunakan cincin sandi warna yang dicatkan pada
badan resistor untuk menyatakan nilai hambatan. Untuk resistor dengan toleransi
10% dan 5% digunakan 4 cincin, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1.4.
Cincin A adalah yang paling dekat dengan ujung resistor. Warna cincin A, B, dan
C menyatakan nilai hambatan resistor, sedangkan warna cincin D hanya ada 2
warna, yaitu perak untuk toleransi 10% dan emas untuk toleransi 5%. Untuk
cincin A, B, dan C tiap warna mempunyai nilai seperti tertera pada tabel 2.1.2 di
bawah ini.
15
Tabel 2.1.2 Sandi warna
WARNA
Hitam
Coklat
Merah
Oranye
Kuning
Hijau
Biru
Ungu
Abu-abu
Putih
NILAI
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
B
A
D
C
Gambar 2.1.4. Cincin-cincin sandi warna pada resistor.
Nilai hambatan dapat dibaca dengan menggunakan rumus R = (A)(B)
X 10(C)ohm. Dengan (A) merupakan nilai warna cincin A, (B) nilai warna cincin
B, dan (C) nilai warna cincin C. Sebagai contoh, resistor dengan warna A =
kuning =(4), B = ungu = (7), C = merah = (2) mempunyai harga hambatan R = 47
X 102 = 4700Ω = 4,7KΩ = 4K7. Khusus untuk cincin D ada warna emas yang
mempunyai nilai -1.
2.1.4. Konstruksi Beberapa Jenis Resistor.
A. Resistor tetap
1. Resistor Grafit
Terdiri dari bubuk grafit, talk, dan material organic halus dengan
perbandingan yang sesuai dengan nilai hambatan yang diperlukan. Dengan
16
material hambatan tidak diisolasi tetapi diproteksi dengan cat sebagai sambungan
dipakai kawat tembaga dilapis disolder pada metalisasi. Jenis keluaran aksial
dengan material grafit. Diisolasi dalam tabung keramik yang disumbat, atau
dilapisi resin yang dikeraskan sebagai pelindung terhadap korosi dan mekanik.
Sambungan berupa kawat yang dilapisi.
2. Resistor Film Metalik
Resistor ini terdiri dari film metalik berupa sekrup (helice), campuran
dari Pt-irridium atau Ag-palladium, dapat pula dari grafit koloidal yang dilapiskan
pada tabung gelas atau keramik. Sebagai sambungan digunakan kawat tembaga
yang dilapisi, dipasang pada metalisasi perak. Untuk proteksi digunakan cat.
3. Resistor Lilit Kawat
Kawat dengan diameter 1,5/100mm sebagai hambatan dibuat dari
campuran Ni-chrom, dililitkan pada tabung keramik sebagai pelindung terhadap
korosi dan mekanik digunakan lak polimer, semen mineral, email, atau resin.
Terminal keluaran berupa cincin pengapit atau ring calmp, lengan atau bague,
atau dapat pula berupa kawat.
B. Resistor yang dapat diatur
1. Potensiometer Presisi
Terdiri dari alur hambatan lilit, terminal keluaran, tabung bekelit cetak,
band bekelit sebagai pelindung hambatan lilit, lembar kontak dengan resistor,
kontak geser dari kuningan.
17
2. Rheostats
Terdiri dari tempat lilitan dari Si-magnesium yang dilapis, resistor,
kontak geser, proteksi hambatan lilit dari cat gelas atau semen, penghubung
dengan kontak geser, penggerak kontak geser.
2.2. KAPASITOR
2.2.1. Teori Dasar Kapasitor
Jika pada dua buah lempeng logam sejajar berdekatan yang mula-mula
tanpa muatan diberi tegangan LC sebesar E volt, ternyata kedua lempeng dapat
menyimpan muatan listrik. Jika kedua lempeng berupa lingkaran dengan jari-jari
R, potensial pada masing-masing lempeng adalah :
V+ =
1
q
4πε 0 R
V− =
−1 q
4πε 0 R
(2.2.1)
Dengan q = muatan pada permukaan
ε0 = permitivitas bahan atau konstante dielektrikum dalam ruang hampa
V+
V
V-
Gambar 2.2.1. Kapasitor lempeng sejajar diberi tegangan E.
Sehingga selisih potensial kedua lempeng adalah :
V = V+ − V− =
1
2q
4πε 0 R
Atau q = (2πε 0 R)V
(2.2.2)
18
2πε 0 R disebut kapasitansi kedua lempeng (C)
sehingga q = C V
Atau C =
Dengan
q
V
(2.2.3)
C = kapasitansi dalam farad
q = muatan dalam coulomb
V = selisih potensial dalam volt
Jika A = luas seluruh permukaan, d = jarak kedua lempeng, maka rumus (2.2.3)
dapat ditulis sebagai berikut :
C=
εEA
Ed
=ε
A
d
(2.2.4)
Dengan ε = εrε0, εr = konstante dielektrikum relative, ε0 = 8,90 X 10-12
C2/Nm3. Rumus 2.2.4 hanya berlaku untuk kapasitor lempeng sejajar. Dalam
praktek biasanya diberikan nilai εr.
Tabel 2.2.1. Konstanta dielektrikum relatif.
BAHAN
Hampa udara
Udara (1 atm)
Gelas
Mika
Karet
Kayu
Ethyl Alcohol
Glycerin
Minyak tanah
Air
Porceline
Gelas pyrex
Polystyrene
Kertas
εr
1,0
1,00059
5 – 10
3–6
2,5 – 3,5
2,5 – 8,0
28,4
56
2,0
78
6,5
4,5
2,6
3,5
19
Bila beberapa kapasitor dipasang secara hubungan pararel, kapasitan
total merupakan jumlah aljabar dari masing-masing kapasitannya.
a
b
Gambar 2.2.2. Kapasitor dalam hubungan parallel.
Dapat dilihat bahwa beda potensial pada tiap-tiap kapasitor adalah
sama yaitu V. dari persamaan 2.2.3 diperoleh :
q1 = C1V
q2 = C2V
q3 = C3V
(2.2.5)
Muatan total bila ketiga kapsitor dikombinasikan adalah :
q = q1 + q2 + q3 = (C1 + C2 + C3)V
(2.2.6)
Sehingga suatu kapasitor C yang kapasitansinya ekuivalen dengan C1, C2, dan C3
adalah :
C=
q
= C1 + C 2 + C 3
V
(2.2.7)
Beberapa kapasitor dihubung seri seperti gambar 2.2.3 dibawah ini :
a
b
Gambar 2.2.3. Kapasitor dalam hubungan seri.
Dari persamaan 2.2.3 dapat ditulis :
V1 =
q
q
q
, V2 =
, V3 =
, dan V = V1 + V2 + V3 ,
C1
C2
C3
20
⎛ 1
1
1 ⎞
⎟⎟
atau V = q⎜⎜ +
+
⎝ C1 C 2 C 3 ⎠
(2.2.8)
Sehingga kapasitan C yang ekuivalen dengan ketiganya adalah :
⎛
⎞
⎜
⎟
q ⎜
1
⎟ , atau 1 = 1 + 1 + 1
C= =
1
1 ⎟
V ⎜ 1
C C1 C 2 C 3
+
+
⎜
⎟
⎝ C1 C 2 C 3 ⎠
(2.2.9)
2.2.2. Konstruksi Kapasitor Elektrolit
Kapasitor dibuat dengan jangka nilai kapasitansi pikofarrad pF(10-12F)
sampai dengan 100.000μF (0.1 F). Rangkaian elektronik biasa menggunakan
kapasitor dengan nilai kapasitansi dari pF sampai dengan 2200μF. nilai
kapasitansi yang besar didapat pada kapasitor elektrolit. Pada kebanyakan
kapasitor elektrolit digunakan dua keping aluminium, dan elektrolit yang
dikandeng dalam lembaran kertas berpori yang terletak di antaranya. Konstruksi
kapasitor elektronik ditunjukkan pada gambar 2.2.4.
1
2
1
3
4
2
3
1.
2.
3.
4.
(a)
(b)
Lapisan oksida
1. Elektrolit dalam kertas berpori
Elektrolit dalam kertas berpori 2. Aluminium tipis
Anoda Al
3. Aluminium tipis
Katoda Al
Gambar 2.2.4. Kapasitor elektrolit
(a) Bagan
(b) Konstruksi
21
Jika plat aluminium yang murni diberi potensial positif terhadap plat
yang lain, pada plat ini akan timbul lapisan oksidasi, lapisan ini bersifat sebagai
isolator, dan berlaku sebagai dielektrikum untuk kapasitor elektrolit. Elektrolit
berfungsi sebagai konduktor untuk katoda, lapisan oksida pada anode ini amat
tipis, dengan ketebalan kurang dari 1μm, sehingga dapat menghasilkan
kapasitansi yang besar. Dielektrikum yang amat tipis ini menyebapkan medan
listrik di dalam dielektrik mempunyai nilai yang amat besar karena kuat medan
listrik E =
V
dengan V = Beda tegangan dan d = Tebal dielektrik. Oleh sebap itu,
d
kapasitor elektrolit mempunyai kemampuan tegangan yang terbatas. Jika tegangan
tersebut dilampaui, besar kemungkinan dielektrikum rusak, dan menimbulkan
arus yang besar disertai kenaikan suhu. Jika hal ini berlangsung sedikit lama,
kapasitor dapat mengalami kerusakan permanen. Tebal lapisan dielektrikum
bergantung pada kemurnian logam yang digunakan dan juga pada beda tegangan
yang dipasang. Kapasitor elektrikum akan mempunyai kapasitansi sebagaimana
tertera pada badannya jika diberi tegangan kerja sesuai dengan yang tertera. Jika
kebutuhan kapasitor elektrikum terbalik, sehingga plat aluminium yang murni
bekerja sebagai katode (-), lapisan oksida oksida anode akan terjadi pada plat
aluminium yang kurang murni. Akibatnya lapisan yang terjadi sangat tipis dan
jika diberi beda tegangan kecil saja dapat terjadi medan listrik yang amat besar di
dalamnya sehingga terjadi kerusakan. Inilah sebapnya mengapa kapasitor
elektrolit mempunyai kebutuhan atau polaritas, yaitu tanda + dan -. Potensial yang
lebih tinggi hendaknya dipasang pada ujung positif (+) dan yang lebih rendah
22
pada ujung negatif (-). Jika terbalik kapasitor menjadi rusak dan mungkin juga
dapat meletup.
Selain aluminium, kini orang juga menggunakan tantalum sebagai
bahan plat logam pada kapasitor elektrolit. Oksida yang terbentuk pada kapasitor
tantalum mempunyai tetapan dielektrik yang lebih besar daripada kapasitor
elektrolit aluminium. Oleh sebap itu untuk nilai kapasitansi yang sama, kapasitor
tantalum mempunyai ukuran lebih kecil daripada kapasitor aluminium. Oleh
karena kapasitor tantalum adalah kapasitor elektrolit, kapasitor ini mempunyai
kekutuban, seperti halnya kapasitor kapasitor elektrolit aluminium. Bahan lain
yang digunakan untuk kapasitor dielektrikum pada kapasitor adalah :
A. Plastik
B. Mika
C. Keramik
Selain dari kemampuan tegangan, beberapa sifat lain yang penting
untuk diingat dalam menggunakan kapasitor adalah toleransi, tanggapan
frekuensi, faktor lesapan, kebocoran, koefesien suhu, dan kemantapan. Koefesien
suhu menyatakan berapa besar kapasitansi berubah dengan suhu, dinyatakan
dalam ppm/0C (ppm: parts per million atau 10-4%). Kapasitor mika mempunyai
koefisien suhu sekitar +100 ppm/0C. Kapasitor plastik (polikarbonat, film) antara 50 sampai dengan -100 ppm/0C. kapasitor keramik mempunyai koefisien suhu
hingga 1000 ppm/0C. sedang kapasitor elektrolit aluminium mempunyai koefisien
suhu sekitar 1000 ppm/0C (tak linier) dan koefisien suhu kapasitor tantalum dari
200 hingga 1000 ppm/0C.
23
Tabel 2.2.2. Frekuensi resonansi untuk berbagai kapasitor.
KAPASITOR
FREKUENSI RESONANSI
Plastic (film)
1 MHz
Mika
1 MHz
Keramik (tabung)
10 MHz
Keramik (monolitik)
100 MHz
Elektrolotik (aluminium lembaran)
50 kHz
Tantalum
100 kHz
Untuk frekuensi rendah kapasitor dapat dibayangkan sebagai suatu
kapasitor dengan hambatan RS. Hambatan ini berhubungan dengan daya lesap
(hilang) dalam kapasitor sebagai kalor joule dengan faktor rugi = RSωC.
2.3. DIODA SEMIKONDUKTOR
2.3.1. Teori Dasar Dioda Semikonduktor
Bentuk dioda yang lazim digunakan terdiri dari semikonduktor tipe P
yang dibuat bersambung dengan semikonduktor tipe N. Penyambungan ini
dilakukan waktu penumbuhan Kristal. Secara skematis dioda sambungan P-N
dapat dilukiskan seperti pada gambar 2.3.1.
P
Anoda
N
katoda
Anoda
katoda
(a)
(b)
Gambar 2.3.1 (a) Susunan dioda sambungan P-N
(b) Simbol dioda
Jika suatu bahan semikonduktor tipe P dihubungkan dengan suatu
bahan semikonduktor tipe N. Isi muatan listrik kedua macam bahan ini dapat
digambarkan seperti pada gambar 2.3.2. pada gambar tersebut muatan yang diberi
lingkaran menyatakan ion, dan muatan ini tetap di tempat, tidak bergerak
walaupun diberi medan listrik. Tanda + dan – dalam kotak persegi menyatakan
24
pembawa muatan intrinsik, yaitu yang berasal dari ikatan kovalen pada atom
silicon, yang menjadi bebas karena eksitasi thermal. Pembawa muatan yang lain
adalah muatan bebas, yaitu lubang yang dihasilkan, oleh atom akseptor pada
bahan tipe P, dan electron bebas yang berasal dari atom donor. Pembawa muatan
bebas ini adalah pembawa muatan ekstrinsik.
Pembawa muatan
intrinsic(bebas)
Θ
+
Θ
+
Lubang(bebas)
+
ΘΘΘΘ
++++
ΘΘΘΘ
++++
Pembawa muatan
intrinsic(bebas)
⊕
⊕
-
Ion akseptor
(diam)
⊕
⊕
-
Electron
ekstrinsik(bebas)
(a)
+
⊕
⊕
-
⊕
⊕
-
⊕
⊕
-
Ion akseptor
(diam)
(b)
Gambar 2.3.2 (a) Muatan listrik dalam bahan semikonduktor tipe P
(b) Muatan listrik dalam bahan semikonduktor tipe N
Apa yang terjadi bila bahan tipe P bersambung dengan bahan tipe N,
ditunjukkan pada gambar 2.3.3.
E
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
ΘΘ
ΘΘ
ΘΘ
ΘΘ
⊕
⊕
⊕
⊕
⊕
⊕
⊕
⊕
⊕
⊕
⊕
⊕
⊕
-
⊕
⊕
⊕
⊕
⊕
-
⊕
⊕
⊕
⊕
⊕
-
Daerah pengosongan
Gambar 2.3.3. Muatan listrik pada sambungan P-N.
25
Elektron bebas pada bahan tipe N akan berdifusi melalui sambungan,
masuk ke dalam bahan tipe P dan terjadi rekombinasi dengan lubang-lubang yang
ada dalam bahan tipe P. Sebaliknya juga terjadi, yaitu lubang bahan tipe P
berdifusi masuk ke dalam bahan tipe N, dan berekombinasi dengan elektron dan
saling meniadakan muatan. Akibatnya tepat pada sambungan P-N terjadi daerah
tanpa muatan bebas, yang disebut daerah pengosongan (Depletion region).
Oleh karena muatan positif terpisah dari muatan negatif, maka dalam
daerah pengosongan terjadi medan listrik, yang melawan proses difusi
selanjutnya. Dengan adanya medan listrik ini terjadi beda potensial listrik (bukit
potensial) antara bagian P dan bagian N dalam daerah pengosongan. Sebaran
muatan, kuat medan, dan potensial listrik pada sambungan P-N di ilustrasikan
pada gambar 2.3.4.
P
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
N
E
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
Θ
+
ΘΘ
ΘΘ
ΘΘ
ΘΘ
⊕
⊕
⊕
⊕
⊕
⊕
⊕
⊕
Daerah pengosongan
(a)
⊕
⊕
⊕
⊕
⊕
-
⊕
⊕
⊕
⊕
⊕
-
⊕
⊕
⊕
⊕
⊕
-
26
P
X
+
-
X=0
(b)
P
X=0
X
(c)
P
X
VHO
X=0
(d)
Gambar 2.3.4.
(a) Sambungan P-N
(b) Sebaran rapat muatan
(c) Sebaran kuat medan listrik E
(d) Sebaran potensial V, VHO=bukit potensial
2.3.2. Karakteristik Dioda
Karakteristik dioda adalah hubungan antara arus dioda dan beda
tegangan antara kedua ujung dioda. Untuk dioda sambungan p-n, kurva
karakteristiknya adalah seperti pada gambar 2.3.5.
27
ID
VD
VPIV
-
0
Arus penjenuhan
VPOTONG
+
Gambar 2.3.5. Kurva karekateristik dioda.
Pada kurva karakteristik dioda, arus dioda ID = 0 jika VD = 0. Pada
keadaan tanpa tegangan(VD = 0) arus minoritas dan arus mayoritas mempunyai
besar sama tetapi arahnya berlawanan, sehingga arus total pada keadaan tanpa
tegangan sama dengan nol. Jika dioda diberi tegangan maju, yaitu VD>0, arus ID
mula-mula mempunyai nilai ID≈0, sehingga VD = VP (tegangan potong), setelah
arus dioda naik dengan cepatnya terhadap perubahan tegangan dioda VD. Untuk
dioda silicon VP≈0,6V sedangkan untuk dioda germanium VP≈0,3V.
2.3.3. Dioda Sebagai Penyearah
A. Penyearah gelombang setengah (Half wave rectifier)
Bentuk yang sederhana dari penyearah gelombang setengan terdiri dari
sebuah dioda, sebuah hambatan beban, dan sumber tegangan bolak balik seperti
pada gambar 2.3.6
28
VO
Vp
t
(a)
(b)
Gambar 2.3.6 (a) Rangkaian penyearah gelombang setengah.
(b) Bentuk keluaran gelombang setengah.
Gelombang sinus dari masukan dengan amplitudo puncak Vp
diterapkan pada dioda. Bila tegangan masukan naik dari 0V menuju arah positif,
dioda akan bekerja mulai mencapai 0,6V atau 0,7V. secara berkesinambungan
dioda terus bekerja selama tegangannya di atas tegangan tersebut.
Selama tegangan masukan negatif, dioda tidak bekerja, artinya secara
efektif dioda dalam keadaan terbuka. Akibatnya tegangan yang diterima oleh
hambatan beban RL membentuk gelombang-gelombang sinus secara seri pada
arah positif dengan amplitudo puncak VP. Tegangan aktualnya adalah VP -0,6V
(atau 0,7V). Tegangan keluaran dari penyearah gelombang setengah ini masih
memerlukan penghalusan dan pengaturan lagi agar mendapatkan tegangan searah
yang tetap.
B. Gandengan transformator (Transformer coupled)
Suplai daya dari sumber masukan merupakan bentuk gelombang sinus
dari suatu tansformator diperlihatkan pada gambar 2.3.7.
29
Gambar 2.3.7. Gandengan transformator pada penyearah gelombang setengah.
Transformator mempunyai beberapa manfaat :
1. Memungkinkan tegangan yang dipakai dioda berbeda dari tegangan
masukannnya dengan pemilihan perbandingan transformasi N2/N1 yang
sesuai dengan yang dikehendaki. Ciri tegangan searah untuk rangkaian
dasar komputer adalah 5V dan untuk rangkaian analog yang menggunakan
penyearah tegangan operasionalnya adalah ±15V. Tegangan sekunder
transformator VS=(N1/N2)VP sinωt. merupakan amplitudo puncak dari
jaringan tegangan masuk. Perbandingan transformasi diatur untuk
mendapatkan tegangan sekunder sekitar 12V dari suplai tegangan sekitar
24V dari tegangan suplai 15V.
2. Transformator memberikan isolasi elektris antara rangkaian primer dan
rangkaian sekunder. Hal ini sangat penting untuk melindungi operasi alat
dari pengaruh tegangan alat dari pengaruh tegangan jaringan.
3. Transformator dapat memberikan tegangan yang dipelukan dalam
pembentukan penyearah gelombang penuh.
30
C. Penyearah gelombang penuh (Full wave rectifier)
Penambahan dioda pada center tap transformator seperti pada gambar
2.3.8.a, dapat menghasilkan gelombang sinus setengah dengan arah positif dan
negatif menjadi seperti pada gambar 2.3.8.b.
Dioda D1 bekerja bila terminal atas transformator positif dan arus i1
mengalir malalui hambatan beban RB. Dioda D2 akan bekerja pada gelombang
setengah berikutnya dan arus i2 mengalir dengan arah yang sama dengan i1
melalui hambatan beban RL jadi tegangan yang diperolah hambatan beban RL
merupakan tegangan gabungan gelombang sinus positif dan negatif dari masukan.
(a)
(b)
Gambar 2.3.8. (a) Rangkaian penyearah gelombang penuh
(b) Bentuk keluaran gelombang penuh
Nilai puncak dari tegangan sekunder untuk tiap setengah gelombang
sekunder
merupakan
jumlah
dari
seluruh
gelombang
setengah.
Untuk
perbandingan transformasi 1: 1, nilai puncak dari gelombang setengah adalah
Vprimer/2
31
D. Penyearah jembatan (Bridge rectifier)
Penyearah gelombang penuh yang dilukiskan pada gambar 2.3.8
membutuhkan transformator yang dilengkapi dengan center tap pada lilitan
sekunder, walaupun transformator ini tidak sulit dibuat tetapi biayanya cukup
meningkat.
Untuk
mendapatkan
penyearahan
gelombang
penuh
tanpa
mengunakan center tap diperlihatkan pada gambar 2.3.9 dengan penambahan dua
buah dioda lagi dalam bentuk penyearahan jembatan.
Gambar 2.3.9. Penyearah gelombang penuh dengan jembatan dioda.
Selama setengah gelombang positif VS, arus mengalir melalui D2,
hambatan beban RL, melalui bumi, dan kembali ke transformator melalui D3.
selama setengah gelombang negatif, arus mengalir melalui D4, RL, dan D1. Jadi
arus yang melalui hambatan beban RL merupakan gabungan gelombang sinus
positif dan negatif dari tegangan bolak balik.
32
E. Tegangan balik puncak (Peak inverse voltage)
Untuk penyearah gelombang setengah, dioda dicoba pada saat polaritas
mundur yang tegangannya sama dengan nilai puncak dari tegangan sekunder
selama gelombang setengah bersesuaian dengan tidak bekerjanya dioda. Yang
penting disini adalah tegangannya tidak melebihi tegangan maksimum dari dioda,
dan dioda dapat mengimbangi tegangan balik puncak PIV (Peak inverse voltage).
Untuk penyearah dioda gelombang setengah. Nilai PIV sama dengan
tegangan puncak dari sekunder.
PIV=VP sekunder (gelombang setengah)
(2.3.1)
Untuk penyearah gelombang penuh pada gambar 2.3.9, PIV sama dengan 2 X
tegangan puncak dari sekunder, jadi :
PIV=2VP sekunder (gelombang penuh dengan center tap)
(2.3.2)
Untuk penyearah jembatan diperoleh :
PIV=VP sekunder (gelombang penuh, penyearah jembatan)
(2.3.3)
2.3.4. Jenis-Jenis Dioda
Beberapa jenis dari dioda yang biasa digunakan dalam aplikasi
elektronik adalah :
1. Dioda tunnel
Suatu partikel harus mempunyai energi sekurang-kurangnya sama
dengan tinngi barier potensial agar ia dapat bergerak dari satu sisi barier ke sisi
lainnya. Akan tetapi bila konsentrasi dopping ditambah sekitar 1/1000 bagian
daerah pengosongan yang semula 0,5μm akan berkurang menjadi sekitar 10-6cm
sehingga barier yang lebih tipis ini memungkinkan electron-elektron dapat
33
menembusnya. Perilaku mekanika kuantum ini disebut penerowongan, oleh
karena itu alat-alat persambungan P dan N dengan rapat takmurnian tinggi ini
disebut diode terowongan. Diode terowongan merupakan suatu penghantar yang
baik utuk tegangan balik dan tegangan maju yang kecil, karena tahanannya tetap
rendah pada puncak arus Ip tegangan yang bersamaan adalah Vp dengan
kemiringan di/dv, apabila V dinaikkan di atas Vp arus akan turun, akibatnya
konduktansi dinamis g = di/dv menjadi negatif dioda menunjukkan suatu
karakteristik tahanan negatif antara puncak arus. Pada tegangan lembah Vvaley,
saat I = Iv, konduktasi menjadi nol lagi dan di atas ini tahanannya akan tetap
positif, fasa puncak tegangan Vf arus mencapai lgi harga Ip, untuk tegangan
tegangan yang lebih tinggi, arus akan naik melebihi nilai ini.
Untuk arus yang nilainya antara Iv dan If lengkungan akan mempunyai
3 nilai karena masing-masing arus dapat diperoleh pada 3 tegangan yang
diterapkan. Sifat mempunyai nilai banyak ini, dioda menjadi bermanfaat dalam
rangkaian pulsa dan digital.
Keuntungan dari dioda adalah harganya murah, derau rendah,
kecepatan tinggi, kebal terhadap lingkungan dan berdaya rendah. Dioda jenis ini
digunakan untuk saklar elektronik kecepatan tinggi dan osilator frekuensi tinggi.
2. Dioda schottky
Pada dioda schottky salah satu sisi, P atau N dari sambungan PN
diganti dengan elektrode logam (emas, perak, atau platina). Dioda schottky tidak
mempunyai daerah pengosongan karekteristik volt-amperenya sama dengan
34
sambungan PN kecuali tegangan turun on(Von) sangat rendah yaitu antara 0,2Volt
dan 0,4 volt tergantung pada jenis logam pengganti yang digunakan.
Keuntungan dari dioda schottky adalah terjadinya percepatan
pensaklaran, dan penggunaan secara luas dalam rangkaian gelombang mikro
untuk pensaklaran dengan kecepatan tinggi.
Persamaan dioda schottky sama dengan dioda sambungan PN kecuali
arus jenuh ditentukan oleh emisi termionik. Arus yang dihasilkan lebih besar dari
pada arus jenuh dari dioda sambungan PN pada daerah yang sama sebagai hasil
dari tegangan yang lebih rendah.
Jika tegangan turn on dioda ditentukan sebagai tegangan yang
diperlukan (Vf) yaitu untuk mendapatkan arus maju(If), maka nilai arus jenuh (Is)
untuk tegangan maju(Vp) dari dioda schottky dapat digunakan menggunakan
rumus dibawah ini:
⎛ Vf ⎞
I = Is[exp⎜ ⎟ − 1
⎝ Vt ⎠
3. Dioda Varaktor
Varaktor adalah singkatan dari variabel reaktor, maksudnya bahwa
dioda ini dapat berfungsi pembangkit tegangan bolak-balik dengan frekuensi yang
dapat diatur (variabel). Dalam rangkaian, dioda varaktor biasanya dihubungkan
dengan induktor (kuparan) dengan induktansi L, dan bila tegangan yang diberikan
V maka frekuensi yang dihasilkan :
35
Dengan No = /NA-ND/. Jadi, ferkuensi gelombang listrik dalam
rangkaian dikendalikan oleh tegangan dioda (V). Dioda varaktor banyak
digunakan sebagai modulator frekuensi, penstabil osilator dan konverter
frekuensi. Dalam aplikasinya dioda varaktor banyak digunakan untuk pemancar
radio, ini disebapkan dioda varaktor dapat menghasilkan frekuensi yang tetap dan
tidak berubah atau konstan, sehingga frekuensi kerja pemancar tetap tidak ada
perubahan.
4. Dioda varistor
Dioda varaktor sangat cocok digunakan pada rangkaian power supply,
rangkaian kontrol dan power lines, dioda ini dibuat menggunakan semikonduktor
keramik, ada banyak keisteimewaan dari dioda ini yaitu: dioda ini dapat beroprasi
dengan temperatur tinggi melebihi temperatur dari dioda zener, ini disebapkan
karena dioda ini dibuat dari bahan yang tahan panas yaitu semikonduktor keramik,
banyak jenis operasi tegangannya mulai dari tegangan 5,5 sampai 120 volt, dan
dapat bekerja pada ampere mulai dari 4 sampai 400 ampere, kegunaan dari dioda
ini adalah sebagai pengaman, dimana pada saat terjadi tegangan over maka
dengan sendirinya rangkaian tidak akan bekerja, karena pada saat terjadi tegangan
melebihi tegangan kerja dari varistor maka varistor akan berubah menjadi
resistansi, kebanyakan dioda ini digunakan sebagai pengaman pada sebuah
rangkaian.
36
5. Dioda cahaya (Light emitting Dioda, LED)
Dioda cahaya merupakan suatu jenis dioda dengan arus maju yang
akan membangkitkan cahaya pada sambungan PN-nya, apabila diberi tegangan
maju. Dioda cahaya membangkitkan daerah cahaya merah, kuning, hijau, atau
biru tergantung pada spectrum energinya. Simbol dioda cahaya dan rangkaiannya
dapat dilihat pada gambar 2.3.10.
R8
+
470R
D4
PWR IND
D4
PWR IND
-
Gambar 2.3.10. Simbol dioda cahaya dan rangkaiannya.
Dioda cahaya tidak dibuat dari bahan germanium atau silicon, tetapi
dari bahan lain yaitu gallium (Ga), arsen (As), dan fosfer (P) atau disingkat
GaAsP. Tegangan maju antara anoda-katoda berkisar antara 1,5 V dan 3 V, arus
maju antara 5mA dan 20mA. Dalam teknik digital dioda cahaya digunakan untuk
menampilkan angka-angka, huruf-huruf, atau tanda-tanda lain seperti pada papan
nilai (scoring board), stopwatch, kalkulator elektronik, pemancar gelombang infra
merah dan lain sebagainya.
2.4.TRANSISTOR BIPOLAR (BJT)
Teori Dasar Transistor Bipolar
Transisitor bipolar dibuat dengan menggunakan semikonduktor
ekstrinsik tipe P dan N yang disusun seperti pada gambar 2.4.1.
37
P
N
P
N
(a)
P
N
(b)
Gambar 2.4.1. Susunan transistor bipolar
(a) Transisitor PNP
(b) Transistor NPN
Ketiga bagian transistor ini disebut emitter, basis, kolektor. Masingmasing bagian transistor ini dihubungkan ke luar transistor dengan menggunakan
konduktor sebagai kaki transistor. Pada transistor bipolar sambungan P N antara
emitter dan basis diberi bias maju (forward) sehingga arus mengalir dari emitter
ke basis. Bias adalah tegangan dan arus DC yang harus lebih dahulu dipasang agar
tangkaian transistor bekerja. Seperti lazimnya, arus listrik di tentukan mempunyai
arah seperti gerak muatan positif. Kerja transistor berdasarkan kepekaan arus yang
dihasilkan oleh emitter (pengeluaran) oleh beda tegangan antara emitter dan basis
(tumpuan). Jika tegangan emitter naik sedikit sehingga beda tegangan antara basis
dan emitter naik sedikit, arus yang dikeluarkan oleh emitter akan berubah banyak.
Arus ini dikumpulkan oleh kolektor yang diberi bias mundur oleh VCC sehingga
arus tak dapat membalik dari kolektor ke basis. Dalam rangkaian, transistor
dilukiskan dengan simbol seperti pada gambar 2.4.2.
38
P
N
N
P
P
N
Gambar 2.4.2. (a) Transistor PNP
(b) Transistor NPN
Konstruksi Transistor
Empat teknik dasar telah dikembangkan untuk pembuatan dioda,
transistor, dan peralatan untuk semikonduktor lainnya. Konsekuensi peralatan
demikian dapat digolongkan kedalam salah satu dari jenis-jenis berikut :
pertumbuhan, aloi, difusi atau epitaksial.
A. Jenis pertumbuhan (Grown type)
Transistor hubungan NPN dilukiskan dalam gambar 2.4.3.a. Transistor
tersebut menarik kristal tunggal dari lelehan silicon atau germanium yang
konsentrasi pencampurannya diubah selama operasi penarikan kristal dengan
menambahkan atom-atom N atau P menurut keperluan.
39
C
E
N
25 μm
P
3 mm
P
C
3 mm
P
B
B
N
N
E
25 μm
1 mm
(b)
(a)
Metalisasi
aluminium
Dioksida
silikon
E
B
5 μm
0.03 mm
C
(c)
Gambar 2.4.3. Konstruksi transistor (a) Jenis pertumbuhan (NPN)
(b) Jenis aloi(PNP)
(c) Jenis planar difusi(NPN)
B. Jenis aloi (Alloy type)
Teknik ini, yang juga dinamakan konstruksi peleburan, ditunjukkan
dalam gambar 2.4.3.b untuk transistor PNP. Bagian pusat (basis) merupakan
lempengan bahan jenis N. dua titik kecil indium diletakkan pada dua sisi yang
berlawanan dari lempengan, dan seluruh susunan dinaikkan temperaturnya dalam
waktu yang singkat, lebih tinggi daripada titik lebur indium, tetapi lebih rendah
40
dari pada titik lebur germanium. Indium tersebut mencairkan germanium di
bawahnya dan membentuk larutan jenuh. Pada saat pendinginan, kontak
germanium dengan bahan basis mengkristal, dengan konsentrasi indium yang
cukup untuk merubahnya dari jenis N ke jenis P. Kolektor dibuat lebih besar
daripada emitter kareana susunan geometris yang demikian, hampir semua arus
emitter mengikuti lintasan difusi lebih menuju ke kolektor daripada ke basis.
C. Jenis difusi (Diffusion type)
Teknik ini terdiri dari peletakkan lempengan semi konduktor dalam
difusi gas dengan pencampuran baik jenis N maupun jenis P untuk membentuk
hubungan emitter maupun hubungan kolektor. Suatu transistor silikon datar jenis
dikukiskan dalam gambar 2.4.3.c. Dalam proses ini, luas hubungan basis-kolektor
ditentukan oleh suatu topeng (mask) difusi.
Emitter kemudian didifusikan pada basis menggunakan topeng lain.
Suatu lapisan dioksida silikon tipis ditumbuhkan di seluruh permukaan dan
dilakukan fotoetsa sedemikian sehingga kontak aluminium dapat dibuat untuk
kawat emitter dan kawat basis. Hal ini diperlihatkan pada gambar 2.4.3.c. Karena
aksi-pasif lapisan oksida tersebut, sebagian besar masalah permukaan dapat
dihindarkan dan sedikit sekali kebocoran arus. Juga terdapat perbaikan dalam
perolehan arus pada arus rendah dan dalam tingkat derau.
D. Jenis epitaksi (Epitaxial type)
Teknik epitaksial terdiri dari penumbuhan lapisan Kristal tunggal
silikon, sangat murni dan sangat tipis pada landasan dari bahan yang sama, yang
disuntik berat, disuntik fosfin (PH3) untuk jenis N dan disuntik biboran (B2H6)
41
untuk jenis P. Kristal ini membentuk kolektor yang diatasnya dapat didifusikan
basis dan emitter. Semua transistor bipolar mikroelektronika di buat dengan cara
ini.
2.5. RELAY
2.5.1. Tipe-Tipe Relay
Terdapat 3 tipe utama relay :
A. Relay elektromagnetik
B. Relay termal, dan
C. Relay induksi
Tipe induksi jarang digunakan dalam rangkaian elektronik. Yang
sangat luas penggunaannya adalah tipe elektromagnetik dan tipe termal.
A. Relay elektromagnetik
Istilah yang sangat sederhana dari relay elektromagnetik adalah
remotely controlled switch. Kontaktor dan circuit breaker mungkin mempunyai
batasan yang kurang lebih sama, tetapi di sini hanya mengenai piranti-piranti yang
memakai dan mengendalikan sejumlah daya yang relatif kecil, jadi kontaktor dan
circuit breaker tidak termasuk dalam pembahasan.
Relay ini mempunyai sepasang kontak yaitu kontak diam (stationary
contact). Kontak tersebut mengendalikan rangkaian tunggal listrik. Dalam
keadaan normal, jika lilitan tidak berpulsa, kontak dalam keadaan terbuka. Relay
seperti itu dinamakan relay SPSTNO (single pole single throw normally open
relay).
42
Jika ada arus pada lilitan, mungkin karena suatu sumber remote, akan
menimbulkan suatu kekuatan pada armature untuk menariknya menuku inti (core)
jadi menyebapkan kontak gerak menyentuh kontak diam. Per (spring) memegang
armature pada posisi terbuka (open) pada waktu lilitan tidak berarus.
Pada saat tegangan ditiadakan dari rangkaian lilitan, tarikan lilitan
terhadap armature menjadi nol, dan per menarik armature pada posisi terbuka.
B. Relay termal
Relay ini menggunakan elemen panas untuk membengkokan bimetal
(kontak gerak) sehingga menyentuh konduktor yang berdekatan (kontak diam).
Waktu operasi dari relay ini merupakan fungsi dari elemen pemanas, tipe bimetal
yang digunakan, spasi antara kontak diam dan kontak gerak, dan keadaan
temperatur.
Kelemahan utama dari relay ini adalah dalam hal operasi pengulangan.
Jika bimetal dari kontak gerak tidak dapat mencapai temperatur normal sebelum
pemanasan berikutnya, waktu operasi akan lebih pendek. Waktu pendinginan dari
relay tipe ini rata-rata antara 30 detik sampai 3 menit tergantung kepada keadaan
temperatur. Jika lingkungan relay benar-benar terkendali, relay termal mungkin
berfaedah untuk pemakaian waktu tunda (delay times). Relay ini biasanya ditutup
dengan tabung gelas untuk mengurangi pengaruh temperatur sekitarnya.
2.5.2. Parameter Relay
Jumlah dan pengaturan kontak tergantung pada keperluannya.
Pengaturan kontak menunjukkan kombinasi dari perbedaan bentuk dasar kontakkontak yang digunakan dalam menyempurnakan struktur saklar secara
43
menyeluruh. Tiap kontak gerak dari suatu relay merupakan sebuah kutub (pole).
Kombinasi dari kontak diam dan kontak gerak dalam keadaan bersentuhan pada
saat lilitan tidak berarus ditunjukkan sebagai back break atau kontak NC
(normally closed contact). Kombinasi antara kontak diam dan kontak gerak yang
saling bersentuhan pada saat lilitan berarus ditunjukman sebagai front make atau
kontak NO (normally open contact). Kombinasi antara 2 kontak diam dan 1
kontak gerak yang bersentuhan dengan salah satu kontak diam pada saat lilitan
berarus, disebut transfer atau kontak SPDT (single pole double throw contact).
Kombinasi kontak dengan kontak gerak yang secara serentak makes dan serentak
pula breaks dalam hubungannya dengan 2 kontak diam disebut DB (double
breaks). Untuk kontak NO kombinasi itu disebut double makes.
Notasi kontak relay diberikan dengan aturan seperti di bawah ini :
1. Poles
2. Throws
3. Normal position
4. DB untuk double breaks dan double makes
A.
Make
SPSTNO
C.
Break
SPSTNC
B.
Make, Make,
Break
D.
Single pole,
double throw,
center off
SPDTNO
44
E.
Break, Make
(transfer)
SPDT
F.
Break, Make,
Break
G.
Make, Break
(continuity transfer)
U.
Double Make,
Contact On, Arm
H.
Break, Make,
Break
V.
Double Break,
Contact On, Arm
I.
Make, Make
W.
Double Make,
Double Break,
Contact On, Arm
J.
Break, Break
X.
Double Make,
SPSTNODB
K.
Break, Break,
Make
Y.
Double Break,
SPSTNCDB
L.
Make, Break,
Make
Z.
Double Make,
Double Break
SPSTNODB
Gambar 2.5.1. Notasi kontak yang diusulkan oleh
National Association of Relay Manufacturers.
45
Misalnya kontak SPSTNODB berarti kontak single pole single throw
normaly open. Semua kontak itu merupakan single break kecuali bila diberi
catatan DB (double break). Relay dengan gerakan kontak yang bersentuhan
dengan lebih dari kontak diam selama satu siklus operasi, pengaturan kontaknya
dinyatakan sebagai MPNT, dengan M menujukkan jumlah kutub (poles) dan N
jumlah throws, misalnya 4P3T.
Beberapa istilah yang digunakan dalam bentuk kontak dasar untuk
relay perlu dijelaskan karena istilah-istilah itu digunakan dalam industri relay
untuk fungsi tertentu. Istilah “back contact” kadang-kadang digunakan untuk
kontak diam suatu kontak single poles normaly closed; jadi istilah back contact
artinya sama dengan normally closed contact.
46
2.6. IC TIMER NE/SE 555
2.6.1. Konstruksi IC NE/SE 555
IC NE/SE 555 adalah piranti multiguna yang telah secara luas
digunakan. Piranti ini dapat difungsikan sebagai astable multivibrator. Rangkaian
khusus ini dapat dibuat dengan komponen dan daya yang minimal. Rangkaian
dapat dengan mudah dibuat dan sangat reliabel. Chip khusus ini telah banyak
diproduksi oleh beberapa pabrik. Sebagai tanda, semua produksi terdapat angka
555 misalnya SN72555, MC14555, SE555, LM555 dan CA555. Rangkaian
internal IC 555 biasanya dilihat dalam sebagai blok-blok. Dalam hal ini, chip
memiliki dua komparator, sebuah bistable flip-flop, sebuah pembagi resistif,
sebuah transistor pengosong dan sebuah keluaran. Gambar 2.6.1 memperlihatkan
blok fungsional IC 555.
Gambar 2.6.1. Rangkaian internal IC LM555
47
Pembagi tegangan pada IC terdiri dari tiga resistor 5 kΩ. Jaringan
dihubungkan secara internal ke +Vcc dan “Ground” dari sumber. Tegangan yang
ada di resistor bagian bawah adalah sepertiga Vcc. Tegangan pada titik tengah
pembagi tegangan sebesar dua pertiga harga Vcc. Sambungan ini berada pada pin
5 dan titik ini didesain sebagai pengontrol tegangan. Dua buah komparator pada
IC 555 merespon sebagai rangkaian saklar. Tegangan referensi dikenakan pada
salah satu masukan pada masing-masing komparator. Tegangan yang dikenakan
pada masukan lainnya memberikan awalan terjadinya perubahan pada keluaran
jika tegangan tersebut berbeda dengan harga referensi. Komparator berada pada
dua pertiga Vcc dimana pin 5 dihubungkan ke tengah resistor pembagi. Masukan
lain ditandai dengan pin 6 disebut sebagai ambang pintu (Threshold). Saat
tegangan pada pin 6 naik melebihi dua pertiga Vcc, keluaran komparator akan
menjadi positif. Ini kemudian dikenakan pada bagian reset dari masukan flip-flop.
Komparator 2 adalah sebagai referensi sepertiga dari Vcc. Masukan
positif dari komparator 2 dihubungkan dengan bagian bawah jaringan pembagi
resistor. Pin 2 eksternal dihubungkan dengan masukan negatif komparator 2. Ini
disebut sebagai masukan pemicu (Trigger). Jika tegangan pemicu jatuh di bawah
sepertiga Vcc, keluaran komparator akan berharga positif. Ini akan dikenakan
pada masukan set dari flip-flop.
Flip-flop IC 555 termasuk jenis bistable multivibrator, memiliki
masukan set dan reset dan satu keluaran. Saat masukan reset positif maka
keluaran akan positif. Tegangan positif pada set akan memberikan keluaran
48
menjadi negatif. Keluaran flip-flop tergantung pada status dua masukan
komparator.
Keluaran flip-flop diumpankan ke keluaran dan transistor pengosong.
Keluaran dihubungkan dengan pin 3 dan transistor pengosongan dihubungkan
dengan pin 7. Keluaran adalah berupa penguat daya dan pembalik isyarat. Beban
yang dipasang pada terminal 3 akan melihat apakah keluaran berada pada
+Vcc atau “Ground”, tergantung kondisi isyarat masukan. Arus beban sebesar
sampai pada harga 200 mA dapat dikontrol oleh terminal keluaraan. Beban yang
tersambung pada +Vcc akan mendapat energi saat pin 3 berubah ke “Ground”.
Beban yang terhubung ke “Ground” akan “hidup” saat keluaran berubah ke
+Vcc . Kemudian akan mati saat keluaran berubah ke “Ground”. Transistor Q 1
disebut transistor pengosongan (Discharge transistor). Keluaran flip-flop
dikenakan pada basis Q
1
. Saat flip-flop reset (positif), akan membuat Q
1
berpanjar maju. Pin 7 terhubung ke “Ground” melalui Q 1 . Saat flip-flop set
(negatif), akan membuat Q 1 berpanjar mundur. Ini akan membuat pin 7 menjadi
tak terhingga atau terbuka terhadap “Ground”. Karenanya pin 7 mempunyai dua
kondisi, terhubung singkat atau terbuka. Kita selanjutnya akan melihat bagaimana
respon rangkaian internal IC 555 sebagai sebuah multivibrator.
2.6.2. IC Astable Multivibrator
Jika digunakan sebagai astable multivibrator, IC 555 berlaku sebagai
Osilator RC. Bentuk gelombang dan frekuensi keluaran utamannya ditentukan
oleh jaringan RC. Gambar 2.6.1 memperlihatkan rangkaian astable multivibrator
menggunakan IC LM555. Biasanya rangkaian ini digunakan sebagai pembangkit
49
waktu (Time base generator) untuk rangkaian lonceng (Clock) dan pada
komputer. Pada rangkaian ini diperlukan dua resistor, sebuah kapasitor dan
sebuah sumber daya. Keluaran diambil dari pin 3. Pin 8 sebagai + Vcc dan pin 1
adalah “Ground”. Tegangan catu DC dapat berharga sebesar 5 – 15 V. Resistor RA
dihubungkan antara +Vcc dan terminal pengosongan (pin 7). Resistor RA
dihubungkan antara pin 7 dengan terminal ambang (pin 6). Kapasitor
dihubungkan antara ambang pintu dan “Ground”. Pemicu (pin 2) dan ambang
pintu (pin 6) dihubungkan bersama. Saat daya mula-mula diberikan, kapasitor
akan terisi melalui RA dan RB. Ketika tegangan pada pin 6 ada sedikit kenaikan di
atas dua pertiga Vcc, maka terjadi perubahan kondisi pada komparator 1. Ini akan
me-reset flip-flop dan keluarannya akan bergerak ke positif. Keluaran (pin 3)
bergerak ke “Ground” dan basis Q1 berprategangan maju.Q1 mengosongkan C
lewat RB ke “Ground”.
Gambar 2.6.2. Rangkaian astable multivibrator
50
Gambar 2.6.3. Bentuk gelombang pada rangkaian astable multivibrator.
Ketika tegangan pada kapasitor C turun sedikit di bawah sepertiga Vcc,
ini akan memberikan energi ke komparator 2. Antara pemicu (pin 2) dan pin 6
masih terhubung bersama. Komparator 2 menyebabkan tegangan positif ke
masukan set dari flip-flop dan memberikan keluaran negatif. Keluaran (pin 3)
akan bergerak ke harga + Vcc. Tegangan basis Q1 berpanjar mundur. Ini akan
membuka proses pengosongan (pin7). C mulai terisi lagi ke harga Vcc lewat RA
dan RB. Proses akan berulang mulai titik ini. Kapasitor C akan terisi dengan harga
berkisar antara sepertiga dan dua pertiga Vcc . Perhatikan gelombang yang
dihasilkan pada gambar 2.6.3. Frekuensi keluaran astable multivibrator
dinyatakan sebagai f = 1/T. Ini menunjukkan sebagai total waktu yang diperlukan
untuk pengisian dan pengosongan kapasitor C. Waktu pengisian ditunjukkan oleh
jarak t1 dan t3. Jika dinyatakan dalam detik t1 = 0,693 (RA + RB)C. Waktu
pengosongan diberikan oleh t2 dan t4. Dalam detik, t2 = 0,693 RB C. Dalam satu
putaran atau satu periode pengoperasian waktu yang diperlukan adalah sebesar :
T = t1 + t 2 atau T = t 3 + t 4
(2.6.1)
51
Dengan menggunakan harga t1 dan t 2 atau t 3 dan t 4 , maka persamaan
frekuensi dapat dinyatakan sebagai :
f =
1
1,44
=
T (R A + 2 RB )C
(2.6.2)
Nisbah resistansi RA dan RB sangat penting untuk pengoperasian astable
multivibrator. Jika RB lebih dari setengah harga RA , rangkaian tidak akan
berosilasi. Harga ini menghalangi pemicu untuk jatuh dari harga dua pertiga VCC
ke sepertiga VCC . Ini berarti IC tidak mampu untuk memicu kembali secara
mandiri atau tidak siap untuk operasi berikutnya. Hampir semua pabrik pembuat
IC jenis ini menyediakan data pada pengguna untuk memilih harga RA dan R B yang
sesuai terhadap harga C.
2.7. MIKROKONTROLER AT89C51
2.7.1. Konstruksi Dasar AT89C51
Keluarga mikrokontroler MCS51 adalah mikrokontroler yang paling
popular saat ini keluarga ini diawali oleh intel yang mengenalkan IC
mikrokontroler type 8051 pada awal tahun 1980-an, sampai kini telah lebih 100
macam mikrokontroler turunan 8051, sehingga terbentuklah keluarga besar
mikrokontroler dan biasa disebut MCS51. Belakangan ini pabrik IC ATMEL ikut
menambah anggota keluarga MCS51 terdiri dari dua macam yang berkaki 40
setara dengan yang asli 8051, bedanya mikrokontroler atmel berisikan flash
PEROM dengan kapasitas berlainan, AT89C51 mempunyai flash PEROM dengan
kapasitas 2KByte, AT89C52 4KByte, AT89C53 12KByte, AT89C55 20KByte
dan AT89C8253 berisikan 8 KByte flash PEROM dan 2 KByte EEPROM dan
52
yang berkaki 20 adalah AT89C2051 yang disederhanakan penyederhanaan
dilakukan dengan cara mengurangi untuk jalur input/output, kemampuan yang
lain sama sekali tidak mengalami pengurangan penyederhanaan ini dimaksud
untuk membentuk mokrokontroller yang bentuk fisiknya sekecil mengkin tapi
memiliki kemampuan sama, atmel memproduksi 3 buah mikrokontroler mini
masing-masing adalah AT89C1051 dengan kapasotas flash PEROM 1KByte,
AT89C2051 2KByte dan AT89C4051 4KByte. Di dalam sebuah IC AT89C51
selain CPU (Central Processing Unit) juga terintegrasi di dalamnya.
1. RAM (Random Access Memory) sebesar 128 Bytes. RAM merupakan
tempat menyimpan sementara, yang akan terhapus apabila sistem
mikrokontroler dimatikan.
2. ROM (Read Only Memory) sebesar 4Kbytes. ROM ini berisikan programprogram yang akan dijalankan oleh mikrokontroler. ROM hanya bisa
dibaca tidak bisa ditulis pada saat eksekusi program. Untuk menghapus
program di ROM ada berbagai cara yang disesuaikan dengan jenis ROM
tersebut.
a. Untuk UVEPROM (Ultra Violet Erasable Programmable ROM) dapat
dihapus dengan menggunakan sinar ultra violet selama kurang lebih 15
menit setelah itu UVEPROM dapat ditulis program menggunakan
EPROM programmer.
b. Untuk EEPROM (Electric Erasable Programmable ROM) dapat
dihapus dengan memberikan tegangan 5 Volt selama beberapa saat
53
pada pin tertentu, setelah itu dapat ditulis program kembali dengan
menggunakan EPROM programmer.
3. Register waktu (Timer register) sebanyak 2 buah yaitu timer 0 dan timer 1
yang masing-masing berkapasitas 16 bit. Register ini digunakan sebagai :
a. Delay atau jarak waktu sebagai contoh penggunaanya mikrokontroler
memberikan waktu kepada sebuah piranti I/O yang dikontrolnya untuk
bekerja selama rentang waktu tertentu, hal ini memerlukan delay.
b. Counter atau pencacah mikrokontroler mempunyai kemampuan untuk
mencacah (menghitung) pulsa dari luar misalnya dari signal generator.
c. Baud rate serial komunikasi yaitu tekanan transfer dapat diubah-ubah
sesuai dengan kebutuhan.
4. Port input/output. IC89C51 mempunyai 4 buah port input/output yang
dapat dikontrol sebagai I/O yaitu P0, P1, P2, dan P3. Sebuah port
mempunyai 8 pin atau 8 Bit. Meskipun semua port dapat dikontrol,
masing-masing port mempunyai fungsi yang berbeda.
a. Port 0 mempunyai fungsi sebagai port alamat dan data. Maka jika
mikrokontroler sedang mengakses alamat, P0 aktif sebagai pembawa
alamat 8 bit yang bawah (A0-A7). Ketika mengakses data bisa input
atau output port berfungsi sebagai jalur data (D0-D7).
b. Port 1 tidak mempunyai fungsi lainnya selain I/O sehingga port ini
sering digunakan untuk mengontrol piranti lain di sistem antar muka.
c. Port 2 berfungsi sebagai pembawa alamat 8 bit atas (A8-A15). Berbeda
dengan port 0, port ini tidak bersifat sebagai jalur data hanya sebagai
54
pembawa alamat. Dengan demikian jelas bahwa untuk alamat
AT89C51 menyediakan 16 bit sedangkan untuk jalur data 8 bit.
d. Port 3 mempunyai fungsi yang berbeda-beda dari setiap pinnya yaitu
™ P3.7 kaki read yang aktif mana kala sedang melakukan eksekusi
yang sifatnya membaca data.
™ P3.6 kaki write yang aktif saat melakukan eksekusi yang sifatnya
menulis data ke suatu alamat.
™ P3.5 merupakan pin yang berhubungan dengan timer register 1
™ P3.6 merupakan pin yang berhubungan dengan timer register 0
™ P3.3 dan P3.2 berhubungan dengan control intrupsi.
™ P3.1 dan P3.0 berhubungan dengan port serial.
5. Kontrol intrupsi. Intrupsi yang dilayani oleh AT89C51 dapat berasal dari
a. Piranti diluar AT89C51. Untuk intrupsi ini AT89C51 menyediakan
dua buah kontrol yaitu INT0 dan INT1 (pin 3.2 dan pin3.3).
b. Timer register baik timer 0 dan timer 1.
c. Port serial yaitu melalui tegister T1 (Transmit Interrupt) atau R1
(Receive Interrupt).
6. Port serial berfungsi untuk komunikasi serial dengan CPU lain. Sepasang
Tx (Transmitter) dan Rx (Receiver) (pin P3.1 dan P3.0).
7. Jalur Kontrol. Sebagai mikrokontroler yang berorientasi kontrol AT89C51
mempunyai pin yang berfungsi secara khusus untuk mengontrol piranti
lain untuk melakukan sebuah eksekusi atau mangakses data. Jalur kontrol
tersebut beranggotakan :
55
a. PSEN (Program Store Enable) aktif saat AT89C51 sedang mengakses
program memori dari ROM luar.
b. ALE (Address Latch Enable) aktif saat AT89C51 sedang mengakses
alamat.
c. EA (External Access) jika aktif maka AT89C51 dapat mengakses
memori luar.
d. RST (Reset) jika diaktifkan maka semua pin dan program akan
terakses dari awal lagi.
Oscillator on-chip AT89C51 sangat penting dalam menentukan
tekanan siklus mesin dari AT89C51. Oscilator ini dibangkitkan oleh kristal atau
pin dari TTL (Transistor-Transistor Logic) luar. Semakin besar frekuensi yang
dipakai oleh osilator on-chip ini semakin cepat juga kemampuan AT89C51
mengeksekusi suatu program.
Semua mikrokontroler dalam keluarga MCS51 memiliki pembagian
ruangan alamat untuk program dan data. Pemisahan memori program dan memori
data memperoleh memori data untuk diakses oleh alamat 8bit. Sekalipun
demikian, alamat data memori 16bit
dapat dihasilkan melaui register DPTR
(Data Pointer Register). DPTR adalah suatu register untuk mengakses suatu
alamat eksternal (diluar chip AT89C51) dengan lebar 16bit. Untuk memori
program, pada AT89C51 sudah terintegrasi di dalamnya. Memori program berisi
vektor
interupsi
dan
kode-kode
program yang
ingin
dijalankan
oleh
mikrokontroler. Vektor interupsi mengarahkan eksekusi ke lokasi memori
program tertentu ketika terjadi interupsi.
56
Register bank R0-R7 dapat digunakan untuk program pengulangan dan
pengalamatan secara tidak langsung (hanya R0 dan R1). Bank register yang
berjumlah tujuh buah ini dapat dipilih yang aktif dengan mengatur pada bit 3 dan
bit 4 pada PSW (Program Status Word) memori data umum terdiri dari byte yang
dapat diakses secara bit dan byte memori yang tidak dapat. Untuk memori umum
internal beralamat 20H-7FH.
2.8. TRANSFORMATOR
2.8.1. Teori Dasar
Pada dasarnya transformator merupakan suatu komponen pasif dengan
empat ujung. Sepasang ujung disebut primer dan sepasang ujung lainnya disebut
sekunder. Transformator digunakan untuk mengubah tegangan bolak-balik pada
sekunder dengan menggunakan fluks magnetic. Transformator juga digunakan
untuk transformasi atau mengubah impedansi. Skema transformator dan
simbolnya ditunjukkan pada gambar 2.8.1.
Fluks magnet
.
1
3
Primer
.
1
3
Sekunder
2
4
4
2
(a)
(b)
Gambar 2.8.1. (a) Skema transformator berinti besi
(b) Simbol transformator
57
Transformator digunakan dalam elektronika untuk menurunkan
tegangan bolak-balik atau menaikkan tegangan bolak-balik listrik PLN,
transformator semacam itu disebut transformator daya. Di dalam elektronika,
transformator ada yang digunakan untuk menyampaikan sinyal dari penguat daya
kepada beban, misalnya suatu pengeras suara. Transformator semacam ini disebut
transformator keluaran. Transformator ini digunakan untuk pengubahan
impedansi. Inti besi pada transformator digunakan untuk primer sebanyak
mungkin menembus kumparan sekunder. Dengan demikian perubahan fluks yang
disebapkan oleh arus primer akan menimbulkan tegangan gerak listrik induksi
pada kumparan sekunder.
2.8.2. Prinsip Kerja Transformator
Prinsip kerja transformator berdasarkan elektromagnet. Untuk
memahami prinsip kerja tersebut dapat dilihat gambar 2.8.2 di bawah ini :
Fluks magnet ∅
→ I1
1
N1
lilitan
E1
E1 = E1 2 cos ωt
→ I2
3
N2
lilitan
2
E2
RL
4
Gambar 2.8.2. Transformator ideal.
Menurut hukum induksi faraday, nilai fluks magnetik I berubah dengan waktu,
karena itu akan timbuk tegangan gerak listrik :
E=N
d∅
dt
(2.8.1)
58
Untuk kumparan primer dengan N1 lilitan, E1 = N 1
sekunder E 2 = N 2
atau E 2 =
d∅
, dan untuk kumparan
dt
d∅
d∅ E1 E 2
=
=
terbukti bahwa
dt
N1 N 2
dt
N2
E1
N1
(2.8.2)
untuk transformator penurunan tegangan N2 < N1,
dan jika didefinisikan
jadi E 2 =
N2
=n
N1
(2.8.3)
E1
sebagai contoh, jika E = 110V (PLN), tegangan sekunder E = 12V,
n
N1
110V
=n=
= 9 jadi, jumlah lilitan primer harus 9 kali jumlah lilitan
12V
N2
sekunder.
Misalkan pada gambar 2.8.2 arus yang ditarik dari sumber pada
kumparan primer adalah I1, sedangkan arus yang ditarik dari kumparan primer
pada kumparan sekunder adalah I2. daya yang ditarik dari kumparan sekunder
tidak akan lebih besar daripada daya yang disampaikan oleh kumparan primer,
karena transformator adalah komponen pasif. Sebetulnya pada transformator
banyak terjadi rugi daya. Rugi daya pada transformator disebapkan oleh daya
joule yang besar pada konduktor oleh arus primer, atau sekunder atau arus pusar
pada inti transformator. Untuk mengurangi arus pusar, inti dibuat dari lempenglempeng besi yang diisolasi satu dari yang lainnya. Rugi daya yang lain
bersumber dari histeris yang terjadi pada pemagnetan inti oleh arus bolak-balik
yang mengalir pada kumparan primer maupun sekunder. Jika rugi daya diabaikan:
59
daya pada kumparan primer P1 = E1. I1 harus sama dengan daya pada kumparan
sekunder P2 = E2.I2, atau : E1I1 = E2I2
Oleh karena E 2 =
(2.8.4)
E
E1
, jadi : I 2 = 1 I 1 = nI 1
E2
n
(2.8.5)
Persamaan 2.8.5 dapat diartikan bahwa jika tegangan sekunder
menjadi n kali lebih kecil, arus yang dapat ditarik dari kumparan sekunder
mempunyai nilai n kali lebih besar dari pada arus primer.
Impedasnsi dilihat dari kumparan primer kearah sumber adalah
Z1 =
E1
sedangkan impedansi dilihat dari keluaran kumparan sekunder adalah :
I1
Z2 =
E2
E
E
Z
= 1 = 21 = 1
n
I2
n I1 n2
I1n
(2.8.6)
Persamaan 2.8.6 dapat diartikan sebagai berikut :
Impedansi Z1 yang tampak dari kumparan primer jika melihat ke arah
sumber, akan tampak mempunyai nilai sebesar
Z1
jika dilihat dari keluaran
n2
sekunder, untuk transformator penurunan tegangan. Sebaliknya, persamaan 2.8.6
dapat ditulis sebagai :Z1 = n2Z2
(2.8.7)
Hubungan terakhir ini dapat diartikan sebagai berikut : impedansi Z2
yang dilihat dari keluaran kumparan sekunder kea rah beban bila dilihat dri
masukan kumparan primer tampak mempunyai nilai n2Z2 untuk transformator
penurun tegangan.
Persamaan 2.8.6 dan 2.8.7 adalah dasar penggunaan transformator
untuk transformator impedansi dalam memperoleh kesesuaian impedansi.
60
Suatu transformator daya biasanya mempunyai lebih dari dua ujung
keluaran seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.8.3.
9V
110V
CT
9V
Gambar 2.8.3. Simbol transformator dengan sekunder
yang mempunyai banyak sadapan.
Suatu ujung yang dihubungkan dengan tempat tertentu pada lilitan
sekunder disebut tap. Center tap yang ada di tengah-tengah kumparan disebut
disebut sadapan pusat, ditulis sebagai CT. Jika diukur terhadap CT, tegangan di
atas CT berlawanan fasa dengan tegangan yang ada di bawah CT.
Pada gambar 2.8.3, VCB(t) dan mempunyai amplitudo sama akan tetapi
berlawanan fasa. Jika diukur dengan voltmeter ac, Vdb akan menunjukkan nilai
18V nilai tegangan yang tertulis pada transformator adalah nilai rms.
Transformator daya dengan CT lebih lower daripada tanpa CT. suatu
transormator daya biasanya dinyatakan dengan tegangan sekunder yang tersedia
serta arus sekunder maksimum yang dapat diambil dari kumpran sekunder tanpa
menyebapkan jatuh tegangan sekunder oleh arus beban. Suatu transformator daya
dengan keluaran 9V, 3A berarti jika ditarik arus hingga 3A, tegangan keluaran
tetap bertahan pada 9V. Pada kenyataannya sering kali didapatkan tegangan
keluarannya telah jatuh 50% walaupun baru ditarik arus beban setengah dari pada
arus yang tertulis pada transformator. Biasanya kemapuan arus yang tertulis
berlaku untuk tegangan sekunder yang terendah.
61
Suatu transformator yang berkualitas baik mempunyai tegangan
keluaran yang bertahan walaupun di bebani arus sesuai dengan spesifikasi. Ini
berhubungan erat dengan impedansi keluaran transformator, yang selanjutnya
berhubungan dengan hambatan jenis kawat lilitan dan diameter kawat kumparan
yang digunakan. Dalam membuat transformator mula-mula harus ditentukan
berapa besar daya yang ditarik dari kumparan sekunder, serta berapa besar
tegangan sekunder dan primernya. Dalam prakteknya orang menggunakan inti
seperti pada gambar 2.8.4.
Fluks magnetik
(a)
Penampang inti
(b)
Gambar 2.8.4. (a) Bagan transformator daya
(b) Bentuk inti yang dibuat dari lempeng besi berbentuk I dan E
Kemampuan daya transformator menentukan luas penampang inti A,
yaitu menurut hubungan :
A = 1,25 X P1/2cm2
Dengan P = daya (watt)
(2.8.8)
62
Jumlah lilitan primer N1 dan sekunder N2 ditentukan dari hubungan :
N1 N 2 N
2.10 8
=
=
=
E1 E 2 V 2πfBmaks A
(2.8.9)
Dengan :
f = Frekuensi
A = Luas penampang inti
Bmaks = Induksi magnet maksimum (gauss) yang disebapkan oleh arus
primer dan sekunder.
2.9. KONDUKTOR DAN KABEL
2.9.1. Pengertian Konduktor
Konduktor (yang baik) adalah logam yang mempunyai konsentrasi
elektron bebas n = 107el/m3. Secara teknis, konduktor adalah inti massif atau
serabut yang bersifat sebagai penghantar, terbuat dari tembaga olahan yang lentur,
telanjang atau dilapisi, diisolasi dan diproteksi. Kabel adalah kumpulan konduktor
listrik tertentu dan secara mekanik terikat satu sama lain.
2.9.2. Jenis-Jenis Konduktor Dan Kabel
a) konduktor telanjang untuk pengawatan (wiring) dan lilitan (winding).
Konduktor ini dapat berbentuk kawat atau pita terdiri dari tembaga
telanjang atau dilapisi. Konektornya terbuat dari tembaga atau kuningan.
b) Konduktor dengan isolasi untuk lilitan (diameter inti 5/100 sampai dengan
2mm) konduktor ini dapat berupa kawat yang diberi email dengan isolasi
varnis yang lentur atau kawat tertutup yang diisolasi dengan satu atau dua
lapis tekstil (sutra, katun, nilon).
63
c) Konduktor dengan isolasi untuk hubungan permanent. Terdiri dari inti
massif atau serabut (diameter 0,5 sampai dengan 3mm). isolasi dan
proteksi mekanik, dan penutup yang lentur dari pita tekstil yang
diimpregnasi varnis resin sebagai proteksi.
d) Konduktor dengan isolasi untuk hubungan sementara. Terdiri dari inti
serabut ditunjang oleh kekuatan lentur dan puntir (diameter 9/10 sampai
dengan 16/10mm).
e) Kabel dengan pelindung terhadap medan listrik eksternal. Terdiri dari inti
serabut, isolasi dan proteksi .
f) Kabel dengan isolasi untuk penyambungan satu sama lain terdiri dari 2
sampai 22 konduktor dengan inti serabut yang ditandai dengan pita tekstil
berwarna.
g) Kabel koaksial. Terdiri dari inti massif atau serabut (diameter 0,6 sampai
dengan 5,5 mm), konduktor periferik berbentuk anyaman dari tembaga
dilapisi atau tidak, dan dielektrik (polyetelin, vinly).
2.10. PROGRAM ASSEMBLY
2.10.1. Pengetahuan Dasar Program Assembly
Bahasa assembly adalah bahasa komputer yang kedudukannya antara
bahasa mesin dengan bahasa level tinggi misalnya Pascal atau Delphi, Delphi atau
pascal dikatakan dengan bahasa level tinggi dikarenakan memakai kata-kata
pernyataan yang mudah dimengerti manusia, meskipun jauh berbeda dengan
bahasa manusia sebenarnya, bahasa mesin adalah kumpulan kode biner yang
64
merupakan instruksi yang bisa dijalankan oleh komputer, sedang bahasa assembly
memakai bahasa Mnemonic untuk menggantikan kode biner, agar lebih mudah
diingat sehingga lebih memudahkan penulisan program.
Program yang ditulis dengan bahasa assembly terdiri dari label; kode
Mnemonic dan lain sebagainya, pada umumnya dinamakan sebagai program
sumber (source code) yang belum bisa diterima oleh processor untuk dijalankan
sebagai program tapi harus diterjemahkan dulu ke bahasa mesin dalam bentuk
kode biner.
Program sumber dibuat dengan program editor biasa misalnya notepad
pada windows selanjutnya program sumber diterjemahkan ke bahasa mesin
dengan menggunakan program assembler, hasil kerja program assembler adalah
program objek dan juga assembly listing.
Program objek berisikan kode-kode bahasa mesin, kode bahasa mesin
inilah
yang
diumpamakan
memori
program
processor,
dalam
dunia
mikrokontroler biasanya objek ini diisi ke UVPROM dan khusus untuk
mikrokontroler buatan atmel program ini diisikan ke flash PEROM yang ada di
dalam chip AT89C51 atau AT89C2051. Asemblly listing merupakan naskah yang
berasal dari program sumber, dalam naskah tersebut pada bagian sebelah setiap
baris dari program sumber diberi tambahan hasil terjemah program assembler
tambahan tersebut berupa nomor memori program berikut dengan kode yang
diisikan pada memori yang bersangkutan, naskah ini sangat berguna untuk
dokumentasi dan sarana untuk menelusuri program yang ditulis.
65
Yang perlu diperhatikan adalah setiap prosessor mempunyai
konstruksi yang berlainan, instruksi untuk mengendalikan masing-masing
prosessor juga berlainan, dengan demikian bahasa assembly untuk masing-masing
prosessor juga berlainan, yang sama hanyalah pola dasar cara penulisan program
assembly saja.
2.10.2. Struktur Program Assembly
Sarana yang ada pada program assembly sangat minim, tidak seperti
dalam bahasa pemrograman tingkat atas semuanya sudah siap pakai. Penulisan
program assembly harus menentukan semuanya, menentukan letak program yang
ditulisnya dalam memori program, membuat variable yang dipakai kerja dalam
memori data dan lain sebagainya.
2.10.3. Program Sumber Assembly
Program sumber assembly merupakan kumpulan dari baris-baris
perintah yang ditulis dengan program penyutingan teks (teks editor) sederhana,
misalnya program EDIT.COM dalam DOS atau program NOTEPAD pada
windows, kumpulan baris perintah ini biasanya disimpan didalam file dengan
ekstensi *.ASM atau nama lainya *.A5! dan lain sebagainya tergantung pada
program assembler yang akan dipakai untuk mengolah program sumber assembly
tersebut.
Setiap baris perintah merupakan sebuah perintah yang utuh, artinya
sebuah perintah tidak mungkin dipecah menjadi labih dari satu baris, satu baris
perintah bisa terdiri dari empat bagian, bagian pertama dikenal dengan nama label
atau juga sering disebut simbol, bagian kedua dikenali sebagai kode operasi
66
bagian ketiga adalah operand dan bagian terakhir atau keempat adalah komentar.
Antara bagian-bagian tersebut dipisahkan oleh sebuah spasi atau tabulator.
A. Bagian label
Label dipakai untuk memberi nama pada sebuah baris perintah agar
bisa mudah menyebutnya dalam penulisan program, label bisa ditulis apa saja
asalkan diawali dengan huruf, biasanya panjangnya huruf tidak boleh 16 buruf,
huruf berikutnya boleh merupakan angka atau tanda titik dan tanda garis bawah,
kalau sebuah baris tidak mempunyai bagian label, maka bagian ini boleh tidak
ditulis namun spasi atau tabulator sebagai pemisah antara label dan bagian
berikutnya mutlak tetap harus ditulis. Bagian label sering juga disebut bagian
simbol, hal ini terjadi kalau label tersebut tidak dipakai untuk menandai bagian
data.
B. Bagian kode operasi
Kode operasi merupakan bagian perintah yang harus dikerjakan, dalam
hal ini dikenal dua macam kode operasi, yang pertama adalah kode operasi untuk
mengatur kerja mikroprosessor atau mikrokontroler, jenis kedua dipakai untuk
mengatur kerja program assembler, sering dinamakan assembler directive.
Kode operasi berbentuk mnemonic tidak dikenal mikroprosessor atau
mikrokontroler agar program yang ditulis dengan kode mnemonic bisa dipakai
untuk mengendalikan processor, program semacam itu diterjemahkan menjadi
program yang dibentuk dari kode operasi kode biner yang dikenali oleh
microprocessor atau mikrokontroler dan selanjutnya tugas penerjemahan
dilakukan oleh program yang dinamakan sebagai program assembler.
67
C. Bagian operand
Operand merupakan pelengkap bagian kode operasi, namun tidak
semua kode operasi memerlukan operand, dengan demikian bisa terjadi sebuah
baris perintah hanya terdiri dari kode operasoi tanpa operand sebaliknya ada pula
kode operasi yang perlu lebih dari satu operand dalam hal ini antara operand satu
dengan yang lain dipisahkan dengan tanda koma.
Disamping itu operand bisa berupa persamaan matematis sederhana
atau persamaan booelan, dalam hal semacam ini program assembler akan
menghitung nilai dari persamaan-persamaan dalam operand, selanjutnya merubah
hasil perhitungan tersebut ke kode biner yang dimengerti oleh prosesor, jadi
perhitungan didalam operand dilakukan oleh program assembler bukan oleh
prosessor.
D. Bagian komentar
Merupakan cacatan-catatan penulis program, bagian ini meskipun
tidak mutlak diperlukan tapi sangat membantu masalah dokumentasi, membaca
komentar-komentar pada setiap baris perintah, dengan mudah dimengerti maksud
tujuan baris bersangkutan, hal ini sangat membantu orang lain yang membaca
program.
Pemisah bagian komentar dengan bagian sebelumnya adalah tanda
spasi atau tabulator, meskipun demikian huruf pertama dari komentar seringsering berupa tanda titik koma merupakan tanda pemisah khusus untuk komentar,
dan untuk keperluan dokumentasi yang intensif sering-sering sebuah baris yang
68
merupakan komentar saja, dalam hal ini huruf pertama dari baris yang
bersangkutan adalah titik koma.
BAB III
ANALISA / PEMBAHASAN TUGAS AKHIR
3.1. TUJUAN
Perancangan disini sangatlah penting dan dibutuhkan dimana
sesuatunya yang berhubungan dengan alat yang akan dibuat haruslah dipersiapkan
dan diperhitungkan dengan teliti guna dijadikan dasar atau acuan untuk
pembuatan alat yang sebenarnya, setelah itu langkah selanjutnya adalah persiapan
penyediaan komponen-komponen juga sarana penunjang lainnya sebaik mungkin,
sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan oleh sistem yang akan dibuat.
Adapun sebelum membicarakan lebih jauh ke arah perancangan sistem
yang akan dibuat, penulis membuat diagram blok sistem kontrol kran air terlebih
dahulu sesuai dengan fungsi-fungsi dimana tiap-tiap bloknya berbeda akan tetapi
jika dipadukan dalam satu sistem maka akan memperoleh atau mendapatkan
sistem sesuai dengan yang penulis harapkan.
Jadi kesimpulan awalnya adalah dengan perencanaan yang matang
dalam hal ini baik dan benar maka untuk pembuatan alat sebenarnya tidaklah
terlalu sulit karena sudah ada acuan atau dasar perencanaan.
69
70
3.2. BLOK DIAGRAM
RANGKAIAN
CATU DAYA
RANGKAIAN PEMANCAR
INFRA MERAH
O
B
J
E
K
RANGKAIAN PENERIMA
INFRA MERAH
RANGKAIAN
INTERFACE
RANGKAIAN
SWITCHING
DISPLAY
VALVE
Gambar 3.2.1. Blok diagram sistem kontrol kran air dengan infra merah.
3.3. CARA KERJA
Disini peran rangkaian interface sangat dominan terhadap seluruh blok
yang ada, bisa dikatakan pusat pengendaliannya ada di daerah blok rangkaian
interface sedangkan peranan yang lain disini hanya sebagai sarana pendukung
yang satu sama lain saling berkaitan, untuk lebih detailnya perintah kerjanya
adalah sebagai berikut. Pada saat pertama kali perangkat ini dijalankan maka blok
pemancar infra merah aktif, dan rangkaian ini akan memancarkan sinar infra
merah secara terus-menerus, apabila terdapat benda yang menghalangi sinar infra
71
merah maka benda tersebut akan memantulkan sinar infra merah yang
dipancarkan sehingga blok rangkaian penerima infra merah akan menerima sinyal
infra merah tersebut yang selanjutnya akan memicu transistor pada blok rangkaian
penerima infra merah, sehingga dari blok penerima infra merah akan
mengeluarkan sinyal TTL yaitu berupa tegangan sebesar 5V. untuk selanjutnya
output dari blok penerima infra merah diteruskan ke blok rangkaian interface,
dimana pada blok rangkaian interface sinyal ini akan diproses yang nantinya akan
digunakan untuk sistem kontrol blok valve, di dalam ROM pada blok rangkaian
interface terdapat program yang telah didesain oleh penulis, program ini akan
merespon inputan yang ada. Pada dasarnya program yang terdapat pada blok
rangkaian interface akan bekerja apabila mendapatkan input trigger dari blok
penerima infra merah, sehingga dari blok rangkaian interface akan mengeluarkan
sinyal untuk blok tampilan (Display) pewaktuan dan sinyal output, pin output
akan bekerja pada saat pertama sinyal infra merah memberikan sinyal ke blok
rangkaian infra merah, pin output menghasilkan sinyal low untuk, sinyal low
digunakan untuk mengendalikan transistor PNP yang terdapat pada blok
rangkaian switching sehingga relay pada blok rangkaian switching akan bekerja,
relay ini digunakan untuk mengendalikan kran air. Mikrokontroler juga
mengeluarkan sinyal yang digunakan untuk blok tampilan seven segment, seven
segment digunakan untuk menampilkan waktu penundaan kran dimana tampilan
ini akan menghitung mundur setiap detiknya, hitungan mundur setiap detik telah
disetting pada input timing setting, pada saat timing menjadi “0” (nol) maka relay
akan berhenti bekerja begitu juga dengan kran air akan berhenti bekerja pula. Blok
72
rangkaian interface akan melakukan pe-reset-an terhadap blok tampilan pewaktu
setiap blok penerima infra merah mengeluarkan sinyal kepada blok rangkaian
interface jadi hitungan mundur akan dimulai pada saat tidak ada lagi objek yang
menghalangi sinar infra merah.
73
3.4. RANGKAIAN LENGKAP
74
3.5. ANALISA SISTEM
Peran mikrokontroler disini sangat dominan terhadap kinerja seluruh
rangkaian yang ada, atau bisa dikatakan pusat pengendalian ada di rangkaian
interface ini. Rancangan program yang telah disimpan pada ROM pada AT89C51,
di desain sedemikian rupa sehingga pada saat ada input, maka input akan diproses
sehingga mengahasilkan output. Pada saat pertama kali alat kita hidupkan maka
menghasilkan output berupa sinyal untuk pengendalian dan sinyal untuk tampilan
(Display). Pada saat rangkaian catu daya telah bekerja maka rangkaian ini akan
memberikan tegangan ke seluruh rangkaian. Analisa awal yang akan dilakukan
adalah pada rangkaian pemancar infra merah, rangkaian pemancar infra merah
akan bekerja setelah mendapatkan sumber tegangan dengan memancarkan secara
terus-menerus mengeluarkan gelombang infra merah dengan gelombang pembawa
(carrier) sebesar 38kHz. Frekuensi carrier ini dihasilkan oleh IC LM/NE/SE555
yang digunakan sebagai pembangkit frekuensi. Untuk memastikan dapat
dilakukan pengecekan pada pin 3 pada IC555 dimana pin ini merupakan output
dari IC555, pengecekan dapat dilakukan menggunakan osciloskop atau multimeter
yang mempunyai fungsi untuk pengukuran frekuensi, apabila frekuensi yang
dikeluarkan tidak sesuai dengan yang kita harapkan maka dapat dilakukan
pengaturan pada potensiometer (VR1). Pancaran gelombang infra merah nantinya
akan mengenai objek atau benda yang kemudian akan dipantulkan kembali, sifat
yang mudah memantul terhadap hampir semua benda yang ada merupakan
keuntungan yang dimanfaatkan dalam sistem kontrol kran ini.
75
Gelombang infra merah yang di pancarkan kemudian diterima oleh
rangkaian penerima infra merah, sehingga pada penerima infra merah akan pada
kondisi high apabila tidak menerima sinyal infra merah, sebaliknya akan pada
kondisi low apabila menerima sinyal infra merah. Sinyal low yang dihasilkan
selanjutnya diteruskan ke rangkaian interface yaitu mikrokontroler AT89C51
pada pin 3.2. Mikrokontroler mempunyai 4 buah port yaitu port 0, port 1, port 2,
port 3, pada port 0, 1, dan 2 digunakan sebagai bidirectional input/output port,
sedangkan pada port 3 selain mempunyai fungsi sebagai bidirectional port, port
ini juga bisa digunakan sebagai special functions port, dimana pada special
functions port pin 3.2 merupakan pin yang digunakan untuk mengaktifkan intrupsi
external 0 (INT0), apabila pin 3.2 medapatkan inputan low maka program di
dalam mikrokontroler akan bereaksi dengan mejalankan interrupt service routine.
Sinyal low yang dihasilkan oleh penerima infra merah yang kemudian diteruskan
ke IC AT89C51 pada pin 3.2 mengaktifkan sinyal intrupsi, sehingga
mikrokontroler akan bereaksi dengan menjalankan program interrupt service
routine yang telah didesain sebelumnya dimana program tersebut telah tersimpan
pada IC AT89C51, mikrokontroler mengirimkan sinyal low ke port 2.0 dan
memberikan sinyal pewaktu ke port 1, port 1 pada mikrokontroler disambungkan
ke seven segment yang akan menampilkan hitungan mundur, tampilan pewaktu
dapat kita atur dengan cara pengaturan switch yang tersambung ke port 0, angka
yang tampak pada tampilan akan berkurang perdetik dan akan terus mengulang
atau reset setiap kali port 3.2 mendapatkan inputan low. Sinyal yang dikeluarkan
oleh mikrokontroler pada port 2.0 digunakan oleh rangkaian switching, dimana
76
sinyal low yang dikeluarkan mikrokontroler pada port 2.0 digunakan untuk
memberikan sinyal ke transistor PNP yang terdapat pada rangkaian switching,
apabila sinyal yang didapatkan high diberikan maka transistor tidak akan bereaksi
sebaliknya apabila sinyal low yang diberikan maka transistor akan bekerja.
Transistor ini digunakan untuk mengendalikan relay yang bisa digunakan untuk
peralatan lain yang mempunyai tegangan 220VAC.
77
3.6. SOFTWARE FLOW CHART
MULAI
INISIALISASI
INTRUPTSI
EXTERNAL’0’
PEMROSESAN
DATA
OUTPUT TAMPILAN
DAN
OUTPUT SINYAL
78
Pada perancangan dan realisasi sistem kontrol kran air dibutuhkan
beberapa bagian yaitu :
1. Alur program pada AT89C51.
2. Rangakaian catu daya.
3. Rangkaian interface.
4. Rangkaian switching.
5. Rangkaian Pemancar infra merah.
6. Rangkaian penerima infra merah.
Berikut ini beberapa penjelasan bagian yang dibutuhkan agar sistem bisa bekerja.
3.7. ALUR PROGRAM PADA AT89C51
Program digunakan untuk IC mikrokontroler AT89C51, listing
program yang penulis rancang merupakan listing program dalam bentuk bahasa
assembly. Program akan bekerja pada saat mendapatkan interrupt dari P3.2,
dimana pin ini selain sebagai bidirectional port juga sebagai special function port,
port ini bisa bekerja sebagai special function port karena telah di set pada register
IE (Interrupt Enable) yang terdapat pada IC AT89C51 yaitu pada perintah MOV
IE,#81H pada listing program assembly diatas, perintah tersebut juga bisa
diartikan aktifkan intrupsi untuk P3.2 atau IE0.
Pada saat mikrokontroler mendapatkan sinyal yang masuk pada P3.2,
dimana interrupt akan aktif saat mendapatkan sinyal low, masukan ini membuat
mikrokontroler melakukan sejumlah perintah yaitu menghidupkan pin output
yaitu pada P2.0 dengan memberikan sinyal low, kemudian mikrokontroler akan
79
memulai untuk melakukan pewaktuan terhadap kerja pin output setelah
mendapatkan sinyal, pewaktuan dapat diseting dengan merubah posisi DIP switch
yang ada pada P0. mikrokontroler juga mengirimkan data pada P1, dimana pada
P1 mikrokontroler menampilkan pewaktuan dalam bentuk display yang bisa
dilihat langsung yaitu dengan menggunakan seven segment. Mikrokontroler akan
melakukan hitungan mundur sesuai dengan seting pada P1, mikrokontroler akan
terus melakukan pe-reset-an kepada tampilan di P1 apabila masih ada sinyal yang
masuk dari P3.2. Output akan berhenti bekerja pada saat hitungan mundur dari
tampilan telah mencapai 0.
3.8. RANGKAIAN CATU DAYA
T1
220VAC
9VAC
D1
D2
U1 LM78L05ACZ
1N4001
VCC
1N4001
1
D3
1N4001
D4
IN
OUT
GND
2
Trans
1N4001
4700uF/16V
C1
3
4700uF/16V
C2
GROUND
Gambar 3.8.1. Rangkaian catu daya.
Rangkaian diatas merupakan rangakaian catu daya, dimana rangkaian
ini bertugas memberikan supply daya kepada seluruh rangkaian kontrol yang
nantinya digunakan. Prinsip kerja rangkaian diatas adalah dengan mengubah
80
tegangan 220VAC (PLN) menjadi 5VDC, dengan cara kerja pada saat tegangan
masuk ke kumparan primer pada transformator T1 kemudian terjadi fluks magnet
sehingga menyebapkan terjadinya tegangan pada lilitan sekunder, dimana
tegangan yang keluar pada lilitan sekunder sama dengan perbandingan pada lilitan
primer dengan sekunder, sehingga tegangan keluar pada lilitan sekunder sebesar
9VAC, tegangan yang keluar ini mempunyai ampere sesuai dengan transformator
yang digunakan. Kemudian tegangan 9VAC dirubah ke tegangan DC,
dikarenakan diperlukan tegangan DC untuk men-supply tegangan pada seluruh
rangkaian kontrol, bentuk sinyal AC pada input dan output sama, seperti pada
gambar 3.8.2.
Gambar 3.8.2. Bentuk tegangan AC
Spectrum frekuensi pada osciloskop terlihat sama pada input dan
output, namun sebenarnya terdapat perbedaan yaitu pada amplitudonya, untuk
81
tegangan input pada lilitan primer (Gambar 3.8.2) dengan Volt/Div = 100V dan
Time/Div = 3mS, sehingga mendapatkan tegangan 220VAC/50Hz dan untuk
output pada lilitan sekunder dengan volt/div = 5V dan Time/Div = 3mS sebesar
10VAC/50Hz. Model transformator seperti ini biasa disebut dengan step down
transformer, disebut demikian karena transformator ini bertugas menurunkan
tegangan. Tegangan yang keluar dari lilitan sekunder pada transformator
selanjutnya diteruskan ke dioda yang digunakan sebagai penyearah yaitu dengan
menggunakan bridge diode, untuk lebih memahami bagaimana dioda bridge
bekerja dapat dilihat pada BAB II landasan teori tentang dioda sebagai penyearah.
Tegangan keluar dari dioda bridge dapat dilihat pada gambar 3.8.3. Dengan
Volt/Div = 5V dan Time/Div = 5mS sehingga tegangan terbaca 10VDC.
Gambar 3.8.3. Tegangan DC setelah melalui Dioda Brigde.
82
Kemudian tegangan yang keluar dari dioda diberikan ke kapasitor
elektrolit (C1) sebesar 4700μF/16V, tegangan yang dimasukkan ke dalam
kapasitor akan dihaluskan dan difilter oleh kapasitor, sehingga bentuk spectrum
frekuensi pada osciloskop dapat dilihat pada gambar 3.8.4. Dengan Volt/Div = 5V
dan Time/Div = 5mS sehingga tegangan terbaca 10VDC.
Gambar 3.8.4. Tegangan setelah melalui kapasitor (C1).
Dikarenakan tegangan yang keluar dari dioda penyearah masih dalam
kisaran tegangan 10VDC, maka diperlukan suatu komponen elektronika yang
digunakan untuk menurunkan tegangan menjadi 5VDC, dalam rangkaian catu
daya ini penulis menggunakan IC Voltage regulator 7805 (U1), tegangan keluar
dari IC7805 akan terlihat seperti gambar 3.8.5. Dengan Volt/Div = 5V dan
Time/Div = 5mS sehingga tegangan terbaca 5VDC
83
Gambar 3.8.5. Tegangan keluar dari IC7805
Tegangan yang keluar dari IC7805 dapat langsung digunakan untuk
memberikan power kepada seluruh rangkaian, namun untuk lebih menghaluskan
dapat diberikan kapasitor (C2) tambahan yang bertujuan untuk lebih
menghaluskan lagi, sehingga tegangan rimple sangat kecil. Keadaan ini
diperlukan karena perangkat digital sangat rawan terhadap gangguan noise.
84
3.9. RANGKAIAN INTERFACE
10
9
8
5
4
2
3
7
a
b
c
d
e
f
g
DP
A
A
VCC
1
6
DISPLAY
U1
S2
1
2
3
4
5
6
7
8
VCC
R1
S1
SW-PB
P1.0
P1.1
P1.2
P1.3
P1.4
P1.5
P1.6
P1.7
10K
10
11
12
13
C3
14
15
16
10uF/16V 17
P3.0 (RXD)
P3.1(TXD)
P3.2 (INT0)
P3.3 (INT1)
P3.4 (T0)
P3.5 (T1)
P3.6 (WR)
P3.7 (RD)
9
RESET
C1
2
33pF
18
19
XTAL2
XTAL1
P2.0(ADD8)
P2.1(ADD9)
P2.2(ADD10)
P2.3(ADD11)
P2.4(ADD12)
P2.5(ADD13)
P2.6 (ADD14)
P2.7 (ADD15)
VCC
PSEN
ALE/PROG
EA/VPP
GND
1
X1
C2
33pF
P0.0 (ADD0)
P0.1 (ADD1)
P0.2 (ADD2)
P0.3 (ADD3)
P0.4 (ADD4)
P0.5 (ADD5)
P0.6 (ADD6)
P0.7 (ADD7)
39
38
37
36
35
34
33
32
21
22
23
24
25
26
27
28
1
2
3
4
5
6
7
8
16
15
14
13
12
11
10
9
SW-DIP8
OUTPUT
VCC
40
29
30
31
20
AT89C51
11,0592MHz
Gambar 3.9.1. Rangkaian Interface.
Rangkaian interface diatas terdiri dari beberapa bagian dimana setiap
bagian tersebut merupakan suatu rangkaian pendukung yang memiliki fungsi
tertentu, dimana rangkaian pendukung tersebut diperlukan AT89C51 agar dapat
bekerja dengan baik.
85
Rangkaian pendukung untuk kinerja mikrokontroler tersebut yaitu :
1. Rangkaian reset.
VCC
R1
S1
SW-PB
10K
C3
10uF/16V
Gambar 3.9.2. Rangkaian reset.
Rangkaian reset merupakan suatu rangkaian yang diperlukan
mikrokontroler untuk melakukan pe-reset-an, dimana pada saat mikrokontroler
mengalami keadaan yang biasa kit sebut dengan hang atau macet, maka tombol
yang terdapat pada rangkaian reset bisa ditekan untuk mengembalikan
mikrokontroler pada keadaan awal dihidupkan. Rangkaian reset yang digunakan
merupakan rangkaian reset sederhana dimana masukan pada pin 9 dari
mikrokontroler ini akan aktif pada saat keadaan input high, pada saat tombol reset
(S1) kita tekan maka akan terjadi pulsa transisi dari rendah ke tinggi yang
digunakan oleh mikrokontroler sebagai sinyal untuk me-reset, dan rangkaian reset
diatas biasa disebut power on reset.
86
2. Rangkaian osilasi mikrokontroler.
33pF
2
C1
33pF
1
X1
C2
11,0592MHz
Gambar 3.9.3. Rangkaian osilasi mikrokontroler.
Mikrokontroler memerlukan sebuah gelombang osilasi untuk bekerja,
AT89C51 memberikan internal oscillator (on chip oscillator), dimana ini
merupakan salah satu keistimewaan yang dimiliki AT89C51, dengan adanya
internal oscillator maka kita tidak perlu lagi menambahkan rangkaian osilasi luar
atau external oscillator. Rangkaian pada gambar 3.9.3 digunakan sebagai sumber
clock oleh CPU yang terdapat pada mikrokontroler. Untuk menggunakan internal
oscillator maka kita memerlukan sebuah rangkaian resonansi yang terbentuk dari
komponen kristal (X1) atau keramik resonator yang dipadukan dengan dua buah
kapasitor yang dihubungkan ke ground seperti gambar 3.9.3. Kemudian rangkaian
resonator dipasangkan antara pin 18 (XTAL1) dan pin 19 (XTAL2). Rangkaian
osilasi diatas dapat menggunakan kristal dengan frekuensi antara 6MHz sampai
24MHz, sedangkan untuk kapasitor dapat menggunakan kapasitor milar dengan
nilai antara 27pF sampai 33pF.
87
3. Pengaturan pewaktu (Time setting).
Pada P0 terdapat beberapa kaki yaitu P0.0, P0.1, P0.2, P0.3 yang
dihubungkan ke sebuah saklar berderet atau DIP switch (S2), saklar ini digunakan
untuk memberikan pengaturan pewaktuan dimana seluruh sinyal yang ada pada
port tersebut akan digunakan sebagai faktor pengali untuk berapa detik rangkaian
pensaklaran bekerja setelah sinyal terakhir diterima oleh mikrokontroler.
S2
1
2
3
4
5
6
7
8
16
15
14
13
12
11
10
9
SW-DIP8
Gambar 3.9.4 Pengaturan pewaktu.
4. Tampilan (Display)
10
9
8
5
4
2
3
7
a
b
c
d
e
f
g
DP
A
A
VCC
1
6
DISPLAY
U1
Gambar 3.9.5. Tampilan.
88
Pada bagian tampilan atau display penulis menggunakan seven
segment common anode, dimana sinyal low akan membuat led pada seven
segment hidup. Tampilan digunakan untuk memberikan tampilan berupa angka
yang akan menghitung mundur setiap detiknya sesuai dengan pengaturan
pewaktu.
3.10. RANGKAIAN PENSAKLARAN (SWITCHING).
K1
VCC
2
1
3
COMMON
4
R1
OUTPUT
D1
4K7
1N4001
5
Relay
INPUT
R2
Q1
C9012
1K
Gambar 3.10.1. Pensaklaran (Switching).
Pada gambar 3.10.1 sebuah transistor digunakan untuk fungsi
pensaklaran, dimana rangkaian ini tidak akan bekerja pada saat mikrokontroler
memberikan tegangan high pada input dari rangkaian switching, ini disebapkan
karena transistor yang digunakan merupakan transistor tipe PNP, pada saat
tegangan high maka transitor akan meneruskan tegangan tersebut ke ground
sehingga tidak terjadi beda potensial antara titik kolektor dan basis dari transistor
(Q1), namun sebaliknya apabila input menjadi low maka tegangan akan mengalir
dari kaki kolektor ke basis sehingga terdapat beda potensial sehingga transistor
89
bekerja dan relay bekerja juga. Dengan kata lain rangkaian switching ini bekerja
dengan menggunakan tegangan low atau active low.
3.11. RANGKAIAN PEMANCAR INFRA MERAH.
R9
390R
R8
470R
VCC
D2
D3
1N4148
1N4148
D4
PWR IND
R10
R1
3K3
U2
1K8
8
Q1
7
R2
MMBT3906
Q2
MMBT3906
R7
1K
U1A
1K8
R4
1
3
3
2
2K2
R3
10R
ISAI6200
R11
R6
47K
47K
1
4
VR1
74AC00PC
1K
JP2
R5
1
2
3
GND
5
1
2
3
VCC
JP5
OUT
4
6
5
2
6
JP1
D1
DISC
RST
THR
CVOLT
TRIG
LM555CJ
U1B
74AC00PC
VCC
1
2
C3
10nF
47K
10
JP3
U1D
1
2
3
8
9
74AC00PC
13
JP4
U1C
11
12
1
2
3
74AC00PC
Gambar 3.11.1 Rangkaian pemancar infra merah.
Rangkaian pemancar gelombang infra merah merupakan alat yang
digunakan sebagai sensor dalam tugas akhir ini, dengan demikian rangkaian ini
memiliki peran yang sangat penting dalam proses pengendalian. Tugas utama
rangkaian ini adalah sebagai sebuah rangkaian yang menghasilkan gelombang
infra merah, dimana gelombang infra merah yang dihasilkan akan digunakan
untuk mendeteksi objek atau benda, didalam rangkaian ini gelombang infra merah
dipancarkan dengan frekuensi carrier sebesar 38KHz, frekuensi carrier ini
90
dihasilkan dari sebuah IC timer 555 yang digunakan sebagai astable
multivibrator. Pada rangkaian pemancar gelombang infra merah terdapat jumper
yang dapat diatur disesuaikan dengan kebutuhan dan keperluan pengguna. Untuk
keperluan tugas akhir ini penulis menggunakan pengaturan jumper seperti
dibawah ini :
™ Untuk J1 pada posisi pin 2 dan pin3 terhubung.
™ Untuk J2 pada posisi pin 1 dan pin2 terputus.
™ Untuk J3 pada posisi pin 2 dan pin3 terhubung.
™ Untuk J4 pada posisi pin 2 dan pin3 terhubung.
Dengan keadaan jumper seperti diatas, maka kinerja pemancar akan
dimulai setelah kaki input pada pemancar infra merah medapatkan logika high,
keadaan ini juga akan meng-aktif-kan pembangkit frekuensi carrier.
Rangkaian pemancar gelombang infra merah memiliki beberapa
spesifikasi, yaitu :
1. Rangkaian ini menggunakan tegangan kerja sebesar 5VDC.
2. Frekuensi carrier sebesar 38KHz yang dihasilkan oleh rangkaian IC555
yang digunakan sebagai astable multivibrator.
3. Panjang gelombang puncak sebesar 940nM
4. Sudut pancaran sebesar 170.
5. Jarak maksimum yang teruji pada sudut 00 adalah 16M
6. Terdapat 2 mode output yang bisa digunakan yaitu inverting dan noninverting.
91
3.12. RANGKAIAN PENERIMA INFRA MERAH
VCC
VCC
R1
R3
47OHM
4K7
R2
IR1
10K
C?
100uF/16V
D1
6V2
Q1
10K
MMBT3904
1
2
TSOP4838
R4
JP2
VCC
JP1
1(OUT)
2
3(OUT)
4
MHDR1X4
Gambar 3.12.1. Rangkaian penerima infra merah.
Rangkaian penerima infra merah merupakan sebuah rangkaian
sederhana yang digunakan untuk menerima gelombang infra merah. Setelah
gelombang infra merah yang terpancar dipantulkan oleh benda, pantulan
gelombang infra merah ini kemudian diterima oleh penerima gelombang infra
merah, ini merupakan tugas utama rangkaian ini dalam sistem kontrol pada tugas
akhir ini. Rangkaian penerima gelombang infra merah dapat menerima pancaran
gelombang infra merah dengan frekuensi carrier sebesar 38KHz. Dimana
selanjutnya keluaran dari penerima gelombang infra merah akan digunakan
sebagai sinyal pengontrol. Pada rangkaian ini terdapat jumper (J2) yang
digunakan untuk mengendalikan sinyal output dengan konfigurasi sebagai berikut
:
92
™ Apabila J2 tidak terhubung maka output yang dapat digunakan adalah pin
OUT dengan keluaran high pada saat menerima gelombang infra merah.
™ Apabila J2 terhubung maka output yang dapat digunakan adalah pin OUT
dengan keluaran low saat menerima gelombang infra merah.
Rangkaian penerima gelombang infra merah memiliki spesifikasi, yaitu :
1. Rangkaian ini menggunakan tegangan kerja sebesar 5VDC.
2. Frekuensi carrier sebesar 38KHz yang dihasilkan oleh rangkaian IC555
yang digunakan sebagai astable multivibrator.
3. Panjang gelombang puncak sebesar 950nM
4. Sudut pancaran sebesar 450.
5. Terdapat 2 mode output yang bisa digunakan yaitu inverting dan noninverting.
BAB IV
IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN
Dalam bab implementasi dan pengujian ini penulis mencoba
melakukan beberapa pengujian rangkaian yang diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Pengujian rangkaian catu daya
2. Pengujian rangkaian interface
3. Pengujian rangkaian switching
4. Pengujian rangkaian pemancar infra merah
5. Pengujian rangkaian penerima infra merah
Dari pengujian rangkaian-rangkaian diatas penulis menarik suatu
kesimpulan yang dirangkum dalam hasil analisa.
4.1. PENGUJIAN RANGKAIAN CATU DAYA
Dalam setiap pembuatan rangkaian elektronika selalu membutuhkan
suatu rangkaian catu daya, dimana rangkaian ini digunakan sebagai pen-supply
power atau tegangan ke suatu rangkaian elektronika. Rangkaian catu daya ini
merupakan juga suatu rangkaian yang digunakan untuk merubah tegangan tinggi
AC ke tegangan rendah DC yaitu tegangan 220VAC dirubah menjadi tegangan
5VDC atau biasa kita sebut dengan VCC, dimana penulis rangkaian ini
menghasilkan tegangan yang benar-benar stabil.
93
94
Pada saat rangkaian dihubungkan ke tegangan 220V, kemudian
dilakukan analisa dengan cara melakukan pengecekan pada tiap-tiap titik pada
rangkaian catu daya, ini dilakukan untuk mengetahui apakah rangkaian bisa
bekerja.
c
T1
d
220VAC
9VAC
D1
D2
U1 LM78L05ACZ
1N4001
Trans
1
D3
D4
IN
OUT
GND
3
b
1N4001
2
a
VCC e
1N4001
1N4001
4700uF/16V
4700uF/16V
C1
C2
GROUND
Gambar 4.1.1. Titik pengecekan pada rangkaian catu daya.
• Pada titik ‘a’ dilakukan pengecekan dengan menggunakan osciloskop,
pengecekan pada titik ini digunakan untuk mengetahui bentuk tegangan
masukan dari transformator, hasil pengukuran pada titik ini ditampilkan
pada gambar 4.1.2. Dengan Volt/Div = 100VAC dan Time/Div = 3mS
sehingga tegangan terbaca 220VAC/50Hz.
95
Gambar 4.1.2. Hasil pengecekan pada titik ‘a’.
• Pengecekan yang kedua dilakukan pada titik ‘b’ dengan menggunakan alat
ukur osciloskop, pengecekan pada titik ini digunakan untuk mengetahui
bentuk tegangan keluaran dari transformator, hasil pengukuran pada titik
ini ditampilkan pada gambar 4.1.3. Dengan Volt/Div = 5V dan Time/Div =
3mS sehingga tegangan terbaca 10VAC/50Hz.
96
Gambar 4.1.3. Hasil pengecekan pada titik ‘b’.
• Pengecekan yang ketiga dilakukan pada titik ‘c’ dengan menggunakan alat
ukur osciloskop, pengecekan pada titik ini digunakan untuk mengetahui
bentuk tegangan keluaran setelah disearahkan oleh Dioda Bridge, hasil
pengukuran pada titik ini ditampilkan pada gambar 4.1.4. Dengan Volt/Div
= 5V dan Time/Div = 5mS sehingga tegangan terbaca 10VDC.
97
Gambar 4.1.4. Hasil pengecekan pada titik ‘c’.
• Pengecekan yang keempat dilakukan pada titik ‘d’ dengan menggunakan
alat ukur osciloskop, pengecekan pada titik ini digunakan untuk
mengetahui bentuk tegangan keluaran setelah melalui kapsitor elektrolit
yang digunakan sebagai filter, hasil pengukuran pada titik ini ditampilkan
pada gambar 4.1.5. Dengan Volt/Div = 5V dan Time/Div = 5mS sehingga
tegangan terbaca 10VDC.
98
Gambar 4.1.5. Hasil pengecekan pada titik ‘d’.
• Pengecekan yang keempat dilakukan pada titik ‘e’ dengan menggunakan
alat ukur osciloskop, pengecekan pada titik ini digunakan untuk
mengetahui bentuk tegangan keluaran setelah melalui IC 7805 yang
digunakan sebagai Voltage Regulator, hasil pengukuran pada titik ini
ditampilkan pada gambar 4.1.6. Dengan Volt/Div = 5V dan Time/Div =
5mS sehingga tegangan terbaca 5VDC.
99
Gambar 4.1.6. Hasil pengecekan pada titik ‘e’.
Sesuai hasil pengukuran yang didapatkan diatas maka dapat dipastikan
bahwa rangkaian catu daya telah bekerja dengan baik, dan siap digunakan untuk
men-supply tegangan ke seluruh rangkaian.
4.2. PENGUJIAN RANGKAIAN INTERFACE
Rangkaian interface ini merupakan salah satu rangkaian yang
digunakan untuk memproses sinyal input yang diterima yang digunakan untuk
mengendalikan sinyal output dan tampilan. Rangkaian interface ini pada dasarnya
merupakan sebuah rangkaian single chip operations dimana pada rangkaian ini
seluruh fungsi dari RAM, ROM dan port sudah disediakan oleh satu IC AT89C51,
pada lampiran dapat dilihat mengenai listing program yang dimasukkan ke dalam
100
ROM IC AT89C51, program tersebut digunakan untuk memproses data yang
diterima.
Untuk mengetahui apakan alat ini dapat berfungsi dengan baik,
dilakukan serangkaian pengujian dimulai saat tegangan masuk, pada saat tegangan
VCC diberikan ke rangkaian interface dengan menggunakan multi tester
dilakukan pengecekan pada pin 40 untuk tegangan VCC dan pin 20 untuk ground,
setelah dilakukan pengukuran didapatkan tegangan yang masuk adalah sebesar
5VDC. Pada saat port 3.2 dalam keadaan tidak terhubung ke sumber tegangan
baik positif maupun negatif, mikrokontroler mengartikan keadaan ini sebagai
input high atau ‘1’, kemudian dilakukan pengujian dengan cara memberikan
logika low atau ‘0’ ke port 3.2, sesuai dengan perilaku program yang telah
dirancang sebelumnya dimana apabila port 3.2 mendapatkan inputan low maka
port 2.0 akan dalam kondisi low juga. Keadaan ini dapat dibuktikan dengan
menggunakan multi tester port 2.0 untuk yang positif dan pin 20 untuk negatif,
setelah dilakukan pengukuran didapatkan tegangan yang keluar dari port 2.0
sebesar 0VDC. Untuk pengujian port 1 yang digunakan sebagai keluaran yang
dihubungkan ke tampilan, untuk mengetahui port ini mengeluarkan sinyal dapat
dilakukan pengujian langsung setelah sinyal low diberikan ke port 3.2. dapat
dipasangkan langsung sesuai dengan gambar rangkaian, keluaran yang dihasilkan
dari port 1 adalah hitungan mundur dari angka ‘3’ ke angka ‘0’.
101
10
9
8
5
4
2
3
7
a
b
c
d
e
f
g
DP
A
A
VCC
1
6
DISPLAY
U1
S2
1
2
3
4
5
6
7
8
VCC
R1
S1
SW-PB
P1.0
P1.1
P1.2
P1.3
P1.4
P1.5
P1.6
P1.7
10K
10
11
12
13
C3
14
15
16
10uF/16V 17
P3.0 (RXD)
P3.1(TXD)
P3.2 (INT0)
P3.3 (INT1)
P3.4 (T0)
P3.5 (T1)
P3.6 (WR)
P3.7 (RD)
9
RESET
2
C1
33pF
18
19
XTAL2
XTAL1
P2.0(ADD8)
P2.1(ADD9)
P2.2(ADD10)
P2.3(ADD11)
P2.4(ADD12)
P2.5(ADD13)
P2.6 (ADD14)
P2.7 (ADD15)
VCC
PSEN
ALE/PROG
EA/VPP
GND
1
X1
C2
33pF
P0.0 (ADD0)
P0.1 (ADD1)
P0.2 (ADD2)
P0.3 (ADD3)
P0.4 (ADD4)
P0.5 (ADD5)
P0.6 (ADD6)
P0.7 (ADD7)
39
38
37
36
35
34
33
32
21
22
23
24
25
26
27
28
1
2
3
4
5
6
7
8
16
15
14
13
12
11
10
9
SW-DIP8
OUTPUT
VCC
40
29
30
31
20
AT89C51
11,0592MHz
Gambar 4.2.1. Rangkaian interface.
Sesuai dengan hasil pengukuran diatas mulai dari tegangan masukan
hingga perilaku program terhadap inputan dan keluaran yang dihasilkan rangkaian
interface pada port 2.0 dan untuk tampilan port 1, maka dapat dipastikan bahwa
rangkaian interface telah bekerja dengan baik sesuai dengan perancangan awal.
4.3. PENGUJIAN RANGKIAN SWITCHING
Tegangan yang keluar dari port mikrokontroler pada saat kondisi
logika high adalah sebesar 5VDC dengan arus maksimum sebesar 20mA, disini
bisa kita lihat arus yang keluar dari port mikrokontroler sangat kecil sehingga
mustahil apabila kita gunakan secara langsung untuk mengendalikan sebuah relay,
102
apabila kita gunakan tegangan port output pada mikrokontroler ini secara
langsung maka kemungkinan yang akan terjadi adalah IC mikrokontroler akan
menjadi panas dikarenakan mengalami kelebihan beban, apabila kita biarkan
keadaan ini terus menerus maka IC mikrokontroler akan terbakar atau rusak,
secara teori panas yang terjadi pada IC mikrokontroler ini disebapkan oleh arus
yang diminta beban terlalu besar hingga melampaui kemampuan mikrokontroler
itu sendiri. Untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kerusakan seperti ini terjadi
pada mikrokontroler maka tegangan port output dari mikrokontroler yang hanya
sebesar 5VDC dengan arus sebesar 20mA diberikan ke sebuah rangkaian
transistor yang digunakan sebagai pensaklaran atau switching.
K1
VCC
2
1
3
COMMON
4
R1
OUTPUT
D1
4K7
1N4001
5
Relay
INPUT
R2
Q1
C9012
1K
Gambar 4.3.1. Rangkaian pensaklaran (Switching).
Pada gambar 4.3.1 sebuah transistor digunakan untuk fungsi
pensaklaran, dimana rangkaian ini tidak akan bekerja pada saat mikrokontroler
memberikan tegangan high pada input dari rangkaian switching, ini disebapkan
karena transistor yang digunakan merupakan transistor tipe PNP, pada saat
tegangan high maka transitor akan meneruskan tegangan tersebut ke ground
sehingga tidak terjadi beda potensial antara titik kolektor dan basis dari transistor
103
(Q1), namun sebaliknya apabila input menjadi low maka tegangan akan mengalir
dari kaki kolektor ke basis sehingga terdapat beda potensial sehingga transistor
bekerja dan relay bekerja juga. Dengan kata lain rangkaian switching ini bekerja
dengan menggunakan tegangan low atau active low.
Langkah pengujian yang bisa kita lakukan yaitu dengan menggunakan
voltmeter dengan cara, setelah kita berikan inputan high pada rangkaian switching
yaitu pada kaki basis pada transistor (Q1) kita dapat mengukur kaki kolektor pada
transistor (Q1) untuk positif dan kaki emitter pada transistor (Q1) untuk negatif,
hasil yang didapatkan adalah sekitar 1VDC, kemudian kita berikan inputan low
pada rangkaian switching, maka hasil pengukuran pada kaki kolektor pada
transistor (Q1) untuk positif dan kaki emitter pada transistor (Q1) untuk negatif
adalah sebesar sekitar 5VDC.
Sesuai dengan hasil pengukuran yang didapatkan, maka dapat
dipastikan bahwa rangkaian switching telah bekerja dengan baik sesuai dengan
perancangan awal.
104
4.4. PENGUJIAN RANGKAIAN PEMANCAR INFRA MERAH
R9
390R
R8
470R
VCC
D2
D3
1N4148
1N4148
D4
PWR IND
R10
R1
3K3
U2
1K8
8
Q1
7
R2
MMBT3906
Q2
MMBT3906
R7
1K
U1A
1K8
R4
1
3
3
2
2K2
R3
10R
ISAI6200
R11
R6
47K
47K
1
4
VR1
74AC00PC
1K
JP2
R5
1
2
3
GND
5
1
2
3
VCC
JP5
OUT
4
6
5
2
6
JP1
D1
DISC
RST
THR
CVOLT
TRIG
LM555CJ
U1B
74AC00PC
VCC
1
2
C3
10nF
47K
10
JP3
U1D
1
2
3
8
9
74AC00PC
13
JP4
U1C
11
12
1
2
3
74AC00PC
Gambar 4.4.1. Rangkaian pemancar infra merah
Rangkaian ini dinyatakan mendapatkan sumber tegangan apabila dioda
LED (D4) menyala, keadaan ini disebapkan tegangan Vcc yang masuk langsung
disalurkan ke resistor (R8), kemudian diteruskan ke dioda LED (D4) sehingga
dapat menyala apabila menerima tegangan. Pada saat tegangan Vcc masuk ke
rangkaian maka IC 555 akan bekerja, sehingga akan menghasilkan gelombang
38kHz yang digunakan sebagai carrier dari gelombang infra merah, pengecekan
pada IC 555 dapat dilakukan dengan menggunakan osciloskop kaki ground pada
osciloskop pada kaki ground rangkaian dan kaki display ‘a’ dari osciloskop
dipasangkan ke pin no.3 pada IC 555, keluaran pada IC555 dapat dilihat pada
gambar 4.4.2. Dengan Volt/Div = 5V dan Time/Div = 0.2μS sehingga tegangan
terbaca 5VDC/38KHz.
105
Gambar 4.4.2. Hasil pengecekan pada output IC555.
Apabila penunjukkan frekuensi tidak seperti gambar 4.4.2, analisa
terdekat yang bisa dilakukan mungkin ada masalah pada pembangkit frekuensi,
untuk melakukan pengaturan frekuensi carrier dapat dilakukan dengan mengatur
potensiometer (VR1).
Terdapat beberapa pengaturan jumper pada rangkaian ini, untuk
keperluan tugas akhir ini penulis menggunakan pengaturan jumper seperti
dibawah ini :
™ Untuk J1 pada posisi pin 2 dan pin3 terhubung.
™ Untuk J2 pada posisi pin 1 dan pin2 terputus.
™ Untuk J3 pada posisi pin 2 dan pin3 terhubung.
™ Untuk J4 pada posisi pin 2 dan pin3 terhubung.
106
Dengan keadaan jumper seperti diatas, maka kinerja pemancar akan
dimulai setelah kaki input pada pemancar infra merah medapatkan logika high,
keadaan ini juga akan meng-aktif-kan pembangkit frekuensi carrier.
Langkah-langkah pengujian :
1. Hubungkan sumber tegangan 5VDC dengan rangkaian pemancar infra
merah.
2. Pindahkan semua jumper ke posisi pin 1 dan pin 2 terhubung.
3. Hubungkan pin input dengan ground.
4. Gunakan penerima infra merah sebagai alat pengujian terhadap rangkaian
pemancar infra merah, penggujian ini dilakukan dengan cara kita arahkan
pemancar ke penerima dengan jarak <30cm, lepaskan jumper yang ada
pada rangkaian penerima rangkaian infra merah. Ukur pada tegangan
output (OUT) pada rangkaian penerima infra merah maka output akan
berlogikan ‘0’.
Kita juga bisa melakukan pengujian terhadap rangkaian pemancar infra
merah dengan menggunakan kamera digital dan multimeter yang dilengkapi
dengan pengukur frekuensi. Apabila kita melakukan pengujian dengan
menggunakan kamera digital maka kita bisa langsung melihat pancaran
gelombang infra merah melalui kamera digital, bila menggunakan multimeter
yang dilengkapi pengukur frekuensi maka kita bisa lakukan dengan mengukur
pada pin 3 dari IC74HC00N, hasilnya merupakan frekuensi pada kisaran 38kHz.
107
Sesuai dengan hasil pengukuran yang didapatkan, maka dapat
dipastikan bahwa rangkaian pemancar infra merah telah bekerja dengan baik
sesuai dengan pengaturan yang dilakukan.
4.5. PENGUJIAN RANGKAIAN PENERIMA INFRA MERAH
VCC
VCC
R1
R3
47OHM
4K7
R2
IR1
10K
C?
100uF/16V
D1
6V2
Q1
10K
MMBT3904
1
2
TSOP4838
R4
JP2
VCC
JP1
1(OUT)
2
3(OUT)
4
MHDR1X4
Gambar 4.5.1. Rangkaian penerima infra merah.
Pada saat rangkaian penerima infra merah diberi tegangan 5VDC,
maka tegangan akan langsung mengalir untuk memberikan supply ke penerima
infra merah, pin 3 pada penerima infra merah untuk Vcc, pin 2 pada penerima
infra merah untuk ground, dan pin 1 pada penerima infra merah untuk sinyal
output. Dioda zener (D1) 6V2 digunakan untuk menstabilkan tegangan yang
masuk agar tidak lebih dari 6VDC, keadaan seperti ini diperlukan untuk
memproteksi lonjakan tegangan yang terjadi, karena penerima infra merah hanya
mampu menerima tegangan sampai 9VDC apabila terjadi tegangan lebih dari itu
108
maka kemungkinan penerima infra merah akan rusak atau terbakar, kapasitor
(C1) 100μF/16V digunakan untuk memfilter tegangan yang masuk agar lebih
halus.
Pada rangkaian penerima infra merah terdapat jumper (J2) yang
digunakan untuk mengendalikan sinyal output dengan konfigurasi sebagai berikut:
™ Apabila J2 tidak terhubung maka ouput yang dapat digunakan adalah pin
OUT dengan keluaran high pada saat menerima gelombang infra merah.
™ Apabila J2 terhubung maka output yang dapat digunakan adalah pin OUT
dengan keluaran low saat menerima gelombang infra merah.
Langkah-langkah pengujian :
1. Hubungkan sumber tegangan 5VDC ke rangkaian penerima infra merah
2. Lepas jumper (J2)
3. Ukur tegangan pada pin OUT dengan menggunakan voltmeter. Nilainya
akan berada pada logika high ‘1’ atau sekitar +5VDC
4. Pasang jumper (J2)
5. Ukur tegangan pada pin OUT dengan menggunakan voltmeter. Nilainya
akan berada pada logika low ‘0’ atau 0VDC
6. Beri sinyal infra merah 38 kHz (dengan rangkaian pemancar infra merah
dengan jarak <30cm)secara terus menerus
7. Lepas jumper (J2)
8. Ukur tegangan pada pin OUT dengan menggunakan voltmeter. Nilainya
akan berada pada logika low ‘0’ atau 0VDC
9. Pasang jumper (J2)
109
10. Ukur tegangan pada pin OUT dengan menggunakan voltmeter. Nilainya
akan berada pada logika high ‘1’ atau sekitar 5VDC
Untuk pengujian rangkaian penerima infra merah sangat mudah kita
hanya membutuhkan multi tester yang digunakan untuk mengukur tegangan
output dari pin output.. Sesuai dengan hasil pengukuran yang didapatkan, maka
dapat dipastikan bahwa rangkaian penerima infra merah telah bekerja dengan baik
sesuai dengan pengaturan yang dilakukan.
4.6. HASIL PENGUJIAN
Pada rangkaian catu daya saat tegangan 220VAC masuk, kemudian
dilakukan pengecekan pada tegangan keluaran akhir dari rangkaian yaitu setelah
melalui IC Voltage regulator IC7805 didapatkan hasil pengukuran yaitu tegangan
sebesar 5VDC. Pada rangkaian interface saat mendapatkan input low pada kaki
3.2, maka rangkaian interface berperilaku seperti program yang ada dalam ROM
yang telah didesain sedemikian rupa, sehingga pada port 2.0 keluar output low,
dan pada port 1 keluar sinyal yang digunakan untuk seven segment, pewaktuan
dapat diatur sesuai dengan kebutuhan untuk pengaturannya dapat dilihat pada
tabel 4.6.1.
110
Tabel 4.6.1. Pengaturan Pewaktuan.
Pengaturan
DIP Switch
Pewaktuan
(detik)
Pengaturan
DIP Switch
Pewaktuan
(detik)
ON
1
ON
6
ON
2
ON
7
ON
3
ON
8
ON
4
ON
9
ON
5
Setelah hitungan mundur dilakukan dan mencapai ‘0’, maka tegangan
yang keluar dari port 2.0 adalah high ‘1’ atau sebesar 5VDC. Pada rangkaian
switching saat kita berikan inputan high pada kaki basis (Q1) tegangan yang
diukur dengan menggunakan voltmeter pada kaki-kaki kolektor dan emitter
menunjukkan hasil sekitar 1VDC, selanjutnya diberikan inputan low pada kaki
basis (Q1) tegangan yang diukur dengan menggunakan voltmeter pada kaki-kaki
kolektor dan emitter menunjukkan hasil sekitar 5VDC. Pada rangkaian pemancar
infra merah saat kita berikan tegangan maka indicator power menyala sehingga
dapat dinyatakan tegangan VCC telah masuk ke dalam rangkaian, rangkaian
pemancar infra merah akan bekerja sesuai dengan pengaturan jumper yang ada,
dimana pengaturan yang digunakan dalam pengujian adalah untuk input high
111
maka akan mengaktifkan output dan juga mengaktifkan pembangkit frekuensi,
pada saat tegangan 5VDC diberikan pada kaki input dari rangkaian penerima infra
merah, maka IC 555 mengeluarkan gelombang carrier sebesar 38kHz dan pada
pancaran gelombang infra merah dapat kita lihat menggunakan kamera digital.
Pada rangkaian penerima infra merah diberikan tegangan VCC untuk
mengaktifkan rangkaian. Di dalam rangkaian penerima infra merah ini terdapat
pengaturan jumper yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan suatu sistem yang
akan dibuat, untuk pengujian rangkaian penerima infra merah digunakan
pengaturan jumper keluaran low saat penerima infra merah mendapatkan
gelombang infra merah. Kemudian kita berikan gelombang infra merah secara
terus-menerus
sehingga
saat
dilakukan
pengukuran
pada
output
OUT
menunjukkan hasil low ‘0’ atau 0VDC, pada saat tidak terdapat gelombang infra
merah yang diterima oleh penerima infra merah, dilakukan pengukuran pada
output OUT menunjukkan hasil high ‘1’ atau sekitar 5VDC. Jarak pendeteksian
benda dapat diatur sesuai dengan keinginan, mulai dari 5 sampai 20 cm. untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.6.1.
Table 4.6.2. Pengaturan jarak pendeteksian
Jarak komponen
Jarak pendeteksian
(cm)
(cm)
1
20
2
17
3
15
4
12
5
9
6
7
7
5
Seluruh rangkaian yang diperlukan dalam pembuatan sebuah sistem
kontrol kran air telah diuji dan dianalisa, sehingga dihasilkan data-data
112
pengukuran dari setiap rangkaian yang digunakan untuk memastikan rangkaianrangkaian ini telah berfungsi dengan baik, dari sini dapat ditarik kesimpulan
bahwa data-data yang didapatkan sesuai dengan data-data saat perancangan dan
desain, ini berarti semua rangkaian dalam pembuatan sebuah sistem kontrol kran
air telah bekerja dengan baik, dan bekerja sesuai dengan fungsinya masingmasing.
BAB V
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
Setelah melakukan analisa dan pengujian selama pembuatan dan
perencanaan dari berbagai rangkaian yang digunakan untuk alat sistem kontrol
kran air berbasis mikrokontroler dengan menggunakan sensor infra merah, maka
dapat ditarik kesimpulan :
1. Rangkaian catu daya, rangkaian switching, rangkaian interface, rangkaian
pemancar infra merah, dan rangkaian penerima infra merah, dapat bekerja
dengan baik dan interkoneksi antara rangkaian-rangkaian tersebut bekerja
dengan sangat bagus sekali.
2. Kemampuan pendeteksian objek dapat disesuaikan dengan mengatur jarak
antara sensor pemancar dan penerima, semakin jauh jarak antar sensor
semakin dekat jarak pendeteksian, sebaliknya apabila semakin dekat jarak
antar sensor maka jarak pendeteksian akan semakin jauh.
3.
Untuk pewaktuan (timing) dapat diatur dengan cara memposisikan DIP
Switch pada posisi yang diperlukan sehingga bisa didapatkan pewaktuan
yang diinginkan.
113
114
5.2. SARAN
Mikrokontroler merupakan sebuah teknologi baru yang memiliki
banyak fungsi dan kegunaan, dan yang penulis gunakan dalam tugas akhir ini
hanya sebagian kecil saja, alat yang diracang ini memang sangat terbatas, dimana
masih terdapat fungsi lain yang lebih canggih dan lebih bagus, dimana aplikasi
tersebut dapat disesuaikan dengan keperluan dilapangan. Dalam tugas akhir ini
yang penulis coba adalah dari sisi pengendalian, bukan hanya pengendalian saja
kemampuan dari mikrokontroler, masih terdapat yang lain seperti akuisisi data,
konversi data dan banyak yang lainnya. Sudah banyak kemudahan yang diberikan
mikrokontroler dibandingkan dengan generasi pendahulunya yaitu mikroprossesor
yang bukanlah single chip operations.
Adapun saran dari penulis kepada fakultas teknik dan rekan-rekan
mahasiswa yang akan mengambil sidang tugas akhir untuk dapat mengembangkan
karya penulis lebih dari yang sekarang dengan memaksimalkan fungsi dari alat
dan sensor yang digunakan, bisa juga dengan memberikan display yang lebih
menarik seperti menggunakan LCD, dengan menambahkan sensor suhu sehingga
air bisa menyesuaikan dengan suhu lingkungan, sehingga tidak terlalu dingin
ataupun terlalu panas. Masih banyak yang bisa dilakukan dengan alat ini, tinggal
bagaimana penyesuaian yang diharapkan dari perancangan sistem awalnya. Yang
tentunya membutuhkan pengujian dan analisa lebih lanjut dimana akan
memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit, terakhir semoga alat ini dapat
digunakan dan mendapatkan hasil yang sangat memuaskan sesuai dengan yang
diharapkan penulis.
115
DAFTAR PUSTAKA
1. AGFIANTO EKO PUTRO, 2002, Teknik Antarmuka Komputer Konsep dan
Aplikasi, Graha Ilmu, Jogyakarta.
2. AGFIANTO EKO PUTRA, 2003, Belajar Mikrokontroler AT89C51/52/55,
Gava Media, Yogyakarta.
3. ISARIS, 1980, Dasar-dasar Teori Listrik, Batan, Jogyakarta.
4. MALVINO LEACH, 1994, Prinsip-prinsip dan Penerapan Digital, Erlangga,
Jakarta.
5. M.
IBNU
MALIK,
ANISTARDI,
1997,
Bereksperimen
Dengan
Mikrokontroler 8031, Elek Media Komputindo, Jakarta.
6. PAULUS ANDI NALWAN, 2003, Teknik Antarmuka dan Pemrograman
Mikrokontroler AT89C51, Elex Media Komputindo, Jakarta.
7. SUTRISNO, 1986, Elektronika Teori dan Penerapannya, ITB.
Download