KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI A DE CHARGE DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN OBAT TRADISIONAL TANPA IJIN EDAR (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN. CLP) SKRIPSI MARFITA KUNTO RAHAYU E1A008022 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2013 KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI A DE CHARGE DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN OBAT TRADISIONAL TANPA IJIN EDAR (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN. CLP) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Oleh : MARFITA KUNTO RAHAYU E1A008022 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2013 ii SKRIPSI KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI A DE CHARGE DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN OBAT TRADISIONAL TANPA IJIN EDAR (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN. CLP) Oleh: MARFITA KUNTO RAHAYU E1A008022 Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Diterima dan disahkan Pada tanggal Februari 2013 Para Penguji/Pembimbing Penguji I/ Penguji II/ Pembimbing I Pembimbing II Dr. Hibnu Nugroho, S.H.,M.H. NIP. 19640724 199002 1 001 Penguji III Pranoto, S.H.,M.H. Handri Wirastuti .S., S.H.,M.H. NIP. 19540305 198901 1 001 NIP. 19581019 198702 2 001 Mengetahui Dekan, Dr. Angkasa, S.H.,M.Hum. NIP. 19640923 198901 1 001 iii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI A DE CHARGE DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN OBAT TRADISIONAL TANPA IJIN EDAR (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN. CLP) Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan semua sumber data serta informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenaranya. Apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh. Purwokerto, Januari 2013 Marfita Kunto Rahayu E1A008022 iv ABSTRAK Seorang tersangka atau terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan maupun pemeriksaan dalam sidang pengadilan mempunyai hak untuk membela diri, dengan diberi kesempatan untuk mengajukan seorang saksi A De Charge yang dianggap dapat meringankan atau membela dirinya sebagai upaya untuk melemahkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, sehingga keterangan saksi A De Charge dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan sehingga menjunjung tinggi kebenaran sejati. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk meneliti dan menuangkan hasilnya dalam skripsi yang berjudul : KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI A DE CHARGE DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN OBAT TRADISIONAL TANPA IJIN EDAR (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP) Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang pertama, mengapa saksi A De Charge dihadirkan dalam persidangan dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP ? Kedua, bagaimanakan kekuatan pembuktian keterangan saksi A De Charge dalam tindak pidana peredaran obat tradisional tanpa ijin edar pada Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP ? Tujuan penelitian ini untuk mengetahui alasan mengahadirkan saksi A De Charge dalam persidangan dan juga untuk mengetahui kekuatan pembuktian keterangan saksi A De Charge di persidangan dalam tindak pidana peredaran obat tradisional tanpa ijin edar pada Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa Saksi A De Charge dihadirkan dalam persidangan adalah untuk memberikan keterangan yang menguntungkan bagi tersangka atau terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 65 KUHAP, maka terdakwa atau penasihat hukum terdakwa berhak mengahadirkan saksi A De Charge, untuk mengungkapkan fakta yang bersifat membalik atau melemahkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum atau setidaknya meringankan terdakwa, untuk menegakan keadilan tersangka atau terdakwa berhak untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah , antara lain dengan menghadirkan saksi A De Charge dalam persidangan. Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi A De Charge dalam Tindak Pidana Peredaran Obat Tradisional Tanpa Ijin Edar merupakan alat bukti yang sah dan hakim bebas untuk menerima atau menyingkirkan isi keterangan saksi A De Charge yang diberikan dipersidangan untuk dasar pertimbangan hukum bagi hakim dalam menjatuhkan putusan pidana penjara 4 (empat) bulan, 3 (tiga) hari terhadap terdakwa. Kata kunci : Pembuktian, Saki A De Charge, Peredaran Obat Tradisional Tanpa Ijin v ABSTRACT A suspect or defendant in a preliminary interrogation or court interrogation has the right to defend him, by having the given opportunity to get a witness A De Charge which is considered to relieve or defend himself in an attempt to weaken the prosecution accusations that the witness A De Charge can be used as a consideration for the judges in taking decisions that uphold the truth. Based on the description, the author is interested in making the research and making thesis entitled: THE POWER OF A DE CHARGE WITNESS AS THE EVIDENCE ON THE CRIMINAL COURT OF TRADITIONAL MEDICINE ILLEGAL DISTRIBUTION ( Judicial Review Decision Number: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP) Based on the explanation above, problems can be formulated into; first, A De Charge why are the witnesses presented at the court in decision No. 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP? Second, how does the strength of evidence A De Charge witnesses in criminal charge of traditional medicine illegal distribution on the decision No: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP? The purpose of this research is to determine why A De Charge witness presents the cour, and also to determine the strength of A De Charge witness as the evidence on the criminal court of traditional medicine illegal distribution on the decision No: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP. Based on the research it can be concluded that the presence of witness A De Charge at the court is to give the suspect or the accused beneficial information as provided for in Article 65 of the Code of Criminal Procedure, the defendant or the defendant’s lawyer may have a witness A De Charge, to reveal reverse facts or to weaken accusations or at least to relieve the defendant, to uphold the suspect’s right or defendant has the right to prove his innocence, including witnessesgy A De Charge in the court. The power of A De Charge witness as the evidence on the criminal court of traditional medicine illegal distribution is a valid evidence and the judge is free to accept or ignore the given contents of A De Charge witness testimony in the court as the legal basis for the judge’s decision to impose an imprisonment 4 (four) month, three (3) days of the defendant. Key Word: Evidence, A De Charge Witness, Illegal Distribution of Traditional Medicine vi PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI A DE CHARGE DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN OBAT TRADISIONAL TANPA IJIN EDAR (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN. CLP)”. Berbagai kesulitan dan hambatan Penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini juga tidak lepas dari bimbingan, dorongan, bantuan materiil dan moril serta pengarahan dari berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Maka dari itu, Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Angkasa, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang telah memberikan izin terhadap penelitian ini. 2. Dr. Hibnu Nugroho, S.H.,M.H., selaku Pembimbing Skripsi I yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, kritik, arahan, dan saran yang sangat membangun serta banyak menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya dalam lingkup Hukum Acara Pidana bagi penulis, sehingga penulis mendapatkan kelancaran dan kemudahan dalam mengerjakan skripsi sampai selesai. 3. Pranoto, S.H.,M.H., selaku Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, kritik, arahan, dan saran yang sangat membangun dalam penyusunan skripsi ini. vii 4. Handri Wirastuti Sawitri, S.H.,M.H. selaku Dosen Penguji Skripsi yang turut menilai dan memberi masukan pada skripsi penulis. 5. Dr. Hj. Sulistyandari, S.H.,M.Hum. selaku Pembimbing Akademik. 6. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis selama mengikuti kuliah di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 7. Seluruh staf karyawan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang telah banyak membantu dalam proses menuju kelulusan. 8. Kedua orang tua tercinta, Sugiyanto dan Kuntarsih, yang selalu mendoakan, memberi nasihat dan motivasi selama penulis mengerjakan skripsi. Penulis dalam penulisan skripsi ini telah berusaha dengan sebaik-baiknya, namun mengingat keterbatasan yang ada pada diri penulis, maka penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Purwokerto, Januari 2013 Penulis viii PERSEMBAHAN Kupersembahakan Skripsi ini Kepada : Terima kasih yang terutama kepada Allah Swt yang telah memberikan segala rahmat dan hidayahnya kepada saya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tiada halangan apapun. Kedua Orang Tua Tercinta Bapak Sugiyanto dan Ibu Kuntarsih yang aku sayangi yang selalu memberiku nasihat, motivasi dan senantiasa menyemangati ku selama menyelesaikan skripsi. Dan pastinya doa yang tiada henti hingga aku menyandang gelar Sarjana Hukum. Kasih dan perhatianmu tidak terkira. Timakasih Bapak Ibu, Love you. Keluarga Kunto Tercinta Mas Polisi Haryono, S.H., Mba Polwan Irma Kunto Liana, S.H., Dek Berliana Kunto Febrianti, Ponakanku yang cantik-cantik n unyu-unyu Khansa Putri Maharani dan Zabrina Putri Mahardiaz terimakasih buat semua motivasi, semangat, doa dan dorongannya buat itong sampe itong bisa jadi Sarjan Hukum. Itong sayang kalian semua. Sahabat-Sahabat Tercinta Untuk Dewinta Indra Purnamasari, S.H., Riska Andriana,S.H., Citrafani Leksani, Sandro Agustin,S.H., Amy Rizky n semua teman_teman FH UNSOED, Special untuk Lik Jisonk dan keluarga Kos Anggrek Tersayang terima kasih karena telah membantu, setia menemani, sealalu membuatku semangat, memberiku masukan. Ada kalian membuat skripsiku menajdi lebih berwarna. Miss You All . Motifatorku Tersayang Mamas Pol Dwi Bayu Kurniawan, S.H., terima kasih mamas karna selalu memberikan semangat, motivasi, nasihat, doa, selalu setia mendengarkan segala keluh kesah ku pada saat mengerjakan skripsi, setia menemani hariku dari semester satu hingga aku lulus yang selalu ada buat aku, Love You mamas, terimakasih banyak…. ix DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DEPAN ............................................................................ i HALAMAN JUDUL .............................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................................... iv ABSTRAK ............................................................................................................. v ABSTRACT ............................................................................................................ vi PRAKATA .............................................................................................................. vii PERSEMBAHAN ................................................................................................... ix DAFTAR ISI ........................................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ..................................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5 D. Kegunaan Penelitian ..................................................................................... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Tujuan Hukum Acara Pidana .............................................. 7 B. Asas-asas Hukum Acara Pidana ................................................................... 13 C. Pembuktian 1. Pengertian dan Tujuan Pembuktian ....................................................... 25 x 2. Sistem Pembuktian ................................................................................. 31 3. Alat Bukti Menurut KUHAP ................................................................. 38 D. Keterangan Saksi 1. Pengertian Saksi ..................................................................................... 47 2. Macam-macam Saksi ............................................................................. 52 E. Saksi A De Charge 1. Alasan dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi A De Charge ........................ 53 2. Kekuatan Pembuktian Saksi A De Charge ............................................. 62 F. Obat Tradisional 1. Pengertian Obat Tradisional ................................................................... 66 2. Tindak Pidana Obat Tradisional ............................................................ 67 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan ...................................................................................... 71 B. Spesifikasi Penelitian ................................................................................... 71 C. Sumber Data ................................................................................................. 71 D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum .......................................................... 72 E. Metode Penyajian Bahan Hukum ................................................................. 72 F. Metode Analisis Bahan Hukum ................................................................... 73 G. Spesifikasi Penelitian Terdahulu .................................................................. 73 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ............................................................................................ 78 B. Pembahasan .................................................................................................123 xi BAB V PENUTUP A. Simpulan .....................................................................................................153 B. Saran ............................................................................................................154 DAFTAR PUSTAKA xii 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum acara pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara menegakan hukum pidana. Menurut Darwan Prints1 hukum acara pidana adalah: “Hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan atau menyelenggarakan Hukum Pidana Materiil, sehingga memperoleh keputusan Hakim dan cara bagaimana isi keputusan itu harus dilaksanakan.” Tujuan Hukum acara pidana untuk mendapatkan kebenaran yang selengkaplengakapnya. Hal ini diterangkan oleh Andi Hamzah2, yaitu: “Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat di dakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.” Hakim pada prinsipnya dalam menjatuhkan putusan selalu mendasarkan pada alat-alat bukti yang sah, oleh karena itu dalam usaha membuktikan apakah tindak 1 2 Darwan prints, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Jakarta : Djambatan, 1989, hal 2. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, hal. 1-8. 2 pidana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum itu terbukti atau tidak. Hakim harus berhati-hati dalam menilai dan mempertimbangkan masalah pembuktian, karena dengan pembuktian ini ditentukan nasib seorang terdakwa. Alat bukti yang sah dalam Pasal 184 KUHAP ialah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk mengetahui apakah memang telah terjadi suatu perbuatan pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa. Keberadaan saksi untuk memberikan keterangan dalam penyelesaian perkara pidana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 26 mengatakan mengatakan bahwa: “Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.” Tidak ada perkara pidana yang luput dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu bersandar pada pemeriksaan keterangan saksi. Sekurang-kurangnya di samping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.3 3 Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Jakarta : Sinar Grafika, 2007, hal. 286. 3 Keterangan saksi memiliki posisi penting dalam pembuktian perkara pidana sebagaimana terlihat dalam penempatannya pada Pasal 184 KUHAP, yang menyatakan bahwa keterangan saksi adalah alat bukti utama. Keterangan saksi dalam kedudukannya sebagai alat bukti dimaksudkan untuk membuat terang suatu perkara yang sedang diperiksa diharapkan dapat menimbulkan keyakinan pada hakim, bahwa suatu tindak pidana itu benar-benar telah terjadi dan terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana tersebut. Seorang tersangka atau terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan maupun pemeriksaan dalam sidang pengadilan mempunyai hak untuk membela diri, dengan di beri kesempatan untuk mengajukan seorang saksi yang dianggap dapat meringankan atau membela dirinya dalam pemeriksaan tersebut, sehingga dapat mempengaruhi keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 65 KUHAP, yaitu: “ Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.” Saksi A De Charge, adalah saksi yang dipilih atau diajukan oleh Terdakwa atau Penasihat hukum, yang sifatnya meringankan terdakwa. Bentuk perlindungan hak asasi, tersangka atau terdakwa adalah melakukan pembelaan terhadap dirinya yang salah satu caranya dengan mengajukan saksi yang sekiranya dapat memperingan pidana yang diberikan kepadanya atau Saksi A De Charge. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 116 ayat (4) KUHAP, yaitu: 4 “Dalam hal tersangka menyatakan bahwa dia akan mengajukan saksi yang menguntungkan bagi dirinya, penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi tersebut”. Menarik untuk diteliti adalah Putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP yaitu bahwa terdakwa (SS) bertempat di Jl. Kapten Sukandar Desa Karangjati Rt.01 Rw.04, Kecamatan Sampang Kabupaten Cilacap mendirikan usaha obat tradisional/ jamu yang bernama PJ GUNA SEHAT, dimana terdakwa memproduksi dan mengedarkan jamu merek JAMU GEMUK (menambah berat badan) yang belum memiliki ijin perijinan dan telah menggunakan Nomor ijin edar jamu GEMUK GS yang dinyatakan tidak berlaku dan sudah direcal (ditarik dari peredaran) dan jamu PEGELLINU (menyembuhkan pegal linu) yang belum memiliki ijin perijinan dan telah menggunakan Nomor ijin edar jamu ENCOK yang dinyatakan tidak berlaku dan sudah direcal (ditarik dari peredaran). Dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan Penasihat Hukum Terdakwa mengajukan dua saksi A De Charge yaitu Amir Fatah, SH dan Sudiarto, SH yang memberikan keterangan dibawah sumpah menurut agamanya. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti dan menuangkan hasilnya dalam skripsi berjudul: KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI A DE CHARGE DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN OBAT TRADISIONAL TANPA IJIN EDAR (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP) 5 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Mengapa saksi A De Charge dihadirkan dalam persidangan dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP ? 2. Bagaimanakan kekuatan pembuktian keterangan saksi A De Charge dalam tindak pidana peredaran obat tradisional tanpa ijin edar pada Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP ? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui alasan mengahadirkan saksi A De Charge dalam persidangan dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP. 2. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian keterangan saksi A De Charge di persidangan dalam tindak pidana peredaran obat tradisional tanpa ijin edar pada Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP. D. Kegunaan Penelitian Adapun yang menjadi kegunaan penelitian dalam penulisan karya tulisan ini adalah : 1. Kegunaan Teoritis Kegunaan teoritis penelitian ini berguna untuk memberikan pengetahuan dan wawasan mengenai tindak pidana peredaran obat tradisional tanpa ijin edar serta untuk mengetahui proses pembuktian keterangan saksi A De Charge sebagai alat bukti. 6 2. Kegunaan Praktis Kegunaan praktis hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca, masyarakat secara umum mengenai proses pembuktian keterangan saksi A De Charge. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Tujuan Hukum Acara Pidana Hukum Acara Pidana maupun Hukum Pidana, keduanya tidak dapat dipisahkan dan sangat erat kaitannya satu dengan yang lainnya. Hukum Acara Pidana dapat dikatakan sebagai hukum formilnya hukum pidana, artinya bahwa Hukum Acara Pidana ini merupakan hukum yang mengatur bagaimana Negara melalui alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana. Hukum Acara Pidana biasa disebut juga hukum pidana formal yang mengatur bagaimana Negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana.4 Pengaturan mengenai Hukum Acara Pidana diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hukum acara pidana ruang lingkupnya lebih sempit, yaitu hanya mulai mencari kebenaran, penyelidikan, penyidikan, dan berakhir pada pelaksanaan pidana (eksekusi) oleh jaksa, maka dengan terciptanya KUHAP untuk pertama kalinya di Indonesia diadakan kodifikasi dan unifikasi yang lengkap dalam arti meliputi seluruh proses pidana dari awal (mencari kebenaran) sampai pada tahap kasai di Mahkamah 4 Muhamad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2004, hal.1. 8 Agung, bahkan sampai meliputi peninjauan kembali. Dalam ruang lingkupnya yang luas, baik hukum pidana sustansif (materiil) maupun hukum acara pidana (hukum pidana formal) disebut hukum pidana. Hukum acara pidana berfungsi untuk menjalankan hukum acara substansif (materiil), sehingga disebut hukum pidana formal atau hukum acara pidana. KUHAP tidak menerangkan lebih lanjut mengenai pengertian Hukum Acara Pidana, akan tetapi lebih menekankan pada bagian-bagiannya seperti penyidikan, penuntutan, mengadili, praperadilan, putusan pengadilan, upaya hukum, penyitaan, penggeledahan, penangkapan, penahanan, dan yang lainnya. Pengertian hukum acara pidana lebih banyak didefinisikan oleh para ahli hukum seperti definisi yang diberikan oleh de Bosch Kemper, bahwa Hukum Acara Pidana adalah keseluruhan asas- asas dan peraturan undang-undang mengenai mana Negara menjalankan hak-haknya karena terjadi pelanggaran undang-undang pidana. Pendapat lain dari Simons5 juga mengemukakan bahwa ia melukiskan hukum acara pidana sebagai berikut : “Hukum Acara Pidana disebut juga hukum pidana formal untuk membedakan dengan hukum pidana material. Hukum pidana material atau hukum pidana itu berisi petunjuk dan uraian tentang delik, peraturan tentang syarat-syarat dapatnya dipidana sesuatu perbuatan, petunjuk tentang orang yang dapat dipidana, dan aturan tentang pemidanaan: mengatur kepada siapa dan bagaimana pidana itu dapat dijatuhkan. Sedangkan hukum pidana formal mengatur bagaimana negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana, jadi berisi acara pidana.” 5 Mohammad Taufik Makaro dan Suharsil, Op Cit, hal 1. 9 Definisi yang diberikan oleh C.S.T Kansil 6 yaitu sebagai berikut: “Hukum acara pidana adalah rangakian peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan, perkara-perkara kepidanaan dan bagaimana cara-cara menjatuhkan hukuman oleh hakim, jika ada orang yang disangka melanggar aturan hukum pidana yang telah ditetapkan sebelum perbuatan melanggar hukum itu terjadi dapat juga disebut rangakaian kaedah-kaedah hukum tentang cara memelihara dan mempertahankan hukum pidana materil.” Selanjutnya Andi Hamzah7 menyebutkan dalam bukunya, ruang lingkup hukum pidana yang luas, baik hukum pidana substantif (materiil) maupun hukum acara pidana (hukum pidana formal) disebut hukum pidana. Menerangkan Hukum acara pidana sebagai beriku: “Hukum Acara Pidana berfungsi untuk menjalankan hukum acara pidana substantif (materiil), sehingga disebut hukum pidana formal atau hukum acara pidana. Hukum pidana formal (hukum acara pidana) mengatur tentang bagaimana Negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana. KUHAP tidak memberikan definisi tentang hukum acara pidana, tetapi bagian-bagiannya seperti penyidikan, penuntutan, mengadili, praperadilan, putusan pengadilan, upaya hukum, penyitaan, penggeledahan, penangkapan, penahanan, dan lain-lain. Seperti yang telah diuraikan dalam Pasal 1 KUHAP.” Rumusan pengertian Hukum Acara Pidana sebagaimana dikemukakan oleh para sarjana tersebut di atas, pada hakekatnya tujuan yang hendak dicapai oleh ketentuan hukum acara pidana adalah mencari dan mendapatkan kebenaran dari suatu perkara pidana. 6 C.S.T. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. . 1989, hal.330. 7 Andi Hamzah, Op. Cit. hal. 4. 10 Secara singkat dapat diartikan bahwa norma hukum acara pidana menjadi saluran tertentu untuk menyelesaikan kepentingan apabila terjadi perbuatan melawan hukum yang diatur dalam hukum pidana. Pada dasarnya norma hukum acara pidana mengatur, atau memerintahkan, atau melarang untuk bertindak, dalam mennyelenggarakan upaya manakala ada sangkaan/terjadi perbuatan pidana agar dapat dilakukan penyelidikan, penyidikan, tuntutan hukum, pemeriksaan perkara, putusan hakim dan pelaksanaan keputusan oleh petugas yang berwenang dengan keharusan untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia serta Negara. 8 Tujuan Hukum Acara Pidana Suatu peraturan hukum pastinya dibuat dengan memiliki suatu tujuan yang nantinya hendak untuk dicapai. Peraturan hukum apabila dibuat tanpa suatu tujuan maka tidak akan memiliki nilai guna atau manfaat, begitupun sebaliknya jika sebuah peraturan hukum itu dibuat berdasarkan suatu tujuan maka akan memiliki suatu nilai guna yang nantinya akan berguna dalam pelaksanaannya. Semakin baik tujuan yang akan dicapai maka semakin bernilai dan semakin diataatinya peraturan itu oleh masyarakat dalam hal untuk mencari sebuah keadilan. Tujuan hukum acara pidana mencari dan mendapatkan kebenaran telah ditegaskan dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman sebagai berikut : 8 2 Bambang, Poernomo, Orientasi Hukum Acara Pidana, Jogjakarta: Amarta Buku, 1988, hal. 11 “Tujuan hukum acara pidana adalah untuk mencari dan memperoleh kebenaran materill ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengn tujuan untuk mencari siapakah pelaku dari yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.”9 Menurut Mr.J.M. Van Bemmelen10 dalam bukunya Leerboek van her Nederlandse Straf Frocesrecht, menyimpulkan bahwa tiga fungsi pokok acara pidana adalah : a. Mencari dan menemukan kebenaran; b. Pengambilan putusan oleh hakim; c. Pelaksaan daripada putusan. Dari ketiga fungsi tersebut yang paling penting adalah mencari kebenaran karena merupakan tumpuan kedua fungsi berikutnya, kemudian setelah menemukan kebenaran yang diperoleh melalui alat bukti dan bahan bukti itulah, hakim akan sampai pada putusan ( yang seharusnya adil dan tepat ) yang kemudian dilaksanakan oleh jaksa. Bagaimanapun tujuan hukum acara pidana adalah mencari kebenaran merupakan tujuan antara, dan tujuan akhir sebenarnya adalah mencapai suatu ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan dalam masyarakat. Pendapat yang diberikan oleh Bambang Poernomo 11 ditambahkannya tugas yang keempat, yaitu mengadakan tindakan penuntutan secara benar, sehingga menjadi: 1) 2) 3) 4) 9 Mencari dan menemukan kebenaran hukum; Memberikan suatu putusan hakim; Melaksanakan (eksekusi) putusan hakim; Mengadakan tindakan penuntutan secara benar. Andi Hamzah, Op,Cit, hal. 4. Ibid, hal. 8. 11 Nikolas Simanjuntak, Acara Pidana Indonesia Dalam Sirkus Hukum. Bogor: Ghalia Indonesia, 2009, hal. 26-27 10 12 Pendapat dari Nikolas Simanjuntak 12 ditambahkannya tugas yang kelima yakni memperjuangkan untuk melaksanakan perlindungan yang adil dan berkepastian bagi korban dan atau saksi atau pelapor terjadinya perbuatan pidana itu, sehingga menjadi: 1) 2) 3) 4) 5) Mencari dan menemukan kebenaran hukum; Memberikan suatu putusan hakim; Melaksanakan (eksekusi) putusan hakim; Mengadakan tindakan penuntutan secara benar; Memperjuangkan untuk melaksanakan perlindungan yang adil dan berkepastian bagi korban dan atau saksi/pelapor terjadinya perbuatan pidana itu. Setelah menemukan kebenaran yang diperoleh melalui alat bukti dan bahan bukti itulah, hakim akan sampai kepada putusan (yang seharusnya adil dan tepat) yang kemudian dilaksanakan oleh Jaksa13. Sesuai dengan pendapatnya Andi Hamzah 14. Yaitu : “Bahwa dari ketiga fungsi tersebut yang paling penting adalah mencari kebenaran karena merupakan tumpuan dari kedua fungsi berikutnya, kemudian setelah menemukan kebenaran yang diperoleh melalui alat bukti dan bahan bukti itulah, hakim akan sampai kepada putusan (yang seharusnya adil dan tepat) yang kemudian dilaksanakan oleh jaksa. Bagaimanapun tujuan hukum acara pidana adalah mencari kebenaran merupakan tujuan antara, dan tujuan akhir sebenarnya adalah mencapai suatu ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan dalam masyarakat.” Tujuan hukum acara pidana pada hakekatnya mencari kebenaran materiil (materiele waarheid, substantial truth) dan perlindungan hak asasi manusia protection of human rights). Para penegak hukum mulai dari Polisi, Jaksa sampai 12 Ibid, hal. 27 Ibid, hal. 9 14 Andi Hamzah, Op.cit. hal.9 13 13 pada Hakim dalam menyelidik, menuntut dan mengadili perkara senantiasa harus berdasarkan kebenaran, harus berdasarkan hal yang benar-benar terjadi. Maka diperlukan petugas-petugas yang handal, jujur dan berdisiplin tinggi dan tidak cepat tergoda oleh janji-janji yang menggiurkan.15 Mengenai landasan atau garis-garis tujuan yang hendak dicapai KUHAP, pada dasarnya dapat ditelaah pada huruf c Konsiderans, yang dirumuskan: “Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat mengkhayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.” B. Asas – Asas Hukum Acara Pidana Menurut Andi Hamzah16 Dalam hukum acara pidana modern, dikenal beberapa asas yang sangat berkaitan dengan hak-hak asasi manusia bahkan ada yang sama dengan ketentuan Universal Declaration of Human Right PBB dan European Convention. Asas-asas tersebut seluruhnya dapat ditemukan dalam UndangUndang No.4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman dan Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Asasasas tersebut adalah: a. b. c. d. e. 15 Asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan Asas praduga tak bersalah atau presumption of innonccence Asas opurtunitas Asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum Asas semua orang diperlakukan sama di depan hakim Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Bandung: Mandar Maju, 2001, hal. 24. 16 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia I, jakarta : Ghalia Indonesia, 1986, hal. 13. 14 f. Tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum g. Asas akusator dan inkuisitor h. Asas penerapan hakim yang langsung dan lisan a. Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan Asas ini telah dirumuskan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 48 Tahun 2009 : “Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.” Beberapa ketentuan dalam KUHAP dapat dilihat sebagai penjabaran asas peradilan cepat, salah satunya Pasal 50 KUHAP : “Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum. Tersangka berhak perkaranya dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum. Terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan.” Ada beberapa ketentuan KUHAP sebagai penjabaran asas peradilan yang cepat, tepat , dan biaya ringan, antara lain tersangka atau terdakwa mempunyai hak atas suatu hal, sesuai dengan pendapatnya M. Yahya Harahap 17 yaitu : 1) 2) 3) 4) Segera mendapat pemeriksaan dari penyidik; Segera diajukan kepada penuntut umum oleh penyidik; Segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum; Berhak segera diadili oleh pengadilan. Asas sederhana dan biaya ringan dijabarkan dalam KUHAP: 1. Penggabungan pemeriksaan perkara pidana dengan tuntutan ganti rugi yang bersifat perdata oleh seorang korban yang mengalami kerugian sebagai akibat 17 M. Yahya, Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Penyidikan dan Penuntutan), Jakarta: Sinar Garfika, 2000, hal.53 15 langsung dari tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa (Pasal 98 KUHAP). 2. Banding tidak dapat diminta dalam putusan “acara cepat”. 3. Pembatasan penahanan dengan memberi sanksi dapat dituntut ganti rugi dalam sidang praperadilan, tidak kurang artinya sebagai pelaksanaan dari prinsip mempercepat dan menyederhanakan proses penahanan. 4. Peletakan asas diferensiasi fungsional, memberi makna penyederhanaan penanganan fungsi dan wewenang penyidik, agar tidak terjadi penyidikan bolakbalik, tumpang tindih atau overlapping dan saling bertentangan.18 Menurut Bambang Poernomo 19: “Proses perkara pidana yang dilaksanakan dengan cepat diartikan menghindarkan segala rintangan yang bersifat prosedural agar tercapai efisiensi kerja dalam waktu yang singkat. Proses yang sederhana diartikan penyelenggaraan administrasi peradilan secara terpadu agar pemberkasan perkara dari masing-masing instansi yang berwenang berjalan dalam satu kesatuan yang tidak memberikan peluang saluran dalam bekerja yang berbelitbelit. Biaya yang murah diartikan menghindarkan sistem administrasi perkara dan mekanisme bekerjanya para petugas yang mengakibatkan beban biaya bagi yang berkepentingan tidak sebanding dengan hasil yang diharapkan.” b. Asas praduga tak bersalah atau presumption of innonccence Asas praduga tak bersalah atau presumption of innocent yang terdapat dalam penjelasan umum butir 3 huruf c dan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dicantumkannya praduga tak bersalah dalam KUHAP, dapat disimpulkan pembuat undang-undang telah 18 19 Ibid, hal. 54. Bambang, Poernomo, Op. Cit, hal.66 16 menetapkannya sebagai asas hukum yang melandasi KUHAP dan penegakan hukum (law enforcement). Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman merumuskan: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. Penjelasan umum butir 3 huruf c merumuskan: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”. Asas praduga tak bersalah ditinjau dari segi teknis yuridis ataupun dari segi teknis penyidikan dinamakan “prinsip akusator”. M. Yahya Harahap20 menjelaskan “Bahwa prinsip akusator menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan: - Adalah subjek: bukan menjadi objek pemeriksaan, karena itu tersangka atau terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat martabat harga diri, - Yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah “kesalahan” (tindak pidana), yang dilakukan tersangka/terdakwa. Kearah itulah pemeriksaan ditujukan.” Asas ini merupakan prinsip yang penting dalam hukum acara pidana. Prinsip ini merupakan konsekwensi dari pengakuan terhadap asas legalitas. Prinsip ini mengandung kepercayaan terhadap seseorang dalam negara hukum dan merupakan pencelaan atau penolakan terhadap kekuasaan yang sewenang-wenang dalam suatu 20 M. Yahya, Harahap,Op.Cit, hal. 40. 17 negara yang menganut paham bahwa setiap orang itu dipandang salah sehingga terbukti bahwa ia tidak bersalah. 21 Asas praduga tak bersalah yang dianut KUHAP, memberi pedoman kepada aparat penegak hukum untuk mempergunakan prinsip akusatur dalam setiap tingkat pemeriksaan. Aparat hukum menjauhkan diri dari cara-cara pemeriksaan yang “inkusitur” atau inquisitorial system yang menempatkan tersangka atau terdakwa dalam pemeriksaan sebagai objek yang dapat diperlakukan dengan sewenangwenang. Jaminan terhadap asas praduga tak bersalah dan prinsip pemeriksaan akusatur dalam penegakan hukum, terlihat dalam KUHAP adanya seperangkat hak-hak kemanusiaan terhadap tersangka atau terdakwa yang wajib dihormati dan dilindungi pihak aparat penegak hukum. Maka secara teoritis pemberian hak ini telah menempatkan kedudukan tersangka atau terdakwa berada dalam posisi yang sama derajat dengan pejabat aparat penegak hukum. c. Asas opurtunitas Hukum acara pidana dikenal suatu badan yang khusus diberi wewenang untuk melakukan penuntutan pidana ke pengadilan yang disebut penuntut umum. Penuntut umum disebut dengan Jaksa seperti yang terdapat dalam Pasal 1 butir 6 huruf a dan b KUHAP. 21 hal.9. Ramelan, Hukum Acara Pidana Teori dan Implementasi. Jakarta: Sumber Ilmu Jaya, 2006, 18 Pasal 1 butir 6 huruf a merumuskan: “Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. Pasal 1 butir 6 huruf b merumuskan: “Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim”. Pasal 35 c Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia denga tegas menyatakan asas oportunitas itu dianut di Indonesia. Pasal itu berbunyi: Jaksa Agung dapat menyampingkan perkara berdasarkan kepentingan umum. Andi Hamzah 22 berpendapat sebagai berikut : “Menurut asas oportunitas penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan delik jika menurut pertimbangannya akan merugikan kepentingan umum. Jadi demi kepentingan umum, seseorang yang melakukan delik tidak dituntut.” Asas oportunitas berarti sekalipun seorang tersangka telah terang cukup bersalah menurut pemeriksaan penyidikan, dan kemungkinan besar akan dapat dijatuhi hukuman, namun hasil pemeriksaan tersebut tidak dilimpahkan ke sidang pengadilan oleh penuntut umum.23 d. Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum Pemeriksaan pengadilan pidana harus dilakukan dengan terbuka untuk umum, kecuali apabila ada peraturan yang menentukan lain berdasarkan alasan khusus 22 Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2001, hal 242. 23 Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op.Cit, hal. 3. 19 karena sifat perkara atau keadaan orang yang diperiksa. Sifat persidangan yang terbuka untuk umum disesuaikan dengan keadaan tempat ruang sidang, sehingga kala ada pembatasan orang yang menghadiri sidang itu dalam ruang tetapi tidak mengurangi hadirnya orang di luar ruangan dengan bantuan pengeras suara. Dasar pemikiran dalam persidangan terbuka yang dapat dihadiri oleh umum itu alah untuk perlindungan hak asasi manusia yang harus diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabat manusia, dan disamping itu untuk pengawasan oleh masyarakat sebagai social control selama berlangsungnya persidangan.24 Asas ini diatur dalam Pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP, yang merumuskan: Ayat (3): “Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.” Ayat (4): “Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan batalnya putusan demi hukum.” Sebenarnya hakim dapat menetapkan, apakah suatu sidang dinyatakan seluruhnya atau sebagian tertutup untuk umum yang artinya persidangan dilakukan di belakang pintu tertutup. Pertimbangan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada hakim yang melakukan hal itu berdasarkan jabatannya atau atas permintaan penuntut umum dan terdakwa. Saksi pun dapat mengajukan permohonan agar sidang tertutup untuk 24 Bambang Poernomo,Op.Cit.hal. 78 20 umum dengan alasan demi nama baik keluarga. Walau sidang dinyatakan tertutup untuk umum, namun keputusan hakim dinyatakan dalam sidang yang terbuka untuk umum.25 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 13 dan KUHAP Pasal 195 tegas menyatakan : ”Semua putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.” M. Yahya Harahap 26 mengatakan bahwa : “Pada pemeriksaan sidang anak-anak, cara pemeriksaan sidangnya memerlukan kekhususan. Timbul suatu kecenderungan yang agaknya bisa dijadikan dasar filosofis yang mengajarkan anak-anak yang melakukan tindak pidana, bukanlah benar-benar, tetapi melainkan bersifat “kenakalan” sematamata.” Atas dasar hal tersebut, KUHAP menetapkan pemeriksaan perkara yang terdakwanya anak-anak dilakukan dengan pintu yang tertutup. Sebab jika dilakukan terbuka untuk umum, akan membawa akibat psikologis yang lebih para kepada si anak. e. Asas Semua Orang Diperlakukan Sama Di depan Hukum Asas yang umum dianut di negara-negara yang berdasarkan hukum ini tegas tercantum dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman Pasal 4 ayat (1) dan penjelasan umum butir 3 huruf a KUHAP. Asas ini lazim disebut sebagai asas isonomia atau equality before the law. Penjelasan umum butir 3 huruf a KUHAP merumuskan: 25 26 Andi Hamzah. Op,Cit.hal.22 M Yahya Harahap, Op.Cit., hal.57. 21 “Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum tidak mengadakan perbedaan perlakuan”. Sedangkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman merumuskan : “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.” Melihat kedua pasal di atas, dapat dilihat bahwa dalam pelaksanaan pemeriksaan dalam pengadilan itu sangat tidak dianjurkan adanya pembeda-bedaan antara terdakwa, saksi, jaksa, polisi, pejabat sekelas bupati, gubernur, bahkan sekalipun itu presiden. Semuanya dianggap sama di depan hakim, semuanya melalui proses yang sama dalam pemeriksaan dan mereka sama-sama memiliki kewajiban dan hak yang sama pula pada pemeriksaan pengadilan. Romli Atmasasmita 27 dalam bukunya mengatakan bahwa : “Asas persamaan di muka hakim tidak secara eksplisit tertuang dalam KUHAP, akan tetapi asas ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari KUHAP. Ditempatkannya asas ini sebagai satu kesatuan menunjukan bahwa betapa pentingnya asas ini dalam tata kehidupan Hukum Acara Pidana di Indonesia.” f. Asas Tersangka atau Terdakwa Berhak Mendapatkan Bantuan Hukum Asas ini berkaitan dengan hak dari seseorang yang tersangkut dalam suatu perkara pidana untuk dapat mengadakan persiapan bagi pembelaannya maupun untuk mendapatkan nasehat/penyuluhan tentang jalan yang dapat ditempuhnya dalam menegakkan hak-haknya sebagai tersangka atau terdakwa. 27 Romli Atmasasmita, Bunga Rampai Hukum Acara Pidana : Bina Cipta, 1983.hal.30. 22 Mengenai pemberian bantuan hukum ini diatur di dalam Pasal 69 KUHAP sampai dengan Pasal 74 KUHAP, dimana tersangka atau terdakwa mendapat kebebasan yang sangat luas, antara lain menurut M. Yahya Harahap28: a. Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka/terdakwa ditangkap atau ditahan. b. Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan. c. Penasehat hukum dapat menghubungi tersangka/terdakwa pada semua tingkar pemeriksaan dan pada setiap waktu. d. Penyidik dan penuntut umum tidak mendengarkan pembicaraan antara penasehat hukum dan tersangka kecuali pada perkara/kejahatan terhadap keamanan negara. e. Tersangka atau penasehat hukum berhak mendapat turunan berita guna kepentingan pembelaan. f. Penasehat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka/terdakwa. Hal ini telah menjadi ketentuan universal di negara-negara demokrasi dan beradab yang terdapat dalam The International Covenant on Civil and Political Rights article 14 sub 3d kepada tersangka atau terdakwa diberikan jaminan: “Diadili dengan kehadiran terdakwa, membela diri sendiri secara pribadi atau dengan bantuan penasihat hukum menurut pilihannya sendiri, diberi tahu tentang hak-haknya ini jika ia tidak mempunyai penasihat hukum untuk dia, jika untuk kepentingan peradilan perlu untuk itu, dan jika ia tidak mampu membayar penasihat hukum, ia dibebaskan dari pembayaran”. g. Asas Akusatur dan Inkuisitur Asas akusatoir adalah asas atau prinsip akusatoir yang menempatkan kedudukan tersangka atau terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan, M. Yahya Harahap29 berpendapat bahwa: 28 29 M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal.21 Ibid, hal. 24 23 1. 2. Adalah subjek: bukan menjadi objek pemeriksaan, karena itu tersangka atau terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat martabat harga diri, Yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah “kesalahan” (tindak pidana), yang dilakukan tersangka/terdakwa. Kearah itulah pemeriksaan ditujukan. Kebebasan memberi dan mendapatkan penasihat hukum menunjukkan bahwa dengan KUHAP telah dianut asas akusator itu. Ini berarti perbedaan antara pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan sidang pengadilan pada asasnya telah dihilangkan. Menurut Andi Hamzah30: “Sebagaimana yang telah diketahui, asas akusator itu berarti tersangka dipandang sebagai objek pemeriksaan.” Definisi asas inkisitor yaitu asas yang menempatkan tersangka atau terdakwa sebagai objek dalam setiap pemeriksaan. Asas ini masih dianut oleh HIR untuk pemeriksaan pendahuluan. Asas inkisator ini saat ini sudah ditinggalkan oleh aparat penegak hukum karena tidak adanya perlindungan hak-hak bagi tersangka atau terdakwa. Karena dalam asas inkisitor pengakuan tersangka atau terdakwa merupakan alat bukti yang sangat penting sehingga seringkali tersangka atau terdakwa diperlakukan sewenang-wenang tanpa mempedulikan hak-hak asasi kemanusiaan. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum acara pidana. Asas inkisitor, Andi Hamzah31 berpendapat: 30 31 Andi Hamzah, Op.Cit, hal.24 Andi Hamzah, Loc.Cit 24 “Asas inkisitor sesuai dengan pandangan bahwa pengakuan tersangka merupakan alat bukti terpenting. Dalam pemeriksaan selalu pemeriksa berusaha mendapatkan pengakuan dari tersangka. Kadang-kadang untuk mencapai maksud tersebut pemeriksa melakukan tindakan kekerasan atau penganiayaan. Sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang sudah menjadi ketentuan universal, maka asas inkisitor telah ditinggalkan oleh banyak negara beradab. Selaras dengan itu, berubah pula sistem pembuktian yang alat-alat bukti berupa pengakuan diganti dengan keterangan terdakwa, begitu pula penambahan alat bukti berupa keterangan ahli.” h. Pemeriksaan Hakim Yang Langung dan Lisan Menurut Andi Hamzah32, bahwa mengenai asas pemeriksaan di sidang pengadilan dilaksanakan oleh hakim secara langsung sebagai berikut: “Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Berbeda dengan hukum acara Perdata dimana tergugat dapat diwakili oleh kuasanya. Pemeriksaan juga dilakukan secara lisan artinya bukan tertulis antara hakim dan terdakwa”. Asas ini diatur dalam Pasal-Pasal 153 KUHAP, 155 KUHAP dan seterusnya. Pasal 153 ayat (2) huruf a KUHAP : ”Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang dilakukan secara lisan dalam bahasa indonesia yang dimengerti terdakwa dan saksi.” Ketentuan Pasal 155 ayat (1) KUHAP : ”Pada permulaan sidang hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa tentang nama lengkap, tempat lahir,umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaanya serta mengingatkan terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di sidang” 32 Ibid, hal. 25. 25 Pengecualian yang dipandang dari asas langsung ialah kemungkinan putusan dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa, yaitu putusan verstek atau in absentia. Tetapi, ini hanya merupakan pengecualian, yaitu dalam acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan (Pasal 213 KUHAP) yang berbunyi: “Terdakwa dapat menunjuk seseorang dengan surat untuk mewakili di sidang”. 33 M. Yahya Harahap34 berpendapat: “Pasal 153 ayat (2) huruf a KUHAP menegaskan ketua sidang dalam memimpin sidang pengadilan, dilakukan secara langsung dan lisan. Tidak boleh pemeriksaan dengan perantaraan tulisan baik terhadap terdakwa maupun saksi-saksi. Kecuali bagi mereka yang bisu atau tuli, pertanyaan dan jawaban dapat dilakukan secara tertulis. Prinsip pemeriksaan dalam persidangan dilakukan secara langsung berhadap-hadapan dalam ruang sidang. Semua pertanyaan diajukan dengan lisan dan jawaban atau keteranganpun disampaikan dengan lisan, tiada lain untuk memenuhi tujuan agar persidangan benar-benar menemukan kebenaran yang hakiki. Sebab dari pemeriksaan secara langsung dan lisan, tidak hanya keterangan terdakwa atau saksi saja yang dapat didengar dan diteliti, tetapi sikap dan cara mereka memberikan keterangan dapat menentukan isi dan nilai keterangan.” C. Pembuktian 1. Pengertian dan Tujuan Pembuktian Untuk membuktikan bersalah atau tidaknya seorang terdakwa haruslah melalui pemeriksaan di sidang pengadilan. Dalam hal pembuktian ini hakim perlu memperhatikan kepentingan masyarakat, yaitu bahwa seseorang yang telah melanggar ketentuan pidana (KUHP) atau undang-undang pidana lainnya harus mendapat hukuman yang setimpal dengan kesalahannya. Sedangkan kepentingan 33 34 Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op.Cit., hal.25. M. Yahya Harahap, Op.Cit., hal.113. 26 terdakwa yaitu bahwa terdakwa harus diperlakukan secara adil sehingga hukuman yang ia terima seimbang dengan kesalahannya. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009, tentang Kekuasaan Kehakiman, dengan tegas menyatakan bahwa: a. Tiada seorang juapun dapat dihadapkan di depan pengadilan, selain daripada yang ditentukan baginya oleh undang-undang. b. Tiada seorang juapun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat-alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang dianggap bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya. Berdasarkan pasal ini bertujuan untuk menjamin terlaksananya hak asasi manusia. Setiap orang yang ditangkap, ditahan, atau dihadapkan di depan sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah, selama belum ada kekuatan hukum yang tetap. Asas ini disebut asas praduga tak bersalah yang mewajibkan semua pihak untuk tidak mendahului putusan pengadilan untuk menyatakan kesalahan seseorang. Sedangkan ketentuan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dinyatakan bahwa : “Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.” Berdasarkan Pasal 50 ayat (1) tersebut, maka dalam membuat suatu keputusan, hakim harus mempunyai alasan dan dasar putusan serta juga harus memuat pasal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum yang dijadikan dasar untuk mengadili. Untuk mengambil suatu alasan dan dasar suatu putusan, hakim 27 terlebih dahulu harus mempunyai pertimbangan-pertimbangan yang berhubungan dengan terdakwa. Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan. Pengertian dari pembuktian sebenarnya tidak dapat ditemukan dalam satu pasal pun yang memberikan pengaturannya dalam KUHAP maupun di dalam ketentuan hukum lainnya. M.Yahya Harahap35 menjelaskan arti pembuktian ditinjau dari segi hukum acara pidana antara lain: a. Ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran. Baik hakim, penuntut umum, penasehat hukum, atau terdakwa harus terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang. Jika majelis hakim hendak meletakan kebenaran yang ditemukan dalam putusan yang akan dijatuhkan, kebenaran itu harus diuji dengan alat bukti, dengan cara dan dengan kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti yang ditemukan. b. sehubungan dengan penilaian di atas, majelis hakim dalam mencari dan meletakkan kebenaran, harus berdasarkan alat-alat bukti yang telah ditentukan undang-undang secara limitatif sebagimana disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP. Arti pembuktian ditinjau dari segi hukum acara pidana merupakan ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran. 35 M. Yahya harahap.Op,Cit, hal 274. 28 Hakim, jaksa, dan terdakwa ataupun penasehat hukum semua terikat dalam ketentuan mengenai tata cara dan penilaian alat bukti yang telah ditentukan. Karena sesuai dengan aturan kalau semua tata cara dalam beracara di acara pidana diatur seluruhnya dalam KUHAP, dan tidak boleh menyimpanginya. Mencari suatu pembuktian dalam pemecahan permasalahan dapat menyangkut berbagai hal yang menjadi alat ukur dalam menyelenggarakan pembuktian. Adapun alat bukti tersebut menurut Rusli 36 antara lain adalah : 1. Bewijsgronden; Yaitu dasar-dasar atau prinsip-prinsip pembuktian yang tersimpul dalam pertimbangan keputusan pengadilan. 2. Bewijsmiddelen; Yaitu alat-alat pembuktian yang dapat dipergunakan hakim untuk memperoleh gambaran tentang terjadinya perbuatan pidana yang sudah lampau. 3. Bewijsvoering; Yaitu penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim disidang pengadilan. 4. Bewijskracht ; Yaitu kekuatan pembuktian dari masing-masing alat bukti dalam rangkaian penilaian terbuktinya suatu dakwaan. 5. Bewijslast. Yaitu beban pembuktian yang diwajibkan oleh undang-undang untuk membuktikan tentang dakwaan dimuka sidang pengadilan. Perihal tentang pembuktian, para sarjana memberikan definisi yang berbedabeda, berikut adalah definisi-definisi dari para sarjana: a. M. Yahya Harahap “Pembuktian adalah ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan 36 Rusli, Hukum Acara Pidana Kontemporer, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007.hal.186 29 ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan.”37 b. Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril ”Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan pembuktian inilah ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman. Sebaliknya, kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa harus dinyatakan bersalah. Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu, para hakim harus hati-hati, cermat, dan matang menilai dan mempertimbangkan masalah pembuktian.”38 b. Subekti “Membuktikan adalah menyakinkan hakim tentang kebenaran dalil ataupun dalil-dalil yang dikemukakan oleh para pihak dalam suatu persengketaan.” 39 Tujuan Pembuktian Tujuan dari pembuktian adalah untuk mencari kebenaran yang ada dalam suatu perkara yang diharapkan dapat mendekati kebenaran yang sebenar-benarnya atau disebut juga dengan kebenaran materiil. Kebenaran yang diharapkan dalam pembuktian ini bukan hanya untuk mencari kesalahan terdakwa saja, akan tetapi dengan adanya pembuktian ini sekiranya dapat mencegah agar seseorang yang tidak bersalah dijatuhi pidana. Seperti halnya yang dikemukakan oleh M.Yahya Harahap, yaitu: 37 M. Yahya harahap.Op,Cit.hal.273 Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op,Cit. hal. 102-103. 39 Subekti. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradnya Paramita. 2007.hal. 1 38 30 “Tujuan pembuktian adalah mencari dan menetapkan kebenaran-kebenaran yang ada dalam perkara itu, bukanlah semata-mata mencari kesalahan seseorang. Walaupun dalam prakteknya kepastian absolut tidak akan dapat tercapai, akan tetapi dengan penelitian dan kupasan sengan mempergunakan bukti-bukti yang ada, akan tercapai suatu kebenaran yang patut dipercaya. Sistem pembuktian harus diadakan guna mencegah jangan sampai terjadi orang yang tidak bersalah dapat dipidana.” 40 Tujuan pembuktian menurut Alfitra41, adalah: “Tujuan dan guna pembuktian bagi para pihak yang terlibat dalam proses pemeriksaan persidangan adalah sebagai berikut : 1.Bagi penuntut umum, pembuktian adalah merupakan usaha untuk meyakinkan hakim, yakni berdasarkan alat bukti yang ada agar menyatakan seorang terdakwa bersalah sesuai dengan surat atau catatan dakwaan. 2. Bagi terdakwa atau penasihat hukum, pembuktian adalah merupakan usaha sebaliknya untuk meyakinkan hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada agar menyatakan seorang terdakwa dibebaskan atau dilepaskan dari tuntutan hukum atau meringankan pidananya. Untuk itu, terdakwa atau penasihat hukum jika mungkin harus mengajukan alat-alat bukti yang menguntungkan atau meringankan ihaknya. Biasanya, bukti tersebut disebut bukti kebalikan. 3.Bagi hakim, atas dasar pembuktian tersebut, yakni dengan adanya alat-alat bukti yang ada dalam persidangan, baik yang berasal dari penuntut umum maupun penasihat hukum / terdakwa dibuat atas dasar untuk membuat keputusan.Dalam hal pembuktian dalam hukum acara pidana hakimbersifat aktif, dimana hakim berkewajiban untuk mendapatkan bukti yang cukup kuat untuk membuktikan bersalah / tidaknya terdakwa.” Hukum pembuktian merupakan seperangkat kaidah hukum yang mengatur tentang pembuktian, yakni segala proses, dengan menggunakan alat-alat bukti yang sah, dan dilakukan tindakan-tindakan dengan prosedur khusus guna mengetahui 40 M.Yahya Harahap.Op.Cit, Hal.256 Alfitra, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata Dan Korupsi Di Indonesia, Jakarta : Raih Aksa Sukses, 2011, hal. 25. 41 31 fakta-fakta yuridis di persidangan, system yang dianut dalam pembuktian, syaratsyarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak, dan menilai suatu pembuktian.42 2. Sistem Pembuktian a. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Positif (Positief Wettelijk Bewijstheorie) Pembuktian yang didasarkan melulu kepada alat-alat pembuktian yang disebut undang-undang, disebut sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif (positief wettelijk bewijstheorie). Dikatakan secara positif karena hanya didasarkan pada undang-undang melulu. Artinya, jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga teori pembuktian formal (formele bewijstheorie). Teori pembuktian ini sekarang tidak mendapat penganut lagi. Teori ini terlalu banyak mengandalkan kekuatan pembuktian yang disebut oleh undang-undang.43 a. Yahya Harahap “Sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif lebih sesuai dibandingkan dengan sistem pembuktian menurut keyakinan. Sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif lebih dekat kepada prinsip penghukuman berdasar hukum, artinya penjatuhan hukuman terhadap seseorang semata-mata tidak diletakan di bawah kewenangan hakim, tetapi di atas kewenangan undangundang yang berlandaskan asas seorang terdakwa baru dapat dihukum dan 42 43 Alfitra, Op,Cit,Hal 21 Andi Hamzah, Op.Cit., hal. 251. 32 dipidana jika apa yang didakwakan kepadanya benar-benar terbukti berdasar cara dan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.” 44 b. Simon “Sistem atau teori pembuktian berdasar Undang-Undang secara Positif ini berusaha untuk menyingkirkan semua pertimbangan subyektif hakim dan mengikat hakim secara ketat menurut peraturan-peraturan pembuktian yang ketat”. 45 c. Teguh Samudera “Ajaran ini mendalilkan bahwa hakim dalam memutuskan kesalahan terdakwa hanya berdasarkan alat-alat pembuktian belaka. Jadi ajaran ini berpendapat bahwa apabila ada bukti (setidak-tidaknya bukti minimum), maka hakim harus menyatakan bahwa terdakwa terbukti bersalah. Tegasnya dapat dikatakan bahwa apabila ada bukti (meskipun sedikit) harus dihukum, tetapi apabila tidak ada bukti harus dibebaskan, karena menurut ajaran ini unsur adanya keyakinan hakim tidak diperlukan”. 46 b. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Melulu (Convictim in Time) Sistem pembuktian menurut keyakinan hakim melulu berhadap-hadapan secara berlawanan dengan teori pembuktian menurut undang-undang secara positif. Andi Hamzah47 berpendapat bahwa : “Alat bukti berupa pengakuan terdakwa sendiri tidak selalu membuktikan kebenaran. Oleh karena itu, diperlukan bagaimanapun juga keyakinan hakim sendiri. Berakar pada pemikiran itulah, maka sistem yang didasarkan pada keyakinan hakim melulu yang didasarkan pada keyakinan hati nuraninya 44 Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 278. Andi Hamzah, Perbandingan KUHP,HIR,dan komentar, Jakarta: Ghalia, Indonesia. 2008,hal.260. 46 Teguh Samudera, 1992, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Bandung: Penerbit Alumni. Hal.29 47 Andi Hamzah, Op.Cit., hal. 252. 45 33 sendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan.” Sistem pembuktian convictim in time menentukan salah tidaknya seorang terdakwa, semata-mata ditentukan oleh penilaian keyakinan hakim. Keyakinan hakimlah yang menentukan keterbuktian kesalahan terdakwa. Keyakinan boleh diambil dan disimpulkan hakim dari alat-alat bukti yang diperiksanya dalam sidang pengadilan. Hasil pemeriksaan alat-alat bukti dapat juga diabaikan oleh hakim dan langsung menarik keyakinan dari keterangan atau pengakuan terdakwa. Sistem ini mempunyai kelemahan yang besar. Sebagai manusia biasa, keyakinan hakim yang telah dibentuknya bisa salah, berhubung tidak ada kriteria dalam alat-alat bukti tertentu yang harus dipergunakan dan syarat serta cara-cara hakim dalam membentuk keyakinannya itu. Sistem ini juga terbuka peluang yang besar untuk terjadi praktik penegakkan hukum yang sewenang-wenang dengan bertumpu pada alasan hakim telah yakin. Menurut Wirjono Prodjodikoro48 yang dikutip oleh Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril : “Sistem ini pernah berlaku di Indonesia pada zaman Hindia Belanda, yaitu pada Pengadilan District dan Pengadilan Kabupaten. Pengadilan District adalah pengadilan sipil dan kriminal tingkat pertama untuk orang-orang bangsa Indonesia yang berada pada tiap-tiap district di Jawa dan Madura berdasarkan Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid de Justitie in Nederlandsch Indie (Pasal 77-80 RO). Pengadilan Kabupaten yang disebut juga dengan Regentschapsgerecht (Pasal 81-85 RO) adalah pengadilan tingkat bandingnya.” 48 Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op.Cit., hal. 104. 34 c. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim atas Alasan yang Logis (Laconviction Raisonner atau Convictim-Raisonee) Sistem pembuktian conviction rasionne adalah sistem pembuktian yang tetap menggunakan keyakinan hakim tetapi keyakinan hakim yang didasarkan pada alasanalasan (reasioning) yang rasional. Berbeda dengan sistem conviction intime, dalam sistem ini hakim tidak lagi memiliki kebebasan untuk menentukan keyakinannya, keyakinan itu harus diikuti dengan alasan-alasan yang mendasari keyakinannya itu dan alasan-alasan itupun harus “reasonable” yakni berdasarkan alasan yang dapat diterima oleh akal pikiran. Sistem atau teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya (vrije bewijstheorie). Sistem atau teori pembuktian jalan tengah atau yang berdasar keyakinan hakim sampai batas tertentu ini terpecah kedua jurusan. Yang pertama tersebut diatas, yaitu pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan yang logis (conviction raisonee) dan yang kedua ialah teori pembuktian berdasar undang-undang secara negative (negatief wettelijk bewijstheorie). 49 Menurut M. Yahya Harahap50: “keyakinan hakim dalam sistem La Conviction Raisonnee harus dilandasi reasoning atau alasan-alasan, dan reasoning itu harus “reasonable”, yakni berdasar alasan yang dapat diterima.” 49 50 Andi Hamzah, Op.Cit. hal.253 Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 277. 35 Sistem atau teori pembuktian ini menuntut hakim untuk yakin terhadap kesalahan salah satu pihak dimana dalam keyakinannya tersebut hakim mendasarkan pada alasan-alasan yang dianggapnya logis. Hakim dalam hal ini tidak hanya terikat dengan alat bukti yang terdapat dalam undang-undang, akan tetapi hakim dalam membuktikan kesalahan terdakwa dapat menggunakan alat-alat bukti lain diluar undang-undang, hal ini digunakan sebagai alasan yang memperkuat keyakinan hakim. d. Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Negatif (Negatief Wettelijk) Pembuktian menurut undang-undang secara negatif (Negatief Wettelijk Bewijs Theorie) adalah pembuktian yang selain menggunakan alat-alat bukti yang dicantumkan di dalam undang-undang juga menggunakan keyakinan hakim. Sekalian menggunakan keyakinan hakim, namun keyakinan hakim terbatas pada alat bukti yang tercantum dalam undang-undang. Dengan menggunakan alat bukti yang tercantum dalam undang-undang dan keyakinan hakim maka teori pembuktian ini sering juga disebut pembuktian ganda (doubelen grondslag). Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif merupakan keseimbangan antara kedua sistem yang saling bertolak belakang secara ekstrim. Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif “ menggabungkan” kedalam dirinya secara terpadu sistem pembuktian menurut keyakinan dengan sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif. Hasil penggabungan kedua sistem tersebut adalah “sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif”. 36 Rumusannya: salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undangundang. Wirjono Prodjodikoro51, memberikan pendapat mengenai Sistem Negatief Wettelijk yang dirumuskan sebagai berikut: “Sistem negatief wettelijk sebaiknya dipertahankan bagi Indonesia, oleh karena pertama memang sudah selayaknya harus ada keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa untuk dapat menjatuhkan suatu hukum pidana, agar supaya janganlah hakim terpaksa menghukum orang, sedang hakim tidak berkeyakinan atas kesalahan terdakwa. Kedua berfaedah sekali apabila ada aturan yang sedikit banyak mengikat hakim dalam menyusun keyakinannya, agar supaya ada patokan-patokan tertentu yang harus dituruti oleh hakim dalam melakukan peradilan. Dengan adanya patokan-patokan tersebut hakim dalam putusannya terpaksa mengutarakan alasan-alasan yang dapat ditinjau secara teratur. Hal ini akan memudahkan adanya kesatuan dalam peradilan dan kepastian hukum dalam masyarakat.” Menurut Simons52: ”Sistem atau teori pembuktian yang berdasar undang-undang secara negatif (negatief wettelijk) ini, pemidanaan didasarkan kepada pembuktian yang berganda, yaitu pada peraturan perundang-undang dan pada keyakinan hakim, dan menurut undang-undang, dasar keyakinan hakim itu bersumber pada peraturan undang-undang.” Jadi, didalam sistem negatif ada dua hal yang merupakan syarat untuk membuktikan kesalahan terdakwa, sesuai dengan pendapatnya Alfitra 53 yakni : a. Wettelijk : adanya alat bukti yang sah yang telah ditetapkan oleh undangundang; b. Negatief : adanya keyakinan dari hakim, yakni berdasarkan bukti-bukti tersebut hakim meyakini kesalahan terdakwa. 51 Wirjono Prodjodikoro, Op,Cit.hal 94. Andi Hamzah, Op.Cit., hal. 256. 53 Alfitra, Op.Cit. hal. 29 52 37 Sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP adalah sistem atau teori pembuktian berdasarkan Undang-Undang secara Negatif ( Negatief wettelijke stelsel . Disebut wettelijke atau menurut undang-undang karena untuk pembuktian, undang-undanglah yang menentukan tentang jenis dan banyaknya alat bukti yang harus ada, kemudian disebut negatief karena adanya jenis-jenis dan banyaknya alatalat bukti yang ditentukan oleh undang-undang itu belum dapat membuat hakim harus menjatuhkan pidana bagi seorang terdakwa, apabila jenis-jenis dan banyaknya alat-alat bukti itu belum dapat menimbulkan keyakinan pada dirinya bahwa suatu tindak pidana itu benar-benar telah terjadi dan bahwa terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana tersebut.”54 Kesimpulan yang dapat ditarik dari kegiatan pembuktian didasarkan pada dua hal, yaitu alat-alat bukti dan keyakinan yang merupakan kesatuan tidak dipisahkan, dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Hal tersebut juga terdapat dalam Pasal 183 KUHAP, yaitu : “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” Kalimat tersebut menunjukkan bahwa pembuktian harus didasarkan kepada undangundang (KUHAP), yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam Pasal 184 KUHAP, 54 Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi,Edisi I cetakan I, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal.408-409. 38 disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti tersebut. Apabila salah satu unsur diantara dua unsur itu tidak ada, maka tidak cukup mendukung keterbuktian kesalahan terdakwa. Hakim baru diwajibkan menghukum orang, apabila hakim berkeyakinan bahwa peristiwa pidana yang bersangkutan adalah terbukti. 3. Alat Bukti Menurut KUHAP Pasal 184 ayat (1) KUHAP telah menentukan secara “limitatif” alat bukti yang sah menurut undang-undang. Pembuktian dengan alat bukti di luar jenis alat bukti yang disebut pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP, tidak mempunyai nilai serta tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat. Alat bukti yang sah menurut undang-undang dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP merumuskan: a. b. c. d. e. Keterangan saksi; Keterangan ahli; Surat; Petunjuk; Keterangan terdakwa. a. Keterangan Saksi Pengertian keterangan saksi terdapat dalam Pasal 1 butir 27 KUHAP yang merumuskan: “Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu”. Menurut Hibnu Nugroho 55 menerangkan bahwa: 55 Hibnu Nugroho, Bunga Rampai Penegakan Hukum di Indonesia, Semarang : Badan Penerbit Undip, 2010, hal. 34. 39 “Saksi adalah orang yang memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengan sendiri,ia lihat sendiri dan ia alami sendiri” Tidak ada perkara pidana yang luput dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu bersandar pada pemeriksaan keterangan saksi. Sekurang-kurangnya di samping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.56 Keterangan saksi agar menjadi kuat maka harus dihadirkan saksi lebih dari seorang dan minimal ada dua alat bukti karena keterangan dari seorang saksi saja tanpa ada alat bukti yang lain tidak cukup membuktikan bahwa terdakwa benar-benar bersalah terhadap dakwaan yang didakwakan kepadanya (unus testis nullus testis). Dalam hal terdakwa memberikan keterangan yang mengakui kesalahan yang didakwakan kepadanya, keterangan seorang saksi sudah cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa, karena disamping keterangan saksi tunggal itu, telah terpenuhi ketentuan minimum pembuktian dan the degree of evidence yakni keterangan saksi ditambah dengan alat bukti keterangan terdakwa. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa persyaratan yang dikehendaki Pasal 185 ayat (2) adalah : 1. Untuk dapat membuktikan kesalahan terdakwa paling sedikit harus didukung oleh dua orang saksi; 2. Atau kalau saksi yang ada hanya terdiri dari seorang saja maka kesaksian tunggal itu harus dicukupi atau ditambah dengan salah satu alat bukti yang lain.57 Keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam pemeriksaan perkara pidana. Dalam pasal 185 ayat (6) untuk menilai kebenaran keterangan saksi hakim harus memperhatikan: 56 57 Yahya Harahap, Op,Cit, hal. 286. Ibid, hal.288. 40 1. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lainnya; 2. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain; 3. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu; 4. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya. b. Keterangan Ahli Keterangan seorang ahli disebut sebagai alat bukti pada urutan kedua Pasal183 KUHAP. Ini berbeda dengan HIR dahulu tidak mencantumkan keterangan ahli. Ini berbeda dengan HIR dahulu tidak mencantumkan keterangan ahli sebagai alat bukti. Definisi keterangan ahli menurut Pasal 1 angka 28 KUHAP yaitu : “Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.” Menurut M.Yahya Harahap58, Berdasarkan Pasal 1 angka 28 KUHAP, dapat diambil suatu pengertian: 1. Keterangan ahli ialah keterangan yang diberikan oleh seorang ahli yang memiliki keahlian khusus tentang masalah yang diperlukan penjelasannya dalam suatu perkara pidana yang sedang diperiksa. 2. Maksud keterangan khusus dari ahli, agar perkara pidana yang sedang diperiksa menjadi terang demi untuk penyelesaian pemeriksaan perkara yang bersangkutan. Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan, hal ini pun ditegaskan dalam Pasal 186 KUHAP. Penjelasan pasal ini merumuskan: “Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.” 58 M. Yahya Harahap, Op.Cit. hal 277. 41 “Hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan di sidang diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim.” M. Yahya Harahap 59 , memberi penjelasan Mengenai kekuatan pembuktian keterangan ahli adalah sebagai berikut : 1. Mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas (Vrijbewijskracht) artinya hakim bebas menilainya dan tidak terikat kepadanya, tidak ada keharusan bagi hakim untuk harus menerima kebenaran keterangan ahli. 2. Keterangan ahli yang berdiri sendiri tanpa didukung alat bukti lain tidak cukup dan tidak memadai untuk membuktikan kesalahan terdakwa. c. Surat Andi Hamzah60 menjelaskan mengenai surat: “Surat sebagai alat bukti diatur dalam Pasal 187 KUHAP yang menurut ketentuan ini surat yang dinilai dengan alat bukti yang sah di persidangan menurut undang-undang yaitu surat yang dibuat atas sumpah jabatan dan atau surat yang dikuatkan dengan sumpah. Alat bukti surat menurut definisi AsserAnema yaitu segala sesuatu yang mengandung tanda-tanda baca yang dapat dimengerti, dimaksud untuk mengeluarkan isi pikiran.” Alat bukti surat ini diatur dalam satu pasal yaitu pada Pasal 187 KUHAP. Yang berbunyi sebagai berikut : Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP, dibuat atas sumpah jabatan atau dikaitkan dengan sumpah adalah : 1. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu; 59 60 Ibid, hal 413. Andi Hamzah, Op.cit, hal. 276. 42 2. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atas surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan diperuntukan bagi pembuktian suatu hal atau sesuatu keadaan; 3. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya; 4. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Menurut ketentuan Pasal 187 KUHAP, surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang ialah: 1. Surat yang dibuat diatas sumpah jabatan, 2. Surat yang dikuatkan dengan sumpah. Nilai kekuatan pembuktian surat menurut M. Yahya Harahap jika dinilai dari segi teoritis serta dihubungkan dengan prinsip pembuktian dalam KUHAP dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : 1. Ditinjau dari segi formal Alat bukti yang disebut pada Pasal 187 huruf a,b dan c adalah alat bukti yang sempurna sebab bentuk surat-surat ini dibuat secara resmi menurut formalitas yang ditentukan peraturan perundang-undangan. Alat bukti surat resmi mempunyai nilai pembuktian formal yang sempurna dengan sendirinya bentuk dan isi surat tersebut : a. Sudah benar, kecuali dapat dilumpuhkan dengan alat bukti yang lain; b. Semua pihak tak dapat lagi menilai kesempurnaan bentuk dan pembuatannya; 43 c. Juga tak dapat lagi menilai kebenaran keterangan yang dituangkan pejabat yang berwenang didalamnya sepanjang isi keterangan tersebut tidak dapat dilumpuhkan dengan alat bukti yang lain; d. Dengan demikian ditinjau dari segi formal, isi keterangan yang tertuang di dalamnya, hanya dapat dilumpuhkan dengan alat bukti lain, baik berupa alat bukti keterangan saksi, keterangan ahli atau keterangan terdakwa. 2. Ditinjau dari segi materiil Alat bukti surat tidak mempunyai kekuatan mengikat sama dengan alat bukti saksi, dan ahli yang sama-sama mempunyai nilai pembuktian yang bersifat bebas yang penilaiannya digantungkan dari pertimbangan hakim. Ketidakterikatannya hakim atas alat bukti surat tersebut didasarkan pada beberapa asas, antara lain : a. Asas proses pemeriksaan perkara pidana adalah untuk mencari kebenaran materiil atau kebenaran sejati (materiel waarheid), bukan mencari kebenaran formal. Nilai kebenaran dan kesempurnaan formal dapat disingkrkan demi untuk mencapai dan mewujudkan kebenaran materiil atau kebenaran sejati yang digariskan oleh penjelasan Pasal 183 KUHAP yang memikul kewajiban bagi hakim untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, kepastian hukum bagi seseorang. b. Asas keyakinan hakim sesuai yang terdapat dalam Pasal 183 KUHAP yang menganut ajaran sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif. Dimana hakim dalam memutus harus berdasarkan sekurang- 44 kurangnya dua alat bukti yang sah, dan dengan alat bukti tersebut hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwa itu bersalah atau tidak. Hakim diberi kebebasan untuk menentukan putusan yang diambilnya dengan tetap memperhatikan tanggung jawab dengan moral yang tinggi atas landasan tanggung jawab demi mewujudkan kebenaran sejati. d. Petunjuk Petunjuk adalah suatu kejadian-kejadian atau keadaan hal lain, yang keadaannya dan persamaannya satu sama lain maupun dengan peristiwa itu sendiri, nyata menunjukkan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana. Petunjuk terdapat dalam Pasal 188 KUHAP yang berbunyi: 1. Petujuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya; 2. Petunjuk sebagaimana dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari: a. Keteragan saksi; b. Surat c. Keterangan terdakwa. 3. Penilaian atas suatu kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, serta ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya. Menurut Yahya Harahap61: “Memberikan pengertian dengan menambah beberapa kata, petunjuk ialah suatu “isyarat” yang dapat “ditarik dari suatu perbuatan, kejadian atau keadaan” dimana isyarat tadi mempunyai “persesuaian” antara yang satu dengan yang lain maupun isyarat tadi mempunyai persesuaian dengan tindak pidana itu sendiri, dan dari isyarat yang bersesuaian tersebut ”melahirkan” 61 Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op.Cit., hal. 129. 45 atau “mewujudkan” suatu petunjuk “membentuk kenyataan” terjadinya suatu tindak pidana dan terdakwalah pelakunya.” Ketentuan yang diatur dalam Pasal 188 KUHAP, orang dapat mengetahui bahwa pembuktian yang didasarkan pada petunjuk-petunjuk di dalam berbagai alat bukti itu, tidak mungkin akan dapat diperoleh oleh hakim tanpa mempergunakan suatu redenering atau suatu pemikiran tentang adanya suatu persesuaian antara kenyataaan yang satu dengan yang lain, atau antara suatu kenyataan dengan tindak pidananya itu sendiri. Menurut Djoko Prakoso62, syarat-syarat untuk dapat menjadikan petunjuk sebagai alat bukti haruslah : 1. Mempunyai persesuaian satu sama lain atas perbuatan yang terjadi; 2. Keadaan-keadaan perbuatan itu berhubungan satu sama lain dengan kejahatan yang terjadi; 3. Berdasarkan pengamatan hakim baik dari keterangan terdakwa maupun saksi dipersidangan. M.Yahya Harahap63, memberikan penjelasan mengenai nilai kekuatan alat bukti petunjuk yang diuraikan sebagai berikut: “Nilai kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk yaitu sebagaimana alat pembuktian yang lain mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas, hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk, oleh karena itu hakim bebas menilainya dan mempergunakannya sebagai upaya pembuktian”. e. Keterangan Terdakwa 62 Djoko Prakoso, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana, Yogyakarta: Liberty, 1988, hal 96 63 M. Yahya Harahap, Op.Cit, Hal 296. 46 Pengaturan tentang keterangan terdakwa terdapat dalam Pasal 189-193 KUHAP, dalam Pasal 189 ayat (1) mengartikan mengenai keterangan terdakwa : “Keterangan terdakwa ialah apa yang didakwakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.” M.Yahya Harahap64 berpendapat mengenai alat bukti keterangan terdakwa yaitu: “Ditinjau dari segi Yuridis keterangan terdakwa lebih bersifat manusiawi dan bertendensi memberi kesempatan yang seluas dan sebebas-bebasnya kepada terdakwa mengutarakan segala sesuatu tentang apa saja yang dilakukan atau diketahui maupun yang dialami dalam peristiwa pidana yang sedang diperiksa. Hal ini sesuai sengan sistem pemeriksaan yang diatur KUHAP secara akkusatur sejalan dengan pengakuan KUHAP terhadap hak asasi terdakwa sebagai orang yang harus diperlakukan sebagai manusia”. Bentuk keterangan terdakwa yang dapat diklasifikasikan sebagai keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang adalah: 1. Keterangan yang diberikan dalam pemeriksaan penyidikan. 2. dan keterangan itu dicatat dalam Berita Acara Penyidikan. 3. Serta Berita Acara penyidikan itu ditandatangani oleh pejabat penyidik dan terdakwa.65 Keterangan terdakwa dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang, diperlukan beberapa asas antara lain: 1. Keterangan itu dinyatakan di sidang pengadilan. Keterangan terdakwa dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah, keterangan itu harus dinyatakan di sidang pengadilan, baik pernyataan berupa penjelasan “yang 64 65 M.Yahya Harahap,Op.Cit, Hal.298. Yahya , harahap, Op. Cit. hal. 303. 47 diutarakan sendiri” oleh terdakwa maupun pernyataan yang berupa “penjelasan” atau “jawaban” terdakwa atas pertanyaan yang diajukan kepadanya oleh ketua sidang, hakim anggota, penuntut umum atau penasihat hukum. 2. Perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Keterangan terdakwa dapat dinilai sebagai alat bukti, keterangan itu merupakan pernyataan atau penjelasan. a. Tentang perbuatan yang “dilakukan terdakwa”. b. Tentang apa yang diketahui sendiri oleh terdakwa. c. Apa yang dialami sendiri oleh terdakwa. d. Keterangan terdakwa hanya merupakan alat bukti terhadap dirinya sendiri.66 D. Keterangan Saksi 1. Pengertian Saksi Menurut ketentuan Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dimaksud dengan saksi yaitu : “Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.” Peranan saksi dalam perkara pidana adalah untuk membantu mencari kebenaran. Sampai kini keterangan saksi oleh undang-undang dipandang sebagai alat bukti yang penting, meskipun dengan adanya kemajuan dibidang teknologi dalam 66 Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 320. 48 pembuktian secara ilmiah dengan cara mempergunakan bukti-bukti berupa benda mati atau yang lazimnya disebut saksi diam yang lebih dapat dipercaya kebenarannya dari pada keterangan seorang saksi.67 Menjadi saksi merupakan kewajiban, hal ini dijelaskan dalam Pasal 159 ayat (2) KUHAP menentukan bahwa saksi memberikan keterangan di persidangan merupakan suatu kewajiban hukum, artinya apabila saksi telah dipanggil secara patut dan sah untuk dihadirkan sebagai saksi tidak bersedia hadir tanpa alasan yang sah, maka terhadapnya dapat diperintahkan atau upaya paksa untuk hadir di persidangan dengan suatu penetapan hakim. Oleh karenanya pada Pasal 224 KUHP dan Pasal 522 KUHP ditegaskan bila seseorang tidak memenuhi kewajiban tersebut, kepadanya dapat dikenakan sanksi pidana berupa hukuman penjara dan/atau denda. Pemanggilan saksi harus dilakukan penyidik dengan hati-hati dan teliti, jangan sampai saksi yang dipanggil, ternyata tidak dapat memberikan keterangan apa pun, sangat diharapkan agar kata-kata “yang dianggap perlu” dalam ketentuan ini, jangan dipergunakan sedemikian rupa untuk memanggil setiap orang tanpa didahului penelitian dan pertimbangan yang matang sesuai dengan urgensi pemeriksaan, dihubungkan dengan keluasan pengetahuan yang dimiliki saksi mengenai peristiwa pidana yang bersangkutan.68 Penyidik berwenang memanggil kepada saksi-saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dan pemanggilan itu harus dilakukan: 67 68 Suryono Sutarto, Op,Cit. hal. 6. M. Yahya Harahap, Op,Cit,hal. 33. 49 a. Dengan surat panggilan yang sah yang ditandatangani oleh penyidik yang berwenang dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas. b. Pemanggilan memperhatikan tenggang waktu yang wajar dan layak. 1. Antara tanggal hari diterimanya surat panggilan, dengan hari tanggal orang yang dipanggil diharuskan memenuhi panggilan, harus ada tenggang waktu yang layak (Pasal 112 ayat (1) KUHAP). 2. Atau surat panggilan harus disampaikan “selambat-lambatnya” tiga (3) hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan dalam surat panggilan.69 Orang yang dipanggil untuk didengar keterangannya sebagai saksi wajib datang dan apabila ia tidak datang, penyidik memanggil satu kali lagi dengan perintah kepada petugas atau penyelidik untuk dibawa kepadanya (Pasal 112 ayat (2) KUHAP). Apabila seorang saksi tidak dapat datang dengan alasan yang patut dan wajar, penyidik datang ke tempat kediamannya. Umumnya semua orang dapat menjadi saksi. Kekecualian menjadi saksi tercantum dalam Pasal 168 KUHAP yaitu: 1) Keluarga sedarah atau semenda adalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa; 2) Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga; 3) Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersamasama sebagai terdakwa.70 69 70 M. Yahya Harahap, Loc.Cit. Andi Hamzah, Op,Cit, hal. 33 50 Pasal 168 KUHAP menentukan bahwa mereka tidak dapat didengar dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi, namun apabila mereka menghendakinya dan penuntut umum serta terdakwa secara tegas menyetujuinya, maka mereka dapat memberikan keterangan di bawah sumpah dan andaikata penuntut umum serta terdakwa tidak setuju para saksi tersebut tetap dapat memberikan keterangan tanpa sumpah, seperti yang disebutkan pada pasal 169 ayat (2) KUHAP.71 Darwan Prints,72 mengemukakan beberapa syarat yang harus dimiliki saksi agar kesaksiannya tersebut dipakai sebagai alat bukti, diantaranya yaitu : a. Syarat formal Bahwa keterangan saksi dapat dianggap sah, apabila keterangan itu diberikan dibawah sumpah; b. Syarat materiil Bahwa keterangan seorang saksi saja tidak dapat dianggap sah sebagai alat pambuktian, akan tetapi keterangan seorang saksi adalah cukup untuk alat pembuktian untuk suatu kejahatan yang dituduhkan. Saksi biasanya diberi kesempatan oleh hakim untuk menceritakan tentang apa yang dialaminya, dilihatnya atau didengarnya secara bebas, selanjutnya hakim ketua dapat menanyakan hal-hal yang lebih spesifik, baik dengan berpedoman pada hasil pemeriksaan penyidik yang tercatat dalam berita acara penyidikan maupun pertanyaan baru.73 Seseorang yang menjadi saksi juga harus mempunyai rasa tanggung jawab atas segala hal yang telah ia ungkapkan dimuka persidangan, oleh karena itu, didalam 71 M. Yahya, Harahap, Op. Cit. hal. 815. Darwan Prints, Op,Cit, hal 108. 73 Aloysius Wisnubroto, Praktek Peradilan Pidana, Bekasi: PT.Galaxy Puspa Mega. 2002 72 hal. 17. 51 Pasal 224 KUHP mengaturnya, yaitu : Barang siapa dipanggil sebagai saksi atau juru bahasa menurut undangundang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undangundang yang harus dipenuhinya diancam : 1. Dalam perkara pidana, pidana penjara paling lama sembilan bulan. 2. Dalam perkara lain dengan pidana penjara paling lama enam bulan. Setiap saksi dituntut untuk memberikan keterangan yang sebenarnya dan tiada lain dari pada yang sebenarnya sesuai dengan lafal sumpah atau janji yang diucapkannya. Saksi tidak perlu dan tidak dituntut untuk menerangkan sesuatu yang berupa cerita orang lain kepadanya maupun berupa perkiraan, pendapat atau dugaaan. Demikian juga terhadap hal-hal yang bersifat persangkaan, tidak perlu dikemukakan di sidang pengadilan.74 Apabila seorang saksi tanpa alasan yang sah menolak untuk mengucapkan sumpah dalam memberikan keterangannya maka sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 161 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa : “Bahwa dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan (4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera di tempat rumah tahanan Negara paling lama empat belas hari. Saksi yang boleh memberikan keterangan tanpa sumpah dalam Pasal 171 KUHAP merumuskan: a. Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin; 74 M. Yahya Harahap, Op,Cit.hal. 698. 52 b. Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali. 2. Macam-Macam Saksi a. Saksi A Charge (Memberatkan terdakwa) Merupakan saksi yang dipilih atau diajukan oleh penuntut umum yang sifat kesaksiannya memberatkan terdakwa.75 Saksi ini pemanggilannya dilakukan oleh penuntut umum. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 160 butir c, dalam hal saksi yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara umum, selama berlangsungnya sidang atau belum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib menedengar keterangan saksi tersebut. b. Saksi A De Charge ( yang menguntungkan terdakwa ) Saksi ini adalah kebalikan dari saksi A Charge. Saksi yang diajukan oleh terdakwa di dalam persidangan ataupun tahap pemeriksaan untuk memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.76 Saksi A De Charge yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara pemanggilannya dilakukan oleh penuntut umum, akan tetapi dimintakan oleh terdakwa atau penasehat humunya dan pemanggilannya juga dilakukan oleh terdakwa atau penasehat hukumnya sendiri. c. Saksi Mahkota 75 Darwan prints, Op,Cit, hal 111. Benyamin Asri, Hak-Hak Tersangka dan Terdakwa dalam Penyidikan, Penuntutan dan Peradilan, Bandung: Tarsito, 1989, hal.41. 76 53 Merupakan keterangan yang diberikan seorang saksi yang juga merupakan terdakwa mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa lain. Saksi mahkota ini ada apabila dalam suatu peristiwa tindak pidana tersebut terdapat dua atau lebih terdakwa. d. Saksi Korban Korban dari suatu tindak pidana yang kemudian menjadi saksi di depan persidangan sehubungan dengan perkara dimana dirinya menjadi korban dari tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa. e. Saksi Testimonium de auditu Saksi ini merupakan saksi yang keterangannya bukan ia lihat, ia dengar ataupun ia alami sendiri melainkan pengetahuannya tersebut didasarkan dari orang lain. Saksi ini bukanlah alat bukti yang sah, akan tetapi keterangannya perlu didengar oleh hakim untuk memperkuat keyakinannya. 77 f. Saksi Berantai Beberapa saksi dengan keterangan masing-masing mengenai suatu kejadian atau keadaan dalam sebuah peristiwa pidana, dimana masing-masing keterangan itu berdiri sendiri, namun keberadaannya menunjang satu sama lain. E. Saksi A De Charge 1. Alasan dan Tata-Tata Cara Pemeriksaan Saksi A De Charge 77 Andi Hamzah, Op,Cit, hal. 264. 54 Dalam pemeriksaan perkara, terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah, ia dapat menggunakan saksi yang meringankan atau ahli. Dalam praktek pemeriksaan perkara pidana, hal yang paling mendasar dikedepankan adalah mengenai hak-hak tersangka atau terdakwa baik dari tingkat penyidikan sampai dengan tingkat peradilan. Salah satu dari beberapa hak terdakwa yang diatur dalam KUHAP hak terdakwa untuk menghadirkan saksi A De Charge. Dalam proses pemeriksaan di persidangan, penyidik dapat meminta keterangan dari saksi yang memberatkan terdakwa dan terdakwa pun berhak meminta agar dihadirkan saksi yang meringankan atau A De Charge. Pasal 116 ayat (3) dan (4) KUHAP menerangkan, dalam pemeriksaan tersangka atau terdakwa dinyatakan apakah menghendaki saksi yang meringankan atau saksi yang dapat menguntungkan baginya atau yang disebut saksi A De Charge. Hal ini dilakukan dengan alasan karena tersangka berhak melakukan pembelaan terhadap dakwaan yang dituduhkan kepadanya dengan mengajukan seorang saksi, dan karena pada umumnya para saksi itu memberatkan tersangka. Bila terdakwa menghendaki adanya saksi yang meringankan atau A De Charge, maka penyidik wajib memeriksanya dicatat dalam berita acara, dengan memanggil dan memeriksa saksi tersebut. 55 Pengertian dari saksi A De Charge adalah saksi yang diajukan oleh terdakwa di dalam persidangan ataupun tahap pemeriksaan untuk memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.78 Saksi A De Charge dalam KUHAP diatur dalam Pasal 65 KUHAP yang berbunyi: “Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.” Pasal 65 KUHAP menjelaskan bahwa tersangka atau terdakwa sejak diperiksa oleh penyidik mempunyai hak untuk mengajukan saksi-saksi guna memberikan keterangan yang menguntungkan dirinya. “Berkaitan adanya hak untuk mengajukan saksi atau ahli yang oleh undangundang telah diberikan oleh tersangka atau terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 KUHAP, sehingga para pemeriksa disemua tingkat pemeriksaan wajib menanyakan kepada tersangka atau terdakwa, yaitu apakah ia akan mengajukan saksi-saksi atau saksi ahli yang dapat memberikan keterangan yang sifatnya menguntungkan bagi terdakwa.” 79 Saksi A De Charge yang diajukan oleh terdakwa atau penasehat hukumnya, dimaksudkan untuk melemahkan dakwaan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa. Tujuan lain adalah untuk menemukan dan mewujudkan kebenaran sejati, ketua sidang tidak hanya terpaut pada bahan dan keterangan yang telah 78 79 Benyamin Asri, Loc.Cit P.A.F. lamintang dan Theo lamintang, Op,Cit, hal.66. 56 tertuang dalam berita acara penyidikan saja, tetapi juga berhak meminta keterangan ahli. Leden Marpaung80 berpendapat bahwa : “Untuk mencapai tujuan mencari kebenaran materiil, telah selayaknya bahwa hakim tidak terbatas pada bahan yang telah ada dalam berkas perkara yang diperoleh sebagai hasil penyidikan. Dengan demikian adalah tepat jika hakim diberi kewenangan untuk minta bahan baru.” Tujuan diajukannya saksi yang meringankan atau saksi A De Charge oleh penasehat hukum atau terdakwa, yaitu untuk melemahkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang didakwaan kepada terdakwa. Diajukannya saksi A De Charge terdakwa berharap dapat dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya atau bahkan diputus bebas. Tata-Tata Cara Pemeriksaan Saksi A De Charge Keterangan sakai A De Charge yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya, sebelum dijadikan putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 160 ayat (1) butir c KUHAP, yaitu: “Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkata dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasehat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.” Tata cara pemeriksaan saksi A De Charge sama dengan pemeriksaan saksi A Charge, dengan titik berat pada pernyataan-pernyataan yang mengarah pada 80 Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana (Di Kejaksaan dan Pengadilan Negeri Upaya Hukum dan Eksekusi), Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 115. 57 pengungkapan fakta yang bersifat membalik atau melemahkan dakwaan penuntut umum atau setidaknya bersifat meringankan.81 Tata cara pemeriksaan saksi Menurut Mohammad taufik Makarao dan Suharsil 82, yaitu; 1. Saksi dipanggil seorang demi seorang Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang. Pemeriksaan saksi secara satu persatu bertujuan agar keterangan yang mereka berikan tetap bersifat bebas, jangan sampai terjadi keterangan seorang saksi didengar oleh saksi yang lain, yang berakibat mempengaruhi saksi yang berangkutan. 2. Memeriksa identitas saksi Maksud pemeriksaan identitas serta hubungan saksi dengan terdakwa, untuk memberikan penjelasan kepada persidangan tentang kedudukan saksi dalam perkara yang sedang diperiksa, hal ini dijadikan titik tolak bagi ketua sidang untuk menentukan sikap perlu tidaknya saksi didengar keterangannya maupun untuk menentukan kualitas keterangan yang diberikan saksi dalam persidangan. 3. Saksi wajib mengucapkan sumpah Sumpah diberikan sebelum memberi keterangan. Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak 81 82 Wisnubroto, Op,Cit, hal 21. Mohammad taufik Makarao dan Suharsil, Op,Cit, hal. 108-120 58 lain daripada yang sebenarnya (Pasal 160 ayat (3) KUHAP). Sumpah diberikan sesudah memberi keterangan. Jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberikan keterangan (Pasal 160 ayat (4)KUHAP). 4. Sumpah dapat diucapakan di luar sidang Alasan penyumpahan diluar sidang menurut M. Yahya Harahap 83 adalah, “Kekhidmatan sumpah, artinya saksi atau ahli yang mengucapkan sumpah atau janji tadi akan lebih sadar isi sumpah yang diucapkannya bila pelaksanaannya dilakukan di luar sidang, juga supaya saksi lebih jujur dalam memberikan keterangan.” 5. Penolakan sumpah dapat dikenakan sandera Saksi dapat menolak untuk disumpah jika ada alasan yang sah. Tentang alasan yang sah ini adalah diserahkan sepenuhnya kepada hakim. 6. Ketarangan saksi di sidang berada berbeda dengan berita acara Menurut ketentuan Pasal 163 KUHAP, keterangan saksi di sidang berbeda dengan keterangannya yang terdapat dalam berita acara, hakim ketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu serta minta keterangan mengenai pembedaan yang ada dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan sidang. 7. Terdakwa dapat membantah atau membenarkan keterangan saksi Pemberian hak membantah atau membenarkan keterangan saksi, sesuai dengan asas keseimbangan dalam menegakkan hukum. Pasal 164 ayat (1) KUHAP mengatakan: 83 M. Yahya Harahap, Op,Cit, hal.176 59 “Setiap kali seorang saksi selesai memberikan keterangan, hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa bagaimana pendapatnya tentang keterangan tersebut.” 8. Kesempatan mengajukan pertanyaan kepada saksi dan terdakwa Saksi tidak boleh menolak setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya, sepanjang pertanyaan itu tidak bertentangan dengan undang-undang atau sepanjang pertanyaan itu relevan dengan perkara yang diperiksa. Pasal 164 ayat (2) dan (3) KUHAP mengatakan: “(2) Penuntut umum atau penasehat hukum dengan perantara hakim ketua sidang diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi dan terdakwa. (3) Hakim ketua sidang dapat menolak pertanyaan yang diajukan oleh penuntut umum atau penasehat hukum kepada saksi atau terdakwa dengan mamberikan alasannya.” 9. Larangan mengajukan pertanyaan yang bersifat menjerat Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan baik kepada terdakwa maupun kepada saksi. Sesuai dengan penjelasan Pasal 166 KUHAP, jika dalam salah satu pernyataan disebutkan suatu tindak pidana yang tidak diketahui telah dilakukan oleh terdakwa atau tidak dinyatakan oleh saksi, tetapi dianggap seolah-olah diakui atau dinyatakan, maka pertanyaan yang demikian itu dianggap sebagai pertanyaan yang bersifat menjerat. 10. Saksi yang telah memberikan keterangan tetap hadir di sidang Berdasarkan ketentuan Pasal 167 KUHAP, setiap saksi yang telah selesai memberikan keterangan, tetap hadir dalam ruang sidang. Bahkan izin meninggalkan ruang sidang, kecuali ketua sidang memberi izin. Bahkan izin meninggalkan ruang 60 sidang harus dibatalkan oleh ketua sidang, apabila penuntut umum atau terdakwa maupun penasihat hukum mengajukan keberatan. 11. Yang tidak dapat didengar sebagai saksi Pasal 168 KUHAP menerangkan: “Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi: a. keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa; b. saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga; c. suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersamasama sebagai terdakwa. 12. Mereka yang dapat minta dibebaskan menjadi saksi Berdasarkan ketentuan Pasal 170 KUHAP terdapat sekelompok orang yang dapat meminta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi. Hal pembebasan diri menjadi saksi sifatnya tidak mutlak. Sesuai dengan ketentuan Pasal 170 KUHAP, yaitu mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka. Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut. 13. Mereka yang boleh memberi keterangan tanpa sumpah Yang boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah ialah: 61 a. Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin; b. Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali. 14. Pemeriksaan saksi dapat didengar tanpa hadirnya terdakwa Pasal 173 KUHAP memberi kemungkinan bagi hakim ketua sidang untuk memberikan dan mendengar keterangan saksi tanpa hadirnya terdakwa, dengan jalan mengeluarkan terdakwa dari ruang sidang. Setelah terdakwa keluar persidangan dilanjutkan memeriksa dan mendengar keterangan saksi. Tata cara pemeriksaan saksi seperti ini, didasarkan pada alasan pertimbangan, hakim berpendapat dan menilai saksi merasa tertekan memberikan keterangan jika terdakwa hadir dalam pemeriksaan. 15. Keterangan saksi palsu Pasal 174 KUHAP menentukan: (1) apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap tetap memberikan keterangan palsu. (2) Apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu. (3) Dalam hal yang demikian, oleh panitera segera dibuat berita acara pemeriksaan sidang yang memuat keterangan saksi dengan menyebut alasan persangkaan, bahwa keterangan saksi itu adalah palsu dan berita acara tersebut ditandatangani oleh hakim ketua sidang serta diselesaikan menurut ketentuan undang-undang ini. (4) Jika perlu, hakim ketua sidang menangguhkan sidang dalam perkara semula sampai pemeriksaan perkara pidana terhadap saksi selesai. 62 16. Pemeriksaan saksi dan terdakwa dapat dilakukan dengan juru bahasa dan penerjemah Pasal 177 KUHAP menentukan: (1) jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menerjemahkan dengan benar semua yang harus diterjemahkan. (2) Dalam hal seorang tidak boleh menjadi saksi dalam suatu perkara, ia tidak boleh pula menjadi juru bahasa dalam perkara ini. 2. Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi A De Charge Darwan Prints,84 mengemukakan beberapa syarat yang harus dimiliki saksi agar kesaksiannya tersebut dipakai sebagai alat bukti, diantaranya yaitu : a. Syarat formal Bahwa keterangan saksi dapat dianggap sah, apabila keterangan itu diberikan dibawah sumpah; b. Syarat materiil Bahwa keterangan seorang saksi saja tidak dapat dianggap sah sebagai alat pambuktian, akan tetapi keterangan seorang saksi adalah cukup untuk alat pembuktian untuk suatu kejahatan yang dituduhkan. Syarat yang harus dipenuhi agar keterangan saksi dapat dikatakan sah adalah : 1. Syarat formil : Seorang saksi harus mengucapkan sumpah dan janji baik sebelum maupun setelah memberikan keterangan (Pasal 160 ayat (3) dan (4) KUHAP). 2. Syarat materiil a) Melihat, mendengar, atau mengalami sendiri suatu peristiwa pidana (Pasal 1 butir 26 atau 27 KUHAP). 84 Darwan Prints, Op,Cit ,hal. 108. 63 b) Seorang saksi harus dapat menyebutkan alasan dari kesaksiannya itu (Pasal 1 butir 27 KUHAP). c) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa/ asas ini terkenal dengan sebutan unus testis nullus testis (Pasal 185 ayat (2) KUHAP. Syarat agar seorang saksi dapat diajukan sebagai saksi A De Charge adalah sama dengan syarat saksi yang diajukan oleh penuntut umum. Menurut M. Yahya Harahap85 agar keterangan seorang saksi dapat dianggap sah sebagai alat bukti yang memiliki nilai kekuatan pembuktian, harus terpenuhi aturan ketentuan sebagai berikut: 1. Harus mengucapkan sumapah atau janji. Kewajiban untuk mengucapkan sumpah atau janji diatur dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP yaitu: “Sebelum memberikan keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain dari pada yang sebenarnya.” Pengucapan sumpah itu merupakan syarat mutlak, dapat dibaca dalam Pasal 161 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP. Pengucapan sumpah dilakukan di dalam persidangan. Berdasarkan ketentuan Pasal 161 ayat (2) KUHAP menunjukan bahwa pengucapan sumpah merupakan syarat mutlak dimana keterangan saksi atau ahli yang tidak disumpah atau mengucapkan janji, tidak dapat dianggap sebagai alat bukti yang 85 M. Yahya Harahap, Op,Cit.hal 286 64 sah, tetapi hanyalah merupakan keterangan yang dapat digunakan untuk memperkuat keyakinan hakim.86 2. Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti. Tidak semua keterangan saksi yang mempunyai nilai sebagai alat bukti. keterangan saksi yang mempunyai nilai ialah keterangan yang sesuai dengan apa yang dijelaskan Pasal 1 angka 27 KUHAP: a. b. c. d. Yang saksi dengar sendiri, Saksi lihat sendiri, Saksi alami sendiri, Serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu. 3. Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan Agar keterangan saksi dapat dinilai sebagai alat bukti, keterangan itu harus yang dinyatakan di sidang pengadilan, hal ini sesuai dengan penegasan Pasal 185 ayat (1). Keterangan saksi yang berisi penjelasan tentang apa yang didengarnya, dilihatnya sendiri atau dialaminya mengenai suatu peristiwa pidana, baru dapat bernilai sebagai alat bukti apabila keterangan itu saksi nyatakan di sidang pengadilan. Keterangan yang dinyatakan di luar sidang pengadilan (outside the court) bukan merupakan alat bukti. 4. Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup Berdasarkan prinsip minimum pembuktian yang diatur dalam pasal 183 KUHAP yaitu: 86 Andi Hamzah, Op,Cit, hal.263. 65 “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” Keterangan saksi dapat dianggap cukup membuktikan kesalahan seorang terdakwa jika dipenuhi paling sedikit atau sekurang-kurangnya dengan dua alat bukti. keterangan seorang saksi saja, baru bernilai sebagai suatu alat bukti apabila ditambah dan dicukupi dengan alat bukti lain, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 185 ayat (2) KUHAP yaitu: “Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.” 5. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri Ketentuan ini diatur secara tegas dalam Pasal 185 ayat (4) KUHAP yaitu: “Keterangan beberapa saksi yang bendiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah, apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.” Ketentuan Pasal 185 ayat (6) KUHAP menyebutkan : “Adapun dalam menilai kebenaran seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan : 1. Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain; 2. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain; 3. Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberikan keterangan yang tertentu; 4. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya”. Kekuatan pembuktian keterangan saksi A De Charge adalah sama dengan kekuatan pembuktian keterangan saksi yang diajukan oleh penuntut umum. Menurut 66 M.Yahya Harahap87, nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi sebagai alat bukti adalah sebagai berikut: 1. Mempunyai kekuatan pembuktian Bebas; Alat bukti kesaksian sebagai alat bukti yang sah, tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan juga tidak memiliki kekuatan pembuktian yang menentukan. Atau dengan singkat dapat dikatakan alat bukti kesaksian sebagai alat bukti yang sah adalah bersifat bebas dan “tidak sempurna” dan “tidak menentukan” atau “tidak mengikat”. 2. Nilai kekuatan pembuktiannya tergantung pada hakim. Alat bukti keterangan saksi sebagai alat bukti yang bebas yang tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan tidak menentukan, sama sekali tidak mengikat hakim. Hakim bebas untuk menilai kesempurnaan dan kebenarannya. Tergantung pada penilaian hakim untuk menganggapnya sempurna atau tidak. Tidak ada keharusan bagi hakim untuk menerima kebenaran setiap keterangan saksi. Hakim bebas menilai kekuatan atau kebenaran yang melekat pada keterangan itu, dan “dapat menerima” atau “menyingkirkannya” F. Obat Tradisional 1. Pengertian Obat Tradisional Pengertian obat tradisional sendiri menurut ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang Undang Nomor 39 tahun 2009 tentang Kesehatan, berbunyi sebagai berikut : “Bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.” Secara terminologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, obat tradisional yaitu: 87 M.Yahya Harahap.Op.Cit.hal 294-295. 67 “Obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional.”88 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 006 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional, merumuskan pengertian obat tradisional yaitu: “Bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.” Pengertian obat tradisional berdasarkan Peraturan Menteri kesehatan Nomor 007 Tahun 2012 Pasal 1 tentang Registrasi Obat Tradisional menyebutkan bahwa : “Obat tradisional adalah Bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.” Tindak Pidana Obat Tradisional Obat tradisional semakin berkembang pesat seiring dengan bertambahnya teknologi yang modern. Dengan demikian, maka persaingan usaha obat tradisional semakin ketat sehingga menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat. Banyak masyarakat yang dengan sengaja mengedarkan obat-obatan tanpa mendapatkan ijin dari Kepala BPOM. Karena obat-obatan yang tanpa dilengkapi ijin dari Kepala BPOM mudah didapat dan harganya jauh lebih ekonomis dibanding obat-obatan legal 88 Obat Tradisional, file:///J:/Obat 0tradisional Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm, Diakses pada tanggal 18 Oktober 2012, pukul 14.34 WIB. 68 yang telah mendapat ijin edar dari Kepala BPOM. Keuntungan yang diperoleh oleh penjual juga tidak sedikit. Perihal tersebut mengakibatkan adanya tindak pidana pelanggaran Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia, menurut perkembangan hukum internasional hak asasi manusia, pemenuhan kebutuhan hak atas kesehatan yang menjadi tanggung jawab pemerintah dalam setiap negara.89 Maka dari itu Pemerintah setiap negara berkewajiban memberikan hak kesehatan kepada rakyatnya seperti yang dijelaskan pada Pasal 14-20 Undang-Undang jo 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Hal ini dikarenakan kesehatan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan manusia sehingga menjadi prioritas dalam pembangunan nasional suatu bangsa. Salah satu komponen kesehatan yang sangat penting adalah tersedianya obat sebagai bagian dari pelayanan kesehatan masyarakat. Hal itu disebabkan karena obat digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan atau memelihara kesehatan. Peredaran obat tradisional tanpa ijin edar terdapat dalam ketentuan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Ketentuan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan hanya dapat dikenakan kepada seseorang dalam kerangka “peredaran” baik dalam perdagangan maupun bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 89 Ipang Gonjanez, Farmasi, www.yayasanhak.minihub.org/direito/txt/2003/22/10 direito.html, Diakses pata tanggal 20 Okrober 2012, Pukul 22.23 WIB. 69 Obat tradisional dilarang menggunakan bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat, narkotika atau psikotropika, hewan atau tumbuhan yang dilindungi, dan bahan kimia obat di dalam obat tradisional. Ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 006/Menkes/Per/V/2012 (Permenkes 006/2012) tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional. Memproduksi obat tradisional setiap Industri Obat Tradisional / Industri Kecil Obat Tradisional wajib melaksanakan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik, yang dituangkan dalam Kepmenkes RI No. 659/Menkes/SK/X/1991 tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan memiliki kecenderungan mengkriminalisasi orang, baik produsen, distributor, konsumen dan masyarakat. BAB XX Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan merupakan ketentuan khusus atau lex specilais derogat lex generalis. Sanksi hukumannya adalah lima belas tahun penjara atau denda 1,5 miliar. Ketentuan pidana dalam Palsa 197 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan merupakan delik kejahatan karena kesehatan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan manusia sehingga menjadi prioritas dalam pembangunan nasional suatu bangsa. 70 Berdasarkan ketentuan pidana yang diatur dalam Bab XX Pasal 197 UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dikelompokkan dari segi perbuatannya yaitu mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki ijin edar. \ 71 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan kasus (Case Approach). Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) digunakan karena yang akan diteliti adalah aturan hukum yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pendekatan kasus (Case Approach) digunakan karena yang akan diteliti adalah kasus yang telah diputus oleh hakim Pengadilan Negeri Cilacap.90 B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang dilakukan adalah penelitian preskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau merumuskan masalah sesuai dengan keadaan atau fakta yang ada, sifat preskriptif keilmuan hukum ini merupakan sesuatu yang substansial, mempelajari tujuan hukum, nilai- nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma hukum.91 C. Sumber Data Data Sekunder, yang Bersumber dari bahan hukum, meliputi: 90 Joni Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayu media Publishing, 2011, hal. 295. 91 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. Kencana Prenada Media Group. Jakarta, 2007, hal. 22. 72 1. Bahan hukum sekunder Bahan-bahan yang bersumber dari keputusan-keputusan, literatur-literatur, artikel, makalah seminar, dan hasil penelitian yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diteliti guna mendukung penelitian. 2. Bahan hukum primer Bahan-bahan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan serta dokumen-dokumen resmi yang berkaitan dengan pokok permasalahan. D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data sekunder diperoleh dengan menginventarisasi peraturan perundang-undangan, mempelajari keputusan, buku literatur, artikel, makalah, seminar, maupun surat-surat resmi yang ada hubungannya dengan penelitian tersebut. E. Metode Penyajian Bahan Hukum Deskriptif analitif diuraikan atau disajikan secara sistematis. Untuk bahan hukum sekunder akan disajikan sesuai dengan kebutuhan analisis namun tidak menghilangkan maksud yang terkandung dalam bahan hukum tersebut. Penyajian bahan ini dapat ditempatkan pada seluruh bab maupun sub bab pada karya tulis ini sesuai dengan relevansinya pada hal yang bersangkutan. 73 F. Metode Analisis Bahan Hukum Bahan hukum yang telah diperoleh dan diinventarisir akan dianalisis secara kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan merangkai bahan hukum yang telah dikumpulkan dan disusun secara sistematis yang akhirnya akan ditarik kesimpulan pada karya tulis ini. G. Spesifikasi Penelitian terdahulu Berikut ini beberapa skripsi yang dibuat mahasiwa Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman bagian Hukum Acara Pidana: 1. Judul skripsi Charge : Saksi A De Charge (Kekuatan Pembuktian Saksi A De Dalam Putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara No: 79/Pid.B/1999/PN.Bjr) Nama : Sudarmaji NIM : E1E000099 Perumusan Masalah : a. Bagaimanakah penilaian kekuatan pembuktian terhadap saksi A De Charge dalam putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara Nomor: 79/Pid.B/1999/PN.Bjr ? b. Apakah dalam setiap persidangan diperlukan saksi A De Charge? Kesimpulan : a. Pertimbangan hukum hakim dalam menilai kekuatan pembuktian saksi A De Charge adalah: 74 Terdakwa dapat membuktikan ketidaksalahannya sebagaimana disebutkan dalam dakwaan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Keterangan saksi A De Charge sebagai saksi yang meringankan bagi terdakwa tersebut tidak berdiri sendiri tetapi dikuatkan dengan alat bukti yang lain, sehingga syarat minimum pembuktian sesuai Pasal 183 KUHAP. b. Terhadap suatu keterangan saksi A De Charge karena dapat dijadikan sebagai alat pembuktian menurut KUHAP, dan hal ini sangat menguntungkan bagi terdakwa untuk dapat dipertimbangkan oleh hakim, maka dalam prinsipnya dalam setiap persidangan mengenai diperlukan atau tidaknya saksi A De Charge hal ini sangat tergantung kebutuhan. Skripsi ini berbeda dengan skripsi penulis karena setiap perkara pidana di pengadilan dalam proses pembuktiannya, alat-alat bukti yang diajukan maupun alat bukti yang sah untuk dijadikan dasar pertimbangan hakim menjatuhkan putusan tidak selalu sama. Tindak pidana yang menjadi fokus skripsi ini adalah tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 423 KUHP Jo Pasal 1 ayat (1) Sub e Jo Pasal 28 Jo Pasal 34 Sub c Jo Undang-Undang No.3 Tahun 71 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 KUHAP. Sedangkan tindak pidana yang menjadi fokus skripsi penulis adalah tindak pidana peredaran obat tradisional tanpa ijin edar yang berada di luar KUHP yaitu tindak pidana khusus, yang diatur dalam Undang-Undang RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Permasalahan yang dianalisi dalam skripsi ini adalah kekuatan pembuktian terhadap saksi A De Charge dan kehadiran saksi A 75 De Charge pada putusan Pengadilan Nomor: 79/Pid.B/1999/PN.Bjr sedangkan permasalahan yang dianalisis dalam skripsi penulis adalah alasan mengapa saksi A De Charge dihadirkan dalam persidangan dan kekuatan keteranga pembuktian saksi A De Charge pada Putusan Pengadilan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP 2. Judul skripsi : Kedudukan Saksi A De Charge Pada Kasus Korupsi (Studi Terhadap Putusan No. 113/Pid.B/2008PN.Pwt.) Nama : Giandra Muhsy NIM : E1A005007 Perumusan Masalah : a. Bagaimana kedudukan saksi A De Charge pada kasus korupsi dalam Putusan No. 113/Pid.B/2008PN.Pwt menurut pembuktian dalam KUHAP? b. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menilai keterangan saksi A De Charge dalam pembuktian pada Putusan No. 113/Pid.B/2008PN.Pwt? Kesimpulan: a. Kedudukan saksi A De Charge pada kasus korupsi dalam Putusan No. 113/Pid.B/2008PN.Pwt menurut pembuktian dalam KUHAP adalah sama dengan kedudukan saksi pada umumnya, yaitu saksi yang diajukan oleh penuntut umum. Sehingga keterangan dari saksi A De Charge adalah keterangan saksi yang dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah dan sebagai pertimbangan hukum hakim dan sebagai hal yang dapat 76 mempengaruhi keyakinan hakim dalam memutus perkara tindak pidana dalam Putusan No. 113/Pid.B/2008PN.Pwt. b. Pertimbangan hukum hakim dalam menilai keterangan saksi A De Charge dalam pembuktian pada Putusan No. 113/Pid.B/2008PN.Pwt, adalah “bebas” hakim dapat menilainya sebagai pertimbangan hukum hakim untuk menyatakan dakwaan primair oleh penuntut umum tidak terbukti, sehingga terdakwa dibebaskan dari dakwaan primair, dan terbukti dalam dakwaan subsidair yaitu melakukan tindak pidana korupsi. Hakim bebas menilai kekuatan atau kebenaran yang melekat pada keterangan para saksi A De Charge itu, dan hakim dapat “menerima” atau “menyingkirkan” keterangan tersebut, karena hal tersebut maka nilai pembuktian keterangan saksi A De Charge adalah “bebas”, yaitu tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat. Skripsi ini berbeda dengan skripsi penulis karena setiap perkara pidana di pengadilan dalam proses pembuktiannya, alat-alat bukti yang diajukan maupun alat bukti yang sah untuk dijadikan dasar pertimbangan hakim menjatuhkan putusan tidak selalu sama. Tindak pidana yang menjadi fokus skripsi ini adalah tindak pidana korupsi sedangkan tindak pidana yang menjadi fokus skripsi penulis adalah tindak pidana peredaran obat tradisional tanpa ijin edar yang diatur dalam Undang-Undang RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Permasalahan yang dianalisi dalam skripsi ini adalah kedudukan saksi A De Charge pada kasus korupsi dan pertimbangan 77 hukum hakim dalam menilai keterangan saksi A De Charge dalam Putusan No. 113/Pid.B/2008PN.Pwt Bjr sedangkan permasalahan yang dianalisis dalam skripsi penulis adalah alasan mengapa saksi A De Charge dihadirkan dalam persidangan dan kekuatan keteranga pembuktian saksi A De Charge pada Putusan Pengadilan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP. 78 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Duduk Perkara Pada Putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor : 113/Pid.S/2010/PN.CLP telah mendirikan usaha obat tradisional/jamu yang bernama PJ GUNA SEHAT oleh terdakwa dengan identitas sebagai berikut : Nama Lengkap: SS, tempat lahir: Cilacap, tanggal lahir/umur: Cilacap/43tahun, jenis kelamin: Laki-laki, kebangsaan: Indonesia, tempat tinggal: Jl.Kapten Sukandar Desa Karangiati Rt.0l, Rw.04 Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap, agama: Islam, pekerjaan: Swasta. Awalnya terdakwa (SS), mendirikan usaha obat tradisional/jamu yang bernama PJ GUNA SEHAT di Jl.Kapten Sukandar Desa Karangiati Rt.0l, Rw.04 Kecamatan sampang, Kabupaten Cilacap, selanjutnya Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah telah menerbitkan ijin Usaha Kecil Obat Tradisional (IKOD) terhadap PJ GUNA SEHAT No.71/IZ-IKOT/IX/I999 tanggal 30 Desember 1999 dimana terdakwa dalam menjalankan usahanya telah memproduksi obat tradisional/jamu yaitu jamu GEMUK SEHAT GS yang telah memiliki ijin Dirjen POM. Nomor: 0515/Reg/B/99 tanggal 11 Oktober 1999 Nomor ijin eder POM. TR/103215671. Depkes RI No.TR 993 200 731 produksi PJ GUNA SEHAT dan jamu ENCOK ijin Dirjen POM Nomor : 0514/Reg/B/99 tanggal 11 Oktober 1999 Nomor ijin edar POM TR.103215661, Depkes RI No.TR 993 200 721 produksi PJ GUNA SEHAT. 79 Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor : 0474/Reg/B1/2010 tanggal 14 Juni 2010 produksi jumu GEMUK SEHAT GS milik terdakwa dinyatakan tidak berlaku dan sudah direcal (ditarik dari peredaran) karena mengandung kafein dan berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor : 0473/Reg/B1/2010 tanggal 14 Juni 2010 perijinan produksi jamu ENCOK milik terdakwa telah dinyatakan tidak berlaku dan sudah direcal (ditarik dari peredaran) karena mengandung paracetamol. Kenyataannya terdakwa justru telah memproduksi dan mengedarkan obat tradisional/jamu yaitu jamu merk JAMU GEMUK (menambah berat badan) No.l SERBUK GUNA SEHAT yang belum memiliki ijin perijinan dan telah menggunakan Nomor ijn edar jamu GEMUK SEHAT GS dengan ijin Dirjen POM Nomor : 0515/Reg/B/99 tanggal 11 Oktober 1999 Nomor ijin edar POM TR. 103215671 Depkes RI No.TR 993 200 731 produksi PJ GUNA SEHAT yang telah dinyatakan tidak berlaku serta tidak menyantumkan tanggal kadaluwarsa. Terdakwa juga telah memproduksi dan mengedarkan obat tradisional/jamu yaitu jamu merk JAMU PEGALLINU (menyembuhkan pegal linu) No.2 SERBUK GUNA SEHAT yang belum memiliki perijinan dan telah menggunakan Nomor ijin edar jamu ENCOK ijin Dirjen POM Nomor : 0514/Reg/8199 tanggal 11 oktober 1999 Nomor ijin edar POM TR.103215661, Depkes RI No. TR 993 200 72I produksi PJ GUNA SEHAT yang telah dinyatakan tidak berlaku serta tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa. 80 Terdakwa telah memproduksi jamu-jamu tersebut dengan memperkerjakan karyawan yang melakukan proses pembuatan hingga pengemasan selanjutnya terdakwa memasarkan produksi jamu terdakwa tersebut sesuai pesanan meggunakan jasa pengiriman ALS untuk dikirimkan sesuai alamat pemesanan antara lain di wilayah Palem, Batam, Lampung, Medan dan Tangerang diantaranya dengan saksi PARLAN dengan cara pembayaran Biyet giro dengan tranfer rekening BCA atas nama terdakwa. Berdasarkan adanya laporan dan informasi dari masyarakat terkait adanya dugaan peredaran obat tradisional/jamu yang tidak memiliki ijin edar maka selanjutnya petugas kepolisian telah melakukan penyelidikan kemudian pada tanggal 8 oktober 2010 sekirat pukul 12.00 WIB tim penyelidik dari MABES POLRI telah melakukan penggeledahan ditempat milik terdakwa yaitu di Jl. Kapten Sukardan Desa Karangjati Rt.0l Rw.04 Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap, dimana petugas telah menemukan barang berupa 2 (dua) unit mesin molen/pengaduk jamu, 200 (dua ratus) karung/bahan serbuk jamu 1 (satu) unit truk Mitsubishi warna kuning No.Pol. B-9305-OM berisi 100 (seratus) karton jamu setiap karton berisi 160 pak dan isi 25 sachet, 550 (lima ratus lima puluh) roll alumunium roll jamu PT GUNA SEHAT (SS), 45 (empat puluh lima) karton jamu setiap karton 160 paks isi 25 sachet, l (satu) paks Hologram, 30 (tiga puluh) karton pembungkus jamu, 4 (empat) unit mesin packing pengemas merk SMS, 6 (enam) tong plastik besar No.l serbuk GUNA SEHAT, 6 (enam) rol aluminium Foll jamu GEMUK dan 2 (dua) rol plastik polos 81 pembungkus kotak, dimana keseluruhan barang-barang tersebut telah dilakukan penyitaan sebagai barang bukti. Perbuatan terdakwa yang memproduksi jamu/obat tradisional tidak memenuhi syarat dan standar sebagai obat tradisional dengan tidak memiliki ijin edar secara sah yang ditentukan oleh ketetentuan perundang-undangan yang berlaku, sehingga tidak dapat dipertanggung jawabkan atas jaminan keamanan mutu, khasiat, manfaatnya terhadap masyarakat sehingga perbuatan yang dilakukan terdakwa merupakan perbuatan yang melanggar ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang Kesehatan. 2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun secara Alternatif, yaitu : KESATU : Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 197 Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; ATAU KEDUA : Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 62 Ayat (l) jo Pasal 8 Ayat (1) huruf a UndangUndang RI No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; 82 3. Pembuktian Hakim dalam perkara ini memeriksa beberapa alat bukti dan barang bukti dalam persidangan, yaitu : a. Alat Bukti Keterangan Saksi 1) Saksi S bin AN, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut : - Saksi kerja di perusahaan Jamu Gemuk Sehat milik terdakwa (SS) sudah 6 bulan yang lalu. - Saksi bertugas sebagai jaga mesin dan packing.. Saksi mendapat gaji sehari Rp.20.000,-(dua puluh ridu rupiah), makan minum ditanggung disana. Jamu yang diproduksi ada 2 (dua) jenis jamu yang diproduksi jamu Gemuk yang menggemukkan badan No.1 Serbuk Guna Sehat Depkes RI No.TR 993200731 dan Jamu Pegel Linu No.2 Serbuk Guna Sehat Depkes RI No. TR 993200721. Antara jamu Gemuk dan Pegal Linu bungkusannya sama warnanya kuning ada gambarnya terdakwa (SS), pake peci, sejak saksi bekerja disitu bungkusannya sama belum pernah ganti. Saksi tidak pernah baca tulisan jamu, komposisinya bagaimana terdiri dari saja dan menurut saksi tidak ada ganjanya, campurannya tradisional, khasiat kegunaannya ada, sedangkan No. Register saksi tidak tahu. - Tugas saksi adalah packing yaitu pengepakan, setelah tepung jamu datang dari tempat penyimpanan, tepung jamu dimasukan dalam corong penampung mesin sachet untuk selanjutnya dikemas dalam pak kecil isi 83 25 sachet dan berikutnya dikemas dalam kantong isi 160 paks, dan selain itu tidak ada tugas lain. Saksi tidak tahu siapa yang mencarnpur jamu karena serbuk jamunya jaraknya kira-kira 50 meter dari pengepakan, orang luar yang lihat seolah-olah rumah, tidak ada tulisan pabrik Jamu, dan di pabrik itu sama kegiatannya jadi satu lokasi, dan disitu ada gudangnya. Apotekernya juga ada tidak mesti tiap hari datang, dan juga tidak ada ruangan untuk percobaan. - Saksi tahu terdakwa dibawa ke Mabes, 3 bulan yang lalu, Mabes datang kira-kira l0 orang, waktu itu hari Jum'at jam 7.30 WIB saksi disuruh kumpul ada 20 orang pegawai lalu ditanyai katerangan dan alamat kemudian setelah itu terdakwa(SS) dibawa ke Mabes, kemudian produksi Jamu libur terhenti sampai sekarang, dan semua karyawannya kehilangan pekerjaan. - Saksi tidak tahu Jamu peredarannya bagimana, dan sebelumnya belum pernah ada masalah baru kali ini. Menurut saksi yang menjadi masalah adalah perijinan ada ijinnya. - Menurut saksi masalah perijinan ada ijinnya. 2) Saksi W bin S, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut : - Saksi kerja di perusahaan Jamu Gemuk Sehat milik terdakwa (SS) sudah 6 bulan yang lalu. 84 - Saksi bertugas sebagai jaga mesin dan packing. Saksi mendapat gaji sehari Rp.20.000,-(dua puluh ridu rupiah), makan minum ditanggung disana. Jamu yang diproduksi ada 2 (dua) jenis jamu yang diproduksi jamu Gemuk yang menggemukkan badan No.1 Serbuk Guna Sehat Depkes RI No.TR 993200731 dan Jamu Pegel Linu No.2 Serbuk Guna Sehat Depkes RI No. TR 993200721. Antara jamu Gemuk dan Pegal Linu bungkusannya sama warnanya kuning ada gambarnya terdakwa (SS), pake peci, sejak saksi bekerja disitu bungkusannya sama belum pernah ganti. Saksi tidak pernah baca tulisan jamu, komposisinya bagaimana terdiri dari saja dan menurut saksi tidak ada ganjanya, campurannya tradisional, khasiat kegunaannya ada, sedangkan No. Register saksi tidak tahu. - Tugas saksi adalah packing yaitu pengepakan, setelah tepung jamu datang dari tempat penyimpanan, tepung jamu dimasukan dalam corong penampung mesin sachet untuk selanjutnya dikemas dalam pak kecil isi 25 sachet dan berikutnya dikemas dalam kantong isi 160 paks, dan selain itu tidak ada tugas lain. Saksi tidak tahu siapa yang mencarnpur jamu karena serbuk jamunya jaraknya kira-kira 50 meter dari pengepakan, orang luar yang lihat seolah-olah rumah, tidak ada tulisan pabrik Jamu, dan di pabrik itu sama kegiatannya jadi satu lokasi, dan disitu ada gudangnya. Apotekernya juga ada tidak mesti tiap hari datang, dan juga tidak ada ruangan untuk percobaan. 85 - Saksi tahu terdakwa dibawa ke Mabes, 3 bulan yang lalu, Mabes datang kira-kira l0 orang, waktu itu hari Jum'at jam 7.30 WIB saksi disuruh kumpul ada 20 orang pegawai lalu ditanyai katerangan dan alamat kemudian setelah itu terdakwa (SS) dibawa ke Mabes, kemudian produksi Jamu libur terhenti sampai sekarang, dan semua karyawannya kehilangan pekerjaan. - Saksi tidak tahu Jamu peredarannya bagimana, dan sebelumnya belum pernah ada masalah baru kali ini. Menurut saksi yang menjadi masalah adalah perijinan ada ijinnya. - Menurut saksi masalah perijinan ada ijinnya. 3) Saksi S, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut : - Saksi kerja di perusahaan Jamu Gemuk Sehat milik terdakwa (SS) sudah 6 bulan yang lalu. - Saksi bertugas sebagai jaga mesin dan packing. Saksi mendapat gaji sehari Rp.20.000,-(dua puluh ridu rupiah), makan minum ditanggung disana. Jamu yang diproduksi ada 2 (dua) jenis jamu yang diproduksi jamu Gemuk yang menggemukkan badan No.1 Serbuk Guna Sehat Depkes RI No.TR 993200731 dan Jamu Pegel Linu No.2 Serbuk Guna Sehat Depkes RI No. TR 993200721. Antara jamu Gemuk dan Pegal Linu bungkusannya sama warnanya kuning ada gambarnya terdakwa (SS), pake peci, sejak saksi bekerja disitu bungkusannya sama belum pernah ganti. 86 Saksi tidak pernah baca tulisan jamu, komposisinya bagaimana terdiri dari saja dan menurut saksi tidak ada ganjanya, campurannya tradisional, khasiat kegunaannya ada, sedangkan No. Register saksi tidak tahu. - Tugas saksi adalah packing yaitu pengepakan, setelah tepung jamu datang dari tempat penyimpanan, tepung jamu dimasukan dalam corong penampung mesin sachet untuk selanjutnya dikemas dalam pak kecil isi 25 sachet dan berikutnya dikemas dalam kantong isi 160 paks, dan selain itu tidak ada tugas lain. Saksi tidak tahu siapa yang mencarnpur jamu karena serbuk jamunya jaraknya kira-kira 50 meter dari pengepakan, orang luar yang lihat seolah-olah rumah, tidak ada tulisan pabrik Jamu, dan di pabrik itu sama kegiatannya jadi satu lokasi, dan disitu ada gudangnya. Apotekernya juga ada tidak mesti tiap hari datang, dan juga tidak ada ruangan untuk percobaan. - Saksi tahu terdakwa dibawa ke Mabes, 3 bulan yang lalu, Mabes datang kira-kira l0 orang, waktu itu hari Jum'at jam 7.30 WIB saksi disuruh kumpul ada 20 orang pegawai lalu ditanyai katerangan dan alamat kemudian setelah itu terdakwa (SS) dibawa ke Mabes, kemudian produksi Jamu libur terhenti sampai sekarang, dan semua karyawannya kehilangan pekerjaan. - Saksi tidak tahu Jamu peredarannya bagimana, dan sebelumnya belum pernah ada masalah baru kali ini. Menurut saksi yang menjadi masalah adalah perijinan ada ijinnya. 87 - Menurut saksi masalah perijinan ada ijinnya. 4) Saksi M, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut : - Saksi kerja di perusahaan Jamu Gemuk Sehat milik terdakwa (SS) sudah 6 bulan yang lalu. - Saksi bertugas sebagai jaga mesin dan packing. Saksi mendapat gaji sehari Rp.20.000,-(dua puluh ridu rupiah), makan minum ditanggung disana. Jamu yang diproduksi ada 2 (dua) jenis jamu yang diproduksi jamu Gemuk yang menggemukkan badan No.1 Serbuk Guna Sehat Depkes RI No.TR 993200731 dan Jamu Pegel Linu No.2 Serbuk Guna Sehat Depkes RI No. TR 993200721. Antara jamu Gemuk dan Pegal Linu bungkusannya sama warnanya kuning ada gambarnya terdakwa (SS), pake peci, sejak saksi bekerja disitu bungkusannya sama belum pernah ganti. Saksi tidak pernah baca tulisan jamu, komposisinya bagaimana terdiri dari saja dan menurut saksi tidak ada ganjanya, campurannya tradisional, khasiat kegunaannya ada, sedangkan No. Register saksi tidak tahu. - Tugas saksi adalah packing yaitu pengepakan, setelah tepung jamu datang dari tempat penyimpanan, tepung jamu dimasukan dalam corong penampung mesin sachet untuk selanjutnya dikemas dalam pak kecil isi 25 sachet dan berikutnya dikemas dalam kantong isi 160 paks, dan selain itu tidak ada tugas lain. Saksi tidak tahu siapa yang mencarnpur jamu karena serbuk jamunya jaraknya kira-kira 50 meter dari pengepakan, 88 orang luar yang lihat seolah-olah rumah, tidak ada tulisan pabrik Jamu, dan di pabrik itu sama kegiatannya jadi satu lokasi, dan disitu ada gudangnya. Apotekernya juga ada tidak mesti tiap hari datang, dan juga tidak ada ruangan untuk percobaan. - Saksi tahu terdakwa dibawa ke Mabes, 3 bulan yang lalu, Mabes datang kira-kira l0 orang, waktu itu hari Jum'at jam 7.30 WIB saksi disuruh kumpul ada 20 orang pegawai lalu ditanyai katerangan dan alamat kemudian setelah itu terdakwa (SS) dibawa ke Mabes, kemudian produksi Jamu libur terhenti sampai sekarang, dan semua karyawannya kehilangan pekerjaan. - Saksi tidak tahu Jamu peredarannya bagimana, dan sebelumnya belum pernah ada masalah baru kali ini. Menurut saksi yang menjadi masalah adalah perijinan ada ijinnya. - Menurut saksi masalah perijinan ada ijinnya. 5) Saksi WS, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut : - Saksi kerja di perusahaan Jamu Gemuk Sehat milik pak Suryo (terdakwa) sudah 6 bulan yang lalu. - Saksi bertugas sebagai jaga mesin dan packing. Saksi mendapat gaji sehari Rp.20.000,-(dua puluh ridu rupiah), makan minum ditanggung disana. Jamu yang diproduksi ada 2 (dua) jenis jamu yang diproduksi jamu Gemuk yang menggemukkan badan No.1 Serbuk Guna Sehat Depkes RI 89 No.TR 993200731 dan Jamu Pegel Linu No.2 Serbuk Guna Sehat Depkes RI No. TR 993200721. Antara jamu Gemuk dan Pegal Linu bungkusannya sama warnanya kuning ada terdakwa (SS), pake peci, sejak saksi bekerja disitu bungkusannya sama belum pernah ganti. Saksi tidak pernah baca tulisan jamu, komposisinya bagaimana terdiri dari saja dan menurut saksi tidak ada ganjanya, campurannya tradisional, khasiat kegunaannya ada, sedangkan No. Register saksi tidak tahu. - Tugas saksi adalah packing yaitu pengepakan, setelah tepung jamu datang dari tempat penyimpanan, tepung jamu dimasukan dalam corong penampung mesin sachet untuk selanjutnya dikemas dalam pak kecil isi 25 sachet dan berikutnya dikemas dalam kantong isi 160 paks, dan selain itu tidak ada tugas lain. Saksi tidak tahu siapa yang mencarnpur jamu karena serbuk jamunya jaraknya kira-kira 50 meter dari pengepakan, orang luar yang lihat seolah-olah rumah, tidak ada tulisan pabrik Jamu, dan di pabrik itu sama kegiatannya jadi satu lokasi, dan disitu ada gudangnya. Apotekernya juga ada tidak mesti tiap hari datang, dan juga tidak ada ruangan untuk percobaan. - Saksi tahu terdakwa dibawa ke Mabes, 3 bulan yang lalu, Mabes datang kira-kira l0 orang, waktu itu hari Jum'at jam 7.30 WIB saksi disuruh kumpul ada 20 orang pegawai lalu ditanyai katerangan dan alamat kemudian setelah itu terdakwa (SS) dibawa ke Mabes, kemudian produksi 90 Jamu libur terhenti sampai sekarang, dan semua karyawannya kehilangan pekerjaan. - Saksi tidak tahu Jamu peredarannya bagimana, dan sebelumnya belum pernah ada masalah baru kali ini. Menurut saksi yang menjadi masalah adalah perijinan ada ijinnya. - Menurut saksi masalah perijinan ada ijinnya. 6) Saksi MI, S.Fam.Apt, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut : - Saksi dulu kuliah di UNS jurusan Farmasi. Saksi bekerja diperusahaan Jamu milik terdakwa sudah 9 bulan. Saksi kerja di perusahaan milik terdakwa (SS) sejak bulan Pebruari 2010, saksi disana sebagai Apoteker, tidak ada ruangan khusus, maupun peralatan khusus untuk menunjang sebagai ahli apoteker. Tugas saksi sebagai Apoteker bertanggung jawab teknis, tugas pokoknya mendaftarkan ijin edar produk Jamu Guna Sehat, mengawasi produksi. Memantau sempel pertinggal dari produk Jamu Guna sehat, memberikan laporan produksi jamu tiap semester atau tiap tahun ke BBPOM Semarang. Tanggung jawab saksi meningkatkan hasil produksi jamu, yang diproduksi adalah Jamu Gemuk Sehat dengan No.TR.103215671 dan Jamu Encok dengan No. TR. 103215661. Menurut saksi bahan campuran jamunya, temu lawak, dan daun kayu putih, tidak ada parasetamol, antalgin, ataupun paramex, semuanya bahan tumbuhan. 91 - Perusahaan terdakwa (SS) diregister, dan ada ijin edarnya dulu dari Departemen Kesehatan, biasanya saksi datang kesana tapi akhir-akhir ini dari Badan Pom yang sering datang ke perusahaan jamu terdakwa. - Kemasan yang lama dengan ijin edar dari Departemen Kesehatan masih dipakai. - Regulasi Badan POM, masih bernaung di Departemen Kesehatan setelah dipisah antara Badan POM dan departemen Kesehatan harus mendaftar lagi dan saksi tidak tahu registernya masih bisa pakai yang lama atau tidak. - Menurut saksi jamu yang laku yang No.2 Jamu Pegel Linu, peredarannya kemana, saksi tidak tahu. 7) Saksi IN, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut : - Saksi adalah tetangga terdakwa. Saksi kerja di Pabrik jamu sejak tahun 2005, berdirinya Jamu terdakwa (SS) tahun 1998. Saksi merupakan orang kepercayaan terdakwa untuk mengurusi keluar masuk jamu, menerima order, menerima uang transfer ke rekening lewat telpon, membayar gaji karyawan. Yang menerima transfer terdakwa sendiri, dan yang mengurusi karyawan ada sendiri. Saksi Menerima pesanan dari Meden, Tangerang, Banten. - Yang meramu jamu terdakwa, tergantung pesanan, tepung temulawak sudah dipesan dari Solo, jamu dikirim ke Medan lewat Lintas Sumatra. 92 - Saat terdakwa meramu jamu saksi tidak mendampingi, saksi datang 2 atau l hari, sehingga kalau terjadi apa-apa yang bertanggung jawab si pemilik. - Pencampuran dan proses produksi ada mesin penggilingnya. Jamu bisa bertahan 2 (dua) tahun, dan Kode register masih ditangani Departemen Kesehatan. - Jamu yang diproduksi ialah Jamu Gemuk Sehat No.TR.103215671 dalam kemasan ditulis hanya Jamu Gemuk dengan No.TR. 993200731. Jamu Encok No.TR.103215661 dalam kemasan tertulis Jamu Pegel Linu No.TR.993200732. - Mabes datang 2 bulan yang lalu, saat Mabes datang semua saksi lagi pada kerja, lalu terdakwa dibawa ke Mabes. Setelah kejadian itu perusahaan tidak berproduksi lagi. - Yang disita Jamu, ramuan jamu, mesin packing, truk untuk untuk ngirim jamu. 8) Saksi Dra.WIW, Apt, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut : - Saksi bekerja di Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah sejak tahuu 2001 sebagai Seksi Farmasi Makanan Minuman dan Perbekalan Kesehatan, Bidang Bindang Sumber Daya Kesehatan. - Tugas pokok saksi adalah sesuai peraturan Gubernur Jawa Tengah No.63 Tahun 2008 tentang penjabaran Tugas Pokok Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, bahwa seksi farmamin dan Perbekes 93 mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teksis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang farmasi, makanan, minuman dan perbekalan kesehatan, meliputi penyediaan dan pengelolaan buffer stock obat propinsi, sertifikasi sarana produksi dan distibusi alat kesehatan rumah tangga kelas II dan pemberian rekomendasi izin industri komoditi kesehatan, pedagang besar farmasi dan pedagang besar alat kesehatan. - Yang dimaksud IKOT adalah Industri Kecil Obat Tradisional adalah industri yang asetnya dibawah Rp.600.000,- (enam ratus ribu rupiah), tidak termasuk harga tanah dan bangunan. Pengertian tersebut berdasarkan Permenkes RI. No. 246/Menkes/Per/V/l990 tanggal 28 Mei 1990 tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan pandaftaran obat Tradisional. Persyaratan penerbitan IKOT antara lain yaitu : 1. Mengurus Persetujuan Prinsip IKOT terlebih dahulu kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah; 2. Mengurus izin usaha IKOT kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. Dalam memberikan ijin IKOT ada penilaian atau diadakannya peninjauan kepada pihak yang memohon ijin IKOT yang disebut sebagai pemeriksaan setempat IKOT yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa dan Dinkes Prov. Jateng terkait dengan izin usaha yang akan dikeluarkan. - Lama berlakunya ijin IKOT, berlaku selama-lamanya tahun, sedangkan ijin usaha IKOT berlaku seterusnya selama IKOT yang bersangkutan 94 berproduksi dan tidak melakukan tindakan pelanggaran seperti dalam ketentuan Permenkes RI No. 246/Menkes/Per/V/1990. - Saksi tidak tahu terdakwa menggunakan obat-obatan campuran yang dipakai apa saja dan juga ijin edarnya bagaimana karena itu kewenangan Badan POM. - Perusahaan PJ Guna Sehat milik terdakwa berdasarkan data yang ada di Dinkes Prov. Jateng terhadap PJ Guna Sehat, telah diterbitkan IKOT dengan No.7I/IZ-IKOT/IX/l999 tanggal 30 Desember 1999. - Keterkaitan antara IKOT dengan obat tadisional/jamu yang diproduksi PJ Guna Sehat milik terdakwa adalah IKOT PJ. Guna Sehat, hanya memproduksi obat tradisional/jamu yang tercantum dalam izin usaha IKOT dan obat tradisional tersebut harus sudah memiliki izin edar dari Menteri Kesehatan RI. - Saksi tahu IKOT terdakwa belum dicabut. 9) Saksi PO, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut : - Saksi bekerja di Agen Bus PT.ALS yang beralamat di Tugu Utara No.2 Sampang Cilacap dan bergerak di bidang jasa angkutan. Saksi kenal dengan terdakwa 4 bulan yang lalu du rumah makan Sari Rasa. - Benar terdakwa pernah mengirim jamu lewat agen Bus ALs, dipak pakai dus, lalu dikirim lewat becak dan saksi menerima pembayaran lewat tukang becaknya, untuk dikirim ke Medan. 95 - Terdakwa sering paket jamu ke Medan, kadang setiap setengah bulan sekali rutin mengirim, saksi tidak pernah tanya apakah jamu itu ada ijinnya atau tidak, dan saksi belum pernah dikasih minum jamu oleh terdakwa. - Saksi tahu jamu Guna Sehat dari Iwan tahun 2010 pertama kali kirim paket. - Setelah paket sampai di Medan setahu saksi di pul di garasi. 10) Saksi P bin S, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut : - Saksi kenal dengan terdakwa sejak tahrun 1995 karena ada hubungan bisnis jamu dengan terdakwa. - Saksi beli jamu dari terdakwa dan memasarkan produksi PJ.Guna Sehat nama Jamunya Jamu Gemuk No.l dan Jamu Pegal Linu No.2. Saksi tidak pernah memperhatikan dan membaca sampai mendatail, dan apakah ada kadaluwarsanya apa tidak. Saksi beli jamu pada terdakwa tidak pernah mengendap, langsung habis dalam jangka satu bulan, karena saksi adalah agen. Jamu tersebut saksi pasarkan keliling pakai sepeda motor ke kampung-kampung di Tangerang. Saksi kalau pesan sampai 150 karton setiap karton berisi 160 pak dan setiap pak berisi 25 sachet, dan harga I pak Rp.13.000,- saksi jual Rp.14.000,- dan uang pembelian saksi tansfer langsung ke terdakwa. Sekarang berhenti sementara karena terdakwa lagi ada masalah dibawa ke Mabes, dan saksi usaha lain. 96 - Saksi sudah tidak punya Jamunya, sudah habis semua dan sekarang banyak yang pesan. Selama berjualan jamu tidak pernah ada pembeli yang komplain, dan kalau jamu habis saksi minta dikirim. - Barang bukti truk milik saksi, tetapi disewa oleh terdakwa untuk dioperasikan mengirim jamu dan sudah I tahun truk dioperasikan dan BPKB diperlihatkan milik saksi. Sampai sekarang masih disewa oleh terdakwa, dan saksi sangat membutuhkan, untuk angkutan mencari nafkah. 11) Saksi SA, S.H, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut : - Saksi bertugas di unit I Direktorat V Tipidter Bareskrim Polri. Tugas salah satunya adalah menegakan hukum dibidang kesehatan dan perlindungaan konsurnen, dan menangkap terdakwa berdasarkan surat tugasnya dari Kabareskrim. Saksi menangkap terdakwa pada hari Jum'at tanggal 8 Oktober 2010 jarn 11.00 WIB, saksi bersama tim jumlahnya I orang menangkap pemilik pengusaha jamu Guna Sehat, yang beralamat di Jl.kapten Sukardan, Desa Karangiati Rt.01 Rw.04, Kecarnatan Sampang, Cilacap. Waktu itu terdakwa tidak ada ditempat dan dapat kabar kalau terdakwa ada di Pekalongan, lalu kami ke Pekalongan dan menemukan terdakwa di hotel sedang tidur lalu kami tangkap. - Saksi tidak melakukan penangkapan pada karyawannya dan saksi bertemu dengan karyawannya sekitar 26 orang sedang memproduksi jamu milik 97 perusahaan Jamu Guna Sehat lalu saksi mengelompokkan mereka sesuai dengan tugas mereka masing-masing, pengepakan, packing, pencampuran, operator mesin lalu mereka semua dibawa ke Polsek sampan untuk dimintai keterangan saja. - Disana tidak ada tulisan Pabrik Jamu Guna Sehat, ada 3 lokasi dibangunan yang berbeda dan berkisar 50 meter jaraknya. Disana saksi temukan sedang melakukan produksi. - Benar saksi menyita barang-barang bukti berupa: 2(dua) mesin molen/pengaduk jamu; 200 (dua ratus) karung bahan/serbuk jamu; l (satu) unit truk Mitsubishi warna kuning plat Nomor B-9305-OM berisi 100 (seratus) korton, 1 karton isi 160 paks, 1 pak isi 25 shacet; 550 (lima ratus lima puluh) rol allumunium foil jamu PJ Guna Sehat (SS); 45 (empat puluh lima) karton jamu, 1 karton isi 160 paks dan 1 pak isi 25 shacet; 1 (satu) paks Hologram; 30 (tiga puluh) karton pembungkus jamu; 4 (empat) unit mesin packing pengemas makmur perkasa; 2 (dua) unit mesin packing pengemas merk SMS; 6 (enam) tong plastik besar warna merah berisi bahan jamu; 5 (ima) karton isi jamu Gemuk (menambah berat badan) Nomor 1 serbuk Guna sehat; 6 (enam) rol alumuniurn foil jamu Gemuk; 2 (dua) rol plastik pembungkus kotak, dan disana tidak ada obatobatannya. - Barang bukti truk berisi jamu sudah dipecking di dus penuh diatas truk, saksi tidak tahu mau dikirim kemana. 98 - Jenis jamu yang diprodulsi oleh perusahaan Jamu Guna Sehat milik terdakwa yaitu Jamu Gemuk No.l, Serbuk Guna Sehat Depkes RI No.TR 99320073l dan jamu Pegal Linu No.2 Serbuk Guna Sehat Depkes RI TR 993200721. Jamu tersebut tidak memiliki ijin TR karena yang ditunjukan pada saksi waktu itu adalah TR yang sudah dicabut dan nama yang ada pada TR juga tidak sesuai tulisan yang ada pada kemasan, ditambah pada setiap kemasan tidak dicantumkan tanggal kedaluwarsanya. - Saksi tahu kalau TR tidak sesuai dari Badan POM, setelah 2 minggu kemudian saksi ke TKP. Dan dua-duanya tidak sesuai TR nya karena waktu itu kita cocokan TR nya. - Sebelum penggeledahan beli dipasar dulu lalu disample. Waktu penggeledahan ada surat pencabutan yang lama, memproduksi lagi No. 1 yang dipakai untuk produk lama, yang lama dicabut karena mengandung kefein tapi ijin yang lama dipakai untuk sekarang. - Selanjutnya penasihat hukum menunjukan surat keterangan dan menjelaskan (ini TR Guna Sehat bulan Juni 2010) sebelum penangkapan, dan ini TR setelah penangkapan bulan Oktober 2010. - Saksi tidak tahu apakah PJ Guna sehat ada ijin produksinya atau tidak dan saksi juga tidak tahu kalau terdakwa dapat surat dari Badan POM kalau dapat menggunakan yang lama. Saksi cuma dengar-dengar saja kalau jamu encok yang dulu menggunakan kafein. 99 - Terdakwa menyalahgunakan TR yang sudah dicabut tetapi digunakan lagi disitu TR yang lama (barang bukti jamu diperlihatkan). Atas keterangan terdakwa TR yang lama masih dipakai atau belum dicabut, setelah yang baru turun terdakwa dikasih keterangan tertulis kalau yang lama masih bisa dipakai. b. Alat Bukti Keterangan Ahli 1) Aman Sinaga, S.H, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut : - Saksi sebagai Ahli Sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2005, saksi memangku jabatan struktural pada Direktorat perlindungan Konsumen, namun sejak tahun 2006 sampai tahun 2009 sebagai praktisi perlindungan konsumen ditunjuk sebagai konsultasi/asisten berdasarkan surat penunjukan No.82/PDN-4/TUSP/3/2010 tgl 1 Maret 2010, mempunyai tugas antara lain: 1. kasus pengaduan konsumen pelanggaran terhadap Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; 2. Rancangan Peraturan Perundang-undangan dibidang perlindungan konsumen; 3. Pemahaman Substansi UUPK dan kaitannya dengan Perundang-undangan lainnya; 4. Kerjasama pemerintah dan lembaga Non Pemerintah dalarn menyelenggarakan perlindungan konsume; 5. Memberikan keterangan ahli atas kasus tindak pidana di bidang perlindungan konsumen yang sedang ditangani oleh pihak Kepolisian, Kejaksaan atau Pengadilan atas pelanggaran Undang-Undang Perlindugan Konsumen. 100 - Keahlian saksi dibidang Perlindungan Konsumen adalah karena turut menyusun Undang-Undang RI No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen berikut Peraturan Pelaksanaannya dan juga menjadi pembicara (nara sumber) baik di pusat maupun di daerah mengenai sosialisasi Perlindungan Konsumen dan mengisi acara perlindungan konsumen. - Menurut ahli pelanggaran Jamu Guna Sehat milik terdakwa tanpa pencantuman kadaluwarsa diatur dalam peraturan Undang-Undang RI No.8 tahun 1999. Barang barang bukti diperlihatkan betul ini tidak ada kadaluwarsanya kapan. Menurut saksi kadaluwarsa wajib ditancumkan kalau tidak ancaman hukumannya 2 tahun atau denda 2 Milyard. - Menurut saksi dalam kaitan dengan perkara ini pernah di sosialisasikan atau belum itu bukan wewenang saksi. - Menurut saksi ada pelanggaran dengan tahun pencantuman yaitu melanggaran Pasal 8 ayat (1) huruf g Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu TR lama, dimana yang lama direcal tapi digunakan untuk jamu yang baru, yang diatur dalam pasal 8 ayat (1) huruf g Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah encok tapi yang muncul pegal linu. - Menurut saksi selaku IKOT tidak dibatasi produksi besar atau home industri dan itu tugas Badan POM. 2) Imelda Ester Riana, P.ST.MKM, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut : 101 - Saksi sebagai Ahli tugasnya sebagai Kepala seksi Pengawasan Penandaan dan Promosi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan tahun 2008 sampai sekarang. Jabatan saksi adalah Kepala Seksi Pengawasan dan Penandaan Promosi Obat Tradisional dan Suplemen makanan, saksi bertanggung jawab untuk menyiapkan bahan perumusan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaporan, serta melakukan pengawasan promosi (iklan brosur, dll) serta penandaan dan melakukan inspeksi sarana produksi dan distribusi Obat Tradisional dan Suplemen makanan. - Pengalaman saksi menjadi ahli pada perkara pidana memproduksi dan atau mengedarkan obat tradisional tanpa ijin edar dan atau mengandung bahan obat kimia. - Saksi tahu perkara ini mengenai Jamu Guna Sehat, dan saksi tidak begitu hapal ada berapa produk. Saksi mengetahui Jamu Guna Sehat memproduksi yaitu Jamu Gemuk No.1 yang digunakan No. lama yang memang sudah daftar ulang dan memang komposisinya No.l dulu Gemuk Sehat (GS) yang disetujui oleh Badan Pom dan kemasanya harus sama. Tidak seperti Barang bukti komposisinya berbeda (barang bukti dilihatkan). Yang disetujui kemasan lama, panax gingseng di Gemuk Sehat tidak ada, dilifer yang disetujui 5% disini l5%, komposisinya tidak sama, dan gambarnya tidak sama. Khasiatnya dulu badan sehat dan 102 nyenyak tidur dan sekarang yang baru membantu memperbaiki nafsu makan. Untuk aturan minum sama. Kemasannya Kuning TR yang lama yang dulu masih dipakai boleh menghabiskan sampai bulan Maret 2011 mengajukan permohonan ijin analisinya harus sama persis dengan yang dulu. - Hakim lalu memperlihatkan barang bukti yang pertama yaitu Jamu Gemuk (menambah berat badan) No.l Serbuk Guna Sehat DEPKES RI No.TR.993200731 diproduksi oleh PJ.Guna Sehat terdakwa SS Cilacap Indonesia. Kedua Jamu Pegal Linu (menyembuhkan pegalinu) No.2 Serbuk Guna Sehat DEPKES RI No.TR.993200721 Diproduksi oleh PJ.Guna terdakwa SS Cilacap. Berdasarkan Keputusan Dirjen POM No.0515/reg/B/99 tanggal 11 Oktober 1999, DEPKES RI NO. TR 99320073I merupakan ijin edar untuk obat tradisional Gemuk Sehat GS dengan nama usaha industri PJ Serbuk Guna Sehat bukan Jamu Gemuk (penambah berat badan). No.1 Serbuk Guna Sehat diproduksi oleh PJ.Guna Sehat terdakwa SS dimana Jamu Gemuk (menambah berat badan) No.l Serbuk Guna Sehat Diproduksi oleh PJ.Guna Sehat terdakwa SS sudah direcal (ditarik dari peredaran) karena mengandung kafein. - Kandungan ada masalah di registrasi didata base waktu pendaftaran. Waktu mendaftar dulu tahun 2002 mengandung kafein tidak bolah untuk obat apapun. Untuk Jamu Gemuk Sehat ijin tahun 2002 yang mengandung kafein kalau ada yang daftar dengan No register tersebut tidak akan 103 dikasih ijin. Saksi tidak ikut mengawasi perijinan karena hal tersebut merupakan tugas Badan Pom. - Badan Pom pernah mengadakan pembinaan dengan dikumpulkan dan menerangkan, kalau ada yang mengandung kafein tidak akan diberikan nomor kecuali dia daftar yang baru. Kalau mendaftar lagi dengan produk yang sama tidak akan dikasih lagi. - Tidak dibenarkan terjadinya perbedaan nama obat tradisional, tentunya nama obat tradisional yang tercantum dalam izin edar harus sama dengan nama obat tradisional yang diproduksi oleh suatu usaha industri obat tradisional. Bilamana obat tadisional berbeda dengan yang tercantum di surat izin edar maka dapat dianggap produk tersebut tidak terdaftar. - Untuk jamu encok ditemukan awalnya pegal linu yang daftarnya adalah jamu encok, jadi pegal linu hanya ijin edar keluarnya 11 oktober 2009 mengandung parasetamol diterimakan tanggal 23 Desember 2009 sehingga pegal linu yang ditarik karena tidak terdaftar (fikti).. - Pada tahun 2002 yang direcal yaitu produk Jamu encok dan Jamu Gemuk Sehat. Jamu Gemuk dan Gemuk Sehat tidak sama Gemuk Sehat didaftar tahun 1999. Yang direcal tahun 2002 TR untuk Jamu Gemuk Sehat: 993200731, dan untuk jamu Encok: 993200721. Jamu Gemuk Sehat dan Encok yang direcal karena tidak ada label. - Saksi selalu mengadakan cek karena saksi punya Balai Pom di Semarang untuk melakukan pembinaan. Yang dilakukan pertama oleh produsen 104 adalah pendataan gambarnya, jika beda maka harus dipersamakan, kemudian penamaan kalau nama tanpa ijin edar maka akan direcall. Pada saat mendaftar produsen yang berkonsultasi akan dikasih tahu gambar dan label harus sama. Setiap produk yang terdaftar mengandung obat, jika ijin akan dibatalkan maka langsung direcall (pembatalan). Ijin gambar atau lebelnya itu boleh didalam dan diluar dan cukup satu, kalau luar dan dalam beda harus ada diganti, luar dan dalam harus sama komposisinya. - Penemuan Penyidik Badan Pom Pendataan lebel harus sama, sehingga harus memperketat lagi pengawasannya, dan pemeriksaannya juga harus rutin. Bahwa atas keterangan saksi tersebut terdakwa memberikan tanggapan sebagai berikut: - Harusnya Badan POM turun dulu dan mengadakan pengecekan. - Badab POM harusnya mengecek kerumah, karena terdakwa bolak balik ke Badan POM tidak ada masalah. Belum ada yang memberi tahu untuk pencetakan harus sama persis karena prosuk di Cilacap masih sama seperti itu. - Kesalahan jangan disalahkan ke terdakwa semua. Pemerintah itu bapak, terdakwa ibarat anak. 105 c. Alat Bukti Keterangan Saksi A De Charge 1) Amir Fatah, S.H, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut : - Saksi sebagai Ketua Koperasi Anekasari, berdiri tanggal 12 April 1987, berbadan hukum tahun 1999, kumpulan pengrajin-pengrajin jamu, jadi ketua koperasi sejak tanggal 1 Januari 2008 sampai dengan sekarang. Jumlah yang menjadi anggota koperasi semua 256. Untuk menjadi anggota Koperasi syarat-syaratnya yaitu menyerahkan foto-copy KTP, memiliki usaha dibidang jamu dan tata tertib jamu. Anggota Koperasi harus punya ijin produksi mendaftar dulu baru punya ijin produksi, harus ada IKOT ijin uhasa. Selalu diadakan kumpulan seluruh anggota koperasi, dilakukan secara berkala 3 bulan sekali, sebagai pembicaranya dari Badan POM Deperindakkop. - Ijin edar harus ada kesamaan dan pernah dimasalahkan pada tanggal 12 April 2010. Waktu itu TR maih dibawah Dinas Kesehatan tapi terdakwa mengikuti TR yang dikeluarkan oleh badan POM, karena sebelumnya di Dinas Kesehatan juga sudah dilakukan pendaftaran oleh terdakwa. - Saksi tidak paham kapan berdirinya Jamu Guna Sehat milik terdakwa, dan juga kapan produksinya saksi tidak tahu. Saksi hanya tahu tiap perusahaan Jam punya apoteker dari 256 mako kecil dan menengah dibedakan, dibikin kelompok-kelompok 1 apoteker, sedangkan untuk terdakwa IKOT dan Badan POM sudah punya Apoteker sendiri. 106 - Laporan dari Din Kes komposisi jamu Guna Sehat, belum pernah recall semenjak saya pimpin tahun 2008 sampai dengan sekarang. Ada sampling hasil sampling ditembuskan ke Koperasi untuk mengetahui kebenaran Jamu ini sama dengan jamu palsu yang tidak didaftarkan di Badan Pom. Menurut saksi belum pernah ada Jamu Guna Sehat menggunakan obatobatan tertentu. Saksi tahu tentang Jamu Guna Sehat yang waktu itu didatangi Mabes satu tim hasilnya tidak ada kordinasi yang dipermasalahkan antara TR Din Kes dan TR Badan POM. Etikat yang lama yang baru belum habis bisa digunakan sarnpai habis boleh menggunakan perpanjangan. 2) Sudiarto, S.H, di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut : - Saksi berkerja sebagai Humas Internal kedalam dan keluar, ada yang mau kerja sama berbagai pihak persoalan pembukuan terkait pemodalan dan lain-lain. - Pihak Koperasi bisa membantu ijin produksi. Yang terjadi dengan terdakwa, dulu kewenangan di Din Kes sekarang di Badan Pom. Setelah diperiksa oleh penyidik Jamu mengandung narkoba. Saksi mendengar dari Koperasi Dinas Kesehatan, boleh mengajukan terkait mengajukan permohonan. Dan terdakwa dulu sudah ngurus ljinnya sampai pertengahan tahun 2011 ke Badan Pom Jakarta. 107 - Jamu di Cilacap anggotanya semua 256 masih berjalan, ada yang aktif dan yang masih berjalan, yang aktif ada 100 lainnya tidak aktif. - Semenjak kejadian ini Din Kes dan sebelum Mabes turun, Badan Pom tidak Pernah datang untuk sosialisasi dan memang belum pernah ada sosialisasi dari Badan POM. - Kesalahan terdakwa masalah itikad. - Terdakwa sebagai anggota koperasi sangat baik, jiwa sosialnya tinggi dan terdakwa sangat masih bisa dibina. Terdakwa bikin Jamu sangat bermanfaat bagi masyarakat, dengan hasil produksi jamunya terdakwa bisa membangun Masjid, jalan, Mushola dan saksi setuju sekali. Terdakwa punya anak 4, istri 1, istri yang dulu meninggal. - Saksi sebagai kordinator wilayah Cilacap mengkordinir jamu Guna Sehat ada data-datanya lengkap. Guna Sehat datanya Gemuk dan Pegal Linu, dan ijin edar Encok dan Gemuk Sehat di Koperasi namanya Pegal Linu dan Gemuk untuk sinonim saja. Saksi merasa belum pernah rnendaftarkan pegal linu sinonim saja. d. Alat Bukti Keterangan Terdakwa Di persidangan telah pula didengar keterangan terdakwa yang pada pokoknya sebagai berikut : 108 - Empat bulan yang lalu ada Mabes Polri datang kerumah terdakwa lalu membawa produk-produk Jamu terdakwa dan waktu itu terdakwa sedang tidak ada ditempat. - Terdakwa mempunyai perusahaan Jamu namanya jamu Guna Sehat, dan berdirinya sejak tahun 1995 sampai dengan sekarang. Perusahan Jamu terdakwa momproduksi 2 macam jamu yaitu Gemuk Sehat No.l dan Pegal Linu No.2. Jamu tersebut bahan-bahannya dari temulawak. Perusahaan tersebut punya ijin produksi, sejak tahun 2007 dan masih berjalan sampai sekarang, aturan baru dan perpanjangan sudah terdakwa lakukan. Terdakwa memperkerjakan Apoteker. Jamu-jamu tersebut rutin disampling setiap 2 bulan sekali, hasilnya tidak ada campurannya. Jamu-jamu tersebut diedarkan ke Tangerang, Banten, Batam, Medan. - Sebelumnya jamu-jamu belum penah ada masalah dan baru sekali ini, katanya TR yang lama sudah diperbaharui. Selama mendirikan jamu mengajukan TR satu kali untuk selamanya. Pada kemasan yang ini (barang bukti) dilihatkan sama dengan TR yang lama, tapi TR sama dengan yang dulu karena kata Badan POM bisa ada perubahan gambar dan bisa divariasi, TR yang mengeluarkan adalah Dinas kesehatan. Tanggal 31 Maret 2011 baru ada pemberitahuan bahwa TR lama berbeda dengan yang baru. - Yang merakit jamu terdakwa sendiri, terdakwa yang beli tepung temulawak, tepung kunyit, tepung sambilata, dan tepung-tepung itu bisa dibedakan dari 109 bau dan rasa. Terdakwa belinya karungan dan diaduk pakai mesin pengaduk jamu, dan sering didampingi oleh Apoteker dengan saling tukar pendapat. - Selama terdakwa memproduksi jamu belum pernah ada komplain, tapi kalau komplain bagus pernah ada. Waktu itu ada seorang dokter dari Lampung yang memesan Jamu terdakwa 25 pak dibawa ke Lampug katanya cocok. Dan dari Tangerang juga pernah datang satu keluarga memesan jamu terdakwa katanya cocok. Terdakwa masih akan memproduksi jamu lagi setelah ini untuk kedepannya. - Terdakwa menggunakan gambar pada lebel jamu sejak tahun l985 boleh dirobah-robah ditambahi foto. Badan Pom pernah datang pada tahun 1995 untuk ngecek lagi. Perubahan TR dari Badan POM disertai logo-logo. Terdakwa datang ke Jakarta 6 bulan pakai lebel, tadinya di print. Yang terakhir waktu jadi masalah adalah TR yang baru belum keluar, TR yarrg lama masih bisa digunakan. - Jamu encok dan pegal linu komposisinya sama, karena encok dan pegal linu sama saja. Prodak-prodak yang terdakwa edarkan tidak mencantumkan kode dan kadaluwarsanya karena terdakwa tidak tahu jadi sebuah kesalahan, karena jamu terdakwa tidak lebih dari 2 bulan sudah habis. - Pegal linu permohonan TR Pegal Linu semplenya kesana dulu tidak mengandung kafein lalu di Acc, Pegal Linu dan encok yang disetujui. Dan menurut pemahaman terdakwa antara pegal linu dan encok sama dan selama 110 ini tidak ada respon dari masyarakat jadi terdakwa tetap pakai itu. Jadi menurut terdakwa TR keluaran Encok dan Pegel Linu adalah sama. Dan terdakwa tidak pernah mengeluarkan encok. - Sebelum 2 produk tersebut, dulu pertama kali terdakwa mengajukan 7 produk yaitu: No.1 Jamu Gemuk; No.2 Jamu Pegal Linu; No.3 Jamu pelangsing; No.4 kencing Manis; No.5 Jamu Kuat Lelaki; No.6 Jamu Sehat perempuan; N0.7 Jamu Sari rapat. Dan sekarang tinggal 2 yaitu Jamu Gemuk Sehat dan Pegal Linu produk yang lain kurang Iaku. - Kalau ada perubahan-perubahan sedikit variasi gambar untuk ketentuan secara formal tidak boleh merubah gambar komposisi dan harus mencantumkan kadaluwarsanya dan terdakwa menyadari kesalahannya. Benar kedua produk ini sudah minta ijin untuk memperpanjang sampai tangga 30 April 2011 (Surat ijin diperlihatkan). Untuk produk encok dan pegal linu sudah didaftar ulang, dan benar pegal linu yang terdakwa edarkan. Selain 2 produk terdakwa tidak mengedarkan yang lainnya. Pegal linu juga sudah diperpanjang. - Terdakwa mau bekerja sama dengan Badan POM karena sebelumnya tidak ada yang memberitahu pengarahan-pengarahan dan terdakwa siap dibina. - Sejak peristiwa 4 bulan yang lalu belum berproduksi lagi dan karyawannya masih pada nganggur tetapi terdakwa masih mengaji karyawannya, karyawannya ada 25 orang. Keluarga terdakwa yaitu istri l, anak 4 yang besar umur 15 tahun yang paling kecil satu setengah tahun. Terdakwa belum pernah 111 dihukum, terdakwa juga menerangkan barang bukti yang diajukan didepan persidangan adalah benar. e. Barang Bukti a. 2 (dua) mesin molen/pengaduk jamu. b. 4 (empat) unit mesin packing merk makmur Perkasa. c. 2 (dua) Unit Mesin packing pengemas merk SMS. d. 200 (dua ratus) karung bahan/serbuk jamu. e. 100 (seratus) karton jamu @ karton isi 160 pak @ pak isi 25 sachet. f. 550 rol aluminium foil jamu P.J.Guna Sehat (SS). g. 45 (empat puluh lima) karton jamu @ karton isi 160 pak @ pak isi 25 sachet. h. I (satu) pak hologram. i. 30 (tiga puluh) karton pembungkus jamu. j. 6 (enam) tong plastik besar wama merah berisi bahan jamu. k. 5 (ima) karton isi jamu gemuk (menambah berat badan No.l) serbuk GUNA SEHAT. l. 6 (enarn) rol aluminium foil jamu gemuk. m. 2 (dua) rol plastik polos pembungkus kotak jamu. n. 1 (satu) unit Truk Mitsubishi warna kuning Plat B-9305-OM beserta kunci. 4. Tuntutan Penuntut Umum 112 Setelah mendengar keterangan para saksi, keterangan ahli, ketrangan saksi A De Charge, keterangan terdakwa serta memperhatikan barang bukti yang diajukan dipersidangan, maka Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan sebagai berikut : 1. Menyatakan terdakwa (SS), telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat tradisional yang tidak memenuhi standar atau persyaratan” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 197 Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sesuai dakwaan kesatu Jaksa Penuntut Umum; 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa (SS) berupa; 2.1 Pidana penjara selama 8 (delapan) bulan, penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan. 2.2 Denda sebesar Rp.40.000.000,- (empat puluh juta rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan. 3. Menyatakan barang bukti berupa: a. 2 (dua) mesin molen/pengaduk jamu. b. 4 (empat) unit mesin packing merk makmur perkasa. c. 2 (dua) unit mesin packing pengemas merk SMS. Masing-masing dirampas untuk Negara. d. 200 (dua ratus) karung bahan/serbuk jamu. e. 100 (seratus) karton jamu @ karton isi 160 pak @ pak isi 25 sachet. f. 550 rol atuminium foil jamu P.J.Guna Sehat (SS). 113 g. 45 (empat puluh lima) karton jamu @ karton isi 160 pak @ pak isi 25 sachet. h. I (satu) pak hologram. i. 30 (tigapuluh) karton pembungkus jamu. j. 6 (enam) tong plastik besar warna merah berisi bahan jamu. k. 5 (ima) karton isi jamu gemuk (menambatr berat badanNo.l) serbuk GUNA SEHAT. l. 6 (enam) rol aluminium foil jamu gemuk. m. 2 (dua) rol plastik polos pembungkus kotak jamu. Masing-masing dirampas untuk dimusnahkan; n. 1 (satu) unit Truk Mitsubishi warna kuning Plat B-9305-OM beserta kunci. Dikembalikan pada yang berhak yaitu salcsi Parlan Bin Santurji. 4. Menyatakan pula agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp.2.500,- (Dua ribu lima ratus rupiah). 6. Putusan Pengadilan Negeri a. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan para saksi, keterangan ahli, keterangan saksi A De Charge, keterangan terdakwa dihubungkan dengan barang bukti yang diajukan dipersidangan maka ditemukan fakta-fakta hukum sebagai berikut : 114 1. Bahwa benar, terdakwa (SS), mendirikan usaha obat tradisional/jamu yang bernama PJ GUNA SEHAT di Jl.Kapten Sukardan Desa Karangjati Rt.0l Rw.04 Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap. Selanjutnya Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah telah menerbitkan Ijin Usaha Kecil Obat Tradisional (IKOD) terhadap PJ GUNA SEHAT No.71/IZ-IKOT/IX/1999 tanggal 30 Desember 1999 dimana terdakwa dalam menjalankan usahanya telah memproduksi obat tradisional/jamu yaitu jamu GEMUK SEHAT GS yang telah memiliki ijin Dirjen POM. Nomor: 0515/Reg/B/99 tanggal 11 Oktober 1999 Nomor ijin eder POM. TR/103215671. Depkes Rl No.TR 993 200 731 produksi PJ GUNA SEHAT dan jamu ENCOK ijin Dirjen POM Nomor: 0514/Reg/99 tanggal11 Oktober 1999 Nomor ijin edar POM TR.103215661, Depkes RI No.TR 993 200 721 produksi PJ GUNA SEHAT. 2. Bahwa benar, berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor 0474/Reg/B1/2010 tanggal 14 Juni 2010 produksi jamu GEMUK SEHAT GS milik terdakwa, dinyatakan tidak berlaku dan sudah direcall (ditarik dari peredaran) karena mengandung kafein dan berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor : 0473/Reg/B1/2010 tanggal 14 Juni 2010 perijinan produksi jamu ENCOK milik terdakwa telah dinyatakan tidak berlaku dan sudah direcall (ditarik dari poredaran) karena mengandung Paracetamol. 3. Bahwa benar, terdakwa justru memproduksi dan mengedarkan obat tradisiona/jamu yaitu jamu merk JAMU GEMUK ( menambah berat badan) No.l SERBUK GUNA SEHAT yang belum memiliki ijin perijinan dan telah 115 menggunakan Nomor ijin edar jamu GEMUK SEHAT GS dengan ijin Dirjen POM Nomor : 0515/Reg/B/1999 tanggal 11 Oktobet 7999 Nomor Ijin edar POM TR.103215671 Depkes RI No.TR 993 200731 produksi PJ serbuk guna sehat yang telah dinyatakan tidak berlaku serta tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa. 4. Bahwa benar, terdakwa juga telah memproduksi dan mengedarkan obat tadisional/jamu yaitu jamu merk JAMU PEGALLINU (menyembuhkan pegal linu) No.2 SERBUK GUNA SEHAT yang belum memiliki perijinan dan telah menggunakan Nomor ijin edar jamu ENCOK ijin Dirjen POM Nomor :0514/Reg/B/99 tanggal 11 Oktober 1999 Nomor Ijin edar POM TR.103215661, Depkes RI No. TR 993 200 721 produksi PT GUNA SEHAT yang telah dinyatakan tidak berlaku serta tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa. 5. Bahwa benar, tugas Badan POM yaitu menguji yang akan diedarkan. Pas meregistrasi barang yang mau didaftar diuji di laboratorium, setelah diuji dilaporkan, diajukan lalu diproses. 6. Bahwa benar, tidak dibenarkan terjadinya perbedaan nama obat tadisional antara nama obat tradisional yang tercantum dalam ijin edar tradisional yang diproduksi PJ Guna Sehat, tentunya nama obat tradisional yang tercantum dalam izin edar harus sama dengan nama obat tadisional yang diproduksi oleh suatu usaha industri obat tradisional. Bilamana obat tradisional berbeda 116 dengan yang tercantum di surat izin edar maka dapat dianggap produk tersebut tidak terdaftar. 7. Bahwa benar, untuk temuan encok ditemukan awalnya pegal linu daftarnya encok jadi pegal linu hanya ijin edar keluarnya 11 Oktober 2009 mengandung parasetamol diterimakan tanggal 23 Desember 2009, Pegal linu yang ditarik karena tidak terdaftar (fiktif). 8. Bahwa benar, Jamu Gemuk No.l Serbuk Guna Sehat Depkes RI No.TR 99320073l dan jamu Pegal Linu No.2 Serbuk Guna Sehat Depkes RI TR 993200721. Dan jamu tersebut tidak memiliki ijin TR dan yang diperlihatkan pada saat penyidikan adalah TR yang sudah dicabut dan nama yang ada pada TR juga tidak sesuai tulisan yang ada pada kemasan, ditambah pada setiap kemasan tidak dicantumkan tanggal kedaluwarsanya. 9. Bahwa benar, pada saat dilakukan penggeledahan oleh pihak yang berwenang terdapat surat pencabutan yang lama, kemudian memproduksi lagi No 1 yang dipakai untuk produk lama, yang lama dicabut karena mengandung kafein tapi tetap dipakai. Ijin yang lama dipakai untuk sekarang. 10. Bahwa benar, pihak yang berwenang telah menyita barang-barang bukti berupa: 2(dua) mesin molen/pengaduk jamu; 200 (dua ratus) karung bahan/serbuk jamu; l (satu) unit truk Mitsubishi warna kuning plat Nomor B9305-OM, berisi 100 (seratus) korton, I karton isi 160 paks, 1 pak isi 25 shacet; 550 (lima ratus lima puluh) rol allumunium foil jamu PJ Guna Sehat Suryo Sudarmo; 45 (empat puluh lima) karton jamu; I karton isi 160 paks dan 117 1 pak isi 25 shacet; l (satu) paks Hologram; 30 (tiga puluh) karton pembungkus jamu; 4 (empat) unit mesin packing pengemas makmur perkasa; 2 (dua) unit mesin packing pengemas merk SMS; 6 (enam) tong plastik besar warna merah berisi bahan jumu; 5 (lima) karton isi jamu Gemuk (menambah berat badan) Nomor 1 serbuk Guna Sehat; 6 (enam) rol alumunium foil jamu Gemuk; 2 (dua) rol plastik pembungkus kotak. Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan disusun dalam bentuk Alternatif, maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan dakwaan yang dianggap terbukti yaitu dakwaan kesatu Penuntut Umum terlebih dahulu. Menimbang, bahwa Majelis Hakim terlebih dahulu akan mempertimbangkan apakah perbuatan Terdakwa mengandung ursur-unsur sebagaimana yang dimaksud dalam dakwaan kesatu yaitu melanggar Pasal 197 Undang-Undang RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan unsur-unsurnya sebagai berikut: 1. Setiap Orang; 2. Dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar; Ad. 1. Unsur Setiap Orang Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan unsur "setiap orang” adalah manusia sebagai subyek hukum natural yang mampu bertanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukannya; Menimbang bahwa terdakwa (SS) telah dihadapkan oleh Penuntut Umum sebagai terdakwa dalam perkara ini, lengkap dengan identitasnya sebagaimana 118 tercantum dalam dakwaan dan uraian di atas serta dibenarkan oleh saksi-saksi dan tidak pula disangkal oleh terdakwa, sehingga tidak dikawatirkan akan terjadi error in persona; Menimbang, bahwa berdasarkan pengamatan Majelis Hakim dipersidangan, terdakwa dinilai sehat jasmani maupun rohani dan tidak pula ditemukan hal-hal yang dapat menghapuskan sifat pertanggungjawaban atas diri para terdakwa; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas unsur "setiap orang" telah terpenuhi menurut hukum dan keyakinan. Ad. 2. Unsur Dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar Menimbang, bahwa unsur ini bersifat elemen alternatif, artinya cukup salah satu elemen yang terkandung dalam unsur ini telah terbukti terhadap perbuatan yang telah dilakukan, maka sudah cukup untuk dinyatakan unsur ini telah terpenuhi; Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan sediaan farmasi bendasarkan Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika; Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan ahli IMELDA ESTER RIANA P.ST.MKM. yang menerangkan berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor :0474/Reg/B1/2010 tanggal 14 Juni 2010 produksi jamu GEMUK SEHAT GS milik terdakwa, dinyatakan tidak berlaku dan sudah di recall (ditarik dari peredaran) karena mengandung kafein dan berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor :0473/Reg/B1/20l0 tanggal 14 Juni 2010 perijinan produksi jamu 119 ENCOK milik terdakwa telah dinyatakan tidak berlaku dan sudah direcal (ditarik dari peredaran) karena mengandung Paracetamol. Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi yang saling bersesuaian, dihubungkan dengan keterangan terdakwa serta barang bukti yang diajukan dipersidangan serta fakta-fakta hukum di atas, telah terungkap bahwa terdakwa juga memproduksi dan mengedarkan obat tradisional/jamu yaitu jamu rnerk JAMU GEMUK ( menambah berat badan) No.l SERBUK GUNA SEHAT yang belum memiliki ijin perijinan dan telah menggunakan Nomor ijn edar jamu GEMUK SEHAT GS dengan ijin Dirjen POM Nomor : 0515/Reg/B/99 tanggal 11 Oktober 1999 Nomor Ijin edar POM TR.l032l567l Depkes RI No.TR 99320073l produksi PJ serbuk guna sehat yang telah dinyatakan tidak berlaku serta tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa. Menimbang, bahwa terungkap pula dipersidangan terdakwa juga telah memproduksi dan mengedarkan obat tradisional/jamu yaitu jamu merk JAMU PEGALLINU (menyembuhkan pegal linu) No.2 SERBUK GUNA SEHAT yang belum memiliki perijinan dan telah menggunakan Nomor ijin edar jamu ENCOK ijin Dirjen POM Nomor : 0514/Reg/B/1999 tanggal 11 Oktober 1999 Nomor Ijin edar POM TR.103215661, Depkes RI No. TR 993200721 produksi PT GUNA SEHAT yang telah dinyatakan tidak berlaku serta tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, Majelis Hakim berpendapat jika terdakwa telah melakukan perbuatan dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memiliki izin edar, dengan demikian unsur 120 dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar telah terpenuhi menurut hukum dan keyakinan; Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas majelis Hakim berkeyakinan bahwa seluruh unsur dalam Dakwaan Kesatu Penuntut Umum tersebut telah terpenuhi seluruhnya terhadap perbuatan yang dilakulan terdakwa, oleh karena iu dakwaan lainnya tidak perlu dipertimbangkan lagi. Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur Pasal 197 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu telah terpenuhi seluruhnya terhadap perbuatan Terdakwa maka Majelis Hakim berkeyakinan bahwa Terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan Penuntut Umum tersebut; Menimbang, bahwa oleh karena dipersidangan tidak ditemukan adanya alasan pemaaf maupun alasan pembenar yang dapat menghapuskan atas perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa sebagaimana yang ditentukan dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana, maka terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana dan harus pula dipidana sesuai dengan kesalahannya; Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dilakukan penahanan selama pemeriksaan persidangan, maka cukup alasan untuk mengurangkan pidana yang dijatuhkan dari masa tahanan yang telah dijalani; 121 Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi pidana maka kepadanya harus dibebankan membayar biaya perkara yang besarnya akan ditentukan dalam amar putusan ini; Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada diri terdakwa terlebih dahulu akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringakan pada diri Terdakwa sebagai berikut : Hal-hal yang memberatkan : - Perbuatan terdakwa tersebut meresahkan masyarakat. Hal-hal yang meringankan: - Terdakwa bersikap sopan di persidangan. - Terdakwa mengaku terus terang atas perbuatannya dan merasa menyesal. - Terdakwa memiliki tanggungan keluarga - Terdakwa belum pernah dihukum. b. Amar Putusan Pengadilan Negeri a. Menyatakan terdakwa (SS), yang identitasnya seperti tersebut diatas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi berupa obat tradisional tanpa ijin edar ". b. Menjatuhkan pidana kepada terdawa oleh karena itu dengan pidana penjara selama: 4 (empat) bulan, 3 (tiga) hari, dan denda sebesar Rp.25.000.000,-(Dua 122 puluh lima juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama : 4 (empat) bulan. c. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. d. Memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan. e. Memerintahkan barang bukti berupa : 1) 2 (dua) mesin molen/pengaduk jamu, 2) 4 (empat) unit mesin packing merk Makmur Perkasa, 3) 2 (dua) Unit Mesin packing pengemas merk SMS. Masing-masing dirampas untuk Negara. 4) 200 (dua ratus) karung bahan/serbuk jamu, 5) 100 (seratus) karton jamu @ karton isi 160 pak isi 25 sachet, 550 rol aluminium foil jamu P.J.Guna Sehat (SS), 6) 45 karton jamu @ karton isi 160 pak @ pak isi 25 sachet, 7) I (satu) pak hologram, 8) 30 (tiga puluh) pembungkus jamu, 9) 6 (enam) tong plastik besar warna merah berisi bahan jamu, 10) 5 (ima) karton isi jamu gemuk (menambah berat badan No.l) serbuk GUNA SEHAT, 11) 6 (enam) rol aluminium foil jamu gemuk. 12) 2 (dua) rol plastik polos pembungkus kotak jamu. Masing-masing dirampas untuk dimusnahkan. 123 13) 1 (satu) unit Truk Mitsubishi warna kuning plat B-9305-OM beserta kunci. Dikembalikan pada yang berhak yaitu saksi parlan Bin. Santurji. f. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.2.500,- (Dua ribu lima ratus rupiah). B. Pembahasan 1. Mengapa Saksi A De Charge Dihadirkan dalam Persidangan dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP. Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Suatu perkara pidana biasanya tidak ada yang lepas dari alat bukti keterangan saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu didasarkan kepada pemeriksaan keterangan saksi. Sekurang-kurangnya disamping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih tetap selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi. Keterangan saksi merupakan alat bukti dipersidangan dan berguna dalam mengungkap duduk perkara suatu peristiwa pidana yang nantinya akan dijadikan salah satu dasar pertimbangan hakim untuk menentukan terbukti atau tidaknya perbuatan terdakwa serta kesalahan terdakwa. Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang memegang kunci pokok dalam pembuktian dipersidangan, Pasal 1 angkat 26 KUHAP telah memberikan batasan pengertian saksi, yaitu: 124 “Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.” Sedangkan Pasal 1 angka 27 KUHAP menjelaskan secara tegas keterangan saksi adalah: “Salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.” Macam-macam saksi dalam proses persidangan menurut Wisnubroto92, dibagi atas: 1. Dilihat dari posisi saksi dalam peristiwa tindak pidana dikenal sebutan “saksi korban” atau saksi yang mengalami peristiwa tindak pidana, “saksi melihat” dan “saksi mendengar”. 2. Dilihat dari pihak yang mengajukan dikenal sebutan saksi A Charge atau saksi yang memberatkan dan saksi A De Charge atau saksi yang meringankan. Dalam pemeriksaan perkara, terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah, ia dapat menggunakan saksi yang meringankan atau ahli. Dalam praktek pemeriksaan perkara pidana, hal yang paling mendasar dikedepankan adalah mengenai hak-hak tersangka atau terdakwa baik dari tingkat penyidikan sampai dengan tingkat peradilan. Salah satu dari beberapa hak terdakwa yang diatur dalam KUHAP hak terdakwa untuk menghadirkan saksi A De Charge. Dalam proses pemeriksaan di persidangan, penyidik dapat meminta keterangan dari saksi yang memberatkan terdakwa dan terdakwa pun berhak meminta agar dihadirkan saksi yang meringankan atau A De Charge. 92 Wisnubroto, A.L.Op,Cit,hal.8 125 Pasal 116 ayat (3) dan (4) KUHAP menerangkan, dalam pemeriksaan tersangka atau terdakwa dinyatakan apakah menghendaki saksi yang meringankan atau saksi yang dapat menguntungkan baginya atau yang disebut saksi A De Charge. Hal ini dilakukan dengan alasan karena tersangka berhak melakukan pembelaan terhadap dakwaan yang dituduhkan kepadanya dengan mengajukan seorang saksi, dan karena pada umumnya para saksi itu memberatkan tersangka. Bila terdakwa menghendaki adanya saksi yang meringankan atau A De Charge, maka penyidik wajib memeriksanya dicatat dalam berita acara, dengan memanggil dan memeriksa saksi tersebut. Saksi A De Charge adalah saksi yang diajukan oleh tersangka atau terdakwa di dalam persidangan ataupun pada tahap pemeriksaan untuk memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. Dasar hukum saksi A De Charge diatur dalam Pasal 65 KUHAP, yaitu: “Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.” Jadi yang dimaksud saksi A De Charge atau saksi yang menguntungkan terdakwa adalah saksi yang dipilih atau diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya, yang sifatnya meringankan terdakwa dan dapat mempengaruhi keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan. Lamintang P.A.F dan Theo Lamintang 93, menerangkan: 93 Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang, Op,Cit, hal.65 126 “Berdasarkan Pasal 65 KUHAP, tersangka atau terdakwa mempunyai hak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi yang dapat memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. Saksi yang diajukan oleh tersangka atau terdakwa, yang diharapkan memberikan keterangan yang menguntungkan bagi terdakwa didalam bahasa Prancis disebut saksi A De Charge, sebagai lawan dari saksi A Charge, yakni saksi yang diajukan oleh penuntut umum, yang keterangannya memberatkan terdakwa.” Pasal 65 KUHAP menjelaskan bahwa tersangka atau terdakwa sejak diperiksa oleh penyidik, mempunyai hak untuk mengajukan saksi-saksi guna memberikan keterangan yang menguntungkan dirinya, Lamintang P.A.F dan Theo Lamintang 94 menerangkan: “Berkaitan dengan hak untuk mengajukan saksi saksi atau ahli yang oleh undang-undang telah diberikan oleh tersangka atau terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 KUHAP, sehingga para pemeriksa disemua tingkat pemeriksaan wajib menanyakan kepada tersangka atau terdakwa, yaitu apakah ia mengajukan saksi-saksi atau saksi ahli yang dapat memberikan keterangan yang sifatnya menguntungkan bagi terdakwa.” Keterangan dari saksi A De Charge yang diajukan oleh terdakwa atau penasehat hukumnya, sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 160 ayat (1) butir c KUHAP, yang berbunyi: “Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.” Berdasarkan rumusan Pasal 160 ayat (1) huruf c KUHAP tersebut, dapat disimpulkan bahwa permintaan pengajuan saksi selama berlangsungnya sidang atau 94 Ibid, hal. 66 127 sebelum dijatuhkannya putusan, harus ditujukan kepada hakim ketua sidang, sehingga hakim ketua sidanglah yang berwenang memutus apakah permintaan dari terdakwa, penasihat hukum atau dari penuntut umum itu dapat dikabulkan atau tidak. Hakim dapat memenuhi atau menolak permintaan pengajuan saksi A De Charge. Pengajuan saksi dalam persidangan menurut Hari Sangsaka95, dilakukan oleh: 1. Penuntut umum dengan tujuan untuk membuktikan dakwaannya. 2. Terdakwa atau penasihat hukum, jika ada saksi yang bersifat meringankan, untuk kepentingan atau membebaskan terdakwa. Tata cara pemanggilan saksi A De Charge menurut Lamintang P.A.F dan Theo Lamintang96, yaitu: “Terdakwa harus menyampaikan nama-nama dari para saksi itu disidang pengadilan secara lisan atau dengan surat tercatat kepada penuntut umum, yang kemudian penuntut umum akan memanggil saksi-saksi itu dengan cara yang biasa dilakukan.” Tata cara pemanggilan terhadap saksi-saksi A De Charge dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP sama dengan pemanggilan saksi yang diajukan oleh penuntut umum, yaitu: a. Menurut Pasal 146 ayat (2) KUHAP “Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada saksi yang memuat tanggal, hari serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil yang harus sudah diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai.” 95 Hari Saksaka Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Surabaya : Mandar Maju, 2003, hal.11 96 Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang, Op,Cit, hal. 355 128 b. Menurut Pasal 227 KUHAP (1) Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang dalam semua tingkat pemeriksaan terdakwa, saksi atau ahli disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan, di temapat tinggal mereka atau di tempat kediaman mereka terakhir. (2) Petugas yang melaksanakan panggilan tersebut harus bertemu sendiri dan berbicara langsung dengan orang yang dipanggil dan membuat catatan bahwa panggilan telah diterima oleh yang bersangkutan dengan membubuhkan tanggal serta tanda tangan, baik oleh petugas maupun orang yang dipanggil dan apabila yang dipanggil tidak mendatangani maka petugas harus mencatat alasannya. (3) Dalam hal orang yang dipanggil tidak terdapat di salah satu tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), surat panggilan disampaikan melalui kepala desa atau pejabat dan jika di luar negeri melalui perwakilan Republik Indonesia di tempat dimana orang yang dipanggil bisa berdiam dan apabila masih belum juga berhasil disampaikan, maka surat panggilan ditempelkan di tempat pengumuman kantor pejabat yang mengeluarkan panggilan tersebut. Menjadi seorang saksi adalah salah satu kewajiban setiap orang. Orang yang menjadi saksi setelah dipanggil ke suatu sidang pengadilan untuk memberikan keterangan, tetapi menolak kewajiban itu, maka dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan Pasal 224 KUHP dan Pasal 522 KUHP yang mengancam dengan pidana terhadap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi sebagai saksi atau ahli, sedangkan ia telah dipanggil secara sah menurut undang-undang. Tata cara pemeriksaan saksi A De Charge sama dengan pemeriksaan saksi yang diajukan oleh penuntut umum, dengan titik berat pada pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada pengungkapan fakta yang bersifat membalik atau melemahkan dakwaan penuntut umum atau setidaknya bersifat meringankan terdakwa. 129 Hakim dan penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum dengan perantara hakim ketua sidang, dapat saling menghadapkan saksi untuk menguji kebenaran masing-masing, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 165 ayat (4) KUHAP. Guna menguji kebenaran keterangan yang diberikan oleh saksi sehingga akan didapatkan kebenaran yang diharapkan, undang-undang memberikan hak kepada terdakwa atau penasihat hukumnya untuk saling menghadapkan saksi. Syarat agar seorang saksi dapat diajukan sebagai saksi A De Charge adalah sama dengan syarat saksi yang diajukan oleh penuntut umum. Syarat seorang dapat diajukan sebagai saksi, ialah setiap orang yang mendengar, melihat dan mengalami sendiri suatu peristiwa pidana. Saksi-saksi yang menguntungkan atau saksi A De Charge itu adalah saksisaksi yang menurut pertimbangan terdakwa atau penasihat hukumnya ada keterkaitannya atau relevan dengan perkara pidana yang disangkakan kepada terdakwa. Permintaan mendatangkan saksi yang menguntungkan menurut M. Yahya harahap 97: “Haruslah dilakukan dengan pertimbangan yang wajar, bukan dengan maksud untuk memperlambat jalannya pemeriksaan, atau dilakukan dengan itikad buruk untuk mempermai-mainkan pemeriksaan.” Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP penasihat hukum terdakwa mengajukan saksi A De Charge sebanyak 2 orang yaitu Amir Fatah, S.H, dan 97 Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hal. 183. 130 Sudiarto,S.H. Amir Fatah, S. H yaitu ketua koperasi Anekasari kumpulan pengrajinpengrajin jamu, menjelaskan bahwa ijin edar jamu harus ada kesamaannya antara ijin edar lama dan ijin edar yang baru, dulu kewenangan mengeluarkan ijin edar ada pada Dinas Kesehatan sedangkan sekarang ada pada kewenangan Badan POM, sebelumnya oleh terdakwa sudah dilakukan permohonan ke Dinas Kesehatan. Selama koperasi Anekasari saksi pimpin laporan dari Dinas Kesehatan Jamu Guna Sehat milik terdakwa belum pernah direcal dan tidak menggunakan obat-obatan tertentu. Sudiarto, S.H merupakan Humas Internal ke dalam dan ke luar dalam persoalan pembukuan terkait permodalan dan lain-lain, menjelaskan bahwa dulu kewenangan mengeluarkan ijin edar ada pada Dinas Kesehatan sedangkan sekarang ada pada kewenangan Badan POM, dan terdakwa dulu sudah mengurus ijin edar obat tradisional/jamu produksinya ke Badan POM Jakarta, sebelumnya dari Badan POM belum pernah diadakan sosialisai permasalahan tentang ijin kesalahan yang terdapat pada terdakwa hanya masalah itikad saja. Dari 2 saksi tersebut pada dasarnya diajukan karena dianggap oleh penasihat hukum terdakwa mempunyai relevansi dengan kasus yang terkait dengan didakwakannya terdakwa (SS). Diajukannya saksi A De Charge tersebut, dimaksudkan untuk melemahkan dakwaan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa. Saksi yang meringankan yang dimintai oleh terdakwa atau penasihat hukum selama berlangsungnya sidang atau dijatuhkannya putusan hakim, dalam hal ini hakim wajib mendengar keterangan saksi tersebut, didasarkan pada Pasal 160 ayat (1) 131 huruf c KUHAP. Pemeriksaan saksi yang meringankan tersebut dapat memberikan keterangan yang relevan dengan perkara yang diproses oleh penegak hukum seperti dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP ini. Keterangan saksi-saksi A De Charge yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa dalam persidangan adalah keterangan yang saksi dengar dan lihat sendiri serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Dari hasil pemeriksaan saksi A De Charge yang kemudian dihubungkan dengan keterangan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan saksi yang diajukan oleh penuntut umum atau saksi A Charge, maka dapat diporoleh beberapa fakta yang terungkap mengenai perkara yang menyangkut terdakwa (SS), yaitu bahwa ijin edar PJ Guna Sehat milik terdakwa ada kesamaan antara TR yang dikeluarkan oleh Badan POM, dulu kewenangan pengeluaran ijin edar ada di Dinkes sekarang di Badan POM, tapi sebelumnya ke Dinkes sudah dilakukan permohonan oleh terdakwa dan terdakwa dulu juga sudah mengurus ijin edar obat tradisional/jamu produksinya ke Badan POM Jakarta. Hal tersebut juga berkaitan dengan keterangan saksi yang diajukan oleh penuntut umum atau saksi A Charge, bahwa menurut para saksi masalah perijinan ada ijinnya. Keterangan para saksi A De Charge dalam Putusan Pengadilan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP telah memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 27 KUHAP tentang keterangan saksi sebagai alat bukti dalam perkara pidana, sehingga dapat disimpulkan bahwa keterangan saksi A De Charge dalam Putusan Pengadilan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP adalah salah satu alat bukti yang meringankan terdakwa. 132 Saksi A De Charge yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP bertujuan untuk melemahkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang didakwakan kepada terdakwa. Terdakwa berharap dengan diajukannya saksi A De Charge terdakwa dapat dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya atau bahkan diputus bebas. 2. Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi A De Charge dalam Tindak Pidana Peredaran Obat Tradisional Tanpa Ijin Edar pada Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana. Moeljatno 98 menggunakan istilah perbuatan pidana yang didefinisikan sebagai berikut: “Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.” Akhir-akhir ini obat tradisional/jamu semakin berkembang pesat seiring dengan bertambahnya teknologi yang modern. Dengan demikian, maka persaingan usaha obat tradisional/jamu semakin ketat sehingga menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat. Banyak masyarakat yang dengan sengaja mengedarkan obat-obatan tanpa mendapatkan ijin dari Kepala Badan POM. Peredaran obat tradisional/jamu tanpa dilengkapi ijin dari Kepala Badan POM mudah didapat dan harganya jauh lebih 98 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika, 2000, hal.54 133 ekonomis dibanding obat-obatan legal yang telah mendapat ijin edar dari Kepala Badan POM. Pengertian Obat Tradisional Secara terminologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu: “Obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional.”99 Putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP telah terjadi tindak pidana peredaran obat tradisional tanpa ijin edar dengan terdakwa (SS) yang telah memproduksi jamu Gemuk dan Pegal Linu yang tidak memiliki ijin edar. Yang mana tindak pidana peredaran obat tradisional tanpa ijin edar ini diancam dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Penasihat Hukum Terdakwa dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP menghadirkan 2 orang saksi A De Charge yaitu Amir Fatah, S.H, dan Sudiarto,S.H, yang mana terdakwa mempunyai hak untuk menghadirikan saksi yang menguntungkan dalam persidangan, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 65 KUHAP yang menjadi dasar dihadirkannya saksi A De Charge. Membuktikan ada tidaknya tindak pidana dapat diketahui dengan cara pembuktian di sidang pengadilan tentunya setelah proses pemeriksaan dikepolisian. Pembuktian merupakan hal yang sangat penting dalam mengungkapkan suatu tindak pidana. Menurut Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril 100: 99 Obat Tradisional, file:///J:/Obat 0tradisional Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm, Diakses pada tanggal 18 Oktober 2012, pukul 14.34 WIB. 100 Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, OP,Cit. hal. 102-103. 134 “Proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan pembuktian inilah ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman. Sebaliknya, kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa harus dinyatakan bersalah. Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu, para hakim harus hati-hati, cermat, dan matang menilai dan mempertimbangkan masalah pembuktian.” Sedangkan Leden Marpaung 101 menyatakan bahwa : “Seseorang hanya dapat dikatakan “melanggar hukum” oleh Pengadilan dan dalam hal melanggar hukum pidana oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung. Sebelumnya seseorang diadili oleh Pengadilan, orang tersebut berhak dianggap tidak bersalah, hal ini dikenal dengan asas “praduga tak bersalah” (presumption of innocence). Untuk menyatakan seseorang “melanggar hukum”, Pengadilan harus dapat menentukan “kebenaran” akan hal tersebut. Untuk menentukan “kebenaran” diperlukan bukti-bukti, yaitu sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa. Dari uraian tersebut, “bukti” dimaksud untuk menentukan “kebenaran.” Seorang hakim dalam melakukan pembuktian harus benar-benar memiliki kecermatan dan kehati-hatian karena keputusan yang akan diambilnya berhubungan dengan nasib seorang yang didakwa melakukan tindak pidana. Jangan sampai ia mengambil keputusan yang keliru karena akan menyebabkan penderitaan bagi orang yang tidak bersalah. Menurut R.Soesilo102, hakim dalam memeriksa suatu perkara pidana didalam pengadilan senantiasa berusaha membuktikan: a. b. c. d. 101 Apakah betul suatu peristiwa itu telah terjadi; Apakah betul peristiwa tersebut merupakan suatu tindak pidana; Apakah sebabnya peristiwa-peristiwa itu terjadi; Siapakah orang yang telah bersalah berbuat peristiwa itu. Leden Marpaung, Op,Cit. hal. 22-23. R. Soesilo, Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana Menurut KUHAP Bagi Penegak Hukum), bogor, Politeia, 1982. hal. 109. 102 135 Upaya Hakim untuk membuktikan kebenaran yang selengkap-lengkapnya tentang suatu perkara pidana dipandu oleh KUHAP, diantaranya tersebut dalam Pasal 183 KUHAP sebagai berikut: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” Majelis hakim yang hendak meletakkan kebenaran yang ditemukan dalam putusan yang akan dijatuhkan, harus menguji kebenaran itu dengan alat bukti, dengan cara, dan dengan kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti yang ditemukan. Hakim dalam mencari dan meletakkan kebenaran yang akan dijatuhkan dalam putusan, harus berdasarkan alat-alat bukti yang telah ditentukan undangundang secara limitatif sebagaimana yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Cara mempergunakan dan menilai kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti dilakukan dalam batas-batas yang dibenarkan undang-undang, agar dapat mewujudkan kebenaran sejati. Kebenaran yang diwujudkan dalam putusan harus berdasar pada hasil perolehan dan penjabaran yang tidak keluar dari garis yang dibenarkan sistem pembuktian, dan tidak diwarnai oleh perasaan dan pendapat subjektif hakim. Alat bukti yang dihadirkan di persidangan harus saling bersesuaian satu sama lain, tidak boleh saling berdiri sendiri. 136 Alat-alat bukti sangat diperlukan dalam persidangan, oleh karena itu hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah dan hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi, dan bahwa terdakwalah yang terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tersebut. Dengan demikian alat bukti itu adalah sangat penting di dalam usaha penemuan kebenaran atau dalam usaha menemukan siapakah yang melakukan perbuatan tersebut. Alat bukti pertama yang sah menurut KUHAP adalah keterangan saksi, pada umumnya alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Boleh dikatakan, tidak ada suatu perkara pidana yang luput dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu disadarkan kepada pemeriksaan keterangan saksi. Sekurang-kurangnya disamping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih tetap selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.103 Menjadi saksi dalam suatu perkara pidana merupakan kewajiban hukum bagi setiap orang. Tapi KUHAP memberikan beberapa pengecualian, ada beberapa orang yang dibebaskan dari kewajiban tersebut. Orang-orang yang dikecualikan oleh KUHAP untuk menjadi saksi adalah sebagai berikut: i. Karena hubungan keluarga atau saudara atau perkawinan (Pasal 168 KUHAP); 103 M. Yahya, Harahap. Op. Cit. hal. 286 137 ii. Karena memegang pekerjaan, harkat martabat atau jabatan yang diwajibkan menyimpan rahasia (Pasal 170 KUHAP); iii. Karena umur belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin atau mereka yang sakit jiwa meskipun kadang-kadang baik kembali (Pasal 171 KUHAP). Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP, Penasihat Hukum Terdakwa telah mengajukan alat bukti keterangan saksi A De Charge berjumlah 2 orang yaitu Amir Fatah, S.H, dan Sudiarto,S.H. Saksi-saksi yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa dalam perkara tersebut telah memberi keterangan mengenai apa yang ia lihat, ia dengar dan ia alami sendiri tentang suatu kejadian pidana. Agar keterangan saksi dapat bernilai sebagai alat bukti, maka suatu keterangan saksi harus memenuhi syarat yang ditentukan dalam undang-undang. Ditinjau dari segi nilai dan kekuatan pembuktian keterangan saksi, agar keterangan saksi atau kesaksian mempunyai nilai serta kekuatan pembuktian, perlu diperhatikan beberapa pokok ketentuan yang harus dipenuhi oleh seorang saksi. Artinya, agar keterangan seorang saksi dapat dianggap sah sebagai alat bukti yang memiliki nilai kekuatan pembuktian, menurut M. Yahaya Harahap104 harus dipenuhi aturan ketentuan sebagai berikut: a. b. c. d. harus mengucapkan sumpah atau janji; keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti; keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan; keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup; 104 Ibid. hal. 286- 289 138 e. keterangan beberapa saksi berdiri sendiri. a. Harus mengucapkan sumpah atau janji Undang-undang menentukan agar keterangan saksi dianggap sah dan mempunyai kekuatan pembuktian maka seorang saksi harus mengucapkan sumpah atau janji, sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 160 ayat (3) KUHAP yang menyatakan bahwa : “Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.” Berdasarkan ketentuan Pasal 160 ayat (3) KUHAP maka dapat diambil suatu kesimpulan dalam pemeriksaan disidang pengadilan, saksi yang hendak memberikan keterangan dimuka persidangan haruslah mengucapkan sumpah terlebih dahulu sebelum memberikan keterangannya tersebut. Pengucapan sumpah ini merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan oleh saksi sebelum memberikan keterangannya. Hal ini ditegaskan dengan kalimat “sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing”. Dari kutipan kalimat yang terdapat dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP tersebut maka jelaslah dapat dikatakan bahwa KUHAP menuntut agar mewajibkan seorang saksi mengucapkan sumpah atau janji sebelum memberikan keterangan. Adapun sumpah atau janji tersebut dilakukan menurut agamanya masing-masing dan lafal sumpah atau janji berisi bahwa saksi akan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dan tiada lain dari pada sebenarnya. 139 Menurut Andi Hamzah 105 : “Keterangan saksi atau ahli yang tidak disumpah atau tidak mengucapkan janji, tidak dapat digunakan sebagai alat bukti, tetapi hanyalah merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim.” Namun dalam hal lain jika dianggap perlu pengadilan dapat meminta seorang saksi atau ahli untuk mengucapkan sumpah atau janji setelah saksi atau ahli tersebut selesai memberikan keterangan, hal ini dirumuskan dalam Pasal 160 ayat (4) KUHAP yang berbunyi: “Jika dianggap perlu seorang saksi atau ahli wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberikan keterangan.” Berdasarkan pemeriksaan dipersidangan, maka saksi A De Charge yang terdapat dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP, yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa yaitu saksi Amir Fatah, S.H, dan Sudiarto,S.H, semuanya telah diambil sumpahnya sebelum memberikan keterangan di depan persidangan oleh hakim yang memeriksa sehingga telah memenuhi syarat dan ketentuan Pasal 160 ayat (3) KUHAP, dengan demikian saksi A De Charge yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa telah sah untuk diajukan sebagai alat bukti. b. Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti Tidak semua keterangan saksi yang mempunyai nilai sebagai alat bukti. Keterangan saksi yang mempunyai nilai ialah keterangan yang sesuai dengan apa yang dijelakan Pasal 1 angka 27 KUHAP, yaitu: 1. Yang saksi liat sendiri, 105 Andi Hamzah, Op,Cit, hal. 240 140 2. Saksi dengar sendiri, 3. Dan saksi alami sendiri, 4. Serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Keterangan saksi A De Charge dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP yang diberikan dalam persidangan adalah keterangan yang saksi dengar, saksi lihat dan saksi alami sendiri serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu, yaitu mengenai fakta yang dilakukan terdakwa. Berdasarkan hal tersebut maka keterangan yang saksi A De Charge berikan adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 27 KUHAP, sehingga keterangan saksi A De Charge dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP adalah keterangan yang mempunyai nilai sebagai alat bukti yang sah yang dapat digunakan oleh hakim sebagai dasar pertimbangan untuk menentukan keyakinan tetang bersalah atau tidaknya terdakwa. c. Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan; Agar keterangan saksi dapat dinilai sebagai alat bukti, keterangan itu harus dinyatakan di sidang pengadilan, hal ini sesuai dengan penegasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP, yaitu: “Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.” Keterangan saksi yang berisi penjelasan tentang apa yang didengarnya sendiri, dilihatnya sendiri atau dialaminya sendiri mengenai suatu peristiwa pidana, baru dapat bernilai sebagai alat bukti apabila keterangan itu saksi nyatakan di sidang pengadilan. Keterangan saksi yang dinyatakan di luar sidang pengadilan (outside the 141 court) bukan alat bukti, tidak dapat dipergunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa. M. Yahya Harahap106, menyatakan: “Keterangan yang dinyatakan di luar sidang pengadilan, bukan alat bukti tidak dapat dipergunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa, sekalipun misalnya hakim, penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum ada mendengar keterangan seorang yang berhubungan dengan peristiwa pidana yang sedang diperiksa, dan keterangan itu mereka dengar di halaman kantor pengadilan atau keterangan itu disampaikan oleh seseorang kepada hakim di rumah tempat tinggalnya. Keterangan yang demikian tidak dapat dinilai sebagai alat bukti karena keterangan itu tidak dinyatakan di sidang pengadilan.” Keterangan saksi A De Charge dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP, semuanya diberikan di sidang pengadilan dengan mengucapkan sumpah terlebih dulu untuk memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain dari pada yang sebenarnya. Berdasarkan hal tersebut maka ketentuan Pasal 185 ayat (1) KUHAP, bahwa keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan telah terpenuhi, sehingga keterangan saksi A De Charge dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP merupakan alat bukti sah yang dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusannya. d. Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup Pasal 183 KUHAP merumuskan: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.” 106 M. Yahya, Harahap. Op. Cit .hal. 810 142 Supaya keterangan saksi dapat dianggap cukup untuk membuktikan kesalahan seorang terdakwa, harus dipenuhi paling sedikit atau sekurang-kurangnya dengan dua alat bukti. Jadi, betitik tolak dari ketentuan Pasal 185 ayat (2) KUHAP, keterangan seorang saksi saja belum dianggap cukup sebagai alat bukti untuk membuktikan kesalahan terdakwa, atau “unus testis nullus testis”. M. Yahya harahap 107 menyatakan: “Jika alat bukti yang dikemukakan penuntut umum hanya terdiri dari seorang saksi saja tanpa ditambah dengan keterangan saksi yang lain atau alat bukti yang lain, atau kesaksian tunggal, yang seperti ini tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa sehubungan dengan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.” Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP terdapat beberapa alat bukti yang diajukan di persidangan, diantaranya alat bukti 11 keterangan saksi yang diajukan oleh penuntut umum atau saksi A Charge, 2 keterangan ahli, 2 keterangan saksi yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa atau saksi A De Charge, dan juga keterangan terdakwa. Dengan demikian telah terpenuhi ketentuan minimum pembuktian dan “the degree of evidence”, yakni keterangan saksi ditambah dengan keterangan ahli, keterangan saksi yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa dan alat bukti keterangan terdakwa. e. Keterangan beberapa saksi berdiri sendiri. Keterangan beberapa saksi yang berdiri diatur dalam Pasal 185 ayat (4), yang menegaskan: 107 Ibid, hal. 288 143 i. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah, dengan syarat, ii. Apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.108 M. Yahya Harahap109 menyatakan: “keterangan beberapa orang saksi baru dapat dinilai sebagai alat bukti serta mempunyai kekuatan pembuktian, apabila keterangan para saksi tersebut saling hubungan serta saling menguatkan tentang kebenaran suatu keadaan atau kejadian tertentu. Keterangan beberapa orang saksi yang berdiri sendirisendiri antara keterangan saksi yang satu dengan yang lain, tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti.” Keterangan saksi A De Charge dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP, yang terdiri dari 2 orang yaitu saksi Amir Fatah, S.H, dan Sudiarto,S.H, semuanya saling berhubungan yaitu bahwa ijin edar PJ Guna Sehat milik terdakwa ada kesamaan antara TR yang dikeluarkan oleh Badan POM, dulu kewenangan pengeluaran ijin edar ada di Dinkes sekarang di Badan POM, tapi sebelumnya ke Dinkes sudah dilakukan permohonan oleh terdakwa dan terdakwa dulu juga sudah mengurus ijin edar obat tradisional/jamu produksinya ke Badan POM Jakarta. Hal tersebut juga berkaitan dengan keterangan saksi yang diajukan oleh penuntut umum atau saksi A Charge, bahwa menurut para saksi masalah perijinan ada ijinnya. Berdasarkan hal tersebut antara saksi A Charge dan saksi A De Charge 108 109 M. Yahya, Harahap. Op. Cit .hal .290 M. Yahya, Harahap. Loc.Cit. 144 memiliki hubungan serta saling menguatkan tentang kebenaran suatu keadaan atau kejadian tertentu. Sehingga keterangan saksi A De Charge dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP, telah memenuhi ketentuan Pasal 185 ayat (4) KUHAP sehingga dapat dikatakan sebagai alat bukti yang sah dalam persidangan. Hal lain yang harus diperhatikan bahwa keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa karena dikenal adanya asas unus testis nullus testis dimana kesaksian yang berdiri sendiri oleh seorang saksi saja bukan merupakan alat bukti. Pasal 185 ayat (2) KUHAP merumuskan : “Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.” Berdasarkan ketentuan Pasal 185 ayat (2) KUHAP, menurut Syaiful Bakhri 110 dapat diambil suatu pengertian: 1. Untuk dapat membuktikan kesalahan terdakwa paling sedikit harus didukung oleh dua orang saksi; 2. Atau kalau saksi yang ada hanya terdiri dari seorang saja maka kesaksian tunggal itu harus mencukupi atau ditambah dengan salah satu alat bukti yang lain. Saksi A De Charge yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa berjumlah 2 orang yang semuanya memberikan keterangan atas apa yang ia lihat, ia dengar dan ia alami sendiri dan kesemuanya memberikan keterangan dibawah sumpah dan antara keterangan yang satu dengan yang lain terdapat persesuaian dan tidak berdiri sendiri. 110 Dr. Syaiful Bakhri.S.H.,MH. Beban Pembuktian dalam Beberapa Praktik, file:///E:/ /beban-pembuktian-dalam-beberapa-praktik.html, diakses tgl 12 november 2012, pukul 17.37 WIB. 145 Maka dapat dikatakan bahwa saksi A De Charge tersebut tidak melanggar Pasal 185 ayat (2) KUHAP. Darwan Prints111, mengemukakan beberapa syarat yang harus dimiliki saksi agar kesaksiannya tersebut dipakai sebagai alat bukti, diantaranya yaitu : a. Syarat formal Bahwa keterangan saksi dapat dianggap sah, apabila keterangan itu diberikan dibawah sumpah; b. Syarat materiil Bahwa keterangan seorang saksi saja tidak dapat dianggap sah sebagai alat pambuktian, akan tetapi keterangan seorang saksi adalah cukup untuk alat pembuktian untuk suatu kejahatan yang dituduhkan. Syarat yang harus dipenuhi agar keterangan saksi dapat dikatakan sah adalah : 2. Syarat formil : Seorang saksi harus mengucapkan sumpah dan janji baik sebelum maupun setelah memberikan keterangan (Pasal 160 ayat (3) dan (4) KUHAP). 3. Syarat materil a. Melihat, mendengar, atau mengalami sendiri suatu peristiwa pidana (Pasal 1 butir 26 atau 27 KUHAP). b. Seorang saksi harus dapat menyebutkan alasan dari kesaksiannya itu (Pasal 1 butir 27 KUHAP). c. Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa/ asas ini terkenal dengan sebutan unus testis nullus testis (Pasal 185 ayat (2) KUHAP. 111 Prints Darwan, Op,Cit, hal 108. 146 Walaupun sudah memenuhi syarat materiil dan formil, hakim tidak mempunyai ikatan untuk memakai keterangan saksi, hakim bebas memakai alat bukti yang ia yakini. Saksi biasanya diberi kesempatan oleh hakim untuk menceritakan tentang apa yang dialaminya, dilihatnya atau didengarnya secara bebas, selanjutnya hakim ketua dapat menanyakan hal-hal yang lebih spesifik, baik dengan berpedoman pada hasil pemeriksaan penyidik yang tercatat dalam berita acara penyidikan maupun pertanyaan baru.112 Menilai keterangan beberapa saksi sebagai alat bukti yang sah, harus terdapat saling berhubungan antara keterangan-keterangan tersebut, sehingga dapat membentuk keterangan yang membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu. Namun dalam menilai dan mengkonstruksi kebenaran keterangan para saksi, Pasal 185 ayat (6) KUHAP menuntut kewaspadaan hakim, untuk sungguh-sungguh memperhatikan: 1. Persesuaian antara keterangan saksi; Saling persesuaian harus jelas tampak penjabarannya dalam pertimbangan hakim yang harus diuraikan secara terperinci dan sistematis. 2. Persesuaian keterangan saksi dengan alat bukti lain; Apabila yang diajukan penuntut umum dalam persidangan terdiri dari saksi dengan alat bukti lain baik berupa ahli, surat atau petunjuk hakim dalam sidang ataupun pertimbangannya harus meneliti dengan sungguh-sungguh 112 Wisnubroto, Op,Cit hal.17. 147 saling bersesuaian atau bertentangan antara keterangan saksi itu dengan alat bukti lain. 3. Alasan saksi memberikan keterangan tertentu; Hakim harus mencari alasan saksi tanpa mengetahui alasan saksi yang pasti maka akan memberikan gambaran yang kabur bagi hakim tentang gambaran yang diberikan oleh saksi. 4. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi tidaknya keterangan itu dipercaya. Barangkali yang terpenting diperhatikan hakim dalam menilai cara hidup dan kesusilaan saksi adalah yang menyangkut nilai-nilai kepribadian dan akhlak saksi yang bersangkutan. Termasuk didalamnya kejujuran, keimanan, ketakwaan, maupun yang berkenaan dengan sifat-sifat buruk yang sering diperlihatkan saksi seperti culas, dengki, pembohong, suka memfitnah dan lain sebagainya. Kekuatan pembuktian keterangan saksi A De Charge adalah sama dengan kekuatan pembuktian keterangan saksi yang diajukan oleh penuntut umum. Menurut M. Yahya Harahap113 kekuatan pembuktian keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah adalah: 1. Mempunyai kekuatan pembuktian bebas, Pada alat bukti kesaksian “tidak melekat sifat pembuktian yang sempurna” (volledig bewijskracht), dan juga tidak melekat didalamnya sifat kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan (beslissende bewijskracht). 113 M.Yahya Harahap, Op,Cit.hal.274 148 Tegasnya, alat bukti kesaksian sebagai alat bukti yang sah mempunyai nilai kekuatan pembuktian “bebas”. Oleh karena itu, alat bukti kesaksian sebagai alat bukti yang sah, tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan juga tidak memiliki kekuatan pembuktian yang menentukan. 2. Nilai kekuatan pembuktiannya tergantung pada penilaian hakim, Alat bukti keterangan saksi sebagai alat bukti yang bebas yang tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan tidak menentukan, sama sekali tidak mengikat hakim. Hakim bebas untuk menilai kesempurnaan dan kebenarannya. Sistem pembuktian dalam tindak pidana peredaran obat tradisional tanpa ijin edar menggunakan teori pembuktian undang-undang secara negatif (negatief wettelijk), hakim di dalam mengambil keputusan tentang salah atau tidaknya seorang terdakwa terikat oleh alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang dan keyakinan hakim sendiri. Jadi, didalam sistem negatif ada dua hal yang merupakan syarat untuk membuktikan kesalahan terdakwa, sesuai dengan pendapatnya Alfitra114 yakni : Wettelijk : adanya alat bukti yang sah yang telah ditetapkan oleh undangundang. Negatief : adanya keyakinan dari hakim, yakni berdasarkan bukti-bukti tersebut hakim meyakini kesalahan terdakwa. Apabila salah satu unsur diantara dua unsur itu tidak ada, maka tidak cukup mendukung keterbuktian kesalahan terdakwa. Hakim baru diwajibkan menghukum orang, apabila hakim berkeyakinan bahwa peristiwa pidana yang bersangkutan adalah terbukti. Menurut hasil pemeriksaan di persidangan maka terungkap keterangan antara saksi Amir Fatah, S.H, dan Sudiarto,S.H, antara saksi satu dengan yang lain saling 114 Alfitra,OP,Cit.hal 29. 149 bersesuaian dan saling menguatkan, sehingga dapat dijadikan dasar oleh hakim untuk menjatuhkan putusan. Pasal 183 KUHAP merumuskan: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” Ketentuan pasal 183 KUHAP mengandung tiga asas yaitu: 1. Asas proses pemeriksaan perkara pidana adalah untuk mencari kebenaran materiil atau kebenaran sejati sebagaimana ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP. 2. Asas keyakinan hakim Berdasarkan Pasal 183 KUHAP menganut sistem pembuktian menurut undang-undang secara negative bahwa hakim baru boleh menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa apabila telah terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan atas keterbuktiannya itu hakim yakin bahwa terdakwalah yang bersalah. 3. Asas pembuktian minimum Bertitik tolak pada batas minimum pembuktian, bagaimanapun sempurnanya suatu alat bukti, kesempurnaan itu tidak dapat berdiri sendiri akan tetapi harus 150 didukung oleh minimal alat bukti yang lain guna memenuhi batas minimum pembuktian yang ditentukan Pasal 183 KUHAP. 115 Berdasarkan ketentuan diatas mengandung maksud bahwa hakim bebas untuk menilai kekuatan alat bukti keterangan saksi, artinya dalam hal ini hakim tidak terikat dengan alat bukti keterangan saksi A De Charge yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa sesuai dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP. Hal lain yang dapat disimpulkan dari ketentuan tersebut adalah bahwa alat bukti keterangan saksi mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bebas artinya hakim tidak terikat dengan alat bukti keterangan saksi akan tetapi didasarkan pada asas keyakinan hakim dan asas batas minimum pembuktian serta asas kebenaran sejati. Keterangan saksi A De Charge adalah sebagai alat bukti yang sifatnya meringankan terdakwa dan dapat mempengaruhi keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan. Keterangan saksi A De Charge dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP terdiri dari 2 saksi yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa guna menguntungkan atau meringankan terdakwa. Berdasarkan uraian diatas dan fakta-fakta hukum yang ditemukan dalam persidangan, diketahuai bahwa saksi A De Charge dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP yaitu Amir Fatah, S.H, dan Sudiarto,S.H, masing-masing telah memenuhi syarat mutlak sebagai saksi yakni saksi A De Charge telah memberikan keterangan yang ia lihat, ia dengar, dan alami sendiri, dalam persidangan 115 M.Yahya Harahap,Op,Cit ,hal. 289 151 Amir Fatah, S.H, menjelaskan bahwa ijin edar jamu harus ada kesamaannya antara ijin edar lama dan ijin edar yang baru, dulu kewenangan mengeluarkan ijin edar ada pada Dinas Kesehatan sedangkan sekarang ada pada kewenangan Badan POM, sebelumnya oleh terdakwa sudah dilakukan permohonan ke Dinas Kesehatan. Selama koperasi Anekasari saksi pimpin laporan dari Dinas Kesehatan Jamu Guna Sehat milik terdakwa berlum pernah direcal dan tidak menggunakan obat-obatan tertentu. dan Sudiarto,S.H, menjelaskan bahwa dulu kewenangan mengeluarkan ijin edar ada pada Dinas Kesehatan sedangkan sekarang ada pada kewenangan Badan POM, dan terdakwa dulu sudah mengurus ijin edar obat tradisional/jamu produksinya ke Badan POM Jakarta, sebelumnya dari Badan POM belum pernah diadakan Sosialisai peramsalahan tentang ijin keselahan yang terdapat pada terdakwa hanya masalah itikad saja. Kemudia masing-masing saksi juga telah diambil sumpahnya sebelum memberikan keterangan sehingga memenuhi kualifikasi sebagai alat bukti. Selanjutnya keterangan saksi A De Charge tersebut apabila dihubungkan antara keterangan satu dan yang lain terdapat saling persesuaiaan dan saling menguatkan sehingga memberikan keyakinan kepada hakim. Sehingga keterangan saksi A De Charge dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP adalah alat bukti sah yang memiliki nilai kekuatan pembuktian. Kekuatan pembuktian keterangan saksi A De Charge adalah sama dengan kekuatan pembuktian keterangan saksi yang diajukan oleh penuntut umum, sehingga kekuatan pembuktian keterangan saksi A De Charge dalam Putusan Nomor: 152 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP sebagai alat bukti sah adalah bebas, artinya hakim bebas untuk menerima atau menyingkirkan isi keterangan saksi yang diberikan dipersidangan, nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi A De Charge tergantung pada penilaian hakim. Hakim dalam menerima keterangan saksi A De Charge yang kemudian dipergunakan sebagai bahan pertimbangan hukum bagi hakim dalam menjatuhkan putusan pidana yakni pidana penjara selama 4 (empat) bulan, 3 (tiga) hari terhadap terdakwa (SS). 153 BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap Putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Mengapa Saksi A De Charge dihadirkan dalam persidangan dalam Putusan Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP adalah: a. Untuk memberikan keterangan yang menguntungkan bagi tersangka atau terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 65 KUHAP, maka terdakwa atau penasihat hukum terdakwa berhak mengahadirkan saksi A De Charge dalam persidangan. b. Untuk mengungkapkan fakta yang bersifat membalik atau melemahkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum atau setidaknya meringankan terdakwa. c. Untuk menegakan keadilan tersangka atau terdakwa berhak untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah , antara lain dengan menghadirkan saksi A De Charge dalam persidangan. 2. Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi A De Charge dalam Tindak Pidana Peredaran Obat Tradisional Tanpa Ijin Edar merupakan alat bukti yang sah dan hakim bebas untuk menerima atau menyingkirkan isi keterangan saksi A De Charge yang diberikan dipersidangan untuk dasar pertimbangan hukum bagi 154 hakim dalam menjatuhkan putusan pidana penjara 4 (empat) bulan, 3 (tiga) hari terhadap terdakwa. B. Saran 1. Hendaknya pembentuk undang-undang perlu membuat ketentuan yang mengatur lebih jelas mengenai saksi yang meringankan atau A De Charge, sehingga dalam pelaksanaanya tidak terjadi permasalahan mengenai diajukannya saksi yang meringankan atau saksi A De Charge oleh terdakwa ataupun penasihat hukum terdakwa sebagai upaya melemahkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum. 2. Hendaknya hakim perlu mempertimbangkan dengan hati nuraninya tentang keterangan yang diberikan oleh saksi A de Charge baik di tingkat penyidikan maupun pada tingkat persidangan, sehingga peranan keterangan saksi A de Charge dapat benar-benar berfungsi untuk menguatkan keyakinan hakim agar putusan yang dihasilkan tetap menjunjung tinggi kebenaran sejati. 155 DAFTAR PUSTAKA A. Literatur : Alfitra, 2011, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata Dan Korupsi Di Indonesia, Jakarta : Raih Aksa Sukses. Asri, Benyamin, 1989, Hak-Hak Tersangka dan Terdakwa dalam Penyidikan, Penuntutan dan Peradilan, Bandung: Tarsito. Atmasasmita, Romli. 1983, Bunga Rampai Hukum Acara Pidana. Jakarta : Bina Cipta. Chazawi, Adami . 2008. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. Bandung: Alumni. Hamzah, Andi . 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia (Edisi Kedua). Jakarta: Sinar Grafika. _______, 1986. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Harahap, Yahya, 2008, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Penyidikan dan Penuntutan), Sinar Grafika: Jakarta. _______, 2007, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Sinar Grafika: Jakarta. _______, 2009, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Sinar Grafika: Jakarta. _______, 1993, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Jilid II, Jakarta: Pustaka Kartini: Jakarta. Ibrahim, Johnny, 2008, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media, Malang. Kansil, CST. 1989. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang. 2010. Pembahasan KUHAP (Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi). Jakarta: Sinar Grafika. 156 Makarao, Mohammad Taufik dan Suhasril. 2010. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Ghalia Indonesia. Marpaung, Leden. 2009. Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan & Penyidikan) Bagian Pertama Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika. Marzuki, Peter Mahmud. 2007. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Nugroho, Hibnu. 2010, Bunga Rampai Penegakan Hukum di Indonesia, Semarang : Badan Penerbit Undip. Poernomo Bambang. 1986. Pertumbuhan Hukum Penyimpangan di luar Kodifikasi Hukum Pidana. Jakarta : Bina Aksara. Prakoso, Djoko. 1988, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana, Yogyakarta: Liberty. Prinst, Darwan. 1989, Hukum Acara Pidana dalam Praktik. Jakarta: Djambatan. Ramelan, 2006, Hukum Acara Pidana Teori dan Implementasi. Jakarta: Sumber Ilmu Jaya. RM, Suharto. 2002, Hukum Pidana Materiil ; Unsur-Unsur Objektif Dakwaan, Jakarta; Sinar Grafika. Sebagai Saksaka, Hari. 2003, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Surabaya : Mandar Maju, Salam , Moch Faisal. 2001. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Bandung: Mandar Maju. Samudra, Teguh, 1992, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Bandung : Penerbit alumni. Simanjuntak ,Nikolas. 2009. Acara Pidana Indonesia Dalam Sirkus Hukum. Bogor: Ghalia Indonesia. Soesilo, R, 1982. Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana menurut KUHAP bagi Penegak Hukum), Politeria: Bogor. 157 Subekti. 2007. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradnya Paramita. Wisnubroto, A.L. 2002. Praktek Peradilan Pidana: Proses Persidangan Perkara Pidana. Jakarta: Galaxi Puspa. B. Peraturan Perundang-undangan: Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, LN No. 9 Tahun 195, TLN No. 81. ________, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. ________, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, LN No. 144 Tahun 2009, TLN No. 5063. ________, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, LN No. 64 Tahun 2006, TLN No. 4635. ________, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, LN No. 157 Tahun 2009, TLN No. 5076. ________, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat kesehatan, LN No. 139 Tahun 1998, TLN No. 3781. ________, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 006 Tahun 2012 tentang Industri dan usaha Obat Tradisional. ________, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 007 Tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional. ________, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 659 Tahun 1991 RI No. tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik 158 C. Sumber Lain: Ariez Zein, Pembuktian Dalam Hukum Pidana, file:///F:/materi%20pembuktiandalam-hukum-pidana.html. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2012, pukul 21.56 Artikel nonpersonal, 2011, Teori Hukum Kebijakan Publik file:///J:/penegakanhukum-terhadap-peredaran-obat.html. Diakses pada tanggal 22 Oktober 1012, pukul 114.29 Dr. Syaiful Bakhri.S.H.,MH. Beban Pembuktian dalam Beberapa Praktik, file:///E:/ /beban-pembuktian-dalam-beberapa-praktik.html, diakses tgl 12 november 2012, pukul 17.37 WIB. Yusti Nurul Agustin, 2011, FGD MK “Kedudukan Saksi a de charge dan Perlindungan HAM dalam Peradilan Pidana” file:///F:/saksi a de charge (yahya harahap).htm. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012, pukul 11.49 WIB. Obat Tradisional, file:///J:/Obat 0tradisional Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm, Diakses pada tanggal 18 Oktober 2012, pukul 14.34 WIB. Ipang Gonjanez, 2003Farmasi, www.yayasanhak.minihub.org/direito/txt/2003/22/10direito.html, Diakses pata tanggal 20 Okrober 2012, Pukul 22.23 WIB. Putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor: 113/Pid.Sus/2010/PN.CLP.