ANALISIS GENETIK TERHADAP MAWAR (Rosa

advertisement
ANALISIS GENETIK
TERHADAP MAWAR (Rosa hybrida L.)
HASIL PERSILANGAN TUNGGAL
DEDEH KURNIASIH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
i
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Genetik terhadap
Mawar (Rosa hybrida L.) Hasil Persilangan Tunggal adalah karya saya sendiri
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2006
Dedeh Kurniasih
NRP. A35102011.1
ii
ABSTRAK
DEDEH KURNIASIH. Analisis Genetik terhadap Mawar (Rosa hybrida L.)
Hasil Persilangan Tunggal. Dibimbing oleh SRIANI SUJIPRIHATI dan
TRIKOESOEMANINGTYAS.
Informasi keragaman genetik, heritabilitas, korelasi antar karakter, pengaruh
langsung dan tidak langsung terhadap hasil, dan jarak genetik diantara genotipe
tetua persilangan sangat penting dalam program pemuliaan mawar, selain itu
seleksi indeks berdasarkan beberapa cara pembobotan dapat dimanfaatkan untuk
memilih genotipe-genotipe mawar yang unggul sesuai dengan standar kualitas
yang telah ditentukan.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan hibrida mawar
(Rosa hybrida L.) hasil persilangan tunggal dan memperoleh calon tetua untuk
persilangan double cross berdasarkan jarak genetik. Tujuan khusus penelitian ini
adalah memperoleh informasi keragaman, heritabilitas dan korelasi antar karakterkarakter yang diamati, memanfaatkan indeks seleksi untuk mendapatkan kultivar
yang berkualitas dan menduga jarak genetik berdasarkan penampilan fenotipik.
Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak penarikan
anak contoh dengan tiga ulangan. 14 karakter kuantitatif dan 15 karakter
kualitatif dianalisis menggunakan analisis gerombol dengan bantuan software
Ntsys 2.02. Sedangkan indeks seleksi didasarkan pada nilai ekonomi, nilai duga
heritabilitas dan nilai pengaruh langsung dari sidik lintas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang tangkai, jumlah daun, jumlah
buku, jumlah petal, jumlah duri besar dan umur panen mempunyai keragaman
yang luas dan nilai duga heritabilitas dalam arti luas yang tinggi. Panjang tangkai
berkorelasi positif dan nyata dengan jumlah daun, jumlah buku, panjang leher
bunga, jumlah duri besar dan jumlah bunga per tanaman sedangkan dengan umur
panen berkorelasi negatif. Diameter kuncup berkorelasi positif dan nyata dengan
diameter bunga mekar, lama kesegaran bunga dan jumlah petal. Lama kesegaran
bunga berkorelasi positif dan nyata dengan diameter kuncup, diameter tangkai,
jumlah daun, jumlah buku dan jumlah bunga per tanaman, sedangkan dengan
panjang leher bunga berkorelasi negatif. Diameter bunga mekar berkorelasi
positif dan nyata dengan diameter kuncup, jumlah petal dan jumlah bunga per
tanaman, sedangkan dengan jumlah duri kecil berkorelasi negatif. Jumlah bunga
per tanaman berkorelasi positif dan nyata dengan panjang tangkai, diameter bunga
mekar, panjang ruas, panjang leher bunga dan lama kesegaran bunga, sedangkan
dengan umur panen berkorelasi negatif.
Panjang tangkai secara langsung dipengaruhi oleh jumlah buku dan jumlah
bunga per tanaman, sedangkan jumlah daun dan panjang leher bunga berpengaruh
negatif. Diameter kuncup secara langsung dipengaruhi oleh jumlah petal. Lama
kesegaran bunga secara langsung dipengaruhi oleh diameter kuncup, diameter
tangkai dan jumlah daun, sedangkan jumlah buku berpengaruh negatif. Diameter
bunga mekar secara langsung dipengaruhi oleh diameter kuncup, jumlah petal dan
jumlah bunga per tanaman. Sementara itu jumlah bunga per tanaman secara
langsung dipengaruhi oleh panjang tangkai, diameter bunga mekar, panjang ruas
dan panjang leher bunga.
iii
Berdasarkan kecerahan warna bunga terpilih genotipe 97.100-36, 95.077-01,
97.100-31, 97.105-80 dan 97.167-01. Seleksi indeks berdasarkan nilai ekonomis
terseleksi genotipe 97.105-80, 97.174-01, 97.029-82, 95.077-01 dan 97.106-42.
Seleksi indeks berdasarkan nilai duga heritabitas dalam arti luas terseleksi
genotipe 97.105-80, 97.174-01, 97.029-82, 95.077 -01 dan 95.090-04. Seleksi
indeks berdasarkan sidik lintas terpilih genotipe 97.032-09, 97.105-66, 97.030-12,
97.105-80, dan 97.174-01. Secara umum dari beberapa metode pembobotan yang
digunakan terseleksi lima genotipe dengan jumlah indeks terbanyak yaitu genotipe
97.105-80, 95.077-01, 97.174-01, 97.032-09 dan 97.029-82.
Pada koefisien kemiripan 0.324 dendrogram terbagi dalam 7 kelompok
besar. Jarak genetik paling jauh diperoleh antara genotipe 95.136-01 dan 97.16701, diikuti oleh genotipe 97.026-13 dan 97.174-01, serta antara genotipe 97.02982 dan 97.105-66. Genotipe-genotipe tersebut dapat dijadikan tetua double cross.
iv
ABSTRACT
DEDEH KURNIASIH. Genetic Analysis towards Single Crossed Rose
(Rosa hybrida L.).
Supervised by SRIANI SUJIPRIHATI and
TRIKOESOEMANINGTYAS.
The information of genetic variability, heritability, genetic correlation
among characters, path analysis, indices selection and genetic distance among
parental are very important in rose breeding program. The use of selection indices
based on measurement of several characters is more effective and useful in
selecting superior rose genotypes which meet the established standard quality.
The general aims of this study are to develop single crossed roses (Rosa
hybrida L.) hybrids and choose good parent candidates to create double cross
hybrids based on genetic distances. The specific aims of this study are to get
information about variability, heritability, correlation among the characters being
observed, path analysis and to use selection indices based on quality characters of
rose for obtaining qualified cultivars and to estimate genetic distances based on
phenotypic performances.
The genotypes were arranged in a randomized complete block design with
three replications and sub-sampling. Observations were made on fourteen
quantitative characters and fifteen qualitative characters related to quality were
being analyzed by using cluster analysis of Ntsys 2.02 software.
The results of the study showed that the characters length of stalk, number of
leaves, number of nodes, number of petals, number of large thorn, and days to
harvesting were large genetic variability and high broad sense heritability. A real
positive correlation occurred between length of stalk with number of leaves,
number of nodes, neck length, number of large thorn and number of flower per
plant, while days to harvesting have negative correlation. Flower bud diameter
had a real positive correlation with vase life and number of petals, while the real
negative correlation with bloomed flower diameter. Vase life had a real
correlation with flower bud diameter, stalk diameter, number of leaves , number of
nodes and number of flower per plant, while the real negative correlation with
neck length. Bloomed flower diameter had a real positive correlation with flower
bud diameter, number of petal and number of petals, while the real negative
correlation with number of small thorn. Number of flower per plant had a real
correlation with length of stalk, bloomed flower diameter, length of nodes, neck
length and vase life, while the real negative correlation with days to harvesting.
Number of nodes and number of flower per plant had positive direct effects
on length of stalk, while neck length and number of leaves had negative direct
effect. Number of petals has positive direct effect to flower bud diameter. Flower
bud diameter, stalk diameter and number of leaves had positive direct effects on
vase life, while number of nodes has negative direct effect. Flower bud diameter,
number of petals and number of flower per plant had positive direct effects on
bloomed flower diameter. Length of stalk, bloomed flower diameter, length of
nodes and neck length had positive direct effects on number of flower per plant.
Based on the brightness of flower colors, genotypes 97.100-36, 95.077-01,
97.100-31, 97.105-80 and 97.167-01 were selected. Indices selection based on
economic value selected genotypes 97.105-80, 97.174-01, 97.029-82, 95.077-01
v
and 97.106-42. Based on heritability, selected genotypes 97.105-80, 97.174-01,
97.029-82, 95.077-01 and 95.090-04, while based on direct effect path analysis
selected genotypes genotipe 97.032-09, 97.105-66, 97.030 -12, 97.105-80 and
97.174-01. In general, by several methods of weighing being used in this study,
we were able to select five genotypes with the greatest amount of indices, namely
genotypes 97.105-80, 95.077-01, 97.174-01, 97.032-09 and 97.029-82.
Based on similarity coefficient the genotypes consisted of divided to seven
main groups was constructed. The groups contain three genotypes, two
genotypes, one genotype, ten genotypes, ten genotypes, two genotypes, and two
genotypes, respectively. The largest genetic distance were found between
genotype 95.136-01 and 97.167-01 followed by genotypes 97.026-13 and 97.17401, and between genotypes 97.029-82 and 97.105-66. These hybrids genotypes
are good candidates to be used as parents in a double cross.
Key word : genetic analysis, roses, hybrid single cross.
vi
© Hak cipta milik Dedeh Kurniasih, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
vii
ANALISIS GENETIK
TERHADAP MAWAR (Rosa hybrida L.)
HASIL PERSILANGAN TUNGGAL
DEDEH KURNIASIH
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
viii
Judul Tesis
Nama
NRP
Analisis Genetik terhadap Mawar (Rosa hybrida L.)
Hasil Persilangan Tunggal
: Dedeh Kurniasih
: A35102011.1
:
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc.
Anggota
Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, M.S.
Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi Agronomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S.
Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.
Tanggal Ujian : 30 Januari 2005
Tanggal Lulus :
ix
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 17 Juni 1971 sebagai anak
kedua dari pasangan Adang Dahlan dan Hj. Euis Maemunah.
Menamatkan
Sekolah Dasar di SD Negeri Curug Agung Padalarang tahun 1985. Tahun 1988
penulis lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I Padalarang dan
Lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri II Cimahi pada tahun 1991,
sedangkan pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian Universitas Padjadjaran, lulus pada tahun 1998.
Pada tahun 2002,
penulis mendapat tugas belajar di Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana
IPB. Beasiswa pendidikan diperoleh dari program PAATP Dep artemen Pertanian
Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai staf peneliti di Balai Penelitian Tanaman Hias
sejak tahun 2001 sampai sekarang.
x
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Robbi atas ijinNya
penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Analisis Genetik terhadap Mawar
(Rosa hybrida L.) Hasil Persilangan Tunggal.
Terima kasih yang sebesar -besarnya penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sriani
Sujiprihati M.S. dan Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas M.Sc. selaku pembimbing, atas
segala saran, bantuan, arahan dan ide-idenya yang sangat baik. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Krisantini M.Sc. atas kesediaannya
sebagai dosen penguji luar komisi dan terima kasih atas saran serta masukannya.
Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Ir. Darliah M.S. yang telah
banyak membantu dan mengijinkan genotipe-genotipenya untuk dipergunakan.
Kepada Teh Nina dan Kang Nanang terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Komisi Pembinaan
Tenaga Kerja Badan Litbang Pertanian khususnya program PAATP yang telah
membiayai studi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibunda
dan Ayahanda (Alm.) serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya,
untuk suami tercinta terimakasih atas ijin, perhatian dan dukunganya.
Akhir kata semoga tulisan bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
Bogor, Maret 2006
Dedeh Kurniasih
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL…..………………..….………………………….……..…. xiii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………....… xiv
DAFTAR LAMPIRAN……..……………………………………….….........
xv
PENDAHULUAN
Latar Belakang…………………………………………………...….........
Tujuan Penelitian…………………………………………………..…......
Kerangka Pemikiran………………………………..…………..…..…..…
Bagan Alur Penelitian…………..…………………..……......………...…
1
3
3
7
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Tanaman Mawar ……………………………......…..….
Pendugaan Keragaman……….………..…………………………....…….
Pendugaan Heritabilias……………..………..…………………......….....
Korelasi Genetik Antar Karakter ……………....………..………….…....
Sidik Lintas………......………………………………………......…….....
Indeks Seleksi… ………………………………………………………....
Pendugaan Jarak Genetik ……….………..…………………….......…….
8
11
12
13
15
16
18
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan…………………………………......……..
Bahan dan Alat …………………..………………………………..…...…
Rancangan Percobaan...…………………………………….........……….
Pelaksanaan Percobaan……………………………………….....………..
Pengamatan…………………………………………………….…........…
21
21
21
26
28
HASIL DAN PEMBAHSAN
Kondisi Umum Penelitian……………….…………………......……........
Pendugaan Keragaman Karakter Morfologi yang Diamati…….…….…..
Pendugaan Heritabilitas Karakter Kuantitatif yang Diamati …….…..…..
Korelasi antar Karakter Kuantitatif yang Diamati……….……………….
Sidik Lintas……………………......……….……………………….….....
Indeks Seleksi……………….…………….………………………....…...
Pendugaan Jarak Genetik Berdasarkan Penampilan Fenotipik……...…...
31
32
41
43
46
55
69
KESIMPULAN DAN SARAN…………………………...……......……..….
73
DAFTAR PUSTAKA……………………………………...………......…..… 75
LAMPIRAN………………………………......……………………………...
xii
80
DAFTAR TABEL
Halaman
2.
Kelas Kualitas Bunga Potong Mawar Berdasarkan Panjang
Tangkai dan Diameter Kuncup ……………………………..…............. 11
Analisis Varian untuk RKL Teracak Penarikan Anak Contoh…………. 22
3.
Analisis Kovarian …………………………………...……...…………..
24
4.
Keragaman, Koefisien Variasi Genetik dan Dua Kali Standar
Deviasi Genetik Karakter Kuantitatif yang Diamati….…....……..….....
33
1.
5.
Nilai Duga Heritabilitas Karakter Kuantitatif yang Diamati…………… 42
6.
Korelasi Genetik antara Karakter Kuantitatif yang Diamati …………..
7.
Sidik Lintas Panjang Tangkai dengan Jumlah Daun,
44
Jumlah Buku, Panjang leher Bunga dan Jumlah Bunga per Tanaman.… 47
8.
9.
Sidik Lintas Lama Kesegaran Bunga dengan Diameter
Kuncup, Diameter Tangkai, Jumlah Daun dan Jumlah Buku …….……
50
Sidik Lintas Diameter Mekar dengan Diameter Kuncup,
Jumlah Petal dan Jumlah Bunga per Tanaman……….….….………….. 52
10. Sidik Lintas Jumlah Bunga per Tanaman dengan Panjang Tangkai,
Diameter Bunga Mekar, Panjang Ruas, dan Panjang Leher Bunga..…...
53
11. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Ekonomis………..………
56
12. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Duga Heritabilitas……….
57
13. Seleksi Berdasarkan Peringkat Kecerahan Warna Bunga
Kelompok Warna Merah ………………….…………………………… 58
14. Seleksi Berdasarkan Peringkat Kecerahan Warna Bunga
Kelompok Warna Orange………………….…………………………… 59
15. Seleksi Berdasarkan Peringkat Kecerahan Warna Bunga
Kelompok Warna Putih. ………………….……………………………. 60
16. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung
dari Sidik Lintas Panjang Tangkai.………………………….…............. 61
17. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung
dari Sidik Lintas Diameter Kuncup………………………………….…. 62
18. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung
dari Sidik Lintas Lama Kesegaran Bunga..………… ……….….……... 64
19. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung
dari Sidik Lintas Diameter Bunga Mekar..…………… ……….……..... 65
20. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung
dari Sidik Lintas Jumlah Bunga per Tanaman.…....................………... 66
21. Fenotipik Lima Kandidat Kultivar Unggul Baru………………………. 68
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Bagan Alur Penelitian…………………………………………………….. 7
2.
Warna dan Bentuk Bunga Mawar yang Diamati ………….…………….. 37
3.
Contoh Bentuk Dasar Daun Terminal………………………….……..….. 39
4.
Diagram Sidik Lintas Panjang Tangkai dengan Jumlah Daun, Jumlah
Buku, Panjang Leher Bunga dan Jumlah Bunga per Tanaman.………….. 47
5.
Diagram Sidik Lintas Lama Kesegaran Bunga dengan Diameter
Kuncup, Diameter Tangkai, Jumlah Daun dan Jumlah Buku……………. 50
6.
Diagram Sidik Lintas Diameter Bunga Mekar dengan Diameter
Kuncup, Jumlah Petal dan Jumlah Bunga per Tanaman…………………. 52
7.
Diagram Sidik Lintas Jumlah Bunga per Tanaman dengan Panjang
Tangkai, Diameter Bunga Mekar, Panjang Ruas dan Panjang Leher
Bunga……………………………………………………………………... 54
8.
Dendrogram Berdasarkan Penampilan Fenotipik ……………………….. 69
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Tata Letak Percobaan…………………………………………………... 80
2.
Matrik Koefisien Kemiripan 30 Genotipe Mawar yang Diuji…………. 81
3.
Hasil Pengamatan Karakter Warna Batang Muda, Batang Tua dan
Daun Muda………………………...…..……………………...………..
82
4.
Hasil Pengamatan Karakter Warna Daun Tua, Stamen Bagian Luar
dan Spot Petal………………………...…………………………...……. 83
5.
Hasil Pengamatan Karakter Bentuk Kuncup dan Bentuk Duri Besar …. 84
6.
Hasil Pengamatan Karakter Bentuk Dasar Daun Terminal dan Zona
Dasar Spot Petal ……………………………………………..……….... 85
7.
Hasil Pengamatan Karakter Penampakan Samping Bagian Atas Bunga
dan Bagian Bawah Bunga ……………….……..…………………….... 86
8.
Hasil Pengamatan Karakter Bentuk dan Jumlah Kelopak Bunga pada
Masing-Masing Kriteria ……………………..……………………….... 87
9.
Hasil Pengamatan Karakter Kewangian Bunga …………………..….... 88
10. Gambar dan Kriteria Beberapa Karakter Kualitatif yang Diamati…...… 89
xv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mawar (Rosa spp.) merupakan salah satu komoditas tanaman hias yang
dikenal dan disukai masyarakat, baik sebagai bunga potong, penghias taman
maupun sebagai bunga pot. Permintaan bunga potong mawar di pasar dalam
negeri terus meningkat dibandingkan dengan bunga potong lain, terutama di kotakota besar seperti Bandung dan Jakarta (Kartapradja 1997). Produksi mawar
potong tahun 1996, 1997, 1998, 1999 dan 2000 berturut-turut adalah 173.111.552,
17.270.984, 35.582.398, 33.594.352 dan
78.147.515 tangkai (Ditjen Bina
Produksi Hortikultura 2001).
Antara bunga potong yang diperdagangkan di Jakarta tahun 1999, 2000
dan 2001 volume penjualan mawar menduduki peringkat ketiga setelah anggrek
dan gladiol yaitu 4.952.000, 5.162.600 dan 3.646.600 tangkai/tahun (Pusat
Promosi dan Pemasaran Bunga dan Tanaman Hias 2002), dengan volume impor
bulan Agustus 2000 mencapai 1021 kg (Biro Pusat Statistik 2000). Rata-rata
produksi mawar tahun 2003 hanya 470.103 tangkai/ha/tahun, keadaan tersebut
mengakibatkan bunga potong mawar menduduki peringkat pertama dalam volume
impor (Satsijati et al. 2004). Tingginya konsumsi bunga potong mawar,
menjadikan komoditas tersebut sebagai komoditas penting sehingga usaha
peningkatan kualitas maupun kuantitas harus dilakukan.
Menurut Morey (1969) karakter penting yang menentukan kualitas bunga
potong mawar antara lain adalah warna bunga, ukuran bunga, kewangian bunga,
lama kesegaran bunga, panjang tangkai bunga, diameter tangkai bunga, jumlah
duri, dan jumlah petalum. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Asosiasi Bunga
Indonesia (Asbindo) (1995), bahwa standar kualitas bunga potong mawar
ditentukan oleh panjang dan kokohnya tangkai bunga, ukuran bunga, bentuk
bunga, kepadatan kuntum bunga, warna bunga, lamanya kesegaran bunga (vase
life) serta harus bebas hama dan penyakit.
Peningkatan kualitas dan kuantitas bunga potong mawar selain dengan
cara memperluas areal tanam, juga dengan penggunaan genotipe-genotipe unggul
yang berdaya hasil tinggi dan mempunyai fenotipe yang baik sesuai dengan selera
pasar dan sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Dalam rangka
2
mendapatkan genotipe-genotipe baru yang unggul, dilakukan introduksi, mutasi
dan hibridisasi.
Program pemuliaan tanaman hias di Balithi dengan teknik hibridisasi telah
lama dilakukan dengan melakukan persilangan antar kultivar unggul, selain itu
sudah diadakan kerjasama dengan lembaga lain yang terkait. Sejak tahun 1997
telah dilakukan kerjasama dengan Plant Research Internasional (PRI) Belanda,
untuk melakukan persilangan antar kultivar-kultivar yang merupakan plasma
nutfah Belanda. Hasil persilangan tersebut dihasilkan 63 hibrid, yang pada tahun
2000 diuji daya adaptasi dan penampilannya serta diseleksi berdasarkan
penampilan fenotipe di Indonesia. Pada tahun 2002, dari 63 tanaman hibrid
terseleksi 30 tanaman. Tanaman hibrid tersebut menjadi plasma nutfah baru di
Indonesia yang merupakan tambahan sumber keragaman genetik baru sehingga
memperluas keragaman.
Setelah dilakukan seleksi dan evaluasi, genotipe-
genotipe yang merupakan plasma nutfah baru tersebut dapat digunakan sebagai
tetua dalam persilangan untuk membentuk hibrida double cross, atau sebagai
kandidat kultivar unggul baru yang siap dilepas.
Keberhasilan seleksi tergantung pada kemampuan pemulia untuk memilih
genotipe-genotipe unggul yang disukai masyarakat. Program seleksi yang efektif
dan efesien memerlukan informasi tentang keragaman genetik, heritabilitas
karakter-karakter yang diinginkan, korelasi antara karakter-karakter yang diamati
dan pengaruh dari karakter-karakter yang diduga erat hubungannya dengan hasil
serta indeks seleksi (Hallauer dan Miranda 1988; Borojevic 1990). Dalam hal
tersebut hasil adalah semua karakter yang menentukan kualitas bunga sesuai
dengan standar kualitas yang telah ditentukan.
Informasi keterkaitan atau korelasi antara dua karakter atau lebih. perlu
diperoleh karena bermanfaat khususnya dalam pelaksanaan seleksi tidak langsung
terhadap suatu karakter. Karakter-karakter yang berkorelasi tersebut dapat
digunakan sebagai penciri, yaitu dengan mengetahui nilai korelasi antar karakter,
baik yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung.
Dengan demikian
seleksi terhadap karakter hasil yang baik dapat dilakukan melalui karakter lain
yang lebih mudah diamati, sehingga usaha untuk memperoleh kultivar unggul
baru yang berpotensi hasil tinggi akan lebih terarah dan efisien.
3
Berdasarkan pengetahuan tentang karakter-karakter komponen hasil yang
mendukung hasil dengan cara sidik lintas, maka seleksi secara bersama-sama
terhadap karakter–karakter tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan indeks
seleksi. Indeks seleksi digunakan untuk menyeleksi secara simultan genotipe
bukan berdasarkan salah satu karakter saja tapi berdasarkan skor indeks. Dengan
demikian indeks seleksi lebih efektif menambah peluang terseleksinya genotipe
unggul dibandingkan dengan cara seleksi langsung (Purwoko 1995). Terbatasnya
penelitian indeks seleksi pada tanaman mawar, menyebabkan manfaat yang besar
dari penggunaan indeks seleksi belum dapat diketahui dengan baik, sehingga perlu
dilakukan dalam penelitian ini.
Dalam program hibridisasi, perlu diketahui keragaman genetik, nilai duga
heritabilitas dan kekerabatan diantara genotipe dari populasi tetua yang akan
digunakan. Informasi tersebut sangat diperlukan untuk kegiatan pengelolaan dan
pemanfaatan genotipe-genotipe mawar untuk mengarahkan program pemuliaan
selanjutnya. Dengan diketahuinya hubungan kekerabatan maka akan dapat
diidentifikasi genotipe-genotipe calon tetua persilangan yang potensial dan dapat
mencegah penggunaan tetua-tetua yang berkerabat dekat dalam persilangan.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan hibrida mawar hasil
persilangan tunggal (single cross) dan memperoleh calon tetua untuk persilangan
ganda (double cross) berdasarkan jarak genetik. Tujuan khusus dari penelitian ini
adalah memperoleh informasi tentang keragaman genetik, heritabilitas dalam arti
luas, korelasi antar karakter, sidik lintas dan indeks seleksi untuk mendapatkan
mawar yang berkualitas berdasarkan sejumlah karakter kualitas bunga serta
menduga jarak genetik genotipe-genotipe mawar hasil persilangan tunggal.
1.3. Kerangka Pemikiran
Pemuliaan tanaman merupakan usaha untuk mengidentifikasi variasi dari
karakter-karakter
yang dapat diturunkan dan dapat dimanfaatkan bagi
pengembangan tanaman budidaya dengan memadukan gen -gen karakter-karakter
tersebut ke dalam satu genotipe (Poehlman 1979). Pemuliaan tanaman mawar
4
bertujuan untuk meningkatkan potensi hasil secara genetik seh ingga diperoleh
genotipe-genotipe unggul yang lebih baik dibandingkan kultivar-kultivar yang
telah ada.
Disamping itu
pemuliaan mawar diarahkankan untuk memenuhi
permintaan konsumen dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada bunga
impor, yaitu melalui perluasan keragaman, terutama warna bunga dan perbaikan
kualitas bunga.
Pada penelitian ini dievaluasi 30 genotipe yang berbeda yang berasal dari
persilangan tetua yang berbeda pula. Menurut Poehlman dan Sleper (1995), suatu
populasi yang terdiri dari bermacam -macam genotipe jika ditumbuhkan pada
lingkungan yang sama, maka fenotipik karakter-karakter seperti daya hasil,
karakter pertumbuhan dan kualitas hasilnya akan bervariasi sebab penampilan
fenotipik suatu karakter tergantung pada faktor genotipe dan lingkungan
tumbuhnya.
Untuk memperoleh informasi secara umum tentang genotipe-genotipe
yang diuji melalui karakter fenotipe, maka salah satunya adalah melakukan
analisis genetik dengan menduga beberapa parameter genetik, diantaranya adalah
pendugaan keragaman genotipe dan fenotipe, heritabilitas, korelasi antar karakter,
sidik lintas serta indeks seleksi.
Adanya keragaman satu karakter pada suatu populasi berarti terdapat suatu
keragaman dalam populasi tersebut. Keragaman yang luas pada karakter-karakter
yang diamati merupakan syarat utama dalam keberhasilan program seleksi.
Keragaman yang luas juga akan mempermudah diperolehnya varians dari suatu
karakter yang diinginkan. Dengan demikian suatu karakter pada populasi yang
memiliki keragaman genetik yang luas akan memberikan harapan yang besar
bahwa pekerjaan seleksi terhadap karakter yang diinginkan dapat berhasil dengan
baik, sebaliknya keragaman genetik yang sempit berarti populasi tersebut
homogen sehingga program perbaikan tanaman dengan cara seleksi hasilnya
kurang efektif (Falconer 1981), oleh karena itu keragaman menjadi perhatian
utama dalam pemuliaan tamanan.
Seleksi terhadap suatu karakter yang mempunyai keragaman luas akan
lebih efisien jika kerakter tersebut mempunyai nilai duga heritab ilias yang tinggi.
5
Seleksi akan efektif untuk suatu karakter dengan heritabilitas yang tinggi dan
relatif tidak efektif pada karakter dengan heritabilitas yang rendah (Fehr 1987).
Menurut Knight (1979), seleksi dapat dilakukan pada generasi awal
apabila karakter yang akan diseleksi mempuyai nilai duga heritabilias yang tinggi,
dan apabila nilai duga heritabilitas rendah, seleksi dilakukan pada generasi lanjut
akan lebih efektif.
Hasil merupakan tujuan akhir dari suatu seleksi. Dalam pekerjaan seleksi,
mengetahui hubungan suatu karakter dengan karakter lain sangat penting.
Apabila terdapat korelasi antara karakter penduga dengan karakter yang dituju
maka seleksi akan lebih efektif (Poespodarsono 1988). Pengetahuan tentang
korelasi antar karakter dibutuhkan untuk menduga hasil yang mungkin bisa
dicapai dan dapat dijadikan dasar penyusunan program seleksi yang lebih efisien.
Disamping itu, pengetahuan korelasi antar karakter sangat penting, karena untuk
memilih suatu bahan tanaman unggul diperlukan seleksi dua atau tiga sifat secara
bersama-sama.
Bila diketahui ada korelasi yang erat antar karakter maka
pemilihan sifat tertentu, secara tidak langsung telah memilih sifat lain yang
diperlukan dalam usaha memperoleh bahan tanaman unggul (Astika 1991).
Analisis korelasi sederhana belum cukup untuk menjelaskan hubungan
dimana peubah tidak bebas dipengaruhi oleh sejumlah peubah bebas (Steel dan
Toorie 1995). S idik lintas lebih dapat memberikan gambaran yang sebenarnya
daripada menggunakan korelasi genetik. Penggunaan analisis lintas juga
merupakan penjabaran dari korelasi genetik antara komponen hasil terhadap hasil
menjadi dua konponen yaitu pengaruh langsung dan tidak langsung.
Genotipe unggul
mawar potong harus mempunyai beberapa karakter
kualitas secara bersama-sama oleh karena itu harus dilakukan seleksi secara
simultan terhadap karakter -karakter tersebut, sehingga perbaikan suatu kultivar
secara bersama-sama dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan indeks
seleksi yang didasarkan pada suatu skor.
Menurut Hasnam et al. (1970), penggunaan indeks seleksi berdasarkan
pengukuran terhadap beberapa karakter dapat efektif menambah peluang
terseleksinya
genotipe
unggul
dibandingkan
dengan
seleksi
langsung
berdasarkaan satu karakter, karena beberapa karakter dapat diseleksi secara
6
simultan. Sementara itu menurut Kauffmann dan Dubley (1979), indeks seleksi
dapat digunakan untuk meningkatkan seleksi genotipe terbaik berdasarkan satu
atau banyak karakter jika karakter tersebut berkorelasi dan mempunyai nilai
heritabilitas yang tinggi.
Indeks seleksi dapat disusun berdasarkan nilai ekonomis nisbi dan nilai
duga heritabilitas (Hallauer et. al. 1982). Disamping itu, dapat dikembangkan
berdasarkan nilai pengaruh langsung yang diperoleh dari analisis sidik lintas
terhadap hasil. Dengan menggunakan ke empat pembobot tersebut diharapkan
dapat diperoleh genotipe-genotipe mawar yang berkualitas baik.
Nilai ekonomi nisbi suatu tanaman ditentukan oleh beberapa karakter yang
mungkin penting atau kurang penting, sehingga harus dipertimbangkan beberapa
karakter dalam memutuskan individu-individu yang memiliki nilai terbaik untuk
seleksi (Subandi et al. 1973).
Pada penelitian ini, karakter-karakter yang akan
diberi nilai ekonomis nisbi adalah panjang tangkai bunga, diameter kuncup,
diameter bunga mekar, lama kesegaran bunga, dan jumlah bunga per tanaman.
Sedangkan karakter warna bunga akan disusun berdasarkan peringkat kecerahan
warna bunga.
Genotipe-genotipe yang digunakan dalam penelitian berasal dari
persilangan antar genotipe yang berbeda sehingga masing-masing mempunyai
penampilan fenotipe yang relatif berbeda. Oleh kerena itu seleksi diperlukan
untuk memilih tetua persilangan dalam rangka membentuk hibrida double cross
dan memilih genotipe unggul baru yang siap dilepas.
Berdasarkan keragaman karakter dari genotipe-genotipe yang diuji,
hubungan kekerabatan antar individu atau populasi dapat diukur berdasarkan
kemiripan dari sejumlah karakter. Dengan asumsi karakter-karakter yang berbeda
tersebut menggambarkan perbedaan susunan genetiknya, sehingga akan dapat
ditentukan bagaimana hubungan diantara genotipe yang diamati berdasarkan
tingkat kemiripan dan ketidakmiripannya melalui prosedur pengelompokan atau
clustering (Dunn dan Everitt 1982).
Sejumlah karakter fenotip ik yang diamati dapat dijadikan sarana untuk
menduga jarak genetik antara genotipe-genotipe yang diamati. Seberapa jauh
jarak genetik antar tetua-tetua yang akan digunakan dalam persilangan sangat
7
menentukan keberhasilan program pemuliaan. Semakin jauh jarak genetik
menunjukkan semakin rendah tingkat kemiripan genetik antar genotipe, sehingga
semakin jauh jarak genetik dari tetua-tetua yang akan disilangkan, maka peluang
untuk mendapatkan keturunan yang lebih unggul semakin besar (Enny et al.
1993). Disamping itu, jarak genetik merupakan pelengkap informasi kombinasi
tetua yang akan digunakan dalam hibridisasi dengan mempertimbangkan
penampilan tetua.
1.4. Bagan Alur Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dilakukan penelitian dengan alur
seperti disajikan pada Gambar 1.
30 Genotipe Mawar
Analisis Genetik
Keragaman
Nilai Duga
Heritabilitas
Korelasi
KVG
2*SD
Tinggi-Rendah
Sidik Lintas
Clustering
Jarak Genetik
Pengaruh Langsung
dan Tidak Langsung
Luas-Sempit
Double Cross
Preferensi
Konsumen
Nilai Ekonomis
Tetua
Indeks Seleksi
Seleksi
Hibrida unggul dengan
kualitas bunga yang baik
Gambar 1 Bagan Alur Penelitian.
Hibrida
Double Cross
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Tanaman Mawar
Tanaman mawar berasal dari Asia Tengah dan menyebar ke belahan bumi
utara (Crokett 1974).
Spesies mawar yang berasal dari belahan bumi utara
mencapai 200 spesies (Hasek 1980).
Menurut Sukarno dan Nampiah (1997),
mawar termasuk ke dalam subfamili Rosidae yang terdiri atas 125 -200 spesies, 95
spesies berasal dari Asia, 18 spesies berasal dari Amerika dan sisanya berasal dari
Eropa Timur, sedangkan di Indonesia mawar didatangkan oleh pemerintah
Belanda dari Eropa.
Mawar dikelompokkan berdasarkan tipe bunga, sifat tumbuh atau
kegunaannya. Berdasarkan sifat tumbuh dan pemanpilannya, mawar dibagi dalam
dua kelompok besar, yaitu mawar kuno dan mawar modern. Mawar kuno adalah
semua varietas dan kultivar mawar yang ditemukan, diidentifikasi dan
diperkenalkan sebelum tahun 1867, sedangkan mawar modern adalah jenis -jenis
mawar yang muncul setelah tahun 1867. Mawar yang digunakan sebagai bunga
potong umumnya termasuk kelompok mawar modern. Mawar modern terdiri dari
beberapa kelas antara lain, Hybrid Tea, Polyantha dan Floribunda
(Cheriton
1994).
Jumlah kromosom dasar mawar adalah n = 7, mawar modern umumnya
mempunyai jumlah kromosom 14 atau 28 (Crokett 1974), kurang dari 50% dari
spesies yang ada adalah diploid, tiga spesies triploid, 46 spesies tetraploid, 24
spesies pentaploid, 22 spesies hexaploid dan dua spesies oktaploid, sedangkan
spesies Rosa hybrida L. umumnya tetraploid (Stewart 1969) dan genotipegenotipe yang digunakan dalam penelitian ini merupakan spesies yang tetraploid.
Terdapat tiga pigmen utama pada mawar yaitu antosianidin, peonin dan
pelargonidin (Darliah 1995). Menurut De Vries et al. (1974), kisaran warna untuk
mawar pada dasarnya tidak terbatas, dan yang paling banyak adalah dua pigmen
antosianidin (sianidin dan pelargonidin), dua flovanol (quercetin dan kaempferol)
dan sejumlah karotinoid.
Sianidin terdapat pada kultivar-kultivar berwarna
merah, karotinoid dan flavonol terdapat pada kultivar -kultivar berwarna kuning
dan putih, sedangkan pigmen peonin terdapat pada kultivar-kultivar berwarna
9
merah jambu sampai merah keunguan dan sangat jarang terdapat pada mawar (De
Vries et al. 1974).
Mawar merupakan tanaman tahunan (perenial) berbentuk perdu dengan
ketinggian 30 cm sampai 5 meter, batangnya berduri merupakan ciri khas dan
berkayu, tanaman tersebut mulai bercabang dari bagian bawah atau beberapa senti
meter di atas permukaan tanah (Kartapradja 1995).
Menurut Ray dan Maccaskey (1985) tipe batang spesies Rosa hybrida L.
adalah tegak, umumnya batang tersebut berwarna hijau atau merah pada waktu
masih muda dan menjadi hijau kecoklatan
atau tetap merah saat sudah tua. Batang utama disebut main shoot dan
pada sistem soft pinching, batang utama disebut bottom break yaitu tunas yang
keluar dari bagian terbawah batang atas.
Mawar mempunyai dua daun majemuk dengan tiga, lima atau tujuh anak
daun.
Tiap anak daun tersusun berhadapan dan tiap pasangan anak daun
dihubungkan oleh rachis. Tipe daun merupakan daun lengkap yaitu mempunyai
helai daun, tangkai daun dan daun penumpu (Taylor 1961). Letak daun pada
tangkai bunga adalah berselang dan pada setiap tangkai daun terdapat titik tumbuh
yang akan berkembang menjadi cabang atau tunas bunga. Tanaman mawar
berakar tunggang dengan akar cabang seperti serat dan akar rambut yang
menyerupai benang (Kartapradja 1995).
Bakal bunga terbungkus oleh kelopak bunga (sepala) yang terdiri atas
empat sepalum, umumnya sepala tersebut berwarna hijau.
Rosa hybrida L.
berbunga tunggal dan merupakan bunga sempurna dengan benang sari dan putik
yang banyak serta tersusun pada dasar bunga yang berbentuk guci (Kartapradja
1995).
Menurut Taylor (1961), bagian organ reproduktif pada mawar adalah putik
di bagian tengah dan benang sari di sekelilingnya, keduanya terlindung di dalam
petal. Organ reproduktif jantan terdiri atas kepala sari yang didalamnya terdapat
polen dan tangkai sari, sedangkan organ reproduktif betina terdiri atas stigma
yang akan menangkap polen, stilus dengan tabung polennya yang akan
berkembang dan akan membawa polen untuk pembuahan sel telur dalam ovari.
Kedudukan benangsari sama tinggi atau lebih tinggi daripada putik, dengan
10
periode matangnya putik bersamaan dengan matangnya benang sari, keadaan
tersebut memungkinkan mawar dapat menyerbuk sendiri (Darliah 1995).
Buah pada bunga mawar disebut hip, hip mempunyai kandungan vitamin
C yang tinggi dengan warna yang akan berubah dari hijau ke merah, kuning atau
variasi dari itu (Hasek 1980), disamping itu, warna buah juga akan berubah dari
hijau ke orange, orange kemerahan atau ungu kehitaman (Taylor 1961). Di dalam
buah terdapat biji yang akan mengalami dormansi. Untuk memecahkan dormansi,
biji diberi perlakuan suhu rendah (4 0 C) selama 3 -4 bulan (Darliah 1995).
Penyakit utama yang menyerang tanaman mawar di Indonesia adalah
embun tepung (Oidium sp.), terutama pada tanaman yang ditanam di dataran
tinggi dan dipelihara di dalam rumah plastik. Penyebab penyakit embun tepung di
Indonesia belum diidentifikasi dengan tepat karena penciri spesies patogen
tersebut yaitu kleistotesium belum diketahui keberadaannya. Kleistotesium
merupakan stadium seksual, namun yang berperan dalam siklus hidup patogen
tersebut adalah stadium aseksualnya (konidium), dan stadium aseksual tersebut
secara umum dikenal sebagai Oidium sp. (Suhardi et al. 2002).
Pengendalian dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain
penggunaan bahan tanaman yang bebas penyakit, penggunaan kultivar yang tahan
terhadap penyakit, kultur teknis yang benar, sanitasi lingkungan dan penggunaan
pestisida yang bijaksana (Muharam 1995).
Penggunaan kultivar yang tahan
terhadap penyakit embun tepung merupakan alternatif dalam usaha pengendalian
serangan penyakit tersebut.
Penggunaan fungisida yang intensif dapat
meninggalkan residu pada daun yang menurunkan kualitas penampilan bunga
secara keseluruhan.
Pada tanaman hias khususnya mawar, kualitas merupakan faktor utama
dalam seleksi terhadap hasil. Hasil mencakup semua karakter yang harus ada
sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan oleh Asosiasi Bunga
Indonesia khususnya dan organisasi lain yang terkait. Hasil yang baik dan sesuai
dengan standar kualitas yang telah ditentukan biasanya berhubungan erat dengan
harga jual bunga. Berdasarkan panjang tangkai dan diameter kuncup, bunga
potong mawar dibagi menjadi enam kelas kualitas (Hartono dan Faisal 1995b),
seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
11
Tabel 1 Kelas Kualitas Bunga Potong Mawar Berdasarkan Panjang
Tangkai dan Diameter Kuncup
Kelas
Ekstra super
Super
Panjang
Medium
Pendek
Sweet Hearts
(Baby roses)
Panjang Tangkai
(cm)
x = 65
55 = x 65
45 = x 55
35 = x 45
25 = x 35
x > 35
Diamater Kuncup
(cm)
x > 2.5
x > 2.5
x > 2.5
x > 2.5
x > 2.5
x > 1.5
Berdasarkan penampilan fisik secara keseluruhan, bunga potong dibagi
dalam empat standar kualitas yaitu AA, A, B dan C. Kualitas AA merupakan
kualitas ekstra super yang dipilih dari standar grading terbaik dalam ukuran,
kesegaran, warna yang prima dan spesifik untuk setiap produk, bebas hama dan
penyakit serta tidak ada kerusakan mekanis yang disebabkan oleh hama, bekas
penyakit, residu pestisida dan cara penanganan yang tidak baik.
Kualitas A
mempunyai persyaratan yang sama dengan kualitas AA dengan deviasi 5% dan
kualitas B mempunyai deviasi 10%, sedangkan kualitas C adalah standar kualitas
diluar AA, A dan B (Hartono dan Faisal 1995a). Kualitas bunga sangat berkaitan
erat dengan harga jual, kualitas bunga yang berbeda menyebabkan terjadinya
perbedaan harga di petani maupun di pasaran.
2.2. Pendugaan Keragaman
Frey (1964) mengemukakan bahwa kegiatan pemuliaan tanaman dapat
dilakukan melalui tiga fase kegiatan yaitu menciptakan keragaman genetik dalam
suatu populasi tanaman, seleksi genotipe yang mempunyai gen-gen pengendali
karakter yang diinginkan dan melepas kultivar terbaik untuk produksi pertanian.
Selanjutnya Fehr (1987) menyatakan bahwa, usaha meningkatkan keragaman
genetik merupakan langkah pertama dalam program pemuliaan tanaman.
Keragaman genetik terjadi karena pengaruh gen dan interaksi antar gen
yang berbeda dalam suatu populasi (Crowder 1988). Keragaman tersebut
disebabkan oleh rekombinasi genetik akibat adanya hibridisasi, mutasi (Makmur
1988), introduksi dan domestikasi (Allard 1960). Keragaman yang disebabkan
12
oleh gen akan menghasilkan tanaman yang berbeda secara genetik dan perbedaan
ini akan mendasari kegiatan program pemuliaan (Poehlman 1979).
Keragaman genetik yang luas dalam suatu populasi dan ukuran populasi
yang cukup besar akan menjadikan seleksi lebih efektif dan akan mendukung
keberhasilan program pemuliaan. Keragaman genetik yang luas memungkinkan
diperolehnya karakter-karakter unggul atau karakter-karakter yang dikehendaki
untuk dijadikan tetua atau bahan pemuliaan sehingga keragaman merupakan
faktor penting dalam pengembangan genotipe baru (Fehr 1987). Sebaliknya, jika
suatu karakter mempunyai
keragaman genetik yang sempit maka genotipe-
genotipe pada populasi tersebut hampir seragam (Allard 1960).
Menurut Gomez dan Gomez (1984), koefisien keragaman merupakan
tingkat ketelitian perlakuan yang dibandingkan dan merupakan petunjuk yang
baik untuk tingkat kepercayaan suatu percobaan, sehingga semakin tinggi nilai
koefisien keragaman maka tingkat kepercayaan semakin rendah. Nilai koefisien
keragaman yang masih dapat diterima untuk percobaan varietas di lapang adalah
6-8% dan nilai koefisien di atas 20% dianggap tinggi.
Luas atau sempitnya keragaman genetik dan keragaman fenotipik suatu
karakter dalam suatu populasi tanaman dapat diketahui melalui standar deviasi,
apabila nilai keragaman lebih besar dari nilai dua kali standar deviasi, maka
keragaman tersebut dianggap luas (Anderson and Bancroff 1952, dalam Darajat
1987).
2.3. Pendugaan Heritabilitas
Seleksi untuk karakter yang diinginkan akan lebih bermak na jika karakter
tersebut mudah diwariskan. Mudah tidaknya pewarisan tersebut dapat diketahui
dari besarnya nilai duga heritabilitas (Borojevic 1990). Dengan demikian nilai
duga hertabilitas merupakan suatu informasi tentang kemampuan suatu karakter
untuk diwariskan ke keturunannya. Sementara itu Poehlman (1979) berpendapat
bahwa nilai duga heritabilitas merupakan tolok ukur besarnya
peran faktor
genetik atau faktor lingkungan dalam mengekspresikan suatu karakter.
Besarnya nilai duga heritabilitas suatu karakter secara statistik merupakan
perbandingan antara besaran ragam genetik yang merupakan proporsi keragaman
13
total yang disebabkan oleh faktor genetik dengan ragam fenotipiknya (Allard
1960). Perumusan ini dikenal sebagai nilai duga heritabilitas dalam arti luas,
karena melibatkan seluruh faktor genetik yang mempengaruhinya (Simmonds
1979). Menurut Poehlman (1979), karakter yang sedikit dipengaruhi lingkungan
(karakter kualitatif) mempunyai heritabilitas yang tinggi, sedangkan karakter yang
banyak dipengaruhi lingkungan (karakter kuantitatif) mempunyai heritabilitas
yang rendah. Sementara itu, Mc Whirter (1979) juga berpendapat bahwa karakter
yang mempunyai nilai duga heritabilitas sedang sampai tinggi, maka lingkungan
tidak mempunyai peranan yang sangat besar dalam penampilan suatu karakter.
Dengan demikian faktor genetik pengaruhnya sangat besar, sehingga karakterkarakter tersebut akan mudah diwariskan pada keturunannya dan biasanya
dikendalikan oleh gen sederhana.
Nilai duga heritabilitas berkisar antara 0.0 sampai 1.0 atau 0 sampai 100%.
Jika nilai duga heritabilitas 100% berarti semua keragaman yang ada disebabkan
oleh faktor genetik.
Jika nilai duga heritabilitas 0% berarti tidak satupun
kergaman dalam populasi yang ada disebabkan oleh faktor genetik, dengan
demikian tidak dapat dilakukan perbaikan tanaman melalui pemuliaan (Knight
1979).
Hasil penelitian Darliah et al. (2001) pada bunga potong mawar
menunjukkan bahwa karakter panjang tangkai, panjang ruas, jumlah daun,
diameter tangkai, diameter kuncup, diameter bunga mekar, jumlah petal, lama
kesegaran bunga, umur panen, jumlah duri dan kewangian mempunyai nilai duga
heritabilitas yang tinggi, sedangkan karakter jumlah bunga per tanaman
mempunyai nilai duga heritabilitas sedang.
2.4. Korelasi Genetik Antar Karakter
Korelasi adalah derajat keeratan hubungan antara suatu karakter dengan
karakter lain yang mudah diamati dan dibandingkan, serta mudah menunjukkan
kemampuan genetiknya (Johnson et al. 1955). Dua karakter disebut berkorelasi,
bila terjadi peningkatan atau penurunan salah satu karakter akibat peningkatan
atau penurunan karakter yang lain tanpa memperhatikan ada atau tidaknya
hubungan sebab akibat diantara karakter yang bersangkutan (Gaspersz 1991).
14
Menurut Falconer (1981) korelasi yang terjadi di antara pasanganpasangan karakter mungkin disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan.
Faktor genetik yang menyebabkan korelasi terutama adalah pleotropi dan pautan.
Pleotropi adalah gen yang dapat mengendalikan beberapa karakter sekaligus.
Pautan adalah keterkaitan yang kuat di antara gen pada kromosom yang sama.
Pautan hanya menyebabkan korelasi yang tidak kekal karena ada peluang untuk
memisahkan gen terpaut melalui persilangan. Bila gen-gen yang mengendalikan
pasangan karakter yang berkorelasi meningkatkan penampilan kedua karakter
maka akan diperoleh korelasi yang positif.
Korelasi antara dua karakter dapat berupa korelasi fenotipe dan genetik
(Poespodarsono 1988). Korelasi fenotipe merupakan ciri awal dari penampilan
suatu karakter yang memperlihatkan adanya korelasi antar karakter yang
bersangkutan (Fehr 1987), disamping itu korelasi fenotipe juga menunjukkan
korelasi
genetik.
Menurut
Falconer
(1997),
berdasarkan
pengaruh
pembentukannya, korelasi ganetik adalah korelasi antar karakter tanaman yang
hanya ditimbulkan oleh komponen faktor genetik, sedangkan korelasi fenotipe
merupakan korelasi antar dua karakter yang ditimbulkan oleh pengaruh faktor
genetik, lingkungan serta interaksi genetik dan lingkungan. Korelasi genetik lebih
mempunyai arti dalam pemuliaan karena faktor genetik akan lebih berperan bila
faktor lingkungan mendukung penampilan karakter tersebut
(Poespodarsono
1988).
Korelasi genetik antar karakter merupakan keterangan dasar yang akan
membantu mengidentifikasi sifat yang penting atau tidak penting dalam program
seleksi (Poerwoko 1995). Oleh karena itu korelasi genetik diperlukan untuk
menduga respon seleksi tidak langsung, sebab kemungkinan seleksi langsung
terhadap hasil sulit dilakukan, sehingga seleksi tidak langsung dapat dilakukan
melalui karakter lain yang berkorelasi dengan hasil.
Penampilan karakter hasil didukung oleh penampilan karakter-karakter
lain yang merupakan komponen pendukungnya (Allard 1960).
Komponen
pendukung karakter panjang tangkai sebagai faktor pertama yang menentukan
kualitas bunga adalah karakter jumlah buku, panjang ruas dan panjang leher
bunga. Komponen pendukung karakter kokohnya tangkai bunga adalah diameter
15
tangkai bunga. Komponen pendukung diameter mekar adalah jumlah petal dan
diameter kuncup. Komponen pendukung lama kesegaran bunga adalah jumlah
petal, tebal petal dan jumlah daun. Apabila terdapat korelasi antara komponen
pendukung dengan hasil maka akan membantu efektifitas seleksi.
2.5. Sidik Lintas
Korelasi genetik antar karakter merupakan informasi dasar yang akan
membantu mengidentifikasi sifat yang penting atau tidak penting dalam program
seleksi (Falconer 1981). Berdasarkan nilai korelasi genetik yang diperoleh, maka
dapat ditentukan sumbangan dari setiap komponen hasil melalui sidik lintas.
Penggunaaan sidik lintas merupakan penjabaran dari korelasi genetik antara
komponen hasil terhadap hasil, yang dibagi menjadi dua komponen yaitu
pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung.
Pembagian ini lebih dapat
memberikan gambaran yang sebenarnya daripada menggunakan korelasi genetik,
karena korelasi genetik belum tentu dapat memberikan gambaran yang benar
tentang hubungan antara komponen hasil terhadap hasil (Poerwoko 1995).
Pendapat di atas senada dengan pendapat Singh dan Chaudhary (1979),
bahwa dalam sidik lintas, koefisien korelasi dianggap sebagai pengaruh total
yang dapat dipecah ke dalam komponen pengaruh langsung dan pengaruh tidak
langsung. Berikut ini cara mengiterpretasikan hasil sidik lintas menurut Singh
dan Chaudhary (1979) :
1. Bila koefisien korelasi antara faktor kausal dan efeknya hampir sama dengan
nilai pengaruh langsung, maka korelasi menunjukkan hubungan yang
sesungguhnya dan seleksi langsung berdasarkan sifat tersebut akan efektif.
2. Bila koefisien korelasi antara faktor kausal dan efeknya positif tetapi nilai
pengaruh langsung negatif atau dapat diabaikan, maka pengaruh tidak
langsung yang berperan dalam korelasi. Dalam keadaan seperti ini maka
faktor kausal tidak langsung tersebut dapat menjadi dasar dalam seleksi tidak
langsung.
3. Koefisien korelasi antara faktor kausal dan efeknya negatif tetapi nilai
pengaruh langsung positif dan tinggi, dalam hal ini suatu metode seleksi
16
simultan yang terbatas untuk meniadakan pengaruh tidak langsung yang tidak
dikehendaki dapat d iterapkan.
2.6. Indeks Seleksi
Hasil ditentukan oleh banyak komponen hasil, maka dalam evaluasi dan
seleksi kultivar yang berdaya hasil tinggi harus diperhatikan ciri-ciri komponen
hasil yang mendukung daya hasil tinggi. Hasil beserta ciri-ciri komponen hasil
yang mendukung dapat diperbaiki secara simultan yaitu melalui seleksi. Seleksi
merupakan salah satu proses dalam pemuliaan tanaman dan merupakan dasar dari
semua perbaikan tanaman untuk mendapatkan kultivar unggul baru (Mc Whirter
1979).
Dengan diketahuinya komponen hasil yang mendukung hasil, maka
perbaikan suatu kultivar secara bersama-sama dapat dilakukan. Salah satunya
dengan menggunakan indeks seleksi yang didasarkan pada suatu skor. Pemilihan
dimulai dari genotipe yang mempunyai skor indeks tertinggi kemudian
dilanjutkan pada genotipe yang mempunyai indeks total terkecil (Jain 1982).
Penggunaan indeks seleksi berdasarkan pengukuran terhadap beberapa
karakter dapat efektif menambah peluang terseleksinya genotipe unggul
dibandingkan dengan cara seleksi langsung (Purnomo 2001). Disamping itu,
penggunaan indeks seleksi berdasarkan pengukuran terhadap beberapa karakter
dapat efektif menambah peluang terseleksinya genotipe terpilih daripada dengan
selekai berdasarkaan satu karakter (Hasnam et al. 1970). Indeks seleksi juga
dapat digunakan untuk meningkatkan seleksi genotipe terbaik berdasarkan satu
atau banyak karakter jika karakter tersebut berkorelasi dan mempunyai nilai
heritabilitas yang tinggi (Kauffmann dan Dubley 1979). Selanjutnya Jain (1982)
dan Soemarno dan Nasrullah (1988) mengemukakan bahwa penggunaan indeks
seleksi lebih efektif dibandingkan dengan
metode seleksi yang lain, karena
kemajuan genetik yang menyertainya lebih besar, juga lebih efisien karena
beberapa karakter dapat diseleks i secara simultan.
Dasar penggunaan seleksi secara simultan telah dibuat oleh Smith (1936),
kemudian Robinson et al. (1951) menggunakan indeks seleksi untuk menyeleksi
jagung berdaya hasil tinggi. Hasilnya diperoleh peningkatan efisiensi sebesar 30%
17
daripada seleksi berdasarkam bobot biji. Pasek dan Baker (1969) mencoba
membandingkan seleksi tandem dengan indeks seleksi pada spesies tanaman
menyerbuk sendiri dengan menggunakan metode modifikasi pedigree, hasilnya
menunjukkan bahwa indeks seleksi lebih efisien 11-47% daripada seleksi tandem.
Efisiensi tersebut meningkat dengan bertambahnya sifat yang diperhitungkan
dalam indeks.
Dalam menyusun indeks seleksi dengan metoda secara simultan, Smith
(1936) menggunakan seluruh varian-kovarian genotipik dan fenotipik dengan nilai
ekonomis nisbi masing-masing karakter sama dengan satu. Nilai ekonomis nisbi
suatu tanaman ditentukan oleh beberapa karakter yang mungkin penting atau
kurang penting, sehingga harus dipertimbangkan beberapa karakter dalam
memutuskan individu-individu yang memiliki nilai terbaik untuk seleksi (Subandi
et al. 1973).
Berikut ini beberapa pendapat penggunaan indeks seleksi (Subandi et al.
1973) yaitu :
1. Penggunaan indeks seleksi pada umumnya akan memberikan hasil lebih
baik daripada prosedur seleksi lainnya, baik tentang kemajuan genetik
dugaan maupun yang sebenarnya.
2. Penggunaan indeks seleksi untuk memperbaiki suatu sifat akan
memberikan kemajuan yang lebih besar daripada seleksi dilakukan
terhadap sifat itu sendiri.
3. Indeks seleksi menjadi lebih efektif bila korelasi genetik antar sifat-sifat
yang dipertimbangkan untuk fungsi indeks seleksi dengan sifat yang
diseleksi cukup besar.
Disamping
kelebihan -kelebihan tersebut, terdapat kelemahan indeks seleksi
diantaranya adalah cara penentuan bobot ekonomi nisbi untuk masing-masing
sifat dan pendugaan varian -kovarian yang cukup sulit diperlukan cukup banyak
perhitungan (Subandi et al. (1973).
Terdapat beberapa cara penentuan nilai pembobot dalam memperolah
suatu indeks seleksi yaitu sebagai berikut :
1. Berdasarkan nilai ekonomis nisbi suatu sifat (Smith 1936 dalam Singh dan
Chaudhary 1979), nilai tersebut ditentukan oleh urutan beberapa sifat yang
18
mungkin
penting
atau
tidak
penting.
Konsekuensinya
harus
dipertimbangkan beberapa sifat dalam memutuskan individu-individu
yang memiliki nilai terbaik untuk diseleksi (Subandi et al. 1973).
2. Berdasarkan nilai varian -kovarian genetik (Robinson et al. 1951; Bernardo
2002).
3. Berdasarkan nilai duga heritabilitas (Halloran 1979).
4. Berdasarkan nilai pengaruh langsung yang diperoleh dari sidik lintas
(Purwoko 1995).
Dari keempat cara tersebut dapat digunakan salah satu atau kombinasi
diantaranya atau dapat pula digunakan semua cara secara bersama-sama. Pada
penelitian ini digunakan semua cara secara bersama-sama sehingga akan diketahui
genotipe-genotipe mana yang terseleksi melalui keempat cara tersebut. Apakah
akan terseleksi genotipe yang sama atau genotipe berbeda.
2.7. Pendugaan Jarak Genetik
Pemilihan tetua persilangan tergantung pada sifat yang akan dimuliakan
(Poepodarsono 1988). Untuk sifat kualitatif yang dikendalikan oleh gen tunggal
lebih mudah dilakukan karena perbedaan sifat akan menunjukkan perbedaan gen
pengendali sifat tersebut, selain itu pada populasi yang bersegregasi perbedaan
sifat satu dengan yang lainnya mudah terlihat dan seleksi lebih lanjut untuk
menjadi tetua akan lebih mudah, terutama untuk tetua yang homozygot. Untuk
sifat kuantitatif perlu beberapa pertimbangan dalam pemilihan tetua karena
perbedaan fenotipe belum tentu disebabkan oleh perbedaan genotipe. Menurut
Poepodarsono (1988) pertimbangan tersebut diantaranya adalah :
1. Sifat fisiologis, yaitu dasar fisiologis sifat yang diinginkan atau komponennya
perlu diketahui sehingga penyebab tingginya penampilan sifat tersebut dapat
diketahui pula.
2. Adaptasi, yaitu informasi kemampuan tetua untuk beradaptasi pada kisaran
lingkungan tertentu perlu diketahui.
3. Susunan genetik, informasi tersebut dapat diketahui melalui uji keturunan atau
dengan memperhatikan perbedaan sifat–sifat lain yang menjadi komponen
19
sifat tersebut, terutama sifat-sifat yang mudah diamati, seperti tinggi tanaman,
diameter batang dan sebagainya.
Efektivitas dan efesiensi seleksi ditentukan oleh adanya nilai duga
heritabilitas karakter yang diinginkan dan keragaman genetik populasi. Keduanya
sangat berguna dalam menetapkan metode seleksi dan waktu seleksi
Seleksi tetua untuk memperoleh hasil persilangan dengan karakterkarakter yang diinginkan merupakan tahap yang sangat penting dalam pemuliaan
tanaman (Forsberg dan Smith 1980). Seleksi tetua dalam persilangan didasarkan
pada nilai ekonomi karakter yang dimiliki tetua dan bagaimana cara pewarisan
karakter tersebut (Sriyadi et al. 2002) serta bagaimana hubungan kekerabatan
antar tetua yang akan digunakan merupakan informasi yang sangat penting untuk
diketahui.
Untuk mempelajari hubungan kekerabatan dari suatu populasi dapat
dilakukan dengan menggunakan penanda sebagai alat untuk melakukan
karakterisasi genetik (Moritz dan Hillis 1990). Salah satunya dengan
menggunakan karakter-karakter morfologi sebagai penanda (Tatineni et al. 1996).
Hubungan kekerabatan antar dua individu atau dua populasi dapat diukur dari
sejumlah karakter dengan asumsi karakter-karakter yang berbeda menggambarkan
perbedaan susunan genetiknya. Ukuran derajat kedekatan genetik atau hubungan
kekerabatan atau jarak genetik antar genotipe dapat didasarkan pada koefisien
kemiripan.
Besarnya koefisien tersebut dipengaruhi oleh pemilihan karakter,
metode scoring dan pemilihan koefisien jarak atau koefisian kemiripan (Beer et
al. 1993).
Bentuk kekerabatan dibagi dua yaitu secara fenotipik (phenotipic
relationship) dan filogenetik (phylogenetic relationship).
Kekerabatan secara
fenotipik didasarkan pada sejumlah karakter yang dimiliki suatu individu yang
diamati,
sedangkan
secara
menggambarkan jalur evolusi.
filogenetik
merupakan
kekerabatan
yang
Kekerabatan filogenetik diekspresikan oleh
genealogy yang disebut kekerabatan kladistik. Kekerabatan tersebut didefinisikan
sebagai kekerabatan genomik antara organisme berd asarkan kemiripan urutan
DNA/RNAnya. Kedua bentuk kekerabatan tersebut biasanya disajikan dalam
bentuk pohon filogenetik atau dendrogram (Weir 1990).
20
Keberhasilan program pemuliaan mawar salah satunya tergantung pada
keberhasilan dalam mendapatkan hibrida dengan berbagai sifat yang diinginkan
dari tetua yang berkerabat jauh. Disamping itu, kemampuan pemulia untuk
memilih hibrida dengan kombinasi sifat yang paling diinginkan sebagai tetua
persilangan pada generasi berikutnya juga sangat berperan (Darliah 1995). O leh
sebab itu untuk mencapai keberhasilan perbaikan genetik melalui persilangan
perlu pengetahuan mengenai hubungan kekerabatan atau jarak ganetik antar
genotipe tetua yang akan dipilih sebagai sumber gen (Wachira et al. 1997).
Hartatik (2000) juga menyatakan bahwa jarak genetik nol atau nilai
kemiripan genetik satu, menunjukkan adanya kemiripan genetik yang mutlak
antar genotipe tersebut. Dengan demikian pemilihan kombinasi tetua persilangan
harus dipilih dari genotipe-genotipe yang memiliki jarak genetik yang besar.
21
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Percobaan
Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2004 sampai Juli 2005, di kebun
percobaan Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas.
Ketinggian tempat 1100
meter di atas permukaan laut (dpl.), jenis tanah Andosol dengan pH 6.0 – 6.2
dengan tipe curah hujan adalah tipe A (sangat basah) (Schmitdt dan Fergusson
1959).
3.2. Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan berupa bibit yang terdiri atas 30 genotipe
mawar (Rosa hybrida L.) hasil perbanyakan secara okulasi yang berumur dua
bulan. Nomor-nomor genotipe yang digunakan adalah 95.031-04, 95.033-01,
95.062-03,
95.077-01, 95.090-04, 95.136-01, 96.016-01, 97.004-01, 97.008-03,
97.025-14, 97.026-13, 97.027-71, 97.028 -15, 97.029-51, 97.029-82, 97.030-12,
97.032-09, 97.100-31, 97.100-36, 97.100-45, 97.100-61, 97.102-46, 97.104-03,
97.104-05, 97.105-66, 97.105-80, 97.106-42, 97.167-01, 97.170-01 dan 97.17401. Genotipe-genotipe tersebut merupakan hasil persilangan antara kultivarkultivar yang sudah komersial sebagai tetua betina dengan campuran polen dari
beberapa kultivar komersial lain yang berbeda.
Genotipe-genotipe tersebut
berasal dari dua populasi besar yaitu populasi yang mempunyai kode 95 dan
populasi yang berkode 97. Populasi pertama merupakan hasil seleksi dari 450
genotipe terbaik yang ada di Belanda yang berasal dari 163 persilangan. Dari
populasi ini diseleksi lagi dan enam genotipe yang terseleksi diintroduksi ke
Indonesia. Populasi kedua berasal dari 174 persilangan tetapi tidak ada informasi
mengenai jumlah genotipe yang dihasilkan, selanjutnya dilakukan seleksi dan
sebanyak 63 genotipe yang terseleksi diintroduksi ke Indonesia.
3.3. Rancangan Percobaan
Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT)
penarikan anak contoh, terdiri atas 30 perlakuan, tiga ulangan dan tiga anak
22
contoh. Tata letak percobaan tersaji pada Lampiran 1. Jumlah populasi untuk
masing-masing perlakuan pada setiap ulangan sebanyak lima tanaman, sehingga
setiap ulangan terdapat 150 tanaman, jadi populasi seluruhnya adalah 450
tanaman.
Untuk mengetahui keragaman di antara genotipe yang diuji, masingmasing data dianalisis dengan model linier rancangan kelompok lengkap teracak
penarikan anak contoh (Gaspersz 1991), sebagai berikut :
Yijk = µ + t i + ß j + eij + d ijk
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan ke-k dalam ulangan ke-j yang memperoleh perlakuan
ke-i
µ = Rata-rata umum
t i = Pengaruh perlakuan ke-i ( i = 1, 2,3, … ,30 )
ß j = Pengaruh ulangan ke-j ( j = 1, 2, 3 )
eij = Pengaruh galat pada ulangan ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i
d ijk = Pengaruh galat pada pengamatan ke-k dalam ulangan ke-j yang
memperoleh perlakuan ke-i
Keragaman antar genotipe diuji dengan menggunakan uji F pada taraf 5%.
Apabila terdapat perbedaan yang nyata diantara genotipe yang diuji, maka untuk
menduga besarnya kemiripan di antara genotipe, masing-masing data kuantitatif
ditambah dengan data kualitatif diubah dalam bentuk skor. Selanjutnya data
tersebut dianalisis menggunakan analisis gerombol (cluster analysis) dengan
bantuan
software
Ntsys 2.02 dengan metode
sequential, aglomeralive,
hierarchical and nested clustering (Rohlf 1993). Hasil pengelompokan tersebut
dapat digambarkan dalam bentuk dendrogram.
Berdasarkan model tersebut di atas, dapat disusun daftar analisis varian
(Gespersz 1991) seperti pada Tabel 2.
Tabel 2 Analisis Varian Untuk RKL Teracak Penarikan Anak Contoh
Sumber Variasi
Ulangan
Perlakuan
Galat percobaan
Galat anak
contoh
Total
Db
r-1
g-1
(r-1) (g-1)
rg (s-1)
rgs-1
JK
JK 4
JK 3
JK 2
JK 1
KT
KT 4
KT 3
KT 2
KT 1
s 2s
s 2s
s 2s
s 2s
KTH
+ s s 2e + gs s 2 r
+ s s 2e + rs s 2 g
+ s s 2e
Fhitung
KT4/ KT2
KT3/KT2
KT2/ KT1
23
Varian genetik (s 2 g) dan varian fenotipik (s 2p ) dihitung dengan menggunakan
rumus, sebagai berikut :
s 2g =
KTperlakuan – KT galat percobaan
r.s
s 2p = s 2g + KT galat percobaan
Tingkat keragaman diduga berdasarkan nilai koefisien variasi genetik, dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Singh and Chaudhary 1979) :
sg
KVG =
Keterangan :
x 100
X
KVG
= Koefisien variasi genetik
sg
= Standar deviasi genetik
X
= Nilai tengah populasi
Luas sempitnya keragaman karakter yang diamati ditentukan oleh nilai standar
deviasi (s g), apabila nilai keragaman lebih besar dari dua kali standar dev iasi
(2s g) maka keragaman karakter tersebut dinyatakan luas. Nilai duga heritabilitas
dalam arti luas (h 2 bs ) untuk setiap karakter yang diamati dihitung menggunakan
rumus Alard (1960), sebagai berikut :
h2bs =
s 2g
s 2p
Klasifikasi tinggi rendahnya nilai duga heritabilitas menurut Mc Whirter (1979),
sebagai berikut :
Rendah = h2 < 20%
Sedang = 20% = h2 = 50%
Tinggi = h2 > 50%
Korelasi sederhana antar karakter diduga dengan menggunakan analisis kovarian,
seperti tersaji pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, dapat dihitung kovarian korelasi
fenotipik dan kovarian korelasi genetik, sebagai berikut :
kov. g xy = MS 3 – MS2
r.s
24
kov. p xy = kov. g + kov. e
Tabel 3 Analisis Kovarian
Sumber Variasi
Db
MS
EMS
Ulangan
Perlakuan
Galat perlakuan
Galat anak contoh
Total
r-1
g-1
(r-1) (g-1)
rg (s -1)
grs –1
MS4
MS3
MS2
MS1
kov. s + s kov. e + r.s kov. g
kov. s + s kov. e
kov. s
Korelasi genetik dan fenotipik antar dua sifat dihitung dengan menggunakan
rumus (Singh and Chaudhary 1979), sebag ai berikut :
kov xy
rxy =
(s 2x . s 2y )½
Keterangan :
rxy
= Koefisien korelasi sifat x dan y
s 2x
= Varian sifat x
s 2y
= Varian sifat y
kov.xy = Kovarian pasangan sifat x dan y
Untuk mengetahui signifikansi nilai duga korelasi antar sifat, digunakan uji t
(Singh and Chaudhary 1979), sebagai berikut :
½
t = rxy
n–2
1 – r2xy
Berdasarkan persamaan dari Singh dan Chaudhary
(1979), maka
persamaan korelasi menggunakan sidik lintas melalui metode matriks, sebagai
berikut :
kov (x 1 + x2 + x3 + … + x k)
r(x1,Y) =
(s 2x . s 2y )½
25
Sidik lintas dihitung dengan menggunakan metoda matriks sebagai berikut :
r1y
r 2y
r3y
.
.
.
rny
rx1.1
rx2.1
rx3.1
=
.
.
.
r xn.1
r x1.2 r x1.3
r x2.2 r x2.3
r x3.2 r x3.3
.
.
.
.
.
.
r xn.2 r xn.3
…
…
…
…
…
…
…
rx1.n
rx2.n
rx3.n
.
.
.
rxn.n
B
A
P 1y
P 2y
P 3y
.
.
.
P ny
C
Keterangan :
A = Vektor korelasi antara p buah variabel peramal dan variabel
respon
C = Vektor koefisien lintasan yang ingin diketahui
B = Matriks korelasi antar variabel peramal dalam model regresi
Pengaruh langsung diperoleh dengan pendekatan, sebagai berikut :
C = B-1 . A
Setelah diperoleh pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung (Z i) dan sisa
diperoleh sebagai berikut :
Zi = C i . rij
Keterangan :
Zi
= Pengaruh tidak langsung variabel bebas
Ci. rij = Pengaruh tidak langsung variabel Zi terhadap variabel
tidak bebas Y, malalui variabel bebas Zj
Pengaruh galat (sisa), dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Cs2 = 1 - ? C i . rij
Keterangan :
C s2
= Pengaruh galat (sisa)
Ci . rij
= Pengaruh tidak langsung variabel Zi terhadap variabel
tidak bebas Y, malalui variabel bebas Z j
Signifikansi koefisien korelasi akan diuji menggunakan uji t, sebagai berikut :
r2 ab.c (n-2)
t=
1 – r2ab.c
26
Indeks seleksi diduga dengan
menggunakan rumus Bernardo (2002) sebagai
berikut :
I = b 1X1 + b 2X2 + …. + b nXn
= ? bi Xi
Keterangan :
I = Indeks seleksi
b i = Pembobot untuk karakter ke-i (nilai ekonomis nisbi)
Xi = Nilai fenotipik untuk karakter ke-i
Besarnya pembobot yang diberikan untuk suatu karakter tergantung dari
besarnya nilai ekonomis, nilai duga heritabiias dan pengaruh langsung karakter
terhadap hasil dalam perhitungan korelasi menggunakan sidik lintas.
3.4. Pelaksanaan Percobaan
1. Persiapan
Batang bawah yang digunakan adalah kultivar multic. Batang bawah
tersebut panjangnya 20 cm dengan diameter 1 – 15 mm. Batang bawah
ditanam dalam polybag ukuran 15 cm dengan media tanam berupa campuran
tanah, kompos dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1.
Setelah
berumur 90 hari setelah tanam (hst), pada batang bawah tersebut dilakukan
penempelan mata tunas batang atas dengan cara diokulasi. Mata tunas untuk
perbanyakan secara okulasi, diambil dari tanaman yang sehat, kemudian
ditempelkan ke tanaman batang bawah dan diikat menggunakan parafilm.
Umur 60 hari setelah okulasi tanaman siap dipindahkan ke lapangan.
Rumah plastik sebagai tempat percobaan, dibuat dari bambu tetapi
setiap tiangnya dicor menggunakan semen dengan atap plastik UV. Paranet
dipasang sehari sebelum tanam dengan intensitas cahaya 45%, bila tanaman
sudah cukup kuat untuk menerima intensitas cahaya yang lebih tinggi atau
cuaca berawan, paranet pada bagian atas dibuka.
Pengolahan tanah dimulai dengan membersihkan lahan dari gulma,
kemudian dicangkul dan dibalik. Lahan dibuat sembilan bedengan dengan
ukuran 60 cm x 850 cm, tinggi bedengan 30 cm dan jarak antar bedengan 80
cm. Setiap bedengan dibagi menjadi delapan plot percobaan dengan ukura n
60 cm x 90 cm.
27
Setiap plot diberi pupuk kandang dan kompos dengan dosis 30 ton/ha
(2.70 kg/plot), pupuk kimia diberikan tiga hst dengan dosis 0.5 L/tanaman dan
berturut-turut diberikan tiga kali seminggu pada konsentrasi 5000 ppm. Tanah
disterilkan 30 hari sebelum tanam menggunakan dazomet 98%, dengan dosis
0.4 ton/ha (36 g/plot). Setelah diberi perlakuan tanah ditutup selama 14 hari,
setelah itu dibuka dan diangin -anginkan selama 14 hari, kemudian tanah
digemburkan kembali. Bahan mulsa dari plastik hitam perak, yang dipasang
dua hari sebelum tanam. Setelah itu dibuat lubang tanam.
2. Penanaman
Pada setiap bedengan terdapat dua baris tanaman dengan posisi berselang.
Setiap genotipe diatur pada plot-plot percobaan dengan jarak tanam 30 cm x 30
cm berbentuk segitiga sama sisi.
Jarak antar plot 30 cm dan jarak antar
ulangan 80 cm. Bibit ditanam pada lubang tanam, kemudian disiram dengan
air sampai medianya basah. Penyulaman dilakukan bila ada tanaman yang
mati, dilakukan sampai tanaman berumur dua minggu setelah tanam.
3. Pemeliharaan
Penyiraman dilakukan tiga kali seminggu bersamaan dengan
pemupukan.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan jika perlu,
pengendalian menggunakan fungisida atau insektisida dengan dosis 1mL/L
atau 1 g/L. Perebahan tangkai-tangkai bunga yang bukan bottom break,
dilakukan setelah tunas berukuran kurang lebih 20 cm atau saat tunas tersebut
bila dilekukan terasa lentur dan tidak patah, kemudian dibuang tiga daun
teratas.
4. Panen
Panen dilakukan bila satu atau dua helai petal telah terbuka. Panen
dilakukan pada bunga yang kekuar dari batang utama dengan cara memotong
bagian pangkal tangkai bunga dengan bentuk permukaan miring, dan
disisakan dua mata tunas dibawahnya.
28
3.5. Pengamatan
Pengamatan terhadap karakter kuantitatif terdiri atas :
1. Panjang tangkai bunga (cm), diukur dari pangkal
tangkai bunga sampai
pangkal dasar bunga. Pengukuran dilakukan saat panen dengan menggunakan
meteran.
2. Diameter tangkai bunga (cm), diukur pada bagian pangkal, tengah dan ujung
tangkai bunga kemudian dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan saat panen
dengan menggunakan jangka sorong.
3. Panjang ruas (cm), diukur berturut-turut mulai ujung ruas pertama sampai
pangkal ruas berikutnya, lalu dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan saat panen
dengan menggunakan meteran.
4. Panjang leher bunga (cm), diukur dari pangkal dasar bunga sampai daun
pertama. Pengukuran dilakukan saat panen dengan menggunakan meteran.
5. Jumlah daun, dihitung mulai daun pertama pada pangkal tangkai bunga
sampai daun terakhir. Penghitungan dilakukan saat panen.
6. Jumlah buku. Dihitung mulai buku pertama pada pangkal tangkai sampai
buku terakhir di bawah leher bunga. Penghitungan dilakukan saat panen.
7. Jumlah duri besar, dihitung mulai pangkal tangkai bunga sampai ujung tangkai
bunga. Penghitungan dilakukan saat panen.
8. Jumlah duri kecil, dihitung mulai pangkal tangkai bunga sampai ujung tangkai
bunga. Penghitungan dilakukan saat panen.
9. Diameter kuncup (cm), diukur pada bagian kuncup bunga yang paling
menggelembung dan dilakukan saat dua petal sudah terbuka. Pengukuran
dilakukan saat panen dengan menggunakan jangka sorong.
10. Diameter bunga mekar (cm), pengukuran dilakukan saat bunga mekar penuh,
yaitu bila putik sudah terlihat.
Pengukuran dilakukan saat panen dengan
menggunakan jangka sorong.
11. Lama kesegaran bunga (hari), dihitung saat tangkai bunga dimasukkan ke
dalam vas bunga (botol) yang berisi air matang sampai petal gugur atau saat
bunga menampakkan kelayuan. Pengamatan mulai dilakukan sesaat setelah
panen.
29
12. Jumlah petal (helai). Pengamatan dilakukan dengan cara merontokkan petal
bunga dari kuntum bunga, kemudian dihitung satu per satu. Penghitungan
dilakukan setelah pengamatan lama kesegaran bunga.
13. Umur panen (hari setelah tanam/hst), dihitung dari saat tanam sampai panen
bunga pertama.
14. Jumlah bunga per tanaman, dihitung mulai panen bunga pertama sampai
terakhir selama percobaan.
Pengamatan terhadap karakter kualitatif terdiri atas :
1. Warna bunga, diamati dengan cara membandingkan warna utama petal bunga
dengan warna-warna pada color chart dari Royal Horticulture Society (RHS).
Nomor-nomor yang diperoleh diurutkan mulai dari warna paling cerah sampai
paling pucat. Pengelompokan dilakukan berdasarkan kelompok warna yaitu
kelompok warna merah, orange dan putih, kemudian diberi peringkat. Nomor
paling cerah diberi peringkat 1 dan seterusnya sampai warna paling pucat
diberi peringkat dengan angka yang lebih besar. Pengamatan dilakukan sesaat
setelah panen.
2. Warna spot petal bunga, diamati dengan cara membandingkan warna spot
petal dengan warna-warna pada color chart. Pengamatan dilakukan sesaat
setelah panen.
3. Warna batang muda, diamati dengan cara membandingkannya dengan warnawarna pada color chart. Pengamatan dilakukan saat panjang tunas kurang
lebih 15 cm.
4.
Warna batang tua, diamati dengan cara membandingkannya dengan warnawarna pada color chart. Pengamatan dilakukan saat panen.
5. Warna daun muda, diamati dengan cara membandingkannya dengan warnawarna pada color chart. Pengamatan dilakukan saat daun muda sudah terbuka
penuh.
6. Warna daun tua, diamati dengan cara membandingkannya dengan warnawarna pada color chart. Pengamatan dilakukan saat panen.
30
7. Warna stamen bagian luar, diamati dengan cara membandingkannya dengan
warna-warna pada color chart.
Pengamatan dilakukan saat bunga mekar
penuh.
8. Bentuk kuncup bunga, diamati dengan cara membandingkannya dengan
bentuk standar dari International Union for the Protection of New Plant
Varieties (UPOV). Pengamatan dilakukan saat panen.
9. Bentuk duri, diamati dengan cara membandingkannya dengan bentuk standar
dari UPOV. Pengamatan dilakukan saat panen.
10. Bentuk dasar daun terminal (terminal leaflet) diamati dengan cara
membandingkannya dengan bentuk standar dari UPOV.
Pengamatan
dilakukan saat panen.
11. Penampakan samping bagian atas bunga pada saat mekar penuh, diamati
dengan cara membandingkannya dengan standar penampakan dari UPOV.
Pengamatan dilakukan saat bunga mekar penuh.
12. Penampakan samping bagian bawah bunga pada saat mekar penuh, diamati
dengan cara membandingkannya dengan standar penampakan dari UPOV.
Pengamatan dilakukan saat bunga mekar penuh.
13. Bentuk kelopak bunga, diamati dengan cara membandingkannya dengan
standar bentuk dari UPOV. Pengamatan dilakukan saat panen.
14. Zona spot petal bunga, diamati dengan cara membandingkan posisi spot pada
petal dengan standar zona petal dari UPOV. Pengamatan dilakukan saat
panen.
15. Kewangian bunga, diamati dengan mencium aroma bunga pada saat bunga
mekar penuh. Pengamatan dilakukan oleh sepuluh orang responden. Hasil
pengamatan ditulis dalam bentuk skor. Skor 1 bila tidak ada aroma atau
aroma sangat lemah, skor 3 bila aroma yang tercium lemah, skor 5 bila aroma
yang tercium kuat dan skor 9 bila aroma yang tercium sangat kuat.
31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Penelitian
Secara umum penelitian berjalan dengan baik dan lancar, walaupun
terdapat beberapa hal yang mengakibatkan pelaksanaan penelitian mengalami
keterlambatan dari waktu yang telah direncanakan. Hal-hal tersebut diantaranya
adalah kurang tersedianya batang bawah yang siap untu k dilakukan penempelan
batang atas, kurang tersedianya mata tunas yang akan diokulasi dan pemberian
pupuk dasar yang kurang sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.
Pada awal penelitian, direncanakan akan menggunakan batang bawah
Rosa multiflora. Spesies tersebut mempunyai perakaran yang lebih baik sehingga
lebih tahan untuk waktu pertanaman yang lebih lama, karena direncanakan setelah
penelitian ini selesai, tanaman akan digunakan untuk bahan persilangan. Akan
tetapi Rosa multiflora tidak tersedia di lapangan, sehingga harus ditanam dahulu
untuk kemudian diperbanyak, dan waktu yang dibutuhkan untuk pekerjaan
tersebut cukup lama. Berdasarkan pertimbangan waktu, maka diputuskan untuk
mengganti batang bawah Rosa multiflora dengan kultivar multic.
Kultivar
tersebut merupakan kultivar introduksi dengan pertumbuhan yang bagus dan
umumnya mempunyai kompatibilitas penempelan yang baik dengan kultivarkultivar mawar potong yang ada, termasuk dengan genotipe-genotipe yang
digunakan dalam penelitian ini. Namun ketersediaan kultivar multic di lapangan
tidak memenuhi jumlah yang dibutuhkan, sehingga harus dilakukan perbanyakan.
Tanaman induk sebagai sumber mata tunas dalam perbanyakan secara
vegetatif melaui cara okulasi, mulai dipelihara bersamaan dengan perbanyakan
batang bawah. Jumlah tanaman induk sangat terbatas dan sebagian masih muda,
sehingga waktu pelaksanaan okulasi tidak seragam, dengan demikian diperoleh
bibit yang tidak seragam. Penyeragaman bibit dilakukan dengan cara memotong
tunas yang terlalu banyak dan akar yang terlalu panjang, sehingga diperoleh bibit
yang relatif seragam.
Pengolahan lahan dilakukan 30 hari sebelum tanam. Kesalahpahaman
antara penulis dengan pekerja tentang cara pengolahan lahan dan dosis pupuk
dasar yang harus diberikan, mengakibatkan pekerjaan tersebut harus diulang,
32
sehingga waktu tanam menjadi mundur karena lahan yang belum siap. Namun
keadaan tersebut tidak mengganggu kondisi bibit karena bibit ditanam dalam
polybag.
Jumlah tanaman per plot adalah lima tanaman. Beberapa minggu setelah
tanam
terdapat
beberapa
tanaman
pertumbuhannya sangat lambat.
yang
mati
dan
beberapa
tanaman
Kematian tanaman hasil okulasi umumnya
disebabkan oleh lepasnya mata tunas batang atas yang ditempelkan pada batang
bawah, sehingga batang atas tidak memperoleh air maupun nutrisi dari batang
bawah. Akibatnya batang atas tersebut mengering dan mati. Pertumbuhan yang
lambat dapat disebabkan oleh kondisi mata tunas dan batang bawah yang kurang
baik atau sistem perakaran batang bawah yang kurang berkembang atau sebab lain
yang belum dapat diketahui. Tidak dilakukan penyulaman terhadap tanaman yang
mati dan yang mengalami pertumbuhan terlambat, karena terjadi setelah lebih dari
dua minggu tanaman ditanam.
Namun demikian, keadaan tersebut tidak
mengurangi jumlah unit percobaan karena kejadian tersebut hanya terjadi pada
beberapa genotipe dan tidak terjadi pada semua ulangan, disamping itu jumlah
penarikan anak contoh adalah tiga, sehingga jumlah tanaman yang hidup dan
tumbuh dengan normal masih memenuhi jumlah unit percobaan.
Hal lain yang mengganggu adalah adanya serangan ulat daun dan kutu
daun. Serangan ini terjadi pada minggu ke-33 setelah tanam. Ulat daun memakan
daun dan kuncup bunga bahkan pada serangan yang hebat ulat menyerang tunas
muda, sehingga tunas tersebut tidak berkembang dan tidak bisa menghasilkan
bunga. Kutu daun menyerang daun-daun muda dengan cara menghisap cairan sel
tanaman, sehingga menyebabkan daun menjadi mengkerut atau keriting. Kedua
serangan hama ini mengakibatkan penurunan kuantitas maupun kualitas bunga.
4.2. Pendugaan Keragaman Karakter Morfologi yang Diamati
Hasil analisis ragam karakter kuantitatif menunjukkan perbedaan yang
nyata antar genotipe yang diuji pada selang kepercayaan 5%, kecuali karakter
panjang ruas, panjang leher bunga, diameter kuncup dan umur panen. Tingkat
keragaman ditentukan oleh nilai koefisien keragaman genetik (KVG). Hasil
pengamatan terhadap 14 karakter kuantitatif, memperlihatkan perbedaan tingkat
33
keragaman yang cukup tinggi khususnya keragaman gen etik yaitu antara 3.41587.561. Tingkat keragaman genetik paling tinggi terdapat pada karakter jumlah
duri kecil (87.561) diikuti oleh karakter jumlah petal (40.773) dan jumlah duri
besar (29-520). Sementara itu, tingkat keragaman terkecil terdapat pada karakter
lama kesegaran bunga (3.415) dan umur panen (3.968), data selengkapnya
ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Keragaman, Koefisien Variasi Genetik dan Dua Kali Standar
Deviasi Genetik Karakter Kuantitatif yang Diamati
Keragaman (s 2)
Karakter
Genetik Fenotipe Lingkungan
(s 2p )
(s 2e )
(s 2g )
Panjang Tangkai
62.106
76.691
14.5853
Diameter Tangkai
0.002
0.004
0.0014
Panjang Ruas
0.209
0.221
0.0126
Jumlah Buku
5.698
6.422
0.7236
Jumlah Daun
5.379
6.354
0.9752
Panjang Leher
2.567
2.649
0.0820
Bunga
Jumlah Duri Besar 244.996 298.474
53.4780
Jumlah Duri Kecil
0.299
0.341
0.0423
Diameter Kuncup
0.027
0.029
0.0021
Diameter Bunga
0.002
0.002
0.0002
Mekar
Jumlah Petal
265.200 272.783
7.5828
Lama Kesegaran
0.068
0.126
0.0582
Bunga
Umur Panen
21.496 38.528
17.0319
Jml Bunga/Tan
0.075
0.117
0.0419
KVG
2s 2 g
Kriteria
12.928
8.632
11.771
18.856
16.204
17.610
15.761
0.091
0.913
4.774
4.638
3.204
Luas
Sempit
Sempit
Luas
Luas
Sempit
29.520
87.561
6.453
31.305 Luas
1.094 Sempit
0.330 Sempit
4.129
0.082 Sempit
40.773
32.570 Luas
3.415
0.520 Sempit
3.968
14.195
9.273 Luas
0.548 Sempit
Hasil pengamatan terhadap jumlah duri kecil menunjukkan kisaran yang
yang sangat jauh yaitu antara 0-209. Genotipe dengan jumlah duri kecil relatif
sedikit (0-4 duri) adalah 95.033-01, 97.030-12, 97.026-13, 96.016-01, 97.028-15,
97.029-82, 97.029-51, 97.032-09, 97.025-14, 97.004-01, 97.167-01, 97.104-03
dan 97.008-03, sedangkan genotipe dengan jumlah duri kecil sangat banyak
adalah 97.105-80. Jumlah duri besar berkisar antara 16-160. Genotipe 95.033-01
dan 97.104-03 mempunyai jumlah duri kecil relatif sedikit yaitu 23 dan 25,
sedangkan jumlah duri besar paling banyak terdapat pada genotipe 97.105-80.
Jumlah duri merupakan karakter yang tidak diinginkan karena akan menyulitkan
34
dalam penanganan pascapanen dan pembuatan rangkaian bunga, sehingga seleksi
terhadap genotipe yang mempunyai jumlah duri relatif sedikit lebih diutamakan.
Jumlah petal berkisar antara 20-93, dengan jumlah terbesar terdapat pada
genotipe 97.030-12, 97.170-01 dan 97.032-09 yang masing-masing mempunyai
83, 75 dan 62 helai. Sementara jumlah petal paling sedikit terdapat pada genotipe
95.090-04 dan 95.136-01 dengan 21 helai petal.
Jumlah petal bunga potong
mawar yang ideal adalah 25-35 helai, sehingga membentuk tipe ganda, artinya
setiap kuntum bunga mempunyai lebih dari 20 helai petal yang tersusun dalam
beberapa lapis atau lingkaran (Darliah et al. 2001). Jumlah tersebut memadai
untuk membentuk kuntum bunga yang baik sebagai bunga potong, yaitu cukup
padat dan penuh dengan susunan petal tidak terlalu terbuka pada saat mekar
penuh.
Lama kesegaran bunga berkisar antara 6.6-8.7 hari sehingga karakter
tersebut mempunyai tingkat keragaman yang paling kecil (3.415). Genotipe
97.032-12 dan 95.090-04 mempunyai lama kesegaran bunga yang paling lama,
sedangkan yang paling cepat diperoleh dari genotipe 95.033 -01. Namun demikian
semua genotipe yang diuji digolongkan mempunyai lama kesegaran yang
memenuhi standar, karena bunga potong mawar yang baik harus mempunyai lama
kesegaran selama lima sampai enam hari (Morey 1969). Umur panen berkisar
antara 100-148 hari setelah tanam (hst). Genotipe yang mempunyai umur panen
paling genjah adalah 97.170-01 dan umur panen terpanjang diperoleh dari
genotipe 97.008-03. Umur panen yang genjah lebih diinginkan karena tanaman
akan lebih cepat menghasilkan.
Panjang tangkai genotipe-genotipe yang diamati berkisar antara 50.47 cm
sampai 99.80 cm. Panjang tangkai terpanjang terdapat pada genotipe 97.105-80
dan panjang tangkai terpendek terdapat pada genotipe 97.106-42. Berdasarkan
kelas kualitas pada Tabel 1, maka 30% dari genotipe-genotipe yang diamati
termasuk ke dalam kelas ekstra super, 43% termasuk ke dalam kelas super dan
sisanya termasuk ke dalam kelas panjang. Kelas eksrta super terdiri atas genotipe
97.105-80, 97.174-01, 97.029-82, 97.077-01, 95.090-64, 97.030-12, 97.167-01,
96.016-01 dan 97.032-09. Kelas super terdiri atas genotipe 97.025-14, 97.100-61,
97.105-66, 97.026-13, 97.104-03, 97.028 -15, 97.100-31, 95.031-04, 97.027-71,
35
97.170-01, 97.004-01, 97.104-05 dan 97.136-01. Dengan demikian semua
genotipe yang diamati mempunyai panjang tangkai yang memadai sebagai bunga
potong, karena standar bunga potong mawar harus memiliki panjang tangkai tidak
kurang dari 40 cm.
Akan tetapi panjang tangkai kelas ekstra super lebih
dikehendaki karena memiliki harga jual yang lebih tinggi (Darliah et al. 2001).
Berdasarkan Tabel 1 diameter kuncup yang dikehendaki tidak kurang dari
2.5 cm (Darliah et al. 2001). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa diameter
kuncup berkisar antara 2.27-3.02 cm dan hanya 20% dari genotipe yang diamati
memiliki diameter kuncup kurang dari 2.5 cm. Genotipe-genotipe tersebut adalah
97.028-15, 95.033-01, 95.136-01, 97.029-51, 97.104 -03 dan 96.016-01, maka
sebagian besar genotipe mempunyai diameter kuncup yang memenuhi kriteria
kelas kualitas yang ditentukan. Diamater kuncup terbesar diperoleh dari genotipe
97.032-09 dan terkecil diperoleh dari genotip e 96.016-01.
Diameter bunga mekar berkisar antara 7.0-14.9 cm, diameter bunga mekar
terbesar diperoleh dari genotipe 97.027-71 dan terkecil adalah genotipe 95.09004. Umumnya diameter bunga mekar di atas 8 cm dikelompokan ke dalam bunga
yang mempunyai diameter cukup besar. Berdasarkan hasil pengamatan terdapat
dua genotipe yang berdiameter bunga mekar di bawah 8 cm yaitu 95.090 -04 dan
95.136-04. Genotipe 97.030-12, 97.026-13, 97.028-15, 97.029-82, 97.029-51,
97.032-09, 97.025-14, 97.170-01, dan 97.027-71 berdiameter bunga mekar di atas
10 cm dan yang lainnya mempunyai diameter bunga mekar antara 8.44 - 9.98 cm.
Dengan demikian 97% genotipe yang diuji mempunyai diameter bunga mekar
yang cukup besar.
Karakter jumlah bunga per tanaman berkisar antara 2.2-7.6 tangkai.
Jumlah bunga paling sedikit diperoleh dari genotipe 97.170-01 dan tiga genotipe
dengan jumlah bunga terbanyak adalah 97.100-31, 97.027-71 dan 97.026-13,
dengan jumlah bunga berturut-turut 7.6, 6.8 dan 6.2 tangkai.
Berdasarkan nilai koefisien keragaman genetik (KVG) pada Tabel 4,
karakter jumlah duri besar, jumlah duri kecil dan jumlah petal memiliki tingkat
keragaman yang tinggi karena mempunyai nilai di atas 20%, sehingga peluang
perbaikan terhadap ketiga karakter tersebut melalui pemuliaan akan lebih berhasil
(Gomez dan Gomez 1984). Sementara itu karakter yang lainnya termasuk dalam
36
kriteria masih dapat diterima kecuali karakter diameter bunga mekar, lama
kesegaran bunga dan umur panen yang mempunyai nilai KVG di bawah 6%.
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4, terdapat delapan karakter
yang mempunyai keragaman sempit, yaitu karakter diameter tangkai, panjang
ruas, jumlah duri kecil, diamater kuncup, diameter bunga mekar, lama kesegaran
bunga dan jumlah bunga per tanaman, sedangkan sisan ya mempunyai keragaman
yang luas. Hasil tersebut berbeda dengan hasil penelitian Darliah et al. (2001)
yang menyimpulkan bahwa karakter-karakter di atas mempunyai keragaman yang
luas kecuali karakter diamater kuncup. Hal tersebut disebabkan oleh populasi
yang berbeda dan cara pendugaan keragaman yang berbeda pula. Pada penelitian
ini penyertaan komponen penarikan anak contoh cukup signifikan mengurangi
besarnya galat percobaan, sehingga ragam lingkungan menjadi lebih kecil dan
ragam genetik menjadi lebih besar karena nilai penyebut yang lebih kecil.
Keragaman yang luas menunjukkan genotipe-genotipe dalam populasi
tersebut relatif heterogen sehingga memiliki peluang yang besar dalam melakukan
seleksi dan akan mempermudah memperoleh karakter yang diingin kan (Allard
1960).
Oleh karena itu suatu karakter pada populasi yang memiliki keragaman
genetik yang luas akan memberikan harapan yang besar bahwa pekerjaan seleksi
terhadap karakter yang diinginkan dapat berhasil dengan baik. Menurut Falconer
(1981), keragaman yang sempit menunjukkan genotipe-genotipe yang diuji relatif
seragam, sehingga perbaikan tanaman dengan cara seleksi hasilnya tidak efektif.
Disamping karakter kuantitatif, karakter kualitatif seperti warna bunga,
susunan petal bunga yang rapi dan padat, bentuk kuncup dan bentuk bunga saat
mekar sangat menentukan nilai jual (Morey 1960). Hasil pengamatan terhadap
karakter-karakter kualitatif disajikan pada Lampiran 3-9.
Hasil pengamatan terhadap warna bunga menunjukkan nomor-nomor
warna yang berbeda, kecuali genotipe 96.016-01 dengan 95.062-03, 97.027-71
dengan 97.028-15 dan 97.025-14 dengan 97.026 -13, hasil selengkapnya disajikan
pada Tabel 13-15. Genotipe-genotipe tersebut menunjukkan nomor warna yang
sama. Akan tetapi bila dilihat dari tekstur warna dan kecerahan, tidak ada warna
bunga yang sama bahkan pada persilangan dengan tetua yang sama. Tingkat
perbedaan tekstur warna dan kecerahan tersebut tidak dapat ditentukan dengan
37
menggunakan color chart yang digunakan dalam penelitian ini. Warna-warna
bunga genotipe yang digunakan dalam penelitian ini sangat beragam mulai dari
warna merah gelap, merah, merah-orange, orange, merah jambu, kuning sampai
putih, seperti terlihat pada Gambar 2.
95.031 -04
95.033-01
95.062-03
95.077-01
95.090-04
95.136 -01
96.016-01
97.004-01
97.008-03
97.025 -14
97.026 -13
97.027-71
97.028-15
97.029-51
97.029 -82
97.030 -12
97.032-09
97.100-31
97.100-36
97.100 -45
97.100 -61
97.102-46
97.104-03
97.104-05
97.105 -66
97.105 -80
97.106-42
97.167-01
97.170-01
97.174 -01
Gambar 2 Warna dan Bentuk Bunga Mawar yang Diamati.
Warna batang muda didominansi oleh warna merah keunguan, abu-abu
kemerahan dan merah kecoklatan, sedangkan warna batang tua didominansi
warna hijau dan hijau kekuningan. Warna daun muda umumnya hampir sama
dengan warna batang muda dengan dominansi warna dan gradasi warna yang
tidak jauh berbeda, hasil selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.
38
Hal yang sama diperoleh dari hasil pengamatan terhadap warna daun tua.
Hasil pengamatan selengkapnya disajikan pada Lampiran 4. Warna daun tua
didominansi oleh warna hijau tua, bahkan sebagian besar genotipe memiliki warna
daun yang sama. Tingkat perbedaan warna pada genotipe-genotipe yang diuji
sangat sempit, sehingga diperoleh nomor-nomor warna yang sama dan hanya
dibedakan oleh gradasi warna yang agak berbeda.
Gradasi warna yang berbeda tersebut dinotasikan dengan huruf A, B, C
dan D, huruf A menunjukkan warna yang lebih tua, huruf B, C dan D berturutturut menunjukkan gradasi warna yang lebih muda. Sebagai contoh, genotipe
97.077-01, 95.033-01 dan 97.008-03 memiliki warna daun tua yang hampir sama
yaitu masing-masing dengan nomor warna green 137A, green 137B dan green
137C. Ketiga genotipe tersebut mempunyai nomor yang sama, tetapi warnanya
sedikit berbeda.
Perbedaan warna yang sedikit tersebut ditunjukkan oleh
gradasinya yang dinotasikan dengan huruf A, B dan C. Warna green 137A sedikit
lebih tua dari green 137B dan green 137B sedikit lebih tua dari green 137C.
Warna stamen bagian luar berkisar antara warna putih, kuning, merah
jambu sampai merah keunguan. Hasil pengamatan menunjukkan tidak ada warna
stamen yang sama tetapi gradasinya tidak jauh berbeda, seperti terlihat pada
Lampiran 4.
Warna bintik (spot) petal cukup beragam mulai dari putih, putih kehijauan,
kuning sampai merah keunguan dengan gradasi warna yang cukup nyata. Hasil
selengkapnya disajikan pada Lampiran 4. Warna stamen dan warna spot petal,
secara estetika tidak memberi pengaruh yang besar terhadap penampilan karena
letaknya di bagian dalam kuntum bunga, akan tetapi dapat digunakan sebagai
salah satu penciri untuk membedakan satu kultivar dengan kultivar yang lainnya.
Pada Lampiran 10, ditunjukkan sketsa gambar bentuk-bentuk bagian
bunga yang dapat digunakan sebagai pembeda varietas-varietas bunga potong
mawar bersadarkan UPOV. Hasil pengamatan bentuk kuncup dan bentuk duri
besar disajikan pada Lampiran 5. Bentuk kuncup dikelompokkan ke dalam tiga
kategori yaitu membundar (round), membundar telur-lebar (broad-ovate) dan
membundar telur (ovate) masing-masing memiliki skor 3, 5 dan 7. Berdasarkan
hasil pengamatan tersebut, empat genotipe memiliki bentuk membundar (round)
39
yaitu 95.136-01, 97.026-13, 97.032-09 dan 97.105-66. Tiga genotipe memiliki
bentuk membundar telur (ovate)
yaitu 97.027-71, 97.167-01 dan 97.008-03,
sedangkan genotipe yang lain memiliki bentuk kuncup membundar telur-lebar
(broad -ovate). Bentuk kuncup merupakan salah satu karakter yang diperhatikan
dalam penampilan bunga, dan bentuk yang membundar telur-lebar (broad-ovate)
sampai membundar lebih disukai karena akan memberikan ukuran diameter
kuncup yang relatif lebih besar.
Sketsa bentuk duri besar digambarkan pada Lampiran 10. Bentuk tersebut
dikelompokkan ke dalam lima kriteria dengan nilai skor 1, 3, 5, 7 dan 9. Hasil
pengamatan menunjukkan genotipe 97.077-01, 97.026-13, 96.016-01, 97.029-82,
97.029-51, 97.170-01, 97.027-71, 97.104-05, 97.100-31 dan 97.008-03 memiliki
bentuk duri besar sangat cekung (deep concave), sehingga untuk genotipegenotipe tersebut diberi skor 1, sedangkan bentuk duri besar genotipe yang
lainnya adalah cekung (concave) sehingga diberi skor 3.
Bentuk dasar daun terminal dibagi ke dalam 4 kelompok dengan nilai skor
1, 2, 3 dan 4 seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 10. Hasil pengamatan
bentuk daun terminal disajikan pada Lampiran 6. Berdasarkan Tabel 6, sebagian
besar genotipe memiliki dasar daun terminal berbentuk menumpul (obtuse)
sehinga diberi skor 2, dan hanya satu genotipe yang memiliki dasar daun terminal
berbentuk menjantung (cordate) yaitu 97.031 -04 sehingga diberi skor 4. Genotipe
97.033-01, 95.090 -04, 97.032-12, 97.032-09, 97.106-42 dan 97.008-03 baji
(wedge-shaped ), genotipe tersebut diberi skor 1, sedangkan genotipe yang lain
memiliki dasar daun terminal berbentuk membundar (rounded) dan diberi skor 3.
Contoh bentuk dasar daun terminal disajikan pada Gambar 3.
Bentuk Baji Membundar Menumpul
(wedge -shaped) (rounded) (obtuse)
Gambar 3 Contoh Bentuk Dasar Daun Terminal.
40
Helaian petal terbagi dalam tiga zona yaitu zona pinggir, zona tengah dan
zona dasar. Zona dasar spot petal terbagi lagi menjadi sembilan zona, seperti
yang ditunjukkan oleh gambar pada Lampiran 10. Zona dasar tersebut umumnya
berbentuk bintik (spot). Hasil pengamatan zona dasar spot petal disajikan pada
Lampiran 6. Genotipe-genotipe yang diuji memiliki zona spot dasar yang
beragam. Dua genotipe dengan spot dasar pada zona 9 adalah 95.033-01 dan
97.008-03. Genotipe 97.0004 -01 memiliki spot dasar pada zona 8 dan 97.170-01
memilikii spot dasar pada zona 7, sedangkan genotipe 97.062-03 dan 97.105-80
memiliki spot dasar pada zona 4 dan genotipe lainnya memiliki spot pada zona 1,
2 dan 3.
Hasil pengamatan penampakan samping bagian atas dan bagian bawah
bunga disajikan pada Lampiran 7. Penampakan samping bagian atas bunga dibagi
ke dalam tiga kelompok, seperti ditunjukkan pada Lampiran 10.
Genotipe
97.030-12, 97.106 -42, 97.105-66 dan 97.100-31 memiliki bagian atas bunga
berbentuk cembung (convex) dan diberi skor 3. Genotipe 97.136-01, 95.033-01,
95.062-03, 97.028-15, 97.029-82, 97.032 -09, 97.100-36, 97.100-61, 97.174-01,
97.102-46 dan 97.105-80 memiliki bagian atas bunga berbentuk datar (flat) dan
diberi skor 1, sedangkan genotipe lainnya memiliki bagian atas bunga berbentuk
cembung datar (flattened convex) dan diberi skor 2.
Penampakan samping bagian bawah bunga dibagi ke dalam empat
kelompok yaitu cekung (concave), datar (flat), cembung datar (flattened convex)
dan cembung (convex), tetapi kelompok terakhir tidak ditemukan pada genotipegenotipe yang diuji. Genotipe-genotipe yang termasuk ke dalam kelompok
cembung datar (flattened convex) dengan skor 3 adalah 95.077 -01, 95.090-04,
97.032-09, 97.106-42, 97.100-31, 97.105-66, 97.100-31 dan 97.105 -80. Genotipe
yang memiliki bagian bawah bunga berbentuk cekung dan diberi skor 1 adalah
95.031-04, 95.033-01, 97.030-12, 96.019 -01, 97.170-01, 97.167-01, 97.104-03,
dan 97.008-03, sedangkan genotipe lain memiliki bagian bawah bunga berbentuk
datar (flat) dan diberi skor 2.
Mawar mempunyai lima helai kelopak bunga. Bentuk kelopak bunga
tersebut dikelompokan ke dalam lima kriteria dengan nilai skor 1, 3, 5, 7 dan 9.
Hasil pengamatan bentuk kelopak bunga dan jumlah masing-masing kriteria
41
bentuk kelopak bunga disajikan pada Lampiran 8. Umumnya genotipe-genotipe
yang diamati memiliki dua atau tiga kriteria bentuk kelopak bunga kecuali
97.167.01, 97.104-05 dan 97.174-01 yang hanya memiliki satu bentuk kelopak
masing-masing dengan kriteria 5, 1 dan 1. Semua genotipe yang diuji memiliki
dua atau tiga helai kelopak bunga yang bentuknya masuk ke dalam kriteria 1
kecuali genotipe 97.026-13 dan 97.170-01, kedua genotipe tersebut memiliki
bentuk kelopak bunga yang bentuknya masuk ke dalam kriteria 5 untuk semua
helai kelopak bunga. Sementara itu, genotipe-genotipe yang lain memiliki bentuk
kelopak bunga dengan dua atau tiga kombinasi kriteria yang berbeda.
Kewangian bunga dibagi dalam lima kategori yaitu tidak beraroma atau
beraroma sangat lemah, aroma lemah, aroma sedang, aroma kuat dan aroma
sangat kuat.
Hasil pengamatan terhadap karakter kewangian disajikan pada
Lampiran 9. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan empat genotipe mempunyai
karakter wangi kuat sampai sangat kuat, genotipe tersebut adalah 95.136-01,
97.028-15, 97.025-14 dan 97.008-03. Empat genotipe yang mempunyai karakter
wangi lemah sampai sedang yaitu 95.031-04, 97.026-13, 97.104-03 dan 97.10061. Genotipe 95.062-03, 95.090-04, 97.032-09, 97.027-71, 97.167.1, 97.104-05,
97.106-42, 97.105-66, 97.100-31 dan 97.102-46 mempunyai karakter tidak wangi
atau sangat lemah sampai lemah, sedangkan genotipe yang lain mempunyai
kewangian yang lemah. Karakter kewangian bunga merupakan salah satu karakter
yang dikehendaki, sehingga genotipe-genotipe yang mempunyai kewangian
sedang sampai sangat kuat lebih dikehendaki.
4.3. Pendugaan Heritabilitas Karakter Kuantitatif yang Diamati
Dalam rangka membentuk genotipe atau kultivar baru yang mempunyai
sejumlah karakter unggul yang diinginkan, maka kemampuan suatu karakter
diwariskan ke keturunannya harus dipertimbangkan, informasi tersebut dapat
diduga melalui nilai duga heritabilitas (Borojevic 1990). Nilai duga heritabilitas
karakter-karakter yang diamati ditunjukkan pada Tabel 5.
Nilai duga heritabilitas semua karakter yang diamati memperoleh kriteria
tinggi menurut kriteria Mc Whirter (1979). Hasil tersebut memperkuat hasil
42
penelitian Darliah et al. (2001) kecuali pada karakter jumlah bunga per tanaman
yang pada penelitian tersebut mempunyai heritabilitas sedang.
Perbedaan tersebut disebabkan oleh penggunaan populasi yang berbeda.
Populasi yang berbeda akan memiliki keragaman yang berbeda untuk setiap
karakter yang diamati, baik untuk keragaman genetik, keragaman lingkungan
maupun keragaman fenotipenya. Besar kecilnya nilai keragaman suatu karakter
akan tergantung pada banyak sedikitnya perbedaan untuk karakter yang sama
pada genotipe-genotipe yang diuji. Sementara itu, secara matematis nilai duga
heritabilitas dalam arti luas merupakan perbandingan antara keragaman genetik
dengan keragaman fenotipe, sehingga nilai duga heritabilitas akan berubah jika
keragaman berubah.
Tabel 5 Nilai Duga Heritabilitas Karakter Kuantitatif yang Diamati
Karakter
Panjang Tangkai
Diameter Tangkai
Panjang Ruas
Jumlah Buku
Jumlah Daun
Panjang Leher Bunga
Jumlah Duri Besar
Jumlah Duri Kecil
Diameter Kuncup
Diameter Bunga Mekar
Jumlah Petal
Lama Kesegaran Bunga
Umur Panen
Jumlah Bunga/Tanaman
Nilai Duga Heritabilitas (%)
80.98
59.35
94.30
88.73
84.65
96.90
Kriteria
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
82.08
87.62
92.74
91.11
97.22
53.75
55.79
64.22
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Cara pendugaan yang berbeda merupakan sebab lain yang menimbulkan
perbedaan nilai duga heritabilitas. Keragaman fenotipe merupakan penggabungan
antara keragaman genetik dan keragaman lingkungan.
Nilai keragaman
lingkungan pada penelitian ini, menjadi lebih kecil karena dikurangi oleh
keragaman anak contoh, sehingga nilai keragaman fenotipe juga menjadi lebih
kecil. Oleh sebab itu perbandingan antara keragaman genetik dengan fenotipe
menjadi lebih kecil, dengan demikian nilai duga heritabilitas akan menjadi tinggi.
43
Berdasarkan nilai duga heritabilitas yang tinggi, karakter-karakter yang
diamati
mempunyai
kemampuan
yang
besar
untuk
diwariskan
kepada
keturunannya, sehingga peluang untuk memperoleh karakter tersebut cukup besar.
Disamping itu seleksi akan lebih efektif untuk suatu karakter yang mempunyai
nilai duga heritabilitas yang tinggi dan relatif tidak efektif pada karakter dengan
heritabilitas yang rendah (Fehr 1987). Hal tersebut disebabkan oleh besarnya
pengaruh faktor genetik dan kecilnya peran faktor lingkungan dalam pemampilan
suatu karakter, sehingga karakter -karakter tersebut akan mudah diwariskan pada
keturunannya (Mc Whirter 1979).
4.4. Korelasi Genetik Antar Karakter Kuantitatif yang Diamati
Korelasi merupakan faktor penting terutama dalam pemilihan karakter,
karena penampilan suatu karakter akan diikuti dengan pemanpilan karakter
lainnya (Susanto 2002), disamping itu korerasi antar karakter dapat meningkatkan
efisiensi seleksi, karena dapat menyeleksi dua atau tiga sifat secara bersama-sama.
Oleh sebab itu bila ada korelasi yang erat antar dua karakter maka pemilihan
karakter tertentu secara tidak langsung akan memilih karakter lain yang
diperlukan (Astika 1991). Hasil perhitungan korelasi genetik antara 14 karakter
kuantitatif yang diamati selengkapnya disajikan pada Tabel 6.
Korelasi positif dan nyata terdapat antara karakter panjang tangkai dengan
jumlah daun (r=0.674), jumlah buku (r=0.722), panjang leher bunga (r=0.404),
jumlah duri besar (r=0.513) dan jumlah bunga per tanaman (r=0.424), sedangkan
korelasi negatif dan nyata terdapat antara karakter panjang tangkai dengan umur
panen (r=-0.560). Hasil tersebut dapat diartikan bahwa semakin panjang ukuran
panjang tangkai, maka jumlah daun dan jumlah buku akan semakin banyak, leher
bunga akan semakin panjang, kemudian jumlah duri besar dan jumlah bunga
per tanaman juga akan semakin banyak. Sementara itu umur panen akan makin
pendek (genjah).
Ditinjau dari segi pelaksanaan seleksi, maka seleksi terhadap tangkai
bunga yang panjang secara tidak langsung dapat menyeleksi karakter jumlah
bunga per tanaman dan umur panen. Seleksi tersebut juga akan menghasilkan
jumlah duri besar yang banyak. Karakter jumlah d uri besar merupakan karakter
Halaman 44 memang tidak ada pada aslinya
45
yang tidak dikehendaki sehingga jumlahnya harus sesedikit mungkin. Oleh sebab
itu karakter jumlah duri besar harus dipertimbangkan dalam seleksi terhadap
panjang tangkai.
Karakter diameter kuncup berkorelasi positif dan nyata dengan karakter
diameter bunga mekar (r=0.425), lama kesegaran bunga (r=0.624) dan jumlah
petal (r=0.577). Dengan demikian apabila diameter kuncup semakin besar maka
diamater mekar akan semakin besar, kesegaran bunga akan semakin lama dan
petal akan semakin banyak jumlahnya. Ketiga karakter tersebut merupakan
karakter yang diinginkan, sehingga ketiga karakter tersebut dapat diseleksi secara
bersama-sama dengan diameter kuncup. Sementara itu jumlah petal merupakan
komponen pendukung karakter diameter kuncup jadi besarnya diameter kuncup
cukup dipengaruhi oleh banyaknya jumlah petal. Karakter diameter
mekar
juga
bunga
berkorelasi positif dan nyata dengan jumlah petal (r=0.540) dan
jumlah bunga per tamanan (r=0.387), sedangkan dengan ju mlah duri kecil
korelasinya negatif (r=-0.630).
Diameter kuncup dan jumlah petal merupakan komponen pendukung
karakter diameter bunga mekar, sehingga diameter bunga mekar sangat
dipengaruhi oleh kedua karakter tersebut, walaupun terdapat faktor lain yang
mempengaruhi diantaranya adalah panjang petal dan ketegakan posisi petal dalam
membentuk kuntum bunga. Hasil korelasi di atas juga dapat diartikan bahwa
seleksi terhadap diameter bunga mekar secara tidak langsung akan menyeleksi
karakter jumlah petal, jumlah bunga per tanaman dan jumlah duri kecil yang
jumlahnya sedikit.
Karakter lama kesegaran bunga berkorelasi positif dan nyata dengan
diameter kuncup (r=0.624), diamater tangkai (r=0.914), jumlah daun (r=0.451),
jumlah buku (r=0.393) dan jumlah bunga per tanaman (r=0.435), sedangkan
dengan panjang leher bunga diperoleh korelasi yang negatif (r= -0.544). Lama
kesegaran bunga sangat berhubungan erat dengan besarnya penguapan air dari
bagian -bagian tanaman terutama daun dan petal, adanya gas etilen, infeksi jasad
renik, berkurangnya keseimbangan nutrisi terutama zat gula dalam tanaman dan
kualitas air yang digunakan (Wuryaningsih dan Sutater 1995). Oleh sebab itu
lama kesegaran bunga dapat dipengaruhi oleh besarnya diameter tangkai,
46
banyaknya jumlah daun dan jumlah buku, tetapi hubungan kausal karakter lama
kesegaran bunga dengan jumlah bunga per tanaman belum jelas. Berdasarkan
informasi korelasi tersebut maka seleksi terhadap lama kesegaran bunga secara
tidak langsung dapat menyeleksi karakter diameter tangkai, jumlah buku, jumlah
daun dan jumlah bunga per tanaman.
Jumlah bunga per tanaman berkorelasi positif dan nyata dengan diamater
mekar (r=0.387), panjang ruas (r=0.609), lama kesegaran bunga (r=0.435) dan
panjang leher bunga (r=0.487), sedangkan korelasi yang negatif diperoleh dengan
karakter umur panen (r=-0.606). Karakter panjang ruas, panjang leher bunga dan
lama kesegaran bunga merupakan karakter yang diharapkan peningkatannya,
karena dengan ruas dan leher bunga yang panjang diharapkan ukuran panjang
tangkai akan bertambah. Dengan demikian seleksi terhadap jumlah bunga per
tanaman secara tidak langsung akan dapat menyeleksi karakter panjang ruas dan
lama kesegaran bunga.
Disamping itu korelasi yang negatif pada umur panen
juga merupakan hal yang dih arapkan karena seleksi terhadap jumlah bunga per
tanaman secara tidak langsung akan dapat menyeleksi karakter umur panen yang
lebih genjah.
4.5. Sidik Lintas
Berdasarkan nilai koefisien korelasi genetik pada Tabel 6, dapat
ditentukan karakter-karakter yang dipilih sebagai peubah bebas berdasarkan
signifikansi koefisien korelasi genetik. Peubah bebas tersebut digunakan untuk
mengkaji pengaruhnya terhadap hasil melalui sidik lintas, sehingga dapat
diketahui nilai pengaruh langsung dan tidak langsung (Miftahorrachman et al.
2000). Pada tanaman mawar karakter hasil diantaranya meliputi karakter panjang
tangkai, diameter kuncup, lama kesegaran bunga, diameter bunga mekar dan
jumlah bunga per tanaman. Besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung
beberapa karakter terhadap panjang tangkai ditunjukkan pada Tabel 7, sedangkan
diagram lintasan yang terbentuk disajikan pada Gambar 4.
Karakter panjang tangkai secara langsung dipengaruhi oleh karakter
jumlah buku, jumlah daun, panjang leher bunga dan jumlah bunga per tanaman.
Jumlah buku merupakan karakter yang memberi pengaruh langsung cukup besar
47
yaitu 4.937, sedangkan panjang leher bunga dan jumlah bunga per tanaman
pengaruh langsungnya relatif kecil yaitu -0.019 dan 0.529.
Tabel 7 Sidik Lintas Panjang Tangkai dengan Jumlah daun, Jumlah Buku,
Panjang Leher Bunga dan Jumlah Bunga per Tanaman
Pengaruh
Langsung
(C i)
Jumlah Daun
-4.239
Jumlah Buku
4.937
Panjang Leher Bunga -0.019
Jumlah Bunga/Tan
0.529
Cs = 0.234
Pengaruh Tidak Langsung (Z j)
Karakter
Z1
-4.267
0.365
0.208
Z1
C 1(-4.239)
Cs(0.234)
Y
Z2
C2(4.937)
C 3(--0.019)
Z2
4.937
-0.199
-0.303
z1.2(4.937)
z2.1(-4.267)
z2.3(0.0008)
z3.2(-0.199)
Z4
-0.026
-0.032
0.257
-
z1.3(0.0017)
z3.1(0.365)
z2.4(-0.032)
Z3
C4(0.0529)
Z3
0.0017
0.0008
-0.009
z3.4(0.257)
z4.3(-0.009)
Pengaruh
Total
(r iy )
0.674
0.722
0.404
0.424
z1.4(-0.026)
z4.1(0.208)
z4.2(-0.303)
Z4
Gambar 4 Diagram Sidik Lintas Panjang Tangkai dengan Jumlah Daun, Jumlah
Buku, Panjang Leher Bunga dan Jumlah Bunga per Tanaman.
Tingginya pengaruh langsung dari karakter jumlah buku berarti jumlah
buku memberikan pengaruh yang besar terhadap peningkatan karakter panjang
tangkai. Secara kausal, jumlah buku merupakan salah satu komponen pendukung
panjang tangkai, sehingga dengan jumlah buku yang banyak diharapkan akan
diperoleh tangkai yang panjang. Namun sebaliknya jumlah daun akan menekan
peningkatan karakter panjang tangkai karena mempunyai pengaruh langsung yang
bernilai negatif, akan tetapi pengaruh tidak langsung jumlah daun melalui jumlah
buku cukup besar yaitu 4.937. Dengan demikian, secara tidak langsung jumlah
daun memberi kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan panjang tangkai
melalui jumlah buku.
Pengaruh langsung jumlah daun terhadap panjang tangkai bernilai negatif
yaitu –4.239, sementara itu nilai pengaruh totalnya positif yaitu 0.674. Menurut
Singh dan Chaudhary (1979), dalam keadaan tersebut pengaruh tidak langsung
48
lebih berperan dalam korelasi dan pengaruh tidak langsung dapat menjadi dasar
dalam seleksi. Pengaruh tidak langsung yang nilainya besar adalah jumlah buku
melalui jumlah daun yaitu 4.937, sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah buku
lebih berperan dalam korelasi antara pan jang tangkai dengan jumlah daun, dengan
demikian jumlah buku dapat menjadi dasar dalam seleksi terhadap panjang
tangkai.
Panjang tangkai secara langsung dipengaruhi oleh panjang leher bunga
dengan nilai yang negatif dan sangat kecil yaitu -0.019, sedangkan pengaruh
totalnya positif dan cukup besar yaitu 0.404. Data tersebut memberi informasi
bahwa panjang leher bunga akan menekan peningkatan panjang tangkai walaupun
dengan kontribusi yang sangat kecil. Kemudian, data tersebut juga menunjukkan
bahwa pengaruh tidak langsung lebih berperan dalam korelasi antara panjang
tangkai dan panjang leher bunga. Pengaruh tidak langsung yang lebih berperan
tersebut adalah karakter jumlah daun (z 3.1=0.365) dan jumlah bunga per tanaman
(z3.4=0.257).
Pengaruh langsung jumlah bunga per tanaman terhadap panjang tangkai
nilainya hampir sama dengan pengaruh totalnya yaitu 0.529 dengan 0.424. Hal
tersebut menunjukkan bahwa korelasi yang terjadi antara panjang tangkai dan
jumlah bunga per tanaman merupakan korelasi yang sesungguhnya dan seleksi
panjang tangkai melalui jumlah bunga per tanaman cukup efektif (Singh dan
Chaudhary 1979).
Pengaruh langsung jumlah bunga per tanaman terhadap panjang tangkai
sebagian besar disumbangkan dari pengaruh tidak langsung jumlah daun
(z4.1=0.208). Dengan demikian, secara tidak langsung jumlah daun mempunyai
kontribusi yang relatif besar terhadap peningkatan panjang tangkai.
Hal ini
berkaitan dengan fotosintat yang dihasilkan, semakin banyak jumlah daun maka
diasumsikan fotosintat yang dihasilkan akan semakin banyak, sehingga fotosintat
yang didistribusikan untuk perpanjangan tangkai akan semakin banyak dan
tangkai akan semakin panjang.
Sementara itu, pengaruh tidak langsung jumlah buku dan panjang leher
bunga melalui jumlah bunga per tanaman terhadap panjang tangkai bernilai
negatif dan relatif kecil yaitu –0.303 dan –0.009. Hal ini menunjukkan bahwa
49
secara tidak langsung jumlah buku dan panjang leher bunga akan menekan
peningkatan panjang tangkai melalui peningkatan jumlah bunga per tanaman,
maka jumlah bunga akan meningkat apabila jumlah buku dan panjang leher bunga
menurun.
Penurunan kedua karakter tersebut akan mengakibatkan penurunan
panjang tangkai karena kedua karakter tersebut merupakan komponen pendukung
karakter panjang tangkai.
Pada komoditas mawar bunga potong, peningkatan panjang tangkai lebih
penting dibandingkan dengan peningkatan jumlah bunga per tanaman. Alasannya
adalah kualitas bunga yang baik lebih menentukan harga jual daripada
kuantitasnya, maka meningkatkan panjang tangkai lebih diutamakan. Dengan
demikian untuk memperoleh tangkai bunga yang panjang, maka peningkatan
jumlah bunga per tanaman harus ditekan. Hal ini berhubungan dengan besarnya
fotosintat yang harus didistribusikan pada setiap tangkai yang terbentuk. Salah
satu cara menekan jumlah bunga per tanaman adalah dengan membuang atau
merundukkan sebagian tunas yang tumbuh dan hanya memelihara beberapa tunas
yang lebih vigor dan sehat.
Bunga merupakan salah satu organ tanaman yang menandai telah
beralihnya fase vegetatif tanaman ke fase generatif. Bunga akan berkembang dari
inisiasi pembungaan, pembentukan kuncup bunga, mekarnya mahkota bunga
sampai kemudian terjadi kelayuan mahkota bunga setelah waktu tertentu. Pada
mawar, mahkota bunga terdiri atas helaian petal yang tersusun secara melingkar,
semakin banyak jumlah petal maka akan semakin besar diameter kuncup bunga.
Sementara itu, semakin besar diameter kuncup akan berpeluang terjadinya
peningkatan diameter bunga mekar, walaupun panjang petal dan ketegakan posisi
petal dalam membentuk kuntum bunga sangat berpengaruh terhadap diameter
bunga mekar.
Disamping jumlah petal, karakter lain yang diperkirakan berpengaruh
terhadap peningkatan diameter kuncup adalah panjang tangkai, diameter tangkai,
panjang ruas, jumlah buku, jumlah daun dan jumlah bunga per tanaman.
Berdasarkan hasil korelasi genetik, diameter kuncup berkorelasi positif dan nyata
dengan jumlah petal, diameter bunga mekar dan lama kesegaran bunga.
Sementara itu, diameter bunga mekar dan lama kesegaran bunga tidak termasuk
50
ke dalam karakter yang berpengaruh terhadap diameter kuncup karena kedua
karakter tersebut muncul setelah kuncup terbentuk. Dengan demikian kedua
karakter tersebut tidak bisa dimasukkan sebagai peubah dalam sidik lintas,
sehingga perhitungan sidik lintas untuk karakter diameter kuncup tidak bisa
dilakukan karena peubah yang dapat dimasukkan hanya satu yaitu jumlah petal.
Oleh sebab itu, hanya karakter jumlah petal yang memberikan pengaruh langsung
terhadap diameter kuncup yang nilainya sama dengan nilai korelasi genetiknya
yaitu riy=0.577.
Hasil sidik lintas karakter lama kesegaran bunga dengan diameter kuncup,
diameter tangkai, jumlah daun dan jumlah buku, dapat dilihat pada Tabel 8 dan
diagram lintasan yang terbentuk tersaji pad a Gambar 5. Lama kesegaran bunga
dipengaruhi secara langsung oleh diameter kuncup, diameter tangkai dan jumlah
daun dengan nilai yang cukup besar yaitu 0.405, 0.722 dan 0.721. Hasil di atas
menunjukkan bahwa, ketiga karakter tersebut memberi kontribusi yang cukup
besar terhadap peningkatan lama kesegaran bunga. Sementara itu, jumlah buku
secara langsung berpengaruh terhadap lama kesegaran bunga dengan nilai yang
negatif yaitu –0.679, sehingga jumlah buku cukup besar menekan peningkatan
lama kesegaran bunga.
Tabel 8 Sidik Lintas Lama Kesegaran Bunga dengan Diameter Kuncup,
Diameter Tangkai, Jumlah Daun dan Jumlah Buku
Pengaruh
Langsung
(C i)
Diameter Kuncup
0.405
Diameter Tangkai
0.722
Jumlah Daun
0.721
Jumlah Buku
-0.679
Pengaruh sisa (C s) = 0.160
Karakter
Pengaruh Tidak Langsung (Z i)
Z1
0.125
-0.023
-0.028
Z2
0.224
0.429
0.384
Z3
-0.042
0.428
0.716
Z4
0.048
-0.361
-0.675
-
Pengaruh
Total
(r iy)
0.634
0.914
0.451
0.393
Pengaruh langsung diameter tangkai terhadap lama kesegaran bunga cukup
besar. Kontribusi tersebut paling besar disumbangkan oleh jumlah daun melalui
diameter tangkai yaitu 0.428, sedangkan pengaruh tidak langsung jumlah buku
melalui diameter tangkai mengurangi kontribusi tersebut dengan nilai yang negatif
sebesar –0.360. Dengan demikian secara tidak langsung, jumlah buku relatif besar
mengurangi peningkatan lama kesegaran bunga.
51
Z1
C1(0.405)
Y
Z2
C2(0.722)
C3(0.721)
z1.2(0.224)
r2.1(0.125)
z1.3(-0.042)
z2.3(0.428)
z3.1(-0.023)
z2.4(-0.360)
Z3
C s(0.160)
z1.4(0.048)
z3.2(0.429)
C4(-0.679)
z3.4(-0.675)
z4.3(0.716)
z4.1(-0.028)
z4.2(0.384)
Z4
Gambar 5 Diagram Sidik Lintas Lama Kesegaran Bunga dengan Diameter
Kuncup, Diameter Tangkai, Jumlah Daun dan Jumlah Buku.
Jumlah daun secara langsung mempengaruhi lama kesegaran bunga
dengan nilai yang besar. Pengaruh langsung tersebut paling besar disumbangkan
oleh pengaruh tidak langsung diameter tangkai melalui jumlah daun yaitu 0.42 9
Sementara itu, pengaruh tidak langsung jumlah buku melalui jumlah daun cukup
besar dan bernilai negatif yaitu –0.675. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa
secara tidak langsung peningkatan diameter tangkai akan peningkatkan lama
kesegaran bunga, sedangkan peningkatan jumlah buku secara tidak langsung akan
menurunkan lama kesegaran bunga melalui jumlah daun.
Tangkai bunga terdiri atas ruas -ruas, pada ruas-ruas tersebut terdapat buku
dan pada buku-buku tersebut terdapat daun, sehingga semakin banyak jumlah
buku maka jumlah daun akan semakin banyak. Salah satu penyebab menurunnya
lama kesegaran bunga adalah menurunnya kadar air di dalam tanaman akibat
transpirasi melalui daun, permukaan tangkai dan sebagainya. Secara langsung
jumlah buku dan diameter tan gkai memberi kontribusi yang cukup besar terhadap
peningkatan lama kesegaran bunga, tetapi secara tidak langsung jumlah buku akan
menekan peningkatan lama kesegaran bunga melalui jumlah daun. Dengan
demikian peningkatan jumlah daun akan meningkatkan transpirasi dan
peningkatan transpirasi secara tidak langsung akan menurunkan lama kesegaran
bunga.
Karakter jumlah buku memberikan pengaruh langsung yang negatif
terhadap lama kesegaran bunga, sedangkan pengaruh totalnya positif. Keadaan
tersebut menunjukkan bahwa pengaruh tidak langsung lebih berperan dalam
korelasi antara lama kesegaran bunga dan jumlah buku. Pengaruh tidak langsung
52
yang lebih berperan tersebut adalah jumlah daun, sehingga seleksi terhadap lama
kesegaran bunga akan lebih efektif apabila dilakukan melalui jumlah daun.
Sementara itu, pengaruh tidak langsung diameter kuncup melalui jumlah buku
bernilai negatif, sehingga karakter diameter kuncup memperbesar kontribusi
jumlah buku terhadap penurunan karakter lama kesegaran bunga.
Hasil sidik lintas karakter diameter bunga mekar dengan diameter kuncup,
jumlah petal dan jumlah bunga per tanaman dapat dilihat pada Tabel 9 dan
diagram lintasan yang terbentuk tersaji pada Gambar 6.
Tabel 9 Sidik Lintas Diameter Bunga Mekar dengan Diameter Kuncup,
Jumlah Petal dan Jumlah Bunga per Tanaman
Pengaruh
Langsung (C i)
Diameter Kuncup
0.070
Jumlah Petal
0.520
Jumlah Bunga/Tan
0.403
Cs = 0.704
Karakter
Pengaruh Tidak Langsung (Z j)
Z1
Z2
Z3
0.300
0.055
0.040
-0.020
0.010
-0.026
-
Pengaruh
Total (riy )
0.425
0.540
0.387
Z1
z1.2(0.300)
C1(0.070)
Cs(0.704)
Y
C2(0.520)
z2.1(0.040)
Z2
z1.3(0.055)
z3.1(0.010)
r2.3(-0.020)
z3.2(-0.026)
C3(0.403)
Z3
Gambar 6 Diagram Sidik Lintas Diameter Bunga Mekar dengan Diameter
Kuncup, Jumlah Petal dan Jumlah Bunga per Tanaman.
Diameter bunga mekar dipengaruhi secara langsung oleh diameter kuncup,
jumlah petal dan jumlah bunga per tanaman masing-masing sebesar 0.070, 0.520
dan 0.403. Pengaruh langsung diameter kuncup relatif kecil padahal pengaruh
totalnya cukup besar (riy =0.425), dengan pengaruh tidak langsung jumlah petal
melalui diameter kuncup relatif besar yaitu 0.300. Dengan demikian, jumlah petal
lebih dapat dipertimbangkan dalam korelasi antara diameter bunga mekar dengan
53
diameter kuncup, sehingga jumlah petal dapat dipertimbangkan dalam seleksi
diameter bunga mekar melalui jumlah petal .
Pengaruh langsung jumlah petal terhadap diameter bunga mekar hampir
sama dengan pengaruh totalnya yaitu 0.520 dan 0.540. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat korelasi yang sesungguhnya antara jumlah petal dengan diameter
bunga mekar, sehingga seleksi terhadap diameter bunga mekar melalui jumlah
petal akan efektif.
Diameter kuncup dan jumlah petal merupakan komponen pendukung
diameter bunga mekar, sehingga peningkatan karakter diameter kuncup dan
jumlah petal akan meningkatkan diameter bunga mekar. Hal tersebut dapat
dimengerti karena secara kausal diameter bunga mekar yang besar terdiri atas
sejumlah helaian petal, sehingga dengan jumlah petal yang banyak akan terbentuk
kuntum bunga yang besar dan padat, walaupun panjang petal dan ketegakan posisi
petal dalam membentuk kuntum bunga merupakan faktor lain yang
mempengaruhi besarnya diameter bunga mekar.
Jumlah bunga per tanaman secara langsung dipengaruhi oleh panjang
tangkai, diameter mekar, panjang ruas dan panjang leher bunga dengan nilai
0.346, 0.222, 0.483 dan 0.104. Hal ini berarti panjang tangkai dan panjang ruas
memberi kontribusi yang relatif besar terhadap peningkatan jumlah bunga per
tanaman, sedanghkan diameter bunga mekar dan panjang leher bunga memberi
kontribusi yang relatif kecil terhadap peningkatan ju mlah bunga per tanaman.
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10 dan diagram lintasan yang
terbentuk tersaji pada Gambar 7.
Tabel 10 Sidik Lintas Jumlah Bunga per Tanaman dengan Panjang
Tangkai, Diameter Bunga Mekar, Panjang Ruas dan Panjang
Leher Bunga
Pengaruh
Pengaruh Tidak Langsung (Z j) Pengaruh
Langsung
Total
Z1
Z2
Z3
Z4
(C i)
(riy )
Panjang Tangkai
0.346
-0.005 0.041 0.042
0.424
Diameter Bunga Mekar
0.222 -0.008
0.135 0.037
0.387
Panjang Ruas
0.483
0.029
0.062
0.035
0.609
Panjang Leher Bunga
0.104
0.140
0.080
0.164
0.487
Cs = 0.650
Karakter
54
Z1
C 1(0.346)
Y
C2(0.222)
Z2
C3(0.483)
z1.2(-0.005)
r2.1(-0.008)
z1.3(0.041)
z2.3(0.135)
z3.1(0.029)
z2.4(0.037)
Z3
Cs(0.650)
z1.4(0.042)
z3.2(0.062)
z3.4(0.035)
C4(0.104)
z4.3(0.164)
z4.1(0.140)
z4.2(0.080)
Z4
Gambar 7 Diagram Sidik Lintas Jumlah Bunga per Tanaman dengan Panjang
Tangkai, Diameter Bunga Mekar, Panjang Ruas dan Panjang Leher
Bunga.
Pengaruh tidak langsung diameter bunga mekar melalui panjang tangkai
sangat kecil dan bernilai negatif yaitu –0.005. Hal ini dapat diinterpretasikan
bahwa, secara tidak langsung peningkatan diameter bunga mekar akan
menurunkan peningkatan jumlah bunga per tanaman melalui panjang tangkai,
sehingga untuk meningkatkan jumlah bunga per tamanan maka peningkatan
diameter bunga mekar harus ditekan.
Komoditas tanaman hias khususnya mawar potong mempunyai standar
kualitas tertentu.
Standar kualitas tersebut menentukan harga jual. Diameter
bunga mekar merupakan salah satu karakter kualitas yang harus dipenuhi. Oleh
sebab itu penekanan terhadap karakter yang menentukan kualitas untuk
meningkatkan jumlah bunga per tanaman bukan keputusan yang tepat. Dengan
demikian, peningkatan diameter bunga mekar harus lebih diutamakan daripada
peningkatan jumlah bunga per tanaman.
Hal yang sama terdapat pada pengaruh tidak langsung panjang tangkai
melalui diameter bunga mekar, dengan nilai sangat kecil dan bernilai negatif yaitu
–0.008. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa secara tidak langsung, peningkatan
panjang tangkai akan menurunkan peningkatan jumlah bunga per tanaman melalui
diameter bunga mekar, sehingga untuk meningkatkan jumlah bunga per tamanan
maka peningkatan panjang tangkai harus ditekan. Keputusan untuk meningkatkan
jumlah bunga per tanaman dengan menekan peningkatan panjang tangkai juga
tidak tepat, karena panjang tangkai merupakan karakter kualitas utam a yang harus
dipenuhi. Oleh sebab itu, peningkatan panjang tangkai harus lebih diutamakan
daripada paningkatan jumlah bunga per tanaman.
55
Pengaruh langsung panjang leher bunga terhadap jumlah bunga per
tanaman relatif kecil yaitu 0.104, padalal pengaruh totalnya cukup besar yaitu
0.487.
Hal ini berarti, pengaruh tidak langsung lebih dapat dipertimbangkan
dalam korelasi antara panjang leher bunga dengan jumlah bunga per tanaman.
Berdasarkan Tabel 10, pengaruh tidak langsung panjang tangkai melalui panjan g
leher bunga mempunyai nilai yang paling besar yaitu 0.140. Dengan demikian,
panjang tangkai lebih dapat dipertimbangkan dalam seleksi terhadap jumlah
bunga per tanaman.
4.6. Indeks Seleksi
Penyusunan indeks dilakukan dengan menggunakan beberapa pembobot
yaitu nilai ekonomis, nilai duga heritabilitas dan pengaruh langsung dari hasil
analisis sidik lintas.
Pemilihan dimulai dari genotipe yang mempunyai skor
indeks tertinggi kemudian dilanjutkan pada genotipe yang mempunyai total indeks
terbesar (Jain 1982). Hasil perhitungan indeks seleksi dengan pembobot nilai
ekonomis selengkapnya tersaji pada Tabel 11.
Dalam penyusunan indeks berdasarkan nilai ekonomis, ditentukan lima karakter
kuantitatif yang diberi pembobot yaitu panjang tangkai, diameter kuncup, lama
kesegaran bunga, diameter bunga mekar dan jumlah bunga per tanaman. Kelima
karakter tersebut merupakan karakter hasil pada bunga potong mawar dan erat
hubungannya dengan standar kualitas dan harga jual. Masing-masing karakter
tersebut diberi nilai pembobot 5, 4, 3, 2 dan 1. Dengan demikian besarnya indeks
(I) dapat dirumuskan sebagai berikut :
I = (5 x panjang tangkai) + (4 x diameter kuncup) + (3 x lama kesegaran bunga)
+ (2 x diameter bunga mekar) + (1 x jumlah bunga per tanaman)
Urutan nilai pembobot ditentukan berdasarkan hal yang dipentingkan
dalam memenuhi kualitas bunga yang baik serta keinginan konsumen.
Berdasarkan nilai ekonomis tersebut terseleksi lima genotipe dengan nilai indeks
terbesar yaitu 97.105-80, 97.174-01, 97.029-82, 95.077-01 dan 95.106-42,
sehingga kelima genotipe tersebut dari segi nilai ekonomi terseleksi sebagai
kandidat kultivar unggul baru.
56
Tabel 11 Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Ekonomis
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
Genotipe
97.105-80
97.174-01
97.029-82
95.077-01
97.106-42
95.090-04
97.030-12
97.032-09
97.167-01
96.016-01
97.100-61
97.025-14
97.105-66
97.026-13
97.104-03
97.028-15
97.100-31
97.027-71
97.170-01
95.031-04
97.004-01
97.104-05
97.100-36
95.136-01
97.029-51
97.102-46
97.100-45
97.008-03
95.062-03
95.033-01
Indeks Seleksi (I)
446.86
432.37
418.90
414.43
390.91
386.78
376.85
364.21
361.54
358.21
350.36
348.53
347.89
342.76
335.83
334.79
329.45
323.21
319.92
318.33
317.87
311.51
308.30
306.67
305.36
303.83
303.54
302.27
300.80
291.22
Nilai duga heritabilitas karakter panjang tangkai, diameter kuncup, lama
kesegaran bunga, diameter bunga mekar dan jumlah bunga per tanaman
digunakan sebagai pembobot dalam menyusun indeks. Dengan demikian besarnya
indeks (I) dapat dirumuskan sebagai berikut :
I = (80.98 x panjang tangkai) + (92.74 x diameter kuncup) + (53.75 x lama
kesegaran bunga) + (91.11 x diameter bunga mekar) + (64.22 x jumlah
bunga per tanaman)
Hasil perhitungan indeks seleksi dengan pembobot nilai duga heritabilitas
selengkapnya tersaji pada Tabel 12.
57
Tabel 12 Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Duga Heritabilitas
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
Genotipe
97.105-80
97.174-01
97.029-82
95.077-01
95.090-04
97.030-12
97.032-09
97.167-01
96.016-01
97.025-14
97.100-61
97.105-66
97.026-13
97.104-03
97.028-15
97.100-31
97.027-71
97.170-01
95.031-04
97.004-01
97.104-05
97.100-36
97.029-51
97.100-45
97.102-46
97.008-03
95.136-01
95.062-03
95.033-01
97.106-42
Indeks Seleksi (I)
74.93
72.67
70.66
69.89
65.31
63.83
61.98
61.41
60.53
59.23
59.15
58.93
58.44
56.94
56.85
56.34
55.43
54.24
54.21
54.06
52.83
52.38
51.90
51.67
51.59
51.55
51.52
51.29
49.76
49.63
Berdasarkan nilai duga heritabilitas sebagai pembobot dalam seleksi
indeks, diperoleh lima genotipe dengan nilai indeks terbesar yaitu 97.105-80,
97.174-01, 97.029-82, 97.077-01 dan 97.090-04.
Genotipe-genotipe yang
terseleksi tersebut sama dengan hasil seleksi dengan pembobot berdasarkan nilai
ekonomi kecuali genotipe 95.090-04, dengan demikian dari segi nilai duga
heritabilitas dan nilai ekonomi, genotipe-genotipe tersebut terpilih sebagai
kandidat kultivar unggul baru.
Konsumen Indonesia, umumnya masih menyukai warna-warna bunga
yang cerah khususnya warna merah, oleh sebab itu karakter warna cerah masih
menjadi dasar dalam seleksi terhadap warna. Warna bunga genotipe-genotipe
yang diuji dibandingkan satu sama lain, diurutkan berdasarkan kecerahannya, dan
58
diberi peringkat. Genotipe yang mempunyai warna paling cerah diberi peringkat
1, kemudian berturut-turut sampai warna yang paling pucat yang diberi peringkat
dengan nilai yang lebih tinggi.
Tabel 13 menunjukkan hasil pengamatan terhadap warna bunga
berdasarkan panduan warna atau color chart dari Royal Horticulture Society
(RHS) berikut peringkatnya berdasarkan kecerahan warna bunga untuk kelompok
warna merah. Berdasarkan Tabel 13, terpilih lima genotipe yang mempunyai
kecerahan warna paling bagus. Lima genotipe tersebut adalah 97.100-36, 95.07701, 97.167-01, 97.174-01 dan 97.105-66.
Tabel 13 Seleksi Berdasarkan Peringkat Kecerahan Warna Bunga
Kelompok Warna Merah
Genotipe
97.100-36
95.077-01
97.167-01
97.174-01
97.105-66
96.016-01
97.104-05
97.104-03
95.062-03
97.170-01
97.100-61
95.031-04
97.106-42
95.033-01
97.100-45
97.102-46
95.136-01
Warna Bunga
Red 45B
Red 46A
Red purple N57B
Red 45A
Red 52B
Red 53A
Red 48B
Red 46B
Red 53A
Red purple N57A
Red 50A
Red purple 66A
Red 43B
Red purple 65C
Red purple 62A
Red purple 63C
Greyed purple 187A
Peringkat Kecerahan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Genotipe 97.100-36 mempunyai warna merah bendera dan bila terkena
cahaya warnanya terlihat memantulkan cahaya tersebut, sehingga warna merahnya
terlihat lebih bersinar. Genotipe 95.077-01 berwarna merah tua dan merupakan
warna merah yang sedang disukai saat ini, warna merahnya cukup memantul bila
terkena cahaya tapi tidak sekuat genotipe 97.100-36.
Genotipe 97.167-01
berwarma merah jambu cerah dan dominan dengan pantulan warna yang cukup
kuat. Genotipe 97.174-01 berwarma merah cerah tetapi pantulan warna yang
dikeluarkan dari petal lebih lemah daripada tiga genotipe sebelumnya. Genotipe
97.105-66 berwarna merah bata untuk petal yang berada di bagian tengah,
59
sedangkan petal-petal di bagian pinggir kuntum bunga berwarma merah yang
lebih gelap, tetapi warna petal dibagian pinggir tersebut lebih dominan.
Pada 30 genotipe yang diuji, terdapat empat genotipe berwarna orange
dan satu genotipe berwarna kuning. Tabel 14 menunjukkan hasil pengamatan
terhadap warna bunga berikut peringkatnya berdasarkan kecerahan warna bunga
untuk kelompok warna orange.
Tabel 14 Seleksi Berdasarkan Peringkat Kecerahan Warna Bunga
Kelompok Warna Orange
Genotipe
97.100-31
97.105-80
95.090-04
97.008-03
97.004-01
Warna Bunga
Red 44A
Orange Red N30A
Orange red 38A
Orange 27C
Yellow 7B
Peringkat Kecerahan
1
2
3
4
5
Pada kelompok warna orange dipilih dua genotipe yang mempunyai
kecerahan warna paling bagus, yaitu genotipe 97.100-31 dan 97.105-80. Genotipe
97.100-31 berwarna merah -orange, pantulan warna yang dikeluarkan oleh petal
sangat kuat, sehingga genotipe tersebut terlihat sangat cerah. Genotipe 97.105-80
berwarna orange yang dominan dengan pantulan warna yang dikeluarkan oleh
petal cukup kuat.
Kelompok warna yang terakhir adalah warna putih.
Hasil pengamatan
terhadap warna bunga berikut peringkatnya berdasarkan kecerahan warna bunga
ditunjukkan pada Tabel 15. Pada kelompok warna putih dipilih empat genotipe
yang mempunyai kecerahan warna paling bagus, yaitu genotipe 97.032-09,
97.030-12, 97.027-71 dan 97.029 -82.
Genotipe 97.032 -09 dan 97.030-12
berwarna putih kehijaun, warna keduanya hampir sama dengan warna kehijauan
pada genotipe 97.030-12 lebih dominan daripada 97.032-9. Namun demikian,
genotipe 97.032-09 memiliki pantulan warna petal yang lebih kuat daripada
97.030-12, sehingga 97.032-09 terlihat lebih cerah.
Genotipe 97.027-71 dan 97.029-82 mempunyai nomor warna yang sama
dan keduanya berwarna putih yang lebih bersih, namun demikian pantulan warna
petal 97.027-71 lebih kuat daripada 97.029-82, sehingga 97.027-71 terlihat lebih
cerah dari pada genotipe 97.029-82. Disamping itu, hal yang membedakan kedua
genotipe tersebut adalah genotipe 97.029-82 mempunyai warna putih kehijauan
60
yang tidak dominan di bagian belakang petal, sedangkan genotipe 97.027-71
mempunyai warna petal bagian depan dan bagian belakang yang sama.
Tabel 15 Seleksi Berdasarkan Peringkat Kecerahan Warna Bunga
Kelompok Warna Putih
Genotipe
97.032-09
97.030-12
97.027-71
97.029-82
97.028-15
97.029-51
97.025-14
97.026-13
Warna Bunga
Green white 157A
Green white 157C
White 155C
White 155C
Green white 157C
Green white 157B
Green white 157D
Green white 157D
Peringkat Kecerahan
1
2
3
4
5
6
7
8
Berdasarkan karakter kecerahan warna bunga secara keseluruhan, dari 30
genotipe yang diuji terpilih lima genotipe yang mempunyai kecerahan paling
bagus. Genotipe-genotipe tersebut adalah 97.100 -36, 95077-01, 97.100-31,
97105-80 dan 97.167 -01, masing-masing berwarna merah bendera, merah, merah orange, orange dan merah jambu.
Warna-warna tersebut terlihat lebih cerah,
terdapat pantulan warna dan lebih true color dibandingkan dengan yang lain.
Sidik lintas dilakukan pada lima karakter yang termasuk dalam standar
kualitas dan memiliki nilai ekonomis. Karakter-karakter tersebut adala h panjang
tangkai, diameter kuncup, lama kesegaran bunga, diameter bunga mekar dan
jumlah bunga per tanaman. Nilai pengaruh langsung pada kelima karakter tersebut
digunakan sebagai pembobot dalam menyusun indeks. Berdasarkan pembobot
tersebut pada masing-masing karakter hasil, dipilih lima genotipe dengan nilai
indeks terbesar.
Berdasarkan hasil sidik lintas, panjang tangkai dipengaruhi secara
langsung oleh karakter jumlah daun, jumlah buku, panjang leher bunga dan
jumlah bunga per tanaman, masing-masing sebesar –4.239, 4.937, –0.019 dan
0.529. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai pembobot pada nilai fenotipik
masing-masing karakter yang menjadi peubah. Dengan demikian besarnya indeks
(I) dapat dirumuskan sebagai berikut :
I = (–4.239 x jumlah daun) + (4.937 x jumlah buku) + (–0.019 x panjang
leher bunga) + (0.529 x jumlah bunga per tanaman)
sehingga diperoleh indeks seperti yang ditunjukkan pada Tabel 16.
61
Tabel 16 Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung
dari Sidik Lintas Panjang Tangkai
No.
Genotipe
Indeks Seleksi (I)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
97.105-80
97.174-01
97.004-01
95.077-01
95.090-04
97.029-82
97.100-61
97.167-01
96.016-01
97.029-51
97.026-13
97.104-05
97.105-66
97.106-42
97.030-12
95.062-03
95.033-01
97.100-45
97.032-09
97.104-03
97.025-14
97.027-71
95.031-04
97.170-01
95.136-01
97.100-31
97.028-15
97.008-03
97.102-46
97.100-36
9.281
6.971
5.511
5.392
5.356
5.234
5.144
4.256
4.205
3.834
3.718
3.402
3.259
3.069
3.012
2.937
1.431
1.395
1.358
1.142
0.892
0.849
0.828
0.777
0.775
0.626
0.559
0.121
-0.533
-4.435
Berdasarkan indeks seleksi untuk sidik lintas panjang tangkai, terseleksi genotipe
97.105-80, 97.174-01, 97.004-01, 95.077-01, dan 95.090-04 dengan besarnya
indeks berturut-turut adalah 9.281, 6.971, 5.511, 5.392 dan 5.356. Genotipe
97.105-80, 97.174-01, 95.077-01 merupakan genotipe yang terseleksi pada tiga
cara pembobotan sebelumnya.
Berdasarkan hasil sidik lintas, diameter kuncup secara langsung
dipengaruhi oleh jumlah petal dengan nilai 0.577. Nilai tersebut digunakan
sebagai pembobot pada nilai fenotipik pada karakter yang menjadi peubah.
Dengan demikian besarnya indeks (I) dapat dirumuskan sebagai berikut :
62
I = 0.577 x jumlah petal
Besarnya indeks berdasarkan pembobot pengaruh langsung jumlah petal terhadap
diameter kuncup ditunjukkan pada Tabel 17.
Tabel 17 Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung
dari Sidik Lintas Diameter Kuncup
No.
Genotipe
Indeks Seleksi (I)
1.
97.030-12
48.545
2.
97.170-01
43.660
3.
97.032-09
38.201
4.
97.105-66
35.593
5.
97.026-13
30.239
6.
97.004-01
29.160
7.
97.029-51
28.465
8.
97.104-03
28.403
9.
97.027-71
27.735
10. 96.016-01
26.367
11. 97.029-82
24.909
12. 97.167-01
24.343
13. 97.100-61
23.200
14. 95.031-04
22.992
15. 97.008-03
22.490
16. 97.028-15
21.657
17. 95.033-01
21.505
18. 97.104-05
21.298
19. 97.105-80
17.828
20. 97.100-45
16.906
21. 97.102-46
16.851
22. 97.025-14
16.807
23. 97.100-36
15.146
24. 95.062-03
13.776
25. 97.106-42
13.752
26. 97.174-01
13.012
27. 95.077-01
12.450
28. 97.100-31
12.384
29. 95.090-04
11.871
30. 95.136-01
11.829
Berdasarkan indeks seleksi untuk diameter kuncup, terseleksi genotipe
97.030-12, 97.170-01, 97.032-09, 97.105-66 dan 97.026-13 dengan indeks
masing-masing 48.545, 43.660, 38.201, 35.591 dan 30.239. Genotipe 97.030-12
63
dan 97.105-66 merupakan genotipe yang terseleksi berdasarkan kecerahan warna
bunga untuk kelompok warna merah dan warna putih.
Tabel 18 menunjukkan indeks yang diperoleh dari pembobotan nilai
pengaruh langsung hasil sidik lintas lama kesegaran bunga. Lama kesegaran
bunga dipengaruhi secara langsung oleh karakter diameter kuncup, diameter
tangkai, jumlah daun dan jumlah buku masing -masing sebesar 0.405, 0.722,
0.721 dan -0.679. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai pembobot pada nilai
fenotipik masing-masing karakter yang menjadi peubah. Dengan demikian
besarnya indeks (I) dapat dirumuskan sebagai berikut :
I = (0.405 x diameter kuncup) + (0.722 x diameter tangkai)
+ (0.721 x jumlah daun) + (–0.679 x jumlah buku)
Berdasarkan indeks seleksi untuk sidik lintas lama kesegaran bunga,
terseleksi genotipe 97.100-36, 97.032-09, 97.030-12, 97.105-66 dan 97.170-01
dengan indeks masing-masing genotipe adalah 3.692, 3.667, 3.604, 3.554 dan
3.425. Genotipe-genotipe tersebut kecuali 97.170 -01 merupakan genotipe yang
terseleksi berdasarkan kecerahan warna bunga untuk kelompok warna merah dan
warna putih.
Disamping itu, genotipe 97.032-09, 97.030 -12, 97.105-66 dan
97.170-01 terseleksi pada cara pembobotan berdasarkan sidik lintas diameter
kuncup.
Berdasarkan hasil sidik lintas, diameter bunga mekar dipengaruhi secara
langsung oleh karak ter diameter kuncup, jumlah petal dan jumlah bunga per
tanaman masing-masing sebesar 0.070, 0.520 dan 0.403. Nilai-nilai tersebut
digunakan sebagai pembobot pada nilai fenotipik masing-masing karakter yang
menjadi peubah. Dengan demikian besarnya indeks (I) dapat dirumuskan sebagai
berikut :
I = (0.070 x diameter kuncup) + (0.520 x jumlah petal)
+ (0.403 x jumlah bunga per tanaman)
Nilai indeks berdasarkan pembobot pengaruh langsung sidik lintas diameter bunga
mekar ditunjukkan pada Tabel 19.
64
Tabel 18 Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung
dari Sidik Lintas Lama Kesegaran Bunga
No.
Genotipe
Indeks Seleksi (I)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
97.100-36
97.032-09
97.030-12
97.105-66
97.170-01
95.090-04
96.016-01
97.029-82
97.008-03
97.104-03
97.028-15
97.100-31
95.136-01
97.102-46
97.100-45
97.106-42
95.077-01
97.027-71
97.100-61
97.025-14
97.105-80
95.033-01
97.004-01
97.167-01
95.031-04
97.026-13
95.062-03
97.029-51
97.104-05
97.174-01
3.692
3.667
3.604
3.554
3.425
3.398
3.395
3.365
3.350
3.299
3.254
3.250
3.245
3.219
3.169
3.167
3.129
3.102
3.067
3.046
3.016
2.975
2.880
2.872
2.780
2.772
2.768
2.718
2.489
2.450
Berdasarkan nilai indeks terbesar pada Tabel 19, terseleksi lima genotipe
yaitu 97.030-12, 97.170-01, 97.032-09, 97.105-66 dan 97.026-13, dengan nilai
indeks masing-masing 44.741, 40.086, 35.560, 32.980 dan 28.390.
Genotipe
97.030-12, 97.032-09 dan 97.105-66 merupakan genotipe yang terseleksi
berdasarkan kecerahan warna bunga untuk warna merah dan warna putih.
Disamping itu, genotipe 97.030-12, 97.032-09, 97.170-01, 97.105-66 dan 97.02613 terseleksi dengan cara pembobotan berdasarkan sidik lintas diameter kuncup
dan lama kesegaran bunga, kecuali genotipe 97.026-13 tidak terseleksi
berdasarkan sidik lintas lama kesegaran bunga.
65
Tabel 19 Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung
dari Sidik Lintas Diameter Bunga Mekar
No.
Genotipe
Indeks Seleksi (I)
1.
97.030-12
44.741
2.
97.170-01
40.086
3.
97.032-09
35.560
4.
97.105-66
32.980
5.
97.026-13
28.390
6.
97.004-01
27.175
7.
97.104-03
26.547
8.
97.029-51
26.483
9.
97.027-71
26.233
10. 96.016-01
24.680
11. 97.029-82
23.535
12. 97.167-01
23.074
13. 95.031-04
21.723
14. 97.100-61
21.663
15. 97.008-03
21.188
16. 97.028-15
20.481
17. 95.033-01
20.339
18. 97.104-05
19.946
19. 97.105-80
16.981
20. 97.025-14
16.203
21. 97.100-45
16.103
22. 97.102-46
15.962
23. 97.100-36
14.475
24. 95.062-03
13.356
25. 97.106-42
13.229
26. 97.174-01
12.735
27. 97.100-31
12.434
28. 95.077-01
12.270
29. 95.090-04
11.722
30. 95.136-01
11.496
Berdasarkan hasil sidik lintas, jumlah bunga per tanaman secara langsung
dipengaruhi oleh karakter panjang tangkai, diameter tangkai, panjang ruas dan
panjang leher bunga, masing-masing sebesar 0.346, 0.222, 0.483 dan 0.104.
Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai pembobot pada nilai fenotipik masingmasing karakter yang men jadi peubah. Dengan demikian besarnya indeks (I)
dapat dirumuskan sebagai berikut :
I = (0.346 x panjang tangkai) + (0.222 x diameter tangkai)
+ (0.483 x panjang ruas) + (0.104 x panjang leher bunga)
Besarnya nilai indeks dengan pembobot nilai pengaruh langsung hasil sidik lintas
lama kesegaran bunga disajikan pada Tabel 20.
66
Tabel 20 Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung
dari Sidik Lintas Jumlah Bunga per Tanaman
No.
Genotipe
Indeks Seleksi (I)
1.
97.174-01
31.224
2.
97.105-80
31.132
3.
97.029-82
29.573
4.
95.077-01
28.979
5.
95.090-04
26.803
6.
97.030-12
26.173
7.
97.032-09
25.519
8.
97.167-01
25.393
9.
97.025-14
25.054
10.
96.016-01
25.041
11.
97.100-61
24.533
12.
97.026-13
24.327
13.
97.105-66
23.820
14.
97.028-15
23.801
15.
97.104-03
23.621
16.
97.100-31
23.250
17.
95.031-04
23.014
18.
97.027-71
23.012
19.
97.170-01
22.418
20.
97.104-05
22.036
21.
97.004-01
21.884
22.
97.100-36
21.882
23.
95.136-01
21.511
24.
97.029-51
21.440
25.
97.102-46
21.406
26.
95.062-03
21.232
27.
97.100-45
21.182
28.
97.008-03
21.159
29.
95.033-01
20.633
30.
97.106-42
19.804
Berdasarkan nilai indeks seleksi terbesar pada Tabel 20, terseleksi lima
genotipe dengan nilai indek terbesar, yaitu 97.174-01, 97.105-80, 97.029-82,
97.077-01 dan 97.090-04, dengan nilai indeks masing-masing 31.224, 31.132,
29.573, 28.979 dan 26.803.
Genotipe 97-174-01, 97 -105-80 dan 95.077-01
terseleksi dengan cara pembobotan berdasarkan nilai ekonomis, nilai duga
heritabilitas, sidik lintas panjang tangkai dan kecerahan warna bunga untuk
kelompok warna merah dan genotipe 97.105-80 untuk warna orange. Sementara
itu, genotipe 97.029-82 terseleksi dengan cara pembobotan berdasarkan nilai
ekonomis, nilai duga heritabilitas, kecerahan warna bunga untuk kelompok warna
67
putih. Genotipe 97.090-04 terseleksi dengan cara pembobotan berdasarkan nilai
duga heritabilitas dan cara pembobotan sidik lintas panjang tangkai.
Besarnya indeks ditentukan oleh besarnya nilai pengaruh langsung sebagai
pembobot dan besarnya nilai setiap karakter yang diboboti. Berdasarkan Tabel 16
sampai Tabel 20, terlihat besarnya indeks yang sangat beragam. Keragaman nilai
indeks tersebut disebabkan oleh besarnya nilai pengaruh langsung dan nilai setiap
karakter yang diboboti, disamping itu jumlah karakter yang menjadi pengaruh
langsung terhadap karakter hasil juga tidak sama, maka genotipe-genotipe yang
terseleksi juga cenderung berbeda.
Setelah diurutkan berdasarkan peringkat nilai indeks terdapat beberapa
genotipe yang mempunyai indeks terbesar yaitu genotipe 97.032-09, 97.105-66,
97.030-12, 97.105 -80, dan 97.174-01. Genotipe 97.032-09 dan 97.105-66
terseleksi pada tiga cara pembobotan sidik lintas, tetapi peringkat indeks pada
masing-masing cara pembobotan berbeda dan genotipe 97.032-09 peringkatnya
lebih tinggi daripada 97.105-66, sehingga 97.032-09 berada diurutan pertama dan
97.105-66 di urutan kedua. Genotipe
97.030-12 terseleksi pada
dua cara
pembobotan sidik lintas yaitu sidik lintas diameter kuncup dan diameter bunga
mekar dan masing-masing berada pada urutan pertama pada masing-masing cara
pembobotan.
Genotipe 97.105-80 dan 97.174-01 terseleksi pada dua cara
pembobotan sidik lintas yaitu sidik lintas panjang tangkai dan jumlah bunga per
tanaman tetapi peringkat genotipe 97.105-80 lebih tinggi dibandingkan dengan
genotipe 97.174-01 untuk sidik lintas panjang tangkai, sehingga genotipe 95.10580 berada diurutan keempat dan 97.174-01 menempati urutan kelima.
Dengan demikian dari empat cara pembobotan terseleksi genotipe yang
relatif berbeda. Data yang disajikan pada Tabel 11-20, menunjukkan besarnya
indeks seleksi berdasarkan nilai ekonomis, nilai duga heritabilitas, kecerahan
warna bunga dan pengaruh langsung pada setiap genotipe dalam sidik lintas.
Lima indeks seleksi terbesar pada masing -masing kriteria ditandai dengan cetak
tebal. Dari data tersebut beberapa genotipe memperoleh satu sampai lima nilai
indeks terbesar, sehingga diperoleh lima genotipe dengan peringkat paling banyak
memperoleh nilai indek terbesar. Genotipe-genotipe tersebut adalah 97.105-80,
95.077-01, 97.174-01, 97.032-09 dan 97.029-82, maka kelima genotipe tersebut
68
dapat direkomendasikan sebagai kandidat kultivar unggul baru yang siap dilepas.
Fenotipik lima kandidat kultivar unggul baru tersebut, disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21 Fenotipik Lima Kandidat Kultivar Unggul Baru
Genotipe
Karakter
97.105-80 95.077-01 97.174-01 97.032-09 97.029-82
Panjang Tangkai (cm)
81.94
75.05
79.38
64.66
76.27
Diameter Kuncup (cm)
2.47
2.60
2.52
3.02
2.63
Lama Kesegaran
7.82
8.21
7.11
8.13
7.11
Bunga (hari)
Diameter Mekar (cm)
8.70
9.01
8.79
10.90
11.42
Jumlah Petal
30.90
21.58
22.55
66.21
43.17
Umur Panen (hst)
121.89
114.33
104.56
115.67
110.67
Jumlah Bunga per
3.56
4.778
4.44
5.33
5.11
Tanaman (tangkai)
Jumlah Duri Besar
95.2
66.30
67.52
66.30
61.71
Warna Bunga
Orange
Red 46A Red 45A Green
White
Red N30A
White
155C
157A
Bentuk Kuncup
BroadBroad BroadRound
Broadovate
ovate
ovate
ovate
Kewangian Bunga
Tidak
Tidak
LemahTidak
Sedangberaroma- beraroma sedang
beraroma kuat
lemah
Kekokohan Tangkai
Kokoh
Kokoh
Agak
Kokoh
Kokoh
lemah
-Bentuk -Bentuk -Bentuk
-Bentuk
Keunikan dan
-Bentuk
bunga
bunga
bunga
bunga
Penampilan Bunga
bunga
bagus
bagus
bagus
bagus
secara Keseluruhan
bagus
-Susunan -Susunan -Susunan -Susunan -Susunan
petal
petal
petal
petal
petal
padat dan padat dan padat dan padat dan padat dan
rapi
rapi
rapi
rapi
rapi
-Saat
-Saat
-Saat
-Saat
-Saat
mekar
mekar
mekar
mekar
mekar
penuh
penuh
penuh
penuh
penuh
bagian
bagian
bagian
bagian
bagian
tengah
tengah
tengah
tengah
tengah
bunga
bunga
bunga
bunga
bunga
agak
tidak
tidak
tidak
tidak
terbuka
terbuka
terbuka
terbuka
terbuka
69
4.7. Pendugaan Jarak Genetik Berdasarkan Penampilan Fenotipik
Hasil analisis gerombol yang dilakukan terhadap karakter kuantitatif
ditambah dengan 15 karakter kualitatif menghasilkan dendrogram dengan
koefisien kemiripan antara 0.26-0.57, seperti ditunjukkan pada Gambar 8.
1
95077-01
95090-04
97030-12
97029-82
97032-09
97174-01
95136-01
95062-03
97100-36
97102-46
97100-45
97106-42
97029-51
97104-05
97100-31
97105-80
95031-04
97104-03
96016-01
97170-01
97167-01
97026-13
97027-71
97028-15
97025-14
97004-01
97100-61
97105-66
95033-01
97008-03
2
3
4
5
6
7
0.26
0.34
0.42
0.49
0.57
Koefisien Kemiripan
Gambar 8 Dendrogram Berdasarkan Penampilan Fenotipik.
Pada koefisien kemiripan 0.324 dendrogram terbagi dalam tujuh kelompok
besar. Kelompok 1 terdiri atas tiga genotipe yaitu 95.077 -01, 95.090-04 dan
97.030-12, masing-masing berwarna merah, orange dan putih, ketiganya berasal
dari tetua yang berbeda, kesamaan yang terlihat secara visual adalah bentuk
kelopak bunga, bentuk kuncup dan bentuk duri.
Kelompok 2 terdiri atas dua genotipe yaitu 97.029-82 dan 97.032-09
keduanya merupakan genotipe yang berwarna putih dan berasal dari sumber polen
yang sama, walaupun kesamaan tetua jantan tersebut tidak dapat dipastikan karena
sumber polen merupakan polen campuran dari beberapa kultivar. Kelompok 3
terdiri atas satu genetipe yaitu 97.174-01, genotipe tersebut merupakan satusatunya genotipe yang mempunyai lima helai kelopak bunga dengan bentuk yang
sama.
70
Kelompok 4 terdiri atas sepuluh genotipe yaitu 95.136-01, 95.062-03,
97.100-36, 97.102-46, 97.100-45, 97.106 -42, 97.029-51, 97.104-05, 97.100-31
dan 97.105-80. Kelompok tersebut dapat dibagi lagi menjadi empat kelompok
kecil, yang pertama terdiri atas satu genotipe yaitu 95.136-01 yang berwarna
merah tua bahkan bila masih kuncup cenderung berwarna hitam.
Kedua terdiri
atas lima genotipe yaitu 95.062 -03, 97.100-36, 97.102-46, 97.100-45, 97.106-42
yang masing-masing berwarna merah, merah jambu dan merah -orange. Ketiga
terdiri atas dua genotipe yaitu 97.029-51 dan 97.104-05 masing-masing berwarna
putih dan merah. Keempat terdiri atas dua genotipe yaitu 97100-31 dan 97.10580 yang masing-masing berwarna merah -orange. Dalam kelompok 4 tersebut
tidak ada tetua yang sama, tetapi dapat diasumsikan ada beberapa karakter yang
sama.
Kelompok 5 terdiri atas sepuluh genotipe yaitu
95.031 -04, 97.104-03,
96.016-01, 97.170-01, 97.167-01, 97.026 -13, 97.027-71, 97.028-15, 97.025-14
dan 97.004-01. Kelompok tersebut dapat dibagi lagi menjadi tiga kelompok
kecil, yang pertama terdiri atas tiga genotipe yaitu 95.031-04, 97.104-03 dan
96.016-01 masing-masing berwarna merah jambu dan merah. Kedua terdiri atas
dua genotipe yaitu 97.170-01 dan 97.167-01, yang pertama berwarna merah
dengan warna kuning di bagian belakang petal dan yang kedua berwarna merah
jambu cerah. Ketiga terdiri atas lima genotipe yaitu 97.026-13, 97.027-71, 9702815, 97.025-14 yang berwarna putih dan 97.004-01 berwarna kuning.
Kelompok 6 terdiri atas dua genotipe yaitu 97.100-61 dan 97.105-66
keduanya merupakan genotipe yang berwarna merah dengan jarak genetik 0.40
tetapi tidak dapat diketahui latar belakang tetuanya. Kelompok 7 terdiri atas dua
genotipe dengan jarak yang sangat dekat (identik) yaitu 95.033-01 dan 97.008-03
kedua genotipe tersebut berwarna merah jambu dan merah jambu-orange pucat,
kedua genotipe tersebut secara visual mempunyai kesamaan dalam karakter warna
batang tua, warna dan zona spot petal, bentuk bagian bawah bunga dan kemiripan
dalam warna daun tua.
Koefisien kemiripan terbesar atau jarak genetik paling dekat terbentuk
antara genotipe 95.077-01 dengan 95.090 -04, 97.100-36 dengan 97.102-46 dan
97.100-45 dengan 97.102-46 masing-masing sebesar 0.525 dan 0.533. Besarnya
71
koefisien kemiripan yang terbentuk diantara genotipe-genotipe yang diuji dapat
dilihat pada Lampiran 2.
Koefisien kemiripan terkecil atau jarak genetik paling jauh diperoleh
antara genotipe 95.136-01 dengan 97.167-01 yaitu sebesar 0.102 atau berjarak
genetik 0.898, disusul oleh genotipe 97.026-13 dengan 97.174-01 sebesar 0.103,
genotipe 97.029-82 dengan 97.105-66 sebesar 0.131, masing -masing pasangan
genotipe tersebut mempunyai warna bunga yang berbeda tetapi latar belakang
tetuanya tidak dapat diketahui, walaupun demikian ketidakmiripan di atas 0.87
dapat diasumsikan bahwa terdapat banyak karakter yang berbeda di antara
pasangan genotipe tersebut.
Koefisien kemiripan yang kecil juga dihasilkan
antara genotipe 95.136-01 dengan 97.030 -12, 95.033-01 dengan 97.027-71 dan
97.027-71 dengan 97.174-01 masing-masing sebesar 0.133.
Setiap pasangan
genotipe tersebut berasal dari tetua yang berbeda dan mempunyai warna yang
sangat berbeda yaitu merah bahkan merah tua dan putih seh ingga pasangan
genotipe dengan koefisien kemiripan terkecil tersebut dapat direkomendasikan
sebagai tetua dalam persilangan, namun tetap harus memperhatikan faktor
kompatibilitas, daya gabung setiap genotipe, karakter-karakter yang dimiliki oleh
calon tetua dan karakter -karakter yang diinginkan pada keturunan double cross.
Genotipe 95.136-01, berwarna merah tua yang buram bahkan saat kuncup
berwarna kehitaman, diameter kuncup kecil, diameter bunga mekar sedang,
jumlah petal tidak terlalu banyak, tangkai kokoh, berduri banyak, bentuk kuntum
bunga kurang bagus, susunan petal tidak padat dan pada saat mekar penuh bagian
tengah bunga terbuka. Empat karakter terakhir merupakan karakter yang tidak
diinginkan. Genotipe 97.167-01, berwarna merah jambu cerah, diameter kuncup
besar, diameter bunga mekar besar, jumlah petal banyak, tangkai agak lemah,
bentuk kuntum bunga bagus, susunan petal padat, berduri banyak dan pada saat
mekar penuh bagian tengah bunga tidak terbuka. Tangkai yang agak lemah dan
jumlah duri yang banyak merupakan karakter yang tidak diinginkan. Dengan
demikian pada dua calon tetua tersebut terdapat beberapa karakter yang tidak
diinginkan, sehingga persilangan antara genotipe 97.136-01 dan 97.167-01 harus
lebih dipertimbangkan.
72
Genotipe 97.026-13, berwarna putih, diameter kuncup besar, diameter
bunga mekar besar, jumlah petal banyak, tangkai kokoh, berduri banyak, bentuk
kuntum bunga bagus, susunan petal padat dan pada saat mekar penuh bagian
tengah bunga tidak terbuka. Karakter jumlah duri yang banyak merupakan
karakter yang tidak diinginkan. Genotipe 97.174-01, berwarna merah, diameter
kuncup besar, diameter bunga mekar besar, jumlah petal cukup, tangkai agak
lemah, bentuk kuntum bunga bagus, susunan petal padat, berduri banyak dan pada
saat mekar penuh bagian tengah bunga agak terbuka. Tangkai yang agak lemah
dan jumlah duri yang banyak merupakan karakter yang tidak diinginkan. Dengan
demikian pada dua calon tetua tersebut terdapat beberapa karakter yang tidak
diinginkan, sehingga persilangan antara genotipe 97.026-13 dan 97.174-01 harus
lebih dipertimbangkan, akan tetapi diperkirakan akan menghasilkan keturunan
dengan kisaran warna yang cukup luas.
Genotipe 97.029-82, berwarna putih, diameter kuncup besar, diameter
bunga mekar besar, jumlah petal banyak, tangkai kokoh, berduri banyak, bentuk
kuntum bunga bagus, susunan petal padat dan pada saat mekar penuh bagian
tengah bunga tidak terbuka. Jumlah duri yang banyak merupakan karakter yang
tidak diinginkan.
Genotipe 97.105-66, berwarna merah bata pada petal yang
terletak di bagian tengah dan petal di bagian pinggir berwarna lebih gelap,
diameter kuncup besar, diameter bunga mekar besar, jumlah petal banyak, tangkai
kokoh, bentuk kuntum bunga bagus, susunan petal padat dan rapi, berduri banyak
dan pada saat mekar penuh bagian tengah bunga tidak terbuka. Jumlah duri yang
banyak merupakan karakter yang tidak diinginkan. Dengan demikian persilangan
antara genotipe 97.029-82 dan 97.105-66 diperkirakan akan menghasilkan
keturunan dengan jumlah duri yang banyak dan kisaran warna yang cukup luas.
Tiga pasangan genotipe di atas mempunyai banyak karakter yang
diinginkan tetapi juga memiliki beberapa karakter yang tidak diinginkan. Oleh
karena itu harus dicari pasangan genotipe lain sebagai calon tetua yang
mempunyai sesedikit mungkin karakter yang tidak dinginkan tetapi antara
keduanya memiliki jarak genetik yang cukup jauh, sehingga peluang memperoleh
hibrida double cross yang unggul akan lebih besar.
73
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk memperoleh informasi
tentang keragaman genetik, heritabilitas dalam arti luas, korelasi genetik antar
karakter, sidik lintas dan indeks seleksi serta jarak genetik antar genotipe yang
diuji, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Panjang tangkai, jumlah daun, jumlah buku, jumlah petal, jumlah duri besar
dan umur panen mempunyai keragaman yang luas dan nilai duga heritabilitas
dalam arti luas yang tinggi.
2. Panjang tangkai berkorelasi positif dan nyata dengan jumlah daun, jumlah
buku, panjang leher bunga, jumlah duri besar dan jumlah bunga per tanaman
sedangkan dengan umur panen berkorelasi negatif. Diameter kuncup
berkorelasi positif dan nyata dengan diameter bunga mekar, lama kesegaran
bunga dan jumlah petal. Lama kesegaran bunga berkorelasi positif dan nyata
dengan diameter kuncup, diameter tangkai, jumlah daun, jumlah buku dan
jumlah bunga per tanaman, sedangkan dengan panjang leher bunga berkorelasi
negatif. Diameter bunga mekar berkorelasi positif dan nyata dengan diameter
kuncup, jumlah petal dan jumlah bunga per tanaman, sedangkan dengan
jumlah duri kecil berkorelasi negatif. Jumlah bunga per tanaman berkorelasi
positif dan nyata dengan panjang tangkai, diameter bunga mekar, panjang
ruas, panjang leher bunga dan lama kesegaran bunga, sedangkan dengan umur
panen berkorelasi negatif.
3. Panjang tangkai secara langsung dipengaruhi oleh jumlah buku dan jumlah
bunga per tanaman, sedangkan jumlah daun dan panjang leher bunga
berpengaruh negatif. Diameter kuncup secara langsung dipengaruhi oleh
jumlah petal.
Lama kesegaran bunga secara langsung dipengaruhi oleh
diameter kuncup, diameter tangkai dan jumlah daun, sedangkan jumlah buku
berpengaruh negatif. Diameter bunga mekar secara langsung dipengaruhi oleh
diameter kuncup, jumlah petal dan jumlah bunga per tanaman. Sementara itu
jumlah bunga per tanaman secara langsung dipengaruhi oleh panjang tangkai,
diameter bunga mekar, panjang ruas dan panjang leher bunga.
74
4. Berdasarkan kecerahan warna bunga dan seleksi indeks berdasarkan pembobot
nilai ekonomi, nilai duga heritabilitas dan pengaruh langsung sidik lintas,
genotipe
yang
mempunyai potensi sebagai kultivar unggul baru adalah
97.105-80, 95.077-01, 97.174-01, 97.032-09 dan 97.029-82
5. Berdasarkan jarak genetik terjauh, genotipe-genotipe yang potensial untuk
dijadikan kandidat tetua double cross adalah 95.136-01 dengan 97.167-01,
97.026-13 dengan 97.174-01 dan 97.029-82 dengan 97.105-66.
5.2. Saran
Dis amp in g memilik i ka r akt e r ku an tit at if y an g b a ik , ku ltiv a r un gg u l b ar u
ha ru s me milik i k ar ak te r k u a lit at if y an g b erb ed a d en g an ku ltiv a r u ng gu l
seb e lu mny a d an kar akt er t ers eb u t h arus d is uk ai o leh ko ns umen. O leh seb ab it u
geno t ip e-g en o t ip e y ang terp ilih s eb ag a i ku lt iv ar u ng gu l b aru h aru s memilik i
warn a, b entuk at au k eun ik an te rt en tu y an g b e lu m d imil ik i o leh ku lt iv a r
seb e lu mny a d an d is uk a i ko nsu men, s eh ing g a s e lek s i b erd as ark an k ar ak te rka rak t er ku alit a tif h arus te tap d ilaku k an.
P ad a geno t ip e -g en o t ip e yang t erp ilih s eb ag ai c alo n t etu a h a ru s d ilaku ka n
u ji daya g ab un g agar diperoleh hasil persilangan yang optimal. Disamping itu
pemilihan calon tetua harus mempertimbangkan karakter-karakter yang dimiliki
oleh calon tetua yang dimaksud dan karakter-karakter yang diinginkan pada
keturunnannya.
75
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2002. Laporan mingguan penjualan bunga dan tanaman hias. Pusat
Promosi dan Pemasaran Bunga dan Tanaman Hias. Jakarta.
Allard RW. 1960. Principle of Plant Breeding. John Wiley and Sons, New York.
[Asbindo] Asosiasi Bunga Indonesia. 1995. Standar bunga mawar. Buletin
Asbindo No. 12 Tahun 1995.
Astika W. 1991. Penyingkatan daur pemuliaan dan analisis stabilitas hasil
tanaman teh (Camelia sinensis L.) [Desertasi]. Bandung: Program
Pascasarjana, Universitas Padjadjaran. Tidak dipublikasikan.
Autrique E, MM Nachit, P Monneveux, SD Tanksley and ME Sorrells. 1996.
Genetic diversity in durum wheat based on RFLPs, morphological traits
and coefficient of parentage. Crop Sci. 36:735-742.
Beer SC, J Goffreda, TD Phillips, JP Murphy and ME Sorrells. 1993. Asses sment
of genetic variation in avena sterils using morphological trait, isozymes
and RFLPs. Crop Sci. 33:1386 -1393.
Bernardo R. 2002. Breeding for Quantitative Traits in Plant. Stemma Press
Woodbury, Minnesota.
[BPS] Biro Pusat Statistik. 2000. Buletin statistik perdagangan luar negeri
Indonesia, Impor (Mei, Juli, Agustus). BPS, Jakarta-Indonesia.
Borojevic S. 1990. Principles and Methods of Plant Breeding. Elsevier Sci. Publ.,
New York.
Cheriton J. 1994. Growing Roses. Cassel Publishing Limited. London.
Crockett. 1974. Roses. The Time Life Gardening. The Time Books. New York.
Crowder LV. 1990. Genetika Tumbuhan. Lilik Kusdiarti, penterjemah;
Jogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Plant Genetics.
Darliah. 1995. Pemuliaan Mawar. Di dalam: Saepullah, T Sutater, A Muharam, S
Kusumo, editor. Mawar. Balai Penelitian Tanaman Hias. Puslitbangtas.
Jakarta.
Darajat AA. 1987. Variabilitas dan adaptasi genotipe terigu (Triticum aestivum L.)
pada beberapa lingkungan tumbuh di Indonesia [Desertasi]. Bandung:
Program Pascasarjana, Universitas Padjadjaran. Tidak dipublikasikan.
76
Darliah, I Suprihatin, DP de Vries, W Handayani, T Herawati dan T Sutater. 2001.
Keragaman genetik, heritabilitas dan penampilan fenotipik 18 klon mawar
di Cipanas. J. Hort. 11(3): 148-154.
De Vries DP, HA Van Kuelen and YW De Bruyn. 1974. Breeding research on
rose pigments I. The occurrence of flavonoids and carotenoids in rose
petals. Euphytica 23 : 447-457.
Ditjen Bina Produksi Hortikultura. 2001. Perk embangan Luas Panen
Tanaman Hias di Indonesia, Tahun 1996 -2000.
Dunn G and BS Everitt. 1982. An Introduction to Mathematical Taxonomy.
Canning C and F. Hoppensteadt, editor. Cambridge University Press,
London.
Enny R, H Tampake dan H Novarianto. 1993. Jarak genetika beberapa jenis
kelapa hibrida Genjah x Dalam berdasarkan sifat kuantitatif dan pola pita
isozim. Jurnal Penelitian Kelapa. Vol. 6. No. 1.
Falconer DS. 1981. Introduction to Quantitative Genetics. Ed ke-2. Longman,
New York.
Fehr RK. 1987. Principle of Cultivar Development. Macmillan Publ., New York.
Forsberg RA and RR Smith. 1980. Sources, maintenance and utilization of
parental material.
Di dalam: Ferh WR and HH Hadley, editor.
Hybridization of Crop Plants. The American Society of Agronomy, Segeo
Road. Madison.
Frey KJ. 1964. Adaptation reaction of oat strains selected under stress and non
stress environment. Crop Sci. 4:55-58.
Gaspersz V. 1991. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito. Bandung.
Gomez KA and AA Gomez. 1984. Statistical Procedures for Agricultural
Research. A Wiley-Interscience Publ., New York.
Hallauer AR and JB Miranda. 1988. Quantitative Genetic in Maize Breeding. Ed
ke-4. Iowa State Univ. Press/Ames.
Halloran GM. 1979. Plant Breeding. Austalian Vise-Chancellore Committee.
Hartono SH dan H Faisal. 1995a. Standar bunga potong Asbindo. Bul. Asbindo
no. 11.
_____________________. 1995b. Perlakuan segar bunga potong. Bul. Asbindo
no. 17.
77
Hasek FR. 1980. Roses. Di dalam: Larson RA, editor. Introduction to
Floriculture. Academic Press. Harcount Brace Jovanovich Publs.
Hasnam AH, Nasution dan S Somaatmadja. 1970. Correlation between yield
component cross 1248 x TK5. Communication Agriculture, 3:23-30.
Bogor Agriculture Institute.
Johnson HW, HF Robinson and RE Comstock. 1955. Genotypic and phenotypic
correlation in soybean and their implication in selection. Arg. J. 47:477784.
Kartapradja R. 1995. Botani dan ekologi mawar. Di dalam: Saepullah, T Sutater,
A Muharam, S Kusumo, editor. Mawar. Balai Penelitian Tanaman Hias.
Puslitbangtas. Jakarta.
___________. 1997. Perbaikan varietas dan teknologi produksi bunga mawar.
Monograf. Balai Penelitian Tanaman Hias, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura, Badan Litbang Pertanian, Jakarta.
Kauffman DD and JW Dudley. 1979. Selection indeces for corn grain yield,
percent protein, and kernel weight. Crop Sci. 19:583-588.
Knight R. 1979. Quantitative genetic, statistic and plant breeding. Di dalam:
Knight, editor. Plant Breeding. Australian Vice-Chancellors’ Committee.
Langton FA. 1991. Selection for production trait in flower crops. Di dalam:
Harding J, F Singh and JNM Mol, editor. Genetic and Breeding of
Ornamental Species. Kluwer Academics Publ. Dordrecht.
Makmur A. 1988. Pengan tar Pemuliaan. Bina Aksara. Jakarta.
Mc. Whirter KS. 1979. Breeding of polinated crops. Di dalam: Halloran GM,
editor. A Course Manual in Plant Breeding. AAUCS, Brisbane.
Miftahorranchman, Mangindaan HF dan H Novarianto. 2000. Analisis lintas
karakter vegetatif dan generatif kelapa dalam kupal terhadap jumlah bunga
betina. Zuriat. Vol. 11. No. 1. Januari-Juni 2000.
Muharam A. 1995. Pengendalian hama dan penyakit mawar. Di dalam: Saepullah,
T Sutater, A Muharam, S Kusumo, editor. Mawar. Balai Penelitian
Tanaman Hias. Puslitbangtas. Jakarta.
Morey D. 1969. Selection criteria for breeding. Di dalam: Mastalerz JW and RW
Langhans, editor. Roses, A Manual on the Culture, Management, Diseases,
Insects, Economics, and Breeding of Greenhouse Roses. Pennsylvania
Flower Grower Publ. New York.
78
Moritz C and PM Hillis. 1996. Molecular systematic context and controversies . Di
dalam: Hillis DM, C Moritz and BK Mable, editor. Molecular Systematic.
ed ke-2. Sinauer Associates Publ. Sunderland. Massachusetts USA.
Pasek J and RJ Baker. 1969. Desired improvement in correlation to selection
indices. Can. J. Plant Sci. 49:803-804.
Poehlman JM. 1979. Breeding Field Crop. Avi Publ. Company Conectitut.
Poehlman JM and DA Sleper. 1995. Breeding Field Crops. ed ke-4. Iowa State
University Press. Ames AVIPbl. Company.
Poespodarsono S. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. PAU-IPB. Bogor.
Poerwoko MS. 1995. Efektivitas dan efesiensi analisis lintas dalam seleksi
simultan zuriat kedelai melalui persilangan diallele lengkap [Tesis].
Bandung: Program Pascasarjana, Universitas Padjadjaran.
Tidak
dipublikasikan.
Ray R and M Maccaskey. 1985.
Horticulture Publ.
Roses How to Select Grown and Enjoy.
Rohlf FJ. 1998. NTSYSpc : Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis
System version 2.02. User guide. Exerter software. Applied
Biostatistics. New York.
Robinson HF, RE Comstock and PH Harley . 1951. Genotype and phenotype
correlations in corn and their implication in selection. Agr. J. 43(6): 283287.
Satsijati, Nurmalinda, H Ridwan, D Herlina, H Supriadi, IB Rahardjo, K Effendie
dan B Marwoto. 2004. Profil komoditas tanaman hias menunjang strategi
penelitian untuk pengembangan agribisnis florikultura. Laporan Akhir
Balai Penelitian Tanaman Hias, T. A. 2004 (Tidak dipublikasikan).
Simmonds NW. 1979. Principles of Crop Improvement. Longmann. London and
New York.
Singh RK and BD Chaudhary. 1979. Biometrical
Genetic Analysis. Kalyanai Publ. New Delhi.
Methods In Quantitative
Schmidt FH and JAH Fergusson. 1951. Rainfall Types on Wet and Dry Periods
Ratio for Indonesia with New Guinea. Kementerian Perhubungan Jawatan
Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.
Sriyadi B. 2002. Hubungan kekerabatan genetik antar tanaman teh F1 dari
persilangan TRI 2024 x PS 1 berdasarkan penanda RAPD. Zuriat. Vol. 13
No. 1. Januari-Juni 2002.
79
Stewart RN. 1969. Origin, cytology and genetics. Di dalam: Mastalerz JW and
Langhans RW, editor. Roses: A Manual on The Culture, Management,
Diseases, Insect, Economics and Breeding of Green House Roses.
Pennsyllvania Flower Grower.
New York State Flower Grower
Association, Roses Incorporated.
Subandi W, A Compton and LT Empig 1973. A Comparison of the efficiencies of
selection indices for three traits in two variety crosses of corn. Crop Sci.
13: 184-189.
Soemartono dan Nasrullah. 1988. Genetika Kuantitatif. PAU-Bioteknologi.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Suhardi, B Winarto dan A Saepullah. 2002. Telaah resistensi varietas mawar
terhadap embun tepung. J. Hort 12(2) : 102-109.
Sukarno dan Nampiah. 1997. Mawar. Penebar Swadaya. hlm 121.
Taylor. 1961. Taylor Guide to Roses. Base on Taylor Encyclopedia of
Gardening. Houghton Miffin Co. Boston.
Tatineni V, RG Cantrell and DD Davis. 1996. Genetic diversity in elite cotton
germ plasm determined by morphological characteristics and RAPDs.
Crop Sci. 36:186-192.
Wachira FN, W Powell and R Wough. 1997. An assessment of genetic diversity
among Camellia sinensis L. (cultivated tea) and its wild relatives based on
randomly amplified polymorphic DNA and organell-specific STS.
Heredity. 78:603-611.
Weir BS. 1990. Genetic Data Analysis. Methods for Discrete Population Genetic
Data. Sinauer Associates Inc. Publ. Sunderland. Massachusetts USA.
Wuryaningsih S dan T Sutater. 1995. Buku komoditas no.1. Mawar
Penelitian Tanaman Hias. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Balai
80
Lampiran 1. Tata Letak Percobaan
Ulangan I.
25
29
20
12
14
19
24
18
10
5
7
3
22
4
1
13
16
9
15
2
26
27
11
6
17
8
23
21
28
30
8
12
11
15
10
4
29
28
18
30
23
21
25
9
17
26
5
7
2
13
24
22
16
6
3
19
27
1
20
14
30
3
24
8
17
2
18
25
12
9
15
10
14
16
6
13
26
28
20
1
29
5
23
22
11
21
27
19
7
5
Ulangan II
Ulangan III
81
82
Lampiran 3. Hasil Pengamatan Karakter Warna Batang Muda, Batang Tua
dan Daun Muda
Genotipe
95.077-01
95.136-01
95.031-04
95.033-01
95.062-03
95.090-04
97.030-12
97.026-13
96.016-01
97.028-15
97.029-82
97.029-51
97.032-09
97.025-14
97.170-01
97.004-01
97.027-71
97.167-01
97.104-05
97.106-42
97.104-03
97.100-36
97.100-61
97.174-01
97.008-03
97.100-45
97.105-66
97.100-31
97.102-46
97.105-80
Batang Muda
Grayed purple 183C
Grayed red 178A
Yellow green 146C
Grayed red 178B
Grayed red 178A
Grayed orange 165A
Brown 200B
Yellow green 144B
Grayed Red 178A
Grayed brown 199A
Yellow green 146B
Grayed orange 177A
Grayed orange 166A
Yellow green 145B
Grayed orange 176A
Grayed orange 175A
Grayed red 178A
Grayed orange 176A
Grayed orange 177A
Grayed purple 183B
Grayed purple 187A
Grayed orange 166A
Grey brown 199A
Grayed red 178A
Grayed brown 199A
Grayed purple 183B
Grayed purple 187A
Yellow green 146D
Yellow green 146C
Grayed brown 199A
Warna
Batang Tua
Green 138A
Yellow green 147A
Yellow green 147B
Green 137D
Green 137C
Green 137C
Green 137B
Green 137B
Green 137B
Green 137B
Green 138C
Green 137C
Yellow green 147A
Green 137D
Yellow green 147A
Green 137B
Green 137B
Yellow green 148A
Yellow green 146A
Yellow green 147B
Yellow green 147B
Green 137C
Green 143B
Green 137A
Green 137D
Yellow green 146A
Green 137C
Green 138A
Yellow green 144A
Yellow green 148A
Daun Muda
Grayed purple 183A
Red purple 59A
Grayed orange 166B
Grayed red 178A
Grayed orange 166A
Grayed orange 183B
Grayed purple 187A
Grayed purple 187A
Grayed purple 187A
Grayed purple 187A
Grayed orange 166A
Grayed purple 187A
Brown 200B
Yellow green 146B
Grayed purple 187A
Grayed purple 187A
Grayed purple 187A
Grayed orange 166A
Grayed orange 166A
Grayed purple 187A
Grayed brown N199A
Brown 200C
Grayed purple 187A
Grayed purple 183A
Grayed purple 183A
Yellow green 146C
Brown 200C
Grayed purple 187A
Grayed orange 166B
Grayed purple 187A
83
Lampiran 4. Hasil Pengamatan Karakter Warna Daun Tua, Stamen Bagian
Luar dan Spot Petal
Genotipe
95.077-01
95.136-01
95.031-04
95.033-01
95.062-03
95.090-04
97.030-12
97.026-13
96.016-01
97.028-15
97.029-82
97.029-51
97.032-09
97.025-14
97.170-01
97.004-01
97.027-71
97.167-01
97.104-05
97.106-42
97.104-03
97.100-36
97.100-61
97.174-01
97.008-03
97.100-45
97.105-66
97.100-31
97.102-46
97.105-80
Daun Tua
Green 137A
Green 137A
Green 137A
Green 137B
Green 137A
Green 137A
Yellow green 147A
Yellow green 147A
Yellow green 147A
Green 137A
Green 138A
Yellow green 147A
Green 137A
Green 137A
Green 137A
Yellow green 147A
Brown 200A
Grayed green
N189A
Yellow green 147A
Green 137A
Green 137A
Yellow green 147A
Green 137B
Yellow green 147A
Green 137C
Green 137A
Green 137A
Yellow green 147A
Green 137A
Yellow green 147A
Warna
Stamen Bagian Luar
Yellow orange 23B
Red purple 68B
Red 36A
Yellow 11A
Red purple 75C
Red purple 62B
White 155B
Green white 157A
Red purple 65C
Green white 157D
Yellow 4A
Green white 157B
Green white 157A
Green white 157A
Yellow 4C
Yellow 2C
Green white 157D
Grayed purple 186B
Spot Petal
Yellow 12A
White N155D
Grayed yellow 160C
White 155B
Red purple N66B
Yellow 11C
Green white 157A
Green white 157C
White N155D
Green white 157B
Grayed yellow 160A
Yellow 10C
Grayed yellow 160D
Green white 157B
Yellow 10A
Yellow 12A
Green white 157A
White 155A
Red 56C
Red 55A
Red purple 65B
Red purple 67A
Red purple N74B
Orange red 33B
Orange 27D
Red purple 62D
Red purple 61C
Red 51A
Red 54A
Red 54A
Grayed yellow 160C
Orange 20C
White 155C
White N155B
Yellow 4D
Yellow 12A
White 155B
Yellow 11D
Red purple 69B
Yellow orange 23C
Yellow 4D
Yellow 9A
84
Lampiran 5. Hasil Pengamatan Karakter Bentuk Kuncup dan Bentuk Duri
Besar
Genotipe
95.077-01
95.136-01
95.031-04
95.033-01
95.062-03
95.090-04
97.030-12
97.026-13
96.016-01
97.028-15
97.029-82
97.029-51
97.032-09
97.025-14
97.170-01
97.004-01
97.027-71
97.167-01
97.104-05
97.106-42
97.104-03
97.100-36
97.100-61
97.174-01
97.008-03
97.100-45
97.105-66
97.100-31
97.102-46
97.105-80
Bentuk
Kuncup
5
3
5
5
5
5
5
3
5
5
5
5
3
5
5
5
7
7
5
5
5
5
5
5
7
5
3
5
5
5
Keterangan :
3 = Menbundar (round)
5 = Menbundar telur-lebar
(broad ovate)
7 = Membundar telur (ovate)
Duri Besar
1
3
1
1
1
1
1
3
3
1
3
3
1
1
3
1
3
1
3
1
1
1
3
1
3
1
1
1
1
1
Keterangan :
1 = Sangat cekung (deep concave )
3 = Cekung (concave)
5 = Datar (flat)
7 = Cembung (convex)
9 = Sangat cembung (highconvex)
85
Lampiran 6. Hasil Pengamatan Karakter Bentuk Dasar Daun Terminal dan
Zona Dasar Spot Petal
Genotipe
95.077-01
95.136-01
95.031-04
95.033-01
95.062-03
95.090-04
97.030-12
97.026-13
96.016-01
97.028-15
97.029-82
97.029-51
97.032-09
97.025-14
97.170-01
97.004-01
97.027-71
97.167-01
97.104-05
97.106-42
97.104-03
97.100-36
97.100-61
97.174-01
97.008-03
97.100-45
97.105-66
97.100-31
97.102-46
97.105-80
Bentuk Dasar Daun Terminal
1
2
4
3
1
3
3
2
2
2
2
2
3
2
1
1
1
1
2
3
1
1
2
2
3
2
1
2
2
2
Keterangan :
1 = Bentuk baji (wedge-shaped)
2 = Menumpul (obtuse)
3 = Membundar (rounded)
4 = Menjantung (cordate)
Zona Dasar Spot Petal
3
3
2
9
4
3
2
1
3
1
2
1
2
5
7
8
2
3
3
2
2
2
1
2
9
3
3
2
2
4
Keterangan :
Posisi zona 1 sampai 9 dapat
dilihat pada Lampiran 10.
86
Lampiran 7. Hasil Pengamatan Karakter Bentuk Penampakan Samping
Bagian Atas Bunga dan Bagian Bawah Bunga
Genotipe
95.077-01
95.136-01
95.031-04
95.033-01
95.062-03
95.090-04
97.030-12
97.026-13
96.016-01
97.028-15
97.029-82
97.029-51
97.032-09
97.025-14
97.170-01
97.004-01
97.027-71
97.167-01
97.104-05
97.106-42
97.104-03
97.100-36
97.100-61
97.174-01
97.008-03
97.100-45
97.105-66
97.100-31
97.102-46
97.105-80
Bentuk Penampakan Samping
Bagian Atas Bunga
Bagian Bawah Bunga
2
3
1
2
2
1
1
1
1
2
2
3
3
1
2
2
2
1
1
2
1
2
2
2
1
3
2
2
2
1
2
2
2
2
2
1
2
2
3
3
2
1
1
2
1
3
1
3
2
1
2
2
3
3
3
3
1
2
1
3
Keterangan :
Keterangan :
1 = Datar (flat)
1 = Cekung (concave)
2 = Datar (flat)
2 = Cembung datar (flattened
convex)
3 = Cembung datar (flattened
convex)
3 = Cembung (convex)
4 = Cembung (convex)
87
Lampiran 8. Hasil Pengamatan Karakter Bentuk dan Jumlah Kelopak
Bunga Pada Masing-Masing Kriteria
Genotipe
95.077-01
95.136-01
95.031-04
95.033-01
95.062-03
95.090-04
97.030-12
97.026-13
96.016-01
97.028-15
97.029-82
97.029-51
97.032-09
97.025-14
97.170-01
97.004-01
97.027-71
97.167-01
97.104-05
97.106-42
97.104-03
97.100-36
97.100-61
97.174-01
97.008-03
97.100-45
97.105-66
97.100-31
97.102-46
97.105-80
Bentuk Kelopak Bunga
Jumlah Kelopak pada Masing-Masing Kriteria
1
3
5
7
9
2
3
2
3
2
3
2
3
2
3
2
2
1
2
3
5
3
2
2
2
1
2
2
1
3
2
2
3
2
1
2
5
2
3
2
1
2
5
5
2
3
2
3
2
3
2
3
5
2
2
1
2
3
2
3
2
3
2
3
2
3
Keterangan :
1 = Tidak ada (absent or very weak)
3 = Lemah (weak)
5 = Sedang (medium)
7 = Kuat (strong)
9 = Sangat kuat (very strong)
88
Lampiran 9. Hasil Pengamatan Karakter Kewangian Bunga
95.077-01
95.136-01
95.031-04
95.033-01
95.062-03
95.090-04
97.030-12
97.026-13
96.016-01
97.028-15
97.029-82
97.029-51
97.032-09
97.025-14
97.170-01
97.004-01
97.027-71
97.167-01
1
1
9
3
5
1
1
3
3
5
9
3
3
1
9
1
5
1
1
2
1
9
3
5
1
1
5
3
3
9
5
5
1
9
1
5
1
1
3
1
9
3
3
1
1
3
3
3
9
5
7
1
9
1
5
1
1
Kewangian Bunga
Responden
4
5
6
7
1
1
1
1
7
7
9
9
5
5
3
3
3
1
3
3
1
1
1
1
1
1
1
1
3
3
5
3
3
3
3
3
3
5
3
3
7
7
7
9
3
3
7
7
7
5
7
7
1
1
1
1
9
7
9
9
1
1
1
1
3
5
5
3
1
1
1
1
1
1
3
1
97.104-05
97.106-42
97.104-03
97.100-36
97.100-61
97.174-01
97.008-03
97.100-45
97.105-66
97.100-31
97.102-46
97.105-80
1
1
3
3
3
5
7
3
1
1
1
3
1
1
3
3
3
5
5
5
1
1
1
3
1
1
3
3
3
3
5
3
1
1
1
3
1
1
3
3
3
3
7
5
1
1
1
1
Genotipe
1
1
3
3
3
3
5
3
1
1
1
1
1
1
3
3
3
3
9
3
1
1
1
1
1
1
3
3
3
5
9
3
1
1
1
3
Kriteria
8
1
7
3
3
1
1
5
3
5
7
7
7
1
7
1
3
1
1
9
1
9
3
3
1
1
5
3
3
9
5
7
1
9
1
3
1
3
10
1
7
3
5
1
1
3
3
3
9
7
7
1
7
1
3
1
3
1
1
3
3
3
5
7
3
1
1
1
1
1
1
3
3
3
5
9
5
1
1
1
1
1
1
3
3
3
5
7
3
1
1
1
1
Keterangan :
1 = Tidak ada aroma atau sangat lemah
3 = Aroma lemah
5 = Aroma sedang
7 = Aroma kuat
9 = Aroma sangat kuat
Tidak beraroma
Kuat-sangat kuat
Lemah-sedang
Lemah-sedang
Tidak beraroma
Tidak beraroma
Lemah-sedang
Aroma lemah
Lemah-sedang
Kuat-sangat kuat
Sedang-kuat
Sedang-kuat
Tidak beraroma
Kuat-sangat kuat
Tidak wangi
Lemah-sedang
Tidak beraroma
Sangat lemah lemah
Tidak beraroma
Tidak beraroma
Aroma lemah
Aroma lemah
Aroma lemah
Lemah-sedang
Kuat-sangat kuat
Lemah-sedang
Tidak beraroma
Tidak beraroma
Tidak beraroma
Sangat lemah lemah
89
Lampiran 10. Gambar dan Kriteria Beberapa Karakter Kualitatif
yang Diamati
Bentuk Duri :
Kriteria :
1. Sangat cekung (deep concave )
3. Cekung (concave)
5. Datar (flat)
7. Cembung (convex)
9. Sangat cembung (high convex)
Bentuk dasar daun ujung dari anak daun ujung (terminal leaflet) :
1
bentuk baji
(wedge-shaped)
2
Menumpul
(obtuse)
3
Membundar
(rounded)
4
Menjantung
(cordate)
Penampakan samping bagian atas bunga pada saat mekar penuh :
1
2
3
Datar (flat) Cembung datar (flattened convex) Cembung (convex)
Penampakan samping bagian bawah bunga p ada saat mekar penuh :
1
cekung (concave)
2
Datar (flat)
3
Cembung datar
(flattened
convex)
4
Cembung (convex)
90
Lampiran 10. Gambar dan Kriteria Beberapa Karakter Kualitatif
yang Diamati ( Lanjutan )
Bentuk daun kelopak (sepal) :
1
tidak ada
(absent or very
weak)
3
lemah
( weak)
5
sedang (medium)
7
kuat (strong)
9
sangat kuat
(very strong)
Zona daun mahkota (petal zona) :
Zona pinggiran
(Marginal zona)
Zona tengah
(Middle zona)
Bintik (spot) dasar pada
dasar daun mahkota
Download