BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Tinjauan Tentang IPA 2.1.1.1 Pengertian IPA Ilmu alam (bahasa Inggris: natural science; atau ilmu pengetahuan alam) adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun (wikipedia). Ilmu Pengetahuan Alam merupakan hasil kegiatan manusia, berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman, melalui serangkaian proses ilmiah, antara lain: penyelidikan, penyusunan, gagasan-gagasan. Mata pelajaran IPA adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan dan kemampuan, sikap dan nilai ilmiah pada siswa. 2.1.1.2 Hakikat IPA Einstein (dalam Hendro dan Kaligis, 1992;3) mengatakan, “science is the attempt to make the chaotic diversity of our sense experience correspond to a logreally uniform system of thought”. Makna kalimat tersebut adalah bahwa IPA merupakan suatu bentuk upaya yang membuat berbagai pengalaman menjadi suatu sistem pola berpikir yang logis tertentu. Yang dimaksud dengan a logreally uniform system of thought, ini tak lain adalah pada pikir ilmiah. IPA tidak hanya dipandang sebagai kumpulan pengetahuan tetapi juga dapat dipandang sebagai suatu metode. Bernal dalam bukunya Serence in History Jilid I menyatakan bahwa lPA dapat dipandang sebagai (1) Institusi, (2) Metode, (3) Kumpulan pengetahuan, (4) Suatu faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi, (5) Salah satu faktor penting yang mempengarui sikap dan pendayaan manusia terhadap alam. Khusus IPA sebagai metode, Bernal menjelaskan bahwa 8 9 dalam hal ini terlihat upaya berupa observasi. Eksperimen pengunaan alat dan berbagai perhitungan matematik. Bernal (dalam Hendro dan Kaligis, 1991;4) menyebutkan 2 fungsi IPA yang sangat penting yaitu meningkatkan produksi dan untuk mengubah sikap dan pendayaan manusia terhadap alam. IPA memang dapat sebagai faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan produksi, karena IPA menggunakan pendekatan eksperimentasi, dengan suatu uji coba sehingga dapat diketahui dengan jelas faktor-faktor penghambat untuk mencapai tujuan. IPA tidak mengunakan tahyul dan mitos ataupun kepercayaan yang kesemuanya itu akan menjurus pada peta kerja tradisional yang tetap seperti itu dari zaman ke zaman. Bahwa 1PA berfungsi untuk merubah sikap manusia terhadap alam semesta. Dapat digambarkan sebagai berikut: Dahulu orang percaya bahwa pelangi adalah suatu pembiasan cahaya oleh bentuk-bentuk air di udara. Dahulu orang percaya bahwa gerhana bulan disebabkan bulan ditelan oleh kepala raksasa sakti. Dengan lPA orang mengerti bahwa gerhana bulan terjadi karena bulan tertutup oleh bayangan bumi. 1. IPA Sebagai Pemupukan Sikap Mengingat kajian ini ditujukan untuk pengajaran 1PA di SD maka pengertian “sikap” di sini dibatasi pada “sikap ilmiah terhadap alam sekitar”. Menurut Herlen (dalam Hendro dan Kaligis 1991;7) setidak-tidaknya ada sembilan aspek ilmiah yang dapat dikembangkan pada usia Sekolah Dasar, yaitu: a. Sikap ingin tahu (curiousity) Sikap ingin tahu di sini maksudnya adalah suatu sikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek yang diamatinya. Kata benar sini artinya rasional atau masuk akal dan objektif atau sesuai dengan kenyataan. Anak usia SD mengungkapkan rasa ingin tahunya dengan jalan bertanya. Bertanya pada gurunya, temannya atau pada dirinya sendiri. Adalah tugas guru untuk memberikan kemudahan bagi anak untuk mendapatkan jawaban yang benar. Jawaban itu tidak harus dari guru tetapi mungkin dapat diperolah anak itu sendiri baik atas inisiatif sendiri, maupun atau petunjuk dari gurunya. 10 b. Sikap ingin mendapatkan Sesuatu yang baru (originality) Sikap ini bertitik tolak dari kesadaran bahwa jawaban yang telah mereka peroleh dari rasa ingin tahu itu tidaklah bersifat final atau mutlak, tetapi masih bersifat sementara atau tentatif. Hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan berpikir maupun keterbatasan pengamatan panca indra manusia untuk menetapkan suatu kebenaran. Jadi jawaban benar yang telah mereka peroleh itu sebatas pada suatu “tembok ketidaktahuan”. Orang mempunyai sikap ingin mandapatkan sesuatu yang baru adalah orang yang ingin menguak tembok ketidaktahuannya itu untuk memperoleh suatu yang original meskipun ia tahu akan sampai ke tembok ketidaktahuan berikutnya. Sikap anak usia SD seperti itu dapat dipupuk dengan cara mengajaknya melakukan pengamatan langsung pada objekobjek yang terdapat dilingkungan sekolah. Data yang mereka peroleh akan dapat memberikan sesuatu yang “baru” baginya tentang objek yang diamatinya itu. c. Sikap kerja sama (cooperation) Yang dimaksud dengan kerja sama di sini adalah kerja sama untuk memperoleh pengetahuan yang lebih banyak. Seorang yang bersikap cooperstive ini menyadari bahwa pengetahuan yang dimiliki orang lain mungkin lebih banyak dan lebih sempurna dari pada apa yang ia miliki. Oleh karena itu untuk meningkatkan pengetahuannya ia merasa membutuhkan kerja sama dengan orang lain. Kerja sama ini dapat pula bersifat berkesinambungan. Kita dapat bayangkan betapa panjangnya kerja sama yang berkesinambungan sejak ditemukannya listrik sampai orang dapat membuat pesawat televisi. Anak usia Sekolah Dasar memang perlu dipupuk sikapnya untuk dapat bekerjasama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dalam bentuk kerja kelompok, pengumpulan data maupun diskusi untuk menarik suatu kesimpulan hasil observasi. 11 d. Sikap tidak putus asa (persevernce) Suatu usaha apapun, biasanya ada saja hambatannya. Seorang ilmuan mungkin saja telah menghabiskan waktu bertahun-tahun dengan biaya yang banyak namun belum juga memperolah apa yang ia cari. Namun ia tidak putus asa karena ia tetap yakin bahwa kegagalan yang ia alami setidaknya memberi petunjuk yang berguna bagi ilmuan lain untuk tidak memberi petunjuk yang berguna bagi ilmuan lain untuk tidak mengambil jalan yang serupa. Adalah tugas guru untuk memberikan motivasi bagi anak didik yang mengalami kegagalan dalam upayanya menggali ilmu dalam bidang IPA agar tidak putus asa. e. Sikap tidak berprasangka (open mindedness) Sejak awalnya IPA mengajarkan kepada kita untuk menetapkan kebenaran berdasarkan dua kreteria yaitu rasionalitas dan objektivitas. Percobaan benda jatuh bebas dari Galileo mengingatkan kita bahwa “benar” menurut akal sehat saja tidaklah cukup karena banyak yang kita pikir itu benar ternyata itu keliru. Seperti halnya matahari beredar mengelilingi bumi telah dipercaya orang akan kebenaranya selama ribuan tahun lamanya. Munculnya faktor objektivitas dalam menetapkan kebenaran menjadikan orang tidak lagi purba kala. Sikap tidak purba kala dapat dikembangkan secara dini kepada anak usia SD dengan jalan melakukan observasi dan eksperimen dalam mencari kebenaran ilmu. f. Sikap mawas diri (self criticism) Seorang ilmuan sangat menjunjung tinggi kebenaran. Objektivitas tidak hanya ditujukan di luar dirinya tetapi juga terhadap dirinya sendiri. Itulah sikap mawas diri untuk menjunjung tinggi kebenaran. Anak usia SD harus dikembangkan sikapnya untuk jujur pada dirinya sendiri, menjunjung tinggi kebenaran dan berani melakukan koreksi pada dirinya sendiri. g. Sikap bertangung jawab (responsibility) Berani mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuatnya adalah suatu sikap yang mulia. Sikap ini memang bukan monopoli dari para ilmuan dalam mencari kebenaran namun tidak ada satu orang pun yang 12 tidak setuju bahwa anak didik kita dipupuk menjadi manusia yang bersikap tanggungjawab. Sikap bertanggungjawab harus dikembangkan sejak usia SD, misalnya dengan membuat dan melaporkan hasil pengamatan, hasil eksperimen ataupun hasil kerjanya yang lain kepada teman sejawat, guru atau orang lain, dengan sejujurnya. h. Sikap berpikir bebas (independence in thiking) Katakan merah kalau memang bunga mawar itu berwarna merah, katakanlah biru alir laut itu berwarna biru, tetapi jangan katakan air laut itu asin karena guru (menyuruh) mengatakan asin. Itulah gambaran berpikir bebas. Dalam dunia ilmu pengetahuan, objektivitas merupakan unsur yang mutlak diperlukan karena objektivitas merupakan salah satu kriteria kebenaran ilmu. i. Sikap kedisiplinan diri (self discipline) Menurut Morse dan Wingo (dalam Hendro dan Kaligis 1991;10) dalam bukunya Psychology and Teaching, mengatakan bahwa kedisplinan diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat mengontrol adapun dapat mengatur dirinya menuju kepada tingkah laku yang dikehendaki dan yang dapat diterima oleh masyrakat. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa untuk sampai kepada kedisplinan diri yang bertanggung jawab haruslah dimulai dari suatu tahap dependence (tahap ketergantungan dari yang membimbing), kemudian secara bertahap kontrol dari pembimbing dilepaskan untuk sampai kepada tahap idenpendence (tahap tidak ketergantungan dari yang membimbing) yaitu: tahap si anak menjadi dewasa untuk mengatur atau mengontrol dirinya sendiri. Adalah tugas guru untuk dapat mengatur kapan ia harus melakukan pengontrolan secara penuh dan kapan ia harus melepaskan pengontrolan secara bertahap dan tepat guna yang kesemuanya itu ditujukan kepada terbentuknya kedisplinan diri pada anak didiknya. Sebagai saran, salah satu bentuk pengembangan kedisplinan diri adalah pengorganisasian kelas termasuk adanya regu-regu kebersihan dan sebagainya yang dapat di atur sendiri oleh anakanak 13 2. IPA Sebagai Produk Tinjauan pendekatan IPA bukan hanya untuk memahami pengetahuan tentang fakta-fakta, konsep-konsep, ketrampilanketrampilan dan sikap-sikap yang diperlukan untuk mencapai pengetahuan itu. Tujuan yang disebutkan pertama, dikenal dengan pengembangan proses IPA. Tinjauan utama pendidikan IPA ialah agar siswa memahami konsep-konsep IPA yang sederhana dan saling keterkaitannya, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dengan lebih menyadari kebesaran dan kebiasaan pencipta alam semesta (Hadiat, 1996;2). Jelaslah bahwa dari siswa dituntut bukan hanya paham konsep-konsep 1PA, tetapi juga dituntut untuk merefleksikan pengetahuan yang diperoleh ke dalam bentuk teknologi yang mampu mensejahterakan kehidupan mereka serta generasi berikutnya tanpa harus meninggalkan nilai-nilai positip agama, budaya, serta pendidikan. Anak SD, metode ilmiah tentu dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan, dengan harapan bahwa pada akirnya akan terbentuk suatu paduan yang lebih utuh sehingga anak SD dapat melakukan penelitian sederhana. Adapun pentahapan pengembangannya disesuaikan dengan tahapan dari suatu proses penelitian eksperimen, yang meliputi observasi, klasifikasi, interprestasi, predikat, hipotesis, pengendalian variabel, merencanakan, dan melaksanakan penelitian, informasi, dan komunikasi. 3. IPA Sebagai ketrampilan Proses Keterampilan proses sangat penting dikembangkan kepada diri anak, alasannya: (I) Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi pesat pula sehingga tidak mungkin guru “menyajikan” semuanya itu kepada anak didiknya. Oleh karena itu anak perlu dibekali dengan alat atau ketrampilan untuk mencari dan mengolah informasi dari berbagai sumber dan tidak dari guru. Ketrampilan untuk dapat mencari dan mengolah informasi, itulah yang disebut ketrampilan proses. Ketrampilan proses itu memang mutlak diperlukan anak sebagai bekal dalam kehidupannya pada masa yang akan datang. (2) IPA dapat dipandang dari dua dimensi yaitu: dimensi produk dan dimensi proses sudah sejak lama bangsa kita berpengalaman belajar IPA 14 sebagai produk dan bukan sebagai proses. Akibatnya adalah bahwa bangsa kita hanya sampai pada kemampuan menggunakan IPA dan tidak pandai menghasilkan IPA sebagai gambaran ialah bahwa sampai sekarang kita mengenal berbagai teori dan hukum IPA yang berasal dari luar negeri, misalnya Hukum Boyle, Hukum Archimides, Teori Mendel, Teori Einstein dan sebagainya. Oleh karena itu betapa pentingnya ketrampilan proses yang dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan ilmu itu diajarkan kepada anak didik kita sehingga di masa yang akan datang bangsa kita tidak saja pandai menggunakan IPA tetapi juga pandai memproduksi 1PA. Dengan demikian bangsa kita akan dapat sejajar dengan bangsa maju lainnya.Beberapa ketrampilan proses dalam pengajaran IPA: (1) Ketrampilan mengobservasi, (2) Ketrampilan mengklasifikasi, (3) Ketrampilan menginterprestasi, (4) Ketrampilan mempredeksi, (5) Ketrampilan membuat hipotesis, (6) Keterampilan mngendalikan variabel, (7) Ketrampilan merencanakan dan melaksanakan penelitian eksperimen, (8) Ketrampilan menyimpulkan, (9) Ketrampilan mengaplikasi, (10) Ketrampilan mengkomunikasikan. 2.1.1.3 Teori Belajar Tentang IPA 1. Teori Piaget Proses dan perkembangan belajar anak SD memiliki kecenderungan sebagai berikut: beranjak dari hal-hal yang kongkret, memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu kebutuhan terpadu dan melalui proses manipulatif oleh karena itu pembelajaran di SD harus direncanakan, dilaksanakan dan pada gilirannya dinilai berdasarkan kecenderungan-kecenderungan di atas. Definisi yang paling banyak dikenal adalah perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman. Menurut definisi kognitif belajar adalah suatu proses yang aktif' konstruktif dan berorientasi pada tujuan yang kesemuannya tergantung pada aktifitas mental peserta didik. 15 2. Teori Gestall Menurut teori Gestall yang mengemukakan oleh Nafka dan Wertheiner adalah “insight” merupakan inti dari belajar dalam teori ini belajar diartikan sebagai proses untuk mendapatkan atau untuk mengubah “insight” pandangan harapan untuk atau pola tingkah laku. Dengan mencermati teori Gestall dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku manusia terjadi sebagai hasil latihan. Adapun aplikasi dari teori Piaget dan teori Gestall terhadap pembelajaran IPA keduanya beranjak dari hal-hal yang konkret, memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan terpadu, dan melalui proses manipulatif, sehingga terjadi perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman. 2.1.2 Tinjauan Tentang Quantum Teaching 2.1.2.1 Pengertian Quatum Teaching Quantum teaching adalah pengubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya. Dalam quantum teaching juga menyertakan segala kaitan interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Quantum teaching berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas. Interaksi yang menjadikan landasan dan kerangka untuk belajar (De porter. B, 2004). Quantum Teaching menurut pendapat Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, 1999;56) adalah sebagai berikut: "Quantum Teaching adalah berbagai interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Pembelajaran yang menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses kegiatan belajar dengan cara sengaja mengggunakan musik/mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan pengajaran yang sesuai pengajaran yang efektif dan banyak mengaftifkan siswa. 2.1.2.2 Asas Quantum Teaching Asas utama Quantum Teaching menurut pendapat Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, 1999;56) adalah semua aspek kepribadian manusia. Semua aspek itu 16 meliputi pikiran, perasaan, bahasa isyarat, pengetahuan, sikap dan keyakinan serta persepsi masa mendatang. Jadi belajar akan berhasil apabila dengan cara mengaitkan yang diajarkan dengan suatu peristiwa, pikiran atau perasan yang diperoleh dari kehidupan rumah. Belajar akan berhasil bila guru bisa memahami keadaan siswa-siswanya, sehingga semua materi, pesan yang disampaikan akan tertanam di hati siswa tersebut. Akhirnya dengan pengertian yang lebih luas dan penguasaan lebih mendalam, siswa dapat mengambil apa yang mereka pelajari ke dalam dunia mereka dan menerapkannya pada situasi baru. 2.1.2.3 Prinsip-prinsip Quantum Teaching Menurut Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, 1999;7) Quantum Teaching berprinsip pada: 1. Segalanya berbicara Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh, bahasa isyarat mereka, semuanya mengirim pesan untuk belajar. 2. Segalanya mempunyai tujuan Semua yang dilakukan guru mempunyai tujuan. 3. Pengalaman sebelum pemberian nama Otak kita bisa berkembang pesat dengan adanya rangsangan komunikasi yang akan menggerakkan rasa ingin tahu, oleh karena itu proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mendapat informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk mempermudah mereka mempelajari. 4. Semua usaha siswa harus diakui Belajar mempunyai aturan, belajar berarti melangkah keluar dari kenyataan. Pada saat siswa mengambil langkah ini, mereka pantas mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka sehingga merasa bangga dengan kemampuan yang mereka miliki bisa menimbulkan minat yang lebih besar. 5. Jika pantas dipelajari maka pantas dirayakan Guru sebaiknya sering memberi hadiah kepada siswa yang berhasil dalam menyelesaikan tugas dengan cepat dan benar. Dengan pemberian hadiah 17 berupa pujian, mereka akan merasa dihargai, sehingga mereka akan selalu berusaha agar dapat memecahkan masalah tugas yang diberikan. Menurut Mittahul A’la prinsip-prinsip yang ada dalam Quantum Teaching adalah: (1) Segalanya berbicara, (2) Memiliki tujuan, (3) Mengakui setiap usaha, (4) Layak dipelajari maka layak dirayakan. 2.1.2.4 Model Quantum Teaching Model Quantum Teaching menurut Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, 1999;8) hampir sama dengan sebuah syair lagu, kita dapat membagi unsur tersebut menjadi dua kata ganti yaitu konteks dan isi. Konteks adalah latar untuk pengalaman guru. Konteks meliputi: lingkungan, suasana, landasan, dan rancangan. Isi, yaitu penyajian dan fasilitas saat guru mengajar, unsur-unsur yang sama tertata dengan baik, suasana lingkungan, landasan, penyajian dan fasilitas. Dalam aksi konteks guru akan menemukan semua bagian yang dibutuhkan untuk mengubah yaitu: (1) Suasana yang menyenangkan. (2) Landasan yang kukuh. (3) Lingkungan yang mendukung. (4) Rancangan belajar yang dinamis. Di dalam isi, guru akan menemukan keterampilan cara penyampaian kurikulum apa pun. Strategi yang dibutuhkan oleh siswa yaitu: penyajian yang prima, fasilitas yang luwes, ketrampilan untuk belajar dan ketrampilan hidup. Sintaks pembelajaran Quantum Teaching adalah tumbuhkan, alami, namai, demostrasikan, ulangi dan rayakan (TANDUR). Adapun maksudnya adalah: 1. Menumbuhkan minat dengan memuaskan “apakah manfaatnya bagiku (pelajar)” dan memanfaatkan kehidupan pelajar. 2. Menciptakan atau mendatangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti oleh semua pelajar. 3. Menamai kegiatan yang akan dilakukan selama proses belajar mengajar dengan menyediakan kata kunci, konser, model, rumus, strategi, sebuah “masukan”. 4. Menyediakan kesempatan bagi (mendemonstrasikan) bahwa mereka tahu. pelajar untuk menunjukkan 18 5. Menunjuk beberapa pelajar untuk mengulangi materi dan menegaskan “aku tahu bahwa aku memang tahu ini”. 6. Merayakan atas keberhasilan yang sudah dilakukan oleh pelajar sebagai pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan (De porter B, 2003). 2.1.2.5 Kerangka Rancangan Belajar Quantum Teaching Kerangka rancangan belajar Quantum Teaching menurut Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, 1999;10) ada enam yaitu meliputi: 1. Tumbuhkan, artinya seorang guru dalam mengajar harus dapat menimbulkan minat siswa untuk mengikuti pelajaran, dengan berbagai macam, sehingga dengan minat yang ada maka pembelajaran akan dapat berjalan dengan lancar. 2. Alami, maksudnya seorang guru dalam mengajar harus dapat menciptakan pengalaman umum yang dapat dimengerti oleh siswanya. Guru dalam mengajar memberikan contoh peristiwa yang pernah dilihat anak-anak seharihari. 3. Namai, maksudnya, seorang guru dalam mengajar menggunakan kata yang mudah dimengerti, rumus yang benar, memberi konsep yang jelas, model yang mudah dimengerti, strategi yang mudah dilakukan. 4. Demonstrasikan, maksudnya guru dalam mengajar memberi kesempatan pada siswa untuk menunjukkan bahwa mereka tahu, artinya guru dalam mengajar menggunakan alat peraga untuk mendemontrasikan materi yang diajarkan, sehingga siswa akan mudah mengingat isi pesan yang disampaikan oleh guru. 5. Ulangi, maksudnya guru dalam mengajar dapat menunjukkan cara yang mudah untuk mengulang materi. Misalnya, dengan memberikan rangkuman yang diajarkan tadi. 6. Rayakan, maksudnya seorang guru dalam mengajar dapat memberi pengakuan atas usaha siswa untuk menyelesaikan tugas dan pemerolehan keterampilan serta ilmu pengetahuan. Kelas dapat menjadi rumah tempat siswa, tidak hanya terbuka terhadap umpan balik, tetapi juga menjadi tempat untuk belajar, 19 mengakui dan mendukung orang lain, tempat mereka mengalami kegembiraan dan kepuasan memberi dan menerima, belajar dan tumbuh. 2.1.2.6 Langkah Pembelajaran Quantum Teaching Menurut Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, 1999;14) konteks menata tempat/arena belajar sebagai berikut: 1. Suasana kelas meliputi: bahasa yang dipilih guru, cara menjalin rasa simpati dengan siswa dan sikap siswa guru terhadap siswa dalam belajar. 2. Landasan adalah pedoman yang digunakan guru dalam memberikan materi pelajaran. 3. Lingkungan adalah cara menata ruangan kelas, pencahayaan, warna, pengaturan tempat duduk, pengaturan tanaman, musik serta semua yang mendukung proses belajar. 4. Rancangan adalah penciptaan karakter unsur penting yang bisa menumbuhkan minat siswa mendalami makna dan memperbaiki proses serta tukar-menukar informasi. 2.1.2.7 Strategi Mengajar Quantum Teaching Strategi mengajar Quantum Teaching menurut Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, 1999; 17) ada lima meliputi: 1. Kekuatan terpendam/niat Niat seorang guru akan kemampuan dan motivasi siswa harus terlihat jelas. Waktu pembelajaran berakhir guru memandang siswa dengan cara yang menyakinkan, siswa dianggap dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan benar. 2. Peran Emosi dalam Belajar Memperhatikan emosi siswa dapat membantu guru mempercepat pembelajaran mereka. Memahami emosi mereka dapat membuat pembelajaran lebih berarti dan permanen. Guru menggunakan keadaan positif siswa untuk menarik ke dalam pembelajaran, di bidang mana mereka dapat mengembangkan kompetensinya. Kuncinya adalah membangun ikatan 20 emosional tersebut dengan menciptakan kesenangan dalam belajar, menyakini hubungan yang menyingkirkan segala ancaman dalam suasana belajar. 3. Segala Berperan Serta Siswa menangkap pandangan guru lebih cepat dan akurat dari pada menangkap apa yang diajarkan. Di sini guru memandang siswa seolah seperti murid yang pintar. Guru dalam memberikan pelajaran banyak senyum, banyak mengobrol dengan akrab, dan berbicara dengan cara yang lebih intelektual dan penuh humor, maka siswa akan merasa nyaman dalam menerima pelajaran. 4. Jalinan Rasa Simpati dan Saling Pengertian Untuk menarik keterlibatan Siswa dalam belajar, guru bisa menjalin hubungan, mengakui rasa simpati dan saling pengertian. Hubungan yang harmonis, akan menimbulkan kehidupan bergairah siswa. Bisa membuka jalan memasuki dunia baru mereka. Dengan membina hubungan dengan mereka, maka siswa akan menerima guru dan menerima apa yang diajarkannya. 5. Keriangan dan Ketakjuban Jika guru bisa menciptakan suasana yang menyenangkan, bisa membuat siswa siap belajar, dan lebih mudah, dan dapat mengubah sifat negatif serta memberi pengakuan terhadap siswanya, akuilah setiap usaha semua orang senang diakui. Menerima pengakuan membuat orang bisa merasa bangga, percaya diri dan bahagia. Penelitian yang mendukung konsep bahwa kemampuan siswa akan meningkat karena pengakuan guru. Dalam kajian Garden Wells mengenai bahasa belajar anak, dia mengutip: “Jika diharapkan melakukan transformasi dengan mudah dan percaya diri, mereka harus mengalami lingkungan baru, sekolah sebagai sesuatu yang menggerakkan dan menantang. Dalam lingkungan ini sebagai usaha harus berhasil dan mereka harus diakui sebagai diri mereka dan apa yang dapat mereka lakukan. anak yang merasa atau dibuat merasa”. 21 2.1.2.8 Penerapan Pembelajaran Quantum Teaching Dalam Pembelajaran IPA Berdasarkan Standar Proses Standar proses pendidikan dapat diartikan sebagai suatu bentuk teknis yang merupakan acuan atau kriteria yang dibuat secara terencana atau didesain dalam pelaksanaan pembelajaran (UU No 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah). Masih mengacu pada UU tersebut (UU No 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah), hal-hal yang diatur dalam standar proses terdiri dari perencanaan proses pembelajaran yang meliputi menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompentensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran materi pembelajaran, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar dan sumber belajar; pelaksanaan proses pembelajaran dimana hal-hal yang harus diperhatikan antara lain rombongan belajar maksimal, beban kerja minimal guru, buku pelajaran, dan pengelolaan kelas; penilaian hasil pembelajaran tujuannya digunakan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik, digunakan untuk menyusun laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan secara tes tertulis maupun tes lisan, dan nontes dalam bentuk pengamatan kerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran; serta pengawasan proses pembelajaran yang dilakukan dengan cara pemantauan, supervisi, evaluasi dan pelaporan. Berdasarkan pada hal yang telah dipaparkan, maka dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching pada mata pelajaran IPA pada siswa SD kelas 3, standar kompentensi dan kompentensi dasar (SK/KD), adalah SK/KD mata pelajaran IPA kelas 3 pada semester II, indikator pencapaian, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan penilaian yang dilakukan, serta bentuk penilaian yang dilakukan antara lain dijabarkan dalam 22 RPP berkarakter berdasarkan sintaks model pembelajaran Quantum Teaching pada tabel 1 berikut ini: Tabel 1 Sintaks Model Pembelajaran Quantum Teaching No A B Kegiatan pembelajaran Kegiatan Awal Guru mengawali pembelajaran dengan 1. Salam 2. Doa 3. Pengkondisian kelas 4. Absensi 5. Mengajak siswa bernyanyi Apersepsi dan Motivasi Guru bertanya kepada siswa 1. Guru bertanya kepada siswa papan tulis berbentuk apa? 2. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. 3. Guru memotivasi siswa dan menginformasikan cara belajar yang akan ditempuh dalam proses pembelajaran (dengan model pembelajaran Quantum Teaching) Kegiatan Inti Eksplorasi Dalam kegiatan eksplorasi, guru: 1. Guru melakukan tanya jawab dengan siswa untuk melihat kemampuan siswa, dan melihat siswa yang aktif. 2. Guru menyampaikan materi/pelajaran yang akan dipelajari. 3. Guru membagi siswa 5 kelompok yang terdiri dari 4-5 orang dari yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi digabungkan. Elaborasi Dalam kegiatan elaborasi, guru: 1. Guru membagikan bahan-bahan diskusi kelompok pada setiap kelompok. 2. Siswa bekerja dalam kelompok mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. 3. Guru memantau kerja masing-masing kelompok dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan. 4. Perwakilan kelompok maju untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok. Guru bertindak sebagai fasilitator. 5. Guru membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam memprsentasikan hasil kerja kelompoknya. 6. Guru memberi evaluasi kepada masing-masing siswa dan siswa mengerjakannya secara individu. 23 C 7. Siswa mengerjakan evaluasi yang telah di berikan guru ke pada masing-masing individu. 8. Guru mengoreksi hasil kerja kelompok siswa. 9. Guru mengoreksi hasil evaluasi siswa yang di kerjakan secara individu. 10. Guru memberi penghargaan pada kelompok yang presentasi yang baik atau yang mendapat nilai tinggi. Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, guru 1. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum jelas dari materi yang disampaikan. 2. Guru memberi motivasi berupa pujian kepada siswa yang belum berhasil dalam proses pembelajaran. Kegiatan Akhir 1. Guru membimbing siswa menyimpulkan pembelajaran. 2. Guru menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam. Berdasarkan tabel 1 dapat kita ketahui tahapan-tahapan serta langkah- langkah dalam proses pembelajaran model pembelajran Quantum Teaching. Dalam tabel 1 tersebut memberikan gambaran bagaimana semestinya penerapan pembelajaran yang harus dilakukan, mulai dari kegiatan awal, apersepsi dan motivasi, kegiatan inti (eksplorasi, elaborasi, konfirmasi), serta kegiatan akhir. Dalam kegiatan akhir tindakan guru membiimbing siswa menyimpulkan pembelajaran dan menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam. 2.1.3 Hasil Belajar 2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar Kegiatan belajar mengajar dikatakan efisien jika hasil belajar yang diinginkan dapat dicapai dengan usaha yang sekecil mungkin. Perwujudan perilaku belajar biasanya dapat dilihat dari adanya perubahan-perubahan kebiasaan, keterampilan, dan pengetahuan, sikap dan kemampuan yang biasanya disebut sebagai hasil belajar. Agus Suprijono (2011: 7) berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salahsatu aspek potensi kemanusiaan saja. Ada korelasi antara proses pengajaran dengan hasil yang 24 dicapai Nana Sudjana (2010: 37). Makin besar usaha untuk menciptakan kondisi proses pengajaran, makin tinggi pula hasil atau produk dari pengajaran itu. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Horward Kingsle (Sudjana, 2010: 22) membagi tiga macam hasil belajar yaitu: (a) Keterampilan dan kebiasaan; (b) Pengetahuan dan pengertian; (c) Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Sedangkan Gagne (Agus Suprijono, 2011: 5) membagi lima kategori hasil belajar yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) ketrampilan motorik, dan (e) sikap. Benyamin Bloom (Sudjana, 2010: 23) secara garis besar membagi hasilbelajar menjadi tiga ranah yaitu: a. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. b. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. c. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotor, yakni gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan komplek, dangerakan ekspresif dan interpretative. Maka dapat disimpulakan bahwa hasil belajar merupakan suatu alat untuk mengukur keberhasilan siswa sebagai sarana untuk membantu petumbuhan dan perkembangan siswa. Hasil belajar merupakan tujuan dari proses pendidikan yang akan dicapai mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik dalam rangka 25 memperoleh suatu perubahan kearah lebih baik. Hasil belajar dapat dilihat melalui hasil tes akhir yang diberikan guru kepada peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran lazimnya ditunjukkan dengan nilai atau angka-angka. 2.1.3.2 Penilaian Hasil Belajar Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil belajar yang dicapai peserta didik dengan kriteria tertentu lazimnya ditunjukan dengan nilai atau angka-angka dan diberikan oleh guru. Menurut Depdiknas (2008: 4) hasil belajar peserta didik pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Penilaian pencapaian hasil belajar peserta didik adalah salah satu kegiatan yang merupakan kewajiban bagi setiap guru, karena setiap guru pada akhirnya harus dapat memberikan informasi kepada peserta didik maupun lembaganya, bagaimana dan sampai dimana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai peserta didik tentang materi dan ketrampilanketrampilan mengenai mata pelajaran yang diberikan. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 64 ayat 1 dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Menurut Depdiknas (2005: 6) sejalan dengan fungsi penialaian di atas maka tujuan dari penilaian hasil belajar adalah untuk: a. Mendeskripsikan kecakapan belajar peserta didik sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya, b. Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah, dalam aspek intelektual, sosial, emosional, moral, dan ketrampilan yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku peserta didik, dan 26 c. Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pembelajaran serta strategi pelaksanaannya. Berdasarkan uraian maka penilaian hasil belajar peserta didik hendaknya tidak dipandang sebagai kekurangan pada diri peserta didik semata-mata, tetapi juga bisa disebabkan oleh program pembelajaran yang diberikan kepadanya atau oleh kesalahan strategi dalam melaksanakan program tersebut. Misalnya guru kurang tepat dalam memilih dan menggunakan metode mengajar serta alat bantu yang digunakan dalam pembelajaran. Hasil belajar dapat dilihat melalui hasil tes akhir yang diperoleh peserta didik yang lazimya ditunjukkan dengan nilai atau angka-angka setelah mengikuti proses pembelajaran. 2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Peneliti oleh Krisnasari Selvy dengan Judul penelitian “Penerapan model Quantum Teaching untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SDN Parangargo 1 Kecamatan Wagir Kabupaten Malang”. Masalah Pada observasi awal peneliti mendapatkan data guru belum optimal dalam mengendalikan laju komunikasi dalam pembelajaran, hasil belajar siswa pun rendah. Nilai rata-rata tes hanya 5,6, dan dari 28 orang siswa, 12 orang siswa yang lulus 42,85%, sedangkan sisanya 16 atau 57,15% mendapatkan nilai di bawah KKM IPA yaitu 6,5. Hasil penelitian Berdasarkan perbandingan hasil belajar siswa pada penelitian awal, siklus I dan siklus II, dilihat dari perbandingan nilai rata-rata, pada penelitian awal nilai rata-rata tes kelas 5,64, pada siklus I rata-rata kelas menjadi 6,42, dan pada siklus II rata-rata kelas menjadi 8,17. Pada penelitian awal jumlah siswa yang lulus hanya 12 orang (42,85%), dan 16 orang lainnya (57,15%) tidak lulus. Pada siklus I jumlah siswa yang lulus bertambah menjadi 21 orang (75%) siswa yang tidak lulus 7 orang (25%). Peningkatan jumlah siswa yang lulus juga terlihat pada siklus II jumlah siswa yang lulus 28 orang (100%) atau dengan kata lain seluruh siswa lulus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching dapat meningkatkan hasil belajar IPA. 27 Dengan analisis tersebut maka peneliti melakukan penelitian dengan menerapkan model pembelajaran Quantum Teaching untuk meningkatkan hasil belajar khususnya mata pelajaran IPA. 2.3 Kerangka Berpikir Berpijak pada masalah yang ada Quantum Teaching adalah suatu pembelajaran yang dirancang untuk memudahkan anak untuk belajar, karena pembelajaran Quantum Teaching merupakan pembelajaran yang dirancang untuk membuat siswa senang, dari permulaan sampai akhir pelajaran. Dengan keadaan yang menyenangkan itu siswa tidak merasa terbebani dalam menerima pelajaran, karena dalam pembelajaran Quantum Teaching dirancang sedemikian rupa sehingga siapapun yang mengikuti pelajaran akan merasa senang. Situasi yang menggembirakan itu semua materi yang diberikan oleh guru akan mudah diterima oleh siswa. Dalam pembelajaran Quantum Teaching, siswa mendapat perhatian apabila siswa dapat mengerjakan tugas dengan baik. Adanya penghargaan dari guru atau dari teman-temannya siswa akan merasa termotivasi secara tidak langsung. Dalam pembelajaran Quantum Teaching siswa juga mendapat pengakuan dari guru. Mendapatkan pengakuan dari guru atau teman lain siswa akan merasa dihargai. Keadaan yang selalu menggembirakan itu siswa akan selalu berlomba-lomba untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru, karena mereka tahu siapa yang dapat menyelesaikan tugas dengan baik akan selalu mendapat perhatian secara khusus. Dalam pembelajaran Quantum Teaching materi pembelajaran diberikan dengan berbagai cara misalnya dengan menyanyi, dengan membaca puisi, sehingga seolah-olah siswa tidak belajar, padahal mereka belajar dengan penuh semangat. Guru dalam menyampaikan materi diikuti dengan humor, sehingga siswa tidak merasa takut, tidak merasa berat dalam menerima pelajaran. Guru dalam menjelaskan materi harus dapat menyederhanakan rumus agar mudah dipelajari oleh anak. Lebih-lebih materi pelajaran IPA itu banyak praktik, tidak hanya teori, anak diajak untuk mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan materi yang dipraktikkan siswa akan mudah mengingat dari pada hanya teori. pembelajaran Quantum Teaching siswa juga diperhatikan dalam 28 cara-cara belajar yang mereka sukai sesuai dengan tipe siswa masing-masing. Jadi siswa tidak harus duduk di kursi tetapi siswa bisa memilih sesuai tipenya masingmasing. Dengan diberikan kebebasan di dalam memilih siswa akan merasa bebas tidak terikat sehingga siswa tidak merasa dipaksa harus begini. Dalam pembelajaran Quantum Teaching guru dianggap mitra sehingga anak akan merasa bebas untuk bertanya pada guru, adapun permasalahan dapat dipecahkan dengan baik. Dalam belajar siswa akan bebas dari permasalahan, sehingga siswa mengikuti pelajaran dengan senang. Dalam pembelajaran Quantum Teaching siswa akan bebas mengeluarkan pendapat. Karena dia merasa diberi kebebasan, secara langsung, potensial akan kelihatan, dengan anak memperlihatkan potensinya secara langsung pengetahuan siswa mudah bertambah Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, 1997;96). Dalam pembelajaran Quantum Teaching siswa diberi kesempatan untuk memberikan wawasan, anak diberi kebebasan, untuk memilih sesuai dengan kemauannya asalkan tidak menyimpang dari materi. Anak diajak untuk mendemonstrasikan materi yang diajarkan, sehingga ingatan siswa akan tahan lama. Dalam pembelajaran Quantum Teaching, menurut Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, I999;91-93) bakat anak akan digali melalui berbagai cara misalnya dengan musik atau dengan menyanyi, dengan menyanyi hati anak akan senang dan akan mudah menerima pelajaran. Karena materi pelajaran bisa disampaikan dengan cara membaca puisi, dengan bernyanyi bergembira, mendemonstrasikan secara langsung dengan melibatkan anak itulah sebabnya, pembelajaran Quantum Teaching dapat meningkatkan hasil belajar. 2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan masalah penelitian, tinjauan pustaka, dan kerangka pemikiran, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: pembelajaran Quantum Teaching dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas 3 di SD Negeri Dukuh 01 Salatiga Tahun Pelajaran 2012/2013.