Untitled - Journal | Unair

advertisement
Table of Contents
No.
Title
Page
1
Metode Analisis Fungsi Lahan dalam Perspektif Sosiologi Pedesaan
-
2
Aspirasi Siswa SMU dan Orangtua tentang Pendidikan dan Pekerjaan
-
3
The Social Construction of Technology and the Development of Satellite
Telecomunication in Indonesia
-
4
Kedudukan dan Peranan Wanita di Bidang Ekonomi, Kesehatan dan KB di
Kabupaten Gresik
-
5
Latar Belakang Konsep Welfare State dalam Sistem Ekonomi-Politik Amerika
Serikat
-
6
Persepsi Mahasiswa terhadap Pemilu 1999
-
7
Undang-undang Perlindungan Hak Cipta Bidang Sastra
-
8
Stres Kerja: Penyebab dan Alternatif Pemecahannya
-
Vol. 12 - No. 3 / 1999-07
TOC : , and page : Latar Belakang Konsep Welfare State dalam Sistem Ekonomi-Politik Amerika Serikat
Latar Belakang Konsep Welfare State dalam Sistem Ekonomi-Politik Amerika Serikat
Author :
T Sumarnonugroho |
dosen FISIP Universitas Airlangga Surabaya
Abstract
Keyword :
Daftar Pustaka :
1. Nelson Manfred Blake, (1952). A Short History of America Life . New York : McGraw-Hill Book Company Inc,
2. G William Domhoff , (1967). Who Rules America? . Englewood Cliffs, New Jersey : Prentice Hall, Inc.
3. Robert W Klenk, (1974). The Practice of Social Work . Belmont : Wadsworth
4. Robert M Ryan, (1974). The Practice of Social Work . Belmont : Wadsworth
5. Kenneth Prewitt, (1974). Verba, Sidney. An Intro-duction to American Government . New York : Harper & Row
6. Ronald Reagan, (1986). “Kestabilan Ekonomi Akan Menunjang Pertumbuhan― . : (Teks Laporan Ekonomi
Presiden Reagan). Dalam Masalah Ekonomi, No. 2/ME/86, 18 Februari 1986.
7. Charles I Scottland, (1967). Welfare State . : Harper Torcbooks
8. C. Weststrate, (1952). Ekonomi Dunia Barat. Bagian I. . Bandung : ‘sGravenhage : W. Van Hoeve. diterjemahkan
Mr. Sumarto Djojodihardjo.
9. Harold L. Wilensky, (1965). “The Problems and Prospects of the Welfare State― dalam Industrial Society and
Social Welfare. ed. Wilensky and Lebeaux. . New York : The Free Press
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
T Soemarnonugroho, “Latar Belakang Konsep Welfare -state dalam Sistem Ekonomi -Politik Amerika Serikat,” Masyarakat,
Kebudayaan dan Politik, Th XII, No 3, Juli 1999, 43-53.
LATAR BELAKANG KONSEP WELFARE-STATE DALAM SISTEM
EKONOMI-POLITIK AMERIKA SERIKAT
T Sumarnonugroho
Gayutan antara Peranan Pemerintah dan
Swasta (Non-Pemerintah)
Amerika Serikat sering dijadikan simbol
suatu negara penganut sistem kapitalisme liberal. Ciri sistem ini untuk beberapa
dasawarsa mengalami perubahan -perubahan
meskipun apa yang menjadi dasar dan
kerangkanya tetap. Diawali dengan konsep
kapitalisme–liberal
klasik.
Kemudian
dipengaruhi pemi-kiran neo-kapitalismeliberal, Keneysian dan sebagainy a. Sesudah
tahun
1940-an,
peru-bahan
dalam
kebijaksanaan ekonomi makro berdasarkan
model John Maynard Keynes mulai
berpengaruh di Amerika. Sampai timbul
banyak kritik terhadap kelemahan model
tersebut terutama di tahun 1960 -an.
Sistem kapitalisme-liberal klasik
berkiblat kepada pandangan Adam Smith
dan tokoh lain sehaluan, yang menekankan
kemerdekaan setiap orang agar diberikan
kesempatan secara luas dan penuh dalam
mencukupi kepentingannya. Pemerintah dan
masyarakat tidak diinginkan campur tangan,
sesuai dengan semboyannya: “Laissez faire,
laissez aller, laissez passer, le monde va de
lui-meme” (biarkan berbuat, biarkan pergi
atau berlangsung, biarkan terjadi, biarkan
setiap orang berbuat sekehendak hatinya).
Dalam hal ini pemerintah diharapkan hanya
semacam agen polisi. Kemerdekaan individu
dijunjung tinggi termasuk dalam bidang
ekonomi. Pandangan-pandangan tersebut
secara keseluruhan berpengaruh terhadap
penyusunan Deklarasi Kemerdekaan dan
Konstitusi Amerika Serikat.
Suatu kemerdekaan penuh bagi
individu yang didengungkan aliran klasik,
secara bertahap tergeser oleh pengaruh neo kapitalisme-liberal. Kecenderungan perusa haan-perusahaan untuk memperkaya diri dan
monopolistis bergeser pada bentuk ekonomi
pasar bebas, pembentukan harga bebas dan
persaingan bebas. Pada masa pemerintahan
Presiden G. Cleveland untuk mematahkan
dominasi monopoli dikeluarkan Undang undang
Antitrust
Sherman
(1890).
Berikutnya dikeluarkan Undang -undang
Antitrust Clayton (1914). Secara efektif
Undang-undang Antitrust diberlakukan pad a
pemerintahan Presiden Theodore Roosevelt.
Para konsumen pun diperhitungkan untuk
berperan, menilai dan menentukan harga
barang. Di sisi lain dalam pemerintahan
federal muncul gagasan desentralisasi
wilayah agar memberikan kesempatan
kepada warganegara Amerika berkembang
secara bebas. Pemerintah diminta jangan
banyak ikut campur dan cukup bertindak
sebagai wasit.
Harapan agar pemerintah menjadi
wasit saja dalam dunia usaha, karena
keadaan memaksa, pemerintah berubah
berperanan lebih menonjol yaitu pada wak tu
pemerintahan
Presiden
Franklin
D.
Roosevelt. New deal (langkah baru)
diciptakan sebagai pembaruan sistem yang
memberikan tanggung jawab lebih besar
kepada pemerintah untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat Amerika. Sebelumnya
pernah terjadi campur tanga n pemerintah
pada masa Presiden Grover Cleveland.
Campur tangan ini dilakukan terhadap
penyimpangan-penyimpangan dalam usaha
43
T Soemarnonugroho, “Latar Belakang Konsep Welfare -state dalam Sistem Ekonomi -Politik Amerika Serikat,” Masyarakat,
Kebudayaan dan Politik, Th XII, No 3, Juli 1999, 43-53.
perkeretaapian. Presiden Cleveland menan datangani Undang-undang Antar Negara
Bagian (1887) yang melarang diskriminasi
ongkos, tarif, rabat serta pooling. Undang undang ini diperkuat lagi dengan Undang undang Repburn (1906) yang memberi
kekuasaan lebih besar kepada Komisi
Perdagangan Antar Negara Bagian untuk
memberikan wewenang hukum dan menen tukan harga dalam usaha perkeretaapian.
Tak pelak lagi, campur tangan peme rintah yang menonjol mendapat reaksi dari
kalangan luas. Ada kekhawatiran jika
campur tangan pemerintah dibiarkan
berlarut-larut akan mengurangi dasar
kebebasan yang sudah berakar dalam
falsafah hidup bangsa Amerika. Maka tidak
mengherankan jika Franklin Delano
Roosevelt mendapat tantangan dan kritik
tajam. Usaha mengembalikan peranan
swasta dan fungsi negara bagian dengan
mengurangi keterlibatan pemerintah menjadi
salah satu program politik Presiden D.
Eisenhower.
Prewitt dan Verba (1974:18, 23 -37)
dalam membahas sistem ekonomi Amerika
Serikat mengedepankan suatu istilah
kapitalisme politik (political capitalism)
untuk menunjukkan bentuk mitra yang erat
hubungannya, antara suatu badan usaha
swasta dan suatu pemerintah pili han rakyat.
Lebih lanjut Prewitt danVerba menyatakan
bahwa
kekuasaan-kekuasaan
negara
digunakan untuk menunjang sektor swasta.
Sedangkan sektor swasta memiliki pengaruh
dominan sebagaimana layaknya suatu
perusahaan raksasa. Hubungan kemitraan
tersebut memberikan makna yang saling
menguntungkan secara timbal balik di dalam
mencapai sasaran-sasaran seperti stabilitas
sosial dan ekonomi, kesinambungan
ekspansi ekonomik, serta pertahanan
nasional. Kapitalisme politik tidak dapat
dipisahkan dari sejarah pertumbu han
Amerika.
44
Menurut Prewitt dan Verba, kapitalisme
politik dalam sistem ekonomi Amerika
paling tidak memiliki lima komponen.
Pertama, penegakan atau pemantapan
kerangka landasan hukum bagi badan usaha
ekonomi bebas. Kedua, penegakan atau
pemantapan pelaksanaan subsidi pemerintah
terhadap badan usaha swasta (yang
mencakup antara lain bantuan untuk sarana
transportasi, proteksi industri Amerika
termasuk perlindungan tarif, bantuan
pemerintah federal berbentuk pinjaman pinjaman,
program-program
subsidi
pertanian).
Ketiga,
penegakan
atau
pemantapan
ketetapan-ketetapan
bagi
peraturan-peraturan Pemerintah mengenai
ekonomi (yang meliputi antara lain
perundang-undangan Antitrust, peraturan
perundang-undangan
bagi
masyarakat
bisnis, penegasan apa yang menjadi ruang
lingkup dan banyaknya atau jumlah kegiatan
peraturan pemerintah). Keempat, penegakan
atau pemantapan kebijaksanaan fiskal dan
program-program kesejahteraan umum.
Kelima, masalah tentang keberadaan
Pemerintah Amerika Serikat sebagai
langganan produksi bagi badan usaha
swasta.
Sudah menjadi kebiasaan selama ini di
Amerika, negara dikenal sebagai langganan
utama bagi dunia perusahaan sehingga
perusahaan-perusahaan
dapat
tumbuh
berkembang dan sejumlah besar pesanan
berasal dari pemerintah. Hal itu seperti
julukan yang sering diucapkan khalayak
ramai bahwa “Uncle Sam is number one
customer”. Di antara pelanggan yang banyak
menggunakan jasa perusahaan swasta adalah
Markas Besar Pertahanan Amerika Serikat
(Pentagon), NASA (National Aeronautic
and Space Administration), Komisi Tenaga
Atom (Atomic Energy Commission) dan
instansi lain. Domhoff (1967:54 -55) dalam
analisis kekuasaan-kekuasaan di Amerika
mengedepankan pula peranan perusahaan -
T Soemarnonugroho, “Latar Belakang Konsep Welfare -state dalam Sistem Ekonomi -Politik Amerika Serikat,” Masyarakat,
Kebudayaan dan Politik, Th XII, No 3, Juli 1999, 43-53.
perusahaan raksasa yang mempunyai
pengaruh dalam struktur politik. Sampai
tahun 1963 tercatat 20 perusahaan puncak
(The Top Twenty Industrials). Pemerintah
menggunakan jasa perusahaan - perusahaan
antara lain General Motors, Ford, General
Electric, International Harvester, Lockheed
Aircraft
Corporation,
Standar
Oil
Companies, IBM, Union Carbide, DuPont,
Dow
Chemical,
MacDonnel -Douglas,
Boeing, Grumman Aircraft Enginering,
General Dynamics, United Aircraft, North
American Rockwell, Northrop, Martin
Marietta, dan perusahaan-perusahaan dalam
skala kecil.
Sejauh mana peranan pemerintah dan
apa yang dilakukan badan usaha swasta
dapat disimak dari teks Laporan Ekonomi
Presiden Reagan tahun 1986. Dalam
laporan, peranan ekonomi pemerintah antara
lain disebutkan sebagai berikut:
Dalam menyusun program kami untuk
perluasan ekonomi yang sehat dan terus
menerus, kami mengakui peranan terbatas yang
layaknya dimainkan pemerintah. Pemerintah
federal tidak bisa memberikan kemakmuran
atau membangkitkan pertumbuhan ekonomi; ia
hanya bisa menggalakkan prakarsa swasta,
inovasi, dan kegiatan wiraswasta yang
menghasilkan peluang ekonomi. Pemerintah
yang aktif secara berlebihan sesungguhnya
menghambat kemajuan ekonomi. Pengeluaran
federal menyerap sumber -sumber daya, banyak
yang lebih baik dipakai oleh sektor swasta.
Pemajakan yang berlebih -lebihan mengganggu
harga-harga
yang
terkena,
dengan
mengalokasikan kembali sumber -sumber daya
secara sewenang-wenang berarti menghambat
kemampuan perekonomian untuk tumbuh.
Maka, jalan terbaik bagi pemerintah untuk
menggalakkan pertumbuhan ekonomi ialah
menyediakan suatu land asan yang mantap,
kebijaksanaan ekonomi yang dapat diramalkan,
dan kemudian mundur dan membiarkan potensi
kreatif rakyat Amerika berkembang (Reagan,
1986:5).
Seperti yang dikemukakan di atas,
tampak Reagan secara bertahap akan
membatasi peranan pemerintah federal.
Reagan ingin mengembalikan lagi peran
swasta yang lebih luas untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi Amerika jangka
panjang. Untuk itu pihak pemerintah federal
harus melaksanakan deregulasi, penurunan
tarif pajak dan pengetatan pengeluaran.
Tindakan Reagan pada awal pemerintahan
adalah
menekankan
kebijaksanaan
pengurangan pajak dan pengeluaran
pemerintah di dalam negeri. Pengetatan
terhadap pengeluaran yang tidak perlu
merupakan langkah menutup defisit
anggaran federal. Kesemuanya itu ditempuh
untuk memulihkan perekonomian di tahun
1981 di mana keadaan Amerika mengalami
inflasi yang cukup tinggi dan pertumbuhan
ekonomi yang cukup lamban. Laporan
tersebut di atas juga sebagai jawaban
Reagan atas keinginan masyarakat luas
sejauh mana tindakan dan peranan
pemerintah di dalam menanggulangi
masalah akibat situasi ekonomi yang sering
tidak menentu.
Pemikiran atau gagasan menyeluruh
Presiden Ronald Wilson Reagan untuk
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi
Amerika Serikat sering dikenal sebagai
“Reaganomics”. Tindak an penurunan tarif
pajak,
pengetatan
pengeluaran
dan
pelaksanaan
kebijaksanaan
“anggaran
defisit” ternyata juga mempunyai dampak
yang luas. Di tahun 1986 pemerintah federal
mengalami
defisit
melebihi
yang
diperkirakan yaitu sejumlah $220 milyar.
Kongres mulai mengedepankan masalah
pokok yang perlu dilaksanakan menyangkut
pengurangan defisit. Kecuali itu juga
melakukan perbaikan peraturan perpajakan.
Pada tahun 1985 kongres mengesahkan
rancangan undang-undang yang dikenal
sebagai Undang-Undang Gramm-RuthmanHollings yang mengharuskan pengurangan
progressif pengeluaran dan difisit federal
(Reagan, 1986:6). Sedangkan program
45
T Soemarnonugroho, “Latar Belakang Konsep Welfare -state dalam Sistem Ekonomi -Politik Amerika Serikat,” Masyarakat,
Kebudayaan dan Politik, Th XII, No 3, Juli 1999, 43-53.
reformasi pajak disahkan Kongres pada
tahun berikutnya. Pada masa akhir
jabatannya Reagan meninggalkan warisan
kepada penggantinya George Bush berupa
defisit anggaran federal sejumlah $155,1
milyar dan hutang Amerika Serikat sejumlah
$2,6 trilyun.
Pergeseran dari Ekonomi Nasional ke
Ekonomi Dunia
Sampai akhir tahun 1988 tampak bahwa
Amerika tidak dapat terhindar dari gejolak
perekonomian dunia. Negara yang dijadikan
model sistem ekonomi otonom (berdiri di
atas kaki sendiri) atau mampu mengelola
dan memenuhi kebutuhan sendiri ini
ternyata menjadi goyah diterpa krisis
ekonomi internasional. Sejak pemerintahan
Presiden Jimmy Carter, Amerika telah
merasakan memburuknya keadaan karena
inflasi. Pada tahun 1979 angka inflasi
mendekati 14% dan pada tahun berikutnya
melonjak lebih tinggi. Resesi melanda pula
Amerika di sekitar tahun 1982 dan sesudah
itu mulai pulih kembali. Sejak tahun 1983
pertumbuhan ekonomi mulai meningkat
meskipun masih menempatkan Amerika
Serikat dalam keadaan terlilit hutang untuk
beberapa tahun lamanya. Sampai negara
kaya raya ini memiliki hutang luar negeri
sekitar $2,6 trilyun.
Kegoncangan karena dampak krisis
perekonomian dunia (malaise) pernah
dialami Amerika Serikat di tahun 1929.
Krisis itu telah memukul ekspor Amerika
dan dunia kredit. Terutama dimulai dengan
krisis spekulasi. Bursa di New York atas
nilai tukar dollar yang melonjak tajam,pada
tanggal 24 Oktober 1929 me nurun drastis
(pada waktu itu dikenal sebagai “Black
Thursday”). Kerugian terutama bagi
spekulan meliputi jutaan dollar. Bank -bank
banyak yang gulung tikar. Demikian pula
46
perusahaan-perusahaan
industri
dan
produksi pertanian. Harga menjadi merosot,
produksi dikurangi disertai rasionalisasi para
pekerja sehingga pengangguran meningkat
luar biasa.
Pergeseran dari ekonomi nasional ke
ekonomi dunia senantiasa terjadi di Amerika
Serikat. Pergeseran itu dapat dilihat dari
beberapa sebab dan latar belakang, antara
lain sebagai berikut :
1. Adanya saling ketergantungan ekonomi
antara Amerika Serikat dengan negara negara lain. Sebagian keuntungan
perusahaan-perusahaan Amerika dipero leh dari ekspor dan penanaman modal
mereka di luar negeri. Khususnya hu bungan dengan negara-negara berkembang antara tahun 1975–1980 ternyata
telah meningkatkan ekspor Amerika.
Peningkatan ekspor ini akan menghidup kan lagi kegairahan berproduksi dan
lapangan kerja. Kecuali itu keadaan
neraca perdagangan akan berpengaruh
atas naik turun Pendapatan Nasional
Kotor (GNP) Amerika.
2. Persaingan dalam perdagangan intenasio nal telah mendorong Amerika Serikat
untuk meninjau kebijaksanaan dan sistem
produksi dalam negeri yang berlaku
selama ini. Hal itu antara lain
menyangkut adanya pertumbuhan dan
peningkatan kualitas barang dengan yang
telah dihasilkan berbagai negara,
misalnya Jepang dan Jerman. Pemerintah
federal harus meninjau kembali standar
kualitas barang ekspor dan kebijaksanaan
tenaga kerja. Di tahun 1988 terjadi
penolakan Eropa Barat akan pengiriman
daging sapi dari Amerika karena
mengandung
bahan
penggemukan
merupakan satu contoh bagaimana makin
selektifnya terhadap mutu produksi. Hal hal semacam itu akan mendorong
peningkatan riset dan pengembangan
(Research & Development). Jika untuk
T Soemarnonugroho, “Latar Belakang Konsep Welfare -state dalam Sistem Ekonomi -Politik Amerika Serikat,” Masyarakat,
Kebudayaan dan Politik, Th XII, No 3, Juli 1999, 43-53.
beberapa dasawarsa Amerika Serikat
dikenal sebagai pengekspor bahan pangan
maka tidaklah mengherankan akan
mendapatkan saingan keras dari negara negara lain yang selama ini telah
mengalami surplus pangan. Baik negara negara Eropa Barat maupun Asia.
Demikian pula ekspor komoditi non migas. Masalah tenaga kerja juga menjadi
perhatian di dalam sistem produksi
Amerika dalam rangka meningkatkan
ketahanan perusahaan-perusahaan. Keberhasilan dalam membentuk kerjasama
buruh-majikan merupakan salah satu
perencanaan strategis di dalam upaya
persaingan perdagangan internasional.
Hal ini meliputi tanggung jawab para
pekerja itu sendiri akan makna kualitas
produksi dan jasa serta pengurangan
keterlibatan tenaga kerja dalam pemo gokkan-pemogokkan. Sisi lain di dalam
sistem produksi yang sedang digumuli
Amerika Serikat adalah bagaimana
menciptakan pengelolaan yang efisien
dan efektif terhadap pengurangan ongkos
pembuatan atau pemasaran barang dan
jasa.
3. Mendesaknya tekanan-tekanan dari luar
negeri terhadap kebijaksanaan Amerik a
yang dipandang proteksionis. Proteksio nis ini sangat disesalkan mengingat
Amerika adalah penganjur prinsip -prinsip
perdagangan bebas atau terbuka seperti
yang telah digariskan dalam Persetujuan
Umum mengenai Tarif dan Perdagangan
atau GATT (General Arrangement Tariff
and Trade). Proteksionisme dapat
mengakibatkan perang dagang. Beberapa
usulan rancangan yang proteksionisme
mendapat reaksi keras dari luar negeri.
Misalnya dalam perdagangan tekstil. Di
tahun 1986 ditentukan Apparel and Trade
Act, menyusul Jenskin Bill dan Holling
Bill yang keduanya diveto Reagan.
Holling Bill yang diveto Reagan tanggal
24
September
1988
merupakan
Rancangan Undang-Undang Tekstil
S.549 yang disponsori senator Ernest F.
Holling dari Partai Demokrat. Mantan
Menteri
Keuangan
Jam es
Baker
(kemudian diangkat sebagai Menteri Luar
Negeri oleh Bush) mengingatkan
Amerika agar menghindari proteksionis me sebab akan menghancurkan sistem
perdagangan
dunia
yang
bebas.
Pemikiran itu dilontarkan Baker di dalam
pidatonya di depan pertemuan Dew an
Perdagangan Luar Negeri di New York.
Baker membandingkan rencana undang undang yang telah diluluskan Dewan
Perwakilan Rakyat dengan Undang Undang Smoot–Hawley yang pernah
diputuskan puluhan tahun yang silam.
Undang-Undang ini menaikkan tarif
impor sampai 60% dalam upaya
memperbaiki perekonomian negara. Akan
tetapi berakibat merosotnya ekspor
Amerika yang parah. Dalam uraian
politik perdagangan Amerika Serikat
dijelaskan tentang dampak pembatasan
impor. Pembatasan impor akan :
 Menaikkan biaya bahan -bahan utama
yang dibutuhkan oleh industri A.S.
 Mengakibatkan pembalasan negara negara lain, sehingga ekspor barang barang A.S. akan turun, dan
 Merusak hubungan A.S. dengan Eropa
Barat, Kanada, Jepang dan negara negara berkembang (Titian, 1984:5).
Salah satu strategi yang ditempuh untuk
menyehatkan masalah
perdagangan
dengan luar negeri adalah mengkaitkan
penurunan mata uang dolar dengan mata
uang yang kuat, misalnya yen -Jepang dan
mark-Jerman.
4. Pengaruh naik turun nilai mata uang
dolar. Sekitar tahun 1977, dolar dalam
pasaran valuta asing melemah, meskipun
masih mampu membiayai sebagian besar
47
T Soemarnonugroho, “Latar Belakang Konsep Welfare -state dalam Sistem Ekonomi -Politik Amerika Serikat,” Masyarakat,
Kebudayaan dan Politik, Th XII, No 3, Juli 1999, 43-53.
perdagangan internasional. Defisit neraca
perdagangan dan anggaran pemerintah
pada masa Reagan dipandang sebagai
biang keladi jatuhnya nilai tukar dolar
Amerika dan menurunn ya nilai saham
pada tahun 1987 di berbagai bursa efek
dunia. Hal lain yang menjadi pemikiran
jika nilai dolar Amerika menjadi tinggi
atau mahal maka barang-barang produksi
Amerika dalam hubungan perdagangan
luar negeri kurang peminat. Para
konsumen akan memilih barang-barang
produksi Eropa Barat dan Jepang yang
relatif lebih murah dengan kualitas baik.
Dari pihak Pemerintah Amerika , dengan
kekuatan Federal Reserve (Cadangan
Federal yang disingkat Fed) masih
diharapkan dapat membantu menaikkan
perekonomian dalam negeri dan dunia.
Jika terjadi kenaikan suku bunga antar
bank yang dapat menggoyahkan Wall
Street, maka Fed akan memulihkan
kembali dengan jalan memompa dana ke
pasar.
5. Pengaruh kerjasama ekonomi regional,
perusahaan multinasional, asosiasi perda gangan internasional, dan nasionalisme
yang makin kuat. Menguatnya pengaruh
tersebut mendorong makin kokohnya
fungsi tawar menawar dalam hubungan
kerjasama dan mendudukkan mereka
pada posisi yang sejajar dengan Amerika
serikat. Lebih-lebih lagi dengan ancaman
seperti yang telah dicetuskan Masyarakat
Ekonomi Eropa (EEC) dimana pada
tahun 1992 akan memberlakukan konsep
Pasar Tunggal Eropa. Pasar Tunggal
Eropa dikhawatirkan menghambat sistem
perdagangan bebas dan menjadi benteng
ekonomi. Kepentingan nasional negar a
Eropa Barat tidak menghiraukan seruan
ancaman boikot Amerika Serikat menge nai eksploitasi dan pemasangan pipa
bahan bakar gas dari Uni Sovyet.
Menguatnya
kedudukan
Organisasi
48
Negara-negara
Pengekspor
Minyak
(OPEC) pernah menjadikan Amerika
Serikat terperangkap dalam ketergan tungan. Ketergantungan ini terjadi pada
saat merosotnya harga dan melonjaknya
permintaan impor minyak. Dengan
meningkatnya impor minyak maka defisit
perdagangan Amerika Serikat lebih
membengkak. Dengan ASEAN, Amerika
Serikat merupakan salah satu mitra dialog
dan mitra dagang. Bahkan sampai dengan
tahun 1986 merupakan mitra dagang
dengan Amerika terbesar ke lima.
Pengaruh dari kelompok kepentingan
yang lain dapat muncul setiap waktu dan
mendorong Amerika untuk memberikan
perhatian.
Melihat beberapa persoalan di atas
menunjukkan bahwa peningkatan kerjasama
internasional memegang peranan sangat
penting. Peningkatan kerjasama ini telah
memajukan perekonomian Amerika dan
membantu
menghapuskan
hambatan hambatan dalam perdaganga internasional .
Gagasan tersebut telah dirintis sejak tahun
1945 antara lain melalui Konperensi Havana
dan Annecy. Dengan munculnya kekuatan kekuatan ekonomi baru dari berbagai
penjuru dunia, telah mendesak Amerika
untuk mengubah sistem kebijaksanaan
ekonomi politiknya. Pola-pola keberhasilan
Rencana Pemulihan Eropa (menurut gagasan
Secretary of State George Marshall atau
dikenal sebagai Marshall Plan) tahun 1947
tidak akan semudah itu diterapkan untuk
kondisi sekarang. Kerjasama dan bantuan
Amerika kepada negara-negara atau
organisasi regional dewasa ini lebih
mempertimbangkan faktor -faktor yang
majemuk. Hal itu mengingat kondisi situasi
yang berbeda dan dapat berubah -ubah.
Dengan sesama negara industri non komunis, Amerika pun terpaksa harus
melakukan negosiasi. Hal itu tampak dari
beberapa pertemuan atau Konperensi
T Soemarnonugroho, “Latar Belakang Konsep Welfare -state dalam Sistem Ekonomi -Politik Amerika Serikat,” Masyarakat,
Kebudayaan dan Politik, Th XII, No 3, Juli 1999, 43-53.
Tingkat Tinggi (KTT) Tujuh Negara
Industri. Tujuh negara tersebut masing masing Amerika Serikat, Inggris, Perancis,
Italia, Jerman Barat, Kanada dan Jepang.
KTT pertama di Paris (November 1975)
masih mempersoalkan upaya pengembangan
bisnis industri yang bertolak sejak terjadinya
malaise dunia tahun 1929. KTT kedua di
San Juan Puerto Rico (Juni 1976)
memperbincangkan kemerosotan perekono mian akibat kenaikkan harga minyak, inflasi
dan masalah pengangguran. KTT ketiga di
London
(Mei
1977)
menghasilkan
kesepakatan untuk mengurangi inflasi,
memperluas kesempatan kerja, diversifikasi
pemakaian tenaga energi selain minyak dan
masalah internasional lainnya. KTT keempat
di Bonn (Juli 1978) merumuskan langkah
bersama
dalam
mengatasi
masalah
peningkatan pertumbuhan ekonomi, mene kan inflasi, pengurangan pengangguran, dan
mengatur keseimbangan neraca perdagang an. Jika dalam KTT London nasib negara negara berkembang sudah dibicarakan maka
dalam KTT Bonn telah dipikirkan la ngkah
nyata berupa bantuan kepada mereka. KTT
kelima di Tokyo (Juni 1979) menghasilkan
kesepakatan tentang pembatasan ekspor
minyak sampai tahun 1985, penghapusan
pasaran minyak bebas dan pengembangan
industri energi non-minyak. Kecuali itu
dibahas pula penanggulangan masalah
pengungsi Indocina.
Mulai dengan KTT keenam di
Venesia (Juni 1980) masalah -masalah
politik mulai banyak mewarnai pertemuan
tersebut. Dalam pertemuan tersebut
diserukan penarikan mundur pasukan Uni
Sovyet di Afganistan. Untuk bidang
ekonomi menyangkut perumusan strategi
ekonomi dan pengembangan industri energi
non-minyak. KTT ketujuh di Ottawa (Juli
1981) mengedepankan pembahasan kerja sama dan kesetiakawanan antar negara
industri terutama tujuh negara yang bersang -
kutan untuk meningkatk an pertumbuhan
perekonomian baik di dalam masing -masing
negara maupun pada tatanan dunia. KTT
kedelapan Versailles (Juni 1982) menyang kut masalah hubungan dagang dengan Uni
Sovyet, hubungan Barat -Timur, UtaraSelatan, dan pertumbuhan perekonomian
negara-negara yang sedang berkembang.
KTT kesembilan di Williamsburg, Amerika
Serikat (Mei 1983) memperbincangkan
peranan negara-negara industri maju untuk
membantu negara berkembang dan masalah
perlucutan senjata nuklir. KTT kesepuluh di
London (Juni 1984) membah as masalah
perbaikan ekonomi dunia, hutang negara negara berkembang yang makin membeng kak, terorisme internasional dan dampak
perang Iran-Irak terhadap cadangan minyak
dunia. KTT kesebelas di Bonn (Mei 1985)
masih tetap membicarakan tata ekonomi
dunia terutama yang menyangkut GATT dan
proteksionisme. Pembahasan lain menyang kut pengurangan senjata nuklir, kesinam bungan dan kelestarian prinsip demokrasi
(antara lain meliputi kebebasan manusia dan
hak-hak asasi manusia). KTT keduabelas di
Tokyo (Mei 1986) memperbincangkan dua
masalah pokok, yaitu pengamanan reaktor
nuklir dan terorisme serta kerjasama
ekonomi termasuk bidang moneter antar
tujuh negara. KTT keempatbelas di Toronto
(Juni 1988) membahs kerjasama ekonomi,
pengurangan senjata nuklir, KTT Toronto
ini diwarnai oleh demonstrasi kelompok
yang menamakan diri KTT rakyat. Mereka
memperlihatkan sikap anti Amerika Serikat
antara lain dengan membakar kotak -kotak
koran sebagai simbol dari Wall Street
Journal dan USA Today.
Jika pada permulaan kerjasama
Amerika Serikat lebih diutamakan atas dasar
pertimbangan ideologis terutama dengan
negara-negara non komunis, setahap mulai
bergeser atas dasar keseimbangan kepen tingan. Misalnya dengan RRC. Untuk tahap
49
T Soemarnonugroho, “Latar Belakang Konsep Welfare -state dalam Sistem Ekonomi -Politik Amerika Serikat,” Masyarakat,
Kebudayaan dan Politik, Th XII, No 3, Juli 1999, 43-53.
kedua mendekati negara-negara komunis
yang tidak terikat dengan Moskow. Contoh
dengan Rumania. Pada tahun 1979 Rumania
merupakan negara sosialis pertama yang
menjalin hubungan dengan Masyarakat
Ekonomi Eropa. Tetapi dalam perkem bangan berikutnya tidak menutup kemung kinan dijalin kerjasama perdagangan dengan
negara-negara komunis radikal bukan atas
dasar pertimbangan ideologis melainkan
kepentingan ekonomi.
Sehubungan dengan bergesernya
ekonomi nasional Amerika ke ekonomi
dunia, satu hal yang tidak dapat diabaikan
dalam pembahasan ini adalah peranan
perbankan dan keuangan. Sistem perbankan
nasional (National Banking System)
Amerika mulai diwujudkan tahun 1863
dengan ditetapkannya National Banking Act
yang menyangkut masalah pengeluaran uang
kertas. Karena sistem perbankan yang ada
kurang memenuhi sasaran dan ti dak
memuaskan maka terjadi pembaruan serta
perubahan. Terlebih lagi pembaruan tersebut
berkaitan
dengan
gagasan
Presiden
Woodrow Wilson supaya pemerintah ikut
mengatur sistem perbankan dan keuangan
(mata uang). Wilson menegaskan agar
perbankan dan keuangan tidak menjadi alat
penguasa atau majikan tetapi merupakan
instrumen dalam sistem perekonomian
Amerika Serikat. Untuk itu pemerintah
harus turun tangan. Maka lahirlah Undang Undang Cadangan Federal (23 Desember
1913) yang meletakkan dasar bagi Federal
Reservebank System. Sistem ini merupakan
keseluruhan atau kesatuan dari kegiatan
yang berhubungan dengannya.
Untuk seluruh Amerika Serikat,
Federal Reserve (dikenal dengan singkatan
Fed) dibagi menjadi 12 distrik Cadangan
Regional Federal (Reserve Bank). Bank
Cadangan Federal melaksanakan pekerjaan
yang sudah digariskan oleh bank pusat dan
bertindak sebagai wadah deposito cadangan
50
uang kontan dari bank-bank yang bergabung
dalam sistem jaringan tersebut, meminjam kan uang tunai cadangan simpanan kepada
bank-bank anggota, mengeluarkan uang
kertas, berlaku sebagai kantor kliring cek
serta jasa-jasa lain yang menyangkut
perbankan atau keuangan. Seluruh Bank
Cadangan Federal ada di bawah pengawasan
Dewan Cadangan Federal (Federal Reserve
Board, dan di tahun 1935 dina makan Board
of Governors of the Federal System) yang
berkedudukan di Washington. Fungsi dewan
ini adalah menyelenggarakan sentralisasi
urusan keuangan dan mengusahakan
stabilisasi masalah-masalah keuangan baik
dalam negeri maupun yang berhubungan
dengan situasi internasional.
Peran apa yang dilakukan Federal
Reserve dalam tatanan kehidupan bernegara
khususnya dalam kerangka ekonomi politik
antara lain dapat diikuti keterkaitannya
dengan kebijaksanaan yang diambil Gedung
Putih. Pada awal terbentuknya, Presid en
Woodrow Wilson pernah mengangkat
Benjamin Strong sebagai pimpinan Federal
Reserve untuk memantapkan perekonomian
Amerika Serikat. Ketika situasi perekono mian antara tahun 1929-1931 tidak menentu,
Fed menjadi sandaran dan harapan sta bilisasi krisis bank yang melanda seluruh
negara.
Demikian pula ketika pemerintahan
Presiden Jimmy Carter dilanda krisis
perekonomian negara diangkatlah Paul A.
Volcker (gubernur Fed di New York) untuk
menjadi ketua Fed. Volcker dapat dikatakan
berhasil memotivasi pasar saha m dan
menekan inflasi. Masalah yang tetap
diperdebatkan sampai sekarang adalah peran
Fed itu sendiri, apakah bersikap netral lepas
dari campur tangan pemerintah maupun
swasta, atau menjadi instrumen, corong dan
tangan panjang Gedung Putih.
T Soemarnonugroho, “Latar Belakang Konsep Welfare -state dalam Sistem Ekonomi -Politik Amerika Serikat,” Masyarakat,
Kebudayaan dan Politik, Th XII, No 3, Juli 1999, 43-53.
Konsep Welfare State
Persoalan campur tangan pemerintah untuk
mewujudkan kesejahteraan umum rakyat
senantiasa diperdebatkan dalam tatanan
kapitalisme-liberal. Westrate (1952:163)
mengemukakan bahwa di dunia Barat
sehabis telah berkembang suatu ketertiban
perekonomian baru, yang ditunjuk dengan
nama “Welfare State”. Istilah itu dalam
bahasa Indonesia ada yang menggunakan
dengan istilah Negara Bahagia, Negara
Kesejahteraan, dan sebagainya. Sebelum
perang dunia konsep tersebut sudah
diperjuangkan oleh beberapa tokoh gereja
maupun dari kalangan ilmuwan -pemikir.
Reinhold Niebuhr (Blake, 1952:36)
merupakan salah satu tokoh pembauran
sosial yang didasarkan pada segi kehidupan
Kristiani. Demikian pula Walter G. Muelder
dan John Bennett.
Sejak tahun 1990-an telah terjadi
pembaruan (reformasi) sosial untuk
meningkatkan taraf hidup rakyat biasa yang
diarahkan pada kebijaksanaan politik
pemerintah. Di antaranya meliputi masalah
pengangguran, jaminan soaial, ketentuan
jumlah jam dan upah kerja, perumahan,
pendidikan dan semacamnya. Pr esiden
Theodore Roosevelt merupakan salah satu
pelopor
yang
bersemangat
untuk
mewujudkan keinginan tersebut. Realisasi
progresif telah dilaksanakan oleh Presiden
Franklin D. Roosevelt, khususnya pada
tahun 1935 dengan memberlakukan
Undang-undang Jaminan Sosial.
Meskipun perumusan arti Welfare
State belum ada kesepakatan baku, akan
tetapi
dapatlah
disajikan
beberapa
pandangan.
Westrate
(1952:163)
mengutarakan bahwa Welfare State ialah
tata tertib perekonomian di dalam mana
banyak yang dikerjakan oleh pemeri ntah
untuk kemakmuran rakyatnya. Schottland
(Klenk dan Ryan, 1974:358) menegaskan
bagaimana wujud Welfare State, yaitu
negara demokrasi Barat yang modern di
mana kekuasaan negara dengan sengaja
digunakan untuk membatasi kebebasan yang
dilakukan oleh kekuasaan ekonomi dan
politik agar supaya dapat mencapai
redistribusi
hasil
pendapatan,
gizi,
kesehatan, perumahan dan pendidikan bagi
setiap warganegara, serta standar minimum
ini diberikan sebagai hak politik dan bukan
sebagai amal (Wilensky, 1965:xii). Dari
pendapat tersebut sudah jelas bahwa
Welfare State merupakan campur tangan
pemerintah
untuk
mewujudkan
kesejahteraan rakyat tetapi dilaksanakan
dengan tetap memberikan kebebasan dan
upaya kepada pihak swasta.
Kemiskinan ekonomis merupakan
masalah umum dunia yang diukur atas
kelayakan hidup atau kebutuhan fisik
minimum. Ukuran ini di satu daerah dapat
berbeda dengan daerah lain. Satu negara
berbeda dengan negara lain. Menurut Dinas
Penerangan Amerika Serikat tahun 1983
dicantumkan: “Penghasilan rata -rata tiap
keluarga adalah $22.400… Sekitar 14%
penduduk hidup di bawah garis kemiskinan
itu adalah $9.860 untuk keluarga bukan
petani yang terdiri dari empat orang pada
tahun 1982. Keluarga-keluarga demikian
menjadi penerima program kesejahteraan
sosial khusus” (USIS, n.a.: 65).
Sehubungan
dengan
kegiatan
perusahaan industri yang berkembang,
tenaga kerja di Amerika Serikat makin besar
jumlahnya. Di sisi lain sistem kapitalisme liberal menempatkan tenaga kerja atas dasar
ekonomi pasar. Dari pandangan ini
menggarisbawahi jika tenaga kerja yang
ditawarkan banyak upah akan rendah.
Demikian pula sebaliknya. Suatu saat di
mana
situasi
dan
kondisi
tidak
menguntungkan upah kerja akan ada di
bawah standar. Tidak mengherankan jika
51
T Soemarnonugroho, “Latar Belakang Konsep Welfare -state dalam Sistem Ekonomi -Politik Amerika Serikat,” Masyarakat,
Kebudayaan dan Politik, Th XII, No 3, Juli 1999, 43-53.
terjadi gerakan-gerakan yang menuntut hak
dan keadilan.
Gerakan buruh di Amerika Serikat
merupakan salah satu komponen sistem
yang mencerminkan demokrasi di negara
itu. Pemogokan digunakan sebagai senjata
ampuh bagi kaum buruh untuk menuntut hak
atas kerja mereka. Kerja bukan hanya
sebagai kewajiban tetapi menyangkut hak
azasi manusia yang harus diperjuangkan.
Perundang-undangan
Amerika
Serikat
menjamin hak tiap pekerja untuk memilih
dan menghidupkan organisasi serikat
pekerja masing-masing. Mereka memiliki
hak mengadakan negosiasi secara bersama
dengan pihak majikan khususnya yang
menyangkut jam kerja, upah dan jaminan
sosial lainnya.
Organisasi buruh dibentuk agar
memberikan kesempatan kepada setiap
anggotanya mengadakan tawar menawar
dengan pihak majikan. Sejarah terbentuknya
organisasi buruh merupakan kelanjutan
kegiatan-kegiatan gerakan buruh yang sudah
muncul sejak kemerdekaan, bahkan ketika
masih ada di bawah pemerintahan kolonial
Inggris. Pada tahun 1869 terbentuk
organisasi The Knights of Labor di bawah
pimpinan Uriah S. Stepens. Organisasi i tu
merupakan perkembangan dari organisasi
rahasia pekerja pakaian di Philadelphia.
Organisasi pelopor ini meskipun anggotanya
besar tetapi akhirnya tenggelam karena
dalam melaksanakan tujuan sosial atau
politiknya tidak terarah dan beberapa
pemogokan mengalami kegagalan.
Pada tahun 1886 Samuel Gompers
merintis pembentukan organisasi American
Federation of Labour (AFL). Organisasi ini
merupakan kelanjutan Federasi Serikat
Buruh yang didirikan tahun 1881. Samuel
Gompers adalah Ketua Serikat Kerja
Pembuat Cerutu. Para anggotanya meliputi
buruh ahli dalam pekerjaannya. Gerakannya
tidak bersifat radikal dan kadang -kadang
52
kurang tegas di dalam menghadapi majikan
serta memperjuangkan nasib para pekerja.
Perpecahan terjadi di kalangan AFL.
Persoalan utama menyangku t kedudukan
organisasi itu, yaitu apakah AFL akan
mementingkan buruh khusus atau ahli saja
atau
merupakan
organisasi
yang
menampung anggota pekerja secara luas.
Akhirnya John L. Lewis pada tahun 1936
membentuk Committee For Industrial
Organization (CIO) yang anggotanya terdiri
para buruh tambang dan pabrik mobil atau
sebagian besar tenaga yang termasuk
“unskilled labour”. Demikian pula para
pekerja dari pabrik baja, karet dan radio.
Untuk perbaikan nasib sering digerakkan
melalui pemogokan. Kedua organisasi besar
tersebut kemudian bergabung lagi pada
tahun 1955 menjadi AFL -CIO dengan
George Meany sebagai ketua. Para buruh
Amerika tidak mau membentuk partai
karena lebih mengarahkan kepada perbaikan
nasib dan peningkatan kesejahteraan
kehidupan mereka. Aspiras i politik mereka
disalurkan ke dalam partai politik yang
sudah ada, misalnya Partai Demokrat atau
Partai Republik.
Baik sebelum kemerdekaan maupun
sesudahnya, pemikiran -pemikiran untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat Amerika
senantiasa muncul dan sebagia n besar telah
dilaksanakan melalui program -program aksi
sosial. Sebelum pihak pemerintah banyak
melaksanakan
program
kesejahteraan
umum, pihak swasta lebih dahulu aktif
berperan. Mereka mengadakan aksi -aksi
sosial. Di antaranya melalui Organisasi
Amal Masyarakat (The Social Organizaton
Society = COS) dan Gerakan Pemukiman
Sosial (The Social Settlement). Usaha -usaha
peningkatan kesejahteraan rakyat antara lain
diwujudkan melalui perundang -undangan.
Misalnya Social Security Act (1935) yang
memberikan jaminan uang pensiun bagi para
pekerja, Undang-undang Kesejahteraan
T Soemarnonugroho, “Latar Belakang Konsep Welfare -state dalam Sistem Ekonomi -Politik Amerika Serikat,” Masyarakat,
Kebudayaan dan Politik, Th XII, No 3, Juli 1999, 43-53.
Umum (Public Law 734), dan Economic
Opportunity Act (1964) yan merupakan
upaya untuk menanggulangi kemiskinan.
Dengan demikian tampak bahwa
Welfare State merupakan sistem yang
didasarkan pada pand angan kapitalisme
yang bersifat korporatif dengan sedikit
warna sosialistis. Bagi Amerika seperti apa
yang ditegaskan oleh Presiden Franklin D.
Roosevelt, demokrasi harus diwujudkan
pula melalui perlindungan keamanan rakyat
dan perlindungan keamanan ekonom i.
Terlepas dari masalah ideologi, rakyat
Amerika Serikat dapat diyakinkan bahwa
Welfare State dilaksanakan dengan tujuan
mulia bagi terwujudnya suatu keadilan
sosial. Pemikiran Keynes yang telah
berpengaruh di Amerikapun telah melandasi
keyakinan akan pengaruh kebijakan moneter
pemerintah terhadap kesejahteraan rakyat.
Pemerintah diharapkan untuk memperkuat
daya beli rakyat dan memperluas lapangan
kerja.
Prewitt, Kenneth; Verba, Sidney. An Introduction to American Government
(New York: Harper & Row, 1974).
Reagan, Ronald. “Kestabila n Ekonomi Akan
Menunjang Pertumbuhan” (Teks
Laporan Ekonomi Presiden Reagan).
Dalam Masalah Ekonomi, No.
2/ME/86, 18 Februari 1986.
Scottland, Charles I. ed. Welfare State
Harper Torcbooks, 1967.p
Weststrate, C. Ekonomi Dunia Barat.
Bagian I. Bandung, ‘sGravenhage :
W. Van Hoeve, 1952. Terjemahan
Mr. Sumarto Djojodihardjo.
Wilensky, Harold L. “The Problems and
Prospects of the Welfare State”
dalam Industrial Society and Social
Welfare. ed. Wilensky and Lebeaux.
New York : The Free Press, 1965.
Daftar Pustaka
Blake, Nelson Manfred. A Short History of
America Life (New York: McGrawHill Book Company Inc, 1952).
Domhoff, G William. Who Rules America?
(Englewood Cliffs, New Jersey:
Prentice Hall, Inc., 1967).
Inilah Amerika. Jakarta: Dinas Penerangan
Amerika Serikat, n.a.
Klenk, Robert W dan Robert M Ryan,
(eds.), The Practice of Social Work
(Belmont: Wadsworth, 1974).
“Politik Perdagangan AS”, Uraian Biro
Urusan Publik Departemen Luar
Negeri AS, Titian. Paket 9/1984.
53
Download