11 BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Yang Mendasari Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Ada beberapa alasan perusahaan untuk melakukan atau tidak melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Alasan-alasan tersebut dapat dijelaskan menggunakan teori keagenan, teori legitimasi, teori stakeholder, teori ekonomi politik. 1. Teori Keagenan (Theory Agency) Teori keagenan menjelaskan tentang hubungan antara dua pihak dimana salah satu pihak menjadi agen dan pihak yang lain bertindak sebagai prinsipal. Teori ini menyatakan bahwa hubungan keagenan timbul ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingannya yang melibatkan pendelegasian beberapa otoritas pembuat keputusan kepada agen. Yang dimaksud dengan prinsipal adalah pemegang saham atau investor, sedangkan yang dimaksud dengan agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Jensen dan Meckling, dalam Saleh (2088: 38) menjelaskan adanya konflik kepentingan dalam hubungan keagenan. Konflik kepentingan ini terjadfi dikarenakan perbedaan tujuan dari masing-masing pihak. Adanya perbedaan tujuan antara principal dan agen serta adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan akan menyebabkan manajer 11 12 bertindak tidak sesuai dengan keinginan prinsipal. Akibatnya, manajer akan mengambil tindakan yang dapat memperbaiki kesejahteraannya sendiri tanpa memikirkan kepentingan pemegang saham. Menurut Nugroho (2011: 40), kondisi ini terjadi karena asimetri informasi ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimalkan nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi. Shleifer dan Vishny (1997) menyatakan bahwa corporate governance diharapkan memberikan keyakinan kepada para pemegang saham bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah diinvestasikan. 2. Teori Legitimasi (Legitimacy Theory) Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang dinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995 dalam Rosita Candra 2009). Untuk mencapai tujuan ini organisasi berusaha untuk mengembangkan keselarasan antara nilai-nilai sosial yang dihubungakan dengan kegiatannya dan norma-norma dari perilaku yang diterima dalam sistem sosial yang lebih besar dimana organisasi itu berada serta menjadi bagiannya. 13 O’Donovan (2000) berpendapat legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian legitimasi memiliki manfaat untuk mendukung keberlangsungan hidup suatu perusahaan (going concern). Teori legitimasi didasarkan pada pengertian kontrak sosial yang diimplikasikan antara institusi sosial dan masyarakat (Ahmad dan Sulaiman, 2004). Deegan, Robin dan Tobin (2000) menyatakan legitimasi dapat diperoleh manakala terdapat kesesuaian antara keberadaan perusahaan tidak mengganggu atau sesuai (congruent) dengan eksistensi masyarakat sistem nilai yang ada dalam dan lingkungan. Ketika terjadi pergeseran yang menuju ketidaksesuaian, maka pada saat itu legitimasi perusahaan terancam. Perusahaan menggunakan laporan tahunan mereka untuk menggambarkan kesan tanggung jawab lingkungan dan mendapatkan nilai positif, sehingga mereka diterima oleh masyarakat. Lebih jauh lagi legitimasi ini diharapkan dapat meningkatkan reputasi dan nilai perusahaan sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan. 3. Teori Stakeholder (Stakeholders Theory) Teori stakeholder menyatakan bahwa perusahaan bukanlah suatu organisasi yang hanya sekedar bertanggung jawab terhadapa para pemilik (stakeholders) namun juga harus mementingkan dan memberi manfaat kepada para stakeholder-nya (pemegang saham, konsumen, investor, kreditor, supplier, pemerintah, masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan 14 dengan perusahaan). Hummels (1998) mendefinisikan (stkeholder are) individuals and groups who have legitimate claim on the organization to participate in the decission making process simply because they are affected by the organization’s practices, policies and actions. Berdasarkan asumsi stakeholders theory, maka perusahaan tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan sosial. Perusahaan perlu menjaga dan memerhatikan legitimasi stakeholder, karena mereka adalah pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung atas aktivitas atas kebijaksanaan yang diambil dan dilakukan perusahaan. Teori stakeholder secara eksplisit mempertimbangkan akan dampak kebijakan stakeholder pengungkapan dalam perusahaan sebuah ketika ada perusahaan. perbedaan Pengungkapan kelompok informasi oleh perusahaan dijadikan alat manajemen untuk mengelola kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh berbagai kelompok (stakeholders). Oleh karena itu manajemen mengungkapkan informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan ini dalam rangka mengelola stakeholder agar perusahaan mendapatkan dukungan dari mereka. Dukungan tersebut dapat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan (Gray et al.,1995) Perusahaan merupakan bagian dari sistem nilai sosial yang ada dalam sebuah wilayah baik yang bersifat lokal, nasional maupun internasional berarti perusahaan merupakan bagian dari masyarakat secara keseluruhan. Menurut Thomas dan Andrew, dalam Nor Hadi (2011: 94), Stakeholders Theory memiliki beberapa asumsi sebagai berikut: 15 a. Perusahaan memiliki hubungan dengan banyak kelompok stakeholder yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan perusahaan. b. Teori ini ditekankan pada sifat alami hubungan dalam proses dan keluaran bagi perusahaan dan Stakeholder-nya. c. Kepentingan seluruh legitimasi stakeholder memiliki nilai secara hakiki dan tidak membentuk kepentingan yang didominasi satu sama lain. Teori ini menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri. Namun perusahaan harus memberikan manfaat bagi stakeholder-nya. Dengan demikian keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan stakeholders kepada perusahaan tersebut. Perusahaan akan memberikan semua informasi yang dibutuhkan perusahaan untuk mencari dukungan dari para stakeholder-nya. Salah satu informasi ini adalah informasi yang berhubungan dengan aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan. B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 1. Manajemen Laba (Earning Management) Manajemen laba menurut Scott (2003) adalah “the choice by a manager of accounting policies so as to achieve some specific objective.” Dari definisi tersebut dapat diinterpretasikan bahwa manajemen laba adalah suatu keputusan yang dibuat manajer dalam menentukan kebijakan akuntansi untuk mencapai 16 beberapa tujuan tertentu. Menurut Sugiri (1998) yang dikutip oleh Widyaningdyah (2001), definisi manajemen laba dibagi dalam dua definisi, yaitu: a. Definisi sempit Dalam definisi sempit, manajemen laba hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Manajemen laba didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya earnings. b. Definisi luas Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut. Literatur akuntansi lain mendefinisikan manajemen laba dalam berbagai versi, pengertian lain misalnya dinyatakan oleh Dechow and Skinnner (2000) “earnings management is a processs of taking deliberate steps within the constraints of Generally Accepted Accounting Principles to bring about a desired level of reported earnings”. Definisi di atas memfokuskan pada pelaporan keuangan untuk eksternal, dan hal ini dapat memberikan insentif bagi manajemen untuk melaporkan laba pada level dengan besaran tertentu. Literatur manajemen laba menawarkan berbagai instrumen untuk penilaian laba pada level yang dikehendaki. Dan beberapa motif tindakan perilaku manajemen laba dijelaskan oleh Watts and Zimmerman (1986) dengan motivasi rencana bonus, motivasi untuk memenuhi 17 akad kontrak, dan motivasi untuk meminimumkan adanya beban politis. Berdasarkan pertimbangan biaya dan manfaat, manajemen diperbolehkan memilih dan menerapkan metode-metode akuntansi. Hal ini menjadi penyebab utama manajer melakukan manajemen laba. Manajemen laba dimungkinkan terjadi dikarenakan terjadi asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara principal (pemegang saham) dan agent (manajemen) sebagaimana dijelaskan dalam teori keagenan. Agen akan memiliki informasi yang lebih banyak dari pada prinsipal. Hal ini dapat mendorong agen untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada principal, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agen. Salah satu bentuk tindakan agen tersebut adalah yang disebut sebagai manajemen laba. Teknik dan pola manajemen laba menurut Asyik (2003 : 23) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu : a. Perubahan metode akuntansi Manajemen mangubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode sebelumnya sehingga dapat menaikkan atau menurunkan angka laba. Metode akuntansi memberikan peluang bagi manajemen untuk mencatat suatu fakta tertentu dengan cara yang berbeda, misalnya : mengubah metode depresiasi aktiva tetap dari metode jumlah angka tahun ke metode depresiai garis lurus; atau mengubah periode depresiasi. 18 b. Memainkan kebijakan perkiraan akuntansi Manajemen mempengaruhi laporan keuangan dengan cara memainkan kebijakan perkiraan akuntansi. Hal tersebut memberikan peluang bagi manajemen untuk melibatkan subyektivitas dalam menyusun estimasi, misalnya : kebijakan mengenai perkiraan jumlah piutang tidak tertagih; kebijakan mengenai perkiraan biaya garansi; dan kebijakan mengenai perkiraan terhadap proses pengadilan yang belum terputuskan. c. Menggeser periode biaya atau pendapatan Manajemen menggeser periode biaya atau pendapatan (sering disebut manipulasi keputusan operasional), misalnya : 1) Mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai periode akuntansi berikutnya. 2) Mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya. 3) Kerjasama dengan vendor untuk mempercepat atau menunda pengiriman tagihan sampai periode akuntansi berikutnya. 4) Menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba. 5) Mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak terpakai. Manajemen laba dalam penelitian ini dideteksi menggunakan model modified Jones (1991) dengan proksi discretionary current accrual. Model modified Jones (1991) digunakan penelitian ini karena dianggap model paling 19 baik dalam mendeteksi manajemen laba. Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut : a. Menentukan nilai total akrual dengan formulasi: TAit = NIit - CFOit b. Menentukan nilai parameter α1, α2 dan α3 menggunakan Jones Model (1991) dengan formulasi: TAit = α1 + α2 ΔRevit + α3 PPEit + εit Lalu, untuk menskala data, semua variabel tersebut dibagi dengan asset tahun sebelumnya (Ait-1), sehingga formulasinya berubah menjadi : TAit / A it-1 = α1 (1/A it-1) + α2 (ΔRevit /A it-1) + α3 (PPEit /A it-1) + εit c. Menghitung nilai DNA dengan formulasi: NDAit = α1 (1/A it-1) + α2 (ΔRevit/A it-1 - ΔRecit /A it-1)+ α3 (PPEit / A it-1) Untuk menentukan nilai akrual diskresioner yang merupakan indikator manajemen laba akrual dengan cara mengurangi total akrual dengan akrual nondiskresioner, dengan formulasi : DAit = TAit - NDAit Keterangan : TAit = Total akrual perusahaan i pada periode ke t NIit = Laba bersih perusahaan i pada periode t CFOit = Arus kas operasi perusahaan I pada periode t NDAit = Akrual nondiskresioner perusahaan i pada periode t DAit = Akrual diskresioner perusahaan i pada periode t 20 Ait-1 = Total asset perusahaan i pada periode t ΔRevit = Perubahan penjualan bersih perusahaan i pada periode t ΔRecit = Perubahan piutang perusahaan i pada periode t PPEit = Property, Plant, and Equipment perusahaan i pada periode t α1, α2, α3 = Parameter yang diperoleh dari persamaan regresi εit 2. = Error term perusahaan I pada periode t Kepemilikan Manajerial (Managerial Ownership) Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau manajer sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan yang ditunjukkan dengan persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Konflik kepentingan antara manajer dengan pemilik menjadi semakin besar ketika kepemilikan manajer terhadap perusahaan semakin kecil. Dalam hal ini manajer akan berusaha memaksimalkan kepentingan dirinya dibandingkan kepentingan perusahaan. Sebaliknya semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan, semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan. Untuk meningkatkan image perusahaan, manajer akan berusaha untuk mengungkapkan informasi sosial kepada pihak yang berkepentingan meskipun ia harus mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut (Gray et al, 1987). Penelitian Retno (2006) menunjukkan bahwa prosentase kepemilikan manajemen berpengaruh terhadap kebijakan perusahaan dalam mengungkapkan informasi sosial dengan arah sesuai dengan yang diprediksi. Semakin besar kepemilikan 21 manajer dalam perusahaan, manajer akan semakin banyak mengungkapkan informasi sosial dari kegiatan yang telah dilakukan di dalam program CSR. 3. Ukuran Perusahaan (Size) Ukuran perusahaan merupakan variabel yang banyak digunakan untuk menjelaskan pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan dalam laporan tahunan yang dibuat. Secara umum perusahaan besar juga akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil, karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibanding perusahaan kecil. Secara teoritis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan politis, yaitu tekanan untuk melakukan pertanggungjawaban sosial. Pengungkapan sosial yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis bagi perusahaan (Hasibuan, 2001). Ukuran perusahaan merupakan variabel independen yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan keuangan perusahaan. Perusahaan besar merupakan entitas bisnis yang banyak disoroti, pengungkapan yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial. Akan tetapi, tidak semua penelitian mendukung hubungan antara size perusahaan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian yang tidak berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Robert (1992) dalam Sembiring (2005), sedangkan penelitian yang berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel ini antara lain Hackston dan Milne (1996), Hasibuan (2001), Anggraini (2006) dan Sembiring (2005). 22 Akan tetapi, tidak semua penelitian mendukung hubungan antara ukuran perusahaan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian yang tidak berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel ini seperti yang disebutkan dalam Hackston dan Milne (1996) antara lain Roberts (1992), Sigh dan Ahuja (1983), Davey (1982) dan Ng (1985). 4. Leverage (LEV) Leverage menggambarkan sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang kepada pihak di luar perusahaan. Semakin tinggi leverage kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak hutang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba di masa depan. Agar laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi biaya-biaya termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial. Sesuai dengan teori agensi manajemen perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan mengurangi pengungkapan tanggungjawab sosial yang dibuatnya agar tidak menjadi sorotan para debtholders. Leverage juga variabel yang banyak diindikasikan memiliki pengaruh terhadap pengungkapan CSR. Akan tetapi hasil penelitian juga menunjukkan hasil yang beragam. Hasil penelitian dilakukan oleh Lidya (2011) dan Aulia (2011) menunjukkan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap pengungkapan CSR tetapi berbeda dengan hasil penelitian Retno (2006) dan Sembiring (2005) yang menemukan bahwa leverage tidak berpengaruh negatif terhadap pengungkapan CSR. 23 5. Profitabilitas (ROA) Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, dan ekuitas. Semakin tinggi profitabilitas, maka semakin tinggi efisiensi perusahaan dalam memanfaatkan fasilitas perusahaan (Sartono, 2001). Menurut Heinze dalam Hackston dan Milne (1996), profitabilitas perusahaan merupakan faktor yang memungkinkan manajemen untuk bebas dan fleksibel dalam menjalankan program tanggung jawab sosial yang lebih luas. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial. Beberapa penelitian sudah dilakukan dengan menggunakan pengukuran variabel yang berbeda. Sembiring (2005) menggunakan earning per share sebagai proksi profitabilitas, Anggraini (2006) menggunakan net profit margin, sedangkan Hackston dan Milne (1996) menggunakan return on asset. Hasil yang diperoleh belum mampu menunjukkan pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan informasi CSR perusahaan. Giner (1997) dalam Sun et al. (2010) menyatakan bahwa dalam konteks teori keagenan, manajemen yang profitable akan menyajikan informasi pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan untuk mendukung posisi para manajer yang bersangkutan dan mendapatkan kompensasi. Sedangkan menurut teori legitimasi, profitabilitas dapat dipandang sebagai variabel yang diprediksikan mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan baik secara negatif maupun positif tergantung apakah perusahaan 24 mengalami rugi atau mendapatkan laba. Ketika perusahaan mengalami keuntungan, perusahaan akan memberikan pengungkapan yang relatif sedikit dengan alasan karena masih sedikitnya kegiatan sosial atau lingkungan. Tapi sebaliknya apabila dalam kondisi tidak untung maka perusahaan dapat mengungkapkan banyak kegiatan investasi untuk tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagai alasan banyaknya pengeluaran untuk pelaksanaan tanggung jawab yang bersangkutan. C. Ruang Lingkup Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 1. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Pengungkapan tangggung jawab sosial perusahaan / Corporate Social Responsibility (CSR) atau sering disebut juga sebagai Corporate Social Reporting merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi perusahaan terhadap kelompok tertentu dalam masyarakat secara keseluruhan. Kontribusi negatif perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya telah menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat, oleh karena itu dengan mengungkapakan informasi-informasi mengenai operasi perusahaan sehubungan dengan lingkungan sebagai tanggung jawab perusahaan diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat. Jadi agar bentuk pengungkapoan tangung jawab sosial perusahaan yang telah dilakukan oleh perusahaan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan, maka hal itu diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan (Gray et. al.,1987) dalam Ni Nyoman, 2012). 25 Setiap pelaku ekonomi selain berusaha untuk kepentingan pemegang saham dan mengkonsentrasikan diri pada pencapaian laba juga mempunyai tanggung jawa sosial, dan hal itu perlu diungkapkan dalam laporan tahunan, sebagaimana dinyatakan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (Revisi 2009) paragraf keduabelas: Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Laporan tambahan tersebut di luar ruang lingkup Standar Akuntansi Keuangan. Untuk mengukur pengungkapan CSR berdasarkan Indikator-indikator menurut Edy Rismanda Sembiring (2005) sebanyak 79 item selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Menurut Global Reporting Initiative dalam www.globalreproting.org, isi suistainability report terdiri dari 5 bagian: a) Visi dan strategi. Menjelaskan visi dan strategi perusahaan berkaitan dengan suistainability, dicantumkan juga pernyataan dan sambutan dari manajemen. b) Profil perusahaan. Merupakan overview struktur organisasi perusahaan serta ruang lingkup pelaporan. c) Sistem manajemen dan strutur pengelolaan. Pengungkapan struktur organisasi, kebijakan-kebijakan yang diambil dan sistem manajemen, termasuk usaha-usaha perusahaan dalam melibatkan pemangku kepentingan. d) Global Reporting Initiative content index. Berisi tabel yang mengidentifikasikan letak setiap elemen isi laporan Global Reporting Inititive berdasarkan bagian dan indikatornya. Tujuannya untuk memudahkan pengguna laporan agar dapat mengakses secara cepat informasi dan indikatornya. e) Indikator kerja. Mengukur dampak kegiatan perusahaan yang dikenal dengan Corporate Social Responsibility Disclosure (CSRD). 26 Dauman dan Hargreaves (1992) dalam Hasibuan (2001) menyatakan bahwa tanggung jawab perusahaan dapat dibagi menjadi tiga level sebagai berikut: 1. Basic Responsibility (BR) Pada level pertama, menghubungkan tanggung jawab yang pertama dari suatu perusahan, yang muncul karena keberadaan perusahaan tersebut seperti; perusahaan harus membayar pajak, memenuhi hukum, memenuhi standar pekerjaan, dan memuaskan pemegang saham. Bila pada level ini tidak dipenuhi akan menimbulkan dampak yang sangat serius. 2. Organization Responsibility (OR) Pada level kedua ini menunjukan tanggung jawab perusahaan untuk memenuhi perubahan kebutuhan ”Stakeholder” seperti pekerja, pemegang saham dan masyarakat di sekitarnya. 3. Sociental Responses (SR) Pada level ketiga, menunjukan tahapan ketika interaksi antara bisnis dan kekuatan lain dalam masyarakat yang demikian kuat sehingga perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan, terlibat dengan apa yang terjadi dalam lingkungannya secara keseluruhan. Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab sosial adalah suatu bentuk pertanggungjawaban yang seharusnya dilakukan perusahaan, atas dampak positif maupun dampak negatif yang ditimbulkan dari aktivitas operasionalnya, dan mungkin sedikit-banyak berpengaruh terhadap masyarakat internal maupun eksternal dalam lingkungan perusahaan. Selain 27 melakukan aktivitas yang berorientasi pada laba, perusahaan perlu melakukan aktivitas lain, misalnya aktivitas untuk menyediakan lingkungan kerja yang aman bagi karyawannya, menjamin bahwa proses produksinya tidak mencemarkan lingkungan sekitar perusahaan, melakukan penempatan tenaga kerja secara jujur, menghasilkan produk yang aman bagi para konsumen, dan menjaga lingkungan eksternal untuk mewujudkan kepedulian sosial perusahaan. Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan umumnya bersifat voluntary, unaudit dan unregulated. Voluntary merupakan informasi yang dapat disediakan oleh manajemen tetapi tidak diwajibkan untuk diungkapkan akan merupakan keleluasaan manajemen untuk mengungkapkannya. Hackston dan Milne (1996) menyebutkan dalam pengungkapan informasi akuntansi ada tujuh tema yang termasuk dalam wacana akuntansi pertanggungjawaban sosial adalah sebagai berikut: 1. Kemasyarakatan Tema ini mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti oleh perusahaan, misalnya aktivitas yang terkait dengan kesehatan, pendidikan dan seni, serta pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lainnya. 2. Ketenagakerjaan Tema ini meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-orang dalam perusahaan tersebut. Aktivitas meliputi rekruitmen, program pelatihan, gaji dan tunjangan, serta pengungkapan aktivitas ketenagakerjaan lainnya. 3. Kesehatan dan Keselamatan Tenaga Kerja. 28 Tema ini mencakup aktivitas perusahaan terhadap kesehatan dan keselamatan tenaga kerja perusahaan. Aktivitas tersebut meliputi mempromosikan keselamatan tenaga kerja dan kesehatan fisik atau mental, mengungkapkan statistik kecelakaan kerja, menetapkan suatu komite keselamatan kerja, serta pengungkapan aktivitas ketenagakerjaan lainnya. 4. Produk dan Konsumen Tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara lain kegunaan, durability, kepuasan pelanggan, kejujuran dalam iklan, kejelasan atau kelengkapan isi pada kemasan, serta pengungkapan aktivitas lainnya. 5. Energi Tema ini mencakup aktivitas perusahaan terhadap pemanfaatan energi. Aktivitas tersebut meliputi memanfaatkan barang bekas untuk memproduksi energi, pengungkapan peningkatan efisiensi energi dari produk, serta pengungkapan aktivitas energi lainnya. 6. Lingkungan Hidup Tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan konversi sumber daya alam, serta pengungkapan aktivitas lingkungan hidup lainnya. 7. Umum Tema ini meliputi pengungkapan tujuan perusahaan secara umum berkaitan dengan tanggungjawab sosial perusahaan kepada masyarakat dan informasi 29 yang berhubungan dengan tanggungjawab sosial perusahaan selain yang disebutkan di atas. Menurut Gray, Owen, dan Maunders (1988) dalam Sulistyowati (2004), tujuan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan adalah : a. Untuk meningkatkan image perusahaan. b. Untuk meningkatkan akuntabilitas suatu organisasi, dengan asumsi bahwa terdapat kontrak sosial antara organisasi dengan masyarakat. c. Untuk memberikan informasi kepada investor. Menurut Gray et.al., (1995) dalam sembiring (2003) ada dua pendekatan yang secara signifikan berbeda dalam melakukan penelitian tentang pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Pertama, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mungkin diperlukan sebagai suplemen dari aktivitas akuntansi konvensional. Pendekatan ini secara umum akan menganggap masyarakat keuangan sebagai pemakai utama pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan cenderung membatasi persepsi tentang tanggung jawab sosial yang dilaporkan. Pendekatan alternatif kedua dengan meletakkan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pada suatu pengujian peran informasi dalam hubungan masyarakat dan organisasi. 2. Manfaat dan Bentuk Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Menurut A.B Santoso (2009) terdapat baerbagai manfaat yang dapat diperoleh perushaan dari aktivitas pengungkapan tanggung jawab sosial yaitu: a) Mengurangi risiko dan tuduhan terhadap perilaku tidak pantas yang diterima perusahaan. Perusahaan yang menjalankan tanggung jawab 30 b) c) d) e) sosialnya secara konsisten akan mendapatkan dukungan luas dari komunitas yang telah merasakan manfaat darfi berbagai aktivitas yang dijalanakannya. Hal ini akan menaikkan citra serta reputasi perusahaan manakala terdapat pihak-pihak tertentu menuduh perusahaan menjalankan praktik-praktik yang tidak pantas. Dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Apabila perusahaan diterpa kabar miring atau bahkan ketika perusahaan melakukan kesalahan. Karyawan akan merasa bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi yang baik, yang secara konsisten melakukan upaya ubtuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Mampu memperbaiki dan mempercepat hubungan antar perusahaan dengan para stakeholdernya. Pelaksanaan yang secara konsisten menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kepedulian terhadap pihak yang selama ini berkontribusi akan lancarnya berbagai aktivitas serta kemajuan yang diraih. Meningkatkan pendapatan perusahaan, karena masyarakat sebagai konsumen akan lebih menyukai produk-prosuk yang dihasilkan oleh perusahaan yang konsisten menjalakan tanggung jawab sosialnya. Dikalangan sebagian dunia usaha, sudah tumbuh pengakuan bahwa keberhasilan ekonomi dan finansial berkaitan erat dengan kondisi sosial dan lingkungan dimana perusahaan beroperasi. Untuk mewujudkan tanggung jawab semacam itu, diharapkan memperhatikan dengan sunguh-sungguh pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam aktivitas usahanya. Pengungkapan tanggung jawab sosial tersebut dapat digolongkan ke dalam empat bentuk yaitu: a) Pengelolaan lingkungan kerja secara baik, termasuk dalam penyediaan lingkungan yang aman dan nyaman, sitem kompensasi yang layak dan perhatian terhadap kesejahteraan karyawan dan keluarganya. b) Kemitraan antara perusahaan dengan masyarakat, khususnya masyarakat lokal. Kemitraan ini diwujudkan secara umum dalam program community 31 development untuk membantu meningkatkan kesejahteraan umum masyarakat. c) Penanganan kelestarian lingkungan dimulai dari lingkuingan perusahaan itu sendiri dan penanganan limbah akibat kegiatan perusahaan agar tidak mencemari lingkungan sekitar. d) Investasi sosial yang sering diartikan sebagai kegiatan amal perusahaan. Arti yang sesungguhnya adalah perusahaan sumber dukungan finansial dan non-finansial terhadap kegiatan sosial dan lingkungan oleh kelompok atau organisasi lain yang pada akhirnya akan menunjang kegiatan bisnis perusahaan sertsa dapat menaikkan citra positif perusahaan. D. Penelitian Terdahulu Untuk mendukung penelitian ini, telah dipelajari penelitian terdahulu yang sejenis dan masih ada kaitan dengan penelitian ini. Berbagai penelitian tentang pengaruh perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan menunjukan keanekaragaman hasil. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat mengenai hasil penelitian terdahulu tersebut antara lain: 1. Theodora Martina Veronica (2010). Dalam penelian yang berjudul “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek indonesia “ variabel yang digunakan adalah size, profitabilitas, laverage dan ukuran dewan komisaris. Hasil penelitian menunjukan ada pengaruh yang signifikan antara variable 32 profitabilitas (ROA) dan Dewan Komisaris (DK) dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan sektor pertambangan (mining) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2007-2008 dan tidak ada pengaruh signifikan antara variable size perusahaan dan Laverage perusahaan (DER) dengan mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI pada tahun 2007-2008. Berdasarkan hasil pengujian secara serentak menunjukkan bahwa variable size perusahaan, profitabilitas (ROA), Laverage (DER), dan ukuran dewan komisaris mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI pada tahun 2007-2008. 2. Lidia Yulita (2010) Dalam penelitian yang berjudul “The Effect Characteristics of Company Toward Ccorporate Social Responsibility Disclosures in Mining Company Listed at Indonesia Stock Exchange” variabel yang digunakan adalah ukuran dewan komisaris, size perusahaan, leverage dan profitabilitas. Hasil penelitian menunjukkan menunjukan bahwa (1) Secara parsial ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan; (2) Secara parsial size perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan; (3) Secara parsial leverage tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan; (4) Secara 33 parsial profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan. 3. Sri Utami dan Sawitri Dwi Prastiti (2011). Dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Social Disclosure“ variabel yang digunakan adalah net profit margin, size, umur perusahaan, rasio laverage dan kepemilikan manajemen. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Pengaruh Rasio Net Profit Margin terhadap Social Disclosure; Pengujian menunjukan bahwa rasio Net Profit Margin mempunyai pengaruh positif dan signifikan; (2) Pengaruh Size Perusahaan terhadap Social Disclosure; Hasil menunjukan bahwa Size perusahaan mempunyai pengaruh positif dan signifikan; (3) Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Social Disclosure; Hasil menunjukan bahwa umur perusahaan tidak mempunyai pengaruh positif dan signifikan (4) Pengaruh Rasio Laverage terhadap Social Disclosure; Menunjukkan bahwa Laverage mempunyai pengaruh signifikan dan (5) Pengaruh Kepemilikan Manajemen terhadap Social Disclosure menunjukkan bahwa kepemilikan manajemen tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap pengungkapan informasi social. Dari hasil analisis menunjukan bahwa variable net profit margin dan size terbukti berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Social Disclosure. Sebaliknya untuk variable umur perusahaan, Laverage, kepemilikan manajemen terbukti tidak berpengaruh terhadap Social Disclosure. Sehingga secara keseluruhan, perusahaan di Indonesia ditahun 34 pengamatan masih belum sepenuhnya siap terhadap penerapan ISO 26000 sebagai panduan pengungkapan sosial. 4. Yoga Nata Adikara (2011) Dalam penelitian yang berjudul “Pengaruhi Karateristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Dalam Laporan Tahuan Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia“ variabel yang digunakan adalah ukuran perusahaan, profil, profitabilitas, proporsi kepemilikan saham, ukuran dewan komisaris dan leverage. Hasil penelitian ini menunjukkan (1) Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial; (2) Profil perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan; (3) Proporsi kepemilikan saham berpengaruh positif terhadap pengungkapan sosial perusahaan; (4) Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial dan (5) Leverage berpengaruh negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. 5. Ni Nyoman Yintayani (2011). Dalam penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Sosial Responsibility (Studi Empiris pada Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009)“ variabel yang digunakan adalah kepemilikan manajemen, tingkat laverage, profitabilitas perusahaan, tipe industri. Hasil penelitian ini menjelaskan Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh secara signifikan pada 35 pengungkapan informasi sosial perusahaan, laverage berpengaruh negatif pada pengungkapan sosial perusahaan, profitabilitas berpengaruh positif pada pengungkapan informasi sosial perusahaan, tipe industri tidak berpengaruh pada pengungkapan informasi sosial perusahaan, model regresi tersebut diatas dapat digunakan untuk memprediksi CSR. Hasil ini berarti bahwa selain faktor kepemilikan manajemen laverage, profitabilitas, dan tipe industri masih terdapat faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR. 6. Marzully Nur dan Denies Priantinah M,Si.,Akt (2012). Dalam penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Sosial Responsibility di Indonesia (Studi Empiris pada Perusahaan Berkatogori High Profile yang Listing di Bursa Efek Indonesia)“ variabel yang digunakan adalah profitabilitas, ukuran perusahaan, kepemilikan saham publik, dewan komisaris, laverage dan pengungkapan media. Hasil Penelitian ini menunjukan Profitabilitas diproksi dengan ROA tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR hal ini dikarenakan perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi. Ukuran perusahaan yang diukur dengan Total Aset berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR hal ini dikarenakan semakin besar perusahaan maka biaya keagenan yang muncul juga semakin besar. Kepemilikan saham publik tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR dikarenakan kemungkinan kepemilikan publik pada perusahaan Indonesia secara umum belum mempedulikan masalah lingkungan sosial sebagai isu kritis yang harus secara ekstensif untuk diungkapkan dalam laporan tahunan. Dewan komisaris 36 menunjukkan pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap pengungkapan CSR dikarenakan dewan komisaris yang berjumlah kecil akan memiliki efektivitas yang baik terhadap pengawasan manajemen perusahaan. Laverage yang di proksi dengan DER menunjukan pengaruh yang signifikan dan negatife terhadap pengungkapan CSR dikarenakan manajemen perusahaan dengan tingkat Laverage yang tinggi cenderung menggurangi pengungkapan tanggungjawab sosial yang dibuatnya agar tidak menjadi sorotan dari para debtholders. Pengungkapan media tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR dikarenakan media lebih berperan sebagai sarana perusahaan bukan sebagai exposure media yang mendorong perusahaan melakukan pengungkapan CSR. Profitabilitas, ukuran perusahaan, kepemilikan saham publik, dewan komisaris, laverage dan pengungkapan media secara bersamasama mempengaruhi pengungkapan CSR. Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No 1. Nama Peneliti dan Variabel Penelitian Tahun Theodora Martina Variabel Dependen : Veronica (2010). Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Variabel Independen : Size, Profitabilitas, Laverage, Ukuran Dewan Komisaris, dan Size, Profitabilitas, Laverage, Ukuran Dewan Komisaris secara serentak Hasil Penelitian Ada pengaruh yang signifikan antara variable profitabilitas (ROA) dan Dewan Komisaris (DK) dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan sektor pertambangan (mining) dan tidak ada pengaruh signifikan antara variable size perusahaan dan Laverage perusahaan (DER) dengan 37 2. Lidia Yulita (2010) Variabel Dependen : Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Variabel Independen : ukuran dewan komisaris, size perusahaan, leverage dan profitabilitas 3. Sri Utami dan Variabel Dependen : Sawitri Dwi Social Disclosure Prastiti (2011). Variabel Independen : Net Profit Margin, Size, Umur, Laverage, dan Kepemilikan manajemen 4. Yoga Nata Adikara Variabel Dependen : (2011) Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Variabel Independen : Ukuran Perusahaan, Profil Perusahaan, Profitabilitas, Proporsi Kepemilikan saham, Ukuran Dewan Komisaris dan Laverage mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan sektor pertambangan Ada pengaruh yang signifikan antara variable Ukuran Dewan Komisaris (KOM) dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan sektor pertambangan dan tidak ada pengaruh signifikan antara variable size perusahaan (SIZE), Laverage perusahaan (LEV) dan profitabilitas (ROA) dengan mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan sektor pertambangan variable net profit margin dan size terbukti berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Social Disclosure. Sebaliknya untuk variable umur perusahaan, Laverage, kepemilikan manajemen terbukti tidak berpengaruh terhadap Social Disclosure variable Ukuran Perusahaan, Profil Perusahaan, Proporsi Kepemilikan saham dan Ukuran Dewan Komisaris terbukti berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap tanggung jawab sosial perusahaan. Sebaliknya untuk variable Profitabilitas dan Laverage terbukti tidak 38 5. Ni Nyoman Variabel Dependen : Yintayani (2011). Pengungkapan Corporate Sosial Responsibility Variabel Independen : Kepemilikan manajerial, laverage, profitabilitas, dan tipe industry 6. Marzully Nur dan Variabel Dependen : Denies Priantinah pengungkapan CSR M,Si.,Akt (2012). Variabel Independen : Variabel Profitabilitas, Ukuran perusahaan, kepemilikan saham publik, dewan komisaris, laverage dan pengungkapan media. E. berpengaruh terhadap tanggung jawab sosial perusahaan Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh secara signifikan pada pengungkapan informasi sosial perusahaan, laverage berpengaruh negatif pada pengungkapan sosial perusahaan, profitabilitas berpengaruh positif pada pengungkapan informasi sosial perusahaan, tipe industri tidak berpengaruh pada pengungkapan informasi sosial perusahaan, model regresi tersebut diatas dapat digunakan untuk memprediksi CSR. Profitabilitas, ukuran perusahaan, kepemilikan saham publik, dewan komisaris, laverage dan pengungkapan media secara bersama-sama mempengaruhi pengungkapan CSR. Kerangka Pemikiran Pada beberapa tahun belakangan ini berkembang pesat suatu konsep dalam aktivitas perusahaan. Konsep tersebut merupakan suatu tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan sosial yang sering disebut dengan CSR. Munculnya konsep tersebut didorong adanya tuntutan dari stakeholder untuk meningkatkan kesadaran perusahaan agar lebih memperhatikan kelestarian 39 lingkungan sosial melihat semakin parahnya kondisi bumi akibat pemanasan global. Hal itu menyebabkan semakin banyak perusahaan yang melakukan kegiatan sosial dan pelestarian lingkungan sebagai wujud kepedulian perusahaan terhadap keseimbangan alam. Terdapat beragam faktor yang mempengaruhi perusahaan untuk mengungkapkan tanggung jawab sosial ke dalam laporan tahunan perusahaan. Berdasarkan uraian landasan teori mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial maka peneliti mengindikasikan faktor manajemen laba, kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, leverage dan profitabilitas sebagai variable independen penelitian yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial sebagai variable dependen penelitian. Adapun kerangka pemikiran teoritis untuk sebelum pengembangan hipotesis dan penelitian ini terlebih dahulu disajikan kerangka pemikiran penelitian yang disajikan pada gambar 2.1 sebagai berikut: Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Manajemen Laba (X1) H1 Kepemilikan Manjerial (X2) H2 Ukuran Perusahaan (X3) H3 Leverage (X4) H4 Profitabilitas (X5) H5 Pengungkapan Taggung Jawab Sosial (Y) 40 Keterangan : H1 : Manajemen Laba H2 : Kepemilikan Manajerial H3 : Ukuran Perusahaan H4 : Leverage H5 : Profitabilitas Y : Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility/CSR) F. Pengembangan Hipotesis 1. Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Manajemen laba merupakan tindakan manajemen dalam merekayasa laba dengan motivasi tertentu (Scott 2003). Hal ini dapat dijelaskan dalam teori keagenan. Dalam teori ini dapat diperoleh informasi bahwa manajemen sebagai agen memiliki informasi yang lebih besar dari prinsipal sehingga pelaporannya dapat digunakan oleh manajemen dengan tujuan tertentu pula. Mengacu pada pendapat Gray et. al. (1995), dapat dinyatakan bahwa informasi yang diungkapkan kepada stakeholder merupakan legitimasi tanggung jawab sosial yang telah dilakukan perusahaan, maka manajemen yang terlibat manajemen laba cenderung menyadari bahwa pengungkapan lingkungan sukarela (voluntary environmental disclosure) dapat digunakan unutk mempertahankan legitimasi organisasional, terutama pada pihak terkait dengan politik dan sosial. Manajemen yang memiliki wewenang dalam proses pembuatan keputusan, memiliki insentif untuk menggunakan strategi tersebut guna memenuhi harapan 41 para stakeholder. Dengan upaya mengalihkan perhatian stakeholder terhadap pendeteksian manajemen laba, maka manajemen yang melakukan manajemen laba lebih besar diprediksikan akan lebih luas dalam mengungkapkan tanggung jawab sosial dan lingkungan oleh perusahaan. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesisnya dapat dirumuskan sebagai berikut: H1 : Manajemen laba berpengaruh terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial 2. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahan Komite Konflik kepentingan antara manajer dengan pemilik menjadi semakin besar ketika kepemilikan manajer terhadap perusahaan semakin kecil. Dalam hal ini manajer akan berusaha untuk memaksimalkan kepentingan dirinya dibandingkan kepentingan perusahaan. Sebaliknya, semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan maka semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan, dengan kata lain biaya kontrak dan pengawasan menjadi rendah. Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut (Gray, 1988). Semakin besar proporsi kepemilikan manajerial pada perusahaan, maka manajemen cenderung lebih giat untuk kepentingan pemegang saham dimana pemegang saham adalah dirinya sendiri. Berdasarkan teori agensi, “hubungan antara manajemen dengan pemegang saham, rawan untuk terjadinya masalah keagenan. Teori agen mienyatakan bahwa salah satu mekanisme untuk 42 memperkecil adanya konflik agensi dalam perusahaan adalah dengan memaksimalkan jumlah kepemilikan manajerial. Dengan menambah jumlah kepemilikan manajerial, maka manjemen akan merasakan dampak langsung atas setiap keputusan yang mereka ambil karena mereka menjadi pemilik perusahaan”. (Jensen dan Meckling, 1976: 86) dalam (Erida, 2011). Inti dari teori agensi ini adalah pemisahan fungsi antara kepemilikan perusahaan oleh investor dan pengendalian perusahaan oleh manajemen. Sebagai pemilik perusahaan, pemegang saham ingin mengetahui semua informasi di perusahaan termasuk aktivitas manajemen yang dapat memberikan nilai positif. Salah satu tindakan manajemen yang dapat memberikan nilai positif yaitu dengan pengungkapan tanggung jawab sosial. Perusahaan yang mengungkapkan tanggung jawab sosial dapat meningkatkan image perusahaan dan menunjukkan kontribusi sosial, ekonomi, dan lingkungan pada masyarakat sekitar. Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan merupakan salah satu tindakan yang dapat dilakukan oleh manajer untuk meningkatkan image perusahaan. Dengan demikian, semakin besar presentase kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka semakin banyak pula informasi Corporate Social Responsibility (CSR) yang diungkapkan oleh perusahaan dalam rangka meningkatkan image perusahaan. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesisnya dapat dirumuskan sebagai berikut: H2 : Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial. 43 3. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Menurut pernyataan yang dilakukan oleh Sembiring (2005), secara teoritis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan, dan perusahaan yang lebih besar dengan aktivitas operasi dan pengaruh yang lebih besar terhadap masyarakat mungkin akan memiliki pemegang saham yang memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan sehingga pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan akan semakin luas. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan CSR tercermin dalam teori agensi yang menjelaskan bahwa perusahaan besar mempunyai biaya agensi yang besar, oleh karena itu perusahaan besar akan lebih banyak mengungkapkan informasi daripada perusahaan kecil. Penjelasan lain yang juga sering diajukan adalah perusahaan besar memiliki sumber daya yang besar sehingga tidak perlu ada tambahan biaya yang besar untuk dapat melakukan pengungkapan dengan lebih lengkap. Penelitian ini, menggunakan total aktiva (total asset) yang dimiliki perusahaan sebagai proksi dari ukuran perusahaan sebagai variabel independen. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesisnya dapat dirumuskan sebagai berikut: H3 : Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial. 4. Pengaruh Leverage Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio levarage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya 44 keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi (Jensen dan Meckling, 1976). Leverage memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang. Scott (2000) menyampaikan pendapat yang mengatakan bahwa semakin tinggi leverage kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba dimasa depan. Oleh karena itu, perusahaan dengan rasio levarage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan ungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio levarage yang rendah. Pendapat lain mengatakan bahwa semakin tinggi levarage, kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi akan mengurangi kemungkinan perusahaan melanggar perjanjian utang. Manajer akan memilih metode akuntansi yang akan memaksimalkan laba sekarang. Kontrak utang biasanya berisi tentang ketentuan bahwa perusahaan harus menjaga tingkat levarage tertentu (rasio utang/ekuitas), interest coverage, modal kerja dan ekuitas pemegang saham (Watt dan Zimmerman, 1990) dalam (Scott, 1997). Perusahaan yang memiliki rasio leverage tinggi akan lebih sedikit mengungkapkan CSR supaya dapat melaporkan laba sekarang yang lebih tinggi. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesisnya dapat dirumuskan sebagai berikut: H4 : Leverage berpengaruh terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial. 45 5. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Hubungan profitabilitas terhadap pengungkapan pengungkapan tanggung jawab sosial menurut Bowman dan Haire (1976) dalam Heckston dan Milne (1996) bahwa kepekaan sosial membutuhkan gaya manajerial yang sama sebagaimana yang diperlukan untuk dapat membuat perusahaan menguntungkan (profitable). Heinze (1976) dalam Heckston dan Milne, (1996) menyatakan bahwa profitabilitas merupakan faktor yang memberikan kebebasan dan fleksibilitas kepada manajemen untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial yang dilakukan oleh perusahan. Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan dilakukan untuk mendapatkan nilai positif dan legitimasi dari masyarakat. Teori legitimasi juga dapat digunakan untuk menjelaskan profitabilitas terhadap pengungkapan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Profitabilitas memberikan keyakinan perusahaan untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Artinya, dengan mekanisme corporate governance dan profitabilitas yang mencukupi, perusahaan tetap akan mendapatkan keuntungan positif, yaitu mendapatkan legitimasi dari masyarakat yang pada akhirnya akan berdampak meningkatnya keuntungan perusahaan di masa yang akan datang. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesisnya dapat dirumuskan sebagai berikut: H5 : Profitabilitas berpengaruh terhadap pegungkapan tanggung jawab sosial.