BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Percaya Diri Percaya diri merupakan faktor penting yang perlu ditumbuhkan dalam diri siswa. Dengan percaya diri siswa mampu mengungkapkan pikiran/pendapat dan dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Menurut Lina dan Klara (2010:14-15), “percaya diri adalah rasa yakin dan percaya bahwa kita dapat melakukan atau meraih suatu hal. Dijelaskan pula bahwa kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap penilaian diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya”. Menurut Subini (2011:79), “bahwa rasa percaya diri merupakan modal belajar yang sangat penting. Seseorang yang marasa dirinya mampu mempelajari sesuatu maka keyakinannya itu akan menuntunya menuju keberhasilan. Kepercayaan pada diri sendiri sama dengan keyakinan untuk mampu melakukan sesuatu dan berhasil”. “Aminudin (2010:88) menjelaskan bahwa, percaya diri adalah kondisi mental/psikolagis diri seseorang yang member keyakinan kuat pada dirinya untuk melakukan suatu tindakan”. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa percaya diri adalah rasa yakin bahwa dapat melakukan suatu hal. Keyakinan itu yang mampu mengerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu. 2.1.2 Ciri-ciri Orang Percaya Diri Orang yang percaya diri tentunya memiliki ciri-ciri yang dapat dilihat. Menurut Lina dan Klara (2010:16-21), “bahwa ciri orang yang percaya diri adalah; (1) Percaya akan kemampuan, (2) Tidak terdorong untuk menunjukan sikap menyesuaikan diri demi diterima oleh orang lain atau kelompok, (3) Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain dan menjadi diri sendiri, (4) Mempunyai cara pandang yang positif (5) Memiliki harapan yang realitas”. Aminudin (2010:) “bahwa ada beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional, diantaranya adalah sebagai berikut: (1) Percaya akan kompetensi/kemampuan diri, hingga tidak membutuhkan pujian atau rasa hormat orang lain, (2) Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain dan berani menjadi diri sendiri, (3) Mempunyai pengendalian diri yang baik, (4) Memiliki cara pandang yang positif. Menurut Lina dan Klara (2010:22-25), “bahwa ciri orang yang tidak memiliki rasa percaya diri diantaranya (1) Berusaha menunjukan sikap konformis, semata-mata mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok, (2) Menyimpan rasa takut/kehawatiran terhadap penolakan, (3) Sulit menerima realita diri (kekurangan diri), (4) Pesimis, (5) Takut gagal (6) Cenderung menolak pujian (7) Selalu menempatkan/memposisikan diri sebagai yang terakhir”. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, orang yang memiliki rasa percaya diri memiliki ciri-ciri, misalnya; selalu merasa yakin akan kemampuannya, mampu mengemukakan pemdapat, berani tampil didepan kelas dan mampu mengerjakan sesuatu dengan baik. 2.1.3 Pentingnya Rasa Percaya Diri Bagi siswa Sebagai remaja dalam hal ini siswa tentunya banyak mengalami permasalahan terutama masalah tidak percaya diri. Sebenarnya rasa tidak percaya diri muncul pada remaja adalah hal yang wajar, karena mereka sedang dalam taraf perkembangan. Akan tetapi menjadi tidak wajar ketika rasa tidak percaya diri ini menjadi berlebihan dan membuat remaja pendiam, penyendiri, atau tidak kreatif. Banyak aktivitas ditinggalkan karena tidak percaya diri, sehingga siswa tidak dapat menunjukan potensinya. Padahal remaja banyak memiliki potensi yang perlu dikembangkan. Mark Twin (dalam Lina dan Klara, 2010:11), “percayalah dirimu sendiri, percayalah kemampuanmu, tanpa keprcayaan yang rendah hati dan realistis pada kekuatanmu sendiri, kamu tak akan beroleh kesuksesan ataupun kebahagiaan”. Menurut Edison (dalam Lina dan Klara 2010:27), menjelaskan “bahwa banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah. Ia menambahkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah, lingkungan keluarga, maupun lingkungan masyarakat percaya diri itu penting bagi remaja”. Dari penjelasan tersebut disimpulkan bahwa, percaya diri perlu dimiki oleh setiap orang termasuk para siswa di sekolah. Percaya dirilah yang dapat mengantarkan orang-orang sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Banyak orang berprestasi itu dikarenakan mereka memiliki rasa percaya diri. Tidak ada seorangpun yang sukses tanpa rasa percaya diri, misalnya, dalam satu kelas tidak ada seorang pun yang memiliki rasa percaya diri. pasti kelas itu menjadi kelas yang paling ketinggalan di sekolah itu. Tidak ada seorangpun yang berani bertanya kepada guru apa bila ada hal-hal yang belum dipahami, bila dipilih untuk menjadi ketua kelas semua menolak, diminta untuk mengerjakan tugas di depan kelas semua banyak alasan, diminta untuk mengikuti kegiatan ekstra kurikuler semua sakit dan masih banyak lagi alasan yang muncul. Hal ini terjadi karena siswa yang berada di kelas itu kurang memiliki rasa percaya diri, malu bercampur takut untuk mengungkapkan pendapat, bertindak dan selalu berpikir negative tentang diri dan lingkungannya. Padahal apabila percaya diri ada pasti segala sesuatu dapat dilakukan. Karean percaya diri dapat membuat orang berprestasi. Belajar dari kisah orang-orang sukses seperti tukul arwana yang dulunya orang biasa saja bermodalkan ijaza SMA sekarang menjadi artis,comedian, dan presenter terkenal dan berpenghasilan tinggi, Hee Ah Lee remaja dari korea selatan yang cacat, hanya memiliki 4 jari tangan, tinggi 104 cm dan kaki hanya sebatas lutut tetapi ia mampu menunjukan bahwa punya potensi yang perlu dihargai, sekarang ia menjadi pianis terkenal di dunia. Orang-orang tersebut tidak akan sukses jikalau mereka tidak memiliki rasa percaya diri. Bisakah sukses orang-orang yang takut mencoba, takut gagal, malu dengan penampilan diri, tidak mengenal potensi diri dan selalu berpikir negative? Tentunya orang-orang seperti ini jauh dari kesuksesan. Oleh karena itu percaya diri perlu dimilki oleh setiap orang termasuk juga siswa. 2.1.4 Kiat-kiat Meningkatkan Rasa Percaya Diri Rasa percaya diri tentunya perlu untuk tumbuhkan. Oleh karena itu dalam meningkatkan rasa percaya diri, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Menurut Lina dan Klara (2010:55-68), “bahwa ada sembilan bahan membangun rasa percaya diri. Sembilan bahan yang dimaksud sebagai berikut”: a. Kenalilah dirimu Mengenal diri berarti menyadari dan menerima dirinya dengan segala kelebihan dan kekurangan. Seseorang yang telah mengenali dirinya dapat mendeskripsikan dirinya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. b. Ekspresikan dirimu Setelah mampu mengenali diri maka seseorang dapat mengekspresikan diri. Artinya dapat menunjukan siapa dirimu dengan kelebihan dan kekuranganmu. Berekspresi meliputi banyak hal. Dari yang paling sederhana sampai ke hal-hal yang membutuhkan keberanian besar. Mulai dari berpendapat dalam keluargamu, dalam kelas, dalam kelompokmu sampai terlibat dalam organisasi besar (OSIS, PRAMUKA, KARANGTARUNA, RISMA,), tampil sebagai MC, penyanyi, Atlit, dan lain sebagainya. Berekspresi tidak harus seketika terlihat hebat. Mulailah tahap demi tahap, dari hal-hal dan lingkungan kecil. Semua yang hebat dimulai dari hal yang kecil, bahkan melalui berbagai kegagalan. c. Berikan energi positif dalam diri Arti luas dari memberi energy positif dalam diri adalah berpikir, berkata, dan bertindak positif. Artinya selalu menolak hal-hal yang negatif yang datang dari luar diri. pikiran positif mendukung terbangunnya rasa percaya diri. Jika seseorang berpikir “AKU BISA”, maka seseorang itu akan bisa. Munculkanlah pikiran-pikiran positif sehingga dapat muncul keberanian untuk bertindak positif. d. Bergaul dan bersosialisasi Sesungguhnya penerimaan lingkungan social mengindikasikan “nilai” apakah seseorang percaya diri atau tidak. Seorang yang berdiam diri saja seperti katak di dalam tempurang, tentu tidak dikenal. Pergaulan dalam lingkungan sosial akan membantu membangun rasa percaya diri. e. Tetapkan tujuan/target Biasakan diri melangkah dengan tujuan/target yang jelas. Hidup harus punya tujuan yang jelas, sehingga hidup terarah dan bermakna. Ketika seseorang punya tujuan maka perlu ditetapkan target yang harus dicapai, misalnya tujuan mengikuti ulangan semester dengan target nilai 8. f. Berani menerima tanggung jawab Setiap orang sebaiknya bertanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun dengan lingkunganya. Tanggung jawab terhadap diri misalnya; melaksanakan pendidikan: sekolah, belajar, ikut kursus dan lain sebagainya, mengatur disiplin diri: bangun tidur dan berangkat ke sekolah tepat waktu, belajar dan bermain tepat waktu dan bekerja tepat waktu. Tanggung jawab di luar diri, misalnya; menjadi pemimpin, penanggung jawab kegiatan, dan lain sebagainya. g. Berani mengambil resiko Berani mengambil resiko berarti berani untuk menerima hasil yang sesuai ataupun yang tidak sesuai dengan harapan. Termasuk di dalamnya gagal. Kegagalan seringkali menjadi batu sandungan, terutama bagi orang yang sedang membangun rasa percaya dirinya. h. Miliki teladan Seorang idola memberikan pengaruh besar bagi diri seseorang, terlebih saat dia tengah membangun rasa percaya diri. Misalnya seorang remaja mengidolakan bintang film, bintang lapangan, atau sosok-sosok yang menurutnya baik. Carilah toko idola yang dapat dijadikan teladan. Milikilah seorang teladan yang dapat memberikan inspirasi, kekuatan, motivasi dan semangat berjuang. i. Selalu yakinkan diri Orang yang percaya diri tentunya yakin akan dirinya, tanpa keyakinan seseorang tidak dapat melakukan apapun. Selain itu Lina dan Klara (2010: 80-89), “menambahkan kiat-kiat membangun rasa percaya diri sebagai berikut: (1) Motivasi dirimu (2) perbaiki atau ubah penampilanmu (3) terus berlatih/tingkatkan kemampuan (4) Perluas pengetahuan dan minatmu (5) terima tantangan/tawaran baru (6) Ciptakan peluang-peluang baru (7) Jangan ragu meminta bantuan (8) belajar dari keberhasilan orang lain. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa, untuk meningkatkan rasa percaya diri maka dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: (1) bangun pikiran positif, (2) miliki keberanian, (3) banyak belajar kisah orang-orang sukses, (4) terus berusaha, (5) dan tetap semangat”. 2.1.5 Pengertian Bimbingan Kelopmpok Dalam bimbingan dan konseling terdapat berbagai jenis layanan yang dapat dilaksanakan untuk membantu siswa dalam menghadapi “masalahnya” baik dalam bidang pribadi, sosial belajar maupun karir. Mengingat jenis layanan dalam bimbingan dan konseling cukup banyak, maka peniliti memfokuskan pada satu jenis layanan yang akan digunakan dalam penelitian ini. Jenis layanan yang dimaksud adalah layanan bimbingan kelompok. Menurut Gibson & Mitchell (2011:52), “bahwa bimbingan kelompok mengacu pada aktifitas-aktifitas kelompok yang berfokus kepada penyediaan informasi atau pengalaman melalui sebuah aktifitas kelompok yang terencana dan terorganisasi”. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat. Wardati dan Jauhar (2011:105), yang menjelaskan “bahwa bimbingan kelompok yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan social, kegiatan belajar, karir/jabatan dan pengambilan keputusan serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok”. Rusmana (2009:13) “menjelaskan bahwa layanan bimbingan kelompok dapat didefinisikan sebagai proses pemberian bantuan kepada individu melalui suasana kelompok yang memungkinkan setiap anggota untuk belajar berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dalam upaya pengambangan wawasan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam upaya mencegah timbulnya masalah atau dalam upaya pengembangan pribadi”. Yusuf (2006:50) “menjelaskan bahwa bimbingan kelompok adalah pemberian bantuan kepada siswa melalui situasi kelompok. Masalah yang dibahas dalam bimbingan kelompok bersifat Coomon Problem, masalah yang dialami bersama dan tidak rahasia, baik menyangkut masalah peribadi, sisail, belajar maupun karir”. Menurut Nurishan (2005:17), “bahwa bimbingan kelompok dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri konseli (siswa). Isi kegiatan bimbingan kelompok terdiri atas penyampaian informasi yang berkenaan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan social yang tidak disajikan dalam bentuk pelajaran”. Wibowo (2005:17), menjelaskan “bahwa bimbingan kelompok adalah satu kegiatan kelompok dimana pimpinan kelompok menyediakan informasi-informasi dan mengarahkan diskusi agar anggota kelompok menjadi lebih social atau untuk membantu anggota kelompok agar mancapai tujuan-tujuan bersama”. Sukardi (2002:48), menjelaskan “bahwa bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu (terutama dari pembimbing/konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupanya sehari-hari baik individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan”. Prayitno (1995:178) menegaskan “bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Artinya semua peserta dalam kegiatan kelompok saling berinteraksi, bebas mengeluarkan pendapat, menaggapi, memberi saran, dan lain sebagianya”. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan bantuan layanan yang diberikan kepada siswa dalam situasi kelompok yang di dalamnya terjadi proses dan dinamika kelompok. Layanan bimbingan kelompok tentunya dapat mengunakan teknik-teknik yang lebih fariatif. Misalnya sosiodrama, relaksasi, biblio konseling dan lain sebgainya. 2.1.6 Tujuan Bimbingan Kelompok Setiap jenis layanan dalam bimbingan kelompok memiliki tujuan masing-masing. Bimbingan kelompok memiliki tujuan yang tentunya berorientasi pada siswa. Menurut Gibson & Mitchell (2011:52), “bimbingan kelompok bertujuan menyediakan kepada siswa informasi akurat yang akan membantu mereka membuat perencanaan hidup dan pengambilan keputusan yang lebih tepat”. Gazda dalam Prayitno & Amti (2008:309-310), “bahwa bimbingan kelompok diselnggarakan untuk memberikan informasi yang bersifat personal, vokasional, dan social”. Selanjutnya menurut Prayitno & Amti (2008:310) “dalam kaitannya dengan unsur kelompok, maka dapat diketahui bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh kelompok tersebut adalah menerima informasi. Lebih jauh, informasi itu akan dipergunakan untuk menyusun rencana dan membuat keputusan, atau untuk keperluan lain yang relevan dengan informasi yang diberikan”. Adapun yang menjadi tujuan dilaksanakanya bimbingan kelompok menurut Prayitno (2004:2-3), “dapat dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus”: a. Tujuan umum Tujuan umum layanan bimbingan kelompok adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan berkomunikasi peserta layanan. b. Tujuan khusus Tujuan khusus bimbingan kelompok pada dasarnya adalah membahas topic-topik tertentu yang mengandung permasalahan aktual (hangat) dan menjadi perhatian peserta. Melalui dinamika kelompok yang intensif, pembahan topik-topik itu mendorong pengembangan perasaan, pikiran, presepsi, wawasan dan sikap yang menunjang diwujudkannya tingkah laku yang lebih efektif. Dalam hal ini kemampuan berkomunikasi verbal dan non verbal ditingkatkan. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan bimbingan kelompok adalah untuk memberikan informasi kepada siswa sehingga siswa mampu mengambil keputusan dan merencanakan kegiatan selanjtnya yang dilaksakan dalam proses dan dinamika kelompok. Selain itu, siswa mampu mengungkapkan pendapatnya, saling menghargai dan dapat terjalin keakraban dalam kelompok. 2.1.7 Tahap-tahap Pelaksanaan Bimbingan Kelompok Salah satu yang menjadi syarat utama dalam bimbingan kelompok adalah tahapan pelaksanaan bimbingan kelompok itu sebdiri. Menurut Prayitno (dalam Nidya 2012:46-49), “bahwa ada empat tahapan dalam bimbingan kelompok, sebagai berikut”: a. Tahap Pembentukan Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap perlibatan diri atau tahap memasukan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini, umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian maupun seluruh anggota. Memberikan penjelasan tentang bimbingan kelompok sehingga masing-masing anggota akan tahu apa arti dari bimbingan kelompok dan mengapa bimbingan kelompok harus dilaksanakan serta menjelaskan aturan main yang akan diterapkan dalam bimbingan kelompok ini. Jika ada masalah dalam proses pelaksanaanya, mereka akan mengerti bagaimana cara menyelesaikannya. Asas kerahasiaan juga disampaikan kepada seluruh anggota agar orang lain tidak mengetahui permasalahan yang terjadi pada mereka. b. Tahap Peralihan Tahap ke dua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Adapun yang dilaksanakan dalam tahap ini yakni: (1) Guru pembimbing meberikan permainan untuk mencairkan suasana kelompok (2) Menjelaskan kembali tujuan dan asas-asas bimbingan kelompok (3) memastikan kesiapan anggota (4) Guru Pembimbing mempersiapkan media (laptop dan LCD) (5) , Guru pembimbing menjelaskan mekanisme kegiatan berikutnya (6) Guru pembimbing menyampaikan kepada siswa bahwa kegiatan inti segera dimulai. c. Tahap Kegiatan Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok. Maka aspek-aspek yang menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yakni: (1) Guru pembimbing memutarkan cinema/film, (2) Siswa menonton/menyimak film yang telah diputarkan selama 20 menit, (3) Guru pembimbing melakukan tanya jawab dengan peserta kelompok. d. Tahap Pengahiran Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok utama bukanlah pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu. Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yaitu: (1) Guru pembimbing menyampaikan kepada siswa bahwa kegiatan akan berahir (2) Guru pembimbing meminta siswa untuk menyimpukan materi yang telah dibahas (3) Siswa menyimpulkan materi yang telah dibahas bersama, (4) Siswa mengungkapkan komitmenya kedepan, (5) guru pembimbing menyampaikan tindaklanjut kegiatan (6) Siswa menyampikan pesan dan kesan setelah mengikuti kegiatan, (7) Guru pembimbing membagikan format LAISEG (8) Guru pembimbing mengucapkan terima kasih serta menyampaikan bahwa kegiatan telah berahir, (9) Menyampaikan salam perpisahan serta berjabatab tangan. Dalam bimbingan kelompok ini peneliti menggunakan teknik cinema therapy. Dalam pelaksanaan layanan ini peneliti menggunakan film, khusunya pada tahap kegiatan intii. Siswa diputarkan film terkait dengan percaya diri, sehingga siswa memiliki pemahaman tentang pentingnya rasa percaya diri. 2.1.8 Kegunaan Bimbingan Kelompok Seperti halnya dengan layanan-layanan yang lain tentunya bimbingan kelompok memiliki kegunaan. Menurut Hartinah (2009:8-9), “terdapat beberapa kegunaan bimbingan kelompok sebagai berikut”: a. Tenaga pembimbing sangat terbatas dan jumlah murid yang perlu dibimbing begitu banyak sehingga pelayanan bimbingan secara perorangan tidak akan merata. b. Melalui bimbingan kelompok, siswa dilatih menghadapi suatu tugas bersama atau memecahkan suatu masalah bersam. Dengan demikian, sedikit banyak siswa untuk hidup secara bersama. Hal tersebut akan diperlukan atau dibutuhkan selama hidupnya. c. Dalam mendidkusikan sessuatu bersama, didorong untuk berani mengemukakan pendapatnya dan menghargai pendapat orang lain. Selain itu beberapa siswa akan lebih berani membicarakan kesukarannya dengan pembimbing setealh mereka mengerti bahwa teman-temanya juga mengalami kesukaran tersebut. d. Banyak informasi yang dibutuhkan siswa dapat diberikan secara kelompok dan cara tersebut lebih ekonomis. e. Melalui bimbingan kelompok, beberapa siswa menjadi lebih sadar bahwa sebaiknya menghadapi konselor untuk mendapat bimbingan secara lebih mendalam. f. Melalui bimbingan kelompok, seorang ahli bimbingan yang baru saja diangkat dapat memperkenalkan diri dan berusaha mendapatkan kepercayaan dari siswa. Dari penjelasan tersebut disimpulkan bahwa bimbingan kelompok sangat berguna untuk membantu siswa dalam mengungkapkan pendapat, saran dan kritik dengan baik, serta melatih siswa unutk menghargai pendapat orang lain. Kegiatan bimbingan kelompok juga dapat memberikan berbagai informasi terkait dengan bidang pribadi, social, belajar maupun karir. Selain itu, bimbingan kelompok juga melatih siswa untuk memecahkan masalah bersama sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Hal ini senada dengan pendapat Meier (1999:62), yang menyatakan bahwa “kebanyakan orang belajar lebih baik secara bersama sama dari pada sendiri-sendiri”. 2.1.9 Pengertian Cinema Teharapy Cinema therapy merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan dalam layanan bimbingan dan konseling, termasuk pada layanan bimbingan kelompok. Jadi dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teknik cinema therapy Menurut Utami (2011:2), “Cinema Therapy adalah penggunaan film untuk membantu individu belajar mengenai dirinya sendiri dengan memeriksa bagaimana respon mereka terhadap penggambaran peran dan situasi yang berbeda”. Menurut Demir (dalam Utami. 2011:2), “Cinema Therapy adalah teknik terapi kreatif yang digunakan oleh pelatih psikoterapis dengan menggunakan film sebagai alat terapi. Terapi ini diggunakan untuk memberikan efek positif pada semua orang kecuali mereka yang mengalami gangguan psikotik. Terapi film adalah teknik terapeutik khusus yang di dalamnya menggunakan film komersial yang dipilih untuk mendapatkan arti terapeutik pada klien tentang pandangan secara individu atau dengan orang lain”. Utami (2011:3), menjelaskan “bahwa penggunaan film sebagai media terapi dengan pertimbangan bahwa melalui film proses kognitifafektif dan behavioral dapat secara langsung dilatihkan kepada siswa. Siswa dapat dibantu untuk melakukan identifikasi karakter. Identifikasi karakter dapat membantu siswa mengembangkan kekuatan ego yang bersumber dari dalam yang terlupakan. Dengan melakukan identifikasi karakter film yang dilihat dapat membuka situasi yang dialami siswa yang tidak terungkap”. Dari penjelasan tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa cinema therapy merupakan salah satu media yang dapat digunakan dalam bimbingan klasikal untuk membantu siswa dalam memahami dirinya sehingga dapat lebih terbuka, jujur, dan tegas dalam menyampaikan pendapat serta dapat mengambil keputusan dengan baik. 2.1.10 Jenis-jenis Cinema Therapy Terkait dengan cinema therapy, tentunya ada beberap jenis cinema yang dapat dipilih dalam pelaksanaan layanan. Wolz (dalam Utami, 2011:3) “memperkenalkan beberapa macam terapi cinema yaitu popcorn cinema therapy, evocative cinema therapy dan cathartic cinema therapy”. Salah satu metode yang digunakan dalam pelatihan ini adalah evocative cinema therapy. Evocative cinema therapy adalah terapi yang menggunakan film sebagai sarana terapi untuk membantu orang lain memperlajari diri mereka sendiri dengan cara yang amat dalam. Cara ini didasari pada respon orang-orang tersebut membedakan karakter dan adegan dalam film. Dari pendapat tersebut, maka penulis mengambil cinema therapy jenis Evocative cinema therapy. Dari pendapat tersebut dapat disimpulakan bahwa, ada beberap jenis cinema yang dapat diberikan kepada siswa dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Cinema yang dipilih hendaknya disesuikan dengan kemampuan siswa. 2.1.11 Manfaat Cinema Therapi (film) Utami (2011:3), “menjelaskan bahwa film dapat memenuhi peran dari psikis mereka (siswa). Efek kognisi dari film adalah meningkatkan pembelajaran dan kreativitas, film dapat mengembangkan tujuh kecerdasan yang dimiliki tiap siswa. Kecerdasan logika diperoleh melalui alur cerita yang membantu siswa untuk membayangkan jalan cerita dilm dan melihat hubungan dari setiap peristiwa. Kecerdasan linguistic melalui bahasa cerita yang membantu siswa untuk melatih kemampuan bahasanya yang tepat seperti dalam cerita. Kecerdasan visual-spasial yang dikembangkan melalui gambar, warna, simbol yang ditampilkan dalam film. Kecerdasan musical dikembangkan melalui suara dan musik yang mendukung cerita. Kecerdasan interpersonal dikembangkan melalui latihan bercerita dan mengungkapkan cerita kepada orang lain. Kecerdasan kinestetik diperoleh melalui perpindahan yang dilakukan siswa dalam cinema therapy. Kecerdasan intrapersonal dikembangkan melalui bimbingan yang dilakukan dari dalam”. Film mendukung terjadinya pelatihan perubahan tingkah laku yang menunjukkan keberanian menghadapi tantangan. Klien dapat termotivasi untuk meniru tingkah laku dan lebih terbuka untuk keberhasilan mengalami pelatihan dengan memulai dengan respon pencegahan. Demikian halnya dengan siswa yang mengikuti cinema therapy diharapkan juga memiliki kesadaran untuk memiliki kekuatan dalam menghadapi masalah dan memiliki keterarampilan dalam menyelesaikan masalah seperti dalam tokoh yang ada. Alasan menggunakan cinema therapy di seting sekolah adalah: banyak anak-anak yang suka untuk melihat film dan televise, film memungkinkan konselor sekolah dengan cepat menangkap perhatian siswa dan berhubungan dengan siswa secara kognisi dan level pengembangan dengan menggunakan film yang sesuai dengan usia, film menyediakan pembelajaran dari budaya terkenal, film dapat mendidik siswa untuk mengubah tingkah laku yang cepat, film memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi secara menarik. Wu (dalam Utami 2011:4) “menjelaskan bahwa remaja yang sedang mencari informasi terkait dengan pertumbuhan fisik, perkembangan seksual, pengembangan hubungan romantic, perkembangan kognisi, social dan emosional. Mereka membutuhkan media untuk berbagai tujuan, seperti pembentukan identitas, menghadapi masalah dan berhubungan dengan sebaya. Dengan menonton film, siswa akan dapat melihat diri sendiri dan pengalamanya dalam gambar, dan secara teoritik bimbingan yang profesional adalah untuk mendapatkan pengalaman yang besar dan pengalaman baru. Menurut Sinetar dan Rosenstein (dalam Silvianingsih, 2011:4) “bahwa penggunaan media video/film telah terbukti membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman dan melakukam refleksi diri terhadap berbagai keadaan yang berbeda dengan dirinya”. 2.2. Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “Jika diterapkan bimbingan kelompok teknik cinema therapy maka rasa percaya diri siswa kelas VIII di SMP Negeri I Bulango Timur Kabupaten Bone Bolango akan meningkat” 2.3 Indikator Kinerja Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan di SMP Negeri I Bulango Timur, pada siswa kelas VIII diketahui bahwa terdapat 15 orang siswa yang memiliki percaya diri atau 65% dan terdapat 8 orang siswa atau 34% siswa yang belum memiliki rasa percaya diri. Dari 15 orang siswa atau 65% akan ditingkatkan menjadi 20 orang siswa atau 87% siswa yang menunjukan percaya diri dari jumlah keseluruhan sebanyak 23 orang.