komunikasi politik di media massa : studi

advertisement
KOMUNIKASI POLITIK DI MEDIA MASSA :
STUDI ANALISIS WACANA TERHADAP PEMBERITAAN
PARTAI NASDEM DI HARIAN MEDIA INDONESIA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam
( S.Kom.I )
Oleh:
ISNAANTO ACHMAD MAULANA
NIM: 207051000662
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2013 M
KOMUNIKASI POLITIK DI MEDIA MASSA
:
STUDI ANALISIS WACANA TERHADAP PEMBERITAAN
PARTAI NASDEM DI HARIAN MEDIA INDONESIA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam
( S.Kom.I )
Oleh:
Isnaanto Achmad Maulana
NIM: 207051000662
Pembimbing:
fu.
Dr. Gun Gun Hervanto. M.Si
NrP. 19760812 200501 I 00s
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN TLMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2013
M
LEMBAR PENCESAHAN
Skripsi yang berjudul KOMUIT{IKASI POLITIK DI MEDIA MASSA :
STUDI ANALISIS WACANA TERIIADAP PEMBERITAAN PARTAI
NASDEM DI HARIAN MEDIA INDONESIA. Telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 19 Juli 2013. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarut r:ntuk merath gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I)
pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta, 19 Juli 2013
Panitia Sidang Munaqasyah
Ketua
Sekretaris
NrP. 19710412 204403 2 001
970A9A3 199603 1 001
Anggota,
Penguji I
Penguji II
'[r
/\/l
i Nilamsari. M.Si
97TA'2A D9903 2 002
t/
/
Ade Masturi" MA
NrP. 197s0606 200710 1 001
Pembimbing,
Dr. Gun Gun Heryanto. M.Si
NIP: 19760812 200501 1 005
LEMBAR PER}IYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata
I di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan
dengan ketentuan yang berlaku di
a
-r-
ini
saya cantumkan sesuai
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dankarya orang lain, maka saya bersedia menerima
sangsi yang berlaku di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2013
Isnaanto Achmad Maulana
ABSTRAK
ISNAANTO ACHMAD MAULANA
Komunikasi Politik di Media Massa : Studi Analisis Wacana Kritis Terhadap
Pemberitaan Partai NasDem di Harian Media Indonesia
Perkembangan media massa saat ini seakan tidak dapat dipisahkan dari rutinitas
masyarakat pada umumnya, baik media elektronik, media cetak, maupun media
baru. Pada dasarnya media massa bukanlah sesuatu yang bebas dan independen,
media mewakili realitas sosial yang terkait dengan berbagai macam kepentingan.
Keterkaitan media ini berhubungan dengan kepentingan yang berada didalam
maupun diluar media massa itu sendiri. Media Indonesia sebagai salah satu dari
sekian banyak media cetak nasional yang ada di Indonesia, bertugas sebagai
penyalur informasi juga sebagai alat kontrol sosial terhadap aktifitas politik di
pemerintahan yang sedang menjabat. Surya Paloh yang notabene-nya merupakan
pemilik Harian Media Indonesia juga merupakan tokoh berpengaruh didalam
Partai NasDem, hal ini tentu akan berimplikasi pada content berita Media
Indonesia terhadap berita mengenai Partai NasDem.
Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini terkait pada bagaimana
konstruksi wacana yang dibangun Media Indonesia dalam memberitakan Partai
NasDem? Bagaimana kognisi sosial redaksi Media Indonesia dalam menilai Partai
NasDem? Serta bagaimana konteks sosial masyarakat mengenai Partai NasDem.
Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif deskriptif dengan
paradigma kritis, menggunakan analisis wacana model Teun A. Van Dijk yang
mengelaborasi elemen-elemen wacana dan membagi tingkatan analisis teks ke
dalam struktur makro, suprastruktur, dan sturktur mikro. Serta analisis kognisi
sosial yang melibatkan wawancara dengan narasumber yang terkait, dan analisis
konteks sosial dengan melihat wacana yang berkembang di masyarakat dan
didasarkan pada faktor akses dan kekuasaan.
Dalam penelitian ini ditemukan adanya praktik konstruksi wacana pada struktur
teks yang diberitakan Media Indonesia mengenai Partai NasDem. Dalam struktur
makro, tema yang dikedepankan oleh Media Indonesia mengandung unsur proaktif terhadap kegiatan yang dilakukan Partai NasDem. Pada superstruktur, Media
Indonesia menyusun skema berita dengan menonjolkan dua tokoh penting di
dalam Partai NasDem yang juga merupakan tokoh berpengaruh di Harian Media
Indonesia. Pada tingkatan struktur mikro, wacana yang dibangun Media Indonesia
selalu menititikberatkan pada kepercayaan diri Partai NasDem yang akan sukses
dalam Pemilihan Umum 2014 mendatang.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillahirabil’alamin, segala puji dan syukur kepada Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan sebaik-baiknya. Tidak lupa shalawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga dan para sahabatnya.
Setelah melewati proses yang cukup panjang akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan tidak hanya karena doa dan kerja keras, namun banyak pihak yang
turut serta mendukung dan mendoakan penulis agar segera menyelesaikan karya
ilmiah ini. Karena tanpa adanya bantuan dan dukungan dari orang-orang tercinta
tersebut, karya ilmiah ini tidak akan mungkin terselesaikan. Ucapan terima kasih
penulis hanturkan kepada:
1. Dr. H. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. Drs. Wahidin Saputra, MA, selaku Pudek I dan selaku ketua
sidang pada saat skripsi ini diujikan. Drs. H. Mahmud Jalal, MA, selaku
Pudek II dan Drs. Study Rijal LK, MA selaku Pudek III, yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengaplikasikan ilmu yang
telah diperoleh dalam bentuk karya ilmiah ini, semoga Allah SWT
memberikan balasan yang setimpal.
2. Dra. Asriati Jamil, M.Hum (alm). Selaku Koordinator Teknis Program
Non Reguler dan Drs. Jumroni, M.Si, Selaku ketua jurusan Komunikasi
ii
dan Penyiaran Islam dan Dra. Musfirah Nurlaily, MA. Selaku sekretaris
Program Non Reguler.
3. Dr. Gun Gun Heryanto M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu
memberikan bimbingan dan motivasi serta dapat meluangkan waktunya
untuk membenahi hal-hal yang salah di dalam bimbingan.
4. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
banyak memberikan ilmu-ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis
dalam menyelesailan studi maupun dalam menyelesaikan penulisan skripsi.
5. Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, beserta staffnya.
6. Terimakasih kepada Bapak Ono Sarwono, selaku asisten kepala divisi
pemberitaan Media Indonesia yang telah menjadi narasumber dalam
penelitian ini dan telah banyak memberikan informasi yang membantu
peneliti dalam menjawab setiap rumusan-rumusan masalah dalam
penelitian ini.
7. Kedua orang tua tercinta Bapak Pujiyono dan Ibu Sumiyati, yang telah
mencurahkan semua kasih sayang dan selalu mendidik, serta mendoakan
penulis dengan kasih sayang tidak terhingga yang tidak mampu digantikan
dengan apapun. Semoga Allah selalu menjaga, menyayangi, melindungi
dan memberikan kebahagiaan dunia maupun akhirat.
8. Saudara sekandung penulis: Wahid Achmad Fauzi (kaka), dan Bagussalasa
Achmad Shafaruddin (adik) yang selalu mendukung, mendoakan dan
memberikan motivasi secara tidak langsung bagi penulis.
9. Teman-teman Mahasiswa dan Mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam program NonReguler 2007 yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu, juga
iii
kepada kakak-kakak dan adik-adik kelas yang telah memberikan semangat
dan bantuannya dalam pembuatan skripsi ini.
10. Keluarga besar alumni Man 4 Model Jakarta 2007, khususnya temanteman Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, beserta para guru yang telah
mendidik penulis menjadi seperti sekarang ini.
11. Sahabat-sahabat tercinta dan terbaik yang selalu penulis sayangi dan
hormati: Ahmad Fikri Al-fatih, Faruk Abdurrahman, Ongko Prasetyo,
Rikzha Lutfi, M. Sudrajat, Yohan Aditya, Novita Hariyani, Agustina
Widianputri, M. Sandi, Nur Ardiansyah, Riska Ayustinandini, Pak H.
Sulaiman, Zeptri Eriadi, dan teruntuk Fitri Sri Rezeki, Terimakasih atas
persahabatan, doa, dan dukungan serta selalu bersedia mendengarkan
keluh kesah penulis dan selalu meyakinkan penulis mampu untuk berhasil
di masa depan.
12. Keluarga KKS/N 88 tahun 2010 yang luar biasa hebat: Ade Alfan Syifa,
M. Samlawi, Syaifullah, Barqowi, Iqbal, Syarif, Indah, Mutiara Rahmah,
Lulu Lutfiah, Ika Kartika, Za’arasy Rahmah, Dahliana Syahri, Juliani,
Neneng, Nila Lestari, dan keluarga besar Kampung Punaga, Desa
Mandalakasih kecamatan Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat.
Penulis senantiasa berdoa semoga amal baik yang telah diberikan,
mendapatkan ridha dari Allah SWT. Akhirnya kepada Allah penulis serahkan
dengan harapan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi yang membaca.
Jakarta, 15 Juli 2013
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK
................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ...................................................................................
ii
DAFTAR ISI ................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..........................................
8
D. Metodologi Penelitian .......................................................
9
E. Tinjauan Pustaka ............................................................... 13
F. Sistematika Penulisan ........................................................ 16
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konstruksi Realitas Sosial ................................................. 18
1. Eksternalisasi .............................................................. 23
2. Objektivasi .................................................................. 25
3. Internalisasi ................................................................. 26
B. Konstruksi Realitas Politik ................................................ 27
1. Opini Publik ................................................................ 29
2. Propaganda Politik ...................................................... 39
C. Media Sebagai Agen Komunikasi Politik .......................... 49
v
BAB III
GAMBARAN UMUM MEDIA INDONESIA
A. Sejarah Singkat Media Indonesia ...................................... 52
B. Visi dan Misi .................................................................... 55
C. Struktur Organisasi Media Indonesia .................................. 56
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Teks Pemberitaan Pastai NasDem ........................ 58
B. Analisis Kognisi Sosial Pemberitaan Partai NasDem ......... 79
C. Analisis Konteks Sosial Pemberitaan Partai NasDem ........ 83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 88
B. Saran-saran ....................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 92
LAMPIRAN ................................................................................................. 94
vi
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Elemen Wacana Teun A. Van Dijk ............................................... 12
2. Tabel 2 Gambaran Umum Berita Partai NasDem ....................................... 58
3. Tabel 3 Analisis Teks Berita 1 ................................................................... 60
4. Tabel 4 Analisis Teks Berita 2 ................................................................... 71
vii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kajian keilmuan di bidang komunikasi massa terus menarik untuk di
perbincangkan dan dibahas melalui berbagai kegiatan seperti seminar, kuliah umum,
focus group discussion, dan berbagai kegiatan lainnya, terlebih dikalangan
mahasiswa maupun praktisi media massa. Semua hal itu berdasarkan pada aspek
kultural dan ideologi barat yang masuk ke dalam perkembangan industri media massa
di Indonesia. Dalam perkembangannya, media massa menjadi pengaruh yang
signifikan dalam kehidupan manusia sehari-hari dikarenakan manusia adalah makhuk
sosial yang terus membutuhkan informasi untuk di konsumsi. Berita dalam kajian
komunikasi massa bukan sekedar berita atas peristiwa manusia, melainkan berita
yang telah di konstruksi oleh manusia yang berada dalam struktural di balik industri
media massa itu sendiri.
Pada dasarnya media massa bukanlah sesuatu yang bebas dan independen.
Media mewakili realitas sosial yang terkait dengan berbagai macam kepentingan.
Keterkaitan media ini berhubungan dengan kepentingan yang berada di dalam
maupun di luar media massa itu sendiri. Dalam memproduksi berita, media massa
kerap dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
antara lain berupa kebijakan redaksional tertentu mengenai kekuatan politik,
kepentingan politik para pengelola media, relasi media dengan sebuah kekuatan
1
2
politik tertentu. Sementara faktor eksternal dapat berupa tekanan pasar pembaca atau
pemirsa, sistem politik yang berlaku dan kekuatan-kekuatan eksternal lainnya.1
Kepentingan-kepentingan eksternal dan internal inilah yang mengharuskan media
terus bergerak dinamis di antara kepentingan-kepentingan tersebut. hal ini
menyebabkan media massa sulit menghindari bias-bias dalam penyampaian
beritanya.
Dewasa ini terlihat bahwa media massa semakin menguatkan posisi mereka
bukan hanya sebagai penyalur informasi dan alat kontrol sosial melainkan, menjadi
alat untuk mengukuhkan atau membantu para elite politik maupun partai politik
lainnya agar tercapainya tujuan dibalik kekuasaan itu. Sebagai konsumen, praktisi,
mahasiswa, maupun pekerja media massa, kita harus lebih jeli untuk melihat mana isi
pesan yang bercirikan politik, pesan yang bertujuan mendelegitimasi pihak lain atau
pesan yang memperbaiki citra individu maupun kelompok tertentu.
Media Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyak media cetak
nasional yang ada di Indonesia, mereka bertugas sebagai penyalur informasi juga
sebagai alat kontrol sosial terhadap segala sesuatu yang menyangkut kebijakan,
rancangan undang-undang, dan seluruh aktifitas politik yang berada pada
kepemerintahan yang sedang menjabat. Namun, mereka juga dapat memperbaiki
suatu citra politik yang menimpa golongan atau individu yang mendukung segala
kebutuhan yang dibutuhkan oleh Media Indonesia.
1
Ibnu Hamad, “Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa : Sebuah Studi Critical Discourse
Analysis terhadap Berita-berita Politik”, (Jakarta : Granit, 2004), h. 2-3
3
Sebagaimana yang telah diketahui secara visual, Media Indonesia sering kali
memberikan informasi yang terjadi baik situasi dan kondisi yang sedang berlangsung
di Indonesia termasuk mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro
rakyat seperti rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada April 2012
yang lalu. Surya Paloh sebagai salah satu tokoh dan pemilik Media Indonesia yang
tergabung dalam Media Group tersebut tentu mempunyai pengaruh besar terhadap
pemberitaan-pemberitaan yang akan disampaikan oleh Media Indonesia sebelum
berita itu diterbitkan.
Terkait kekalahan Surya Paloh dalam pemilihan ketua umum Partai Golkar
pada Munas (Musyawarah Nasional) Partai Golkar 2009 lalu, berimplikasi pada
berdirinya organisasi masyarakat Nasional Demokrat yang didirikannya pada tahun
2010 lalu. Hal ini tentu menyorot pandangan publik atas keputusan Surya Paloh
mendirikan organisasi masyarakat tersebut terlebih setelah Ia memutuskan untuk
keluar dari Partai Golkar dan lebih memprioritaskan diri ke dalam organisasi
masyarakat yang didirikannya.
Hal tersebut di atas tentu akan mengakibatkan bergesernya arah pemberitaan
Media Indonesia yang awalnya seringkali menyorot pemberitaan mengenai Partai
Golkar, dan setelah hengkangnya Surya Paloh dari Golkar, tentu berita yang
disuguhkan Media Indonesia akan beralih pada pemberitaan organisasi masyarakat
Nasional Demokrat tersebut dan content-nya akan cenderung memberikan citra
positif atas berdirinya organisasi tersebut. Dalam kajian ilmu komunikasi politik tentu
hal ini merupakan salah satu pengaplikasian dari teori ekonomi politik media massa.
4
Sebagaimana menurut Garnham yang dikutip dari Heryanto, “institusi harus
dinilai sebagai bagian dari sistem ekonomi yang juga bertalian erat dengan sistem
politik. Kualitas pengetahuan yang diproduksi oleh media untuk masyarakat,
sebagian besar dapat ditentukan oleh nilai tukar beragam isi dan kondisi yang
memaksakan perluasan pasar. Kualitas itu juga ditentukan oleh kepentingan ekonomi
para pemilik dan penentu kebijakan”.2
Konten yang disuguhkan media massa tentunya tidak bisa dilepaskan begitu
saja dari kepentingan-kepentingan pemilik dan penentu kebijakan di media massa
tersebut, kepemilikan atas media massa tentu berimplikasi pada sejauh mana citra
yang ditonjolkan dari isi berita yang diterbitkan, terlepas dari kepentingan ini Media
Indonesia tentu tidak bisa dengan mudah melepaskan kepentingan Surya Paloh yang
notabene-nya berada dibalik kepemilikan Media Group, baik dari segi manuver
politiknya maupun keputusan politik yang akan Ia lakukan.
Pada masa sekarang kita melihat banyak para calon kandidat baik dari
kalangan politisi maupun kalangan umum yang terjun dalam dunia politik, mereka
berlomba-lomba ingin mengusai media massa di berbagai lini agar dapat dijadikan
alat untuk melancarkan strategi pertempuran guna menaikan citra diri dan
menjatuhkan lawan-lawan politik mereka. Begitupun dengan organisasi masyarakat
Nasional Demokrat, bahwa organisasi masyarakat yang kini bertransformasi menjadi
sebuah Partai NasDem (Nasional Demokrat) itu sangat memanfaatkan momentum
kebebasan pers, di mana pers yang mulanya menjadi alat kontrol sosial kemudian
2
h. 302
Gun Gun Heryanto. Komunikasi Politik di Era Industri Citra. (Jakarta : PT Lasswell Visitama, 2010).
5
dimanfaatkan menjadi kendaraan untuk melancarkan manuver politik termasuk
membangun citra positif dan mengenalkan kepada masyarakat luas tentang
didirikannya partai tersebut. Ini merupakan langkah yang mulus bagi Partai NasDem
demi keikutsertaanya dalam pesta demokrasi terbesar di tahun 2014 mendatang.
“Siapa menguasai media, dia menguasai dunia”. Rumusan ini sering kita
dengar menggambarkan betapa pentingnya peran media dalam proses produksi,
reproduksi, dan distribusi pengetahuan serta kekuasaan. 3 Begitu pula dengan Media
Indonesia sebagai salah satu media massa nasional yang dalam pendistribusian
pengetahuannya memberikan banyak manfaat positif bagi khalayak yang masih
minim informasi dengan dunia luar, namun bagaimana dengan kekuasaan yang
diproduksi, dan didistribusikan? Apakah sesuai dengan kebutuhan khalayak yang
menginginkan transparansi informasi secara akurat, apakah sudah memberikan
kepuasan kepada khalayak mengenai kekuasaan elite politik dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang sedang terjadi, apakah media sudah netral dalam menyajikan
berita yang sarat akan isu-isu politik di pemerintahan sekarang.
Hal ini tentu membutuhkan penelusuran lebih jauh mengenai konstruksi
realitas yang dibangun dari masing-masing media massa, hingga saat ini
independensi media masih sering dipertanyakan sebagian publik baik dari kalangan
pengamat maupun akademisi, sedikitnya penelitian ini diharapkan mampu
memberikan jawaban atas keresahan publik mengenai independensi Media Indonesia
3
Ibid, h. 301
6
yang selama ini kental sekali dengan sensitivitasnya di Media Group yang dipimpin
Surya Paloh.
Menilik segala kebutuhan publik yang sangat haus akan informasi maka
fenomena ini sangat berkaitan dengan kajian keilmuan komunikasi massa yang
hakekatnya penting untuk dipelajari lebih dalam oleh para mahasiswa, praktisi
maupun para pakar media massa.
Fenomena media massa di Indonesia saat ini sedang mengalami krisis
kepercayaan publik, para pengamat sering mengkritisi dan menyayangkan hal yang
menimpa media massa di Indonesia ini, baik dari sisi kepemilikan media,
independensi media, maupun konten dari media tersebut, begitu pula dari kalangan
mahasiswa Ilmu komunikasi yang menjadikan media massa sebagai bahan kajian
keilmuannya, jika dikaitkan pada kajian Ilmu komunikasi politik hal ini tentu akan
menambah khazanah keilmuan komunikasi baik secara umum maupun lebih spesifik
seperti komunikasi politik di media massa.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti ingin mengkaji lebih jauh
tentang bagaimana Media Indonesia mengkonstruksi berita mengenai Partai Nasional
Demokrat, baik dari segi pesan komunikasi politik maupun pencitraan terhadap suatu
kelompok atau golongan. Atas dasar tersebut maka skripsi ini diberi judul
“Komunikasi Politik di Media Massa, Studi Analisis Wacana Terhadap
Pemberitaan Partai NasDem (Nasional Demokrat) di Harian Umum Media
Indonesia“.
7
B.
Batasan dan Rumusan Masalah
1.
Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti membatasi masalah
yang akan diteliti pada segi pesan komunikasi politik yang terdapat pada teks di
Harian Umum Media Indonesia dan bagaimana Media Indonesia mengkonstruksi
berita mengenai Partai Nasional Demokrat pada edisi sabtu 23 Juni dan senin 25 Juni
2012, dengan menggunakan metode analisis wacana kritis model Teun A. Van Dijk.
Kedua edisi tersebut di pilih karena berita yang ada di dalamnya memuat
beberapa kegiatan yang sedang dilakukan Partai NasDem, terlebih lagi kedua edisi
tersebut terbit pada hari sabtu dan senin yang diasumsikan dapat membentuk ingatan
publik, untuk terus beranggapan bahwa Partai NasDem selalu melakukan kegiatankegiatan positif dalam rangka penguatan kader dan meyakinkan publik akan kesiapan
partai ini untuk turut serta dalam perhelatan pesta demokrasi pada 2014 mendatang.
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah
penelitian sebagai berikut :
a. Bagaimana konstruksi wacana pemberitaan Partai NasDem (Nasional
Demokrat) di Harian Umum Media Indonesia?
b. Bagaimana kognisi sosial redaksi dalam menyajikan berita-berita mengenai
Partai NasDem (Nasional Demokrat) di Harian Umum Media Indonesia?
c. Bagaimana konteks sosial yang digambarkan mengenai Partai NasDem
(Nasional Demokrat) di Harian Umum Media Indonesia?
8
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan di atas maka penelitian ini mempunyai
beberapa tujuan yaitu :
a. Untuk mengetahui bagaimana konstruksi wacana pemberitaan Partai
NasDem (Nasional Demokrat) di Harian Umum Media Indonesia.
b. Untuk mengetahui bagaimana kognisi sosial redaksi dalam menyajikan
berita-berita mengenai Partai NasDem (Nasional Demokrat) di Harian
Umum Media Indonesia.
c. Untuk mengetahui bagaimana konteks sosial yang digambarkan mengenai
Partai NasDem (Nasional Demokrat) di Harian Umum Media Indonesia.
2.
Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat dalam penelitian ini yaitu :
a. Manfaat Akademis : Penelitian ini diharapkan memiliki fungsi dan manfaat
secara akademis (keilmuan) di lingkungan universitas, agar kajian
keilmuan komunikasi politik dapat lebih dikembangkan, oleh karena itu
penelitian ini masih tetap mengacu kepada permasalahan komunikasi
politik media massa.
b. Manfaat Praktis : Penulis juga berharap penelitian ini dapat dijadikan
sebagai bahan informasi dan data yang dapat dipergunakan di perguruanperguruan tinggi lainnya guna menunjang pengetahuan mengenai studi
ilmu komunikasi di bidang komunikasi politik media massa.
9
D.
Metodologi Penelitian
1.
Metode Penelitian :
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif
memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan
sebuah makna dari gejala-gejala sosial di masyarakat. Objek analisis dalam
pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya dengan
menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh
gambaran mengenai kategorisasi tertentu.4
Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, metodologi penelitian
skripsi ini menggunakan metode analisis wacana dalam paradigma kritis, yang biasa
digunakan untuk mengkaji dan menelaah pesan-pesan yang terdapat dalam media.
Analisis wacana kritis merupakan salah satu bentuk alternatif untuk menganalisis
pesan dalam media selain anlisis isi kuantitatif, dalam penelitian ini, penulis
menggunakan analisis wacana model Teun A. Van Dijk. Analisis wacana model Van
Dijk lebih menekankan pada tiga dimensi yakni: teks, kognisi sosial, dan konteks
sosial.
2.
Subjek dan Objek Penelitian :
a. Subjek Penelitian, dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian
adalah surat kabar Harian Umum Media Indonesia.
4
Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta : LkiS Pelangi Aksara,
2001), h. 302
10
b. Objek Penelitian, dan yang menjadi objek penelitian ialah pemberitaan
mengenai Partai Nasional Demokrat di Harian Umum Media Indonesia.
3.
Pengumpulan Data :
a. Observasi Teks yaitu peneliti melakukan observasi terhadap teks terkait
berita mengenai Partai NasDem untuk mengetahui pesan komunikasi
politik pada surat kabar Media Indonesia pada edisi sabtu 23 Juni dan senin
25 Juni 2012. Kemudian dilakukan pengamatan sistematis yang
disesuaikan dengan metode analisis model Van Dijk dan fenomena yang
terdapat dalam teks tersebut dijadikan sebagai objek peneliti.
b. Interview yaitu peneliti melakukan wawancara kepada bapak Ono Sarwono
selaku Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Harian Media Indonesia.
Kemudian peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada narasumber
terkait proses peliputan berita, pemilahan berita hingga proses akhir
diterbitkannya berita, dengan tidak hanya berpedoman pada sistematika
pertanyaan yang disediakan, sehingga pemberi data dapat menjawab
dengan bebas dan terbuka.
c. Dokumentasi yaitu dengan mengumpulkan data-data mengenai hal-hal
yang akan peneliti bahas, yang berhubungan dengan objek yang akan
diteliti yaitu: pengumpulan data melalui internet yang berupa artikel-artikel
terkait berita mengenai Partai NasDem, kemudian buku-buku teoritis yang
dapat menunjang metode analisis dalam penelitian, serta arsip maupun
11
dokumentasi dari tim redaksi surat kabar Media Indonesia dan media cetak
lainnya.
4.
Analisa Data :
Data yang diperoleh dari berbagai sumber kemudian akan ditafsirkan oleh
peneliti dengan metode kualitatif menggunakan kerangka analisis wacana kritis
model Van Dijk dengan membagi ke dalam tiga dimensi yaitu : teks, kognisi sosial,
dan konteks sosial.
Inti dari model ini adalah menggabungkan ketiga dimensi (teks, kognisi sosial,
dan konteks sosial) menjadi sebuah kesatuan. Untuk dimensi teks, analisis wacana
model van Dijk terdiri atas tiga struktur yakni struktur makro merupakan makna
global dari suatu teks, superstruktur yakni kerangka dalam suatu teks atau alur dalam
suatu teks atau alur dalam suatu tulisan seperti bagian pendahuluan, isi, penutup dan
kesimpulan, dan struktur mikro merupakan makna lokal dari suatu teks yang dapat
dilihat dengan mengamati pilihan kata, kalimat, dan gaya yang digunakan dalam
suatu teks. Ketiga struktur tersebut masing-masing memiliki elemen-elemen yang
saling mendukung satu sama lain. Seperti yang tergambar dalam tabel di bawah ini:
12
Tabel 1.
Elemen Wacana Teun A. Van Dijk5
STRUKTUR WACANA
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
Struktur Makro
Tematik
Topik
Tema/topik yang
dikedepankan dalam suatu
berita
Superstruktur
Skema
Skematik
Bagaimana bagian dan
urutan berita diskemakan
dalam teks berita utuh
Struktur Mikro
Semantik
Makna yang ingin
ditekankan dalam teks
berita. Misal dengan
memberi detil pada satu
sisi atau membuat eksplisit
satu sisi dan mengurangi
detil sisi lain
Struktur Mikro
Sintaksis
Bagaimana kalimat
(bentuk, susunan) yang
dipilih
Struktur Mikro
Latar, Detil, Maksud,
Peranggapan,
Nominalisasi
Bentuk kalimat, koherensi,
kata ganti
Leksikon
Stilistik
Bagaimana pilihan kata
yang dipakai dalam teks
berita
Struktur Mikro
Retoris
Grafis, Metafora, Ekspresi
Bagaimana dan dengan
cara apa penekanan
dilakukan
5
Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media, h. 228-229
13
E.
Tinjauan Pustaka
Ada banyak sekali penelitian mengenai kajian keilmuan komunikasi di bidang
komunikasi politik, namun beberapa penelitian mempunyai subjek dan objek
penelitian yang berbeda, baik mengenai Partai NasDem sebagai objek penelitiannya
maupun Harian Media Indonesia sebagai subjek dari penelitian itu sendiri. Dalam
penelitian yang peneliti lakukan ini, peneliti mencoba mengelaborasikan sumbersumber dan berbagai literatur dari penelitian-penelitian terdahulu. Di antaranya
adalah:
1.
Komunikasi Politik Melalui Media Massa: Pasangan Mochtar Mohammad –
Rahmat Effendi (Murah) Dalam Pilkada Walikota Bekasi Periode 2008-2013.
Oleh Misliyah, mahasiswi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Program
Non Reguler Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2010.
Dalam penelitian di atas ditemukan bahwa dalam kegiatan sosialisasi politik
pasangan Mochtar Mohammad – Rahmat Effendi, banyak menggunakan media
massa, baik media massa cetak maupun elektronik. Peranan media massa dalam
mensosialisasikan figur pasangan Mochtar Mohammad – Rahmat Effendi, visi
misi dan program kerja mereka sangatlah efektif.
Dalam penelitian ini juga ditemukan keberhasilan pasangan calon walikota
dalam memenangkan pilkada Bekasi itu terdiri dari beberapa faktor diantaranya
publisitas melalui media massa dan dukungan dari partai-partai besar,
14
sedangkan yang menjadi penghambat dari pasangan ini adalah maraknya Black
Campaign (kampanye gelap), kecurangan-kecurangan pasangan dari kubu
lawan, Many Politic, fenomena Golput di masyarakat setempat.
Perbedaan dari penelitian di atas terletak pada subjek dan objek penelitian yang
berbeda namun masih dalam konteks kajian komunikasi politik, penelitian yang
dilakukan Misliyah ini lebih menekankan pada peranan media massa dalam
lingkup pemilihan kepala daerah (Pilkada) Bekasi dan hanya menggunakan
teori publisitas aktor politik, sedangkan penelitian yang peneliti lakukan lebih
kepada unsur propaganda politik dan konstruksi realitas yang dibangun media
massa.
2.
Komunikasi Politik Pasangan Hj. Airin Rachmi Diany dan Drs. H. Benyamin
Davnie dalam Pilkada Tangsel Tahun 2011. Oleh Amalia mahasiswi Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2011.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Amalia ini bertujuan untuk mengetahui
strategi komunikasi politik pasangan Airin Rachmi Diany dan Benyamin
Davnie untuk memenangkan pilkada Tangsel 2011 melalui media lini atas
(Above the line) dan media lini bawah (Below the line).
Penelitian Amalia ini menggunakan metode kualitatif analisis deskriptif yang
bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui
pengumpulan data, teori yang digunakan adalah model kampanye Ostergaard,
15
dengan mengidentifikasi masalah yang ada, tahap pelaksanaan kampanye, dan
tahap penanggulangan kampanye.
Hasil akhir dalam penelitian yang dilakukan Amalia ini ditemukan bahwa
strategi politik pasangan Airin Rachmi Diany dan Benyamin Davnie adalah
dengan menggunakan media lini atas seperti koran, dan internet sebagai media
utamanya, dan media lini bawah seperti striker, poster, spanduk, baliho dan
billboard sebagai media pendukung. Kedua jenis media tersebut terbukti efektif
dalam mempromosikan dan membentuk citra pasangan Airin-Benyamin,
terlebih keberhasilannya dalam melakukan publisitas melalui media massa.
Perbedaan yang nampak jelas pada penelitian yang dilakukan oleh Amalia ini
terletak pada model penelitian yang menggunakan model Ostergaard sedangkan
model penelitian yang peneliti gunakan adalah model Teun Van Dijk, dan teori
yang dipakai hanya media lini atas (Above the line) dan media lini bawah
(Below the line) sedangkan teori yang peneliti gunakan meliputi, konstruksi
realitas sosial, konstruksi realitas politik, opini publik, dan propaganda politik
namun persamaan pada penelitian ini masih terkait dengan kajian keilmuan
komunikasi politik media massa.
Penelitian-penelitian tersebut di atas merupakan sebagian penelitian yang
membahas tentang komunikasi politik, keterkaitan dari penelitian di atas adalah
sama-sama meneliti mengenai kajian keilmuan dibidang komunikasi politik, dengan
media massa atau media cetak yang menjadi subjek penelitian. Perbedaan dengan
penelitian sebelumnya yaitu pada objek penelitian, dan lembaga yang diteliti,
16
penelitian terdahulu tidak melulu menggunakan metodologi yang sama, ada yang
menggunakan metode kualitatif dan ada yang menggunakan metode kuantitatif.
Dewasa ini di kalangan mahasiswa fakultas dakwah dan komunikasi sudah
banyak yang melakukan penelitian dalam bidang komunikasi politik, ini
menunjukkan bahwa ketertarikan dan perkembangan pola pikir mahasiswa sangatlah
signifikan maka itu perlu dikembangkan lebih lanjut agar lulusan-lulusan dari
fakultas dakwah dan komunikasi tidak hanya bisa melihat pesan-pesan yang
bercirikan politik namun juga bisa mempraktikkan yang menjadikan edukasi bagi
masyarakat luas.
Teori-teori yang digunakan pun tidak sepenuhnya sama, masing-masing dari
peneliti mempunyai kajian teoritis yang sangat mendalam pada penelitiannya, ada
yang menggunakan teori konstruksi realitas sosial, konseptualisasi marketing politik,
teori konstruksi citra, dan teori komunikasi politik secara umum. Ini pun akan
menambah khazanah keilmuan bagi fakultas dakwah dan komunikasi dalam
perkembangan kajian ilmu komunikasi dibidang komunikasi politik.
F.
Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini terdapat latar belakang masalah yang menjadi alasan
dilakukannya penelitian ini, rumusan dan batasan masalah yang merumuskan dan
membatasi masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, metodelogi penelitian
17
yang menggunakan metode kualitatif deskriptif, tinjauan pustaka dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Dalam bab ini terdapat berbagai macam teori yang nantinya akan digunakan
untuk menganalisis berbagai permasalahan dalam penelitian ini, seperti teori
konstruksi realitas sosial, konstruksi realitas politik, propaganda politik, opini publik,
analisis wacana model Van Djik, dan lain sebagainya.
BAB III GAMBARAN UMUM
Adapun gambaran umum atau profil objek penelitian akan disampaikan dalam
bab ini seperti, profil Harian Umum Media Indonesia, sejarah berdirinya, struktur
organisasi, visi – misi, dan sebagainya.
BAB IV ANALISA DATA
Dalam bab empat ini akan diulas dan di paparkan analisa wacana pemberitaan
Partai NasDem di Harian Umum Media Indonesia. Pendekatan analisis yang
digunakan dalam bab ini adalah analisis wacana Teun Van Dijk. Model ini
menekankan pada tiga aspek yaitu: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.
BAB V PENUTUP
Kesimpulan dari analisis terhadap bagaimana wacana pemberitaan Partai
NasDem pada Harian Media Indonesia, dan hasil temuan-temuan lainnya, serta saransaran yang mungkin bisa berguna bagi Harian Umum Media Indonesia.
18
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Konstruksi Realitas Sosial
Jika melihat fungsi media massa secara umum baik berita dari media cetak
maupun elektronik, adalah merupakan laporan dari sebuah peristiwa. Peristiwa disini
adalah realitas atau fakta yang dicari dan diliput oleh wartawan dan pada giliriannya
akan dilaporkan secara terbuka melalui media massa. Dengan begitu proses
jurnalisme berupaya menceritakan kembali suasana atau keadaan di sekitar peristiwa,
orang atau benda, bahkan pendapat yang terdapat dalam sebuah peristiwa merupakan
upaya untuk merekonstruksi realitas.
Realitas sosial itu „ada‟ dilihat dari subyektifitasnya „ada‟ itu sendiri dan
dunia objektif di sekeliling realitas sosial itu. Individu tidak hanya dilihat sebagai
„kedirian‟-nya, namun juga dilihat dari mana „kedirian‟ itu berada, bagaimana ia
menerima dan mengaktualisasikan dirinya serta bagaimana pula lingkungan
menerimanya. 1
Pendapat di atas menunjukkan bahwa seseorang akan melihat kenyataan yang
terjadi di lingkungan sosialnya dengan menjadikan dirinya sebagai subjektif yang
berada dalam lingkaran sosial objektif namun, pada kenyataannya seseorang itu
menjadi objektif di dalam lingkungan sosial yang subjektif, jika melihat pandangan
dari paradigma konstruktivis, realitas diciptakan oleh individu yang mengkonstruksi
1
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi,
dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, (Jakarta : Kencana,
2008), h. 12
18
19
realitas sosial tersebut namun, kebenaran dalam realitas sosial itu bergantung pada
siapa individu yang melihat realitas tersebut.
Pada kenyataannya realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran
individu, baik di dalamnya maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial itu
memiliki makna, manakala realitas sosial dikonstruksi dan dimaknakan secara
subyektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara obyektif.
Individu mengkonstruksi realitas sosial, dan merekonstruksinya dalam dunia realitas,
memantapkan realitas itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi
sosialnya. 2
Morissan berpendapat teori konstruksi sosial realitas merupakan ide atau
prinsip utama dari kelompok pemikiran atau tradisi kultural. Ide ini menyatakan
bahwa dunia sosial tercipta karena adanya wujud interaksi antara manusia. Cara
bagaimana kita berkomunikasi sepanjang waktu mewujudkan pengertian kita
mengenai pengalaman, termasuk ide kita mengenai diri kita sebagai manusia dan
sebagai komunikator.3
Menurut Morissan dengan adanya interaksi simbolik antar individu, dunia
sosial akan tercipta dengan prinsip utama dari kelompok pemikir maupun budaya
yang sudah menjadi tradisi pada individu tersebut, dengan berinteraksi satu sama lain
individu dapat memahami dirinya sendiri dan memberikan stimulus terhadap dirinya
sehingga akan timbul respon terhadap dunia sosialnya.
2
3
Ibid, h. 12-13
Morissan, M.A, dkk., Teori Komunikasi Massa, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 134-135
20
Teori konstruksi sosial realitas berpandangan bahwa masyarakat yang
memiliki kesamaan budaya akan memiliki peraturan makna yang berlangsung terusmenerus. Secara umum, setiap hal akan memiliki makna yang sama bagi orang-orang
yang memiliki kultur yang sama. 4 Latar belakang kesamaan budaya memang akan
berdampak pada kesamaan makna terhadap suatu realitas jika masing-masing
individu itu berasal dari daerah yang sama namun, realitas yang terkonstruk dari latar
belakang tersebut hanya berlaku untuk sebagian individu, tidak menyeluruh seperti
konstruksi yang di buat oleh media massa.
Istilah konstruksi atas realitas sosial (social construction of reality) menjadi
terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. berger dan Thomas Luckmann melalui
bukunya yang berjudul The Sosial Construction of Reality: A Treatise in the
Sociological of Knowledge (1966). Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan
dan interaksinya, di mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas
yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif. 5
Interaksi dan tindakan yang dilakukan individu dalam proses sosial akan
memunculkan pengetahuan sosial, pengetahuan terhadap realitas yang mereka
ciptakan dan dialami secara subjektif pada akhirnya menimbulkan kesamaan
pandangan yang telah mapan terpola sehingga melahirkan konsensus makna.
Morissan menambahkan, Berger dan Luckmann menyebut tanda larangan itu
memiliki simbol makna objektif karena orang kerap menginterpretasikan secara
biasa-biasa saja namun, ada beberapa hal lainnya yang merupakan makna subjektif,
4
5
Ibid, h. 135
Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 13
21
hal ini disebut dengan tanda. Dalam teori konstruksi realitas, mobil adalah lambang
(simbol) mobilitas, namun mobil merek-merek tertentu, seperti Cadillac atau
Mercedez Benz merupakan tanda kemakmuran atau kesuksesan. 6
Pada dasarnya tanda maupun simbol sama-sama bernegosiasi terhadap makna
namun, negosiasi tanda berlangsung lebih kompleks, sedangkan simbol negosiasinya
lebih umum. Jika seseorang yang memiliki mobil itu disimbolkan dengan kalangan
menengah ke atas, maka mobil-mobil dengan merek high class menjadikan seseorang
itu ditandai sebagai pembeda dari kalangan menengah ke atas.
Berger dan Luckmann dalam Bungin mengatakan institusi masyarakat tercipta
dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun
masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara objektif, namun pada kenyataan
semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui proses interaksi. 7
Penerimaan makna simbolik merupakan hasil dari negosiasi antara peserta
komunikasi dalam proses interaksi, dalam proses ini objektivitas makna bisa terjadi
melalui penegasan atau penyampaian berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain
atau institusi sosial, baik media maupun institusi pemerintah yang memiliki definisi
subjektif yang sama.
Dalam proses selanjutnya, proses dialektika antara individu menciptakan
suatu tatanan masyarakat maupun sebaliknya masyarakat menciptakan individu,
proses dialektika ini terjadi melalui tahap-tahap seperti, eksternalisasi, objektivikasi,
6
7
Morissan, Teori Komunikasi Massa, h. 135
Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 15
22
dan internalisasi, dalam kajian komunikasi massa dikenal sebagai Entry Concept,
berikut penjelasannya :
a.
Objective reality atau realitas objektif, merupakan suatu kompleksitas
definisi realitas (termasuk ideologi dan keyakinan) serta rutinitas tindakan
dan tingkah laku yang telah mapan terpola, yang kesemuanya dihayati oleh
individu secara umum sebagai fakta.
b.
Symbolic reality atau realitas simbolik, merupakan semua ekspresi
simbolik dari apa yang dihayati sebagai “objective reality” misalnya teks
produk industri media, seperti berita di media cetak atau elektronik, begitu
pun yang ada di film-film.
c.
Subjective Reality atau realitas subjektif, merupakan konstruksi definisi
realitas
yang dimiliki
individu dan dikonstruksi
melalui proses
internalisasi. Realitas subjektif yang dimiliki masing-masing individu
merupakan basis untuk melibatkan diri dalam proses eksternalisasi, atau
proses interaksi sosial dengan individu lain dalam sebuah struktur sosial.
Melalui proses eksternalisasi itulah individu secara kolektif berpotensi
melakukan objektivikasi, memunculkan sebuah konstruksi objektive reality
yang baru.
Dialektika antara diri dengan dunia sosiokultural berlangsung dalam proses
dengan tiga „moment‟ simultan. Pertama, eksternalisasi, (penyesuaian diri) dengan
dunia sosiokultural sebagai produk manusia. Kedua, objektivikasi, yaitu interaksi
sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami
23
proses institusionalisasi. Sedangkan ketiga, internalisasi, yaitu proses di mana
individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi
sosial tempat individu menjadi anggotanya. 8
1.
Eksternalisasi (Penyesuaian diri)
Eksternalisasi adalah penyesuaian diri dengan dunia sosio cultural sebagai
produk manusia. Bungin mengungkapkan jika binatang lahir ke dunia sudah
ditentukan sepenuhnya oleh instinktualnya, diarahkan pada suatu lingkungan yang
khas spesiesnya. Pada manusia berbeda, dunia manusia di bentuk oleh aktivitas
manusia sendiri. Oleh karena itu, keberadaan manusia adalah sebagai penyeimbang
antara manusia dengan dirinya sendiri dan manusia dengan lingkungan dan dunianya.
Dalam proses penyeimbang ini, manusia membentuk dirinya sendiri sehingga bisa
merealisasikan dirinya dalam kehidupan. 9
Dengan kata lain, eksternalisasi terjadi pada tahap yang sangat mendasar,
dalam satu pola perilaku interaksi antara individu dengan produk-produk sosial
masyarakatnya. Proses ini dimaksud adalah ketika sebuah produk sosial telah menjadi
sebuah bagian penting dalam masyarakat yang setiap saat dibutuhkan oleh individu,
maka produk sosial itu menjadi bagian penting dalam kehidupan seseorang untuk
melihat dunia luar.10
Media massa dapat berperan dalam mengkonstruksikan suatu peristiwa untuk
membentuk realitas sosial. Pendekatan konstruksi sosial realitas telah menjadi
8
Ibid, h. 15
Burhan Bungin, Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta:
Kencana, 2007), h. 29-30
10
Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 16
9
24
gagasan penting dan popular dalam ilmu sosial. Menurut Keneth Gergen, konstruksi
sosial memusatkan perhatiannya pada proses dimana para individu menanggapi
kejadian di sekitarnya berdasarkan pengalaman mereka. 11
Iklan televisi sebagai produk masyarakat dieksternalisasikan oleh pemirsa ke
dalam dunia sosiokultural. Eksternalisasi itu terjadi secara dini karena adanya
kedekatan antara televisi dan pemirsanya. Dapat dipastikan, setiap orang dari kelas
menengah menikmati televisi setiap saat, karena umumnya dalam rumah keluarga
modern, terdapat televisi lebih dari satu. Sehingga di saat hubungan sosial keluarga
mulai merenggang karena desakan kehidupan modern, justru individu semakin
menggantungkan dirinya terhadap televisi sebagai sumber informasi, hiburan, dan
sebagainya. 12
Iklan televisi begitu penting dalam kehidupan sosiokultural pemirsa, karena
tanpa disadari pemirsa berupaya menyesuaikan dirinya dengan apa yang dilihatnya
pada iklan televisi, sehingga iklan televisi berfungsi sebagai acuan-acuan nilai
permirsa televisi. 13 Dengan demikian, tahap eksternalisasi ini berlangsung ketika
produk
sosial
tercipta
di
dalam
masyarakat,
kemudian
individu
meng-
eksternalisasikan (penyesuaian diri) ke dalam dunia sosio-kulturalnya sebagai bagian
dari produk manusia.
11
Sasa Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2005) Edisi ke- 9, h. 83
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 167-168
13
Ibid, h. 168
12
25
2.
Objektivasi
Objektivasi ialah interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang di-
lembagakan atau mengalami institusionalisasi (Society is an objective reality).
Maksudnya adalah tahap objektivasi produk sosial terjadi dalam dunia intersubjektif
masyarakat yang dilembagakan, masing-masing individu melakukan objektivasi
terhadap produk sosial, baik penciptanya maupun individu lain.
Pada tahap ini sebuah produk sosial berada pada proses institusionalisasi,
sedangkan individu oleh Berger dan Luckman di dalam Bungin mengatakan,
memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, baik
bagi produsen-produsennya maupun bagi orang lain sebagai unsur dari dunia
bersama. 14
Objektivikasi itu bisa terjadi melalui penyebaran opini sebuah produk sosial
yang berkembang di masyarakat melalui diskursus opini masyarakat tentang produk
sosial, dan tanpa harus terjadi tatap muka antar-individu dan pencipta produk sosial
itu.15
Objektivasi (interaksi sosial) adalah kemampuan manusia memanifestasikan
diri dalam produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsen-produsennya
maupun orang lain. Pada tahap ini sebuah produk sosial berada pada proses
institusionalisasi. 16 Salah satu contoh objektivasi yang sangat penting adalah
14
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 16
Ibid, h. 16
16
Burhan Bungin, Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi, h. 19
15
26
signifikansi yakni pembuatan tanda oleh manusia yang kemudian tanda-tanda tersebut
dikelompokan dalam sebuah sistem seperti biasa. 17
3.
Internalisasi (Identifikasi diri)
Internalisasi adalah individu mengidentifikasi diri di tengah lembaga-lembaga
sosial atau organisasi sosial di mana individu tersebut menjadi anggotanya, “Man is a
social product”. Berger dan Luckmann mengatakan bahwa, dalam kehidupan setiap
individu ada suatu urutan waktu, dan selama itu pula Ia diimbaskan sebagai partisipan
ke dalam dialektika masyarakat.18
Titik awal dari proses ini adalah internalisasi; pemahaman atau penafsiran
yang langsung dari suatu peristiwa objektif sebagai pengungkapan suatu makna,
artinya, sebagai suatu manifestasi dari proses-proses subjektif orang lain yang dengan
demikian menjadi bermakna secara subjektif bagi individu sendiri. 19
Internalisasi adalah proses pemahaman atau penafsiran yang langsung dari
suatu peristiwa objektif sebagai pengungkapan suatu makna, artinya sebagai suatu
manifestasi dari proses subjektif bagi dirinya pribadi. Internalisasi dalam arti luas
merupakan dasar dari pemahaman mengenai sesama manusia dan pemahaman
mengenai dunia sebagai suatu yang maknawi dari kenyataan sosial. 20
Salah satu wujud internalisasi adalah sosialisasi. Bagaimana suatu generasi
menyampaikan nilai-nilai dan norma-norma sosial (termasuk budaya) yang ada
17
Ibid, h. 29-30
Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 19
19
Ibid, h. 19
20
Bungin, Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi, h. 29-30
18
27
kepada generasi berikutnya. Generasi berikutnya diajarkan (lewat berbagai
kesempatan dan cara) untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai budaya yang mewarnai
struktur masyarakat. Generasi baru dibentuk oleh makna-makna yang telah
diobjektivikasikan. 21
Individu oleh Berger dan Luckmann dikatakan mengalami dua proses
sosialisasi: pertama, sosialisasi primer dan kedua, sosialisasi sekunder. Sosialisasi
primer dialami individu dalam masa kanak-kanak, yang dengan itu ia menjadi
anggota masyarakat. Sedangkan sosialisasi sekunder adalah proses lanjutan yang
mengimbas individu yang sudah disosialisasikan itu ke dalam sektor-sektor baru
dalam dunia objektif masyarakatnya. 22
Deddy Mulyana mengatakan, realitas sosial tergantung pada bagaimana
seseorang menafsirkannya. Pemahaman itulah disebut realitas. Karena itu peristiwa
dan realitas yang sama bisa menghasilkan konstruksi realitas yang berbeda dari orang
yang berbeda. Setiap individu memiliki gambaran yang berbeda-beda mengenai
realitas di sekelilingnya.23
B.
Konstruksi Realitas Politik
Proses konstruksi realitas, prinsipnya adalah setiap upaya “menceritakan”
(konseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan atau benda tak terkecuali mengenai hal-
21
Ibid, h. 30
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 20
23
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), h. 176
22
28
hal yang berkaitan dengan politik adalah usaha mengkonstruksikan realitas. 24 Dalam
hal ini Hamad berpendapat segala sesuatu yang berkaitan dengan politik, baik dari
segi kegiatan politik, iklan politik yang dilihat khalayak, maupun program politik di
masa kampanye dari suatu partai tertentu, merupakan hasil dari pembentukan
konstruksi realitas atas kejadian yang telah dilaporkan oleh media massa.
Berbicara mengenai konstruksi atas realitas tentu erat kaitannya dengan media
massa sebagai agen konstruksi yang sangat besar penyebarannya, terlebih dalam
konstruksi yang di bangun di bumbui dengan kepentingan politik tertentu, baik dari
partai politik maupun aktor politik. Masing-masing media tentu mempunyai batasan
dan aturan dalam mengkonstruksi suatu realitas politik yang sedang terjadi dalam
proses pembentukan konstruksi.
Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi
cerita atau wacana yang bermakna. Pembuatan berita di media pada dasarnya adalah
penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita atau wacana yang
bermakna. Dengan demikian seluruh isi media tiada lain adalah realitas yang telah
dikonstruksikan (constructed reality) dalam bentuk wacana yang bermakna.25
Salah satu faktor yang memberi pengaruh signifikan terhadap proses
pembuatan atau pengkonstruksian realitas politik hingga jenis opini yang terbentuk
adalah sistem media massa dimana sebuah media menjalankan operasi jurnalistiknya.
Konstruksi realitas politik yang dibentuk oleh sebuah media pertama-tama
24
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa : Sebuah Studi Critical Discourse
Analysis terhadap Berita-berita Politik, (Jakarta : Granit, 2004), h. 11
25
Ibid, h. 11–12
29
dipengaruhi oleh kehidupan sistem politik. 26 Sistem politik di sini diartikan sebagai
sistem pemerintahan dari Negara tersebut, serta peran Negara dalam mengatur media
massa.
Media massa memiliki kekuatan tersendiri dalam mempengaruhi sistem
politik sehingga hubungan antara keduanya biasanya ditandai oleh dua hal. Pertama,
bentuk dan kebijakan politik sebuah negara menentukan pola operasi media massa di
negara itu, mulai dari kepemilikan, tampilan isi, hingga pengawasannya, sistem
media massa yang berlaku di sebuah negara menjadi cerminan sistem politik atau
rezim negara itu. Kedua, media massa sering menjadi media komunikasi politik
terutama oleh para penguasa. Setiap kekuatan politik sedapat mungkin memakai
media massa untuk melancarkan hajat politiknya. 27
Penempatan pers sebagai pilar keempat karena pers memiliki peran untuk
membentuk pendapat umum, sekaligus sebagai ruang publik (public sphere) yang
menyediakan tempat kepada anggota masyarakat untuk berimprovisasi dalam
penyampaian pikiran dan pendapat.28
1.
Opini Publik
Istilah opini publik diserap secara utuh dari bahasa Inggris public opinion,
yang kemudian disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Opini adalah suatu
respon aktif terhadap stimulus suatu respon yang di konstruksi melalui interpretasi
26
Ibid, h. 7
Ibid, h. 7-8
28
Hafied Cangara, Komunikasi Politik : Konsep, Teori, dan Strategi, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2009), Edisi 1, h. 88
27
30
pribadi yang berkembang dari dan menyumbang citra (image). Sedangkan publik
adalah suatu kumpulan orang-orang yang sama minat dan kepentingannya terhadap
sesuatu isu. 29
Menurut Nurudin opini publik adalah kelompok yang tidak terorganisasi serta
menyebar di berbagai tempat dengan disatukan oleh suatu isu tertentu dengan saling
mengadakan kontak satu sama lain dan biasanya melalui media massa. 30
Sedangkan menurut Dan Nimmo opini publik adalah kumpulan pendapat
orang mengenai hal ihwal yang mempengaruhi atau menarik minat komunitas, cara
singkat untuk melukiskan kepercayaan atau keyakinan yang berlaku di masyarakat
tertentu bahwa hukum-hukum tertentu bermanfaat, suatu gejala dan proses kelompok
dan opini pribadi orang-orang yang oleh pemerintah dianggap bijaksana untuk
diindahkan. 31
Jadi yang dimaksud dengan opini publik yaitu suatu opini yang menyangkut
isu atau kejadian yang mengandung keprihatinan (concern) publik. Dengan demikian
opini publik bukan karena banyaknya jumlah orang melainkan karena sifatnya yang
menyangkut isu publik. 32
Menurut James Bryces dalam “Modern Democracy” opini publik merupakan
kumpulan pendapat dari sejumlah orang tentang masalah-masalah yang dapat
mempengaruhi atau menarik minat atau perhatian masyarakat di dalam suatu daerah
29
Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida. Komunikasi Politik, (Jakarta : Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 89
30
Nurudin. Komunikasi Propaganda. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008), h. 55
31
Dan Nimmo. “Komunikasi Politik : Komunikator, Pesan dan Media”. (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1999), h. 10
32
Heryanto dan Farida. Komunikasi Politik, h. 89
31
tertentu. Secara sederhana opini publik merupakan kegiatan untuk mengungkapkan
atau menyampaikan apa yang oleh masyarakat tertentu diyakini, dinilai, dan
diharapkan oleh seseorang untuk kepentingan mereka dari situasi tertentu, issue
diharapkan dapat menguntungkan pribadi atau kelompok.33
Opini memiliki beberapa proses yang dikenal dengan konstruksi, yaitu: 34
1. Konstruksi Personal
Opini berupa pengamatan dan interpretasi atas sesuatu secara sendirisendiri dan subjektif.
2. Konstrusi Sosial yang terdiri dari :
a.
Opini Kelompok: Opini pribadi di atas kemudian diangkat dalam
kelompok tertentu. Maka jadilah opini kelompok.
b.
Opini Rakyat: Opini yang tersistematiskan melalui jalur yang bebas
seperti pemilihan umum atau hasil polling.
c.
Opini Massa: Opini yang berserakan, ini bisa berbentuk budaya atau
konsensus. Inilah yang oleh para politikus disebut sebagai opini
publik.
3. Konstruksi Politik
Ketiga opini hasil konstruksi sosial diatas dihubungkan dengan kegiatan
pejabat publik yang mengurus masalah kebijakan umum. Inilah opini
publik yang dikaji dalam komunikasi politik.
33
34
Ibid, h. 90
Ibid, h. 91
32
a. Komponen-komponen Opini Publik :
1. Keyakinan
a. Credulity, atau soal percaya atau tidak hal ini menyangkut apakah sesuatu
yang diperbincangkan itu dipercaya atau justru sebaliknya tidak dipercaya
oleh khalayak
b. Salience, yakni tingkat pentingnya kepercayaan bagi seseorang. Apa yang
sudah dipercayai oleh khalayak belum tentu langsung dianggapnya
penting. Terdapat proses perangkingan isu, oleh karenanya opini publik
juga terkait dengan beragam cara menjadikan sesuatu yang dipercaya itu
menjadi penting dalam persepsi khalayak
2. Nilai-nilai
a. Nilai-nilai kesejahteraan (welfare values). Hampir seluruh opini publik
terkait dengan apa yang dirasakan atau diupayakan didapat oleh khalayak
terutama berkenaan dengan nilai kesejahteraan. Seperti misalnya
pembicaraan soal korupsi, kebijakan publik, pengaturan pajak, kenaikan
harga dan lain-lain menjadi perbincangan opini publik, salah satunya
karena terkait dengan nilai kesejahteraan
b. Nilai-nilai deferensi (deference values). Hal ini berkaitan erat dengan
bagaimana opini dipertukarkan oleh sesama masyarakat. Misalnya
penanaman respek, menghormati cara dan kebiasaan orang berpendapat
dan lain-lain. Nilai deferensi ini mengacu pada asumsi dasar opini publik
yang tidak pernah bermakna tunggal
33
3. Ekspektasi berkaitan dengan konatif atau kecenderungan, seringkali
disamakan dengan impuls, keinginan, usaha keras atau striving. Opini publik
bukan semata perbincangan yang mengalir tanpa arah, opini publik
sebenarnya berkaitan erat dengan keinginan dan usaha keras dari sebagian
masyarakat yang menginginkan suatu isu itu solid menjadi „sesuatu‟ yang
diperhatikan masyarakat. Dalam konteks ini kita kerap melihat opini publik
diarahkan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan kepentingan
mereka masing-masing. 35
b. Karakteristik Opini Publik
Dan Nimmo membagi karakteristik opini kedalam dua bagian: opini pribadi
dan opini publik. Karakteristik utama opini pribadi ialah: opini mempunyai isi (opini
adalah tentang sesuatu), arah (percaya-tidak percaya, mendukung-tidak mendukung),
dan intensitas (kuat, sedang atau lemah). 36
Opini publik sebagai fenomena sosial dan politik khususnya di bidang
komunikasi politik memiliki karakteristik tertentu. Namun ada empat karakteristik
utama dalam opini publik, yaitu :
1) Mempunyai arah
2) Mempunyai content
3) Stabil
4) Mempunyai intensitas
35
36
Heryanto dan Farida. Komunikasi Politik, h. 91-92
Dan Nimmo, “Komunikasi Politik : Khalayak dan Efek”, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006), h. 25
34
Sementara Ithel de Sola Pool dalam Heryanto, mengemukakan bahwa opini
publik sekurang-kurangnya memiliki satu diantara tiga keharusan (atau memiliki
ketiga-tiganya), yaitu: pertama, diekspresikan (dinyatakan) secara umum. Kedua,
menyangkut kepentingan umum. Dan ketiga, dimiliki oleh banyak orang.37
Sedangkan Floyd Allpord dalam Heryanto mengumpulkan 12 karakteristik
opini publik. Secara ringkas pokok-pokok karakteristik itu ialah opini publik
merupakan perilaku manusia-manusia individu; dinyatakan secara verbal; melibatkan
banyak individu; situasi dan objeknya dikenal secara luas; penting untuk banyak
orang; pendukungnya berbuat atau bersedia untuknya; disadari; diekspresikan;
pendukungnya tidak mesti berada pada tempat yang sama; bersifat menentang atau
mendukung sesuatu; mengandung unsur-unsur pertentangan; dan efektif untuk
mencapai objektivitas. 38
Menurut Helena Olii Opini publik merupakan suatu pengumpulan citra yang
diciptakan proses komunikasi. Pergeseran persepsi mengenai citra tergantung pada
siapa saja yang terlibat dalam proses komunikasi, setiap kali jaringan komunikasi
berubah, opini publik juga berubah. Perubahan dalam opini publik adalah dinamika
komunikasi, sedangkan substansi opini publik tidak berubah karena ketika proses
pembentukan opini publik berlangsung, pengalaman dari peserta komunikasi itu telah
terjadi. 39
37
Heryanto dan Farida. Komunikasi Politik, h. 95
Ibid, h. 93
39
Helena Olii, Opini Publik, (Jakarta : PT. Indeks, 2007), h. 46
38
35
Sedangkan Redi Panuju dalam Olii menegaskan, dalam pergeseran yang
terjadi dalam opini publik disebabkan beberapa faktor:40
1. Faktor Psikologis
Antara individu yang satu dengan yang lainnya tidak ada kesamaan,
ada hanya kemiripan yang memiliki banyak perbedaan. Perbedaan atas
individu bisa meliputi pengalaman, selera, dan kerangka berpikir, sehingga
setiap individu berbeda dalam bentuk dan cara merespon stimulus yang
menghampirinya.
2. Faktor Sosiologis Politik
Ada anggapan bahwa opini publik terlibat dalam interaksi sosial,
seperti misalnya pada:
a.
Saat mewakili citra superioritas, yaitu barang siapa menguasai opini
publik, maka ia akan mengdalikan orang lain. Apa yang disebutkan
sebagai menguasai tidaklah tepat karena opini publik bukan suatu
barang. Tetapi, karena opini publik
bersifat
dinamis,
maka
keberpihakannya pun bersifat relatif dan cenderung berpihak pada
kelompok atau individu yang memiliki kedekatan hubungan.
b.
Opini publik mewakili suatu kejadian, sehingga individu merasa
keberadaannya dalam opini publik serta keterlibatannya sebagai bagian
anggota masyarakat.
40
Ibid, h. 46-50
36
c.
Opini publik berhubungan dengan citra, rencana, dan operasi (action).
Kenneth R. Boulding dalam Olii mengutarakan, citra, rencana, dan
operasi merupakan matriks dari tahap-tahap kegiatan dalam situasi
yang selalu berubah.
d.
Opini publik disesuaikan dengan kemauan banyak orang. Untuk itu,
banyak
orang
berlomba
memanfaatkan opini
publik
sebagai
argumentasi atas alasan memutuskan sesuatu.
e.
Opini publik identik dengan hegemoni ideologi. Kelompok atau
pemerintahan ingin tetap terus berkuasa, maka mereka harus mampu
menjadikan ideologi kekuasaan menjadi dominan dalam opini publik.
3. Faktor Budaya
Budaya mempunyai pengertian yang aneka ragam. Budaya diartikan
sebagai seperangkat nilai yang dipergunakan untuk mengelola kehidupan
manusia. Nilai-nilai yang terhimpun dalam sistem budaya itu oleh individu
menjadi identitas sosialnya, menjadi ciri-ciri dari anggota komunitas budaya
tertentu.
4. Faktor Media Massa
Interaksi antara media dengan institusi masyarakat menghasilkan
produk isi media (media content). Oleh audiens, isi media diubah menjadi
gugusan-gugusan makna, apakah yang dihasilkan dari proses penyandian
pesan itu, sangat ditentukan oleh norma-norma yang berlaku dalam
37
masyarakatnya, pengalaman yang lalu, kepribadian dan selektivitas dalam
penafsiran.
c. Pembentukan Opini Publik
Opini publik sebagai efek politik terbentuk melalui proses komunikasi politik
yang dimulai dari opini setiap individu. Setiap pesan atau pembicaraan politik yang
menyentuh individu itu dapat ditolak atau diterima, pada umumnya melalui proses
terbentuknya pengertian dan pengetahuan (knowledge), dan proses terbentuknya sikap
dan pendapat menyetujui atau tidak menyetujui (attitude and opinion), serta proses
terjadinya gerak pelaksanaan (practice).
Ketiga proses diatas itu menurut E. Rogers dan Shoemakers dalam Heryanto
pada dasarnya melalui lima tahap, yaitu: kesadaran; perhatian; evaluasi; coba-coba;
dan adopsi. Kelima tahap ini dirumuskannya dalam kerangka komunikasi inovasi
atau komunikasi pembaharuan. Dapat dikatakan bahwa pengertian dan pengetahuan
lahir setelah melewati pintu kesadaran dan perhatian. Dengan kata lain bahwa suatu
pesan atau pembicaraan politik dapat diketahui dan dimengerti oleh seseorang untuk
kemudian melahirkan sikap dan opini (pendapat), harus terlebih dahulu seseorang itu
memiliki kesadaran akan adanya rangsangan yang menyentuhnya. Rangsangan itu
kemudian menimbulkan pengamatan dan perhatian.41
Sedangkan menurut Nimmo, pembentukan opini adalah proses empat tahap
yang melibatkan kesaling-lingkupan aspek personal, sosial, dan politik melalui
munculnya :
41
Heryanto dan Farida. Komunikasi Politik, h. 98
38
1. Pertikaian yang mempunyai potensi menjadi isu,
2. Kepemimpinan politik,
3. Interpretasi personal dan pertimbangan sosial,
4. Kesediaan mengungkapkan opini pribadi di depan umum.
Sebelum menyebutkannya, ada dua hal yang menurut Nimmo perlu
dibicarakan. Pertama, dalam memberikan peran utama kepada interpretasi personal
yang aktif dalam membentuk opini, kita tidak mengulang esensial contoh manusia
rasional dari perilaku manusia. Kedua, yang perlu dibicarakan mengenai
pembentukan opini sebelum kita meninjau implikasi pandangan kita, ialah mengenai
karakteristik opini dan opini publik. 42
Jika publik menghadapi suatu isu maka akan timbul perbedaan opini, hal ini
menurut Santoso Sastropoetro dalam Olii disebabkan karena. Pertama, adanya
perbedaan pandangan terhadap fakta dari masing-masing individu. Kedua, perbedaan
perkiraan tentang cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan. Dan ketiga, adanya
perbedaan motif yang serupa guna mencapai tujuan. 43
Arifin dalam Heryanto mengungkapkan bahwa dalam psikologi dijelaskan
bahwa suatu pesan atau pembicaraan politik baru dapat disebut rangsangan apabila ia
menyentuh alat indera manusia. Rangsangan itu kemudian dibawa ke otak oleh urat
saraf, dan karena reaksi otak terjadilah pengamatan. Sejak itulah orang tersebut sadar
akan adanya pesan atau pembicaraan politik yang menyentuhnya. Dalam hal ini
42
43
Nimmo, Komunikasi Politik “Khalayak dan Efek, h. 24-25
Olii, Opini Publik, h. 55
39
Thomas A. Aquino menyatakan bahwa tiada sesuatu yang dapat masuk kedalam
pikiran yang tidak ditangkap oleh panca indera. 44
Dalam hubungannya dengan penilaian terhadap suatu opini publik, perlu
diperhitungkan empat pokok, yaitu: 45
a.
Difusi, yaitu apakah opini yang timbul merupakan suara terbanyak, akibat
adanya kepentingan golongan.
b.
Persistense, yaitu kepastian atau ketetapan tentang masa berlangsungnya
isu karena di samping itu opini pun perlu diperhitungkan.
c.
Intensitas, yaitu ketajaman terhadap isu.
d.
Reasonableness, yaitu pertimbangan-pertimbangan yang tepat dan
beralasan.
Opini publik terbentuk karena adanya aktivitas komunikasi yang bertujuan
memengaruhi dan mengubah cara pandang orang lain terhadap suatu isu, pun
terkadang dalam prosesnya seringkali terjadi perubahan antara pihak-pihak yang
berkomunikasi. Agar pihak lain terpengaruh tidak jarang menggunakan proses tawar
menawar dengan cara penekanan, agitasi (provokator), ataupun intimidasi atau
ancaman.
2.
Propaganda Politik
Propaganda adalah suatu kegiatan komunikasi yang erat kaitannya dengan
persuasi. Propaganda diartikan sebagai proses diseminasi informasi untuk
44
45
Heryanto dan Farida. Komunikasi Politik, h. 99
Olii, Opini Publik, h. 55
40
memengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok masyarakat dengan
motif indoktrinasi ideologi.46
Diantara bahasan yang menonjol dalam kajian komunikasi politik adalah
menyangkut isi pesan. Bahasan ini sama pentingnya dari bahasan komunikator,
media, khalayak dan efek komunikasi politik. Dalam beberapa literatur disebutkan,
inti komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu
pengaruh. Urgensinya dalam suatu sistem politik tak diragukan lagi, karena
komunikasi politik terjadi saat keseluruhan fungsi dari sistem politik lainya
dijalankan. 47
Propaganda merupakan komunikasi yang digunakan oleh suatu kelompok
terorganisir yang ingin menciptakan pastisipasi aktif maupun pasif dalam tindakantindakan suatu massa yang terdiri atas individu-individu, dipersatukan secara
psikologis melalui manipulasi psikologis dan digabungkan di dalam suatu kelompok
yang terorganisir.
Komunikasi politik selalu bertujuan memengaruhi khalayak, atau dengan kata
lain melakukan persuasi. Salah satu diantaranya propaganda. Propaganda merupakan
salah satu bagian dari komunikasi politik secara luas. Apabila politik didefinisikan
sebagai kegiatan manusia secara kolektif yang mengatur perilaku mereka di dalam
situasi konflik sosial, maka komunikasi politik adalah (kegiatan) komunikasi yang
46
47
Cangara, Komunikasi Politik : Konsep, Teori, dan Strategi, h. 332
Heryanto dan Farida. Komunikasi Politik, h. 110
41
dilakukan berdasarkan konsekuensi-konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang
mengatur perbuatan manusia di dalam kondisi-kondisi konflik. 48
Menurut Nimmo dalam Heryanto, dalam komunikasi politik ada tiga
pendekatan kepada persuasi politik, yakni propaganda, periklanan dan retorika.
Semuanya serupa dalam beberapa hal yakni bertujuan (purposif), disengaja
(intensional) dan melibatkan pengaruh; terdiri atas hubungan timbal balik antara
orang-orang dan semuanya menghasilkan berbagai tingkat perubahan dalam persepsi,
kepercayaan, nilai dan pengharapan pribadi. Tentu saja ketiganya juga memiliki
kekhususan yang membedakan satu dengan lainnya.49
Propaganda berfungsi membentuk persepsi, memanipulasi kognisi, dan
mengarahkan perilaku khalayak sesuai kepentingan pihak yang memproduksi
propaganda baik perorangan maupun kelompok. Membentuk persepsi dibangun
melalui bahasa verbal dan visual seperti misalnya, simbol-simbol dalam sebuah
poster, logo perusahaan rokok dalam event-event olahraga, dan atau slogan-slogan
partai politik.
Propaganda dapat didefinisikan sebagai sebuah proses komunikasi satu arah
dan bersifat subjektif yang dilakukan secara sistematis dengan tujuan persuasif untuk
memengaruhi pendapat khalayak sasaran tanpa melahirkan sikap kritis. Dalam
propaganda politik biasanya beroperasi melalui imbauan-imbauan khas jangka
pendek. Biasanya melibatkan usaha-usaha pemerintah, partai atau golongan yang
berpengaruh untuk mencapai tujuan strategis dan taktis.
48
Arief Adityawan S. “Propaganda Pemimpin Politik Indonesia : Mengupas Semiotika Orde Baru
Soeharto”. (Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia, 2008), h. 45
49
Heryanto dan Farida. Komunikasi Politik, h. 110
42
Menurut Qualter dalam Nurudin mengatakan bahwa propaganda adalah suatu
usaha yang dilakukan secara sengaja oleh beberapa individu atau kelompok untuk
membentuk, mengawasi atau mengubah sikap dari kelompok-kelompok lain dengan
menggunakan media komunikasi dengan tujuan bahwa pada setiap situasi yang
tersedia, reaksi dari mereka yang dipengaruhi akan seperti yang diinginkan oleh si
propagandis. 50
Propaganda adalah salah satu strategi komunikasi yang cenderung berjalan
satu arah dan instruksional. Artinya, Propaganda bertujuan memengaruhi khalayak
sasaran untuk kepentingan tertentu tanpa harus membangkitkan daya kritis mereka.
Itulah sebabnya mengapa citra negatif propaganda senantiasa dikaitkan dengan
kegiatan komunikasi (politik) di negara-negara fasis dan totaliter.51
Sedangkan Menurut Jacques Ellul sebagaimana yang dikutip Nimmo dalam
Heryanto, propaganda sebagai komunikasi yang digunakan oleh suatu kelompok
terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakantindakan suatu massa yang terdiri atas individu-individu, dipersatukan secara
psikologis melalui manipulasi psikologis dan digabungkan di dalam suatu
organisasi. 52
Propaganda sekarang merupakan bagian politik rutin yang normal dan dapat
diterima, dan tidak hanya terbatas pada pesan-pesan yang dibuat selama perayaan
politik, kampanye, krisis atau perang. Propaganda sendiri memiliki banyak tipe,
50
Nurudin. Komunikasi Propaganda, h. 9-10
Adityawan S. “Propaganda Pemimpin Politik Indonesia, h. 46
52
Heryanto dan Farida. Komunikasi Politik, h. 111
51
43
diantaranya propaganda politik, propaganda non politik, bahkan ada propaganda
antipolitik, meski pada akhirnya menghasilkan konsekuensi politis. 53
a. Tipologi Propaganda
1. Propaganda Sosial
Tipe propaganda ini berlangsung secara berangsur-angsur, sifatnya
merembes ke dalam lembaga-lembaga ekonomi, sosial dan politik. Melalui
propaganda orang disuntik dengan suatu cara hidup atau ideologi. Hasilnya,
suatu konsepsi umum tentang masyarakat yang dengan setia dipatuhi oleh
setiap orang kecuali beberapa orang yang dianggap sebagai “penyimpang”.
2. Propaganda Politik
Jacquas Ellul dalam Heryanto menyatakan bahwa propaganda politik
adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, partai politik, dan
sekelompok kepentingan untuk membentuk dan membina opini publik dalam
mencapai tujuan politik (strategis atau taktis) dengan pesan-pesan khas yang
lebih berjangka pendek. Misalnya dalam jangka pendek partai politik
bermaksud menaikan legitimasinya dan sekaligus mendelegitimasi pihak
lawan, maka partai tersebut membuat beragam bentuk propaganda yang dalam
jangka pendek diharapkan berpengaruh secara langsung pada persepsi dan
perilaku politik khalayak yang menjadi target.
Dengan kata lain propaganda politik dapat merupakan kegiatan
komunikasi politik yang dilakukan secara terencana dan sistematik dengan
53
Cangara, Komunikasi Politik : Konsep, Teori, dan Strategi, h. 333
44
menggunakan
sugesti
(mempermainkan
emosi)
untuk
memengaruhi,
membentuk, atau membina opini publik. Hal ini dilakukan dengan cara
memengaruhi seseorang atau kelompok orang, khalayak atau komunitas yang
lebih besar (bangsa), agar melaksanakan atau menganut suatu ide (ideologi,
definisi, sampai sikap) dan atau kegiatan tertentu dengan kesadarannya sendiri
tanpa merasa dipaksa atau merasa terpaksa. 54
3. Propaganda Agitasi
Propaganda agitasi berusaha agar orang-orang bersedia memberikan
pengorbanan yang besar bagi tujuan yang langsung, mengorbankan jiwa
mereka dalam usaha mewujudkan cita-cita dalam tahap-tahap yang
merupakan suatu rangkaian. Biasanya propaganda jenis ini diisi dengan
sejumlah doktrin bahkan upaya “cuci otak” guna mendapatkan loyalitas dari
target atau sasaran propaganda.
Menurut Blumer dalam Arifin, menyatakan bahwa agitasi beroperasi
untuk membangkitkan rakyat kepada suatu gerakan, terutama gerakan politik.
Dengan kata lain, agitasi adalah suatu upaya untuk menggerakan massa secara
lisan atau tulisan, dengan cara merayu dan bahkan merangsang dan
membangkitkan emosi khalayak. Agitasi juga berarti hasutan kepada orang
banyak yang biasanya dilakukan oleh tokoh atau aktivis politik untuk
54
Heryanto dan Farida. Komunikasi Politik, h. 117
45
mengadakan gerakan politik, seperti unjuk rasa (demonstrasi), huru-hara atau
pemberontakan. 55
Melalui agitasi politik, seorang pemimpin mempertahankan kegairahan
para pengikutnya untuk memperoleh kemenangan, yang akan diikuti oleh
usaha-usaha selanjutnya dalam serangkaian tujuan. Oleh sebab itu, agitator
politik juga diperlukan dalam mengonsolidasi massanya melalui tulisan dan
pidato yang persuasif dan provokatif. 56
4. Propaganda Integrasi
Menggalang kesesuaian di dalam mengejar tujuan-tujuan jangka
panjang. Melalui propaganda ini orang mengabdikan diri kepada tujuan-tujuan
yang mungkin tidak akan terwujud dalam waktu bertahun-tahun. Propaganda
ini biasanya berorientasi pada loyalitas jangka panjang. Propaganda ini mirip
jenis propaganda sosial yang bekerja tidak dalam hitungan hari atau minggu
melainkan dalam suatu rentang yang panjang dan bertahap.
5. Propaganda Vertikal
Bentuk propaganda ini adalah representasi propaganda satu kepada
banyak (one to many). Seorang atau sekelompok propagandis yang
menjalankan skema kegiatan sistematis berupaya memaksimalkan saluransaluran yang dalam waktu cepat dan mudah bisa menjangkau khalayak atau
sasaran
propaganda.
Misalnya
melalui
media
massa,
propagandis
menyebarkan isu sehingga isu tersebut diterima secara masif dan serentak.
55
Anwar Arifin. Komunikasi Politik : Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi
Politik Indonesia. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 223
56
Ibid, h. 224
46
Contoh lain misalnya propaganda ini dijalankan lewat orang atau sekelompok
orang yang menjadi pimpinan di sebuah organisasi.
6. Propaganda Horizontal
Propaganda ini berlangsung lebih banyak di antara keanggotaan
kelompok ketimbang dari pemimpin kepada kelompok. Artinya, propaganda
ini lebih banyak menggunakan komunikasi interpersonal dan komunikasi
organisasi, ketimbang melalui komunikasi massa. Berbeda dengan jenis
propaganda vertikal yang sifatnya masif dan linear. Propaganda horizontal
lebih tertarik mengembangkan jejaring sesama teman, kolega dan sejumlah
organisasi lainnya. 57
b. Teknik-teknik Propaganda
Ada beberapa macam teknik penipuan yang biasa dilakukan melalui
propaganda yang perlu diwaspadai seseorang, antara lain sebagai berikut:58
1. Memberi julukan (name calling)
Cara ini digunakan untuk menjelek-jelekan seseorang dengan memberi
gelaran yang lucu atau sinis sehingga orang yang dipengaruhinya benar-benar
yakin. Teknik name calling atau pemanggilan nama (julukan) dilakukan untuk
mengasosiasikan seseorang atau gagasan dengan simbol tertentu. Nama atau
julukan tersebut dalam lingkungan tertentu selalu diberi makna dan
57
58
Heryanto dan Farida. Komunikasi Politik, h. 120
Cangara, Komunikasi Politik : Konsep, Teori, dan Strategi, h. 334-336
47
berkonotasi negatif. Misalnya, para pengkritik rezim Orde Baru Soeharto
senantiasa diberi cap “anti-Pancasila” atau “Komunis”.59
2. Gemerlap (glittering generalities)
Propaganda
yang
dimaksud
di
sini
ialah
propaganda
yang
menggunakan kata-kata bombastis sehingga orang tanpa sadar mengikutinya.
Misalnya “Mohon maaf kepada warga Jakarta atas kemacetan lalu lintas
karena simpatisan partai X yang telah membludak”, padahal di Jakarta bisa
dikatakan tiada hari tanpa macet.60
3. Pengalihan (transfer)
Pengalihan ialah teknik propaganda yang dilakukan dengan cara
pengalihan pada objek lain. Misalnya larangan iklan rokok untuk media
televisi, diganti dengan berbagai macam sponsor untuk kegiatan sosial, seperti
seminar, lomba olah raga, tetapi secara tersirat mengandung propaganda
rokok, karena memasang logo perusahaan yang memproduksinya. 61
Contoh lain misalnya, menyandingkan gambar wajah Presiden
Soeharto di antara gambar wajah Panglima Besar Soedirman dengan gambar
wajah mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Itu dilakukan agar nilai-nilai
luhur kedua tokoh tersebut dapat “berpindah” ke citra Soeharto sebagai Bapak
Pembangunan Nasional. 62
59
Adityawan S. Propaganda Pemimpin Politik Indonesia, h. 47
Cangara, Komunikasi Politik : Konsep, Teori, dan Strategi, h. 335
61
Ibid, h. 336
62
Adityawan S. Propaganda Pemimpin Politik Indonesia, h. 48
60
48
4. Pengakuan (testimonial)
Pengakuan ialah teknik propaganda yang memakai nama orang-orang
terkenal seperti bintang film dan olahragawan, meskipun sebenarnya yang
bersangkutan tidak memakainya. Misalnya “Minuman suplemen A adalah
minuman para juara”.63
5. Flain Folks
Cara ini sering dipakai oleh para politisi untuk memengaruhi orang
banyak. Misalnya, meskipun ia sudah menjadi orang penting, tampak ia
seperti orang kebanyakan, merakyat, dan sederhana hidupnya (bersahaja).
6. Pengikut (bandwagon)
Teknik
propaganda
ini
ditujukan
kepada
orang-orang
yang
berpengaruh seperti kepala kantor, pemimpin partai, kepala desa. Maksudnya
kalau orang itu menjadi anggota, anggota lainnya yang lebih rendah status
sosialnya akan mengikuti atasannya.64
7. Memakai fakta (card stacking)
Card stacking adalah teknik propaganda yang memanfaatkan berbagai
“pengelabuan” untuk kepentingan pribadi, kelompok, atau organisasi.
Misalnya, mengangkat dan menekan isu yang lebih menguntungkan atau
sebaliknya mengambangkan dan mengaburkan isu yang dianggap merugikan
63
64
Cangara, Komunikasi Politik : Konsep, Teori, dan Strategi, h. 335
Ibid, h. 336
49
dengan memunculkan isu baru. Dengan alat itu citra seseorang akan terlihat
lebih memesona daripada kenyataan sesungguhnya.65
Cara ini digunakan untuk mencoba mengemukakan fakta untuk
meyakinkan orang lain. Misalnya melalui contoh-contoh, tetapi di balik itu ia
menutupi kekurangannya.
Cangara menyebutkan dua tambahan teknik dalam propaganda yaitu :
8. Kecurigaan yang penuh emosi (emotional stereotype)
Kecurigaan ini ialah teknik propaganda untuk menumbuhkan rasa
curiga yang penuh emosi. Misalnya “ia memperoleh nilai baik karena ia
meniru pekerjaan Anda”, atau memberi penanaman kepercayaan yang bersifat
negatif karena stereotipe, misalnya etnis, agama, dan keturunan.
9. Retorika
Retorika ialah teknik yang digunakan dengan memilih kata-kata yang
bisa menarik seseorang sehingga orang itu bisa menuruti kehendaknya.
C.
Media Massa Sebagai Agen Komunikasi Politik
Hubungan antara media dan politik sudah berlangsung sejak lama, jauh
sebelum ilmu politik menemukan jati dirinya sebagai ilmu yang berdiri sendiri dari
filsafat. Karena hubungan yang begitu erat antara media dengan politik, kini media
massa memainkan peranan yang sangat penting dalam proses politik, media menjadi
65
Adityawan S. Propaganda Pemimpin Politik Indonesia, h. 48
50
aktor utama dalam bidang politik. Ia memiliki kemampuan untuk membuat seseorang
cemerlang dalam karir politiknya.66
Menurut Suwardi dalam Hamad, media memegang peranan yang sangat
penting dalam komunikasi politik seperti pengembangan opini publik dikarenakan
media sering terlibat dalam pembuatan wacana politik. Dalam komunikasi politik
media seringkali tidak hanya bertindak sebagai saluran untuk menyampaikan pesan
politik, namun juga bertindak sebagai agen politik.67
Saluran
komunikasi
adalah
alat
serta
sarana
yang
memudahkan
penyampaian pesan. Pesan di sini bisa dalam bentuk lambang-lambang
pembicaraan seperti kata, gambar, maupun tindakan. Alat yang dimaksud di sini
tidak hanya berbicara sebatas pada media mekanis, teknik, dan sarana untuk saling
bertukar lambang, namun manusia pun sesungguhnya bisa dijadikan sebagai
saluran komunikasi. Lebih tepatnya saluran komunikasi itu adalah pengertian
bersama tentang siapa dapat berbicara kepada siapa, mengenai apa, dengan
keadaan bagaimana, dan sejauh mana dapat dipercaya.
Komunikator politik, apakah dia politikus, profesional, atau aktivis,
menggunakan pembicaraan persuasif, baik untuk saling mempengaruhi maupun
untuk mempengaruhi anggota khalayak yang kurang terlibat di dalam politik. Alat
atau upaya yang digunakan untuk mengirim pesan itu ialah saluran dari “siapa
mengatakan apa kepada siapa”.68
66
Cangara, Komunikasi Politik : Konsep, Teori, dan Strategi, h. 117
Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, h. xvi
68
Dan Nimmo. Komunikasi Politik : Komunikator, Pesan, dan Media (Bandung : Remaja Rosdakarya,
1999), h. 166
67
51
Orang mengetahui perilaku politik dari berbagai media massa, media
interpersonal, dan media organisasi. Istilah pers menunjuk kepada semua media
berita, bukan hanya surat kabar, majalah berita, dan bahan tercetak lainnya. Pers
mencakup siaran berita radio dan televisi, dokumenter, dan semua alat untuk
meneruskan informasi politik kepada khalayak massa secara terorganisasi. 69
Pada umumnya disepakati bahwa media massa, terutama surat kabar, majalah,
radio, dan televisi merupakan bagian yang penting dalam sistem politik demokrasi.
Media massa dapat memainkan peran-peran yang signifikan, seperti memberikan
informasi kepada khalayak mengenai berbagai isu penting, menyediakan diri sebagai
forum untuk terselenggaranya debat publik, dan bertindak sebagai saluran untuk
mengartikulasikan aspirasi-aspirasi masyarakat luas.
Media massa merupakan saluran penting dalam komunikasi politik. Namun,
dalam membicarakan saluran media massa dalam rangka komunikasi politik, selalu
dikaitkan dengan konsep-konsep mengenai :
a.
Kebebasan media massa
b.
Independensi media massa pada suatu masyarakat dari kontrol yang
berasal dari luar dirinya, seperti pemerintah, pemegang saham, kaum
kapitalis / industrialis, partai politik, ataupun kelompok penekan.
c.
Integritas media massa sendiri pada misi dan visi yang diembannya.
Menurut Suwardi dalam Hamad, jika media sudah menjadi agen politik maka
persoalan objektivitas dalam berita politik menjadi hal yang krusial, terlebih jika
karakteristik utama berita politik itu sendiri adalah pembentukan opini publik. 70
69
70
Ibid, h. 214
Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, h. xvii
52
BAB III
GAMBARAN UMUM
A.
PROFIL MEDIA INDONESIA
1. Sejarah Singkat Media Indonesia
Media indonesia pertama kali diterbitkan pada tanggal 19 Januari 1970.
Sebagai surat kabar umum pada masa itu, Media Indonesia baru bisa terbit 4
halaman dengan tiras yang amat terbatas. Berkantor di Jl. MT. Haryono, Jakarta,
disitulah sejarah panjang Media Indonesia berawal. Lembaga yang menerbitkan
Media Indonesia adalah yayasan Warta Indonesia.
Pada tahun-tahun pertama penerbitan, Harian Umum Media Indonesia
bukanlah suatu harian politik dan bisnis, akan tetapi merupakan sebuah harian
yang isi pemberitaannya lebih banyak ke bidang hiburan, seperti cerita artis dan
lain sebagainya. Pada saat itu Harian Umum Media Indonesia dikatakan sebagai
Koran kuning, yaitu Koran yang penuh dengan cerita gosip.
Dalam rangka memajukan penerbitan Harian Umum Media Indonesia,
ketua Badan Yayasan Penerbit telah melakukan konsolidasi dan usaha
pembenahan di segala bidang untuk meningkatkan mutu penerbitan dengan
meningkatkan jumlah halamannya dari 4 halaman menjadi 8 halaman setiap hari.
Tahun 1976, surat kabar ini kemudian berkembang menjadi 8 halaman.
Sementara itu perkembangan regulasi di bidang pers dan penerbitan terjadi. Salah
satunya adalah SIT (Surat Izin Terbit) menjadi SIUPP (Surat Izin Usaha
Penerbitan Pers). Karena perubahan ini penerbitan dihadapkan pada realitas
52
53
bahwa pers tidak semata menanggung beban idealnya tapi juga harus tumbuh
sebagai badan usaha.
Dengan kesadaran untuk terus maju, pada tahun 1988 Teuku Yousli Syah
selaku pendiri Media Indonesia bergandeng tangan dengan Surya Paloh, mantan
pimpinan surat kabar Prioritas. Dengan kerjasama ini, dua kekuatan bersatu:
kekuatan pengalaman bergandengan dengan kekuatan modal dan semangat.
Maka pada tahun tersebut lahirlah Media Indonesia dengan manajemen baru
dibawah PT. Citra Media Nusa Purnama.
Surya Paloh sebagai Direktur Utama sedangkan Teuku Yousli Syah
sebagai pemimpin Umum, dan Pemimpin Perusahaan dipegang oleh Lestary
Luhur. Sementara itu, markas usaha dan redaksi dipindahkan ke Jl. Gondangdia
Lama No. 46 Jakarta.
Awal tahun 1995, bertepatan dengan usianya ke 25 Media Indonesia
menempati kantor barunya di Komplek Deta Kedoya, Jl. Pilar Mas Raya Kav. AD, Kedoya Selatan, Jakarta Barat. Di gedung baru ini semua kegiatan di bawah
satu atap, redaksi, usaha, percetakan, pusat dokumentasi – perpustakaan, iklan,
sirkulasi, dan distribusi serta fasilitas penunjang karyawan.
Sejarah panjang serta motto “Pembawa Suara Rakyat” yang dimiliki oleh
Media Indonesia bukan menjadi motto kosong dan sia-sia, tetapi menjadi spirit
pegangan sampai kapan pun.
Sejak Media Indonesia ditangani oleh tim manajemen baru di bawah
payung PT Citra Media Nusa Purnama, banyak pertanyaan tentang apa yang
54
menjadi visi harian ini dalam industri pers nasional. Terjun pertama kali dalam
industri pers pada tahun 1986 dengan menerbitkan harian prioritas. Namun,
prioritas memang kurang bernasib baik, karena belum cukup lama menjadi Koran
alternatif bangasa, SIUPP-nya dibatalkan Departemen Penerangan. Antara
prioritas dan Media Indonesia memang ada “benang merah”, yaitu dalam
karakter kebangsaannya.
Surya Paloh sebagai penerbit Harian Umum Media Indonesia, tetap gigih
berjuang mempertahankan kebebasan pers. Wujud kegigihan ini ditunjukkan
dengan mengajukan kasus penutupan Harian Prioritas ke pengadilan, bahkan
menuntut Menteri Penerangan untuk mencabut Peraturan Menteri No.01/84 yang
dirasakan membelenggu kebebasan pers di tanah air.
Tahun 1997, Djafar H. Assegaff yang baru menyelesaikan tugasnya
sebagai Duta Besar di Vietnam dan sebagai wartawan yang pernah memimpin
beberapa harian dan majalah, serta menjabat sebagai Wakil Pemimpin Umum
LKBN Antara, oleh Surya Paloh dipercayai untuk memimpin Harian Media
Indonesia sebagai Pemimpin Redaksi. Saat ini Djafar H. Assegaff dipercayai
sebagai Corporate Advisor. Sejak 2005 Pemimpin Redaksi dijabat oleh Djadjat
Sudrajat. Sedangkan Pemimpin Umum yang semula dipegang langsung oleh
Surya Paloh, di tahun 2005, dijabat oleh Saur Hutabarat dan Wakil Pemimpin
Umum dijabat oleh Andy F. Noya.
Pada tahun 2006 sampai dengan saat ini, terjadi beberapa perubahan
struktur organisasi. Posisi jabatan saat ini, sebagai berikut: Direktur Pemberitaan
55
dijabat oleh Saur Hutabat, Direktur Pengembangan Bisnis dijabat oleh Alexander
Stefanus sedangkan Direktur Utama dijabat oleh Rhani Lowhur-Schad.
2. Visi dan Misi Media Indonesia
Visi Harian Umum Media Indonesia adalah menjadi Surat Kabar
independen yang inovatif, lugas, terpercaya, dan paling berpengaruh.
Independen, yaitu menjaga sikap non partisipan; di mana karyawan tidak
menjadi pengurus partai politik; menolak segala bentuk pemberian yang dapat
mempengaruhi objektivitas; dan mempunyai keberanian bersikap beda.
Inovatif, yaitu terus menerus menyempurnakan dan mengembangkan
kemampuan teknologi dan Sumber Daya Manusia; serta terus menerus
mengembangkan rubrik, halaman dan penyempurnaan perwajahan.
Lugas, yaitu menggunakan bahasa yang terang dan langsung. Terpercaya,
yaitu selalu melakukan check dan recheck; meliputi berita dari dua pihak dan
seimbang; serta selalu melakukan investigasi dan pendalaman.
Paling Berpengaruh, yaitu dibaca oleh para pengambil keputusan,
memiliki kualitas editorial yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan,
mampu membangun kemampuan antisipasif, mampu membangun network nara
sumber; dan memiliki pemasaran atau distribusi yang andal.
Sedangkan misi Harian Umum Media Indonesia adalah:
a. Pertama, menyajikan informasi terpercaya secara nasional dan regional
serta berpengaruh bagi pengambilan keputusan.
56
b. Kedua, mempertajam isi yang relevan untuk pengembangan pasar.
c. Ketiga, membangun sumber daya manusia dan manajemen yang
profesional
dan
unggul,
mampu
mengembangkan
perusahaan
penerbitan yang sehat dan menguntungkan.
3. Struktur Organisasi Media Indonesia
Struktur organisasi Media Indonesia terbagi menjadi dua, yakni struktur
organisasi PT Citra Media Nusa Purnama dan struktur organisasi redaksi Harian
Umum Media Indonesia.
PT Citra Media Nusa Purnama sebagai perusahaan yang menerbitkan
Harian Umum Media Indonesia dengan Komisaris Utama Harry Kuntoro dan
Diretur Utamanya adalah Surya Paloh.
Pada tahun 1997, Djafar H. Assegaff yang baru menyelesaikan tugasnya
sebagai duta besar di Vietnam dan sebagai wartawan yang pernah memimpin
beberapa harian dan majalah, serta menjabat sebagai wakil pimpinan umum
LKBN Antara, yang kemudian oleh Surya Paloh dipercayai untuk memimpin
harian Media Indonesia sebagai Corporate Advisor.
Sedangkan struktur organisasi redaksi Harian Umum Media Indonesia
dipimpin oleh Direktur Utama yakni Rahni Lowhur Schad yang dibantu oleh
Direktur Pemberitaan Saur M. Hutabarat dan Direktur Pengembangan Bisnis
Alexander Stefanus.
57
Selain itu, di bagian Dewan Redaksi Media Group yang di ketuai oleh
Elman Saragih dan beranggotakan Ana Widjaya, Andy F. Noya, Bambang Eka
Wijaya, Djadjat Sudrajat, Djafar H. Assegaff, Laurens Tato, Lestari Moerdijat,
Rahni Lowhur Schad, Saur M. Hutabarat, Sugeng Suparwoto, Suryo Pratomo,
dan Toeti Adhitama.
Di bagian Redaktur Senior terdiri dari Elma Saragih, Saur M. Hutabarat,
dan Laurens Tato. Usman Kansong menduduki posisi Deputi Direktur
Pemberitaan, sedangkan Kleden Suban menempati posisi Kepala Divisi
Pemberitaan. Divisi Kepala Pemberitaan memiliki asisten yang beranggotakan
Ade Alawi, Fitriana Siregar, Haryo Prasetyo, Ono Sarwono, dan Rosmery C.
Sihombing.
Kepala Divisi Content Enrichment ditempati oleh Gaudensius Suhandi,
sedangkan Abdul Khohar menempati Deputi Kepala Divisi Pemberitaan. Dan
Sekretaris Redaksi dipercayai kepada Sadyo Kristiarto yang sebelumnya dijabat
oleh Teguh Nirwahyudi.
58
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
ANALISIS TEKS BERITA PARTAI NASDEM PADA RUBRIK
POLITIK HARIAN MEDIA INDONESIA
Analisis wacana model Van Dijk ini digambarkan mempunyai tiga dimensi,
diantaranya ialah: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti dari analisis model Van
Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan
analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi
wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu.1
Sebelum membahas analisis berita, peneliti akan mengulas terlebih dahulu
gambaran umum mengenai berita Partai NasDem pada rubrik politik di harian
Media Indonesia. beberapa tema diantaranya adalah sebagai berikut:
Tabel 2.
Gambaran Umum Berita Partai NasDem
Hari / Tanggal
Judul Berita
Sabtu, 23 Juni 2012 Kader
Partai
Wajib
Isi
NasDem Ketua Majelis Nasional Partai
Bangkitkan NasDem Surya Paloh mengatakan
“dunia telah memberi peringatan
Indonesia
bahwa
Indonesia
sekarang
berpotensi masuk sebagai Negara
gagal. Tanpa menyebut siapa yang
1
Eriyanto, “Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media”, (Yogyakarta : LkiS, 2001), h. 224
58
59
membuat Negara ini berpotensi
gagal” saat meresmikan kantor
Dewan Pimpinan Wilayah Partai
NasDem
Provinsi
Sumatera
Selatan.
Senin, 25 Juni 2012 Partai
Konsolidasi
Tingkat Desa
NasDem Ketua Dewan Pimpinan Wilayah
Hingga Jawa
Tengah
Partai
NasDem
Sugeng Supartowo mengatakan
organisasi sayap akan menjadi
penopang bagi keberadaan partai
ke depan, tujuan Partai NasDem
adalah
untuk
melakukan
perbaikan
pembaruan
negara
yang
dilandasi pada jati diri bangsa
Indonesia.
Selanjutnya pada bab ini peneliti akan memaparkan analisis wacana
pemberitaan mengenai Partai NasDem pada Rubrik Politik di Harian Media Indonesia
yang disesuaikan dengan model Teun A. Van Dijk. Van Dijk melihat suatu teks
terdiri atas beberapa struktur atau tingkatan yang masing-masing bagian saling
mendukung. Ia membaginya ke dalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro yakni
60
merupakan makna global atau umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan
melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita.
Tingkatan yang kedua dari analisis teks ialah superstruktur, yakni merupakan
struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagianbagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh. Ketiga ialah struktur mikro,
merupakan makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni
kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan gambar. 2
Dalam menganalisis teks model Van Dijk ini peneliti akan menjabarkannya
sebagai berikut:
Tabel 3
Analisis Teks Berita 1 : Sabtu, 23 Juni 2012,
“Kader Partai NasDem Wajib Bangkitkan Indonesia”,
Analisis
Wacana
Tematik
Struktur
Makro
Elemen
Topik/Tema
Uraian
Ketua
Majelis
Nasional
Partai
NasDem Surya Paloh meminta para
kader Partai NasDem menyerahkan
jiwa dan raga untuk membangkitkan
Indonesia.
Superstruktur
Skematik
Skema
 Pada bagian pembukaan berita
diawali dengan ketidakrelaan
Surya
Paloh
jika
Indonesia
terperosok menjadi negara gagal
2
Ibid, h. 225-226
61
dan menyatakan bahwa Partai
NasDem
alternatif
merupakan
bagi
anak
partai
bangsa
untuk menyerahkan jiwa dan
raga demi Indonesia yang lebih
baik.
 Kemudian pada bagian tengah
berita menceritakan orasi Surya
Paloh yang mengatakan bahwa
Indonesia berpotensi menjadi
negara gagal dan menegaskan
bahwa bangsa ini membutuhkan
orang-orang yang rela mengorbankan jiwa dan raga agar
negara ini tidak semakin gagal,
saat meresmikan kantor Dewan
Pimpinan
Wilayah
Provinsi
Sumatera Selatan.
 Dan pada bagian akhir berita
Febuar Rahman selaku ketua
DPW Provinsi Sumatera Selatan
menyatakan telah terbentuknya
62
100%
kepengurusan
Partai
NasDem di tingkat desa setelah
sebelumnya kepengurusan di 15
kota dan kabupaten.
Mikro
Semantik
Latar
Latar dalam berita ini terdapat pada
paragraf ke 2 yang isinya adalah:
Menurut
merupakan
dia,
Partai
satu-satunya
NasDem
partai
alternatif yang memungkinkan anakanak bangsa menyerahkan jiwa dan
raga demi menjadikan Indonesia
lebih baik ke depan. (Paragraf 2)
Detil
Detil dalam berita ini terdapat pada
paragraf ke 4 yang isinya adalah
Surya Paloh mengatakan dunia telah
memberi peringatan bahwa Indonesia
sekarang berpotensi masuk sebagai
negara gagal. Tanpa menyebut siapa
yang membuat negara ini berpotensi
gagal, Surya Paloh mengajak para
kader Partai NasDem untuk bangkit,
bersatu, dan kreatif agar jangan
63
sampai
kegagalan
semakin
bertambah parah. (Paragraf 4)
Maksud
Elemen maksud dalam berita ini
adalah Partai NasDem merupakan
tempat yang paling tepat bagi anak
bangsa yang memiliki komitmen dan
mempunyai tekad untuk menyerahkan jiwa dan raga untuk bangsa maka
Tuhan akan meridai misi Partai
NasDem
mengantarkan
Indonesia
jauh lebih sejahtera dan berkeadilan.
(Paragraf 6)
Pra-
Surya Paloh optimis Indonesia ke
Anggapan
depan akan menjadi bangsa yang
besar, dan Partai NasDem merupakan
alat untuk menuju ke sana. (Paragraf
7)
Sintaksis
Koherensi
Paragraf 1: ...Surya Paloh tidak rela
jika Indonesia terperosok menjadi
negara
gagal.
Karena
itu,
dia
meminta para kader partai NasDem
menyerahkan jiwa dan raga ...
64
Paragraf
2:
merupakan
...Partai
NasDem
satu-satunya
partai
alternatif yang memungkinkan anakanak bangsa menyerahkan jiwa dan
raga demi menjadikan Indonesia
lebih baik ke depan.
Paragraf 3: “Izinkan ya Allah
Engkau ambil raga kami jika kami
tidak
berbuat
membuat
apa-apa
negeri
sehingga
ini
semakin
gagal,”...
Paragraf 4: Tanpa menyebut siapa
yang membuat negara ini berpotensi
gagal, Surya Paloh mengajak para
kader Partai NasDem untuk bangkit,
bersatu, dan kreatif ...
Paragraf 5: “Saya bangga hari ini
bisa
bertemu
bangsa
yang
dengan
anak-anak
tergabung
dalam
NasDem yang telah berkomitmen
membawa
perubahan
dan
menjadikan bangsa dan negeri ini ...”
65
Paragraf 6: ...sebagai negara yang
berpotensi
gagal,
bangsa
ini
membutuhkan orang-orang yang rela
mengorbankan jiwa dan raga untuk
tidak menjadikan negara ini semakin
gagal ...
Paragraf 7: ...“Karena memiliki
misi suci dan mulia, para kader
Partai
NasDem
bersemangat,
berkonsolidasi,
kreativitas
agar
terus
bersatu
dan
padu,
membangun
melalui
gerakan
restorasi.”
Bentuk
Paragraf
1:
Karena
itu,
dia
Kalimat
meminta para kader partai NasDem
menyerahkan jiwa dan raga untuk
membangkitkan Indonesia.
Paragraf 2: ...anak-anak bangsa
menyerahkan jiwa dan raga demi
menjadikan Indonesia lebih baik ke
depan.
Paragraf 3: “...jika kami tidak
66
berbuat apa-apa sehingga membuat
negeri ini semakin gagal,”...
Paragraf 4: Surya Paloh mengajak
para kader Partai NasDem untuk
bangkit, bersatu, dan kreatif ...
Paragraf 5: “...anak-anak bangsa
yang tergabung dalam NasDem yang
telah
berkomitmen
membawa
perubahan dan menjadikan bangsa
dan negeri ini...”
Paragraf 6: Ia menegaskan, sebagai
negara yang berpotensi gagal, bangsa
ini membutuhkan orang-orang yang
rela mengorbankan jiwa dan raga...
“misi
kita
mengantarkan
masyarakat Indonesia yang lebih
sejahtera...”
Paragraf 7: ...Partai NasDem, kata
dia, merupakan alat untuk menuju
kesana. “Karena memiliki misi suci
dan mulia...”
Paragraf
8:
...Febuar
Rahman
67
mengungkapkan
kepengurusan
Partai NasDem di tingkat desa...
Kata Ganti
Paragraf 1: ... Karena itu, dia
meminta para kader Partai NasDem
menyerahkan...
Paragraf 2: Menurut dia, Partai
NasDem
merupakan
satu-satunya
partai alternatif yang memungkinkan
anak-anak bangsa menyerahkan jiwa
dan raga...
Paragraf 3: “Izinkan ya Allah
Engkau ambil raga kami jika kami
tidak berbuat apa-apa...”
Paragraf 5: “... menjadikan bangsa
dan negeri ini semakin baik lewat
gerakan restorasi,” kata dia.
Paragraf 6: Ia Menegaskan, sebagai
negara yang berpotensi gagal, bangsa
ini membutuhkan orang-orang yang
rela... “...Insya Allah jika kita punya
tekad menyerahkan jiwa dan raga
kita untuk bangsa ini, Tuhan akan
68
meridai
misi kita
mengantarkan
masyarakat...”
Paragraf 7: Surya Paloh optimis
Indonesia ke depan akan menjadi
bangsa yang besar. Partai NasDem,
kata dia, merupakan alat untuk
menuju kesana...
Stilistik
Leksikon
Paragraf 1: terperosok, negara gagal,
membangkitkan.
Paragraf 2: alternatif,
anak-anak
bangsa, jiwa, raga.
Paragraf 3: izinkan, raga, gagal.
Paragraf
4:
berpotensi,
bangkit,
5:
anak-anak
bangsa,
bersatu.
Paragraf
berkomitmen, gerakan restorasi.
Paragraf 6: berpotensi, jiwa, raga,
anak-anak bangsa, komitmen, misi.
Paragraf
7:
alat,
misi,
bersatu,
gerakan restorasi.
Paragraf
8:
mengungkapkan.
menyusul,
69
Pada analisis teks dalam tabel tersebut di atas menunjukkan, jika melihat dari
struktur makro, harian Media Indonesia mengemas unsur tematik dengan
menonjolkan pernyataan dari Surya Paloh agar para kader Partai NasDem bersedia
untuk menyerahkan jiwa dan raga mereka demi bangkitkan Indonesia. Judul yang di
angkat tersebut mengindikasikan adanya pembentukkan opini publik secara persuasif
dikarenakan opini yang sebelumnya sebatas opini pribadi kemudian di angkat dalam
kelompok tertentu yang selanjutnya berubah menjadi opini kelompok.
Pada bab sebelumnya telah peneliti bahas mengenai komponen-komponen di
dalam opini publik yaitu: keyakinan, nilai-nilai, dan ekspekstasi yang berkaitan
dengan kecenderungan. Dalam komponen keyakinan terdapat credulity yaitu
mengenai percaya atau tidaknya suatu isu yang di angkat kepada publik, kemudian
salience yaitu mengenai penting atau tidaknya sesuatu yang dipercaya oleh khalayak,
dengan kata lain khalayak yang percaya terhadap suatu isu tidak langsung
menganggapnya penting bagi dirinya.
Pada tingkatan superstruktur, berita di kemas dengan unsur skematik yang
mengedepankan ketidakrelaan sosok Surya Paloh jika Indonesia terperosok dan
menjadi negara gagal. Kemudian pada skema tengah dalam berita di atas
menunjukkan salah satu cara alternatif dengan mengumpulkan orang-orang yang rela
mengorbankan jiwa dan raga mereka, persepsi khalayak diarahkan pada Partai
NasDem yang siap menjadi wadah untuk mewujudkan hal tersebut, dan dipertegas
pada skema akhir yaitu dengan menunjukkan kesiapan partai yang sudah mencapai
seratus persen kepengurusan di wilayah Provinsi Sumatera Selatan.
70
Sedangkan pada tingkatan struktur mikro, jika melihat dari elemen semantik
dalam berita di atas banyak memberitakan sesuatu yang implisit mengenai Partai
NasDem, segala keterpurukan yang belum terjadi pada bangsa Indonesia seakan
menjadi fenomena yang sangat krusial dan partai ini hadir dengan berbagai
kesiapannya demi menjadikan bangsa ini lebih baik, sementara hal yang belum terjadi
tersebut dan jalan lain untuk menjadikan Indonesia lebih baik dijelaskan secara
eksplisit dan mengurangi detail sisi yang lain.
Pada elemen siktaksis ditemukan bentuk kalimat dan koherensi yang menjelaskan kata kerja aktif dan hubungan sebab-akibat, dan hubungan maksud dan
tujuan yang akan dialami bangsa ini jika masih membiarkan keterpurukan terus
terjadi dan menjadikan Partai NasDem sebagai momentum untuk mengatasi hal
tersebut.
Sedangkan pada elemen stilistik ditemukan pilihan-pilihan kata yang dipakai
ke dalam teks mengandung unsur teknik propaganda yang dilakukan Partai NasDem
dengan menggunakan teknik name calling, sebagaimana telah dijelaskan pada bab
sebelumnya teknik name calling digunakan untuk memberi julukan yang bermakna
dan mempunyai konotasi negatif seperti penyebutan Indonesia pada teks berita di atas
yaitu negara gagal, yang mengindikasikan bahwa Indonesia telah gagal dengan
kepemimpinan pemerintahan yang sedang menjabat.
Dan pada elemen retoris penekanan terhadap suatu isu dilakukan dengan
menonjolkan sosok Partai NasDem sebagai jalan alternatif untuk menghindari
71
terperosoknya negara agar tidak semakin jauh tertinggal dengan negara lain dengan
segala kesiapan dan kepercayaannya.
Tabel 4
Analisis Teks Berita 2 : Senin, 25 Juni 2012,
“Partai NasDem Konsolidasi Hingga Tingkat Desa”,
Struktur
Makro
Analisis
Wacana
Tematik
Elemen
Uraian
Topik/Tema
Konsolidasi dalam rangka penguatan
kader dan pengorganisasian partai di
Jawa Tengah dengan mengembangkan sayap partai ke 135 kota di Jawa
Tengah.
Superstruktur
Skematik
Skema
 Pada bagian awal berita Sugeng
Suparwoto selaku ketua Dewan
Pimpinan
Tengah,
Wilayah
Jawa
mengatakan
target
Partai NasDem ke depan harus
menjadi pemenang pemilu dan
adanya organisasi sayap partai
yang menjadi penopang untuk
keberadaan partai.
 Selanjutnya pada bagian tengah
berita Sugeng juga menargetkan
72
35 kabupaten di Jawa Tengah
dapat menjadi pusat konsolidasi
organisasi Partai NasDem yang
kemudian
konsolidasi
sayap
partai akan dilanjutkan ke empat
kota yang belum di Provinsi
Jawa Tengah.
 Pada
bagian
akhir
berita
Akhwan Sukandar selaku ketua
Dewan
Kabupaten
Pimpinan
Daerah
Kudus
optimis
bahwa Partai NasDem akan
menang dalam pemilu 2014 dan
juga menyampaikan harapannya
agar
kepengurusan
Partai
NasDem bisa terbentuk hingga
ke pelosok desa di seluruh
kabupaten.
Mikro
Semantik
Latar
Latar pada berita ini adalah Sugeng
Suparwoto
selaku
ketua
Pimpinan Wilayah (DPW)
Dewan
Jawa
Tengah Partai NasDem melakukan
73
orasi tentang restorasi Indonesia dan
konsolidasi dalam rangka penguatan
kader dan pengorganisasian partai di
Jawa Tengah. (lead)
Detil
Detil dalam berita ini adalah 35
kabupaten
Jawa
Tengah
ditargetkan
menjadi
pusat
konsolidasi
organisasi
Partai
NasDem
di
dan
ke
depan
Partai
NasDem harus menjadi pemenang
pemilu. (paragraf 3 dan 4)
Maksud
Elemen maksud dalam berita ini
adalah tujuan dari Partai NasDem
yang
disampaikan
Suparwoto
oleh
yaitu
Sugeng
melakukan
pembaruan untuk perbaikan negara
yang dilandasi pada jati diri bangsa
Indonesia. (paragraf 6)
PraAnggapan
Ketua
Dewan
Pimpinan
Daerah
(DPD) Partai NasDem Kabupaten
Kudus Akhwan Sukandar optimistis
menang
dalam
pemilu
2014.
74
(paragraf 7)
Sintaksis
Koherensi
Paragraf
1:
melakukan
Partai
NasDem
konsolidasi
dengan
mengembangkan sayap partai ke 135
kota di Jawa Tengah.
Paragraf 4: Dia menargetkan 35
kabupaten di Jawa Tengah menjadi
pusat konsolidasi Partai NasDem.
Setelah
itu
dilanjutkan
dengan
konsolidasi program di seluruh kota.
Paragraf 6: ...tujuan Partai NasDem
adalah melakukan pembaruan untuk
perbaikan negara yang dilandasi
pada jati diri bangsa Indonesia.
Paragraf 7: ...optimistis menang
dalam
Pemilu
2014.
Pasalnya,
kepengurusan Partai NasDem sudah
berdiri ...
Paragraf
8:
“Sekarang
tinggal
berkonsolidasi ke desa-desa. Saat ini
perkembangannya sudah 85%...”
Bentuk
Paragraf
1:
Partai
NasDem
75
Kalimat
melakukan
konsolidasi
dengan
mengembangkan sayap partai ke
135 kota di Jawa Tengah.
Paragraf
2:
...Sugeng
Parwoto
mengatakan organisasi sayap akan
menjadi penopang bagi keberadaan
partai ke depan.
Paragraf 3: “Kita punya target
Partai NasDem ke depan harus
menjadi pemenang pemilu,” kata
Sugeng saat melakukan konsolidasi
partai...
Paragaraf 4: Dia menargetkan 35
kabupaten di Jawa Tengah menjadi
pusat konsolidasi organisasi Partai
NasDem. Setelah itu dilanjutkan
dengan
konsolidasi
program
di
seluruh kota.
Paragraf 6: ...tujuan Partai NasDem
adalah melakukan pembaruan untuk
perbaikan negara yang dilandasi
pada jati diri bangsa Indonesia.
76
Paragraf 8: “...Bulan juli kami
menargetkan
pembentukan
organisasi di seluruh desa,” tegas
Akhwan.
Kata Ganti
Paragraf 3: “Kita punya target
Partai NasDem ke depan harus
menjadi pemenang pemilu,” kata
Sugeng saat melakukan konsolidasi
partai...
Paragraf 4: Dia menargetkan 35
kabupaten di Jawa Tengah menjadi
pusat konsolidasi organisasi Partai
NasDem...
Paragraf 6: Apalagi, tambahnya,
tujuan
Partai
melakukan
NasDem
adalah
pembaruan
untuk
perbaikan negara...
Paragraf 8: “...Bulan juli kami
menargetkan
pembentukan
organisasi di seluruh desa,” tegas
Akhwan.
Paragraf
9:
Dia
berharap
77
kepengurusan Partai NasDem bisa
terbentuk hingga pelosok desa di
seluruh kebupaten.
Stilistik
Leksikon
Paragraf
1:
konsolidasi,
mengembangkan, sayap partai.
Paragraf
2:
organisasi
sayap,
penopang.
Paragraf 3: target, pemenang.
Paragraf
4:
pusat,
organisasi,
konsolidasi.
Paragraf 5: sayap partai, rampung,
ungkap.
Paragraf
6:
tujuan,
pembaruan,
perbaikan, jati diri.
Paragraf
7:
optimistis,
seluruh,
berdiri.
Paragraf 9: pelosok, seluruh.
Pada analisis teks dalam tabel di atas menunjukkan, dilihat dari struktur
makro, harian Media Indonesia mengemas elemen tematik dengan menonjolkan
pernyataan bahwa Partai NasDem telah berkonsolidasi ke daerah Jawa Tengah dalam
rangka penguatan kader dan pengembangan sayap partai ke seluruh kota di Jawa
Tengah. Judul yang di angkat tersebut mengaplikasikan salah satu teknik
78
propaganda yaitu teknik card stacking, seperti yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya, tekni card stacking ini digunakan untuk mencoba mengemukakan fakta
dengan bertujuan meyakinkan orang lain.
Pada tingkatan superstruktur, berita di kemas dengan unsur skematik yang
mengedepankan ungkapan Sugeng Suparwoto bahwa target Partai NasDem harus
menjadi pemenang pemilu dan mengharapkan organisasi sayap partai mampu
menjadi penopang bagi keberadaan partai. Kemudian pada skema tengah dalam berita
di atas menunjukkan keinginan Sugeng agar seluruh kabupaten di Jawa Tengah dapat
menjadi pusat konsolidasi organisasi Partai NasDem. Dan pada skema akhir yaitu
pernyataan Akhwan Sukandar menjadi penutup dari berita ini dengan pernyataan
bahwa Partai NasDem akan menang dalam pemilu 2014 mendatang.
Sedangkan pada tingkatan struktur mikro, jika melihat dari elemen semantik
dalam berita di atas banyak memberitakan sesuatu yang implisit mengenai tujuan dan
target-target yang ingin di capai Partai NasDem, dengan latar tentang restorasi
Indonesia dan penguatan kader, dan melakukan pembaruan untuk perbaikan negara
yang di landasi pada jati diri bangsa Indonesia, sementara hal yang terkait dengan
langkah-langkah strategis dan perencanaan untuk melakukan pembaruan tersebut
tidak disebutkan dalam teks berita dan dijelaskan secara eksplisit tentunya hal ini
mengakibatkan kurangnya detail dari sisi yang lain.
Pada elemen siktaksis ditemukan bentuk kalimat dan koherensi yang menjelaskan kata kerja aktif dan pasif, juga dan hubungan sebab-akibat, yang akan
melandasi Partai NasDem untuk melakukan pembaruan dan perbaikan negara.
79
Sedangkan pada elemen stilistik ditemukan pilihan-pilihan kata yang dipakai
ke dalam teks mengandung unsur optimisme, bertujuan melakukan pembaharuan,
sayap partai yang diharapkan dapat mendukung kesuksesan Partai NasDem pada
pemuli mendatang.
B.
ANALISIS KOGNISI SOSIAL PEMBERITAAN PARTAI NASDEM DI
MEDIA INDONESIA
Analisis kognisi sosial merupakan bentuk kedua dari analisis model Van Dijk
yang pendekatannya lebih bersifat spesifik dan psikologis. Kognisi sosial juga
digunakan untuk menganalisa bagaimana dan sejauhmana pengetahuan wartawan
baik penulis berita maupun penentu kebijakan dalam memahami seseorang atau
peristiwa yang ingin diberitakan.
Dalam pandangan Van Dijk, analisis wacana tidak dibatasi hanya pada
struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan
sejumlah makna, pendapat, dan ideologi. Untuk membongkar bagaimana makna
tersembunyi dari teks, kita membutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial. 3
Setiap teks pada dasarnya dihasilkan lewat kesadaran, pengetahuan,
prasangka, atau pengetahuan tertentu atas suatu peristiwa, di sini wartawan tidak
dianggap sebagai individu yang netral, tetapi individu yang mempunyai bermacam
nilai, pengalaman, dan pengaruh ideologi yang didapatkan dari kehidupannya. 4
3
4
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 260
Ibid, h. 261
80
Penelitian ini difokuskan bagaimana teks diproduksi dengan dipengaruhi
kebijakan redaksional dalam suatu media, wawancara yang peneliti lakukan dengan
Bapak Ono Sarwono yang merupakan salah satu wartawan senior dan kini menjabat
sebagai Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Media Indonesia menyatakan bahwa,
dalam menentukan dan menseleksi berita-berita yang akan diterbitkan Media
Indonesia melalui beberapa mekanisme rapat dan memprioritaskan berita yang
memiliki news value, seperti yang diungkapkan di bawah ini:
“Disini kami mempunyai mekanisme rapat satu hari itu ada tiga kali rapat,
antara lain ada rapat proyeksi sekitar jam setengah sepuluh, yaitu
mendiskusikan berita yang akan diliput. Kemudian, jam dua belas ada rapat
budget, rapat ini membicarakan perolehan dari rapat proyeksi tadi. Kemudian,
jam setengah tiga sore itu ada rapat checking, di rapat ini kami mengecek
kembali berita-berita yang ingin dimuat, ada berita politik satu, dua dan tiga,
ada berita olah raga satu, dua, tiga, dan lain sebagainya, di sini lah kami
menentukan berita, mempertajam, dan memfinalkan berita mana yang ada di
halaman sekian, mana berita yang menjadi headline”.5
Dari pernyataan tersebut dapat dilihat mekanisme peliputan atau pencarian
berita sudah ditentukan dari awal dalam rapat proyeksi, dimana redaksi
mendiskusikan berbagai peristiwa atau kejadian yang ingin diliput dan kemudian
akan diproses lebih lanjut dalam rapat selanjutnya setelah berita-berita didapatkan.
Setelah semua berita terkumpul maka akan diadakan rapat budget atau rapat kedua
yang membicarakan, memperdebatkan, mendiskusikan hasil dari berita yang
didapatkan dari para pencari berita yang ada di lapangan.
Tahap akhir dari mekanisme diatas ialah rapat cheking, dimana berita-berita
yang sudah terkumpul dan telah diperdebatkan dan didiskusikan, maka akan
5
Wawancara pribadi dengan Ono Sarwono, Jakarta, 26 Juni 2012.
81
dilakukan pengecekan ulang terhadap berita mana saja yang akan dimuat, dipertajam
kembali dan difinalkan. Dalam tahap ini sudah ditentukan berita mana yang memiliki
nilai berita yang lebih tinggi akan dijadikan prioritas utama dan disesuaikan dengan
keinginan pembaca. Seperti yang dijelaskan oleh narasumber dibawah ini:
“Kita juga harus menentukan mana yang menjadi prioritas, mana berita yang
menarik, yang mempunyai nilai berita atau news value, mana informasi yang
diinginkan pembaca. Misalnya, besok akan ada pemeriksaan Anas di KPK,
pada saat yang sama Partai NasDem ada peresmian Dewan Pimpinan Cabang di
salah satu daerah, pembaca tentu lebih memilih berita tentang Anas, di sini kita
harus bijak dalam menentukan berita, mana yang menarik bagi masyarakat atau
tidak.”6
Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa dalam menentukan atau
menseleksi berita-berita yang telah terkumpul, Media Indonesia memilih nilai berita
atau news value sebagai tolak ukur dari berita-berita yang akan diterbitkan. Namun,
jika dalam proses penentuan dan penseleksian berita ini dikaitkan dengan sang
pemilik modal, dalam hal ini Surya Paloh, yang notabene-nya juga menjabat sebagai
ketua umum Partai NasDem, apakah Ia mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap proses penseleksian berita. Berikut ini penjelasan pada saat penulis
melakukan wawancara dengan narasumber terkait:
“Nah, ini juga yang harus saya sampaikan kepada Anda, seperti yang sudah
saya jelaskan tadi, di setiap media massa itu baik yang ada di Indonesia maupun
di luar Indonesia, para pemilik pasti mempunyai kepentingan, baik dari segi
bisnis dan sebagainya, tapi jika kita harus menitikberatkan atau mendukung
suatu partai tertentu kita pasti tidak akan dilirik oleh pembaca, seperti misalnya,
kasus korupsi yang menimpa kader Partai Demokrat, kita tidak mungkin
menutupinya, media manapun pasti memberitakan hal itu, nah tinggal karakter
dari masing-masing media itulah yang membedakan.”
“Di sini Anda bisa melihat sendiri keadaanya seperti apa, terkadang Pak
Surya itu sudah terlalu sibuk dengan urusannya, bahkan hampir setiap hari saya
6
Ibid, wawancara
82
yang memimpin rapat, jadi kami sendiri yang menentukan berita mana yang
ada di halaman satu, halaman dua, Polkam, dan sebagainya.”7
Penjelasan diatas menegaskan bahwa dalam industri media massa tidak
melulu faktor kepemilikan media menjadi pengaruh yang signifikan bagi proses
penentuan berita, walaupun tidak dimungkiri bahwa pemilik pasti mempunyai
kepentingan. Namun, didalam memutuskan berita-berita yang akan diterbitkan Media
Indonesia masih menimbang faktor kepuasan konsumen agar tetap diminati oleh
khalayak pembaca.
Bagaimana peristiwa dipahami dan dimengerti didasarkan pada sebuah skema.
Van Dijk menyebut skema ini sebagai model. Model menunjukkan pengetahuan,
pandangan individu ketika melihat dan menilai suatu persoalan. Sebuah model adalah
sesuatu yang subjektif dan unik, yang menampilkan pengetahuan dan pendapat ketika
memandang suatu persoalan. 8 Kemudian bagaimana pandangan serta perlakuan
redaksi Media Indonesia terhadap pemberitaan Partai NasDem, yang notabene-nya
adalah partai yang dinahkodai oleh pemilik dari Media Indonesia itu sendiri, berikut
penjelasan narasumber terkait.
“Partai NasDem ini merupakan salah satu partai baru yang ikut mewarnai
kancah perpolitikan di Indonesia, sudah terdaftar dan terferivikasi oleh KPU.
Kami melihat bahwa Partai NasDem ini sama seperti partai-partai lainnya, tidak
ada yang diistimewakan. Kemudian kebijakan redaksi disini tidak ada yang
memperlakukan khusus salah satu partai, karena proses pemberitaannya kita
diskusikan di forum rapat, yang melibatkan seluruh redaktur dan mereka ikut
serta dalam memberikan pandangan terhadap berita itu.”9
7
Ibid, wawancara
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 261
9
Wawancara Pribadi dengan Ono Sarwono.
8
83
Sekali lagi redaksi Media Indonesia menapik adanya perlakuan istimewa
mengenai pemberitaan Partai NasDem ini, walaupun setelah di analisis, content dari
berita tersebut jelas terlihat mendukung dan memberi nilai positive terhadap apa-apa
yang dilakukan Partai NasDem. Namun, apakah Media Indonesia mempunyai edisi
tertentu dalam memberitakan Partai NasDem ini, atau sudah adakah jadwal khusus
untuk meliput dan memberitakan Partai NasDem? Berikut jawaban dari narasumber.
“Kalau misalnya dalam seminggu atau sebulan kita harus memberitakan
Partai NasDem ini beberapa kali, tentu kita tidak bisa melakukan hal itu.
Namun jika ada event-event seperti Rapimnas, Rakernas, dan lain sebagainya,
tentu akan kita beritakan, dan lagi-lagi tidak serta merta harus Partai NasDem,
partai lain pun jika sedang melakukan kegiatan pasti kita beritakan. Bahkan,
terkadang kita tidak memberitakan kegiatan baik Partai NasDem atau pun Partai
lain, karena tidak menarik atau tidak memiliki news value.”10
Dari pernyataan diatas terlihat bahwa pihak redaksi menyatakan keberatannya
jika harus memberitakan Partai NasDem secara khusus dan rutin dalam edisi tertentu,
dan dapat peneliti simpulkan bahwa dalam memberitakan Partai NasDem ini, pihak
redaksi masih mempertimbangkan nilai-nilai berita, ketertarikan pembaca atau human
interest, kepentingan pemilik media, dan kepentingan bisnis atau ekonomi.
C.
ANALISIS KONTEKS SOSIAL PEMBERITAAN PARTAI NASDEM
DI MEDIA INDONESIA
Dimensi ketiga dari analisis Van Dijk adalah analisis sosial. Wacana adalah
bagian wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga perlu dilakukan
analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal yang
10
Ibid, wawancara
84
diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat. Menurut Van Dijk, ada dua poin
penting dalam analisis mengenai masyarakat: kekuasaan (power), dan akses (acces).11
Wacana yang diangkat dalam penelitian ini lebih menekankan kepada pemberitaan
Partai NasDem di Media Indonesia yang tidak lain adalah milik Surya Paloh yang
juga menjadi pemimpin didalam partai tersebut.
Jika dibuat rumusan konteks sosial, dalam hal ini menjawab pertanyaan
bagaimana praktik kekuasaan mempengaruhi wacana mengenai pemberitaan Partai
NasDem yang diterbitkan oleh harian Media Indonesia. Serta bagaimana akses
mempengaruhi wacana yang berkembang dalam kelompok masyarakat mengenai
pemberitaan Partai NasDem di Media Indonesia. Dalam hal ini peneliti akan
memaparkan kekuasaan (kepemilikan) serta akses (dominasi kelompok) yang
mempengaruhi wacana dalam berita-berita yang diterbitkan oleh Media Indonesia.
Van Dijk mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan yang
dimiliki oleh suatu kelompok atau anggotanya. Kekuasaan ini umumnya didasarkan
pada kepemilikan atas sumber-sumber yang bernilai, seperti uang, status, dan
pengetahuan.12 Kelompok yang dibahas dalam analisis ini ialah Partai NasDem,
didalam partai ini terdapat individu-individu yang sangat kuat kekuasaannya baik dari
segi ekonomi maupun pengalaman dalam dunia politik. Seperti misalnya, Patrice Rio
Capella yang sebelum kongres pertama Partai NasDem menjabat sebagai Ketua
Umum Partai NasDem, Ia juga adalah mantan Wakil Sekretaris Jendral Partai
11
12
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 271
Ibid, h. 272
85
Amanat Nasional (PAN), tentu pengalaman politiknya di partai besar akan sangat
membantu bagi perkembangan Partai NasDem.
Tidak hanya sebatas pada Rio Capella, tokoh utama dari partai ini pun
memegang peranan yang sangat penting yakni Surya Paloh bernama lengkap Surya
Dharma Paloh, Ia menjadi penggagas terbentuknya Partai NasDem yang sebelumnya
adalah basis kelompok organisasi massa. Paska hengkangnya Paloh dari Partai
Golkar setelah gagal terpilih menjadi Ketua Umum pada Munas Partai Golkar tahun
2009 lalu, Ia memfokuskan dirinya untuk organisasi masyarakat Nasional Demokrat
yang kini bertransformasi menjadi Partai NasDem. Dengan membawa slogan gerakan
perubahan dan restorasi Indonesia, Partai NasDem tampil dengan sangat percaya diri
untuk turut serta dalam kompetisi pemilihan umum 2014 mendatang.
Tidak cukup sampai disini, masih ada beberapa tokoh berpengaruh lain yang
turut hadir di partai ini, sebelumnya ada Hari Tanoesudibjo salah satu pengusaha
industri media televisi di Indonesia yang menaungi MNC Group diantaranya: global
tv, mnc tv, dan rcti. Namun paska terpilihnya Surya Paloh sebagai Ketua Umum
Partai NasDem dalam Kongres pertama pada Januari 2013 lalu, Hari Tanoe mundur
dari NasDem karena Ia merasa sudah tidak sesuai dengan keinginannya.
Tokoh lain ialah Sugeng Suparwoto yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua
Dewan Pimpinan Wilayah Jawa Tengah Partai NasDem, adalah satu petinggi Harian
Media Indonesia yang juga menjadi subjek dalam penelitian ini. Setelah
diputuskannya Surya Paloh sebagai ketua umum pada kongres perdana Partai
86
NasDem, maka terjadi perombakan struktur organisasi partai yang menempatkan
Sugeng sebagai Ketua bidang Organisasi, Keanggotaan dan Kaderisasi.
Dari beberapa tokoh diatas masing-masing mempunyai akses yang berbeda
dalam menanggapi isu-isu terkait Partai NasDem, baik isu yang menimpa partai itu
maupun isu yang sengaja diangkat oleh partai tersebut. Seperti yang tertera dalam
analisis berita 1, dimana Surya Paloh yang pada saat itu masih menjabat sebagai
Ketua Majelis Nasional Partai NasDem mengangkat isu kebobrokan dan potensi
kegagalan yang akan dialami bangsa ini, dengan menyatakan ketidakrelaannya jika
hal itu terjadi dan mengajak para kader Partai NasDem untuk menyerahkan jiwa dan
raga.
Apa yang disampaikan Surya Paloh mengenai hal ini dimata peneliti masih
belum menemukan relevansinya secara spesifik, pernyataan “dunia telah memberi
peringatan bahwa bangsa ini berpotensi masuk sebagai negara gagal”, masih
menggambarkan makna umum tentang dunia seperti apa yang telah memberi
peringatan untuk bangsa ini, dan makna yang juga masih umum mengenai pernyataan
bangsa ini berpotensi sebagai negara gagal, konteks kegagalan seperti apakah yang
dimaksud dari pernyataan tersebut, isu ini menjadi lemah ketika sang komunikator
politik tidak menjelaskan secara spesifik maksud dari pernyataan tersebut.
Begitu pun yang terdapat dalam analisis berita ke 2, dimana pernyataan dari
Sugeng Suparwoto yang pada saat itu masih menjabat sebagai Ketua Dewan
Pimpinan Wilayah Jawa Tengah, saat orasi dalam rangka penguatan kader
menjelaskan mengenai tujuan Partai NasDem adalah melakukan pembaruan untuk
87
perbaikan negara yang dilandasi pada jati diri bangsa Indonesia. Pernyataan ini juga
masih belum bisa terlihat pembaruan seperti apa yang ingin dilakukan Partai
NasDem, didalam analisis teks juga tidak ditemukan penjelasan lebih lanjut mengenai
pernyataan yang disampaikan oleh Sugeng tersebut.
Akses terhadap media yang begitu besar sangat tidak dioptimalkan kedua
tokoh tersebut, terlebih keduanya masing-masing adalah orang yang berpengaruh di
Harian Media Indonesia. Isu-isu yang diangkat kepada publik menjadi tidak
mendalam ketika tidak ada penjelasan lebih lanjut atas ide dan gagasan yang akan
mereka bawa untuk menarik simpatik khalayak, yang mungkin terjadi hanyalah
pembentukan dan kontrol opini publik terhadap isu global mengenai potensi gagal
yang akan dialami bangsa ini.
88
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah menganalisa dan menjelaskan permasalan yang telah dijabarkan pada
bab-bab sebelumnya, serta informasi yang di dapat dari pihak redaksi Media
Indonesia dan juga konteks sosial yang menggambarkan kehadiran dari Partai
NasDem itu sendiri, maka dapat peneliti simpulkan bahwa komunikasi politik yang
dilakukan Partai NasDem yang terdapat pada Harian Media Indonesia di tinjau dari
tiga aspek pokok permasalahan dalam model Van Dijk ialah sebagai berikut:
1.
Segi Analisis Teks
a) Pada tingkatan struktur makro, tema yang dikedepankan pada kedua
berita yang telah di analisis bahwa Harian Media Indonesia berusaha
mengemas tema yang mengandung unsur pro-aktif terhadap kegiatankegiatan yang dilakukan oleh Partai NasDem.
b) Pada tingkatan superstruktur, Harian Media Indonesia menyusun skema
berita berdasarkan penonjolan dua tokoh penting di dalam Partai NasDem
yang juga merupakan orang-orang yang berpengaruh di dalam struktur
organisasi Harian Media Indonesia, kemudian disusul pernyataan
fenomenal dua tokoh tersebut, dan diakhiri dengan pernyataan dari
Dewan Pimpinan Daerah mengenai progres dari Partai NasDem.
88
89
c) Pada tingkatan struktur mikro, berdasarkan elemen semantik, stilistik,
sintaktis, dan retoris, dari kedua berita yang telah dianalisis sebelumnya.
Wacana yang di kemas Harian Media Indonesia menititikberatkan pada
kesiapan dan kepercayaan diri Partai NasDem yang akan sukses dalam
pemilihan umum 2014 mendatang, serta bentuk kalimat dari kedua berita
tersebut yang mengindikasikan Partai NasDem menjadi sangat subjektif
dan seakan berpengaruh besar bagi kelangsungan bangsa Indonesia.
2.
Segi Kognisi Sosial
Dilihat dari segi kognisi sosial, jajaran redaksi Media Indonesia memiliki
pandangan tersendiri dalam melihat Partai NasDem, menurut redaksi partai ini
sama seperti partai yang lainnya, namun berdasarkan temuan-temuan data pada
struktur teks yang di bangun, ditemukan bahwa Harian Media Indonesia jelas
terlihat mendukung dan berpihak terhadap pesan-pesan politik yang disampaikan
Partai NasDem.
3.
Segi Konteks Sosial
Dari segi konteks sosial, sebagian masyarakat yang melek politik tentu
memiliki pandangan kritis baik terhadap Harian Media Indonesia maupun
terhadap Partai NasDem, namun faktor kekuasaan (power) dan akses (acces) dari
masing-masing tokoh yang terdapat dalam partai tersebut dapat dengan mudah
90
melakukan propaganda dan mengkontrol opini publik melalui media massa yang
mereka miliki.
B.
Saran
Peneliti ingin menyampaikan beberapa saran teoritis dan saran praktis yang
berkaitan dengan kajian keilmuan komunikasi politik serta yang berkaitan dengan
pemberitaan mengenai Partai NasDem yang diterbitkan oleh Harian Media Indonesia
ini, diantaranya sebagai berikut:
1.
Berita yang dipaparkan oleh Harian Media Indonesia mengenai Partai
NasDem haruslah lebih spesifik terlebih dalam hal isu-isu yang
disampaikan Partai NasDem agar lebih relevan dengan realitas yang terjadi.
2.
Demi relevansi isi berita dengan realitas di masyarakat, diharapkan Harian
Media Indonesia memiliki tim riset untuk meneliti masalah-masalah sosial
di masyarakat khususnya di bidang politik.
3.
Terkait dengan kepemilikan Harian Media Indonesia dan tokoh
berpengaruh dalam Partai NasDem yakni Pak Surya Paloh dan Pak Sugeng
Suparwoto, diharapkan Media Indonesia tetap berjalan sesuai dengan visi
dan misi yang diembannya sebagai media yang independen, lugas, dan
terpercaya.
4.
Konsep dan tema pemberitaan di Media Indonesia selalu kritis terhadap
kebijakan-kebijakan maupun keputusan pemerintah, penulis berharap agar
91
hal ini tetap berlanjut tanpa melihat siapa dan dari mana asal politisi yang
ada dalam kepemerintahan tersebut.
5.
Peneliti berharap ada penelitian lanjutan mengenai aktifitas politik yang
dilakukan Partai NasDem baik dalam skala nasional maupun skala
internasional yang tetap mengacu kepada kajian komunikasi politik.
6.
Agar penelitian di bidang komunikasi politik media massa lebih
berkembang, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai studi
komparasi terhadap Harian Media Indonesia dengan Harian Umum lainnya
terkait berita mengenai Partai NasDem.
92
DAFTAR PUSTAKA
Adityawan S, Arief. Propaganda Pemimpin Politik Indonesia “Mengupas Semiotika
Orde Baru Soeharto”. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. 2008
Aliawati, Maharani. “Kampanye Politik Di Media Massa Pasangan Adang
Daradjatun – Dani Anwar Dalam Masa Kampanye Pilkada DKI 2007”, Skripsi
S1 Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu
Komunikasi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2008
Arifin, Anwar. Komunikasi Politik, “Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan
Komunikasi Politik Indonesia”. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2011
_ _ _ _ _ _. Pencitraan Dalam Politik, “Strategi Pemenangan Pemilu Dalam
Perspektif Komunikasi Politik”. Jakarta: Pustaka Indonesia. 2006
Bungin, Burhan. “Konstruksi Sosial Media Massa : Kekuatan Pengaruh Media
Massa, Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen serta Kritik Terhadap Peter L.
Berger & Thomas Luckmann”. Jakarta: Jakarta Kencana. 2008
_ _ _ _ . Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat.
Cetakan ke-2. Jakarta: Jakarta Kencana. 2007
Cangara, Hafied. Komunikasi Politik : Konsep, Teori dan Strategi. Jakarta: Raja
Grafindo Persada. 2009
_ _ _ _ _ . Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Edisi 1-9.
2008
Eriyanto. Analisis Wacana “Pengantar Analisis Teks Media”. Yogyakarta: LKiS
Pelangi Aksara. 2001
Hamad, Ibnu. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa “Sebuah Studi Critical
Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik”. Jakarta: Granit. 2004
Harisson, Lisa. Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Jakarta Kencana. 2009
Heryanto, Gun Gun. Komunikasi Politik di Era Industri Citra. Jakarta: PT Lasswell
Visitama. 2010
Heryanto, Gun Gun dan Farida, Ade Rina. Komunikasi Politik. Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011
Morissan, dkk. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Cetakan 14. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2010
92
93
Nimmo, Dan. Komunikasi Politik “Khalayak dan Efek”. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2006
_ _ _ _ _ _. Komunikasi Politik. “Komunikator, Pesan dan Media”. Bandung:
Remaja Rosdakarya. 1999
Nurudin. Komunikasi Propaganda. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2008
Olii, Helena. Opini Publik. Jakarta: PT. Indeks. 2007
Sari, Laila. “Konstruksi Pesan Di Media Cetak : Analisis Framing Terhadap Berita
Kasus Perdata Korupsi Mantan Presiden Soeharto Pada Koran Sindo Dan
Harian Umum Pelita Edisi 5 Januari – 5 Februari 2008”. Skripsi S1 Jurusan
Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. 2008
Sendjaja, Sasa Djuarsa. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka Edisi ke-9.
2005
Sobur, Alex. Analisis Teks Media Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
2002
MEDIA
INDONESIA
PT CITRA MEDIA NUSA PURNAMA
Jl. Pilar Mas Raya Kav.
A-D Kedoya Selatan,
Komplek Delta Kedoya, Kebon Jeruk,
.Jakarra
F
1'1520-lndonesia T+6221 581 2088,
+6221 581 2102 [Redaksi], +6221 581 2110 lklan]
med ia i n d o n es ia.com
SURAT KETERANGAN
N0. 12 1/Srt. Penelitian/Sekredl
Dengan ini
MIlyIl 2013
kami beritahukan bahwa mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakafta di bawah ini
Nama
NIM
Fakultas
:
: lsnaanto Ahmad Maulana
| 207051000662
: Dakwah dan Komunikasi/
Komunikasi Penyiaran Islam
(tGI)/ XtI
Telah melakukan penelitian di redaksi Media Indonesia sebagai bahan referensi
untuk skripsi dengan judul "Komunikasi Politik di Media Massa: studi
Analisis wacana Terhadap pemberitaan paftai NasDem
Indonesia" pada tanggal 26 Juni
di
2OLZ.
Demikian surat keterangan ini kami buat, harap dipergunakan semestinya.
Jakafta, 10 Juni 20t3
Hormat kami,
CITRA MEDIA NUSA PURI{AI,IA
Sekretaris Redaksi
Media
HASIL WAWANCARA
Narasumber
Ono Sarwono
Jabatan
Asisten Kepala Divisi Pemberitaan
Hari/tanggal
Selasa
Waktu
16.15 WIB
Tempat
Kantor Redaksi Media Indonesia, Kedoya Selatan, Jakarta Barat
1.
l26luni20l2
Bagaimana pandangan bapak terhadap Partai NasDem ?
Partai NasDem ini merupakan salah satu partai baru yang ikut mewarnai kancah perpolitikan di
Indonesia, sudah terdaftar dan terferivikasi oleh KPU. Kami melihat bahwa Partai NasDem ini
sama seperti partai-partai lainnya, tidak ada yang diistimewakan.
2. Apakah ada perlakuan khusus terhadap pemberitaan Partai NasDem
ini
?
Kebijakan redaksi disini tidak ada yang memperlakukan khusus salah satu partai, karena proses
pemberitaannya kita diskusikan di forum rapat, yang melibatkan seluruh redaktur dan mereka
ikut serta dalam memberikan pandangan terhadap berita itu.
jajaran redaksi Media Indonesia sendiri apakah ada yang masuk ke dalam
struktural Partai NasDem ?
3. Dalam
Kalau secara keseluruhan saya tidak mengetahuinya, saya sendiri tidak termasuk dalam
struktural Pafiai NasDem, apalagi disini kami memiliki peraturan bahwa pekerja Media
Indonesia tidak boleh menjadi anggota salah satu partai politik. Dulu ada teman kami yang
mencalonkan diri menjadi anggota legislatif dari salah satu parpol, dan sesuai dengan peraturan
yang berlaku, maka ia harus keluar dari Media Indonesia.
4. Apakah ada edisi khusus dalam jangka waktu tertentu yang memberitakan tentang
Partai NasDem ini
?
Kalau misalnya dalam seminggu atau sebulan kita harus memberitakan Partai NasDem ini
beberapa kali, tentu kita tidak bisa melakukan hal itu. Namun jika ada event-event seperti
Rapimnas, Rakemas, dan lain sebagainya, tentu akan kita beritakan, dan lagiJagi tidak serta
merta harus Partai NasDem, partai lain pun jika sedang melakukan kegiatan pasti kita beritakan.
Bahkan, terkadang kita tidak memberitakan kegiatan baik Partai NasDem atau pun Partai lain,
karena tidak menarik atau tidak memiliki news value.
PT CITRA MEDIA NUSA PURNAMA
5. Bagaimana proses penentuan atau penseleksian suatu berita di Media Indonesia ?
Disini kami mempunyai mekanisme rapat satu hari itu ada tiga kali rapat, antara lain ada rapat
proyeksi sekitar jam setengah sepuluh, yaitu mendiskusikan berita yang akan diliput. Kemudian,
jam dua belas ada rupat budget, rapat ini membicarakan perolehan dari rapat proyeksi tadi.
Kemudian, jam setengah tiga sore itu ada rapat checking, di rapat ini kami mengecek kembali
berita-berita yang ingin dimuat, ada berita politik satu, dua dan tiga, ada berita olah raga satu,
dua, tiga, dan lain sebagainya, di sini lah kami menentukan berita, mempertajam, dan
memfinalkan berita mana yang ada di halaman sekian, mana berita yang menjadi headline.
Kita juga harus menentukan mana yang menjadi prioritas, mana berita yang menarik, yang
mempunyai nilai berita atau news volue, mana informasi yang diinginkan pembaca. Misalnya,
besok akan ada pemeriksaan Anas di KPK, pada saat yang sama Partai NasDem ada peresmian
Dewan Pimpinan Cabang di salah satu daerah, pembaca tentu lebih memilih berita tentang Anas,
di sini kita harus bijak dalam menentukan berita, mana yang menarik bagi masyarakat atau tidak.
Tidak mentang-mentang yang punya Partai NasDem memiliki koran ini harus serta merta diliput
seluruh kegiatannya, karena biar bagaimana pun nilai berita tetap menjadi suatu tolak ukurnya.
6. Sejauh mana pengaruh pemilik Media Indonesia dalam hal
ini pak Surya Paloho dalam
menentukan atau menseleksi suatu berita yang akan diterbitkan ?
Di sini Anda bisa melihat sendiri
keadaanya seperti apa, terkadang Pak Surya itu sudah terlalu
sibuk dengan urusannya, bahkan hampir setiap hari saya yang memimpin rapat, jadi kami sendiri
yang menentukan berita mana yang ada di halaman satu, halaman duq Polkam, dan sebagainya,
anda nanti bisa melihat sendiri bahwa proses ini betul-betul di serahkan ke kami.
I
7. Apakah otoritas penuh ada di tangan beliau atau hanyd.dari
kelanjutan proses penentuan berita ini ?
jajaran redaksi dalam
Nah, ini juga yang harus saya sampaikan kepada Anda, seperti yang sudah saya jelaskan tadi, di
setiap media massa itu baik yang ada di Indonesia maupun di luar Indonesia, para pemilik pasti
mempunyai kepentingan, baik dari segi bisnis dan sebagainya, tapi jika kita harus
menitikberatkan atau mendukung suatu partai tertentu kita pasti tidak akan dilirik oleh pembaca,
seperti misalnya, kasus korupsi yang menimpa kader Partai Demokrat, kita tidak mungkin
menutupinya, media manapun pasti memberitakan hal itu, nah tinggal karakter dari masingmasing media itulah yang membedakan. Media Indonesia tidak ingin bertele-tele, kami langsung
menuj u
titik permasalahannya.
8. Jika melihat dari segi pasar, apa yang akan terjadi
jika Media Indonesia terus-menerus
memberitakan Partai NasDem ?
Koran itu kan juga ada aspek bisnisnya. Jadi tidak mungkin jika koran atau media cetak ini
dipersembahkan hanya untuk partai NasDem saja. Karna jika pembaca sudah tidak senang,
pembaca sudah tidak suka dan tidak ingin membeli koran Media Indonesia lagi lantas kita dapat
PT Cffi&"& NEPIA N.JUSA PURNAMA
untung darimana? Dibayar dengan apa paru karyawan disini kalau perusahaan tidak memjliki
keuntungan.
9"
Apa perbedaan dari rnbrik Politik dengan rubrik Fokus Politik
?
Kalau rubrik politik itu. dia memberitakan secara uilrum dan banyak mengenai berita-berita yang
berkaitan dengan kegiatan politik dan hadir di setiap edisinya, sedangkan rubrik Fokus Politik
atau fokus Polkam itu ialah rubrik yang secara khusus dan fokus memberitakan mengenai satu
kasus berita politik atau infonnasi dalam dunia politik dan keamanan, dijabarkan secara fokus
dan mendalam dan juga hadir sekali dalam setiap minggunya.
10. ,A.pa harapan bapak kedepan untuk surat kabar Media Indonesia
Saya berharap media
ini
?
ini kedepannya lebih berkembang dan lebih baik lagi dalam memberikan
berita-berita dan informasi untuk masyarakat, filampu bersaing ditengah derasnya arus industri
media massa pada umumnya. Dan tetap menjaga konsistensinya sebagai media yang independen,
yang inovatif, iugas, dan terpercaya.
PT crTRA
ME rro
Nurhi^ffi'-
\-/
Ono Sarwono
(Asisten Kepala Divisi Pemberitaan)
Lampiran Foto
Bersama narasumber Bapak Ono Sarwono
Selaku Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Harian Media Indonesia
Ruang Redaksi Media Indonesia
..!g
w
gi!
EEf;gfiEBEEEEEEEtEi
s
TI
tggggggEggaggfiggggggg
r
F
*k
E
t6
- tr
-:(
E
-)c
t5)
F
f-i,
ct] gg$sg*igigaigiiaglag
-cI
at-.
(s5'
.F
=lE
CU}
CT
cr)
([5
a,
.-
f:r5
rlx,
EaEgggEaiBE$gga-BgBi
L-
CE
CL
L.(u,
.ET
(ET
IC
lr
()
li
J
gggiggg-giBggi-iggig
Es x:EsEs E*E
BiiEsEEEEIE;
(ril E;EagagEfF;Tu
*1 E#EHEi:Hfl*riq
(I,
EEi"i-E EE s,i SEEE
?€li
Ef, eEvEehltd
rt-,
(ts
-}<
t5)
s
HEE#EEE*EiE$$
X,dE
BEEE":
L.qj4
i=
:s 5:EEP
.;Ecg.I H#EHT
r={r.€
'=*-
flBH;EEEEI?B€E
c
*?
P:a
Psi
*, i'i5sE ErgEl
TI}
EHEEE:E rn:Ee
CD
F
(rg
t}
(s
=c,
fr"E*E*Ei€ss6**
>\,
tr:Ip.i:':
av6tJ
EEg;E El"6
i:;
E&E s: Pt E;E
EE
cr)
F
c, r:E Ft;iFE:ia
}< HiT ESEEEEEEi
a$EEEEqESSFfle
.9,;;E
iiadEa gu
E
o)
EI
g) EE: EF**BE f;E
otrcdC
$T
=,
.E
+rl
Lfi5
Et=^6
EH;
?:ITHE
ttEzo?5i(-4:,f
;E
p.A
E*i$85;$*;-:E
hEEa? E s*sat
s;€.6..'fep24.*-
CL HEFE,gE
iI EflFE
6;!
a=a 6
Iv
5+E
,6i
P
c
=6
-.9!
>oal
a Eo
OPr
"oo
o6
.!Q c! q
+.9
iac
6l
tr
q)
oE;
'nr=
EL=
laa ii
c \+l
-+ [
L
4^'-.
4
<;:
Ea-€!qr:'l
r.l
6rir;
--
Download