Supiyati Edit - Portal Garuda

advertisement
Jurnal Gradien Vol.4 No. 2 Juli 2008 : 349-353
Analisis Peramalan Ketinggian Gelombang Laut Dengan Periode Ulang
Menggunakan Metode Gumbel Fisher Tippet-Tipe 1
Studi Kasus : Perairan Pulau Baai Bengkulu
Supiyati
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu, Indonesia
Diterima 10 Juni 2008; Disetujui 30 Juni 2008
Abstrak - Pengukuran tinggi gelombang sangat jarang dan sulit di dapat, sehingga pada penelitian ini dilakukan peramalan
tinggi gelombang melalui modifikasi data kecepatan angin selama 10 tahun (1997-2006) dengan menggunakan metode
Gumbel Fisher Tippet-Tipe 1 berdasarkan Periode Ulang. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tinggi gelombang,
menentukan prosentase kejadian gelombang pada tiap-tiap arah angin di musim barat, musim timur, musim peralihan 1 dan
musim peralihan 2, serta menentukan perkiraan tinggi gelombang dengan periode ulang di laut dalam dan di laut dangkal.
Hasil penelitian diperoleh pada musim Barat dan Peralihan 1 gelombang dominan terjadi dari arah Barat, pada musim Timur
gelombang dominan terjadi dari arah Selatan sedangkan pada musim Peralihan 2 gelombang dominan terjadi dari tiga arah
yaitu dari arah Selatan, Barat dan Tenggara. Sedangkan ketinggian gelombangnya yang paling sering terjadi selama sepuluh
tahun (1997-2006) adalah untuk laut dalam ketinggian gelombang 1; 3 m dan 99,81% ketinggian gelombang yang terjadi
dipengaruhi oleh tahun ulangan yang memenuhi persamaan logarithmik y=0,6916ln(x)+2,722. Dan untuk laut dangkal
ketinggian gelombang 0,3; < 0,4 m dan 99,79% ketinggian gelombang yang terjadi dipengaruhi oleh tahun ulangan yang
memenuhi persamaan logarithmik y= 0,0505ln(x) + 0,411.
Kata Kunc i : Gelombang, Peramalan, Periode ulang, Musim.
1 . Pendahuluan
Gelombang terjadi akibat adanya gaya-gaya alam yang
bekerja di laut seperti tekanan dan tegangan dari atmosfir
(khususnya melalui angin), gempa bumi, gaya gravitasi
bumi dan benda-benda angkasa (bulan dan matahari),
gaya coriolis (akibat rotasi bumi) dan tegangan permukaan
[6]. Gelombang-gelombang yang terjadi di lautan terutama
disebabkan oleh pengaruh angin. Menurut Sverdrup dan
Munk terjadinya gelombang disebabkan adanya stress dari
angin yang bekerja pada permukaan laut. Jadi, apabila
kekuatan angin besar, maka gelombang yang terjadi juga
besar [4].
Gelombang angin (wind waves) dan gelombang pasang
surut (tides) merupakan gelombang yang paling penting
untuk keperluan teknik sipil dan kelautan. Kedua jenis
gelombang tersebut terjadi setiap saat di laut, sehingga
berbagai bangunan di laut harus diperhitungkan terhadap
kedua gelombang tersebut [10]. Gelombang laut akan
menimbulkan gaya pada bangunan-bangunan pantai
sehingga bangunan pantai harus direncanakan mampu
bertahan terhadap gaya tersebut. Disamping itu gelombang
akan menimbulkan arus yang menyebabkan terjadinya
angkutan sedimen. Angkutan sedimen ini dapat
menimbulkan erosi dan sedimentasi pada daerah pantai.
Oleh karena itu pengetahuan tentang gelombang sangat
diperlukan, sehingga perencanaan bangunan pantai dapat
dilakukan dengan tepat dan perlindungan pantai dapat
dilakukan sesuai dengan iklim gelombang setempat.
Selanjutnya di dalam perencanaan bangunan pantai
diperlukan data gelombang yang mencangkup seluruh
musim, terutama pada musim dimana gelombanggelombang besar terjadi [9]. Gelombang-gelombang kecil,
sedang dan besar yang sering terjadi digunakan untuk
analisis proses pantai, sedangkan gelombang-gelombang
ekstrim (sangat besar) digunakan untuk analisis stabilitas
bangunan-bangunan pantai.
Pada perairan Pulau Baai banyak bangunan-bangunan di
sekitar pantai. Ketinggian gelombang-gelombang besar
merupakan faktor yang mempengaruhi perencanaan
bangunan pantai. Oleh karena itu perlu diketahui
peramalan ketinggian gelombang dengan periode ulang
Supiyati / Jurnal Gradien Vol. 4 No. 2 Juli 2008 : 349-353
350
tertentu yaitu ketinggian gelombang yang diharapkan
disamai atau dilampaui satu kali dalam T tahun. Namun,
untuk menentukan periode ulang tertentu, diperlukan data
gelombang dengan jangkauan waktu pengukuran cukup
panjang (beberapa tahun). Data tersebut dapat berupa data
pengukuran gelombang secara langsung atau data
gelombang hasil peramalan berdasarkan data angin. Pada
umumnya pencatatan tinggi gelombang sangat jarang dan
sulit di dapat. Oleh karena itu dalam penelitian-penelitian
tinggi gelombang biasanya digunakan modifikasi dari data
angin [8]. Dalam meramalkan tinggi gelombang
berdasarkan data angin diperlukan tiga parameter, yaitu
kecepatan angin (u), panjang daerah yang dipengaruhi
angin (daerah Fetch (F)), lamanya angin bertiup (durasi
angin (t)) dan peta daerah kajian. [9].
2. Metode Penelitian
faktor tegangan angin yang selanjutnya dipakai dalam
persamaan peramalan tinggi gelombang. Dalam
perhitungan untuk menentukan faktor tegangan angin
digunakan persamaan U A = 0,71U 1, 23 .
Dalam peramalan ketinggian gelombang laut di laut dalam
dan di laut dangkal pada kedalaman 1,5 m berdasarkan
data angin digunakan persamaan:
 gF 
gH mo
= 1.6 x10 −3  2 
U A2
U A 
1/ 2
dan

 gd 
gHs
= 0,283x tanh0,53 2 
2
UA

UA 
3/ 4
1/ 2


 0,00563 gF 

U2 



A 

 tanh

3/ 4



 gd   

 tanh 0,530 2   
 U A   


a. Pengolahan data
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data
kecepatan angin yang diperoleh dari stasiun klimatologi
Pulau Baai Bengkulu. Data kecepatan angin yang
digunakan yaitu kecepatan angina maksimum harian
selama 10 tahun (1997-2006).
Data kecepatan angin yang diperoleh terlebih dahulu
dianalisa untuk mendapatkan arah angin dominan dan
panjang fetch. Panjang fetch dan kecepatan angin menjadi
masukan dalam penentuan tinggi gelombang. Namun data
kecepatan angin yang diperoleh tidak dapat langsung
digunakan. Data kecepatan angin yang diperoleh dari darat
yang terdekat dengan lokasi peramalan harus
ditransformasikan terlebih dahulu ke data angin di tengah
laut. Hubungan antara angin di atas laut dan angin di atas
daratan terdekat diberikan oleh RL = UW /UL . Beberapa
rumus atau grafik untuk maramalkan gelombang
didasarkan pada kecepatan angin yang diukur pada y = 10
m. Apabila angin tidak diukur pada elevasi 10 m, maka
kecepatan angin harus dikonversi pada elevasi tersebut,
dengan persamaan:
 10 
U (10 ) = U ( y ) 
 y
1/ 7
Kecepatan angin yang telah dimodifikasi dengan durasi
kejadian angin merupakan kecepatan angin efektif, dimana
kecepatan angin efektif ini digunakan untuk perhitungan
Dari ketinggian gelombang hasil peramalan dapat
ditentukan ketinggian gelombang dengan periode ulang
tertentu, dimana pada penelitian ini periode ulang yang
ditinjau adalah periode ulang kelipatan dua tahun dari
periode ulang dua tahunan hingga dua puluh tahunan. Pada
peramalan ketinggian gelombang dengan periode ulang
ini, metode yang digunakan adalah metode Distribusi
Gumbel (Fisher-Tippett Type1).
b. Analisis Data
Dalam menganalisis data dilakukan secara deskriptif, dan
secara korelasi dan regresi. Secara deskriptif adalah
membandingkan tinggi gelombang yang dibangkitkan
oleh angin terhadap kecepatan angin sebagai pembangkit
gelombang, dan menguraikan hasil penelitian sehingga
diperoleh
informasi-informasi
mengenai:
Tinggi
gelombang maksimum dan minimum, perbandingan tinggi
gelombang untuk setiap musim, perbandingan antara
tinggi gelombang terhadap prosentase kejadian
gelombang, dan musim dimana terjadinya gelombanggelombang besar. Untuk analisis secara korelasi dan
regresi adalah memperkirakan atau memperhitungkan
besarnya pengaruh secara kuantitatif perubahan periode
ulang T tahunan terhadap tinggi gelombang dengan
periode ulang.
Supiyati / Jurnal Gradien Vol. 4 No. 2 Juli 2008 : 349-353
351
3. Hasil Dan Pembahasan
a.
Angin Sebagai Pembangkit Gelombang
Untuk memudahkan dalam pembacaan karakteristik angin
sebagai pembangkit gelombang, maka data angin selama
10 tahun disajikan dalam bentuk diagram yang disebut
Wind Rose, seperti pada Gambar 1- 4.
Gambar 4. Wind Rose pada musim Peralihan 2
Pada wind Rose terlihat bahwa setiap musim memiliki
arah angin dominan. Arah angin dominan menjadi acuan
dalam penentuan panjang fetch, sehingga dari wind rose
diatas diperoleh dua arah angin yang paling dominan yaitu
dari arah Barat dengan panjang fetch 182.263 m, dan dari
arah Selatan dengan panjang fetch 156.618 m.
Gambar 1. Wind Rose pada musim Barat
b.
Tinggi Gelombang di Laut Dalam Berdasarkan
Data Angin
Selama sepuluh tahun, gelombang yang paling dominan
dibangkitkan di laut dalam adalah gelombang dengan
ketinggian 1; <3 m, kemudian dapat diketahui bahwa arah
kejadian gelombang yang paling dominan terjadi dari arah
di mana arah angin dominan bertiup.
Gambar 2. Wind Rose pada musim Peralihan 1
Tinggi Gelombang
6
5
4
3
2
1
0
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Barat
Peralihan 1
Timur
Peralihan 2
Gambar 5. Grafik rata-rata tinggi gelombang maksimum harian
untuk setiap tahun di laut dalam selama sepuluh
tahun.
Gambar 3. Wind Rose pada musim Timur
Dari hasil perhitungan semakin besar kecepatan angin
maka gelombang yang dibangkitkan semakin besar dan
diperoleh rata-rata tinggi gelombang maksimum harian
untuk setiap musim di laut dalam pada setiap tahun seperti
yang terlihat pada Gambar 5.
Grafik rata-rata tinggi gelombang maksimum harian untuk
setiap musim di laut dalam selama sepuluh tahun
Supiyati / Jurnal Gradien Vol. 4 No. 2 Juli 2008 : 349-353
352
memperlihatkan pola tinggi gelombang yang dibangkitkan
untuk setiap musim dalam setiap tahun. Hal ini dapat
dilihat dari Gambar 5 dimana setiap tahun didapatkan pola
yang sama untuk rata-rata tinggi gelombang yang
dibangkitkan pada setiap musim.
c.
Tinggi Gelombang di Laut Dangkal Berdasarkan
Data Angin
Pada laut dangkal, gelombang yang paling dominan terjadi
selama sepuluh tahun (1997-2006) adalah gelombang
dengan ketinggian 0,3; ≤ 0,4 m. Dengan prosentase
terbesar terjadi pada musim Peralihan 1 yaitu sebesar 41,9
%. Sedangkan gelombang yang paling sedikit terjadi
adalah gelombang dengan ketinggian ≥ 0,5 m, dimana
prosentase terbesar terjadi pada musim Barat yaitu sebesar
10 %.
perairan Pulau Baai terhadap periode ulang mengikuti
persamaan regresi logarithmik yang mempunyai
persamaan y=0,6916ln(x)+2,722 dengan harga koefisien
determinasi R2=0,9981 atau sebesar 99,81 %. Hal ini
menunjukkan rata-rata ketinggian gelombang tahunan di
laut dalam pada perairan Pulau Baai dipengaruhi tahun
periode ulang sebesar 99,81 %, koefisien korelasi R di
dapat dari akar koefisien determinasi R2, sehingga
R=0,9990
6
5
4
y = 0.6916Ln(x) + 2.7223
3
R = 0.9981
2
2
1
0
0
5
10
15
20
25
Periode ulang
0. 6
Gambar 7. Grafik tinggi gelombang dengan periode ulang di laut
dalam pada perairan Pulau Baai
0. 5
0. 4
0. 3
0. 2
0. 1
0.6
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Barat
Peralihan 1
Timur
Peralihan 2
Gambar 6. Grafik rata-rata tinggi gelombang maksimum harian
untuk setiap tahun di laut dangkal selama sepuluh
tahun.
Tinggi gelom bang
0
0.5
0.4
0.3
y = 0.0505Ln(x) + 0.4112
0.2
2
R = 0.9979
0.1
0
0
5
10
15
20
25
Periode ulang
Prosentase kejadian gelombang pada tiap-tiap arah angin
yang dibangkitkan di laut dangkal sama dengan prosentase
kejadian gelombang pada tiap-tiap arah angin yang
dibangkitkan di laut dalam. Namun di laut dangkal tinggi
gelombang berkurang seiring dengan berkurangnya
kedalaman. Hal ini sesuai dengan literatur [4] yang
menyatakan bahwa kedalam air mempengaruhi
pembangkitan gelombang. Pada kecepatan angin dan
kondisi fetch yang sama tinggi gelombang akan lebih kecil
dan periode gelombang lebih pendek jika pembangkitan
gelombang terjadi di laut transisi atau laut dangkal dari
pada di laut dalam.
d.
Gambar 8. Grafik tinggi gelombang dengan periode ulang di laut
dangkal pada perairan Pulau Baai
Untuk grafik korelasi rata-rata ketinggian gelombang
untuk laut dangkal di kedalaman 1,5 m pada perairan
Pulau Baai terhadap periode ulang juga mengikuti
persamaan regresi logarithmik yang mempunyai
persamaan y= 0,0505ln(x) + 0,411 dengan harga koefisien
determinasi R2=0,9979 atau sebesar 99,79%. Hal ini
menunjukkan rata-rata ketinggian gelombang tahunan di
laut dangkal pada kedalaman 1.5 m di perairan Pulau Baai
dipengaruhi oleh tahun periode ulang sebesar 99,79 %,
dimana koefisien korelasi, R = 0,9989.
Tinggi Gelombang Dengan Periode Ulang
Pada Gambar 7 dan 8 berikut dapat dilihat bahwa grafik
korelasi rata-rata ketinggian gelombang di laut dalam pada
Persamaan regresi logarithmik di atas dapat digunakan
untuk menduga pola hubungan ketinggian gelombang
terhadap periode ulang selanjutnya. Hasil analisis tinggi
Supiyati / Jurnal Gradien Vol. 4 No. 2 Juli 2008 : 349-353
gelombang dengan periode ulang ini sangat berguna untuk
keperluan perencanaan bangunan pantai [9].
4. Kesimpulan Dan Saran
Untuk pembangkitan gelombang di laut dalam, pada
musim Barat dan Peralihan I gelombang dominan terjadi
dari arah Barat, pada musim Timur gelombang dominan
terjadi dari arah Selatan sedangkan pada musim Peralihan
2 gelombang dominan terjadi dari tiga arah yaitu dari arah
Selatan, Barat dan Tenggara, dan selama sepuluh tahun
(1997-2006) gelombang yang paling dominan terjadi
adalah gelombang dengan ketinggian 1; <3 m.
Pada pembangkitan gelombang di laut dangkal,
gelombang yang paling dominan terjadi selama sepuluh
tahun (1997-2006) adalah gelombang dengan ketinggian
0,3 ; < 0,4 m.
Selama sepuluh tahun (1997-2006) pada musim Barat dan
musim Peralihan 2 paling sering terjadi badai yang
membangkitkan gelombang dengan ketinggian yang besar.
Pada peramalan ketinggian gelombang dengan periode
ulang di laut dalam sebesar 99,81% ketinggian gelombang
yang terjadi untuk tiap periode ulang dipengaruhi oleh
tahun periode ulang yang memenuhi persamaan
logarithmik y=0,6916ln(x)+2,722, untuk di laut dangkal,
sebesar 99,79 % ketinggian gelombang yang terjadi untuk
tiap periode ulang dipengaruhi oleh tahun periode ulang
yang
memenuhi
persamaan
logarithmik
y=0,0505ln(x)+0,411.
Untuk penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan
metode yang lain dan data angin lebih banyak (dari 10
tahun) secara periodik, sehingga dapat menambah
kelengkapan informasi dalam rangka perlindungan pantai
Pulau Baai.
Daftar Pustaka
[1]. Anonim, 2001, Angin Monsoon Asia-Australia,
http.//www.dfat.gov.au
[2]. Anonim, 2005, Atlas Lengkap Indonesia dan Dunia,
Surabaya:Penerbit Amelia.
[3]. Anonim,
2005,
Windrose,
www.mlo.noaa.gov/
Projects/MET/windrose.jpg.
353
[4]. Department of Army, 1984, Shore Protection Manual,
U.S: Army Corps of Engineers, CERC.
[5]. Kramadibrata S., 2001, Perencanaan Pelabuhan, Surabaya:
ITB.
[6]. Nining. S.N, 2000, Gelombang Laut, ITB, Bandung.
[7]. Sembiring, 1995, Analisis Regresi, ITB, Bandung.
[8]. Suryana I., 1980, Peramalan Tinggi Gelombang Laut, ITB,
Bandung.
[9]. Triatmodjo B., 1999, Teknik Pantai, Yogyakarta: Beta
Offset.
[10]. Yuwono Nr, 1998, Pengukuran dan Analisis Gelombang,
Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu Tehnik (PAUTIT) UGM .
Download