TUGAS AKHIR MERANCANG DAN MEMBUAT SISTEM KONTROL KRAN AIR BERBASIS MIKROKONTROLER Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Nama Disusun Oleh : : Achmad Mahmudi N.I.M : 41405110047 Jurusan : Teknik Elektro Peminatan : Elektronika Pembimbing : Jaja Kustija. Msc PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA 2007 ii SURAT PERNYATAAN Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Achmad Mahmudi N.I.M : 41405110047 Fakultas : Teknologi Industri Program Studi : Teknik Elektro Peminatan : Elektronika Judul Skripsi : Merancang dan Membuat Sistem Kontrol Kran Air Berbasis Mikrokontroler Menyatakan : Dengan ini saya menyatakan bahwa hasil penulisan skripsi yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di universitas Mercubuana. Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan. Jakarta, Maret 2007 (Achmad Mahmudi) iii LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR Merancang Dan Membuat Sistem Kontrol Kran Air Berbasis Mikrokontroler Disusun Oleh : Nama : Achmad Mahmudi N.I.M : 41405110047 Program studi : Teknik Elektro Peminatan : Elektronika Menyetujui : Pembimbing Tugas Akhir Koordinator Tugas Akhir (Jaja Kustija. Msc) (Yudhi Gunardi. ST. MT) Mengetahui : Ketua Program Studi Teknik Elektronika (Ir. Budhi Yanto Husodo. Msc) iv ABSTRAK Proses perancangan dan realisasi sistem kontrol kran air, merupakan suatu cara yang diharapkan dapat digunakan dalam upaya untuk melakukan suatu proses penghematan terdapat sumber daya alam yang tersedia, sistem kontrol yang kami desain ini lebih dititik beratkan dalam rangka untuk melakukan penghematan pada sumber daya berupa air, sehingga penggunaan air secara efektif dan efesien dapat terwujud. Pada dasarnya dalam pembuatan alat ini penulis mengutamakan pada perancangan dan pembuatan dari hardware interface yang terdiri dari rangkaian catu daya, rangkaian switching dengan menggunakan transistor, rangkaian mikrokontroller, rangkaian pemancar infra merah, rangkaian penerima infra merah. Selain rangkaian yang tersebut diatas ada juga faktor pendukung agar sistem ini dapat bekerja yaitu perancangan program yang ada pada IC Mikrokontroller AT89C51. Sistem kontrol kran air ini dilakukan dengan cara pendeteksian objek dengan menggunakan media infra merah. Pada prinsipnya sistem kontrol kran ini adalah dengan mendeteksi suatu objek yang mendekati sensor infra merah dengan begitu penerima infra merah memberikan sinyal yang selanjutnya diproses oleh mikrokontroller, sinyal yang masuk diproses mikrokontroller digunakan untuk mengendalikan pin output yang digunakan untuk menghidupkan dan mematikan rangkaian switching dengan menggunakan transistor sebagai saklarnya yang selanjutnya diumpankan untuk menghidupkan dan mematikan relai, dimana relai digunakan untuk mengendalikan kran air.Dalam pembuatan alat ini yang perlu diperhatikan adalah pada saat perancangan program dan pembuatan rangkaianrangkaian yang diperlukan, dimana sistem kerja dari hardware dan software haruslah diperhatikan, sehingga secara keseluruhan sistem yang telah terintegrasi dapat bekerja sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Setelah melalui proses pengujian maka akan kita dapatkan hasil dari penggabungan keseluruhan sistem baik dari perangkat keras dan perangkat lunak telah bekerja sesuai dengan yang direncanakan. Dalam praktek dilapangan sistem ini sangat membantu sekali dalam rangka untuk penghematan energi, untuk pengembangan lebih lanjut dapat dilakukan modifikasi sesuai dengan keperluan. v ABSTRACT Design and realization process of valve control system, is a way that we hope can be use in the effort of saving process for resource of nature that available, we design this control system for saving resource of nature in the form of water, so that in the use of water is more effectively and efficient can be realized. Basically in the making of this device writer more concentrate in the making and design of hardware interface which consisted of power supply circuit, switching circuit using transistor, microcontroller circuit, infra red transmitter circuit and infra red receiver circuit. Besides the circuit above there is also support factor so this system can work properly, and that is the program design factor that exists in IC Microcontroller AT89C51 memory. The operation of this Valve control system is by detection an object using infrared media. In principle the operation of this valve control system is by detecting an object that approaching infra red sensor so the infra red receiver will give signal to microcontroller and then microcontroller will process it, signal input from infra red receiver is processed by microcontroller to control output pin, which is used to start and stop switching circuit using transistor as a switch and continued to start and stop relay, where relay is used to control water valve. In the making of this device what we must concern is in the program design process and circuits making process that is needed, we must give attention to the hardware and software, so that the whole system already integrated can work according to the specification which has been determined. After through examination process form the combination of all hardware circuit and software we will get result, is the circuit and software working as planed. In practice at the field this system is very helpful in the process of energy saving, for the next development we can perform modification for the new system needs. vi KATA PENGANTAR Syukur allhamdulilah, kami panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, akhirnya penulis dapat meyelesaikan Tugas Akhir ini. Dengan terbatasnya sumber daya alam yang tersedia, untuk itu perlu dilakukan langkah penghematan yang bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya yang ada sesuai dengan kebutuhan. Dalam Tugas Akhir ini penulis mencoba merealisasikan langkah penghematan tersebut dengan merancang suatu sistem kontrol kran air dengan berbasis mikrokontroller melalui media infra merah, yang diharapkan dapat memberikan suatu kontrubusi dalam rangka melakukan pengefektifan dan pengefesienan penggunaan air untuk keperluan sehari-hari pada umumnya dan untuk skala besar pada khususnya. Kami menyadari bahwa dalam Tugas Akhir ini masih banyak terdapat kekurangan serta jauh dari sempurna atau memuaskan, namun kami berharap masih dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan. Dalam pembuatan tugas akhir ini banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua dan istri tercinta yang telah memberikan do’a, dorongan semangat belajar untuk menuntut ilmu setinggi mungkin serta pengorbanannya baik moril maupun materiil. 2. Bapak Ir. Budhi Yanto Husodo. Msc selaku Ketua Program Studi Teknik Elektronika. vii 3. Bapak Yudhi Gunardi. ST. MT selaku Koordinator Tugas Akhir Teknik Elektro. 4. Bapak Jaja Kustija Msc selaku dosen pembimbing, untuk bimbingan materi penyajian tulisan dan pembahasan teknik. 5. Seluruh Staff dan Dosen Jurusan Teknik Elektro yang telah banyak membantu. 6. Rekan-rekan mahasiswa program studi Teknik Elekktro khususnya angkatan 2005 yang telah memberikan dorongan moril. Penulis mengharapkan Tugas Akhir ini dapat berguna dan bermanfaat, semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, Amien Ya Robbal’alamien. Jakarta, 28 Maret 2007 Penulis viii DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL………………………………………………………………...i LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………...ii LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………..iii ABSTRAK……………………………………………………………………….iv ABSTRAC…………………………………………………………………………v KATA PENGANTAR…………………………………………………………...vi DAFTAR ISI…………………………………………………………………...viii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………xii DAFTAR TABEL……………………………………………………………….xv BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………...1 1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………..1 1.2 RUMUSAN MASALAH……………………………………………..5 1.3 RUANG LINGKUP DAN PEMBATASAN MASALAH………….6 1.4 TUJUAN PENULISAN……………………………………………...6 1.5 METODE PENELITIAN……………………………………………6 1.6 SISTEMATIKA PENULISAN……………………………………...7 BAB II. LANDASAN TEORI…………………………………………………9 2.1. RESISTOR…………………………………………………………..9 2.1.1. Teori Dasar Resistor………………………………………9 2.1.2. Jenis-Jenis Resistor………………………………………12 2.1.3. Sandi Warna……………………………………………...14 ix 2.1.4. Konstruksi Beberapa Jenis Resistor……………………15 2.2. KAPASITOR………………………………………………………17 2.2.1. Teori Dasar Kapasitor…………………………………...17 2.2.2. Konstruksi Kapasitor Elektrolit………………………...20 2.3. DIODA SEMIKONDUKTOR……………………………………..23 2.3.1. Teori Dasar Dioda Semikonduktor……………………..23 2.3.2. Karakteristik Dioda……………………………………...26 2.3.3. Dioda Sebagai Penyearah………………………………..27 2.3.4. Jenis-Jenis Dioda…………………………………………32 2.4. TRANSISTOR BIPOLAR (BJT)………………………………….36 2.4.1. Teori Dasar Transistor Bipolar…………………………36 2.4.2. Konstruksi Transistor……………………………………38 2.5. RELAY……………………………………………………………...41 2.5.1. Tipe-Tipe Relay…………………………………………..41 2.5.2. Parameter Relay…………………………………………42 2.6. IC TIMER NE/SE 555……………………………………………..46 2.6.1. Konstruksi Dasar IC NE/SE 555………………………..46 2.6.2. Integrated Circuit (IC) Astable Multivibrator…………48 2.7. MIKROKONTROLLER AT89C51………………………………51 2.7.1. Konstruksi Dasar AT89C51……………………………..51 2.8. TRANSFORMATOR……………………………………………...56 2.8.1. Teori Dasar Transformator……………………………..56 2.8.2. Prinsip Kerja Transformator……………………………57 x 2.9. KONDUKTOR DAN KABEL…………………………………….62 2.9.1. Pengertian Konduktor…………………………………...62 2.9.2. Jenis-Jenis Konduktor Dan Kabel………………………62 2.10. PROGRAM ASSEMBLY………………………………………...63 2.10.1. Pengetahuan Dasar Program Assembly……………….63 2.10.2. Struktur Program Assembly…………………………...65 2.10.3. Program Sumber Assembly……………………………65 BAB III. ANALISA / PEMBAHASAN TUGAS AKHIR…………………..69 3.1. TUJUAN…………………………………………………………….69 3.2. DIAGRAM BLOK…………………………………………………70 3.3. CARA KERJA……………………………………………………...70 3.4. RANGKAIAN LENGKAP………………………………………...73 3.5. ANALISA SISTEM………………………………………………...74 3.6. SOFTWARE FLOWCHART……………………………………..77 3.7. ALUR PROGRAM………………………………………………...78 3.8. RANGKAIAN CATU DAYA……………………………………...79 3.9. RANGKAIAN MIKROKONTROLLER…………………………84 3.10. RANGKAIAN SWITCHING…………………………………….88 3.11. RANGKAIAN PEMANCAR INFRA MERAH………………...90 3.12. RANGKAIAN PENERIMA INFRA MERAH………………….91 BAB IV. IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN……………………………93 4.1. PENGUJIAN CATU DAYA……………………………………….93 4.2. PENGUJIAN MIKROKONTROLLER……………………….....99 xi 4.3. PENGUJIAN SWITCHING…………………………………......101 4.4. PENGUJIAN PEMANCAR INFRA MERAH………………….104 4.5. PENGUJIAN PENERIMA INFRA MERAH…………………...107 4.6. HASIL ANALISA………………………………………………...109 BAB V. PENUTUP…………………………………………………………..113 5.1. KESIMPULAN …………………………………………………...113 5.2. SARAN…………………………………………………………….114 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….115 LAMPIRAN xii DAFTAR GAMBAR 2.1.1. Kurva karakteristik dan resistansi dari bahan konduktor……………11 2.1.2. Karakteristik arus tegangan beberapa komponen…………………….11 2.1.3. Jaringan listrik sederhana……………………………………………….12 2.1.4. Cincin-cincin sandi warna pada resistor………………………………..15 2.2.1. Kapasitor lempeng sejajar diberi tegangan E………………………….17 2.2.2. Kapasitor dalam hubungan parallel…………………………………….19 2.2.3. Kapasitor dalam hubungan seri………………………………………...19 2.2.4. Kapasitor elektrolit………………………………………………………20 2.3.1. (a) Susunan dioda sambungan P-N……………………………………23 (b) Simbol Dioda………………………………………………………...23 2.3.2. (a) Muatan listrik dalam bahan semikonduktor tipe P………………24 (b) Muatan listrik dalam bahan semikonduktor tipe N……………...24 2.3.3. Muatan listrik pada sambungan P-N…………………………………...24 2.3.4. (a) Sambungan P-N……………………………………………………..25 (b) Sebaran rapat muatan……………………………………………...26 (c) Sebaran kuat medan listrik E………………………………………26 (d) Sebaran potensial V, VHO = bukit potensial……………………….26 2.3.5. Kurva karakteristik dioda……………………………………………….27 2.3.6. (a) Rangkaian penyearah gelombang setengah……………………….28 (b) Bentuk keluaran gelombang setengah……………………………..28 2.3.7. Gandengan transformator pada penyearah gelombang setengah…….29 xiii 2.3.8. (a) Rangkaian penyearah gelombang penuh………………………….30 (b) Bentuk keluaran gelombang penuh………………………………..30 2.3.9. Penyearah gelombang penuh dengan jembatan dioda………………...31 2.3.10. Simbol dioda cahaya dan rangkaiannya………………………………36 2.4.1. Susunan transistor bipolar………………………………………………37 2.4.2. (a) Transistor PNP……………………………………………………...38 (b) Transistor NPN……………………………………………………...38 2.4.3. Konstruksi Transistor……………………………………………………39 2.5.1. Notasi kontak yang diusulkan oleh National Association of Relay Manufacturer …………………………………………………………...44 2.6.1. Rangkaian internal IC LM555…………………………………………..46 2.6.2. Rangkaian astable multivibrator………………………………………..49 2.6.3. Bentuk gelombang pada rangkaian astable multivibrator……………50 2.8.1. (a) Skema transformator berinti besi………………………………….56 (b) Simbol transformator………………………………………………56 2.8.2. Transformator ideal……………………………………………………...57 2.8.3. Simbol transformator……………………………………………………60 2.8.4. (a) Bagan transformator daya………………………………………….61 (b) Bentuk inti yang dibuat dari lempeng besi berbentuk I dan E…..61 3.2.1. Blok diagram sistem kontrol kran air dengan infra merah…………...70 3.4.1. Rangkaian lengkap aplikasi sistem kontrol kran air berbasis rangkaian infra merah dan mikrokontroller………………...73 3.8.1. Rangkaian catu daya……………………………………………………..79 xiv 3.8.2. Bentuk tegangan AC……………………………………………………..80 3.8.3. Tegangan DC setelah melalui dioda bridge…………………………….81 3.8.4. Tegangan setelah melalui kapasitor…………………………………….82 3.8.5. Tegangan keluar dari IC7805…………………………………………...83 3.9.1. Rangkaian interface……………………………………………………...84 3.9.2. Rangkaian reset…………………………………………………………..85 3.9.3. Rangkaian osilasi mikrokontroller……………………………………...86 3.9.4. Pengaturan pewaktu……………………………………………………..87 3.9.5. Tampilan (Display)……………………………………………………….87 3.10.1. Pensaklaran (Switching)………………………..………………………88 3.11.1. Rangkaian pemancar infra merah………………..…………………...89 3.12.1. Rangkaian penerima infra merah……………..………………………91 4.1.1. Titik pengecekan pada rangkaian catu daya…………………………...94 4.1.2. Hasil pengecekan pada titik ‘a’………………………………………….95 4.1.3. Hasil pengecekan pada titik ‘b’…………………………………………96 4.1.4. Hasil pengecekan pada titik ‘c’………………………………………….97 4.1.5. Hasil pengecekan pada titik ‘d’…………………………………………98 4.1.6. Hasil pengecekan pada titik ‘e’……………………………………….....99 4.2.1. Rangkaian interface…………………………………………………….101 4.3.1. Rangkaian pensaklaran (Switching)…………………………………...102 4.4.1. Rangkaian pemancar infra merah…………………………………….104 4.4.2. Hasil pengecekan pada output IC555………………………………….105 4.5.1. Rangkaian penerima infra merah……………………………………..107 xv DAFTAR TABEL 2.1.1. Resistivitas beberapa macam bahan……………………………………10 2.1.2. Sandi warna………………………………………………………………15 2.2.1. Konstanta dielektrikum relatif………………………………………….18 2.2.2. Frekuensi resonansi untuk berbagai kapasitor………………………...23 4.6.1. Pengaturan pewaktuan.…………………….…………………………..110 4.6.2. Pengaturan jarak pendeteksian………………………………………..111 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejak ditemukan beberapa abad yang lalu kini listrik memegang peranan sangat besar pada revolusi teknologi, listrik terus berevolusi mengikuti perkembangan zaman, diabad modern ini peran listrik tetap nomor satu dan penulis yakin dimasa mendatang keberadaannya sangatlah diperlukan. Meskipun keberadaannya tidak dapat kita lihat namun dapat ditunjukkan atau dirasakan bahwa listrik itu ada, indikator yang dapat membuktikan bahwa listrik itu ada banyak macam diantaranya dari yang termudah seperti yang terdapat disekeliling kita seperti lampu yang menyala, setrika yang panas, kulkas yang dingin, komputer yang hidup, itu semua karena adanya tenaga listrik, atau bisa kita rasakan langsung bila kita tersetrum, itu semua hanya sebagian kecil saja yang menandakan bahwa listrik itu ada. Perkembangan pada dunia teknologi juga dibarengi dengan kemajuan dalam era globalisasi komputer dimana-mana kita dapat menjumpai dengan mudah dan murah, sebut saja personal computer (PC) teknologi ini semakin memasyarakat pemanfaatannya dan penggunaannya diberbagai bidang kehidupan, dimulai dari generasi pertama, kedua, ketiga hingga keempat sampai sekarang ini yang berpenampilan jauh lebih pesat dengan generasi sebelumnya hanya dengan ukuran yang semakin kecil tetapi memiliki kinerja yang lebih tinggi dan banyak keunggulan-keunggulan lainnya. Kemajuan ini terjadi juga di dunia industri 1 2 industri dengan diciptakannya Programmable Logic Controller (PLC) sehingga alat-alat kontrol yang dulunya manual ataupun memerlukan tempat yang berukuran besar maka dengan PLC ini semua bisa mengotomatisasikan mesin dan dapat memiliki berbagai bentuk aplikasi dan juga tidak memerlukan tempat yang berukuran besar. Khusus di PC atau komputer merupakan suatu alat yang sangat membantu manusia untuk penggunaan banyak aplikasi, komputer yang dahulunya hanya digunakan untuk fungsi tertentu saja, sekarang telah berubah menjadi multifungsi mulai dari untuk kerperluan kerja seperti untuk membuat gambar, membuat surat, untuk keperluan akutansi dan juga untuk keperluan presentasi. Untuk keperluan entertainment seperti mendengarkan musik, nonton TV, nonton VCD, sampai voice record. Tidak sampai disitu saja komputer berkembang menjadi media yang sangat canggih yang dapat dihubungkan dan dibagi pakai dalam satu jaringan lokal, wide area atau internet dan dengan voice conference dan webcam yang sangat memungkinkan untuk berkomunikasi melalui gambar dan suara. Fungsi lain dari komputer adalah sebagai alat pemrograman atau alat pengontrolan. Dengan adannya teknologi jaringan komputer yang merupakan suatu jaringan komputer lokal yang memungkinkan terjadinya komunikasi antar komputer saling bertukar data yang ada, melalui port serial yang terdapat pada setiap komputer kita dapat melakukan pemrograman Programmable and Erasable Read Only Memory (PEROM) hanya dengan membuat sebuah interface tertentu yang telah didesain khusus hanya digunakan untuk satu tipe itu saja contohnya 3 PEROM yang terdapat pada Integrated Circuit (IC) AT89C51 buatan Atmel. IC AT89C51 merupakan bentuk kecil dari pengendalian sebuah sistem apabila pada dunia industri biasanya kita kenal PLC sebagai pengendali, dimana PLC merupakan suatu perangkat yang harganya masih cukup mahal untuk kalangan umum, sebuah perusahaan semikonduktor menjembatani permasalah ini dengan mengeluarkan tipe IC yang mempunyai kemampuan yang sama dengan PLC dengan harga yang murah atau biasa kita sebut dengan mikrokontroler, ada bermacam-macam mikrokontroler dengan banyak fasilitas tambahan yang sudah di upgrade untuk berbagai keperluan menyesuaikan dengan kebutuhan. Semenjak adanya krisis moneter segala kebutuhan pokok bahan pangan mengalami peningkatan harga, kejadian ini salah satunya diseabapkan karena kenaikan harga minyak bumi, pengaruh kenaikan harga ini sangat terasa sekali pada kaum yang mempunyai perekonomian lemah atau menengah kebawah, untuk melakukan penghematan manusia mencoba bertahan dengan segala cara, mulai dari minyak tanah yang digantikan dengan kayu bakar, beras yang digantikan umbi-umbian dan masih banyak lagi langkah-langkah penghematan yang lainnya. Semua langkah-langkah penghematan juga diterapkan dalam dunia usaha dan dunia industri yaitu dengan moto penurunan biaya (cost down), ketersediaan sumber daya alam akhir-akhir ini sangat dirasakan keterbatasannya. Kejadian ini membuat biaya produksi jadi bertambah sehingga harga jual produk menjadi bertambah pula, banyak perusahaan menerapkan sistem manajemen penghematan lingkungan agar menjaga agar tetap bisa berdiri, tidak sedikit pula perusahaan yang mengalami gulung tikar dikarenakan manajemen 4 penghematan yang dilakukan kurang efektif, bagi masyarakat kenaikan ini juga bisa kita rasakan langsung dengan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM). Salah satu sumber daya alam yang sangat penting untuk kehidupan manusia adalah air, air merupakan sebuah kebutuhan dasar manusia yang sangat menunjang proses kehidupan manusia, air digunakan untuk berbagai keperluan seperti untuk minum, untuk mencuci, untuk masak, dan lain-lainnya. Dikarenakan air merupakan sumber daya alam yang paling dibutuhkan, oleh karena itu menjadi sangat perlu dilakukan suatu langkah penghematan. Penulis mencoba memberikan solusi terhadap permasalahan penghematan sumber daya alam yang berupa air, langkah penghematan air dimulai dengan meminimalisir pembuangan air yang tidak digunakan untuk suatu keperluan, sering kita mengalami kejadian pembuangan air ini dalam kehidupan kita sehari-hari kita. Contohnya : pada saat kita mengisi bak mandi kemudian kita tinggal untuk melakukan pekerjaan yang lain sehingga tanpa sadar air telah meluber keluar dari bak mandi, pada saat kita mencuci tangan dengan kran air kita lupa mematikan kran tersebut setelah selesai mencuci tangan, dan masih banyak pemborosan yang lain. Dengan adanya kecanggihan teknologi komputerisasi yang ada, dimana kita bisa melakukan pemrograman terhadap IC PEROM, penulis mencoba memberikan solusi murah dengan teknologi yang telah tersedia, yaitu dengan menggunakan IC AT89C51 yang harganya terjangkau. IC AT89C51 memiliki banyak kecanggihan yang telah didesain khusus hingga bisa digunakan untuk berbagai macam aplikasi tergantung dari pemrograman yang kita lakukan dan 5 disesuaikan dengan keperluan, dengan menggunakan IC AT89C51 penulis mencoba mendesain dan merancang sebuah alat yang digunakan untuk mengendalikan kran air, dimana dengan langkah ini diharapkan dapat membantu langkah penghematan sumber daya alam yang berupa air. Sistem kontrol ini telah diuji coba oleh penulis sendiri untuk membuktikan sistim ini telah bekerja sesuai dengan spesifikasi awal saat proses perancangan, untuk memudahkan dalam penggunaan penulis memberikan indikator-indikator yang menunjukkan pewaktu (timing) yang berupa seven segment, power indicator dan valve indicator berupa Light emitting diode (LED). 1.2. RUMUSAN MASALAH Penulis mencoba mengetahui bagaimana PC bisa digunakan untuk melakukan pemrograman terhadap IC mikrokontroler AT89C51 yang nantinya mikrokontroler akan digunakan untuk mengendalikan kran air, dimana kran ini akan diberi pewaktu tunda sesuai dengan kehendak pengguna. Kran ini diwakilkan oleh sebuah relay yang nantinya bisa diumpankan ke sebuah kran air, sinyal yang diberikan oleh penerima infra merah menjadi pemancing awal bekerjanya kran tersebut, dan bagaimana seluruh sistem dan rangkaian yang telah terintegrasi dapat bekerja sesuai dengan desain awal. 6 1.3. RUANG LINGKUP DAN PEMBATASAN MASALAH Dalam pembuatan alat pengendali listrik ini penulis membatasi masalah atau ruang lingkup yang akan dibahas. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah : a. Spesifikasi ATMEL AT89C51 b. Pembuatan program pada Mikrokontroler c. Bentuk input dan output device pada ATMEL AT89C51 1.4. TUJUAN PENULISAN Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk merancang dan membuat sistem kontrol kran air berbasis mikrokontroler AT89C51 dengan menggunakan sensor infra merah, dimana pada sistem kontrol kran air tersebut diberikan pewaktu yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. 1.5. METODE PENELITIAN 1. Library Research yaitu dengan mencari data tentang output dari PC dan penggunaan AT89C51 sebagai pengendali. 2. Field research dengan mencari data dengan langsung survai ke lapangan. 3. Interview yaitu dengan bertanya kepada dosen pembimbing. 4. Design and Experiment yaitu dengan pembuatan interface dan ujicoba interface. 7 1.6. SISTEMATIKA PENULISAN Laporan Tugas Akhir ini terdiri dari lima bab yang disusun sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Merupakan pengantar laporan yang didalamnya berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan, metoda penulisan, sistematika penulisan laporan Tugas Akhir ini. BAB II Landasan Teori Merupakan tentang dasar teori yang penulis jadikan pedoman dalam pembuatan alat dan perancangan program yang selanjutnya dieksekusi, dalam bab ini mencakup semua dasar teori dari komponen yang digunakan dalam pembuatan dan perancangan alat dalam Tugas Akhir ini. BAB III Analisa / Pembahasan Tugas Akhir Merupakan bab yang menerangkan tentang perencanaan program dan pembuatan alat atau interface serta penjelasan tantang komponen yang penulis pakai dalam interface. BAB IV Implementasi dan Pengujian Menerangkan tentang hasil-hasil uji coba dan analisa sistem dari alat yang dibuat, dalam bab ini penulis juga menerangkan kinerja alat tersebut. BAB V Penutup Berisi kesimpulan tentang data yang di dapat dari uraian di dalam bab sebelumnya dan penulis berusaha memberikan sedikit saran yang mungkin bermanfaat guna meningkatkan kemampuan dari alat yang kami buat apabila ada 8 rekan-rekan mahasiswa yang lain ingin melanjutkan tugas akhir ini dengan beberapa modifikasi, sehingga nantinya layak untuk dipublikasikan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. RESISTOR 2.1.1. Teori Dasar Resistor Jika pada dua macam bahan dengan bentuk geometri dan ukuran yang sama diberi tegangan listrik yang sama, akan memberikan nilai arus yang berbeda. Hal ini disebapkan oleh berbedanya resistansi kedua bahan tersebut. Jika resistansi rendah arus yang mengalir akan besar, dan sebaliknya jika resistansi besar arus yang mengalir akan kecil. Hubungan antara resistansi, tegangan dan arus ini telah diamati oleh george simon ohm dan melahirkan hukum Ohm : Suatu benda dikatakan mempunyai resistansi 1 Ohm (Ω) bila padanya diberi tegangan 1 Volt akan memberikan arus 1 Ampere. Bentuk dasar hukum ini secara matematika ditulis : V = I .R = Dengan : I G (2.1.1) V = Tegangan dalam Volt (V) I = Arus dalam Ampere (A) R = Hambatan dalam Ohm (Ω) G = Konduktansi dalam Siemens (S) Suatu batang silinder konduktor dengan luas penampang A dan panjang L dialiri arus yang konstan sebesar I. Bila pada ujung-ujung diberi selisih potensial V, dan permukaannya dianggap sebagai bidang ekuipotensial. 9 10 Maka medan listrik dan rapat arus dianggap sama disemua titik di dalam selinder, yaitu : V = V I dan J = L A (2.1.2) Tahanan jenis (resistivitas) dapat ditulis : ρ= E V /L = J I/A Oleh karena R = R=ρ (2.1.3) V , jadi : I L A (2.1.4) Resistivitas ρ mempunyai satuan ohm-meter. Bahan-bahan konduktor resistivitasnya dipengaruhi oleh temperatur. Perubahan tersebut ditentukan oleh koefisien temperatur resistivitas α (per0C). Berikut ini diberikan tabel resistivitas untuk beberapa macam bahan : Tabel 2.1.1. Resistivitas Beberapa Macam Bahan. BAHAN ALUMINIUM TEMBAGA NIKEL PERAK BAJA WOLFRAM MANGAN KARBON AMORF BESI GELAS MIKA KAYU KERING KUARSA KOEFESIEN RESISTIVITAS PADA TEMPERATURE RESISTIVITAS PER 0C 200C (Ωm) (α) -8 2,8 X 10 3,9 X 10-3 1,7 X 10-8 3,9 X 10-3 -8 7,8 X 10 6,0 X 10-3 1,6 X 10-8 3,8 X 10-3 -7 1,8 X 10 3,0 X 10-3 -8 5,6 X 10 4,5 X 10-3 4,4 X 10-7 1,0 X 10-3 -5 3,5 X 10 -5,0 X 10-4 1,0 X 10-7 5,0 X 10-3 8 10 10 s/d 10 1011 s/d 1015 8 11 10 s/d 10 75 X 1016 11 Bahan dengan resistivas rendah disebut konduktor, dan bahan resistivitas tinggi disebut isolator. Hubungan antar resistivitas suatu bahan pada temperatur yang berbeda dinyatakan sebagai : ρ = ρ 0 [1 + α (T − T0 )] (2.1.5) Atau α= ρ − ρ0 (2.1.6) T − T0 Pada bahan konduktor, grafik hubungan antara ρ versus T pada umumya berbentuk kurva linier dengan kemiringan positif. 10-8Ωmρ 8 6 4 2 0 200 400 600 800 1000 1200 t Gambar 2.1.1. Kurva karakteristik dan resistansi dari bahan konduktor. Hokum Ohm pada rumus memperlihatkan hubungan linear antara V dan I. ditunjukkan pada gambar 2.2 oleh hambatan-hambatan R1<R2<R3 dengan kemiringan positif. I R1 R2 R3 V Gambar 2.1.2. Karakteristik arus-tegangan beberapa komponen. 12 Tenaga listrik yang ditransferkan kepada suatu jaringan tergantung pada selisih potensial yang dikenakan dan lamanya arus mengalir. Pada gambar 2.1.3 muatan bergerak dari titik a ke b, tenaga potensial akan berkurang sebesar : dq X Vab dan ditransferkan menjadi bentuk lain yang tergantung pada wujud kotak pada gambar 2.1.3 tersebut. Dalam waktu dt. Tenaga sebesar du ditransferkan pada kotak sebesar : dU = dq . Vab = I dt . Vab (2.1.7) sehingga tingkat tenaga yang ditransferkan adalah : P= dU = i.Vab dt (2.1.8) I a ? V KOTAK b I Gambar 2.1.3. Jaringan listrik sederhana Jika pada kotak tersebut adalah resistor, berdasarkan rumus 2.1.1 dan 2.1.8 diperoleh : P = I2. R (watt) (2.1.9) 2.1.2. Jenis-Jenis Resistor Pada masa lalu orang menggunakan resistor berbentuk batang. Hambatan resistor terutama dipengaruhi oleh campuran grafit yang digunakan. Resistor ini jarang digunakan karena banyak sifatnya yang kurang baik, seperti misalnya hambatannya berubah dengan frekuensi dan derau yang teramat besar. 13 Resistor yang paling banyak digunakan terbuat dari grafit yang dilapiskan pada sebatang keramik. Resistor ini disebut resistor film grafit. Nilai hambatannya ditentukan oleh tebal dan panjang lapisan. Untuk hambatan yang tinggi lapisan grafit dibuat berbentuk spiral. Resistor jenis lain yang sering digunakan adalah resistor film metalik. Resistor ini dapat dibuat untuk pemakaian presisi dan mempunyai derau rendah. Resistor lain lagi yang sering digunakan adalah resistor lilit kawat. Resistor jenis ini mempunyai nilai presisi tinggi dan mempunyai derau amat rendah, lagi pula dibuat dengan nilai hambatan di bawah 1 Ohm. Oleh karena terbuat dari lilitan kawat, resistor ini mempunyai induktansi dan kapasitansi parasitik, sehingga tanpa cara lilitan khusus tak dapat digunakan untuk frekuensi tinggi. Resistor grafit dibuat dengan nilai hambatan yang aneh, seperti misalnya : 2,2 ohm, 68 ohm, 47ohm, dan sebagainya. Suatu resistor dengan hambatan tertulis 1Kohm misalnya jika diukur dengan ohm meter bisa saja mempunyai nilai antara 995 Ω dan 1, 05 KΩ. Suatu besaran yang disebut toleransi menyatakan berapa persen tebaran nilai hambatan sebenarnya dari nilai hambatan yang tertulis. Suatu resistor dengan nilai hambatan bertoleransi 5% berarti bila diukur kemungkinan besar nilai hambatannya terdapat dalam jangka R±5%. Nilai hambatan resistor yang dibuat orang berhubungan dengan tolerasi. Resistor dengan toleransi 10% dibuat dengan nilai hambatan yang merupakan kelipatan 10n dari suatu deret yang disebut E12. deret ini mempunyai 12 nilai yaitu 1,0; 1,2; 1,5; 1,8; 2,2; 2,7; 3,3; 3,9; 4,7; 5,6; 6,8; 8,2. Sebagai contoh dapat dicari resistor 14 10% dengan hambatan 10kΩ; 12KΩ; 1,5KΩ; 2,2KΩ dan sebagainya. Hambatan dengan nilai 1,8K lazim ditulis 1K8 dan 3,9 Ω ditulis 3Ω9, dan sebagainya. Deret diatas dibuat agar mencakup semua nilai yang mungkin diperlukan. Sebagai contoh, pandang saja nilai berdekatan, yaitu 1,8; 2,2; dan 2,7. Toleransi 10% di sekitar 1,8 mencakup daya 1,8±10% yaitu 1,62 hingga 1,98. Sedangkan 2,2±10% mencakup jangka dari 2,34 hingga 2,97. Jadi untuk toleransi 10% seri E12 mencakup semua nilai yang terletak antara dua nilai yang berurutan. Untuk toleransi 5% digunakan seri E24 yang terdiri dari 24 nilai yaitu : 1,0; 1,1; 1,2; 1,3; 1,5; 1,6; 1,8; 2,0; 2,2; 2,4; 2,7; 3,0; 3,3; 3,6; 3,9; 4,3; 4,7; 5,1; 5,6; 6,2; 6,8; 7,5; 8,2; 9,1. 2.1.3. Sandi Warna Resistor grafit menggunakan cincin sandi warna yang dicatkan pada badan resistor untuk menyatakan nilai hambatan. Untuk resistor dengan toleransi 10% dan 5% digunakan 4 cincin, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1.4. Cincin A adalah yang paling dekat dengan ujung resistor. Warna cincin A, B, dan C menyatakan nilai hambatan resistor, sedangkan warna cincin D hanya ada 2 warna, yaitu perak untuk toleransi 10% dan emas untuk toleransi 5%. Untuk cincin A, B, dan C tiap warna mempunyai nilai seperti tertera pada tabel 2.1.2 di bawah ini. 15 Tabel 2.1.2 Sandi warna WARNA Hitam Coklat Merah Oranye Kuning Hijau Biru Ungu Abu-abu Putih NILAI 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 B A D C Gambar 2.1.4. Cincin-cincin sandi warna pada resistor. Nilai hambatan dapat dibaca dengan menggunakan rumus R = (A)(B) X 10(C)ohm. Dengan (A) merupakan nilai warna cincin A, (B) nilai warna cincin B, dan (C) nilai warna cincin C. Sebagai contoh, resistor dengan warna A = kuning =(4), B = ungu = (7), C = merah = (2) mempunyai harga hambatan R = 47 X 102 = 4700Ω = 4,7KΩ = 4K7. Khusus untuk cincin D ada warna emas yang mempunyai nilai -1. 2.1.4. Konstruksi Beberapa Jenis Resistor. A. Resistor tetap 1. Resistor Grafit Terdiri dari bubuk grafit, talk, dan material organic halus dengan perbandingan yang sesuai dengan nilai hambatan yang diperlukan. Dengan 16 material hambatan tidak diisolasi tetapi diproteksi dengan cat sebagai sambungan dipakai kawat tembaga dilapis disolder pada metalisasi. Jenis keluaran aksial dengan material grafit. Diisolasi dalam tabung keramik yang disumbat, atau dilapisi resin yang dikeraskan sebagai pelindung terhadap korosi dan mekanik. Sambungan berupa kawat yang dilapisi. 2. Resistor Film Metalik Resistor ini terdiri dari film metalik berupa sekrup (helice), campuran dari Pt-irridium atau Ag-palladium, dapat pula dari grafit koloidal yang dilapiskan pada tabung gelas atau keramik. Sebagai sambungan digunakan kawat tembaga yang dilapisi, dipasang pada metalisasi perak. Untuk proteksi digunakan cat. 3. Resistor Lilit Kawat Kawat dengan diameter 1,5/100mm sebagai hambatan dibuat dari campuran Ni-chrom, dililitkan pada tabung keramik sebagai pelindung terhadap korosi dan mekanik digunakan lak polimer, semen mineral, email, atau resin. Terminal keluaran berupa cincin pengapit atau ring calmp, lengan atau bague, atau dapat pula berupa kawat. B. Resistor yang dapat diatur 1. Potensiometer Presisi Terdiri dari alur hambatan lilit, terminal keluaran, tabung bekelit cetak, band bekelit sebagai pelindung hambatan lilit, lembar kontak dengan resistor, kontak geser dari kuningan. 17 2. Rheostats Terdiri dari tempat lilitan dari Si-magnesium yang dilapis, resistor, kontak geser, proteksi hambatan lilit dari cat gelas atau semen, penghubung dengan kontak geser, penggerak kontak geser. 2.2. KAPASITOR 2.2.1. Teori Dasar Kapasitor Jika pada dua buah lempeng logam sejajar berdekatan yang mula-mula tanpa muatan diberi tegangan LC sebesar E volt, ternyata kedua lempeng dapat menyimpan muatan listrik. Jika kedua lempeng berupa lingkaran dengan jari-jari R, potensial pada masing-masing lempeng adalah : V+ = 1 q 4πε 0 R V− = −1 q 4πε 0 R (2.2.1) Dengan q = muatan pada permukaan ε0 = permitivitas bahan atau konstante dielektrikum dalam ruang hampa V+ V V- Gambar 2.2.1. Kapasitor lempeng sejajar diberi tegangan E. Sehingga selisih potensial kedua lempeng adalah : V = V+ − V− = 1 2q 4πε 0 R Atau q = (2πε 0 R)V (2.2.2) 18 2πε 0 R disebut kapasitansi kedua lempeng (C) sehingga q = C V Atau C = Dengan q V (2.2.3) C = kapasitansi dalam farad q = muatan dalam coulomb V = selisih potensial dalam volt Jika A = luas seluruh permukaan, d = jarak kedua lempeng, maka rumus (2.2.3) dapat ditulis sebagai berikut : C= εEA Ed =ε A d (2.2.4) Dengan ε = εrε0, εr = konstante dielektrikum relative, ε0 = 8,90 X 10-12 C2/Nm3. Rumus 2.2.4 hanya berlaku untuk kapasitor lempeng sejajar. Dalam praktek biasanya diberikan nilai εr. Tabel 2.2.1. Konstanta dielektrikum relatif. BAHAN Hampa udara Udara (1 atm) Gelas Mika Karet Kayu Ethyl Alcohol Glycerin Minyak tanah Air Porceline Gelas pyrex Polystyrene Kertas εr 1,0 1,00059 5 – 10 3–6 2,5 – 3,5 2,5 – 8,0 28,4 56 2,0 78 6,5 4,5 2,6 3,5 19 Bila beberapa kapasitor dipasang secara hubungan pararel, kapasitan total merupakan jumlah aljabar dari masing-masing kapasitannya. a b Gambar 2.2.2. Kapasitor dalam hubungan parallel. Dapat dilihat bahwa beda potensial pada tiap-tiap kapasitor adalah sama yaitu V. dari persamaan 2.2.3 diperoleh : q1 = C1V q2 = C2V q3 = C3V (2.2.5) Muatan total bila ketiga kapsitor dikombinasikan adalah : q = q1 + q2 + q3 = (C1 + C2 + C3)V (2.2.6) Sehingga suatu kapasitor C yang kapasitansinya ekuivalen dengan C1, C2, dan C3 adalah : C= q = C1 + C 2 + C 3 V (2.2.7) Beberapa kapasitor dihubung seri seperti gambar 2.2.3 dibawah ini : a b Gambar 2.2.3. Kapasitor dalam hubungan seri. Dari persamaan 2.2.3 dapat ditulis : V1 = q q q , V2 = , V3 = , dan V = V1 + V2 + V3 , C1 C2 C3 20 ⎛ 1 1 1 ⎞ ⎟⎟ atau V = q⎜⎜ + + ⎝ C1 C 2 C 3 ⎠ (2.2.8) Sehingga kapasitan C yang ekuivalen dengan ketiganya adalah : ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ q ⎜ 1 ⎟ , atau 1 = 1 + 1 + 1 C= = 1 1 ⎟ V ⎜ 1 C C1 C 2 C 3 + + ⎜ ⎟ ⎝ C1 C 2 C 3 ⎠ (2.2.9) 2.2.2. Konstruksi Kapasitor Elektrolit Kapasitor dibuat dengan jangka nilai kapasitansi pikofarrad pF(10-12F) sampai dengan 100.000μF (0.1 F). Rangkaian elektronik biasa menggunakan kapasitor dengan nilai kapasitansi dari pF sampai dengan 2200μF. nilai kapasitansi yang besar didapat pada kapasitor elektrolit. Pada kebanyakan kapasitor elektrolit digunakan dua keping aluminium, dan elektrolit yang dikandeng dalam lembaran kertas berpori yang terletak di antaranya. Konstruksi kapasitor elektronik ditunjukkan pada gambar 2.2.4. 1 2 1 3 4 2 3 1. 2. 3. 4. (a) (b) Lapisan oksida 1. Elektrolit dalam kertas berpori Elektrolit dalam kertas berpori 2. Aluminium tipis Anoda Al 3. Aluminium tipis Katoda Al Gambar 2.2.4. Kapasitor elektrolit (a) Bagan (b) Konstruksi 21 Jika plat aluminium yang murni diberi potensial positif terhadap plat yang lain, pada plat ini akan timbul lapisan oksidasi, lapisan ini bersifat sebagai isolator, dan berlaku sebagai dielektrikum untuk kapasitor elektrolit. Elektrolit berfungsi sebagai konduktor untuk katoda, lapisan oksida pada anode ini amat tipis, dengan ketebalan kurang dari 1μm, sehingga dapat menghasilkan kapasitansi yang besar. Dielektrikum yang amat tipis ini menyebapkan medan listrik di dalam dielektrik mempunyai nilai yang amat besar karena kuat medan listrik E = V dengan V = Beda tegangan dan d = Tebal dielektrik. Oleh sebap itu, d kapasitor elektrolit mempunyai kemampuan tegangan yang terbatas. Jika tegangan tersebut dilampaui, besar kemungkinan dielektrikum rusak, dan menimbulkan arus yang besar disertai kenaikan suhu. Jika hal ini berlangsung sedikit lama, kapasitor dapat mengalami kerusakan permanen. Tebal lapisan dielektrikum bergantung pada kemurnian logam yang digunakan dan juga pada beda tegangan yang dipasang. Kapasitor elektrikum akan mempunyai kapasitansi sebagaimana tertera pada badannya jika diberi tegangan kerja sesuai dengan yang tertera. Jika kebutuhan kapasitor elektrikum terbalik, sehingga plat aluminium yang murni bekerja sebagai katode (-), lapisan oksida oksida anode akan terjadi pada plat aluminium yang kurang murni. Akibatnya lapisan yang terjadi sangat tipis dan jika diberi beda tegangan kecil saja dapat terjadi medan listrik yang amat besar di dalamnya sehingga terjadi kerusakan. Inilah sebapnya mengapa kapasitor elektrolit mempunyai kebutuhan atau polaritas, yaitu tanda + dan -. Potensial yang lebih tinggi hendaknya dipasang pada ujung positif (+) dan yang lebih rendah 22 pada ujung negatif (-). Jika terbalik kapasitor menjadi rusak dan mungkin juga dapat meletup. Selain aluminium, kini orang juga menggunakan tantalum sebagai bahan plat logam pada kapasitor elektrolit. Oksida yang terbentuk pada kapasitor tantalum mempunyai tetapan dielektrik yang lebih besar daripada kapasitor elektrolit aluminium. Oleh sebap itu untuk nilai kapasitansi yang sama, kapasitor tantalum mempunyai ukuran lebih kecil daripada kapasitor aluminium. Oleh karena kapasitor tantalum adalah kapasitor elektrolit, kapasitor ini mempunyai kekutuban, seperti halnya kapasitor kapasitor elektrolit aluminium. Bahan lain yang digunakan untuk kapasitor dielektrikum pada kapasitor adalah : A. Plastik B. Mika C. Keramik Selain dari kemampuan tegangan, beberapa sifat lain yang penting untuk diingat dalam menggunakan kapasitor adalah toleransi, tanggapan frekuensi, faktor lesapan, kebocoran, koefesien suhu, dan kemantapan. Koefesien suhu menyatakan berapa besar kapasitansi berubah dengan suhu, dinyatakan dalam ppm/0C (ppm: parts per million atau 10-4%). Kapasitor mika mempunyai koefisien suhu sekitar +100 ppm/0C. Kapasitor plastik (polikarbonat, film) antara 50 sampai dengan -100 ppm/0C. kapasitor keramik mempunyai koefisien suhu hingga 1000 ppm/0C. sedang kapasitor elektrolit aluminium mempunyai koefisien suhu sekitar 1000 ppm/0C (tak linier) dan koefisien suhu kapasitor tantalum dari 200 hingga 1000 ppm/0C. 23 Tabel 2.2.2. Frekuensi resonansi untuk berbagai kapasitor. KAPASITOR FREKUENSI RESONANSI Plastic (film) 1 MHz Mika 1 MHz Keramik (tabung) 10 MHz Keramik (monolitik) 100 MHz Elektrolotik (aluminium lembaran) 50 kHz Tantalum 100 kHz Untuk frekuensi rendah kapasitor dapat dibayangkan sebagai suatu kapasitor dengan hambatan RS. Hambatan ini berhubungan dengan daya lesap (hilang) dalam kapasitor sebagai kalor joule dengan faktor rugi = RSωC. 2.3. DIODA SEMIKONDUKTOR 2.3.1. Teori Dasar Dioda Semikonduktor Bentuk dioda yang lazim digunakan terdiri dari semikonduktor tipe P yang dibuat bersambung dengan semikonduktor tipe N. Penyambungan ini dilakukan waktu penumbuhan Kristal. Secara skematis dioda sambungan P-N dapat dilukiskan seperti pada gambar 2.3.1. P Anoda N katoda Anoda katoda (a) (b) Gambar 2.3.1 (a) Susunan dioda sambungan P-N (b) Simbol dioda Jika suatu bahan semikonduktor tipe P dihubungkan dengan suatu bahan semikonduktor tipe N. Isi muatan listrik kedua macam bahan ini dapat digambarkan seperti pada gambar 2.3.2. pada gambar tersebut muatan yang diberi lingkaran menyatakan ion, dan muatan ini tetap di tempat, tidak bergerak walaupun diberi medan listrik. Tanda + dan – dalam kotak persegi menyatakan 24 pembawa muatan intrinsik, yaitu yang berasal dari ikatan kovalen pada atom silicon, yang menjadi bebas karena eksitasi thermal. Pembawa muatan yang lain adalah muatan bebas, yaitu lubang yang dihasilkan, oleh atom akseptor pada bahan tipe P, dan electron bebas yang berasal dari atom donor. Pembawa muatan bebas ini adalah pembawa muatan ekstrinsik. Pembawa muatan intrinsic(bebas) Θ + Θ + Lubang(bebas) + ΘΘΘΘ ++++ ΘΘΘΘ ++++ Pembawa muatan intrinsic(bebas) ⊕ ⊕ - Ion akseptor (diam) ⊕ ⊕ - Electron ekstrinsik(bebas) (a) + ⊕ ⊕ - ⊕ ⊕ - ⊕ ⊕ - Ion akseptor (diam) (b) Gambar 2.3.2 (a) Muatan listrik dalam bahan semikonduktor tipe P (b) Muatan listrik dalam bahan semikonduktor tipe N Apa yang terjadi bila bahan tipe P bersambung dengan bahan tipe N, ditunjukkan pada gambar 2.3.3. E Θ + Θ + Θ + Θ + Θ + Θ + Θ + Θ + Θ + Θ + Θ + Θ + Θ + Θ + Θ + ΘΘ ΘΘ ΘΘ ΘΘ ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ - ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ - ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ - Daerah pengosongan Gambar 2.3.3. Muatan listrik pada sambungan P-N. 25 Elektron bebas pada bahan tipe N akan berdifusi melalui sambungan, masuk ke dalam bahan tipe P dan terjadi rekombinasi dengan lubang-lubang yang ada dalam bahan tipe P. Sebaliknya juga terjadi, yaitu lubang bahan tipe P berdifusi masuk ke dalam bahan tipe N, dan berekombinasi dengan elektron dan saling meniadakan muatan. Akibatnya tepat pada sambungan P-N terjadi daerah tanpa muatan bebas, yang disebut daerah pengosongan (Depletion region). Oleh karena muatan positif terpisah dari muatan negatif, maka dalam daerah pengosongan terjadi medan listrik, yang melawan proses difusi selanjutnya. Dengan adanya medan listrik ini terjadi beda potensial listrik (bukit potensial) antara bagian P dan bagian N dalam daerah pengosongan. Sebaran muatan, kuat medan, dan potensial listrik pada sambungan P-N di ilustrasikan pada gambar 2.3.4. P Θ + Θ + Θ + Θ + Θ + Θ + Θ + Θ + Θ + Θ + N E Θ + Θ + Θ + Θ + Θ + ΘΘ ΘΘ ΘΘ ΘΘ ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ Daerah pengosongan (a) ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ - ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ - ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ ⊕ - 26 P X + - X=0 (b) P X=0 X (c) P X VHO X=0 (d) Gambar 2.3.4. (a) Sambungan P-N (b) Sebaran rapat muatan (c) Sebaran kuat medan listrik E (d) Sebaran potensial V, VHO=bukit potensial 2.3.2. Karakteristik Dioda Karakteristik dioda adalah hubungan antara arus dioda dan beda tegangan antara kedua ujung dioda. Untuk dioda sambungan p-n, kurva karakteristiknya adalah seperti pada gambar 2.3.5. 27 ID VD VPIV - 0 Arus penjenuhan VPOTONG + Gambar 2.3.5. Kurva karekateristik dioda. Pada kurva karakteristik dioda, arus dioda ID = 0 jika VD = 0. Pada keadaan tanpa tegangan(VD = 0) arus minoritas dan arus mayoritas mempunyai besar sama tetapi arahnya berlawanan, sehingga arus total pada keadaan tanpa tegangan sama dengan nol. Jika dioda diberi tegangan maju, yaitu VD>0, arus ID mula-mula mempunyai nilai ID≈0, sehingga VD = VP (tegangan potong), setelah arus dioda naik dengan cepatnya terhadap perubahan tegangan dioda VD. Untuk dioda silicon VP≈0,6V sedangkan untuk dioda germanium VP≈0,3V. 2.3.3. Dioda Sebagai Penyearah A. Penyearah gelombang setengah (Half wave rectifier) Bentuk yang sederhana dari penyearah gelombang setengan terdiri dari sebuah dioda, sebuah hambatan beban, dan sumber tegangan bolak balik seperti pada gambar 2.3.6 28 VO Vp t (a) (b) Gambar 2.3.6 (a) Rangkaian penyearah gelombang setengah. (b) Bentuk keluaran gelombang setengah. Gelombang sinus dari masukan dengan amplitudo puncak Vp diterapkan pada dioda. Bila tegangan masukan naik dari 0V menuju arah positif, dioda akan bekerja mulai mencapai 0,6V atau 0,7V. secara berkesinambungan dioda terus bekerja selama tegangannya di atas tegangan tersebut. Selama tegangan masukan negatif, dioda tidak bekerja, artinya secara efektif dioda dalam keadaan terbuka. Akibatnya tegangan yang diterima oleh hambatan beban RL membentuk gelombang-gelombang sinus secara seri pada arah positif dengan amplitudo puncak VP. Tegangan aktualnya adalah VP -0,6V (atau 0,7V). Tegangan keluaran dari penyearah gelombang setengah ini masih memerlukan penghalusan dan pengaturan lagi agar mendapatkan tegangan searah yang tetap. B. Gandengan transformator (Transformer coupled) Suplai daya dari sumber masukan merupakan bentuk gelombang sinus dari suatu tansformator diperlihatkan pada gambar 2.3.7. 29 Gambar 2.3.7. Gandengan transformator pada penyearah gelombang setengah. Transformator mempunyai beberapa manfaat : 1. Memungkinkan tegangan yang dipakai dioda berbeda dari tegangan masukannnya dengan pemilihan perbandingan transformasi N2/N1 yang sesuai dengan yang dikehendaki. Ciri tegangan searah untuk rangkaian dasar komputer adalah 5V dan untuk rangkaian analog yang menggunakan penyearah tegangan operasionalnya adalah ±15V. Tegangan sekunder transformator VS=(N1/N2)VP sinωt. merupakan amplitudo puncak dari jaringan tegangan masuk. Perbandingan transformasi diatur untuk mendapatkan tegangan sekunder sekitar 12V dari suplai tegangan sekitar 24V dari tegangan suplai 15V. 2. Transformator memberikan isolasi elektris antara rangkaian primer dan rangkaian sekunder. Hal ini sangat penting untuk melindungi operasi alat dari pengaruh tegangan alat dari pengaruh tegangan jaringan. 3. Transformator dapat memberikan tegangan yang dipelukan dalam pembentukan penyearah gelombang penuh. 30 C. Penyearah gelombang penuh (Full wave rectifier) Penambahan dioda pada center tap transformator seperti pada gambar 2.3.8.a, dapat menghasilkan gelombang sinus setengah dengan arah positif dan negatif menjadi seperti pada gambar 2.3.8.b. Dioda D1 bekerja bila terminal atas transformator positif dan arus i1 mengalir malalui hambatan beban RB. Dioda D2 akan bekerja pada gelombang setengah berikutnya dan arus i2 mengalir dengan arah yang sama dengan i1 melalui hambatan beban RL jadi tegangan yang diperolah hambatan beban RL merupakan tegangan gabungan gelombang sinus positif dan negatif dari masukan. (a) (b) Gambar 2.3.8. (a) Rangkaian penyearah gelombang penuh (b) Bentuk keluaran gelombang penuh Nilai puncak dari tegangan sekunder untuk tiap setengah gelombang sekunder merupakan jumlah dari seluruh gelombang setengah. Untuk perbandingan transformasi 1: 1, nilai puncak dari gelombang setengah adalah Vprimer/2 31 D. Penyearah jembatan (Bridge rectifier) Penyearah gelombang penuh yang dilukiskan pada gambar 2.3.8 membutuhkan transformator yang dilengkapi dengan center tap pada lilitan sekunder, walaupun transformator ini tidak sulit dibuat tetapi biayanya cukup meningkat. Untuk mendapatkan penyearahan gelombang penuh tanpa mengunakan center tap diperlihatkan pada gambar 2.3.9 dengan penambahan dua buah dioda lagi dalam bentuk penyearahan jembatan. Gambar 2.3.9. Penyearah gelombang penuh dengan jembatan dioda. Selama setengah gelombang positif VS, arus mengalir melalui D2, hambatan beban RL, melalui bumi, dan kembali ke transformator melalui D3. selama setengah gelombang negatif, arus mengalir melalui D4, RL, dan D1. Jadi arus yang melalui hambatan beban RL merupakan gabungan gelombang sinus positif dan negatif dari tegangan bolak balik. 32 E. Tegangan balik puncak (Peak inverse voltage) Untuk penyearah gelombang setengah, dioda dicoba pada saat polaritas mundur yang tegangannya sama dengan nilai puncak dari tegangan sekunder selama gelombang setengah bersesuaian dengan tidak bekerjanya dioda. Yang penting disini adalah tegangannya tidak melebihi tegangan maksimum dari dioda, dan dioda dapat mengimbangi tegangan balik puncak PIV (Peak inverse voltage). Untuk penyearah dioda gelombang setengah. Nilai PIV sama dengan tegangan puncak dari sekunder. PIV=VP sekunder (gelombang setengah) (2.3.1) Untuk penyearah gelombang penuh pada gambar 2.3.9, PIV sama dengan 2 X tegangan puncak dari sekunder, jadi : PIV=2VP sekunder (gelombang penuh dengan center tap) (2.3.2) Untuk penyearah jembatan diperoleh : PIV=VP sekunder (gelombang penuh, penyearah jembatan) (2.3.3) 2.3.4. Jenis-Jenis Dioda Beberapa jenis dari dioda yang biasa digunakan dalam aplikasi elektronik adalah : 1. Dioda tunnel Suatu partikel harus mempunyai energi sekurang-kurangnya sama dengan tinngi barier potensial agar ia dapat bergerak dari satu sisi barier ke sisi lainnya. Akan tetapi bila konsentrasi dopping ditambah sekitar 1/1000 bagian daerah pengosongan yang semula 0,5μm akan berkurang menjadi sekitar 10-6cm sehingga barier yang lebih tipis ini memungkinkan electron-elektron dapat 33 menembusnya. Perilaku mekanika kuantum ini disebut penerowongan, oleh karena itu alat-alat persambungan P dan N dengan rapat takmurnian tinggi ini disebut diode terowongan. Diode terowongan merupakan suatu penghantar yang baik utuk tegangan balik dan tegangan maju yang kecil, karena tahanannya tetap rendah pada puncak arus Ip tegangan yang bersamaan adalah Vp dengan kemiringan di/dv, apabila V dinaikkan di atas Vp arus akan turun, akibatnya konduktansi dinamis g = di/dv menjadi negatif dioda menunjukkan suatu karakteristik tahanan negatif antara puncak arus. Pada tegangan lembah Vvaley, saat I = Iv, konduktasi menjadi nol lagi dan di atas ini tahanannya akan tetap positif, fasa puncak tegangan Vf arus mencapai lgi harga Ip, untuk tegangan tegangan yang lebih tinggi, arus akan naik melebihi nilai ini. Untuk arus yang nilainya antara Iv dan If lengkungan akan mempunyai 3 nilai karena masing-masing arus dapat diperoleh pada 3 tegangan yang diterapkan. Sifat mempunyai nilai banyak ini, dioda menjadi bermanfaat dalam rangkaian pulsa dan digital. Keuntungan dari dioda adalah harganya murah, derau rendah, kecepatan tinggi, kebal terhadap lingkungan dan berdaya rendah. Dioda jenis ini digunakan untuk saklar elektronik kecepatan tinggi dan osilator frekuensi tinggi. 2. Dioda schottky Pada dioda schottky salah satu sisi, P atau N dari sambungan PN diganti dengan elektrode logam (emas, perak, atau platina). Dioda schottky tidak mempunyai daerah pengosongan karekteristik volt-amperenya sama dengan 34 sambungan PN kecuali tegangan turun on(Von) sangat rendah yaitu antara 0,2Volt dan 0,4 volt tergantung pada jenis logam pengganti yang digunakan. Keuntungan dari dioda schottky adalah terjadinya percepatan pensaklaran, dan penggunaan secara luas dalam rangkaian gelombang mikro untuk pensaklaran dengan kecepatan tinggi. Persamaan dioda schottky sama dengan dioda sambungan PN kecuali arus jenuh ditentukan oleh emisi termionik. Arus yang dihasilkan lebih besar dari pada arus jenuh dari dioda sambungan PN pada daerah yang sama sebagai hasil dari tegangan yang lebih rendah. Jika tegangan turn on dioda ditentukan sebagai tegangan yang diperlukan (Vf) yaitu untuk mendapatkan arus maju(If), maka nilai arus jenuh (Is) untuk tegangan maju(Vp) dari dioda schottky dapat digunakan menggunakan rumus dibawah ini: ⎛ Vf ⎞ I = Is[exp⎜ ⎟ − 1 ⎝ Vt ⎠ 3. Dioda Varaktor Varaktor adalah singkatan dari variabel reaktor, maksudnya bahwa dioda ini dapat berfungsi pembangkit tegangan bolak-balik dengan frekuensi yang dapat diatur (variabel). Dalam rangkaian, dioda varaktor biasanya dihubungkan dengan induktor (kuparan) dengan induktansi L, dan bila tegangan yang diberikan V maka frekuensi yang dihasilkan : 35 Dengan No = /NA-ND/. Jadi, ferkuensi gelombang listrik dalam rangkaian dikendalikan oleh tegangan dioda (V). Dioda varaktor banyak digunakan sebagai modulator frekuensi, penstabil osilator dan konverter frekuensi. Dalam aplikasinya dioda varaktor banyak digunakan untuk pemancar radio, ini disebapkan dioda varaktor dapat menghasilkan frekuensi yang tetap dan tidak berubah atau konstan, sehingga frekuensi kerja pemancar tetap tidak ada perubahan. 4. Dioda varistor Dioda varaktor sangat cocok digunakan pada rangkaian power supply, rangkaian kontrol dan power lines, dioda ini dibuat menggunakan semikonduktor keramik, ada banyak keisteimewaan dari dioda ini yaitu: dioda ini dapat beroprasi dengan temperatur tinggi melebihi temperatur dari dioda zener, ini disebapkan karena dioda ini dibuat dari bahan yang tahan panas yaitu semikonduktor keramik, banyak jenis operasi tegangannya mulai dari tegangan 5,5 sampai 120 volt, dan dapat bekerja pada ampere mulai dari 4 sampai 400 ampere, kegunaan dari dioda ini adalah sebagai pengaman, dimana pada saat terjadi tegangan over maka dengan sendirinya rangkaian tidak akan bekerja, karena pada saat terjadi tegangan melebihi tegangan kerja dari varistor maka varistor akan berubah menjadi resistansi, kebanyakan dioda ini digunakan sebagai pengaman pada sebuah rangkaian. 36 5. Dioda cahaya (Light emitting Dioda, LED) Dioda cahaya merupakan suatu jenis dioda dengan arus maju yang akan membangkitkan cahaya pada sambungan PN-nya, apabila diberi tegangan maju. Dioda cahaya membangkitkan daerah cahaya merah, kuning, hijau, atau biru tergantung pada spectrum energinya. Simbol dioda cahaya dan rangkaiannya dapat dilihat pada gambar 2.3.10. R8 + 470R D4 PWR IND D4 PWR IND - Gambar 2.3.10. Simbol dioda cahaya dan rangkaiannya. Dioda cahaya tidak dibuat dari bahan germanium atau silicon, tetapi dari bahan lain yaitu gallium (Ga), arsen (As), dan fosfer (P) atau disingkat GaAsP. Tegangan maju antara anoda-katoda berkisar antara 1,5 V dan 3 V, arus maju antara 5mA dan 20mA. Dalam teknik digital dioda cahaya digunakan untuk menampilkan angka-angka, huruf-huruf, atau tanda-tanda lain seperti pada papan nilai (scoring board), stopwatch, kalkulator elektronik, pemancar gelombang infra merah dan lain sebagainya. 2.4.TRANSISTOR BIPOLAR (BJT) Teori Dasar Transistor Bipolar Transisitor bipolar dibuat dengan menggunakan semikonduktor ekstrinsik tipe P dan N yang disusun seperti pada gambar 2.4.1. 37 P N P N (a) P N (b) Gambar 2.4.1. Susunan transistor bipolar (a) Transisitor PNP (b) Transistor NPN Ketiga bagian transistor ini disebut emitter, basis, kolektor. Masingmasing bagian transistor ini dihubungkan ke luar transistor dengan menggunakan konduktor sebagai kaki transistor. Pada transistor bipolar sambungan P N antara emitter dan basis diberi bias maju (forward) sehingga arus mengalir dari emitter ke basis. Bias adalah tegangan dan arus DC yang harus lebih dahulu dipasang agar tangkaian transistor bekerja. Seperti lazimnya, arus listrik di tentukan mempunyai arah seperti gerak muatan positif. Kerja transistor berdasarkan kepekaan arus yang dihasilkan oleh emitter (pengeluaran) oleh beda tegangan antara emitter dan basis (tumpuan). Jika tegangan emitter naik sedikit sehingga beda tegangan antara basis dan emitter naik sedikit, arus yang dikeluarkan oleh emitter akan berubah banyak. Arus ini dikumpulkan oleh kolektor yang diberi bias mundur oleh VCC sehingga arus tak dapat membalik dari kolektor ke basis. Dalam rangkaian, transistor dilukiskan dengan simbol seperti pada gambar 2.4.2. 38 P N N P P N Gambar 2.4.2. (a) Transistor PNP (b) Transistor NPN Konstruksi Transistor Empat teknik dasar telah dikembangkan untuk pembuatan dioda, transistor, dan peralatan untuk semikonduktor lainnya. Konsekuensi peralatan demikian dapat digolongkan kedalam salah satu dari jenis-jenis berikut : pertumbuhan, aloi, difusi atau epitaksial. A. Jenis pertumbuhan (Grown type) Transistor hubungan NPN dilukiskan dalam gambar 2.4.3.a. Transistor tersebut menarik kristal tunggal dari lelehan silicon atau germanium yang konsentrasi pencampurannya diubah selama operasi penarikan kristal dengan menambahkan atom-atom N atau P menurut keperluan. 39 C E N 25 μm P 3 mm P C 3 mm P B B N N E 25 μm 1 mm (b) (a) Metalisasi aluminium Dioksida silikon E B 5 μm 0.03 mm C (c) Gambar 2.4.3. Konstruksi transistor (a) Jenis pertumbuhan (NPN) (b) Jenis aloi(PNP) (c) Jenis planar difusi(NPN) B. Jenis aloi (Alloy type) Teknik ini, yang juga dinamakan konstruksi peleburan, ditunjukkan dalam gambar 2.4.3.b untuk transistor PNP. Bagian pusat (basis) merupakan lempengan bahan jenis N. dua titik kecil indium diletakkan pada dua sisi yang berlawanan dari lempengan, dan seluruh susunan dinaikkan temperaturnya dalam waktu yang singkat, lebih tinggi daripada titik lebur indium, tetapi lebih rendah 40 dari pada titik lebur germanium. Indium tersebut mencairkan germanium di bawahnya dan membentuk larutan jenuh. Pada saat pendinginan, kontak germanium dengan bahan basis mengkristal, dengan konsentrasi indium yang cukup untuk merubahnya dari jenis N ke jenis P. Kolektor dibuat lebih besar daripada emitter kareana susunan geometris yang demikian, hampir semua arus emitter mengikuti lintasan difusi lebih menuju ke kolektor daripada ke basis. C. Jenis difusi (Diffusion type) Teknik ini terdiri dari peletakkan lempengan semi konduktor dalam difusi gas dengan pencampuran baik jenis N maupun jenis P untuk membentuk hubungan emitter maupun hubungan kolektor. Suatu transistor silikon datar jenis dikukiskan dalam gambar 2.4.3.c. Dalam proses ini, luas hubungan basis-kolektor ditentukan oleh suatu topeng (mask) difusi. Emitter kemudian didifusikan pada basis menggunakan topeng lain. Suatu lapisan dioksida silikon tipis ditumbuhkan di seluruh permukaan dan dilakukan fotoetsa sedemikian sehingga kontak aluminium dapat dibuat untuk kawat emitter dan kawat basis. Hal ini diperlihatkan pada gambar 2.4.3.c. Karena aksi-pasif lapisan oksida tersebut, sebagian besar masalah permukaan dapat dihindarkan dan sedikit sekali kebocoran arus. Juga terdapat perbaikan dalam perolehan arus pada arus rendah dan dalam tingkat derau. D. Jenis epitaksi (Epitaxial type) Teknik epitaksial terdiri dari penumbuhan lapisan Kristal tunggal silikon, sangat murni dan sangat tipis pada landasan dari bahan yang sama, yang disuntik berat, disuntik fosfin (PH3) untuk jenis N dan disuntik biboran (B2H6) 41 untuk jenis P. Kristal ini membentuk kolektor yang diatasnya dapat didifusikan basis dan emitter. Semua transistor bipolar mikroelektronika di buat dengan cara ini. 2.5. RELAY 2.5.1. Tipe-Tipe Relay Terdapat 3 tipe utama relay : A. Relay elektromagnetik B. Relay termal, dan C. Relay induksi Tipe induksi jarang digunakan dalam rangkaian elektronik. Yang sangat luas penggunaannya adalah tipe elektromagnetik dan tipe termal. A. Relay elektromagnetik Istilah yang sangat sederhana dari relay elektromagnetik adalah remotely controlled switch. Kontaktor dan circuit breaker mungkin mempunyai batasan yang kurang lebih sama, tetapi di sini hanya mengenai piranti-piranti yang memakai dan mengendalikan sejumlah daya yang relatif kecil, jadi kontaktor dan circuit breaker tidak termasuk dalam pembahasan. Relay ini mempunyai sepasang kontak yaitu kontak diam (stationary contact). Kontak tersebut mengendalikan rangkaian tunggal listrik. Dalam keadaan normal, jika lilitan tidak berpulsa, kontak dalam keadaan terbuka. Relay seperti itu dinamakan relay SPSTNO (single pole single throw normally open relay). 42 Jika ada arus pada lilitan, mungkin karena suatu sumber remote, akan menimbulkan suatu kekuatan pada armature untuk menariknya menuku inti (core) jadi menyebapkan kontak gerak menyentuh kontak diam. Per (spring) memegang armature pada posisi terbuka (open) pada waktu lilitan tidak berarus. Pada saat tegangan ditiadakan dari rangkaian lilitan, tarikan lilitan terhadap armature menjadi nol, dan per menarik armature pada posisi terbuka. B. Relay termal Relay ini menggunakan elemen panas untuk membengkokan bimetal (kontak gerak) sehingga menyentuh konduktor yang berdekatan (kontak diam). Waktu operasi dari relay ini merupakan fungsi dari elemen pemanas, tipe bimetal yang digunakan, spasi antara kontak diam dan kontak gerak, dan keadaan temperatur. Kelemahan utama dari relay ini adalah dalam hal operasi pengulangan. Jika bimetal dari kontak gerak tidak dapat mencapai temperatur normal sebelum pemanasan berikutnya, waktu operasi akan lebih pendek. Waktu pendinginan dari relay tipe ini rata-rata antara 30 detik sampai 3 menit tergantung kepada keadaan temperatur. Jika lingkungan relay benar-benar terkendali, relay termal mungkin berfaedah untuk pemakaian waktu tunda (delay times). Relay ini biasanya ditutup dengan tabung gelas untuk mengurangi pengaruh temperatur sekitarnya. 2.5.2. Parameter Relay Jumlah dan pengaturan kontak tergantung pada keperluannya. Pengaturan kontak menunjukkan kombinasi dari perbedaan bentuk dasar kontakkontak yang digunakan dalam menyempurnakan struktur saklar secara 43 menyeluruh. Tiap kontak gerak dari suatu relay merupakan sebuah kutub (pole). Kombinasi dari kontak diam dan kontak gerak dalam keadaan bersentuhan pada saat lilitan tidak berarus ditunjukkan sebagai back break atau kontak NC (normally closed contact). Kombinasi antara kontak diam dan kontak gerak yang saling bersentuhan pada saat lilitan berarus ditunjukman sebagai front make atau kontak NO (normally open contact). Kombinasi antara 2 kontak diam dan 1 kontak gerak yang bersentuhan dengan salah satu kontak diam pada saat lilitan berarus, disebut transfer atau kontak SPDT (single pole double throw contact). Kombinasi kontak dengan kontak gerak yang secara serentak makes dan serentak pula breaks dalam hubungannya dengan 2 kontak diam disebut DB (double breaks). Untuk kontak NO kombinasi itu disebut double makes. Notasi kontak relay diberikan dengan aturan seperti di bawah ini : 1. Poles 2. Throws 3. Normal position 4. DB untuk double breaks dan double makes A. Make SPSTNO C. Break SPSTNC B. Make, Make, Break D. Single pole, double throw, center off SPDTNO 44 E. Break, Make (transfer) SPDT F. Break, Make, Break G. Make, Break (continuity transfer) U. Double Make, Contact On, Arm H. Break, Make, Break V. Double Break, Contact On, Arm I. Make, Make W. Double Make, Double Break, Contact On, Arm J. Break, Break X. Double Make, SPSTNODB K. Break, Break, Make Y. Double Break, SPSTNCDB L. Make, Break, Make Z. Double Make, Double Break SPSTNODB Gambar 2.5.1. Notasi kontak yang diusulkan oleh National Association of Relay Manufacturers. 45 Misalnya kontak SPSTNODB berarti kontak single pole single throw normaly open. Semua kontak itu merupakan single break kecuali bila diberi catatan DB (double break). Relay dengan gerakan kontak yang bersentuhan dengan lebih dari kontak diam selama satu siklus operasi, pengaturan kontaknya dinyatakan sebagai MPNT, dengan M menujukkan jumlah kutub (poles) dan N jumlah throws, misalnya 4P3T. Beberapa istilah yang digunakan dalam bentuk kontak dasar untuk relay perlu dijelaskan karena istilah-istilah itu digunakan dalam industri relay untuk fungsi tertentu. Istilah “back contact” kadang-kadang digunakan untuk kontak diam suatu kontak single poles normaly closed; jadi istilah back contact artinya sama dengan normally closed contact. 46 2.6. IC TIMER NE/SE 555 2.6.1. Konstruksi IC NE/SE 555 IC NE/SE 555 adalah piranti multiguna yang telah secara luas digunakan. Piranti ini dapat difungsikan sebagai astable multivibrator. Rangkaian khusus ini dapat dibuat dengan komponen dan daya yang minimal. Rangkaian dapat dengan mudah dibuat dan sangat reliabel. Chip khusus ini telah banyak diproduksi oleh beberapa pabrik. Sebagai tanda, semua produksi terdapat angka 555 misalnya SN72555, MC14555, SE555, LM555 dan CA555. Rangkaian internal IC 555 biasanya dilihat dalam sebagai blok-blok. Dalam hal ini, chip memiliki dua komparator, sebuah bistable flip-flop, sebuah pembagi resistif, sebuah transistor pengosong dan sebuah keluaran. Gambar 2.6.1 memperlihatkan blok fungsional IC 555. Gambar 2.6.1. Rangkaian internal IC LM555 47 Pembagi tegangan pada IC terdiri dari tiga resistor 5 kΩ. Jaringan dihubungkan secara internal ke +Vcc dan “Ground” dari sumber. Tegangan yang ada di resistor bagian bawah adalah sepertiga Vcc. Tegangan pada titik tengah pembagi tegangan sebesar dua pertiga harga Vcc. Sambungan ini berada pada pin 5 dan titik ini didesain sebagai pengontrol tegangan. Dua buah komparator pada IC 555 merespon sebagai rangkaian saklar. Tegangan referensi dikenakan pada salah satu masukan pada masing-masing komparator. Tegangan yang dikenakan pada masukan lainnya memberikan awalan terjadinya perubahan pada keluaran jika tegangan tersebut berbeda dengan harga referensi. Komparator berada pada dua pertiga Vcc dimana pin 5 dihubungkan ke tengah resistor pembagi. Masukan lain ditandai dengan pin 6 disebut sebagai ambang pintu (Threshold). Saat tegangan pada pin 6 naik melebihi dua pertiga Vcc, keluaran komparator akan menjadi positif. Ini kemudian dikenakan pada bagian reset dari masukan flip-flop. Komparator 2 adalah sebagai referensi sepertiga dari Vcc. Masukan positif dari komparator 2 dihubungkan dengan bagian bawah jaringan pembagi resistor. Pin 2 eksternal dihubungkan dengan masukan negatif komparator 2. Ini disebut sebagai masukan pemicu (Trigger). Jika tegangan pemicu jatuh di bawah sepertiga Vcc, keluaran komparator akan berharga positif. Ini akan dikenakan pada masukan set dari flip-flop. Flip-flop IC 555 termasuk jenis bistable multivibrator, memiliki masukan set dan reset dan satu keluaran. Saat masukan reset positif maka keluaran akan positif. Tegangan positif pada set akan memberikan keluaran 48 menjadi negatif. Keluaran flip-flop tergantung pada status dua masukan komparator. Keluaran flip-flop diumpankan ke keluaran dan transistor pengosong. Keluaran dihubungkan dengan pin 3 dan transistor pengosongan dihubungkan dengan pin 7. Keluaran adalah berupa penguat daya dan pembalik isyarat. Beban yang dipasang pada terminal 3 akan melihat apakah keluaran berada pada +Vcc atau “Ground”, tergantung kondisi isyarat masukan. Arus beban sebesar sampai pada harga 200 mA dapat dikontrol oleh terminal keluaraan. Beban yang tersambung pada +Vcc akan mendapat energi saat pin 3 berubah ke “Ground”. Beban yang terhubung ke “Ground” akan “hidup” saat keluaran berubah ke +Vcc . Kemudian akan mati saat keluaran berubah ke “Ground”. Transistor Q 1 disebut transistor pengosongan (Discharge transistor). Keluaran flip-flop dikenakan pada basis Q 1 . Saat flip-flop reset (positif), akan membuat Q 1 berpanjar maju. Pin 7 terhubung ke “Ground” melalui Q 1 . Saat flip-flop set (negatif), akan membuat Q 1 berpanjar mundur. Ini akan membuat pin 7 menjadi tak terhingga atau terbuka terhadap “Ground”. Karenanya pin 7 mempunyai dua kondisi, terhubung singkat atau terbuka. Kita selanjutnya akan melihat bagaimana respon rangkaian internal IC 555 sebagai sebuah multivibrator. 2.6.2. IC Astable Multivibrator Jika digunakan sebagai astable multivibrator, IC 555 berlaku sebagai Osilator RC. Bentuk gelombang dan frekuensi keluaran utamannya ditentukan oleh jaringan RC. Gambar 2.6.1 memperlihatkan rangkaian astable multivibrator menggunakan IC LM555. Biasanya rangkaian ini digunakan sebagai pembangkit 49 waktu (Time base generator) untuk rangkaian lonceng (Clock) dan pada komputer. Pada rangkaian ini diperlukan dua resistor, sebuah kapasitor dan sebuah sumber daya. Keluaran diambil dari pin 3. Pin 8 sebagai + Vcc dan pin 1 adalah “Ground”. Tegangan catu DC dapat berharga sebesar 5 – 15 V. Resistor RA dihubungkan antara +Vcc dan terminal pengosongan (pin 7). Resistor RA dihubungkan antara pin 7 dengan terminal ambang (pin 6). Kapasitor dihubungkan antara ambang pintu dan “Ground”. Pemicu (pin 2) dan ambang pintu (pin 6) dihubungkan bersama. Saat daya mula-mula diberikan, kapasitor akan terisi melalui RA dan RB. Ketika tegangan pada pin 6 ada sedikit kenaikan di atas dua pertiga Vcc, maka terjadi perubahan kondisi pada komparator 1. Ini akan me-reset flip-flop dan keluarannya akan bergerak ke positif. Keluaran (pin 3) bergerak ke “Ground” dan basis Q1 berprategangan maju.Q1 mengosongkan C lewat RB ke “Ground”. Gambar 2.6.2. Rangkaian astable multivibrator 50 Gambar 2.6.3. Bentuk gelombang pada rangkaian astable multivibrator. Ketika tegangan pada kapasitor C turun sedikit di bawah sepertiga Vcc, ini akan memberikan energi ke komparator 2. Antara pemicu (pin 2) dan pin 6 masih terhubung bersama. Komparator 2 menyebabkan tegangan positif ke masukan set dari flip-flop dan memberikan keluaran negatif. Keluaran (pin 3) akan bergerak ke harga + Vcc. Tegangan basis Q1 berpanjar mundur. Ini akan membuka proses pengosongan (pin7). C mulai terisi lagi ke harga Vcc lewat RA dan RB. Proses akan berulang mulai titik ini. Kapasitor C akan terisi dengan harga berkisar antara sepertiga dan dua pertiga Vcc . Perhatikan gelombang yang dihasilkan pada gambar 2.6.3. Frekuensi keluaran astable multivibrator dinyatakan sebagai f = 1/T. Ini menunjukkan sebagai total waktu yang diperlukan untuk pengisian dan pengosongan kapasitor C. Waktu pengisian ditunjukkan oleh jarak t1 dan t3. Jika dinyatakan dalam detik t1 = 0,693 (RA + RB)C. Waktu pengosongan diberikan oleh t2 dan t4. Dalam detik, t2 = 0,693 RB C. Dalam satu putaran atau satu periode pengoperasian waktu yang diperlukan adalah sebesar : T = t1 + t 2 atau T = t 3 + t 4 (2.6.1) 51 Dengan menggunakan harga t1 dan t 2 atau t 3 dan t 4 , maka persamaan frekuensi dapat dinyatakan sebagai : f = 1 1,44 = T (R A + 2 RB )C (2.6.2) Nisbah resistansi RA dan RB sangat penting untuk pengoperasian astable multivibrator. Jika RB lebih dari setengah harga RA , rangkaian tidak akan berosilasi. Harga ini menghalangi pemicu untuk jatuh dari harga dua pertiga VCC ke sepertiga VCC . Ini berarti IC tidak mampu untuk memicu kembali secara mandiri atau tidak siap untuk operasi berikutnya. Hampir semua pabrik pembuat IC jenis ini menyediakan data pada pengguna untuk memilih harga RA dan R B yang sesuai terhadap harga C. 2.7. MIKROKONTROLER AT89C51 2.7.1. Konstruksi Dasar AT89C51 Keluarga mikrokontroler MCS51 adalah mikrokontroler yang paling popular saat ini keluarga ini diawali oleh intel yang mengenalkan IC mikrokontroler type 8051 pada awal tahun 1980-an, sampai kini telah lebih 100 macam mikrokontroler turunan 8051, sehingga terbentuklah keluarga besar mikrokontroler dan biasa disebut MCS51. Belakangan ini pabrik IC ATMEL ikut menambah anggota keluarga MCS51 terdiri dari dua macam yang berkaki 40 setara dengan yang asli 8051, bedanya mikrokontroler atmel berisikan flash PEROM dengan kapasitas berlainan, AT89C51 mempunyai flash PEROM dengan kapasitas 2KByte, AT89C52 4KByte, AT89C53 12KByte, AT89C55 20KByte dan AT89C8253 berisikan 8 KByte flash PEROM dan 2 KByte EEPROM dan 52 yang berkaki 20 adalah AT89C2051 yang disederhanakan penyederhanaan dilakukan dengan cara mengurangi untuk jalur input/output, kemampuan yang lain sama sekali tidak mengalami pengurangan penyederhanaan ini dimaksud untuk membentuk mokrokontroller yang bentuk fisiknya sekecil mengkin tapi memiliki kemampuan sama, atmel memproduksi 3 buah mikrokontroler mini masing-masing adalah AT89C1051 dengan kapasotas flash PEROM 1KByte, AT89C2051 2KByte dan AT89C4051 4KByte. Di dalam sebuah IC AT89C51 selain CPU (Central Processing Unit) juga terintegrasi di dalamnya. 1. RAM (Random Access Memory) sebesar 128 Bytes. RAM merupakan tempat menyimpan sementara, yang akan terhapus apabila sistem mikrokontroler dimatikan. 2. ROM (Read Only Memory) sebesar 4Kbytes. ROM ini berisikan programprogram yang akan dijalankan oleh mikrokontroler. ROM hanya bisa dibaca tidak bisa ditulis pada saat eksekusi program. Untuk menghapus program di ROM ada berbagai cara yang disesuaikan dengan jenis ROM tersebut. a. Untuk UVEPROM (Ultra Violet Erasable Programmable ROM) dapat dihapus dengan menggunakan sinar ultra violet selama kurang lebih 15 menit setelah itu UVEPROM dapat ditulis program menggunakan EPROM programmer. b. Untuk EEPROM (Electric Erasable Programmable ROM) dapat dihapus dengan memberikan tegangan 5 Volt selama beberapa saat 53 pada pin tertentu, setelah itu dapat ditulis program kembali dengan menggunakan EPROM programmer. 3. Register waktu (Timer register) sebanyak 2 buah yaitu timer 0 dan timer 1 yang masing-masing berkapasitas 16 bit. Register ini digunakan sebagai : a. Delay atau jarak waktu sebagai contoh penggunaanya mikrokontroler memberikan waktu kepada sebuah piranti I/O yang dikontrolnya untuk bekerja selama rentang waktu tertentu, hal ini memerlukan delay. b. Counter atau pencacah mikrokontroler mempunyai kemampuan untuk mencacah (menghitung) pulsa dari luar misalnya dari signal generator. c. Baud rate serial komunikasi yaitu tekanan transfer dapat diubah-ubah sesuai dengan kebutuhan. 4. Port input/output. IC89C51 mempunyai 4 buah port input/output yang dapat dikontrol sebagai I/O yaitu P0, P1, P2, dan P3. Sebuah port mempunyai 8 pin atau 8 Bit. Meskipun semua port dapat dikontrol, masing-masing port mempunyai fungsi yang berbeda. a. Port 0 mempunyai fungsi sebagai port alamat dan data. Maka jika mikrokontroler sedang mengakses alamat, P0 aktif sebagai pembawa alamat 8 bit yang bawah (A0-A7). Ketika mengakses data bisa input atau output port berfungsi sebagai jalur data (D0-D7). b. Port 1 tidak mempunyai fungsi lainnya selain I/O sehingga port ini sering digunakan untuk mengontrol piranti lain di sistem antar muka. c. Port 2 berfungsi sebagai pembawa alamat 8 bit atas (A8-A15). Berbeda dengan port 0, port ini tidak bersifat sebagai jalur data hanya sebagai 54 pembawa alamat. Dengan demikian jelas bahwa untuk alamat AT89C51 menyediakan 16 bit sedangkan untuk jalur data 8 bit. d. Port 3 mempunyai fungsi yang berbeda-beda dari setiap pinnya yaitu P3.7 kaki read yang aktif mana kala sedang melakukan eksekusi yang sifatnya membaca data. P3.6 kaki write yang aktif saat melakukan eksekusi yang sifatnya menulis data ke suatu alamat. P3.5 merupakan pin yang berhubungan dengan timer register 1 P3.6 merupakan pin yang berhubungan dengan timer register 0 P3.3 dan P3.2 berhubungan dengan control intrupsi. P3.1 dan P3.0 berhubungan dengan port serial. 5. Kontrol intrupsi. Intrupsi yang dilayani oleh AT89C51 dapat berasal dari a. Piranti diluar AT89C51. Untuk intrupsi ini AT89C51 menyediakan dua buah kontrol yaitu INT0 dan INT1 (pin 3.2 dan pin3.3). b. Timer register baik timer 0 dan timer 1. c. Port serial yaitu melalui tegister T1 (Transmit Interrupt) atau R1 (Receive Interrupt). 6. Port serial berfungsi untuk komunikasi serial dengan CPU lain. Sepasang Tx (Transmitter) dan Rx (Receiver) (pin P3.1 dan P3.0). 7. Jalur Kontrol. Sebagai mikrokontroler yang berorientasi kontrol AT89C51 mempunyai pin yang berfungsi secara khusus untuk mengontrol piranti lain untuk melakukan sebuah eksekusi atau mangakses data. Jalur kontrol tersebut beranggotakan : 55 a. PSEN (Program Store Enable) aktif saat AT89C51 sedang mengakses program memori dari ROM luar. b. ALE (Address Latch Enable) aktif saat AT89C51 sedang mengakses alamat. c. EA (External Access) jika aktif maka AT89C51 dapat mengakses memori luar. d. RST (Reset) jika diaktifkan maka semua pin dan program akan terakses dari awal lagi. Oscillator on-chip AT89C51 sangat penting dalam menentukan tekanan siklus mesin dari AT89C51. Oscilator ini dibangkitkan oleh kristal atau pin dari TTL (Transistor-Transistor Logic) luar. Semakin besar frekuensi yang dipakai oleh osilator on-chip ini semakin cepat juga kemampuan AT89C51 mengeksekusi suatu program. Semua mikrokontroler dalam keluarga MCS51 memiliki pembagian ruangan alamat untuk program dan data. Pemisahan memori program dan memori data memperoleh memori data untuk diakses oleh alamat 8bit. Sekalipun demikian, alamat data memori 16bit dapat dihasilkan melaui register DPTR (Data Pointer Register). DPTR adalah suatu register untuk mengakses suatu alamat eksternal (diluar chip AT89C51) dengan lebar 16bit. Untuk memori program, pada AT89C51 sudah terintegrasi di dalamnya. Memori program berisi vektor interupsi dan kode-kode program yang ingin dijalankan oleh mikrokontroler. Vektor interupsi mengarahkan eksekusi ke lokasi memori program tertentu ketika terjadi interupsi. 56 Register bank R0-R7 dapat digunakan untuk program pengulangan dan pengalamatan secara tidak langsung (hanya R0 dan R1). Bank register yang berjumlah tujuh buah ini dapat dipilih yang aktif dengan mengatur pada bit 3 dan bit 4 pada PSW (Program Status Word) memori data umum terdiri dari byte yang dapat diakses secara bit dan byte memori yang tidak dapat. Untuk memori umum internal beralamat 20H-7FH. 2.8. TRANSFORMATOR 2.8.1. Teori Dasar Pada dasarnya transformator merupakan suatu komponen pasif dengan empat ujung. Sepasang ujung disebut primer dan sepasang ujung lainnya disebut sekunder. Transformator digunakan untuk mengubah tegangan bolak-balik pada sekunder dengan menggunakan fluks magnetic. Transformator juga digunakan untuk transformasi atau mengubah impedansi. Skema transformator dan simbolnya ditunjukkan pada gambar 2.8.1. Fluks magnet . 1 3 Primer . 1 3 Sekunder 2 4 4 2 (a) (b) Gambar 2.8.1. (a) Skema transformator berinti besi (b) Simbol transformator 57 Transformator digunakan dalam elektronika untuk menurunkan tegangan bolak-balik atau menaikkan tegangan bolak-balik listrik PLN, transformator semacam itu disebut transformator daya. Di dalam elektronika, transformator ada yang digunakan untuk menyampaikan sinyal dari penguat daya kepada beban, misalnya suatu pengeras suara. Transformator semacam ini disebut transformator keluaran. Transformator ini digunakan untuk pengubahan impedansi. Inti besi pada transformator digunakan untuk primer sebanyak mungkin menembus kumparan sekunder. Dengan demikian perubahan fluks yang disebapkan oleh arus primer akan menimbulkan tegangan gerak listrik induksi pada kumparan sekunder. 2.8.2. Prinsip Kerja Transformator Prinsip kerja transformator berdasarkan elektromagnet. Untuk memahami prinsip kerja tersebut dapat dilihat gambar 2.8.2 di bawah ini : Fluks magnet ∅ → I1 1 N1 lilitan E1 E1 = E1 2 cos ωt → I2 3 N2 lilitan 2 E2 RL 4 Gambar 2.8.2. Transformator ideal. Menurut hukum induksi faraday, nilai fluks magnetik I berubah dengan waktu, karena itu akan timbuk tegangan gerak listrik : E=N d∅ dt (2.8.1) 58 Untuk kumparan primer dengan N1 lilitan, E1 = N 1 sekunder E 2 = N 2 atau E 2 = d∅ , dan untuk kumparan dt d∅ d∅ E1 E 2 = = terbukti bahwa dt N1 N 2 dt N2 E1 N1 (2.8.2) untuk transformator penurunan tegangan N2 < N1, dan jika didefinisikan jadi E 2 = N2 =n N1 (2.8.3) E1 sebagai contoh, jika E = 110V (PLN), tegangan sekunder E = 12V, n N1 110V =n= = 9 jadi, jumlah lilitan primer harus 9 kali jumlah lilitan 12V N2 sekunder. Misalkan pada gambar 2.8.2 arus yang ditarik dari sumber pada kumparan primer adalah I1, sedangkan arus yang ditarik dari kumparan primer pada kumparan sekunder adalah I2. daya yang ditarik dari kumparan sekunder tidak akan lebih besar daripada daya yang disampaikan oleh kumparan primer, karena transformator adalah komponen pasif. Sebetulnya pada transformator banyak terjadi rugi daya. Rugi daya pada transformator disebapkan oleh daya joule yang besar pada konduktor oleh arus primer, atau sekunder atau arus pusar pada inti transformator. Untuk mengurangi arus pusar, inti dibuat dari lempenglempeng besi yang diisolasi satu dari yang lainnya. Rugi daya yang lain bersumber dari histeris yang terjadi pada pemagnetan inti oleh arus bolak-balik yang mengalir pada kumparan primer maupun sekunder. Jika rugi daya diabaikan: 59 daya pada kumparan primer P1 = E1. I1 harus sama dengan daya pada kumparan sekunder P2 = E2.I2, atau : E1I1 = E2I2 Oleh karena E 2 = (2.8.4) E E1 , jadi : I 2 = 1 I 1 = nI 1 E2 n (2.8.5) Persamaan 2.8.5 dapat diartikan bahwa jika tegangan sekunder menjadi n kali lebih kecil, arus yang dapat ditarik dari kumparan sekunder mempunyai nilai n kali lebih besar dari pada arus primer. Impedasnsi dilihat dari kumparan primer kearah sumber adalah Z1 = E1 sedangkan impedansi dilihat dari keluaran kumparan sekunder adalah : I1 Z2 = E2 E E Z = 1 = 21 = 1 n I2 n I1 n2 I1n (2.8.6) Persamaan 2.8.6 dapat diartikan sebagai berikut : Impedansi Z1 yang tampak dari kumparan primer jika melihat ke arah sumber, akan tampak mempunyai nilai sebesar Z1 jika dilihat dari keluaran n2 sekunder, untuk transformator penurunan tegangan. Sebaliknya, persamaan 2.8.6 dapat ditulis sebagai :Z1 = n2Z2 (2.8.7) Hubungan terakhir ini dapat diartikan sebagai berikut : impedansi Z2 yang dilihat dari keluaran kumparan sekunder kea rah beban bila dilihat dri masukan kumparan primer tampak mempunyai nilai n2Z2 untuk transformator penurun tegangan. Persamaan 2.8.6 dan 2.8.7 adalah dasar penggunaan transformator untuk transformator impedansi dalam memperoleh kesesuaian impedansi. 60 Suatu transformator daya biasanya mempunyai lebih dari dua ujung keluaran seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.8.3. 9V 110V CT 9V Gambar 2.8.3. Simbol transformator dengan sekunder yang mempunyai banyak sadapan. Suatu ujung yang dihubungkan dengan tempat tertentu pada lilitan sekunder disebut tap. Center tap yang ada di tengah-tengah kumparan disebut disebut sadapan pusat, ditulis sebagai CT. Jika diukur terhadap CT, tegangan di atas CT berlawanan fasa dengan tegangan yang ada di bawah CT. Pada gambar 2.8.3, VCB(t) dan mempunyai amplitudo sama akan tetapi berlawanan fasa. Jika diukur dengan voltmeter ac, Vdb akan menunjukkan nilai 18V nilai tegangan yang tertulis pada transformator adalah nilai rms. Transformator daya dengan CT lebih lower daripada tanpa CT. suatu transormator daya biasanya dinyatakan dengan tegangan sekunder yang tersedia serta arus sekunder maksimum yang dapat diambil dari kumpran sekunder tanpa menyebapkan jatuh tegangan sekunder oleh arus beban. Suatu transformator daya dengan keluaran 9V, 3A berarti jika ditarik arus hingga 3A, tegangan keluaran tetap bertahan pada 9V. Pada kenyataannya sering kali didapatkan tegangan keluarannya telah jatuh 50% walaupun baru ditarik arus beban setengah dari pada arus yang tertulis pada transformator. Biasanya kemapuan arus yang tertulis berlaku untuk tegangan sekunder yang terendah. 61 Suatu transformator yang berkualitas baik mempunyai tegangan keluaran yang bertahan walaupun di bebani arus sesuai dengan spesifikasi. Ini berhubungan erat dengan impedansi keluaran transformator, yang selanjutnya berhubungan dengan hambatan jenis kawat lilitan dan diameter kawat kumparan yang digunakan. Dalam membuat transformator mula-mula harus ditentukan berapa besar daya yang ditarik dari kumparan sekunder, serta berapa besar tegangan sekunder dan primernya. Dalam prakteknya orang menggunakan inti seperti pada gambar 2.8.4. Fluks magnetik (a) Penampang inti (b) Gambar 2.8.4. (a) Bagan transformator daya (b) Bentuk inti yang dibuat dari lempeng besi berbentuk I dan E Kemampuan daya transformator menentukan luas penampang inti A, yaitu menurut hubungan : A = 1,25 X P1/2cm2 Dengan P = daya (watt) (2.8.8) 62 Jumlah lilitan primer N1 dan sekunder N2 ditentukan dari hubungan : N1 N 2 N 2.10 8 = = = E1 E 2 V 2πfBmaks A (2.8.9) Dengan : f = Frekuensi A = Luas penampang inti Bmaks = Induksi magnet maksimum (gauss) yang disebapkan oleh arus primer dan sekunder. 2.9. KONDUKTOR DAN KABEL 2.9.1. Pengertian Konduktor Konduktor (yang baik) adalah logam yang mempunyai konsentrasi elektron bebas n = 107el/m3. Secara teknis, konduktor adalah inti massif atau serabut yang bersifat sebagai penghantar, terbuat dari tembaga olahan yang lentur, telanjang atau dilapisi, diisolasi dan diproteksi. Kabel adalah kumpulan konduktor listrik tertentu dan secara mekanik terikat satu sama lain. 2.9.2. Jenis-Jenis Konduktor Dan Kabel a) konduktor telanjang untuk pengawatan (wiring) dan lilitan (winding). Konduktor ini dapat berbentuk kawat atau pita terdiri dari tembaga telanjang atau dilapisi. Konektornya terbuat dari tembaga atau kuningan. b) Konduktor dengan isolasi untuk lilitan (diameter inti 5/100 sampai dengan 2mm) konduktor ini dapat berupa kawat yang diberi email dengan isolasi varnis yang lentur atau kawat tertutup yang diisolasi dengan satu atau dua lapis tekstil (sutra, katun, nilon). 63 c) Konduktor dengan isolasi untuk hubungan permanent. Terdiri dari inti massif atau serabut (diameter 0,5 sampai dengan 3mm). isolasi dan proteksi mekanik, dan penutup yang lentur dari pita tekstil yang diimpregnasi varnis resin sebagai proteksi. d) Konduktor dengan isolasi untuk hubungan sementara. Terdiri dari inti serabut ditunjang oleh kekuatan lentur dan puntir (diameter 9/10 sampai dengan 16/10mm). e) Kabel dengan pelindung terhadap medan listrik eksternal. Terdiri dari inti serabut, isolasi dan proteksi . f) Kabel dengan isolasi untuk penyambungan satu sama lain terdiri dari 2 sampai 22 konduktor dengan inti serabut yang ditandai dengan pita tekstil berwarna. g) Kabel koaksial. Terdiri dari inti massif atau serabut (diameter 0,6 sampai dengan 5,5 mm), konduktor periferik berbentuk anyaman dari tembaga dilapisi atau tidak, dan dielektrik (polyetelin, vinly). 2.10. PROGRAM ASSEMBLY 2.10.1. Pengetahuan Dasar Program Assembly Bahasa assembly adalah bahasa komputer yang kedudukannya antara bahasa mesin dengan bahasa level tinggi misalnya Pascal atau Delphi, Delphi atau pascal dikatakan dengan bahasa level tinggi dikarenakan memakai kata-kata pernyataan yang mudah dimengerti manusia, meskipun jauh berbeda dengan bahasa manusia sebenarnya, bahasa mesin adalah kumpulan kode biner yang 64 merupakan instruksi yang bisa dijalankan oleh komputer, sedang bahasa assembly memakai bahasa Mnemonic untuk menggantikan kode biner, agar lebih mudah diingat sehingga lebih memudahkan penulisan program. Program yang ditulis dengan bahasa assembly terdiri dari label; kode Mnemonic dan lain sebagainya, pada umumnya dinamakan sebagai program sumber (source code) yang belum bisa diterima oleh processor untuk dijalankan sebagai program tapi harus diterjemahkan dulu ke bahasa mesin dalam bentuk kode biner. Program sumber dibuat dengan program editor biasa misalnya notepad pada windows selanjutnya program sumber diterjemahkan ke bahasa mesin dengan menggunakan program assembler, hasil kerja program assembler adalah program objek dan juga assembly listing. Program objek berisikan kode-kode bahasa mesin, kode bahasa mesin inilah yang diumpamakan memori program processor, dalam dunia mikrokontroler biasanya objek ini diisi ke UVPROM dan khusus untuk mikrokontroler buatan atmel program ini diisikan ke flash PEROM yang ada di dalam chip AT89C51 atau AT89C2051. Asemblly listing merupakan naskah yang berasal dari program sumber, dalam naskah tersebut pada bagian sebelah setiap baris dari program sumber diberi tambahan hasil terjemah program assembler tambahan tersebut berupa nomor memori program berikut dengan kode yang diisikan pada memori yang bersangkutan, naskah ini sangat berguna untuk dokumentasi dan sarana untuk menelusuri program yang ditulis. 65 Yang perlu diperhatikan adalah setiap prosessor mempunyai konstruksi yang berlainan, instruksi untuk mengendalikan masing-masing prosessor juga berlainan, dengan demikian bahasa assembly untuk masing-masing prosessor juga berlainan, yang sama hanyalah pola dasar cara penulisan program assembly saja. 2.10.2. Struktur Program Assembly Sarana yang ada pada program assembly sangat minim, tidak seperti dalam bahasa pemrograman tingkat atas semuanya sudah siap pakai. Penulisan program assembly harus menentukan semuanya, menentukan letak program yang ditulisnya dalam memori program, membuat variable yang dipakai kerja dalam memori data dan lain sebagainya. 2.10.3. Program Sumber Assembly Program sumber assembly merupakan kumpulan dari baris-baris perintah yang ditulis dengan program penyutingan teks (teks editor) sederhana, misalnya program EDIT.COM dalam DOS atau program NOTEPAD pada windows, kumpulan baris perintah ini biasanya disimpan didalam file dengan ekstensi *.ASM atau nama lainya *.A5! dan lain sebagainya tergantung pada program assembler yang akan dipakai untuk mengolah program sumber assembly tersebut. Setiap baris perintah merupakan sebuah perintah yang utuh, artinya sebuah perintah tidak mungkin dipecah menjadi labih dari satu baris, satu baris perintah bisa terdiri dari empat bagian, bagian pertama dikenal dengan nama label atau juga sering disebut simbol, bagian kedua dikenali sebagai kode operasi 66 bagian ketiga adalah operand dan bagian terakhir atau keempat adalah komentar. Antara bagian-bagian tersebut dipisahkan oleh sebuah spasi atau tabulator. A. Bagian label Label dipakai untuk memberi nama pada sebuah baris perintah agar bisa mudah menyebutnya dalam penulisan program, label bisa ditulis apa saja asalkan diawali dengan huruf, biasanya panjangnya huruf tidak boleh 16 buruf, huruf berikutnya boleh merupakan angka atau tanda titik dan tanda garis bawah, kalau sebuah baris tidak mempunyai bagian label, maka bagian ini boleh tidak ditulis namun spasi atau tabulator sebagai pemisah antara label dan bagian berikutnya mutlak tetap harus ditulis. Bagian label sering juga disebut bagian simbol, hal ini terjadi kalau label tersebut tidak dipakai untuk menandai bagian data. B. Bagian kode operasi Kode operasi merupakan bagian perintah yang harus dikerjakan, dalam hal ini dikenal dua macam kode operasi, yang pertama adalah kode operasi untuk mengatur kerja mikroprosessor atau mikrokontroler, jenis kedua dipakai untuk mengatur kerja program assembler, sering dinamakan assembler directive. Kode operasi berbentuk mnemonic tidak dikenal mikroprosessor atau mikrokontroler agar program yang ditulis dengan kode mnemonic bisa dipakai untuk mengendalikan processor, program semacam itu diterjemahkan menjadi program yang dibentuk dari kode operasi kode biner yang dikenali oleh microprocessor atau mikrokontroler dan selanjutnya tugas penerjemahan dilakukan oleh program yang dinamakan sebagai program assembler. 67 C. Bagian operand Operand merupakan pelengkap bagian kode operasi, namun tidak semua kode operasi memerlukan operand, dengan demikian bisa terjadi sebuah baris perintah hanya terdiri dari kode operasoi tanpa operand sebaliknya ada pula kode operasi yang perlu lebih dari satu operand dalam hal ini antara operand satu dengan yang lain dipisahkan dengan tanda koma. Disamping itu operand bisa berupa persamaan matematis sederhana atau persamaan booelan, dalam hal semacam ini program assembler akan menghitung nilai dari persamaan-persamaan dalam operand, selanjutnya merubah hasil perhitungan tersebut ke kode biner yang dimengerti oleh prosesor, jadi perhitungan didalam operand dilakukan oleh program assembler bukan oleh prosessor. D. Bagian komentar Merupakan cacatan-catatan penulis program, bagian ini meskipun tidak mutlak diperlukan tapi sangat membantu masalah dokumentasi, membaca komentar-komentar pada setiap baris perintah, dengan mudah dimengerti maksud tujuan baris bersangkutan, hal ini sangat membantu orang lain yang membaca program. Pemisah bagian komentar dengan bagian sebelumnya adalah tanda spasi atau tabulator, meskipun demikian huruf pertama dari komentar seringsering berupa tanda titik koma merupakan tanda pemisah khusus untuk komentar, dan untuk keperluan dokumentasi yang intensif sering-sering sebuah baris yang 68 merupakan komentar saja, dalam hal ini huruf pertama dari baris yang bersangkutan adalah titik koma. BAB III ANALISA / PEMBAHASAN TUGAS AKHIR 3.1. TUJUAN Perancangan disini sangatlah penting dan dibutuhkan dimana sesuatunya yang berhubungan dengan alat yang akan dibuat haruslah dipersiapkan dan diperhitungkan dengan teliti guna dijadikan dasar atau acuan untuk pembuatan alat yang sebenarnya, setelah itu langkah selanjutnya adalah persiapan penyediaan komponen-komponen juga sarana penunjang lainnya sebaik mungkin, sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan oleh sistem yang akan dibuat. Adapun sebelum membicarakan lebih jauh ke arah perancangan sistem yang akan dibuat, penulis membuat diagram blok sistem kontrol kran air terlebih dahulu sesuai dengan fungsi-fungsi dimana tiap-tiap bloknya berbeda akan tetapi jika dipadukan dalam satu sistem maka akan memperoleh atau mendapatkan sistem sesuai dengan yang penulis harapkan. Jadi kesimpulan awalnya adalah dengan perencanaan yang matang dalam hal ini baik dan benar maka untuk pembuatan alat sebenarnya tidaklah terlalu sulit karena sudah ada acuan atau dasar perencanaan. 69 70 3.2. BLOK DIAGRAM RANGKAIAN CATU DAYA RANGKAIAN PEMANCAR INFRA MERAH O B J E K RANGKAIAN PENERIMA INFRA MERAH RANGKAIAN INTERFACE RANGKAIAN SWITCHING DISPLAY VALVE Gambar 3.2.1. Blok diagram sistem kontrol kran air dengan infra merah. 3.3. CARA KERJA Disini peran rangkaian interface sangat dominan terhadap seluruh blok yang ada, bisa dikatakan pusat pengendaliannya ada di daerah blok rangkaian interface sedangkan peranan yang lain disini hanya sebagai sarana pendukung yang satu sama lain saling berkaitan, untuk lebih detailnya perintah kerjanya adalah sebagai berikut. Pada saat pertama kali perangkat ini dijalankan maka blok pemancar infra merah aktif, dan rangkaian ini akan memancarkan sinar infra merah secara terus-menerus, apabila terdapat benda yang menghalangi sinar infra 71 merah maka benda tersebut akan memantulkan sinar infra merah yang dipancarkan sehingga blok rangkaian penerima infra merah akan menerima sinyal infra merah tersebut yang selanjutnya akan memicu transistor pada blok rangkaian penerima infra merah, sehingga dari blok penerima infra merah akan mengeluarkan sinyal TTL yaitu berupa tegangan sebesar 5V. untuk selanjutnya output dari blok penerima infra merah diteruskan ke blok rangkaian interface, dimana pada blok rangkaian interface sinyal ini akan diproses yang nantinya akan digunakan untuk sistem kontrol blok valve, di dalam ROM pada blok rangkaian interface terdapat program yang telah didesain oleh penulis, program ini akan merespon inputan yang ada. Pada dasarnya program yang terdapat pada blok rangkaian interface akan bekerja apabila mendapatkan input trigger dari blok penerima infra merah, sehingga dari blok rangkaian interface akan mengeluarkan sinyal untuk blok tampilan (Display) pewaktuan dan sinyal output, pin output akan bekerja pada saat pertama sinyal infra merah memberikan sinyal ke blok rangkaian infra merah, pin output menghasilkan sinyal low untuk, sinyal low digunakan untuk mengendalikan transistor PNP yang terdapat pada blok rangkaian switching sehingga relay pada blok rangkaian switching akan bekerja, relay ini digunakan untuk mengendalikan kran air. Mikrokontroler juga mengeluarkan sinyal yang digunakan untuk blok tampilan seven segment, seven segment digunakan untuk menampilkan waktu penundaan kran dimana tampilan ini akan menghitung mundur setiap detiknya, hitungan mundur setiap detik telah disetting pada input timing setting, pada saat timing menjadi “0” (nol) maka relay akan berhenti bekerja begitu juga dengan kran air akan berhenti bekerja pula. Blok 72 rangkaian interface akan melakukan pe-reset-an terhadap blok tampilan pewaktu setiap blok penerima infra merah mengeluarkan sinyal kepada blok rangkaian interface jadi hitungan mundur akan dimulai pada saat tidak ada lagi objek yang menghalangi sinar infra merah. 73 3.4. RANGKAIAN LENGKAP 74 3.5. ANALISA SISTEM Peran mikrokontroler disini sangat dominan terhadap kinerja seluruh rangkaian yang ada, atau bisa dikatakan pusat pengendalian ada di rangkaian interface ini. Rancangan program yang telah disimpan pada ROM pada AT89C51, di desain sedemikian rupa sehingga pada saat ada input, maka input akan diproses sehingga mengahasilkan output. Pada saat pertama kali alat kita hidupkan maka menghasilkan output berupa sinyal untuk pengendalian dan sinyal untuk tampilan (Display). Pada saat rangkaian catu daya telah bekerja maka rangkaian ini akan memberikan tegangan ke seluruh rangkaian. Analisa awal yang akan dilakukan adalah pada rangkaian pemancar infra merah, rangkaian pemancar infra merah akan bekerja setelah mendapatkan sumber tegangan dengan memancarkan secara terus-menerus mengeluarkan gelombang infra merah dengan gelombang pembawa (carrier) sebesar 38kHz. Frekuensi carrier ini dihasilkan oleh IC LM/NE/SE555 yang digunakan sebagai pembangkit frekuensi. Untuk memastikan dapat dilakukan pengecekan pada pin 3 pada IC555 dimana pin ini merupakan output dari IC555, pengecekan dapat dilakukan menggunakan osciloskop atau multimeter yang mempunyai fungsi untuk pengukuran frekuensi, apabila frekuensi yang dikeluarkan tidak sesuai dengan yang kita harapkan maka dapat dilakukan pengaturan pada potensiometer (VR1). Pancaran gelombang infra merah nantinya akan mengenai objek atau benda yang kemudian akan dipantulkan kembali, sifat yang mudah memantul terhadap hampir semua benda yang ada merupakan keuntungan yang dimanfaatkan dalam sistem kontrol kran ini. 75 Gelombang infra merah yang di pancarkan kemudian diterima oleh rangkaian penerima infra merah, sehingga pada penerima infra merah akan pada kondisi high apabila tidak menerima sinyal infra merah, sebaliknya akan pada kondisi low apabila menerima sinyal infra merah. Sinyal low yang dihasilkan selanjutnya diteruskan ke rangkaian interface yaitu mikrokontroler AT89C51 pada pin 3.2. Mikrokontroler mempunyai 4 buah port yaitu port 0, port 1, port 2, port 3, pada port 0, 1, dan 2 digunakan sebagai bidirectional input/output port, sedangkan pada port 3 selain mempunyai fungsi sebagai bidirectional port, port ini juga bisa digunakan sebagai special functions port, dimana pada special functions port pin 3.2 merupakan pin yang digunakan untuk mengaktifkan intrupsi external 0 (INT0), apabila pin 3.2 medapatkan inputan low maka program di dalam mikrokontroler akan bereaksi dengan mejalankan interrupt service routine. Sinyal low yang dihasilkan oleh penerima infra merah yang kemudian diteruskan ke IC AT89C51 pada pin 3.2 mengaktifkan sinyal intrupsi, sehingga mikrokontroler akan bereaksi dengan menjalankan program interrupt service routine yang telah didesain sebelumnya dimana program tersebut telah tersimpan pada IC AT89C51, mikrokontroler mengirimkan sinyal low ke port 2.0 dan memberikan sinyal pewaktu ke port 1, port 1 pada mikrokontroler disambungkan ke seven segment yang akan menampilkan hitungan mundur, tampilan pewaktu dapat kita atur dengan cara pengaturan switch yang tersambung ke port 0, angka yang tampak pada tampilan akan berkurang perdetik dan akan terus mengulang atau reset setiap kali port 3.2 mendapatkan inputan low. Sinyal yang dikeluarkan oleh mikrokontroler pada port 2.0 digunakan oleh rangkaian switching, dimana 76 sinyal low yang dikeluarkan mikrokontroler pada port 2.0 digunakan untuk memberikan sinyal ke transistor PNP yang terdapat pada rangkaian switching, apabila sinyal yang didapatkan high diberikan maka transistor tidak akan bereaksi sebaliknya apabila sinyal low yang diberikan maka transistor akan bekerja. Transistor ini digunakan untuk mengendalikan relay yang bisa digunakan untuk peralatan lain yang mempunyai tegangan 220VAC. 77 3.6. SOFTWARE FLOW CHART MULAI INISIALISASI INTRUPTSI EXTERNAL’0’ PEMROSESAN DATA OUTPUT TAMPILAN DAN OUTPUT SINYAL 78 Pada perancangan dan realisasi sistem kontrol kran air dibutuhkan beberapa bagian yaitu : 1. Alur program pada AT89C51. 2. Rangakaian catu daya. 3. Rangkaian interface. 4. Rangkaian switching. 5. Rangkaian Pemancar infra merah. 6. Rangkaian penerima infra merah. Berikut ini beberapa penjelasan bagian yang dibutuhkan agar sistem bisa bekerja. 3.7. ALUR PROGRAM PADA AT89C51 Program digunakan untuk IC mikrokontroler AT89C51, listing program yang penulis rancang merupakan listing program dalam bentuk bahasa assembly. Program akan bekerja pada saat mendapatkan interrupt dari P3.2, dimana pin ini selain sebagai bidirectional port juga sebagai special function port, port ini bisa bekerja sebagai special function port karena telah di set pada register IE (Interrupt Enable) yang terdapat pada IC AT89C51 yaitu pada perintah MOV IE,#81H pada listing program assembly diatas, perintah tersebut juga bisa diartikan aktifkan intrupsi untuk P3.2 atau IE0. Pada saat mikrokontroler mendapatkan sinyal yang masuk pada P3.2, dimana interrupt akan aktif saat mendapatkan sinyal low, masukan ini membuat mikrokontroler melakukan sejumlah perintah yaitu menghidupkan pin output yaitu pada P2.0 dengan memberikan sinyal low, kemudian mikrokontroler akan 79 memulai untuk melakukan pewaktuan terhadap kerja pin output setelah mendapatkan sinyal, pewaktuan dapat diseting dengan merubah posisi DIP switch yang ada pada P0. mikrokontroler juga mengirimkan data pada P1, dimana pada P1 mikrokontroler menampilkan pewaktuan dalam bentuk display yang bisa dilihat langsung yaitu dengan menggunakan seven segment. Mikrokontroler akan melakukan hitungan mundur sesuai dengan seting pada P1, mikrokontroler akan terus melakukan pe-reset-an kepada tampilan di P1 apabila masih ada sinyal yang masuk dari P3.2. Output akan berhenti bekerja pada saat hitungan mundur dari tampilan telah mencapai 0. 3.8. RANGKAIAN CATU DAYA T1 220VAC 9VAC D1 D2 U1 LM78L05ACZ 1N4001 VCC 1N4001 1 D3 1N4001 D4 IN OUT GND 2 Trans 1N4001 4700uF/16V C1 3 4700uF/16V C2 GROUND Gambar 3.8.1. Rangkaian catu daya. Rangkaian diatas merupakan rangakaian catu daya, dimana rangkaian ini bertugas memberikan supply daya kepada seluruh rangkaian kontrol yang nantinya digunakan. Prinsip kerja rangkaian diatas adalah dengan mengubah 80 tegangan 220VAC (PLN) menjadi 5VDC, dengan cara kerja pada saat tegangan masuk ke kumparan primer pada transformator T1 kemudian terjadi fluks magnet sehingga menyebapkan terjadinya tegangan pada lilitan sekunder, dimana tegangan yang keluar pada lilitan sekunder sama dengan perbandingan pada lilitan primer dengan sekunder, sehingga tegangan keluar pada lilitan sekunder sebesar 9VAC, tegangan yang keluar ini mempunyai ampere sesuai dengan transformator yang digunakan. Kemudian tegangan 9VAC dirubah ke tegangan DC, dikarenakan diperlukan tegangan DC untuk men-supply tegangan pada seluruh rangkaian kontrol, bentuk sinyal AC pada input dan output sama, seperti pada gambar 3.8.2. Gambar 3.8.2. Bentuk tegangan AC Spectrum frekuensi pada osciloskop terlihat sama pada input dan output, namun sebenarnya terdapat perbedaan yaitu pada amplitudonya, untuk 81 tegangan input pada lilitan primer (Gambar 3.8.2) dengan Volt/Div = 100V dan Time/Div = 3mS, sehingga mendapatkan tegangan 220VAC/50Hz dan untuk output pada lilitan sekunder dengan volt/div = 5V dan Time/Div = 3mS sebesar 10VAC/50Hz. Model transformator seperti ini biasa disebut dengan step down transformer, disebut demikian karena transformator ini bertugas menurunkan tegangan. Tegangan yang keluar dari lilitan sekunder pada transformator selanjutnya diteruskan ke dioda yang digunakan sebagai penyearah yaitu dengan menggunakan bridge diode, untuk lebih memahami bagaimana dioda bridge bekerja dapat dilihat pada BAB II landasan teori tentang dioda sebagai penyearah. Tegangan keluar dari dioda bridge dapat dilihat pada gambar 3.8.3. Dengan Volt/Div = 5V dan Time/Div = 5mS sehingga tegangan terbaca 10VDC. Gambar 3.8.3. Tegangan DC setelah melalui Dioda Brigde. 82 Kemudian tegangan yang keluar dari dioda diberikan ke kapasitor elektrolit (C1) sebesar 4700μF/16V, tegangan yang dimasukkan ke dalam kapasitor akan dihaluskan dan difilter oleh kapasitor, sehingga bentuk spectrum frekuensi pada osciloskop dapat dilihat pada gambar 3.8.4. Dengan Volt/Div = 5V dan Time/Div = 5mS sehingga tegangan terbaca 10VDC. Gambar 3.8.4. Tegangan setelah melalui kapasitor (C1). Dikarenakan tegangan yang keluar dari dioda penyearah masih dalam kisaran tegangan 10VDC, maka diperlukan suatu komponen elektronika yang digunakan untuk menurunkan tegangan menjadi 5VDC, dalam rangkaian catu daya ini penulis menggunakan IC Voltage regulator 7805 (U1), tegangan keluar dari IC7805 akan terlihat seperti gambar 3.8.5. Dengan Volt/Div = 5V dan Time/Div = 5mS sehingga tegangan terbaca 5VDC 83 Gambar 3.8.5. Tegangan keluar dari IC7805 Tegangan yang keluar dari IC7805 dapat langsung digunakan untuk memberikan power kepada seluruh rangkaian, namun untuk lebih menghaluskan dapat diberikan kapasitor (C2) tambahan yang bertujuan untuk lebih menghaluskan lagi, sehingga tegangan rimple sangat kecil. Keadaan ini diperlukan karena perangkat digital sangat rawan terhadap gangguan noise. 84 3.9. RANGKAIAN INTERFACE 10 9 8 5 4 2 3 7 a b c d e f g DP A A VCC 1 6 DISPLAY U1 S2 1 2 3 4 5 6 7 8 VCC R1 S1 SW-PB P1.0 P1.1 P1.2 P1.3 P1.4 P1.5 P1.6 P1.7 10K 10 11 12 13 C3 14 15 16 10uF/16V 17 P3.0 (RXD) P3.1(TXD) P3.2 (INT0) P3.3 (INT1) P3.4 (T0) P3.5 (T1) P3.6 (WR) P3.7 (RD) 9 RESET C1 2 33pF 18 19 XTAL2 XTAL1 P2.0(ADD8) P2.1(ADD9) P2.2(ADD10) P2.3(ADD11) P2.4(ADD12) P2.5(ADD13) P2.6 (ADD14) P2.7 (ADD15) VCC PSEN ALE/PROG EA/VPP GND 1 X1 C2 33pF P0.0 (ADD0) P0.1 (ADD1) P0.2 (ADD2) P0.3 (ADD3) P0.4 (ADD4) P0.5 (ADD5) P0.6 (ADD6) P0.7 (ADD7) 39 38 37 36 35 34 33 32 21 22 23 24 25 26 27 28 1 2 3 4 5 6 7 8 16 15 14 13 12 11 10 9 SW-DIP8 OUTPUT VCC 40 29 30 31 20 AT89C51 11,0592MHz Gambar 3.9.1. Rangkaian Interface. Rangkaian interface diatas terdiri dari beberapa bagian dimana setiap bagian tersebut merupakan suatu rangkaian pendukung yang memiliki fungsi tertentu, dimana rangkaian pendukung tersebut diperlukan AT89C51 agar dapat bekerja dengan baik. 85 Rangkaian pendukung untuk kinerja mikrokontroler tersebut yaitu : 1. Rangkaian reset. VCC R1 S1 SW-PB 10K C3 10uF/16V Gambar 3.9.2. Rangkaian reset. Rangkaian reset merupakan suatu rangkaian yang diperlukan mikrokontroler untuk melakukan pe-reset-an, dimana pada saat mikrokontroler mengalami keadaan yang biasa kit sebut dengan hang atau macet, maka tombol yang terdapat pada rangkaian reset bisa ditekan untuk mengembalikan mikrokontroler pada keadaan awal dihidupkan. Rangkaian reset yang digunakan merupakan rangkaian reset sederhana dimana masukan pada pin 9 dari mikrokontroler ini akan aktif pada saat keadaan input high, pada saat tombol reset (S1) kita tekan maka akan terjadi pulsa transisi dari rendah ke tinggi yang digunakan oleh mikrokontroler sebagai sinyal untuk me-reset, dan rangkaian reset diatas biasa disebut power on reset. 86 2. Rangkaian osilasi mikrokontroler. 33pF 2 C1 33pF 1 X1 C2 11,0592MHz Gambar 3.9.3. Rangkaian osilasi mikrokontroler. Mikrokontroler memerlukan sebuah gelombang osilasi untuk bekerja, AT89C51 memberikan internal oscillator (on chip oscillator), dimana ini merupakan salah satu keistimewaan yang dimiliki AT89C51, dengan adanya internal oscillator maka kita tidak perlu lagi menambahkan rangkaian osilasi luar atau external oscillator. Rangkaian pada gambar 3.9.3 digunakan sebagai sumber clock oleh CPU yang terdapat pada mikrokontroler. Untuk menggunakan internal oscillator maka kita memerlukan sebuah rangkaian resonansi yang terbentuk dari komponen kristal (X1) atau keramik resonator yang dipadukan dengan dua buah kapasitor yang dihubungkan ke ground seperti gambar 3.9.3. Kemudian rangkaian resonator dipasangkan antara pin 18 (XTAL1) dan pin 19 (XTAL2). Rangkaian osilasi diatas dapat menggunakan kristal dengan frekuensi antara 6MHz sampai 24MHz, sedangkan untuk kapasitor dapat menggunakan kapasitor milar dengan nilai antara 27pF sampai 33pF. 87 3. Pengaturan pewaktu (Time setting). Pada P0 terdapat beberapa kaki yaitu P0.0, P0.1, P0.2, P0.3 yang dihubungkan ke sebuah saklar berderet atau DIP switch (S2), saklar ini digunakan untuk memberikan pengaturan pewaktuan dimana seluruh sinyal yang ada pada port tersebut akan digunakan sebagai faktor pengali untuk berapa detik rangkaian pensaklaran bekerja setelah sinyal terakhir diterima oleh mikrokontroler. S2 1 2 3 4 5 6 7 8 16 15 14 13 12 11 10 9 SW-DIP8 Gambar 3.9.4 Pengaturan pewaktu. 4. Tampilan (Display) 10 9 8 5 4 2 3 7 a b c d e f g DP A A VCC 1 6 DISPLAY U1 Gambar 3.9.5. Tampilan. 88 Pada bagian tampilan atau display penulis menggunakan seven segment common anode, dimana sinyal low akan membuat led pada seven segment hidup. Tampilan digunakan untuk memberikan tampilan berupa angka yang akan menghitung mundur setiap detiknya sesuai dengan pengaturan pewaktu. 3.10. RANGKAIAN PENSAKLARAN (SWITCHING). K1 VCC 2 1 3 COMMON 4 R1 OUTPUT D1 4K7 1N4001 5 Relay INPUT R2 Q1 C9012 1K Gambar 3.10.1. Pensaklaran (Switching). Pada gambar 3.10.1 sebuah transistor digunakan untuk fungsi pensaklaran, dimana rangkaian ini tidak akan bekerja pada saat mikrokontroler memberikan tegangan high pada input dari rangkaian switching, ini disebapkan karena transistor yang digunakan merupakan transistor tipe PNP, pada saat tegangan high maka transitor akan meneruskan tegangan tersebut ke ground sehingga tidak terjadi beda potensial antara titik kolektor dan basis dari transistor (Q1), namun sebaliknya apabila input menjadi low maka tegangan akan mengalir dari kaki kolektor ke basis sehingga terdapat beda potensial sehingga transistor 89 bekerja dan relay bekerja juga. Dengan kata lain rangkaian switching ini bekerja dengan menggunakan tegangan low atau active low. 3.11. RANGKAIAN PEMANCAR INFRA MERAH. R9 390R R8 470R VCC D2 D3 1N4148 1N4148 D4 PWR IND R10 R1 3K3 U2 1K8 8 Q1 7 R2 MMBT3906 Q2 MMBT3906 R7 1K U1A 1K8 R4 1 3 3 2 2K2 R3 10R ISAI6200 R11 R6 47K 47K 1 4 VR1 74AC00PC 1K JP2 R5 1 2 3 GND 5 1 2 3 VCC JP5 OUT 4 6 5 2 6 JP1 D1 DISC RST THR CVOLT TRIG LM555CJ U1B 74AC00PC VCC 1 2 C3 10nF 47K 10 JP3 U1D 1 2 3 8 9 74AC00PC 13 JP4 U1C 11 12 1 2 3 74AC00PC Gambar 3.11.1 Rangkaian pemancar infra merah. Rangkaian pemancar gelombang infra merah merupakan alat yang digunakan sebagai sensor dalam tugas akhir ini, dengan demikian rangkaian ini memiliki peran yang sangat penting dalam proses pengendalian. Tugas utama rangkaian ini adalah sebagai sebuah rangkaian yang menghasilkan gelombang infra merah, dimana gelombang infra merah yang dihasilkan akan digunakan untuk mendeteksi objek atau benda, didalam rangkaian ini gelombang infra merah dipancarkan dengan frekuensi carrier sebesar 38KHz, frekuensi carrier ini 90 dihasilkan dari sebuah IC timer 555 yang digunakan sebagai astable multivibrator. Pada rangkaian pemancar gelombang infra merah terdapat jumper yang dapat diatur disesuaikan dengan kebutuhan dan keperluan pengguna. Untuk keperluan tugas akhir ini penulis menggunakan pengaturan jumper seperti dibawah ini : Untuk J1 pada posisi pin 2 dan pin3 terhubung. Untuk J2 pada posisi pin 1 dan pin2 terputus. Untuk J3 pada posisi pin 2 dan pin3 terhubung. Untuk J4 pada posisi pin 2 dan pin3 terhubung. Dengan keadaan jumper seperti diatas, maka kinerja pemancar akan dimulai setelah kaki input pada pemancar infra merah medapatkan logika high, keadaan ini juga akan meng-aktif-kan pembangkit frekuensi carrier. Rangkaian pemancar gelombang infra merah memiliki beberapa spesifikasi, yaitu : 1. Rangkaian ini menggunakan tegangan kerja sebesar 5VDC. 2. Frekuensi carrier sebesar 38KHz yang dihasilkan oleh rangkaian IC555 yang digunakan sebagai astable multivibrator. 3. Panjang gelombang puncak sebesar 940nM 4. Sudut pancaran sebesar 170. 5. Jarak maksimum yang teruji pada sudut 00 adalah 16M 6. Terdapat 2 mode output yang bisa digunakan yaitu inverting dan noninverting. 91 3.12. RANGKAIAN PENERIMA INFRA MERAH VCC VCC R1 R3 47OHM 4K7 R2 IR1 10K C? 100uF/16V D1 6V2 Q1 10K MMBT3904 1 2 TSOP4838 R4 JP2 VCC JP1 1(OUT) 2 3(OUT) 4 MHDR1X4 Gambar 3.12.1. Rangkaian penerima infra merah. Rangkaian penerima infra merah merupakan sebuah rangkaian sederhana yang digunakan untuk menerima gelombang infra merah. Setelah gelombang infra merah yang terpancar dipantulkan oleh benda, pantulan gelombang infra merah ini kemudian diterima oleh penerima gelombang infra merah, ini merupakan tugas utama rangkaian ini dalam sistem kontrol pada tugas akhir ini. Rangkaian penerima gelombang infra merah dapat menerima pancaran gelombang infra merah dengan frekuensi carrier sebesar 38KHz. Dimana selanjutnya keluaran dari penerima gelombang infra merah akan digunakan sebagai sinyal pengontrol. Pada rangkaian ini terdapat jumper (J2) yang digunakan untuk mengendalikan sinyal output dengan konfigurasi sebagai berikut : 92 Apabila J2 tidak terhubung maka output yang dapat digunakan adalah pin OUT dengan keluaran high pada saat menerima gelombang infra merah. Apabila J2 terhubung maka output yang dapat digunakan adalah pin OUT dengan keluaran low saat menerima gelombang infra merah. Rangkaian penerima gelombang infra merah memiliki spesifikasi, yaitu : 1. Rangkaian ini menggunakan tegangan kerja sebesar 5VDC. 2. Frekuensi carrier sebesar 38KHz yang dihasilkan oleh rangkaian IC555 yang digunakan sebagai astable multivibrator. 3. Panjang gelombang puncak sebesar 950nM 4. Sudut pancaran sebesar 450. 5. Terdapat 2 mode output yang bisa digunakan yaitu inverting dan noninverting. BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN Dalam bab implementasi dan pengujian ini penulis mencoba melakukan beberapa pengujian rangkaian yang diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pengujian rangkaian catu daya 2. Pengujian rangkaian interface 3. Pengujian rangkaian switching 4. Pengujian rangkaian pemancar infra merah 5. Pengujian rangkaian penerima infra merah Dari pengujian rangkaian-rangkaian diatas penulis menarik suatu kesimpulan yang dirangkum dalam hasil analisa. 4.1. PENGUJIAN RANGKAIAN CATU DAYA Dalam setiap pembuatan rangkaian elektronika selalu membutuhkan suatu rangkaian catu daya, dimana rangkaian ini digunakan sebagai pen-supply power atau tegangan ke suatu rangkaian elektronika. Rangkaian catu daya ini merupakan juga suatu rangkaian yang digunakan untuk merubah tegangan tinggi AC ke tegangan rendah DC yaitu tegangan 220VAC dirubah menjadi tegangan 5VDC atau biasa kita sebut dengan VCC, dimana penulis rangkaian ini menghasilkan tegangan yang benar-benar stabil. 93 94 Pada saat rangkaian dihubungkan ke tegangan 220V, kemudian dilakukan analisa dengan cara melakukan pengecekan pada tiap-tiap titik pada rangkaian catu daya, ini dilakukan untuk mengetahui apakah rangkaian bisa bekerja. c T1 d 220VAC 9VAC D1 D2 U1 LM78L05ACZ 1N4001 Trans 1 D3 D4 IN OUT GND 3 b 1N4001 2 a VCC e 1N4001 1N4001 4700uF/16V 4700uF/16V C1 C2 GROUND Gambar 4.1.1. Titik pengecekan pada rangkaian catu daya. • Pada titik ‘a’ dilakukan pengecekan dengan menggunakan osciloskop, pengecekan pada titik ini digunakan untuk mengetahui bentuk tegangan masukan dari transformator, hasil pengukuran pada titik ini ditampilkan pada gambar 4.1.2. Dengan Volt/Div = 100VAC dan Time/Div = 3mS sehingga tegangan terbaca 220VAC/50Hz. 95 Gambar 4.1.2. Hasil pengecekan pada titik ‘a’. • Pengecekan yang kedua dilakukan pada titik ‘b’ dengan menggunakan alat ukur osciloskop, pengecekan pada titik ini digunakan untuk mengetahui bentuk tegangan keluaran dari transformator, hasil pengukuran pada titik ini ditampilkan pada gambar 4.1.3. Dengan Volt/Div = 5V dan Time/Div = 3mS sehingga tegangan terbaca 10VAC/50Hz. 96 Gambar 4.1.3. Hasil pengecekan pada titik ‘b’. • Pengecekan yang ketiga dilakukan pada titik ‘c’ dengan menggunakan alat ukur osciloskop, pengecekan pada titik ini digunakan untuk mengetahui bentuk tegangan keluaran setelah disearahkan oleh Dioda Bridge, hasil pengukuran pada titik ini ditampilkan pada gambar 4.1.4. Dengan Volt/Div = 5V dan Time/Div = 5mS sehingga tegangan terbaca 10VDC. 97 Gambar 4.1.4. Hasil pengecekan pada titik ‘c’. • Pengecekan yang keempat dilakukan pada titik ‘d’ dengan menggunakan alat ukur osciloskop, pengecekan pada titik ini digunakan untuk mengetahui bentuk tegangan keluaran setelah melalui kapsitor elektrolit yang digunakan sebagai filter, hasil pengukuran pada titik ini ditampilkan pada gambar 4.1.5. Dengan Volt/Div = 5V dan Time/Div = 5mS sehingga tegangan terbaca 10VDC. 98 Gambar 4.1.5. Hasil pengecekan pada titik ‘d’. • Pengecekan yang keempat dilakukan pada titik ‘e’ dengan menggunakan alat ukur osciloskop, pengecekan pada titik ini digunakan untuk mengetahui bentuk tegangan keluaran setelah melalui IC 7805 yang digunakan sebagai Voltage Regulator, hasil pengukuran pada titik ini ditampilkan pada gambar 4.1.6. Dengan Volt/Div = 5V dan Time/Div = 5mS sehingga tegangan terbaca 5VDC. 99 Gambar 4.1.6. Hasil pengecekan pada titik ‘e’. Sesuai hasil pengukuran yang didapatkan diatas maka dapat dipastikan bahwa rangkaian catu daya telah bekerja dengan baik, dan siap digunakan untuk men-supply tegangan ke seluruh rangkaian. 4.2. PENGUJIAN RANGKAIAN INTERFACE Rangkaian interface ini merupakan salah satu rangkaian yang digunakan untuk memproses sinyal input yang diterima yang digunakan untuk mengendalikan sinyal output dan tampilan. Rangkaian interface ini pada dasarnya merupakan sebuah rangkaian single chip operations dimana pada rangkaian ini seluruh fungsi dari RAM, ROM dan port sudah disediakan oleh satu IC AT89C51, pada lampiran dapat dilihat mengenai listing program yang dimasukkan ke dalam 100 ROM IC AT89C51, program tersebut digunakan untuk memproses data yang diterima. Untuk mengetahui apakan alat ini dapat berfungsi dengan baik, dilakukan serangkaian pengujian dimulai saat tegangan masuk, pada saat tegangan VCC diberikan ke rangkaian interface dengan menggunakan multi tester dilakukan pengecekan pada pin 40 untuk tegangan VCC dan pin 20 untuk ground, setelah dilakukan pengukuran didapatkan tegangan yang masuk adalah sebesar 5VDC. Pada saat port 3.2 dalam keadaan tidak terhubung ke sumber tegangan baik positif maupun negatif, mikrokontroler mengartikan keadaan ini sebagai input high atau ‘1’, kemudian dilakukan pengujian dengan cara memberikan logika low atau ‘0’ ke port 3.2, sesuai dengan perilaku program yang telah dirancang sebelumnya dimana apabila port 3.2 mendapatkan inputan low maka port 2.0 akan dalam kondisi low juga. Keadaan ini dapat dibuktikan dengan menggunakan multi tester port 2.0 untuk yang positif dan pin 20 untuk negatif, setelah dilakukan pengukuran didapatkan tegangan yang keluar dari port 2.0 sebesar 0VDC. Untuk pengujian port 1 yang digunakan sebagai keluaran yang dihubungkan ke tampilan, untuk mengetahui port ini mengeluarkan sinyal dapat dilakukan pengujian langsung setelah sinyal low diberikan ke port 3.2. dapat dipasangkan langsung sesuai dengan gambar rangkaian, keluaran yang dihasilkan dari port 1 adalah hitungan mundur dari angka ‘3’ ke angka ‘0’. 101 10 9 8 5 4 2 3 7 a b c d e f g DP A A VCC 1 6 DISPLAY U1 S2 1 2 3 4 5 6 7 8 VCC R1 S1 SW-PB P1.0 P1.1 P1.2 P1.3 P1.4 P1.5 P1.6 P1.7 10K 10 11 12 13 C3 14 15 16 10uF/16V 17 P3.0 (RXD) P3.1(TXD) P3.2 (INT0) P3.3 (INT1) P3.4 (T0) P3.5 (T1) P3.6 (WR) P3.7 (RD) 9 RESET 2 C1 33pF 18 19 XTAL2 XTAL1 P2.0(ADD8) P2.1(ADD9) P2.2(ADD10) P2.3(ADD11) P2.4(ADD12) P2.5(ADD13) P2.6 (ADD14) P2.7 (ADD15) VCC PSEN ALE/PROG EA/VPP GND 1 X1 C2 33pF P0.0 (ADD0) P0.1 (ADD1) P0.2 (ADD2) P0.3 (ADD3) P0.4 (ADD4) P0.5 (ADD5) P0.6 (ADD6) P0.7 (ADD7) 39 38 37 36 35 34 33 32 21 22 23 24 25 26 27 28 1 2 3 4 5 6 7 8 16 15 14 13 12 11 10 9 SW-DIP8 OUTPUT VCC 40 29 30 31 20 AT89C51 11,0592MHz Gambar 4.2.1. Rangkaian interface. Sesuai dengan hasil pengukuran diatas mulai dari tegangan masukan hingga perilaku program terhadap inputan dan keluaran yang dihasilkan rangkaian interface pada port 2.0 dan untuk tampilan port 1, maka dapat dipastikan bahwa rangkaian interface telah bekerja dengan baik sesuai dengan perancangan awal. 4.3. PENGUJIAN RANGKIAN SWITCHING Tegangan yang keluar dari port mikrokontroler pada saat kondisi logika high adalah sebesar 5VDC dengan arus maksimum sebesar 20mA, disini bisa kita lihat arus yang keluar dari port mikrokontroler sangat kecil sehingga mustahil apabila kita gunakan secara langsung untuk mengendalikan sebuah relay, 102 apabila kita gunakan tegangan port output pada mikrokontroler ini secara langsung maka kemungkinan yang akan terjadi adalah IC mikrokontroler akan menjadi panas dikarenakan mengalami kelebihan beban, apabila kita biarkan keadaan ini terus menerus maka IC mikrokontroler akan terbakar atau rusak, secara teori panas yang terjadi pada IC mikrokontroler ini disebapkan oleh arus yang diminta beban terlalu besar hingga melampaui kemampuan mikrokontroler itu sendiri. Untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kerusakan seperti ini terjadi pada mikrokontroler maka tegangan port output dari mikrokontroler yang hanya sebesar 5VDC dengan arus sebesar 20mA diberikan ke sebuah rangkaian transistor yang digunakan sebagai pensaklaran atau switching. K1 VCC 2 1 3 COMMON 4 R1 OUTPUT D1 4K7 1N4001 5 Relay INPUT R2 Q1 C9012 1K Gambar 4.3.1. Rangkaian pensaklaran (Switching). Pada gambar 4.3.1 sebuah transistor digunakan untuk fungsi pensaklaran, dimana rangkaian ini tidak akan bekerja pada saat mikrokontroler memberikan tegangan high pada input dari rangkaian switching, ini disebapkan karena transistor yang digunakan merupakan transistor tipe PNP, pada saat tegangan high maka transitor akan meneruskan tegangan tersebut ke ground sehingga tidak terjadi beda potensial antara titik kolektor dan basis dari transistor 103 (Q1), namun sebaliknya apabila input menjadi low maka tegangan akan mengalir dari kaki kolektor ke basis sehingga terdapat beda potensial sehingga transistor bekerja dan relay bekerja juga. Dengan kata lain rangkaian switching ini bekerja dengan menggunakan tegangan low atau active low. Langkah pengujian yang bisa kita lakukan yaitu dengan menggunakan voltmeter dengan cara, setelah kita berikan inputan high pada rangkaian switching yaitu pada kaki basis pada transistor (Q1) kita dapat mengukur kaki kolektor pada transistor (Q1) untuk positif dan kaki emitter pada transistor (Q1) untuk negatif, hasil yang didapatkan adalah sekitar 1VDC, kemudian kita berikan inputan low pada rangkaian switching, maka hasil pengukuran pada kaki kolektor pada transistor (Q1) untuk positif dan kaki emitter pada transistor (Q1) untuk negatif adalah sebesar sekitar 5VDC. Sesuai dengan hasil pengukuran yang didapatkan, maka dapat dipastikan bahwa rangkaian switching telah bekerja dengan baik sesuai dengan perancangan awal. 104 4.4. PENGUJIAN RANGKAIAN PEMANCAR INFRA MERAH R9 390R R8 470R VCC D2 D3 1N4148 1N4148 D4 PWR IND R10 R1 3K3 U2 1K8 8 Q1 7 R2 MMBT3906 Q2 MMBT3906 R7 1K U1A 1K8 R4 1 3 3 2 2K2 R3 10R ISAI6200 R11 R6 47K 47K 1 4 VR1 74AC00PC 1K JP2 R5 1 2 3 GND 5 1 2 3 VCC JP5 OUT 4 6 5 2 6 JP1 D1 DISC RST THR CVOLT TRIG LM555CJ U1B 74AC00PC VCC 1 2 C3 10nF 47K 10 JP3 U1D 1 2 3 8 9 74AC00PC 13 JP4 U1C 11 12 1 2 3 74AC00PC Gambar 4.4.1. Rangkaian pemancar infra merah Rangkaian ini dinyatakan mendapatkan sumber tegangan apabila dioda LED (D4) menyala, keadaan ini disebapkan tegangan Vcc yang masuk langsung disalurkan ke resistor (R8), kemudian diteruskan ke dioda LED (D4) sehingga dapat menyala apabila menerima tegangan. Pada saat tegangan Vcc masuk ke rangkaian maka IC 555 akan bekerja, sehingga akan menghasilkan gelombang 38kHz yang digunakan sebagai carrier dari gelombang infra merah, pengecekan pada IC 555 dapat dilakukan dengan menggunakan osciloskop kaki ground pada osciloskop pada kaki ground rangkaian dan kaki display ‘a’ dari osciloskop dipasangkan ke pin no.3 pada IC 555, keluaran pada IC555 dapat dilihat pada gambar 4.4.2. Dengan Volt/Div = 5V dan Time/Div = 0.2μS sehingga tegangan terbaca 5VDC/38KHz. 105 Gambar 4.4.2. Hasil pengecekan pada output IC555. Apabila penunjukkan frekuensi tidak seperti gambar 4.4.2, analisa terdekat yang bisa dilakukan mungkin ada masalah pada pembangkit frekuensi, untuk melakukan pengaturan frekuensi carrier dapat dilakukan dengan mengatur potensiometer (VR1). Terdapat beberapa pengaturan jumper pada rangkaian ini, untuk keperluan tugas akhir ini penulis menggunakan pengaturan jumper seperti dibawah ini : Untuk J1 pada posisi pin 2 dan pin3 terhubung. Untuk J2 pada posisi pin 1 dan pin2 terputus. Untuk J3 pada posisi pin 2 dan pin3 terhubung. Untuk J4 pada posisi pin 2 dan pin3 terhubung. 106 Dengan keadaan jumper seperti diatas, maka kinerja pemancar akan dimulai setelah kaki input pada pemancar infra merah medapatkan logika high, keadaan ini juga akan meng-aktif-kan pembangkit frekuensi carrier. Langkah-langkah pengujian : 1. Hubungkan sumber tegangan 5VDC dengan rangkaian pemancar infra merah. 2. Pindahkan semua jumper ke posisi pin 1 dan pin 2 terhubung. 3. Hubungkan pin input dengan ground. 4. Gunakan penerima infra merah sebagai alat pengujian terhadap rangkaian pemancar infra merah, penggujian ini dilakukan dengan cara kita arahkan pemancar ke penerima dengan jarak <30cm, lepaskan jumper yang ada pada rangkaian penerima rangkaian infra merah. Ukur pada tegangan output (OUT) pada rangkaian penerima infra merah maka output akan berlogikan ‘0’. Kita juga bisa melakukan pengujian terhadap rangkaian pemancar infra merah dengan menggunakan kamera digital dan multimeter yang dilengkapi dengan pengukur frekuensi. Apabila kita melakukan pengujian dengan menggunakan kamera digital maka kita bisa langsung melihat pancaran gelombang infra merah melalui kamera digital, bila menggunakan multimeter yang dilengkapi pengukur frekuensi maka kita bisa lakukan dengan mengukur pada pin 3 dari IC74HC00N, hasilnya merupakan frekuensi pada kisaran 38kHz. 107 Sesuai dengan hasil pengukuran yang didapatkan, maka dapat dipastikan bahwa rangkaian pemancar infra merah telah bekerja dengan baik sesuai dengan pengaturan yang dilakukan. 4.5. PENGUJIAN RANGKAIAN PENERIMA INFRA MERAH VCC VCC R1 R3 47OHM 4K7 R2 IR1 10K C? 100uF/16V D1 6V2 Q1 10K MMBT3904 1 2 TSOP4838 R4 JP2 VCC JP1 1(OUT) 2 3(OUT) 4 MHDR1X4 Gambar 4.5.1. Rangkaian penerima infra merah. Pada saat rangkaian penerima infra merah diberi tegangan 5VDC, maka tegangan akan langsung mengalir untuk memberikan supply ke penerima infra merah, pin 3 pada penerima infra merah untuk Vcc, pin 2 pada penerima infra merah untuk ground, dan pin 1 pada penerima infra merah untuk sinyal output. Dioda zener (D1) 6V2 digunakan untuk menstabilkan tegangan yang masuk agar tidak lebih dari 6VDC, keadaan seperti ini diperlukan untuk memproteksi lonjakan tegangan yang terjadi, karena penerima infra merah hanya mampu menerima tegangan sampai 9VDC apabila terjadi tegangan lebih dari itu 108 maka kemungkinan penerima infra merah akan rusak atau terbakar, kapasitor (C1) 100μF/16V digunakan untuk memfilter tegangan yang masuk agar lebih halus. Pada rangkaian penerima infra merah terdapat jumper (J2) yang digunakan untuk mengendalikan sinyal output dengan konfigurasi sebagai berikut: Apabila J2 tidak terhubung maka ouput yang dapat digunakan adalah pin OUT dengan keluaran high pada saat menerima gelombang infra merah. Apabila J2 terhubung maka output yang dapat digunakan adalah pin OUT dengan keluaran low saat menerima gelombang infra merah. Langkah-langkah pengujian : 1. Hubungkan sumber tegangan 5VDC ke rangkaian penerima infra merah 2. Lepas jumper (J2) 3. Ukur tegangan pada pin OUT dengan menggunakan voltmeter. Nilainya akan berada pada logika high ‘1’ atau sekitar +5VDC 4. Pasang jumper (J2) 5. Ukur tegangan pada pin OUT dengan menggunakan voltmeter. Nilainya akan berada pada logika low ‘0’ atau 0VDC 6. Beri sinyal infra merah 38 kHz (dengan rangkaian pemancar infra merah dengan jarak <30cm)secara terus menerus 7. Lepas jumper (J2) 8. Ukur tegangan pada pin OUT dengan menggunakan voltmeter. Nilainya akan berada pada logika low ‘0’ atau 0VDC 9. Pasang jumper (J2) 109 10. Ukur tegangan pada pin OUT dengan menggunakan voltmeter. Nilainya akan berada pada logika high ‘1’ atau sekitar 5VDC Untuk pengujian rangkaian penerima infra merah sangat mudah kita hanya membutuhkan multi tester yang digunakan untuk mengukur tegangan output dari pin output.. Sesuai dengan hasil pengukuran yang didapatkan, maka dapat dipastikan bahwa rangkaian penerima infra merah telah bekerja dengan baik sesuai dengan pengaturan yang dilakukan. 4.6. HASIL PENGUJIAN Pada rangkaian catu daya saat tegangan 220VAC masuk, kemudian dilakukan pengecekan pada tegangan keluaran akhir dari rangkaian yaitu setelah melalui IC Voltage regulator IC7805 didapatkan hasil pengukuran yaitu tegangan sebesar 5VDC. Pada rangkaian interface saat mendapatkan input low pada kaki 3.2, maka rangkaian interface berperilaku seperti program yang ada dalam ROM yang telah didesain sedemikian rupa, sehingga pada port 2.0 keluar output low, dan pada port 1 keluar sinyal yang digunakan untuk seven segment, pewaktuan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan untuk pengaturannya dapat dilihat pada tabel 4.6.1. 110 Tabel 4.6.1. Pengaturan Pewaktuan. Pengaturan DIP Switch Pewaktuan (detik) Pengaturan DIP Switch Pewaktuan (detik) ON 1 ON 6 ON 2 ON 7 ON 3 ON 8 ON 4 ON 9 ON 5 Setelah hitungan mundur dilakukan dan mencapai ‘0’, maka tegangan yang keluar dari port 2.0 adalah high ‘1’ atau sebesar 5VDC. Pada rangkaian switching saat kita berikan inputan high pada kaki basis (Q1) tegangan yang diukur dengan menggunakan voltmeter pada kaki-kaki kolektor dan emitter menunjukkan hasil sekitar 1VDC, selanjutnya diberikan inputan low pada kaki basis (Q1) tegangan yang diukur dengan menggunakan voltmeter pada kaki-kaki kolektor dan emitter menunjukkan hasil sekitar 5VDC. Pada rangkaian pemancar infra merah saat kita berikan tegangan maka indicator power menyala sehingga dapat dinyatakan tegangan VCC telah masuk ke dalam rangkaian, rangkaian pemancar infra merah akan bekerja sesuai dengan pengaturan jumper yang ada, dimana pengaturan yang digunakan dalam pengujian adalah untuk input high 111 maka akan mengaktifkan output dan juga mengaktifkan pembangkit frekuensi, pada saat tegangan 5VDC diberikan pada kaki input dari rangkaian penerima infra merah, maka IC 555 mengeluarkan gelombang carrier sebesar 38kHz dan pada pancaran gelombang infra merah dapat kita lihat menggunakan kamera digital. Pada rangkaian penerima infra merah diberikan tegangan VCC untuk mengaktifkan rangkaian. Di dalam rangkaian penerima infra merah ini terdapat pengaturan jumper yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan suatu sistem yang akan dibuat, untuk pengujian rangkaian penerima infra merah digunakan pengaturan jumper keluaran low saat penerima infra merah mendapatkan gelombang infra merah. Kemudian kita berikan gelombang infra merah secara terus-menerus sehingga saat dilakukan pengukuran pada output OUT menunjukkan hasil low ‘0’ atau 0VDC, pada saat tidak terdapat gelombang infra merah yang diterima oleh penerima infra merah, dilakukan pengukuran pada output OUT menunjukkan hasil high ‘1’ atau sekitar 5VDC. Jarak pendeteksian benda dapat diatur sesuai dengan keinginan, mulai dari 5 sampai 20 cm. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.6.1. Table 4.6.2. Pengaturan jarak pendeteksian Jarak komponen Jarak pendeteksian (cm) (cm) 1 20 2 17 3 15 4 12 5 9 6 7 7 5 Seluruh rangkaian yang diperlukan dalam pembuatan sebuah sistem kontrol kran air telah diuji dan dianalisa, sehingga dihasilkan data-data 112 pengukuran dari setiap rangkaian yang digunakan untuk memastikan rangkaianrangkaian ini telah berfungsi dengan baik, dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa data-data yang didapatkan sesuai dengan data-data saat perancangan dan desain, ini berarti semua rangkaian dalam pembuatan sebuah sistem kontrol kran air telah bekerja dengan baik, dan bekerja sesuai dengan fungsinya masingmasing. BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN Setelah melakukan analisa dan pengujian selama pembuatan dan perencanaan dari berbagai rangkaian yang digunakan untuk alat sistem kontrol kran air berbasis mikrokontroler dengan menggunakan sensor infra merah, maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Rangkaian catu daya, rangkaian switching, rangkaian interface, rangkaian pemancar infra merah, dan rangkaian penerima infra merah, dapat bekerja dengan baik dan interkoneksi antara rangkaian-rangkaian tersebut bekerja dengan sangat bagus sekali. 2. Kemampuan pendeteksian objek dapat disesuaikan dengan mengatur jarak antara sensor pemancar dan penerima, semakin jauh jarak antar sensor semakin dekat jarak pendeteksian, sebaliknya apabila semakin dekat jarak antar sensor maka jarak pendeteksian akan semakin jauh. 3. Untuk pewaktuan (timing) dapat diatur dengan cara memposisikan DIP Switch pada posisi yang diperlukan sehingga bisa didapatkan pewaktuan yang diinginkan. 113 114 5.2. SARAN Mikrokontroler merupakan sebuah teknologi baru yang memiliki banyak fungsi dan kegunaan, dan yang penulis gunakan dalam tugas akhir ini hanya sebagian kecil saja, alat yang diracang ini memang sangat terbatas, dimana masih terdapat fungsi lain yang lebih canggih dan lebih bagus, dimana aplikasi tersebut dapat disesuaikan dengan keperluan dilapangan. Dalam tugas akhir ini yang penulis coba adalah dari sisi pengendalian, bukan hanya pengendalian saja kemampuan dari mikrokontroler, masih terdapat yang lain seperti akuisisi data, konversi data dan banyak yang lainnya. Sudah banyak kemudahan yang diberikan mikrokontroler dibandingkan dengan generasi pendahulunya yaitu mikroprossesor yang bukanlah single chip operations. Adapun saran dari penulis kepada fakultas teknik dan rekan-rekan mahasiswa yang akan mengambil sidang tugas akhir untuk dapat mengembangkan karya penulis lebih dari yang sekarang dengan memaksimalkan fungsi dari alat dan sensor yang digunakan, bisa juga dengan memberikan display yang lebih menarik seperti menggunakan LCD, dengan menambahkan sensor suhu sehingga air bisa menyesuaikan dengan suhu lingkungan, sehingga tidak terlalu dingin ataupun terlalu panas. Masih banyak yang bisa dilakukan dengan alat ini, tinggal bagaimana penyesuaian yang diharapkan dari perancangan sistem awalnya. Yang tentunya membutuhkan pengujian dan analisa lebih lanjut dimana akan memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit, terakhir semoga alat ini dapat digunakan dan mendapatkan hasil yang sangat memuaskan sesuai dengan yang diharapkan penulis. 115 DAFTAR PUSTAKA 1. AGFIANTO EKO PUTRO, 2002, Teknik Antarmuka Komputer Konsep dan Aplikasi, Graha Ilmu, Jogyakarta. 2. AGFIANTO EKO PUTRA, 2003, Belajar Mikrokontroler AT89C51/52/55, Gava Media, Yogyakarta. 3. ISARIS, 1980, Dasar-dasar Teori Listrik, Batan, Jogyakarta. 4. MALVINO LEACH, 1994, Prinsip-prinsip dan Penerapan Digital, Erlangga, Jakarta. 5. M. IBNU MALIK, ANISTARDI, 1997, Bereksperimen Dengan Mikrokontroler 8031, Elek Media Komputindo, Jakarta. 6. PAULUS ANDI NALWAN, 2003, Teknik Antarmuka dan Pemrograman Mikrokontroler AT89C51, Elex Media Komputindo, Jakarta. 7. SUTRISNO, 1986, Elektronika Teori dan Penerapannya, ITB.