SEPUTAR UTANG LUAR NEGERI (Makalah : Anton Bawono, SE., M

advertisement
Halaman : 1 dari 10 halaman
SEPUTAR UTANG LUAR NEGERI
(Makalah : Anton Bawono, SE., M.Si)
A. PENDHULUAN
Dari sudut pandang makro ekonomi, salah satu tujuan pembangunan adalah
pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Dalam pencapaian pertumbuhan
tersebut diperlukan indicator kinerja perekonomian yang tangguh dan hal ini sangatlah
tergantung dari beberapa factor pendukungnya. Beberapa factor tersebut antara lain
kapital, sumberdaya alam, tenaga kerja dan teknologi serta struktur masyarakat (termasuk
aturan dan kebijakan). Dari lima factor di atas unsure kapital dan aturan (kebijakan)
adalah komponen utama dalam tinjauan khusus atas kebijakan moneter.
Memasuki era yang semakin maju saat ini, untuk pembangunan dibutuhkan
ketersediaan sumber-sumber pembiayaan pembangunan akan semakin meningkat sejalan
dengan semakin meningkatnya aktivitas pembangunan dinegara kita. Untuk itu
diperlukan pemahamannya semakin mendalam tentang berbagai sumber pembiayaan
pembangunan dan strategi pemanfaatannya guna menunjang kelancaran pembangunan.
Sementara itu keterlibatan Indonesia dalam suatu tantangan ekonomi global yang tidak
dapat dihindari makin menuntut sifat kompetitif untuk dapat bersaing dengan negaranegara lain didunia. Yang umber pembiayaan yang ada.
Pada dasarnya pembangunan yang kita laksanakan baik pada sector pemerintah
maupun sector swasta memerlukan sarana pembiayaan dan itu bisa berasal dari dalam
negeri berupa tabungan masyarakat, tabungan swasta dan tabungan pemerintah
(merupakan selisih antara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin). Dan alternatif
adalah sumberdana luar negeri berupa pinjaman luar negeri, bantuan hibah (grant’s) dan
penanaman modal asing. Sumber dana luar negeri memang diperlukan untuk menutupi
kesenjangan pebiayaan yang ada. Namun karena terdapat kendala-kendala dalam
menghimpun dana pembangunan dari dalam negeri seperti masih rendahnya tabungan
masyarakat akibat masih rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia untuk menabung,
makin merosotnya harga minyak dunia pada tahun 1980-an sehingga menurunkan
perolehan devisa negara dari sector migas yang semula merupakan tumpuhan ekspor kita,
dan masih lemahnya volume ekspor sector non migas kita. Sementara semakin
mendesaknya kebutuhan pembiayaan pembangunan terutama untuk mengejar tingkat laju
Modul Ekonomi Indonesia
Anton Bawono, S.E., M.Si.
Halaman : 2 dari 10 halaman
pertumbuhan ekonomi yang menjadi sasaran dan tujuan pembangunan yang ditetapkan
pemerintah, menyebabkan kita berpikir untuk berpaling pada sumber dana luar negeri.
Pada awalnya bantuan luar negeri sangat efektif sebagai injeksi untuk tetap
mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi kita agar tetap tinggi rata-rata diatas 6%
pertahun. Tetapi rupanya hal tersebut membuat kita kecanduan untuk semakin
tergantung pada bantuan luar negeri dari tahun ketahun dan sampai saat ini. Bahkan oleh
beberapa pengamat ekonomi kita dikatakan bahwa hutang luar negeri kita telah berada
pada posisi rawan dan dapat mengganggu kondisi perekonomian kita. Hal ini perlu
diwaspadai oleh pemerintah dan swasta yang menerima modal sehingga diperlukan
strategi dan kebijakan yang tepat.
Menurut Didik J. Rahbini hutang luar negeri sebenarnya tidak sesederhana bila
ditinjau
dalam
jangka
panjang.
Khususnya
menyangkut
implementasi
pemanfaatannyaserta evaluasinya. Meskipun dalam jangka waktu pendek berperan
sebagai injeksi, tetapi dalam jangka panjang akan menjadi beban ekonomi jika tidak
digunakan secara tepat, inilah yang perlu dipertahankan seleksi pemanfaatannya yang
baik.
Menurut A. Tony Prasetiantono bahwa pendapat tentang peran hutang luar negeri
bukan lagi sebagai pelengkap akan tetapi sebagai sokoguru, sebenarnya ada benarnya
akan tetapi hal ini ada salahnya. Hal ini Menurut beliau bahwa tidak seluruh hutang luar
negeri tersebut milik pemerintah akan tetapi hampir sebagian lebih dari hutang luar
negeri tersebut milik dari sector swasta, yang beliau juga katakana, bahwa secara mikro
hutang luar negeri oleh swasta tersebut tidak salah karena memang pada kenyataannya
bahwa suku bunga di luar negeri lebih rendah dan murah dari pada di dalam negeri, akan
tetapi ditinjau secara makro hutang tersebut justru memberatkan pada neraca pembayaran
dan pada cadangan devisa negara kita. Jadi pendapat tersebut tidak salah akan tetapi juga
tidak benar tergantung bagaimana pemerintah memanfaatkan hutang luar negeri tersebut
dengan sebaiknya dan mengendalikan jumlah hutang luar negeri yang diciptakan oleh
pihak swasta, dengan berbagai strategi dan kebijakannya.
Kemudian yang mungkin menjadi perhatian adalah bagaimana prospek hutang
luar negeri sebagai sumber pembiayaan pembangunan dimasa mendatang dan strategi apa
yang dapat digunakan dalam pemanfaatan hutang luar negeri sebagai sumber dana luar
negeri yang ada tersebut.
Modul Ekonomi Indonesia
Anton Bawono, S.E., M.Si.
Halaman : 3 dari 10 halaman
B. SUMBER PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INDONESIA
Struktur pembiayaan pembangunan Indonesia selama pelaksanaan PJPT I banyak
bergantung pada bantuan luar negeri dan perolehan dari ekspor minyak bumi. Hal
tersebut dapat dimaklumi karena pada tahun 1970-an terjadi boom minyak bumi di
pasaran dunia sehingga perekonomian kita sangat tergantung pada perolehan devisa dari
hasil ekspor migas. Tetapi merosotnya harga minyak bumi dipasaran dunia pada tahun
1980-an mengingatkan bahwa kita tidak mungkin selamanya tergantung dari hasil ekspor
migas, sehingga perlu dipacu perkembangan sector non migas untuk meningkatkan
perolehan devisa dari ekspor sector ini.
Dalam hal pelaksanaan pendanaan bagi pembangunan negara diarahkan untuk
berlandaskan pada kemampuan diri sendiri (berdikari), disamping dapat juga
memanfaatkan sumber lainnya sebagai pelengkap, namun diusahakan tidak menjadi
tergantung (khususnya) dari sumber dana dari luar negeri yang berbentuk hutang luar
negeri.
Implikasi dari besarnya hutang akan membuat rapuh kinerja perekonomian
nasional. Dimana muara akhir dampak besarnya hutang luar negeri tersebut akan
ditanggung oleh masyarakat banyak. Dapat dikatakan sekarang ini Indonesia telah
terjebak oleh hutang luar negeri (debt trap) sekaligus menaikkan rangking kelas sebagai
sebagai salah satu negara penghutang “kelas berat di dunia”. Factor eksternal seperti
Yendaka merupakan gejla yang tidak dapat ditolak bagi Indonesia.
Masalah hutang luar negeri sebenarnya merupakan masalah bagi setiap negara,
Amerika Serikat (AS) yang merupakan salah satu negara adi kuasa juga mempunyai
hutang luar negeri. Namun bagi negara berkembang masalah ini, tidak hanya klasik
namun juga telah menjadi rumit. Masalah hutang luar negeri bagi negara kita, harus
dilihat dari banyak segi (integral cmprehenship), dan tidak dapat dilepaskan dari
rangkaian sejarah pembangunan perekonomian nasional yang telah berjalan selama 50
tahun pasca Indonesia merdeka.
C. DILEMA UTANG LUAR NEGERI
Untuk mengetahui secara tepat berapa jumlah utang luar negeri adalah sulit,
terutama karena hutang swasta jumlahnya tidak banyak diketahui atau diumumkan oleh
kalangan resmi otoritas moneter.
Modul Ekonomi Indonesia
Anton Bawono, S.E., M.Si.
Halaman : 4 dari 10 halaman
Hutang luar negeri kita dapat dilihat dari perspektif absolut dan relatif. Secara
absolud perlu diketahui komposisi hutang (apakah lebih banyak hutang swasta atau yang
disebut “privat debt”terhadap hutang resmi atau public and publicy quaranted debt),
syarat hutang (jatuh tempo atau maturities berupa tingkat lunaknya serta tingkat suku
bunganya) bisaanya lebih besar bila hutang diperoleh melalui jalur umum dan lebih
ringan kita melalui jalur pemerintah (bank dunia/ IMF).
Secara absolut hutang luar negeri kita juga dapat dapat dilihat dalam kontrak
neraca pembayaran luar negeri dan anggaran dasar. Semakin besar rasio hutang terhadap
ekspor atau GDP dan semakin besar porsi pembayaran bunga dan cicilan hutang terhadap
pengeluaran anggaran total, maka semakin “dalam” hutang merasuk kedalam
perekonomian nasional. Tapi rasio atau angka juga suka diperbandingkan dengan negara
berhutang lainnya. Secara relatif jumlah hutang Indonesia relatif lebih sedikit dari negaranegara Amerika Latin.
Ada berbagai masalah political economy yang tersangkut dalam masalah hutang
luar negeri ini dalam era saat ini. Ini mencakup segi-segi persepsi mengenai anggaran,
masalah pegawai negeri dan aspek keamanan. Mengenai anggaran kita ketahui bahwa
peran anggaran telah berubah dari motor penggerak ekonomi menjadi factor yang justru
“kontraktif”, atau lebih sering disebut “konservatif” dalam upaya menggerakkan
pertumbuhan. Restruturisasi dibidang APBN adalah beralihnya peran minyak sebagai
sumber anggaran ke pajak. Dalam era saat ini dapat disimpulkan bahwa bila disatu pihak
izin atau ketentuan dipermudah (baca : biaya produksi lebih murah) maka dipihak lain
pajak (baik pajak penghasilan maupun pajak pertambahan nilai) meningkat perannya
sebagai sumber anggaran. Tetapi persoalannya tidak berhenti disini.
Tidak dapat dipungkiri bahwa hutang luar negeri telah berfungsi sebagai injeksi
pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan cara menutup defisit anggaran pembangunan
dan defisit neraca pembayaran (kuncoro, 1994).
Namun tidak dapat dipungkiri terdapat kendala-kendala terhadap hutang luar
negeri yang kita terima yang semakin meningkat setiap tahunnya seperti :
1. fakta bahwa selama ini semua komitmen bantuan atau pinjaman luar negeri berhasil
dicairkan atau alokasi dana pinjaman tidak sepenuhnya mampu terserap dalam
berbagai sector kegiatan. Karena studi kelayakan proyek belum dikuti studi evaluasi
bagi proyek yang telah berjalan untuk menilai efektivitas dan efisiensi penggunaan
bantuan luar negeri.
Modul Ekonomi Indonesia
Anton Bawono, S.E., M.Si.
Halaman : 5 dari 10 halaman
2. semakin meningkatnya hutang luar negeri kita baik kepada negara-negara donor
maupun lembaga-lembaga keuangan internasional yang tergantung dalam CGI.
3. selain itu penanaman modal asing atau PMA yang bertujuan meningkatkan investasi
dapat menyebabkan terjadinya capital flight atau pelarian modal keluar negeri apabila
tidak dilakukan control dan kebijakan yang tepat oleh pemerintah.
4. hutang luar negeri yang dilakukan oleh swasta sekalipun proporsinya lebih kecil
(40%) dibandingkan pemerintah (60%) tetapi kebanyakan berbentuk pinjaman
komersial jangka pendek (1 – 3 tahun) dengan tingkat bunga yang cukup tinggi (10%
- 15 % pertahun) yang tentu saja sangat berresiko apabila tidak dikelola dengan baik
dapat dapat menyebabkan semakin meningkatkan volume hutang luar negeri kita dan
berakibat pada besarnya angka debt service ratio (DSR).
5. semakin berakumulatifnya hutang luar negeri maka semakin responsive terhadap
gejolak nilai tukar mata uang negara donor utama.
Kesemua hal-hal ini yang telah disebut diatas menimbulkan suatu dilemma
terhadap bantuan luar negeri kita. Untuk itu dibutuhkan strategi yang dapat digunakan
untuk memanfaatkan dana luar negeri yang tersedia tersebut agar seefektif dan seefisien
mungkin.
D. STRATEGI DALAM PEMANFAATAN HUTANG LUAR NEGERI
Walaupun timbul permasalahan di seputar hutang luar negeri kita, tetapi sumber
permodalan luar negeri masih diperlukan untuk membiayai program-program
pembangunan baik pemerintah maupun swasta. Ada pengaruh yang positif yang didapat
dari peranan sumber dana luar negeri sebagai berikut :
1. sumber dana luar negeri merupakan sarana yang diperlukan untuk memperlancar
pembangunan. Dengan adanya modal maka proyek dapat dilaksanakan, dipercepat
dan diperluas cakupannya.
2. pengejaran ketinggalan dari negara-negara maju bisa lebih dimungkinkan. Dengan
modal yang cukup maka kita bisa mengejar (dalam batasan tertentu) ketinggalanketinggalan dari negara-negara maju, paling tidak dari segi materiil yang pokok. Alatalat tehnologi kita bisa impor dengan demikian proyek pembangunan bisa berjalan
(M. Suprihadi S. 1980 ; 30).
Modul Ekonomi Indonesia
Anton Bawono, S.E., M.Si.
Halaman : 6 dari 10 halaman
Sumber pembiayaan luar negeri tersebut terdiri dari :
1. ODA (official Development Assisteent) yaitu gabungan negara-negara yang
membantu pemberian dana pada negara Indonesia. Dalam istilah bantuan ini
dinamakan bantuan dari sector pemerintah. Bantuan ini terdiri dari bantuan program
dan bantuan proyek
2. PMA (Penanaman Modal Asing) bantuan ini dinamakan bantuan dari sector swasta
terdiri dari PMA langsung portofolio dan kredit ekspor (Hg. Suseno Triyanto, 1990 ;
86).
Pemanfaatan bantuan luar negeri yang bersyarat lunak tersebut bagi peningkatan
investasi dibidang infrastruktur dan sarana sector publik yang dapat memperlancar
aktivitas dan produktivitas perekonomian masyarakat yang pada gilirannya dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat dan peningkatan efisiensi sehingga dapat mendukung
upaya peningkatan daya saing perekonomian secara keseluruhan. Untuk bantuan luar
negeri yang berupa bantuan program dimanfatkan semaksimal mungkin untuk programprogram social kemasyarakatan seperti kesehatan, pendidikan dan peningkatan
kesejahteraan.
Sementara sumber pendanaan untuk proyek-proyek baik oleh pemerintah
(BUMN) maupun swasta dari bantuan proyek yang berbentuk pinjaman komersial luar
negeri (PKLN) harus ditentukan batasan oleh pemerintah melalui tim PKLN mengenai
besarnya plafon pinjaman yang dapat diperoleh baik oleh BUMN dan swasta. Hal
tersebut dimaksudkan agar penerimaan PKLM di sesuaikan dengan kemampuan
membayar kembali, baik pokok pinjaman maupun bunganya disamping untuk
menghindari resiko-resiko pembayaran akibat adanya kesimpang siuran dalam memasuki
pasar Internasional. Terutama oleh swasta yang kadang “sok royal” dalam jumlah
pinjaman tetapi setelah jatuh tempo sering mengalami kesulitan dalam melunasinya.
Sehingga berdampak pada semakin meningkatnya beban kewajiban hutang pemerintah.
Untuk itu perlu benar-benar dipikirkan strategi pemanfatannya terutama dalam
pemilihan proyek-proyek yang bersifat produktif seperti pengembangan sector industri
rakyat untuk memacu peningkatan sector migas telah terbukti efektif dalam peningkatan
ekspor non migas yang tentu saja semakin meningkatkan devisa negara dan peningkatan
kesejahteraan rakyat.
Selain itu perlu dihindari pemanfaatan dana luar negeri terutama oleh pihak
swasta untuk proyek-proyek raksasa yang beresiko tinggi dan bersifat latah secara
Modul Ekonomi Indonesia
Anton Bawono, S.E., M.Si.
Halaman : 7 dari 10 halaman
berlebihan seperti proyek-proyek property atau lapangan golf yang mamakan dana besar
tetapi pemanfaatannya untuk peningkatan kesejahteraan rakyat hanya sangat sedikit
bahkan cenderung tidak ada. Masalah proyek-proyek tersebut gagal dan swasta tidak
tanggap untuk bayar hutang maka pemerintah dan rakyat juga menanggung beban hutang
tersebut.
Pemanfaatan sumberdana luar negeri yang berupa investasi asing atau PMA
dalam berbagai bidang usaha juga sangat potensial sebagai salah satu sumber dana luar
negeri sebab dari tahun ketahun semakin meningkat. Namun tentunya ditahun-tahun
mendatang persaingan untuk menarik minat investor asing semakin ketat terutama datang
dari negara-negara berkembang lainnya. Untuk itu diperlukan penciptaan iklim investasi
yang kondusif baik melalui deregulasi seperti PP no. 20/1994 tentang investasi asing juga
melalui kebijakan disegala bidang baik dibidang sector moneter maupun riil dan
didukung oleh kestabilan ekonomi makro yang mantap. Namun demikian perlu adanya
sikap selektif dalam menerima investasi asing yang masuk agar tidak sampai terjadi
pelarian modal keluar malah merugikan kita.
Sumber pendanaan luar negeri lain yang dapat dimanfaatkan baik oleh BUMN
maupun swasta adalah penjualan saham dipasar internasional. Tentu saja hal ini membuat
kesiapan terutama yang menyangkut kondisi perusahaan baik dalam menejemen maupun
struktur keuangannya. Selain pengaruhnya terhadap kestabilan ekonomi makro relatif
lebih kecil juga dapat semakin memperkukuh keuntungan perusahaan yang bersangkutan.
Namun demikian diperlukan langkah-langkah persiapan yang matang sehingga langkah
tersebut dapat lebih meningkatkan keuntungan bagi perolehan devisa negara dan bukan
sebaliknya.
F. SAMPAI KAPAN HUTANG LUAR NEGERI DIBUTUHKAN ?
Barangkali yang menarik untuk ditelaah bukan terletak pada besar kecilnya
hutang tersebut, melainkan persoalannya yang lebih umum, yakni mengapa hutang luar
negeri dibutuhkan. Karena bagi sebagian besar orang, hutang luar negeri selalu
dipandang sebagai sesuatu yang negatif. Bila hutangnya meningkat, mereka menilai
bahwa martabat negara semakin rendah karena ketergantungan terhadap luar negeri
semakin besar. Karena itu membuat hutang luar negeri menjadi nol atau tidak ada hutang
sama sekali, merupakan sesuatu yang perlu diwujudkan. Tentu saja ide semacam ini
Modul Ekonomi Indonesia
Anton Bawono, S.E., M.Si.
Halaman : 8 dari 10 halaman
sangat indah dan menarik semua orang, tetapi sebenarnya tidak realistis, terutama bagi
negara berkembang seperti Indonesia.
Memang benar bahwa dalam pembiayaan pembangunan, hutang luar negeri hanya
salah satu cara. Disamping itu masih ada cara lain yang bisa ditempuh yang bersumber
dari dalam negeri, yakni mecetak uang baru atau penjualan obligasi pemerintah melalui
pasar modal domestik. Namun perlu disadari bahwa masing-masing cara mempunyai
kelebihan dan kekurangan dan dalam hal tertentu keharusan untuk memilih hutang luar
negeri tidak bisa dihindarkan.
Hutang luar negeri sering dipandang merugikan karena beberapa hal. Pertama dan
yang mungkin paling utama, bahwa hutang luar negeri menimbulkan beban pembayaran
dimasa mendatang, baik yang berupa cicilan pokoknya ataupun cicilan bunganya. Ini
berarti bahwa hutang luar negeri pada akhirnya hanya menciptakan transfer kekayaan
dari dalam negeri ke luar negeri.
Disamping itu, terutama untuk kasus Indonesia, pandangan negatif terhadap
bantuan asing juga disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Dalam
GBHN dijelaskan bahwa bantuan luar negeri sifatnya hanya pelengkap dan karena itu
peranannya sedikit demi sedikit akan dikurangi. Tetapi dalam kenyataan, sejak berdirinya
pemerintah orde baru, peranan bantuan luar negeri menunjukkan kecenderungan yang
meningkat bahkan sejak tahun 1980-an semakin dominan.
Yang terakhir, pandangan negatif tersebut juga sering didramatisirkan oleh factorfaktor yang sifatnya tida terduga, misalnya apresiasi nilai Yen terhadap dollar. Dengan
meningkatnya nilai Yen, yang berarti untuk memperoleh sejumlah Yen yang sama
diperlukan jumlah Dollar yang banyak, beban hutang luar negeri semakin bertambah
berat, karena beban itu semakin besar nilainya dalam Yen, sementara itu sebagian besar
pendapatan devisa dari ekspor diterima dari dollar.
Dilihat dari kaca mata ini, pembiayaan melalui pencetaan uang baru menawarkan
alternatif yang menarik. Disatu pihak, pemerintah mempunyai kekuasaan mutlak
melakukannya dan dilainpihak, cara semacam ini ada bahayanya, yakni dapat
menimbulkan inflasi yang tidak terkendali. Pengalaman pada orde lama merupakan
contoh yang tepat. Defisit anggaran yang dibiayai seluruhnya dengan pencetaan uang
baru menghasilkan inflasi yang cukup tinggi yang melumpuhkan perekonomian nasional.
Jadi pengalaman jelek inilah pemerintahan berikutbya dan sampai saat ini membuat
aturan formal untuk melarang pembiayaan pembangunan melalui pencetaan uang baru,
Modul Ekonomi Indonesia
Anton Bawono, S.E., M.Si.
Halaman : 9 dari 10 halaman
meskipun hal ini sebenarnya sangat berlebihan. Karena cara ini masih tetap
dimungkinkan selama pertumbuhan uang beredar masih seimbang dengan pertumbuhan
ekonomi.
Pembiayaan melalui penjualan obligasi pada dasarnya tidak berbeda dengan
pinjaman luar negeri, dalam arti keduanya menimbulkan beban pembayaran dimasa yang
akan datang. Meskipun demikian cara terakhir ini masih dinilai lebih baik karena
pembayaran beban itu tidak ditransfer keluar negeri melainkan dibayarkan kepada
penduduk pemegang obligasi didalam negeri. Sisi lain yang menguntungkan adalah
bahwa penjualan obligasi tidak mempunyai pengaruh terhadap perubahan jumlah uang
beredar, karena sifatnya hanya meniadakan uang dari masyarakat ke pemerintah dan
karena itu efeknya terhadap inflasi bisa dihindari. Tentu saja pembayaran semacam itu
bisa dilaksanakan kalau sudah ada pasar modal yang besar. Bagi negara-negara
berkembang pasar modalnya masih parsial seperti Indonesia, hal ini sulit dilakukan.
Sebenarnya yang menentukan perlu tidaknya hutang luar negeri bukan factorfaktor diatas, melainkan jenis pembangunan yang akan dibiayai. Bila yang dibangun
adalah proyek-proyek yang sarana pendukungnya sudah tersedia didalam negeri, maka
bantuan luar negeri tidak dibutuhkan. Pendanaan yang bersumber dari luar negeri sudah
cukup. Bahkan pinjaman luar negeri akan berakibat negatif ganda. Pertama, hutang luar
negeri sudah menciptakan beban dimasa datang, dan kedua berpotensi besar untuk
menciptakan inflasi. Yang terakhir ini benar karena untuk bisa digunakan dalam transaksi
di dalam negeri, hutang itu harus ditukar ke Bank Sentral untuk mendapatkan rupiah,
yang berarti menambah uang beredar (uang primer). Ini sama saja dengan proses
pencetaan uang baru.
Sebaliknya bila proyek yang dibangun itu membutuhkan komponen yang diimpor,
hutang luar negeri mutlak diperlukan, selama pemerintah tidak mempunyai devisa untuk
membiayainya. Bila tidak, proyek tersebut tidak pernah akan terwujud. Dalam hal ini,
pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri tidak mungkin dilakukan karena untuk
mengimpor tidak bisa dilakukan dengan uang rupiah. Misalnya, pemerintah ingin
memperbaiki SDM dengan mengirimkan karya siswa ke luar negeri, pembiayaan harus
dilakukan dengan mata uang asing (devisa).
Dengan demikian jelas bahwa tidak dikehendaki tidak ada hutang sama sekali,
ada konsekuensi yang harus ditanggung, yakni pemerintah melalui perdagangan
internasional harus mampu menciptakan surplus devisa yang terus menerus atau
Modul Ekonomi Indonesia
Anton Bawono, S.E., M.Si.
Halaman : 10 dari 10 halaman
kalautidak, kita tidak usah membangun proyek-proyek yang membutuhkan komponen
luar negeri. Nampaknya untuk saat sekarang keduanya sulit dipenuhi. Selama tidak dapat
memenuhi satu dari dua konsekuensi tersebut, selama itu pula hutang luar negeri tetap
dibutuhkan.
Karena itu yang penting sebenarnya bukan perlu tidaknya hutang luar negeri, tapi
mampu tidaknya membayar hutang yang dimiliki. Indonesia, Korea dan Malaysia juga
termasuk penghutang berat. Meskipun hutangnya besar tetapi bila mampu membayar
akan lebih terhormat dari pada hutang sedikit tetapi tidak mampu membayar. Sehingga
inti persoalannya terletak pada penggunaan bantuan itu. Yang penting, bila sudah jatuh
tempo, kita sudah menghasilkan devisa untuk melunasinya.
G. KESIMPULAN
Ada beberapa catatan yang dapat diambil sebagai kesimpulan dari bab ini yaitu :
1. Sumber pendanaan luar negeri masih tetap dibutuhkan sebagai sumber pendanaan
pembangunan terutama untuk menutupi kesenjangan antara besarnya investasi dengan
tabungan dalam negeri.
2. Perlu adanya kebijakan dalam pemanfaatan sumber-sumber pendanaan luar negeri
agar tidak menimbulkan permasalahan baru dalam proses pembangunan terutama
yang menyangkut masalah pengembalian kembali pinjaman atau
3. pemanfatan sumber-sumber dana luar negeri untuk meningkatkan efisiensi dan
efektifitas serta produktifitas kegiatan perekonomian rakyat yang berimplikasi pada
peningkatan kesejahteraan rakyat. Selain itu pemanfaatan sumber dana luar negeri
tersebut hendaknya dipertimbangkan pula dampaknya pada pemeliharaan kestabilan
perekonomian secara makro, khususnya inflasi dan neraca pembayaran.
4. perlunya mencari alternatif-alternatif baru dalam penggalian sumber dana luar negeri
seperti penjualan saham oleh perusahaan nasional baik BUMN maupun swasta di
pasar Internasional selain relatif lebih aman juga dapat memperkuat struktur
keuntungan perusahaan yang bersangkutan.
5. perlu diingat bahwa sumber dana luar negeri hanyalah bersifat sementara untuk
menutupi kebutuhan akan sumber-sumber pendanaan pembangunan. Untuk itu
kemandirian dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan tersebut harus
terus ditingkatkan dari tahun ketahun dengan meningkatkan sumber-sumber dana
dalam negeri yang tersedia.
Modul Ekonomi Indonesia
Anton Bawono, S.E., M.Si.
Download