PENGARUH PENGENCERAN ASAM SULFOSALYSIL TERHADAP PEMERIKSAAN POSITIF PROTEIN URIN Rahma W, S.Si, M.Kes. [email protected] Prodi D3 Analis Kesehatan UM Surabaya Abstract The examination of urinary protein, there are several kinds of methods that can be used is 20% sulfosalysil acid method, stick, acetate acid, bence jones, and Esbach. Sulfosalysil acid method is a non-specific indicator, the method is sensitive to the protein in a concentration of 0.002%. In the laboratory there are health centers that use sulfosalysil acid reagent for examination of urinary protein, in addition to using a stick of urine (strip dye). Reagent consumption is expected to have economic value, it is necessary dilution reagent. Dilution reagent can reduce the level of Corrosiveness to laboratory personnel, the smaller the concentration of reagent concentrations the less the level of corrosive. So it apost prandialears a formulation of the problem in this research is "Are there sulfosalysil acid dilution effect of the positive examination of urinary protein?". This type of research used in writing this paper is an experimental study. The population in this study were patients with positive urine protein urine in hospitals Dr.Soetomo Surabaya in the first week of June 2011. Samples were taken from patients with positive urine protein urine in hospitals Dr.Soetomo Surabaya in the first week of June 2011 were taken randomly . To supost prandialort this research, we used a statistical test friedman test, the results obtained friedman test p = 1.000. So there is no significant difference between giving a urine protein levels sulfosalysil acid 20%, 15%, 10%, 5%, and 1%. In this test, from acid dilution sulfosalysil same statistical results obtained, it is caused by the acid-sensitive protein sulfosalysil in a concentration of 0.002%. Therefore, when the protein concentration <0.002% then sulfosalysil acid can not detect the presence of protein in the urine. To strengthen the results, it can be seen the formation of precipitates. Key word: sulfosalycil acid, urine protein 1. Pendahuluan Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang mengatur keseimbangan air, mengatur konsentrasi garam dalam darah, keseimbangan, asam basa darah dan ekskresi bahan buangan serta kelebihan garam. Ginjal melakukan berbagai fungsi metabolik. Selain membersihkan tubuh dari zat sampah bernitrogen dan hasil metabolisme, ginjal dengan cepat melaksanakan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa. Bagian dari ginjal melakukan fungsi tertentu, sehingga penyakit ginjal dapat diketahui. Ada beberapa kelainan yang sering terjadi pada penyakit ginjal, misalnya ditemukan adanya protein dalam urine, leukosit, dan sel darah merah. Protein dalam urine dapat ditemukan dalam jumlah yang lebih besar daripada normal dan sebagian besar protein ini berupa albumin (Ganong, 2000). Uji protein merupakan uji kuantitatif untuk proteinuria. Normalnya, membran glomerulus hanya melewatkan protein dengan berat molekul rendah untuk masuk kedalam filtrat kemudian tubulus ginjal mereabsorpsi sebagian besar protein-protein ini hanya mengekresikan sejumlah kecil yang tidak terdeteksi oleh uji skrining. Membran kapiler glomerulus yang rusak dan gangguan reabsorpsi tubulus menyebabkan ekresi protein dalam urine. Pada penyakit ginjal sangat diperlukan pemeriksaan penunjang yang tepat, sehingga diagnosa penyakit ginjal terpenuhi. Pemeriksaan fungsi ginjal bertujuan untuk mendiagnosa kerusakan ginjal pada pasien yang mempunyai gangguan pada ginjal, atau menentukan derajat kerusakan fungsi ginjal yang diketahui sakit. Pemeriksaan urine terhadap protein dapat menunjukkan kelainan fungsi ginjal. Spesimen urine untuk pemeriksaan protein diperlukan spesimen urine yang segar (Gandasoebrata, 2007). Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan protein urine ada beberapa metode yaitu metode asam sulfosalysil 20 %, stick, asam acetat, bence jones, dan esbach.. pemeriksaan protein urine dengan menggunakn metode asam sulfosalysil 20% telah lama digunakan dalam klinik sebagai pemeriksaan rutin patologi klinik. Meskipun dilaboratorium puskesmas sudah menggunakan metode stick dalam pemeriksaan protein urine, akan tetapi pada kondisi kehabisan stick, laboratorium puskesmas masih mengunakan metode asam sulfosalysil. Metode asam silfosalysil merupakan indikator non spesifik. Metode ini peka, terhadap protein dalam konsentrasi 0,002% dapat dinyatakan dengan asam sulfosalysil. Pemeriksaan protein dalam urine dengan menggunakan metode asam sulfosalysil 20% merupakan pemeriksaan yang paling murah, sederhana dan bermanfaat . Hingga saat ini pemeriksaan protein urine dengan metode asam sulfosalysil 20% masih digunakan di puskesmas-puskesmas dan beberapa klinik kecil serta klinik dan puskesmas yang berada di pedalaman dengan fasilitas yang kurang memadai. Didalam pemeriksaan laboratorium, pemakaian reagen sangat diharapkan memiliki nilai ekonomis yang tinggi, maka diperlukan pengenceran reagen. Selain memiliki nilai ekonomis yang tinggi, pengenceran reagen dapat mengurangi tingkat kekorosifan, semakin kecil konsentrasi kepekatan reagen semakin kecil pula tingkat korosif. Akan tetapi dalam pemeriksaan protein dalam urine, pengenceran asam sulfosalysil apakah berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan protein dalam urine atau tidak. Berdasarkan pengalaman tersebut, maka penulis ingin meneliti tentang “Pengaruh Pengenceran Asam Sulfosalysil Terhadap Pemeriksaan Positif Protein Urine”. Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan permasalahan adalah “Apakah ada pengaruh pengenceran Asam Sulfosalysil terhadap pemeriksaan positif protein urine?”. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui apakah ada pengaruh pengenceran asam sulfosalysil terhadap pemeriksaan positif protein urine. Dan Untuk memeriksa secara laboratoris pengaruh pengenceran asam sulfosalysil terhadap pemeriksaan positif protein urine. 2. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah penelitian eksperimental yaitu merupakan penelitian yang dilakukan dengan suatu percobaan atau perlakuan yang dapat dilakukan di laboratorium, maupun di lapangan (Hidayat, 2010). Untuk mengetahui pengaruh pengenceran asam sulfosalysil terhadap pemeriksaan positif protein urine. Sebelumnya telah dilakukan uji pendahuluan yang telah diencerkan hingga 10%, untuk itu peneliti mengambil rentang pengenceran yang tinggi. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang urinenya positif protein urine di RSUD dr.Soetomo Surabaya pada minggu pertama bulan Juni 2011 yang berjumlah 57 sampel protein urine. Sampel penelitian ini adalah pasien yang urinenya positif protein urine di RSUD dr.Soetomo Surabaya pada minggu pertama bulan Juni 2011 yang diambil secara selektif. Setiap pasien rawat jalan diambil urinenya untuk diperiksa kadar proteinnya menggunakan metode stick, seteleh diketahui urine positif protein maka dilakukan penelitian dengan mencampurkan asam sulfosalysil 20% dengan beberapa perlakuan. Dalam menentukan besar sampel (replikasi) yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus : (t-1) (r-1)> 15, yang mana t adalah banyak kelompok perlakuan dan r adalah jumlah replikasi (Hidayat, 2010). Maka, jumlah sampel minimum adalah 6 sampel, Pengambilan sampel dilakukan di laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Daerah dr.Soetomo Surabaya dan pemeriksaan kadar protein dalam urine dilakukan di laboratorium klinik D3 Analis Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya. Waktu penelitian dilakukan mulai bulan Januari – Juli 2011. Variabel bebas adalah besar pengenceran asam sulfosalysil. Pengenceran asam sulfosalysil adalah asam sulfosalysil 20% yang diencerkan menjadi 15 %, 10%, 5%, 1% yang akan digunakan untuk menentukan kadar protein. Variabel terikat adalah kadar protein urine. Kadar protein urine adalah jumlah kadar protein urine yang diukur dengan metode asam sulfosalisyl 20% yang diencerkan menjadi 15 %, 10%, 5%, 1% dan dinyatakan dalam +, ++, +++, dan ++++. Data kadar protein dalam urine diperoleh dengan cara melakukan penelitian langsung terhadap sampel urine (data primer). Adapun langkah-langkah untuk pemeriksaan kadar protein dalam urine sebagai berikut, Untuk penentuan populasi menggunakan metode stick. Untuk perlakuan dalam sampel menggunakan metode asam sulfosalysil. 3. HASIL PENELITIAN Setelah dilakukan penelitian tentang perbedaan kadar protein urine antara pemberian 4 tetes asam sulfosalysil 20%, 15%, 10%, 5%, dan 1% pada 1 ml urine yang positif protein urine sebanyak 7 sampel, maka diperoleh hasil pemeriksaan sebagai berikut: Tabel 3.1. Data Hasil Pemeriksaan Kadar Protein Urinee Dengan Reagen Asam Sulfosalysil Kode Sampel Kontrol 20 % A 1 B 1 1 1 1 1 C 2 2 2 2 2 D 3 3 3 3 3 E 2 2 2 2 2 F 1 1 1 1 1 G 1 1 1 1 1 Keterangan : Kadar Protein 1 = Positif (+) 2 = Positif (++) 3 = Positif (+++) Pengenceran Asam Sulfosalysil 15% 10 5% 1% % 1 1 1 1 Untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan antara hasil pemeriksaan kadar protein urine terhadap pengenceran asam sulfosalysil yang terbagi menjadi 20%, 15%, 10%, 5%, dan 1 %, maka data dianalisis menggunakan Friedman Test, menunjukkan p=1,000. jadi p>α (0,05), dengan demikian berarti Ho diterima. Berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan kadar protein urine antara pemberian asam sulfosalysil 20%, 15%, 10%, 5%, dan 1%. 4. Pembahasan Dari hasil pemeriksaan kadar protein urine dengan pemberian asam sulfosalysil 20%, 15%, 10%, 5%, dan 1% terhadap sampel positif protein urine yaitu positif 1 sampai 3 menunjukkan hasil positif 100%, yaitu sama dengan interpretasi hasil protein urine adalah sebagai berikut : Positif + bila urine terjadi kekeruhan ringan tanpa butir-butir, positif ++ bila urine keruh dan tabung mudah dilihat dan tampak butir- butir dalam kekeruhan, positif +++ bila urine keruh dan nampak jelas adanya kekeruhan butiran kecil-kecil, dan positif ++++ bila urine keruh, kekeruhan ada butiran besar-besar bergumpal-gumpal atau memadat. Hasil analisa statistik pemeriksaan kadar protein urine antara hasil pemeriksaan kadar protein urine terhadap pengenceran asam sulfosalysil yang terbagi menjadi 20%, 15%, 10%, 5%, dan 1 % menunjukkan p= 1,000. jadi p>α (0,005), dengan demikian berarti Ho diterima. Berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara kelima pengujian tersebut. Dalam pengujian ini, dari pengenceran asam sulfosalysil didapatkan hasil statistik yang sama, hal ini disebabkan oleh asam sulfosalysil yang peka terhadap protein dalam konsentrasi 0,002%. Walaupun konsentrasi asam sulfosalysil diencerkan menjadi 1%, 5%, 10%, dan 15% maupun tidak diencerkan (tetap asam sulfosalysil 20%) digunakan untuk mendeteksi protein < 0,002% maka asam sulfosalysil tidak dapat mendeteksi adanya protein dalam urine. Untuk memperkuat hasil, dapat dilihat terbentuknya presipitat (Gandasoebrata, 2007) Hasil pemeriksaan kadar protein urine dengan metode asam sulfosalysil yang diencerkan menjadi 20%, 15%, 10%, 5% dan 1% tersebut bermanfaat untuk memantau perjalanan penyakit dan membantu menunjukkan diagnosa suatu penyakit dalam laboratorium karena setelah dilakukan pengujian dari kelima kadar asam sulfosalysil tersebut mendapatkan hasil statistik yang sama. Hal ini disebabkan karena asam sulfosalysil memiliki sifat asam yang mendekati titik isoelektrik protein. Titik Isoelektrik sendiri adalah derajat keasaman atau pH ketika suatu makromolekul bermuatan nol akibat bertambahnya proton atau kehilangan muatan oleh reaksi asam-basa. Pada koloid, jika pH sama dengan titik isoelektrik, maka sebagian atau semua muatan pada partikelnya akan hilang selama proses ionisasi terjadi. Jika pH berada pada kondisi di bawah titik isoelektrik, maka muatan partikel koloid akan bermuatan positif. Sebaliknya jika pH berada di atas titik isoelektrik maka muatan koloid akan berubah menjadi netral atau bahkan menjadi negatif (Kurniati, 2009). Dari hasil pengujian, bahwa pengenceran asam sulfosalysil 1% dapat digunakan untuk memantau perjalanan penyakit dan membantu menunjukkan diagnosa suatu penyakit dalam laboratorium, sehingga reagen asam sulfosalysil memiliki nilai ekonomis yang tinggi. 5. Kesimpulan Dari hasil yang dilakukan terhadap 7 sampel pasien yang urinenya positife protein urine , dapat disimpulkan sebagai berikut : Tidak ada pengaruh pengenceran asam sulfosalysil terhadap pemeriksaan positif protein urine. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2006. Saluran Kemih. http://akatsuki-ners.blogspot.com/2011/08/proses-pembentukanurine.html. Diakses pada tanggal 23 Maret 2011. Anonim.2008.Ginjal.http://artikelkedokteran.net/news/ginjal+dan+proses+pembentukan+u rine.html. Diakses tanggal 28 Maret 2011. Baron DN. 1995. Ginjal. Kapita selekta patologi klinik. Edisi ke-4. EGC. Jakarta. Budiantao, E cho. 2009. Biokimia protein Urin.http://echofissika.blogspot.com/2009/12/analisis-kuantitatifprotein.html. Diakses pada tanggal 12 juni 2011. Carolyn M, Hudak. 1996. Keperawatan Kritis, Cet XXI, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. Elizabeth J. Corwin. 2000, Patofisiologi, Ed I, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. Elizabeth J. Corwin. 2001, Patofisiologi, Ed II, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. Ganong William, R.2000, Terjemahan Dharma Adji, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Ed ke Duabelas, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. Ganong William, R.2003, Terjemahan Dharma Adji, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Ed ke Tigabelas, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. Gauthier B, Edelmann CM, Barnett HL. 1982. Isolated (Asymptomatic) Proteinuria. Dalam : Nephrology and Urology for the Pediatrician. Edisi Ke-1. Boston. Guyton AC, Hall JE. 1997. Fisiologi Kedokteran. Penerjemah : Setiawan I, Tengadi, LMA KA, Santoso A. EGC.Jakarta. Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II. EGC. Jakarta. Hadju, Veni. 2005. Ilmu Gizi Dasar. UNHAS. Makassar. Henry, J.B. 2000. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods: Examination of Urine. Saunders. New York. Gandasoebrata, R.2007, Penuntun Laboratorium Klinik, Cet XIII, Dian Rakyat, Jakarta. Lubert Stryer. 2000. Biokimia. EGC. Jakarta. Pearce, Efelin C. 2006. Anatomi dan fisiologi untuk paramedic. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Priyana A, editor. 2007. Urinalisa. Patologi klinik. Penerbit Universitas Trisakti. Jakarta. Ramli Ahmad, 2003, Kamus Kedokteran Penerbit Djambatan. Jakarta. Riawan, S. 1990. Kimia Organik.Edisi 1. Binarupa Aksara. Jakarta. Rismaka. 2009. Protein dan Asam Amino. http://www.rismaka. net/2009/06/uji-kualitatif-protein-dan-asamamino.html. Diakses pada tanggal 12 juni 2011. Robert M. 2003. Biokoimia Harper, Penerbit EGC, jakarta. Scanlon VC, Sanders T. 2007. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US: FA Davis Company. Sirajuddin, Saifuddin. 2010. Penuntun Praktikum Biokimia. Universitas Hasanuddin. Makassar. Suhardjono. 1987, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I Edisi II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. EGC. Jakarta. Titin KTI, 2002, Pemeriksaan Protein Urine Pada Ibu Hamil Trimester III. Unmuh. Surabaya Van de Graaf KM. 2001. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies. Wilmar Musram, 2000, Praktikum Urine, Penuntun Praktikum Biokimia, Widya Medika, Jakarta.