ANALISIS GENETIK TERHADAP MAWAR (Rosa hybrida L.) HASIL PERSILANGAN TUNGGAL DEDEH KURNIASIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Genetik terhadap Mawar (Rosa hybrida L.) Hasil Persilangan Tunggal adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Maret 2006 Dedeh Kurniasih NRP. A35102011.1 ii ABSTRAK DEDEH KURNIASIH. Analisis Genetik terhadap Mawar (Rosa hybrida L.) Hasil Persilangan Tunggal. Dibimbing oleh SRIANI SUJIPRIHATI dan TRIKOESOEMANINGTYAS. Informasi keragaman genetik, heritabilitas, korelasi antar karakter, pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap hasil, dan jarak genetik diantara genotipe tetua persilangan sangat penting dalam program pemuliaan mawar, selain itu seleksi indeks berdasarkan beberapa cara pembobotan dapat dimanfaatkan untuk memilih genotipe-genotipe mawar yang unggul sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan hibrida mawar (Rosa hybrida L.) hasil persilangan tunggal dan memperoleh calon tetua untuk persilangan double cross berdasarkan jarak genetik. Tujuan khusus penelitian ini adalah memperoleh informasi keragaman, heritabilitas dan korelasi antar karakterkarakter yang diamati, memanfaatkan indeks seleksi untuk mendapatkan kultivar yang berkualitas dan menduga jarak genetik berdasarkan penampilan fenotipik. Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak penarikan anak contoh dengan tiga ulangan. 14 karakter kuantitatif dan 15 karakter kualitatif dianalisis menggunakan analisis gerombol dengan bantuan software Ntsys 2.02. Sedangkan indeks seleksi didasarkan pada nilai ekonomi, nilai duga heritabilitas dan nilai pengaruh langsung dari sidik lintas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang tangkai, jumlah daun, jumlah buku, jumlah petal, jumlah duri besar dan umur panen mempunyai keragaman yang luas dan nilai duga heritabilitas dalam arti luas yang tinggi. Panjang tangkai berkorelasi positif dan nyata dengan jumlah daun, jumlah buku, panjang leher bunga, jumlah duri besar dan jumlah bunga per tanaman sedangkan dengan umur panen berkorelasi negatif. Diameter kuncup berkorelasi positif dan nyata dengan diameter bunga mekar, lama kesegaran bunga dan jumlah petal. Lama kesegaran bunga berkorelasi positif dan nyata dengan diameter kuncup, diameter tangkai, jumlah daun, jumlah buku dan jumlah bunga per tanaman, sedangkan dengan panjang leher bunga berkorelasi negatif. Diameter bunga mekar berkorelasi positif dan nyata dengan diameter kuncup, jumlah petal dan jumlah bunga per tanaman, sedangkan dengan jumlah duri kecil berkorelasi negatif. Jumlah bunga per tanaman berkorelasi positif dan nyata dengan panjang tangkai, diameter bunga mekar, panjang ruas, panjang leher bunga dan lama kesegaran bunga, sedangkan dengan umur panen berkorelasi negatif. Panjang tangkai secara langsung dipengaruhi oleh jumlah buku dan jumlah bunga per tanaman, sedangkan jumlah daun dan panjang leher bunga berpengaruh negatif. Diameter kuncup secara langsung dipengaruhi oleh jumlah petal. Lama kesegaran bunga secara langsung dipengaruhi oleh diameter kuncup, diameter tangkai dan jumlah daun, sedangkan jumlah buku berpengaruh negatif. Diameter bunga mekar secara langsung dipengaruhi oleh diameter kuncup, jumlah petal dan jumlah bunga per tanaman. Sementara itu jumlah bunga per tanaman secara langsung dipengaruhi oleh panjang tangkai, diameter bunga mekar, panjang ruas dan panjang leher bunga. iii Berdasarkan kecerahan warna bunga terpilih genotipe 97.100-36, 95.077-01, 97.100-31, 97.105-80 dan 97.167-01. Seleksi indeks berdasarkan nilai ekonomis terseleksi genotipe 97.105-80, 97.174-01, 97.029-82, 95.077-01 dan 97.106-42. Seleksi indeks berdasarkan nilai duga heritabitas dalam arti luas terseleksi genotipe 97.105-80, 97.174-01, 97.029-82, 95.077 -01 dan 95.090-04. Seleksi indeks berdasarkan sidik lintas terpilih genotipe 97.032-09, 97.105-66, 97.030-12, 97.105-80, dan 97.174-01. Secara umum dari beberapa metode pembobotan yang digunakan terseleksi lima genotipe dengan jumlah indeks terbanyak yaitu genotipe 97.105-80, 95.077-01, 97.174-01, 97.032-09 dan 97.029-82. Pada koefisien kemiripan 0.324 dendrogram terbagi dalam 7 kelompok besar. Jarak genetik paling jauh diperoleh antara genotipe 95.136-01 dan 97.16701, diikuti oleh genotipe 97.026-13 dan 97.174-01, serta antara genotipe 97.02982 dan 97.105-66. Genotipe-genotipe tersebut dapat dijadikan tetua double cross. iv ABSTRACT DEDEH KURNIASIH. Genetic Analysis towards Single Crossed Rose (Rosa hybrida L.). Supervised by SRIANI SUJIPRIHATI and TRIKOESOEMANINGTYAS. The information of genetic variability, heritability, genetic correlation among characters, path analysis, indices selection and genetic distance among parental are very important in rose breeding program. The use of selection indices based on measurement of several characters is more effective and useful in selecting superior rose genotypes which meet the established standard quality. The general aims of this study are to develop single crossed roses (Rosa hybrida L.) hybrids and choose good parent candidates to create double cross hybrids based on genetic distances. The specific aims of this study are to get information about variability, heritability, correlation among the characters being observed, path analysis and to use selection indices based on quality characters of rose for obtaining qualified cultivars and to estimate genetic distances based on phenotypic performances. The genotypes were arranged in a randomized complete block design with three replications and sub-sampling. Observations were made on fourteen quantitative characters and fifteen qualitative characters related to quality were being analyzed by using cluster analysis of Ntsys 2.02 software. The results of the study showed that the characters length of stalk, number of leaves, number of nodes, number of petals, number of large thorn, and days to harvesting were large genetic variability and high broad sense heritability. A real positive correlation occurred between length of stalk with number of leaves, number of nodes, neck length, number of large thorn and number of flower per plant, while days to harvesting have negative correlation. Flower bud diameter had a real positive correlation with vase life and number of petals, while the real negative correlation with bloomed flower diameter. Vase life had a real correlation with flower bud diameter, stalk diameter, number of leaves , number of nodes and number of flower per plant, while the real negative correlation with neck length. Bloomed flower diameter had a real positive correlation with flower bud diameter, number of petal and number of petals, while the real negative correlation with number of small thorn. Number of flower per plant had a real correlation with length of stalk, bloomed flower diameter, length of nodes, neck length and vase life, while the real negative correlation with days to harvesting. Number of nodes and number of flower per plant had positive direct effects on length of stalk, while neck length and number of leaves had negative direct effect. Number of petals has positive direct effect to flower bud diameter. Flower bud diameter, stalk diameter and number of leaves had positive direct effects on vase life, while number of nodes has negative direct effect. Flower bud diameter, number of petals and number of flower per plant had positive direct effects on bloomed flower diameter. Length of stalk, bloomed flower diameter, length of nodes and neck length had positive direct effects on number of flower per plant. Based on the brightness of flower colors, genotypes 97.100-36, 95.077-01, 97.100-31, 97.105-80 and 97.167-01 were selected. Indices selection based on economic value selected genotypes 97.105-80, 97.174-01, 97.029-82, 95.077-01 v and 97.106-42. Based on heritability, selected genotypes 97.105-80, 97.174-01, 97.029-82, 95.077-01 and 95.090-04, while based on direct effect path analysis selected genotypes genotipe 97.032-09, 97.105-66, 97.030 -12, 97.105-80 and 97.174-01. In general, by several methods of weighing being used in this study, we were able to select five genotypes with the greatest amount of indices, namely genotypes 97.105-80, 95.077-01, 97.174-01, 97.032-09 and 97.029-82. Based on similarity coefficient the genotypes consisted of divided to seven main groups was constructed. The groups contain three genotypes, two genotypes, one genotype, ten genotypes, ten genotypes, two genotypes, and two genotypes, respectively. The largest genetic distance were found between genotype 95.136-01 and 97.167-01 followed by genotypes 97.026-13 and 97.17401, and between genotypes 97.029-82 and 97.105-66. These hybrids genotypes are good candidates to be used as parents in a double cross. Key word : genetic analysis, roses, hybrid single cross. vi © Hak cipta milik Dedeh Kurniasih, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya vii ANALISIS GENETIK TERHADAP MAWAR (Rosa hybrida L.) HASIL PERSILANGAN TUNGGAL DEDEH KURNIASIH Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 viii Judul Tesis Nama NRP Analisis Genetik terhadap Mawar (Rosa hybrida L.) Hasil Persilangan Tunggal : Dedeh Kurniasih : A35102011.1 : Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. Anggota Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, M.S. Ketua Diketahui Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc. Tanggal Ujian : 30 Januari 2005 Tanggal Lulus : ix RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 17 Juni 1971 sebagai anak kedua dari pasangan Adang Dahlan dan Hj. Euis Maemunah. Menamatkan Sekolah Dasar di SD Negeri Curug Agung Padalarang tahun 1985. Tahun 1988 penulis lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I Padalarang dan Lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri II Cimahi pada tahun 1991, sedangkan pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2002, penulis mendapat tugas belajar di Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan diperoleh dari program PAATP Dep artemen Pertanian Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai staf peneliti di Balai Penelitian Tanaman Hias sejak tahun 2001 sampai sekarang. x PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Robbi atas ijinNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Analisis Genetik terhadap Mawar (Rosa hybrida L.) Hasil Persilangan Tunggal. Terima kasih yang sebesar -besarnya penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sriani Sujiprihati M.S. dan Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas M.Sc. selaku pembimbing, atas segala saran, bantuan, arahan dan ide-idenya yang sangat baik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Krisantini M.Sc. atas kesediaannya sebagai dosen penguji luar komisi dan terima kasih atas saran serta masukannya. Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Ir. Darliah M.S. yang telah banyak membantu dan mengijinkan genotipe-genotipenya untuk dipergunakan. Kepada Teh Nina dan Kang Nanang terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Komisi Pembinaan Tenaga Kerja Badan Litbang Pertanian khususnya program PAATP yang telah membiayai studi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibunda dan Ayahanda (Alm.) serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya, untuk suami tercinta terimakasih atas ijin, perhatian dan dukunganya. Akhir kata semoga tulisan bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Bogor, Maret 2006 Dedeh Kurniasih xi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL…..………………..….………………………….……..…. xiii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………....… xiv DAFTAR LAMPIRAN……..……………………………………….…......... xv PENDAHULUAN Latar Belakang…………………………………………………...…......... Tujuan Penelitian…………………………………………………..…...... Kerangka Pemikiran………………………………..…………..…..…..… Bagan Alur Penelitian…………..…………………..……......………...… 1 3 3 7 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Tanaman Mawar ……………………………......…..…. Pendugaan Keragaman……….………..…………………………....……. Pendugaan Heritabilias……………..………..…………………......…..... Korelasi Genetik Antar Karakter ……………....………..………….….... Sidik Lintas………......………………………………………......……..... Indeks Seleksi… ……………………………………………………….... Pendugaan Jarak Genetik ……….………..…………………….......……. 8 11 12 13 15 16 18 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan…………………………………......…….. Bahan dan Alat …………………..………………………………..…...… Rancangan Percobaan...…………………………………….........………. Pelaksanaan Percobaan……………………………………….....……….. Pengamatan…………………………………………………….…........… 21 21 21 26 28 HASIL DAN PEMBAHSAN Kondisi Umum Penelitian……………….…………………......……........ Pendugaan Keragaman Karakter Morfologi yang Diamati…….…….….. Pendugaan Heritabilitas Karakter Kuantitatif yang Diamati …….…..….. Korelasi antar Karakter Kuantitatif yang Diamati……….………………. Sidik Lintas……………………......……….……………………….…..... Indeks Seleksi……………….…………….………………………....…... Pendugaan Jarak Genetik Berdasarkan Penampilan Fenotipik……...…... 31 32 41 43 46 55 69 KESIMPULAN DAN SARAN…………………………...……......……..…. 73 DAFTAR PUSTAKA……………………………………...………......…..… 75 LAMPIRAN………………………………......……………………………... xii 80 DAFTAR TABEL Halaman 2. Kelas Kualitas Bunga Potong Mawar Berdasarkan Panjang Tangkai dan Diameter Kuncup ……………………………..…............. 11 Analisis Varian untuk RKL Teracak Penarikan Anak Contoh…………. 22 3. Analisis Kovarian …………………………………...……...………….. 24 4. Keragaman, Koefisien Variasi Genetik dan Dua Kali Standar Deviasi Genetik Karakter Kuantitatif yang Diamati….…....……..…..... 33 1. 5. Nilai Duga Heritabilitas Karakter Kuantitatif yang Diamati…………… 42 6. Korelasi Genetik antara Karakter Kuantitatif yang Diamati ………….. 7. Sidik Lintas Panjang Tangkai dengan Jumlah Daun, 44 Jumlah Buku, Panjang leher Bunga dan Jumlah Bunga per Tanaman.… 47 8. 9. Sidik Lintas Lama Kesegaran Bunga dengan Diameter Kuncup, Diameter Tangkai, Jumlah Daun dan Jumlah Buku …….…… 50 Sidik Lintas Diameter Mekar dengan Diameter Kuncup, Jumlah Petal dan Jumlah Bunga per Tanaman……….….….………….. 52 10. Sidik Lintas Jumlah Bunga per Tanaman dengan Panjang Tangkai, Diameter Bunga Mekar, Panjang Ruas, dan Panjang Leher Bunga..…... 53 11. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Ekonomis………..……… 56 12. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Duga Heritabilitas………. 57 13. Seleksi Berdasarkan Peringkat Kecerahan Warna Bunga Kelompok Warna Merah ………………….…………………………… 58 14. Seleksi Berdasarkan Peringkat Kecerahan Warna Bunga Kelompok Warna Orange………………….…………………………… 59 15. Seleksi Berdasarkan Peringkat Kecerahan Warna Bunga Kelompok Warna Putih. ………………….……………………………. 60 16. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung dari Sidik Lintas Panjang Tangkai.………………………….…............. 61 17. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung dari Sidik Lintas Diameter Kuncup………………………………….…. 62 18. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung dari Sidik Lintas Lama Kesegaran Bunga..………… ……….….……... 64 19. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung dari Sidik Lintas Diameter Bunga Mekar..…………… ……….……..... 65 20. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung dari Sidik Lintas Jumlah Bunga per Tanaman.…....................………... 66 21. Fenotipik Lima Kandidat Kultivar Unggul Baru………………………. 68 xiii DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagan Alur Penelitian…………………………………………………….. 7 2. Warna dan Bentuk Bunga Mawar yang Diamati ………….…………….. 37 3. Contoh Bentuk Dasar Daun Terminal………………………….……..….. 39 4. Diagram Sidik Lintas Panjang Tangkai dengan Jumlah Daun, Jumlah Buku, Panjang Leher Bunga dan Jumlah Bunga per Tanaman.………….. 47 5. Diagram Sidik Lintas Lama Kesegaran Bunga dengan Diameter Kuncup, Diameter Tangkai, Jumlah Daun dan Jumlah Buku……………. 50 6. Diagram Sidik Lintas Diameter Bunga Mekar dengan Diameter Kuncup, Jumlah Petal dan Jumlah Bunga per Tanaman…………………. 52 7. Diagram Sidik Lintas Jumlah Bunga per Tanaman dengan Panjang Tangkai, Diameter Bunga Mekar, Panjang Ruas dan Panjang Leher Bunga……………………………………………………………………... 54 8. Dendrogram Berdasarkan Penampilan Fenotipik ……………………….. 69 xiv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Tata Letak Percobaan…………………………………………………... 80 2. Matrik Koefisien Kemiripan 30 Genotipe Mawar yang Diuji…………. 81 3. Hasil Pengamatan Karakter Warna Batang Muda, Batang Tua dan Daun Muda………………………...…..……………………...……….. 82 4. Hasil Pengamatan Karakter Warna Daun Tua, Stamen Bagian Luar dan Spot Petal………………………...…………………………...……. 83 5. Hasil Pengamatan Karakter Bentuk Kuncup dan Bentuk Duri Besar …. 84 6. Hasil Pengamatan Karakter Bentuk Dasar Daun Terminal dan Zona Dasar Spot Petal ……………………………………………..……….... 85 7. Hasil Pengamatan Karakter Penampakan Samping Bagian Atas Bunga dan Bagian Bawah Bunga ……………….……..…………………….... 86 8. Hasil Pengamatan Karakter Bentuk dan Jumlah Kelopak Bunga pada Masing-Masing Kriteria ……………………..……………………….... 87 9. Hasil Pengamatan Karakter Kewangian Bunga …………………..….... 88 10. Gambar dan Kriteria Beberapa Karakter Kualitatif yang Diamati…...… 89 xv I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mawar (Rosa spp.) merupakan salah satu komoditas tanaman hias yang dikenal dan disukai masyarakat, baik sebagai bunga potong, penghias taman maupun sebagai bunga pot. Permintaan bunga potong mawar di pasar dalam negeri terus meningkat dibandingkan dengan bunga potong lain, terutama di kotakota besar seperti Bandung dan Jakarta (Kartapradja 1997). Produksi mawar potong tahun 1996, 1997, 1998, 1999 dan 2000 berturut-turut adalah 173.111.552, 17.270.984, 35.582.398, 33.594.352 dan 78.147.515 tangkai (Ditjen Bina Produksi Hortikultura 2001). Antara bunga potong yang diperdagangkan di Jakarta tahun 1999, 2000 dan 2001 volume penjualan mawar menduduki peringkat ketiga setelah anggrek dan gladiol yaitu 4.952.000, 5.162.600 dan 3.646.600 tangkai/tahun (Pusat Promosi dan Pemasaran Bunga dan Tanaman Hias 2002), dengan volume impor bulan Agustus 2000 mencapai 1021 kg (Biro Pusat Statistik 2000). Rata-rata produksi mawar tahun 2003 hanya 470.103 tangkai/ha/tahun, keadaan tersebut mengakibatkan bunga potong mawar menduduki peringkat pertama dalam volume impor (Satsijati et al. 2004). Tingginya konsumsi bunga potong mawar, menjadikan komoditas tersebut sebagai komoditas penting sehingga usaha peningkatan kualitas maupun kuantitas harus dilakukan. Menurut Morey (1969) karakter penting yang menentukan kualitas bunga potong mawar antara lain adalah warna bunga, ukuran bunga, kewangian bunga, lama kesegaran bunga, panjang tangkai bunga, diameter tangkai bunga, jumlah duri, dan jumlah petalum. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Asosiasi Bunga Indonesia (Asbindo) (1995), bahwa standar kualitas bunga potong mawar ditentukan oleh panjang dan kokohnya tangkai bunga, ukuran bunga, bentuk bunga, kepadatan kuntum bunga, warna bunga, lamanya kesegaran bunga (vase life) serta harus bebas hama dan penyakit. Peningkatan kualitas dan kuantitas bunga potong mawar selain dengan cara memperluas areal tanam, juga dengan penggunaan genotipe-genotipe unggul yang berdaya hasil tinggi dan mempunyai fenotipe yang baik sesuai dengan selera pasar dan sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Dalam rangka 2 mendapatkan genotipe-genotipe baru yang unggul, dilakukan introduksi, mutasi dan hibridisasi. Program pemuliaan tanaman hias di Balithi dengan teknik hibridisasi telah lama dilakukan dengan melakukan persilangan antar kultivar unggul, selain itu sudah diadakan kerjasama dengan lembaga lain yang terkait. Sejak tahun 1997 telah dilakukan kerjasama dengan Plant Research Internasional (PRI) Belanda, untuk melakukan persilangan antar kultivar-kultivar yang merupakan plasma nutfah Belanda. Hasil persilangan tersebut dihasilkan 63 hibrid, yang pada tahun 2000 diuji daya adaptasi dan penampilannya serta diseleksi berdasarkan penampilan fenotipe di Indonesia. Pada tahun 2002, dari 63 tanaman hibrid terseleksi 30 tanaman. Tanaman hibrid tersebut menjadi plasma nutfah baru di Indonesia yang merupakan tambahan sumber keragaman genetik baru sehingga memperluas keragaman. Setelah dilakukan seleksi dan evaluasi, genotipe- genotipe yang merupakan plasma nutfah baru tersebut dapat digunakan sebagai tetua dalam persilangan untuk membentuk hibrida double cross, atau sebagai kandidat kultivar unggul baru yang siap dilepas. Keberhasilan seleksi tergantung pada kemampuan pemulia untuk memilih genotipe-genotipe unggul yang disukai masyarakat. Program seleksi yang efektif dan efesien memerlukan informasi tentang keragaman genetik, heritabilitas karakter-karakter yang diinginkan, korelasi antara karakter-karakter yang diamati dan pengaruh dari karakter-karakter yang diduga erat hubungannya dengan hasil serta indeks seleksi (Hallauer dan Miranda 1988; Borojevic 1990). Dalam hal tersebut hasil adalah semua karakter yang menentukan kualitas bunga sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Informasi keterkaitan atau korelasi antara dua karakter atau lebih. perlu diperoleh karena bermanfaat khususnya dalam pelaksanaan seleksi tidak langsung terhadap suatu karakter. Karakter-karakter yang berkorelasi tersebut dapat digunakan sebagai penciri, yaitu dengan mengetahui nilai korelasi antar karakter, baik yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian seleksi terhadap karakter hasil yang baik dapat dilakukan melalui karakter lain yang lebih mudah diamati, sehingga usaha untuk memperoleh kultivar unggul baru yang berpotensi hasil tinggi akan lebih terarah dan efisien. 3 Berdasarkan pengetahuan tentang karakter-karakter komponen hasil yang mendukung hasil dengan cara sidik lintas, maka seleksi secara bersama-sama terhadap karakter–karakter tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan indeks seleksi. Indeks seleksi digunakan untuk menyeleksi secara simultan genotipe bukan berdasarkan salah satu karakter saja tapi berdasarkan skor indeks. Dengan demikian indeks seleksi lebih efektif menambah peluang terseleksinya genotipe unggul dibandingkan dengan cara seleksi langsung (Purwoko 1995). Terbatasnya penelitian indeks seleksi pada tanaman mawar, menyebabkan manfaat yang besar dari penggunaan indeks seleksi belum dapat diketahui dengan baik, sehingga perlu dilakukan dalam penelitian ini. Dalam program hibridisasi, perlu diketahui keragaman genetik, nilai duga heritabilitas dan kekerabatan diantara genotipe dari populasi tetua yang akan digunakan. Informasi tersebut sangat diperlukan untuk kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan genotipe-genotipe mawar untuk mengarahkan program pemuliaan selanjutnya. Dengan diketahuinya hubungan kekerabatan maka akan dapat diidentifikasi genotipe-genotipe calon tetua persilangan yang potensial dan dapat mencegah penggunaan tetua-tetua yang berkerabat dekat dalam persilangan. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan hibrida mawar hasil persilangan tunggal (single cross) dan memperoleh calon tetua untuk persilangan ganda (double cross) berdasarkan jarak genetik. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah memperoleh informasi tentang keragaman genetik, heritabilitas dalam arti luas, korelasi antar karakter, sidik lintas dan indeks seleksi untuk mendapatkan mawar yang berkualitas berdasarkan sejumlah karakter kualitas bunga serta menduga jarak genetik genotipe-genotipe mawar hasil persilangan tunggal. 1.3. Kerangka Pemikiran Pemuliaan tanaman merupakan usaha untuk mengidentifikasi variasi dari karakter-karakter yang dapat diturunkan dan dapat dimanfaatkan bagi pengembangan tanaman budidaya dengan memadukan gen -gen karakter-karakter tersebut ke dalam satu genotipe (Poehlman 1979). Pemuliaan tanaman mawar 4 bertujuan untuk meningkatkan potensi hasil secara genetik seh ingga diperoleh genotipe-genotipe unggul yang lebih baik dibandingkan kultivar-kultivar yang telah ada. Disamping itu pemuliaan mawar diarahkankan untuk memenuhi permintaan konsumen dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada bunga impor, yaitu melalui perluasan keragaman, terutama warna bunga dan perbaikan kualitas bunga. Pada penelitian ini dievaluasi 30 genotipe yang berbeda yang berasal dari persilangan tetua yang berbeda pula. Menurut Poehlman dan Sleper (1995), suatu populasi yang terdiri dari bermacam -macam genotipe jika ditumbuhkan pada lingkungan yang sama, maka fenotipik karakter-karakter seperti daya hasil, karakter pertumbuhan dan kualitas hasilnya akan bervariasi sebab penampilan fenotipik suatu karakter tergantung pada faktor genotipe dan lingkungan tumbuhnya. Untuk memperoleh informasi secara umum tentang genotipe-genotipe yang diuji melalui karakter fenotipe, maka salah satunya adalah melakukan analisis genetik dengan menduga beberapa parameter genetik, diantaranya adalah pendugaan keragaman genotipe dan fenotipe, heritabilitas, korelasi antar karakter, sidik lintas serta indeks seleksi. Adanya keragaman satu karakter pada suatu populasi berarti terdapat suatu keragaman dalam populasi tersebut. Keragaman yang luas pada karakter-karakter yang diamati merupakan syarat utama dalam keberhasilan program seleksi. Keragaman yang luas juga akan mempermudah diperolehnya varians dari suatu karakter yang diinginkan. Dengan demikian suatu karakter pada populasi yang memiliki keragaman genetik yang luas akan memberikan harapan yang besar bahwa pekerjaan seleksi terhadap karakter yang diinginkan dapat berhasil dengan baik, sebaliknya keragaman genetik yang sempit berarti populasi tersebut homogen sehingga program perbaikan tanaman dengan cara seleksi hasilnya kurang efektif (Falconer 1981), oleh karena itu keragaman menjadi perhatian utama dalam pemuliaan tamanan. Seleksi terhadap suatu karakter yang mempunyai keragaman luas akan lebih efisien jika kerakter tersebut mempunyai nilai duga heritab ilias yang tinggi. 5 Seleksi akan efektif untuk suatu karakter dengan heritabilitas yang tinggi dan relatif tidak efektif pada karakter dengan heritabilitas yang rendah (Fehr 1987). Menurut Knight (1979), seleksi dapat dilakukan pada generasi awal apabila karakter yang akan diseleksi mempuyai nilai duga heritabilias yang tinggi, dan apabila nilai duga heritabilitas rendah, seleksi dilakukan pada generasi lanjut akan lebih efektif. Hasil merupakan tujuan akhir dari suatu seleksi. Dalam pekerjaan seleksi, mengetahui hubungan suatu karakter dengan karakter lain sangat penting. Apabila terdapat korelasi antara karakter penduga dengan karakter yang dituju maka seleksi akan lebih efektif (Poespodarsono 1988). Pengetahuan tentang korelasi antar karakter dibutuhkan untuk menduga hasil yang mungkin bisa dicapai dan dapat dijadikan dasar penyusunan program seleksi yang lebih efisien. Disamping itu, pengetahuan korelasi antar karakter sangat penting, karena untuk memilih suatu bahan tanaman unggul diperlukan seleksi dua atau tiga sifat secara bersama-sama. Bila diketahui ada korelasi yang erat antar karakter maka pemilihan sifat tertentu, secara tidak langsung telah memilih sifat lain yang diperlukan dalam usaha memperoleh bahan tanaman unggul (Astika 1991). Analisis korelasi sederhana belum cukup untuk menjelaskan hubungan dimana peubah tidak bebas dipengaruhi oleh sejumlah peubah bebas (Steel dan Toorie 1995). S idik lintas lebih dapat memberikan gambaran yang sebenarnya daripada menggunakan korelasi genetik. Penggunaan analisis lintas juga merupakan penjabaran dari korelasi genetik antara komponen hasil terhadap hasil menjadi dua konponen yaitu pengaruh langsung dan tidak langsung. Genotipe unggul mawar potong harus mempunyai beberapa karakter kualitas secara bersama-sama oleh karena itu harus dilakukan seleksi secara simultan terhadap karakter -karakter tersebut, sehingga perbaikan suatu kultivar secara bersama-sama dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan indeks seleksi yang didasarkan pada suatu skor. Menurut Hasnam et al. (1970), penggunaan indeks seleksi berdasarkan pengukuran terhadap beberapa karakter dapat efektif menambah peluang terseleksinya genotipe unggul dibandingkan dengan seleksi langsung berdasarkaan satu karakter, karena beberapa karakter dapat diseleksi secara 6 simultan. Sementara itu menurut Kauffmann dan Dubley (1979), indeks seleksi dapat digunakan untuk meningkatkan seleksi genotipe terbaik berdasarkan satu atau banyak karakter jika karakter tersebut berkorelasi dan mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi. Indeks seleksi dapat disusun berdasarkan nilai ekonomis nisbi dan nilai duga heritabilitas (Hallauer et. al. 1982). Disamping itu, dapat dikembangkan berdasarkan nilai pengaruh langsung yang diperoleh dari analisis sidik lintas terhadap hasil. Dengan menggunakan ke empat pembobot tersebut diharapkan dapat diperoleh genotipe-genotipe mawar yang berkualitas baik. Nilai ekonomi nisbi suatu tanaman ditentukan oleh beberapa karakter yang mungkin penting atau kurang penting, sehingga harus dipertimbangkan beberapa karakter dalam memutuskan individu-individu yang memiliki nilai terbaik untuk seleksi (Subandi et al. 1973). Pada penelitian ini, karakter-karakter yang akan diberi nilai ekonomis nisbi adalah panjang tangkai bunga, diameter kuncup, diameter bunga mekar, lama kesegaran bunga, dan jumlah bunga per tanaman. Sedangkan karakter warna bunga akan disusun berdasarkan peringkat kecerahan warna bunga. Genotipe-genotipe yang digunakan dalam penelitian berasal dari persilangan antar genotipe yang berbeda sehingga masing-masing mempunyai penampilan fenotipe yang relatif berbeda. Oleh kerena itu seleksi diperlukan untuk memilih tetua persilangan dalam rangka membentuk hibrida double cross dan memilih genotipe unggul baru yang siap dilepas. Berdasarkan keragaman karakter dari genotipe-genotipe yang diuji, hubungan kekerabatan antar individu atau populasi dapat diukur berdasarkan kemiripan dari sejumlah karakter. Dengan asumsi karakter-karakter yang berbeda tersebut menggambarkan perbedaan susunan genetiknya, sehingga akan dapat ditentukan bagaimana hubungan diantara genotipe yang diamati berdasarkan tingkat kemiripan dan ketidakmiripannya melalui prosedur pengelompokan atau clustering (Dunn dan Everitt 1982). Sejumlah karakter fenotip ik yang diamati dapat dijadikan sarana untuk menduga jarak genetik antara genotipe-genotipe yang diamati. Seberapa jauh jarak genetik antar tetua-tetua yang akan digunakan dalam persilangan sangat 7 menentukan keberhasilan program pemuliaan. Semakin jauh jarak genetik menunjukkan semakin rendah tingkat kemiripan genetik antar genotipe, sehingga semakin jauh jarak genetik dari tetua-tetua yang akan disilangkan, maka peluang untuk mendapatkan keturunan yang lebih unggul semakin besar (Enny et al. 1993). Disamping itu, jarak genetik merupakan pelengkap informasi kombinasi tetua yang akan digunakan dalam hibridisasi dengan mempertimbangkan penampilan tetua. 1.4. Bagan Alur Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dilakukan penelitian dengan alur seperti disajikan pada Gambar 1. 30 Genotipe Mawar Analisis Genetik Keragaman Nilai Duga Heritabilitas Korelasi KVG 2*SD Tinggi-Rendah Sidik Lintas Clustering Jarak Genetik Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Luas-Sempit Double Cross Preferensi Konsumen Nilai Ekonomis Tetua Indeks Seleksi Seleksi Hibrida unggul dengan kualitas bunga yang baik Gambar 1 Bagan Alur Penelitian. Hibrida Double Cross 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tanaman Mawar Tanaman mawar berasal dari Asia Tengah dan menyebar ke belahan bumi utara (Crokett 1974). Spesies mawar yang berasal dari belahan bumi utara mencapai 200 spesies (Hasek 1980). Menurut Sukarno dan Nampiah (1997), mawar termasuk ke dalam subfamili Rosidae yang terdiri atas 125 -200 spesies, 95 spesies berasal dari Asia, 18 spesies berasal dari Amerika dan sisanya berasal dari Eropa Timur, sedangkan di Indonesia mawar didatangkan oleh pemerintah Belanda dari Eropa. Mawar dikelompokkan berdasarkan tipe bunga, sifat tumbuh atau kegunaannya. Berdasarkan sifat tumbuh dan pemanpilannya, mawar dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu mawar kuno dan mawar modern. Mawar kuno adalah semua varietas dan kultivar mawar yang ditemukan, diidentifikasi dan diperkenalkan sebelum tahun 1867, sedangkan mawar modern adalah jenis -jenis mawar yang muncul setelah tahun 1867. Mawar yang digunakan sebagai bunga potong umumnya termasuk kelompok mawar modern. Mawar modern terdiri dari beberapa kelas antara lain, Hybrid Tea, Polyantha dan Floribunda (Cheriton 1994). Jumlah kromosom dasar mawar adalah n = 7, mawar modern umumnya mempunyai jumlah kromosom 14 atau 28 (Crokett 1974), kurang dari 50% dari spesies yang ada adalah diploid, tiga spesies triploid, 46 spesies tetraploid, 24 spesies pentaploid, 22 spesies hexaploid dan dua spesies oktaploid, sedangkan spesies Rosa hybrida L. umumnya tetraploid (Stewart 1969) dan genotipegenotipe yang digunakan dalam penelitian ini merupakan spesies yang tetraploid. Terdapat tiga pigmen utama pada mawar yaitu antosianidin, peonin dan pelargonidin (Darliah 1995). Menurut De Vries et al. (1974), kisaran warna untuk mawar pada dasarnya tidak terbatas, dan yang paling banyak adalah dua pigmen antosianidin (sianidin dan pelargonidin), dua flovanol (quercetin dan kaempferol) dan sejumlah karotinoid. Sianidin terdapat pada kultivar-kultivar berwarna merah, karotinoid dan flavonol terdapat pada kultivar -kultivar berwarna kuning dan putih, sedangkan pigmen peonin terdapat pada kultivar-kultivar berwarna 9 merah jambu sampai merah keunguan dan sangat jarang terdapat pada mawar (De Vries et al. 1974). Mawar merupakan tanaman tahunan (perenial) berbentuk perdu dengan ketinggian 30 cm sampai 5 meter, batangnya berduri merupakan ciri khas dan berkayu, tanaman tersebut mulai bercabang dari bagian bawah atau beberapa senti meter di atas permukaan tanah (Kartapradja 1995). Menurut Ray dan Maccaskey (1985) tipe batang spesies Rosa hybrida L. adalah tegak, umumnya batang tersebut berwarna hijau atau merah pada waktu masih muda dan menjadi hijau kecoklatan atau tetap merah saat sudah tua. Batang utama disebut main shoot dan pada sistem soft pinching, batang utama disebut bottom break yaitu tunas yang keluar dari bagian terbawah batang atas. Mawar mempunyai dua daun majemuk dengan tiga, lima atau tujuh anak daun. Tiap anak daun tersusun berhadapan dan tiap pasangan anak daun dihubungkan oleh rachis. Tipe daun merupakan daun lengkap yaitu mempunyai helai daun, tangkai daun dan daun penumpu (Taylor 1961). Letak daun pada tangkai bunga adalah berselang dan pada setiap tangkai daun terdapat titik tumbuh yang akan berkembang menjadi cabang atau tunas bunga. Tanaman mawar berakar tunggang dengan akar cabang seperti serat dan akar rambut yang menyerupai benang (Kartapradja 1995). Bakal bunga terbungkus oleh kelopak bunga (sepala) yang terdiri atas empat sepalum, umumnya sepala tersebut berwarna hijau. Rosa hybrida L. berbunga tunggal dan merupakan bunga sempurna dengan benang sari dan putik yang banyak serta tersusun pada dasar bunga yang berbentuk guci (Kartapradja 1995). Menurut Taylor (1961), bagian organ reproduktif pada mawar adalah putik di bagian tengah dan benang sari di sekelilingnya, keduanya terlindung di dalam petal. Organ reproduktif jantan terdiri atas kepala sari yang didalamnya terdapat polen dan tangkai sari, sedangkan organ reproduktif betina terdiri atas stigma yang akan menangkap polen, stilus dengan tabung polennya yang akan berkembang dan akan membawa polen untuk pembuahan sel telur dalam ovari. Kedudukan benangsari sama tinggi atau lebih tinggi daripada putik, dengan 10 periode matangnya putik bersamaan dengan matangnya benang sari, keadaan tersebut memungkinkan mawar dapat menyerbuk sendiri (Darliah 1995). Buah pada bunga mawar disebut hip, hip mempunyai kandungan vitamin C yang tinggi dengan warna yang akan berubah dari hijau ke merah, kuning atau variasi dari itu (Hasek 1980), disamping itu, warna buah juga akan berubah dari hijau ke orange, orange kemerahan atau ungu kehitaman (Taylor 1961). Di dalam buah terdapat biji yang akan mengalami dormansi. Untuk memecahkan dormansi, biji diberi perlakuan suhu rendah (4 0 C) selama 3 -4 bulan (Darliah 1995). Penyakit utama yang menyerang tanaman mawar di Indonesia adalah embun tepung (Oidium sp.), terutama pada tanaman yang ditanam di dataran tinggi dan dipelihara di dalam rumah plastik. Penyebab penyakit embun tepung di Indonesia belum diidentifikasi dengan tepat karena penciri spesies patogen tersebut yaitu kleistotesium belum diketahui keberadaannya. Kleistotesium merupakan stadium seksual, namun yang berperan dalam siklus hidup patogen tersebut adalah stadium aseksualnya (konidium), dan stadium aseksual tersebut secara umum dikenal sebagai Oidium sp. (Suhardi et al. 2002). Pengendalian dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain penggunaan bahan tanaman yang bebas penyakit, penggunaan kultivar yang tahan terhadap penyakit, kultur teknis yang benar, sanitasi lingkungan dan penggunaan pestisida yang bijaksana (Muharam 1995). Penggunaan kultivar yang tahan terhadap penyakit embun tepung merupakan alternatif dalam usaha pengendalian serangan penyakit tersebut. Penggunaan fungisida yang intensif dapat meninggalkan residu pada daun yang menurunkan kualitas penampilan bunga secara keseluruhan. Pada tanaman hias khususnya mawar, kualitas merupakan faktor utama dalam seleksi terhadap hasil. Hasil mencakup semua karakter yang harus ada sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan oleh Asosiasi Bunga Indonesia khususnya dan organisasi lain yang terkait. Hasil yang baik dan sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan biasanya berhubungan erat dengan harga jual bunga. Berdasarkan panjang tangkai dan diameter kuncup, bunga potong mawar dibagi menjadi enam kelas kualitas (Hartono dan Faisal 1995b), seperti ditunjukkan pada Tabel 1. 11 Tabel 1 Kelas Kualitas Bunga Potong Mawar Berdasarkan Panjang Tangkai dan Diameter Kuncup Kelas Ekstra super Super Panjang Medium Pendek Sweet Hearts (Baby roses) Panjang Tangkai (cm) x = 65 55 = x 65 45 = x 55 35 = x 45 25 = x 35 x > 35 Diamater Kuncup (cm) x > 2.5 x > 2.5 x > 2.5 x > 2.5 x > 2.5 x > 1.5 Berdasarkan penampilan fisik secara keseluruhan, bunga potong dibagi dalam empat standar kualitas yaitu AA, A, B dan C. Kualitas AA merupakan kualitas ekstra super yang dipilih dari standar grading terbaik dalam ukuran, kesegaran, warna yang prima dan spesifik untuk setiap produk, bebas hama dan penyakit serta tidak ada kerusakan mekanis yang disebabkan oleh hama, bekas penyakit, residu pestisida dan cara penanganan yang tidak baik. Kualitas A mempunyai persyaratan yang sama dengan kualitas AA dengan deviasi 5% dan kualitas B mempunyai deviasi 10%, sedangkan kualitas C adalah standar kualitas diluar AA, A dan B (Hartono dan Faisal 1995a). Kualitas bunga sangat berkaitan erat dengan harga jual, kualitas bunga yang berbeda menyebabkan terjadinya perbedaan harga di petani maupun di pasaran. 2.2. Pendugaan Keragaman Frey (1964) mengemukakan bahwa kegiatan pemuliaan tanaman dapat dilakukan melalui tiga fase kegiatan yaitu menciptakan keragaman genetik dalam suatu populasi tanaman, seleksi genotipe yang mempunyai gen-gen pengendali karakter yang diinginkan dan melepas kultivar terbaik untuk produksi pertanian. Selanjutnya Fehr (1987) menyatakan bahwa, usaha meningkatkan keragaman genetik merupakan langkah pertama dalam program pemuliaan tanaman. Keragaman genetik terjadi karena pengaruh gen dan interaksi antar gen yang berbeda dalam suatu populasi (Crowder 1988). Keragaman tersebut disebabkan oleh rekombinasi genetik akibat adanya hibridisasi, mutasi (Makmur 1988), introduksi dan domestikasi (Allard 1960). Keragaman yang disebabkan 12 oleh gen akan menghasilkan tanaman yang berbeda secara genetik dan perbedaan ini akan mendasari kegiatan program pemuliaan (Poehlman 1979). Keragaman genetik yang luas dalam suatu populasi dan ukuran populasi yang cukup besar akan menjadikan seleksi lebih efektif dan akan mendukung keberhasilan program pemuliaan. Keragaman genetik yang luas memungkinkan diperolehnya karakter-karakter unggul atau karakter-karakter yang dikehendaki untuk dijadikan tetua atau bahan pemuliaan sehingga keragaman merupakan faktor penting dalam pengembangan genotipe baru (Fehr 1987). Sebaliknya, jika suatu karakter mempunyai keragaman genetik yang sempit maka genotipe- genotipe pada populasi tersebut hampir seragam (Allard 1960). Menurut Gomez dan Gomez (1984), koefisien keragaman merupakan tingkat ketelitian perlakuan yang dibandingkan dan merupakan petunjuk yang baik untuk tingkat kepercayaan suatu percobaan, sehingga semakin tinggi nilai koefisien keragaman maka tingkat kepercayaan semakin rendah. Nilai koefisien keragaman yang masih dapat diterima untuk percobaan varietas di lapang adalah 6-8% dan nilai koefisien di atas 20% dianggap tinggi. Luas atau sempitnya keragaman genetik dan keragaman fenotipik suatu karakter dalam suatu populasi tanaman dapat diketahui melalui standar deviasi, apabila nilai keragaman lebih besar dari nilai dua kali standar deviasi, maka keragaman tersebut dianggap luas (Anderson and Bancroff 1952, dalam Darajat 1987). 2.3. Pendugaan Heritabilitas Seleksi untuk karakter yang diinginkan akan lebih bermak na jika karakter tersebut mudah diwariskan. Mudah tidaknya pewarisan tersebut dapat diketahui dari besarnya nilai duga heritabilitas (Borojevic 1990). Dengan demikian nilai duga hertabilitas merupakan suatu informasi tentang kemampuan suatu karakter untuk diwariskan ke keturunannya. Sementara itu Poehlman (1979) berpendapat bahwa nilai duga heritabilitas merupakan tolok ukur besarnya peran faktor genetik atau faktor lingkungan dalam mengekspresikan suatu karakter. Besarnya nilai duga heritabilitas suatu karakter secara statistik merupakan perbandingan antara besaran ragam genetik yang merupakan proporsi keragaman 13 total yang disebabkan oleh faktor genetik dengan ragam fenotipiknya (Allard 1960). Perumusan ini dikenal sebagai nilai duga heritabilitas dalam arti luas, karena melibatkan seluruh faktor genetik yang mempengaruhinya (Simmonds 1979). Menurut Poehlman (1979), karakter yang sedikit dipengaruhi lingkungan (karakter kualitatif) mempunyai heritabilitas yang tinggi, sedangkan karakter yang banyak dipengaruhi lingkungan (karakter kuantitatif) mempunyai heritabilitas yang rendah. Sementara itu, Mc Whirter (1979) juga berpendapat bahwa karakter yang mempunyai nilai duga heritabilitas sedang sampai tinggi, maka lingkungan tidak mempunyai peranan yang sangat besar dalam penampilan suatu karakter. Dengan demikian faktor genetik pengaruhnya sangat besar, sehingga karakterkarakter tersebut akan mudah diwariskan pada keturunannya dan biasanya dikendalikan oleh gen sederhana. Nilai duga heritabilitas berkisar antara 0.0 sampai 1.0 atau 0 sampai 100%. Jika nilai duga heritabilitas 100% berarti semua keragaman yang ada disebabkan oleh faktor genetik. Jika nilai duga heritabilitas 0% berarti tidak satupun kergaman dalam populasi yang ada disebabkan oleh faktor genetik, dengan demikian tidak dapat dilakukan perbaikan tanaman melalui pemuliaan (Knight 1979). Hasil penelitian Darliah et al. (2001) pada bunga potong mawar menunjukkan bahwa karakter panjang tangkai, panjang ruas, jumlah daun, diameter tangkai, diameter kuncup, diameter bunga mekar, jumlah petal, lama kesegaran bunga, umur panen, jumlah duri dan kewangian mempunyai nilai duga heritabilitas yang tinggi, sedangkan karakter jumlah bunga per tanaman mempunyai nilai duga heritabilitas sedang. 2.4. Korelasi Genetik Antar Karakter Korelasi adalah derajat keeratan hubungan antara suatu karakter dengan karakter lain yang mudah diamati dan dibandingkan, serta mudah menunjukkan kemampuan genetiknya (Johnson et al. 1955). Dua karakter disebut berkorelasi, bila terjadi peningkatan atau penurunan salah satu karakter akibat peningkatan atau penurunan karakter yang lain tanpa memperhatikan ada atau tidaknya hubungan sebab akibat diantara karakter yang bersangkutan (Gaspersz 1991). 14 Menurut Falconer (1981) korelasi yang terjadi di antara pasanganpasangan karakter mungkin disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan. Faktor genetik yang menyebabkan korelasi terutama adalah pleotropi dan pautan. Pleotropi adalah gen yang dapat mengendalikan beberapa karakter sekaligus. Pautan adalah keterkaitan yang kuat di antara gen pada kromosom yang sama. Pautan hanya menyebabkan korelasi yang tidak kekal karena ada peluang untuk memisahkan gen terpaut melalui persilangan. Bila gen-gen yang mengendalikan pasangan karakter yang berkorelasi meningkatkan penampilan kedua karakter maka akan diperoleh korelasi yang positif. Korelasi antara dua karakter dapat berupa korelasi fenotipe dan genetik (Poespodarsono 1988). Korelasi fenotipe merupakan ciri awal dari penampilan suatu karakter yang memperlihatkan adanya korelasi antar karakter yang bersangkutan (Fehr 1987), disamping itu korelasi fenotipe juga menunjukkan korelasi genetik. Menurut Falconer (1997), berdasarkan pengaruh pembentukannya, korelasi ganetik adalah korelasi antar karakter tanaman yang hanya ditimbulkan oleh komponen faktor genetik, sedangkan korelasi fenotipe merupakan korelasi antar dua karakter yang ditimbulkan oleh pengaruh faktor genetik, lingkungan serta interaksi genetik dan lingkungan. Korelasi genetik lebih mempunyai arti dalam pemuliaan karena faktor genetik akan lebih berperan bila faktor lingkungan mendukung penampilan karakter tersebut (Poespodarsono 1988). Korelasi genetik antar karakter merupakan keterangan dasar yang akan membantu mengidentifikasi sifat yang penting atau tidak penting dalam program seleksi (Poerwoko 1995). Oleh karena itu korelasi genetik diperlukan untuk menduga respon seleksi tidak langsung, sebab kemungkinan seleksi langsung terhadap hasil sulit dilakukan, sehingga seleksi tidak langsung dapat dilakukan melalui karakter lain yang berkorelasi dengan hasil. Penampilan karakter hasil didukung oleh penampilan karakter-karakter lain yang merupakan komponen pendukungnya (Allard 1960). Komponen pendukung karakter panjang tangkai sebagai faktor pertama yang menentukan kualitas bunga adalah karakter jumlah buku, panjang ruas dan panjang leher bunga. Komponen pendukung karakter kokohnya tangkai bunga adalah diameter 15 tangkai bunga. Komponen pendukung diameter mekar adalah jumlah petal dan diameter kuncup. Komponen pendukung lama kesegaran bunga adalah jumlah petal, tebal petal dan jumlah daun. Apabila terdapat korelasi antara komponen pendukung dengan hasil maka akan membantu efektifitas seleksi. 2.5. Sidik Lintas Korelasi genetik antar karakter merupakan informasi dasar yang akan membantu mengidentifikasi sifat yang penting atau tidak penting dalam program seleksi (Falconer 1981). Berdasarkan nilai korelasi genetik yang diperoleh, maka dapat ditentukan sumbangan dari setiap komponen hasil melalui sidik lintas. Penggunaaan sidik lintas merupakan penjabaran dari korelasi genetik antara komponen hasil terhadap hasil, yang dibagi menjadi dua komponen yaitu pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung. Pembagian ini lebih dapat memberikan gambaran yang sebenarnya daripada menggunakan korelasi genetik, karena korelasi genetik belum tentu dapat memberikan gambaran yang benar tentang hubungan antara komponen hasil terhadap hasil (Poerwoko 1995). Pendapat di atas senada dengan pendapat Singh dan Chaudhary (1979), bahwa dalam sidik lintas, koefisien korelasi dianggap sebagai pengaruh total yang dapat dipecah ke dalam komponen pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung. Berikut ini cara mengiterpretasikan hasil sidik lintas menurut Singh dan Chaudhary (1979) : 1. Bila koefisien korelasi antara faktor kausal dan efeknya hampir sama dengan nilai pengaruh langsung, maka korelasi menunjukkan hubungan yang sesungguhnya dan seleksi langsung berdasarkan sifat tersebut akan efektif. 2. Bila koefisien korelasi antara faktor kausal dan efeknya positif tetapi nilai pengaruh langsung negatif atau dapat diabaikan, maka pengaruh tidak langsung yang berperan dalam korelasi. Dalam keadaan seperti ini maka faktor kausal tidak langsung tersebut dapat menjadi dasar dalam seleksi tidak langsung. 3. Koefisien korelasi antara faktor kausal dan efeknya negatif tetapi nilai pengaruh langsung positif dan tinggi, dalam hal ini suatu metode seleksi 16 simultan yang terbatas untuk meniadakan pengaruh tidak langsung yang tidak dikehendaki dapat d iterapkan. 2.6. Indeks Seleksi Hasil ditentukan oleh banyak komponen hasil, maka dalam evaluasi dan seleksi kultivar yang berdaya hasil tinggi harus diperhatikan ciri-ciri komponen hasil yang mendukung daya hasil tinggi. Hasil beserta ciri-ciri komponen hasil yang mendukung dapat diperbaiki secara simultan yaitu melalui seleksi. Seleksi merupakan salah satu proses dalam pemuliaan tanaman dan merupakan dasar dari semua perbaikan tanaman untuk mendapatkan kultivar unggul baru (Mc Whirter 1979). Dengan diketahuinya komponen hasil yang mendukung hasil, maka perbaikan suatu kultivar secara bersama-sama dapat dilakukan. Salah satunya dengan menggunakan indeks seleksi yang didasarkan pada suatu skor. Pemilihan dimulai dari genotipe yang mempunyai skor indeks tertinggi kemudian dilanjutkan pada genotipe yang mempunyai indeks total terkecil (Jain 1982). Penggunaan indeks seleksi berdasarkan pengukuran terhadap beberapa karakter dapat efektif menambah peluang terseleksinya genotipe unggul dibandingkan dengan cara seleksi langsung (Purnomo 2001). Disamping itu, penggunaan indeks seleksi berdasarkan pengukuran terhadap beberapa karakter dapat efektif menambah peluang terseleksinya genotipe terpilih daripada dengan selekai berdasarkaan satu karakter (Hasnam et al. 1970). Indeks seleksi juga dapat digunakan untuk meningkatkan seleksi genotipe terbaik berdasarkan satu atau banyak karakter jika karakter tersebut berkorelasi dan mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi (Kauffmann dan Dubley 1979). Selanjutnya Jain (1982) dan Soemarno dan Nasrullah (1988) mengemukakan bahwa penggunaan indeks seleksi lebih efektif dibandingkan dengan metode seleksi yang lain, karena kemajuan genetik yang menyertainya lebih besar, juga lebih efisien karena beberapa karakter dapat diseleks i secara simultan. Dasar penggunaan seleksi secara simultan telah dibuat oleh Smith (1936), kemudian Robinson et al. (1951) menggunakan indeks seleksi untuk menyeleksi jagung berdaya hasil tinggi. Hasilnya diperoleh peningkatan efisiensi sebesar 30% 17 daripada seleksi berdasarkam bobot biji. Pasek dan Baker (1969) mencoba membandingkan seleksi tandem dengan indeks seleksi pada spesies tanaman menyerbuk sendiri dengan menggunakan metode modifikasi pedigree, hasilnya menunjukkan bahwa indeks seleksi lebih efisien 11-47% daripada seleksi tandem. Efisiensi tersebut meningkat dengan bertambahnya sifat yang diperhitungkan dalam indeks. Dalam menyusun indeks seleksi dengan metoda secara simultan, Smith (1936) menggunakan seluruh varian-kovarian genotipik dan fenotipik dengan nilai ekonomis nisbi masing-masing karakter sama dengan satu. Nilai ekonomis nisbi suatu tanaman ditentukan oleh beberapa karakter yang mungkin penting atau kurang penting, sehingga harus dipertimbangkan beberapa karakter dalam memutuskan individu-individu yang memiliki nilai terbaik untuk seleksi (Subandi et al. 1973). Berikut ini beberapa pendapat penggunaan indeks seleksi (Subandi et al. 1973) yaitu : 1. Penggunaan indeks seleksi pada umumnya akan memberikan hasil lebih baik daripada prosedur seleksi lainnya, baik tentang kemajuan genetik dugaan maupun yang sebenarnya. 2. Penggunaan indeks seleksi untuk memperbaiki suatu sifat akan memberikan kemajuan yang lebih besar daripada seleksi dilakukan terhadap sifat itu sendiri. 3. Indeks seleksi menjadi lebih efektif bila korelasi genetik antar sifat-sifat yang dipertimbangkan untuk fungsi indeks seleksi dengan sifat yang diseleksi cukup besar. Disamping kelebihan -kelebihan tersebut, terdapat kelemahan indeks seleksi diantaranya adalah cara penentuan bobot ekonomi nisbi untuk masing-masing sifat dan pendugaan varian -kovarian yang cukup sulit diperlukan cukup banyak perhitungan (Subandi et al. (1973). Terdapat beberapa cara penentuan nilai pembobot dalam memperolah suatu indeks seleksi yaitu sebagai berikut : 1. Berdasarkan nilai ekonomis nisbi suatu sifat (Smith 1936 dalam Singh dan Chaudhary 1979), nilai tersebut ditentukan oleh urutan beberapa sifat yang 18 mungkin penting atau tidak penting. Konsekuensinya harus dipertimbangkan beberapa sifat dalam memutuskan individu-individu yang memiliki nilai terbaik untuk diseleksi (Subandi et al. 1973). 2. Berdasarkan nilai varian -kovarian genetik (Robinson et al. 1951; Bernardo 2002). 3. Berdasarkan nilai duga heritabilitas (Halloran 1979). 4. Berdasarkan nilai pengaruh langsung yang diperoleh dari sidik lintas (Purwoko 1995). Dari keempat cara tersebut dapat digunakan salah satu atau kombinasi diantaranya atau dapat pula digunakan semua cara secara bersama-sama. Pada penelitian ini digunakan semua cara secara bersama-sama sehingga akan diketahui genotipe-genotipe mana yang terseleksi melalui keempat cara tersebut. Apakah akan terseleksi genotipe yang sama atau genotipe berbeda. 2.7. Pendugaan Jarak Genetik Pemilihan tetua persilangan tergantung pada sifat yang akan dimuliakan (Poepodarsono 1988). Untuk sifat kualitatif yang dikendalikan oleh gen tunggal lebih mudah dilakukan karena perbedaan sifat akan menunjukkan perbedaan gen pengendali sifat tersebut, selain itu pada populasi yang bersegregasi perbedaan sifat satu dengan yang lainnya mudah terlihat dan seleksi lebih lanjut untuk menjadi tetua akan lebih mudah, terutama untuk tetua yang homozygot. Untuk sifat kuantitatif perlu beberapa pertimbangan dalam pemilihan tetua karena perbedaan fenotipe belum tentu disebabkan oleh perbedaan genotipe. Menurut Poepodarsono (1988) pertimbangan tersebut diantaranya adalah : 1. Sifat fisiologis, yaitu dasar fisiologis sifat yang diinginkan atau komponennya perlu diketahui sehingga penyebab tingginya penampilan sifat tersebut dapat diketahui pula. 2. Adaptasi, yaitu informasi kemampuan tetua untuk beradaptasi pada kisaran lingkungan tertentu perlu diketahui. 3. Susunan genetik, informasi tersebut dapat diketahui melalui uji keturunan atau dengan memperhatikan perbedaan sifat–sifat lain yang menjadi komponen 19 sifat tersebut, terutama sifat-sifat yang mudah diamati, seperti tinggi tanaman, diameter batang dan sebagainya. Efektivitas dan efesiensi seleksi ditentukan oleh adanya nilai duga heritabilitas karakter yang diinginkan dan keragaman genetik populasi. Keduanya sangat berguna dalam menetapkan metode seleksi dan waktu seleksi Seleksi tetua untuk memperoleh hasil persilangan dengan karakterkarakter yang diinginkan merupakan tahap yang sangat penting dalam pemuliaan tanaman (Forsberg dan Smith 1980). Seleksi tetua dalam persilangan didasarkan pada nilai ekonomi karakter yang dimiliki tetua dan bagaimana cara pewarisan karakter tersebut (Sriyadi et al. 2002) serta bagaimana hubungan kekerabatan antar tetua yang akan digunakan merupakan informasi yang sangat penting untuk diketahui. Untuk mempelajari hubungan kekerabatan dari suatu populasi dapat dilakukan dengan menggunakan penanda sebagai alat untuk melakukan karakterisasi genetik (Moritz dan Hillis 1990). Salah satunya dengan menggunakan karakter-karakter morfologi sebagai penanda (Tatineni et al. 1996). Hubungan kekerabatan antar dua individu atau dua populasi dapat diukur dari sejumlah karakter dengan asumsi karakter-karakter yang berbeda menggambarkan perbedaan susunan genetiknya. Ukuran derajat kedekatan genetik atau hubungan kekerabatan atau jarak genetik antar genotipe dapat didasarkan pada koefisien kemiripan. Besarnya koefisien tersebut dipengaruhi oleh pemilihan karakter, metode scoring dan pemilihan koefisien jarak atau koefisian kemiripan (Beer et al. 1993). Bentuk kekerabatan dibagi dua yaitu secara fenotipik (phenotipic relationship) dan filogenetik (phylogenetic relationship). Kekerabatan secara fenotipik didasarkan pada sejumlah karakter yang dimiliki suatu individu yang diamati, sedangkan secara menggambarkan jalur evolusi. filogenetik merupakan kekerabatan yang Kekerabatan filogenetik diekspresikan oleh genealogy yang disebut kekerabatan kladistik. Kekerabatan tersebut didefinisikan sebagai kekerabatan genomik antara organisme berd asarkan kemiripan urutan DNA/RNAnya. Kedua bentuk kekerabatan tersebut biasanya disajikan dalam bentuk pohon filogenetik atau dendrogram (Weir 1990). 20 Keberhasilan program pemuliaan mawar salah satunya tergantung pada keberhasilan dalam mendapatkan hibrida dengan berbagai sifat yang diinginkan dari tetua yang berkerabat jauh. Disamping itu, kemampuan pemulia untuk memilih hibrida dengan kombinasi sifat yang paling diinginkan sebagai tetua persilangan pada generasi berikutnya juga sangat berperan (Darliah 1995). O leh sebab itu untuk mencapai keberhasilan perbaikan genetik melalui persilangan perlu pengetahuan mengenai hubungan kekerabatan atau jarak ganetik antar genotipe tetua yang akan dipilih sebagai sumber gen (Wachira et al. 1997). Hartatik (2000) juga menyatakan bahwa jarak genetik nol atau nilai kemiripan genetik satu, menunjukkan adanya kemiripan genetik yang mutlak antar genotipe tersebut. Dengan demikian pemilihan kombinasi tetua persilangan harus dipilih dari genotipe-genotipe yang memiliki jarak genetik yang besar. 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2004 sampai Juli 2005, di kebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas. Ketinggian tempat 1100 meter di atas permukaan laut (dpl.), jenis tanah Andosol dengan pH 6.0 – 6.2 dengan tipe curah hujan adalah tipe A (sangat basah) (Schmitdt dan Fergusson 1959). 3.2. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan berupa bibit yang terdiri atas 30 genotipe mawar (Rosa hybrida L.) hasil perbanyakan secara okulasi yang berumur dua bulan. Nomor-nomor genotipe yang digunakan adalah 95.031-04, 95.033-01, 95.062-03, 95.077-01, 95.090-04, 95.136-01, 96.016-01, 97.004-01, 97.008-03, 97.025-14, 97.026-13, 97.027-71, 97.028 -15, 97.029-51, 97.029-82, 97.030-12, 97.032-09, 97.100-31, 97.100-36, 97.100-45, 97.100-61, 97.102-46, 97.104-03, 97.104-05, 97.105-66, 97.105-80, 97.106-42, 97.167-01, 97.170-01 dan 97.17401. Genotipe-genotipe tersebut merupakan hasil persilangan antara kultivarkultivar yang sudah komersial sebagai tetua betina dengan campuran polen dari beberapa kultivar komersial lain yang berbeda. Genotipe-genotipe tersebut berasal dari dua populasi besar yaitu populasi yang mempunyai kode 95 dan populasi yang berkode 97. Populasi pertama merupakan hasil seleksi dari 450 genotipe terbaik yang ada di Belanda yang berasal dari 163 persilangan. Dari populasi ini diseleksi lagi dan enam genotipe yang terseleksi diintroduksi ke Indonesia. Populasi kedua berasal dari 174 persilangan tetapi tidak ada informasi mengenai jumlah genotipe yang dihasilkan, selanjutnya dilakukan seleksi dan sebanyak 63 genotipe yang terseleksi diintroduksi ke Indonesia. 3.3. Rancangan Percobaan Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) penarikan anak contoh, terdiri atas 30 perlakuan, tiga ulangan dan tiga anak 22 contoh. Tata letak percobaan tersaji pada Lampiran 1. Jumlah populasi untuk masing-masing perlakuan pada setiap ulangan sebanyak lima tanaman, sehingga setiap ulangan terdapat 150 tanaman, jadi populasi seluruhnya adalah 450 tanaman. Untuk mengetahui keragaman di antara genotipe yang diuji, masingmasing data dianalisis dengan model linier rancangan kelompok lengkap teracak penarikan anak contoh (Gaspersz 1991), sebagai berikut : Yijk = µ + t i + ß j + eij + d ijk Keterangan : Yijk = Nilai pengamatan ke-k dalam ulangan ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i µ = Rata-rata umum t i = Pengaruh perlakuan ke-i ( i = 1, 2,3, … ,30 ) ß j = Pengaruh ulangan ke-j ( j = 1, 2, 3 ) eij = Pengaruh galat pada ulangan ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i d ijk = Pengaruh galat pada pengamatan ke-k dalam ulangan ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i Keragaman antar genotipe diuji dengan menggunakan uji F pada taraf 5%. Apabila terdapat perbedaan yang nyata diantara genotipe yang diuji, maka untuk menduga besarnya kemiripan di antara genotipe, masing-masing data kuantitatif ditambah dengan data kualitatif diubah dalam bentuk skor. Selanjutnya data tersebut dianalisis menggunakan analisis gerombol (cluster analysis) dengan bantuan software Ntsys 2.02 dengan metode sequential, aglomeralive, hierarchical and nested clustering (Rohlf 1993). Hasil pengelompokan tersebut dapat digambarkan dalam bentuk dendrogram. Berdasarkan model tersebut di atas, dapat disusun daftar analisis varian (Gespersz 1991) seperti pada Tabel 2. Tabel 2 Analisis Varian Untuk RKL Teracak Penarikan Anak Contoh Sumber Variasi Ulangan Perlakuan Galat percobaan Galat anak contoh Total Db r-1 g-1 (r-1) (g-1) rg (s-1) rgs-1 JK JK 4 JK 3 JK 2 JK 1 KT KT 4 KT 3 KT 2 KT 1 s 2s s 2s s 2s s 2s KTH + s s 2e + gs s 2 r + s s 2e + rs s 2 g + s s 2e Fhitung KT4/ KT2 KT3/KT2 KT2/ KT1 23 Varian genetik (s 2 g) dan varian fenotipik (s 2p ) dihitung dengan menggunakan rumus, sebagai berikut : s 2g = KTperlakuan – KT galat percobaan r.s s 2p = s 2g + KT galat percobaan Tingkat keragaman diduga berdasarkan nilai koefisien variasi genetik, dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Singh and Chaudhary 1979) : sg KVG = Keterangan : x 100 X KVG = Koefisien variasi genetik sg = Standar deviasi genetik X = Nilai tengah populasi Luas sempitnya keragaman karakter yang diamati ditentukan oleh nilai standar deviasi (s g), apabila nilai keragaman lebih besar dari dua kali standar dev iasi (2s g) maka keragaman karakter tersebut dinyatakan luas. Nilai duga heritabilitas dalam arti luas (h 2 bs ) untuk setiap karakter yang diamati dihitung menggunakan rumus Alard (1960), sebagai berikut : h2bs = s 2g s 2p Klasifikasi tinggi rendahnya nilai duga heritabilitas menurut Mc Whirter (1979), sebagai berikut : Rendah = h2 < 20% Sedang = 20% = h2 = 50% Tinggi = h2 > 50% Korelasi sederhana antar karakter diduga dengan menggunakan analisis kovarian, seperti tersaji pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, dapat dihitung kovarian korelasi fenotipik dan kovarian korelasi genetik, sebagai berikut : kov. g xy = MS 3 – MS2 r.s 24 kov. p xy = kov. g + kov. e Tabel 3 Analisis Kovarian Sumber Variasi Db MS EMS Ulangan Perlakuan Galat perlakuan Galat anak contoh Total r-1 g-1 (r-1) (g-1) rg (s -1) grs –1 MS4 MS3 MS2 MS1 kov. s + s kov. e + r.s kov. g kov. s + s kov. e kov. s Korelasi genetik dan fenotipik antar dua sifat dihitung dengan menggunakan rumus (Singh and Chaudhary 1979), sebag ai berikut : kov xy rxy = (s 2x . s 2y )½ Keterangan : rxy = Koefisien korelasi sifat x dan y s 2x = Varian sifat x s 2y = Varian sifat y kov.xy = Kovarian pasangan sifat x dan y Untuk mengetahui signifikansi nilai duga korelasi antar sifat, digunakan uji t (Singh and Chaudhary 1979), sebagai berikut : ½ t = rxy n–2 1 – r2xy Berdasarkan persamaan dari Singh dan Chaudhary (1979), maka persamaan korelasi menggunakan sidik lintas melalui metode matriks, sebagai berikut : kov (x 1 + x2 + x3 + … + x k) r(x1,Y) = (s 2x . s 2y )½ 25 Sidik lintas dihitung dengan menggunakan metoda matriks sebagai berikut : r1y r 2y r3y . . . rny rx1.1 rx2.1 rx3.1 = . . . r xn.1 r x1.2 r x1.3 r x2.2 r x2.3 r x3.2 r x3.3 . . . . . . r xn.2 r xn.3 … … … … … … … rx1.n rx2.n rx3.n . . . rxn.n B A P 1y P 2y P 3y . . . P ny C Keterangan : A = Vektor korelasi antara p buah variabel peramal dan variabel respon C = Vektor koefisien lintasan yang ingin diketahui B = Matriks korelasi antar variabel peramal dalam model regresi Pengaruh langsung diperoleh dengan pendekatan, sebagai berikut : C = B-1 . A Setelah diperoleh pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung (Z i) dan sisa diperoleh sebagai berikut : Zi = C i . rij Keterangan : Zi = Pengaruh tidak langsung variabel bebas Ci. rij = Pengaruh tidak langsung variabel Zi terhadap variabel tidak bebas Y, malalui variabel bebas Zj Pengaruh galat (sisa), dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Cs2 = 1 - ? C i . rij Keterangan : C s2 = Pengaruh galat (sisa) Ci . rij = Pengaruh tidak langsung variabel Zi terhadap variabel tidak bebas Y, malalui variabel bebas Z j Signifikansi koefisien korelasi akan diuji menggunakan uji t, sebagai berikut : r2 ab.c (n-2) t= 1 – r2ab.c 26 Indeks seleksi diduga dengan menggunakan rumus Bernardo (2002) sebagai berikut : I = b 1X1 + b 2X2 + …. + b nXn = ? bi Xi Keterangan : I = Indeks seleksi b i = Pembobot untuk karakter ke-i (nilai ekonomis nisbi) Xi = Nilai fenotipik untuk karakter ke-i Besarnya pembobot yang diberikan untuk suatu karakter tergantung dari besarnya nilai ekonomis, nilai duga heritabiias dan pengaruh langsung karakter terhadap hasil dalam perhitungan korelasi menggunakan sidik lintas. 3.4. Pelaksanaan Percobaan 1. Persiapan Batang bawah yang digunakan adalah kultivar multic. Batang bawah tersebut panjangnya 20 cm dengan diameter 1 – 15 mm. Batang bawah ditanam dalam polybag ukuran 15 cm dengan media tanam berupa campuran tanah, kompos dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1. Setelah berumur 90 hari setelah tanam (hst), pada batang bawah tersebut dilakukan penempelan mata tunas batang atas dengan cara diokulasi. Mata tunas untuk perbanyakan secara okulasi, diambil dari tanaman yang sehat, kemudian ditempelkan ke tanaman batang bawah dan diikat menggunakan parafilm. Umur 60 hari setelah okulasi tanaman siap dipindahkan ke lapangan. Rumah plastik sebagai tempat percobaan, dibuat dari bambu tetapi setiap tiangnya dicor menggunakan semen dengan atap plastik UV. Paranet dipasang sehari sebelum tanam dengan intensitas cahaya 45%, bila tanaman sudah cukup kuat untuk menerima intensitas cahaya yang lebih tinggi atau cuaca berawan, paranet pada bagian atas dibuka. Pengolahan tanah dimulai dengan membersihkan lahan dari gulma, kemudian dicangkul dan dibalik. Lahan dibuat sembilan bedengan dengan ukuran 60 cm x 850 cm, tinggi bedengan 30 cm dan jarak antar bedengan 80 cm. Setiap bedengan dibagi menjadi delapan plot percobaan dengan ukura n 60 cm x 90 cm. 27 Setiap plot diberi pupuk kandang dan kompos dengan dosis 30 ton/ha (2.70 kg/plot), pupuk kimia diberikan tiga hst dengan dosis 0.5 L/tanaman dan berturut-turut diberikan tiga kali seminggu pada konsentrasi 5000 ppm. Tanah disterilkan 30 hari sebelum tanam menggunakan dazomet 98%, dengan dosis 0.4 ton/ha (36 g/plot). Setelah diberi perlakuan tanah ditutup selama 14 hari, setelah itu dibuka dan diangin -anginkan selama 14 hari, kemudian tanah digemburkan kembali. Bahan mulsa dari plastik hitam perak, yang dipasang dua hari sebelum tanam. Setelah itu dibuat lubang tanam. 2. Penanaman Pada setiap bedengan terdapat dua baris tanaman dengan posisi berselang. Setiap genotipe diatur pada plot-plot percobaan dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm berbentuk segitiga sama sisi. Jarak antar plot 30 cm dan jarak antar ulangan 80 cm. Bibit ditanam pada lubang tanam, kemudian disiram dengan air sampai medianya basah. Penyulaman dilakukan bila ada tanaman yang mati, dilakukan sampai tanaman berumur dua minggu setelah tanam. 3. Pemeliharaan Penyiraman dilakukan tiga kali seminggu bersamaan dengan pemupukan. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan jika perlu, pengendalian menggunakan fungisida atau insektisida dengan dosis 1mL/L atau 1 g/L. Perebahan tangkai-tangkai bunga yang bukan bottom break, dilakukan setelah tunas berukuran kurang lebih 20 cm atau saat tunas tersebut bila dilekukan terasa lentur dan tidak patah, kemudian dibuang tiga daun teratas. 4. Panen Panen dilakukan bila satu atau dua helai petal telah terbuka. Panen dilakukan pada bunga yang kekuar dari batang utama dengan cara memotong bagian pangkal tangkai bunga dengan bentuk permukaan miring, dan disisakan dua mata tunas dibawahnya. 28 3.5. Pengamatan Pengamatan terhadap karakter kuantitatif terdiri atas : 1. Panjang tangkai bunga (cm), diukur dari pangkal tangkai bunga sampai pangkal dasar bunga. Pengukuran dilakukan saat panen dengan menggunakan meteran. 2. Diameter tangkai bunga (cm), diukur pada bagian pangkal, tengah dan ujung tangkai bunga kemudian dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan saat panen dengan menggunakan jangka sorong. 3. Panjang ruas (cm), diukur berturut-turut mulai ujung ruas pertama sampai pangkal ruas berikutnya, lalu dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan saat panen dengan menggunakan meteran. 4. Panjang leher bunga (cm), diukur dari pangkal dasar bunga sampai daun pertama. Pengukuran dilakukan saat panen dengan menggunakan meteran. 5. Jumlah daun, dihitung mulai daun pertama pada pangkal tangkai bunga sampai daun terakhir. Penghitungan dilakukan saat panen. 6. Jumlah buku. Dihitung mulai buku pertama pada pangkal tangkai sampai buku terakhir di bawah leher bunga. Penghitungan dilakukan saat panen. 7. Jumlah duri besar, dihitung mulai pangkal tangkai bunga sampai ujung tangkai bunga. Penghitungan dilakukan saat panen. 8. Jumlah duri kecil, dihitung mulai pangkal tangkai bunga sampai ujung tangkai bunga. Penghitungan dilakukan saat panen. 9. Diameter kuncup (cm), diukur pada bagian kuncup bunga yang paling menggelembung dan dilakukan saat dua petal sudah terbuka. Pengukuran dilakukan saat panen dengan menggunakan jangka sorong. 10. Diameter bunga mekar (cm), pengukuran dilakukan saat bunga mekar penuh, yaitu bila putik sudah terlihat. Pengukuran dilakukan saat panen dengan menggunakan jangka sorong. 11. Lama kesegaran bunga (hari), dihitung saat tangkai bunga dimasukkan ke dalam vas bunga (botol) yang berisi air matang sampai petal gugur atau saat bunga menampakkan kelayuan. Pengamatan mulai dilakukan sesaat setelah panen. 29 12. Jumlah petal (helai). Pengamatan dilakukan dengan cara merontokkan petal bunga dari kuntum bunga, kemudian dihitung satu per satu. Penghitungan dilakukan setelah pengamatan lama kesegaran bunga. 13. Umur panen (hari setelah tanam/hst), dihitung dari saat tanam sampai panen bunga pertama. 14. Jumlah bunga per tanaman, dihitung mulai panen bunga pertama sampai terakhir selama percobaan. Pengamatan terhadap karakter kualitatif terdiri atas : 1. Warna bunga, diamati dengan cara membandingkan warna utama petal bunga dengan warna-warna pada color chart dari Royal Horticulture Society (RHS). Nomor-nomor yang diperoleh diurutkan mulai dari warna paling cerah sampai paling pucat. Pengelompokan dilakukan berdasarkan kelompok warna yaitu kelompok warna merah, orange dan putih, kemudian diberi peringkat. Nomor paling cerah diberi peringkat 1 dan seterusnya sampai warna paling pucat diberi peringkat dengan angka yang lebih besar. Pengamatan dilakukan sesaat setelah panen. 2. Warna spot petal bunga, diamati dengan cara membandingkan warna spot petal dengan warna-warna pada color chart. Pengamatan dilakukan sesaat setelah panen. 3. Warna batang muda, diamati dengan cara membandingkannya dengan warnawarna pada color chart. Pengamatan dilakukan saat panjang tunas kurang lebih 15 cm. 4. Warna batang tua, diamati dengan cara membandingkannya dengan warnawarna pada color chart. Pengamatan dilakukan saat panen. 5. Warna daun muda, diamati dengan cara membandingkannya dengan warnawarna pada color chart. Pengamatan dilakukan saat daun muda sudah terbuka penuh. 6. Warna daun tua, diamati dengan cara membandingkannya dengan warnawarna pada color chart. Pengamatan dilakukan saat panen. 30 7. Warna stamen bagian luar, diamati dengan cara membandingkannya dengan warna-warna pada color chart. Pengamatan dilakukan saat bunga mekar penuh. 8. Bentuk kuncup bunga, diamati dengan cara membandingkannya dengan bentuk standar dari International Union for the Protection of New Plant Varieties (UPOV). Pengamatan dilakukan saat panen. 9. Bentuk duri, diamati dengan cara membandingkannya dengan bentuk standar dari UPOV. Pengamatan dilakukan saat panen. 10. Bentuk dasar daun terminal (terminal leaflet) diamati dengan cara membandingkannya dengan bentuk standar dari UPOV. Pengamatan dilakukan saat panen. 11. Penampakan samping bagian atas bunga pada saat mekar penuh, diamati dengan cara membandingkannya dengan standar penampakan dari UPOV. Pengamatan dilakukan saat bunga mekar penuh. 12. Penampakan samping bagian bawah bunga pada saat mekar penuh, diamati dengan cara membandingkannya dengan standar penampakan dari UPOV. Pengamatan dilakukan saat bunga mekar penuh. 13. Bentuk kelopak bunga, diamati dengan cara membandingkannya dengan standar bentuk dari UPOV. Pengamatan dilakukan saat panen. 14. Zona spot petal bunga, diamati dengan cara membandingkan posisi spot pada petal dengan standar zona petal dari UPOV. Pengamatan dilakukan saat panen. 15. Kewangian bunga, diamati dengan mencium aroma bunga pada saat bunga mekar penuh. Pengamatan dilakukan oleh sepuluh orang responden. Hasil pengamatan ditulis dalam bentuk skor. Skor 1 bila tidak ada aroma atau aroma sangat lemah, skor 3 bila aroma yang tercium lemah, skor 5 bila aroma yang tercium kuat dan skor 9 bila aroma yang tercium sangat kuat. 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penelitian Secara umum penelitian berjalan dengan baik dan lancar, walaupun terdapat beberapa hal yang mengakibatkan pelaksanaan penelitian mengalami keterlambatan dari waktu yang telah direncanakan. Hal-hal tersebut diantaranya adalah kurang tersedianya batang bawah yang siap untu k dilakukan penempelan batang atas, kurang tersedianya mata tunas yang akan diokulasi dan pemberian pupuk dasar yang kurang sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. Pada awal penelitian, direncanakan akan menggunakan batang bawah Rosa multiflora. Spesies tersebut mempunyai perakaran yang lebih baik sehingga lebih tahan untuk waktu pertanaman yang lebih lama, karena direncanakan setelah penelitian ini selesai, tanaman akan digunakan untuk bahan persilangan. Akan tetapi Rosa multiflora tidak tersedia di lapangan, sehingga harus ditanam dahulu untuk kemudian diperbanyak, dan waktu yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut cukup lama. Berdasarkan pertimbangan waktu, maka diputuskan untuk mengganti batang bawah Rosa multiflora dengan kultivar multic. Kultivar tersebut merupakan kultivar introduksi dengan pertumbuhan yang bagus dan umumnya mempunyai kompatibilitas penempelan yang baik dengan kultivarkultivar mawar potong yang ada, termasuk dengan genotipe-genotipe yang digunakan dalam penelitian ini. Namun ketersediaan kultivar multic di lapangan tidak memenuhi jumlah yang dibutuhkan, sehingga harus dilakukan perbanyakan. Tanaman induk sebagai sumber mata tunas dalam perbanyakan secara vegetatif melaui cara okulasi, mulai dipelihara bersamaan dengan perbanyakan batang bawah. Jumlah tanaman induk sangat terbatas dan sebagian masih muda, sehingga waktu pelaksanaan okulasi tidak seragam, dengan demikian diperoleh bibit yang tidak seragam. Penyeragaman bibit dilakukan dengan cara memotong tunas yang terlalu banyak dan akar yang terlalu panjang, sehingga diperoleh bibit yang relatif seragam. Pengolahan lahan dilakukan 30 hari sebelum tanam. Kesalahpahaman antara penulis dengan pekerja tentang cara pengolahan lahan dan dosis pupuk dasar yang harus diberikan, mengakibatkan pekerjaan tersebut harus diulang, 32 sehingga waktu tanam menjadi mundur karena lahan yang belum siap. Namun keadaan tersebut tidak mengganggu kondisi bibit karena bibit ditanam dalam polybag. Jumlah tanaman per plot adalah lima tanaman. Beberapa minggu setelah tanam terdapat beberapa tanaman pertumbuhannya sangat lambat. yang mati dan beberapa tanaman Kematian tanaman hasil okulasi umumnya disebabkan oleh lepasnya mata tunas batang atas yang ditempelkan pada batang bawah, sehingga batang atas tidak memperoleh air maupun nutrisi dari batang bawah. Akibatnya batang atas tersebut mengering dan mati. Pertumbuhan yang lambat dapat disebabkan oleh kondisi mata tunas dan batang bawah yang kurang baik atau sistem perakaran batang bawah yang kurang berkembang atau sebab lain yang belum dapat diketahui. Tidak dilakukan penyulaman terhadap tanaman yang mati dan yang mengalami pertumbuhan terlambat, karena terjadi setelah lebih dari dua minggu tanaman ditanam. Namun demikian, keadaan tersebut tidak mengurangi jumlah unit percobaan karena kejadian tersebut hanya terjadi pada beberapa genotipe dan tidak terjadi pada semua ulangan, disamping itu jumlah penarikan anak contoh adalah tiga, sehingga jumlah tanaman yang hidup dan tumbuh dengan normal masih memenuhi jumlah unit percobaan. Hal lain yang mengganggu adalah adanya serangan ulat daun dan kutu daun. Serangan ini terjadi pada minggu ke-33 setelah tanam. Ulat daun memakan daun dan kuncup bunga bahkan pada serangan yang hebat ulat menyerang tunas muda, sehingga tunas tersebut tidak berkembang dan tidak bisa menghasilkan bunga. Kutu daun menyerang daun-daun muda dengan cara menghisap cairan sel tanaman, sehingga menyebabkan daun menjadi mengkerut atau keriting. Kedua serangan hama ini mengakibatkan penurunan kuantitas maupun kualitas bunga. 4.2. Pendugaan Keragaman Karakter Morfologi yang Diamati Hasil analisis ragam karakter kuantitatif menunjukkan perbedaan yang nyata antar genotipe yang diuji pada selang kepercayaan 5%, kecuali karakter panjang ruas, panjang leher bunga, diameter kuncup dan umur panen. Tingkat keragaman ditentukan oleh nilai koefisien keragaman genetik (KVG). Hasil pengamatan terhadap 14 karakter kuantitatif, memperlihatkan perbedaan tingkat 33 keragaman yang cukup tinggi khususnya keragaman gen etik yaitu antara 3.41587.561. Tingkat keragaman genetik paling tinggi terdapat pada karakter jumlah duri kecil (87.561) diikuti oleh karakter jumlah petal (40.773) dan jumlah duri besar (29-520). Sementara itu, tingkat keragaman terkecil terdapat pada karakter lama kesegaran bunga (3.415) dan umur panen (3.968), data selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Keragaman, Koefisien Variasi Genetik dan Dua Kali Standar Deviasi Genetik Karakter Kuantitatif yang Diamati Keragaman (s 2) Karakter Genetik Fenotipe Lingkungan (s 2p ) (s 2e ) (s 2g ) Panjang Tangkai 62.106 76.691 14.5853 Diameter Tangkai 0.002 0.004 0.0014 Panjang Ruas 0.209 0.221 0.0126 Jumlah Buku 5.698 6.422 0.7236 Jumlah Daun 5.379 6.354 0.9752 Panjang Leher 2.567 2.649 0.0820 Bunga Jumlah Duri Besar 244.996 298.474 53.4780 Jumlah Duri Kecil 0.299 0.341 0.0423 Diameter Kuncup 0.027 0.029 0.0021 Diameter Bunga 0.002 0.002 0.0002 Mekar Jumlah Petal 265.200 272.783 7.5828 Lama Kesegaran 0.068 0.126 0.0582 Bunga Umur Panen 21.496 38.528 17.0319 Jml Bunga/Tan 0.075 0.117 0.0419 KVG 2s 2 g Kriteria 12.928 8.632 11.771 18.856 16.204 17.610 15.761 0.091 0.913 4.774 4.638 3.204 Luas Sempit Sempit Luas Luas Sempit 29.520 87.561 6.453 31.305 Luas 1.094 Sempit 0.330 Sempit 4.129 0.082 Sempit 40.773 32.570 Luas 3.415 0.520 Sempit 3.968 14.195 9.273 Luas 0.548 Sempit Hasil pengamatan terhadap jumlah duri kecil menunjukkan kisaran yang yang sangat jauh yaitu antara 0-209. Genotipe dengan jumlah duri kecil relatif sedikit (0-4 duri) adalah 95.033-01, 97.030-12, 97.026-13, 96.016-01, 97.028-15, 97.029-82, 97.029-51, 97.032-09, 97.025-14, 97.004-01, 97.167-01, 97.104-03 dan 97.008-03, sedangkan genotipe dengan jumlah duri kecil sangat banyak adalah 97.105-80. Jumlah duri besar berkisar antara 16-160. Genotipe 95.033-01 dan 97.104-03 mempunyai jumlah duri kecil relatif sedikit yaitu 23 dan 25, sedangkan jumlah duri besar paling banyak terdapat pada genotipe 97.105-80. Jumlah duri merupakan karakter yang tidak diinginkan karena akan menyulitkan 34 dalam penanganan pascapanen dan pembuatan rangkaian bunga, sehingga seleksi terhadap genotipe yang mempunyai jumlah duri relatif sedikit lebih diutamakan. Jumlah petal berkisar antara 20-93, dengan jumlah terbesar terdapat pada genotipe 97.030-12, 97.170-01 dan 97.032-09 yang masing-masing mempunyai 83, 75 dan 62 helai. Sementara jumlah petal paling sedikit terdapat pada genotipe 95.090-04 dan 95.136-01 dengan 21 helai petal. Jumlah petal bunga potong mawar yang ideal adalah 25-35 helai, sehingga membentuk tipe ganda, artinya setiap kuntum bunga mempunyai lebih dari 20 helai petal yang tersusun dalam beberapa lapis atau lingkaran (Darliah et al. 2001). Jumlah tersebut memadai untuk membentuk kuntum bunga yang baik sebagai bunga potong, yaitu cukup padat dan penuh dengan susunan petal tidak terlalu terbuka pada saat mekar penuh. Lama kesegaran bunga berkisar antara 6.6-8.7 hari sehingga karakter tersebut mempunyai tingkat keragaman yang paling kecil (3.415). Genotipe 97.032-12 dan 95.090-04 mempunyai lama kesegaran bunga yang paling lama, sedangkan yang paling cepat diperoleh dari genotipe 95.033 -01. Namun demikian semua genotipe yang diuji digolongkan mempunyai lama kesegaran yang memenuhi standar, karena bunga potong mawar yang baik harus mempunyai lama kesegaran selama lima sampai enam hari (Morey 1969). Umur panen berkisar antara 100-148 hari setelah tanam (hst). Genotipe yang mempunyai umur panen paling genjah adalah 97.170-01 dan umur panen terpanjang diperoleh dari genotipe 97.008-03. Umur panen yang genjah lebih diinginkan karena tanaman akan lebih cepat menghasilkan. Panjang tangkai genotipe-genotipe yang diamati berkisar antara 50.47 cm sampai 99.80 cm. Panjang tangkai terpanjang terdapat pada genotipe 97.105-80 dan panjang tangkai terpendek terdapat pada genotipe 97.106-42. Berdasarkan kelas kualitas pada Tabel 1, maka 30% dari genotipe-genotipe yang diamati termasuk ke dalam kelas ekstra super, 43% termasuk ke dalam kelas super dan sisanya termasuk ke dalam kelas panjang. Kelas eksrta super terdiri atas genotipe 97.105-80, 97.174-01, 97.029-82, 97.077-01, 95.090-64, 97.030-12, 97.167-01, 96.016-01 dan 97.032-09. Kelas super terdiri atas genotipe 97.025-14, 97.100-61, 97.105-66, 97.026-13, 97.104-03, 97.028 -15, 97.100-31, 95.031-04, 97.027-71, 35 97.170-01, 97.004-01, 97.104-05 dan 97.136-01. Dengan demikian semua genotipe yang diamati mempunyai panjang tangkai yang memadai sebagai bunga potong, karena standar bunga potong mawar harus memiliki panjang tangkai tidak kurang dari 40 cm. Akan tetapi panjang tangkai kelas ekstra super lebih dikehendaki karena memiliki harga jual yang lebih tinggi (Darliah et al. 2001). Berdasarkan Tabel 1 diameter kuncup yang dikehendaki tidak kurang dari 2.5 cm (Darliah et al. 2001). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa diameter kuncup berkisar antara 2.27-3.02 cm dan hanya 20% dari genotipe yang diamati memiliki diameter kuncup kurang dari 2.5 cm. Genotipe-genotipe tersebut adalah 97.028-15, 95.033-01, 95.136-01, 97.029-51, 97.104 -03 dan 96.016-01, maka sebagian besar genotipe mempunyai diameter kuncup yang memenuhi kriteria kelas kualitas yang ditentukan. Diamater kuncup terbesar diperoleh dari genotipe 97.032-09 dan terkecil diperoleh dari genotip e 96.016-01. Diameter bunga mekar berkisar antara 7.0-14.9 cm, diameter bunga mekar terbesar diperoleh dari genotipe 97.027-71 dan terkecil adalah genotipe 95.09004. Umumnya diameter bunga mekar di atas 8 cm dikelompokan ke dalam bunga yang mempunyai diameter cukup besar. Berdasarkan hasil pengamatan terdapat dua genotipe yang berdiameter bunga mekar di bawah 8 cm yaitu 95.090 -04 dan 95.136-04. Genotipe 97.030-12, 97.026-13, 97.028-15, 97.029-82, 97.029-51, 97.032-09, 97.025-14, 97.170-01, dan 97.027-71 berdiameter bunga mekar di atas 10 cm dan yang lainnya mempunyai diameter bunga mekar antara 8.44 - 9.98 cm. Dengan demikian 97% genotipe yang diuji mempunyai diameter bunga mekar yang cukup besar. Karakter jumlah bunga per tanaman berkisar antara 2.2-7.6 tangkai. Jumlah bunga paling sedikit diperoleh dari genotipe 97.170-01 dan tiga genotipe dengan jumlah bunga terbanyak adalah 97.100-31, 97.027-71 dan 97.026-13, dengan jumlah bunga berturut-turut 7.6, 6.8 dan 6.2 tangkai. Berdasarkan nilai koefisien keragaman genetik (KVG) pada Tabel 4, karakter jumlah duri besar, jumlah duri kecil dan jumlah petal memiliki tingkat keragaman yang tinggi karena mempunyai nilai di atas 20%, sehingga peluang perbaikan terhadap ketiga karakter tersebut melalui pemuliaan akan lebih berhasil (Gomez dan Gomez 1984). Sementara itu karakter yang lainnya termasuk dalam 36 kriteria masih dapat diterima kecuali karakter diameter bunga mekar, lama kesegaran bunga dan umur panen yang mempunyai nilai KVG di bawah 6%. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4, terdapat delapan karakter yang mempunyai keragaman sempit, yaitu karakter diameter tangkai, panjang ruas, jumlah duri kecil, diamater kuncup, diameter bunga mekar, lama kesegaran bunga dan jumlah bunga per tanaman, sedangkan sisan ya mempunyai keragaman yang luas. Hasil tersebut berbeda dengan hasil penelitian Darliah et al. (2001) yang menyimpulkan bahwa karakter-karakter di atas mempunyai keragaman yang luas kecuali karakter diamater kuncup. Hal tersebut disebabkan oleh populasi yang berbeda dan cara pendugaan keragaman yang berbeda pula. Pada penelitian ini penyertaan komponen penarikan anak contoh cukup signifikan mengurangi besarnya galat percobaan, sehingga ragam lingkungan menjadi lebih kecil dan ragam genetik menjadi lebih besar karena nilai penyebut yang lebih kecil. Keragaman yang luas menunjukkan genotipe-genotipe dalam populasi tersebut relatif heterogen sehingga memiliki peluang yang besar dalam melakukan seleksi dan akan mempermudah memperoleh karakter yang diingin kan (Allard 1960). Oleh karena itu suatu karakter pada populasi yang memiliki keragaman genetik yang luas akan memberikan harapan yang besar bahwa pekerjaan seleksi terhadap karakter yang diinginkan dapat berhasil dengan baik. Menurut Falconer (1981), keragaman yang sempit menunjukkan genotipe-genotipe yang diuji relatif seragam, sehingga perbaikan tanaman dengan cara seleksi hasilnya tidak efektif. Disamping karakter kuantitatif, karakter kualitatif seperti warna bunga, susunan petal bunga yang rapi dan padat, bentuk kuncup dan bentuk bunga saat mekar sangat menentukan nilai jual (Morey 1960). Hasil pengamatan terhadap karakter-karakter kualitatif disajikan pada Lampiran 3-9. Hasil pengamatan terhadap warna bunga menunjukkan nomor-nomor warna yang berbeda, kecuali genotipe 96.016-01 dengan 95.062-03, 97.027-71 dengan 97.028-15 dan 97.025-14 dengan 97.026 -13, hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 13-15. Genotipe-genotipe tersebut menunjukkan nomor warna yang sama. Akan tetapi bila dilihat dari tekstur warna dan kecerahan, tidak ada warna bunga yang sama bahkan pada persilangan dengan tetua yang sama. Tingkat perbedaan tekstur warna dan kecerahan tersebut tidak dapat ditentukan dengan 37 menggunakan color chart yang digunakan dalam penelitian ini. Warna-warna bunga genotipe yang digunakan dalam penelitian ini sangat beragam mulai dari warna merah gelap, merah, merah-orange, orange, merah jambu, kuning sampai putih, seperti terlihat pada Gambar 2. 95.031 -04 95.033-01 95.062-03 95.077-01 95.090-04 95.136 -01 96.016-01 97.004-01 97.008-03 97.025 -14 97.026 -13 97.027-71 97.028-15 97.029-51 97.029 -82 97.030 -12 97.032-09 97.100-31 97.100-36 97.100 -45 97.100 -61 97.102-46 97.104-03 97.104-05 97.105 -66 97.105 -80 97.106-42 97.167-01 97.170-01 97.174 -01 Gambar 2 Warna dan Bentuk Bunga Mawar yang Diamati. Warna batang muda didominansi oleh warna merah keunguan, abu-abu kemerahan dan merah kecoklatan, sedangkan warna batang tua didominansi warna hijau dan hijau kekuningan. Warna daun muda umumnya hampir sama dengan warna batang muda dengan dominansi warna dan gradasi warna yang tidak jauh berbeda, hasil selengkapnya disajikan pada Lampiran 3. 38 Hal yang sama diperoleh dari hasil pengamatan terhadap warna daun tua. Hasil pengamatan selengkapnya disajikan pada Lampiran 4. Warna daun tua didominansi oleh warna hijau tua, bahkan sebagian besar genotipe memiliki warna daun yang sama. Tingkat perbedaan warna pada genotipe-genotipe yang diuji sangat sempit, sehingga diperoleh nomor-nomor warna yang sama dan hanya dibedakan oleh gradasi warna yang agak berbeda. Gradasi warna yang berbeda tersebut dinotasikan dengan huruf A, B, C dan D, huruf A menunjukkan warna yang lebih tua, huruf B, C dan D berturutturut menunjukkan gradasi warna yang lebih muda. Sebagai contoh, genotipe 97.077-01, 95.033-01 dan 97.008-03 memiliki warna daun tua yang hampir sama yaitu masing-masing dengan nomor warna green 137A, green 137B dan green 137C. Ketiga genotipe tersebut mempunyai nomor yang sama, tetapi warnanya sedikit berbeda. Perbedaan warna yang sedikit tersebut ditunjukkan oleh gradasinya yang dinotasikan dengan huruf A, B dan C. Warna green 137A sedikit lebih tua dari green 137B dan green 137B sedikit lebih tua dari green 137C. Warna stamen bagian luar berkisar antara warna putih, kuning, merah jambu sampai merah keunguan. Hasil pengamatan menunjukkan tidak ada warna stamen yang sama tetapi gradasinya tidak jauh berbeda, seperti terlihat pada Lampiran 4. Warna bintik (spot) petal cukup beragam mulai dari putih, putih kehijauan, kuning sampai merah keunguan dengan gradasi warna yang cukup nyata. Hasil selengkapnya disajikan pada Lampiran 4. Warna stamen dan warna spot petal, secara estetika tidak memberi pengaruh yang besar terhadap penampilan karena letaknya di bagian dalam kuntum bunga, akan tetapi dapat digunakan sebagai salah satu penciri untuk membedakan satu kultivar dengan kultivar yang lainnya. Pada Lampiran 10, ditunjukkan sketsa gambar bentuk-bentuk bagian bunga yang dapat digunakan sebagai pembeda varietas-varietas bunga potong mawar bersadarkan UPOV. Hasil pengamatan bentuk kuncup dan bentuk duri besar disajikan pada Lampiran 5. Bentuk kuncup dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu membundar (round), membundar telur-lebar (broad-ovate) dan membundar telur (ovate) masing-masing memiliki skor 3, 5 dan 7. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, empat genotipe memiliki bentuk membundar (round) 39 yaitu 95.136-01, 97.026-13, 97.032-09 dan 97.105-66. Tiga genotipe memiliki bentuk membundar telur (ovate) yaitu 97.027-71, 97.167-01 dan 97.008-03, sedangkan genotipe yang lain memiliki bentuk kuncup membundar telur-lebar (broad -ovate). Bentuk kuncup merupakan salah satu karakter yang diperhatikan dalam penampilan bunga, dan bentuk yang membundar telur-lebar (broad-ovate) sampai membundar lebih disukai karena akan memberikan ukuran diameter kuncup yang relatif lebih besar. Sketsa bentuk duri besar digambarkan pada Lampiran 10. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam lima kriteria dengan nilai skor 1, 3, 5, 7 dan 9. Hasil pengamatan menunjukkan genotipe 97.077-01, 97.026-13, 96.016-01, 97.029-82, 97.029-51, 97.170-01, 97.027-71, 97.104-05, 97.100-31 dan 97.008-03 memiliki bentuk duri besar sangat cekung (deep concave), sehingga untuk genotipegenotipe tersebut diberi skor 1, sedangkan bentuk duri besar genotipe yang lainnya adalah cekung (concave) sehingga diberi skor 3. Bentuk dasar daun terminal dibagi ke dalam 4 kelompok dengan nilai skor 1, 2, 3 dan 4 seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 10. Hasil pengamatan bentuk daun terminal disajikan pada Lampiran 6. Berdasarkan Tabel 6, sebagian besar genotipe memiliki dasar daun terminal berbentuk menumpul (obtuse) sehinga diberi skor 2, dan hanya satu genotipe yang memiliki dasar daun terminal berbentuk menjantung (cordate) yaitu 97.031 -04 sehingga diberi skor 4. Genotipe 97.033-01, 95.090 -04, 97.032-12, 97.032-09, 97.106-42 dan 97.008-03 baji (wedge-shaped ), genotipe tersebut diberi skor 1, sedangkan genotipe yang lain memiliki dasar daun terminal berbentuk membundar (rounded) dan diberi skor 3. Contoh bentuk dasar daun terminal disajikan pada Gambar 3. Bentuk Baji Membundar Menumpul (wedge -shaped) (rounded) (obtuse) Gambar 3 Contoh Bentuk Dasar Daun Terminal. 40 Helaian petal terbagi dalam tiga zona yaitu zona pinggir, zona tengah dan zona dasar. Zona dasar spot petal terbagi lagi menjadi sembilan zona, seperti yang ditunjukkan oleh gambar pada Lampiran 10. Zona dasar tersebut umumnya berbentuk bintik (spot). Hasil pengamatan zona dasar spot petal disajikan pada Lampiran 6. Genotipe-genotipe yang diuji memiliki zona spot dasar yang beragam. Dua genotipe dengan spot dasar pada zona 9 adalah 95.033-01 dan 97.008-03. Genotipe 97.0004 -01 memiliki spot dasar pada zona 8 dan 97.170-01 memilikii spot dasar pada zona 7, sedangkan genotipe 97.062-03 dan 97.105-80 memiliki spot dasar pada zona 4 dan genotipe lainnya memiliki spot pada zona 1, 2 dan 3. Hasil pengamatan penampakan samping bagian atas dan bagian bawah bunga disajikan pada Lampiran 7. Penampakan samping bagian atas bunga dibagi ke dalam tiga kelompok, seperti ditunjukkan pada Lampiran 10. Genotipe 97.030-12, 97.106 -42, 97.105-66 dan 97.100-31 memiliki bagian atas bunga berbentuk cembung (convex) dan diberi skor 3. Genotipe 97.136-01, 95.033-01, 95.062-03, 97.028-15, 97.029-82, 97.032 -09, 97.100-36, 97.100-61, 97.174-01, 97.102-46 dan 97.105-80 memiliki bagian atas bunga berbentuk datar (flat) dan diberi skor 1, sedangkan genotipe lainnya memiliki bagian atas bunga berbentuk cembung datar (flattened convex) dan diberi skor 2. Penampakan samping bagian bawah bunga dibagi ke dalam empat kelompok yaitu cekung (concave), datar (flat), cembung datar (flattened convex) dan cembung (convex), tetapi kelompok terakhir tidak ditemukan pada genotipegenotipe yang diuji. Genotipe-genotipe yang termasuk ke dalam kelompok cembung datar (flattened convex) dengan skor 3 adalah 95.077 -01, 95.090-04, 97.032-09, 97.106-42, 97.100-31, 97.105-66, 97.100-31 dan 97.105 -80. Genotipe yang memiliki bagian bawah bunga berbentuk cekung dan diberi skor 1 adalah 95.031-04, 95.033-01, 97.030-12, 96.019 -01, 97.170-01, 97.167-01, 97.104-03, dan 97.008-03, sedangkan genotipe lain memiliki bagian bawah bunga berbentuk datar (flat) dan diberi skor 2. Mawar mempunyai lima helai kelopak bunga. Bentuk kelopak bunga tersebut dikelompokan ke dalam lima kriteria dengan nilai skor 1, 3, 5, 7 dan 9. Hasil pengamatan bentuk kelopak bunga dan jumlah masing-masing kriteria 41 bentuk kelopak bunga disajikan pada Lampiran 8. Umumnya genotipe-genotipe yang diamati memiliki dua atau tiga kriteria bentuk kelopak bunga kecuali 97.167.01, 97.104-05 dan 97.174-01 yang hanya memiliki satu bentuk kelopak masing-masing dengan kriteria 5, 1 dan 1. Semua genotipe yang diuji memiliki dua atau tiga helai kelopak bunga yang bentuknya masuk ke dalam kriteria 1 kecuali genotipe 97.026-13 dan 97.170-01, kedua genotipe tersebut memiliki bentuk kelopak bunga yang bentuknya masuk ke dalam kriteria 5 untuk semua helai kelopak bunga. Sementara itu, genotipe-genotipe yang lain memiliki bentuk kelopak bunga dengan dua atau tiga kombinasi kriteria yang berbeda. Kewangian bunga dibagi dalam lima kategori yaitu tidak beraroma atau beraroma sangat lemah, aroma lemah, aroma sedang, aroma kuat dan aroma sangat kuat. Hasil pengamatan terhadap karakter kewangian disajikan pada Lampiran 9. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan empat genotipe mempunyai karakter wangi kuat sampai sangat kuat, genotipe tersebut adalah 95.136-01, 97.028-15, 97.025-14 dan 97.008-03. Empat genotipe yang mempunyai karakter wangi lemah sampai sedang yaitu 95.031-04, 97.026-13, 97.104-03 dan 97.10061. Genotipe 95.062-03, 95.090-04, 97.032-09, 97.027-71, 97.167.1, 97.104-05, 97.106-42, 97.105-66, 97.100-31 dan 97.102-46 mempunyai karakter tidak wangi atau sangat lemah sampai lemah, sedangkan genotipe yang lain mempunyai kewangian yang lemah. Karakter kewangian bunga merupakan salah satu karakter yang dikehendaki, sehingga genotipe-genotipe yang mempunyai kewangian sedang sampai sangat kuat lebih dikehendaki. 4.3. Pendugaan Heritabilitas Karakter Kuantitatif yang Diamati Dalam rangka membentuk genotipe atau kultivar baru yang mempunyai sejumlah karakter unggul yang diinginkan, maka kemampuan suatu karakter diwariskan ke keturunannya harus dipertimbangkan, informasi tersebut dapat diduga melalui nilai duga heritabilitas (Borojevic 1990). Nilai duga heritabilitas karakter-karakter yang diamati ditunjukkan pada Tabel 5. Nilai duga heritabilitas semua karakter yang diamati memperoleh kriteria tinggi menurut kriteria Mc Whirter (1979). Hasil tersebut memperkuat hasil 42 penelitian Darliah et al. (2001) kecuali pada karakter jumlah bunga per tanaman yang pada penelitian tersebut mempunyai heritabilitas sedang. Perbedaan tersebut disebabkan oleh penggunaan populasi yang berbeda. Populasi yang berbeda akan memiliki keragaman yang berbeda untuk setiap karakter yang diamati, baik untuk keragaman genetik, keragaman lingkungan maupun keragaman fenotipenya. Besar kecilnya nilai keragaman suatu karakter akan tergantung pada banyak sedikitnya perbedaan untuk karakter yang sama pada genotipe-genotipe yang diuji. Sementara itu, secara matematis nilai duga heritabilitas dalam arti luas merupakan perbandingan antara keragaman genetik dengan keragaman fenotipe, sehingga nilai duga heritabilitas akan berubah jika keragaman berubah. Tabel 5 Nilai Duga Heritabilitas Karakter Kuantitatif yang Diamati Karakter Panjang Tangkai Diameter Tangkai Panjang Ruas Jumlah Buku Jumlah Daun Panjang Leher Bunga Jumlah Duri Besar Jumlah Duri Kecil Diameter Kuncup Diameter Bunga Mekar Jumlah Petal Lama Kesegaran Bunga Umur Panen Jumlah Bunga/Tanaman Nilai Duga Heritabilitas (%) 80.98 59.35 94.30 88.73 84.65 96.90 Kriteria Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi 82.08 87.62 92.74 91.11 97.22 53.75 55.79 64.22 Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Cara pendugaan yang berbeda merupakan sebab lain yang menimbulkan perbedaan nilai duga heritabilitas. Keragaman fenotipe merupakan penggabungan antara keragaman genetik dan keragaman lingkungan. Nilai keragaman lingkungan pada penelitian ini, menjadi lebih kecil karena dikurangi oleh keragaman anak contoh, sehingga nilai keragaman fenotipe juga menjadi lebih kecil. Oleh sebab itu perbandingan antara keragaman genetik dengan fenotipe menjadi lebih kecil, dengan demikian nilai duga heritabilitas akan menjadi tinggi. 43 Berdasarkan nilai duga heritabilitas yang tinggi, karakter-karakter yang diamati mempunyai kemampuan yang besar untuk diwariskan kepada keturunannya, sehingga peluang untuk memperoleh karakter tersebut cukup besar. Disamping itu seleksi akan lebih efektif untuk suatu karakter yang mempunyai nilai duga heritabilitas yang tinggi dan relatif tidak efektif pada karakter dengan heritabilitas yang rendah (Fehr 1987). Hal tersebut disebabkan oleh besarnya pengaruh faktor genetik dan kecilnya peran faktor lingkungan dalam pemampilan suatu karakter, sehingga karakter -karakter tersebut akan mudah diwariskan pada keturunannya (Mc Whirter 1979). 4.4. Korelasi Genetik Antar Karakter Kuantitatif yang Diamati Korelasi merupakan faktor penting terutama dalam pemilihan karakter, karena penampilan suatu karakter akan diikuti dengan pemanpilan karakter lainnya (Susanto 2002), disamping itu korerasi antar karakter dapat meningkatkan efisiensi seleksi, karena dapat menyeleksi dua atau tiga sifat secara bersama-sama. Oleh sebab itu bila ada korelasi yang erat antar dua karakter maka pemilihan karakter tertentu secara tidak langsung akan memilih karakter lain yang diperlukan (Astika 1991). Hasil perhitungan korelasi genetik antara 14 karakter kuantitatif yang diamati selengkapnya disajikan pada Tabel 6. Korelasi positif dan nyata terdapat antara karakter panjang tangkai dengan jumlah daun (r=0.674), jumlah buku (r=0.722), panjang leher bunga (r=0.404), jumlah duri besar (r=0.513) dan jumlah bunga per tanaman (r=0.424), sedangkan korelasi negatif dan nyata terdapat antara karakter panjang tangkai dengan umur panen (r=-0.560). Hasil tersebut dapat diartikan bahwa semakin panjang ukuran panjang tangkai, maka jumlah daun dan jumlah buku akan semakin banyak, leher bunga akan semakin panjang, kemudian jumlah duri besar dan jumlah bunga per tanaman juga akan semakin banyak. Sementara itu umur panen akan makin pendek (genjah). Ditinjau dari segi pelaksanaan seleksi, maka seleksi terhadap tangkai bunga yang panjang secara tidak langsung dapat menyeleksi karakter jumlah bunga per tanaman dan umur panen. Seleksi tersebut juga akan menghasilkan jumlah duri besar yang banyak. Karakter jumlah d uri besar merupakan karakter Halaman 44 memang tidak ada pada aslinya 45 yang tidak dikehendaki sehingga jumlahnya harus sesedikit mungkin. Oleh sebab itu karakter jumlah duri besar harus dipertimbangkan dalam seleksi terhadap panjang tangkai. Karakter diameter kuncup berkorelasi positif dan nyata dengan karakter diameter bunga mekar (r=0.425), lama kesegaran bunga (r=0.624) dan jumlah petal (r=0.577). Dengan demikian apabila diameter kuncup semakin besar maka diamater mekar akan semakin besar, kesegaran bunga akan semakin lama dan petal akan semakin banyak jumlahnya. Ketiga karakter tersebut merupakan karakter yang diinginkan, sehingga ketiga karakter tersebut dapat diseleksi secara bersama-sama dengan diameter kuncup. Sementara itu jumlah petal merupakan komponen pendukung karakter diameter kuncup jadi besarnya diameter kuncup cukup dipengaruhi oleh banyaknya jumlah petal. Karakter diameter mekar juga bunga berkorelasi positif dan nyata dengan jumlah petal (r=0.540) dan jumlah bunga per tamanan (r=0.387), sedangkan dengan ju mlah duri kecil korelasinya negatif (r=-0.630). Diameter kuncup dan jumlah petal merupakan komponen pendukung karakter diameter bunga mekar, sehingga diameter bunga mekar sangat dipengaruhi oleh kedua karakter tersebut, walaupun terdapat faktor lain yang mempengaruhi diantaranya adalah panjang petal dan ketegakan posisi petal dalam membentuk kuntum bunga. Hasil korelasi di atas juga dapat diartikan bahwa seleksi terhadap diameter bunga mekar secara tidak langsung akan menyeleksi karakter jumlah petal, jumlah bunga per tanaman dan jumlah duri kecil yang jumlahnya sedikit. Karakter lama kesegaran bunga berkorelasi positif dan nyata dengan diameter kuncup (r=0.624), diamater tangkai (r=0.914), jumlah daun (r=0.451), jumlah buku (r=0.393) dan jumlah bunga per tanaman (r=0.435), sedangkan dengan panjang leher bunga diperoleh korelasi yang negatif (r= -0.544). Lama kesegaran bunga sangat berhubungan erat dengan besarnya penguapan air dari bagian -bagian tanaman terutama daun dan petal, adanya gas etilen, infeksi jasad renik, berkurangnya keseimbangan nutrisi terutama zat gula dalam tanaman dan kualitas air yang digunakan (Wuryaningsih dan Sutater 1995). Oleh sebab itu lama kesegaran bunga dapat dipengaruhi oleh besarnya diameter tangkai, 46 banyaknya jumlah daun dan jumlah buku, tetapi hubungan kausal karakter lama kesegaran bunga dengan jumlah bunga per tanaman belum jelas. Berdasarkan informasi korelasi tersebut maka seleksi terhadap lama kesegaran bunga secara tidak langsung dapat menyeleksi karakter diameter tangkai, jumlah buku, jumlah daun dan jumlah bunga per tanaman. Jumlah bunga per tanaman berkorelasi positif dan nyata dengan diamater mekar (r=0.387), panjang ruas (r=0.609), lama kesegaran bunga (r=0.435) dan panjang leher bunga (r=0.487), sedangkan korelasi yang negatif diperoleh dengan karakter umur panen (r=-0.606). Karakter panjang ruas, panjang leher bunga dan lama kesegaran bunga merupakan karakter yang diharapkan peningkatannya, karena dengan ruas dan leher bunga yang panjang diharapkan ukuran panjang tangkai akan bertambah. Dengan demikian seleksi terhadap jumlah bunga per tanaman secara tidak langsung akan dapat menyeleksi karakter panjang ruas dan lama kesegaran bunga. Disamping itu korelasi yang negatif pada umur panen juga merupakan hal yang dih arapkan karena seleksi terhadap jumlah bunga per tanaman secara tidak langsung akan dapat menyeleksi karakter umur panen yang lebih genjah. 4.5. Sidik Lintas Berdasarkan nilai koefisien korelasi genetik pada Tabel 6, dapat ditentukan karakter-karakter yang dipilih sebagai peubah bebas berdasarkan signifikansi koefisien korelasi genetik. Peubah bebas tersebut digunakan untuk mengkaji pengaruhnya terhadap hasil melalui sidik lintas, sehingga dapat diketahui nilai pengaruh langsung dan tidak langsung (Miftahorrachman et al. 2000). Pada tanaman mawar karakter hasil diantaranya meliputi karakter panjang tangkai, diameter kuncup, lama kesegaran bunga, diameter bunga mekar dan jumlah bunga per tanaman. Besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung beberapa karakter terhadap panjang tangkai ditunjukkan pada Tabel 7, sedangkan diagram lintasan yang terbentuk disajikan pada Gambar 4. Karakter panjang tangkai secara langsung dipengaruhi oleh karakter jumlah buku, jumlah daun, panjang leher bunga dan jumlah bunga per tanaman. Jumlah buku merupakan karakter yang memberi pengaruh langsung cukup besar 47 yaitu 4.937, sedangkan panjang leher bunga dan jumlah bunga per tanaman pengaruh langsungnya relatif kecil yaitu -0.019 dan 0.529. Tabel 7 Sidik Lintas Panjang Tangkai dengan Jumlah daun, Jumlah Buku, Panjang Leher Bunga dan Jumlah Bunga per Tanaman Pengaruh Langsung (C i) Jumlah Daun -4.239 Jumlah Buku 4.937 Panjang Leher Bunga -0.019 Jumlah Bunga/Tan 0.529 Cs = 0.234 Pengaruh Tidak Langsung (Z j) Karakter Z1 -4.267 0.365 0.208 Z1 C 1(-4.239) Cs(0.234) Y Z2 C2(4.937) C 3(--0.019) Z2 4.937 -0.199 -0.303 z1.2(4.937) z2.1(-4.267) z2.3(0.0008) z3.2(-0.199) Z4 -0.026 -0.032 0.257 - z1.3(0.0017) z3.1(0.365) z2.4(-0.032) Z3 C4(0.0529) Z3 0.0017 0.0008 -0.009 z3.4(0.257) z4.3(-0.009) Pengaruh Total (r iy ) 0.674 0.722 0.404 0.424 z1.4(-0.026) z4.1(0.208) z4.2(-0.303) Z4 Gambar 4 Diagram Sidik Lintas Panjang Tangkai dengan Jumlah Daun, Jumlah Buku, Panjang Leher Bunga dan Jumlah Bunga per Tanaman. Tingginya pengaruh langsung dari karakter jumlah buku berarti jumlah buku memberikan pengaruh yang besar terhadap peningkatan karakter panjang tangkai. Secara kausal, jumlah buku merupakan salah satu komponen pendukung panjang tangkai, sehingga dengan jumlah buku yang banyak diharapkan akan diperoleh tangkai yang panjang. Namun sebaliknya jumlah daun akan menekan peningkatan karakter panjang tangkai karena mempunyai pengaruh langsung yang bernilai negatif, akan tetapi pengaruh tidak langsung jumlah daun melalui jumlah buku cukup besar yaitu 4.937. Dengan demikian, secara tidak langsung jumlah daun memberi kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan panjang tangkai melalui jumlah buku. Pengaruh langsung jumlah daun terhadap panjang tangkai bernilai negatif yaitu –4.239, sementara itu nilai pengaruh totalnya positif yaitu 0.674. Menurut Singh dan Chaudhary (1979), dalam keadaan tersebut pengaruh tidak langsung 48 lebih berperan dalam korelasi dan pengaruh tidak langsung dapat menjadi dasar dalam seleksi. Pengaruh tidak langsung yang nilainya besar adalah jumlah buku melalui jumlah daun yaitu 4.937, sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah buku lebih berperan dalam korelasi antara pan jang tangkai dengan jumlah daun, dengan demikian jumlah buku dapat menjadi dasar dalam seleksi terhadap panjang tangkai. Panjang tangkai secara langsung dipengaruhi oleh panjang leher bunga dengan nilai yang negatif dan sangat kecil yaitu -0.019, sedangkan pengaruh totalnya positif dan cukup besar yaitu 0.404. Data tersebut memberi informasi bahwa panjang leher bunga akan menekan peningkatan panjang tangkai walaupun dengan kontribusi yang sangat kecil. Kemudian, data tersebut juga menunjukkan bahwa pengaruh tidak langsung lebih berperan dalam korelasi antara panjang tangkai dan panjang leher bunga. Pengaruh tidak langsung yang lebih berperan tersebut adalah karakter jumlah daun (z 3.1=0.365) dan jumlah bunga per tanaman (z3.4=0.257). Pengaruh langsung jumlah bunga per tanaman terhadap panjang tangkai nilainya hampir sama dengan pengaruh totalnya yaitu 0.529 dengan 0.424. Hal tersebut menunjukkan bahwa korelasi yang terjadi antara panjang tangkai dan jumlah bunga per tanaman merupakan korelasi yang sesungguhnya dan seleksi panjang tangkai melalui jumlah bunga per tanaman cukup efektif (Singh dan Chaudhary 1979). Pengaruh langsung jumlah bunga per tanaman terhadap panjang tangkai sebagian besar disumbangkan dari pengaruh tidak langsung jumlah daun (z4.1=0.208). Dengan demikian, secara tidak langsung jumlah daun mempunyai kontribusi yang relatif besar terhadap peningkatan panjang tangkai. Hal ini berkaitan dengan fotosintat yang dihasilkan, semakin banyak jumlah daun maka diasumsikan fotosintat yang dihasilkan akan semakin banyak, sehingga fotosintat yang didistribusikan untuk perpanjangan tangkai akan semakin banyak dan tangkai akan semakin panjang. Sementara itu, pengaruh tidak langsung jumlah buku dan panjang leher bunga melalui jumlah bunga per tanaman terhadap panjang tangkai bernilai negatif dan relatif kecil yaitu –0.303 dan –0.009. Hal ini menunjukkan bahwa 49 secara tidak langsung jumlah buku dan panjang leher bunga akan menekan peningkatan panjang tangkai melalui peningkatan jumlah bunga per tanaman, maka jumlah bunga akan meningkat apabila jumlah buku dan panjang leher bunga menurun. Penurunan kedua karakter tersebut akan mengakibatkan penurunan panjang tangkai karena kedua karakter tersebut merupakan komponen pendukung karakter panjang tangkai. Pada komoditas mawar bunga potong, peningkatan panjang tangkai lebih penting dibandingkan dengan peningkatan jumlah bunga per tanaman. Alasannya adalah kualitas bunga yang baik lebih menentukan harga jual daripada kuantitasnya, maka meningkatkan panjang tangkai lebih diutamakan. Dengan demikian untuk memperoleh tangkai bunga yang panjang, maka peningkatan jumlah bunga per tanaman harus ditekan. Hal ini berhubungan dengan besarnya fotosintat yang harus didistribusikan pada setiap tangkai yang terbentuk. Salah satu cara menekan jumlah bunga per tanaman adalah dengan membuang atau merundukkan sebagian tunas yang tumbuh dan hanya memelihara beberapa tunas yang lebih vigor dan sehat. Bunga merupakan salah satu organ tanaman yang menandai telah beralihnya fase vegetatif tanaman ke fase generatif. Bunga akan berkembang dari inisiasi pembungaan, pembentukan kuncup bunga, mekarnya mahkota bunga sampai kemudian terjadi kelayuan mahkota bunga setelah waktu tertentu. Pada mawar, mahkota bunga terdiri atas helaian petal yang tersusun secara melingkar, semakin banyak jumlah petal maka akan semakin besar diameter kuncup bunga. Sementara itu, semakin besar diameter kuncup akan berpeluang terjadinya peningkatan diameter bunga mekar, walaupun panjang petal dan ketegakan posisi petal dalam membentuk kuntum bunga sangat berpengaruh terhadap diameter bunga mekar. Disamping jumlah petal, karakter lain yang diperkirakan berpengaruh terhadap peningkatan diameter kuncup adalah panjang tangkai, diameter tangkai, panjang ruas, jumlah buku, jumlah daun dan jumlah bunga per tanaman. Berdasarkan hasil korelasi genetik, diameter kuncup berkorelasi positif dan nyata dengan jumlah petal, diameter bunga mekar dan lama kesegaran bunga. Sementara itu, diameter bunga mekar dan lama kesegaran bunga tidak termasuk 50 ke dalam karakter yang berpengaruh terhadap diameter kuncup karena kedua karakter tersebut muncul setelah kuncup terbentuk. Dengan demikian kedua karakter tersebut tidak bisa dimasukkan sebagai peubah dalam sidik lintas, sehingga perhitungan sidik lintas untuk karakter diameter kuncup tidak bisa dilakukan karena peubah yang dapat dimasukkan hanya satu yaitu jumlah petal. Oleh sebab itu, hanya karakter jumlah petal yang memberikan pengaruh langsung terhadap diameter kuncup yang nilainya sama dengan nilai korelasi genetiknya yaitu riy=0.577. Hasil sidik lintas karakter lama kesegaran bunga dengan diameter kuncup, diameter tangkai, jumlah daun dan jumlah buku, dapat dilihat pada Tabel 8 dan diagram lintasan yang terbentuk tersaji pad a Gambar 5. Lama kesegaran bunga dipengaruhi secara langsung oleh diameter kuncup, diameter tangkai dan jumlah daun dengan nilai yang cukup besar yaitu 0.405, 0.722 dan 0.721. Hasil di atas menunjukkan bahwa, ketiga karakter tersebut memberi kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan lama kesegaran bunga. Sementara itu, jumlah buku secara langsung berpengaruh terhadap lama kesegaran bunga dengan nilai yang negatif yaitu –0.679, sehingga jumlah buku cukup besar menekan peningkatan lama kesegaran bunga. Tabel 8 Sidik Lintas Lama Kesegaran Bunga dengan Diameter Kuncup, Diameter Tangkai, Jumlah Daun dan Jumlah Buku Pengaruh Langsung (C i) Diameter Kuncup 0.405 Diameter Tangkai 0.722 Jumlah Daun 0.721 Jumlah Buku -0.679 Pengaruh sisa (C s) = 0.160 Karakter Pengaruh Tidak Langsung (Z i) Z1 0.125 -0.023 -0.028 Z2 0.224 0.429 0.384 Z3 -0.042 0.428 0.716 Z4 0.048 -0.361 -0.675 - Pengaruh Total (r iy) 0.634 0.914 0.451 0.393 Pengaruh langsung diameter tangkai terhadap lama kesegaran bunga cukup besar. Kontribusi tersebut paling besar disumbangkan oleh jumlah daun melalui diameter tangkai yaitu 0.428, sedangkan pengaruh tidak langsung jumlah buku melalui diameter tangkai mengurangi kontribusi tersebut dengan nilai yang negatif sebesar –0.360. Dengan demikian secara tidak langsung, jumlah buku relatif besar mengurangi peningkatan lama kesegaran bunga. 51 Z1 C1(0.405) Y Z2 C2(0.722) C3(0.721) z1.2(0.224) r2.1(0.125) z1.3(-0.042) z2.3(0.428) z3.1(-0.023) z2.4(-0.360) Z3 C s(0.160) z1.4(0.048) z3.2(0.429) C4(-0.679) z3.4(-0.675) z4.3(0.716) z4.1(-0.028) z4.2(0.384) Z4 Gambar 5 Diagram Sidik Lintas Lama Kesegaran Bunga dengan Diameter Kuncup, Diameter Tangkai, Jumlah Daun dan Jumlah Buku. Jumlah daun secara langsung mempengaruhi lama kesegaran bunga dengan nilai yang besar. Pengaruh langsung tersebut paling besar disumbangkan oleh pengaruh tidak langsung diameter tangkai melalui jumlah daun yaitu 0.42 9 Sementara itu, pengaruh tidak langsung jumlah buku melalui jumlah daun cukup besar dan bernilai negatif yaitu –0.675. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa secara tidak langsung peningkatan diameter tangkai akan peningkatkan lama kesegaran bunga, sedangkan peningkatan jumlah buku secara tidak langsung akan menurunkan lama kesegaran bunga melalui jumlah daun. Tangkai bunga terdiri atas ruas -ruas, pada ruas-ruas tersebut terdapat buku dan pada buku-buku tersebut terdapat daun, sehingga semakin banyak jumlah buku maka jumlah daun akan semakin banyak. Salah satu penyebab menurunnya lama kesegaran bunga adalah menurunnya kadar air di dalam tanaman akibat transpirasi melalui daun, permukaan tangkai dan sebagainya. Secara langsung jumlah buku dan diameter tan gkai memberi kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan lama kesegaran bunga, tetapi secara tidak langsung jumlah buku akan menekan peningkatan lama kesegaran bunga melalui jumlah daun. Dengan demikian peningkatan jumlah daun akan meningkatkan transpirasi dan peningkatan transpirasi secara tidak langsung akan menurunkan lama kesegaran bunga. Karakter jumlah buku memberikan pengaruh langsung yang negatif terhadap lama kesegaran bunga, sedangkan pengaruh totalnya positif. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa pengaruh tidak langsung lebih berperan dalam korelasi antara lama kesegaran bunga dan jumlah buku. Pengaruh tidak langsung 52 yang lebih berperan tersebut adalah jumlah daun, sehingga seleksi terhadap lama kesegaran bunga akan lebih efektif apabila dilakukan melalui jumlah daun. Sementara itu, pengaruh tidak langsung diameter kuncup melalui jumlah buku bernilai negatif, sehingga karakter diameter kuncup memperbesar kontribusi jumlah buku terhadap penurunan karakter lama kesegaran bunga. Hasil sidik lintas karakter diameter bunga mekar dengan diameter kuncup, jumlah petal dan jumlah bunga per tanaman dapat dilihat pada Tabel 9 dan diagram lintasan yang terbentuk tersaji pada Gambar 6. Tabel 9 Sidik Lintas Diameter Bunga Mekar dengan Diameter Kuncup, Jumlah Petal dan Jumlah Bunga per Tanaman Pengaruh Langsung (C i) Diameter Kuncup 0.070 Jumlah Petal 0.520 Jumlah Bunga/Tan 0.403 Cs = 0.704 Karakter Pengaruh Tidak Langsung (Z j) Z1 Z2 Z3 0.300 0.055 0.040 -0.020 0.010 -0.026 - Pengaruh Total (riy ) 0.425 0.540 0.387 Z1 z1.2(0.300) C1(0.070) Cs(0.704) Y C2(0.520) z2.1(0.040) Z2 z1.3(0.055) z3.1(0.010) r2.3(-0.020) z3.2(-0.026) C3(0.403) Z3 Gambar 6 Diagram Sidik Lintas Diameter Bunga Mekar dengan Diameter Kuncup, Jumlah Petal dan Jumlah Bunga per Tanaman. Diameter bunga mekar dipengaruhi secara langsung oleh diameter kuncup, jumlah petal dan jumlah bunga per tanaman masing-masing sebesar 0.070, 0.520 dan 0.403. Pengaruh langsung diameter kuncup relatif kecil padahal pengaruh totalnya cukup besar (riy =0.425), dengan pengaruh tidak langsung jumlah petal melalui diameter kuncup relatif besar yaitu 0.300. Dengan demikian, jumlah petal lebih dapat dipertimbangkan dalam korelasi antara diameter bunga mekar dengan 53 diameter kuncup, sehingga jumlah petal dapat dipertimbangkan dalam seleksi diameter bunga mekar melalui jumlah petal . Pengaruh langsung jumlah petal terhadap diameter bunga mekar hampir sama dengan pengaruh totalnya yaitu 0.520 dan 0.540. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang sesungguhnya antara jumlah petal dengan diameter bunga mekar, sehingga seleksi terhadap diameter bunga mekar melalui jumlah petal akan efektif. Diameter kuncup dan jumlah petal merupakan komponen pendukung diameter bunga mekar, sehingga peningkatan karakter diameter kuncup dan jumlah petal akan meningkatkan diameter bunga mekar. Hal tersebut dapat dimengerti karena secara kausal diameter bunga mekar yang besar terdiri atas sejumlah helaian petal, sehingga dengan jumlah petal yang banyak akan terbentuk kuntum bunga yang besar dan padat, walaupun panjang petal dan ketegakan posisi petal dalam membentuk kuntum bunga merupakan faktor lain yang mempengaruhi besarnya diameter bunga mekar. Jumlah bunga per tanaman secara langsung dipengaruhi oleh panjang tangkai, diameter mekar, panjang ruas dan panjang leher bunga dengan nilai 0.346, 0.222, 0.483 dan 0.104. Hal ini berarti panjang tangkai dan panjang ruas memberi kontribusi yang relatif besar terhadap peningkatan jumlah bunga per tanaman, sedanghkan diameter bunga mekar dan panjang leher bunga memberi kontribusi yang relatif kecil terhadap peningkatan ju mlah bunga per tanaman. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10 dan diagram lintasan yang terbentuk tersaji pada Gambar 7. Tabel 10 Sidik Lintas Jumlah Bunga per Tanaman dengan Panjang Tangkai, Diameter Bunga Mekar, Panjang Ruas dan Panjang Leher Bunga Pengaruh Pengaruh Tidak Langsung (Z j) Pengaruh Langsung Total Z1 Z2 Z3 Z4 (C i) (riy ) Panjang Tangkai 0.346 -0.005 0.041 0.042 0.424 Diameter Bunga Mekar 0.222 -0.008 0.135 0.037 0.387 Panjang Ruas 0.483 0.029 0.062 0.035 0.609 Panjang Leher Bunga 0.104 0.140 0.080 0.164 0.487 Cs = 0.650 Karakter 54 Z1 C 1(0.346) Y C2(0.222) Z2 C3(0.483) z1.2(-0.005) r2.1(-0.008) z1.3(0.041) z2.3(0.135) z3.1(0.029) z2.4(0.037) Z3 Cs(0.650) z1.4(0.042) z3.2(0.062) z3.4(0.035) C4(0.104) z4.3(0.164) z4.1(0.140) z4.2(0.080) Z4 Gambar 7 Diagram Sidik Lintas Jumlah Bunga per Tanaman dengan Panjang Tangkai, Diameter Bunga Mekar, Panjang Ruas dan Panjang Leher Bunga. Pengaruh tidak langsung diameter bunga mekar melalui panjang tangkai sangat kecil dan bernilai negatif yaitu –0.005. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa, secara tidak langsung peningkatan diameter bunga mekar akan menurunkan peningkatan jumlah bunga per tanaman melalui panjang tangkai, sehingga untuk meningkatkan jumlah bunga per tamanan maka peningkatan diameter bunga mekar harus ditekan. Komoditas tanaman hias khususnya mawar potong mempunyai standar kualitas tertentu. Standar kualitas tersebut menentukan harga jual. Diameter bunga mekar merupakan salah satu karakter kualitas yang harus dipenuhi. Oleh sebab itu penekanan terhadap karakter yang menentukan kualitas untuk meningkatkan jumlah bunga per tanaman bukan keputusan yang tepat. Dengan demikian, peningkatan diameter bunga mekar harus lebih diutamakan daripada peningkatan jumlah bunga per tanaman. Hal yang sama terdapat pada pengaruh tidak langsung panjang tangkai melalui diameter bunga mekar, dengan nilai sangat kecil dan bernilai negatif yaitu –0.008. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa secara tidak langsung, peningkatan panjang tangkai akan menurunkan peningkatan jumlah bunga per tanaman melalui diameter bunga mekar, sehingga untuk meningkatkan jumlah bunga per tamanan maka peningkatan panjang tangkai harus ditekan. Keputusan untuk meningkatkan jumlah bunga per tanaman dengan menekan peningkatan panjang tangkai juga tidak tepat, karena panjang tangkai merupakan karakter kualitas utam a yang harus dipenuhi. Oleh sebab itu, peningkatan panjang tangkai harus lebih diutamakan daripada paningkatan jumlah bunga per tanaman. 55 Pengaruh langsung panjang leher bunga terhadap jumlah bunga per tanaman relatif kecil yaitu 0.104, padalal pengaruh totalnya cukup besar yaitu 0.487. Hal ini berarti, pengaruh tidak langsung lebih dapat dipertimbangkan dalam korelasi antara panjang leher bunga dengan jumlah bunga per tanaman. Berdasarkan Tabel 10, pengaruh tidak langsung panjang tangkai melalui panjan g leher bunga mempunyai nilai yang paling besar yaitu 0.140. Dengan demikian, panjang tangkai lebih dapat dipertimbangkan dalam seleksi terhadap jumlah bunga per tanaman. 4.6. Indeks Seleksi Penyusunan indeks dilakukan dengan menggunakan beberapa pembobot yaitu nilai ekonomis, nilai duga heritabilitas dan pengaruh langsung dari hasil analisis sidik lintas. Pemilihan dimulai dari genotipe yang mempunyai skor indeks tertinggi kemudian dilanjutkan pada genotipe yang mempunyai total indeks terbesar (Jain 1982). Hasil perhitungan indeks seleksi dengan pembobot nilai ekonomis selengkapnya tersaji pada Tabel 11. Dalam penyusunan indeks berdasarkan nilai ekonomis, ditentukan lima karakter kuantitatif yang diberi pembobot yaitu panjang tangkai, diameter kuncup, lama kesegaran bunga, diameter bunga mekar dan jumlah bunga per tanaman. Kelima karakter tersebut merupakan karakter hasil pada bunga potong mawar dan erat hubungannya dengan standar kualitas dan harga jual. Masing-masing karakter tersebut diberi nilai pembobot 5, 4, 3, 2 dan 1. Dengan demikian besarnya indeks (I) dapat dirumuskan sebagai berikut : I = (5 x panjang tangkai) + (4 x diameter kuncup) + (3 x lama kesegaran bunga) + (2 x diameter bunga mekar) + (1 x jumlah bunga per tanaman) Urutan nilai pembobot ditentukan berdasarkan hal yang dipentingkan dalam memenuhi kualitas bunga yang baik serta keinginan konsumen. Berdasarkan nilai ekonomis tersebut terseleksi lima genotipe dengan nilai indeks terbesar yaitu 97.105-80, 97.174-01, 97.029-82, 95.077-01 dan 95.106-42, sehingga kelima genotipe tersebut dari segi nilai ekonomi terseleksi sebagai kandidat kultivar unggul baru. 56 Tabel 11 Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Ekonomis No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. Genotipe 97.105-80 97.174-01 97.029-82 95.077-01 97.106-42 95.090-04 97.030-12 97.032-09 97.167-01 96.016-01 97.100-61 97.025-14 97.105-66 97.026-13 97.104-03 97.028-15 97.100-31 97.027-71 97.170-01 95.031-04 97.004-01 97.104-05 97.100-36 95.136-01 97.029-51 97.102-46 97.100-45 97.008-03 95.062-03 95.033-01 Indeks Seleksi (I) 446.86 432.37 418.90 414.43 390.91 386.78 376.85 364.21 361.54 358.21 350.36 348.53 347.89 342.76 335.83 334.79 329.45 323.21 319.92 318.33 317.87 311.51 308.30 306.67 305.36 303.83 303.54 302.27 300.80 291.22 Nilai duga heritabilitas karakter panjang tangkai, diameter kuncup, lama kesegaran bunga, diameter bunga mekar dan jumlah bunga per tanaman digunakan sebagai pembobot dalam menyusun indeks. Dengan demikian besarnya indeks (I) dapat dirumuskan sebagai berikut : I = (80.98 x panjang tangkai) + (92.74 x diameter kuncup) + (53.75 x lama kesegaran bunga) + (91.11 x diameter bunga mekar) + (64.22 x jumlah bunga per tanaman) Hasil perhitungan indeks seleksi dengan pembobot nilai duga heritabilitas selengkapnya tersaji pada Tabel 12. 57 Tabel 12 Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Duga Heritabilitas No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. Genotipe 97.105-80 97.174-01 97.029-82 95.077-01 95.090-04 97.030-12 97.032-09 97.167-01 96.016-01 97.025-14 97.100-61 97.105-66 97.026-13 97.104-03 97.028-15 97.100-31 97.027-71 97.170-01 95.031-04 97.004-01 97.104-05 97.100-36 97.029-51 97.100-45 97.102-46 97.008-03 95.136-01 95.062-03 95.033-01 97.106-42 Indeks Seleksi (I) 74.93 72.67 70.66 69.89 65.31 63.83 61.98 61.41 60.53 59.23 59.15 58.93 58.44 56.94 56.85 56.34 55.43 54.24 54.21 54.06 52.83 52.38 51.90 51.67 51.59 51.55 51.52 51.29 49.76 49.63 Berdasarkan nilai duga heritabilitas sebagai pembobot dalam seleksi indeks, diperoleh lima genotipe dengan nilai indeks terbesar yaitu 97.105-80, 97.174-01, 97.029-82, 97.077-01 dan 97.090-04. Genotipe-genotipe yang terseleksi tersebut sama dengan hasil seleksi dengan pembobot berdasarkan nilai ekonomi kecuali genotipe 95.090-04, dengan demikian dari segi nilai duga heritabilitas dan nilai ekonomi, genotipe-genotipe tersebut terpilih sebagai kandidat kultivar unggul baru. Konsumen Indonesia, umumnya masih menyukai warna-warna bunga yang cerah khususnya warna merah, oleh sebab itu karakter warna cerah masih menjadi dasar dalam seleksi terhadap warna. Warna bunga genotipe-genotipe yang diuji dibandingkan satu sama lain, diurutkan berdasarkan kecerahannya, dan 58 diberi peringkat. Genotipe yang mempunyai warna paling cerah diberi peringkat 1, kemudian berturut-turut sampai warna yang paling pucat yang diberi peringkat dengan nilai yang lebih tinggi. Tabel 13 menunjukkan hasil pengamatan terhadap warna bunga berdasarkan panduan warna atau color chart dari Royal Horticulture Society (RHS) berikut peringkatnya berdasarkan kecerahan warna bunga untuk kelompok warna merah. Berdasarkan Tabel 13, terpilih lima genotipe yang mempunyai kecerahan warna paling bagus. Lima genotipe tersebut adalah 97.100-36, 95.07701, 97.167-01, 97.174-01 dan 97.105-66. Tabel 13 Seleksi Berdasarkan Peringkat Kecerahan Warna Bunga Kelompok Warna Merah Genotipe 97.100-36 95.077-01 97.167-01 97.174-01 97.105-66 96.016-01 97.104-05 97.104-03 95.062-03 97.170-01 97.100-61 95.031-04 97.106-42 95.033-01 97.100-45 97.102-46 95.136-01 Warna Bunga Red 45B Red 46A Red purple N57B Red 45A Red 52B Red 53A Red 48B Red 46B Red 53A Red purple N57A Red 50A Red purple 66A Red 43B Red purple 65C Red purple 62A Red purple 63C Greyed purple 187A Peringkat Kecerahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Genotipe 97.100-36 mempunyai warna merah bendera dan bila terkena cahaya warnanya terlihat memantulkan cahaya tersebut, sehingga warna merahnya terlihat lebih bersinar. Genotipe 95.077-01 berwarna merah tua dan merupakan warna merah yang sedang disukai saat ini, warna merahnya cukup memantul bila terkena cahaya tapi tidak sekuat genotipe 97.100-36. Genotipe 97.167-01 berwarma merah jambu cerah dan dominan dengan pantulan warna yang cukup kuat. Genotipe 97.174-01 berwarma merah cerah tetapi pantulan warna yang dikeluarkan dari petal lebih lemah daripada tiga genotipe sebelumnya. Genotipe 97.105-66 berwarna merah bata untuk petal yang berada di bagian tengah, 59 sedangkan petal-petal di bagian pinggir kuntum bunga berwarma merah yang lebih gelap, tetapi warna petal dibagian pinggir tersebut lebih dominan. Pada 30 genotipe yang diuji, terdapat empat genotipe berwarna orange dan satu genotipe berwarna kuning. Tabel 14 menunjukkan hasil pengamatan terhadap warna bunga berikut peringkatnya berdasarkan kecerahan warna bunga untuk kelompok warna orange. Tabel 14 Seleksi Berdasarkan Peringkat Kecerahan Warna Bunga Kelompok Warna Orange Genotipe 97.100-31 97.105-80 95.090-04 97.008-03 97.004-01 Warna Bunga Red 44A Orange Red N30A Orange red 38A Orange 27C Yellow 7B Peringkat Kecerahan 1 2 3 4 5 Pada kelompok warna orange dipilih dua genotipe yang mempunyai kecerahan warna paling bagus, yaitu genotipe 97.100-31 dan 97.105-80. Genotipe 97.100-31 berwarna merah -orange, pantulan warna yang dikeluarkan oleh petal sangat kuat, sehingga genotipe tersebut terlihat sangat cerah. Genotipe 97.105-80 berwarna orange yang dominan dengan pantulan warna yang dikeluarkan oleh petal cukup kuat. Kelompok warna yang terakhir adalah warna putih. Hasil pengamatan terhadap warna bunga berikut peringkatnya berdasarkan kecerahan warna bunga ditunjukkan pada Tabel 15. Pada kelompok warna putih dipilih empat genotipe yang mempunyai kecerahan warna paling bagus, yaitu genotipe 97.032-09, 97.030-12, 97.027-71 dan 97.029 -82. Genotipe 97.032 -09 dan 97.030-12 berwarna putih kehijaun, warna keduanya hampir sama dengan warna kehijauan pada genotipe 97.030-12 lebih dominan daripada 97.032-9. Namun demikian, genotipe 97.032-09 memiliki pantulan warna petal yang lebih kuat daripada 97.030-12, sehingga 97.032-09 terlihat lebih cerah. Genotipe 97.027-71 dan 97.029-82 mempunyai nomor warna yang sama dan keduanya berwarna putih yang lebih bersih, namun demikian pantulan warna petal 97.027-71 lebih kuat daripada 97.029-82, sehingga 97.027-71 terlihat lebih cerah dari pada genotipe 97.029-82. Disamping itu, hal yang membedakan kedua genotipe tersebut adalah genotipe 97.029-82 mempunyai warna putih kehijauan 60 yang tidak dominan di bagian belakang petal, sedangkan genotipe 97.027-71 mempunyai warna petal bagian depan dan bagian belakang yang sama. Tabel 15 Seleksi Berdasarkan Peringkat Kecerahan Warna Bunga Kelompok Warna Putih Genotipe 97.032-09 97.030-12 97.027-71 97.029-82 97.028-15 97.029-51 97.025-14 97.026-13 Warna Bunga Green white 157A Green white 157C White 155C White 155C Green white 157C Green white 157B Green white 157D Green white 157D Peringkat Kecerahan 1 2 3 4 5 6 7 8 Berdasarkan karakter kecerahan warna bunga secara keseluruhan, dari 30 genotipe yang diuji terpilih lima genotipe yang mempunyai kecerahan paling bagus. Genotipe-genotipe tersebut adalah 97.100 -36, 95077-01, 97.100-31, 97105-80 dan 97.167 -01, masing-masing berwarna merah bendera, merah, merah orange, orange dan merah jambu. Warna-warna tersebut terlihat lebih cerah, terdapat pantulan warna dan lebih true color dibandingkan dengan yang lain. Sidik lintas dilakukan pada lima karakter yang termasuk dalam standar kualitas dan memiliki nilai ekonomis. Karakter-karakter tersebut adala h panjang tangkai, diameter kuncup, lama kesegaran bunga, diameter bunga mekar dan jumlah bunga per tanaman. Nilai pengaruh langsung pada kelima karakter tersebut digunakan sebagai pembobot dalam menyusun indeks. Berdasarkan pembobot tersebut pada masing-masing karakter hasil, dipilih lima genotipe dengan nilai indeks terbesar. Berdasarkan hasil sidik lintas, panjang tangkai dipengaruhi secara langsung oleh karakter jumlah daun, jumlah buku, panjang leher bunga dan jumlah bunga per tanaman, masing-masing sebesar –4.239, 4.937, –0.019 dan 0.529. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai pembobot pada nilai fenotipik masing-masing karakter yang menjadi peubah. Dengan demikian besarnya indeks (I) dapat dirumuskan sebagai berikut : I = (–4.239 x jumlah daun) + (4.937 x jumlah buku) + (–0.019 x panjang leher bunga) + (0.529 x jumlah bunga per tanaman) sehingga diperoleh indeks seperti yang ditunjukkan pada Tabel 16. 61 Tabel 16 Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung dari Sidik Lintas Panjang Tangkai No. Genotipe Indeks Seleksi (I) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 97.105-80 97.174-01 97.004-01 95.077-01 95.090-04 97.029-82 97.100-61 97.167-01 96.016-01 97.029-51 97.026-13 97.104-05 97.105-66 97.106-42 97.030-12 95.062-03 95.033-01 97.100-45 97.032-09 97.104-03 97.025-14 97.027-71 95.031-04 97.170-01 95.136-01 97.100-31 97.028-15 97.008-03 97.102-46 97.100-36 9.281 6.971 5.511 5.392 5.356 5.234 5.144 4.256 4.205 3.834 3.718 3.402 3.259 3.069 3.012 2.937 1.431 1.395 1.358 1.142 0.892 0.849 0.828 0.777 0.775 0.626 0.559 0.121 -0.533 -4.435 Berdasarkan indeks seleksi untuk sidik lintas panjang tangkai, terseleksi genotipe 97.105-80, 97.174-01, 97.004-01, 95.077-01, dan 95.090-04 dengan besarnya indeks berturut-turut adalah 9.281, 6.971, 5.511, 5.392 dan 5.356. Genotipe 97.105-80, 97.174-01, 95.077-01 merupakan genotipe yang terseleksi pada tiga cara pembobotan sebelumnya. Berdasarkan hasil sidik lintas, diameter kuncup secara langsung dipengaruhi oleh jumlah petal dengan nilai 0.577. Nilai tersebut digunakan sebagai pembobot pada nilai fenotipik pada karakter yang menjadi peubah. Dengan demikian besarnya indeks (I) dapat dirumuskan sebagai berikut : 62 I = 0.577 x jumlah petal Besarnya indeks berdasarkan pembobot pengaruh langsung jumlah petal terhadap diameter kuncup ditunjukkan pada Tabel 17. Tabel 17 Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung dari Sidik Lintas Diameter Kuncup No. Genotipe Indeks Seleksi (I) 1. 97.030-12 48.545 2. 97.170-01 43.660 3. 97.032-09 38.201 4. 97.105-66 35.593 5. 97.026-13 30.239 6. 97.004-01 29.160 7. 97.029-51 28.465 8. 97.104-03 28.403 9. 97.027-71 27.735 10. 96.016-01 26.367 11. 97.029-82 24.909 12. 97.167-01 24.343 13. 97.100-61 23.200 14. 95.031-04 22.992 15. 97.008-03 22.490 16. 97.028-15 21.657 17. 95.033-01 21.505 18. 97.104-05 21.298 19. 97.105-80 17.828 20. 97.100-45 16.906 21. 97.102-46 16.851 22. 97.025-14 16.807 23. 97.100-36 15.146 24. 95.062-03 13.776 25. 97.106-42 13.752 26. 97.174-01 13.012 27. 95.077-01 12.450 28. 97.100-31 12.384 29. 95.090-04 11.871 30. 95.136-01 11.829 Berdasarkan indeks seleksi untuk diameter kuncup, terseleksi genotipe 97.030-12, 97.170-01, 97.032-09, 97.105-66 dan 97.026-13 dengan indeks masing-masing 48.545, 43.660, 38.201, 35.591 dan 30.239. Genotipe 97.030-12 63 dan 97.105-66 merupakan genotipe yang terseleksi berdasarkan kecerahan warna bunga untuk kelompok warna merah dan warna putih. Tabel 18 menunjukkan indeks yang diperoleh dari pembobotan nilai pengaruh langsung hasil sidik lintas lama kesegaran bunga. Lama kesegaran bunga dipengaruhi secara langsung oleh karakter diameter kuncup, diameter tangkai, jumlah daun dan jumlah buku masing -masing sebesar 0.405, 0.722, 0.721 dan -0.679. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai pembobot pada nilai fenotipik masing-masing karakter yang menjadi peubah. Dengan demikian besarnya indeks (I) dapat dirumuskan sebagai berikut : I = (0.405 x diameter kuncup) + (0.722 x diameter tangkai) + (0.721 x jumlah daun) + (–0.679 x jumlah buku) Berdasarkan indeks seleksi untuk sidik lintas lama kesegaran bunga, terseleksi genotipe 97.100-36, 97.032-09, 97.030-12, 97.105-66 dan 97.170-01 dengan indeks masing-masing genotipe adalah 3.692, 3.667, 3.604, 3.554 dan 3.425. Genotipe-genotipe tersebut kecuali 97.170 -01 merupakan genotipe yang terseleksi berdasarkan kecerahan warna bunga untuk kelompok warna merah dan warna putih. Disamping itu, genotipe 97.032-09, 97.030 -12, 97.105-66 dan 97.170-01 terseleksi pada cara pembobotan berdasarkan sidik lintas diameter kuncup. Berdasarkan hasil sidik lintas, diameter bunga mekar dipengaruhi secara langsung oleh karak ter diameter kuncup, jumlah petal dan jumlah bunga per tanaman masing-masing sebesar 0.070, 0.520 dan 0.403. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai pembobot pada nilai fenotipik masing-masing karakter yang menjadi peubah. Dengan demikian besarnya indeks (I) dapat dirumuskan sebagai berikut : I = (0.070 x diameter kuncup) + (0.520 x jumlah petal) + (0.403 x jumlah bunga per tanaman) Nilai indeks berdasarkan pembobot pengaruh langsung sidik lintas diameter bunga mekar ditunjukkan pada Tabel 19. 64 Tabel 18 Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung dari Sidik Lintas Lama Kesegaran Bunga No. Genotipe Indeks Seleksi (I) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 97.100-36 97.032-09 97.030-12 97.105-66 97.170-01 95.090-04 96.016-01 97.029-82 97.008-03 97.104-03 97.028-15 97.100-31 95.136-01 97.102-46 97.100-45 97.106-42 95.077-01 97.027-71 97.100-61 97.025-14 97.105-80 95.033-01 97.004-01 97.167-01 95.031-04 97.026-13 95.062-03 97.029-51 97.104-05 97.174-01 3.692 3.667 3.604 3.554 3.425 3.398 3.395 3.365 3.350 3.299 3.254 3.250 3.245 3.219 3.169 3.167 3.129 3.102 3.067 3.046 3.016 2.975 2.880 2.872 2.780 2.772 2.768 2.718 2.489 2.450 Berdasarkan nilai indeks terbesar pada Tabel 19, terseleksi lima genotipe yaitu 97.030-12, 97.170-01, 97.032-09, 97.105-66 dan 97.026-13, dengan nilai indeks masing-masing 44.741, 40.086, 35.560, 32.980 dan 28.390. Genotipe 97.030-12, 97.032-09 dan 97.105-66 merupakan genotipe yang terseleksi berdasarkan kecerahan warna bunga untuk warna merah dan warna putih. Disamping itu, genotipe 97.030-12, 97.032-09, 97.170-01, 97.105-66 dan 97.02613 terseleksi dengan cara pembobotan berdasarkan sidik lintas diameter kuncup dan lama kesegaran bunga, kecuali genotipe 97.026-13 tidak terseleksi berdasarkan sidik lintas lama kesegaran bunga. 65 Tabel 19 Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung dari Sidik Lintas Diameter Bunga Mekar No. Genotipe Indeks Seleksi (I) 1. 97.030-12 44.741 2. 97.170-01 40.086 3. 97.032-09 35.560 4. 97.105-66 32.980 5. 97.026-13 28.390 6. 97.004-01 27.175 7. 97.104-03 26.547 8. 97.029-51 26.483 9. 97.027-71 26.233 10. 96.016-01 24.680 11. 97.029-82 23.535 12. 97.167-01 23.074 13. 95.031-04 21.723 14. 97.100-61 21.663 15. 97.008-03 21.188 16. 97.028-15 20.481 17. 95.033-01 20.339 18. 97.104-05 19.946 19. 97.105-80 16.981 20. 97.025-14 16.203 21. 97.100-45 16.103 22. 97.102-46 15.962 23. 97.100-36 14.475 24. 95.062-03 13.356 25. 97.106-42 13.229 26. 97.174-01 12.735 27. 97.100-31 12.434 28. 95.077-01 12.270 29. 95.090-04 11.722 30. 95.136-01 11.496 Berdasarkan hasil sidik lintas, jumlah bunga per tanaman secara langsung dipengaruhi oleh karakter panjang tangkai, diameter tangkai, panjang ruas dan panjang leher bunga, masing-masing sebesar 0.346, 0.222, 0.483 dan 0.104. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai pembobot pada nilai fenotipik masingmasing karakter yang men jadi peubah. Dengan demikian besarnya indeks (I) dapat dirumuskan sebagai berikut : I = (0.346 x panjang tangkai) + (0.222 x diameter tangkai) + (0.483 x panjang ruas) + (0.104 x panjang leher bunga) Besarnya nilai indeks dengan pembobot nilai pengaruh langsung hasil sidik lintas lama kesegaran bunga disajikan pada Tabel 20. 66 Tabel 20 Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung dari Sidik Lintas Jumlah Bunga per Tanaman No. Genotipe Indeks Seleksi (I) 1. 97.174-01 31.224 2. 97.105-80 31.132 3. 97.029-82 29.573 4. 95.077-01 28.979 5. 95.090-04 26.803 6. 97.030-12 26.173 7. 97.032-09 25.519 8. 97.167-01 25.393 9. 97.025-14 25.054 10. 96.016-01 25.041 11. 97.100-61 24.533 12. 97.026-13 24.327 13. 97.105-66 23.820 14. 97.028-15 23.801 15. 97.104-03 23.621 16. 97.100-31 23.250 17. 95.031-04 23.014 18. 97.027-71 23.012 19. 97.170-01 22.418 20. 97.104-05 22.036 21. 97.004-01 21.884 22. 97.100-36 21.882 23. 95.136-01 21.511 24. 97.029-51 21.440 25. 97.102-46 21.406 26. 95.062-03 21.232 27. 97.100-45 21.182 28. 97.008-03 21.159 29. 95.033-01 20.633 30. 97.106-42 19.804 Berdasarkan nilai indeks seleksi terbesar pada Tabel 20, terseleksi lima genotipe dengan nilai indek terbesar, yaitu 97.174-01, 97.105-80, 97.029-82, 97.077-01 dan 97.090-04, dengan nilai indeks masing-masing 31.224, 31.132, 29.573, 28.979 dan 26.803. Genotipe 97-174-01, 97 -105-80 dan 95.077-01 terseleksi dengan cara pembobotan berdasarkan nilai ekonomis, nilai duga heritabilitas, sidik lintas panjang tangkai dan kecerahan warna bunga untuk kelompok warna merah dan genotipe 97.105-80 untuk warna orange. Sementara itu, genotipe 97.029-82 terseleksi dengan cara pembobotan berdasarkan nilai ekonomis, nilai duga heritabilitas, kecerahan warna bunga untuk kelompok warna 67 putih. Genotipe 97.090-04 terseleksi dengan cara pembobotan berdasarkan nilai duga heritabilitas dan cara pembobotan sidik lintas panjang tangkai. Besarnya indeks ditentukan oleh besarnya nilai pengaruh langsung sebagai pembobot dan besarnya nilai setiap karakter yang diboboti. Berdasarkan Tabel 16 sampai Tabel 20, terlihat besarnya indeks yang sangat beragam. Keragaman nilai indeks tersebut disebabkan oleh besarnya nilai pengaruh langsung dan nilai setiap karakter yang diboboti, disamping itu jumlah karakter yang menjadi pengaruh langsung terhadap karakter hasil juga tidak sama, maka genotipe-genotipe yang terseleksi juga cenderung berbeda. Setelah diurutkan berdasarkan peringkat nilai indeks terdapat beberapa genotipe yang mempunyai indeks terbesar yaitu genotipe 97.032-09, 97.105-66, 97.030-12, 97.105 -80, dan 97.174-01. Genotipe 97.032-09 dan 97.105-66 terseleksi pada tiga cara pembobotan sidik lintas, tetapi peringkat indeks pada masing-masing cara pembobotan berbeda dan genotipe 97.032-09 peringkatnya lebih tinggi daripada 97.105-66, sehingga 97.032-09 berada diurutan pertama dan 97.105-66 di urutan kedua. Genotipe 97.030-12 terseleksi pada dua cara pembobotan sidik lintas yaitu sidik lintas diameter kuncup dan diameter bunga mekar dan masing-masing berada pada urutan pertama pada masing-masing cara pembobotan. Genotipe 97.105-80 dan 97.174-01 terseleksi pada dua cara pembobotan sidik lintas yaitu sidik lintas panjang tangkai dan jumlah bunga per tanaman tetapi peringkat genotipe 97.105-80 lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe 97.174-01 untuk sidik lintas panjang tangkai, sehingga genotipe 95.10580 berada diurutan keempat dan 97.174-01 menempati urutan kelima. Dengan demikian dari empat cara pembobotan terseleksi genotipe yang relatif berbeda. Data yang disajikan pada Tabel 11-20, menunjukkan besarnya indeks seleksi berdasarkan nilai ekonomis, nilai duga heritabilitas, kecerahan warna bunga dan pengaruh langsung pada setiap genotipe dalam sidik lintas. Lima indeks seleksi terbesar pada masing -masing kriteria ditandai dengan cetak tebal. Dari data tersebut beberapa genotipe memperoleh satu sampai lima nilai indeks terbesar, sehingga diperoleh lima genotipe dengan peringkat paling banyak memperoleh nilai indek terbesar. Genotipe-genotipe tersebut adalah 97.105-80, 95.077-01, 97.174-01, 97.032-09 dan 97.029-82, maka kelima genotipe tersebut 68 dapat direkomendasikan sebagai kandidat kultivar unggul baru yang siap dilepas. Fenotipik lima kandidat kultivar unggul baru tersebut, disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Fenotipik Lima Kandidat Kultivar Unggul Baru Genotipe Karakter 97.105-80 95.077-01 97.174-01 97.032-09 97.029-82 Panjang Tangkai (cm) 81.94 75.05 79.38 64.66 76.27 Diameter Kuncup (cm) 2.47 2.60 2.52 3.02 2.63 Lama Kesegaran 7.82 8.21 7.11 8.13 7.11 Bunga (hari) Diameter Mekar (cm) 8.70 9.01 8.79 10.90 11.42 Jumlah Petal 30.90 21.58 22.55 66.21 43.17 Umur Panen (hst) 121.89 114.33 104.56 115.67 110.67 Jumlah Bunga per 3.56 4.778 4.44 5.33 5.11 Tanaman (tangkai) Jumlah Duri Besar 95.2 66.30 67.52 66.30 61.71 Warna Bunga Orange Red 46A Red 45A Green White Red N30A White 155C 157A Bentuk Kuncup BroadBroad BroadRound Broadovate ovate ovate ovate Kewangian Bunga Tidak Tidak LemahTidak Sedangberaroma- beraroma sedang beraroma kuat lemah Kekokohan Tangkai Kokoh Kokoh Agak Kokoh Kokoh lemah -Bentuk -Bentuk -Bentuk -Bentuk Keunikan dan -Bentuk bunga bunga bunga bunga Penampilan Bunga bunga bagus bagus bagus bagus secara Keseluruhan bagus -Susunan -Susunan -Susunan -Susunan -Susunan petal petal petal petal petal padat dan padat dan padat dan padat dan padat dan rapi rapi rapi rapi rapi -Saat -Saat -Saat -Saat -Saat mekar mekar mekar mekar mekar penuh penuh penuh penuh penuh bagian bagian bagian bagian bagian tengah tengah tengah tengah tengah bunga bunga bunga bunga bunga agak tidak tidak tidak tidak terbuka terbuka terbuka terbuka terbuka 69 4.7. Pendugaan Jarak Genetik Berdasarkan Penampilan Fenotipik Hasil analisis gerombol yang dilakukan terhadap karakter kuantitatif ditambah dengan 15 karakter kualitatif menghasilkan dendrogram dengan koefisien kemiripan antara 0.26-0.57, seperti ditunjukkan pada Gambar 8. 1 95077-01 95090-04 97030-12 97029-82 97032-09 97174-01 95136-01 95062-03 97100-36 97102-46 97100-45 97106-42 97029-51 97104-05 97100-31 97105-80 95031-04 97104-03 96016-01 97170-01 97167-01 97026-13 97027-71 97028-15 97025-14 97004-01 97100-61 97105-66 95033-01 97008-03 2 3 4 5 6 7 0.26 0.34 0.42 0.49 0.57 Koefisien Kemiripan Gambar 8 Dendrogram Berdasarkan Penampilan Fenotipik. Pada koefisien kemiripan 0.324 dendrogram terbagi dalam tujuh kelompok besar. Kelompok 1 terdiri atas tiga genotipe yaitu 95.077 -01, 95.090-04 dan 97.030-12, masing-masing berwarna merah, orange dan putih, ketiganya berasal dari tetua yang berbeda, kesamaan yang terlihat secara visual adalah bentuk kelopak bunga, bentuk kuncup dan bentuk duri. Kelompok 2 terdiri atas dua genotipe yaitu 97.029-82 dan 97.032-09 keduanya merupakan genotipe yang berwarna putih dan berasal dari sumber polen yang sama, walaupun kesamaan tetua jantan tersebut tidak dapat dipastikan karena sumber polen merupakan polen campuran dari beberapa kultivar. Kelompok 3 terdiri atas satu genetipe yaitu 97.174-01, genotipe tersebut merupakan satusatunya genotipe yang mempunyai lima helai kelopak bunga dengan bentuk yang sama. 70 Kelompok 4 terdiri atas sepuluh genotipe yaitu 95.136-01, 95.062-03, 97.100-36, 97.102-46, 97.100-45, 97.106 -42, 97.029-51, 97.104-05, 97.100-31 dan 97.105-80. Kelompok tersebut dapat dibagi lagi menjadi empat kelompok kecil, yang pertama terdiri atas satu genotipe yaitu 95.136-01 yang berwarna merah tua bahkan bila masih kuncup cenderung berwarna hitam. Kedua terdiri atas lima genotipe yaitu 95.062 -03, 97.100-36, 97.102-46, 97.100-45, 97.106-42 yang masing-masing berwarna merah, merah jambu dan merah -orange. Ketiga terdiri atas dua genotipe yaitu 97.029-51 dan 97.104-05 masing-masing berwarna putih dan merah. Keempat terdiri atas dua genotipe yaitu 97100-31 dan 97.10580 yang masing-masing berwarna merah -orange. Dalam kelompok 4 tersebut tidak ada tetua yang sama, tetapi dapat diasumsikan ada beberapa karakter yang sama. Kelompok 5 terdiri atas sepuluh genotipe yaitu 95.031 -04, 97.104-03, 96.016-01, 97.170-01, 97.167-01, 97.026 -13, 97.027-71, 97.028-15, 97.025-14 dan 97.004-01. Kelompok tersebut dapat dibagi lagi menjadi tiga kelompok kecil, yang pertama terdiri atas tiga genotipe yaitu 95.031-04, 97.104-03 dan 96.016-01 masing-masing berwarna merah jambu dan merah. Kedua terdiri atas dua genotipe yaitu 97.170-01 dan 97.167-01, yang pertama berwarna merah dengan warna kuning di bagian belakang petal dan yang kedua berwarna merah jambu cerah. Ketiga terdiri atas lima genotipe yaitu 97.026-13, 97.027-71, 9702815, 97.025-14 yang berwarna putih dan 97.004-01 berwarna kuning. Kelompok 6 terdiri atas dua genotipe yaitu 97.100-61 dan 97.105-66 keduanya merupakan genotipe yang berwarna merah dengan jarak genetik 0.40 tetapi tidak dapat diketahui latar belakang tetuanya. Kelompok 7 terdiri atas dua genotipe dengan jarak yang sangat dekat (identik) yaitu 95.033-01 dan 97.008-03 kedua genotipe tersebut berwarna merah jambu dan merah jambu-orange pucat, kedua genotipe tersebut secara visual mempunyai kesamaan dalam karakter warna batang tua, warna dan zona spot petal, bentuk bagian bawah bunga dan kemiripan dalam warna daun tua. Koefisien kemiripan terbesar atau jarak genetik paling dekat terbentuk antara genotipe 95.077-01 dengan 95.090 -04, 97.100-36 dengan 97.102-46 dan 97.100-45 dengan 97.102-46 masing-masing sebesar 0.525 dan 0.533. Besarnya 71 koefisien kemiripan yang terbentuk diantara genotipe-genotipe yang diuji dapat dilihat pada Lampiran 2. Koefisien kemiripan terkecil atau jarak genetik paling jauh diperoleh antara genotipe 95.136-01 dengan 97.167-01 yaitu sebesar 0.102 atau berjarak genetik 0.898, disusul oleh genotipe 97.026-13 dengan 97.174-01 sebesar 0.103, genotipe 97.029-82 dengan 97.105-66 sebesar 0.131, masing -masing pasangan genotipe tersebut mempunyai warna bunga yang berbeda tetapi latar belakang tetuanya tidak dapat diketahui, walaupun demikian ketidakmiripan di atas 0.87 dapat diasumsikan bahwa terdapat banyak karakter yang berbeda di antara pasangan genotipe tersebut. Koefisien kemiripan yang kecil juga dihasilkan antara genotipe 95.136-01 dengan 97.030 -12, 95.033-01 dengan 97.027-71 dan 97.027-71 dengan 97.174-01 masing-masing sebesar 0.133. Setiap pasangan genotipe tersebut berasal dari tetua yang berbeda dan mempunyai warna yang sangat berbeda yaitu merah bahkan merah tua dan putih seh ingga pasangan genotipe dengan koefisien kemiripan terkecil tersebut dapat direkomendasikan sebagai tetua dalam persilangan, namun tetap harus memperhatikan faktor kompatibilitas, daya gabung setiap genotipe, karakter-karakter yang dimiliki oleh calon tetua dan karakter -karakter yang diinginkan pada keturunan double cross. Genotipe 95.136-01, berwarna merah tua yang buram bahkan saat kuncup berwarna kehitaman, diameter kuncup kecil, diameter bunga mekar sedang, jumlah petal tidak terlalu banyak, tangkai kokoh, berduri banyak, bentuk kuntum bunga kurang bagus, susunan petal tidak padat dan pada saat mekar penuh bagian tengah bunga terbuka. Empat karakter terakhir merupakan karakter yang tidak diinginkan. Genotipe 97.167-01, berwarna merah jambu cerah, diameter kuncup besar, diameter bunga mekar besar, jumlah petal banyak, tangkai agak lemah, bentuk kuntum bunga bagus, susunan petal padat, berduri banyak dan pada saat mekar penuh bagian tengah bunga tidak terbuka. Tangkai yang agak lemah dan jumlah duri yang banyak merupakan karakter yang tidak diinginkan. Dengan demikian pada dua calon tetua tersebut terdapat beberapa karakter yang tidak diinginkan, sehingga persilangan antara genotipe 97.136-01 dan 97.167-01 harus lebih dipertimbangkan. 72 Genotipe 97.026-13, berwarna putih, diameter kuncup besar, diameter bunga mekar besar, jumlah petal banyak, tangkai kokoh, berduri banyak, bentuk kuntum bunga bagus, susunan petal padat dan pada saat mekar penuh bagian tengah bunga tidak terbuka. Karakter jumlah duri yang banyak merupakan karakter yang tidak diinginkan. Genotipe 97.174-01, berwarna merah, diameter kuncup besar, diameter bunga mekar besar, jumlah petal cukup, tangkai agak lemah, bentuk kuntum bunga bagus, susunan petal padat, berduri banyak dan pada saat mekar penuh bagian tengah bunga agak terbuka. Tangkai yang agak lemah dan jumlah duri yang banyak merupakan karakter yang tidak diinginkan. Dengan demikian pada dua calon tetua tersebut terdapat beberapa karakter yang tidak diinginkan, sehingga persilangan antara genotipe 97.026-13 dan 97.174-01 harus lebih dipertimbangkan, akan tetapi diperkirakan akan menghasilkan keturunan dengan kisaran warna yang cukup luas. Genotipe 97.029-82, berwarna putih, diameter kuncup besar, diameter bunga mekar besar, jumlah petal banyak, tangkai kokoh, berduri banyak, bentuk kuntum bunga bagus, susunan petal padat dan pada saat mekar penuh bagian tengah bunga tidak terbuka. Jumlah duri yang banyak merupakan karakter yang tidak diinginkan. Genotipe 97.105-66, berwarna merah bata pada petal yang terletak di bagian tengah dan petal di bagian pinggir berwarna lebih gelap, diameter kuncup besar, diameter bunga mekar besar, jumlah petal banyak, tangkai kokoh, bentuk kuntum bunga bagus, susunan petal padat dan rapi, berduri banyak dan pada saat mekar penuh bagian tengah bunga tidak terbuka. Jumlah duri yang banyak merupakan karakter yang tidak diinginkan. Dengan demikian persilangan antara genotipe 97.029-82 dan 97.105-66 diperkirakan akan menghasilkan keturunan dengan jumlah duri yang banyak dan kisaran warna yang cukup luas. Tiga pasangan genotipe di atas mempunyai banyak karakter yang diinginkan tetapi juga memiliki beberapa karakter yang tidak diinginkan. Oleh karena itu harus dicari pasangan genotipe lain sebagai calon tetua yang mempunyai sesedikit mungkin karakter yang tidak dinginkan tetapi antara keduanya memiliki jarak genetik yang cukup jauh, sehingga peluang memperoleh hibrida double cross yang unggul akan lebih besar. 73 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang keragaman genetik, heritabilitas dalam arti luas, korelasi genetik antar karakter, sidik lintas dan indeks seleksi serta jarak genetik antar genotipe yang diuji, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Panjang tangkai, jumlah daun, jumlah buku, jumlah petal, jumlah duri besar dan umur panen mempunyai keragaman yang luas dan nilai duga heritabilitas dalam arti luas yang tinggi. 2. Panjang tangkai berkorelasi positif dan nyata dengan jumlah daun, jumlah buku, panjang leher bunga, jumlah duri besar dan jumlah bunga per tanaman sedangkan dengan umur panen berkorelasi negatif. Diameter kuncup berkorelasi positif dan nyata dengan diameter bunga mekar, lama kesegaran bunga dan jumlah petal. Lama kesegaran bunga berkorelasi positif dan nyata dengan diameter kuncup, diameter tangkai, jumlah daun, jumlah buku dan jumlah bunga per tanaman, sedangkan dengan panjang leher bunga berkorelasi negatif. Diameter bunga mekar berkorelasi positif dan nyata dengan diameter kuncup, jumlah petal dan jumlah bunga per tanaman, sedangkan dengan jumlah duri kecil berkorelasi negatif. Jumlah bunga per tanaman berkorelasi positif dan nyata dengan panjang tangkai, diameter bunga mekar, panjang ruas, panjang leher bunga dan lama kesegaran bunga, sedangkan dengan umur panen berkorelasi negatif. 3. Panjang tangkai secara langsung dipengaruhi oleh jumlah buku dan jumlah bunga per tanaman, sedangkan jumlah daun dan panjang leher bunga berpengaruh negatif. Diameter kuncup secara langsung dipengaruhi oleh jumlah petal. Lama kesegaran bunga secara langsung dipengaruhi oleh diameter kuncup, diameter tangkai dan jumlah daun, sedangkan jumlah buku berpengaruh negatif. Diameter bunga mekar secara langsung dipengaruhi oleh diameter kuncup, jumlah petal dan jumlah bunga per tanaman. Sementara itu jumlah bunga per tanaman secara langsung dipengaruhi oleh panjang tangkai, diameter bunga mekar, panjang ruas dan panjang leher bunga. 74 4. Berdasarkan kecerahan warna bunga dan seleksi indeks berdasarkan pembobot nilai ekonomi, nilai duga heritabilitas dan pengaruh langsung sidik lintas, genotipe yang mempunyai potensi sebagai kultivar unggul baru adalah 97.105-80, 95.077-01, 97.174-01, 97.032-09 dan 97.029-82 5. Berdasarkan jarak genetik terjauh, genotipe-genotipe yang potensial untuk dijadikan kandidat tetua double cross adalah 95.136-01 dengan 97.167-01, 97.026-13 dengan 97.174-01 dan 97.029-82 dengan 97.105-66. 5.2. Saran Dis amp in g memilik i ka r akt e r ku an tit at if y an g b a ik , ku ltiv a r un gg u l b ar u ha ru s me milik i k ar ak te r k u a lit at if y an g b erb ed a d en g an ku ltiv a r u ng gu l seb e lu mny a d an kar akt er t ers eb u t h arus d is uk ai o leh ko ns umen. O leh seb ab it u geno t ip e-g en o t ip e y ang terp ilih s eb ag a i ku lt iv ar u ng gu l b aru h aru s memilik i warn a, b entuk at au k eun ik an te rt en tu y an g b e lu m d imil ik i o leh ku lt iv a r seb e lu mny a d an d is uk a i ko nsu men, s eh ing g a s e lek s i b erd as ark an k ar ak te rka rak t er ku alit a tif h arus te tap d ilaku k an. P ad a geno t ip e -g en o t ip e yang t erp ilih s eb ag ai c alo n t etu a h a ru s d ilaku ka n u ji daya g ab un g agar diperoleh hasil persilangan yang optimal. Disamping itu pemilihan calon tetua harus mempertimbangkan karakter-karakter yang dimiliki oleh calon tetua yang dimaksud dan karakter-karakter yang diinginkan pada keturunnannya. 75 DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2002. Laporan mingguan penjualan bunga dan tanaman hias. Pusat Promosi dan Pemasaran Bunga dan Tanaman Hias. Jakarta. Allard RW. 1960. Principle of Plant Breeding. John Wiley and Sons, New York. [Asbindo] Asosiasi Bunga Indonesia. 1995. Standar bunga mawar. Buletin Asbindo No. 12 Tahun 1995. Astika W. 1991. Penyingkatan daur pemuliaan dan analisis stabilitas hasil tanaman teh (Camelia sinensis L.) [Desertasi]. Bandung: Program Pascasarjana, Universitas Padjadjaran. Tidak dipublikasikan. Autrique E, MM Nachit, P Monneveux, SD Tanksley and ME Sorrells. 1996. Genetic diversity in durum wheat based on RFLPs, morphological traits and coefficient of parentage. Crop Sci. 36:735-742. Beer SC, J Goffreda, TD Phillips, JP Murphy and ME Sorrells. 1993. Asses sment of genetic variation in avena sterils using morphological trait, isozymes and RFLPs. Crop Sci. 33:1386 -1393. Bernardo R. 2002. Breeding for Quantitative Traits in Plant. Stemma Press Woodbury, Minnesota. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2000. Buletin statistik perdagangan luar negeri Indonesia, Impor (Mei, Juli, Agustus). BPS, Jakarta-Indonesia. Borojevic S. 1990. Principles and Methods of Plant Breeding. Elsevier Sci. Publ., New York. Cheriton J. 1994. Growing Roses. Cassel Publishing Limited. London. Crockett. 1974. Roses. The Time Life Gardening. The Time Books. New York. Crowder LV. 1990. Genetika Tumbuhan. Lilik Kusdiarti, penterjemah; Jogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Plant Genetics. Darliah. 1995. Pemuliaan Mawar. Di dalam: Saepullah, T Sutater, A Muharam, S Kusumo, editor. Mawar. Balai Penelitian Tanaman Hias. Puslitbangtas. Jakarta. Darajat AA. 1987. Variabilitas dan adaptasi genotipe terigu (Triticum aestivum L.) pada beberapa lingkungan tumbuh di Indonesia [Desertasi]. Bandung: Program Pascasarjana, Universitas Padjadjaran. Tidak dipublikasikan. 76 Darliah, I Suprihatin, DP de Vries, W Handayani, T Herawati dan T Sutater. 2001. Keragaman genetik, heritabilitas dan penampilan fenotipik 18 klon mawar di Cipanas. J. Hort. 11(3): 148-154. De Vries DP, HA Van Kuelen and YW De Bruyn. 1974. Breeding research on rose pigments I. The occurrence of flavonoids and carotenoids in rose petals. Euphytica 23 : 447-457. Ditjen Bina Produksi Hortikultura. 2001. Perk embangan Luas Panen Tanaman Hias di Indonesia, Tahun 1996 -2000. Dunn G and BS Everitt. 1982. An Introduction to Mathematical Taxonomy. Canning C and F. Hoppensteadt, editor. Cambridge University Press, London. Enny R, H Tampake dan H Novarianto. 1993. Jarak genetika beberapa jenis kelapa hibrida Genjah x Dalam berdasarkan sifat kuantitatif dan pola pita isozim. Jurnal Penelitian Kelapa. Vol. 6. No. 1. Falconer DS. 1981. Introduction to Quantitative Genetics. Ed ke-2. Longman, New York. Fehr RK. 1987. Principle of Cultivar Development. Macmillan Publ., New York. Forsberg RA and RR Smith. 1980. Sources, maintenance and utilization of parental material. Di dalam: Ferh WR and HH Hadley, editor. Hybridization of Crop Plants. The American Society of Agronomy, Segeo Road. Madison. Frey KJ. 1964. Adaptation reaction of oat strains selected under stress and non stress environment. Crop Sci. 4:55-58. Gaspersz V. 1991. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito. Bandung. Gomez KA and AA Gomez. 1984. Statistical Procedures for Agricultural Research. A Wiley-Interscience Publ., New York. Hallauer AR and JB Miranda. 1988. Quantitative Genetic in Maize Breeding. Ed ke-4. Iowa State Univ. Press/Ames. Halloran GM. 1979. Plant Breeding. Austalian Vise-Chancellore Committee. Hartono SH dan H Faisal. 1995a. Standar bunga potong Asbindo. Bul. Asbindo no. 11. _____________________. 1995b. Perlakuan segar bunga potong. Bul. Asbindo no. 17. 77 Hasek FR. 1980. Roses. Di dalam: Larson RA, editor. Introduction to Floriculture. Academic Press. Harcount Brace Jovanovich Publs. Hasnam AH, Nasution dan S Somaatmadja. 1970. Correlation between yield component cross 1248 x TK5. Communication Agriculture, 3:23-30. Bogor Agriculture Institute. Johnson HW, HF Robinson and RE Comstock. 1955. Genotypic and phenotypic correlation in soybean and their implication in selection. Arg. J. 47:477784. Kartapradja R. 1995. Botani dan ekologi mawar. Di dalam: Saepullah, T Sutater, A Muharam, S Kusumo, editor. Mawar. Balai Penelitian Tanaman Hias. Puslitbangtas. Jakarta. ___________. 1997. Perbaikan varietas dan teknologi produksi bunga mawar. Monograf. Balai Penelitian Tanaman Hias, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Litbang Pertanian, Jakarta. Kauffman DD and JW Dudley. 1979. Selection indeces for corn grain yield, percent protein, and kernel weight. Crop Sci. 19:583-588. Knight R. 1979. Quantitative genetic, statistic and plant breeding. Di dalam: Knight, editor. Plant Breeding. Australian Vice-Chancellors’ Committee. Langton FA. 1991. Selection for production trait in flower crops. Di dalam: Harding J, F Singh and JNM Mol, editor. Genetic and Breeding of Ornamental Species. Kluwer Academics Publ. Dordrecht. Makmur A. 1988. Pengan tar Pemuliaan. Bina Aksara. Jakarta. Mc. Whirter KS. 1979. Breeding of polinated crops. Di dalam: Halloran GM, editor. A Course Manual in Plant Breeding. AAUCS, Brisbane. Miftahorranchman, Mangindaan HF dan H Novarianto. 2000. Analisis lintas karakter vegetatif dan generatif kelapa dalam kupal terhadap jumlah bunga betina. Zuriat. Vol. 11. No. 1. Januari-Juni 2000. Muharam A. 1995. Pengendalian hama dan penyakit mawar. Di dalam: Saepullah, T Sutater, A Muharam, S Kusumo, editor. Mawar. Balai Penelitian Tanaman Hias. Puslitbangtas. Jakarta. Morey D. 1969. Selection criteria for breeding. Di dalam: Mastalerz JW and RW Langhans, editor. Roses, A Manual on the Culture, Management, Diseases, Insects, Economics, and Breeding of Greenhouse Roses. Pennsylvania Flower Grower Publ. New York. 78 Moritz C and PM Hillis. 1996. Molecular systematic context and controversies . Di dalam: Hillis DM, C Moritz and BK Mable, editor. Molecular Systematic. ed ke-2. Sinauer Associates Publ. Sunderland. Massachusetts USA. Pasek J and RJ Baker. 1969. Desired improvement in correlation to selection indices. Can. J. Plant Sci. 49:803-804. Poehlman JM. 1979. Breeding Field Crop. Avi Publ. Company Conectitut. Poehlman JM and DA Sleper. 1995. Breeding Field Crops. ed ke-4. Iowa State University Press. Ames AVIPbl. Company. Poespodarsono S. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. PAU-IPB. Bogor. Poerwoko MS. 1995. Efektivitas dan efesiensi analisis lintas dalam seleksi simultan zuriat kedelai melalui persilangan diallele lengkap [Tesis]. Bandung: Program Pascasarjana, Universitas Padjadjaran. Tidak dipublikasikan. Ray R and M Maccaskey. 1985. Horticulture Publ. Roses How to Select Grown and Enjoy. Rohlf FJ. 1998. NTSYSpc : Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System version 2.02. User guide. Exerter software. Applied Biostatistics. New York. Robinson HF, RE Comstock and PH Harley . 1951. Genotype and phenotype correlations in corn and their implication in selection. Agr. J. 43(6): 283287. Satsijati, Nurmalinda, H Ridwan, D Herlina, H Supriadi, IB Rahardjo, K Effendie dan B Marwoto. 2004. Profil komoditas tanaman hias menunjang strategi penelitian untuk pengembangan agribisnis florikultura. Laporan Akhir Balai Penelitian Tanaman Hias, T. A. 2004 (Tidak dipublikasikan). Simmonds NW. 1979. Principles of Crop Improvement. Longmann. London and New York. Singh RK and BD Chaudhary. 1979. Biometrical Genetic Analysis. Kalyanai Publ. New Delhi. Methods In Quantitative Schmidt FH and JAH Fergusson. 1951. Rainfall Types on Wet and Dry Periods Ratio for Indonesia with New Guinea. Kementerian Perhubungan Jawatan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta. Sriyadi B. 2002. Hubungan kekerabatan genetik antar tanaman teh F1 dari persilangan TRI 2024 x PS 1 berdasarkan penanda RAPD. Zuriat. Vol. 13 No. 1. Januari-Juni 2002. 79 Stewart RN. 1969. Origin, cytology and genetics. Di dalam: Mastalerz JW and Langhans RW, editor. Roses: A Manual on The Culture, Management, Diseases, Insect, Economics and Breeding of Green House Roses. Pennsyllvania Flower Grower. New York State Flower Grower Association, Roses Incorporated. Subandi W, A Compton and LT Empig 1973. A Comparison of the efficiencies of selection indices for three traits in two variety crosses of corn. Crop Sci. 13: 184-189. Soemartono dan Nasrullah. 1988. Genetika Kuantitatif. PAU-Bioteknologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Suhardi, B Winarto dan A Saepullah. 2002. Telaah resistensi varietas mawar terhadap embun tepung. J. Hort 12(2) : 102-109. Sukarno dan Nampiah. 1997. Mawar. Penebar Swadaya. hlm 121. Taylor. 1961. Taylor Guide to Roses. Base on Taylor Encyclopedia of Gardening. Houghton Miffin Co. Boston. Tatineni V, RG Cantrell and DD Davis. 1996. Genetic diversity in elite cotton germ plasm determined by morphological characteristics and RAPDs. Crop Sci. 36:186-192. Wachira FN, W Powell and R Wough. 1997. An assessment of genetic diversity among Camellia sinensis L. (cultivated tea) and its wild relatives based on randomly amplified polymorphic DNA and organell-specific STS. Heredity. 78:603-611. Weir BS. 1990. Genetic Data Analysis. Methods for Discrete Population Genetic Data. Sinauer Associates Inc. Publ. Sunderland. Massachusetts USA. Wuryaningsih S dan T Sutater. 1995. Buku komoditas no.1. Mawar Penelitian Tanaman Hias. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Balai 80 Lampiran 1. Tata Letak Percobaan Ulangan I. 25 29 20 12 14 19 24 18 10 5 7 3 22 4 1 13 16 9 15 2 26 27 11 6 17 8 23 21 28 30 8 12 11 15 10 4 29 28 18 30 23 21 25 9 17 26 5 7 2 13 24 22 16 6 3 19 27 1 20 14 30 3 24 8 17 2 18 25 12 9 15 10 14 16 6 13 26 28 20 1 29 5 23 22 11 21 27 19 7 5 Ulangan II Ulangan III 81 82 Lampiran 3. Hasil Pengamatan Karakter Warna Batang Muda, Batang Tua dan Daun Muda Genotipe 95.077-01 95.136-01 95.031-04 95.033-01 95.062-03 95.090-04 97.030-12 97.026-13 96.016-01 97.028-15 97.029-82 97.029-51 97.032-09 97.025-14 97.170-01 97.004-01 97.027-71 97.167-01 97.104-05 97.106-42 97.104-03 97.100-36 97.100-61 97.174-01 97.008-03 97.100-45 97.105-66 97.100-31 97.102-46 97.105-80 Batang Muda Grayed purple 183C Grayed red 178A Yellow green 146C Grayed red 178B Grayed red 178A Grayed orange 165A Brown 200B Yellow green 144B Grayed Red 178A Grayed brown 199A Yellow green 146B Grayed orange 177A Grayed orange 166A Yellow green 145B Grayed orange 176A Grayed orange 175A Grayed red 178A Grayed orange 176A Grayed orange 177A Grayed purple 183B Grayed purple 187A Grayed orange 166A Grey brown 199A Grayed red 178A Grayed brown 199A Grayed purple 183B Grayed purple 187A Yellow green 146D Yellow green 146C Grayed brown 199A Warna Batang Tua Green 138A Yellow green 147A Yellow green 147B Green 137D Green 137C Green 137C Green 137B Green 137B Green 137B Green 137B Green 138C Green 137C Yellow green 147A Green 137D Yellow green 147A Green 137B Green 137B Yellow green 148A Yellow green 146A Yellow green 147B Yellow green 147B Green 137C Green 143B Green 137A Green 137D Yellow green 146A Green 137C Green 138A Yellow green 144A Yellow green 148A Daun Muda Grayed purple 183A Red purple 59A Grayed orange 166B Grayed red 178A Grayed orange 166A Grayed orange 183B Grayed purple 187A Grayed purple 187A Grayed purple 187A Grayed purple 187A Grayed orange 166A Grayed purple 187A Brown 200B Yellow green 146B Grayed purple 187A Grayed purple 187A Grayed purple 187A Grayed orange 166A Grayed orange 166A Grayed purple 187A Grayed brown N199A Brown 200C Grayed purple 187A Grayed purple 183A Grayed purple 183A Yellow green 146C Brown 200C Grayed purple 187A Grayed orange 166B Grayed purple 187A 83 Lampiran 4. Hasil Pengamatan Karakter Warna Daun Tua, Stamen Bagian Luar dan Spot Petal Genotipe 95.077-01 95.136-01 95.031-04 95.033-01 95.062-03 95.090-04 97.030-12 97.026-13 96.016-01 97.028-15 97.029-82 97.029-51 97.032-09 97.025-14 97.170-01 97.004-01 97.027-71 97.167-01 97.104-05 97.106-42 97.104-03 97.100-36 97.100-61 97.174-01 97.008-03 97.100-45 97.105-66 97.100-31 97.102-46 97.105-80 Daun Tua Green 137A Green 137A Green 137A Green 137B Green 137A Green 137A Yellow green 147A Yellow green 147A Yellow green 147A Green 137A Green 138A Yellow green 147A Green 137A Green 137A Green 137A Yellow green 147A Brown 200A Grayed green N189A Yellow green 147A Green 137A Green 137A Yellow green 147A Green 137B Yellow green 147A Green 137C Green 137A Green 137A Yellow green 147A Green 137A Yellow green 147A Warna Stamen Bagian Luar Yellow orange 23B Red purple 68B Red 36A Yellow 11A Red purple 75C Red purple 62B White 155B Green white 157A Red purple 65C Green white 157D Yellow 4A Green white 157B Green white 157A Green white 157A Yellow 4C Yellow 2C Green white 157D Grayed purple 186B Spot Petal Yellow 12A White N155D Grayed yellow 160C White 155B Red purple N66B Yellow 11C Green white 157A Green white 157C White N155D Green white 157B Grayed yellow 160A Yellow 10C Grayed yellow 160D Green white 157B Yellow 10A Yellow 12A Green white 157A White 155A Red 56C Red 55A Red purple 65B Red purple 67A Red purple N74B Orange red 33B Orange 27D Red purple 62D Red purple 61C Red 51A Red 54A Red 54A Grayed yellow 160C Orange 20C White 155C White N155B Yellow 4D Yellow 12A White 155B Yellow 11D Red purple 69B Yellow orange 23C Yellow 4D Yellow 9A 84 Lampiran 5. Hasil Pengamatan Karakter Bentuk Kuncup dan Bentuk Duri Besar Genotipe 95.077-01 95.136-01 95.031-04 95.033-01 95.062-03 95.090-04 97.030-12 97.026-13 96.016-01 97.028-15 97.029-82 97.029-51 97.032-09 97.025-14 97.170-01 97.004-01 97.027-71 97.167-01 97.104-05 97.106-42 97.104-03 97.100-36 97.100-61 97.174-01 97.008-03 97.100-45 97.105-66 97.100-31 97.102-46 97.105-80 Bentuk Kuncup 5 3 5 5 5 5 5 3 5 5 5 5 3 5 5 5 7 7 5 5 5 5 5 5 7 5 3 5 5 5 Keterangan : 3 = Menbundar (round) 5 = Menbundar telur-lebar (broad ovate) 7 = Membundar telur (ovate) Duri Besar 1 3 1 1 1 1 1 3 3 1 3 3 1 1 3 1 3 1 3 1 1 1 3 1 3 1 1 1 1 1 Keterangan : 1 = Sangat cekung (deep concave ) 3 = Cekung (concave) 5 = Datar (flat) 7 = Cembung (convex) 9 = Sangat cembung (highconvex) 85 Lampiran 6. Hasil Pengamatan Karakter Bentuk Dasar Daun Terminal dan Zona Dasar Spot Petal Genotipe 95.077-01 95.136-01 95.031-04 95.033-01 95.062-03 95.090-04 97.030-12 97.026-13 96.016-01 97.028-15 97.029-82 97.029-51 97.032-09 97.025-14 97.170-01 97.004-01 97.027-71 97.167-01 97.104-05 97.106-42 97.104-03 97.100-36 97.100-61 97.174-01 97.008-03 97.100-45 97.105-66 97.100-31 97.102-46 97.105-80 Bentuk Dasar Daun Terminal 1 2 4 3 1 3 3 2 2 2 2 2 3 2 1 1 1 1 2 3 1 1 2 2 3 2 1 2 2 2 Keterangan : 1 = Bentuk baji (wedge-shaped) 2 = Menumpul (obtuse) 3 = Membundar (rounded) 4 = Menjantung (cordate) Zona Dasar Spot Petal 3 3 2 9 4 3 2 1 3 1 2 1 2 5 7 8 2 3 3 2 2 2 1 2 9 3 3 2 2 4 Keterangan : Posisi zona 1 sampai 9 dapat dilihat pada Lampiran 10. 86 Lampiran 7. Hasil Pengamatan Karakter Bentuk Penampakan Samping Bagian Atas Bunga dan Bagian Bawah Bunga Genotipe 95.077-01 95.136-01 95.031-04 95.033-01 95.062-03 95.090-04 97.030-12 97.026-13 96.016-01 97.028-15 97.029-82 97.029-51 97.032-09 97.025-14 97.170-01 97.004-01 97.027-71 97.167-01 97.104-05 97.106-42 97.104-03 97.100-36 97.100-61 97.174-01 97.008-03 97.100-45 97.105-66 97.100-31 97.102-46 97.105-80 Bentuk Penampakan Samping Bagian Atas Bunga Bagian Bawah Bunga 2 3 1 2 2 1 1 1 1 2 2 3 3 1 2 2 2 1 1 2 1 2 2 2 1 3 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 3 3 2 1 1 2 1 3 1 3 2 1 2 2 3 3 3 3 1 2 1 3 Keterangan : Keterangan : 1 = Datar (flat) 1 = Cekung (concave) 2 = Datar (flat) 2 = Cembung datar (flattened convex) 3 = Cembung datar (flattened convex) 3 = Cembung (convex) 4 = Cembung (convex) 87 Lampiran 8. Hasil Pengamatan Karakter Bentuk dan Jumlah Kelopak Bunga Pada Masing-Masing Kriteria Genotipe 95.077-01 95.136-01 95.031-04 95.033-01 95.062-03 95.090-04 97.030-12 97.026-13 96.016-01 97.028-15 97.029-82 97.029-51 97.032-09 97.025-14 97.170-01 97.004-01 97.027-71 97.167-01 97.104-05 97.106-42 97.104-03 97.100-36 97.100-61 97.174-01 97.008-03 97.100-45 97.105-66 97.100-31 97.102-46 97.105-80 Bentuk Kelopak Bunga Jumlah Kelopak pada Masing-Masing Kriteria 1 3 5 7 9 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 2 1 2 3 5 3 2 2 2 1 2 2 1 3 2 2 3 2 1 2 5 2 3 2 1 2 5 5 2 3 2 3 2 3 2 3 5 2 2 1 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 Keterangan : 1 = Tidak ada (absent or very weak) 3 = Lemah (weak) 5 = Sedang (medium) 7 = Kuat (strong) 9 = Sangat kuat (very strong) 88 Lampiran 9. Hasil Pengamatan Karakter Kewangian Bunga 95.077-01 95.136-01 95.031-04 95.033-01 95.062-03 95.090-04 97.030-12 97.026-13 96.016-01 97.028-15 97.029-82 97.029-51 97.032-09 97.025-14 97.170-01 97.004-01 97.027-71 97.167-01 1 1 9 3 5 1 1 3 3 5 9 3 3 1 9 1 5 1 1 2 1 9 3 5 1 1 5 3 3 9 5 5 1 9 1 5 1 1 3 1 9 3 3 1 1 3 3 3 9 5 7 1 9 1 5 1 1 Kewangian Bunga Responden 4 5 6 7 1 1 1 1 7 7 9 9 5 5 3 3 3 1 3 3 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 5 3 3 3 3 3 3 5 3 3 7 7 7 9 3 3 7 7 7 5 7 7 1 1 1 1 9 7 9 9 1 1 1 1 3 5 5 3 1 1 1 1 1 1 3 1 97.104-05 97.106-42 97.104-03 97.100-36 97.100-61 97.174-01 97.008-03 97.100-45 97.105-66 97.100-31 97.102-46 97.105-80 1 1 3 3 3 5 7 3 1 1 1 3 1 1 3 3 3 5 5 5 1 1 1 3 1 1 3 3 3 3 5 3 1 1 1 3 1 1 3 3 3 3 7 5 1 1 1 1 Genotipe 1 1 3 3 3 3 5 3 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 9 3 1 1 1 1 1 1 3 3 3 5 9 3 1 1 1 3 Kriteria 8 1 7 3 3 1 1 5 3 5 7 7 7 1 7 1 3 1 1 9 1 9 3 3 1 1 5 3 3 9 5 7 1 9 1 3 1 3 10 1 7 3 5 1 1 3 3 3 9 7 7 1 7 1 3 1 3 1 1 3 3 3 5 7 3 1 1 1 1 1 1 3 3 3 5 9 5 1 1 1 1 1 1 3 3 3 5 7 3 1 1 1 1 Keterangan : 1 = Tidak ada aroma atau sangat lemah 3 = Aroma lemah 5 = Aroma sedang 7 = Aroma kuat 9 = Aroma sangat kuat Tidak beraroma Kuat-sangat kuat Lemah-sedang Lemah-sedang Tidak beraroma Tidak beraroma Lemah-sedang Aroma lemah Lemah-sedang Kuat-sangat kuat Sedang-kuat Sedang-kuat Tidak beraroma Kuat-sangat kuat Tidak wangi Lemah-sedang Tidak beraroma Sangat lemah lemah Tidak beraroma Tidak beraroma Aroma lemah Aroma lemah Aroma lemah Lemah-sedang Kuat-sangat kuat Lemah-sedang Tidak beraroma Tidak beraroma Tidak beraroma Sangat lemah lemah 89 Lampiran 10. Gambar dan Kriteria Beberapa Karakter Kualitatif yang Diamati Bentuk Duri : Kriteria : 1. Sangat cekung (deep concave ) 3. Cekung (concave) 5. Datar (flat) 7. Cembung (convex) 9. Sangat cembung (high convex) Bentuk dasar daun ujung dari anak daun ujung (terminal leaflet) : 1 bentuk baji (wedge-shaped) 2 Menumpul (obtuse) 3 Membundar (rounded) 4 Menjantung (cordate) Penampakan samping bagian atas bunga pada saat mekar penuh : 1 2 3 Datar (flat) Cembung datar (flattened convex) Cembung (convex) Penampakan samping bagian bawah bunga p ada saat mekar penuh : 1 cekung (concave) 2 Datar (flat) 3 Cembung datar (flattened convex) 4 Cembung (convex) 90 Lampiran 10. Gambar dan Kriteria Beberapa Karakter Kualitatif yang Diamati ( Lanjutan ) Bentuk daun kelopak (sepal) : 1 tidak ada (absent or very weak) 3 lemah ( weak) 5 sedang (medium) 7 kuat (strong) 9 sangat kuat (very strong) Zona daun mahkota (petal zona) : Zona pinggiran (Marginal zona) Zona tengah (Middle zona) Bintik (spot) dasar pada dasar daun mahkota