BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Teori Yang Mendasari Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
Ada beberapa alasan perusahaan untuk melakukan atau tidak melakukan
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Alasan-alasan tersebut dapat
dijelaskan menggunakan teori keagenan, teori legitimasi, teori stakeholder,
teori ekonomi politik.
1.
Teori Keagenan (Theory Agency)
Teori keagenan menjelaskan tentang hubungan antara dua pihak dimana
salah satu pihak menjadi agen dan pihak yang lain bertindak sebagai prinsipal.
Teori ini menyatakan bahwa hubungan keagenan timbul ketika salah satu
pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa
untuk kepentingannya yang melibatkan pendelegasian beberapa otoritas
pembuat keputusan kepada agen. Yang dimaksud dengan prinsipal adalah
pemegang saham atau investor, sedangkan yang dimaksud dengan agen adalah
manajemen yang mengelola perusahaan.
Jensen dan Meckling, dalam Saleh (2088: 38) menjelaskan adanya
konflik kepentingan dalam hubungan keagenan. Konflik kepentingan ini
terjadfi dikarenakan perbedaan tujuan dari masing-masing pihak. Adanya
perbedaan tujuan antara principal dan agen serta adanya pemisahan antara
kepemilikan dan pengendalian perusahaan akan menyebabkan manajer
11
12
bertindak tidak sesuai dengan keinginan prinsipal. Akibatnya, manajer akan
mengambil tindakan yang dapat memperbaiki kesejahteraannya sendiri tanpa
memikirkan kepentingan pemegang saham. Menurut Nugroho (2011: 40),
kondisi ini terjadi karena asimetri informasi ketika manajer lebih mengetahui
informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang
dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Dikaitkan dengan
peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi, manajer
dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna
memaksimalkan nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat
dilakukan melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi. Shleifer
dan Vishny (1997) menyatakan bahwa corporate governance diharapkan
memberikan keyakinan kepada para pemegang saham bahwa mereka akan
menerima return atas dana yang telah diinvestasikan.
2.
Teori Legitimasi (Legitimacy Theory)
Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi
bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan
yang dinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai,
kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995
dalam Rosita Candra 2009). Untuk mencapai tujuan ini organisasi berusaha
untuk mengembangkan keselarasan antara nilai-nilai sosial yang dihubungakan
dengan kegiatannya dan norma-norma dari perilaku yang diterima dalam
sistem sosial yang lebih besar dimana organisasi itu berada serta menjadi
bagiannya.
13
O’Donovan (2000) berpendapat legitimasi organisasi dapat dilihat
sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu
yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian
legitimasi memiliki manfaat untuk mendukung keberlangsungan hidup suatu
perusahaan (going concern).
Teori legitimasi didasarkan pada pengertian kontrak sosial yang
diimplikasikan antara institusi sosial dan masyarakat (Ahmad dan Sulaiman,
2004). Deegan, Robin dan Tobin (2000) menyatakan legitimasi dapat diperoleh
manakala terdapat kesesuaian antara keberadaan perusahaan tidak mengganggu
atau sesuai (congruent) dengan eksistensi
masyarakat
sistem nilai yang ada dalam
dan lingkungan. Ketika terjadi
pergeseran
yang menuju
ketidaksesuaian, maka pada saat itu legitimasi perusahaan terancam.
Perusahaan
menggunakan
laporan
tahunan
mereka
untuk
menggambarkan kesan tanggung jawab lingkungan dan mendapatkan nilai
positif, sehingga mereka diterima oleh masyarakat. Lebih jauh lagi legitimasi
ini diharapkan dapat meningkatkan reputasi dan nilai perusahaan sehingga
dapat meningkatkan laba perusahaan.
3.
Teori Stakeholder (Stakeholders Theory)
Teori stakeholder menyatakan bahwa perusahaan bukanlah suatu
organisasi yang hanya sekedar bertanggung jawab terhadapa para pemilik
(stakeholders) namun juga harus mementingkan dan memberi manfaat kepada
para stakeholder-nya (pemegang saham, konsumen, investor, kreditor,
supplier, pemerintah, masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan
14
dengan perusahaan). Hummels (1998) mendefinisikan (stkeholder are)
individuals and groups who have legitimate claim on the organization to
participate in the decission making process simply because they are affected
by the organization’s practices, policies and actions.
Berdasarkan asumsi stakeholders theory, maka perusahaan tidak dapat
melepaskan diri dari lingkungan sosial. Perusahaan perlu menjaga dan
memerhatikan legitimasi stakeholder, karena mereka adalah pihak yang
mempengaruhi dan dipengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung
atas aktivitas atas kebijaksanaan yang diambil dan dilakukan perusahaan.
Teori stakeholder secara eksplisit mempertimbangkan akan dampak
kebijakan
stakeholder
pengungkapan
dalam
perusahaan
sebuah
ketika ada
perusahaan.
perbedaan
Pengungkapan
kelompok
informasi
oleh
perusahaan dijadikan alat manajemen untuk mengelola kebutuhan informasi
yang dibutuhkan oleh berbagai kelompok (stakeholders). Oleh karena itu
manajemen mengungkapkan informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan
ini dalam rangka mengelola stakeholder agar perusahaan mendapatkan
dukungan dari mereka. Dukungan tersebut dapat berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup perusahaan (Gray et al.,1995)
Perusahaan merupakan bagian dari sistem nilai sosial yang ada dalam
sebuah wilayah baik yang bersifat lokal, nasional maupun internasional berarti
perusahaan merupakan bagian dari masyarakat secara keseluruhan. Menurut
Thomas dan Andrew, dalam Nor Hadi (2011: 94), Stakeholders Theory
memiliki beberapa asumsi sebagai berikut:
15
a. Perusahaan memiliki hubungan dengan banyak kelompok stakeholder
yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan perusahaan.
b. Teori ini ditekankan pada sifat alami hubungan dalam proses dan
keluaran bagi perusahaan dan Stakeholder-nya.
c. Kepentingan seluruh legitimasi stakeholder memiliki nilai secara hakiki
dan tidak membentuk kepentingan yang didominasi satu sama lain.
Teori ini menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya
beroperasi
untuk
kepentingannya
sendiri.
Namun
perusahaan
harus
memberikan manfaat bagi stakeholder-nya. Dengan demikian keberadaan
suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan
stakeholders kepada perusahaan tersebut. Perusahaan akan memberikan semua
informasi yang dibutuhkan perusahaan untuk mencari dukungan dari para
stakeholder-nya. Salah satu informasi ini adalah informasi yang berhubungan
dengan aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan.
B.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan
1.
Manajemen Laba (Earning Management)
Manajemen laba menurut Scott (2003) adalah “the choice by a manager of
accounting policies so as to achieve some specific objective.” Dari definisi
tersebut dapat diinterpretasikan bahwa manajemen laba adalah suatu keputusan
yang dibuat manajer dalam menentukan kebijakan akuntansi untuk mencapai
16
beberapa
tujuan
tertentu.
Menurut
Sugiri
(1998)
yang
dikutip
oleh
Widyaningdyah (2001), definisi manajemen laba dibagi dalam dua definisi, yaitu:
a.
Definisi sempit
Dalam definisi sempit, manajemen laba hanya berkaitan dengan pemilihan
metode akuntansi. Manajemen laba didefinisikan sebagai perilaku manajer
untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals dalam
menentukan besarnya earnings.
b.
Definisi luas
Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan
(mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer
bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan)
profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.
Literatur akuntansi lain mendefinisikan manajemen laba dalam berbagai
versi, pengertian lain misalnya dinyatakan oleh Dechow and Skinnner (2000)
“earnings management is a processs of taking deliberate steps within the
constraints of Generally Accepted Accounting Principles to bring about a desired
level of reported earnings”.
Definisi di atas memfokuskan pada pelaporan keuangan untuk eksternal,
dan hal ini dapat memberikan insentif bagi manajemen untuk melaporkan laba
pada level dengan besaran tertentu. Literatur manajemen laba menawarkan
berbagai instrumen untuk penilaian laba pada level yang dikehendaki. Dan
beberapa motif tindakan perilaku manajemen laba dijelaskan oleh Watts and
Zimmerman (1986) dengan motivasi rencana bonus, motivasi untuk memenuhi
17
akad kontrak, dan motivasi untuk meminimumkan adanya beban politis.
Berdasarkan pertimbangan biaya dan manfaat, manajemen diperbolehkan memilih
dan menerapkan metode-metode akuntansi. Hal ini menjadi penyebab utama
manajer melakukan manajemen laba.
Manajemen laba dimungkinkan terjadi dikarenakan terjadi asimetri
informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara principal (pemegang
saham) dan agent (manajemen) sebagaimana dijelaskan dalam teori keagenan.
Agen akan memiliki informasi yang lebih banyak dari pada prinsipal. Hal ini
dapat mendorong agen untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada
principal, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja
agen. Salah satu bentuk tindakan agen tersebut adalah yang disebut sebagai
manajemen laba.
Teknik dan pola manajemen laba menurut Asyik (2003 : 23) dapat
dilakukan dengan tiga teknik yaitu :
a. Perubahan metode akuntansi
Manajemen mangubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode
sebelumnya sehingga dapat menaikkan atau menurunkan angka laba. Metode
akuntansi memberikan peluang bagi manajemen untuk mencatat suatu fakta
tertentu dengan cara yang berbeda, misalnya : mengubah metode depresiasi
aktiva tetap dari metode jumlah angka tahun ke metode depresiai garis lurus;
atau mengubah periode depresiasi.
18
b. Memainkan kebijakan perkiraan akuntansi
Manajemen mempengaruhi laporan keuangan dengan cara memainkan
kebijakan perkiraan akuntansi. Hal tersebut memberikan peluang bagi
manajemen untuk melibatkan subyektivitas dalam menyusun estimasi,
misalnya : kebijakan mengenai perkiraan jumlah piutang tidak tertagih;
kebijakan mengenai perkiraan biaya garansi; dan kebijakan mengenai
perkiraan terhadap proses pengadilan yang belum terputuskan.
c. Menggeser periode biaya atau pendapatan
Manajemen menggeser periode biaya atau pendapatan (sering disebut
manipulasi keputusan operasional), misalnya :
1) Mempercepat
atau
menunda
pengeluaran
untuk
penelitian
dan
pengembangan sampai periode akuntansi berikutnya.
2) Mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode
berikutnya.
3) Kerjasama dengan vendor untuk mempercepat atau menunda pengiriman
tagihan sampai periode akuntansi berikutnya.
4) Menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba.
5) Mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak terpakai.
Manajemen laba dalam penelitian ini dideteksi menggunakan model
modified Jones (1991) dengan proksi discretionary current accrual. Model
modified Jones (1991) digunakan penelitian ini karena dianggap model paling
19
baik dalam mendeteksi manajemen laba. Langkah-langkah perhitungannya adalah
sebagai berikut :
a. Menentukan nilai total akrual dengan formulasi:
TAit = NIit - CFOit
b. Menentukan nilai parameter α1, α2 dan α3 menggunakan Jones Model (1991)
dengan formulasi:
TAit = α1 + α2 ΔRevit + α3 PPEit + εit
Lalu, untuk menskala data, semua variabel tersebut dibagi dengan asset tahun
sebelumnya (Ait-1), sehingga formulasinya berubah menjadi :
TAit / A it-1 = α1 (1/A it-1) + α2 (ΔRevit /A it-1) + α3 (PPEit /A it-1) + εit
c. Menghitung nilai DNA dengan formulasi:
NDAit = α1 (1/A it-1) + α2 (ΔRevit/A it-1 - ΔRecit /A it-1)+ α3 (PPEit / A it-1)
Untuk menentukan nilai akrual diskresioner yang merupakan indikator
manajemen laba akrual dengan cara mengurangi total akrual dengan akrual
nondiskresioner, dengan formulasi :
DAit = TAit - NDAit
Keterangan :
TAit
= Total akrual perusahaan i pada periode ke t
NIit
= Laba bersih perusahaan i pada periode t
CFOit
= Arus kas operasi perusahaan I pada periode t
NDAit
= Akrual nondiskresioner perusahaan i pada periode t
DAit
= Akrual diskresioner perusahaan i pada periode t
20
Ait-1
= Total asset perusahaan i pada periode t
ΔRevit
= Perubahan penjualan bersih perusahaan i pada periode t
ΔRecit
= Perubahan piutang perusahaan i pada periode t
PPEit
= Property, Plant, and Equipment perusahaan i pada periode t
α1, α2, α3 = Parameter yang diperoleh dari persamaan regresi
εit
2.
= Error term perusahaan I pada periode t
Kepemilikan Manajerial (Managerial Ownership)
Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham
perusahaan atau manajer sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan yang
ditunjukkan dengan persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer.
Konflik kepentingan antara manajer dengan pemilik menjadi semakin besar ketika
kepemilikan manajer terhadap perusahaan semakin kecil. Dalam hal ini manajer
akan berusaha memaksimalkan kepentingan dirinya dibandingkan kepentingan
perusahaan. Sebaliknya semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan,
semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan.
Untuk meningkatkan image perusahaan, manajer akan berusaha untuk
mengungkapkan informasi sosial kepada pihak yang berkepentingan meskipun ia
harus mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut (Gray et al, 1987).
Penelitian Retno (2006) menunjukkan bahwa prosentase kepemilikan manajemen
berpengaruh terhadap kebijakan perusahaan dalam mengungkapkan informasi
sosial dengan arah sesuai dengan yang diprediksi. Semakin besar kepemilikan
21
manajer dalam perusahaan, manajer akan semakin banyak mengungkapkan
informasi sosial dari kegiatan yang telah dilakukan di dalam program CSR.
3.
Ukuran Perusahaan (Size)
Ukuran perusahaan merupakan variabel yang banyak digunakan untuk
menjelaskan pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan dalam laporan
tahunan yang dibuat. Secara umum perusahaan besar juga akan mengungkapkan
informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil, karena perusahaan besar akan
menghadapi resiko politis yang lebih besar dibanding perusahaan kecil. Secara
teoritis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan politis, yaitu tekanan untuk
melakukan pertanggungjawaban sosial. Pengungkapan sosial yang lebih besar
merupakan pengurangan biaya politis bagi perusahaan (Hasibuan, 2001).
Ukuran perusahaan merupakan variabel independen yang banyak
digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan keuangan
perusahaan. Perusahaan besar merupakan entitas bisnis yang banyak disoroti,
pengungkapan yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai
wujud tanggung jawab sosial. Akan tetapi, tidak semua penelitian mendukung
hubungan antara size perusahaan dengan tanggung jawab sosial perusahaan.
Penelitian yang tidak berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Robert (1992) dalam Sembiring (2005), sedangkan
penelitian yang berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel ini antara lain
Hackston dan Milne (1996), Hasibuan (2001), Anggraini (2006) dan Sembiring
(2005).
22
Akan tetapi, tidak semua penelitian mendukung hubungan antara ukuran
perusahaan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian yang tidak
berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel ini seperti yang disebutkan dalam
Hackston dan Milne (1996) antara lain Roberts (1992), Sigh dan Ahuja (1983),
Davey (1982) dan Ng (1985).
4.
Leverage (LEV)
Leverage menggambarkan sejauh mana modal pemilik dapat menutupi
hutang kepada pihak di luar perusahaan. Semakin tinggi leverage kemungkinan
besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak hutang, maka
manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan
laba di masa depan. Agar laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus
mengurangi biaya-biaya termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial.
Sesuai dengan teori agensi manajemen perusahaan dengan tingkat leverage yang
tinggi akan mengurangi pengungkapan tanggungjawab sosial yang dibuatnya agar
tidak menjadi sorotan para debtholders.
Leverage juga variabel yang banyak diindikasikan memiliki pengaruh
terhadap pengungkapan CSR. Akan tetapi hasil penelitian juga menunjukkan hasil
yang beragam. Hasil penelitian dilakukan oleh Lidya (2011) dan Aulia (2011)
menunjukkan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap pengungkapan CSR
tetapi berbeda dengan hasil penelitian Retno (2006) dan Sembiring (2005) yang
menemukan bahwa leverage tidak berpengaruh negatif terhadap pengungkapan
CSR.
23
5.
Profitabilitas (ROA)
Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh
laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, dan ekuitas. Semakin
tinggi
profitabilitas,
maka
semakin
tinggi
efisiensi
perusahaan
dalam
memanfaatkan fasilitas perusahaan (Sartono, 2001). Menurut Heinze dalam
Hackston dan Milne (1996), profitabilitas perusahaan merupakan faktor yang
memungkinkan manajemen untuk bebas dan fleksibel dalam menjalankan
program tanggung jawab sosial yang lebih luas. Hal ini berarti semakin tinggi
tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi
sosial.
Beberapa penelitian sudah dilakukan dengan menggunakan pengukuran
variabel yang berbeda. Sembiring (2005) menggunakan earning per share sebagai
proksi profitabilitas, Anggraini (2006) menggunakan net profit margin, sedangkan
Hackston dan Milne (1996) menggunakan return on asset. Hasil yang diperoleh
belum mampu menunjukkan pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan
informasi CSR perusahaan.
Giner (1997) dalam Sun et al. (2010) menyatakan bahwa dalam konteks
teori keagenan, manajemen yang profitable akan menyajikan informasi
pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan untuk mendukung posisi
para manajer yang bersangkutan dan mendapatkan kompensasi.
Sedangkan
menurut teori legitimasi, profitabilitas dapat dipandang sebagai variabel yang
diprediksikan mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial dan
lingkungan baik secara negatif maupun positif tergantung apakah perusahaan
24
mengalami rugi atau mendapatkan laba. Ketika perusahaan mengalami
keuntungan, perusahaan akan memberikan pengungkapan yang relatif sedikit
dengan alasan karena masih sedikitnya kegiatan sosial atau lingkungan. Tapi
sebaliknya apabila dalam kondisi tidak untung maka perusahaan dapat
mengungkapkan banyak kegiatan investasi untuk tanggung jawab sosial dan
lingkungan sebagai alasan banyaknya pengeluaran untuk pelaksanaan tanggung
jawab yang bersangkutan.
C.
Ruang Lingkup Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
1.
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Pengungkapan tangggung jawab sosial perusahaan / Corporate Social
Responsibility (CSR) atau sering disebut juga sebagai Corporate Social Reporting
merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan
ekonomi perusahaan terhadap kelompok tertentu dalam masyarakat secara
keseluruhan. Kontribusi negatif perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya telah
menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat, oleh karena itu dengan
mengungkapakan informasi-informasi mengenai operasi perusahaan sehubungan
dengan lingkungan sebagai tanggung jawab perusahaan diharapkan dapat
mengembalikan kepercayaan masyarakat. Jadi agar bentuk pengungkapoan
tangung jawab sosial perusahaan yang telah dilakukan oleh perusahaan dapat
diketahui oleh pihak yang berkepentingan, maka hal itu diungkapkan dalam
laporan tahunan perusahaan (Gray et. al.,1987) dalam Ni Nyoman, 2012).
25
Setiap pelaku ekonomi selain berusaha untuk kepentingan pemegang
saham dan mengkonsentrasikan diri pada pencapaian laba juga mempunyai
tanggung jawa sosial, dan hal itu perlu diungkapkan dalam laporan tahunan,
sebagaimana dinyatakan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
No.1 (Revisi 2009) paragraf keduabelas:
Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan
mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added
statement), khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup
memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap karyawan
sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.
Laporan tambahan tersebut di luar ruang lingkup Standar Akuntansi
Keuangan.
Untuk mengukur pengungkapan CSR berdasarkan Indikator-indikator
menurut Edy Rismanda Sembiring (2005) sebanyak 79 item selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 2.
Menurut Global Reporting Initiative dalam www.globalreproting.org, isi
suistainability report terdiri dari 5 bagian:
a) Visi dan strategi. Menjelaskan visi dan strategi perusahaan berkaitan
dengan suistainability, dicantumkan juga pernyataan dan sambutan dari
manajemen.
b) Profil perusahaan. Merupakan overview struktur organisasi perusahaan
serta ruang lingkup pelaporan.
c) Sistem manajemen dan strutur pengelolaan. Pengungkapan struktur
organisasi, kebijakan-kebijakan yang diambil dan sistem manajemen,
termasuk usaha-usaha perusahaan dalam melibatkan pemangku
kepentingan.
d) Global Reporting Initiative content index. Berisi tabel yang
mengidentifikasikan letak setiap elemen isi laporan Global Reporting
Inititive berdasarkan bagian dan indikatornya. Tujuannya untuk
memudahkan pengguna laporan agar dapat mengakses secara cepat
informasi dan indikatornya.
e) Indikator kerja. Mengukur dampak kegiatan perusahaan yang dikenal
dengan Corporate Social Responsibility Disclosure (CSRD).
26
Dauman dan Hargreaves (1992) dalam Hasibuan (2001) menyatakan
bahwa tanggung jawab perusahaan dapat dibagi menjadi tiga level sebagai
berikut:
1.
Basic Responsibility (BR)
Pada level pertama, menghubungkan tanggung jawab yang pertama dari
suatu perusahan, yang muncul karena keberadaan perusahaan tersebut
seperti; perusahaan harus membayar pajak, memenuhi hukum, memenuhi
standar pekerjaan, dan memuaskan pemegang saham. Bila pada level ini
tidak dipenuhi akan menimbulkan dampak yang sangat serius.
2.
Organization Responsibility (OR)
Pada level kedua ini menunjukan tanggung jawab perusahaan untuk
memenuhi perubahan kebutuhan ”Stakeholder” seperti pekerja, pemegang
saham dan masyarakat di sekitarnya.
3.
Sociental Responses (SR)
Pada level ketiga, menunjukan tahapan ketika interaksi antara bisnis dan
kekuatan lain dalam masyarakat yang demikian kuat sehingga perusahaan
dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan, terlibat dengan
apa yang terjadi dalam lingkungannya secara keseluruhan.
Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab
sosial adalah suatu bentuk pertanggungjawaban yang seharusnya dilakukan
perusahaan, atas dampak positif maupun dampak negatif yang ditimbulkan dari
aktivitas operasionalnya, dan mungkin sedikit-banyak berpengaruh terhadap
masyarakat internal maupun eksternal dalam lingkungan perusahaan. Selain
27
melakukan aktivitas yang berorientasi pada laba, perusahaan perlu melakukan
aktivitas lain, misalnya aktivitas untuk menyediakan lingkungan kerja yang aman
bagi karyawannya, menjamin bahwa proses produksinya tidak mencemarkan
lingkungan sekitar perusahaan, melakukan penempatan tenaga kerja secara jujur,
menghasilkan produk yang aman bagi para konsumen, dan menjaga lingkungan
eksternal untuk mewujudkan kepedulian sosial perusahaan.
Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan umumnya bersifat
voluntary, unaudit dan unregulated. Voluntary merupakan informasi yang dapat
disediakan oleh manajemen tetapi tidak diwajibkan untuk diungkapkan akan
merupakan keleluasaan manajemen untuk mengungkapkannya. Hackston dan
Milne (1996) menyebutkan dalam pengungkapan informasi akuntansi ada tujuh
tema yang termasuk dalam wacana akuntansi pertanggungjawaban sosial adalah
sebagai berikut:
1. Kemasyarakatan
Tema ini mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti oleh perusahaan,
misalnya aktivitas yang terkait dengan kesehatan, pendidikan dan seni, serta
pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lainnya.
2. Ketenagakerjaan
Tema ini meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-orang dalam
perusahaan tersebut. Aktivitas meliputi rekruitmen, program pelatihan, gaji
dan tunjangan, serta pengungkapan aktivitas ketenagakerjaan lainnya.
3. Kesehatan dan Keselamatan Tenaga Kerja.
28
Tema ini mencakup aktivitas perusahaan terhadap kesehatan dan keselamatan
tenaga kerja perusahaan. Aktivitas tersebut meliputi mempromosikan
keselamatan tenaga kerja dan kesehatan fisik atau mental, mengungkapkan
statistik kecelakaan kerja, menetapkan suatu komite keselamatan kerja, serta
pengungkapan aktivitas ketenagakerjaan lainnya.
4. Produk dan Konsumen
Tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara lain
kegunaan, durability, kepuasan pelanggan, kejujuran dalam iklan, kejelasan
atau kelengkapan isi pada kemasan, serta pengungkapan aktivitas lainnya.
5. Energi
Tema ini mencakup aktivitas perusahaan terhadap pemanfaatan energi.
Aktivitas tersebut meliputi memanfaatkan barang bekas untuk memproduksi
energi, pengungkapan peningkatan efisiensi energi dari produk, serta
pengungkapan aktivitas energi lainnya.
6. Lingkungan Hidup
Tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang meliputi
pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan
perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan
konversi sumber daya alam, serta pengungkapan aktivitas lingkungan hidup
lainnya.
7. Umum
Tema ini meliputi pengungkapan tujuan perusahaan secara umum berkaitan
dengan tanggungjawab sosial perusahaan kepada masyarakat dan informasi
29
yang berhubungan dengan tanggungjawab sosial perusahaan selain yang
disebutkan di atas.
Menurut Gray, Owen, dan Maunders (1988) dalam Sulistyowati (2004),
tujuan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan adalah :
a.
Untuk meningkatkan image perusahaan.
b.
Untuk meningkatkan akuntabilitas suatu organisasi, dengan asumsi bahwa
terdapat kontrak sosial antara organisasi dengan masyarakat.
c.
Untuk memberikan informasi kepada investor.
Menurut Gray et.al., (1995) dalam sembiring (2003) ada dua pendekatan
yang
secara
signifikan
berbeda
dalam
melakukan
penelitian
tentang
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Pertama, pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan mungkin diperlukan sebagai suplemen dari
aktivitas akuntansi konvensional. Pendekatan ini secara umum akan menganggap
masyarakat keuangan sebagai pemakai utama pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan dan cenderung membatasi persepsi tentang tanggung jawab
sosial yang dilaporkan. Pendekatan alternatif kedua dengan meletakkan
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pada suatu pengujian peran
informasi dalam hubungan masyarakat dan organisasi.
2.
Manfaat dan Bentuk Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
Menurut A.B Santoso (2009) terdapat baerbagai manfaat yang dapat
diperoleh perushaan dari aktivitas pengungkapan tanggung jawab sosial yaitu:
a) Mengurangi risiko dan tuduhan terhadap perilaku tidak pantas yang
diterima perusahaan. Perusahaan yang menjalankan tanggung jawab
30
b)
c)
d)
e)
sosialnya secara konsisten akan mendapatkan dukungan luas dari
komunitas yang telah merasakan manfaat darfi berbagai aktivitas yang
dijalanakannya. Hal ini akan menaikkan citra serta reputasi perusahaan
manakala terdapat pihak-pihak tertentu menuduh perusahaan menjalankan
praktik-praktik yang tidak pantas.
Dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan
meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Apabila
perusahaan diterpa kabar miring atau bahkan ketika perusahaan melakukan
kesalahan.
Karyawan akan merasa bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki
reputasi yang baik, yang secara konsisten melakukan upaya ubtuk
membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan
lingkungan disekitarnya.
Mampu memperbaiki dan mempercepat hubungan antar perusahaan
dengan para stakeholdernya. Pelaksanaan yang secara konsisten
menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kepedulian terhadap pihak yang
selama ini berkontribusi akan lancarnya berbagai aktivitas serta kemajuan
yang diraih.
Meningkatkan pendapatan perusahaan, karena masyarakat sebagai
konsumen akan lebih menyukai produk-prosuk yang dihasilkan oleh
perusahaan yang konsisten menjalakan tanggung jawab sosialnya.
Dikalangan sebagian dunia usaha, sudah tumbuh pengakuan bahwa
keberhasilan ekonomi dan finansial berkaitan erat dengan kondisi sosial dan
lingkungan dimana perusahaan beroperasi. Untuk mewujudkan tanggung jawab
semacam itu, diharapkan memperhatikan dengan sunguh-sungguh pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan dalam aktivitas usahanya. Pengungkapan
tanggung jawab sosial tersebut dapat digolongkan ke dalam empat bentuk yaitu:
a) Pengelolaan lingkungan kerja secara baik, termasuk dalam penyediaan
lingkungan yang aman dan nyaman, sitem kompensasi yang layak dan
perhatian terhadap kesejahteraan karyawan dan keluarganya.
b) Kemitraan antara perusahaan dengan masyarakat, khususnya masyarakat
lokal. Kemitraan ini diwujudkan secara umum dalam program community
31
development untuk membantu meningkatkan kesejahteraan umum
masyarakat.
c) Penanganan kelestarian lingkungan dimulai dari lingkuingan perusahaan
itu sendiri dan penanganan limbah akibat kegiatan perusahaan agar tidak
mencemari lingkungan sekitar.
d) Investasi sosial yang sering diartikan sebagai kegiatan amal perusahaan.
Arti yang sesungguhnya adalah perusahaan sumber dukungan finansial dan
non-finansial terhadap kegiatan sosial dan lingkungan oleh kelompok atau
organisasi lain yang pada akhirnya akan menunjang kegiatan bisnis
perusahaan sertsa dapat menaikkan citra positif perusahaan.
D.
Penelitian Terdahulu
Untuk mendukung penelitian ini, telah dipelajari penelitian terdahulu yang
sejenis dan masih ada kaitan dengan penelitian ini. Berbagai penelitian tentang
pengaruh perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
menunjukan keanekaragaman hasil. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat
mengenai hasil penelitian terdahulu tersebut antara lain:
1.
Theodora Martina Veronica (2010).
Dalam penelian yang berjudul “Pengaruh Karakteristik Perusahaan
Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial pada Perusahaan Sektor
Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek indonesia “ variabel yang
digunakan adalah size, profitabilitas, laverage dan ukuran dewan komisaris.
Hasil penelitian menunjukan ada pengaruh yang signifikan antara variable
32
profitabilitas (ROA) dan Dewan Komisaris (DK) dengan pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan sektor pertambangan (mining) yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2007-2008 dan tidak
ada pengaruh signifikan antara variable size perusahaan dan Laverage
perusahaan (DER) dengan mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan
sektor pertambangan yang terdaftar di BEI pada tahun 2007-2008.
Berdasarkan hasil pengujian secara serentak menunjukkan bahwa variable
size perusahaan, profitabilitas (ROA), Laverage (DER), dan ukuran dewan
komisaris mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan
tanggungjawab sosial perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI
pada tahun 2007-2008.
2.
Lidia Yulita (2010)
Dalam penelitian yang berjudul “The Effect Characteristics of Company
Toward Ccorporate Social Responsibility Disclosures in Mining Company
Listed at Indonesia Stock Exchange” variabel yang digunakan adalah ukuran
dewan komisaris, size perusahaan, leverage dan profitabilitas. Hasil
penelitian menunjukkan menunjukan bahwa (1) Secara parsial ukuran dewan
komisaris berpengaruh signifikan positif terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan pertambangan; (2) Secara parsial size perusahaan
tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
pertambangan; (3) Secara parsial leverage tidak berpengaruh terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan; (4) Secara
33
parsial profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan pertambangan.
3.
Sri Utami dan Sawitri Dwi Prastiti (2011).
Dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Karakteristik Perusahaan
terhadap Social Disclosure“ variabel yang digunakan adalah net profit
margin, size, umur perusahaan, rasio laverage dan kepemilikan manajemen.
Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Pengaruh Rasio Net Profit Margin
terhadap Social Disclosure; Pengujian menunjukan bahwa rasio Net Profit
Margin mempunyai pengaruh positif dan signifikan; (2) Pengaruh Size
Perusahaan terhadap Social Disclosure; Hasil menunjukan bahwa Size
perusahaan mempunyai pengaruh positif dan signifikan; (3) Pengaruh Umur
Perusahaan terhadap Social Disclosure; Hasil menunjukan bahwa umur
perusahaan tidak mempunyai pengaruh positif dan signifikan (4) Pengaruh
Rasio Laverage terhadap Social Disclosure; Menunjukkan bahwa Laverage
mempunyai pengaruh signifikan dan (5) Pengaruh Kepemilikan Manajemen
terhadap Social Disclosure menunjukkan bahwa kepemilikan manajemen
tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap pengungkapan informasi
social. Dari hasil analisis menunjukan bahwa variable net profit margin dan
size terbukti berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
Social
Disclosure. Sebaliknya untuk variable umur perusahaan, Laverage,
kepemilikan manajemen terbukti tidak berpengaruh terhadap Social
Disclosure. Sehingga secara keseluruhan, perusahaan di Indonesia ditahun
34
pengamatan masih belum sepenuhnya siap terhadap penerapan ISO 26000
sebagai panduan pengungkapan sosial.
4.
Yoga Nata Adikara (2011)
Dalam penelitian yang berjudul “Pengaruhi Karateristik Perusahaan
Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Dalam Laporan Tahuan
Perusahaan Yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia“ variabel yang
digunakan adalah ukuran perusahaan, profil, profitabilitas, proporsi
kepemilikan saham, ukuran dewan komisaris dan leverage. Hasil penelitian
ini menunjukkan (1) Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial; (2) Profil perusahaan berpengaruh
positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Profitabilitas
berpengaruh negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan; (3) Proporsi kepemilikan saham berpengaruh positif terhadap
pengungkapan sosial perusahaan; (4) Ukuran dewan komisaris berpengaruh
positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial dan (5) Leverage
berpengaruh negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.
5.
Ni Nyoman Yintayani (2011).
Dalam penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pengungkapan Corporate Sosial Responsibility (Studi Empiris pada
Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009)“ variabel
yang
digunakan
adalah
kepemilikan
manajemen,
tingkat
laverage,
profitabilitas perusahaan, tipe industri. Hasil penelitian ini menjelaskan
Kepemilikan
manajerial
tidak
berpengaruh
secara
signifikan
pada
35
pengungkapan informasi sosial perusahaan, laverage berpengaruh negatif
pada pengungkapan sosial perusahaan, profitabilitas berpengaruh positif pada
pengungkapan informasi sosial perusahaan, tipe industri tidak berpengaruh
pada pengungkapan informasi sosial perusahaan, model regresi tersebut diatas
dapat digunakan untuk memprediksi CSR. Hasil ini berarti bahwa selain
faktor kepemilikan manajemen laverage, profitabilitas, dan tipe industri
masih terdapat faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR.
6.
Marzully Nur dan Denies Priantinah M,Si.,Akt (2012).
Dalam penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pengungkapan Corporate Sosial Responsibility di Indonesia (Studi Empiris
pada Perusahaan Berkatogori High Profile yang Listing di Bursa Efek
Indonesia)“
variabel
yang
digunakan
adalah
profitabilitas,
ukuran
perusahaan, kepemilikan saham publik, dewan komisaris, laverage dan
pengungkapan media. Hasil Penelitian ini menunjukan Profitabilitas diproksi
dengan ROA tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR hal ini
dikarenakan perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi. Ukuran
perusahaan yang diukur dengan Total Aset berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pengungkapan CSR hal ini dikarenakan semakin besar perusahaan
maka biaya keagenan yang muncul juga semakin besar. Kepemilikan saham
publik tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR dikarenakan
kemungkinan kepemilikan publik pada perusahaan Indonesia secara umum
belum mempedulikan masalah lingkungan sosial sebagai isu kritis yang harus
secara ekstensif untuk diungkapkan dalam laporan tahunan. Dewan komisaris
36
menunjukkan pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap pengungkapan
CSR dikarenakan dewan komisaris yang berjumlah kecil akan memiliki
efektivitas yang baik terhadap pengawasan manajemen perusahaan. Laverage
yang di proksi dengan DER menunjukan pengaruh yang signifikan dan
negatife terhadap pengungkapan CSR dikarenakan manajemen perusahaan
dengan tingkat Laverage yang tinggi cenderung menggurangi pengungkapan
tanggungjawab sosial yang dibuatnya agar tidak menjadi sorotan dari para
debtholders. Pengungkapan media tidak berpengaruh terhadap pengungkapan
CSR dikarenakan media lebih berperan sebagai sarana perusahaan bukan
sebagai
exposure
media
yang
mendorong
perusahaan
melakukan
pengungkapan CSR. Profitabilitas, ukuran perusahaan, kepemilikan saham
publik, dewan komisaris, laverage dan pengungkapan media secara bersamasama mempengaruhi pengungkapan CSR.
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No
1.
Nama Peneliti dan
Variabel Penelitian
Tahun
Theodora Martina Variabel Dependen :
Veronica (2010).
Pengungkapan
Tanggung
Jawab
Sosial
Variabel Independen :
Size,
Profitabilitas,
Laverage,
Ukuran
Dewan Komisaris, dan
Size,
Profitabilitas,
Laverage,
Ukuran
Dewan
Komisaris
secara serentak
Hasil Penelitian
Ada
pengaruh
yang
signifikan antara variable
profitabilitas (ROA) dan
Dewan Komisaris (DK)
dengan
pengungkapan
tanggung jawab sosial
perusahaan
sektor
pertambangan (mining)
dan tidak ada pengaruh
signifikan antara variable
size perusahaan dan
Laverage
perusahaan
(DER)
dengan
37
2.
Lidia Yulita (2010) Variabel Dependen :
Pengungkapan
Tanggung
Jawab
Sosial
Variabel Independen :
ukuran
dewan
komisaris,
size
perusahaan, leverage
dan profitabilitas
3.
Sri Utami dan Variabel Dependen :
Sawitri
Dwi Social Disclosure
Prastiti (2011).
Variabel Independen :
Net Profit Margin,
Size,
Umur,
Laverage,
dan
Kepemilikan
manajemen
4.
Yoga Nata Adikara Variabel Dependen :
(2011)
Pengungkapan
Tanggung
Jawab
Sosial
Variabel Independen :
Ukuran Perusahaan,
Profil
Perusahaan,
Profitabilitas, Proporsi
Kepemilikan saham,
Ukuran
Dewan
Komisaris
dan
Laverage
mengungkapkan
tanggung jawab sosial
perusahaan
sektor
pertambangan
Ada
pengaruh
yang
signifikan antara variable
Ukuran Dewan Komisaris
(KOM)
dengan
pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan
sektor pertambangan dan
tidak
ada
pengaruh
signifikan antara variable
size perusahaan (SIZE),
Laverage
perusahaan
(LEV) dan profitabilitas
(ROA)
dengan
mengungkapkan
tanggung jawab sosial
perusahaan
sektor
pertambangan
variable net profit margin
dan
size
terbukti
berpengaruh
secara
positif dan signifikan
terhadap
Social
Disclosure. Sebaliknya
untuk variable umur
perusahaan,
Laverage,
kepemilikan manajemen
terbukti
tidak
berpengaruh
terhadap
Social Disclosure
variable
Ukuran
Perusahaan,
Profil
Perusahaan,
Proporsi
Kepemilikan saham dan
Ukuran Dewan Komisaris
terbukti
berpengaruh
secara
positif
dan
signifikan
terhadap
tanggung jawab sosial
perusahaan. Sebaliknya
untuk
variable
Profitabilitas
dan
Laverage terbukti tidak
38
5.
Ni
Nyoman Variabel Dependen :
Yintayani (2011).
Pengungkapan
Corporate
Sosial
Responsibility
Variabel Independen :
Kepemilikan
manajerial, laverage,
profitabilitas, dan tipe
industry
6.
Marzully Nur dan Variabel Dependen :
Denies Priantinah pengungkapan CSR
M,Si.,Akt (2012).
Variabel Independen :
Variabel Profitabilitas,
Ukuran perusahaan,
kepemilikan
saham
publik,
dewan
komisaris,
laverage
dan
pengungkapan
media.
E.
berpengaruh
terhadap
tanggung jawab sosial
perusahaan
Kepemilikan manajerial
tidak berpengaruh secara
signifikan
pada
pengungkapan informasi
sosial
perusahaan,
laverage
berpengaruh
negatif
pada
pengungkapan
sosial
perusahaan, profitabilitas
berpengaruh positif pada
pengungkapan informasi
sosial perusahaan, tipe
industri
tidak
berpengaruh
pada
pengungkapan informasi
sosial perusahaan, model
regresi tersebut diatas
dapat digunakan untuk
memprediksi CSR.
Profitabilitas,
ukuran
perusahaan, kepemilikan
saham publik, dewan
komisaris, laverage dan
pengungkapan
media
secara
bersama-sama
mempengaruhi
pengungkapan CSR.
Kerangka Pemikiran
Pada beberapa tahun belakangan ini berkembang pesat suatu konsep dalam
aktivitas perusahaan. Konsep tersebut merupakan suatu tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap lingkungan sosial yang sering disebut dengan CSR.
Munculnya konsep tersebut didorong adanya tuntutan dari stakeholder untuk
meningkatkan kesadaran perusahaan agar lebih memperhatikan kelestarian
39
lingkungan sosial melihat semakin parahnya kondisi bumi akibat pemanasan
global. Hal itu menyebabkan semakin banyak perusahaan yang melakukan
kegiatan sosial dan pelestarian lingkungan sebagai wujud kepedulian perusahaan
terhadap keseimbangan alam.
Terdapat
beragam
faktor
yang mempengaruhi
perusahaan untuk
mengungkapkan tanggung jawab sosial ke dalam laporan tahunan perusahaan.
Berdasarkan uraian landasan teori mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
pengungkapan tanggung jawab sosial maka peneliti mengindikasikan faktor
manajemen laba, kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, leverage dan
profitabilitas sebagai variable independen penelitian yang mempengaruhi
pengungkapan tanggung jawab sosial sebagai variable dependen penelitian.
Adapun kerangka pemikiran teoritis untuk sebelum pengembangan
hipotesis dan penelitian ini terlebih dahulu disajikan kerangka pemikiran
penelitian yang disajikan pada gambar 2.1 sebagai berikut:
Gambar 2.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis
Manajemen Laba (X1)
H1
Kepemilikan
Manjerial (X2)
H2
Ukuran Perusahaan
(X3)
H3
Leverage (X4)
H4
Profitabilitas (X5)
H5
Pengungkapan
Taggung Jawab
Sosial (Y)
40
Keterangan :
H1 : Manajemen Laba
H2 : Kepemilikan Manajerial
H3 : Ukuran Perusahaan
H4 : Leverage
H5 : Profitabilitas
Y
: Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social
Responsibility/CSR)
F.
Pengembangan Hipotesis
1.
Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab
Sosial
Manajemen laba merupakan tindakan manajemen dalam merekayasa laba
dengan motivasi tertentu (Scott 2003). Hal ini dapat dijelaskan dalam teori
keagenan. Dalam teori ini dapat diperoleh informasi bahwa manajemen sebagai
agen memiliki informasi yang lebih besar dari prinsipal sehingga pelaporannya
dapat digunakan oleh manajemen dengan tujuan tertentu pula. Mengacu pada
pendapat Gray et. al. (1995), dapat dinyatakan bahwa informasi yang
diungkapkan kepada stakeholder merupakan legitimasi tanggung jawab sosial
yang telah dilakukan perusahaan, maka manajemen yang terlibat manajemen laba
cenderung menyadari bahwa pengungkapan lingkungan sukarela (voluntary
environmental disclosure) dapat digunakan unutk mempertahankan legitimasi
organisasional, terutama pada pihak terkait dengan politik dan sosial.
Manajemen yang memiliki wewenang dalam proses pembuatan keputusan,
memiliki insentif untuk menggunakan strategi tersebut guna memenuhi harapan
41
para stakeholder. Dengan upaya mengalihkan perhatian stakeholder terhadap
pendeteksian manajemen laba, maka manajemen yang melakukan manajemen
laba lebih besar diprediksikan akan lebih luas dalam mengungkapkan tanggung
jawab sosial dan lingkungan oleh perusahaan. Berdasarkan penjelasan diatas,
maka hipotesisnya dapat dirumuskan sebagai berikut:
H1 : Manajemen laba berpengaruh terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab
Sosial
2.
Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial Perusahan
Komite Konflik kepentingan antara manajer dengan pemilik menjadi
semakin besar ketika kepemilikan manajer terhadap perusahaan semakin kecil.
Dalam hal ini manajer akan berusaha untuk memaksimalkan kepentingan dirinya
dibandingkan kepentingan perusahaan. Sebaliknya, semakin besar kepemilikan
manajer di dalam perusahaan maka semakin produktif tindakan manajer dalam
memaksimalkan nilai perusahaan, dengan kata lain biaya kontrak dan pengawasan
menjadi rendah. Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial
dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus
mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut (Gray, 1988).
Semakin besar proporsi kepemilikan manajerial pada perusahaan, maka
manajemen cenderung lebih giat untuk kepentingan pemegang saham dimana
pemegang saham adalah dirinya sendiri. Berdasarkan teori agensi, “hubungan
antara manajemen dengan pemegang saham, rawan untuk terjadinya masalah
keagenan. Teori agen mienyatakan bahwa salah satu mekanisme untuk
42
memperkecil
adanya
konflik
agensi
dalam
perusahaan
adalah
dengan
memaksimalkan jumlah kepemilikan manajerial. Dengan menambah jumlah
kepemilikan manajerial, maka manjemen akan merasakan dampak langsung atas
setiap keputusan yang mereka ambil karena mereka menjadi pemilik perusahaan”.
(Jensen dan Meckling, 1976: 86) dalam (Erida, 2011).
Inti dari teori agensi ini adalah pemisahan fungsi antara kepemilikan
perusahaan oleh investor dan pengendalian perusahaan oleh manajemen. Sebagai
pemilik perusahaan, pemegang saham ingin mengetahui semua informasi di
perusahaan termasuk aktivitas manajemen yang dapat memberikan nilai positif.
Salah satu tindakan manajemen yang dapat memberikan nilai positif yaitu dengan
pengungkapan tanggung jawab sosial. Perusahaan yang mengungkapkan tanggung
jawab sosial dapat meningkatkan image perusahaan dan menunjukkan kontribusi
sosial, ekonomi, dan lingkungan pada masyarakat sekitar.
Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan
merupakan salah satu tindakan yang dapat dilakukan oleh manajer untuk
meningkatkan image perusahaan. Dengan demikian, semakin besar presentase
kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka semakin banyak pula informasi
Corporate Social Responsibility (CSR) yang diungkapkan oleh perusahaan dalam
rangka meningkatkan image perusahaan. Berdasarkan penjelasan diatas, maka
hipotesisnya dapat dirumuskan sebagai berikut:
H2 : Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial.
43
3.
Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan
Menurut pernyataan yang dilakukan oleh Sembiring (2005), secara teoritis
perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan, dan perusahaan yang lebih besar
dengan aktivitas operasi dan pengaruh yang lebih besar terhadap masyarakat
mungkin akan memiliki pemegang saham yang memperhatikan program sosial
yang dibuat perusahaan sehingga pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan akan semakin luas. Pengaruh
ukuran perusahaan
terhadap
pengungkapan CSR tercermin dalam teori agensi yang menjelaskan bahwa
perusahaan besar mempunyai biaya agensi yang besar, oleh karena itu perusahaan
besar akan lebih banyak mengungkapkan informasi daripada perusahaan kecil.
Penjelasan lain yang juga sering diajukan adalah perusahaan besar memiliki
sumber daya yang besar sehingga tidak perlu ada tambahan biaya yang besar
untuk dapat melakukan pengungkapan dengan lebih lengkap.
Penelitian ini, menggunakan total aktiva (total asset) yang dimiliki
perusahaan sebagai proksi dari ukuran perusahaan sebagai variabel independen.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesisnya dapat dirumuskan sebagai
berikut:
H3 : Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab
Sosial.
4.
Pengaruh Leverage Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio levarage
yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya
44
keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi (Jensen dan
Meckling, 1976). Leverage memberikan gambaran mengenai struktur modal yang
dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu
utang. Scott (2000) menyampaikan pendapat yang mengatakan bahwa semakin
tinggi leverage kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran
terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba
sekarang lebih tinggi dibandingkan laba dimasa depan.
Oleh karena itu, perusahaan dengan rasio levarage yang tinggi memiliki
kewajiban untuk melakukan ungkapan yang lebih luas daripada perusahaan
dengan rasio levarage yang rendah. Pendapat lain mengatakan bahwa semakin
tinggi levarage, kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran
terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba
sekarang lebih tinggi akan mengurangi kemungkinan perusahaan melanggar
perjanjian utang. Manajer akan memilih metode akuntansi yang akan
memaksimalkan laba sekarang. Kontrak utang biasanya berisi tentang ketentuan
bahwa perusahaan harus menjaga tingkat levarage tertentu (rasio utang/ekuitas),
interest coverage, modal kerja dan ekuitas pemegang saham (Watt dan
Zimmerman, 1990) dalam (Scott, 1997).
Perusahaan yang memiliki rasio leverage tinggi akan lebih sedikit
mengungkapkan CSR supaya dapat melaporkan laba sekarang yang lebih tinggi.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesisnya dapat dirumuskan sebagai
berikut:
H4 : Leverage berpengaruh terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial.
45
5.
Pengaruh Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Hubungan profitabilitas terhadap pengungkapan pengungkapan tanggung
jawab sosial menurut Bowman dan Haire (1976) dalam Heckston dan Milne
(1996) bahwa kepekaan sosial membutuhkan gaya manajerial yang sama
sebagaimana yang diperlukan untuk dapat membuat perusahaan menguntungkan
(profitable). Heinze (1976) dalam Heckston dan Milne, (1996) menyatakan bahwa
profitabilitas merupakan faktor yang memberikan kebebasan dan fleksibilitas
kepada manajemen untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada
pemegang saham. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan
maka semakin besar pengungkapan informasi sosial yang dilakukan oleh
perusahan.
Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan
dilakukan untuk mendapatkan nilai positif dan legitimasi dari masyarakat. Teori
legitimasi juga dapat digunakan untuk menjelaskan profitabilitas terhadap
pengungkapan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Profitabilitas
memberikan keyakinan perusahaan untuk melakukan pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan. Artinya, dengan mekanisme corporate governance dan
profitabilitas yang mencukupi, perusahaan tetap akan mendapatkan keuntungan
positif, yaitu mendapatkan legitimasi dari masyarakat yang pada akhirnya akan
berdampak meningkatnya keuntungan perusahaan di masa yang akan datang.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesisnya dapat dirumuskan
sebagai berikut:
H5 : Profitabilitas berpengaruh terhadap pegungkapan tanggung jawab sosial.
Download