BAB II

advertisement
11
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Hakikat Membaca
Pada hakikatnya membaca merupakan proses memahami dan merekonstruksi
makna yang terkandung dalam bahan bacaan. Pesan atau makna yang terkandung
dalam teks bacaan merupakan interaksi timbal balik, interaksi aktif, dan interaksi
dinamis antara pengetahuan dasar yang dimiliki pembaca dengan kalimat-kalimat,
fakta, dan informasi yang tertuang dalam teks bacaan. Informasi yang terdapat dalam
bacaan merupakan informasi yang kasat mata atau dapat disebut dengan sumber
informasi visual. Pengetahuan dasar yang sebelumnya telah dimiliki pembaca
merupakan informasi yang tersimpan dalam memori otak/pikiran pembaca atau dapat
disebut dengan sumber informasi nonvisual. Kedua macam sumber informasi tersebut
perlu dimiliki secara berimbang oleh pembaca. Artinya kemampuan mengenal
informasi visual perlu diikuti dengan pengetahuan dasar yang diperlukan untuk
memahami suatu teks bacaan.
Demikian pula sebaliknya, pengetahuan dasar yang telah dimiliki perlu
dilanjutkan dengan kemampuan memahami informasi visual yang ada pada teks
bacaan. Kemampuan penunjang lain yang perlu dimiliki pembaca yaitu kemampuan
menghubungkan gagasan yang dimiliki dengan materi bacaan. Dalam kaitannya
11
12
dengan pemahaman dan perekonstruksian pesan atau makna yang terkandung dalam
teks bacaan, Harris dan Sipay (1980) menyatakan bahwa membaca merupakan proses
menafsirkan makna bahasa tulis secara tepat. Pengenalan makna kata sesuai dengan
konteksnya merupakan prasyarat yang diperlukan untuk memahami pesan yang
terdapat pada bahan bacaan.
Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang
bersifat reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca seseorang akan
memperoleh informasi, memperoleh ilmu dan pengetahuan serta pengalamanpengalaman baru. Semua yang diperoleh melalui bacaan akan memungkinkan
seseorang mampu mempertinggi daya pikirnya, mempertajam pandangannya, dan
memperluas wawasannya (Zuchdi dan Budiasih, 1996/1997:49). Pendapat tersebut
menekankan tentang pentingnya membaca bagi peningkatan kualitas diri seseorang.
Seseorang akan ‘gagap teknologi’ dan ‘gagap informasi’ apabila jarang atau tidak
pernah melakukan kegiatan membaca. Informasi tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan berbagai informasi aktual
lainnya senantiasa berkembang pesat dari hari ke hari. Segala macam informasi dan
perkembangan zaman tersebut selain dapat diikuti dari media elektronik (misalnya
TV), juga dapat diikuti melalui media cetak dengan cara membaca. Kedua macam
media informasi tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Media elektronik dapat diakses dengan cara yang lebih santai karena tinggal
menonton suatu tayangan di TV. Kelemahannya, tayangan tersebut tidak dapat
13
ditonton ulang apabila kita membutuhkan informasi tersebut. Media cetak yang
diakses dengan cara membaca mempunyai kekurangan dari segi pembaca, yakni
ketersediaan waktu yang kurang mencukupi dalam membaca, kurangnya kemampuan
memahami teks bacaan, rendahnya motivasi dalam membaca, kurangnya kebiasaan
membaca, dsb. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan media elektronik
(misalnya TV), kegiatan membaca mempunyai kelebihan yakni teks bacaan tersebut
dapat dibaca ulang apabila informasi dalam teks bacaan tersebut sewaktu-waktu
diperlukan.
Dari hakikat membaca yang telah diuraikan tersebut dapat dikemukakan
bahwa kegiatan membaca mempunyai berbagai macam tujuan dan manfaat dalam
kehidupan sehari-hari. Setiap orang yang akan melakukan kegiatan membaca tentu
mempunyai maksud mengapa dia perlu membaca teks tersebut yang selanjutnya
dapat mengambil manfaat setelah kegiatan membaca berlangsung. Manfaat kegiatan
membaca antara lain (1) sebagai media rekreatif; (2) media aktualisasi diri; (3) media
informatif; (4) media penambah wawasan; (5) media untuk mempertajam penalaran;
(6) media belajar suatu keterampilan, (7) media pembentuk kecerdasan emosi dan
spiritual; dsb.
Oleh karena kegiatan membaca mempunyai berbagai manfaat dalam
kehidupan, maka kegiatan membaca perlu dilatihkan secara intensif dalam
pembelajaran di sekolah, utamanya dimulai dari jenjang SD/MI. Pembelajaran
membaca di SD/MI secara intensif dilatihkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
14
Secara umum pembelajaran membaca di SD/MI dikelompokkan menjadi dua macam,
yaitu membaca permulaan dan membaca lanjut. Dalam bahasan berikut ini
selanjutnya difokuskan tentang pembelajaran membaca permulaan serta bagaimana
mendiagnosis kesulitannya apabila dalam pelaksanaannya ternyata siswa SD/MI
mengalami hambatan dalam belajar membaca. Hakikat membaca mencakup pokok
bahasan sebagai berikut.
1. Definisi Membaca
Membaca merupakan kegiatan yang sangat penting dalam proses belajar.
Meski bukan satu-satunya, daya serap saat membaca sangat menentukan hasil akhir
dari proses belajar yang kita lakukan.
Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak
hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual,
berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual membaca
merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan.
Sebagai suatu proses berpikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan kata,
pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Pengenalan
kata bisa berupa aktivitas membaca kata-kata dengan menggunakan kamus (Crawley
dan Mountain, 1995).
15
Tiga istilah sering digunakan untuk memberikan komponen dasar dari proses
membaca, yaitu recording, decoding dan meaning. Recording merujuk pada kata-kata
dan kalimat, kemudian mengasosiasikannya dengan bunyi-bunyinya sesuai dengan
sistem tulisan yang digunakan, sedangkan proses decoding (penyandian) merujuk
pada proses penerjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Proses recording dan
decoding biasanya berlangsung pada kelas-kelas awal, yaitu SD kelas (I, II, dan III)
yang dikenl dengan istilah membaca permulaan. Penekanan membaca pada tahap ini
ialah proses perseptual, yaitu pengenalan korespondensi rangkaian huruf dengan
bunyi-bunyi bahasa. Sementara itu proses memahami makna (meaning) lebih
ditekankan di kelas-kelas tinggi SD (Syafi’I, 1999).
Di samping keterampilan decoding, pembaca juga harus
memiliki
keterampilan memahai makna (meaning). Pemahaman makna berlangsung melalui
berbagai tingkat, mulai dari tingkat pemahaman literal sampai kepada pemahaman
interpretatif, kreatif, dan evaluatif. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
membaca merupakan gabungan proses perseptual dan kognitif, seperti dikemukakan
oleh Crawley dan Mountain (1995).
Menurut pandangan tersebut, membaca sebagai proses visual merupakan
proses menerjemahkan simbol tulis ke dalam bunyi. Sebagai suatu proses berpikir,
membaca mencakup pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis
(critical reading), dan membaca kreatif (creative reading). Membaca sebagai proses
linguistik, skemata pembaca membantunya membangun makna, sedangkan fonologis,
16
semantik,
dan
fitus
sintaksis
membantunya
mengomunikasikan
dan
menginterpretasikan pesan-pesan. Proses metakognitif melibatkan perencanaan,
pembetulan suatu strategi, pemonitoran, dan pengevaluasian. Pembaca pada tahap ini
mengidentifikasi tugas membaca untuk membentuk strategi membaca yang sesuai,
memonitor pemahamannya, dan menilai hasilnya.
Sedangkan Klien, dkk. (1996) mengemukakan bahwa definisi membaca
mencakup (1) membaca merupakan suatu proses. (2) membaca adalah strategis, dan
(3) membaca merupakan interaktif. Membaca merupakan suatu proses dimaksudkan
informasi dari teks dan dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai
peranan yang utama dalam membentuk makna.
Membaca
juga
merupakan
suatu
strategis.
Pembaca
yang
efektif
menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks dalam
rangka mengonstruk makna ketika membaca. Strategi ini bervariasi sesuai dengan
jenis teks dan tujuan membaca.
Membaca adalah interaktif. Keterlibatan pembaca dengan teks tergantung
pada konteks. Orang yang senang membaca suatu teks yang bermanfaat, akan
menemui beberapa tujuan yang ingin dicapainya, teks yang dibaca seseorang harus
mudah dipahami (readable) sehingga terjadi interaksi antara pembaca dan teks.
Membaca adalah sebuah aktivitas konstruktif dalam proses membaca makna.
Carter (dalam Wiryodijoyo, 1989:10) menyebutnya sebagai proses berpikir yang
meliputi proses mengartikan, menafsirkan arti, dan menerapkan ide – ide dari
17
lambing. Miler V. Zints (dalam Wiryodijoyo, 1989:10) ada empat tahap dalam proses
membaca : persepsi, pemahaman, reaksi, dan integrasi. Persepsi adalah kemampuan
untuk membaca kata sebagai kesatuan yang berarti. Pemahaman adalah kemampuan
untuk membuat kata – kata penulis menimbulkan pikiran – pikiran yang berguna
seperti yang terbaca dalam konteks. Reaksi adalah tindakan yang memerlukan
pertimbangan berkenaan dengan apa yang telah dikatakan oeh penulis. Integrasi
adalah kemampuan untuk memahamkan atau konsep terhadap latar belakang
pengalaman penulis sehingga berguna sebagai bagian dari pengalaman keseluruhan
bagi pembaca.
Harris ( 1993) mengungkapkan membaca adalah interaksi antara pembaca dan
pesan tertulis melalui langkah – langkah berpikir secara operasional dengan dituntun
oleh tujuan membacanya. Adapun kemampuan membaca adalah ketempilan dalam
ketepatan dan kecepatan memproses teks, dalam menafsirkannya dan dalam
menggunakannya.
Carrol dalam Haris (1981:264-265) memepertegas lagi bahwa “membaca
merupakan proses interaksi antara latar belakang pengalaman kejiwaan pembaca
dengan informasi leksikal dan gramatikal yang terkandung dalam simbol – simbol
grafis dalam upaya memperoleh pesan penulis. “Dikatakan demikian, karena untuk
dapat menangkap makna yang terkandung dalam suatu bacaan, salah satunya
dipengaruhi oleh faktor pengalaman pembaca, baik itu situasi atau hal – hal tertentu
maupun pemahaman terhadap struktur kebahasaan.
18
Membaca dapat juga dianggap suatu proses untuk memahami yang tersirat
dan tersurat, melihat pikiran yang terkandung di dalam kata – kata yang tertulis.
Tingkatan hubungan antara makna yang hendak dikemukakan oleh penulis dan
penafsiran atau interpretasi pembaca turut menentukan ketepatan pembaca.
Demikianlah makna itu akan berubah, karena setiap pembaca memiliki pengalaman
yang berbeda – beda yang dia pergunakan sebagai alat untuk menginterpretasi kata –
kata tersebut (Anderson, 1972).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa membaca
merupakan aktivitas untuk memperoleh informasi dari bahan tertulis melalui suatu
interaksi antara pembaca dengan penulis yang diwakili oleh tulisannya. Dalam
interaksi tersebut
terjdi kontak antara karakteristik yang dimiliki pembaca dan
karakteristik yang dimiliki penulis. Kontak antara karakteristik itu akan melahirkan
pemahaman pembaca terhadap ide atau gagasan penulis. Hal ini bararti, membaca
bukan semata – mata menyuarakan bahasa tulis dan mengikuti baris demi baris
tulisan tersebut, tetapi berusaha untuk memperoleh pesan, amanat dan makna yang
disampaikan penulis melalui media bacaan secara utuh dan menyeluruh.
Membaca merupakan suatu proses yang sangat kompleks, karena melibatkan
berbagai komponen yang ada dalam diri pembaca. Dikatakan demikian, karena dalam
proses ini terlibat berbagai unsur seperti ingatan, pengalaman, otak, pengetahuan,
kompetensi bahasa, keadaan psikologis, emosional, dan panca indra (mata). Semua
19
unsur atau komponen tersebut saling bekerja sama dengan maksud untuk memehami
makna bacaan.
Dari berbagai macam teori di atas secara singkat dapat dikatakan bahwa
membaca adalah “ bringing meaning to and getting meaning from printed or written
material” memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung dalam suatu
wacana.
2. Tujuan Membaca
Membaca hendaknya mempunyai tujuan, karena seorang yang membaca suatu
tujuan, cenderung lebih memahami dibandingkan dengan orang yang tidak
mempunyai tujuan. Dalam kegiatan membaca di kelas, guru seharusnya menyusun
tujuan membaca dengan menyediakan tujuan khusus yang sesuai atau dengan
membantu mereka menyusun tujuan membaca siswa itu sendiri.
Tujuan membaca menurut Paul S. Anderson dalam Widyamartaya (1992:90)
adalah di bawah ini.
a. membaca untuk memperoleh fakta atau perincian – perincian (reading of
details and fact), yaitu membaca untuk mengetahui penemuan – penemuan
yang telah dilakukan oleh tokoh, apa yang telah terjadi pada tokoh, dan lain –
lain;
20
b. membaca untuk memperoleh ide – ide utama ( reading for main ideas), yaitu
membaca untuk mengetahui masalah, apa yang dialami tokoh, dan
merangkum hal – hal yang dilakukan tokoh untuk mencapai tujuannya;
c. membaca untuk mengetahui urutan atau organisasi cerita (reading for
sequence ar organization), yaitu membaca untuk mengetahui setiap bagian
cerita;
d. membaca untuk menyimpulkan (reading for inference), yaitu membaca untuk
mengetahui mengapa tokoh berbuat demikian, apa yang dimaksudkan
pengarang dengan cerita atau bacaan itu, mengapa terjadi perubahan pada
tokoh;
e. membaca untuk mengelompokkan (reading for classify),
yaitu membaca
untuk menemukan dan mengetahui hal – hal yang tidak biasa, apa yang lucu
dalam cerita atau bacaan, apakah cerita itu benar atau tidak;
f. membaca untuk menilai (reading for evaluate), yaitu membaca untuk
mengetahui apakah tokoh berhasil, apakah baik kita berbuat seperti tokoh;
g. membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan (reading for
compare or contest), yaitu membaca untuk mengetahui bagaimana caranya
tokoh berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kebiasaan hidup yang kita
kenal, bagimana dua buah cerita mempunyai kesamaan.
21
Sedangkan menurut
Blaton, dkk. dan Irwin dalam Burns dkk., (1996)
mengemukakan bahwa tujuan membaca mencakup:
a. kesenangan;
b. menyempurnakan membaca nyaring;
c. mengunakan strategi tertentu;
d. memperbaharui pengetahuanya tentang suatu topic;
e. mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya;
f. memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis;
g. mengkonfirmasikan atau menolak prediksi;
h. menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang
diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang
strukstur teks;
i. menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.
3. Komponen Kegiatan Membaca
Pada dasarnya kegiatan membaca terdiri dari atas dua bagian, yaitu proses dan
produk (Syafe’ie, 1993, Burn dkk 1996). Proses membaca mencakup sembilan aspek
untuk menghasilkan produk.
22
a. Proses membaca
Membaca merupakan proses yang kompleks. Proses ini melibatkan sejumlah
kegiatan fisik dan mental. Menurut Burns dkk. (1997), proses membaca terdiri atas
sembilan aspek, yaitu sensori, perseptual, urutan, pengalaman, pikiran, pembelajaran,
asosiasi, sikap dan gagasan.
Proses membaca dimulai dengan sensori visual yang diperoleh melalui
ungkapan simbol-simbol grafis melalui indera penglihatan. Anak-anak belajar
membedakan secara visual di antara simbol-simbol grafis (huruf atau kata) yang
digunakan untuk mempresentasikan bahasa lisan.
Kegiatan berikutnya adalah tindakan perseptual, yaitu aktivitas mengenal
suatu kata sampai pada suatu makna berdasarkan pengalaman yang lalu. Kegiatan
persepsi melibatkan kesan sensor yang masuk ke otak. Ketika seseorang membaca,
otak menerima gambaran kata-kata, kemudian mengungkapkannya dari halaman
cetak berdasarkan pengalaman pembaca sebelumnya dengan objek, gagasan, atau
emosi yang dipresentasikan oleh suatu kelas. Pembaca mengenali rangkaian simbolsimbol tertulis, baik yang berupa kata, frasa, maupun kalimat. Kemudian pembaca
memberi makna dengan menginterpretasikan teks yang dibacanya. Pembaca satu
dengan lainnya dalam mempersepsi suatu teks mungkin saja tidak sama. Walaupun
membaca teks yang sama, mungkin mereka memberikan makna yang berbeda. Aspek
urutan dalam proses membaca merupakan kegiatan mengikuti rangkaian tulisan yang
23
tersusun secara linear, yang umumnya tampil pada satu halaman dari kiri ke kanan
atau dari atas ke bawah (Burns dkk., 1996).
Pengalaman merupakan aspek penting dalam proses membaca. Anak-anak
yang memiliki pengalaman yang banyak akan mempunyai kesempatan yang lebih
luas dalam mengembangkan pemahaman kosakata dan konsep yang mereka hadapi
dalam membaca dibandingkan dengan anak-anak yang mempunyai pengalaman
terbatas. Oleh sebab itu, guru atau orang tua sebaiknya memberikan pengalaman
langsung atau tidak langsung kepada anak-anaknya, misalnya pengalaman tentang
tempat, benda, dan proses yang dideskripsikan dalam materi bacaan sehingga materi
bacaan akan lebih mudah mereka serap. Pengalaman konkrit (pengalaman langsung)
dan pengalaman tidak langsung akan meningkatkan perkembangan konseptual anak,
namun pengalaman langsung lebi efektif daripada pengalaman tidak langsung. Guru
dan orang tua bisa membantu anak belajar bahasa baku yang umumnya ditemukan
pada buku-buku dengan menceritakan dan membacakan cerita, mendorong kegiatan
show all and tell, mendorong diskusi kelas, menggunakan pengalaman bahasa
melalui cerita, dan mendorong permainan drama (Burns dkk, 1996).
Membaca merupakan proses berpikir. Untuk dapat memahami bacaan,
pembaca terlebih dahulu harus memahami kata-kata dan kalimat yang dihadapinya
melalui proses asosiasi dan eksperimental sebagimana dijelaskan sebelumnya.
Kemudian ia membuat simpulan dengan menghubungkan isi preposisi yang terdapat
dalam materi bacaan. Untuk itu, dia harus mampu berpikir secara sistematis, logis,
24
dan kreatif. Bertitik tolak dari kesimpulan itu, pembaca dapat menilai bacaan.
Kegiatan menilai menuntut kemampuan berpikir kritis (syafe’ie, 1993:44).
Peningkatan kemampuan berpikir melalui membaca seharusnya dimulai sejak
dini. Guru SD dapat membimbing siswanya dengan memberikan pertanyaanpertanyaan
yang
memungkinkan
mereka
dapat
meningkatkan
kemampuan
berpikirnya. Pertanyaan-pertanyaan yang dajukan guru hendaknya merangsang siswa
berpikir, seperti pertanyaan mengapa dan bagaimana. Jadi pertanyaan yang diajukan
sehubungan dengan bacaan tidak hanya pertanyaan yang menghasilkan jawaban
berupa fakta.
Mengenal hubungan antara simbol dengan bunyi bahasa dan makna
merupakan aspek asosiasi dalam membaca. Anak-anak belajar menghubungkan
simbol-simbol grafis dengan bunyi bahasa dan makna. Tanpa kedua kemampuan
asosiasi tersebut siswa tidak mungkin dapat memahami teks.
Aspek afektif merupakan proses membaca yang berkenaan dengan kegiatan
memusatkan perhatian, membangkitkan kegemaran membaca (sesuai dengan
minatnya), dan menumbuhkan motivasi membaca ketika sedang membaca (Burn
dkk., 1996). Pemusatan perhatian, kesenangan dan motivasi yang tinggi diperlukan
dalam membaca. Anak-anak SD seharusnya terlatih memusatkan perhatiannya pada
bahan bacaan yang dibacanya. Guru SD bisa melatih siswanya terbiasa memusatkan
perhatiannya dengan memberikan bacaan yang menjadi minat mereka. Tanpa
perhatian yang penuh ketika membaca, siswa sulit mendapatkan sesuatu dari bacaan.
25
Motivasi dan kesenangan membaca sangat membantu siswa untuk memusatkan
perhatian pada bacaan.
Aspek terakhir adalah aspek pemberian gagasan. Aspek gagasan dimulai
dengan penggunaan sensori dan perseptual dengan latar belakang pengalaman dan
tanggapan afektif serta membangun makna teks yang dibacanya secara pribadi.
Makna dibangun berdasarkan pada teks yang dibacanya, tetapi tidak seluruhnya
ditemui dalam teks. Teks tersebut ditransformasikan oleh pembaca dari informasi
yang diambil dari teks. Pembaca dengan latar belakang pengalaman yang berbeda dan
reaksi afektif yang berbeda akan menghasilkan makna yang berbeda dari teks yang
sama.
b. Produk membaca
Produk membaca merupakan komunikasi dari pemikiran dan emosi antara
penulis dan pembaca. Komunikasi juga bisa terjadi dari konstruksi pembaca melalui
integrasi pengetahuan yang telah dimiliki pembaca dengan informasi yang disajikan
dalam teks. Komunikasi dalam membaca tergantung pada pemahaman yang
dipengaruhi oleh seluruh aspek proses membaca.
Lebih lanjut Burns, dkk. (1996) mengemukakan bahwa strategi pengenalan
kata, sebagai bagian dari aspek asosiasi dalam proses membaca merupakan sesuatu
yang esensial. Pemahaman bacaan tidak hanya berupa aktivitas menyandi (decoding)
26
simbol-simbol ke dalam bunyi bahasa, tetapi juga membangun (construct) makna
ketika berinteraksi dengan halaman cetak.
Pemahaman terhadap bacaan sangat bergantung pada semua aspek yang
terlibat dalam proses
membaca. Di samping kemampuan yang dituntut dalam
melaksanakan kegiatan, berbagai aspek proses membaca pun harus dipenuhi oleh
pembaca. Aspek gagasan akan diperoleh apabila aspek-aspek proses membaca yang
lain telah bekerja secara harmonis.
Agar hasil membaca dapat tercapai secara maksimal, pembaca harus
menguasai kegiatan-kegiatan dalam proses membaca tersebut (Syafe’ie, 1993:46).
Oleh sebab itu, guru –guru SD memegang peranan penting dalam membimbing para
siswa agar mereka mampu menguasai kegiatan-kegiatan dalam proses membaca
tersebut dengan baik.
B. Pembelajaran Membaca
1. Prinsip-prinsip Pengajaran Membaca
Oka melalui Kusdiana (2002:18) mengatakan bahwa “pengajaran membaca
memiliki kedudukan sebagai bagian integral dalam pendidikan, yaitu sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari kedudukan pendidikan, serta sebagai alat dan media
fungsional dari keseluruhan kegiatan pendidikan. “Sejalan dengan kedudukan ini
maka kedudukan membaca memiliki fungsi utama edukatif, yaitu menjaga keutuhan
kehadiran pendidikan dan pengajaran bahasa, khususnya membina siswa dalam
27
bidang membaca, serta memiliki fungsi pelengkap instrumental dan social, yaitu
sebagai alat untuk mempertahankan kehadiran membaca dalam kehidupan
bermasyarakat. Oleh karena itu berdasarkan pengertian, kedudukan dan fungsi
pengajaran membaca, ia mengemukakan bahwa tujuan umum pengajaran membaca
diperinci sebagai berikut.
1) Tujuan pokok ialah membina siswa agar mereka memiliki.
a) kemampuan/keterampilan yang baik dalam membaca yang tersurat dan
tersirat dari macam–macam wacana tertulis yang dibacanya.
b) pengetahuan yang shahih tentang nilai dan fungsi membaca dan teknik
membaca untuk memcapai tujuan tertentu.
c) sikap yang positif terhadap membaca dan belajar membaca. Jiga tujuan pokok
ini tercapai, maka pengajaran membaca mewujudkan apa yang belakangan ini
sering
diungkapkan
dengan
semboyan
“
belajar
untuk
dapat
membaca”(learning to read), dan “ membaca untuk dapat belajar” (reading to
learn).
2) Tujuan tambahan ialah berpartisipasi dalam:
a) usaha memasyarakatkan dan membudayakan membaca;
b) memanfaatkan serta merangsang studi dan penelitian membaca
28
Atas dasar pendapat Oka tersebut, maka tujuan pokok pengajaran membaca di
sekolah adalah membina siswa membaca agar mereka memiliki pengetahuan,
keterampilan, serta sikap positif terhadap kegiatan membaca.
Beberapa prinsip yang dapat diambil dari uraian diatas yang mendasari
kegiatan pengajaran membaca adalah sebagai berikut.
1.
Ketahui latar pengetahuan siswa. Latar pengetahuan pembaca bisa
mempengaruhi pemahaman siswa dalam membaca. Latar pengetahuan ini
meliputi semua pengalaman yang ia bawa ke sebuah teks, misalnya,
pengalaman hidup, pendidikan, pengetahuan mengenai bagaimana teks bisa
diatur secara retorikal, pengetahuan bagaimana bahasa pertama atau kedua
itu bekerja, serta latar belakang budaya. Pemahaman membaca dapat lebih
ditingkatkan jika latar pengetahuannya itu diaktifkan melalui tujuan,
pertanyaan, prediksi, struktur teks, dan sebagainya. Jika siswa membaca
sebuah topik yang tidak familiar, maka guru perlu memulai proses bacaan
dengan membangun latar pengetahuan.
2.
Membangun dasar kosakata yang kuat kosakata mendapat tempat paling
tinggi dalam pembelajaran bahasa. Banyak penelitian yang menekankan
pentingnya kosakata dalam kesuksesan membaca. Menurut Anderson
(2003), kosakata menjadi penting untuk diajarkan baik bagi siswa L1
maupun siswa L2 dan penggunaannya dalam konteks agar mereka dapat
menebak makna suatu kosakata yang jarang muncul.
29
3.
Ajari pemahaman. Pada beberapa program istruksi membaca, penekanan
kebanyakan pada pengetesan pemahaman membaca, alih-alih pada
mengajarkan siswa bagaimana untuk paham. Memonitor pemahaman adalah
penting untuk mencapai sukses membaca. Salah satu hal yang terkait dalam
proses monitoring ini ialah memeriksa prediksi yang dihasilkan itu sudah
benar dan mengecek apakah siswa telah menyesuaikan apa yang diperlukan
ketika makna dalam bacaan itu belum diperoleh.
4.
Usahakan
meningkatkan
kecepatan
(kelancaran)
membaca
salah satu kendala bagi siswa L2 dalam hal membaca adalah meski mereka
bisa baca tetapi bacaannya kurang lancar. Dalam hal ini, prinsipnya ialah
bahwa guru harus seimbang baik posisinya sebagai pendamping siswa
maupun pengembang keterampilan siswa dalam pemahaman bacaan. Yang
paling penting untuk dicatat bahwa fokusnya itu bukan pada pengembangan
kecepatan siswa dalam membaca, tapi pada kelancaran membaca. Seseorang
dikatakan lancar membaca jika ia mampu membaca 200 kata per menit
dengan sedikitnya 70% memahami bacaan itu (Anderson, 2003: 76).
5.
Ajarkan strategi membaca guna meraih hasil yang diinginkan, siswa perlu
belajar menggunakan strategi-strategi membaca yang sesuai dengan
tujuannya. Mengajarkan mereka akan hal ini dapat menjadi pertimbangan
utama dalam kelas membaca.
6.
Dorong
siswa
menjelmakan
strategi
menjadi
keterampilan
ada perbedaan antara strategi dan keterampilan. Yang pertama merujuk pada
30
tindak kesadaran untuk meraih tujuan atau sasaran. Yang kedua adalah
strategi yang telah menjadi otomatis. Hal ini menekankan peran aktif yang
dimainkan oleh siswa dalam strategi membaca. Sebagai pelajar yang secara
sadar belajar dan mempraktikkan strategi membaca secara khusus, strategi
itu berpindah dari kesadaran menuju ketaksadaran, yakni dari strategi
menuju keterampilan.
7.
Buat penilaian dan evaluasi penilaian dan evaluasi bisa secara kuantitatif
atau kualitatif. Keduanya bisa diterapkan dalam kelas membaca. Penilaian
kuantitatif meliputi informasi dari ujian pemahaman baca dan juga data
kelancaran membaca. Informasi kualitatif diperoleh dari respon bacaan
jurnal, survei, dan respon terhadap daftar cek yang dibuat untuk strategi
membaca.
2. Pelaksanaan Pembelajaran Membaca
Untuk mendorong siswa dapat memahami berbagai bahan bacaan, guru
seharusnya menggabungkan kegiatan prabaca, saat baca, dan pascabaca dalam
pembelajaran membaca. Beberapa teknik lebih umum dan mencakup lebih dari satu
kegiatan, dalam satu pembelajaran. Berikut ini dijelaskan berbagai kegiatan yang bisa
dilakukan dalam prabaca, saat baca, dan pascabaca.
31
a. Kegiatan Prabaca
Guru yang efektif harus mampu mengarahkan siswa kepada topik pelajaran
yang akan dipelajari siswa. Burn, dkk. (1996) serta Rubin (1993) mengemukakan
bahwa pengajaran membaca dilandasi oleh pandangan teori skemata. Berdasarkan
pandangan teori skemata, membaca adalah proses pembentukan skemata makna
terhadap teks.
Sehubungan dengan teori membaca ini, guru yang efektif seharusnya mampu
mengarahkan siswa agar lebih banyak menggunakan pegetahuan topik untuk
memproses ide dan pesan suatu teks. Oleh karena itu, guru perlu memperhatikan
kegiatan prabaca, saat baca, dan pascabaca dalam penyajian pengajaran membaca.
Kegiatan prabaca adalah kegiatan pengajaran yang dilaksanakan sebelum
siswa melakukan kegiatan membaca. Dalam kegiatan prabaca, guru mengarahkan
perhatian pada pengaktifan skemata siswa yang berhubungan dengan topik bacaan.
Pengaktifan skemata siswa dapat diakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan
peninjauan awal, pedoman antisipasi, pemetaan makna, menulis sebelum membaca,
dan drama kreatif (Burns, dkk.,1996).
Menurut Farida (2007) Skemata ialah latar belakang pengetahuan dan
pengalaman yang telah dimiliki siswa tentang suatu informasi atau konsep tentang
sesuatu. Skemata menggambarkan sekelompok konsep yang tersusun dalam diri
seseorang yang dihubungkan dengan objek, tempat-tempat, tindakan, atau peristiwa.
32
Untuk menjadi pembaca yang sukses siswa membutuhkan berbagai skemata.
Mereka harus memiliki konsep-konsep tentang tujuan bahan cetakan dan tentang
hubungan bahasa bicara dan bahasa tertulis. Mereka juga membutuhkan kosakata dan
pola kalimat yang umumnya tidak ditemukan dalam bahasa lisan dan dengan gaya
menulis yang berbeda dengan berbagai aliran sastra.
Disamping itu, untuk membangkitkan skemata siswa, guru juga bisa
menugaskan siswa menulis tentang pengalaman pribadi yang relevan sebelum mereka
membca teks bacaan yang telah ditentukan guru, yang akan mengasilkan tingkah laku
siswa yang lebih memerhatikan tugasnya, lebih sempurna menanggapi watak pelaku,
dan lebih memperlihatkan reaksi yang positif tentang membaca yang sudah
ditentukan guru.
b. Kegiatan Saat baca
Setelah kegiatan prabaca, kegiatan berikutnya ialah kegiatan saat baca.
Beberapa strategi dan kegiatan bisa digunakan dalam saat baca untuk meningkatkan
pemahaman siswa tergantung teknik pembelajaran yang digunakan. Kegiatan ini
dilakukan dengan mendiskusikan isi teks.
c. Kegiatan Pascabaca
Kegiatan pascabaca digunakan untuk membantu siswa memadukan informasi
baru yang dibacanya ke dalam skemata yang telah dimilikinya sehingga diperoleh
tingkat pemahaman yang lebih tinggi (Burn, dkk.,1996). Strategi yang dapat
33
digunakan pada tahap pascabaca adalah belajar mengembangkan bahan bacaan
pengajaran, memberikan pertanyaan, menceritakan kembali, dan presentasi visual.
Dalam kegiatan pascabaca, anak-anak diberikan kesempatan mengembangkan
belajar mereka dengan menyuruh siswa mempertimbangkan apakah siswa tersebut
membutuhkan/menginginkan informasi lebih lanjut tentang topik tersebut dan di
mana mereka bisa menemukan informasi lebih lanjut. Setelah itu mereka membaca
tentang topik dan berbagai temuannya dengan teman-temannya (Burn, dkk., 1996).
3. Membaca Terbimbing (guided reading)
Teknik pembelajaran membaca terbimbing (guided reading) adalah kegiatan
membaca terbimbing dimana guru menjadi pengamat dan fasilitator. Dalam
terbimbing penekanannya bukan dalam cara membaca itu sendiri melainkan lebih
pada membaca pemahaman. Dalam guided reading semua siswa membaca dan
mendiskusikan buku yang sama. Guru melemparkan pertanyaan yang meminta siswa
menjawab dengan kritis, bukan sekedar pertanyaan pemahaman. Teknik guided
reading sangat mudah untuk dilaksanakan di dalam ruang kelas. Teknik ini akan
dapat melatih para siswa untuk menjadi pembelajar mandiri dan aktif (active
learners), lebih fokus pada persoalan yang dihadapi, dan tentunya membuat para
siswa tidak bosan. Teknik-teknik tersebut juga sangat efektif, variatif dan mampu
memacu kreatifitas guru dan siswa. Pembelajaran di kelas menjadi lebih
menyenangkan dan lebih berkesan.
34
Teknik Guided Reading bertujuan membantu siswa dalam menggunakan
strategi belajar membaca secara mandiri;
“The ultimate goal of guided reading is to help children learn how to use
independent reading strategies successfully.”(Fountas and Su Pinnell) (1996).
Teknik ini bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut: Pemilihan dan
penentuan teks yang akan dibaca. Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil
(4/5 orang). Setiap siswa membaca teks yang sudah ditentukan dengan tiga tahapan;
dibaca sendiri satu kali, dibaca pelan/lembut, dan dibaca di dalam hati. Siswa mencari
informasi lebih lanjut tentang cara membaca beberapa kata kepada temannya sebagai
diskusi awal dengan kelompoknya. Guru mengadakan diskusi kecil sebagai
eksplorasi yang meliputi phonic concept dan whole-language learning. Selanjutnya
guru memonitor kemampuan reading dengan cara rereading/repetition. Guru
menggunakan gambar sebagai penunjang arti.
Teknik pembelajaran membaca terbimbing (guided reading) disusun oleh
Betts (1946). dan dikembangkan oleh Manzo 1975 sebagai metode pembelajaran
membaca. Langkah-langkah guided reading terdiri atas panduan persiapan bagi siswa
sebelum kegiatan membaca, panduan bagi siswa selama kativitas kegiatan membaca
dalam hati, dan siswa membuat pertanyaan dari bacaan sampai pada tahap guru
memberikan pertanyaan pada siswa tentang isi bacaan.
Strategi ini disusun untuk memberikan bimbingan dalam pembelajaran
membaca dan lebih sesuai untuk kelas tinggi awal (kelas III dan VI), karena strategi
35
ini tidak terlalu menuntut siswa untuk melakukan prediksi terhadap isi bacaan.
Melalui strategi ini siswa akan dihadapkan pada tiga tahapan, yaitu (1) tahap
persiapan sebelum membaca, (2) pemberian bimbingan selama membaca dalam hati,
dan
(3) pengecekan pemahaman dan keterampilan. Ketiga tahapan tersebut
memperlihatkan kepada kita bahwa dalam strategi DRA ada tahap (1 )pramembaca,
(2) membaca dalam hati, dan (3) tahap pascamembaca.
Secara rinci tujuan dari guided reading procedure adalah sebagai berikut:
1. Membantu daya ingat siswa tanpa bantuan membaca secara khusus
2. Meningkatkan kemampuan siswa untuk membuat pertanyaan dari yang
telah mereka baca.
3. Mengembangkan pemahaman siswa akan pentingnya memperbaiki
pertanyaan yang mereka buat.
4. Meningkatkan kemampuan siswa untuk mengelompokkan informasi dari
pertanyaan yang telah dibuatnya.
Komponen-komponen teknik pembelajaran membaca terbimbing (guided
reading) dibagi dalam enam fase berikut:
1. Guru menyiapkan siswa untuk membaca cerita dengan mengembangkan
latar belakang pengetahuan, memperkenalkan kosa kata dan menentukan
tujuan membaca.
36
2. Siswa membaca dalam hati dan guru mengawasi mereka. Setelah siswa
selesai membaca, guru meminta para siswa untuk menjelaskan secara
detail apa yng mereka ingat, dan guru mencatat informasi di papan tulis.
3. Setelah semua informasi diingat siswa, siswa kembali membaca materi
untuk membuat koreksi dan menambahkan informasi, guru mengarahkan
yang kurang tepat.
4. Guru memberikan pilihan lebih dari satu pendapat kepada siswa untuk
mengelompokkan informasi.
5. Guru
membuat
pertanyaan
yang
dapat
menimbulkan
siswa
menghubungkan informasi yang baru dengan pengetahuan sebelumnya,
agar siswa berpikiran kritis.
6. Langkah terakhir yaitu menguji para siswa dengan mengaitkan pertanyaan
pendek sebagai penguatan.
Evaluasi pembelajarn membaca guided reading dilakukan dengan cara
menilai pembelajaran membaca melalui mengukur jenis tes membaca
pemahaman. Jenis tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam
memperoleh makna dari wacana tulis.
Menurut
taksonomi
Barret,
dalam
Mulayadriyah
(2004:45)
keterampilan memahami isi bacaan terdiri atas komponen-komponen berikut.
tes
37
1. Pemahaman literal (mengenal dan mengingat) antara lain 1) ide pokok, 2)
ide penjelas, 3) urutan, 4) perbandingan, 5) hubungan sebab akibat dan 6)
sifat/karakter.
2. pemahaman inferensial antar lain; 1) ramalan hasil, 2) menafsirkan bahasa
figurative, 3) pembentukan hipotesis tentang isi cerita berdasarkan
hubungan sebab akibat dan 4) mengidentifikasi dan membandingkan
karakter.
3. Pemahaman evaluative dan kritis antara lain 1) realitas dan fantasi 2) fakta
dan opini, 3) ketepatan dan informasi dan 4) keinginan.
4. Pemahamanan apresiasif. Penyusunan ulang harian yang berfokus pada
kemampuan pemahaman dapat dilakukan dengan langkah-langkah
berikut; 1) guru memilih teks bacaan 2) menentukan model jawaban yang
dikehendaki, 3) pertanyaan untuk setiap bacaan antara lima sampai
sepuluh buah pertanyaan dan, 4) isi pertanyaan dapat mengacu pada
pemahaman literal (mengenal dan mengingat), inferensial, evaluative, dan
pemahaman apresiasif.
38
C. Kemampuan Membaca Pemahaman
1. Pengertian Kemampuan Membaca Pemahaman
Suatu wacana bila kita amati terdiri atas rentetan huruf dan tanda baca yang
membentuk kata atau kelompok kata. Rentetan kata atau kelompok kata tersebut
membentuk suatu kalimat. Kumpulan kalimat membentuk paragraf, dan paragraf
membentuk suatu karangan atau wacana yang utuh dan mengandung arti.
Membaca merupakan suatu proses yang kompleks dan rumit. Dikatakan
demikian karena dalam proses membaca terlibat berbagai faktor, baik internal
maupun eksternal. Faktor internal meliputi intelegensi, minat, sikap, bakat, motivasi,
tujuan membaca dan sebagainya. Faktor eksternal meliputi sarana bacaan, tingkat
keterbacaan, lingkungan, kebiasaan, dan tradisi membaca (Nurhadi, 1990:13).
Dengan kata lain, dalam proses membaca terlibat aspek-aspek berpikir seperti
mengingat,
memahami,
membandingkan,
membedakan,
menganalisis,
dan
mengorganisasi dalam menangkap makna bacaan secara utuh. Selain itu, seorang
pembaca dituntut untuk mampu mengenal aksara, tanda-tanda baca dan
mengkorelasikannya dengan unsur-unsur linguistik yang formal, misalnya dengan
makna. Tanpa memiliki perangkat komponen di atas, tidak mungkin seseorang dapat
melakukan kegiatan membaca dengan sempurna. Oleh karena itu, tergambarlah
dengan jelas bahwa membaca merupakan suatu kemampuan yang perlu dipelajari,
dibina, dan dikembangkan oleh setiap individu.
39
Membaca dapat diartikan sebagai suatu proses berpikir, mengevaluasi,
membayangkan, dan memecahkan masalah (Zints, 1980:9). Artinya, dalam proses
membaca terjadi asimilasi, dan atau akomodasi antara fakta, konsep dan generalisasi
sesuatu yang baru dengan keseluruhan khazanah kejiwaan yang telah dimiliki oleh
pembaca. Implikasinya, membaca merupakan suatu proses aktif bukan pasif
dikatakan demikian karena pembaca dituntut untuk mampu menginterprestasikan apa
yang dibaca dengan didasarkan pada pengetahuan atau pengalaman yang telah
dimilikinya tentang topik yang disajikan dalam suatu wacana. Uraian tersebut sejalan
dengan pendapat Smith dan Robinson (1980:6) bahwa, “membaca merupakan
kegiatan aktif untuk dapat mengerti pesan atau informasi yang hendak disampaikan
penulis”.
Selanjutnya Harris (1981:170) mengatakan bahwa, “membaca adalah interaksi
antara pembaca dengan penulis melalui pesan tertulis dalam suatu rangkaian berfikir
dengan tuntutan tujuan membaca.” Artinya, membaca bukan saja kegiatan mencari
dan merima pesan penulis, tetapi lebih jauh dari itu, yaitu adanya penyusunan
kembali dan pengolahan pesan tersebut melalui proses berfikir oleh pembaca. Oleh
karena itu, dikatakan bahwa membaca adalah suatu proses psikolinguistik yang
berawal dari penyandian oleh penulis dan berakhir dengan pemberian makna oleh
pembaca. Dengan demikian, terdapat suatu proses yang berlawanan yaitu suatu
proses pemaparan isi pikiran dalam bentuk struktur lahir bahasa (tulisan) yang
kemudian direkonstruksi kembali oleh pembaca untuk menemukan isi pikiran
40
penulis. Dengan kata lain, membaca merupakan suatu proses pengubahan struktur
lahir menjadi struktur batin.
Nurhadi (1990:3) mengatakan bahwa “ membaca merupakan proses
penjembatanan antara sesuatu yang baru dengan yang telah diketahui pembaca.”
Dengan demikian, membaca dapat dikategorikan sebagai suatu usaha untuk
memperoleh informasi dari bahan tertulis yang berlangsung melalui interaksi antara
pembaca dan penulis yang diwakili oleh tulisannya. Dalam proses interaksi tersebut
akan terjadi kontak antara karakteristik yang dimiliki penulis. Kontak antara kedua
karakteristik tersebut akan melahirkan dua kemungkinan, yaitu kelancaran atau
hambatan komunikasi antara pembaca sebagai penerima pesan dan penulis sebagai
pengirim pesan. Oleh karena itu, agar terjadi komunikasi yang lancar, baik penulis
maupun pembaca perlu memiliki kemampuan menulis dan kemampuan membaca.
Uraian di atas, memperlihatkan pengertian membaca yang mengarah pada
pemahaman isi wacana. Dikatakan demikian, karena terdapat upaya-upaya aktif yang
dilakukan pembaca dalam memahami berbagai informasi yang diasampaikan penulis
melalui bacaan yang dibacanya.
Pemahaman isi wacana merupakan esensi dari penelitian ini. Setiap aktivitas
membaca senantiasa melibatkan pemahaman dan aktivitas membaca yang tidak
disertai dengan pemahaman tidak dapat digolongkan pada kegiatan membaca
(Williams, melalui Mulyati 1995:47). Istilah pemahaman isi wacana merujuk pada
kemampuan pembaca dalam memproses kegiatan membacanya sehingga dapat
41
melakukan interaksi dengan materi cetak (masukan grafis) dalam upaya
merekonstruksi pesan yang disampaikan penulis (Goodman, dalam Mulyati,
1995:47). Dalam upaya tersebut pembaca berusaha untuk mengerahkan segenap
pengetahuan, kompetensi bahasa, dan khasanah pengalaman konseptualnya untuk
memproses tiga jenis informasi: (a) Informasi grafonik yang berkenaan dengan
hubungan antara lambang grafis dengan bunyi bahsa; (b) Informasi sintaksis
berkenaan dengan informasi implisit di dalam struktural gramatikal bahasa; dan (c)
informasi semantik yang merujuk pada aspek makna. Kemampuan memahami wacara
bukan hanya sekedar kemampuan mengambil dan memetik makna bacaan dari materi
cetak, melainkan juga menyusun konteks yang tersedia guna membentuk makna.
Pernyataan tersebut mengimplisitkan tentang peran skema/skemata dalam proses
membaca. Latar belakang pengetahuan dan pengalaman membaca akan memberi
warna terhadap kualitas pemahaman bacaannya. Inilah yang disebut Smith sebagai
informasi nonvisual. Bagi Smith, pemahaman bacaan mengandung arti proses
penghubungan bahan tertulis dengan apa yang telah diketahui dan ingin diketahui
pembaca. Dengan demikian, dalam kegiatan membaca proses pemahaman bacaan
diperoleh melalui informasi visual dan informasi nonvisual.
Menurut Burns (1984:45), “membaca merupakan suatu proses memahami
wacana tertulis.” Proses dimaksud bersifat interaktif, yaitu suatu proses yang
menuntut pembaca melakukan pertukan ide dengan penulis melalui teks. Ide – ide
atau gagasan – gagasan penulis dituangkan dalam bentuk tulisan yang berbentuk teks.
42
Sebuah teks dibentuk oleh runtutan kosa kata, kalimat – kalimat, dan paragraf –
paragraf. Oleh karena itu, untuk dapat memahami dan bertukar pikiran dengan
penulis mengenai gagasan/ide yang ditulisnya, para pembaca perlu menguasai
perangkat bahasa yang digunakan penulis guna menyampaikan maksudnya tersebut.
Diakui oleh Williams, memang sulit untuk membuat batasan membaca yang
benar – benar akurat. Dia memberi batasan membaca sebagai suatu proses yang
dilakukan seseorang untuk mencari dan memahami apa – apa yang tertulis dalam
materi
cetak.
Menurutnya,
disodorkannya adalah
yang
terpenting
dari
batasan
membaca
yang
“understanding”, sebab membaca yang tidak disertai
pemahaman tidak dianggap sebagai membaca (William,1984:2). Tampaknya,
memang harus kita akui bahwa esensi dari kegiatan membaca adalah pemahaman
bacaan. Jika pemahaman dipandang sebagai esensi dalam kegiatan membaca, maka
langkah selanjutnya adalah memikirkan upaya – upaya yang bisa dilakukan untuk
mencetak pembaca – pembaca yang mahir menemukan esensi membaca tersebut.
Pemahaman juga merupakan suatu proses mental sebagai perwujudan dari
aktivitas kognisi yang tidak bisa dilihat. Produk dari pemahaman adalah perilaku
yang dihasilkan setelah proses pemahaman itu terjadi, misalnya menjawab
pertanyaan, baik secara lisan maupun tertulis (Simon, 1971; Burnes, 1985 melalui
Mulyati 1995:50).
43
Menurut Wainer melalui Saepurokhman (2002”64) bahwa “membaca
pemahaman merupakan suatu proses yang rumit yang berlangsung dari diri seorang
pembaca.” Dikatakan demikian, karena dalam proses tersebut pembaca berupaya
untuk mendayagunakan segala kapasitas mental yang dimilikinya untuk memperoleh
makna (pemahaman) dari bahan yang dibacanya. Perlu kita ketahui, bahwa sebuah
pemahaman akan terjadi bila pembaca memiliki sarana pemahaman seperti mengenal
dan memahami kata – kata, kalimat, dan mampu menghubungkan ide – ide yang
terdapat dalam bahan bacaan dengan pengetahuan yang dimilikinya. Pendapat
tersebut sejalan dengan Tampubolon (1990:6) bahwa, “membaca pemahaman
merupakan suatu proses yang melibatkan penalaran dan ingatan dalam upaya
menemukan dan memahami informasi yang dikomunikasikan pengarang.”
Dalam proses membaca pemahaman, pembaca juga mempelajari cara – cara
pengarang dalam menyajikan pikirannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
dalam membaca pemahaman, pembaca memperoleh dua jenis pengetahuan, yaitu
informasi – informasi dan cara penyajian pikiran pengarang. Oleh karena itu, selain
memperkaya pengetahuan, membaca pemahaman juga dapat meningkatkan daya nilai
pembaca.
Kriteria pemahaman isi bacaan dapat diukur melalui pertanyaan tentang
gagasan pokok (Haris dalam Akil, 1993:58). Pendapat ini mengisyaratkan tentang
esensi kegiatan membaca yang harus mengutamakan pemahaman. Pemahaman
terhadap sejumlah gagasan pokok yang ada dalam teks bacaan merupakan inti dari
44
kegiatan membaca. Dua hal yang menjadi prinsip dalam kegiatan membaca adalah
teks itu sendiri dan kemampuan membaca memaknai apa yang ada di dalam teks.
Kegiatan membaca bukan hanya proses milihat dan menyerap lambang –
lambang visual melainkan juga merupakan sintesis antara faktor visual dan nonvisual.
Smith (1986) menyatakan bahwa tingkat pemahaman bacaan mengandung arti proses
menggeneralisasikan antara lambang – lambang tertulis dengan latar belakang
pengetahuannya.
Kemampuan membaca pemahaman berhubungan dengan proses berpikir.
Dalam hal ini, seorang tokoh psikologi yang terkenal, yaitu Piaget menyatakan bahwa
perkembangan berpikir manusia itu bertahap – tahap dan semakin kompleks pada
tahap yang lebih lanjut. Pada setiap tahap ditandai oleh terbentuknya struktur konsep
atau intelektual tertentu yang disebut skema. Skema menjadi mediator antara
seseorang dengan lingkungannya. Berdasarkan berbagai pengertian di atas terhadap
perkembangan kegiatan membaca, muncul definisi baru terhadap proses membaca.
Proses membaca dihubungkan dengan strategi memahami teks dan pemahaman teks
(Arsha, 2002:1). Strategi maksudnya adalah persiapan – persiapan yang diatur secara
tersusun oleh pembaca dalam usaha memberikan makna terhadap teks yang
dibacanya. Pemahaman teks berhubungan dengan proses pembentukan makna.
45
Dari beberapa teori dan uraian diatas dapat dipahami bahwa arti pemahaman
adalah kemampuan atau keterampilan menangkap pengetahuan dari informsai yang
disajikan dalam bentuk tertulis. Kegiatan membaca pemahaman pun berarti
keterampilan dalam memperoleh arti dari teks yang dibaca.
Selanjutnya dapat kita katakan bahwa membaca pemahaman merupakan suatu
proses berpikir yang melalui membaca siswa menyadari dan mengerti gagasangagasan
yang
sesuai
dengan
latar
belakang
pengalaman
mereka
dan
menginterpretasikannya sesuai dengan kebutuhan dan tujuan mereka membaca teks
dalam hal ini Kennedy (1981: 192) mengemukakan bahwa membaca pemahaman
dapat didefinisikan sebagai suatu proses berpikir dengan cara para pembaca
menyeleksi fakta, informasi atau gagasan dari barang cetakan. Oleh karena itu, dalam
membaca pemahaman harus ada proses berpikir dalam rangka menginterpretasikan
informasi dan hasil interpretasi itu harus tepat dan sesuai dengan makna kata dalam
bacaan.
Kegiatan membaca pemahaman dilandasi oleh aspek psikologis pemahaman
yang terdiri dari (a) kapasitas tulisan, (b) pengalaman pendidikan, (c) kemampuan
untuk berkonsentrasi dan (d) tujuan yang ingin diharapkan oleh pembaca (Kennedy,
1981:193). Kapasitas lisan, yaitu kemampuan bawaan untuk mempelajari bahasa
simbolik dan kemampuan untuk mengetahui konsep-konsep abstrak. Pengalaman
pendidikan, yaitu keseluruhan gagasan, pengertian, dan pengetahuan praktis yang
didapatkan melalui kontak pribadi dengan lingkungan. Kemampuan untuk
46
berkonsentrasi sangat diperlukan sebagai landasan psikologis; karena jika pikiran
pembaca tidak diarahkan pada masalah pengetahuan tertentu, maka gagasan-gagasan
dan informasi yang berhubungan dengan pemecahannya tidak dapat dikumpulkan ,
dikuasai, dan dianilisis. Tujuan adalah landasan psikologis keempat yang diperlukan
untuk memperoleh pemahaman, karena pemahaman jarang diperoleh secara
kebetulan, akan tetapi dilakukan dengan sengaja dan direncanakan.
2. Prinsip-prinsip Kemampuan Membaca Pemahaman
Roger Farr (Prana, 1997:3) memandang bahwa kegiatan membaca sebagai
jantungnya pendidikan. Lebih jelas lagi, membaca itu bisa diumpamakan sebagai urat
nadinya pendidikan. Hal ini berarti bahwa tidak ada kegiatan pendidikan tanpa
kegiatan membaca. Coba kita bayangkan, suatu lembaga tidak ada kegiatan membaca
sama sekali, apa yang akan terjadi? Dari pendapat ahli tersebut di atas, dapat
diperoleh gambaran bahwa betapa pentingnya kegiatan membaca dalam suatu
lembaga pendidikan. Karena membaca merupakan salah satu indikator penting yang
turut menentukan kualitas lembaga pendidikan itu. Jika output kita ingin baik dan
berkualitas, mari kita perbaiki peringkat membaca anak didik kita khususnya
pemahaman membaca. Kemampuan pemahaman membaca sebenarnya dapat kita
tingkatkan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan pembiasaan dan latihan. Agar
membaca dapat tumbuh subur dalam diri anak itu, maka yang harus dilakukan adalah
memotivasi dan memberikan contoh yang bijaksana. Cara sekolah membangkitkan
47
motivasi membaca, salah satunya dengan mengadakan lomba sinopsis yang diikuti
oleh semua siswa dan guru, sehingga warga sekolah betul-betul terlibat dalam
suasana membaca dan bersaing memperoleh reward dari sekolah. Tetapi ingat, bukan
reward yang menjadi tujuan utama tetapi menciptakan iklim membaca. Selain
sinopsis dapat pula bercerita, yaitu menceritakan kembali isi bacaan dari salah satu
wacana yang telah dibaca. Dari pelajaran ini siswa memperoleh pelajaran ganda,
yaitu membaca dan menulis bahkan bercerita.
Beberapa
penelitian
memperlihatkan
bahwa
banyak
faktor
yang
mempengaruhi keberhasilan membaca. Menurut McLaughlin & Allen (2002),
prinsip-prinsip membaca yang didasarkan pada penelitian yang paling mempengaruhi
pemahaman membaca ialah seperti yang dikemukakan berikut ini.
a. Pemahaman merupakan proses konstruktivis sosial.
b. Keseimbangan kemahiraksaraan adalah kerangka kerja kurikulum yang
membantu perkembangan pemahaman.
c. Guru membaca yang profesional (unggul) mempengaruhi belajar siswa.
d. Pembaca yang baik memegang peranan yang strategis dan berperan aktif
dalam proses membaca.
e. Membaca hendaknya terjadi dalam konteks yang bermakna.
f. Siswa menemukan manfaat membaca yang berasal dari berbagai teks pada
berbagai tingkat kelas.
48
g. Perkembangan kosakata dan pembelajaran memengaruhi pemahaman
membaca.
h. Pengikutsertaan adalah suatu faktor kunci pada proses pemahaman.
i. Strategi dan keterampilan membaca bisa diajarkan.
j. Asesmen
yang
dinamis
menginformasikan
pembelajaran
membaca
pemahaman.
a. Pemahaman Merupakan Proses Konstruktivis Sosial
Teori konstruktivis memandang pemahaman dan penyusunan bahasa sebagai
suatu proses membangun. Menurut Cox (1999) anak-anak terus menerus membangun
makna baru pada dasar pengetahuan sebelumnya yang mereka miliki untuk proses
komunikasi. Sebagai metafor untuk belajar bahasa, maksud konstruktivisme ialah
pemakai bahasa adalah pembangun makna, apa yang mereka bangun dan
pengetahuan sebelumnya adalah bahan untuk membangun makna (Spivey dalam Cox,
1999)
Sedangkan Andersen (dalam McLaughlin & Allen, 2002) mengemukakan
bahwa kaum konstruktivis yakin bahwa siswa membangun pengetahuan dengan
menghubungkan pengetahuan dengan pengetahuan yang telah diketahuinya. Dalam
membaca, konsep ini direfleksikan pada perkembangan belajar yang meyakini bahwa
belajar terjadi apabila informasi baru diintegrasikan dengan apa yang diketahui.
Seorang siswa yang mempunyai lebih banyak pengalaman dalam suatu topik tertentu,
49
lebih mudah membuat hubungan antara apa yang diketahuinya dengan apa yang akan
dipelajarinya.
Selain itu, McLaughlin & Allen (2002) menjelaskan konstruktivisme
dimanifestasikan dalam kelas yang dicirikan oleh siswa, yang bisa membangkitkan
gagasan-gagasan, pemilihan sendiri, kreativitas, interaksi, berpikir kritis, dan
konstruksi makna pribadi. Dalam konteks ini tugas kemahiraksaraan autentik
mengasimilasikannya dengan pengalaman dunia nyata, menyediakan suatu tujuan
belajar dan mendorong siswa agar belajar merupakan miliknya.
Menurut Cox (1999) konstruktivisme mengaplikasikan belajar bahasa dalam
empat cara berkut ini.
1) Pembaca membangun makna dengan aktif ketika mereka membaca daripada
hanya menerima pesan secara pasif.
2) Teks tidak mengatakan semuanya; pembacalah yang mengambil informasi
dari teks.
3) Satu teks tunggal bisa mempunyai makna yang banyak karena adanya
perbedaan antara pembaca dan konteks.
4) Membaca dan menulis merupakan proses konstruktif.
50
Lebih lanjut konstruktivisme juga mengaplikasikan pengajaran bahasa. Guru bisa
membantu siswa belajar empat keterampilan berikut.
1) Membuat gabungan antara apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka
pelajari.
2) Menggunakan strategi untuk membaca (misalnya membuat prediksi) dan
menulis (misalnya, menggambarkan pengalaman sebelumnya).
3) Berpikir tentang proses membaca dan menulis mereka sendiri.
4) Mendiskusikan tenggapan-tanggapan mereka tentang teks yang mereka baca
dan tulis.
b. Keseimbangan Kemahiraksaraan Merupakan Kerangka Kerja yang Membantu
Perkembangan Pemahaman
Keseimbangan kemahiraksaraan merupakan kerangka kerja kurikulum yang
memberikan kedudukan yang sama antara membaca dan menulis serta mengenal
pentingnya dimensi kognitif dan afektif kemahiraksaraan. Kemahiraksaraan makna
membuatnya terlibat dalam proses membaca dan menulis secara penuh, walaupun
mengenal pentingnya strategi dan keterampilan yang digunakan oleh pembaca dan
penulis yang ahli (Carlos & Schen dalam McLaughlin dan Allen, 2002).
Pearson (2001) menyarankan bahwa model pembelajaran pemahaman yang
didukung oleh penelitian terakhir sebenarnya lebih dari keseimbangan antara
51
kesempatan belajar, menghubungkannya, dan mengintegrasikannya. Keseimbangan
kemahiraksaraan memilih dimensi kognitif sosial dan afektif serta mempromosikan
urutan berpikir, interaksi tanggapan pribadi, dan pemahaman yang lebih tinggi.
Meletakkan belajar mengajar dalam kerangka kerja kurikulum berarti menciptakan
sesuatu lingkungan yang optimal untuk pelaksanaan belajar.
c. Guru Membaca yang Unggul Memengaruhi Belajar Siswa
Guru yang unggul sadar apa yang dikerjakan dengan baik dan apa yang
dibutuhkan siswa untuk berhasil. Guru yang unggul mengetahui pentingnya setiap
siswa memiliki pegalaman kemahiraksaraan. Guru yang ahli ialah guru yang
membuat perbedaan pada keberhasilan siswa.
Peranan guru dalam proses membaca, antara lain menciptakan pengalaman
yang memperkenalkan, memelihara, atau memperluas kemampuan siswa untuk
memahami teks. Hal ini mempersyaratkan guru melaksanakan pembelajaran dengan
langsung,
memodelkan,
membantu
meningkatkan,
memfasilitasi,
dan
mengikutsertakan dalam pembelajaran (Ann & Raphael dalam McLaughlin & Allen,
2002).
Guru yang unggul yakin bahwa semua anak bisa belajar. Mereka mendasarkan
pengajarannya pada kebutuhan siswa secara pribadi. Guru tersebut tau bahwa
motivasi merupakan unsur penting dari belajar mengajar. Guru yang profesional juga
memahami bahwa membaca adalah proses sosial konstruktivis yang paling berfungsi
52
dalam situasi nyata. Mereka mengajar dengan cara kaya dengan bahan cetakan, serta
lingkungan yang kaya dengan konsep.
Guru-guru seperti itu mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang
berbagai aspek kemahiraksaraan, memcakup membaca dan menulis. Mereka
mengajar untuk berbagai tujuan, menggunakan metode yang berbeda-beda, bahan
pelajaran dan pengelompokan pola-pola untuk memfokuskan pada kebutuhan
individu, minat dan gaya belajar. Mereka juga mengetahui strategi yang digunakan
pembaca yang baik dan mereka mampu mengajar siswa bagaimana menggunakan
strategi-strategi tersebut.
d.
Pembaca yang Baik Memegang Peranan yang Strategis dan Berperan Aktif
dalam Proses Membaca
Dalam paradigma baru, kurikulum menekankan hubungan yang kuat antara
kemahiraksaraan dan isi. Siswa belajar pentingnya membaca, menulis, dan berpikir
kritis untuk keefektifan belajar mandiri. Mereka belajar bagaimana menggunakan
kemahiraksaraan sebagai salah satu alat menemukan dan menguasai isi bacaan.
Strategi yang berdasarkan kemahiraksaraan mendukung kurikulum baru dengan
menekankan proses belajar, berpikir kritis, dan memonitor diri sendiri (Cox, 1999).
Melalui suatu proses menilai diri sendiri dan perbaikan yang terus-menerus,
siswa harus belajar mengontrol belajar mereka sendiri. Karena penekanan pada
proaktif dan bertanggung jawab, kemahiraksaraan mata pelajaran menjadi alat yang
53
bermakna bagi siswa. Siswa yang mempunyai sikap positif terhadap belajar mereka
sendiri dengan sendirinya juga menjadi pembaca yang baik.
Sedangkan menurut McLaughlin & Allen (2002), banyak peneliti yang
meneliti tentang pembaca yang baik. Menurutnya, pembaca yang baik ialah pembaca
yang berpartisipasi aktif dalam proses membaca. Mereka mempunyai tujuan yang
jelas serta memonitor tujuan membaca mereka dari teks yang mereka baca. Pembaca
yang baik menggunakan strategi pemahaman untuk mempermudah membangun
makna. Strategi ini mencakup tujuan, membuat pertanyaan sendiri, membuat
hubungan, memvisualisasikan, mengetahui bagaimana kata-kata membentuk makna,
memonitor,
meringkas,
dan
mengevaluasi.
Peneliti
yakin
bahwa
dengan
menggunakan strategi tersebut siswa menjadi pembaca yang metakognitif (Keene &
Zimmerman, 1997); (Palincsar & Brown, 1984; Roehler & Duffy, 1984, dalam
McLaughlin & Allen, 2002).
Sedangkan menurut Anderson (dalam Burn, dkk.1996) pembaca yang baik
bisa mengintegrasikan informasi dengan terampil dalam teks dengan pengetahuan
sebelumnya tentang topik. Sebaliknya, pembaca yang tidak baik mungkin terlampau
menekankan simbol-simbol dalam teks atau terlampau yakin pada pengetahuan
sebelumnya tentang topik. Pembaca yang tidak baik, dengan fokus utamanya pada
teks mungkin menghasilkan kata-kata yang bertele-tele yang secara grafis sama
dengan yang ada dalam teks. Ini terjadi karena pembaca tidak berusaha
menghubungkan apa yang mereka baca dengan pengalaman mereka. Pembaca yang
54
tidak baik yang sangat tergantung pada pengalaman sebelumnya mungkin gagal
menggunakan petunjuk yang memadai yang terdapat dalam teks untuk sampai pada
pesan yang dimaksudkan.
e.
Membaca Hendaknya Terjadi dalam Konteks yang Bermakna
Siswa perlu setiap hari mengakrabi teks dalam berbagai tingkat kesukaran.
Ketika tingkat teks yang sedang digunakan maka guru membantu siswa
meningkatkan pengalaman belajar dan siswa menerima berbagai tingkat dukungan,
tergantung pada tujuan dan setting pengajaran. Sebagai contoh, apabila teks tersebut
merupakan tantangan, guru bisa menggunakan membaca nyaring untuk memberikan
dukungan yang penuh pada siswa. Apabila teks itu tepat untuk pembelajaran, siswa
mempunyai dukungan seperti yang diperlukan, dengan dorongan guru atau tanggapan
apabila dipersyaratkan. Terakhir, apabila teks tepat untuk membaca mandiri,
dibutuhkan sedikit atau tanpa dukungan (McLaughlin and Allan, 2002).
Sedangkan Gambrell (2001) yang dikutip oleh McLaughlin and Allan, (2002)
mengemukakan bahwa transaksi berbagai aliran secara luas mencakup biografi, fiksi
sejarah, legenda, puisi, dan brosur meningkatkan pemahaman membaca siswa.
55
f.
Siswa Menemukan Manfaat dari Bertransaksi dengan Berbagai Teks pada
Berbagai Tingkat
Siswa perlu membaca setiap hari teks dari tingkat yang berbeda. Apabila
tingkat teks akan digunakan, guru hendaknya memberikan bantuan untuk
meningatkan dan memprluas pengalaman belajar siswa, seterusnya siswa menerima
berbagai tingkat dukungan tergantung pada tujuan dan setting pengajaran.
Bertransaksi dengan berbagai jenis materi bacaan akan meningkatkan
pemahaman siswa. Pengalaman membaca berbagai jenis materi bacaan memberikan
siswa pengetahuan sejumlah struktur teks dan meningkatkan proses memahami sutu
teks. Gambell (dalam McLaughlin and Allan, 2002) mengemukakan bahwa dengan
bertransaksi dengan berbagai jenis teks-mencakup biografi fiksi sejarah, legenda,
puisi, dan brosur-meningkatkan kinerja membaca siswa.
g.
Perkembangan Kosakata dan Pengajaran Mempengaruhi Pemahaman Membaca
Teori
konstruktivis
sosial
memainkan
peranan
yang
penting
pada
perkembangan kosakata. Menurut Burns, Roe, dan Ross (1996) sukar menentukan
usia yang tepat untuk belajar makna yang tepat dari kata. Awal pada proses
perkembangan bahasa, mereka belajar membedakan antara antonim, sinonim, makna
ganda, definisi abstrak, dan seterusnya. Selain itu, Snow, Griffin dan Burns (dalam
McLaughlin and Allan, 2002) mengamati “belajar konsep-konsep baru dan kata-kata
yang menyandikanya merupakan perkembangan pemahaman yang penting.”
56
Dalam tinjauanya pada penelitian yang sudah ada Blachowies dan Fisher
(dalam McLaughlin and Allan, 2002) mengidentifikasikan empat petunjuk (guide
lines) untuk pengajaran kosakata. Mereka mengemukakan bahwa (1) siswa
hendaknya diperkenalkan secara aktif dalam memahami kata-kata dan dihubungkan
dengan strategi-strategi, (2) belajar kosakata hendaknya sesuai dengan selera
(keinginan) siswa, (3) diajarkan mengakrabi kata-kata, dan (4) mengembangkan kosa
katanya melalui wacana-wacana yang diulang penggunaanya dari berbagai sumber
informasi.
Sedangkan menurut Bauman dan Kameenui (dalam McLaughlin and Allan,
2002) menyarankan bahwa pegajaran kosakata secara langsung dan belajar dari
konteks
sebaiknya seimbang. Pengajaran
sebaiknya
bermakna bagi siswa,
mencakup kata-kata dari bacaan siswa dan memfokuskan pada berbagai strategi
untuk menentukan mana kata-kata yang tidak dikenal siswa.
h.
Pengikutsertaan Merupakan Faktor Kunci dalam Proses Pemahaman
Keterlibatan pembaca bertransaksi dengan cetakan membangun pemahaman
berdasarkan pada hubungan antara pengetahuan sebelumnya dengan informasi baru.
Tierry (dalam MC Laughlin & Allen, 2002) menggambarkan proses berpikir
dan menyarankan menjadi bagian dari cerita dalam pikiran mereka. Guru bisa
mempertahankan.
57
Dan mengembangkanya dengan mendorong siswa membaca untuk tujuan
yang jelas dan nyata dan merespons dengan cara-cara yang bermakna, selalu
memutuskan pada pemahaman, hubungan pribadi, dan tanggapan pembaca. Baker
dan Wigfield (dalam Mc laguhlin & Allen, 2002) menjelaskan bahwa keterlibatan
membaca termotivasi untuk membaca dengan berbagai tujuan, memanfaatkan
pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya untuk membangkitkan
pemahaman baru serta berpartisipasi dalam interaksi sosial yang bermakna tentang
bahan bacaan.
i.
Strategi dan Keterampilan Pemahaman bisa Diajarkan
Penelitian terakhir mendemontrasikan bahwa ketika siswa mengalami strategi
pengajaran pemahaman langsung, strategi tersebut meningkatkan pemahaman teks
tentang topik baru. Pertanyaan-pertanyaan pemahaman sering timbul pada tingkat
pemahaman literal, ditegaskan dan kemudian dikoreksi, pemahaman dinilai, tetapi
tidak diajarkan (Hubert dkk, 1998). Menurut Mc laguhlin & Allen, (2002) strategi
pemahaman mencakup sebagai berikut.
1) peninjauan-mengaktifkan latar belakang pengetahuan memprediksi dan
menyusun tujuan;
2) membuat pertanyaan sendiri-membuat pertanyaan untuk memandu membaca;
3) membuat hubungan, menghubungkan membaca dengan dirinya sendiri, teks,
dan lain-lain;
58
4) memvisualisasikan-menciptakan gambaran secara mental sambil membaca;
5) mengetahui bagaimana kata-kata menjadi kalimat bermakna, memahami katakata melalui perkembangan kosakata yang strategis, mencakup penggunaan
sintaksis, yang memeri petunjuk makna kata untuk menemukan kata-kata
yang tidak dikenal;
6) memonitor-menanyakan “bisakah ini dipahami?”, serta memperjelas dengan
mengadaptasi proses strategis untuk mengakomodasi tanggapan;
7) meringkas-menyintesiskan gagasan-gagasan yang penting;
8) mengevaluasi-membuat pertimbangan-pertimbangan.
Mengaitkan keterampilan dan strategi-strategi bisa mempermudah siswa
memahami strategi pemahaman yang umumnya lebih kompleks dari keterampilan
pemahaman.
j.
Asesmen Dinamis Menginformasikan Pengajaran Pemahaman
Assesmen merupakan koleksi data, seperti nilai tes dan catatan-catatan
informal untuk mengukur hasil belajar siswa, sedangkan evaluasi adalah interpretasi
dan analisis dari data. Menilai kemajuan siswa penting karena memungkinkan guru
menemukan kelebihan dan kekurangan, merencanakan pengajaran dengan tepat,
mengomunikasikan kemajuan siswa kepada orang tua, dan untuk mengevaluasi
keefektifan strategi mengajar.
59
Terkait dengan pernyataan diatas, menurut Mc laguhlin & Allen, (2002)
assesmen dinamis yang biasanya informal alamiah, bisa digunakan dalam berbagai
setting pengajaran. Assesmen ini mencakup membantu meningkatkan pengalaman
belajar siswa yang mempunyai berbagai tingkat dukungan guru. Menilai dalam
konteks ini menangkap kemampuan siswa yang muncul dan menyediakan pandangan
yang mungkin tidak sedikit dikumpulkan pada portofolio karena menyediakan
pandangan terhadap pertumbuhan secara terus menerus.
3.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kemampuan Membaca Pemahaman
Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca baik membaca
permulaan maupun membaca lanjut (membaca pemahaman). Faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan membaca menurut Lemb dan Arnold (1976) ialah faktor
fisiologis, intelektual, lingkungan, dan psikologis.
a. Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis
dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak menguntungkan
bagi anak untuk belajar, khususnya belajar membaca. Para ahli mengemukakan
bahwa keterbatanan neurologis (misalnya berbagai cacat otak) dan kekurang
matangan secara fisik merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan
anak gagal dalam meningkatkan kemampuan membaca pemahaman mereka.
Guru hendaknya cepat menemukan tanda-tanda yang disebutkan diatas.
60
Gangguan pada alat bicara, alat pendengaran, dan alat penglihatan bsa
memperlambat kemajuan belajar membaca anak. Analisis bunyi, misalnya,
mungkin sukar bagi anak yang mempunyai masalah pada alat bicara dan alat
pendengaran. Guru harus waspada terhadap beberapa kebiasaan anak seperti,
anak sering menggosok-gosok matanya, dan mengerjap-ngerjapkan matanya
ketika membaca. Jika menemukan siswa seperti diatas, guru harus menyarankan
kepada orang tuanya untuk membawa si anak ke dokter spesialis mata. Dengan
kata lain, guru harus sensitif terhadap gangguan yang dialami oleh seorang anak,
makin cepat guru mengetahuinya, makin cepat pula masalah anak diselesaikan.
Sebaiknya, anak-anak diperiksa matanya terlebih dahulu sebelum ia mulai
membaca (Lam dan Arnold, 1976).
Walaupun tidak mempunyai gangguan pada alat penglihatannya,
beberapa anak mengalami kesukaran belajar membaca. Hal itu dapat terjadi
karena belum berkembangnya kemampuan mereka dalam membedakan simbolsimbol cetakan, seperti huruf-huruf, angka-angka, dan kata-kata, misalnya anak
belum bisa membedakan b, p, dan d. Perbedaan pendengaran (auditory
discrimination) adalah kemampuan mendengarkan kemiripan dan perbedaan
bunyi bahasa sebagai faktor penting dalam menentukan kesiapan membaca anak
(Lamb dan Arnold, 1976).
61
b. Faktor Intelektual
Istilah inteligensi didefinisikan oleh Heinz sebagai suatu kegiatan berpikir
yang terdiri dari pemahaman yang esensial tentang situasi yang diberikan dan
meresponya secara tepat (Page dkk., 1980). Hal ini senada dengan apa yang
diungkapkan Wechster (dalam harris dan Sipay, 1980) mengemukakan bahwa
inteligensi ialah kemampuan global individu untuk bertindak sesuai dengan
tujuan, berpikir rasional, dan berbuat secara efektif terhadap lingkungan.
Penelitian Ehansky (1963) DAN Muehl dan Forrell (1973) yang dikutip
oleh Harris dan Sipay (1980) menunjukan bahwa secara umum ada hubungan
positif (tetapi rendah) antara kecerdasan yang diindikasikan oleh IQ dengan ratarata peningkatan remedial membaca. Pendapat ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Rubin (1993) bahwa banyak hasil penelitian memperlihatkan
tidak semua siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi menjadi
pembaca yang baik.
Secara umum, inteligensi anak tidak sepenuhnya memengaruhi berhasil
atau tidaknya anak dalam membaca pemahaman. Faktor metode mengajar guru,
prosedur, dan kemampuan guru juga turut mempengaruhi kemampuan membaca
pemahaman anak (Farida, 2007)
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca
siswa. Faktor lingkungan itu mencakup (1) latar belakang dan pengalaman siswa
di rumah, dan (2) sosial ekonomi keluarga siswa.
62
d. Faktor Psikologis
Faktor lain yang juga mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca
anak adalah faktor psikologis. Faktor ini mencakup (1) motivasi. (2) minat, dan
(3) kematangan sosial, emosi, dan penyesuaian diri.
4. Tingkat Kemampuan Membaca Pemahaman
Menurut Broughton (dalam Tarigan, 1987:11-12) tingkat kemampuan
membaca pemahaman terdiri atas dua jenis, yaitu kemampuan yang bersifat mekanik
dan kemampuan membaca yang bersifat pemahaman. Kemampuan membaca yang
bersifat mekanik merupakan keterampilan membaca tingkat rendah. Indikator yang
dapat digunakan untuk menentukan apakah seseorang pembaca berada pada tingkat
mekanik ini adalah berikut di bawah ini.
Pengetahuan pembaca baru hanya sekedar mengenal bentuk-bentuk huruf,
angka dan tanda-tanda yang lain.
1. Pembaca
baru
hanya
mengenal
bentuk-bentuk
linguistik,
misalnya:
fonem/grafem, kata, frase, klausa dan kalimat.
2. Pembaca baru hanya mengenal hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi,
atau hanya sekedar mampu menyerupakan apa yang ditulis.
3. Biasanya kecepatan membaca masih lambat.
Menurut Herbert H. Clark & Eva V. Clark (1977:43) membaca pemahaman
merupakan suatu proses pembentukan interpretasi atau pengertian. Pemahaman lahir
63
setelah pembaca mengerti apa yang dibacanya. Pengertian ini merupakan jawaban
atas pertanyaan yang diajukan pada bacaan. Sejalan dengan pendapat di atas, Smith
(1982:62) mengemukakan bahwa pemahaman berarti jawaban-jawaban yang
diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terhadap suatu bacaan.
Dari kedua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemahaman
merupakan suatu kegiatan membaca untuk memperoleh pengertian yang mendalam
dari informasi yang disampaikan penulis. Pengertian yang baik ini akan memudahkan
pembaca untuk menginterpretasikan dan menilai permasalahan yang terdapat dalam
bacaan, sehingga apabila diajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pembaca tersebut
dengan mudah akan mudah dijawabnya. Lebih dari itu, pemahaman terhadap suatu
bacaan dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang positif dari pembaca, baik
perubahan dalam bentuk pengetahuan, sikap maupun perubahan dalam bentuk
keterampilan.
Menurut Barret (dalam Dupuis, 1982:25-27), pada dasarnya tingkat
pemahaman seseorang terhadap bacaan dapat diklasifikasikan atas beberapa tingkat,
yaitu:
1. kemampuan mengingat atau memahami kata-kata secara harfiah;
2. kemampuan membentuk pengertian (apresiasi) berdasarkan pemahaman di
atas;
3. kemampuan menarik kesimpulan; dan
4. kemampuan mengadakan evaluasi
64
Berdasarkan pendapat Barret tersebut, terlihat bahwa kegiatan membaca
pemahaman sangat perlu dilakukan untuk mengungkapkan makna dari seluruh
bacaan. Melalui kegiatan membaca pemahaman maka dengan mudah kita dapat
memperoleh gagasan dan pesan yang terdapat dalam bacaan, sehingga dengan mudah
pula membaca mampu menghubung-menghubungkan gagasan yang satu dengan
gagasan yang lain.
Dari berbagai macam penjelasan diatas, maka penulis dapat jelaskan bahwa
penilaian kemampuan membaca pemahaman meliputi lima tingkatan, yaitu: persepsi
awal yang terdiri dari (a) pemahaman terhadap kosakata, (b) pengenalan struktur
bacaan, (c) memahami dan mengikuti petunjuk yang terdapat dalam bacaan;
1. Pemahaman atau interpretasi terhadap bacaan yang terdiri dari (a) merasakan
atau mengetahui tujuan yang hendak dicapai penulis, (b) menemukan
hubungan sebab akibat yang terdapat dalam bacaan; (c) mengetahui suasana
dan perasaan menulis, (d) menganalisis karakter dan motif yang terdapat
dalam bacaan, (e) mencatat kriteria-kriteria dan hubungan-hubungan yang
terdapat dalam bacaan, (f) membuat kesimpulan bacaan, dan (g) mampu dan
mau berspekulasi dengan peristiwa dan kenyataan;
2. mengadakan evaluasi, yaitu mengukur seberapa jauh pembaca dapat menilai
baik tidaknya bacaan yang dibacanya;
3. memberikan reaksi terhadap apa yang dibacanya. Reaksi ini dapat bersifat
emosional intelektual (penuh pertimbangan baik buruk);
65
4. mengadakan integrasi bacaan dengan latar belakang pembaca
Berhasil tidaknya seseorang dalam melakukan kegiatan membaca pemahaman
dapat dilakukan dari berbagai hal, yaitu berdasarkan kemampuan mengungkap
kembali apa yang telah dibacanya, kemampuan memberikan penilaian terhadap
permasalahan yang dikemukakan penulis, kemampuan menerapkan petunjukpetunjuk yang terdapat dalam bacaan, kemampuan menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang berkaitan dengan gagasan utama dan gagasan pendukung yang dikemukakan
oleh penulis.
Sedangkan untuk mengukur kemampuan membaca pemahaman dapat
dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan
sudut pandang penulis dan kesimpulan bacaan. Berdasarkan pendapat di atas, maka
dalam penelitian ini tingkat membaca pemahaman responden diukur dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan:
1. pemahaman terhadap gagasan utama;
2. pemahaman terhadap gagasan pendukung;
3. gagasan terhadap sudut pandang penulis; dan
4. pemahaman terhadap kesimpulan bacaan
66
5. Pengukuran Pemahaman Membaca
Mengukur pemahaman bacaan siswa tidak terlepas dari kecepatan atau waktu
membacanya. Setiap pengukuran yang berkaitan dengan kemampuan membaca ini
tentu mencakup kecepatan dan pemahaman isi bacaan. Tampubolon (1987:7)
mengemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan kemampuan membaca adalah
kecepatan membaca dan pemahaman isi secara keseluruhan. Jadi, antara kecepatan
dan pemahaman terhadap bacaan keduanya seiring. Ditambahkan oleh Tampubolon,
cara mengukur kemampuan membaca adalah jumlah kata yang dapat dibaca per
menit dikalikan dengan persentase pemahaman is bacaan. Pemahaman bacaan dapat
diukur melalui pertanyaan yang menanyakan tentang apa yang dimaksud pengarang,
apa yang akan dikatakan pengarang, dan hal-hal apa saja yang tersurat dalam bacaan
tersebut.
Anderson (1981:106-107) mengemukakan bahwa kemampuan pemahaman
bacaan dapat diukur melalui pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1) Tingkat pemahaman literal
a) Perbuatan apa pada cerita tersebut ?
b) Siapa yang menjadi karakter-karakter utama ?
c) Dimanakah hal itu berlangsung ?
2) Tingkat interpretasi
a) Apa yang pengarang coba katakan ?
67
b) Apa tema pokoknya?
c) Bagaimana fakta ini cocok dengan apa yang telah diketahui?
3) Tingkat ketiga
a) Simbol-simbol apa yang disampaikan?
b) Apakah saya dapat menyimpulkan dari apa yang dikatakan?
c) Evidensi-evidensi apa untuk generalisasi-generalisasi berikut?
Jadi, Anderson mengungkapkan bahwa pemahaman bacaan dapat diukur
dalam tiga tingkatan, yaitu (1) tingkat pemahaman literal, (2) tingkat interpretasi, dan
(3) tingkat pemahaman di luar wacana. Tingkat literal menanyakan hal-hal yang
tersurat dalam bacaan, tingkat interpretasi menanyakan tentang apa yang dimaksud
mengarang, dan tingkat pemahaman ketiga menanyakan hal-hal yang ada di luar
wacana.
Menurut Harris (1977:59) tes kemampuan pemahaman bacaan mencakup:
1) Bahasa dan lambang tulisannya
a) Kemampuan memahami kata-kata yang terpakai dalam tulisan- tulisan biasa
dan kemampuan memahami istilah-istilah tertulis yang jarang terpakai dalam
tulisan biasa atau kata-kata biasa yang terpakai dalam arti khusus
sebagaimana terdapat dalam bahan bacaan.
68
b) Kemampuan
memahami
pola-pola
kalimat
dan
bentuk-bentuk
kata
sebagaimana terpakai dalam, bahasa tulisan, dan kemampuan mengikuti
bagian-bagian yang kian lama kian panjang dan sulit yang dijumpai dalam
tulisan-tulisan resmi.
c) Kemampuan menafsirkan dengan lambang-lambang atau tanda-tanda yang
terpakai dalam tulisan yaitu tanda-tanda baca, pemakaian huruf besar,
penulisan paragraf, pemakaian cetak miring, cetak tebal, dan sebagainya yang
digunakan untuk memperkuat dan memperjelas pengertian yang terpakai
dalam bacaan.
2) Gagasan
a) Kemampuan mengenal maksud yang ingin disampaikan pengarang dan
gagasan pokok yang dikemukakan dalam karangan itu.
b) Kemampuan memahami gagasan-gagasan yang mendukung pokok yang
dikemukakan pengarang.
c) Kemampuan menarik kesimpulan yang betul dan kecerdasan yang tepat
tentang apa yang dikemukakan pengarang dalam bacaan itu.
69
3) Nada dan Gaya
a) Kemampuan
mengenal
sikap
pengarang
terhadap
masalah
yang
dikemukakannya dan sikap pengarang terhadap pembaca. Kemampuan
memahami nada tulisan yang dikemukakan pengarang.
b) Kemampuan mengenal teknik dan gaya penulisan yang digunakan pengarang
untuk menyampaikan gagasannya dalam bacaan itu.
Secara garis besar, sebenarnya aspek yang dinilai dalam pemahaman bacaan
terdiri atas tiga bagian, yaitu (1) pemahaman bahasa dan lambang tulisannya, (2) gaya
yang terdapat dalam bacaan, dan (3) nada dan teknik yang digunakan pengarang.
Dengan memahami ketiga aspek itu, berarti pembaca memahami keseluruhan isi
bacaan.
Farr (1969:53) mengemukakan bahwa untuk mengukur pemahaman bacaan di
antaranya haruslah berisi pertanyaan tentang pandangan atau maksud pengarang dan
pertanyaan tentang kesimpulan bacaan. Secara terinci Farr membagi pertanyaan itu
menjadi sembilan, yaitu :
1) Pengetahuan tentang makna kata;
2) Kemampuan memilih makna yang dimiliki kata atau frasa dalam latar
kontekstual khusus;
70
3) Kemampuan untuk memilih atau memahami susunan dari bacaan dan
identitas sebelumnya dan kesimpulan-kesimpulan di dalamnya;
4) Kemampuan menyeleksi gagasan pokok melalui bacaan;
5) Kemampuan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dijawab khusus dalam
suatu bacaan;
6) Kemampuan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dijawab dalam bacaan,
tetapi tidak pada setiap kata-kata yang mana pertanyaan dijawab;
7) Kemampuan menyimpulkan dari bacaan tentang isinya;
8) Kemampuan mengingat apa yang ditulis dalam bacaan dan maksud dan suara
hati pengarang, dan
9) Kemampuan menentukan tujuan-tujuan pengarang, maksud pengarang, dan
pandangan pengarang, yaitu membuat kesimpulan-kesimpulan tentang suatu
tulisan.
Jadi, secara garis besar pertanyaan-pertanyaan tes pemahaman bacaan
menurut Farr dibagi menjadi tiga, yaitu (1) kemampuan memahami makna kata
dalam bacaan (2) kemampuan memahami organisasi karangan dalam bacaan dan ideide pokok serta isi bacaan, dan (3) kemampuan menentukan tujuan-tujuan pengarang,
maksud, pandangan, dan kesimpulan tentang bacaan itu.
Menurut Smith (1978:231-234), kegiatan pemahaman bacaan dapat diukur
dari kemampuan siswa memparafrase arti yang diberikan secara jelas dalam wacana,
71
kemampuan mencari jenis organisasi dari bacaan dan ide-ide informasi yang ada
dalam bacaan, dan kemampuan siswa memahami proses berpikir tentang bacaan
tersebut. Secara terinci pertanyaan-pertanyaan yang ingin mengungkap kemampuan
pemahaman bacaan siswa menurut Smith menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1) Pemahaman Literal
a. mengerti kata
b. mengerti kalimat
c. mengerti organisasi rangkaian kata dalam bacaan
d. mengetahui tanda-tanda
e. mengerti informasi dalam bacaan
f. mengikuti aturan-aturan dalam bacaan
g. dapat mendeskripsikan prosedur dan proses kata-kata dalam bacaan.
h. dapat mengingat isi khusus untuk mengungkapkan kembali apa yang telah
dibacanya.
2) Pemahaman Inferensial
a.
mengidentifikasikan gagasan-gagasan pokok
b.
mengidentifikasikan organisasi paragraf
c.
membuat bandingan atau perbedaan
d.
mengingat secara nyata hubungan sebab akibat
e.
memahami hubungan hirarkhi
72
f.
penyeleksian kesimpulan
g.
penyimpulan konsep-konsep
h.
menanggapi pertanyaan dalam teks
i.
membedakan kerelevanan dan ketidakrelevanan informasi
j.
menilai pertanyaan-pertanyaan pendukung
k.
membedakan informasi objektif dan subjektif
l.
menilai keotentikan, kelengkapan, dan kelogisan informasi
m. mengingat elemen-elemen pada gaya dan nada
n.
mencari asal bahasa figuratif dan simbolik
o.
mengingat pandangan pengarang dan tujuannya, dan mendeteksi kebiasaan
pengarang
p.
memprediksi hasil dan pemecahan
q.
membandingkan bahan dari teks lain.
Berdasarkan kajian-kajian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
kemampuan pemahaman bacaan adalah kesanggupan seseorang untuk menangkap
informasi atau ide-ide yang disampaikan oleh penulis melalui bacaan sehingga ia
dapat menginterpretasikan ide-ide yang ditemukan, baik makna yang tersurat
maupun yang tersirat dari teks tersebut. Pemahaman bacaan meliputi pemahaman
literal, pemahaman inferensial, dan pemahaman evaluasi.
Download