KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI A DE CHARGE

advertisement
KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI A DE CHARGE DALAM
TINDAK PIDANA PEREDARAN OBAT TRADISIONAL
TANPA IJIN EDAR
(Tinjauan Yuridis Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN. CLP)
SKRIPSI
MARFITA KUNTO RAHAYU
E1A008022
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2013
KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI A DE CHARGE DALAM
TINDAK PIDANA PEREDARAN OBAT TRADISIONAL
TANPA IJIN EDAR
(Tinjauan Yuridis Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN. CLP)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Oleh :
MARFITA KUNTO RAHAYU
E1A008022
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2013
ii
SKRIPSI
KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI A DE CHARGE DALAM
TINDAK PIDANA PEREDARAN OBAT TRADISIONAL
TANPA IJIN EDAR
(Tinjauan Yuridis Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN. CLP)
Oleh:
MARFITA KUNTO RAHAYU
E1A008022
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Diterima dan disahkan
Pada tanggal
Februari 2013
Para Penguji/Pembimbing
Penguji I/
Penguji II/
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Hibnu Nugroho, S.H.,M.H.
NIP. 19640724 199002 1 001
Penguji III
Pranoto, S.H.,M.H.
Handri Wirastuti .S., S.H.,M.H.
NIP. 19540305 198901 1 001
NIP. 19581019 198702 2 001
Mengetahui
Dekan,
Dr. Angkasa, S.H.,M.Hum.
NIP. 19640923 198901 1 001
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI A DE CHARGE
DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN OBAT TRADISIONAL
TANPA IJIN EDAR
(Tinjauan Yuridis Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN. CLP)
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan semua sumber data serta
informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa
kebenaranya.
Apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi termasuk
pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.
Purwokerto, Januari 2013
Marfita Kunto Rahayu
E1A008022
iv
ABSTRAK
Seorang tersangka atau terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan maupun
pemeriksaan dalam sidang pengadilan mempunyai hak untuk membela diri, dengan
diberi kesempatan untuk mengajukan seorang saksi A De Charge yang dianggap
dapat meringankan atau membela dirinya sebagai upaya untuk melemahkan dakwaan
Jaksa Penuntut Umum, sehingga keterangan saksi A De Charge dapat dipergunakan
sebagai bahan pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan sehingga
menjunjung tinggi kebenaran sejati. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik
untuk meneliti dan menuangkan hasilnya dalam skripsi yang berjudul : KEKUATAN
ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI A DE CHARGE DALAM TINDAK
PIDANA PEREDARAN OBAT TRADISIONAL TANPA IJIN EDAR (Tinjauan
Yuridis Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP)
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang
pertama, mengapa saksi A De Charge dihadirkan dalam persidangan dalam Putusan
Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP ? Kedua, bagaimanakan kekuatan pembuktian
keterangan saksi A De Charge dalam tindak pidana peredaran obat tradisional tanpa
ijin edar pada Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP ?
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui alasan mengahadirkan saksi A De
Charge dalam persidangan dan juga untuk mengetahui kekuatan pembuktian
keterangan saksi A De Charge di persidangan dalam tindak pidana peredaran obat
tradisional tanpa ijin edar pada Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa Saksi A De Charge
dihadirkan dalam persidangan adalah untuk memberikan keterangan yang
menguntungkan bagi tersangka atau terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 65
KUHAP, maka terdakwa atau penasihat hukum terdakwa berhak mengahadirkan
saksi A De Charge, untuk mengungkapkan fakta yang bersifat membalik atau
melemahkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum atau setidaknya meringankan terdakwa,
untuk menegakan keadilan tersangka atau terdakwa berhak untuk membuktikan
bahwa dirinya tidak bersalah , antara lain dengan menghadirkan saksi A De Charge
dalam persidangan. Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi A De Charge dalam
Tindak Pidana Peredaran Obat Tradisional Tanpa Ijin Edar merupakan alat bukti yang
sah dan hakim bebas untuk menerima atau menyingkirkan isi keterangan saksi A De
Charge yang diberikan dipersidangan untuk dasar pertimbangan hukum bagi hakim
dalam menjatuhkan putusan pidana penjara 4 (empat) bulan, 3 (tiga) hari terhadap
terdakwa.
Kata kunci : Pembuktian, Saki A De Charge, Peredaran Obat Tradisional Tanpa Ijin
v
ABSTRACT
A suspect or defendant in a preliminary interrogation or court interrogation
has the right to defend him, by having the given opportunity to get a witness A De
Charge which is considered to relieve or defend himself in an attempt to weaken the
prosecution accusations that the witness A De Charge can be used as a consideration
for the judges in taking decisions that uphold the truth. Based on the description, the
author is interested in making the research and making thesis entitled: THE POWER
OF A DE CHARGE WITNESS AS THE EVIDENCE ON THE CRIMINAL COURT
OF TRADITIONAL MEDICINE ILLEGAL DISTRIBUTION ( Judicial Review
Decision Number: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP)
Based on the explanation above, problems can be formulated into; first, A De
Charge why are the witnesses presented at the court in decision No.
113/Pid.Sus/2010/PN.CLP? Second, how does the strength of evidence A De Charge
witnesses in criminal charge of traditional medicine illegal distribution on the
decision No: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP?
The purpose of this research is to determine why A De Charge witness
presents the cour, and also to determine the strength of A De Charge witness as the
evidence on the criminal court of traditional medicine illegal distribution on the
decision No: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP.
Based on the research it can be concluded that the presence of witness A De
Charge at the court is to give the suspect or the accused beneficial information as
provided for in Article 65 of the Code of Criminal Procedure, the defendant or the
defendant’s lawyer may have a witness A De Charge, to reveal reverse facts or to
weaken accusations or at least to relieve the defendant, to uphold the suspect’s right
or defendant has the right to prove his innocence, including witnessesgy A De Charge
in the court. The power of A De Charge witness as the evidence on the criminal court
of traditional medicine illegal distribution is a valid evidence and the judge is free to
accept or ignore the given contents of A De Charge witness testimony in the court as
the legal basis for the judge’s decision to impose an imprisonment 4 (four) month,
three (3) days of the defendant.
Key Word: Evidence, A De Charge Witness, Illegal Distribution of Traditional
Medicine
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan
judul “KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI A DE CHARGE
DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN OBAT TRADISIONAL TANPA IJIN
EDAR (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN. CLP)”.
Berbagai kesulitan dan hambatan Penulis hadapi dalam penyusunan skripsi
ini. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini juga tidak lepas dari
bimbingan, dorongan, bantuan materiil dan moril serta pengarahan dari berbagai
pihak, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Maka dari itu, Penulis
ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Angkasa, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Jenderal Soedirman yang telah memberikan izin terhadap penelitian ini.
2. Dr. Hibnu Nugroho, S.H.,M.H., selaku Pembimbing Skripsi I yang telah
memberikan bimbingan, petunjuk, kritik, arahan, dan saran yang sangat
membangun serta banyak menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
khususnya dalam lingkup Hukum Acara Pidana bagi penulis, sehingga penulis
mendapatkan kelancaran dan kemudahan dalam mengerjakan skripsi sampai
selesai.
3. Pranoto, S.H.,M.H., selaku Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan
bimbingan, petunjuk, kritik, arahan, dan saran yang sangat membangun dalam
penyusunan skripsi ini.
vii
4. Handri Wirastuti Sawitri, S.H.,M.H. selaku Dosen Penguji Skripsi yang turut
menilai dan memberi masukan pada skripsi penulis.
5. Dr. Hj. Sulistyandari, S.H.,M.Hum. selaku Pembimbing Akademik.
6. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang telah
memberikan banyak ilmu kepada penulis selama mengikuti kuliah di Fakultas
Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
7. Seluruh staf karyawan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang
telah banyak membantu dalam proses menuju kelulusan.
8. Kedua orang tua tercinta, Sugiyanto dan Kuntarsih, yang selalu mendoakan,
memberi nasihat dan motivasi selama penulis mengerjakan skripsi.
Penulis dalam penulisan skripsi ini telah berusaha dengan sebaik-baiknya,
namun mengingat keterbatasan yang ada pada diri penulis, maka penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.
Purwokerto, Januari 2013
Penulis
viii
PERSEMBAHAN
Kupersembahakan Skripsi ini Kepada :
Terima kasih yang terutama kepada Allah Swt yang telah memberikan segala rahmat
dan hidayahnya kepada saya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan
tiada halangan apapun.
Kedua Orang Tua Tercinta
Bapak Sugiyanto dan Ibu Kuntarsih yang aku sayangi yang selalu memberiku
nasihat, motivasi dan senantiasa menyemangati ku selama menyelesaikan
skripsi. Dan pastinya doa yang tiada henti hingga aku menyandang gelar
Sarjana Hukum. Kasih dan perhatianmu tidak terkira. Timakasih Bapak Ibu,
Love you.
Keluarga Kunto Tercinta
Mas Polisi Haryono, S.H., Mba Polwan Irma Kunto Liana, S.H., Dek Berliana
Kunto Febrianti, Ponakanku yang cantik-cantik n unyu-unyu Khansa Putri
Maharani dan Zabrina Putri Mahardiaz terimakasih buat semua motivasi,
semangat, doa dan dorongannya buat itong sampe itong bisa jadi Sarjan
Hukum. Itong sayang kalian semua.
Sahabat-Sahabat Tercinta
Untuk Dewinta Indra Purnamasari, S.H., Riska Andriana,S.H., Citrafani
Leksani, Sandro Agustin,S.H., Amy Rizky n semua teman_teman FH UNSOED,
Special untuk Lik Jisonk dan keluarga Kos Anggrek Tersayang terima kasih
karena telah membantu, setia menemani, sealalu membuatku semangat,
memberiku masukan. Ada kalian membuat skripsiku menajdi lebih berwarna.
Miss You All .
Motifatorku Tersayang
Mamas Pol Dwi Bayu Kurniawan, S.H., terima kasih mamas karna selalu
memberikan semangat, motivasi, nasihat, doa, selalu setia mendengarkan segala
keluh kesah ku pada saat mengerjakan skripsi, setia menemani hariku dari
semester satu hingga aku lulus yang selalu ada buat aku, Love You mamas,
terimakasih banyak….
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN ............................................................................ i
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
ABSTRACT ............................................................................................................ vi
PRAKATA .............................................................................................................. vii
PERSEMBAHAN ................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ..................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5
D. Kegunaan Penelitian ..................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Tujuan Hukum Acara Pidana .............................................. 7
B. Asas-asas Hukum Acara Pidana ................................................................... 13
C. Pembuktian
1. Pengertian dan Tujuan Pembuktian ....................................................... 25
x
2. Sistem Pembuktian ................................................................................. 31
3. Alat Bukti Menurut KUHAP ................................................................. 38
D. Keterangan Saksi
1. Pengertian Saksi ..................................................................................... 47
2. Macam-macam Saksi ............................................................................. 52
E. Saksi A De Charge
1. Alasan dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi A De Charge ........................ 53
2. Kekuatan Pembuktian Saksi A De Charge ............................................. 62
F. Obat Tradisional
1. Pengertian Obat Tradisional ................................................................... 66
2. Tindak Pidana Obat Tradisional ............................................................ 67
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan ...................................................................................... 71
B. Spesifikasi Penelitian ................................................................................... 71
C. Sumber Data ................................................................................................. 71
D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum .......................................................... 72
E. Metode Penyajian Bahan Hukum ................................................................. 72
F. Metode Analisis Bahan Hukum ................................................................... 73
G. Spesifikasi Penelitian Terdahulu .................................................................. 73
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ............................................................................................ 78
B. Pembahasan .................................................................................................123
xi
BAB V PENUTUP
A. Simpulan .....................................................................................................153
B. Saran ............................................................................................................154
DAFTAR PUSTAKA
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum acara pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana maka
dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana
badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan
harus bertindak guna mencapai tujuan negara menegakan hukum pidana. Menurut
Darwan Prints1 hukum acara pidana adalah:
“Hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan atau
menyelenggarakan Hukum Pidana Materiil, sehingga memperoleh keputusan
Hakim dan cara bagaimana isi keputusan itu harus dilaksanakan.”
Tujuan Hukum acara pidana untuk mendapatkan kebenaran yang selengkaplengakapnya. Hal ini diterangkan oleh Andi Hamzah2, yaitu:
“Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan
atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan
ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk
mencari siapakah pelaku yang dapat di dakwakan melakukan suatu
pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari
pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana
telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.”
Hakim pada prinsipnya dalam menjatuhkan putusan selalu mendasarkan pada
alat-alat bukti yang sah, oleh karena itu dalam usaha membuktikan apakah tindak
1
2
Darwan prints, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Jakarta : Djambatan, 1989, hal 2.
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, hal. 1-8.
2
pidana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum itu terbukti atau tidak. Hakim harus
berhati-hati dalam menilai dan mempertimbangkan masalah pembuktian, karena
dengan pembuktian ini ditentukan nasib seorang terdakwa.
Alat bukti yang sah dalam Pasal 184 KUHAP ialah: keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Keterangan saksi sangatlah
lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh
seorang saksi dimaksudkan untuk mengetahui apakah memang telah terjadi suatu
perbuatan pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.
Keberadaan saksi untuk memberikan keterangan dalam penyelesaian perkara
pidana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 26 mengatakan
mengatakan bahwa:
“Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.”
Tidak ada perkara pidana yang luput dari pembuktian alat bukti keterangan
saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu bersandar pada pemeriksaan
keterangan saksi. Sekurang-kurangnya di samping pembuktian dengan alat bukti yang
lain, masih selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.3
3
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Jakarta : Sinar Grafika, 2007, hal. 286.
3
Keterangan saksi memiliki posisi penting dalam pembuktian perkara pidana
sebagaimana terlihat dalam penempatannya pada Pasal 184 KUHAP, yang
menyatakan bahwa keterangan saksi adalah alat bukti utama. Keterangan saksi dalam
kedudukannya sebagai alat bukti dimaksudkan untuk membuat terang suatu perkara
yang sedang diperiksa diharapkan dapat menimbulkan keyakinan pada hakim, bahwa
suatu tindak pidana itu benar-benar telah terjadi dan terdakwa telah bersalah
melakukan tindak pidana tersebut.
Seorang tersangka atau terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan maupun
pemeriksaan dalam sidang pengadilan mempunyai hak untuk membela diri, dengan di
beri kesempatan untuk mengajukan seorang saksi yang dianggap dapat meringankan
atau membela dirinya dalam pemeriksaan tersebut, sehingga dapat mempengaruhi
keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal
65 KUHAP, yaitu:
“ Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi
dan atau seorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan
keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.”
Saksi A De Charge, adalah saksi yang dipilih atau diajukan oleh Terdakwa
atau Penasihat hukum, yang sifatnya meringankan terdakwa. Bentuk perlindungan
hak asasi, tersangka atau terdakwa adalah melakukan pembelaan terhadap dirinya
yang salah satu caranya dengan mengajukan saksi yang
sekiranya dapat
memperingan pidana yang diberikan kepadanya atau Saksi A De Charge. Hal ini
sesuai dengan ketentuan Pasal 116 ayat (4) KUHAP, yaitu:
4
“Dalam hal tersangka menyatakan bahwa dia akan mengajukan saksi yang
menguntungkan bagi dirinya, penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi
tersebut”.
Menarik untuk diteliti adalah Putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor:
113/Pid.Sus/2010/PN.CLP yaitu bahwa terdakwa (SS) bertempat di Jl. Kapten
Sukandar Desa Karangjati Rt.01 Rw.04, Kecamatan Sampang Kabupaten Cilacap
mendirikan usaha obat tradisional/ jamu yang bernama PJ GUNA SEHAT, dimana
terdakwa memproduksi dan mengedarkan jamu merek JAMU GEMUK (menambah
berat badan) yang belum memiliki ijin perijinan dan telah menggunakan Nomor ijin
edar jamu GEMUK GS yang dinyatakan tidak berlaku dan sudah direcal (ditarik dari
peredaran) dan jamu PEGELLINU (menyembuhkan pegal linu) yang belum memiliki
ijin perijinan dan telah menggunakan Nomor ijin edar jamu ENCOK yang dinyatakan
tidak berlaku dan sudah direcal (ditarik dari peredaran). Dalam proses pemeriksaan
sidang pengadilan Penasihat Hukum Terdakwa mengajukan dua saksi A De Charge
yaitu Amir Fatah, SH dan Sudiarto, SH yang memberikan keterangan dibawah
sumpah menurut agamanya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti dan menuangkan
hasilnya dalam skripsi berjudul:
KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI A DE CHARGE DALAM
TINDAK PIDANA PEREDARAN OBAT TRADISIONAL TANPA IJIN EDAR
(Tinjauan Yuridis Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP)
5
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Mengapa saksi A De Charge dihadirkan dalam persidangan dalam Putusan
Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP ?
2. Bagaimanakan kekuatan pembuktian keterangan saksi A De Charge dalam
tindak pidana peredaran obat tradisional tanpa ijin edar pada Putusan Nomor:
113/Pid.Sus/2010/PN.CLP ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui alasan mengahadirkan saksi A De Charge dalam
persidangan dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP.
2. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian keterangan saksi A De Charge di
persidangan dalam tindak pidana peredaran obat tradisional tanpa ijin edar
pada Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun yang menjadi kegunaan penelitian dalam penulisan karya tulisan ini
adalah :
1.
Kegunaan Teoritis
Kegunaan
teoritis
penelitian
ini
berguna
untuk
memberikan
pengetahuan dan wawasan mengenai tindak pidana peredaran obat tradisional
tanpa ijin edar serta untuk mengetahui proses pembuktian keterangan saksi A
De Charge sebagai alat bukti.
6
2.
Kegunaan Praktis
Kegunaan praktis hasil penelitian diharapkan dapat menambah
pengetahuan bagi pembaca, masyarakat secara umum mengenai proses
pembuktian keterangan saksi A De Charge.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Tujuan Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana maupun Hukum Pidana, keduanya tidak dapat
dipisahkan dan sangat erat kaitannya satu dengan yang lainnya. Hukum Acara Pidana
dapat dikatakan sebagai hukum formilnya hukum pidana, artinya bahwa Hukum
Acara Pidana ini merupakan hukum yang mengatur bagaimana Negara melalui
alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana. Hukum
Acara Pidana biasa disebut juga hukum pidana formal yang mengatur bagaimana
Negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan
pidana.4
Pengaturan mengenai Hukum Acara Pidana diatur dalam Undang-Undang No
8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Hukum acara pidana ruang lingkupnya lebih sempit, yaitu hanya mulai mencari
kebenaran, penyelidikan, penyidikan, dan berakhir pada pelaksanaan pidana
(eksekusi) oleh jaksa, maka dengan terciptanya KUHAP untuk pertama kalinya di
Indonesia diadakan kodifikasi dan unifikasi yang lengkap dalam arti meliputi seluruh
proses pidana dari awal (mencari kebenaran) sampai pada tahap kasai di Mahkamah
4
Muhamad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek,
Jakarta : Ghalia Indonesia, 2004, hal.1.
8
Agung, bahkan sampai meliputi peninjauan kembali. Dalam ruang lingkupnya yang
luas, baik hukum pidana sustansif (materiil) maupun hukum acara pidana (hukum
pidana formal) disebut hukum pidana. Hukum acara pidana berfungsi untuk
menjalankan hukum acara substansif (materiil), sehingga disebut hukum pidana
formal atau hukum acara pidana.
KUHAP tidak menerangkan lebih lanjut mengenai pengertian Hukum Acara
Pidana, akan tetapi lebih menekankan pada bagian-bagiannya seperti penyidikan,
penuntutan, mengadili, praperadilan, putusan pengadilan, upaya hukum, penyitaan,
penggeledahan, penangkapan, penahanan, dan yang lainnya.
Pengertian hukum acara pidana lebih banyak didefinisikan oleh para ahli
hukum seperti definisi yang diberikan oleh de Bosch Kemper, bahwa Hukum Acara
Pidana adalah keseluruhan asas- asas dan peraturan undang-undang mengenai mana
Negara menjalankan hak-haknya karena terjadi pelanggaran undang-undang pidana.
Pendapat lain dari Simons5 juga mengemukakan bahwa ia melukiskan hukum acara
pidana sebagai berikut :
“Hukum Acara Pidana disebut juga hukum pidana formal untuk membedakan
dengan hukum pidana material. Hukum pidana material atau hukum pidana itu
berisi petunjuk dan uraian tentang delik, peraturan tentang syarat-syarat dapatnya
dipidana sesuatu perbuatan, petunjuk tentang orang yang dapat dipidana, dan
aturan tentang pemidanaan: mengatur kepada siapa dan bagaimana pidana itu
dapat dijatuhkan. Sedangkan hukum pidana formal mengatur bagaimana negara
melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan
pidana, jadi berisi acara pidana.”
5
Mohammad Taufik Makaro dan Suharsil, Op Cit, hal 1.
9
Definisi yang diberikan oleh C.S.T Kansil 6 yaitu sebagai berikut:
“Hukum acara pidana adalah rangakian peraturan hukum yang menentukan
bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan, perkara-perkara
kepidanaan dan bagaimana cara-cara menjatuhkan hukuman oleh hakim, jika
ada orang yang disangka melanggar aturan hukum pidana yang telah
ditetapkan sebelum perbuatan melanggar hukum itu terjadi dapat juga disebut
rangakaian kaedah-kaedah hukum tentang cara memelihara dan
mempertahankan hukum pidana materil.”
Selanjutnya Andi Hamzah7 menyebutkan dalam bukunya, ruang lingkup
hukum pidana yang luas, baik hukum pidana substantif (materiil) maupun hukum
acara pidana (hukum pidana formal) disebut hukum pidana. Menerangkan Hukum
acara pidana sebagai beriku:
“Hukum Acara Pidana berfungsi untuk menjalankan hukum acara pidana
substantif (materiil), sehingga disebut hukum pidana formal atau hukum acara
pidana. Hukum pidana formal (hukum acara pidana) mengatur tentang
bagaimana Negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk
memidana dan menjatuhkan pidana. KUHAP tidak memberikan definisi
tentang hukum acara pidana, tetapi bagian-bagiannya seperti penyidikan,
penuntutan, mengadili, praperadilan, putusan pengadilan, upaya hukum,
penyitaan, penggeledahan, penangkapan, penahanan, dan lain-lain. Seperti
yang telah diuraikan dalam Pasal 1 KUHAP.”
Rumusan pengertian Hukum Acara Pidana sebagaimana dikemukakan oleh
para sarjana tersebut di atas, pada hakekatnya tujuan yang hendak dicapai oleh
ketentuan hukum acara pidana adalah mencari dan mendapatkan kebenaran dari suatu
perkara pidana.
6
C.S.T. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. .
1989, hal.330.
7
Andi Hamzah, Op. Cit. hal. 4.
10
Secara singkat dapat diartikan bahwa norma hukum acara pidana menjadi
saluran tertentu untuk menyelesaikan kepentingan apabila terjadi perbuatan melawan
hukum yang diatur dalam hukum pidana. Pada dasarnya norma hukum acara pidana
mengatur,
atau
memerintahkan,
atau
melarang
untuk
bertindak,
dalam
mennyelenggarakan upaya manakala ada sangkaan/terjadi perbuatan pidana agar
dapat dilakukan penyelidikan, penyidikan, tuntutan hukum, pemeriksaan perkara,
putusan hakim dan pelaksanaan keputusan oleh petugas yang berwenang dengan
keharusan untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia serta Negara. 8
Tujuan Hukum Acara Pidana
Suatu peraturan hukum pastinya dibuat dengan memiliki suatu tujuan yang
nantinya hendak untuk dicapai. Peraturan hukum apabila dibuat tanpa suatu tujuan
maka tidak akan memiliki nilai guna atau manfaat, begitupun sebaliknya jika sebuah
peraturan hukum itu dibuat berdasarkan suatu tujuan maka akan memiliki suatu nilai
guna yang nantinya akan berguna dalam pelaksanaannya. Semakin baik tujuan yang
akan dicapai maka semakin bernilai dan semakin diataatinya peraturan itu oleh
masyarakat dalam hal untuk mencari sebuah keadilan.
Tujuan hukum acara pidana mencari dan mendapatkan kebenaran telah
ditegaskan dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP yang dikeluarkan oleh Menteri
Kehakiman sebagai berikut :
8
2
Bambang, Poernomo, Orientasi Hukum Acara Pidana, Jogjakarta: Amarta Buku, 1988, hal.
11
“Tujuan hukum acara pidana adalah untuk mencari dan memperoleh
kebenaran materill ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu
perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara
jujur dan tepat, dengn tujuan untuk mencari siapakah pelaku dari yang dapat
didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum dan selanjutnya meminta
pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti
bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu
dapat dipersalahkan.”9
Menurut Mr.J.M. Van Bemmelen10 dalam bukunya Leerboek van her
Nederlandse Straf Frocesrecht, menyimpulkan bahwa tiga fungsi pokok acara pidana
adalah :
a. Mencari dan menemukan kebenaran;
b. Pengambilan putusan oleh hakim;
c. Pelaksaan daripada putusan.
Dari ketiga fungsi tersebut yang paling penting adalah mencari kebenaran
karena merupakan tumpuan kedua fungsi berikutnya, kemudian setelah
menemukan kebenaran yang diperoleh melalui alat bukti dan bahan bukti
itulah, hakim akan sampai pada putusan ( yang seharusnya adil dan tepat )
yang kemudian dilaksanakan oleh jaksa. Bagaimanapun tujuan hukum acara
pidana adalah mencari kebenaran merupakan tujuan antara, dan tujuan akhir
sebenarnya adalah mencapai suatu ketertiban, ketentraman, kedamaian,
keadilan, dan kesejahteraan dalam masyarakat.
Pendapat yang diberikan oleh Bambang Poernomo
11
ditambahkannya tugas
yang keempat, yaitu mengadakan tindakan penuntutan secara benar, sehingga
menjadi:
1)
2)
3)
4)
9
Mencari dan menemukan kebenaran hukum;
Memberikan suatu putusan hakim;
Melaksanakan (eksekusi) putusan hakim;
Mengadakan tindakan penuntutan secara benar.
Andi Hamzah, Op,Cit, hal. 4.
Ibid, hal. 8.
11
Nikolas Simanjuntak, Acara Pidana Indonesia Dalam Sirkus Hukum. Bogor: Ghalia
Indonesia, 2009, hal. 26-27
10
12
Pendapat dari Nikolas Simanjuntak
12
ditambahkannya tugas yang kelima
yakni memperjuangkan untuk melaksanakan perlindungan yang adil dan berkepastian
bagi korban dan atau saksi atau pelapor terjadinya perbuatan pidana itu, sehingga
menjadi:
1)
2)
3)
4)
5)
Mencari dan menemukan kebenaran hukum;
Memberikan suatu putusan hakim;
Melaksanakan (eksekusi) putusan hakim;
Mengadakan tindakan penuntutan secara benar;
Memperjuangkan untuk melaksanakan perlindungan yang adil dan
berkepastian bagi korban dan atau saksi/pelapor terjadinya perbuatan
pidana itu.
Setelah menemukan kebenaran yang diperoleh melalui alat bukti dan bahan
bukti itulah, hakim akan sampai kepada putusan (yang seharusnya adil dan tepat)
yang kemudian dilaksanakan oleh Jaksa13.
Sesuai dengan pendapatnya Andi
Hamzah 14. Yaitu :
“Bahwa dari ketiga fungsi tersebut yang paling penting adalah mencari
kebenaran karena merupakan tumpuan dari kedua fungsi berikutnya,
kemudian setelah menemukan kebenaran yang diperoleh melalui alat bukti
dan bahan bukti itulah, hakim akan sampai kepada putusan (yang seharusnya
adil dan tepat) yang kemudian dilaksanakan oleh jaksa. Bagaimanapun tujuan
hukum acara pidana adalah mencari kebenaran merupakan tujuan antara, dan
tujuan akhir sebenarnya adalah mencapai suatu ketertiban, ketentraman,
kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan dalam masyarakat.”
Tujuan hukum acara pidana pada hakekatnya mencari kebenaran materiil
(materiele waarheid, substantial truth) dan perlindungan hak asasi manusia
protection of human rights). Para penegak hukum mulai dari Polisi, Jaksa sampai
12
Ibid, hal. 27
Ibid, hal. 9
14
Andi Hamzah, Op.cit. hal.9
13
13
pada Hakim dalam menyelidik, menuntut dan mengadili perkara senantiasa harus
berdasarkan kebenaran, harus berdasarkan hal yang benar-benar terjadi. Maka
diperlukan petugas-petugas yang handal, jujur dan berdisiplin tinggi dan tidak cepat
tergoda oleh janji-janji yang menggiurkan.15
Mengenai landasan atau garis-garis tujuan yang hendak dicapai KUHAP, pada
dasarnya dapat ditelaah pada huruf c Konsiderans, yang dirumuskan:
“Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara
pidana adalah agar masyarakat mengkhayati hak dan kewajibannya dan untuk
meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan
fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan
perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian
hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang
Dasar 1945.”
B. Asas – Asas Hukum Acara Pidana
Menurut Andi Hamzah16
Dalam hukum acara pidana modern, dikenal beberapa asas yang sangat
berkaitan dengan hak-hak asasi manusia bahkan ada yang sama dengan
ketentuan Universal Declaration of Human Right PBB dan European
Convention. Asas-asas tersebut seluruhnya dapat ditemukan dalam UndangUndang No.4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman dan Undang-Undang
No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Asasasas tersebut adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
15
Asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan
Asas praduga tak bersalah atau presumption of innonccence
Asas opurtunitas
Asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum
Asas semua orang diperlakukan sama di depan hakim
Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Bandung: Mandar
Maju, 2001, hal. 24.
16
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia I, jakarta : Ghalia Indonesia, 1986, hal. 13.
14
f. Tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum
g. Asas akusator dan inkuisitor
h. Asas penerapan hakim yang langsung dan lisan
a. Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan
Asas ini telah dirumuskan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Kekuasaan
Kehakiman Nomor 48 Tahun 2009 :
“Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala
hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana,
cepat, dan biaya ringan.”
Beberapa ketentuan dalam KUHAP dapat dilihat sebagai penjabaran asas peradilan
cepat, salah satunya Pasal 50 KUHAP :
“Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan
selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum. Tersangka berhak
perkaranya dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum. Terdakwa berhak
segera diadili oleh pengadilan.”
Ada beberapa ketentuan KUHAP sebagai penjabaran asas peradilan yang
cepat, tepat , dan biaya ringan, antara lain tersangka atau terdakwa mempunyai hak
atas suatu hal, sesuai dengan pendapatnya M. Yahya Harahap 17 yaitu :
1)
2)
3)
4)
Segera mendapat pemeriksaan dari penyidik;
Segera diajukan kepada penuntut umum oleh penyidik;
Segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum;
Berhak segera diadili oleh pengadilan.
Asas sederhana dan biaya ringan dijabarkan dalam KUHAP:
1. Penggabungan pemeriksaan perkara pidana dengan tuntutan ganti rugi yang
bersifat perdata oleh seorang korban yang mengalami kerugian sebagai akibat
17
M. Yahya, Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Penyidikan dan
Penuntutan), Jakarta: Sinar Garfika, 2000, hal.53
15
langsung dari tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa (Pasal 98 KUHAP).
2. Banding tidak dapat diminta dalam putusan “acara cepat”.
3. Pembatasan penahanan dengan memberi sanksi dapat dituntut ganti rugi dalam
sidang praperadilan, tidak kurang artinya sebagai pelaksanaan dari prinsip
mempercepat dan menyederhanakan proses penahanan.
4. Peletakan asas diferensiasi fungsional, memberi makna penyederhanaan
penanganan fungsi dan wewenang penyidik, agar tidak terjadi penyidikan bolakbalik, tumpang tindih atau overlapping dan saling bertentangan.18
Menurut Bambang Poernomo 19:
“Proses perkara pidana yang dilaksanakan dengan cepat diartikan
menghindarkan segala rintangan yang bersifat prosedural agar tercapai
efisiensi kerja dalam waktu yang singkat. Proses yang sederhana diartikan
penyelenggaraan administrasi peradilan secara terpadu agar pemberkasan
perkara dari masing-masing instansi yang berwenang berjalan dalam satu
kesatuan yang tidak memberikan peluang saluran dalam bekerja yang berbelitbelit. Biaya yang murah diartikan menghindarkan sistem administrasi perkara
dan mekanisme bekerjanya para petugas yang mengakibatkan beban biaya
bagi yang berkepentingan tidak sebanding dengan hasil yang diharapkan.”
b. Asas praduga tak bersalah atau presumption of innonccence
Asas praduga tak bersalah atau presumption of innocent yang terdapat dalam
penjelasan umum butir 3 huruf c dan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dicantumkannya praduga tak
bersalah dalam KUHAP, dapat disimpulkan pembuat undang-undang telah
18
19
Ibid, hal. 54.
Bambang, Poernomo, Op. Cit, hal.66
16
menetapkannya sebagai asas hukum yang melandasi KUHAP dan penegakan hukum
(law enforcement).
Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman merumuskan:
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau dihadapkan di
depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan
pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan
hukum tetap”.
Penjelasan umum butir 3 huruf c merumuskan:
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan
di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya
putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan
hukum tetap”.
Asas praduga tak bersalah ditinjau dari segi teknis yuridis ataupun dari segi
teknis penyidikan dinamakan “prinsip akusator”. M. Yahya Harahap20 menjelaskan
“Bahwa prinsip akusator menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa dalam
setiap tingkat pemeriksaan:
- Adalah subjek: bukan menjadi objek pemeriksaan, karena itu tersangka
atau terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan
manusia yang mempunyai harkat martabat harga diri,
- Yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah
“kesalahan” (tindak pidana), yang dilakukan tersangka/terdakwa. Kearah
itulah pemeriksaan ditujukan.”
Asas ini merupakan prinsip yang penting dalam hukum acara pidana. Prinsip
ini merupakan konsekwensi dari pengakuan terhadap asas legalitas. Prinsip ini
mengandung kepercayaan terhadap seseorang dalam negara hukum dan merupakan
pencelaan atau penolakan terhadap kekuasaan yang sewenang-wenang dalam suatu
20
M. Yahya, Harahap,Op.Cit, hal. 40.
17
negara yang menganut paham bahwa setiap orang itu dipandang salah sehingga
terbukti bahwa ia tidak bersalah. 21
Asas praduga tak bersalah yang dianut KUHAP, memberi pedoman kepada
aparat penegak hukum untuk mempergunakan prinsip akusatur dalam setiap tingkat
pemeriksaan. Aparat hukum menjauhkan diri dari cara-cara pemeriksaan yang
“inkusitur” atau inquisitorial system yang menempatkan tersangka atau terdakwa
dalam pemeriksaan sebagai objek yang dapat diperlakukan dengan sewenangwenang.
Jaminan terhadap asas praduga tak bersalah dan prinsip pemeriksaan akusatur
dalam penegakan hukum, terlihat dalam KUHAP adanya seperangkat hak-hak
kemanusiaan terhadap tersangka atau terdakwa yang wajib dihormati dan dilindungi
pihak aparat penegak hukum. Maka secara teoritis pemberian hak ini telah
menempatkan kedudukan tersangka atau terdakwa berada dalam posisi yang sama
derajat dengan pejabat aparat penegak hukum.
c. Asas opurtunitas
Hukum acara pidana dikenal suatu badan yang khusus diberi wewenang untuk
melakukan penuntutan pidana ke pengadilan yang disebut penuntut umum. Penuntut
umum disebut dengan Jaksa seperti yang terdapat dalam Pasal 1 butir 6 huruf a dan b
KUHAP.
21
hal.9.
Ramelan, Hukum Acara Pidana Teori dan Implementasi. Jakarta: Sumber Ilmu Jaya, 2006,
18
Pasal 1 butir 6 huruf a merumuskan:
“Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.
Pasal 1 butir 6 huruf b merumuskan:
“Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini
untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim”.
Pasal 35 c Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia denga tegas menyatakan asas oportunitas itu dianut di Indonesia. Pasal itu
berbunyi:
Jaksa Agung dapat menyampingkan perkara berdasarkan kepentingan umum.
Andi Hamzah 22 berpendapat sebagai berikut :
“Menurut asas oportunitas penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang
yang melakukan delik jika menurut pertimbangannya akan merugikan
kepentingan umum. Jadi demi kepentingan umum, seseorang yang melakukan
delik tidak dituntut.”
Asas oportunitas berarti sekalipun seorang tersangka telah terang cukup
bersalah menurut pemeriksaan penyidikan, dan kemungkinan besar akan dapat
dijatuhi hukuman, namun hasil pemeriksaan tersebut tidak dilimpahkan ke sidang
pengadilan oleh penuntut umum.23
d. Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum
Pemeriksaan pengadilan pidana harus dilakukan dengan terbuka untuk umum,
kecuali apabila ada peraturan yang menentukan lain berdasarkan alasan khusus
22
Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia,
2001, hal 242.
23
Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op.Cit, hal. 3.
19
karena sifat perkara atau keadaan orang yang diperiksa. Sifat persidangan yang
terbuka untuk umum disesuaikan dengan keadaan tempat ruang sidang, sehingga kala
ada pembatasan orang yang menghadiri sidang itu dalam ruang tetapi tidak
mengurangi hadirnya orang di luar ruangan dengan bantuan pengeras suara. Dasar
pemikiran dalam persidangan terbuka yang dapat dihadiri oleh umum itu alah untuk
perlindungan hak asasi manusia yang harus diperlakukan sesuai dengan harkat dan
martabat manusia, dan disamping itu untuk pengawasan oleh masyarakat sebagai
social control selama berlangsungnya persidangan.24
Asas ini diatur dalam Pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP, yang
merumuskan:
Ayat (3):
“Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan
menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan
atau terdakwanya anak-anak.”
Ayat (4):
“Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan
batalnya putusan demi hukum.”
Sebenarnya hakim dapat menetapkan, apakah suatu sidang dinyatakan
seluruhnya atau sebagian tertutup untuk umum yang artinya persidangan dilakukan di
belakang pintu tertutup. Pertimbangan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada hakim
yang melakukan hal itu berdasarkan jabatannya atau atas permintaan penuntut umum
dan terdakwa. Saksi pun dapat mengajukan permohonan agar sidang tertutup untuk
24
Bambang Poernomo,Op.Cit.hal. 78
20
umum dengan alasan demi nama baik keluarga. Walau sidang dinyatakan tertutup
untuk umum, namun keputusan hakim dinyatakan dalam sidang yang terbuka untuk
umum.25 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Pasal 13 dan KUHAP Pasal 195 tegas menyatakan :
”Semua putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.”
M. Yahya Harahap 26 mengatakan bahwa :
“Pada pemeriksaan sidang anak-anak, cara pemeriksaan sidangnya
memerlukan kekhususan. Timbul suatu kecenderungan yang agaknya bisa
dijadikan dasar filosofis yang mengajarkan anak-anak yang melakukan tindak
pidana, bukanlah benar-benar, tetapi melainkan bersifat “kenakalan” sematamata.”
Atas dasar hal tersebut, KUHAP menetapkan pemeriksaan perkara yang
terdakwanya anak-anak dilakukan dengan pintu yang tertutup. Sebab jika dilakukan
terbuka untuk umum, akan membawa akibat psikologis yang lebih para kepada si
anak.
e. Asas Semua Orang Diperlakukan Sama Di depan Hukum
Asas yang umum dianut di negara-negara yang berdasarkan hukum ini tegas
tercantum dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman Pasal 4 ayat (1) dan
penjelasan umum butir 3 huruf a KUHAP. Asas ini lazim disebut sebagai asas
isonomia atau equality before the law. Penjelasan umum butir 3 huruf a KUHAP
merumuskan:
25
26
Andi Hamzah. Op,Cit.hal.22
M Yahya Harahap, Op.Cit., hal.57.
21
“Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum tidak mengadakan
perbedaan perlakuan”.
Sedangkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman merumuskan :
“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan
orang.”
Melihat kedua pasal di atas, dapat dilihat bahwa dalam pelaksanaan
pemeriksaan dalam pengadilan itu sangat tidak dianjurkan adanya pembeda-bedaan
antara terdakwa, saksi, jaksa, polisi, pejabat sekelas bupati, gubernur, bahkan
sekalipun itu presiden. Semuanya dianggap sama di depan hakim, semuanya melalui
proses yang sama dalam pemeriksaan dan mereka sama-sama memiliki kewajiban
dan hak yang sama pula pada pemeriksaan pengadilan.
Romli Atmasasmita 27 dalam bukunya mengatakan bahwa :
“Asas persamaan di muka hakim tidak secara eksplisit tertuang dalam
KUHAP, akan tetapi asas ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
KUHAP. Ditempatkannya asas ini sebagai satu kesatuan menunjukan bahwa
betapa pentingnya asas ini dalam tata kehidupan Hukum Acara Pidana di
Indonesia.”
f. Asas Tersangka atau Terdakwa Berhak Mendapatkan Bantuan Hukum
Asas ini berkaitan dengan hak dari seseorang yang tersangkut dalam suatu
perkara pidana untuk dapat mengadakan persiapan bagi pembelaannya maupun untuk
mendapatkan nasehat/penyuluhan tentang jalan yang dapat ditempuhnya dalam
menegakkan hak-haknya sebagai tersangka atau terdakwa.
27
Romli Atmasasmita, Bunga Rampai Hukum Acara Pidana : Bina Cipta, 1983.hal.30.
22
Mengenai pemberian bantuan hukum ini diatur di dalam Pasal 69 KUHAP
sampai dengan Pasal 74 KUHAP, dimana tersangka atau terdakwa mendapat
kebebasan yang sangat luas, antara lain menurut M. Yahya Harahap28:
a. Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka/terdakwa ditangkap
atau ditahan.
b. Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan.
c. Penasehat hukum dapat menghubungi tersangka/terdakwa pada semua
tingkar pemeriksaan dan pada setiap waktu.
d. Penyidik dan penuntut umum tidak mendengarkan pembicaraan antara
penasehat hukum dan tersangka kecuali pada perkara/kejahatan terhadap
keamanan negara.
e. Tersangka atau penasehat hukum berhak mendapat turunan berita guna
kepentingan pembelaan.
f. Penasehat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari
tersangka/terdakwa.
Hal ini telah menjadi ketentuan universal di negara-negara demokrasi dan
beradab yang terdapat dalam The International Covenant on Civil and Political
Rights article 14 sub 3d kepada tersangka atau terdakwa diberikan jaminan:
“Diadili dengan kehadiran terdakwa, membela diri sendiri secara pribadi atau
dengan bantuan penasihat hukum menurut pilihannya sendiri, diberi tahu
tentang hak-haknya ini jika ia tidak mempunyai penasihat hukum untuk dia,
jika untuk kepentingan peradilan perlu untuk itu, dan jika ia tidak mampu
membayar penasihat hukum, ia dibebaskan dari pembayaran”.
g. Asas Akusatur dan Inkuisitur
Asas akusatoir adalah asas atau prinsip akusatoir yang menempatkan
kedudukan tersangka atau terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan,
M. Yahya Harahap29 berpendapat bahwa:
28
29
M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal.21
Ibid, hal. 24
23
1.
2.
Adalah subjek: bukan menjadi objek pemeriksaan, karena itu tersangka
atau terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan
manusia yang mempunyai harkat martabat harga diri,
Yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah
“kesalahan” (tindak pidana), yang dilakukan tersangka/terdakwa. Kearah
itulah pemeriksaan ditujukan.
Kebebasan memberi dan mendapatkan penasihat hukum menunjukkan bahwa
dengan KUHAP telah dianut asas akusator itu. Ini berarti perbedaan antara
pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan sidang pengadilan pada asasnya telah
dihilangkan.
Menurut Andi Hamzah30:
“Sebagaimana yang telah diketahui, asas akusator itu berarti tersangka
dipandang sebagai objek pemeriksaan.”
Definisi asas inkisitor yaitu asas yang menempatkan tersangka atau terdakwa
sebagai objek dalam setiap pemeriksaan. Asas ini masih dianut oleh HIR untuk
pemeriksaan pendahuluan. Asas inkisator ini saat ini sudah ditinggalkan oleh aparat
penegak hukum karena tidak adanya perlindungan hak-hak bagi tersangka atau
terdakwa. Karena dalam asas inkisitor pengakuan tersangka atau terdakwa merupakan
alat bukti yang sangat penting sehingga seringkali tersangka atau terdakwa
diperlakukan sewenang-wenang tanpa mempedulikan hak-hak asasi kemanusiaan.
Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum acara pidana.
Asas inkisitor, Andi Hamzah31 berpendapat:
30
31
Andi Hamzah, Op.Cit, hal.24
Andi Hamzah, Loc.Cit
24
“Asas inkisitor sesuai dengan pandangan bahwa pengakuan tersangka
merupakan alat bukti terpenting. Dalam pemeriksaan selalu pemeriksa
berusaha mendapatkan pengakuan dari tersangka. Kadang-kadang untuk
mencapai maksud tersebut pemeriksa melakukan tindakan kekerasan atau
penganiayaan. Sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang sudah menjadi
ketentuan universal, maka asas inkisitor telah ditinggalkan oleh banyak negara
beradab. Selaras dengan itu, berubah pula sistem pembuktian yang alat-alat
bukti berupa pengakuan diganti dengan keterangan terdakwa, begitu pula
penambahan alat bukti berupa keterangan ahli.”
h. Pemeriksaan Hakim Yang Langung dan Lisan
Menurut Andi Hamzah32, bahwa mengenai asas pemeriksaan di sidang
pengadilan dilaksanakan oleh hakim secara langsung sebagai berikut:
“Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung,
artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Berbeda dengan hukum
acara Perdata dimana tergugat dapat diwakili oleh kuasanya. Pemeriksaan
juga dilakukan secara lisan artinya bukan tertulis antara hakim dan terdakwa”.
Asas ini diatur dalam Pasal-Pasal 153 KUHAP, 155 KUHAP dan seterusnya.
Pasal 153 ayat (2) huruf a KUHAP :
”Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang
dilakukan secara lisan dalam bahasa indonesia yang dimengerti terdakwa dan
saksi.”
Ketentuan Pasal 155 ayat (1) KUHAP :
”Pada permulaan sidang hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa
tentang nama lengkap, tempat lahir,umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaanya serta mengingatkan
terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya
di sidang”
32
Ibid, hal. 25.
25
Pengecualian yang dipandang dari asas langsung ialah kemungkinan putusan
dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa, yaitu putusan verstek atau in absentia. Tetapi,
ini hanya merupakan pengecualian, yaitu dalam acara pemeriksaan perkara
pelanggaran lalu lintas jalan (Pasal 213 KUHAP) yang berbunyi: “Terdakwa dapat
menunjuk seseorang dengan surat untuk mewakili di sidang”. 33
M. Yahya Harahap34 berpendapat:
“Pasal 153 ayat (2) huruf a KUHAP menegaskan ketua sidang dalam
memimpin sidang pengadilan, dilakukan secara langsung dan lisan. Tidak
boleh pemeriksaan dengan perantaraan tulisan baik terhadap terdakwa
maupun saksi-saksi. Kecuali bagi mereka yang bisu atau tuli, pertanyaan dan
jawaban dapat dilakukan secara tertulis. Prinsip pemeriksaan dalam
persidangan dilakukan secara langsung berhadap-hadapan dalam ruang
sidang. Semua pertanyaan diajukan dengan lisan dan jawaban atau
keteranganpun disampaikan dengan lisan, tiada lain untuk memenuhi tujuan
agar persidangan benar-benar menemukan kebenaran yang hakiki. Sebab dari
pemeriksaan secara langsung dan lisan, tidak hanya keterangan terdakwa atau
saksi saja yang dapat didengar dan diteliti, tetapi sikap dan cara mereka
memberikan keterangan dapat menentukan isi dan nilai keterangan.”
C. Pembuktian
1. Pengertian dan Tujuan Pembuktian
Untuk membuktikan bersalah atau tidaknya seorang terdakwa haruslah
melalui pemeriksaan di sidang pengadilan. Dalam hal pembuktian ini hakim perlu
memperhatikan kepentingan masyarakat, yaitu bahwa seseorang yang telah
melanggar ketentuan pidana (KUHP) atau undang-undang pidana lainnya harus
mendapat hukuman yang setimpal dengan kesalahannya. Sedangkan kepentingan
33
34
Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op.Cit., hal.25.
M. Yahya Harahap, Op.Cit., hal.113.
26
terdakwa yaitu bahwa terdakwa harus diperlakukan secara adil sehingga hukuman
yang ia terima seimbang dengan kesalahannya.
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009, tentang Kekuasaan
Kehakiman, dengan tegas menyatakan bahwa:
a. Tiada seorang juapun dapat dihadapkan di depan pengadilan, selain
daripada yang ditentukan baginya oleh undang-undang.
b. Tiada seorang juapun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan
karena alat-alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat
keyakinan bahwa seseorang dianggap bertanggung jawab, telah bersalah
atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya.
Berdasarkan pasal ini bertujuan untuk menjamin terlaksananya hak asasi manusia.
Setiap orang yang ditangkap, ditahan, atau dihadapkan di depan sidang pengadilan
wajib dianggap tidak bersalah, selama belum ada kekuatan hukum yang tetap. Asas
ini disebut asas praduga tak bersalah yang mewajibkan semua pihak untuk tidak
mendahului putusan pengadilan untuk menyatakan kesalahan seseorang.
Sedangkan ketentuan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dinyatakan bahwa :
“Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga
memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan
atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.”
Berdasarkan Pasal 50 ayat (1) tersebut, maka dalam membuat suatu keputusan, hakim
harus mempunyai alasan dan dasar putusan serta juga harus memuat pasal peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum yang dijadikan dasar
untuk mengadili. Untuk mengambil suatu alasan dan dasar suatu putusan, hakim
27
terlebih dahulu harus mempunyai pertimbangan-pertimbangan yang berhubungan
dengan terdakwa.
Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang
pengadilan. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan
pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan
yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang
mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan
hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan. Pengertian dari pembuktian
sebenarnya tidak dapat ditemukan dalam satu pasal pun yang memberikan
pengaturannya dalam KUHAP maupun di dalam ketentuan hukum lainnya. M.Yahya
Harahap35 menjelaskan arti pembuktian ditinjau dari segi hukum acara pidana antara
lain:
a. Ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan
mempertahankan kebenaran. Baik hakim, penuntut umum, penasehat
hukum, atau terdakwa harus terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian
alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang. Jika majelis hakim hendak
meletakan kebenaran yang ditemukan dalam putusan yang akan
dijatuhkan, kebenaran itu harus diuji dengan alat bukti, dengan cara dan
dengan kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti yang
ditemukan.
b. sehubungan dengan penilaian di atas, majelis hakim dalam mencari dan
meletakkan kebenaran, harus berdasarkan alat-alat bukti yang telah
ditentukan undang-undang secara limitatif sebagimana disebutkan dalam
Pasal 184 KUHAP.
Arti pembuktian ditinjau dari segi hukum acara pidana merupakan ketentuan yang
membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran.
35
M. Yahya harahap.Op,Cit, hal 274.
28
Hakim, jaksa, dan terdakwa ataupun penasehat hukum semua terikat dalam ketentuan
mengenai tata cara dan penilaian alat bukti yang telah ditentukan. Karena sesuai
dengan aturan kalau semua tata cara dalam beracara di acara pidana diatur seluruhnya
dalam KUHAP, dan tidak boleh menyimpanginya.
Mencari suatu pembuktian dalam pemecahan permasalahan dapat menyangkut
berbagai hal yang menjadi alat ukur dalam menyelenggarakan pembuktian. Adapun
alat bukti tersebut menurut Rusli 36 antara lain adalah :
1. Bewijsgronden;
Yaitu dasar-dasar atau prinsip-prinsip pembuktian yang tersimpul dalam
pertimbangan keputusan pengadilan.
2. Bewijsmiddelen;
Yaitu alat-alat pembuktian yang dapat dipergunakan hakim untuk
memperoleh gambaran tentang terjadinya perbuatan pidana yang sudah
lampau.
3. Bewijsvoering;
Yaitu penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada
hakim disidang pengadilan.
4. Bewijskracht ;
Yaitu kekuatan pembuktian dari masing-masing alat bukti dalam
rangkaian penilaian terbuktinya suatu dakwaan.
5. Bewijslast.
Yaitu beban pembuktian yang diwajibkan oleh undang-undang untuk
membuktikan tentang dakwaan dimuka sidang pengadilan.
Perihal tentang pembuktian, para sarjana memberikan definisi yang berbedabeda, berikut adalah definisi-definisi dari para sarjana:
a. M. Yahya Harahap
“Pembuktian adalah ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman
kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan
36
Rusli, Hukum Acara Pidana Kontemporer, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007.hal.186
29
ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang
boleh dipergunakan hakim untuk membuktikan kesalahan yang
didakwakan.”37
b. Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril
”Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam
proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan pembuktian inilah ditentukan
nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang
ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang
didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman.
Sebaliknya, kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti
yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa harus dinyatakan
bersalah. Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu, para hakim
harus hati-hati, cermat, dan matang menilai dan mempertimbangkan masalah
pembuktian.”38
b. Subekti
“Membuktikan adalah menyakinkan hakim tentang kebenaran dalil ataupun
dalil-dalil yang dikemukakan oleh para pihak dalam suatu persengketaan.” 39
Tujuan Pembuktian
Tujuan dari pembuktian adalah untuk mencari kebenaran yang ada dalam
suatu perkara yang diharapkan dapat mendekati kebenaran yang sebenar-benarnya
atau disebut juga dengan kebenaran materiil. Kebenaran yang diharapkan dalam
pembuktian ini bukan hanya untuk mencari kesalahan terdakwa saja, akan tetapi
dengan adanya pembuktian ini sekiranya dapat mencegah agar seseorang yang tidak
bersalah dijatuhi pidana. Seperti halnya yang dikemukakan oleh M.Yahya Harahap,
yaitu:
37
M. Yahya harahap.Op,Cit.hal.273
Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op,Cit. hal. 102-103.
39
Subekti. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradnya Paramita. 2007.hal. 1
38
30
“Tujuan pembuktian adalah mencari dan menetapkan kebenaran-kebenaran
yang ada dalam perkara itu, bukanlah semata-mata mencari kesalahan
seseorang. Walaupun dalam prakteknya kepastian absolut tidak akan dapat
tercapai, akan tetapi dengan penelitian dan kupasan sengan mempergunakan
bukti-bukti yang ada, akan tercapai suatu kebenaran yang patut dipercaya.
Sistem pembuktian harus diadakan guna mencegah jangan sampai terjadi
orang yang tidak bersalah dapat dipidana.” 40
Tujuan pembuktian menurut Alfitra41, adalah:
“Tujuan dan guna pembuktian bagi para pihak yang terlibat dalam proses
pemeriksaan persidangan adalah sebagai berikut :
1.Bagi penuntut umum, pembuktian adalah merupakan usaha untuk
meyakinkan hakim, yakni berdasarkan alat bukti yang ada agar menyatakan
seorang terdakwa bersalah sesuai dengan surat atau catatan dakwaan.
2. Bagi terdakwa atau penasihat hukum, pembuktian adalah merupakan usaha
sebaliknya untuk meyakinkan hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada
agar menyatakan seorang terdakwa dibebaskan atau dilepaskan dari tuntutan
hukum atau meringankan pidananya. Untuk itu, terdakwa atau penasihat
hukum jika mungkin harus mengajukan alat-alat bukti yang menguntungkan
atau meringankan ihaknya. Biasanya, bukti tersebut disebut bukti kebalikan.
3.Bagi hakim, atas dasar pembuktian tersebut, yakni dengan adanya alat-alat
bukti yang ada dalam persidangan, baik yang berasal dari penuntut umum
maupun penasihat hukum / terdakwa dibuat atas dasar untuk membuat
keputusan.Dalam hal pembuktian dalam hukum acara pidana hakimbersifat
aktif, dimana hakim berkewajiban untuk mendapatkan bukti yang cukup kuat
untuk membuktikan bersalah / tidaknya terdakwa.”
Hukum pembuktian merupakan seperangkat kaidah hukum yang mengatur
tentang pembuktian, yakni segala proses, dengan menggunakan alat-alat bukti yang
sah, dan dilakukan tindakan-tindakan dengan prosedur khusus guna mengetahui
40
M.Yahya Harahap.Op.Cit, Hal.256
Alfitra, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata Dan Korupsi Di Indonesia,
Jakarta : Raih Aksa Sukses, 2011, hal. 25.
41
31
fakta-fakta yuridis di persidangan, system yang dianut dalam pembuktian, syaratsyarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk
menerima, menolak, dan menilai suatu pembuktian.42
2. Sistem Pembuktian
a. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Positif
(Positief Wettelijk Bewijstheorie)
Pembuktian yang didasarkan melulu kepada alat-alat pembuktian yang disebut
undang-undang, disebut sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang
secara positif (positief wettelijk bewijstheorie). Dikatakan secara positif karena hanya
didasarkan pada undang-undang melulu. Artinya, jika telah terbukti suatu perbuatan
sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka keyakinan
hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga teori pembuktian formal
(formele bewijstheorie). Teori pembuktian ini sekarang tidak mendapat penganut lagi.
Teori ini terlalu banyak mengandalkan kekuatan pembuktian yang disebut oleh
undang-undang.43
a.
Yahya Harahap
“Sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif lebih sesuai
dibandingkan dengan sistem pembuktian menurut keyakinan. Sistem pembuktian
menurut undang-undang secara positif lebih dekat kepada prinsip penghukuman
berdasar hukum, artinya penjatuhan hukuman terhadap seseorang semata-mata
tidak diletakan di bawah kewenangan hakim, tetapi di atas kewenangan undangundang yang berlandaskan asas seorang terdakwa baru dapat dihukum dan
42
43
Alfitra, Op,Cit,Hal 21
Andi Hamzah, Op.Cit., hal. 251.
32
dipidana jika apa yang didakwakan kepadanya benar-benar terbukti berdasar cara
dan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.” 44
b. Simon
“Sistem atau teori pembuktian berdasar Undang-Undang secara Positif ini
berusaha untuk menyingkirkan semua pertimbangan subyektif hakim dan
mengikat hakim secara ketat menurut peraturan-peraturan pembuktian yang
ketat”. 45
c. Teguh Samudera
“Ajaran ini mendalilkan bahwa hakim dalam memutuskan kesalahan terdakwa
hanya berdasarkan alat-alat pembuktian belaka. Jadi ajaran ini berpendapat bahwa
apabila ada bukti (setidak-tidaknya bukti minimum), maka hakim harus
menyatakan bahwa terdakwa terbukti bersalah. Tegasnya dapat dikatakan bahwa
apabila ada bukti (meskipun sedikit) harus dihukum, tetapi apabila tidak ada bukti
harus dibebaskan, karena menurut ajaran ini unsur adanya keyakinan hakim tidak
diperlukan”. 46
b. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Melulu
(Convictim in Time)
Sistem pembuktian menurut keyakinan hakim melulu berhadap-hadapan
secara berlawanan dengan teori pembuktian menurut undang-undang secara positif.
Andi Hamzah47 berpendapat bahwa :
“Alat bukti berupa pengakuan terdakwa sendiri tidak selalu membuktikan
kebenaran. Oleh karena itu, diperlukan bagaimanapun juga keyakinan hakim
sendiri. Berakar pada pemikiran itulah, maka sistem yang didasarkan pada
keyakinan hakim melulu yang didasarkan pada keyakinan hati nuraninya
44
Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 278.
Andi Hamzah, Perbandingan KUHP,HIR,dan komentar, Jakarta: Ghalia, Indonesia.
2008,hal.260.
46
Teguh Samudera, 1992, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Bandung: Penerbit
Alumni. Hal.29
47
Andi Hamzah, Op.Cit., hal. 252.
45
33
sendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang
didakwakan.”
Sistem pembuktian convictim in time menentukan salah tidaknya seorang
terdakwa, semata-mata ditentukan oleh penilaian keyakinan hakim. Keyakinan
hakimlah yang menentukan keterbuktian kesalahan terdakwa. Keyakinan boleh
diambil dan disimpulkan hakim dari alat-alat bukti yang diperiksanya dalam sidang
pengadilan. Hasil pemeriksaan alat-alat bukti dapat juga diabaikan oleh hakim dan
langsung menarik keyakinan dari keterangan atau pengakuan terdakwa.
Sistem ini mempunyai kelemahan yang besar. Sebagai manusia biasa,
keyakinan hakim yang telah dibentuknya bisa salah, berhubung tidak ada kriteria
dalam alat-alat bukti tertentu yang harus dipergunakan dan syarat serta cara-cara
hakim dalam membentuk keyakinannya itu. Sistem ini juga terbuka peluang yang
besar untuk terjadi praktik penegakkan hukum yang sewenang-wenang dengan
bertumpu pada alasan hakim telah yakin. Menurut Wirjono Prodjodikoro48 yang
dikutip oleh Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril :
“Sistem ini pernah berlaku di Indonesia pada zaman Hindia Belanda, yaitu
pada Pengadilan District dan Pengadilan Kabupaten. Pengadilan District
adalah pengadilan sipil dan kriminal tingkat pertama untuk orang-orang
bangsa Indonesia yang berada pada tiap-tiap district di Jawa dan Madura
berdasarkan Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid de
Justitie in Nederlandsch Indie (Pasal 77-80 RO). Pengadilan Kabupaten yang
disebut juga dengan Regentschapsgerecht (Pasal 81-85 RO) adalah
pengadilan tingkat bandingnya.”
48
Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op.Cit., hal. 104.
34
c. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim atas Alasan yang
Logis (Laconviction Raisonner atau Convictim-Raisonee)
Sistem pembuktian conviction rasionne adalah sistem pembuktian yang tetap
menggunakan keyakinan hakim tetapi keyakinan hakim yang didasarkan pada alasanalasan (reasioning) yang rasional. Berbeda dengan sistem conviction intime, dalam
sistem ini hakim tidak lagi memiliki kebebasan untuk menentukan keyakinannya,
keyakinan itu harus diikuti dengan alasan-alasan yang mendasari keyakinannya itu
dan alasan-alasan itupun harus “reasonable” yakni berdasarkan alasan yang dapat
diterima oleh akal pikiran.
Sistem atau teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim
bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya (vrije bewijstheorie). Sistem atau
teori pembuktian jalan tengah atau yang berdasar keyakinan hakim sampai batas
tertentu ini terpecah kedua jurusan. Yang pertama tersebut diatas, yaitu pembuktian
berdasar keyakinan hakim atas alasan yang logis (conviction raisonee) dan yang
kedua ialah teori pembuktian berdasar undang-undang secara negative (negatief
wettelijk bewijstheorie). 49
Menurut M. Yahya Harahap50:
“keyakinan hakim dalam sistem La Conviction Raisonnee harus dilandasi
reasoning atau alasan-alasan, dan reasoning itu harus “reasonable”, yakni
berdasar alasan yang dapat diterima.”
49
50
Andi Hamzah, Op.Cit. hal.253
Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 277.
35
Sistem atau teori pembuktian ini menuntut hakim untuk yakin terhadap
kesalahan salah satu pihak dimana dalam keyakinannya tersebut hakim mendasarkan
pada alasan-alasan yang dianggapnya logis. Hakim dalam hal ini tidak hanya terikat
dengan alat bukti yang terdapat dalam undang-undang, akan tetapi hakim dalam
membuktikan kesalahan terdakwa dapat menggunakan alat-alat bukti lain diluar
undang-undang, hal ini digunakan sebagai alasan yang memperkuat keyakinan hakim.
d. Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Negatif (Negatief
Wettelijk)
Pembuktian menurut undang-undang secara negatif (Negatief Wettelijk Bewijs
Theorie) adalah pembuktian yang selain menggunakan alat-alat bukti yang
dicantumkan di dalam undang-undang juga menggunakan keyakinan hakim. Sekalian
menggunakan keyakinan hakim, namun keyakinan hakim terbatas pada alat bukti
yang tercantum dalam undang-undang. Dengan menggunakan alat bukti yang
tercantum dalam undang-undang dan keyakinan hakim maka teori pembuktian ini
sering juga disebut pembuktian ganda (doubelen grondslag).
Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif merupakan
keseimbangan antara kedua sistem yang saling bertolak belakang secara ekstrim.
Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif
“ menggabungkan”
kedalam dirinya secara terpadu sistem pembuktian menurut keyakinan dengan sistem
pembuktian menurut undang-undang secara positif. Hasil penggabungan kedua
sistem tersebut adalah “sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif”.
36
Rumusannya: salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim
yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undangundang.
Wirjono Prodjodikoro51, memberikan pendapat mengenai Sistem Negatief
Wettelijk yang dirumuskan sebagai berikut:
“Sistem negatief wettelijk sebaiknya dipertahankan bagi Indonesia, oleh
karena pertama memang sudah selayaknya harus ada keyakinan hakim tentang
kesalahan terdakwa untuk dapat menjatuhkan suatu hukum pidana, agar
supaya janganlah hakim terpaksa menghukum orang, sedang hakim tidak
berkeyakinan atas kesalahan terdakwa. Kedua berfaedah sekali apabila ada
aturan yang sedikit banyak mengikat hakim dalam menyusun keyakinannya,
agar supaya ada patokan-patokan tertentu yang harus dituruti oleh hakim
dalam melakukan peradilan. Dengan adanya patokan-patokan tersebut hakim
dalam putusannya terpaksa mengutarakan alasan-alasan yang dapat ditinjau
secara teratur. Hal ini akan memudahkan adanya kesatuan dalam peradilan
dan kepastian hukum dalam masyarakat.”
Menurut Simons52:
”Sistem atau teori pembuktian yang berdasar undang-undang secara negatif
(negatief wettelijk) ini, pemidanaan didasarkan kepada pembuktian yang
berganda, yaitu pada peraturan perundang-undang dan pada keyakinan hakim,
dan menurut undang-undang, dasar keyakinan hakim itu bersumber pada
peraturan undang-undang.”
Jadi, didalam sistem negatif ada dua hal yang merupakan syarat untuk
membuktikan kesalahan terdakwa, sesuai dengan pendapatnya Alfitra 53 yakni :
a. Wettelijk : adanya alat bukti yang sah yang telah ditetapkan oleh undangundang;
b. Negatief : adanya keyakinan dari hakim, yakni berdasarkan bukti-bukti
tersebut hakim meyakini kesalahan terdakwa.
51
Wirjono Prodjodikoro, Op,Cit.hal 94.
Andi Hamzah, Op.Cit., hal. 256.
53
Alfitra, Op.Cit. hal. 29
52
37
Sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP adalah sistem atau teori pembuktian
berdasarkan Undang-Undang secara Negatif ( Negatief wettelijke stelsel .
Disebut wettelijke atau menurut undang-undang karena untuk pembuktian,
undang-undanglah yang menentukan tentang jenis dan banyaknya alat bukti yang
harus ada, kemudian disebut negatief karena adanya jenis-jenis dan banyaknya alatalat bukti yang ditentukan oleh undang-undang itu belum dapat membuat hakim
harus menjatuhkan pidana bagi seorang terdakwa, apabila jenis-jenis dan banyaknya
alat-alat bukti itu belum dapat menimbulkan keyakinan pada dirinya bahwa suatu
tindak pidana itu benar-benar telah terjadi dan bahwa terdakwa telah bersalah
melakukan tindak pidana tersebut.”54
Kesimpulan yang dapat ditarik dari kegiatan pembuktian didasarkan pada dua
hal, yaitu alat-alat bukti dan keyakinan yang merupakan kesatuan tidak dipisahkan,
dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Hal tersebut juga terdapat dalam Pasal 183 KUHAP,
yaitu :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya.”
Kalimat tersebut menunjukkan bahwa pembuktian harus didasarkan kepada undangundang (KUHAP), yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam Pasal 184 KUHAP,
54
Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan
Hukum Pidana dan Yurisprudensi,Edisi I cetakan I, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal.408-409.
38
disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti tersebut. Apabila
salah satu unsur diantara dua unsur itu tidak ada, maka tidak cukup mendukung
keterbuktian kesalahan terdakwa. Hakim baru diwajibkan menghukum orang, apabila
hakim berkeyakinan bahwa peristiwa pidana yang bersangkutan adalah terbukti.
3. Alat Bukti Menurut KUHAP
Pasal 184 ayat (1) KUHAP telah menentukan secara “limitatif” alat bukti
yang sah menurut undang-undang. Pembuktian dengan alat bukti di luar jenis alat
bukti yang disebut pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP, tidak mempunyai nilai serta
tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat. Alat bukti yang sah menurut
undang-undang dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP merumuskan:
a.
b.
c.
d.
e.
Keterangan saksi;
Keterangan ahli;
Surat;
Petunjuk;
Keterangan terdakwa.
a. Keterangan Saksi
Pengertian keterangan saksi terdapat dalam Pasal 1 butir 27 KUHAP yang
merumuskan:
“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa
keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia
lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya
itu”.
Menurut Hibnu Nugroho 55 menerangkan bahwa:
55
Hibnu Nugroho, Bunga Rampai Penegakan Hukum di Indonesia, Semarang : Badan
Penerbit Undip, 2010, hal. 34.
39
“Saksi adalah orang yang memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan,penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
dengan sendiri,ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”
Tidak ada perkara pidana yang luput dari pembuktian alat bukti keterangan
saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu bersandar pada pemeriksaan
keterangan saksi. Sekurang-kurangnya di samping pembuktian dengan alat bukti yang
lain, masih selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.56
Keterangan saksi agar menjadi kuat maka harus dihadirkan saksi lebih dari
seorang dan minimal ada dua alat bukti karena keterangan dari seorang saksi saja
tanpa ada alat bukti yang lain tidak cukup membuktikan bahwa terdakwa benar-benar
bersalah terhadap dakwaan yang didakwakan kepadanya (unus testis nullus testis).
Dalam hal terdakwa memberikan keterangan yang mengakui kesalahan yang
didakwakan kepadanya, keterangan seorang saksi sudah cukup untuk
membuktikan kesalahan terdakwa, karena disamping keterangan saksi tunggal
itu, telah terpenuhi ketentuan minimum pembuktian dan the degree of
evidence yakni keterangan saksi ditambah dengan alat bukti keterangan
terdakwa. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa persyaratan yang dikehendaki
Pasal 185 ayat (2) adalah :
1. Untuk dapat membuktikan kesalahan terdakwa paling sedikit harus
didukung oleh dua orang saksi;
2. Atau kalau saksi yang ada hanya terdiri dari seorang saja maka kesaksian
tunggal itu harus dicukupi atau ditambah dengan salah satu alat bukti yang
lain.57
Keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam pemeriksaan
perkara pidana. Dalam pasal 185 ayat (6) untuk menilai kebenaran keterangan saksi
hakim harus memperhatikan:
56
57
Yahya Harahap, Op,Cit, hal. 286.
Ibid, hal.288.
40
1. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lainnya;
2. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain;
3. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan
yang tertentu;
4. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya
dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.
b. Keterangan Ahli
Keterangan seorang ahli disebut sebagai alat bukti pada urutan kedua
Pasal183 KUHAP. Ini berbeda dengan HIR dahulu tidak mencantumkan keterangan
ahli. Ini berbeda dengan HIR dahulu tidak mencantumkan keterangan ahli sebagai
alat bukti. Definisi keterangan ahli menurut Pasal 1 angka 28 KUHAP yaitu :
“Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang
memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang
suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.”
Menurut M.Yahya Harahap58, Berdasarkan Pasal 1 angka 28 KUHAP, dapat
diambil suatu pengertian:
1. Keterangan ahli ialah keterangan yang diberikan oleh seorang ahli yang
memiliki keahlian khusus tentang masalah yang diperlukan penjelasannya
dalam suatu perkara pidana yang sedang diperiksa.
2. Maksud keterangan khusus dari ahli, agar perkara pidana yang sedang
diperiksa menjadi terang demi untuk penyelesaian pemeriksaan perkara
yang bersangkutan.
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan,
hal ini pun ditegaskan dalam Pasal 186 KUHAP. Penjelasan pasal ini merumuskan:
“Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh
penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan
dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau
pekerjaan.”
58
M. Yahya Harahap, Op.Cit. hal 277.
41
“Hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut
umum, maka pada pemeriksaan di sidang diminta untuk memberikan
keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut
diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim.”
M. Yahya Harahap
59
, memberi penjelasan Mengenai kekuatan pembuktian
keterangan ahli adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas (Vrijbewijskracht) artinya
hakim bebas menilainya dan tidak terikat kepadanya, tidak ada keharusan
bagi hakim untuk harus menerima kebenaran keterangan ahli.
2. Keterangan ahli yang berdiri sendiri tanpa didukung alat bukti lain tidak
cukup dan tidak memadai untuk membuktikan kesalahan terdakwa.
c. Surat
Andi Hamzah60 menjelaskan mengenai surat:
“Surat sebagai alat bukti diatur dalam Pasal 187 KUHAP yang menurut
ketentuan ini surat yang dinilai dengan alat bukti yang sah di persidangan
menurut undang-undang yaitu surat yang dibuat atas sumpah jabatan dan atau
surat yang dikuatkan dengan sumpah. Alat bukti surat menurut definisi AsserAnema yaitu segala sesuatu yang mengandung tanda-tanda baca yang dapat
dimengerti, dimaksud untuk mengeluarkan isi pikiran.”
Alat bukti surat ini diatur dalam satu pasal yaitu pada Pasal 187 KUHAP.
Yang berbunyi sebagai berikut :
Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP, dibuat
atas sumpah jabatan atau dikaitkan dengan sumpah adalah :
1. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat
umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat
keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau
dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang
keterangannya itu;
59
60
Ibid, hal 413.
Andi Hamzah, Op.cit, hal. 276.
42
2. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atas
surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata
laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan diperuntukan bagi
pembuktian suatu hal atau sesuatu keadaan;
3. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta
secara resmi daripadanya;
4. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari
alat pembuktian yang lain.
Menurut ketentuan Pasal 187 KUHAP, surat yang dapat dinilai sebagai alat
bukti yang sah menurut undang-undang ialah:
1. Surat yang dibuat diatas sumpah jabatan,
2. Surat yang dikuatkan dengan sumpah.
Nilai kekuatan pembuktian surat menurut M. Yahya Harahap jika dinilai
dari segi teoritis serta dihubungkan dengan prinsip pembuktian dalam KUHAP dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Ditinjau dari segi formal
Alat bukti yang disebut pada Pasal 187 huruf a,b dan c adalah alat bukti yang
sempurna sebab bentuk surat-surat ini dibuat secara resmi menurut formalitas
yang ditentukan peraturan perundang-undangan. Alat bukti surat resmi
mempunyai nilai pembuktian formal yang sempurna dengan sendirinya
bentuk dan isi surat tersebut :
a. Sudah benar, kecuali dapat dilumpuhkan dengan alat bukti yang lain;
b. Semua pihak tak dapat lagi menilai kesempurnaan bentuk dan
pembuatannya;
43
c.
Juga tak dapat lagi menilai kebenaran keterangan yang dituangkan pejabat
yang berwenang didalamnya sepanjang isi keterangan tersebut tidak dapat
dilumpuhkan dengan alat bukti yang lain;
d.
Dengan demikian ditinjau dari segi formal, isi keterangan yang tertuang di
dalamnya, hanya dapat dilumpuhkan dengan alat bukti lain, baik berupa
alat bukti keterangan saksi, keterangan ahli atau keterangan terdakwa.
2. Ditinjau dari segi materiil
Alat bukti surat tidak mempunyai kekuatan mengikat sama dengan alat bukti
saksi, dan ahli yang sama-sama mempunyai nilai pembuktian yang bersifat
bebas
yang
penilaiannya
digantungkan
dari
pertimbangan
hakim.
Ketidakterikatannya hakim atas alat bukti surat tersebut didasarkan pada
beberapa asas, antara lain :
a. Asas proses pemeriksaan perkara pidana adalah untuk mencari kebenaran
materiil atau kebenaran sejati (materiel waarheid), bukan mencari
kebenaran formal. Nilai kebenaran dan kesempurnaan formal dapat
disingkrkan demi untuk mencapai dan mewujudkan kebenaran materiil
atau kebenaran sejati yang digariskan oleh penjelasan Pasal 183 KUHAP
yang memikul kewajiban bagi hakim untuk menjamin tegaknya
kebenaran, keadilan, kepastian hukum bagi seseorang.
b. Asas keyakinan hakim sesuai yang terdapat dalam Pasal 183 KUHAP
yang menganut ajaran sistem pembuktian menurut undang-undang secara
negatif. Dimana hakim dalam memutus harus berdasarkan sekurang-
44
kurangnya dua alat bukti yang sah, dan dengan alat bukti tersebut hakim
memperoleh keyakinan bahwa terdakwa itu bersalah atau tidak. Hakim
diberi kebebasan untuk menentukan putusan yang diambilnya dengan
tetap memperhatikan tanggung jawab dengan moral yang tinggi atas
landasan tanggung jawab demi mewujudkan kebenaran sejati.
d. Petunjuk
Petunjuk adalah suatu kejadian-kejadian atau keadaan hal lain, yang
keadaannya dan persamaannya satu sama lain maupun dengan peristiwa itu sendiri,
nyata menunjukkan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana.
Petunjuk terdapat dalam Pasal 188 KUHAP yang berbunyi:
1. Petujuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan
tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak
pidana dan siapa pelakunya;
2. Petunjuk sebagaimana dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari:
a. Keteragan saksi;
b. Surat
c. Keterangan terdakwa.
3. Penilaian atas suatu kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap
keadaaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, serta ia
mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan
berdasarkan hati nuraninya.
Menurut Yahya Harahap61:
“Memberikan pengertian dengan menambah beberapa kata, petunjuk ialah
suatu “isyarat” yang dapat “ditarik dari suatu perbuatan, kejadian atau
keadaan” dimana isyarat tadi mempunyai “persesuaian” antara yang satu
dengan yang lain maupun isyarat tadi mempunyai persesuaian dengan tindak
pidana itu sendiri, dan dari isyarat yang bersesuaian tersebut ”melahirkan”
61
Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op.Cit., hal. 129.
45
atau “mewujudkan” suatu petunjuk “membentuk kenyataan” terjadinya suatu
tindak pidana dan terdakwalah pelakunya.”
Ketentuan yang diatur dalam Pasal 188 KUHAP, orang dapat mengetahui
bahwa pembuktian yang didasarkan pada petunjuk-petunjuk di dalam berbagai alat
bukti itu, tidak mungkin akan dapat diperoleh oleh hakim tanpa mempergunakan
suatu redenering atau suatu pemikiran tentang adanya suatu persesuaian antara
kenyataaan yang satu dengan yang lain, atau antara suatu kenyataan dengan tindak
pidananya itu sendiri.
Menurut Djoko Prakoso62, syarat-syarat untuk dapat menjadikan petunjuk
sebagai alat bukti haruslah :
1. Mempunyai persesuaian satu sama lain atas perbuatan yang terjadi;
2. Keadaan-keadaan perbuatan itu berhubungan satu sama lain dengan
kejahatan yang terjadi;
3. Berdasarkan pengamatan hakim baik dari keterangan terdakwa maupun
saksi dipersidangan.
M.Yahya Harahap63, memberikan penjelasan mengenai nilai kekuatan alat
bukti petunjuk yang diuraikan sebagai berikut:
“Nilai kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk yaitu sebagaimana alat
pembuktian yang lain mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas, hakim
tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk, oleh
karena itu hakim bebas menilainya dan mempergunakannya sebagai upaya
pembuktian”.
e.
Keterangan Terdakwa
62
Djoko Prakoso, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana,
Yogyakarta: Liberty, 1988, hal 96
63
M. Yahya Harahap, Op.Cit, Hal 296.
46
Pengaturan tentang keterangan terdakwa terdapat dalam Pasal 189-193
KUHAP, dalam Pasal 189 ayat (1) mengartikan mengenai keterangan terdakwa :
“Keterangan terdakwa ialah apa yang didakwakan di sidang tentang perbuatan
yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.”
M.Yahya Harahap64 berpendapat mengenai alat bukti keterangan terdakwa
yaitu:
“Ditinjau dari segi Yuridis keterangan terdakwa lebih bersifat manusiawi dan
bertendensi memberi kesempatan yang seluas dan sebebas-bebasnya kepada
terdakwa mengutarakan segala sesuatu tentang apa saja yang dilakukan atau
diketahui maupun yang dialami dalam peristiwa pidana yang sedang
diperiksa. Hal ini sesuai sengan sistem pemeriksaan yang diatur KUHAP
secara akkusatur sejalan dengan pengakuan KUHAP terhadap hak asasi
terdakwa sebagai orang yang harus diperlakukan sebagai manusia”.
Bentuk keterangan terdakwa yang dapat diklasifikasikan sebagai keterangan
terdakwa yang diberikan di luar sidang adalah:
1. Keterangan yang diberikan dalam pemeriksaan penyidikan.
2. dan keterangan itu dicatat dalam Berita Acara Penyidikan.
3. Serta Berita Acara penyidikan itu ditandatangani oleh pejabat penyidik
dan terdakwa.65
Keterangan terdakwa dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut
undang-undang, diperlukan beberapa asas antara lain:
1.
Keterangan itu dinyatakan di sidang pengadilan.
Keterangan terdakwa dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah, keterangan itu
harus dinyatakan di sidang pengadilan, baik pernyataan berupa penjelasan “yang
64
65
M.Yahya Harahap,Op.Cit, Hal.298.
Yahya , harahap, Op. Cit. hal. 303.
47
diutarakan sendiri” oleh terdakwa maupun pernyataan yang berupa “penjelasan”
atau “jawaban” terdakwa atas pertanyaan yang diajukan kepadanya oleh ketua
sidang, hakim anggota, penuntut umum atau penasihat hukum.
2.
Perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
Keterangan terdakwa dapat dinilai sebagai alat bukti, keterangan itu merupakan
pernyataan atau penjelasan.
a. Tentang perbuatan yang “dilakukan terdakwa”.
b. Tentang apa yang diketahui sendiri oleh terdakwa.
c. Apa yang dialami sendiri oleh terdakwa.
d. Keterangan terdakwa hanya merupakan alat bukti terhadap dirinya sendiri.66
D. Keterangan Saksi
1. Pengertian Saksi
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dimaksud
dengan saksi yaitu :
“Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri,
ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.”
Peranan saksi dalam perkara pidana adalah untuk membantu mencari
kebenaran. Sampai kini keterangan saksi oleh undang-undang dipandang sebagai alat
bukti yang penting, meskipun dengan adanya kemajuan dibidang teknologi dalam
66
Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 320.
48
pembuktian secara ilmiah dengan cara mempergunakan bukti-bukti berupa benda
mati atau yang lazimnya disebut saksi diam yang lebih dapat dipercaya kebenarannya
dari pada keterangan seorang saksi.67
Menjadi saksi merupakan kewajiban, hal ini dijelaskan dalam Pasal 159 ayat
(2) KUHAP menentukan bahwa saksi memberikan keterangan di persidangan
merupakan suatu kewajiban hukum, artinya apabila saksi telah dipanggil secara patut
dan sah untuk dihadirkan sebagai saksi tidak bersedia hadir tanpa alasan yang sah,
maka terhadapnya dapat diperintahkan atau upaya paksa untuk hadir di persidangan
dengan suatu penetapan hakim. Oleh karenanya pada Pasal 224 KUHP dan Pasal 522
KUHP ditegaskan bila seseorang tidak memenuhi kewajiban tersebut, kepadanya
dapat dikenakan sanksi pidana berupa hukuman penjara dan/atau denda.
Pemanggilan saksi harus dilakukan penyidik dengan hati-hati dan teliti,
jangan sampai saksi yang dipanggil, ternyata tidak dapat memberikan keterangan apa
pun, sangat diharapkan agar kata-kata “yang dianggap perlu” dalam ketentuan ini,
jangan dipergunakan sedemikian rupa untuk memanggil setiap orang tanpa didahului
penelitian dan pertimbangan yang matang sesuai dengan urgensi pemeriksaan,
dihubungkan dengan keluasan pengetahuan yang dimiliki saksi mengenai peristiwa
pidana yang bersangkutan.68
Penyidik berwenang memanggil kepada saksi-saksi yang dianggap perlu
untuk diperiksa dan pemanggilan itu harus dilakukan:
67
68
Suryono Sutarto, Op,Cit. hal. 6.
M. Yahya Harahap, Op,Cit,hal. 33.
49
a. Dengan surat panggilan yang sah yang ditandatangani oleh penyidik yang
berwenang dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas.
b. Pemanggilan memperhatikan tenggang waktu yang wajar dan layak.
1. Antara tanggal hari diterimanya surat panggilan, dengan hari tanggal orang
yang dipanggil diharuskan memenuhi panggilan, harus ada tenggang waktu
yang layak (Pasal 112 ayat (1) KUHAP).
2. Atau surat panggilan harus disampaikan “selambat-lambatnya” tiga (3) hari
sebelum tanggal hadir yang ditentukan dalam surat panggilan.69
Orang yang dipanggil untuk didengar keterangannya sebagai saksi wajib
datang dan apabila ia tidak datang, penyidik memanggil satu kali lagi dengan perintah
kepada petugas atau penyelidik untuk dibawa kepadanya (Pasal 112 ayat (2)
KUHAP). Apabila seorang saksi tidak dapat datang dengan alasan yang patut dan
wajar, penyidik datang ke tempat kediamannya.
Umumnya semua orang dapat menjadi saksi. Kekecualian menjadi saksi
tercantum dalam Pasal 168 KUHAP yaitu:
1) Keluarga sedarah atau semenda adalam garis lurus ke atas atau ke bawah
sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai
terdakwa;
2) Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara
ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena
perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;
3) Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersamasama sebagai terdakwa.70
69
70
M. Yahya Harahap, Loc.Cit.
Andi Hamzah, Op,Cit, hal. 33
50
Pasal 168 KUHAP menentukan bahwa mereka tidak dapat didengar dan dapat
mengundurkan diri sebagai saksi, namun apabila mereka menghendakinya dan
penuntut umum serta terdakwa secara tegas menyetujuinya, maka mereka dapat
memberikan keterangan di bawah sumpah dan andaikata penuntut umum serta
terdakwa tidak setuju para saksi tersebut tetap dapat memberikan keterangan tanpa
sumpah, seperti yang disebutkan pada pasal 169 ayat (2) KUHAP.71
Darwan Prints,72 mengemukakan beberapa syarat yang harus dimiliki saksi
agar kesaksiannya tersebut dipakai sebagai alat bukti, diantaranya yaitu :
a. Syarat formal
Bahwa keterangan saksi dapat dianggap sah, apabila keterangan itu
diberikan dibawah sumpah;
b. Syarat materiil
Bahwa keterangan seorang saksi saja tidak dapat dianggap sah sebagai alat
pambuktian, akan tetapi keterangan seorang saksi adalah cukup untuk alat
pembuktian untuk suatu kejahatan yang dituduhkan.
Saksi biasanya diberi kesempatan oleh hakim untuk menceritakan tentang apa
yang dialaminya, dilihatnya atau didengarnya secara bebas, selanjutnya hakim ketua
dapat menanyakan hal-hal yang lebih spesifik, baik dengan berpedoman pada hasil
pemeriksaan penyidik yang tercatat dalam berita acara penyidikan maupun
pertanyaan baru.73
Seseorang yang menjadi saksi juga harus mempunyai rasa tanggung jawab
atas segala hal yang telah ia ungkapkan dimuka persidangan, oleh karena itu, didalam
71
M. Yahya, Harahap, Op. Cit. hal. 815.
Darwan Prints, Op,Cit, hal 108.
73
Aloysius Wisnubroto, Praktek Peradilan Pidana, Bekasi: PT.Galaxy Puspa Mega. 2002
72
hal. 17.
51
Pasal 224 KUHP mengaturnya, yaitu :
Barang siapa dipanggil sebagai saksi atau juru bahasa menurut undangundang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undangundang yang harus dipenuhinya diancam :
1. Dalam perkara pidana, pidana penjara paling lama sembilan bulan.
2. Dalam perkara lain dengan pidana penjara paling lama enam bulan.
Setiap saksi dituntut untuk memberikan keterangan yang sebenarnya dan tiada
lain dari pada yang sebenarnya sesuai dengan lafal sumpah atau janji yang
diucapkannya. Saksi tidak perlu dan tidak dituntut untuk menerangkan sesuatu yang
berupa cerita orang lain kepadanya maupun berupa perkiraan, pendapat atau dugaaan.
Demikian juga terhadap hal-hal yang bersifat persangkaan, tidak perlu dikemukakan
di sidang pengadilan.74
Apabila seorang saksi tanpa alasan yang sah menolak untuk mengucapkan
sumpah dalam memberikan keterangannya maka sebagaimana ditentukan dalam
ketentuan Pasal 161 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa :
“Bahwa dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk
bersumpah atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan
(4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat
penetapan hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera di tempat rumah
tahanan Negara paling lama empat belas hari.
Saksi yang boleh memberikan keterangan tanpa sumpah dalam Pasal 171
KUHAP merumuskan:
a. Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah
kawin;
74
M. Yahya Harahap, Op,Cit.hal. 698.
52
b. Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya
baik kembali.
2. Macam-Macam Saksi
a. Saksi A Charge (Memberatkan terdakwa)
Merupakan saksi yang dipilih atau diajukan oleh penuntut umum yang sifat
kesaksiannya memberatkan terdakwa.75 Saksi ini pemanggilannya dilakukan oleh
penuntut umum. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 160 butir c, dalam hal saksi
yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara
umum, selama berlangsungnya sidang atau belum dijatuhkannya putusan, hakim
ketua sidang wajib menedengar keterangan saksi tersebut.
b. Saksi A De Charge ( yang menguntungkan terdakwa )
Saksi ini adalah kebalikan dari saksi A Charge. Saksi yang diajukan oleh
terdakwa di dalam persidangan ataupun tahap pemeriksaan untuk memberikan
keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.76 Saksi A De Charge yang
tercantum dalam surat pelimpahan perkara pemanggilannya dilakukan oleh
penuntut umum, akan tetapi dimintakan oleh terdakwa atau penasehat humunya
dan pemanggilannya juga dilakukan oleh terdakwa atau penasehat hukumnya
sendiri.
c. Saksi Mahkota
75
Darwan prints, Op,Cit, hal 111.
Benyamin Asri, Hak-Hak Tersangka dan Terdakwa dalam Penyidikan, Penuntutan dan
Peradilan, Bandung: Tarsito, 1989, hal.41.
76
53
Merupakan keterangan yang diberikan seorang saksi yang juga merupakan
terdakwa mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa lain. Saksi
mahkota ini ada apabila dalam suatu peristiwa tindak pidana tersebut terdapat dua
atau lebih terdakwa.
d. Saksi Korban
Korban dari suatu tindak pidana yang kemudian menjadi saksi di depan
persidangan sehubungan dengan perkara dimana dirinya menjadi korban dari
tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa.
e. Saksi Testimonium de auditu
Saksi ini merupakan saksi yang keterangannya bukan ia lihat, ia dengar ataupun ia
alami sendiri melainkan pengetahuannya tersebut didasarkan dari orang lain.
Saksi ini bukanlah alat bukti yang sah, akan tetapi keterangannya perlu didengar
oleh hakim untuk memperkuat keyakinannya. 77
f. Saksi Berantai
Beberapa saksi dengan keterangan masing-masing mengenai suatu kejadian atau
keadaan dalam sebuah peristiwa pidana, dimana masing-masing keterangan itu
berdiri sendiri, namun keberadaannya menunjang satu sama lain.
E. Saksi A De Charge
1. Alasan dan Tata-Tata Cara Pemeriksaan Saksi A De Charge
77
Andi Hamzah, Op,Cit, hal. 264.
54
Dalam pemeriksaan perkara, terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan
bahwa dirinya tidak bersalah. Untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah, ia dapat
menggunakan saksi yang meringankan atau ahli. Dalam praktek pemeriksaan perkara
pidana, hal yang paling mendasar dikedepankan adalah mengenai hak-hak tersangka
atau terdakwa baik dari tingkat penyidikan sampai dengan tingkat peradilan. Salah
satu dari beberapa hak terdakwa yang diatur dalam KUHAP hak terdakwa untuk
menghadirkan saksi A De Charge. Dalam proses pemeriksaan di persidangan,
penyidik dapat meminta keterangan dari saksi yang memberatkan terdakwa dan
terdakwa pun berhak meminta agar dihadirkan saksi yang meringankan atau A De
Charge.
Pasal 116 ayat (3) dan (4) KUHAP menerangkan, dalam pemeriksaan
tersangka atau terdakwa dinyatakan apakah menghendaki saksi yang meringankan
atau saksi yang dapat menguntungkan baginya atau yang disebut saksi A De Charge.
Hal ini dilakukan dengan alasan karena tersangka berhak melakukan pembelaan
terhadap dakwaan yang dituduhkan kepadanya dengan mengajukan seorang saksi,
dan karena pada umumnya para saksi itu memberatkan tersangka. Bila terdakwa
menghendaki adanya saksi yang meringankan atau A De Charge, maka penyidik
wajib memeriksanya dicatat dalam berita acara, dengan memanggil dan memeriksa
saksi tersebut.
55
Pengertian dari saksi A De Charge adalah saksi yang diajukan oleh terdakwa
di dalam persidangan ataupun tahap pemeriksaan untuk memberikan keterangan yang
menguntungkan bagi dirinya.78
Saksi A De Charge dalam KUHAP diatur dalam Pasal 65 KUHAP yang
berbunyi:
“Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi
dan atau seorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan
keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.”
Pasal 65 KUHAP menjelaskan bahwa tersangka atau terdakwa sejak diperiksa
oleh penyidik mempunyai hak untuk mengajukan saksi-saksi guna memberikan
keterangan yang menguntungkan dirinya.
“Berkaitan adanya hak untuk mengajukan saksi atau ahli yang oleh undangundang telah diberikan oleh tersangka atau terdakwa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 65 KUHAP, sehingga para pemeriksa disemua tingkat
pemeriksaan wajib menanyakan kepada tersangka atau terdakwa, yaitu apakah
ia akan mengajukan saksi-saksi atau saksi ahli yang dapat memberikan
keterangan yang sifatnya menguntungkan bagi terdakwa.” 79
Saksi A De Charge yang diajukan oleh terdakwa atau penasehat hukumnya,
dimaksudkan untuk melemahkan dakwaan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum
kepada terdakwa. Tujuan lain adalah untuk menemukan dan mewujudkan kebenaran
sejati, ketua sidang tidak hanya terpaut pada bahan dan keterangan yang telah
78
79
Benyamin Asri, Loc.Cit
P.A.F. lamintang dan Theo lamintang, Op,Cit, hal.66.
56
tertuang dalam berita acara penyidikan saja, tetapi juga berhak meminta keterangan
ahli. Leden Marpaung80 berpendapat bahwa :
“Untuk mencapai tujuan mencari kebenaran materiil, telah selayaknya
bahwa hakim tidak terbatas pada bahan yang telah ada dalam berkas
perkara yang diperoleh sebagai hasil penyidikan. Dengan demikian adalah
tepat jika hakim diberi kewenangan untuk minta bahan baru.”
Tujuan diajukannya saksi yang meringankan atau saksi A De Charge oleh
penasehat hukum atau terdakwa, yaitu untuk melemahkan dakwaan Jaksa Penuntut
Umum yang didakwaan kepada terdakwa. Diajukannya saksi A De Charge terdakwa
berharap dapat dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya atau bahkan diputus bebas.
Tata-Tata Cara Pemeriksaan Saksi A De Charge
Keterangan sakai A De Charge yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat
hukumnya, sebelum dijadikan putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar
keterangan saksi tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 160 ayat (1) butir c
KUHAP, yaitu:
“Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan
terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkata dan atau yang
diminta oleh terdakwa atau penasehat hukum atau penuntut umum selama
berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua
sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.”
Tata cara pemeriksaan saksi A De Charge sama dengan pemeriksaan saksi A
Charge, dengan titik berat pada pernyataan-pernyataan yang mengarah pada
80
Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana (Di Kejaksaan dan Pengadilan
Negeri Upaya Hukum dan Eksekusi), Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 115.
57
pengungkapan fakta yang bersifat membalik atau melemahkan dakwaan penuntut
umum atau setidaknya bersifat meringankan.81
Tata cara pemeriksaan saksi Menurut Mohammad taufik Makarao dan
Suharsil 82, yaitu;
1. Saksi dipanggil seorang demi seorang
Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan
yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang. Pemeriksaan saksi secara
satu persatu bertujuan agar keterangan yang mereka berikan tetap bersifat bebas,
jangan sampai terjadi keterangan seorang saksi didengar oleh saksi yang lain, yang
berakibat mempengaruhi saksi yang berangkutan.
2. Memeriksa identitas saksi
Maksud pemeriksaan identitas serta hubungan saksi dengan terdakwa, untuk
memberikan penjelasan kepada persidangan tentang kedudukan saksi dalam perkara
yang sedang diperiksa, hal ini dijadikan titik tolak bagi ketua sidang untuk
menentukan sikap perlu tidaknya saksi didengar keterangannya maupun untuk
menentukan kualitas keterangan yang diberikan saksi dalam persidangan.
3. Saksi wajib mengucapkan sumpah
Sumpah diberikan sebelum memberi keterangan. Sebelum memberi
keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya
masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak
81
82
Wisnubroto, Op,Cit, hal 21.
Mohammad taufik Makarao dan Suharsil, Op,Cit, hal. 108-120
58
lain daripada yang sebenarnya (Pasal 160 ayat (3) KUHAP). Sumpah diberikan
sesudah memberi keterangan. Jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau
ahli wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberikan
keterangan (Pasal 160 ayat (4)KUHAP).
4. Sumpah dapat diucapakan di luar sidang
Alasan penyumpahan diluar sidang menurut M. Yahya Harahap 83 adalah,
“Kekhidmatan sumpah, artinya saksi atau ahli yang mengucapkan sumpah
atau janji tadi akan lebih sadar isi sumpah yang diucapkannya bila
pelaksanaannya dilakukan di luar sidang, juga supaya saksi lebih jujur dalam
memberikan keterangan.”
5. Penolakan sumpah dapat dikenakan sandera
Saksi dapat menolak untuk disumpah jika ada alasan yang sah. Tentang alasan
yang sah ini adalah diserahkan sepenuhnya kepada hakim.
6. Ketarangan saksi di sidang berada berbeda dengan berita acara
Menurut ketentuan Pasal 163 KUHAP, keterangan saksi di sidang berbeda
dengan keterangannya yang terdapat dalam berita acara, hakim ketua sidang
mengingatkan saksi tentang hal itu serta minta keterangan mengenai pembedaan yang
ada dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan sidang.
7. Terdakwa dapat membantah atau membenarkan keterangan saksi
Pemberian hak membantah atau membenarkan keterangan saksi, sesuai
dengan asas keseimbangan dalam menegakkan hukum. Pasal 164 ayat (1) KUHAP
mengatakan:
83
M. Yahya Harahap, Op,Cit, hal.176
59
“Setiap kali seorang saksi selesai memberikan keterangan, hakim ketua sidang
menanyakan kepada terdakwa bagaimana pendapatnya tentang keterangan
tersebut.”
8. Kesempatan mengajukan pertanyaan kepada saksi dan terdakwa
Saksi tidak boleh menolak setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya,
sepanjang pertanyaan itu tidak bertentangan dengan undang-undang atau sepanjang
pertanyaan itu relevan dengan perkara yang diperiksa. Pasal 164 ayat (2) dan (3)
KUHAP mengatakan:
“(2) Penuntut umum atau penasehat hukum dengan perantara hakim ketua
sidang diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi dan
terdakwa.
(3) Hakim ketua sidang dapat menolak pertanyaan yang diajukan oleh
penuntut umum atau penasehat hukum kepada saksi atau terdakwa dengan
mamberikan alasannya.”
9. Larangan mengajukan pertanyaan yang bersifat menjerat
Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan baik kepada terdakwa
maupun kepada saksi. Sesuai dengan penjelasan Pasal 166 KUHAP, jika dalam salah
satu pernyataan disebutkan suatu tindak pidana yang tidak diketahui telah dilakukan
oleh terdakwa atau tidak dinyatakan oleh saksi, tetapi dianggap seolah-olah diakui
atau dinyatakan, maka pertanyaan yang demikian itu dianggap sebagai pertanyaan
yang bersifat menjerat.
10. Saksi yang telah memberikan keterangan tetap hadir di sidang
Berdasarkan ketentuan Pasal 167 KUHAP, setiap saksi yang telah selesai
memberikan keterangan, tetap hadir dalam ruang sidang. Bahkan izin meninggalkan
ruang sidang, kecuali ketua sidang memberi izin. Bahkan izin meninggalkan ruang
60
sidang harus dibatalkan oleh ketua sidang, apabila penuntut umum atau terdakwa
maupun penasihat hukum mengajukan keberatan.
11. Yang tidak dapat didengar sebagai saksi
Pasal 168 KUHAP menerangkan:
“Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar
keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:
a. keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah
sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai
terdakwa;
b. saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara
ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena
perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;
c. suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersamasama sebagai terdakwa.
12. Mereka yang dapat minta dibebaskan menjadi saksi
Berdasarkan ketentuan Pasal 170 KUHAP terdapat sekelompok orang yang
dapat meminta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi.
Hal pembebasan diri menjadi saksi sifatnya tidak mutlak. Sesuai dengan ketentuan
Pasal 170 KUHAP, yaitu mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau
jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban
untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada
mereka. Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan
tersebut.
13. Mereka yang boleh memberi keterangan tanpa sumpah
Yang boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah ialah:
61
a. Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah
kawin;
b. Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang
ingatannya baik kembali.
14. Pemeriksaan saksi dapat didengar tanpa hadirnya terdakwa
Pasal 173 KUHAP memberi kemungkinan bagi hakim ketua sidang untuk
memberikan dan mendengar keterangan saksi tanpa hadirnya terdakwa, dengan jalan
mengeluarkan terdakwa dari ruang sidang. Setelah terdakwa keluar persidangan
dilanjutkan memeriksa dan mendengar keterangan saksi. Tata cara pemeriksaan saksi
seperti ini, didasarkan pada alasan pertimbangan, hakim berpendapat dan menilai
saksi merasa tertekan memberikan keterangan jika terdakwa hadir dalam
pemeriksaan.
15. Keterangan saksi palsu
Pasal 174 KUHAP menentukan:
(1) apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang
memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan
keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat
dikenakan kepadanya apabila ia tetap tetap memberikan keterangan palsu.
(2) Apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena
jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi
perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan
dakwaan sumpah palsu.
(3) Dalam hal yang demikian, oleh panitera segera dibuat berita acara
pemeriksaan sidang yang memuat keterangan saksi dengan menyebut alasan
persangkaan, bahwa keterangan saksi itu adalah palsu dan berita acara
tersebut ditandatangani oleh hakim ketua sidang serta diselesaikan menurut
ketentuan undang-undang ini.
(4) Jika perlu, hakim ketua sidang menangguhkan sidang dalam perkara
semula sampai pemeriksaan perkara pidana terhadap saksi selesai.
62
16. Pemeriksaan saksi dan terdakwa dapat dilakukan dengan juru bahasa dan
penerjemah
Pasal 177 KUHAP menentukan:
(1) jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim ketua sidang
menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan
menerjemahkan dengan benar semua yang harus diterjemahkan.
(2) Dalam hal seorang tidak boleh menjadi saksi dalam suatu perkara, ia tidak
boleh pula menjadi juru bahasa dalam perkara ini.
2.
Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi A De Charge
Darwan Prints,84 mengemukakan beberapa syarat yang harus dimiliki saksi
agar kesaksiannya tersebut dipakai sebagai alat bukti, diantaranya yaitu :
a. Syarat formal
Bahwa keterangan saksi dapat dianggap sah, apabila keterangan itu
diberikan dibawah sumpah;
b. Syarat materiil
Bahwa keterangan seorang saksi saja tidak dapat dianggap sah sebagai alat
pambuktian, akan tetapi keterangan seorang saksi adalah cukup untuk alat
pembuktian untuk suatu kejahatan yang dituduhkan.
Syarat yang harus dipenuhi agar keterangan saksi dapat dikatakan sah adalah :
1. Syarat formil :
Seorang saksi harus mengucapkan sumpah dan janji baik sebelum maupun
setelah memberikan keterangan (Pasal 160 ayat (3) dan (4) KUHAP).
2. Syarat materiil
a) Melihat, mendengar, atau mengalami sendiri suatu peristiwa pidana (Pasal 1
butir 26 atau 27 KUHAP).
84
Darwan Prints, Op,Cit ,hal. 108.
63
b) Seorang saksi harus dapat menyebutkan alasan dari kesaksiannya itu (Pasal 1
butir 27 KUHAP).
c) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan
terdakwa/ asas ini terkenal dengan sebutan unus testis nullus testis (Pasal 185
ayat (2) KUHAP.
Syarat agar seorang saksi dapat diajukan sebagai saksi A De Charge adalah
sama dengan syarat saksi yang diajukan oleh penuntut umum. Menurut M. Yahya
Harahap85 agar keterangan seorang saksi dapat dianggap sah sebagai alat bukti yang
memiliki nilai kekuatan pembuktian, harus terpenuhi aturan ketentuan sebagai
berikut:
1. Harus mengucapkan sumapah atau janji.
Kewajiban untuk mengucapkan sumpah atau janji diatur dalam Pasal 160 ayat
(3) KUHAP yaitu:
“Sebelum memberikan keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau
janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan
keterangan yang sebenarnya dan tidak lain dari pada yang sebenarnya.”
Pengucapan sumpah itu merupakan syarat mutlak, dapat dibaca dalam Pasal
161 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP. Pengucapan sumpah dilakukan di dalam
persidangan. Berdasarkan ketentuan Pasal 161 ayat (2) KUHAP menunjukan bahwa
pengucapan sumpah merupakan syarat mutlak dimana keterangan saksi atau ahli yang
tidak disumpah atau mengucapkan janji, tidak dapat dianggap sebagai alat bukti yang
85
M. Yahya Harahap, Op,Cit.hal 286
64
sah, tetapi hanyalah merupakan keterangan yang dapat digunakan untuk memperkuat
keyakinan hakim.86
2. Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti.
Tidak semua keterangan saksi yang mempunyai nilai sebagai alat bukti.
keterangan saksi yang mempunyai nilai ialah keterangan yang sesuai dengan apa
yang dijelaskan Pasal 1 angka 27 KUHAP:
a.
b.
c.
d.
Yang saksi dengar sendiri,
Saksi lihat sendiri,
Saksi alami sendiri,
Serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
3. Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan
Agar keterangan saksi dapat dinilai sebagai alat bukti, keterangan itu harus
yang dinyatakan di sidang pengadilan, hal ini sesuai dengan penegasan Pasal 185 ayat
(1). Keterangan saksi yang berisi penjelasan tentang apa yang didengarnya, dilihatnya
sendiri atau dialaminya mengenai suatu peristiwa pidana, baru dapat bernilai sebagai
alat bukti apabila keterangan itu saksi nyatakan di sidang pengadilan. Keterangan
yang dinyatakan di luar sidang pengadilan (outside the court) bukan merupakan alat
bukti.
4. Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup
Berdasarkan prinsip minimum pembuktian yang diatur dalam pasal 183
KUHAP yaitu:
86
Andi Hamzah, Op,Cit, hal.263.
65
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya.”
Keterangan saksi dapat dianggap cukup membuktikan kesalahan seorang
terdakwa jika dipenuhi paling sedikit atau sekurang-kurangnya dengan dua alat bukti.
keterangan seorang saksi saja, baru bernilai sebagai suatu alat bukti apabila ditambah
dan dicukupi dengan alat bukti lain, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 185 ayat
(2) KUHAP yaitu:
“Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa
terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.”
5. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri
Ketentuan ini diatur secara tegas dalam Pasal 185 ayat (4) KUHAP yaitu:
“Keterangan beberapa saksi yang bendiri sendiri-sendiri tentang suatu
kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah,
apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain
sedemikian rupa dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan
tertentu.”
Ketentuan Pasal 185 ayat (6) KUHAP menyebutkan :
“Adapun dalam menilai kebenaran seorang saksi, hakim harus dengan
sungguh-sungguh memperhatikan :
1. Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
2. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
3. Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberikan
keterangan yang tertentu;
4. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya
dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya”.
Kekuatan pembuktian keterangan saksi A De Charge adalah sama dengan
kekuatan pembuktian keterangan saksi yang diajukan oleh penuntut umum. Menurut
66
M.Yahya Harahap87, nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi sebagai alat bukti
adalah sebagai berikut:
1. Mempunyai kekuatan pembuktian Bebas;
Alat bukti kesaksian sebagai alat bukti yang sah, tidak mempunyai
kekuatan pembuktian yang sempurna dan juga tidak memiliki kekuatan
pembuktian yang menentukan. Atau dengan singkat dapat dikatakan alat
bukti kesaksian sebagai alat bukti yang sah adalah bersifat bebas dan
“tidak sempurna” dan “tidak menentukan” atau “tidak mengikat”.
2. Nilai kekuatan pembuktiannya tergantung pada hakim.
Alat bukti keterangan saksi sebagai alat bukti yang bebas yang tidak
mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan tidak
menentukan, sama sekali tidak mengikat hakim. Hakim bebas untuk
menilai kesempurnaan dan kebenarannya. Tergantung pada penilaian
hakim untuk menganggapnya sempurna atau tidak. Tidak ada keharusan
bagi hakim untuk menerima kebenaran setiap keterangan saksi. Hakim
bebas menilai kekuatan atau kebenaran yang melekat pada keterangan itu,
dan “dapat menerima” atau “menyingkirkannya”
F. Obat Tradisional
1. Pengertian Obat Tradisional
Pengertian obat tradisional sendiri menurut ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang
Undang Nomor 39 tahun 2009 tentang Kesehatan, berbunyi sebagai berikut :
“Bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut
yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.”
Secara terminologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, obat tradisional
yaitu:
87
M.Yahya Harahap.Op.Cit.hal 294-295.
67
“Obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-temurun, berdasarkan
resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat,
baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional.”88
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 006 Tahun 2012
tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional, merumuskan pengertian obat tradisional
yaitu:
“Bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut
yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.”
Pengertian obat tradisional berdasarkan Peraturan Menteri kesehatan Nomor
007 Tahun 2012 Pasal 1 tentang Registrasi Obat Tradisional menyebutkan bahwa :
“Obat tradisional adalah Bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat.”
Tindak Pidana Obat Tradisional
Obat tradisional semakin berkembang pesat seiring dengan bertambahnya
teknologi yang modern. Dengan demikian, maka persaingan usaha obat tradisional
semakin ketat sehingga menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat. Banyak
masyarakat yang dengan sengaja mengedarkan obat-obatan tanpa mendapatkan ijin
dari Kepala BPOM. Karena obat-obatan yang tanpa dilengkapi ijin dari Kepala
BPOM mudah didapat dan harganya jauh lebih ekonomis dibanding obat-obatan legal
88
Obat Tradisional, file:///J:/Obat 0tradisional Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia
bebas.htm, Diakses pada tanggal 18 Oktober 2012, pukul 14.34 WIB.
68
yang telah mendapat ijin edar dari Kepala BPOM. Keuntungan yang diperoleh oleh
penjual juga tidak sedikit. Perihal tersebut mengakibatkan adanya tindak pidana
pelanggaran Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia, menurut perkembangan hukum
internasional hak asasi manusia, pemenuhan kebutuhan hak atas kesehatan yang
menjadi tanggung jawab pemerintah dalam setiap negara.89 Maka dari itu Pemerintah
setiap negara berkewajiban memberikan hak kesehatan kepada rakyatnya seperti yang
dijelaskan pada Pasal 14-20 Undang-Undang jo 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Hal ini dikarenakan kesehatan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan
manusia sehingga menjadi prioritas dalam pembangunan nasional suatu bangsa. Salah
satu komponen kesehatan yang sangat penting adalah tersedianya obat sebagai bagian
dari pelayanan kesehatan masyarakat. Hal itu disebabkan karena obat digunakan
untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan atau memelihara kesehatan.
Peredaran obat tradisional tanpa ijin edar terdapat dalam ketentuan Pasal 197
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Ketentuan Pasal 197
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan hanya dapat dikenakan
kepada seseorang dalam kerangka “peredaran” baik dalam perdagangan maupun
bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
89
Ipang Gonjanez, Farmasi, www.yayasanhak.minihub.org/direito/txt/2003/22/10
direito.html, Diakses pata tanggal 20 Okrober 2012, Pukul 22.23 WIB.
69
Obat tradisional dilarang menggunakan bahan kimia hasil isolasi atau sintetik
berkhasiat obat, narkotika atau psikotropika, hewan atau tumbuhan yang dilindungi,
dan bahan kimia obat di dalam obat tradisional. Ini sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
006/Menkes/Per/V/2012
(Permenkes
006/2012) tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional.
Memproduksi obat tradisional setiap Industri Obat Tradisional / Industri Kecil
Obat Tradisional wajib melaksanakan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik,
yang dituangkan dalam Kepmenkes RI No. 659/Menkes/SK/X/1991 tentang Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan
untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang
berlaku.
Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
memiliki kecenderungan mengkriminalisasi orang, baik produsen, distributor,
konsumen dan masyarakat. BAB XX Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan merupakan ketentuan khusus atau lex specilais derogat lex
generalis. Sanksi hukumannya adalah lima belas tahun penjara atau denda 1,5 miliar.
Ketentuan pidana dalam Palsa 197 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan merupakan delik kejahatan karena kesehatan merupakan salah satu indikator
tingkat kesejahteraan manusia sehingga menjadi prioritas dalam pembangunan nasional
suatu bangsa.
70
Berdasarkan ketentuan pidana yang diatur dalam Bab XX Pasal 197 UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dikelompokkan dari segi
perbuatannya yaitu mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak
memiliki ijin edar.
\
71
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis normatif
dengan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan kasus
(Case Approach). Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) digunakan
karena yang akan diteliti adalah aturan hukum yaitu Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pendekatan kasus (Case
Approach) digunakan karena yang akan diteliti adalah kasus yang telah diputus oleh
hakim Pengadilan Negeri Cilacap.90
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang dilakukan adalah penelitian preskriptif, yaitu suatu
penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau merumuskan masalah
sesuai dengan keadaan atau fakta yang ada, sifat preskriptif keilmuan hukum ini
merupakan sesuatu yang substansial, mempelajari tujuan hukum, nilai- nilai keadilan,
validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma hukum.91
C. Sumber Data
Data Sekunder, yang
Bersumber dari bahan hukum, meliputi:
90
Joni Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayu media
Publishing, 2011, hal. 295.
91
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. Kencana Prenada Media Group. Jakarta, 2007,
hal. 22.
72
1. Bahan hukum sekunder
Bahan-bahan yang bersumber dari keputusan-keputusan, literatur-literatur,
artikel, makalah seminar, dan hasil penelitian yang ada hubungannya dengan
permasalahan yang diteliti guna mendukung penelitian.
2. Bahan hukum primer
Bahan-bahan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan serta
dokumen-dokumen resmi yang berkaitan dengan pokok permasalahan.
D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum
Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
data sekunder yaitu data sekunder diperoleh dengan menginventarisasi peraturan
perundang-undangan, mempelajari keputusan, buku literatur, artikel, makalah,
seminar, maupun surat-surat resmi yang ada hubungannya dengan penelitian tersebut.
E. Metode Penyajian Bahan Hukum
Deskriptif analitif diuraikan atau disajikan secara sistematis. Untuk bahan
hukum sekunder akan disajikan sesuai dengan kebutuhan analisis namun tidak
menghilangkan maksud yang terkandung dalam bahan hukum tersebut. Penyajian
bahan ini dapat ditempatkan pada seluruh bab maupun sub bab pada karya tulis ini
sesuai dengan relevansinya pada hal yang bersangkutan.
73
F. Metode Analisis Bahan Hukum
Bahan hukum yang telah diperoleh dan diinventarisir akan dianalisis secara
kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan merangkai bahan
hukum yang telah dikumpulkan dan disusun secara sistematis yang akhirnya akan
ditarik kesimpulan pada karya tulis ini.
G. Spesifikasi Penelitian terdahulu
Berikut ini beberapa skripsi yang dibuat mahasiwa Fakultas Hukum
Universitas Jendral Soedirman bagian Hukum Acara Pidana:
1. Judul skripsi
Charge
: Saksi A De Charge (Kekuatan Pembuktian Saksi A De
Dalam
Putusan
Pengadilan
Negeri
Banjarnegara
No:
79/Pid.B/1999/PN.Bjr)
Nama
: Sudarmaji
NIM
: E1E000099
Perumusan Masalah
:
a. Bagaimanakah penilaian kekuatan pembuktian terhadap saksi A De Charge
dalam
putusan
Pengadilan
Negeri
Banjarnegara
Nomor:
79/Pid.B/1999/PN.Bjr ?
b. Apakah dalam setiap persidangan diperlukan saksi A De Charge?
Kesimpulan
:
a. Pertimbangan hukum hakim dalam menilai kekuatan pembuktian saksi A De
Charge adalah:
74
Terdakwa dapat membuktikan ketidaksalahannya sebagaimana disebutkan
dalam dakwaan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Keterangan saksi
A De Charge sebagai saksi yang meringankan bagi terdakwa tersebut tidak
berdiri sendiri tetapi dikuatkan dengan alat bukti yang lain, sehingga syarat
minimum pembuktian sesuai Pasal 183 KUHAP.
b. Terhadap suatu keterangan saksi A De Charge karena dapat dijadikan sebagai
alat pembuktian menurut KUHAP, dan hal ini sangat menguntungkan bagi
terdakwa untuk dapat dipertimbangkan oleh hakim, maka dalam prinsipnya
dalam setiap persidangan mengenai diperlukan atau tidaknya saksi A De
Charge hal ini sangat tergantung kebutuhan.
Skripsi ini berbeda dengan skripsi penulis karena setiap perkara pidana di
pengadilan dalam proses pembuktiannya, alat-alat bukti yang diajukan maupun alat
bukti yang sah untuk dijadikan dasar pertimbangan hakim menjatuhkan putusan
tidak selalu sama. Tindak pidana yang menjadi fokus skripsi ini adalah tindak pidana
korupsi yang diatur dalam Pasal 423 KUHP Jo Pasal 1 ayat (1) Sub e Jo Pasal 28 Jo
Pasal 34 Sub c Jo Undang-Undang No.3 Tahun 71 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Jo Pasal 65 KUHAP. Sedangkan tindak pidana yang menjadi fokus
skripsi penulis adalah tindak pidana peredaran obat tradisional tanpa ijin edar yang
berada di luar KUHP yaitu tindak pidana khusus, yang diatur dalam Undang-Undang
RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Permasalahan yang dianalisi dalam skripsi
ini adalah kekuatan pembuktian terhadap saksi A De Charge dan kehadiran saksi A
75
De Charge
pada putusan Pengadilan Nomor: 79/Pid.B/1999/PN.Bjr sedangkan
permasalahan yang dianalisis dalam skripsi penulis adalah alasan mengapa saksi A De
Charge dihadirkan dalam persidangan dan kekuatan keteranga pembuktian saksi A
De Charge pada Putusan Pengadilan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP
2. Judul skripsi
: Kedudukan Saksi A De Charge Pada Kasus Korupsi
(Studi Terhadap Putusan No. 113/Pid.B/2008PN.Pwt.)
Nama
: Giandra Muhsy
NIM
: E1A005007
Perumusan Masalah
:
a. Bagaimana kedudukan saksi A De Charge pada kasus korupsi dalam Putusan
No. 113/Pid.B/2008PN.Pwt menurut pembuktian dalam KUHAP?
b. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menilai keterangan saksi A De
Charge dalam pembuktian pada Putusan No. 113/Pid.B/2008PN.Pwt?
Kesimpulan:
a. Kedudukan saksi A De Charge pada kasus korupsi dalam Putusan No.
113/Pid.B/2008PN.Pwt menurut pembuktian dalam KUHAP adalah sama
dengan kedudukan saksi pada umumnya, yaitu saksi yang diajukan oleh
penuntut umum. Sehingga keterangan dari saksi A De Charge adalah
keterangan saksi yang dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah dan
sebagai pertimbangan
hukum hakim dan sebagai hal
yang dapat
76
mempengaruhi keyakinan hakim dalam memutus perkara tindak pidana dalam
Putusan No. 113/Pid.B/2008PN.Pwt.
b. Pertimbangan hukum hakim dalam menilai keterangan saksi A De Charge
dalam pembuktian pada Putusan No. 113/Pid.B/2008PN.Pwt, adalah “bebas”
hakim dapat menilainya sebagai pertimbangan hukum hakim untuk
menyatakan dakwaan primair oleh penuntut umum tidak terbukti, sehingga
terdakwa dibebaskan dari dakwaan primair, dan terbukti dalam dakwaan
subsidair yaitu melakukan tindak pidana korupsi. Hakim bebas menilai
kekuatan atau kebenaran yang melekat pada keterangan para saksi A De
Charge itu, dan hakim dapat “menerima” atau “menyingkirkan” keterangan
tersebut, karena hal tersebut maka nilai pembuktian keterangan saksi A De
Charge adalah “bebas”, yaitu tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian
yang sempurna dan mengikat.
Skripsi ini berbeda dengan skripsi penulis karena setiap perkara pidana di
pengadilan dalam proses pembuktiannya, alat-alat bukti yang diajukan maupun alat
bukti yang sah untuk dijadikan dasar pertimbangan hakim menjatuhkan putusan
tidak selalu sama. Tindak pidana yang menjadi fokus skripsi ini adalah tindak pidana
korupsi sedangkan tindak pidana yang menjadi fokus skripsi penulis adalah tindak
pidana peredaran obat tradisional tanpa ijin edar yang diatur dalam Undang-Undang
RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Permasalahan yang dianalisi dalam skripsi
ini adalah kedudukan saksi A De Charge pada kasus korupsi dan pertimbangan
77
hukum hakim dalam menilai keterangan saksi A De Charge dalam Putusan No.
113/Pid.B/2008PN.Pwt Bjr sedangkan permasalahan yang dianalisis dalam skripsi
penulis adalah alasan mengapa saksi A De Charge dihadirkan dalam persidangan dan
kekuatan keteranga pembuktian saksi A De Charge pada Putusan Pengadilan Nomor:
113/Pid.Sus/2010/PN.CLP.
78
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Duduk Perkara
Pada Putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor : 113/Pid.S/2010/PN.CLP
telah mendirikan usaha obat tradisional/jamu yang bernama PJ GUNA SEHAT oleh
terdakwa dengan identitas sebagai berikut : Nama Lengkap: SS, tempat lahir: Cilacap,
tanggal lahir/umur: Cilacap/43tahun, jenis kelamin: Laki-laki, kebangsaan: Indonesia,
tempat tinggal: Jl.Kapten Sukandar Desa Karangiati Rt.0l, Rw.04 Kecamatan
Sampang, Kabupaten Cilacap, agama: Islam, pekerjaan: Swasta.
Awalnya terdakwa (SS), mendirikan usaha obat tradisional/jamu yang
bernama PJ GUNA SEHAT di Jl.Kapten Sukandar Desa Karangiati Rt.0l, Rw.04
Kecamatan sampang, Kabupaten Cilacap, selanjutnya Dinas Kesehatan Propinsi Jawa
Tengah telah menerbitkan ijin Usaha Kecil Obat Tradisional (IKOD) terhadap PJ
GUNA SEHAT No.71/IZ-IKOT/IX/I999 tanggal 30 Desember 1999 dimana
terdakwa dalam menjalankan usahanya telah memproduksi obat tradisional/jamu
yaitu jamu GEMUK SEHAT GS yang telah memiliki ijin Dirjen POM. Nomor:
0515/Reg/B/99 tanggal 11 Oktober 1999 Nomor ijin eder POM. TR/103215671.
Depkes RI No.TR 993 200 731 produksi PJ GUNA SEHAT dan jamu ENCOK ijin
Dirjen POM Nomor : 0514/Reg/B/99 tanggal 11 Oktober 1999 Nomor ijin edar POM
TR.103215661, Depkes RI No.TR 993 200 721 produksi PJ GUNA SEHAT.
79
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor : 0474/Reg/B1/2010
tanggal 14 Juni 2010 produksi jumu GEMUK SEHAT GS milik terdakwa dinyatakan
tidak berlaku dan sudah direcal (ditarik dari peredaran) karena mengandung kafein
dan berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor : 0473/Reg/B1/2010
tanggal 14 Juni 2010 perijinan produksi jamu ENCOK milik terdakwa telah
dinyatakan tidak berlaku dan sudah direcal (ditarik dari peredaran) karena
mengandung paracetamol.
Kenyataannya terdakwa justru telah memproduksi dan mengedarkan obat
tradisional/jamu yaitu jamu merk JAMU GEMUK (menambah berat badan) No.l
SERBUK GUNA SEHAT yang belum memiliki ijin perijinan dan telah
menggunakan Nomor ijn edar jamu GEMUK SEHAT GS dengan ijin Dirjen POM
Nomor : 0515/Reg/B/99 tanggal 11 Oktober 1999 Nomor ijin edar POM TR.
103215671 Depkes RI No.TR 993 200 731 produksi PJ GUNA SEHAT yang telah
dinyatakan tidak berlaku serta tidak menyantumkan tanggal kadaluwarsa.
Terdakwa juga telah memproduksi dan mengedarkan obat tradisional/jamu
yaitu jamu merk JAMU PEGALLINU (menyembuhkan pegal linu) No.2 SERBUK
GUNA SEHAT yang belum memiliki perijinan dan telah menggunakan Nomor ijin
edar jamu ENCOK ijin Dirjen POM Nomor : 0514/Reg/8199 tanggal 11 oktober
1999 Nomor ijin edar POM TR.103215661, Depkes RI No. TR 993 200 72I produksi
PJ GUNA SEHAT yang telah dinyatakan tidak berlaku serta tidak mencantumkan
tanggal kedaluwarsa.
80
Terdakwa telah memproduksi jamu-jamu tersebut dengan memperkerjakan
karyawan yang melakukan proses pembuatan hingga pengemasan selanjutnya
terdakwa memasarkan produksi jamu terdakwa tersebut sesuai pesanan meggunakan
jasa pengiriman ALS untuk dikirimkan sesuai alamat pemesanan antara lain di
wilayah Palem, Batam, Lampung, Medan dan Tangerang diantaranya dengan saksi
PARLAN dengan cara pembayaran Biyet giro dengan tranfer rekening BCA atas
nama terdakwa.
Berdasarkan adanya laporan dan informasi dari masyarakat terkait adanya
dugaan peredaran obat tradisional/jamu yang tidak memiliki ijin edar maka
selanjutnya petugas kepolisian telah melakukan penyelidikan kemudian pada tanggal
8 oktober 2010 sekirat pukul 12.00 WIB tim penyelidik dari MABES POLRI telah
melakukan penggeledahan ditempat milik terdakwa yaitu di Jl. Kapten Sukardan
Desa Karangjati Rt.0l Rw.04 Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap, dimana
petugas telah menemukan barang berupa 2 (dua) unit mesin molen/pengaduk jamu,
200 (dua ratus) karung/bahan serbuk jamu 1 (satu) unit truk Mitsubishi warna kuning
No.Pol. B-9305-OM berisi 100 (seratus) karton jamu setiap karton berisi 160 pak dan
isi 25 sachet, 550 (lima ratus lima puluh) roll alumunium roll jamu PT GUNA
SEHAT (SS), 45 (empat puluh lima) karton jamu setiap karton 160 paks isi 25 sachet,
l (satu) paks Hologram, 30 (tiga puluh) karton pembungkus jamu, 4 (empat) unit
mesin packing pengemas merk SMS, 6 (enam) tong plastik besar No.l serbuk GUNA
SEHAT, 6 (enam) rol aluminium Foll jamu GEMUK dan 2 (dua) rol plastik polos
81
pembungkus kotak, dimana keseluruhan barang-barang tersebut telah dilakukan
penyitaan sebagai barang bukti.
Perbuatan terdakwa yang memproduksi jamu/obat tradisional tidak memenuhi
syarat dan standar sebagai obat tradisional dengan tidak memiliki ijin edar secara sah
yang ditentukan oleh ketetentuan perundang-undangan yang berlaku, sehingga tidak
dapat dipertanggung jawabkan atas jaminan keamanan mutu, khasiat, manfaatnya
terhadap masyarakat sehingga perbuatan yang dilakukan terdakwa merupakan
perbuatan yang melanggar
ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang
Kesehatan.
2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun
secara Alternatif, yaitu :
KESATU
: Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam Pasal 197 Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan;
ATAU
KEDUA
: Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam
Pidana dalam Pasal 62 Ayat (l) jo Pasal 8 Ayat (1) huruf a UndangUndang RI No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
82
3. Pembuktian
Hakim dalam perkara ini memeriksa beberapa alat bukti dan barang bukti
dalam persidangan, yaitu :
a. Alat Bukti Keterangan Saksi
1) Saksi S bin AN, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
-
Saksi kerja di perusahaan Jamu Gemuk Sehat milik terdakwa (SS) sudah 6
bulan yang lalu.
-
Saksi bertugas sebagai jaga mesin dan packing.. Saksi mendapat gaji
sehari Rp.20.000,-(dua puluh ridu rupiah), makan minum ditanggung
disana. Jamu yang diproduksi ada 2 (dua) jenis jamu yang diproduksi
jamu Gemuk yang menggemukkan badan No.1 Serbuk Guna Sehat
Depkes RI No.TR 993200731 dan Jamu Pegel Linu No.2 Serbuk Guna
Sehat Depkes RI No. TR 993200721. Antara jamu Gemuk dan Pegal Linu
bungkusannya sama warnanya kuning ada gambarnya terdakwa (SS), pake
peci, sejak saksi bekerja disitu bungkusannya sama belum pernah ganti.
Saksi tidak pernah baca tulisan jamu, komposisinya bagaimana terdiri dari
saja dan menurut saksi tidak ada ganjanya, campurannya
tradisional,
khasiat kegunaannya ada, sedangkan No. Register saksi tidak tahu.
-
Tugas saksi adalah packing yaitu pengepakan, setelah tepung jamu datang
dari tempat penyimpanan, tepung jamu dimasukan dalam corong
penampung mesin sachet untuk selanjutnya dikemas dalam pak kecil isi
83
25 sachet dan berikutnya dikemas dalam kantong isi 160 paks, dan selain
itu tidak ada tugas lain. Saksi tidak tahu siapa yang mencarnpur jamu
karena serbuk jamunya jaraknya kira-kira 50 meter dari pengepakan,
orang luar yang lihat seolah-olah rumah, tidak ada tulisan pabrik Jamu,
dan di pabrik itu sama kegiatannya jadi satu lokasi, dan disitu ada
gudangnya. Apotekernya juga ada tidak mesti tiap hari datang, dan juga
tidak ada ruangan untuk percobaan.
-
Saksi tahu terdakwa dibawa ke Mabes, 3 bulan yang lalu, Mabes datang
kira-kira l0 orang, waktu itu hari Jum'at jam 7.30 WIB saksi disuruh
kumpul ada 20 orang pegawai lalu ditanyai katerangan dan alamat
kemudian setelah itu terdakwa(SS) dibawa ke Mabes, kemudian produksi
Jamu libur terhenti sampai sekarang, dan semua karyawannya kehilangan
pekerjaan.
-
Saksi tidak tahu Jamu peredarannya bagimana, dan sebelumnya belum
pernah ada masalah baru kali ini. Menurut saksi yang menjadi masalah
adalah perijinan ada ijinnya.
-
Menurut saksi masalah perijinan ada ijinnya.
2) Saksi W bin S, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
-
Saksi kerja di perusahaan Jamu Gemuk Sehat milik terdakwa (SS) sudah 6
bulan yang lalu.
84
-
Saksi bertugas sebagai jaga mesin dan packing. Saksi mendapat gaji sehari
Rp.20.000,-(dua puluh ridu rupiah), makan minum ditanggung disana.
Jamu yang diproduksi ada 2 (dua) jenis jamu yang diproduksi jamu
Gemuk yang menggemukkan badan No.1 Serbuk Guna Sehat Depkes RI
No.TR 993200731 dan Jamu Pegel Linu No.2 Serbuk Guna Sehat Depkes
RI No. TR 993200721. Antara jamu Gemuk dan Pegal Linu
bungkusannya sama warnanya kuning ada gambarnya terdakwa (SS), pake
peci, sejak saksi bekerja disitu bungkusannya sama belum pernah ganti.
Saksi tidak pernah baca tulisan jamu, komposisinya bagaimana terdiri dari
saja dan menurut saksi tidak ada ganjanya, campurannya
tradisional,
khasiat kegunaannya ada, sedangkan No. Register saksi tidak tahu.
-
Tugas saksi adalah packing yaitu pengepakan, setelah tepung jamu datang
dari tempat penyimpanan, tepung jamu dimasukan dalam corong
penampung mesin sachet untuk selanjutnya dikemas dalam pak kecil isi
25 sachet dan berikutnya dikemas dalam kantong isi 160 paks, dan selain
itu tidak ada tugas lain. Saksi tidak tahu siapa yang mencarnpur jamu
karena serbuk jamunya jaraknya kira-kira 50 meter dari pengepakan,
orang luar yang lihat seolah-olah rumah, tidak ada tulisan pabrik Jamu,
dan di pabrik itu sama kegiatannya jadi satu lokasi, dan disitu ada
gudangnya. Apotekernya juga ada tidak mesti tiap hari datang, dan juga
tidak ada ruangan untuk percobaan.
85
-
Saksi tahu terdakwa dibawa ke Mabes, 3 bulan yang lalu, Mabes datang
kira-kira l0 orang, waktu itu hari Jum'at jam 7.30 WIB saksi disuruh
kumpul ada 20 orang pegawai lalu ditanyai katerangan dan alamat
kemudian setelah itu terdakwa (SS) dibawa ke Mabes, kemudian produksi
Jamu libur terhenti sampai sekarang, dan semua karyawannya kehilangan
pekerjaan.
-
Saksi tidak tahu Jamu peredarannya bagimana, dan sebelumnya belum
pernah ada masalah baru kali ini. Menurut saksi yang menjadi masalah
adalah perijinan ada ijinnya.
-
Menurut saksi masalah perijinan ada ijinnya.
3) Saksi S, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
-
Saksi kerja di perusahaan Jamu Gemuk Sehat milik terdakwa (SS) sudah 6
bulan yang lalu.
-
Saksi bertugas sebagai jaga mesin dan packing. Saksi mendapat gaji sehari
Rp.20.000,-(dua puluh ridu rupiah), makan minum ditanggung disana.
Jamu yang diproduksi ada 2 (dua) jenis jamu yang diproduksi jamu
Gemuk yang menggemukkan badan No.1 Serbuk Guna Sehat Depkes RI
No.TR 993200731 dan Jamu Pegel Linu No.2 Serbuk Guna Sehat Depkes
RI No. TR 993200721. Antara jamu Gemuk dan Pegal Linu
bungkusannya sama warnanya kuning ada gambarnya terdakwa (SS), pake
peci, sejak saksi bekerja disitu bungkusannya sama belum pernah ganti.
86
Saksi tidak pernah baca tulisan jamu, komposisinya bagaimana terdiri dari
saja dan menurut saksi tidak ada ganjanya, campurannya
tradisional,
khasiat kegunaannya ada, sedangkan No. Register saksi tidak tahu.
-
Tugas saksi adalah packing yaitu pengepakan, setelah tepung jamu datang
dari tempat penyimpanan, tepung jamu dimasukan dalam corong
penampung mesin sachet untuk selanjutnya dikemas dalam pak kecil isi
25 sachet dan berikutnya dikemas dalam kantong isi 160 paks, dan selain
itu tidak ada tugas lain. Saksi tidak tahu siapa yang mencarnpur jamu
karena serbuk jamunya jaraknya kira-kira 50 meter dari pengepakan,
orang luar yang lihat seolah-olah rumah, tidak ada tulisan pabrik Jamu,
dan di pabrik itu sama kegiatannya jadi satu lokasi, dan disitu ada
gudangnya. Apotekernya juga ada tidak mesti tiap hari datang, dan juga
tidak ada ruangan untuk percobaan.
-
Saksi tahu terdakwa dibawa ke Mabes, 3 bulan yang lalu, Mabes datang
kira-kira l0 orang, waktu itu hari Jum'at jam 7.30 WIB saksi disuruh
kumpul ada 20 orang pegawai lalu ditanyai katerangan dan alamat
kemudian setelah itu terdakwa (SS) dibawa ke Mabes, kemudian produksi
Jamu libur terhenti sampai sekarang, dan semua karyawannya kehilangan
pekerjaan.
-
Saksi tidak tahu Jamu peredarannya bagimana, dan sebelumnya belum
pernah ada masalah baru kali ini. Menurut saksi yang menjadi masalah
adalah perijinan ada ijinnya.
87
-
Menurut saksi masalah perijinan ada ijinnya.
4) Saksi M, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
-
Saksi kerja di perusahaan Jamu Gemuk Sehat milik terdakwa (SS) sudah 6
bulan yang lalu.
-
Saksi bertugas sebagai jaga mesin dan packing. Saksi mendapat gaji sehari
Rp.20.000,-(dua puluh ridu rupiah), makan minum ditanggung disana.
Jamu yang diproduksi ada 2 (dua) jenis jamu yang diproduksi jamu
Gemuk yang menggemukkan badan No.1 Serbuk Guna Sehat Depkes RI
No.TR 993200731 dan Jamu Pegel Linu No.2 Serbuk Guna Sehat Depkes
RI No. TR 993200721. Antara jamu Gemuk dan Pegal Linu
bungkusannya sama warnanya kuning ada gambarnya terdakwa (SS), pake
peci, sejak saksi bekerja disitu bungkusannya sama belum pernah ganti.
Saksi tidak pernah baca tulisan jamu, komposisinya bagaimana terdiri dari
saja dan menurut saksi tidak ada ganjanya, campurannya
tradisional,
khasiat kegunaannya ada, sedangkan No. Register saksi tidak tahu.
-
Tugas saksi adalah packing yaitu pengepakan, setelah tepung jamu datang
dari tempat penyimpanan, tepung jamu dimasukan dalam corong
penampung mesin sachet untuk selanjutnya dikemas dalam pak kecil isi
25 sachet dan berikutnya dikemas dalam kantong isi 160 paks, dan selain
itu tidak ada tugas lain. Saksi tidak tahu siapa yang mencarnpur jamu
karena serbuk jamunya jaraknya kira-kira 50 meter dari pengepakan,
88
orang luar yang lihat seolah-olah rumah, tidak ada tulisan pabrik Jamu,
dan di pabrik itu sama kegiatannya jadi satu lokasi, dan disitu ada
gudangnya. Apotekernya juga ada tidak mesti tiap hari datang, dan juga
tidak ada ruangan untuk percobaan.
-
Saksi tahu terdakwa dibawa ke Mabes, 3 bulan yang lalu, Mabes datang
kira-kira l0 orang, waktu itu hari Jum'at jam 7.30 WIB saksi disuruh
kumpul ada 20 orang pegawai lalu ditanyai katerangan dan alamat
kemudian setelah itu terdakwa (SS) dibawa ke Mabes, kemudian produksi
Jamu libur terhenti sampai sekarang, dan semua karyawannya kehilangan
pekerjaan.
-
Saksi tidak tahu Jamu peredarannya bagimana, dan sebelumnya belum
pernah ada masalah baru kali ini. Menurut saksi yang menjadi masalah
adalah perijinan ada ijinnya.
-
Menurut saksi masalah perijinan ada ijinnya.
5) Saksi WS, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
-
Saksi kerja di perusahaan Jamu Gemuk Sehat milik pak Suryo (terdakwa)
sudah 6 bulan yang lalu.
-
Saksi bertugas sebagai jaga mesin dan packing. Saksi mendapat gaji sehari
Rp.20.000,-(dua puluh ridu rupiah), makan minum ditanggung disana.
Jamu yang diproduksi ada 2 (dua) jenis jamu yang diproduksi jamu
Gemuk yang menggemukkan badan No.1 Serbuk Guna Sehat Depkes RI
89
No.TR 993200731 dan Jamu Pegel Linu No.2 Serbuk Guna Sehat Depkes
RI No. TR 993200721. Antara jamu Gemuk dan Pegal Linu
bungkusannya sama warnanya kuning ada terdakwa (SS), pake peci, sejak
saksi bekerja disitu bungkusannya sama belum pernah ganti. Saksi tidak
pernah baca tulisan jamu, komposisinya bagaimana terdiri dari saja dan
menurut saksi tidak ada ganjanya, campurannya
tradisional, khasiat
kegunaannya ada, sedangkan No. Register saksi tidak tahu.
-
Tugas saksi adalah packing yaitu pengepakan, setelah tepung jamu datang
dari tempat penyimpanan, tepung jamu dimasukan dalam corong
penampung mesin sachet untuk selanjutnya dikemas dalam pak kecil isi
25 sachet dan berikutnya dikemas dalam kantong isi 160 paks, dan selain
itu tidak ada tugas lain. Saksi tidak tahu siapa yang mencarnpur jamu
karena serbuk jamunya jaraknya kira-kira 50 meter dari pengepakan,
orang luar yang lihat seolah-olah rumah, tidak ada tulisan pabrik Jamu,
dan di pabrik itu sama kegiatannya jadi satu lokasi, dan disitu ada
gudangnya. Apotekernya juga ada tidak mesti tiap hari datang, dan juga
tidak ada ruangan untuk percobaan.
-
Saksi tahu terdakwa dibawa ke Mabes, 3 bulan yang lalu, Mabes datang
kira-kira l0 orang, waktu itu hari Jum'at jam 7.30 WIB saksi disuruh
kumpul ada 20 orang pegawai lalu ditanyai katerangan dan alamat
kemudian setelah itu terdakwa (SS) dibawa ke Mabes, kemudian produksi
90
Jamu libur terhenti sampai sekarang, dan semua karyawannya kehilangan
pekerjaan.
-
Saksi tidak tahu Jamu peredarannya bagimana, dan sebelumnya belum
pernah ada masalah baru kali ini. Menurut saksi yang menjadi masalah
adalah perijinan ada ijinnya.
-
Menurut saksi masalah perijinan ada ijinnya.
6) Saksi MI, S.Fam.Apt, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
-
Saksi dulu kuliah di UNS jurusan Farmasi. Saksi bekerja diperusahaan
Jamu milik terdakwa sudah 9 bulan. Saksi kerja di perusahaan milik
terdakwa (SS) sejak bulan Pebruari 2010, saksi disana sebagai Apoteker,
tidak ada ruangan khusus, maupun peralatan khusus untuk menunjang
sebagai ahli apoteker. Tugas saksi sebagai Apoteker bertanggung jawab
teknis, tugas pokoknya mendaftarkan ijin edar produk Jamu Guna Sehat,
mengawasi produksi. Memantau sempel pertinggal dari produk Jamu
Guna sehat, memberikan laporan produksi jamu tiap semester atau tiap
tahun ke BBPOM Semarang. Tanggung jawab saksi meningkatkan hasil
produksi jamu, yang diproduksi adalah Jamu Gemuk Sehat dengan
No.TR.103215671 dan Jamu Encok dengan No. TR. 103215661. Menurut
saksi bahan campuran jamunya, temu lawak, dan daun kayu putih, tidak
ada parasetamol, antalgin, ataupun paramex, semuanya bahan tumbuhan.
91
-
Perusahaan terdakwa (SS) diregister, dan ada ijin edarnya dulu dari
Departemen Kesehatan, biasanya saksi datang kesana tapi akhir-akhir ini
dari Badan Pom yang sering datang ke perusahaan jamu terdakwa.
-
Kemasan yang lama dengan ijin edar dari Departemen Kesehatan masih
dipakai.
-
Regulasi Badan POM, masih bernaung di Departemen Kesehatan setelah
dipisah antara Badan POM dan departemen Kesehatan harus mendaftar
lagi dan saksi tidak tahu registernya masih bisa pakai yang lama atau
tidak.
-
Menurut saksi jamu yang laku yang No.2 Jamu Pegel Linu, peredarannya
kemana, saksi tidak tahu.
7) Saksi IN, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
-
Saksi adalah tetangga terdakwa. Saksi kerja di Pabrik jamu sejak tahun
2005, berdirinya Jamu terdakwa (SS) tahun 1998. Saksi merupakan orang
kepercayaan terdakwa untuk mengurusi keluar masuk jamu, menerima
order, menerima uang transfer ke rekening lewat telpon, membayar gaji
karyawan. Yang menerima transfer terdakwa sendiri, dan yang mengurusi
karyawan ada sendiri. Saksi Menerima pesanan dari Meden, Tangerang,
Banten.
-
Yang meramu jamu terdakwa, tergantung pesanan, tepung temulawak
sudah dipesan dari Solo, jamu dikirim ke Medan lewat Lintas Sumatra.
92
-
Saat terdakwa meramu jamu saksi tidak mendampingi, saksi datang 2 atau
l hari, sehingga kalau terjadi apa-apa yang bertanggung jawab si pemilik.
-
Pencampuran dan proses produksi ada mesin penggilingnya. Jamu bisa
bertahan 2 (dua) tahun, dan Kode register masih ditangani Departemen
Kesehatan.
-
Jamu yang diproduksi ialah Jamu Gemuk Sehat No.TR.103215671 dalam
kemasan ditulis hanya Jamu Gemuk dengan No.TR. 993200731. Jamu
Encok No.TR.103215661 dalam kemasan tertulis Jamu Pegel Linu
No.TR.993200732.
-
Mabes datang 2 bulan yang lalu, saat Mabes datang semua saksi lagi pada
kerja, lalu terdakwa dibawa ke Mabes. Setelah kejadian itu perusahaan
tidak berproduksi lagi.
-
Yang disita Jamu, ramuan jamu, mesin packing, truk untuk untuk ngirim
jamu.
8) Saksi Dra.WIW, Apt, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
-
Saksi bekerja di Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah sejak tahuu 2001
sebagai Seksi Farmasi Makanan Minuman dan Perbekalan Kesehatan,
Bidang Bindang Sumber Daya Kesehatan.
-
Tugas pokok saksi adalah sesuai peraturan Gubernur Jawa Tengah No.63
Tahun 2008 tentang penjabaran Tugas Pokok Fungsi dan Tata Kerja Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, bahwa seksi farmamin dan Perbekes
93
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan
teksis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang farmasi, makanan, minuman
dan perbekalan kesehatan, meliputi penyediaan dan pengelolaan buffer
stock obat propinsi, sertifikasi sarana produksi dan distibusi alat kesehatan
rumah tangga kelas II dan pemberian rekomendasi izin industri komoditi
kesehatan, pedagang besar farmasi dan pedagang besar alat kesehatan.
-
Yang dimaksud IKOT adalah Industri Kecil Obat Tradisional adalah
industri yang asetnya dibawah Rp.600.000,- (enam ratus ribu rupiah),
tidak termasuk harga tanah dan bangunan. Pengertian tersebut berdasarkan
Permenkes RI. No. 246/Menkes/Per/V/l990 tanggal 28 Mei 1990 tentang
Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan pandaftaran obat Tradisional.
Persyaratan penerbitan IKOT antara lain yaitu : 1. Mengurus Persetujuan
Prinsip IKOT terlebih dahulu kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
Jawa Tengah; 2. Mengurus izin usaha IKOT kepada Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. Dalam memberikan ijin IKOT ada
penilaian atau diadakannya peninjauan kepada pihak yang memohon ijin
IKOT yang disebut sebagai pemeriksaan setempat IKOT yang dilakukan
oleh Tim Pemeriksa dan Dinkes Prov. Jateng terkait dengan izin usaha
yang akan dikeluarkan.
-
Lama berlakunya ijin IKOT, berlaku selama-lamanya tahun, sedangkan
ijin usaha IKOT berlaku seterusnya selama IKOT yang bersangkutan
94
berproduksi dan tidak melakukan tindakan pelanggaran seperti dalam
ketentuan Permenkes RI No. 246/Menkes/Per/V/1990.
-
Saksi tidak tahu terdakwa menggunakan obat-obatan campuran yang
dipakai apa saja dan juga ijin edarnya bagaimana karena itu kewenangan
Badan POM.
-
Perusahaan PJ Guna Sehat milik terdakwa berdasarkan data yang ada di
Dinkes Prov. Jateng terhadap PJ Guna Sehat, telah diterbitkan IKOT
dengan No.7I/IZ-IKOT/IX/l999 tanggal 30 Desember 1999.
-
Keterkaitan antara IKOT dengan obat tadisional/jamu yang diproduksi PJ
Guna Sehat milik terdakwa adalah IKOT PJ. Guna Sehat, hanya
memproduksi obat tradisional/jamu yang tercantum dalam izin usaha
IKOT dan obat tradisional tersebut harus sudah memiliki izin edar dari
Menteri Kesehatan RI.
-
Saksi tahu IKOT terdakwa belum dicabut.
9) Saksi PO, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
-
Saksi bekerja di Agen Bus PT.ALS yang beralamat di Tugu Utara No.2
Sampang Cilacap dan bergerak di bidang jasa angkutan. Saksi kenal
dengan terdakwa 4 bulan yang lalu du rumah makan Sari Rasa.
-
Benar terdakwa pernah mengirim jamu lewat agen Bus ALs, dipak pakai
dus, lalu dikirim lewat becak dan saksi menerima pembayaran lewat
tukang becaknya, untuk dikirim ke Medan.
95
-
Terdakwa sering paket jamu ke Medan, kadang setiap setengah bulan
sekali rutin mengirim, saksi tidak pernah tanya apakah jamu itu ada
ijinnya atau tidak, dan saksi belum pernah dikasih minum jamu oleh
terdakwa.
-
Saksi tahu jamu Guna Sehat dari Iwan tahun 2010 pertama kali kirim
paket.
-
Setelah paket sampai di Medan setahu saksi di pul di garasi.
10) Saksi P bin S, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
-
Saksi kenal dengan terdakwa sejak tahrun 1995 karena ada hubungan
bisnis jamu dengan terdakwa.
-
Saksi beli jamu dari terdakwa dan memasarkan produksi PJ.Guna Sehat
nama Jamunya Jamu Gemuk No.l dan Jamu Pegal Linu No.2. Saksi tidak
pernah memperhatikan dan membaca sampai mendatail, dan apakah ada
kadaluwarsanya apa tidak. Saksi beli jamu pada terdakwa tidak pernah
mengendap, langsung habis dalam jangka satu bulan, karena saksi adalah
agen. Jamu tersebut saksi pasarkan keliling pakai sepeda motor ke
kampung-kampung di Tangerang. Saksi kalau pesan sampai 150 karton
setiap karton berisi 160 pak dan setiap pak berisi 25 sachet, dan harga I
pak Rp.13.000,- saksi jual Rp.14.000,- dan uang pembelian saksi tansfer
langsung ke terdakwa. Sekarang berhenti sementara karena terdakwa lagi
ada masalah dibawa ke Mabes, dan saksi usaha lain.
96
-
Saksi sudah tidak punya Jamunya, sudah habis semua dan sekarang
banyak yang pesan. Selama berjualan jamu tidak pernah ada pembeli yang
komplain, dan kalau jamu habis saksi minta dikirim.
-
Barang bukti truk milik saksi, tetapi disewa oleh terdakwa untuk
dioperasikan mengirim jamu dan sudah I tahun truk dioperasikan dan
BPKB diperlihatkan milik saksi. Sampai sekarang masih disewa oleh
terdakwa, dan saksi sangat membutuhkan, untuk angkutan mencari
nafkah.
11) Saksi SA, S.H, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
-
Saksi bertugas di unit I Direktorat V Tipidter Bareskrim Polri. Tugas salah
satunya adalah menegakan hukum dibidang kesehatan dan perlindungaan
konsurnen, dan menangkap terdakwa berdasarkan surat tugasnya dari
Kabareskrim. Saksi menangkap terdakwa pada hari Jum'at tanggal 8
Oktober 2010 jarn 11.00 WIB, saksi bersama tim jumlahnya I orang
menangkap pemilik pengusaha jamu Guna Sehat, yang beralamat di
Jl.kapten Sukardan, Desa Karangiati Rt.01 Rw.04, Kecarnatan Sampang,
Cilacap. Waktu itu terdakwa tidak ada ditempat dan dapat kabar kalau
terdakwa ada di Pekalongan, lalu kami ke Pekalongan dan menemukan
terdakwa di hotel sedang tidur lalu kami tangkap.
-
Saksi tidak melakukan penangkapan pada karyawannya dan saksi bertemu
dengan karyawannya sekitar 26 orang sedang memproduksi jamu milik
97
perusahaan Jamu Guna Sehat lalu saksi mengelompokkan mereka sesuai
dengan tugas mereka masing-masing, pengepakan, packing, pencampuran,
operator mesin lalu mereka semua dibawa ke Polsek sampan untuk
dimintai keterangan saja.
-
Disana tidak ada tulisan Pabrik Jamu Guna Sehat, ada 3 lokasi dibangunan
yang berbeda dan berkisar 50 meter jaraknya. Disana saksi temukan
sedang melakukan produksi.
-
Benar saksi
menyita barang-barang bukti berupa: 2(dua) mesin
molen/pengaduk jamu; 200 (dua ratus) karung bahan/serbuk jamu; l (satu)
unit truk Mitsubishi warna kuning plat Nomor B-9305-OM berisi 100
(seratus) korton, 1 karton isi 160 paks, 1 pak isi 25 shacet; 550 (lima ratus
lima puluh) rol allumunium foil jamu PJ Guna Sehat (SS); 45 (empat
puluh lima) karton jamu, 1 karton isi 160 paks dan 1 pak isi 25 shacet; 1
(satu) paks Hologram; 30 (tiga puluh) karton pembungkus jamu; 4 (empat)
unit mesin packing pengemas makmur perkasa; 2 (dua) unit mesin
packing pengemas merk SMS; 6 (enam) tong plastik besar warna merah
berisi bahan jamu; 5 (ima) karton isi jamu Gemuk (menambah berat
badan) Nomor 1 serbuk Guna sehat; 6 (enam) rol alumuniurn foil jamu
Gemuk; 2 (dua) rol plastik pembungkus kotak, dan disana tidak ada obatobatannya.
-
Barang bukti truk berisi jamu sudah dipecking di dus penuh diatas truk,
saksi tidak tahu mau dikirim kemana.
98
-
Jenis jamu yang diprodulsi oleh perusahaan Jamu Guna Sehat milik
terdakwa yaitu Jamu Gemuk No.l, Serbuk Guna Sehat Depkes RI No.TR
99320073l dan jamu Pegal Linu No.2 Serbuk Guna Sehat Depkes RI TR
993200721. Jamu tersebut tidak memiliki ijin TR karena yang ditunjukan
pada saksi waktu itu adalah TR yang sudah dicabut dan nama yang ada
pada TR juga tidak sesuai tulisan yang ada pada kemasan, ditambah pada
setiap kemasan tidak dicantumkan tanggal kedaluwarsanya.
-
Saksi tahu kalau TR tidak sesuai dari Badan POM, setelah 2 minggu
kemudian saksi ke TKP. Dan dua-duanya tidak sesuai TR nya karena
waktu itu kita cocokan TR nya.
-
Sebelum penggeledahan beli dipasar dulu lalu disample. Waktu
penggeledahan ada surat pencabutan yang lama, memproduksi lagi No. 1
yang dipakai untuk produk lama, yang lama dicabut karena mengandung
kefein tapi ijin yang lama dipakai untuk sekarang.
-
Selanjutnya
penasihat hukum menunjukan surat keterangan dan
menjelaskan (ini TR Guna Sehat bulan Juni 2010) sebelum penangkapan,
dan ini TR setelah penangkapan bulan Oktober 2010.
-
Saksi tidak tahu apakah PJ Guna sehat ada ijin produksinya atau tidak dan
saksi juga tidak tahu kalau terdakwa dapat surat dari Badan POM kalau
dapat menggunakan yang lama. Saksi cuma dengar-dengar saja kalau
jamu encok yang dulu menggunakan kafein.
99
-
Terdakwa menyalahgunakan TR yang sudah dicabut tetapi digunakan lagi
disitu TR yang lama (barang bukti jamu diperlihatkan). Atas keterangan
terdakwa TR yang lama masih dipakai atau belum dicabut, setelah yang
baru turun terdakwa dikasih keterangan tertulis kalau yang lama masih
bisa dipakai.
b. Alat Bukti Keterangan Ahli
1) Aman Sinaga, S.H, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
-
Saksi sebagai Ahli Sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2005, saksi
memangku jabatan struktural pada Direktorat perlindungan Konsumen,
namun sejak tahun 2006 sampai tahun 2009 sebagai praktisi perlindungan
konsumen
ditunjuk
sebagai
konsultasi/asisten
berdasarkan
surat
penunjukan No.82/PDN-4/TUSP/3/2010 tgl 1 Maret 2010, mempunyai
tugas antara lain: 1. kasus pengaduan konsumen pelanggaran terhadap
Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; 2.
Rancangan
Peraturan
Perundang-undangan
dibidang
perlindungan
konsumen; 3. Pemahaman Substansi UUPK dan kaitannya dengan
Perundang-undangan lainnya; 4. Kerjasama pemerintah dan lembaga Non
Pemerintah
dalarn
menyelenggarakan
perlindungan
konsume;
5.
Memberikan keterangan ahli atas kasus tindak pidana di bidang
perlindungan konsumen yang sedang ditangani oleh pihak Kepolisian,
Kejaksaan atau Pengadilan atas pelanggaran Undang-Undang Perlindugan
Konsumen.
100
-
Keahlian saksi dibidang Perlindungan Konsumen adalah karena turut
menyusun Undang-Undang RI No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan
Konsumen berikut Peraturan Pelaksanaannya dan juga menjadi pembicara
(nara sumber) baik di pusat maupun di daerah mengenai sosialisasi
Perlindungan Konsumen dan mengisi acara perlindungan konsumen.
-
Menurut ahli pelanggaran Jamu Guna Sehat milik terdakwa tanpa
pencantuman kadaluwarsa diatur dalam peraturan Undang-Undang RI
No.8 tahun 1999. Barang barang bukti diperlihatkan betul ini tidak ada
kadaluwarsanya kapan. Menurut saksi kadaluwarsa wajib ditancumkan
kalau tidak ancaman hukumannya 2 tahun atau denda 2 Milyard.
-
Menurut saksi dalam kaitan dengan perkara ini pernah di sosialisasikan
atau belum itu bukan wewenang saksi.
-
Menurut saksi ada pelanggaran dengan tahun pencantuman yaitu
melanggaran Pasal 8 ayat (1) huruf g Undang-Undang No.8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen yaitu TR lama, dimana yang lama direcal
tapi digunakan untuk jamu yang baru, yang diatur dalam pasal 8 ayat (1)
huruf g Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen adalah encok tapi yang muncul pegal linu.
-
Menurut saksi selaku IKOT tidak dibatasi produksi besar atau home
industri dan itu tugas Badan POM.
2) Imelda Ester Riana, P.ST.MKM, di bawah sumpah menerangkan sebagai
berikut :
101
-
Saksi sebagai Ahli tugasnya sebagai Kepala seksi Pengawasan Penandaan
dan Promosi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan tahun 2008 sampai
sekarang. Jabatan saksi adalah Kepala Seksi Pengawasan dan Penandaan
Promosi Obat Tradisional dan Suplemen makanan, saksi bertanggung
jawab untuk menyiapkan bahan perumusan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, evaluasi dan pelaporan, serta melakukan pengawasan promosi
(iklan brosur, dll) serta penandaan dan melakukan inspeksi sarana
produksi dan distribusi Obat Tradisional dan Suplemen makanan.
-
Pengalaman saksi menjadi ahli pada perkara pidana memproduksi dan
atau mengedarkan obat tradisional tanpa ijin edar dan atau mengandung
bahan obat kimia.
-
Saksi tahu perkara ini mengenai Jamu Guna Sehat, dan saksi tidak begitu
hapal ada berapa produk. Saksi mengetahui Jamu Guna Sehat
memproduksi yaitu Jamu Gemuk No.1 yang digunakan No. lama yang
memang sudah daftar ulang dan memang komposisinya No.l dulu Gemuk
Sehat (GS) yang disetujui oleh Badan Pom dan kemasanya harus sama.
Tidak seperti Barang bukti komposisinya berbeda (barang bukti
dilihatkan). Yang disetujui kemasan lama, panax gingseng di Gemuk
Sehat tidak ada, dilifer yang disetujui 5% disini l5%, komposisinya tidak
sama, dan gambarnya tidak sama. Khasiatnya dulu badan sehat dan
102
nyenyak tidur dan sekarang yang baru membantu memperbaiki nafsu
makan. Untuk aturan minum sama. Kemasannya Kuning TR yang lama
yang dulu masih dipakai boleh menghabiskan sampai bulan Maret 2011
mengajukan permohonan ijin analisinya harus sama persis dengan yang
dulu.
-
Hakim lalu memperlihatkan barang bukti yang pertama yaitu Jamu
Gemuk (menambah berat badan) No.l Serbuk Guna Sehat DEPKES RI
No.TR.993200731 diproduksi oleh PJ.Guna Sehat terdakwa SS Cilacap
Indonesia. Kedua Jamu Pegal Linu (menyembuhkan pegalinu) No.2
Serbuk Guna Sehat DEPKES RI
No.TR.993200721 Diproduksi oleh
PJ.Guna terdakwa SS Cilacap. Berdasarkan Keputusan Dirjen POM
No.0515/reg/B/99
tanggal 11 Oktober 1999, DEPKES RI NO. TR
99320073I merupakan ijin edar untuk obat tradisional Gemuk Sehat GS
dengan nama usaha industri PJ Serbuk Guna Sehat bukan Jamu Gemuk
(penambah berat badan). No.1 Serbuk Guna Sehat diproduksi oleh
PJ.Guna Sehat terdakwa SS dimana Jamu Gemuk (menambah berat
badan) No.l Serbuk Guna Sehat Diproduksi oleh PJ.Guna Sehat terdakwa
SS sudah direcal (ditarik dari peredaran) karena mengandung kafein.
-
Kandungan ada masalah di registrasi didata base waktu pendaftaran.
Waktu mendaftar dulu tahun 2002 mengandung kafein tidak bolah untuk
obat apapun. Untuk Jamu Gemuk Sehat ijin tahun 2002 yang mengandung
kafein kalau ada yang daftar dengan No register tersebut tidak akan
103
dikasih ijin. Saksi tidak ikut mengawasi perijinan karena hal tersebut
merupakan tugas Badan Pom.
-
Badan Pom pernah mengadakan pembinaan dengan dikumpulkan dan
menerangkan, kalau ada yang mengandung kafein tidak akan diberikan
nomor kecuali dia daftar yang baru. Kalau mendaftar lagi dengan produk
yang sama tidak akan dikasih lagi.
-
Tidak dibenarkan terjadinya perbedaan nama obat tradisional, tentunya
nama obat tradisional yang tercantum dalam izin edar harus sama dengan
nama obat tradisional yang diproduksi oleh suatu usaha industri obat
tradisional. Bilamana obat tadisional berbeda dengan yang tercantum di
surat izin edar maka dapat dianggap produk tersebut tidak terdaftar.
-
Untuk jamu encok ditemukan awalnya pegal linu yang daftarnya adalah
jamu encok, jadi pegal linu hanya ijin edar keluarnya 11 oktober 2009
mengandung parasetamol diterimakan tanggal 23 Desember 2009
sehingga pegal linu yang ditarik karena tidak terdaftar (fikti)..
-
Pada tahun 2002 yang direcal yaitu produk Jamu encok dan Jamu Gemuk
Sehat. Jamu Gemuk dan Gemuk Sehat tidak sama Gemuk Sehat didaftar
tahun 1999. Yang direcal tahun 2002 TR untuk Jamu Gemuk Sehat:
993200731, dan untuk jamu Encok: 993200721. Jamu Gemuk Sehat dan
Encok yang direcal karena tidak ada label.
-
Saksi selalu mengadakan cek karena saksi punya Balai Pom di Semarang
untuk melakukan pembinaan. Yang dilakukan pertama oleh produsen
104
adalah pendataan gambarnya, jika beda maka harus dipersamakan,
kemudian penamaan kalau nama tanpa ijin edar maka akan direcall. Pada
saat mendaftar produsen yang berkonsultasi akan dikasih tahu gambar dan
label harus sama. Setiap produk yang terdaftar mengandung obat, jika ijin
akan dibatalkan maka langsung direcall (pembatalan). Ijin gambar atau
lebelnya itu boleh didalam dan diluar dan cukup satu, kalau luar dan
dalam beda harus ada diganti, luar dan dalam harus sama komposisinya.
-
Penemuan Penyidik Badan Pom Pendataan lebel harus sama, sehingga
harus memperketat lagi pengawasannya, dan pemeriksaannya juga harus
rutin.
Bahwa atas keterangan saksi tersebut terdakwa memberikan tanggapan
sebagai berikut:
-
Harusnya Badan POM turun dulu dan mengadakan pengecekan.
-
Badab POM harusnya mengecek kerumah, karena terdakwa bolak balik ke
Badan POM tidak ada masalah. Belum ada yang memberi tahu untuk
pencetakan harus sama persis karena prosuk di Cilacap masih sama seperti
itu.
-
Kesalahan jangan disalahkan ke terdakwa semua. Pemerintah itu bapak,
terdakwa ibarat anak.
105
c. Alat Bukti Keterangan Saksi A De Charge
1) Amir Fatah, S.H, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
-
Saksi sebagai Ketua Koperasi Anekasari, berdiri tanggal 12 April 1987,
berbadan hukum tahun 1999, kumpulan pengrajin-pengrajin jamu, jadi
ketua koperasi sejak tanggal 1 Januari 2008 sampai dengan sekarang.
Jumlah yang menjadi anggota koperasi semua 256. Untuk menjadi
anggota Koperasi syarat-syaratnya yaitu menyerahkan foto-copy KTP,
memiliki usaha dibidang jamu dan tata tertib jamu. Anggota Koperasi
harus punya ijin produksi mendaftar dulu baru punya ijin produksi, harus
ada IKOT ijin uhasa. Selalu diadakan kumpulan seluruh anggota koperasi,
dilakukan secara berkala 3 bulan sekali, sebagai pembicaranya dari Badan
POM Deperindakkop.
-
Ijin edar harus ada kesamaan dan pernah dimasalahkan pada tanggal 12
April 2010. Waktu itu TR maih dibawah Dinas Kesehatan tapi terdakwa
mengikuti TR yang dikeluarkan oleh badan POM, karena sebelumnya di
Dinas Kesehatan juga sudah dilakukan pendaftaran oleh terdakwa.
-
Saksi tidak paham kapan berdirinya Jamu Guna Sehat milik terdakwa, dan
juga kapan produksinya saksi tidak tahu. Saksi hanya tahu tiap perusahaan
Jam punya apoteker dari 256 mako kecil dan menengah dibedakan,
dibikin kelompok-kelompok 1 apoteker, sedangkan untuk terdakwa IKOT
dan Badan POM sudah punya Apoteker sendiri.
106
-
Laporan dari Din Kes komposisi jamu Guna Sehat, belum pernah recall
semenjak saya pimpin tahun 2008 sampai dengan sekarang. Ada sampling
hasil sampling ditembuskan ke Koperasi untuk mengetahui kebenaran
Jamu ini sama dengan jamu palsu yang tidak didaftarkan di Badan Pom.
Menurut saksi belum pernah ada Jamu Guna Sehat menggunakan obatobatan tertentu. Saksi tahu tentang Jamu Guna Sehat yang waktu itu
didatangi
Mabes
satu
tim
hasilnya
tidak
ada
kordinasi
yang
dipermasalahkan antara TR Din Kes dan TR Badan POM. Etikat yang
lama yang baru belum habis bisa digunakan sarnpai habis boleh
menggunakan perpanjangan.
2) Sudiarto, S.H, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
-
Saksi berkerja sebagai Humas Internal kedalam dan keluar, ada yang mau
kerja sama berbagai pihak persoalan pembukuan terkait pemodalan dan
lain-lain.
-
Pihak Koperasi bisa membantu ijin produksi. Yang terjadi dengan
terdakwa, dulu kewenangan di Din Kes sekarang di Badan Pom. Setelah
diperiksa oleh penyidik Jamu mengandung narkoba. Saksi mendengar dari
Koperasi Dinas Kesehatan, boleh mengajukan terkait mengajukan
permohonan. Dan terdakwa dulu sudah ngurus ljinnya sampai pertengahan
tahun 2011 ke Badan Pom Jakarta.
107
-
Jamu di Cilacap anggotanya semua 256 masih berjalan, ada yang aktif dan
yang masih berjalan, yang aktif ada 100 lainnya tidak aktif.
-
Semenjak kejadian ini Din Kes dan sebelum Mabes turun, Badan Pom
tidak Pernah datang untuk sosialisasi dan memang belum pernah ada
sosialisasi dari Badan POM.
-
Kesalahan terdakwa masalah itikad.
-
Terdakwa sebagai anggota koperasi sangat baik, jiwa sosialnya tinggi dan
terdakwa sangat masih bisa dibina. Terdakwa bikin Jamu sangat
bermanfaat bagi masyarakat, dengan hasil produksi jamunya terdakwa
bisa membangun Masjid, jalan, Mushola dan saksi setuju sekali. Terdakwa
punya anak 4, istri 1, istri yang dulu meninggal.
-
Saksi sebagai kordinator wilayah Cilacap mengkordinir jamu Guna Sehat
ada data-datanya lengkap. Guna Sehat datanya Gemuk dan Pegal Linu,
dan ijin edar Encok dan Gemuk Sehat di Koperasi namanya Pegal Linu
dan Gemuk untuk sinonim saja. Saksi merasa belum pernah rnendaftarkan
pegal linu sinonim saja.
d. Alat Bukti Keterangan Terdakwa
Di persidangan telah pula didengar keterangan terdakwa yang pada pokoknya
sebagai berikut :
108
-
Empat
bulan yang lalu ada Mabes Polri datang kerumah terdakwa lalu
membawa produk-produk Jamu terdakwa dan waktu itu terdakwa sedang
tidak ada ditempat.
-
Terdakwa mempunyai perusahaan Jamu namanya jamu Guna Sehat, dan
berdirinya sejak tahun 1995 sampai dengan sekarang. Perusahan Jamu
terdakwa momproduksi 2 macam jamu yaitu Gemuk Sehat No.l dan Pegal
Linu No.2. Jamu tersebut bahan-bahannya dari temulawak. Perusahaan
tersebut punya ijin produksi, sejak tahun 2007 dan masih berjalan sampai
sekarang, aturan baru dan perpanjangan sudah terdakwa lakukan. Terdakwa
memperkerjakan Apoteker. Jamu-jamu tersebut rutin disampling setiap 2
bulan sekali, hasilnya tidak ada campurannya. Jamu-jamu tersebut diedarkan
ke Tangerang, Banten, Batam, Medan.
-
Sebelumnya jamu-jamu belum penah ada masalah dan baru sekali ini, katanya
TR yang lama sudah diperbaharui. Selama mendirikan jamu mengajukan TR
satu kali untuk selamanya. Pada kemasan yang ini (barang bukti) dilihatkan
sama dengan TR yang lama, tapi TR sama dengan yang dulu karena kata
Badan POM bisa ada perubahan gambar dan bisa divariasi, TR yang
mengeluarkan adalah Dinas kesehatan. Tanggal 31 Maret 2011 baru ada
pemberitahuan bahwa TR lama berbeda dengan yang baru.
-
Yang merakit jamu terdakwa sendiri, terdakwa yang beli tepung temulawak,
tepung kunyit, tepung sambilata, dan tepung-tepung itu bisa dibedakan dari
109
bau dan rasa. Terdakwa belinya karungan dan diaduk pakai mesin pengaduk
jamu, dan sering didampingi oleh Apoteker dengan saling tukar pendapat.
-
Selama terdakwa memproduksi jamu belum pernah ada komplain, tapi kalau
komplain bagus pernah ada. Waktu itu ada seorang dokter dari Lampung yang
memesan Jamu terdakwa 25 pak dibawa ke Lampug katanya cocok. Dan dari
Tangerang juga pernah datang satu keluarga memesan jamu terdakwa katanya
cocok. Terdakwa masih akan memproduksi jamu lagi setelah ini untuk
kedepannya.
-
Terdakwa menggunakan gambar pada lebel jamu sejak tahun l985 boleh
dirobah-robah ditambahi foto. Badan Pom pernah datang pada tahun 1995
untuk ngecek lagi. Perubahan TR dari Badan POM disertai logo-logo.
Terdakwa datang ke Jakarta 6 bulan pakai lebel, tadinya di print. Yang
terakhir waktu jadi masalah adalah TR yang baru belum keluar, TR yarrg
lama masih bisa digunakan.
-
Jamu encok dan pegal linu komposisinya sama, karena encok dan pegal linu
sama saja. Prodak-prodak yang terdakwa edarkan tidak mencantumkan kode
dan kadaluwarsanya karena terdakwa tidak tahu jadi sebuah kesalahan, karena
jamu terdakwa tidak lebih dari 2 bulan sudah habis.
-
Pegal linu permohonan TR Pegal Linu semplenya kesana dulu tidak
mengandung kafein lalu di Acc, Pegal Linu dan encok yang disetujui. Dan
menurut pemahaman terdakwa antara pegal linu dan encok sama dan selama
110
ini tidak ada respon dari masyarakat jadi terdakwa tetap pakai itu. Jadi
menurut terdakwa TR keluaran Encok dan Pegel Linu adalah sama. Dan
terdakwa tidak pernah mengeluarkan encok.
-
Sebelum 2 produk tersebut, dulu pertama kali terdakwa mengajukan 7 produk
yaitu: No.1 Jamu Gemuk; No.2 Jamu Pegal Linu; No.3 Jamu pelangsing;
No.4 kencing Manis; No.5 Jamu Kuat Lelaki; No.6 Jamu Sehat perempuan;
N0.7 Jamu Sari rapat. Dan sekarang tinggal 2 yaitu Jamu Gemuk Sehat dan
Pegal Linu produk yang lain kurang Iaku.
-
Kalau ada perubahan-perubahan sedikit variasi gambar untuk ketentuan secara
formal tidak boleh merubah gambar komposisi dan harus mencantumkan
kadaluwarsanya dan terdakwa menyadari kesalahannya. Benar kedua produk
ini sudah minta ijin untuk memperpanjang sampai tangga 30 April 2011
(Surat ijin diperlihatkan). Untuk produk encok dan pegal linu sudah didaftar
ulang, dan benar pegal linu yang terdakwa edarkan. Selain 2 produk terdakwa
tidak mengedarkan yang lainnya. Pegal linu juga sudah diperpanjang.
-
Terdakwa mau bekerja sama dengan Badan POM karena sebelumnya tidak
ada yang memberitahu pengarahan-pengarahan dan terdakwa siap dibina.
-
Sejak peristiwa 4 bulan yang lalu belum berproduksi lagi dan karyawannya
masih pada nganggur tetapi terdakwa masih mengaji karyawannya,
karyawannya ada 25 orang. Keluarga terdakwa yaitu istri l, anak 4 yang besar
umur 15 tahun yang paling kecil satu setengah tahun. Terdakwa belum pernah
111
dihukum, terdakwa juga menerangkan barang bukti yang diajukan didepan
persidangan adalah benar.
e. Barang Bukti
a. 2 (dua) mesin molen/pengaduk jamu.
b. 4 (empat) unit mesin packing merk makmur Perkasa.
c. 2 (dua) Unit Mesin packing pengemas merk SMS.
d. 200 (dua ratus) karung bahan/serbuk jamu.
e. 100 (seratus) karton jamu @ karton isi 160 pak @ pak isi 25 sachet.
f. 550 rol aluminium foil jamu P.J.Guna Sehat (SS).
g. 45 (empat puluh lima) karton jamu @ karton isi 160 pak @ pak isi 25 sachet.
h. I (satu) pak hologram.
i. 30 (tiga puluh) karton pembungkus jamu.
j. 6 (enam) tong plastik besar wama merah berisi bahan jamu.
k. 5 (ima) karton isi jamu gemuk (menambah berat badan No.l) serbuk GUNA
SEHAT.
l. 6 (enarn) rol aluminium foil jamu gemuk.
m. 2 (dua) rol plastik polos pembungkus kotak jamu.
n. 1 (satu) unit Truk Mitsubishi warna kuning Plat B-9305-OM beserta kunci.
4. Tuntutan Penuntut Umum
112
Setelah mendengar keterangan para saksi, keterangan ahli, ketrangan saksi A
De Charge, keterangan terdakwa serta memperhatikan barang bukti yang diajukan
dipersidangan, maka Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan sebagai berikut :
1. Menyatakan terdakwa (SS), telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “Dengan sengaja memproduksi dan atau
mengedarkan sediaan farmasi berupa obat tradisional yang tidak
memenuhi standar atau persyaratan” sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam Pasal 197 Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan sesuai dakwaan kesatu Jaksa Penuntut Umum;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa (SS) berupa;
2.1
Pidana penjara selama 8 (delapan) bulan, penjara dikurangi selama
terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan.
2.2
Denda sebesar Rp.40.000.000,- (empat puluh juta rupiah) subsidair 6
(enam) bulan kurungan.
3. Menyatakan barang bukti berupa:
a. 2 (dua) mesin molen/pengaduk jamu.
b. 4 (empat) unit mesin packing merk makmur perkasa.
c. 2 (dua) unit mesin packing pengemas merk SMS.
Masing-masing dirampas untuk Negara.
d. 200 (dua ratus) karung bahan/serbuk jamu.
e. 100 (seratus) karton jamu @ karton isi 160 pak @ pak isi 25 sachet.
f. 550 rol atuminium foil jamu P.J.Guna Sehat (SS).
113
g. 45 (empat puluh lima) karton jamu @ karton isi 160 pak @ pak isi 25
sachet.
h. I (satu) pak hologram.
i. 30 (tigapuluh) karton pembungkus jamu.
j. 6 (enam) tong plastik besar warna merah berisi bahan jamu.
k. 5 (ima) karton isi jamu gemuk (menambatr berat badanNo.l) serbuk
GUNA SEHAT.
l. 6 (enam) rol aluminium foil jamu gemuk.
m. 2 (dua) rol plastik polos pembungkus kotak jamu.
Masing-masing dirampas untuk dimusnahkan;
n. 1 (satu) unit Truk Mitsubishi warna kuning Plat B-9305-OM beserta
kunci.
Dikembalikan pada yang berhak yaitu salcsi Parlan Bin Santurji.
4. Menyatakan pula agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar
Rp.2.500,- (Dua ribu lima ratus rupiah).
6. Putusan Pengadilan Negeri
a. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan para saksi, keterangan ahli,
keterangan saksi A De Charge, keterangan terdakwa dihubungkan dengan barang
bukti yang diajukan dipersidangan maka ditemukan
fakta-fakta hukum sebagai berikut :
114
1. Bahwa benar, terdakwa (SS), mendirikan usaha obat tradisional/jamu yang
bernama PJ GUNA SEHAT di Jl.Kapten Sukardan Desa Karangjati Rt.0l
Rw.04 Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap. Selanjutnya Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Tengah telah menerbitkan Ijin Usaha Kecil Obat
Tradisional (IKOD) terhadap PJ GUNA SEHAT No.71/IZ-IKOT/IX/1999
tanggal 30 Desember 1999 dimana terdakwa dalam menjalankan usahanya
telah memproduksi obat tradisional/jamu yaitu jamu GEMUK SEHAT GS
yang telah memiliki ijin Dirjen POM. Nomor: 0515/Reg/B/99 tanggal 11
Oktober 1999 Nomor ijin eder POM. TR/103215671. Depkes Rl No.TR 993
200 731 produksi PJ GUNA SEHAT dan jamu ENCOK ijin Dirjen POM
Nomor: 0514/Reg/99 tanggal11 Oktober 1999 Nomor ijin edar POM
TR.103215661, Depkes RI No.TR 993 200 721 produksi PJ GUNA SEHAT.
2. Bahwa benar, berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor
0474/Reg/B1/2010 tanggal 14 Juni 2010 produksi jamu GEMUK SEHAT GS
milik terdakwa, dinyatakan tidak berlaku dan sudah direcall (ditarik dari
peredaran) karena mengandung kafein dan berdasarkan Keputusan Kepala
Badan POM RI Nomor : 0473/Reg/B1/2010 tanggal 14 Juni 2010 perijinan
produksi jamu ENCOK milik terdakwa telah dinyatakan tidak berlaku dan
sudah direcall (ditarik dari poredaran) karena mengandung Paracetamol.
3. Bahwa benar, terdakwa justru memproduksi dan mengedarkan obat
tradisiona/jamu yaitu jamu merk JAMU GEMUK ( menambah berat badan)
No.l SERBUK GUNA SEHAT yang belum memiliki ijin perijinan dan telah
115
menggunakan Nomor ijin edar jamu GEMUK SEHAT GS dengan ijin Dirjen
POM Nomor : 0515/Reg/B/1999 tanggal 11 Oktobet 7999 Nomor Ijin edar
POM TR.103215671 Depkes RI No.TR 993 200731 produksi PJ serbuk guna
sehat yang telah dinyatakan tidak berlaku serta tidak mencantumkan tanggal
kadaluwarsa.
4. Bahwa benar, terdakwa juga telah memproduksi dan mengedarkan obat
tadisional/jamu yaitu jamu merk JAMU PEGALLINU (menyembuhkan pegal
linu) No.2 SERBUK GUNA SEHAT yang belum memiliki perijinan dan telah
menggunakan Nomor ijin edar jamu ENCOK ijin Dirjen POM Nomor
:0514/Reg/B/99 tanggal 11 Oktober 1999 Nomor Ijin edar POM
TR.103215661, Depkes RI No. TR 993 200 721 produksi PT GUNA SEHAT
yang telah dinyatakan tidak berlaku serta tidak mencantumkan tanggal
kedaluwarsa.
5. Bahwa benar, tugas Badan POM yaitu menguji yang akan diedarkan. Pas
meregistrasi barang yang mau didaftar diuji di laboratorium, setelah diuji
dilaporkan, diajukan lalu diproses.
6. Bahwa benar, tidak dibenarkan terjadinya perbedaan nama obat tadisional
antara nama obat tradisional yang tercantum dalam ijin edar tradisional yang
diproduksi PJ Guna Sehat, tentunya nama obat tradisional yang tercantum
dalam izin edar harus sama dengan nama obat tadisional yang diproduksi oleh
suatu usaha industri obat tradisional. Bilamana obat tradisional berbeda
116
dengan yang tercantum di surat izin edar maka dapat dianggap produk
tersebut tidak terdaftar.
7. Bahwa benar, untuk temuan encok ditemukan awalnya pegal linu daftarnya
encok jadi pegal linu hanya ijin edar keluarnya 11 Oktober 2009 mengandung
parasetamol diterimakan tanggal 23 Desember 2009, Pegal linu yang ditarik
karena tidak terdaftar (fiktif).
8. Bahwa benar, Jamu Gemuk No.l Serbuk Guna Sehat Depkes RI No.TR
99320073l dan jamu Pegal Linu No.2 Serbuk Guna Sehat Depkes RI TR
993200721. Dan jamu tersebut tidak memiliki ijin TR dan yang diperlihatkan
pada saat penyidikan adalah TR yang sudah dicabut dan nama yang ada pada
TR juga tidak sesuai tulisan yang ada pada kemasan, ditambah pada setiap
kemasan tidak dicantumkan tanggal kedaluwarsanya.
9. Bahwa benar, pada saat dilakukan penggeledahan oleh pihak yang berwenang
terdapat surat pencabutan yang lama, kemudian memproduksi lagi No 1 yang
dipakai untuk produk lama, yang lama dicabut karena mengandung kafein tapi
tetap dipakai. Ijin yang lama dipakai untuk sekarang.
10. Bahwa benar, pihak yang berwenang telah menyita barang-barang bukti
berupa: 2(dua) mesin molen/pengaduk jamu; 200 (dua ratus) karung
bahan/serbuk jamu; l (satu) unit truk Mitsubishi warna kuning plat Nomor B9305-OM, berisi 100 (seratus) korton, I karton isi 160 paks, 1 pak isi 25
shacet; 550 (lima ratus lima puluh) rol allumunium foil jamu PJ Guna Sehat
Suryo Sudarmo; 45 (empat puluh lima) karton jamu; I karton isi 160 paks dan
117
1 pak isi 25 shacet; l (satu) paks Hologram; 30 (tiga puluh) karton
pembungkus jamu; 4 (empat) unit mesin packing pengemas makmur perkasa;
2 (dua) unit mesin packing pengemas merk SMS; 6 (enam) tong plastik besar
warna merah berisi bahan jumu; 5 (lima) karton isi jamu Gemuk (menambah
berat badan) Nomor 1 serbuk Guna Sehat; 6 (enam) rol alumunium foil jamu
Gemuk; 2 (dua) rol plastik pembungkus kotak.
Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan disusun dalam bentuk Alternatif,
maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan dakwaan yang dianggap terbukti yaitu
dakwaan kesatu Penuntut Umum terlebih dahulu.
Menimbang, bahwa Majelis Hakim terlebih dahulu akan mempertimbangkan
apakah perbuatan Terdakwa mengandung ursur-unsur sebagaimana yang dimaksud
dalam dakwaan kesatu yaitu melanggar Pasal 197 Undang-Undang RI No.36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, dengan unsur-unsurnya sebagai berikut:
1. Setiap Orang;
2. Dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memiliki izin edar;
Ad. 1. Unsur Setiap Orang
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan unsur "setiap orang” adalah
manusia sebagai subyek hukum natural yang mampu bertanggung jawab dan dapat
dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukannya;
Menimbang bahwa terdakwa (SS) telah dihadapkan oleh Penuntut Umum
sebagai terdakwa dalam perkara ini, lengkap dengan identitasnya sebagaimana
118
tercantum dalam dakwaan dan uraian di atas serta dibenarkan oleh saksi-saksi dan
tidak pula disangkal oleh terdakwa, sehingga tidak dikawatirkan akan terjadi error in
persona;
Menimbang, bahwa berdasarkan pengamatan Majelis Hakim dipersidangan,
terdakwa dinilai sehat jasmani maupun rohani dan tidak pula ditemukan hal-hal yang
dapat menghapuskan sifat pertanggungjawaban atas diri para terdakwa;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas unsur
"setiap orang" telah terpenuhi menurut hukum dan keyakinan.
Ad. 2. Unsur Dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar
Menimbang, bahwa unsur ini bersifat elemen alternatif, artinya cukup salah
satu elemen yang terkandung dalam unsur ini telah terbukti terhadap perbuatan yang
telah dilakukan, maka sudah cukup untuk dinyatakan unsur ini telah terpenuhi;
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan sediaan farmasi bendasarkan
Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah
obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika;
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan ahli IMELDA ESTER RIANA
P.ST.MKM. yang menerangkan berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI
Nomor :0474/Reg/B1/2010 tanggal 14 Juni 2010 produksi jamu GEMUK SEHAT
GS milik terdakwa, dinyatakan tidak berlaku dan sudah di recall (ditarik dari
peredaran) karena mengandung kafein dan berdasarkan Keputusan Kepala Badan
POM RI Nomor :0473/Reg/B1/20l0 tanggal 14 Juni 2010 perijinan produksi jamu
119
ENCOK milik terdakwa telah dinyatakan tidak berlaku dan sudah direcal (ditarik dari
peredaran) karena mengandung Paracetamol.
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi
yang saling
bersesuaian, dihubungkan dengan keterangan terdakwa serta barang bukti yang
diajukan dipersidangan serta fakta-fakta hukum di atas, telah terungkap bahwa
terdakwa juga memproduksi dan mengedarkan obat tradisional/jamu yaitu jamu rnerk
JAMU GEMUK ( menambah berat badan) No.l SERBUK GUNA SEHAT yang
belum memiliki ijin perijinan dan telah menggunakan Nomor ijn edar jamu GEMUK
SEHAT GS dengan ijin Dirjen POM Nomor : 0515/Reg/B/99 tanggal 11 Oktober
1999 Nomor Ijin edar POM TR.l032l567l Depkes RI No.TR 99320073l produksi PJ
serbuk guna sehat yang telah dinyatakan tidak berlaku serta tidak mencantumkan
tanggal kadaluwarsa.
Menimbang, bahwa terungkap pula dipersidangan terdakwa juga telah
memproduksi dan mengedarkan obat tradisional/jamu yaitu jamu merk JAMU
PEGALLINU (menyembuhkan pegal linu) No.2 SERBUK GUNA SEHAT yang
belum memiliki perijinan dan telah menggunakan Nomor ijin edar jamu ENCOK ijin
Dirjen POM Nomor : 0514/Reg/B/1999 tanggal 11 Oktober 1999 Nomor Ijin edar
POM TR.103215661, Depkes RI No. TR 993200721 produksi PT GUNA SEHAT
yang telah dinyatakan tidak berlaku serta tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas,
Majelis Hakim berpendapat jika terdakwa telah melakukan perbuatan dengan sengaja
mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memiliki izin edar, dengan demikian unsur
120
dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memiliki izin edar telah terpenuhi menurut hukum dan
keyakinan;
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas majelis
Hakim berkeyakinan bahwa seluruh unsur dalam Dakwaan Kesatu Penuntut Umum
tersebut telah terpenuhi seluruhnya terhadap perbuatan yang dilakulan terdakwa, oleh
karena iu dakwaan lainnya tidak perlu dipertimbangkan lagi.
Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur Pasal 197 Undang-Undang No.
36 tahun 2009 tentang Kesehatan sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu
telah terpenuhi seluruhnya terhadap perbuatan Terdakwa maka Majelis Hakim
berkeyakinan bahwa Terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana
sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan Penuntut Umum tersebut;
Menimbang, bahwa oleh karena dipersidangan tidak ditemukan adanya alasan
pemaaf maupun alasan pembenar yang dapat menghapuskan atas perbuatan tindak
pidana yang dilakukan oleh terdakwa sebagaimana yang ditentukan dalam Kitab
Undang Undang Hukum Pidana, maka terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti
secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana dan harus pula
dipidana sesuai dengan kesalahannya;
Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dilakukan penahanan selama
pemeriksaan persidangan, maka cukup alasan untuk mengurangkan pidana yang
dijatuhkan dari masa tahanan yang telah dijalani;
121
Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dinyatakan terbukti bersalah dan
dijatuhi pidana maka kepadanya harus dibebankan membayar biaya perkara yang
besarnya akan ditentukan dalam amar putusan ini;
Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada diri
terdakwa terlebih dahulu akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan
hal-hal yang meringakan pada diri Terdakwa sebagai berikut :
Hal-hal yang memberatkan :
- Perbuatan terdakwa tersebut meresahkan masyarakat.
Hal-hal yang meringankan:
- Terdakwa bersikap sopan di persidangan.
- Terdakwa mengaku terus terang atas perbuatannya dan merasa menyesal.
- Terdakwa memiliki tanggungan keluarga
- Terdakwa belum pernah dihukum.
b. Amar Putusan Pengadilan Negeri
a. Menyatakan terdakwa (SS), yang identitasnya seperti tersebut diatas, telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“Dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi berupa obat tradisional tanpa
ijin edar ".
b. Menjatuhkan pidana kepada terdawa oleh karena itu dengan pidana penjara
selama: 4 (empat) bulan, 3 (tiga) hari, dan denda sebesar Rp.25.000.000,-(Dua
122
puluh lima juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar
maka diganti dengan pidana kurungan selama : 4 (empat) bulan.
c. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
d. Memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan.
e. Memerintahkan barang bukti berupa :
1) 2 (dua) mesin molen/pengaduk jamu,
2) 4 (empat) unit mesin packing merk Makmur Perkasa,
3) 2 (dua) Unit Mesin packing pengemas merk SMS.
Masing-masing dirampas untuk Negara.
4) 200 (dua ratus) karung bahan/serbuk jamu,
5) 100 (seratus) karton jamu @ karton isi 160 pak isi 25 sachet, 550 rol
aluminium foil jamu P.J.Guna Sehat (SS),
6) 45 karton jamu @ karton isi 160 pak @ pak isi 25 sachet,
7) I (satu) pak hologram,
8) 30 (tiga puluh) pembungkus jamu,
9) 6 (enam) tong plastik besar warna merah berisi bahan jamu,
10) 5 (ima) karton isi jamu gemuk (menambah berat badan No.l) serbuk
GUNA SEHAT,
11) 6 (enam) rol aluminium foil jamu gemuk.
12) 2 (dua) rol plastik polos pembungkus kotak jamu.
Masing-masing dirampas untuk dimusnahkan.
123
13) 1 (satu) unit Truk Mitsubishi warna kuning plat B-9305-OM beserta
kunci.
Dikembalikan pada yang berhak yaitu saksi parlan Bin. Santurji.
f. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp.2.500,- (Dua ribu lima ratus rupiah).
B. Pembahasan
1. Mengapa Saksi A De Charge Dihadirkan dalam Persidangan dalam Putusan
Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP.
Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam
perkara pidana. Suatu perkara pidana biasanya tidak ada yang lepas dari alat bukti
keterangan saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu didasarkan
kepada pemeriksaan keterangan saksi. Sekurang-kurangnya disamping pembuktian
dengan alat bukti yang lain, masih tetap selalu diperlukan pembuktian dengan alat
bukti keterangan saksi.
Keterangan saksi merupakan alat bukti dipersidangan dan berguna dalam
mengungkap duduk perkara suatu peristiwa pidana yang nantinya akan dijadikan
salah satu dasar pertimbangan hakim untuk menentukan terbukti atau tidaknya
perbuatan terdakwa serta kesalahan terdakwa.
Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang memegang kunci
pokok dalam pembuktian dipersidangan, Pasal 1 angkat 26 KUHAP telah
memberikan batasan pengertian saksi, yaitu:
124
“Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.”
Sedangkan Pasal 1 angka 27 KUHAP menjelaskan secara tegas keterangan saksi
adalah:
“Salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi
mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia
alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.”
Macam-macam saksi dalam proses persidangan menurut Wisnubroto92,
dibagi atas:
1. Dilihat dari posisi saksi dalam peristiwa tindak pidana dikenal sebutan “saksi
korban” atau saksi yang mengalami peristiwa tindak pidana, “saksi melihat”
dan “saksi mendengar”.
2. Dilihat dari pihak yang mengajukan dikenal sebutan saksi A Charge atau saksi
yang memberatkan dan saksi A De Charge atau saksi yang meringankan.
Dalam pemeriksaan perkara, terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan
bahwa dirinya tidak bersalah. Untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah, ia dapat
menggunakan saksi yang meringankan atau ahli. Dalam praktek pemeriksaan perkara
pidana, hal yang paling mendasar dikedepankan adalah mengenai hak-hak tersangka
atau terdakwa baik dari tingkat penyidikan sampai dengan tingkat peradilan. Salah
satu dari beberapa hak terdakwa yang diatur dalam KUHAP hak terdakwa untuk
menghadirkan saksi A De Charge. Dalam proses pemeriksaan di persidangan,
penyidik dapat meminta keterangan dari saksi yang memberatkan terdakwa dan
terdakwa pun berhak meminta agar dihadirkan saksi yang meringankan atau A De
Charge.
92
Wisnubroto, A.L.Op,Cit,hal.8
125
Pasal 116 ayat (3) dan (4) KUHAP menerangkan, dalam pemeriksaan
tersangka atau terdakwa dinyatakan apakah menghendaki saksi yang meringankan
atau saksi yang dapat menguntungkan baginya atau yang disebut saksi A De Charge.
Hal ini dilakukan dengan alasan karena tersangka berhak melakukan pembelaan
terhadap dakwaan yang dituduhkan kepadanya dengan mengajukan seorang saksi,
dan karena pada umumnya para saksi itu memberatkan tersangka. Bila terdakwa
menghendaki adanya saksi yang meringankan atau A De Charge, maka penyidik
wajib memeriksanya dicatat dalam berita acara, dengan memanggil dan memeriksa
saksi tersebut.
Saksi A De Charge adalah saksi yang diajukan oleh tersangka atau terdakwa
di dalam persidangan ataupun pada tahap pemeriksaan untuk memberikan keterangan
yang menguntungkan bagi dirinya. Dasar hukum saksi A De Charge diatur dalam
Pasal 65 KUHAP, yaitu:
“Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi
dan atau seorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan
keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.”
Jadi yang dimaksud saksi A De Charge atau saksi yang menguntungkan terdakwa
adalah saksi yang dipilih atau diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya, yang
sifatnya meringankan terdakwa dan dapat mempengaruhi keyakinan hakim dalam
menjatuhkan putusan.
Lamintang P.A.F dan Theo Lamintang 93, menerangkan:
93
Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang, Op,Cit, hal.65
126
“Berdasarkan Pasal 65 KUHAP, tersangka atau terdakwa mempunyai hak
untuk mengusahakan dan mengajukan saksi yang dapat memberikan
keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. Saksi yang diajukan oleh
tersangka atau terdakwa, yang diharapkan memberikan keterangan yang
menguntungkan bagi terdakwa didalam bahasa Prancis disebut saksi A De
Charge, sebagai lawan dari saksi A Charge, yakni saksi yang diajukan oleh
penuntut umum, yang keterangannya memberatkan terdakwa.”
Pasal 65 KUHAP menjelaskan bahwa tersangka atau terdakwa sejak diperiksa
oleh penyidik, mempunyai hak untuk mengajukan saksi-saksi guna memberikan
keterangan yang menguntungkan dirinya, Lamintang P.A.F dan Theo Lamintang 94
menerangkan:
“Berkaitan dengan hak untuk mengajukan saksi saksi atau ahli yang oleh
undang-undang telah diberikan oleh tersangka atau terdakwa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 KUHAP, sehingga para pemeriksa disemua tingkat
pemeriksaan wajib menanyakan kepada tersangka atau terdakwa, yaitu apakah
ia mengajukan saksi-saksi atau saksi ahli yang dapat memberikan keterangan
yang sifatnya menguntungkan bagi terdakwa.”
Keterangan dari saksi A De Charge yang diajukan oleh terdakwa atau
penasehat hukumnya, sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib
mendengar keterangan saksi tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 160 ayat
(1) butir c KUHAP, yang berbunyi:
“Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan
terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang
diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama
berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua
sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.”
Berdasarkan rumusan Pasal 160 ayat (1) huruf c KUHAP tersebut, dapat
disimpulkan bahwa permintaan pengajuan saksi selama berlangsungnya sidang atau
94
Ibid, hal. 66
127
sebelum dijatuhkannya putusan, harus ditujukan kepada hakim ketua sidang,
sehingga hakim ketua sidanglah yang berwenang memutus apakah permintaan dari
terdakwa, penasihat hukum atau dari penuntut umum itu dapat dikabulkan atau tidak.
Hakim dapat memenuhi atau menolak permintaan pengajuan saksi A De Charge.
Pengajuan saksi dalam persidangan menurut Hari Sangsaka95, dilakukan
oleh:
1. Penuntut umum dengan tujuan untuk membuktikan dakwaannya.
2. Terdakwa atau penasihat hukum, jika ada saksi yang bersifat meringankan,
untuk kepentingan atau membebaskan terdakwa.
Tata cara pemanggilan saksi A De Charge menurut Lamintang P.A.F dan
Theo Lamintang96, yaitu:
“Terdakwa harus menyampaikan nama-nama dari para saksi itu disidang
pengadilan secara lisan atau dengan surat tercatat kepada penuntut umum,
yang kemudian penuntut umum akan memanggil saksi-saksi itu dengan cara
yang biasa dilakukan.”
Tata cara pemanggilan terhadap saksi-saksi A De Charge dalam Putusan
Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP sama dengan pemanggilan saksi yang diajukan
oleh penuntut umum, yaitu:
a. Menurut Pasal 146 ayat (2) KUHAP
“Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada saksi yang memuat
tanggal, hari serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil yang harus
sudah diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya tiga hari sebelum
sidang dimulai.”
95
Hari Saksaka Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Surabaya : Mandar Maju, 2003,
hal.11
96
Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang, Op,Cit, hal. 355
128
b. Menurut Pasal 227 KUHAP
(1) Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang
dalam semua tingkat pemeriksaan terdakwa, saksi atau ahli disampaikan
selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan, di
temapat tinggal mereka atau di tempat kediaman mereka terakhir.
(2) Petugas yang melaksanakan panggilan tersebut harus bertemu sendiri dan
berbicara langsung dengan orang yang dipanggil dan membuat catatan
bahwa panggilan telah diterima oleh yang bersangkutan dengan
membubuhkan tanggal serta tanda tangan, baik oleh petugas maupun
orang yang dipanggil dan apabila yang dipanggil tidak mendatangani
maka petugas harus mencatat alasannya.
(3) Dalam hal orang yang dipanggil tidak terdapat di salah satu tempat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), surat panggilan disampaikan
melalui kepala desa atau pejabat dan jika di luar negeri melalui perwakilan
Republik Indonesia di tempat dimana orang yang dipanggil bisa berdiam
dan apabila masih belum juga berhasil disampaikan, maka surat panggilan
ditempelkan di tempat pengumuman kantor pejabat yang mengeluarkan
panggilan tersebut.
Menjadi seorang saksi adalah salah satu kewajiban setiap orang. Orang yang
menjadi saksi setelah dipanggil ke suatu sidang pengadilan untuk memberikan
keterangan, tetapi menolak kewajiban itu, maka dapat dikenakan pidana berdasarkan
ketentuan Pasal 224 KUHP dan Pasal 522 KUHP yang mengancam dengan pidana
terhadap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi sebagai saksi atau ahli,
sedangkan ia telah dipanggil secara sah menurut undang-undang.
Tata cara pemeriksaan saksi A De Charge sama dengan pemeriksaan saksi
yang diajukan oleh penuntut umum, dengan titik berat pada pertanyaan-pertanyaan
yang mengarah pada pengungkapan fakta yang bersifat membalik atau melemahkan
dakwaan penuntut umum atau setidaknya bersifat meringankan terdakwa.
129
Hakim dan penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum dengan
perantara hakim ketua sidang, dapat saling menghadapkan saksi untuk menguji
kebenaran masing-masing, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 165 ayat (4)
KUHAP. Guna menguji kebenaran keterangan yang diberikan oleh saksi sehingga
akan didapatkan kebenaran yang diharapkan, undang-undang memberikan hak
kepada terdakwa atau penasihat hukumnya untuk saling menghadapkan saksi.
Syarat agar seorang saksi dapat diajukan sebagai saksi A De Charge adalah
sama dengan syarat saksi yang diajukan oleh penuntut umum. Syarat seorang dapat
diajukan sebagai saksi, ialah setiap orang yang mendengar, melihat dan mengalami
sendiri suatu peristiwa pidana.
Saksi-saksi yang menguntungkan atau saksi A De Charge itu adalah saksisaksi yang menurut pertimbangan terdakwa atau penasihat hukumnya ada
keterkaitannya atau relevan dengan perkara pidana yang disangkakan kepada
terdakwa. Permintaan mendatangkan saksi yang menguntungkan menurut M. Yahya
harahap 97:
“Haruslah dilakukan dengan pertimbangan yang wajar, bukan dengan maksud
untuk memperlambat jalannya pemeriksaan, atau dilakukan dengan itikad
buruk untuk mempermai-mainkan pemeriksaan.”
Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP
penasihat hukum terdakwa
mengajukan saksi A De Charge sebanyak 2 orang yaitu Amir Fatah, S.H, dan
97
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hal.
183.
130
Sudiarto,S.H. Amir Fatah, S. H yaitu ketua koperasi Anekasari kumpulan pengrajinpengrajin jamu, menjelaskan bahwa ijin edar jamu harus ada kesamaannya antara ijin
edar lama dan ijin edar yang baru, dulu kewenangan mengeluarkan ijin edar ada pada
Dinas Kesehatan sedangkan sekarang ada pada kewenangan Badan POM,
sebelumnya oleh terdakwa sudah dilakukan permohonan ke Dinas Kesehatan. Selama
koperasi Anekasari saksi pimpin laporan dari Dinas Kesehatan Jamu Guna Sehat
milik terdakwa belum pernah direcal dan tidak menggunakan obat-obatan tertentu.
Sudiarto, S.H merupakan Humas Internal ke dalam dan ke luar dalam persoalan
pembukuan terkait permodalan dan lain-lain, menjelaskan bahwa dulu kewenangan
mengeluarkan ijin edar ada pada Dinas Kesehatan sedangkan sekarang ada pada
kewenangan Badan POM, dan terdakwa dulu sudah mengurus ijin edar obat
tradisional/jamu produksinya ke Badan POM Jakarta, sebelumnya dari Badan POM
belum pernah diadakan sosialisai permasalahan tentang ijin kesalahan yang terdapat
pada terdakwa hanya masalah itikad saja. Dari 2 saksi tersebut pada dasarnya
diajukan karena dianggap oleh penasihat hukum terdakwa mempunyai relevansi
dengan kasus yang terkait dengan didakwakannya terdakwa (SS). Diajukannya saksi
A De Charge tersebut, dimaksudkan untuk melemahkan dakwaan yang didakwakan
Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa.
Saksi yang meringankan yang dimintai oleh terdakwa atau penasihat hukum
selama berlangsungnya sidang atau dijatuhkannya putusan hakim, dalam hal ini
hakim wajib mendengar keterangan saksi tersebut, didasarkan pada Pasal 160 ayat (1)
131
huruf c KUHAP. Pemeriksaan saksi yang meringankan tersebut dapat memberikan
keterangan yang relevan dengan perkara yang diproses oleh penegak hukum seperti
dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP ini. Keterangan saksi-saksi A De
Charge yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa dalam persidangan adalah
keterangan yang saksi dengar dan lihat sendiri serta menyebut alasan dari
pengetahuannya itu. Dari hasil pemeriksaan saksi A De Charge yang kemudian
dihubungkan dengan keterangan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan saksi yang
diajukan oleh penuntut umum atau saksi A Charge, maka dapat diporoleh beberapa
fakta yang terungkap mengenai perkara yang menyangkut terdakwa (SS), yaitu
bahwa ijin edar PJ Guna Sehat milik terdakwa ada kesamaan antara TR yang
dikeluarkan oleh Badan POM, dulu kewenangan pengeluaran ijin edar ada di Dinkes
sekarang di Badan POM, tapi sebelumnya ke Dinkes sudah dilakukan permohonan
oleh terdakwa dan terdakwa dulu juga sudah mengurus ijin edar obat tradisional/jamu
produksinya ke Badan POM Jakarta. Hal tersebut juga berkaitan dengan keterangan
saksi yang diajukan oleh penuntut umum atau saksi A Charge, bahwa menurut para
saksi masalah perijinan ada ijinnya. Keterangan para saksi A De Charge dalam
Putusan Pengadilan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP telah memenuhi ketentuan
Pasal 1 angka 27 KUHAP tentang keterangan saksi sebagai alat bukti dalam perkara
pidana, sehingga dapat disimpulkan bahwa keterangan saksi A De Charge dalam
Putusan Pengadilan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP adalah salah satu alat bukti
yang meringankan terdakwa.
132
Saksi A De Charge yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa dalam
Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP bertujuan untuk melemahkan dakwaan
Jaksa Penuntut Umum yang didakwakan kepada terdakwa. Terdakwa berharap
dengan diajukannya saksi A De Charge terdakwa dapat dijatuhi hukuman yang
seringan-ringannya atau bahkan diputus bebas.
2. Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi A De Charge dalam Tindak Pidana
Peredaran Obat Tradisional Tanpa Ijin Edar pada Putusan Nomor:
113/Pid.Sus/2010/PN.CLP
Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu
yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang
dan diancam dengan pidana. Moeljatno
98
menggunakan istilah perbuatan pidana
yang didefinisikan sebagai berikut:
“Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang
melanggar larangan tersebut.”
Akhir-akhir ini obat tradisional/jamu semakin berkembang pesat seiring
dengan bertambahnya teknologi yang modern. Dengan demikian, maka persaingan
usaha obat tradisional/jamu semakin ketat sehingga menimbulkan persaingan usaha
yang tidak sehat. Banyak masyarakat yang dengan sengaja mengedarkan obat-obatan
tanpa mendapatkan ijin dari Kepala Badan POM. Peredaran obat tradisional/jamu
tanpa dilengkapi ijin dari Kepala Badan POM mudah didapat dan harganya jauh lebih
98
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika, 2000, hal.54
133
ekonomis dibanding obat-obatan legal yang telah mendapat ijin edar dari Kepala
Badan POM. Pengertian Obat Tradisional Secara terminologi, dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, yaitu:
“Obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-temurun, berdasarkan
resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat,
baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional.”99
Putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP telah
terjadi tindak pidana peredaran obat tradisional tanpa ijin edar dengan terdakwa (SS)
yang telah memproduksi jamu Gemuk dan Pegal Linu yang tidak memiliki ijin edar.
Yang mana tindak pidana peredaran obat tradisional tanpa ijin edar ini diancam
dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Penasihat
Hukum
Terdakwa
dalam
Putusan
Nomor:
113/Pid.Sus/2010/PN.CLP menghadirkan 2 orang saksi A De Charge yaitu Amir
Fatah, S.H, dan Sudiarto,S.H, yang mana terdakwa mempunyai hak untuk
menghadirikan saksi yang menguntungkan dalam persidangan, hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 65 KUHAP yang menjadi dasar dihadirkannya saksi A De Charge.
Membuktikan ada tidaknya tindak pidana dapat diketahui dengan cara
pembuktian di sidang pengadilan tentunya setelah proses pemeriksaan dikepolisian.
Pembuktian merupakan hal yang sangat penting dalam mengungkapkan suatu tindak
pidana. Menurut Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril 100:
99
Obat Tradisional, file:///J:/Obat 0tradisional Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia
bebas.htm, Diakses pada tanggal 18 Oktober 2012, pukul 14.34 WIB.
100
Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, OP,Cit. hal. 102-103.
134
“Proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan pembuktian inilah ditentukan
nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang
ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang
didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman.
Sebaliknya, kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti
yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa harus dinyatakan
bersalah. Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu, para hakim
harus hati-hati, cermat, dan matang menilai dan mempertimbangkan masalah
pembuktian.”
Sedangkan Leden Marpaung 101 menyatakan bahwa :
“Seseorang hanya dapat dikatakan “melanggar hukum” oleh Pengadilan dan
dalam hal melanggar hukum pidana oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan
Tinggi/Mahkamah Agung. Sebelumnya seseorang diadili oleh Pengadilan,
orang tersebut berhak dianggap tidak bersalah, hal ini dikenal dengan asas
“praduga tak bersalah” (presumption of innocence). Untuk menyatakan
seseorang “melanggar hukum”, Pengadilan harus dapat menentukan
“kebenaran” akan hal tersebut. Untuk menentukan “kebenaran” diperlukan
bukti-bukti, yaitu sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa. Dari
uraian tersebut, “bukti” dimaksud untuk menentukan “kebenaran.”
Seorang hakim dalam melakukan pembuktian harus benar-benar memiliki
kecermatan dan kehati-hatian karena keputusan yang akan diambilnya berhubungan
dengan nasib seorang yang didakwa melakukan tindak pidana. Jangan sampai ia
mengambil keputusan yang keliru karena akan menyebabkan penderitaan bagi orang
yang tidak bersalah. Menurut R.Soesilo102, hakim dalam memeriksa suatu perkara
pidana didalam pengadilan senantiasa berusaha membuktikan:
a.
b.
c.
d.
101
Apakah betul suatu peristiwa itu telah terjadi;
Apakah betul peristiwa tersebut merupakan suatu tindak pidana;
Apakah sebabnya peristiwa-peristiwa itu terjadi;
Siapakah orang yang telah bersalah berbuat peristiwa itu.
Leden Marpaung, Op,Cit. hal. 22-23.
R. Soesilo, Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana Menurut
KUHAP Bagi Penegak Hukum), bogor, Politeia, 1982. hal. 109.
102
135
Upaya Hakim untuk membuktikan kebenaran yang selengkap-lengkapnya
tentang suatu perkara pidana dipandu oleh KUHAP, diantaranya tersebut dalam Pasal
183 KUHAP sebagai berikut:
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya.”
Majelis hakim yang hendak meletakkan kebenaran yang ditemukan dalam
putusan yang akan dijatuhkan, harus menguji kebenaran itu dengan alat bukti, dengan
cara, dan dengan kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti yang
ditemukan. Hakim dalam mencari dan meletakkan kebenaran yang akan dijatuhkan
dalam putusan, harus berdasarkan alat-alat bukti yang telah ditentukan undangundang secara limitatif sebagaimana yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP,
yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Cara mempergunakan dan menilai kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap
alat bukti dilakukan dalam batas-batas yang dibenarkan undang-undang, agar dapat
mewujudkan kebenaran sejati. Kebenaran yang diwujudkan dalam putusan harus
berdasar pada hasil perolehan dan penjabaran yang tidak keluar dari garis yang
dibenarkan sistem pembuktian, dan tidak diwarnai oleh perasaan dan pendapat
subjektif hakim. Alat bukti yang dihadirkan di persidangan harus saling bersesuaian
satu sama lain, tidak boleh saling berdiri sendiri.
136
Alat-alat bukti sangat diperlukan dalam persidangan, oleh karena itu hakim
tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah dan hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi, dan bahwa terdakwalah yang terbukti melakukan
perbuatan yang didakwakan tersebut. Dengan demikian alat bukti itu adalah sangat
penting di dalam usaha penemuan kebenaran atau dalam usaha menemukan siapakah
yang melakukan perbuatan tersebut.
Alat bukti pertama yang sah menurut KUHAP adalah keterangan saksi, pada
umumnya alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam
perkara pidana. Boleh dikatakan, tidak ada suatu perkara pidana yang luput dari
pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana,
selalu disadarkan kepada pemeriksaan keterangan saksi. Sekurang-kurangnya
disamping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih tetap selalu diperlukan
pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.103
Menjadi saksi dalam suatu perkara pidana merupakan kewajiban hukum bagi
setiap orang. Tapi KUHAP memberikan beberapa pengecualian, ada beberapa orang
yang dibebaskan dari kewajiban tersebut. Orang-orang yang dikecualikan oleh
KUHAP untuk menjadi saksi adalah sebagai berikut:
i. Karena hubungan keluarga atau saudara atau perkawinan (Pasal 168 KUHAP);
103
M. Yahya, Harahap. Op. Cit. hal. 286
137
ii. Karena memegang pekerjaan, harkat martabat atau jabatan yang diwajibkan
menyimpan rahasia (Pasal 170 KUHAP);
iii. Karena umur belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin atau mereka
yang sakit jiwa meskipun kadang-kadang baik kembali (Pasal 171 KUHAP).
Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP, Penasihat Hukum Terdakwa
telah mengajukan alat bukti keterangan saksi A De Charge berjumlah 2 orang yaitu
Amir Fatah, S.H, dan Sudiarto,S.H. Saksi-saksi yang diajukan oleh penasihat hukum
terdakwa dalam perkara tersebut telah memberi keterangan mengenai apa yang ia
lihat, ia dengar dan ia alami sendiri tentang suatu kejadian pidana. Agar keterangan
saksi dapat bernilai sebagai alat bukti, maka suatu keterangan saksi harus memenuhi
syarat yang ditentukan dalam undang-undang.
Ditinjau dari segi nilai dan kekuatan pembuktian keterangan saksi, agar
keterangan saksi atau kesaksian mempunyai nilai serta kekuatan pembuktian, perlu
diperhatikan beberapa pokok ketentuan yang harus dipenuhi oleh seorang saksi.
Artinya, agar keterangan seorang saksi dapat dianggap sah sebagai alat bukti yang
memiliki nilai kekuatan pembuktian, menurut M. Yahaya Harahap104 harus
dipenuhi aturan ketentuan sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
harus mengucapkan sumpah atau janji;
keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti;
keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan;
keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup;
104
Ibid. hal. 286- 289
138
e. keterangan beberapa saksi berdiri sendiri.
a. Harus mengucapkan sumpah atau janji
Undang-undang menentukan agar keterangan saksi dianggap sah dan
mempunyai kekuatan pembuktian maka seorang saksi harus mengucapkan sumpah
atau janji, sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 160 ayat (3) KUHAP yang
menyatakan bahwa :
“Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji
menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan
keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 160 ayat (3) KUHAP maka dapat diambil suatu
kesimpulan dalam pemeriksaan disidang pengadilan, saksi yang hendak memberikan
keterangan dimuka persidangan haruslah mengucapkan sumpah terlebih dahulu
sebelum memberikan keterangannya tersebut. Pengucapan sumpah ini merupakan
syarat mutlak yang harus dilakukan oleh saksi sebelum memberikan keterangannya.
Hal ini ditegaskan dengan kalimat “sebelum memberi keterangan, saksi wajib
mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing”. Dari
kutipan kalimat yang terdapat dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP tersebut maka
jelaslah dapat dikatakan bahwa KUHAP menuntut agar mewajibkan seorang saksi
mengucapkan sumpah atau janji sebelum memberikan keterangan. Adapun sumpah
atau janji tersebut dilakukan menurut agamanya masing-masing dan lafal sumpah
atau janji berisi bahwa saksi akan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya
dan tiada lain dari pada sebenarnya.
139
Menurut Andi Hamzah 105 :
“Keterangan saksi atau ahli yang tidak disumpah atau tidak mengucapkan
janji, tidak dapat digunakan sebagai alat bukti, tetapi hanyalah merupakan
keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim.”
Namun dalam hal lain jika dianggap perlu pengadilan dapat meminta seorang
saksi atau ahli untuk mengucapkan sumpah atau janji setelah saksi atau ahli tersebut
selesai memberikan keterangan, hal ini dirumuskan dalam Pasal 160 ayat (4) KUHAP
yang berbunyi:
“Jika dianggap perlu seorang saksi atau ahli wajib bersumpah atau berjanji
sesudah saksi atau ahli itu selesai memberikan keterangan.”
Berdasarkan pemeriksaan dipersidangan, maka saksi A De Charge yang
terdapat dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP, yang diajukan oleh
penasihat hukum terdakwa yaitu saksi Amir Fatah, S.H, dan Sudiarto,S.H, semuanya
telah diambil sumpahnya sebelum memberikan keterangan di depan persidangan oleh
hakim yang memeriksa sehingga telah memenuhi syarat dan ketentuan Pasal 160 ayat
(3) KUHAP, dengan demikian saksi A De Charge yang diajukan oleh penasihat
hukum terdakwa telah sah untuk diajukan sebagai alat bukti.
b. Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti
Tidak semua keterangan saksi yang mempunyai nilai sebagai alat bukti.
Keterangan saksi yang mempunyai nilai ialah keterangan yang sesuai dengan apa
yang dijelakan Pasal 1 angka 27 KUHAP, yaitu:
1. Yang saksi liat sendiri,
105
Andi Hamzah, Op,Cit, hal. 240
140
2. Saksi dengar sendiri,
3. Dan saksi alami sendiri,
4. Serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
Keterangan
saksi
A
De
Charge
dalam
Putusan
Nomor:
113/Pid.Sus/2010/PN.CLP yang diberikan dalam persidangan adalah keterangan yang
saksi dengar, saksi lihat dan saksi alami sendiri serta menyebut alasan dari
pengetahuannya itu, yaitu mengenai fakta yang dilakukan terdakwa. Berdasarkan hal
tersebut maka keterangan yang saksi A De Charge berikan adalah sesuai dengan
ketentuan Pasal 1 angka 27 KUHAP, sehingga keterangan saksi A De Charge dalam
Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP adalah keterangan yang mempunyai nilai
sebagai alat bukti yang sah yang dapat digunakan oleh hakim sebagai dasar
pertimbangan untuk menentukan keyakinan tetang bersalah atau tidaknya terdakwa.
c. Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan;
Agar keterangan saksi dapat dinilai sebagai alat bukti, keterangan itu harus
dinyatakan di sidang pengadilan, hal ini sesuai dengan penegasan Pasal 185 ayat (1)
KUHAP, yaitu:
“Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang
pengadilan.”
Keterangan saksi yang berisi penjelasan tentang apa yang didengarnya sendiri,
dilihatnya sendiri atau dialaminya sendiri mengenai suatu peristiwa pidana, baru
dapat bernilai sebagai alat bukti apabila keterangan itu saksi nyatakan di sidang
pengadilan. Keterangan saksi yang dinyatakan di luar sidang pengadilan (outside the
141
court) bukan alat bukti, tidak dapat dipergunakan untuk membuktikan kesalahan
terdakwa.
M. Yahya Harahap106, menyatakan:
“Keterangan yang dinyatakan di luar sidang pengadilan, bukan alat bukti tidak
dapat dipergunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa, sekalipun
misalnya hakim, penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum ada
mendengar keterangan seorang yang berhubungan dengan peristiwa pidana
yang sedang diperiksa, dan keterangan itu mereka dengar di halaman kantor
pengadilan atau keterangan itu disampaikan oleh seseorang kepada hakim di
rumah tempat tinggalnya. Keterangan yang demikian tidak dapat dinilai
sebagai alat bukti karena keterangan itu tidak dinyatakan di sidang
pengadilan.”
Keterangan
saksi
A
De
Charge
dalam
Putusan
Nomor:
113/Pid.Sus/2010/PN.CLP, semuanya diberikan di sidang pengadilan dengan
mengucapkan sumpah terlebih dulu untuk memberikan keterangan yang sebenarnya
dan tidak lain dari pada yang sebenarnya. Berdasarkan hal tersebut maka ketentuan
Pasal 185 ayat (1) KUHAP, bahwa keterangan saksi harus diberikan di sidang
pengadilan telah terpenuhi, sehingga keterangan saksi A De Charge dalam Putusan
Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP merupakan alat bukti sah yang dapat digunakan
sebagai dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusannya.
d. Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup
Pasal 183 KUHAP merumuskan:
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah
melakukannya.”
106
M. Yahya, Harahap. Op. Cit .hal. 810
142
Supaya keterangan saksi dapat dianggap cukup untuk membuktikan kesalahan
seorang terdakwa, harus dipenuhi paling sedikit atau sekurang-kurangnya dengan dua
alat bukti. Jadi, betitik tolak dari ketentuan Pasal 185 ayat (2) KUHAP, keterangan
seorang saksi saja belum dianggap cukup sebagai alat bukti untuk membuktikan
kesalahan terdakwa, atau “unus testis nullus testis”.
M. Yahya harahap 107 menyatakan:
“Jika alat bukti yang dikemukakan penuntut umum hanya terdiri dari seorang
saksi saja tanpa ditambah dengan keterangan saksi yang lain atau alat bukti
yang lain, atau kesaksian tunggal, yang seperti ini tidak dapat dinilai sebagai
alat bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa sehubungan
dengan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.”
Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP terdapat beberapa alat bukti yang
diajukan di persidangan, diantaranya alat bukti 11 keterangan saksi yang diajukan
oleh penuntut umum atau saksi A Charge, 2 keterangan ahli, 2 keterangan saksi yang
diajukan oleh penasihat hukum terdakwa atau saksi A De Charge, dan juga
keterangan terdakwa. Dengan demikian telah terpenuhi ketentuan minimum
pembuktian dan “the degree of evidence”, yakni keterangan saksi ditambah dengan
keterangan ahli, keterangan saksi yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa dan
alat bukti keterangan terdakwa.
e. Keterangan beberapa saksi berdiri sendiri.
Keterangan beberapa saksi yang berdiri diatur dalam Pasal 185 ayat (4), yang
menegaskan:
107
Ibid, hal. 288
143
i. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri tentang suatu kejadian atau
keadaan dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah, dengan syarat,
ii. Apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain
sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau
keadaan tertentu.108
M. Yahya Harahap109 menyatakan:
“keterangan beberapa orang saksi baru dapat dinilai sebagai alat bukti serta
mempunyai kekuatan pembuktian, apabila keterangan para saksi tersebut
saling hubungan serta saling menguatkan tentang kebenaran suatu keadaan
atau kejadian tertentu. Keterangan beberapa orang saksi yang berdiri sendirisendiri antara keterangan saksi yang satu dengan yang lain, tidak mempunyai
nilai sebagai alat bukti.”
Keterangan
saksi
A
De
Charge
dalam
Putusan
Nomor:
113/Pid.Sus/2010/PN.CLP, yang terdiri dari 2 orang yaitu saksi Amir Fatah, S.H, dan
Sudiarto,S.H, semuanya saling berhubungan yaitu bahwa ijin edar PJ Guna Sehat
milik terdakwa ada kesamaan antara TR yang dikeluarkan oleh Badan POM, dulu
kewenangan pengeluaran ijin edar ada di Dinkes sekarang di Badan POM, tapi
sebelumnya ke Dinkes sudah dilakukan permohonan oleh terdakwa dan terdakwa
dulu juga sudah mengurus ijin edar obat tradisional/jamu produksinya ke Badan POM
Jakarta. Hal tersebut juga berkaitan dengan keterangan saksi yang diajukan oleh
penuntut umum atau saksi A Charge, bahwa menurut para saksi masalah perijinan
ada ijinnya. Berdasarkan hal tersebut antara saksi A Charge dan saksi A De Charge
108
109
M. Yahya, Harahap. Op. Cit .hal .290
M. Yahya, Harahap. Loc.Cit.
144
memiliki hubungan serta saling menguatkan tentang kebenaran suatu keadaan atau
kejadian tertentu. Sehingga keterangan saksi A De Charge dalam Putusan Nomor:
113/Pid.Sus/2010/PN.CLP, telah memenuhi ketentuan Pasal 185 ayat (4) KUHAP
sehingga dapat dikatakan sebagai alat bukti yang sah dalam persidangan.
Hal lain yang harus diperhatikan bahwa keterangan seorang saksi saja tidak
cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa karena dikenal adanya asas unus testis
nullus testis dimana kesaksian yang berdiri sendiri oleh seorang saksi saja bukan
merupakan alat bukti.
Pasal 185 ayat (2) KUHAP merumuskan :
“Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa
terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 185 ayat (2) KUHAP, menurut Syaiful Bakhri
110
dapat diambil suatu pengertian:
1. Untuk dapat membuktikan kesalahan terdakwa paling sedikit harus didukung
oleh dua orang saksi;
2. Atau kalau saksi yang ada hanya terdiri dari seorang saja maka kesaksian
tunggal itu harus mencukupi atau ditambah dengan salah satu alat bukti yang
lain.
Saksi A De Charge yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa berjumlah
2 orang yang semuanya memberikan keterangan atas apa yang ia lihat, ia dengar dan
ia alami sendiri dan kesemuanya memberikan keterangan dibawah sumpah dan antara
keterangan yang satu dengan yang lain terdapat persesuaian dan tidak berdiri sendiri.
110
Dr. Syaiful Bakhri.S.H.,MH. Beban Pembuktian dalam Beberapa Praktik, file:///E:/
/beban-pembuktian-dalam-beberapa-praktik.html, diakses tgl 12 november 2012, pukul 17.37 WIB.
145
Maka dapat dikatakan bahwa saksi A De Charge tersebut tidak melanggar Pasal 185
ayat (2) KUHAP.
Darwan Prints111, mengemukakan beberapa syarat yang harus dimiliki saksi
agar kesaksiannya tersebut dipakai sebagai alat bukti, diantaranya yaitu :
a. Syarat formal
Bahwa keterangan saksi dapat dianggap sah, apabila keterangan itu
diberikan dibawah sumpah;
b. Syarat materiil
Bahwa keterangan seorang saksi saja tidak dapat dianggap sah sebagai alat
pambuktian, akan tetapi keterangan seorang saksi adalah cukup untuk alat
pembuktian untuk suatu kejahatan yang dituduhkan.
Syarat yang harus dipenuhi agar keterangan saksi dapat dikatakan sah adalah :
2. Syarat formil :
Seorang saksi harus mengucapkan sumpah dan janji baik sebelum maupun
setelah memberikan keterangan (Pasal 160 ayat (3) dan (4) KUHAP).
3. Syarat materil
a. Melihat, mendengar, atau mengalami sendiri suatu peristiwa pidana (Pasal 1
butir 26 atau 27 KUHAP).
b. Seorang saksi harus dapat menyebutkan alasan dari kesaksiannya itu (Pasal 1
butir 27 KUHAP).
c. Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan
terdakwa/ asas ini terkenal dengan sebutan unus testis nullus testis (Pasal 185
ayat (2) KUHAP.
111
Prints Darwan, Op,Cit, hal 108.
146
Walaupun sudah memenuhi syarat materiil dan formil, hakim tidak
mempunyai ikatan untuk memakai keterangan saksi, hakim bebas memakai alat bukti
yang ia yakini. Saksi biasanya diberi kesempatan oleh hakim untuk menceritakan
tentang apa yang dialaminya, dilihatnya atau didengarnya secara bebas, selanjutnya
hakim ketua dapat menanyakan hal-hal yang lebih spesifik, baik dengan berpedoman
pada hasil pemeriksaan penyidik yang tercatat dalam berita acara penyidikan maupun
pertanyaan baru.112
Menilai keterangan beberapa saksi sebagai alat bukti yang sah, harus terdapat
saling
berhubungan
antara
keterangan-keterangan
tersebut,
sehingga
dapat
membentuk keterangan yang membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan
tertentu. Namun dalam menilai dan mengkonstruksi kebenaran keterangan para saksi,
Pasal 185 ayat (6) KUHAP menuntut kewaspadaan hakim, untuk sungguh-sungguh
memperhatikan:
1. Persesuaian antara keterangan saksi;
Saling persesuaian harus jelas tampak penjabarannya dalam pertimbangan
hakim yang harus diuraikan secara terperinci dan sistematis.
2. Persesuaian keterangan saksi dengan alat bukti lain;
Apabila yang diajukan penuntut umum dalam persidangan terdiri dari saksi
dengan alat bukti lain baik berupa ahli, surat atau petunjuk hakim dalam
sidang ataupun pertimbangannya harus meneliti dengan sungguh-sungguh
112
Wisnubroto, Op,Cit hal.17.
147
saling bersesuaian atau bertentangan antara keterangan saksi itu dengan alat
bukti lain.
3. Alasan saksi memberikan keterangan tertentu;
Hakim harus mencari alasan saksi tanpa mengetahui alasan saksi yang pasti
maka akan memberikan gambaran yang kabur bagi hakim tentang gambaran
yang diberikan oleh saksi.
4. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya
dapat mempengaruhi tidaknya keterangan itu dipercaya.
Barangkali yang terpenting diperhatikan hakim dalam menilai cara hidup dan
kesusilaan saksi adalah yang menyangkut nilai-nilai kepribadian dan akhlak
saksi yang bersangkutan. Termasuk didalamnya kejujuran, keimanan,
ketakwaan, maupun yang berkenaan dengan sifat-sifat buruk yang sering
diperlihatkan saksi seperti culas, dengki, pembohong, suka memfitnah dan
lain sebagainya.
Kekuatan pembuktian keterangan saksi A De Charge adalah sama dengan
kekuatan pembuktian keterangan saksi yang diajukan oleh penuntut umum. Menurut
M. Yahya Harahap113 kekuatan pembuktian keterangan saksi sebagai alat bukti
yang sah adalah:
1. Mempunyai kekuatan pembuktian bebas,
Pada alat bukti kesaksian “tidak melekat sifat pembuktian yang sempurna”
(volledig bewijskracht), dan juga tidak melekat didalamnya sifat kekuatan
pembuktian yang mengikat dan menentukan (beslissende bewijskracht).
113
M.Yahya Harahap, Op,Cit.hal.274
148
Tegasnya, alat bukti kesaksian sebagai alat bukti yang sah mempunyai
nilai kekuatan pembuktian “bebas”. Oleh karena itu, alat bukti kesaksian
sebagai alat bukti yang sah, tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna dan juga tidak memiliki kekuatan pembuktian yang
menentukan.
2. Nilai kekuatan pembuktiannya tergantung pada penilaian hakim,
Alat bukti keterangan saksi sebagai alat bukti yang bebas yang tidak
mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan tidak
menentukan, sama sekali tidak mengikat hakim. Hakim bebas untuk
menilai kesempurnaan dan kebenarannya.
Sistem pembuktian dalam tindak pidana peredaran obat tradisional tanpa ijin
edar menggunakan teori pembuktian undang-undang secara negatif
(negatief
wettelijk), hakim di dalam mengambil keputusan tentang salah atau tidaknya seorang
terdakwa terikat oleh alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang dan keyakinan
hakim sendiri. Jadi, didalam sistem negatif ada dua hal yang merupakan syarat untuk
membuktikan kesalahan terdakwa, sesuai dengan pendapatnya Alfitra114 yakni :
Wettelijk : adanya alat bukti yang sah yang telah ditetapkan oleh undangundang.
Negatief : adanya keyakinan dari hakim, yakni berdasarkan bukti-bukti
tersebut hakim meyakini kesalahan terdakwa.
Apabila salah satu unsur diantara dua unsur itu tidak ada, maka tidak cukup
mendukung keterbuktian kesalahan terdakwa. Hakim baru diwajibkan menghukum
orang, apabila hakim berkeyakinan bahwa peristiwa pidana yang bersangkutan adalah
terbukti.
Menurut hasil pemeriksaan di persidangan maka terungkap keterangan antara
saksi Amir Fatah, S.H, dan Sudiarto,S.H, antara saksi satu dengan yang lain saling
114
Alfitra,OP,Cit.hal 29.
149
bersesuaian dan saling menguatkan, sehingga dapat dijadikan dasar oleh hakim untuk
menjatuhkan putusan.
Pasal 183 KUHAP merumuskan:
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya.”
Ketentuan pasal 183 KUHAP mengandung tiga asas yaitu:
1. Asas proses pemeriksaan perkara pidana adalah untuk mencari kebenaran
materiil atau kebenaran sejati sebagaimana ditentukan dalam Pasal 183
KUHAP.
2. Asas keyakinan hakim
Berdasarkan Pasal 183 KUHAP menganut sistem pembuktian menurut
undang-undang secara negative bahwa hakim baru boleh menjatuhkan pidana
kepada seorang terdakwa apabila telah terbukti dengan sekurang-kurangnya
dua alat bukti yang sah dan atas keterbuktiannya itu hakim yakin bahwa
terdakwalah yang bersalah.
3. Asas pembuktian minimum
Bertitik tolak pada batas minimum pembuktian, bagaimanapun sempurnanya
suatu alat bukti, kesempurnaan itu tidak dapat berdiri sendiri akan tetapi harus
150
didukung oleh minimal alat bukti yang lain guna memenuhi batas minimum
pembuktian yang ditentukan Pasal 183 KUHAP. 115
Berdasarkan ketentuan diatas mengandung maksud bahwa hakim bebas untuk
menilai kekuatan alat bukti keterangan saksi, artinya dalam hal ini hakim tidak terikat
dengan alat bukti keterangan saksi A De Charge yang diajukan oleh penasihat hukum
terdakwa sesuai dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP. Hal lain yang dapat
disimpulkan dari ketentuan tersebut adalah bahwa alat bukti keterangan saksi
mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bebas artinya hakim tidak terikat dengan
alat bukti keterangan saksi akan tetapi didasarkan pada asas keyakinan hakim dan
asas batas minimum pembuktian serta asas kebenaran sejati.
Keterangan saksi A De Charge adalah sebagai alat bukti yang sifatnya
meringankan terdakwa dan dapat mempengaruhi keyakinan hakim dalam
menjatuhkan putusan. Keterangan saksi A De Charge dalam Putusan Nomor:
113/Pid.Sus/2010/PN.CLP terdiri dari 2 saksi yang diajukan oleh penasihat hukum
terdakwa guna menguntungkan atau meringankan terdakwa.
Berdasarkan uraian diatas dan fakta-fakta hukum yang ditemukan dalam
persidangan, diketahuai bahwa saksi A De Charge dalam Putusan Nomor:
113/Pid.Sus/2010/PN.CLP yaitu Amir Fatah, S.H, dan Sudiarto,S.H, masing-masing
telah memenuhi syarat mutlak sebagai saksi
yakni saksi A De Charge telah
memberikan keterangan yang ia lihat, ia dengar, dan alami sendiri, dalam persidangan
115
M.Yahya Harahap,Op,Cit ,hal. 289
151
Amir Fatah, S.H, menjelaskan bahwa ijin edar jamu harus ada kesamaannya antara
ijin edar lama dan ijin edar yang baru, dulu kewenangan mengeluarkan ijin edar ada
pada Dinas Kesehatan sedangkan sekarang ada pada kewenangan Badan POM,
sebelumnya oleh terdakwa sudah dilakukan permohonan ke Dinas Kesehatan. Selama
koperasi Anekasari saksi pimpin laporan dari Dinas Kesehatan Jamu Guna Sehat
milik terdakwa berlum pernah direcal dan tidak menggunakan obat-obatan tertentu.
dan Sudiarto,S.H, menjelaskan bahwa dulu kewenangan mengeluarkan ijin edar ada
pada Dinas Kesehatan sedangkan sekarang ada pada kewenangan Badan POM, dan
terdakwa dulu sudah mengurus ijin edar obat tradisional/jamu produksinya ke Badan
POM Jakarta, sebelumnya dari Badan POM belum pernah diadakan Sosialisai
peramsalahan tentang ijin keselahan yang terdapat pada terdakwa hanya masalah
itikad saja. Kemudia masing-masing saksi juga telah diambil sumpahnya sebelum
memberikan keterangan sehingga memenuhi kualifikasi sebagai alat bukti.
Selanjutnya keterangan saksi A De Charge tersebut apabila dihubungkan antara
keterangan satu dan yang lain terdapat saling persesuaiaan dan saling menguatkan
sehingga memberikan keyakinan kepada hakim. Sehingga keterangan saksi A De
Charge dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP adalah alat bukti sah yang
memiliki nilai kekuatan pembuktian.
Kekuatan pembuktian keterangan saksi A De Charge adalah sama dengan
kekuatan pembuktian keterangan saksi yang diajukan oleh penuntut umum, sehingga
kekuatan pembuktian keterangan saksi A De Charge dalam Putusan Nomor:
152
113/Pid.Sus/2010/PN.CLP sebagai alat bukti sah adalah bebas, artinya hakim bebas
untuk menerima atau menyingkirkan isi keterangan saksi yang diberikan
dipersidangan, nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi A De Charge tergantung
pada penilaian hakim. Hakim dalam menerima keterangan saksi A De Charge yang
kemudian dipergunakan sebagai bahan pertimbangan hukum bagi hakim dalam
menjatuhkan putusan pidana yakni pidana penjara selama 4 (empat) bulan, 3 (tiga)
hari terhadap terdakwa (SS).
153
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap Putusan Pengadilan
Negeri Cilacap Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Mengapa Saksi A De Charge dihadirkan dalam persidangan dalam Putusan
Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP adalah:
a. Untuk memberikan keterangan yang menguntungkan bagi tersangka atau
terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 65 KUHAP, maka terdakwa atau
penasihat hukum terdakwa berhak mengahadirkan saksi A De Charge dalam
persidangan.
b. Untuk mengungkapkan fakta yang bersifat membalik atau melemahkan
dakwaan Jaksa Penuntut Umum atau setidaknya meringankan terdakwa.
c. Untuk menegakan keadilan tersangka atau terdakwa berhak untuk
membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah , antara lain dengan menghadirkan
saksi A De Charge dalam persidangan.
2. Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi A De Charge dalam Tindak Pidana
Peredaran Obat Tradisional Tanpa Ijin Edar merupakan alat bukti yang sah dan
hakim bebas untuk menerima atau menyingkirkan isi keterangan saksi A De
Charge yang diberikan dipersidangan untuk dasar pertimbangan hukum bagi
154
hakim dalam menjatuhkan putusan pidana penjara 4 (empat) bulan, 3 (tiga) hari
terhadap terdakwa.
B. Saran
1. Hendaknya pembentuk undang-undang perlu membuat ketentuan yang mengatur
lebih jelas mengenai saksi yang meringankan atau A De Charge, sehingga dalam
pelaksanaanya tidak terjadi permasalahan mengenai diajukannya saksi yang
meringankan atau saksi A De Charge oleh terdakwa ataupun penasihat hukum
terdakwa sebagai upaya melemahkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
2. Hendaknya hakim perlu mempertimbangkan dengan hati nuraninya tentang
keterangan yang diberikan oleh saksi A de Charge baik di tingkat penyidikan
maupun pada tingkat persidangan, sehingga peranan keterangan saksi A de
Charge dapat benar-benar berfungsi untuk menguatkan keyakinan hakim agar
putusan yang dihasilkan tetap menjunjung tinggi kebenaran sejati.
155
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur :
Alfitra, 2011, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata Dan Korupsi Di
Indonesia, Jakarta : Raih Aksa Sukses.
Asri, Benyamin, 1989, Hak-Hak Tersangka dan Terdakwa dalam Penyidikan,
Penuntutan dan Peradilan, Bandung: Tarsito.
Atmasasmita, Romli. 1983, Bunga Rampai Hukum Acara Pidana. Jakarta : Bina
Cipta.
Chazawi, Adami . 2008. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. Bandung:
Alumni.
Hamzah, Andi . 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia (Edisi Kedua). Jakarta: Sinar
Grafika.
_______, 1986. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Harahap, Yahya, 2008, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP
(Penyidikan dan Penuntutan), Sinar Grafika: Jakarta.
_______, 2007, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Sinar
Grafika: Jakarta.
_______, 2009, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Sinar
Grafika: Jakarta.
_______, 1993, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Jilid II,
Jakarta: Pustaka Kartini: Jakarta.
Ibrahim, Johnny, 2008, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu
Media, Malang.
Kansil, CST. 1989. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang. 2010. Pembahasan KUHAP (Menurut Ilmu
Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi). Jakarta: Sinar Grafika.
156
Makarao, Mohammad Taufik dan Suhasril. 2010. Hukum Acara Pidana dalam Teori
dan Praktek. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Marpaung, Leden. 2009. Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan &
Penyidikan) Bagian Pertama Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika.
Marzuki, Peter Mahmud. 2007. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Nugroho, Hibnu. 2010, Bunga Rampai Penegakan Hukum di Indonesia, Semarang :
Badan Penerbit Undip.
Poernomo Bambang. 1986. Pertumbuhan Hukum Penyimpangan di luar Kodifikasi
Hukum Pidana. Jakarta : Bina Aksara.
Prakoso, Djoko. 1988, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses
Pidana, Yogyakarta: Liberty.
Prinst, Darwan. 1989, Hukum Acara Pidana dalam Praktik. Jakarta: Djambatan.
Ramelan, 2006, Hukum Acara Pidana Teori dan Implementasi. Jakarta: Sumber Ilmu
Jaya.
RM, Suharto. 2002, Hukum Pidana Materiil ; Unsur-Unsur Objektif
Dakwaan, Jakarta; Sinar Grafika.
Sebagai
Saksaka, Hari. 2003, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Surabaya : Mandar
Maju,
Salam , Moch Faisal. 2001. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek,
Bandung: Mandar Maju.
Samudra, Teguh, 1992, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Bandung :
Penerbit alumni.
Simanjuntak ,Nikolas. 2009. Acara Pidana Indonesia Dalam Sirkus Hukum. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Soesilo, R, 1982. Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana
menurut KUHAP bagi Penegak Hukum), Politeria: Bogor.
157
Subekti. 2007. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradnya Paramita.
Wisnubroto, A.L. 2002. Praktek Peradilan Pidana: Proses Persidangan Perkara
Pidana. Jakarta: Galaxi Puspa.
B. Peraturan Perundang-undangan:
Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana, LN No. 9 Tahun 195, TLN No. 81.
________, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.
________, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, LN No. 144
Tahun 2009, TLN No. 5063.
________, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban, LN No. 64 Tahun 2006, TLN No. 4635.
________, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,
LN No. 157 Tahun 2009, TLN No. 5076.
________, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat kesehatan, LN No. 139 Tahun 1998, TLN No.
3781.
________, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 006 Tahun 2012 tentang Industri dan
usaha Obat Tradisional.
________, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 007 Tahun 2012 tentang Registrasi
Obat Tradisional.
________, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 659 Tahun 1991 RI No. tentang
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
158
C. Sumber Lain:
Ariez Zein, Pembuktian Dalam Hukum Pidana, file:///F:/materi%20pembuktiandalam-hukum-pidana.html. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2012, pukul 21.56
Artikel nonpersonal, 2011, Teori Hukum Kebijakan Publik file:///J:/penegakanhukum-terhadap-peredaran-obat.html. Diakses pada tanggal 22 Oktober 1012,
pukul 114.29
Dr. Syaiful Bakhri.S.H.,MH. Beban Pembuktian dalam Beberapa Praktik, file:///E:/
/beban-pembuktian-dalam-beberapa-praktik.html, diakses tgl 12 november
2012, pukul 17.37 WIB.
Yusti Nurul Agustin, 2011, FGD MK “Kedudukan Saksi a de charge dan
Perlindungan HAM dalam Peradilan Pidana” file:///F:/saksi a de charge
(yahya harahap).htm. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012, pukul 11.49
WIB.
Obat
Tradisional, file:///J:/Obat 0tradisional Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas.htm, Diakses pada tanggal 18 Oktober 2012, pukul 14.34
WIB.
Ipang Gonjanez, 2003Farmasi, www.yayasanhak.minihub.org/direito/txt/2003/22/10direito.html, Diakses pata tanggal 20 Okrober 2012, Pukul 22.23 WIB.
Putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP.
Download