BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indu stri tekstil masih merupakan tulang punggung ekspor nasional, walaupun setelah krisis moneter nilai ekspor tekstil sempat mengalami penurunan. Memasuki tahun 2011 sedikit demi sedikit terjadi peningkatan ekspor tekstil, baik dalam bentuk kain maupun bentuk pakaian jadi seperti garmen. Asosiasi Pertekstilan Indonesia memproyeksikan nilai ekspor produk pakaian jadi hingga akhir 2011 mencapai US$ 13 miliar atau tumbuh 20% dibanding realisasi tahun 2010 sebesar US$ 10,83 miliar. Industri tekstil diharapkan mampu memberikan nilai positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Perkembangan industri pencelupan, sablon dan konveksi, untuk memenuhi kebutuhan tekstil wisatawan di Bali dan di Kota Denpasar khususnya sangat pesat dan telah mampu menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan ekspor produk Bali. Ekspor tekstil dalam bentuk pakaian jadi tahun 2012 dari Bali senilai 82.026.850 dolar AS, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2011 yakni, senilai 74.195.573 dolar AS (Disperindag Bali, 2013). Manajeman sektor industri tekstil yang tidak dilengkapi dengan instalasi pengolahan air limbah berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan terutama pencemaran air dan lahan pertanian disekitarnya. Lahan pertanian yang tercemar limbah cair tekstil di Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung mengandung logam 1 2 berat Pb 15,04 ppm, Cd 0,13 ppm, Cr 19,30 ppm, dan Cu 58,0 ppm (Kurnia dkk., 2004). Kondisi ini hampir mirip dengan lahan yang tercemar limbah cair garmen, yang ada di Denpasar(Lampiran 1). Kondisi tersebut disebabkan karena industri garmen menampung limbah cairnya dalam bak penampung kemudian dibuang kebadan-badan air saluran irigasi atau ke sungai sehingga dapat menimbulkan pencemaran. Dampak yang terjadi adalah degradasi lahan berupa menurunnya kualitas dan kuantitas hasil pertanian, serta akumulasi logam berat dalam air dan tanah yang berasal dari buangan limbah cair garmen. Logam berat yang terkandung dalam limbah cair garmen, bila diserap oleh tanaman dapat mengganggu proses fisiologi tanaman yang tumbuh disana. Berdasarkan pendekatan GLASOD (Global Assesment Of Soil Degradation), degradasi lahan disebabkan oleh 5 faktor yaitu: (1) deforestasi, (2) overgrazing, (3) aktivitas pertanian, (4) eksploitasi vegetasi secara berlebihan dan (5) aktivitas bioindustri dan industry. Degradasi tanah dapat menyebabkan kerusakan tanah. Kerusakan tanah secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga kelompok utama yaitu kerusakan sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Kerusakan kimia tanah dapat terjadi karena proses pencemaran tanah, akumulasi garam-garam (salinisasi), tercemar logam berat dari limbah garmen, tercemar senyawa-senyawa organik dan xenobiotik seperti pestisida atau tumpahan minyak (Djajakirana, 2001). Pengelolaan tanah merupakan salah satu faktor terpenting dalam mencapai hasil yang optimal dan berkelanjutan. Pengelolaan tanah harus diupayakan tanpa menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan maupun menurunkan kualitas tanah, 3 yang diarahkan pada perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang optimum bagi tanaman. Interaksi antara komponen-komponen biotik dan abiotik tanah pada lahan memberikan keseimbangan yang optimal bagi ketersediaan hara dalam tanah, yang menjamin keberlangsungan produktivitas lahan, dan keberhasilan usaha tani. Melalui sistem tersebut diharapkan akan terbentuk agroekosistem yang stabil dengan input yang minimum, tetapi dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman tanpa menurunkan kualitas lingkungan. Berdasarkan data BPS Kota Denpasar (2013) terdapat lahan sawah pertanian seluas 2,597 ha, dengan jumlah subak sebanyak 41 buah. Areal subak yang lahannya tercemar limbah cair garmen yang berasal dari pencelupan, sablon dan konveksi terbanyak berada di Kecamatan Denpasar Selatan, yang meliputi subak Kerdung 215 ha, subak Kepaon 119 ha dan subak Cuculan 99 ha. Hasil penelitian pendahuluan menunjukan bahwa limbah cair garmen yang mencemari lahan pertanian di Kota Denpasar mengandung logam berat seperti Cu, Pb, Cd dan Cr, dengan konsentrasi logam Cr nilainya berada di atas ambang pencemaran dan C organik serta N Total rendah (Lampiran 1). Apabila tanah tersebut ditanami, maka tanaman tersebut akan mengakumulasi unsur dan senyawa yang berbahaya, yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang mengkonsumsi produk tersebut. Budidaya tanaman jagung di tanah sawah Kota Denpasar Selatan tidak sesuai dengan potensi dan kesesuaiannya, dan tercemarnya air irigasi oleh limbah cair garmen. Pada tahun 2011 luas panen tanaman jagung 309 ha, dengan produksi jagung sebesar 5,935 ton ha-1. Tahun 2012 luas panen dan produksinya tetap sebesar 4 5,935 ton ha-1. Tanaman jagung yang ada di Denpasar selatan sebagian besar ditanam pada lahan yang tercemar limbah cair garmen (Dinas Pertanian Kota Denpasar, 2013). Salah satu solusi untuk mengatasi dan merehabilitasi lahan sawah yang tercemar limbah cair garmen tersebut dengan memanfaatkan potensi bahan organik seperti biochar. Penambahan biochar sebagai pembenah tanah yang berasal dari hasil pembakaran limbah produk pertanian dengan oksigen terbatas, ternyata memiliki potensi yang baik sebagai bahan pembenah tanah, karena C organik masih tetap bertahan di dalam karbon hitam dan mempunyai pengaruh jangka panjang dalam mengkhelat unsur logam (Ferizal dkk, 2011). Pernyataan tersebut didukung dari hasil penelitian Chan et al., 2007 menunjukkan bahwa aplikasi biochar dapat meningkatkan C organik tanah, pH tanah, struktur tanah, KTK tanah, dan kapasitas penyimpanan air tanah. Beberapa hasil penelitian lain juga menunjukkan aplikasi biochar pada tanah mampu meningkatkan hasil tanaman jagung, kacang tunggak, dan kacang tanah (Yamato et al., 2006), hasil tanaman kedelai (Tagoe et al., 2008), hasil padi di dataran tinggi (Asai et al., 2009) dan hasil tanaman padi pada tanah sulfat masam (Masulili, 2010). Penambahan bahan organik dan tindakan daur ulang memberikan keuntungan besar. Senyawa khas yang mampu berperan dalam pembentukan senyawa kompleks dan pertukaran ion pada bahan organik adalah adanya gugus fungsional seperti karboksil (-COOH), hidroksil (-OH), karbonil (=C=O), metoksil (-OCH3), dan amino (-NH2). Salah satu bahan organik yang dapat dimanfaatkan untuk bahan biochar 5 adalah limbah sekam padi dan limbah kotoran ayam yang ketersediaanya cukup banyak dan bersifat lokal. Biochar sekam padi dan biochar kotoran ayam memiliki karakteristik fisik dan kimia yang berbeda yang memungkinkan dapat memperbaiki sifat tanah yang terdegradasi limbah cair garmen. Informasi penelitian tentang karakteristik biochar dan bahan organik serta pengaruhnya terhadap sifat tanah dan pertumbuhan tanaman jagung pada lahan yang terdegradasi limbah cair garmen belum pernah dilakukan, oleh karena itu penelitian ini menjadi sangat penting untuk dilaksanakan sebagai dasar perbaikan karakteristik tanah yang tercemar limbah cair garmen. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas hal-hal yang menjadi masalah utama dalam rehabilitasi lahan sawah yang tercemar oleh limbah cair garmen dalam pengembangan pertanaman jagung adalah adanya pengaruh negatif terhadap sifatsifat tanah dan tanaman. Dengan demikian masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah karakteristik sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang tercemar limbah cair garmen dengan yang tidak tercemar? 2. Bagaimanakah potensi biochar dan bahan organik terhadap perbaikan sifat tanah dan pertumbuhan tanaman jagung pada lahan yang terdegradasi limbah cair garmen? 6 3. Berapakah dosis optimum biochar dan bahan organik untuk menurunkan konsentrasi logam berat yang tersedia di dalam tanah, yang dapat meningkatkan hasil jagung secara maksimal? 4. Apakah pemberian biochar dan bahan organik dapat meningkatkan kualitas tanah dan hasil jagung pada tanah sawah yang terdegradasi logam berat dari limbah cair garmen? 5. Bagaimanakah formulasi kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik yang tepat di lapangan untuk merehabilitasi tanah sawah yang terdegradasi oleh logam berat yang berasal dari limbah cair garmen? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah mengkaji potensi pemberian biochar dan bahan organik dalam meminimalisasi logam berat di dalam tanah sawah dan tanaman jagung akibat pencemaran limbah cair garmen. 1.3.2 Tujuan khusus Secara rinci tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui karakteristik sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang tercemar limbah cair garmen dengan yang tidak tercemar. 2. Mengetahui potensi biochar dan bahan organik terhadap perbaikan sifat tanah dan pertumbuhan tanaman jagung pada lahan yang terdegradasi limbah cair garmen. 7 3. Menentukan dosis optimum biochar dan bahan organik yang dapat menurunkan ketersediaan logam berat di dalam tanah, untuk mendapatkan hasil biji jagung yang maksimum. 4. Mengetahui peningkatan kualitas tanah dan hasil biji jagung pada tanah sawah yang terdegradasi logam berat dari limbah cair garmen akibat pemberian biochar dan bahan organik. 5. Mengetahui formulasi kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik yang tepat di lapangan, untuk merehabilitasi tanah sawah yang terdegradasi logam berat dari limbah cair garmen. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: 1. Segi ilmiah, dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang peranan bahan organik dan biochar dalam melakukan tindakan remediasi lahan pertanian yang terkontaminasi logam berat. 2. Sebagai salah satu teknologi yang bisa diaplikasikan untuk merehabilitasi lahan yang terdegradasi limbah cair garmen yang mengandung logam berat Cu, Pb, Cd dan Cr. 3. Secara praktis, sebagai bahan dalam mempertimbangkan pemanfaatan dan pengelolaan limbah organik menjadi biochar, sebagai bahan pembenah tanah yang ramah lingkungan untuk meningkatkan kualitas tanah dan hasil tanaman. 8 4. Hasil penelitian ini berimplikasi pada pengambil kebijakan, untuk melindungi lahan-lahan pertanian terhadap paparan pencemaran limbah cair garmen. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Lahan Sawah Terdegradasi dan Permasalahannya Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman mempunyai arti penting untuk kegiatan pertanian. Tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman akan mengandung unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang cukup dan seimbang agar dapat tumbuh secara maksimal dan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Untuk itu diperlukan adanya kualitas tanah yang baik yaitu kemampuan tanah untuk berfungsi pada berbagai batas ekosistem dalam mendukung produktivitas biologi, mempertahankan kualitas lingkungan dan meningkatkan kesehatan tanaman, hewan, dan manusia (Doran dan Parkin, 1994). Apakah kondisi suatu tanah sudah terdegradasi atau belum dapat diketahui dari keadaan sifat-sifat tanah yang menjadi parameter tanah terdegradasi. Hasil penelitian Sudirman dan Vadari, (2000) menyimpulkan bahwa kandungan bahan organik, fosfor, ketebalan tanah lapisan atas, dan penampang tanah (solum) merupakan parameter-parameter degradasi tanah. Selain itu menurut Soil Horizons (2000), pH, P-tersedia, C-organik, N, Kapasitas Tukar Kation, ketebalan topsoil, berat isi dan pori aerasi merupakan parameter degradasi tanah. Masalah degradasi sifat-sifat tanah dirasakan makin begitu penting belakangan ini. Degradasi tanah biasanya dievaluasi dari sifat fisik dan kimia tanah. 9 10 Tanah yang terdegradasi akan mempunyai sifat yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman. Tanah yang terdegradasi akan kehilangan lapisan atas tanah, hilangnya unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman, berubahnya struktur tanah, dan juga berkurangnya kadar C- organik. Selain dari ciri-ciri tersebut yang dapat dikenali pada tanah/lahan yang terdegradasi juga dapat dikenali dengan menggunakan tanaman karena tanaman biasanya tidak tumbuh dengan baik. Tanaman akan mempunyai keragaan tersendiri apabila ditanam pada tanah yang terjadi penurunan sifat fisik, kimia, dan biologi. Selain itu parameter yang bisa dipakai untuk mengevaluasi tingkat degradasi tanah adalah penurunan kejenuhan basa (KB), penurunan P2O5 tersedia, peningkatan Bobot Isi (BI), penurunan permeabilitas tanah, dan penurunan C-organik (FAO, 1979; Lanya, 1996). Penurunan KB dan P2O5 merupakan indikator degradasi kimia. Peningkatan bobot isi dan penurunan permeabilitas tanah merupakan indikator degradasi fisika. Sedangkan penurunan Corganik merupakan indikator degradasi biologi. Dengan demikian tanaman dapat digunakan sebagai indikator untuk mengevaluasi tanah yang terdegradasi. Degradasi tanah adalah suatu proses kemunduran atau kerusakan tanah yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau penyebab lain, yang mengakibatkan penurunan produktivitas tanah (pada saat ini dan/atau di masa yang akan datang) dalam mendukung kehidupan makhluk hidup (Kurnia dkk., 2005). Karakteristik sifat tanah mempunyai pengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Karakteristik tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman sepatutnya dipertahankan, salah satunya dengan tindakan konservasi tanah untuk 11 mencegah kerusakan tanah/degradasi tanah. Tanah yang terdegradasi selain berdampak tidak mendukung pertumbuhan tanaman, dan akan kehilangan lapisan atas tanah yang berdampak pula pada hilangnya unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman, berubahnya struktur tanah, dan juga berkurangnya kadar C- organik. Selain dari ciri-ciri tersebut pada tanah/lahan yang terdegradasi berat, juga dapat dikenali dengan menggunakan tanaman karena tanaman biasanya tidak tumbuh baik. Tanaman akan mempunyai keragaan tersendiri apabila ditanam pada tanah yang terjadi penurunan sifat fisik, kimia, dan biologi. Dengan demikian tanaman dapat digunakan sebagai indikator tingkat degradasi tanah. Definisi degradasi tanah cukup banyak diungkapkan oleh para pakar tanah, namun kesemuanya menunjukkan penurunan atau memburuknya sifat-sifat tanah apabila dibandingkan dengan tanah tidak terdegradasi. Degradasi tanah menurut FAO, 1979 adalah hasil satu atau lebih proses terjadinya penurunan kemampuan tanah secara aktual maupun potensial untuk memproduksi barang dan jasa. Definisi tersebut menunjukkan pengertian umum dengan cakupan luas tidak hanya berkaitan dengan pertanian (Firmansyah, 2003). Kemorosotan atau degradasi lahan sering dikaitkan dengan pemanfaatan lahan yang tidak mengikuti aspek keseimbangan input dan output. Input berkaitan dengan perbaikan tanah atau penyuburan dan pemupukan pada kegiatan budidaya. Sedangkan output dikaitkan dengan serapan hara oleh tanaman dan kemungkinan tercucinya hara melalui mekanisme erosi. Fenomena degradasi lahan tidak hanya terdapat pada kawasan lahan yang ada aktivitas budidaya pertanian, lebih kontras terjadi pada 12 tanah-tanah terlantar. Indikator degradasi lahan dapat ditunjukkan dengan gejala pertumbuhan tanaman yang kurang baik atau tumbuhnya semak-belukar/alang-alang di atas tanah tersebut. Selama ini degradasi lahan banyak terdapat pada kawasan marginal, yaitu tanahnya berupa lahan kering dan petaninya juga mempunyai tingkat status ekonomi yang rendah. Dengan input usaha tani dan teknologi pengelolaan lahan kering yang rendah, marginalisasi lahan terus akan terjadi yang pada akhirnya mengakibatkan lahan berkecenderungan makin terdegradasi baik fisik maupun kimia. Pada lahan yang berlereng proses degradasi tanah akan cepat terjadi karena adanya erosi. Erosi akan membawa lapisan permukaan tanah yang relatif lebih subur ke tempat lain, yang akan mengakibatkan pemiskinan unsur hara dan menurunkan kualitas sifat fisik dan kimia tanah dan akibatnya tanah menjadi rusak atau terdegradasi. Kerusakan kimia tanah dapat terjadi karena proses pemasaman tanah, akumulasi garam-garam (salinisasi), tercemar logam berat, dan tercemar senyawa-senyawa organik dan xenobiotik seperti pestisida atau tumpahan minyak bumi. Perubahan penggunaan lahan yang dilakukan di daerah aliran sungai bagian hulu seperti aktivitas pertanian, pertambangan, industri garmen tidak hanya akan berdampak pada sekitar tempat kegiatan berlangsung, tetapi juga akan berdampak pada daerah hilir di antaranya dalam bentuk perubahan/fluktuasi debit dan transpor sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran air. Dewasa ini sektor industri garmen berkembang cukup pesat, namun disertai dampak negatif yang cukup berat, yaitu terjadinya deposit buangan limbah industri yang tidak terkontrol. Hal ini 13 menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan yang sangat menghawatirkan diantaranya adalah pencemaran terhadap sumber daya air dan lahan pertanian. Dampak lebih jauh dapat menyebabkan kerusakan tanah secara fisik, kimia dan biologis, dan pada akhirnya menurunkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian. Salah satu dampak industrialsasi adalah terjadinya akumulasi logam berat dalam badan air dan tanah yang berasal dari buangan indusrti. Limbah industri garmen umumnya mengandung senyawa logam berat di antaranya timbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga (Cu), dan krom (Cr). Logam berat dalam tanah bukan hanya meracuni tanaman dan organisme juga dapat berimplikasi pada pencemaran lingkungan. 2.2 Karakteristik Logam Berat Berbahaya Salah satu faktor pencemaran tanah yang paling penting adalah limbah logam berat. Logam berat timbal (Pb), tembaga (Cu), kadmium (Cd) dan krom (Cr) adalah contoh beberapa logam berat yang ada pada limbah garmen berupa kontaminan yang berasal dari luar tanah dan sangat perlu diperhatikan, karena berhubungan erat dengan kesehatan manusia, pertanian dan ekotoksikologinya (Alloway, 1995). Beberapa logam berat yang bersifat toksik antara lain As, Cd, Cu, Pb, Hg, Ni, dan Zn. Menurut Darmono (1995) urutan toksisitas logam paling tinggi ke paling rendah adalah Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, dan Zn. Logam berat secara alamiah akan terus menerus berada di alam, karena tidak mengalami transformasi (persistent), sehingga menyimpan potensi peracunan yang laten. 14 Limbah berbahaya yang sering digunakan dalam industri tekstil adalah krom yang merupakan salah satu logam berat. Apabila limbah industri tekstil yang mengandung krom dibuang langsung ke dalam lingkungan tanpa melalui pengolahan lebih dahulu, berakibat menambah jumlah ion logam pada air lingkungan. Kandungan krom dalam air minum dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia yang tertumpuk di ginjal. Selain itu kadar COD yang tinggi di perairan mengindikasikan bahwa perairan itu tercemar oleh bahan-bahan organik nonbiodegradable. Hal ini ada kaitannya dengan tingginya kandungan surfaktan pada limbah tersebut. Sedangkan nilai Zat Padat Tersuspensi (TSS) mencerminkan padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak mengendap, serta dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan. Saat ini produk pangan mentah maupun matang banyak terpapar logam berat dalam jumlah dan tingkat yang cukup mengkhawatirkan, terutama di kota-kota besar dimana tingkat polusi oleh asap pabrik dan asap buangan kendaraan bermotor serta limbah telah mencapai tingkat yang sangat tinggi sehingga berdampak buruk terhadap kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Ada beberapa logam berat pada limbah garmen yang dibuang ke saluaran irigasi yang berbahaya bila kadarnya dalam tubuh melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Adapun jenis dari logam berat tersebut yaitu: 1. Timbal (Pb) Timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun, batang, akar dan akar umbi-umbian (bawang merah). Perpindahan timbal dari tanah 15 ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah. Konsentrasi timbal yang tinggi (1001000 ppm) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan. Timbal hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasinya tinggi (Charlene, 2004). Timbal sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu di daun, batang, akar, dan akar umbi-umbian (bawang merah). Akumulasi tertinggi Pb dalam akar dibuktikan oleh Kohar (2005) melalui studi kandungan Pb dalam tanaman kangkung. Pada tanaman kangkung yang berumur 6 minggu, Pb terdapat dalam akar sebanyak 3,360 ppm sampel dan di bagian lain dari tanaman terdapat kandungan Pb sebesar 2,090 ppm sampel. Sedangkan pada tanaman kangkung yang berumur 3 minggu, kandungan Pb nya dalam akar adalah 1,860 ppm sampel dalam bagian lain dari tanaman sebesar 1,130 ppm. Hasil ini menunjukkan bahwa perjalanan Pb pada tanaman kangkung lebih banyak terdapat pada bagian akar. Selain itu, kandungan Pb dalam tanaman kangkung yang berumur 3 minggu baik di akar maupun di bagian lain tidak melebihi ambang batas yang ditetapkan 2 ppm, sehingga dianjurkan untuk memanen kangkung pada umur tidak lebih dari 3 minggu. Kadar unsur Pb yang tersedia dalam tanah sangat rendah, tetapi dibutuhkan tanaman dalam jumlah sangat sedikit, sama halnya dengan kebutuhan unsur mikro lainnya. Hasil analisis jaringan tanaman (rerumputan) pada masa pertumbuhan aktif menunjukkan bahwa kandungan Pb berkisar dari 0,300–1,500 ppm bahan kering. Beberapa jenis rerumputan tertentu toleran terhadap Pb tersedia berlebihan dalam tanah, dimana batas kritis logam Pb dalam tanaman 50- 300 ppm (Alloway, 1995). 16 Konsentrasi Pb di dalam tanah rata-rata adalah 16 ppm, tetapi pada daerahdaerah tertentu dapat mencapai beberapa ribu ppm. Konsentrasi Pb di udara lebih rendah dibandingkan dengan di tanah karena nilai tekanan uapnya rendah. Konsentrasi Pb di udara, di daerah perkotaan mencapai 5 sampai 50 kali daripada di daerah pedesaan. Pencemaran Pb terbesar berasal dari hasil pembakaran bensin yang menghasilkan komponen-komponen Pb terutama PbBrCl dan PbBrCl.2PbO. Pencemaran Pb di air dapat berasal dari komponen-komponen Pb di udara yang terlarut ataupun tidak larut di dalam air seperti PbCO3 (Kvesitadze et al ., 2006) Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman. Perpindahan Pb dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah, serta KTK (Kapasitas Tukar Kation). Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan tanah, kandungan bahan organik, serta KTK tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman. Menurut Supardi (1983), timbal tidak akan larut ke dalam tanah jika tanah tidak terlalu masam. Tingginya tingkat keasaman dapat diatasi dengan pengapuran. Pengapuran tanah mengurangi ketersediaan timbal dan penyerapannya oleh tanaman. Timbal akan diendapkan sebagai hidroksida, fosfat dan karbonat. Ion-ion Ca2+ 17 bersaing dengan timbal untuk menempati tempat - tempat pertukaran pada akar dan permukaan tanah. Onggo (2009) berpendapat bahwa timbal (Pb) yang berasal dari polusi udara/atmosfer umumnya berbentuk partikel debu yang bila sampai pada tanaman, akan tinggal di permukaan tanaman tersebut. Awan dan hujan dapat menyebabkan timbal menjadi bentuk terlarut dan dapat masuk ke dalam tanaman lewat stomata yang dapat menyebabkan kerusakan tanaman dan mengkontaminasi bahan pangan dan pakan. Polusi udara oleh Pb terutama sekali bersumber dari buangan asap kendaraan bermotor. Logam–logam ini merupakan sisa-sisa pembakaran yang terjadi antara bahan bakar dengan mesin kendaraan. Keberadaan Pb dalam bahan bakar kendaraan bermotor berfungsi sebagai zat anti ketukan. Melalui buangan mesin kendaraan tersebut unsur Pb terlepas ke udara. Sebagian di antaranya akan membentuk partikulat di udara bebas dengan unsur–unsur lain, sedangkan sebagian lainnya akan menempel dan diserap oleh daun tumbuh–tumbuhan yang ada di sepanjang jalan. 2. Kadmium (Cd) Cd tanah terkandung dalam bebatuan beku sebesar 0,100–0,300 ppm, pada batuan metamorfik sekitar 0,100–1 ppm Cd, sedangkan pada bebatuan sedimen mengandung sekitar 0,300–11 ppm. Pada umumnya kandungan dalam tanah (tanah berasal dari hasil proses pelapukan dari bebatuan) 1,0 ppm atau lebih rendah . Unsur Cd dan Zn memiliki sifat kimia yang hampir serupa, hanya fungsinya dalam tubuh tanaman dan hewan berbeda. Kadar Cd dalam jaringan tanaman berkisar 0,100–1 18 ppm (Alloway, 1995). Akumulasi Cd berlebihan dalam tanah dapat terjadi dari bahan-bahan lain, sebaliknya memberikan efek merugikan pada pertumbuhan tanaman, karena mengurangi penyerapan nitrat dan menghambat aktivitas enzim nitrat reduktase (Szymczyk & Zalewski, 2003). Batas kritis logam Cd dalam tanaman 5-30 ppm (Alloway, 1995). Kadar Cd dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan fraksi-fraksi tanah yang bersifat dapat mengikat ion Cd. Dengan peningkatan pH, kadar Cd dalam fase larutan menurun akibat meningkatnya reaksi hidrolisis, kerapatan kompleks adsorpsi dan muatan yang dimiliki koloid tanah. Racio et al. (1993) mengatakan terjadi pengurangan panjang akar dan pucuk sekitar 45% dan 35% pada tanaman jagung yang ditanam pada media yang mengandung ion Cd (II) 28,1 ppm dan ion Cd (II) 11,2 ppm pada umur tanaman 18 hari. Kontribusi Cd dari deposit atmosfir pada umumnya terjadi di wilayah-wilayah industri yang menggunakan bahan bakar batubara dan minyak serta buangan limbah. Penambahan Cd pada tanah terjadi melalui penggunaan pupuk fosfat, pupuk kandang, dari buangan industri yang menggunakan bahan bakar batubara dan minyak, buangan incenerator (tanur) dan sewage sludge (Alloway, 1995). Selain itu peningkatan Cd dapat terjadi melalui penggunaan pupuk fosfat yang kadarnya sangat bervariasi tergantung dari jenis batuan fosfat (fosforit) sebagai bahan industri pupuk fosfat. Cd memiliki sifat kimia yang hampir sama dengan Zn terutama dalam proses penyerapan oleh tanaman dan tanah. Namun Cd lebih bersifat racun yang dapat mengganggu aktivitas enzim. Kadar Cd yang berlebihan dalam makanan dapat 19 merusak fungsi ginjal sehingga mengganggu metabolism Ca dan P, serta menimbulkan penyakit tulang (Mengel dan Kirkby, 2001). 3. Tembaga (Cu) Tembaga (Cu) ,merupakan salah satu jenis unsur-unsur mikro yang, bersumber dari hasil pelapukan/pelarutan mineral-mineral yang terkandung dalam bebatuan. Kebanyakan Cu-mineral dalam bentuk kristal dan bentuk lainnya lebih mudah larut dari pada Cu-tanah. Cu-tanah adalah Cu++ yang terikat oleh matriks tanah yang terdiri dari kompleks liat dan humus atau senyawa-senyawa organik yang berasal dari reaksi perombakan bahan organik. Tembaga (Cu) bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada konsentrasi larutan di atas 60 ppm. Konsentrasi yang aman bagi air minum manusia tidak lebih dari 1 ppm. Bersifat racun bagi domba pada konsentrasi di atas 20 ppm. Logam Cu berpotensi toksik terhadap tanaman dan berbahaya bagi manusia karena bersifat karsinogenik (Notodarmojo, 2005). Kondisi pH tanah sangat berperan dalam mengontrol sifat-sifat kimia logam dan proses lainnya di dalam tanah. Tingkat ketersediaan logam berat tergantung pada pH lingkungan dimana logam tersebut berada. Penambahan Cu ke tanah melalui polusi dapat terjadi pada industri-industri tembaga, pembakaran batubara, pembakaran kayu, minyak bumi, dan buangan di area pemukiman/perkotaan seperti limbah garmen. Kelebihan kadar Cu dalam tanah yang melewati ambang batas akan mejadi pemicu terjadinya keracunan khususnya pada tanaman. Kondisi kritis dalam tanah berkisar 60-125 ppm, dan dalam jaringan tanaman 5-60 ppm Cu. Pada kondisi 20 kritis pertumbuhan tanaman mulai terhambat sebagai akibat keracunan Cu (Alloway, 1995). Cemaran logam tembaga pada bahan pangan pada awalnya terjadi karena penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan. Meskipun demikian, pengaruh proses pengolahan akan dapat mempengaruhi status keberadaan tembaga tersebut dalam bahan pangan (Charlene, 2004). Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (POM) RI No. 0375/B/SK/VII/89 telah menetapkan ambang batas maksimum cemaran logam berat yang aman untuk dikonsumsi yaitu 2,280-10 ppm untuk logam Cu, 0,110-7,680 ppm untuk logam Pb dan 0,010-0,100 ppm untuk logam Cd. Ion Cu++ dapat menjadi stabil dalam tanah setelah mengalami reaksi hidrolisis, pembentukan kompleks anorganik, dan kompleks organik. Adsorpsi atau fiksasi Cu++ pada berbagai jenis mineral liat dan kemampuan fiksasi ini berbeda pada masing-masing mineral liat. Unsur Cu++ terikat lebih kuat pada bahan organik dibandingkan dengan unsur mikro lainnya. 4. Krom (Cr) Krom adalah logam berbentuk kristal dan berwarna putih bening yang dilambangkan dengan “Cr”, mempunyai nomor atom 24 dan mempunyai berat atom 51,996. Kegiatan industri yang dapat menyebabkan adanya krom di dalam lingkungan antara lain industri cat, baja, tekstil, kulit, semen, keramik, dan kertas. Limbah berbahaya yang sering digunakan dalam industri tekstil adalah krom yang merupakan salah satu logam berat. Apabila limbah industri tekstil yang mengandung 21 krom dibuang langsung ke dalam lingkungan tanpa melalui pengolahan lebih dahulu, berakibat menambah jumlah ion logam pada air lingkungan (Khairani, dkk., 2007). Senyawa kromium yang stabil adalah senyawa-senyawa dari kromium valensi III dan VI. Senyawa Cr (VI) adalah senyawa yang paling toksik, yang pada umumnya membentuk senyawa dengan oksigen sebagai kromat (CrO42-) dan dikromat (Cr2O72-). Kromium (III) kurang toksik dan pada umumnya berikatan dengan bahan organik dalam tanah dan lingkungan perairan. Pengaruh kontaminasi kromium dalam fisiologi tumbuh-tumbuhan bergantung pada spesies tanaman dan logamnya yang berperanan terhadap mobilisasi Cr, termasuk penyerapan dan keracunan pada sistem tumbuhan (Panda & Choudhury, 2005). Toksisitas Cr dan senyawa-senyawanya pada tumbuhan sangat tinggi yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya. Barcelo et al. (1986), yang menyatakan bahwa Cr telah menurunkan potensial air, meningkatkan kecepatan respirasi, mengurangi difusi pada tanaman buncis dan bunga matahari. Juga menemukan adanya korelasi yang tinggi antara warna klorofil pada penyerapan Fe dan Zn pada tanaman yang mengandung Cr. Batas kritis logam Cr dalam tanaman 530 ppm (Alloway, 1995). Kromium (VI) lebih mudah diserap dari pada krom (III), begitu juga senyawa kromium organik lebih mudah diserap dibanding senyawa kromium anorganik, karena kelarutan senyawanya dalam sistem gastrointestinal sangat cepat. Kurang lebih 1 % Cr (III) anorganik dan sekitar 10 % Cr (VI) anorganik ditemukan dalam tubuh manusia dan hewan, karena Cr (VI) lebih mudah menembus membran sel. Jika 22 konsentrasi krom dalam tubuh sudah melampui ambang batas maka akan menimbulkan berbagai macam penyakit, seperti borok krom pada kuku dan tulang jari. Serta akibat lain yang sering ditemukan adalah terjadinya iritasi pada paru-paru yang pada akhirnya akan menyebabkan polip (Drew et al., 2006). 2.3 Pencemaran Logam Berat Pada Lahan Pencemaran bukan hanya dapat terjadi secara insitu, yakni pada areal dimana budidaya dilakukan, namun berpeluang besar untuk menyebar ke daerah hilir. Adanya keterkaitan melalui daur hidrologi menyebabkan adanya pengaruh yang sangat besar dari daerah hulu terhadap daerah hilir. Perubahan penggunaan lahan yang dilakukan di daerah aliran sungai bagian hulu seperti aktivitas pertanian, pertambangan, industri tidak hanya akan berdampak pada sekitar tempat kegiatan berlangsung, tetapi juga akan berdampak pada daerah hilir di antaranya dalam bentuk perubahan/fluktuasi debit dan transpor sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran air. Dalam hubungannya dengan pencemaran, aliran air mempunyai peranan yang sangat penting karena aliran air baik dalam bentuk aliran permukaan (surface run off) maupun aliran bawah permukaan (subsurface run off) merupakan agen utama pengangkutan, pemindahan, dan penyebaran bahan-bahan pencemar. Oleh karena itu, pencemaran pada suatu agroekosistem selain ditentukan oleh jumlah bahan pencemar, juga sangat dipengaruhi oleh seberapa besar persen air yang jatuh dalam agroekosistem yang berubah menjadi aliran permukaan dan berperan sebagai agen 23 pembawa bahan-bahan pencemar. Tanah atau sedimen yang terbawa oleh aliran permukaan juga merupakan agen utama pembawa dan penyebar bahan-bahan pencemar pada agroekosistem. Salah satu dampak yang diakibatkan oleh pembuangan limbah industri garmen ke saluran irigasi adalah tingginya kandungan logam seperti Cu (tembaga), Pb (timah hitam), Cr (khromium), Cd (kadmium), Hg (air raksa). Jenis-jenis logam berat tersebut merupakan unsur-unsur yang digunakan dalam proses produksi tekstil. Kadar yang berlebihan dari keempat unsur tersebut, baik secara sendiri maupun bersama-sama dapat meracun tanaman tingkat tinggi. Bahkan dapat meracuni bakteribakteri yang bermanfaat dalam tanah, seperti bakteri rhizobium yang terdapat pada akar tanaman leguminosa. Menurut Sudirja (1998) konsentrasi Pb di lahan Desa Jelekong Kecamatan Rancaekek adalah 16,080 ppm, merupakan konsentarasi yang dapat menurunkan hasil gabah kultivar IR64. Sementara berdasarkan hasil analisis tanah kandungan Pb tanah semakin meningkat yaitu 39,610 ppm (Suryatmana dkk., 2001).Tingginya konsentrasi Pb yang terdapat pada lahan pertanian dapat diserap tanaman dalam jumlah yang berlebihan dan berbahaya untuk dikonsumsi. Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan mengubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial, penggunaan pestisida, masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan subpermukaan, zat kimia, atau limbah, air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat. Jika 24 suatu zat berbahaya telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya. Penggunaan logam berat dan senyawa anorganik secara intensif di dalam industri telah menimbulkan kontaminasi di tanah dan air. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain. Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 g per cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya. Menurut Subowo et al. (1999) adanya akumulasi logam berat yang berlebihan pada tanah pertanian dapat berakibat tidak hanya terhadap kontaminasi lingkungan tetapi yang lebih buruk adalah menyebabkan meningkatnya kadar logam berat pada hasil-hasil pertanian yang dipanen sehingga hal tersebut pada akhirnya membahayakan kesehatan manusia bila hasil tersebut dikonsumsi. 25 Dampak pencemaran logam berat dapat ditekan bila logam tersebut berada dalam bentuk tidak tersedia. Serapan logam berat oleh tanaman dapat diturunkan dengan menambahkan bahan organik yang akan mengkhelat logam (Brown et al., 2004), dengan menghindari kondisi tergenang (Kurniawansyah et al., 2001), dan dengan meningkatkan pH tanah (Sukreeyapongse et al., 2002). Kemasaman tanah (pH) berperan dalam mengontrol sifat-sifat kimia logam dan proses lainnya didalam tanah. Tingkat ketersediaan logam berat tergantung pada pH lingkungan dimana logam tersebut berada. Pada pH rendah ketersediaan beberapa logam berat meningkat. Terserapnya logam berat timbal (Pb) dan kadnium (Cd) ke tanaman di pengaruhi oleh pH tanah yang rendah dan KTK tanah yang rendah. Supardi (1983) menjelaskan bahwa Pb dan Cd tidak akan larut ke dalam tanah jika tanah tidak terlalu masam. 2.4 Peranan Biochar Terhadap Sifat Tanah Salah satu cara menurunkan sifat toksik yang ditimbulkan dari logam Al yang dapat dipertukarkan pada tanah masam adalah dengan penambahan arang pirolisis yang lebih dikenal sebagai biochar (Lehman & Joseph, 2009). Aplikasi biochar ke tanah pertanian memberikan manfaat agronomis yang nyata, namun hasil ini tidak universal, karena dari berbagai hasil penelitian lain menunjukkan hasil yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh sifat biochar yang berbeda, tergantung dari bahan dasarnya, sehingga terjadi interaksi yang beragam antara biochar dengan tipe tanah. Karena itu masih diperlukan penelitian untuk pengembangan pemanfaatan biochar secara umum. 26 Mengingat limbah pertanian yang digunakan sebagai bahan baku biochar berasal dari limbah pertanian yang cukup beragam, maka sifat kimia dan fisik biochar yang dihasilkan berbeda. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Glaser et al., 2002; Ogawa et al., 2006), menyatakan kualitas sifat kimia dan fisik biochar ditentukan oleh jenis bahan baku, metode karbonisasi, dan bentuk biochar yang dihasilkan (padat, serbuk, dan karbon aktif). Di Indonesia potensi penggunaan biochar cukup besar, mengingat bahan bakunya seperti residu kayu, tempurung kelapa, sekam padi, tandan kelapa sawit, tongkol jagung, kulit kacang-kacangan dan bahan organik daur ulang lainnya mudah didapatkan dan potensinya cukup banyak seperti kotoran ayam dan sekam padi. Penambahan biochar pada lapisan tanah pertanian akan memberikan manfaat yang cukup besar antara lain dapat memperbaiki struktur tanah, menahan air dan tanah dari erosi karena luas permukaannya lebih besar, memperkaya karbon organik dalam tanah, meningkatkan pH tanah sehingga secara tidak langsung meningkatkan produksi tanaman (Ismail dkk., 2011). Hal ini juga didukung dari hasil penelitian Chan et al. (2007) menunjukkan aplikasi biochar dapat meningkatkan C organik tanah, pH tanah, struktur tanah, KTK tanah, dan kapasitas penyimpanan air tanah. Beberapa hasil penelitian tentang penggunaan biochar, menunjukkan juga terjadi peningkatan hasil tanaman jagung, kacang tunggak, dan kacang tanah (Yamato et al., 2006), pada tanaman kedelai (Tagoe et al., 2008) ,pada tanaman padi di dataran tinggi (Asai et al., 2009) dan padi pada tanah sulfat masam (Masulili, 2010). 27 Peningkatan produksi tanaman jagung di tanah Ultisol tidak cukup hanya dengan memberikan pupuk sebagai sumber hara karena pupuk tersebut tidak akan efektif bila pH tanah masih dibawah 4,5. Pemberian biochar dari limbah sagu dengan takaran 6 ton ha-1 dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung pada tanah Ultisol, serta mengandung karbon, bahan organik dan rasio CN yang tinggi. Sehingga biochar limbah sagu dapat dijadikan sebagai pembenah tanah karena memiliki sifat ameliorasi yang baik (Latuponu, 2010 ). Hasil penelitian Nurida dkk. (2010) mendapatkan limbah pertanian tempurung kelapa sawit, kulit buah kakao, dan sekam padi menghasilkan arang yang paling tinggi bila lama pembakarannya 3,5 jam kecuali untuk tempurung sawit dalam waktu 1 jam dengan suhu 2500-3000 C. Kemampuan meretensi air paling tinggi dicapai pada arang tempurung kelapa dan tempurung sawit dengan lama pembakaran 1 jam serta pembakaran 3,5 jam untuk arang kulit kakao dan sekam padi. Kadar C organik, unsur hara makro terendah pada arang tempurung kelapa baik yang pada pembakaran 1 jam, 2 jam, maupun 3,5 jam. Hasil penelitian Chan et al. (2008) mendapatkan pembuatan biochar dari serasa unggas sebagai amandemen tanah dengan suhu 4500 C lebih efektif dari suhu 5000 C baik terhadap peningkatan C, N, P, serta pH tanah, akan tetapi terjadi pengurangan kekuatan tanah dengan peningkatan pemberian dosis biochar. Terjadi peningkatan berat kering lobak 42% pada pemberian biochar 10 ton ha-1 dibandingkan dengan tanpa biochar dan 96% pada pemberian biochar 50 ton ha-1 dibandingkan dengan pemberian 10 ton ha-1. Yamato et al. (2006) dan Liang et al. 28 (2006) menyatakan bahwa penggunaan biochar dapat meningkatkan pH tanah, Ca, kejenuhan basa, KTK, dan mengurangi kejenuhan Al 3+. Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa penerapan biochar sebagai amandemen tanah mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang selanjutnya dapat memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan hasil antara lain: 1. Penggunaan biochar dapat meningkatkan produktivitas tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisika, dan biologi tanah (Glaser et al., 2002 ; Chan et al., 2007). 2. Penggunaan biochar dapat meningkatkan pH tanah dan meningkatkan KTK tanah (Liang et al., 2006 ; Yamato et al., 2006). 3. Penggunaan biochar dapat meningkatkan perbaikan struktur tanah, peningkatan kapasitas penyimpanan air tanah dan penurunan kekuatan tanah (Chan et al., 2007). 4. Penggunaan biochar dapat meningkatkan fiksasi nitrogen pada tanaman polong, memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan hasil tanaman (Rondon et al., 2007). 5. Penggunaan biochar dari kayu acasia dapat meningkatkan hasil tanaman jagung, kacang tunggak, dan kacang tanah (Yamato et al., 2006). Chan et al. (2007) menyatakan bahwa penambahan biochar dapat memperbaiki sifat fisik tanah seperti peningkatan agregasi tanah, kapasitas pengikatan air, dan pengurangan kekuatan tanah begitu juga sifat kimianya seperti peningkatan pH, C, Na, K, Ca, Mg, KTK, dan P tersedia sedangkan Al yang dapat ditukar menurun. Selanjutnya Novak et al. (2009) menyatakan pula bahwa 29 penggunaan biochar dalam tanah masam di Amerika Serikat bisa meningkatkan pH tanah, C organik tanah, Mn dan Ca serta mengurangi S dan Zn di tanah berpasir. Hasil penelitian Masulili (2010) menyatakan terdapat pengaruh yang berbeda dari masing-masing dosis biochar sekam padi terhadap peningkatan sifat tanah sulfat masam sungai Kakap Kalimantan Barat. Dosis biochar sekam padi pada kisaran 8 ton ha-1 – 12 ton ha-1 memberikan pengaruh yang baik terhadap peningkatan sifat tanah, yang ditandai oleh adanya peningkatan pH tanah, C organik, P-tersedia, KTK, porositas tanah, dan penurunan BI tanah, kekuatan tanah dan Al-dd. Pertumbuhan dan hasil tanaman padi terbaik diperoleh pada amandemen biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1. Terdapat hubungan yang sangat nyata antara berat gabah dengan pH, C-organik, P-tersedia, Al-dd, KTK, pori tanah, kekuatan tanah, dan nyata dengan BI tanah. 2.5 Peranan Bahan Organik Terhadap Sifat Tanah Pupuk kompos saat ini banyak dicari dan digunakan oleh petani baik untuk budidaya tanaman semusim maupun budidaya tanaman tahunan, tetapi sering kali petani menganggap bahwa pupuk kompos hanya berasal dari kotoran hewan. Padahal bahan yang dapat digunakan sangat banyak dan tersedia di lingkungan sekitar seperti daun-daunan, jeram i, sekam dan sampah pasar maupun rumah tangga yang bersumber dari sektor pertanian. Buruknya pola penanganan produk pangan mulai dari panen, transportasi, pasar, hingga rumah tangga menyebabkan sebagian besar produk tersebut menjadi limbah. Produksi limbah pasar maupun rumah tangga dari 30 tahun ke tahun terus bertambah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Limbah organik tersebut berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pupuk organik, karena memiliki kandungan nutrien yang cukup tinggi, selain unsur hara makro dan mikro. Proses dekomposisi bahan organik menjadi kompos, diperlukan bahan-bahan dekomposer, salah satu dekomposer yang mudah didapat di sekitar kita adalah MOL (Mikro Organisme Lokal). Larutan MOL adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dari sumberdaya yang tersedia setempat. Larutan MOL mengandung unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan dan sebagai agen pengedalian hama dan penyakit tanaman. Pemanfaatan kompos dari limbah pasar maupun rumah tangga adalah langkah strategic recycle atau pemanfatan kembali limbah yang terbuang. Hasil analisis kompos limbah pasar menujukkan bahwa jumlah kandungan hara N tersedia 1,210%, P tersedia 763,980 ppm dan K tersedia 178,880 ppm serta kandungan bahan organik 29,130% (Prihandarini , 2004). Kemampuan tanah untuk menyuplai nutrisi, menyimpan air, melepas gas green house, memodifikasi polutan, dan mengatasi degradasi fisik serta memproduksi tanaman dalam kerangka pengelolaan berkelanjutan sangatlah dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas bahan organik yang dikandungnya. Sifat-sifat organik tersebut juga dipengaruhi oleh kualitas dari bahan tanah itu sendiri (Rees et al., 2001) 31 Interaksi bahan organik dengan mineral tanah bila dipandang dari segi fisik tanah mampu meningkatkan agregasi ini berarti mampu memperbaiki porositas tanah, sehingga tanah dapat menyimpan lengas dalam bentuk tersedia. Peningkatan pasiran pori mikro pada tanah dan penggemburan tanah yang mampat akan berakibat terhadap kemampuan tanah untuk mengikat air (Afany, 2003). Bahan organik yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami dekomposisi menghasilkan asam-asam organik seperti asam humat dan asam fulvat, yang memiliki peran penting dalam granulasi tanah yang telah mengalami pemadatan, sehingga tanah menjadi sarang. Hasil dekomposisi secara langsung adalah dapat melepaskan berbagai unsur hara yang diperlukan bagi tanaman seperti N, P, K, S, Ca dan Mg yang sebelumnya terikat dalam bahan tersebut. Secara tidak langsung dapat meningkatkan nilai pH tanah dan P tersedia, karena asam-asam organik hasil hasil dekomposisi dapat bersenyawa dengan Al, Fe dan Mn dan larut melalui proses kohelasi membentuk senyawa logam organik. Hasil penelitian Jufri (1999) melaporkan bahwa penambahan bahan organik mampu menekan 16,600% hingga 27,700% Al.dd dan diikuti oleh peningkatan ketersediaan P. Hasil penelitian Minardi (2006) menemukan asam fulvat mempunyai peran yang lebih besar dari asam humat dalam pelepasan unsur fosfat (P) dalam tanah. Hal ini disebabkan oleh mobilitas asam humat lebih rendah yang diikuti oleh berat molekul yang rendah dan tingkat kemasaman total yang lebih besar. Dimana sifat ini akan menentukan kemampuan untuk membentuk kompleks dengan kation-kation yang dalam tanah,termasuk pembentukan kompleks dengan logam. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Limbah industri garmen umumnya mengandung senyawa logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga (Cu), dan kromium (Cr). Logam berat yang terdapat pada limbah cair garmen yang dibuang langsung ke saluran irigasi, dapat mempengaruhi kualitas tanah dan produk pertanian yang dihasilkan. Akumulasi logam berat seperti Pb, Cu, Cd, dan Cr yang berasal dari limbah cair garmen pada lahan pertanian akan dapat mengganggu proses pertumbuhan tanaman di lapangan. Kondisi tersebut disebabkan oleh logam berat Pb, Cd, dan Cr tidak mempunyai peran di dalam proses fisiologi tanaman, sehingga bila konsentrasinya berada di atas ambang batas dan diserap oleh tanaman dapat menurunkan kualitas hasil tanaman. Kemampuan tanah untuk menyuplai nutrisi, menyimpan air, memodifikasi polutan dan tahan terhadap degradasi sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik yang ada dalam tanah. Untuk mempertahankan kandungan bahan organik lebih dari 2 % membutuhkan masukan bahan organik sekitar 8-9 ton ha-1 tahun-1, sedangkan sisa panen yang dikembalikan ke tanah pertanian umumnya rata-rata hanya sebesar 4-5 ton ha-1 sehingga masih diperlukan tambahan bahan organik dari luar (Harriah dkk., 2002). Serapan logam berat oleh tanaman dapat diturunkan dengan menambahkan bahan organik, karena bahan organik mempunyai gugus fungsional yang mampu mengkhelat logam berat (Brown et al., 2004). 32 33 Perpindahan Pb dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah, serta KTK (Kapasitas Tukar Kation). Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan tanah, kandungan bahan organik, serta KTK tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman (Allowy, 1995). Menurut Supardi (1983) timbal tidak akan larut ke dalam tanah jika tanah tidak terlalu masam. Tingginya tingkat keasaman dapat diatasi dengan pengapuran. Pengapuran tanah mengurangi ketersediaan timbal dan penyerapannya oleh tanaman. Timbal akan diendapkan sebagai hidroksida, fosfat dan karbonat. Ion-ion Ca2+ bersaing dengan timbal untuk menempati tempat - tempat petukaran pada akar dan permukaan tanah. Bahan organik merupakan campuran beraneka ragam senyawa organik dari bermacam-macam jenis bahan asal, sehingga interaksi bahan organik dengan mineral tanah akan dapat memberikan efek jangka panjang dan efek jangka pendek terhadap peningkatan agregasi tanah. Penambahan bahan organik dan tindakan daur ulang memberikan keuntungan besar, karena secara keseluruhan akan dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Senyawa khas yang mampu berperan dalam pembentukan senyawa kompleks dan pertukaran ion pada bahan organik adalah adanya gugus fungsional seperti karboksil (-COOH), hidroksil (-OH), karbonil (=C=O), metoksil (-OCH3), dan amino (-NH2). 34 Biochar yang berasal dari pembakaran limbah bahan organik secara tidak sempurna dengan oksigen terbatas, mempunyai potensi sebagai pembenah tanah. Biochar memiliki struktur karbon organik yang bersifat rekalsitran dengan kandungan karbon yang tinggi , luas permukaan yang tinggi per satuan luas, memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi dan dapat mengkhelat logam-logam berat yang berada dalam tanah. Terutama logam berat yang tadinya larut dalam tanah menjadi terikat oleh biochar, sehingga tanaman tidak keracunan (Brown et al., 2004). Masukan bahan pembenah berupa biochar ke dalam tanah, sangat dipengaruhi oleh komposisi dan karakteristik dari biochar itu sendiri. Sifat fisika kimia yang khas dari biochar selain memiliki struktur kristalin juga memiliki struktur aromatik yang didominasi oleh hetero atom pada cincin aromatiknya seperti H, O, N, P, dan S. Sehingga bila biochar ini diaplikasikan ke tanah akan mempengaruhi sifat fisika, kimia sekaligus sifat biologi tanah, yang pada akhirnya mampu meningkatkan kemampuan retensi unsur hara dan air tanah (Glaser et al., 2002; Chan et al., 2007). Semua kerangka pikir di atas mendasari pemikiran bahwa untuk mengatasi kendala-kendala pada tanah sawah terdegradasi limbah cair garmen, maka penambahan biochar dan bahan organik diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan sehingga mampu menunjang pertumbuhan dan meningkatkan kualitas tanah dan produksi tanaman (Gambar 3.1) 35 Limbah industri garmen Masuk Lahan sawah Dampak Lahan sawah teradegradasi kimia (mengandung logam berat Cu, Cr, Pb dan Cd. Yang melebihi ambang batas Cr Asumsi Tanaman keracunan logam berat Alternatif solusi Management bahan Organik Rehabilitasi Biochar Bahan organik Rekalsitran Terdekomposisi Efek jangka panjang Efek jangka pendek Kombinasi Penurunan logam berat tersedia Tanah sehat Kualitas tanah dan pertumbuhan tanaman jagung menjadi lebih baik Gambar 3.1 Kerangka Berpikir 36 3.2 Konsep Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir tersebut di atas maka dapat diajukan beberapa konsep untuk dibuktikan. Konsep pertama, jika tanah pertanian tercemar limbah garmen yang disinyalir mengandung banyak logam berat dan zat-zat kimia berbahaya lainnya ditambahkan bahan organik dan atau biocharnya, tanah pertanian tersebut akan dapat ditingkatkan sifat fisik, kimia dan biologisnya. Konsep kedua, jika tanah pertanian yang telah tercemar diperbaiki sifat-sifatnya dengan penambahan bahan organik dan atau biochar dari bahan organik itu ditanami tanaman tertentu misalnya jagung, maka penambahan bahan organik dan atau biocharnya dengan dosis optimum akan memberikan hasil tanaman yang maksimum. Konsep ketiga, jika tiap-tiap jenis bahan organik (misalnya kotoran ayam dan sekam padi) dan biocharnya masing-masing (biochar kotoran ayam dan biochar sekam padi) memiliki sifat-sifat pembenah tanah yang berbeda, sehingga akan memiliki kemampuan memperbaiki tanah pertanian tercemar akan berbeda pula, maka tiap pemberian jenis-jenis bahan organik dan atau biocharnya akan memberikan hasil pertanian yang berbeda pula. Konsep keempat, jika campuran bahan organik pada dosis optimumnya dengan biochar dari bahan organik itu juga pada dosis optimumnya dipergunakan untuk memperbaiki tanah pertanian yang tercemar limbah garmen yang mengandung logam-logam berat dan bahan cemaran berbahaya lainnya, maka akan mampu memperbaiki sifat-sifat tanah pertanian tersebut secara optimum sehingga memberikan hasil tanaman yang maksimum. 37 1. 2. 3. 4. 5. Teori : Kesuburan Kimia Lingkungan Bahan Organik Rehabilitasi dan Degredasi Permasalahan : Lahan terdegradasi kimia Indikator : 1. P2O5 rendah 2. KB rendah 3. pH rendah 4. KTK rendah 5. Logam berat tinggi 1. 2. 3. 4. 5. Teori : Kesuburan Kimia Lingkungan Biochar Rehabilitasidan Degradasi Rehabilitasi Bahan organik Sifat : ï‚· Mudah terdekomposisi ï‚· Mineralisasi ï‚· Bersifat jangka pendek ï‚· Pengkhelat ï‚· Mengandung gugus fungsional ï‚· Mengandung asam malat Fungsi : ï‚· Peningkatan kandungan C ï‚· Memperbaiki Produktivitas tanah ï‚· Menyuplai hara tanaman ï‚· Menyokong siklus nutrisi ï‚· Menahan pupuk mineral Biochar Sifat : ï‚· Rekalsitran ï‚· Ameliorasi yang baik ï‚· Persisten ï‚· Pengkhelat ï‚· Permukaan luas ï‚· Mengandung 50% karbon ï‚· Mengandung gugu fungsional ï‚· Bersifat jangka panjang Fungsi : ï‚· Retensi unsur hara ï‚· Meningkatkan pH ï‚· Meningkatkan KTK ï‚· Menekan Reaktivitas logam Tanah + Bahan organik + Biochar Analisis sifat kimia tanah Tanah sehat (Fisik, kimia, biologi mendukung) Kualitas lahan dan produksi meningkat Gambar 3.2 Kerangka Konsep 38 Keempat konsep yang dirumuskan tersebut didukung oleh kajian teoritis dan fakta empiris yang diuraikan dalam beberapa paragrap berikut ini dan dapat diformulasikan dalam Gambar 3.2. Biochar sebagai bahan pembenah tanah yang memiliki komposisi kimia yang heterogen dan kompleks memiliki kontribusi besar dalam hal peningkatan karbon, meningkatkan retensi unsur hara dan air serta meningkatkan pH tanah, mengurangi kejenuhan unsur Al, Fe, dan mengkhelat logam berat lainnya yang bersifat racun bagi tanaman. Dipandang dari fisik tanah, secara tidak langsung interaksi bahan organik dengan bahan mineral tanah mampu meningkatkan agregasi, ini berarti mampu memperbaiki porositas tanah sehingga memperbaiki kemampuan tanah dalam menyimpan lengas dalam bentuk tersediakan dan kemampuan tanah mengikat air (Yamato et al., 2006 ; Liang et al., 2006). Asam humat dan asam fulvat merupakan bagian yang mempunyai peran yang besar dalam reaksi kimia dari bahan organik. Dimana asam humat memiliki gugus fungsional seperti –COOH, -OH fenolat maupun –OH alkoholat sehingga asam humat memiliki peluang untuk membentuk kompleks dengan ion logam. Soepardi (1983) menyatakan bahwa adanya senyawa organik yang cukup memungkinkan terjadinya khelat yaitu senyawa organik yang berikatan dengan kation logam seperti besi (Fe), mangan (Mn), dan alumunium (Al). Dampak dari terbentuknya khelat logam seperti antara senyawa organik dengan logam Fe dan Al dalam tanah akan mengurangi pengikatan fosfat oleh oksida maupun lempung silikat sehingga P 39 menjadi lebih tersedia. Selain itu terbentuknya khelat akan meyebabkan ketersedian logam dalam dalam tanah akan menurun. Proses terjadinya pengkhelatan atau ikatan kompleks antara logam dengan gugus fungsional yang ada pada bahan organik meningkat dengan bertambahnya kandungan bahan organik dalam tanah sampai pada batas tertentu. Pada dosis bahan organik yang optimum akan diperoleh peningkatan kapasitas tukar kation dan retensi unsur hara yang maksimum. Disamping itu pada bahan organik terdapat asam humat dan fulfat yang merupakan substansi yang terbesar jumlahnya yang kaya akan gugus fungsional seperti karboksil, hidroksil, hidroksil fenolik, hidroksil alkohilik, dan amina, dimana gugus karboksil mampu mengikat kation-kation, sehingga tanah yang mengandung bahan organik tinggi mempunyai kemampuan mengikat kation cukup tinggi yang ditunjukkan oleh tingginya nilai KTK tanah. Mengingat limbah pertanian yang digunakan sebagai bahan baku biochar berasal dari limbah pertanian yang cukup beragam, maka sifat kimia dan fisik biochar yang dihasilkan juga berbeda. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Glaser et al., 2002; Ogawa et al., 2006), menyatakan kualitas sifat kimia dan fisik biochar ditentukan oleh jenis bahan baku, metode karbonisasi, dan bentuk biochar yang dihasilkan (padat, serbuk, dan karbon aktif). Hasil penelitian Chan et al. (2008) mendapatkan pembuatan biochar dari serasah unggas sebagai amandemen tanah dengan suhu 4500 C lebih efektif dari suhu 5000 C baik terhadap peningkatan C, N, P, serta pH tanah, akan tetapi terjadi pengurangan kekuatan tanah dengan peningkatan pemberian dosis biochar. 40 Penambahan bahan organik berupa biochar sekam padi pada lahan sawah sulfat masam dengan dosis 12 ton ha-1 memberikan pengaruh yang baik terhadap peningkatan sifat tanah yang ditandai dengan adanya peningkatan pH tanah, C organik, KTK, porositas tanah, dan peningkatan bobot isi (Massulili, 2010). Sedangkan menurut hasil penelitian Sumanto dan Suardi (2010) menyatakan pemberian kombinasi pupuk organik kotoran ayam 1,5 ton ha -1 + 1 ton ha-1 pupuk organik kotoran sapi pada tanaman jagung dilahan kering memberikan hasil biji kering tertinggi dibandingkan secara tunggal dengan dosis 2,5 ton ha-1. 3.3 Hipotesis Berdasarkan permasalahannya, kajian pustaka, kerangka berpikir dan konsep yang telah dikemukakan dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Karakteristik sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang tidak tercemar limbah cair garmen kualitasnya lebih baik dari yang tercemar. 2. Biochar dan bahan organik memiliki potensi yang berbeda dalam memperbaikki sifat tanah dan pertumbuhan tanaman jagung pada lahan yang terdegradasi limbah cair garmen. 3. Dosis optimum biochar dan bahan organik yang berada diantara 9 ton ha-1 10 ton ha-1 dapat menurunkan ketersediaan logam berat di dalam tanah, dan meningkatkan hasil biji jagung sampai maksimum. 4. Biochar sekam padi dapat meningkatkan kualitas tanah dan hasil tanaman jagung pada lahan yang terdegradasi limbah cair garmen. 41 5. Formulasi kombinasi dosis biochar sekam padi 9,280 ton ha-1 dengan dosis kotoran ayam 8,544 ton ha-1 dapat memperbaikki sifat tanah dan pertumbuhan tanaman jagung pada lahan yang terdegradasi limbah cair garmen. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Jawaban dari beberapa pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah dapat ditemukan melalui proses penelitian sebagai berikut : Percobaan 1 (Laboratorium). Penelitian pendahuluan yang meliputi: analisis limbah cair garmen, dan analisis karakteristik sifat tanah yang tercemar dengan yang tidak tercemar, untuk menjawab hipotesis 1. Percobaan 2 (Rumah Kaca). Penelitian potensi dan penentuan dosis optimum dari biochar dan bahan organik untuk menjawab hipotesis 2 , 3, dan 4 yang meliputi : a. Analisis karakteristik biochar dan bahan organik secara kuantitatif dan kualitatif. b. Pengaruh dosis biochar dan bahan organik terhadap sifat tanah dan pertumbuhan tanaman jagung pada lahan yang terdegradasi limbah cair garmen, dan pelaksanaan inkubasi tanah sesuai dengan perlakuan. Percobaan 3 (Lapangan). Penelitian aplikasi kombinasi dosis optimum dengan setengah optimum dari masing-masing bahan organik di lapangan, untuk menguji hipotesis 5. Penelitian pengaruh dosis biochar dan bahan organik terhadap sifat tanah selama inkubasi dan pertumbuhan tanaman jagung pada lahan yang terdegradasi limbah cair garmen, dilaksanakan percobaan rumah kaca menggunakan rancangan dasar RAL (Rancangan Acak Lengkap) pola petak terbagi dengan jenis bahan organik 42 43 sebagai petak utama dan dosis bahan organik sebagai anak petak. Jenis bahan organik yang terdiri dari 4 jenis yaitu : O1 = Kotoran ayam O2 = Sekam padi O3 = Biochar kotoran ayam O4 = Biochar sekam padi Dosis bahan organik terdiri atas 5 level yaitu : D0 = Kontrol D1 = 3 ton ha-1 ( 18 g pot-1 ) D2 = 6 ton ha-1 ( 36 g pot-1 ) D3 = 9 ton ha-1 ( 54 g pot-1 ) D4 =12 ton ha-1 ( 72 g pot-1 ) Percobaan ini diulang 3 kali sehingga terdapat 60 perlakuan, jarak antar perlakuan 0,5 m dan antar ulangan 1 m (Gambar 4.1). Bentuk matrik perlakuan seperti Tabel 4.1 Proses inkubasi dilakukan dengan memasukan 3 kg tanah yang tercemar limbah cair garmen, yang sudah kering udara disaring dengan ayakan < 2 mm ke dalam polybag. Selanjutnya ditambahkan biochar dan bahan organik sesuai perlakuan, dan air bebas ion sampai mencapai kapasitas lapang. Proses inkubasi dilakukan selama 35 hari dan setiap minggu dilakukan analisis ketersediaan logam berat dalam tanah. Percobaan 3 yang dilaksanakan di lapangan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan pola faktorial, dimana dosis biochar (faktor I) dan dosis bahan organik (faktor II). 44 Tabel 4.1 Matrik Perlakuan Dosis D0 O1 O1D0 Jenis Bahan Organik O2 O3 O2D0 O3D0 D1 O1D1 O2D1 O3D1 O4D1 D2 O1D2 O2D2 O3D2 O4D2 D3 O1D3 O2D3 O3D3 O4D3 D4 O1D4 O2D4 O3D4 O4D4 O4 O4D0 Semua perlakuan diulang 3 kali, dengan ukuran petak perlakuan 3 m x 3 m dengan tinggi bedeng 10 cm dan jarak antara petak perlakuan 0,500 m dan antar ulangan 1 m (Gambar 4). Adapun dosis biochar yang diteliti B1 = Dosis biochar kotoran ayam optimum( 9,930 ton ha -1) B2 = Dosis biochar sekam padi optimum ( 9,280 ton ha -1) B3 = ½ dosis biochar kotoran ayam optimum( 4,965 ton ha -1) + ½ dosis biochar sekam padi optimum( 4,640 ton ha -1) Sedangkan dosis bahan organik yang diteliti K1 = Dosis kotoran ayam optimum( 8,544 ton ha -1) K2 = Dosis sekam padi optimum( 10,275 ton ha -1) K3 = ½ dosis kotoran ayam optimum (4,272 ton ha optimum( 5,137 ton ha -1) -1 ) + ½ dosis sekam padi 45 I O1 D0 D2 D4 III D3 D1 O2 D4 D0 O3 D1 D2 D4 D0 D3 D1 D0 D1 D2 D4 D2 D3 D3 D0 D2 D4 D3 D0 D2 D4 D3 D0 D0 D4 D2 D0 D4 D3 D3 D1 D3 D1 D2 D2 D3 D3 D0 O2 D3 D1 D4 D0 O3 D1 D4 O4 O1 O4 D0 D2 O3 O4 O2 D4 D1 II D1 O1 D1 D2 D1 D2 D4 Gambar 4.1 Denah Percobaan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Petak Terbagi (Split Plot Design) di Rumah Kaca I II III B1K1 B2K2 B3K3 B1K2 B1K3 B1K2 B1K3 B2K1 B2K1 B2K1 B1K1 B2K3 B2K2 B2K3 B1K3 B2K3 B3K1 B3K1 B3K1 B3K2 B3K2 B3K2 B3K3 B1K1 B3K3 B1K2 B2K2 Gambar 4.2 Denah Percobaan dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Pola Faktorial di Lapangan 46 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium, di rumah kaca dan di lapangan. Sebelum penelitian ini dilakukan terlebih dulu dilaksanakan observasi lapangan untuk penjajagan sebaran tempat garmen, pengambilan limbah cair garmen yang mencemari lahan pertanian, pengumpulan data sekunder (curah hujan dan data subak), pembuatan peta lokasi dan pengumpulan bahan baku untuk pembuatan biochar. Penelitian di laboratorium menyangkut analisis tanah, analisis kuantitatif karakteristik biochar sekam padi, biochar kotoran ayam, sekam padi dan kotoran ayam, dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Sedangkan analisis kualitatifnya dilaksanakan di Laboratorium MIPA bersama. Analisis total mikroba di Laboratorium Mikrobiologi MIPA. Analisis SEM (Scaning Electrone Microscope) di Laboratorium Teknik Sipil dan analisis logam berat dilaksanakan di UPT Laboratorium Analitik Universitas Udayana. Percobaan pot dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian UNUD dari tanggal 2 April sampai 7 juli 2013. Pelaksanaan kegiatan pecobaan lapangan dimulai dari tanggal 25 Agustus 2013 sampai tanggal 10 Nopember 2013 pada lahan sawah yang terdegradasi limbah cair garmen yang berlokasi di Subak Cuculan Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan (Gambar 4.3). Gambar 4.3 Peta Lokasi Percobaan 47 48 4.3 Variabel dan Pengukuran Adapun jenis-jenis variabel yang ditetapkan dalam penelitian ini, untuk menguji hipotesis yang diajukan meliputi variabel tanah, variabel tanaman, variabel karakteristik biochar, bahan organik secara kuantitatif dan kualitatif. Variabel tanah mencakup parameter sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Variabel kualitatif FT-IR, dan SEM. Variabel tanaman mencakup parameter tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah total tanaman, berat kering oven total tanaman, hasil biji basah jagung per pot, hasil biji basah jagung per ubinan dan hasil biji basah jagung per hektar. 4.3.1 Variabel tanah Parameter sifat fisik tanah meliputi: a. Tekstur tanah yang penetapannya menggunakan metode pipet. Dasar penetapan sebagai berikut: bahan organik dioksidasi dengan H2O2 dan garam garam yang mudah larut dihilangkan dari tanah dengan HCl sambil dipanaskan. Bahan yang tersisa adalah mineral yang terdiri atas pasir, debu dan liat. Pasir dapat dipisahkan dengan cara pengayakan basah, sedangkan debu dan liat dipisahkan dengan cara pengendapan. b. Kadar air tanah dinyatakan dalam persen volume yaitu presentase volume air terhadap volume tanah. Cara penetapan kadar air dapat dilakukan dengan sejumlah tanah basah dikering ovenkan dalam oven pada suhu 105 0C untuk waktu tertentu. Air yang hilang karena pengeringan merupakan sejumlah air yang 49 terkandung dalam tanah tersebut. Kadar air tanah (%) bisa didapat dengan perhitungan menggunakan metode gravimetric dengan rumus u= Keterangan : u Ba-Bk x 100 % Bk : Kadar air (%) Ba : Berat tanah awal, BK : Berat tanah kering mutlak (1050C) c. Berat volume tanah (Bulk density) merupakan perbandingan berat tanah dengan volume total tanah. Berat volume tanah juga merupakan salah satu indikator kepadatan tanah , yang mempengaruhi porositas tanah, pergerakan air, peredaran udara dan pergerakan akar tanaman. Besar kecilnya nilai berat volume tanah dipengaruhi oleh berat jenis partikel, susunan partikel dan variasi kandungan bahan organik. Berat volume tanah (g cm-3) diperoleh dengan metode perhitungan menggunakan metode ring sampel dengan rumus: BV = Keterangan : BV BK vt : berat volume (bulk density) dalam g cm-3 BK : berat tanah kering mutlak, vt : volume tanah dalam ring d. Porositas atau ruang pori tanah adalah volume seluruh pori-pori dalam suatu volume tanah utuh, yang dinyatakan dalam persen. Porositas tanah menunjukan kemampuan tanah dalam menyerap air dan ini tergantung dari kepadatan tanah, semakin padat tanah semakin sulit menyerap air. Semakin dalam tanah nilai 50 porositas semakin kecil. Porositas total tanah (%) diperoleh dengan perhitungan menggunakan metode gravimetric dengan rumus: Porositas = 1- BV x 100 % Bj Keterangan : BV : berat volume tanah (g cm-3) Bj: berat jenis tanah e. Berat jenis tanah dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara berat isi butir tanah dengan berat isi air. Nilai dari pada berat isi butir tanah adalah perbandingan antara berat butir tanah dengan volumenya. Sedangkan berat isi air adalah perbandingan antara berat air dengan volume airnya, biasanya mendekati nilai 1 g cm-3. Berat jenis suatu massa tanah (Bj) dapat dihitung dengan rumus : Berat Jenis Tanah (g cm-3) = W1 = Berat piknometer (W2-W1) ( ) ( ) W2 = Berat piknometer + bahan kering W3 = Berat piknometer + bahan kering + air W4 = Berat piknometer + air Parameter sifat kimia tanah meliputi : a. DHL besarnya nilai daya hantar listrik mencerminkan kadar garam yang terlarut dalam satuan mmhos cm-1. Peningkatan konsentrasi garam yang terlarut akan 51 menaikkan nilai DHL larutan yang diukur oleh alat menggunakan elektrode platina yang disebut konduktimeter. b. Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+ dalam larutan tanah, yang dinyatakan sebagai –log[H+]. Peningkatan konsentrasi H+ menaikkan potensial larutan yang diukur, oleh alat dan dikonversi dalam skala pH. pH tanah yang pengukurannya menggunakan alat pH meter pH = 10 log ( ) c. P tersedia (ppm) yang analisis/pengukuran menggunakan metode Bray-1 Dasar penetapan Fosfat dalam suasana asam akan diikat sebagai senyawa Fe, Al-fosfat yang sukar larut. NH4F yang terkandung dalam pengekstrak Bray akan membentuk senyawa rangkai dengan Fe & Al dan membebaskan ion PO4-. Pengekstrak ini digunakan pada tanah dengan pH agak masam sampai netral. P tersedia (ppm) = P dalam larutan (ppm) x 15 1,5 x 10 5 x 100 + KA 100 d. K tersedia (ppm) yang analisis/pengukuran menggunakan metode Bray-1 K tersedia (ppm) = Kadar K dalam larutan (ppm) x fp x 100 5 x 100 + KA 100 e. N total (%) yang analisis/pengukuran menggunakan metode Kjedhall Dasar penetapan senyawa nitrogen organik dioksidasi dalam lingkungan asam sulfat pekat dengan katalis campuran selen membentuk (NH4)2SO4. Kadar amonium dalam ekstrak dapat ditetapkan dengan cara destilasi atau spektrofotometri. Pada cara destilasi, ekstrak dibasakan dengan penambahan 52 larutan NaOH. Selanjutnya, NH3 yang dibebaskan diikat oleh asam borat dan dititar dengan larutan baku H2SO4 N total (%) = (ml contoh – ml blanko) x N H2SO4 x 1,4 f. KTK (me /100 g) yang analisis/pengukuran menggunakan pengekstrak NH4OAc Dasar penetapan koloid tanah (mineral liat dan humus) bermuatan negatif, sehingga dapat menyerap kation-kation. Kation-kation dapat ditukar (dd) (Ca2+, Mg2+, K+ dan Na+) dalam kompleks jerapan tanah ditukar dengan kation NH4 dari pengekstrak dan dapat diukur. Untuk penetapan KTK tanah, kelebihan kation penukar dicuci dengan etanol 96%. NH4 yang terjerap diganti dengan kation Na+ dari larutanNaCl, sehingga dapat diukur sebagai KTK. KTK (me 100 g-1) = ml blanko –ml contoh × N.NaOH Bobot contoh tanah pada 105℃ x 100 g. KB (%) yang analisis/pengukuran menggunakan pengekstrak NH4OAc Sebagian besar kation-kation yang dijerap koloid tanah adalah kation-kation basa,antara lain Ca2+, Mg2+, K+ dan NH4+. Bnyak sedikitnya tempat yang diduduki oleh kation-kation pada daerah jerapan menggambarkan kejenuhan basa(KB). ml blanko –ml contoh × N . NaOH× KB (%) = KTK 100 25 × 100 B..contoh x 100 h. Ketersediaan logam berat Pb, Cd, Cu, dan Cr di dalam tanah menggunakan pengekstrak EDTA (Etilen Diamin Tetra Asetat). Dasar penetapan pengekstrak EDTA dapat melarutkan ion-ion logam dalam bentuk senyawa khelat. Pada pH 53 7,3 larutan EDTA memiliki daya khelat paling kuat untuk mengekstrak besi dan logam-logam lainnya.. Selanjutnya konsentrasi logam berat dianalisis dengan AAS ( Atomic Absorption Spectrophotometer ). Parameter sifat biologi tanah meliputi : a. C- organik tanah (%) yang analisis/perhitungan menggunakan metode Walkley dan Black. Dasar penetapan karbon sebagai senyawa organik akan mereduksi Cr6+ yang berwarna jingga menjadi Cr3+ yang berwarna hijau dalam suasana asam. Intensitas warna hijau yang terbentuk setara dengan kadar karbon. C= ( ) x 10 x x 100% b. Total mikroba tanah (CFU g-1) menggunakan metode Planthing Method 4.3.2 Variabel tanaman a. Tinggi tanaman (cm) Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur tinggi tanaman dari atas permukaan tanah sampai ujung titik tumbuh dimulai dari umur dua minggu setelah tanam dengan interval dua minggu sampai tinggi tanaman maksimum. b. Jumlah daun (helai) Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung jumlah daun yang telah terbuka penuh dan berwarna hijau dengan interval dua minggu sejak tanam sampai menjelang panen. 54 c. Berat basah total tanaman (g) Pengamatan dilakukan sekali pada saat panen dengan menimbang seluruh bagian tanaman yang terdiri dari akar, batang, daun, dan tongkol. d. Berat kering oven total tanaman (g) Pengamatan dilakukan sekali setelah panen dengan mengoven 100 g berat basah total tanaman kemudian nilai dari berat kering oven ini dikonversikan ke berat basah total tanaman. e. Berat biji basah per pot (g) Pengamatan dilakukan sekali setelah panen, dengan menimbang seluruh biji hasil panen dari tanaman yang ada di pot. f. Berat basah biji per ubinan (kg) Perhitungan dilakukan sekali yaitu pada saat panen, dengan cara menimbang seluruh berat basah biji pada tanaman yang ada di ubinan. g. Berat basah biji per hektar (ton) Perhitungannya dengan cara mengkonversi berat basah biji per ubinan ke hektar h. Kandungan logam berat total Pb, Cu, Cd, dan Cr pada biji dan brangkasan jagung menggunakan metode pengabuan basah, dengan menggunakan HNO3 dan H2SO4. Ekstraknya dianalisis dengan alat AAS. 55 4.3.3 Variabel karakteristik biochar dan bahan organik secara kuantitatif dan kualitatif Parameter karakteristik biochar dan bahan organik secara kuantitatif, yang diamati hampir sama dengan parameter tanah. Karakterisasi secara kualitatif dengan analisis spectrum FT-IR (Forier Transform Infra Red) Spectometry, untuk mendapatkan gambaran secara kualitatif dari gugus fungsi serta nama gugusnya, dengan cara menghaluskan bahan yang akan dianalisis menjadi polder,kemudian ditambahkan senyawa KBr dengan perbandingan 1:3, dan campuran diaduk sampai homogen. Kemudian dicetak/pres menjadi pellet padat yang tipis,lalu dianalisis sepektrum senyawa aromatiknya dengan memasukkan ke dalam Spekktrometer Infra merah. Perbedaan morphologi dan struktur mikro permukaan dari biochar sekam padi dan biochar kotoran ayam dianalisis dengan menggunakan SEM (Scaning Electrone Microscope). 4.4 Prosedur Penelitian Pertanyaan yang dibangun dalam rumusan masalah dijawab dengan melakukan penelitian. Sedangkan untuk menjamin reliabilitas dan validitas data yang diperoleh maka dilaksanakan prosedur penelitian pada setiap kegiatan. Adapun lingkup kegiatan penelitian terbagi menjadi 4 bagian, meliputi: observasi lapangan,uji laboratorium,uji sekala rumah kaca, dan uji sekala lapangan. Bagan alir dari penelitian ini seperti pada Gambar 4.4 . 56 Observasi lapangan Uji laboratorium 1. Penelusuran lokasi dan penyiapan lokasi. 2. Pengumpulan data skunder. 3. Pengambilan contoh tanah dan limbah cair garmen. 4. Pengambilan bahan organik dan biochar. HASIL 1. Sampel tanah 2. Jenis bahan organik 1. Analisis awal tanah dan limbah cair garmen. 2. Analisis kuantitatif dan kualitatif biochar dan bahan organik. 3. Inkubasi tanah sesuai perlakuan 4. Analisis ketersediaan logam berat pada tanah. HASIL 1. Karakteristik limbah cair, tanah tercemar dan tidak tercemar. 2. Karakteristik kuatitatif dan kualitatif biochar dan bahan organik 3. Konsentrasi ketersediaan logam Cd,Cu,Pb dan Cr di tanah Uji skala rumah kaca Uji skala lapangan 1. Penelitian potensi dan dosis uptimum dari biochar dan bahan organik. 1. Aplikasi kombinasi dosis optimum dengan setengah optimum dari biochar dan bahan organik. Analisis laboratorium HASIL 1. Dosis optimum biochar dan bahan organik. 2. Ketersediiaan logam Cu, Pb, Cd, dan Cr di tanah. 3. Konsentrasi total logam Cu, Pb, Cd, dan Cr di biji dan brangkasan jagung. 4. Sifat fisika, kimia dan biologi tanah. 5. Hasil biji Jagung. Analisis laboratorium HASIL 1. Kombinasi terbaik antara Biochar dan bahan organik.. 2. Ketersediaan logam berat Cu, , Pb, Cd. Dan Cr ditanah. 3. Konsentrasi total logam Cu, Pb, Cd, dan Cr di biji dan brangkasan jagung. 4. Sifat fisika, kimia dan biologi tanah. 5. Hasil biji Jagung. Rekomendasi pemanfaatan biochar untuk merehabilitasi lahan terdegradasi kimia Gambar 4.4 Kerangka Operasional Penelitian 57 4.4.1 Observasi lapangan Kegiatan observasi lapangan dilaksanakan untuk mendapatkan data-_data sekunder yang ada hubungannya dengan kegiatan penelitian selanjutnya. Adapun data sekunder yang dicari meliputi data curah hujan, jumlah subak, Luas lahan pertanian di kota Denpasar, penggunaan lahan, produksi jagung per tahun dan peta lokasi penelitian. Selain itu juga dilakukan kegiatan pengambilan sampel tanah yang tercemar limbah cair garmen dan yang tidak tercemar, pengambilan limbah cair garmen yang masuk kesaluran irigasi, penyiapan bahan organik untuk biochar dan pembuatan biochar sekam padi dan biochar kotoran ayam. Proses pembuatan biochar mengacu pada proses pembuatan biochar menurut Taylor & Mason . (2010) yang dimodifikasi. Kedua jenis biochar ini dibuat menggunakan alat tungku sederhana dan drum pertamina yang tertutup dengan diameter dalam 56 cm dan tinggi 42 cm. Kotoran ayam dikering anginkan selama 7 hari di atas lantai gudang hingga mencapai kadar air 15%. Selama proses pengeringan bahan diadakan sortasi dengan pengayakan dengan diameter ayakan 4 cm, untuk mendapatkan ukuran yang sama, sehingga dalam proses pemanasan mendapatkan pemanasan yang seragam. Kotoran ayam yang sudah siap, di timbang 15 kg kemudian dimasukkan ke drum dan dipanaskan di atas tungku dengan menggunakan kayu bakar dan serabut kelapa (bahan bakar masyarakat setempat). Pemanasan dilakukan sampai terbentuk arang aktif yang memakan waktu lebih kurang 5 jam dan setiap 1 jam dilakukan 58 pengukuran suhu, dimana rata-rata suhu pemanasan 255 0 C. Proses ini menghasilkan rendemen biochar kotoran ayam 60 %. Biochar sekam padi, juga berupa arang yang proses pembuatannya sama dengan biochar kotoran ayam, akan tetapi disini tidak dilakukan proses sortasi bahan baku biochar, melainkan hanya dicek kadar airnya agar mendekati 12 %. Pemanasan juga dilakukan sampai terbentuk arang aktif yang memakan waktu juga lebih kurang 5 jam dengan suhu yang sama. Dari proses ini dihasilkan rendemen biochar sekam padi sebesar 70%. 4.4.2 Uji laboratorium Sampel tanah, limbah cair garmen, bahan organik dan biochar yang diambil dari lapangan dilakukan analisis kuantitatif awal, untuk melihat karakteristik awal dari masing-masing sampel tersebut. Untuk sampel tanah dan limbah cair garmen dilakukan analisis di Lab Tanah Fakultas Pertanian UNUD dan di Lab Analitik UNUD. Adapun jenis parameter yang di analisis dari kedua jenis sampel ini seperti pada Tabel 1.1. Sedangkan untuk sampel biochar dan bahan organik dilakukan analisis kuantitatif dan kualitatif di Lab MIPA bersama UNUD dan Lab Teknik Sipil UNUD untuk analisis SEM ( Scanning Electron Microscope ) dari biochar. 4.4.3 Uji skala rumah kaca Potensi dan dosis optimum dari biochar dan bahan organik didapat dengan melakukan kegiatan penelitian di rumah kaca. Sebelumnya dilakukan pengambilan contoh tanah dari lahan sawah yang air irigasinya setiap hari tercemar limbah cair 59 garmen dengan kedalaman 15-20 cm. Yang berlokasi di subak Cuculan, Denpasar Selatan, kemudian dilakukan proses inkubasi selama 1 bulan, yang mana proses pelaksanaanya dimulai dari pengambilan tanah yang tercemar limbah cair garmen, yang sudah kering udara disaring dengan ayakan < 2 mm. Tanah kemudian dimasukkan ke polybag sebanyak 3 kg ditambahkan air bebas ion sampai mencapai kapasitas lapang, dan terakhir memasukkan biochar dan bahan organik sesuai dengan dosis perlakuan. Setiap seminggu dilakukan analisis ketersediaan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Cr sebanyak 4 kali sampai umur 28 hari. Selanjutnya setelah inkubasi 30 hari dilanjutkan dengan kegiatan penanaman benih jagung manis varietas bonanza F1 yang telah direndam selama 1 jam pada pot sesuai dengan perlakuan penelitian. Judul penelitian yang dilaksanakan di rumah kaca adalah Pengaruh Dosis Biochar dan Bahan Organik Terhadap Sifat Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jagung pada Lahan Yang Terdegradasi Limbah Cair Garmen. Dari penelitian ini luaran atau hasil yang diharapkan setelah dilakukan analisis laboratorium dan uji statistika, adalah dosis optimum dari masing-masing biochar dan bahan organik, sifat tanah yang semakin baik, ketersediaan logam berat Cu, Pb, Cd, dan Cr di tanah terendah, konsentrasi total logam berat Cu, Pb, Cd, dan Cr di biji dan brangkasan jagung terendah, dan hasil biji jagung per pot tertinggi. 60 4.4.4 Uji skala lapangan Bentuk formulasi kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik yang terbaik di lapangan diperoleh setelah dilakukan penelitian Aplikasi kombinasi dosis optimum dengan dosis setengah optimum dari masing –masing biochar dan bahan organik. Adapun persedur pelaksanaan kegiatan penelitian ini di lapangan sesuai dengan apa yang telah di paparkan pada bab metode penelitian. Setelah dilakukan analisis laboratorium dan uji statistika terhadap data penelitian yang diamati, luaran yang diharapkan adalah: sifat tanah yang semakin baik, formulasi kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik terbaik, ketersediaan logam berat Cu, Pb, Cd, dan Cr di tanah terendah, konsentrasi total logam berat Cu, Pb, Cd, dan Cr di biji dan brangkasan jagung terendah, dan hasil biji jagung per ubinan dan per hektar tertinggi. 4.6 Analisis Data Analisis data terhadap variabel yang diuji dilakukan analisis sidik ragam (Analysis of Variance, ANOVA) sesuai dengan rancangan yang digunakan. Apabila terdapat pengaruh interaksi yang nyata terhadap variabel yang diamati maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan,s dengan tingkat kesalahan 5%, begitu juga jika hanya pengaruh faktor tunggal yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan,s taraf nyata 5%. Untuk mengetahui dosis optimum dari biochar dan bahan organaik dilakukan analisis regresi . Semua analisis di atas menggunakan program Costat dan pembuatan grafik menggunakan software Excel. BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Potensi dan Penentuan Dosis Optimum dari Masing-Masing Bahan Organik 5.1.1 Karakteristik sifat fisik, kimia dan biologi dari tanah sebelum perlakuan Sampel tanah yang dianalisis sifat fisik, kimia dan biologi tanah diambil dengan kedalaman 15 – 20 cm dari dua tempat yang berbeda. Tanah yang tidak tercemar diambil di daerah hulu di Subak Kedua Denpasar Utara, dan yang tercemar di Subak Cuculan Denpasar Selatan. Hasil analisis tersebut disajikan pada Tabel 5.1. Hasil analisis pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari sifat kimia (konsentrasi total logam berat seperti Cu, Pb, Cd dan Cr) lebih tinggi pada tanah tercemar dibandingkan dengan tanah yang tidak tercemar. Nilai P tersedia, K tersedia dan pH lebih tinggi pada tanah tercemar dibandingkan dengan yang tidak tercemar. Sedangkan nilai KTK dan KB pada tanah yang tidak tercemar lebih tinggi dari tanah yang tercemar, dan N total sama-sama rendah. Begitu juga dari sifat fisik terlihat tanah yang tidak tercemar permiabilitas lebih cepat, kandungan air kapasiatas lapang dan nilai bobot isi lebih tinggi dibandingkan dengan tanah tercemar. Kalau dilihat dari tekstur, tanah tercemar bertekstur lempung dan yang tidak tercemar bertekstur lempung berdebu. Hasil analisis sifat biologi tanah menunjukkan C- organiknya sama-sama sangat rendah. 61 62 Tabel 5.1 Beberapa Karaterisktik Fisik, Kimia dan Biologi Antara Tanah yang Tercemar Limbah Cair Garmen dengan yang Tidak Tercemar Tanah Yang Tercemar Yang Tidak Tercemar Sifat Kimia pH H 2O P Bray-1 (tersedia ppm) K Bray-1 (tersedia ppm) KTK (me/100g) KB (%) Cu (ppm) Pb (ppm) Cd (ppm) Cr (ppm) N total (%) DHL (mmhos/cm) 6,800 101,020 325,350 25,830 93,690 36,588 33,358 0,732 3,919 0,140 3,970 5,700 26,600 212,550 33,540 97,300 20,286 25,827 0,698 2,010 0,100 5,780 Sifat Fisik Kadar Air Tanah KU (%) Kadar Air Tanah KL (%) Permeabilitas Bobot Isi (g/cm3) Tekstur Pasir (%) Debu (%) Liat (%) 16,340 30,680 5,301 1,187 Lempung 48,800 39.770 11.440 13,310 32,330 18,028 1,181 lempung berdebu 24,460 50,360 25,180 0.450 0.440 Sifat Biologi C- Organik (%) 5.1.2 Karakteristik biochar dan bahan organik secara kuantitatif dan kualitatif 5.1.2.1 Karakteristik biochar dan bahan organik secara kuantitatif Hasil analisis laboratorium karakteristik awal biochar dan bahan organik secara kuantitatif seperti tertera pada Tabel 5. 2 menunjukkan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada biochar kotoran ayam lebih tinggi dari biochar sekam padi. 63 Biochar sekam padi memiliki pH 8,110, kandungan K total 37,220% , dan K tersedia 900,700 ppm yang relatif lebih. tinggi dari biochar kotoran ayam, kecuali pada bahan organik kotoran ayam. Sedangkan kandungan Ca 63,830% yang juga relatif lebih tinggi terdapat pada sekam padi. Kandungan N total dalam kotoran ayam diperoleh 0,260%, dan setelah dijadikan biochar kotoran ayam, terjadi penurunan kandungan N menjadi 0,170%, begitu juga kandungan N total sekam padi setelah dijadikan biochar mengalami penurunan dari 0,350% menjadi 0,230%. Kandungan Ca dari sekam padi 63,830% turun menjadi 61,150% setelah dijadikan biochar. Kandungan unsur Mg hanya terdapat pada biochar kotoran ayam sebanyak 3,080%. Tabel 5.2 Karakteristik Beberapa Bahan Organik Karakteristik Kadar air (%) Berat jenis(g cm3) DHL (mmhos cm-1) pH N Total (%) P tersedia (ppm) K tersedia (ppm) KTK (me 100 g-1) KB (%) K (%) Ca ( % ) Mg ( % ) Na ( % ) Si (%) C- organik ( % ) Kotoran Ayam 15,970 − 50,200 8 0,260 1071,780 1151,250 − − 14,260 54,500 − 15,830 4,850 24,850 Sekam Padi 11,560 − − − 0,350 − − − − 18,370 63,830 − 17,780 43,770 Biochar Kotoran ayam Biochar Sekam Padi 8,410 0,950 7,760 7,2 0,170 743,120 773,630 29,270 198,520 11,950 59,380 3.080 15,140 2,780 25,340 7,090 0,820 59 8,110 0,230 583,59 900,700 20,780 115,460 37,220 61,150 − 34,030 20,860 Kandungan Si pada sekam padi dan biocharnya tidak dapat dideteksi dengan metode analisis ini padahal sekam padi termasuk bagian tanaman yang mengandung silikon 64 tinggi demikian juga biocharnya, seperti yang dilaporkan oleh Karyasa (2012) biochar (abu hitam) sekam padi mengandung 31,200%. 5.1.2.2 Karakteristik biochar dan bahan organik secara kualitatif Analisis Spektrum FT-IR dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara kualitatif dari derajad aromatik dan nama gugus fungsional yang terkandung pada kotoran ayam, sekam padi, biochar kotoran ayam dan biochar sekam padi. Berdasarkan standar serapan khas spectrum FT-IR menurut Skoog et al. , 1998, maka hasil analisisnya serapan dari biochar dan bahan organik dapat dilihat pada Tabel 5.3 dan Gambar 5.1, 5.2, 5,3,dan 5. 4. Tabel 5.3 Daerah Gugus Fungsi dan Daerah Serapan Hasil Analisis FT-IR Daerah Serapan (cm-1) 2850-2970 1340-1470 3010-3095 675-995 3010-3100 690-900 3300 1610-1680 1500-1600 1050-1300 Gugus Fungsi Nama Gugus Fungsi C−H Alkana C−H Alkena C−H Aromatic C−H C=C Alkuna Alkena C=C Aromatic C−O Alcohol Eter Asam Karboksil at Ester 2930,960 1431,240 - Daerah Serapan (cm-1) Biochar Sekam Kotoran Padi Ayam 2875,990 1388,810 667,400 808,210 3291,670 - 667,400 - Kotoran Ayam 1544,080 1096,580 1283,680 808,210 1609,670 1206,530 Biochar Sekam Padi 804,320 804,320 1514,120 1550,770 1172,720 65 Lanjutan. Daerah Serapan (cm-1) Gugus Fungsi Nama Gugus Kotoran Fungsi Ayam C=O N−H C−N Aldehida Keton Asam Karboksilat Ester Fenol, Monomer alcohol Alkohol ikatan hidrogen fenol Monomer Asam Karboksilat Ikatan hydrogen asam karboksilat Amina,amida Amina, -NO2 Nitro 1690-1760 3590-3650 O−H 3200-3600 3500 -3650 O−H 2500-2700 3300-3500 1180-1360 1500-1570 1300-1370 Daerah Serapan (cm-1) Biochar Biochar Sekam Kotoran Sekam Padi Ayam Padi - - - - 1707,080 - 1699,290 - 3291,670 3407,400 3441,160 3392,790 3554,810 - 3407,400 1283,680 1388,810 1544,080 3441,160 1206,530 3392,790 - 1431,240 - 1550,770 Analisis spektrum infra merah pada bahan kotoran ayam dan biochar kotoran ayam menunjukan adanya beberapa gugus fungsi. Spektrum hasil analisis FT-IR pada kotoran ayam dan bichar kotoran ayam menunjukan adanya perbedaan yang signifikan (Gambar 5.1 dan 5.2). Secara kualitatif analisis spektra (FT-IR) untuk bahan organik kotoran ayam dan biochar kotoran ayam seperti tertera pada Gambar 5. 1 dan 5 2, dapat diidentifikasi pada kotoran ayam adanya beberapa gugus fungsi yaitu serapan di pita uluran 3291,670 cm-1 dengan gugus fungsi (O−H) yang kemungkinan dimiliki oleh senyawa alkohol, ikatan hidrogen, atau fenol; di serapan pita uluran 66 2930,600 cm-1 dengan gugus fungsi (C−H) yang umumnya dimiliki oleh senyawa alkana; di serapan pita uluran 2519,140 cm-1 dengan gugus fungsi(O−H) yang kemungkinan dimiliki oleh senyawa dengan ikatan hidrogen, dan atau asam karboksilat; di serapan pita uluran 1654,030 cm-1 dengan gugus fungsi (C=C) yang umumnya dimiliki oleh senyawa alkena; di serapan pita uluran 1431,240 cm-1 dengan Transmitasi persen gugus fungsi (C-H) yang umumnya dimiliki oleh alkana. Bilangan gelombang Gambar 5.1 Spektrum (FT-IR) Bahan Organik Kotoran Ayam Pada biochar kotoran ayam, hasil spectra FT-IR mengidentifikasi adanya ikatan N-H pada serapan di pita uluran 3407,400 cm-1 yang kemungkinan dimiliki oleh senyawa amina atau amida; diserapan pita uluran 2875,990 cm -1 dengan gugus fungsi (C−H) dengan tipe senyawa alkana; diserapan pita uluran 2514,320 cm-1 dengan gugus fungsi (O−H) dengan tipe senyawa ikatan hidrogen asam karboksilat; 67 di serapan pita uluran 1544,080 cm-1 dengan gugus fungsi (C=C) yang umumnya dimiliki oleh senyawa yang mengandung cincin aromatik yaitu cincin ikatan -C=Cyang berselang-seling sehingga terjadi delokalisasi elektron; di serapan pita uluran 1615.450 cm-1 dengan gugus (C=C) yang dimiliki oleh senyawa alkena; di serapan pita uluran 1388,810 cm-1 dengan gugus fungsi (C−H) yang umumnya dimiliki oleh senyawa alkana; di serapan pita uluran 1283,680 cm-1 dengan gugus fungsi (C−N) Transmitasi persen yang umumnya dimiliki oleh senyawa amina atau amida. Bilangan gelombang Gambar 5.2 Spektrum (FT-IR) Biochar Kotoran Ayam Berdasarkan analisis spectra FT-IR kotoran ayam dan biochar kotoran ayam, terjadinya pirolisis atau pembakaran mengakibatkan teroksidasinya gugus-gugus -CH, -N-H, dan -O-H menjadi -C=O, -C-N-, dan -C=C- aromatik (delokalisasi). Adanya ikatan yang mengandung cincin dengan gugus -C=C- aromatik menunjukkan telah terjadinya proses karbonasi atau grafitisasi (pelepasan molekul air pada senyawa- 68 senyawa karbohidrat menjadi rantai karbon yang mengandung C-C dan C=C selangseling) sehingga mempengaruhi sifat-sifat kimia berkaitan dengan kemampuannya mengikat ion-ion logam berat. Analisis spektrum infra merah pada bahan organik sekam padi dan biochar sekam padi menunjukan adanya indikasi perubahan beberapa gugus fungsi akibat pirolisis sekam padi menjadi biochar sekam padi (Gambar 5.3 dan 5. 4). Serapan pita uluran pada 3441,160 cm-1 diidentifikasi sebagai gugus fungsi (-N−H) yang dimiliki oleh senyawa amina dan atau amida; serapan pita uluran pada 1707,080 cm-1 diidentifikasi sebagai gugus fungsi (-C=O) yang kemungkinan dimiliki oleh senyawa aldehid, keton, asam karboksilat, atau ester; serapan pita uluran pada 1503,580 cm-1 diidentifikasi sebagai gugus fungsi(-C=C-) yang kemungkinan dimiliki oleh senyawa karbon dengan cincin aromatik (cincin dengan ikatan C-C dan C=C berselang-seling); serapan pita uluran pada 1206,530 cm-1 dengan gugus fungsi (-C−N-) kemungkinan dimiliki oleh senyawa senyawa amina dan atau amida; serapan pita uluran pada 808,210 cm-1 dengan gugus fungsi (-C−H) umumnya dimiliki oleh senyawa alkana. Pada biochar sekam padi teridentifikasi adanya serapan pita uluran pada 3554,810 cm-1 yang diidentifikasi sebagai gugus fungsi (-O−H) senyawa ikatan hidrogen dari fenol; serapan pita uluran pada 3392,790 cm-1 dengan gugus fungsi (-N-H) dari senyawa amina, amida; serapan pita uluran pada 2223,920 cm-1 dengan gugus fungsi (-C≡N) dari senyawa nitrit; diserapan pita uluran 1699,290 cm-1 dengan gugus fungsi (-C=O) tipe senyawa aldehid, keton, asam karboksilat, ester; serapan pita uluran 1550,770 cm-1 dengan gugus fungsi (-C=C-) diidentifikasi adanya senyawa karbon 69 dengan cincin aromatik (yaitu cincin yang memiliki ikatan C-C dan C=C selangseling); serapan pita uluran pada 964,410 cm-1, dan 804,320 cm-1 dengan gugus fungsi (-C−H) dari senyawa alkena. Kalau menggunakan rujukan lain, serapan pada kisaran 900 – 1000 cm-1 yang muncul pada spectra FT-IR biochar menunjukkan adanya ikatan Si-O-Si (Simanjuntak, et al. 2012). Demikian juga serapan pada kisaran 800 – 900 cm-1 yang muncul pada spectra FT-IR sekam padi dan biochar sekam padi diidentifikasi adanya ikatan Si-O-C (Simanjuntak et al., 2012) pada kedua bahan organik tersebut. Dengan demikian, sekam padi dan biochar sekam padi mengandung silikon dalam bentuk Si- Transmitasi persen O-C ataupun Si-O-C. Bilangan gelombang Gambar 5. 3 Spektrum (FT-IR) Bahan Organik Sekam Padi Transmitasi persen 70 Bilangan gelombang Gambar 5. 4 Spektrum (FT-IR) Biochar Sekam Padi Hasil analisis karakterisasi dari biochar kotoran ayam dengan biochar sekam padi lewat photo SEM dengan berbagai pembesaran diperoleh perbedaan bentuk morfologi dan struktur mikro (Gambar 5.5 dan 5.6). Hasil karakterisasi biochar kotoran ayam lewat foto SEM dengan pembesaran 2000 kali bentuk morfologinya banyak terlihat pori-pori terbuka dengan butiran yang bentuk dan ukuran yang tidak beraturan akan tetapi pori-porinya lebih kecil dari biochar sekam padi dalam ukuran luas yang sama yaitu 10 µm. Struktur mikro biochar sekam padi tampak butiranbutiran tersusun rapi dan homogeny dengan kerangka yang stabil sedangkan struktur mikro biochar kotoran ayam kerangkanya kelihatan lebih tidak beraturan dan rapuh (labil). Bedasarkan bentuk dan ukuran pori-porinya, biochar kotoran ayam memiliki daya daya absorbsi lebih kecil dibandingkan dengan biochar sekam padi. 71 (a) 500x (b) 1000x (c) 2000x Gambar 5.5 Foto SEM Biochar Sekam Padi dengan Pembesaran 500 sampai dengan 2000x (a) 500x (b) 1000x (c) 2000x Gambar 5.6 Foto SEM Biochar Kotoran Ayam dengan Pembesaran 500 sampai dengan 2000x 5.1.3 Karateristik sifat fisik, kimia, dan biologi tanah setelah perlakuan 5.1.3.1 Pengaruh dosis dan jenis bahan organik terhadap ketersediaan logam berat selama inkubasi Pengaruh dosis dan jenis bahan organik kotoran ayam (O1), sekam padi (O2), biochar kotoran ayam (O3) dan Biochar sekam padi (O4), terhadap ketersedian logam berat Pb dalam tanah selama inkubasi menunjukkan semakin tinggi dosis bahan 72 organik yang diikuti dengan semakin lama masa inkubasi ketersedian logam berat Pb dalam tanah semakin menurun, dimana dosis 12 ton ha-1 memberikan nilai ketersediaan logam yang paling rendah ,dan tertinggi pada dosis 3 ton ha-1 (Gambar 5.7). Sekam Padi 8 7 6 5 4 3 2 1 0 O1D0 O1D1 O1D2 O1D3 O1D4 0 10 20 Ketersedian Logam (mg/kg) Ketersedian Logam (mg/kg) Kotoran Ayam 30 8 7 6 5 4 3 2 1 0 O2D0 O2D1 O2D2 O2D3 O2D4 0 Waktu inkubasi (hari) O3D0 O3D1 O3D2 O3D3 O3D4 0 10 20 Waktu Inkubasi (hari) 30 20 30 Biochar Sekam Padi Ketersedian logam (mg/kg) Ketersediaan Logam (mg/kg) Biochar Kotoran Ayam 8 7 6 5 4 3 2 1 0 10 Waktu Inkubasi (hari) 8 7 6 5 4 3 2 1 0 O4D0 O4D1 O4D2 O4D3 O4D4 0 10 20 30 Waktu Inkubasi (hari) Gambar 5.7 Ketersediaan Logam Pb Akibat Dosis Bahan Organik Pengaruh dosis dan jenis bahan organik kotoran ayam (O1), sekam padi (O2), biochar kotoran ayam (O3) dan Biochar sekam padi (O4), terhadap ketersedian logam berat Cd dalam tanah selama inkubasi menunjukkan semakin tinggi dosis bahan organik yang diikuti dengan semakin lama masa inkubasi ketersedian logam berat Cd 73 dosis 12 ton ha-1 memberikan nilai dalam tanah semakin menurun, dimana ketersediaan logam yang paling rendah ,dan tertinggi pada dosis 3 ton ha -1 (Gambar Kotoran Ayam Sekam Padi 0,35 O1D0 0,3 0,25 O1D1 0,2 O1D2 0,15 0,1 O1D3 0,05 O1D4 0 0 10 20 30 Ketersediaan Logam (mg/kg) Ketersediaan Logam (mg/kg) 5.8). 0,35 0,3 O2D0 0,25 O2D1 0,2 O2D2 0,15 0,1 O2D3 0,05 O2D4 0 0 0,35 0,3 O3D0 0,25 O3D1 0,2 O3D2 0,15 O3D3 0,1 O3D4 0,05 0 20 Waktu Inkubasi (Hari) 30 Ketersediaan Logam (mg/kg) Ketersediaan Logam (mg/kg) Biochar Kotoran Ayam 10 20 30 Waktu Inkubasi (Hari) Waktu Inkubasi (Hari) 0 10 Biochar Sekam Padi 0,35 0,3 O4D0 0,25 O4D1 0,2 O4D2 0,15 O4D3 0,1 O4D4 0,05 0 0 10 20 30 Waktu Inkubasi (Hari) Gambar 5.8 Ketersediaan Logam Cd Akibat Dosis Bahan Organik Pengaruh dosis dan jenis bahan organik kotoran ayam (O1), sekam Padi (O2), biochar kotoran ayam (O3) dan Biochar sekam padi (O4), terhadap ketersedian logam berat Cu dalam tanah selama inkubasi menunjukkan semakin tinggi dosis bahan organik yang diikuti dengan semakin lama masa inkubasi ketersedian logam berat Cu dalam tanah semakin menurun, dimana dosis 12 ton ha-1 memberikan nilai 74 ketersediaan logam yang paling rendah, dan tertinggi pada dosis 3 ton ha-1 (Gambar 5.9). Sekam Padi 30 O1D0 25 O1D1 20 O1D2 15 O1D3 10 O1D4 5 0 0 10 20 30 Ketersediaan Logam (mg/kq) Ketersediaan Logam (mg/kg) Kotoran Ayam 30 O2D0 25 O2D1 20 O2D2 15 O2D3 10 O2D4 5 0 0 Waktu inkubasi (hari) 30 O3D0 25 O3D1 20 O3D2 15 O3D3 10 O3D4 5 0 0 10 20 Waktu Inkubasi (hari) 30 20 30 Biochar Sekam Padi Ketersedian Logam (mg/kg) Ketersedian Logam (mg/kq) Biochar Kotoran Ayam 10 Waktu Inkubasi (hari) 30 25 O4D0 20 O4D1 15 O4D2 10 O4D3 5 O4D4 0 0 10 20 30 Waktu Inkubasi (hari) Gambar 5.9 Ketersediaan Logam Cu Akibat Dosis Bahan Organik Pengaruh dosis dan jenis bahan organik kotoran ayam (O1), sekam padi (O2), biochar kotoran ayam (O3) dan Biochar sekam padi (O4), terhadap ketersedian logam berat Cr dalam tanah selama inkubasi menunjukkan semakin tinggi dosis bahan organik yang diikuti dengan semakin lama masa inkubasi ketersedian logam berat Cr dalam tanah semakin menurun, dimana dosis 12 ton ha-1 memberikan nilai 75 ketersediaan logam yang paling rendah, dan tertinggi pada dosis 3 ton ha (Gambar 5.10). 0,7 0,6 O1D0 0,5 O1D1 0,4 O1D2 0,3 0,2 O1D3 0,1 O1D4 0 0 10 20 30 0,7 0,6 O2D0 0,5 O2D1 0,4 O2D2 0,3 O2D3 0,2 O2D4 0,1 0 0 10 20 Waktu Inkubasi (hari) Waktu Inkubasi (hari) Biochar Kotoran Ayam Biochar Sekam Padi 0,7 0,6 O3D0 0,5 O3D1 0,4 O3D2 0,3 0,2 O3D3 0,1 O3D4 0 0 Ketersedeian Logam (mg/kg) Sekam Padi 10 20 Waktu Inkubasi (hari) 30 Ketersedian Logam (mg/kg) Ketersedian Logam (mg/kg) Ketersediaan Logam (mg/kg) Kotoran Ayam 30 0,7 0,6 O4D0 0,5 O4D1 0,4 O4D2 0,3 O4D3 0,2 O4D4 0,1 0 0 10 20 30 Waktu Inkubasi (hari) Gambar 5.10 Ketersediaan Logam Cr Akibat Dosis Bahan Organik 5.1.3.2 Pengaruh dosis dan jenis bahan organik terhadap sifat fisik tanah Hasil analisis karakteristik sifat fisik tanah akibat perlakuan,terjadi interaksi yang sangat nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, kecuali pada parameter kadar air tanah. Semakin tinggi dosis bahan organik nilai parameter BV pada masing-masing jenis bahan organik semakin kecil, sedangkan nilai parameter porositas total semakin besar. Nilai BV 0,811 g cm-3 terendah dan nilai porositas total 76 Tabel 5.4 Pengaruh Interaksi Jenis Bahan Organik dengan Dosis Bahan Organik terhadap Beberapa Parameter Sifat Fisik Tanah Inkubasi 35 hari Dosis (ton ha-1) 0 3 6 9 12 BV (g cm-3) Jenis Bahan Organik Kotoran Ayam 1.050 0.956 0.940 0.892 0.877 a b c g h Dosis (ton ha-1) Kotoran Ayam 0 3 6 9 12 2.152 j 2.558 d 2.635 c 2.650 c 2.762 a Dosis (ton ha-1) Kotoran Ayam 0 3 6 9 12 51.208 62.589 64.309 66.353 68.223 Sekam Padi Biochar Kotoran Ayam 1.050 a 1.050 a b 0.960 0.924 d 0.925 d 0.881 h e 0.912 0.851 i j 0.829 0.819 k BJ (g cm-3) Jenis Bahan Organik Sekam Padi 1.050 0.953 0.916 0.910 0.811 Biochar Kotoran Ayam 2.152 j 2.152 j g 2.390 2.205 i b 2.686 2.405 g 2.706 b 2.456 b a 2.739 2.505 e Porositas total (%) Jenis bahan organik k h b d b Sekam Padi 51.208 59.831 65.552 66.358 68.735 k i e d b k j g e c a b e b l Biochar Sekam Padi 2.152 2.337 2.480 2.502 2.702 Biochar Kotoran Ayam 51.208 55.659 63.611 65.349 67.300 Biochar Sekam Padi j h b e b Biochar Sekam padi 51.208 59.210 62.355 63.389 69.824 k i h g a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan’s 5% 69,824% tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1. Sedangkan nilai BV tertinggi pada perlakuan kombinasi kontrol sebesar 1,050 g cm-3 dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan yang lainnnya. Semakin tinggi nilai BV maka nilai porositas total tanah semakin kecil, 77 begitu sebaliknya semakin kecil nilai BV maka nilai porositas total tanah semakin besar (Tabel 5.4). Hasil analisis pengaruh perlakuan jenis bahan organik dan dosis bahan organik menunjukan pengaruh yang nyata, dimana nilai kadar air tanah tertinggi sebesar 17,020% diproleh pada jenis bahan organik biochar sekam padi dan berbeda nyata dengan jenis bahan organik lainnya. Sedangkan pada perlakuan dosis bahan organik nilai tertinggi sebesar 18,045% diperoleh pada dosis 12 ton ha-1 , dan terendah pada tanpa dosis( kontrol ). Tabel 5.5 Pengaruh Perlakuan Jenis Bahan Organik dan Dosis Bahan Organik terhadap Parameter Kadar Air Tanah, C Organik Inkubasi 35 hari dan Jumlah Daun Pertanaman Perlakuan Kadar Air Tanah (%) C- Organik (%) Jumlah Daun (helai) Jenis Bahan Organik Kotoran ayam Sekam padi Biochar kotoran ayam Biochar sekam padi Dosis (ton ha-1) 0 3 6 9 12 15,496 15,479 15,238 17,020 b 11,230 11,629 15,698 16,440 18,045 c b b a c b b a 2,714 2,730 2,894 2,922 b 2,260 2,658 2,914 2,915 3,239 d b a a c b b a 13,300 a 13,130 a 13,100 a 13,430 a 11,950 e 12,540 d 13,250 c 13,910 b 14,540 a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji duncan’s taraf 5%. Begitu juga perlakuan jenis bahan organik dan dosis bahan organik berpengaruh nyata terhadap C- organik tanah,dimana nilai tertinggi diperoleh pada jenis bahan organik sekam padi sebesar 2,922 %, tapi tidak berbeda nyata dengan nilai pada 78 biochar kotoran ayam. Sedangkan pada perlakuan dosis nilai tertinggi diperoleh pada dosis bahan organik 12 ton ha-1 sebesar 3,239 % dan terendah pada kontrol (Tabel 5.5). HUBUNGAN BV DAN POROSITAS TERHADAP BERBAGAI PERLAKUAN 1,2 80 70 60 BV (g/cm) 0,8 50 40 0,6 30 0,4 20 0,2 Porositas total Tanah (%) 1 BV Porositas 10 O4D4 O4D3 O4D2 O4D1 O4D0 O3D4 O3D3 O3D2 O3D1 O3D0 O2D4 O2D3 O2D2 O2D1 O2D0 O1D4 O1D3 O1D2 O1D1 0 O1D0 0 Gambar 5.11 Hubungan BV dan Porositas Pada Berbagai Perlakuan Gambar 5.11 menunjukkan pola hubungan antara bobot isi (BV) dan porositas total tanah pada berbagai perlakuan kombinasi, dimana semakin tinggi nilai bobot isi maka nilai porositas total tanah semakin kecil begitu sebaliknya. 5.1.3.3 Pengaruh dosis dan jenis bahan organik terhadap sifak kimia tanah Hasil analisis karakteristik sifat kimia tanah akibat perlakuan terjadi interaksi yang sangat nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, kecuali pada parameter DHL, pH, N total, dan KB interaksinya tidak nyata. Semakin tinggi dosis bahan organik nilai parameter P tersedia, KTK, dan K tersedia pada masing-masing jenis bahan organik nilainya semakin tinggi. Perlakuan kombinasi biochar sekam padi 79 dengan dosis 12 ton ha-1 memberikan nilai P tersedia sebesar 290,850 ppm, dan K tersedia sebesar 184,700 ppm dan KTK sebesar 31,550 me/100g yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnnya, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi biochar kotoran ayam dengan dosis 12 ton ha-1 (Tabel 5.6). Tabel 5.6 Pengaruh Interaksi Jenis Bahan Organik dengan Dosis Bahan Organik terhadap Beberapa Parameter Sifat Kimia Tanah Inkubasi 35 hari P tersedia (ppm) Dosis (ton ha-1) 0 3 6 9 12 Kotoran Ayam f 150,530 185,340 205,300 231,240 256,260 de cd bc b Jenis Bahan Organik Biochar Kotoran Sekam Padi Ayam 150,530 f 150,530 f 154,320 ef 173,940 def ef 159,250 226,810 bc ef 161,990 245, 260 b 172,48 def 289,380 a Biochar Sekam Padi 150,530 f 162,460 ef 182,570 def 173,340 def 290,850 a KTK (me/100g) Dosis (ton ha-1) 0 3 6 9 12 Kotoran Ayam 25,830 27,850 26,670 30,260 30,550 f de ef abc ab Jenis Bahan Organik Biochar Kotoran Sekam Padi Ayam 25,830 f 25,830 f 28,810 bcd 26,890 ef bcd 29,080 27,790 de 29,530 bcd 28,540 cde bcd 29,350 30,600 b Biochar Sekam Padi 25,830 f 28,960 bcd 30,390 abc 30,780 ab 31,550 a K tersedia (ppm) Dosis (ton ha-1) 0 3 6 9 12 Kotoran Ayam 134,000 114,560 147,970 156,430 164,700 de bc bcd b b Jenis Bahan Organik Biochar Kotoran Sekam Padi Ayam de 134,000 134,000 de f 112,030 143,290 cd 139,700 cd 138,250 cde cde 136,350 173,470 b cd 143,920 178,730 a Biochar Sekam Padi 134,000 de 125,510 e 138,640 cde 142,740 cd 184,700 a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan’s 5% Jenis bahan organik berpengaruh nyata terhadap parameter DHL dan pH, serta tidak nyata pada parameter N total, KB, dan Pb tersedia di tanah. Sedangkan 80 dosis bahan organik berpengaruh sangat nyata terhadap parameter DHL, pH, N total , KB, dan Pb tersedia di tanah. Semakin tinggi dosis bahan organik nilai pH, N total dan KB semakin besar dan berbeda nyata dengan kontrol. Sebaliknya semakin tinggi dosis bahan organik, nilai ketersediaan Pb semakin kecil (Tabel 5.7). Tabel 5.7 Pengaruh Perlakuan Jenis Bahan Organik dan Dosis Bahan Organik terhadap Beberapa Parameter Sifat Kimia Tanah Inkubasi 35 hari Perlakuan DHL (mmhos cm-1) Sifat Kimia Tanah N Total (%) KB (%) pH Pb Tersedia (ppm) Jenis Bahan Organik Kotoran ayam Sekam padi Biochar kotoran ayam Biochar sekam padi Dosis (ton ha-1) 0 3 6 9 12 4,844 ab 4,064 b 5,352a 4,546b 6,700 6,706 6,793 6,793 b 5,620a 4,008c 4,395bc 4,490bc 4,994ab 6,700 6,708 6,775 6,766 6,791 b b a a b ab ab a 0,140 a 0,134 a 0,138 a 0,136 a 0,120 0,137 0,140 0,144 0,144 b a a a a 95,324 95,308 95,716 95,552 a a a a 93,69 0 c 94,615 d 95,234 c 96,360 b 97,478 a 3,346 3,412 3,253 3,354 a 3,650 3,450 3,320 3,205 3,079 a a a a b c d e Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan’s taraf 5% Pengaruh perlakuan jenis bahan organik dengan dosis bahan organik memberikan interaksi yang sangat nyata terhadap ketersediaan logam Cd, Cr, dan Cu, sedangkan pada logam Pb interaksinya tidak nyata. Semakin tinggi dosis bahan organik pada masing-masing jenis bahan organik, maka ketersediaan logam berat Cd, Cr, dan Cu pada masing-masing jenis bahan organik menurun secara nyata. Bila dibandingkan dengan konsentrasi pada perlakuan kontrol sudah terjadi penurunan konsentrasi dengan meningkatnya dosis bahan organik. Nilai ketersediaan logam Cd 81 0,139 ppm terendah ditunjukkan oleh perlakuan kombinasi kotoran ayam dengan dosis 12 ton ha-1 dan berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Tabel 5.8 Pengaruh Interaksi Dosis dengan Jenis Bahan Organik terhadap Konsentrasi Ketersediaan Beberapa Logam Berat pada Tanah Inkubasi 35 hari Cd (ppm) Dosis (ton ha-1) 0 3 6 9 12 Dosis (ton ha-1) 0 3 6 9 12 Kotoran Ayam 0,298 0,149 0,148 0,142 0,139 a ij ij ij k Jenis Bahan Organik Biochar Sekam Padi Kotoran Ayam 0,298 a 0,298 a fg 0,164 0,182 cd gh 0,160 0,175 de 0,154 hi 0,17 0 ef ij 0,146 0,164 fg Biochar Sekam Padi 0,298 a 0,190 ab 0,186 bc 0,176 de 0,169 ef Cr (ppm) Jenis Bahan Organik Kotoran Ayam 0,595 0,060 0,057 0,048 0,038 a b b c d Sekam Padi 0,595 0,060 0,057 0,048 0,038 a b b c d Biochar Kotoran Ayam 0,595 a 0,037 de 0,029 efgh 0,022 hijk 0,018 ijk Biochar Sekam Padi 0,595 a 0,02 7 fghi 0,018 ijk 0,016 jk 0,013 k Cu (ppm) Dosis (ton ha-1) 0 3 6 9 12 Kotoran Ayam 26,925 a 15,466 bc 15,36 6 bcd 14,636 cde 14,286 ef Jenis Bahan Organik Biochar Sekam Padi Kotoran Ayam 26,925 a 26,925 a ef 14,173 13,666 f ef 13,89 3 13,400 f f 13,640 12,593 g f 13,553 12,120 g Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf Duncan’s 5% Biochar Sekam Padi 26,925 a 13,493 f 14,686 cde 14,566 de 13,493 f yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Nilai ketersediaan logam Cr 0,013 ppm terendah diperoleh pada perlakuan kombinasi jenis bahan organik biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha -1, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi biochar kotoran ayam dengan dosis 12 ton ha-1 yang nilainya 0,018 ppm. Sedangkan nilai ketersediaan logam Cu 82 terrendah sebesar 12,120 ppm diperoleh pada perlakuan kombinasi biochar kotoran ayam dengan dosis 12 ton ha-1 , tapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan biochar kotoran ayam dosis 9 ton ha-1 (Tabel 5.8). Gambar 5.12 menunjukkan pola hubungan antara KTK dengan ketersediaan logam berat Pb dan Cu pada berbagai perlakuan kombinasi, dimana semakin tinggi nilai KTK maka nilai ketersediaan semakin kecil begitu sebaliknya. 35 25 KTK (me /100g) 15 25 10 5 20 0 15 -5 -10 10 -15 5 -20 KTK Tersedia di Tanah Pb Tersedia Tanah Cu Tersedia di Tanah O4D4 O4D3 O4D2 O4D1 O4D0 O3D4 O3D3 O3D2 O3D1 O3D0 O2D4 O2D3 O2D2 O2D1 O2D0 O1D4 O1D3 O1D2 O1D1 -25 O1D0 0 Konsentrasi Logam di Tanah (mg kg-1) 20 30 Gambar 5.12 Hubungan KTK dengan ketersediaan logam Pb dan Cu di tanah pada berbagai perlakuan Gambar 5.13 menunjukkan pola hubungan antara KTK dengan ketersediaan logam berat Cd dan Cr pada berbagai perlakuan kombinasi, dimana semakin tinggi nilai KTK maka nilai ketersediaan logam Cd dan Cr semakin kecil begitu sebaliknya semakin kecil nilai KTK maka nilai ketersedian logam Cd dan Cr semakin besar dalam tanah. 83 0,3 30 0,25 0,2 20 0,15 15 0,1 10 5 0,05 0 0 KTK CD Tersedia di Tanah Cr Tersedia di Tanah O1D0 O1D1 O1D2 O1D3 O1D4 O2D0 O2D1 O2D2 O2D3 O2D4 O3D0 O3D1 O3D2 O3D3 O3D4 O4D0 O4D1 O4D2 O4D3 O4D4 KTK (me /100g-) 25 Konsentrasi Logam di Tanah (mg kg-1) 35 Gambar 5.13 Hubungan KTK dengan Ketersediaan Logam Cd dan Cr diTanah 5.1.3.4 Pengaruh dosis biochar dan dosis bahan organik terhadap sifat biologi tanah Hasil analisis karakteristik sifat biologi tanah akibat perlakuan menunjukan interaksi yang tidak nyata untuk parameter C- organik. Sedangkan pengaruh perlakuan jenis bahan organik dan dosis bahan organik menunjukkan pengaruh yang nyata. Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan dosis bahan organik 12 ton ha-1 sebesar 3,239 %. Sedangkan pada perlakuan jenis bahan organik nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan jenis bahan organik biochar sekam padi sebesar 2,922%, tapi tidak berbeda nyata dengan nilai 2,894 % pada perlakuan biochar kotoran ayam (Tabel 5.5). 84 Tabel 5.9 Jumlah Total Bakteri dan Total Jamur Akibat Pengaruh Dosis dan Jenis Bahan Organik Inkubasi 35 hari No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Perlakuan Kotoran ayam dosis 0 ton ha-1 (O1D0) Kotoran ayam dosis 3 ton ha-1 (O1D1) Kotoran ayam dosis 6 ton ha-1 (O1D2) Kotoran ayam dosis 9 ton ha-1 (O1D3) Kotoran ayam dosis 12 ton ha-1 (O1D4) Sekam padi dosis 0 ton ha-1 (O2D0) Sekam padi dosis 3 ton ha-1 (O2D1) Sekam padi dosis 6 ton ha-1 (O2D2) Sekam padi dosis 9 ton ha-1 (O2D3) Sekam padi dosis 12 ton ha-1 (O2D4) Biochar kotoran ayam dosis 0 ton ha-1 (O3D0) Biochar kotoran ayam dosis 3 ton ha-1 (O3D1) Biochar kotoran ayam dosis 6 ton ha-1 (O3D2) Biochar kotoran ayam dosis 9 ton ha-1 (O3D3) Biochar kotoran ayam dosis 12 ton ha-1 (O3D4) Biochar sekam padi dosis 0 ton ha-1 (O4D0) Biochar sekam padi dosis 3 ton ha-1 (O4D1) Biochar sekam padi dosis 6 ton ha-1 (O4D2) Biochar sekam padi dosis 9 ton ha-1 (O4D3) Biochar sekam padi dosis 12 ton ha-1 (O4D4) Total Jamur CFU g-1 64 x 102 79 x 102 11 x 103 13,5 x 103 14,5 x 103 64 x 102 12 x 103 18,5 x 103 19,6 x 103 25,8 x 103 64 x 102 88 x 102 11,2 x 103 12,9 x 103 13 x 103 64 x 102 99 x 102 12,5 x 103 21 x 103 21.5 x 103 Total Bakteri CFU g-1 57 x 105 204 x 105 240 x 105 264 x 105 268 x 105 57 x 105 55,4 x 105 60,8 x 105 70,4 x 105 160 x 105 57 x 105 75,4 x 105 20 x 106 34,8 x 106 36 x 106 57 x 105 74,2 x 105 119,9 x 105 212 x 105 40 x 106 Hasil perhitungan jumlah total bakteri dan total jamur pada Tabel 5.9 diperoleh semakin tinggi dosis pada masing-masing jenis bahan organik, total bakteri dan total jamur pada tanah semakin besar,begitu sebaliknya. Jumlah total jamur tertinggi diperoleh pada perlakuan kombinasi sekam padi dengan dosis 12 to ha -1 sebesar 25 x 10 3 CFU g-1 dan terendah pada perlakuan kontrol sebesar 64 x 102 CFU g-1. Sedangkan total bakteri yang tertinggi dalam tanah diperoleh pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1 sebesar 40 x 106 CFU g-1 dan terendah pada perlakuan kontrol sebesar 57 x 105 CFU g-1 (Tabel 5.9) dan (Gambar 5.14) 85 a. 57 x 105 CFU g-1 (Kontrol) 40 x 106 CFU g-1 (O4D4) 64 x 102 CFU g-1 (Kontrol) 25,8 x 103 CFU g-1 (O2D4) b. Gambar 5.14 Jumlah Total Bakteri (a) dan Total Jamur (b) 5.1.4 Pengaruh dosis dan jenis bahan organik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung Pengaruh perlakuan jenis bahan organik dengan dosis bahan organik memberikan interaksi yang sangat nyata terhadap berat basah brangkasan pertanaman, berat kering oven brangkasan per tanaman, tinggi tanaman maksimum, dan berat biji per pot, sedangkan pada parameter jumlah daun interaksinya tidak nyata. Peningkatan dosis dari masing-masing bahan organik sampai dosis 9 ton ha-1 secara nyata dapat meningkatkan nilai berat biji per pot, berat basah brangkasan per 86 tanaman, berat kering oven brangkasan pertanaman, dan tinggi tanaman maksimum, pada masing-masing jenis bahan organik dan mengalami penurunan bila dosisnya dinaikan sampai 12 ton ha-1 (Tabel 5.10). Perlakuan kombinasi biochar kotoran ayam dengan dosis 9 ton ha-1 memberikan nilai berat biji per pot sebesar 515,003 g, berat basah total brangkasan pertanaman sebesar 411,800 g, berat kering oven total brangkasan sebesar 143,546 g dan tinggi tanaman sebesar 252,183 cm berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi yg lainya, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi biochar se dengan dosiskam padi 9 ton ha-1 yang nilainya 555,800 g untuk berat biji perpot. begitu juga dengan berat kering oven brangkasan sebesar 134,458 g pada perlakuan kombinasi biochar kotoran ayam dengan dosis 6 ton ha-1 tidak berbeda nyata. Nilai tinggi tanaman sebesar 253,183 cm pada perlakuan kombinasi biochar kotoran ayam dengan dosis 12 ton ha-1 tidak berbeda nyata dengan dosis 9 ton ha-1 dan 6 ton ha-1 serta dengan nilai 250,333 cm pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1, dan berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi lainnya. Perlakuan jenis bahan organik memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap parameter jumlah daun per tanaman. Sedangkan pengaruh perlakuan dosis bahan organik memberikan pengaruh yang sangat nyata, dimana nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan dosis 12 ton ha-1 sebesar 14,540 helai dan terkecil pada perlakuan kontrol sebesar 11,950 helai (Tabel 5.5). 87 Tabel 5.10 Pengaruh Interaksi Dosis dengan Jenis Bahan Organik terhadap Beberapa Parameter Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Berat biji per pot (g) Dosis (ton ha-1) 0 3 6 9 12 Jenis Bahan Organik Biochar Kotoran Kotoran Ayam Sekam padi Ayam 300,800 h 300,800 h 300,800 h 391,800 efg 376,800 fg 410,700 def def g 411,500 353,666 444,300 cde cd cd 457,200 455,200 515,033 ab def def 415,700 401,200 482,400 bc Biochar Sekam Padi 482,400 bc 411,500 def 447,000 cde 555,800 a 474,300 bc Berat basah brangkasan per tanaman (g) Dosis (ton ha-1) 0 3 6 9 12 Jenis Bahan Organik Biochar Kotoran Kotoran Ayam Sekam Padi Ayam j ij 286,200 287,533 294,866 ghij 324,966 cdefg 288,083 ij 320,333 efgh efghi ghij 318,450 306,633 384,166 b cdef cde 339,466 344,216 411,800 a efghij fghij 314,66 6 310,500 352,683 cd Biochar Sekam Padi 292,200 hij 296,850 ghij 322,466 defgh 353,716 c 338,51 6 cdef Berat kering oven brangkasan per tanaman (g) Dosis (ton ha-1) 0 3 6 9 12 Jenis Bahan Organik Biochar Kotoran Kotoran Ayam Sekam Padi Ayam fg g 100,360 94,630 103,897 efg 113,738 bcde 100,828 fg 112,783 bcde efg def 106,220 107,380 134,458 a bc bc 120,946 120,480 143,546 a cdef def 110,191 108,674 123,439 b Biochar Sekam Padi 102,269 efg 103,897 efg 112,863 bcde 123,800 b 118,480 bcd Tinggi tanaman maksimum (cm) Dosis (ton ha-1) 0 3 6 9 12 Jenis Bahan Organik Biochar Kotoran Kotoran Ayam Sekam Padi Ayam h h 215,166 219,833 219,166 h 227,500 g 233,33 3 efg 241,733 bc efg 231,33 3 235,000 ef 250,050 a cde de 236,333 235,833 252,18 3 a bcd b 24,000 244,500 253,183 a Biochar Sekam Padi 215,166 h 229,833 fg 232,500 efg 236,166 cde 250,333 a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan’s 5% 88 5.1.5 Total logam berat pada biji jagung Pengaruh perlakuan jenis bahan organik dengan dosis bahan organik memberikan interaksi yang sangat nyata terhadap konsentrasi total logam berat Pb, Cd, Cu, dan Cr pada biji jagung. Peningkatan dosis bahan organik pada masingmasing jenis bahan organik menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi total logam berat Pb, Cd, Cu, dan Cr pada biji jagung. Terjadi penurunan nilai konsentrasi total pada perlakuan biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha -1 sebesar 58,040% pada logam Pb; 47,300% pada logam Cd; 62,910% pada logam Cu dan 66,610% pada logam Cr, bila dibandingkan dengan nilai pada kontrol. Menurut BPOM 1989 nilai ambang batas logam Pb (0,110-7,680 ppm), Logam Cd (0,010-0,100 ppm), dan logam Cu (2,280-10 ppm). Konsentrasi total logam Pb dan Cd pada biji jagung masih berada di atas ambang kritis kreteria BPOM 1989, sedangkan untuk logam Cu sudah berada di bawah ambang kritis (Tabel 5.11). Nilai konsentrasi total logam Pb 20,766 ppm terrendah ditunjukkan oleh perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan nilai Pb pada perlakuan kombinasi biochar kotoran ayam dengan dosis 9 ton ha-1 dan 12 ton ha-1. Nilai konsentrasi total terrendah untuk logam Cd diperoleh pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha dengan perlakuan yang lainnya. -1 sebesar 2,844 ppm dan berbeda nyata 89 Tabel 5.11 Pengaruh Interaksi Dosis dengan Jenis Bahan Organik terhadap Konsentrasi Total Beberapa Logam Berat pada Biji Jagung Pb (ppm) Dosis (ton ha-1) Kotoran Ayam 0 3 6 9 12 49,500 a 38,983 bc 35,783 cd 32,583 cde 31,886 de Jenis Bahan Organik Biochar Kotoran Sekam Padi Ayam a 49,500 49,500 a a 48,783 27,316 ef 47,550 a 31,886 de ab 45,383 21,973 f ab 43,250 21,216 f Biochar Sekam Padi 49,500 a 34,133 cde 30,616 de 27,450 ef 20,766 f Cd ( ppm) Dosis (ton ha-1) Kotoran Ayam 0 3 6 9 12 5,397 a 4,763 bcd 4,430 cde 4,566 cde 3,730 fg Jenis Bahan Organik Biochar Kotoran Sekam Padi Ayam 5,397 a 5,397 a 5,164 ab 5,198 ab abc 5,008 4,439 cde 4,893 abcd 4,123 ef cde 4,739 3,340 fg Biochar Sekam Padi 5,397 a 4,369 de 3,544 gh 3,061 hi 2.844 i Cu (ppm) Dosis (ton ha-1) Kotoran Ayam 0 3 6 9 12 1,680 a 1,613 a 1,543 a 1,336 b 1,043 cde Jenis Bahan Organik Biochar Kotoran Sekam Padi Ayam 1,680 a 1,680 a 1,583 a 1,229 bc b 1,326 1,107 cd bc 1,193 0,901 de 0,930 de 0,680 fg Biochar Sekam Padi 1,680 a 1,346 b 1,073 cde 0,860 ef 0,623 g Cr (ppm) Dosis (ton ha-1) 0 3 6 9 12 Kotoran Ayam 2,360 2,163 1,988 1,799 1,620 a ab bc cde de Jenis Bahan Organik Biochar Kotoran Sekam padi Ayam 2,360 a 2,360 a 2,196 ab 1,897 bcd abc 2,014 1,688 cde 1,491 ef 1,573 def gh 0,980 1,276 fg Biochar Sekam Padi 2,360 a 1,473 ef 1,275 fg 1,035 gh 0,788 h Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan’s 5% 90 Nilai konsentrasi total logam Cu terendah sebesar 0,623 ppm diperoleh pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1 dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnnya akan tetapi tidak berbeda nyata dengan nilai 0,680 ppm pada perlakuan kombinasi biochar kotoran ayam dengan dosis 12 ton ha -1. Nilai konsentrasi total logam Cr terrendah sebesar 0,788 ppm diperoleh pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1 dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya akan tetapi tidak berbeda nyata dengan nilai 1,035 ppm pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 9 ton ha -1 . 5.1.6 Total logam berat pada brangkasan jagung Pengaruh perlakuan jenis bahan organik dengan dosis bahan organik memberikan interaksi yang sangat nyata terhadap total logam berat Pb, Cd, Cu, dan Cr pada brangkasan jagung. Peningkatan dosis bahan organik pada masing-masing jenis bahan organik secara nyata dapat menurunkan konsentrasi logam berat total Pb, Cd, Cu, dan Cr pada brangkasan tanaman jagung pada masing-masing jenis bahan organik. Terjadi penurunan nilai konsentrasi pada perlakuan biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1 sebesar 57,270% pada logam Pb; 61,490% pada logam Cd; 77,040% pada logam Cu dan 84,380% pada logam Cr, bila dibandingkan dengan kontrol (Tabel 5.12). Konsentrasi logam berat Pb terendah sebesr 15,903 ppm diperoleh pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha -1 dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi kotoran ayam, sekam padi dan biochar kotoran ayam dosis 12 ton ha-1. 91 Tabel 5.12 Pengaruh Interaksi Dosis dengan Jenis Bahan Organik terhadap Konsentrasi Total beberapa Logam Berat pada Brangkasan Pb (ppm) Dosis (ton ha-1) 0 3 6 9 12 Jenis Bahan Organik Biochar Kotoran Kotoran Ayam Sekam Padi Ayam a a 37,225 37,225 37,225 a ab ab 32,136 31,882 28,145 bcd 30,239 bc 27,365 becd 24,916 cdefg cdef dgef 25,216 23,822 21,736 efgh fgh gh 19,111 18,867 16,571 h Biochar Sekam Padi 37,225 a 24,708 cdefg 23,561 defg 20,471 fgh 15,903 h Cd (ppm) Dosis (ton ha-1) 0 3 6 9 12 Jenis Bahan Organik Biochar Kotoran Kotoran Ayam Sekam Padi Ayam 3,877 a 3,877 a 3,877 a 3,860 a 3,010 b 2,650 bcde a bcd 3,673 2,710 2,400 cdef 2,879 bc 2,403 cdef 2,150 efg bcde fgh 2,589 1,936 1,796 gh Biochar Sekam Padi 3,877 a 2,770 bcd 2,283 defg 2,043 fg 1,493 h Cu (ppm) Dosis (ton ha-1) 0 3 6 9 12 Jenis Bahan Organik Biochar Kotoran Kotoran Ayam Sekam Padi Ayam 57,710 a 57,710 a 57,710 a 52,450 a 42,423 b 37,610 bc cd cd 35,626 35,680 33,770 cde e cde 28,843 33,870 22,960 f 21,803 f 30,156 de 15,753 g Biochar Sekam Padi 57,710 a 29,346 e 23,373 f 16,596 g 13,246 g Cr (ppm) Dosis (ton ha-1) 0 3 6 9 12 Jenis Bahan Organik Biochar Kotoran Kotoran Ayam Sekam Padi Ayam 9,661 a 9,661 a 9,661 a 5,444 b 4,428 cd 4,936 bc bc ef 4,836 3,586 4,409 cd cd fg 4,348 3,083 3,898 de de g 3,911 2,771 3,083 fg Biochar Sekam Padi 9,661 a 3,880 de 3,503 ef 2,756 g 1,509 h Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan’s 5% 92 Konsentrasi logam berat Cd terendah sebesar 1,493 ppm diperoleh pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1 dan berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi yang lainnya, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1 yang nilainya 1,936 ppm, dan nilai 1,796 ppm pada perlakuan kombinasi biochar kotoran ayam dengan dosis 12 ton ha -1 Konsentrasi logam berat Cu terendah sebesar 13,246 ppm diperoleh pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1, dan berbeda nyata dengan kombinasi lainnya tetapi tidak berbeda nyata dengan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 9 ton ha-1 dengan nilai 16, 596 ppm. Konsentrasi logam berat Cr terendah sebesar 1,509 ppm diperoleh pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1 dan berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi lainnya. Menurut Allowy (1995) ambang batas total logam berat pada tanaman: logam Pb (5-300 ppm), logam Cd (5-30 ppm), dan logam Cu (20-100 ppm). Konsentrasi total logam berat Pb, Cd, dan Cu, pada brangkasan tanaman jagung sudah berada di bawah ambang batas . 5.2 Pengaruh Kombinasi Dosis Biochar dengan Dosis Bahan Organik Terhadap Sifat Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Lahan Terdegradasi Limbah Cair Garmen 5.2.1 Pengaruh kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik terhadap sifat fisik tanah 93 Pengaruh perlakuan kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik memberikan interaksi yang sangat nyata pada beberapa parameter sifat fisik tanah seperti ,kadar air tanah, Berat Jenis (BJ), BV dan Porositas total. Tabel 5.13 Pengaruh Interaksi Dosis biochar dan Dosis Bahan Organik terhadap Beberapa Parameter Sifat Fisik Tanah Inkubasi 35 hari Kadar Air Tanah(%) Dosis Biochar B1 B2 B3 K1 17,137 b 18,399 a 15,294 d Dosis Bahan Organik K2 K3 15,196 d 14,210 e 15,144 d 16,560 c d 15,091 16,541 c BJ (g cm-3) Dosis Biochar B1 B2 B3 K1 2,592 b 2,818 a 2,556 b Dosis Bahan Organik K2 K3 2,508 b 2,171 c 2,549 b 2,498 b b 2,473 2,570 b BV(g cm-3) Dosis Biochar B1 B2 B3 K1 1,030 bc 1,013 c 1,082 ab Dosis Bahan Organik K2 K3 1,083 ab 1,128 a 1,044 bc 1,077 ab bc 1,057 1,048 bc Porositas Total (%) Dosis Biochar B1 B2 B3 K1 60,277 b 64,042 a 57,665 cd Dosis Bahan Organik K2 K3 56,780 d 48,004 c 59,213 bc 56,877 d d 56,780 59,080 bc Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan’s 5% B1 = 9,930 ton ha-1 biochar kotoran ayam B2 = 9,280 ton ha-1 biochar sekam padi B3 = 4,965 ton ha-1 biochar kotoran ayam + 4,640 ton ha-1 biochar sekam padi K1 = 8,544 ton ha-1 kotoran ayam K2 = 10,375 ton ha-1 sekam padi K3 = 4,272 ton ha-1 kotoran ayam + 5,137 ton ha-1 sekam padi Pengaruh perlakuan dosis biochar pada masing-masing dosis bahan organik memberikan nilai yang berbeda untuk parameter BJ, BV, dan porositas total. Begitu 94 juga pengaruh perlakuan dosis bahan organik pada masing-masing dosis biochar memberikan nilai yang berbeda untuk parameter BJ, BV, dan porositas total (Tabel 5.13). Hasil uji statistika pada Tabel 5.13 menunjukan bahwa perlakuan kombinasi biochar sekam padi optimum dengan kotoran ayam optimum (B2K1) memberikan nilai terendah untuk parameter BV sebesar 1,013 g cm-3 dan tertinggi untuk parameter kadar air, BJ dan porositas total dengan nilai sebesar 18,399 % untuk kadar air, 2,818 g cm-3 untuk BJ dan 64,042% untuk porositas total. Terjadi penurunan nilai BV sebesar 1,650% dan peningkatan nilai porositas total tanah sebesar 6,340% bila dibandingkan dengan nilai pada perlakuan B1K1. Sedangkan pengaruh perlakuan kombinasi yang lainnya beragam pada msing-masing parameter sifat fisik tanah (Tabel 5.13). 5.2.2 Pengaruh kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik terhadap sifat kimia dan biologi tanah Pengaruh perlakuan kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik menunjukan interaksi yang sangat nyata terhadap parameter sifat kimia seperti DHL, K tersedia, dan P tersedia, sedangkan pada parameter pH, KTK, KB, dan N total interaksinya tidak nyata. Pengaruh perlakuan dosis biochar pada masing-masing dosis bahan organik memberikan nilai yang berbeda untuk parameter DHL, K tersedia, dan P tersedia. Begitu juga pengaruh perlakuan dosis bahan organik pada masing-masing 95 dosis biochar memberikan nilai yang berbeda untuk parameter DHL, K tersedia, dan P tersedia. Tabel 5.14 Pengaruh Interaksi Dosis Biochar dan Dosis Bahan Organik terhadap Sifat Kimia dan Biologi Tanah Inkubasi 35 hari Sifat Kimia DHL (mmhos cm-1) Dosis Biochar B1 B2 B3 K1 13,150 a 1,196 c 12,523 a Dosis Bahan organic K2 5,643 b 3,920 bc 4,253 bc K3 3,996 bc 5,660 b 4,973 b K tersedia (ppm) Dosis Biochar B1 B2 B3 K1 607,200 a 777,246 a 342,283 b Dosis Bahan Organik K2 304,043 b 187,470 b 232,513 b K3 268,576 b 324,243 b 244,190 b P tersedia (ppm) Dosis Biochar B1 B2 B3 K1 176,356 b 406,136 a 128,593 bc Dosis Bahan Organik K2 246,956 b 133,336 bc 200,340 b K3 42,046 c 215,570 b 146,360 bc Sifat Biologi C-organik (%) Dosis biochar B1 B2 B3 K1 4,140 b 4,586 a 3,803 bc Dosis bahan organic K2 3,576 c 3,450 c 3,530 c K3 3,873 bc 3,443 c 3,820 bc Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan’s 5% B1 = 9,930 ton ha-1 biochar kotoran ayam B2 = 9,280 ton ha-1 biochar sekam padi B3 = 4,965 ton ha-1 biochar kotoran ayam + 4,640 ton ha-1 biochar sekam padi K1 = 8,544 ton ha-1 kotoran ayam K2 = 10,375 ton ha-1 sekam padi K3 = 4,272 ton ha-1 kotoran ayam + 5,137 ton ha-1 sekam padi Perlakuan kombinasi B2K1 memberikan nilai K tersedia dan P tersedia paling tinggi yaitu 777, 246 ppm untuk K tersedia dan 406,136 ppm untuk P tersedia. 96 Terjadi peningkatan nilai 28% pada K tersedia dan 13,250% pada P tersedia, bila dibandingkan dengan nilai pada perlakuan B1K1. Sedangkan untuk parameter DHL pada perlakuan kombinasi B2K1 nilainya terendah sebesar 1,196 mmhos cm-1 (Tabel 5.14) Pengaruh perlakuan dosis biochar memberikan interaksi yang sangat nyata terhadap parameter C- organik. Pengaruh perlakuan dosis biochar pada masingmasing dosis bahan organik memberikan nilai yang berbeda untuk parameter C organik tanah. Begitu juga pengaruh perlakuan dosis bahan organik pada masingmasing dosis biochar memberikan nilai yang berbeda untuk parameter C- organik tanah, dimana nilai C- organik tanah tertinggi diperoleh pada perlakuan kombinasi B2K1 sebesar 4,586 %. Terjadi peningkatan 10,770% bila dibandingkan dengan nilai pada perlakuan B1K1 (Tabel 5.14). Perlakuan dosis biochar berpengaruh tidak nyata terhadap parameter sifat kimia tanah seperti pH, KTK, dan KB, sedangkan pada parameter N total pengaruhnya nyata. Nilai N total tertinggi diperoleh pada perlakuan dosis optimum biochar kotoran ayam 9,930 ton ha-1( B1 ) dengan nilai 0,196 %, dan tidak berbeda nyata dengan nilai 0,183 % pada perlakuan B2(9,28 ton ha-1). Begitu juga pengaruh perlakuan dosis bahan organik berpengaruh nyata pada parameter pH dan KTK, sedangkan pada parameter KB , dan N total pengaruhnya tidak nyata (Tabel 5.15) 97 Tabel 5.15 Pengaruh Perlakuan Dosis Biochar dan Dosis Bahan Organik terhadap Beberapa Parameter Sifat Kimia Tanah Setelah Inkubasi 35 hari Perlakuan Dosis Biochar B1 B2 B3 Dosis Bahan Organik K1 K2 K3 pH Sifat Kimia KTK(me/100g) KB(%) N total(%) 6,500 a 6,533 a 6,500 a 36,593 a 35,855 a 35,627 a 80,671 a 85,316 a 84,547 a 0,196 a 0,183 ab 0,168 b 6,588 a 6,466 b 6,477 b 35,168 b 36,713 a 36,194 ab 87,326 a 83,980 a 79,228 a 0,174 a 0,196 a 0,177 a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan’s 5 B1 = 9,930 ton ha-1 biochar kotoran ayam B2 = 9,280 ton ha-1 biochar sekam padi B3 = 4,965 ton ha-1 biochar kotoran ayam + 4,640 ton ha-1 biochar sekam padi K1 = 8,544 ton ha-1 kotoran ayam K2 = 10,375 ton ha-1 sekam padi K3 = 4,272 ton ha-1 kotoran ayam + 5,137 ton ha-1 sekam padi 5.2.3 Pengaruh kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik terhadap ketersedian logam berat di tanah Pengaruh perlakuan kombinasi dosis biochar dan dosis bahan organik memberikan interaksi yang sangat nyata terhadap ketersediaan logam Pb, Cu, Cd,dan Cr di dalam tanah. Pengaruh perlakuan dosis biochar pada masing-masing dosis bahan organik memberikan nilai yang berbeda terhadap ketersediaan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Cr di dalam tanah. Begitu juga pengaruh perlakuan dosis bahan organik pada masing-masing dosis biochar memberikan nilai yang berbeda terhadap ketersediaan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Cr di dalam tanah (Tabel 5.16). 98 Tabel 5.16 Pengaruh Interaksi Kombinasi Dosis Biochar dengan Dosis Bahan Organik Terhadap Ketersediaan Logam Berat di Tanah Masa Inkubasi 35 hari Pb ( ppm) Dosis Biochar B1 B2 B3 K1 2,557 bc 2,206 d 2,384 cd Dosis Bahan Organik K2 2,538 bc 2,577 bc 2,666 b K3 2,225 d 2,579 bc 2,974 a Cu (ppm ) Dosis Biochar B1 B2 B3 K1 17,534 b 15,269 c 17,324 b Dosis Bahan Organik K2 16,660 c 17,558 b 17,352 b K3 15,565 d 18,254 a 17,538 b Cr ( ppm ) Dosis Biochar B1 B2 B3 K1 0,235 bc 0,175 d 0,222 bcd Dosis Bahan Organik K2 0,325 a 0,216 bcd 0,342 a K3 0,252 b 0,192 cd 0,186 d Cd ( ppm ) Dosis Biochar B1 B2 B3 K1 0,092 ab 0,078 c 0,095 ab Dosis Bahan Organik K2 0,087 bc 0,085 bc 0,091 abc K3 0,101 a 0,102 a 0,103 ab Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan’s 5% B1 = 9,930 ton ha-1 biochar kotoran ayam B2 = 9,280 ton ha-1 biochar sekam padi B3 = 4,965 ton ha-1 biochar kotoran ayam + 4,640 ton ha-1 biochar sekam padi K1 = 8,544 ton ha-1 kotoran ayam K2 = 10,375 ton ha-1 sekam padi K3 = 4,272 ton ha-1 kotoran ayam + 5,137 ton ha-1 sekam padi Hasil uji statistika yang ditunjukan pada Tabel 5.16 nilai ketersediaan logam berat Pb, Cu, Cr, dan Cd terendah ditunjukan oleh perlakuan kombinasi biochar sekam padi optimum dengan kotoran ayam optimum (B2K1) yaitu untuk logam Pb nilainya sebesar 2,206 ppm, Cu sebesar 15,269 ppm, Cr sebesar 0,175 ppm, dan Cd sebesar 0,078 ppm. Terjadi penurunan sebesar 13,720% pada logam Pb; 12,910% 99 pada logam Cu; 25,530% pada logam Cr dan 15,210% pada logam Cd, bila dibandingkan dengan nilai pada perlakuan B1K1. Sedangkan nilai tertinggi dari masing-masing logam berat terdapat pada perlakuan kombinasi yang berbeda, tergantung dari jenis logam beratnya. 5.2.4 Pengaruh kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung Pengaruh perlakuan kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik terhadap parameter pertumbuhan dan hasil tanaman jagung menunjukkan interaksi yang tidak nyata. Tabel 5.17 Pengaruh Perlakuan Dosis Biochar dan Dosis Bahan Organik terhadap Beberapa Parameter Pertumbuhan Tanaman Jagung Perlakuan Dosis Biochar B1 B2 B3 Dosis Bahan Organik K1 K2 K3 Tinggi Tanaman Maksimum (cm) Parameter Pertumbuhan Jumlah Daun Berat Basah Maksimum Total (helai) Brangkasan per ubinan (kg) Berat Kering Oven Total Brangkasan per ubinan (kg) 211,00 a 205,444 a 207,722 a 12,000 a 11,555 a 11,500 a 29,356 a 24,959 b 24,989 b 9,672 a 8,176 ab 7,073 b 209,500 a 204,555 a 210,111 a 11,666 a 11,500 a 11,888 a 26,632 a 26,277 a 26,392 a 8,164 a 8,618 a 8,140 a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan’s 5% B1 = 9,930 ton ha-1 biochar kotoran ayam B2 = 9,280 ton ha-1 biochar sekam padi B3 = 4,965 ton ha-1 biochar kotoran ayam + 4,640 ton ha-1 biochar sekam padi K1 = 8,544 ton ha-1 kotoran ayam K2 = 10,375 ton ha-1 sekam padi K3 = 4,272 ton ha-1 kotoran ayam + 5,137 ton ha-1 sekam padi 100 Tabel 5.18 Pengaruh Perlakuan Dosis Biochar dan Dosis Bahan Organik terhadap Beberapa Parameter Hasil Tanaman Jagung Parameter Hasil Perlakuan Dosis Biochar B1 B2 B3 Dosis Bahan Organik K1 K2 K3 Berat Basah Biji per ubinan (kg) Berat Basah Biji per hektar (ton) 4,290 a 3,502 a 4,142 a 16,990 a 13,899 a 16,393 a 3,914 a 4,180 a 3,840 a 15,534 a 16,546 a 15,204 a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan’s 5 %. B1 = 9,930 ton ha-1 biochar kotoran ayam B2 = 9,280 ton ha-1 biochar sekam padi B3 = 4,965 ton ha-1 biochar kotoran ayam + 4,640 ton ha-1 biochar sekam padi K1 = 8,544 ton ha-1 kotoran ayam K2 = 10,375 ton ha-1 sekam padi K3 = 4,272 ton ha-1 kotoran ayam + 5,137 ton ha-1 sekam padi Begitu juga pengaruh masing-masing faktor dari dosis biochar maupun dosis bahan organik memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap parameter pertumbuhan dan hasil, kecuali pada parameter berat basah total brangkasan per ubinan dan berat kering oven total brangkasan per ubinan dosis biochar memberikan pengaruh yang nyata (Tabel 5.17 dan 5.18). 5.2.5 Pengaruh kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik terhadap konsentrasi total logam berat pada biji jagung dan brangkasan Pengaruh perlakuan kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik memberikan interaksi yang sangat nyata terhadap konsentrasi logam berat total Cu dan Pb pada biji jagung dan brangkasan. Sedangkan pada logam berat Cd dan Cr 101 tidak teridentifikasi kecuali konsentrasi logam berat Cd pada brangkasan menunjukkan interaksi yang sangat nyata. Pengaruh perlakuan dosis biochar pada masing-masing dosis bahan organik memberikan nilai yang berbeda terhadap konsentrasi total logam berat Pb dan Cu pada biji jagung, serta logam Pb, Cu dan Cd pada brangkasan. Begitu juga pengaruh perlakuan dosis bahan organik pada masingmasing dosis biochar memberikan nilai yang berbeda terhadap konsentrasi total logam berat Pb dan Cu pada biji jagung, serta logam Pb, Cu dan Cd pada brangkasan. (Tabel 5.19). Nilai konsentrasi total logam berat Pb dan Cu terendah pada biji jagung diperoleh pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi optimum dengan kotoran ayam optimum (B2K1) yaitu untuk logam berat Pb sebesar 5,083 ppm dan 2,397 ppm untuk logam berat Cu. Terjadi penurunan 3,500% pada logam Pb dan 47,490% pada logam Cu bila dibandingkan dengan perlakuan B1K1. Begitu juga pada brangkasan jagung nilai konsentrasi total logam berat Pb, Cu, dan Cd terendah diperoleh pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi optimum dengan kotoran ayam optimum (B2K1) yaitu untuk logam berat Pb sebesar 12,594 ppm , logam berat Cu sebesar 6,023 ppm dan logam berat Cd sebesar 0,638 ppm. Terjadi penurunan 74,950% pada logam Pb; 69,810% pada logam Cu dan 17,140% pada logam Cd bila dibandingkan dengan nilai pada perlakuan B1K1. Sedangkan nilai konsentrasi total tertinggi dari masing-masing logam berat baik pada biji maupun brangkasan berada pada perlakuan kombinasi yang berbeda tergantung dari jenis logam beratnya (Tabel 5.19). 102 Tabel 5.19 Pengaruh Interaksi Kombinasi Dosis Biochar dengan Dosis Bahan Organik terhadap Konsentrasi Total Logam Berat pada Biji Jagung dan Brangkasan Pb (ppm) Pada Biji Dosis biochar B1 B2 B3 K1 6,643 e 5,083 e 28,903 d Dosis bahan organik K2 6,843 e 32,983 c 36,460 b K3 6,566 e 34,766 bc 46,823 a Cu (ppm) Pada Biji Dosis biochar B1 B2 B3 K1 4,565 b 2,397 c 5,312 b Dosis bahan organik K2 28,953 a 4,188 b 3,830 bc K3 3,830 bc 3,903 bc 2, 397 c Pb (ppm) Pada Brangkasan Dosis biochar B1 B2 B3 K1 50,277 a 12,594 c 46,662 ab Dosis bahan organik K2 47,792 a 45,858 ab 51,183 a K3 15,186 c 41,635 b 48, 693 a Cu (ppm) Pada Brangkasan Dosis biochar B1 B2 B3 Dosis biochar B1 B2 B3 Dosis bahan organik K1 K2 e 19,953 53,166b 6,023 g 24,033d c 35,730 50,513b Cd (ppm) Pada Brangkasan Dosis bahan organik K1 K2 0,770 d 0,846 d 0,638 d 0,842 c ab 3,533 3,819 a K3 16,280f 37,266c 68,153a K3 0,804 d 3,179 bc 3,660 a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan’s 5% B1 = 9,930 ton ha-1 biochar kotoran ayam B2 = 9,280 ton ha-1 biochar sekam padi B3 = 4,965 ton ha-1 biochar kotoran ayam + 4,640 ton ha-1 biochar sekam padi K1 = 8,544 ton ha-1 kotoran ayam K2 = 10,375 ton ha-1 sekam padi K3 = 4,272 ton ha-1 kotoran ayam + 5,137 ton ha-1 sekam padi Nilai ambang kritis untuk logam berat pada biji jagung menurut BPOM ((1979) adalah: logam Pb(0,110-7,680 ppm), logam Cu( 2,280-10 ppm), sedangkan 103 untuk logam Cr dan Cd kreterianya belum ditentukan . Jadi nilai konsentrasi logam berat Pb dan Cu pada biji jagung pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi optimum dengan kotoran ayam optimum (B2K1) sudah berada di bawah ambang batas dari kreteria yang ditetapkan oleh BPOM (1989). Menurut Alloway (1995) nilai ambang batas logam pada brangkasan adalah : logam Cu ( 20-100 ppm), Pb (5-300 ppm), Cr (5-30 ppm), sedangkan untuk logam Cd nilainya belum ditentukan. Jadi nilai konsentrasi logam berat Pb , Cu, dan Cd pada brangkasan jagung pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi optimum dengan kotoran ayam optimum (B2K1) sudah berada di bawah ambang batas dari kreteria yang ditetapkan oleh Allowy (1995). BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pembahasan Hasil Penelitian di Rumah Kaca dan di Lapangan Berdasarkan data hasil penelitian yang telah diuraikan pada Bab V dapat ditarik benang merah pembuktian secara empiris konsep yang telah dikontruksi dan telah terujinya semua hipotesis yang diajukan pada Bab III. Beberapa hal menarik yang dibahas pada paragraf-paragraf selanjutnya adalah perbedaan karakteristik bahan organik dan biocharnya yang mempengaruhi perbedaan daya benahnya terhadap tanah pertanian yang tercemar limbah cair garmen, perbedaan dosis bahan organik dan atau biochar yang ditambahkan mempengaruhi sifat-sifat fisik tanah sehingga terjadi perbedaan hasil tanaman jagung yang ditanami pada lahan pertanian yang diremediasi tersebut, dan interaksi antara jenis bahan organik dan biocharnya dengan dosis-dosisnya dalam mempengaruhi daya benah lahan pertanian yang tercemar limbah cair garmen sehingga terjadi perbedaan kuantitas dan kualitas jagung yang dihasilkan. Perbedaan karakteristik bahan organik dan biocharnya disebabkan oleh adanya reaksi pirolisis bahan organik menjadi biocharnya. Proses pirolisis dari bahan organik kotoran ayam menjadi biochar kotoran ayam, setelah dianalisis FT-IR teridentifikasi adanya gugus fungsional baru yaitu gugus –C=C- dari cincin karbon aromatik, gugus -C=O dari senyawa alkehid, keton dan atau karboksilat, dan gugusgugus -C−N- dan –N-H dari senyawa amina dan atau amida. Begitu juga ketika 104 105 sekam padi diubah menjadi biochar, terbentuk gugus-gugus fungsional –C=C- dari cincin karbon-karbon aromatic, gugus nitro (-NO2), nitrida (-C≡N), dan karboksilat atau eter (-C=O). Hal ini menunjukkan terjadinya proses oksidasi dan karbonisasi. Oksidasi adalah peningkatan bilangan oksidasi dari atom-atom penyusun suatu senyawa akibat adanya reaksi pembakaran atau terbentuknya senyawa-senyawa yang mengandung atom oksigen akibat pembakaran. Sedangkan karbonasi adalah reaksi hilangnya gugus-gugus penyusun molekul air dari senyawa karbohidrat menjadi senyawa karbon tanpa gugus –C-H dan C-OH menjadi gugus-gugus -C-C- dan – C=C-. Munculnya gugus fungsional yang menyebabkan terjadinya cincin aromatik yaitu cincin karbon dengan ikatan C-C dan C=C yang berselang-seling mengakibatkan terjadinya delokalisasi elektron sehingga terbentuk awan elektron. Adanya awan electron ini menyebabkan partikel-partikel penyusun biochar bermuatan negatif dan memiliki derajat aromatisitas yang lebih tinggi sehingga memiliki kemampuan yang lebih besar dalam mengikat ion-ion elektrofilik seperti ion-ion logam berat. Pirolisis dalam pembuatan biochar juga menyebabkan komposisi karbon organik menjadi lebih tinggi dibandingkan sebelum dibuat biochar. Kandungan karbon organik yang lebih tinggi dan sifat-sifat aromatisasi dari cincincincin karbon yang ada pada biochar menyebankan biochar memiliki kemampuan pembenah tanah yang lebih baik dibandingkan bahan organik. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Novak et al. (2009) yang menemukan aplikasi biochar pada tanah masam di US selatan dapat meningkatkan pH tanah, C organik, unsur Mn, dan Ca serta dapat menurunkan kandungan S dan Zn. Dengan demikian, hasil penelitian ini 106 membuktikan konsep yang telah dikonstruksi sebelumnya yang menjadi temuan baru penelitian ini yaitu perbedaan karakteristik bahan organik dan biocharnya menyebabkan perbedaan daya benah terhadap tanah tercemar limbah garmen. Pengaruh dosis dan jenis bahan organik terhadap beberapa parameter sifat fisik tanah yang tercemar limbah cair garmen memberikan interaksi yang sangat nyata. Hasil uji statistika pada Tabel 5.4 menunjukkan nilai bobot isi terendah sebesar 0,811 g cm-3 dan nilai porositas tertinggi sebesar 69,824% diperoleh pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 to ha -1 dan berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (tanpa dosis). Penurunan nilai bobot isi ini terjadi disebabkan oleh adanya pembentukan agregat tanah, pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1. Selain itu hal ini juga didukung oleh adanya senyawa cincin aromatis (C=C) yang tinggi pada biochar sekam padi, sebagaimana yang ditunjukan oleh hasil analisis FT-IR pada Gambar 5.4 pada serapan gelombang 1550,70 cm-1 dan gugus karboksilat (O−H) pada serapan gelombang 3392,79 cm-1 dan 3554, 81 cm-1 yang mana kedua gugus fungsi ini mendukung terbentuknya agregasi tanah. Pembentukan agregasi tanah ini menurut Glaser et al. 2000 terbentuk akibat adanya organo mineral yang ada di ujung kerangka aromatis dari biochar yang membentuk gugus karboksilat. Penurunan nilai bobot isi dan naiknya porositas tanah pada tanah yg diberi biochar sekam padi, berkaitan juga dengan tingginya luas permukaan biochar sekam padi dibandingkan dengan bahan organik lainnya hal ini sesuai dengan hasil analisis foto SEM dengan pembesaran 2000x seperti pada Gambar 5.5. Hal ini didukung juga oleh hasil 107 penelitian Pohan (2002) menemukan luas permukaan biochar sekam padi seluas 2000 m2g-1. Begitu juga menurut This and Rillig (2009) menyatakan biochar sering dipakai sebagai absorben karena memiliki luas permukaan yang besar, bahkan beberapa ribu kali lipat lebih besar dari sumber bahan sorben lainnya. Selain itu juga sorben karbon seperti biochar telah terbukti memiliki afinitas yang sangat tinggi (Lohmann et al., 2005; Brandli et al ., 2008). Pola hubungan antara bobot isi dengan porositas tanah pada berbagai perlakuan kombinasi berbagai jenis bahan organik dengan dosis, menunjukkan semakin tinggi nilai bobot isi maka nilai porositas total tanah semakin rendah (Gambar 5.11) hal ini dapat terjadi karena adanya peningkatan C organik di dalam tanah akibat perlakuan jenis bahan organik dengan dosis. Bahan organik yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami dekomposisi yang menghasilkan asamasam organik yang memiliki peranan penting dalam granulasi tanah yang telah mengalami pemadatan, sehingga tanah menjadi sarang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kandungan C organik tertinggi sebesar 2,922% diperoleh pada perlakuan biochar sekam padi dan tidak berbeda nyata dengan nilai 2,894% yang diperoleh pada biochar kotoran ayam (Tabel 5.5). Pengaruh dosis dan jenis bahan organik terhadap beberapa parameter sifat kimia tanah yang tercemar limbah cair garmen memberikan interaksi yang sangatsangat nyata. Nilai dari parameter P tersedia sebesar 290,850 ppm, KTK sebesar 30,60 me/100g, K tersedia sebesar 178,730 ppm, diperoleh pada perlakuan kombinasi biochar kotoran ayam dengan dosis 12 ton ha-1 dan tidak berbeda nyata dengan nilai 108 pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1. Hal ini terjadi karena biochar sekam padi memiliki kemampuan meningkatkan pH tanah sehingga nilai KTK yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yang pada akhirnya akan dapat menjerap logam berat Cd, Cr, dan Cu sehingga ketersediaanya dalam tanah menjadi lebih kecil dengan semakin meningkatnya dosis biochar yang diberikan. Hal ini juga didukung dari hasil penelitian yang menunjukkan ketersediaan logam Pb, Cd, Cu , dan Cr yang semakin menurun dengan semakin lamanya masa inkubasi biochar dalam tanah. Selain itu naiknya nilai KTK pada biochar sekam padi, karena munculnya muatan negatif dari kelompok asam karboksilat (C−O) pada daerah serapan 1085,920 cm-1 dan 1172,720 cm-1 dari hasil analisis FT-IR (Gambar 5.4). Hasil penelitian tentang peningkatan nilai KTK di tanah dengan penambahan biochar juga ditemukan oleh Chan et al (2007). Disamping itu biochar sekam padi memiliki rangkaian aromatik yang tinggi yang dapat membentuk organo kompleks dengan Cd, Cr dan Cu. Senyawa komplek terbentuk dari reaksi antara ion logam dengan ligan organik, dimana ion logam atau kation sebagai penerima pasangan elektron sekaligus bertindak sebagai atom pusat, sedangkan ligan organik adalah penyumbang pasangan elektron. Dimana, menurut Chen et al .,2003 merumuskan L + S = LS dimana L = logam, S = Senyawa pengkhelat, dan LS = komplek logam senyawa pengkhelat. Menurut Fessenden & Fessenden (1994) senyawa aromatik mempunyai awan siklik yang terdiri dari elektron π yang terdelokalisasi pada sisi atas dan bawah bidang datar molekulnya. Sejalan dengan hasil di atas Yamato et al. (2006) menemukan penambahan biochar 109 kulit kayu Acacia mangium ke tanah menyebabkan terjadi peningkatan nilai pH, N total, P tersedia, dan nilai KTK. Sedangkan menurut Lehman dan Joseph (2009) menemukan aplikasi biochar yang berulang-ulang dalam tanah akan mampu mengurangi akumulasi logam berat pada tanah. Pengaruh dosis dan jenis bahan organik terhadap sifat biologi tanah untuk parameter C organik menunjukkan interaksi yang tidak nyata sedangkan pengaruh jenis dan dosis bahan organik memberikan pengaruh nyata sampai sangat-sangat nyata. Nilai C organik tertinggi sebesar 2,922% diperoleh pada biochar sekam padi, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan nilai 2,984% yang diperoleh pada biochar kotoran ayam dan terrendah sebesar 2,714% pada kotoran ayam. Sedangkan perlakuan dosis 12 ton ha-1 memberikan nilai tertinggi sebesar 3,329% dan terrendah pada kontrol sebesar 2,260%. Tingginya nilai C organik pada biochar sekam padi, berkaitan dengan adanya sifat rekalsitran dari C dalam biochar sekam padi sebagai akibat meningkatnya derajat aromatik yang dimiliki oleh biochar sekam padi. Menurut Stephen (2004) senyawa aromatik adalah senyawa yang memiliki struktur cincin dan ikatan rangkap C, bersifat stabil dan tahan degradasi. Hal ini didukung oleh hasil analisis FT-IR biochar sekam padi, gugus fungsi cincin aromatik (C = C) muncul pada daerah serapan 1514,120 cm-1 dan 1550,770 cm-1 (Gambar 5.4). Tingginya nilai C organik pada biochar sekam padi diikuti pula dengan tingginya nilai total bakteri yaitu sebesar 40x106 CFU g-1 pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Karboulewsky et al. (2002) menyatakan terjadi peningkatan populasi bakteri 110 Azotobacter sp dan bakteri lainnya dalam rhizosfer pada tanah yang tercemar logam berat, dengan meningkatnya kandungan bahan organik yang menyediakan sumber karbon. Selanjutnya Shilev et al. (2000) menemukan toleransi bakteri rhizosfer akan menurun pada konsentrasi logam Pb 500-1500 ppm, Cd 5-100 ppm, Zn 20-150 ppm dan Cu 200-750 ppm. Pengaruh dosis dan jenis bahan organik terhadap beberapa parameter pertumbuhan dan hasil tanaman jagung menunjukkan interaksi yang sangat nyata sampai sangat-sangat nyata . Nilai tertinggi dari parameter berat basah total tanaman per tanaman sebesar 411,800 g, berat kering oven total tanaman sebesar 143,546 g dan tinggi tanaman maksimum sebesar 252,183 cm diperoleh pada perlakuan kombinasi biochar kotoran ayam dengan dosis 9 ton ha-1 dan terendah pada kontrol (tanpa dosis bahan organik). Begitu juga konsentrasi total logam berat Cu, Pb,dan Cd masih berada di bawah ambang batas menurut Allowy (1995). Hal ini dapat dijelaskan bahwa banyak faktor yang mendukung terjadinya peningkatan nilai parameter pertumbuhan tanaman jagung dimana faktor ini bisa berkembang secara individu ataupun simultan. Peningkatan nilai parameter sifat kimia tanah dan fisik tanah seperti nilai P tersedia, KTK, K tersedia dan Porositas total tanah serta menurunnya nilai ketersediaan logam berat seperti Pb, Cu, Cd, dan Cr akan memungkinkan terjadinya peningkatan aktivitas biologi tanah dan dekomposisi bahan organik yang meningkat pula. Ini terbukti dari hasil penelitian jumlah total bakteri dan total jamur meningkat dengan meningkatnya jumlah dosis bahan organik yang diberikan. Selanjutnya kation-kation hasil pelepasan dekomposisi seperti NH4+ dapat 111 dijerap oleh biochar, sehingga proses nitrifikasi terhambat dan kehilangan NO3menurun. Disisi lain terjadinya penurunan kelarutan logam berat pada tanah akan dapat melepaskan P yang terjerap dengan meningkatnya nilai pH tanah, sehingga P tersedia menjadi tinggi. Terjerapnya logam berat Pb dan Cd ke tanaman dipengaruhi oleh pH tanah yang rendah dan KTK tanah yang rendah (Brown et al., 2004; Sukreeyapongse et al., 2002). Sedangkan hasil penelitian Liang et al. (2006) menemukan terjadinya peningkatan nilai KTK akibat pemberian biochar dapat terjadi melalui 2 mekanisme yaitu karena adanya luas permukaan yang lebih tinggi dari biochar untuk penjerapan kation dan adanya kepadatan muatan yang lebih tinggi pada biochar yang menyebabkan meningkatnya derajat oksidasi. Begitu juga hasil penelitian Glaser et al. (2002) menemukan oksidasi dari C aromatik dan pembentukan kelompok karboksil pada biochar merupakan faktor utama yang menyebabkan nilai KTK yang tinggi. Fenomena diatas mengindikasikan bahwa pertumbuhan dan hasil tanaman jagung pada lahan yang tercemar limbah cair garmen dapat ditingkatkan dengan pemberian dosis optimum. Dari hasil analisis statistika didapatkan dosis optimum dari kotoran ayam adalah 51,264 g per pot atau 8,544 ton ha-1, dengan persamaan regresi Y = 302,217 + 5,434 D – 0,053 D2 , dengan nilai R2 = 0,880 dan hasil maksimum 441,502 g per pot atau 15,767 ton ha-1. Dosis optimum biochar kotoran ayam adalah sebesar 59,630 g per pot atau 9,930 ton ha-1, dengan persamaan regresi Y = 299,902 + 6,798 D – 0,057 D2 , dengan nilai R2 = 0,790 dan hasil maksimum 502,589 g per pot atau 17,949 ton ha-1. Dosis optimum sekam padi 61,650 g per pot atau 10,275 ton ha-1 dengan persamaan regresi Y = 302,360 + 3,699 112 D – 0,030 D2 , dengan nilai R2 = 0,830 dan hasil maksimum 416,380 g per pot atau 14,870 ton ha-1. Dosis optimum biochar sekam padi adalah 55,720 g per pot atau 9,280 ton ha-1 , dengan persamaan regresi Y = 295,120 + 7,689 D - 0,069 D2, dengan nilai R2 = 0,810 dan hasil maksimum 509,325 g per pot atau 18,190 ton ha-1. Walaupun pada dosis 12 ton ha-1 biochar sekam padi memberikan nilai konsentrasi total logam berat pada biji terendah dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya, akan tetapi konsentrasi logam berat Pb dan Cd masih berada di atas ambang batas menurut kreteria BPOM 1989. Sedangkan untuk logam Cu sudah berada di bawah ambang batas BPOM. Hal ini mungkin disebabkan oleh letak tempat penelitian dekat dengan jalan raya, sehingga gas buang kendaraan bermotor yang mengandung partikel kecil logam Pb dan Cd akan terbawa angin dan diserap olah tanaman kemudian ditransfer ke biji. Dari beberapa paragrap di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan dosis bahan organik dan atau biochar yang ditambahkan mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga terjadi perbedaan hasil tanaman jagung yang ditanami pada lahan pertanian yang diremediasi tersebut. Pengaruh interaksi dosis biochar dengan dosis bahan organik terhadap beberapa parameter sifat fisik tanah selama inkubasi 35 hari di percobaan lapangan, memberikan interaksi yang sangat nyata. Hasil uji statistika pada Tabel 5.13 nilai bobot isi terendah sebesar 1,013 g cm-3 ,berat jenis tertinggi sebesar 2,818 g cm-3, nilai kadar air tanah tertinggi sebesar 18,399% dan nilai porositas total tertinggi sebesar 64,042% diperoleh pada perlakukan kombinasi B2K1 dan berbeda dengan 113 perlakukan kombinasi lainya. Porositas total tanah terendah sebesar 48,004% diperoleh pada perlakuan kombinasi B1K3. Pola hubungan antara bobot isi dengan porositas total tanah menunjukan semakin tinggi nilai bobot isi, maka nilai porositas total semakin rendah, begitu sebaliknya. Turunnya nilai bobot isi dan naiknya porositas total tanah pada perlakuan kombinasi B2K1 disebabkan kandungan C pada perlakuan B2K1 memberikan nilai peningkatan C organik yang tinggi juga. Menurut hasil penelitian Glacer et al. (2003) dan Hammmond et al. (2007) menemukan biochar yang mengandung senyawa aromatik yang bersifat rekalsitran mampu mempertahankan stabilitas C dalam tanah dan ber umur lama. Begitu juga dari hasil penelitian yang diperoleh dapat dikemukakan kemungkinan, mekanisme penurunan bobot isi akibat pemberian biochar sekam padi terjadi karena adanya potensi ke aromatikan biochar sekam padi yang tinggi, yang dapat membentuk kompleks organomineral, sehingga meningkatkan terjadinya aregasi tanah. Begitu juga adanya luas permukaan yang tinggi dari biochar sekam padi akan berdampak terhadap penurunan bobot isi dan meningkatkan porositas tanah. Wolf (2008) menemukan mekanisme yang menyebabkan naiknya nilai sifat fisik tanah adalah adanya asam organik yang dapat membentuk kompleks organomineral sehingga terjadi agregasi tanah serta adanya komponen fungsional dari bahan organik yang di tambahkan ke tanah. Bahan organik yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami dekomposisi memiliki peran penting dalam granulasi tanah yang mengalami pemadatan sehingga tanah menjadi sarang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Afany (2003) 114 mengatakan penambahan kadar asam humat pada tanah Entisol mampu meningkatkan porositas total tanah yang semakin tinggi. Selain itu juga berdasarkan hasil analisis awal dari tanah tempat penelitian, penyusunnan tekstur tanahnya didominasi oleh fraksi pasir sebesar 48,800 %, debu 39,770% dan liat 11,440%, sehingga ruang pori makronya lebih banyak. Begitu juga didukung dari hasil penelitian rumah kaca didapatkan total mikroba yang ada pada tanah yang diberikan biochar sekam padi lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang diberi biochar kotoran ayam dan bahan organik lainnya (Tabel 5.9). Dimana mikroba memegang peranan aktif dalam transformasi yang menyebabkan perubahan utama dalam sifat fisik tanah seperti bobot isi, permeabilitas dan porositas total tanah. Pengaruh perlakuan kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik menunjukkan interaksi yang sangat nyata terhadap sifat kimia tanah pada parameter DHL, P tersedia dan K tersedia. Hasil uji statistik dari Tabel 5.14 menunjukkan P tersedia dan K tersedia tertinggi diperoleh pada perlakuan kombinasi B2K1 dengan nilai 777,246 ppm untuk P tersedia dan 406,136 ppm untuk K tersedia. Peningkatan nilai P tersedia dan K tersedia ini terjadi sebagai akibat dari pada perlakuan B2K1 yang menggunakan dosis optimum dari biochar sekam padi dengan dosis optimum kotoran ayam, dimana berdasarkan analisis awal kandungan P dan K tersedia pada biochar sekam padi sebesar 583,590 ppm untuk P tersedia dan 900,700 ppm untuk K tersedia. Begitu juga untuk hasil analsis kotoran ayam nilai P tersedia diperoleh sebesar 1071,780 ppm dan K tersedia sebesar 1151,250 ppm. Jadi P dan K yang dapat dilepas melalui organo komplek pada ujung-ujung aromatik dari biochar sekam 115 padi dan gugus fungsional dari asam organik. Hasil dekomposisi kotoran ayam akan dapat meningkatkan nilai P tersedia dan K tersedia dalam tanah. Kadar bahan organik yang meningkat akan diikuti dengan peningkatan nilai kapasitas tukar kation atau (KTK) dan fraksi organik. Hal ini disebabkan karena pada tanah yang mengandung bahan organik umumnya mengandung koloid organik yang mampu mengikat kationkation. Hal ini juga terbukti dari tingginya nilai KTK pada tanah yang diberi perlakuan biochar sekam padi maupun kotoran ayam (Tabel 5.6). Dimana menurut Glaser et al. (2002) rangkaian aromatik biochar memiliki peranan besar terhadap penurunan aktifitas logam dan peningkatan nilai KTK yang berkelanjutan. Soepardi (1983) menyatakan bahwa adanya senyawa organik yang cukup tinggi memungkinkan terjadinya Khelat yaitu senyawa organik yang berikatan dengan kation logam seperti Fe, Mn, dan Al. Sebagai dampak dari terbentuknya khelat logam ini akan mengurangi pengikatan fosfat oleh oksida maupun lempung silikat sehingga P menjadi lebih tersedia. Adapun bentuk reaksinya menurut Masulili (2010) dapat digambarkan sebagai berikut : Al(Fe)(H2O)3(OH)2H2PO4 + Khelat PO42- (larut) + Kompleks Al-Fe-Khelat. Dimana menurut Minardi (2006) ikatan ini menandakan terjadinya interaksi antara logam dengan asam organik yang lebih dikenal dengan pengkhelatan. Hasil analisis spektrum FT-IR dari biochar sekam padi secara kualitatif menunjukkan adanya peningkatan derajat aromatis dari biochar sekam padi yang terdapat pada gugus fungsi C = C pada daerah serapan 1514,120 cm-1 dan daerah serapan 1550,770 cm-1 (Gambar 5.4). Dimana menurut Bourke et al. (2007) dalam 116 Veraeijen et al. (2010) pola struktur dari biochar yang mengandung oksigen dan radikal bebas karbon baik dalam ikatan tunggal maupun rangkap seperti pada Gambar 6.1 di bawah ini . Gambar 6.1 Struktur Aromatik Biochar (diambil dari Bourke et al. (2007) dalam Verheijen et al. (2010) Hasil uji statistika yang ditunjukkan pada Tabel 5.16 nilai ketersediaan logam berat Pb, Cu, dan Cr terendah di tanah ditunjukkan oleh perlakuan kombinasi dosis biochar sekam padi optimum dengan dosis kotoran ayam optimum (B2K1) dengan nilai 2,206 ppm untuk logam Pb, 15,269 ppm untuk logam Cu dan 0,175 ppm untuk logam Cr sedangkan untuk ketersediaan logam Cd di dalam tanah tidak berbeda nyata. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya proses pengkhelatan atau ikatan kompleks antara logam dengan biochar lewat ujug aromatik dan ikatan kompleks logam dengan bahan organik kotoran ayam lewat asam humat dan fulfat yang dihasilkan dari proses dekomposisi bahan organik. Bukti lain dari adanya pengkhelatan yaitu hasil penelitian dari Ariyanto dkk. (2005) yang menemukan 117 bahwa hasil analisis kandungan logam Cr menurun dalam tanah diikuti dengan bertambah tingginya bahan organik dalam tanah. Hasil penelitian pada Tabel 5.15 menunjukan nilai pH tanah tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan K1 (dosis kotoran ayam optimum) sebesar 6,588 dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan karena proses dekomposisi bahan organik akan menyebabkan terjadinya reaksi pertukaran ligan antara anion-anion organik berupa asam humat dan fulfat terhadap –OH bebas. Pertukaran ini akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi –OH dalam larutan tanah sehingga nilai pH H2O meningkat hal ini sesuai dengan hasi penelitian Minardi (2006) yang menemukan peningkatan nilai pH dalam tanah akan menyebabkan menurunnya aktifitas logam-logam dalam tanah. Terjadinya peningkatan nilai N total pada tanah pada perlakuan B1 (biochar kotoran ayam) dibandingkan dengan nilai N total pada perlakuan B2 dan B3 disebabkan oleh lebih tingginya nilai kandungan N total awal pada biochar kotoran ayam dibandingkan dengan N total awal biochar sekam padi (Tabel 5.2). Hasil penelitian di lapangan meunjukkan pengaruh kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik memberikan interaksi yang sangat nyata terhadap nilai Corganik tanah. Kandungan nilai C- organik tanah akibat perlakuan kombinasi berkisar antara 3,400 – 4,500 % dengan nilai tertinggi diperoleh sebesar 4,586 % pada perlakuan kombinasi B2K1. Masukan pembenah tanah berupa dosis biochar sekam padi optimum dan dosis kotoran ayam optimum (B2K1) ternyata mampu menciptakan tanah yang gembur dan subur, dimana kegemburan tanah ini erat sekali 118 hubungannnya dengan kandungan total karbon (C). Secara umum menurut Hariah dkk. (2002) mengatakan kandungan total karbon pada tanah gembur berkisar antara 3-4%, dan hal ini dapat dipertahankan apabila diberikan masukan pembenah tanah berupa bahan organik berkisar antara 8-9 ton ha-1. Meskipun hasil analisis C organik sekam padi lebih rendah dari biochar kotoran ayam (Tabel 5.2) namun dalam hasil penelitian di rumah kaca dan hasil penelitian di lapangan kombinasi dosis biochar sekam padi ini dengan kotoran ayam optimum memeberikan nilai C- organik tanah yang tertinggi. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya masukan C- organik dari kotoran ayam sebesar 24,850%. Semua hal di atas mengindikasikan adanya sifat rekalsitran C organik dalam biochar sekam padi sebagai akibat dari tingginya derajat aromatisitas dari biochar sekam padi (Gambar 5.4). Hal ini didukung oleh penelitian Scamid and Noack (2000) mendapatkan hasil penelitian bahwa biochar yang diperoleh dari hasil pembakaran secara pirolisis mengandung senyawa C aromatis yang tinggi. Sedangkan hasil penelitian Glasser et al. (1998) menyatakan terjadinya peningkatan derajat aromatisitas dari biochar bila suhu pembakarannnya dinaikan dan waktu pembakaran ditingkatkan. Hasil penelitian Steiner et al. (2007) menyatakan biochar memiliki daya tahan yang tinggi terhadap dekomposisi mikrobial dan dapat menjamin kesuburan tanah dalam jangka panjang. Hasil penelitian pada Tabel 5.17 menunjukkan pengaruh perlakuan dosis biochar dan dosis bahan organik terhadap beberapa parameter pertumbuhan dan hasil tanaman jagung memberikan interaksi yang tidak nyata, begitu juga pengaruh 119 masing-masing faktornya kecuali pada parameter berat basah total per ubinan dan berat kering oven total per ubinan pengaruh dosis biochar nyata. Nilai berat kering oven total brangkasan per ubinan tertinggi sebesar 9,672 kg diperoleh pada dosis A1 akan tetapi tidak berbeda nyata dengan nilai pada perlakuan dosis B2 sebesar 8,176 kg hal ini mungkin disebabkan dosis ke dua jenis biochar ini adalah dosis optimum yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah dari pengaruh degradasi limbah cair garmen. Kemampuan biochar sekam padi maupun biochar kotoran ayam dalam meningkatkan sifat fisik dan kimia tanah, sangat terkait dengan karakteristik yang dimiliki dari ke dua biochar tersebut. Ketika biochar sekam padi dan biochar kotoran ayam ditambahkan ke dalam tanah, ternyata mampu meningkatkan porositas, P tersedia, K tersedia, KTK, kadar air tanah dan menurunkan nilai bobot isi (Tabel 5.4 dan Tabel 5.6) peningkatan sifat tanah ini dapat berpengaruh, baik secara individu maupun bersama-sama terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung. Menurunnnya nilai konsentrasi total logam berat Pb dan Cu pada biji serta logam Pb, Cu, Cd pada brangkasan pada perlakuan kombinasi B2K1 mungkin disebabkan oleh adanya peningkatan sifat tanah akibat pemberian kombinasi biochar sekam padi optimum dengan kotoran ayam optimum (B2K1). Menurut Glaser et al. (2000) pemberian biochar ke dalam tanah akan mampu membentuk kompleks organo mineral dalam tanah dan mampu memberikan sumbangan terhadap tambahan nutrisi dalam tanah. Potensi pembentukan kompleks organo mineral ini terjadi, karena biochar sekam padi memiliki struktur gugus fungsional aromatik pada daerah serapan 120 1541,120 cm -1 dan 1550,770 cm -1 (Tabel 5.3) yang memungkinkan terjadinya pengikatan logam Pb, Cu, dan Cd yang larut dalam tanah, melalui mekanisme ikatan gugus fungsional pada ujung struktur aromatiknya. Sehingga ketersediaan ke tiga unsur ini untuk tanaman menurun. Kondisi pembakaran mempengaruhi derajat aromatis dari biochar dan sekaligus juga dapat berpengaruh terhadap karakteristik penyerapan biochar. Dimana hasil penelitian Glaser et al. (1998) peningkatan derajat aromatis biochar selain dipegaruhi oleh suhu pembakaran juga dipengaruhi oleh lama waktu pembakaran. Menurut Glaser et al. (2002) pada ujung kerangka aromatis juga terbentuk gugus karboksilat yang berfungsi dalam pembentukan kompleks organo minral maupun peningkatan nilai KTK yang berkelanjutan. Hasil analisis FT-IR dari biochar sekam padi gugus aromatik muncul pada daerah serapan 1514,120 cm1 dan 1550,770 cm-1 serta gugus karboksilat mumcul pada serapan 1699,290 cm-1 (Gambar 5.4). Terserapnya logam berat Pb, dan Cd ke tanaman dipengaruhi oleh pH tanah yang rendah dan KTK yang rendah. Logam Pb dan Cd tidak akan larut kedalam tanaman jika tanah tidak terlalu masam (Supardi, 1983). Secara alami tanah mengandung logan Pb dan Cd dengan konsentrasi 20-42 ppm, dimana ini tergantung dari batuan induk, cara terentuknya tanah, dan translokasi logam berat di tanah (Alloway, 1995). Namun logm Pb dan Cd adalah logam berat yang secara fisiologis tidak diperlukan oleh tanaman. Faktor yang mengendalikan akumulai Pb, dan Cd ditanaman adalah konsentrasi dilarutan tanah, pergerakan logam dari tanah ke permukaan akar dan translokasi dari akar ke tajuk tanaman. Logam Cd bersifat lebih 121 mobil didalam tanah, sehingga lebih mudah diserap oleh tanaman dibanding dengan logam Pb (Alloway, 1995). Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat dibuktikan bahwa: (1) tanah pertanian yang tercemar limbah garmen yang mengandung lebih banyak logam berat dan zat-zat kimia berbahaya lainnya dibandingkan dengan tanah yang tidak tercemar; (2) tanah pertanian yang tercemar ditambahkan bahan organik dan atau biocharnya, tanah pertanian tersebut akan dapat ditingkatkan sifat fisik, kimia dan biologisnya; (3) tanah pertanian tercemar yang telah diperbaiki sifat-sifatnya dengan penambahan bahan organik dan atau biochar dari bahan organik itu, ditanami tanaman jagung mengahsilkan hasil jagung yang lebih baik dibandingkan dengan tidak diperbaiki dengan penambahan bahan organik dan atau biochar; (4) penambahan bahan organik dan atau biocharnya dengan dosis optimum memberikan hasil tanaman yang maksimum; (5) Tiap-tiap jenis bahan organik (dalam hal ini, kotoran ayam dan sekam padi) dan biocharnya masing-masing (biochar kotoran ayam dan biochar sekam padi) memiliki sifat-sifat pembenah tanah yang berbeda sehingga akan memiliki kemampuan memperbaiki tanah pertanian tercemar akan berbeda pula, maka pemberian jenis-jenis bahan organik dan atau biocharnya akan memberikan hasil tanaman jagung yang berbeda pula; (6) campuran biochar sekam padi pada dosis optimumnya dengan bahan organik kotoran ayam pada dosis optimumnya mampu memperbaiki tanah pertanian yang tercemar limbah garmen yang mengandung logam-logam berat dan bahan cemaran berbahaya lainnya sampai di bawah ambang kritis, sehingga kualitas tanah dan hasil tanaman jagung menjadi baik. 122 Temuan-temuan di atas berimplikasi pada penambahan khasanah ilmu pengetahuan di bidang pertanian khususnya peran penambahan bahan organik dan atau biochar dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologis tanah pertanian yang terpapar cemaran limbah garmen yang mengandung logam-logam berat. Namun remidiasi tersebut perlu dengan dukungngan bukti-bukti emperis yang lebih komprehensif. temuan Di samping itu, penelitian ini berimplikasi pada pengembangan teknologi remediasi lahan pertanian yang lebih efektif, aman dan lebih murah sehingga aplikasi teknologi ini memberikan jaminan hasil yang lebih baik dan terjangkau bagi semua kalangan. Temuan penelitian ini juga berimplikasi pada para pengambil kebijakan untuk menghasilkan kebijakan untuk melindungi lahan-lahan pertanian terhadap paparan pencemaran dan kebijakan dalam melakukan langkah-langkah membenahi lahan-lahan pertanian tersebut dengan menerapkan teknologi pertanian yang lebih tepat dan terjangkau bagi petani. 6.2 Kebaruan Penelitian (Novelty) Beberapa temuan baru yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu: 1. Biochar sekam padi dengan dosis optimum 9,28 ton ha-1 dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang tercemar logam berat Cu, Pb, Cd, dan Cr dari limbah cair garmen. 2. Formulasi dosis biochar sekam padi 9,28 ton ha -1 dikombinasikan dengan dosis bahan organik kotoran ayam 8,544 ton ha-1 dapat memperbaiki kualitas 123 tanah dan hasil tanaman jagung pada lahan yang tercemar logam berat Pb, Cd, Cu, dan Cr sampai di bawah ambang batas. BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 1. Sifat kimia tanah yang tercemar limbah cair garmen konsentrasi total logam berat Pb, Cu, Cd, dan Cr lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang tidak tercemar, sedangkan sifat fisik dan biologinya hampir sama. 2. Biochar mempunyai potensi yang lebih baik dari bahan organik dalam memperbaiki sifat tanah dan pertumbuhan tanaman jagung di lahan yang terdegradasi limbah cair garmen. 3. Dosis optimum dari kotoran ayam adalah 51,264 g per pot atau 8,544 ton ha-1, dengan hasil maksimum 441,502 g per pot atau 15,767 ton ha-1. Dosis optimum biochar kotoran ayam adalah sebesar 59,630 g per pot atau 9,930 ton ha-1, dengan hasil maksimum 502,589 g per pot atau 17,949 ton ha-1. Dosis optimum sekam padi 61,650 g per pot atau 10,275 ton ha-1, dengan hasil maksimum 416,380 g per pot atau 14,870 ton ha-1. Dosis optimum biochar sekam padi adalah 55,720 g per pot atau 9,280 ton ha-1 , dengan hasil maksimum 509,325 g per pot atau 18,190 ton ha-1. 4. Biochar sekam padi dapat meningkatkan kualitas tanah dengan terjadi penurunan bobot isi, naiknya porositas total tanah, KTK, P tersedia, K tersedia, total jamur, total bakteri, dan penurunan ke tersedian logam berat Pb, Cd, Cu, dan Cr di tanah. Konsentrasi total logam berat Pb dan Cd pada biji jagung masih melebihi 124 125 konsentrasi ambang batas yang ditetapkan oleh BPOM (1989). Sedangkan konsentrasi logam berat Pb, Cd, dan Cu pada brangkasan sudah berada di bawah ambang batas menurut kreteria Allowy (1995). 5. Formulasi kombinasi dosis biochar sekam padi 9,280 ton ha-1 dengan dosis kotoran ayam dosis 8,544 ton ha-1 dapat memperbaiki sifat tanah. Terjadi penurunan bobot isi, meningkatnya kadar air tanah, porositas total tanah, K tersedia, P tersedia, dan C- organik. Begitu juga terjadi penurunan konsentrasi ketersediaan logam berat pada tanah, konsentrasi total logam berat pada biji dan brangkasan. Konsentrasi logam Pb, Cd, dan Cu pada biji dan brangkasan sudah berada di bawah ambang batas. 7.2 Saran 1. Formulasi kombinasi biochar sekam padi dosis 9,280 ton ha -1 dengan kotoran ayam dosis 8,544 ton ha-1 dapat digunakan sebagai pembenah tanah untuk mengatasi kendala pencemaran logam berat Pb, Cd, Cu dan Cr pada lahan yang tercemar limbah cair garmen. 2. Pemerintah diharapkan memberi bimbingan dan pengetahuan kepada pengusaha garmen untuk tidak membuang limbah cairnya ke saluran irigasi. Selain itu pemerintah juga perlu melakukan tindakan remediasi pada lahan pertanian yang terkontaminasi logam berat. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperbanyak lokasi sampling sehingga diperoleh sebaran kontaminasi logam berat pada lahan yang tercemar. DAFTAR PUSTAKA Afany, M.R. 2003. Pengaruh Asam Humat Terhadap Karakteristik Lengas Regosol. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Agrivita, 25: 144-150. Alloway, B.J. (editor). 1995. Heavy Metals in Soils. Blackie Academic & Professional. Glasgow : 206-223. Asai, H., Samsom, B.K., Stephan, H.M., Songyikhangsuthor, K., Homma, K., Kiyono, Y., Inoue, Y., Shiraiwa, T., & Horie, T. 2009. Biocharamandement Techniques for Upland Rice Production in Northern Laos 1. Soil Physical Properties,Leaf SPAD and Grain Yield. Field Crops Research, 111: 81-84. Ariyanto, D.P. 2001. Pengaruh Jarak Buangan Air Limbah Industri di Daerah JatenKaranganyar Terhadap Kadar Cu dan Cr dalam Air dan Tanah Permukaan Saluran Air Pungkuk. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 39 hal. Ariyanto, D.P., Indro W., Hery, W. 2005. Pengaruh Jarak Buangan Air Limbah Industri di Daerah Jaten – Karanganyar Terhadap Kadar Chromium dalam Air dan Tanah Permukaan Saluran Air Pungkuk. Caraka Tani 5 (2) : 20-29 Barcelo, I., and Poschenrieder, C., Gunse, B. 1986. Water Relation of Chromium (VI) Treated Bush Bean Plants (phaseoulus vulgaris L. Ev. Contender) under Both Normal and Water Stress Condition, J. Exp. Bot. 37: 178-182 Brandli, R.C., Hartnik, T., Henriksen, T., Cornelissen, G. 2008. Sorption of Native Polyaromatic Hydrocarbons (PAH) to Black Carbon and Amended Activated Carbon in Soil. Chemosphere 73: 1805-1810. Badan Pusat Statistik. 2013. Denpasar dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota Denpasar. Brown, S., Chancy, R., Hallfrisch, J., Ryan, J.A., Berti, W.A. 2004. In Situ Treatments to Reduce Phyto-and Bioavailability of Lead, Zinc, and Cadmium. J. Environ Quo1, 33: 522-531. Chan, K.Y., Van Zwieten, B.L., Meszaros, I., Downie, D., & Joseph, S. 2007. Agronomic Values of Greenwaste Biochars as a Soil Amandments. Australian Journal of Soil Research, 45: 625-634. 126 127 Chan, K.Y., Van Zwieten, B.L., Meszaros, I., Downie, D., & Joseph, S. 2008. Using Poultry Litter Biochars as Soil Amendment. Australian Journal of Soil Research, 46: 437-444. Charlene. 2004. Pencemaran Logam Berat Timbal(Pb) dan Cadmium(Cd) pada Sayur-sayuran. Falsafah Sains.Program Pascasarjana/S3/Institut Pertanian Bogor. Chen, Y.X. 2003. The Role of Cetric Acid on The Phitoremediation of Heavy Metal Contaminated Soil. The journal of Chemosphere Research ,5: 5-12 Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Pertama. Penerbit Universitas Indonesia (UI-PRESS). Jakarta. 140p Darmono. 2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Pertama. Penerbit Universitas Indonesia (UIPRESS). Jakarta. 179p Djajakirana, G. 2001. Kerusakan Tanah Sebagai Dampak Pembangunan Pertanian. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dinas Pertanian dan Hortikultur. 2010. Laporan Tahunan. Dinas Pertanian dan Hortikultura Kota Denpasar. Direktur Jendral Badan Pengawasan Obat Makanan 1989. SK Dirjen BPOM No. 0375/B/SK/VII/89. Direktur Jendral Badan Pengawasan Obat Makanan Jakarta. Doran, J.W., & Parkin. 1994. Defining and Assessing Soil Quality in. Doran, J.W., Coleman,. D.C., Bezdick, D.F., and Stewart, B.A., (eds). Defining Soil Quality for Sustainable Evironment. SSSA Special publication. SSSA Madison. Drew, D., Ifeoma, D.I., Tucker, P. 2006. Chromium Toxicity, ATSDR Publication No. ATSDR-HE-CS-2001-2005. Ferizal, M., Basri, A.B. 2011. Arang Hayati (Biochar) Sebagai Pembenah Tanah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian(BPTP) Aceh. Firmansyah, M. A. 2003. Resiliensi Tanah Terdegradasi. Makalah pengantar falsapah sain. IPB 128 Food Agricultural Organization. 1979. Assessing Soil Degradation. Soil Bulletin . FAO.No.34 Rome Glaser, B., Balashov, E., Haumaier L., Guggenberger G., & Zech W. 2000. Black Carbon in Density Fractions of Anthropogenic Soil of the Brazilian Amazon Region. Organic Geochem, 31: 669 - 678 Glaser, B., Lehmann, J., & Zech, W. 2002. Ameliorating Physical and Chemical Properties of Highly Weathered Soils in the Tropics With Charchoal: A Review. Biol Fertil Soils, 35: 219-230. Hairiah, K., Widianto, Utami, S.R., Suprayogo, D., Sunaryo, Sitompul, S.M., Lusiana, B., Mulia, R. Van Noordwijik, M., & Cadisch, G. 2002. Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi. Intenational Centre for Research in Agroforesty.Bulletin. Bogor. Hanudin, E. 2004. Kimia tanah. Laboratorium Kimia Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM. Jogyakarta. Hammond, D., Steege, H., & Van der Borg, K. 2007. Upland Soil Charcoal in The West Tropical Forests of Central Guyana. Biotropica, 39(2) : 153-160. Jufri, J. 1999. Peningkatan Ketersediaan P Oleh Beberapa Macam Bahan Organik Pada Ultisol . (Tesis). Tidak di Pubblikasikan. Pascasarjana Universitas Brawijaya. Malang. Ismail, M., Basri, A.B. 2011. Pemanfaatan Biochar Untuk Perbaikan Kualitas Tanah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian(BPTP) Aceh. Karyasa, I.W. 2012. Meta-Analisis Terhadap Material Berbasis Silika Terbarukan dari Sekam Padi dan Pemetaan Biomassa Tropis Kaya Silikon. Prosiding Seminar Nasional MIPA II, Universitas Pendidikan Ganesha. Halaman 147-153. Karboulewsky, N., Dupouyet, S., Bonin, G. 2002. Environmental Risk of Applying Sewage Sludge Compost to Vineyards Carbon Heavy Metals, Nitrogen, and Phosphorus Accumulation. J. Environ Qual 31:1552-1527. Khairani, M., Azan, M., Sofian, K., Soleman, F. 2007. Penentuan Kandungan Unsur Krom dalam Limbah Tekstil dengan Metode Analisis Pengaktifan Neuron. Laboratorium Fisika Atom dan Inti. Jurusan Fisika FMIPA. Universitas Diponegoro Semarang. Berkala Fisika,10: 35-43 129 Kohar, I., Poppy, H.H., dan Imelda, I.L. 2005. Studi Kandungan Logam Pb dalam Tanaman Kangkung Umur 3 dan 6 Minggu yang Ditanam di Media yang Mengandung Pb. Makara Sains, 9: 56-59 Kurniawansyah, M., Sudirman, Roechan, S., Emmyzar. 2001. Toleransi Tanaman Akar Wangi (Verriverio iironioides L.) pada Tanah Tercemar Logam Berat Pb dan Cd. J. Soirens, 2: 115-125. Kurnia, U., Sudirman, Kusnadi, H. 2005. Rehabilitasi dan Reklamasi Lahan Terdegradasi. hlm 147-182 dalam: Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Kvesitadze, H., Khatisashvili., G., Sadunishvili, T., Ramsden, J.J. 2006. Biochemical Mechanism of Detoxification in Higer Plants: Basis of Phytoremediation. Springer –Verlag Berlin Heidelberg. Germany. 262 pages Lanya, I. 1996. Evaluasi Kualitas dan Produktivitas Lahan Kering Terdegredasi di Daerah Transmigrasi WPP VII Rengat, Kabupaten Indragri Hulu, Riau. Tidak di Publikasikan PPs-IPB. Latuponu, H. 2010. Pemanfaatan Limbah Sagu Sebagai Bahan Aktif Biochar Untuk Meningkatkan Efisiensi Serapan Hara P Di Ultisol. Hibah Desertasi Doktor. Tidak di Publikasikan. Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Universitas Gajah Mada. Lehmann, J., Joseph, S. 2009. Biochar for Environmental Management. Earthscan, U.S.A Liang, B., Lehmann, J., Kiyangi, D., Grossman, J.O., Neill, B., Skjemstad, J.O., Thies, J., Luizao, F.J., Peterson, J., & Neves, E.G. 2006. Black Carbon Increases Cation Exchange Capacity in Soil. Soil Sci. Soc. Am.,70: 17191730. Lohmann, R., Macfarlane, J.K., Gschwend, P.M. 2005. Importance of black carbon to sorption of native PAHs, PCBs, and PCDDs in Boston and New York, Harbor sediments. Environmental Science & Technology 39: 141-148. Masulili, A. 2010. Kajian Pemanfaatan Biochar Sekam Padi untuk Memperbaiki Beberapa sifat Tanah Sulfat Masam dan Pengaruhnya Terhadap 130 Pertumbuhan dan Hasil Padi (Oryza sativa L). (Desertasi). Tidak di Publikasikan. Pascasarajana Universitas Brawijaya Malang. Mengel, K., & Kirkby, E.A. 2001. Prinsiples of Plant Nutrition. International Potash Institute. Switzerland. Minardi, 2006. Peran Asam Humat dan Fulvat dari Bahan Organik dalam Pelepasan P Terjerap pada Andisol. (Ringkasan Desertasi). Tidak di Publikasikan. Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. Malang. 21 hal. Notodarmojo, S. 2005. Pencemaran Media dan Air Media. Penerbit ITB. Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 1995. Logam Berat dalam Pertanian. Jurnal Manusia dan Lingkungan , 2 : 18-21. Notohadiprawiro, T. 2006. Pertanian Lahan Sawah Tadah Hujan di Indonesia :Potensi, Prospek, Kendala dan Pengembangannya. Lokakarya Evaluasi Pelaksanaan Proyek Pengembangan Palawija. Ilmu Tanah Universitas Gajahmada. Novak, J.M., Bussecher, W.J., Laird, D.L., Ahmedna, M., Watts, D.W., & Niandou, M.A.S. 2009. Impact of Biochar Amendment on Fertility of a Southeastern Coastal Plain. Soil. Soil Science, 174: 105-112. Nurida, N.L., Dariah, A., dan Rahman, A. 2010. Kualitas Limbah pertanian Sebagai Bahan Baku Pembenah Tanah Berupa Biochar untuk Rehabilitasi Lahan. Balai Tanah Litbang DEPTAN. Hal. 211-218. Ogawa, M., Okimori, Y., and Takahashi, F. 2006. Carbon Sequestration by Carbonization of Biomass and Forestation :Three Case Studies Metigation and Adaptation Strategies for Global Change. J. Climate 11: 421-436. Onggo, T.M. 2009. Pengaruh Konsentrasi Larutan Berbagai Senyawa Timbal (Pb) terhadap Kerusakan Tanaman, Hasil dan Beberapa Kriteria Kualitas Sayuran Daun Spinasia Panda, S.K., and Choudhury. 2005. Chromium Stress in Plants. Braz. J. Plant Physiol., 17(1): 95-102. Pohan, 2002. Pengaruh suhu dan konsentrasi natriumhidroksida pada pembuatan karbon aktif dari sekam padi. Balai besar penelitian dan pengembangan hasil pertanian. Deperindag. Jakarta 131 Prihandarini. 2004. Manajemen Sampah. Perpod. Jakarta. Peraturan Gubernur Bali No.8 . Tahun 2007. Buku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. Rascio, N., Vecchia, F.D., Ferretti, M., Merio, L., and Ghisi, R. 1993. Some of Effect of Cadmium on Maize Plants. Arch.environ. Contam Toxical. 25 : 244-249 Rees, R.M., Ball, B.C., Campbell, C.D., Watson, C.A. 2001. Organic Matter the Sustenance of Soil, in Rees, R.M et al.,(eds). Sustainable Management of Soil Organic Matter. CABI Pulbl., Walingford, UK.: 1-5. Rondon, M. A., Lehmann, J., Raminez, J., & Hurtado, M. 2007. Biological Nitrogen Fixation by Common Beans (Phaseolus vulgaris L.) I Creases with Biochar Additions. Biology and Fertility of Soils,43: 699-708. Shilev, S., Ruso, J., Puig, M.,. Benlloch, M., and Sancho, E.D. 2001. Rhizospheric Bacteria Promote Sunflower (Helianthus annuus L.). Plant Growth and Tolerance to Heavy Metals. Minerva Biotecnologica 13(1): 37-39. Stephen, M.D. 2004. High-Yield Organic Chemestry. Lippincott Williams and Wilkins Inc., Philadelphia, U.S.A. Skoog, D.A., Holler, F.J., Nieman, T.A. 1998. Principles of Instrumental Analysis. Ed ke- 5. Orlando: Hourcourt Brace. Steiner, C., Teixeira, W., Lehman J., Nehls, T., Vasconselos de Macedo, J., Blum, W., & Zech, W. 2007. Long Term Effect Manure Charcoal and Mineral Fertilization on Crop Production and Fertility on a Highly Weathered Central Amazonia Upland Soil. Plant and soil, 291: 1-2. Sumanto dan Suwardi, 2010. Efektifitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam Terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering. Prosiding Pekan Seralia Nasional. 2010. Sharma, P., and Dubey, R.S. 2005. Lead Toxicity in Plants. Brazilian Journal of Plant Physiology 17 (1): 35-52 Simanjuntak, W., Sembiring, S., dan Sebayang, K. 2012. Effect of Pirolysis Temperatures on Composition and Electrical Conductivity of Carbosil Prepared from Rrice Husk. Indo. J. Chem. 12(2): 119-125. 132 Singh, V. P., And Sovyanhadi, J. 1998. Kinetics of Phosphate Fixation in Acid Sulfate Iron Toxic and Neutral Soils. Oryza. 35(2):95-105 Subowo, Mulyadi, Widodo, S., dan Nugraha, A. 1999. Status dan Penyebaran Pb, Cd, dan Pestisida pada Lahan Sawah Intensifikasi di Pinggir Jalan Raya. Prosiding. Bidang Kimia dan Bioteknologi Tanah, Puslittanak, Bogor. Sudirja, R. 1998. Evaluasi Pengaruh Air buangan Tekstil terhadap Kualitas Air, dan Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa Linn), Studi Kasus di daerah Pengairan Sungai Cikijing Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung Jawa Barat. (Tesis) Tidak di Publikasikan. Program Magister Teknik Lingkungan.ITB. Sudirman, dan Vadari, T. 2000. Pengaruh kekritisan lahan terhadap produksi padi dan kacang tanah di Garut Selatan. Prosiding Kongres Nasional VII HITI: pemanfaatan sumberdaya tanah sesuai potensinya menuju keseimbangan lingkungan hidup dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Himpunan Tanah Indonesia. Bandung 2-4 November 1999. Hal: 411-417 Suryatmana, P., Mieke. R., Satiawati dan Rataseca, P. 2001. Peranan Mikorhiza Mikofer dan Bahan Organik Kascing dalam Translokasi Pb, Serapan Fosfor Dan Hasil Tanaman Cabai (Capsicum Annum) Pada Tanah Tercemar Logam Berat. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Pajajaran. Bandung Sukreeyapongse, 0 . 2002. pH- Dependent Release of Cadmium Copper and Lead from Natural and Sludge Amended Soils. J. Environ Dual ,31: 1901-1909. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 591p. Stevenson, F.J. 1994. Humus Chemestry. John Wiley and Son. New York. Subandi, dan Manwan, I. 1990. Penelitian dan Teknologi Peningkatan Produksi Jagung di Indonesia. Laporan Khusus. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor, 67 halaman. Syekhfani. 1998. Hara Air Tanah Tanaman. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. 133 Szymezyk, K., and Zalewski. 2003. Copper Zinc, and Cadmium Content in Liver and Muscles of Mallards and Other Hunting Fowl Spesies in Warnia and Mazury in 1999 – 2000. J. Environ. 12 (3) : 382 – 386. Schmidt, M.W.I., & Noack, A.G. 2000. Black Carbon in Soils and Sediments: Analysis Distribution Implications and Current Challenges. Global Biogeochem. Cycles 14: 777–79. Taylor, P., Mason, J. 2010. Biochar Production Fundamentals, in: P. Taylor (Ed.), The Biochar Revolution: Transforming Agriculture and Environment, Global Publishing Group, Victoria, Australia. pp. 113-131 Thies, J.E., Rillig, M.C. 2009. Characteristics of Biochar: Biological Properties. In: Lehmann, J., Joseph, S. (Eds.), Biochar for Environmental Management. Earthscan, U.S.A. Tagoe, S.O., Takasugu, Horiuchi, T., & Matsui, T. 2008. Effects of Carbonized and Dried Chicken Manures on the Growth, Yield, and N Content of Soybean. Plant Soil, 306: 211-220. Verheijen, F., Jeffry, S., Bastos, A.C., Van der Velde, M., & Diafas, I. 2010. Biochar Application to Soils a Critical Scientific Review of Effects on Soil Properties,Processes and Functions. European Commission,Joint Research Center Institute for Environment and Sustainability. Wongso Atmojo, S. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Penglolaannya. Pidato Pengkuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah .Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Woolf, D. 2008. Biochar as a Soil Amendment: A Review of the Environmental Implications.Available:http://orgprints.org/13268/01/Biochar_as_a_soil_a mendment_ a_review.pdf Yamato, M., Okimori, Y., Wibowo, I.F., Anshori, S., & Ogawa, M. 2006. Effects of The Application of Charred Bark of Acacia manginum on The Yield of Maize, Cowpea and Peanut, and Soil Chemical Properties in South Sumatra, Indonesia. Soil Science and Plant Nutrition, 52: 489-495. Yuwono, N.W. 2009. Membangun Kesuburan Tanah di Lahan Marginal. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan . 9 (2): 137-141. LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Analisis beberapa Parameter dari Limbah Cair Garmen dan Tanah yang Tercemar Limbah pada Lahan Sawah di Kota Denpasar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Parameter Suhu (0C) TDS (ppm) TSS (ppm) pH Pb Cd Cu Cr NH3 (ppm) Deterjen (ppm) COD (ppm) NO2 (ppm) PO4 (ppm) C Organik (%) N total (%) P tersedia (%) KTK (me/100g) KB (%) Keterangan : Batas Max* ** SR R ST T Limbah cair Garmen Batas Max.* 26,500 3260 * 357,140* 10,360* 0,044 (ppm) 0,015 (ppm) 129,950 (ppm)* 0,575(ppm)* 15,848* 2,563 109,440 0,978 17,040 - 35 2000 60 6-9 0,100(ppm) 0,050 (ppm) 2 (ppm) 0,100(ppm) 5 5 150 1 - Tanah Tercemar Limbah garmen 6,800 33,358 ppm 0,732 ppm 36,588 ppm 3,919 ppm** 0,450 (SR) 0,140 (R) 101,020 (ST) 25,830 (T) 93,690 (ST) Batas kisaran Nilai pencemaran ** 2-200 ppm 0,1-7 ppm 2-100 ppm 2,5 ppm - = Baku mutu limbah cair industri tekstil (Peraturan Gubernur Bali No.8 tahun 2007) = Menurut Soepardi (1983) = Sangat rendah = Rendah = Sangat Tinggi = Tinggi 134 135 Lampiran 2. Foto kegiatan penelitian Foto 1. Lokasi Garmen Foto 2. Lahan sawah tercemar limbah garmen 136 Foto 3. Lahan sawah tercemar limbah garmen Sekam padi Biochar sekam padi Foto 4. Sekam padi dan biochar sekam padi Kotoran ayam Biochar kotoran ayam Foto 5. Kotoran ayam dan biochar kotoran ayam 137 Foto 6. Proses Inkubasi Foto 8. Pengukuran Tinggi Tanaman umur 2 minggu Foto 10. Kunjungan Promotor dan Kopromotr Foto 7. Persiapan Tanaman Foto 9. Pemeliharaan Tanaman Foto 11. Total Brangkasan 138 Foto 12. Total Brangkasan Foto 14. Tanaman yang Tercemar Limbah Cair Garmen Foto 16. Kunjungan Kopromotor 2 ke Lapangan. Foto 13. Tanaman yang Tercemar Limbah Cair Garmen Foto 15. Kunjungan Kopromotor 2 ke Lapangan. 139 Lampiran 3. Cr Total Pada Brangkasan (Percobaan Rumah Kaca) Ulangan Perlakuan Total Rata-Rata O1D0 O1D1 O1D2 O1D3 O1D4 O2D0 O2D1 O2D2 I 9.661 5.093 4.923 4.138 3.812 9.661 4.312 3.516 II 9.661 6.010 5.391 4.674 4.005 9.661 4.196 3.413 III 9.661 5.229 4.195 4.232 3.918 9.661 4.777 3.831 28.983 16.332 14.509 13.044 11.735 28.983 13.285 10.76 9.661 5.444 4.836333333 4.348 3.911666667 9.661 4.428333333 3.586666667 O2D3 O2D4 O3D0 O3D1 O3D2 O3D3 O3D4 O4D0 O4D1 O4D2 O4D3 O4D4 3.212 2.97 9.661 5.400 4.256 3.401 2.033 9.661 3.478 3.370 2.966 1.69 2.623 2.228 9.661 5.023 4.729 4.203 3.362 9.661 3.932 3.463 2.264 1.039 3.415 3.117 9.661 4.387 4.244 4.091 3.856 9.661 4.232 3.678 3.039 1.798 9.25 8.315 28.983 14.81 13.229 11.695 9.251 28.983 11.642 10.511 8.269 4.527 3.083333333 2.771666667 9.661 4.936666667 4.409666667 3.898333333 3.083666667 9.661 3.880666667 3.503666667 2.756333333 1.509 Cr (mg kg-1) Dosis (ton ha-1) 0 3 6 9 12 O1 9,661 a 5,444 b 4,836 bc 4,348 cd 3,911 de Jenis bahan organik O2 O3 9,661 a 9,661 a 4,428 cd 4,936 bc ef 3,586 4,409 cd fg 3,083 3,898 de g 2,771 3,083 fg O4 9,661 3,880 3,503 2,756 1,509 a de ef g h 140 Lampiran 4. Hasil Analisis Costat Cr Total Pada Brangkasan 141 142 Lampiran 5. Kadar Air Tanah (Percobaan Lapangan) Perlakuan B1K1 B1K2 B1K3 B2K1 B2K2 B2K3 B3K1 B3K2 B3K3 I 17.463 15.215 14.040 18.413 15.413 16.825 15.483 15.025 16.790 Dosis biochar B1 B2 B3 Ulangan II 17.025 15.425 14.225 18.560 15.205 16.625 15.425 15.035 16.56 Total III 16.925 14.950 14.365 18.225 14.725 16.230 14.975 15.225 16.275 51.413 45.59 42.63 55.198 45.343 49.68 45.883 45.285 49.625 Rata-Rata 17.13766667 15.19666667 14.21 18.39933333 15.11433333 16.56 15.29433333 15.091 16.54166667 Kadar air tanah(%) Dosis bahan organik K1 K2 K3 b d 17,137 15,196 14,210 e a d 18,399 15,114 16,560 c d d 15,294 15,091 16,541 c 143 Lampiran 6. Hasil Analisis Costat Kadar Air Tanah 144