Pujian untuk CHOOSE THE LIFE “Dalam kebudayaan gereja yang sarat dengan keputusan tetapi hanya menghasilkan sedikit murid, Bill Hull menantang kita untuk mengganti akar yang steril dengan paradigma radikal. Yaitu, mengikut Yesus di jalan pemuridan yang mengubahkan. Jika hal ini diterapkan dengan sungguh-sungguh, maka Choose the Life akan merevolusi kehidupan umat Tuhan.” Bruce Demarest, profesor Transformasi Spiritual dan Teologi Kristen, Denver Seminary “Sungguh sebuah sukacita dapat memberi komentar atas buku ini bagi semua orang Kristen, dan bagi semua orang yang ingin mempelajari kekristenan sejati, tak peduli apakah Anda orang percaya atau tidak. Bill Hull menyingkapkan jiwa dan pengalamannya sebagai seorang gembala gereja secara terbuka. Tidak hanya itu, dia pun berhasil memahami perkara-perkara yang esensial dengan cara yang unik.” Richard E. Averbeck, profesor Bahasa Semitik dan Perjanjian Lama, Trinity Evangelical Divinity School “Choose the Life karya Bill Hull adalah sebuah buku yang dinanti oleh mereka yang jenuh pada kekristenan yang membosankan. Penjelasan Hull tentang apa artinya menjadi murid Yesus Kristus mengarah tepat ke hati. Dengan terjadinya penurunan jumlah orang Injili secara drastis dalam kurun sepuluh tahun terakhir, dia menyuarakan panggilan bagi gereja. Dia pun memperlengkapinya dengan perspektif Alkitab dan pengalaman pribadi atas karya Tuhan dalam hidupnya.” Clyde Cook, presiden, Biola University “Dengan cara baru yang segar, Bill menantang kita untuk menengok kembali perintah Kristus ‘jadikan semua bangsa murid-Ku.’ Buku ini akan menantang Anda, menyegarkan Anda, dan membangkitkan gairah hidup Anda pada perkara yang paling besar—menunaikan Amanat Agung.” Dann Spader, pendiri dan direktur eksekutif, Sonlife Ministries “Saya yakin Hull mengidentifikasi dengan tepat bahwa di luar keprihatinan orang Injili tentang kurangnya formasi spiritualitas yang sejati, ternyata permasalahan ini lebih fundamental dan telah ada pada kita sejak lama daripada yang kita perkirakan. Masalahnya adalah pemberitaan injil yang hambar. Hull menggambarkan dengan jelas dan tak terbantahkan bahwa salib Kristus menuntut kita untuk memulihkan jalan pemuridan sebagai dimensi yang penting—sebuah ketaatan dalam mengikuti langkah-langkah Yesus seumur hidup—menjadi pernyataan sekaligus undangan kita. Saya memilih sepakat dengannya. Sebelum kita berhasil membuat perbaikan yang penting ini, sia-sia saja berharap bahwa umat Tuhan akan bergairah untuk melayani orang-orang yang terabaikan atau mengadakan rekonsiliasi rasial.” Ken Fong, pendeta senior, Evergreen Baptist Church, Los Angeles “Melalui pengalaman yang dijalaninya sendiri, Bill menantang dan saya percaya, ia juga secara efektif membimbing kita untuk melihat hidup kita dibentuk melalui kepatuhan dalam mengikut Yesus yang mungkin akan bertentangan dengan segudang pilihan dunia.” Bill Thrall, pendiri, Leadership Catalyst, Inc L iteratur P erkantas J awa T imur Choose the L ife ( M e m i l i h H i d u p S e r u p a Ye s u s ) Mengalami Transformasi Iman Melalui Pemuridan oleh Bill Hull Copyright © 2004 by Bill Hull Originally published in English under the title: Choose The Life: Exploring a Faith that Embraces Discipleship by Baker Books, A division of Baker Publishing Group P.O. Box 6287, Grand Rapids, MI 49516-6287 www.bakerbooks.com Alih Bahasa: Paksi Ekanto Putro Editor: Milhan K. Santoso Penata Letak: Milhan K. Santoso Desain Sampul: Meliana S. Dewi Hak cipta terjemahan Indonesia: Literatur Perkantas Jawa Timur Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Telp. (031) 8413047, 8435582; Faks. (031) 8418639 E-mail: [email protected] www.perkantasjatim.org Literatur Perkantas Jatim adalah sebuah divisi pelayanan literatur di bawah naungan Persekutuan Kristen Antar Universitas (Perkantas) Jawa Timur. Perkantas Jawa Timur adalah sebuah kegerakan yang melayani siswa, mahasiswa, dan alumni di sekolah dan universitas di Jawa Timur. Perkantas Jatim adalah bagian dari Perkantas Indonesia. Perkantas sendiri adalah anggota dari pergerakan International Fellowship of Evangelical Students (IFES). Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan yang ada secara lokal maupun regional di Jawa Timur dapat menghubungi melalui e-mail: [email protected], atau mengunjungi Website Perkantas Jatim di www.perkantasjatim.org Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) ISBN: 978-602-96700-7-3 Cetakan Pertama: April 2012 Hak cipta di tangan penerbit. Seluruh atau sebagian dari isi buku ini tidak boleh diperbanyak, disimpan dalam bentuk yang dapat dikutip, atau ditransmisi dalam bentuk apa pun seperti elektronik, mekanik, fotokopi, rekaman, dlsb. tanpa izin dari penerbit. D AFTAR I SI Prakata oleh Dallas Willard ................................................. 7 Pendahuluan: Permulaan Percakapan ................................... 9 1. Bagaimana Saya Sampai pada Titik Ini .................... 15 2. Kebutuhan akan Hidup Pemuridan......................... 23 3. Panggilan pada Hidup Pemuridan............................ 45 4. Kebiasaan-kebiasaan dalam Hidup Pemuridan........ 65 5. Perubahan Karakter dalam Hidup Pemuridan......... 85 6. Pikiran dan Hidup Pemuridan................................. 107 7. Relasi dan Hidup Pemuridan.................................... 135 8. Penaklukan Diri dan Hidup Pemuridan................... 169 9. Kepemimpinan dan Hidup Pemuridan.................... 193 Catatan Kaki............................................................................. 236 PRAKATA S aat ini, terdapat tanda-tanda sejumlah besar kelompok Kristen mempersiapkan diri untuk menjadikan pemuridan dalam Yesus sebagai inti dari kehidupan religius mereka. Ada kesadaran yang terbentuk bahwa penebusan Kristus adalah penebusan terhadap semua bidang kehidupan, dari bagian terdalam keberadaan manusia sampai detail terakhir segala tindakannya. Banyak pihak yang dulu hanya memiliki hubungan dangkal dengan Kristus mulai memahami bahwa pemuridan akan hidup yang seutuhnya adalah jalan hidup terbaik: sebagai “kuk yang enak” dan “beban yang ringan” yang Yesus janjikan bagi mereka yang bersedia memikul kuk-Nya dan belajar pada-Nya. Jika keseriusan baru tentang pemuridan ini tetap terfokus pada tiga hal, maka kita akan melihat kemajuan yang pesat atas karya Yesus di muka bumi. Sekaligus tercurahnya berkat besar bagi hidup setiap pribadi dan kelompok. Fokus pertama, tidak boleh ada kesalahan dalam memahami fakta bahwa pemuridan di dalam Yesus berarti belajar untuk melakukan­­— dengan sukacita dan konsisten—segala hal yang Dia perintahkan kita lakukan. Ketaatan adalah satu-satunya tujuan rohani Kristen yang benar. Tentu saja, kita tidak menaati-Nya demi mengharapkan imbalan apa pun dari-Nya, mengharapkan imbalan tidak relevan untuk dibicarakan. Kita menaati-Nya karena melakukan perintah Yesus adalah tindakan terbaik bagi kita dan semua orang di sekitar kita. Fokus kedua, kita tidak menjadi orang yang taat dengan berjuang untuk taat. Kita melakukannya dengan menjadi orang yang taat secara alamiah. Artinya, niat hati kita terarah untuk memperoleh karakter Yesus Kristus sendiri, baik melalui jalur intelektual maupun anugerah Allah. Kita berpikir dan merasakan seperti Dia; kehendak kita memiliki kemampuan untuk membuat pilihan seperti kehendakNya; tubuh kita dapat dikendalikan demi melakukan kebenaran; dan, cara kita berhubungan dengan orang lain diatur oleh kasih-Nya. Fokus ketiga, aktivitas dalam kelompok persekutuan beserta para pemimpin di dalamnya perlu dirancang dengan matang demi menghasilkan murid, bukan sekadar orang-orang Kristen versi pengikut, melainkan murid Yesus sejati. Selain itu, aktivitas itu perlu dirancang untuk mengajar semua orang di dalam kelompok dalam melakukan 8 CHOOSE THE LIFE apa yang Yesus perintahkan. Para pemimpin melakukan hal ini dengan menuntun kelompok persekutuan melewati proses transformasi batin dalam dinamika hidup sehari-hari. Dengan cara ini, kita akan menggenapi apa yang Yesus firmankan: “Pergi dan jadikan semua bangsa murid-Ku, baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala perintah-Ku.” (parafrase dari Mat. 28:19-20). Inilah arti dari memilih hidup. Penyakit yang menjangkiti gereja dan pribadi sebagian besar berasal dari kegagalan dalam menggenapi apa yang Yesus perintahkan sebagai Amanat Agung. Tidak ada alasan apa pun untuk tidak menggenapinya. Setiap pembenaran yang kita buat untuk menghindarinya berarti menambahkan luka pada jiwa kita sendiri, menciderai kelompok di tempat kita berada, dan melontarkan hinaan pada Kristus yang memerintahkannya kepada kita. Bill Hull telah belajar banyak dari tahun-tahun pelayanannya sebagai pendeta dan pemimpin. Yang lebih penting lagi, sebagaimana ditunjukkan dalam buku ini, dia telah belajar banyak tentang dirinya sendiri. Dia melihat dengan jelas bahwa yang paling penting adalah siapa diri Anda secara batin; itulah tempat yang berperan besar dalam proses pemuridan. Itulah tempat satu-satunya dasar ketaatan yang murni berada. Dia sangat jujur dan segar. Dia menyampaikan substansi yang rumit dengan kejelasan yang jernih. Anda akan mengernyitkan dahi saat dia menceritakan pengalaman yang menyakitkan, yaitu saat dia mencoba memimpin gerejanya meraih “perkara besar” dengan pikiran dan perasaan yang belum diubahkan serupa-Kristus. Tetapi, Anda akan menyaksikan dengan penuh sukacita betapa karakter—bukan sekadar gagasan cemerlang dan teknik yang cekatan— namun memiliki kuasa dalam hubungan antar manusia di dalam Tuhan. Bill Hull telah mendapati bahwa “lingkungan anugerah adalah sebuah komunitas yang di dalamnya para murid menerima satu sama lain sebagaimana mereka adanya, mensyukuri bagaimana Tuhan telah menciptakan mereka, dan saling mendorong untuk menjalani hidup yang saleh.” Kita hanya bisa berharap dan berdoa semoga hasratnya dalam membangun komunitas semacam itu bisa menular secara luas, sebagaimana hal itu telah menyebar di antara pengikut Yesus pada masa lalu. Dallas Willard Pendahuluan Permulaan Percakapan K etika saya membaca sebuah buku, saya ingin tahu apa yang menjadi pokok bahasannya secara singkat. Dalam pendahuluan ini, saya akan memberikan dasar pemikiran yang penting bagi pembaca saat menelusuri buku ini. Saya melihat adanya permasalahan dalam kesehatan gereja. Penyebabnya adalah ketidakmampuan kita dalam menjadi apa yang seringkali kita ucapkan. Hal ini menjelaskan ketidakmampuan kita dalam membawa pengaruh bagi orang lain sekaligus menggenapi Amanat Agung. Kita hidup di sebuah dunia yang 95 persen khotbahnya diarahkan tepat kepada 6 persen orang yang berada di belahan dunia Barat, namun tetap saja gereja semakin menyusut. Oleh karena itu, saya akan memberi ringkasan tentang permasalahan dan solusinya. Saya harap argumen yang mengikuti ringkasan ini akan merangsang terjadinya diskusi diantara pembaca. Selebihnya, buku ini akan membahas hidup yang kepadanya Yesus memanggil kita—hidup di dunia lain, yaitu di kerajaan-Nya, jika Anda menyebutnya demikian. Di dalam kerajaan ini, Yesus memimpin dan kita mengikuti-Nya; kehendak-Nya nyata atas hidup kita dan atas hidup orang-orang yang kita pengaruhi. Judul buku ini berbicara tentang membuat pilihan, yaitu Memilih Hidup Serupa Yesus yang kepadanya Kristus memanggil kita—hidup yang hanya bisa direngkuh oleh seorang murid. Hidup yang digambarkan dengan sangat baik oleh Dietrich Bonhoeffer sebagai hidup dengan “anugerah mulia” dan bukannya “anugerah murahan”. “Kita, kaum Lutheran,” tulis Bonhoeffer, “telah berkumpul berkeliling layaknya burung-burung nasar di sekitar bangkai dari hidup anugerah murahan, dan di tempat itu kita mereguk racun yang membunuh gairah untuk hidup mengikut Yesus.”1 Harga dari pemuridan adalah kesediaan kita untuk meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Yesus ke mana pun Dia memimpin kita. Anugerah murahan adalah musuh terbesar dari pemuridan, yang harus menjadi kebencian dan kejijikan bagi pemuridan sejati. Anugerah murahan adalah musuh kita karena menjadikan proses perubahan hidup sebagai sebuah pilihan 10 CHOOSE THE LIFE saja. “Selamanya kita tidak boleh menjadikan murahan apa yang mulia bagi Tuhan,”2 kata Bonhoeffer. Permasalahan berikut ini menjelaskan bagaimana kita telah menjadikannya anugerah murahan. Anda telah membaca subjudul buku ini, “Mengalami Transformasi Iman Melalui Pemuridan.” Saya memberinya subjudul “Mengalami Transformasi Iman” karena saya ingin Anda mempertimbangkan kembali apa yang kita maksud dengan iman. Iman yang memisahkan keselamatan dari pemuridan bukanlah iman yang dibicarakan oleh Perjanjian Baru. Iman tanpa ketaatan bukanlah iman yang sesungguhnya; iman semacam itu tidak lebih dari latihan intelektual saja. Iman yang diajarkan kepada kita oleh Yesus adalah iman yang melepaskan segala sesuatu dalam hidup demi mengikuti Yesus, berapa pun harganya dan ke mana pun tujuannya. Anda mungkin heran mengapa saya menggunakan istilah “pemuridan” dan bukannya istilah yang saat ini sedang populer, seperti “formasi spiritualitas”. Dalam hal ini saya memilih untuk sepakat dengan John Stott. “Saya tidak pernah menyukai frasa formasi spiritualitas,” kata Stott kepada wartawan media Amerika, “seperti halnya saya tidak menyukai kata spiritualitas. Keduanya melanggengkan pemisahan yang destruktif antara yang rohani dengan yang sekuler... Alasan kedua saya tidak menyukainya karena keduanya bukan frasa yang alkitabiah. Frasa yang alkitabiah untuk spiritualitas dan formasi spiritualitas adalah pemuridan.”3 Permasalahan dan Solusi dari Kekristenan Tanpa Pemuridan Permasalahan Dietrich Bonhoeffer berkata, “Kekristenan tanpa pemuridan adalah Kekristenan tanpa Kristus.”4 Cukup banyak gereja yang menerapkan kekristenan tanpa pemuridan, sehingga membuat gereja tidak efektif dalam melakukan tugas utamanya—mengubahkan pribadi dan komunitas menjadi serupa dengan Kristus. Kekristenan tanpa Kristus telah menciptakan para pemimpin yang kecanduan akan pengakuan dan kesuksesan, serta jemaat yang percaya bahwa melepaskan segala sesuatu untuk mengikut Yesus adalah sekadar sebuah pilihan dan dipisahkan dari keselamatan. PE N DA H U LUA N 11 Terlalu banyak orang yang telah diajarkan bahwa beriman adalah sekadar setuju dengan serangkaian fakta rohani tentang Yesus, bukannya memilih untuk memikul salib setiap hari dan mengikuti-Nya. Pemisahan antara pembenaran dari pengudusan ini telah membuat kerusakan besar pada otentisitas dan kuasa injil. Hal ini menumbuhkan sebuah gereja di mana,iman memiliki arti yang sama dengan kesepakatan intelektual sedangkan komitmen tinggi hanya berlaku bagi segelintir orang, bukannya kewajiban setiap orang. Oleh karena itu, di Amerika Serikat gereja semakin menyusut, tidak relevan lagi karena bermuka dua dan mengkhotbahkan sebuah injil yang menghasilkan semakin banyak konsumen produk dan jasa keagamaan, daripada melahirkan murid-murid. Solusi Yang dibutuhkan dalam hal ini adalah sebuah tafsiran baru, yang usianya setua Perjanjian Baru itu sendiri. Adanya kebingungan yang menyebar tentang hakikat keselamatan itu dikarenakan pemisahan antara pembenaran dengan pengudusan. Injil yang kita sampaikan harus membuat utuh kembali kesatuan antara pembenaran dengan pengudusan. Bonhoeffer menyimpulkan hal ini melalui pernyataannya, “hanya orang percaya yang taat—dan hanya orang taat yang sungguh-sungguh percaya.”5 Pembenaran dan pengudusan dipersatukan dalam sebuah konsep tunggal, yaitu pemuridan. Pembenaran berarti penciptaan ulang seorang pribadi yang lahir baru. Sedangkan, pengudusan adalah pemeliharaan, perlindungan, dan pertumbuhan dari pribadi itu sampai hari kedatangan Yesus Kristus. Momentum ketika seorang percaya bertobat dari dosa-dosanya dan menanggapi panggilan Yesus yang berbunyi “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari, dan mengikut Aku.” (Luk.9:23), adalah momentum ketika pribadi itu dibenarkan; dia melangkah ke dalam hidup yang baru dan istimewa. Tindakan iman yang membenarkan itu sekaligus menjadi pendorong terjadinya pengudusan; kedua hal itu dipersatukan dalam pemuridan, yaitu perjalanan seumur hidup dalam mengikuti dan menaati Yesus. Sesungguhnya, yang ada pada kita adalah sebuah kabar baik yang memanggil setiap pribadi untuk memercayai apa yang Yesus percayai, hidup seperti Yesus hidup, mengasihi seperti Yesus menga- 12 CHOOSE THE LIFE sihi, melayani seperti Yesus melayani, dan memimpin seperti Yesus memimpin. Injil sejati ini memiliki kuasa untuk merevolusi makna iman dan memulihkan pertumbuhan, moralitas, dan kesanggupan gereja dalam membawa perubahan pada dunia yang semakin tidak peduli sekaligus tertindas. Berikut adalah ringkasan tentang apa yang salah dari injil yang kita sampaikan selama ini, • injil dipangkas; membatasi pengertian anugerah hanya sebagai pengampunan terhadap dosa-dosa, • injil itu memisahkan pembenaran dengan pengudusan, • injil itu mengajarkan bahwa iman sama dengan menyetujui serangkaian fakta intelektual, • injil itu menyatakan bahwa pemuridan hanyalah sebuah pilihan, • injil itu tidak memerintahkan manusia untuk memikul salib, yang secara tidak langsung menciptakan anugerah murahan6, dan • injil itu tidak mensyaratkan perlunya pertobatan. Sekaranglah waktunya bagi kita untuk berbalik dari injil palsu ini dan menolaknya. • Kita harus memproklamirkan injil utuh yang mempersatukan pembenaran dengan pengudusan di bawah satu bendera, yaitu pemuridan. Ketika kita, oleh anugerah Tuhan, dimampukan untuk bertobat dari dosa, berarti kita memilih untuk memasuki sebuah dunia baru, yaitu kerajaan Allah. Inilah panggilan hidup pemuridan, sebuah perjalanan untuk mengikut Yesus. • Kita harus menciptakan lingkungan anugerah, tempat prinsip-prinsip anugerah dihidupi.7 Ini dilakukan karena kita kekurangan teologi praktis tentang anugerah. • Kita harus mengajarkan penggunaan disiplin rohani dengan tepat. Praktik-praktik tersebut adalah tanggapan terhadap anugerah Tuhan, yang dimampukan oleh anugerah-Nya, demi mempersiapkan diri kita pada transformasi. • Kita harus mengajar orang-orang percaya untuk menjadi murid-murid dan memuridkan mereka yang terhilang dan tak berpengharapan. • Kita harus menolong orang-orang percaya untuk mengatasi perkaraperkara “yang ada di bawah”—penghambat yang bisa merintangi terjadinya transformasi. • Kita harus memahami bahwa perkara-perkara yang ada di atas, ketika sungguh-sungguh dihidupi, akan menciptakan pengaruh sorgawi.8 PE N DA H U LUA N 13 Argumen Ubahlah “Ajakannya” Cara kita melakukan penginjilan perlu lebih mengundang orang kepada hidup yang sepenuhnya, yang berawal pada saat ini dan merentang terus hingga keabadian. Dengan kata lain, kita perlu mengubah “ajakannya.” Kita perlu menawarkan sebuah awal, yaitu pertobatan dan kemudian mempersatukan pembenaran dengan pengudusan di bawah panji pemuridan. Sebuah injil yang melahirkan murid-murid adalah sebuah injil yang di dalamnya iman menjadi nyata oleh ketaatan. Tidak Memberi Toleransi Pada Kekristenan Murahan Gereja perlu diinjili tentang penginjilan yang memuridkan supaya gereja membuat pilihan untuk hidup dalam pemuridan. Tetapi, pada saat yang sama, gereja juga bergumul untuk mengikut Yesus. Oleh karena itu, buku ini akan mengeksplorasi lima dimensi pemuridan: • • • • • Percaya apa yang Yesus percayai (transformasi pikiran) Hidup seperti Yesus hidup (transformasi karakter) Mengasihi seperti Yesus mengasihi (transformasi relasi) Melayani seperti Yesus melayani (transformasi pelayanan) Memimpin seperti Yesus memimpin (transformasi kuasa pengaruh) Kristus Ada Demi Orang Lain Kristus adalah seorang manusia bagi manusia yang lainnya. Dia mengklaim hal ini dan mempraktikkannya: “... Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat. 20:28). Maka, sungguh masuk akal jika semua murid Yesus pun ada bagi manusia lain, dan gereja-Nya pun ada demi kepentingan manusia lain. Sama seperti iman yang hanya nyata oleh ketaatan, gereja pun nyata hanya jika iman menuntun gereja itu untuk menjadi sebuah komunitas yang ada demi kebaikan manusia lain. Buku ini adalah tentang memilih hidup yang membawa transformasi. Tentang apa yang perlu kita lakukan demi mempersiapkan diri pada perubahan. Hal ini memang sangat bertentangan dengan sifat alami kita, karena memerlukan pemikiran ulang terhadap injil dan cara kita menghidupinya. Selamat menikmati perjalanan. 1 Bagaimana Saya Sampai pada Titik Ini Jika Anda ingin membawa perubahan fundamental pada hidup dan perilaku orang, sebuah perubahan yang akan memengaruhi orang dan bertahan lama, Anda perlu menciptakan sebuah komunitas di sekitar mereka. Komunitas di mana nilai-nilai baru dipraktikkan, diekspresikan, dan dipupuk.1 — Malcolm Gladwell I tu adalah saat yang membanggakan. Kami baru saja mentahbiskan delapan puluh tiga anggota baru. Mereka sedang turun dari mimbar ketika saya melangkah dari mimbar, mendekati jemaat untuk memulai khotbah. “Ini hebat, bukan?” saya mengawali. “Tetapi, sebelum kita terlalu mabuk kepayang dengan ditahbiskannya kedelapan puluh tiga jemaat baru, izinkan saya mengajukan pertanyaan. Mengapa pula kita repot-repot mengajak delapan puluh tiga orang baru untuk bergabung dalam sistem yang rusak?” Itu adalah kali pertama saya dalam tiga puluh tahun pelayanan di mana saya membuka kedok saya sendiri. Saya yakin bahwa pelayanan yang saya pimpin sedang mengalami kerusakan. Tampaknya baik-baik saja, tapi sebenarnya tidak. “Ada sesuatu yang salah,” kata saya, “dan hal itu menyiksa saya selama bertahun-tahun. Semua formula, perencanaan strategis, pernyataan misi, dan khotbah-khotbah visioner gagal melahirkan murid.” Saya belajar salah satu pelajaran terberat seorang pengkhotbah: ketika khotbah Anda berhadapan dengan lingkungan Anda, lingkungan selalu menang. Selalu. Di mana semua transformasi pribadi itu? Setelah segala sesuatu yang kita curahkan dalam pelayanan kebaktian hari Minggu, studi Alkitab, persekutuan kelompok, dan penjangkauan jiwa, di mana? Kita terikat dengan aktivitas rohani yang rutin tanpa perubahan. Kita 16 CHOOSE THE LIFE tidak melihat jemaat datang berbondong-bondong kepada Kristus dan hidup mereka tidak berubah. Kita terperangkap di dalam lubang di mana banyak gereja mendapati dirinya mengerjakan berbagai aktivitas rohani tanpa menghasilkan transformasi. Kita melakukan segala sesuatu dengan benar, tetapi hanya sedikit kegerakan Roh yang terjadi. Saya merasa seperti sedang meluncur di atas danau es. Tepat di bawah permukaan es, saya bisa melihat transformasi itu, tetapi saya tidak bisa meraihnya. Es itu menggambarkan bangunan, kebiasaan, dan tradisi gereja. Es itu menggambarkan komunitas institusional yang berdiri di atas dasar aturan-aturan dan hierarki, bukannya sebuah komunitas yang berakar dalam hubungan yang dilandasi sikap saling memercayai. Es itu menggambarkan model kepemimpinan yang memaksa para pendeta untuk berperan seperti Presiden Direktur perusahaan atau pakar di bidang pertumbuhan gereja, bukannya gembala yang membantu jemaat untuk bertumbuh dalam Kristus. Padahal, kedua hal ini sangat berbeda! Saat saya berdiri di hadapan jemaat pagi itu, saya siap mencurahkan jiwa saya, lebih tepatnya keputusasaan saya. Tuhan sedang membentuk ulang saya selama tiga tahun. Saya telah bermetamorfosis dan tidak akan kembali ke cara yang lama. Bill Hull sang Pendeta Pembuat-Murid telah diremukkan, dan sekarang Tuhan mulai membentuk ulang saya. Selama tiga tahun, jemaat telah datang dan pergi di gereja kami. Saya tidak mendukung atau menyetujui apa yang mereka katakan atau lakukan, tetapi Tuhan memakai mereka sebagai hadiah bagi saya. Itu adalah pengalaman yang paling menyakitkan dalam karir kependetaan saya. Seringkali, saya ingin lari. Tetapi, di suatu pagi ketika saya bersujud di lantai kantor, Tuhan berbicara kepada saya dengan begitu kuat: “Bill, Aku akan meremukkanmu. Jangan lari.” Saya berpikir untuk lari. Saya berdoa meminta jalan untuk lari. Saya bertanya kepada orang tentang pekerjaan yang lebih cocok. Semua pekerjaan tampak lebih baik daripada tetap tinggal dalam pelayanan saat itu—pramusaji di kafe Starbucks, penulis majalah olahraga, atau pramuniaga. Tetapi, saya tidak bisa membuat diri saya mengerjakan hal-hal itu. Terkadang, satu-satunya hal yang mencegah saya untuk lari adalah kesombongan. “Apa yang akan orang katakan?” begitu pikir saya. BAGA I M A NA SAYA SA M PA I PA DA T I T I K I N I 17 Saya menjalani hidup jam demi jam dalam ketegangan tinggi. Saya semakin tua dan tua—lima puluh empat, lima puluh lima, lima puluh enam. Saya mulai menerima senior discounts (promosi penjualan atau diskon khusus bagi pembeli berusia lanjut atau senior citizen) dan saya memalingkan muka dari iklan-iklan untuk kalangan pensiunan. Setiap hari saya merasa semakin tidak penting. Setiap hari semakin sedikit orang yang peduli pada saya dan apa yang saya lakukan. Di saat-saat “malam gelap bagi jiwa”2 ini, ketika saya mencurahkan hidup saya bagi tiga orang pemuda. Namun, satu per satu pergi meninggalkan gereja. Wabah telah mendatangi gereja dan wabah ini melakukan tugasnya dengan baik. Meninggalkan gereja bersifat mewabah, sama halnya dengan datang ke gereja. Orang tidak akan repot melakukan riset atas fakta-fakta dan kemudian bertindak sesuai dengan kebenaran Alkitab. Tidak. Sebagian besar hanya tersapu arus ikut-ikutan oleh perasaan mereka sendiri dan pendapat rekan-rekan di sekeliling mereka. Orang berkata bahwa sikap saya acuh dan tidak ramah. Mereka merasa saya seperti sedang menjalankan misi dan mereka hanya pion-pion dalam papan catur saya. Mereka adalah proyek Bill Hull. Padahal, saya hanya menerapkan pelajaran dari buku kepemimpinan abad ke-21 yang saya baca. Saya pikir benar-benar tidak ada alasan untuk tetap tinggal dalam pelayanan, tetapi tidak ada pula tempat untuk pergi. Saya sungguh-sungguh menderita. Lalu, wabah mulai lenyap, perilaku mulai diubahkan, dan semuanya terasa sangat manis. Apa yang terjadi pertama-tama kepada saya, kemudian terjadi juga kepada yang lain. Ketika saya merendahkan diri pada hari Minggu itu dan mengekspresikan rasa frustrasi juga penderitaan saya. Ketika saya mengakui bahwa ada sesuatu yang salah dan saya muak seperti halnya semua orang yang lain, kami pun merasa lega. Kedok terlepas dan kami siap menapaki jalan baru. Setelah saya selesai memberitahu jemaat apa yang Tuhan telah tunjukkan kepada saya, jemaat pun bangkit berdiri dan berkata ya dengan cara yang tidak pernah saya alami sebelumnya selama tiga puluh tahun dalam pelayanan. Mereka sadar bahwa mereka bukan lagi sekadar proyek saya. Mereka sungguh memahami bahwa apa yang saya katakan kepada mereka adalah benar. Mereka merasakan adanya nubuatan yang sedang digenapi dan hal itu mengubahkan gereja kami. 18 CHOOSE THE LIFE Saya berkata kepada mereka bahwa Amanat Agung adalah tentang kedalaman, bukannya strategi atau teknik. Saya berkata kepada mereka bahwa pemuridan bukanlah sekadar sebuah pilihan yang bisa dipilih atau tidak. Transformasi rohani adalah karya gereja yang eksklusif dan utama. Saya berkata kepada mereka bahwa bukti dari menjadi seorang pengikut Yesus adalah hidup mengikuti Yesus. Saya berkata kepada mereka bahwa percaya pada apa yang benar saja tidaklah cukup. Iman yang diajarkan dan dihidupi Yesus menghasilkan perubahan perilaku. Saya berkata kepada mereka bahwa pertanyaan yang paling penting yang kita hadapi adalah siapa yang diselamatkan dan siapa yang tidak. Saya berkata kepada mereka bahwa pemuridan adalah sebuah pilihan sadar. Kita tidak sekadar terjun ke dalamnya dan berjalan santai menempuh jalan ketaatan dengan setengah hati. Saya berkata kepada mereka bahwa saya akan menginjili mereka. Saya meminta mereka untuk memilih hidup— yaitu hidup yang mengikut serupa Yesus. Cara hidup yang menjadi jawaban bagi kelemahan gereja dan kemandulan yang membosankan dalam hidup kita. Mengapa Saya Menulis Buku Ini Saya menulis buku ini karena saya tidak bisa menahannya. Lebih dari semua buku lain yang telah saya tulis, Tuhan memanggil saya untuk menulis yang satu ini. Dietrich Bonhoeffer berkata, “Kekristenan tanpa pemuridan adalah Kekristenan tanpa Kristus.”3 Pernyataan ini adalah analisis mendalam tentang masalah dan solusi bagi banyak gereja hari-hari ini. Masalahnya adalah banyak orang percaya di dalam kepala tentang segala kebenaran yang mereka dengar dari Yesus, tetapi menolak untuk mengikuti-Nya. Solusinya adalah pemuridan. Pemuridan berarti percaya apa yang Yesus percayai, hidup seperti Yesus hidup, mengasihi seperti Yesus mengasihi, melayani seperti Yesus melayani, dan memimpin seperti Yesus memimpin. Percaya Apa yang Yesus Percayai (Transformasi Pikiran) Percaya apa yang Yesus percayai artinya meyakini bahwa hidup yang digambarkan-Nya dalam Khotbah di Bukit bisa dijalani saat ini juga. Yesus sendiri berkata bahwa kita akan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang Dia lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar BAGA I M A NA SAYA SA M PA I PA DA T I T I K I N I 19 daripada itu (Mat. 5-7; Yoh. 14:12-14). Hal ini membutuhkan komitmen dalam meluangkan waktu untuk belajar, berdoa, dan merenungkan firman demi mendengar suara Allah dan mengenakan pikiran Kristus. Jika komitmen seperti itu tidak ada pada kita, berarti kita sedang mempraktikkan sebuah bentuk kekristenan tanpa Kristus. Lagipula, bagaimana Anda bisa mengikuti dan menjadi murid dari seseorang yang suaranya tidak Anda dengar? Hidup Seperti Yesus Hidup (Transformasi Karakter) Terlalu sering dinyatakan bahwa mengikut Yesus hanya dibatasi pada mengagumi misteri sang Manusia-Allah dan memercayai karya salibNya. Padahal, hubungan mendalam dengan Allah di dalam Kristus, yaitu hakikat dan karya-Nya sendiri, tidak boleh dilupakan. Inilah keselamatan yang dikerjakan terus-menerus, yang seringkali disebut pengudusan. Sumber penyakit dalam gereja-gereja adalah terputusnya hubungan antara keyakinan dengan perilaku. Orang berpikir bahwa jika Anda mengatakan kata-kata kristiani yang benar dan percaya pada hal-hal yang benar, maka Anda akan menerima tiket gratis untuk keluar dari neraka, cuma itu. Semantara itu, mereka tetap bisa melakukan dosa di sepanjang jalan menuju sorga. Yesus memanggil kita bukan untuk mengurusi dosa-dosa saja. Yesus memanggil kita untuk mengalami transformasi, yaitu mengalami terobosan demi terobosan dalam hidup dan menyingkirkan dosa-dosa. Kita dipanggil untuk mengikut Yesus dan diubahkan menjadi serupa dengan gambar-Nya. Kita dipanggil untuk sungguh-sungguh memancarkan karakter Yesus sebagaimana dilukiskan dalam Injil dan Filipi 2:5-8. Kita diminta untuk memancarkan karakter itu dan memengaruhi orang-orang di sekitar kita dengan cara yang sama sebagaimana Yesus memengaruhi orangorang di sekitar-Nya. Singkatnya, injil menghubungkan keyakinan dengan perilaku. Mengasihi Seperti Yesus Mengasihi (Transformasi Hubungan) Beberapa dari kita mengasihi mereka yang mengasihi kita dan mengampuni mereka yang meminta maaf kepada kita. Kita menetapkan batasan pada berapa kali kita mengampuni seseorang yang melakukan kesalahan yang sama. Gereja tersisih karena umatnya tidak mengenal 20 CHOOSE THE LIFE satu dengan yang lain dan kurangnya komitmen untuk mengikut Yesus. Mengasihi seperti Yesus mengasihi adalah jalan untuk merobohkan tembok-tembok yang memisahkan kita dan membawa kesembuhan pada hati yang hancur. Yesus tidak menahan kasih-Nya dan mengasihi seseorang sampai orang itu mengalami kasih-Nya. Sebuah komunitas mampu mengembangkan karakter kasih ketika komunitas itu mengejar standar yang dijelaskan Yesus, “supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yoh. 15:12). Melayani Seperti Yesus Melayani (Transformasi Pelayanan) “Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Mat. 20:28). Yesus melayani dengan segenap keberadaan-Nya. Pengaruh-Nya berasal dari karakter-Nya. Cara-Nya menjalankan kuasa yang ada pada-Nya konsisten dengan kerendahan hati dan penaklukan diri, yang mengarahkan karakter dan pelayanan-Nya (Yoh. 14:12-14). Sebagai murid-murid Yesus, kita bisa memiliki pengaruh yang sama seperti Yesus. Memimpin Seperti Yesus Memimpin (Transformasi Kuasa Pengaruh) Banyak pemimpin rohani mendapati dirinya terjebak dalam sebuah gereja yang didominasi oleh budaya sukses yang mengelilinginya. Tidak ada yang paling gagal selain sukses, dan itu sangat benar bagi para pemimpin rohani yang mencoba meniru model kepemimpinan lain, selain daripada model kepemimpinan Yesus. Sang pemimpin terperangkap dalam ukuran sukses versi “gereja duniawi” beserta segala imbalan dan hukumannya. Adalah sebuah godaan besar untuk mendaki tangga gereja, di mana setelah Anda berada di puncaknya, Anda dapati ternyata tangganya begitu rapuh. Anda tahu Anda pasti jatuh, karena tidak ada apa pun yang bisa dijadikan pegangan. Jika penanda sukses seseorang tidak jelas, maka konsekuensinya akan terlihat. Yesus adalah pemimpin kita dan sama seperti kita mengikutiNya, demikian pula kita memimpin seperti Dia. Yesus tidak dianggap penting oleh budaya di sekitar-Nya. Tetapi, Dia mengambil peran sebagai pelayan, yang membuat-Nya mengorbankan segalanya. Ternyata kemudian, Dia justru menjadi seorang manusia yang paling penting di sepanjang sejarah. BAGA I M A NA SAYA SA M PA I PA DA T I T I K I N I 21 Sebuah Undangan Solusi bagi kelemahan gereja yang berorientasi pada injil tidak utuh adalah kedalaman rohani. Saya mendefinisikan kedalaman sebagai hidup sesuai dengan lima karakteristik Yesus seperti yang telah dijelaskan. Kebutuhan akan kedalaman rohani ini mesti diawali dari para pemimpin gereja. Anda mungkin ingat kisah nabi Yunus dan keengganannya pergi ke Niniwe. Dia membeli tiket ke Tarsis, bentuk kuno kota Monte Carlo, yaitu sebuah tempat yang menurutnya cocok bagi keterampilan dan panggilannya. Yunus berpikir, orang-orang kaya penyembah berhala di sana juga membutuhkan Allah sebagaimana orang-orang pedesaan di Niniwe. Yunus tidak mendengarkan suara Allah, tetapi suara-suara lain yang membentuk prasangka dan keangkuhannya. Para pemimpin rohani masa kini juga mendengar banyak suara. Salah satu suara yang paling keras adalah yang memikat hasrat alami manusia untuk sukses. Suara itu berkata bahwa Anda bisa memimpin pelayanan yang bertumbuh pesat dengan segala kemewahannya. Anda bisa meraih impian Anda. Anda bisa menjangkau ribuan jiwa. Suara itu memerintahkan Anda untuk meminta Tuhan memberi lebih banyak lagi kuasa pengaruh kepada Anda, karena menurut Anda inilah yang Dia inginkan bagi Anda. Suara ini adalah dorongan untuk mencapai puncak tangga sosial dengan segala daya pikatnya. Satusatunya kebutuhan terbesar para pemimpin rohani pada hari-hari ini adalah mengabaikan suara kedagingan ini dan belajar mendengarkan suara Allah. Allah memanggil kita untuk menepiskan semua suara yang lain dan mengabdikan diri mendengarkan suara-Nya saja. Ini adalah keterampilan yang bisa dipelajari—keterampilan yang saya sendiri mulai pelajari. Saat kita memandang pada kebodohan jalan kita sendiri, sebagaimana Yunus, kita pun akan temukan bahwa membuang muatan kapal saja tidak cukup. Inilah waktunya untuk melompat. Seperti Yunus, kita mesti melompat ke dalam lautan ketidakpastian atas status sosial kita. Sebagaimana yang dikatakan Henri Nouwen, marilah kita diubahkan dari sikap mementingkan status-diri kepada doa, dari popularitas kepada pelayanan, dan dari memimpin kepada kerelaan untuk dipimpin. Saya sendiri melompat dan sebagaimana Yunus, Tuhan pun 22 CHOOSE THE LIFE menempatkan saya ke tempat di mana Dia ingin saya berada. Saya mengundang Anda untuk melompat bersama saya. Anda tidak akan menyesal.4 2 Kebutuhan akan Hidup Pemuridan S eorang jemaat datang kepada pendetanya dan berkata, “Saya hanya ingin menjadi seorang Kristen. Saya tidak ingin menjadi seorang murid. Saya menyukai hidup saya apa adanya. Saya percaya bahwa Yesus mati di atas kayu salib untuk menebus dosa-dosa saya dan saya akan bersama-sama Dia setelah meninggal. Mengapa pula saya harus menjadi seorang murid?” Bagaimana Anda akan menjawab pertanyaan tersebut? Jawaban yang Anda berikan akan mengungkapkan injil jenis apa yang Anda percayai dan hidupi. Seringkali, orang menjawab pertanyaan itu dengan “Oh, Anda tidak perlu menjadi seorang murid untuk masuk sorga. Itu bukan syarat untuk memperoleh hidup yang kekal.” Masalah kita adalah iman yang tidak mengubahkan. Kita telah mengajarkan kekristenan tanpa pemuridan, padahal kekristenan jenis ini tidak tertulis dalam Firman. Yesus dan rasul Paulus mengajarkan bahwa mengikuti Yesus adalah bukti dari menjadi seorang Kristen (Luk. 9:23-25; Fil. 2:1-8).1 Kita lebih mementingkan ujian tentang doktrin keselamatan daripada perubahan perilaku. Kita telah mempraktikkan ritual penebusan dengan berjalan di altar, berdoa menerima Kristus, atau menandatangani selembar pernyataan doktrinal. Masalah yang sedang kita hadapi dalam penginjilan adalah kita telah membuatnya sangat gampang bagi seseorang untuk memasuki kehidupan Kristen, sehingga kita melupakan pertobatan, komitmen, dan regenerasi yang justru memberikan kuasa dalam menghidupi kehidupan Kristen. Seberapa sering kita menemui seseorang yang “menerima Kristus” berdasarkan iman, yang ternyata tidak lebih dari sekadar persetujuan intelektual pada fakta-fakta Alkitab? Injil yang hanya berbicara tentang pengampunan dosa dan masuk sorga adalah injil yang DAPATKAN BUKU-BUKU TERBARU LITERATUR PERKANTAS JAWA TIMUR Sacred Companions (Sahabat Kudus) David G. Benner Wired for Intimacy (Dirancang untuk Keintiman) William M. Struthers Sanctuary of The Soul (Tempat Perlindungan Bagi Jiwa) Richard J. Foster Keselamatan Milik Allah Kami Christopher J.H. Wright Info lengkapnya kunjungi: www.perkantasjatim.org Untuk pemesanan hubungi: [email protected]