BAB II BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Tanah (bahasa Yunani: pedon; bahasa Latin: solum) adalah bagian kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organik. Tanah dibentuk oleh pelapukan fisika dan kimiawi pada batuan. Pelapukan fisika terbagi menjadi dua cara, antara lain: Penghancuran yang disebabkan oleh pembasahan dan pengeringan terusmenerus ataupun pengaruh salju dan es. Pengikisan yang diakibatkan oleh air, angin ataupun sungai es (glacier). Proses tersebut menghasilkan butiran yang kecil sampai yang besar. Namun komposisinya masih tetap sama dengan batuan asalnya hanya terdiri dari satu jenis mineral saja, antara lain butir lanau dan pasir. Pelapukan kimiawi, antara lain mengubah mineral yang terkandung dalam batuan dengan menggunakan air serta oksigen dan karbon dioksida menjadi jenis mineral lain yang sangat berbeda sifatnya. Mineral baru ini disebut mineral lempung yang memiliki sifat kohesi dan plastisitas, antara lain: kaolinite, illite, dan montmorillonite, umumnya berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. II - 1 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Selain pelapukan fisika dan kimiawi, pembentukan tanah juga dipengaruhi oleh pengangkutan butir tanah dan tempat pengendapannya. Sehingga tanah dibagi menjadi: Tanah Residu (residual soil), yaitu tanah yang terbentuk langsung akibat pelapukan kimiawi dan tanah ini tetap pada tempat pembentukannya di atas batuan asalnya. Tanah Endapan (sedimentary soil), yaitu tanah yang oleh karena hujan menyebabkan erosi kemudian terangkut melalui sungai sampai mencapai laut atau danau, lalu terjadi pengendapan lapisan demi lapisan pada dasar laut atau danau dan berlangsung selama ribuan atau jutaan tahun. Gambar 2. 1 Cara Pembentukan Tanah (Sumber: Mekanika Tanah Untuk Tanah Endapan & Residu) 2.1.1 Komposisi Tanah Tanah merupakan mineral yang terdiri dari bahan-bahan komponen yang disebut juga fase, antara lain: partikel padat yaitu butiran tanah, serta pori antara lain air, dan udara. Fase tersebut saling terkait dan membentuk kerangka mineral. II - 2 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Gambar 2. 2 Kerangka Mineral & Diagram Tiga Fase (Sumber: Modul Mekanika Tanah II) Berdasarkan fase yang membentuknya, tanah dibedakan menjadi: 1) Tanah jenuh; merupakan tanah yang hanya mengandung air pada rongga porinya. 2) Tanah kering; merupakan tanah yang tidak mengandung air pada rongga porinya. 3) Tanah jenuh sebagian; merupakan tanah yang tidak hanya mengandung air tetapi juga mengandung udara pada rongga porinya. 2.1.2 Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah adalah mengkategorikan tanah berdasarkan karakteristik yang membedakan masing-masing jenis tanah yang terdiri dari warna, kadar air, kekuatan tekan, dan sifat lainnya. Umumnya pengklasifikasian tanah dilakukan berdasarkan karakteristik tekniknya dan hubungannya dalam membangun pondasi dan bangunan di atasnya. Tanah diklasifikasikan menjadi: Kerikil (gravel) dan pasir (sand) Kelompok ini terdiri atas pecahan batu-batuan dengan bentuk dan ukuran yang beraneka ragam. II - 3 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Kerikil biasanya terdiri atas pecahan-pecahan batu tetapi kadang-kadang juga terdiri atas mineral-mineral tunggal. Pasir biasanya terdiri atas mineral tunggal, biasanya kwarsa. Pada beberapa keadaan, pasir hanya terdiri atas butiran-butiran yang seukuran, sehingga disebut pasir seragam. Lempung (clay) Lempung terdiri atas butiran yang sangat kecil dan memiliki sifat kohesi dan plastisitas. Kohesi berarti utiran-butirannya saling menempel, sedangkan plastisitas adalah sifat yang memungkinkan tanah dapat berubah bentuk tanpa mengubah volume dan tidak menyebabkan retak atau pecah. Lanau (silt) Lanau adalah bahan yang merupakan peralihan antara lempung dan pasir. o Lanau bersifat kurang plastis dibanding lempung (lanau asli tidak memiliki sifat plastis). o Lanau memiliki permeabilitas yang lebih tinggi o Lanau menunjukkan sifat-sifat khusus seperti quick brhavior dan dilantasi yang tidak ditemukan pada lempung. Quick behavior adalah kecenderungan untuk menjadi cair ketika digetarkan dan dilatansi adalah kecenderungan untuk mengalami penambahan volume ketika berubah bentuk. II - 4 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Sistem klasifikasi modern didesain untuk memudahkan perkiraan sifat dan perilaku tanah berdasarkan observasi di lapangan. Sistem klasifikasi tanah yang sering digunakan antara lain klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS) dan Sistem klasifikasi AASHTO Soil Classification System. Unified Soil Classification System (USCS) Metode klasifikasi tanah dengan menggunakan USCS (Unified Soil Classification System) merupakan metode klasifikasi tanah yang cukup banyak digunakan dalam bidang geoteknik. Klasifikasi ini diusulkan oleh A. Cassagrande pada tahun 1942 dan direvisi pada tahun 1952 oleh The Corps of ENgeneers and The US Bureau of Reclamation. Pada prinsipnya menurut metode ini, ada 2 pembagian jenis tanah yaitu tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) dan tanah berbutir halus (lanau dan lempung). Tanah digolongkan dalam butiran kasar jika lebih dari 50% tertahan di atas saringan no. 200. Sementara itu tanah digolongkan berbutir halus jika lebih dari 50% lolos dari saringan no. 200. Selanjutnya klasifikasi yang lebih detail lagi dapat dilihat pada table USCS berikut ini. II - 5 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tabel 2. 1 Unified Soil Classification System (USCS) AASHTO Soil Classification System Sistem klasifikasi AASHTO membagi tanah kedalam 8 kelompok, A-1 sampai A-8 termasuk sub-sub kelompok. Tanah-tanah dalam tiap II - 6 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II kelompoknya 12 dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dengan rumus-rumus empiris. Pengujian yang digunakan hanya analisis saringan dan batas-batas Atterberg. Sistem klasifikasi AASHTO, dapat dilihat dalam table berikut Tabel 2. 2 AASHTO Soil Classification System II - 7 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Keterangan : * untuk A-7-5, PI ≤ LL – 30 * untuk A-7-6, PI > LL – 30 Indeks kelompok (group index) dalam tabel tersebut digunakan untuk mengevaluasi lebih lanjut tanah-tanah dalam kelompoknya. Indeks kelompok dihitung dengan persamaan sebagai berikut : GI = (F – 35)(0,2 + 0,005(LL – 40) + 0,01(F – 15)(PI -10) Dimana: GI = indeks kelompok (group index) F = persen material lolos saringan no. 200 LL = batas cair PI = indeks plastisitas Bila nilai indeks kelompok (GI) semakin tinggi, makin berkurang ketepatan penggunaan tanahnya. Tanah granuler diklasifikasikan ke dalam klasifikasi A-1 sampai A-3. tanah A-1 granuler yang bergradasi baik, sedang A-3 adalah pasir bersih yang bergradasi buruk. Tanah A-2 termasuk tanah granuler (kurang dari 35% lewat saringan no. 200), tetapi masih terdiri atas lanau dan lempung. Tanah berbutir halus dikalsifikasikan dari A-4 sampai A-7, yaitu tanah lempung-lanau. Perbedaan keduanya berdasarkan pada batas-batas Atterberg. II - 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Apabila sistem klasifikasi AASHTO dipakai untuk mengklasifikasikan tanah, maka data dari hasil uji dicocokkan dengan angka-angka yang diberikan dalam Tabel 2.2 dari kolom sebelah kiri ke kolom sebelah kanan hingga ditemukan angka-angka yang sesuai. Grafik 2.2 menunjukkan suatu gambar dari senjang batas cair (liquid limit / LL) dan indeks plastisitas (PI) untuk tanah yang masuk dalam kelompok A-2, A-4, A-5, A-6 dan A-7 Gambar 2. 3 Range dari batas cair (LL) dan indeks plastisitas (PI) Pengujian-pengujian yang dilakukan di laboratorium untuk pengklasifikasian tanah, antara lain: I) Analisa Ukuran Butir Berdasarkan ukuran butirnya, tanah digolongkan menjadi: Tanah berbutir kasar, terdiri atas kerikil dan / atau pasir dan biasanya disebut tanah granular / tanah tidak berkohesi. II - 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tanah berbutir halus, terdiri dari lanau dan / atau lempung dan sering disebut tanah berkohesi. Pada umumnya tanah terdiri dari berbagai butir dengan ukuran yang berbedabeda. Untuk itu tanah dapat digolongkan menjadi: 1) Tanah bergradasi baik, yaitu tanah yang terdiri atas butiran dengan berbagai macam ukuran, dari kerikil kasar dan pasir hingga lanau dan lempung. 2) Tanah bergradasi seragam, yaitu tanah yang terdiri atas bahan dengan ukuran yang hampir sama. 3) Tanah bergradasi celah atau tanah bergradasi buruk, yaitu tanah yang terbentuk dari bahan dengan berbagai ukuran, tetapi ada ukuran tertentu yang hilang. Gambar 2. 4 Grain Size Distribution Curves (Sumber: Modul Mekanika Tanah II) II - 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Pembagian ukuran butir tanah dapat dilaksanakan dengan: 1) Analisa Saringan (Sieve Analysis) Analisa saringan ini disebut juga mechanical analysis dan prosedur ini cocok untuk tanah berbutir kasar. Dengan menggunakan analisa saringan standard Amerika yang digerakkan kearah horizontal maupun vertical dengan alat penggoyang yang digerakkan secara manual atau elektrik. Gambar 2. 5 Analisa Saringan (Sumber: Modul Mekanika Tanah II) Berdasarkan sistem klasifikasi tanah unified (USCS), butiran tanah diklasifikasikan menjadi: Tanah berbutir kasar, apabila lebih dari 50% tertahan pada saringan no.200 berukuran 0,074mm atau 0,0029inches. Tanah berbutir halus, apabila lebih dari 50% dapat lolos saringan no.200. 2) Analisa Hidrometer Analisa hidrometer ini disebut juga analisa sedimen. Prosedur ini dilakukan pada tanah berbutir halus yaitu dengan cara mencampur tanah dengan air dan kemudian diaduk menggunakan mesin pengaduk (mixer) II - 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II selama kurang lebih 15 menit. Untuk mencegah penggumpalan butir-butir maka digunakan bahan additive (regen). Contoh tanah dalam wadah (gelas ukur) kemudian diukur dengan alat hidrometer pada waktu-waktu tertentu, sehingga pembagian ukuran butir dari butir-butir yang mengendap dapat ditentukan. Gambar 2. 6 Analisa Hidrometer (Sumber: Modul Mekanika Tanah II) Analisa dilakukan dengan menggunakan persamaan hukum Stoke: 𝑣= 𝐷2 𝛾𝑤 (𝐺𝑆 −𝐺𝐿 ) 18𝜇 (2.1) Dari keseluruhan data yang didapat, baik data dari analisa saringan maupun analisa hidrometer diplotkan kedalam grafik sehingga didapat klasifikasi tanah tersebut. II) Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit) Perilaku tanah berdasarkan ukuran butiran tidak berpengaruh pada tanah berbutir halus karena konsistensi tanah berbutir halus tergantung pada proporsi kadar air pada batas keadaan plastis tanah. Untuk itu klasifikasi tanah dilakukan dengan uji batas-batas Atterberg. II - 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Gambar 2. 7 Tahapan Tanah Padat, Plastis, Cair, dan Batas-batasnya (Sumber: Mekanika Tanah Untuk Tanah Endapan & Residu) 1) Batas cair (LL) Pengujian batas cair dilakukan dengan alat yang bernama casagrande apparatus. Gambar 2. 8 Alat Uji Batas Cair (Sumber: Modul Mekanika Tanah II) Langkah-langkah pengujian batas cair tersebut, antara lain: 1. Tanah dicampur dengan air hingga menjadi pasta dengan kadar air yang sedikit lebih kering dibanding batas cair. 2. Tanah diletakkan di cawan dan diratakan dengan menggunakan spatula. 3. Pada tanah tersebut dibuat galur dengan menggunakan alat yang memiliki bentuk dan ukuran tertentu. Tanah tersebut akan menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh galur yang lebarnya 2mm pada bagian tengahnya. II - 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II 4. Pegangannya diputar, setiap putaran membuat cawan naik setinggi 1cm sebelum cawan tersebut jatuh. Akibatnya, kedua bagian tanah tersebut akan mendekat dan lama-lama akan menutup galur tersebut. 5. Banyaknya putaran dihitung hingga tapak tersebut bertaut pada jarak sepanjang 13mm, dan contoh tanah diambil untuk menentukan kadar airnya. Gambar 2. 9 Liquid Limit Determination (Sumber: Modul Mekanika Tanah II) 2) Batas plastis (PL) Batas plastis ditetapkan sebagai kadar air dimana tanah dapat digulung hingga berdiameter minimum 3mm tanpa retak. Apabila tanah pecah sebelum mencapai diameter 3mm maka berarti tanah tersebut memiliki kadar air yang rendah, sedangkan apabila dapat dibuat gulungan dengan diameter lebih kecil maka bearti tanah memiliki kadar air yang tinggi. Gambar 2. 10 Uji Plastic Limit (Sumber: Mekanika Tanah II) II - 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II 3) Indeks Plastis (PI) Indeks plastisitas merupakan jangkauan kadar air dimana tanah bersifat plastis (2.2) 𝑃𝐼 = 𝐿𝐿 − 𝑃𝐿 Gambar 2. 11 Plasticity Chart (Sumber: Modul Mekanika Tanah II) 4) Batas Susut (SL) Batas susut atau batas bawah perubahan volume adalah kadar air dimana bagian bawahnya kehilangan air, karena evaporasi tidak mengakibatkan penguranagn volume. Segera setelah tanah melampaui bagian bawah batas susut, tanah menjadi berwarna agak lebih terang. III) Berat Volume (γ) Berat volume dihitung dari berat basah dan berat kering sampel tanah yang telah dicetak dalam wadah yang sudah terukur volumenya, berat kering yang II - 15 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II dimaksud diperoleh dengan mengeingkan dalam oven selama 24 jam dengan suhu 105°C - 110°C bagi contoh tanah basahnya. IV) Kadar Air (w) Penentuan kadar air tanah dilakukan dengan mengeringkan contoh tanah basah selama 24 jam pada suhu 105°C - 110°C. kehilangan berat sehubungan dengan proses pengeringan merupakan berat air yang terkandung dalam tanah tersebut, kadar air dinyatakan sebagai perbandingan berat air terhadap berat kering tanahnya. V) Berat Jenis Butir (Gs) Penentun berat jenis butir tanah menggunakan botol khusus (piknometer) kapasitas 50cc. pertama-tama perlu diketahui berat volume kosong botol dan berat botol yang telah diisi air suling sehingga berat volume air dapat ditentukan. Kemudian botol yang sebagian diisi air suling dicampur dengan contoh tanah kering yang sudah ditentukan beratnya terlebih dahulu, hampakan udara dalam botol dan mengisi penuh botol dengan air suling dan ditimbang, berat volume dan beratbutir tanah dapat dihitung dengan suhu 20°C. VI) Kadar Pori (e) dan Derajat Kejenuhan (Sr) Dengan menggunakan hubungan berat dan volume tanah pada keadaan kering dan basah, e dan s dapat dihitung. Kadar pori ialah perbandingan antara volume air terhadap volume pori yang dinyatakan dalam persen. II - 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Pengujian-pengujian tersebut merupakan percobaan untuk mengetahui sifat-sifat index properties tanah, sedangkan untuk mengetahui sifat-sifat engineering properties tanah dilakukan pengujian-pengujian sebagai berikut: I) Kuat Geser Tanah Kuat geser tanah dapat ditentukan dengan: 1.) Percobaan Geser Langsung (Direct Shear Test) Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan kotak geser dimana contoh tanah yang sudah dicetak diletakkan dengan memberikan beban normal tertentu, tekan tanah searah horizontal dengan memutar engkol penakan yang dihubungkan dengan proving ring sehingga beban yang menekan tanah dapat diukur. Tegangan geser rata-rata baik normal (vertikal) maupun geser pada bidang yang menunjukkan kelongsoran mewakili salah satu kondisi tanah. Dengan mengulangi percobaan tersebut pada beberapa beban normal yang berbeda diperoleh satu garis kekuatan tanah yang menunjukkan nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (ϕ). Gambar 2. 12 Pengujian Direct Shear II - 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II 2.) Percobaan Uji Tekan Bebas (UCS) Percobaan uji tekan bebas ialah satu bentuk percobaan kekuatan geser tanah yang paling sederhana dimana biasanya dilakukan pada contoh tanah dengan Ø 1,5” walaupun terkadang juga dilakukan pada contoh tanah Ø 2” yang dikeluarkan dari tabung contoh tanahnya. Adapun percobaan ini tidak dapat dilakukan pada tanah berbutir kasar / non kohesif atau pada tanah lempung atau lanau yang terlalu lembek untuk berdiri di dalam mesin karena sudah longsor sebelum beban diberikan. Adapun percobaan ini baik dilakukan pada contoh tanah asli maupun terganggu dengan peralatan yang dapat mengontrol bentuk (strain-rate 1%) agar dapat dihitung pada saat longsornya atau runtuhnya. Nilai kepekaan (st) ialah perbandingan tegangan kekuatan geser (tekanan longsor tanah) pada keadaan asli dan keadaan terganggu. Gambar 2. 13 Pengujian Tekan Bebas II - 18 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II II) Konsolidasi Sifat-sifat konsolidasi dan pemampatan tanah dapat ditentukan dengan melakukan percobaan oedometer yang sering disebut sebagai percobaan pemampatan satu dimensi atau percobaan konsolidasi. Percobaan ini dilakukan terutama dalam rangka memperoleh grafik hubungan antara beban dan penurunannya sesuai dengan spesifikasi. Index-index pemampatan Cc dan Cs dapat diperoleh dari grafik-grafik ini untuk setiap peningkatan beban, koefisien konsolidasi Cv dapat ditentukan dari grafik hubungan waktu dengan penurunannya. Nilai Cv ditentukan sesuai dengan metoda D.W. Taylor Grafik beban penurunan dinyatakan dalam bentuk kadar pori dengan tekanannya yang digambarkan semi logaritmis. Gambar 2. 14 Pengujian Konsolidasi 2.2 Pondasi Pondasi adalah bagian struktur bangunan yang terletak di bawah permukaan tanah dan mempunyai fungsi memikul beban struktur bangunan yang berada di atasnya dan juga meneruskannya ke dalam tanah atau batuan dibawahnya. Pondasi diklasifikasikan menjadi dua jenis, antara lain: II - 19 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II 1) Pondasi Dangkal (Shallow Foundation) Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung beban struktur secara langsung. Pondasi dangkal digunakan bila bangunan yang berada di atasnya tidak terlalu besar seperti rumah sederhana dan umumnya dipakai untuk bangunan yang berada di atas tanah keras. Yang termasuk pondasi dangkal antara lain: pondasi batu kali setempat, pondasi lajur batu kali, pondasi tapak, pondasi lajur beton atau pondasi rakit. 2) Pondasi Dalam Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke dalam tanah keras atau batu yang relatif jauh dari permukaan. Hal ini disebabkan jauhnya letak lapisan tanah keras yang ada dibawah permukaan tanah dan biasanya digunakan pula untuk bangunan dengan bentangan yang cukup lebar serta bangunan gedung bertingkat. Yang termasuk pondasi dalam yaitu: Pondasi tiang. Pondasi Tiang (Pile Foundation) 2.3 Berdasarkan material yang digunakan, pondasi tiang dibagi menjadi: Pondasi Tiang baja Pondasi Tiang beton Pondasi Tiang kayu Pondasi Tiang komposit Untuk pondasi tiang beton diklasifikasikan lagi menjadi dua berdasarkan pembuatananya, yaitu: II - 20 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Precast Pile Cast-in-situ Pile (dengan cashing atau tanpa cashing) 2.3.1 Pondasi Tiang Pancang Beton Pada Tugas Akhir ini digunakan pondasi tiang pancang dari beton dengan sistem Precast pile / pondasi tiang beton pracetak yaitu pondasi tiang dari beton yang dicetak di suatu tempat dan kemudian diangkut ke lokasi rencana bangunan. Tiang beton biasanya berbentuk persegi dan segi delapan(octagonal), biasanya berukuran diameter 20 - 60cm untuk tiang yang tidak berlubang dan panjangnya berkisar diantara 20 - 40m. Sedangkan untuk tiang berlubang diameternya hingga mencapai 140cm dan panjangnya dapat mencapai 60m. beban maksimum untuk tiang ukuran kecil berkisar di antara 300 – 800kN. Gambar 2. 15 Precast Pile (Sumber: Modul Rekayasa Pondasi II) 2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Tiang Pancang Kelebihan pemakaian tiang pancang pracetak, antara lain: 1) Bahan tiang dapat diperiksa sebelum pemancangan 2) Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah 3) Tiang dapat dipancang sampai kedalaman yang dalam II - 21 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II 4) Pemancangan tiang dapat menambah kepadatan tanah granuler Kekurangan pemakaian tiang pancang pracetak, antara lain: 1) Pengembungan permukaan tanah dan gangguan tanah akibat pemancangan dapat menimbulkan masalah 2) Kepala tiang kadang-kadang pecah akibat pemancangan 3) Pemancangan sulit, bila diameter tiang terlalu besar. 4) Pemancangan menimbulkan gangguan suara, getaran, dan deformasi tanah yang dapat menimbulkan kerusakan bangunan di sekitarnya. 5) Banyak tulangan dipengaruhi oleh tegangan yang terjadi pada waktu pengangkutan dan pemancangan tiang. 2.3.3 Pemancangan Tiang Pancang 1.) Palu Jatuh (Drop Hammer) Drop hammer masih digunakan sesekali untuk pekerjaan kecil yang relatif tidak dapat dimasuki. Drop hammer terdiri dari pemberat logam yang dicocokkan pada sebuah kait pengangkat dan panduan untuk melintas kebawah pengarah dengan bebas dan letak yang tepat. Kait tersebut dihubungkan dengan sebuah kabel yang terletak di atas sebuah blok roda katrol alur dan dihubungkan dengan sebuah tromol pengerek (hoisting drum). Pemberat tersebut diangkat dan disandungkan, hingga dapat jatuh dengan bebas dan menumbuk tiang pancang. Tumbukan tersebut mendorong tiang pancang ke dalam tanah. Kerugian utama adalah kecepatan yang lambat dari pukulan dan panjang pengarah yang diperlukan selama pemancangan awal untuk mendapatkan II - 22 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II ketinggian jatuh yang secukupnya guna mendorong tiang pancang tersebut. Gambar 2. 16 Drop Hammer 2.) Palu Kerja Tunggal (Single Acting Hammer) Palu kerja tunggal menggunakan uap atau tekanan udara untuk mengangkat balok besi panjang (ram) sampai ketinggian yang diperlukan. Balok besi panjang (ram) tersebut kemudian jatuh karena gravitasi ke dalam landasan (anvil), yang menstransmisikan energi tumbukan ke blok sungkup (hammer cushion), dan kemudian ke tiang pancang. Palu dikarakterisasi oleh banyaknya pukulan yang relatif lambat. Panjang palu haruslah sesuai dengan kecepatan tumbukan (h atau tinggi jatuh balok besi panjang), yang tidak sesuai akan memberikan energi pendorong yang kecil. Banyaknya pukulan persatuan waktu (blow rate) agak jauh lebih tinggi dibandingkan banyaknya pukulan per satuan waktu dari drop hammer. Umumnya perbandingan berat balok besi panjang terhadap berat II - 23 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II tiang pancang termasuk perlengkapan, harus berada pada orde antara 05 dan 1,0. Gambar 2. 17 Single Acting Hammer 3.) Palu Kerja Rangkap (Double Acting Hammer) Palu ini menggunakan uap untuk mengangkat balok besi panjang (ram) untuk mempercepatnya ke bawah. Palu kerja diferensial agak serupa kecuali bahwa digunaknnya lebih banyak kontrol terhadap uap (atau udara) untuk mempertahankan tekanan konstan (tak berekspansi) pada sisi pemercepat dari pengisap (piston) balok besi panjang. Penambahan tekanan ini menghasilkan keluaran energi yang lebih besar per pukulan dibandingkan dengan palu kerja rangkap konvensional. Banyaknya pukulan persatuan waktu dan keluaran energi biasanya lebih tinggi untuk II - 24 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II palu kerja rangkap atau palu diferensial (setidaknya untuk balok besi panjang yang sama), pemakaian uap juga lebih tinggi dibandingkan untuk palu kerja tunggal. Panjang palu boleh beberapa kaki lebih pendek untuk palu kerja rangkap dibandingkan untuk palu kerja tunggal dengan panjang yang mempunyai jangkauan nilai pada orde 2 sampai 4,5m. Perbandingan berat balok besi panjang terhadap berat tiang pancang harus berada pada orde antara 0,5 dan 1. Gambar 2. 18 Double Acting Hammer 4.) Palu Diesel (Diesel Hammer) Palu diesel terdiri dari sebuah silinder atau lengkungan (casing), balok besi panjang, balok landasan, dan sebuah sistem injeksi bahan bakar sederhana. Balok besi panjang dinaikkan di lapangan pada permulaan operasi, bahan bakar diinjeksikan (disuntikkan) dekat blok landasan, dan II - 25 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II balok besi panjang dilepaskan. Sewaktu balok besi panjang jatuh, maka udara dan bahan bakar menjadi mampat dan menjadi panas karena pemampatan tersebut. Bila balok besi panjang berada di dekat landasan, maka kalor sudah cukup untuk menyalakan campuran udara bahan bakar. Ledakan yang dihasilkan memajukan tiang pancang, dan mengangkat balok besi panjang. Jika majunya tiang pancang sangat besar seperti dalam tanah lembek, maka balok besi panjang tidak diangkat oleh ledakan yang cukup untuk menyalakan campuran udara bahan bakar siklus selanjutnya, yang mengharuskan balok besi panjang tersebut diangkat lagi secara biasa. Jelaslah bhwa palu bekerja paling efisien dalam tanah keras atau pada penembusan yang agak rendah 9tiang pancang dukung titik bila batuan atau lapisan keras ditemui) ketika pengangkatan balok besi panjang yang maksimum akan dihasilkan. Palupalu diesel sangat mudah bergerak, mempunyai pemakaian bahan bakar rendah (orde sebesar 4 – 16 liter/jam), lebih ringan dibandingkan palu uap, serta beroperasi secara efisien dalam temperature serendah 0ºC. Tak ada unit penghasil (generation unit) uap atau bekalan udara dan slang ikutannya. Bila udara kompresi digunakan dengan palu kerja tunggal atau palu kerja rangkap, maka timbul permasalahan baru karena es yang meliputi sistem pada temperature mendekati pembekuan. Palu diesel mempunyai panjang yang berubah-ubah dari kira-kira 3,5 - 8,2m (4,5 – 6m rata-rata). Perbandingan berat balok besi panjang terhadap berat tiang pancang harus pada orde antara 0,25 dan 1,0 II - 26 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Gambar 2. 19 Diesel Hammer 5.) Vibratory Drivers Prinsip pemancangan dengan getaran adalah dua pemberat eksentrik rotasi yang berlawanan. Frekuensi (berkisar dari 0 – kira-kira 20Hz) dapat langsung dihitung. Alat pemancang menyediakan dua impuls vertikal sebesar 700+ kN pada amplitude 6 – 50mm setiap putaran – satu naik dan satu turun. Pulsa yang berarah ke bawah bertindak dengan berat tiang pancang menambah gaya gravitasi yang nyata. Pemasukan tiang-pancang (juga untuk terraprobing0 dikerjakan dengan: Dorongan – tarikan keluar dari berat rotasi lawan Pengubahan tanah dalam pinggiran terdekat dengan tiang pancang ke sebuah cairan kental II - 27 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Hasil-hasil yang paling baik didapat dengan menggunakan pemancang getar dalam deposit tak berkohesi. Hasil yang agak bagus dalam endapan berlumpur serta yang mengandung tanah liat. Palu impuls yang digunakan dalam lempung berat atau dengan batuan yang agak banyak. Gambar 2. 20 Vibratory Drivers Keuntungan pemancangan bergetar, adalah: Getaran-getaran pancang tereduksi, getaran-getaran tidak dilenyapkan tapi lebih kecil dari getaran-getaran yang menggunakan pemancang tumbukan Kebisingan (noise) berkurang Kecepatan (laju) penembusan yang besar, kecepatan penetrasi sebesar 50+ mm/s dimungkinkan. II - 28 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II 2.3.4 Pondasi Tiang Bor Pondasi tiang bor memiliki karakteristik khusus karena cara pelaksanaannya yang dapat mengakibatkan perbedaan perilakunya di bawah pembebanan dibandingkan dengan tiang pancang 2.3.5 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Tiang Bor Kelebihan pemakaian tiang pancang pracetak, antara lain: 1) Kepastian kedalaman elevasi ujung pondasi/lapisan pendukung; 2) Dapat dilakukan pada berbagai jenis tanah; 3) Dapat dibuat dengan berbagai macam dimensi tiang; 4) Gangguan lingkungan yang minimal yaitu seperti suara, getaran dan gerakan dari tanah sekitarnya akibat dari proses pelaksanaanya dapat dikatakan minimum. 5) Umumnya daya dukung yang amat tinggi memungkinkan perancangan satu kolom dengan daya dukung satu tiang sehngga dapat menghemat kebutuhan untuk pile cap; 6) Tidak ada resiko penyembulan (heaving). Kekurangan pemakaian tiang pancang pracetak, antara lain: 1) Pelaksanaan yang baik bergantung pada kemampuan dan ketrampilan kontraktor, berbeda dengan pondasi tiang pancang dan pondasi dangkal. Hal ini dapat mempengaruhi nilai daya dukungnya. II - 29 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II 2) Kondisi tanah di kaki tiang seringkali rusak oleh proses pemboran atau sedimentasi lumpur sehingga seringkali daya dukung ujungnya tidak dapat diandalkan. 3) Pengecoran beton bukan pada kondisi ideal dan tidak dapat segera diperiksa; 4) Berbahaya bila ada tekanan artesis karena tekanan ini dapat menerobos ke atas. 2.3.6 Pelaksanaan Tiang Bor 1) Pelaksanaan dengan Dry Method Cara ini sesuai untuk tanah jenis kohesif dan muka air tanah berada pada kedalaman di bawah dasar lubang bor atau jika permeabilitas tanah cukup kecil sehingga pengecoran beton dapat dilakukan sebelum pengaruh air terjadi. Proses pelaksanaannya dapat dilihat pada gambar berikut; II - 30 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Gambar 2. 21 Pelaksanaan dengan Dry Method 2) Pelaksanaan dengan Casing Penggunaan casing diperlukan untuk tanah terjadi runtuhan atau deformasi lateral dalam lubang bor. Penggunaan casing harus cukup panjang dan mencakup seluruh bagian tanah yang dapat runtuh akibat penggalian dan juga diperlukan bila terdapat tekanan artesis. Terkadang casing sukar dicabut kembali bila sudah mengalami setting, tetapi sebaliknya casing tidak bleh dicabut mendahului elevasi beton karena tekanan air di sekeliling dinding dapat menyebabkan curing beton tidak II - 31 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II sempurna. Untuk lebih jelasnya proses pelaksanaannya dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 2. 22 Pelaksanaan dengan Casing 3) Pelaksanaan dengan Slurry Metode ini hanya dapat digunakan untuk kondisi yang membutuhkan casing. Tinggi slurry dalam lubang bor harus mencukupi untuk memberikan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan air disekitar lubang bor. Bentonite adalah bahan yang dipakai sebagai slurry dengan mencampurkannya dengan air. Umumnya diperlukan bentonite sebanyak 4% hingga 6% untuk pencampuran tersebut. Penggunaan slurry ini hendaknya tidak terlalu lama dalam lubang galian sehingga campuran tersebut tidak menyebabkan suatu bentuk bahan kental (cake) yang menempel pada dinding lubang bor yang dapat mengurangi kapasitas II - 32 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II gesekan selimut tiang bor. Untuk proses pelaksanaannya dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 2. 23 Pelaksanaan dengan Slurry 2.4 Daya Dukung Aksial Tiang Tunggal Daya dukung aksial tiang tunggal didapatkan dari kekuatan ultimit tahanan ujung pondasi dan tahanan gesek ultimit tiang dengan dikurangi berat tiang sendiri, hal ini sebagaimana dituangkan dalam persamaan sebagai berikut: II - 33 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II (2.3) 𝑄𝑢 = 𝑄𝑝 + 𝑄𝑠 − 𝑊𝑝 Dimana: Qu = tahanan ultimit tiang Qp = tahanan ujung tiang (end bearing) Qs = tahanan selimut tiang (skin friction) Wp = berat tiang Biasanya harga Wp (Weight of the pile) ini diabaikan karena sangat kecil pengaruhnya terhadap daya dukung ultimit tiang. Sehingga dari persamaan di atas dapat ditulis: (2.4) 𝑄𝑢 = 𝑄𝑝 + 𝑄𝑠 Dalam perhitungan kapasitas daya dukung pondasi tiang bor, persamaan yang dipakai pada umumnya sama dengan rumus untuk menghitung kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang. Yang membedakan adalah daya dukung selimutnya, terdapat pengurangan akibat adanya pengaruh pengeboran (drilling). Dalam perencanaan daya dukung suatu tiang dapat menggunakan data-data dari hasil penyelidikan tanah baik data dari hasil pengujian sampel di laboratorium maupun data dari hasil pengujian dilapangan yaitu data uji sondir dan data drilling log. 2.4.1. Daya Dukung Pondasi Tiang Tunggal Berdasarkan Data Laboratorium a.) Daya Dukung Ujung Tiang (Qp) II - 34 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Berdasarkan data laboratorium yang ada kita dapat menghitung daya dukung ujung tiang dengan menggunakan metode Statis Meyerhoff (1976). Disini Meyerhoff menganalisa daya dukung tiang dengan menggunakan faktor daya dukung (Nc dan Nq) bedasarkan parameter tanahnya. Untuk tanah pasir menggunakan nilai sudut geser (ϕ), sedangkan tanah lempung menggunakan nilai kuat geser (Cu). o Tanah Pasir 𝑄𝑝 = 𝐴𝑝 𝑞𝑝 = 𝐴𝑝 (𝑐𝑁 ∗𝑐 + 𝑞′𝑁 ∗𝑞 ) (2.5) Dimana: Qp = daya dukung ujung tiang Ap = luas penampang ujung tiang qp = daya dukung batas diujung tiang per satuan luas q’ = tegangan vertical efektif pada ujung tiang N*q = faktor daya dukung ujung tiang untuk tanah pasir yang besarnya tergantung nilai ϕ II - 35 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Gambar 2. 24 Faktor Daya Dukung Bedasarkan Sudut Gesek Tanah (Sumber: Modul Rekayasa Pondasi II) Nilai qp tidak boleh melebihi daya dukung batas ql, maka 𝑄𝑝 = 𝐴𝑝 𝑞′𝑁 ∗𝑞 ≤ 𝐴𝑝 𝑞𝑙 (2.6) Sedangkan nilai ql adalah 𝑞𝑙 = 0,5𝑝𝑎 𝑁 ∗𝑞 𝑡𝑎𝑛𝜙′ (2.7) Dimana: pa = tekanan atmosfir (100 kN/m² atau 2000lb/ft²) ϕ’= sudut gesek tanah efektif o Tanah Lempung Karena nilai sudut gesek pada tanah lempung adalah ϕ = 0 , maka 𝑄𝑝 = 𝑁 ∗𝑐 𝑐𝑢 𝐴𝑝 = 9𝑐𝑢 𝐴𝑝 (2.8) Dimana Cu adalah nilai kohesi tanah undrained dibawah ujung tiang II - 36 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II b.) Daya Dukung Selimut Tiang (Qs) o Tanah pasir Tahanan gesek atau tahanan kulit tiang pada tanah pasir dihitung dengan menggunakan metode Meyerhoff dan Schmertmann. 𝑄𝑠 = 𝑓. 𝑝. 𝐿 = (𝐾. 𝜎 ′ 𝑣 𝑡𝑎𝑛𝛿). 𝑝. 𝐿 (2.9) Dimana: K = Koefisien tekanan tanah, berdasarkan jenis pondasinya nilai K dapat dilihat pada table 2.4 σ’v = tegangan vertikal efektif tanah, dianggap konstan setelah kedalaman 15D (Meyerhoff) atau 10D (Schmertmann) δ = sudut gesek antara tanah dengan tiang, Nilai δ menurut Tomlinson (1986) ditentukan berdasarkan table 2.5 Tabel 2. 3 Nilai K Pile Type Bored or jetted Low-displacement driven High-displacement driven K K0 = 1 – sinϕ’ K0 = 1 – sinϕ’ to 1.4K0 = 1.4(1 – sinϕ’) K0 = 1 – sinϕ’ to 1.8K0 = 1.8(1 – sinϕ’) Tabel 2. 4 Nilai δ Bahan Tiang Baja Beton Kayu δ 20° 3/4ϕ 2/3ϕ o Tanah Lempung Daya dukung selimut tiang pada tanah lempung menggunakan metode, antara lain: II - 37 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II i. Metode Lamda (λ) 𝑄𝑠 = 𝑝𝐿𝑓𝑎𝑣 = 𝑝. 𝐿. 𝜆(𝜎 ′ 𝑣𝑎𝑣 + 2𝑐𝑢𝑎𝑣 ) ii. (2.10) Metode Alpha (α) 𝑄𝑠 = ∑ 𝑝. ∆𝐿. 𝑓𝑎𝑣 = ∑ 𝑝. ∆𝐿. ∝. 𝑐𝑢 (2.11) Nilai (λ) dan (α) dapat ditentukan berdasarkan grafik dibawah Gambar 2. 25 Variasi λ Dengan Panjang Tiang (Sumber: Modul Rekayasa Pondasi II) II - 38 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Gambar 2. 26 Variasi α Dengan Cu/σ’v (Sumber: Modul Rekayasa Pondasi II) 2.4.2. Daya Dukung Pondasi Tiang Tunggal Berdasarkan Data N-SPT Meyerhoff dan Schmertmann menentukan daya dukung tiang tunggal berdasarkan data N-SPT dengan cara sebagai berikut a.) Daya Dukung Ujung Tiang (Qp) o Tanah Pasir 𝑄𝑝 = 𝐴𝑝 𝑞𝑙 dengan 𝐿 𝑞𝑙 = 0.4𝑃𝑎 (𝑁1 )60 𝐷 ≤ 4𝑃𝑎 (𝑁1 )60 (2.12) Dimana: (N1)60 = nilai (N) SPT koreksi rata-rata dekat ujung tiang (antara 10D atas dan 4D bawah ujung tiang) Pa = tekanan atmosfir (100 kN/m² atau 2000lb/ft²) II - 39 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II o Tanah Lempung 2 ̅̅̅1 10 ) . 𝐴𝑝 dalam satuan kN/m² 𝑄𝑝 = 9𝑐𝑢 𝐴𝑝 = 9. (3 . 𝑁 (2.13) b.) Daya Dukung Selimut Tiang (Qs) o Tanah Pasir ̅̅̅1 )60 𝑄𝑠 = ∑ 𝐴𝑠 . 𝑓 = ∑ 𝐴𝑠 . 0,02𝑃𝑎 (𝑁 (2.14) 2.4.3. Daya Dukung Pondasi Tiang Tunggal Berdasarkan Data Bor Log a.) Daya Dukung Ujung Tiang (Qp) o Metode LCPC Qp = Ap.qp dimana 𝑞𝑝 = 𝑞𝑐(𝑒𝑞) 𝐾𝑏 (2.15) Dimana: qc(eq) = tahanan ujung konus rata-rata Perhitungan besarnya qc(eq), antara lain: 1) Meninjau tahanan ujung konus qc yang berada di antara 1,5D bawah ujung tiang hingga 1,5D atas ujung tiang (lihat gambar 2.19) 2) Hitung rata-rata dari qc (qc(av)) yang berada pada area tersebut, yang terlihat pada gambar 2.19 3) Abaikan nilai qc yang berada diatas 1,3qc(av) dan dibawah 0,7qc(av) 4) Hitung rata-rata qc(av) yang tersisa Kb = faktor daya dukung empiris Kb = 0,6 (untuk tanah lempung dan lanau) Kb = 0,375 (untuk pasir dan kerikil) II - 40 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Gambar 2. 27 Simulasi Metode LCPC o Metode Dutch Qp = Ap.qp dimana 𝑞𝑝 = (𝑞𝑐1 +𝑞𝑐2 ) 2 𝐾′𝑏 ≤ 150𝑃𝑎 (2.16) Dimana: qc1 = Rata-rata nilai qc yang berada sejauh yD bawah ujung tiang. Dibuat dalam bagan a-b-c, lalu jumlah qc sepanjang bagan a-b kebawah (nilai aktual bagan a) dan sepanjang keatas bagan b-c (nilai minimum tiap bagan). Tentukan nilai minimum q c1 = rata-rata dari qc untuk area 0,7 < y < 4. qc2 = rata-rata nilai qc yang berada di antara ujung tiang hingga 8D atas ujung tiang sepanjang bagan c-d-e-f-g, gunakan bagan minimum dan abaikan nilai-nilai minor. II - 41 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Gambar 2. 28 Simulasi Metode Dutch (Sumber: Modul Rekayasa Pondasi II) DeRuiter dan Beringen (1979) merekomendasikan nilai K’ b untuk pasir, yaitu: o 1,0 untuk OCR (overconsolidation ratio) = 1 o 0,67 untuk OCR = 2 s/d 4 Nottingham dan Schmertmann (1975) dan Schmertmann (1978) merekomendasikan hubungan qp pada tanah lempung, yaitu: 𝑞𝑝 = 𝑅1 𝑅2 (𝑞𝑐1 +𝑞𝑐2 ) 2 𝐾′𝑏 ≤ 150𝑃𝑎 (2.17) II - 42 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Dimana: R1 = Faktor Reduksi, yang merupakan fungsi dari kuat geser tanah undrained Cu (lihat table 2.6) R2 = 1 untuk alat sondir elektrik, dan R2 = 0,6 untuk alat sondir mekanik Tabel 2. 5 Faktor Reduksi R1 Cu / Pa R1 ≥ 0.5 1 0.75 0.64 1.0 0.53 1.25 0.42 1.5 0.36 1.75 0.33 2.0 0.30 Sumber: Modul Rekayasa Pondasi II b.) Daya Dukung selimut Tiang (Qs) Perhitungan daya dukung selimut tiang (Qs) dari data sondir menggunakan metode yang dibuat oleh Nottingham dan Schmertmann (1978). o Tanah Pasir 𝑄𝑠 = ∑ 𝑝(∆𝐿)𝑓 = ∑ 𝑝(∆𝐿)𝛼′𝑓𝑐 (2.18) Dimana nilai α’ didapat dari grafik berikut. II - 43 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Gambar 2. 29 Variasi nilai α’ Untuk Alat Sondir Mekanik (Sumber: Modul Rekayasa Pondasi II) Gambar 2. 30 Variasi Nilai α’ Untuk Alat Sondir Elektrik (Sumber: Modul Rekayasa Pondasi II) o Tanah Lempung 𝑄𝑠 = ∑ 𝑓𝑝(∆𝐿) = ∑ 𝛼 ′𝑓𝑐 . 𝑝. (∆𝐿) (2.19) Dimana nilai α’ didapat dari grafik berikut. II - 44 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Gambar 2. 31 Variasi Nilai α’ Terhadap fc/Pa Untuk Tanah Lempung (Sumber: Modul Rekayasa Pondasi II) 2.5 Efisiensi dan Daya Dukung Kelompok Tiang Daya dukung kelompok tiang tidak dapat dihitung dengan cara mengkalikan daya dukung tiang tunggal dengan banyaknya tiang dalam satu kelompok. Melainkan dihitung dengan cara daya dukung tiang tunggal dikalikan dengan faktor efisiensi. (2.20) 𝑄𝑔(𝑢) = 𝜂. ∑ 𝑄𝑢 Dimana: Qg(u) = daya dukung batas tiang kelompok Qu = daya dukung batas tiang tunggal η = efisiensi kelompok II - 45 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Gambar 2. 32 Daya Dukung Kelompok Tiang dan Efisiensi Kelompok Jika jarak masing-masing tiang pada satu kelompok cukup besar, maka daya dukung vertikal masing-masing tiang dapat dianggap sama besar dengan daya dukung sebuah tiang tunggal. Akan tetapi jika jarak antara tiang-tiang mengecil maka akan mengakibatkan daya dukungnya berkurang. Umumnya dibuat jarak minimum antara tiang sebesar 2 kali diameter, sedangkan jarak maksimum antara tiang adalah 2,5 – 3 kali tiang. Keuntungan dari penggunaan kelompok tiang adalah: 1) Tiang kelompok mempunyai kapasitas yang cukup untuk menahan beban kolom II - 46 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II 2) Kegagalan dari sebuah tiang dapat diminimalis oleh aadnya tiang yang lain. 3) Pemancangan tiang atau intalasi tiang bor dapat meleset (sampai dengan 15cm) dari posisinya. Efisiensi tiang tergantung pada beberapa faktor diantaranya: 1) Jumlah tiang, panjang, diameter, pengaturan dan jarak as tiang 2) Metode pengalihan beban (gesekean selimut atau tahanan tiang) 3) Prosedur pelaksanaan konstruksi (tiang pancang/bor) dan jenis tanah 4) Jangka waktu setelah pemancangan / pengeboran 5) Interaksi antar pile cap dan tanah permukaan. 2.5.1. Tanah Pasir Perhitungan efisiensi kelompok tiang pada tanah pasir, antara lain: 𝜂= 𝑄𝑔(𝑢) ∑ 𝑄𝑢 = 𝑓𝑎𝑣 [2(𝑛1 +𝑛2 −2)𝑑+4𝐷]𝐿 𝑛1 𝑛2 𝑝𝐿𝑓𝑎𝑣 = 2(𝑛1+𝑛2−2)𝑑+4𝐷 𝑛1 𝑛2 𝑝 (2.21) Jika η < 1 maka Qg(u) = ηΣQu Jika η ≥ 1 maka Qg(u) = ΣQu Berikut persamaan-persamaan untuk efisiensi kelompok: 1) Persamaan Converse-Labarre 𝜂 =1−[ (𝑛1 −1)𝑛2+(𝑛2 −1)𝑛1 90𝑛1 𝑛2 ]𝜃 (2.22) Dimana: η = efisiensi grup tiang II - 47 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II n1 = jumlah tiang dalam kolom n2 = jumlah tiang dalam baris θ (deg) = tan-1 (D/d) 2) Persamaan Los Angeles Group Action 𝐷 𝜂 = 1 − 𝜋.𝑑.𝑛 1 .𝑛2 [𝑛1 (𝑛2 − 1) + 𝑛2 (𝑛1 − 1) + √2(𝑛1 − 1)(𝑛2 − 1)] (2.23) 3) Persamaan Seiler-Keeney (1944) 11𝑑 𝑛 +𝑛 −2 𝜂 = {1 − [7(𝑑2 −1)] [𝑛1 +𝑛2 −1]} + 𝑛 1 2 0,3 1+ 𝑛2 (2.24) Dimana d dalam ft 2.5.2. Tanah Lempung ∑ 𝑄𝑢 = 𝐿𝑔 𝐵𝑔 𝑐𝑢(𝑝) 𝑁′𝑐 + ∑ 2(𝐿𝑔 + 𝐵𝑔 )𝑐𝑢 ∆𝐿 (2.25) Dimana: Lg = (n1 – 1)d + 2(D/2) Bg = (n2 – 1)d + 2(D/2) N’c = dapat diambil dari grafik pada gambar 2.26 II - 48 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Gambar 2. 33 Variasi nilai N’c terhadap Lg/Bg dan L/Bg (Sumber: Modul Rekayasa Pondasi II) 2.6 Beban Lateral Tiang Beban lateral dan momen dapat bekerja pada pondasi tiang akibat gaya gempa, gaya angin pada struktur atas, beban statik seperti misalnya tekanan aktif tanah pada abutment jembatan atau pada soldier pile, dll. Untuk analisis, kondisi kepala tiang dibedakan menjaadi kondisi kepala tiang bebas dan kepala tiang jepit. Beban lateral yang diijinkan pada pondasi tiang diperoleh berdasarkan salah sati dari dua kriteria, antara lain: beban lateral ijin ditentukan dengan membagi beban ultimit dengan suatu faktor keamanan beban lateral ditentukan berdasarkan defleksi maksimum yang diijinkan. II - 49 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II 2.7.5. Penentuan Kriteria Tiang Pendek Dan Panjang Dalam perhitungan beban lateral pada pondasi, selain kondisi kepala tiang terjepit dan bebas umumnya tiang dibedakan menjadi pondasi tiang panjang dan pondasi tiang pendek dengan menggunakan persamaan: 5 𝐸𝐼 (2.26) 𝑇 = √𝜂ℎ Dimana: E = modulus elastisitas bahan tiang I = momen inersia tiang ηh = modulus reaksi subgrade Berdasarkan jenis tanahnya nilai ηh dapat dilihat pada tabel-tabel berikut; Tabel 2. 6 Nilai – Nilai ηh Untuk Tanah Granuler Kerapatan relatif (Dr) Pasir tak padat Pasir sedang Pasir padat Interval nilai A 100 – 300 300 – 1000 1000 – 2000 Nilai A dipakai 200 600 1500 2425 7275 19400 Terzaghi (kN/m³) 1386 4850 11779 Reese et al (kN/m³) 5300 16300 34000 ηh pasir kering atau lembab Terzaghi (kN/m³) ηh pasir terendam air Sumber: Analisis Perancangan Dan Fondasi II II - 50 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tabel 2. 7 Nilai – Nilai ηh Untuk Tanah Kohesif (Poulos dan Davis, 1980) Jenis Tanah ηh (kN/m³) Referensi Lempung terkonsolidasi 166 – 3518 Reese dan Matlock (1956) normal lunak 277 – 554 Davison – Prakash (1963) Lempung terkonsolidasi 111 – 277 Peck dan Davissonn (1962) normal organik 111 – 831 Davisson Gambut 55 Davisson (1970) 27.7 – 111 Wilson dan Hilts (1967) 8033 – 11080 Bowles (1986) Loess Sumber: Analisis Perancangan Dan Fondasi II Dari nilai T tersebut, maka kriteria jenis tiang antara lain: Tiang Kaku (Pendek) apabila L ≤ 2T Tiang Elastis (Panjang) apabila L ≥ 4T Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut Gambar 2. 34 Diagram Rigid Pile(a) dan Elastic Pile(b) II - 51 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II 2.7.6. Broms’s Method Untuk perhitungan Beban Lateral pada pondasi digunakan metode Broms. Perhitungan dengan menggunakan metode ini dibedakan berdasarkan jenis tanah (granuler atau kohesif), kondisi kepala tiang (terjepit atau bebas) serta jenis tiangnya (panjang atau pendek), berikut analisanya: 1. Tiang Pendek untuk Tanah Pasir Gambar 2. 35 Ultimate Load Analysis for Short Pile for Sand Kp = koedisien tekanan tanah pasif Rankine = = 𝑡𝑎𝑛2 (45 + 𝜙′ 2 ) II - 52 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II 2. Tiang Pendek untuk Tanah Kohesif Gambar 2. 36 Ultimate Load Analysis for Short Pile for Cohesive Cu = kohesi tanah undrained ≈ 𝑜,75𝑞𝑢 𝐹𝑆 = 0,75𝑞𝑢 2 = 0,375𝑞𝑢 SF = faktor keamanan = 2 qu = kuat tekan terbatas 3. Tiang Panjang untuk Tanah Pasir Gambar 2. 37 Ultimate Load Analysis for Long Pile for Sand II - 53 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II My = S.Fy (2.27) Dimana: S = modulus tiang Fy = tegangan lapangan material tiang 4. Tiang Panjang untuk Tanah Kohesif Gambar 2. 38 Ultimate Load Analysis for Long Pile for Cohesive My = S.Fy Dimana: S = modulus tiang Fy = tegangan lapangan material tiang II - 54 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II 5. Defleksi Kepala Tiang untuk Tanah Pasir Gambar 2. 39 Ultimate Load Analysis for Deflection of Pile Head For Sand 𝑛 𝜂 = 5√𝐸 ℎ𝐼 𝑝 𝑝 (2.28) 3/5 𝑥𝑧 (𝑧=𝑜)(𝐸𝑝 𝐼𝑝 ) (𝑛ℎ )2/5 𝑄𝑔 𝐿 (2.29) II - 55 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II 6. Defleksi Kepala Tiang untuk Tanah Kohesif Gambar 2. 40 Ultimate Load Analysis for Deflection of Pile Head for Clay 4 𝐾𝐷 𝑝 𝐼𝑝 (2.30) 𝛽= √ 4𝐸 𝐾= 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝑘𝑁⁄𝑚2 𝑜𝑟𝑙𝑏⁄𝑖𝑛2 ) 𝑝𝑒𝑟𝑝𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛 (𝑚 𝑜𝑟 𝑖𝑛) (2.31) Tabel 2. 8 Representatif Nilai qu dan K II - 56 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II 2.7 Penurunan Pondasi Tiang Penurunan pondasi tiang dapat dibedakan menjadi dua yaitu penurunan pondasi tiang tunggal dan tiang kelompok. Penurunan tiang ini berupa penurunan elastik tiang tunggal dan penurunan elastik kelompok tiang. Akan tetapi terdapat pula penurunan konsolidasi. 2.7.1. Penurunan Elastik Tiang Tunggal Penurunan elastik tiang tunggal yang diperhitungkan merupakan gabungan dari beberapa penurunan yang diinterpretasikan pada persamaan berikut: (2.32) 𝑠 = 𝑠1 +𝑠2 +𝑠3 Dimana: S = penurunan tiang total S1 = penurunan batang tiang S2 = penurunan tiang akibat beban titik S3 = penurunan tiang akibat beban yang tersalur sepanjang batang Ketiga penurunan tersebut dapat ditentukan dengan penjabaran berikut: a) Penurunan Batang Tiang (S1) Penurunan batang tiang dapat ditentukan dengan persamaan berikut: 𝑠1 = (𝑄𝑤𝑝 +𝜉𝑄𝑤𝑠 )𝐿 𝐴𝑝 𝐸𝑝 (2.33) Dimana: Qwp = beban yang dipikul ujung tiang di bawah kondisi beban kerja Qws = beban yang dipikul kulit tiang di bawah kondisi beban kerja Ap = luas penampang tiang II - 57 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II L = panjang tiang Ep = modulus young bahan tiang b) Penurunan Tiang Akibat Beban Titik (S2) Penurunan tiang akibat beban titik dapat ditentukan dengan dua persamaan, antara lain: Persamaan I 𝑠2 = 𝑞𝑤𝑝 𝐷 𝐸𝑠 (1 − 𝜇𝑠 2 )𝐼𝑤𝑝 (2.34) Dimana: D = diameter tiang qwp = beban titik per satuan luas ujung tiang = Qwp/Ap Es = modulus young tanah μs = nisbah poisson tanah Iwp = faktor pengaruh Gambar 2. 41 Faktor Pengaruh Iwp II - 58 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tabel 2. 9 Parameter Elastik Tanah Persamaan II dengan menggunakan Metode Vesic (1977) 𝑠2 = 𝑄𝑤𝑝 𝐶𝑝 (2.35) 𝐷𝑞𝑝 Dimana: qp = tahanan ujung batas tiang Cp = koefisien empiris Tabel 2. 10 Nilai Tipikal Cp c) Penurunan Tiang Akibat Beban Yang Tersalur Sepanjang Tiang (S3) Penurunan tiang akibat beban yang tersalur sepanjang tiang dapat ditentukan dengan dua persamaan berikut: Persamaan I 𝑄 𝐷 𝑤𝑠 𝑠3 = ( 𝑝𝐿 ) 𝐸 (1 − 𝜇𝑠 2 )𝐼𝑤𝑠 𝑠 (2.36) Dimana: P = keliling tiang II - 59 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II L = panjang tiang 𝐿 Iws = faktor pengaruh = = 2 + 0,35√𝐷 Persamaan II dengan menggunakan Metode Vesic 𝑠3 = 𝑄𝑤𝑠 𝐶𝑠 (2.37) 𝐿𝑞𝑝 𝐿 Cs = sebuah konstanta empiris = = (0,93 + 0,16√𝐷) 𝐶𝑝 2.7.2. Penurunan Elastik Kelompok Tiang 𝐵𝑔 (2.38) 𝑠𝑔(𝑒) = √ 𝐷 𝑠𝑒 Dimana: Sg(e) = penurunan elastik kelompok tiang Bg = lebar tiang kelompok D = diameter tiang tunggal Se = penurunan elastik tiang tunggal pada beban kerja 2.7.3. Penurunan Konsolidasi Sebelumnya dapat kita ketahui: ∆𝑝𝑖 = (𝐵 𝑄𝑔 (2.39) 𝑔 +𝑧𝑖 )(𝐿𝑔 +𝑧𝑖 ) Dimana: Δpi = peningkatan tegangan di tengah lapisan i Bg, Lg = panjang dan lebar tiang kelompok II - 60 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Zi = jarak dari z = 0 ke tengah lapisan i Gambar 2. 42 Penurunan Konsolidasi Sedangkan penurunan konsolidasi dapat dihitung dalam persamaan berikut, yaitu: 1) Untuk penurunan konsolidasi normal 𝐶𝑐(𝑖) 𝐻𝑖 ∆𝑠𝑖 = 1+𝑒 0(𝑖) 𝑙𝑜𝑔 𝑝𝑜(𝑖) +∆𝑝𝑖 (2.40) 𝑝𝑜(𝑖) 2) Untuk penurunan over-konsolidasi, dibagi menjadi dua keadaan: Jika po(i) + Δpi < pc(i) , maka menggunakan persamaan 𝐶𝑠(𝑖) 𝐻𝑖 ∆𝑠𝑖 = 1+𝑒 0(𝑖) 𝑙𝑜𝑔 𝑝𝑜(𝑖) +∆𝑝𝑖 (2.41) 𝑝𝑜(𝑖) Jika po(i) < pc(i) < po(i)+ Δpi , maka menggunakan persamaan ∆𝑠𝑖 = 𝐶𝑠(𝑖) 𝐻𝑖 1+𝑒0(𝑖) 𝑙𝑜𝑔 𝑝𝑐(𝑖) 𝑝𝑜(𝑖) + 𝐶𝑐(𝑖) 𝐻𝑖 1+𝑒0(𝑖) 𝑙𝑜𝑔 𝑝𝑜(𝑖) +∆𝑝𝑖 𝑝𝑜(𝑖) (2.42) II - 61 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Dari uraian diatas dapat diketahui penurunan konsolidasi kelompok tiang menjadi: (2.43) ∆𝑠𝑔(𝑐) = ∑ ∆𝑠𝑖 II - 62 http://digilib.mercubuana.ac.id/