MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELOMPOK KOMPETENSI E Profesional: Konflik Sosial Pedagogik: Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan PENULIS Susvi Tantoro, S.Sos, M.A. Dra. Hj. Sri Suntari, M.Si. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2017 Penulis : Susvi Tantoro, S.Sos., M.A., 081232883033, [email protected] Dra. Hj. Sri Suntari, M.Si. 08123272297, [email protected] Penelaah : Dr. Sugeng Harianto, M.Si, 08123229551, [email protected] Drs. Nurhadi, M.Si. 08125236444, [email protected] Copyright © 2017 Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu pengetahuan Sosial Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengcopy sebagian atau keseluruhan isi buku ini untuk kepentingan komersial tanpa izin tertulis dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. KATA SAMBUTAN Peran guru profesional dalam proses pembelajaran sangat penting sebagai kunci keberhasilan belajar siswa. Guru profesional adalah guru yang kompeten membangun proses pembelajaran yang baik sehingga dapat menghasilkan pendidikan yang berkualitas dan berkarakter prima. Hal tersebut menjadikan guru sebagai komponen yang menjadi fokus perhatian Pemerintah maupun pemerintah daerah dalam peningkatan mutu pendidikan terutama menyangkut kompetensi guru. Pengembangan profesionalitas guru melalui Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan merupakan upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependikan dalam upaya peningkatan kompetensi guru. Sejalan dengan hal tersebut, pemetaan kompetensi guru telah dilakukan melalui Uji Kompetensi Guru (UKG) untuk kompetensi pedagogik dan profesional pada akhir tahun 2015. Peta profil hasil UKG menunjukkan kekuatan dan kelemahan kompetensi guru dalam penguasaan pengetahuan pedagogik dan profesional. Peta kompetensi guru tersebut dikelompokkan menjadi 10 (sepuluh) kelompok kompetensi. Tindak lanjut pelaksanaan UKG diwujudkan dalam bentuk pelatihan guru paska UKG pada tahun 2016 dan akan dilanjutkan pada tahun 2017 ini dengan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kompetensi guru sebagai agen perubahan dan sumber belajar utama bagi peserta didik. Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru dilaksanakan melalui tiga moda, yaitu: 1) Moda Tatap Muka, 2) Moda Daring Murni (online), dan 3) Moda Daring Kombinasi (kombinasi antara tatap muka dengan daring). Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK), Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kelautan Perikanan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LP3TK KPTK) dan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LP2KS) merupakan Unit Pelaksanana Teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan yang i bertanggung jawab dalam mengembangkan perangkat dan melaksanakan peningkatan kompetensi guru sesuai bidangnya. Adapun perangkat pembelajaran yang dikembangkan tersebut adalah modul Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru moda tatap muka dan moda daring untuk semua mata pelajaran dan kelompok kompetensi. Dengan modul ini diharapkan program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan memberikan sumbangan yang sangat besar dalam peningkatan kualitas kompetensi guru. Mari kita sukseskan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan ini untuk mewujudkan Guru Mulia Karena Karya. ii KATA PENGANTAR Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam meningkatkan kompetensi guru secara berkelanjutan, diawali dengan pelaksanaan Uji Kompetensi Guru dan ditindaklanjuti dengan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan. Untuk memenuhi kebutuhan bahan ajar kegiatan tersebut, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Pengetahuan Sosial (PPPPTK PKn dan IPS), telah mengembangkan Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan untuk jenjang SMA yang meliputi Geografi, Ekonomi, Sosiologi, Antropologi dan jenjang SMA/SMK yang meliputi PPKn dan Sejarah serta Bahasa Madura SD yang terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter dan merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru serta Permendikbud No. 79 Tahun 2014 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013. Kedalaman materi dan pemetaan kompetensi dalam modul ini disusun menjadi sepuluh kelompok kompetensi. Setiap modul meliputi pengembangan materi kompetensi pedagogik dan profesional. Subtansi modul ini diharapkan dapat memberikan referensi, motivasi, dan inspirasi bagi peserta dalam mengeksplorasi dan mendalami kompetensi pedagogik dan profesional guru. Kami berharap modul yang disusun ini dapat menjadi bahan rujukan utama dalam pelaksanaan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan. Untuk pengayaan materi, peserta diklat disarankan untuk menggunakan referensi lain yang relevan. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan aktif dalam penyusunan modul ini. Batu, April 2017 Kepala, Drs. M. Muhadjir, M.A. NIP. 195905241987031001 iii DAFTAR ISI Kata Sambutan......…………………………………………………. i Kata Pengantar………………………………………………..……. ii Daftar Isi…………………………………………..…………………. iii Daftar Tabel……………………………………...………………….. v PENDAHULUAN ................................................................... 1 A. Latar Belakang ....................................................................... 1 B. Tujuan ...................................................................................... 2 C. Peta Kompetensi ............................................................ 2 D. Ruang Lingkup................................................................. 2 E. Saran Cara Penggunaan Modul ………………………….. 2 KEGIATAN PEMBELAJARAN 1: Konflik Sosial (22 JP) A. Tujuan............................................................................... 10 B. Indikator Pencapaian Kompetensi…..…………………… 10 C. Uraian Materi ................................................................... 10 D. Aktivitas Pembelajaran..................................................... 42 E. Latihan/Kasus/Tugas……………………………………….. 43 F. Rangkuman...................................................................... 56 G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut…………………………… 57 KEGIATAN PEMBELAJARAN 2: Paradigma dalam Sosiologi (9 JP) A. Tujuan ............................................................................. 58 B. Indikator Pencapaian Kompetensi ................................... 58 C. Uraian Materi .................................................................. 58 D. Aktivitas Pembelajaran..................................................... 63 E. Latihan/ Kasus/Tugas .........……………………………… 64 F. Rangkuman ..................................................................... 77 iv G. Umpan Balik Dan Tindak Lanjut………………………… 78 KEGIATAN PEMBELAJARAN 3: Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (18 JP) A. Tujuan ............................................................................ 79 B. Indikator Pencapaian Kompetensi ................................. 79 C. Uraian Materi ................................................................. 79 D. Aktivitas Pembelajaran................................................... 90 E. Latihan/ Kasus/Tugas .........………………………………. 91 F. Rangkuman ..................................................................... 104 G. Umpan Balik Dan Tindak Lanjut………………………….. 108 KEGIATAN PEMBELAJARAN 4: Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (18 JP) A. Tujuan ............................................................................ 109 B. Indikator Pencapaian Kompetensi ................................. 109 C. Uraian Materi ................................................................. 109 D. Aktivitas Pembelajaran................................................... 120 E. Latihan/ Kasus/Tugas .........………………………………. 121 F. Rangkuman ..................................................................... 130 G. Umpan Balik Dan Tindak Lanjut………………………….. 131 Kunci Jawaban Latihan/Kasus/Tugas………………………………. Evaluasi…………………………………………………………………... 132 Penutup…………………………………………………………………… 138 Daftar Pustaka…………………………………………………………… 139 Glosarium………………………………………………………………… Lampiran v DAFTAR TABEL No. 1. Nama Persyaratan Angka Kredit Minimal bagi Guru yang akan Naik Pangkat/Jabatan Sub Unsur Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Berdasarkan Golongan dan Jabatan………………… vi Halaman 117 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan sebagai salah satu strategi pembinaan guru dan tenaga kependidikan diharapkan dapat menjamin guru dan tenaga kependidikan mampu secara terus menerus memelihara, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan akan mengurangi kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki guru dan tenaga kependidikan dengan tuntutan profesional yang dipersyaratkan. Guru dan tenaga kependidikan wajib melaksanakan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan baik secara mandiri maupun kelompok. Khusus untuk Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan dalam bentuk diklat dilakukan oleh lembaga pelatihan sesuai dengan jenis kegiatan dan kebutuhan guru. Penyelenggaraan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan dilaksanakan oleh PPPPTK dan LPPPTK KPTK, salah satunya adalah di PPPPTK PKn dan IPS. Pelaksanaan diklat tersebut memerlukan modul sebagai salah satu sumber belajar bagi peserta diklat. Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan merupakan bahan ajar yang dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta diklat Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Sosiologi SMA. Modul ini berisi materi, metode, batasan-batasan, tugas dan latihan serta petunjuk cara penggunaannya yang disajikan secara sistematis untuk mencapai tingkatan kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Selain memberi pemantapan bagi guru pada kompetensi profesional dan pedagogik, modul diklat bagi Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan ini juga dirancang untuk memberikan wawasan dan gagasan bagaimana melaksanakan proses pembelajaran yang mengintegrasikan muatan dan nilai karakter sebagai bagian dari gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), yaitu gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi), dan olah raga 1 (kinestetik) dengan dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Implementasi PPK tersebut dapat berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat (keluarga dan komunitas). Dalam rangka mendukung kebijakan gerakan PPK, modul ini mengintegrasi lima nilai utama PPK, yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong dan integritas. Kelima nilai utama tersebut terintegrasi pada kegiatan-kegiatan pembelajaran yang ada pada modul. Setelah mempelajari modul ini, selain guru dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional, guru juga diharapkan mampu mengimplementasikan PPK khususnya PPK berbasis kelas. B. Tujuan 1. Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai Standar Kompetensi yang ditetapkan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 2. Memenuhi kebutuhan guru dalam peningkatan kompetensi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 3. Meningkatkan komitmen guru dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional. C. Peta Kompetensi Melalui modul Guru Pembelajar diharapkan peserta diklat dapat meningkatkan kompetensi tentang Masalah Konflik Sosial dan Kekerasan Sosial D. Ruang Lingkup 1. Masalah Konflik Sosial 2. Kekerasan Sosial E. Saran Cara Penggunaan Modul Secara umum, cara penggunaan modul pada setiap Kegiatan Pembelajaran disesuaikan dengan skenario setiap penyajian mata diklat. Modul ini dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran guru, baik untuk moda tatap muka dengan model tatap muka penuh maupun model tatap muka 2 In-On-In. Alur model pembelajaran secara umum dapat dilihat pada bagan dibawah. Gambar 1. Alur Model Pembelajaran Tatap Muka E. 1. Deskripsi Kegiatan Diklat Tatap Muka Penuh Kegiatan pembelajaran diklat tatap muka penuh adalah kegiatan fasilitasi peningkatan kompetensi guru melalui model tatap muka penuh yang dilaksanakan oleh unit pelaksana teknis dilingkungan ditjen. GTK maupun lembaga diklat lainnya. Kegiatan tatap muka penuh ini dilaksanan secara terstruktur pada suatu waktu yang di pandu oleh fasilitator. Tatap muka penuh dilaksanakan menggunakan alur pembelajaran yang dapat dilihat pada alur dibawah. 3 Gambar 2. Alur Pembelajaran Tatap Muka Penuh Kegiatan pembelajaran tatap muka pada model tatap muka penuh dapat dijelaskan sebagai berikut, a. Pendahuluan Pada kegiatan pendahuluan fasilitator memberi kesempatan kepada peserta diklat untuk mempelajari : 1) latar belakang yang memuat gambaran materi 2) tujuan kegiatan pembelajaran setiap materi 3) kompetensi atau indikator yang akan dicapai melalui modul. 4) ruang lingkup materi kegiatan pembelajaran 5) langkah-langkah penggunaan modul b. Mengkaji Materi Pada kegiatan mengkaji materi modul sosiologi kelompok kompetensi E (Konflik Sosial dan PKB), fasilitator memberi kesempatan kepada guru sebagai peserta untuk mempelajari materi yang diuraikan secara singkat sesuai dengan indikator pencapaian hasil belajar. Guru sebagai peserta dapat mempelajari materi secara individual maupun berkelompok dan dapat mengkonfirmasi permasalahan kepada fasilitator. 4 c. Melakukan aktivitas pembelajaran Pada kegiatan ini peserta melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rambu-rambu atau instruksi yang tertera pada modul dan dipandu oleh fasilitator. Kegiatan pembelajaran pada aktivitas pembelajaran ini akan menggunakan pendekatan yang akan secara langsung berinteraksi di kelas pelatihan bersama fasilitator dan peserta lainnya, baik itu dengan menggunakan diskusi tentang materi, malaksanakan praktik, dan latihan kasus. Lembar kerja pada pembelajaran tatap muka penuh adalah bagaimana menerapkan pemahaman materi-materi yang berada pada kajian materi. Pada aktivitas pembelajaran materi ini juga peserta secara aktif menggali informasi, mengumpulkan dan mengolah data sampai pada peserta dapat membuat kesimpulan kegiatan pembelajaran. d. Presentasi dan Konfirmasi Pada kegiatan ini peserta melakukan presentasi hasil kegiatan sedangkan fasilitator melakukan konfirmasi terhadap materi dan dibahas bersama. pada bagian ini juga peserta dan penyaji mereview materi berdasarkan seluruh kegiatan pembelajaran e. Persiapan Tes Akhir Pada bagian ini fasilitator didampingi oleh panitia menginformasikan tes akhir yang akan dilakukan oleh seluruh peserta yang dinyatakan layak tes akhir. E. 2. Deskripsi Kegiatan Diklat Tatap Muka In-On-In Kegiatan diklat tatap muka dengan model In-On-In adalan kegiatan fasilitasi peningkatan kompetensi guru yang menggunakan tiga kegiatan utama, yaitu In Service Learning 1 (In-1), on the job learning (On), dan In Service Learning 2 (In-2). Secara umum, kegiatan pembelajaran diklat tatap muka In-On-In tergambar pada alur berikut ini. 5 Gambar 3. Alur Pembelajaran Tatap Muka model In-On-In Kegiatan pembelajaran tatap muka pada model In-On-In dapat dijelaskan sebagai berikut, a. Pendahuluan Pada kegiatan pendahuluan disampaikan bertepatan pada saat pelaksanaan In service learning 1 fasilitator memberi kesempatan kepada peserta diklat untuk mempelajari : 1) latar belakang yang memuat gambaran materi 2) tujuan kegiatan pembelajaran setiap materi 3) kompetensi atau indikator yang akan dicapai melalui modul. 4) ruang lingkup materi kegiatan pembelajaran 5) langkah-langkah penggunaan modul 6 b. In Service Learning 1 (IN-1) 1) Mengkaji Materi Pada kegiatan mengkaji materi modul Sosiologi kelompok kompetensi E (Konflik Sosial dan PKB), fasilitator memberi kesempatan kepada guru sebagai peserta untuk mempelajari materi yang diuraikan secara singkat sesuai dengan indikator pencapaian hasil belajar. Guru sebagai peserta dapat mempelajari materi secara individual maupun berkelompok dan dapat mengkonfirmasi permasalahan kepada fasilitator. 2) Melakukan aktivitas pembelajaran Pada kegiatan ini peserta melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rambu-rambu atau instruksi yang tertera pada modul dan dipandu oleh fasilitator. Kegiatan pembelajaran pada aktivitas pembelajaran ini akan menggunakan pendekatan/metode yang secara langsung berinteraksi di kelas pelatihan, baik itu dengan menggunakan metode berfikir reflektif, diskusi, brainstorming, simulasi, maupun studi kasus yang kesemuanya dapat melalui Lembar Kerja yang telah disusun sesuai dengan kegiatan pada IN1. 3) Pada aktivitas pembelajaran materi ini peserta secara aktif menggali informasi, mengumpulkan dan mempersiapkan rencana pembelajaran pada on the job learning. c. On the Job Learning (ON) 1) Mengkaji Materi Pada kegiatan mengkaji materi modul Sosiologi kelompok kompetensi E (Konflik Sosial dan PKB), guru sebagai peserta akan mempelajari materi yang telah diuraikan pada in service learning 1 (IN1). Guru sebagai peserta dapat membuka dan mempelajari kembali materi sebagai bahan dalam mengerjaka tugas-tugas yang ditagihkan kepada peserta. 2) Melakukan aktivitas pembelajaran Pada kegiatan ini peserta melakukan kegiatan pembelajaran di sekolah maupun di kelompok kerja berbasis pada rencana yang 7 telah disusun pada IN1 dan sesuai dengan rambu-rambu atau instruksi yang tertera pada modul. Kegiatan pembelajaran pada aktivitas pembelajaran pendekatan/metode ini praktik, implementasi, peer discussion akan eksperimen, menggunakan sosialisasi, yang secara langsung di dilakukan di sekolah maupun kelompok kerja melalui tagihan berupa Lembar Kerja yang telah disusun sesuai dengan kegiatan pada ON. 3) Pada aktivitas pembelajaran materi pada ON, peserta secara aktif menggali informasi, mengumpulkan dan mengolah data dengan melakukan pekerjaan dan menyelesaikan tagihan pada on the job learning. d. In Service Learning 2 (IN-2) Pada kegiatan ini peserta melakukan presentasi produk-produk tagihan ON yang akan di konfirmasi oleh fasilitator dan dibahas bersama. pada bagian ini juga peserta dan penyaji me-review materi berdasarkan seluruh kegiatan pembelajaran e. Persiapan Tes Akhir Pada bagian ini fasilitator didampingi oleh panitia menginformasikan tes akhir yang akan dilakukan oleh seluruh peserta yang dinyatakan layak tes akhir. E. 3. Lembar Kerja Modul pembinaan karir guru Sosiologi kelompok kompetensi E (Konflik Sosial dan PKB) teridiri dari beberapa kegiatan pembelajaran yang didalamnya terdapat aktivitas-aktivitas pembelajaran sebagai pendalaman dan penguatan pemahaman materi yang dipelajari. Modul ini mempersiapkan lembar kerja yang nantinya akan dikerjakan oleh peserta, lembar kerja tersebut dapat terlihat pada tabel berikut. 8 Tabel 1. Daftar Lembar Kerja Modul No Kode LK Nama LK Keterangan 1. LK.1.1 Soal Pilihan Ganda Konflik Sosial TM, IN1 2. LK.1.2 Soal Uraian Konflik Sosial TM, IN1 3. LK.1.3 Identifikasi Konflik Sosial TM, ON 4. LK.1.4 Analisis Wacana Konflik Sosial TM, IN1 5. LK.1.5 Pengembangan Soal Konflik Sosial TM, ON 6. LK.2.1 Soal Pilihan Ganda Kekerasan Sosial TM, IN1 7. LK.2.2. Soal Uraian Kekerasan Sosial TM, IN1 8. LK.2.3 Analisis Wacana Kekerasan Sosial TM, ON 9. LK.2.4. Pengembangan Soal Kekerasan Sosial TM, ON 10 LK 3.1 Soal Pilihan Ganda Integrasi Sosial TM, IN1 11 LK 3.2 Soal Uraian Integrasi Sosial TM, IN1 12 LK 3.3 Analisis Wacana Integrasi Sosial TM, ON 13 LK 3.4 Pengembangan Soal Integrasi Sosial TM, ON 14. LK 4.1 Soal Pilihan Ganda PKB TM, IN 1 15. LK 4.2 Soal Uraian PKB TM, IN1 16. LK. 4.3 Pengembangan Soal PKB TM, ON Keterangan. TM : Digunakan pada Tatap Muka Penuh IN1 : Digunakan pada In service learning 1 ON : Digunakan pada on the job learning 9 KEGIATAN PEMBELAJARAN 1 KONFLIK SOSIAL A. TUJUAN Setelah mempelajari materi modul Masalah Konflik Sosial peserta diklat diharapkanmampu: 1. Membedakan konsep konflik sosial dengan benar 2. Menjelaskan bentuk-bentuk konflik dengan benar 3. Mengurai masalah konflik sebagai fenomena sosial dengan benar B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI Indikator pencapaian kompetensi dalam kegiatan pembelajaran ini, peserta diklat diharapkan mampu: 1. Menjelaskan konsep dasar konflik sosial 2. Menjelaskan teori konflik sosial 3. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab konflik sosial 4. Membedakan bentuk-bentuk konflik sosial 5. Menemutunjukkan alternatif pemecahan konflik sosial. C. URAIAN MATERI 1. Latar Belakang Di manapun keberadaannya, setiap manusia selalu terlibat interaksi dengan orang lain. Hal itu untuk mencukupi kebutuhannya. Agar semuanya berjalan teratur, maka masyarakat manusia memerlukan aturan-aturan guna mencapai tujuan bersama. Namun seiring perkembangan zaman, interaksi sosial yang berjalan teratur dapat berubah sehingga terjadi adanya konflik sosial. Konflik sosial bisa dipicu oleh beberapa hal, antara lain adanya anggota masyarakat yang tidak paham dengan tujuan kelompok atau masyarakat. Misalnya seseorang yang sesekali berbicara dengan katakata ‘kotor’ diselingi umpatan, sedangkan di sekitarnya ada beberapa anak yang sedang memperhatikannya. Konflik juga dapat berlangsung karena norma-norma sosial yang ada tidak membantu anggota masyarakat 10 mencapai tujuan. Hal ini terlihat saat didengung-dengungkannya profesionalitas di lingkungan suatu organisasi. Pada saat anggotanya ada yang memiliki kemampuan lebih dibandingkan seniornya, dia tidak bisa menduduki kepengurusan, karena terbentur oleh aturan atau budaya yang ada di organisasi, dimana senior lebih diutamakan (budaya senioritas). Selain hal di atas masih banyak lagi penyebab konflik yang berkembang dalam masyarakat. Konflik yang berlangsung dalam masyarakat dapat terjadi antar individu, individu dengan kelompok, serta kelompok dengan kelompok. Banyak contoh kasus yang terjadi di masyarakat Indonesia saat ini, apalagi sejak adanya reformasi tahun 1998/1999, kebebasan berpendapat di depan umum mulai marak bahkan terkadang tidak terkontrol. Misalnya bentuk pertentangan dengan adanya demonstrasi yang berakhir dengan tindakan anarkhi, berupa perusakan pagar, melakukan pelemparan benda ke aparat atau gedung sampai ada yang rusak. Konflik sosial memang tidak bisa hilang dalam masyarakat, namun apakah membiarkan terjadinya konflik berlangsung tanpa aturan dan ditunjukkan begitu saja tanpa kendali? Anggota masyarakat pasti tidak menghendakinya. Maka konflik perlu dikelola, dalam arti disalurkan melalui media yang tepat, misalnya dengan perundingan atau musyawarah, sehingga konflik tidak mengarah pada merusak barang orang lain atau melukai fisik orang lain. Dalam kerangka itulah, setiap anggota masyarakat perlu mengetahui dan mempelajari apa itu konflik, apa penyebabnya, dan saluran apa yang dapat digunakan untuk meredam konflik. Sehingga anggota masyarakat paham bahwa konflik sebagai peristiwa yang biasa terjadi, tidak perlu dihindari dan konflik bisa diselesaikan dengan cara yang baik. Maka sosialisasi tentang konflik sosial perlu diberikan melalui lembaga formal seperti sekolah-sekolah. Untuk tujuan tersebut, maka bahan ajar ini dibuat agar wawasan tentang konflik sosial lebih luas, sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat dalam menghadapi konflik yang ada. 11 2. Konsep Dasar Konflik Menurut Webster dalam Pruitt (2004:9), istilah “conflict” di dalam bahasa Inggris berarti suatu perkelahian, peperangan atau perjuangan, yaitu berupa pertentangan fisik antara beberapa pihak. Arti kata itu kemudian berkembang dengan masuknya “ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan, ide, gagasan, dan lain-lain”. Sehingga istilah “konflik” juga menyentuh aspek psikologis di balik pertentangan fisik itu sendiri. Pribadi maupun kelompok menyadari adanya perbedaan- perbedaan dengan pihak lain, misalnya dalam hal emosi, bentuk fisik, unsur kebudayaan, dan pola perilaku. Perbedaan-perbedaan itu akan semakin menajam manakala dipengaruhi oleh unsur psikologis dalam diri manusia. Unsur psikologis yang dimaksud dapat berupa perasaan amarah, benci yang menyebabkan dorongan-dorongan untuk saling menekan, saling menyerang, saling melukai dan bahkan saling menghancurkan individu atau kelompok yang dianggap sebagai lawan (Soekanto, 2002:98). Suatu pertentangan pada umumnya berkembang dari pertentangan nonfisik, berkadar rendah tanpa kekerasan (non-violent) menjadi benturan fisik, yang bisa berkadar tinggi dalam bentuk kekerasan (violent). Dalam kaitannya dengan pertentangan sebagai konflik, Gurr dalam Al Hakim (2003:3) membuat kriteria yang menandai suatu pertentangan sebagai konflik. Pertama, sebuah konflik harus melibatkan dua pihak atau lebih di dalamnya; kedua, pihak-pihak tersebut saling tarik-menarik dalam aksi-aksi saling bermusuhan (mutualy opposing actions); ketiga, mereka biasanya cenderung menjalankan perilaku koersif untuk menghadapi dan menghancurkan “musuh”; keempat, interaksi pertentangan di antara pihakpihak itu berada dalam keadaan yang tegas, karena itu keberadaan peristiwa pertentangan dapat dideskripsikan dengan mudah oleh para pengamat sosial yang tidak terlibat dalam pertentangan. Dalam kehidupan masyarakat, konflik juga dapat berupa proses instrumental yang mengarah pada pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial serta dapat menetapkan dan menjaga garis 12 batas antara dua atau lebih kelompok. Dengan konflik, suatu kelompok dapat memperkuat kembali identitas dan solidaritas di antara anggotanya. 3. Peta Teori Konflik Sosiologi sebagai a multiple paradigm science, sebagaimana yang dinamakan oleh Ritzer (1992), mempunyai banyak teori dan paradigma. Ritzer membedakannya ke dalam (1) paradigma fakta sosial, yang melahirkan teori fungsionalisme struktural dan teori konflik; (2) paradigma definisi sosial yang melahirkan teori aksi, interaksionisme simbolik, dan fenomenologi; dan (3) paradigma pertukaran sosial, yang melahirkan teori sosiologi perilaku dan teori pertukaran. Dari beberapa teori konflik yang dikenal dalam sosiologi, terdapat dua golongan yaitu pertama, teori konflik fungsional dan kedua, teori konflik kelas (Affandi, 2004:135). Kedua kelompok teori ini berakar pada pada pemikiran dua tokoh yaitu Georg Simmel dan Karl Marx. Pemikiran Simmel kemudian diikuti oleh Lewis Coser, sedangkan Marx diikuti oleh Ralf Dahrendorf. Georg Simmel, seorang sosiolog fungsionalis Jerman, dalam karyanya yang berjudul “Conflict and The Web of Group-Affiliations”, mencoba mendekati teori konflik dengan menunjukkan bahwa konflik merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang bersifat mendasar, berkaitan dengan sikap bekerja sama dalam masyarakat. Simmel memandang konflik sebagai gejala yang tidak mungkin dihindari dalam masyarakat karena konflik berfungsi untuk mengatasi ketegangan antara hal-hal yang bertentangan dan mencapai kedamaian. Oleh karena itu antagonisme atau sifat yang saling bertentangan adalah unsur dalam suatu kerjasama. Lewis Coser melalui karyanya yang berjudul “The Functions of Social Conflict”, mencoba menitikberatkan pada konsekuensi-konsekuensi terjadinya konflik pada sebuah sistem sosial secara keseluruhan. Teorinya menunjukkan bahwa adalah salah jika memandang konflik sebagai hal yang merusak sistem sosial, karena konflik juga dapat memberikan keuntungan pada masyarakat luas di mana konflik itu terjadi. Konflik justru membuka peluang bagi terciptanya integrasi antarkelompok, selain itu konflik juga mengakibatkan terjadinya perubahan sosial. 13 Karl Marx adalah salah seorang teoretisi konflik paling besar dan menjadi rujukan dalam setiap kali pembahasan mengenai konflik. Bangunan utama pemikiran Marx berdasarkan pra-anggapan bahwa pelaku utama dalam masyarakat adalah kelas-kelas sosial. Dalam karyanya “The Communist Manifesto”, disebutkan bahwa “sejarah semua masyarakat hingga sekarang ini adalah sejarah perjuangan kelas”. Marx mengkritik masyarakat kapitalis dan membaginya dalam dua pembagian kelas, yaitu kelas atas atau kelas yang berkuasa atau pemilik modal (borjuis) dan kelas bawah atau kelas buruh (proletar). Kelas atas menguasai produksi sedangkan kelas bawah tunduk terhadap kekuasaan kelas atas. Dalam pandangan Marx, negara secara hakiki dikuasai oleh kelas atas yaitu kelas yang menguasai ekonomi. Perspektif negara kelas dapat menjelaskan mengapa yang menjadi korban pembangunan adalah rakyat kecil. Negara dianggap merupakan negara kelas yang mendukung kepentingan kelas-kelas penindas. Negara memungkinkan kelas atas untuk memperjuangkan kepentingan khusus mereka menjadi “kepentingan umum”. Selain Coser, Ralf Dahrendorf merupakan salah satu teoretisi konflik modern yang sangat terkenal. Melalui karyanya “Class and ClassConflict in Industrial Society”, Dahrendorf mengajak kembali pada reorientasi sosiologi yang mengarah pada problem-problem perubahan, konflik dan tekanan dalam struktur sosial, khususnya yang menyangkut permasalahan totalitas masyarakat. Meskipun pandangan Dahrendorf banyak dilhami oleh pemikiran Marx, namun teorinya sangat berbeda dengan teori Marx, karena ia menganalisis konflik tanpa memperhitungkan politik ekonomi yang ada, apakah kapitalisme atau sosialisme. Jika Marx bersandar pada pemilikan alat produksi, maka Dahrendorf bersandar pada kontrol atas alat produksi. Dalam terminologi Dahrendorf, pada masa post-kapitalisme, kepemilikan alat produksi baik sosialis maupun kapitalis, tidak menjamin adanya kontrol atas alat produksi (Johnson, 1990:183). Oleh karena itu di luar Marxisme, ia mengembangkan beberapa terminologi dari Max Weber, antara lain bahwa sistem sosial itu dikoordinasi secara imperatif melalui otoritas atau kekuasaan. Teori sosial Dahrendorf ini berfokus pada kelompok kepentingan konflik yang 14 berkenaan dengan kepemimpinan, ideologi, dan komunikasi, di samping berusaha melakukan berbagai usaha untuk menstrukturkan konflik itu sendiri, mulai dari proses terjadinya hingga intensitasnya dan kaitannya dengan kekerasan. Dalam hal ini Dahrendorf ingin menunjukkan bahwa kepentingan kelas bawah menantang legitimasi struktur otoritas yang ada. Menurut penganut teori konflik, kesatuan masyarakat yang berdasarkan integrasi dan kesanggupan orang untuk menyesuaikan perilaku mereka dengan struktur-struktur yang ada dan memainkan peranan-peranan mereka sebagaimana mestinya hanyalah sebuah penampakan belaka. Masyarakat hanya nampaknya berintegrasi dan bersepakat tentang nilai-nilai dasar. Pada hakikatnya, masyarakat terbagi dalam kubu-kubu yang saling berlawanan. Teori konflik tidak bertolak dari masalah “Apakah yang mempersatukan masyarakat?”, tetapi dari “Apakah yang mendorong dan menggerakkan masyarakat?”. Bukan nilai-nilai bersama yang diutamakan, tetapi kepentingan-kepentingan, persaingan, siasat adu domba, dan sebagainya. Teori konflik menyatakan bahwa adanya kelangkaan kekuasaan, terhadap wewenang, dan sesuatu yang barang-barang berharga, yang misalnya menghasilkan kenikmatan telah memunculkan golongan atau kelompok oposisi, yaitu kelompok yang dirugikan atau porsi lebih besar lagi, atau kelompok yang mencegah pihak lain menguasai barang yang langka itu. Menurut Veeger (1997:93), penalaran teori konflik adalah sebagai berikut: a. Kedudukan orang-orang di dalam kelompok atau masyarakat tidaklah sama karena ada pihak yang berkuasa dan ada pihak yang tergantung. b. Perbedaan dalam kedudukan menimbulkan kepentingan yang berbeda pula. Satu pihak ingin meraih kedudukan, di pihak lain ingin mempertahankannya. c. Mula-mula sebagian dari kepentingan yang berbeda itu tidak disadari yang disebut dengan “kepentingan tersembunyi” (latent interest) yang tidak akan meletuskan suatu aksi. Tetapi apabila kepentingan tersembunyi itu terus-menerus tertekan bahkan tertindas, maka akan 15 berubah menjadi manifest interest, sehingga benturan antara dua pihak, yang berkuasa dan yang dikuasai pun tak terelakkan. d. Konflik akan berhasil membawa perubahan dalam struktur-struktur relasi sosial. Melihat dari beberapa pandangan mengenai teori konflik di atas, teori konflik pada umumnya berdasar pada asumsi dasar bahwa masyarakat atau organisasi berfungsi sedemikian rupa di mana individu dan kelompoknya berjuang untuk memaksimalkan keuntungan; secara tidak langsung dan tidak mungkin dihindari adalah perubahan sosial yang besar seperti revolusi dan perubahan tatanan politik. Ringkasnya ada sedikitnya empat hal yang penting dalam memahami teori konflik sosial, antara lain: a. Kompetisi atas kelangkaan sumber daya, seperti benda-benda ekonomi. b. Ketidaksamaan struktural, baik dalam hal kekuasaan maupun perolehan yang ada dalam struktur sosial. c. Individu dan kelompok yang ingin mendapatkan keuntungan dan berjuang untuk mencapai revolusi. d. Perubahan sosial terjadi sebagai hasil dari konflik antara keinginan yang saling berkompetisi. 4. Akar Konflik Setelah mengetahui teori konflik, maka setidaknya ada tiga pilar utama yang harus mendapat perhatian (Affandi, 2004: 80), yaitu: pertama, watak psikologis manusia yang merupakan dasar sentimen dan ide yang membangun hubungan sosial di antara berbagai kelompok manusia (keluarga, suku, dan lainnya); kedua, adalah fenomena politik, yaitu berhubungan dengan perjuangan memperebutkan kekuasaan dan kedaulatan yang melahirkan imperium, dinasti, maupun negara; ketiga, fenomena ekonomi, yaitu fenomena yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi, baik pada tingkat individu, keluarga, masyarakat maupun negara. 16 a. Watak Psikologis Manusia Menurut Plato dalam Siahaan (1986:57), manusia memiliki tiga sifat tingkatan dalam dirinya, yaitu nafsu atau perasaan (the appetities or thesenses), semangat atau kehendak (the spirit or the will), dan kecerdasan atau akal (inteligence, reason, and judgement). Ketiga potensi di atas apabila mampu dikelola dengan baik, maka manusia akan mampu mengembangkan eksistensinya sebagai manusia secara baik pula. Namun sebaliknya, di balik ketiga sifat di atas, manusia juga memiliki sifat binatang (animal rationale) yang bisa memunculkan perasaan yang berlebihan yang bisa mendorong untuk bertindak agresif. Berikut ini sebagian sifat dasar yang dimiliki manusia : 1) Cinta terhadap kelompok Manusia secara fitrah telah dianugerahi rasa cinta terhadap garis keturunan dan golongannya. Rasa cinta ini menimbulkan perasaan senasib dan sepenanggungan serta harga diri kelompok, kesetiaan, kerja sama, dan saling membantu dalam menghadapi musibah atau ancaman yang pada akhirnya akan membentuk kesatuan dan persatuan kelompok. Cinta merupakan sebuah subjek meditasi filosofis yang berkaitan dengan masalah-masalah etis (Affandi, 2004:82). Cinta dalam hal ini merupakan salah satu dorongan manusia yang paling kuat, awalnya dilihat sebagai kebutuhan akan kontrol, terutama ketika manusia sebagai animal rationale mampu menggunakan kemampuan rasionalnya. Ketika manusia hidup bersama-sama dalam suatu kelompok, maka fitrah ini mendorong terbentuknya rasa cinta maupun solidaritas terhadap kelompok. Manusia tidak akan rela jika salah satu anggota kelompoknya terhinakan dan dengan segala daya upaya akan membela dan mengembalikan kehormatan kelompoknya. Sebagai sebuah fitrah, maka rasa cinta terhadap kelompok ini terdapat pada sebua bentuk masyarakat, baik dalam masyarakat yang masih sederhana maupun masyarakat modern. Perbedaannya hanya pada faktor pengikat. Dalam masyarakat 17 sederhana, faktor pengikatnya adalah ikatan darah atau keturunan. Sedangkan dalam masyarakat modern, ikatan didasarkan atas kepentingan anggota-anggota kelompok. 2) Agresif Manusia memiliki watak agresif sebagai akibat adanya animal power dalam dirinya yang mendorong untuk melakukan kekerasan. Agresifitas manusia ini dapat berakibat terjadinya permusuhan, pertumpahan darah, bahkan pemusnahan umat manusia itu sendiri. Beberapa tokoh seperti Konrad Lorenz (biologi), Sigmund Freud (psikologi), dan Thomas Hobbes (sosiologi) berpendapat bahwa agresifitas selalu melingkupi diri manusia (Mulkhan, 2002:2527). Lorenz mengemukakan bahwa sebagaimana hewan, manusia mempunyai instink agresif yang menyatu dalam struktur genetikanya. Freud juga melontarkan pandangan bahwa manusia adalah makhluk rendah yang dipenuhi oleh kekerasan, kebencian, dan agresi. Kalaulah kemudian konflik itu tidak terjadi lebih disebabkan oleh superego yang mengekang dorongan-dorongan agresifnya. Demikian halnya dengan Hobbes, ia mengungkapkan bahwa dalam keadaan alamiah, keadaan manusia didasarkan pada keinginan-keinginan yang mekanis, sehingga manusia selalu berkelahi. Dalam kaitan ini dapat dikatakan bahwa bukanlah perrbedaan-perbedaan dalam diri manusia yang menyebabkan terjadinya agresi, melainkan watak agresiflah yang menyebabkan terjadinya perbedaan dalam setiap kelompok manusia. Fromm (2000:390) tidak menyangkal adanya potensi agresif dalam diri manusia, tetapi menurutnya tindakan agresif-destruktif tersebut muncul karena adanya kondisi eksternal yang ikut menstimulir, seperti masalah politik, kemiskinan, dan sebagainya. Fromm juga melihat narsisme (paham kecintaan terhadap diri sendiri) sebagai salah satu sumber utama agresifitas manusia. Suatu kelompok atau bangsa yang narsistik akan bereaksi dengan penuh amarah dan bersikap agresif ketika ada kelompok yang melecehkan simbol narsisme mereka. Bahkan untuk itu mereka 18 bersedia mendukung kebijakan perang yang dikeluarkan oleh pemimpin mereka. b. Fenomena Politik Dalam membahas fenomena politik yang berhubungan erat dengan konflik tentunya tidak lepas dari pembahasan mengenai kekuasaan. Pembahasan mengenai hal ini menjadi sangat penting mengingat peran yang semestinya dilakukan oleh seorang pemimpin diharapkan mampu menjadi penengah dan pemisah diantara kelompok-kelompok yang berbeda. Kekuasaan erat kaitannya dengan kepemimpinan atau kepemerintahan. Kekuasaan pada hakikatnya adalah sebuah otoritas untuk mengambil keputusan (Affandi, 2004: 94). Kepemimpinan lahir dari dua faktor yang saling terkait, yaitu pertama, faktor personal, dan kedua, solidaritas sosial atau dukungan kelompok. Secara personal, seseorang yang akan menjadi pemimpin harus memiliki sifat terpuji dan adil untuk dijadikan panutan dan pengayoman bagi rakyat, serta mampu melaksanakan hukum yang ditetapkan dengan undangundang. Sedangkan solidaritas atau dukungan dari rakyat mutlak diperlukan karena tanpa hal itu maka kekuasaannya akan jatuh. Kekuasaan negara adalah puncak kekuasaan dalam kehidupan bersama umat manusia. Karenanya, pertarungan akan sering terjadi antar kelompok dalam memperebutkan kekuasaan tersebut. Sedangkan cara-cara atau strategi yang dipakai untuk meraihnya terkadang menggunakan cara yang kotor dan penuh intrik. Pemimpin atau penguasa tidak serta-merta menjadi pemimpin yang berlaku adil. Keinginan untuk mengikuti hawa nafsu dan ambisi pribadi terkadang menjadi penyebab timbulnya penindasan, teror, dan anarkhi. Oleh karena itu, kekuasaan kepemerintahan harus didasarkan pada peraturan dan kebijakan politik tertentu. Seorang pemimpin yang telah berkuasa akan menjalankan kekuasaannya dengan cara yang berbeda-beda. Ibn Khaldun dalam Affandi (2004:99) membedakan pola menjalankan kuasa dalam tiga bentuk: (1) kekuasaan dijalankan dengan lemah lembut dan penuh keadilan. Ciri dalam masyarakat ini adalah setiap orang mempunyai 19 kesempatan untuk mengembangkan potensi serta dapat mengemukakan pendapat secara bebas tanpa rasa takut dan tertekan; (2) kekuasaan yang dijalankan dengan dominasi, kekerasan, dan teror. Masyarakat di bawah kepemimpinan ini akan hidup dalam tekanan dan rasa takut. Tidak ada kebebasan menyalurkan aspirasi. Kecenderungannya, rakyat menjadi apatis; (3) kekuasaan dijalankan dengan menjatuhkan sanksi atau hukuman. Masyarakat di bawah kekuasaan ini akan mudah menyimpan dendam bahkan mudah bergolak manakala keputusan yang dikeluarkan penguasa tidak mencerminkan rasa keadilan. Tipe-tipe kekuasaan di atas dapat menjadi tolok ukur keadaan suatu masyarakat, apakah kondisi masyarakat dalam keadaan aman dan tertib tidak ada gejolak, atau masyarakat dalam kondisi konflik yang kacau balau. Namun selain faktor kepemimpinan, karakteristik dan tingkat kedewasaan masyarakat juga sangat mendukung dalam tegaknya sebuah negara. c. Fenomena Ekonomi Dalam teori-teori sosial modern yang membahas konflik, tidak satu pun yang melepaskan perhatiannya dari fenomena ekonomi. Perbedaannya hanya terjadi pada apakah faktor ekonomi menjadi determinan yang menyebabkan konflik atau tidak. Teori konflik yang berakar dari Marx dan Dahrendorf akan selalu memandang bahwa konflik disebabkan oleh masalah distribusi dan perebutan sumbersumber ekonomi. Kondisi ekonomi sangat mempengaruhi bahkan menentukan situasi dan perkembangan politik. Perekonomian yang stabil adalah faktor penting dalam mencapai kestabilan politik. Fenomena ekonomi dan fenomena politik ibarat dua sisi mata uang. Yang menjadi masalah adalah ketika proses kolaborasi antara penguasa politik (pemerintah) dengan penguasa ekonomi (pengusaha) menjadi tidak sehat dan tidak berpihak kepada masyarakat. Banyak kasus kerusuhan terjadi salah satu penyebabnya adalah ulah permainan para elit politik dan pengusaha dalam menguasai sumber-sumber ekonomi. Ketika pertumbuhan dijadikan 20 jargon dalam pembangunan ekonomi, maka perhatian kebijakan pun mengarah ke sana. Akibatnya pemerintah merupakan sumber dana utama bagi pengusaha di setiap level pemerintahan karena banyak memberikan proyek pembangunan sarana dan prasarana fisik. Kondisi yang demikian sudah pasti rentan dengan masalah kolusi dan korupsi. Pola penguasa yang turut menjadi pengusaha serta jalinan erat yang menciptakan simbiosis mutualistik antara penguasa dengan pengusaha sangatlah sulit untuk dilawan rakyat kecil. Kebijakan yang diskriminatif ini dapat mengakibatkan dendam yang berkepanjangan dan ketika suasana berubah drastis dan memungkinkan, maka akumulasi kekecewaan ini dilampiaskan dengan melakukan perusakan terhadap simbol-simbol kesewenang-wenangan dan penyebab kesenjangan. Akar dari konflik menurut Leopold von Wiise (Soekanto, 2002:99) dapat disebabkan oleh adanya: 1) Perbedaan pendirian dan perasaan. 2) Perbedaan kebudayaan. Perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung pula dari pola-pola kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta serta perkembangan kepribadian tersebut. Seorang secara sadar maupun tidak sadar, sedikit banyaknya akan terpengaruh oleh pola-pola pemikiran dan pola-pola pendirian dari kelompoknya. Selanjutnya keadaan tersebut dapat pula menyebabkan terjadinya konflik antarkelompok manusia. 3) Perbedaan kepentingan. Bentuk kepentingan dapat berupa kepentingan ekonomi, politik, dan sebagainya. 4) Perubahan sosial. Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, dan ini menyebabkan terjadinya golongangolongan yang berbeda pendiriannya, misalnya mengenai reorganisasi sistem nilai. Sebagaimana diketahui perubahan sosial mengakibatkan terjadinya disorganisasi pada struktur. Loekman Soetrisno (2003:13-19) mengungkapkan bahwa factor penyebab konflik adalah: 21 1) Kondisi masyarakat yang multietnis dan multibudaya; kondisi yang demikian ini menyebabkan terjadinya banyak perbedaan, baik mengenai budaya, cara pandang, nilai, tingkat pendidikan, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang sering menimbulkan pertentangan dalam kehidupan sosial. 2) Kecemburuan sosial; faktor ini erat hubungannya dengan masalah ekonomi dan rasa keadilan. Kecemburuan bisa terjadi manakala suatu kelompok merasa diperlakukan tidak adil, baik oleh penguasa atau oleh kelompok lainnya. 3) Penggunaan kekuasaan yang berlebihan Sudah menjadi kewajiban pemerintah yang berkuasa untuk melindungi rakyatnya, di sisi lain demi kebaikan bersama pemerintah berhak melakukan penertiban agar tercipta suatu keteraturan sosial. Namun cara-cara yang digunakan pemerintah seringkali dianggap sebagai tindakan berlebihan. Tindakan pemaksaan (koersif) dan sikap represif dari aparat kerap kali menimbulkan kesan yang buruk bahkan sifat dendam di mata masyarakat. Menyimak dari pembahasan di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa faktor utama penyebab konflik sosial paling tidak ada tiga faktor: Pertama, sifat agresif seseorang atau suatu kelompok dengan ditunjang oleh kondisi masyarakat yang pluralistik; kedua, faktor ekonomi; berkaitan dengan masalah kemiskinan, kesenjangan, dan perebutan sumber dan bahan pangan; dan ketiga, faktor politik; berkaitan dengan tuntutan rasa keadilan akibat perlakuan dari pihak penguasa atau pemerintah. 5. Bentuk-bentuk Konflik a. Berdasarkan Sifatnya Para sosiolog membedakan dua jenis konflik yang masingmasing memiliki sebab yang berbeda dalam pemunculannya, yaitu konflik yang bersifat destruktif dan fungsional (Soetrisno, 2003:14). 1) Konflik destruktif Konflik destruktif adalah konflik yang mengakibatkan benturan fisik yang membawa kerugian jiwa dan harta. Konflik ini muncul karena 22 rasa benci satu kelompok terhadap kelompok lain. Kebencian itu disebabkan karena berbagai hal seperti adanya kesenjangan ekonomi, fanatisme terhadap suatu golongan dan sebagainya. Contoh konflik destruktif adalah konflik antara etnis Dayak dan Melayu dengan etnis Madura di Sampit yang dipicu oleh rasa kebencian akibat kecemburuan sosial, juga terjadinya kerusuhan pada bulan Mei 1998 yaitu konflik antara para demonstran dan aparat keamanan yang berujung pada perusakan dan penjarahan. 2) Konflik fungsional Konflik fungsional adalah konflik yang menghasilkan perubahan atau konsensus baru yang bermuara pada perbaikan. Konflik jenis ini berasal dari perbedaan pendapat antara dua kelompok tentang suatu masalah yang sama-sama mereka hadapi. Misalnya, kasus perbedaan pendapat dalam penentuan hari raya, perbedaan konsep dalam membuat kurikulum, dan sebagainya. Perdebatan antara para ilmuwan dalam rangka mencari kebenaran itu tentunya sangat keras tetapi tidak berkembang menjadi sebuah konflik yang destruktif, seperti terjadinya perkelahian, perusakan, maupun pembakaran, atau kemudian tidak saling tegur antara satu dengan yang lain. Hasil dari konflik fungsional ini adalah suatu konsensus atau kesepakatan bersama terhadap hal-hal yang yang menjadi sumber munculnya perbedaan pendapat. b. Berdasarkan Arahnya Berdasarkan model arahnya, konflik dapat digolongkam menjadi dua yaitu, konflik horisontal dan konflik vertikal (Sihbudi dan Nurhasim, 2001:vii). Model konflik yang pertama, yaitu konflik horisontal adalah konflik yang terjadi intra masyarakat. Faktor pemicu terjadinya konflik jenis ini bisa disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan primordialisme, atau SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan). Kasus konflik di Sambas Kalimantan Barat, perusakan toko-toko milik warga keturunan Tionghoa, konflik antar pendukung partai politik adalah sebagian contoh dari jenis konflik ini. Bahkan sering juga terdengar lewat media massa konflik antar 23 suporter olahraga, antar mahasiswa, antar pelajar, bahkan antarwarga desa yang kadang tidak jelas apa pendorongnya. Lemahnya penegakan hukum dapat juga mengakibatkan terabaikannya rasa keadilan yang pada akhirnya memunculkan kekecewaan yang kemudian dijadikan sebagai alasan pembenar untuk menggunakan hukum sendiri (main hakim sendiri) dengan melakukan tindakan anarkis. Contoh kasus yang banyak terjadi di masyarakat adalah tindakan main hakim sendiri atau pengadilan massa terhadap seseorang atau kelompok pelaku tindak kriminal. Sementara jenis kedua yaitu konflik vertikal adalah konflik yang terjadi antara masyarakat dengan penguasa atau negara. Konflik biasanya ditandai oleh kekecewaan dan kemarahan massa terhadap kebijakan pemerintah dan sikap aparat negara yang dianggap telah berlaku tidak adil. Beberapa kasus yang banyak terjadi seperti demonstrasi massa, demonstrasi mahasiswa, penggusuran dan penertiban kawasan kumuh, bahkan bisa juga sampai pada gerakan perlawanan terhadap negara, misalnya perlawanan GSA (Gerakan Separatis Aceh), OPM (Organisasi Papua Merdeka), dan RMS (Republik Maluku Selatan). c. Berdasarkan Akar Permasalahannya Berdasarkan akar permasalahannya, konflik dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Konflik Agama Salah satu faktor utama pemicu konflik di masyarakat atau hubungan antar bangsa adalah masalah agama atau prinsip keagamaan. Sesuai fakta, agama menjadi pemicu konflik telah tercacat dalam sejarah dunia. Pada dasarnya semua agama sebagai sebuah ajaran sekaligus tuntunan bagi pemeluknya yang menghubungkan antara dirinya dengan Tuhan dan sesamanya. Namun agama seringkali menjadi dasar munculnya konflik dari jaman ke jaman. Konflik agama sebagai konflik klasik yang sulit diselesaikan karena berhubungan dengan doktrin yang sakral atau disakralkan oleh penganutnya. 24 Keyakinan terhadap doktrin agama tersebut berdampak pada sentimen antar agama. Seringkali agama dijadikan alasan pembenar oleh suatu kelompok untuk menyerang atau memusuhi kelompok lain. Contoh dari permasalahan di atas antara lain adanya Perang Salib yang terjadi beberapa fase antara bangsa Eropa Barat yang beragama Nasrani dengan bangsa Arab yang memeluk Islam. Konflik di Irlandia Utara muncul disebabkan terjadi disharmoni antara umat Kristen dengan Katholik. Lahirnya negara Pakistan sebagai manifestasi konflik agama antara Islam dan Hindu di India. Bahkan konflik klasik antara dua negara yang berlarut-larut sampai sekarang tetap menjadi potensi utama konflik antara India-Pakistan adalah mengenai masalah “Khasmir”, sebuah wilayah yang secara geografis bagian dari India namun secara ideologi keagamaan menjadi bagian Pakistan. Sampai saat ini, konflik di Timur Tengah juga didominasi oleh masalah agama atau alasan keagamaan yaitu antara bangsa Yahudi dengan bangsa Arab. Meskipun masalah konflik PalestinaIsrael disebabkan perebutan wilayah atau negara namun perbedaan agama sangat berperan dalam permasalahan tersebut. Sementara itu, juga muncul konflik seagama yang disebabkan paham atau penafsiran yang berbeda dalam agama. Contohnya antara penganut Suni dan Syiah di Timur Tengah yang sering berakibat pada pertumpahan darah. Dalam sejarah Indonesia, konflik dengan tendensi agama atau aliran keagamaan bukan merupakan hal yang baru. Pada tahun 1950-an terjadi pemberontakan DI/TII yang bertujuan mendirikan Negara Islam. Gerakan ini menimbulkan konflik antara pemerintah sebagai penguasa dengan para pemberontak sehingga mengganggu stabilitas nasional sampai gerakan ini dapat ditumpas pada tahun 1960-an. Di antara paham atau aliran keagamaan yang dianggap sering menimbulkan konflik adalah paham fundamentalisme. Agama-agama besar yang ada di dunia seperti Islam, Kristen, Hindu dan lainnya pada umumnya terdapat kelompok yang 25 menganut aliran radikal tersebut. Fundamentalisme pada umumnya muncul sebagai tanggapan terhadap tantangan modern yang bersifat internal dan eksternal untuk menghadapi hegemoni budaya dan legitimasi politik serta penolakannya secara radikal terhadap sekulerisme. Fundamentalisme juga sebagai gerakan purification atau pemurnian terhadap ajaran agama serta penerapan ajaran agama yang dilaksanakan secara kaku bahkan cenderung menggunakan kekerasan. Meskipun dalam peristiwa-peristiwa di atas, agama memiliki peran vital namun peran agama dalam masing-masing peristiwa berbeda-beda. Dalam persitiwa Perang Salib dan konflik di Irlandia Utara, peran agama sebagai penyebab konflik sangat dominan. Perbedaan doktrin agama berkembang pada perasaan sentimen antarumat masing-masing agama menjadi sebab utama dari munculnya konflik tersebut. Dalam peristiwa tersebut, agama telah berubah dari suatu paham spiritual menjadi paham spiritual yang dibalut dengan identitas yang eksklusif dari sebuah komunitas yang membedakannya dengan komunitas lain (Soetrisno, 2003:34). Sementara itu, dalam kasus peristiwa pemberontakan DI/TII atau terpisahnya Pakistan dari India, agama dapat dimanfaatkan sebagai wahana untuk membangun solidaritas dan dukungan bagi penganut agama Islam untuk mencapai tujuan politiknya. Agama merupakan sarana yang efektif untuk memobilisasi massa. Namun keefektifan agama sebagai penyebab suatu konflik tergantung pada kondisi yang dialami sebuah masyarakat. Jika masyarakat mengalami ketidakberdayaan ekonomi dan politik maka agama akan mudah menjadi wahana mobilisasi guna mencapai tujuan. Sebaliknya, hal itu sulit dilakukan apabila masyarakat mempunyai basis ekonomi yang kuat sehingga masyarakat sejahtera lebih bersikap menjaga situasi. 2) Konflik Ideologi Istilah “Ideologi” diciptakan oleh filsuf Perancis, Antoine Destuutt de Tracy (1754-1836), seorang bangsawan yang bersimpati pada Revolusi Perancis tahun 1789. De Tracy adalah 26 pengikut rasional, sebagai gerakan pembaharu yang kritis terhadap otoritas tradisional dan mistifikasi ajaran agama. Menurutnya, “Ideologi” sebagai ilmu tentang pemikiran manusia yang mampu menunjukkan arah yang benar menuju masa depan (Eatwell, 2004:5). Pada akhirnya istilah “Ideologi” pada perkembangannya bermakna negatif yang utamanya digunakan untuk mengelompokkan ide-ide yang bias atau ekstrem. Ideologi berperan bagi individu atau kelompok masyarakat karena mempunyai ragam efek termasuk perilaku dan kebijakan yang mengilhami dan membatasi. Ideologi sebagai sebuah produk pemikiran sosial dapat digunakan sebagai alat pendorong sekumpulan manusia untuk mencapai cita-citanya. Namun sering kali “ideologi” ditafsirkan sebagai sesuatu yang negatif karena mengandung unsur kefanatikan buta. Ideologi pada umumnya dihubungkan dengan masalah politik di masyarakat atau negara. Perbedaan ideologi tak jarang menjadi potensi awal munculnya konflik. Kekuatan atas kefanatikan terhadap ide akhirnya melahirkan pemikiran dan tindakan radikal dalam masyarakat. Ideologi-ideologi yang secara universal dikenal antara lain komunisme, nasionalisme, kolonialisme, impeiralisme, kapitalisme, demokrasi, feodalisme, militerisme, totalitarisme, fundamentalisme dan lain-lain. Pada tingkat yang bersifat ideologis, konflik terwujud di dalam bentuk konflik antara sistem nilai yang dianut serta menjadi ideologi dari berbagai kesatuan sosial. Paham nasionalisme Asia-Afrika, muncul sebagai akibat dari imperalisme dan kolonialisme bangsa Eropa. Antara nasionalisme Asia-Afrika dengan imperalisme sebagai sesuatu yang berbeda tujuan bahkan bertentangan sehingga dalam mengaplikasikan paham masing-masing terjadi benturan kepentingan yang berujung pada konflik. Terjadinya perlawanan atau pemberontakan di negara-negara terjajah pasca Perang Dunia II, sebagai konflik kepentingan yang didasarkan pada konflik ideologi tersebut. 27 Sementara itu, komunisme yang identik dengan pandangan Karl Marx meninggalkan warisan yang ambigu sehingga menjadi sumber konflik diantara para pewaris ideologinya. Pada hakikatnya, komunisme mengecam paham lain seperti kapitalisme yang dianggap telah menghancurkan ikatan dan kesetiaan organik (Eatwell, 2004:141). Meski perbedaan paham antara komunisme dan kapitalisme dimulai pada pasca Revolusi Industri di Inggris sebagai pertentangan antara kepentingan kaum buruh dengan pemilik modal namun konflik tersebut berlanjut sepanjang jaman. Munculnya Perang Dingin pada tahun 1950-an sampai bubarnya Uni Soviet antara Blok Barat dan Timur juga disebabkan perbedaan ideologi tersebut. Dalam perjalanan politik suatu pemerintahan juga sering muncul konflik antara kelompok Militer dan Partai Komunis. Meski keduanya punya insting melakukan violence political namun secara substansif latar belakang keduanya berbeda dalam mewujudkan naluri politiknya. Terdapat pola-pola tertentu yang umumnya terdapat di kalangan militer di suatu negara yaitu penekanan pada nasionalisme, apolitik praktis dan esprit de corps. Secara universal fungsi formal militer sebatas alat pertahanan negara sehingga di negara yang mengedepankan supremasi sipil, golongan militer di bawah kendalinya. Namun secara faktual kecenderungan tersebut bertolak belakang bagi negara tertentu yang punya sejarah pemerintahan dan latar belakang politik sehingga muncul supremasi militer. Di negara-negara yang baru berkembang seperti di Asia, dan Afrika perlu adanya kekuasaan diktator militer untuk menyelamatkan diri dari bahaya Komunisme (Lev, 1967:188-189). Sementara itu, paham demokrasi yang menekankan pada persamaan individu atau kelompok dalam masalah sosial-politik bertolak belakang dengan paham politik lain seperti feodalisme yang bersifat konservatif ataupun paham totalitarisme yang menerapkan otoriter dalam kebijakannya. Secara historis, lahirnya paham-paham kebebasan dan persamaan di Eropa yang akhirnya berlaku universal seperti demokrasi dan liberalisme sebagai reaksi 28 dominasi kaum feodal yang mempunyai hak istimewa atau privilege. Demokrasi juga menimbulkan tarik menarik dengan kediktatoran sebagai konflik antara pemerintahan berdasarkan suara rakyat dengan sistem tirani. Konflik ideologi ini juga berpotensi terhadap perpecahan suatu bangsa atau negara seperti yang terjadi pada Jerman dan Korea pada pasca Perang Dunia II. Perbedaan ideologi para tokoh bangsanya serta dukungan dari masing-masing negara yang mempunyai kesamaan ideologi politik berakibat Jerman menjadi dua yaitu Jerman Barat yang beraliran liberalis yang didukung negara-negara Eropa Barat dan Amerika serta Jerman Timur berpaham komunis yang didukung Uni Soviet. Pada saat Uni Soviet bubar seiring dengan jatuhnya pengaruh komunis di dunia, maka antara Jerman Barat dan Timur dapat disatukan lagi dengan dasar atau asas liberalis. Sementara itu, Korea dipecah menjadi dua yaitu Korea Selatan berpaham Liberalis dan Korea Utara berpandangan komunis. Namun sampai sekarang antara kedua Korea masih terpisah bahkan kecenderungan muncul keteganganketegangan sampai saat ini disebabkan perbedaan ideologi tersebut. Perjuangan menegakkan suatu ideologi sering menggunakan cara-cara revolusi sehingga menimbulkan konflik terhadap kelompok lain. Sebagai contohnya adalah munculnya Revolusi Rusia ketika Raja Tsar Nicolas II dijatuhkan sebagai akumulasi dari perang ideologi antara feodalisme dan komunisme di Rusia. Peristiwa revolusi juga terjadi di Indonesia, ketika PKI pada tahun 1965 melakukan gerakannya. Konflik tersebut juga mengakibatkan terbunuhnya ribuan nyawa manusia. 3) Konflik Politik Konflik politik sebagai sesuatu yang menarik untuk dibahas karena permasalahan ini sebagai hal yang paling komplek di antara jenis-jenis konflik yang ada. Dalam konflik politik ini mencakup hampir semua aspek yang ada seperti kepentingan ekonomi, sosial, ideologi, agama, dan lingkungan hidup. Pada tingkat yang 29 bersifat politik, konflik terjadi dalam bentuk pertentangan di dalam pembagian status kekuasaan, dan sumber-sumber ekonomi yang terbatas di dalam masyarakat. Dalam situasi konflik, pihak yang berselisih berusaha mengabadikan diri dengan cara memeperkokoh solidaritas ke dalam di antara sesama anggotanya, membentuk organisasi-organisasi kemasyarakatan untuk keperluan kesejahteraan dan pertahanan bersama. 4) Konflik Ekonomi Perubahan-perubahan besar dalam sejarah peradaban umat manusia, terutama setelah munculnya jaman renaissance di Eropa, selalu menunjukkan pengaruh faktor ekonomi. Karenanya, berbagai peristiwa besar yang menggerakkan manusia dalam jumlah besar tidak pernah lepas dari persoalan kepentingan ekonomi. Imperalisme dan kolonialisnme dari bangsa-bangsa Eropa faktor pendorong utamanya adalah alasan ekonomi. Revolusi diberbagai negara juga tidak terlepas dari masalah ekonomi. Dengan realitas masyarakat yang demikian maka wajar jika lahir pemikiran Karl Marx yang menyebutkan bahwa sejarah peradaban umat manusia adalah sejarah perjuangan kelas dalam memperebutkan sumber-sumber produksi atau ekonomi. Terjadinya konflik di masyarakat disebabkan oleh dampak dari struktur sosial yang tidak seimbang, di mana kelompok pemilik modal melakukan eksploitasi terhadap kelompok kelas bawah (kelas pekerja). Kondisi sosial yang tidak seimbang ini, terus bertahan karena pada dasarnya kelas pemilik modal mampu mempertahankan dukungan dari kebijakan negara yang telah dikuasainya. Pemikiran Marx telah mengilhami pengikut-pengikutnya (Marxist dan Neo-Marxist) untuk menjelaskan konflik dan berbagai peristiwa besar lainnya dalam perspektif perebutan sumber-sumber ekonomi. Pemikiran tersebut menghasilkan ideologi gerakan dan menjadi pemicu revolusi diberbagai negara di awal abad XX (Affandi, 2004:200). 30 Menurut Ibnu Khaldun, faktor ekonomi lebih dominan sebagai pemicu munculnya konflik dibanding faktor lainnya (Affandi, 2004:200). Di antaranya adalah pertama, munculnya pemberontakan-pemberontakan atau perlawanan terhadap pemerintahan yang sah sering terjadi akibat adanya indikasi pemerintahan yang korup dan perampasan terhadap hak rakyat; kedua, terjadinya krisis perekonomian di mana pengeluaran negara lebih besar daripada devisa negara. Kondisi tersebut antara lain disebabkan pola kehidupan pada kemewahan. Di sisi lain terjadi ketimpangan sosial di mana rakyat hidup dalam kemiskinan bahkan kelaparan. Akumulasi kekecewaan rakyat akan menimbulkan gerakan perubahan bahkan revolusi. Selain itu, institusi keamanan negara seperti kepolisian dan militer yang lemah juga menjadi pemicu terjadinya peristiwa di atas. Dengan pemberontakan demikian atau dapat perlawanan disimpulkan, terjadi karena sebuah kegagalan penguasa politik dalam mengelola sumber-sumber ekonomi. Sebaliknya, apabila seorang penguasa politik mampu menangani persoalan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya, maka kekuasaan akan bertahan lebih lama dan konflik dapat diminimalisir. Sementara itu, konflik ekonomi di masyarakat tidak terbatas pada pemerintah dan rakyatnya. Pada masa modern sekarang ini, sering terjadi konflik disebabkan masalah ekonomi antara negara. Meskipun konflik antar negara tersebut juga muncul pada masa masa lalu akibat persaingan dalam perdagangan. Persaingan perekonomian atau perdagangan antar negara pada masa sekarang pada umumnya tidak secara langsung menjadi pemicu konflik namun yang terjadi adanya ketegangan-ketagangan atau memburuknya hubungan antar negara yang bersangkutan. a) Konflik SARA Sebagai gejala sosial, konflik akan selalu muncul pada setiap masyarakat karena antagonisme atau perbedaan yang menjadi ciri dan penunjang terbentuknya masyarakat. 31 Perbedaan-perbedaan sosial tidak mungkin dihindari karena adanya kelompok lapisan atas disebabkan terdapatnya fakta adanya lapisan bawah. Konflik antarkelompok sering kali timbul karena adanya sejarah persaingan, prasangka dan rasa benci yang dilatarbelakangi oleh sesuatu yang bersifat pribadi, politis, etnis, ideologis dan lainnya. Konflik antar kelompok ditentukan oleh bangunan nilai dan penggunaan simbol yang berbeda antar kelompok tersebut sehingga menimbulkan penafsiran dan rasa yang berbeda untuk dihargai dan menghargai. Nilai-nilai kebudayaan dapat menjiwai kepribadian, sehingga mempengaruhi struktur kebutuhan yang selanjutnya dapat menentukan kehendak kelompok atau seseorang menerapkan peran sosialnya. Konflik yang disebabkan masalah SARA terutama suku dan ras, pada umumnya selalu terkait dengan faktor-faktor struktural yang ada dalam masyarakat. Di Indonesia sampai saat ini sering muncul konflik dengan latar belakang SARA Struktur masyarakat Indonesia, ditandai oleh dua ciri yang bersifat unik. Secara horisontal, ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaanperbedaan agama, suku-bangsa, adat-istiadat, dan kedaerahan. Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan bawah yang cukup tajam. Perbedaan-perbedaan suku-bangsa, agama, adat dan kedaerahan seringkali disebut sebagai ciri masyarakat yang majemuk, suatu istilah yang diperkenalkan oleh Furnivall untuk menggambarkan masyarakat Indonesia pada masa Hindia-Belanda. Pierre L. van den Berghe menyebutkan beberapa karaktersitik sebagai sifat dasar masyarakat majemuk, yaitu (1) terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang sering memiliki sub-kebudayaan yang berbeda dengan lainnya; (2) memiliki struktur sosial yang terbagi ke dalam 32 lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer; (3) kurang mengembangkan konsensus di antara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar; (4) secara relatif seringkali mengalami konflik-konflik diantara kelompok satu dengan lainnya; (5) secara relatif integrasi sosial tumbuh diatas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi; (6) adanya dominasi politik oleh suatau kelompok atas kelompok-kelompok lainnya (Nasikun, 2004:41). Masyarakat majemuk seringkali menimbulkan gesekan antara masyarakat yang berbeda sehingga muncul konflik atau kerusuhan yang bersifat SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan). Faktor-faktor terjadinya kerusuhan sosial yang disebabkan SARA adalah: (1) Dinamika sosial, ekonomi, budaya dan politik suatu daerah mempunyai potensi bagi terjadinya ketegangan sosial atau konflik. (2) Perimbangan agama, ras kekuatan-kekuatan sosial seperti suku, dan yang hampir sama antargolngan merupakan akar utama penyebab terjadinya kerusuhan. (3) Daerah dengan perimbangan antara penduduk asli dan pendatang yang timpang dilihat dari penguasaan aset ekonomi maupun politik, akan berpotensi munculnya konflik SARA (4) Pola pemukiman penduduk yang heterogen atau miltietnik dapat menjadi sumber konflik. (5) Adanya faktor-faktor akselerator (pemicu) terjadinya konflik. Peristiwa konflik yang disebabkan masalah SARA di Indonesia seperti kasus di Ambon, Sambas, Kupang dan beberapa tempat di Indonesia merupakan wujud konkret dari konflik horisontal yang sampai sekarang masih sulit untuk dicegah. Hubungan sosial dan politik pada masa lalu yang diwadahi oleh konsep SARA menimbulkan dampak negatif bagi harmonisasi hubungan sosial dalam masyarakat sekarang ini. Konflik SARA sudah meluas dari konflik stigma pribumi- 33 nonpribumi namun sudah pada transisi gejala perubahan masalah sosial yang lebih kompleks menjadi konflik yang berdimensi agama, suku, ras dan antar golongan. b) Konflik Sumber Daya Alam Dalam beberapa tahun terakhir ini fenomena konflik sumber daya alam mencuat ke permukaan secara terbuka. Konflik itu tidak hanya terjadi dalam kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang tergolong “tidak dapat diperbaharui” (non-renewable resources) seperti minyak dan mineral, tetapi juga yang tergolong “dapat diperbaharui” (renewable resources). Konflik sumber daya alam yang selama ini terjadi telah menimbulkan kerusakan fisik, merugikan materi dan menyisakan tuntutan yang tidak mudah dipenuhi, seperti permintaan agar kawasan eksploitasi sumber daya alam dikembalikan kepada masyarakat (Usman, 2004:1). Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sering dihadapkan pada pilihan yang sulit. Kalau tuntutan semacam itu diabaikan, maka akan dapat mengobarkan permusuhan, membangkitkan separatisme, dan disintegrasi, tetapi sebaliknya kalau hal itu dipenuhi bila mengganggu kegiatan eksploitasi sumber daya alam itu sendiri. Konflik sumber daya alam dapat berupa bentuk hubungan sosial yang tidak harmonis di antara struktur sosial yang berkembang di daerah sumber daya alam, yang terdiri dari masyarakat lokal, pemerintah, dan pengusaha atau investor. Hubungan yang tidak harmonis itu diawali ketika pemerintah melakukan monopoli dan manipulasi proses eksploitasi sumber daya alam, sehingga terjadi perbedaan akses. Perbedaan akses itu itu membuat pemerintah dan pengusaha atau investor dapat menikmati hasil terlau banyak, sementara masyarakat terabaikan. Konflik muncul ke permukaan ketika ketidakpuasan dan semangat berjuang memperbaiki nasib secara kolektif, dan konflik itu menjadi semakin keras ketika ketidakpuasan dan 34 semangat semacam itu bertemu secara simultan dengan akumulasi perasaan dan kesadaran bahwa telah terjadi penindasan dalam masyarakat. Misalnya, kasus konflik PT Freeport dengan penduduk sekitar di Papua, PT Caltex di Riau, dan sebagainya. Selain itu konflik juga dapat terjadi secara horisontal yaitu antara warga masyarakat. Masalah yang terjadi biasanya karena perebutan lahan atau klaim atas suatu daerah, maupun pelanggaran terhadap batas-batas daerah yang telah disepakati bersama yang menjadi lahan eksploitasi sumber daya alam. Sebagai contoh adalah kasus konflik antara nelayan Madura, nelayan Sidoarjo, dan nelayan Pasuruan di Jawa Timur. c) Konflik Lingkungan Hidup Salah satu aset yang lazim ditempatkan sebagai bagian penting dalam proses pembangunan adalah modal alam (natureresources). Akumulasi aset ini ditambah dengan modal fisik bangunan, modal manusia, dan modal sosial sangat menentukan dampak jangka panjang terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat . Menurut Thomas Vinod (Usman, 2004:21), modal alam mencakup fungsi sumber, misalnya hutan, perikanan, pertambangan; dan fungsi penampung, misalnya udara dan air terutama sebagai media penerima polusi. Upaya melindungi fungsi sumber sangat diperlukan karena memiliki kontribusi yang berharga bagi kehidupan masyarakat. Kerusakan fungsi sumber tentu saja akan menjadi malapetaka bagi kehidupan. Lingkungan yang tak terkontrol bukan saja berbahaya bagi kesehatan, tetapi juga akan mengganggu pelbagai macam aktivitas sosial. Dalam dua dasa warsa terakhir ini dengan dalih memacu pertumbuhan ekonomi, di Indonesia telah terjadi proses industrialisasi yang cukup pesat. Bersamaan dengan itu terjadi pula eksploitasi sumber daya alam yang cukup besar, terutama 35 pada sektor kehutanan, perairan, dan pertambangan. Proses industrialisasi dan eksploitasi tersebut telah menimbulkan persoalan degradasi terjadinya lingkungan penggundulan yang serius, hutan, misalnya berkurangnya keanekaragaman hayati, polusi udara, pencemaran sungai dan laut, penurunan kualitas tanah, dan sebagainya. Aliran-aliran beracun yang berasal dari pabrik, misalnya di beberapa daerah telah menciptakan pencemaran. Polusi udara akibat dari kegiatan industri bukan hanya menciptakan bau yang tak sedap, tempat pemukiman tidak nyaman, tetapi juga menimbulkan gangguan pernapasan. Konflik sosial yang terkait dengan masalah lingkungan hidup ini bisa terjadi antara masyarakat dengan pihak industri (pengusaha atau pabrik), maupun di antara anggota masyarakat itu sendiri. Konflik sosial dalam konteks ini dapat dikonsepsikan sebagai hubungan sosial yang tidak harmonis sebagai konsekuensi dari perbedaan nilai, kepentingan dan tindakan yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan. Berbagai kasus yang berkaitan dengan konflik lingkungan hidup ini diantaranya adalah polusi kabut asap yang terjadi di Kalimantan dan sebagian wilayah Sumatera akibat kebakaran hutan atau akibat “pembakaran” hutan berkaitan dengan pengelolaan hutan yang salah. Polusi kabut asap ini tidak saja menimbulkan gangguan penyakit saluran pernapasan tetapi juga mengganggu lalu lintas dan sejumlah jadwal penerbangan. Kasus pencemaran Teluk Buyat di Minahasa yang diduga tercemar limbah merkuri sehingga menyebabkan terjangkitnya penyakit minamata bagi penduduk sekitar teluk. Kasus pembangunan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di daerah Bojong Jawa Barat yang sempat diprotes warga karena dikhawatirkan menimbulkan polusi udara dan sumber penyakit. Kasus protes para warga yang tinggal di daerah sekitar Saluran Udara Tegangan Ekstra 36 Tinggi (SUTET) milik PLN, dan berbagai macam kasus lain yang terjadi baik dalam skala besar maupun kecil. Konflik sosial yang terkait dengan masalah degradasi lingkungan ini memiliki sifat positif dan negatif (Usman, 2004:23). Konflik dapat bersifat positif manakala menjadi bagian dari proses pengelolaan lingkungan yang tidak berjalan secara efektif dan efisien, dengan kata lain konflik dapat diperlukan untuk meluruskan ketentuan yang pernah disepakati atau menjelaskan kembali kesalahpahaman yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Sedangkan konflik dapat bersifat negatif apabila semakin mempersulit jalinan kerjasama dalam proses pengelolaan lingkungan. Konflik menjadi semakin meresahkan ketika tidak melahirkan alternatif solusi, karena boleh jadi mereka yang terlibat konflik mengembangkan prinsip lebih baik sama-sama tidak menikmati daripada harus memberi kemenangan terhadap salah satu pihak. 6. Alternatif Penanganan Konflik Para penganut pendekatan konflik dengan penuh keyakinan menganggap bahwa konflik merupakan gejala kemasyarakatan yang akan senantiasa melekat di dalam kehidupan setiap masyarakat. Karena itu konflik tidak mungkin dilenyapkan. Konflik hanya akan lenyap bersama lenyapnya masyarakat itu sendiri. Konflik dapat terjadi dengan siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Konflik tidak perlu dicari dan tak perlu dihindari apabila konflik itu terjadi. Menghindar dari konflik akan membuka kesempatan untuk terjadinya frustasi di kalangan masyarakat yang kemudian pecah menjadi suatu konflik yang destruktif. Konflik yang bersifat destruktif inilah yang harus dihindari. Bagaimana mencegah terjadinya konflik destruktif? Melalui pendekatan budaya, Loekman Soetrisno (2003:18) mengemukakan empat cara pencegahan; pertama, mengembangkan sikap tenggang rasa atau “tepo seliro”. Artinya, apabila tidak mau disakiti orang lain, jangan pula menyakiti orang lain; kedua, bersikap demokratis. Dalam artian seseorang 37 harus mampu menghargai pluralisme pendapat, paham, budaya, dan suku bangsa yang beragam dalam masyarakat; ketiga, mengembangkan sikap toleransi beragama, tanpa harus keluar dari akidah agama masing-masing; keempat, bersikap sportif, yakni mau mengakui dan menerima kekalahan dalam berargumentasi atau dalam persaingan apabila memang argumentasi lawan lebih baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Setiap orang harus dapat memahami konflik dan memberikan perhatian tersendiri untuk dapat menetapkan cara yang tepat, bagaimana konflik dapat dikelola sedemikian rupa agar tidak menimbulkan perpecahan antar manusia dan disintegrasi bangsa. Dalam kaitannya dengan pengelolaan konflik tersebut, Hodge dan Anthony dalam Al Hakim (2003:9) memberikan gambaran melalui berbagai metode penyelesaian konflik (conflict resolution methods). Pertama, dengan metode paksaan (coercion). Setiap individu menggunakan kekuasaan dan kewenangan agar konflik dapat diredam atau dipadamkan. Namun sebenarnya cara ini kurang baik untuk dilakukan, karena bisa jadi konflik malah akan terus berlanjut dan orang akan kehilangan kewibawaan bahkan kekuasaan di mata orang lain yang terlibat konflik karena dianggap kurang adil dalam menyelesaikan pertikaian atau dianggap memihak salah satu individu atau kelompok yang terlibat konflik. Kedua, penyelesaian konflik dengan metode penghalusan (smoothing). Pihak-pihak yang berkonflik hendaknya saling memahami konflik dengan menggunakan “bahasa cinta” untuk memecahkan dan memulihkan hubungan yang bersifat perdamaian. Membiasakan bersikap dan mengembangkan kehidupan yang penuh dengan suasana kekeluargaan dirasakan sangat bermanfaat dalam menyelesaikan konflik. Melalui metode ini, dimungkinkan dapat dilakukan cara-cara kompromis dalam menyelesaikan konflik. Ketiga, penyelesaian konflik dengan cara demokratis, artinya memberikan peluang kepada masing-masing pihak untuk mengemukakan pendapat dan memberikan keyakinan akan kebenaran pendapatnya sehingga dapat diterima oleh kedua belah pihak. Dengan cara ini, masingmasing pihak dapat saling membangun sebuah keterbukaan, dengan cara saling memahami potensi masing-masing. Misalnya dengan cara 38 memperhatikan aspek kultural yang menggambarkan aspirasi, cita-cita, serta ideologi mereka. Strategi pemecahan konflik yang efektif hendaknya juga perlu untuk dikaji secara matang. Cribbin dalam Al Hakim (2003:10) mengelaborasi strategi penanganan konflik mulai dari yang paling tidak efektif sampai dengan yang paling efektif: a. Paksaan Strategi ini umumnya tidak disukai banyak orang. Dengan paksaan mungkin konflik dapat diselesaikan dengan cepat, tetapi bisa menimbulkan reaksi kemarahan atau reaksi negatif lainnya. b. Penundaan Strategi ini dapat menyebabkan konflik semakin berlarut-larut. c. Bujukan Strategi ini berdampak psikologis, di mana orang akan kebal dengan berbagai macam bujukan sehingga perselisihan akan semakin tajam. d. Koalisi Koalisi merupakan suatu bentuk persekutuan untuk mengendalikan konflik. Akan tetapi strategi ini dapat memaksa orang untuk memihak, yang pada gilirannya bisa menambah kadar konflik menjadi semakin “memanas” e. Tawar-menawar distribusi Strategi ini sering tidak menyelesaikan masalah karena masing-masing pihak sering melepaskan beberapa hal penting yang menjadi haknya, dan jika terjadi konflik berarti masing-masing pihak merasa menjadi “korban” konflik. f. Konsistensi damai Strategi ini mengendalikan konflik dengan cara tidak saling mengganggu dan salin merugikan, dengan menetapkan “peraturan” yang mengacu pada perdamaian serta diterapkan secara ketat dan konsekuen. g. Perantara (mediasi) Jika penyelesaian konflik menemui jalan buntu, masing-masing pihak dapat menunjuk pihak ketiga untuk menjadi perantara yang berperan secara jujur dan adil, serta tidak memihak. 39 h. Tujuan sekutu besar Strategi ini melibatkan pihak-pihak yang berkonflik ke arah tujuan yang lebih besar dan kompleks, misalnya dengan cara membangun sebuah kesadaran nasional yang lebih luas dan mantap. i. Tawar menawar integratif (bargaining) Merupakan strategi untuk menggiring pihak-pihak yang bertikai untuk lebih berkonsentrasi pada kepentingan yang lebih luas, yang tidak hanya berorientasi pada kepentingan sempit, misalnya kepentingan individu, kelompok, golongan, atau suku bangsa tertentu. Selain itu Nasikun (2004:27-31) mengidentifikasi berbagai bentuk pengendalian konflik (conciliation), mediasi sosial, yaitu (mediation), dengan dan mengadakan arbitrasi atau konsiliasi perwasitan (arbitration). Pengendalian dalam bentuk konsiliasi dapat terwujud melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan-keputusan di antara pihak-pihak yang berlawanan mengenai persoialan-persoalan yang mereka pertentangkan. Pada umumnya mengambil contoh di dalam kehidupan politik, misalnya lembaga-lembaga yang bersifat parlementer (sidang pleno, sidang paripurna, dan sebagai berikut), dimana wakil-wakil dari kelompok parlemen (fraksi-fraksi di DPR) saling bertemu untuk mewujudkan pertentangan dengan cara damai. Dalam pada itu, agar lembaga-lembaga itu dapat berfungsi secara efektif, setidaknya harus memenuhi empat hal berikut: a. Bersifat otonom dengan wewenang untuk mengambil keputusankeputusan tanpa campur tangan dari badan-badan lain yang ada di luarnya. b. Kedudukan lembaga dalam masyarakat bersifat monopolistis, dalam arti hanya lembaga-lembaga itulah yang berfungsi demikian. c. Peranan lembaga melalui keputusan yang dihasilkannya harus mampu mengikat berbagai kelompok kepentingan yang berlawanan. d. Bersifat demokratis, yakni setiap pihak harus didengarkan dan menyatakan pendapatnya sebelum keputusan diambil. 40 Tanpa adanya keempat hal di atas, maka konflik yang terjadi di antara berbagai kekuatan sosial akan menyelinap ke bawah permukaan, yang pada saatnya dapat meledak ke dalam bentuk kekerasan. Namun demikian, konsiliasi dapat diselenggarakan secara baik apabila kelompokkelompok yang bertikai memiliki tiga prasyarat sebagai berikut: a. Menyadari akan adanya situasi konflik, melaksanakan prinsip keadilan dan kejujuran bagi semua pihak. b. Kelompok-kelompok yang bertikai harus terorganisir secara jelas. Sejauh kekuatan-kekuatan sosial tidak terorganisir, maka pengendalian konflik pun akan sulit dilakukan, misalnya adanya aksi gerakan massa, amuk massa, dan lain-lain. Sebaliknya, konflik yang terjadi di antara kelompok yang terorganisir akan lebih mudah melembaga sehingga akan lebih mudah dikendalikan. c. Setiap kelompok yang bertikai harus taat pada aturan main, serta menghindarkan diri dari munculnya pihak ketiga yang akan merugikan kepentingan-kepentingan mereka sendiri. Pengendalian dengan cara mediasi atau dengan perantara dimaksudkan bahwa pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang dapat memberi “nasihat-nasihat” berkaitan dengan penyelesaian yang terbaik terhadap pertentangan yang mereka alami. Sekalipun nasihat dari pihak ketiga tidak bersifat mengikat terhadap yang terlibat konflik, namun cara pengendalian ini dirasa efektif karena memberikan kemungkinan pihak-pihak yang bertentangan untuk menarik diri tanpa harus kehilangan muka, mengurangi pemborosan, dan lain sebagainya. Pengendalian konflik dengan cara perwasitan atau arbitrasi, dimaksudkan bahwa pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menerima pihak ketiga, yang akan berperan untuk memberikan keputusankeputusan dalam rangka menyelesaikan konflik yang ada. Berbeda dengan mediasi, cara ini mengharuskan pihak-pihak yang berkonflik untuk menerima keputusan-keputusan yang diambil oleh wasit. Lebih jelas lagi Jack Rothman (Sihbudi dan Nurhasim, 2003:35) menyatakan bahwa untuk mengatasi konflik di dalam masyarakat, maka perlu dilakukan beberapa tindakan, yaitu: (1) Tindakan koersif (paksaan), 41 perlu ada pengaturan pengaturan administratif, penyelesaian hukum, tekanan politik dan ekonomi; (2) Memberikan insentif seperti memberikan penghargaan kepada suatu komunitas akan keberhasilannya menjaga ketertiban dan keharmonisan; (3) Tindakan persuasif, terutama terhadap ketidakpuasan realitas sosial yang dihadapi masyarakat; (4) Tindakan normatif, yakni melakukan proses membangun persepsi dan keyakinan masyarakat akan sistem sosial yang akan dicapai. Selanjutnya untuk mengatasi konflik vertikal perlu dibangun suatu rekonsiliasi atau penyelesaian politik yang menguntungkan masyarakat luas. Karena bagi kalangan elite, konflik dijadikan sebagai sarana untuk tawar-menawar atau untuk melakukan penekanan demi tercapainya tujuantujuan tertentu. D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN Pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan andragogi lebih mengutamakan pengungkapan kembali pengalaman peserta diklat menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif, menyenamgkan dan bermakna. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mempelajari materi ini mencakup : 1. Aktivitas individu, meliputi : a. Memahami dan mencermati materi diklat b. Mengerjakan latihan tugas, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar, c. Menyimpulkan d. Melakukan refleksi 2. Aktivitas kelompok, meliputi : a. Mendiskusikan materi pelatihan b. Bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan penyelesaian masalah /kasus c. Melaksanakan refleksi 42 E. LATIHAN/TUGAS AKTIVITAS: MENGERJAKAN SOAL PILIHAN GANDA LK.1.1. Soal Pilihan Ganda Konflik Sosial Prosedur Kerja: 1. Siapkan alat tulis. 2. Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri. 3. Berdoalah sebelum mengerjakan. 4. Berilah tanda silang (X) pada huruf di depan jawaban yang Saudara anggap benar! 1. Melakukan proses membangun persepsi dan keyakinan masyarakat akan sistem sosial yang akan dicapai untuk mengatasi konflik di dalam masyarakat, merupakan bentuk tindakan .... A. koersif B. insentif C. normatif D. persuasif 2. Pengendalian konflik dengan cara pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menerima pihak ketiga sebagai pihak yang akan berperan untuk memberikan keputusan-keputusan dalam rangka menyelesaikan konflik yang ada disebut …. A. mediasi B. arbitrasi C. ajudikasi D. konsiliasi 3. Menurut Cribbin, strategi untuk menggiring pihak-pihak yang bertikai untuk lebih berkonsentrasi pada kepentingan yang lebih luas, yang tidak hanya berorientasi pada kepentingan sempit, misalnya kepentingan individu, kelompok, golongan, atau suku bangsa tertentu disebut .... A. koalisi B. bujukan C. bargaining 43 D. konsistensi damai 4. Hodge dan Anthony dalamemberikan gambaran melalui berbagai metode penyelesaian konflik, salah satunya adalah penyelesaian konflik dengan cara demokratis, artinya .... A. setiap individu menggunakan kekuasaan dan kewenangan agar konflik dapat diredam atau dipadamkan B. membiasakan bersikap dan mengembangkan kehidupan yang penuh dengan suasana kekeluargaan dirasakan sangat bermanfaat dalam menyelesaikan konflik. C. melibatkan pihak-pihak yang berkonflik ke arah tujuan yang lebih besar dan kompleks, misalnya dengan cara membangun sebuah kesadaran nasional yang lebih luas dan mantap D. memberikan peluang kepada masing-masing pihak untuk mengemukakan pendapat dan memberikan keyakinan akan kebenaran pendapatnya sehingga dapat diterima oleh kedua belah pihak 5. Seseorang mau mengakui dan menerima kekalahan dalam berargumentasi atau dalam persaingan apabila memang argumentasi lawan lebih baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa seseorang tersebut mempunyai sikap A. sportif B. toleran C. tepa selira D. demokratis 6. Polusi kabut asap yang terjadi di Kalimantan dan Sumatera akibat kebakaran hutan atau akibat “pembakaran” hutan berkaitan dengan pengelolaan hutan yang salah, jika dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan konflik antara masyarakat, pengusaha, dan pemerintah, bahkan konflik antarnegara. Dilihat dari akar permasalahannya, konflik semacam itu merupakan konflik .... A. ideologi B. ekonomi 44 C. lingkungan hidup D. sumber daya alam 7. Fundamentalisme juga sebagai gerakan purifikasi seringkali melakukan tindakan secara kaku bahkan cenderung menggunakan kekerasan untuk memeksakan pendapatnya kepada kelompok lain. Gerakan semacam ini sangat berberan terhadap munculnya konflik .... A. agama B. politik C. ideologi D. ekonomi 8. Konflik yang terjadi antara masyarakat dengan penguasa atau negara. Konflik biasanya ditandai oleh kekecewaan dan kemarahan massa terhadap kebijakan pemerintah dan sikap aparat negara yang dianggap telah berlaku tidak adil. Konflik semacam ini dapat dikategorikan sebagai konflik .... A. destruktif B. fungsional C. vertikal D. horisontal 9. Dalam bidang industri, konflik antara para buruh dan pengusaha kerap terjadi. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka. Konflik semacam ini menurut Leopold von Wiise dapat disebabkan oleh adanya …. A. perubahan sosial B. perbedaan kebudayaan C. perbedaan kepentingan D. perbedaan perasaan dan pendirian 10. Menurut Plato, manusia memiliki tiga sifat tingkatan dalam dirinya, yaitu nafsu atau perasaan, semangat atau kehendak dan kecerdasan atau akal. Sebagai sebuah fitrah, maka rasa cinta terhadap kelompok ini terdapat pada 45 sebua bentuk masyarakat, baik dalam masyarakat yang masih sederhana maupun masyarakat modern. Pada masyarakat sederhana, faktor pengikatnya adalah .... A. darah atau keturunan B. ideologi atau keyakinan C. ketersediaan sumber ekonomi D. kepentingan anggota-anggota kelompok AKTIVITAS: MELATIH OPINI LK.1.2. Soal Uraian Konflik Sosial Prosedur Kerja: 1. Siapkan alat tulis! 2. Berdoalah sebelum mengerjakan! 3. Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri atau kelompok! 4. Tuangkan opini sesuai dengan pemahaman Saudara! 5. Jawablah pertanyaan pada tempat yang telah disediakan! 1. Menurut Saudara seberapa pentingkah kita mempelajari Teori Konflik? Jelaskan alasannya! _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _________________________________________________________ 2. Informasi tentang konflik banyak kita temukan di media massa, tetapi pemberitaan tersebut juga dapat memperluas eskalasi konflik. Setujukah Saudara terhadap pernyataan di atas? Jelaskan Alasannya! Selanjutnya bagaimana kita bersikap atas pemberitaan tersebut? _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ 46 _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ __________________________________________________________ 3. Sebagai guru Sosiologi di sekolah, bagaimana Saudara menjelaskan kasus-kasus konflik antaretnis di Indonesia? _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _________________________________________________________ 4. Sebagai guru Sosiologi di sekolah, bagaimana Saudara menjelaskan kasus intoleransi beragama? _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ ____________________________________________________________ 5. Bagaimana Saudara memandang permasalahan konflik dengan kacamata penguatan pendidikan karakter: religius, mandiri, gotong-royong, integritas, dan nasionalis? Bagaimana Saudara memaksimalkan nilai-nilai tersebut untuk mencegah terjadinya konflik sosial? _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ 47 AKTIVITAS: MENGIDENTIFIKASI KONFLIK SOSIAL LK.1.3. Identifikasi Konflik Sosial dan Penyebabnya Prosedur Kerja: 1. 2. 3. 4. Siapkan alat tulis! Berdoalah sebelum mengerjakan! Buatlah kelompok kerja maksimal 3 orang Identifikasi konflik sosial di Indonesia dan temukan penyebabnya. Berilah pendapat untuk menemukan solusinya! 5. Isikanlah dalam tabel yang telah disediakan! NO KEJADIAN KONFLIK /KERUSUHAN TEMPAT WAKTU SENTIMEN UTAMA DALAM KONFLIK *)…. faktor SOLUSI KONFLIK 1. 2. 3. 48 AKTIVITAS: ANALISIS WACANA/KASUS F. LK.1.4. Analisis Informasi Konflik Sosial Prosedur Kerja: 1. Siapkan alat tulis! 2. Berdoalah sebelum mengerjakan! 3. Buatlah kelompok kerja 3-5 orang! 4. Bacalah informasi/berita di bawah ini! 5. Berikan opini/pendapat terkait pemberitaan tersebut! 6. Isikanlah dalam tempat yang telah disediakan! Panglima TNI Waspadai Pemicu Konflik Horizontal Prima Gumilang & Christie Stefanie, CNN Indonesia Kamis, 10/11/2016 10:28 WIB Jakarta, CNN Indonesia -- Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyoroti perkembangan situasi global yang dapat berdampak pada stabilitas dalam negeri Indonesia. Gatot meminta masyarakat tidak mudah menerima informasi tak terverifikasi untuk mencegah konflik horizontal. Menurut Gatot, konflik di sejumlah negara Timur Tengah akan bergeser ke Asia Tenggara. Pertikaian yang dipicu persoalan dalam negeri itu umumnya berawal dari perang saudara. "Di negara-negara yang hancur, semuanya dari dalam. Makanya, kita semua harus waspada, jangan mudah diadu domba," ujarnya di Istana Negara, Jakarta, kemarin. Gatot menyebut sejumlah ancaman pertahanan Indonesia. Salah satunya, kata dia, adalah peningkatan jumlah pasukan marinir Amerika Serikat di Darwin, Australia. Di wilayah yang hanya berjarak 475 kilometer dari Blok Masela, pulau terluar Indonesia, AS menempatkan 2.500 tentara. Ancaman kedua, kata Gatot, adalah konflik Laut China Selatan. Ia merujuk pada sikap China yang tidak menghormati putusan pengadilan arbitrase internasional. Gatot juga menyebut China sudah memberlakukan zona pertahanan udara di kawasan tersebut. Semua yang melintas wajib lapor. "Artinya ini peringatan, mungkin terjadi konflik di situ dan kawasan itu kan dekat sekali dengan Indonesia," katanya. Kesepakatan multilateral antara Inggris, Australia, Selandia Baru, Malaysia, dan Singapura yang tergabung dalam Five Power Defence Arrangements (FPDA) juga masuk daftar ancaman Indonesia versi Gatot. Kelima negara itu secara rutin menggelar latihan militer bersama yang melibatkan sekitar 3.000 tentara dan armada perang. Lebih dari itu, Gatot menyebut ancaman dari WNI yang kembali dari markas kelompok teror internasional, peredaran narkotik global, serta persaingan ekonomi berbasis sumber daya alam sebagai hal-hal yang akan berdampak pada pertahanan Indonesia. Gatot lantas mengutip prediksi Presiden pertama Indonesia, Sukarno, yang menyatakan banyak negara akan iri terhadap sumber daya alam Indonesia. "Kewajiban saya sebagai Panglima TNI, dengan perangkat yang ada, untuk menganalisa. Hasilnya, saya tidak curiga, tetapi patut waspada," ujar Gatot. 49 Setujukah Saudara dengan berita di atas? Berikan pendapat Saudara dan jika mungkin kaitkan dengan Teori Konflik dan nilai utama penguatan pendidikan karakter terutama nilai nasionalis! _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ AKTIVITAS: MENGEMBANGKAN SOAL LK.1.5. Pengembangan Soal Konflik Sosial Prosedur Kerja: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Siapkan alat tulis! Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri! Berdoalah sebelum mengerjakan! Bacalah bahan bacaan pada kegiatan pembelajaran 1 Pelajari kisi-kisi yang soal USBN yang telah tersedia! Kembangkan soal-soal yang sesuai dengan konsep HOTs! Kembangkan soal Pilhan Ganda (PG) sebanyak 3 Soal! Kembangkan soal uraian (Esai) sebanyak 2 Soal! 50 SEKOLAH MENENGAH ATAS / MADRASAH ALIYAH KURIKULUM 2013 TAHUN PELAJARAN 2016/2017 MATA PELAJARAN: SOSIOLOGI Cakupan Materi Level Kognitif Konsep dan Objek Kajian Penelitian Sosial Masyarakat Multikultural, Perubahan Sosial, dan Sosiologi Globalisasi Pengetahuan dan Peserta didik mampu Peserta didik mampu Peserta didik mampu memahami Pemahaman memahami dan memahami dan menguasai dan menguasai tentang: ï‚· Menyebutkan menguasai tentang: tentang: - masyarakat multikultural ï‚· Mengidentifikasi - konsep dasar sosiologi - jenis-jenis penelitian - perubahan sosial ï‚· Menunjukkan - objek sosiologi - prosedur dan metode - globalisasi. ï‚· Menjelaskan - fungsi dan manfaat penelitian ï‚· Menentukan sosiologi - pendekatan penelitian ï‚· Mengkategorikan - data penelitian ï‚· Membedakan - teknik penelitian - kegunaan penelitian sosial Aplikasi Peserta didik mampu Peserta didik mampu Peserta didik mampu ï‚· Memberi contoh mengaplikasi-kan mengaplikasikan mengaplikasikan pengetahuan ï‚· Membandingkan pengetahuan dan pengetahuan dan pemahaman tentang: ï‚· Menghubungkan pemahaman tentang: dan pemahaman tentang: - berbagai permasalahan sosial ï‚· Menerapkan - interaksi sosial - topik penelitian yang muncul dalam masyarakat ï‚· Menginterpretasi antarindividu, - perumusan masalah multikultural kelompok sosial, dan penelitian antarkelompok sosial - rancangan penelitian (data keberagaman untuk berdasarkan konsep penelitian, menciptakan masyarakat yang dasar sosiologi - pengelompokan sosial dalam masyarakat sampel/populasi penelitian, instrumen, dan teknik analisis data penelitian) - prinsip-prinsip kesetaraan dalam harmonis - pemberdayaan komunitas melalui nilai-nilai kearifan lokal. ditinjau dari konsep - dampak perubahan sosial dasar sosiologi sebagai - gejala sosial seperti: nilai, norma, akibat dari globalisasi - upaya mengatasi ketimpangan sosialisasi, sosial sebagai akibat perubahan penyimpangan dan sosial di tengah-tengah pengendalian sosial, globalisasi 51 Cakupan Materi Level Kognitif Konsep dan Objek Penelitian Sosial Kajian Masyarakat Multikultural, Perubahan Sosial, dan Sosiologi Globalisasi struktur sosial, - permasalahan yang terjadi dalam diferensiasi sosial, masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial, akibat yang ditimbulkannya kelompok sosial, integrasi dan disintegrasi mobilitas sosial, dan konflik sosial dan akomodasi penyelesaiannya, dengan menggunakan konsep dasar sosiologi Penalaran Peserta didik mampu Peserta didik mampu Peserta didik mampu ï‚· Menyimpulkan menggunakan nalar menggunakan nalar dalam menggunakan nalar dalam ï‚· Merumuskan dalam mengkaji: mengkaji: mengkaji: ï‚· Menganalisis - berbagai gejala sosial - kesesuaian jenis penelitian - potensi terjadinya konflik dan dalam memahami dengan data penelitian hubungan sosial di - pengolahan data penelitian multikultural dan cara masyarakat dengan - interpretasi data penelitian pemecahannya menggunakan konsep - penyusunan laporan dasar sosiologi penelitian perubahan - berbagai gejala sosial sosial dan globalisasi dengan menggunakan metode penelitian sosial kekerasan dalam masyarakat - gagasan mengatasi dampak - pemberdayaan komunitas lokal melalui nilai-nilai kearifan lokal di tengah pengaruh globalisasi KARTU SOAL 1 Jenjang : Sekolah Menengah Atas Mapel/KK : Sosiologi/E Kegiatan Pembelajaran : 1 52 Materi : Konflik Sosial Bentuk Soal : Pilihan Ganda BAGIAN SOAL DI SINI Kunci Jawaban : KARTU SOAL 2 Jenjang : Sekolah Menengah Atas Mapel/KK : Sosiologi/E Kegiatan Pembelajaran : 1 Materi : Konflik Sosial Bentuk Soal : Pilihan Ganda BAGIAN SOAL DI SINI Kunci Jawaban : 53 KARTU SOAL 3 Jenjang : Sekolah Menengah Atas Mapel/KK : Sosiologi/E Kegiatan Pembelajaran : 1 Materi : Konflik Sosial Bentuk Soal : Pilihan Ganda BAGIAN SOAL DI SINI Kunci Jawaban : KARTU SOAL 4 Jenjang : Sekolah Menengah Atas Mapel/KK : Sosiologi/E Kegiatan Pembelajaran : 1 Materi : Konflik Sosial Bentuk Soal : Esai BAGIAN SOAL DI SINI 54 Kunci Jawaban : KARTU SOAL 5 Jenjang : Sekolah Menengah Atas Mapel/KK : Sosiologi/E Kegiatan Pembelajaran : 1 Materi : Konflik Sosial Bentuk Soal : Esai BAGIAN SOAL DI SINI Kunci Jawaban : 55 F. RANGKUMAN Sebagai gejala sosial, konflik akan selalu ada pada setiap masyarakat, karena antagonisme atau perbedaan menjadi ciri dan penunjang terbentuknya masyarakat. Fenomena konflik memang tak pernah lepas dari faktor ekonomi dan kekuasaan (politik). Teori konflik yang paling awal pun dibagun atas kerangka persoalan ekonomi. Adalah Karl Marx yang mencetuskan teori konflik, yang melihat bahwa kehidupan masyarakat selalu dalam kondisi konflik akibat perebutan sumber-sumber ekonomi yang semakin langka. Pandangan itu kemudian diikuti oleh ilmuwan lain seperti Georg Simmel, Dahrendorf, Lewis Coser, dan ilmuwan modern lainnya. Ibn Khaldun, seorang teoretisi sosiologi abad XIV pun telah mengidentifikasi adanya konflik. Faktor yang menentukan terjadinya konflik menurutnya adalah watak manusia, faktor ekonomi, dan faktor politik. Terjadinya konflik sosial dapat didekati melalui beberapa asumsi sebagai berikut: 1. Dinamika sosial, ekonomi, budaya, dan politik suatu daerah mempunyai potensi bagi terjadinya ketegangan sosial maupun konflik, baik dalam katagori lunak maupun keras seperti kerusuhan. 2. Perimbangan kekuatan-kekuatan sosial seperti suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang hampir sama dianggap sebagai akar utama penyebab terjadinya kerusuhan. 3. Daerah dengan perimbangan antara penduduk asli dan pendatang yang timpang dilihat dari penguasaan aset ekonomi maupun politik, akan memungkinkan timbulnya konflik dan kerusuhan. 4. Pola pemukiman penduduk yang hetetogen atau multietnik dianggap dapat menjadi sumber konflik atau ketegangan sosial. Kerusuhan sosial tidak akan terjadi apabila tidak didahului oleh faktorfaktor akselerator maupun pemicu yang saling terkait, meskipun di suatu daerah sudah ada sumber masalah. Berdasarkan akar masalahnya, berbagai konflik yang terjadi menyaru ke dalam bentuk konflik ekonomi, konflik agama, konflik ideologi, konflik politik, konflik suku atau rasial, konflik perebutan sumber daya alam, maupun konflik lingkungan. Namun dalam kenyataannya konflik tidak selalu berdiri 56 sendiri berdasarkan akar masalahnya. Konflik dapat berdimensi luas yang berakar dari berbagai sumber. Alternatif pemecahan konflik dapat dilakukan dengan berbagai cara, konflik horisontal biasanya mengedepankan penyelesaian dengan jalan damai melalui kompromi, mediasi, maupun arbitrasi. Sedangkan konflik vertikal memerlukan bangunan rekonsiliasi yang berpihak pada rakyat. G. UMPAN BALIK Setelah membaca kegiatan pembelajaran dalam modul ini apakah Anda memperoleh pengetahuan baru, yang sebelumnya belum pernah Anda pahami, apakah materi yang diuraikan mempunyai manfaat dalam mengembangkan materi sosiologi, khususnya masalah sosial? Setelah Anda membaca kegiatan pembelajaran dalam modul ini rencana tindak lanjut apa yang akan Anda lakukan? 57 KEGIATAN PEMBELAJARAN 2 KEKERASAN SOSIAL A. TUJUAN Setelah mempelajari materi modul Kekerasan Sosial peserta diklat diharapkan mampu: 1. Membedakan konsep kekerasan sosial dengan benar 2. Menjelaskan bentuk-bentuk kekerasan sosial dengan benar 3. Mengurai masalah kekerasan sebagai fenomena sosial dengan benar B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI Indikator pencapaian kompetensi dalam kegiatan pembelajaran ini, peserta diklat diharapkan mampu: 1. Menjelaskan konsep kekerasan sosial 2. Menjelaskan tipologi kekerasan sosial 3. Mengidentifikasi faktor-faktor pedorong tindak kekerasan sosial C. URAIAN MATERI 1. Konsep Kekerasan Sosial Istilah kekerasan berasal dari bahasa Latin ’violentus’, yang berarti keganasan, kebengisan, kadahsyatan, kegarangan, aniaya, dan pemerkosaan (Fromm, 2000). Tindak kekerasan, menunjuk kepada tindakan yang dapat merugikan orang lain, misalnya: pembunuhan, penjarahan, pemukulan, dan lain-lain. Soerjono Soekanto (2002: 98), mengartikan kekerasan (violence) sebagai penggunaan kekuatan fisik secara paksa terhadap orang atau benda. Selain penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, kekerasan juga bisa berupa ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak (Narwoko dan Suyanto, 2000: 70). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diperoleh pemahaman bahwa tindak kekerasan merupakan perilaku sengaja maupun tidak sengaja yang ditunjukan untuk merusak orang atau 58 kelompok lain, baik berupa serangan fisik, mental, sosial, maupun ekonomi yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat sehingga berdampak pada kerusakan hingga trauma psikologis bagi korban. 2. Bentuk-Bentuk Kekerasan Kekerasan sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Tindak kekerasan seolah-olah telah melekat dalam diri seseorang guna mencapai tujuan hidupnya. Tidak mengherankan, jika semakin hari kekerasan semakin meningkatdalam berbagai macam dan bentuk. Galtung (1996: 203) mencoba menjawab dengan membagi tipologi kekerasan menjadi 3 (tiga), yaitu: a. Kekerasan Langsung. Kekerasan langsung biasanya berupa kekerasan fisik, disebut juga sebagai sebuah peristiwa (event) dari terjadinya kekerasan. Kekerasan langsung terwujud dalam perilaku, misalnya: pembunuhan, pemukulan, intimidasi, penyiksaan. Kekerasan langsung merupakan tanggungjawab individu, dalam arti individu yang melakukan tindak kekerasan akan mendapat hukuman menurut ketentuan hukum pidana. b. Kekerasan Struktural (kekerasan yang melembaga). Disebut juga sebuah proses dari terjadinya kekerasan. Kekerasan struktural terwujud dalam konteks, sistem, dan struktur, misalnya: diskriminasi dalam pendidikan, pekerjaan, pelayanan kesehatan. Kekerasan struktural merupakan bentuk tanggungjawab negara, dimana tanggungjawab adalah mengimplementasikan ketentuan konvensi melalui upaya merumuskan kebijakan, melakukan tindakan pengurusan.administrasi, melakukan pengaturan, melakukan pengelolaan dan melakukan pengawasan. Muaranya ada pada sistem hukum pidana yang berlaku. c. Kekerasan Kultural. Kekerasan kultural merupakan suatu bentuk kekerasan permanen. Terwujud dalam sikap, perasaan, nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat, misalnya: kebencian, ketakutan, rasisme, ketidaktoleranan, aspek-aspek budaya, ranah simbolik yang ditunjukkan oleh agama dan ideologi, bahasa dan seni, serta ilmu pengetahuan. Beberapa ahli menyebut tipe kekerasan seperti ini sebagai kekerasan psikologis. 59 Dalam pandangan Bourdieu (Martono, 2009) kekerasan struktural dan kultural dapat dikategorikan sebagai kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik adalah mekanisme komunikasi yang ditandai dengan relasi kekuasaan yang timpang dan hegemonik di mana pihak yang satu memandang diri lebih superior entah dari segi moral, ras, etnis, agama ataupun jenis kelamin dan usia. Tiap tindak kekerasan pada dasarnya mengandaikan hubungan dan atau komunikasi yang sewenang-wenang di antara dua pihak. Dalam hal kekerasan simbolik hubungan tersebut berkaitan dengan pencitraan pihak lain yang bias, monopoli makna, dan pemaksaan makna entah secara tekstual, visual, warna Contoh, julukan “kafir” untuk menyebut agama yang berbeda dengan kelompok yang dianutnya, sebutan ”hitam” bagi kelompok kulit hitam, sebutan ”bodoh” bagi siswa, dan sebutan ”miskin” untuk menunjuk orang tidak mampu secara ekonomi, dan seterusnya. Jika dilihat berdasarkan pelakunya, kekerasan juga dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu: kekerasan individual dan kekerasan kolektif. Kekerasan individual, adalah kekerasan yang dilakukan oleh individu kepada satu atau lebih individu. Contoh: pencurian, pemukulan, penganiayaan, dan lain-lain. Sedangkan kekerasan kolektif, merupakan kekerasan yang dilakukan oleh banyak individu atau massa. Contoh: tawuran pelajar, bentrokan antar desa. Kekerasan kolektif dapat disebabkan oleh larutnya individu dalam kerumunan, sehingga seseorang menjadi tidak lagi memiliki kesadaran individual atau hilang rasionalitas. Kerusuhan sepak bola mungkin contoh yang tepat untuk kekerasan yang satu ini. Selain juga “penghakiman massa” terhadap pencuri atau pelaku kejahatan jalanan. Klasifikasi lain dikemukakan oleh Sejiwa (2008: 20), yang membagi bentuk kekerasan ke dalam dua jenis, yaitu: kekerasan fisik dan kekerasan non-fisik. Kekerasan fisik yaitu jenis kekerasan yang kasat mata. Artinya, siapapun bisa melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku dengan korbannya. Contohnya adalah: menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, dan sebagainya. Sedangkan kekerasan non fisik yaitu jenis kekerasan yang tidak kasat mata. Artinya, tidak bisa langsung diketahui perilakunya apabila 60 tidak jeli memperhatikan, karena tidak terjadi sentuhan fisik antara pelaku dengan korbannya. Kekerasan non fisik ini dibagi menjadi dua, yaitu kekerasan verbal dan kekerasan psikis. Kekerasan verbal: kekerasan yang dilakukan lewat kata-kata. Contoh: membentak, memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, memfitnah, menyebar gosip, menuduh, menolak dengan kata-kata kasar, mempermalukan di depan umum dengan lisan, dan lain-lain. Sementara itu kekerasan psikologis/psikis merupakan kekerasan yang dilakukan lewat bahasa tubuh. Contoh: memandang sinis, memandang penuh ancaman, mempermalukan, mendiamkan, mengucilkan, memandang yang merendahkan, mencibir dan memelototi. 3. Faktor-faktor Pendorong Terjadinya Tindak Kekerasan Banyaknya tindak kekerasan yang terjadi di masyarakat menimbulkan rasa keprihatinan yag mendalam dalam diri anggota masyarakat. Setiap kekerasan yang terjadi, tidak sekedar muncul begitu saja tanpa sebab-sebab yang mendorongnya. Oleh karena itu, para ahli sosial berusaha mencari penyebab terjadinya kekerasan dalam rangka menemukan solusi tepat mengurangi kekerasan. Menurut Thomas Hobbes, kekerasan merupakan sesuatu yang alamiah dalam diri manusia. Dia percaya bahwa manusia adalah makhluk yang dikuasai oleh dorongan-dorongan irasional, anarkis, saling iri, serta benci sehingga menjadi jahat, buas, kasar dan berpikir pendek. Hobbes mengatakan bahwa manusia adalah serigala bagi manusia (homo homini lupus). Oleh karena itu, kekerasan adalah sifat alami manusia. Dalam ketatanegaraan, sikap kekerasan digunakan untuk menjadikan warga takut dan tunduk kepada pemerintah. Bahkan Hobbes berprinsip bahwa hanya suatu pemerintahan negara yang menggunakan kekerasan terpusat dan memiliki kekuatanlah yang dapat mengedalikan situasi dan kondisi bangsa. Sedangkan J. J. Rosseau mengungkapkan bahwa pada dasarnya manusia itu polos, mencintai diri secara spontan, serta tidak egois. Peradaban serta kebudayaanlah yang menjadikan manusia kehilangan sifat aslinya. Manusia menjadi kasar dan kejam terhadap orang lain. Dengan kata lain kekerasan yang dilakukan bukan merupakan sifat murni manusia. 61 Terlepas dari kedua tokoh tersebut, ada beberapa faktor yang dapat memicu timbulnya kekerasan, yaitu sebagai berikut : a. Faktor Individual Beberapa ahli berpendapat bahwa setiap perilaku kelompok, termasuk perilaku kekerasan, selalu berawal dari perilaku individu. Faktor penyebab dari perilaku kekerasan adalah faktor pribadi dan faktor sosial. Faktor pribadi meliputi kelainan jiwa. Faktor yang bersifat sosial antara lain konflik rumah tangga, faktor budaya dan faktor media massa. b. Faktor Kelompok Individu cenderung membentuk kelompok dengan mengedepankan identitas berdasarkan persamaan ras, agama atau etnik. Identitas kelompok inilah yang cenderung dibawa ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Benturan antara identitas kelompok yang berbeda sering menjadi penyebab kekerasan. c. Faktor Dinamika Kelompok Menurut teori ini, kekerasan timbul karena adanya deprivasi relatif yang terjadi dalam perubahan kelompok sosial yang atau masyarakat. terjadi demikian Artinya, cepat perubahan- dalam sebuah masyarakat tidak mampu ditanggap dengan seimbang oleh sistem sosial dan masyarakatnya. Dalam konteks ini munculnya kekerasan dapat terjadi oleh beberapa hal yaitu sebagai berikut : 1) Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kekerasan yang disebabkan oleh struktur sosial tertentu. 2) Tekanan sosial, yaitu suatu kondisi saat sejumlah besar anggota masyarakat merasa bahwa banyak nilai dan norma yang sudah dilanggar. Tekanan ini tidak cukup menimbulkan kerusuhan atau kekerasan, tetapi juga menjadi pendorong terjadinya kekerasan. 3) Berkembangnya perasaan kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran tertentu. Sasaran kebencian itu berkaitan dengan faktor pencetus, yaitu peristiwa yang memicu kekerasan. 4) Mobilisasi untuk beraksi, yaitu tindakan nyata berupa pengorganisasi diri untuk bertindak. Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi yang memungkinkan terjadinya kekerasan. 62 5) Kontrol sosial, yaitu tindakan pihak ketiga seperti aparat keamanan untuk mengendalikan, menghambat, dan mengakhiri kekerasan. 4. Penutup Tindakan kekerasan akan berdampak negatif seperti kerugian baik material maupun nonmaterial. Menghentikan kekerasan tentu tidak dapat dilakukan hanya oleh beberapa pihak. Pemerintah sebagai pemilik kekuasaan dalam negara memang selayaknya menjadi pemimpin dalam upaya menghentikan kekerasan. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa kekerasan bukan solusi untuk sebuah permasalahan, tetapi menciptakan permasalahan baru. Pemerintah juga perlu memberikan contoh dan bukti nyata bahwa kekerasan tidak layak untuk dilakukan di sebuah negara merdeka dan demokratis. Di sisi lain, masyarakat juga harus melakukan fungsi pencegahan untuk lebih peduli terhadap ketenteraman lingkungan menuju kehidupan sosial yang damai dan harmonis. D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN Pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan andragogi lebih mengutamakan pengungkapan kembali pengalaman peserta diklat menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif, menyenamgkan dan bermakna. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mempelajari materi ini mencakup : 1. Aktivitas individu, meliputi : a. Memahami dan mencermati materi diklat b. Mengerjakan latihan tugas, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar, c. Menyimpulkan d. Melakukan refleksi 2. Aktivitas kelompok, meliputi : a. Mendiskusikan materi pelathan b. Bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan penyelesaian masalah /kasus c. Melaksanakan refleksi 63 E. TUGAS/LATIHAN AKTIVITAS: MENGERJAKAN SOAL PILIHAN GANDA LK.2.1. Soal Pilihan Ganda Kekerasan Sosial Prosedur Kerja: 1. Siapkan alat tulis. 2. Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri. 3. Berdoalah sebelum mengerjakan. 4. Berilah tanda silang (X) pada huruf di depan jawaban yang Saudara anggap benar! 1. Di bawah ini yang merupakan definisi dari kekerasan sosial yang paling tepat adalah.... A. kekerasan, menunjuk kepada tindakan yang dapat merugikan orang lain, misalnya: pembunuhan, penjarahan, pemukulan, dan lain-lain B. merupakan tindakan kekerasan yang tak terlihat atau kekerasan secara struktural dan kultural dalam beberapa kasus dapat pula merupakan fenomena dalam penciptaan stigmatisasi C. kekerasan adalah penggunaan kekuasaan, bisa berupa ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak D. kekerasan merupakan perilaku sengaja maupun tidak sengaja yang pihak lain, baik berupa serangan fisik, mental, sosial, maupun ekonomi yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat sehingga berdampak pada kerusakan hingga trauma psikologis bagi korban 2. Di bawah ini yang merupakan contoh bentuk kekerasan individu adalah.... A. Menyebut ”si miskin” kepada orang yang tidak mampu secara ekonomi B. Seorang pemuda dihakimi massa karena tertangkap basah melakukan pencurian. C. Seorang pemimpin perusahaan melakukan penganiayaan terhadap salah satu karyawannya 64 D. Sekelompok massa merusak dan melempari rumah seseorang yang dianggap penganut aliran sesat 3. Di bawah ini yang merupakan contoh kekerasan struktural adalah.... A. Anak pejabat menampar petugas saat terkena razia B. Anak petani miskin keluar sekolah karena sering di "bully" di sekolahnya C. Seorang pejabat dilempar telur busuk oleh seorang ketika melakkan kunjungan ke daerah D. Anak petani miskin tidak bisa meneruskan pendidikan ke SMA karena tidak punya biaya untuk sekolah 4. Jaringan teroris sering menyebarkan ajarannya dengan jalan sembunyi- sembunyi. Tidak jarang setelah mereka dapat mempengaruhi orang yang menjadi sasarannya maka mereka akan membawanya pergi meninggalkan tempat tinggalnya. Akibatnya, anggota keluarga yang bersangkiutan menjadi panik, marah, dan sedih. Faktor pendorong tindak kekerasan yang dilakukan jaringan teroris tersebut adalah faktor .... A. budaya B. kelompok C. psikologis D. deprivasi relatif 5. Kekerasan antara massa dengan aparat negara yang terjadi pada peristiwa reformasi 1998 disebabkan adanya faktor yang mempengaruhinya, yaitu.... A. budaya B. ideologi C. psikologis D. kelompok 6. Merugikan orang lain, penggunaan kekuasaan fisik secara paksa, ancaman yang mengakibatkan trauma adalah merupakan bentuk tindakan …. A. ancaman B. provokasi 65 C. intimidasi D. kekerasan 7. Perhatikan bentuk kekerasan berikut! (1) diskriminasi pendidikan (2) ketidaktoleranan (3) diskriminasi pelayanan kesehatan (4) kebencian. Yang termasuk kekerasan kultural adalah .... A. (1) dan (2) B. (1) dan (3) C. (2) dan (4) D. (3) dan (4) 8. Perhatikan beberapa faktor pendorong tindak kekerasan sosial berikut! (1) media massa (2) berkembangnnya stereotip dan prasangka (3) perbedaan ras dan budaya (4) mobilisasi massa (5) kontrol sosial Yang termasuk faktor sosial pendorong tindak kekerasan sosial terkait dengan dinamika sosial adalah .... A. (1), (2), dan (3) B. (1), (4), dan (5) C. (2), (3), dan (4) D. (2), (4), dan (5) 9. Istilah “kafir” untuk menyebut agama yang berbeda dengan kelompok yang dianutnya, dalam pandangan Bourdieu termasuk jenis kekerasan .... A. agama B. verbal C. kultural D. simbolik 66 10. Kekerasan adalah sifat alami manusia karena manusia adalah serigala bagi manusia atau dikenal dengan homo homini lupus. Pendapat tersebut dikemukakan oleh .... A. Aristoteles B. J.J. Rousseau C. Erich Fromm D. Thomas Hobbes AKTIVITAS: MENJAWAB SOAL URAIAN LK.2.2. Soal Uraian Kekerasan Sosial Prosedur Kerja: 1. Siapkan alat tulis! 2. Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri! 3. Berdoalah sebelum mengerjakan! 4. Jawablah pertanyaan pada tempat (garis) disediakan! yang telah 1. Jelaskan definisi kekerasan sosial! ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ __________________________________________________________ 2. Jelaskan salah satu teori kekerasan sosial menurut Thomas Hobbes/ Bourdieu! ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ __________________________________________________________ 67 3. Identifikasikan faktor-faktor penyebab kekerasan sosial (struktural/ kultural)! ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ __________________________________________________________ 4. Identifikasikan bentuk-bentuk kekerasan sosial (simbolik) dan beri 1 (satu) contoh kasus tersebut masing-masing! ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ 5. Identifikasikan model-model penanganan kekerasan sosial (menunjukkan adanya penguatan pendidikan karakter: religius, mandiri, gotong-royong, integritas, dan nasionalis) ! ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ 68 ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ AKTIVITAS: ANALISIS WACANA/KASUS LK.2.3. Analisis Informasi Kekerasan Sosial Prosedur Kerja: 1. Siapkan alat tulis! 2. Berdoalah sebelum mengerjakan! 3. Buatlah kelompok kerja 3-5 orang! 4. Bacalah informasi/berita di bawah ini! 5. Berikan opini/pendapat terkait pemberitaan tersebut! 6. Isikanlah dalam tempat yang telah disediakan! Kekerasan Sosial 25 April 2012 00:56:54 Diperbarui: 24 Juni 2015 23:08:10 -------------Bagi masyarakat, kekerasan sosial menjadi budaya baru meski harus memakan korban nyawa dan harta. Hal itu, terlihat dari aksi geng motor yang melakukan kekerasan di jalanan. Aksinya menjadi trending topic di jejaring sosial. Bahkan media massa pun tidak ketinggalan merilis aksi tersebut. Berdasar catatan Indonesia Police Watch (IPW) seperti dikutip Kedaulatan Rakyat (16/4), tiap tahun di Jakarta 60 orang tewas akibat ulah geng motor. Tahun 2011, 65 tewas. Setahun sebelumnya, 62 tewas. Sedang tahun 2009 yang tewas 68 orang. “Pembiaran yang dilakukan polisi terhadap geng motor memicu kekerasan sosial, dan aksi main hakim sendiri”, papar Ketua Presidium IPW Neta S Pane. 69 Sebelumnya, kekerasan sosial membekas di sanubari rakyat Indonesia saat terjadi gerakan bersamamenolak rencana naiknya harga bensin. Demonstrasi berkobar di beberapa kota besar berakhir ricuh. Pelaku kekerasan sosial menjalankan aksinya dengan menjebol pagar DPR RI dan membakar apapun.Bentrokan pun terjadi antara petugas melawan peserta aksi demo. Kekerasan sosial pun menemukan bentuknya secara sempurna. Kekerasan sosial menolak kenaikan harga bensin dan kenekatan geng motor menarik perhatian para jurnalis warga. Mereka mengabarkannya lewat media jejaring sosial. Akibat timeline Twitter dan status Facebook yang dikirimkannya, warta kekerasan sosial semacam itu pun menjadi trending topic di media jejaring sosial. Media massa cetak dan elektronik pun tidak mau ketinggalan meliput acara yang mampu menyedot perhatian jutaan warga. Paparan di atas contoh fenomena kekerasan sosial yang berkembang pesat di ruang publik, jejaring sosial dan media massa. Belakangan ini oleh media televisi, kekerasan sosial diubah maknanya menjadi barang komoditi yang laik jual. Kenapa hal itu terjadi? Karena ada pemikiran apa pun bentuk kekerasannya, dijamin layak jual. Hal itu didukung tabiat orang yang terlibat  sebagai pelaku kekerasan sosial menjadi sangat ekspresif dalam mengekspresikan ketidakpuasannya. Atas dasar itulah, beberapa stasiun televisi swasta memosisikan diri sebagai “agen penjual” kekerasan sosial.Mereka membungkus kekerasan sosial menjadi sebuah komoditas  yang laris untuk dikomodifikasikan. Bentuk konkret komodifikasi kekerasan sosial yang disuguhkan media televisi selalu ditandai dengan tayangan visual aneka kekerasan sosial secara detail dan vulgar. Sang kameramen akan menyorot siapa pun dan apa pun yang ditengarai menghasilkan obyek dagangan bernama kekerasan sosial. Sedangkan sang reporter dengan suara terengah mengabarkan apa yang dilihatnya. Deskripsi visual yang dideskripsikan sang reporter terkadang tidak masuk akal. Kepiawaian dalam menyusun narasi sebagai modal dasar mendeskripsikan sebuah realitas sosial yang dilihatnya pun disampaikan secara dangkal. Saat ini, tayangan kekerasan sosial di televisi dengan amat gamblang, vulgar dan dramatis dapat disaksikan secara gratis. Pesan verbal dan pesan visual dalam tayangan komodifikasi kekerasan sosial terlihat hidup sehidup-hidupnya. Keberadaannya mampu membangkitkan desakan emosi yang tidak mampu dikontrol tiap penonton.Di sisi lain, atas nama kuasa rating, suasana yang dibangun dalam tayangan komodifikasi kekerasan sosial adalah situasi yang dikesankan mencekam. Bangunan suasana semacam ini sangat dibutuhkan oleh pengelola stasiun televisi untuk menggapai kucuran dana iklan. Pada titik ini proses jual beli sah hukumnya. Itu yang didapatkan pihak televisi. Lalu apa yang diperoleh warga masyarakat atas tayangan komodifikasi kekerasan sosial? Budaya visual seperti apakah yang sedang diusung pihak televisi ketika menghadirkan tayangan komodifikasi kekerasan sosial? Siapakah peduli akan hal ini? *)Sumbo Tinarbuko (www.sumbotinarbuko.com) adalah Pemikir Budaya Visual dan Dosen Komunikasi visual ISI Yogyakarta. Artikel ini dimuat di harian Kedaulatan Rakyat, 25 April 2012. 70 Berdasarkan tulisan di atas berikan pendapat Saudara: 1. Mengapa kekerasan sosial dapat terjadi di masyarakat (berdasarkan latar belakang) ? 2. Langkah preventif apa yang harus dilakukan untuk mencegah kekerasan sosial yang seolah sudah membudaya di masyarakat? (Berikan solusi nyata terhadap persoalan ini (menunjukkan adanya penguatan pendidikan karakter: religius, mandiri, gotong-royong, integritas, dan nasionalis)! ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ __________________________________________________________ AKTIVITAS: MENGEMBANGKAN SOAL LK.2.4. Pengembangan Soal Kekerasan Sosial Prosedur Kerja: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Siapkan alat tulis! Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri! Berdoalah sebelum mengerjakan! Bacalah bahan bacaan pada kegiatan pembelajaran 2 Pelajari kisi-kisi yang soal USBN yang telah tersedia! Kembangkan soal-soal yang sesuai dengan konsep HOTs! Kembangkan soal Pilhan Ganda (PG) sebanyak 3 Soal! Kembangkan soal uraian (Esai) sebanyak 2 Soal! 71 SEKOLAH MENENGAH ATAS / MADRASAH ALIYAH KURIKULUM 2013 TAHUN PELAJARAN 2016/2017 MATA PELAJARAN: SOSIOLOGI Cakupan Materi Level Kognitif Konsep dan Objek Kajian Penelitian Sosial Masyarakat Multikultural, Perubahan Sosial, dan Sosiologi Globalisasi Pengetahuan dan Peserta didik mampu Peserta didik mampu Peserta didik mampu memahami Pemahaman memahami dan memahami dan menguasai dan menguasai tentang: ï‚· Menyebutkan menguasai tentang: tentang: - masyarakat multikultural ï‚· Mengidentifikasi - konsep dasar - jenis-jenis penelitian - perubahan sosial ï‚· Menunjukkan sosiologi - prosedur dan metode - globalisasi. ï‚· Menjelaskan - objek sosiologi penelitian ï‚· Menentukan - fungsi dan manfaat - pendekatan penelitian ï‚· Mengkategorikan sosiologi - data penelitian - teknik penelitian ï‚· Membedakan - kegunaan penelitian sosial Aplikasi Peserta didik mampu Peserta didik mampu Peserta didik mampu ï‚· Memberi contoh mengaplikasi-kan mengaplikasikan mengaplikasikan pengetahuan ï‚· Membandingkan pengetahuan dan pengetahuan dan pemahaman tentang: ï‚· Menghubungkan pemahaman tentang: dan pemahaman tentang: - berbagai permasalahan sosial ï‚· Menerapkan - interaksi sosial - topik penelitian yang muncul dalam ï‚· Menginterpretasi antarindividu, - perumusan masalah masyarakat multikultural kelompok sosial, dan penelitian antarkelompok sosial - rancangan penelitian dalam keberagaman untuk berdasarkan konsep (data penelitian, menciptakan masyarakat yang dasar sosiologi - pengelompokan sampel/populasi penelitian, sosial dalam instrumen, dan teknik masyarakat ditinjau analisis data penelitian) dari konsep dasar sosiologi - gejala sosial seperti: nilai, norma, - prinsip-prinsip kesetaraan harmonis - pemberdayaan komunitas melalui nilai-nilai kearifan lokal. - dampak perubahan sosial sebagai akibat dari globalisasi - upaya mengatasi ketimpangan sosial sebagai akibat 72 Cakupan Materi Level Kognitif Konsep dan Objek Kajian Penelitian Sosial Masyarakat Multikultural, Perubahan Sosial, dan Sosiologi Globalisasi sosialisasi, perubahan sosial di tengah- penyimpangan dan tengah globalisasi pengendalian sosial, - permasalahan yang terjadi struktur sosial, dalam masyarakat multikultural diferensiasi sosial, dan akibat yang ditimbulkannya stratifikasi sosial, integrasi dan disintegrasi kelompok sosial, mobilitas sosial, dan konflik sosial dan akomodasi penyelesaiannya, dengan menggunakan konsep dasar sosiologi Penalaran Peserta didik mampu Peserta didik mampu Peserta didik mampu ï‚· Menyimpulkan menggunakan nalar menggunakan nalar dalam menggunakan nalar dalam ï‚· Merumuskan dalam mengkaji: mengkaji: mengkaji: ï‚· Menganalisis - berbagai gejala sosial - kesesuaian jenis - potensi terjadinya konflik dan dalam memahami penelitian dengan data kekerasan dalam masyarakat hubungan sosial di penelitian multikultural dan cara masyarakat dengan - pengolahan data menggunakan penelitian konsep dasar - interpretasi data perubahan sosiologi penelitian sosial dan globalisasi - penyusunan laporan pemecahannya - gagasan mengatasi dampak - pemberdayaan komunitas lokal penelitian melalui nilai-nilai kearifan lokal - berbagai gejala sosial di tengah pengaruh globalisasi dengan menggunakan metode penelitian sosial 73 KARTU SOAL 1 Jenjang : Sekolah Menengah Atas Mapel/KK : Sosiologi/E Kegiatan Pembelajaran : 2 Materi : Kekerasan Sosial Bentuk Soal : Pilihan Ganda BAGIAN SOAL DI SINI Kunci Jawaban : KARTU SOAL 2 Jenjang : Sekolah Menengah Atas Mapel/KK : Sosiologi/E Kegiatan Pembelajaran : 2 Materi : Kekerasan Sosial Bentuk Soal : Pilihan Ganda BAGIAN SOAL DI SINI 74 Kunci Jawaban : KARTU SOAL 3 Jenjang : Sekolah Menengah Atas Mapel/KK : Sosiologi/E Kegiatan Pembelajaran : 2 Materi : Kekerasan Sosial Bentuk Soal : Pilihan Ganda BAGIAN SOAL DI SINI Kunci Jawaban : KARTU SOAL 4 Jenjang : Sekolah Menengah Atas Mapel/KK : Sosiologi/E Kegiatan Pembelajaran : 2 Materi : Kekerasan Sosial Bentuk Soal : Esai 75 BAGIAN SOAL DI SINI Kunci Jawaban : KARTU SOAL 5 Jenjang : Sekolah Menengah Atas Mapel/KK : Sosiologi/E Kegiatan Pembelajaran : 2 Materi : Kekerasan Sosial Bentuk Soal : Esai BAGIAN SOAL DI SINI Kunci Jawaban : 76 F. RANGKUMAN 1. Soerjono Soekanto (2002: 98), mengartikan kekerasan (violence) sebagai penggunaan kekuatan fisik secara paksa terhadap orang atau benda. Selain penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, kekerasan juga bisa berupa ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak (Narwoko dan Suyanto, 2000: 70). 2. Tipe-Tipe Kekerasan, Galtung (1996: 203) mencoba menjawab dengan membagi tipologi kekerasan menjadi 3 (tiga), yaitu: Kekerasan Langsung. Kekerasan langsung biasanya berupa kekerasan fisik, Kekerasan Struktural, terwujud dalam konteks, sistem, dan struktur, misalnya: diskriminasi dalam pendidikan, pekerjaan, pelayanan kesehatan. Kekerasan kultural merupakan suatu bentuk kekerasan permanen. Terwujud dalam sikap, perasaan, nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat, misalnya: kebencian, ketakutan, rasisme, ketidaktoleranan, aspek-aspek budaya, ranah simbolik yang ditunjukkan oleh agama dan ideologi, bahasa dan seni, serta ilmu pengetahuan. 3. Dalam pandangan Bourdieu (2005) kekerasan struktural dan kultural dapat dikategorikan sebagai kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik adalah mekanisme komunikasi yang ditandai dengan relasi kekuasaan yang timpang dan hegemonik di mana pihak yang satu memandang diri lebih superior entah dari segi moral, ras, etnis, agama ataupun jenis kelamin dan usia. 4. Jika dilihat berdasarkan pelakunya, kekerasan juga dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu: kekerasan individual dan kekerasan kolektif. Kekerasan individual, adalah kekerasan yang dilakukan oleh individu kepada satu atau lebih individu. Contoh: pencurian, pemukulan, penganiayaan, dan lain-lain. Sedangkan kekerasan kolektif, merupakan kekerasan yang dilakukan oleh banyak individu atau massa. Contoh: tawuran pelajar, bentrokan antar desa. 5. Beberapa faktor yang dapat memicu timbulnya kekerasan, yaitu sebagai berikut :faktor individual, faktor kelompok, dan faktor dinamika kelompok 77 Dalam konteks ini munculnya kekerasan dapat terjadi oleh beberapa hal yaitu sebagai berikut : a. Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kekerasan yang disebabkan oleh struktur sosial tertentu. b. Tekanan sosial, yaitu suatu kondisi saat sejumlah besar anggota masyarakat merasa bahwa banyak nilai dan norma yang sudah dilanggar. Tekanan ini tidak cukup menimbulkan kerusuhan atau kekerasan, tetapi juga menjadi pendorong terjadinya kekerasan. c. Berkembangnya perasaan kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran tertentu. Sasaran kebencian itu berkaitan dengan faktor pencetus, yaitu peristiwa yang memicu kekerasan. d. Mobilisasi untuk beraksi, yaitu tindakan nyata berupa pengorganisasi diri untuk bertindak. Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi yang memungkinkan terjadinya kekerasan. e. Kontrol sosial, yaitu tindakan pihak ketiga seperti aparat keamanan untuk mengendalikan, menghambat, dan mengakhiri kekerasan. G. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT Setelah membaca kegiatan pembelajaran dalam modul ini beberapa pertanyaan berikut dapat dijawab sebagai refleksi dari penggunaan modul ini: 1. Apakah Saudara memperoleh pengetahuan baru yang sebelumnya belum pernah Saudara pahami? 2. Apakah materi yang diuraikan mempunyai manfaat dalam mengembangkan profesionalisme? 3. Apakah materi yang diuraikan mempunyai kedalaman dan keluasan yang Saudara butuhkan sebagai guru? 4. Rencana tindak lanjut apa yang akan Saudara lakukan? 78 KEGIATAN PEMBELAJARAN 3 INTEGRASI SOSIAL A. TUJUAN Setelah mempelajari materi pada kegiatan pembelajaran 3 inipeserta diklat diharapkanmampu: 1. Menjelaskan konsep integrasi sosial dengan benar 2. Menjelaskan proses terjadinya integrasi sosial dengan benar 3. Mengurai masalah integrasi sosial sebagai fenomena sosial B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI Indikator pencapaian kompetensi dalam kegiatan pembelajaran ini, peserta diklat diharapkan mampu: 1. Menjelaskan konsep dasar integrasi sosial 2. Menjelaskan faktor pendorong dan penghambat integrasi sosial 3. Menjelaskan syarat integrasi sosial 4. Menjelaskan proses terjadinya integrasi sosial C. URAIAN MATERI 1. Definisi Integrasi Sosial Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration" yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Integrasi merujuk pada upaya penyatuan berbagai kelompok masyarakat yang berbeda-beda secara sosial, budaya maupun politik suatu bangsa. Integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi. Unsur-unsur sosial yang saling berbeda dalam masyarakat itu dapat berupa individu, keluarga,kekerabatan,kelompok sosial,lembaga sosial, status sosial, sistem nilai dan norma sosial. Proses penyesuaian yang dimaksud adalah apabila masing-masing unsur yang berbeda tersebut mau mentaati aturan-aturan yang ada dan telah disepakati bersama dan mau mefungsikan dirinya sesuai dengan status dan peranannya dalam masyarakat.Sedangkan Integrasi sosial ditandai dengan adanya suatu keadaan yang menggambarkan suatu 79 keserasian hubungan dan fungsi diantara komponen masyarakat. Keserasian fungsi ini meliputi sebagian atau keseluruhan segi kehidupan, dimana masing-masing pihak memberikan keuntungan kepada pihak lain. Hal ini pada akhirnya saling menguntungkan semua komponen dalam masyarakat. Usaha penyesuaian diri pada ide-ide, pola-pola sosial budaya dan etika pergaulan secara tingkat kebutuhan sosial ekonomi pada suatu anggota masyarakat lainnya merupakan integrasi sosial. Dalam hal ini, masing-masing individu maupun kelompok yang bersangkutan ingin mencapai tujuan yang direncanakan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Duverger (2003:310) bahwa integrasi sosial sebagai dibangunnya interdependensi yang lebih rapat antar bagian-bagian dari organisme hidup atau antara anggota-anggota dalam masyarakat. Integrasi karena itu adalah proses mempersatukan masyarakat, yang cenderung membuatnya menjadi suatu kota yang harmonis, yang didasarkan pada tatanan yang oleh anggota-anggotanya dianggap sama harmonisnya. Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu: a. Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu b. Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya. Menurut pandangan para penganut fungsionalisme struktur sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut : a. Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar). b. Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan 80 sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial. Penganut konflik berpendapat bahwa masyarakat terintegtrasi atas paksaan dan karena adanya saling ketergantungan di antara berbagai kelompok.Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial. 2. Faktor Pendorong Terbentuknya integrasi sosial dalam masyarakat didorong oleh beberapa faktor, antara lain: a. Sentimen Ideologis Yaitu suatu perasaan dan kesadaran sejumlah orang dengan ideologi yang sama. Kelompok ini memiliki kesadaran tinggi untuk menyatukan diri dalam gerak dan langkah serta tujuan karena didorong oleh sentimen ideologis yang sama. Mereka merasa senasib dan seperjuangan dalam rangka mempertahankan dan mengembangkan ideologi yang diyakininya. b. Sentimen Geneologis Di samping sentimen ideologis, sentimen geneologis juga merupakan sarana yang mendorong orang-orang untuk menyatukan diri dalam satu ikatan sosial yang didasarkan persamaan darah dan keturunan. Dalam dalam kesatuan geneologis, orang menyadari bahwa mereka berasal dari satu darah keturuna walaupun telah mengalami proses evolusi yang relatif panjang. Sentimen ini dapat mendorong orang-orang yang merasa memiliki persamaan keturunan untuk terikat dalam suatu wadah kekerabatan, marga, ataupun trah. Contoh, munculnya Simanungkalit, Simanjuntak, Trah Mangkunegaran, Marga Trah Kasunan Demak, dan Trah Kraton Yogyakarta . c. Sentimen Teretorial Yaitu suatu perasaan yang muncul secara spontanitas sebagai akibat adanya kesamaan daerah asal atau daerah kelahiran. Mereka menyadari berasal dari satu daerah yang sama. Hal ini, dapat 81 memunculkan kesadaran untuk bersau dan membentuk suatu ikatan kerja sama yang lebih intim dengan didorong oleh sentimen asal daerah yang sama. Contoh, penonton sepak bola antar negara, yang memunculkan kesetiaan untuk mendukung negaranya. d. Sentimen Kepentingan Dalam suatu asosiasi, individu terikat menjadi satu kesatuan karena memiliki orientasi dan kepentingan yang sama. Misalnya, Ikatan Pengusaha Batik Pekalongan, Ikatan Pengusaha Batik Solo, Ikatan Pengusaha Anggrek Jawa Barat. Melalui ikatan-ikatan ini, mreka menyadari bahwa antara individu yang satu dengan individu yang lain merupakan himpunan orang yang mempunyai kepentingan sama. Hal ini, mendorong orang untuk mau melaksanakan kerja sama secara lebih intim. e. Sentimen Historis Adalah suatu perasaan yang menyadari bahwa mereka memiliki sejarah perjuangan yang sama. Misalnya, pada saat Indonesia ingin mengusir para penjajah, masyarakat Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, dan pulaupulau yang lain memiliki sentimen histori yang sama sebagai masyarakat terjajah. Atas dasar persamaan, nasib mereka terdorong untuk bersatu dan membentuk suatu ikatan dengan solidaritas yang tinggi melawan para penjajah. 3. Syarat Integrasi Menurut W F Ogburn dan M Nimkoff (Soekanto, 2002: 56) syarat terjadinya suatu integrasi sosial adalah sebagai berikut: a. Anggota masyaraklat kebutuhan-kebutuhan merasa mereka berhasil mereka.Terpenuhinya saling mengisi kebutuhan itu menyebabkan setiap anggota masyarakat saling menjaga keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. b. Masyarakat berhasil menciptakan kesepakatan atau konsensus bersama mengenai norma dan nilai sosial yang dilestarikan dan dijadikan pedoman dalam berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. 82 c. Norma dan nilai yang berlaku sukup lama,tidak mudah berubahubah,dan dijalankan secara konsisten oleh seluruh anggota masyarakat. Suatu integrasi sosial dapat berlangsung cepat atau lambat, tergantung pada faktor-faktor berikut. a. Homogenitas kelompok: dalam kelompok atau masyarakat yang tingkat kemajemukan anggotanya relatif rendah, integrasi sosial akan mudah tercapai.Sebaliknya, dalam kelompok atau masyarakat majemuk, integrasi sosial akan sulit tercapai dan memakan waktu yang lama. b. Besar kecilnya kelompok: pada umumnya dalam kelompok yang kecil, tingkat kemajemukan anggotanya relatif rendah, sehingga integrasi sosialnya akan mudah tercapai. c. Mobilitas geografis: semakin sering anggota masyarakat datang dan pergi, semakin sulit proses integrasi terjadi, karena setiap anggota kelompok baru harus menyesuaikan diri dengan masyarakat yang dituju. d. Efektivitas komunikasi: semakin efektif komunikasi berlangsung, semakin cepat pula integrasi anggota-anggota masyarakat tercapai. 4. Bentuk-Bentuk Integrasi Sosial Dalam penanganan sebuah konflik, integrasi merupakan jalan terakhir yang paling diinginkan sebagai sebuah penyelesaian. Karena integrasi diraih bukan karena keterpaksaan, melainkan karena kesadaran dari kesepakatan-kesepakatan yang dibangun dalam sebuah sistem. Meski kesepakatan-kesepakatan yang diraih tidak selalu bersifat konstan, tapi dapat selalu diusahakan agar kesepakatan tersebut selalu menjadi hal yang utama dalam masyarakat. Jadi, kesepakatan tersebut harus dibuat senyaman mungkin untuk selalu berjalan mulus di masyarakat. Emile Durkheim (2010) mengemukakan bahwa integrasi terbagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut. a. Integrasi Tinggi Integrasi tinggi ini lahir dari kelompok-kelompok yang memiliki ikatan kuat dan solidaritas yang tinggi dari setiap anggotanya. Kelompok yang memiliki tingkat integrasi yang tinggi tidak segan-segan 83 untuk membela anggota kelompoknya yang sedang berada dalam masalah atau pun konflik. Bahkan tanpa memedulikan risiko yang akan menimpa kelompoknya di kemudian hari. Yang termasuk ke dalam kelompok dengan kategori ini, misalnya komunitas adat dan kelompok agama. b. Integrasi Rendah Integrasi yang rendah biasanya dilahirkan oleh kelompokkelompok masyarakat yang mempunyai keterikatan yang lemah. Kelompok ini lebih sering disisipi oleh kepentingan yang bersifat individualis dan hanya akan dipersatukan oleh kasus-kasus mendesak yang sekiranya akan membutuhkan kuantitas suara yang maksimal.Jadi, resiko yang terjadi pada anggotanya bukan merupakan urusan bersama. Yang termasuk ke dalam kelompok dengan kategori ini, misalnya organisasi pekerja atau organisasi pedagang. Selain itu, sebagai masyarakat yang majemuk, maka kesadaran kita sebagai anggota masyarakat harus dibangun, bahwa sistem sosial yang ada di dalam kehidupan masyarakat dibangun untuk kepentingan bersama. Jika ada salah satunya saja yang berlangsung kurang efektif, jangan jadikan hal tersebut menjadi sebuah hambatan yang dipertentangkan. Melainkan sebagai sebuah pemicu diskusi antar kelompok, sehingga dicapai kesepakatan yang baru. 5. Proses Integrasi Sosial Dalam setiap masyarakat, terdapat komponen-komponen yang saling bersaing sampai terbentuk suatu konflik. Di sisi lain, juga terdapat komponen masyarakat dalam skala kecil maupun besar membangun suatu kerja sama yang saling mendukung dan menguntungkan. Ini merupakan proses awal dari terjadinya integrasi sosial dalam masyarakat. Dalam suatu proses integrasi sosial berlangsung tahapan-tahapan sebagai berikut: a. Proses Interaksi Proses interaksi merupakan proses paling awal untuk membangun suatu kerja sama dengan ditandai adanya kecenderungan- kecenderungan positif yang dapat melahirkan aktivitas bersama. Proses 84 interaksi dilandasi adanya saling pengertian dengan saling menjaga hak dan kewajiban antar pihak. b. Proses Identifikasi Proses interaksi dapat berlanjut menjadi proses identifikasi manakala masing-masing pihak dapat menerima dan memahami keberadaan pihak lain seutuhnya. Pada dasarnya, proses identifikasi adalah proses untuk memahami sifat dan keberadaan orang lain. Jika proses ini dapat berlangsung dengan lancar maka akan menghasilkan hubungan kerja sama yang lebih erat. Sebab, masing-masing pihak mengetahui karakternya dan saling menjaga keutuhan hubungan tersebut. c. Kerjasama (Kooperation) Menurut Charles H Cooley mengatakan bahwa kerja sama timbul apa bila orang menyadari bahwa mereka mepunyai kepentingan- kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengerahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut. Melalui kerja sama, kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna. d. Proses Akomodasi Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesakan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan,sehingga lawan tersebut kehilangan kepribadiannya.Tujuan dari akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu: 1) Untuk mengurangi pertentangan antara orang –perorangan atrau kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan faham.Akomodasi disini bertujuan untuk menghasilkan suatu sintesa antara kedua pendapat tersebut,agar menghasilkan suatu pola yang baru. 2) Untuk mencegah meledaknya suatu pertentangan,untuk sementara waktu atau secara temporer. 3) Akomodasi kadang-kadang diusahakan untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara kelompok-kelompok sosial yang sebegai akibat faktor-faktor sosial,psikologis dan kebudayaan,hidup 85 terpisah seperti,misalnya yang dijumpai pada masyarakat- masyarakat yang mengenal sistem berkasta. 4) Mengusahakan pelebutan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah,misalnya perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti yang luas. e. Proses Asimilasi Asimilasi merupakan suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha untuk mengurangi perbedaan-perbedaan yang ada di antara individu atau kelompok dalam masyarakat. Asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau terkadang bersifat emosional, dengan tujuan mencapai kesatuan (integrasi) f. Proses Akulturasi Menurut Koentjaraningrat (2000), akulturasi adalah proses sosial yang terjadi bila kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing yang berbeda. Proses sosial itu akan berlangsung hingga unsur kebudayaan asing itu diterima masyarakat dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri. Namun umumnya akulturasi berlangsung tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan itu sendiri. 6. Reintegrasi Sosial Reintegrasi merupakan suatu proses sosial dalam menyatukan kembali pihak-pihak yang berkonflik untuk berdamai atau bersatu kembali seperti kondisi sebelum terjadi konflik. Perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dapat membuat pudarnya norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat. Kondisi ini oleh Soerjono Soekanto (2000) disebut sebagai disorganisasi atau disintegrasi sosial. Awal terjadinya kondisi ini adalah situasi dimana ada ketidakseimbangan atau ketidakserasian unsur dalam masyarakat karena salah satu unsur dalam sistem masyarakat tidak berfungsi dengan baik. Apabila terjadi disintegrasi sosial, situasi di dalam masyarakat itu lama-kelamaan akan menjadi chaos (kacau). Pada keadaan demikian, akan dijumpai anomie (tanpa aturan), yaitu suatu keadaan di saat masyarakat tidak mempunyai pegangan mengenai apa yang baik dan buruk, dan tidak bisa melihat batasan apa yang benar dan salah. Dalam 86 kebingungan tersebut, masyarakat berusaha untuk kembali pada tahap integrasi dimana lembaga politik, ekonomi, pemerintahan, agama, dan sosial berada didalam keadaan yang selaras, serasi, dan seimbang. Proses ini disebut dengan reintegrasi. Reintegrasi atau reorganisasi adalah proses pembentukan kembali norma-norma dan nilai-nilai baru untuk menyesuaikan diri dengan lembagalembaga yang mengalami perubahan. Reintegrasi sosial adalah sebagian upaya untuk membangun kembali kepercayaan, modal sosial, dan kohesi sosial. Proses ini bukanlah proses yang mudah. Proses ini cukup sulit dan memakan waktu yang lama. 7. Integrasi Nasional sebagai Integrasi Sosial Bangsa Indonesia Integrasi nasional adalah proses penyusaian diantara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan dimasyarakat secara nasional sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan yang serasi fungsinya bagi masyarakat tersebut. Menurut Paul B.Horton (2002), integrasi nasional yaitu proses pengembangan masyarakat yang mana segenap kelompok ras dan etnik mampu berperan secara bersama-sama dalam kehidupan budaya dan ekonomi. Oleh karena integrasi suatu yang diharapkan dalam kehidupan masyarakat, maka harus tetap dijaga kelangsungannya.Integrasi nasional identik dengan integrasi bangsa yang berarti suatu proses penyatuan atau perubahan berbagai aspek sosial budaya kedalam suatu wilayah dan pembentukan nasional atau bangsa. Integrasi nasional yang kuat, akan terbentuk dan berkembang diatas kesepakatan nasional tentang batas-batas suatu masyarakat politik dan sistim politik yang berlaku bagi seluruh masyarakat tersebut. Kemudian suatu konsensus nasional mengenai bagaimana suatu kehidupan bersama suatu bangsa harus diwujudkan atau diselenggarakan melalui suatu konsesnsus yang nasional mengenai sistem nilai akan mendasarihubungan-hubungan sosial diantara suatu masyarakat negara. Integrasi nasional dalam masyarakat akan bisa terwujud apabila ada faktorfaktor sebagai berikut : a. Adanya rasa toleransi, saling menghormati dan tenggang rasa. b. Terjadinya perkawinan campuran antara suku 87 c. Makin pesatnya komunikasi dan transportasi antar daerah d. Meningkatnya solidaritas sosial yang dipengaruhi intensifnya kerja sama kelompok dalam masyarakat menghadapi kejadian bersama. e. Fungsi pemerintahan yang makin berjalan baik dan bijaksana terutama yang menyentuh masyarakat bawah. Adapun faktor-faktor pendorong integrasi nasional sebagai berikut : a. Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib sepenanggungan. b. Keinginan untuk bersatu dikalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam sumpah pemuda tanggal 28 oktober 1928. c. Rasa cinta tanah air dikalangan bangsa Indonesia sebagaimana dibuktikan perjuangan merebut, menegakkan dan mengisi kemerdekaan. d. Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak pahlawan yang gugur demi memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. e. Adanya simbol kenegaraan dalam bentuk Garuda Pancasila f. Pengembangan budaya gotong royong yang merupakan ciri khas kepribadian bangsa Indonesia secara turun temurun. Adapun faktor penghambat integrasi nasional sebagai berikut : a. masyarakat Indonesia yang beraneka ragam dalam faktor-faktor kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya. b. Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan pulau yang dikelilingi oleh lautan luas. c. Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan, kesatuan dan persatun bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negri. d. Masih besarnya ketimpangan dan tidak meratanya pembangunan dan hasil-hasil pembangunan yang menimbulkan rasa tidak puas. e. Adanya paham etnosentrime diantara beberapa suku bangsa yang menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain. 88 f. Lemahnya nilai-nilai budaya bangsa, akibat kuatnya pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, baik melewati kontak lansung maupun tidak langsung. Sebagai warga negara Indonesia yang baik, kita harus memiliki rasa integrasi nasional yaitu suatu sikap kepedulianterhadap sesama serta memiliki rasa persatuan yang tinggi baik terhadap bangsa negara, agama serta keluarga. Untuk meningkatkan integritas nasional dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : a. Membangun dan menghidupkan komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu. b. Membangun kelembagaan di masyarakat yang berakarkan pada nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa serta tidak memandang perrbedaan suku, agama, ras, keturunan, etnis dan perrbedaan-perbedaan lainnya, yang sebenarnya tidak perlu diperdebatkan. c. Meningkatkan integrasi bangsa, yaitu penyatuan berbagai macam kelompok sosial budaya dalam satu kesatuan wilayah dan dalam satu identitas nasional. d. Mengembangkan prilaku integratif di Indonesia dengan upaya bekerja sama dalam berorganisasi dan berprilaku sesuai dengan cara yang dapat membantu tujuan organisasi. e. Meningkatkan integritasi nilai diantara masyarakat dan integrasi nilai Indonesia ada dalam Pancasila dan UUD 1945 sebagai sistim nilai bersama. Dalam kemajemukan yang terdapat di negara kita Republik Indonesia tercinta, integrasi sosial kerap kali dilupakan. Padahal integrasi merupakan salah satu, bahkan mungkin satu-satunya solusi, bagi masalahmasalah yang terjadi akibat kemajemukan tersebut. Integrasi sosial termasuk ke dalam usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan perselisihan, serta mempersatukan perbedaan melalui proses-proses yang adil. Integrasi sosial lahir dari kesadaran kita akan pentingnya berbangsa yang baik. Indonesia sebagai negara yang majemuk, memiliki landasanlandasan yang cukup kuat untuk menyelesaikan permasalahan. Pancasila 89 dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sebetulnya merupakan landasan idiil dan landasan konstitusional yang paling ideal. Namun sayang, kedua landasan idiil ini kini malah dipandang sebelah mata oleh hampir semua warga Negara Indonesia sebagai sarana integrasi yang utama. Apapun landasan hukumnya, seharusnya integrasi sosial harus tetap dilaksanakan. Setidaknya proses itu harus melalui penyadaran dari masing-masing warga negara. Sosialisasi mengenai integrasi sosial ini sebaiknya tidak hanya dilaksanakan pada ruang lingkup akademik, melainkan harus dilakukan juga dalam ruang lingkup umum. Dalam ruangruang masyarakat yang sama sekali awam, agar mereka memiliki kesadaran yang sama. D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN Pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan andragogi lebih mengutamakan pengungkapan kembali pengalaman peserta diklat menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif, menyenamgkan dan bermakna. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mempelajari materi ini mencakup : 1. Aktivitas individu, meliputi : a. Memahami dan mencermati materi diklat b. Mengerjakan latihan tugas, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar, c. Menyimpulkan d. Melakukan refleksi 2. Aktivitas kelompok, meliputi : a. Mendiskusikan materi pelathan b. Bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan penyelesaian masalah /kasus c. Melaksanakan refleksi 90 E. LATIHAN/KASUS/TUGAS AKTIVITAS: MENGERJAKAN SOAL PILIHAN GANDA LK.3.1. Soal Pilihan Ganda Integrasi Sosial Prosedur Kerja: 1. Siapkan alat tulis. 2. Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri. 3. Berdoalah sebelum mengerjakan. 4. Berilah tanda silang (X) pada huruf di depan jawaban yang Saudara anggap benar! 1. Di bawah ini yang merupakan definisi dari integrasi sosial adalah.... A. proses sosial yang harmoni beserta produk-produk yang dihasilkannya B. usaha dan proses mempersatukan perbedaan perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara nasional C. sebuah proses penyatuan politik di tingkat global atau regional di antara unit-unit nasional yang terpisah D. serangkaian unsur-unsur sosial yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi, sehingga merupakan suatu kesatuan yang berfungsi dan bermakna 2. Berikut ini merupakan faktor utama yang mempengaruhi kelancaran proses integrasi sosial masyarakat majemuk, yaitu adanya .... A. toleransi antar suku B. pendidikan yang maju C. etnosentrisme dan fanatisme D. pemimpin yang cakap dan bijak 3. Salah satu contoh integrasi sosial yang dapat dijelaskan dengan teori fungsional struktural adalah.... A. setiap kelompok sosial dalam masyarakat majemuk mampu bekerja sama dengan baik karena mengadopsi paham pluralisme 91 B. setiap kelompok sosial dalam masyarakat majemuk mampu bekerja sama dengan baik karena mempunyai bahasa, lambang negara, dan bendera yang sama. C. masyarakat petani, pedagang, pengusaha, buruh, sekalipun mempunyai fungsi yang berbeda-beda tetapi mampu bekerjasama sebagai satu kesatuan masyarakat dalam mencapai tujuan tertentu D. konfilk budaya antara Indonesia dan Malaysia ternyata semakin memperkuat solidaritas sosial antara warga negara yang berbeda SARA , Mereka bersatu membela salah satu produk budaya bangsa Indonesia yang diklaim Malaysia sebagai bagian dari budayanya 4. Bangsa Indonesia selalu dapat tetap mempertahankan persatuan dan kesatuan nasional, walaupun sarat kemajemukan. Hal ini dapat terwujud karena .... A. persamaan ciri fisik B. persamaan ciri budaya C. persamaan struktur dan strata sosial D. interseksi sosial antar kelompok sosial 5. Konsep integrasi sosial menunjukan adanya proses penyesuaian diantara unsur-unsur soisial yang saling berbeda di dalam masyarakat sehingga menjadikan satu kesatuanyang utuh dan bulat. Yang bukan merupakan unsur sosial dalam konsep integrasi sosial adalah kesamaan .... A. tujuan B. idiologi C. pandangan D. letak geografis 6. Masyarakat dan bangsa Indonesia yang majemuk terintegrasi ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya yaitu .... A. wilayah B. kebudayaan C. agama dan kepercayaan 92 D. latar belakang sejarah 7. Perasaan senasib dan sepenanggungan menjadi faktor yang mempengaruhi terbentuknya integrasi sosial masyarakat Indonesia. Perasaan bersama yang pernah dialami oleh masyarakat tersebut, yaitu .... A. dijajah oleh kolonial B. keinginan bersama untuk membentuk negara kesatuan C. wawasan nusantara menjadi konsep dasar integrasi nasional D. sumpah pemuda menjadi dasar terbentuknya integrasi nasional 8. Latar belakang perpaduan beberapa orang atau kelompok suku atau keturunan di pedesaan ialah karena didorong oleh upaya untuk memenuhi kebutuhan yang sama dari sekumpulan individu, dan perasaan senasib bahwa mereka dapat memenuhi hajat kehidupan masing-masing. Situasi ini oleh Cooley disebut .... A. society B. community C. masyarakat desa D. masyarakat kota 9. Wilayah sosial dengan karakteristik khas, seperti mengutamakan harmonisasi menghindari konflik, mematuhi nilai tradisional, memiliki semangat kolektivitas, kekeluargaan, dan berbagai karakteristik sopansantun atau ramah-tamah lainnya, merupakan ciri dari masyarakat .... A. desa B. kota C. rural D. madani 10. Seorang pemain sepakbola selalu mangkir dengan alasan apapun jika diundang PSSI untuk masuk dalam skuad membela tim nasional Indonesia. Tetapi jika bermain untuk tim klub sepakbola lokal yang dibelanya saat ini, pemain tersebut selalu menyanggupi untuk bermain. Kasus semacam itu merupakan contoh .... 93 A. local wisdom B. primordialisme C. social solidarity D. community sentiment AKTIVITAS: MENJAWAB SOAL URAIAN LK.3.2. Soal Uraian Integrasi Sosial Prosedur Kerja: 1. Siapkan alat tulis! 2. Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri! 3. Berdoalah sebelum mengerjakan! 4. Jawablah pertanyaan pada tempat (garis) disediakan! yang telah 1. Jelaskan definisi integrasi sosial! ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ __________________________________________________________ 2. Jelaskan syarat 3 (tiga) terjadinya sosial! ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ __________________________________________________________ 3. Identifikasikan bentuk-bentuk integrasi sosial (tinggi/ rendah)! ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ 94 ___________________________________________________________ ___________________________________________________________ 4. Jelaskan konsep integrasi nasional dan sebutkan 3 (tiga) faktor penghambat terjadinya integrasi nasional! ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ 5. a. Jelaskan upaya mewujudkan integrasi nasional/ bangsa Bagaimana integrasi nasional bangsa Indonesia bisa terwujud? b. Jelaskan upaya mempertahankan Integrasi Bagaimana cara mempertahankannya? Jelaskan! AKTIVITAS: ANALISIS WACANA/KASUS LK.3.3. Analisis Informasi Integrasi Sosial Prosedur Kerja: 1. Siapkan alat tulis! 2. Berdoalah sebelum mengerjakan! 3. Buatlah kelompok kerja 3-5 orang! 4. Bacalah informasi/berita di bawah ini! 5. Berikan opini/pendapat terkait pemberitaan tersebut! 6. Isikanlah dalam tempat yang telah disediakan! ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA DI ERA REFORMASI INDONESIA*) Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dan memiliki keanekaragaman suku, agama, ras, budaya, dan etnis, yang apabila disalahgunakan 95 berpotensi menjadi pemicu masalah disintegrasi nasional. Disintegrasi bermakna hilangnya keutuhan atau persatuan. Bhinneka tunggal Ika merupakan istilah yang menggambarkan kondisi bangsa Indonesia yang berbeda-beda tetapi tetap satu. Semangat persatuan dan kesatuan bangsa secara menyeluruh dan utuh ini lah kunci melemahkan potensi konflik. Indonesia saat ini sebagaimana sering digambarkan di media massa sedang dalam kondisi krisis persatuan dan kesatuan dimana beberapa golongan dan individu lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya daripada kepentingan umum maupun kepentingan masyarakat banyak sehingga dapat berakibat menyebabkan timbulnya disintegrasi bangsa. Sejak pertengahan 1997 terjadi krisis moneter yang disertai krisis ekonomi dan politik di Indonesia yang membawa dampak positif maupun negatif terhadap masa depan politik Indonesia. Aspek positif dari krisis tersebut adalah timbulnya gelombang tuntutan reformasi total khususnya di bidang politik, ekonomi, dan hukum. Mundurnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 telah memberikan kesempatan emas bagi rakyat dan bangsa Indonesia untuk menata kembali sistem politik, ekonomi, dan hukum ke arah yang lebih sehat, adil, dan demokratis. Kekhawatiran yang luas, baik di kalangan masyarakat, intelektual, maupun kalangan pemerintah. Kekhawatiran itu tidak hanya bersumber dari tuntutan pemisahan diri sebagian rakyat, tetapi juga lantaran maraknya kerusuhan sosial di beberapa kota besar dan kecil akhir-akhir ini. Konsep integrasi biasanya menunjuk pada upaya penyatuan berbagai kelompok masyarakat yang berbeda-beda secara sosial, budaya, maupun politik ke dalam satu kesatuan wilayah untuk membangun kesetiaan yang lebih besar dan bersifat nasional. Integrasi dipandang sebagai usaha meniadakan kesetiaan curang dan ikatan-ikatan sempit dalam rangka membangun kesetiaan dan ikatan yang lebih luas ke arah pembentukan identitas sosio-kultural dan politik yang bersifat nasional. Selain itu, istilah integrasi sering juga dipergunakan untuk menunjuk pada upaya membangun suatu otoritas atau kewenangan nasional; penyatuan pemerintah dengan yang diperintah; konsensus tentang nilai-nilai kolektif; dan soal kesadaran setiap anggota masyarakat untuk memperkokoh ikatan di antara mereka. Nasionalisme yang melambangkan jati diri bangsa Indonesisa yang selama ini demikian kukuh, kini mulai memperlihatkan keruntuhan. Asas persamaan digerogoti oleh ketidakadilan pengalokasian kekayaan yang tak berimbang antara pusat dan daerah selama ini. Realitas kultural masyarakat, terutama di tingkat lokal, misalnya kasus kerusuhan Ambon (yang merupakan “kelanjutan” dari kerusuhan Ketapang dan Kupang), mencerminkan dengan jelas bahwa masalah integrasi yang tengah dihadapi Indonesia tidak semata-mata integrasi yang bersifat vertikal, melainkan juga integrasi horizontal. 96 -------Pembelahan masyarakat secara kultural adalah realitas obyektif bangsa Indonesia yang tidak mungkin ditiadakan. Ironisnya, upaya “peniadaan” sekat-sekat primordial itulah yang selalu diupayakan selama sekitar 30 tahun Orde Baru melalui berbagai kebijakan yang sangat sentralistik, seragam, dan memarjinalkan kontribusi faktor lokal. Oleh karena itu, integrasi dan stabilitas yang dicapai oleh rezim Orde Baru sesungguhnya adalah integrasi dan stabilitas semu yang diraih melalui strategi kooptasi atas elite lokal, represi terhadap aspirasi alternatif dari masyarakat, dan pemberian ganjaran ekonomi serta kekuasaan bagi mereka yang mendukung tetap tegaknya otoritarianisme. Akibatnya, ketika negara tak sanggup lagi membiayai dan mempertahankan otoritarianisme politik, maka harmoni dan integrasi semu Orde Baru secara berangsur-angsur runtuh pula. Indonesia akan disintegrasi atau tidak akan menimbulkan pro dan kontra tergantung dari sudut pandang yang digunakan. Reformasi sudah berjalan bertahun-tahun. Ada yang berpendapat, bahkan rakyat kecil sudah mulai menilai bahwa kehidupan di masa Orde Baru lebih baik dibandingkan dengan saat ini. Pandapat rakyat tersebut terjadi karena hanya dilihat dari sudut pandang harga kebutuhan pokok sehari-hari dan itu tidak salah karena hanya satu hal tersebut yang ada dibenak mereka. Kemudian ada kelompok masyarakat yang selalu menuntut kebebasan, dan oleh kelompok yang lain dikatakan sudah kebablasan. Kemudian timbul kembali pertanyaan apa itu reformasi? Yang jelas bangsa Indonesia semua menginginkan kehidupan yang lebih baik melalui reformasi setelah hidup di era Orde Baru. Runtuhnya rezim Orde Baru segera diikuti dengan munculnya konflik kekerasan di berbagai wilayah Indonesia, baik dalam dimensi vertikal maupun horizontal yang seakan menemukan momentumnya pada saat bangunan kebangsaan sedang goyah. Stabilitas nasional yang menjadi jargon selama lebih dari 30 tahun justru menemukan antitesisnya ketika kemarahan dan kebencian berakumulasi menjadi amuk massa. Penyebab timbulnya konflik sangat kompleks dan kadang telah memiliki akar-akar sejarah yang panjang. Konflik horizontal dan vertikal pasca Orde Baru menjadi catatan sejarah hitam negeri ini. Ribuan nyawa anak negeri terenggut dan destruksi massa yang ditimbulkan oleh konflik-konflik tersebut telah memberi pelajaran berharga bahwa negeri yang selalu membanggakan kemajemukan ini ternyata masih teramat rapuh. Integrasi lebih merupakan sebuah jargon politik ketimbang kenyataan. Referensi: http://www.kompasiana.com/asepmarsel/potensi-disintegrasi http://www.arrahmah.com/rubrik/tolikara-simpul-disintegrasi 97 *)Rachmat Bahmim Safiri,S.H.,M.Si Widyaiswara Ahli Muda Badan Diklat Provinsi Kep Bangka Belitung Berdasarkan tulisan di atas berikan pendapat Saudara: 1. Diskripsikan hasil analisa mengapa disintegrasi sosial (bangsa/ nasional) rawan terjadi di negara kita? 2. Identifikasi upaya langkah preventif apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya disintegrasi sosial? 3. Berikan solusi nyata terhadap persoalan (disintegrasi bangsa/ nasional tersebut) ini! 4. Identifikasi upaya mewujudkan integrasi! (yang menunjukkan adanya penguatan pendidikan karakter: religius, mandiri, gotong-royong, integritas, dan nasionalis)! ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ __________________________________________________________ 98 AKTIVITAS: MENGEMBANGKAN SOAL LK.3.4. Pengembangan Soal Integrasi Sosial Prosedur Kerja: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Siapkan alat tulis! Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri! Berdoalah sebelum mengerjakan! Bacalah bahan bacaan pada kegiatan pembelajaran 3 Pelajari kisi-kisi yang soal UKG (postes) yang telah tersedia! Kembangkan soal-soal yang sesuai dengan konsep HOTs! Kembangkan soal Pilhan Ganda (PG) sebanyak 3 Soal! Kembangkan soal uraian (Esai) sebanyak 2 Soal! SEKOLAH MENENGAH ATAS / MADRASAH ALIYAH KURIKULUM 2013 TAHUN PELAJARAN 2016/2017 MATA PELAJARAN: SOSIOLOGI Cakupan Materi Level Kognitif Konsep dan Objek Kajian Penelitian Sosial Sosiologi Masyarakat Multikultural, Perubahan Sosial, dan Globalisasi Pengetahuan dan Peserta didik mampu Peserta didik mampu Peserta didik mampu memahami Pemahaman memahami dan memahami dan menguasai dan menguasai tentang: ï‚· Menyebutkan menguasai tentang: tentang: - masyarakat multikultural ï‚· Mengidentifikasi - konsep dasar - jenis-jenis penelitian - perubahan sosial ï‚· Menunjukkan sosiologi - prosedur dan metode - globalisasi. ï‚· Menjelaskan - objek sosiologi penelitian ï‚· Menentukan - fungsi dan manfaat - pendekatan penelitian ï‚· Mengkategorikan sosiologi - data penelitian - teknik penelitian ï‚· Membedakan - kegunaan penelitian sosial Aplikasi Peserta didik mampu Peserta didik mampu Peserta didik mampu ï‚· Memberi contoh mengaplikasi-kan mengaplikasikan mengaplikasikan pengetahuan ï‚· Membandingkan pengetahuan dan pengetahuan dan pemahaman tentang: ï‚· Menghubungkan pemahaman tentang: dan pemahaman tentang: - berbagai permasalahan sosial ï‚· Menerapkan - interaksi sosial - topik penelitian yang muncul dalam 99 Cakupan Materi Level Kognitif Konsep dan Objek Kajian Penelitian Sosial Masyarakat Multikultural, Perubahan Sosial, dan Sosiologi ï‚· Menginterpretasi antarindividu, Globalisasi - perumusan masalah masyarakat multikultural kelompok sosial, dan penelitian antarkelompok sosial - rancangan penelitian dalam keberagaman untuk berdasarkan konsep (data penelitian, menciptakan masyarakat yang dasar sosiologi - pengelompokan sampel/populasi penelitian, sosial dalam instrumen, dan teknik masyarakat ditinjau analisis data penelitian) dari konsep dasar - prinsip-prinsip kesetaraan harmonis - pemberdayaan komunitas melalui nilai-nilai kearifan lokal. - dampak perubahan sosial sebagai sosiologi akibat dari globalisasi - gejala sosial seperti: - upaya mengatasi ketimpangan nilai, norma, sosial sebagai akibat sosialisasi, perubahan sosial di tengah- penyimpangan dan tengah globalisasi pengendalian sosial, - permasalahan yang terjadi struktur sosial, dalam masyarakat diferensiasi sosial, multikultural dan akibat yang stratifikasi sosial, ditimbulkannya integrasi dan kelompok sosial, disintegrasi mobilitas sosial, dan konflik sosial dan akomodasi penyelesaiannya, dengan menggunakan konsep dasar sosiologi Penalaran Peserta didik mampu Peserta didik mampu Peserta didik mampu ï‚· Menyimpulkan menggunakan nalar menggunakan nalar dalam menggunakan nalar dalam ï‚· Merumuskan dalam mengkaji: mengkaji: mengkaji: ï‚· Menganalisis - berbagai gejala sosial - kesesuaian jenis - potensi terjadinya konflik dan dalam memahami penelitian dengan data kekerasan dalam masyarakat 100 Cakupan Materi Level Kognitif Konsep dan Objek Masyarakat Multikultural, Penelitian Sosial Kajian Perubahan Sosial, dan Sosiologi Globalisasi hubungan sosial di penelitian multikultural dan cara masyarakat dengan - pengolahan data menggunakan penelitian konsep dasar - interpretasi data perubahan sosiologi penelitian sosial dan globalisasi - penyusunan laporan pemecahannya - gagasan mengatasi dampak - pemberdayaan komunitas lokal penelitian melalui nilai-nilai kearifan lokal - berbagai gejala sosial di tengah pengaruh globalisasi dengan menggunakan metode penelitian sosial KARTU SOAL 1 Jenjang : Sekolah Menengah Atas Mapel/KK : Sosiologi/E Kegiatan Pembelajaran : 3 Materi : Integrasi Sosial Bentuk Soal : Pilihan Ganda BAGIAN SOAL DI SINI Kunci Jawaban : 101 KARTU SOAL 2 Jenjang : Sekolah Menengah Atas Mapel/KK : Sosiologi/E Kegiatan Pembelajaran : 3 Materi : Integrasi Sosial Bentuk Soal : Pilihan Ganda BAGIAN SOAL DI SINI Kunci Jawaban : KARTU SOAL 3 Jenjang : Sekolah Menengah Atas Mapel/KK : Sosiologi/E Kegiatan Pembelajaran : 3 Materi : Integrasi Sosial Bentuk Soal : Pilihan Ganda 102 BAGIAN SOAL DI SINI Kunci Jawaban : KARTU SOAL 4 Jenjang : Sekolah Menengah Atas Mapel/KK : Sosiologi/E Kegiatan Pembelajaran : 3 Materi : Integrasi Sosial Bentuk Soal : Esai BAGIAN SOAL DI SINI Kunci Jawaban : 103 KARTU SOAL 5 Jenjang : Sekolah Menengah Atas Mapel/KK : Sosiologi/E Kegiatan Pembelajaran : 3 Materi : Integrasi Sosial Bentuk Soal : Esai BAGIAN SOAL DI SINI Kunci Jawaban : F. RANGKUMAN Integrasi sosial adalah proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi. Unsur-unsur sosial yang saling berbeda dalam masyarakat itu dapat berupa individu, keluarga,kekerabatan,kelompok sosial,lembaga sosial, status sosial, sistem nilai dan norma sosial. Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya. Menurut pandangan para penganut fungsionalisme struktur sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut : a. Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilainilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar). 104 b. Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (crosscutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial. Terbentuknya integrasi sosial dalam masyarakat didorong oleh beberapa faktor sentimen, antara lain: sentimen ideologis, geneologis, teritorial, kepentingan, dan historis. syarat terjadinya suatu integrasi sosial adalah sebagai berikut: a. Anggota masyaraklat merasa mereka berhasil saling mengisi kebutuhankebutuhan mereka.Terpenuhinya kebutuhan itu menyebabkan setiap anggota masyarakat saling menjaga keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. b. Masyarakat berhasil menciptakan kesepakatan atau konsensus bersama mengenai norma dan nilai sosial yang dilestarikan dan dijadikan pedoman dalam berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. c. Norma dan nilai yang berlaku sukup lama,tidak mudah berubah-ubah,dan dijalankan secara konsisten oleh seluruh anggota masyarakat. Suatu integrasi sosial dapat berlangsung cepat atau lambat, tergantung pada faktor-faktor berikut. homogenitas kelompok, besar kecilnya kelompok, mobilitas geografis, dan efektivitas komunikasi. Dalam setiap masyarakat, terdapat komponen-komponen yang saling bersaing sampai terbentuk suatu konflik. Di sisi lain, juga terdapat komponen masyarakat dalam skala kecil maupun besar membangun suatu kerja sama yang saling mendukung dan menguntungkan. Ini merupakan proses awal dari terjadinya integrasi sosial dalam masyarakat. Dalam suatu proses integrasi sosial berlangsung tahapantahapan sebagai berikut: a. Proses Interaksi Proses interaksi merupakan proses paling awal untuk membangun suatu kerja sama dengan ditandai adanya kecenderungan-kecenderungan positif yang dapat melahirkan aktivitas bersama. 105 b. Proses Identifikasi Proses interaksi dapat berlanjut menjadi proses identifikasi manakala masing-masing pihak dapat menerima dan memahami keberadaan pihak lain seutuhnya. c. Kerjasama (Kooperation) Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mepunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut. d. Proses Akomodasi Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesakan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan,sehingga lawan tersebut kehilangan kepribadiannya. e. Proses Asimilasi Asimilasi merupakan suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha untuk mengurangi perbedaan-perbedaan yang ada di antara individu atau kelompok dalam masyarakat. f. Proses Akulturasi Akulturasi adalah proses sosial yang terjadi bila kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing yang berbeda. Integrasi nasional adalah proses penyusaian diantara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan dimasyarakat secara nasional sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan yang serasi fungsinya bagi masyarakat tersebut. Integrasi nasional dalam masyarakat akan bisa terwujud apabila ada faktor-faktor sebagai berikut : a. Adanya rasa toleransi, saling menghormati dan tenggang rasa. b. Terjadinya perkawinan campuran antara suku c. Makin pesatnya komunikasi dan transportasi antar daerah d. Meningkatnya solidaritas sosial yang dipengaruhi intensifnya kerja sama kelompok dalam masyarakat menghadapi kejadian bersama. e. Fungsi pemeintahan yang makin berjalan baik dan bijaksana terutama yang menyentuh masyarakat bawah. 106 Adapun faktor-faktor pendorong integrasi nasional sebagai berikut : a. Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib sepenanggungan. b. Keinginan untuk bersatu dikalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam sumpah pemuda tanggal 28 oktober 1928. c. Rasa cinta tanah air dikalangan bangsa Indonesia sebagaimana dibuktikan perjuangan merebut, menegakkan dan mengisi kemerdekaan. d. Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak pahlawan yang gugur demi memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. e. Adanya simbol kenegaraan dalam bentuk Garuda Pancasila f. Pengembangan budaya gotong royong yang merupakan ciri khas kepribadian bangsa Indonesia secara turun temurun. Adapun faktor penghambat integrasi nasional sebagai berikut : a. masyarakat Indonesia yang beraneka ragam dalam faktor-faktor kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya. b. Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan pulau yang dikelilingi oleh lautan luas. c. Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan, kesatuan dan persatun bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negri. d. Masih besarnya ketimpangan dan tidak meratanya pembangunan dan hasil-hasil pembangunan yang menimbulkan rasa tidak puas. e. Adanya paham etnosentrime diantara beberapa suku bangsa yang menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain. f. Lemahnya nilai-nilai budaya bangsa, akibat kuatnya pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, baik melewati kontak lansung maupun tidak langsung. 107 G. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT Setelah membaca kegiatan pembelajaran dalam modul ini beberapa pertanyaan berikut dapat dijawab sebagai refleksi dari penggunaan modul ini: 1. Apakah Saudara memperoleh pengetahuan baru yang sebelumnya belum pernah Saudara pahami? 2. Apakah materi yang diuraikan mempunyai manfaat dalam mengembangkan profesionalisme? 3. Apakah materi yang diuraikan mempunyai kedalaman dan keluasan yang Saudara butuhkan sebagai guru? 4. Rencana tindak lanjut apa yang akan Saudara lakukan? 108 Kegiatan Pembelajaran 3 PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN (PKB) A. Tujuan Dengan mendengarkan, diskusi, dan mengerjakan tugas, guru mampu mengidentifikasi jenis-jenis Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) B. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Menjelaskan pengertian Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). 2. Menjelaskan tujuan PKB 3. Menjelaskan manfaat PKB 4. Menjelaskan jenis-jenis PKB 5. Menjelaskan prinsip-prinsip PKB C. Uraian Materi 1. Pendahuluan Keputusan yang tertuang dalam Permennegpan dan Reformasi Nomor 16 Tahun 2009 memberi panduan Keprofesian Berkelanjutan (PKB), keputusan untuk ini Pengembangan telah mengalami perkembangan dengan adanya regularisasi keputusan pada tahun-tahun berikutnya dimasa mendatang, seperti Permendiknas no 35 tahun 2010 tentang Petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional guru dan angka kreditnya.; kemudian Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 38 Tahun 2010 tentang Penyesuaian Jabatan Fungsional Guru. Semua peraturan disediakan dalam rangka mewujudkan tenaga pendidik yang professional. Dalam Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan, dapat dilakukan melalui pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif. Dari ketiga kegiatan tersebut, kegiatan publikasi ilmiah, nilai angka kredit yang besar.permasalahan yang dialami guru sampai saat ini adalah penulisan laporan hasil penelitian. 109 Penelitian yang dapat dilakukan guru secara terus menerus adalah dengan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pada kegiatan diklat ini, peserta akan melaksanakan penyusunan proposal PTK sehingga mempunyai ketrampilan melaksanakan penelitian tindakan kelas dan membuat laporan hasik PTK. 2. Konsep Dasar PKB a. Pengertian PKB Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) adalah pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan keprofesionalitasnya. PKB merupakan salah satu komponen pada unsure utama yang kegiatannya diberikan angka kredit. PKB adalah bentuk pembelajaran berkelanjutan bagi guru yang merupakan kendaraan utama dalam upaya membawa guru pada perubahan yang diinginkan, yaitu pengembangan profesinya. Muara akhir yang diharapkan sebenarnya berkaitan dengan keberhasilan siswa. Guru-guru berkelanjutan yang (PKB) melakukan akan pengembangan membawa keprofesian pembelajarannya menjadikan siswa-siswanya dapat mempunyai pengetahuan keterampilan lebih baik, serta untuk dan menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang materi ajar serta mampu memperlihatkan apa yang mereka ketahui dan mampu melakukannya. Penilaian Kinerja Berkelanjutan dikembangkan atas dasar profil kinerja guru sebagai perwujudan hasil PKB Guru dan didukung dengan hasil evaluasi diri. Apabila hasil Penilaian Kinerja Guru masih berada di bawah standar kompetensi yang ditetapkan atau berkinerja rendah, maka guru diwajibkan untuk mengikuti program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan yang diorientasikan sebagai pembinaan untuk mencapai kompetensi standar yang disyaratkan. Sementara itu, guru yang hasil penilaian kinerjanya telah mencapai standar kompetensi yang disyaratkan, maka kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan diarahkan kepada pengembangan kompetensi agar dapat memenuhi tuntutan masa depan dalam pelaksanaan tugas dan 110 kewajibannya sesuai dengan kebutuhan sekolah dalam rangka memberikan layanan pembelajaran yang berkualitas kepada peserta didik. 3. Tujuan PKB Secara umum, keberadaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di sekolah/madrasah yang berimbas pada peningkatan mutu pendidikan. Secara khusus, tujuan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan disajikan berikut ini. a. Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan. b. Memutakhirkan kompetensi guru untuk memenuhi kebutuhan guru dalam memfasilitasi proses belajar peserta didik dalam memenuhi tuntutan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni di masa mendatang. c. Mewujudkan guru yang memiliki komitmen kuat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional. d. Menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai penyandang profesi guru. e. Meningkatkan citra, harkat, dan martabat profesi guru di masyarakat. 4. Sasaran Sasaran kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah semua guru pada satuan pendidikan yang berada di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan/atau Kementerian lain, serta satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat 5. Manfaat PKB Manfaat Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi peserta didik yaitu memperoleh jaminan kepastian mendapatkan pelayanan dan pengalaman belajar yang efektif untuk meningkatkan potensi diri secara optimal, sehingga mereka memiliki kepribadian kuat dan berbudi pekerti luhur untuk berperan aktif dalam pengembangan iImu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan perkembangan masyarakat. Bagi guru 111 hal ini dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta memiliki kepribadian yang kuat sesuai dengan profesinya; sehingga selama karirnya mampu menghadapi perubahan internal dan eksternal dalam memenuhi kebutuhan belajar peserta didik menghadapi kehidupan di masa datang. Dengan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan untuk guru, bagi sekolah/madrasah diharapkan mampu menjadi sebuah organisasi pembelajaran yang efektif; sehingga sekolah/madrasah dapat menjadi wadah untuk peningkatan kompetensi, dedikasi, dan komitmen guru dalam memberikan layanan pendidikan yang berkualitas kepada peserta didik. Bagi orang tua/masyarakat, Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan untuk guru bermakna memiliki jaminan bahwa anak mereka di sekolah akan memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas sesuai kebutuhan dan kemampuan masing-masing. Bagi pemerintah, Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan untuk guru dimungkinkan dapat memetakan kualitas layanan pendidikan sebagai dasar untuk menyusun dan menetapkan kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru dalam menunjang pembangunan pendidikan; sehingga pemerintah dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas, kompetitif dan berkepribadian luhur 6. Jenis Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang dimaksudkan pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya. Guru Pertama dengan pangkat Penata Muda golongan ruang III/a sampai dengan Guru Utama dengan pangkat Pembina Utama golongan ruang IV/e wajib melaksanakan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan, yaitu pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan/atau pengembangan karya inovatif. Kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan yang mencakup ketiga unsur tersebut harus dilaksanakan secara berkelanjutan, agar guru 112 dapat selalu menjaga dan meningkatkan profesionalismenya, tidak sekedar untuk pemenuhan angka kredit. Oleh sebab itu, meskipun angka kredit seorang guru diasumsikan telah memenuhi persyaratan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional tertentu, guru tetap wajib melakukan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan . Jenis kegiatan untuk pengembangan keprofesian berkelanjutan sebagai berikut : a. Pengembangan diri 1) Diklat fungsional bagi guru. 2) Kegiatan kolektif guru: a) Lokakarya atau kegiatan kelompok/musyawarah kerja guru atau in house training untuk menyusun perangkat kurikulum dan/atau kegiatan pembelajaran berbasis TIK, penilaian, pengembangan penilaian pembelajaran, pengembangan media pembelajaran dan/atau kegiatan lainnya untuk kegiatan pengembangan keprofesian guru. b) Mengikuti, baik sebagai pembahas maupun sebagai peserta, pada seminar, koloqium, diskusi panel, atau bentuk pertemuan ilmiah lainnya. c) Mengikuti kegiatan kolektif lain yang sesuai dengan tugas dan kewajiban guru terkait dengan pengembangan keprofesiannya. b. Publikasi Ilmiah pada kegiatan PKB 1) presentasi pada forum ilmiah 2) publikasi hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal Publikasi Ilmiah berupa hasil penelitian atau gagasan ilmu bidang pendidikan formal 1) Laporan hasil penelitian a) Laporan hasil penelitian yang berupa terbitan/ dipublikasikan dalam bentuk buku ber ISBN dan telah mendapatkan pengakuan BSNP b) Laporan hasil penelitian yang disusun menjadi artikel ilmiah diterbitkan/ dipublikasikan dalam majalah ilmiah/ jurnal ilmiah diedarkan secara nasional dan terakriditasi 113 c) Laporan hasil penelitian yang disusun menjadi artikel ilmiah diterbitkan/ dipublikasikan dalam majalah/jurnal ilmiah tingkat provinsi. d) Laporan hasil penelitian yang disusun menjadi artikel ilmiah diterbitkan/ dipublikasikan dalam majalah/jurnal ilmiah tingkat kabupaten/kota. e) Laporan hasil penelitian yang diseminarkan di sekolah/ madrasahnya dan disimpan di perpustakaan. 2) Tinjauan ilmiah Makalah tinjauan ilmiah adalah karya tulis guru yang berisi ide/gagasan penulis dalam upaya mengatasi berbagai masalah pendidikan formal dalam pembelajaran yang ada di satuan pendidikanya ( disekolah/madrasah) 3) Tulisan ilmiah popular Karya ilmiah popular adalah tulisan yang dipublikasikan di media massa (Koran, majala, atau sejenisnya), merupakan kelompok tulisan yang lebih banyak mengandung isi pengetahuan, berupa ide, atau gagasan pengalaman penulis yang menyangkut bidang pendidikan pada satuan pendidikan penulis bersangkutan 4) Artikel ilmiah Artikel ilmiah dibidang pendidikan adalah tulisan yang berisi gagasan atautinjauan ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan pembelajaran di satuan pendidikan yang dimuat di jurnal ilmiah. Publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan dan/atau pedoman guru. 1) buku pelajaran 2) modul/Diklat pembelajaran 3) buku dalam bidang pendidikan 4) karya terjemahaan 5) buku pedoman guru . 114 c. Karya Inovatif 1) Menemukan teknologi tepat guna, karya teknologi tepat guna yang selanjutnya disebut karya sains/teknologi adalah karya hasil rancangan/pengembangan/percobaan dalam bidang sains dan/atau teknologi yan dibuat atau dihasilkan dengan menggunakan bahan, sistem, atau metodologi tertentu dan dimanfaatkan untuk pendidikan atau masyarakat sehingga pendidikan terbantu kelancaranya atau masyarakat terbantu kehidupanya. 2) Menemukan atau menciptakan karya seni, proses perefleksian nilainilai dan gagasan manusia yang diekspresikan secara estetika dalam berbagai medium seperti rupa, gerak, bunyi, dan kata yang mampu memberikan makna transendental baik spiritual maupun intelektual bagi manusia atau kemanusiaan. 3) Membuat atau memodifikasi alat pelajaran yaitu adalah alat yang digunakan untuk membantu kelancaran proses pembelajaran/ bimbingan pada khususnya dan proses pendidikan di sekolah/madrasah pada umumnya. 4) Mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal sejenisnya.Kegiatan penyusunan standar/pedoman/soal yang diselenggarakan oleh instansi tingkat nasional atau provinsi. 7. Prinsip-prinsip PKB Agar pelaksanaan pengembangan keprofesian berkelanjutan dapat mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan prioritas pelaksanaan tersebut, maka pelaksanaan pengembangan keprofesian berkelanjutan harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut : a. Pengembangan keprofesian berkelanjutan harus menjadi bagian integral dari tugas guru sehari-hari yang berorientasi kepada keberhasilan peserta didik. Cakupan materi untuk kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan harus kaya dengan materi akademik, metode pembelajaran, penelitian pendidikan terkini, teknologi dan/atau seni, serta berbasis pada data dan hasil pekerjaan peserta didik sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. 115 b. Setiap guru berhak mendapat kesempatan dan wajib mengembangkan diri secara teratur, sistematis, dan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan pengembangan profesinya. c. Sekolah wajib menyediakan kesempatan kepada setiap guru untuk mengikuti program pengembangan keprofesian berkelanjutan dengan minimal jumlah jam per tahun sesuai dengan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan/atau sekolah berhak menambah alokasi waktu jika dirasakan perlu. Untuk menghindari kemungkinan pengalokasian kesempatan pengembangan yang tidak merata, maka proses perencanaan program pengembangan keprofesian berkelanjutan harus dimulai dari sekolah. d. Guru yang tidak memperlihatkan peningkatan kompetensi setelah diberi kesempatan untuk mengikuti program pengembangan keprofesian berkelanjutan sesuai dengan kebutuhannya, maka dimungkinkan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sanksi tersebut tidak berlaku bagi guru, jika sekolah tidak dapat memenuhi kebutuhan guru untuk melaksanakan program pengembangan keprofesian berkelanjutan. e. Guru harus terlibat secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan sebagai salah satu sumber informasi kegiatan monitoring dan evaluasi program pengembangan keprofesian berkelanjutan sehingga betul-betul terjadi perubahan pada dirinya yang berkontribusi pada peningkatan kualitas layanan pendidikan di sekolah. f. Pengembangan keprofesian berkelanjutan harus berkontribusi dalam mewu-judkan visi, misi, dan nilai-nilai yang berlaku di sekolah dan/atau kabupaten/kota. Oleh karena itu, kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan harus menjadi bagian terintegrasi dari rencana pengembangan sekolah dan/atau kabupaten/kota dalam melaksanakan peningkatan mutu pendidikan. g. Sedapat mungkin kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan dilak-sanakan di sekolah atau KKG/MGMP/MGBK bersama-sama 116 dengan sekolah lain, sehingga mengurangi dampak negatif pada layanan pendidikan karena guru meninggalkan sekolah. h. Pengembangan keprofesian berkelanjutan harus dapat mewujudkan guru yang lebih profesional sehingga mendorong pengakuan profesi guru sebagai lapangan pekerjaan yang bermartabat dan bermakna bagi masyarakat dalam pencerdasan kehidupan bangsa. i. Pengembangan keprofesian berkelanjutan diharapkan dapat mendukung pengembangan karir guru yang lebih objektif, transparan dan akuntabel Tabel 1. Persyaratan Angka Kredit Minimal bagi Guru yang akan Naik Pangkat/Jabatan Subunsur Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Berdasarkan Golongan dan Jabatan Jumlah angka kredit minimal dari subunsur Subunsur Dari Jabatan Ke Jabatan Subunsur publikasi pengembangan ilmiah dan diri atau karya Macam publikasi ilmiah yang wajib ada (minimal satu publikasi) Inovatif Guru Pertama Guru golongan III/a Guru Guru Muda golongan III/d Muda Guru golongan III/d Muda golongan III/c Muda Guru golongan III/c Guru golongan III/b Pertama Guru golongan III/b Pertama Madya golongan IV/a 3 (tiga) -- Bebas pada jenis karya 3 (tiga) 4 (empat) publikasi ilmiah dan inovatif Bebas pada jenis karya 3 (tiga) 6 (enam) publiasi ilmiah dan inovatif 4 (empat) 8 (delapan) Makalah hasil penelitian (kode 2.2.e) Makalah hasil penelitian Guru Madya Guru Madya golongan IV/a golongan IV/b 4 (empat) 12 (dua belas) (kode 2.2.e) dan Artikel yang dimuat di jurnal (2.2.b, 2.2.c atau 2.2.d) Guru Madya Guru Madya golongan IV/b golongan IV/c 4 (empat) 12 (dua belas) Makalah hasil penelitian (kode 2.2.e) dan Artikel 117 yang dimuat di jurnal (2.2.b, atau 2.2.c), atau 2.2.h.1 atau 2.2.h.2) Makalah hasil penelitian (kode 2.2.e) dan Artikel yang dimuat di jurnal Guru Madya Guru Utama golongan IV/c golongan IV/d 5 (lima) 14 (empat (2.2.b atau 2.2.c atau belas) 2.2.h.1) dan Buku pelajaran atau buku pendidikan (2.3.a.1, atau 2.3.a.2, atau 2.3.c.1) Makalah hasil penelitian (kode 2.2.e) dan Artikel yang dimuat di jurnal Guru Utama Guru Utama golongan IV/d golongan IV/e 5 (lima) 20 (dua puluh) (2.2.a, atau, 2.2.b, atau 2.2.h.1) dan Buku pelajaran atau buku pendidikan (2.3.a.1 atau 2.3.a.2, atau 2.3.c.1) Keterangan: Membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian pada bidang 2.2.b = pendidikan di sekolah/madrasahnya, diterbitkan/ dipublikasikan dalam majalah/jurnal ilmiah tingkat nasional yang terakreditasi. Membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian pada bidang 2.2.c = pendidikan di sekolah/madrasahnya, diterbitkan/ dipublikasikan dalam majalah/jurnal ilmiah tingkat provinsi. Membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian pada bidang 2.2.d = pendidikan di sekolah/madrasahnya, diterbitkan/ dipublikasikan dalam majalah ilmiah tingkat kabupaten/ kota. Membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian pada bidang 2.2.e = pendidikan di sekolah/madrasahnya, diseminarkan di sekolah/madrasahnya, disimpan di perpustakaan. 2.2.h.1 = Membuat artikel ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikannya dan dimuat di jurnal tingkat 118 nasional yang terakreditasi. Membuat artikel ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan 2.2.h.2 = pembelajaran pada satuan pendidikannya dan dimuat di jurnal tingkat nasional yang tidak terakreditasi/tingkat provinsi. 2.3.a.1 = Buku pelajaran yang lolos penilaian oleh BSNP. 2.3.a.2 = Buku pelajaran yang dicetak oleh penerbit dan ber ISBN. 2.3.c.1 = Buku dalam bidang pendidikan dicetak oleh penerbit dan ber-ISBN. Khusus Untuk kenaikan pangkat/golongan mulai III/d ke atas : Jumlah publikasi yang berbentuk diktat, karya terjemahan, atau tulisan ilmiah populer paling banyak 3 (tiga) buah. dan buku pedoman guru paling banyak 1 (satu) buah. Untuk penulisan laporan penelitian maksimal 2 laporan per tahun. Untuk karya inovatif maksimal 50% dari angka kredit yang dibutuhkan Alur Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru Sumber: http://bp.blogspot.com/-A_W55d-sjTg Ua35Zafm-61 119 Pelaksanaan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan yang didasarkan pada evaluasi diri dan hasil penilaian kinerja guru dengan urutan prioritas kegiatan yang harus dipenuhi sebagai berikut : a. Pencapaian kompetensi yang diidentifikasikan melalui hasil pemantauan atas pelaksanaan tugas utama guru dalam pembelajaran berdasarkan hasil penilaian kinerja guru. b. Peningkatan kompetensi yang dibutuhkan sekolah untuk menyesuaikan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial dan budaya berdasarkan Laporan Evaluasi Diri Sekolah dan/atau Rencana Tahunan Pengembangan Sekolah. c. Kompetensi yang diperlukan oleh guru untuk melaksanakan tugastugas tambahan misalnya sebagai kepala laboratorium, kepala bengkel, kepala perpustakaan, wakil kepala sekolah, kepala sekolah, dsb. d. Peningkatan kompetensi yang diminati oleh guru untuk menunjang pelaksanaan tugas dan pengembangan karirnya. Pencapaian dan peningkatan kompetensi tersebut pada akhirnya bukan hanya bertujuan untuk peningkatan keprofesian guru dalam menunjang layanan pendidikan yang bermutu, tetapi juga berimplikasi peningkatan kemampuan pembelajaran/pembimbingan melaksanakan serta tugas perolehan utamanya angka kredit dalam untuk pengembangan karir guru. D. Aktivitas Pembelajaran 1. Memperhatikan penjelasan fasilitator 2. Memperhatikan petunjuk kegiatan di modul 3. Pelajari hand out dengan seksama. 4. Mengerjakan latihan/Kasus/Tugas 120 E. Latihan/ Kasus /Tugas AKTIVITAS: MENGERJAKAN SOAL PILIHAN GANDA LK.4.1. Soal Pilihan Ganda PKB Prosedur Kerja: 1. Siapkan alat tulis. 2. Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri. 3. Berdoalah sebelum mengerjakan. 4. Berilah tanda silang (X) pada huruf di depan jawaban yang Saudara anggap benar! 1. Pengembangan kompetensi kebutuhan, guru bertahap, yang dilaksanakan berkelanjutan untuk sesuai dengan meningkatkan keprofesionalitasannya disebut… A. Uji Kompetensi Guru (UKG) B. Penilaian Kinerja Guru (PKG) C. Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) D. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) 2. Sasaran kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah…. A. semua guru pada satuan pendidikan yang berada di lingkungan Kementerian dan/atau Pendidikan Kementerian dan lain, Kebudayaan, serta Kementerian satuan pendidikan Agama, yang diselenggarakan oleh masyarakat B. semua guru pada satuan pendidikan yang berada di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan/atau Kementerian lain C. guru pada satuan pendidikan yang berada di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil maupun Swasta D. guru sertifikasi pada satuan pendidikan yang berada di lingkungan Kementerian dan/atau Pendidikan Kementerian dan lain, Kebudayaan, serta Kementerian satuan pendidikan Agama, yang diselenggarakan oleh masyarakat 121 3. Berikut ini bukan merupakan tujuan diselenggarakannya Pengembangan Keprofesian Keberlanjutan (PKB) A. Meningkatkan keprofesionalan dan kesejahteraan guru sebagai pendidik B. Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi yang diharapkan C. Memutakhirkan kompetensi guru untuk memenuhi kebutuhan perkembangan iptek dan seni di masa datang D. Mewujudkan guru yang memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional 4. Manfaat Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi peserta didik yaitu…. A. mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta memiliki kepribadian yang kuat sesuai dengan profesinya B. menghadapi perubahan internal dan eksternal dalam memenuhi kebutuhan belajar peserta didik menghadapi kehidupan di masa datang. C. memperoleh jaminan kepastian mendapatkan pelayanan dan pengalaman belajar yang efektif untuk meningkatkan potensi diri secara optimal D. menumbuhkan kepribadian kuat dan berbudi pekerti luhur untuk berperan aktif dalam pengembangan iImu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan perkembangan masyarakat 5. Manfaat Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan yang utama bagi guru antara lain…. A. mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas, kompetitif dan berkepribadian luhur B. mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta memiliki kepribadian yang kuat sesuai dengan profesinya C. memiliki jaminan bahwa anak mereka di sekolah akan memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas sesuai kebutuhan dan kemampuan masing-masing. 122 D. memetakan kualitas layanan pendidikan sebagai dasar untuk menyusun dan menetapkan kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru dalam menunjang pembangunan pendidikan 6. Jenis kegiatan untuk pengembangan keprofesian berkelanjutan antara lain…. A. pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif B. pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan kegiatan pembelajaran C. kegiatan pembelajaran, publikasi ilmiah, dan karya inovatif D. pengembangan diri, kegiatan pembelajaran, dan karya inovatif 7. Jenis karya inovatif yang dapat digunakan untuk Pengembangan Profesi Berkelanjutan (PKB) antara lain…. A. Membuat perangkat pembelajaran, menciptakan karya seni dan memodifikasi alat pelajaran B. Menemukan teknologi tepat guna, menciptakan karya seni dan mengikuti kegiatan ilmiah C. Menemukan teknologi tepat guna, menciptakan karya seni dan memodifikasi alat pelajaran D. Menemukan teknologi tepat guna, mengikuti pengembangan penyusunan soal standar, dan mengikuti kegiatan ilmiah 8. Karya tulis guru yang berisi ide/gagasan penulis dalam upaya mengatasi berbagai masalah pendidikan formal dalam pembelajaran yang ada di satuan pendidikanya (di sekolah/madrasah) dan dapat digunakan untuk PKB adalah…. A. artikel ilmiah B. tinjauan ilmiah C. tulisan ilmiah popular D. laporan hasil penelitian 9. Kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan dilaksanakan secara berkelanjutan dengan tujuan untuk…. A. pemenuhan angka kredit B. persyaratan memperoleh tunjangan profesi 123 C. kenaikan pangkat dan jabatan fungsional tertentu D. mengkondisikan agar guru dapat selalu menjaga dan meningkatkan profesionalismenya 10. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan untuk guru dimungkinkan dapat memetakan kualitas layanan pendidikan sebagai dasar untuk menyusun dan menetapkan kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru dalam menunjang pembangunan mewujudkan berkepribadian masyarakat luhur pendidikan; Indonesia Pernyataan sehingga yang tersebut pemerintah cerdas, dapat kompetitif menunjukkan dan manfaat pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) untuk .... A. guru B. orang tua C. masyarakat D. pemerintah AKTIVITAS: MENJAWAB SOAL URAIAN LK.4.2. Soal Uraian Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Prosedur Kerja: 1. Siapkan alat tulis! 2. Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri! 3. Berdoalah sebelum mengerjakan! 4. Jawablah pertanyaan pada tempat (garis) disediakan! yang telah 1. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan oleh guru dapat dilakukan melalui kegiatan apa saja? ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ________________________________________________________ 2. Jelaskan pengertian PKB 124 ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ________________________________________________________ 3. Jelaskan tujuan PKB. ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ________________________________________________________ 4. Jelaskan prinsip-prinsip PKB ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ________________________________________________________ 5. Perhatikan skema di bawah ini. Jelaskan siklus Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru sesuai siklus. 125 ___________________________________________________ _________________________________________________ AKTIVITAS: MENGEMBANGKAN SOAL LK.4.3 Pengembangan Soal PKB Prosedur Kerja: 1. Siapkan alat tulis! 2. Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri! 3. Berdoalah sebelum mengerjakan! 4. Bacalah bahan bacaan pada kegiatan pembelajaran 1 5. Pelajari kisi-kisi yang soal UKG (postes) yang telah tersedia! 6. Kembangkan soal-soal yang sesuai dengan konsep HOTs! 7. Kembangkan soal Pilhan Ganda (PG) sebanyak 3 Soal! KISI KISI TES AKHIR GURU PEMBELAJAR MODA 8. SOAL Kembangkan soal uraian (Esai) sebanyak 1 TATAP Soal! MUKA Mapel : SOSIOLOGI - E 126 Kompetensi Utama (KU) Kompetensi Inti (KI) Pedagogik 10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Standar Kompetensi Guru (SKG) 10.2 Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pengembangan pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu. Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) 10.2.1 Menjelaskan pengertian Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) 10.2.2 Menjelaskan tujuan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) 10.2.3 Menjelaskan manfaat Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) 10.2.4 Menjelaskan jenis-jenis Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) 10.2.5 Menjelaskan prinsip-prinsip Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) KARTU SOAL 1 Jenjang : Sekolah Menengah Atas Mapel/KK : Sosiologi/E Kegiatan Pembelajaran : 4 Materi : Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Bentuk Soal : Pilihan Ganda BAGIAN SOAL DI SINI Kunci Jawaban : 127 KARTU SOAL 2 Jenjang : Sekolah Menengah Atas Mapel/KK : Sosiologi/B Kegiatan Pembelajaran : 4 Materi : Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Bentuk Soal : Pilihan Ganda BAGIAN SOAL DI SINI Kunci Jawaban : KARTU SOAL 3 Jenjang : Sekolah Menengah Atas Mapel/KK : Sosiologi/B Kegiatan Pembelajaran : 4 Materi : Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Bentuk Soal : Pilihan Ganda 128 BAGIAN SOAL DI SINI Kunci Jawaban : KARTU SOAL 4 Jenjang : Sekolah Menengah Atas Mapel/KK : Sosiologi/B Kegiatan Pembelajaran : 4 Materi : Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Bentuk Soal : Esai BAGIAN SOAL DI SINI Kunci Jawaban : 129 F. Rangkuman 1. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan guru dapat dilakukan melalui pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif 2. Pengertian Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) adalah pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan keprofesionalitasnya. PKB merupakan salah satu komponen pada unsure utama yang kegiatannya diberikan angka kredit. 3. Tujuan PKB adalah : a. Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan. b. Memutakhirkan kompetensi guru untuk memenuhi kebutuhan guru dalam memfasilitasi proses belajar peserta didik dalam memenuhi tuntutan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni di masa mendatang. c. Mewujudkan guru yang memiliki komitmen kuat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional. d. Menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai penyandang profesi guru. e. Meningkatkan citra, harkat, dan martabat profesi guru di masyarakat. 4. Prinsip-prinsip PKB : a. Pengembangan keprofesian berkelanjutan harus menjadi bagian integral dari tugas guru sehari-hari yang berorientasi mendapat kesempatan kepada keberhasilan peserta didik. b. Setiap guru berhak dan wajib mengembangkan diri secara teratur, sistematis, dan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan pengembangan profesinya. c. Sekolah wajib menyediakan kesempatan kepada setiap guru untuk mengikuti program pengembangan keprofesian berkelanjutan dengan minimal jumlah jam per tahun sesuai dengan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009. d. Guru yang tidak memperlihatkan peningkatan kompetensi setelah diberi kesempatan untuk mengikuti program pengembangan 130 keprofesian berkelanjutan sesuai dengan kebutuhannya, maka dimungkinkan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. e. Guru harus terlibat secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan sebagai salah satu sumber informasi kegiatan monitoring dan evaluasi program pengembangan keprofesian berkelanjutan. f. Pengembangan keprofesian berkelanjutan harus berkontribusi dalam mewu-judkan visi, misi, dan nilai-nilai yang berlaku di sekolah dan/atau kabupaten/kota. g. Sedapat mungkin kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan dilaksanakan di sekolah atau KKG/MGMP/MGBK bersama-sama dengan sekolah lain, sehingga mengurangi dampak negatif pada layanan pendidikan karena guru meninggalkan sekolah. h. Pengembangan keprofesian berkelanjutan harus dapat mewujudkan guru yang lebih profesional. i. Pengembangan keprofesian berkelanjutan diharapkan dapat mendukung pengembangan karir guru yang lebih objektif, transparan dan akuntabel G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut 1. Tulislah materi yang telah dipelajari dari bahan di atas, secara esensialnya. 2. Setelah mempelajari materi PKB, ingin mempelajari materi yang berhubungan dengan PKB tentang apa lagi? 131 EVALUASI 1. Sudah menjadi kewajiban pemerintah yang berkuasa untuk melindungi rakyatnya, di sisi lain demi kebaikan bersama pemerintah berhak melakukan penertiban agar tercipta suatu keteraturan sosial. Namun caracara yang digunakan pemerintah seringkali dianggap sebagai tindakan berlebihan. Tindakan pemaksaan (koersif) dan sikap represif dari aparat kerap kali menimbulkan kesan yang buruk bahkan sifat dendam di mata masyarakat. hal tersebut termasuk .... A. faktor kecemburuan sosial B. faktor penyebab konflik sosial C. faktor penghambat konflik sosial D. kondisi masyarakat yang multietnis 2. Faktor berikut BUKAN merupakan penyebab terjadinya kerusuhan sosial yang disebabkan SARA, yaitu …. A. pembagian kekuasaan yang tidak adil B. dinamika sosial, ekonomi, budaya dan politik suatu daerah C. pola pemukiman penduduk yang heterogen atau multietnik D. daerah dengan perimbangan antara penduduk asli dan pendatang 3. Teori konflik menurut Karl Mark adalah akibat .... A. pertentangan ekonomi B. pertentangan antar kelas C. krisis dalam perubahan sosial D. masalah pembagian kekuasaan 4. Sebagai fenomena sosial, konflik dapat terjadi di semua lini, karena ... A. konflik dapat bersifat konstruktif B. konflik diperlukanuntuk melahirkan norma baru C. tidak adanya nilai dan norma yang ideal yang dapat diterima oleh semua kalangan 132 D. adanya berbagai perbedaan yang menimbulkan konsekuensi benturan nilai, norma dan kepentingan 5. Nilai dan norma sosial yang mendasari berbagi interaksi dan proses sosial pada dekade tahun 1990-an tentu berbeda dengan dekade 2000-an. Akibatnya di antara individu atau kelompok dalam masyarakat dapat berbeda persepsi tentang suatu gejolak sosial, terutama yang berkaitan dengan penerimaan atau penolakan nilai dan norma. Hal ini dapat menimbulkan konflik diantara kelompok-kelompok. Faktor penyebab konflik tersebut bersumber pada ... A. perubahan zaman B. perubahan sosial C. pergeseran pandangan D. perbedaan kepentingan 6. Kekerasan non fisik ini dibagi menjadi dua, yaitu kekerasan verbal dan kekerasan psikis. Salah satu contoh kekerasan psikis adalah .... A. menipu B. meludahi C. menghina D. menyebar gosip 7. Kekerasan diartikan sebagai penggunaan kekuatan fisik secara paksa terhadap orang atau benda. Istilah kekerasan berasal dari bahasa Latin, yaitu .... A. viola B. violet C. violence D. violentus 8. Seseorang atau sekelompok orang mengganggu atau mengancam keselamatan dan kesehatan seseorang baik secara fisik maupun psokologis, mengancam properti, reputasi atau penerimaan sosial seseorang serta 133 dilakukan secara berulang dan terus menerus. Dalam konteks kekerasan, tindakan tersebut merupakan .... A. bullying B. violence C. tindakan agresif D. tindakan opresi 9. Pemerintah merupakan keseluruhan peran lembaga negara dalam menjalani kehidupan bernegara dan berbangsa. Khusus berkenaan dengan kekerasan dalam rumah tangga, pemerintah memiliki lembaga yang bertugas untuk menanganinya, yaitu …. A. KONTRAS B. Komnas HAM C. Komnas Perempuan D. Komnas Perlindungan Anak, 10. Kekerasan kolektif merupakan tindakan yang dilakukan oleh anggota kelompok secara bersamaan. Jenis kekerasan seperti ini mudah dan lebih sering terjadi pada bentuk kelompok .... A. geng B. crowd C. public D. clique 11. Hukum adalah upaya untuk meraih kepuasan, rekonsiliasi, harmonisasi, penyesuaian terhadap berbagai pertentangan tuntutan dan permintaan, bahkan memberikan perlindungan secara langsung dan segera, atau memberikan jaminan perlindungan atas berbagai kepentingan individu. Dalam sejarah pembangunan hukum, hukum dapat dilihat sebagai suatu kerangka kerja yang netral untuk mempertahankan dan memelihara integrasi masyarakat. Pandangan tersebut disebut dengan pandangan .... A. social order B. socia engineering C. integration-conflict 134 D. integration-consensus 12. Salah satu bentuk integrasi sosial adalah asimilasi, yaitu .... A. percampuran dua kebudayaaan atau lebih membentuk kebudayaan baru B. proses penerimaan budaya asing untuk diterapkan dalam kehidupan keseharian C. penerimaan sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli. D. pembauran kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli 13. Integrasi sosial yang bertujuan menjembatani celah perbedaan antara elite dan massa dalam rangka pengembangan suatu proses politik terpadu dan masyarakat politik yang berpartisipasi, merupakan bentuk integrasi .... A. sentral B. vertikal C. marginal D. horizontal 14. Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilainilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental. Pernyataan tersebut merupakan pandangan para penganut .... A. esensialisme B. strukturalisme C. fungsionalisme D. fundamentalisme 15. Pada saat Indonesia ingin mengusir para penjajah pada masa pendudukan Jepang, masyarakat Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, dan pulau-pulau yang lain memiliki sentimen yang sama sebagai masyarakat terjajah. Atas dasar persamaan, mereka terdorong untuk bersatu dan membentuk suatu ikatan dengan solidaritas yang tinggi melawan para penjajah. Sentimen semacam itu termasuk bentuk sentimen .... 135 A. historis B. ideologis C. teritorial D. genealogis 16. PKB adalah bentuk pembelajaran berkelanjutan bagi guru yang merupakan kendaraan utama dalam upaya membawa guru pada perubahan yang diinginkan, yaitu …. A. Penambahan angka kredit B. Peningkatan penghasilan C. Pengembangan profesi D. Percepatan kenaikan pangkat 17. Presentasi pada forum ilmiah, publikasi hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal adalah merupakan kegiatan dari salah satu kegiatan pengembangan keprofesian ,yaitu ... A. Karya inovatif B. Penilaian diri C. Pengembangan diri D. Publikasi ilmiah 18. Setiap guru berhak mendapat kesempatan dan wajib mengembangkan diri secara teratur, sistematis, dan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan pengembangan profesinya. Pernyataan tersebut sesuai dengan ... pengembangan keprofesian berkelanjutan. A. fungsi B. tujuan C. prinsip D. manfaat 19. Prinsip-prinsip Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan secara tersurat tertuang dalam peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor …. A. 16 Tahun 2007 136 B. 16 Tahun 2009 C. 35 tahun 2010 D. 38 tahun 2010 20. Guru yang tidak memperlihatkan peningkatan kompetensi setelah diberi kesempatan untuk mengikuti program pengembangan keprofesian berkelanjutan sesuai dengan kebutuhannya, maka dimungkinkan untuk …. A. mengulang pengembangan keprofesian berkelanjutan di sekolah B. diberi sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku C. diidentifikasi melalui hasil pemantauan atas pelaksanaan tugas utama guru D. diberi kesempatan dan wajib mengembangkan diri secara teratur, sistematis, dan berkelanjutan 137 PENUTUP Modul diklat Pembinaan Karir Guru ini merupakan salah satu sumber belajar bagi peserta pelatihan atau diklat. Melalui modul diklat Pembinaan Karir Guru ini diharapkan bisa memberikan bahan belajar mandiri yang bisa menunjang terlaksananya diklat Pembinaan Karir Guru baik yang berbentuk tatap muka, dalam jaringan (daring) baik murni maupun kombinasi. Sebagai penyusun kami menyadari masih banyak kekurangsempurnaan dalam modul ini, untuk itu kami menunggu kritik dan saran dari Saudara selaku pembaca dan pengguna untuk menyempurnakan modul diklat Pembinaan Karir Guru ini. 138 DAFTAR PUSTAKA Profesional: Affandi, Hakimul Ikhwan. 2004. Akar Konflik Sepanjang Zaman: ElaborasiPemikiran Ibn Khaldun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Al Hakim, Suparlan. 2003. Manajemen Konflik: Pemberdayaan SARA Menuju Dialog Mendalam. Makalah Diklat Guru SMU Swasta Tradisional MP Sosiologi-Antropologi. Malang: PPPG IPS PMP. Arendt, Hannah. 1995. Asal Usul Totalitarisme. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Beilharz, Peter. 2002. Teori-Teori Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Eatwell, Roger dan Anthony Wright. 2004. Ideologi Politik Kontemporer. Yogyakarta: Penerbit Jendela. Fromm, Erich. 2000. Akar Kekerasan: Analisis Sosio-Psikologis Atas Watak Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Galtung, Johan. 1996. "PART IV: Civilization Theory Cultural Violence". Peace by Peaceful Means: Peace and Conflict, Development and Civilization. SAGE Publiser. Gurr, Robert Ted. 2002. “Deprivasi Relatif dan Kekerasan” dalam Thomas Santoso Teori-Teori Kekerasan. Yogyakarta: Ghalia Indonesia. Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt. 1992. Sosiologi Jilid 2. Terjemahan Aminuddin Ram dan Tita Sobari. Jakarta: Penerbit Erlangga. Johnson, Doyle Paul. 1990. Teori Sosiologi Klasik dan Modern 2. Terjemahan Robert M.Z. Lawang. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Koentjaraningrat. 1993. Masalah Kesukubangsaan dan Integrasi Nasional. Jakarta: UI Press. Kusnadi. 2002. Konflik Sosial Nelayan. Yogyakarta: Lkis Lavine, T.Z. 2003. Mark: Konflik Kelas dan Orang Yang Terasing. Seri Petualangan Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Jendela. 139 Lev, Daniel S. 1967. The Political Role of The Army in Indonesia. San Francisco: Charder Publishing Company. Martono, Nanang. 2009. Kekerasan Simbolik di Sekolah. Jakarta: Raja Grasindo Persada. Mulkhan, Abdul Munir, dkk. 2002. Membongkar Praktik Kekerasan Menggagas Kultur Nir Kekerasan. Yogyakarta: Sinergi Press-PSIF. Narwoko, Dwi J. dan Bagong Suyanto. 2000. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana. Nasikun. 2003. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Pruitt, Dean G. dan Jeffrey Z. Rubin. 2004. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ritzer, George.1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Penyadur: Alimandan. Jakarta: Rajawali Pers. Sejiwa. 2008. Bullying : Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan. Jakarta: Grasindo Siahaan, Hotman M. 1986. Pengantar ke Arah Sejarah dan TeoriSosiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sihbudi, Riza dan Moch. Nurhasim. 2002. Kerusuhan Sosial di Indonesia. Jakarta: PT Grasindo. Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soetrisno, Loekman. 2003. Konflik Sosial: Studi Kasus Indonesia. Yogyakarta: Tajidu Press. Suharman. 2000. “Beberapa Masalah Kerukunan Suku: Kasus Pembakaran Pasar Abepura, Irian Jaya” dalam Mohtar Mas’oed. Kritik Sosialdalam Wacana Pembangunan. Yogyakarta: UII Press. Syamsudin, Nazaruddin. 1989. Integrasi Politik di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia. Trijono, Lambang. 2000. Konflik Maluku. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 140 Usman, Sunyoto. 2004. Jalan Terjal Perubahan Sosial. Yogyakarta: CIRed-Jejak Pena. Veeger, Karel J. 1997. Pengantar Sosiologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Pedagogik: Kemendiknas, Dit. Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar, 2011. Buku 1 Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjuta (PKB) -------------------,------------------------, 2011, Buku 4 Pedoman Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) --------------------,-----------------------, 2011, Buku 5 Pedoman Penilaian Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) ---------------------,------------------------, 2011 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan angka kreditnya. ---------------------,--------------------------, 2011 Permendiknas Nomor 38 Tahun 2010 tentang Penyesuaian Jabatan Fungsional Guru. 141 142