BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
Pertumbuhan Industri Semen semakin hari semakin pesat mengingat
pembangunan properti dan developer perumahan yang semakin berkembang juga
banyak dilakukan dibeberapa pulau yang ada di Indonesia, khususnya pulau Jawa.
Seperti yang diungkapkan oleh ketua umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Urip
Timuryono, “Pertumbuhan itu didorong oleh perkembangan industri properti”.
Selain karena banyaknya pembangunan properti, pertumbuhan Industri Semen
nasional juga didorong oleh kondisi infrastruktur, dengan melihat pembangunan
jalan tol di pulau Jawa saat ini yang sudah cukup banyak. Melalui informasi
pertumbuhan seperti ini, dapat dikatakan bahwa laba yang dihasilkan oleh
beberapa perusahaan yang termasuk dalam industri ini sedang meningkat. Hal
tersebut membuat para investor tertarik untuk menanamkan modalnya pada
perusahaan yang ada dalam industri ini. Dalam melakukan penilaian terhadap
perusahaan, investor sangat membutuhkan informasi-informasi yang berkaitan
dengan perusahaan tersebut. Menurut Husnan dan Pujiastuti (2004) menyatakan
bahwa dividen mempunyai kandungan informasi (informational content of
dividen).
Prihantoro (2003) mengungkapkan para investor mempunyai tujuan
utama untuk meningkatkan kesejahteraannya yaitu mengharapkan pengembalian
dalam bentuk dividen maupun capital gain. Besarnya dividen tergantung besarnya
1
laba yang diperoleh perusahaan dan kebijakan dividennya, berapa laba yang
dibagikan pemegang saham dan yang ditahan dalam bentuk retained earnings.
Berdasarkan sudut pandang manajemen keuangan, tujuan perusahaan
adalah memaksimalkan kemakmuran pemilik perusahaan/stockholders. Tujuan ini
sering diterjemahkan sebagai memaksimumkan nilai perusahaan, dalam mencapai
tujuan tersebut banyak stockholders yang menyerahkan pengelolaan perusahaan
pada professional yang dikelompokkan sebagian manajer (agen). Para manajer
yang diangkat oleh stockholders diharapkan akan bertindak atas nama
stockholders tersebut yaitu dengan memaksimumkan nilai perusahaan, sehingga
kemakmuran stockholders akan dapat dicapai. Dalam menjalankan operasi
perusahaan, seringkali pihak manajemen (agen) mempunyai tujuan utama tersebut
yaitu bukan kemakmuran stockholders, melainkan meningkatkan kesejahteraan
sendiri atau oportunisme manajer, misalnya ekspansi untuk meningkatkan status
dan gaji dengan membebankan berbagai biaya pada perusahaan. Pemisahan
kepemilikan dan fungsi pengendali dalam fungsi keuangan ini dapat
mengakibatkan munculnya tingkat perbedaan kepentingan/konflik yang disebut
agency conflict. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa perusahaan yang
memisahkan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemiilikan akan rentan terhadap
konflik keagenan. Untuk meyakinkan bahwa manajer bekerja untuk kepentingan
pemegang saham, maka pemegang saham harus mengeluarkan sejumlah biaya
untuk memonitor kegiatan manajer, sehingga manajer dapat bekerja sesuai dengan
keinginan pemegang saham. Monitoring ini dimaksudkan sebagai mekanisme
2
pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait.
Seluruh biaya yang dikeluarkan ini yang disebut agency cost (Brigham, 1997).
Agency cost dapat mempengaruhi kebijakan dividen suatu perusahaan,
pada saat agency cost meningkat, maka pemegang saham justru akan
mendapatkan dividen dalam tingkat yang rendah. Hal ini dikarenakan tingginya
biaya yang digunakan untuk mengawasi tindakan manajer, sehingga berdampak
pada rendahnya dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham.
Menurut Jensen dan Meckling (1976) cara lain dalam menengahi
permasalahan agensi adalah dengan meningkatkan hutang. Argumen tersebut
didukung oleh pernyataan bahwa dengan meningkatnya hutang akan semakin
kecil porsi saham yang akan dijual perusahaan dan semakin besar hutang
perusahaan maka semakin kecil dana menganggur yang dapat dipakai perusahaan
untuk pengeluaran-pengeluaran yang kurang perlu. Semakin besar hutang maka
perusahaan harus mencadangkan lebih banyak kas untuk membayar bunga serta
pokok pinjaman. Dalam hal ini adanya hutang akan dapat mengendalikan
penggunaan free cash flow secara berlebihan oleh manajemen.
Financial leverage menunjukkan proporsi atas penggunaan hutang untuk
mendanai investasinya. Perusahaan yang tidak mempunyai leverage berarti
seluruh pendanaan yang digunakan adalah menggunakan modal sendiri. Beberapa
peneliti mengatakan bahwa pengaruh besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi
pemegang saham termasuk dividen yang diterima salah satunya disebabkan oleh
peningkatan hutang, karena besarnya beban bunga yang dimiliki perusahaan akan
membuat pengurangan laba semakin besar, sehingga laba setelah bunga yang
3
tersisa menjadi lebih sedikit, dan laba yang sedikit itulah nantinya akan dibagikan
kepada pemegang saham sebagai dividen.
Data empiris dari variabel agency cost (monitoring cost), leverage (DER)
dan kebijakan dividen (DPR) pada Industri Semen yang telah go public periode
2007-2011 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.1
Rata-rata Agency Cost (MC), Leverage (DER) dan Kebijakan Dividen (DPR)
Pada Industri Semen yang Telah Go Public Periode 2007-2011
No
Variabel
1
Monitoring Cost
Perubahan (%)
2
DER
Perubahan (%)
3
DPR
Perubahan (%)
Tahun
2007
2008
2009
2010
2011
17,47
16,62
14,87
15,07
10,92
-
-4,87
-10,53
1,34
-27,54
96,90
85,06
56,31
32,86
31,07
-12,22 -33,80 -41,64
-5,45
21,67
16,86
28,39
33,76
21,82
-
-22,20
68,39
18,92
-35,37
-
Sumber: Data ICMD (Indonesian Capital Market Directory) yang diolah
Data pada tabel 1.1 menunjukkan bahwa rata-rata monitoring cost terus
menurun dari tahun 2007 sampai 2009, dimana pada tahun 2008 menurun sebesar
-4,87% dan bertambah turun pada tahun 2009 sebesar -10,53% dan juga
penurunan tersebut terjadi lagi pada tahun 2010 menuju 2011. Dapat dilihat pula
rata-rata DER Industri Semen tahun 2007 sampai tahun 2011 mengalami
penurunan setiap tahunnya, terutama penurunan paling besar terjadi pada tahun
2009 hingga mencapai angka 56,31. Penurunan DER tersebut menunjukkan
bahwa dalam kurun waktu tahun 2007-2011 perusahaan mampu memenuhi
4
kewajibannya dalam membayar hutang sehingga terjadi penurunan yang cukup
drastis. Sedangkan rata-rata DPR Industri Semen pada tabel tersebut menunjukkan
adanya penurunan dari tahun 2007 menuju tahun 2008 juga pada tahun 2010
menuju 2011. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Indahningrum dan Ratih
(2009), mengatakan jika perusahaan meningkatkan pembayaran dividennya maka
dana yang tersedia untuk pendanaan (laba ditahan) akan semakin kecil, sehingga
untuk memenuhi kebutuhan dananya manajer cenderung menggunakan hutang.
Dari fenomena data di lapangan ditemukan bahwa terjadi gap dari tahun
2007 menuju tahun 2008 juga pada tahun 2010 menuju 2011. Pada tahun 2008
monitoring cost mengalami penurunan sebesar -4,87% dan tingkat DER pun
mengalami penurunan sebesar -12,22%, ternyata penurunan tersebut diikuti oleh
turunnya DPR sebesar -22,20% dari tahun 2007 menuju tahun 2008, juga pada
tahun 2011 penurunan pada monitoring cost turun sebesar -27,54% dan tingkat
DER sebesar -5,45%, dimana penurunan tersebut terjadi pula pada kebijakan
dividen yang turun sebesar -35,37%. Kejanggalan fenomena tersebut terjadi
karena adanya ketidaksesuaian dengan beberapa teori yang mengatakan bahwa
agency cost dan leverage berpengaruh negatif terhadap dividen, artinya pada saat
tingkat agency cost dan leverage suatu perusahaan menurun, hal tersebut akan
meningkatkan jumlah dividen yang diterima oleh pemegang saham, berlaku pula
sebaliknya. Namun fakta menunjukkan bahwa penurunan monitoring cost dan
DER pada tahun 2008 dan 2011 mengakibatkan penurunan dividen pula dalam
data ini. Kejanggalan tersebut juga bertentangan dengan hasil penelitian dari
Rozeff, M.S., (1982) yang mengatakan bahwa agency cost berpengaruh negatif
5
terhadap kebijakan dividen dan penelitian dari Prihantoro (2003), Nuringsih
(2005), Arilaha (2009) dan Pujiastuti (2007) bahwa leverage berpengaruh negatif
terhadap kebijakan dividen.
Namun, terdapat pula ketidak-konsistenan hasil penelitian mengenai
agency cost dengan menggunakan beberapa proksi yang dilakukan oleh Moh’d et
al., (1995:382) yang melakukan penelitian mengenai hubungan antara teori agensi
dan kebijakan dividen. Dua dari 8 varibel yang digunakan untuk mengukur teori
agensi yaitu insider ownership dan shareholder dispersion menunjukkan
pengaruh positif signifikan secara parsial terhadap kebijakan dividen. Dan juga
penelitian yang dilakukan oleh Mollah, S., Keasy, K., dan Short, H., (2000:22)
meneliti tentang pengaruh agency cost terhadap kebijakan dividen. Salah satu
variabel yang digunakan ialah variabel dispersion ownership, dengan hasil bahwa
dispersion ownership (jumlah pemegang saham) berhubungan positif dengan
dividend payout ratio.
Berdasarkan teori dan fenomena yang diungkapkan di atas maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kebijakan dividen. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan 2 variabel bebas (independent variabel) dan 1
variabel terikat (dependent variabel) dengan judul “Pengaruh Agency Cost dan
Leverage terhadap Kebijakan Dividen pada Industri Semen yang telah go public
periode 2007-2011”.
6
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dijelaskan pada bagian
sebelumnya, maka penulis mengidentifikasikan pokok masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan agency cost pada Industri Semen yang telah go
public periode 2007-2011?
2. Bagaimana perkembangan leverage pada Industri Semen yang telah go public
periode 2007-2011?
3. Bagaimana perkembangan kebijakan dividen pada Industri Semen yang telah
go public periode 2007-2011?
4. Bagaimana pengaruh agency cost dan leverage terhadap kebijakan dividen
secara simultan pada Industri Semen yang telah go public periode 2007-2011?
5. Bagaimana pengaruh agency cost dan leverage terhadap kebijakan dividen
secara parsial pada Industri Semen yang telah go public periode 2007-2011?
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan informasi
mengenai pengaruh dari fundamental perusahaan dalam menilai kebijakan dividen
di Industri Semen periode 2007-2011.
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perkembangan agency cost pada Industri Semen yang telah
go public periode 2007-2011.
2. Untuk mengetahui perkembangan leverage pada Industri Semen yang telah go
public periode 2007-2011.
7
3. Untuk mengetahui perkembangan kebijakan dividen pada Industri Semen yang
telah go public periode 2007-2011.
4. Untuk mengetahui pengaruh agency cost dan leverage terhadap kebijakan
dividen secara simultan pada Industri Semen yang telah go public periode
2007-2011.
5. Untuk mengetahui pengaruh agency cost dan leverage terhadap kebijakan
dividen secara parsial pada Industri Semen yang telah go public periode 20072011.
1.4
Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai
berikut:
1.
Bagi Investor
Diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi pihak investor
dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi dalam suatu perusahaan.
2.
Bagi Manajemen Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen dengan melihat pengaruh
dari agency cost dan leverage.
3.
Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk peneliti lain sebagai
referensi yang dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas mengenai
pengaruh antara agency cost dan leverage terhadap kebijakan dividen.
8
1.5
Kerangka Pemikiran
Sebuah perusahaan selalu mengharapkan bisnis yang djalankan dapat
menguntungkan serta dapat mempertahankan dan meningkatkan nilai agar dapat
memaksimalkan nilai perusahaan dan juga memaksimalkan kesejahteraan
shareholder. Salah satu cara untuk memaksimalkan nilai perusahaan adalah
dengan menjalankan ketiga fungsi keuangan dengan baik dan salah satu dari
ketiga fungsi keuangan tersebut adalah fungsi kebijakan dividen. Berdasarkan
fungsi tersebut, maka manajer harus mampu mengambil keputusan apakah laba
yang dihasilkan perusahaan akan menjadi laba ditahan atau dibagikan sebagai
dividen kepada pemegang saham. Seperti menurut Brigham dan Gapenski (1999)
dalam Luciana (2006) bahwa meningkatkan dividen untuk memuaskan sebagian
shareholder yang menyukai dividen besar. Peningkatan dividen menyebabkan
perusahaan memiliki sumber internal dalam jumlah sedikit sehingga manajer
memilih melakukan diversifikasi pada kesempatan investasi yang lebih
menguntungkan. Perbedaan pandangan terhadap laba tersebut akan menimbulkan
konflik yang disebut agency conflict, dimana agency conflict dapat terjadi antara
manajer dengan pemegang saham, maupun antara manajer dan pemegang saham
dengan kreditur. Penyebab konflik antara manajer dengan pemegang saham
diantaranya adalah pembuatan keputusan yang berkaitan dengan aktifitas
pencarian dana dan pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana
yang diperoleh tersebut diinvestasikan. Sedangkan agency conflict antara
pemegang saham/manajer dengan kreditur, terjadi pada saat manajer lebih
menyukai dividen yang ditahan digunakan sebagai modal untuk ekspansi
9
perusahaan tetapi kreditur lebih menyukai bahwa dividen yang ditahan tersebut
digunakan sebagai dana untuk membayar hutang perusahaan. Kreditur khawatir
apabila laba yang digunakan untuk ekspansi perusahaan tidak sesuai yang
diharapkan sehingga hutang perusahaan tidak dapat dibayarkan.
Dengan adanya agency conflict para pemegang saham tentu akan lebih
meningkatkan intensitas pengawasan terhadap manajerial perusahaan yang
tentunya membutuhkan biaya. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
mengurangi agency conflict (masalah keagenan) tersebut dikenal sebagai agency
cost (biaya keagenan). Brigham dan Daves (2004) mendefinisikan:
“Agency cost sebagai biaya yang ditanggung oleh pemegang saham untuk
mendorong manajer agar memaksimumkan harga saham jangka panjang
daripada bertindak sesuai kepentingan mereka sendiri”.
Berdasarkan definisi diatas, dapat diartikan bahwa biaya keagenan
merupakan biaya yang ditanggung oleh pemegang saham untuk mengawasi
perilaku manajer agar sesuai dengan yang seharusnya, mengingat kemungkinan
manajer akan bertindak sesuai kepentingannya sendiri dalam menggunakan free
cash flow tersebut. Untuk mengukur agency cost, maka peneliti menggunakan
ukuran proksi dari monitoring cost (biaya monitoring) dengan membandingkan
operation expense (biaya operasional) dengan net sales (penjualan bersih), berikut
rumus dari monitoring cost:
=
Terdapat beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost, salah
satunya adalah meningkatkan pendanaan dengan hutang. Perusahaan dapat
10
didanai dengan hutang dan ekuitas. Komposisi penggunaan hutang dan ekuitas ini
tergambar dalam struktur modal. Penggunaan hutang mampu menurunkan
besarnya konflik antara pemegang saham dengan manajer tersebut dan juga
hutang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen
(kebijakan dividen). Hutang yang tinggi akan membuat perusahaan lebih memilih
untuk menahan labanya dan menggunakan laba tersebut untuk melunasi hutang,
sehingga perusahaaan dengan tingkat hutang yang tinggi cenderung membagikan
dividen dalam jumlah yang kecil. Penggunaan hutang diistilahkan dengan
financial leverage. Walsh (2004:116) mengatakan bahwa:
“Financial leverage keuangan digunakan untuk mencerminkan hubungan
antara laba dan beban bunga tetap. Jika leverage keuangan tinggi, yaitu
bunga merupakan bagian yang besar dari laba sebelum bunga, maka
perubahan kecil dalam laba operasi akan sangat mempengaruhi
pengembalian kepada pemegang saham”.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa financial leverage
berarti penggunaan dana yang diharapkan mampu meningkatkan keuntungan yang
tersedia bagi pemegang saham. Dengan demikian alasan kuat untuk menggunakan
dana dengan beban tetap adalah untuk meningkatkan pendapatan yang tersedia
bagi pemegang saham. Dalam penelitian ini, debt to equity ratio (DER) digunakan
sebagai proksi untuk mengukur besar kecilnya leverage dengan membandingkan
total liabilities (total hutang) dengan total equity (total ekuitas) yang dimiliki
perusahaan, adapun rumus untuk menghitung tingkat debt to equity ratio, yaitu:
=
100%
11
Pujiastuti (2008) berpendapat bahwa selain hutang bisa mengurangi
agency conflict antara pemegang saham dengan manajer, eksistensi hutang juga
bisa memaksa manajer untuk menikmati keuntungan yang lebih sedikit. Sehingga
menjadikan
manajer
bekerja
lebih
efisien.
Peningkatan
hutang
akan
mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang
saham termasuk dividen yang diterima, karena kewajiban untuk membayar hutang
akan lebih diutamakan daripada pembagian dividen. (Marlina dan Clara, 2009)
Keputusan pembagian dividen ditentukan oleh pemegang saham melalui
RUPS yang memberikan konsekuensi bahwa besar kecilnya dividen dapat
menjadi pengendali manajemen. Kebijakan dividen merupakan salah satu fungsi
utama seorang manajer keuangan dalam membuat keputusan keuangan
perusahaan. Berikut ini diuraikan definisi kebijakan dividen (kebijakan dividen)
menurut Hanafi (2004):
“Kebijakan dividen merupakan kompensasi yang diterima oleh
pemegang saham, disamping capital gain. Dividen ini untuk dibagikan
kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan.
Dividen ditentukan berdasarkan dalam rapat umum anggota pemegang
saham dan jenis pembayarannya tergantung kepada kebijakan pimpinan”.
Sehingga dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa dividen adalah
pendapatan yang diterima oleh pemegang saham atas investasi yang dilakukannya
dalam suatu perusahaan. Penelitian ini terutama didasarkan pada teori kebijakan
dividen untuk menjelaskan adanya masalah yang terjadi sehubungan dengan
pembagian dividen. Penentuan besarnya dividen merupakan salah satu alat yang
digunakan pemegang saham untuk mengendalikan jumlah dana yang ada ditangan
manajemen.
12
Dalam mengukur besar kecilnya dividen maka peneliti menggunakan
rasio pembayaran dividen atau dividend payout ratio (DPR) sebagai proksi dari
kebijakan dividen dengan membandingkan dividend per-share (dividen perlembar saham) dengan earning per-share (laba per-lembar saham).
DPR =
1.5.1
DPS (
EPS (
ℎ
ℎ
)
x 100%
)
Pengaruh Agency Cost Terhadap Kebijakan Dividen
Adanya konflik-konflik keagenan yang terjadi akan menimbulkan biaya-
biaya yang digunakan untuk mengendalikan konflik. Biaya-biaya tersebut
dinamakan sebagai agency cost. Perusahaan yang memiliki free cash flow dalam
jumlah yang memadai akan lebih baik dibagikan kepada pemegang saham dalam
bentuk dividen untuk menghindari terjadinya agency conflict. Hal ini
dimaksudkan agar free cash flow yang ada tidak digunakan untuk sesuatu atau
proyek-proyek yang tidak menguntungkan dengan demikian ketersediaan uang
dapat dipakai untuk kemakmuran pemegang saham. Para pemegang saham
menginginkan keuntungan yang selalu dibagikan, karena tujuan utama
stockholder berinvestasi adalah untuk mendapatkan keuntungan dari hasil
investasi yang ia lakukan dalam suatu perusahaan, baik dalam bentuk dividen kas
atau dividen aset. Agency cost dapat mempengaruhi kebijakan dividen suatu
perusahaan manakala tingkat agency cost tinggi, maka dividen yang dibayarkan
kepada pemegang saham akan menjadi lebih rendah dikarenakan manajer lebih
mengutamakan free cash flow yang tersedia dalam perusahaan digunakan untuk
kepentingan perusahaan. Pemegang saham khawatir bila free cash flow tersebut
13
digunakan secara berlebihan oleh manajer, sehingga mengharuskan pemegang
saham untuk mengeluarkan biaya yang tinggi dalam rangka mengawasi perilaku
manajer. Sehingga, dividen yang akan diterima oleh pemegang saham menjadi
lebih rendah akibat tingginya agency cost tersebut.
Penelitian empirik yang mengkaji pengaruh biaya agensi terhadap
pembayaran dividen antara lain; Rozeff, M.S., (1982) dalam The Journal of
Financial Research, Vol. V No.3, page 250, melakukan penelitian mengenai
Growth, Beta and Agency Costs as Determinants of Dividend Payout Ratios.
Hasil penelitiannya menemukan bahwa agency cost secara parsial berpengaruh
negatif terhadap kebijakan dividen. Artinya, besar kecilnya jumlah sebaran
kepemilikan saham suatu perusahaan mempengaruhi besar kecilnya jumlah
dividen yang dibagikan dalam setiap lembar. Hal ini dikarenakan investor
institusional memiliki keinginan yang kadang berbeda dengan keinginan investor
umum. Horizon investasi mereka secara umum berjangka panjang sehingga
mereka lebih menyukai perusahaan yang menginvestasikan kembali labanya
daripada perusahaan yang membayarkan sebagian besar labanya untuk dividen.
Penyebaran kepemilikan saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
dapat menentukan keputusan dalam menetapkan berapa besarnya dividen yang
harus dibayarkan kepada pemegang saham.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pujiastuti (2007)
dalam jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 12, page 193, meneliti mengenai
Agency Cost terhadap Kebijakan Dividen pada Perusahaan Manufaktur dan Jasa
yang Go Public di Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
14
shareholder dispersion berpengaruh signifikan dan berhubungan positif dengan
dividend payout ratio (DPR). Artinya bahwa shareholder dispersion merupakan
determinan yang bisa diperhitungkan dalam kebijakan dividen didalam
mengurangi konflik keagenan. Tanda positif berarti semakin menyebar pemilik
saham, semakin besar jumlah dividen yang dibagikan.
1.5.2
Pengaruh Leverage Terhadap Kebijakan Dividen
Setiap perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sehari-
hari pasti membutuhkan modal. Modal tersebut berasal dari modal sendiri maupun
modal yang berasal dari pinjaman. Perusahaan yang menggunakan sumber dana
dari luar untuk membiayai operasional perusahaan baik yang merupakan sumber
pembiayaan jangka pendek maupun jangka panjang merupakan penerapan dari
kebijakan leverage. Utang jangka panjang diikat oleh sebuah perjanjian utang
untuk melindungi kepentingan kreditor.
Menurut penelitian Arilaha (2009) dalam jurnal Keuangan dan
Perbankan, Vol. 13, No. 1, page 81, meneliti mengenai Pengaruh Free Cash Flow,
Profitabilitas, Likuiditas dan Leverage Terhadap Kebijakan Dividen. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa kaitan antara hutang dengan pembayaran
dividen dapat dikatakan bila semakin tinggi rasio leverage atau ekuitas,
pembayaran dividen akan semakin kecil. Perusahaan dengan tingkat hutang yang
tinggi akan berusaha untuk mengurangi agency cost of debt nya dengan
mengurangi hutang, sehingga untuk membiayai investasinya digunakan
pendanaan dari aliran kas internal. Pemegang saham akan merelakan aliran kas
15
internal yang sebelumnya dapat digunakan untuk pembayaran dividen untuk
membiayai investasi. Sehingga leverage perusahaan digunakan untuk pembayaran
dividen agar dapat menjaga performa dan signal perusahaan bagi investor. Besar
kecilnya dividen yang dibagikan tergantung pada kebijakan masing-masing
perusahaan dan dilakukan berdasarkan pertimbangan berbagai faktor.
Hal ini sejalan dengan penelitian Nuringsih (2005) dalam jurnal
Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol.2, No. 2, page 119, meneliti mengenai
Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Utang, ROA dan Ukuran
Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen Studi 1995-1996. Hasil Penelitiannya
menemukan bahwa variabel hutang berpengaruh negatif terhadap kebijakan
dividen. Artinya, pada tingkat penggunaan utang yang tinggi, perusahaan
cenderung membayar dividen rendah. Dengan keputusan ini, perusahaan masih
memiliki laba ditahan yang digunakan sebagai cadangan menutup hutang.
Kebijakan dividen rendah berdampak positif bagi kreditor karena kepentingan
mereka tetap diperhatikan oleh perusahaan. Sebaliknya, pada perusahaan dengan
utang rendah cenderung akan membayar dividen besar, karena tidak memiliki
beban bunga sehingga keuntungan dapat digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan pemegang saham.
Pujiastuti (2007) dalam jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 12, page
194, meneliti mengenai Agency Cost terhadap Kebijakan Dividen pada
Perusahaan Manufaktur dan Jasa yang Go Public di Indonesia. Hasil penelitiannya
menemukan bahwa jika proporsi hutang terhadap total aset semakin besar, maka
perusahaan akan membayarkan dividen dengan jumlah yang semakin kecil. Hal
16
ini dapat dijelaskan bahwa dengan proporsi hutang yang semakin besar
perusahaan mempunyai beban terhadap pihak luar berupa beban bunga dan cicilan
yang juga besar, sehingga bagian dari keuntungan yang dapat dibagikan kepada
pemilik saham semakin kecil. Sebaliknya, jika proporsi hutang terhadap aset
adalah kecil, maka perusahaan mampu membayar dividen dalam jumlah yang
besar. Dan penelitian yang dilakukan oleh Prihantoro (2003) dalam jurnal
Ekonomi dan Bisnis, No. 1, Jilid 8, page 10, meneliti mengenai Estimasi
Pengaruh Dividend Payout Ratio pada Perusahaan Publik di Indonesia. Hasil
Penelitiannya menemukan bahwa semakin besar proporsi hutang yang digunakan
untuk struktur modal suatu perusahaan, maka akan semakin besar pula jumlah
kewajibannya. Peningkatan hutang pada gilirannya akan mempengaruhi besar
kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividen
yang akan diterima, karena kewajiban tersebut lebih diprioritaskan daripada
pembagian dividen. Jika beban hutang semakin tinggi, maka kemampuan
perusahaan untuk membagi dividen akan semakin rendah, sehingga DER (Debt to
Equity Ratio) mempunyai hubungan negatif dengan DPR (Dividen Payout Ratio).
Debt to Equity Ratio dihitung dengan total hutang dibagi dengan total equity.
Gambar 1.1
Bagan Kerangka Pemikiran
Agency Cost
Kebijakan
Dividen
Leverage
17
1.6
Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat
untuk menjelaskan hubungan hal tersebut. Dalam penelitian ini, hipotesis yang
akan diuji adalah ada atau tidaknya hubungan yang ditimbulkan oleh variabel
independen (variabel X) terhadap variabel dependen (variabel Y) baik secara
langsung maupun tidak langsung, serta untuk mengetahui kuat atau tidaknya
antara kedua variabel tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis dari
penelitian ini adalah:
1. Agency cost dan leverage secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
kebijakan dividen perusahaan pada Industri Semen yang telah go public
periode 2007-2011.
2. Agency cost dan leverage secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
kebijakan dividen perusahaan pada Industri Semen yang telah go public
periode 2007-2011.
1.7
Metodologi Penelitian
Metode penelitian digunakan untuk membantu peneliti dalam menjawab
permasalahan yang akan diteliti dan dapat diterima secara ilmiah. Metode
penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah metode
deskriptif dan veerifikatif. Dimana pengertian metode deskriptif menurut Nazir
(2005:89), yaitu:
“Metode deskriptif merupakan studi untuk menentukan fakta dengan
inpretasi yang tepat, dimana termasuk didalamnya studi untuk
melukiskan secara akurat sifat-sifat dari beberapa fenomena kelompok
18
dan individu, serta studi untuk menentukan frekuensi terjadinya suatu
keadaan untuk meminimalisasikan bias dan memaksimumkan reabilitas”.
Tujuan dari deskriptif adalah membuat deskriptif secara otomatis, faktual, dan
akurat mengenai fakta-fakta dan hubungan antara fenomena yang diselidiki.
Sedangkan pengertian metode verifikatif menurut Moleong (2004:46), yaitu:
“Metode verifikatif adalah penelitian yang berusaha untuk menguji
jawaban masalah tentang hasil pemikiran yang kebenarannya bersifat
sementara atau yang biasa disebut hipotesis”.
Jenis penelitian yang digunakan penulis termasuk ke dalam explanatory
survey, yaitu survey yang dilakukan untuk menelaah fenomena antar variabel yang
diteliti dalam penelitian ini. Dimana pengertian explanatory survey menurut
Zulganef (2008:11) yaitu:
“Penelitian explanatory adalah penelitian yang bertujuan menelaah
kausalitas antar variabel yang menjelaskan suatu fenomena tertentu."
1.8
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan Industri Semen
yang telah Go Public di Bursa Efek Indonesia, dimana data diperoleh dari laporan
keuangan yang diperoleh dari Pojok Bursa Universitas Widyatama dan juga dalam
buku Indonesian Capital Market Directory (ICMD) 2007-2011, pustaka loka
Universitas Widyatama yang berlokasi di jalan Cikutra, dan juga melalui media
elektronik seperti internet. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Oktober 2012
sampai dengan selesai.
19
Download