KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah swt. yang tidak henti

advertisement
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt. yang tidak henti-hentinya mencurahkan
karunianya kepada hambanya sehingga segala aktifitas dapat dijalankan. Selanjutnya,
tak lupa senantiasa kita bersalawat kepada Nabi Allah yang terakhir Muhammad saw.
yang telah bertugas membimbing manusia ke jalan yang benar dan diridahi oleh
Allah swt.
Saya selaku akademisi mempersembahkan sebuah karya tulis ilmiah berupa
buku ke hadapan para pembaca budiman, semoga buku yang sangat sederhana ini
menambah wawasan keilmuan yang berguna untuk agama, bangsa dan Negara.
Buku yang ada di hadapan pembaca ini diselesaikan dengan menggunakan
refrensi ilmiah sehingga segala isinya dapat dilacak pada sumber pengambilannya,
dan yang lebih penting, sajian buku ini disertai dengan analisis yang benar-benar
murni dari penulis, seingga segala keritikan yang membangun terhadap isi buku ini
sangat berarti.
Disadari dengan sungguh-sungguh bahwa buku ini masih jauh dari
kesempurnaan akibat segala keterbatasan yang ada, terutama kitab-kitab referensi
yang dibutuhkan dalam penulisan buku ini.
Apapun tanggapan pembaca terhadap buku ini patut diapresiasi selama
konsruktif dan tidak tendensius. Semoga buku yang saya persembahkan ini dapat
menjadi inspirasi pengembangan ilmu-ilmu keislaman sesuai dengan perkembangan
peradaban. Dengan demikian, khazanah ilmu-ilmu keislaman tetap memberikan
kontribusinya kepada umat dari waktu ke waktu untuk mencerdaskan anak bangsa.
Akhirnya, semoga buku yang sederhana ini memberi manfaat kepada para
pembacanya, dan segala kekurangannya saya serahkan kepada Allah swt, hanya
Dialah pemilik segala kesempurnaan. Terima kasih yang tak terhingga kepada segala
pihak yang telah membantu penulisan dan penerbitan buku saya ini.
Watampone, 18 Agustus 2015
Penulis
i
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Konsonan
‫ = ا‬a
‫= ب‬b
‫= ت‬t
‫ = ث‬s\
‫ =ج‬j
‫ = ح‬h}
‫ = خ‬kh
‫‘= ء‬
‫= د‬d
‫ = ذ‬z\
‫= ر‬r
‫ = ز‬z\
‫= س‬s
‫ = ش‬sy
‫ = ص‬s}
‫=ض‬d
‫ = ط‬t}
‫ = ظ‬z\
‫`= ع‬
‫= غ‬g
‫= ف‬f
‫= ق‬q
‫= ك‬k
‫= ل‬l
‫= م‬m
‫= ن‬n
‫= و‬w
‫= ه‬h
‫= ي‬y
2. Vokal
Fathah
Kasrah
Dhammah
a
I
U
3. Maddah
Fathah
Kasrah
Dhammah
4. Singkatan
swt.= ‫سبحانه وتعالى‬
saw.= ‫صلى هللا عليه وسلم‬
a>
i>
u>
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar
Daftar isi
Pedoman Transliterasi
i
ii
iii
Bab.I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Ruang lingkup penulisan buku
C. Tujuan dan kegunaan penulisan buku
D. Metode penulisan buku
Bab II. Negara dan Pemerintahan Dalam Islam
1
1
3
4
4
6
Bab III. Eksistensi Bait al-Mal dalam pemerintahan Islam
11
Bab.IV. Sumber-sumber keuangn publik dalam pemerintahan Islam
A. Zakat
B. Ganimah
C. Al-Fai’
D. Jizyah
E. Kharaj
F. Usyuriy
G. Harta pennggalan yang tak berahli waris
H. Wakaf
15
15
23
24
25
26
30
33
34
Bab.V. Tata Kelola Zakat dan Wakaf menurut perundang-undangan
A. Zakat
B. Wakaf
38
38
70
DAFTAR PUSTAKA
Ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Bagi umat Islam, baik perorangan maupun kelompok, berislam haruslah
berpedoman pada Al-Qur’an dan sunnah serta peraktek pengamalan orang terdahulu.
Zakat, infaq, sedekah dan wakaf adalah pengamalan ajaran Islam yang hidup di
tengah-tengah mastarakat sejak masa Nabi saw hingga sekarang.
Seiring dengan perkembangan masyarakat Islam, pengamalan zakat dan
wakaf ternyata mengalami pasang surut. Sejak ditasyri`kannya wakaf di zaman Nabi
saw dan pengamalannya pada pemerintahan Islam yang lalu, zakat dan wakaf
mengalami perkembangan yang pesat. Gairah umat Islam berzakat dan berwakaf
sangat tinggi, sehingga zakat dan wakaf benar-benar berperan nyata menyejahterakan
umat yang miskin dan yang berhajat akan financial.
Saat ini ternyata umat Islam di banyak negara kembali melihat potensi
tersebut secara saksama di tengah-tengah keterpurukan dan keterbelakngan umat
Islam. Dengan iman dan taqwa sebagian umat Islam menjadi penggagas dan pelopor
tentang perlunya revitalisasi zakat dan wakaf. Bagi negara sekawasan di Asia
Tenggara, potensi ini digerakkan dengan ikon ZISWA (zakat, infaq, sadaqah dan
wakaf).
Dalam agama Islam, Zakat adalah sebuah perintah Tuhan untuk kesejahteraan
orang-orang yang telah dinyatakan berhak menerima zakat (mustahiq) sesuai dengan
pesan ayat 60 surat At-Taubah (9). Begitu juga ketentuan tentang otoritas pemerintah
dalam pengelolaan zakat, baik pengumpulan, distribusi maupun produktivitasnya.
Hasilnya, zakat benar-benar mampu berperan menyejahterakan umat yang kurang
mampu dan yang membutuhkan. Inilah tujuan gerakan zakat dewasa ini,
mengembalikan kejayaan Islam di masa lalu sebagai formulasi efektif dalam
memperbaiki kesejahteraan umat.
1
2
Akan halnya zakat, wakaf juga diperintahkan dalam Islam untuk membantu
kaum muslim yang tidak beruntung dari segi materi. Berbeda dengan zakat, wakaf
adalah ajaran Islam yang bersifat tentatif (sunat), namun cukup berarti perannya. Hal
ini disebabkan, wakaf adalah suatu bentuk infaq yang berkesinambungan dan terjaga
modalnya. Harta wakaf tak boleh dijual, dihibahkan dan diwariskan, sehingga ibadah
maliyah yang satu ini berbeda dengan ibadah maliyah lainnya.
Fakta sejarah menunjukkan, banyak sekali kekayaan wakaf umat ditemukan
sebagai warisan masa lalu seiring dengan meluasnya wilayah pemerintahan Islam
dahulu kala, dan semakin bertambahnya jumlah umat Islam. Satu Implikasi buruk
yang muncul
adalah terjadinya banyak penyimpangan pengamalan wakaf, baik
asetnya, maupun peruntukannya. Faktor tersebut mendorong pemerintah Islam
menertibkan dan menata kelola harta wakaf.
Dengan keterlibatan pemerintah dalam penatakelolaan ibadah zakat dan wakaf
dalam sejarah pemerintahan Islam, orang kemudian bercermin akan potensi financial
kedua jenis ibadah ini. Terbitlah berbagai regulasi pemerintah dari waktu kewaktu.
Dampak positifnya yang diraskan adalah berperannya harta wakaf yang telah ada
sejak lama untuk memenuhi berbagai kebutuhan umat, misalnya harta-harta wakaf di
sekitar masjid Nabawi dan harta wakaf yang mendanai Universitas al-Azahar di
Mesir, dan banyak lagi lainnya.
Keterlibatan pemerintah dalam merevitalisasi zakat dan wakaf melalui
sejumlah perundang-undangan, misalnya di Indonesia, ternyata masih menyisakan
banyak masalah. Yang dimaksud adalah zakat tidak optimal penanganannya oleh
Badan Amil Zakat, sehingga wakaf belum dirasakan oleh umat manfaatnya. Padahal
semuanya telah diatur pengelolaannya sedemikian rupa. Apakah formulasi
tatakelolanya lemah?
Di Indonesia tidak ditemukan kementrian zakat dan wakaf sebagaimana
halnya di berbagai negara Islam. Kendati demikian zakat dan wakaf sudah memiliki
organisasi tentang pengelolaannya, yaitu BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional),
dan BWI (Badan Wakaf Indonesia).Dengan demikian, pengelolaan zakat dan wakaf
3
adalah semi pemerintah. Dana wakaf belum menganut sistem satu pintu dengan
diperhitungkannya sebagai pendapatan dan anggaran belanja negara.
B. Ruang Lingkup Penulisan buku
Buku ini menyajikan sumber-sumber keuangan negara dalam pemerintahan
Islam, zakat, wakaf, jizyah, kharaj dan lainnya. Sumber-sumber keuangan tersebut
ada yang ditasyri`kan langsung oleh Allah swt. dan ada juga dietapkan oleh
pemerintah Islam (ulil amri). Sumber keuangan semacam ini sudah terang menjadi
keuangan publik karena telah diperaktekkan dalam pemerintahan berupa anggaran
pendapatan dan belanja negara.
Berbeda halnya dengan zakat dan wakaf. Keduanya adalah ibadah maliyah
sekaligus berkonribusi membantu umat yang miskin dan yang membutuhkan. Di
masa lalu zakat menjadi sumber pendapatan pemerintah sesuai dengan ayat 60 surat
At-Taubah (9). Hanya saja, harus dipastikan bahwa dana zakat ini tidak
dibenarkan bercampur dengan sumber pendapatan negara lainnya. Dana zakat
adalah dari umat ke umat.
Karena itu, pembahasan zakat dalam buku ini tidak mengurainya dari sisi
normatif fikihnya, melainkan zakat tersebut dilihat lebih banyak dalam kedudukannya
sebagai salah satu sumber pendapatan negara. Dengan demikian, buku ini akan
menjelaskan bagaimana penempatan dana zakat dalam tata kelola keuangan negara,
dan bagaimana pemakaiannya yang dianggap sesuai dengan ketentuan syariah.
Wakaf di era pemerintahan Islam tempo dulu, juga ditempatkan sebagai salah
satu sumber pendapatan negara, walaupun di awalnya wakaf adalah ibadah maliyah
perseorangan yang sasaran penggunaannya hampir sama dengan zakat. Hanya saja
wakaf adalah bersifat sunat, bukan wajib. Tidak ada kondisi yang menjadikan wakaf
sebagai keharusan seperti halnya zakat. Karena itu, dalam buku ini wakaf diurai
dalam posisinya sebagai pendapatan dan pengeluaran negara. Buku ini tidak banyak
memuat informasi tentang hukum-hukum wakaf dalam kaitannya dengan ibadah.
4
C. Tujuan dan Kegunaan penulisan buku
1. Buku ini dapat melahirkan keyakinan tentang politik dalam Islam, yang pada
gilirannya membantu memahami bentuk pemerintahan Islam, terutama menyangkut
sumber-sumber pendapatan negara dan pengeluaran negara menurut Al-Qur’an dan
sunnah serta ijtihad ulil amri (pemerintah).
2. Buku ini setidaknya memberikan gambaran dasar pengelolaan keuangan negara
secara profesional melalui bait al-mal. Dengan sendirinya, buku ini memuat informasi
tentang eksistensi dan peran bait al-mal itu sendiri sebagai cerminan pengelolaan
keuangan negara yang islami.
3. Buku ini dapat menginspirasi pemerhati zakat dan wakaf dengan teori taqnin untuk
menghindari pemahaman yang keliru bahwa zakat dan wakaf bukanlah otoritas
pemerintah, karena ia adalah semata-mata ibadah, tak perlu diregulasi dengan
perindang-undangan.
4. Buku ini dapat menginspirasi mencari formulasi yang efektif tentang lembaga
zakat dan wakaf. Bagaimana pun manfaat zakat dan wakaf belum signifikan
dirasakan oleh umat dewasa ini.
D. Metode Penulisan Buku
Buku ini menyajikan informasi dari sejumlah refrensi tertulis berupa kitabkitab fikih, kitab-kitab tafsir, kitab-kitab hadis dan buku-buku
ilmiah. Dalam
menyajikan informasi secara ilmiah, beberapa pendekatan digunakan sebagai berikut:
1. Pendekatan teologis normatif dengan menelusuri kitab-kitab klasik dan
kontemporer guna keperluan penjelasan materi buku ini ( keuangan islam
publik) menurut Al-Qur’an dan sunnah.
2. Pendekatan Filosofis dengan melakukan analisis terhadap ayat-ayat, hadishadis dan pendapat fuqaha sehingga penyajian informasi buku ini memiliki
urgensi dan nilai tambah bagi pembacanya.
5
3. Pendekatan Yuridis dengan menampilkan informasi kontemporer tentang
sumber-sumber keuangan Islam, khususnya zakat dan wakaf. Di banyak
negara Islam dan atau negara yang mayoritas penduduknya muslim, zakat dan
wakaf telah diatur dalam perundang-undangan.
4. Pendekatan sosiologis dengan menggunakan teori perubahan sosial dalam
menjelaskan perkembangan pemikiran tentang keuangan Islam publik dewasa
ini, sehingga pemikiran baru tersebut tidak serta merta dinilai sebagai bentuk
penyimpangan syariat Islam.
D. Sistematika Pembahasan
Pembahasan buku ini diawali dengan bab tentang Negara dan Pemerintahan
dalam Islam. Negara/Pemerintahan adalah organisasi yang berperan dan berfungsi
mengurus rakyat (publik). Untuk mengurus publik tersebut, Negara sebagai badan
hukum publik memerlukan dana dalam operasionalnya.
Untuk tertibnya keuangan negara, maka dalam pemerintahan Islam muncul
sebuah kreatifitas dengan membentuk lembaga bait al-mal. Bait al-mal adalah
sebuah ikon penting pemerintahan Islam dalam hal pengelolaan keuangan publik,
baik pemasukannya maupun pembelanjaannya.
Bab berikutnya buku ini menerangkan tentang sumber-sumber keuangan bagi
bait al-mal. Secara rinci, beberapa sumber keuangan penting negara/
pemerintahan Islam disebutkan dalam bab ini. Sumber-sumber keuangan publik
dimaksud adalah zakat, ganimah, kharaj, jizyah, usyury dan wakaf. Sumbersumber keuangan Negara Islam tersebut adalah sesuai dengan model Negara
Islam, yang sebagiannya berdasarkan nash Al-Qur’an dan sunnah, dan selainnya
berdasarkan hasil ijtihad.
Bab terakhir buku ini mengetengahkan tata kelola zakat dan wakaf di era saat
ini hal mana keduanya telah diatur oleh Negara. Ternyata sumber-sumber
keuangan Negara/ Pemerintahan Islam sebagiannya sudah tak eksis lagi, kecuali
zakat dan wakaf. Hal tersebut menyebabkan, zakat dan wakaf diyakini mampu
meningkatkan kesejahteraan umat yang tidak beruntung. Gerakan zakat dan
6
wakaf di Negara-Negara Asia Tenggara dapat dipandang sebagai kebangkitan
Islam dalam ekonomi keumatan. Akhirnya buku ini juga mengemukakan
perbandingan pengelolaan zakat dan wakaf di Indonesia dengan Malaysia.
BAB II
NEGARA DAN PEMERINTAHAN DALAM ISLAM
Menurut hasil penemuan ilmu pengetahuan, manusia adalah makhluk sosial
dan makhluk ekonomi. Sebagai makhluk sosial manusia tak dapat hidup melainkan
dengan interaksi sesamanya, bahkan dengan lingkungan alam sekitarnya. Sebagai
makhluk ekonomi tiap manusia harus memenuhi kebutuhan hidupnya agar ia dapat
bertahan hidup secara layak.
Kedua aksioma ilmiah tersebut, pada gilirannya mengharuskan manusia hidup
secara berkelompok demi memudahkan terjadinya interaksi di antara mereka. Islam
sudah menetapkan jauh-jauh hari sebelumnya bahwa Allah swt. telah menegaskan,
hubungan sosial manusia (hablun min al-nas) adalah sebuah keharusan.
Hidup berkelompok bagi manusia semakin hari semakin besar jumlahnya,
Mereka mendiami wilayah geografis tertentu, sehingga ditemukan banyak kelompok
mausia yang lazim disebut masyarakat. Masyarakat tersebut pada akhirnya
membangun kelompok yang senasib dan sepenanggungan yang biasa disebut dengan
bangsa. Untuk mengelola bangsa dibutuhkan perangkat kekuasaan yang disebut
dengan negara.
Apapun namanya, manusia semakin hari semakin banyak yang disebabkan oleh
adanya proses regenerasi (kawin mawin) pada akhirnya membutuhkan sebuah
penanganan agar ketertiban hidup dapat terwujud sekaligus menghindari kanibalisme.
Manusia adalah tetap manusia, yang membawa hak asasi sejak dari lahir. Manusia
tidak boleh hidup dengan saling memangsa, yang kuat menang dan yang lemah kalah
dan tertindas.
Sebagai makhluk yang beradab manusia menciptakan sebuah bentuk
peradaban yang urgen dalam kehidupan, yaitu menyepakati adanya pemerintahan
dalam sebuah masyarakat. Negara dan pemerintahan adalah dua terma yang saling
berkelindan. Dengan demikian dapat dikatakan, pemerintahan adalah penjabaran
7
8
aktivitas sebuah negara. Dalam hukum ketatanegaraan modern, negara biasanya
diartikan sebagai masyarakat/bangsa yang mendiami wilayah tertentu dan memiliki
konstitusi. Kedua unsur dasar tersebut melahirkan sebuah pemerintahan.
Pemerintahan adalah sebuah hal yang sudah dikenal oleh seluruh manusia saat
ini. Inti pemerintahan adalah mengurus kepentingan dan kebutuhan masyarakat luas
(publik). Karena itu, dalam pemerintahan ada pemerintah dan ada rakyat yang saling
berhadapan, masing-masing memiliki hak dan tanggungjawab. Bagaimana menurut
Islam?
Semua ulama/ ahli hukum Islam menunjuk ayat 59 surat An-Nisa’ sebagai
dalil keharusan adanya pemerintahan dalam masyarakat muslim.
Menurut Ibnu
Kasir, ayat “‫ ” أولى األمر‬menunjuk kepada para penguasa dan ulama.1 Dalam hadis
Nabi saw, pemerintahan disebut dengan “ ‫ ”اإلمارة‬. Karena itu, orang yang memangku
jabatan sebagai penguasa di kalangan orang-orang Islam disebut amir al-mukminin.
Dalam berbagai riwayat, kata al-imarah, memang sering disinggung oleh
Nabi saw. Dalam kitab “al-Amwal” dijumpai sebuah riwayat yang menyatakan
bahwa ada seseorang berkata di sisi Nabi saw: pemerintahan (al-imarah) itu adalah
seburuk-buruk sesuatu. Kata Nabi saw sebaik-baik sesuatu adalah pemerintahan bagi
yang mengambil haknya secara halal, dan sebutuk-buruk sesuatu adalah
pemerintahan yang menuai penyesalan di hari kemudian.2
Untuk menunjuuk pemerintahan, imam Al-Mawardi memakai terma alimamah (‫) اإلمامة‬. Menurutnya, al-imamah adalah terma yang menunjuk pada
penggantian khilafah kenabian dalam menjaga agama dan urusan dunia. 3 Menurutnya
lagi, imamah (pemerintahan Islam) wajib adanya.4 Lebih lanjut, imam al-Mawardi
menerangkan
bahwa
terjadi
perbedaan
pemahaman,
apakah
kewajiban
bepemerintahan itu perintah syara’ atau menurut penemuan akal semata?
1
Ibnu Kas\ir, Tafsir al-Qur’a>n al-Az}im, Jilid 1, (Beirut-Libanon: Dar al-fikr, 1992), h. 641
Lihat Abdul Qasim bin Salam, Kita>b al-Amwa>l,(Beirut-Libanon: Dar al-fikr, 1988), h, 11
3
Al-Mawardi, Al-Ah}ka>m al-Sult}aniyah wa al-Wala>yat al-Di>niyah, (Cetakan ke 2, Mesir:
Must}afa al-Ba>bi al-h}alabi, 1973), h. 5
4
Al-Mawardi, Al-Ah}ka>m. . ., h.5
2
9
Sebagian berpendapat, kewajiban berpemerintahan itu adalah berdasarkan akal
agar manusia tidak saling menganiaya, dan adanya penguasa dapat menetralisir
kasus-kasus sengketa. Jika sekiranya tidak ada pemerintah/ penguasa, tentulah kedua
hal ini tidak terwujud.5 Dalam pada itu sebagian golongan berpendapat,
berpemerintahan adalah perintah syara’ sesuai dengan ayat 59 surat An-Nisa’ (4).
Karenanya wajiblah tiap mslim taat kepada amir (penguasa).6
Dalam perakteknya, pemeintah dalam menjalankan amanah yang dibebankan
kepadanya dalam mengurus umat memerlukan sumber-umber penghasilan. Umat atau
publik adalah wajib diurus kemaslahatannya oleh penguasa. Menurut Islam, penguasa
dalam sebuah keamiran hakikatnya adalah pelayan publik.
Dalam kitab “al-Amwal” disebutkan bahwa secara garis besar sumber-sumber
keuangan pemerintahan islam ada tiga yaitu: al-fai`, khumus dan zakat.7 Al-Fai’
adalah pungutan atas penduduk zimmi berupa jizyah (pajak jiwa) dan kharaj (pajak
bumi) sebagai perimbangan kewajiban penguasa Islam melindungi jiwa dan harta
mereka. Adapun khumus adalah bersumber dari ganimah, harta rampasan perang
suci/ sabil.
Peruntukan harta ganimah adalah ketentuan syariat berdasarkan riwayat dari Ibnu
Abbas bahwa seperlima ganimah tersebut dibagi lima, empat bagian (4/5) diberikan
kepada lasykar muslim yang berperang. Sedangkan seperlimanya adalah untuk 4
golongan, masing-masing: (1) Allah dan RasulNya beserta kerabatnya, (2) anak
yatim, (3) orang-orang miskin, (4) Ibnu sabil.8
Secara detail, pendistribusian harta khumus yang dilakukan oleh Nabi saw
berdasarkan ayat adalah satu bagian untuk Ka’bah sebagai hak Allah, satu bagian
untuknya, satu bagian untuk keluarganya, satu bagian untuk anak-anak yatim, satu
bagian untuk orang-orang miskin, dan satu bagian untuk ibnu sabil.9
5
Al-Mawardi, Al-Ahkam . . ., h.5
Al-Mawardi, Al-Ahkam . . ., h. 5
7
Abdul qasim bin Salam, Kitab . . ., h. 24
8
Abdul Qasim bin Salam, Kitab . . , h.21
9
Abdul Qasim bin Salam, Kitab . . ., h. 21
6
10
Sumber keuangan pemerintahan Islam yang ketiga adalah zakat. Zakat dipungut
dari orang-orang Islam berupa logam mulia emas. perak, ternak unta, sapi, kambing,
hasil-hasil pertanian berupa buah-buahan tamar (kurma kering), kismis (anggur
kering) dan biji-bijian berupa gandum dan sya`ir (padi Belanda). Peruntukannya
adalah untuk golongan delapan ( ‫ )األصناف الثمانية‬sebagaimana diterangkan oleh Allah
swt. (ayat 60 surat At-Taubah). Kendati demikian Khalifah Umar bin Khattab tidak
memberikan bagian muallaf karena menurutnya, Allah swt. telah membuat agama
Islam kuat.10
Ketiga sumber utama keuangan pemerintahan Islam tampak dengan nyata bahwa
rakyat pemerintahan Islam memiliki hak untuk disejahterakan oleh penguasa.
Penguasa tak lebih sebagai pengelola keuangan, sebagian untuk haknya seperti gaji
mereka, dan sebagian besar untuk kepentingan publik (rakyat banyak). Publik
meliputi orang-orang yang tersebut dalam golongan delapan padada zakat kecuali
amil, dan golongan lima dalam khumus, kecuali Allah dan Rasulnya saw. Mengapa
keuangan publik dalam Islam begitu penting?
Kalau diperhatikan secara saksama, sebuah hukum yang tegas ditemukan bahwa
membayar zakat kepada pemerintah bagi umat Islam, dan membayar jizyah serta
kaharaj bagi zimmi (non muslim). Dana-dana tersebut dipakai oleh pemerintah dalam
menyejahterakan rakyatnya tanpa diskriminasi agama dan ras.
Dana-dana pemerintahan Islam tersebut harus dikelola secaa bertanggungjawab,
haram dikorup. Pada hakikatnya uang itu adalah hak rakyat, dan hanya sedikit untuk
gaji pemerintah. Islam telah menggariskan pendapatan dan belanja pemerintah yang
kesemuanya untuk kesejahteraan masyarakat. Dari sinilah muncul terma keuangan
publik Islam. Menurut Abdul Qasim bin Salam, keuangan publik yang paling nyata
adalah al-fai` yaitu jizyah, kharaj dan usyuri (cukai dagang) bagi orang zimmi dan
orang-orang harbi jika memasuki wilayah pemerintah Islam. Abul Qasin bin Salam
berkata:
10
Abdul Qasin bin Salam, Kitab . . , h. 24
11
,‫ فيكون ىف أعطية املقاتلة‬.‫ غنيهم وفقريهم‬:‫ وهو الذى يعم املسلمني‬.‫فكل هذا من الفيء‬
11
‫ وما ينوب اإلمام من أمور الناس حبسن النظرلإلسالم وأهله‬,‫وأرزاق الذرية‬
“ Semua ini adalah harta fai’ yang diperuntukkan untuk seluruh kaum muslim, baik
yang kaya maupun miskin dalam bentuk pemberian honorarium tentara, tunjangan
anak-anak, dan apa-apa yang menjadi tanggungjawab pemerintah terhadap
kebutuhan-kebutuhan
manusia
dengan
(pemerintahan) dan warganya.
11
Abdul Qasim bin Salam, Kitab . . ., h.24
sebai-baik
kebijakan
untuk
Islam
BAB III
EKSISTENSI BAIT AL-MAL DALAM PEMERINTAHAN ISLAM
Bait al-mal adalah sebutan bagi kantor perbendaharaan negara dalam
pemerintahan Islam. Fungsi utamanya tidak berbeda ketika cikal bakalnya di masa
Nabi SAW dan di masa khalifah Abu Bakar al-Shiddieq. Yang membedakan adalah
kalau di masa Nabi SAW, lembaga bait al-mal
belum terbentuk secara formal
ketatanegaraan. Sumber-sumbr pemasukan bagi pemerintah yang digunakan untuk
kemaslahatan kaum muslim dan seluruh penduduk negeri langsung didstribusi oleh
Nabi SAW sendiri atau oleh orang yang direkomendasikan untuk itu. Inilah cikal
bakal keungan publik yang semakin ditertibkan pada masa-masa pemerintahan Islam
kemudian.
Sejarah Islam mencatat bahwa masa kejayaan Islam dimulai pada masa
pemerintahan Umar bin Khattab. Implikasi yang ditimbulkan adalah semakin
meluasnya wilayah pemerintahan Islam dan semakin kompleksnya kebutuhan
masyarakat muslim yang harus ditangani oleh Amir al-mukminin dan pembantupembantunya.
Sekaitan dengan kondisi umat Islam seperti tersebut, adalah Umar bin Khattab
dinyatakan sebaai orang yang pertama membentuk lembaga bait al-mal atas usul
Walid bin Hisyam di masanya.Kantor pemberndaharaan tersebut bekedudukan di
Madinah, dan juga didirikan di daerah-daerah wilayah Islam1 Khalifah Umar bin
Khattab mengangkat Abdurahman bin `Ubaidi al-Qari, dan Mu`aiqib sebagai
pembantunya.2 Pembentukan bait al-mal oleh Umar bin Khattab tersebut ditentang
keras oleh Ali bin Abi Thalib.3
1
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, (Cetakan ke 3, Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve,
1995), h. 222
2
Dewan Redaksi, Ensiklopedi . . ., h. 222
12
13
Kehadiran lembaga bait al-mal adalah semakin menampakkan eksistensi
keuangan publik. Keuangan publik Islam adalah ketentuan pemeliharaan dana publik
dari pemerintah. Penghasilan, pembiayaan oleh otoritas publik , administrasi
keuangan (finansial) merupakan tiga divisi utama dari fungsi-fungsi publik.4
Lembaga bait al-mal bentukan Khalifah Umar bin Khattab tetap menjalankan
fungsi penyejahteraan umat melalui sumber-sumber keuangan negar, disertai dengan
perubahan dan penambahan sumber-sumber kaeuangan Islam lainnya. Disebutkan
bahwa Khalifah Umar bin Khattab tidak mendistribusikan tanah yang dikuasai
pasukan Islam di Irak maupun di wilayah lainnya.5 Selain itu, Umar bin Khattab
menggunakan dana dari bait al-mal untuk dana pensiun kepada yang telah berjasa
bagi Islam, 6
Lembaga bait al-mal berkembang seiring dengan perkembangan pemerintahan
Islam dari waktu ke waktu. Pada masa Ibnu Taimiyah, masa dinasti mamluk, kantor
perbendaharaan negara semakin ditertibkan dan disempurnkan. Untuk pengurusan
administrasi keuangan, sejumlah departemen bait al-mal didirikan. Untuk
pembayaran gaji anggota militer dan pejabatnya dikelola oleh diwan al-rawatib. Pajak
jizyah dan harta peninggalan yang tak berahli waris dikelola oleh diwan al-jawali wa
al-mawaris al-hashriyah. Untuk mengelola hasil pungutan kharaj dibentuk diwan alkharaj, sedang pajak bulanan dikelola oleh diwan al-hilali.7
Sebagaimana diketahui wilayah Islam mulai berkembang pesat di masa
Khalifah Umar bin khattab. Kontak dagang secara regional dan internasional telah
terjadi. Sebagai contoh, cukai dagang yang disebut usyuri di masa Umar bin Khattab
adalah adopsi sistem perdagangan Romawi. Begitu juga halnya model-model
penyempurnaan bait al-mal.
4
A.A.Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, (cetakan pertama, Surabaya: PT.Bina Ilmu,
1997), h. 249
5
A.A.Islahi, Konsepsi . . ., h. 256
6
A.A.Islahi, Konsepsi. . ., h. 256
7
A.A.Islahi, Konsepsi . . ., h. 259
14
A.A.Islahi menerangkan bahwa di akhir abad pertama hijriyah, administrasi
keuangan publik sangat berkembang dengan pesat sebagai sebuah sistem, yang oleh
khalifah dilengkapi dengan model-model yang diketahui para pembantunya di Persia
maupun Roma.8
Dengan penyempurnan administrasi keuangan negara/ pemerintah melalui
lembaga bait al-mal, pencatatan uang pemasukan publik, uang pengeluaran publik,
dan pengembangan sumber-sumber penerimaan negara berjalan dengan baik. Secara
garis besar, sumber-sumber penerimaan bait al-mal ada tiga, yaitu: zakat, ganimah
dan al-fai’.
Di antara keuangan publuk yang tiga itu, fai’lah yang mengalami
perkembangan sangat pesat karena ia merupakan otoritas penuh pemerintah Islam
dalam menetapkan jenis-jenisnya dan pembelanjaannya. Keungan publik Islam yang
masuk kategori al-fai’ adalah:
1. Jizyah.
2. Upeti yang dibayar oleh musuh.
3. Hadiah yang dipersembahkan kepada kepala negara.
4. Bea cukai yang dikenakan pada pedagang dari negeri musuh.
5. Denda berupa uang
6. Kharaj
7. Harta benda tak bertuan
8. Harta benda yang tak memiliki ahli waris
9. Simpanan, utang atau barang yang pemiliknya tak diketahui lagi sehingga
tidak bisa dikembalikan kepada pemiliknya.
10. Berbagai sumber pendapatan lain.9
Tentang sasaran pembelanjaan bait al-mal, Ibnu Taimiyah menerangkannya
sebagai berikut:
1. Orang-orang miskin dan melarat
8
A.A.Islahi, Konsepsi . . ., h. 256
A.A.Islahi, Konsepsi . . ., h.269-70
9
15
2. Pertahanan keamanan
3. Hukum dan tatanan dalam negeri
4. Pensiun dan gaji pejabat
5. Pendidikan
6. Pengembangan infra struktur
BAB IV
SUMBER-SUMBER KEUANGAN PUBLIK DALAM PEMERINTAHAN
ISLAM
A.Zakat
Bagi umat Islam zakat adalah sebuah ajaran yang sangat familiar karena ia
adalah salah satu rukun Islam yang harus ditunaikan. Dalam Al-Qur’an, ibadah
maliyah ini diungkapkan dengan beberapa nama yaitu zakat, sadaqah, haq.
Secara normatif, ketentuan zakat telah diterangkan oleh nash dan juga
pemahaman fuqaha dalam bentuk fikih zakat. Setelah di Madinah, Rasul saw. telah
merinci jenis harta zakat berupa hasil-hasil bumi, ternak, kekayaan emas dan perak
(logam mulia), dan zakat barang dagangan. Syarat-syarat pembayaran zakat juga
telah dijelaskan oleh Rasul saw. berupa ketentuan nisab harta subyek zakat, haul, dan
harga zakat jenis-jenis kekayaan subyek zakat.
Menurut Al-Qur’an dan sunnah, otoritas zakat ada di tangan pemerintah.
Dalam ayat 103 surat At-Taubah (9) Allah SWT berfirman:
. . . ‫خذ من أمواهلم صدقة تطهرهم زتزكيهم هبا‬
“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka . . .”
Penjabaran ayat tersebut, Rasul saw. telah menugaskan sahabat-sahabatnya
sebagai penguasa di daerah dengan salah satu tugasnya memungut zakat dari orangorang kaya dan mendistribusikannya kepada orang-orang miskin mereka.
Tampak dengan jelas bahwa kewenangan mengumpul dan mendistribusikan
dana zakat kepada mustahiqnya ada di tangan pemerintah. Secara teknis, pemerintah
membentuk amil zakat. Dengan demikian, zakat tidak dapat dilihat hanya sebagai
ibadah semata, melainkan sebagai sebuah sumber daya. Bagaimana pun, zakat
diperintahkan oleh Allah dan Rasulnya untuk kepentingan umat yang di dalamnya
ada orang-orang yang memerlukan bantuan dana. Sudah barang tentu mewujudkan
16
17
substansi zakat diperlukan administrasi dan manajemen agar zakat berdayaguna
dengan efektif.
Sejarah umat Islam dengan pemerintahan khilafah telah terbentuk kantor
pemrbendaharaan negara, bait al-mal. Dengan bait al-mal, otoritas pemerintah di
bidang perzakatan semakin kuat. Dengan kehadiran bait al-mal, negara dan
pemerintahan Islam memiliki sumber-sumber keuangan negara. Uang negara telah
dicatat berapa banyak yang masuk, dan berapa banyak yang dibelanjakan untuk
kebutuhan rakyat.
Di awal pemerintahan Islam, zakat merupakan sumber penerimaan negara
yang terpenting. Sumber penerimaan lain adalah ghanimah (rampasan perang), , fai’
(barang rampasan), kharaj dan jizyah. Patut dicatat bahwa zakat bukanlah sumber
penerimaan biasa bagi negara-negara di dunia, karena itu tak dianggap sebagai
sumber pembiayaan utama. Negara bertanggungjawab dalam penghimpunan dan
menggunakannya secara jelas dan layak. Pnghasilan negara berupa zakat tak boleh
dicampur dengan penerimaan publik lainnya.1
Fuqaha sangat hati-hati tentang hukum membelanjakan harta zakat.
Peruntukan zakat telah ditetapkan oleh Allah swt. sendiri yaitu hanya kepada delapan
golongan sesuai ayat 60 surat At-Taubah (9). Mustahiq zakat tersebut adalah: (1)
Fakir, (2) Miskin, (3) Amil, (4) Muallaf, (5) Riqab, (6) orang yang terlilit hutang, (7)
Ibnu sabil, (8) Sabilullah.
Menatakelola pemasukan negara dari zakat mau tak mau menggunakan dual
sistem pembukuan keuangan. Untuk zakat harus dicatat tersendiri tentang berapa
besar jumlahnya, dan berapa banyak yang dibelanjakan sesuai dengan mustahiqnya
menurut ketentuan sayara’. Berkenaan dengan hal tersebut, pemasukan dan
pembelanjaan harta zakat oleh negara terkonekasi dengan kebijakan fiskal.
Sebagai kebijakan fiskal, Negara dapat menatakelola zakat sesuai dengan
perkembangan zaman. Misalnya bagaimana memosisikan zakat dan pajak bagi umat
1
A.A.Islahi, Konsepsi . . ., h. 250
18
Islam, bagaimana menentukan gugus mustahiq. Tentang hal yang terakhir ini telah
terjadi perubahan dalam pembelanjaan dana zakat oleh negara/pemerintah. Umar bin
Khattab tidak lagi memberikan bagian golongan muallaf sehubungan dengan semakin
kuat dan banyaknya umat Islam.
Menurut Al-Mawardi, yang dimaksud dengan Muallaf adalah : (1) orang yang
diyakini dapat membantu umat Islam, (2) orang-orang yang dapat dicegah
kejahatannya terhadap umat Islam, (3) orang yang digembirakan dengan Islam, (4)
orang yang dipercaya menggembirakan kaumnya dengan Islam.2 Menurut
Almawardi, Semua muallaf yang empat ini dapat diberikan dana zakat jika mereka
muslim.3
Fuqaha telah banyak mengemukakan pendapat tentang status golongan
delapan mustahiq zakat. Pendapat ini, mau tak mau Negara harus mengadopsinya
mana yang relevan dengan zaman. Tampaknya sudah saatnya mempertimbangkan
beberapa golongan dalam ayat 60 surat At-Taubah tersebut untuk tidak
diperhitungkan lagi dalam pendistribusian zakat. Golongan-golongan yang dimaksud
adalah muallaf, riqab, dan sabilullah (perang suci).
Ketiga golongan mustahiq zakat tersebut berkaitan dengan zaman tertentu.
Muallaf terkait dengan kondisi umat Islam di awal. Di zaman Nabi saw. dakwah
Islam dimaksudkan untuk menyusun kekuatan jumlah umat. Di zaman kekhalifahan
Abu Bakar, sistem pembagian zakat kepada muallaf masih dilanjutkan, namun di
masa Umar bin Khattab, golongan ini tidak dimasukkan lagi sebagai penerima dana
zakat dari pemerintah. Ijtihad Umar tersebut adalah dalam kapasitasnya sebagai amir
al-mukminin.
Shinif Sabilullah dan Riqab adalah dua golngan mustahiq yang berkelindan
dalam bentuk sebuah sebab akibat. Riqab ada karena Sabilullah. Menurut fuqaha,
yang dimaksud perang suci Islam (Sabilullah) adalah pembagian harta rampasan
perang, ganimah, ketetapan syariat tentang kharaj (pajak bumi). Yang pertama adalah
2
3
Almawardi,Al- Ahkam . . ., h. 123
Al-Mawardi, Al- Ahkam, . . ., h. 123
19
barang bergerak, dan yang kedua adalah barang tidak bergerak. Selain ini, resiko
perang suci adalah tawanan perang dari orang-orang kafir yang kalah. Dari sinilah
munculnya hukum tentang riqab (budak syar’i).
Menurut Islam, budak yang dimiliki oleh kaum muslim idealnya
dimerdekakan. Untuk terwujudnya harapan syara’ tersebut, Allah swt. menetapkan
sejumlah sanksi atas pelanggaran hukum syara’ dengan memerdekakan budak
mukmin. Selain itu budak yang sudah mendapat peluang merdeka dari tuannya harus
dibantu secara finansial, satu sumbernya adalah perintah Tuhan agar ia diberi dana
dari zakat sebagai sebuah hak.
Sebagai wahyu, ayat 60 surat At-Taubah tak boleh dihapus, walau hukumnya
tidak sempurna lagi sebagaimana ketika ayat ini diturunkan. Maksudnya, ada
beberapa golongan yang sudah tidak masuk dalam perhitungan pembagian zakat
akibat masanya sudah beralalu, Karena itu golongan yang masih efektif menerima
zakat adalah: orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil zakat, orang yang terlilit
hutang, dan Ibnu sabil.
Dengan berdasar pada analisis tersebut, zakat yang ada di tangan pemerintah
dapat lebih menyejahterakan umat. Hal ini disebabkan, pendistribusian zakat tidak
lagi dibagi delapan, melainkan dengan dibagi lima saja, sehingga porsi masingmasing golongan yang ada bisa lebih besar sehingga mereka lebih seahtera.
Teknik pembagian hak dana zakat tidak diterangkan secara detail oleh Allah
swt. Secara normatif, fuqaha memberi penjelasan tentang cara pembagian dana zakat
yang terkumpul kepada mustahiq. Al-Mawardi menerangkan:
‫ فواجب على‬,‫وىف تسوية هللا تعاىل بينهم ىف أية الصدقات ما مينع من اإلقتصار على بعضهم‬
‫عامل الصدقات بعد تكا ملها ووجود مجيع من مسى هلا أن يقسمها على مثانية أسهم‬
4
‫ابلتسوية‬
4
Al-Mawardi, . . ., h. 122
20
" Dalam hal Allah menyamakan kdudukan (mustahiq) sebagaimana terdapat dalam
ayat zakat tidak menghalangi untuk menguranginya.Amil zakat wajib membagi sama
rata setelah nyata bahwa semua kelompok ada secara sempurna..
Kemungkinan salah salah satu golongan mustahiq zakat tidak ada telah
menjadi pembahasan fuqaha. Al-Mawardi menerangkan sebagai berikut:
‫ وال ينقل‬,‫وإذا عدم بعد األصناف الثما نية قسمت الزكاة على من يوجد منهم ولو كان صنفا واحد‬
‫ ألهنم يسكنون‬, ‫سهم من عدم منهم ىف جريان املال إال سهم سبيل هللا ىف الغزاة فإنه ينقل إليهم‬
5
‫الثغورىف األغلب‬
“ Jika sebagian golongan mustahiq tidak ada, dana zakat dibagi ke golongan yang ada
walau hanya satu golongan, dan tidak boleh bagian orang yang tidak ada dialihkan ke
daerah tetangga kecuali bagian Sabilullah karena mereka biasanya berada di daerah
konflik “.
Mencermati teks kutipan di atas, ada indikasi menunjukkan bahwa yang
dimaksud tidak ada sebagian golongan mustahiq zakat adalah ketika diadakan
pembagian dana zakat, bukan ketiadaan yang tetap seperti yang telah dijelaskan
terdahulu pada tiga golongan yaitu Muallaf, Riqab dan Sabilullah. Karena itu,
ketiadaan sebagian golongan mustahiq secara tetap perlu analisis yang cermat. Teoriteori hukum Islam yang berkaitan dengan alasan pembenar hukum ( ‫)العلة‬,
perkembangan peradaban manusia, tradisi masyarakat sangat penting menjadi dasar
analisis dalam masalah tersebu.
Mengenai mustahiq zakat delapan golongan telah diterangkan oleh Allah swt.
sebagaimana tersebut dalam surat At-Taubah. Telah banyak kalangan berpendapat
bahwa seyogianya tidak terlalu kaku akan penjelasan fuqaha klasik mengenai
mustahiq dengan formulasi ashnaf delapan sehubungan dengan banyak bencana alam
misalnya. Karena itu pengungsi boleh diberi bantuan dari dana zakat karena
5
Al-Mawardi, Al-Ahkam . . ., h. 124
21
disamakan dnngan orang miskin dan fakir, walaupun sebelunya ia adalah orang
kaya.6
Pemberian dana zakat bagi pengungsi, bukan hanya diskursus, melainkan
sudah diperaktekkan oleh sejumlah lembaga amil zakat yang sudah ada. Menurut KH.
Ali Musthafa Ya’kub, apapun alasannya penting untuk membantu pengungsi itu
karena Islam adalah agama rahmatan lil alamin, Menurutnya, meski dalam fikih ada
perbedaan pendapat, saya tetap berpendapat penting membantu pengungsi melalui
zakat.7
Dengan pemikiran terebut, penggunaan dana zakat dewasa ini cenderung tidak
hanya khusus bagi umat islam, tetapi lebih pada kemanusiaan. Berbicara tentang
kasus pengungsi tentu meliputi seluruh lapisan masyarakat tanpa jarak, tidak
terkecuali perbedaan keyakinan agama. Dengan demikian,
banyak kalangan
memandang dana zakat sebagai dana publik dan kemanusiaan dalam kondisi tertentu,
misalnya musibah bencana alam banjir, sunami, letusan gunung merapi dan bencana
alam lainnya.
Dahulu, pemikiran seperti ini dipastikan tidak ada karena ketika itu masih
berlangsung perang suci. Perang suci itu sendiri sudah pasti mengelompokkan
perbedaan keyakinan secara tajam. Dalam konteks fikih siyasah, wilayah teritorial
dibagi secara ekstrim kepada dar al-harbi dan dar al-salam. Pemikiran fikih
semacam ini akan berdampak pada ketegasan bahwa dana zakat tidak dapat diberikan
kepada orang-orang kafir karena sama artinya menolong mereka memusuhi Islam.
Selain itu, memberi dana kepada orang-orang kafir dengan alasan kemanusiaan pun
menyalahi ketentuan mustahiq zakat dalam ayat 60 surat At-taubah (9).
Zakat Dan Kebijakan Fiskal Dalam Islam
Sebagaimana telah dijelaskan dalam nash, baik oleh ayat maupun sunnah, otoritas
zakat ada di tangan pemerintah. Sejak keberadaan baitl mal sebagai faktor pendukung
dalam pemerintahan Islam. Negara telah memiliki sumber-sumber pendapatan yang
6
7
Noor Aflah, Arsiektur Zakat Indonesia, (cetkan pertama, Jakarta: UI-Press, 2009), h. 179
Noor Aflah, Arsitektur . . ., h. 182
22
jelas dan selanjutnya dibelanjakan demi kepentingan warga negara (publik). Dalam
pemerintahan Islam ada dua dasar penetapan keuangan publik yaitu wahyu (syariat),
dan kebijakan uli al-amri (pemerintah) yang dikategorikan sebagai siyasah syar`iyah/
politik Islam.
Seluruh uang pemasukan bait al-mal adalah untuk kepentingan publik. Hanya
saja, dana zakat dibelanjakan untuk kepentingan umat Islam. Imam Al-Mawardi
sudah menegaskan: ‫ ( ال يجوز دفع الزكاة إلى كا فر‬tidak boleh membagikan zakat kepada
orang kafir).8 Sedangkan sumber-sumber lainnya diperuntukkan secara umum,
muslim maupun non muslim.
Sudah merupakan ketetapan syara’ bahwa yang diwajibkan berzakat hanyalah
warga Negara yang Muslim. Sedangkan warga Negara Non Muslim diwajibkan
membayar jizyah/ pajak jiwa dan kharaj/ pajak tanah. Ketetapan hukum tersebut
melahirkan pemahaman bahwa warga Negara yang Muslim hanya diwajibkan
membayar zakat, sedangkan
pajak tidak dibebankan atasnya, Secara konseptual
(pemikiran fikih) demikian adanya, namun dalam perakteknya seorang muslim
membayar zakat dan juga membayar pajak. Hal ini disebabkan, zakat dimaknai
sebagai ibadah yang bersifat personal di satu sisi, sedangkan pajak adalah ketentuan
negara di sisi lain. Tidak ada kewajiban ganda berupa membayar zakat dan membayar
pajak. Pendapat demikian didasarkan pada peraktek penatakelolaan keuangan Negara
dalam pemerintahan Islam. Peraktek tersebut didasarkan pada sebuah riwayat sebagai
berikut:
‫ تعىن النيب صلى هللا عليه وسلم يقول ليس ىف املال حق‬,‫عن فاطمة بنت قيس أهنا مسعته‬
9
‫ رواه ابن ماجه‬.‫سوى الزكاة‬
“ Dari Fatimah binti Qais, sesungguhnya ia telah mendengar Nabi saw. mengatakan
bahwa tidak ada kewajiban atas harta selain zakat “.
9
Ibnu Majah, Sunan Ibni Majah, Juz. 1, (t.t: Dar al-Fikr, t.th), h. 570
23
Dalam peraktek ketatanegaraan, asas seperti tersebut juga diterapkan. Dalam
sebuah riwayat disebutkan:
‫عن العالء بن احلضرمى قال بعثين رسول هللا صلى هللا عليه وسلم إىل البحرين أو إىل‬
‫ ومن‬,‫ فأخذ من املسلم العشر‬,‫ يسلم أحدهم‬,‫هجرفكنت أتى احلائط يكون بني اإلخوة‬
10
‫ رواه ابن ماجه‬. ‫املشرك اخلراج‬
“ Dari al-`Ala’ bin al-Hadrami, ia berkata: saya telah diutus oleh Rasul saw. ke
Bahrain atau ke Hajar dan saya telah sampai di perbatasan dengan bertemu beberapa
orang, salah satunya masuk Islam. Saya mengambil atasnya al-usyr (zakat), dan
kharaj/ pajak tanah kepada yang non muslim.
Tampak dalam riwayat adanya otoritas Negara dalam penatakelolaan zakat.
Zakat tidak hanya dipahami sebagai ibadah yang diperintahkan oleh sayra’ dan atau
sekadar memahaminya sebagai salah satu rukun Islam. Dalam hal pemerintah
mengurus umat, zakat telah diorganisir ke dalam institusi bait al-mal. Di samping itu,
zakat diformulasi sebagai pendapatan tetap yang penting bagi Negara untuk
kepentingan umat secara berksinambungan.
Dalam sejarah, Umar bin Khattab dalam kedudukannya sebagai amir almukminin banyak melakukan formulasi hukum fikih mengenai keuangan publik.
Disebutkan bahwa tanah yang ditinggalkan oleh pemiliknya pada daerah yang
ditaklukkan, ia menjadikannya sebagai wakaf (dana abadi) bagi kaum muslim.
Kemudian menetapkan pemiliknya dari penduduk dan mewajibkannya membayar
kharaj tiap tahun. Sebagai wakaf, Umar melarang memperjualbelikannya.11Di
masanyalah mulai diberlakukan pemberian dana pensiun bagi orang yang telah
dipandang berjasa bagi Negara,
Kebijakan fiskal adalah pendapatan dan pengeluaran negara. Tujuannya adalah:
(1)mengatasi masalah-masalah pokok ekonomi makro yang selalu timbul, misalnya
10
Ibnu Majah, Sunan . . ., h. 586
Muhammad Rawwas Qal`ajiy, Mausu>`at Fiqh Umar bin al-Khattab, (Cetakan pertama, t.t:
tp, 1981), h. 296
11
24
pengangguran, inflasi, (2) menjamin agar faktor-faktor produksi digunakan dan
dialokasikan ke berbagai kegiatan ekonomi secara efisien, (3)memperbaiki distibusi
pendapatan yang tidak merata untuk masyarakat yang menganut prinsip pasar
bebas.12
B.Ganimah (rampasan perang)
Rampasan perang adalah konsekuensi atas kalahnya musuh dalam sebuah perang
suci ( ‫)سبيل هللا‬. Ketetapan hukum rampasan perang adalah berdasarkan wahyu AlQur’an. Ada dua ayat yang menerangkan kedudukan dan hukum rampasan perang,
yaitu ayat 1 dan 41 surat Al-Anfal (8). Kedua ayat ini mengatur hukum rampasan
perang yang berbeda. Ayat 1 menerangkan bahwa rampasan perang adalah hak Allah
dan Rasulnya. Ayat ini belum menegaskan bahwa rampasan perang adalah khumus
sebagaimana diterangkan dalam ayat 41. Menurut ayat ini, rampasan perang dibagi
lima, yaitu seperlima untuk Allah dan Rasulnya, seperlima untuk kerabat Rasul (Bani
Hasyim dan Bani Mutthalib), seperlima untuk anak yatim, seperlima untuk orangorang miskin, dan seperlima untuk ibnu sabil. Menurut ulama penganut teori nasakh,
ayat 41 membatalkan ketetapan hukum rampasan perang pada ayat 1 surat Al- Anfal
tersebut.13
Menurut sejarah, penerapan hukum rampasan perang sebagai khumus sesuai
dengan ayat 41 surat al-anfal adalah ketika perang Badar pada daerah Bani
Qainuqa’.14 Harta rampasan perang itu meliputi seluruh harta musuh yang bergerak
seperti pakaian, pedang, kuda dari musuh yang terbunuh. Pembagianya adalah setelah
perang benar-benar usai, baik dibagi di tempat perang maupun setelah kembali dari
perang.
Hingga di sini, ganimah (rampasan perang) belum teroganisir sebagai pemasukan
Negara sebagai dana publik, karena dibagi langsung kepada pasukan yang ikut
bertempur. Namun potensi ganimah menjadi keuangan publik adalah adanya bagian
12
Balai Pustaka, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Cetakan ketiga, Jakarta: PT. Delta
Pamungkas, 1997), h. 329
13
Abd al-Qasim bin Salam, Kitab . . ., h. 384
14
Al-Mawardi, Al-Ah}ka>m, . . ., h. 139
25
sperlima untuk Allah dan Rasulnya saw. Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa dalam
distribusi ganimah di sana ada hak Allah dan Rasulnya sebanyak seperlima tak berarti
untuk menjadi kekayaan pribadi bagi Nabi, tetapi sebagai bagian yang bisa
dibelanjakan untuk kepentingan publik.15
Khalifah Umar bin Khattab adalah orang petama yang tidak membagi lagi tanah
milik musuh yang kalah perang kepada tentara mslim, melainkan dijadikannya
sebagai wakaf bagi kaum muslim, dan penghasilan tanah tersebut dimasukkan ke bait
al-mal. Sebagai wakaf, tentu tanah ini menjadi sumber pendapatan Negara yang
utama karena dananya masuk secara berkelanjutan tiap tahunnya.
C. Al-Fai’
Dalam surat al-Hasyr (59) ayat 7 Allah swt. berfirman:
‫ما أفاء هللا على رسوله من أهل القرى فلله وللرسول ولذى القرىب واليتمى واملسكني وابن‬
. . . ‫السبيل‬
Terjemahnya: Dan apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah kepada
rasulNya, maka itu untuk Allah, Rasulnya, kerabatnya, anak yatim, orang-orang
miskin dan ibnu sabil . . .16
Al-Fai’ adalah harta perolehan umat islam dari orang-kafir dan musyrik tanpa
perang. Menurut al-Mawardi,17 masuk ke dalam jenis harta ini adalah jizyah, kharaj
dan cukai dagang. Peruntukan harta fai’ menurut ayat tersebut adalah dibagikan
kepada 5 pihak, yaitu Rasul, keluarganya, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
ibnu sabil. Harta fai’ dibagikan kepada mereka secara merata.
Akan halnya ganimah, dalam harta fai’ ditemukan bagian khusus untuk Rasul
dan keluarganya, serta kerabatnya. Menurut ulama, ketika Rasul saw wafat gugurlah
hak tersebut, dan tidak dapat diwarisi. Demikian pendapat Imam Abu Hanifah.
Menurut imam Abu Tsaur dan Al-Syafi’i,18 bagian rasul tersebut jatuh di tangan
15
A.A.Islahi, Konsepsi, . . ., h. 274
Al-Hadim al-Haramain al-Syarifain, Al-Qur/an . . ., h. 916
17
Al-Mawardi, Al-Ah{ka>m . . ., h. 126
18
Al-Mawardi, Al-Ah}ka>m . . ., h. 127
16
26
pemerintah untuk kepentingan publik seperti gaji tentara, pembelian dan
pemeliharaan senjata, gaji hakim dan pemimpin/pejabat Negara.
D.Jizyah
Ketetapan syara’ tentang jizyah terdapat dalam surah At-Taubah (9) ayat 29.
Jizyah adalah pajak jiwa yang dibebankan kepada kafir zimmi yang bermukim di
wilayah pemerintahan Islam. Pembayaran tersebut hanya dibebankan kepada kaum
laki-laki merdeka dan dewasa, tidak bagi perempuan, anak-anak, hamba, pendeta dan
khunsa.
Jizyah adalah kompensasi yang ditetapkan oleh pemerintah Islam terhadap
jaminan keselamatan jiwa dan harta warga non muslim yang tinggal di wilayah
pemerintahan Islam dengan tetap menganut agama mereka. Tentang jizyah ini tidak
sepenuhnya syariat karena Allah hanya menyebut kebolehan memungutnya secara
gelobal, tidak seperti ganimah misalnya. Ghanimah lebih rinci hingga ke
pembagiannya kepada yang berhak. Oleh karena itu, fuqaha menyatakan bahwa
jizyah
tersebut
adalah
otoritas
pemerintah/Negara
dalam
memungut
dan
mengalokasikan peruntukannya.
Karena domain pemerintah, terdapat perbedaan pendapat ulama (ijtihad) tentang
kisarannya. Abu Hanifah mengatakan, bagi zimmi yang kaya dipungut 48 dirham,
bagi yang mapan sebesar 24 dirham, dan yang miskin sebesar 12 dirham. Di sini
terdapat batas minimal dan maksimal. Imam Malik berpendapat bahwa tidak boleh
ditetapkan batas minimal dan maksimalnya, semuanya diserahkan pada kebijakan
pemerintah. Ia dapat memungut dengan sama rata dan bisa juga berlebih kurang
sesuai dengan keadaan mereka.19
Menurut penjelasan fuqaha, jizyah dipungut dari kafir zimmi selama ia tetap
dalam keadaannya tidak muslim. Ketika seorang zimmi masuk Islam, maka gugurlah
kewajibannya membayar jizyah, dan beralih membayar zakat sesuai ketentuan
hukumnya.
19
Al-Mawardi, Al-Ah}ka>m, . . ., h. 144
27
Jizyah dalam konteks keuangan publik adalah sejak dahulu merupakan otoritas
pemerintah, terutama mengenai pemanfaatannya. Dapat dipastikan sejak masa
pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, jizyah masuk dalam kas Negara bait almal. Pada saat itu, jizyah potensial karena banyak daerah baru yang ditaklukkan oleh
Islam dalam berbagai peristiwa perang suci. Pendudukan daerah taklukan yang
tadinya sebagai dar al-harbi membuat tidak serta merta semuanya penduduknya
masuk Islam, dan juga tidak serta merta meninggalkan daerahnya. Dengan kondisi
tersebut menjadilah status hukum mereka kafir zimmi, menetap dalam wilayah
pemerintahan Islam secara sukarela. Kompensasinya adalah membayar jizyah kepada
pemerintah Islam.
Pemanfaatan jizyah meliputi kepentingan publik muslim dan non muslim sesuai
dengan kebijakan pemerintah. Berbeda dengan zakat yang hanya diberikan untuk
umat Islam yang berhak menerimanya. Fuqaha telah menegaskan bahwa zakat tidak
boleh diberikan kepada orang kafir dan non muslim pada umumnya. Hal ini
dikarenakan, distribusi zakat sangat rinci dalam ayat 60 surat At-Taubah yang lebih
dikenal dengan mustahiq golongan delapan.
E.Kharaj
Akan halnya jizyah, kaharaj adalah koneskuensi syar’i bagi orang-orang kafir
yang kalah perang. Harta mereka diambil berdasarkan ketentuan hukum ganimah
sesuai yang telah diwahyukan oleh Allah kepada Nabinya Muhammad saw. Bagi
mereka yang tetap di wilayah
taklukan Islam, diwajibkan membayar jzyah.
Bagaimana dengan tanah milik orang-orang kafir yang kalah perang?
Tentang tanah musuh yang kalah perang, pada awalnya tunduk pada hukum
ganimah (rampasan peran), tanah tersebut dibagi-bagikan kepada tentara muslim
yang berperang. Demikian yang dilakukan oleh Nabi saw. terhadap tentara muslim
sebagaimana terjadi pada perang Khaibar. Ibnu Hajar al-`Asqalani mnyebutkan dalam
28
kitabnya,20 bahwa Nabi saw. telah membagikan 100 bagian tanah di Khaibar kepada
yang ikut berperang di Khaibar.
Dalam pada itu didapatkan informasi bahwa kharaj pertama kali diberlakukan
dalam Islam setelah perang khaibar yang ketika itu Nabi saw. membolehkan orangorang Yahudi Khaibar kembali ke tanah milik mereka dengan syarat mau membayar
separuh dari hasil panennya kepada pemerintah Islam, sebagai kharaj. 21 Tersebut
dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abbas:
‫ قال‬,‫افتتح رسول هللا صلى هللا غليه وسلم خيرب واشرتط أن له األرض وكل صفراء وبيضاء‬
‫ فزعم‬,‫ حنن أعلم ابألرض منكم فأعطناها على أن لكم نصف الثمرة ولنا نصف‬:‫أهل خري‬
22
. . . ‫أنه أعطاهم على ذلك‬
“ Rasul saw. telah menaklukkan Khaibar dan memberi syarat kepada penduduknya
(Yahudi Khaibar) untuk tetap memiliki tanah mereka dengan syarat membayar
sejumlah dunar dan dirham. Penduduk Khaibar berkata: kami lebih tahu masalah
tanah dari pada kalian, maka berilah kami bagian dengan perbandingan separuh dari
hasilnya untuk kamu dan separuh untuk kami. Dipastikan bahwa Nabi memenuhi
permintaan mereka”.
Berdasar pada riwayat yang memuat informasi tentang sebuah kebijakan Rasul
saw. terhadap tanah warga non Muslim yang kalah pada perang sabil, fuqaha
kemudian memberi pengertian al-kharaj tersebut sebagai sebuah ketetapan hukum
khusus atas tanah milik musuh berupa kewajiban membayar sejumlah hasil tanah dan
atau sejumlah uang kepada pemerintah Islam. Kharaj telah menjadi kewenangan
pemerintah dalam hal pungutan dan pemanfaatannya.
Menurut fuqaha, kharaj yang ditarik pemerintah pada hakikatnya adalah jizyah.
Akibat hukum yang terjadi adalah jika ia masuk Islam, maka gugurlah pembayaran
kharaj itu sehubungan gugurnya kewajiban membayar jizyah. Tanah milik yang
20
Lihat Ibnu Hajar al-`Asqalani, Fath}u al-Ba>riy Syarh}u S\ahih al-Bukhari, Juz 5(Cetakan
pertama, t.t: Maktabah Mishr, 2001), h. 562-563
21
A.A.Islahi, Konsepsi . . ., h. 252
22
Abu Daud, Sunan Abi Daud, Juz 3, (Cetakan pertama, t.t: Dar al-fikr, 1990), h. 126
29
tadinya berbeban kharaj, menjadi milik sempurna dan penuh, sehingga ia bisa
menjualnya kepada siapa saja.23Namun jika ia jual kepada orang kafir, maka tetap
tanah itu tetap berbeban kharaj, tetapi jika dijual kepada orang Islam, maka gugurlah
beban kharaj tersebut.24
Tentang tanah milik musuh yang kalah perang, fuqaha memilahanya dengan tiga
kategori. Tujuannya adalah agar hukum yang diberlakukan tepat, misalnya apakah
tanah tersebut dikenakan kharaj, zakat atau menjadi wakaf kaum muslim oleh Negara.
Bagi masyarakat muslim tanah-tanah di tengah mereka dapat dibedakan kepada 4
kategoti, yaitu:
1. Tanah yang diusahakan oleh kaum muslim sejak awal, sehingga tanah
berstatus tanah usyer, bukan tanah kharaj.
2. Tanah yang pemilknya non muslim telah masuk Islam, sehingga menjadi
tanah usyer, bukan tanah kharaj.
3. Tanah yang dirampas dari tangan non muslim lewat perang sabil menjadi
ganimah yang dibagi kepada orang-orang yang ikut berperang, sehingga
menjadi tanah usyer.
4. Tanah yang diambil oleh kaum muslim dengan perdamaian dari kaum
musyrik dan ditetapkan atasnya kharaj.25
Tanah kharaj dalam Islam ada dua kategori, yaitu:
1. Tanah yang lepas kepemilikannya dari orang-orang musyrik, di mana tanah
tersebut menjadi wakaf bagi kaum muslim. Kharaj yang dibayarkan atas tanah
tersebut hakikatnya adalah sewa.
2. Tanah yang tetap dimilki oleh kaum musyrikin setelah kalah perang. Atasnya
dibebankan kharaj. Hakikat kharaj ini adalah jizyah sehingga pajak tanah
tersebut gugur ketika pemiliknya masuk Islam.26
23
Lihat Al-Mawardi, Al-Ah}ka>m . . ., h. 147
Lihat Al-Mawardi, Al-Ah}ka>m . . ., h. 147-148
25
Al-Mawardi, Al-Ah}ka>m . . ., h. 147
26
Al-Mawardi, Al-Ah}ka>m . . ., h. 147
24
30
Ada hal yang perlu diperhatikan dalam keuangan Islam publik yaitu asas tidak
adanya kewajiban rangkap bagi warga negara. Karena itu, kewajiban seorang muslim
kepada Negara adalah membayar zakat, kafir Zimmi yang tidak memiliki tanah
adalah membayar jizyah, sedangkan yang memiliki tanah adalah membayar kharaj
dengan tidak membayar jizyah. Pembayaran kharaj bagi non muslim itu sudah
dinyatakan memenuhi pembayaran jizyahnya.
Kharaj dan Kebijakan Fiskal Dalam Islam.
Penaklukan wailayah-wilayah di masa Khalifah Umar bin Khattab semakin
gencar seperti Irak dan Syam (Syiria). Dipastikan banyak tanah-tanah diperoleh
yang harus tunduk pada hukum ganimah dengan membagikannya kepada laskar
Islam.
Adalah Umar bin Khattab berpendapat lain. Imam Abu Yusuf menerangkan
bahwa ia diberitakan oleh sebagian guru-gurunya, dari Yazid bin Abi Habib
seungguhnya Umar menulis surat kepada Saad ketika penaklukan Irak yang berbunyi:
telah sampai suratmu kepadaku tentang permintaan laskar agar aku membagikan
ganimah (rampasan perang) dan barang rampasan (fai’). Karena itu jika suratku telah
sampai kepadamu, cermatilah apa yang lebih baik terhadap laskar. Bagilah harta
rampasan perang tersebut kepada yang berperang, namun tinggalkan tanah, sungaisungai kepada yang mengerjakannya agar menjadi dana honor dan kesejahteraan
kaum mslim. Jika kamu bagi tanah itu, maka tidak akan ada tersisa lagi.27
Keputusan dan kebijakan Khalifah Umar bin Khattab dengan tegas ia
mengatakan ini adalah ijtihadku yang berbeda dengan hukum sebelumnya. Adalah
Abdurahman bin Auf orang yang tidak sependapat dengannya, namun Usman, Ali,
Thalhah dan Ibnu Umar mendukung pendapat dan kebijakan khalifah Umar tersebut.
Alasan Umar telah dikemukakan pada tokoh-tokoh sahabat dari kalangan Anshar dan
Khazraj dengan katanya: bagaimana tetap dibagi menurut hukum ganimah seperti
dahulu, dari mana dana untuk mengurus barak-barak yang harus dijaga oleh petugas,
27
Lihat Abu Yusuf, Kita>b al-Khara>j, (Beirut-Libanon: Da>r al-Ma`rifah, 1979), h. 24
31
bagaimana mengurus kota seperti Syam, al-Jazirah, Kufah, Bashrah dan Mesir,
bagaimana, dari mana tentara digaji.28
Khalifah Umar bin Khattab menjadikan tanah rampasan perang bergesar ke
hukum al-kharaj. Tanah tersebut diperuntukkan sebagai sumber dana bagi orangorang yang tidak ikut berperang sebagai tanggung jawab publik bagi Negara/
Pemerintah. Tanah tersebut menjadi sumber pendapatan tetap bait al-mal berupa
pajak yang dipungut pemerintah. Tanah tersebut adalah wakaf bagi kaum muslim,
menjadi milik Allah sehingga modalnya tidak boleh diperjualbelikan. Jelas kiranya
bahwa di masa Umar bin Khattab dan pemerintahan Islam sesudahnya, Negara/
Pemerintah telah memiliki sumber-sumber keuangan menurut ketentuan syariat
dengan membelanjakannya dalam rangka menjalankan tugas-tugas Negara untuk
kemaslahatan publik.
F.USYURIY
Terma usyuriy diambil dari kata al-`usyer ( ‫ )العشر‬yang lebih populer ditujukan
pada zakat. Yang dimaksudkan usyuriy adalah kewajiban keuangan yang dibebankan
kepada pedagang oleh pemerintah Islam yang masuk ke wilayahnya. Ahli keuangan
Islam menyatakan bahwa yang pertama kali melakukan ini adalah khalifah Umar bin
Khattab.
Ahli keuangan Islam menyatakan bahwa pemungutan usyuriy sebagai
pendapatan negara dan pemerintah adalah murni ijtihad Umar bin Khattab. Pungutan
semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya, baik di masa Nabi SAW maupun di
Masa khalifah Abu Bakar al-Siddieq.
Menelusuri sejarah usyuriy dalam Islam diperoleh informasi bahwa hal itu terjadi
akibat telah lama terjadi kontak dagang lintas negara di masa lalu. Hal ini sangat
logis, karena di jazirah Arab, pekerjaan orang-orang pada waktu itu adalah
berdagang. Dapat dibayangkan bahwa lalu litas perdagangan antarNnegara pada
28
Abu Yusuf, Kitab . . ., h. 25
32
zaman Khalifah Umar bin Khattab sangat ramai sudah begitu maju hal mana kafir
harbi banyak berdagang di wilyah pemerintahan Islam.
Dalam sebuah riwayat, awal mula usyuri ini adalah ketika penduduk Manbij dan
penduduk sekitar teluk Aden mengirim surat ke Khalifah Umar bin Khattab tentang
keinginan mereka memasukkan barangnya ke wilayah Arab dengan pajak 10 %.
Ketika itu Khalifah Umar bin Khattab bermusyawarah dengan sahabat-sahabat Nabi
saw yang pada akhirnya menyatakan setuju dengan hal tersebut.29 Mengapa bertarif
10%?
Kahalifah Umar bin Khattab telah menetapkan tarif dasar dan normal sebesar
10% untuk barang dagangan yang masuk ke wilayah Islam sebagai hasil adopsi dari
tarif cukai yang dilakkan oleh Negara-Negara tetangga. Mereka memberlakukan
cukai dagang bagi pedagang muslim tiap memasuki daerah mereka. Semua informasi
yang disasar Umar bin Khattab tentang besaran cukai dagang ini menunjukkan 10%.
Sehubungan dengan tarif cukai dagang yang akan dipungut oleh pemerintah
Islam, maka bagi pedagang yang mengangkut barangnya ke wilayah pemerintahan
Islam di mana saja dikenakan cukai sebesar 10%. Dalam riwayat disebutkan, Umar
bin Khattab bertanya kepada pedagang-pedagang muslim yang ke Habsyi (Ethiopia),
begitu juga ketika ia bertanya kepada Usman bin Hanif, semuanya menjawab 10%.30
Dalam perakteknya, penarikan usyuriy tidak selamanya 10%, tergantng status
keagamaan dan hak-hak politik pedagang. Diperoleh inforrmasi bahwa kebijakan
Umar bin khatatab adalah 2.5% bagi pedagang muslim, 5% bagi pedagang kafir
zimmiy dan 10 % bagi pedagang kafir harbi.31
Usyuriy sebagai pajak impor barang dalam pemerintahan Islam adalah salah satu
sumber pendapatan Negara dalam Islam. Hal ini dikarenakan usyriy adalah murni
kebijakan pemerintah hal mana Umar bin Khattab menugaskan kepada pejabatnya
29
Muhammad Rawas Qal`aji, Mausu>`at . . , h. 506.
Muhammad Rawad Qal`aji, Mausu>`at . . ., h. 506
31
Muhammad Rawas Qal`aji, Mausu>`at . . ., h. 508
30
33
untuk memungut usyuriy. Ziyad bin Hadir dan bapaknya,32 Zurayq33 Anas bin
Malik,34 adalah petugas-petugas pajak perdagangan di kala itu. Berapa banyak nilai
barang dagangan yang dikenakan pajak dan cukai?
Menurut riwayat Zurayq, Umar memerintahkan kepadanya untuk memungut tiap
20 dinar sebanyak 1 dinar, dan minimal 10 dinar , jika kurang 3 dinar, maka jangan
memungut sedikit pun.35 Riwayat lain mengatakan bahwa nilai barang adalah 200
dirham dengan pajak sebesar 2.5% ( ‫)نصف العشر‬.36 Berapa kali dipungut?
Terjadi perbedaan pendapat di kalangan fuqaha, sebagian dari mereka
menyatakan bahwa hanya dipungut sekali dalam setahun. Menurut imam Malik tiap
kali melakukan kafilah dagang.37
Pendapatan Negara dari usyuriy adalah masuk kategori keuangan
fai’ yang
penggunaanya untuk segala kepentingan publik sesuai dengan kebijakan pemerintah.
Fai’ adalah pendapatan Negara yang diperuntukkan untuk segala pos pengeluaran
Negara untuk kemaslahatan seluruh warga Negara.
Dalam pemerintahan Islam, usyuriy tidak dipungut pada barang dagangan yang
haram, misalnya khamar. Inilah karakeristik pemerintahan Islam yang menegakkan
amar makruf (kemaslahatan) yang tidak mencampur aduk antara sesuatu yang halal
dengan yang haram, tidak terkecuali pendapatan Negara. Pada saat ini, pendapatan
Negara yang tidak berdasarkan agama sangat sulit
menghindari
percampuran
pendapatan Negara yang halal dengan yang haram, apalagi jika pendapatan sebuah
Negara lebih banyak bersumber dari pajak.
Menurut teori pemerintahan Islam, pajak merupakan kewenangan penuh Negara.
Kebersihan pendapatan sebuah Negara sangat tergantung pada pemerintahnya. Fakta
sejarah menunjukkan, banyak penguasa Islam menyalahgnakan wewenangnya dalam
32
Abu al-Qasim bin Salam, Kitab . . ., h. 640 dan 646
Muhammad Rawas Qal`aji, Mausu>`at . . ., h. 507
34
Muhammad Rawas Qal`aji , Mausu>`at . ., h. 508
35
Muhammad Rawas Qal`aji, Mausu>`at . . ., h. 507
36
Muhammad Rawas Qal`aji, Mausu>`at . . ., h. 642
37
Abu al-Qasim bin Salam, Kitab . . ., h. 643
33
34
pengelolaan keuangan Negara. Misalnya penyalahgunaan harta wakaf dan
penyalahgunaan pemanfaatan dana zakat.
G.Harta Peninggalan Yang Tak Berahli Waris
Kondisi ahli waris yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia tidak
semuanya sama, ada yang memiliki ahli waris lengkap, dan ada juga yang tidak
memiliki ahli waris sama sekali. Jika keadaan yang terakhir ini terjadi, fuqaha telah
membincangkannya karena pentingnya harta itu untuk tidak dibiarkan begitu saja,dan
diambil oleh orang yang tidak berhak. Menurt fuqaha, salah satu yang berhak
menerima harta warisan adalah bait al-mal (Kantor Perbendaharaan Negara).
Menurut fuqaha, jika seseorang meninggal dunia secara punah, atau ada sisa dari
pembagian warisan, maka harta peninggalan tersebut dimasukkan ke bait al-mal
untuk kepentingan publik. Dengan demikian salah satu sumber pendapatan Negara
dari harta peninggalan masuk ke dalam kategori fai’.38 Dalam sebuah riwayat
disebutkan:
‫ أان أوىل بكل مؤمن من‬: ‫عن جابر بن عبد هللا عن النيب صلى هللا عليه وسلم كان يقول‬
39
‫ ومن ترك ماال تلورثته‬,‫نفسه فأميا رجل مات وترك دينا فإيل‬
“ Dari Jabir bin Abdillah, dari Nabi saw. Yang bersabda: saya lebih utama atas tiap
orang mukmin dari dirinya, maka barang siapa yang meninggal dalam keadaan
berutang, maka saya yang menanggungnya, dan barang siapa yang meninggal
likmudian meninggalkan harta, maka harta terebut untuk ahli warisnya”.
Menurut fuqaha, Nabi saw. dalam kedudukannya sebagai ahli waris bagi yang
tidak meninggalkan ahli waris ketika meninggal, bukan untuk dirinya, melainkan
harta tersebut diperuntukkan untuk kaum muslim. Bait al-mal adalah kantor
perbendaharaan Negara yang membayar diyat bagi yang tidak memiliki orang yang
38
Lihat Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Ah}ka>m al-Mawa>ris\ fi> al-Syari>`at alIsla>miyat `Ala Maz\a>hib al-Araba`ah, (Cetakan pertama, t.t: Dar al-kitab al-`Arabi, 1984), h. 32
39
Abu Da>wud,Ssunan Abi> Dawud, Juz 3, (Cetakan pertama, t.t: Da>r al-Fikr, 1990), h. 19
35
dapat membayarkan diyatnya, sebagaimana juga Negara menyerahkan diyat itu
kepada keluarga dekat korban (ashabah) jika ada.40
Sebagian fuqaha berpenapat bahwa harta peninggalan seseorang yang meninggal
karena ketiadaan ahli waris pada saat meninggalnya tetap menjadi harta yang
dikeluarkan dengan koridor hukum waris nantinya. Misalnya, sekiranya ada ahli
waris terhalang mendapat warisan pada saat seseorang meninggal, maka ketika ia
memeluk Islam kemudian, maka ia harus diberikan hak warisnya dari harta si mayit
yang telah dimasukkan ke bait al-mal tersebut. Begitu juga halnya anaknya yang baru
lahir beberapa waktu kemudian, atau hambanya yang merdeka kemudian, mereka
harus diberikan hak warisnya dari harta peninggalan si mayit yang telah dimasukkan
ke bait al-mal.41
Terjadi perbedaan pendapat fuqaha tentang status harta peninggalan yang tidak
ada ahli warisnya, apakah masuk kategori keuangan publik yang peruntukannya
untuk kemaslahatan rakyat banyak, atau tetap menjadi harta warisan yang dititip
sesuai dengan hukum waris dalam kondisi tertentu. Namun pendapat yang banyak
menunjukkan bahwa harta bait al-mal semcam itu masuk pada keuangan publik.
Demikian pendapat mazhab Hanafiyah dan Hanabilah.42
H.Wakaf
Wakaf adalah sebuah pranata dalam masyarakat Islam sejak dahulu hingga
sekarang. Wakaf adalah bagian dari pengamalan infak dari sebagian harta yang
diberikan oleh Allah swt kepada seseorang. Wakaf adalah menjadikan sebagian
manfaat harta milik untuk kesejahteraan kaum muslim yang membutuhkan.
Imam al-Syafi`i, menyebut wakaf sebagai “ ‫ ”الصدقة المحرمة‬adalah jenis sedekah
yang prestisius. Karenanaya, sedekah jenis ini harus terpelihara dengan baik. Sangat
boleh jadi imam al-Syafi`i menyebutnya demikian karena wakaf disebut juga oleh
Nabi saw. sebagai “ ‫“صدقة جارية‬, sedekah yang pahalanya mengalir terus menerus.
40
Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Ahkam . . ., h. 34
Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Ah}ka>m . . ., h. 34
42
Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Ah}ka>m . . ., h. 35
41
36
Harta dan kekayaan wakaf semakin signifikan tatakelolanya ketika Islam telah
banyak menaklukkan wilayah-wilayah baru. Di awal Islam, di masa Nabi SAW dan
al-Khulafa’ al-Rasyidun, banyak sahabat mewakafkan hartanya semata-mata dengan
motif ibadah. Karena itu tak heran jika para sahabat seperti Umar bin Khattab,
Thalhah dan Usman bin Affan mewakafkan (mentasbilkan) hartanya yang paling
bagus dan paling ia cintai. Sumur “Raumah” yang diwakafkan Usman bin Affan
masih dapat dijumpai di Madinah.
Pengamalan wakaf di awal Islam masih dalam bentuknya yang sangat sederhana,
dilakukan secara perorangan tanpa keterlibatan Negara/ Pemerintah. Adalah Umar
bin Khattab mewakafkan hartanya sendiri sekaligus mengawasinya. Demikianlah
pengamalan wakaf di kalangan para sahabat. Konsekuensi logis yang muncul adalah
sasaran pemanfaatan harta wakaf hanya untuk umat, bukan untuk seluruh lapisan
masyarakat.
Salah satu keunikan lembaga wakaf ini adalah adanya berlangsung sepanjang
masa. Wakaf berkembang seiring dengan perjalanan sejarah umat Islam. Para ahli
telah menjelaskan sejarah perkembangan wakaf mulai dari zaman Nabi saw, zaman
dinasti Islam, dan zaman modern. Yang menarik dijelaskan adalah posisi wakaf
sebagai salah satu sumber penting pendapatan Negara. Kapan terjadinya?
Informasi yang diperoleh dalam refrensi tentang wakaf menunjukkan bahwa
wakaf sebagai sumber pendapatan Negara mulai terjadi pada zaman dinasti Islam,
Bani Ayubiah dan Mamluk di Mesir.
Pada masa pemerintahan Bani Umaiyah, Khalifah Hisyam bin Abdul Malik
membentuk lembaga wakaf di bawah pengawasan hakim. Adalah hakim Taubah bin
Gar al-Khadrami di Mesir menindaklanjuti perintah Hisyam bin Abdul Malik
tersebut. Inilah lembaga wakaf pertama kali, dan selanjutnya Taubah mendirikan
lembaga wakaf serupa di Bashrah. Sejak itu pengelolaan lembaga wakaf berada di
37
bawah departemen kehakiman. Hasil-hasil wakaf digunakan kepada yang berhak
dan yang membutuhkan.43
Pada masa Bani Abbasiyah berkuasa menggantikan dinasti Bani Umaiyah, wakaf
dikelola oleh Bait al-Mal.44 Lembaga wakaf pada waktu itu bernama s}adr al-wuqu>f
yang menangani administrasi wakaf. Banyak bait al-mal memiliki kekayaan wakaf.
Ketika sultan Salahuddin al-Ayubi berkuasa ia bermaksud mewakafkan tanah-tanah
milik Negara kepada yayasan keagamaan dan yayasan sosial.Tercatat dalam sejarah
Islam bahwa orang yang pertama kali mewakafkan tanah milik Negara kepada
yayasan keagamaan dan sosial adalah raja Nuruddin al-Syahid berdasarkan fatwa
yang dikeluarkan seorang ulama yang brnama Ibnu Ishrun.45 Sultan Salahuddin alAyubi banyak mewakafkan tanah Negara untuk kegiatan pendidikan.
Disebutkan bahwa pada abad kedua hijriyah diduga institusi harta wakaf
mendapat bentuk hukum yang kuat dan sempurna.46 Pada masa dinasti Fatimiyah,
didirikan kantor pelayanan wakaf yang disebut dengan diwan al-ahbas.47 Satu bentuk
penatakelolaan pada waktu itu (363H/974 M) adanya Al-Muiz memerintahkan semua
harta wakaf mencapai 1.500 dirham tiap tahunnya dibayarkan kepada mauquf `alaih
(penerima wakaf) dan selebihnya diterukan ke kas negara, Bait al-Mal.48
Keterangan tersebut menunjukkan bahwa kekayaan harta wakaf produktif telah
menjadi salah satu sumber penting pendapatan Negara. Ibnu Taimiyah tidak
menjelaskan wakaf sebagai sumber penerimaan dan pembelanjaan Negara untuk
publik. Sejumlah pos pembelajaan Negara dari dana harta wakaf adalah pembayaran
43
Nurul Huda dan Muhammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan
Praktis, (Cetakan ke 1, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 316-317
44
Nirul Huda, Lembaga . . ., h. 316
45
Nurul Huda dan Heykal, Lembaga . . ., h. 317
46
Naziroeddin Rachmat, Harta Wakaf, (Cetakan pertama, Jakarta: Bulan Bintang, 1964), h.
48
47
NazroddinRachmat, Harta . . ., h. 50
48
Naziroeddin Rachmat, Harta . . , h. 50
38
gaji para pegawai/ pelayan masjid, guru-guru madrasah, biaya perbaikan gedung
sekolah, biaya perpustakaan dan sebagainya.49
Sejak abad XV kerajaan Turki Usmani menguasai banyak wilayah dan
mempermudah penerapan syariat Islam, di antaranya adalah peraturan tentang wakaf.
Pada saat itu kerajaan Turki Usmani mengeluarkan undang-undang tentang
pembukuan harta wakaf (akhir tahun 1280 hijriyah). Undang-undang tersebut
mengatur tentang pencatatan wakaf, upaya mencapai tujuan wakaf.50
Pada abad XIX, di Turki telah berdiri kantor administrasi wakaf (1840). Pada
saat itu harta-harta wakaf diadmintrasikan berdasarkan tiga kategori yaitu: ewqaf
mazbuthah, yaitu harta wakaf yang diurus oleh kementrian ewqaf. Di samping itu ada
yang bebas sama sekali dari kementrian wakaf berupa yayasan dan kepunyaan agama
kristen.51 Ia kemudian menerbitkan undang-undang yang berdasar paham sekuler
yaitu undang-undang nomor 429 tahun 1924, kementrian ewqaf dihapuskan dan
harta-harta wakaf berupa perkebunan diperintahkan untuk dijual dan dijadikan dana
untuk kepentingan publik (orang banyak).52
Kendatipun tanah-tanah wakaf telah dihapus oleh Kemal Attaturk dari tradisi
wakaf orang-orang muslim Turki, kini Turki bangkit kembali dengan hadirnya Bank
wakaf pemerintah di bawah kekuasaan Perdana Menteri dengan 300 cabang yang
tersebar di seluruh wilayah Turki.53 Dapat dipastikan, dana wakaf yang ditanamkan
pada bank wakaf tersebut benar-benar dapat menjadi sumber dana kesejahteraan umat
dengan laba yang diperoleh secara halal.
49
Naziroeddin Rachmat, Harta . . ., h. 55
Nurul Huda dan Heykal, Lembaga . . ., h. 319
51
Naziroeddin Rachmat, Harta . . ., h. 71
52
Naziroeddin Rachmat, Harta . . ., h. 71
53
Lihat Nurul Huda, Mohamad Heykal, Lembaga . . ., h. 322
50
BAB V. TATA KELOLA ZAKAT DAN WAKAF MENURUT
PERUNDANG-UNDANGAN
1.ZAKAT
Zakat adalah kewajiban yang melekat pada diri seorang muslim yang telah
memenuhi syarat berzakat. Tidak semua muslim wajib berzakat kecuali yang telah
kaya, namn pada dasarnya, semua muslim berpotensi untuk menjadi muzakki (wajib
zakat).
Salah satu karakeristik zakat yang telah diimplementasikan di masa pemerintahan
Islam dahulu adalah adanya zakat menjadi kewenangan pemerintah dalam menagih,
mengumpul dan mendistribusikan kepada para mustahiq (yang berhak menerima
zakat). Dalam pada itu zakat tetap menjadi potensi dana umat hingga hari ini di mana
saja umat islam berada.
Fakta yang tak terbantahkan bahwa tidak semua Negara memberlakukan
perintah zakat karena konstitusi Negara tersebut bukan berdasarkan Islam. Inilah
sebuah problem mengenai ajaran zakat bagi umat masa ini akibat hendak diadopsinya
peraktek pembayaran zakat bagi warga Negara Muslim di masa pemerintahan Islam.
Sebuah aksioma bagi sebagian muslim bahwa umat Islam dalam sebuah Negara
hanya wajib membayar zakat. Umat Islam tidak boleh memiliki beban ganda, yaitu
membayar zakat dan pajak sekaligus.
Di Indonesia, kegelisahan umat Islam selama ini sepertinya telah terjawab
dengan lahirnya undang-undang tentang pengelolaan zakat. Undang-Undang yang
dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan
Zakat. Undang-undang ini telah direvisi dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 23
tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.
Dalam merealisasikan pengelolaan zakat menurut undang-undang tersebut,
pemerintah telah membentuk struktur pengelola zakat yaitu Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di Jakarta. Perpanjangan tangannya adalah
39
40
Pembentukan BAZNAS di Propinsi, BAZNAS di Kabupaten/ kota. Semua ini adalah
bentukan pemerintah.
Dalam undang-undang zakat tersebut, juga diperkenankan pengelola zakat dari
masyarakat yang disebut dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan ada juga yang
bersifat teknis yaitu Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang tersebar di kantor-kantor
pemerintah dan di perusahaan.
Dalam pasal 22 undang-undang nomor 23 tahun 2011 disebutkan “ Zakat yang
dibayarkan oleh muzakki kepada BAZNAS dikurangkan dari penghasilan kena
pajak”. Zakat apa saja?
Zakat yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak bagi seorang muslim
adalah zakat mal yang berkaegori zakat penghasilan. Menurut Undang-undang
PPh tahun 2000 sebuah pengecualian atas pembayaran zakat yang berkenaan dengan
penghasilan yang menjadi obyek pajak penghasilan hal mana zakat penghasilan ini
dapat diakui sebagai pengurang pajak bagi pihak yang membayar zakat penghasilan
dan tidak dikenakan pajak bagi pihak yang menerima zakat penghasilan.1
Mengapa pemerintah hanya membuat pengecualian atas zakat penghasilan saja
dan tidak berlaku bagi jenis kekayaan kebendaan lainnya? Hal ini terkait dengan
perhitungan pajak penghasilan itu sendiri, hal mana hanya pembayaran atau
pengeluaran yang berhubungan dengan usaha mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan kena pajak yang diakui sebagai pengurang pajak.
Sedang zakat mal/ harta yang lain atau zakat fitrah tidak terkait dengan
penghasilan, melainkan terkait dengan kekayaan atau harta yang dimiliki seorang
muslim.2 Bagaimana peraktek dan prosedurnya?
Sasaran pasal 22 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 adalah muslim wajib
pajak perseorangan dan badan/ persahaan dalam negeri milik Muslim. Pada dasarnya
1
Sudirman, Zakat Dalam Pusaran Arus Modernitas, (Malang: UIN Malang Press, 2007), h.
2
Sudirman, Zakat . . ., h. 126
126
41
semua penghasilan harus dibayarkan pajaknya. Karena itu, pada prinsipnya semua
warga negara adalah wajib pajak, tidak terkecuali orang-orang muslim.
Menurut Undang-undanf Nomor 17 tentang PPh, zakat, hibah dan waris tidak
termasuk obyek pajak. Karena itu, bagi muzakki, zakat yang telah dibayarkannya
kepada BAZNAS atau LAZ dapat dikurangkan dari pajak terhutangnya. Syaratnya
adalah ia telah memiliki Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ) yang dikeluatkan oleh
BAZNAS dan atau LAZ.
Pembayaran zakat penghasilan muzakki dibuktikan dengan surat setoran
pembayaran zakat. Gunanya adalah di samping memenuhi syarat yang ditetapkan
dalam undang-undang nomor 17 tentang PPh berupa keharusan zakat telah nyatanyata dibayar kepada penerima zakat bentukan pemerintah, BAZNAS dan LAZ.
Zakat penghsilan hanya dapat dikurangkan sebagai pengurang pajak penghasilan pada
tahun zakat penghasilan tersebut dibayarkan.3 Namun menurut Dirjen Pajak, zakat
bisa mengurangi penghasilan kena pajak (PKP) pada tahun berikutnya jika memang
pada tahun tersebut belum dikurangkan.4
Nama Badan/ Lembaga penerima zakat yang dibentuk oleh pemerintah adalah
sebagai berikut:
1.Badan Amil Zakat Nasional berdasarkan keputusan Presien Nonor 8 Tahun 2001
tangal 17 Januari 2001.
2. Lembaga amil Zakat:
a. LAZ Dompet Dhuafa Republika berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor
439 Tahun 2001 Tanggal 8 Oktober 2001.
b. LAZ Yayasan Amanah Takaful berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor
440 Tahun 2001 Tanggal 8 Oktober 2001.
c. LAZ Pos Keadilan Peduli Umat berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor
441 Tahun 2001 Tanggal 8 Oktober 2001
3
4
Sudirman, Zakat . . ., h. 128
Sudirman, Zakat . . ., h. 128
42
d. LAZ Yayasan Baitulmal Muamalat berdasarkan Keputusan Menteri Agama
Nomor 481 Tahun 2001 Tanggal 7 November 2001.
e. LAZ Yayasan Dana Sosial Al-Falah berdasarkan Keputusan Menteri Agama
Nomor 523 Tahun 2001 Tanggal 7 November 2001.
f. LAZ Baitulmal Hidayatullah berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 538
Tahun 2001 Tanggal 27 Desember 2001.
g. LAZ Persatuan Islam berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 552 Tahun
2001 Tanggal 31 Desember 2001.
h. LAZ Yayasan Baitulmal Umat Islam PT. Bank Negara Indonesia berdasarkan
Keputisan Muenteri Agama Nomor 330 Tahun 2002 Tanggal 20 Juni 2002
i. LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat berdasarkan Keputusan Menteri
Agama Nomor 406 Tahun 2002 Tanggal 7 September 2002.
j. LAZ Dewan Dakwah Islamaiyah Indonesia berdasarakan Keputusan Menteri
Agama Nomor 407 Tahun 2002 Tanggal 17 Sepetember 2002.
k. LAZ Yayasan Baitulmal Bank Rakyat Indonesia berdasarkan Keputusan
Menteri Agama Nomor 445 Tahun 2002 Tanggal 6 November 2002.
l. LAZ Baitul Wat Tamwil berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 468
Tahun 2002 Tanggal 28 November 2002.
m. LAZ Baituzzakah Pertamina berdasarkan keputusan Menteri Agama Nonor 313
Tahun 2004 Tanggal 24 Mei 2004.
n. LAZ Dompet Peduli Umat Daarut Tauhid berdasarkan Keputusan Menteri
Agama Nomor 410 Tahun 2004 Tangga 13 oktober 2004.
o. LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia berdasarkan Keputusan Meneri Agama
Nonor 42 Tahun 2007 Tanggal 7 Mei 2007.
3. Lembaga Amil Zakat Infaq dan Sadaqah (LAZIS):
a. LAZIZ Muhammadiyah berdasarkan Keputusan Meneteri Agama Nomor 457
Tahun 2002 Tanggal 21 November 2002.
b. LAZIS Nahdatululama berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 65 Tahun
2005 Tanggal 16 Februai 2006.
43
c. LAZIZ Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia berdasarkan Keputusan Meneri
Agama
Keberadaan data lembaga Amil Zakat seperti tesebut di atas sangat penting bagi
kantor pelayanan pajak. Hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya surat edaran
Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-80/Pj/2010 yang memuat penegasan tentang
perlakuan zakat dalam penghitungan penghasilan kena pajak. Ketentuan tersebut
adalah:
1.Zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi dalam
negeri pemeluk agama Islam dan / atau pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh
pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dapat dikurangkan dari penghasilan kena
pajak.
2. Apabila zakat tidak dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat
yang dibentuk atau disahkan pemerintah maka zakat tersebut tidak dapat dikurangkan
dari penghasilan kena pajak.
3. Wajib pajak yang melakukan pengurangan zakat atas penghasilan kena pajak,
wajib melampirkan fotocopy bukti pembayaran zakat dari badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah sebagai penerima
pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak dilakukannya
pengurangan zakat atas penghasilan tersebut.
Filosofi Formulasi Pembayaran Zakat Dalam Yurisdiksi Pajak Penghasilan.
Adanya formulasi baru pembayaran zakat yang dipaketkan dengan pembayaran
pajak penghasilan bagi seorang muslim sebenarnya adalah upaya untuk menjalankan
kewajiban agama dan kewajiban sebagai warga negara dengan benar. Sebelum
terbitnya undang-undang tentang pengelolaan zakat, Muslim Indonesia menunaikan
dua kewajiban berbarengan, yaitu membayar zakat dan membayar pajak sekaligus.
Kenyataan seperti tersebut dinilai tak sesuai dengan perakek ketatnegaraan dalam
Islam. Di masa pemerintahan Islam, seorang Muslim hanya menanggung satu
kewajiban, yaitu membayar zakat jika ia memenuhi syarat sesuai dengaj ketentuan
44
syara’. Dalam pada itu, dalam pemerintahan Islam telah dikenal kewajiban pajak,
baik terhadap jiwa maupun tanah. Kewajiban tersebut hanya dibebankan kepada
orang-orang kafir zimmi sebagai imbalan menjaga jiwa dan harta bendanya dari
segala ancaman oleh penguasa Islam.
Selain peraktek ketatanegaraan Islam tersebut, perbedaan riwayat tentang
kewajiban muslim akan kedua hal tersebut, sebagai seorang hamba dan sebagai
seorang warga Negara, juga tak kalah pengaruhnya terhadap masalah ini. Ada dua
riwayat yang dapat ditampilkan bagi pendapat yang mengatakan umat Islam tak boleh
memikul beban ganda yaitu:
‫ فقد قضيت ما‬,‫ إذا أديت زكاة مالك‬:‫عن أىب هريرة أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال‬
5
‫عليك‬
" Dari Abu Hurairah, sesunggunya Rasul saw. telah bersabda: jika kamu telah
menunaikan zakat hartamu, maka gugurlah semua kewajiban kamu atasnya”.
‫ ليس ىف املال حق‬:‫عن فا طمة بنت قيس أهنا مسعته تعىن النيب صلى هللا عليه وسلم يقول‬
6
‫سوى الزكاة‬
“ Dari Fatimah binti Qais, sesungguhnya ia telah mendengar Nabi saw. bersabda:
tidak ada hak bagi harta selain zakat.
Selain riwayat tersebut, ditemukan juga riwayat yang menjelaskan bahwa masih
ada kewajiban lain atas harta kekayaan seorang Muslim selain zakat. Riwayat yang
dimaksud adalah:
" ‫ "ىف مالك حق سوى الزكاة‬: ‫ قال ابن عمر‬,‫عن قزعة قال‬
7
“ Dari Qaz`ah ia berkata: Ibnu Umar telah berkata “ terhadap hartamu masih ada hak
selain zakat”.
5
Ibnu Majah, Sunan Ibni Majah, Juz 1, (t.t: Dar al-Fikr, t.th), h. 570
Ibnu Majah, Sunan . . ., h. 570
7
Abu Abdil Qasim bin Salam, Kitab .. ., h. 445
6
45
Kedua riwayat yang tampak berseberangan tersebut berakibat munculnya
perbedaan pendapat di kalangan Intelektual Muslim saat ini, sehingga memunculkan
kembali agar orang-orang Islam mengamalkan peraktek ketatanegaraan Islam tentang
hal yang menyangkut siapa yang wajib berzakat dan siapa yang wajib membayar
pajak.
Hal yang pasti, umat Islam wajib membayar zakat karena ia adalah perintah
langsung dari Allah swt. (wahyu), sedangkan pajak adalah keputusan dan kebijakan
ulil amri (pemerintah), sehingga bagi seorang muslim, tidak menjadi kewajiban yang
mutlak. Apatah lagi, jika sejarah telah menunjukkan bahwa dalam pemerintahan
Islam di masa lalu, kewajiban jizyah dan kharaj adalah khusus untuk orang-orang
kafir zimmi.
Kewajiban seorang Muslim tentang zakat dan pajak telah melahirkan sikap
kompromistik di Indonesia. Yang dimaksud adalah zakat yang telah dibayarkan
kepada BAZNAS menjadi pengurang pada pajak terhutangnya sesuai dengan pasal 22
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Ketentuan ini
bertolak pada prinsip bahwa pajak adalah kewajiban warga negara yang tak dapat
digantikan oleh zakat.
Dari segi kualitas hadis, ternyata hadis riwayat Fatimah binti Qais dinyatakan
dhaif oleh imam Al-Sayut}i.8 Sedangkan riwayat Ibnu Umar telah dinyatakan sebagai
pendapat pribadinya Ibnu Umar, dan dinilai oleh Abu Abd. Al-Qasim bin Salam
bukan hadis dari Nabi saw.9
Tentang perbedaan pendapat ulama tentang pembayaran zakat dan pajak bagi
umat Islam saat ini, dan sehubungan dengan terdapatnya beberapa riwayat yang
berkaitan dengan hal tersebut, oleh ulama kontemporer telah menghasilkan dua
formulasi, yaitu zakat sebagai pengurang pajak, dan zakat sebagai rabat terhadap
pajak.
8
9
Jalal al-din al-Sayuthi, Al-Jami` al-Shagir, Juz 2, (Beirut: Dar al-Fikr, 1981), h. 460
Abu Abd al-Qasim bin Salam, Kitab . . ., h. 445
46
Jika dibandingkan kedua model/ formulasi pembayaran zakat dan pajak umat
Islam kini, bahwa apa yang ditempuh oleh Negara Malaysia dapat dinilai lebih
sejalan dengan hadis riwayat Abu Hurairah yang telah disebutkan terdahulu. Artinya,
zakat dapat mewakili pajak terhutang jika ternyata besaran zakat impas dengan pajak
terhutang. Itulah yang dimaksud oleh Nabi saw. bahwa jika harta seorang muslim
telah dibayarkan zakatnya, maka tak perlu lagi membayar pajak yang ditetapkan oleh
pemerintah. Formulasi ini menunjukkan langkah yang tegas tentang keharusan
merujuk pada riwayat dan peraktek ketatanegaraan Islam di masa lalu.
Terlepas dari perbedaan riwayat dan penilaian kualitas hadis tentang kewajiban
seorang Muslim membayar zakat dan pajak atas hartanya, dalam peraktek
ketatanegaraan Islam tidak ditemukan kewajiban ganda bagi umat Islam, yakin
membayar zakat bersamaan dengan pajak. Meurut Abu Hanifah,10 zakat dan pajak
mempunyai obyek yang sama, yaitu harta. Oleh karena itu, jika sebuah harta samasama menjadi obyek pajak, jika telah ditunaikan zakatnya, maka tak dikenakan
pajak.Demikian juga sebuah harta yang sama telah dibayarkan pajaknya, maka tak
perlu lagi dibayarkan zakatnya. Zakat dan pajak dapat saling menggugurkan.
Ada tiga alasan yang mendukung pendapat imam Abu Hanifah tersebut, yaitu:
1.Hadis riwayat Ibnu Mas`ud
‫ال جيتمع عشر وخراج ىف أرض مسلم‬
“ Kewajiban zakat dan kharaj (pajak) tidak dapat dikenakan secara bersamaan pada
tanah seorang muslim”.
2.Riwayat tentang Dhiqan yang baru masuk Islam, lalu Umar memberikan tanah yang
semula dikuasai oleh umat Islam dan mewajibkannya membayar pajak. Umar tidak
menyuruh Dhiqan membayar zakat. Jikalau dalam kasus ini zakat masih diwajibkan,
tentulah Umar menyuruh Dhiqan membayar zakat juga atas tanah tersebut.
10
Sudirman, Zakat . . ., h.117
47
3.Kewajiban pajak pada dasarnya memiliki kesamaan dengan zakat dalam hal
memanfaatkan tanah garapan. Jika tanah tidak digarap, maka tidak ada kewajiban
apapun, baik pajak maupun zakat. Jika tanah digarap, maka cukup hanya melunasi
salah satu, pajak atau zakat, sebagai perwakilannya.
Menurut Jumhur ulama: Al-Syafi’i, Umar bin Abdul Aziz, Rabiah, Al-Zuhri,
Yahya al-Anshari, Malik, Al-Auza`i, al-Hasan bin S{a>hil, Ibnu Abi> laila, al-Lais\,
Ibnu al-Mubarak, Abu `Ubaid dan Dawud, zakat dan pajak harus dibayar bersama.
Alasannya adalah:
1.Zakat dan pajak adalah dua kewajiban yang berbeda. Kewajiban zakat didasarkan
kepada nash, sedangkan pajak diundangkan oleh pemerintah dan ketaatan merupakan
kewajiban. Keduanya harus dikerjakan tanpa menggugurkan salah satunya.
2. Zakat dan pajak merupakan kewajiban yang dilaksanakan dengan sebab yang
berbeda dan penyalurannya pun tidak sama sehingga tidak bisa saling menghalangi.11
Formulasi pembayaran zakat dan pajak yang dianut oleh Indonesia pada
hakikatnya adalah ijtihad kompromistis dari dua riwayat dan pendapat fuqaha yang
tampak berseberangan, yaitu hadis riwayat Fatimah binti Qais dan riwayat Ibnu
Umar, antara jumhur dan Abu Hanifah. Hasilnya adalah zakat dapat menjadi
pengurang terhadap pajak terhutang, namun tidak dapat menggugurkan pajak.
Penghitungan Pajak Penghasilan
Bagi Muslim di Indonesia, pajak penghasilan terhutangnya dapat dikurangi oleh
zakat yang telah ia bayar. Aturan hukum ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2000 tentang pajak PPh. Karena itu sebuah keharusan adalah mengetahui
tarif pajak menurut undang-undang tersebut. Pajak penghasilan yang terhutang adalah
sebesar jumlah penghasilan kena pajak (PKP) dikalikan dengan tarif PPh berdasarkan
pasal 17 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 yaitu:
11
Sudirman, Zakat . . ., h. 116-117
48
1. Orang pribadi
PKP s/d 25.000.000
5%
25.000.000 s/d 50.000.000
10%
50.000.000 s/d 100.000.000
15%
100.000.000 s/d 200.000.000
25%
Di atas 200.000.000
35%
2. Badan
PKP s/d 50.000.000
10%
50.000.000s/d 100.000.000
15%
Di atas 100.000.000
30%
Adapun Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) mengacu pada Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan pasal 7 yang menerangkan bahwa
orang yang berpenghasilan tidak kena pajak adalah orang yang penghasilannya
seperti berikut:
1. Rp. 2.880.000 untuk wajib pajak pribadi
2. Rp.1.440.000 tambahan untuk wajib pajak yang kawin.
3. Rp. 2.880.000 tambahan untuk isteri yang penghasilannya digabung dengan
suami.
4. Rp. 1.440.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda
dalam garis keturunan lurus atau anak angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya.
Dengan rumus Penghasilan Kena Pajak (PKP) dan Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) memudahkan perhitungan pembayaran zakat menurut formulasi/ model
Negara Indonesia. Di Indonesia, zakat telah dimasukkan dalam yurisdikasi pajak
penghasilan. Dengan demikian langkah-langkah yang harus dipahami dan ditmpuh
adalah:
1. Wajib pajak orang pribadi muslim
-
Penghasilan bruto
Rp.
-
Biaya jabatan
Rp. -
49
-
Penghasilan netto sebelum zakat
-
Zakat penghasilan yang nyata-nyata
dibayarkan ke BAZNAS atau LAZ
Rp.
Rp.
-
Penghasilan tidak kena pajak
Rp.
-
Penghasilan kena pajak
Rp.
-
PPh terhutang
Rp.
2. Wajib pajak badan yang dimiliki oleh orang-orang Islam
-
Penghasilan bruto
Rp.
-
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan
Memelihara penghasilan
-
Rp.
Zakat penghasilan yang nyata-nyata
dibayarkan kepada BAZNAS atau LAZ
Rp.
-
Jumlah pengurang (a+b)
Rp.
-
Penghasilan kena pajak
Rp.
-
PPh terhutang
Rp
Contoh 1:
Saudara Arif seorang karyawan Muslim dengan gaji Rp. 800.000/ bulan.
Akuntansinya adalah:
No.
Unsur-unsur perhitungan
Hasil
1
Penghasilan bruto Rp. 880.000 x 12
Rp. 9.600.000.00
2
Biaya jabatan 5% x 9.600.000
Rp. 480.000.00
3
Penghasilan
netto
(bersih)
9.600.000- Rp. 9.120.000/00
480.000
4
Zakat yang dapat dikurangkan adalah Rp. 228.000.00
2.5% x Rp. 9.120.000
5
Penghasilan netto setelah zakat adalah Rp. Rp. 8.892.000.00
9.120.000- 228.000
6
PTKP K3
Rp. 8.640.000.00
50
7
PKP adalah 8.892.000-8.640.000
Rp. 252.000.00
8
PPh terhutang adalah 5% x 252.000
Rp. 12.600.00
Contoh 2
PT. Yusra adalah perusahaan dagang dengan penghasilan tahun 1998 sebesar Rp.
70.000.000.00. Harga pokok penjualan Rp. 50.000.000.00. Laba bruto Rp.
20.000.000.00. Biaya umum dan administrasi adalah Rp. 15.000.000.00. Akuntasinya
adalah seperti berikut:
No
Unsur perhitungan
Hasil
1
Penghasilan bruto
Rp. 70.000.000.00
2
Harga pokok penjualan
Rp. 50.000.000.00 -
3
Laba bruto usaha
Rp. 20.000.000.00
4
Biaya umum dan administrasi
Rp. 15.000.000.00 -
5
Penghasilan netto sebelum zakat
Rp.5.000.000.00
6
Zakat yang dibayar 2.5% x Rp.5.000.000
Rp. 125.000.00
7
PKP Rp.5.000.000-125.000
Rp. 4.875.000.00
8
PPh 10% x 4.875.000
Rp. 387.500.00
Terkait dengan perhitungan tersebut, ternyata ada hal yang perlu disesuaikan
yaitu perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagaimana tertera dalam
buku petunjuk pengisian SPT Pajak Penghasilan wajib pajak orang pribadi yang
dikeluarkan oleh Direktorat Pajak Tahun 2005.12 Pada angka 10 disebutkan bahwa
PTKP adalah sebagai berikut:
a. Rp. 12.000.000 untuk wajib pajak
b. Rp. 1.200.000 tambahan untuk wajb pajak yang kawin
c. Rp.12.000.000 tambahan untuk seorang isteri yang diberikan apabila ada
penghasilan isteri yang digabungkan dengan penghasilan suami.
12
Sudirman, Zakat . . ., h. 145
51
d. Rp. 1.200.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah (misalnya
ayah, ibu, atau anak kandung), dan semenda (misalnya mertua atau anak tiri)
dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungannya,
paling banyak tiga orang untuk tiap keluarga.13
Contoh perhitngannya sebagai berikut:
Saudara Abu Hasan adalah seorang pegawai dengan penghasilan Rp.3000.000/
bulan. Ia memiliki seorang isteri dan dua orang anak (K2). Cara menghitungnya
adalah:
No. Unsur-unsur perhitungan
Hasil
1
Penghasilan beruto 12 x Rp. 3000.000
Rp. 36.000.000.00
2
Biaya jabatan 5% x Rp.36.000.000
Rp. 11.800.000.00 -
3
Penghasilan netto sebelum zakat
Rp. 34.200.000.00
4
Zakat yang dapat dikurangkan adalah 2.5% x Rp.
855.000.00 -
34.200.000
5
Penghasilan netto setelah zakat
Rp. 33.345.000.00
6
PTKP (K2) 12.000.000+1.200.000+2.400.000
Rp. 15.600.000.00
7
PKP Rp.33.345.000-15.600.000.00
Rp 17.745.000.00
8
PPh 5% x 17.745.000.00
Rp. 887.250.
Sesuai dengan buku petunjuk pengisian formulir Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Tahun 2014, tarif PTKP mengalami perubahan dan penyesuaian sebagai
berikut:
a. Rp. 24.300.000 untuk wajib pajak
b. Rp .2.025.000 tambahan untuk wajib pajak yang kawin
13
Sudirman, Zakat . . ., h. 145
52
c. Rp.2.025.000 untik setiap anggota keluarga sedarah (ayah, ibu atau anak
kandung) dan semenda (misal mertua dan anak tiri).14 Sedangkan Penghasilan
Kena Pajak (PKP) adalah sebagai berikut:
a. Sampai dengan Rp. 50.000.000 dengan tarif 5%
b. Di atas Rp. 50.000.000 – Rp. 250.000.000 dengan tarif 15%
c. Di atas Rp. 250.000.000 – Rp. 500.000.000 dengan tarif 25%
d. Di atas Rp. 500.000.000 dengan tarif 30%15
Contoh:
Seorang wajib pajak Muslim menerima atau memperoleh penghasilan neto dari
pekerjaan bebas Tahun pajak 2014 sebesar Rp. 96.000.000. Wajib pajak berstatus
kawin dengan 3 0rang anak, sedangkan isterinya tidak mempunyai penghasilan
sendiri. Perhitungan pajaknya dengan penerapan tarif tersebut di atas dan penerapan
pasal 22 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang pengelolaan zakat
dilakukan sebagai berikut:
No
Penghasilan neto sebelum zakat
Hasil
1
Penghasilan neto
Rp.96.000.000.
2
Zakat Rp.96.000.000 x 2.5%
Rp. 2.400.000.
3
Penghasilan neto setelah zakat Rp. 96.000.000- Rp. 93.600.000
Rp.2.400.000
4
Penghasilan
Tidak
Kena
Pajak
(K3)= Rp.32.000.000
24.300.000+2.025.000 + 3 x 2.025.000
5
Penghasilan
Kena
Pajak
Rp.
93.600.000- Rp. 61.600.000
Rp.32.000.000
6
Pajak terhutang Rp. 61.600.000 x 15%
14
Rp. 9.240.000.
Kementrian Keuangan, Petunjuk Pengisian Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, (Jakarta: Diektorat Jenderal Paak, 2014), 44
15
Kementrian Keuangan, Petunjuk . . ., h. 45
53
Penghitungan pajak terhutang dengan menjadikan zakat sebagai pengurang
pajak, pengaruhnya tamapak kurang signifikan pada kasus di atas. Pajak seharusnya
sebelum dikurangkan dengan zakat adalah Rp.11.640.000. Dengan formulasi zakat
dapat menjadi pengurang pajak, akhirnya pajak terhutang hanya menjadi Rp.
9.240.000.
Seorang yang berpenghasilan tetap seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan juga
ia memiliki penghasilan lain, misalnya sdr. Ahmad adalah seorang Pegawai Negri
Sipil dengan gaji Rp. 1.000.000/ bulan. Di samping itu dia mempunyai usaha dengan
peredaran bruto setahun Rp. 7.000.000 (peredaran bruto tahun sebelumnya sebesar
Rp. 5.000.000) dengan mempekerjakan 2 orang karyawan dan digaji masing-masing
Rp. 250.000/bulan, dan membayar biaya listrik Rp. 25.000/ bulan. Perhitungan
zakatnya adalah sebaai berikut
Penghasilan
bruto
Penghasilan
sebagai sebagai
pegawai
Penghasilan
Zakat
atas Jumlah
netto
penghasilan
pengusaha
Rp. 12.000.000 Rp.7.000.000
Rp.
19.000.000
Rp.12.000.000-
Rp.12.000.000- Rp.11.400.000
600.000 (biaya
600.000
x 2.5%= Rp
jabatan)
=11.400.000
285.000.
Rp. 7.000.000- Rp.7000.000-
Rp.700.000 x Rp.285.000 +
6.300.000
6.300.000=
2.5%
700.000.
17.500.
=
Rp. 17.500=
302.500.
Penjelasan/ catatan:
Zakat yang dapat dijadikan pengurang adalah sebesar Rp. 285.000, sedangkan zakat
sebesar Rp. 17.500. tidak dapat dijadikan pengurang karena atas penghasilan dari
usaha dikenai pajak yang bersifat final berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 46
54
Tahun 2013 tentang pajak penghasilan atau penghasilan dari usaha yang diterima/
diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
Mencermati pola perhitungan tersebut pada contoh-contoh yang disajikan
tampaknya kurang sesuai dengan hukum zakat dalam Islam yang semestinya, kecuali
yang dikenakan zakat adalah penghasilan neto. Menurut Islam, harta/penghasilan
yang dapat dizakati adalah yang telah mencapai nisab. Khusus untuk zakat profesi
seperti contoh yang disajikan, penghasilan yang dapat dikurangkan dari pajak adalah
yang senilai dengan harga 85 g emas murni. Sekiranya harga emas murni pergramnya
adalah Rp. 500.000, maka pengahsilan yang senisab adalah 85 x Rp. 500.000 = Rp.
42.500.000 setelah seluruh kebutuhan pokok dipenuhi termasuk hutang jikalau ada.
Contoh-contoh yang tersajikan merupakan pengamalan pasal 22 Undang-Undang
Zakat Nomor 23 Tahun 2011 dan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 Tentang
PPh berakibat terabaikannya ketentuan-ketentuan zakat dalam Islam. Akibatnya,
seluruh yang berpenghasilan tetap, seperti Pegawai negeri sipil wajib semuanya
berzakat. Pengertian zakat menurut undang-undang pajak penghasilan identik dengan
prosentase, yaiu sebesar 2.5%.
Pengertian dan kesan seperti tersebut menyimpang dari ketentuan zakat dalam
Islam hal mana hanya orang kaya saja yang diwajibkan berzakat. Orang kaya itu
adalah oang yang memiliki harta senisab setelah seluruh kebutuhan pokoknya
terpenuhi, dan harta senisab tersebut telah mengendap 12 bulan (haul).
Menurut Wahbah al-Zuhailiy, nisab bagi jenis harta tertentu adalah indikator “
kaya” bagi pemiliknya. Karena itu seorang Muslim wajib berzakat jka ia telah
memliki harta sekurang-kurangnya satu nisab, karena dengan jumlah tersebut ia telah
dipandang kaya menurut syara’.16 Lebih lanjut ia berpendapat bahwa nisab menjadi
tolok ukur kaya tidaknya seseorang karena harta senisab itu adalah penghasilan bersih
setelah penghasilan dibelanjakan untuk seluruh kebutuhan pokok. Dalam kitabnya ia
terangkan:
16
Wahbah al-Zuh}ailiy, Al-Fiqh al-Isla>miy Wa Adillatuh, Juz. 2, (Cetakan ketiga, Damaskus:
Da>r al-fikr, 1989), h. 741
55
‫ومن الفقهاء من أضاف إىل شرط النماء ىف املال – أن يكون النصاب فاضال عن احلاحة‬
17
‫األصلية ملالكه – كما قرذلك احلنفية ىف عامة كتبهم – ألن به يتحقق الغىن ومعىن النعمة‬
“ Fuqaha mensyaratkan adanya sifat produktivitas harta yang menjadi subyek zakat,
sehingga nisab itu dimaknai sebagai kelebihan dari pemenuhan kebutuhan pokok bagi
peiliknya, sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab mazhab Hanafiyah pada
umumnya. Dengan pemahaman seperti tersebut, nisab menjadi indikator “kaya” dan
“kesejahteraan”.
Untuk saat ini, segala harta baru yang dinilai layak menjadi subyek zakat, acuan
nisabnya adalah emas sebesar 20 dinar atau setara dengan 85 g emas murni menurut
pendapat jumhur fuqaha. Ketentuan nisab ini tidak boleh diabaikan dalam
perhitungan zakat mal/ kekayaan, tidak terkecuali zakat pengahasilan bagi pegawai
negeri sipil yang masih kontroversi dalam pandangan fuqaha kontemporer.
Nisab adalah hal yang prinsip dalam zakat harta kekayaan. Nisab itu sendiri
adalah ketentuan syara' tentang jumlah minimal harta yang menjadikan pemiliknya
wajib menunaikan zakat jika tercapai. Dengan demikian, nisab sekaligus menjadi
tolok ukur untuk menentukan apakah seorang muslim tergolong kaya atau tidak.
Hanya yang kaya sajalah, yaitu yang memilki harta senisab, wajib berzakat setelah
seluruh kebutuhan pokoknya terpenuhi secara normal.
Dalam kitab-kitab fikih klasik, para fuqaha telah membahas secara detail
tentang nisab zakat tersebut. Walau demikian, harta kekayaan yang menjadi sumber
(subyek zakat) ternyata masih sangat terbatas sebagaimana yang ditetapkan oleh
Rasul saw. Harta-harta yang dimaksud meliputi hasil-hasil bumi, binatang ternak,
emas dan perak, dan barang dagangan.
Dalam hadisnya, Rasul saw. telah menetapkan nisab harta kekayaan tersebut,
yaitu: hasil-hasil bumi (gandum, biji gandum/syair, kurma, kismis) sebanyak 5
wasaq, ternak unta sebanyak 5 ekor, ternak kambing/domba sebanyak 40 ekor, sapi
17
Wahbah al-Zuh}ailiy, Al-Fiqh . . ., h. 741
56
sebanyak 30 ekor18. Inilah ketetapan nisab yang dipahami oleh sebagian umat Islam
apa adanya, tanpa disertai analisis yang memadai menurut sistem moneter.
Seiring dengan perjalanan waktu dan peradaban manusia, ahli hukum Islam
telah ada di antaranya memiliki pemikiran yang mendorong mereka untuk
berkesimpulan bahwa sudah saatnya pemahaman tentang nisab zakat secara tekstual
ditinjau ulang. TM. Hasbi Ash-Shiddieqy misalnya, ia telah menyatakan dalam
bukunya dengan lugas bahwa " mengenai nisab ini perlu diadakan peninjauan
kembali agar orang-orang yang dikenakan pungutan zakat, benar-benar memenuhi
persyaratan sebagai orang yang termasuk golongan kaya "19 Dalam pada itu, Joesoef
Sou'yb menyatakan pendapatnya tentang nisab-nisab kekayaan yang ditetapkan oleh
Rasul saw. di masanya itu bahwa jikalau angka-angka jumlah tertentu di dalam
penetapan Nabi Muhammad mengenai hewan dan tanaman itu dinyatakan mengikat
bagi tiap masa dan tempat, akibatnya akan menimbulkan ketidakadilan yang dapat
dinyatakan zhalim di dalam sistem pungutan zakat itu.20
Kedua ilmuan muslim Indonesia tersebut sependapat bahwa untuk saat ini,
penetapan nisab haruslah dengan emas, sehingga segala yang berharga dipakai ukuran
standar 20 misqal.21 Menurut Joesoef Sou'yb, dasar hitung yang lebih mantap dan
pasti bagi standar nisab pada masa ini dan masa selajutnya adalah 20 denarii.22
Dahulu, di masa awal Islam, 20 dinar setara dengan 200 dirham. Kesetaraan
tersebut dipahami dari penetapan Nabi saw tentang nisab perak dan emas
sebagaimana tersebut dalam riwayat:
18
Mengenai nisab ternak sapi terdapat beberapa versi sesuai dengan riwayat yang diterima
oleh para fuqaha, sehingga di antara mereka ada yang menyatakan, nishab sapi sama dengan nishab
unta, 5 ekor, ada yang menyatakan 10 ekor, bahkan ada yang menyatakan 50 ekor.
19
TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Beberapa Permasalahan Zakat, (Cetakan ke 1, Jakarta: Tintamas,
1976). h. 31
20
Joesoef Sou'yb, Masalah Zakat Dan Sistem Moneter, (Cetakan pertama, Medan: Rimbow,
1987), h. 29.
21
TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Beberapa . . ., h. 31
22
Joesoef Sou'yb, Masalah . . . , h. 35
57
‫ من‬,‫ هاتوا ربع العشر‬:‫ أحسبه عن النيب صلى هللا عليه وسلم أنه قال‬: ‫ قال زهري‬,‫عن علي رضي هللا عنه‬
‫ فإذا كانت مئىت درهم ففيها مخسة‬,‫ وليس عليكم شيء حىت تتم مائىت درهم‬, ‫كل أربعني درمها درهم‬
23
‫دراهم‬
Artinya: Dari Ali r.a, Zuhair berkata, saya menilai ahwa ini dari Nabi saw yang
berkata: Tunaikan/ bayar 1/40 dari tiap 40 dirham dengan 1 dirham. Tidak ada
kewajiban zakat atas kalian hingga sempurna dirham itu mencapai 200. Jika dirham
itu telah berjumlah 200, maka zakatnya adalah 5 dirham (2,5%).
Adapun nisab emas adalah berdasarkan riwayat:
. . :‫ ببعض أول هذا احلديث قال‬, ‫ عن النيب صلى هللا عليه وسلم‬,‫عن علي رضي هللا عنه‬
‫ حىت يكون لك عسرون دينارا وحال عليها احلول ففيها‬-‫ وليس عليك شيء – ىف الذهب‬.
24
. . . ‫نصف دينار‬
Artinya: Dari Ali ra, dari Nabi saw, dengan sebagian awal hadis ini, Nabi saw
berkata: Tidak ada kewajiban zakat atasmu terhadap kekayaan emas hingga engkau
memilikinya sebanyak 20 dinar dan telah berhaul, maka zakatnya yang harus dibayar
adalah 0,5 dinar.
Ketetapan Nabi saw tentang harga zakat 20 dinar sebanyak 0,5 dinar,
berdasarkan hitungan matematik adalah 2,5% atau 1/40 (rub`u al-usyr). Dengan
demikian, kesetaraan kurs dinar dengan dirham adalah 1:1025. Artinya 1 dinar setara
dengan 10 dirham (1 x 10 ), dengan kata lain 10 dirham sama dengan 0,1 dinar (1:10).
Kegunaan mengetahui kurs dinar dengan dirham terutama dalam hal
pembayaran transaksi dan kewajiban agama seperti zakat. Artinya pembayaran dapat
dilakukan dengan campuran, sebagian dinar dan sebagiannya dirham. Hal ini dapat
23
Abu> Da>wu>d, Sunan Abi> Da>wu>d, Juz 1, (Cetakan pertama, t.t: Dar al-Fikr, 1990, h.
352
24
Abu> Da>wu>d, Sunan . . ., h. 353
Lihat Ahmad Hassan, Al-Aura>q al-Naqdiyah fi Al-Iqtis}a>d al-Isla>miy, diterjemahkan
oleh Saifurrahman dan Zulfikar Ali dengan judul “ Mata Uang Islam “, (jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2005), h. 38
25
58
dibenarkan karena dinar dapat mewakili dirham, begitu juga dirham dapat mewakili
dinar.
Dinar adalah mata uang cetak yang terbuat dari emas, dan dirham adalah
mata uang cetak yang terbuat dari perak. Mata uang yang diberlakukan di awal Islam
tersebut bukan milik pemerintahan Islam, melainkan akomodasi uang asing, yaitu
dinar berasal dari mata uang cetak Byzantum Romawi, dan dirham adalah mata uang
cetak dari Persia (Dinasti Sasanid Irak)26
Mata uang dinar dan dirham dalam masyarakat islam adalah mata uang
Romawi dan Persia hingg masa dinasti Umaiyah. Adalah Abdul Malik bin Marwan
orang yang pertama mencetak dinar dan dirham dalam model Islam tersendiri pada
tahun 76 H. Mata uang dinar dan dirham Islami sudah tidak memakai simbul-simbol
Romawi dan Persia.27
Kedua mata uang tersebut sifatnya uang metal/ logam mulia yang bersifat
intrinsik, sehingga perlu diketahui berapa beratnya untuk ukuran kita. Menurut suatu
pendapat dengan 7 dinar.28 Ini berarti berat dirham syar`i adalah 4,25 x 7: 10 = 2,975
g. Dengan demikian, 20 dinar adalah 4.25 x 20 = 85 g, dan 200 dirham adalah 2,975 x
200 = 595g.
Kegunaan mengetahui perbandingan nilai intrinsik dinar dengan dirham
terutama untuk mengetahui nilai mata uang ini dengan mata uang lain, misalnya
rupiah. Hal ini sesuai dengan fungsi uang, salah satunya adalah menyimpan nilai.
Berapa nilai 20 dinar? Jawabannya adalah 4.25 x 20x Rp.500.000 = Rp.
42.500.000.00 (uang kertas). Dengan demikian mudah untuk menerjemahkan 20
dinar dan 200 dirham dalam menerapkan hukum zakat saat ini, khususnya di
Indonesia.
Seiring dengan perjalanan waktu, keseimbangan daya beli dinar dan dirham
dalam konteks nisab sebagaimansa ditetapkan oleh Nabi saw. tidak lagi dapat
26
Ahmad Hasan, Al-Aura>q . . ., h. 31
Ahamad Hasan, Al-Aura>q . . ., h. 34
28
Al-Mawardi, Al-Ah}ka>m . . ., h. 273
27
59
dipertahankan. Mata uang kertas sebagai subyek zakat baru saat ini harus ditetapkan
nisabnya dengan emas (dinar), bukan lagi perak (dirham). Secara matematik, Ahmad
Hasan menggambarkan bahwa untuk mengetahui nisab uang kertas terlebih dahulu
harus mengetahui harga emas dan perak, kemudian menjumlahnya berdasarkan
jumlah gram.29 Ia memberi contoh nisab uang kertas Syria pertanggal 21/10/1996
sebagai berikut:
-
Harga emas sekarang = Ls 545/g
-
Hara perak sekarang = Ls 12/g
diperoleh hasil sebagai berikut:
-
Dengan emas 545 x 85= Ls 46.325
-
Dengan perak 12 x 595 = Ls 7.140
Dengan demikian tampak jelas bahwa teraan nisab dengan emas sebesar 85 g
adalah lebih tepat. Alasannya adalah terjadinya depresi harga perak dewasa ini.
Dengan nisab perak sebanyak 200 dirham yang setara dengan 595 gram perak dengan
hasil perhitungan sekarang hanya senilai dengan Ls 7.140. Jumlah sebanyak ini
mudah ditemukan di kalangan orang-orang fakir miskin. Sementara mewajibkan
zakat kepada fakir miskin bertolak belakang dengan tujuan syariat Islam.30 Oleh
sebab itu, menurut Ahmd Hasan, nisab adalah jumlah minimal batas seseorang dapat
diktegorikan kaya. Lalu apakah orang yang memiliki mata uang kertas sebesar Ls
7.140 dapat dikategorikan kaya?31
Di kalangan ulama ditemukan perbedaan pendapat tentang berapa berat
(gram) satu dinar dan satu dirham. Menurut Mahmud al-Khalidi, 1 dinar syar`i adalah
4.45 g. Dengn perbandingan berat dinar dan dirham 7/10, sehingga berat dirham
syar`i adalah 4.45 x7 : 10 = 3,115 g. Dengan demikian 20 dinar adalah 4.45x20= 89g,
29
Ahmad Hasan, Al-Auraq . . ., h. 236
Ahmad Hasan, Al-Auraq . . ., h. 236
31
Ahmad Hasan, Al-Auraq . . ., h. 237
30
60
dan 200 dirham adalah 200 x 3,115= 623 g.32 Untuk menguji kesetaraan berat antara
dinar dengan dirham, maka perhitungannya adalah:33
1 dirham = 4,45 x 7 :10 = 3,115 g.
1 dinar = 3,115 x 10 : 7 = 4.45 g
Dengan demikian jika dilakukan perhitungan nisab uang kertas Syria seperti
yang dicontohkan oleh Ahmad Hasan, maka hasilnya adalah:
-
Dengan emas, 89 x 545 = Ls 48.505.
-
Dirham, 623 x 12 = Ls 7.476
Bersamaan dengan meningkatnya level kehidupan dan depresi nilai perak,
maka nisab emaslah yang lebih cocok dan bijaksana untuk masa sekarang. Sebab hal
tersebut sesuai dengan maqashid (tujuan) syariat Islam.34
Nisab zakat yang telah ditetapkan oleh Rasul saw. terhadap berbagai jenis
kekayaan di masanya tidak dapat dilepaskan dari nilai (harga). Sebagian fuqaha di
masa lalu telah melakukan penalaran terhadap nisab-nisab tersebut. Indikator yang
digunakan, misalnya kewajiban membayar zakat dengan benda sejenis kekayaannya
yang seharusnya menurut petunjuk Rasul saw. boleh dibayar dengan harga jika ia
tidak memiliki benda pembayar zakat tersebut baginya.
Misalnya, jika muzakki berkewajiban membayar zakat untanya dengan bintu
makhad}, namun ia tak memilikinya, maka ia boleh membayarnya dengan ibnu
makhad dan 10 dirham dan atau 2 ekor kambing.35 Begitu juga, jika unta yang
dibayarkan muzakki lebih tua dari semestinya, petugas zakat harus mengembalikan
nilai harga yang sesuai, maka dikembalikan 10 dirham atau 1 dinar.36 Misalnya lagi,
32
Mahmud al-Khalidi, Zaka>t al-Nuqu>d al-waraqiyat al-Mu`as}irah, (Cetakan 1, Oman:
Maktabah al-hadisah, 1985), h. 157
33
Mahmud al-Khalidi, Zakat . . ., h. 257
34
Ahamd Hadan, Al-Auraq . . ., h. 237
Abu 'Ubaid bin Salam, Kitãb Al-Amwãl, (Cetakan kedua, Beirut-Libanon: Dar al-Fikr, 1988),
35
h. 456.
36
Harga unta yang menjadi pembayar zakat muzakki semuanya berbeda 10 dirham, yaitu
bintu makhadh ( umur 1 tahun masuk tahun ke 2) seharga 40 dirham, bintu labun (umur 2 tahun
61
jika muzakki berkwajiban membayar zakat untanya bintu makhadh, namun yang ada
padanya hanya bintu labun, maka boleh membayar dengannya dengan menerima
uang kembali sebesar 10 dirham. Demikianlah seterusnya, muzakki dapat membayar
zakatnya dengan mudah. Hal ini hanya dapat terjadi jika angka-angka (jumlah) nisab
itu diketahui harga dan nilainya. Imam Al-Auza'i menegaskan, jika muzakki peternak
tidak mempunyai unta pembayar zakat menurut seharusnya, maka ia dapat
membayarnya dengan harga.37
Berdasarkan pemikiran fuqaha di atas, dapat dinyatakan bahwa mempelajari
nisab zakat seyogianya tidak melepaskan diri dari kewajiban menganalisisnya
berdasarkan hitungan ekonomi (nilai/ harga). Berkaitan hal ini menarik untuk
dijelaskan pemikiran ulama tentang teori standard dan kesatuan nisab tersebut.
Menurut Al-Sarkhasi, harga 5 wasaq (nisab hasil bumi) adalah 200 dirham,38
5 ekor unta seharga 200 dirham,39 40 ekor kambing seharga 200 dirham karena harga
seekor kambing adalah 5 dirham,40 10 ekor sapi seharga 200 dirham, karena harga 1
ekor sapi di masa Nabi adalah 20 dirham,41 20 miskal/ 20 dinar senilai dengan 200
dirham, karena Rasul SAW menyatakan zakat terendah emas adalah 0,5 dinar dan
zakat terendah perak adalah 5 dirham,42 yang berarti 1 dinar dihargai dengan 10
dirham (1: 10) sebagai perbandingan (kurs) resmi,43
Melihat penjelasan fuqaha dan Intelektual muslim tentang harga/ nilai nisab
harta kekayaan yang telah ditetapkan oleh Rasul saw. tersebut, dapat disimpulkan
bahwa semuanya berada pada satu standar, yaitu 200 dirham. Dari sini diketahui pula
bahwa daya beli para golongan wajib zakat sesuai dengan ketentuan nisab yang telah
masuk tahun ke3) seharga 50 dirham, hiqah (umur 3 tahun masuk tahun ke 4) seharga 60 dirham,
dan jaz'ah (umur 4 tahun masuk tahun ke 5) seharga 70 dirham.
37
Abu 'Ubaid, Kitab . . ., h. 456
38
Al-Sarkhasi, al-Mabsût}, Juz. 3, (Beirut: Dar al-Ma'rifat, 1989), h. 3
39
Al-Sarkhasi, al-Mabsu>t}, h. 150
40
Al-Sarkhasi, al-Mabsu>t}, h. 150
41
Josoef Sou'yb, Masalah . . ., h. 22
42
Abu 'Ubaid, Kitab . . ., h. 515
43
Ismail Syahhatih, Penerapan Zakat Dalam Dunia Modern, (Cetakan pertama, Jakarta:
Pustaka Dian & Antar Kota, 1987), h.170
62
ditetapkan oleh Rasul saw. adalah sama kuatnya (adil dan proporsional). Dalam pada
itu, di sini belum tampak standar nisab dengan emas, karena pada masa Nabi saw,
uang yang banyak berdar di kalangan masyarakat muslim adalah dirham. Perak lebih
banyak suplai tambangnya jika dibandingkan dengan emas, dan hal tersebut
memudahkan masyarkat muslim bertransaksi, tidak terkecuali dengan zakat harta
mereka.
Memahami nisab dengan konteks nilai dan harga mendorong ahli hukum
Islam melakukan analisis secara konversi sehingga tampak suatu peralihan bentuk
zakat dari konvensional ke konversi. Zakat konversi itu sendiri adalah melakukan
pehitungan nisab-nisab klasik ke dalam bentuk dirham (harga). Berdasarkan database
harga satuan ternak unta, kambing/domba, sapi/kerbau, zakat konversi dapat
diterangkan dengan mudah. Sebagai contoh, nishab konversi ternak unta dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Nisab
Nisab konversi
Zakat konversi
Harga tertinggi
konvensional
dengan dirham
dengan dirham
(%)
200-360
1 kambing =
5-9 ekor
Harga
sebenarnya
(%)
2,50%
1,38%
2,50%
1,78%
2,50%
1,97%
5 dirham
10-14 ekor
400-560
2 kambing =
10 dirham
15-19 ekor
600-760
3 kambing =
15 dirham
Pada contoh tabel di atas tampak jelas peralihan bentuk zakat konvensional ke
zakat konversi, baik pada nisab maupun satuan (harga) zakat yang harus dibayar.
Begitu juga, pada tabel tersebut tampak harga tertinggi dan harga sebenarnya karena
dalam zakat unta ada bilangan-bilangan interval nisab kelipatan yang terbebas dari
63
zakat yang disebut al-auqa>s}. Dari Yahya bin Hakam bahwasanya Rasul saw.
menyatakan tidak wajibnya zakat pada al-auqa>s} tersebut.44
Zakat konversi ternak unta tersebut mengacu pada harga unta bintu makhadh
sebesar 40 dirham/ ekor, dan harga kambing sebesar 5 dirham/ekor. Dengan rumus
mengalikan angka nisab konvensional dengan harga unta tersebut diperolehlah nisab
konversi. Begitu juga dengan mengalikan satuan zakat dengan harga kambing,
diperoleh pula harga zakat konversi. Untuk harga tertinggi, rumus yang dipakai
adalah harga (dirham) satuan zakat konversi dibagi dengan nisab konversi, dan harga
sebenarnya adalah satuan zakat konversi dibagi dengan satuan konversi angka
maksimal al-auqãs}.
Dalam kitab fikih dijelaskan, untuk zakat ternak sapi/ lembu dan kerbau
berlaku ketetapan Rasul saw. tiap 30 ekor, zakatnya 1 sapi tabi'i (2 th), dan tiap 40
ekor, zakatnya 1 sapi musinnah (3 th). Dengan mengacu pada penjelasan Josoef
Sou'yb dimana harga sapi tabi'i di masa Nabi saw. sebesar 20 dirham, maka zakat
konversi ternak sapi/ kerbau dapat diterangkan sebagai berikut:45
Nisab
Nisab konversi
Zakat konversi
konvensional
dengan dirham
dengan dirham
10-29
200-580
1 kambing = 5
Harga tertinggi
Harga
sebenarnya
2,50%
0,86 %
3,33%
2,56%
dirham
30- 39
600-780
1 sapi tabi'i= 20
dirham
40-59
800-1.180
1 musinnah= 40 5 %
3,38 %
dirham
Sesuai dengan ketetapan Rasul saw, zakat konversi ternak kambing dapat pula
44
45
Abu Ubaid, Kita>b . . ., h. 474
Ibnu Rusyd, Bida>yat al-Mujtahid, Juz.1,(Semarang: Usaha Keluarga, t.th) h. 190-191
64
Nisab
Nisab konversi
Zakat konversi Harga tertinggi
konvensional dengan dirham
dengan dirham
40 – 120
1 kambing =
200 – 600
Harga
(%)
sebenarnya(%)
2,50%
0,83%
1,65%
1%
1,49%
1%
5 dirham
121-200
605 – 1000
2 kambing =
10 dirham
201 – 300
1,005- 1500
3 kambing =
15 dirham
Zakat konversi ternak kambing, baik mengenai nishabnya maupun zakatnya
dapat diketahui berdasarkan harga kambing di masa Nabi saw. adalah sebesar 5
dirham. Dengan mengalikannya harga tersebut dengan angka-angka nisab
konvensional, serta satuan zakat, maka tampaklah hasil perhitungan zakat konversi
seperti tersebut di atas. Adapun harga tertinggi dan harga sebenarnya diperoleh
karena ternak kambing pun memiliki al-auqa>s}. Rumus yang dipakai sama dengan
ketika menghitung harga tertinggi dan harga sebenarnya pada ternak unta.
Standar nisab (kesatuan nisab) versi fuqaha klasik, sepengetahuan penulis,
baru menggambarkan pada standar dirham (perak) sebagaimana yang telah diuraikan.
Penulis belum menemukan secara detail perhitungan zakat konversi dengan dinar
(emas). Dalam pada itu, ahli hukum Islam seperti TM.Hasbi Ash-Shiddieqy dan
Joesoef Sou'yb telah berpendapat bahwa untuk nisab zakat saat ini dan masa-masa
yang akan datang, mestilah mengacu pada emas. Dirham (perak) sudah mengalami
depresi perimbangan harganya dengan dinar (emas) pada saat ini ditambah dengan
inflasi kebutuhan pokok sehingga perlu peninjauan ulang nishab zakat konvensional,
dan standar nishab konversi dengan 20 dinar/ 20 misqal
untuk seluruh jenis
kekayaan. Sub bahasan berikut ini akan menjelaskan kesahihan pemikiran tentang
standar nishab dengan emas, bukan lagi perak.
Dalam konteks moneter, istilah dinar dan dirham adalah mata uang yang
menjadi alat bayar untuk keperluan berbagai transaksi pada masyarakat muslim di
65
masa Nabi saw. dan beberapa masa sesudahnya. Menurut Josoef Sou'yb,46 istilah
dinar dan dirham adalah pinjaman dari nama mata uang kerajaan Romawi berupa
denarii dan drachma. Islam tak membuat mata uang sendiri, kecuali di masa dinasti
Bani Umaiyah dan Bani Abbasiyah, namun penamaannya tetap memakai sebutan
dirham dan dinar.
Dua mata uang yang berlaku di masa Nabi saw. itu telah bersinggungan
dengan sejumlah ketentuan hukum, baik itu pada bidang jinayat (pidana), maupun
perdata dan ibadah seperti zakat. Secara resmi, kurs perbandingan nilai antara dinar
(uang emas) dan dirham (uang perak) adalah 1: 10.47 Secara syar'I, kurs ini adalah
sesuai dengan ketetapan Nabi saw. yaitu tiap 20 dinar, dibayarkan zakatnya sebesar
0,50 dinar, dan tiap 200 dirham, dibayarkan zakatnya sebesar 5.00 dirham.48 Dengan
melakukan pembulatan kurs dari ketetapan Nabi saw. tersebut demi memudahkan
perhitungan, maka satuan kadar zakat dinar dan dirham masing-masing dikalikan
dengan dua, sehingga muncullah kurs antara keduanya 1: 10.
Menurut ketetapan Rasul saw, nisab emas adalah 20 misqal atau 20 dinar,
sedangkan perak adalah 5 uqiyah (1 ûqiyah= 40 dirham) atau setara dengan 200
dirham. Untuk mengetahui perhitungan standar nisab dengan emas, maka harus pula
dilakukan konversi dirham (perak) ke dalam dinar (emas) sesuai dengan kursnya.
Caranya adalah nisab dan kadar zakat konversi dibagi dengan angka 10. Untuk
jelasnya dapat dilihat pada tabel zakat konversi pada ternak unta yang telah
disebutkan terdahulu sebagai berikut:
Nisab konversi
Kadar zakat konversi
Harga tertinggi
Harga sebenarnya
2,50 %
1,38%
dirham
200 – 360 =
5 dirham= 0,50 dinar
20 – 36 dinar
46
Josoef Sou'yb, Zakat . . ., h.22
Josoef Sou’yb, Zakat . . .,h. 23
48
Lihat Ibnu Rusyd, Bida>yat . . ., h. 187
47
66
400 – 560 =
10 dirham= 1 dinar
2,50%
1,78%
15 dirham= 1,50 dinar
2,50%
1,97%
40 – 56 dinar
600 – 760 =
60 – 76 dinar
Pada tabel di atas, terlihat nilai konversi dirham ke dinar dengan angka yang
lebih sedikit. Hal ini dikarenakan, nilai tukar dinar lebih tinggi dari dirham (1:10). 10
uang dirham hanya dapat ditukar dengan 1 uang dinar. Ternyata perhitungan
menunjukkan bahwa harga tertinggi dan harga sebenarnya sama. Kesimpulan ini
menujukkan kesahihan perbandingan kurs dinar dengan dirham itu sendiri 1:10, yang
berarti pula 20 dinar/20 misqal setara dengan 200 dirham. Oleh sebab itu, pemikiran
fikih tentang standar nisab dengan emas dapat diterima.
Selanjutnya, zakat konversi ternak sapi/kerbau dari dirham ke dinar dapat pula
dijelaskan sebagai berikut:
Nisab konversi
Zakat konversi
200 – 580 dirham = 20
5 dirham =
– 58 dinar
0,50 dinar
600 – 780 dirham = 60
20 dirham =
– 78 dinar
2 dinar
800 - 1.180 dirham =
40 dirham =
80 – 118 dinar
4 dinar
Harga tertinggi
Harga
sebenarnya
2,50%
0,86 %
3,33 %
2,56 %
5%
3.38 %
Perhitungan secara konversi zakat ternak sapi tersebut di atas mengacu pada
harga sapi tabi'i dan musinnah masing-masing 20 dirham dan 40 dirham,
sebagaimana dijelaskan oleh syekh Muhammad Syarbi>ni al-Kha>t}ib bahwa 1 ekor
musinnah dapat digantikan dengan 2 ekor sapi tabi'i49
Muhammad Syarbi>ni al-Kha>t}ib, Al-Iqna>' Fi H{alli Alfaz} Abî Syuja', ( Beirut: D±r alFikr, 1995), h. 216
49
67
Sebagai pengayaan perbandingan, ada baiknya kita lakukan juga konversi
pada nisab ternak kambing dari dirham ke dinar sebagai berikut:
Nisab konversi
Zakat konversi
200 - 600 dirham = 20 - 60
5 dirham - 0,50
dinar
dinar
605 - 1000 dirham = 60,5 -
Harga
Harga
tertinggi
sebenarnya
2,50%
0,83%
10 dirham = 1 dinar
1,65%
1%
1005 – 1.500 dirham = 100,5
15 dirham = 1,50
1,49%
1%
-150 dinar
dinar
100 dinar
Dengan rumus yang sama, hasil perhitungan menunjukkan bahwa harga
tertinggi dan harga sebenarnya sama pada zakat konversi dirham. Ini membuktikan
pemikiran fikih "standar nisab dengan acuan emas (dinar)" dapat diterima. Ia hanya
berbeda bentuk/ angka, namun secara substansial sama. Dengan demikian terbukti
pula kebenaran ketetapan Rasul saw bahwa nishab-nishab harta kekaayaan berada
pada ekuivalensi, dan menjadikan dirham ( perak) sebagai standar nisab di kala itu.
Saat ini, menurut sebagian ahli hukum Islam kontemporer, tak ada jalan lain
kecuali menganut standar nisab dengan emas, karena emas adalah barang yang oleh
ahli ekonomi zero inflasi. Dengan begitu, yang berzakat adalah benar-benar
memenuhi syarat sebagai orang kaya. Menurutnya, perimbangan nishab-nishab
konvensional kekayaan ada di antaranya telah terkoreksi dengan tajam.
Sebagai contoh, nisab-nisab kekayaan konvensional sesuai dengan kondisi
kekayaan yang populer di kalangan masyarakat Indonesia dapat dijelaskan sebagai
berikut:
68
Jenis
Nisab
Kekayaan
konvensional
Hasil-hasil
5 wasaq
bumi (padi)
Ternak
Setara
Nilai kekayaan
653 kg beras
Rp. 7000/ kg
Rp. 4.571.000
atau 1306 kg
beras, atau Rp.
Atau
gabah
4000/kg gabah
5.224.000
Rp. 1000.000/
Rp.40.000.000.
40 ekor
kambing
Ternak sapi
Harga satuan
ekor
10 ekor
Rp.3.000.000./
Rp.30.000.000.
ekor
Kekayaan
20 misqal/ 20
85 g emas
emas
dinar
murni (sebuah
Rp. 450.000/g
Rp.38.250.000.
versi)
Kekayaan
200 dirham
perak
600 g perak
Rp. 7.000/g
Rp. 4.200.000..
(sebuah versi)
Pada matrik di atas tampak nisab konvensional yang terkoreksi tajam adalah
nisab hasil-hasil bumi. Dengan demikian tidak layak mengenakan kekayaan-kekayaan
baru/ modern dengan berdasar pada petani yang sedikit penghasilannya, sudah
terkena zakat. Sudah saatnya, petani harus diangkat daya beli penghasilannya dengan
standar nisab 20 misqal/ 20 dinar.
Begitu juga, pada matrik yang sama, nisab kekayaan dinar (emas) dan dirham
(perak) telah terekoreksi tajam, sehingga standar nisab bagi seluruh kekayaan tidak
lagi mengacu pada perak (dirham), melainkan dengan emas sebesar 20 misqal/ 20
dinar. Ini adalah ketentuan syara' yang tak dapat diubah.
Standar kesatuan nisab menunjukkan bahwa semua jenis kekayaan pada
hakikatnya memiliki perhitungan nisab yang sama, yang telah ditetapkan oleh Nabi
saw. Standar nisab muncul karena adanya data tentang harga satuan-satuan harta yang
telah ditetapkan nisabnya oleh syara'. Oleh karena itu, pemikiran standar kesatuan
69
nisab adalah ijtihad yang memandang zakat itu sebagai hukum syara' yang dapat
diketahui rasionalitasnya ( ma'qûlat al-ma'nã).
Setelah dilakukan analisis perhitungan, diperoleh kesimpulan bahwa standar
kesatuan nisab dengan emas (misqal/ dinar), bukan lagi perak (dirham), dapat
dipertanggungjawabkan. Dari segi perhitungan, konversi dirham
ke dinar
menunjukkan hasil yang sama dengan indikator hitungan harga tertinggi dan harga
sebenarnya pada nisab-nisab yang memiliki al-auqãsh tetap berada satuan angka
prosentase yang sama.
Akan halnya di Indonesia, di Malaysia juga terjadi pengintegrasian
pembayaran zakat dengan cukai (pajak). Pada tahun 1978, kerajaan mulai
menerapkan nilai-nilai Islam dalam sistem percukaian Negara melalui Akta Cukai
Pendapatan (ACP) tahun 1967.50 Dengan demikia zakat telah menjadi salah satu
sumber pendapatan negara.
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi Negara Malaysia mengintegrasikan
zakat ke dalam perhitungan pajak, yaitu berkembangnya kekayaan masyarakat
berdasarkan penghasilan profesinya, di samping berkembangnya pemahaman tentang
jenis-jenis harta sumber zakat zaat ini. Selain itu adalah untuk menggairahkan warga
muslim Malaysia membayar zakat kekayaan dan pendapatannya dengan memberinya
rebet zakat.51
Di Malaysia, zakat yang telah terbayarkan dapat dikreditkan pada jumlah
pajak terhutang. Pendapat
ini
telah diaplikasikan di
Malaysia.52
Contoh
perhitungannya adalah sebagai berikut:53
-
Jumlah pendapatan
-
Tolak: potongan sendiri
50
RM 48.000.
RM 8.000
M.Arifin Purwakananta, Noor Aflah (editor), South east Asia Zakat Moevement, (Cetakan
pertama, Padang: FOZ, 2008), h. 26
51
Lihat Hamizul Abdul Hamid, Eksklusif Zakat,( Cetakan pertama, Selangor: Galeri Ilmu
Sdn.Bhd, 2012), h. 230
52
Sudirman, Zakat . . ., h. 123
53
M.Arifin Purwakananta, Noor Aflah, Southeast Asia . . ., h. 28
70
Potongan isteri
RM 3.000
Potongan anak
RM 4.000
-
Pendapatan bercukai
-
Cukai atas
RM 20.000
-
Cukai baki
RM 13.000 @ 7%
-
Jumlah cukai
-
Tolak : rebet diri
RM 350.00 +
Rebet isteri
RM 350.00 +
Rebet zakat
RM1.2.00.00 +
RM 33.000
RM 475.00
RM 910.00
RM 1.385.00
(2.5% x 48.000)
-
RM 15.000.
Cukai yang dikenakan
=RM. 1.900.00
RM 0 (tiada)
Di Malaysia ditemukan juga zakat perniagaan yang diintegrasikan
dengan cukai hal mana zakat tersebut menjadi pengurang sebagaimana
halnya di Indonesia. Penjelasannya dapat dilihat pada contoh perhitungan
sebagai berikut:54
-
Pendapatan statutori perniagaan
RM 50.000
-
Tolak: rugi bawa hadapan
RM 10.000 -
-
Pendapatan agregat
RM 40.000
-
Tolak: potongan zakat perniagaan (2.5% x RM 40.000
-
Jumlah pendapatan
RM 39.000
-
Pendapatan bercukai
RM 39.000
-
Cukai atas RM 39.000 x 28%
RM 10,920
-
Cukai yang dikenakan
RM 10,920
RM 1000.
Berdasarkan hasil pengamatan dan penelusuran penulis di lapangan, pasal 22
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di Indonesia, di
berbagai daerah di Indonesia sebagaimana yang diharapkan. Di kabupaten Bone
propinsi Sulawesi Selatan, sesuai dengan hasil penelusuran yang dilakukan di Kantor
54
M.Arifin Purwakananta, Noor Afalah, Southeast Asia . . ., h.29
71
Pajak Peratama Watampone, dan juga hasil wawancara dengan pemilik toko
swalayan Surya Indah Watampone menunjukkan hasil yang demikian. Menurut
penjelasan Kantor Pajak Pratama watampne, pasal 22 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2011 hanya ada dua pengusaha muslim yang memanfaatkannya hal mana
zakat yang telah dibayarkan sebagai pengurang pajak terhutangnya. Kemana
pengusaha Muslim lainnya?
Pemilik toko swalayan Surya Indah mengatakan, saya tahu ada ketentuan di
pasal 22 Undang-Undang Nomor 23Tahun 2011 tersebut, namun saya tidak pernah
memanfaatkan. Pemilik swalayan terbesar di kabupaten Bone tersebut lebih memilih
cara menyalurkan zakatnya secara langsung kepada orang-orang Muslim yang
membutuhkan, baik dari keluarga dan pihak-pihak lainnya yang bukan keluarga.
Pemilik toko swlayan Surya Indah hanya sekali membayar zakatnya di BAZDA
kabupaten Bone.
Ada beberapa alasan sehingga terjadi pembayaran zakat demikian. Banyak
pengusaha Muslim tak tahu keberadaan BAZ karena tidak tampak tempat/ kantornya.
Begitu juga tidak aktif bekerja menangani zakat dari masyarakat, terutama pengusaha
Muslim. Selain itu penyaluran zakat oleh BAZDA juga diragukan akibat tidak
teraksesnya laporan penyaluran zakat kepada mustahik.
Penjabaran pasal 22 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 cenderung
mandul karena harus memenuhi Prosedure Tetap (PROTAP). Prosedure yang
dimaksud adalah bahwa pengusaha Muslim yang dapat memperoleh fasilitas
pengurangan pajak terhutang dari zakat yang ia bayarkan harus:
a. Nyata-nyata telah membayar kepada BAZ bentukan pemerintah atau kepada
Lembaga Amil Zakat bentukan masyarakat yang telah diakui oleh pemerintah.
b. Muzakki harus memiliki Nomor Pokok Wajib Zakat (NMPWZ) yang
dikeluarkan oleh BAZ dan atau LAZ.
c. .Muzakki harus membawa bukti pembayaran zakat ketika hendak membayar
pajak terhutangnya di kantor pelayanan pajak.
72
Muzakki dari kalangan Muslim yang membayar langsung pajak
penghasilann usahanya kepada mustahiq tidak mendapatkan pelayanan sesuai
dengan amanat pasal 22 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat, kendatipun zakat di Indonesia telah masuk dalam
yurisdiksi pajak sebagaimana telah dijelaskan contoh-contoh perhitungannya
dalam buku ini.
Sehubunugan diengarainya sebagian BAZNAS Daerah tidak berfungsi
maksimal, Nomor pokok Wajib Zakat sebagai produk dari organisasi
pengumpul dan penyalur zakat ditengarai juga tiak berjalan maksimal.
Sosialisasinya jarang terdengar, sehingga kemungkinan besar ada pengusaha
Muslim membayar zakatnya kepada BAZDA atau LAZ namn tak memiliki
NPWZ sebagai pengakuan atas Muzakki yang telah membayar zakat
kepadanya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang
pengelolaan zakat.
B. Wakaf
Wakaf adalah sebuah institusi Islam yang diberdayakan oleh Negara-Negara
Islam dan Negara yang mayoritas penduduknya Muslim dalam mengatasi krisis sosial
dan finansial umat Islam dan kepentingan umum lainnya. Tak pelak lagi, banyak
negara tidak memandang lagi wakaf sebagai ajaran Islam semata (ibadah), melainkan
dengan dimensi hukum, sosial, dan dimensi ekonomi.
Dalam pemberdayaan institusi wakaf, banyak negara kalau tidak dikatakan
seluruhnya telah meletakkan wakaf ke dalam regulasi perundang-undangan. Ternyata
undang-undang wakaf di banyak negara memuat bentuk-bentuk pembaruan
pemikiran prihal wakaf.
Di Indonesia dan Malaysia misalnya, berwakaf sudah mengacu pada hukum dan
perundang-undangan. Idealnya tak ada lagi wakaf yang dilakukan oleh umat Islam
secara personal, melainkan harus
dengan regulasi Negara yang berlaku. Di
Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dinilai sebagai regulasi wakaf
yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dewasa ini.
73
Misalnya, pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf
telah menggambarkan arti wakaf yang kekinian yaitu: “ wakaf adalah perbuatan
hukum wakif untuk memisahkan dan/ atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/ atau kepentingan umum menurut
syariah.
Secara konsepsional, yang dimaksud wakaf adalah menyerahkan sebagian harta
milik untuk selamanya, juga dapat untuk jangka waktu tertentu. Ini adalah
pembaharuan arti wakaf selama ini hal mana sebelumnya wakaf dinyatakan berlaku
untuk selamanya sebagaimana tersebut dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, peruntukan wakaf adalah
untuk kepentingan ibadah umat Islam, dan juga untuk kesejahteraan umum. Dengan
demikian dana wakaf pada saat ini dimanfaatkan untuk segala kebajikan, baik untuk
kepentingan umat Islam maupun kepentingan kemanusiaan. Menurut ahli hukum
Islam kontemporer, dana wakaf lebih cenderung dikategorikan sebagai dana publik.
Majelis Agama Islam Kelantan (MAIK) telah mengeluarkan fatwa bahwa wakaf
dapat dilakukan oleh orang-orang non Muslim, karena orang Islam dan bukan Islam
perlu melaksanakan hukum-hukum berkaitan muamalat yang sama di dalam Negara
Islam, kecuali dalam masalah tertentu seperti haram meminum khamar dan memakan
daging khinzir bagi umat Islam.55 Menurut ulama fikih kontemporer, mereka
cenderung membolehkan wakaf kepada non Muslim terutama wakaf umum seperti
rumah sakit, sekolah, rumah orang tua dan lainnya. Hal tersebut dipandang tidak
bertentangan dengan maqashid al-syariah.56
Cara memanfaatkan dana wakaf adalah sesuatu yang fleksibel sesuai dengan
keperluan suatu masa selama sesuai dengan maqashid al-syariah. Kecenderungan
kekinian, berdasarkan hasil ijtihad, dana wakaf dapat digunakan untuk kepentingan
55
Muhammad Akram Laldin, Mek Wok Mahmud, Mohd. Fuad Sawari, Maqashid al-Syariah
dalam Pelaksanaan Wakaf (kertas kerja), h. 13
56
Muhammad Akram laldin, Mek Wok Mahmud, Mohd. Fuad Sawari, Maqashid . . ., h. 13
74
publik sesuai dengan kebutuhan. Wahbah al-Zuhaili dalam kertas kerjanya
mengatakan: Apa yang penting bagi kita dalam situasi masyarakat semasa ialah
membolehkan wakaf dibelanjakan di dalam sektor umum sesuai keperluan seperti
pendidikan, penelitian ilmiah, menyelesaikan masalah belia untuk menyelesaiakan
rumah tangga, masalah kemiskinan, maslalah anak-anak jalanan dan hal lain yang
serupa, yang memerlukan tindakan segera.57
Wakaf yang terkemas dalam perundang-undangan memiliki substansi berupa
produktivitas harta wakaf, jenis wakaf yang dianut adalah wakaf khairi (umum). Hal
tersebut dapat dilihat dalam undang-undang wakaf di Indonesia dan Malaysia. Di
Indonesia, jenis-jenis harta yang dapt diwakafkan sesuai dengan pasal 16 UndangUndang Nomor 21 Tahun 2014 meliputi:58
a. Uang
b. Logam mulia
c. Surat berharga
d. Kendaraan
e. Hak atas kekayaan intelektual dan peraturan perundang-undangan yang
beralaku.
f. Hak sewa
g. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah
Baik di Indonesia maupun Malaysia, wakaf telah mendapat perhatian serius
tentang pemberdayaannya. Di Indonesia berkembang wakaf uang (cash waqf) yang
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014, yang sebelumnya tidak
dikenal. Undang-undang ini telah mengatur wakaf uang dalam pasal-pasal khusus,
yaitu pasal 28, 29, 30, 31. Bentuk wakaf uang adalah diterbitkannya setifikat wakaf
uang oleh bank syariah yang ditunjuk, sekaligus bank syariah menjadi nazhir.
57
Mohamad Akram Laldin, Mek Wok Mahmud, MoHD Fuad Sawari, Maqashid . . ., h. 11
Departemen Agama, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang wakaf, ( Jakarta:
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2007), h. 11-12
58
75
Di Malaysia, wakaf cukup berkembang juga hal mana dananya digunakan untuk
kepentingan umum. Salah satu bentuk pembedayaan institusi wakaf adalah dengan
melakukan wakaf saham. Majlis Agama Islam Negeri tiap Negara bagian
melakukannya dengan ciri khasnya masing-masing.
Dalam kerangka undang-undang wakaf yang ada, sebenarnya harta wakaf boleh
dikembangkan melalui pelaburan yang menguntungkan. Ini karena enakmenenakmen pentadbiran agama Islam negeri-negeri telah memberikan kuasa kepada
Majlis Agama Islam masing-masing untuk mentadbir harta wakaf. Negri Selangor
telah mendahului negeri-negeri lain dengan perubahan enakmen wakaf 1999. Seksyen
17 secara rinci memperuntukkan mengenai saham wakaf :
1. Majlis boleh menawarkan saham wakaf terhadap harta yang diperolehnya atau
yang akan diperolehnya kepada mana-mana orang untuk membeli saham itu
dan kemudian diwakafkan kepada Majlis.
2. Apa-apa harta yang dibangunkan dari apa-apa hasil di bawah sub seksyen (1),
hendaklah menjadi wakaf `am.
Tabel Saham Wakaf (SW) di Malaysia
Nama
Matlamat
Konsep
Saham
1.Melaksanakan
1.Satu
Wakaf
tuntutan Islam supaya jariyah melalui wakaf saham wakaf Johor
Johor
beramal jariyah.
(SWJ)
2.Lambang
di
Agihan
skim
mana
sedekah 1.Pembinaan bagunan
individu/ setinggi 6 tingkat di
penyatuan organiasi membeli SWJ tampol Johor Baru
umat islam berasaskan dengan nilai minimum 2.Agihan
hasil
kepada konsep ukhuwah RM.10.00 seunit dan bangunan digunakan
islamiyah
tiada had maksimal.
untuk
3.Melaksanakan strategi 2.Pembeli mewakafkan penyelenggaraan
pembangunan
ekonomi sijil
secara bersepadu
4.Untuk
Majlis
saham
Agama
meluaskan Negeri Johor
kepada bangunan di samping
Islam kebajika-kebajikan
`am seperti:
76
saluran kebajikan secaa 3.Tujuan
lebih bersistematik.
saham
jariyah
karena
pembelian -pembelian
untk
sebuah
sedekah van dakwah
semata-mata -bantuan
Allah
pembinaan
buat masjid dan madrasah
selama-lamanya.
di Kamboja
4.Tiada bentuk deviden -pembelian
pakaian
atau keuntungan saham sembahyang
diberi kepada pewakif.
orang
miskin di Kamboja.
Saham
1.Melaksanakan ibadah 1.Saham wakaf Melaka 1.Hasil saham wakaf
Wakaf
wakaf
Melaka
berkelompok
Majlis
(SWM)
2.Melambangkan
Melaka (MAIM)
secara di bawah pentadbiran akan dikumpulkan ke
penyatuan
Agama
berteraskan
3.Para
pembangunan
secara
akan
tukarkan
dengan kepada harta kekal
(istibdal). Harta kekal
penyumbang yang
3.Melaksanakan strategi mewakafkan
dimaksudkan
sijil meliputi:
harta- saham tersebut kepada -Pembangunan
wakaf
ekonomi
dan
ukhuwah harga RM 10.00 seunit.
islamiyah
tabung
Amanah saham wakaf
dana 2.Saham-saham
kerjasama umat Islam ditawarkan
harta
Islam dalam
dan MAIM untik selama- hartanah
umat
Islam lamanya
dinamik
dan kepentingan
bersepadu.
bagi -Pembangunan tanah
dan wakaf sediakala
kebajikan umat Islam.
-Pembinaan
4.Meluaskan
saluran
bangunan,
pejabat
kebajikan
dengan
kedai & sekolah
sistematik dan berkesan.
-Pembelian
kuota
5.
bumiputra
bagi
Memberi
alternatif
kepada semua golongan
proyek
umat Islam untk turut
swasta.
perumahan
77
menyumbang ke arah
-Pembangunan
pembangunan
perladangan,
sosioekonomi
ternakan
masyarakat Islam.
perkilangan.
6.Melahirkan
-Pembangunan
pembangunan
wakaf
institusi
dengan
berwibawa
&
sosioekonomi
lebih
umat
Islam.
dan
produktif.
Saham
1.Menghidupsuburkan
Wakaf
semula
amalan
saham 1.Dimasukkan ke dalam
wakaf ditawarkan oleh Majlis dana kumpulan wang
merupakan Agama Islam Selangor wakaf untuk diagihkan
Selangor yang
(SWS)
1.Unit-unit
sedekah
jariah
sangat
dituntut
yang (MAIS)
sebagai ke
oleh pemegang amanah.
Islam.
2.Pembeli
2.Menyediakan
mewakafkan
kemudahan dan alernatif lamanya
dalam
pembangunan
saham masyarakat
karena
Allah -Pembangunan tanah-
untuk menyertai ibadah kepentingan
walaupun
melibatkan wakaf
berentuk aset kekal.
wakaf
dan berpotnsi
tanpa kebajikan umat Islam.
yang 3.Penyertaan
Islam
selama- seperti:
kepada masyarakat Islam swt. dengan tujuan demi tanah
wakaf
program
yang
untuk
dibangunkan.
adalah -Pembiayaan
terbuka kepada semua pembinaan
institusi
3.Memperluas
dan umat Islam dan syarikat- agama
memperbanyak
lagi syarikat perniagaan yang mesjid.surau, sekolah
pegangan
harta
umat dimiliki
oleh
Islam, hasil jualan lot-lot Islam.
saham
dijadikan
wakaf
modal
akan 4.Penyertaan
seperti
orang agama
kemudahan
umum
masyarakat
dengan islam,
untuk nilai minimum RM 10 penyelenggaraan
78
membangunkan
harta
harta- seunit dan tiada kadar bangunan
wakaf
membelikan
atau maksimum ditetapkan.
institusi agama dan
hartanah 5.Setiap penyertaan akan sebagainya.
yang sedang dibangunkan menerima
serta
institusi-
manfaatnya
sijil
saham -Sumber
pembiayaan
akan wakaf yang akan diantar bantuan sosial
disalurkan
untuk kepada pewakaf.
kebajikan
dan 6.Setiap
peserta
pembangunan masyarakat menerima
Islam
bentuk
4.Usaha
masyarakat
tidak bantuan
untuk
seperti
anak
yatim,
sebarann fakir miskin, bantuan
deviden
atau pendidikan,
program
untuk keuntungan karena ianya pembangunan
insan,
menggalakkan masyarakat besifat wkaf.
pembiayaan
untuk mengiktiraf sebagai
pemulihan akhlak dan
sistem
sebagainya.
yang
diyakini
berpotensi
untuk
-Sumber
rawatan,
pembiayaan
menggerakkan
untuk
pembangunan sosial dan
pembangunan
ekonomi
komersial
masyarakat
program
seperti
Islam.
pembangunan hartanah
5.Menanam dan mendidik
untuk
semangat
bekerjasama
pembelian lot hartanah
antara umat Islam yang
yang berpotensi untuk
berteraskan
proyek-proyek
ta`awun
dan
konsep
ukhuwah
perniagaan,
perumahan
atau
islamiah karena dengan
pertanian
dan
konsep persepakatan ini
sebagainya.
dapat
-Pembelian
lot-lot
menggerakkan sosial dan
hartanah
kuota
ekonomi umat Islam.
bumiputra bagi proyek
membantu
79
perumahan swasta atau
kerajaan.
Pembangunan
perladangan,
ternakan
dan perkilangan.
Kalau diperhatikan amalan wakaf uang di Indonesia dan amalan saham wakaf di
Malaysia pada hakikatnya sama, hanya alur dan teknik yang berbeda. Pada prinsipnya
kedua Negara ini telah menganut wakaf uang sebagai bentuk wakaf produktif yang
ideal dwasa ini. Di Malaysia disebut dengan “saham wakaf”, di Indonesia disebut
dengan “dana abadi” yang dibuktikan dengan surat setifikat wakaf uang dari lembaga
keuangan syariah penerima wakaf uang yang telah ditunjik oleh pemerintah sesuai
dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Jika wakaf tunai dapat diimplementasikan, maka ada dana potensial yang sangat
besar yang bisa dimanfaatkan untuk pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat.
Jika saja terdapat 1 juta masyarakat Muslim yang mewakafkan dananya sebesar
Rp.100.000, maka akan diperoleh pengumpulan dana wakaf sebesar 100 miliyar
perbulan dan 1.2 triliun pertahun. Jika diinvestasikan dengan return 10% pertahun,
maka akan diperoleh penambahan dana wakaf sebesar 10 miliyar perbulan atau 120
miliyar pertahun. Model wakaf semacam ini sangat realistik dan potensial.59
Wakaf uang memudahkan masyarakat, termasuk masyarakat yang kecil bisa
menikmati pahala abadi wakaf. Mereka tidak harus menunggu menjadi tuan tanah.
Potensi juga didukung oleh hasil survey tingkat kedermawanan masyarakat Indonesia
yang hasilnya menunjukkan cukup tinggi.60
Di Indonesia efektifitas dan pengembangan wakaf sangat ditentukan oleh nazir,
tidak terkecuali wakaf uang. Dalam hal ini, dana wakaf tunai yang dihimpun dapat
diinvestasikan dalam portofolio investasi. Misalnya, menginvestasikannya pada
59
60
Ismail A.Said, Indonesia Zakat &development Report 2009, (Ciputat, tp, 2008), h. 128
Ismail A.Said, Indonesia . . ., h. 129
80
produk bank syariah domestik dan luar negeri, membiayai bisnis yang halal dan
layak, mendirikan bisnis baru yang prospektif, membiayai usaha mikro kecil dan
menengah (UMKM). Bagaimana peruntukan hasil dana wakaf tunai?
Hasil dana wakaf tunai lebih fleksibel penggunaannya. Return dana wakaf yang
terkumpul dapat digunakan: (1) rehabilitasi keluarga miskin, (2) pembangunan
pendidikan dan budaya, (3) sanitasi dan kesehatan, (4) pembangunan sarana
pelayanan sosial, (5) pembangunan sarana ibadah. Dengan demikian dana wakaf akan
dapat mendorong penyediaan fasilitas publik sekaligus dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.61
Berdasar pada teori dan pemikiran wakaf uang dan saham wakaf di Indonesia dan
Malaysia dapat dinyatakan bahwa keduanya memiliki tujuan yang sama. Yang
dimaksud adalah pemberdayaan ajaran wakaf sebagai filantropi yang khas dan
potensial, pemberdayaan wakaf yang sampai hari ini belum maksimal dirasakan
manfaatnya oleh umat Islam, memudahkan orang-orang Islam berwakaf tanpa
menunggu kaya. Di Malaysia, prinsip ini sudah benar-benar dirancang sedemikian
rupa di mana orang Muslim dapat berwakaf dengan sedikit dana yang ada. Harga satu
unit saham wakaf yang ditawarkan oleh Majlis Agama Islam Negeri minimal RM
10.00. Sekiranya RM 1.00 setara dengan Rp. 3.000,00, maka orang Malaysia yang
memiliki uang senilai Rp. 30.000.00 sudah dapat berwakaf. Di Indonesia, ancangancang besarannya wakaf tunai minimal Rp.100.000. adalah lebih mahal.
Dari segi bentuk wakaf, Indonesia dan Malaysia cenderung menyukai wakaf
khairi jika dibanding dengan wakaf ahli. Keduanya mengelola wakaf semi
pemerintah. Di Indonesia oleh Badan Wakaf Indonesia, dan di Malaysia oleh Majlis
Agama Islam Negeri, semacam tingkat Majlis Ulama di Indonesia. Secara hukum,
Indonesia tampak konsisten membedakan dana zakat dan dana wakaf. Dana zakat
lebih bersifat eksklusif, sedang dana wakaf lebih fleksibel. Sangat boleh jadi inilah
61
Ismail A.Said, Zakat . . ., h. 129
81
yang menyebabkan Indonesia memilah penanganan harta zakat dengan harta wakaf,
walaupun sasarannya menurut sunnah Rasul hamipr sama dengan sasaran zakat.
Di Indonesia dan Malaysia, dana wakaf cenderung dijadikan sebagai dana publik,
bukan khusus dana umat. Karena itu wakaf dapat digunakan untuk pembangunan
fasilitas sosial, pelayanan sosial seperti rumah sakit, bank wakaf, sekolah, bantuan
bencana alam dan lainnya.
Wakaf yang kini tengah diakui signifikansinya untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat, khususnya umat Islam, tengah dikembangkan potensinya sesuai dengan
tasyri` wakaf. Saat ini muncullah pemikiran tentang wakaf tunai/ uang sebagaiaman
telah diperaktekkan di Malaysia dengan konsep wakaf saham. Selain itu, kini muncul
lagi pemberdayaan wakaf dengan reoptimalisasi aset wakaf tak bergerak yang
jumlahnya sangat banyak, baik berupa tanah maupun masjid.
Masjid adalah asset wakaf yang selama ini telah dimanfaatkan sebatas tempat
menunaikan ibadah salat. Kini muncul pemikiran untuk melakukan reoptimalisasi
masjid. Reoptimalisasi dapat mengambil contoh yang telah dikembangkan di
beberapa kota di Timur Tengah seperti Mekah, Kairo dan Damaskus atas wakaf
masjid mereka. Dengan memanfaatkan kemajuan di bidang teknologi bangunan,
memungkinkan perluasan gedung secara vertikal. Akhirnya muncul kebijakan untuk
meningkatkan sejumlah wakaf tetap masjid yang pada waktu diwakafkan hanya
terdiri dari satu lantai. Masjid-masjid tersebut kemudian banyak yang dibongkar dan
dibangun kembali beberapa lantai di atas tanah yang sama. Lantai satu digunakan
untuk masjid, lantai dua digunakan untuk ruang bimbingan belajar bagi anak-anak
sekolah, lantai tiga untuk balai pengobatan, lantai empat untuk ruang pertemuan
serbaguna, dan begitulah seterusnya.62
Adapun reoptimalisasi asset tanah wakaf adalah dengan memaksimalkan fungsi
tanah sesuai dengan kondisinya di mana ia berada. Berikut ini diperlihatkan konsep
tanah wakaf produktif sebagai berikut:
62
Ismail A.Said, Zakat . . ., h. 129
82
Kategoriasi Tanah Wakaf Produktif Strategis dan Jenis Usaha Potensial63
Kategori tanah
Jenis lokasi tanah
Jenis usaha
Pedesaan
-Tanah persawahan
-Pertanian
agrobisnis,
tambak ikan
-Tanah perkebunan
-Perkebunan,
home
industri, kebun wisata dll
- Tanah ladang
-Palawija, realestate, home
industri, peternakan.
-Tanah rawah
-Perikanan,
tanaman
sayuran
-Tanah bukit
-Perkebunan,
tempat
wisata, penyulingan air
Perkotaan
-Tanah dekat jalan protokol
-Perkantoran,
pusat
perbelanjaan,
apartemen,
gedung pertemuan dll
-Dekat jalan utama
-Pertokoan,
rumah
sakit,rumah makan, sarana
pendidikan, pom bensin,
apotik,
wartel,
warnet,bengkel mobil.
- Dekat keramaian
-BPRS/BMT,
rumah
makan,
klinik,
warung,
bengkel, apotik, catering,
jasa penitipan dll.
Tepi pantai
Pinggir laut dan rawa
Tambak
ikan,
wisata, kerajinan dll.
63
Ismail A.Said, Zakat . . ., h. 130
obyek
83
Tingkat efektifitas keberhasilan pemberdayaan wakaf sangat ditentukan oleh
penglolaannya. Indonesia maupun Malaysia cederung menganut wakaf khairi (wakaf
umum). Konsep perintukan harta wakaf selalu ditekankan pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat, dan karenanya asset dan dana wakaf yang terkelola
cenderung juga dinyatakan sebagai dana publik.
Di Indonesia telah berlangsung gerakan perwakafan nasional. Hal tersebut
ditandai dengan ditentukan secara undang-undang tentang kehadiran lembaga
independen dalam pemberdayaan dan pengawasan harta wakaf. Lembaga independen
yang dimaksud adalah Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang berkedudukan di Jakarta,
ibu kota Negara. Untuk pertama kalinya, anggota Badan Wakaf Indonesia diusulkan
oleh Menteri Agama kepada Presiden untuk diangkat. Dengan masa tugas 3 tahun.
Setelah itu, anggota BWI dipilih oleh anggota dan selanjutnya diangkat oleh Badan
Wakaf Indonesia.
Badan Wakaf Indonesia, selain berkedudukan di Jakarta, juga dapat dibentuk
BWI tingkat propinsi dan kabupaten secara khirarkis sesuai dengan kebutuhan.
Anggota Badan Wakaf Indonesia terdiri atas berbagai unsur dari masyarakat sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang nomor 41 tahun 2004
tentang wakaf.
Selain Badan Wakaf Indonsia yang memiliki posisi sentral dalam perwakafan
sesuai dengan tugas dan kewenangannya menurut perundang-undangan yang berlaku,
yang tak kalah penting peranannya adalah nazir. Nazir adalah pihak yang harus ada
tiap ikrar wakaf dan namanya harus terdaftar pada Badan Wakaf Indonesia.
Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, nazir adalah
memenuhi unsur wakaf sebagai berikut:
1. Wakif
2. Nazhir
3. Harta benda wakaf
4. Ikrar wakaf
84
5. Peruntukan harta benda wakaf
6. Jangka waktu wakaf.64
Rukun/ unsur wakaf seperti tersebut tidak seperti yang ditemukan dalam fikih
wakaf. Rukun wakaf dalam fikih adalah wakif (yang berwakaf), penerima wakaf (almauquf `alaih), harta yang diwakafkan (al-mauquf), dan sigat. Namun jika
memahami sighat dalam wakaf, maka ikrar wakaf, peruntukan harta wakaf dan
jangka waktunya dapat diakomodir di dalamnya. Mengenai nazhir, lebih pada
penekanan saja, karena sebenarnya pengelola harta wakaf ada sejak disyariatkan wkaf
itu sendiri. Dalam hadis disebutkan bahwa bagi orang yang mengelola harta wakaf
tiada mengapa mengambil ongkos/ biaya nafkah dari harta wakaf. Riwayat yang
menunjukkan hal itu adalah sebagai berikut:
‫ ال حناح على من وليها أن أيكل ابملعروف ويطعم غري متمول‬. . .
65
Artinya: . . . tiada mengapa bagi orang yang mengurus harta wakaf untuk mengambil
makan dari padanya, dan atau memberi makan dengan tidak memperkaya diri.
Di awal tasyri` wakaf, peraktik wakaf belum begitu detail pengamalannya
sebagaimana dikenal saat ini. Hal ini dikarenakan, ajaran Islam yang diperintahkan
oleh Allah dan Rasulnya lebih menekankan pada realisasi perintah dari pada teori
(fikih). Namun seiring dengan jalannya waktu, lambat laun perintah dan larangan
syara’ dipahami berdasarkan ijtihad, tidak terkecuali wakaf.
Dalam hukum perwakafan kontemporer, fikih wakaf lebih menonjol, tidak
terkecuali maslah nazhir. Dahulu, nazhir disebut tidak terlalu tegas, kecuali sekadar
memelihara harta wakaf secara tradisional. Bahkan, nazhir secara berdiri sendiri
dalam perwakafan belum merupakan sesuatu yang eksplisit sebagai bagian wakaf
(rukun). Fakta menunjukkan bahwa umumnya wakaf ditangani langsung oleh wakif,
misalnya wakaf Umar bin Khattab sebagaimana terebut dalam riwayat.
64
65
Depeartemen Agama, Undang-Undang . . ., h. 5-6
Al-Bukha>ri, S{ah}ih} al-Bukha>ri, Juz 3, (t.t: Da>r al-Fikr, 1980), h. 185
85
Dalam hukum perwakafan Indonesia, nazir wakaf menempati posisi penting dan
strategis. Dalam paal 11 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 disebutkan bahwa
tugas Nazhir adalah:
a. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf.
b. Fungsi dan peruntukannya.
c. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
d. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Selanjutnya, pasal 12 menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam pasal 11, Nazhir dapat menerima imbalan dari hasil
bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak
melebihi 10% (sepuluh persen).
Pasal tersebut sangat sesuai dengan hadis Nabi saw. bahwa pengelola harta wakaf
dapat memperoleh kesejahteraan dari harta wakaf. Pembatasan 10 % adalah sejalan
dengan larangan mengambil imbalan dari harta wakaf untuk memperkaya diri.
Kendatipun harta benda wakaf memiliki korelasi dengan ekonomi, namun harta
wakaf itu tetap hal yang transendental, sehingga harus ada pengabdian/ ibadah dalam
pengelolaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-`Asqala>niy, Ibnu H{a>jar. Fath}u al-Ba>riy Syarh}u S{ah}ih} al-Bukha>riy. Juz
5. Cetakan 1. T.t: Maktabah Mesir, 2001
Abdul Hamid, Muhammad Muhyiddin. Ah}ka>m al-Mawa>ris\ fi al-Syari`at alIsla>miyyat `Ala> Maz\a>hib al-Arba`ah. Cetakan 1. t.t: Da>r al-Kita>b al`Arabiy, 1984
A.A.Islahi. Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah. Cetakan 1. Surabaya: PT.Bina Ilmu,
1997
A.Said, Ismail. Indonesia Zakat & develpment Report. Ciputat: t.p, 2009
Balai Pustaka. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Cetakan 3.Jakarta: PT. Delta
Pamungkas, 1997
Al-Bukha>riy. S{ah}ih} al-Bukha>riy. Juz 3. t.t: Da>r al-Fikr, 1980
Depeartemen Agama. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Wakaf.
Jakata: Direktorat Jenderal bimbingan Masyarakat Islam, 2007
Dewan Redaksi. Ensiklopedi Islam. Cetakan 3. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve,
1995
Da>\wud, Abu\. Sunan Abi> Da>\wud. Juz 3. Cetakan 1. t.t: Da>r al-Fikr, 1990
Hassan, Ahmad. Al-Aura>q al-Naqdiyyat fi al-Iqtis}a>d al-Isla>miy. Diterjemahkan
oleh Saifurrahman dan Zulfikar Ali dengan judul “ Mata Uang Islam Telaah
Konprehensif sistem Keuangan Islam. Jakarta: PT.Persada, 2005
Huda, Nurul; Muhammad Heykal. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan
Peraktis. Cetakan 1. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010
Al-Khalidi, Mahmud. Zaka>t al-Nuqu>d al-wa>qi`iyyat al-Mu`a>s}irah. Cetakan 1.
Oman: Maktabah al-Hadi>s\ah, 1985
Kas\i>r, Ibnu. Tafsi>r al-Qur’an al-`Az}i>m.jilid 1. Beirut: Da>r al-Fikr, 1992
Al-Kha>tib, Muhammad Syarbini. Al-Iqna` Fi> H{alli Alfa>z} Abi> Syuja>’.
Beirut-Libanon: Da>r al-fikr, 1995
Laldin, Muhammad Ikram dkk. Maqasid al-Syariah dalam Pelaksanaan Wakaf
(kertas kerja).
Al-Mawardi. Al-Ah}ka>m al-Sult}a>niyyat wa al-Wala>yat al-Di>niyyah. Cetakan
2. Mesir: Mustafa al-Ba>bi al-Halabi, 1973
Ma>jah, Ibnu. Sunan Ibni Ma>jah. Juz 1. t.t: Da>r al-Fikr, t.th.
Salam, Abu> `Ubaid bin. Kita>b al-Amwa>l. Cetakan 2. Beirut: Da>r al-Fikr, 1988
Ruyd, Ibnu. Bida>yat al-Mujtahid. Juz 1. Semarang: Usaha Keluarga, t.th
Rachmat, Naziroeddin. Harta Wakaf. Cetakan 1. Jakarta: Bulan Bintang, 1964
Sudirman. Zakat Dalam Pusaran Arus Modernitas. Malang: UIN Malang Press, 2007
Al-Sayuti, Jala>luddin. Al-Ja>mi` al-S{agi>r. Juz 2. Beirut: Da>r al-Fikr,1981
Al-Syarifain, al-Hadim al-Haramain. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Madinah alMunawarah: Mujamma’ Malik Fahd, 1412 H
Ash-Shiddieqy, TM. Beberapa Permasalahan Zakat. Cetakan 1.Jakarta: Tinta Mas, s
Souy’b, Joesosef. Masalah Zakat dan Sistem Moneter. Cetakan 1. Medan: Rinbow,
1987
84
85
Al-Sarkhasiy. Al-Mabsu>t}. Juz 3. Beirut: Da>r al-Ma`rifah, 1989
Syahhatih, Ismail. Penerapan Zakat Dalam Dunia Modern. Cetakan 1. Jakarta:
Pustaka Dian & Antar Kota , 1987
Yusuf, Abu. Kita>b al-Khara>j. Beirut-Libanon: Da>r al-Ma’rifah, 1979
Qal`ajiy, Muhammad Rawwa>s.Mausu>`at Fiqh Umar bin al-Khat}t}a>b. Cetakan
1. t.t: tp. 1981
Al-Zuhailiy. Wahbah. Al-fiqh al-Isla>miy Wa Adillatuh. Juz 2. Ceakan 3. Damaskus:
Da>r al-Fikr, 1989.
Download