JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 7 NOMOR 2 AGUSTUS 2011 Identifikasi Zona Bidang Gelincir Tanah Longsor Dengan Metode Georadar Deniyatno Jurusan Fisika F.MIPA Universitas Haluoleo Kampus Bumi Tri Dharma Anduonohu, Kendari, Sulawesi Tenggara E-mail : [email protected] Abstrak Metode georadar telah digunakan pada penelitian ini untuk menentukan zona bidang gelincir tanah longsor berdaarkan penampang radargram yang dihasilkan dari proses perekaman dilapangan. Survei Georadar dilakukan dengan metode Radar Reflection Profiling(antenna bistatic mode) dengan membawa antena radar (tansmitter dan receiver) bergerak bersamaan pada permukaan tanah pada spasi pengambilan data 1 meter dengan jarak antena 0,1 m dengan frekuensi kerja yang digunakan adalah 100 MHz. Pengolahan serta interpretasi data georadar pada penelitian ini menggunakan piranti lunak pengolah data GPR Reflexw. Pada pemrosesan data kali ini kami gunakan beberapa jenis antara lain gaining, dewow, DC-shift, koreksi statik, bandpass filter (butterworth), background removal, fk migration (Stolt). Hasil penelitian menujukkan kemenerusan pada bidang dengan kontras kecepatan tersebut sebagai bidang kontak antara batupasir kering (v=±0,15 m/ns) dan batulempung (v=±0,06 m/ns) yang diinterpretasikan sebagai kontak batuan yang potensial sebagai zona bidang gelincir dari longsoran, hal ini berkaitan dengan sifat fisis batupasir kering dan batulempung, dimana batulempung lebih mudah menggelincirkan material massif di atasnya. Kata Kunci : Georadar, Tanah Longsor, Bidang gelincir, Reflexw material (mengikuti persamaan gelombang), sehingga dalam penggunaan sumber gelombang harus dipertimbangkan kedalaman dari objek amatnya. Berdasarkan uraian tersebut, dalam penelitian ini kami memanfaatkan keunggulan metode georadar untuk melihat kontras antara bidang gelincir tanah longsor dengan material longsoran yang ada diatas bidang gelincir dengan mengamati parameter kecepatan gelombang elektromagnetik dalam suatu medium. 1. Pendahuluan Perkembangan piranti dan teknologi elektronika dalam beberapa tahun ini, telah melahirkan suatu metode yang relatif baru dalam dunia eksplorasi geofisika, yaitu ground penetrating radar (GPR). Perkembangan piranti elektronika juga mempengaruhi perkembangan piranti radar yang digunakan dalam eksplorasi. Karakterisitik antara radiasi gelombang elektromagnetik pada medium /struktur bumi (diteruskan, dihamburkan, dan dipantulkan) ditentukan oleh kontras parameter fisika, yaitu : permeabilitas magnetik, permitivitas listrik, serta konduktivitas. Pulsa radar diteruskan, dipantulkan dan dihamburkan oleh struktur bawah permukaan dan oleh adanya anomali bawah permukaan. Keunggulan yang dimiliki metode Georadar ini antara lain adalah keakuratannya dalam mendeteksi/memetakan struktur bawah permukaan seperti pecarian pipa, air tanah, fosil arkeologi purbakala, eksplorasi bahan mineral dan sebagainya. Frekuensi gelombang berbanding terbalik dengan daya tembus 2. Dasar Teori Metode Georadar didasarkan atas persamaan Maxwell yang merupakan perumusan matematis untuk hukum-hukum fisika yang mendasari semua fenomena elektromagnetik. Persamaan Maxwell terdiri dari empat persamaan medan, masing-masing dapat dipandang sebagai hubungan antara medan distribusi sumber (muatan atau arus) yang bersangkutan. Persamaan Maxwell yang pertama adalah persamaan yang 69 70 JAF, Vol. 7 No. 2 (2011), 69-76 menghubungkan medan listrik Ē dengan rapat muatan listrik ρ : · Ē = ρ/Є0 (1) dimana Є0 adalah permitivitas listrik untuk ruang hampa (Є0 = 8,854 x 10-12 C2/N-m2). Persamaan ini juga dikenal sebagai persamaan Gauss dan merupakan turunan dari hukum Coulomb. Persamaan Maxwell yang kedua berasal dari hukkum Biot-Savart-Ampere mengenai interaksi magnetostatis yang dinyatakan oleh : ·B=0 (2) Dalam persamaan 2 menujukkan tidak adanya muatan sumber medan yang berupa medan magnetis B (x). Persamaan Maxwell yang ketiga adalah : xĒ=0 (3) Persamaan ini menyatakan sifat konservatif medan elektrostatis. B t E B D 0 Persamaan yang keempat adalah : xB=μЈ (4) Dimana : Ē = Medan listrik (volt/m), B = Medan magnet (ohm.meter), μ = Permeabilitas maagnetik (H), Ј = Rapat arus (ampere/m2) Persamaan yang menghubungkan sifat fisik medium dengan medan yang timbul pada medium tersebut dapat dinyatakan dengan : B=μH D=ЄE J = σ E = E/ρ Dimana : H = Intensitas medan magnet (Ampere/m), D = Perpindahan listrik (Coulomb/m2) Є = Permitivitas listrik (Farad/m) σ = Konduktivitas (Ohm- 1/m) Untuk menyederhanakan masalah, sifat fisik medium diasumsikan tidak bervariasi terhadap waktu dan posisi (homogen isotropis). Maka persamaan Maxwell dapat ditulis sebagai berikut : xĒ=-μ H t xH=σĒ+Є E t (5) ·Ē=0 ·H=0 Persamaan Maxwell ini merupakan landasan berpikir dari perambatan gelombang elektromagnet. Pada material dielektrik murni suseptibilitas magnetik (μ) dan permitivitas listrik (Є) adalah konstan dan tidak terdapat atenuasi dalam perambatan gelombang. Tidak sama halnya jika kita berhadapan dengan material dielektrik yang ada.[3][4] Sifat-sifat dari material bumi bergantung dari komposisi dan kandungan air mineral tersebut. Keduanya ini mempengaruhi cepat rambat perambatan gelombang dan atenuasi gelombang elektromagnet. 2.1. Energi Yang Hilang dan Atenuasi Refleksi atau transmisi di sekitar batas lapisan menyebabkan energi hilang. Jika kemudian ditemukan benda yang memiliki dimensi yang sama dengan panjang gelombang dari sinyal gelombang elektromagnet maka benda ini menyebabkan penyebaran energi secara acak. Absorbsi ( mengubah energi elektromagnet menjadi energi panas ) dapat menyebabkan energi hilang. Penyebab yang paling utama hilangnya energi karena atenuasi fungsi kompleks dari sifat listrik dan dielektrika media yang dilalui sinyal radar. Atenuasi tergantung dari konduktifitas, permeabilitas magnetik, dan permitivity dari media yang dilalui oleh sinyal dan frekuensi dari sinyal itu sendiri. Sifat bulk dari material Identifikasi Zona Bidang Gelincir Tanah Longsor dengan Metode ........... (Deniyatno.) ditentukan oleh sifat fisik dari unsur pokok yang ada dan komposisinya. 2.2. Skins Depth Skin depth adalah kedalaman sinyal yang telah berkurang menjadi 1/e (37%) dari nilai awal dan berbanding terbalik dengan faktor atenuasi. Definisi matematik dari faktor atenuasi dan skin depth seperti dibawah ini : Eo Ex exp e x (6) Eo adalah puncak medan listrik saat transmisi dan pada jarak x dari titik awal berkurang menjadi Ex, persamaan tersebut merupakan perbandingan dari kedua amplitudo ini. 2 e 2 1 L 2 2 1 ' i " j 1 1 2 2 , pada saat tan D <<1 r / , dalam mS/m 2.3. Sifat Dielektrik Material Bumi Sifat dielektrik diberikan oleh persamaan komplek permitivitas dari material non-konduktif : ' i" Jika material memiliki konduktifitas, maka : ' i " s V1 V2 V1 V2 R R Dimana : V1 1 Keterangan : = koefisien atenuasi L = loss factor = skin depth / o o 2.4. Koefisien Refleksi dan Transmisi Keberhasilan dari metoda Georadar bergantung pada variasi bawah permukaan yang dapat menyebabkan gelombang tertransmisikan. Perbandingan energi yang direfleksikan disebut koefisien refleksi (R) yang ditentukan oleh perbedaan cepat rambat gelombang elektromagnet dan lebih mendasar lagi adalah perbedaan dari konstanta dielektrik relatif dari media yang berdekatan. Hal ini dapat terlihat pada persamaan berikut : V2 tan t D 5,31 Persamaan komplek konduktivitas diberikan oleh persamaan : 1 2 1 2 71 dan 2 (7) 2 1 2 1 (8) = cepat rambat geombang elektromagnet pada lapisan 1 = cepat rambat gelombang elektromagnet pd lapisan 2 dan V1 < V2 = konstanta dielektrik relatif lapisan 1 dan lapisan 2 Dalam semua kasus, besarnya R terletak antara -1 dan 1. bagian dari energi yang ditransmisikan sama dengan 1-R. Persamaan diatas daplikasikan untuk keadaan normal pada permukaan bidang datar. Dengan asumsi tidak ada sinyal yang hilang sehubungan dengan amplitudo sinyal. Jejak yang terdapat pada rekaman georadar merupakan konvolusi dari koefisien refleksi dan impulse georadar ditunjukkan oleh persamaan : A(t) r(t) F(t) n(t) Dimana : r(t) = koefisien refleksi A(t) = amplitudo rekaman georadar F(t) = impulse radar n(t) = noise radar (9) 72 JAF, Vol. 7 No. 2 (2011), 69-76 Besar amplitudo rekaman georadar r(t) akan tampak pada penampang rekaman georadar berupa variasi warna.[2] 3. Metode Penelitian Pada survei dengan metode GPR dilakukan dengan metode Radar Reflection Profiling (antenna bistatic mode). Cara ini dilakukan dengan membawa antena radar (tansmitter dan receiver) bergerak bersamaan di atas permukaan tanah dengan jarak pengambilan sampel 1 meter, dimana. Mode antena bistatik merupakan seting untuk kedua antena dengan jarak pemisah tertentu, dalam survey kali ini seting antena memiliki jarak pemisah 0, 1 m. Frekuensi kerja yang digunakan adalah 100 MHz cara memasukkan data topografi pengukuran ke dalam 3 bentuk koordinat x, y, z, di mana koordinat x merupakan trace pengukuran, y (kita nol-kan saja karena tidak terdapat dalam radargram/non 3D), sedangkan koordinat z adalah kedalaman penetrasi pada radargram (dalam hal ini adalah disesuaikan dengan elevasi). Sehingga dengan memasukkan koreksi ini, hasil pemrosesan radargram lebih mendekati keadaan sebenarnya, walalupun tidak sama benar. Ø Penguatan (gain) Pada pengambilan data ini terjadi pelemahan energi sinyal pada batuan ataupun lapisan tanah karena frekuensi tinggi diserap lebih cepat dibandingkan dengan frekuensi rendah dan terjadi juga spherical divergensi yaitu energi gelombang yang menjalar berkurang berbanding terbalik dengan kuadrat dari sumber dan hal ini sejalan dengan jarak dan waktu, maka untuk menghilangkannya dilakukan penguatan kembali amplitudo yang hilang sehingga seolah-olah di setiap titik energinya sama. Penguatan sesuai dengan persamaan : GAin dB Gambar 1. Seperangkat peralatan Georadar Pengolahan serta interpretasi data georadar menggunakan piranti lunak pengolah data GPR Reflexw. Pada pemrosesan ini menggunakan beberapa jenis, antara lain gaining, dewow, DC-shift, koreksi statik, bandpass filter (butterworth), background removal, fk migration (Stolt). Hal ini karena data radargram yang diperoleh dari lapangan memiliki data amplitudo yang kecil sehingga akan membuat perbesaran amplitudo noise ketika dilakukan filtering. Parameter filter yang dilakukan dalam pengolahan data georadar kali ini secara rinci sebagai berikut: Ø Koreksi Topografi (Trace interpolation) Koreksi ini adalah untuk meminimalkan efek topografi disesuaikan dengan elevasi pengukuran daerah setempat. Dalam koreksi topografi ini dilakukan dengan A t B 20 log f C Keterangan : t = waktu (second) A = faktor atenuasi B = faktor spherical divergence C = faktor konstanta gain Fungsi ini dicari dengan metoda RMS yaitu amplitudo dari masing-masing contoh dikuadratkan kemudian dihitung nilai RMS-nya pada jendela tertentu. Pada pemrosesan kali ini, dengan filosofi penguatan dari persamaan di atas berupa persamaan linier, maka kami menggunakan penguatan (gaining) data dengan linear gain 15 db dalam arah y. Ø Dewowing (substract-mean) Wow merupakan salah satu noise frekunesi rendah yang terekam oleh sistem radar. Hal ini terjadi karena instrumen elektronik tersaturasi oleh nilai amplitudo besar dari Identifikasi Zona Bidang Gelincir Tanah Longsor dengan Metode ........... (Deniyatno.) Ø Ø Ø Ø Ø di gelombang langsung dan gelombang udara. Pada pemrosesan digunakan proses dewow dengan nilai time window yang digunakan adalah pada 15 ns. DC-Shift DC-shift disebut juga zero mean atau pengurangan dari keberadaan waktu konstan yang bergeser. Di dalam waktu ini mencakup rata-rata dihitung untuk masingmasing trace, sesudah itu dikurangi dari semua contoh trace masing-masing. Oleh karena itu, harus dijamin bahwa rata-rata nilai bersesuaian dalam rentang waktu konstan tersebut harus dimasukkan dalam pergeseran. Koreksi statik Koreksi digunakan untuk tiap trace, yaitu sebagai koreksi waktu independen untuk tiap trace pada arah domain waktu. Pada proses kali ini ditujukan untuk menginversi/mengubah kemungkinan nilai delay time sebenarnya dengan cara menggeser/shifting. Sehingga pada Reflexw digunakan jenis koreksi statik move to negative time untuk tujuan di atas. Bandpass filter (butterworth) Jenis filter bandpass ini merupakan jenis filter yang mudah diaplikasikan karena hanya memasukkan 2 nilai frekuensi saja, yaitu frekuensi rendah dan frekuensi tinggi. Untuk pemerosesan kali ini dimasukkan nilai frekuensi rendah 25 MHz dan frekuensi tinggi 400 MHz. Background removal Filter ini diterapkan terhadap semua trace. Prinsip filter ini adalah pengurangan dari suatu trace yang dirata-ratakan dari rentang waktu yang dipilih. Filter dapat mengurangi efek noise karena first arrival yang superposisi dengan shallow diffractor dan efek elektronik dari alat. f-k migration (Stolt) Sebuah gabungan fk filter dan migrasi yang dilakukan cepat untuk profil 2D setelah Stolt atas dasar kecepatan konstan yang ada. Migrasi ini bertujuan untuk menelusur balik energi difraksi dan refleksi pada sumber sumbernya. Setelah dilakukan penapisan (filtering) atas, selanjutnya dibuat model lapisan 2D 73 dengan Reflexw juga. Model dibuat berdasarkan hasil picking pada radargram yang telah melalui filtering. Proses picking dibuat dalam 2 jenis, yaitu phase follower picking dan continous picking. Phase follower picking adalah jenis picking yang dilakukan otomatis mengikuti phase gelombang yang kita pilih pada awal pick, selanjutnya komputer akan mengikuti jenis fase gelombang yang sama. Sedangkan continous picking adalah jenis picking yang dilakukan secara kontinyu dengan menarik garis sesuai yang kita inginkan, tentu saja berdasarkan pola difraksi atau refleksi yang terjadi dan sesuai intuisi kita. Kedua jenis picking tersebut masingmasing memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk phase follower, mudah diterapkan pada radargram yang memiliki phase gelombang yang seragam, tetapi memungkinkan untuk membelokkan hasil pick pada phase berbeda untuk radargram dengan phase gelombang beragam. Sedangkan continous pick memiliki kelebihan dan kekurangan sebaliknya dari phase follower. 4. Hasil dan Pembahasan Hasil pemrosesan di atas dengan panjang lintasan georadar 140 meter Spasi trigger rekaman tiap 1 meter. Hasil radargram setelah pemrosesan pada gambar 4. Berdasarkan pemrosesan data yang telah dibuat, maka kami melakukan interpretasi sehingga menghasilkan model lapisan 2D di atas. Model tersebut didasarkan atas adanya kontras kecepatan pada radargram. Kontras kecepatan hasil picking pada masing-masing lapisan menandakan adanya perubahan jenis batuan dilihat juga dari kontras amplitude picking (karena kecepatan berbanding lurus dengan amplitudo gelombang). Pada prnrlitian ini mengambil model 3 lapisan (gambar 6) karena adanya kontras amplitudo dilihat dari warna yang mencolok sekali pada radargram. 74 JAF, Vol. 7 No. 2 (2011), 69-76 Gambar 4. Penampang radargram setelah pemrosesan dalam tampilan pointmode Gambar 5. Penampang radargram setelah pemrosesan dalam tampilan wigglemode Dari data radargram pada menujukkan kemenerusan garis serta dari intensitas warna pada tampilan penampang merupakan citra dari kuat lemahnya amplitudo. Semakin kuat intensitas warna semakin kuat amplitudonya, dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan suatu kontak litologi Dengan asumsi yang dipakai bahwa kecepatan gelombang EM nya adalah 0.13 m/ns, maka dapat ditentukan kedalaman batas antar lapisan tersebut yaitu sekitar 3,5 m cenderung ke arah bagian utara lintasan. Tafsiran kedalaman pada radargram ini, didasarkan atas adanya beda kecepatan pada kemenerusan garis biru, dimana pada garis Identifikasi Zona Bidang Gelincir Tanah Longsor dengan Metode ........... (Deniyatno.) biru (lapisan ke-2) ke arah bagian atas dominan warna gelap/tua (biru-ungu) yang menunjukkan amplitudo tinggi. Sedangkan daerah di bawah garis picking biru dominan warna muda yang menunujukkan warna muda (hijau-kuning). Pada garis biru inilah terdapat kontras kecepatan yang diperoleh dari dua kali 75 jarak dibagi two-way time. Pada bagian biru, memiliki kecepatan berkisar 0,18 m/ns, sedangkan di bawah garis biru yang dominan warna muda memiliki kecepatan sekitar 0,08m/ns. Gambar 6. Model perlapisan 76 JAF, Vol. 7 No. 2 (2011), 69-76 Maka, berdasarkan referensi ditafsirkan kemenerusan pada bidang dengan kontras kecepatan tersebut sebagai bidang kontak antara batupasir kering (v=±0,15 m/ns) dan batulempung (v=±0,06 m/ns). Sehingga pada bagian berwarna gelap diinterpretasikan sebagai batupasir yang merupakan lapisan yang memiliki konduktivitas lebih rendah dibandingkan dengan konduktivitas pada radargram berwarna muda (hijau), dalam hal ini adalah batulempung. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa yang merupakan kontak batuan yang potensial sebagai zona bidang gelincir dari longsoran ini dikaitkan dengan sifat fisis adalah batupasir kering dan batulempung, dimana batulempung lebih mudah menggelincirkan material massif di atasnya. Daftar Pustaka [1]. Asikin, Sukendar, dkk ,1976, Geologi Lembar Kebumen [2]. Annan, A.P., 1992. Ground Penetrating Radar, Workshop Notes, Sensors & Software Inc. [3]. Blakely, R. J.,1996, Potential theory in gravity and magnetic applications, Cambidge University press, USA. [4]. Grant, F.S.,West, 1965, Interpretation Theory in Applied Geophysics, McGraw Hill Corporation. [5]. Sanmeier, K.J, 1998, Manual Reflexw v.4.5 program for the processing of seismic, acoustic or electromagnetic reflection,refraction and transmission data, Karisruhe, Germany [6]. Soebowo, eko , dkk,, Panduan Ekskursi Gerakan Tanah di Kabupaten Kebumen, LIPI.