POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) USAHA ITIK PETELUR (Pola Pembiayaan Syariah) BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax : (021) 3518951, Email : [email protected] DAFTAR ISI 1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2 a. Latar Belakang ................................ ................................ ........... 2 b. Tujuan ................................ ................................ ...................... 2 c. Metode Penelitian ................................ ................................ ........ 3 2. Profil Usaha ................................ ................................ ................ 4 3. Aspek Pemasaran................................ ................................ ........ 7 a. Permintaan ................................ ................................ ................ 7 b. Penawaran................................ ................................ ................. 8 c. Pemasaran Produk ................................ ................................ .... 10 4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 11 a. Lokasi Usaha dan Fasilitas Produksi ................................ ............. 11 b. Bahan Baku ................................ ................................ ............. 11 c. Tenaga Kerja dan Teknis Budidaya................................ ............... 13 d. Produksi dan Kendala Produksi ................................ .................... 13 5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 15 a. Fleksibilitas Produk Pembiayaan Syariah ................................ ....... 15 b. Pemilihan Pola Usaha ................................ ................................ 16 c. Asumsi dan Parameter Keuangan................................ ................. 18 d. Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional .......................... 20 e. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja ................................ ... 24 f. Proyeksi Produksi dan Pendapatan ................................ ............... 24 g. Proyeksi Rugi Laba ................................ ................................ .... 25 h. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek ................................ ...... 25 i. Perolehan Margin ................................ ................................ ....... 26 6. Aspek Sosial Ekonomi ................................ ................................ 27 7. Penutup ................................ ................................ ..................... 29 a. Kesimpulan ................................ ................................ .............. 29 b. Saran ................................ ................................ ..................... 29 LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 30 Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 1 1. Pendahuluan a. Latar Belakang Usaha ternak itik petelur mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan di daerah dengan kondisi alam tropis seperti di Indonesia. Peternakan itik petelur membutuhkan sumber protein yang lebih sedikit dibandingkan dengan peternakan ayam petelur. Dengan demikian usaha ternak itik petelur menjanjikan peluang keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan usaha ternak ayam pedaging. Kisah sukses usaha ternak itik petelur di Desa Kroya, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon seperti dikemukakan dalam SINAR TANI Edisi 11/17 Juli 2001 telah mampu meningkatkan kemakmuran para peternak itik petelur. Dikemukakan juga bahwa peternak, yang menghasilkan itik umur satu hari (DOD) berhasil memperoleh pendapatan hingga mencapai rata-rata sekitar Rp. 7.000.000 per bulan. Dengan demikian ternak itik petelur dapat dijadikan sebagai usaha unggulan bagi rakyat Indonesia. Sedikitnya terdapat tiga alasan utama, mengapa usaha ternak itik petelur dijadikan sebagai usaha unggulan, yaitu: 1. Usaha ternak itik petelur merupakan jenis usaha yang sudah dikenal secara luas oleh rakyat Indonesia. 2. Usaha ternak itik petelur membutuhkan pakan (khususnya protein) yang lebih efisien dibandingkan dengan usaha ternak ayam pedaging. 3. Usaha ternak itik petelur telah terbukti mampu memberikan pendapatan yang relatif besar. b. Tujuan Tujuan dari penyusunan pola pembiayaan ini adalah: 1. Menyediakan rujukan bagi perbankan dalam rangka meningkatkan realisasi kredit usaha kecil, khususnya bagi pengembangan usaha itik petelur. 2. Menyediakan informasi dan pengetahuan untuk mengembangkan usaha itik petelur terutama tentang aspek keuangan, produksi, dan pemasaran. Ruang lingkup dari studi ini meliputi: 1. Komoditi yang akan diteliti dalam kajian ini adalah itik petelur di Daerah Mataram Propinsi Nusa Tenggara Barat dengan jenis Itik Mojosari. 2. Aspek-aspek yang diteliti dalam pola pembiayaan usaha itik petelur adalah : Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 2 a. Aspek pemasaran meliputi antara lain kondisi permintaan yaitu pasar domestik dan ekspor, penawaran, persaingan, harga, proyeksi permintaan pasar dll, b. Aspek Produksi meliputi gambaran komoditi, persyaratan teknis produk, proses pengolahan dan penanganannya, c. Aspek Keuangan meliputi perhitungan kebutuhan biaya investasi, dan kelayakan keuangan. Perhitungan kelayakan keuangan menggunakan analisis yang disesuaikan dengan jenis usaha yang dapat meliputi rugi laba, cash flow, net present value, pay back ratio, benefit cost ratio dan internal rate of return, termasuk analisa sensitivitas, d. Aspek Sosial Ekonomi meliputi pengaruh pengembangan usaha komoditi yang diteliti terhadap perekonomian, penciptaan lapangan kerja dan pengaruh terhadap sektor lain, dan e. Aspek Dampak Lingkungan c. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan survei di wilayah yang selama ini mempunyai potensi pengembangan usaha ternak itik petelur cukup baik, yaitu di Kota Mataram, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Survei lapang dilakukan untuk memperoleh data sebagai berikut: 1. Data primer dari pengusaha kecil (peternak itik petelur); 2. Data sekunder dari perbankan umum dan instansi terkait (Dinas Peternakan, dan BPS Kota Mataram); 3. Tokoh masyarakat setempat (tokoh formal dan tokoh informal). Atas hasil pengumpulan data tersebut di atas selanjutnya dilakukan analisa atas hal-hal sebagai berikut: 1. Analisa usaha, dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh komoditi yang diteliti dilihat dari aspek-aspek pemasaran, produksi, sosial-ekonomi, dan dampak lingkungannya; 2. Analisa pembiayaan, dilakukan untuk mengetahui bagaimana pembiayaan proyek dan kelayakan usaha dilihat dari aspek keuangannya. Untuk kepentingan pengumpulan dan analisa data tersebut di atas, sampel usaha kecil di wilayah penelitian diambil secara purposive dengan persyaratan bahwa usaha kecil tersebut yang paling banyak terdapat di wilayah studi, dengan mengutamakan mereka yang mendapat kredit bank untuk usaha taninya. Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 3 2. Profil Usaha Usaha ternak itik petelur biasanya dilaksanakan secara tradisional. Sebagai contoh di Propinsi Nusa Tenggara Barat, sebagian besar atau bahkan hampir 60% adalah peternak itik tradisional. Ciri peternak itik tradisional pada umumnya digembalakan dengan makanan seluruhnya diperoleh waktu digembalakan, kandang seadanya tanpa kolam dan tidak mengenal penanganan kesehatan sama sekali. Sedangkan bentuk pemeliharaan itik petelur lainnya adalah semi intensif dan intensif. Perbedaan pemeliharaan itik petelur tradisional, semi intensif dan intensif dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1. Perbedaan Pemeliharaan Itik secara Tradisional, Semi Intensif dan Intensif Tradisional Semi intensif Intensif Sekali-kali Digembalakan Tidak digembalakan digembalakan 100% makanan 50% makanan 100% makanan dari buatan50 % dari buatan penggembalaan penggembalaan Kandang Kandang dilengkapi Kandang sistem kering seadanya, kolam seperti ayam ras tanpa kolam Tanpa Kadang ada Penggunaan obat dan penggunaan pengobatan dan vaksin secara intensif obat dan vaksin vaksinasi Sumber: Suharno dan Setiawan (2001) Dari Tabel 2.1 tersebut di atas tampak pemeliharaan itik petelur cara semi intensif merupakan peralihan dari tradisional menuju intensif. Tampak pula pemeliharaan itik petelur intensif memerlukan sarana dan prasarana yang relatif besar dibandingkan dengan beternak itik petelur tradisional. Sebagai contoh, dalam pemeliharaan itik petelur intensif diperlukan makanan buatan 100 persen, karena itik tidak pernah digembalakan dan begitu pula halnya dengan pembuatan kandang yang lebih baik serta pencegahan terhadap penyakit. Tabel 2.2 memperlihatkan kelebihan dan kekurangan pemeliharaan itik petelur tradisional dan intensif. Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 4 Tabel 2.2. Kelebihan dan Kekurangan Pemeliharaan Itik Petelur secara Tradisional dan Intensif Aspek Kegiatan Tradisional 1. Investasi yang Rendah dibutuhkan 2. Teknologi yang Mudah dipakai 3. Efisiensi tenaga Rendah kerja 4. Produktivitas Sangat pekerja rendah 5. Efisiensi lahan Rendah 6. Penanggulangan Sulit penyakit 7. Pengembangan Sulit usaha Intensif Tinggi Sulit Tinggi Lebih tinggi Tinggi Mudah Mudah Sumber: Wasito dan Siti Rohani (1994) dalam Suharno dan Setiawan (2001) Dari berbagai aspek yang dibahas pada Tabel 2.2, aspek investasi dan teknologi merupakan faktor kunci yang membuat peternak memilih cara pemeliharaan itik petelur tradisional. Pemeliharaan tradisional memerlukan modal rendah dan teknologi lebih mudah dibandingkan dengan pemeliharaan itik petelur intensif. Namun apabila modal untuk investasi tersedia dan teknologi mampu dikuasai, maka dipastikan peternak memilih pemeliharaan itik petelur intensif. Dengan pemeliharaan itik petelur intensif, akan diperoleh kelebihan-kelebihan yang sangat diperlukan dalam keberhasilan usaha. Beberapa aspek penting yang merupakan kelebihan pemeliharaan itik petelur intensif adalah efisiensi tenaga kerja dan produktivitas pekerja yang lebih tinggi serta penanggulangan penyakit yang lebih mudah dibandingkan dengan pemeliharaan itik petelur tradisional. Kelebihan-kelebihan ini tentunya akan menghasilkan biaya produksi pemeliharaan intensif yang lebih rendah dibandingkan dengan pemeliharaan tradisional dan pada akhirnya pemeliharaan itik petelur intensif akan lebih menguntungkan daripada pemeliharaan itik petelur tradisional. Pemeliharaan itik petelur selama ini masih didominasi oleh cara tradisional dengan pembiayaan bersumber dari pribadi dan berdasarkan pengamatan masih sedikit sekali yang memanfaatkan jasa perbankan untuk menambah modalnya. Peternak itik petelur dengan pemeliharaan semi intensif dan intensif selama ini belum memperoleh pembiayaan dari bank. Para peternak itik petelur semi intensif baru mendapatkan pembiayaan program P4K (Program Peningkatan Pendapatan Petani Kecil) dan KPKU (Kredit Pengembangan Kemitraan Usaha), yang merupakan program (kredit Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 5 program). Namun diperoleh informasi terdapat peternak itik petelur yang mengajukan pembiayaan dari bank umum (komersial). Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 6 3. Aspek Pemasaran a. Permintaan Pemeliharaan itik petelur akan menghasilkan telur untuk konsumsi dan juga faeces (kotoran) yang berguna untuk pupuk. Telur untuk konsumsi diperdagangkan dalam bentuk segar dan olahan. Telur asin adalah merupakan bentuk olahan dari telur itik yang diperdagangkan di Indonesia. Subsititusi telur itik adalah telur ayam (ayam kampung dan ayam ras). Ternyata kandungan telur itik ditinjau dari kandungan lemak, protein, kalsium, besi dan Vitamin A per butirnya lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan telur ayam. Hanya kandungan kalori telur itik lebih rendah dibandingkan dengan telur ayam. Dengan demikian kandungan nilai gizi telur itik secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan telur ayam. Perbandingan nilai gizi telur itik dan telur ayam dapat dilihat dalam Tabel 3.1 di bawah ini. Tabel 3.1. Nilai Gizi Telur Itik dan Telur Ayam Per 100 Gram Telur Jenis Kalori Lemak Protein Kalsium Besi Vit.A(SI) Telur (kkal) (g) (g) (mg) (mg) Telur 163 14.3 13.1 56 2.8 1 230 itik Telur 189 11.5 12.8 54 2.7 900 ayam Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan (1972) dalam Suharno dan Amri (2000) Berdasarkan kenyataan yang ada saat ini, perkembangan permintaan terhadap telur itik selalu meningkat dari tahun ke tahun (Suharno dan Amri, 2000 dan Windhyarti, 2000). Sebagian besar konsumen telur itik adalah penduduk di kota-kota besar. Disamping untuk konsumsi rumah tangga, konsumen lainnya yang sangat potensial adalah restoran, rumah makan, kapal-kapal laut, rumah sakit, asrama-asrama, perusahaan-perusahaan tertentu, dan juga konsumen jamu. Jumlah permintaan secara nyata sulit untuk diketahui (Suharno dan Amri, 2000). Namun, Suharno dan Amri (2000) telah melakukan penelitian dibeberapa kota sebagai berikut: Bogor dengan jumlah permintaan 230.000 butir per bulan (Mei 1994), DKI Jakarta dengan jumlah permintaan 1.716.000 butir per bulan (Mei 1994), dan Tegal dengan jumlah permintaan 230.000 butir per bulan (1992). Ilustrasi jumlah permintaan di tiga kota tersebut di atas tentunya hanya merupakan sebagian kecil saja jika dibandingkan dengan jumlah kota dan kabupaten yang lebih dari 300. Segi potensial dari permintaan telur itik Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 7 adalah adanya kecenderungan sebagian orang yang menganggap telur itik lebih berkhasiat untuk campuran jamu godokan dibanding dengan telur ayam. Begitu juga untuk pembuatan martabak, disebutkan telur itik mutlak diperlukan dan bahkan ada yang berpendapat tidak dapat digantikan dengan telur ayam. Sebagai informasi tambahan, selain untuk dikonsumsi, telur itik juga dipergunakan oleh industri. Industri yang mempunyai kecenderungan untuk menggunakan telur itik adalah industri kosmetik dan farmasi. Bahkan, telur itik mempunyai potensi besar untuk dijadikan tepung telur. Gambaran permintaan telur itik nasional tidak diperoleh. Namun, tersedia data pengeluaran per kapita per bulan untuk susu dan telur penduduk Indonesia yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik, data tersebut dapat dipergunakan sebagai "proxy" atau dugaan bagi permintaan telur itik nasional. Tabel 3.2 berikut menunjukkan pengeluaran rata-rata per kapita per bulan untuk susu dan telur penduduk Indonesia. Dari Tabel 3.2 di atas tampak bahwa pengeluaran per bulan untuk telur dan susu tahun 1993, 1996 dan 1999 selalu meningkat. Namun, meskipun pengeluaran tersebut dalam rupiah selalu meningkat tajam, persentasenya terhadap pengeluaran relatif stabil. Tabel 3.2. Pengeluaran Rata-Rata Per Kapita Per Bulan untuk Telur dan Susu Penduduk Indonesia Pengeluaran Pengeluaran Tahun (Rp) (%) * 1993 1.264 2,90 1996 2.070 2,96 1999 4.004 2,91 *) Persentase terhadap total pengeluaran Sumber : BPS (2000) b. Penawaran Populasi Itik di Indonesia dalam tiga tahun terakhir relatif tidak stabil. Jumlah populasi itik (dalam ribu ekor) tahun 1997, 1998 dan 1999 adalah berturut-turut 30.320, dan 25.950 dan 26.254. (BPS, 2000) Tabel 3.3 menunjukkan populasi itik dimasing-masing propinsi di Indonesia. Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 8 Tabel 3.3. Populasi Itik Masing-Masing Propinsi di Indonesia Tahun 1997 - 1999 (dalam 000) No Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) 2 Sumatra Utara 3 Sumatra Barat 4 Riau 5 Jambi 6 Sumatra Selatan 7 Bengkulu 8 Lampung 9 D.K.I Jakarta 10 Jawa Barat 11 Jawa Tengah 12 D.I. Yogyakarta 13 Jawa Timur 14 Bali 15 Nusa Tenggara Barat 16 Nusa Tenggara Timur 17 Kalimantan Barat 18 Kalimantan Tengah 19 Kalimantan Selatan 20 Kalimantan Timur 21 Sulawesi Utara 22 Sulawesi Tengah 23 Sulawesi Selatan 24 Sulawesi Tenggara 25 Maluku 26 Irian Jaya Sumber : Direktorat Jenderal 1 1997 Tahun 1998 1999 3.399,2 3.418,9 3.438,7 2.265,3 2.129,5 2.254,5 1.659,0 1.676,8 1.694,7 270,4 274,5 278,6 552,1 632,3 723,8 1.705,1 1252 1302 654,8 229,2 80,2 387,8 418,3 439,2 50,0 61,5 70,8 3.603,4 2.905,9 2938 3.781,2 3.781,2 3.507,8 231,8 202,1 210 2.986,2 2.252,5 2.286,3 713,3 534,2 539,5 594,1 382,6 388,3 161,2 183,0 191,7 326,1 264,3 420,8 147,4 153,8 154,9 3.116,3 1.497,3 1.610,1 324,2 227,7 230,4 417,6 417,6 426 145,3 148,2 151,8 2.322,3 2.308,5 2.384,9 262,4 273,7 279,1 109,4 121,4 135,7 105,6 110,9 116,5 Peternakan Daerah sentra ternak itik (yang memiliki sekurang-kurangnya 1 juta ekor itik) di Indonesia adalah propinsi-propinsi: Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Dengan demikian masih tersedia peluang bagi propinsi lain untuk mengembangkan ternak itik. Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 9 c. Pemasaran Produk Perkembangan harga telur itik relatif stabil. Harga telur itik mengalami lonjakan musiman, yaitu pada saat menjelang hari-hari besar seperti Hari Raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru. Pada waktu tersebut jumlah permintaan melonjak, namun penawaran (jumlah produksi) relatif stabil sehingga mengakibatkan kenaikan harga rata-rata sekitar 10%. Tingkat persaingan peternak itik di daerah survei (Propinsi Nusa Tenggara Barat) relatif rendah. Dengan demikian peluang pasar masih terbuka untuk para peternak baru. Diperoleh keterangan bahwa ada permintaan untuk sejumlah 5000-an butir telur per hari dari super market terkenal, namun hal ini masih sulit untuk dipenuhi. Sedangkan data ekspor telur itik dari Indonesia hingga saat ini belum tersedia. Data ekspor tersedia untuk telur unggas dan berbagai produk olahannya. Tujuan ekspor adalah Negara Singapura, Saudi Arabia, Hongkong, Amerika Serikat dan Malaysia (Data selengkapnya dalam Lampiran 1.) Sebagian besar telur itik yang dihasilkan oleh peternak dibeli oleh pedagang pengumpul. Dengan demikian dapat dikatakan tidak dikeluarkan biaya pemasaran oleh para peternak. Selanjutnya para pedagang pengumpul tadi menjual telur itik kepada pembeli berikutnya dan selanjutnya dijual kembali untuk langsung dikonsumsi dan sebagian lagi diolah untuk menjadi telur asin. Pemasaran telur itik selama ini belum menunjukkan fluktuasi produksi yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa kendala pemasaran belum dijumpai. Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 10 4. Aspek Produksi a. Lokasi Usaha dan Fasilitas Produksi Lokasi usaha peternakan itik petelur dapat dilaksanakan hampir di semua jenis lokasi. Lokasi peternakan itik dilaksanakan didekat pantai, di pegunungan, di tempat yang terlindung matahari, di tempat terbuka dan terkena panas matahari penuh, daerah berbatu-batu dan berumput. Bahkan dalam keadaan apapun itik dapat hidup (Windhyarti, 2000). Dengan demikian itik dapat hidup hampir di seluruh lokasi. Akan tetapi, hal yang harus diperhatikan adalah masalah lingkungan. Itik tidak cocok untuk hidup di daerah yang bising, seperti lapangan terbang dan lapangan tembak. Begitu juga tempat yang ramai dengan lalu lalang kendaraan bermotor atau tempat yang gaduh, lingkungan ini tidak cocok untuk itik. Keadaan ini akan membuat itik menjadi stress sehingga malas untuk bertelur. Dengan demikian itik dapat hidup di lokasi manapun asal tidak berisik dan aman dari lalu lalang orang atau kendaraan. Selain itu, perlu juga dipertimbangkan sebaiknya lokasi peternakan itik tidak terlalu dekat dengan pemukiman penduduk, karena ternak itik (dan ternak pada umumnya) mengeluarkan bau dan debu. Untuk memelihara itik petelur diperlukan kandang. Kandang terbuat dari bahan tahan lama dan tersedia di lokasi dengan harga semurah mungkin. Sebagai salah satu alternatif, dapat pula dipergunakan bahan bekas namun berkualitas tinggi. Berdasarkan pengalaman yang dijumpai di lapangan, bahan yang tersedia, kuat dan murah adalah bambu yang cukup tua. Bambu dapat dipergunakan untuk kerangka bangunan, pagar dan lantai. Selain dari bambu, lantai kandang dapat berupa tanah biasa, di semen, atau diberi batu-batu. Lantai kandang yang terlindung sebaiknya diberi alas jerami, sekam, serbuk gergaji atau bahan lainnya. Sedangkan atap bangunan kandang dapat dipergunakan bahan dari alang-alang, ijuk, rumbia, genteng, lembaran plastik atau bahan lainnya. Peralatan yang diperlukan di dalam kandang adalah tempat pakan dan tempat minum. Kedua jenis peralatan tersebut dapat terbuat dari plastik, kayu atau bahan lainnya. Selain itu, diperlukan juga sapu, sekop dan alat lainnya untuk membersihkan kandang. b. Bahan Baku Pemeliharaan itik petelur membutuhkan bahan baku bibit, pakan dan obatobatan. Pemilihan bibit harus dipertimbangkan secara baik, karena bibit ini merupakan keputusan awal yang akan berpengaruh pada tahap-tahap Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 11 pemeliharaan berikutnya. Beberapa jenis bibit unggul itik petelur yang dijumpai di pasar adalah sebagai berikut: Itik Itik Itik Itik Itik Tegal Mojosari Alabio Bali BPT KA Bibit unggul tersebut memiliki kemampuan yang berbeda dalam menghasilkan telur baik jumlah telur yang dihasilkan per tahun maupun ratarata berat telur dapat dilihat dalam Tabel 4.1. Tampak bahwa jenis itik Mojosari menghasilkan jumlah telur per tahun tertinggi (200-265 butir), dengan bobot per butirnya juga tinggi (70 gr). Urutan berikutnya adalah jenis itik Tegal yang menghasilkan jumlah telur per tahun 150-250 butir dengan bobot per butir antara 65 - 70 gram. Tabel 4.1. Kemampuan Produksi Telur dan Bobot Beberapa Jenis Itik Petelur Unggas. Jumlah Telur Jenis Itik (butirTahun) Itik Mojosari 200-265 Itik Tegal 150-250 Itik Alabio 130-250 Itik Bali 153-250 Itik BPT KA 274 Sumber: Suharno dan Amri (2000 diolah) Bobot Telur (gram/butir) 70 65-70 65-70 59-65 70 Selanjutnya sarana produksi lainnya yang dibutuhkan yaitu pakan dan obatobatan. Jenis pakan adalah: starter (untuk anak itik), grower (untuk itik dara) dan layer (untuk itik dewasa). Ketiga jenis pakan ini dapat dengan mudah dibeli di toko. Pakan ini dapat dibuat sendiri dengan alternatif bahanbahan yang paling murah dan mudah diperoleh di sekitar lokasi usaha. Adapun bahan alternatif pakan ternak itik adalah jagung kuning, dedak/bekatul, tepung ikan, tepung daging bekicot, tepung tulang, tepung kerang, bungkil kelapa, tepung gaplek, tepung daun pepaya, tepung daun turi, dan tepung daun lamtoro. Komposisi bahan-bahan tersebut tergantung pada jenis pakan yang akan dibuat. Obat-obatan dibutuhkan karena untuk mendapatkan produksi yang baik dan bermutu tinggi, salah satunya adalah ternak harus sehat. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban peternak untuk menjaga agar itik petelur terhindar dari segala macam serangan penyakit. Cara terbaik untuk menghindar dari serangan penyakit adalah dengan memelihara itik dalam kandang yang Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 12 memadai, baik sanitasi maupun luasannya, selain pakan yang mencukupi jumlah, nilai gizi, dan kesegarannya. Berdasarkan pengalaman, vaksinasi yang perlu diberikan pada itik adalah vaksinasi untuk mencegah penyakit fowl cholera atau duck cholera. Sedangkan penyakit yang dapat menyerang unggas (umumnya) adalah virus, bakteri, dan parasit (cacing, protozoa, dan kutu). Beberapa penyakit itik terpenting adalah: coccidiosis, coryza, infeksi salmonella, lumpuh, dan kolera. c. Tenaga Kerja dan Teknis Budidaya Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk beternak itik petelur relatif tidak besar. Sebagai contoh, untuk memelihara sejumlah 100 ekor itik, biasanya dilakukan oleh suami dan istri, dimana suami yang menyediakan pakan dan istrinya yang memelihara dan memberikan pakan. Sedangan untuk jumlah mulai 300 ekor, diperlukan tenaga kerja khusus yang menangani ternak itik petelur. Tenaga kerja ini hendaknya mempunyai keterampilan untuk membersihkan kandang, membuat pakan dan menanggulangi penyakit. Tenaga kerja biasanya berasal dari penduduk lokal. Dalam beternak itik, tidak dikenal tingkat teknologi, melainkan cara pengusahaannya. Cara pengusahaan ternak itik petelur, sebagaimana sudah dikemukakan dalam Bab 2, terbagi atas tiga jenis, yaitu tradisional, semi intensif dan intensif. Peternakan itik tradisional menerapkan teknologi paling sederhana, sedangkan semi intensif dan intensif menerapkan teknologi lebih tinggi. Teknologi dalam kaitan ini misalnya dalam pengolahan pakan dan penanggulangan penyakit. Tahapan produksi itik petelur adalah dimulai dari pembibitan, penetasan, pemeliharaan mulai dari anak itik berumur satu hari (DOD-day old duck), dara, hingga dewasa (mulai bertelur), hingga akhirnya afkir. Peternak itik petelur dapat melakukan kegiatan usahanya dari mulai penetasan, dari DOD atau dari dara. d. Produksi dan Kendala Produksi Mutu telur itik dibedakan berdasarkan penilaian terhadap kulit telur, kantong udara pada telur, putih telur dan kuning telur. Telur itik biasanya dibedakan mutunya berdasarkan berat, > 65 gr (besar), berat 60 - 65 gr (sedang) dan < 65 (kecil). Seperti telah diuraikan dalam Bab 2, cara pengusahaan ternak itik petelur masih didominasi oleh cara tradisional. Hingga saat ini belum dilakukan studi skala usaha optimum untuk peternakan itik petelur. Akan tetapi, berdasarkan pengamatan di lapang, dapat diajukan suatu skala usaha tradisional adalah dari puluhan hingga 200 ekor. Sedangkan untuk skala usaha semi intensif antara 300 hingga di bawah 900 ekor. Sedangkan pada skala usaha mulai 900 ekor sudah dapat dikategorikan sebagai usaha intensif. Dalam pola pembiayaan ini, untuk analisa keuangan, skala usaha ditetapkan sejumlah Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 13 1.000 ekor dengan cara pengusahaan terbagi atas dua kategori yaitu pengusahaan mulai dari DOD dan pengusahaan mulai dari dara. Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 362/Kpts/TN.120/5/1990 berisi tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan pemberian ijin dan pendaftaran usaha peternakan. Jika populasi ternak itik dalam suatu peternakan lebih dari 15.000 ekor, maka harus mengajukan ijin usaha peternakan. Produksi telur itik utamanya tergantung pada bibit dan pemeliharaan (pemberian pakan khususnya). Dengan demikian perlu sekali mendapatkan bibit yang terjamin mutunya. Ketersediaan pakan yang terjamin berikut pemberiannya sesuai dengan jadwal dan dosis juga merupakan pangkal beberapa keberhasilan ternak itik petelur. Untuk mendapatkan itik petelur yang berkualitas dan mempunyai jaminan dapat dihubungi beberapa alamat yang ada pada Lampiran 2. Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 14 5. Aspek Keuangan a. Fleksibilitas Produk Pembiayaan Syariah Analisa aspek keuangan membantu pihak muhal atau shahibul maal (Lembaga Keuangan Syariah/LKS) memperoleh gambaran tentang prospek usaha yang akan dibiayai. Aspek keuangan juga dapat membantu pihak muhil atau mudharib (pengusaha) dalam mengelola dana pembiayaan untuk usaha bersangkutan. Berbeda dengan produk pembiayaan konvensional yang hanya mengenal satu macam produk yaitu pembiayaan dengan sistem perhitungan suku bunga, pada pola syariah mempunyai keragaman produk pembiayaan dan perhitungan keuntungan (perolehan hasil) yang fleksibel. Untuk produk syariah banyak ragamnya, diantaranya mudharabah, musyarakah, salam, istishna, ijarah dan murabahah (Lampiran Syariah). Dari produk tersebut, setiap produk juga masih mempunyai turunannya. Oleh karena itu, pada pola pembiayaan syariah satu usaha bisa memperoleh pembiayaan lebih dari satu macam produk. Sedangkan untuk menghitung tingkat keuntungan yang diharapkan bisa menggunakan sistem margin atau nisbah bagi hasil. Margin merupakan selisih harga beli dengan harga jual sebagai besar keuntungan yang diharapkan. Nisbah bagi hasil adalah proporsi keuntungan yang diharapkan dari suatu usaha. Pada perhitungan nisbah bagi hasil dapat menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing/PLS) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing). Profit sharing, nisbah bagi hasil diperhitungkan setelah dikurangi seluruh biaya (keuntungan bersih). Sementara revenue sharing perhitungan nisbah berbasis dari pendapatan usaha sebelum dikurangi biaya operasionalnya. Keragaman produk pembiayaan dan perhitungan tingkat keuntungan ini dapat memberi keluwesan/fleksibilitas baik untuk pihak shahibul maal maupun mudharib untuk memilih produk pembiayaan yang sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing-masing. Bagi pihak shahibul maal, pemilihan ini dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan dan tingkat resiko terhadap nasabah dan usahanya. Sehingga bisa terjadi untuk usaha yang sama, mendapat produk pembiayaan maupun besaran margin atau nisbah per nasabahnya berbeda. Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 15 b. Pemilihan Pola Usaha 1. Karakteristik Usaha Peternakan Itik Petelur Produk yang dipilih untuk usaha peternakan itik petelur adalah peternakan itik DOD (itik umur 1 hari) dan peternakan itik dara (itik umur 6 bulan). Pada proses produksi, itik tidak membutuhkan syarat yang spesifik untuk hidupnya. Itik petelur dapat hidup di hampir semua lingkungan sepanjang lingkungan tersebut tidak bising atau ramai, yang mana dapat mempengaruhi produksi telurnya. Usaha itik lebih mudah dilakukan daripada ayam, karena itik cenderung lebih tahan penyakit dan mudah dalam pemeliharaan dan pakannya. Berdasarkan hal tersebut, maka usaha ternak itik petelur memiliki propek untuk dikembangkan. Sedangkan untuk pasar telur itik dijual dalam bentuk mentah atau olahan seperti telur asin. Permintaan telur itik cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Peternak menjual produksinya ke pedagang pengumpul. Sejauh ini produksi telur hanya untuk memenuhi kebutuhan dalan negeri. Bahkan permintaan dalam jumlah besar oleh pasar swalayan belum mampu dipenuhi. Telur itik juga berpotensi untuk dipasarkan di luar negeri, tetapi sampai sekarang belum dijajagi karena keterbatasan produksi. Merujuk pada peluang pasar, maka usaha beternak itik menjadi pilihan usaha yang menguntungkan. 2. Pola Pembiayaan Berdasarkan penjelasan dalam Aspek Teknis Produksi, dalam rangka mengkaji aspek keuangan untuk usaha peternakan itik petelur dipilih 2 kategori usaha, yaitu : (1). Kategori-1 : usaha ternak itik petelur yang dimulai dari DOD, yaitu itik yang berusia satu hari. (2). Kategori-2 : usaha ternak itik petelur yang dimulai dari dara, yaitu itik yang berusia 6 (enam) bulan. Sedangkan merujuk pada sistem keuangan syariah yang mempunyai banyak ragam produk pembiayaan, maka pada aspek keuangan ini akan disajikan contoh produk pembiayaan dengan cara murabahah (jual beli) baik untuk pembiayaan investasi maupun untuk pembiayaan modal kerja, juga untuk pembiayaan usaha baru (start up) ataupun usaha yang sudah berjalan (running). Pertimbangannya adalah karena produk murabahah sudah banyak diterapkan dalam praktek oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan masyarakat pemakai pun sudah mengenal serta mengakses pola pembiayaan tersebut. Produk murabahah juga sebagai upaya untuk mitigasi resiko baik terhadap usaha maupun nasabah, karena pada produk pembiayaan ini margin secara pasti ditentukan diawal akad. Di samping itu, pembiayaan murabahah juga Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 16 memberi pilihan pada bank maupun nasabah/pengusaha apakah pembiayaan akan digunakan untuk membiayai seluruh komponen usaha (biaya investasi dan modal kerja) atau hanya untuk komponen-komponen tertentu. Pada contoh perhitungan, akan disampaikan pembiayaan untuk membeli komponen-komponen tertentu. Contoh yang disajikan terdiri dari dua jenis yaitu usaha yang sudah berjalan (running) dengan pembiayaan modal kerja untuk pengadaan pakan pada kategori I (DOD) dan usaha baru (start up) dengan pembiayaan investasi untuk pengadaan benih (itik) pada kategori II (dara). Pengadaan pakan dan benih dalam hal ini diasumsikan sudah tersedia dan telah dimiliki oleh pihak LKS. Untuk usaha pengadaan tersebut, pihak LKS dapat menggunakan pihak lain dengan akad produk pembiayaan yang terpisah dari akad murabahah ini. 3. Produk Murabahah Produk pembiayaan murabahah (jual beli) merupakan produk yang paling banyak dimanfaatkan baik oleh lembaga keuangan syariah maupun oleh nasabah. Untuk mengenal produk murabahah lebih jauh, berikut disampaikan penjelasan tentang produk murabahah yang diambil dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Bank Indonesia No: 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan murabahah harus memenuhi rukun yaitu ada penjual (bai’), ada pembeli (musytari), obyek barang yang diperjual belikan jelas, harga (tsaman) dan ijab qabul (sighat). Syarat-syarat yang berlaku pada murabahah antara lain: 1. Harga yang disepakati adalah harga jual, sedangkan harga beli harus diberitahukan. 2. Kesepakatan margin harus ditentukan satu kali pada awal akad dan tidak berubah selama periode akad. 3. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah ke bank /Lembaga Keuangan Syariah (LKS) berdasarkan kesepakatan. 4. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 5. Dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang, maka akad murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. 6. Pembayaran secara murabahah dapat dilakukan secara tunai atau dengan cicilan. 7. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka (urbun) saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 17 nasabah. Dalam hal bank meminta nasabah untuk membayar uang muka maka berlaku ketentuan: o Jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar uang muka, maka biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang ditanggung oleh bank, maka bank dapat meminta pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah, o Jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang telah dibayarkan nasabah menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut. Jika urbun tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya. c. Asumsi dan Parameter Keuangan Untuk keperluan analisis aspek keuangan perlu ditetapkan asumsi dari masing-masing kategori tersebut. Asumsi meliputi jangka waktu (periode) proyek, umur itik, tingkat kehidupan, tenaga kerja dan parameter sarana produksi peternakan serta harga-harga masukan dan keluaran. Asumsi dan parameter yang ditetapkan merupakan dasar dalam perhitungan kebutuhan fisik dan biaya untuk investasi serta biaya operasional. Pada Tabel 5.1 atau Lampiran 2.a disajikan asumsi dan parameter untuk kategori I (DOD), sedangkan tabel 5.2 atau Lampiran 2.b untuk kategori II (Dara), sebagaimana tersaji di bawah ini : Tabel 5.1. Asumsi dan Parameter Perhitungan Itik Petelur dari DOD (Kategori I) No. Asumsi Satuan Nilai 1 Periode Produksi Bulan 30 2 Bangunan (kandang) Rp/1000 ekor itik 2.000.000 3 Tenaga kerja orang 4 4 Tenaga Ahli orang 1 5 Harga jual a. Telur per butir Rp 600 b. Pupuk kandang (karung/ kg) Rp 25 c. Itik tua per ekor Rp 12.500 6 Pemeliharaan itik umur 1 hari DOD 1.000 7 Itik mulai bertelur Bulan 6 a. Itik umur 6-8 bulan bertelur 1 b. Itik umur 8-24 bulan bertelur 1 c. Itik umur 24-30 bulan bertelur 1 8 Pakan Alternatif I (konsentrat: Dedak = Rp/kg 1.150 Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 18 9 10 11 12 13 1:4) Alternatif II (konsentrat: Dedak = 1:5) Rp/kg Alternatif III (konsentrat: Dedak = 2:3) Rp/kg Mortalitas Lama hari dalam 1 bulan hari Rentang waktu jual-bayar hari Jangka waktu pembiayaan Tahun Tingkat margin pembiayaan persen 1.040 715 0 30 10 1 0 Tabel 5.2. Asumsi dan Parameter Perhitungan Itik Petelur dari Dara (Kategori II) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Asumsi Satuan Nilai Periode Produksi Bulan 24 Bangunan (kandang) Rp/1000 ekor itik 2.000.000 Tenaga kerja orang 4 Tenaga Ahli orang 1 Harga jual a. Telur per butir Rp 600 b. Pupuk kandang (karung/ kg) Rp 25 c. Itik tua per ekor Rp 12.500 Pemeliharaan itik umur 5 bulan 3 1.000 minggu Dara Itik mulai bertelur Bulan 6 a. Itik umur 6-8 bulan bertelur 50% b. Itik umur 8-24 bulan bertelur 75% c. Itik umur 24-30 bulan bertelur 50% Pakan Alternatif I (konsentrat: Dedak = 1:4) Rp/kg 1.150 Alternatif II (konsentrat: Dedak = 1:5) Rp/kg 1.040 Alternatif III (keong : Dedak = 2:3) Rp/kg 715 Mortalitas 2% Itik Dara Betina (5 bulan 3 minggu) Rp/ekor 30.000 Lama hari dalam 1 bulan hari 30 Rentang waktu jual-bayar hari 10 Jangka waktu pembiayaan Tahun 2 Tingkat margin pembiayaan Persen 9% Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 19 d. Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional 1. Biaya investasi Pada kategori I (Tabel 5.3 atau Lampiran 3.a), biaya investasi meliputi biaya sewa tanah, peralatan peternakan dan pembelian DOD. Jumlah seluruh biaya investasi pada awal proyek adalah Rp 7.925.000. Selama periode proyek ada investasi ulang (re-investasi) untuk biaya sewa tanah dan peralatan lainnya. Dari total biaya investasi kurang lebih 50% dipergunakan untuk pembelian DOD yaitu sebesar Rp. 4.500.000. Tabel 5.3. Biaya Investasi Usaha Peternakan Itik Petelur dari DOD (Kategori I) Harga Komponen Spesifika Jumlah per No Biaya si Teknis Fisik Satuan Rp Sewa 1 rumah/tanah 2 Kandang Sumber air 3 dan listrik Peralatan penunjang 4 lainnya 5 6 7 8 1 375.000 paket untuk sejumlah ekor paket 100% betina DOD umur 1 hr Sekop buah Wadah pakan buah Tempat penampungan telur paket Jumlah Total 1.000 1.000 Umur Nilai Ekonomis Penyusutan Nilai Sisa (th) (Rp) 375.000 1 375.000 - 2.000 2.000.000 5 400.000 1.600.000 250 250.000 15 16.667 150.000 1 250.000 250.000 15 16.667 150.000 4.500 4.500.000 2,5 1.800.000 - 1.000 5 10 20.000 21.000 100.000 210.000 5 5 20.000 42.000 80.000 168.000 1 240.000 240.000 5 48.000 192.000 7.925.000 2.718.333 2.340.000 Pada kategori II (Tabel 5.4 atau Lampiran 3.b), biaya investasi meliputi biaya sewa tanah, peralatan peternakan dan pembelian Dara. Jumlah seluruh biaya investasi pada awal proyek adalah Rp 33.425.000. Selama periode proyek ada investasi ulang (re-investasi) untuk biaya sewa tanah dan peralatan lainnya. Dari total biaya investasi sekitar 90% dipergunakan untuk pembelian itik dara yaitu sebesar Rp. 30.000.000. Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 20 Tabel 5.4. Biaya Investasi Usaha Peternakan Itik Petelur dari Dara (Kategori II) Harga Komponen Spesifikasi Jumlah per No Biaya Teknis Fisik Satuan Rp Sewa 1 rumah/tanah 2 Kandang Sumber air 3 dan listrik Peralatan penunjang 4 lainnya 5 6 7 8 Total 1 375.000 paket paket 100% betina Dara umur 5 bln Sekop buah Wadah pakan buah Tempat penampungan telur paket Jumlah Umur Nilai Ekonomis Penyusutan Nilai Sisa (th) (Rp) 375.000 1 375.000 - 1.000 2.000 2.000.000 5 400.000 1.600.000 1.000 250 250.000 15 16.667 150.000 1 250.000 250.000 15 16.667 150.000 1.000 30.000 30.000.000 2 15.000.000 12.000.000 5 20.000 10 21.000 100.000 210.000 5 5 20.000 42.000 80.000 168.000 1 240.000 240.000 5 48.000 192.000 33.425.000 15.918.333 14.340.000 2. Biaya operasional Biaya operasional dalam kategori I dan kategori II meliputi biaya pakan, obat-obatan dan biaya manajemen pemeliharaan. Tabel 5.5 atau Lampiran 5.a dan Tabel 5.6 atau Lampiran 5.b menyajikan biaya operasional untuk kedua kategori. Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 21 Tabel 5.5. Biaya Operasional Usaha Peternakan Itik Petelur dari DOD (Kategori I) Harga Komponen Spesifikasi Jumlah per No Biaya Teknis Fisik Satuan Rp 1 Pakan Umur: 0 - 6 bulan Umur: 7 bulan Umur:8 - 24 bulan (17 bln) Umur: 25 30 bulan (6 bln) Obat dan 2 vaksin 3 Tenaga Kerja Tenaga ahli 4 (koordinator) Keranjang telur dan 5 transport 6 Air dan listrik Penunjang 7 produksi Pemeliharaan dan 8 perbaikan gram/hari gram/hari Total 19.060 1.040 19.822.400 4.800 1.040 4.992.000 82.000 1.040 29.000 1.000 Biaya Biaya Biaya operasi per Operasional Operasional tahun No. 2per tahun Awal 8 - 19.822.400 19.822.400 - 4.992.000 4.992.000 85.280.000 - 25.082.353 1.672.157 1.040 30.160.000 - 1.500 1.500.000 600.000 316.667 4 300.000 36.000.000 14.400.000 7.600.000 1 500.000 15.000.000 6.000.000 3.166.667 4.500 4.500.000 1.800.000 950.000 30 30.000 900.000 360.000 190.000 gram/hari - - gram/hari ekor orang orang 1.000 ekor bulan ekor 1.000 300 300.000 120.000 63.333 1000 1.000 1.000.000 400.000 211.111 ekor Jumlah Catatan: 1 minggu 1 bulan Umur 0 - 1 minggu Umur 1mg - 1 bln Umur 1 - 6 bulan Umur 6 - 30 bulan 1 tahun hari (tahun1) Masa kerja 1 tahun 1 tahun Periode jualbayar 49.896.753 199.454.400 23.680.000 73.576.753 38.984.335 7 30 hari hari 7 hari 23 hari 150 hari 720 hari 180 30 12 360 hari bulan bulan hari 2,5(tahun) 10hari Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 22 Tabel 5.6. Biaya Operasional Usaha Peternakan Itik Petelur dari Dara (Kategori II) Harga Komponen Spesifikasi Jumlah per No Biaya Teknis Fisik Satuan Rp 1 2 3 4 5 6 7 8 Pakan 6 - 30 gram/ekor bulan /hari Obat dan vaksin ekor Tenaga Kerja orang Tenaga ahli (koordinator) orang Keranjang telur dan transport ekor Air dan listrik bulan Penunjang produksi ekor Pemeliharaan dan perbaikan ekor Jumlah 160 1.040 119.808.000 1.000 1.500 4 300.000 1 Total Biaya Operasi Biaya Jumlah per Operasional Nilai tahun No. per tahun Rp 2-8 - 59.904.000 1.664.000 1.500.000 750.000 28.800.000 14.400.000 500.000 12.000.000 6.000.000 1.000 30 4.500 30.000 4.500.000 900.000 2.250.000 450.000 1.000 300 300.000 150.000 1000 1.000 1.000.000 500.000 59.904.000 168.808.000 24.500.000 84.404.000 1.664.000 Catatan: 1 minggu 7hari 1 bulan 30hari Masa kerja 24bulan 2 1 tahun 12bulan 1 tahun 360hari Umur Itik 720hari Periode jual-bayar 10hari Modal kerja = biaya operasi per 10 hari (=(total biaya/360)*10) Jadi modal kerja 10 hr = 1.664.000rupiah Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 23 e. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja Dalam Lending Model ini diasumsikan bahwa baik dana investasi maupun modal kerja bersumber dari pembiayaan lembaga keuangan syariah dan dana sendiri. Berdasarkan asumsi tersebut komposisi pembiayaan untuk investasi dan modal kerja adalah seperti pada Tabel 5.7. No 1. 2. 3. Tabel 5.7. Komponen dan Struktur Biaya Proyek Kategori I dan Kategori II Ternak Itik Petelur Komponen Biaya Kategori I/DOD Kategori II/Dara Proyek (usaha berjalan) (usaha baru) Biaya Investasi 7.925.000 33.425.000 a. Pembiayaan 0 30.000.000 b. Dana sendiri 7.925.000 3.425.000 Biaya Modal Kerja 38.984.335 1.664.000 a. Pembiayaan 26.486.557 0 b. Dana sendiri 12.497.778 1.664.000 Total Biaya Proyek 46.909.335 35.089.000 a. Pembiayaan 26.486.557 30.000.000 b. Dana sendiri 20.422.778 5.089.000 Untuk kebutuhan dana investasi, pada contoh perhitungan kategori I (DOD) semua biaya investasi diasumsikan sudah dimiliki oleh pengusaha sehingga tidak membutuhkan pembiayaan dari bank/LKS. Sedangkan kebutuhan biaya modal kerja (operasional) untuk contoh perhitungan, pembiayaan dari perbankan/LKS hanya untuk pembeliaan pakan, kebutuhan komponenkomponen biaya operasional yang lainnya juga diasumsikan sebagai bagian dari kontribusi pengusaha yang bersangkutan. Untuk kategori II (Dara), kebutuhan biaya investasi yang dibiayai oleh LKS/perbankan syariah hanya untuk pembelian itik dara, komponen yang lainnya diasumsikan telah dimiliki oleh pengusaha yang bersangkutan sebagai bagian dari kontribusinya dalam usaha (self financing). Sedangkan untuk kebutuhan biaya operasional diasumsikan disediakan seluruhnya oleh pengusaha yang bersangkutan. Pembayaran angsuran pembiayaan dalam perhitungan kelayakan diasumsikan secara tetap, caranya jumlah pembiayaan dibagi lama waktu pembiayaan dengan mempertimbangkan siklus produksinya. f. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Hasil usaha peternakan itik petelur adalah telur itik mentah. Secara rata-rata dengan seekor itik akan menghasilkan telur itik mentah untuk kategori I Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 24 (DOD) sebanyak 195 butir dan untuk kategori II (dara) sebanyak 244 butir. Pada contoh perhitungan kapasitas itik yang diperlihara adalah 1000 ekor. Harga telur mentah per butir diasumsikan sebesar Rp. 600. Masa produksi telur itik diasumsikan selama 30 bulan dan setiap akhir masa produksi telur maka itik tua dapat dijual dengan harga Rp. 12.500 per ekor. Selain itu, kotoran itik juga dapat diolah menjadi kompos. Kompos ini dijual dengan harga Rp. 25 per kg. Jadi pendapatan dari berternak itik petelur ini diperoleh dari hasil telur itik mentah (sumber penghasilan utama), penjualan itik tua dan kompos.. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4a, Lampiran 6.a untuk kategori I (DOD) dan Lampiran 4.b, Lampiran 6.b untuk kategori II (Dara). g. Proyeksi Rugi Laba Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa usaha peternakan itik petelur kategori I (DOD) pada tahun keempat mengalami kerugian, ini karena pada tahun tersebut terjadi peremajaan itik. Tetapi kerugian tersebut dapat ditutup dari keuntungan hasil penjualan komulatif pada tahun-tahun yang menguntungkan, bahkan pada tahun pertama besar keuntungan yang diperoleh sudah mencapai Rp. 15.504.345 dengan tingkat margin keuntungan 26,64%. Pada kategori II (dara) sejak tahun pertama sudah membubuhkan keuntungan sebesar Rp. 32.346.325 dengan tingkat margin keuntungan 22,67%. Hal ini karena pada kategori II, itik yang dipelihara sudah memasuki umur produksi telur yaitu 6 bulan. Selengkapnya proyeksi laba rugi usaha peternakan itik petelur ini dapat dilihat pada Lampiran 7.a untuk kategori I dan Lampiran 7.b untuk kategori II. h. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk diperoleh dari penjualan telur itik mentah, itik tua dan kompos. Untuk arus keluar meliputi biaya investasi, biaya operasional, juga termasuk angsuran pembiayaan dan pajak penghasilan. Evaluasi kelayakan untuk usaha peternakan itik petelur baik kategori I (DOD) dan kategori II (dara) dengan pembiayaan murabahah dapat diukur dari tingkat kemampuan membayar kewajiban kepada bank (shahibul maal). Hal ini dapat diketahui karena pada produk murabahah besarnya margin sudah ditentukan di awal akad, sehingga pada analisa laba rugi dan arus kas dapat dihitung kemampuan membayar berdasarkan dari pendapatan yang diperoleh usaha tersebut. Dari arus kas diketahui bahwa pada tingkat margin 10 % p.a untuk kategori I (DOD) dan 14 % p.a untuk kategori II (dara) usaha ini mampu membayar kewajiban pembiayaannya dan menghasilkan Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 25 keuntungan. Dengan demikian usaha peternakan itik petelur kedua kategori tersebut layak untuk dilaksanakan dan bisa dipertimbangkan untuk memperoleh pembiayaan. Pada analisa kelayakan dapat juga memakai beberapa indikator yang umum digunakan pada perhitungan konvensional. Indikator tersebut meliputi IRR (Internal Rate of Return), Net B/C Ratio (Net Benefit-Cost Ratio), PBP (Pay Back Period). Nilai IRR bisa menjadi indikator untuk mengukur kelayakan usaha, semakin tinggi nilai IRR maka usaha tersebut semakin berpeluang untuk menciptakan keuntungan. Meskipun demikian, indikator tersebut hanya sebagai alat bantu untuk menilai kelayakan suatu usaha. Besaran margin ataupun bagi hasil, harus ditetapkan atas dasar kesepakatan kedua belah pihak (shahibul maal dan mudharib). Proyeksi arus kas untuk kelayakan usaha peternakan itik petelur selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 8.a untuk kategori I dan Lampiran 8.b untuk kategori II. i. Perolehan Margin Pola pembiayaan syariah yang digunakan dalam usaha peternakan itik petelur adalah murabahah (jual beli). Pada kesempatan ini ditampilkan dua contoh alternatif pembiayaan yaitu usaha yang sudah berjalan (running) dan untuk usaha baru (start up). Dari hasil perhitungan untuk tingkat margin sebesar 10% per tahun, untuk kategori I (DOD) selama satu tahun waktu pembiayaan menghasilkan margin sebesar Rp.2.648.656. Pada kategori II dengan tingkat margin sebesar 14% dalam jangka waktu satu tahun mampu membubuhkan margin sebesar Rp. 4.200.000. Tingkat margin ini diberlakukan flat (tetap) per tahun, selama waktu pembiayaan yang disepakati. Selengkapnya, perhitungan perolehan margin dapat dilihat pada Lampiran 9.a untuk kategori I dan Lampiran 9.b untuk kategori II. Penentuan besaran margin, diutamakan berdasarkan pada base line data (data rujukan) untuk setiap komponen usaha / sektor ekonomi. Tetapi karena pada saat ini data tersebut belum tersedia, maka nilai margin mempertimbangkan informasi yang diperoleh dari praktek umum yang diterapkan oleh perbankan syariah dan kesetaraan dengan suku bunga Bank Indonesia (SBI). Data pola pembiayaan pada perbankan syariah dapat dilihat pada Lampiran 10. Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 26 6. Aspek Sosial Ekonomi Usaha ternak itik petelur adalah merupakan usaha yang berbasis sumberdaya lokal. Usaha yang berbasis sumberdaya lokal tentu saja akan mampu menjadi sektor yang tangguh, karena tidak tergantung pada pasokan dari luar, baik pasokan dari propinsi lain dan bahkan negara asing. Dalam pelaksanaan usaha ternak itik petelur, meskipun tenaga kerja yang dibutuhkan relatif kecil, namun seluruh kebutuhan tenaga kerja tersebut dapat dipenuhi dari dalam daerah itu sendiri. Dengan demikian, usaha ternak itik petelur mempunyai potensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Hal ini mengingat pelaksanaan usaha peternak itik petelur memerlukan teknologi yang sederhana, sehingga persyaratan rekruitmen tenaga kerja menjadi lebih mudah. Pengusahaan ternak itik petelur bila dilaksanakan dengan cara semi intensif dapat memberikan pendapatan bagi masyarakat yang sangat nyata, apalagi jika diusahakan dengan cara intensif. Sebagai contoh, pada Bab 5 dalam buku ini, diperlihatkan contoh analisis finansial untuk pengusahaan semi intensif dan intensif. Pengelolaan itik petelur cara kategori I akan menghasilkan pendapatan bersih rata-rata per tahun sebesar Rp 14.383.732, sedangkan kategori II menghasilkan pendapatan rata-rata per tahun sebesar Rp 61.831.943. Dilihat dari besarnya pendapatan bersih tersebut dapat disimpulkan bahwa pengusahaan ternak itik petelur mampu memberikan pendapatan yang relatif besar. Usaha ternak itik petelur juga mempunyai potensi untuk menyumbangkan pajak baik bagi pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Pajak bagi pemerintah daerah berupa Pajak Bumi dan Bangunan dan pungutan lain sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan usaha ternak, khususnya bagi peternak itik petelur yang diusahakan dengan cara intensif. Pelaksanaan usaha ternak itik petelur adalah merupakan suatu usaha yang mempunyai keterkaitan dengan sektor hulu dan hilir yang sangat erat. Hal ini mengingat dalam agribisnis perunggasan, usaha itik petelur merupakan salah satu sub-sistem yang sangat berkaitan erat dengan sub-sistem lainnya. Dalam pendekatan sistem, agribisnis perunggasan (usaha peternak itik petelur khususnya) sekurang-kurangnya terdiri dari sub-sistem: penyediaan sarana produksi (bibit, pakan, obat-obatan, dan kandang), budidaya ternak (itik petelur), pengolahan (telur itik menjadi telur asin, telur beku dan tepung telur), pemasaran, dan kebijakan pemerintah (misalnya penyediaan kredit dan pembangunan sarana dan prasarana perekonomian yang menunjang pengusahaan itik petelur). Dengan demikian, pengusahaan ternak itik petelur akan meningkatkan kebutuhan pada bibit (anak itik, yang disebut juga DOD), pakan, industri pengolahan telur, para pedagang telur, dan juga penyedia jasa permodalan. Dapat juga dikatakan usaha ternak itik petelur mempunyai keterkaitan erat antara industri hulu dan hilirnya. Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 27 Berdasarkan studi pustaka selama ini, Indonesia belum pernah mengekspor telur segar dan olahan. Potensi pasar ekspor telur utama adalah ke Jepang, Hongkong dan Singapura. Selama ini pemasok utama bagi ketiga negara tersebut adalah Taiwan, Thailand dan Malaysia. Indonesia belum menggarap pasar ekspor mengingat selama ini pemasaran telur itik di dalam negeri masih mampu menyerap produksi yang dihasilkan oleh peternak (Suharno dan Amri, 2000 dan Windhyarti, 2000). Berdasarkan uraian di atas, dampak yang dihasilkan dari usaha peternak itik petelur baik dari segi ekonomi maupun sosial adalah positif. Lebih lanjut, mengingat keterkaitan antar subsistem dalam pengusahaan ini sangat erat, maka perkembangan usaha ternak itik petelur ini akan mampu menggerakkan industri hulu dan hilir secara nyata. Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 28 7. Penutup a. Kesimpulan Usaha ternak itik petelur dapat dilaksanakan di seluruh lokasi, kecuali lokasi yang gaduh dan lalu lalang kendaraan bermotor serta dekat dengan pemukiman. Usaha ternak itik petelur umumnya masih dilakukan secara tradisional. Sedangkan cara pengusahaan itik petelur yang semi intensif dan intensif akan memberikan peluang menciptakan keuntungan lebih baik dan kepastian usaha yang tinggi. Usaha ternak itik petelur memerlukan sarana produksi yang sebagian besar berasal dari daerah setempat. Dengan demikian kelancaran produksinya dapat lebih terjamin. Selanjutnya, mengingat tenaga kerja yang dibutuhkan dapat juga dipenuhi dari daerah setempat, maka usaha ternak itik petelur tidak akan mengakibatkan gangguan sosial dan keamanan di lokasi usaha ini dilaksanakan. Pemasaran telur hingga saat ini tidak dijumpai masalah, artinya pasar masih mampu menyerap telur yang dihasilkan oleh peternak itik. Bahkan dijumpai adanya gejala pihak peternak tidak mampu menjawab tantangan pasar agar memasok lebih banyak lagi. Dari hasil analisis finansial yang telah dilakukan, menunjukkan usaha ternak itik petelur memberikan tingkat profitabilitas yang tinggi, sehingga layak untuk mendapatkan pembiayaan dari Lembaga Keuangan Syariah (Bank Syariah). b. Saran Ketersediaan pakan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam usaha ternak itik petelur. Penentu keberhasilan usaha ternak itik petelur adalah pemilikan bibit (baik DOD maupun itik dara), oleh karena itu peternak perlu untuk mendapatkan informasi pembibitan itik berkualitas tinggi, seperti dari Balai Penelitian Ternak di Bogor serta Dinas Peternakan setempat. Disarankan agar peternak dapat diberikan keterampilan cara-cara pembuatan pakan dengan mempergunakan bahan baku yang tersedia di daerah itu. Hal ini untuk lebih meningkatkan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat dan juga untuk lebih menjamin kontinuitas ketersediaan pakan. Meskipun hingga saat ini usaha ternak itik petelur belum memerlukan pengobatan seperti pada usaha ternak ayam ras, namun ada baiknya untuk memperhatikan hal ini. Langkah yang disarankan adalah dengan menyediakan biaya untuk pengobatan dan memeriksa secara rutin keadaan kesehatan itik. Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 29 LAMPIRAN Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah) 30