II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Belajar Cronbach (dalam Bahri, 2000: 13) berpendapat bahwa belajar sebagai suatu aktivitas yang ditandai oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Adapun menurut Hamalik (2001: 27), belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Pengalaman dan latihan terjadi melalui interaksi antar individu dan lingkungannya, baik lingkungan alamiah maupun lingkungan sosialnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sardiman (2001: 20) bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya. Perubahan tersebut tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri. Adapun menurut Gagne (dalam Slameto, 2003: 13), belajar merupakan suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaaan dan tingkah laku yang hasilnya adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi. Perubahan tingkah laku yang terjadi dalam individu banyak sekali sifat dan jenisnya. Oleh karena itu, tidak semua perubahan dalam diri individu dikatakan perubahan dalam arti belajar. Menurut Slameto (2003: 3), ciriciri tertentu dari suatu perubahan dalam arti belajar adalah terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, bukan bersifat sementara, bertujuan terarah, dan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Berdasarkan pendapat di atas, dapat diartikan bahwa belajar merupakan aktivitas yang ditandai dengan perubahan tingkah laku dan penampilan untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku sebagai hasil interaksi antara individu dan lingkungan serta bersifat kontinu, fungsional, positif dan aktif. 2. Belajar Matematika Matematika sebagai salah satu memiliki banyak definisi. Menurut pendapat Soedjadi (2000: 11), matematika memiliki beberapa definisi yaitu: 2. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logis dan berhubungan dengan bilangan. 3. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. 4. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk. 5. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logis. 6. Matematika adalah pengetahuan tentang aturanPaling (dalam Abdurrahman, 2003: 252) mengemukakan bahwa matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan. Ide manusia tentang matematika berbedabeda, tergantung pada pengalaman dan pengetahuan masing-masing. Matematika merupakan ilmu yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika perlu diberikan kepada semua siswa untuk membekali siswa agar memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, cermat, kreatif, dan disiplin. Hal ini sesuai dengan yang tercantun dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika, (dalam Soedjadi, 2000:42) yakni: matematika. 2. Memiliki pengetahuan matematika sebagai peningkatan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan lebih tinggi. 3. Memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah tingkat menengah dan untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. 4. Mempunyai pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, Belajar matematika perlu disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa, dimulai dari hal yang konkrit menuju abstrak. Belajar matematika juga melibatkan struktur hierarki yang mempunyai tingkatan lebih tinggi dan dibentuk atas dasar pengalaman yang sudah ada, sehingga belajar matematika harus terus-menerus dan berurutan. Belajar matematika yang terputus-putus akan mengganggu pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa belajar matematika adalah proses dalam diri siswa yang hasilnya berupa perubahan pengetahuan, sikap, keterampilan dan untuk menerapkan konsep-konsep, struktur dan pola dalam matematika sehingga menjadikan siswa berfikir logis, kritis, cermat, kreatif, dan disiplin dalam kehidupan sehari-hari. 3. Kesalahan Siswa dalam Matematika Objek dasar yang dipelajari dalam matematika adalah abstrak. Salah satu objek dasar itu ialah konsep. Menurut Rosser (dalam Dahar, 1996:80) konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Semakin tinggi jenjang sekolahnya, semakin besar pula tingkat keabstrakannya, sehingga pembelajaran diarahkan kepada pencapaian kemampuan berpikir abstrak siswa. Pengetahuan dalam berpikir abstrak dibentuk (dikonstruksi) oleh siswa itu sendiri, maka tidak mustahil terdapat kesalahan dalam mengonstruksi pengetahuannya. Guru perlu memahami sifat kesalahan siswa tersebut. Subandi (2007:12) mengungkapkan bahwa perkembangan intelektual dan matematis tidak terlepas dari adanya kesalahan dan kekeliruan. Kesalahan siswa dalam mengonstruksi pengetahuannya dapat disebabkan oleh kemampuan siswa yang terbatas sehingga pengetahuan yang dikonstruksi tidak utuh. Menurut Soedjadi (2000: 94), kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan soal matematika, di antaranya : Kesalahan prosedur dalam menggunakan algoritma (prosedur pekerjaan), misalnya kesalahan melakukan operasi hitung. 2. Kesalahan dalam mengorganisasikan data, misalnya kesalahan menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari suatu soal. 3. Kesalahan dalam pemanfaatan simbol, tabel dan grafik yang memuat suatu informasi. 4. Kesalahan dalam melakukan manipulasi secara matematis, misalnya kesalahan dalam menggunakan/menerapkan aturan, sifat-sifat dalam menyelesaikan soal. 5. Kesalahan dalam membuat kalimat atau model matematika, misalnya kesalahan dalam menerjemahkan kalimat cerita. 6. Kesalahan dalam menarik kesimpulan, misalnya, kesalahan dalam me Sementara itu, Widdiharto ( 2008: 41) mengungkapkan bahwa beberapa ahli menggolongkan jenis-jenis kesalahan yang sering dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal matematika diantaranya: salah dalam menggunakan kaidah komputasi atau salah pemahaman konsep, kesalahan penggunaan operasi hitung, algoritma yang tidak sempurna, serta mengerjakan dengan serampangan. Kesalahan lain yang sering dijumpai adalah kesalahan penulisan rumus. Kesalahan ini sangat berpengaruh pada jawaban siswa. Kesalahan penulisan rumus akan menyebabkan jawaban salah total. Salah satu penyebab siswa tidak mampu menyelesaikan soal dengan benar adalah kesulitan belajar. Misbah (2007) mengungkapkan bahwa kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Siswa yang mengalami kesulitan adalah siswa yang tidak mampu menggunakan pengetahuan, kepandaian, dan keterampilannya. Hal ini selaras dengan pendapat Hamalik (2001:120) yang mengungkapkan bahwa kesulitan adalah ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan yang dimiliki. Davis (dalam Nahel, 2012) menyatakan bahwa kesalahan siswa dalam banyak topik matematika merupakan sumber utama untuk mengetahui kesulitan siswa memahami matematika. Oleh karena itu, identifikasi kesalahan merupakan salah satu cara yang penting untuk mengetahui penyebab kesulitan siswa dalam mempelajari matematika. Salah satu contoh pentingnya mengetahui kesalahan yang dilakukan siswa adalah untuk membantu siswa mengatasi masalah yang menyebabkannya mengalami kesulitan dalam pembelajaran. Dengan mengetahui kesulitan belajar pada siswa, maka pendidik dapat menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak dan pendidik dapat lebih mudah mengatur ruangan kelas yang disesuaikan dengan kondisi anak yang mengalami kesulitan belajar, ( Rosmawaty, 2011 : 1) Brueckner dan Bond, Cooney, Davis, dan Henderson (dalam Widdiharto: 6) mengelompokkan faktor kesulitan belajar menjadi lima, yaitu: a. Faktor Fisiologis Kesulitan belajar siswa dapat ditimbulkan oleh faktor fisiologis, misalnya gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, dan gangguan neurologis (sistem syaraf). Umumnya guru matematika tidak memiliki kemampuan atau kompetensi yang memadai untuk mengatasinya. b. Faktor Sosial Hubungan anak dengan orang tua, teman, guru, dan orang lain merupakan hal yang mempengaruhi kondisi belajar. Faktor sosial di dalam dan di luar kelas dalam lingkungan sekolah juga berpengaruh terhadap kelancaran atau kesulitan belajar siswa. Siswa yang kurang dapat bergaul atau menyesuaikan dengan situasi kelas dapat menyebabkan ia merasa terpencil, terhina atau senantiasa menjadi bahan ejekan atau olokan. Hal Ini merupakan faktor penghambat, meskipun bagi sebagian siswa yang biasa mengatasinya, ini dapat digunakan sebagai pemacu untuk menunjukkan eksistensinya. c. Faktor Emosional Siswa yang sering gagal dalam matematika lebih mudah berpikir tidak rasional, takut, cemas, benci pada matematika. Jika demikian maka hambata d. Faktor Intelektual Siswa yang mengalami kesulitan belajar disebabkan oleh faktor intelektual, umumnya kurang berhasil dalam menguasai konsep, prinsip, atau algoritma, walaupun telah berusaha mempelajarinya. Siswa yang mengalami kesulitan mengabstraksi, menggeneralisasi, berpikir deduktif dan mengingat konsep-konsep maupun prinsipprinsip biasanya akan selalu merasa bahwa matematika itu sulit. Siswa demikian biasanya juga mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah terapan atau soal cerita. e. Faktor Pedagogis Kompetensi pedagogik guru adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya. Kompetensi pedagogik merupakan salah satu faktor penyebab kesulitan belajar siswa. Sebagai contohnya, kurangnya pemahaman guru terhadap kemampuan awal dan pemahaman materi prasyarat yang dimiliki siswa sehingga guru langsung masuk ke materi baru akan menyebabkan siswa kesulitan dalam memahami materi. Menurut Nahel (2012), faktor penyebab kesalahan bila ditinjau dari kemampuan belajar siswa diuraikan sebagai berikut: 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kurangnya penguasaan bahasa menyebabkan siswa kurang paham terhadap permintaan soal. Kurangnya pemahaman siswa terhadap materi prasyarat baik sifat, rumus dan prosedur pengerjaan. Kebiasaan siswa dalam menyelesaikan soal cerita misalnya siswa tidak mengembalikan jawaban model menjadi jawaban permasalahan. Lupa rumus yang akan digunakan untuk menyelesaikan soal. Kurang teliti dalam memasukkan data. Tergesa-gesa dalam menyelesaikan soal. Kurang teliti dalam menyelesaikan soal. Faktor-faktor penyebab kesalahan bila ditinjau dari kesulitan dan kemampuan belajar sebagaimana yang diungkapkan Nahel di atas, dapat dikategorikan ke dalam faktor intelektual. Adapun faktor yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah faktor kesalahan ditinjau dari kesulitan dan kemampuan belajar siswa. 4. Identifikasi Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Matematika Identifikasi merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan untuk menentukan identitas seseorang, benda atau keadaan (wikipedia, 2008). Menurut kamus besar bahasa indonesia (2003: 417), identifikasi adalah upaya untuk mengenali sesuatu berdasarkan ciri-ciri, tanda-tanda, atau identitasnya. Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa identifikasi merupakan upaya untuk menentukan atau menetapkan ciri-ciri atau karakteristik seseorang, benda, dan sebagainya. Adapun identifikasi kesalahan adalah upaya yang dilakukan dengan tujuan untuk menentukan dan menetapkan kesalahan berdasarkan ciri-ciri atau keadaan khusus. Identifikasi kesalahan dilakukan untuk mengetahui kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal serta faktor penyebab terjadinya kesalahan tersebut. Tahapan-tahapan yang diamati dalam identifikasi ini meliputi penulisan informasi yang terdapat dalam soal, penulisan rumus yang digunakan, proses penggunaan rumus yang disesuaikan dengan tahapan atau langkah inti, dan hasil akhir dari penyelesaian soal tersebut. B. Kerangka Pikir Matematika merupakan mata pelajaran dengan materi yang saling berkaitan antar satu dengan lainnya. Penguasaan materi yang kurang baik dalam matematika dapat mengakibatkan kesulitan dan kesalahan dalam belajar matematika selanjutnya. Kesalahan-kesalahan dalam menyelesaikan soal matematika oleh siswa seringkali terjadi. Kesalahan siswa dalam matematika beragam jenisnya. Kesalahan tersebut terlihat dari ketidakmampuan siswa dalam menyelesaikan soal matematika. Faktor penyebab siswa melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal matematika antara lain adalah seperti kurangnya ketelitian siswa dalam membaca dan menyelesaikan soal, ketidakmampuan siswa dalam memahami informasi yang terdapat pada soal, ketidakpahaman siswa dalam konsep matematika, lupa konsep, dan ketidakpahaman siswa dalam materi prasyarat. Apabila kesalahan-kesalahan ini dibiarkan, maka dapat mengakibatkan lemahnya penguasaan materi secara utuh. Terutama kesalahan pada konsep dasar, sesain akan menyulitkan siswa dalam menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan konsep tersebut juga dapat menyulitkan siswa dalam mempelajari konsep selanjutnya yang berhubungan dengan materi prasyarat. Informasi tentang kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal sangat diperlukan untuk mengetahui penyebab kesalahan tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengidentifikasi kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Identifikasi ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai letak kesalahan siswa dan penyebab kesalahan siswa tersebut secara spesifik, sehingga guru akan lebih mudah untuk menyusun program pembelajaran yang tepat. Kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal-soal garis singgung lingkaran pun dapat diatasi atau dikurangi dan pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.