1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah bagian dari manusia yang selalu tumbuh dan berkembang bahkan lebih pesat pada awal kehidupannya. Santrock (2002) mendefinisikan, “Masa awal kanak-kanak (early childhood) ialah periode perkembangan yang merentang dari akhir masa bayi hingga usia kira-kira 5 atau 6 tahun, periode ini kadang-kadang disebut tahun-tahun prasekolah.” Anak yang berada pada usia tersebut memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap lingkungan sekitarnya. Piaget mengemukakan bahwa anak adalah seorang pengkonstruk yaitu seorang penjelajah yang aktif, selalu ingin tahu, selalu menjawab tantangan lingkungan sesuai dengan interpretasi (penafsirannya) tentang ciri-ciri esensial yang ditampilkan oleh lingkungan tersebut (Nugraha, 2008). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 memberikan definisi sebagai berikut, “Pendidikan anak usia dini, yang selanjutnya disingkat PAUD, merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Untuk mencapai tujuan pendidikan anak usia dini secara optimal, anak harus diberi stimulus yang tepat sesuai tahapan usianya. Sejalan dengan hal tersebut, anak harus diberi pengalaman belajar yang mendorong rasa ingin tahu, menyenangkan dan bermakna, yang nantinya akan menjadi bekal anak untuk memasuki pendidikan yang lebih lanjut. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, menyatakan bahwa, “Lingkup 1 2 perkembangan anak meliputi nilai-nilai agama dan moral, bahasa, motorik, kognitif dan sosial emosional. Perkembangan kognitif anak usia 5-6 tahun dibagi menjadi tiga yaitu pengetahuan umum dan sains, konsep bentuk, warna, ukuran dan pola serta konsep bilangan lambang bilangan dan huruf”. Lebih lanjut dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) bahwa indikator pencapaian perkembangan anak usia 5-6 tahun dalam lingkup sains adalah mengenal benda-benda disekitarnya (nama, warna, bentuk, ukuran, pola, sifat, suara, tekstur, fungsi dan ciri-ciri lainnya) serta mengenal lingkungan alam (hewan, tanaman, cuaca, tanah, air, batubatuan dan lain-lain). Pengenalan sains sangat penting diberikan kepada anak sejak usia dini, karena karakteristik anak selalu ingin tahu dan bertanya segala sesuatu yang menarik bagi mereka. Pengertian sains sendiri menurut Fisher adalah suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode yang berdasarkan pada pengamatan dengan penuh ketelitian (Nugraha, 2008). Sains menurut Neuman adalah produk dan proses, sebagai produk sains adalah pengetahuan yang terorganisir dengan baik mengenai dunia fisik alami. Sebagai proses, sains mencakup menelusuri, mengamati dan melakukan percobaan. Penting bagi anak untuk ikut dalam proses ilmiah, karena keterampilan yang mereka dapatkan berdampak bagi perkembangan lainnya seperti sikap religius, keterampilan berpikir kreatif, kemampuan afektif dan kemampuan psikomotorik anak yang akan bermanfaat selama hidupnya (Yulianti, 2010). Ruang lingkup pembelajaran sains menurut Abruscato (1996) ada tiga, studi tentang ilmu bumi (earth and space science) meliputi pengetahuan tentang bintang, matahari dan planet, kajian tentang tanah, batuan dan pegunungan serta kajian tentang cuaca atau musim. Selanjutnya studi tentang ilmu hayati (life science) meliputi studi tentang 3 tumbuhan, hewan, hubungan hewan dan tumbuhan serta hubungan makhluk hidup dengan lingkungan. Lingkup ketiga adalah ilmu tentang fisika (physical science) meliputi studi tentang daya, energi, rangkaian dan reaksi kimiawi. Selanjutnya, Balantic, dkk (2005) menyebutkan ruang lingkup life science anak TK adalah keturunan dan adaptasi yang meliputi perbedaan makhluk hidup dan benda mati. Auffredou, dkk (2005) menyebutkan lingkup pembelajaran life science pada anak TK adalah mendeskripsikan karakteristik makhluk hidup, mengetahui perbedaan tanaman sekitar dan mengetahui perbedaan binatang sekitar. Sejalan dengan pendapat di atas, Trundle, dkk (2015) menyebutkan lingkup pembelajaran life science pada anak meliputi perbedaan antara makhluk hidup dan benda mati, pertumbuhan dan perkembangan organisme (termasuk manusia), kuman dan penyakit menular, dan tumbuhan dan hewan. Berdasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan beberapa sumber tersebut, peneliti dapat membuat kesimpulan bahwa konsep dasar yang dapat dikembangkan pada anak usia dini berkaitan dengan kemampuan life sciene adalah membedakan makhluk hidup dan benda mati, membedakan binatang dan mengetahui karakteristik tanaman. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti di TK BA Aisyiyah, Polokarto, Sukoharjo, guru kelas masih menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran life science sehingga pembelajaran berpusat pada guru dan anak hanya menjadi pendengar saja. Anak jarang diberikan benda konkrit sebagai media dan sumber belajar. Pembelajaran menjadi abstrak dan teoritis sehingga anak sulit memahami 4 pembelajaran yang diberikan guru. Anak belum mampu membedakan gambar benda mati dan makhluk hidup dengan benar, anak belum mampu menyebutkan benda mati dengan benar dan menganggap benda mati adalah hantu, setan dan orang meninggal, anak belum mengetahui perbedaan makhluk hidup dan benda mati, anak sudah mampu membedakan perbedaan binatang bertelur dan melahirkan tetapi dengan bantuan guru, anak sudah mengetahui satu sampai dua kebutuhan tanaman, anak sudah mengetahui bagian tanaman tetapi belum mengetahui fungsinya dengan benar. Sehingga kemampuan life science anak belum optimal. Stimulasi perkembangan anak usia dini dalam lingkup life science dapat dilakukan dengan pemberian pembelajaran yang kreatif, aktif dan menyenangkan bagi anak. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran quantum learning. Quantum learning berakar dari upaya Lozanov dengan eksperimennya tentang suggestopedia. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apapun memberikan sugesti positif atau negatif. Quantum learning memadukan antara lingkungan kelas yang positif, suasana belajar yang nyaman serta memungkinkan anak untuk menggunakan permainan fisik. Teknik yang digunakan untuk memberikan sugesti positif adalah mendudukkan peserta didik secara nyaman, memasang musik latar didalam kelas, meningkatkan partisipasi individu dan menggunakan poster besar untuk menonjolkan informasi (Deporter & Hernacki, 2006). Deporter, Reardon dan Singer (Sa’ud, 2008) menyatakan bahwa kerangka pembelajaran quantum learning adalah Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan (TANDUR), yaitu : Tumbuhkan, yaitu dengan memberikan apersepsi yang cukup sehingga sejak awal kegiatan, anak telah termotivasi untuk belajar dan memahami manfaat apa yang dipelajari dari pembelajaran life science. Alami, berikan pengalaman nyata kepada setiap anak, anak dapat melihat benda nyata 5 seperti ayam dan batu agar anak dapat mengamati, menyentuh dan meraba secara langsung makhluk hidup dan benda mati. Namai, sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi, dan metode lainnya, seperti anak mendapatkan pengetahuan tentang informasi makhluk hidup dan benda mati dengan bantuan guru melalui gambar poster yang disediakan misalnya, bergerak, makan, minum dan lain-lain. Demonstrasikan, sediakan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan kemampuannya, anak maju ke depan kelas menunjukkan ayam dan batu kemudian menjelaskan sesuai kemampuan mereka. Ulangi, beri kesempatan untuk mengulangi apa yang telah dipelajarinya, sehingga setiap anak merasakan langsung dimana kesulitan akhirnya datang kesuksesan, kami bisa bahwa kami bisa. Hal ini dapat dilakukan anak dengan permainan menempel gambar makhluk hidup dan benda mati. Rayakan, anak diberikan pujian untuk menghargai usaha mereka, dimaksudkan sebagai respon pengakuan yang proporsional. Kerangka belajar TANDUR sangat sesuai untuk pembelajaran life science karena anak diajak untuk mengetahui apa manfaat pembelajaran life science, setelah tahu manfaatnya anak diajak untuk mengalami secara langsung apa yang mereka akan pelajari, setelah mengalami, anak mengetahui nama dan konsep yang dipelajari, anak selanjutnya diberi kesempatan untuk menunjukkan pengetahuan mereka, kemudian anak mengulangi lagi pengetahuan mereka yang dapat dilakukan melalui permainan dan yang terakhir guru memberikan pujian, kata positif maupun memberi hadiah untuk menghargai usaha anak. Sehingga, melalui model pembelajaran quantum learning dengan kerangka TANDUR tersebut, anak ikut berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan lebih mudah dalam memahami life science. Penelitian tentang quantum learning juga pernah dilakukan oleh Acat dan AY (2014) yang menunjukkan bahwa quantum learning tidak saja meningkatkan kemampuan anak dalam sains tetapi juga meningkatkan memori otak anak serta meningkatkan sikap positif. Berdasarkan masalah 6 diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Efek Quantum Learning terhadap Kemampuan Life Science Pada Anak Usia 5-6 Tahun TK BA Aisyiyah, Polokarto, Sukoharjo. B. Indentifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Pembelajaran yang dilaksanakan di TK BA Aiyisyah, Polokarto, Sukoharjo menggunakan metode ceramah, anak tidak diajak berpartisipasi sehingga kemampuan life science anak belum optimal. 2. Belum dilakukannya variasi model pembelajaran yang dilakukan guru dalam mengajar. 3. Anak belum mampu membedakan gambar benda mati dan makhluk hidup dengan benar. 4. Anak belum mampu menyebutkan benda mati dengan benar dan menganggap benda mati adalah hantu, setan dan orang meninggal, 5. Anak belum mengetahui perbedaan makhluk hidup dan benda mati. 6. Anak sudah mampu membedakan perbedaan binatang bertelur dan melahirkan tetapi dengan bantuan guru. 7. Anak sudah mengetahui satu sampai dua kebutuhan tanaman, anak sudah mengetahui bagian tanaman tetapi belum mengetahui fungsinya dengan benar. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah diatas, diperlukan pembatasan masalah efek kemampuan life science yang meliputi membedakan makhluk hidup dan benda mati, mengetahui karakteristik binatang bertelur dan binatang melahirkan dan mengetahui karakteristik tanaman melalui model quantum learning. 7 D. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah efek quantum learning terhadap kemampuan life science pada anak usia 5-6 tahun TK BA Aisyiyah, Polokarto, Sukoharjo ? E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efek quantum learning terhadap kemampuan life science pada anak usia 5-6 tahun TK BA Aisyiyah, Polokarto, Sukoharjo. F. Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian diatas, manfaat penelitian dapat ditinjau dari dua aspek yakni aspek teoritis dan aspek praktiks, manfaat dari masing-masing aspek sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Sebagai pengetahuan baru bahwa quantum learning dapat dijadikan model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran life science di TK. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Anak Berkembangnya kemampuan life science anak melalui model pembelajaran quantum learning. b. Bagi Guru Betambahnya wawasan guru mengenai model pembelajaran quantum learning. c. Bagi Sekolah Sekolah memiliki kebijakan menerapkan model quantum learning dalam proses pembelajaran agar tercipta variasi model pembelajaran yang kreatif, inovatif dan menyenangkan bagi anak.