Sosiologi - PPPPTK PKn dan IPS

advertisement
MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN
MATA PELAJARAN SOSIOLOGI
KELOMPOK KOMPETENSI E
Profesional: Konflik Sosial
Pedagogik: Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
PENULIS
Susvi Tantoro, S.Sos, M.A.
Dra. Hj. Sri Suntari, M.Si.
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tahun 2017
Penulis :
Susvi Tantoro, S.Sos., M.A., 081232883033, [email protected]
Dra. Hj. Sri Suntari, M.Si. 08123272297, [email protected]
Penelaah :
Dr. Sugeng Harianto, M.Si, 08123229551, [email protected]
Drs. Nurhadi, M.Si. 08125236444, [email protected]
Copyright © 2017
Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu pengetahuan Sosial
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengcopy sebagian atau keseluruhan isi buku ini untuk kepentingan
komersial tanpa izin tertulis dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
KATA SAMBUTAN
Peran guru profesional dalam proses pembelajaran sangat penting sebagai kunci
keberhasilan belajar siswa. Guru profesional adalah guru yang kompeten
membangun proses pembelajaran yang baik sehingga dapat menghasilkan
pendidikan yang berkualitas dan berkarakter prima. Hal tersebut menjadikan
guru sebagai komponen yang menjadi fokus perhatian Pemerintah maupun
pemerintah daerah dalam peningkatan mutu pendidikan terutama menyangkut
kompetensi guru.
Pengembangan
profesionalitas
guru
melalui
Program
Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan merupakan upaya Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependikan dalam
upaya peningkatan kompetensi guru. Sejalan dengan hal tersebut, pemetaan
kompetensi guru telah dilakukan melalui Uji Kompetensi Guru (UKG) untuk
kompetensi pedagogik dan profesional pada akhir tahun 2015. Peta profil hasil
UKG
menunjukkan
kekuatan
dan
kelemahan
kompetensi
guru
dalam
penguasaan pengetahuan pedagogik dan profesional. Peta kompetensi guru
tersebut dikelompokkan menjadi 10 (sepuluh) kelompok kompetensi. Tindak
lanjut pelaksanaan UKG diwujudkan dalam bentuk pelatihan guru paska UKG
pada tahun 2016 dan akan dilanjutkan pada tahun 2017 ini dengan Program
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan kompetensi guru sebagai agen perubahan dan sumber belajar
utama bagi peserta didik. Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
bagi Guru dilaksanakan melalui tiga moda, yaitu: 1) Moda Tatap Muka, 2) Moda
Daring Murni (online), dan 3) Moda Daring Kombinasi (kombinasi antara tatap
muka dengan daring).
Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(PPPPTK), Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Kelautan Perikanan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LP3TK
KPTK) dan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah
(LP2KS) merupakan Unit Pelaksanana Teknis di lingkungan Direktorat Jenderal
Guru
dan
Tenaga
Kependidikan
yang
i
bertanggung
jawab
dalam
mengembangkan perangkat dan melaksanakan peningkatan kompetensi guru
sesuai bidangnya. Adapun perangkat pembelajaran yang dikembangkan tersebut
adalah modul Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru
moda tatap muka dan moda daring untuk semua mata pelajaran dan kelompok
kompetensi. Dengan modul ini diharapkan program Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan memberikan sumbangan yang sangat besar dalam peningkatan
kualitas kompetensi guru.
Mari kita sukseskan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan ini
untuk mewujudkan Guru Mulia Karena Karya.
ii
KATA PENGANTAR
Kebijakan
Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan
dalam
meningkatkan
kompetensi guru secara berkelanjutan, diawali dengan pelaksanaan Uji Kompetensi
Guru
dan
ditindaklanjuti
dengan
Program
Pengembangan
Keprofesian
Berkelanjutan. Untuk memenuhi kebutuhan bahan ajar kegiatan tersebut, Pusat
Pengembangan
dan
Pemberdayaan
Pendidik
dan
Tenaga
Kependidikan
Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Pengetahuan Sosial (PPPPTK PKn dan
IPS), telah mengembangkan Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
untuk jenjang SMA yang meliputi Geografi, Ekonomi, Sosiologi, Antropologi dan
jenjang SMA/SMK yang meliputi PPKn dan Sejarah serta Bahasa Madura SD yang
terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter dan merujuk pada Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik
dan Kompetensi Guru serta Permendikbud No. 79 Tahun 2014 tentang Muatan
Lokal Kurikulum 2013.
Kedalaman materi dan pemetaan kompetensi dalam modul ini disusun menjadi
sepuluh kelompok kompetensi. Setiap modul meliputi pengembangan materi
kompetensi pedagogik dan profesional. Subtansi modul ini diharapkan dapat
memberikan referensi, motivasi, dan inspirasi bagi peserta dalam mengeksplorasi
dan mendalami kompetensi pedagogik dan profesional guru.
Kami berharap modul yang disusun ini dapat menjadi bahan rujukan utama dalam
pelaksanaan
Program
Pengembangan
Keprofesian
Berkelanjutan.
Untuk
pengayaan materi, peserta diklat disarankan untuk menggunakan referensi lain
yang relevan. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan aktif dalam penyusunan modul ini.
Batu, April 2017
Kepala,
Drs. M. Muhadjir, M.A.
NIP. 195905241987031001
iii
DAFTAR ISI
Kata Sambutan......………………………………………………….
i
Kata Pengantar………………………………………………..…….
ii
Daftar Isi…………………………………………..………………….
iii
Daftar Tabel……………………………………...…………………..
v
PENDAHULUAN ...................................................................
1
A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Tujuan ......................................................................................
2
C. Peta Kompetensi ............................................................
2
D. Ruang Lingkup.................................................................
2
E. Saran Cara Penggunaan Modul …………………………..
2
KEGIATAN PEMBELAJARAN 1:
Konflik Sosial (22 JP)
A. Tujuan...............................................................................
10
B. Indikator Pencapaian Kompetensi…..……………………
10
C. Uraian Materi ...................................................................
10
D. Aktivitas Pembelajaran.....................................................
42
E. Latihan/Kasus/Tugas………………………………………..
43
F. Rangkuman......................................................................
56
G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut……………………………
57
KEGIATAN PEMBELAJARAN 2:
Paradigma dalam Sosiologi (9 JP)
A. Tujuan .............................................................................
58
B. Indikator Pencapaian Kompetensi ...................................
58
C. Uraian Materi ..................................................................
58
D. Aktivitas Pembelajaran.....................................................
63
E. Latihan/ Kasus/Tugas .........………………………………
64
F. Rangkuman .....................................................................
77
iv
G. Umpan Balik Dan Tindak Lanjut…………………………
78
KEGIATAN PEMBELAJARAN 3:
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (18 JP)
A. Tujuan ............................................................................
79
B. Indikator Pencapaian Kompetensi .................................
79
C. Uraian Materi .................................................................
79
D. Aktivitas Pembelajaran...................................................
90
E. Latihan/ Kasus/Tugas .........……………………………….
91
F. Rangkuman .....................................................................
104
G. Umpan Balik Dan Tindak Lanjut…………………………..
108
KEGIATAN PEMBELAJARAN 4:
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (18 JP)
A. Tujuan ............................................................................
109
B. Indikator Pencapaian Kompetensi .................................
109
C. Uraian Materi .................................................................
109
D. Aktivitas Pembelajaran...................................................
120
E. Latihan/ Kasus/Tugas .........……………………………….
121
F. Rangkuman .....................................................................
130
G. Umpan Balik Dan Tindak Lanjut…………………………..
131
Kunci Jawaban Latihan/Kasus/Tugas……………………………….
Evaluasi…………………………………………………………………...
132
Penutup……………………………………………………………………
138
Daftar Pustaka……………………………………………………………
139
Glosarium…………………………………………………………………
Lampiran
v
DAFTAR TABEL
No.
1.
Nama
Persyaratan Angka Kredit Minimal bagi Guru yang akan Naik
Pangkat/Jabatan Sub Unsur Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan Berdasarkan Golongan dan Jabatan…………………
vi
Halaman
117
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan sebagai
salah satu strategi pembinaan guru dan tenaga kependidikan diharapkan
dapat menjamin guru dan tenaga kependidikan mampu secara terus menerus
memelihara, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi sesuai dengan
standar yang
telah
ditetapkan.
Program
Pengembangan
Keprofesian
Berkelanjutan akan mengurangi kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki
guru
dan
tenaga
kependidikan
dengan
tuntutan
profesional
yang
dipersyaratkan.
Guru
dan
tenaga
kependidikan
wajib
melaksanakan
Program
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan baik secara mandiri maupun
kelompok. Khusus untuk Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
dalam bentuk diklat dilakukan oleh lembaga pelatihan sesuai dengan jenis
kegiatan dan kebutuhan guru. Penyelenggaraan Program Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan dilaksanakan oleh PPPPTK dan LPPPTK KPTK,
salah satunya adalah di PPPPTK PKn dan IPS. Pelaksanaan diklat tersebut
memerlukan modul sebagai salah satu sumber belajar bagi peserta diklat.
Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan merupakan bahan
ajar yang dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta diklat
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Sosiologi SMA. Modul ini berisi
materi, metode, batasan-batasan, tugas dan latihan serta petunjuk cara
penggunaannya yang disajikan secara sistematis untuk mencapai tingkatan
kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya.
Selain memberi pemantapan bagi guru pada kompetensi profesional
dan pedagogik, modul diklat bagi Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
ini juga dirancang untuk memberikan wawasan dan gagasan bagaimana
melaksanakan proses pembelajaran yang mengintegrasikan muatan dan nilai
karakter sebagai bagian dari gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), yaitu gerakan
pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi
olah hati (etik), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi), dan olah raga
1
(kinestetik) dengan dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah,
keluarga, dan masyarakat yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional
Revolusi Mental (GNRM). Implementasi PPK tersebut dapat berbasis kelas,
berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat (keluarga dan komunitas).
Dalam rangka mendukung kebijakan gerakan PPK, modul ini mengintegrasi
lima nilai utama PPK, yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong dan
integritas. Kelima nilai utama tersebut terintegrasi pada kegiatan-kegiatan
pembelajaran yang ada pada modul. Setelah mempelajari modul ini, selain
guru dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional, guru juga
diharapkan mampu mengimplementasikan PPK khususnya PPK berbasis
kelas.
B. Tujuan
1. Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai Standar Kompetensi yang
ditetapkan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
2. Memenuhi kebutuhan guru dalam peningkatan kompetensi sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
3. Meningkatkan komitmen guru dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya sebagai tenaga profesional.
C. Peta Kompetensi
Melalui modul Guru Pembelajar diharapkan peserta diklat dapat
meningkatkan kompetensi tentang Masalah Konflik Sosial dan Kekerasan
Sosial
D. Ruang Lingkup
1. Masalah Konflik Sosial
2. Kekerasan Sosial
E. Saran Cara Penggunaan Modul
Secara umum, cara penggunaan modul pada setiap Kegiatan
Pembelajaran disesuaikan dengan skenario setiap penyajian mata diklat.
Modul ini dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran guru, baik untuk
moda tatap muka dengan model tatap muka penuh maupun model tatap muka
2
In-On-In. Alur model pembelajaran secara umum dapat dilihat pada bagan
dibawah.
Gambar 1. Alur Model Pembelajaran Tatap Muka
E. 1. Deskripsi Kegiatan Diklat Tatap Muka Penuh
Kegiatan pembelajaran diklat tatap muka penuh adalah kegiatan
fasilitasi peningkatan kompetensi guru melalui model tatap muka penuh
yang dilaksanakan oleh unit pelaksana teknis dilingkungan ditjen. GTK
maupun lembaga diklat lainnya. Kegiatan tatap muka penuh ini
dilaksanan secara terstruktur pada suatu waktu yang di pandu oleh
fasilitator.
Tatap
muka
penuh
dilaksanakan
menggunakan
alur
pembelajaran yang dapat dilihat pada alur dibawah.
3
Gambar 2. Alur Pembelajaran Tatap Muka Penuh
Kegiatan pembelajaran tatap muka pada model tatap muka
penuh dapat dijelaskan sebagai berikut,
a. Pendahuluan
Pada kegiatan pendahuluan fasilitator memberi kesempatan kepada
peserta diklat untuk mempelajari :
1) latar belakang yang memuat gambaran materi
2) tujuan kegiatan pembelajaran setiap materi
3) kompetensi atau indikator yang akan dicapai melalui modul.
4) ruang lingkup materi kegiatan pembelajaran
5) langkah-langkah penggunaan modul
b. Mengkaji Materi
Pada
kegiatan
mengkaji
materi
modul
sosiologi
kelompok
kompetensi E (Konflik Sosial dan PKB), fasilitator memberi
kesempatan kepada guru sebagai peserta untuk mempelajari materi
yang diuraikan secara singkat sesuai dengan indikator pencapaian
hasil belajar. Guru sebagai peserta dapat mempelajari materi
secara individual maupun berkelompok dan dapat mengkonfirmasi
permasalahan kepada fasilitator.
4
c. Melakukan aktivitas pembelajaran
Pada kegiatan ini peserta melakukan kegiatan pembelajaran sesuai
dengan rambu-rambu atau instruksi yang tertera pada modul dan
dipandu oleh fasilitator. Kegiatan pembelajaran pada aktivitas
pembelajaran ini akan menggunakan pendekatan yang akan secara
langsung berinteraksi di kelas pelatihan bersama fasilitator dan
peserta lainnya, baik itu dengan menggunakan diskusi tentang
materi, malaksanakan praktik, dan latihan kasus.
Lembar kerja pada pembelajaran tatap muka penuh adalah
bagaimana menerapkan pemahaman materi-materi yang berada
pada kajian materi.
Pada aktivitas pembelajaran materi ini juga peserta secara aktif
menggali informasi, mengumpulkan dan mengolah data sampai
pada peserta dapat membuat kesimpulan kegiatan pembelajaran.
d. Presentasi dan Konfirmasi
Pada kegiatan ini peserta melakukan presentasi hasil kegiatan
sedangkan fasilitator melakukan
konfirmasi terhadap materi dan
dibahas bersama. pada bagian ini juga peserta dan penyaji mereview materi berdasarkan seluruh kegiatan pembelajaran
e. Persiapan Tes Akhir
Pada bagian ini fasilitator didampingi oleh panitia menginformasikan
tes akhir yang akan dilakukan oleh seluruh peserta yang dinyatakan
layak tes akhir.
E. 2. Deskripsi Kegiatan Diklat Tatap Muka In-On-In
Kegiatan diklat tatap muka dengan model In-On-In adalan
kegiatan fasilitasi peningkatan kompetensi guru yang menggunakan tiga
kegiatan utama, yaitu In Service Learning 1 (In-1), on the job learning
(On), dan In Service Learning 2 (In-2). Secara umum, kegiatan
pembelajaran diklat tatap muka In-On-In tergambar pada alur berikut ini.
5
Gambar 3. Alur Pembelajaran Tatap Muka model In-On-In
Kegiatan pembelajaran tatap muka pada model In-On-In dapat
dijelaskan sebagai berikut,
a. Pendahuluan
Pada kegiatan pendahuluan disampaikan bertepatan pada saat
pelaksanaan In service learning 1 fasilitator memberi kesempatan
kepada peserta diklat untuk mempelajari :
1) latar belakang yang memuat gambaran materi
2) tujuan kegiatan pembelajaran setiap materi
3) kompetensi atau indikator yang akan dicapai melalui modul.
4) ruang lingkup materi kegiatan pembelajaran
5) langkah-langkah penggunaan modul
6
b. In Service Learning 1 (IN-1)
1) Mengkaji Materi
Pada kegiatan mengkaji materi modul Sosiologi kelompok
kompetensi E (Konflik Sosial dan PKB), fasilitator memberi
kesempatan kepada guru sebagai peserta untuk mempelajari
materi yang diuraikan secara singkat sesuai dengan indikator
pencapaian
hasil
belajar.
Guru
sebagai
peserta
dapat
mempelajari materi secara individual maupun berkelompok dan
dapat mengkonfirmasi permasalahan kepada fasilitator.
2) Melakukan aktivitas pembelajaran
Pada kegiatan ini peserta melakukan kegiatan pembelajaran
sesuai dengan rambu-rambu atau instruksi yang tertera pada
modul dan dipandu oleh fasilitator. Kegiatan pembelajaran pada
aktivitas
pembelajaran
ini
akan
menggunakan
pendekatan/metode yang secara langsung berinteraksi di kelas
pelatihan, baik itu dengan menggunakan metode berfikir reflektif,
diskusi, brainstorming, simulasi, maupun studi kasus yang
kesemuanya dapat melalui Lembar Kerja yang telah disusun
sesuai dengan kegiatan pada IN1.
3) Pada aktivitas pembelajaran materi ini peserta secara aktif
menggali
informasi,
mengumpulkan
dan
mempersiapkan
rencana pembelajaran pada on the job learning.
c. On the Job Learning (ON)
1) Mengkaji Materi
Pada kegiatan mengkaji materi modul Sosiologi kelompok
kompetensi E (Konflik Sosial dan PKB), guru sebagai peserta
akan mempelajari materi yang telah diuraikan pada in service
learning 1 (IN1). Guru sebagai peserta dapat membuka dan
mempelajari kembali materi sebagai bahan dalam mengerjaka
tugas-tugas yang ditagihkan kepada peserta.
2) Melakukan aktivitas pembelajaran
Pada kegiatan ini peserta melakukan kegiatan pembelajaran di
sekolah maupun di kelompok kerja berbasis pada rencana yang
7
telah disusun pada IN1 dan sesuai dengan rambu-rambu atau
instruksi yang tertera pada modul. Kegiatan pembelajaran pada
aktivitas
pembelajaran
pendekatan/metode
ini
praktik,
implementasi, peer discussion
akan
eksperimen,
menggunakan
sosialisasi,
yang secara langsung di
dilakukan di sekolah maupun kelompok kerja melalui tagihan
berupa Lembar Kerja yang telah disusun sesuai dengan
kegiatan pada ON.
3) Pada aktivitas pembelajaran materi pada ON, peserta secara
aktif menggali informasi, mengumpulkan dan mengolah data
dengan melakukan pekerjaan dan menyelesaikan tagihan pada
on the job learning.
d. In Service Learning 2 (IN-2)
Pada kegiatan ini peserta melakukan presentasi produk-produk
tagihan ON yang akan di konfirmasi oleh fasilitator dan dibahas
bersama. pada bagian ini juga peserta dan penyaji me-review
materi berdasarkan seluruh kegiatan pembelajaran
e. Persiapan Tes Akhir
Pada bagian ini fasilitator didampingi oleh panitia menginformasikan
tes akhir yang akan dilakukan oleh seluruh peserta yang dinyatakan
layak tes akhir.
E. 3. Lembar Kerja
Modul pembinaan karir guru Sosiologi kelompok kompetensi E
(Konflik Sosial dan PKB) teridiri dari beberapa kegiatan pembelajaran
yang didalamnya terdapat aktivitas-aktivitas pembelajaran sebagai
pendalaman dan penguatan pemahaman materi yang dipelajari.
Modul ini mempersiapkan lembar kerja yang nantinya akan
dikerjakan oleh peserta, lembar kerja tersebut dapat terlihat pada tabel
berikut.
8
Tabel 1. Daftar Lembar Kerja Modul
No
Kode LK
Nama LK
Keterangan
1.
LK.1.1
Soal Pilihan Ganda Konflik Sosial
TM, IN1
2.
LK.1.2
Soal Uraian Konflik Sosial
TM, IN1
3.
LK.1.3
Identifikasi Konflik Sosial
TM, ON
4.
LK.1.4
Analisis Wacana Konflik Sosial
TM, IN1
5.
LK.1.5
Pengembangan Soal Konflik Sosial
TM, ON
6.
LK.2.1
Soal Pilihan Ganda Kekerasan Sosial
TM, IN1
7.
LK.2.2.
Soal Uraian Kekerasan Sosial
TM, IN1
8.
LK.2.3
Analisis Wacana Kekerasan Sosial
TM, ON
9.
LK.2.4.
Pengembangan Soal Kekerasan Sosial
TM, ON
10
LK 3.1
Soal Pilihan Ganda Integrasi Sosial
TM, IN1
11
LK 3.2
Soal Uraian Integrasi Sosial
TM, IN1
12
LK 3.3
Analisis Wacana Integrasi Sosial
TM, ON
13
LK 3.4
Pengembangan Soal Integrasi Sosial
TM, ON
14.
LK 4.1
Soal Pilihan Ganda PKB
TM, IN 1
15.
LK 4.2
Soal Uraian PKB
TM, IN1
16.
LK. 4.3
Pengembangan Soal PKB
TM, ON
Keterangan.
TM
: Digunakan pada Tatap Muka Penuh
IN1
: Digunakan pada In service learning 1
ON
: Digunakan pada on the job learning
9
KEGIATAN PEMBELAJARAN 1
KONFLIK SOSIAL
A. TUJUAN
Setelah mempelajari materi modul Masalah Konflik Sosial
peserta diklat
diharapkanmampu:
1. Membedakan konsep konflik sosial dengan benar
2. Menjelaskan bentuk-bentuk konflik dengan benar
3. Mengurai masalah konflik sebagai fenomena sosial dengan benar
B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI
Indikator pencapaian kompetensi dalam kegiatan pembelajaran ini, peserta
diklat diharapkan mampu:
1. Menjelaskan konsep dasar konflik sosial
2. Menjelaskan teori konflik sosial
3. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab konflik sosial
4. Membedakan bentuk-bentuk konflik sosial
5. Menemutunjukkan alternatif pemecahan konflik sosial.
C. URAIAN MATERI
1. Latar Belakang
Di manapun keberadaannya, setiap manusia selalu terlibat
interaksi dengan orang lain. Hal itu untuk mencukupi kebutuhannya. Agar
semuanya berjalan teratur, maka masyarakat manusia memerlukan
aturan-aturan
guna
mencapai
tujuan
bersama.
Namun
seiring
perkembangan zaman, interaksi sosial yang berjalan teratur dapat
berubah sehingga terjadi adanya konflik sosial.
Konflik sosial bisa dipicu oleh beberapa hal, antara lain adanya
anggota masyarakat yang tidak paham dengan tujuan kelompok atau
masyarakat. Misalnya seseorang yang sesekali berbicara dengan katakata ‘kotor’ diselingi umpatan, sedangkan di sekitarnya ada beberapa anak
yang sedang memperhatikannya. Konflik juga dapat berlangsung karena
norma-norma sosial yang ada tidak membantu anggota masyarakat
10
mencapai
tujuan.
Hal
ini
terlihat
saat
didengung-dengungkannya
profesionalitas di lingkungan suatu organisasi. Pada saat anggotanya ada
yang memiliki kemampuan lebih dibandingkan seniornya, dia tidak bisa
menduduki kepengurusan, karena terbentur oleh aturan atau budaya yang
ada di organisasi, dimana senior lebih diutamakan (budaya senioritas).
Selain hal di atas masih banyak lagi penyebab konflik yang berkembang
dalam masyarakat.
Konflik yang berlangsung dalam masyarakat dapat terjadi antar
individu, individu dengan kelompok, serta kelompok dengan kelompok.
Banyak contoh kasus yang terjadi di masyarakat Indonesia saat ini,
apalagi sejak adanya reformasi tahun 1998/1999, kebebasan berpendapat
di depan umum mulai marak bahkan terkadang tidak terkontrol. Misalnya
bentuk pertentangan dengan adanya demonstrasi yang berakhir dengan
tindakan anarkhi, berupa perusakan pagar, melakukan pelemparan benda
ke aparat atau gedung sampai ada yang rusak.
Konflik sosial memang tidak bisa hilang dalam masyarakat, namun
apakah membiarkan terjadinya konflik berlangsung tanpa aturan dan
ditunjukkan begitu saja tanpa kendali? Anggota masyarakat pasti tidak
menghendakinya. Maka konflik perlu dikelola, dalam arti disalurkan melalui
media yang tepat, misalnya dengan perundingan atau musyawarah,
sehingga konflik tidak mengarah pada merusak barang orang lain atau
melukai fisik orang lain.
Dalam
kerangka
itulah,
setiap
anggota
masyarakat
perlu
mengetahui dan mempelajari apa itu konflik, apa penyebabnya, dan
saluran apa yang dapat digunakan untuk meredam konflik. Sehingga
anggota masyarakat paham bahwa konflik sebagai peristiwa yang biasa
terjadi, tidak perlu dihindari dan konflik bisa diselesaikan dengan cara yang
baik. Maka sosialisasi tentang konflik sosial perlu diberikan melalui
lembaga formal seperti sekolah-sekolah. Untuk tujuan tersebut, maka
bahan ajar ini dibuat agar wawasan tentang konflik sosial lebih luas,
sehingga
dapat
diterapkan
dalam
kehidupan
masyarakat
dalam
menghadapi konflik yang ada.
11
2. Konsep Dasar Konflik
Menurut Webster dalam Pruitt (2004:9), istilah “conflict” di dalam
bahasa Inggris berarti suatu perkelahian, peperangan atau perjuangan,
yaitu berupa pertentangan fisik antara beberapa pihak. Arti kata itu
kemudian berkembang dengan masuknya “ketidaksepakatan yang tajam
atau oposisi atas berbagai kepentingan, ide, gagasan, dan lain-lain”.
Sehingga istilah “konflik” juga menyentuh aspek psikologis di balik
pertentangan fisik itu sendiri.
Pribadi
maupun
kelompok
menyadari
adanya
perbedaan-
perbedaan dengan pihak lain, misalnya dalam hal emosi, bentuk fisik,
unsur kebudayaan, dan pola perilaku. Perbedaan-perbedaan itu akan
semakin menajam manakala dipengaruhi oleh unsur psikologis dalam diri
manusia. Unsur psikologis yang dimaksud dapat berupa perasaan
amarah, benci yang menyebabkan dorongan-dorongan untuk saling
menekan,
saling
menyerang,
saling
melukai
dan
bahkan
saling
menghancurkan individu atau kelompok yang dianggap sebagai lawan
(Soekanto, 2002:98). Suatu pertentangan pada umumnya berkembang
dari pertentangan nonfisik, berkadar rendah tanpa kekerasan (non-violent)
menjadi benturan fisik, yang bisa berkadar tinggi dalam bentuk kekerasan
(violent).
Dalam kaitannya dengan pertentangan sebagai konflik, Gurr dalam
Al Hakim (2003:3) membuat kriteria yang menandai suatu pertentangan
sebagai konflik. Pertama, sebuah konflik harus melibatkan dua pihak atau
lebih di dalamnya; kedua, pihak-pihak tersebut saling tarik-menarik dalam
aksi-aksi saling bermusuhan (mutualy opposing actions); ketiga, mereka
biasanya cenderung menjalankan perilaku koersif untuk menghadapi dan
menghancurkan “musuh”; keempat, interaksi pertentangan di antara pihakpihak itu berada dalam keadaan yang tegas, karena itu keberadaan
peristiwa pertentangan dapat dideskripsikan dengan mudah oleh para
pengamat sosial yang tidak terlibat dalam pertentangan.
Dalam kehidupan masyarakat, konflik juga dapat berupa
proses instrumental yang mengarah pada pembentukan, penyatuan dan
pemeliharaan struktur sosial serta dapat menetapkan dan menjaga garis
12
batas antara dua atau lebih kelompok. Dengan konflik, suatu kelompok
dapat memperkuat kembali identitas dan solidaritas di antara anggotanya.
3. Peta Teori Konflik
Sosiologi sebagai a multiple paradigm science, sebagaimana
yang dinamakan oleh Ritzer (1992), mempunyai banyak teori dan
paradigma. Ritzer membedakannya ke dalam (1) paradigma fakta sosial,
yang melahirkan teori fungsionalisme struktural dan teori konflik; (2)
paradigma definisi sosial yang melahirkan teori aksi, interaksionisme
simbolik, dan fenomenologi; dan (3) paradigma pertukaran sosial, yang
melahirkan teori sosiologi perilaku dan teori pertukaran.
Dari beberapa teori konflik yang dikenal dalam sosiologi, terdapat
dua golongan yaitu pertama, teori konflik fungsional dan kedua, teori
konflik kelas (Affandi, 2004:135). Kedua kelompok teori ini berakar pada
pada pemikiran dua tokoh yaitu Georg Simmel dan Karl Marx. Pemikiran
Simmel kemudian diikuti oleh Lewis Coser, sedangkan Marx diikuti oleh
Ralf Dahrendorf.
Georg Simmel, seorang sosiolog fungsionalis Jerman, dalam
karyanya yang berjudul “Conflict and The Web of Group-Affiliations”,
mencoba mendekati teori konflik dengan menunjukkan bahwa konflik
merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang bersifat mendasar,
berkaitan dengan sikap bekerja sama dalam masyarakat. Simmel
memandang konflik sebagai gejala yang tidak mungkin dihindari dalam
masyarakat karena konflik berfungsi untuk mengatasi ketegangan antara
hal-hal yang bertentangan dan mencapai kedamaian. Oleh karena itu
antagonisme atau sifat yang saling bertentangan adalah unsur dalam
suatu kerjasama.
Lewis Coser melalui karyanya yang berjudul “The Functions of
Social Conflict”, mencoba menitikberatkan pada konsekuensi-konsekuensi
terjadinya konflik pada sebuah sistem sosial secara keseluruhan. Teorinya
menunjukkan bahwa adalah salah jika memandang konflik sebagai hal
yang merusak sistem sosial, karena konflik juga dapat memberikan
keuntungan pada masyarakat luas di mana konflik itu terjadi. Konflik justru
membuka peluang bagi terciptanya integrasi antarkelompok, selain itu
konflik juga mengakibatkan terjadinya perubahan sosial.
13
Karl Marx adalah salah seorang teoretisi konflik paling besar dan
menjadi rujukan dalam setiap kali pembahasan mengenai konflik.
Bangunan utama pemikiran Marx berdasarkan pra-anggapan bahwa
pelaku utama dalam masyarakat adalah kelas-kelas sosial. Dalam
karyanya “The Communist Manifesto”, disebutkan bahwa “sejarah semua
masyarakat hingga sekarang ini adalah sejarah perjuangan kelas”. Marx
mengkritik masyarakat kapitalis dan membaginya dalam dua pembagian
kelas, yaitu kelas atas atau kelas yang berkuasa atau pemilik modal
(borjuis) dan kelas bawah atau kelas buruh (proletar). Kelas atas
menguasai produksi sedangkan kelas bawah tunduk terhadap kekuasaan
kelas atas. Dalam pandangan Marx, negara secara hakiki dikuasai oleh
kelas atas yaitu kelas yang menguasai ekonomi. Perspektif negara kelas
dapat menjelaskan mengapa yang menjadi korban pembangunan adalah
rakyat kecil. Negara dianggap merupakan negara kelas yang mendukung
kepentingan kelas-kelas penindas. Negara memungkinkan kelas atas
untuk memperjuangkan kepentingan khusus mereka menjadi “kepentingan
umum”.
Selain Coser, Ralf Dahrendorf merupakan salah satu teoretisi
konflik modern yang sangat terkenal. Melalui karyanya “Class and
ClassConflict in Industrial Society”, Dahrendorf mengajak kembali pada
reorientasi sosiologi yang mengarah pada problem-problem perubahan,
konflik dan tekanan dalam struktur sosial, khususnya yang menyangkut
permasalahan totalitas masyarakat. Meskipun pandangan Dahrendorf
banyak dilhami oleh pemikiran Marx, namun teorinya sangat berbeda
dengan teori Marx, karena ia menganalisis konflik tanpa memperhitungkan
politik ekonomi yang ada, apakah kapitalisme atau sosialisme. Jika Marx
bersandar pada pemilikan alat produksi, maka Dahrendorf bersandar
pada kontrol atas alat produksi. Dalam terminologi Dahrendorf, pada masa
post-kapitalisme, kepemilikan alat produksi baik sosialis maupun kapitalis,
tidak menjamin adanya kontrol atas alat produksi (Johnson, 1990:183).
Oleh karena itu di luar Marxisme, ia mengembangkan beberapa
terminologi dari Max Weber, antara lain bahwa sistem sosial itu
dikoordinasi secara imperatif melalui otoritas atau kekuasaan. Teori sosial
Dahrendorf ini berfokus pada kelompok kepentingan konflik yang
14
berkenaan dengan kepemimpinan, ideologi, dan komunikasi, di samping
berusaha melakukan berbagai usaha untuk menstrukturkan konflik itu
sendiri, mulai dari proses terjadinya hingga intensitasnya dan kaitannya
dengan kekerasan. Dalam hal ini Dahrendorf ingin menunjukkan bahwa
kepentingan kelas bawah menantang legitimasi struktur otoritas yang ada.
Menurut penganut teori konflik, kesatuan masyarakat yang
berdasarkan integrasi dan kesanggupan orang untuk menyesuaikan
perilaku mereka dengan struktur-struktur yang ada dan memainkan
peranan-peranan mereka sebagaimana mestinya hanyalah sebuah
penampakan belaka. Masyarakat hanya nampaknya berintegrasi dan
bersepakat tentang nilai-nilai dasar. Pada hakikatnya, masyarakat terbagi
dalam kubu-kubu yang saling berlawanan. Teori konflik tidak bertolak dari
masalah “Apakah yang mempersatukan masyarakat?”, tetapi dari “Apakah
yang mendorong dan menggerakkan masyarakat?”. Bukan nilai-nilai
bersama yang diutamakan, tetapi kepentingan-kepentingan, persaingan,
siasat adu domba, dan sebagainya. Teori konflik menyatakan bahwa
adanya
kelangkaan
kekuasaan,
terhadap
wewenang,
dan
sesuatu
yang
barang-barang
berharga,
yang
misalnya
menghasilkan
kenikmatan telah memunculkan golongan atau kelompok oposisi, yaitu
kelompok yang dirugikan atau porsi lebih besar lagi, atau kelompok yang
mencegah pihak lain menguasai barang yang langka itu.
Menurut Veeger (1997:93), penalaran teori konflik adalah sebagai
berikut:
a. Kedudukan orang-orang di dalam kelompok atau masyarakat tidaklah
sama karena ada pihak yang berkuasa dan ada pihak yang
tergantung.
b. Perbedaan dalam kedudukan menimbulkan kepentingan yang berbeda
pula. Satu pihak ingin meraih kedudukan, di pihak lain ingin
mempertahankannya.
c. Mula-mula sebagian dari kepentingan yang berbeda itu tidak disadari
yang disebut dengan “kepentingan tersembunyi” (latent interest) yang
tidak akan meletuskan suatu aksi. Tetapi apabila kepentingan
tersembunyi itu terus-menerus tertekan bahkan tertindas, maka akan
15
berubah menjadi manifest interest, sehingga benturan antara dua
pihak, yang berkuasa dan yang dikuasai pun tak terelakkan.
d. Konflik akan berhasil membawa perubahan dalam struktur-struktur
relasi sosial.
Melihat dari beberapa pandangan mengenai teori konflik di atas,
teori konflik pada umumnya berdasar pada asumsi dasar bahwa
masyarakat atau organisasi berfungsi sedemikian rupa di mana individu
dan kelompoknya berjuang untuk memaksimalkan keuntungan; secara
tidak langsung dan tidak mungkin dihindari adalah perubahan sosial yang
besar seperti revolusi dan perubahan tatanan politik.
Ringkasnya ada sedikitnya empat hal yang penting dalam
memahami teori konflik sosial, antara lain:
a. Kompetisi atas kelangkaan sumber daya, seperti benda-benda
ekonomi.
b. Ketidaksamaan struktural, baik dalam
hal kekuasaan maupun
perolehan yang ada dalam struktur sosial.
c. Individu dan kelompok yang ingin mendapatkan keuntungan dan
berjuang untuk mencapai revolusi.
d. Perubahan sosial terjadi sebagai hasil dari konflik antara keinginan
yang saling berkompetisi.
4. Akar Konflik
Setelah mengetahui teori konflik, maka setidaknya ada tiga pilar
utama yang harus mendapat perhatian (Affandi, 2004: 80), yaitu: pertama,
watak psikologis manusia yang merupakan dasar sentimen dan ide yang
membangun hubungan sosial di antara berbagai kelompok manusia
(keluarga, suku, dan lainnya); kedua, adalah fenomena politik, yaitu
berhubungan
dengan
perjuangan
memperebutkan
kekuasaan
dan
kedaulatan yang melahirkan imperium, dinasti, maupun negara; ketiga,
fenomena
ekonomi,
yaitu
fenomena
yang
berhubungan
dengan
pemenuhan kebutuhan ekonomi, baik pada tingkat individu, keluarga,
masyarakat maupun negara.
16
a. Watak Psikologis Manusia
Menurut Plato dalam Siahaan (1986:57), manusia memiliki tiga
sifat tingkatan dalam dirinya, yaitu nafsu atau perasaan (the appetities
or thesenses), semangat atau kehendak (the spirit or the will), dan
kecerdasan atau akal (inteligence, reason, and judgement). Ketiga
potensi di atas apabila mampu dikelola dengan baik, maka manusia
akan mampu mengembangkan eksistensinya sebagai manusia secara
baik pula. Namun sebaliknya, di balik ketiga sifat di atas, manusia juga
memiliki sifat binatang (animal rationale) yang bisa memunculkan
perasaan yang berlebihan yang bisa mendorong untuk bertindak
agresif.
Berikut ini sebagian sifat dasar yang dimiliki manusia :
1) Cinta terhadap kelompok
Manusia secara fitrah telah dianugerahi rasa cinta terhadap
garis keturunan dan golongannya. Rasa cinta ini menimbulkan
perasaan senasib dan sepenanggungan serta harga diri kelompok,
kesetiaan, kerja sama, dan saling membantu dalam menghadapi
musibah atau ancaman yang pada akhirnya akan membentuk
kesatuan dan persatuan kelompok.
Cinta merupakan sebuah subjek meditasi filosofis yang
berkaitan dengan masalah-masalah etis (Affandi, 2004:82). Cinta
dalam hal ini merupakan salah satu dorongan manusia yang paling
kuat, awalnya dilihat sebagai kebutuhan akan kontrol, terutama
ketika manusia sebagai animal rationale mampu menggunakan
kemampuan rasionalnya. Ketika manusia hidup bersama-sama
dalam suatu kelompok, maka fitrah ini mendorong terbentuknya
rasa cinta maupun solidaritas terhadap kelompok. Manusia tidak
akan rela jika salah satu anggota kelompoknya terhinakan dan
dengan segala daya upaya akan membela dan mengembalikan
kehormatan kelompoknya.
Sebagai sebuah fitrah, maka rasa cinta terhadap kelompok
ini terdapat pada sebua bentuk masyarakat, baik dalam masyarakat
yang
masih
sederhana
maupun
masyarakat
modern.
Perbedaannya hanya pada faktor pengikat. Dalam masyarakat
17
sederhana, faktor pengikatnya adalah ikatan darah atau keturunan.
Sedangkan dalam masyarakat modern, ikatan didasarkan atas
kepentingan anggota-anggota kelompok.
2) Agresif
Manusia memiliki watak agresif sebagai akibat adanya
animal power dalam dirinya yang mendorong untuk melakukan
kekerasan. Agresifitas manusia ini dapat berakibat terjadinya
permusuhan, pertumpahan darah, bahkan pemusnahan umat
manusia itu sendiri.
Beberapa tokoh seperti Konrad Lorenz (biologi), Sigmund
Freud (psikologi), dan Thomas Hobbes (sosiologi) berpendapat
bahwa agresifitas selalu melingkupi diri manusia (Mulkhan, 2002:2527). Lorenz mengemukakan bahwa sebagaimana hewan, manusia
mempunyai
instink
agresif
yang
menyatu
dalam
struktur
genetikanya. Freud juga melontarkan pandangan bahwa manusia
adalah makhluk rendah yang dipenuhi oleh kekerasan, kebencian,
dan agresi. Kalaulah kemudian konflik itu tidak terjadi lebih
disebabkan oleh superego yang mengekang dorongan-dorongan
agresifnya. Demikian halnya dengan Hobbes, ia mengungkapkan
bahwa dalam keadaan alamiah, keadaan manusia didasarkan pada
keinginan-keinginan yang mekanis, sehingga manusia selalu
berkelahi. Dalam kaitan ini dapat dikatakan bahwa bukanlah
perrbedaan-perbedaan dalam diri manusia yang menyebabkan
terjadinya agresi, melainkan watak agresiflah yang menyebabkan
terjadinya perbedaan dalam setiap kelompok manusia.
Fromm (2000:390) tidak menyangkal adanya potensi agresif
dalam diri manusia, tetapi menurutnya tindakan agresif-destruktif
tersebut muncul karena adanya kondisi eksternal yang ikut
menstimulir, seperti masalah politik, kemiskinan, dan sebagainya.
Fromm juga melihat narsisme (paham kecintaan terhadap diri
sendiri) sebagai salah satu sumber utama agresifitas manusia.
Suatu kelompok atau bangsa yang narsistik akan bereaksi dengan
penuh amarah dan bersikap agresif ketika ada kelompok yang
melecehkan simbol narsisme mereka. Bahkan untuk itu mereka
18
bersedia mendukung kebijakan perang yang dikeluarkan oleh
pemimpin mereka.
b. Fenomena Politik
Dalam membahas fenomena politik yang berhubungan erat
dengan konflik tentunya tidak lepas dari pembahasan mengenai
kekuasaan. Pembahasan mengenai hal ini menjadi sangat penting
mengingat peran yang semestinya dilakukan oleh seorang pemimpin
diharapkan
mampu
menjadi
penengah
dan
pemisah
diantara
kelompok-kelompok yang berbeda.
Kekuasaan
erat
kaitannya
dengan
kepemimpinan
atau
kepemerintahan. Kekuasaan pada hakikatnya adalah sebuah otoritas
untuk mengambil keputusan (Affandi, 2004: 94). Kepemimpinan lahir
dari dua faktor yang saling terkait, yaitu pertama, faktor personal, dan
kedua, solidaritas sosial atau dukungan kelompok. Secara personal,
seseorang yang akan menjadi pemimpin harus memiliki sifat terpuji
dan adil untuk dijadikan panutan dan pengayoman bagi rakyat, serta
mampu melaksanakan hukum yang ditetapkan dengan undangundang.
Sedangkan solidaritas atau dukungan dari rakyat mutlak
diperlukan karena tanpa hal itu maka kekuasaannya akan jatuh.
Kekuasaan negara adalah puncak kekuasaan dalam kehidupan
bersama umat manusia. Karenanya, pertarungan akan sering terjadi
antar
kelompok
dalam
memperebutkan
kekuasaan
tersebut.
Sedangkan cara-cara atau strategi yang dipakai untuk meraihnya
terkadang menggunakan cara yang kotor dan penuh intrik.
Pemimpin atau penguasa tidak serta-merta menjadi pemimpin
yang berlaku adil. Keinginan untuk mengikuti hawa nafsu dan ambisi
pribadi terkadang menjadi penyebab timbulnya penindasan, teror, dan
anarkhi. Oleh karena itu, kekuasaan kepemerintahan harus didasarkan
pada peraturan dan kebijakan politik tertentu.
Seorang pemimpin yang telah berkuasa akan menjalankan
kekuasaannya dengan cara yang berbeda-beda. Ibn Khaldun dalam
Affandi (2004:99) membedakan pola menjalankan kuasa dalam tiga
bentuk: (1) kekuasaan dijalankan dengan lemah lembut dan penuh
keadilan. Ciri dalam masyarakat ini adalah setiap orang mempunyai
19
kesempatan
untuk
mengembangkan
potensi
serta
dapat
mengemukakan pendapat secara bebas tanpa rasa takut dan tertekan;
(2) kekuasaan yang dijalankan dengan dominasi, kekerasan, dan teror.
Masyarakat di bawah kepemimpinan ini akan hidup dalam tekanan dan
rasa
takut.
Tidak
ada
kebebasan
menyalurkan
aspirasi.
Kecenderungannya, rakyat menjadi apatis; (3) kekuasaan dijalankan
dengan menjatuhkan sanksi atau hukuman. Masyarakat di bawah
kekuasaan ini akan mudah menyimpan dendam bahkan mudah
bergolak manakala keputusan yang dikeluarkan penguasa tidak
mencerminkan rasa keadilan.
Tipe-tipe kekuasaan di atas dapat menjadi tolok ukur keadaan
suatu masyarakat, apakah kondisi masyarakat dalam keadaan aman
dan tertib tidak ada gejolak, atau masyarakat dalam kondisi konflik
yang kacau balau. Namun selain faktor kepemimpinan, karakteristik
dan tingkat kedewasaan masyarakat juga sangat mendukung dalam
tegaknya sebuah negara.
c. Fenomena Ekonomi
Dalam teori-teori sosial modern yang membahas konflik, tidak
satu pun yang melepaskan perhatiannya dari fenomena ekonomi.
Perbedaannya hanya terjadi pada apakah faktor ekonomi menjadi
determinan yang menyebabkan konflik atau tidak. Teori konflik yang
berakar dari Marx dan Dahrendorf akan selalu memandang bahwa
konflik disebabkan oleh masalah distribusi dan perebutan sumbersumber ekonomi.
Kondisi ekonomi sangat mempengaruhi bahkan menentukan
situasi dan perkembangan politik. Perekonomian yang stabil adalah
faktor penting dalam mencapai kestabilan politik. Fenomena ekonomi
dan fenomena politik ibarat dua sisi mata uang. Yang menjadi masalah
adalah ketika proses kolaborasi antara penguasa politik (pemerintah)
dengan penguasa ekonomi (pengusaha) menjadi tidak sehat dan tidak
berpihak kepada masyarakat.
Banyak kasus kerusuhan terjadi salah satu penyebabnya
adalah ulah permainan para elit politik dan pengusaha dalam
menguasai sumber-sumber ekonomi. Ketika pertumbuhan dijadikan
20
jargon dalam pembangunan ekonomi, maka perhatian kebijakan pun
mengarah ke sana. Akibatnya pemerintah merupakan sumber dana
utama bagi pengusaha di setiap level pemerintahan karena banyak
memberikan proyek pembangunan sarana dan prasarana fisik. Kondisi
yang demikian sudah pasti rentan dengan masalah kolusi dan korupsi.
Pola penguasa yang turut menjadi pengusaha serta jalinan erat
yang menciptakan simbiosis mutualistik antara penguasa dengan
pengusaha sangatlah sulit untuk dilawan rakyat kecil. Kebijakan yang
diskriminatif ini dapat mengakibatkan dendam yang berkepanjangan
dan ketika suasana berubah drastis dan memungkinkan, maka
akumulasi kekecewaan ini dilampiaskan dengan melakukan perusakan
terhadap
simbol-simbol
kesewenang-wenangan
dan
penyebab
kesenjangan.
Akar dari konflik
menurut Leopold von Wiise (Soekanto,
2002:99) dapat disebabkan oleh adanya:
1) Perbedaan pendirian dan perasaan.
2) Perbedaan
kebudayaan.
Perbedaan
kepribadian
dari
orang
perorangan tergantung pula dari pola-pola kebudayaan yang
menjadi latar belakang pembentukan serta serta perkembangan
kepribadian tersebut. Seorang secara sadar maupun tidak sadar,
sedikit banyaknya akan terpengaruh oleh pola-pola pemikiran dan
pola-pola
pendirian
dari
kelompoknya.
Selanjutnya
keadaan
tersebut dapat pula menyebabkan terjadinya konflik antarkelompok
manusia.
3) Perbedaan
kepentingan.
Bentuk
kepentingan
dapat
berupa
kepentingan ekonomi, politik, dan sebagainya.
4) Perubahan sosial. Perubahan sosial yang berlangsung dengan
cepat untuk sementara waktu akan mengubah nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat, dan ini menyebabkan terjadinya golongangolongan
yang
berbeda
pendiriannya,
misalnya
mengenai
reorganisasi sistem nilai. Sebagaimana diketahui perubahan sosial
mengakibatkan terjadinya disorganisasi pada struktur.
Loekman Soetrisno (2003:13-19) mengungkapkan bahwa factor
penyebab konflik adalah:
21
1) Kondisi masyarakat yang multietnis dan multibudaya; kondisi yang
demikian ini menyebabkan terjadinya banyak perbedaan, baik
mengenai budaya, cara pandang, nilai, tingkat pendidikan, dan
sebagainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang sering menimbulkan
pertentangan dalam kehidupan sosial.
2) Kecemburuan sosial; faktor ini erat hubungannya dengan masalah
ekonomi dan rasa keadilan. Kecemburuan bisa terjadi manakala
suatu kelompok merasa diperlakukan tidak adil, baik oleh penguasa
atau oleh kelompok lainnya.
3) Penggunaan kekuasaan yang berlebihan
Sudah menjadi kewajiban pemerintah yang berkuasa untuk
melindungi rakyatnya, di sisi lain demi kebaikan bersama pemerintah
berhak melakukan penertiban agar tercipta suatu keteraturan sosial.
Namun cara-cara yang digunakan pemerintah seringkali dianggap
sebagai tindakan berlebihan. Tindakan pemaksaan (koersif) dan sikap
represif dari aparat kerap kali menimbulkan kesan yang buruk bahkan
sifat dendam di mata masyarakat.
Menyimak dari pembahasan di atas kiranya dapat disimpulkan
bahwa faktor utama penyebab konflik sosial paling tidak ada tiga
faktor: Pertama, sifat agresif seseorang atau suatu kelompok dengan
ditunjang oleh kondisi masyarakat yang pluralistik; kedua, faktor
ekonomi; berkaitan dengan masalah kemiskinan, kesenjangan, dan
perebutan sumber dan bahan pangan; dan ketiga, faktor politik;
berkaitan dengan tuntutan rasa keadilan akibat perlakuan dari pihak
penguasa atau pemerintah.
5. Bentuk-bentuk Konflik
a. Berdasarkan Sifatnya
Para sosiolog membedakan dua jenis konflik yang masingmasing memiliki sebab yang berbeda dalam pemunculannya, yaitu
konflik yang bersifat destruktif dan fungsional (Soetrisno, 2003:14).
1) Konflik destruktif
Konflik destruktif adalah konflik yang mengakibatkan benturan fisik
yang membawa kerugian jiwa dan harta. Konflik ini muncul karena
22
rasa benci satu kelompok terhadap kelompok lain. Kebencian itu
disebabkan karena berbagai hal seperti adanya kesenjangan
ekonomi, fanatisme terhadap suatu golongan dan sebagainya.
Contoh konflik destruktif adalah konflik antara etnis Dayak dan
Melayu dengan etnis Madura di Sampit yang dipicu oleh rasa
kebencian akibat kecemburuan sosial, juga terjadinya kerusuhan
pada bulan Mei 1998 yaitu konflik antara para demonstran dan
aparat keamanan yang berujung pada perusakan dan penjarahan.
2) Konflik fungsional
Konflik fungsional adalah konflik yang menghasilkan perubahan
atau konsensus baru yang bermuara pada perbaikan. Konflik jenis
ini berasal dari perbedaan pendapat antara dua kelompok tentang
suatu masalah yang sama-sama mereka hadapi. Misalnya, kasus
perbedaan pendapat
dalam penentuan hari raya, perbedaan
konsep dalam membuat kurikulum, dan sebagainya. Perdebatan
antara para ilmuwan dalam rangka mencari kebenaran itu tentunya
sangat keras tetapi tidak berkembang menjadi sebuah konflik yang
destruktif, seperti
terjadinya perkelahian, perusakan, maupun
pembakaran, atau kemudian tidak saling tegur antara satu dengan
yang lain.
Hasil dari konflik fungsional ini adalah suatu konsensus atau
kesepakatan bersama terhadap hal-hal yang yang menjadi sumber
munculnya perbedaan pendapat.
b. Berdasarkan Arahnya
Berdasarkan model arahnya, konflik
dapat digolongkam
menjadi dua yaitu, konflik horisontal dan konflik vertikal (Sihbudi dan
Nurhasim, 2001:vii). Model konflik yang pertama, yaitu konflik
horisontal adalah konflik yang terjadi intra masyarakat. Faktor pemicu
terjadinya konflik jenis ini
bisa disebabkan oleh masalah yang
berkaitan dengan primordialisme, atau SARA (suku, agama, ras, dan
antar golongan). Kasus konflik di Sambas Kalimantan Barat,
perusakan toko-toko milik warga keturunan Tionghoa, konflik antar
pendukung partai politik adalah sebagian contoh dari jenis konflik ini.
Bahkan sering juga terdengar lewat media massa konflik antar
23
suporter olahraga, antar mahasiswa, antar pelajar, bahkan antarwarga
desa yang kadang tidak jelas apa pendorongnya.
Lemahnya penegakan hukum dapat juga mengakibatkan
terabaikannya rasa keadilan yang pada akhirnya memunculkan
kekecewaan yang kemudian dijadikan sebagai alasan pembenar untuk
menggunakan hukum sendiri (main hakim sendiri) dengan melakukan
tindakan anarkis. Contoh kasus yang banyak terjadi di masyarakat
adalah tindakan main hakim sendiri atau pengadilan massa terhadap
seseorang atau kelompok pelaku tindak kriminal.
Sementara jenis kedua yaitu konflik vertikal adalah konflik yang
terjadi antara masyarakat dengan penguasa atau negara. Konflik
biasanya ditandai oleh kekecewaan dan kemarahan massa terhadap
kebijakan pemerintah dan sikap aparat negara yang dianggap telah
berlaku tidak adil. Beberapa kasus yang banyak terjadi seperti
demonstrasi massa, demonstrasi mahasiswa, penggusuran dan
penertiban kawasan kumuh, bahkan bisa juga sampai pada gerakan
perlawanan terhadap negara, misalnya perlawanan GSA (Gerakan
Separatis Aceh), OPM (Organisasi Papua Merdeka), dan RMS
(Republik Maluku Selatan).
c. Berdasarkan Akar Permasalahannya
Berdasarkan akar permasalahannya, konflik dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1) Konflik Agama
Salah satu faktor utama pemicu konflik di masyarakat atau
hubungan antar bangsa adalah masalah agama atau prinsip
keagamaan. Sesuai fakta, agama menjadi pemicu konflik telah
tercacat dalam sejarah dunia. Pada dasarnya semua agama
sebagai sebuah ajaran sekaligus tuntunan bagi pemeluknya yang
menghubungkan antara dirinya dengan Tuhan dan sesamanya.
Namun agama seringkali menjadi dasar munculnya konflik dari
jaman ke jaman. Konflik agama sebagai konflik klasik yang sulit
diselesaikan karena berhubungan dengan doktrin yang sakral atau
disakralkan oleh penganutnya.
24
Keyakinan terhadap doktrin agama tersebut berdampak
pada sentimen antar agama. Seringkali agama dijadikan alasan
pembenar oleh suatu kelompok untuk menyerang atau memusuhi
kelompok lain. Contoh dari permasalahan di atas antara lain
adanya Perang Salib yang terjadi beberapa fase antara bangsa
Eropa Barat yang beragama Nasrani dengan bangsa Arab yang
memeluk Islam. Konflik di Irlandia Utara muncul disebabkan terjadi
disharmoni antara umat Kristen dengan Katholik. Lahirnya negara
Pakistan
sebagai manifestasi konflik agama antara Islam dan
Hindu di India. Bahkan konflik klasik antara dua negara yang
berlarut-larut sampai sekarang tetap menjadi potensi utama konflik
antara India-Pakistan adalah mengenai masalah “Khasmir”, sebuah
wilayah yang secara geografis bagian dari India namun secara
ideologi keagamaan menjadi bagian Pakistan.
Sampai saat ini, konflik di Timur Tengah juga didominasi
oleh masalah agama atau alasan keagamaan yaitu antara bangsa
Yahudi dengan bangsa Arab. Meskipun masalah konflik PalestinaIsrael
disebabkan
perebutan
wilayah
atau
negara
namun
perbedaan agama sangat berperan dalam permasalahan tersebut.
Sementara itu, juga muncul konflik seagama yang disebabkan
paham atau penafsiran yang berbeda dalam agama. Contohnya
antara penganut Suni dan Syiah di Timur Tengah yang sering
berakibat pada pertumpahan darah.
Dalam sejarah Indonesia, konflik dengan tendensi agama
atau aliran keagamaan bukan merupakan hal yang baru. Pada
tahun 1950-an terjadi pemberontakan DI/TII yang bertujuan
mendirikan Negara Islam. Gerakan ini menimbulkan konflik antara
pemerintah sebagai penguasa dengan para pemberontak sehingga
mengganggu stabilitas nasional sampai gerakan ini dapat ditumpas
pada tahun 1960-an.
Di antara paham atau aliran keagamaan yang dianggap
sering menimbulkan konflik adalah paham fundamentalisme.
Agama-agama besar yang ada di dunia seperti Islam, Kristen,
Hindu dan lainnya pada umumnya terdapat kelompok yang
25
menganut
aliran
radikal
tersebut.
Fundamentalisme
pada
umumnya muncul sebagai tanggapan terhadap tantangan modern
yang bersifat internal dan eksternal untuk menghadapi hegemoni
budaya dan legitimasi politik serta penolakannya secara radikal
terhadap sekulerisme. Fundamentalisme juga sebagai gerakan
purification
atau
pemurnian
terhadap
ajaran
agama
serta
penerapan ajaran agama yang dilaksanakan secara kaku bahkan
cenderung menggunakan kekerasan.
Meskipun dalam peristiwa-peristiwa di atas, agama memiliki
peran vital namun peran agama dalam masing-masing peristiwa
berbeda-beda. Dalam persitiwa Perang Salib dan konflik di Irlandia
Utara, peran agama sebagai penyebab konflik sangat dominan.
Perbedaan doktrin agama berkembang pada perasaan sentimen
antarumat masing-masing agama menjadi sebab utama dari
munculnya konflik tersebut. Dalam peristiwa tersebut, agama telah
berubah dari suatu paham spiritual menjadi paham spiritual yang
dibalut dengan identitas yang eksklusif dari sebuah komunitas yang
membedakannya dengan komunitas lain (Soetrisno, 2003:34).
Sementara itu, dalam kasus peristiwa pemberontakan DI/TII atau
terpisahnya Pakistan dari India, agama dapat dimanfaatkan
sebagai wahana untuk membangun solidaritas dan dukungan bagi
penganut agama Islam untuk mencapai tujuan politiknya.
Agama merupakan sarana yang efektif untuk memobilisasi
massa. Namun keefektifan agama sebagai penyebab suatu konflik
tergantung pada kondisi yang dialami sebuah masyarakat. Jika
masyarakat mengalami ketidakberdayaan ekonomi dan politik
maka agama akan mudah menjadi wahana mobilisasi guna
mencapai tujuan. Sebaliknya, hal itu sulit dilakukan apabila
masyarakat mempunyai basis ekonomi yang kuat sehingga
masyarakat sejahtera lebih bersikap menjaga situasi.
2) Konflik Ideologi
Istilah “Ideologi” diciptakan oleh filsuf Perancis, Antoine
Destuutt de Tracy (1754-1836), seorang bangsawan yang
bersimpati pada Revolusi Perancis tahun 1789. De Tracy adalah
26
pengikut rasional, sebagai gerakan pembaharu yang kritis terhadap
otoritas tradisional dan mistifikasi ajaran agama. Menurutnya,
“Ideologi” sebagai ilmu tentang pemikiran manusia yang mampu
menunjukkan arah yang benar menuju masa depan (Eatwell,
2004:5). Pada akhirnya istilah “Ideologi” pada perkembangannya
bermakna
negatif
yang
utamanya
digunakan
untuk
mengelompokkan ide-ide yang bias atau ekstrem. Ideologi
berperan
bagi
individu
atau
kelompok
masyarakat
karena
mempunyai ragam efek termasuk perilaku dan kebijakan yang
mengilhami dan membatasi.
Ideologi sebagai sebuah produk pemikiran sosial dapat
digunakan
sebagai alat pendorong sekumpulan manusia untuk
mencapai cita-citanya. Namun sering kali “ideologi” ditafsirkan
sebagai
sesuatu
yang
negatif
karena
mengandung
unsur
kefanatikan buta. Ideologi pada umumnya dihubungkan dengan
masalah politik di masyarakat atau negara. Perbedaan ideologi tak
jarang menjadi potensi awal munculnya konflik. Kekuatan atas
kefanatikan terhadap ide akhirnya melahirkan pemikiran dan
tindakan radikal dalam masyarakat. Ideologi-ideologi yang secara
universal
dikenal
antara
lain
komunisme,
nasionalisme,
kolonialisme, impeiralisme, kapitalisme, demokrasi, feodalisme,
militerisme, totalitarisme, fundamentalisme dan lain-lain. Pada
tingkat yang bersifat ideologis, konflik terwujud di dalam bentuk
konflik antara sistem nilai yang dianut serta menjadi ideologi dari
berbagai kesatuan sosial.
Paham nasionalisme Asia-Afrika, muncul sebagai akibat
dari
imperalisme
dan
kolonialisme
bangsa
Eropa.
Antara
nasionalisme Asia-Afrika dengan imperalisme sebagai sesuatu
yang berbeda tujuan bahkan bertentangan sehingga dalam
mengaplikasikan
paham
masing-masing
terjadi
benturan
kepentingan yang berujung pada konflik. Terjadinya perlawanan
atau pemberontakan di negara-negara terjajah pasca Perang
Dunia II, sebagai konflik kepentingan yang didasarkan pada konflik
ideologi tersebut.
27
Sementara
itu,
komunisme
yang
identik
dengan
pandangan Karl Marx meninggalkan warisan yang ambigu
sehingga
menjadi
sumber
konflik
diantara
para
pewaris
ideologinya. Pada hakikatnya, komunisme mengecam paham lain
seperti kapitalisme yang dianggap telah menghancurkan ikatan dan
kesetiaan organik (Eatwell, 2004:141). Meski perbedaan paham
antara komunisme dan kapitalisme dimulai pada pasca Revolusi
Industri di Inggris sebagai pertentangan antara kepentingan kaum
buruh dengan pemilik modal namun konflik tersebut berlanjut
sepanjang jaman. Munculnya Perang Dingin pada tahun 1950-an
sampai bubarnya Uni Soviet antara Blok Barat dan Timur juga
disebabkan perbedaan ideologi tersebut.
Dalam perjalanan politik suatu pemerintahan juga sering
muncul konflik antara kelompok Militer dan Partai Komunis. Meski
keduanya punya insting melakukan violence political namun secara
substansif latar belakang keduanya berbeda dalam mewujudkan
naluri politiknya. Terdapat pola-pola tertentu yang umumnya
terdapat di kalangan militer di suatu negara yaitu penekanan pada
nasionalisme, apolitik praktis dan esprit de corps. Secara universal
fungsi formal militer sebatas alat pertahanan negara sehingga di
negara yang mengedepankan supremasi sipil, golongan militer di
bawah kendalinya. Namun secara faktual kecenderungan tersebut
bertolak belakang bagi negara tertentu yang punya sejarah
pemerintahan
dan
latar
belakang
politik
sehingga
muncul
supremasi militer. Di negara-negara yang baru berkembang seperti
di Asia, dan Afrika perlu adanya kekuasaan diktator militer untuk
menyelamatkan diri dari bahaya Komunisme (Lev, 1967:188-189).
Sementara itu, paham demokrasi yang menekankan pada
persamaan individu atau kelompok dalam masalah sosial-politik
bertolak belakang dengan paham politik lain seperti feodalisme
yang bersifat konservatif ataupun paham totalitarisme yang
menerapkan otoriter dalam kebijakannya. Secara historis, lahirnya
paham-paham kebebasan dan persamaan di Eropa yang akhirnya
berlaku universal seperti demokrasi dan liberalisme sebagai reaksi
28
dominasi kaum feodal yang mempunyai hak istimewa atau
privilege. Demokrasi juga menimbulkan tarik menarik dengan
kediktatoran sebagai konflik antara pemerintahan berdasarkan
suara rakyat dengan sistem tirani.
Konflik ideologi ini juga berpotensi terhadap perpecahan
suatu bangsa atau negara seperti yang terjadi pada Jerman dan
Korea pada pasca Perang Dunia II. Perbedaan ideologi para tokoh
bangsanya serta dukungan dari masing-masing negara yang
mempunyai kesamaan ideologi politik berakibat Jerman menjadi
dua yaitu Jerman Barat yang beraliran liberalis yang didukung
negara-negara Eropa Barat dan Amerika serta Jerman Timur
berpaham komunis yang didukung Uni Soviet. Pada saat Uni
Soviet bubar seiring dengan jatuhnya pengaruh komunis di dunia,
maka antara Jerman Barat dan Timur dapat disatukan lagi dengan
dasar atau asas liberalis. Sementara itu, Korea dipecah menjadi
dua yaitu Korea Selatan berpaham Liberalis dan Korea Utara
berpandangan komunis. Namun sampai sekarang antara kedua
Korea masih terpisah bahkan kecenderungan muncul keteganganketegangan sampai saat ini disebabkan perbedaan ideologi
tersebut.
Perjuangan
menegakkan
suatu
ideologi
sering
menggunakan cara-cara revolusi sehingga menimbulkan konflik
terhadap kelompok lain. Sebagai contohnya adalah munculnya
Revolusi Rusia ketika Raja Tsar Nicolas II dijatuhkan sebagai
akumulasi dari perang ideologi antara feodalisme dan komunisme
di Rusia. Peristiwa revolusi juga terjadi di Indonesia, ketika PKI
pada tahun 1965 melakukan gerakannya. Konflik tersebut juga
mengakibatkan terbunuhnya ribuan nyawa manusia.
3) Konflik Politik
Konflik politik sebagai sesuatu yang menarik untuk dibahas
karena permasalahan ini sebagai hal yang paling komplek di antara
jenis-jenis konflik yang ada. Dalam konflik politik ini mencakup
hampir semua aspek yang ada seperti kepentingan ekonomi,
sosial, ideologi, agama, dan lingkungan hidup. Pada tingkat yang
29
bersifat politik, konflik terjadi dalam bentuk pertentangan di dalam
pembagian status kekuasaan, dan sumber-sumber ekonomi yang
terbatas di dalam masyarakat. Dalam situasi konflik, pihak yang
berselisih
berusaha
mengabadikan
diri
dengan
cara
memeperkokoh solidaritas ke dalam di antara sesama anggotanya,
membentuk
organisasi-organisasi
kemasyarakatan
untuk
keperluan kesejahteraan dan pertahanan bersama.
4) Konflik Ekonomi
Perubahan-perubahan besar dalam sejarah peradaban
umat manusia, terutama setelah munculnya jaman renaissance di
Eropa, selalu menunjukkan pengaruh faktor ekonomi. Karenanya,
berbagai peristiwa besar yang menggerakkan manusia dalam
jumlah besar tidak pernah lepas dari persoalan kepentingan
ekonomi. Imperalisme dan kolonialisnme dari bangsa-bangsa
Eropa faktor pendorong utamanya adalah alasan ekonomi.
Revolusi diberbagai negara juga tidak terlepas dari masalah
ekonomi. Dengan realitas masyarakat yang demikian maka wajar
jika lahir pemikiran Karl Marx yang menyebutkan bahwa sejarah
peradaban umat manusia adalah sejarah perjuangan kelas dalam
memperebutkan sumber-sumber produksi atau ekonomi.
Terjadinya konflik di masyarakat disebabkan oleh dampak
dari struktur sosial yang tidak seimbang, di mana kelompok pemilik
modal melakukan eksploitasi
terhadap kelompok kelas bawah
(kelas pekerja). Kondisi sosial yang tidak seimbang ini, terus
bertahan karena pada dasarnya kelas pemilik modal mampu
mempertahankan dukungan dari kebijakan negara yang telah
dikuasainya.
Pemikiran Marx telah mengilhami pengikut-pengikutnya
(Marxist dan Neo-Marxist) untuk menjelaskan konflik dan berbagai
peristiwa besar lainnya dalam perspektif perebutan sumber-sumber
ekonomi. Pemikiran tersebut menghasilkan ideologi gerakan dan
menjadi pemicu revolusi diberbagai negara di awal abad XX
(Affandi, 2004:200).
30
Menurut Ibnu Khaldun, faktor ekonomi lebih dominan
sebagai pemicu munculnya konflik dibanding faktor lainnya
(Affandi, 2004:200). Di antaranya adalah pertama, munculnya
pemberontakan-pemberontakan
atau
perlawanan
terhadap
pemerintahan yang sah sering terjadi akibat adanya indikasi
pemerintahan yang korup dan perampasan terhadap hak rakyat;
kedua, terjadinya krisis perekonomian di mana pengeluaran negara
lebih besar daripada devisa negara. Kondisi tersebut antara lain
disebabkan pola kehidupan pada kemewahan. Di sisi lain terjadi
ketimpangan sosial di mana rakyat hidup dalam kemiskinan
bahkan
kelaparan.
Akumulasi
kekecewaan
rakyat
akan
menimbulkan gerakan perubahan bahkan revolusi. Selain itu,
institusi keamanan negara seperti kepolisian dan militer yang
lemah juga menjadi pemicu terjadinya peristiwa di atas.
Dengan
pemberontakan
demikian
atau
dapat
perlawanan
disimpulkan,
terjadi
karena
sebuah
kegagalan
penguasa politik dalam mengelola sumber-sumber ekonomi.
Sebaliknya, apabila seorang penguasa politik mampu menangani
persoalan
ekonomi
dan
menciptakan
kesejahteraan
bagi
rakyatnya, maka kekuasaan akan bertahan lebih lama dan konflik
dapat diminimalisir.
Sementara itu, konflik ekonomi di masyarakat tidak terbatas
pada pemerintah dan rakyatnya. Pada masa modern sekarang ini,
sering terjadi konflik disebabkan masalah ekonomi antara negara.
Meskipun konflik antar negara tersebut juga muncul pada masa
masa lalu akibat persaingan dalam perdagangan. Persaingan
perekonomian atau perdagangan antar negara pada masa
sekarang pada umumnya tidak secara langsung menjadi pemicu
konflik namun yang terjadi adanya ketegangan-ketagangan atau
memburuknya hubungan antar negara yang bersangkutan.
a) Konflik SARA
Sebagai gejala sosial, konflik akan selalu muncul pada
setiap masyarakat karena antagonisme atau perbedaan yang
menjadi
ciri
dan
penunjang
terbentuknya
masyarakat.
31
Perbedaan-perbedaan sosial tidak mungkin dihindari karena
adanya kelompok lapisan atas disebabkan terdapatnya fakta
adanya lapisan bawah.
Konflik antarkelompok sering kali timbul karena adanya
sejarah
persaingan,
prasangka
dan
rasa
benci
yang
dilatarbelakangi oleh sesuatu yang bersifat pribadi, politis,
etnis, ideologis dan lainnya. Konflik antar kelompok ditentukan
oleh bangunan nilai dan penggunaan simbol yang berbeda
antar kelompok tersebut sehingga menimbulkan penafsiran dan
rasa yang berbeda untuk dihargai dan menghargai. Nilai-nilai
kebudayaan
dapat
menjiwai
kepribadian,
sehingga
mempengaruhi struktur kebutuhan yang selanjutnya dapat
menentukan kehendak kelompok atau seseorang menerapkan
peran sosialnya. Konflik yang disebabkan masalah SARA
terutama suku dan ras, pada umumnya selalu terkait dengan
faktor-faktor struktural yang ada dalam masyarakat. Di
Indonesia sampai saat ini sering muncul konflik dengan latar
belakang SARA
Struktur masyarakat Indonesia, ditandai oleh dua ciri yang
bersifat unik. Secara horisontal, ditandai oleh kenyataan
adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaanperbedaan
agama,
suku-bangsa,
adat-istiadat,
dan
kedaerahan. Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia
ditandai adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan
atas dan bawah yang cukup tajam. Perbedaan-perbedaan
suku-bangsa, agama, adat dan kedaerahan seringkali disebut
sebagai ciri masyarakat yang majemuk, suatu istilah yang
diperkenalkan
oleh
Furnivall
untuk
menggambarkan
masyarakat Indonesia pada masa Hindia-Belanda.
Pierre L. van den Berghe menyebutkan beberapa
karaktersitik sebagai sifat dasar masyarakat majemuk, yaitu (1)
terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok
yang sering memiliki sub-kebudayaan yang berbeda dengan
lainnya; (2) memiliki struktur sosial yang terbagi ke dalam
32
lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer; (3) kurang
mengembangkan konsensus di antara para anggotanya
terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar; (4) secara relatif
seringkali mengalami konflik-konflik diantara kelompok satu
dengan lainnya; (5) secara relatif integrasi sosial tumbuh diatas
paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam bidang
ekonomi; (6) adanya dominasi politik oleh suatau kelompok
atas kelompok-kelompok lainnya (Nasikun, 2004:41).
Masyarakat majemuk seringkali menimbulkan gesekan
antara masyarakat yang berbeda sehingga muncul konflik atau
kerusuhan yang bersifat SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar
Golongan). Faktor-faktor terjadinya kerusuhan sosial yang
disebabkan SARA adalah:
(1) Dinamika sosial, ekonomi, budaya dan politik suatu daerah
mempunyai potensi bagi terjadinya ketegangan sosial atau
konflik.
(2) Perimbangan
agama,
ras
kekuatan-kekuatan
sosial
seperti
suku,
dan
yang
hampir
sama
antargolngan
merupakan akar utama penyebab terjadinya kerusuhan.
(3) Daerah dengan perimbangan antara penduduk asli dan
pendatang yang timpang dilihat dari penguasaan aset
ekonomi maupun politik, akan berpotensi munculnya konflik
SARA
(4) Pola pemukiman penduduk yang heterogen atau miltietnik
dapat menjadi sumber konflik.
(5) Adanya faktor-faktor akselerator (pemicu) terjadinya konflik.
Peristiwa konflik yang disebabkan masalah SARA di
Indonesia seperti kasus di Ambon, Sambas, Kupang dan
beberapa tempat di Indonesia merupakan wujud konkret dari
konflik horisontal yang sampai sekarang masih sulit untuk
dicegah. Hubungan sosial dan politik pada masa lalu yang
diwadahi oleh konsep SARA menimbulkan dampak negatif bagi
harmonisasi hubungan sosial dalam masyarakat sekarang ini.
Konflik SARA sudah meluas dari konflik stigma pribumi-
33
nonpribumi namun sudah pada transisi gejala perubahan
masalah sosial yang lebih kompleks menjadi konflik yang
berdimensi agama, suku, ras dan antar golongan.
b) Konflik Sumber Daya Alam
Dalam beberapa tahun terakhir ini fenomena konflik
sumber daya alam mencuat ke permukaan secara terbuka.
Konflik itu tidak hanya terjadi dalam kegiatan eksploitasi
sumber daya alam yang tergolong “tidak dapat diperbaharui”
(non-renewable resources) seperti minyak dan mineral, tetapi
juga
yang
tergolong
“dapat
diperbaharui”
(renewable
resources). Konflik sumber daya alam yang selama ini terjadi
telah menimbulkan kerusakan fisik, merugikan materi dan
menyisakan tuntutan yang tidak mudah dipenuhi, seperti
permintaan agar kawasan eksploitasi sumber daya alam
dikembalikan kepada masyarakat (Usman, 2004:1). Baik
pemerintah
pusat
maupun
pemerintah
daerah
sering
dihadapkan pada pilihan yang sulit. Kalau tuntutan semacam
itu diabaikan, maka akan dapat mengobarkan permusuhan,
membangkitkan
separatisme,
dan
disintegrasi,
tetapi
sebaliknya kalau hal itu dipenuhi bila mengganggu kegiatan
eksploitasi sumber daya alam itu sendiri.
Konflik sumber daya alam
dapat berupa bentuk
hubungan sosial yang tidak harmonis di antara struktur sosial
yang berkembang di daerah sumber daya alam, yang terdiri
dari masyarakat lokal, pemerintah, dan pengusaha atau
investor. Hubungan yang tidak harmonis itu diawali
ketika
pemerintah melakukan monopoli dan manipulasi proses
eksploitasi sumber daya alam, sehingga terjadi perbedaan
akses. Perbedaan akses itu itu membuat pemerintah dan
pengusaha atau investor dapat menikmati hasil terlau banyak,
sementara masyarakat terabaikan.
Konflik muncul ke permukaan ketika ketidakpuasan dan
semangat berjuang memperbaiki nasib secara kolektif, dan
konflik itu menjadi semakin keras ketika ketidakpuasan dan
34
semangat semacam itu bertemu secara simultan dengan
akumulasi perasaan dan kesadaran bahwa telah terjadi
penindasan dalam masyarakat. Misalnya, kasus konflik PT
Freeport dengan penduduk sekitar di Papua, PT Caltex di Riau,
dan sebagainya.
Selain itu konflik juga dapat terjadi secara horisontal yaitu
antara warga masyarakat. Masalah yang terjadi biasanya
karena perebutan lahan atau klaim atas suatu daerah, maupun
pelanggaran
terhadap
batas-batas
daerah
yang
telah
disepakati bersama yang menjadi lahan eksploitasi sumber
daya alam.
Sebagai contoh adalah kasus konflik
antara
nelayan Madura, nelayan Sidoarjo, dan nelayan Pasuruan di
Jawa Timur.
c) Konflik Lingkungan Hidup
Salah satu aset yang lazim ditempatkan sebagai bagian
penting dalam proses pembangunan adalah modal alam
(natureresources). Akumulasi aset ini ditambah dengan modal
fisik bangunan, modal manusia, dan modal sosial sangat
menentukan dampak jangka panjang terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat . Menurut Thomas Vinod (Usman,
2004:21), modal alam mencakup fungsi sumber, misalnya
hutan, perikanan, pertambangan; dan fungsi penampung,
misalnya udara dan air terutama sebagai media penerima
polusi.
Upaya melindungi fungsi sumber sangat diperlukan
karena memiliki kontribusi yang berharga bagi kehidupan
masyarakat. Kerusakan fungsi sumber tentu saja akan menjadi
malapetaka bagi kehidupan. Lingkungan yang tak terkontrol
bukan saja berbahaya bagi kesehatan, tetapi juga akan
mengganggu pelbagai macam aktivitas sosial.
Dalam dua dasa warsa terakhir ini dengan dalih memacu
pertumbuhan ekonomi, di Indonesia telah terjadi proses
industrialisasi yang cukup pesat. Bersamaan dengan itu terjadi
pula eksploitasi sumber daya alam yang cukup besar, terutama
35
pada sektor kehutanan, perairan, dan pertambangan. Proses
industrialisasi dan eksploitasi tersebut telah menimbulkan
persoalan
degradasi
terjadinya
lingkungan
penggundulan
yang
serius,
hutan,
misalnya
berkurangnya
keanekaragaman hayati, polusi udara, pencemaran sungai dan
laut, penurunan kualitas tanah, dan sebagainya. Aliran-aliran
beracun yang berasal dari pabrik, misalnya di beberapa daerah
telah menciptakan pencemaran. Polusi udara akibat dari
kegiatan industri bukan hanya menciptakan bau yang tak
sedap,
tempat
pemukiman
tidak
nyaman,
tetapi
juga
menimbulkan gangguan pernapasan.
Konflik sosial yang terkait dengan masalah lingkungan
hidup ini bisa terjadi antara masyarakat dengan pihak industri
(pengusaha
atau
pabrik),
maupun
di
antara
anggota
masyarakat itu sendiri. Konflik sosial dalam konteks ini dapat
dikonsepsikan sebagai hubungan sosial yang tidak harmonis
sebagai konsekuensi dari perbedaan nilai, kepentingan dan
tindakan yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan
lingkungan. Berbagai kasus yang berkaitan dengan konflik
lingkungan hidup ini diantaranya adalah polusi kabut asap
yang terjadi di Kalimantan dan sebagian wilayah Sumatera
akibat kebakaran hutan atau akibat “pembakaran” hutan
berkaitan dengan pengelolaan hutan yang salah. Polusi kabut
asap ini tidak saja menimbulkan gangguan penyakit saluran
pernapasan tetapi juga mengganggu lalu lintas dan sejumlah
jadwal penerbangan. Kasus pencemaran Teluk Buyat di
Minahasa yang diduga tercemar limbah merkuri sehingga
menyebabkan terjangkitnya penyakit minamata bagi penduduk
sekitar teluk. Kasus pembangunan Tempat Pengelolaan
Sampah Terpadu (TPST) di daerah Bojong Jawa Barat yang
sempat diprotes warga karena dikhawatirkan menimbulkan
polusi udara dan sumber penyakit. Kasus protes para warga
yang tinggal di daerah sekitar Saluran Udara Tegangan Ekstra
36
Tinggi (SUTET) milik PLN, dan berbagai macam kasus lain
yang terjadi baik dalam skala besar maupun kecil.
Konflik sosial yang terkait dengan masalah degradasi
lingkungan ini memiliki sifat positif dan negatif (Usman,
2004:23). Konflik dapat bersifat positif manakala menjadi
bagian dari proses pengelolaan lingkungan yang tidak berjalan
secara efektif dan efisien, dengan kata lain konflik dapat
diperlukan untuk meluruskan ketentuan yang pernah disepakati
atau menjelaskan kembali kesalahpahaman yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Sedangkan konflik dapat
bersifat negatif apabila semakin mempersulit jalinan kerjasama
dalam proses pengelolaan lingkungan. Konflik menjadi semakin
meresahkan ketika tidak melahirkan alternatif solusi, karena
boleh jadi mereka yang terlibat konflik mengembangkan prinsip
lebih baik sama-sama tidak menikmati daripada harus memberi
kemenangan terhadap salah satu pihak.
6. Alternatif Penanganan Konflik
Para penganut pendekatan konflik dengan penuh keyakinan
menganggap bahwa konflik merupakan gejala kemasyarakatan yang akan
senantiasa melekat di dalam kehidupan setiap masyarakat. Karena itu
konflik tidak mungkin dilenyapkan. Konflik hanya akan lenyap bersama
lenyapnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dapat terjadi dengan siapa saja, kapan saja, dan di mana
saja. Konflik tidak perlu dicari dan tak perlu dihindari apabila konflik itu
terjadi. Menghindar dari konflik akan membuka kesempatan untuk
terjadinya frustasi di kalangan masyarakat yang kemudian pecah menjadi
suatu konflik yang destruktif. Konflik yang bersifat destruktif inilah yang
harus dihindari.
Bagaimana
mencegah
terjadinya
konflik
destruktif?
Melalui
pendekatan budaya, Loekman Soetrisno (2003:18) mengemukakan empat
cara pencegahan; pertama, mengembangkan sikap tenggang rasa atau
“tepo seliro”. Artinya, apabila tidak mau disakiti orang lain, jangan pula
menyakiti orang lain; kedua, bersikap demokratis. Dalam artian seseorang
37
harus mampu menghargai pluralisme pendapat, paham, budaya, dan suku
bangsa yang beragam dalam masyarakat; ketiga, mengembangkan sikap
toleransi beragama, tanpa harus keluar dari akidah agama masing-masing;
keempat, bersikap sportif, yakni mau mengakui dan menerima kekalahan
dalam
berargumentasi
atau
dalam
persaingan
apabila
memang
argumentasi lawan lebih baik dan bermanfaat bagi masyarakat.
Setiap orang harus dapat memahami konflik dan memberikan
perhatian tersendiri untuk dapat menetapkan cara yang tepat, bagaimana
konflik dapat dikelola sedemikian rupa agar tidak menimbulkan perpecahan
antar manusia dan disintegrasi bangsa.
Dalam kaitannya dengan pengelolaan konflik tersebut, Hodge dan
Anthony dalam Al Hakim (2003:9) memberikan gambaran melalui berbagai
metode penyelesaian konflik (conflict resolution methods).
Pertama, dengan metode paksaan (coercion). Setiap individu
menggunakan kekuasaan dan kewenangan agar konflik dapat diredam
atau dipadamkan. Namun sebenarnya cara ini kurang baik untuk dilakukan,
karena bisa jadi konflik malah akan terus berlanjut dan orang akan
kehilangan kewibawaan bahkan kekuasaan di mata orang lain yang terlibat
konflik karena dianggap kurang adil dalam menyelesaikan pertikaian atau
dianggap memihak salah satu individu atau kelompok yang terlibat konflik.
Kedua,
penyelesaian
konflik
dengan
metode
penghalusan
(smoothing). Pihak-pihak yang berkonflik hendaknya saling memahami
konflik dengan menggunakan “bahasa cinta” untuk memecahkan dan
memulihkan hubungan yang bersifat perdamaian. Membiasakan bersikap
dan
mengembangkan
kehidupan
yang
penuh
dengan
suasana
kekeluargaan dirasakan sangat bermanfaat dalam menyelesaikan konflik.
Melalui metode ini, dimungkinkan dapat dilakukan cara-cara kompromis
dalam menyelesaikan konflik.
Ketiga, penyelesaian konflik dengan cara demokratis, artinya
memberikan peluang kepada masing-masing pihak untuk mengemukakan
pendapat dan memberikan keyakinan akan kebenaran pendapatnya
sehingga dapat diterima oleh kedua belah pihak. Dengan cara ini, masingmasing pihak dapat saling membangun sebuah keterbukaan, dengan cara
saling
memahami
potensi
masing-masing.
Misalnya
dengan
cara
38
memperhatikan aspek kultural yang menggambarkan aspirasi, cita-cita,
serta ideologi mereka.
Strategi pemecahan konflik yang efektif hendaknya juga perlu untuk
dikaji secara matang. Cribbin dalam Al Hakim (2003:10) mengelaborasi
strategi penanganan konflik mulai dari yang paling tidak efektif sampai
dengan yang paling efektif:
a. Paksaan
Strategi ini umumnya tidak disukai banyak orang. Dengan paksaan
mungkin
konflik
dapat diselesaikan dengan cepat, tetapi bisa
menimbulkan reaksi kemarahan atau reaksi negatif lainnya.
b. Penundaan
Strategi ini dapat menyebabkan konflik semakin berlarut-larut.
c. Bujukan
Strategi ini berdampak psikologis, di mana orang akan kebal dengan
berbagai macam bujukan sehingga perselisihan akan semakin tajam.
d. Koalisi
Koalisi merupakan suatu bentuk persekutuan untuk mengendalikan
konflik. Akan tetapi strategi ini dapat memaksa orang untuk memihak,
yang pada gilirannya bisa menambah kadar konflik menjadi semakin
“memanas”
e. Tawar-menawar distribusi
Strategi ini sering tidak menyelesaikan masalah karena masing-masing
pihak sering melepaskan beberapa hal penting yang menjadi haknya,
dan jika terjadi konflik berarti masing-masing pihak merasa menjadi
“korban” konflik.
f.
Konsistensi damai
Strategi
ini
mengendalikan
konflik
dengan
cara
tidak
saling
mengganggu dan salin merugikan, dengan menetapkan “peraturan”
yang mengacu pada perdamaian serta diterapkan secara ketat dan
konsekuen.
g. Perantara (mediasi)
Jika penyelesaian konflik menemui jalan buntu, masing-masing pihak
dapat menunjuk pihak ketiga untuk menjadi perantara yang berperan
secara jujur dan adil, serta tidak memihak.
39
h. Tujuan sekutu besar
Strategi ini melibatkan pihak-pihak yang berkonflik ke arah tujuan yang
lebih besar dan kompleks, misalnya dengan cara membangun sebuah
kesadaran nasional yang lebih luas dan mantap.
i.
Tawar menawar integratif (bargaining)
Merupakan strategi untuk menggiring pihak-pihak yang bertikai untuk
lebih berkonsentrasi pada kepentingan yang lebih luas, yang tidak
hanya berorientasi pada kepentingan sempit, misalnya kepentingan
individu, kelompok, golongan, atau suku bangsa tertentu.
Selain itu Nasikun (2004:27-31) mengidentifikasi berbagai bentuk
pengendalian
konflik
(conciliation),
mediasi
sosial,
yaitu
(mediation),
dengan
dan
mengadakan
arbitrasi
atau
konsiliasi
perwasitan
(arbitration).
Pengendalian dalam bentuk konsiliasi dapat terwujud melalui
lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi
dan pengambilan keputusan-keputusan di antara pihak-pihak yang
berlawanan mengenai persoialan-persoalan yang mereka pertentangkan.
Pada umumnya mengambil contoh di dalam kehidupan politik, misalnya
lembaga-lembaga yang bersifat parlementer (sidang pleno, sidang
paripurna, dan sebagai berikut), dimana wakil-wakil dari kelompok
parlemen (fraksi-fraksi di DPR) saling bertemu untuk mewujudkan
pertentangan dengan cara damai. Dalam pada itu, agar lembaga-lembaga
itu dapat berfungsi secara efektif, setidaknya harus memenuhi empat hal
berikut:
a. Bersifat otonom dengan wewenang untuk mengambil keputusankeputusan tanpa campur tangan dari badan-badan lain yang ada di
luarnya.
b. Kedudukan lembaga dalam masyarakat bersifat monopolistis, dalam arti
hanya lembaga-lembaga itulah yang berfungsi demikian.
c. Peranan lembaga melalui keputusan yang dihasilkannya harus mampu
mengikat berbagai kelompok kepentingan yang berlawanan.
d. Bersifat demokratis, yakni setiap pihak harus didengarkan dan
menyatakan pendapatnya sebelum keputusan diambil.
40
Tanpa adanya keempat hal di atas, maka konflik yang terjadi di
antara berbagai kekuatan sosial akan menyelinap ke bawah permukaan,
yang pada saatnya dapat meledak ke dalam bentuk kekerasan. Namun
demikian, konsiliasi dapat diselenggarakan secara baik apabila kelompokkelompok yang bertikai memiliki tiga prasyarat sebagai berikut:
a. Menyadari akan adanya situasi konflik, melaksanakan prinsip keadilan
dan kejujuran bagi semua pihak.
b. Kelompok-kelompok yang bertikai harus terorganisir secara jelas.
Sejauh kekuatan-kekuatan sosial tidak terorganisir, maka pengendalian
konflik pun akan sulit dilakukan, misalnya adanya aksi gerakan massa,
amuk massa, dan lain-lain. Sebaliknya, konflik yang terjadi di antara
kelompok yang terorganisir akan lebih mudah melembaga sehingga
akan lebih mudah dikendalikan.
c. Setiap kelompok yang bertikai harus taat pada aturan main, serta
menghindarkan diri dari munculnya pihak ketiga yang akan merugikan
kepentingan-kepentingan mereka sendiri.
Pengendalian dengan cara mediasi atau dengan perantara
dimaksudkan bahwa pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk
menunjuk pihak ketiga yang dapat memberi “nasihat-nasihat” berkaitan
dengan penyelesaian yang terbaik terhadap pertentangan yang mereka
alami. Sekalipun nasihat dari pihak ketiga tidak bersifat mengikat terhadap
yang terlibat konflik, namun cara pengendalian ini dirasa efektif karena
memberikan kemungkinan pihak-pihak yang bertentangan untuk menarik
diri tanpa harus kehilangan muka, mengurangi pemborosan, dan lain
sebagainya.
Pengendalian konflik dengan cara perwasitan atau arbitrasi,
dimaksudkan bahwa pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk
menerima pihak ketiga, yang akan berperan untuk memberikan keputusankeputusan dalam rangka menyelesaikan konflik yang ada. Berbeda dengan
mediasi, cara ini mengharuskan pihak-pihak yang berkonflik untuk
menerima keputusan-keputusan yang diambil oleh wasit.
Lebih jelas lagi Jack Rothman (Sihbudi dan Nurhasim, 2003:35)
menyatakan bahwa untuk mengatasi konflik di dalam masyarakat, maka
perlu dilakukan beberapa tindakan, yaitu: (1) Tindakan koersif (paksaan),
41
perlu ada pengaturan pengaturan administratif, penyelesaian hukum,
tekanan politik dan ekonomi; (2) Memberikan insentif seperti memberikan
penghargaan kepada suatu komunitas akan keberhasilannya menjaga
ketertiban dan keharmonisan; (3) Tindakan persuasif, terutama terhadap
ketidakpuasan realitas sosial yang dihadapi masyarakat; (4) Tindakan
normatif, yakni melakukan proses membangun persepsi dan keyakinan
masyarakat akan sistem sosial yang akan dicapai.
Selanjutnya untuk mengatasi konflik vertikal perlu dibangun suatu
rekonsiliasi atau penyelesaian politik yang menguntungkan masyarakat
luas. Karena bagi kalangan elite, konflik dijadikan sebagai sarana untuk
tawar-menawar atau untuk melakukan penekanan demi tercapainya tujuantujuan tertentu.
D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN
Pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan andragogi lebih
mengutamakan
pengungkapan
kembali
pengalaman
peserta
diklat
menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif,
menyenamgkan dan bermakna. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam
mempelajari materi ini mencakup :
1. Aktivitas individu, meliputi :
a. Memahami dan mencermati materi diklat
b. Mengerjakan latihan tugas, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap
kegiatan belajar,
c. Menyimpulkan
d. Melakukan refleksi
2. Aktivitas kelompok, meliputi :
a. Mendiskusikan materi pelatihan
b. Bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan penyelesaian
masalah /kasus
c. Melaksanakan refleksi
42
E. LATIHAN/TUGAS
AKTIVITAS: MENGERJAKAN SOAL PILIHAN GANDA
LK.1.1. Soal Pilihan Ganda Konflik Sosial
Prosedur Kerja:
1. Siapkan alat tulis.
2. Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri.
3. Berdoalah sebelum mengerjakan.
4. Berilah tanda silang (X) pada huruf di depan jawaban yang Saudara anggap
benar!
1.
Melakukan proses membangun persepsi dan keyakinan masyarakat akan
sistem sosial yang akan dicapai untuk mengatasi konflik di dalam
masyarakat, merupakan bentuk tindakan ....
A. koersif
B. insentif
C. normatif
D. persuasif
2.
Pengendalian konflik dengan cara pihak-pihak yang berkonflik bersepakat
untuk
menerima pihak ketiga sebagai pihak yang akan berperan untuk
memberikan keputusan-keputusan dalam rangka menyelesaikan konflik
yang ada disebut ….
A. mediasi
B. arbitrasi
C. ajudikasi
D. konsiliasi
3.
Menurut Cribbin, strategi untuk menggiring pihak-pihak yang bertikai untuk
lebih berkonsentrasi pada kepentingan yang lebih luas, yang tidak hanya
berorientasi pada kepentingan sempit, misalnya kepentingan individu,
kelompok, golongan, atau suku bangsa tertentu disebut ....
A. koalisi
B. bujukan
C. bargaining
43
D. konsistensi damai
4.
Hodge dan Anthony dalamemberikan gambaran melalui berbagai metode
penyelesaian konflik, salah satunya adalah penyelesaian konflik dengan
cara demokratis, artinya ....
A. setiap individu menggunakan kekuasaan dan kewenangan agar konflik
dapat diredam atau dipadamkan
B. membiasakan bersikap dan mengembangkan kehidupan yang penuh
dengan suasana kekeluargaan dirasakan sangat bermanfaat dalam
menyelesaikan konflik.
C. melibatkan pihak-pihak yang berkonflik ke arah tujuan yang lebih besar
dan kompleks, misalnya dengan cara membangun sebuah kesadaran
nasional yang lebih luas dan mantap
D. memberikan peluang kepada masing-masing pihak untuk mengemukakan
pendapat dan memberikan keyakinan akan kebenaran pendapatnya
sehingga dapat diterima oleh kedua belah pihak
5.
Seseorang mau mengakui dan menerima kekalahan dalam berargumentasi
atau dalam persaingan apabila memang argumentasi lawan lebih baik dan
bermanfaat bagi masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa seseorang
tersebut mempunyai sikap
A. sportif
B. toleran
C. tepa selira
D. demokratis
6.
Polusi kabut asap
yang terjadi di Kalimantan dan Sumatera akibat
kebakaran hutan atau akibat “pembakaran” hutan berkaitan dengan
pengelolaan
hutan
yang
salah,
jika
dibiarkan
berlarut-larut
akan
menimbulkan konflik antara masyarakat, pengusaha, dan pemerintah,
bahkan konflik antarnegara. Dilihat dari akar permasalahannya, konflik
semacam itu merupakan konflik ....
A. ideologi
B. ekonomi
44
C. lingkungan hidup
D. sumber daya alam
7.
Fundamentalisme juga sebagai gerakan purifikasi
seringkali melakukan
tindakan secara kaku bahkan cenderung menggunakan kekerasan untuk
memeksakan pendapatnya kepada kelompok lain. Gerakan semacam ini
sangat berberan terhadap munculnya konflik ....
A. agama
B. politik
C. ideologi
D. ekonomi
8.
Konflik yang terjadi antara masyarakat dengan penguasa atau negara.
Konflik biasanya ditandai oleh kekecewaan dan kemarahan massa terhadap
kebijakan pemerintah dan sikap aparat negara yang dianggap telah berlaku
tidak adil. Konflik semacam ini dapat dikategorikan sebagai konflik ....
A. destruktif
B. fungsional
C. vertikal
D. horisontal
9.
Dalam bidang industri, konflik antara para buruh dan pengusaha kerap
terjadi. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan
pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri
dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka. Konflik semacam ini
menurut Leopold von Wiise dapat disebabkan oleh adanya ….
A. perubahan sosial
B. perbedaan kebudayaan
C. perbedaan kepentingan
D. perbedaan perasaan dan pendirian
10. Menurut Plato, manusia memiliki tiga sifat tingkatan dalam dirinya, yaitu
nafsu atau perasaan, semangat atau kehendak dan kecerdasan atau akal.
Sebagai sebuah fitrah, maka rasa cinta terhadap kelompok ini terdapat pada
45
sebua bentuk masyarakat, baik dalam masyarakat yang masih sederhana
maupun
masyarakat
modern.
Pada
masyarakat
sederhana,
faktor
pengikatnya adalah ....
A. darah atau keturunan
B. ideologi atau keyakinan
C. ketersediaan sumber ekonomi
D. kepentingan anggota-anggota kelompok
AKTIVITAS: MELATIH OPINI
LK.1.2. Soal Uraian Konflik Sosial
Prosedur Kerja:
1. Siapkan alat tulis!
2. Berdoalah sebelum mengerjakan!
3. Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri atau kelompok!
4. Tuangkan opini sesuai dengan pemahaman Saudara!
5. Jawablah pertanyaan pada tempat yang telah disediakan!
1.
Menurut Saudara seberapa pentingkah kita mempelajari Teori Konflik?
Jelaskan alasannya!
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_________________________________________________________
2.
Informasi tentang konflik banyak kita temukan di media massa, tetapi
pemberitaan tersebut juga dapat memperluas eskalasi konflik. Setujukah
Saudara terhadap pernyataan di atas? Jelaskan Alasannya! Selanjutnya
bagaimana kita bersikap atas pemberitaan tersebut?
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
46
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
__________________________________________________________
3.
Sebagai guru Sosiologi di sekolah, bagaimana Saudara menjelaskan
kasus-kasus konflik antaretnis di Indonesia?
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_________________________________________________________
4.
Sebagai guru Sosiologi di sekolah, bagaimana Saudara menjelaskan kasus
intoleransi beragama?
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
____________________________________________________________
5.
Bagaimana Saudara memandang permasalahan konflik dengan kacamata
penguatan pendidikan karakter: religius, mandiri, gotong-royong, integritas,
dan nasionalis? Bagaimana Saudara memaksimalkan nilai-nilai tersebut
untuk mencegah terjadinya konflik sosial?
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
47
AKTIVITAS: MENGIDENTIFIKASI KONFLIK SOSIAL
LK.1.3. Identifikasi Konflik Sosial dan Penyebabnya
Prosedur Kerja:
1.
2.
3.
4.
Siapkan alat tulis!
Berdoalah sebelum mengerjakan!
Buatlah kelompok kerja maksimal 3 orang
Identifikasi konflik sosial di Indonesia dan temukan
penyebabnya. Berilah pendapat untuk menemukan solusinya!
5. Isikanlah dalam tabel yang telah disediakan!
NO
KEJADIAN KONFLIK
/KERUSUHAN
TEMPAT
WAKTU
SENTIMEN
UTAMA DALAM
KONFLIK
*)….
faktor
SOLUSI KONFLIK
1.
2.
3.
48
AKTIVITAS: ANALISIS WACANA/KASUS
F.
LK.1.4. Analisis Informasi Konflik Sosial
Prosedur Kerja:
1. Siapkan alat tulis!
2. Berdoalah sebelum mengerjakan!
3. Buatlah kelompok kerja 3-5 orang!
4. Bacalah informasi/berita di bawah ini!
5. Berikan opini/pendapat terkait pemberitaan tersebut!
6. Isikanlah dalam tempat yang telah disediakan!
Panglima TNI Waspadai Pemicu
Konflik Horizontal
Prima Gumilang & Christie Stefanie, CNN Indonesia
Kamis, 10/11/2016 10:28 WIB
Jakarta, CNN Indonesia --
Panglima TNI Jenderal Gatot
Nurmantyo menyoroti perkembangan situasi global yang dapat berdampak
pada stabilitas dalam negeri Indonesia. Gatot meminta masyarakat tidak
mudah menerima informasi tak terverifikasi untuk mencegah konflik
horizontal. Menurut Gatot, konflik di sejumlah negara Timur Tengah akan
bergeser ke Asia Tenggara. Pertikaian yang dipicu persoalan dalam negeri
itu umumnya berawal dari perang saudara. "Di negara-negara yang
hancur, semuanya dari dalam. Makanya, kita semua harus waspada,
jangan mudah diadu domba," ujarnya di Istana Negara, Jakarta, kemarin.
Gatot menyebut sejumlah ancaman pertahanan Indonesia. Salah satunya,
kata dia, adalah peningkatan jumlah pasukan marinir Amerika Serikat di
Darwin, Australia. Di wilayah yang hanya berjarak 475 kilometer dari Blok
Masela, pulau terluar Indonesia, AS menempatkan 2.500 tentara.
Ancaman kedua, kata Gatot, adalah konflik Laut China Selatan. Ia merujuk
pada sikap China yang tidak menghormati putusan pengadilan arbitrase
internasional. Gatot juga menyebut China sudah memberlakukan zona
pertahanan udara di kawasan tersebut. Semua yang melintas wajib lapor.
"Artinya ini peringatan, mungkin terjadi konflik di situ dan kawasan itu kan
dekat sekali dengan Indonesia," katanya.
Kesepakatan multilateral antara Inggris, Australia, Selandia Baru,
Malaysia, dan Singapura yang tergabung dalam Five Power Defence
Arrangements (FPDA) juga masuk daftar ancaman Indonesia versi Gatot.
Kelima negara itu secara rutin menggelar latihan militer bersama yang
melibatkan sekitar 3.000 tentara dan armada perang.
Lebih dari itu, Gatot menyebut ancaman dari WNI yang kembali dari
markas kelompok teror internasional, peredaran narkotik global, serta
persaingan ekonomi berbasis sumber daya alam sebagai hal-hal yang
akan berdampak pada pertahanan Indonesia.
Gatot lantas mengutip prediksi Presiden pertama Indonesia, Sukarno,
yang menyatakan banyak negara akan iri terhadap sumber daya alam
Indonesia. "Kewajiban saya sebagai Panglima TNI, dengan perangkat
yang ada, untuk menganalisa. Hasilnya, saya tidak curiga, tetapi patut
waspada," ujar Gatot.
49
Setujukah Saudara dengan berita di atas? Berikan pendapat Saudara
dan jika mungkin kaitkan dengan Teori Konflik dan nilai utama
penguatan pendidikan karakter terutama nilai nasionalis!
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
AKTIVITAS: MENGEMBANGKAN SOAL
LK.1.5. Pengembangan Soal Konflik Sosial
Prosedur Kerja:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Siapkan alat tulis!
Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri!
Berdoalah sebelum mengerjakan!
Bacalah bahan bacaan pada kegiatan pembelajaran 1
Pelajari kisi-kisi yang soal USBN yang telah tersedia!
Kembangkan soal-soal yang sesuai dengan konsep HOTs!
Kembangkan soal Pilhan Ganda (PG) sebanyak 3 Soal!
Kembangkan soal uraian (Esai) sebanyak 2 Soal!
50
SEKOLAH MENENGAH ATAS / MADRASAH ALIYAH
KURIKULUM 2013 TAHUN PELAJARAN 2016/2017
MATA PELAJARAN: SOSIOLOGI
Cakupan Materi
Level Kognitif
Konsep dan Objek
Kajian
Penelitian Sosial
Masyarakat Multikultural,
Perubahan Sosial, dan
Sosiologi
Globalisasi
Pengetahuan dan
Peserta didik mampu
Peserta didik mampu
Peserta didik mampu memahami
Pemahaman
memahami dan
memahami dan menguasai
dan menguasai tentang:
ï‚· Menyebutkan
menguasai tentang:
tentang:
- masyarakat multikultural
ï‚· Mengidentifikasi
- konsep dasar sosiologi
- jenis-jenis penelitian
- perubahan sosial
ï‚· Menunjukkan
- objek sosiologi
- prosedur dan metode
- globalisasi.
ï‚· Menjelaskan
- fungsi dan manfaat
penelitian
ï‚· Menentukan
sosiologi
- pendekatan penelitian
ï‚· Mengkategorikan
- data penelitian
ï‚· Membedakan
- teknik penelitian
- kegunaan penelitian sosial
Aplikasi
Peserta didik mampu
Peserta didik mampu
Peserta didik mampu
ï‚· Memberi contoh
mengaplikasi-kan
mengaplikasikan
mengaplikasikan pengetahuan
ï‚· Membandingkan
pengetahuan dan
pengetahuan
dan pemahaman tentang:
ï‚· Menghubungkan
pemahaman tentang:
dan pemahaman tentang:
- berbagai permasalahan sosial
ï‚· Menerapkan
- interaksi sosial
- topik penelitian
yang muncul dalam masyarakat
ï‚· Menginterpretasi
antarindividu,
- perumusan masalah
multikultural
kelompok sosial, dan
penelitian
antarkelompok sosial
- rancangan penelitian (data
keberagaman untuk
berdasarkan konsep
penelitian,
menciptakan masyarakat yang
dasar sosiologi
- pengelompokan sosial
dalam masyarakat
sampel/populasi penelitian,
instrumen, dan teknik
analisis data penelitian)
- prinsip-prinsip kesetaraan dalam
harmonis
- pemberdayaan komunitas
melalui nilai-nilai kearifan lokal.
ditinjau dari konsep
- dampak perubahan sosial
dasar sosiologi
sebagai
- gejala sosial seperti:
nilai, norma,
akibat dari globalisasi
- upaya mengatasi ketimpangan
sosialisasi,
sosial sebagai akibat perubahan
penyimpangan dan
sosial di tengah-tengah
pengendalian sosial,
globalisasi
51
Cakupan Materi
Level Kognitif
Konsep dan Objek
Penelitian Sosial
Kajian
Masyarakat Multikultural,
Perubahan Sosial, dan
Sosiologi
Globalisasi
struktur sosial,
- permasalahan yang terjadi dalam
diferensiasi sosial,
masyarakat multikultural dan
stratifikasi sosial,
akibat yang ditimbulkannya
kelompok sosial,
integrasi dan disintegrasi
mobilitas sosial, dan
konflik sosial dan
akomodasi
penyelesaiannya,
dengan menggunakan
konsep dasar sosiologi
Penalaran
Peserta didik mampu
Peserta didik mampu
Peserta didik mampu
ï‚· Menyimpulkan
menggunakan nalar
menggunakan nalar dalam
menggunakan nalar dalam
ï‚· Merumuskan
dalam mengkaji:
mengkaji:
mengkaji:
ï‚· Menganalisis
- berbagai gejala sosial
- kesesuaian jenis penelitian
- potensi terjadinya konflik dan
dalam memahami
dengan data penelitian
hubungan sosial di
- pengolahan data penelitian
multikultural dan cara
masyarakat dengan
- interpretasi data penelitian
pemecahannya
menggunakan konsep
- penyusunan laporan
dasar sosiologi
penelitian
perubahan
- berbagai gejala sosial
sosial dan globalisasi
dengan menggunakan
metode penelitian sosial
kekerasan dalam masyarakat
- gagasan mengatasi dampak
- pemberdayaan komunitas lokal
melalui nilai-nilai kearifan lokal di
tengah pengaruh globalisasi
KARTU SOAL 1
Jenjang
: Sekolah Menengah Atas
Mapel/KK
: Sosiologi/E
Kegiatan Pembelajaran : 1
52
Materi
: Konflik Sosial
Bentuk Soal
: Pilihan Ganda
BAGIAN SOAL DI SINI
Kunci Jawaban
:
KARTU SOAL 2
Jenjang
: Sekolah Menengah Atas
Mapel/KK
: Sosiologi/E
Kegiatan Pembelajaran : 1
Materi
: Konflik Sosial
Bentuk Soal
: Pilihan Ganda
BAGIAN SOAL DI SINI
Kunci Jawaban
:
53
KARTU SOAL 3
Jenjang
: Sekolah Menengah Atas
Mapel/KK
: Sosiologi/E
Kegiatan Pembelajaran : 1
Materi
: Konflik Sosial
Bentuk Soal
: Pilihan Ganda
BAGIAN SOAL DI SINI
Kunci Jawaban
:
KARTU SOAL 4
Jenjang
: Sekolah Menengah Atas
Mapel/KK
: Sosiologi/E
Kegiatan Pembelajaran : 1
Materi
: Konflik Sosial
Bentuk Soal
: Esai
BAGIAN SOAL DI SINI
54
Kunci Jawaban
:
KARTU SOAL 5
Jenjang
: Sekolah Menengah Atas
Mapel/KK
: Sosiologi/E
Kegiatan Pembelajaran : 1
Materi
: Konflik Sosial
Bentuk Soal
: Esai
BAGIAN SOAL DI SINI
Kunci Jawaban
:
55
F. RANGKUMAN
Sebagai gejala sosial, konflik akan selalu ada pada setiap masyarakat,
karena antagonisme atau perbedaan menjadi ciri dan penunjang terbentuknya
masyarakat.
Fenomena konflik memang tak pernah lepas dari faktor ekonomi dan
kekuasaan (politik). Teori konflik yang paling awal pun dibagun atas kerangka
persoalan ekonomi. Adalah Karl Marx yang mencetuskan teori konflik, yang
melihat bahwa kehidupan masyarakat selalu dalam kondisi konflik akibat
perebutan sumber-sumber ekonomi yang semakin langka. Pandangan itu
kemudian diikuti oleh ilmuwan lain seperti Georg Simmel, Dahrendorf, Lewis
Coser, dan ilmuwan modern lainnya.
Ibn Khaldun, seorang teoretisi sosiologi abad XIV pun telah
mengidentifikasi adanya konflik. Faktor yang menentukan terjadinya konflik
menurutnya adalah watak manusia, faktor ekonomi, dan faktor politik.
Terjadinya konflik sosial dapat didekati melalui beberapa asumsi
sebagai berikut:
1. Dinamika sosial, ekonomi, budaya, dan politik suatu daerah mempunyai
potensi bagi terjadinya ketegangan sosial maupun konflik, baik dalam
katagori lunak maupun keras seperti kerusuhan.
2. Perimbangan kekuatan-kekuatan sosial seperti suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA) yang hampir sama dianggap sebagai akar utama
penyebab terjadinya kerusuhan.
3. Daerah dengan perimbangan antara penduduk asli dan pendatang yang
timpang dilihat dari penguasaan aset ekonomi maupun politik, akan
memungkinkan timbulnya konflik dan kerusuhan.
4. Pola pemukiman penduduk yang hetetogen atau multietnik dianggap
dapat menjadi sumber konflik atau ketegangan sosial.
Kerusuhan sosial tidak akan terjadi apabila tidak didahului oleh faktorfaktor akselerator maupun pemicu yang saling terkait, meskipun di suatu
daerah sudah ada sumber masalah.
Berdasarkan akar masalahnya, berbagai konflik yang terjadi menyaru
ke dalam bentuk konflik ekonomi, konflik agama, konflik ideologi, konflik
politik, konflik suku atau rasial, konflik perebutan sumber daya alam, maupun
konflik lingkungan. Namun dalam kenyataannya konflik tidak selalu berdiri
56
sendiri berdasarkan akar masalahnya. Konflik dapat berdimensi luas yang
berakar dari berbagai sumber.
Alternatif pemecahan konflik dapat dilakukan dengan berbagai cara,
konflik horisontal biasanya mengedepankan penyelesaian dengan jalan
damai melalui kompromi, mediasi, maupun arbitrasi. Sedangkan konflik
vertikal memerlukan bangunan rekonsiliasi yang berpihak pada rakyat.
G. UMPAN BALIK
Setelah membaca kegiatan pembelajaran dalam modul ini apakah Anda
memperoleh pengetahuan baru, yang sebelumnya belum pernah Anda
pahami, apakah materi yang diuraikan mempunyai manfaat dalam
mengembangkan materi sosiologi, khususnya masalah sosial? Setelah Anda
membaca kegiatan pembelajaran dalam modul ini rencana tindak lanjut apa
yang akan Anda lakukan?
57
KEGIATAN PEMBELAJARAN 2
KEKERASAN SOSIAL
A. TUJUAN
Setelah mempelajari materi modul Kekerasan Sosial peserta diklat diharapkan
mampu:
1. Membedakan konsep kekerasan sosial dengan benar
2. Menjelaskan bentuk-bentuk kekerasan sosial dengan benar
3. Mengurai masalah kekerasan sebagai fenomena sosial dengan benar
B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI
Indikator pencapaian kompetensi dalam kegiatan pembelajaran ini, peserta
diklat diharapkan mampu:
1. Menjelaskan konsep kekerasan sosial
2. Menjelaskan tipologi kekerasan sosial
3. Mengidentifikasi faktor-faktor pedorong tindak kekerasan sosial
C. URAIAN MATERI
1. Konsep Kekerasan Sosial
Istilah kekerasan berasal dari bahasa Latin ’violentus’, yang berarti
keganasan,
kebengisan,
kadahsyatan,
kegarangan,
aniaya,
dan
pemerkosaan (Fromm, 2000). Tindak kekerasan, menunjuk kepada
tindakan yang dapat merugikan orang lain, misalnya: pembunuhan,
penjarahan, pemukulan, dan lain-lain.
Soerjono Soekanto (2002: 98), mengartikan kekerasan (violence)
sebagai penggunaan kekuatan fisik secara paksa terhadap orang atau
benda. Selain penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, kekerasan juga
bisa berupa ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau
sekelompok
orang
atau
masyarakat yang
mengakibatkan
trauma,
kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan
hak (Narwoko dan Suyanto, 2000: 70). Berdasarkan pengertian tersebut,
dapat diperoleh pemahaman bahwa tindak kekerasan merupakan perilaku
sengaja maupun tidak sengaja yang ditunjukan untuk merusak orang atau
58
kelompok lain, baik berupa serangan fisik, mental, sosial, maupun ekonomi
yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat
sehingga berdampak pada kerusakan hingga trauma psikologis bagi
korban.
2. Bentuk-Bentuk Kekerasan
Kekerasan sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Tindak
kekerasan seolah-olah telah melekat dalam diri seseorang guna mencapai
tujuan hidupnya. Tidak mengherankan, jika semakin hari kekerasan
semakin meningkatdalam berbagai macam dan bentuk. Galtung (1996:
203) mencoba menjawab dengan membagi tipologi kekerasan menjadi 3
(tiga), yaitu:
a. Kekerasan
Langsung.
Kekerasan
langsung
biasanya
berupa
kekerasan fisik, disebut juga sebagai sebuah peristiwa (event) dari
terjadinya kekerasan. Kekerasan langsung terwujud dalam perilaku,
misalnya: pembunuhan, pemukulan, intimidasi, penyiksaan. Kekerasan
langsung merupakan tanggungjawab individu, dalam arti individu yang
melakukan tindak kekerasan akan mendapat hukuman menurut
ketentuan hukum pidana.
b. Kekerasan Struktural (kekerasan yang melembaga). Disebut juga
sebuah proses dari terjadinya kekerasan. Kekerasan struktural terwujud
dalam konteks, sistem, dan struktur, misalnya: diskriminasi dalam
pendidikan, pekerjaan, pelayanan kesehatan. Kekerasan struktural
merupakan bentuk tanggungjawab negara, dimana tanggungjawab
adalah mengimplementasikan ketentuan konvensi melalui upaya
merumuskan kebijakan, melakukan tindakan pengurusan.administrasi,
melakukan
pengaturan,
melakukan
pengelolaan
dan
melakukan
pengawasan. Muaranya ada pada sistem hukum pidana yang berlaku.
c. Kekerasan Kultural. Kekerasan kultural merupakan suatu bentuk
kekerasan permanen. Terwujud dalam sikap, perasaan, nilai-nilai yang
dianut dalam masyarakat, misalnya: kebencian, ketakutan, rasisme,
ketidaktoleranan, aspek-aspek budaya, ranah simbolik yang ditunjukkan
oleh agama dan ideologi, bahasa dan seni, serta ilmu pengetahuan.
Beberapa ahli menyebut tipe kekerasan seperti ini sebagai kekerasan
psikologis.
59
Dalam pandangan Bourdieu (Martono, 2009) kekerasan struktural
dan kultural dapat dikategorikan sebagai kekerasan simbolik. Kekerasan
simbolik adalah mekanisme komunikasi yang ditandai dengan relasi
kekuasaan yang timpang dan hegemonik di mana pihak yang satu
memandang diri lebih superior entah dari segi moral, ras, etnis, agama
ataupun jenis kelamin dan usia. Tiap tindak kekerasan pada dasarnya
mengandaikan hubungan dan atau komunikasi yang sewenang-wenang di
antara dua pihak. Dalam hal kekerasan simbolik hubungan tersebut
berkaitan dengan pencitraan pihak lain yang bias, monopoli makna, dan
pemaksaan makna entah secara tekstual, visual, warna Contoh, julukan
“kafir” untuk menyebut agama yang berbeda dengan kelompok yang
dianutnya, sebutan ”hitam” bagi kelompok kulit hitam, sebutan ”bodoh” bagi
siswa, dan sebutan ”miskin” untuk menunjuk orang tidak mampu secara
ekonomi, dan seterusnya.
Jika
dilihat
berdasarkan
pelakunya,
kekerasan
juga
dapat
digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu: kekerasan individual dan
kekerasan kolektif.
Kekerasan individual, adalah kekerasan yang
dilakukan oleh individu kepada satu atau lebih individu. Contoh: pencurian,
pemukulan, penganiayaan, dan lain-lain. Sedangkan kekerasan kolektif,
merupakan kekerasan yang dilakukan oleh banyak individu atau massa.
Contoh: tawuran pelajar, bentrokan antar desa. Kekerasan kolektif dapat
disebabkan oleh larutnya individu dalam kerumunan, sehingga seseorang
menjadi tidak lagi memiliki kesadaran individual atau hilang rasionalitas.
Kerusuhan sepak bola mungkin contoh yang tepat untuk kekerasan yang
satu ini. Selain juga “penghakiman massa” terhadap pencuri atau pelaku
kejahatan jalanan.
Klasifikasi lain dikemukakan oleh Sejiwa (2008: 20), yang membagi
bentuk kekerasan ke dalam dua jenis, yaitu: kekerasan fisik dan kekerasan
non-fisik. Kekerasan fisik yaitu jenis kekerasan yang kasat mata. Artinya,
siapapun bisa melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku
dengan korbannya. Contohnya adalah: menampar, menimpuk, menginjak
kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, dan
sebagainya. Sedangkan kekerasan non fisik yaitu jenis kekerasan yang
tidak kasat mata. Artinya, tidak bisa langsung diketahui perilakunya apabila
60
tidak jeli memperhatikan, karena tidak terjadi sentuhan fisik antara pelaku
dengan korbannya.
Kekerasan non fisik ini dibagi menjadi dua, yaitu kekerasan verbal
dan kekerasan psikis. Kekerasan verbal: kekerasan yang dilakukan lewat
kata-kata. Contoh: membentak, memaki, menghina, menjuluki, meneriaki,
memfitnah, menyebar gosip, menuduh, menolak dengan kata-kata kasar,
mempermalukan di depan umum dengan lisan, dan lain-lain. Sementara itu
kekerasan psikologis/psikis merupakan kekerasan yang dilakukan lewat
bahasa tubuh. Contoh: memandang sinis, memandang penuh ancaman,
mempermalukan,
mendiamkan,
mengucilkan,
memandang
yang
merendahkan, mencibir dan memelototi.
3. Faktor-faktor Pendorong Terjadinya Tindak Kekerasan
Banyaknya
tindak
kekerasan
yang
terjadi
di
masyarakat
menimbulkan rasa keprihatinan yag mendalam dalam diri anggota
masyarakat. Setiap kekerasan yang terjadi, tidak sekedar muncul begitu
saja tanpa sebab-sebab yang mendorongnya. Oleh karena itu, para ahli
sosial berusaha mencari penyebab terjadinya kekerasan dalam rangka
menemukan solusi tepat mengurangi kekerasan.
Menurut Thomas Hobbes, kekerasan merupakan sesuatu yang
alamiah dalam diri manusia. Dia percaya bahwa manusia adalah makhluk
yang dikuasai oleh dorongan-dorongan irasional, anarkis, saling iri, serta
benci sehingga menjadi jahat, buas, kasar dan berpikir pendek. Hobbes
mengatakan bahwa manusia adalah serigala bagi manusia (homo homini
lupus). Oleh karena itu, kekerasan adalah sifat alami manusia. Dalam
ketatanegaraan, sikap kekerasan digunakan untuk menjadikan warga takut
dan tunduk kepada pemerintah. Bahkan Hobbes berprinsip bahwa hanya
suatu pemerintahan negara yang menggunakan kekerasan terpusat dan
memiliki kekuatanlah yang dapat mengedalikan situasi dan kondisi bangsa.
Sedangkan J. J. Rosseau mengungkapkan bahwa pada dasarnya
manusia itu polos, mencintai diri secara spontan, serta tidak egois.
Peradaban serta kebudayaanlah yang menjadikan manusia kehilangan sifat
aslinya. Manusia menjadi kasar dan kejam terhadap orang lain. Dengan
kata lain kekerasan yang dilakukan bukan merupakan sifat murni manusia.
61
Terlepas dari kedua tokoh tersebut, ada beberapa faktor yang dapat
memicu timbulnya kekerasan, yaitu sebagai berikut :
a. Faktor Individual
Beberapa ahli berpendapat bahwa setiap perilaku kelompok, termasuk
perilaku kekerasan, selalu berawal dari perilaku individu. Faktor
penyebab dari perilaku kekerasan adalah faktor pribadi dan faktor
sosial. Faktor pribadi meliputi kelainan jiwa. Faktor yang bersifat sosial
antara lain konflik rumah tangga, faktor budaya dan faktor media
massa.
b. Faktor Kelompok
Individu cenderung membentuk kelompok dengan mengedepankan
identitas berdasarkan persamaan ras, agama atau etnik. Identitas
kelompok inilah yang cenderung dibawa ketika seseorang berinteraksi
dengan orang lain. Benturan antara identitas kelompok yang berbeda
sering menjadi penyebab kekerasan.
c. Faktor Dinamika Kelompok
Menurut teori ini, kekerasan timbul karena adanya deprivasi relatif yang
terjadi
dalam
perubahan
kelompok
sosial
yang
atau
masyarakat.
terjadi
demikian
Artinya,
cepat
perubahan-
dalam
sebuah
masyarakat tidak mampu ditanggap dengan seimbang oleh sistem
sosial dan masyarakatnya. Dalam konteks ini munculnya kekerasan
dapat terjadi oleh beberapa hal yaitu sebagai berikut :
1) Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kekerasan yang
disebabkan oleh struktur sosial tertentu.
2) Tekanan sosial, yaitu suatu kondisi saat sejumlah besar anggota
masyarakat merasa bahwa banyak nilai dan norma yang sudah
dilanggar. Tekanan ini tidak cukup menimbulkan kerusuhan atau
kekerasan, tetapi juga menjadi pendorong terjadinya kekerasan.
3) Berkembangnya perasaan kebencian yang meluas terhadap suatu
sasaran tertentu. Sasaran kebencian itu berkaitan dengan faktor
pencetus, yaitu peristiwa yang memicu kekerasan.
4) Mobilisasi
untuk
beraksi,
yaitu
tindakan
nyata
berupa
pengorganisasi diri untuk bertindak. Tahap ini merupakan tahap
akhir dari akumulasi yang memungkinkan terjadinya kekerasan.
62
5) Kontrol sosial, yaitu tindakan pihak ketiga seperti aparat keamanan
untuk mengendalikan, menghambat, dan mengakhiri kekerasan.
4. Penutup
Tindakan kekerasan akan berdampak negatif seperti kerugian baik
material maupun nonmaterial. Menghentikan kekerasan tentu tidak dapat
dilakukan hanya oleh beberapa pihak. Pemerintah sebagai pemilik
kekuasaan dalam negara memang selayaknya menjadi pemimpin dalam
upaya menghentikan kekerasan. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi
kepada masyarakat bahwa kekerasan bukan solusi untuk sebuah
permasalahan, tetapi menciptakan permasalahan baru. Pemerintah juga
perlu memberikan contoh dan bukti nyata bahwa kekerasan tidak layak
untuk dilakukan di sebuah negara merdeka dan demokratis. Di sisi lain,
masyarakat juga harus melakukan fungsi pencegahan untuk lebih peduli
terhadap ketenteraman lingkungan menuju kehidupan sosial yang damai
dan harmonis.
D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN
Pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan andragogi lebih
mengutamakan
pengungkapan
kembali
pengalaman
peserta
diklat
menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif,
menyenamgkan dan bermakna. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam
mempelajari materi ini mencakup :
1. Aktivitas individu, meliputi :
a. Memahami dan mencermati materi diklat
b. Mengerjakan latihan tugas, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap
kegiatan belajar,
c. Menyimpulkan
d. Melakukan refleksi
2. Aktivitas kelompok, meliputi :
a. Mendiskusikan materi pelathan
b. Bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan penyelesaian masalah
/kasus
c. Melaksanakan refleksi
63
E. TUGAS/LATIHAN
AKTIVITAS: MENGERJAKAN SOAL PILIHAN GANDA
LK.2.1. Soal Pilihan Ganda Kekerasan Sosial
Prosedur Kerja:
1. Siapkan alat tulis.
2. Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri.
3. Berdoalah sebelum mengerjakan.
4. Berilah tanda silang (X) pada huruf di depan jawaban yang Saudara anggap
benar!
1.
Di bawah ini yang merupakan definisi dari kekerasan sosial yang paling
tepat adalah....
A. kekerasan, menunjuk kepada tindakan yang dapat merugikan orang
lain, misalnya: pembunuhan, penjarahan, pemukulan, dan lain-lain
B. merupakan tindakan kekerasan yang tak terlihat atau kekerasan
secara struktural dan kultural dalam beberapa kasus dapat pula
merupakan fenomena dalam penciptaan stigmatisasi
C. kekerasan adalah penggunaan kekuasaan, bisa berupa ancaman atau
tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau
masyarakat
yang
mengakibatkan
trauma,
kematian,
kerugian
psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak
D. kekerasan merupakan perilaku sengaja maupun tidak sengaja yang
pihak lain, baik berupa serangan fisik, mental, sosial, maupun ekonomi
yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat
sehingga berdampak pada kerusakan hingga trauma psikologis bagi
korban
2.
Di bawah ini yang merupakan contoh bentuk kekerasan individu adalah....
A. Menyebut ”si miskin” kepada orang yang
tidak mampu secara
ekonomi
B. Seorang pemuda dihakimi massa karena tertangkap basah melakukan
pencurian.
C. Seorang pemimpin perusahaan melakukan penganiayaan terhadap
salah satu karyawannya
64
D. Sekelompok massa merusak dan melempari rumah seseorang yang
dianggap penganut aliran sesat
3.
Di bawah ini yang merupakan contoh kekerasan struktural adalah....
A. Anak pejabat menampar petugas saat terkena razia
B. Anak petani miskin keluar sekolah karena sering di "bully" di
sekolahnya
C. Seorang pejabat dilempar telur busuk oleh seorang ketika melakkan
kunjungan ke daerah
D. Anak petani miskin tidak bisa meneruskan pendidikan ke SMA karena
tidak punya biaya untuk sekolah
4.
Jaringan teroris sering
menyebarkan ajarannya dengan jalan sembunyi-
sembunyi. Tidak jarang setelah mereka dapat mempengaruhi orang yang
menjadi sasarannya maka mereka akan membawanya pergi meninggalkan
tempat tinggalnya. Akibatnya, anggota keluarga yang bersangkiutan menjadi
panik, marah, dan sedih. Faktor pendorong tindak kekerasan yang dilakukan
jaringan teroris tersebut adalah faktor ....
A. budaya
B. kelompok
C. psikologis
D. deprivasi relatif
5.
Kekerasan antara massa dengan aparat negara yang terjadi pada peristiwa
reformasi 1998 disebabkan adanya faktor yang mempengaruhinya, yaitu....
A. budaya
B. ideologi
C. psikologis
D. kelompok
6.
Merugikan orang lain, penggunaan kekuasaan fisik secara paksa, ancaman
yang mengakibatkan trauma adalah merupakan bentuk tindakan ….
A. ancaman
B. provokasi
65
C. intimidasi
D. kekerasan
7.
Perhatikan bentuk kekerasan berikut!
(1) diskriminasi pendidikan
(2) ketidaktoleranan
(3) diskriminasi pelayanan kesehatan
(4) kebencian.
Yang termasuk kekerasan kultural adalah ....
A. (1) dan (2)
B. (1) dan (3)
C. (2) dan (4)
D. (3) dan (4)
8.
Perhatikan beberapa faktor pendorong tindak kekerasan sosial berikut!
(1) media massa
(2) berkembangnnya stereotip dan prasangka
(3) perbedaan ras dan budaya
(4) mobilisasi massa
(5) kontrol sosial
Yang termasuk faktor sosial pendorong tindak kekerasan sosial terkait
dengan dinamika sosial adalah ....
A. (1), (2), dan (3)
B. (1), (4), dan (5)
C. (2), (3), dan (4)
D. (2), (4), dan (5)
9.
Istilah “kafir” untuk menyebut agama yang berbeda dengan kelompok yang
dianutnya, dalam pandangan Bourdieu termasuk jenis kekerasan ....
A. agama
B. verbal
C. kultural
D. simbolik
66
10. Kekerasan adalah sifat alami manusia karena manusia adalah serigala bagi
manusia atau dikenal dengan homo homini lupus. Pendapat tersebut
dikemukakan oleh ....
A. Aristoteles
B. J.J. Rousseau
C. Erich Fromm
D. Thomas Hobbes
AKTIVITAS: MENJAWAB SOAL URAIAN
LK.2.2. Soal Uraian Kekerasan Sosial
Prosedur Kerja:
1. Siapkan alat tulis!
2. Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri!
3. Berdoalah sebelum mengerjakan!
4. Jawablah pertanyaan pada tempat (garis)
disediakan!
yang
telah
1. Jelaskan definisi kekerasan sosial!
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
__________________________________________________________
2. Jelaskan salah satu teori kekerasan sosial menurut Thomas Hobbes/
Bourdieu!
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
__________________________________________________________
67
3. Identifikasikan faktor-faktor penyebab kekerasan sosial (struktural/
kultural)!
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
__________________________________________________________
4. Identifikasikan bentuk-bentuk kekerasan sosial (simbolik) dan beri 1
(satu) contoh kasus tersebut masing-masing!
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
5. Identifikasikan model-model penanganan kekerasan sosial (menunjukkan
adanya penguatan pendidikan karakter: religius, mandiri, gotong-royong,
integritas, dan nasionalis) !
___________________________________________________________
___________________________________________________________
68
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
AKTIVITAS: ANALISIS WACANA/KASUS
LK.2.3. Analisis Informasi Kekerasan Sosial
Prosedur Kerja:
1. Siapkan alat tulis!
2. Berdoalah sebelum mengerjakan!
3. Buatlah kelompok kerja 3-5 orang!
4. Bacalah informasi/berita di bawah ini!
5. Berikan opini/pendapat terkait pemberitaan tersebut!
6. Isikanlah dalam tempat yang telah disediakan!
Kekerasan Sosial
25 April 2012 00:56:54 Diperbarui: 24 Juni 2015 23:08:10
-------------Bagi masyarakat, kekerasan sosial menjadi budaya baru meski harus memakan korban
nyawa dan harta. Hal itu, terlihat dari aksi geng motor yang melakukan kekerasan di jalanan.
Aksinya menjadi trending topic di jejaring sosial. Bahkan media massa pun tidak ketinggalan merilis
aksi tersebut. Berdasar catatan Indonesia Police Watch (IPW) seperti dikutip Kedaulatan Rakyat
(16/4), tiap tahun di Jakarta 60 orang tewas akibat ulah geng motor. Tahun 2011, 65 tewas.
Setahun sebelumnya, 62 tewas. Sedang tahun 2009 yang tewas 68 orang. “Pembiaran yang
dilakukan polisi terhadap geng motor memicu kekerasan sosial, dan aksi main hakim sendiri”,
papar Ketua Presidium IPW Neta S Pane.
69
Sebelumnya, kekerasan sosial membekas di sanubari rakyat Indonesia saat terjadi gerakan
bersamamenolak rencana naiknya harga bensin. Demonstrasi berkobar di beberapa kota besar
berakhir ricuh. Pelaku kekerasan sosial menjalankan aksinya dengan menjebol pagar DPR RI dan
membakar apapun.Bentrokan pun terjadi antara petugas melawan peserta aksi demo. Kekerasan
sosial pun menemukan bentuknya secara sempurna.
Kekerasan sosial menolak kenaikan harga bensin dan kenekatan geng motor menarik
perhatian para jurnalis warga. Mereka mengabarkannya lewat media jejaring sosial. Akibat timeline
Twitter dan status Facebook yang dikirimkannya, warta kekerasan sosial semacam itu pun menjadi
trending topic di media jejaring sosial. Media massa cetak dan elektronik pun tidak mau ketinggalan
meliput acara yang mampu menyedot perhatian jutaan warga.
Paparan di atas contoh fenomena kekerasan sosial yang berkembang pesat di ruang publik,
jejaring sosial dan media massa. Belakangan ini oleh media televisi, kekerasan sosial diubah
maknanya menjadi barang komoditi yang laik jual. Kenapa hal itu terjadi? Karena ada pemikiran
apa pun bentuk kekerasannya, dijamin layak jual. Hal itu didukung tabiat orang yang terlibat
 sebagai
pelaku
kekerasan
sosial
menjadi
sangat
ekspresif
dalam
mengekspresikan
ketidakpuasannya. Atas dasar itulah, beberapa stasiun televisi swasta memosisikan diri sebagai
“agen penjual”
kekerasan sosial.Mereka membungkus kekerasan sosial menjadi sebuah
komoditas  yang laris untuk dikomodifikasikan.
Bentuk konkret komodifikasi kekerasan sosial yang disuguhkan media televisi selalu ditandai
dengan tayangan visual aneka kekerasan sosial secara detail dan vulgar. Sang kameramen akan
menyorot siapa pun dan apa pun yang ditengarai menghasilkan obyek dagangan bernama
kekerasan sosial. Sedangkan sang reporter dengan suara terengah mengabarkan apa yang
dilihatnya. Deskripsi visual yang dideskripsikan sang reporter terkadang tidak masuk akal.
Kepiawaian dalam menyusun narasi sebagai modal dasar mendeskripsikan sebuah realitas sosial
yang dilihatnya pun disampaikan secara dangkal.
Saat ini, tayangan kekerasan sosial di televisi dengan amat gamblang, vulgar dan dramatis
dapat disaksikan secara gratis. Pesan verbal dan pesan visual dalam tayangan komodifikasi
kekerasan sosial terlihat hidup sehidup-hidupnya. Keberadaannya mampu membangkitkan
desakan emosi yang tidak mampu dikontrol tiap penonton.Di sisi lain, atas nama kuasa rating,
suasana yang dibangun dalam tayangan komodifikasi kekerasan sosial adalah situasi yang
dikesankan mencekam. Bangunan suasana semacam ini sangat dibutuhkan oleh pengelola stasiun
televisi untuk menggapai kucuran dana iklan. Pada titik ini proses jual beli sah hukumnya.
Itu yang didapatkan pihak televisi. Lalu apa yang diperoleh warga masyarakat atas tayangan
komodifikasi kekerasan sosial? Budaya visual seperti apakah yang sedang diusung pihak televisi
ketika menghadirkan tayangan komodifikasi kekerasan sosial? Siapakah peduli akan hal ini?
*)Sumbo Tinarbuko (www.sumbotinarbuko.com) adalah Pemikir Budaya Visual dan Dosen
Komunikasi visual ISI Yogyakarta. Artikel ini dimuat di harian Kedaulatan Rakyat, 25 April 2012.
70
Berdasarkan tulisan di atas berikan pendapat Saudara:
1. Mengapa kekerasan sosial dapat terjadi di masyarakat (berdasarkan latar
belakang) ?
2. Langkah preventif apa yang harus dilakukan untuk mencegah kekerasan
sosial yang seolah sudah membudaya di masyarakat? (Berikan solusi
nyata
terhadap
persoalan
ini
(menunjukkan adanya penguatan
pendidikan karakter: religius, mandiri, gotong-royong, integritas, dan
nasionalis)!
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
__________________________________________________________
AKTIVITAS: MENGEMBANGKAN SOAL
LK.2.4. Pengembangan Soal Kekerasan Sosial
Prosedur Kerja:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Siapkan alat tulis!
Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri!
Berdoalah sebelum mengerjakan!
Bacalah bahan bacaan pada kegiatan pembelajaran 2
Pelajari kisi-kisi yang soal USBN yang telah tersedia!
Kembangkan soal-soal yang sesuai dengan konsep HOTs!
Kembangkan soal Pilhan Ganda (PG) sebanyak 3 Soal!
Kembangkan soal uraian (Esai) sebanyak 2 Soal!
71
SEKOLAH MENENGAH ATAS / MADRASAH ALIYAH
KURIKULUM 2013 TAHUN PELAJARAN 2016/2017
MATA PELAJARAN: SOSIOLOGI
Cakupan Materi
Level Kognitif
Konsep dan Objek
Kajian
Penelitian Sosial
Masyarakat Multikultural,
Perubahan Sosial, dan
Sosiologi
Globalisasi
Pengetahuan dan
Peserta didik mampu
Peserta didik mampu
Peserta didik mampu memahami
Pemahaman
memahami dan
memahami dan menguasai
dan menguasai tentang:
ï‚· Menyebutkan
menguasai tentang:
tentang:
- masyarakat multikultural
ï‚· Mengidentifikasi
- konsep dasar
- jenis-jenis penelitian
- perubahan sosial
ï‚· Menunjukkan
sosiologi
- prosedur dan metode
- globalisasi.
ï‚· Menjelaskan
- objek sosiologi
penelitian
ï‚· Menentukan
- fungsi dan manfaat
- pendekatan penelitian
ï‚· Mengkategorikan
sosiologi
- data penelitian
- teknik penelitian
ï‚· Membedakan
- kegunaan penelitian
sosial
Aplikasi
Peserta didik mampu
Peserta didik mampu
Peserta didik mampu
ï‚· Memberi contoh
mengaplikasi-kan
mengaplikasikan
mengaplikasikan pengetahuan
ï‚· Membandingkan
pengetahuan dan
pengetahuan
dan pemahaman tentang:
ï‚· Menghubungkan
pemahaman tentang:
dan pemahaman tentang:
- berbagai permasalahan sosial
ï‚· Menerapkan
- interaksi sosial
- topik penelitian
yang muncul dalam
ï‚· Menginterpretasi
antarindividu,
- perumusan masalah
masyarakat multikultural
kelompok sosial, dan
penelitian
antarkelompok sosial
- rancangan penelitian
dalam keberagaman untuk
berdasarkan konsep
(data penelitian,
menciptakan masyarakat yang
dasar sosiologi
- pengelompokan
sampel/populasi
penelitian,
sosial dalam
instrumen, dan teknik
masyarakat ditinjau
analisis data penelitian)
dari konsep dasar
sosiologi
- gejala sosial seperti:
nilai, norma,
- prinsip-prinsip kesetaraan
harmonis
- pemberdayaan komunitas
melalui nilai-nilai kearifan lokal.
- dampak perubahan sosial
sebagai
akibat dari globalisasi
- upaya mengatasi ketimpangan
sosial sebagai akibat
72
Cakupan Materi
Level Kognitif
Konsep dan Objek
Kajian
Penelitian Sosial
Masyarakat Multikultural,
Perubahan Sosial, dan
Sosiologi
Globalisasi
sosialisasi,
perubahan sosial di tengah-
penyimpangan dan
tengah globalisasi
pengendalian sosial,
- permasalahan yang terjadi
struktur sosial,
dalam masyarakat multikultural
diferensiasi sosial,
dan akibat yang ditimbulkannya
stratifikasi sosial,
integrasi dan disintegrasi
kelompok sosial,
mobilitas sosial, dan
konflik sosial dan
akomodasi
penyelesaiannya,
dengan
menggunakan
konsep dasar
sosiologi
Penalaran
Peserta didik mampu
Peserta didik mampu
Peserta didik mampu
ï‚· Menyimpulkan
menggunakan nalar
menggunakan nalar dalam
menggunakan nalar dalam
ï‚· Merumuskan
dalam mengkaji:
mengkaji:
mengkaji:
ï‚· Menganalisis
- berbagai gejala sosial
- kesesuaian jenis
- potensi terjadinya konflik dan
dalam memahami
penelitian dengan data
kekerasan dalam masyarakat
hubungan sosial di
penelitian
multikultural dan cara
masyarakat dengan
- pengolahan data
menggunakan
penelitian
konsep dasar
- interpretasi data
perubahan
sosiologi
penelitian
sosial dan globalisasi
- penyusunan laporan
pemecahannya
- gagasan mengatasi dampak
- pemberdayaan komunitas lokal
penelitian
melalui nilai-nilai kearifan lokal
- berbagai gejala sosial
di tengah pengaruh globalisasi
dengan menggunakan
metode penelitian sosial
73
KARTU SOAL 1
Jenjang
: Sekolah Menengah Atas
Mapel/KK
: Sosiologi/E
Kegiatan Pembelajaran : 2
Materi
: Kekerasan Sosial
Bentuk Soal
: Pilihan Ganda
BAGIAN SOAL DI SINI
Kunci Jawaban
:
KARTU SOAL 2
Jenjang
: Sekolah Menengah Atas
Mapel/KK
: Sosiologi/E
Kegiatan Pembelajaran : 2
Materi
: Kekerasan Sosial
Bentuk Soal
: Pilihan Ganda
BAGIAN SOAL DI SINI
74
Kunci Jawaban
:
KARTU SOAL 3
Jenjang
: Sekolah Menengah Atas
Mapel/KK
: Sosiologi/E
Kegiatan Pembelajaran : 2
Materi
: Kekerasan Sosial
Bentuk Soal
: Pilihan Ganda
BAGIAN SOAL DI SINI
Kunci Jawaban
:
KARTU SOAL 4
Jenjang
: Sekolah Menengah Atas
Mapel/KK
: Sosiologi/E
Kegiatan Pembelajaran : 2
Materi
: Kekerasan Sosial
Bentuk Soal
: Esai
75
BAGIAN SOAL DI SINI
Kunci Jawaban
:
KARTU SOAL 5
Jenjang
: Sekolah Menengah Atas
Mapel/KK
: Sosiologi/E
Kegiatan Pembelajaran : 2
Materi
: Kekerasan Sosial
Bentuk Soal
: Esai
BAGIAN SOAL DI SINI
Kunci Jawaban
:
76
F. RANGKUMAN
1. Soerjono Soekanto (2002: 98), mengartikan kekerasan (violence) sebagai
penggunaan kekuatan fisik secara paksa terhadap orang atau benda.
Selain penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, kekerasan juga bisa
berupa ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau
sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan trauma,
kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan
hak (Narwoko dan Suyanto, 2000: 70).
2. Tipe-Tipe Kekerasan, Galtung (1996: 203) mencoba menjawab dengan
membagi tipologi kekerasan menjadi 3 (tiga), yaitu:
Kekerasan
Langsung. Kekerasan langsung biasanya berupa kekerasan fisik,
Kekerasan Struktural, terwujud dalam konteks, sistem, dan struktur,
misalnya:
diskriminasi
dalam
pendidikan,
pekerjaan,
pelayanan
kesehatan. Kekerasan kultural merupakan suatu bentuk kekerasan
permanen. Terwujud dalam sikap, perasaan, nilai-nilai yang dianut dalam
masyarakat, misalnya: kebencian, ketakutan, rasisme, ketidaktoleranan,
aspek-aspek budaya, ranah simbolik yang ditunjukkan oleh agama dan
ideologi, bahasa dan seni, serta ilmu pengetahuan.
3. Dalam pandangan Bourdieu (2005) kekerasan struktural dan kultural
dapat dikategorikan sebagai kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik
adalah mekanisme komunikasi yang ditandai dengan relasi kekuasaan
yang timpang dan hegemonik di mana pihak yang satu memandang diri
lebih superior entah dari segi moral, ras, etnis, agama ataupun jenis
kelamin dan usia.
4. Jika dilihat berdasarkan pelakunya, kekerasan juga dapat digolongkan
menjadi dua bentuk, yaitu: kekerasan individual dan kekerasan kolektif.
Kekerasan individual, adalah kekerasan yang dilakukan oleh individu
kepada satu atau lebih individu. Contoh: pencurian, pemukulan,
penganiayaan, dan lain-lain. Sedangkan kekerasan kolektif, merupakan
kekerasan yang dilakukan oleh banyak individu atau massa. Contoh:
tawuran pelajar, bentrokan antar desa.
5. Beberapa faktor yang dapat memicu timbulnya kekerasan, yaitu sebagai
berikut :faktor individual, faktor kelompok, dan faktor dinamika kelompok
77
Dalam konteks ini munculnya kekerasan dapat terjadi oleh beberapa hal
yaitu sebagai berikut :
a. Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya
kekerasan
yang
disebabkan oleh struktur sosial tertentu.
b. Tekanan sosial, yaitu suatu kondisi saat sejumlah besar anggota
masyarakat merasa bahwa banyak nilai dan norma yang sudah
dilanggar. Tekanan ini tidak cukup menimbulkan kerusuhan atau
kekerasan, tetapi juga menjadi pendorong terjadinya kekerasan.
c. Berkembangnya perasaan kebencian yang meluas terhadap suatu
sasaran tertentu. Sasaran kebencian itu berkaitan dengan faktor
pencetus, yaitu peristiwa yang memicu kekerasan.
d. Mobilisasi untuk beraksi, yaitu tindakan nyata berupa pengorganisasi
diri untuk bertindak. Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi
yang memungkinkan terjadinya kekerasan.
e. Kontrol sosial, yaitu tindakan pihak ketiga seperti aparat keamanan
untuk mengendalikan, menghambat, dan mengakhiri kekerasan.
G. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
Setelah membaca kegiatan pembelajaran dalam modul ini beberapa
pertanyaan berikut dapat dijawab sebagai refleksi dari penggunaan modul ini:
1. Apakah Saudara memperoleh pengetahuan baru yang sebelumnya
belum pernah Saudara pahami?
2. Apakah
materi
yang
diuraikan
mempunyai
manfaat
dalam
mengembangkan profesionalisme?
3. Apakah materi yang diuraikan mempunyai
kedalaman dan keluasan
yang Saudara butuhkan sebagai guru?
4. Rencana tindak lanjut apa yang akan Saudara lakukan?
78
KEGIATAN PEMBELAJARAN 3
INTEGRASI SOSIAL
A. TUJUAN
Setelah mempelajari materi pada kegiatan pembelajaran 3 inipeserta diklat
diharapkanmampu:
1.
Menjelaskan konsep integrasi sosial dengan benar
2.
Menjelaskan proses terjadinya integrasi sosial dengan benar
3.
Mengurai masalah integrasi sosial sebagai fenomena sosial
B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI
Indikator pencapaian kompetensi dalam kegiatan pembelajaran ini, peserta
diklat diharapkan mampu:
1. Menjelaskan konsep dasar integrasi sosial
2. Menjelaskan faktor pendorong dan penghambat integrasi sosial
3. Menjelaskan syarat integrasi sosial
4. Menjelaskan proses terjadinya integrasi sosial
C. URAIAN MATERI
1. Definisi Integrasi Sosial
Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration" yang berarti
kesempurnaan atau keseluruhan. Integrasi merujuk pada upaya penyatuan
berbagai kelompok masyarakat yang berbeda-beda secara sosial, budaya
maupun politik suatu bangsa. Integrasi sosial dimaknai sebagai proses
penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan
masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang
memilki keserasian fungsi. Unsur-unsur sosial yang saling berbeda dalam
masyarakat itu dapat berupa individu, keluarga,kekerabatan,kelompok
sosial,lembaga sosial, status sosial, sistem nilai dan norma sosial.
Proses penyesuaian yang dimaksud adalah apabila masing-masing
unsur yang berbeda tersebut mau mentaati aturan-aturan yang ada dan
telah disepakati bersama dan mau mefungsikan dirinya sesuai dengan
status dan peranannya dalam masyarakat.Sedangkan Integrasi sosial
ditandai dengan adanya suatu keadaan yang menggambarkan suatu
79
keserasian
hubungan
dan
fungsi
diantara
komponen
masyarakat.
Keserasian fungsi ini meliputi sebagian atau keseluruhan segi kehidupan,
dimana masing-masing pihak memberikan keuntungan kepada pihak lain.
Hal ini pada akhirnya saling menguntungkan semua komponen dalam
masyarakat.
Usaha penyesuaian diri pada ide-ide, pola-pola sosial budaya dan
etika pergaulan secara tingkat kebutuhan sosial ekonomi pada suatu
anggota masyarakat lainnya merupakan integrasi sosial. Dalam hal ini,
masing-masing individu maupun kelompok yang bersangkutan ingin
mencapai tujuan yang direncanakan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan
pendapat Duverger (2003:310) bahwa integrasi sosial sebagai dibangunnya
interdependensi yang lebih rapat antar bagian-bagian dari organisme hidup
atau antara anggota-anggota dalam masyarakat. Integrasi karena itu
adalah proses mempersatukan masyarakat, yang cenderung membuatnya
menjadi suatu kota yang harmonis, yang didasarkan pada tatanan yang
oleh anggota-anggotanya dianggap sama harmonisnya.
Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan di mana
kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap
kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan
kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu:
a. Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu
sistem sosial tertentu
b. Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu
Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar
meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik
maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya. Menurut pandangan
para penganut fungsionalisme struktur sistem sosial senantiasa terintegrasi
di atas dua landasan berikut :
a. Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus
(kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang
nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar).
b. Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus
menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation).
Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan
80
sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda
(cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai
kesatuan sosial.
Penganut konflik berpendapat bahwa masyarakat terintegtrasi atas
paksaan dan karena adanya saling ketergantungan di antara berbagai
kelompok.Integrasi
sosial
akan
terbentuk
apabila
sebagian
besar
masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai,
norma-norma, dan pranata-pranata sosial.
2. Faktor Pendorong
Terbentuknya integrasi sosial dalam masyarakat didorong oleh beberapa
faktor, antara lain:
a. Sentimen Ideologis
Yaitu suatu perasaan dan kesadaran sejumlah orang dengan ideologi
yang sama. Kelompok ini memiliki kesadaran tinggi untuk menyatukan
diri dalam gerak dan langkah serta tujuan karena didorong oleh
sentimen
ideologis
yang
sama.
Mereka
merasa
senasib
dan
seperjuangan dalam rangka mempertahankan dan mengembangkan
ideologi yang diyakininya.
b. Sentimen Geneologis
Di samping sentimen ideologis, sentimen geneologis juga merupakan
sarana yang mendorong orang-orang untuk menyatukan diri dalam satu
ikatan sosial yang didasarkan persamaan darah dan keturunan. Dalam
dalam kesatuan geneologis, orang menyadari bahwa mereka berasal
dari satu darah keturuna walaupun telah mengalami proses evolusi
yang relatif panjang. Sentimen ini dapat mendorong orang-orang yang
merasa memiliki persamaan keturunan untuk terikat dalam suatu wadah
kekerabatan,
marga,
ataupun
trah.
Contoh,
munculnya
Simanungkalit, Simanjuntak, Trah Mangkunegaran,
Marga
Trah Kasunan
Demak, dan Trah Kraton Yogyakarta .
c. Sentimen Teretorial
Yaitu suatu perasaan yang muncul secara spontanitas sebagai akibat
adanya kesamaan daerah asal atau daerah kelahiran. Mereka
menyadari berasal dari satu daerah yang sama. Hal ini, dapat
81
memunculkan kesadaran untuk bersau dan membentuk suatu ikatan
kerja sama yang lebih intim dengan didorong oleh sentimen asal daerah
yang sama. Contoh, penonton sepak bola antar negara, yang
memunculkan kesetiaan untuk mendukung negaranya.
d. Sentimen Kepentingan
Dalam suatu asosiasi, individu terikat menjadi satu kesatuan karena
memiliki orientasi dan kepentingan yang sama. Misalnya, Ikatan
Pengusaha Batik Pekalongan, Ikatan Pengusaha Batik Solo, Ikatan
Pengusaha Anggrek Jawa Barat. Melalui ikatan-ikatan ini, mreka
menyadari bahwa antara individu yang satu dengan individu yang lain
merupakan himpunan orang yang mempunyai kepentingan sama. Hal
ini, mendorong orang untuk mau melaksanakan kerja sama secara
lebih intim.
e. Sentimen Historis
Adalah suatu perasaan yang menyadari bahwa mereka memiliki sejarah
perjuangan yang sama. Misalnya, pada saat Indonesia ingin mengusir
para penjajah, masyarakat Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, dan pulaupulau yang lain memiliki sentimen histori yang sama sebagai
masyarakat terjajah. Atas dasar persamaan, nasib mereka terdorong
untuk bersatu dan membentuk suatu ikatan dengan solidaritas yang
tinggi melawan para penjajah.
3. Syarat Integrasi
Menurut W F Ogburn dan M Nimkoff (Soekanto, 2002: 56) syarat
terjadinya suatu integrasi sosial adalah sebagai berikut:
a. Anggota
masyaraklat
kebutuhan-kebutuhan
merasa
mereka
berhasil
mereka.Terpenuhinya
saling
mengisi
kebutuhan
itu
menyebabkan setiap anggota masyarakat saling menjaga keterkaitan
antara satu dengan yang lainnya.
b. Masyarakat
berhasil
menciptakan
kesepakatan
atau
konsensus
bersama mengenai norma dan nilai sosial yang dilestarikan dan
dijadikan pedoman dalam berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.
82
c. Norma dan nilai yang berlaku sukup lama,tidak mudah berubahubah,dan
dijalankan
secara
konsisten
oleh
seluruh
anggota
masyarakat.
Suatu integrasi sosial dapat berlangsung cepat atau lambat, tergantung
pada faktor-faktor berikut.
a. Homogenitas kelompok: dalam kelompok atau masyarakat yang tingkat
kemajemukan anggotanya relatif rendah, integrasi sosial akan mudah
tercapai.Sebaliknya, dalam kelompok atau masyarakat majemuk,
integrasi sosial akan sulit tercapai dan memakan waktu yang lama.
b. Besar kecilnya kelompok: pada umumnya dalam kelompok yang kecil,
tingkat kemajemukan anggotanya relatif rendah, sehingga integrasi
sosialnya akan mudah tercapai.
c. Mobilitas geografis: semakin sering anggota masyarakat datang dan
pergi, semakin sulit proses integrasi terjadi, karena setiap anggota
kelompok baru harus menyesuaikan diri dengan masyarakat yang
dituju.
d. Efektivitas
komunikasi: semakin
efektif komunikasi berlangsung,
semakin cepat pula integrasi anggota-anggota masyarakat tercapai.
4. Bentuk-Bentuk Integrasi Sosial
Dalam penanganan sebuah konflik, integrasi merupakan jalan
terakhir yang paling diinginkan sebagai sebuah penyelesaian. Karena
integrasi diraih bukan karena keterpaksaan, melainkan karena kesadaran
dari kesepakatan-kesepakatan yang dibangun dalam sebuah sistem. Meski
kesepakatan-kesepakatan yang diraih tidak selalu bersifat konstan, tapi
dapat selalu diusahakan agar kesepakatan tersebut selalu menjadi hal
yang utama dalam masyarakat. Jadi, kesepakatan tersebut harus dibuat
senyaman mungkin untuk selalu berjalan mulus di masyarakat. Emile
Durkheim
(2010) mengemukakan bahwa integrasi terbagi menjadi dua,
yaitu sebagai berikut.
a. Integrasi Tinggi
Integrasi tinggi ini lahir dari kelompok-kelompok yang memiliki
ikatan kuat dan solidaritas yang tinggi dari setiap anggotanya.
Kelompok yang memiliki tingkat integrasi yang tinggi tidak segan-segan
83
untuk membela anggota kelompoknya yang sedang berada dalam
masalah atau pun konflik. Bahkan tanpa memedulikan risiko yang akan
menimpa kelompoknya di kemudian hari. Yang termasuk ke dalam
kelompok dengan kategori ini, misalnya komunitas adat dan kelompok
agama.
b. Integrasi Rendah
Integrasi yang rendah biasanya dilahirkan oleh kelompokkelompok masyarakat yang mempunyai keterikatan yang lemah.
Kelompok ini lebih sering disisipi oleh kepentingan yang bersifat
individualis dan hanya akan dipersatukan oleh kasus-kasus mendesak
yang
sekiranya
akan
membutuhkan
kuantitas
suara
yang
maksimal.Jadi, resiko yang terjadi pada anggotanya bukan merupakan
urusan bersama. Yang termasuk ke dalam kelompok dengan kategori
ini, misalnya organisasi pekerja atau organisasi pedagang.
Selain itu, sebagai masyarakat yang majemuk, maka kesadaran
kita sebagai anggota masyarakat harus dibangun, bahwa sistem sosial
yang ada di dalam kehidupan masyarakat dibangun untuk kepentingan
bersama. Jika ada salah satunya saja yang berlangsung kurang efektif,
jangan
jadikan
hal
tersebut
menjadi
sebuah
hambatan
yang
dipertentangkan. Melainkan sebagai sebuah pemicu diskusi antar
kelompok, sehingga dicapai kesepakatan yang baru.
5. Proses Integrasi Sosial
Dalam setiap masyarakat, terdapat komponen-komponen yang
saling bersaing sampai terbentuk suatu konflik. Di sisi lain, juga terdapat
komponen masyarakat dalam skala kecil maupun besar membangun suatu
kerja sama yang saling mendukung dan menguntungkan. Ini merupakan
proses awal dari terjadinya integrasi sosial dalam masyarakat. Dalam suatu
proses integrasi sosial berlangsung tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Proses Interaksi
Proses interaksi merupakan proses paling awal untuk membangun
suatu
kerja
sama
dengan
ditandai
adanya
kecenderungan-
kecenderungan positif yang dapat melahirkan aktivitas bersama. Proses
84
interaksi dilandasi adanya saling pengertian dengan saling menjaga hak
dan kewajiban antar pihak.
b. Proses Identifikasi
Proses interaksi dapat berlanjut menjadi proses identifikasi manakala
masing-masing pihak dapat menerima dan memahami keberadaan
pihak lain seutuhnya. Pada dasarnya, proses identifikasi adalah proses
untuk memahami sifat dan keberadaan orang lain. Jika proses ini dapat
berlangsung dengan lancar maka akan menghasilkan hubungan kerja
sama yang lebih erat. Sebab, masing-masing pihak mengetahui
karakternya dan saling menjaga keutuhan hubungan tersebut.
c. Kerjasama (Kooperation)
Menurut Charles H Cooley mengatakan bahwa kerja sama timbul apa
bila
orang
menyadari
bahwa
mereka
mepunyai
kepentingan-
kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai
cukup pengerahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk
memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut. Melalui kerja sama,
kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan
adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja
sama yang berguna.
d. Proses Akomodasi
Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesakan
pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan,sehingga lawan
tersebut kehilangan kepribadiannya.Tujuan dari akomodasi dapat
berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu:
1) Untuk mengurangi pertentangan antara orang –perorangan atrau
kelompok-kelompok
manusia
sebagai
akibat
perbedaan
faham.Akomodasi disini bertujuan untuk menghasilkan suatu
sintesa antara kedua pendapat tersebut,agar menghasilkan suatu
pola yang baru.
2) Untuk mencegah meledaknya suatu pertentangan,untuk sementara
waktu atau secara temporer.
3) Akomodasi
kadang-kadang
diusahakan
untuk
memungkinkan
terjadinya kerja sama antara kelompok-kelompok sosial yang
sebegai akibat faktor-faktor sosial,psikologis dan kebudayaan,hidup
85
terpisah
seperti,misalnya
yang
dijumpai
pada
masyarakat-
masyarakat yang mengenal sistem berkasta.
4) Mengusahakan pelebutan antara kelompok-kelompok sosial yang
terpisah,misalnya perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti
yang luas.
e. Proses Asimilasi
Asimilasi merupakan suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya
usaha-usaha untuk mengurangi perbedaan-perbedaan yang ada di
antara individu atau kelompok dalam masyarakat. Asimilasi ditandai
dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau terkadang
bersifat emosional, dengan tujuan mencapai kesatuan (integrasi)
f.
Proses Akulturasi
Menurut Koentjaraningrat (2000), akulturasi adalah proses sosial yang
terjadi bila kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu dihadapkan
pada kebudayaan asing yang berbeda. Proses sosial itu akan
berlangsung hingga unsur kebudayaan asing itu diterima masyarakat
dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri. Namun umumnya akulturasi
berlangsung tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan itu sendiri.
6. Reintegrasi Sosial
Reintegrasi merupakan suatu proses sosial dalam menyatukan
kembali pihak-pihak yang berkonflik untuk berdamai atau bersatu kembali
seperti kondisi sebelum terjadi konflik. Perubahan yang terjadi pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan dapat membuat pudarnya norma-norma
dan nilai-nilai dalam masyarakat. Kondisi ini oleh Soerjono Soekanto
(2000) disebut sebagai disorganisasi atau disintegrasi sosial. Awal
terjadinya kondisi ini adalah situasi dimana ada ketidakseimbangan atau
ketidakserasian unsur dalam masyarakat karena salah satu unsur dalam
sistem masyarakat tidak berfungsi dengan baik.
Apabila terjadi disintegrasi sosial, situasi di dalam masyarakat itu
lama-kelamaan akan menjadi chaos (kacau). Pada keadaan demikian,
akan dijumpai anomie (tanpa aturan), yaitu suatu keadaan di saat
masyarakat tidak mempunyai pegangan mengenai apa yang baik dan
buruk, dan tidak bisa melihat batasan apa yang benar dan salah. Dalam
86
kebingungan tersebut, masyarakat berusaha untuk kembali pada tahap
integrasi dimana lembaga politik, ekonomi, pemerintahan, agama, dan
sosial berada didalam keadaan yang selaras, serasi, dan seimbang. Proses
ini disebut dengan reintegrasi.
Reintegrasi atau reorganisasi adalah proses pembentukan kembali
norma-norma dan nilai-nilai baru untuk menyesuaikan diri dengan lembagalembaga yang mengalami perubahan. Reintegrasi sosial adalah sebagian
upaya untuk membangun kembali kepercayaan, modal sosial, dan kohesi
sosial. Proses ini bukanlah proses yang mudah. Proses ini cukup sulit dan
memakan waktu yang lama.
7. Integrasi Nasional sebagai Integrasi Sosial Bangsa Indonesia
Integrasi nasional adalah proses penyusaian diantara unsur-unsur
yang saling berbeda dalam kehidupan dimasyarakat secara nasional
sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan yang serasi fungsinya bagi
masyarakat tersebut. Menurut Paul B.Horton (2002), integrasi nasional
yaitu proses pengembangan masyarakat yang mana segenap kelompok
ras dan etnik mampu berperan secara bersama-sama dalam kehidupan
budaya dan ekonomi. Oleh karena integrasi suatu yang diharapkan dalam
kehidupan masyarakat, maka harus tetap dijaga kelangsungannya.Integrasi
nasional identik dengan integrasi bangsa yang berarti suatu proses
penyatuan atau perubahan berbagai aspek sosial budaya kedalam suatu
wilayah dan pembentukan nasional atau bangsa.
Integrasi nasional yang kuat, akan terbentuk dan berkembang
diatas kesepakatan nasional tentang batas-batas suatu masyarakat politik
dan sistim politik yang berlaku bagi seluruh masyarakat tersebut. Kemudian
suatu konsensus nasional mengenai bagaimana suatu kehidupan bersama
suatu bangsa harus diwujudkan atau diselenggarakan
melalui suatu
konsesnsus
yang
nasional
mengenai
sistem
nilai
akan
mendasarihubungan-hubungan sosial diantara suatu masyarakat negara.
Integrasi nasional dalam masyarakat akan bisa terwujud apabila ada faktorfaktor sebagai berikut :
a. Adanya rasa toleransi, saling menghormati dan tenggang rasa.
b. Terjadinya perkawinan campuran antara suku
87
c. Makin pesatnya komunikasi dan transportasi antar daerah
d. Meningkatnya solidaritas sosial yang dipengaruhi intensifnya kerja
sama kelompok dalam masyarakat menghadapi kejadian bersama.
e. Fungsi pemerintahan yang makin berjalan baik dan bijaksana terutama
yang menyentuh masyarakat bawah.
Adapun faktor-faktor pendorong integrasi nasional sebagai berikut :
a. Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib sepenanggungan.
b. Keinginan untuk bersatu dikalangan bangsa Indonesia sebagaimana
dinyatakan dalam sumpah pemuda tanggal 28 oktober 1928.
c. Rasa cinta tanah air dikalangan bangsa Indonesia sebagaimana
dibuktikan
perjuangan
merebut,
menegakkan
dan
mengisi
kemerdekaan.
d. Rasa
rela
berkorban
untuk
kepentingan
bangsa
dan
negara,
sebagaimana dibuktikan oleh banyak pahlawan yang gugur demi
memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.
e. Adanya simbol kenegaraan dalam bentuk Garuda Pancasila
f.
Pengembangan budaya gotong royong yang merupakan ciri khas
kepribadian bangsa Indonesia secara turun temurun.
Adapun faktor penghambat integrasi nasional sebagai berikut :
a. masyarakat Indonesia yang beraneka ragam dalam faktor-faktor
kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya,
bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya.
b. Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan pulau yang
dikelilingi oleh lautan luas.
c. Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan
yang merongrong keutuhan, kesatuan dan persatun bangsa, baik yang
berasal dari dalam maupun dari luar negri.
d. Masih besarnya ketimpangan dan tidak meratanya pembangunan dan
hasil-hasil pembangunan yang menimbulkan rasa tidak puas.
e. Adanya paham etnosentrime diantara beberapa suku bangsa yang
menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah
budaya suku bangsa lain.
88
f.
Lemahnya nilai-nilai budaya bangsa, akibat kuatnya pengaruh budaya
asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, baik melewati
kontak lansung maupun tidak langsung.
Sebagai warga negara Indonesia yang baik, kita harus memiliki rasa
integrasi nasional yaitu suatu sikap kepedulianterhadap sesama serta
memiliki rasa persatuan yang tinggi baik terhadap bangsa negara, agama
serta keluarga. Untuk meningkatkan integritas nasional dapat dilakukan
dengan cara-cara sebagai berikut :
a. Membangun dan menghidupkan komitmen, kesadaran dan kehendak
untuk bersatu.
b. Membangun kelembagaan di masyarakat yang berakarkan pada nilai
dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa serta
tidak memandang perrbedaan suku, agama, ras, keturunan, etnis dan
perrbedaan-perbedaan
lainnya,
yang
sebenarnya
tidak
perlu
diperdebatkan.
c. Meningkatkan integrasi bangsa, yaitu penyatuan berbagai macam
kelompok sosial budaya dalam satu kesatuan wilayah dan dalam satu
identitas nasional.
d. Mengembangkan prilaku integratif di Indonesia dengan upaya bekerja
sama dalam berorganisasi dan berprilaku sesuai dengan cara yang
dapat membantu tujuan organisasi.
e. Meningkatkan integritasi nilai diantara masyarakat dan integrasi nilai
Indonesia ada dalam Pancasila dan UUD 1945 sebagai sistim nilai
bersama.
Dalam kemajemukan yang terdapat di negara kita Republik
Indonesia tercinta, integrasi sosial kerap kali dilupakan. Padahal integrasi
merupakan salah satu, bahkan mungkin satu-satunya solusi, bagi masalahmasalah yang terjadi akibat kemajemukan tersebut. Integrasi sosial
termasuk
ke
dalam
usaha-usaha
yang
dapat
dilakukan
untuk
menyelesaikan perselisihan, serta mempersatukan perbedaan melalui
proses-proses yang adil. Integrasi sosial lahir dari kesadaran kita akan
pentingnya berbangsa yang baik.
Indonesia sebagai negara yang majemuk, memiliki landasanlandasan yang cukup kuat untuk menyelesaikan permasalahan. Pancasila
89
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sebetulnya
merupakan landasan idiil dan landasan konstitusional yang paling ideal.
Namun sayang, kedua landasan idiil ini kini malah dipandang sebelah mata
oleh hampir semua warga Negara Indonesia sebagai sarana integrasi yang
utama.
Apapun landasan hukumnya, seharusnya integrasi sosial harus
tetap dilaksanakan. Setidaknya proses itu harus melalui penyadaran dari
masing-masing warga negara. Sosialisasi mengenai integrasi sosial ini
sebaiknya tidak hanya dilaksanakan pada ruang lingkup akademik,
melainkan harus dilakukan juga dalam ruang lingkup umum. Dalam ruangruang masyarakat yang sama sekali awam, agar mereka memiliki
kesadaran yang sama.
D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN
Pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan andragogi lebih
mengutamakan
pengungkapan
kembali
pengalaman
peserta
diklat
menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif,
menyenamgkan dan bermakna. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam
mempelajari materi ini mencakup :
1. Aktivitas individu, meliputi :
a. Memahami dan mencermati materi diklat
b. Mengerjakan latihan tugas, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap
kegiatan belajar,
c. Menyimpulkan
d. Melakukan refleksi
2.
Aktivitas kelompok, meliputi :
a. Mendiskusikan materi pelathan
b. Bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan penyelesaian
masalah /kasus
c. Melaksanakan refleksi
90
E. LATIHAN/KASUS/TUGAS
AKTIVITAS: MENGERJAKAN SOAL PILIHAN GANDA
LK.3.1. Soal Pilihan Ganda Integrasi Sosial
Prosedur Kerja:
1. Siapkan alat tulis.
2. Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri.
3. Berdoalah sebelum mengerjakan.
4. Berilah tanda silang (X) pada huruf di depan jawaban yang Saudara anggap
benar!
1. Di bawah ini yang merupakan definisi dari integrasi sosial adalah....
A. proses sosial yang harmoni beserta produk-produk yang dihasilkannya
B. usaha dan proses mempersatukan perbedaan perbedaan yang ada pada
suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara
nasional
C. sebuah proses penyatuan politik di tingkat global atau regional di antara
unit-unit nasional yang terpisah
D. serangkaian unsur-unsur sosial yang saling berkaitan dan saling
mempengaruhi, sehingga merupakan suatu kesatuan yang berfungsi dan
bermakna
2. Berikut ini merupakan faktor utama yang mempengaruhi kelancaran proses
integrasi sosial masyarakat majemuk, yaitu adanya ....
A. toleransi antar suku
B. pendidikan yang maju
C. etnosentrisme dan fanatisme
D. pemimpin yang cakap dan bijak
3. Salah satu contoh integrasi sosial yang dapat dijelaskan dengan teori
fungsional struktural adalah....
A. setiap kelompok sosial dalam masyarakat majemuk mampu bekerja sama
dengan baik karena mengadopsi paham pluralisme
91
B. setiap kelompok sosial dalam masyarakat majemuk mampu bekerja sama
dengan baik karena mempunyai bahasa, lambang negara, dan bendera
yang sama.
C. masyarakat petani, pedagang, pengusaha, buruh, sekalipun mempunyai
fungsi yang berbeda-beda tetapi mampu bekerjasama sebagai satu
kesatuan masyarakat dalam mencapai tujuan tertentu
D. konfilk budaya antara Indonesia dan Malaysia ternyata semakin
memperkuat solidaritas sosial antara warga negara yang berbeda SARA ,
Mereka bersatu membela salah satu produk budaya bangsa Indonesia
yang diklaim Malaysia sebagai bagian dari budayanya
4. Bangsa Indonesia selalu dapat tetap mempertahankan persatuan dan
kesatuan nasional, walaupun sarat kemajemukan. Hal ini dapat terwujud
karena ....
A. persamaan ciri fisik
B. persamaan ciri budaya
C. persamaan struktur dan strata sosial
D. interseksi sosial antar kelompok sosial
5. Konsep integrasi sosial menunjukan adanya proses penyesuaian diantara
unsur-unsur soisial yang saling berbeda di dalam masyarakat sehingga
menjadikan satu kesatuanyang utuh dan bulat. Yang bukan merupakan unsur
sosial dalam konsep integrasi sosial adalah kesamaan ....
A. tujuan
B. idiologi
C. pandangan
D. letak geografis
6. Masyarakat dan bangsa Indonesia yang majemuk terintegrasi ke dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia karena dipengaruhi oleh beberapa
faktor, di antaranya yaitu ....
A. wilayah
B. kebudayaan
C. agama dan kepercayaan
92
D. latar belakang sejarah
7. Perasaan senasib dan sepenanggungan menjadi faktor yang mempengaruhi
terbentuknya integrasi sosial masyarakat Indonesia. Perasaan bersama yang
pernah dialami oleh masyarakat tersebut, yaitu ....
A. dijajah oleh kolonial
B. keinginan bersama untuk membentuk negara kesatuan
C. wawasan nusantara menjadi konsep dasar integrasi nasional
D. sumpah pemuda menjadi dasar terbentuknya integrasi nasional
8. Latar belakang perpaduan beberapa orang atau kelompok suku atau
keturunan di pedesaan ialah karena didorong oleh upaya untuk memenuhi
kebutuhan yang sama dari sekumpulan individu, dan perasaan senasib bahwa
mereka dapat memenuhi hajat kehidupan masing-masing. Situasi ini oleh
Cooley disebut ....
A. society
B. community
C. masyarakat desa
D. masyarakat kota
9.
Wilayah
sosial
dengan
karakteristik
khas,
seperti
mengutamakan
harmonisasi menghindari konflik, mematuhi nilai tradisional, memiliki
semangat kolektivitas, kekeluargaan, dan berbagai karakteristik sopansantun atau ramah-tamah lainnya, merupakan ciri dari masyarakat ....
A. desa
B. kota
C. rural
D. madani
10. Seorang
pemain sepakbola selalu mangkir dengan alasan apapun jika
diundang PSSI untuk masuk dalam skuad membela tim nasional Indonesia.
Tetapi jika bermain untuk tim klub sepakbola lokal yang dibelanya saat ini,
pemain tersebut selalu menyanggupi untuk bermain. Kasus semacam itu
merupakan contoh ....
93
A. local wisdom
B. primordialisme
C. social solidarity
D. community sentiment
AKTIVITAS: MENJAWAB SOAL URAIAN
LK.3.2. Soal Uraian Integrasi Sosial
Prosedur Kerja:
1. Siapkan alat tulis!
2. Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri!
3. Berdoalah sebelum mengerjakan!
4. Jawablah pertanyaan pada tempat (garis)
disediakan!
yang
telah
1. Jelaskan definisi integrasi sosial!
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
__________________________________________________________
2. Jelaskan syarat 3 (tiga) terjadinya sosial!
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
__________________________________________________________
3. Identifikasikan bentuk-bentuk integrasi sosial (tinggi/ rendah)!
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
94
___________________________________________________________
___________________________________________________________
4. Jelaskan konsep integrasi nasional dan sebutkan 3 (tiga) faktor
penghambat terjadinya integrasi nasional!
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
______________________________________________________
5. a. Jelaskan upaya mewujudkan integrasi nasional/ bangsa Bagaimana
integrasi nasional bangsa Indonesia bisa terwujud?
b. Jelaskan upaya mempertahankan Integrasi Bagaimana cara
mempertahankannya? Jelaskan!
AKTIVITAS: ANALISIS WACANA/KASUS
LK.3.3. Analisis Informasi Integrasi Sosial
Prosedur Kerja:
1. Siapkan alat tulis!
2. Berdoalah sebelum mengerjakan!
3. Buatlah kelompok kerja 3-5 orang!
4. Bacalah informasi/berita di bawah ini!
5. Berikan opini/pendapat terkait pemberitaan tersebut!
6. Isikanlah dalam tempat yang telah disediakan!
ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA DI ERA REFORMASI
INDONESIA*)
Bangsa
Indonesia
adalah
bangsa
yang
berbudaya
dan
memiliki
keanekaragaman suku, agama, ras, budaya, dan etnis, yang apabila disalahgunakan
95
berpotensi menjadi pemicu masalah disintegrasi nasional. Disintegrasi bermakna
hilangnya keutuhan atau persatuan.
Bhinneka tunggal Ika merupakan istilah yang menggambarkan kondisi bangsa
Indonesia yang berbeda-beda tetapi tetap satu. Semangat persatuan dan kesatuan
bangsa secara menyeluruh dan utuh ini lah kunci melemahkan potensi konflik.
Indonesia saat ini sebagaimana sering digambarkan di media massa sedang
dalam kondisi krisis persatuan dan kesatuan dimana beberapa golongan dan individu
lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya daripada kepentingan umum
maupun kepentingan masyarakat banyak sehingga dapat berakibat menyebabkan
timbulnya disintegrasi bangsa.
Sejak pertengahan 1997 terjadi krisis moneter yang disertai krisis ekonomi dan
politik di Indonesia yang membawa dampak positif maupun negatif terhadap masa depan
politik Indonesia. Aspek positif dari krisis tersebut adalah timbulnya gelombang tuntutan
reformasi total khususnya di bidang politik, ekonomi, dan hukum. Mundurnya Presiden
Soeharto pada 21 Mei 1998 telah memberikan kesempatan emas bagi rakyat dan
bangsa Indonesia untuk menata kembali sistem politik, ekonomi, dan hukum ke arah
yang lebih sehat, adil, dan demokratis. Kekhawatiran yang luas, baik di kalangan
masyarakat, intelektual, maupun kalangan pemerintah. Kekhawatiran itu tidak hanya
bersumber dari tuntutan pemisahan diri sebagian rakyat, tetapi juga lantaran maraknya
kerusuhan sosial di beberapa kota besar dan kecil akhir-akhir ini.
Konsep integrasi biasanya menunjuk pada upaya penyatuan berbagai kelompok
masyarakat yang berbeda-beda secara sosial, budaya, maupun politik ke dalam satu
kesatuan wilayah untuk membangun kesetiaan yang lebih besar dan bersifat nasional.
Integrasi dipandang sebagai usaha meniadakan kesetiaan curang dan ikatan-ikatan
sempit dalam rangka membangun kesetiaan dan ikatan yang lebih luas ke arah
pembentukan identitas sosio-kultural dan politik yang bersifat nasional. Selain itu, istilah
integrasi sering juga dipergunakan untuk menunjuk pada upaya membangun suatu
otoritas atau kewenangan nasional; penyatuan pemerintah dengan yang diperintah;
konsensus tentang nilai-nilai kolektif; dan soal kesadaran setiap anggota masyarakat
untuk memperkokoh ikatan di antara mereka.
Nasionalisme yang melambangkan jati diri bangsa Indonesisa yang selama ini
demikian kukuh, kini mulai memperlihatkan keruntuhan. Asas persamaan digerogoti oleh
ketidakadilan pengalokasian kekayaan yang tak berimbang antara pusat dan daerah
selama ini. Realitas kultural masyarakat, terutama di tingkat lokal, misalnya kasus
kerusuhan Ambon (yang merupakan “kelanjutan” dari kerusuhan Ketapang dan Kupang),
mencerminkan dengan jelas bahwa masalah integrasi yang tengah dihadapi Indonesia
tidak semata-mata integrasi yang bersifat vertikal, melainkan juga integrasi horizontal.
96
-------Pembelahan masyarakat secara kultural adalah realitas obyektif bangsa
Indonesia yang tidak mungkin ditiadakan. Ironisnya, upaya “peniadaan” sekat-sekat
primordial itulah yang selalu diupayakan selama sekitar 30 tahun Orde Baru melalui
berbagai kebijakan yang sangat sentralistik, seragam, dan memarjinalkan kontribusi
faktor lokal. Oleh karena itu, integrasi dan stabilitas yang dicapai oleh rezim Orde Baru
sesungguhnya adalah integrasi dan stabilitas semu yang diraih melalui strategi kooptasi
atas elite lokal, represi terhadap aspirasi alternatif dari masyarakat, dan pemberian
ganjaran ekonomi serta kekuasaan bagi mereka yang mendukung tetap tegaknya
otoritarianisme.
Akibatnya,
ketika
negara
tak
sanggup
lagi
membiayai
dan
mempertahankan otoritarianisme politik, maka harmoni dan integrasi semu Orde Baru
secara berangsur-angsur runtuh pula. Indonesia akan disintegrasi atau tidak akan
menimbulkan pro dan kontra tergantung dari sudut pandang yang digunakan.
Reformasi sudah berjalan bertahun-tahun. Ada yang berpendapat, bahkan rakyat
kecil sudah mulai menilai bahwa kehidupan di masa Orde Baru lebih baik dibandingkan
dengan saat ini. Pandapat rakyat tersebut terjadi karena hanya dilihat dari sudut pandang
harga kebutuhan pokok sehari-hari dan itu tidak salah karena hanya satu hal tersebut
yang ada dibenak mereka. Kemudian ada kelompok masyarakat yang selalu menuntut
kebebasan, dan oleh kelompok yang lain dikatakan sudah kebablasan. Kemudian timbul
kembali pertanyaan apa itu reformasi? Yang jelas bangsa Indonesia semua
menginginkan kehidupan yang lebih baik melalui reformasi setelah hidup di era Orde
Baru.
Runtuhnya rezim Orde Baru segera diikuti dengan munculnya konflik kekerasan
di berbagai wilayah Indonesia, baik dalam dimensi vertikal maupun horizontal yang
seakan menemukan momentumnya pada saat bangunan kebangsaan sedang goyah.
Stabilitas nasional yang menjadi jargon selama lebih dari 30 tahun justru menemukan
antitesisnya ketika kemarahan dan kebencian berakumulasi menjadi amuk massa.
Penyebab timbulnya konflik sangat kompleks dan kadang telah memiliki akar-akar
sejarah yang panjang. Konflik horizontal dan vertikal pasca Orde Baru menjadi catatan
sejarah hitam negeri ini. Ribuan nyawa anak negeri terenggut dan destruksi massa yang
ditimbulkan oleh konflik-konflik tersebut telah memberi pelajaran berharga bahwa negeri
yang selalu membanggakan kemajemukan ini ternyata masih teramat rapuh. Integrasi
lebih merupakan sebuah jargon politik ketimbang kenyataan.
Referensi:
http://www.kompasiana.com/asepmarsel/potensi-disintegrasi
http://www.arrahmah.com/rubrik/tolikara-simpul-disintegrasi
97
*)Rachmat Bahmim Safiri,S.H.,M.Si Widyaiswara Ahli Muda Badan Diklat Provinsi Kep
Bangka Belitung
Berdasarkan tulisan di atas berikan pendapat Saudara:
1. Diskripsikan hasil analisa mengapa disintegrasi sosial (bangsa/ nasional)
rawan terjadi di negara kita?
2. Identifikasi upaya langkah preventif apa yang harus dilakukan untuk
mencegah terjadinya disintegrasi sosial?
3. Berikan solusi nyata terhadap persoalan (disintegrasi bangsa/ nasional
tersebut) ini!
4. Identifikasi upaya mewujudkan integrasi! (yang menunjukkan adanya
penguatan pendidikan karakter: religius, mandiri, gotong-royong, integritas,
dan nasionalis)!
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
__________________________________________________________
98
AKTIVITAS: MENGEMBANGKAN SOAL
LK.3.4. Pengembangan Soal Integrasi Sosial
Prosedur Kerja:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Siapkan alat tulis!
Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri!
Berdoalah sebelum mengerjakan!
Bacalah bahan bacaan pada kegiatan pembelajaran 3
Pelajari kisi-kisi yang soal UKG (postes) yang telah tersedia!
Kembangkan soal-soal yang sesuai dengan konsep HOTs!
Kembangkan soal Pilhan Ganda (PG) sebanyak 3 Soal!
Kembangkan soal uraian (Esai) sebanyak 2 Soal!
SEKOLAH MENENGAH ATAS / MADRASAH ALIYAH
KURIKULUM 2013 TAHUN PELAJARAN 2016/2017
MATA PELAJARAN: SOSIOLOGI
Cakupan Materi
Level Kognitif
Konsep dan Objek
Kajian
Penelitian Sosial
Sosiologi
Masyarakat Multikultural,
Perubahan Sosial, dan
Globalisasi
Pengetahuan dan
Peserta didik mampu
Peserta didik mampu
Peserta didik mampu memahami
Pemahaman
memahami dan
memahami dan menguasai
dan menguasai tentang:
ï‚· Menyebutkan
menguasai tentang:
tentang:
- masyarakat multikultural
ï‚· Mengidentifikasi
- konsep dasar
- jenis-jenis penelitian
- perubahan sosial
ï‚· Menunjukkan
sosiologi
- prosedur dan metode
- globalisasi.
ï‚· Menjelaskan
- objek sosiologi
penelitian
ï‚· Menentukan
- fungsi dan manfaat
- pendekatan penelitian
ï‚· Mengkategorikan
sosiologi
- data penelitian
- teknik penelitian
ï‚· Membedakan
- kegunaan penelitian
sosial
Aplikasi
Peserta didik mampu
Peserta didik mampu
Peserta didik mampu
ï‚· Memberi contoh
mengaplikasi-kan
mengaplikasikan
mengaplikasikan pengetahuan
ï‚· Membandingkan
pengetahuan dan
pengetahuan
dan pemahaman tentang:
ï‚· Menghubungkan
pemahaman tentang:
dan pemahaman tentang:
- berbagai permasalahan sosial
ï‚· Menerapkan
- interaksi sosial
- topik penelitian
yang muncul dalam
99
Cakupan Materi
Level Kognitif
Konsep dan Objek
Kajian
Penelitian Sosial
Masyarakat Multikultural,
Perubahan Sosial, dan
Sosiologi
ï‚· Menginterpretasi
antarindividu,
Globalisasi
- perumusan masalah
masyarakat multikultural
kelompok sosial, dan
penelitian
antarkelompok sosial
- rancangan penelitian
dalam keberagaman untuk
berdasarkan konsep
(data penelitian,
menciptakan masyarakat yang
dasar sosiologi
- pengelompokan
sampel/populasi
penelitian,
sosial dalam
instrumen, dan teknik
masyarakat ditinjau
analisis data penelitian)
dari konsep dasar
- prinsip-prinsip kesetaraan
harmonis
- pemberdayaan komunitas
melalui nilai-nilai kearifan lokal.
- dampak perubahan sosial
sebagai
sosiologi
akibat dari globalisasi
- gejala sosial seperti:
- upaya mengatasi ketimpangan
nilai, norma,
sosial sebagai akibat
sosialisasi,
perubahan sosial di tengah-
penyimpangan dan
tengah globalisasi
pengendalian sosial,
- permasalahan yang terjadi
struktur sosial,
dalam masyarakat
diferensiasi sosial,
multikultural dan akibat yang
stratifikasi sosial,
ditimbulkannya integrasi dan
kelompok sosial,
disintegrasi
mobilitas sosial, dan
konflik sosial dan
akomodasi
penyelesaiannya,
dengan
menggunakan
konsep dasar
sosiologi
Penalaran
Peserta didik mampu
Peserta didik mampu
Peserta didik mampu
ï‚· Menyimpulkan
menggunakan nalar
menggunakan nalar dalam
menggunakan nalar dalam
ï‚· Merumuskan
dalam mengkaji:
mengkaji:
mengkaji:
ï‚· Menganalisis
- berbagai gejala sosial
- kesesuaian jenis
- potensi terjadinya konflik dan
dalam memahami
penelitian dengan data
kekerasan dalam masyarakat
100
Cakupan Materi
Level Kognitif
Konsep dan Objek
Masyarakat Multikultural,
Penelitian Sosial
Kajian
Perubahan Sosial, dan
Sosiologi
Globalisasi
hubungan sosial di
penelitian
multikultural dan cara
masyarakat dengan
- pengolahan data
menggunakan
penelitian
konsep dasar
- interpretasi data
perubahan
sosiologi
penelitian
sosial dan globalisasi
- penyusunan laporan
pemecahannya
- gagasan mengatasi dampak
- pemberdayaan komunitas lokal
penelitian
melalui nilai-nilai kearifan lokal
- berbagai gejala sosial
di tengah pengaruh globalisasi
dengan menggunakan
metode penelitian sosial
KARTU SOAL 1
Jenjang
: Sekolah Menengah Atas
Mapel/KK
: Sosiologi/E
Kegiatan Pembelajaran : 3
Materi
: Integrasi Sosial
Bentuk Soal
: Pilihan Ganda
BAGIAN SOAL DI SINI
Kunci Jawaban
:
101
KARTU SOAL 2
Jenjang
: Sekolah Menengah Atas
Mapel/KK
: Sosiologi/E
Kegiatan Pembelajaran : 3
Materi
: Integrasi Sosial
Bentuk Soal
: Pilihan Ganda
BAGIAN SOAL DI SINI
Kunci Jawaban
:
KARTU SOAL 3
Jenjang
: Sekolah Menengah Atas
Mapel/KK
: Sosiologi/E
Kegiatan Pembelajaran : 3
Materi
: Integrasi Sosial
Bentuk Soal
: Pilihan Ganda
102
BAGIAN SOAL DI SINI
Kunci Jawaban
:
KARTU SOAL 4
Jenjang
: Sekolah Menengah Atas
Mapel/KK
: Sosiologi/E
Kegiatan Pembelajaran : 3
Materi
: Integrasi Sosial
Bentuk Soal
: Esai
BAGIAN SOAL DI SINI
Kunci Jawaban
:
103
KARTU SOAL 5
Jenjang
: Sekolah Menengah Atas
Mapel/KK
: Sosiologi/E
Kegiatan Pembelajaran : 3
Materi
: Integrasi Sosial
Bentuk Soal
: Esai
BAGIAN SOAL DI SINI
Kunci Jawaban
:
F. RANGKUMAN
Integrasi sosial adalah proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang
saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola
kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi. Unsur-unsur sosial
yang
saling
berbeda
dalam
masyarakat
itu
dapat
berupa
individu,
keluarga,kekerabatan,kelompok sosial,lembaga sosial, status sosial, sistem
nilai dan norma sosial.
Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun
menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik
yang terjadi secara sosial budaya. Menurut pandangan para penganut
fungsionalisme struktur sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas dua
landasan berikut :
a. Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus
(kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilainilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar).
104
b. Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus
menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation).
Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan
sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (crosscutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan
sosial.
Terbentuknya integrasi sosial dalam masyarakat didorong oleh beberapa
faktor sentimen, antara lain: sentimen ideologis, geneologis, teritorial,
kepentingan, dan historis. syarat terjadinya suatu integrasi sosial adalah
sebagai berikut:
a. Anggota masyaraklat merasa mereka berhasil saling mengisi kebutuhankebutuhan mereka.Terpenuhinya kebutuhan itu menyebabkan setiap
anggota masyarakat saling menjaga keterkaitan antara satu dengan yang
lainnya.
b. Masyarakat berhasil menciptakan kesepakatan atau konsensus bersama
mengenai norma dan nilai sosial yang dilestarikan dan dijadikan pedoman
dalam berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.
c. Norma dan nilai yang berlaku sukup lama,tidak mudah berubah-ubah,dan
dijalankan secara konsisten oleh seluruh anggota masyarakat.
Suatu integrasi sosial dapat berlangsung cepat atau lambat, tergantung
pada faktor-faktor berikut. homogenitas kelompok, besar kecilnya kelompok,
mobilitas geografis, dan efektivitas komunikasi. Dalam setiap masyarakat,
terdapat komponen-komponen yang saling bersaing sampai terbentuk suatu
konflik. Di sisi lain, juga terdapat komponen masyarakat dalam skala kecil
maupun besar membangun suatu kerja sama yang saling mendukung dan
menguntungkan. Ini merupakan proses awal dari terjadinya integrasi sosial
dalam masyarakat. Dalam suatu proses integrasi sosial berlangsung tahapantahapan sebagai berikut:
a. Proses Interaksi
Proses interaksi merupakan proses paling awal untuk membangun suatu
kerja sama dengan ditandai adanya kecenderungan-kecenderungan positif
yang dapat melahirkan aktivitas bersama.
105
b. Proses Identifikasi
Proses interaksi dapat berlanjut menjadi proses identifikasi manakala
masing-masing pihak dapat menerima dan memahami keberadaan pihak
lain seutuhnya.
c. Kerjasama (Kooperation)
Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mepunyai
kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan
mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri
untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut.
d. Proses Akomodasi
Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesakan
pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan,sehingga lawan tersebut
kehilangan kepribadiannya.
e. Proses Asimilasi
Asimilasi merupakan suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya
usaha-usaha untuk mengurangi perbedaan-perbedaan yang ada di antara
individu atau kelompok dalam masyarakat.
f.
Proses Akulturasi
Akulturasi adalah proses sosial yang terjadi bila kelompok sosial dengan
kebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing yang berbeda.
Integrasi nasional adalah proses penyusaian diantara unsur-unsur yang
saling berbeda dalam kehidupan dimasyarakat secara nasional sehingga
menghasilkan suatu pola kehidupan yang serasi fungsinya bagi masyarakat
tersebut. Integrasi nasional dalam masyarakat akan bisa terwujud apabila ada
faktor-faktor sebagai berikut :
a. Adanya rasa toleransi, saling menghormati dan tenggang rasa.
b. Terjadinya perkawinan campuran antara suku
c. Makin pesatnya komunikasi dan transportasi antar daerah
d. Meningkatnya solidaritas sosial yang dipengaruhi intensifnya kerja sama
kelompok dalam masyarakat menghadapi kejadian bersama.
e. Fungsi pemeintahan yang makin berjalan baik dan bijaksana terutama
yang menyentuh masyarakat bawah.
106
Adapun faktor-faktor pendorong integrasi nasional sebagai berikut :
a. Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib sepenanggungan.
b. Keinginan untuk bersatu dikalangan bangsa Indonesia sebagaimana
dinyatakan dalam sumpah pemuda tanggal 28 oktober 1928.
c. Rasa cinta tanah air dikalangan bangsa Indonesia sebagaimana
dibuktikan perjuangan merebut, menegakkan dan mengisi kemerdekaan.
d. Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara, sebagaimana
dibuktikan oleh banyak pahlawan yang gugur demi memperjuangkan
kemerdekaan bangsa Indonesia.
e. Adanya simbol kenegaraan dalam bentuk Garuda Pancasila
f.
Pengembangan budaya gotong royong yang merupakan ciri khas
kepribadian bangsa Indonesia secara turun temurun.
Adapun faktor penghambat integrasi nasional sebagai berikut :
a. masyarakat
Indonesia
yang
beraneka
ragam
dalam
faktor-faktor
kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa
daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya.
b. Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan pulau yang dikelilingi
oleh lautan luas.
c. Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan
yang merongrong keutuhan, kesatuan dan persatun bangsa, baik yang
berasal dari dalam maupun dari luar negri.
d. Masih besarnya ketimpangan dan tidak meratanya pembangunan dan
hasil-hasil pembangunan yang menimbulkan rasa tidak puas.
e. Adanya paham etnosentrime diantara beberapa suku bangsa yang
menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah
budaya suku bangsa lain.
f.
Lemahnya nilai-nilai budaya bangsa, akibat kuatnya pengaruh budaya
asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, baik melewati kontak
lansung maupun tidak langsung.
107
G. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
Setelah membaca kegiatan pembelajaran dalam modul ini beberapa
pertanyaan berikut dapat dijawab sebagai refleksi dari penggunaan modul ini:
1. Apakah Saudara memperoleh pengetahuan baru yang sebelumnya belum
pernah Saudara pahami?
2. Apakah
materi
yang
diuraikan
mempunyai
manfaat
dalam
mengembangkan profesionalisme?
3. Apakah materi yang diuraikan mempunyai kedalaman dan keluasan yang
Saudara butuhkan sebagai guru?
4. Rencana tindak lanjut apa yang akan Saudara lakukan?
108
Kegiatan Pembelajaran 3
PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN
(PKB)
A. Tujuan
Dengan mendengarkan, diskusi, dan mengerjakan tugas, guru mampu
mengidentifikasi jenis-jenis Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Menjelaskan pengertian Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB).
2. Menjelaskan tujuan PKB
3. Menjelaskan manfaat PKB
4. Menjelaskan jenis-jenis PKB
5. Menjelaskan prinsip-prinsip PKB
C. Uraian Materi
1. Pendahuluan
Keputusan yang tertuang dalam Permennegpan dan Reformasi
Nomor 16
Tahun
2009 memberi panduan
Keprofesian
Berkelanjutan
(PKB),
keputusan
untuk
ini
Pengembangan
telah
mengalami
perkembangan dengan adanya regularisasi keputusan pada tahun-tahun
berikutnya dimasa mendatang, seperti Permendiknas no 35 tahun 2010
tentang Petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional guru dan angka
kreditnya.; kemudian Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 38
Tahun 2010 tentang Penyesuaian Jabatan Fungsional Guru. Semua
peraturan disediakan dalam rangka mewujudkan tenaga pendidik yang
professional.
Dalam Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan, dapat dilakukan
melalui pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif. Dari ketiga
kegiatan tersebut, kegiatan publikasi ilmiah,
nilai angka kredit yang
besar.permasalahan yang dialami guru sampai saat ini adalah penulisan
laporan hasil penelitian.
109
Penelitian yang dapat dilakukan guru secara terus menerus adalah
dengan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pada kegiatan
diklat ini, peserta akan melaksanakan penyusunan proposal PTK sehingga
mempunyai ketrampilan melaksanakan penelitian tindakan
kelas dan
membuat laporan hasik PTK.
2. Konsep Dasar PKB
a. Pengertian PKB
Pengembangan
Keprofesian
Berkelanjutan
(PKB)
adalah
pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan,
bertahap,
berkelanjutan
untuk
meningkatkan
keprofesionalitasnya. PKB merupakan salah satu komponen pada
unsure utama yang kegiatannya diberikan angka kredit.
PKB adalah bentuk pembelajaran berkelanjutan bagi guru yang
merupakan kendaraan utama dalam upaya membawa guru pada
perubahan yang diinginkan, yaitu pengembangan profesinya. Muara
akhir yang diharapkan sebenarnya berkaitan dengan keberhasilan
siswa.
Guru-guru
berkelanjutan
yang
(PKB)
melakukan
akan
pengembangan
membawa
keprofesian
pembelajarannya
menjadikan siswa-siswanya dapat mempunyai pengetahuan
keterampilan lebih baik, serta
untuk
dan
menunjukkan pemahaman yang
mendalam tentang materi ajar serta mampu memperlihatkan apa yang
mereka ketahui dan mampu melakukannya.
Penilaian Kinerja Berkelanjutan dikembangkan atas dasar profil
kinerja guru sebagai perwujudan hasil PKB Guru dan didukung dengan
hasil evaluasi diri. Apabila hasil Penilaian Kinerja Guru masih berada di
bawah standar kompetensi yang ditetapkan atau berkinerja rendah,
maka guru diwajibkan untuk mengikuti program Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan yang diorientasikan sebagai pembinaan
untuk mencapai kompetensi standar yang disyaratkan. Sementara itu,
guru yang hasil penilaian kinerjanya telah mencapai standar kompetensi
yang
disyaratkan,
maka
kegiatan
Pengembangan
Keprofesian
Berkelanjutan diarahkan kepada pengembangan kompetensi agar dapat
memenuhi tuntutan masa depan dalam pelaksanaan tugas dan
110
kewajibannya
sesuai dengan kebutuhan sekolah
dalam
rangka
memberikan layanan pembelajaran yang berkualitas kepada peserta
didik.
3. Tujuan PKB
Secara
umum,
keberadaan
Pengembangan
Keprofesian
Berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di
sekolah/madrasah yang berimbas pada peningkatan mutu pendidikan.
Secara khusus, tujuan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan disajikan
berikut ini.
a. Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi
yang ditetapkan.
b. Memutakhirkan kompetensi guru untuk memenuhi kebutuhan guru
dalam memfasilitasi proses belajar peserta didik dalam memenuhi
tuntutan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni di masa mendatang.
c. Mewujudkan guru yang memiliki komitmen kuat melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional.
d. Menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai penyandang profesi guru.
e. Meningkatkan citra, harkat, dan martabat profesi guru di masyarakat.
4. Sasaran
Sasaran kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah
semua guru pada satuan pendidikan yang berada di lingkungan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan/atau
Kementerian lain, serta satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat
5. Manfaat PKB
Manfaat Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi peserta
didik yaitu memperoleh jaminan kepastian mendapatkan pelayanan dan
pengalaman belajar yang efektif untuk meningkatkan potensi diri secara
optimal, sehingga mereka memiliki kepribadian kuat dan berbudi pekerti
luhur untuk berperan aktif dalam pengembangan iImu pengetahuan,
teknologi dan seni sesuai dengan perkembangan masyarakat. Bagi guru
111
hal ini dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta
memiliki kepribadian yang kuat sesuai dengan profesinya; sehingga selama
karirnya mampu menghadapi perubahan internal dan eksternal dalam
memenuhi kebutuhan belajar peserta didik menghadapi kehidupan di masa
datang.
Dengan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan untuk guru, bagi
sekolah/madrasah
diharapkan
mampu
menjadi
sebuah
organisasi
pembelajaran yang efektif; sehingga sekolah/madrasah dapat menjadi
wadah untuk peningkatan kompetensi, dedikasi, dan komitmen guru dalam
memberikan layanan pendidikan yang berkualitas kepada peserta didik.
Bagi
orang
tua/masyarakat,
Pengembangan
Keprofesian
Berkelanjutan untuk guru bermakna memiliki jaminan bahwa anak mereka
di sekolah akan memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas sesuai
kebutuhan
dan
kemampuan
masing-masing.
Bagi
pemerintah,
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan untuk guru dimungkinkan dapat
memetakan kualitas layanan pendidikan sebagai dasar untuk menyusun
dan menetapkan kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru
dalam menunjang pembangunan pendidikan; sehingga pemerintah dapat
mewujudkan
masyarakat
Indonesia
yang
cerdas,
kompetitif
dan
berkepribadian luhur
6. Jenis Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang dimaksudkan pengembangan
keprofesian berkelanjutan adalah pengembangan kompetensi guru yang
dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, berkelanjutan untuk
meningkatkan profesionalitasnya. Guru Pertama dengan pangkat Penata
Muda golongan ruang III/a sampai dengan Guru Utama dengan pangkat
Pembina Utama golongan ruang IV/e wajib melaksanakan kegiatan
pengembangan keprofesian berkelanjutan, yaitu pengembangan diri,
publikasi ilmiah, dan/atau pengembangan karya inovatif.
Kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan yang mencakup
ketiga unsur tersebut harus dilaksanakan secara berkelanjutan, agar guru
112
dapat selalu menjaga dan meningkatkan profesionalismenya, tidak sekedar
untuk pemenuhan angka kredit. Oleh sebab itu, meskipun angka kredit
seorang guru diasumsikan telah memenuhi persyaratan untuk kenaikan
pangkat dan jabatan fungsional tertentu, guru tetap wajib melakukan
kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan .
Jenis kegiatan untuk pengembangan keprofesian berkelanjutan sebagai
berikut :
a. Pengembangan diri
1) Diklat fungsional bagi guru.
2) Kegiatan kolektif guru:
a) Lokakarya atau kegiatan kelompok/musyawarah kerja guru atau
in house training untuk menyusun perangkat kurikulum dan/atau
kegiatan pembelajaran berbasis TIK, penilaian, pengembangan
penilaian pembelajaran, pengembangan media pembelajaran
dan/atau
kegiatan
lainnya
untuk
kegiatan
pengembangan
keprofesian guru.
b) Mengikuti, baik sebagai pembahas maupun sebagai peserta,
pada seminar, koloqium, diskusi panel, atau bentuk pertemuan
ilmiah lainnya.
c) Mengikuti kegiatan kolektif lain yang sesuai dengan tugas dan
kewajiban guru terkait dengan pengembangan keprofesiannya.
b. Publikasi Ilmiah pada kegiatan PKB
1) presentasi pada forum ilmiah
2) publikasi hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang
pendidikan formal
Publikasi Ilmiah berupa hasil penelitian atau gagasan ilmu bidang
pendidikan formal
1) Laporan hasil penelitian
a) Laporan hasil penelitian yang berupa terbitan/ dipublikasikan
dalam
bentuk
buku
ber
ISBN
dan
telah
mendapatkan
pengakuan BSNP
b) Laporan hasil penelitian yang disusun menjadi artikel ilmiah
diterbitkan/ dipublikasikan dalam majalah ilmiah/ jurnal ilmiah
diedarkan secara nasional dan terakriditasi
113
c) Laporan hasil penelitian yang disusun menjadi artikel ilmiah
diterbitkan/ dipublikasikan dalam majalah/jurnal ilmiah tingkat
provinsi.
d) Laporan hasil penelitian yang disusun menjadi artikel ilmiah
diterbitkan/ dipublikasikan dalam majalah/jurnal ilmiah tingkat
kabupaten/kota.
e) Laporan
hasil penelitian
yang
diseminarkan
di sekolah/
madrasahnya dan disimpan di perpustakaan.
2) Tinjauan ilmiah
Makalah tinjauan ilmiah adalah karya tulis guru
yang berisi
ide/gagasan penulis dalam upaya mengatasi berbagai masalah
pendidikan formal dalam pembelajaran yang ada di satuan
pendidikanya ( disekolah/madrasah)
3) Tulisan ilmiah popular
Karya ilmiah popular adalah tulisan yang dipublikasikan di media
massa (Koran, majala, atau sejenisnya), merupakan kelompok
tulisan yang lebih banyak mengandung isi pengetahuan, berupa ide,
atau gagasan pengalaman penulis yang menyangkut bidang
pendidikan pada satuan pendidikan penulis bersangkutan
4) Artikel ilmiah
Artikel ilmiah dibidang pendidikan adalah tulisan yang berisi
gagasan atautinjauan ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan
pembelajaran di satuan pendidikan yang dimuat di jurnal ilmiah.
Publikasi
buku teks pelajaran, buku pengayaan dan/atau
pedoman guru.
1) buku pelajaran
2) modul/Diklat pembelajaran
3) buku dalam bidang pendidikan
4) karya terjemahaan
5) buku pedoman guru
.
114
c. Karya Inovatif
1) Menemukan teknologi tepat guna, karya teknologi tepat guna yang
selanjutnya
disebut
karya
sains/teknologi adalah
karya
hasil
rancangan/pengembangan/percobaan dalam bidang sains dan/atau
teknologi yan dibuat atau dihasilkan dengan menggunakan bahan,
sistem, atau metodologi tertentu dan dimanfaatkan untuk pendidikan
atau masyarakat sehingga pendidikan terbantu kelancaranya atau
masyarakat terbantu kehidupanya.
2) Menemukan atau menciptakan karya seni, proses perefleksian nilainilai dan gagasan manusia yang diekspresikan secara estetika dalam
berbagai medium seperti rupa, gerak, bunyi, dan kata yang mampu
memberikan makna transendental baik spiritual maupun intelektual
bagi manusia atau kemanusiaan.
3) Membuat atau memodifikasi alat pelajaran yaitu adalah alat yang
digunakan untuk membantu kelancaran proses pembelajaran/
bimbingan
pada
khususnya
dan
proses
pendidikan
di
sekolah/madrasah pada umumnya.
4) Mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal
sejenisnya.Kegiatan
penyusunan
standar/pedoman/soal
yang
diselenggarakan oleh instansi tingkat nasional atau provinsi.
7. Prinsip-prinsip PKB
Agar pelaksanaan pengembangan keprofesian berkelanjutan dapat
mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan prioritas pelaksanaan
tersebut, maka pelaksanaan pengembangan keprofesian berkelanjutan
harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Pengembangan keprofesian berkelanjutan harus menjadi bagian integral
dari tugas guru sehari-hari yang berorientasi kepada keberhasilan
peserta
didik.
Cakupan
materi
untuk
kegiatan
pengembangan
keprofesian berkelanjutan harus kaya dengan materi akademik, metode
pembelajaran, penelitian pendidikan terkini, teknologi dan/atau seni,
serta berbasis pada data dan hasil pekerjaan peserta didik sebagai
upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
115
b. Setiap
guru
berhak
mendapat
kesempatan
dan
wajib
mengembangkan diri secara teratur, sistematis, dan berkelanjutan
sesuai dengan kebutuhan pengembangan profesinya.
c. Sekolah wajib menyediakan kesempatan kepada setiap guru untuk
mengikuti program pengembangan keprofesian berkelanjutan dengan
minimal jumlah jam per tahun sesuai dengan yang ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009. Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota dan/atau sekolah berhak menambah alokasi waktu jika
dirasakan perlu. Untuk menghindari kemungkinan pengalokasian
kesempatan
pengembangan
yang
tidak
merata,
maka
proses
perencanaan program pengembangan keprofesian berkelanjutan harus
dimulai dari sekolah.
d. Guru yang tidak memperlihatkan peningkatan kompetensi setelah
diberi kesempatan untuk mengikuti program pengembangan keprofesian
berkelanjutan sesuai dengan kebutuhannya, maka dimungkinkan
diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sanksi tersebut
tidak berlaku bagi guru, jika sekolah tidak dapat memenuhi kebutuhan
guru
untuk
melaksanakan
program
pengembangan
keprofesian
berkelanjutan.
e. Guru harus terlibat secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan sebagai salah satu sumber informasi kegiatan monitoring dan
evaluasi program pengembangan keprofesian berkelanjutan sehingga
betul-betul terjadi perubahan pada dirinya yang berkontribusi pada
peningkatan kualitas layanan pendidikan di sekolah.
f. Pengembangan keprofesian berkelanjutan harus berkontribusi dalam
mewu-judkan visi, misi, dan nilai-nilai yang berlaku di sekolah dan/atau
kabupaten/kota. Oleh karena itu, kegiatan pengembangan keprofesian
berkelanjutan
harus
menjadi
bagian
terintegrasi
dari
rencana
pengembangan sekolah dan/atau kabupaten/kota dalam melaksanakan
peningkatan mutu pendidikan.
g. Sedapat mungkin kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan
dilak-sanakan di sekolah atau KKG/MGMP/MGBK bersama-sama
116
dengan sekolah lain, sehingga mengurangi dampak negatif pada
layanan pendidikan karena guru meninggalkan sekolah.
h. Pengembangan keprofesian berkelanjutan harus dapat mewujudkan
guru yang lebih profesional sehingga mendorong pengakuan profesi
guru sebagai lapangan pekerjaan yang bermartabat dan bermakna bagi
masyarakat dalam pencerdasan kehidupan bangsa.
i.
Pengembangan
keprofesian
berkelanjutan
diharapkan
dapat
mendukung pengembangan karir guru yang lebih objektif, transparan
dan akuntabel
Tabel 1. Persyaratan Angka Kredit Minimal bagi Guru yang akan Naik
Pangkat/Jabatan Subunsur Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
Berdasarkan Golongan dan Jabatan
Jumlah angka kredit minimal dari subunsur
Subunsur
Dari Jabatan
Ke Jabatan
Subunsur
publikasi
pengembangan
ilmiah dan
diri
atau karya
Macam publikasi
ilmiah yang wajib ada
(minimal satu
publikasi)
Inovatif
Guru
Pertama Guru
golongan III/a
Guru
Guru
Muda
golongan III/d
Muda Guru
golongan III/d
Muda
golongan III/c
Muda Guru
golongan III/c
Guru
golongan III/b
Pertama Guru
golongan III/b
Pertama
Madya
golongan IV/a
3 (tiga)
--
Bebas pada jenis karya
3 (tiga)
4 (empat)
publikasi
ilmiah
dan
inovatif
Bebas pada jenis karya
3 (tiga)
6 (enam)
publiasi
ilmiah
dan
inovatif
4 (empat)
8 (delapan)
Makalah hasil penelitian
(kode 2.2.e)
Makalah hasil penelitian
Guru
Madya Guru
Madya
golongan IV/a golongan IV/b
4 (empat)
12 (dua belas)
(kode 2.2.e) dan Artikel
yang dimuat di jurnal
(2.2.b, 2.2.c atau 2.2.d)
Guru
Madya Guru
Madya
golongan IV/b golongan IV/c
4 (empat)
12 (dua belas)
Makalah hasil penelitian
(kode 2.2.e) dan Artikel
117
yang dimuat di jurnal
(2.2.b, atau 2.2.c), atau
2.2.h.1 atau 2.2.h.2)
Makalah hasil penelitian
(kode 2.2.e) dan Artikel
yang dimuat di jurnal
Guru
Madya Guru
Utama
golongan IV/c golongan IV/d
5 (lima)
14
(empat (2.2.b atau 2.2.c atau
belas)
2.2.h.1)
dan
Buku
pelajaran
atau
buku
pendidikan (2.3.a.1, atau
2.3.a.2, atau 2.3.c.1)
Makalah hasil penelitian
(kode 2.2.e) dan Artikel
yang dimuat di jurnal
Guru
Utama Guru
Utama
golongan IV/d golongan IV/e
5 (lima)
20 (dua puluh)
(2.2.a, atau, 2.2.b, atau
2.2.h.1)
dan
Buku
pelajaran
atau
buku
pendidikan (2.3.a.1 atau
2.3.a.2, atau 2.3.c.1)
Keterangan:
Membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian pada bidang
2.2.b
= pendidikan
di sekolah/madrasahnya,
diterbitkan/
dipublikasikan
dalam majalah/jurnal ilmiah tingkat nasional yang terakreditasi.
Membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian pada bidang
2.2.c
= pendidikan
di sekolah/madrasahnya,
diterbitkan/
dipublikasikan
dalam majalah/jurnal ilmiah tingkat provinsi.
Membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian pada bidang
2.2.d
= pendidikan
di sekolah/madrasahnya,
diterbitkan/
dipublikasikan
dalam majalah ilmiah tingkat kabupaten/ kota.
Membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian pada bidang
2.2.e
= pendidikan
di
sekolah/madrasahnya,
diseminarkan
di
sekolah/madrasahnya, disimpan di perpustakaan.
2.2.h.1 =
Membuat artikel ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan
pembelajaran pada satuan pendidikannya dan dimuat di jurnal tingkat
118
nasional yang terakreditasi.
Membuat artikel ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan
2.2.h.2 = pembelajaran pada satuan pendidikannya dan dimuat di jurnal tingkat
nasional yang tidak terakreditasi/tingkat provinsi.
2.3.a.1 = Buku pelajaran yang lolos penilaian oleh BSNP.
2.3.a.2 = Buku pelajaran yang dicetak oleh penerbit dan ber ISBN.
2.3.c.1 = Buku dalam bidang pendidikan dicetak oleh penerbit dan ber-ISBN.
Khusus Untuk kenaikan pangkat/golongan mulai III/d ke atas :
Jumlah publikasi yang berbentuk diktat, karya terjemahan, atau tulisan
ilmiah populer paling banyak 3 (tiga) buah. dan buku pedoman guru paling
banyak 1 (satu) buah.
Untuk penulisan laporan penelitian maksimal 2 laporan per tahun.
Untuk karya inovatif maksimal 50% dari angka kredit yang dibutuhkan
Alur Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru
Sumber: http://bp.blogspot.com/-A_W55d-sjTg Ua35Zafm-61
119
Pelaksanaan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan
yang didasarkan pada evaluasi diri dan hasil penilaian kinerja guru dengan
urutan prioritas kegiatan yang harus dipenuhi sebagai berikut :
a. Pencapaian
kompetensi
yang
diidentifikasikan
melalui
hasil
pemantauan atas pelaksanaan tugas utama guru dalam pembelajaran
berdasarkan hasil penilaian kinerja guru.
b. Peningkatan
kompetensi
yang
dibutuhkan
sekolah
untuk
menyesuaikan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
sosial dan budaya berdasarkan Laporan Evaluasi Diri Sekolah dan/atau
Rencana Tahunan Pengembangan Sekolah.
c. Kompetensi yang diperlukan oleh guru untuk melaksanakan tugastugas tambahan misalnya sebagai kepala laboratorium, kepala bengkel,
kepala perpustakaan, wakil kepala sekolah, kepala sekolah, dsb.
d. Peningkatan kompetensi yang diminati oleh guru untuk menunjang
pelaksanaan tugas dan pengembangan karirnya.
Pencapaian dan peningkatan kompetensi tersebut pada akhirnya
bukan hanya bertujuan untuk peningkatan keprofesian guru dalam
menunjang layanan pendidikan yang bermutu, tetapi juga berimplikasi
peningkatan
kemampuan
pembelajaran/pembimbingan
melaksanakan
serta
tugas
perolehan
utamanya
angka
kredit
dalam
untuk
pengembangan karir guru.
D. Aktivitas Pembelajaran
1. Memperhatikan penjelasan fasilitator
2. Memperhatikan petunjuk kegiatan di modul
3. Pelajari hand out dengan seksama.
4. Mengerjakan latihan/Kasus/Tugas
120
E. Latihan/ Kasus /Tugas
AKTIVITAS: MENGERJAKAN SOAL PILIHAN GANDA
LK.4.1. Soal Pilihan Ganda PKB
Prosedur Kerja:
1. Siapkan alat tulis.
2. Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri.
3. Berdoalah sebelum mengerjakan.
4. Berilah tanda silang (X) pada huruf di depan jawaban yang Saudara anggap
benar!
1. Pengembangan
kompetensi
kebutuhan,
guru
bertahap,
yang
dilaksanakan
berkelanjutan
untuk
sesuai
dengan
meningkatkan
keprofesionalitasannya disebut…
A. Uji Kompetensi Guru (UKG)
B. Penilaian Kinerja Guru (PKG)
C. Sasaran Kinerja Pegawai (SKP)
D. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)
2. Sasaran kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah….
A. semua guru pada satuan pendidikan yang berada di lingkungan
Kementerian
dan/atau
Pendidikan
Kementerian
dan
lain,
Kebudayaan,
serta
Kementerian
satuan
pendidikan
Agama,
yang
diselenggarakan oleh masyarakat
B. semua guru pada satuan pendidikan yang berada di lingkungan
Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan,
Kementerian
Agama,
dan/atau Kementerian lain
C. guru pada satuan pendidikan yang berada di lingkungan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan yang berstatus sebagai Pegawai Negeri
Sipil maupun Swasta
D. guru sertifikasi pada satuan pendidikan yang berada di lingkungan
Kementerian
dan/atau
Pendidikan
Kementerian
dan
lain,
Kebudayaan,
serta
Kementerian
satuan
pendidikan
Agama,
yang
diselenggarakan oleh masyarakat
121
3. Berikut ini bukan merupakan tujuan diselenggarakannya Pengembangan
Keprofesian Keberlanjutan (PKB)
A. Meningkatkan keprofesionalan dan kesejahteraan guru sebagai pendidik
B. Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi yang
diharapkan
C. Memutakhirkan
kompetensi
guru
untuk
memenuhi
kebutuhan
perkembangan iptek dan seni di masa datang
D. Mewujudkan guru yang memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional
4. Manfaat Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi peserta didik yaitu….
A. mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta memiliki
kepribadian yang kuat sesuai dengan profesinya
B. menghadapi perubahan
internal dan
eksternal dalam
memenuhi
kebutuhan belajar peserta didik menghadapi kehidupan di masa datang.
C. memperoleh
jaminan
kepastian
mendapatkan
pelayanan
dan
pengalaman belajar yang efektif untuk meningkatkan potensi diri secara
optimal
D. menumbuhkan kepribadian kuat dan berbudi pekerti luhur untuk berperan
aktif dalam pengembangan iImu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai
dengan perkembangan masyarakat
5. Manfaat Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan yang utama bagi guru
antara lain….
A. mewujudkan
masyarakat
Indonesia
yang
cerdas,
kompetitif
dan
berkepribadian luhur
B. mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta memiliki
kepribadian yang kuat sesuai dengan profesinya
C. memiliki jaminan bahwa anak mereka di sekolah akan memperoleh
layanan pendidikan yang berkualitas sesuai kebutuhan dan kemampuan
masing-masing.
122
D. memetakan kualitas layanan pendidikan sebagai dasar untuk menyusun
dan menetapkan kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru
dalam menunjang pembangunan pendidikan
6. Jenis kegiatan untuk pengembangan keprofesian berkelanjutan antara lain….
A. pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif
B. pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan kegiatan pembelajaran
C. kegiatan pembelajaran, publikasi ilmiah, dan karya inovatif
D. pengembangan diri, kegiatan pembelajaran, dan karya inovatif
7. Jenis karya inovatif yang dapat digunakan untuk Pengembangan Profesi
Berkelanjutan (PKB) antara lain….
A. Membuat
perangkat
pembelajaran,
menciptakan
karya
seni
dan
memodifikasi alat pelajaran
B. Menemukan teknologi tepat guna, menciptakan karya seni dan mengikuti
kegiatan ilmiah
C. Menemukan teknologi tepat guna, menciptakan karya seni dan
memodifikasi alat pelajaran
D. Menemukan teknologi tepat guna, mengikuti pengembangan penyusunan
soal standar, dan mengikuti kegiatan ilmiah
8. Karya tulis guru
yang berisi ide/gagasan penulis dalam upaya mengatasi
berbagai masalah pendidikan formal dalam pembelajaran yang ada di satuan
pendidikanya (di sekolah/madrasah) dan dapat digunakan untuk PKB
adalah….
A. artikel ilmiah
B. tinjauan ilmiah
C. tulisan ilmiah popular
D. laporan hasil penelitian
9. Kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan dilaksanakan secara
berkelanjutan dengan tujuan untuk….
A. pemenuhan angka kredit
B. persyaratan memperoleh tunjangan profesi
123
C. kenaikan pangkat dan jabatan fungsional tertentu
D. mengkondisikan agar guru dapat selalu menjaga dan meningkatkan
profesionalismenya
10. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan untuk guru dimungkinkan dapat
memetakan kualitas layanan pendidikan sebagai dasar untuk menyusun dan
menetapkan kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru dalam
menunjang
pembangunan
mewujudkan
berkepribadian
masyarakat
luhur
pendidikan;
Indonesia
Pernyataan
sehingga
yang
tersebut
pemerintah
cerdas,
dapat
kompetitif
menunjukkan
dan
manfaat
pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) untuk ....
A. guru
B. orang tua
C. masyarakat
D. pemerintah
AKTIVITAS: MENJAWAB SOAL URAIAN
LK.4.2. Soal Uraian Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
Prosedur Kerja:
1. Siapkan alat tulis!
2. Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri!
3. Berdoalah sebelum mengerjakan!
4. Jawablah pertanyaan pada tempat (garis)
disediakan!
yang
telah
1. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan oleh guru dapat dilakukan
melalui kegiatan apa saja?
____________________________________________________________
____________________________________________________________
____________________________________________________________
____________________________________________________________
________________________________________________________
2. Jelaskan pengertian PKB
124
____________________________________________________________
____________________________________________________________
____________________________________________________________
____________________________________________________________
____________________________________________________________
________________________________________________________
3. Jelaskan tujuan PKB.
____________________________________________________________
____________________________________________________________
____________________________________________________________
____________________________________________________________
____________________________________________________________
____________________________________________________________
____________________________________________________________
________________________________________________________
4. Jelaskan prinsip-prinsip PKB
____________________________________________________________
____________________________________________________________
____________________________________________________________
____________________________________________________________
________________________________________________________
5. Perhatikan
skema
di
bawah
ini.
Jelaskan
siklus
Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan Guru sesuai siklus.
125
___________________________________________________
_________________________________________________
AKTIVITAS: MENGEMBANGKAN SOAL
LK.4.3 Pengembangan Soal PKB
Prosedur Kerja:
1. Siapkan alat tulis!
2. Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri!
3. Berdoalah sebelum mengerjakan!
4. Bacalah bahan bacaan pada kegiatan pembelajaran 1
5. Pelajari kisi-kisi yang soal UKG (postes) yang telah tersedia!
6. Kembangkan soal-soal yang sesuai dengan konsep HOTs!
7. Kembangkan soal Pilhan Ganda (PG) sebanyak 3 Soal!
KISI KISI
TES AKHIR
GURU
PEMBELAJAR
MODA
8. SOAL
Kembangkan
soal
uraian
(Esai) sebanyak
1 TATAP
Soal! MUKA
Mapel
: SOSIOLOGI - E
126
Kompetensi
Utama (KU)
Kompetensi
Inti (KI)
Pedagogik
10. Melakukan
tindakan reflektif
untuk
peningkatan
kualitas
pembelajaran.
Standar
Kompetensi
Guru (SKG)
10.2
Memanfaatkan
hasil refleksi untuk
perbaikan dan
pengembangan
pembelajaran
dalam mata
pelajaran yang
diampu.
Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK)
10.2.1 Menjelaskan pengertian
Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan (PKB)
10.2.2 Menjelaskan tujuan
Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan (PKB)
10.2.3 Menjelaskan manfaat
Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan (PKB)
10.2.4 Menjelaskan jenis-jenis
Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan (PKB)
10.2.5 Menjelaskan prinsip-prinsip
Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan (PKB)
KARTU SOAL 1
Jenjang
: Sekolah Menengah Atas
Mapel/KK
: Sosiologi/E
Kegiatan Pembelajaran : 4
Materi
: Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
Bentuk Soal
: Pilihan Ganda
BAGIAN SOAL DI SINI
Kunci Jawaban
:
127
KARTU SOAL 2
Jenjang
: Sekolah Menengah Atas
Mapel/KK
: Sosiologi/B
Kegiatan Pembelajaran : 4
Materi
: Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
Bentuk Soal
: Pilihan Ganda
BAGIAN SOAL DI SINI
Kunci Jawaban
:
KARTU SOAL 3
Jenjang
: Sekolah Menengah Atas
Mapel/KK
: Sosiologi/B
Kegiatan Pembelajaran : 4
Materi
: Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
Bentuk Soal
: Pilihan Ganda
128
BAGIAN SOAL DI SINI
Kunci Jawaban
:
KARTU SOAL 4
Jenjang
: Sekolah Menengah Atas
Mapel/KK
: Sosiologi/B
Kegiatan Pembelajaran : 4
Materi
: Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
Bentuk Soal
: Esai
BAGIAN SOAL DI SINI
Kunci Jawaban
:
129
F. Rangkuman
1. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan guru dapat dilakukan melalui
pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif
2. Pengertian Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) adalah
pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan,
bertahap,
berkelanjutan
untuk
meningkatkan
keprofesionalitasnya. PKB merupakan salah satu komponen pada unsure
utama yang kegiatannya diberikan angka kredit.
3. Tujuan PKB adalah :
a. Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi
yang ditetapkan.
b. Memutakhirkan kompetensi guru untuk memenuhi kebutuhan guru
dalam memfasilitasi proses belajar peserta didik dalam memenuhi
tuntutan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni di masa mendatang.
c. Mewujudkan guru yang memiliki komitmen kuat melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional.
d. Menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai penyandang profesi
guru.
e. Meningkatkan citra, harkat, dan martabat profesi guru di masyarakat.
4. Prinsip-prinsip PKB :
a. Pengembangan keprofesian berkelanjutan harus menjadi bagian
integral
dari
tugas
guru
sehari-hari
yang
berorientasi
mendapat
kesempatan
kepada
keberhasilan peserta didik.
b. Setiap
guru
berhak
dan
wajib
mengembangkan diri secara teratur, sistematis, dan berkelanjutan
sesuai dengan kebutuhan pengembangan profesinya.
c. Sekolah wajib menyediakan kesempatan kepada setiap guru untuk
mengikuti program pengembangan keprofesian berkelanjutan dengan
minimal jumlah jam per tahun sesuai dengan yang ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009.
d. Guru yang tidak memperlihatkan peningkatan kompetensi setelah
diberi
kesempatan
untuk
mengikuti
program
pengembangan
130
keprofesian
berkelanjutan
sesuai
dengan
kebutuhannya,
maka
dimungkinkan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e. Guru harus terlibat secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan sebagai salah satu sumber informasi kegiatan monitoring dan
evaluasi program pengembangan keprofesian berkelanjutan.
f. Pengembangan keprofesian berkelanjutan harus berkontribusi dalam
mewu-judkan visi, misi, dan nilai-nilai yang berlaku di sekolah dan/atau
kabupaten/kota.
g. Sedapat mungkin kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan
dilaksanakan di sekolah atau KKG/MGMP/MGBK bersama-sama
dengan sekolah lain, sehingga mengurangi dampak negatif pada
layanan pendidikan karena guru meninggalkan sekolah.
h. Pengembangan keprofesian berkelanjutan harus dapat mewujudkan
guru yang lebih profesional.
i. Pengembangan
keprofesian
berkelanjutan
diharapkan
dapat
mendukung pengembangan karir guru yang lebih objektif, transparan
dan akuntabel
G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
1. Tulislah materi yang telah dipelajari dari bahan di atas, secara
esensialnya.
2. Setelah mempelajari materi PKB, ingin mempelajari materi yang
berhubungan dengan PKB tentang apa lagi?
131
EVALUASI
1.
Sudah menjadi kewajiban pemerintah yang berkuasa untuk melindungi
rakyatnya, di sisi lain demi kebaikan bersama
pemerintah berhak
melakukan penertiban agar tercipta suatu keteraturan sosial. Namun caracara yang digunakan pemerintah seringkali dianggap sebagai tindakan
berlebihan. Tindakan pemaksaan (koersif) dan sikap represif dari aparat
kerap kali menimbulkan kesan yang buruk bahkan sifat dendam di mata
masyarakat. hal tersebut termasuk ....
A. faktor kecemburuan sosial
B. faktor penyebab konflik sosial
C. faktor penghambat konflik sosial
D. kondisi masyarakat yang multietnis
2.
Faktor berikut BUKAN merupakan penyebab terjadinya kerusuhan sosial
yang disebabkan SARA, yaitu ….
A. pembagian kekuasaan yang tidak adil
B. dinamika sosial, ekonomi, budaya dan politik suatu daerah
C. pola pemukiman penduduk yang heterogen atau multietnik
D. daerah dengan perimbangan antara penduduk asli dan pendatang
3.
Teori konflik menurut Karl Mark adalah akibat ....
A. pertentangan ekonomi
B. pertentangan antar kelas
C. krisis dalam perubahan sosial
D. masalah pembagian kekuasaan
4.
Sebagai fenomena sosial, konflik dapat terjadi di semua lini, karena ...
A. konflik dapat bersifat konstruktif
B. konflik diperlukanuntuk melahirkan norma baru
C. tidak adanya nilai dan norma yang ideal yang dapat diterima oleh semua
kalangan
132
D. adanya berbagai perbedaan yang menimbulkan konsekuensi benturan
nilai, norma dan kepentingan
5.
Nilai dan norma sosial yang mendasari berbagi interaksi dan proses sosial
pada dekade tahun 1990-an tentu berbeda dengan dekade 2000-an.
Akibatnya di antara individu atau kelompok dalam masyarakat dapat
berbeda persepsi tentang suatu gejolak sosial, terutama yang berkaitan
dengan penerimaan atau penolakan nilai dan norma. Hal ini dapat
menimbulkan konflik diantara kelompok-kelompok. Faktor penyebab konflik
tersebut bersumber pada ...
A. perubahan zaman
B. perubahan sosial
C. pergeseran pandangan
D. perbedaan kepentingan
6. Kekerasan non fisik ini dibagi menjadi dua, yaitu kekerasan verbal dan
kekerasan psikis. Salah satu contoh kekerasan psikis adalah ....
A. menipu
B. meludahi
C. menghina
D. menyebar gosip
7.
Kekerasan diartikan sebagai penggunaan kekuatan fisik secara paksa
terhadap orang atau benda. Istilah kekerasan berasal dari bahasa Latin,
yaitu ....
A. viola
B. violet
C. violence
D. violentus
8.
Seseorang
atau
sekelompok
orang
mengganggu
atau
mengancam
keselamatan dan kesehatan seseorang baik secara fisik maupun psokologis,
mengancam properti, reputasi atau penerimaan sosial seseorang serta
133
dilakukan secara berulang dan terus menerus. Dalam konteks kekerasan,
tindakan tersebut merupakan ....
A. bullying
B. violence
C. tindakan agresif
D. tindakan opresi
9.
Pemerintah merupakan keseluruhan peran lembaga negara dalam menjalani
kehidupan bernegara dan berbangsa. Khusus berkenaan dengan kekerasan
dalam rumah tangga, pemerintah memiliki lembaga yang bertugas untuk
menanganinya, yaitu ….
A. KONTRAS
B. Komnas HAM
C. Komnas Perempuan
D. Komnas Perlindungan Anak,
10. Kekerasan kolektif merupakan tindakan yang dilakukan oleh anggota
kelompok secara bersamaan. Jenis kekerasan seperti ini mudah dan lebih
sering terjadi pada bentuk kelompok ....
A. geng
B. crowd
C. public
D. clique
11. Hukum adalah upaya untuk meraih kepuasan, rekonsiliasi, harmonisasi,
penyesuaian terhadap berbagai pertentangan tuntutan dan permintaan,
bahkan memberikan perlindungan secara langsung dan segera, atau
memberikan jaminan perlindungan atas berbagai kepentingan individu.
Dalam sejarah pembangunan hukum, hukum dapat dilihat sebagai suatu
kerangka kerja yang netral untuk mempertahankan dan memelihara integrasi
masyarakat. Pandangan tersebut disebut dengan pandangan ....
A. social order
B. socia engineering
C. integration-conflict
134
D. integration-consensus
12. Salah satu bentuk integrasi sosial adalah asimilasi, yaitu ....
A. percampuran dua kebudayaaan atau lebih membentuk kebudayaan baru
B. proses penerimaan budaya asing untuk diterapkan dalam kehidupan
keseharian
C. penerimaan
sebagian
unsur-unsur
asing
tanpa
menghilangkan
kebudayaan asli.
D. pembauran kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas
kebudayaan asli
13. Integrasi sosial yang bertujuan menjembatani celah perbedaan antara elite
dan massa dalam rangka pengembangan suatu proses politik terpadu dan
masyarakat politik yang berpartisipasi, merupakan bentuk integrasi ....
A. sentral
B. vertikal
C. marginal
D. horizontal
14. Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus
(kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilainilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental. Pernyataan tersebut
merupakan pandangan para penganut ....
A. esensialisme
B. strukturalisme
C. fungsionalisme
D. fundamentalisme
15. Pada saat Indonesia ingin mengusir para penjajah pada masa pendudukan
Jepang, masyarakat Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, dan pulau-pulau yang
lain memiliki sentimen yang sama sebagai masyarakat terjajah. Atas dasar
persamaan, mereka terdorong untuk bersatu dan membentuk suatu ikatan
dengan solidaritas yang tinggi melawan para penjajah. Sentimen semacam
itu termasuk bentuk sentimen ....
135
A. historis
B. ideologis
C. teritorial
D. genealogis
16. PKB adalah bentuk pembelajaran berkelanjutan bagi guru yang merupakan
kendaraan utama dalam upaya membawa guru pada perubahan yang
diinginkan, yaitu ….
A. Penambahan angka kredit
B. Peningkatan penghasilan
C. Pengembangan profesi
D. Percepatan kenaikan pangkat
17. Presentasi pada forum ilmiah, publikasi hasil penelitian atau gagasan inovatif
pada bidang pendidikan formal adalah merupakan kegiatan dari salah satu
kegiatan pengembangan keprofesian ,yaitu ...
A. Karya inovatif
B. Penilaian diri
C. Pengembangan diri
D. Publikasi ilmiah
18. Setiap guru berhak mendapat kesempatan dan wajib mengembangkan diri
secara teratur, sistematis, dan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan
pengembangan
profesinya.
Pernyataan
tersebut
sesuai
dengan
...
pengembangan keprofesian berkelanjutan.
A. fungsi
B. tujuan
C. prinsip
D. manfaat
19. Prinsip-prinsip Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan secara tersurat
tertuang dalam peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi nomor ….
A. 16 Tahun 2007
136
B. 16 Tahun 2009
C. 35 tahun 2010
D. 38 tahun 2010
20. Guru yang tidak memperlihatkan peningkatan kompetensi setelah diberi
kesempatan
untuk
mengikuti
program
pengembangan
keprofesian
berkelanjutan sesuai dengan kebutuhannya, maka dimungkinkan untuk ….
A. mengulang pengembangan keprofesian berkelanjutan di sekolah
B. diberi sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku
C. diidentifikasi melalui hasil pemantauan atas pelaksanaan tugas utama
guru
D. diberi kesempatan dan wajib mengembangkan diri secara teratur,
sistematis, dan berkelanjutan
137
PENUTUP
Modul diklat Pembinaan Karir Guru ini merupakan salah satu sumber
belajar bagi peserta pelatihan atau diklat. Melalui modul diklat Pembinaan Karir
Guru ini diharapkan bisa memberikan bahan belajar mandiri yang bisa
menunjang terlaksananya diklat Pembinaan Karir Guru baik yang berbentuk
tatap muka, dalam jaringan (daring) baik murni maupun kombinasi.
Sebagai penyusun kami menyadari masih banyak kekurangsempurnaan
dalam modul ini, untuk itu kami menunggu kritik dan saran dari Saudara selaku
pembaca dan pengguna untuk menyempurnakan modul diklat Pembinaan Karir
Guru ini.
138
DAFTAR PUSTAKA
Profesional:
Affandi, Hakimul Ikhwan. 2004. Akar Konflik Sepanjang Zaman:
ElaborasiPemikiran Ibn Khaldun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Al Hakim, Suparlan. 2003. Manajemen Konflik: Pemberdayaan SARA Menuju
Dialog Mendalam. Makalah Diklat Guru SMU Swasta Tradisional MP
Sosiologi-Antropologi. Malang: PPPG IPS PMP.
Arendt, Hannah. 1995. Asal Usul Totalitarisme. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Beilharz, Peter. 2002. Teori-Teori Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Eatwell, Roger dan Anthony Wright. 2004. Ideologi Politik Kontemporer.
Yogyakarta: Penerbit Jendela.
Fromm, Erich. 2000. Akar Kekerasan: Analisis Sosio-Psikologis Atas Watak
Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Galtung, Johan. 1996. "PART IV: Civilization Theory Cultural Violence". Peace by
Peaceful Means: Peace and Conflict, Development and Civilization.
SAGE Publiser.
Gurr, Robert Ted. 2002. “Deprivasi Relatif dan Kekerasan” dalam Thomas
Santoso Teori-Teori Kekerasan. Yogyakarta: Ghalia Indonesia.
Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt. 1992. Sosiologi Jilid 2. Terjemahan
Aminuddin Ram dan Tita Sobari. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Johnson, Doyle Paul. 1990. Teori Sosiologi Klasik dan Modern 2. Terjemahan
Robert M.Z. Lawang. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Koentjaraningrat. 1993. Masalah Kesukubangsaan dan Integrasi Nasional.
Jakarta: UI Press.
Kusnadi. 2002. Konflik Sosial Nelayan. Yogyakarta: Lkis
Lavine, T.Z. 2003. Mark: Konflik Kelas dan Orang Yang Terasing. Seri
Petualangan Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Jendela.
139
Lev, Daniel S. 1967. The Political Role of The Army in Indonesia. San Francisco:
Charder Publishing Company.
Martono, Nanang. 2009. Kekerasan Simbolik di Sekolah. Jakarta: Raja Grasindo
Persada.
Mulkhan, Abdul Munir, dkk. 2002. Membongkar Praktik Kekerasan Menggagas
Kultur Nir Kekerasan. Yogyakarta: Sinergi Press-PSIF.
Narwoko, Dwi J. dan Bagong Suyanto. 2000. Sosiologi Teks Pengantar dan
Terapan. Jakarta: Kencana.
Nasikun. 2003. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Pruitt, Dean G. dan Jeffrey Z. Rubin. 2004. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Ritzer, George.1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda.
Penyadur: Alimandan. Jakarta: Rajawali Pers.
Sejiwa. 2008. Bullying : Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan.
Jakarta: Grasindo
Siahaan, Hotman M. 1986. Pengantar ke Arah Sejarah dan TeoriSosiologi.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sihbudi, Riza dan Moch. Nurhasim. 2002. Kerusuhan Sosial di Indonesia.
Jakarta: PT Grasindo.
Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Soetrisno, Loekman. 2003. Konflik Sosial: Studi Kasus Indonesia. Yogyakarta:
Tajidu Press.
Suharman. 2000. “Beberapa Masalah Kerukunan Suku: Kasus Pembakaran
Pasar Abepura, Irian Jaya” dalam Mohtar Mas’oed. Kritik Sosialdalam
Wacana Pembangunan. Yogyakarta: UII Press.
Syamsudin, Nazaruddin. 1989. Integrasi Politik di Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia.
Trijono, Lambang. 2000. Konflik Maluku. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
140
Usman, Sunyoto. 2004. Jalan Terjal Perubahan Sosial. Yogyakarta: CIRed-Jejak
Pena.
Veeger, Karel J. 1997. Pengantar Sosiologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Pedagogik:
Kemendiknas, Dit. Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan
Dasar,
2011.
Buku
1
Pedoman
Pengelolaan
Pengembangan
Keprofesian Berkelanjuta (PKB)
-------------------,------------------------,
2011,
Buku
4
Pedoman
Kegiatan
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)
--------------------,-----------------------, 2011, Buku 5 Pedoman Penilaian Kegiatan
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)
---------------------,------------------------,
2011
Peraturan
Menteri
Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 16
Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan angka kreditnya.
---------------------,--------------------------, 2011 Permendiknas Nomor 38 Tahun 2010
tentang Penyesuaian Jabatan Fungsional Guru.
141
142
Download