pengaruh parameter cuaca terhadap proses

advertisement
PENGARUH PARAMETER CUACA TERHADAP PROSES EVAPORASI
PADA INTERVAL WAKTU YANG BERBEDA
DEPENDENCE OF EVAPORATION ON METEOROLOGICAL VARIABLES AT DIFFERENT
TIME-SCALES
Trinah Wati1*, Hidayat Pawitan2, Ardhasena Sopaheluwakan3
1
Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, BMKG
Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor
3
Pusat Iklim Agroklimat dan Iklim Maritim, BMKG
*E-mail: [email protected]
2
Naskah masuk: 6 Mei 2015; Naskah diperbaiki: 16 Desember 2015; Naskah diterima:22 Desember 2015
ABSTRAK
Evaluasi perbandingan, analisis korelasi dan regresi antara evaporasi panci dengan parameter cuaca dilakukan pada
interval waktu harian, dasarian dan bulanan untuk mempelajari ketergantungan evaporasi panci terhadap parameter
cuaca dan untuk menduga evaporasi panci menggunakan parameter cuaca di stasiun Darmaga Bogor, Semarang dan
Karangploso. Variasi lima faktor utama yang mengendalikan proses evaporasi antara lain radiasi matahari (lama
penyinaran), defisit tekanan uap air, kelembaban relative, kecepatan angin dan suhu udara telah dibandingkan dengan
variasi evaporasi panci pada interval waktu harian, dasarian dan bulanan. Defisit tekanan uap air memiliki pengaruh
dominan dengan evaporasi panci pada semua interval waktu di Darmaga dan Semarang, sedangkan di Karangploso pada
interval waktu harian dan dasarian. Kecepatan angin juga memiliki pengaruh dominan dengan evaporasi panci di
Karangploso pada interval waktu dasarian dan bulanan. Pemodelan evaporasi panci menggunakan parameter cuaca yang
dominan berpengaruh terhadap proses evaporasi menghasilkan persamaan model yang cukup baik dengan nilai R2 >
0,50, berdasarkan validasi data model dengan observasi memiliki. secara keseluruhan kesalahan hasil validasi antara
data model dengan data pengamatan kurang dari 12%. Tren evaporasi panci di Darmaga menunjukkan peningkatan
dengan koefisien determinansi > 0.5, sedangkan di Semarang dan Karangploso secara statistik belum mengalami
kecenderungan perubahan evaporasi.
Kata kunci: Korelasi, ketergantungan evaporasi panci, defisit tekanan uap air, tren evaporasi panci.
ABSTRACT
Comparative evaluation, correlation and regression analysis of pan evaporation with other meteorological variables at
daily, 10-daily and monthly time-scales were conducted to learn the dependence of pan evaporation to other
meteorological variables and to estimate pan evaporation using other meteorological variables at Darmaga Bogor
station, Semarang and Karangploso. Five major factors that control evaporation were solar radiation (sunshine
duration), vapour pressure deficit, relative humidity, wind speed and air temperature, that were compared at the different
time-scales. Vapour pressure deficit had good correlation with pan evaporation at all time-scales in Darmaga Bogor and
Semarang, while in Karangploso at daily and 10-daily time-scale. Wind speed also had good correlation with pan
evaporation in Karangploso at 10-daily and monthly time-scale. The variable that has the best correlation with pan
evaporation in each station was chosen as predictor for estimating pan evaporation.The Result of Pan evaporation
estimation using meteorological variable which had best correlation was good with R2 > 0,50,and the result of validation
to observation data showed errors less than 12% for all time scales. Trends of pan evaporation in Darmaga Bogor
showed increasing while in Semarang and Karangploso statistically not yet showed a trend change.
Keywords: correlation, dependence of pan evaporation, vapour pressure deficit, trend of pan evaporation.
1. Pendahuluan
Evaporasi merupakan proses perubahan status air dari
bentuk cair ke bentuk gas. Dalam proses daur
hidrologi, evaporasi merupakan perpindahan air dari
permukaan lautan dan daratan ke atmosfir.
Penguapan/evaporasi air laut merupakan tahapan
pertama dalam daur hidrologi dan berpengaruh
PENGARUH PARAMETER CUACA TERHADAP PROSES EVAPORASI.............................................................. Trinah Wati, dkk
155
terhadap masukan air ke dalam daratan. Sekitar 85%
evaporasi di bumi terjadi di lautan [1], sebagai proses
fundamental yang menghubungkan antara laut dan
atmosfer yaitu perpindahan massa air [2], sedangkan
di daratan besarnya fluks evaporasi lebih kecil
dibandingkan lautan, namun 60-70% volume curah
hujan yang turun dievaporasikan di daratan [3],[4].
Proses evaporasi terjadi karena adanya ketersediaan
energi bahang dan gradient/ defisit tekanan uap air
yang tergantung pada faktor cuaca seperti suhu udara,
kecepatan angin, tekanan atmosfer, radiasi matahari,
kualitas air dan bentuk serta sifat dari permukaan yang
berevaporasi [5]. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi
oleh faktor lainnya seperti faktor lokasi geografis,
musim, interval waktu dan lain-lain sehingga proses
evaporasi merupakan proses yang cukup rumit untuk
dilakukan pengukuran dan perhitungannya.
Kebutuhan pengetahuan tentang proses fisik mengenai
evaporasi di permukaan bumi sangat penting terutama
bagi ahli-ahli meteorologi, hidrologi dan lingkungan
untuk mengetahui besarnya nilai rata-rata evaporasi
saat ini, apakah laju evaporasi semakin menurun atau
meningkat terkait dengan perubahan iklim.
Pengukuran evaporasi dari panci terbuka dapat
digunakan sebagai indikator evaporasi di lingkungan
sekitarnya. Studi mengenai pengamatan evaporasi
panci menjadi sangat menarik saat ini mengingat
adanya fenomena “The Evaporation Paradox” di
beberapa negara yang menunjukkan adanya
penurunan tren evaporasi yang disebabkan oleh
peningkatan keawanan [6],[7],[8]. Pemahaman
tentang pengukuran evaporasi panci yang benar dapat
dijadikan sebagai indikator perubahan iklim [9].
Pengaruh relatif dari faktor-faktor cuaca terhadap
evaporasi sulit untuk dievaluasi dan beberapa
simpulan harus dilihat berdasarkan interval waktu
seperti jam-jaman, harian, 10-harian (dasarian), dan
bulanan. Evaluasi perbandingan antara evaporasi
panci dengan radiasi surya, defisit tekanan uap air,
kelembaban relatif, kecepatan angin dan suhu udara
pada interval waktu jam-jaman, harian, 10 harian dan
bulanan di Changines Switzerland [10] menunjukkan
bahwa peran faktor pengendali evaporasi berbedabeda berdasarkan interval waktu. Defisit tekanan uap
air memiliki paling berpengaruh terhadap proses
evaporasi panci dengan korelasi terkuat pada semua
interval waktu, sedangkan kecepatan angin tidak
mempengaruhi proses evaporasi panci dengan korelasi
paling kecil terutama pada interval waktu lebih dari
satu hari.
Perbandingan antara enam parameter cuaca yang
mempengaruhi evaporasi pada interval waktu harian di
Junugadh, Gujarat (India) menunjukkan bahwa radiasi
surya, suhu maksimum dan defisit tekanan uap air
secara nyata mempengaruhi besaran evaporasi panci
dengan nilai R2 masing-masing 0.86, 0.75 dan 0.66.
Hubungan evaporasi panci dengan kelembaban udara
memiliki hubungan yang negatif, untuk parameter
kecepatan angin dan lama penyinaran memiliki
korelasi paling kecil dan tidak berpengaruh sebagai
faktor pengendali proses evaporasi pada interval
waktu harian [11].
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
parameter cuaca yang paling dominan mempengaruhi
proses evaporasi dengan melakukan analisis
perbandingan pola antara parameter cuaca dengan
evaporasi panci klas A pada interval waktu yang
berbeda, yaitu harian, dasarian dan bulanan di stasiun
pengamatan cuaca/iklim Darmaga Bogor, Semarang
dan Karangploso Malang dan untuk mengetahui
keeratan hubungannya menggunakan analisis korelasi.
Analisa ini dilakukan sebagai dasar untuk menduga
evaporasi panci menggunakan data parameter cuaca
yang paling dominan berpengaruh di stasiun tersebut.
Terkait dengan perubahan iklim maka dilakukan pula
analisa tren evaporasi untuk mengetahui apakah laju
evaporasi semakin menurun atau meningkat secara
statistik.
2. Metode Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
evaporasi panci klas A, suhu udara, kelembaban udara,
lama penyinaran dan kecepatan angin interval harian,
dasarian dan bulanan hasil pengamatan stasiun Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di 3
stasiun klimatologi yaitu stasiun klimatologi Darmaga
Bogor (periode tahun 1975 – 2012) posisi lintang
6°30'0"LS, bujur 106°45'0"BT dan ketinggian 240 m ,
stasiun klimatologi Semarang (periode 1991 – 2012)
posisi lintang 6o58'60"LS, bujur 110o24'60"BT dan
ketinggian 227 m dan stasiun klimatologi Karangploso
Malang (periode 2004 - 2013) posisi lintang
7o45'0"LS dan bujur 113o22'60"BT dan ketinggian 436
m. Ketiga stasiun tersebut mewakili wilayah Jawa
bagian barat, tengah dan timur.
Untuk mengevaluasi ketergantungan antara evaporasi
dengan parameter cuaca yakni suhu udara,
kelembaban relatif, lama penyinaran, kecepatan angin
dan defisit tekanan uap air dilakukan standarisasi nilai
masing-masing parameter menjadi nilai tanpa dimensi
dengan rumus persamaan :
(1)
X
i
µ
σ
=
=
=
=
Parameter cuaca
nilai ke i parameter cuaca
rata-rata parameter cuaca
standar deviasi parameter cuaca
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 3 TAHUN 2015 : 155-165
156
Standarisasi nilai masing-masing parameter cuaca
dilakukan dalam interval waktu harian, dasarian dan
bulanan. [10],[11]
Perhitungan defisit tekanan uap air menggunakan
persamaan [12],[13] :
VPD = es
(2)
es = 0.611 exp
(3)
VPD = defisit tekanan uap air dalam mbar
es
= tekanan uap air jenuh pada suhu titik embun
dalam mbar
RH = Kelembaban relatif rata-rata (%)
T
= suhu udara rata-rata (oC)
Masing-masing parameter cuaca dikorelasikan dengan
evaporasi panci dan dipilih yang memiliki nilai korelasi
tertinggi digunakan untuk menduga evaporasi. Untuk
menduga evaporasi menggunakan data parameter cuaca
digunakan persamaan regresi linier sebagai berikut:
Y = aX + b (4)
Y
= evaporasi
X
= parameter cuaca
a dan b = konstanta kemiringan(slope) dan intersep
= rata-rata error/kesalahan
Yi = evaporasi estimasi ke-i
= evaporasi panci klas A ke-i
n = jumlah data
3. Hasil dan Pembahasan
Data Observasi Evaporasi Panci dan Parameter
Cuaca Lainnya. Gambar 1 merupakan diagram
boxplot data harian evaporasi panci klas A di masingmasing stasiun. Berdasarkan Gambar 1. sebaran data
evaporasi harian memiliki median/nilai tengah, tepat di
garis tengah boxplot masing-masing sebesar 3,6 mm di
stasiun Darmaga, 4,6 mm di stasiun Semarang dan 4,2
mm di stasiun Karangploso. Deskripsi data evaporasi
panci klas A di stasiun penelitian secara statistik terdapat
pada Tabel 1. Pada Gambar 1 data evaporasi di bawah
quartil ke-1 dan di atas quartil ke-3 atau data pencilan
/outlier cukup banyak sehingga pengecekan data atau
quality control sangat diperlukan.
Pengecekan data evaporasi dilakukan dengan
menganalisis data pencilan atau outlier yang memiliki
nilai > 10 mm dan < 0,5 mm dengan melihat data suhu
udara, kelembaban relatif dan curah hujan pada
tanggal yang sama. Penentuan nilai pencilan ini
berdasarkan perhitungan [14]:
Untuk mengetahui nyatanya hubungan antara x dan y
digunakan uji t terhadap koefisien b (kemiringan) pada
taraf α 5%.
Hipotesis : H0 :β = 0
H1 :β ≠0
(5)
Dengan Seb : kesalahan standar b
Keputusan : jika |t hit | > | t tabel | tolak H0 berarti
koefisien b berbeda nyata dengan 0 dan menunjukkan
adanya hubungan antara x dan y.
Keeratan hubungan antara x dan y dinyatakan dengan
koefisien korelasi (r) dari data contoh, dengan kisaran 1 < r < 1. Keragaman total dari model ditunjukkan oleh
besarnya koefisien determinansi (R2). Determinansi
merupakan koefiesien yang menyatakan keterandalan
dari peubah model yang dilihat dari kemampuan
model dalam menerangkan keragaman nilai peubah Y.
Nilai R2 antara 0 – 1, semakin besar koefisien
determinansi dan korelasi, model yang dihasilkan
semakin baik dan semakin mampu menerangkan
perilaku peubah Y.[14]
Validasi hasil model persamaan regresi dilakukan
dengan analisis residu menggunakan persamaan :
(6)
Gambar 1. Diagram boxplot data evaporasi harian di
stasiun Darmaga, Semarang dan
Karangploso.
PENGARUH PARAMETER CUACA TERHADAP PROSES EVAPORASI.............................................................. Trinah Wati, dkk
157
Q3 + (1.5 x IQR) < outlier atas ≤Q3 + (3 x IQR)
Q1 – (1.5 x IQR) > outlier bawah ≥Q1 – (3 x IQR)
Dengan Q1 : quartil ke-1, Q3 :quartil ke-3 dan IQR
(Intra Quartil Range): Q3-Q1
Di stasiun Darmaga sebanyak 3,7% , Semarang 6,3%
dan Karangploso 0,9% data yang tidak dapat
digunakan yang disebabkan antara lain oleh : air dalam
panci meluap, tidak ada data karena alat rusak,dan
merupakan nilai ektrim (terlalu tinggi atau rendah)
yang tidak relevan dengan parameter cuaca lain.
Pola evaporasi bulanan di ketiga stasiun penelitian
pada Gambar 2 menunjukkan pola yang hampir sama.
Evaporasi maksimum terjadi pada bulan Oktober di
Darmaga dan Karangploso, sedangkan di Semarang
pada bulan September. Evaporasi terendah terjadi pada
bulan yang sama yaitu bulan februari. Evaporasi ratarata bulanan di Karangploso umumnya lebih tinggi
dibandingkan Darmaga dan Semarang. Pada bulan
Maret hingga Agustus rata-rata evaporasi bulanan di
Karangploso sama dengan Semarang.
Tabel 2 sampai dengan 4 menunjukkan rata-rata
bulanan evaporasi dan parameter cuaca lainnya di
Darmaga Bogor, Semarang dan Karangploso. Ratarata klimatologis bulanan selama periode tahun 1975 –
2012 di Darmaga menunjukkan suhu udara berkisar
antara 25,1 – 25,2oC, kelembaban udara 80 – 88 % dan
kecepatan angin antara 2,5 – 3,3 knot, sedangkan lama
penyinaran berkisar antara 4,5 jam (bulan Februari)
hingga 9,9 jam ( bulan Agustus), defisit tekanan uap air
hasil perhitungan persamaan (2) dan (3) berkisar
antara 3,8 – 6,7 mbar.
Gambar 2. Pola evaporasi bulanan
Tabel 1. Deskripsi statistik data evaporasi (mm/hari)
Tabel 2. Rata-rata bulanan evaporasi dan parameter
cuaca di stasiun klimatologi Darmaga Bogor
Tabel 3. Rata-rata bulanan evaporasi dan parameter
cuaca di stasiun Klimatologi Semarang
Rata-rata bulanan klimatologis selama periode tahun
1991 – 2012 di Semarang menunjukkan suhu udara
rata-rata berkisar antara 26,7oC (bulan Februari)
hingga 28,5oC (bulan Oktober), kelembaban udara
rata-rata berkisar antara 68% - 84% dan kecepatan
angin antara 5,1 – 6,8 knot. Lama penyinaran rata-rata
berkisar antara 5,2 jam (bulan Februari) hingga 10,3
jam (bulan September) sedangkan defisit tekanan uap
air sebesar 5,6 hingga 12,1 mbar.
Secara klimatologis selama periode tahun 2004-2013
di Karangploso menunjukkan suhu udara rata-rata
berkisar antara 22,3oC – 24,5oC, kelembaban udara
antara 73 – 82% dan kecepatan angin sebesar 3,4
hingga 5,0 knot. Lama penyinaran rata-rata antara 4,4
jam (bulan Desember) hingga 10,1 jam (bulan Juli)
sedangkan defisit tekanan uap air antara 5,1 hingga 8,4
mbar.
Tabel 4. Rata-rata bulanan evaporasi dan parameter
cuaca di stasiun klimatologi Karangploso
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 3 TAHUN 2015 : 155-165
158
Hubungan Evaporasi dengan Suhu Udara,
Kelembaban Udara, Lama Penyinaran, Kecepatan
Angin dan Defisit Tekanan Uap Air Menurut
Interval Waktu. Analisis pengaruh parameter cuaca
terhadap evaporasi dilakukan dengan mengevaluasi
perbandingan pola evaporasi dengan parameter cuaca
lainnya. Pola evaporasi dengan Suhu Udara,
Kelembaban Udara, Lama Penyinaran, Kecepatan
Angin dan Defisit Tekanan Uap Air dalam interval
waktu harian, dasarian dan bulanan dapat
menggambarkan pengaruh parameter cuaca terhadap
pola evaporasi baik berpengaruh positif maupun
negatif.
Gambar 3 sampai dengan Gambar 7 menunjukkan
perbandingan pola evaporasi dengan parameter iklim
di Darmaga Bogor, sumbu x menunjukkan waktu
harian, dasarian dan bulanan, sedangkan sumbu y
menunjukkan nilai standarisasi hasil persamaan (1).
Perbandingan pola evaporasi dengan kelembaban
udara pada Gambar 3 menunjukkan hubungan yang
negatif, dimana evaporasi meningkat dengan
menurunnya kelembaban udara pada interval harian,
dasarian dan bulanan. Pola evaporasi dengan suhu
udara dan defisit tekanan uap air pada Gambar 4 dan 7
memiliki pola yang hampir sama, evaporasi mengikuti
pola suhu udara dan defisit tekanan uap air pada
interval waktu harian, dasarian dan bulanan.
Pola evaporasi dengan lama penyinaran menunjukkan
penyinaran matahari tidak mempengaruhi pola
evaporasi terutama pada bulan April hingga
September. (Gambar 5). Pola evaporasi dengan
kecepatan angin tidak menunjukkan hubungan yang
jelas (Gambar 5).
Hubungan antara evaporasi dengan parameter cuaca
lain berdasarkan nilai korelasi (r) dan Koefisien
determinansi (R 2 ) di Darmaga pada Tabel 5
menunjukkan defisit tekanan uap air paling dominan
mempengaruhi evaporasi diikuti oleh kelembaban
udara, lama penyinaran, suhu udara dan kecepatan
angin.
Gambar 3. Perbandingan pola evaporasi dengan kelembaban udara pada interval waktu harian, dasarian dan bulanan di
stasiun Darmaga Bogor.
Gambar 4. Perbandingan pola evaporasi dengan suhu udara pada skala waktu harian, dasarian dan bulanan di stasiun
Darmaga Bogor.
Gambar 5. Perbandingan pola evaporasi dengan lama penyinaran pada interval waktu harian, dasarian dan bulanan di
stasiun Darmaga Bogor.
PENGARUH PARAMETER CUACA TERHADAP PROSES EVAPORASI.............................................................. Trinah Wati, dkk
159
Gambar 6. Perbandingan pola evaporasi dengan kecepatan angin pada interval waktu harian, dasarian dan bulanan
distasiun Darmaga Bogor.
Gambar 7. Perbandingan pola evaporasi dengan defisit tekanan uap air pada interval waktu harian, dasarian dan bulanan
di stasiun Darmaga Bogor.
Perbandingan pola evaporasi dengan kelembaban
udara di Semarang (Gambar 8) menunjukkan hubungan
yang negatif baik pada interval harian, dasarian
maupun bulanan, kelembaban meningkat maka
evaporasi mengalami penurunan. Perbandingan pola
evaporasi dengan suhu udara dan kecepatan angin pada
Gambar 9 dan 11 tidak terlihat jelas hubungannya pada
semua interval waktu, sedangkan perbandingan pola
evaporasi dengan lama penyinaran dan defisit tekanan
uap air (Gambar 10 dan 12) menunjukkan hubungan
yang positif dan memiliki pola yang hampir sama. Hal
ini menunjukkan besaran lama penyinaran dan defisit
tekanan uap air mempengaruhi nilai evaporasi. Nilai r
dan R2 pada Tabel 5 memperkuat adanya hubungan
antara evaporasi dan parameter cuaca lain, defisit
tekanan uap air dominan mempengaruhi besarnya nilai
evaporasi disusul oleh kelembaban udara, lama
penyinaran, suhu udara dan kecepatan angin.
Gambar 8. Perbandingan pola evaporasi dengan kelembaban udara pada interval waktu harian, dasarian dan bulanan di
stasiun klimatologi Semarang
Gambar 9. Perbandingan pola evaporasi dengan suhu udara pada interval waktu harian, dasarian dan bulanan di stasiun
klimatologi Semarang.
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 3 TAHUN 2015 : 155-165
160
Gambar 10. Perbandingan pola evaporasi dengan lama penyinaran pada skala waktu harian, dasarian dan bulanan di
stasiun klimatologi Semarang
Gambar 11. Perbandingan pola evaporasi dengan kecepatan angin pada interval waktu harian, dasarian dan bulanan di
stasiun klimatologi Semarang
Perbandingan pola evaporasi dengan parameter iklim
di Karangploso terdapat pada Gambar 13 sampai
dengan Gambar 17. Perbandingan pola evaporasi
dengan kelembaban udara (Gambar 13) menunjukkan
hubungan negatif dimana pola kelembaban udara yang
meningkat diikuti oleh penurunan evaporasi pada
interval waktu harian, dasarian dan bulanan. Pola
evaporasi dengan lama penyinaran tidak menunjukkan
hubungan yang jelas (Gambar 15), sedangkan pola
evaporasi dengan suhu udara, kecepatan angin, dan
defisit tekanan uap air pada Gambar 14, 16 dan 17
menunjukkan pola yang sama meskipun pada defisit
tekanan evaporasi sedikit berbeda pada interval waktu
dasarian dan bulanan, sedangkan pada suhu udara pola
peningkatannya tidak sama dengan evaporasi pada
semua interval waktu.
Berdasarkan Tabel 5 Defisit tekanan uap air paling
dominan mempengaruhi evaporasi di Karangploso
pada interval waktu harian dan dasarian sedangkan
kecepatan angin dominan mempengaruhi evaporasi
pada interval dasarian dan bulanan, diikuti oleh
kelembaban udara, lama penyinaran dan suhu udara.
Gambar 12. Perbandingan pola evaporasi dengan defisit tekanan uap air pada interval waktu harian, dasarian dan bulanan
di stasiun klimatologi Semarang
Gambar 13. Perbandingan pola evaporasi dengan kelembaban udara pada interval waktu harian, dasarian dan bulanan di
stasiun Karangploso
PENGARUH PARAMETER CUACA TERHADAP PROSES EVAPORASI.............................................................. Trinah Wati, dkk
161
Gambar 14. Perbandingan pola evaporasi dengan suhu udara pada interval waktu harian, dasarian dan bulanan di stasiun
Karangploso
Gambar 15. Perbandingan pola evaporasi dengan lama penyinaran pada interval waktu harian, dasarian dan bulanan di
stasiun Karangploso
Proses evaporasi membutuhkan energi dari radiasi
matahari di mana bahang laten dalam jumlah banyak
dipindahkan dari permukaan bumi ke atmosfer. Laju
evaporasi bergantung pada tiga faktor yaitu defisit
tekanan uap air, suhu dan pergerakan udara.
Evaporasi meningkat jika tekanan uap air jenuh pada
permukaan air menjadi lebih besar daripada tekanan
uap air aktual udara di atasnya atau defisit tekanan uap
yang semakin besar. Dengan demikian evaporasi
lebih cepat terjadi pada udara kering dibandingkan
udara lembab. Gerakan angin dan turbulensi akan
menggantikan udara dekat permukaan air dengan
udara yang lebih kering dan meningkatkan evaporasi
[15]
Evaporasi merupakan komponen yang paling sulit
diketahui/diukur diantara berbagai komponen daur
hidrologi, karena interaksi yang kompleks yang
melibatkan komponen-komponen evaporasi di lahan,
vegetasi dan sistem atmosfer. Pengukuran proses
evaporasi cukup sulit untuk dilakukan secara langsung
dan terdapat beberapa teknik untuk menduganya.
Metode pendugaan evaporasi dan evapotranspirasi
dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan antara
lain : pendekatan neraca air, perpindahan massa,
neraca energi, pendekatan kombinasi Penman,
Penman-Monteith dan pendekatan parameter iklim
seperti Thornthwaite, Hamon, Hargreaves, Makkin
dll telah banyak dilakukan.[16],[17],[18].
Gambar 16. Perbandingan pola evaporasi dengan Kecepatan angin pada interval waktu harian, dasarian dan bulanan di
stasiun Karangploso.
Gambar 17. Perbandingan pola evaporasi dengan defisit tekanan uap air pada interval waktu harian, dasarian dan bulanan
di stasiun Karangploso.
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 3 TAHUN 2015 : 155-165
162
Tabel 5. Korelasi (r) dan Nilai Determinansi (R2) Evaporasi dengan Suhu Udara, Kelembaban Udara, Lama Penyinaran,
Kecepatan Angin dan Defisit Tekanan Uap Air
Tabel 6. Persamaan Estimasi Evaporasi Panci Menggunakan parameter iklim
Keterangan Tabel 5:
*) signifikan pada α 5 %
E = Evaporasi Panci Klas A (mm)
VPD = Defisit Tekanan Uap Air (mbar)
U = Kecepatan angin (Knot)
Pendugaan evaporasi panci menggunakan data
parameter cuaca bertujuan untuk menggunakan data
parameter cuaca yang ada (suhu udara, kelembaban
udara, lama penyinaran, kecepatan angin, dan defisit
tekanan uap air), jika ketersediaan data evaporasi panci
terbatas. Tabel 6 menunjukkan hasil persamaan regresi
antara evaporasi panci dengan parameter cuaca yang
berkorelasi paling tinggi pada masing-masing stasiun
sebagai persamaan pendugaan evaporasi panci yang
telah diuji secara statistik dengan uji t pada α 5 %.
Berdasarkan nilai determinansi menunjukkan
persamaan model estimasi memiliki R2> 0.5 sehingga
persamaan model cukup baik. Hasil validasi model
menunjukkan semakin kecil nilai error maka estimasi
evaporasi panci semakin mendekati nilai observasi.
Pemodelan evaporasi panci menggunakan parameter
iklim yang dominan berpengaruh terhadap proses
evaporasi memiliki nilai kesalahan berkisar antara
0,26 – 0,47 mm atau 7,2-11,2% dibandingkan ratarata observasi untuk interval waktu harian, 1,86 – 3,96
mm 4,2- 9,1% dibandingkan dengan rata-rata
observasi untuk interval waktu dasarian dan 5,62 –
7,07 mm atau 4,4-5,4% dibandingkan dengan rata-rata
observasi untuk interval bulanan. Selang data
merupakan kisaran data untuk keberlakukan
persamaan estimasi tersebut.
Gambar 18. Tren evaporasi panci Tahunan
PENGARUH PARAMETER CUACA TERHADAP PROSES EVAPORASI.............................................................. Trinah Wati, dkk
163
Tabel 7. Tren Suhu Udara, Kelembaban Udara, Lama Penyinaran, Kecepatan Angin dan Defisit Tekanan Uap Air di
Darmaga, Semarang dan Karangploso
Tren Evaporasi Panci. Tren evaporasi panci tahunan
pada Gambar 18, menunjukkan tren peningkatan
evaporasi di Darmaga dengan R2 0,63 sedangkan di
Semarang dan Karangploso menunjukkan tren
penurunan, dengan nilai R2 tidak terlalu besar masingmasing 0,18 dan 0,30. Tabel 7 menunjukkan tren
parameter iklim suhu udara, kelembaban udara, lama
penyinaran, kecepatan angin dan defisit tekanan uap
air di masing-masing stasiun.
Berdasarkan tren parameter iklim pada Tabel 7 dan
pola perbandingan evaporasi dengan parameter cuaca
lainnya (Gambar 3 – 7), maka terjadinya
kecenderungan peningkatan evaporasi di Darmaga
didukung oleh semakin meningkatnya suhu udara (R2
0,57), sedangkan peningkatan defisit tekanan uap air
dan kecepatan angin, dan penurunan kelembaban
udara memiliki nilai determinansi rendah (R2 < 0,5)
sehingga keragaman data yang mewakili relatif rendah
belum dapat dikatakan mengalami kecenderungan
perubahan, demikian juga dengan lama penyinaran.
Tren penurunan evaporasi panci di Semarang dan
Karangploso memiliki nilai R2 < 0,50, demikian juga
dengan tren parameter cuaca lainnya, sehingga
berdasarkan keragaman data yang mewakili, belum
menunjukkan terjadinya kecenderungan perubahan
baik menurun atau meningkat.
Kecenderungan penurunan evaporasi panci terjadi di
beberapa wilayah seperti Uni Soviet, Tibet, China,
Amerika serikat, Australia, India dan Thailand.
Kontribusi tren penurunan radiasi, kecepatan angin
dan defisit tekanan uap air mempengaruhi penurunan
tren evaporasi di wilayah tersebut. Tren penurunan
kecepatan angin dominan terjadi di Tibet dan
Australia, sedangkan di wilayah lain seperti China,
Amerika Serikat dan Kanada terjadi penurunan radiasi
matahari dan kecepatan angin. Di Uni Soviet dan
Thailand disebabkan oleh penurunan radiasi,
sedangkan di India disebabkan oleh penurunan radiasi
dan defisit tekanan uap air. [19]
4. Kesimpulan
Defisit tekanan uap air dominan mempengaruhi
evaporasi panci dengan korelasi terkuat pada semua
interval waktu di Darmaga Bogor dan Semarang
dengan besaran r lebih dari 0,70, sedangkan di
Karangploso pada interval waktu harian dan dasarian
sebesar 0,67 dan 0,83. Kecepatan angin juga dominan
mempengaruhi evaporasi panci dan memiliki korelasi
nyata di Karangploso pada interval waktu dasarian dan
bulanan sebesar 0,83 dan 0,88. Paremeter cuaca yang
memiliki korelasi nyata digunakan sebagai penduga
evaporasi panci di stasiun tersebut. Pemodelan
evaporasi panci menggunakan parameter cuaca yang
dominan berpengaruh terhadap proses evaporasi
menghasilkan persamaan model yang cukup baik
dengan nilai R2 > 0.50, berdasarkan validasi data
model dengan observasi memiliki. secara keseluruhan
kesalahan hasil validasi antara data model dengan data
pengamatan kurang dari 12%.
Tren evaporasi panci di Darmaga menunjukkan tren
peningkatan dengan R2 0,63, sedangkan di Semarang
dan Karangploso menunjukkan tren penurunan
dengan nilai R2 < 0.50 yang secara statistik belum
dapat dikatakan mengalami kecenderungan
perubahan. Tren parameter iklim yang mempengaruhi
proses evaporasi panci juga dievaluasi untuk
mengetahui keterkaitannya dengan tren tersebut. Tren
suhu udara di Darmaga mempengaruhi kecenderungan
peningkatan evaporasi, sedangkan tren parameter
iklim lainnya tidak mengalami kecenderungan
perubahan, demikian juga dengan yang di stasiun
Semarang dan Karangploso.
P endugaan evaporasi aktual mas ih perlu
dikembangkan menggunakan lebih dari satu
parameter cuaca untuk meningkatkan keakuratan dari
pengamatan evaporasi panci, terutama untuk
pendugaan menggunakan data iklim di Indonesia.
Ucapan Terima Kasih. Ucapan terima kasih
disampaikan kepada pengelola stasiun klimatologi
BMKG Darmaga, Semarang dan Karangploso yang
telah menyediakan data yang diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Mehta, V.M., DeCandis, A.J. dan Mehta, A.V.
(2005). Remote-sensing based estimates of the
fundamental global water cycle : Anual cycle. J.
Geophys. Res. 110.D22103.
[2] A l d r i a n , E . ( 2 0 0 8 ) . M e t e o ro l o g i L a u t
Indonesia.Pusat Penelitian dan Pengembangan
Badan Meteorologi dan Geofisika.
[3] Lim W.H. dan Roderick, M.L. (2009). An Atlas of
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 3 TAHUN 2015 : 155-165
164
the Global Water Cycle: Based on the IPCC
AR4 models, ANU E Press, Canberra.
[4] Miralles, D.D., Holmes, T.R.H., De Jeu,
R.A.M.,Gash, J.H., Meesters, A.G.C.A. dan
Dolman, A.J. (2011). Global Land-surface
Evaporation Estimated from Satellite-Based
Observations. Hyd. and E. Sys. Scien. 15:453469.
[5] Morton, F. I. (1968). Evaporation and Climate: A
Study in Cause and Effect, Scientific Series no.
4. Inland Water Branch, Department of Energy,
Mines and Resources, Ottawa.
[6] Peterson, T. C., Golubev, V. S. dan Groisman, P. Y.
(1995). Evaporation is Losing its Strenght.
Nature 377 : 687–688.
[7] Chattopadhyay, N. & Hulme, M. (1997).
Evaporation and Potential Evapotranspiration
in India Under Conditions of Recent And
Future Climate Change Agric. Forest.
Meteorol. 87:55–73.
[8] Quintana-Gomez, R. (1998). Changes in
evaporation patterns detected in northern most
South America, Homogeneity testing.
Proc.Seventh Int. Meeting on Statistical
Climatology, Whisler, BC, Canada, NRCSE,
25–29,
[9] Brutsaert, W dan Parlange, M.B. (1998).
Hydrologic Cycle Explains the Evaporation
Paradox. Nature. 396: 5 November 1998..
[10] Xu, C.Y dan Singh, V.P. (1998). Dependence of
Evaporation on Meteorological Variables at
Different Time-scales and Intercomparison of
Estimation Methods. Hydrol. Process. 12:429442.
[11] Gundalia, M.J. dan Dholakia, M.B. (2013).
Dependence of evaporation on meteorological
variables at daily time-scale and estimation of
pan evaporation in Junagadh region. American
J. of Eng. Res. (AJER). 2:354 – 362.
[12] Anderson, D. B.(1936). Relative humidity or
vapor pressure deficit. Ecology, 17, 277–282.
[13] TETENS O. 1930. Über einige meteorologische
Begriffe. Z. Geophys,6, 297-309.
[14] Mattjik dan Sumertajaya (2006). Perancangan
Percobaan dengan Aplikasi SAS dan MINITAB.
IPBPRESS.
[15] Critchfiels, HJ. (1979). General Climatology.
Third Edition. Prentice-Hall of India Private
Ltd. New Delhi
[16] Dingman, S.L. (1994). Physical Hidrology.
Macmillian Publishing Company. New York.
[17] Allen R.G., Pereira L.S., D. Raes and M. Smith,
(1998). Crop Evapotranspiration Guidelines
for Computing Crop Water Requirements. FAO
Irrigation and Drainage Paper, No 56.
[18] Monteith J.L. (1965). Evaporation and the
environment. In:The State and Movement of
Wa t e r i n L i v i n g O r g a n i s m s , p p .
205–234.XIXth Symposium of the Society for
Experimental Biology, Swansea. Cambridge,
UK:Cambridge University Press.
[19] Roderick, M.L, Hobbins, M.T. dan Farguhar,
G.D. (2009). Pan Evaporation Trends and The
Terrestrial Water Balance. II. Energy Balance
and Interpretation. Geography Compass
3/2:761 – 780.
PENGARUH PARAMETER CUACA TERHADAP PROSES EVAPORASI.............................................................. Trinah Wati, dkk
165
Download