KOMUNIKASI POLITIK DI MEDIA MASSA : STUDI ANALISIS WACANA TERHADAP PEMBERITAAN PARTAI NASDEM DI HARIAN MEDIA INDONESIA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam ( S.Kom.I ) Oleh: ISNAANTO ACHMAD MAULANA NIM: 207051000662 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M KOMUNIKASI POLITIK DI MEDIA MASSA : STUDI ANALISIS WACANA TERHADAP PEMBERITAAN PARTAI NASDEM DI HARIAN MEDIA INDONESIA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam ( S.Kom.I ) Oleh: Isnaanto Achmad Maulana NIM: 207051000662 Pembimbing: fu. Dr. Gun Gun Hervanto. M.Si NrP. 19760812 200501 I 00s JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN TLMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M LEMBAR PENCESAHAN Skripsi yang berjudul KOMUIT{IKASI POLITIK DI MEDIA MASSA : STUDI ANALISIS WACANA TERIIADAP PEMBERITAAN PARTAI NASDEM DI HARIAN MEDIA INDONESIA. Telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 19 Juli 2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarut r:ntuk merath gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam. Jakarta, 19 Juli 2013 Panitia Sidang Munaqasyah Ketua Sekretaris NrP. 19710412 204403 2 001 970A9A3 199603 1 001 Anggota, Penguji I Penguji II '[r /\/l i Nilamsari. M.Si 97TA'2A D9903 2 002 t/ / Ade Masturi" MA NrP. 197s0606 200710 1 001 Pembimbing, Dr. Gun Gun Heryanto. M.Si NIP: 19760812 200501 1 005 LEMBAR PER}IYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata I di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan dengan ketentuan yang berlaku di a -r- ini saya cantumkan sesuai UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dankarya orang lain, maka saya bersedia menerima sangsi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2013 Isnaanto Achmad Maulana ABSTRAK ISNAANTO ACHMAD MAULANA Komunikasi Politik di Media Massa : Studi Analisis Wacana Kritis Terhadap Pemberitaan Partai NasDem di Harian Media Indonesia Perkembangan media massa saat ini seakan tidak dapat dipisahkan dari rutinitas masyarakat pada umumnya, baik media elektronik, media cetak, maupun media baru. Pada dasarnya media massa bukanlah sesuatu yang bebas dan independen, media mewakili realitas sosial yang terkait dengan berbagai macam kepentingan. Keterkaitan media ini berhubungan dengan kepentingan yang berada didalam maupun diluar media massa itu sendiri. Media Indonesia sebagai salah satu dari sekian banyak media cetak nasional yang ada di Indonesia, bertugas sebagai penyalur informasi juga sebagai alat kontrol sosial terhadap aktifitas politik di pemerintahan yang sedang menjabat. Surya Paloh yang notabene-nya merupakan pemilik Harian Media Indonesia juga merupakan tokoh berpengaruh didalam Partai NasDem, hal ini tentu akan berimplikasi pada content berita Media Indonesia terhadap berita mengenai Partai NasDem. Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini terkait pada bagaimana konstruksi wacana yang dibangun Media Indonesia dalam memberitakan Partai NasDem? Bagaimana kognisi sosial redaksi Media Indonesia dalam menilai Partai NasDem? Serta bagaimana konteks sosial masyarakat mengenai Partai NasDem. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif deskriptif dengan paradigma kritis, menggunakan analisis wacana model Teun A. Van Dijk yang mengelaborasi elemen-elemen wacana dan membagi tingkatan analisis teks ke dalam struktur makro, suprastruktur, dan sturktur mikro. Serta analisis kognisi sosial yang melibatkan wawancara dengan narasumber yang terkait, dan analisis konteks sosial dengan melihat wacana yang berkembang di masyarakat dan didasarkan pada faktor akses dan kekuasaan. Dalam penelitian ini ditemukan adanya praktik konstruksi wacana pada struktur teks yang diberitakan Media Indonesia mengenai Partai NasDem. Dalam struktur makro, tema yang dikedepankan oleh Media Indonesia mengandung unsur proaktif terhadap kegiatan yang dilakukan Partai NasDem. Pada superstruktur, Media Indonesia menyusun skema berita dengan menonjolkan dua tokoh penting di dalam Partai NasDem yang juga merupakan tokoh berpengaruh di Harian Media Indonesia. Pada tingkatan struktur mikro, wacana yang dibangun Media Indonesia selalu menititikberatkan pada kepercayaan diri Partai NasDem yang akan sukses dalam Pemilihan Umum 2014 mendatang. i KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirabil’alamin, segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan sebaik-baiknya. Tidak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Setelah melewati proses yang cukup panjang akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan tidak hanya karena doa dan kerja keras, namun banyak pihak yang turut serta mendukung dan mendoakan penulis agar segera menyelesaikan karya ilmiah ini. Karena tanpa adanya bantuan dan dukungan dari orang-orang tercinta tersebut, karya ilmiah ini tidak akan mungkin terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis hanturkan kepada: 1. Dr. H. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Drs. Wahidin Saputra, MA, selaku Pudek I dan selaku ketua sidang pada saat skripsi ini diujikan. Drs. H. Mahmud Jalal, MA, selaku Pudek II dan Drs. Study Rijal LK, MA selaku Pudek III, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dalam bentuk karya ilmiah ini, semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal. 2. Dra. Asriati Jamil, M.Hum (alm). Selaku Koordinator Teknis Program Non Reguler dan Drs. Jumroni, M.Si, Selaku ketua jurusan Komunikasi ii dan Penyiaran Islam dan Dra. Musfirah Nurlaily, MA. Selaku sekretaris Program Non Reguler. 3. Dr. Gun Gun Heryanto M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan bimbingan dan motivasi serta dapat meluangkan waktunya untuk membenahi hal-hal yang salah di dalam bimbingan. 4. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu-ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis dalam menyelesailan studi maupun dalam menyelesaikan penulisan skripsi. 5. Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, beserta staffnya. 6. Terimakasih kepada Bapak Ono Sarwono, selaku asisten kepala divisi pemberitaan Media Indonesia yang telah menjadi narasumber dalam penelitian ini dan telah banyak memberikan informasi yang membantu peneliti dalam menjawab setiap rumusan-rumusan masalah dalam penelitian ini. 7. Kedua orang tua tercinta Bapak Pujiyono dan Ibu Sumiyati, yang telah mencurahkan semua kasih sayang dan selalu mendidik, serta mendoakan penulis dengan kasih sayang tidak terhingga yang tidak mampu digantikan dengan apapun. Semoga Allah selalu menjaga, menyayangi, melindungi dan memberikan kebahagiaan dunia maupun akhirat. 8. Saudara sekandung penulis: Wahid Achmad Fauzi (kaka), dan Bagussalasa Achmad Shafaruddin (adik) yang selalu mendukung, mendoakan dan memberikan motivasi secara tidak langsung bagi penulis. 9. Teman-teman Mahasiswa dan Mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam program NonReguler 2007 yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu, juga iii kepada kakak-kakak dan adik-adik kelas yang telah memberikan semangat dan bantuannya dalam pembuatan skripsi ini. 10. Keluarga besar alumni Man 4 Model Jakarta 2007, khususnya temanteman Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, beserta para guru yang telah mendidik penulis menjadi seperti sekarang ini. 11. Sahabat-sahabat tercinta dan terbaik yang selalu penulis sayangi dan hormati: Ahmad Fikri Al-fatih, Faruk Abdurrahman, Ongko Prasetyo, Rikzha Lutfi, M. Sudrajat, Yohan Aditya, Novita Hariyani, Agustina Widianputri, M. Sandi, Nur Ardiansyah, Riska Ayustinandini, Pak H. Sulaiman, Zeptri Eriadi, dan teruntuk Fitri Sri Rezeki, Terimakasih atas persahabatan, doa, dan dukungan serta selalu bersedia mendengarkan keluh kesah penulis dan selalu meyakinkan penulis mampu untuk berhasil di masa depan. 12. Keluarga KKS/N 88 tahun 2010 yang luar biasa hebat: Ade Alfan Syifa, M. Samlawi, Syaifullah, Barqowi, Iqbal, Syarif, Indah, Mutiara Rahmah, Lulu Lutfiah, Ika Kartika, Za’arasy Rahmah, Dahliana Syahri, Juliani, Neneng, Nila Lestari, dan keluarga besar Kampung Punaga, Desa Mandalakasih kecamatan Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. Penulis senantiasa berdoa semoga amal baik yang telah diberikan, mendapatkan ridha dari Allah SWT. Akhirnya kepada Allah penulis serahkan dengan harapan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar khususnya bagi penulis dan umumnya bagi yang membaca. Jakarta, 15 Juli 2013 Penulis iv DAFTAR ISI ABSTRAK ................................................................................................ i KATA PENGANTAR ................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................ v DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................. 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................... 8 D. Metodologi Penelitian ....................................................... 9 E. Tinjauan Pustaka ............................................................... 13 F. Sistematika Penulisan ........................................................ 16 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konstruksi Realitas Sosial ................................................. 18 1. Eksternalisasi .............................................................. 23 2. Objektivasi .................................................................. 25 3. Internalisasi ................................................................. 26 B. Konstruksi Realitas Politik ................................................ 27 1. Opini Publik ................................................................ 29 2. Propaganda Politik ...................................................... 39 C. Media Sebagai Agen Komunikasi Politik .......................... 49 v BAB III GAMBARAN UMUM MEDIA INDONESIA A. Sejarah Singkat Media Indonesia ...................................... 52 B. Visi dan Misi .................................................................... 55 C. Struktur Organisasi Media Indonesia .................................. 56 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Teks Pemberitaan Pastai NasDem ........................ 58 B. Analisis Kognisi Sosial Pemberitaan Partai NasDem ......... 79 C. Analisis Konteks Sosial Pemberitaan Partai NasDem ........ 83 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................... 88 B. Saran-saran ....................................................................... 90 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 92 LAMPIRAN ................................................................................................. 94 vi DAFTAR TABEL 1. Tabel 1 Elemen Wacana Teun A. Van Dijk ............................................... 12 2. Tabel 2 Gambaran Umum Berita Partai NasDem ....................................... 58 3. Tabel 3 Analisis Teks Berita 1 ................................................................... 60 4. Tabel 4 Analisis Teks Berita 2 ................................................................... 71 vii 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian keilmuan di bidang komunikasi massa terus menarik untuk di perbincangkan dan dibahas melalui berbagai kegiatan seperti seminar, kuliah umum, focus group discussion, dan berbagai kegiatan lainnya, terlebih dikalangan mahasiswa maupun praktisi media massa. Semua hal itu berdasarkan pada aspek kultural dan ideologi barat yang masuk ke dalam perkembangan industri media massa di Indonesia. Dalam perkembangannya, media massa menjadi pengaruh yang signifikan dalam kehidupan manusia sehari-hari dikarenakan manusia adalah makhuk sosial yang terus membutuhkan informasi untuk di konsumsi. Berita dalam kajian komunikasi massa bukan sekedar berita atas peristiwa manusia, melainkan berita yang telah di konstruksi oleh manusia yang berada dalam struktural di balik industri media massa itu sendiri. Pada dasarnya media massa bukanlah sesuatu yang bebas dan independen. Media mewakili realitas sosial yang terkait dengan berbagai macam kepentingan. Keterkaitan media ini berhubungan dengan kepentingan yang berada di dalam maupun di luar media massa itu sendiri. Dalam memproduksi berita, media massa kerap dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain berupa kebijakan redaksional tertentu mengenai kekuatan politik, kepentingan politik para pengelola media, relasi media dengan sebuah kekuatan 1 2 politik tertentu. Sementara faktor eksternal dapat berupa tekanan pasar pembaca atau pemirsa, sistem politik yang berlaku dan kekuatan-kekuatan eksternal lainnya.1 Kepentingan-kepentingan eksternal dan internal inilah yang mengharuskan media terus bergerak dinamis di antara kepentingan-kepentingan tersebut. hal ini menyebabkan media massa sulit menghindari bias-bias dalam penyampaian beritanya. Dewasa ini terlihat bahwa media massa semakin menguatkan posisi mereka bukan hanya sebagai penyalur informasi dan alat kontrol sosial melainkan, menjadi alat untuk mengukuhkan atau membantu para elite politik maupun partai politik lainnya agar tercapainya tujuan dibalik kekuasaan itu. Sebagai konsumen, praktisi, mahasiswa, maupun pekerja media massa, kita harus lebih jeli untuk melihat mana isi pesan yang bercirikan politik, pesan yang bertujuan mendelegitimasi pihak lain atau pesan yang memperbaiki citra individu maupun kelompok tertentu. Media Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyak media cetak nasional yang ada di Indonesia, mereka bertugas sebagai penyalur informasi juga sebagai alat kontrol sosial terhadap segala sesuatu yang menyangkut kebijakan, rancangan undang-undang, dan seluruh aktifitas politik yang berada pada kepemerintahan yang sedang menjabat. Namun, mereka juga dapat memperbaiki suatu citra politik yang menimpa golongan atau individu yang mendukung segala kebutuhan yang dibutuhkan oleh Media Indonesia. 1 Ibnu Hamad, “Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa : Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik”, (Jakarta : Granit, 2004), h. 2-3 3 Sebagaimana yang telah diketahui secara visual, Media Indonesia sering kali memberikan informasi yang terjadi baik situasi dan kondisi yang sedang berlangsung di Indonesia termasuk mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat seperti rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada April 2012 yang lalu. Surya Paloh sebagai salah satu tokoh dan pemilik Media Indonesia yang tergabung dalam Media Group tersebut tentu mempunyai pengaruh besar terhadap pemberitaan-pemberitaan yang akan disampaikan oleh Media Indonesia sebelum berita itu diterbitkan. Terkait kekalahan Surya Paloh dalam pemilihan ketua umum Partai Golkar pada Munas (Musyawarah Nasional) Partai Golkar 2009 lalu, berimplikasi pada berdirinya organisasi masyarakat Nasional Demokrat yang didirikannya pada tahun 2010 lalu. Hal ini tentu menyorot pandangan publik atas keputusan Surya Paloh mendirikan organisasi masyarakat tersebut terlebih setelah Ia memutuskan untuk keluar dari Partai Golkar dan lebih memprioritaskan diri ke dalam organisasi masyarakat yang didirikannya. Hal tersebut di atas tentu akan mengakibatkan bergesernya arah pemberitaan Media Indonesia yang awalnya seringkali menyorot pemberitaan mengenai Partai Golkar, dan setelah hengkangnya Surya Paloh dari Golkar, tentu berita yang disuguhkan Media Indonesia akan beralih pada pemberitaan organisasi masyarakat Nasional Demokrat tersebut dan content-nya akan cenderung memberikan citra positif atas berdirinya organisasi tersebut. Dalam kajian ilmu komunikasi politik tentu hal ini merupakan salah satu pengaplikasian dari teori ekonomi politik media massa. 4 Sebagaimana menurut Garnham yang dikutip dari Heryanto, “institusi harus dinilai sebagai bagian dari sistem ekonomi yang juga bertalian erat dengan sistem politik. Kualitas pengetahuan yang diproduksi oleh media untuk masyarakat, sebagian besar dapat ditentukan oleh nilai tukar beragam isi dan kondisi yang memaksakan perluasan pasar. Kualitas itu juga ditentukan oleh kepentingan ekonomi para pemilik dan penentu kebijakan”.2 Konten yang disuguhkan media massa tentunya tidak bisa dilepaskan begitu saja dari kepentingan-kepentingan pemilik dan penentu kebijakan di media massa tersebut, kepemilikan atas media massa tentu berimplikasi pada sejauh mana citra yang ditonjolkan dari isi berita yang diterbitkan, terlepas dari kepentingan ini Media Indonesia tentu tidak bisa dengan mudah melepaskan kepentingan Surya Paloh yang notabene-nya berada dibalik kepemilikan Media Group, baik dari segi manuver politiknya maupun keputusan politik yang akan Ia lakukan. Pada masa sekarang kita melihat banyak para calon kandidat baik dari kalangan politisi maupun kalangan umum yang terjun dalam dunia politik, mereka berlomba-lomba ingin mengusai media massa di berbagai lini agar dapat dijadikan alat untuk melancarkan strategi pertempuran guna menaikan citra diri dan menjatuhkan lawan-lawan politik mereka. Begitupun dengan organisasi masyarakat Nasional Demokrat, bahwa organisasi masyarakat yang kini bertransformasi menjadi sebuah Partai NasDem (Nasional Demokrat) itu sangat memanfaatkan momentum kebebasan pers, di mana pers yang mulanya menjadi alat kontrol sosial kemudian 2 h. 302 Gun Gun Heryanto. Komunikasi Politik di Era Industri Citra. (Jakarta : PT Lasswell Visitama, 2010). 5 dimanfaatkan menjadi kendaraan untuk melancarkan manuver politik termasuk membangun citra positif dan mengenalkan kepada masyarakat luas tentang didirikannya partai tersebut. Ini merupakan langkah yang mulus bagi Partai NasDem demi keikutsertaanya dalam pesta demokrasi terbesar di tahun 2014 mendatang. “Siapa menguasai media, dia menguasai dunia”. Rumusan ini sering kita dengar menggambarkan betapa pentingnya peran media dalam proses produksi, reproduksi, dan distribusi pengetahuan serta kekuasaan. 3 Begitu pula dengan Media Indonesia sebagai salah satu media massa nasional yang dalam pendistribusian pengetahuannya memberikan banyak manfaat positif bagi khalayak yang masih minim informasi dengan dunia luar, namun bagaimana dengan kekuasaan yang diproduksi, dan didistribusikan? Apakah sesuai dengan kebutuhan khalayak yang menginginkan transparansi informasi secara akurat, apakah sudah memberikan kepuasan kepada khalayak mengenai kekuasaan elite politik dalam menyelesaikan masalah-masalah yang sedang terjadi, apakah media sudah netral dalam menyajikan berita yang sarat akan isu-isu politik di pemerintahan sekarang. Hal ini tentu membutuhkan penelusuran lebih jauh mengenai konstruksi realitas yang dibangun dari masing-masing media massa, hingga saat ini independensi media masih sering dipertanyakan sebagian publik baik dari kalangan pengamat maupun akademisi, sedikitnya penelitian ini diharapkan mampu memberikan jawaban atas keresahan publik mengenai independensi Media Indonesia 3 Ibid, h. 301 6 yang selama ini kental sekali dengan sensitivitasnya di Media Group yang dipimpin Surya Paloh. Menilik segala kebutuhan publik yang sangat haus akan informasi maka fenomena ini sangat berkaitan dengan kajian keilmuan komunikasi massa yang hakekatnya penting untuk dipelajari lebih dalam oleh para mahasiswa, praktisi maupun para pakar media massa. Fenomena media massa di Indonesia saat ini sedang mengalami krisis kepercayaan publik, para pengamat sering mengkritisi dan menyayangkan hal yang menimpa media massa di Indonesia ini, baik dari sisi kepemilikan media, independensi media, maupun konten dari media tersebut, begitu pula dari kalangan mahasiswa Ilmu komunikasi yang menjadikan media massa sebagai bahan kajian keilmuannya, jika dikaitkan pada kajian Ilmu komunikasi politik hal ini tentu akan menambah khazanah keilmuan komunikasi baik secara umum maupun lebih spesifik seperti komunikasi politik di media massa. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti ingin mengkaji lebih jauh tentang bagaimana Media Indonesia mengkonstruksi berita mengenai Partai Nasional Demokrat, baik dari segi pesan komunikasi politik maupun pencitraan terhadap suatu kelompok atau golongan. Atas dasar tersebut maka skripsi ini diberi judul “Komunikasi Politik di Media Massa, Studi Analisis Wacana Terhadap Pemberitaan Partai NasDem (Nasional Demokrat) di Harian Umum Media Indonesia“. 7 B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti pada segi pesan komunikasi politik yang terdapat pada teks di Harian Umum Media Indonesia dan bagaimana Media Indonesia mengkonstruksi berita mengenai Partai Nasional Demokrat pada edisi sabtu 23 Juni dan senin 25 Juni 2012, dengan menggunakan metode analisis wacana kritis model Teun A. Van Dijk. Kedua edisi tersebut di pilih karena berita yang ada di dalamnya memuat beberapa kegiatan yang sedang dilakukan Partai NasDem, terlebih lagi kedua edisi tersebut terbit pada hari sabtu dan senin yang diasumsikan dapat membentuk ingatan publik, untuk terus beranggapan bahwa Partai NasDem selalu melakukan kegiatankegiatan positif dalam rangka penguatan kader dan meyakinkan publik akan kesiapan partai ini untuk turut serta dalam perhelatan pesta demokrasi pada 2014 mendatang. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : a. Bagaimana konstruksi wacana pemberitaan Partai NasDem (Nasional Demokrat) di Harian Umum Media Indonesia? b. Bagaimana kognisi sosial redaksi dalam menyajikan berita-berita mengenai Partai NasDem (Nasional Demokrat) di Harian Umum Media Indonesia? c. Bagaimana konteks sosial yang digambarkan mengenai Partai NasDem (Nasional Demokrat) di Harian Umum Media Indonesia? 8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan di atas maka penelitian ini mempunyai beberapa tujuan yaitu : a. Untuk mengetahui bagaimana konstruksi wacana pemberitaan Partai NasDem (Nasional Demokrat) di Harian Umum Media Indonesia. b. Untuk mengetahui bagaimana kognisi sosial redaksi dalam menyajikan berita-berita mengenai Partai NasDem (Nasional Demokrat) di Harian Umum Media Indonesia. c. Untuk mengetahui bagaimana konteks sosial yang digambarkan mengenai Partai NasDem (Nasional Demokrat) di Harian Umum Media Indonesia. 2. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat dalam penelitian ini yaitu : a. Manfaat Akademis : Penelitian ini diharapkan memiliki fungsi dan manfaat secara akademis (keilmuan) di lingkungan universitas, agar kajian keilmuan komunikasi politik dapat lebih dikembangkan, oleh karena itu penelitian ini masih tetap mengacu kepada permasalahan komunikasi politik media massa. b. Manfaat Praktis : Penulis juga berharap penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan data yang dapat dipergunakan di perguruanperguruan tinggi lainnya guna menunjang pengetahuan mengenai studi ilmu komunikasi di bidang komunikasi politik media massa. 9 D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di masyarakat. Objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu.4 Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, metodologi penelitian skripsi ini menggunakan metode analisis wacana dalam paradigma kritis, yang biasa digunakan untuk mengkaji dan menelaah pesan-pesan yang terdapat dalam media. Analisis wacana kritis merupakan salah satu bentuk alternatif untuk menganalisis pesan dalam media selain anlisis isi kuantitatif, dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis wacana model Teun A. Van Dijk. Analisis wacana model Van Dijk lebih menekankan pada tiga dimensi yakni: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. 2. Subjek dan Objek Penelitian : a. Subjek Penelitian, dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah surat kabar Harian Umum Media Indonesia. 4 Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta : LkiS Pelangi Aksara, 2001), h. 302 10 b. Objek Penelitian, dan yang menjadi objek penelitian ialah pemberitaan mengenai Partai Nasional Demokrat di Harian Umum Media Indonesia. 3. Pengumpulan Data : a. Observasi Teks yaitu peneliti melakukan observasi terhadap teks terkait berita mengenai Partai NasDem untuk mengetahui pesan komunikasi politik pada surat kabar Media Indonesia pada edisi sabtu 23 Juni dan senin 25 Juni 2012. Kemudian dilakukan pengamatan sistematis yang disesuaikan dengan metode analisis model Van Dijk dan fenomena yang terdapat dalam teks tersebut dijadikan sebagai objek peneliti. b. Interview yaitu peneliti melakukan wawancara kepada bapak Ono Sarwono selaku Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Harian Media Indonesia. Kemudian peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada narasumber terkait proses peliputan berita, pemilahan berita hingga proses akhir diterbitkannya berita, dengan tidak hanya berpedoman pada sistematika pertanyaan yang disediakan, sehingga pemberi data dapat menjawab dengan bebas dan terbuka. c. Dokumentasi yaitu dengan mengumpulkan data-data mengenai hal-hal yang akan peneliti bahas, yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti yaitu: pengumpulan data melalui internet yang berupa artikel-artikel terkait berita mengenai Partai NasDem, kemudian buku-buku teoritis yang dapat menunjang metode analisis dalam penelitian, serta arsip maupun 11 dokumentasi dari tim redaksi surat kabar Media Indonesia dan media cetak lainnya. 4. Analisa Data : Data yang diperoleh dari berbagai sumber kemudian akan ditafsirkan oleh peneliti dengan metode kualitatif menggunakan kerangka analisis wacana kritis model Van Dijk dengan membagi ke dalam tiga dimensi yaitu : teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti dari model ini adalah menggabungkan ketiga dimensi (teks, kognisi sosial, dan konteks sosial) menjadi sebuah kesatuan. Untuk dimensi teks, analisis wacana model van Dijk terdiri atas tiga struktur yakni struktur makro merupakan makna global dari suatu teks, superstruktur yakni kerangka dalam suatu teks atau alur dalam suatu teks atau alur dalam suatu tulisan seperti bagian pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan, dan struktur mikro merupakan makna lokal dari suatu teks yang dapat dilihat dengan mengamati pilihan kata, kalimat, dan gaya yang digunakan dalam suatu teks. Ketiga struktur tersebut masing-masing memiliki elemen-elemen yang saling mendukung satu sama lain. Seperti yang tergambar dalam tabel di bawah ini: 12 Tabel 1. Elemen Wacana Teun A. Van Dijk5 STRUKTUR WACANA HAL YANG DIAMATI ELEMEN Struktur Makro Tematik Topik Tema/topik yang dikedepankan dalam suatu berita Superstruktur Skema Skematik Bagaimana bagian dan urutan berita diskemakan dalam teks berita utuh Struktur Mikro Semantik Makna yang ingin ditekankan dalam teks berita. Misal dengan memberi detil pada satu sisi atau membuat eksplisit satu sisi dan mengurangi detil sisi lain Struktur Mikro Sintaksis Bagaimana kalimat (bentuk, susunan) yang dipilih Struktur Mikro Latar, Detil, Maksud, Peranggapan, Nominalisasi Bentuk kalimat, koherensi, kata ganti Leksikon Stilistik Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks berita Struktur Mikro Retoris Grafis, Metafora, Ekspresi Bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan 5 Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media, h. 228-229 13 E. Tinjauan Pustaka Ada banyak sekali penelitian mengenai kajian keilmuan komunikasi di bidang komunikasi politik, namun beberapa penelitian mempunyai subjek dan objek penelitian yang berbeda, baik mengenai Partai NasDem sebagai objek penelitiannya maupun Harian Media Indonesia sebagai subjek dari penelitian itu sendiri. Dalam penelitian yang peneliti lakukan ini, peneliti mencoba mengelaborasikan sumbersumber dan berbagai literatur dari penelitian-penelitian terdahulu. Di antaranya adalah: 1. Komunikasi Politik Melalui Media Massa: Pasangan Mochtar Mohammad – Rahmat Effendi (Murah) Dalam Pilkada Walikota Bekasi Periode 2008-2013. Oleh Misliyah, mahasiswi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Program Non Reguler Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010. Dalam penelitian di atas ditemukan bahwa dalam kegiatan sosialisasi politik pasangan Mochtar Mohammad – Rahmat Effendi, banyak menggunakan media massa, baik media massa cetak maupun elektronik. Peranan media massa dalam mensosialisasikan figur pasangan Mochtar Mohammad – Rahmat Effendi, visi misi dan program kerja mereka sangatlah efektif. Dalam penelitian ini juga ditemukan keberhasilan pasangan calon walikota dalam memenangkan pilkada Bekasi itu terdiri dari beberapa faktor diantaranya publisitas melalui media massa dan dukungan dari partai-partai besar, 14 sedangkan yang menjadi penghambat dari pasangan ini adalah maraknya Black Campaign (kampanye gelap), kecurangan-kecurangan pasangan dari kubu lawan, Many Politic, fenomena Golput di masyarakat setempat. Perbedaan dari penelitian di atas terletak pada subjek dan objek penelitian yang berbeda namun masih dalam konteks kajian komunikasi politik, penelitian yang dilakukan Misliyah ini lebih menekankan pada peranan media massa dalam lingkup pemilihan kepala daerah (Pilkada) Bekasi dan hanya menggunakan teori publisitas aktor politik, sedangkan penelitian yang peneliti lakukan lebih kepada unsur propaganda politik dan konstruksi realitas yang dibangun media massa. 2. Komunikasi Politik Pasangan Hj. Airin Rachmi Diany dan Drs. H. Benyamin Davnie dalam Pilkada Tangsel Tahun 2011. Oleh Amalia mahasiswi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Amalia ini bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi politik pasangan Airin Rachmi Diany dan Benyamin Davnie untuk memenangkan pilkada Tangsel 2011 melalui media lini atas (Above the line) dan media lini bawah (Below the line). Penelitian Amalia ini menggunakan metode kualitatif analisis deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data, teori yang digunakan adalah model kampanye Ostergaard, 15 dengan mengidentifikasi masalah yang ada, tahap pelaksanaan kampanye, dan tahap penanggulangan kampanye. Hasil akhir dalam penelitian yang dilakukan Amalia ini ditemukan bahwa strategi politik pasangan Airin Rachmi Diany dan Benyamin Davnie adalah dengan menggunakan media lini atas seperti koran, dan internet sebagai media utamanya, dan media lini bawah seperti striker, poster, spanduk, baliho dan billboard sebagai media pendukung. Kedua jenis media tersebut terbukti efektif dalam mempromosikan dan membentuk citra pasangan Airin-Benyamin, terlebih keberhasilannya dalam melakukan publisitas melalui media massa. Perbedaan yang nampak jelas pada penelitian yang dilakukan oleh Amalia ini terletak pada model penelitian yang menggunakan model Ostergaard sedangkan model penelitian yang peneliti gunakan adalah model Teun Van Dijk, dan teori yang dipakai hanya media lini atas (Above the line) dan media lini bawah (Below the line) sedangkan teori yang peneliti gunakan meliputi, konstruksi realitas sosial, konstruksi realitas politik, opini publik, dan propaganda politik namun persamaan pada penelitian ini masih terkait dengan kajian keilmuan komunikasi politik media massa. Penelitian-penelitian tersebut di atas merupakan sebagian penelitian yang membahas tentang komunikasi politik, keterkaitan dari penelitian di atas adalah sama-sama meneliti mengenai kajian keilmuan dibidang komunikasi politik, dengan media massa atau media cetak yang menjadi subjek penelitian. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu pada objek penelitian, dan lembaga yang diteliti, 16 penelitian terdahulu tidak melulu menggunakan metodologi yang sama, ada yang menggunakan metode kualitatif dan ada yang menggunakan metode kuantitatif. Dewasa ini di kalangan mahasiswa fakultas dakwah dan komunikasi sudah banyak yang melakukan penelitian dalam bidang komunikasi politik, ini menunjukkan bahwa ketertarikan dan perkembangan pola pikir mahasiswa sangatlah signifikan maka itu perlu dikembangkan lebih lanjut agar lulusan-lulusan dari fakultas dakwah dan komunikasi tidak hanya bisa melihat pesan-pesan yang bercirikan politik namun juga bisa mempraktikkan yang menjadikan edukasi bagi masyarakat luas. Teori-teori yang digunakan pun tidak sepenuhnya sama, masing-masing dari peneliti mempunyai kajian teoritis yang sangat mendalam pada penelitiannya, ada yang menggunakan teori konstruksi realitas sosial, konseptualisasi marketing politik, teori konstruksi citra, dan teori komunikasi politik secara umum. Ini pun akan menambah khazanah keilmuan bagi fakultas dakwah dan komunikasi dalam perkembangan kajian ilmu komunikasi dibidang komunikasi politik. F. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini terdapat latar belakang masalah yang menjadi alasan dilakukannya penelitian ini, rumusan dan batasan masalah yang merumuskan dan membatasi masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, metodelogi penelitian 17 yang menggunakan metode kualitatif deskriptif, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN TEORITIS Dalam bab ini terdapat berbagai macam teori yang nantinya akan digunakan untuk menganalisis berbagai permasalahan dalam penelitian ini, seperti teori konstruksi realitas sosial, konstruksi realitas politik, propaganda politik, opini publik, analisis wacana model Van Djik, dan lain sebagainya. BAB III GAMBARAN UMUM Adapun gambaran umum atau profil objek penelitian akan disampaikan dalam bab ini seperti, profil Harian Umum Media Indonesia, sejarah berdirinya, struktur organisasi, visi – misi, dan sebagainya. BAB IV ANALISA DATA Dalam bab empat ini akan diulas dan di paparkan analisa wacana pemberitaan Partai NasDem di Harian Umum Media Indonesia. Pendekatan analisis yang digunakan dalam bab ini adalah analisis wacana Teun Van Dijk. Model ini menekankan pada tiga aspek yaitu: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. BAB V PENUTUP Kesimpulan dari analisis terhadap bagaimana wacana pemberitaan Partai NasDem pada Harian Media Indonesia, dan hasil temuan-temuan lainnya, serta saransaran yang mungkin bisa berguna bagi Harian Umum Media Indonesia. 18 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konstruksi Realitas Sosial Jika melihat fungsi media massa secara umum baik berita dari media cetak maupun elektronik, adalah merupakan laporan dari sebuah peristiwa. Peristiwa disini adalah realitas atau fakta yang dicari dan diliput oleh wartawan dan pada giliriannya akan dilaporkan secara terbuka melalui media massa. Dengan begitu proses jurnalisme berupaya menceritakan kembali suasana atau keadaan di sekitar peristiwa, orang atau benda, bahkan pendapat yang terdapat dalam sebuah peristiwa merupakan upaya untuk merekonstruksi realitas. Realitas sosial itu „ada‟ dilihat dari subyektifitasnya „ada‟ itu sendiri dan dunia objektif di sekeliling realitas sosial itu. Individu tidak hanya dilihat sebagai „kedirian‟-nya, namun juga dilihat dari mana „kedirian‟ itu berada, bagaimana ia menerima dan mengaktualisasikan dirinya serta bagaimana pula lingkungan menerimanya. 1 Pendapat di atas menunjukkan bahwa seseorang akan melihat kenyataan yang terjadi di lingkungan sosialnya dengan menjadikan dirinya sebagai subjektif yang berada dalam lingkaran sosial objektif namun, pada kenyataannya seseorang itu menjadi objektif di dalam lingkungan sosial yang subjektif, jika melihat pandangan dari paradigma konstruktivis, realitas diciptakan oleh individu yang mengkonstruksi 1 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi, dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, (Jakarta : Kencana, 2008), h. 12 18 19 realitas sosial tersebut namun, kebenaran dalam realitas sosial itu bergantung pada siapa individu yang melihat realitas tersebut. Pada kenyataannya realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu, baik di dalamnya maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial itu memiliki makna, manakala realitas sosial dikonstruksi dan dimaknakan secara subyektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara obyektif. Individu mengkonstruksi realitas sosial, dan merekonstruksinya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya. 2 Morissan berpendapat teori konstruksi sosial realitas merupakan ide atau prinsip utama dari kelompok pemikiran atau tradisi kultural. Ide ini menyatakan bahwa dunia sosial tercipta karena adanya wujud interaksi antara manusia. Cara bagaimana kita berkomunikasi sepanjang waktu mewujudkan pengertian kita mengenai pengalaman, termasuk ide kita mengenai diri kita sebagai manusia dan sebagai komunikator.3 Menurut Morissan dengan adanya interaksi simbolik antar individu, dunia sosial akan tercipta dengan prinsip utama dari kelompok pemikir maupun budaya yang sudah menjadi tradisi pada individu tersebut, dengan berinteraksi satu sama lain individu dapat memahami dirinya sendiri dan memberikan stimulus terhadap dirinya sehingga akan timbul respon terhadap dunia sosialnya. 2 3 Ibid, h. 12-13 Morissan, M.A, dkk., Teori Komunikasi Massa, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 134-135 20 Teori konstruksi sosial realitas berpandangan bahwa masyarakat yang memiliki kesamaan budaya akan memiliki peraturan makna yang berlangsung terusmenerus. Secara umum, setiap hal akan memiliki makna yang sama bagi orang-orang yang memiliki kultur yang sama. 4 Latar belakang kesamaan budaya memang akan berdampak pada kesamaan makna terhadap suatu realitas jika masing-masing individu itu berasal dari daerah yang sama namun, realitas yang terkonstruk dari latar belakang tersebut hanya berlaku untuk sebagian individu, tidak menyeluruh seperti konstruksi yang di buat oleh media massa. Istilah konstruksi atas realitas sosial (social construction of reality) menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. berger dan Thomas Luckmann melalui bukunya yang berjudul The Sosial Construction of Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge (1966). Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, di mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif. 5 Interaksi dan tindakan yang dilakukan individu dalam proses sosial akan memunculkan pengetahuan sosial, pengetahuan terhadap realitas yang mereka ciptakan dan dialami secara subjektif pada akhirnya menimbulkan kesamaan pandangan yang telah mapan terpola sehingga melahirkan konsensus makna. Morissan menambahkan, Berger dan Luckmann menyebut tanda larangan itu memiliki simbol makna objektif karena orang kerap menginterpretasikan secara biasa-biasa saja namun, ada beberapa hal lainnya yang merupakan makna subjektif, 4 5 Ibid, h. 135 Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 13 21 hal ini disebut dengan tanda. Dalam teori konstruksi realitas, mobil adalah lambang (simbol) mobilitas, namun mobil merek-merek tertentu, seperti Cadillac atau Mercedez Benz merupakan tanda kemakmuran atau kesuksesan. 6 Pada dasarnya tanda maupun simbol sama-sama bernegosiasi terhadap makna namun, negosiasi tanda berlangsung lebih kompleks, sedangkan simbol negosiasinya lebih umum. Jika seseorang yang memiliki mobil itu disimbolkan dengan kalangan menengah ke atas, maka mobil-mobil dengan merek high class menjadikan seseorang itu ditandai sebagai pembeda dari kalangan menengah ke atas. Berger dan Luckmann dalam Bungin mengatakan institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara objektif, namun pada kenyataan semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui proses interaksi. 7 Penerimaan makna simbolik merupakan hasil dari negosiasi antara peserta komunikasi dalam proses interaksi, dalam proses ini objektivitas makna bisa terjadi melalui penegasan atau penyampaian berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain atau institusi sosial, baik media maupun institusi pemerintah yang memiliki definisi subjektif yang sama. Dalam proses selanjutnya, proses dialektika antara individu menciptakan suatu tatanan masyarakat maupun sebaliknya masyarakat menciptakan individu, proses dialektika ini terjadi melalui tahap-tahap seperti, eksternalisasi, objektivikasi, 6 7 Morissan, Teori Komunikasi Massa, h. 135 Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 15 22 dan internalisasi, dalam kajian komunikasi massa dikenal sebagai Entry Concept, berikut penjelasannya : a. Objective reality atau realitas objektif, merupakan suatu kompleksitas definisi realitas (termasuk ideologi dan keyakinan) serta rutinitas tindakan dan tingkah laku yang telah mapan terpola, yang kesemuanya dihayati oleh individu secara umum sebagai fakta. b. Symbolic reality atau realitas simbolik, merupakan semua ekspresi simbolik dari apa yang dihayati sebagai “objective reality” misalnya teks produk industri media, seperti berita di media cetak atau elektronik, begitu pun yang ada di film-film. c. Subjective Reality atau realitas subjektif, merupakan konstruksi definisi realitas yang dimiliki individu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi. Realitas subjektif yang dimiliki masing-masing individu merupakan basis untuk melibatkan diri dalam proses eksternalisasi, atau proses interaksi sosial dengan individu lain dalam sebuah struktur sosial. Melalui proses eksternalisasi itulah individu secara kolektif berpotensi melakukan objektivikasi, memunculkan sebuah konstruksi objektive reality yang baru. Dialektika antara diri dengan dunia sosiokultural berlangsung dalam proses dengan tiga „moment‟ simultan. Pertama, eksternalisasi, (penyesuaian diri) dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia. Kedua, objektivikasi, yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami 23 proses institusionalisasi. Sedangkan ketiga, internalisasi, yaitu proses di mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya. 8 1. Eksternalisasi (Penyesuaian diri) Eksternalisasi adalah penyesuaian diri dengan dunia sosio cultural sebagai produk manusia. Bungin mengungkapkan jika binatang lahir ke dunia sudah ditentukan sepenuhnya oleh instinktualnya, diarahkan pada suatu lingkungan yang khas spesiesnya. Pada manusia berbeda, dunia manusia di bentuk oleh aktivitas manusia sendiri. Oleh karena itu, keberadaan manusia adalah sebagai penyeimbang antara manusia dengan dirinya sendiri dan manusia dengan lingkungan dan dunianya. Dalam proses penyeimbang ini, manusia membentuk dirinya sendiri sehingga bisa merealisasikan dirinya dalam kehidupan. 9 Dengan kata lain, eksternalisasi terjadi pada tahap yang sangat mendasar, dalam satu pola perilaku interaksi antara individu dengan produk-produk sosial masyarakatnya. Proses ini dimaksud adalah ketika sebuah produk sosial telah menjadi sebuah bagian penting dalam masyarakat yang setiap saat dibutuhkan oleh individu, maka produk sosial itu menjadi bagian penting dalam kehidupan seseorang untuk melihat dunia luar.10 Media massa dapat berperan dalam mengkonstruksikan suatu peristiwa untuk membentuk realitas sosial. Pendekatan konstruksi sosial realitas telah menjadi 8 Ibid, h. 15 Burhan Bungin, Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 29-30 10 Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 16 9 24 gagasan penting dan popular dalam ilmu sosial. Menurut Keneth Gergen, konstruksi sosial memusatkan perhatiannya pada proses dimana para individu menanggapi kejadian di sekitarnya berdasarkan pengalaman mereka. 11 Iklan televisi sebagai produk masyarakat dieksternalisasikan oleh pemirsa ke dalam dunia sosiokultural. Eksternalisasi itu terjadi secara dini karena adanya kedekatan antara televisi dan pemirsanya. Dapat dipastikan, setiap orang dari kelas menengah menikmati televisi setiap saat, karena umumnya dalam rumah keluarga modern, terdapat televisi lebih dari satu. Sehingga di saat hubungan sosial keluarga mulai merenggang karena desakan kehidupan modern, justru individu semakin menggantungkan dirinya terhadap televisi sebagai sumber informasi, hiburan, dan sebagainya. 12 Iklan televisi begitu penting dalam kehidupan sosiokultural pemirsa, karena tanpa disadari pemirsa berupaya menyesuaikan dirinya dengan apa yang dilihatnya pada iklan televisi, sehingga iklan televisi berfungsi sebagai acuan-acuan nilai permirsa televisi. 13 Dengan demikian, tahap eksternalisasi ini berlangsung ketika produk sosial tercipta di dalam masyarakat, kemudian individu meng- eksternalisasikan (penyesuaian diri) ke dalam dunia sosio-kulturalnya sebagai bagian dari produk manusia. 11 Sasa Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2005) Edisi ke- 9, h. 83 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 167-168 13 Ibid, h. 168 12 25 2. Objektivasi Objektivasi ialah interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang di- lembagakan atau mengalami institusionalisasi (Society is an objective reality). Maksudnya adalah tahap objektivasi produk sosial terjadi dalam dunia intersubjektif masyarakat yang dilembagakan, masing-masing individu melakukan objektivasi terhadap produk sosial, baik penciptanya maupun individu lain. Pada tahap ini sebuah produk sosial berada pada proses institusionalisasi, sedangkan individu oleh Berger dan Luckman di dalam Bungin mengatakan, memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsen-produsennya maupun bagi orang lain sebagai unsur dari dunia bersama. 14 Objektivikasi itu bisa terjadi melalui penyebaran opini sebuah produk sosial yang berkembang di masyarakat melalui diskursus opini masyarakat tentang produk sosial, dan tanpa harus terjadi tatap muka antar-individu dan pencipta produk sosial itu.15 Objektivasi (interaksi sosial) adalah kemampuan manusia memanifestasikan diri dalam produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsen-produsennya maupun orang lain. Pada tahap ini sebuah produk sosial berada pada proses institusionalisasi. 16 Salah satu contoh objektivasi yang sangat penting adalah 14 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 16 Ibid, h. 16 16 Burhan Bungin, Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi, h. 19 15 26 signifikansi yakni pembuatan tanda oleh manusia yang kemudian tanda-tanda tersebut dikelompokan dalam sebuah sistem seperti biasa. 17 3. Internalisasi (Identifikasi diri) Internalisasi adalah individu mengidentifikasi diri di tengah lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial di mana individu tersebut menjadi anggotanya, “Man is a social product”. Berger dan Luckmann mengatakan bahwa, dalam kehidupan setiap individu ada suatu urutan waktu, dan selama itu pula Ia diimbaskan sebagai partisipan ke dalam dialektika masyarakat.18 Titik awal dari proses ini adalah internalisasi; pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu peristiwa objektif sebagai pengungkapan suatu makna, artinya, sebagai suatu manifestasi dari proses-proses subjektif orang lain yang dengan demikian menjadi bermakna secara subjektif bagi individu sendiri. 19 Internalisasi adalah proses pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu peristiwa objektif sebagai pengungkapan suatu makna, artinya sebagai suatu manifestasi dari proses subjektif bagi dirinya pribadi. Internalisasi dalam arti luas merupakan dasar dari pemahaman mengenai sesama manusia dan pemahaman mengenai dunia sebagai suatu yang maknawi dari kenyataan sosial. 20 Salah satu wujud internalisasi adalah sosialisasi. Bagaimana suatu generasi menyampaikan nilai-nilai dan norma-norma sosial (termasuk budaya) yang ada 17 Ibid, h. 29-30 Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 19 19 Ibid, h. 19 20 Bungin, Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi, h. 29-30 18 27 kepada generasi berikutnya. Generasi berikutnya diajarkan (lewat berbagai kesempatan dan cara) untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai budaya yang mewarnai struktur masyarakat. Generasi baru dibentuk oleh makna-makna yang telah diobjektivikasikan. 21 Individu oleh Berger dan Luckmann dikatakan mengalami dua proses sosialisasi: pertama, sosialisasi primer dan kedua, sosialisasi sekunder. Sosialisasi primer dialami individu dalam masa kanak-kanak, yang dengan itu ia menjadi anggota masyarakat. Sedangkan sosialisasi sekunder adalah proses lanjutan yang mengimbas individu yang sudah disosialisasikan itu ke dalam sektor-sektor baru dalam dunia objektif masyarakatnya. 22 Deddy Mulyana mengatakan, realitas sosial tergantung pada bagaimana seseorang menafsirkannya. Pemahaman itulah disebut realitas. Karena itu peristiwa dan realitas yang sama bisa menghasilkan konstruksi realitas yang berbeda dari orang yang berbeda. Setiap individu memiliki gambaran yang berbeda-beda mengenai realitas di sekelilingnya.23 B. Konstruksi Realitas Politik Proses konstruksi realitas, prinsipnya adalah setiap upaya “menceritakan” (konseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan atau benda tak terkecuali mengenai hal- 21 Ibid, h. 30 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 20 23 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), h. 176 22 28 hal yang berkaitan dengan politik adalah usaha mengkonstruksikan realitas. 24 Dalam hal ini Hamad berpendapat segala sesuatu yang berkaitan dengan politik, baik dari segi kegiatan politik, iklan politik yang dilihat khalayak, maupun program politik di masa kampanye dari suatu partai tertentu, merupakan hasil dari pembentukan konstruksi realitas atas kejadian yang telah dilaporkan oleh media massa. Berbicara mengenai konstruksi atas realitas tentu erat kaitannya dengan media massa sebagai agen konstruksi yang sangat besar penyebarannya, terlebih dalam konstruksi yang di bangun di bumbui dengan kepentingan politik tertentu, baik dari partai politik maupun aktor politik. Masing-masing media tentu mempunyai batasan dan aturan dalam mengkonstruksi suatu realitas politik yang sedang terjadi dalam proses pembentukan konstruksi. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna. Pembuatan berita di media pada dasarnya adalah penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita atau wacana yang bermakna. Dengan demikian seluruh isi media tiada lain adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality) dalam bentuk wacana yang bermakna.25 Salah satu faktor yang memberi pengaruh signifikan terhadap proses pembuatan atau pengkonstruksian realitas politik hingga jenis opini yang terbentuk adalah sistem media massa dimana sebuah media menjalankan operasi jurnalistiknya. Konstruksi realitas politik yang dibentuk oleh sebuah media pertama-tama 24 Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa : Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik, (Jakarta : Granit, 2004), h. 11 25 Ibid, h. 11–12 29 dipengaruhi oleh kehidupan sistem politik. 26 Sistem politik di sini diartikan sebagai sistem pemerintahan dari Negara tersebut, serta peran Negara dalam mengatur media massa. Media massa memiliki kekuatan tersendiri dalam mempengaruhi sistem politik sehingga hubungan antara keduanya biasanya ditandai oleh dua hal. Pertama, bentuk dan kebijakan politik sebuah negara menentukan pola operasi media massa di negara itu, mulai dari kepemilikan, tampilan isi, hingga pengawasannya, sistem media massa yang berlaku di sebuah negara menjadi cerminan sistem politik atau rezim negara itu. Kedua, media massa sering menjadi media komunikasi politik terutama oleh para penguasa. Setiap kekuatan politik sedapat mungkin memakai media massa untuk melancarkan hajat politiknya. 27 Penempatan pers sebagai pilar keempat karena pers memiliki peran untuk membentuk pendapat umum, sekaligus sebagai ruang publik (public sphere) yang menyediakan tempat kepada anggota masyarakat untuk berimprovisasi dalam penyampaian pikiran dan pendapat.28 1. Opini Publik Istilah opini publik diserap secara utuh dari bahasa Inggris public opinion, yang kemudian disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Opini adalah suatu respon aktif terhadap stimulus suatu respon yang di konstruksi melalui interpretasi 26 Ibid, h. 7 Ibid, h. 7-8 28 Hafied Cangara, Komunikasi Politik : Konsep, Teori, dan Strategi, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2009), Edisi 1, h. 88 27 30 pribadi yang berkembang dari dan menyumbang citra (image). Sedangkan publik adalah suatu kumpulan orang-orang yang sama minat dan kepentingannya terhadap sesuatu isu. 29 Menurut Nurudin opini publik adalah kelompok yang tidak terorganisasi serta menyebar di berbagai tempat dengan disatukan oleh suatu isu tertentu dengan saling mengadakan kontak satu sama lain dan biasanya melalui media massa. 30 Sedangkan menurut Dan Nimmo opini publik adalah kumpulan pendapat orang mengenai hal ihwal yang mempengaruhi atau menarik minat komunitas, cara singkat untuk melukiskan kepercayaan atau keyakinan yang berlaku di masyarakat tertentu bahwa hukum-hukum tertentu bermanfaat, suatu gejala dan proses kelompok dan opini pribadi orang-orang yang oleh pemerintah dianggap bijaksana untuk diindahkan. 31 Jadi yang dimaksud dengan opini publik yaitu suatu opini yang menyangkut isu atau kejadian yang mengandung keprihatinan (concern) publik. Dengan demikian opini publik bukan karena banyaknya jumlah orang melainkan karena sifatnya yang menyangkut isu publik. 32 Menurut James Bryces dalam “Modern Democracy” opini publik merupakan kumpulan pendapat dari sejumlah orang tentang masalah-masalah yang dapat mempengaruhi atau menarik minat atau perhatian masyarakat di dalam suatu daerah 29 Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida. Komunikasi Politik, (Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 89 30 Nurudin. Komunikasi Propaganda. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008), h. 55 31 Dan Nimmo. “Komunikasi Politik : Komunikator, Pesan dan Media”. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), h. 10 32 Heryanto dan Farida. Komunikasi Politik, h. 89 31 tertentu. Secara sederhana opini publik merupakan kegiatan untuk mengungkapkan atau menyampaikan apa yang oleh masyarakat tertentu diyakini, dinilai, dan diharapkan oleh seseorang untuk kepentingan mereka dari situasi tertentu, issue diharapkan dapat menguntungkan pribadi atau kelompok.33 Opini memiliki beberapa proses yang dikenal dengan konstruksi, yaitu: 34 1. Konstruksi Personal Opini berupa pengamatan dan interpretasi atas sesuatu secara sendirisendiri dan subjektif. 2. Konstrusi Sosial yang terdiri dari : a. Opini Kelompok: Opini pribadi di atas kemudian diangkat dalam kelompok tertentu. Maka jadilah opini kelompok. b. Opini Rakyat: Opini yang tersistematiskan melalui jalur yang bebas seperti pemilihan umum atau hasil polling. c. Opini Massa: Opini yang berserakan, ini bisa berbentuk budaya atau konsensus. Inilah yang oleh para politikus disebut sebagai opini publik. 3. Konstruksi Politik Ketiga opini hasil konstruksi sosial diatas dihubungkan dengan kegiatan pejabat publik yang mengurus masalah kebijakan umum. Inilah opini publik yang dikaji dalam komunikasi politik. 33 34 Ibid, h. 90 Ibid, h. 91 32 a. Komponen-komponen Opini Publik : 1. Keyakinan a. Credulity, atau soal percaya atau tidak hal ini menyangkut apakah sesuatu yang diperbincangkan itu dipercaya atau justru sebaliknya tidak dipercaya oleh khalayak b. Salience, yakni tingkat pentingnya kepercayaan bagi seseorang. Apa yang sudah dipercayai oleh khalayak belum tentu langsung dianggapnya penting. Terdapat proses perangkingan isu, oleh karenanya opini publik juga terkait dengan beragam cara menjadikan sesuatu yang dipercaya itu menjadi penting dalam persepsi khalayak 2. Nilai-nilai a. Nilai-nilai kesejahteraan (welfare values). Hampir seluruh opini publik terkait dengan apa yang dirasakan atau diupayakan didapat oleh khalayak terutama berkenaan dengan nilai kesejahteraan. Seperti misalnya pembicaraan soal korupsi, kebijakan publik, pengaturan pajak, kenaikan harga dan lain-lain menjadi perbincangan opini publik, salah satunya karena terkait dengan nilai kesejahteraan b. Nilai-nilai deferensi (deference values). Hal ini berkaitan erat dengan bagaimana opini dipertukarkan oleh sesama masyarakat. Misalnya penanaman respek, menghormati cara dan kebiasaan orang berpendapat dan lain-lain. Nilai deferensi ini mengacu pada asumsi dasar opini publik yang tidak pernah bermakna tunggal 33 3. Ekspektasi berkaitan dengan konatif atau kecenderungan, seringkali disamakan dengan impuls, keinginan, usaha keras atau striving. Opini publik bukan semata perbincangan yang mengalir tanpa arah, opini publik sebenarnya berkaitan erat dengan keinginan dan usaha keras dari sebagian masyarakat yang menginginkan suatu isu itu solid menjadi „sesuatu‟ yang diperhatikan masyarakat. Dalam konteks ini kita kerap melihat opini publik diarahkan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan kepentingan mereka masing-masing. 35 b. Karakteristik Opini Publik Dan Nimmo membagi karakteristik opini kedalam dua bagian: opini pribadi dan opini publik. Karakteristik utama opini pribadi ialah: opini mempunyai isi (opini adalah tentang sesuatu), arah (percaya-tidak percaya, mendukung-tidak mendukung), dan intensitas (kuat, sedang atau lemah). 36 Opini publik sebagai fenomena sosial dan politik khususnya di bidang komunikasi politik memiliki karakteristik tertentu. Namun ada empat karakteristik utama dalam opini publik, yaitu : 1) Mempunyai arah 2) Mempunyai content 3) Stabil 4) Mempunyai intensitas 35 36 Heryanto dan Farida. Komunikasi Politik, h. 91-92 Dan Nimmo, “Komunikasi Politik : Khalayak dan Efek”, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006), h. 25 34 Sementara Ithel de Sola Pool dalam Heryanto, mengemukakan bahwa opini publik sekurang-kurangnya memiliki satu diantara tiga keharusan (atau memiliki ketiga-tiganya), yaitu: pertama, diekspresikan (dinyatakan) secara umum. Kedua, menyangkut kepentingan umum. Dan ketiga, dimiliki oleh banyak orang.37 Sedangkan Floyd Allpord dalam Heryanto mengumpulkan 12 karakteristik opini publik. Secara ringkas pokok-pokok karakteristik itu ialah opini publik merupakan perilaku manusia-manusia individu; dinyatakan secara verbal; melibatkan banyak individu; situasi dan objeknya dikenal secara luas; penting untuk banyak orang; pendukungnya berbuat atau bersedia untuknya; disadari; diekspresikan; pendukungnya tidak mesti berada pada tempat yang sama; bersifat menentang atau mendukung sesuatu; mengandung unsur-unsur pertentangan; dan efektif untuk mencapai objektivitas. 38 Menurut Helena Olii Opini publik merupakan suatu pengumpulan citra yang diciptakan proses komunikasi. Pergeseran persepsi mengenai citra tergantung pada siapa saja yang terlibat dalam proses komunikasi, setiap kali jaringan komunikasi berubah, opini publik juga berubah. Perubahan dalam opini publik adalah dinamika komunikasi, sedangkan substansi opini publik tidak berubah karena ketika proses pembentukan opini publik berlangsung, pengalaman dari peserta komunikasi itu telah terjadi. 39 37 Heryanto dan Farida. Komunikasi Politik, h. 95 Ibid, h. 93 39 Helena Olii, Opini Publik, (Jakarta : PT. Indeks, 2007), h. 46 38 35 Sedangkan Redi Panuju dalam Olii menegaskan, dalam pergeseran yang terjadi dalam opini publik disebabkan beberapa faktor:40 1. Faktor Psikologis Antara individu yang satu dengan yang lainnya tidak ada kesamaan, ada hanya kemiripan yang memiliki banyak perbedaan. Perbedaan atas individu bisa meliputi pengalaman, selera, dan kerangka berpikir, sehingga setiap individu berbeda dalam bentuk dan cara merespon stimulus yang menghampirinya. 2. Faktor Sosiologis Politik Ada anggapan bahwa opini publik terlibat dalam interaksi sosial, seperti misalnya pada: a. Saat mewakili citra superioritas, yaitu barang siapa menguasai opini publik, maka ia akan mengdalikan orang lain. Apa yang disebutkan sebagai menguasai tidaklah tepat karena opini publik bukan suatu barang. Tetapi, karena opini publik bersifat dinamis, maka keberpihakannya pun bersifat relatif dan cenderung berpihak pada kelompok atau individu yang memiliki kedekatan hubungan. b. Opini publik mewakili suatu kejadian, sehingga individu merasa keberadaannya dalam opini publik serta keterlibatannya sebagai bagian anggota masyarakat. 40 Ibid, h. 46-50 36 c. Opini publik berhubungan dengan citra, rencana, dan operasi (action). Kenneth R. Boulding dalam Olii mengutarakan, citra, rencana, dan operasi merupakan matriks dari tahap-tahap kegiatan dalam situasi yang selalu berubah. d. Opini publik disesuaikan dengan kemauan banyak orang. Untuk itu, banyak orang berlomba memanfaatkan opini publik sebagai argumentasi atas alasan memutuskan sesuatu. e. Opini publik identik dengan hegemoni ideologi. Kelompok atau pemerintahan ingin tetap terus berkuasa, maka mereka harus mampu menjadikan ideologi kekuasaan menjadi dominan dalam opini publik. 3. Faktor Budaya Budaya mempunyai pengertian yang aneka ragam. Budaya diartikan sebagai seperangkat nilai yang dipergunakan untuk mengelola kehidupan manusia. Nilai-nilai yang terhimpun dalam sistem budaya itu oleh individu menjadi identitas sosialnya, menjadi ciri-ciri dari anggota komunitas budaya tertentu. 4. Faktor Media Massa Interaksi antara media dengan institusi masyarakat menghasilkan produk isi media (media content). Oleh audiens, isi media diubah menjadi gugusan-gugusan makna, apakah yang dihasilkan dari proses penyandian pesan itu, sangat ditentukan oleh norma-norma yang berlaku dalam 37 masyarakatnya, pengalaman yang lalu, kepribadian dan selektivitas dalam penafsiran. c. Pembentukan Opini Publik Opini publik sebagai efek politik terbentuk melalui proses komunikasi politik yang dimulai dari opini setiap individu. Setiap pesan atau pembicaraan politik yang menyentuh individu itu dapat ditolak atau diterima, pada umumnya melalui proses terbentuknya pengertian dan pengetahuan (knowledge), dan proses terbentuknya sikap dan pendapat menyetujui atau tidak menyetujui (attitude and opinion), serta proses terjadinya gerak pelaksanaan (practice). Ketiga proses diatas itu menurut E. Rogers dan Shoemakers dalam Heryanto pada dasarnya melalui lima tahap, yaitu: kesadaran; perhatian; evaluasi; coba-coba; dan adopsi. Kelima tahap ini dirumuskannya dalam kerangka komunikasi inovasi atau komunikasi pembaharuan. Dapat dikatakan bahwa pengertian dan pengetahuan lahir setelah melewati pintu kesadaran dan perhatian. Dengan kata lain bahwa suatu pesan atau pembicaraan politik dapat diketahui dan dimengerti oleh seseorang untuk kemudian melahirkan sikap dan opini (pendapat), harus terlebih dahulu seseorang itu memiliki kesadaran akan adanya rangsangan yang menyentuhnya. Rangsangan itu kemudian menimbulkan pengamatan dan perhatian.41 Sedangkan menurut Nimmo, pembentukan opini adalah proses empat tahap yang melibatkan kesaling-lingkupan aspek personal, sosial, dan politik melalui munculnya : 41 Heryanto dan Farida. Komunikasi Politik, h. 98 38 1. Pertikaian yang mempunyai potensi menjadi isu, 2. Kepemimpinan politik, 3. Interpretasi personal dan pertimbangan sosial, 4. Kesediaan mengungkapkan opini pribadi di depan umum. Sebelum menyebutkannya, ada dua hal yang menurut Nimmo perlu dibicarakan. Pertama, dalam memberikan peran utama kepada interpretasi personal yang aktif dalam membentuk opini, kita tidak mengulang esensial contoh manusia rasional dari perilaku manusia. Kedua, yang perlu dibicarakan mengenai pembentukan opini sebelum kita meninjau implikasi pandangan kita, ialah mengenai karakteristik opini dan opini publik. 42 Jika publik menghadapi suatu isu maka akan timbul perbedaan opini, hal ini menurut Santoso Sastropoetro dalam Olii disebabkan karena. Pertama, adanya perbedaan pandangan terhadap fakta dari masing-masing individu. Kedua, perbedaan perkiraan tentang cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan. Dan ketiga, adanya perbedaan motif yang serupa guna mencapai tujuan. 43 Arifin dalam Heryanto mengungkapkan bahwa dalam psikologi dijelaskan bahwa suatu pesan atau pembicaraan politik baru dapat disebut rangsangan apabila ia menyentuh alat indera manusia. Rangsangan itu kemudian dibawa ke otak oleh urat saraf, dan karena reaksi otak terjadilah pengamatan. Sejak itulah orang tersebut sadar akan adanya pesan atau pembicaraan politik yang menyentuhnya. Dalam hal ini 42 43 Nimmo, Komunikasi Politik “Khalayak dan Efek, h. 24-25 Olii, Opini Publik, h. 55 39 Thomas A. Aquino menyatakan bahwa tiada sesuatu yang dapat masuk kedalam pikiran yang tidak ditangkap oleh panca indera. 44 Dalam hubungannya dengan penilaian terhadap suatu opini publik, perlu diperhitungkan empat pokok, yaitu: 45 a. Difusi, yaitu apakah opini yang timbul merupakan suara terbanyak, akibat adanya kepentingan golongan. b. Persistense, yaitu kepastian atau ketetapan tentang masa berlangsungnya isu karena di samping itu opini pun perlu diperhitungkan. c. Intensitas, yaitu ketajaman terhadap isu. d. Reasonableness, yaitu pertimbangan-pertimbangan yang tepat dan beralasan. Opini publik terbentuk karena adanya aktivitas komunikasi yang bertujuan memengaruhi dan mengubah cara pandang orang lain terhadap suatu isu, pun terkadang dalam prosesnya seringkali terjadi perubahan antara pihak-pihak yang berkomunikasi. Agar pihak lain terpengaruh tidak jarang menggunakan proses tawar menawar dengan cara penekanan, agitasi (provokator), ataupun intimidasi atau ancaman. 2. Propaganda Politik Propaganda adalah suatu kegiatan komunikasi yang erat kaitannya dengan persuasi. Propaganda diartikan sebagai proses diseminasi informasi untuk 44 45 Heryanto dan Farida. Komunikasi Politik, h. 99 Olii, Opini Publik, h. 55 40 memengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok masyarakat dengan motif indoktrinasi ideologi.46 Diantara bahasan yang menonjol dalam kajian komunikasi politik adalah menyangkut isi pesan. Bahasan ini sama pentingnya dari bahasan komunikator, media, khalayak dan efek komunikasi politik. Dalam beberapa literatur disebutkan, inti komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh. Urgensinya dalam suatu sistem politik tak diragukan lagi, karena komunikasi politik terjadi saat keseluruhan fungsi dari sistem politik lainya dijalankan. 47 Propaganda merupakan komunikasi yang digunakan oleh suatu kelompok terorganisir yang ingin menciptakan pastisipasi aktif maupun pasif dalam tindakantindakan suatu massa yang terdiri atas individu-individu, dipersatukan secara psikologis melalui manipulasi psikologis dan digabungkan di dalam suatu kelompok yang terorganisir. Komunikasi politik selalu bertujuan memengaruhi khalayak, atau dengan kata lain melakukan persuasi. Salah satu diantaranya propaganda. Propaganda merupakan salah satu bagian dari komunikasi politik secara luas. Apabila politik didefinisikan sebagai kegiatan manusia secara kolektif yang mengatur perilaku mereka di dalam situasi konflik sosial, maka komunikasi politik adalah (kegiatan) komunikasi yang 46 47 Cangara, Komunikasi Politik : Konsep, Teori, dan Strategi, h. 332 Heryanto dan Farida. Komunikasi Politik, h. 110 41 dilakukan berdasarkan konsekuensi-konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia di dalam kondisi-kondisi konflik. 48 Menurut Nimmo dalam Heryanto, dalam komunikasi politik ada tiga pendekatan kepada persuasi politik, yakni propaganda, periklanan dan retorika. Semuanya serupa dalam beberapa hal yakni bertujuan (purposif), disengaja (intensional) dan melibatkan pengaruh; terdiri atas hubungan timbal balik antara orang-orang dan semuanya menghasilkan berbagai tingkat perubahan dalam persepsi, kepercayaan, nilai dan pengharapan pribadi. Tentu saja ketiganya juga memiliki kekhususan yang membedakan satu dengan lainnya.49 Propaganda berfungsi membentuk persepsi, memanipulasi kognisi, dan mengarahkan perilaku khalayak sesuai kepentingan pihak yang memproduksi propaganda baik perorangan maupun kelompok. Membentuk persepsi dibangun melalui bahasa verbal dan visual seperti misalnya, simbol-simbol dalam sebuah poster, logo perusahaan rokok dalam event-event olahraga, dan atau slogan-slogan partai politik. Propaganda dapat didefinisikan sebagai sebuah proses komunikasi satu arah dan bersifat subjektif yang dilakukan secara sistematis dengan tujuan persuasif untuk memengaruhi pendapat khalayak sasaran tanpa melahirkan sikap kritis. Dalam propaganda politik biasanya beroperasi melalui imbauan-imbauan khas jangka pendek. Biasanya melibatkan usaha-usaha pemerintah, partai atau golongan yang berpengaruh untuk mencapai tujuan strategis dan taktis. 48 Arief Adityawan S. “Propaganda Pemimpin Politik Indonesia : Mengupas Semiotika Orde Baru Soeharto”. (Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia, 2008), h. 45 49 Heryanto dan Farida. Komunikasi Politik, h. 110 42 Menurut Qualter dalam Nurudin mengatakan bahwa propaganda adalah suatu usaha yang dilakukan secara sengaja oleh beberapa individu atau kelompok untuk membentuk, mengawasi atau mengubah sikap dari kelompok-kelompok lain dengan menggunakan media komunikasi dengan tujuan bahwa pada setiap situasi yang tersedia, reaksi dari mereka yang dipengaruhi akan seperti yang diinginkan oleh si propagandis. 50 Propaganda adalah salah satu strategi komunikasi yang cenderung berjalan satu arah dan instruksional. Artinya, Propaganda bertujuan memengaruhi khalayak sasaran untuk kepentingan tertentu tanpa harus membangkitkan daya kritis mereka. Itulah sebabnya mengapa citra negatif propaganda senantiasa dikaitkan dengan kegiatan komunikasi (politik) di negara-negara fasis dan totaliter.51 Sedangkan Menurut Jacques Ellul sebagaimana yang dikutip Nimmo dalam Heryanto, propaganda sebagai komunikasi yang digunakan oleh suatu kelompok terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakantindakan suatu massa yang terdiri atas individu-individu, dipersatukan secara psikologis melalui manipulasi psikologis dan digabungkan di dalam suatu organisasi. 52 Propaganda sekarang merupakan bagian politik rutin yang normal dan dapat diterima, dan tidak hanya terbatas pada pesan-pesan yang dibuat selama perayaan politik, kampanye, krisis atau perang. Propaganda sendiri memiliki banyak tipe, 50 Nurudin. Komunikasi Propaganda, h. 9-10 Adityawan S. “Propaganda Pemimpin Politik Indonesia, h. 46 52 Heryanto dan Farida. Komunikasi Politik, h. 111 51 43 diantaranya propaganda politik, propaganda non politik, bahkan ada propaganda antipolitik, meski pada akhirnya menghasilkan konsekuensi politis. 53 a. Tipologi Propaganda 1. Propaganda Sosial Tipe propaganda ini berlangsung secara berangsur-angsur, sifatnya merembes ke dalam lembaga-lembaga ekonomi, sosial dan politik. Melalui propaganda orang disuntik dengan suatu cara hidup atau ideologi. Hasilnya, suatu konsepsi umum tentang masyarakat yang dengan setia dipatuhi oleh setiap orang kecuali beberapa orang yang dianggap sebagai “penyimpang”. 2. Propaganda Politik Jacquas Ellul dalam Heryanto menyatakan bahwa propaganda politik adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, partai politik, dan sekelompok kepentingan untuk membentuk dan membina opini publik dalam mencapai tujuan politik (strategis atau taktis) dengan pesan-pesan khas yang lebih berjangka pendek. Misalnya dalam jangka pendek partai politik bermaksud menaikan legitimasinya dan sekaligus mendelegitimasi pihak lawan, maka partai tersebut membuat beragam bentuk propaganda yang dalam jangka pendek diharapkan berpengaruh secara langsung pada persepsi dan perilaku politik khalayak yang menjadi target. Dengan kata lain propaganda politik dapat merupakan kegiatan komunikasi politik yang dilakukan secara terencana dan sistematik dengan 53 Cangara, Komunikasi Politik : Konsep, Teori, dan Strategi, h. 333 44 menggunakan sugesti (mempermainkan emosi) untuk memengaruhi, membentuk, atau membina opini publik. Hal ini dilakukan dengan cara memengaruhi seseorang atau kelompok orang, khalayak atau komunitas yang lebih besar (bangsa), agar melaksanakan atau menganut suatu ide (ideologi, definisi, sampai sikap) dan atau kegiatan tertentu dengan kesadarannya sendiri tanpa merasa dipaksa atau merasa terpaksa. 54 3. Propaganda Agitasi Propaganda agitasi berusaha agar orang-orang bersedia memberikan pengorbanan yang besar bagi tujuan yang langsung, mengorbankan jiwa mereka dalam usaha mewujudkan cita-cita dalam tahap-tahap yang merupakan suatu rangkaian. Biasanya propaganda jenis ini diisi dengan sejumlah doktrin bahkan upaya “cuci otak” guna mendapatkan loyalitas dari target atau sasaran propaganda. Menurut Blumer dalam Arifin, menyatakan bahwa agitasi beroperasi untuk membangkitkan rakyat kepada suatu gerakan, terutama gerakan politik. Dengan kata lain, agitasi adalah suatu upaya untuk menggerakan massa secara lisan atau tulisan, dengan cara merayu dan bahkan merangsang dan membangkitkan emosi khalayak. Agitasi juga berarti hasutan kepada orang banyak yang biasanya dilakukan oleh tokoh atau aktivis politik untuk 54 Heryanto dan Farida. Komunikasi Politik, h. 117 45 mengadakan gerakan politik, seperti unjuk rasa (demonstrasi), huru-hara atau pemberontakan. 55 Melalui agitasi politik, seorang pemimpin mempertahankan kegairahan para pengikutnya untuk memperoleh kemenangan, yang akan diikuti oleh usaha-usaha selanjutnya dalam serangkaian tujuan. Oleh sebab itu, agitator politik juga diperlukan dalam mengonsolidasi massanya melalui tulisan dan pidato yang persuasif dan provokatif. 56 4. Propaganda Integrasi Menggalang kesesuaian di dalam mengejar tujuan-tujuan jangka panjang. Melalui propaganda ini orang mengabdikan diri kepada tujuan-tujuan yang mungkin tidak akan terwujud dalam waktu bertahun-tahun. Propaganda ini biasanya berorientasi pada loyalitas jangka panjang. Propaganda ini mirip jenis propaganda sosial yang bekerja tidak dalam hitungan hari atau minggu melainkan dalam suatu rentang yang panjang dan bertahap. 5. Propaganda Vertikal Bentuk propaganda ini adalah representasi propaganda satu kepada banyak (one to many). Seorang atau sekelompok propagandis yang menjalankan skema kegiatan sistematis berupaya memaksimalkan saluransaluran yang dalam waktu cepat dan mudah bisa menjangkau khalayak atau sasaran propaganda. Misalnya melalui media massa, propagandis menyebarkan isu sehingga isu tersebut diterima secara masif dan serentak. 55 Anwar Arifin. Komunikasi Politik : Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 223 56 Ibid, h. 224 46 Contoh lain misalnya propaganda ini dijalankan lewat orang atau sekelompok orang yang menjadi pimpinan di sebuah organisasi. 6. Propaganda Horizontal Propaganda ini berlangsung lebih banyak di antara keanggotaan kelompok ketimbang dari pemimpin kepada kelompok. Artinya, propaganda ini lebih banyak menggunakan komunikasi interpersonal dan komunikasi organisasi, ketimbang melalui komunikasi massa. Berbeda dengan jenis propaganda vertikal yang sifatnya masif dan linear. Propaganda horizontal lebih tertarik mengembangkan jejaring sesama teman, kolega dan sejumlah organisasi lainnya. 57 b. Teknik-teknik Propaganda Ada beberapa macam teknik penipuan yang biasa dilakukan melalui propaganda yang perlu diwaspadai seseorang, antara lain sebagai berikut:58 1. Memberi julukan (name calling) Cara ini digunakan untuk menjelek-jelekan seseorang dengan memberi gelaran yang lucu atau sinis sehingga orang yang dipengaruhinya benar-benar yakin. Teknik name calling atau pemanggilan nama (julukan) dilakukan untuk mengasosiasikan seseorang atau gagasan dengan simbol tertentu. Nama atau julukan tersebut dalam lingkungan tertentu selalu diberi makna dan 57 58 Heryanto dan Farida. Komunikasi Politik, h. 120 Cangara, Komunikasi Politik : Konsep, Teori, dan Strategi, h. 334-336 47 berkonotasi negatif. Misalnya, para pengkritik rezim Orde Baru Soeharto senantiasa diberi cap “anti-Pancasila” atau “Komunis”.59 2. Gemerlap (glittering generalities) Propaganda yang dimaksud di sini ialah propaganda yang menggunakan kata-kata bombastis sehingga orang tanpa sadar mengikutinya. Misalnya “Mohon maaf kepada warga Jakarta atas kemacetan lalu lintas karena simpatisan partai X yang telah membludak”, padahal di Jakarta bisa dikatakan tiada hari tanpa macet.60 3. Pengalihan (transfer) Pengalihan ialah teknik propaganda yang dilakukan dengan cara pengalihan pada objek lain. Misalnya larangan iklan rokok untuk media televisi, diganti dengan berbagai macam sponsor untuk kegiatan sosial, seperti seminar, lomba olah raga, tetapi secara tersirat mengandung propaganda rokok, karena memasang logo perusahaan yang memproduksinya. 61 Contoh lain misalnya, menyandingkan gambar wajah Presiden Soeharto di antara gambar wajah Panglima Besar Soedirman dengan gambar wajah mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Itu dilakukan agar nilai-nilai luhur kedua tokoh tersebut dapat “berpindah” ke citra Soeharto sebagai Bapak Pembangunan Nasional. 62 59 Adityawan S. Propaganda Pemimpin Politik Indonesia, h. 47 Cangara, Komunikasi Politik : Konsep, Teori, dan Strategi, h. 335 61 Ibid, h. 336 62 Adityawan S. Propaganda Pemimpin Politik Indonesia, h. 48 60 48 4. Pengakuan (testimonial) Pengakuan ialah teknik propaganda yang memakai nama orang-orang terkenal seperti bintang film dan olahragawan, meskipun sebenarnya yang bersangkutan tidak memakainya. Misalnya “Minuman suplemen A adalah minuman para juara”.63 5. Flain Folks Cara ini sering dipakai oleh para politisi untuk memengaruhi orang banyak. Misalnya, meskipun ia sudah menjadi orang penting, tampak ia seperti orang kebanyakan, merakyat, dan sederhana hidupnya (bersahaja). 6. Pengikut (bandwagon) Teknik propaganda ini ditujukan kepada orang-orang yang berpengaruh seperti kepala kantor, pemimpin partai, kepala desa. Maksudnya kalau orang itu menjadi anggota, anggota lainnya yang lebih rendah status sosialnya akan mengikuti atasannya.64 7. Memakai fakta (card stacking) Card stacking adalah teknik propaganda yang memanfaatkan berbagai “pengelabuan” untuk kepentingan pribadi, kelompok, atau organisasi. Misalnya, mengangkat dan menekan isu yang lebih menguntungkan atau sebaliknya mengambangkan dan mengaburkan isu yang dianggap merugikan 63 64 Cangara, Komunikasi Politik : Konsep, Teori, dan Strategi, h. 335 Ibid, h. 336 49 dengan memunculkan isu baru. Dengan alat itu citra seseorang akan terlihat lebih memesona daripada kenyataan sesungguhnya.65 Cara ini digunakan untuk mencoba mengemukakan fakta untuk meyakinkan orang lain. Misalnya melalui contoh-contoh, tetapi di balik itu ia menutupi kekurangannya. Cangara menyebutkan dua tambahan teknik dalam propaganda yaitu : 8. Kecurigaan yang penuh emosi (emotional stereotype) Kecurigaan ini ialah teknik propaganda untuk menumbuhkan rasa curiga yang penuh emosi. Misalnya “ia memperoleh nilai baik karena ia meniru pekerjaan Anda”, atau memberi penanaman kepercayaan yang bersifat negatif karena stereotipe, misalnya etnis, agama, dan keturunan. 9. Retorika Retorika ialah teknik yang digunakan dengan memilih kata-kata yang bisa menarik seseorang sehingga orang itu bisa menuruti kehendaknya. C. Media Massa Sebagai Agen Komunikasi Politik Hubungan antara media dan politik sudah berlangsung sejak lama, jauh sebelum ilmu politik menemukan jati dirinya sebagai ilmu yang berdiri sendiri dari filsafat. Karena hubungan yang begitu erat antara media dengan politik, kini media massa memainkan peranan yang sangat penting dalam proses politik, media menjadi 65 Adityawan S. Propaganda Pemimpin Politik Indonesia, h. 48 50 aktor utama dalam bidang politik. Ia memiliki kemampuan untuk membuat seseorang cemerlang dalam karir politiknya.66 Menurut Suwardi dalam Hamad, media memegang peranan yang sangat penting dalam komunikasi politik seperti pengembangan opini publik dikarenakan media sering terlibat dalam pembuatan wacana politik. Dalam komunikasi politik media seringkali tidak hanya bertindak sebagai saluran untuk menyampaikan pesan politik, namun juga bertindak sebagai agen politik.67 Saluran komunikasi adalah alat serta sarana yang memudahkan penyampaian pesan. Pesan di sini bisa dalam bentuk lambang-lambang pembicaraan seperti kata, gambar, maupun tindakan. Alat yang dimaksud di sini tidak hanya berbicara sebatas pada media mekanis, teknik, dan sarana untuk saling bertukar lambang, namun manusia pun sesungguhnya bisa dijadikan sebagai saluran komunikasi. Lebih tepatnya saluran komunikasi itu adalah pengertian bersama tentang siapa dapat berbicara kepada siapa, mengenai apa, dengan keadaan bagaimana, dan sejauh mana dapat dipercaya. Komunikator politik, apakah dia politikus, profesional, atau aktivis, menggunakan pembicaraan persuasif, baik untuk saling mempengaruhi maupun untuk mempengaruhi anggota khalayak yang kurang terlibat di dalam politik. Alat atau upaya yang digunakan untuk mengirim pesan itu ialah saluran dari “siapa mengatakan apa kepada siapa”.68 66 Cangara, Komunikasi Politik : Konsep, Teori, dan Strategi, h. 117 Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, h. xvi 68 Dan Nimmo. Komunikasi Politik : Komunikator, Pesan, dan Media (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1999), h. 166 67 51 Orang mengetahui perilaku politik dari berbagai media massa, media interpersonal, dan media organisasi. Istilah pers menunjuk kepada semua media berita, bukan hanya surat kabar, majalah berita, dan bahan tercetak lainnya. Pers mencakup siaran berita radio dan televisi, dokumenter, dan semua alat untuk meneruskan informasi politik kepada khalayak massa secara terorganisasi. 69 Pada umumnya disepakati bahwa media massa, terutama surat kabar, majalah, radio, dan televisi merupakan bagian yang penting dalam sistem politik demokrasi. Media massa dapat memainkan peran-peran yang signifikan, seperti memberikan informasi kepada khalayak mengenai berbagai isu penting, menyediakan diri sebagai forum untuk terselenggaranya debat publik, dan bertindak sebagai saluran untuk mengartikulasikan aspirasi-aspirasi masyarakat luas. Media massa merupakan saluran penting dalam komunikasi politik. Namun, dalam membicarakan saluran media massa dalam rangka komunikasi politik, selalu dikaitkan dengan konsep-konsep mengenai : a. Kebebasan media massa b. Independensi media massa pada suatu masyarakat dari kontrol yang berasal dari luar dirinya, seperti pemerintah, pemegang saham, kaum kapitalis / industrialis, partai politik, ataupun kelompok penekan. c. Integritas media massa sendiri pada misi dan visi yang diembannya. Menurut Suwardi dalam Hamad, jika media sudah menjadi agen politik maka persoalan objektivitas dalam berita politik menjadi hal yang krusial, terlebih jika karakteristik utama berita politik itu sendiri adalah pembentukan opini publik. 70 69 70 Ibid, h. 214 Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, h. xvii 52 BAB III GAMBARAN UMUM A. PROFIL MEDIA INDONESIA 1. Sejarah Singkat Media Indonesia Media indonesia pertama kali diterbitkan pada tanggal 19 Januari 1970. Sebagai surat kabar umum pada masa itu, Media Indonesia baru bisa terbit 4 halaman dengan tiras yang amat terbatas. Berkantor di Jl. MT. Haryono, Jakarta, disitulah sejarah panjang Media Indonesia berawal. Lembaga yang menerbitkan Media Indonesia adalah yayasan Warta Indonesia. Pada tahun-tahun pertama penerbitan, Harian Umum Media Indonesia bukanlah suatu harian politik dan bisnis, akan tetapi merupakan sebuah harian yang isi pemberitaannya lebih banyak ke bidang hiburan, seperti cerita artis dan lain sebagainya. Pada saat itu Harian Umum Media Indonesia dikatakan sebagai Koran kuning, yaitu Koran yang penuh dengan cerita gosip. Dalam rangka memajukan penerbitan Harian Umum Media Indonesia, ketua Badan Yayasan Penerbit telah melakukan konsolidasi dan usaha pembenahan di segala bidang untuk meningkatkan mutu penerbitan dengan meningkatkan jumlah halamannya dari 4 halaman menjadi 8 halaman setiap hari. Tahun 1976, surat kabar ini kemudian berkembang menjadi 8 halaman. Sementara itu perkembangan regulasi di bidang pers dan penerbitan terjadi. Salah satunya adalah SIT (Surat Izin Terbit) menjadi SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Karena perubahan ini penerbitan dihadapkan pada realitas 52 53 bahwa pers tidak semata menanggung beban idealnya tapi juga harus tumbuh sebagai badan usaha. Dengan kesadaran untuk terus maju, pada tahun 1988 Teuku Yousli Syah selaku pendiri Media Indonesia bergandeng tangan dengan Surya Paloh, mantan pimpinan surat kabar Prioritas. Dengan kerjasama ini, dua kekuatan bersatu: kekuatan pengalaman bergandengan dengan kekuatan modal dan semangat. Maka pada tahun tersebut lahirlah Media Indonesia dengan manajemen baru dibawah PT. Citra Media Nusa Purnama. Surya Paloh sebagai Direktur Utama sedangkan Teuku Yousli Syah sebagai pemimpin Umum, dan Pemimpin Perusahaan dipegang oleh Lestary Luhur. Sementara itu, markas usaha dan redaksi dipindahkan ke Jl. Gondangdia Lama No. 46 Jakarta. Awal tahun 1995, bertepatan dengan usianya ke 25 Media Indonesia menempati kantor barunya di Komplek Deta Kedoya, Jl. Pilar Mas Raya Kav. AD, Kedoya Selatan, Jakarta Barat. Di gedung baru ini semua kegiatan di bawah satu atap, redaksi, usaha, percetakan, pusat dokumentasi – perpustakaan, iklan, sirkulasi, dan distribusi serta fasilitas penunjang karyawan. Sejarah panjang serta motto “Pembawa Suara Rakyat” yang dimiliki oleh Media Indonesia bukan menjadi motto kosong dan sia-sia, tetapi menjadi spirit pegangan sampai kapan pun. Sejak Media Indonesia ditangani oleh tim manajemen baru di bawah payung PT Citra Media Nusa Purnama, banyak pertanyaan tentang apa yang 54 menjadi visi harian ini dalam industri pers nasional. Terjun pertama kali dalam industri pers pada tahun 1986 dengan menerbitkan harian prioritas. Namun, prioritas memang kurang bernasib baik, karena belum cukup lama menjadi Koran alternatif bangasa, SIUPP-nya dibatalkan Departemen Penerangan. Antara prioritas dan Media Indonesia memang ada “benang merah”, yaitu dalam karakter kebangsaannya. Surya Paloh sebagai penerbit Harian Umum Media Indonesia, tetap gigih berjuang mempertahankan kebebasan pers. Wujud kegigihan ini ditunjukkan dengan mengajukan kasus penutupan Harian Prioritas ke pengadilan, bahkan menuntut Menteri Penerangan untuk mencabut Peraturan Menteri No.01/84 yang dirasakan membelenggu kebebasan pers di tanah air. Tahun 1997, Djafar H. Assegaff yang baru menyelesaikan tugasnya sebagai Duta Besar di Vietnam dan sebagai wartawan yang pernah memimpin beberapa harian dan majalah, serta menjabat sebagai Wakil Pemimpin Umum LKBN Antara, oleh Surya Paloh dipercayai untuk memimpin Harian Media Indonesia sebagai Pemimpin Redaksi. Saat ini Djafar H. Assegaff dipercayai sebagai Corporate Advisor. Sejak 2005 Pemimpin Redaksi dijabat oleh Djadjat Sudrajat. Sedangkan Pemimpin Umum yang semula dipegang langsung oleh Surya Paloh, di tahun 2005, dijabat oleh Saur Hutabarat dan Wakil Pemimpin Umum dijabat oleh Andy F. Noya. Pada tahun 2006 sampai dengan saat ini, terjadi beberapa perubahan struktur organisasi. Posisi jabatan saat ini, sebagai berikut: Direktur Pemberitaan 55 dijabat oleh Saur Hutabat, Direktur Pengembangan Bisnis dijabat oleh Alexander Stefanus sedangkan Direktur Utama dijabat oleh Rhani Lowhur-Schad. 2. Visi dan Misi Media Indonesia Visi Harian Umum Media Indonesia adalah menjadi Surat Kabar independen yang inovatif, lugas, terpercaya, dan paling berpengaruh. Independen, yaitu menjaga sikap non partisipan; di mana karyawan tidak menjadi pengurus partai politik; menolak segala bentuk pemberian yang dapat mempengaruhi objektivitas; dan mempunyai keberanian bersikap beda. Inovatif, yaitu terus menerus menyempurnakan dan mengembangkan kemampuan teknologi dan Sumber Daya Manusia; serta terus menerus mengembangkan rubrik, halaman dan penyempurnaan perwajahan. Lugas, yaitu menggunakan bahasa yang terang dan langsung. Terpercaya, yaitu selalu melakukan check dan recheck; meliputi berita dari dua pihak dan seimbang; serta selalu melakukan investigasi dan pendalaman. Paling Berpengaruh, yaitu dibaca oleh para pengambil keputusan, memiliki kualitas editorial yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan, mampu membangun kemampuan antisipasif, mampu membangun network nara sumber; dan memiliki pemasaran atau distribusi yang andal. Sedangkan misi Harian Umum Media Indonesia adalah: a. Pertama, menyajikan informasi terpercaya secara nasional dan regional serta berpengaruh bagi pengambilan keputusan. 56 b. Kedua, mempertajam isi yang relevan untuk pengembangan pasar. c. Ketiga, membangun sumber daya manusia dan manajemen yang profesional dan unggul, mampu mengembangkan perusahaan penerbitan yang sehat dan menguntungkan. 3. Struktur Organisasi Media Indonesia Struktur organisasi Media Indonesia terbagi menjadi dua, yakni struktur organisasi PT Citra Media Nusa Purnama dan struktur organisasi redaksi Harian Umum Media Indonesia. PT Citra Media Nusa Purnama sebagai perusahaan yang menerbitkan Harian Umum Media Indonesia dengan Komisaris Utama Harry Kuntoro dan Diretur Utamanya adalah Surya Paloh. Pada tahun 1997, Djafar H. Assegaff yang baru menyelesaikan tugasnya sebagai duta besar di Vietnam dan sebagai wartawan yang pernah memimpin beberapa harian dan majalah, serta menjabat sebagai wakil pimpinan umum LKBN Antara, yang kemudian oleh Surya Paloh dipercayai untuk memimpin harian Media Indonesia sebagai Corporate Advisor. Sedangkan struktur organisasi redaksi Harian Umum Media Indonesia dipimpin oleh Direktur Utama yakni Rahni Lowhur Schad yang dibantu oleh Direktur Pemberitaan Saur M. Hutabarat dan Direktur Pengembangan Bisnis Alexander Stefanus. 57 Selain itu, di bagian Dewan Redaksi Media Group yang di ketuai oleh Elman Saragih dan beranggotakan Ana Widjaya, Andy F. Noya, Bambang Eka Wijaya, Djadjat Sudrajat, Djafar H. Assegaff, Laurens Tato, Lestari Moerdijat, Rahni Lowhur Schad, Saur M. Hutabarat, Sugeng Suparwoto, Suryo Pratomo, dan Toeti Adhitama. Di bagian Redaktur Senior terdiri dari Elma Saragih, Saur M. Hutabarat, dan Laurens Tato. Usman Kansong menduduki posisi Deputi Direktur Pemberitaan, sedangkan Kleden Suban menempati posisi Kepala Divisi Pemberitaan. Divisi Kepala Pemberitaan memiliki asisten yang beranggotakan Ade Alawi, Fitriana Siregar, Haryo Prasetyo, Ono Sarwono, dan Rosmery C. Sihombing. Kepala Divisi Content Enrichment ditempati oleh Gaudensius Suhandi, sedangkan Abdul Khohar menempati Deputi Kepala Divisi Pemberitaan. Dan Sekretaris Redaksi dipercayai kepada Sadyo Kristiarto yang sebelumnya dijabat oleh Teguh Nirwahyudi. 58 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS TEKS BERITA PARTAI NASDEM PADA RUBRIK POLITIK HARIAN MEDIA INDONESIA Analisis wacana model Van Dijk ini digambarkan mempunyai tiga dimensi, diantaranya ialah: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti dari analisis model Van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu.1 Sebelum membahas analisis berita, peneliti akan mengulas terlebih dahulu gambaran umum mengenai berita Partai NasDem pada rubrik politik di harian Media Indonesia. beberapa tema diantaranya adalah sebagai berikut: Tabel 2. Gambaran Umum Berita Partai NasDem Hari / Tanggal Judul Berita Sabtu, 23 Juni 2012 Kader Partai Wajib Isi NasDem Ketua Majelis Nasional Partai Bangkitkan NasDem Surya Paloh mengatakan “dunia telah memberi peringatan Indonesia bahwa Indonesia sekarang berpotensi masuk sebagai Negara gagal. Tanpa menyebut siapa yang 1 Eriyanto, “Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media”, (Yogyakarta : LkiS, 2001), h. 224 58 59 membuat Negara ini berpotensi gagal” saat meresmikan kantor Dewan Pimpinan Wilayah Partai NasDem Provinsi Sumatera Selatan. Senin, 25 Juni 2012 Partai Konsolidasi Tingkat Desa NasDem Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Hingga Jawa Tengah Partai NasDem Sugeng Supartowo mengatakan organisasi sayap akan menjadi penopang bagi keberadaan partai ke depan, tujuan Partai NasDem adalah untuk melakukan perbaikan pembaruan negara yang dilandasi pada jati diri bangsa Indonesia. Selanjutnya pada bab ini peneliti akan memaparkan analisis wacana pemberitaan mengenai Partai NasDem pada Rubrik Politik di Harian Media Indonesia yang disesuaikan dengan model Teun A. Van Dijk. Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur atau tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya ke dalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro yakni 60 merupakan makna global atau umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Tingkatan yang kedua dari analisis teks ialah superstruktur, yakni merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagianbagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh. Ketiga ialah struktur mikro, merupakan makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan gambar. 2 Dalam menganalisis teks model Van Dijk ini peneliti akan menjabarkannya sebagai berikut: Tabel 3 Analisis Teks Berita 1 : Sabtu, 23 Juni 2012, “Kader Partai NasDem Wajib Bangkitkan Indonesia”, Analisis Wacana Tematik Struktur Makro Elemen Topik/Tema Uraian Ketua Majelis Nasional Partai NasDem Surya Paloh meminta para kader Partai NasDem menyerahkan jiwa dan raga untuk membangkitkan Indonesia. Superstruktur Skematik Skema Pada bagian pembukaan berita diawali dengan ketidakrelaan Surya Paloh jika Indonesia terperosok menjadi negara gagal 2 Ibid, h. 225-226 61 dan menyatakan bahwa Partai NasDem alternatif merupakan bagi anak partai bangsa untuk menyerahkan jiwa dan raga demi Indonesia yang lebih baik. Kemudian pada bagian tengah berita menceritakan orasi Surya Paloh yang mengatakan bahwa Indonesia berpotensi menjadi negara gagal dan menegaskan bahwa bangsa ini membutuhkan orang-orang yang rela mengorbankan jiwa dan raga agar negara ini tidak semakin gagal, saat meresmikan kantor Dewan Pimpinan Wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Dan pada bagian akhir berita Febuar Rahman selaku ketua DPW Provinsi Sumatera Selatan menyatakan telah terbentuknya 62 100% kepengurusan Partai NasDem di tingkat desa setelah sebelumnya kepengurusan di 15 kota dan kabupaten. Mikro Semantik Latar Latar dalam berita ini terdapat pada paragraf ke 2 yang isinya adalah: Menurut merupakan dia, Partai satu-satunya NasDem partai alternatif yang memungkinkan anakanak bangsa menyerahkan jiwa dan raga demi menjadikan Indonesia lebih baik ke depan. (Paragraf 2) Detil Detil dalam berita ini terdapat pada paragraf ke 4 yang isinya adalah Surya Paloh mengatakan dunia telah memberi peringatan bahwa Indonesia sekarang berpotensi masuk sebagai negara gagal. Tanpa menyebut siapa yang membuat negara ini berpotensi gagal, Surya Paloh mengajak para kader Partai NasDem untuk bangkit, bersatu, dan kreatif agar jangan 63 sampai kegagalan semakin bertambah parah. (Paragraf 4) Maksud Elemen maksud dalam berita ini adalah Partai NasDem merupakan tempat yang paling tepat bagi anak bangsa yang memiliki komitmen dan mempunyai tekad untuk menyerahkan jiwa dan raga untuk bangsa maka Tuhan akan meridai misi Partai NasDem mengantarkan Indonesia jauh lebih sejahtera dan berkeadilan. (Paragraf 6) Pra- Surya Paloh optimis Indonesia ke Anggapan depan akan menjadi bangsa yang besar, dan Partai NasDem merupakan alat untuk menuju ke sana. (Paragraf 7) Sintaksis Koherensi Paragraf 1: ...Surya Paloh tidak rela jika Indonesia terperosok menjadi negara gagal. Karena itu, dia meminta para kader partai NasDem menyerahkan jiwa dan raga ... 64 Paragraf 2: merupakan ...Partai NasDem satu-satunya partai alternatif yang memungkinkan anakanak bangsa menyerahkan jiwa dan raga demi menjadikan Indonesia lebih baik ke depan. Paragraf 3: “Izinkan ya Allah Engkau ambil raga kami jika kami tidak berbuat membuat apa-apa negeri sehingga ini semakin gagal,”... Paragraf 4: Tanpa menyebut siapa yang membuat negara ini berpotensi gagal, Surya Paloh mengajak para kader Partai NasDem untuk bangkit, bersatu, dan kreatif ... Paragraf 5: “Saya bangga hari ini bisa bertemu bangsa yang dengan anak-anak tergabung dalam NasDem yang telah berkomitmen membawa perubahan dan menjadikan bangsa dan negeri ini ...” 65 Paragraf 6: ...sebagai negara yang berpotensi gagal, bangsa ini membutuhkan orang-orang yang rela mengorbankan jiwa dan raga untuk tidak menjadikan negara ini semakin gagal ... Paragraf 7: ...“Karena memiliki misi suci dan mulia, para kader Partai NasDem bersemangat, berkonsolidasi, kreativitas agar terus bersatu dan padu, membangun melalui gerakan restorasi.” Bentuk Paragraf 1: Karena itu, dia Kalimat meminta para kader partai NasDem menyerahkan jiwa dan raga untuk membangkitkan Indonesia. Paragraf 2: ...anak-anak bangsa menyerahkan jiwa dan raga demi menjadikan Indonesia lebih baik ke depan. Paragraf 3: “...jika kami tidak 66 berbuat apa-apa sehingga membuat negeri ini semakin gagal,”... Paragraf 4: Surya Paloh mengajak para kader Partai NasDem untuk bangkit, bersatu, dan kreatif ... Paragraf 5: “...anak-anak bangsa yang tergabung dalam NasDem yang telah berkomitmen membawa perubahan dan menjadikan bangsa dan negeri ini...” Paragraf 6: Ia menegaskan, sebagai negara yang berpotensi gagal, bangsa ini membutuhkan orang-orang yang rela mengorbankan jiwa dan raga... “misi kita mengantarkan masyarakat Indonesia yang lebih sejahtera...” Paragraf 7: ...Partai NasDem, kata dia, merupakan alat untuk menuju kesana. “Karena memiliki misi suci dan mulia...” Paragraf 8: ...Febuar Rahman 67 mengungkapkan kepengurusan Partai NasDem di tingkat desa... Kata Ganti Paragraf 1: ... Karena itu, dia meminta para kader Partai NasDem menyerahkan... Paragraf 2: Menurut dia, Partai NasDem merupakan satu-satunya partai alternatif yang memungkinkan anak-anak bangsa menyerahkan jiwa dan raga... Paragraf 3: “Izinkan ya Allah Engkau ambil raga kami jika kami tidak berbuat apa-apa...” Paragraf 5: “... menjadikan bangsa dan negeri ini semakin baik lewat gerakan restorasi,” kata dia. Paragraf 6: Ia Menegaskan, sebagai negara yang berpotensi gagal, bangsa ini membutuhkan orang-orang yang rela... “...Insya Allah jika kita punya tekad menyerahkan jiwa dan raga kita untuk bangsa ini, Tuhan akan 68 meridai misi kita mengantarkan masyarakat...” Paragraf 7: Surya Paloh optimis Indonesia ke depan akan menjadi bangsa yang besar. Partai NasDem, kata dia, merupakan alat untuk menuju kesana... Stilistik Leksikon Paragraf 1: terperosok, negara gagal, membangkitkan. Paragraf 2: alternatif, anak-anak bangsa, jiwa, raga. Paragraf 3: izinkan, raga, gagal. Paragraf 4: berpotensi, bangkit, 5: anak-anak bangsa, bersatu. Paragraf berkomitmen, gerakan restorasi. Paragraf 6: berpotensi, jiwa, raga, anak-anak bangsa, komitmen, misi. Paragraf 7: alat, misi, bersatu, gerakan restorasi. Paragraf 8: mengungkapkan. menyusul, 69 Pada analisis teks dalam tabel tersebut di atas menunjukkan, jika melihat dari struktur makro, harian Media Indonesia mengemas unsur tematik dengan menonjolkan pernyataan dari Surya Paloh agar para kader Partai NasDem bersedia untuk menyerahkan jiwa dan raga mereka demi bangkitkan Indonesia. Judul yang di angkat tersebut mengindikasikan adanya pembentukkan opini publik secara persuasif dikarenakan opini yang sebelumnya sebatas opini pribadi kemudian di angkat dalam kelompok tertentu yang selanjutnya berubah menjadi opini kelompok. Pada bab sebelumnya telah peneliti bahas mengenai komponen-komponen di dalam opini publik yaitu: keyakinan, nilai-nilai, dan ekspekstasi yang berkaitan dengan kecenderungan. Dalam komponen keyakinan terdapat credulity yaitu mengenai percaya atau tidaknya suatu isu yang di angkat kepada publik, kemudian salience yaitu mengenai penting atau tidaknya sesuatu yang dipercaya oleh khalayak, dengan kata lain khalayak yang percaya terhadap suatu isu tidak langsung menganggapnya penting bagi dirinya. Pada tingkatan superstruktur, berita di kemas dengan unsur skematik yang mengedepankan ketidakrelaan sosok Surya Paloh jika Indonesia terperosok dan menjadi negara gagal. Kemudian pada skema tengah dalam berita di atas menunjukkan salah satu cara alternatif dengan mengumpulkan orang-orang yang rela mengorbankan jiwa dan raga mereka, persepsi khalayak diarahkan pada Partai NasDem yang siap menjadi wadah untuk mewujudkan hal tersebut, dan dipertegas pada skema akhir yaitu dengan menunjukkan kesiapan partai yang sudah mencapai seratus persen kepengurusan di wilayah Provinsi Sumatera Selatan. 70 Sedangkan pada tingkatan struktur mikro, jika melihat dari elemen semantik dalam berita di atas banyak memberitakan sesuatu yang implisit mengenai Partai NasDem, segala keterpurukan yang belum terjadi pada bangsa Indonesia seakan menjadi fenomena yang sangat krusial dan partai ini hadir dengan berbagai kesiapannya demi menjadikan bangsa ini lebih baik, sementara hal yang belum terjadi tersebut dan jalan lain untuk menjadikan Indonesia lebih baik dijelaskan secara eksplisit dan mengurangi detail sisi yang lain. Pada elemen siktaksis ditemukan bentuk kalimat dan koherensi yang menjelaskan kata kerja aktif dan hubungan sebab-akibat, dan hubungan maksud dan tujuan yang akan dialami bangsa ini jika masih membiarkan keterpurukan terus terjadi dan menjadikan Partai NasDem sebagai momentum untuk mengatasi hal tersebut. Sedangkan pada elemen stilistik ditemukan pilihan-pilihan kata yang dipakai ke dalam teks mengandung unsur teknik propaganda yang dilakukan Partai NasDem dengan menggunakan teknik name calling, sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya teknik name calling digunakan untuk memberi julukan yang bermakna dan mempunyai konotasi negatif seperti penyebutan Indonesia pada teks berita di atas yaitu negara gagal, yang mengindikasikan bahwa Indonesia telah gagal dengan kepemimpinan pemerintahan yang sedang menjabat. Dan pada elemen retoris penekanan terhadap suatu isu dilakukan dengan menonjolkan sosok Partai NasDem sebagai jalan alternatif untuk menghindari 71 terperosoknya negara agar tidak semakin jauh tertinggal dengan negara lain dengan segala kesiapan dan kepercayaannya. Tabel 4 Analisis Teks Berita 2 : Senin, 25 Juni 2012, “Partai NasDem Konsolidasi Hingga Tingkat Desa”, Struktur Makro Analisis Wacana Tematik Elemen Uraian Topik/Tema Konsolidasi dalam rangka penguatan kader dan pengorganisasian partai di Jawa Tengah dengan mengembangkan sayap partai ke 135 kota di Jawa Tengah. Superstruktur Skematik Skema Pada bagian awal berita Sugeng Suparwoto selaku ketua Dewan Pimpinan Tengah, Wilayah Jawa mengatakan target Partai NasDem ke depan harus menjadi pemenang pemilu dan adanya organisasi sayap partai yang menjadi penopang untuk keberadaan partai. Selanjutnya pada bagian tengah berita Sugeng juga menargetkan 72 35 kabupaten di Jawa Tengah dapat menjadi pusat konsolidasi organisasi Partai NasDem yang kemudian konsolidasi sayap partai akan dilanjutkan ke empat kota yang belum di Provinsi Jawa Tengah. Pada bagian akhir berita Akhwan Sukandar selaku ketua Dewan Kabupaten Pimpinan Daerah Kudus optimis bahwa Partai NasDem akan menang dalam pemilu 2014 dan juga menyampaikan harapannya agar kepengurusan Partai NasDem bisa terbentuk hingga ke pelosok desa di seluruh kabupaten. Mikro Semantik Latar Latar pada berita ini adalah Sugeng Suparwoto selaku ketua Pimpinan Wilayah (DPW) Dewan Jawa Tengah Partai NasDem melakukan 73 orasi tentang restorasi Indonesia dan konsolidasi dalam rangka penguatan kader dan pengorganisasian partai di Jawa Tengah. (lead) Detil Detil dalam berita ini adalah 35 kabupaten Jawa Tengah ditargetkan menjadi pusat konsolidasi organisasi Partai NasDem di dan ke depan Partai NasDem harus menjadi pemenang pemilu. (paragraf 3 dan 4) Maksud Elemen maksud dalam berita ini adalah tujuan dari Partai NasDem yang disampaikan Suparwoto oleh yaitu Sugeng melakukan pembaruan untuk perbaikan negara yang dilandasi pada jati diri bangsa Indonesia. (paragraf 6) PraAnggapan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai NasDem Kabupaten Kudus Akhwan Sukandar optimistis menang dalam pemilu 2014. 74 (paragraf 7) Sintaksis Koherensi Paragraf 1: melakukan Partai NasDem konsolidasi dengan mengembangkan sayap partai ke 135 kota di Jawa Tengah. Paragraf 4: Dia menargetkan 35 kabupaten di Jawa Tengah menjadi pusat konsolidasi Partai NasDem. Setelah itu dilanjutkan dengan konsolidasi program di seluruh kota. Paragraf 6: ...tujuan Partai NasDem adalah melakukan pembaruan untuk perbaikan negara yang dilandasi pada jati diri bangsa Indonesia. Paragraf 7: ...optimistis menang dalam Pemilu 2014. Pasalnya, kepengurusan Partai NasDem sudah berdiri ... Paragraf 8: “Sekarang tinggal berkonsolidasi ke desa-desa. Saat ini perkembangannya sudah 85%...” Bentuk Paragraf 1: Partai NasDem 75 Kalimat melakukan konsolidasi dengan mengembangkan sayap partai ke 135 kota di Jawa Tengah. Paragraf 2: ...Sugeng Parwoto mengatakan organisasi sayap akan menjadi penopang bagi keberadaan partai ke depan. Paragraf 3: “Kita punya target Partai NasDem ke depan harus menjadi pemenang pemilu,” kata Sugeng saat melakukan konsolidasi partai... Paragaraf 4: Dia menargetkan 35 kabupaten di Jawa Tengah menjadi pusat konsolidasi organisasi Partai NasDem. Setelah itu dilanjutkan dengan konsolidasi program di seluruh kota. Paragraf 6: ...tujuan Partai NasDem adalah melakukan pembaruan untuk perbaikan negara yang dilandasi pada jati diri bangsa Indonesia. 76 Paragraf 8: “...Bulan juli kami menargetkan pembentukan organisasi di seluruh desa,” tegas Akhwan. Kata Ganti Paragraf 3: “Kita punya target Partai NasDem ke depan harus menjadi pemenang pemilu,” kata Sugeng saat melakukan konsolidasi partai... Paragraf 4: Dia menargetkan 35 kabupaten di Jawa Tengah menjadi pusat konsolidasi organisasi Partai NasDem... Paragraf 6: Apalagi, tambahnya, tujuan Partai melakukan NasDem adalah pembaruan untuk perbaikan negara... Paragraf 8: “...Bulan juli kami menargetkan pembentukan organisasi di seluruh desa,” tegas Akhwan. Paragraf 9: Dia berharap 77 kepengurusan Partai NasDem bisa terbentuk hingga pelosok desa di seluruh kebupaten. Stilistik Leksikon Paragraf 1: konsolidasi, mengembangkan, sayap partai. Paragraf 2: organisasi sayap, penopang. Paragraf 3: target, pemenang. Paragraf 4: pusat, organisasi, konsolidasi. Paragraf 5: sayap partai, rampung, ungkap. Paragraf 6: tujuan, pembaruan, perbaikan, jati diri. Paragraf 7: optimistis, seluruh, berdiri. Paragraf 9: pelosok, seluruh. Pada analisis teks dalam tabel di atas menunjukkan, dilihat dari struktur makro, harian Media Indonesia mengemas elemen tematik dengan menonjolkan pernyataan bahwa Partai NasDem telah berkonsolidasi ke daerah Jawa Tengah dalam rangka penguatan kader dan pengembangan sayap partai ke seluruh kota di Jawa Tengah. Judul yang di angkat tersebut mengaplikasikan salah satu teknik 78 propaganda yaitu teknik card stacking, seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, tekni card stacking ini digunakan untuk mencoba mengemukakan fakta dengan bertujuan meyakinkan orang lain. Pada tingkatan superstruktur, berita di kemas dengan unsur skematik yang mengedepankan ungkapan Sugeng Suparwoto bahwa target Partai NasDem harus menjadi pemenang pemilu dan mengharapkan organisasi sayap partai mampu menjadi penopang bagi keberadaan partai. Kemudian pada skema tengah dalam berita di atas menunjukkan keinginan Sugeng agar seluruh kabupaten di Jawa Tengah dapat menjadi pusat konsolidasi organisasi Partai NasDem. Dan pada skema akhir yaitu pernyataan Akhwan Sukandar menjadi penutup dari berita ini dengan pernyataan bahwa Partai NasDem akan menang dalam pemilu 2014 mendatang. Sedangkan pada tingkatan struktur mikro, jika melihat dari elemen semantik dalam berita di atas banyak memberitakan sesuatu yang implisit mengenai tujuan dan target-target yang ingin di capai Partai NasDem, dengan latar tentang restorasi Indonesia dan penguatan kader, dan melakukan pembaruan untuk perbaikan negara yang di landasi pada jati diri bangsa Indonesia, sementara hal yang terkait dengan langkah-langkah strategis dan perencanaan untuk melakukan pembaruan tersebut tidak disebutkan dalam teks berita dan dijelaskan secara eksplisit tentunya hal ini mengakibatkan kurangnya detail dari sisi yang lain. Pada elemen siktaksis ditemukan bentuk kalimat dan koherensi yang menjelaskan kata kerja aktif dan pasif, juga dan hubungan sebab-akibat, yang akan melandasi Partai NasDem untuk melakukan pembaruan dan perbaikan negara. 79 Sedangkan pada elemen stilistik ditemukan pilihan-pilihan kata yang dipakai ke dalam teks mengandung unsur optimisme, bertujuan melakukan pembaharuan, sayap partai yang diharapkan dapat mendukung kesuksesan Partai NasDem pada pemuli mendatang. B. ANALISIS KOGNISI SOSIAL PEMBERITAAN PARTAI NASDEM DI MEDIA INDONESIA Analisis kognisi sosial merupakan bentuk kedua dari analisis model Van Dijk yang pendekatannya lebih bersifat spesifik dan psikologis. Kognisi sosial juga digunakan untuk menganalisa bagaimana dan sejauhmana pengetahuan wartawan baik penulis berita maupun penentu kebijakan dalam memahami seseorang atau peristiwa yang ingin diberitakan. Dalam pandangan Van Dijk, analisis wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi. Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, kita membutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial. 3 Setiap teks pada dasarnya dihasilkan lewat kesadaran, pengetahuan, prasangka, atau pengetahuan tertentu atas suatu peristiwa, di sini wartawan tidak dianggap sebagai individu yang netral, tetapi individu yang mempunyai bermacam nilai, pengalaman, dan pengaruh ideologi yang didapatkan dari kehidupannya. 4 3 4 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 260 Ibid, h. 261 80 Penelitian ini difokuskan bagaimana teks diproduksi dengan dipengaruhi kebijakan redaksional dalam suatu media, wawancara yang peneliti lakukan dengan Bapak Ono Sarwono yang merupakan salah satu wartawan senior dan kini menjabat sebagai Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Media Indonesia menyatakan bahwa, dalam menentukan dan menseleksi berita-berita yang akan diterbitkan Media Indonesia melalui beberapa mekanisme rapat dan memprioritaskan berita yang memiliki news value, seperti yang diungkapkan di bawah ini: “Disini kami mempunyai mekanisme rapat satu hari itu ada tiga kali rapat, antara lain ada rapat proyeksi sekitar jam setengah sepuluh, yaitu mendiskusikan berita yang akan diliput. Kemudian, jam dua belas ada rapat budget, rapat ini membicarakan perolehan dari rapat proyeksi tadi. Kemudian, jam setengah tiga sore itu ada rapat checking, di rapat ini kami mengecek kembali berita-berita yang ingin dimuat, ada berita politik satu, dua dan tiga, ada berita olah raga satu, dua, tiga, dan lain sebagainya, di sini lah kami menentukan berita, mempertajam, dan memfinalkan berita mana yang ada di halaman sekian, mana berita yang menjadi headline”.5 Dari pernyataan tersebut dapat dilihat mekanisme peliputan atau pencarian berita sudah ditentukan dari awal dalam rapat proyeksi, dimana redaksi mendiskusikan berbagai peristiwa atau kejadian yang ingin diliput dan kemudian akan diproses lebih lanjut dalam rapat selanjutnya setelah berita-berita didapatkan. Setelah semua berita terkumpul maka akan diadakan rapat budget atau rapat kedua yang membicarakan, memperdebatkan, mendiskusikan hasil dari berita yang didapatkan dari para pencari berita yang ada di lapangan. Tahap akhir dari mekanisme diatas ialah rapat cheking, dimana berita-berita yang sudah terkumpul dan telah diperdebatkan dan didiskusikan, maka akan 5 Wawancara pribadi dengan Ono Sarwono, Jakarta, 26 Juni 2012. 81 dilakukan pengecekan ulang terhadap berita mana saja yang akan dimuat, dipertajam kembali dan difinalkan. Dalam tahap ini sudah ditentukan berita mana yang memiliki nilai berita yang lebih tinggi akan dijadikan prioritas utama dan disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seperti yang dijelaskan oleh narasumber dibawah ini: “Kita juga harus menentukan mana yang menjadi prioritas, mana berita yang menarik, yang mempunyai nilai berita atau news value, mana informasi yang diinginkan pembaca. Misalnya, besok akan ada pemeriksaan Anas di KPK, pada saat yang sama Partai NasDem ada peresmian Dewan Pimpinan Cabang di salah satu daerah, pembaca tentu lebih memilih berita tentang Anas, di sini kita harus bijak dalam menentukan berita, mana yang menarik bagi masyarakat atau tidak.”6 Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa dalam menentukan atau menseleksi berita-berita yang telah terkumpul, Media Indonesia memilih nilai berita atau news value sebagai tolak ukur dari berita-berita yang akan diterbitkan. Namun, jika dalam proses penentuan dan penseleksian berita ini dikaitkan dengan sang pemilik modal, dalam hal ini Surya Paloh, yang notabene-nya juga menjabat sebagai ketua umum Partai NasDem, apakah Ia mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap proses penseleksian berita. Berikut ini penjelasan pada saat penulis melakukan wawancara dengan narasumber terkait: “Nah, ini juga yang harus saya sampaikan kepada Anda, seperti yang sudah saya jelaskan tadi, di setiap media massa itu baik yang ada di Indonesia maupun di luar Indonesia, para pemilik pasti mempunyai kepentingan, baik dari segi bisnis dan sebagainya, tapi jika kita harus menitikberatkan atau mendukung suatu partai tertentu kita pasti tidak akan dilirik oleh pembaca, seperti misalnya, kasus korupsi yang menimpa kader Partai Demokrat, kita tidak mungkin menutupinya, media manapun pasti memberitakan hal itu, nah tinggal karakter dari masing-masing media itulah yang membedakan.” “Di sini Anda bisa melihat sendiri keadaanya seperti apa, terkadang Pak Surya itu sudah terlalu sibuk dengan urusannya, bahkan hampir setiap hari saya 6 Ibid, wawancara 82 yang memimpin rapat, jadi kami sendiri yang menentukan berita mana yang ada di halaman satu, halaman dua, Polkam, dan sebagainya.”7 Penjelasan diatas menegaskan bahwa dalam industri media massa tidak melulu faktor kepemilikan media menjadi pengaruh yang signifikan bagi proses penentuan berita, walaupun tidak dimungkiri bahwa pemilik pasti mempunyai kepentingan. Namun, didalam memutuskan berita-berita yang akan diterbitkan Media Indonesia masih menimbang faktor kepuasan konsumen agar tetap diminati oleh khalayak pembaca. Bagaimana peristiwa dipahami dan dimengerti didasarkan pada sebuah skema. Van Dijk menyebut skema ini sebagai model. Model menunjukkan pengetahuan, pandangan individu ketika melihat dan menilai suatu persoalan. Sebuah model adalah sesuatu yang subjektif dan unik, yang menampilkan pengetahuan dan pendapat ketika memandang suatu persoalan. 8 Kemudian bagaimana pandangan serta perlakuan redaksi Media Indonesia terhadap pemberitaan Partai NasDem, yang notabene-nya adalah partai yang dinahkodai oleh pemilik dari Media Indonesia itu sendiri, berikut penjelasan narasumber terkait. “Partai NasDem ini merupakan salah satu partai baru yang ikut mewarnai kancah perpolitikan di Indonesia, sudah terdaftar dan terferivikasi oleh KPU. Kami melihat bahwa Partai NasDem ini sama seperti partai-partai lainnya, tidak ada yang diistimewakan. Kemudian kebijakan redaksi disini tidak ada yang memperlakukan khusus salah satu partai, karena proses pemberitaannya kita diskusikan di forum rapat, yang melibatkan seluruh redaktur dan mereka ikut serta dalam memberikan pandangan terhadap berita itu.”9 7 Ibid, wawancara Eriyanto, Analisis Wacana, h. 261 9 Wawancara Pribadi dengan Ono Sarwono. 8 83 Sekali lagi redaksi Media Indonesia menapik adanya perlakuan istimewa mengenai pemberitaan Partai NasDem ini, walaupun setelah di analisis, content dari berita tersebut jelas terlihat mendukung dan memberi nilai positive terhadap apa-apa yang dilakukan Partai NasDem. Namun, apakah Media Indonesia mempunyai edisi tertentu dalam memberitakan Partai NasDem ini, atau sudah adakah jadwal khusus untuk meliput dan memberitakan Partai NasDem? Berikut jawaban dari narasumber. “Kalau misalnya dalam seminggu atau sebulan kita harus memberitakan Partai NasDem ini beberapa kali, tentu kita tidak bisa melakukan hal itu. Namun jika ada event-event seperti Rapimnas, Rakernas, dan lain sebagainya, tentu akan kita beritakan, dan lagi-lagi tidak serta merta harus Partai NasDem, partai lain pun jika sedang melakukan kegiatan pasti kita beritakan. Bahkan, terkadang kita tidak memberitakan kegiatan baik Partai NasDem atau pun Partai lain, karena tidak menarik atau tidak memiliki news value.”10 Dari pernyataan diatas terlihat bahwa pihak redaksi menyatakan keberatannya jika harus memberitakan Partai NasDem secara khusus dan rutin dalam edisi tertentu, dan dapat peneliti simpulkan bahwa dalam memberitakan Partai NasDem ini, pihak redaksi masih mempertimbangkan nilai-nilai berita, ketertarikan pembaca atau human interest, kepentingan pemilik media, dan kepentingan bisnis atau ekonomi. C. ANALISIS KONTEKS SOSIAL PEMBERITAAN PARTAI NASDEM DI MEDIA INDONESIA Dimensi ketiga dari analisis Van Dijk adalah analisis sosial. Wacana adalah bagian wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal yang 10 Ibid, wawancara 84 diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat. Menurut Van Dijk, ada dua poin penting dalam analisis mengenai masyarakat: kekuasaan (power), dan akses (acces).11 Wacana yang diangkat dalam penelitian ini lebih menekankan kepada pemberitaan Partai NasDem di Media Indonesia yang tidak lain adalah milik Surya Paloh yang juga menjadi pemimpin didalam partai tersebut. Jika dibuat rumusan konteks sosial, dalam hal ini menjawab pertanyaan bagaimana praktik kekuasaan mempengaruhi wacana mengenai pemberitaan Partai NasDem yang diterbitkan oleh harian Media Indonesia. Serta bagaimana akses mempengaruhi wacana yang berkembang dalam kelompok masyarakat mengenai pemberitaan Partai NasDem di Media Indonesia. Dalam hal ini peneliti akan memaparkan kekuasaan (kepemilikan) serta akses (dominasi kelompok) yang mempengaruhi wacana dalam berita-berita yang diterbitkan oleh Media Indonesia. Van Dijk mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan yang dimiliki oleh suatu kelompok atau anggotanya. Kekuasaan ini umumnya didasarkan pada kepemilikan atas sumber-sumber yang bernilai, seperti uang, status, dan pengetahuan.12 Kelompok yang dibahas dalam analisis ini ialah Partai NasDem, didalam partai ini terdapat individu-individu yang sangat kuat kekuasaannya baik dari segi ekonomi maupun pengalaman dalam dunia politik. Seperti misalnya, Patrice Rio Capella yang sebelum kongres pertama Partai NasDem menjabat sebagai Ketua Umum Partai NasDem, Ia juga adalah mantan Wakil Sekretaris Jendral Partai 11 12 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 271 Ibid, h. 272 85 Amanat Nasional (PAN), tentu pengalaman politiknya di partai besar akan sangat membantu bagi perkembangan Partai NasDem. Tidak hanya sebatas pada Rio Capella, tokoh utama dari partai ini pun memegang peranan yang sangat penting yakni Surya Paloh bernama lengkap Surya Dharma Paloh, Ia menjadi penggagas terbentuknya Partai NasDem yang sebelumnya adalah basis kelompok organisasi massa. Paska hengkangnya Paloh dari Partai Golkar setelah gagal terpilih menjadi Ketua Umum pada Munas Partai Golkar tahun 2009 lalu, Ia memfokuskan dirinya untuk organisasi masyarakat Nasional Demokrat yang kini bertransformasi menjadi Partai NasDem. Dengan membawa slogan gerakan perubahan dan restorasi Indonesia, Partai NasDem tampil dengan sangat percaya diri untuk turut serta dalam kompetisi pemilihan umum 2014 mendatang. Tidak cukup sampai disini, masih ada beberapa tokoh berpengaruh lain yang turut hadir di partai ini, sebelumnya ada Hari Tanoesudibjo salah satu pengusaha industri media televisi di Indonesia yang menaungi MNC Group diantaranya: global tv, mnc tv, dan rcti. Namun paska terpilihnya Surya Paloh sebagai Ketua Umum Partai NasDem dalam Kongres pertama pada Januari 2013 lalu, Hari Tanoe mundur dari NasDem karena Ia merasa sudah tidak sesuai dengan keinginannya. Tokoh lain ialah Sugeng Suparwoto yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Jawa Tengah Partai NasDem, adalah satu petinggi Harian Media Indonesia yang juga menjadi subjek dalam penelitian ini. Setelah diputuskannya Surya Paloh sebagai ketua umum pada kongres perdana Partai 86 NasDem, maka terjadi perombakan struktur organisasi partai yang menempatkan Sugeng sebagai Ketua bidang Organisasi, Keanggotaan dan Kaderisasi. Dari beberapa tokoh diatas masing-masing mempunyai akses yang berbeda dalam menanggapi isu-isu terkait Partai NasDem, baik isu yang menimpa partai itu maupun isu yang sengaja diangkat oleh partai tersebut. Seperti yang tertera dalam analisis berita 1, dimana Surya Paloh yang pada saat itu masih menjabat sebagai Ketua Majelis Nasional Partai NasDem mengangkat isu kebobrokan dan potensi kegagalan yang akan dialami bangsa ini, dengan menyatakan ketidakrelaannya jika hal itu terjadi dan mengajak para kader Partai NasDem untuk menyerahkan jiwa dan raga. Apa yang disampaikan Surya Paloh mengenai hal ini dimata peneliti masih belum menemukan relevansinya secara spesifik, pernyataan “dunia telah memberi peringatan bahwa bangsa ini berpotensi masuk sebagai negara gagal”, masih menggambarkan makna umum tentang dunia seperti apa yang telah memberi peringatan untuk bangsa ini, dan makna yang juga masih umum mengenai pernyataan bangsa ini berpotensi sebagai negara gagal, konteks kegagalan seperti apakah yang dimaksud dari pernyataan tersebut, isu ini menjadi lemah ketika sang komunikator politik tidak menjelaskan secara spesifik maksud dari pernyataan tersebut. Begitu pun yang terdapat dalam analisis berita ke 2, dimana pernyataan dari Sugeng Suparwoto yang pada saat itu masih menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Jawa Tengah, saat orasi dalam rangka penguatan kader menjelaskan mengenai tujuan Partai NasDem adalah melakukan pembaruan untuk 87 perbaikan negara yang dilandasi pada jati diri bangsa Indonesia. Pernyataan ini juga masih belum bisa terlihat pembaruan seperti apa yang ingin dilakukan Partai NasDem, didalam analisis teks juga tidak ditemukan penjelasan lebih lanjut mengenai pernyataan yang disampaikan oleh Sugeng tersebut. Akses terhadap media yang begitu besar sangat tidak dioptimalkan kedua tokoh tersebut, terlebih keduanya masing-masing adalah orang yang berpengaruh di Harian Media Indonesia. Isu-isu yang diangkat kepada publik menjadi tidak mendalam ketika tidak ada penjelasan lebih lanjut atas ide dan gagasan yang akan mereka bawa untuk menarik simpatik khalayak, yang mungkin terjadi hanyalah pembentukan dan kontrol opini publik terhadap isu global mengenai potensi gagal yang akan dialami bangsa ini. 88 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah menganalisa dan menjelaskan permasalan yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya, serta informasi yang di dapat dari pihak redaksi Media Indonesia dan juga konteks sosial yang menggambarkan kehadiran dari Partai NasDem itu sendiri, maka dapat peneliti simpulkan bahwa komunikasi politik yang dilakukan Partai NasDem yang terdapat pada Harian Media Indonesia di tinjau dari tiga aspek pokok permasalahan dalam model Van Dijk ialah sebagai berikut: 1. Segi Analisis Teks a) Pada tingkatan struktur makro, tema yang dikedepankan pada kedua berita yang telah di analisis bahwa Harian Media Indonesia berusaha mengemas tema yang mengandung unsur pro-aktif terhadap kegiatankegiatan yang dilakukan oleh Partai NasDem. b) Pada tingkatan superstruktur, Harian Media Indonesia menyusun skema berita berdasarkan penonjolan dua tokoh penting di dalam Partai NasDem yang juga merupakan orang-orang yang berpengaruh di dalam struktur organisasi Harian Media Indonesia, kemudian disusul pernyataan fenomenal dua tokoh tersebut, dan diakhiri dengan pernyataan dari Dewan Pimpinan Daerah mengenai progres dari Partai NasDem. 88 89 c) Pada tingkatan struktur mikro, berdasarkan elemen semantik, stilistik, sintaktis, dan retoris, dari kedua berita yang telah dianalisis sebelumnya. Wacana yang di kemas Harian Media Indonesia menititikberatkan pada kesiapan dan kepercayaan diri Partai NasDem yang akan sukses dalam pemilihan umum 2014 mendatang, serta bentuk kalimat dari kedua berita tersebut yang mengindikasikan Partai NasDem menjadi sangat subjektif dan seakan berpengaruh besar bagi kelangsungan bangsa Indonesia. 2. Segi Kognisi Sosial Dilihat dari segi kognisi sosial, jajaran redaksi Media Indonesia memiliki pandangan tersendiri dalam melihat Partai NasDem, menurut redaksi partai ini sama seperti partai yang lainnya, namun berdasarkan temuan-temuan data pada struktur teks yang di bangun, ditemukan bahwa Harian Media Indonesia jelas terlihat mendukung dan berpihak terhadap pesan-pesan politik yang disampaikan Partai NasDem. 3. Segi Konteks Sosial Dari segi konteks sosial, sebagian masyarakat yang melek politik tentu memiliki pandangan kritis baik terhadap Harian Media Indonesia maupun terhadap Partai NasDem, namun faktor kekuasaan (power) dan akses (acces) dari masing-masing tokoh yang terdapat dalam partai tersebut dapat dengan mudah 90 melakukan propaganda dan mengkontrol opini publik melalui media massa yang mereka miliki. B. Saran Peneliti ingin menyampaikan beberapa saran teoritis dan saran praktis yang berkaitan dengan kajian keilmuan komunikasi politik serta yang berkaitan dengan pemberitaan mengenai Partai NasDem yang diterbitkan oleh Harian Media Indonesia ini, diantaranya sebagai berikut: 1. Berita yang dipaparkan oleh Harian Media Indonesia mengenai Partai NasDem haruslah lebih spesifik terlebih dalam hal isu-isu yang disampaikan Partai NasDem agar lebih relevan dengan realitas yang terjadi. 2. Demi relevansi isi berita dengan realitas di masyarakat, diharapkan Harian Media Indonesia memiliki tim riset untuk meneliti masalah-masalah sosial di masyarakat khususnya di bidang politik. 3. Terkait dengan kepemilikan Harian Media Indonesia dan tokoh berpengaruh dalam Partai NasDem yakni Pak Surya Paloh dan Pak Sugeng Suparwoto, diharapkan Media Indonesia tetap berjalan sesuai dengan visi dan misi yang diembannya sebagai media yang independen, lugas, dan terpercaya. 4. Konsep dan tema pemberitaan di Media Indonesia selalu kritis terhadap kebijakan-kebijakan maupun keputusan pemerintah, penulis berharap agar 91 hal ini tetap berlanjut tanpa melihat siapa dan dari mana asal politisi yang ada dalam kepemerintahan tersebut. 5. Peneliti berharap ada penelitian lanjutan mengenai aktifitas politik yang dilakukan Partai NasDem baik dalam skala nasional maupun skala internasional yang tetap mengacu kepada kajian komunikasi politik. 6. Agar penelitian di bidang komunikasi politik media massa lebih berkembang, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai studi komparasi terhadap Harian Media Indonesia dengan Harian Umum lainnya terkait berita mengenai Partai NasDem. 92 DAFTAR PUSTAKA Adityawan S, Arief. Propaganda Pemimpin Politik Indonesia “Mengupas Semiotika Orde Baru Soeharto”. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. 2008 Aliawati, Maharani. “Kampanye Politik Di Media Massa Pasangan Adang Daradjatun – Dani Anwar Dalam Masa Kampanye Pilkada DKI 2007”, Skripsi S1 Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2008 Arifin, Anwar. Komunikasi Politik, “Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia”. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2011 _ _ _ _ _ _. Pencitraan Dalam Politik, “Strategi Pemenangan Pemilu Dalam Perspektif Komunikasi Politik”. Jakarta: Pustaka Indonesia. 2006 Bungin, Burhan. “Konstruksi Sosial Media Massa : Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen serta Kritik Terhadap Peter L. Berger & Thomas Luckmann”. Jakarta: Jakarta Kencana. 2008 _ _ _ _ . Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Cetakan ke-2. Jakarta: Jakarta Kencana. 2007 Cangara, Hafied. Komunikasi Politik : Konsep, Teori dan Strategi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2009 _ _ _ _ _ . Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Edisi 1-9. 2008 Eriyanto. Analisis Wacana “Pengantar Analisis Teks Media”. Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara. 2001 Hamad, Ibnu. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa “Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik”. Jakarta: Granit. 2004 Harisson, Lisa. Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Jakarta Kencana. 2009 Heryanto, Gun Gun. Komunikasi Politik di Era Industri Citra. Jakarta: PT Lasswell Visitama. 2010 Heryanto, Gun Gun dan Farida, Ade Rina. Komunikasi Politik. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011 Morissan, dkk. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010 Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Cetakan 14. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2010 92 93 Nimmo, Dan. Komunikasi Politik “Khalayak dan Efek”. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2006 _ _ _ _ _ _. Komunikasi Politik. “Komunikator, Pesan dan Media”. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1999 Nurudin. Komunikasi Propaganda. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2008 Olii, Helena. Opini Publik. Jakarta: PT. Indeks. 2007 Sari, Laila. “Konstruksi Pesan Di Media Cetak : Analisis Framing Terhadap Berita Kasus Perdata Korupsi Mantan Presiden Soeharto Pada Koran Sindo Dan Harian Umum Pelita Edisi 5 Januari – 5 Februari 2008”. Skripsi S1 Jurusan Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2008 Sendjaja, Sasa Djuarsa. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka Edisi ke-9. 2005 Sobur, Alex. Analisis Teks Media Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2002 MEDIA INDONESIA PT CITRA MEDIA NUSA PURNAMA Jl. Pilar Mas Raya Kav. A-D Kedoya Selatan, Komplek Delta Kedoya, Kebon Jeruk, .Jakarra F 1'1520-lndonesia T+6221 581 2088, +6221 581 2102 [Redaksi], +6221 581 2110 lklan] med ia i n d o n es ia.com SURAT KETERANGAN N0. 12 1/Srt. Penelitian/Sekredl Dengan ini MIlyIl 2013 kami beritahukan bahwa mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakafta di bawah ini Nama NIM Fakultas : : lsnaanto Ahmad Maulana | 207051000662 : Dakwah dan Komunikasi/ Komunikasi Penyiaran Islam (tGI)/ XtI Telah melakukan penelitian di redaksi Media Indonesia sebagai bahan referensi untuk skripsi dengan judul "Komunikasi Politik di Media Massa: studi Analisis wacana Terhadap pemberitaan paftai NasDem Indonesia" pada tanggal 26 Juni di 2OLZ. Demikian surat keterangan ini kami buat, harap dipergunakan semestinya. Jakafta, 10 Juni 20t3 Hormat kami, CITRA MEDIA NUSA PURI{AI,IA Sekretaris Redaksi Media HASIL WAWANCARA Narasumber Ono Sarwono Jabatan Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Hari/tanggal Selasa Waktu 16.15 WIB Tempat Kantor Redaksi Media Indonesia, Kedoya Selatan, Jakarta Barat 1. l26luni20l2 Bagaimana pandangan bapak terhadap Partai NasDem ? Partai NasDem ini merupakan salah satu partai baru yang ikut mewarnai kancah perpolitikan di Indonesia, sudah terdaftar dan terferivikasi oleh KPU. Kami melihat bahwa Partai NasDem ini sama seperti partai-partai lainnya, tidak ada yang diistimewakan. 2. Apakah ada perlakuan khusus terhadap pemberitaan Partai NasDem ini ? Kebijakan redaksi disini tidak ada yang memperlakukan khusus salah satu partai, karena proses pemberitaannya kita diskusikan di forum rapat, yang melibatkan seluruh redaktur dan mereka ikut serta dalam memberikan pandangan terhadap berita itu. jajaran redaksi Media Indonesia sendiri apakah ada yang masuk ke dalam struktural Partai NasDem ? 3. Dalam Kalau secara keseluruhan saya tidak mengetahuinya, saya sendiri tidak termasuk dalam struktural Pafiai NasDem, apalagi disini kami memiliki peraturan bahwa pekerja Media Indonesia tidak boleh menjadi anggota salah satu partai politik. Dulu ada teman kami yang mencalonkan diri menjadi anggota legislatif dari salah satu parpol, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka ia harus keluar dari Media Indonesia. 4. Apakah ada edisi khusus dalam jangka waktu tertentu yang memberitakan tentang Partai NasDem ini ? Kalau misalnya dalam seminggu atau sebulan kita harus memberitakan Partai NasDem ini beberapa kali, tentu kita tidak bisa melakukan hal itu. Namun jika ada event-event seperti Rapimnas, Rakemas, dan lain sebagainya, tentu akan kita beritakan, dan lagiJagi tidak serta merta harus Partai NasDem, partai lain pun jika sedang melakukan kegiatan pasti kita beritakan. Bahkan, terkadang kita tidak memberitakan kegiatan baik Partai NasDem atau pun Partai lain, karena tidak menarik atau tidak memiliki news value. PT CITRA MEDIA NUSA PURNAMA 5. Bagaimana proses penentuan atau penseleksian suatu berita di Media Indonesia ? Disini kami mempunyai mekanisme rapat satu hari itu ada tiga kali rapat, antara lain ada rapat proyeksi sekitar jam setengah sepuluh, yaitu mendiskusikan berita yang akan diliput. Kemudian, jam dua belas ada rupat budget, rapat ini membicarakan perolehan dari rapat proyeksi tadi. Kemudian, jam setengah tiga sore itu ada rapat checking, di rapat ini kami mengecek kembali berita-berita yang ingin dimuat, ada berita politik satu, dua dan tiga, ada berita olah raga satu, dua, tiga, dan lain sebagainya, di sini lah kami menentukan berita, mempertajam, dan memfinalkan berita mana yang ada di halaman sekian, mana berita yang menjadi headline. Kita juga harus menentukan mana yang menjadi prioritas, mana berita yang menarik, yang mempunyai nilai berita atau news volue, mana informasi yang diinginkan pembaca. Misalnya, besok akan ada pemeriksaan Anas di KPK, pada saat yang sama Partai NasDem ada peresmian Dewan Pimpinan Cabang di salah satu daerah, pembaca tentu lebih memilih berita tentang Anas, di sini kita harus bijak dalam menentukan berita, mana yang menarik bagi masyarakat atau tidak. Tidak mentang-mentang yang punya Partai NasDem memiliki koran ini harus serta merta diliput seluruh kegiatannya, karena biar bagaimana pun nilai berita tetap menjadi suatu tolak ukurnya. 6. Sejauh mana pengaruh pemilik Media Indonesia dalam hal ini pak Surya Paloho dalam menentukan atau menseleksi suatu berita yang akan diterbitkan ? Di sini Anda bisa melihat sendiri keadaanya seperti apa, terkadang Pak Surya itu sudah terlalu sibuk dengan urusannya, bahkan hampir setiap hari saya yang memimpin rapat, jadi kami sendiri yang menentukan berita mana yang ada di halaman satu, halaman duq Polkam, dan sebagainya, anda nanti bisa melihat sendiri bahwa proses ini betul-betul di serahkan ke kami. I 7. Apakah otoritas penuh ada di tangan beliau atau hanyd.dari kelanjutan proses penentuan berita ini ? jajaran redaksi dalam Nah, ini juga yang harus saya sampaikan kepada Anda, seperti yang sudah saya jelaskan tadi, di setiap media massa itu baik yang ada di Indonesia maupun di luar Indonesia, para pemilik pasti mempunyai kepentingan, baik dari segi bisnis dan sebagainya, tapi jika kita harus menitikberatkan atau mendukung suatu partai tertentu kita pasti tidak akan dilirik oleh pembaca, seperti misalnya, kasus korupsi yang menimpa kader Partai Demokrat, kita tidak mungkin menutupinya, media manapun pasti memberitakan hal itu, nah tinggal karakter dari masingmasing media itulah yang membedakan. Media Indonesia tidak ingin bertele-tele, kami langsung menuj u titik permasalahannya. 8. Jika melihat dari segi pasar, apa yang akan terjadi jika Media Indonesia terus-menerus memberitakan Partai NasDem ? Koran itu kan juga ada aspek bisnisnya. Jadi tidak mungkin jika koran atau media cetak ini dipersembahkan hanya untuk partai NasDem saja. Karna jika pembaca sudah tidak senang, pembaca sudah tidak suka dan tidak ingin membeli koran Media Indonesia lagi lantas kita dapat PT Cffi&"& NEPIA N.JUSA PURNAMA untung darimana? Dibayar dengan apa paru karyawan disini kalau perusahaan tidak memjliki keuntungan. 9" Apa perbedaan dari rnbrik Politik dengan rubrik Fokus Politik ? Kalau rubrik politik itu. dia memberitakan secara uilrum dan banyak mengenai berita-berita yang berkaitan dengan kegiatan politik dan hadir di setiap edisinya, sedangkan rubrik Fokus Politik atau fokus Polkam itu ialah rubrik yang secara khusus dan fokus memberitakan mengenai satu kasus berita politik atau infonnasi dalam dunia politik dan keamanan, dijabarkan secara fokus dan mendalam dan juga hadir sekali dalam setiap minggunya. 10. ,A.pa harapan bapak kedepan untuk surat kabar Media Indonesia Saya berharap media ini ? ini kedepannya lebih berkembang dan lebih baik lagi dalam memberikan berita-berita dan informasi untuk masyarakat, filampu bersaing ditengah derasnya arus industri media massa pada umumnya. Dan tetap menjaga konsistensinya sebagai media yang independen, yang inovatif, iugas, dan terpercaya. PT crTRA ME rro Nurhi^ffi'- \-/ Ono Sarwono (Asisten Kepala Divisi Pemberitaan) Lampiran Foto Bersama narasumber Bapak Ono Sarwono Selaku Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Harian Media Indonesia Ruang Redaksi Media Indonesia ..!g w gi! EEf;gfiEBEEEEEEEtEi s TI tggggggEggaggfiggggggg r F *k E t6 - tr -:( E -)c t5) F f-i, ct] gg$sg*igigaigiiaglag -cI at-. (s5' .F =lE CU} CT cr) ([5 a, .- f:r5 rlx, EaEgggEaiBE$gga-BgBi L- CE CL L.(u, .ET (ET IC lr () li J gggiggg-giBggi-iggig Es x:EsEs E*E BiiEsEEEEIE; (ril E;EagagEfF;Tu *1 E#EHEi:Hfl*riq (I, EEi"i-E EE s,i SEEE ?€li Ef, eEvEehltd rt-, (ts -}< t5) s HEE#EEE*EiE$$ X,dE BEEE": L.qj4 i= :s 5:EEP .;Ecg.I H#EHT r={r.€ '=*- flBH;EEEEI?B€E c *? P:a Psi *, i'i5sE ErgEl TI} EHEEE:E rn:Ee CD F (rg t} (s =c, fr"E*E*Ei€ss6** >\, tr:Ip.i:': av6tJ EEg;E El"6 i:; E&E s: Pt E;E EE cr) F c, r:E Ft;iFE:ia }< HiT ESEEEEEEi a$EEEEqESSFfle .9,;;E iiadEa gu E o) EI g) EE: EF**BE f;E otrcdC $T =, .E +rl Lfi5 Et=^6 EH; ?:ITHE ttEzo?5i(-4:,f ;E p.A E*i$85;$*;-:E hEEa? E s*sat s;€.6..'fep24.*- CL HEFE,gE iI EflFE 6;! a=a 6 Iv 5+E ,6i P c =6 -.9! >oal a Eo OPr "oo o6 .!Q c! q +.9 iac 6l tr q) oE; 'nr= EL= laa ii c \+l -+ [ L 4^'-. 4 <;: Ea-€!qr:'l r.l 6rir; --