BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri

advertisement
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung
Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciri-
cirinya disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9 Keadaan plot penelitian
No
1
2
3
4
5
Kelas
Kemiringan
(%)
< 8
8 – 15
15 – 25
25 – 40
> 40
Jumlah
Panjang
(m)
1346,39
1620,93
3389,07
822,69
61,05
7240,13
Luas
(m²)
403,92
486,28
1016,72
329,08
38,46
2.274,46
Jenis Tanah
Penutup Lahan
Latosol merah kuning Agathis, Puspa, Pinus
Latosol merah kuning
Agathis
Latosol merah kuning
Agathis, Puspa
Latosol merah kuning
Agathis
Latosol merah kuning
Agathis
Tabel 9 menunjukkan lintasan sepeda gunung didominasi kelas kemiringan
lereng 15-25%, yaitu panjang 3389,07 m dengan luasan
1016,72 m². Jenis
tanahnya menurut peta jenis tanah sama di semua lintasan sepeda gunung, yaitu
latosol merah kuning. Pohon yang berada disekitar lintasan sepeda umumnya jenis
Agathis, namun terdapat pula campuran Agathis dengan puspa, dan dengan puspa
dan pinus.
5.2
Sifat Fisik Tanah
Sifat contoh tanah hasil analsis di laboratorium disajikan dalam Tabel 8 dan
data selengkapnya disajikan dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2.
Tabel 10 Hasil analisis sifat fisik contoh tanah di laboratorium
No
1
2
3
4
5
Penggunaan Lahan
Lintasan Sepeda Gunung
8 – 15
15 – 25
25 – 40
>40
8 – 15
(% kelas kemiringan lereng)
Pasir (%)
19
57
6
16
29
Debu (%)
21
16
58
24
18
Tekstur
Tanah
Liat (%)
60
27
36
60
53
Kelas
L
Llb
Lid
L
L
pF 1
50,8
50,7
37,4
46,8
51,6
Kadar Air
pF 2
42,6
39,8
30,3
44,1
48,1
Tanah (%)
Retensi Air
pF 2,54
37,8
34,4
25
39,9
42,4
Tanah
pF 4,2
24,4
23,5
14,2
29,2
28
Bulk Density
1,03
0,93
1,09
1,12
0,93
Particle Density
2,25
2,29
2,01
2,34
2,15
Ruang Total Pori (%)
54,2
59,3
46
51,9
57
Kelas
B
B
KB
B
B
Sifat Fisik
Tanah
Tanah Hutan
15 – 25
25 – 40
17
48
35
Lid
49,4
37,7
33,1
27
1
2,21
54,7
B
13
22
65
L
49
44,5
39,8
19,6
1,14
2,36
55,6
B
>40
49
21
30
Lid
52
39,1
34
25,1
0,88
1,96
55,1
B
No
6
Sifat Fisik
Tanah
8 – 15
Permeabilitas
1,42
agak
lambat
2,71
Kelas
7
Penetrasi Tanah
Keterangan :
Penggunaan Lahan
Lintasan Sepeda Gunung
15 – 25
25 – 40
>40
8 – 15
(% kelas kemiringan lereng)
8,08
2,03
0,42
0,97
agak
agak
agak
lambat
cepat
lambat
lambat
2,88
8,06
2,63
3,26
Tanah Hutan
15 – 25
25 – 40
6,45
agak
cepat
2,61
0,79
agak
lambat
9,32
- Li = liat, Llb = lempung liat berpasir, Lid = liat berdebu
- B = baik, KB = kurang baik
5.2.1 Tekstur Tanah
Tabel 10 menunjukkan bahwa tanah di lintasan sepeda gunung dan tanah
hutan umumnya bertekstur liat dan liat berdebu. Tanah bertekstur liat didominasi
pori-pori mikro sehingga kurang poros. Tanah yang kurang poros akan makin sulit
ditembus oleh akar dan udara juga akan sulit bersirkulasi (drainase dan aerasi
buruk karena air dan udara sedikit tersedia). Selain itu, liat mempunyai luas
permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan
unsur hara tinggi yang menyebabkan tanah sulit untuk tererosi (Hardjowigeno
2007). Perbandingan tekstur tanah lintasan sepeda gunung dan hutan di berbagai
kelas kemiringan secara grafis disajikan dalam Gambar 8.
(a)
(b)
>40
7,42
agak
cepat
2,69
(c)
(d)
Gambar 8 Tekstur tanah lintasan sepeda gunung dan tanah hutan berdasarkan
kelas kemiringan lereng area (a) 8-15%, (b) 15-25%, (c) 25-40%, dan
(d) >40%.
5.2.2 Retensi Air Tanah
Tabel 10 menunjukkan bahwa kadar air tanah pada pada kapasitas lapang
(pF 2,54) di lintasan sepeda dan tanah hutan di kemiringan 25-40% memiliki
perbedaan yang sangat jelas, lintasan sepeda sebesar 25% dan tanah hutan 39,8%.
Perbedaan kedua nilai ini diduga telah terjadi penurunan kualitas sifat fisik tanah
yang ditandai dengan porositas tanah. Porositas tanah merupakan parameter
penting untuk menduga kapasitas tanah dalam menyimpan air. Porositas tanah
yang rendah di lintasan sepeda gunung disebabkan lintasan sepeda gunung
menerima langsung tetesan air hujan. Proses tumbukan langsung tetesan air hujan
dengan butiran tanah menyebabkan butiran-butiran itu pecah (spash erosion)
menjadi partikel yang lebih kecil yang kemudian mengisi rongga antar butir yang
menyebabkan sulitnya air masuk ke dalam tanah.
Sedangkan untuk tanah hutan berpengaruh langsung terhadap proses erosi.
Erosivitas hujan ke tanah akan berkurang karena sebagian besar butiran hujan
diintersepsi oleh tajuk vegetasi yang umumnya lebih rapat. Butiran hujan yang
jatuh ke tanah akan lebih kecil. Keadaan itu akan memberikan kesempatan butiran
masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi dan perkolasi, sedangkan aliran
permukaan berkurang. Perbandingan retensi air tanah lintasan sepeda gunung dan
hutan di berbagai kelas kemiringan secara grafis disajikan dalam Gambar 9.
(a)
Gambar 9
(b)
(c)
(d)
Retensi air tanah berdasarkan kelas kemiringan lereng (a) 815%, (b)
15-25%, (c) 25-40%, dan (d) >40%.
5.2.3 Kerapatan Limbak (Bulk Density) Tanah
Tabel 10 menunjukkan nilai bulk density di lintasan sepeda lebih besar dari
tanah hutan walaupun perbedaannya tidak terlalu besar di setiap kelas kemiringan
lerengnya. Hardjowigeno (2007) menyatakan bahwa tanah mineral mempunyai
nilai bulk density yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah di bawahnya.
Nilai bulk density tanah mineral berkisar 1,0—1,6 gr/cc, sedangkan tanah organik
umumnya memiliki nilai bulk density antara 0,1—0,9 gr/cc. Nilai bulk density di
lintasan sepeda berkisar 0,93—1,12 g/cc, yang berarti tanah tersebut mengadung
bulk density mineral tanahnya lebih tinggi, sedangkan tanah hutan berkisar antara
0,88—1,14 g/cc, yang berarti tanah tersebut banyak mengandung bulk density
tanah organik.
Besarnya nilai bulk density di lintasan sepeda dipengaruhi oleh terbentuknya
struktur tanah yang padat sehingga mengakibatkan nilai bulk density lebih tinggi.
Semakin tinggi kepadatan tanah, maka infiltrasi akan semakin kecil. Kepadatan
tanah ini salah satunya dapat disebabkan oleh pengaruh butiran-butiran hujan pada
permukaan tanah. Tanah yang tertutupi tanaman biasanya mempunyai laju
infiltrasi yang lebih besar daripada permukaan tanah yang terbuka. Hal ini
disebabkan karena adanya perakaran tanaman yang menyebabkan porositas tanah
lebih tinggi sehingga air lebih banyak dan meningkat pada permukaan yang
tertutup oleh vegetasi, selanjutnya dapat menyerap energi tumbuk hujan sehingga
mampu mempertahankan laju infiltrasi yang tinggi (Syarief 1989). Perbandingan
kerapatan limbak (bulk density) tanah lintasan sepeda gunung dan hutan di
berbagai kelas kemiringan secara grafis disajikan dalam Gambar 10.
Gambar 10 Kerapatan limbak (bulk density) tanah di lintasan sepeda gunung dan
tanah hutan berdasarkan kelas kemiringan lereng.
5.2.4 Kerapatan Partikel (Particle Density) Tanah
Tabel 10 menunjukkan nilai particle density di lintasan sepeda lebih besar
dari tanah hutan walaupun perbedaannya tidak tertalu besar di setiap kelas
kemiringan lerengnya. Lintasan sepeda memperoleh bahan organik dari serasah
tegakan pohon yang terdapat di sekitar lintasan yang sebagian besar adalah
tegakan Agatis, Puspa, dan Pinus. Lintasan sepeda memiliki kerapatan butir
berkisar 2,01—2,34 g/cc, dimana untuk lapisan top soil di lintasan sepeda masih
terdapat kandungan bahan organik dan kerapatan butir sampai 2,4 g/cc atau
bahkan lebih rendah dari nilai itu.
Rendahnya nilai particle density di tanah hutan dikarenakan lokasi tersebut
banyak terdapat vegetasi dan serasah di permukaan tanah (top soil), yang berarti
banyak mengandung bahan organik. Dibandingkan dengan lintasan sepeda, tanah
hutan banyak mengandung bahan organik terutama pada lapisan top soil. Sesuai
dengan pendapat Hardjowigeno (2007), jika suatu tanah banyak mengandung
bahan organik maka akan mempengaruhi nilai paticle densitynya. Semakin
banyak kandungan bahan organik yang terkandung dalam tanah, maka semakin
kecil nilai particle densitynya.
Selain itu, tekstur tanah liat di lintasan sepeda dan tanah hutan juga
mempengaruhi particle density. Tekstur liat akan lebih mudah menyerap air
karena liat dipengaruhi oleh luas permukaan tersebut, selain itu tanah liat
merupakan salah satu parameter ketersediaan bahan organik tanah. Semakin tinggi
bahan organik maka kandungan liatnya semakin banyak dan mempunyai
kemampuan menahan air yang tinggi sehingga tanah sulit untuk tererosi.
Perbandingan kerapatan partikel tanah lintasan sepeda gunung dan hutan di
berbagai kelas kemiringan secara grafis disajikan dalam Gambar 11.
Gambar 11 Kerapatan partikel (particle density) tanah lintasan sepeda dan tanah
hutan berdasarkan kelas kemiringan lereng.
5.2.5 Ruang Pori Total
Tabel 10 menunjukkan nilai porositas tanah di lintasan sepeda dan tanah
hutan sama (petak 1, 2, dan 4 dengan kriteria porositas tanah baik), sedangkan
petak 3 di lintasan sepeda memiliki kriteria porositas tanah kurang baik. Hal ini
dapat dipengaruhi oleh pori mikro yang berkaitan dengan tingginya kandungan
liat tanah. Tanah dengan kadar liat tinggi memiliki porositas yang lebih kecil
dibandingkan tanah dengan kadar pasir yang tinggi. Kemungkinan hal ini
disebabkan oleh ukuran dari masing - masing pori tanah dan bukan jumlah ruang
pori. Granulasi tanah bertesktur halus memperlancar aerasi bukan karena jumlah
ruang pori bertambah, tetapi karena perbandingan ruang pori makro terhadap
ruang pori mikro bertambah (Soerpadi 1983).
Kriteria porositas baik adalah memiliki kandungan bahan organik yang
tinggi, struktur granular, dan tekstur halus. Kondisi ini mengakibatkan air dan
udara dalam tanah mampu untuk bersirkulasi, yang berarti drainase dan aerasi
baik (air dan udara tersedia) dan berdampak negatif terhadap erosi. Perbandingan
porositas tanah lintasan sepeda gunung dan tanah hutan disajikan dalam Gambar
12.
Gambar 12 Ruang pori total tanah lintasan sepeda dan tanah hutan berdasarkan
kelas kemiringan lereng.
5.2.6 Permeabilitas Tanah
Tabel 10 menunjukkan nilai permeabilitas tanah di lintasan sepeda lebih
besar dari tanah hutan. Perbedaan nilai ini disebabkan oleh kondisi tanah di
lintasan sepeda yang terbuka, memiliki sedikit serasah yang menutup di
permukaan tanah, sehingga butir air hujan yang turun akan langsung jatuh
mengenai dan menumbuk permukaan tanah. Hal ini memungkinkan terjadinya
penutupan ruang pori oleh tanah-tanah yang terdispersi oleh air hujan dan ruang
porinya semakin kecil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarief (1989) yang
menyatakan bahwa 1) permeabilitas meningkat bila agregasi butir-butir tanah
menjadi remah, 2) adanya bahan organik, dan 3) terdapatnya saluran bekas lubang
yang terdekomposisi dan porositasnya tinggi. Perbandingan permeabilitas tanah
lintasan sepeda gunung dan tanah hutan disajikan dalam Gambar 13.
Gambar 13 Permeabilitas tanah lintasan sepeda dan tanah hutan berdasarkan
kelas kemiringan lereng.
5.2.7 Penetrasi Tanah
Tabel 10 menunjukkan nilai perbandingan kumulatif penetrasi (mm) dengan
kumulatif tumbukan di setiap kelas kemiringan lereng dan tipe keterbukaan lahan.
Penetrasi erat hubungannya dengan kemampuan tanah untuk dilalui atau ditembus
oleh suatu benda, baik melalui tekanan atau pukulan. Hasil pengukuran penetrasi
di lapangan dengan menggunakan DCP terlihat bahwa semakin ke lapisan bawah,
tanah menjadi semakin keras. Semakin keras tanah, maka semakin banyak
pukulan yang diberikan ke tanah dengan beban konstan sebesar 2 kg. Kerasnya
tanah dapat disebabkan oleh adanya pemanfaatan lahan menjadi lintasan sepeda
gunung. Dengan semakin tingginya pemadatan yang terjadi pada tanah di jalur
lintasan sepeda gunung tersebut, mengakibatkan nilai kerapatan tanahnya semakin
tinggi (Gambar 14).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 14 Hubungan komulatif tumbukan dengan komulatif penetrasi di tanah
lintasan sepeda gunung dan tanah hutan di kemiringan (a) 8-15%, (b)
15-25%, (c) 25-40%, dan (d) >40%.
5.3
Curah Hujan
Curah hujan selama 30 hari kejadian hujan disajikan dalam Gambar 16.
Gambar 15 Curah hujan harian (21 Februari – 26 Maret 2011).
Curah hujan selama 30 hari kejadian hujan sangat bervariasi antara 0,31
mm/hari hingga 45,85 mm/hari dengan total curah hujan sebesar 334,46 mm.
Curah hujan selama 1 tahun yang diperoleh dari stasiun hujan 12 A Sekarwangi
disajikan dalam Lampiran 11 sedangkan data hujan selama pengamatan
selengkapnya disajikan dalam Lampiran 12.
Tabel 11 menunjukkan statistik hujan di stasiun hujan di HPGW (stasiun A)
dan di stasiun 12A Sekarwangi.
Tabel 11 Parameter statistik curah hujan selama pengamatan dan curah hujan 1
tahun Stasiun 12A Sekarwangi Cibadak
Lokasi CH
Stasiun A (HPGW)
Stasiun12A (Sekarwangi)
Maksimum
(mm)
45,85
36,00
Minimum
(mm)
5,00
2,00
Rata-rata
(mm)
11,15
6,60
Simpangan
Baku
14,16
10,25
Ragam
200,50
105,13
Berdasarkan pengujian beda rata-rata curah hujan harian di HPGW (Stasiun
A) dengan curah hujan di Stasiun 12 A (Sekarwangi) pada waktu yang bersamaan
dengan periode pengamatan (21 Februari sampai 26 Maret 2011) di kedua lokasi
tersebut secara statistik memiliki rataan dan ragam yang berbeda nyata. Hal ini
menunjukkan bahwa hujan menyebar tidak merata selama pengamatan. Hujan
setahun di stasiun 12A tidak mewakili variasi hujan selama satu tahun di stasiun
hujan HPGW, yang di tunjukkan oleh rata-rata harian dan simpangan baku yang
cukup berbeda. Hasil analisis selengkapnya disajikan dalam Lampiran 13.
5.4. Aliran dan Erosi Permukaan
5.4.1 Aliran dan Erosi Permukaan Hasil Pengukuran
Kejadian hujan, aliran dan erosi permukaan disajikan dalam Gambar 16 dan
Gambar 17, sedangkan hasil pengukuran aliran dan erosi permukaan selama
pengamatan selengkapnya disajikan dalam Lampiran 14 dan Lampiran 19.
Gambar 16 Kejadian hujan dan aliran permukaan selama pengamatan.
Gambar 17 Kejadian hujan dan erosi selama pengamatan.
Hujan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya aliran
permukaan dan erosi. Gambar 16 dan Gambar 17 menunjukkan tingginya curah
hujan juga diikuti oleh kenaikan aliran permukaan dan erosi. Hal ini terjadi karena
pengaruh curah hujan dengan intensitas hujan yang tinggi mengakibatkan jumlah
aliran permukaan dan erosi meningkat. Sifat hujan akan berpengaruh terhadap
intensitas, jumlah dan distribusi hujan. Dari sifat-sifat hujan tersebut, intensitas
hujan merupakan faktor terpenting dalam mempengaruhi besarnya erosi
(Hardjowigeno 2007).
Curah hujan dengan intensitas yang tinggi mengakibatkan proses
penghancuran tanah menjadi butir-butir tanah yang terpisah untuk diangkut
ketempat lain dan menutupi pori-pori tanah sehingga menyebabkan peresapan air
ke dalam tanah terhambat. Akibatnya aliran permukaan menjadi lebih besar,
sehingga kemungkinan terjadinya erosi semakin meningkat.
Erosi yang terjadi meningkatkan aliran permukaan karena berkurangnya
kapasitas infiltrasi tanah, dimana jumlah aliran permukaan yang meningkat akan
mengurangi kandungan air tersedia dalam tanah. Didukung dengan pernyataan
Arsyad (2010) bahwa besarnya erosi juga berkaitan dengan banyaknya aliran
permukaan, maka dengan meningkatnya aliran permukaan, erosi juga meningkat.
Statistik jumlah aliran dan erosi permukaan di masing-masing plot
pengukuran disajikan dalam Tabel 12.
Tabel 12 Statistik aliran dan erosi permukaan
Plot
1
2
3
4
Aliran Permukaan (m³/ha)
Min
Maks
Rata-rata
Jumlah
0,087 75,657
12,964
388,933
0,087 85,598
13,864
415,941
0,170 96,155
15,920
496,657
0,087 106,800
16,555
477,611
Erosi Permukaan (ton/ha)
Min
Maks Rata-rata Jumlah
0,0001 0,195
0,017
0,519
0,0004 0,396
0,032
0,983
0,0005 0,570
0,045
1,356
0,0008 0,993
0,081
2,455
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata dan maksimum aliran
permukaan dan erosi tertinggi terdapat di plot 4, yaitu di lahan dengan kemiringan
>40% (sangat curam) dan terendah terjadi di plot 1, yaitu di lahan dengan
kemiringan 8-15% (landai). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat erosi dan aliran
permukaan meningkat seiring dengan kemiringan lahan. Hasil penelitian ini sesuai
dengan pernyataan Soepardi (1983) yaitu makin curam suatu lereng maka makin
besar erosi akibat laju aliran air meningkat selain itu menyebabkan banyaknya air
yang mengalir di atas permukaan. Didukung dengan pernyataan Kohnke dan
Bertrand (1959) dalam Ispriyanto (2001), umumnya erosi meningkat dengan
bertambahnya lereng untuk intensitas hujan yang tinggi, tetapi bila intensitasnya
rendah erosi makin menurun.
5.4.2. Analisis Regresi Hubungan Hujan dengan Aliran dan Erosi
permukaan
Hubungan antara curah hujan (CH) dengan aliran permukaan (Vp) dan erosi
permukaan (Ep) dinyatakan dalam persamaan regresi linier sederhana
sebagaimana disajikan dalam Tabel 13.
Tabel 13 Model pendugaan erosi dan aliran permukaan
Plot
1
2
3
4
Persamaan Regresi
Vp1 = 1,645 CHij–5,374
Ep1 = 0,055 CHij-0,149
Vp2 = 1,706 Chij-5,164
Ep2 = 0,087 Chij-0,230
Vp3 = 2,027 Chij- 6,053
Ep3 = 0,093 Chij- 0,227
Vp4 = 1,936 Chij-5,667
Ep4 = 0,120 Chij-0,283
Keterangan :
R
95,29
77,96
93,76
76,20
94,78
78,82
97,93
76,00
R²
90,80
60,70
87,90
50,80
89,80
62,10
88,80
57,70
Fhit
276,71
43,41
203,62
38,78
247,64
45,94
657,38
38,31
Ftabel (5%)
4,78E-16
3,81E-07
2,26E-14
9,93E-07
1,96E-15
2,32E-07
5,5E-21
1,1E-06
Vp = Aliran permukaan (m³/ha/hari)
Ep = Erosi permukaan (ton/ha/hari)
Ch = Curah hujan (mm/hari)
Tabel 13 menunjukkan persamaan hubungan curah hujan dengan aliran dan
erosi permukaan, F hitung, koefisien korelasi (R), dan koefisien determinasi (R²)
hasil analisis regresi linier sederhana. Nilai F hitung > nilai F tabel yang berarti
terdapat pengaruh nyata antara curah hujan dengan aliran dan erosi permukaan.
Hasil analisis regresi hubungan curah hujan dengan aliran permukaan
selama penelitian di HPGW disajikan dalam Lampiran 15, 16, 17, dan 18,
sedangkan hasil analisis regresi hubungan curah hujan dengan erosi disajukan
dalam Lampiran 21, 22, 23, dan 24. Grafik regresi sederhana hubungan antara
curah hujan dengan aliran permukaan disajikan dalam Gambar 18.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 18 Hubungan curah hujan dengan aliran permukaan (a) plot 1, (b)
plot 2, (c) plot 3, dan (d) plot 4.
Sedangkan grafik hubungan antara curah hujan dengan erosi permukaan
disajikan pada Gambar 19.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 19 Hubungan curah hujan dengan erosi permukaan (a) plot 1, (b) plot 2,
(c) plot 3, dan (d) plot 4.
5.4.3. Aliran dan Erosi Permukaan Dugaan Selama Setahun
Aliran dan erosi permukaan setahun hasil pendugaan dengan mengunakan
regresi dan jumlah hari hujan disajikan dalam Tabel 12.
Tabel 14 Pendugaan aliran dan erosi permukaan dengan regresi dan jumlah hari
hujan
Plot
1
2
3
4
Pendugaan dengan regresi
Aliran permukaan
Erosi
(m³/ha/tahun)
(ton/ha/tahun)
388,97
0,93
415,67
0,60
496,36
0,82
477,51
1,44
Pendugaan dengan jumlah hari hujan
Aliran permukaan
Erosi
(m³/ha/tahun)
(ton/ha/tahun)
2865,10
3,82
3064,10
7,24
3658,10
9,99
3518,40
18,09
Tabel 14 menunjukkan nilai aliran dan erosi permukaan selama setahun
hasil pengugaan dengan menggunakan regresi lebih kecil dibandingkan dengan
hasil pendugaan menggunakan jumlah hari hujan. Hasil pendugaan erosi satu
tahun menggunakan analisis regresi akan memiliki ketepatan yang lebih baik
apabila kejadian hujan selama pengamatan mewakili variasi hujan dalam setahun,
sedangkan pendugaan menggunakan jumlah hari hujan akan baik apabila rata-rata
dan jumlah hari hujan selama pengamatan tidak berbeda nyata dengan rata-rata
dan jumlah hari hujan pada periode lainnya dalam satu tahun.
5.4.3 Pendugaan Besarnya Aliran dan Erosi Permukaan di Lintasan Sepeda
Gunung HPGW
Jumlah aliran dan erosi permukaan selama setahun yang terjadi di lintasan
sepeda gunung yang memiliki kemiringan >8% di HPGW disajikan dalam Tabel
15.
Tabel 15 Pendugaan aliran dan erosi permukaan lintasan sepeda gunung
Plot
1
2
3
4
Kemiringan
(%)
Kelas
kemiringan
8-15
15 – 25
25 – 40
> 40
Landai
Agak curam
Curam
Sangat curam
Volume aliran
permukaan
(m³/ha/tahun)
30.645,43
143.228,88
13.438,00
112,12
187.424,42
Volume erosi
permukaan
(ton/ha/tahun)
73,31
206,74
22,20
0,34
302,59
Jumlah aliran dan erosi permukaan di lintasan sepeda (Tabel 15) masingmasing sebesar 187.424,42 m³/tahun dan 302,59 ton/tahun, dimana volume aliran
dan erosi permukaan tertinggi terjadi di lintasan sepeda dengan kemiringan 15 –
25% masing-masing sebesar 143.228,88 m³/ha/tahun dan 206,74 ton/ha/tahun. Besarnya
aliran dan erosi permukaan yang terjadi di lintasan sepeda gunung berbeda, hal ini
dikarenakan luasan dari tiap kelas kemiringan lereng berbeda-beda. Dilihat dari volume
aliran erosi permukaan (per tahunnya), peningkatan aliran dan erosi permukaan
total yang besar, berpotensi dalam meningkatnya laju aliran dan erosi permukaan
serta berdampak pada kondisi fisik tanah tersebut. Hasil penelitian ini
memberikan gambaran tentang besarnya aliran dan erosi permukaan akibat
pemanfaatan jalur lintasan sepeda gunung di berbagai kelas kemiringan lahan.
5.5
Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Dalam menentukan tingkat bahaya erosi (TBE) menggunakan pendekatan
tebal solum tanah yang telah ada dan besarnya erosi sebagai dasar. Jenis tanah di
lokasi penelitian adalah latosol (dominan latosol merah kuning) dengan
kedalaman solum >150 cm (Sistem Pusat Penelitian Tanah 1982 dalam
Hardjowigeno 2007). Berdasarkan kriteria tingkat bahaya erosi di lintasan sepeda
gunung berbagai kemiringan lereng termasuk kedalam kategori ringan (Tabel 16).
Tabel 16 Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di lintasan sepeda gunung
Plot
1
2
3
4
Kemiringan
8—15%
15—25%
25—40%
>40%
Kriteria
Ringan
Ringan
Ringan
Ringan
Ditinjau dari nilai erosi yang diperbolehkan dan tingkat bahaya erosinya,
maka pemanfaatan lintasan sepeda gunung di Hutan Pendidikan Gunung Walat
(HPGW) dapat mereduksi jumlah erosi permukaan sampai pada batas aman dan
kategori sangat ringan.
5.6
Hubungan Sifat Fisik Tanah Lintasan Sepeda Gunung dan Tanah
Hutan
Hasil analisis sifat fisik tanah di lintasan sepeda gunung dan tanah hutan
pada jenis tanah latosol menunjukkan perbedaan walaupun perbedaan tersebut
tidak terlalu besar terutama dalam pengaruhnya terhadap aliran dan erosi
permukaan seperti tertera pada Tabel 8. Hal ini dapat dikarenakan: 1) tanah di
lintasan sepeda gunung dan tanah hutan di berbagai kelas kemiringan lereng
didominasi oleh tekstur liat, dimana tanah liat memiliki luas permukaan yang
lebih luas sehingga mampu menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi, 2)
kadar air tanah pada kapasitas lapang sebagian besar berkisar 50% yang berarti
tanah di lokasi penelitian masih dalam kondisi cukup lembab, dimana jumlah air
yang dapat ditahan oleh tanah tersebut dapat terus-menerus diserap, 3) nilai bulk
density dan partikel density dikedua lokasi tersebut lebih rendah dibandingkan
tanah dibawahnya, dan 4) memiliki kriteria porositas tanah yang baik, Kondisi ini
mengakibatkan air dan udara dalam tanah mampu untuk bersirkulasi, yang berarti
drainase dan aerasi baik.
Setiap tipe keterbukaan dan pemanfaaan lahan mempunyai pengaruh
terhadap kerusakan tanah oleh erosi. Penutupan lahan dengan vegetasi dan
tegakan di tanah hutan membantu menghambat atau mencegah terjadinya erosi
permukaan. Tanah yang ditutupi oleh vegetasi mempunyai keadaan keseimbangan
unsur hara, air, dan udara dalam tanah. Akan tetapi dengan dilakukannya konversi
dengan lintasan sepeda gunung menyebabkan terganggunya keseimbangan tanah
tersebut. Perubahan lahan menyebabkan tergangunya keseimbangan tanah dan
menurunnya kandungan bahan organik tanah dipercepat dengan proses
dekomposisi sehingga tumbukan air hujan yang langsung mengenai permukaan
tanah dapat merusak agregat dan sistem pori tanah.
5.7
Hubungan Erosi Tingkat Bahaya Erosi
Tingkat bahaya erosi (TBE) ditentukan menggunakan pendekatan tebal
solum tanah, hal tersebut disebabkan laju erosi lebih cepat dari pembentukan
tanah disertai kedalaman solum yang dangkal maka tanah akan terkikis secara
perlahan dan akhirnya dapat menyikap bahan induk naik ke permukaan tanah.
Hasil penelitian ini masih perlu dikaji kembali, mengingat hasil pengukuran
baru dilaksanakan 30 hari kejadian hujan dan terdapat dugaan terjadinya hasil
pengukuran yang lebih rendah dari yang sebenarnya atau sebaliknya. Hal ini
didasarkan pada konstruksi plot dan bak pengukuran aliran dan erosi permukaan
yang dibuat tidak sebagaimana konstruksi plot yang baik.
Download