Gambar 4.40 Koefisien gaya akibat arus BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-44 Gambar 4.41 Koefisien koreksi kedalaman akibat arus BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-45 Gaya Mooring Total • Gaya Mooring sejajar as kapal (longitudinal) FL = FLW + FCW • Gaya Mooring tegak lurus as kapal (transversal) FT = FTW + FTC Layout Mooring Line Untuk dermaga ini sistem mooring line terdiri dari: Stern Line After Breast Line Spring Line Head Line Karakteristik Mooring Line tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: • Stern/Head Line dan Spring Line akan menahan beban angin/arus yang datangnya dari depan maupun belakang kapal. • Breast Line akan menahan beban angin/arus yang datangnya dari samping kapal. Berdasarkan karakteristik di atas dapat disimpulkan bahwa Stern/Head Line berfungsi memikul beban angin/arus baik arah melintang maupun memanjang. Oleh karena itu sudut pemasangan Stern Line dan Head Line dianjurkan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan tahanan 50% arah memanjang serta 50% arah melintang. Berdasarkan BS 6349, part 4, dapat ditentukan posisi titik tambat kapal (Bollard) sebagai berikut: • Stern Line dan Head Line membentuk sudut 45° terhadap axis memanjang dermaga. • Spring Line membentuk sudut maksimum 15° terhadap axis memanjang dermaga. • After dan Forward Breast Line membentuk sudut tegak lurus terhadap axis memanjang dermaga. Kemudian hasil perhitungan tersebut diatas dianalisa untuk memperoleh beban maksimum yang bekerja pada bollard sebagai berikut • Beban arah melintang akan dipikul oleh: a) 1 Head line dan 1 Stern Line, yang masing-masing membentuk sudut maksimum 45° terhadap axis memanjang dermaga. b) 2 Breast Line (after dan forward), yang masing-masing membentuk sudut tegak lurus terhadap axis memanjang dermaga. • beban arah memanjang akan dipikul oleh: a) 2 Spring Line, yang masing-masing membentuk sudut maksimum 15° terhadap axis memanjang dermaga. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-46 Gambar 4.42 Sketsa mooring line Agar tali dapat menahan beban dengan efektif maka sudut vertikal juga dibuat sedatar mungkin, dan maksimum besar sudutnya adalah 25°. Oleh karena itu perlu diperhatikan posisi tali pada saat terjadinya perubahan muka air akibat pasang seperti pada Gambar 4.43 dibawah ini: Gambar 4.43 Sketsa perubahan mooring line akibat perubahan muka air pasang BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-47 Gambar 4.44 Posisi mooring line akibat perubahan muka air pasang Untuk menghitung sudut vertikal pada tali tambat, terlebih dahulu harus diketahui perbedaan ketinggian muka air laut akibat pasang surut terhadap lantai dermaga. 4.4 Perhitungan Pembebanan Pada Struktur 4.4.1 Struktur Dermaga Seperti telah disebutkan sebelumnya, pembangunan dermaga ini akan dilaksanakan per tahap dengan panjang masing-masing modul adalah 40 m, sehingga perhitungan pembebanan berdasarkan panjang modul tersebut. Berikut adalah data-data umum yang menjadi acuan dalam perhitungan pembebanan: Ukuran Dermaga Ukuran dermaga Satuan Panjang dermaga 40 m Lebar Dermaga 11 m Elevasi Dermaga 3,62 m Parameter Gelombang (Joseph W. Tedesco: Structural Dynamic) Tinggi gelombang rencana untuk perhitungan struktur, dengan perioda ulang 50 tahunan: 5,21 m. (Sumber : Per Bruun, Port Engineering Volume 1 Chapter 2, Hal 248) Perioda gelombang rencana (OCDI, hal. 44) T 1 3 = 3,86 H 1 = 3,86 5,21 = 8,8 dt 3 BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-48 Bilangan gelombang (k), didapat dengan cara trial dan error menggunakan persamaan dispersi: ω = gk tanh (kh) Dimana: 2 ω= 2π T h = kedalaman perairan + HWS = 4,1 + 1,62 = 5,72 m g = percepatan gravitasi = 9,81 m/dt T = perioda gelombang = 8,8 detik Dengan memasukkan variabel-variabel di atas, didapat nilai k sebesar 0,1 1/m. Panjang gelombang (L), didapat dengan menggunakan persamaan berikut ini (Sumber: Joseph W Tedesco, Structural Dynamic, Hal 714) 1 πh L = (2π hLo ) 2 1 − 3Lo Dimana: Lo = gT 2 2π L = panjang gelombang di laut dalam Lo = 121,2 m. Sehingga L bernilai 62,7 m. Parameter Material Berat jenis beton = ρbeton = 2400 kg/m3 Berat jenis baja = ρbaja = 7850 kg/m3 a. Beban Mati (keseluruhan) 1) Pelat Dimensi Pelat Panjang (l) 40 m Lebar (b) 11 m Tebal (t) 0,35 m qpelat = ρbeton * l * b * t = 2400 * 40 * 11 * 0,35 = 369,6 ton BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-49 2) Balok Dimensi Balok Panjang (l) 230 m Lebar (b) 0,5 m Tebal (t) 0,8 m qbalok = ρbeton * l * b * t = 2400 *230 * 0,5 * 0,8 = 220,8 ton 3) Pile Cap Tipe 1 Pile Cap adalah pilecap pada struktur dermaga dan trestle yang menahan tiang tunggal. Dimensi Pile Cap Tinggi (h) 1,5 m Panjang (l) 1,2 m Lebar (b) 1,2 m Jumlah 22 buah Volume 1 Pile Cap = ((b * h) – Luas Penampang Balok) * l = ((1,2 * 1,5) – (0,8 * 0,5) * 1,2 = 1,32 m3 = ρbeton * volume * n Wpile cap = 2400 * 1,32 * 22 = 69,69 ton 4) Pile Cap Tipe 2 Pile Cap adalah pada struktur dermaga yang menahan 2 tiang miring. Dimensi Pile Cap Tinggi (h) 1,5 m Panjang (l) 2 m Lebar (b) 1,2 m Jumlah 8 buah Volume 1 Pile Cap BAB 4 KRITERIA DESAIN = ((l * h) – Luas Penampang Balok) * b 4-50 = ((2 * 1,5) – (0,8 * 0,5) * 1,2 = 2,52 m3 = ρbeton * volume * n Wpile cap = 2400 * 2,52 * 8 = 52,85 ton 5) Tiang a. Tiang tegak Dimensi Tiang Diameter (d) 0,4572 m Tebal(t) 0,012 m Jumlah 22 buah Luas 1 tiang (A) = 1 2 * π * ( d 2 ) − ( d − t ) 4 = 0.008505m2 Panjang 1 tiang (L) = kedalaman + elevasi dermaga + fixity point = 4,1 + 3,62 + 2,5 = 10,22 m Perhitungan fixity point adalah sebagai berikut : Diameter = 45,72 cm E = 2,1 *106 kg/cm3 I = 41612,33 cm4 N-SPT = 13 (Merupakan nilai N-SPT dari permukaan tanah sampai dengan kedalaman 1 ). β Kh = 0,015 * 13 = 1,95 kg /cm3 β= 4 kh D 4 EI BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-51 β =0,003996 Letak jepitan tiang (fixity point) ditentukan berdasarkan persamaan berikut ini : (Sumber : OCDI Hal 214 dan Tomlinson, Pile Design and Construction Practice, Hal 224 ) Zr = 1 β Zr = 2,5 m Diambil Fixity Point 2,5 meter. = ρbaja * L* n * A Wtiang = 7850 * 10,22 * 22* 0.008505 = 15,011 ton b. Tiang miring Dimensi Tiang Diameter (d) 0,4572 m Tebal(t) 0,012 m Jumlah 16 buah Luas 1 tiang (A) = 1 2 * π * ( d 2 ) − ( d − t ) 4 = 0.008505m2 Panjang 1 tiang (L) = kedalaman + elevasi dermaga + fixity point = 10,92 m = ρbaja * L* n * A Wtiang = 7850 * 10,22 * 16* 0.008505 = 10,92 ton b. Beban Hidup Beban hidup yang bekerja pada dermaga adalah beban UDL maksimum, yaitu beban truk 7,8 ton. UDL 1,4 t/m2 Lebar Dermaga (b) 11 m BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-52 Panjang Dermaga (l) qLL 40 m = UDL * b * l = 1,4 * 11 *40 = 616 ton c. Beban Gelombang i. Gelombang Pada Tiang Gaya gelombang ini hanya bekerja dari seabed hingga HWS. Gambar 4.45 Gaya gelombang pada tiang ρair laut = 1025 kg/m3 BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-53 g = 9,81 m/dt2 h = tinggi muka air = kedalaman + HWS = 4,1 + 1,62 = 5,72 m k = bilangan gelombang = 0,1 D = diameter tiang pancang dermaga = 0,4572 m H = tinggi gelombang rencana 50 tahunan = 5,21 m CD = koefisien drag ( CD=1 ) CM = koefisien inersia ( CM=1,7 ) Gaya Drag Maksimum Fd max = sinh ( 2kh ) + 2kh 1 ρ gCd DH 2 16 sinh ( 2kh ) = 1, 4 ton Fd max Gaya Inersia Maksimum Fi max = Fi max π 8 ρ gC m D 2 H tanh ( kh ) = 0,34 ton Total gaya horizontal yang terjadi pada struktur tiang adalah : Fx = Fd max cos ωt cos ωt − Fi max sin ωt Gaya gelombang pada tiang pancang akan maksimum jika nilai ω t = 0 sehingga besar gaya gelombang per tiang pancang adalah Fx = 1, 4 ton ii. Gelombang Pada Tepi Dermaga Gaya ini hanya bekerja pada elevasi atas tepi dermaga yang terkena gelombang. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-54 S Gambar 4.46 Gaya gelombang pada tepi dermaga Gaya gelombang pada tepi dermaga diturunkan dari OCDI (hal 35): ρ ⋅g ⋅H P = ( sinh k ( h + s + t ) − sinh k ( h + s ) ) 2 k cosh kh P = 1,02 ton/m Dimana : ρair laut = 1025 kg/m3 g = 9,81 m/dt2 h = tinggi muka air = kedalaman + HWS = 4,1 + 1,62 = 5,72 m H = tinggi gelombang rencana 50 tahunan = 5,21 m k = bilangan gelombang = 0,1 t = tebal pelat dermaga = 0,35 m S = Elevasi atas– HWS – t = 3,62 – 1,62 – 0,35 = 1,65 m BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-55 d. Beban Arus Gaya arus bekerja dari seabed hingga HWS. Gambar 4.47 Gaya arus Drag Forces FD = 1 C D ρ 0 AU 2 2 1 = *1*1, 025*(5, 72* 0, 4572)*1, 7 2 2 = 0,39 ton BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-56 Lift Forces FL = 1 C L ρ 0 ALU 2 2 = 1 * 2 *1, 025*(5, 72* 0, 4572) *1, 7 2 2 = 0,79 ton Beban arus merata arah horizontal = FD 0,39 = = 0, 068 ton/m h 5, 72 Dimana : A = luas penampang yang kena arus = (kedalaman + HWS) * Diameter tiang pancang = 2,61 m2 U = kecepatan arus = 1,7 m/s2 ρ = berat jenis air laut = 1,025 t/m3 CD = koefisien Drag (Cd = 1 untuk tiang pancang silinder) CL = koefisien Lift ( CL = 2 untuk tiang pancang silinder ) e. Beban Gempa Faktor keutamaan (I) = 1 Faktor respons gempa (Ci) = 0,38 Faktor daktalitas (R) = 5,6 Wt = berat total struktur = total beban mati + 50% beban hidup = (berat pelat + berat balok + berat pile cap + berat tiang) + 50% beban hidup = (739 ton) + (50% * 616 ton) = 1046,9 ton V= V Ci Wt R = 71 ton Beban gempa ini akan terbagi rata pada setiap portal. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-57 f. Beban Berthing dan Pemilihan Fender General Cargo 1000 DWT Uraian Satuan General cargo Ships DWT / GRT ton 1000 LOA m 67 BEAM m 10,9 DRAFT m 3,9 Kecepatan merapat m/dt 0,08 Sudut merapat derajat 10 Perhitungan Beban Berthing Metode perhitungan beban berthing OCDI. pada perencanaan dermaga ini diambil dari Koefisien Eksentrisitas (Ce) Ce = 1 l 1+ r 2 Diambil nilai Ce maksimum = 1 Koefisien Masa Semu (Cm) Cm = 1 + Cb = 2π d x 2Cb B ∇ L pp Bd Dimana: ∇ = volume air yang dipindahkan kapal = log (∇ ) = 0.550 + 0.899 log ( DWT ) = 1766 ton BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-58 Lpp = panjang garis air (m) = log ( Lpp ) = 0.867 + 0.310 log ( DWT ) = 63 m B = lebar kapal = 10,9 m d = draft kapal = 3,9 m Dengan memasukkan nilai-nilai variabel yang ada, maka diperoleh besar: Cb = 0,66 dan Cm = 1,85 Koefisien Softness (CS) Nilai koefisien softness diambil sebesar 1 (OCDI). Koefisien Konfigurasi penambatan (CC) Cc = 1 untuk jenis struktur dermaga dengan pondasi tiang. Sehingga besar energi berthing adalah: M V2 E f = s Ce CmCs Cc 2 1766*0, 082 = *1*1,85*0, 66*1 2 = 10,7 kNm Energi yang diserap fender = 10,7 = 5,35 kNm 2 Gaya Berthing adalah : FBerthing = = MsV t 1766 *0, 08 10 = 14,3 ton Pemilihan Fender Hasil perhitungan energi berthing di atas akan menentukan jenis fender yang akan digunakan. Dalam pemilihan ini, akan menggunakan rumus dari Fentek Marine Fendering System. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-59 Dari hasil analisa energi berthing, maka diperoleh energi berthing maksimum sebesar E A = E f *SF , di mana SF diambil sebesar 2, sehingga EA adalah 1.07 ton-m. Dengan energi sebesar itu, maka dipilih fender V-shaped tipe SV 250H V4, dengan spesifikasi sebagai berikut: Tabel 4.11 Energi fender V-shaped tipe SV 250H V4 Vendor Tipe Energi (E) Reaksi (R) kNm kN Shibata V-Shaped SV 250H V4 26.8 322 Gambar 4.48 Dimensi fender. Gambar 4.49 Kurva energi BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-60 Jarak Antar Fender Gambar 4.50 Ilustrasi jarak antar fender. S≤ RB 2 − ( RB − PU + δ F + C ) 2 1 B LOA2 RB = + 2 2 8* B Dimana: S = jarak antar fender RB = radius bow kapal PU = proyeksi fender δF = defleksi fender = 0,45 * PU C = ruang kebebasan ( 5%-15% Pu) Tabel 4.12 Jarak antar fender Jenis Jenis Rb Pu δφ C Smaks Kapal Fender (m) (m) (m) (m) (m) 1000 DWT V-Shaped SV 250H V4 28,5 0,25 0,1125 0,0275 5 Dari hasil perhitungan di atas, maka jarak antar fender yang diambil dan memenuhi kriteria adalah 4,5 m. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-61 Hull Pressure Untuk perencanaan frontal frame, tekanan izin lambung kapal diambil dengan mengacu kepada BS 6349 Part 4, yaitu: Tabel 4.13 Hull pressure Hull Pressures dapat dihitung dengan menggunakan rumus: P= ∑R W2 ⋅ H 2 ≤ Pp Dimana: P = hull pressure (kN/m2) ΣR = total reaksi fender (N/m) W2 = lebar panel (m) H2 = tinggi panel (m) Pp = permissible hull pressure/tekanan kontak izin (kN/m2) Tabel 4.14 Perhitungan hull pressure Jenis Kapal 1000 DWT Jenis Fender V-Shaped SV 250 V2 Pp kN/m2 600,00 Rmax kN 322 W m 0,5 H m 3,5 Areq m2 1,75 P kN/m2 184 Elevasi Pemasangan Fender Untuk mengantisipasi bervariasinya ukuran kapal yang bersandar maka perlu diperhitungkan elevasi rencana pemasangan fender frame terhadap kapal yang terkecil pada saat air surut. Elevasi frame juga akan menentukan elevasi pemasangan fender sehingga titik kontak pada saat air terendah untuk kapal dengan freeboard kecil tidak merusak sistem fender yang dipasang. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-62 Gambar 4.51 Ilustrasi pemasangan fender General Cargo Ship 1000 DWT kondisi pasang Gambar 4.52 Ilustrasi pemasangan fender General Cargo Ship 1000 DWT kondisi surut BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-63 g. Beban Mooring dan Pemilihan Bollard Data Untuk Perhitungan Beban Mooring Data Kapal Uraian DWT / GRT LOA BEAM DRAFT Freeboard LPP Satuan ton m m m m m General cargo Ships 1000 67 10,9 3,9 1,8 63 ρUDARA = 1,25 kg/m3 ρAIR LAUT = 1025 kg/m3 Perhitungan Beban Mooring Akibat Gaya Angin Arah Transversal FTW = CTW * ρU * AL * VW 2 *10−4 Dimana: CTW AL VW = koefisien gaya angin transversal, diambil maksimum dari Gambar 4.39, yakni sebesar 3. = luas bidang proyeksi longitudinal lambung kapal di atas air, yakni LOA * Freeboard = kecepatan angin rencana, diambil kecepatan angin maksimum 1 tahunan, yakni 12,36 m/dt. Sehingga besar gaya angin transversal / FTW yang terjadi adalah: FTW = 3*1, 25 * ( 67 *1,8 ) * (12,36 ) *10−4 FTW = 6,9 kN = 0,7 ton 2 Arah Longitudinal FLW = CLW * ρU * AT * VW 2 *10−4 Dimana: CLW AT VW = koefisien gaya angin longitudinal, diambil maksimum dari Gambar 4.39 , yakni sebesar 0,8. = luas bidang proyeksi transversal lambung kapal di atas air, yakni Beam * Freeboard = kecepatan angin rencana, diambil kecepatan angin maksimum 1 tahunan, yakni 12,36 m/dt. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-64 Sehingga besar gaya angin transversal / FLW yang terjadi adalah: FLW = 0,8 *1, 25 * (10,9 *1,8 ) * (12,36 ) *10−4 FLW = 0, 29 kN = 0,03 ton Perhitungan Beban Mooring Akibat Gaya Arus 2 Arah Transversal FTC = CTC * CCT * ρ A * AL * VC 2 *10−4 Dimana: = koefisien gaya arus transversal, diambil dari Gambar 4.40, yakni sebesar CTC 1. CCT = faktor koreksi kedalaman, diambil dari Gambar 4.41, yakni sebesar 2. = luas bidang proyeksi longitudinal lambung kapal di bawah air, yakni AL LPP * Draft = kecepatan arus rencana pada hasil survei didapat sebesar 1,17 m/dt Vc Sehingga besar gaya arus transversal / FTC yang terjadi adalah: FTC = 1* 2 *1024 * ( 63* 3,9 ) * (1,17 ) *10−4 FTC = 68,8 kN = 6,9 ton 2 Arah Longitudinal FLC = CLC * CCL * ρU * AT * VC 2 *10−4 Dimana: CLC = koefisien gaya arus transversal, diambil maksimum dari Gambar 4.40, yakni sebesar 0,4. = faktor koreksi kedalaman, diambil dari Gambar 4.41, yakni sebesar 0,5. CCL AT = luas bidang proyeksi longitudinal lambung kapal di bawah air, yakni Beam * Draft VC = kecepatan arus rencana pada hasil survei didapat sebesar 1,17 m/dt Sehingga besar gaya angin transversal / FLC yang terjadi adalah: FLC = 0, 4 * 0,5 *1024 * (10,9 * 3,9 ) * (1,17 ) *10 −4 FLC = 3,6 kN = 0,36 ton 2 Sehingga beban tambat untuk masing-masing arah adalah: Arah Longitudinal : FL = FLC + FLW FL = 0,36 + 0,03 FL = 0,39 ton Arah Transversal : FT = FTC + FTW FT = 6,9 + 0,7 FT = 7,6 ton BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-65 Pemilihan Bollard Kemudian hasil perhitungan tersebut di atas dianalisis untuk memperoleh beban maksimum yang bekerja pada bollard sebagai berikut: Beban arah melintang / transversal akan dipikul oleh: 1 Head Line dan 1 Stern Line, yang masing-masing membentuk sudut maksimum 450 terhadap axis memanjang dermaga 2 Breast Line (after dan forward), yang masing-masing membentuk sudut tegak lurus terhadap axis memanjang dermaga Sehingga beban pada titik tambat adalah: 7,6 = 2,2 ton ( 2 * 0,707 ) + ( 2 *1) Beban arah memanjang / longitudinal akan dipikul oleh: 2 Spring Line, masing-masing membentuk sudut maksimum 150 terhadap axis memanjang dermaga. Sehingga beban pada titik tambat adalah: 7,6 = 3,9 ton (2 * 0,966) Sehingga berdasarkan perhitungan di atas, pemasangan bollard 5 ton untuk dermaga Pulau Kalukalukuang cukup memadai. Menurut Tabel 2.2.1 dalam OCDI untuk kapal dengan gross tonnage 500< GT≤ 1000 ton memiliki beban tambat 25 ton, sehingga untuk dermaga ini dipakai bollard dengan kapasitas 25 ton. Tabel 4.15 Tabel beban mooring BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-66 4.4.2 Struktur Trestle Struktur trestle berfungsi sebagai penghubung antara dermaga dengan daratan. Trestle direncanakan sepanjang 160 m. Seperti telah disebutkan sebelumnya, pembangunan trestle ini akan dilaksanakan per tahap dengan panjang modul adalah 80 m. Berikut adalah data-data umum yang menjadi acuan dalam perhitungan pembebanan: Dimensi Trestle Ukuran dermaga Satuan Panjang trestle 80 m Lebar trestle 6 m Elevasi trestle 3,62 m Parameter Gelombang (Joseph W. Tedesco: Structural Dynamic) Tinggi gelombang rencana untuk perhitungan struktur, dengan perioda ulang 50 tahunan: 5,21 m. (Sumber : Per Bruun, Port Engineering Volume 1 Chapter 2, Hal 248). Perioda gelombang rencana (OCDI, hal. 44) T 1 = 3, 86 H 1 3 = 3, 86 5,21 = 8, 8 dt 3 Bilangan gelombang (k), didapat dengan cara trial dan error menggunakan persamaan dispersi: ω 2 = gk tanh (kh) Dimana: ω= 2π T BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-67 h = kedalaman perairan + HWS = 3,8 + 1,62 = 5,42 m g = percepatan gravitasi = 9,81 m/dt T = perioda gelombang = 8,8 detik Dengan memasukkan variabel-variabel di atas, didapat nilai k sebesar 0,102 Panjang gelombang (L), didapat dengan menggunakan persamaan: 1 πh L = (2π hLo ) 2 1 − 3Lo Dimana : Lo = gT 2 2π Lo = panjang gelombang di laut dalam Lo = 121,2 m. Sehingga L ( panjang gelombang di laut dangkal ) bernilai 61,2 m. Parameter Material Berat jenis beton = ρbeton = 2400 kg/m3 Berat jenis baja = ρbaja = 7800 kg/m3 a. Beban Mati (keseluruhan) 1) Pelat Dimensi Pelat Panjang (l) 80 m Lebar (b) 6 m Tebal (t) 0,35 m Wpelat = ρbeton * l * b * t = 2400 * 80 * 6 * 0,35 = 403,2 ton 2) Balok Dimensi Balok Panjang (l) 274 m Lebar (b) 0,5 m BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-68 Tebal (t) Wbalok 0,8 m = ρbeton * l * b * t = 2400 *274 * 0,5 * 0,8 = 263,04 ton 3) Pile Cap Pile Cap pada trestle menahan tiang tunggal. Dimensi Pile Cap Tinggi (h) 1,5 m Lebar (b) 1,2 m Jumlah 38 buah Volume 1 Pile Cap = ((b * h) – Luas Penampang Balok) * b = ((1,2 * 1,5) – (0,8 * 0,5) * 1 = 1,32 m3 = ρbeton * volume * n Wpile cap = 2400 * 1,2 *38 = 120,38 ton 4) Tiang Dimensi Tiang Diameter (d) 0,4572 m Tebal(t) 0,012 m Jumlah 38 buah Luas 1 tiang (A) = 1 2 * π * ( d 2 ) − ( d − t ) 4 = 0,0085 m2 Panjang 1 tiang (L) = kedalaman + elevasi trestle + fixity point = 3,8 + 3,62 + 2,5 = 9,92 m qtiang = ρbaja * L* n * A = 7850 * 9,92 * 38 *0.00085 BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-69 = 25,007 ton. b. Beban Hidup Beban hidup yang bekerja pada trestle adalah beban UDL maksimum, berupa truk 7,8 ton. UDL 1,4 t/m2 Lebar Trestle (b) 6 m Panjang Trestle (l) 80 m WLL = UDL * b * l = 1,4 * 6 *80 = 672 ton c. Beban Gelombang i. Gelombang Pada Tiang Gaya gelombang ini hanya bekerja dari seabed hingga HWS. Gaya Drag Maksimum Fd max = sinh ( 2kh ) + 2kh 1 ρ gCd DH 2 16 sinh ( 2kh ) = 1,4 ton Fd max Gaya Inersia Maksimum Fi max = Fi max π 8 ρ gC m D 2 H tanh ( kh ) = 0,37 ton Total gaya horizontal yang terjadi pada struktur tiang adalah : Fx = Fd max cos ωt cos ωt − Fi max sin ωt BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-70 Gaya gelombang pada tiang pancang akan maksimum jika nilai ω t = 0 sehingga besar gaya gelombang per tiang pancang adalah Fx = 1,4 ton. Dimana : ρair laut = 1025 kg/m3 g = 9,81 m/dt2 h = tinggi muka air = kedalaman + HWS = 3,8 + 1,62 = 5,42 m k = bilangan gelombang = 0,102 D = diameter tiang pancang dermaga = 0,4572 m H = tinggi gelombang rencana 50 tahunan = 5,21 m CD = koefisien drag ( CD=1 ) CM = koefisien inersia ( CM=1,7 ) Gambar 4.53 Gaya gelombang pada tiang BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-71 ii. Gaya Gelombang Pada Tepi Gaya ini hanya bekerja pada elevasi atas tepi trestle yang terkena gelombang. S Gambar 4.54 Gaya gelombang pada tepi trestle Gaya gelombang pada tepi dermaga diturunkan dari OCDI (hal 35): P = ρ ⋅g ⋅H ( sinh k ( h + s + t ) − sinh k ( h + s ) ) 2 k cosh kh P = 1,04 ton/m Dimana : ρair laut = 1025 kg/m3 g = 9,81 m/dt2 h = tinggi muka air = kedalaman + HWS = 3,8 + 1,62 = 5,42 m H = tinggi gelombang rencana 50 tahunan = 5,21 m k = bilangan gelombang = 0,102 t = tebal pelat dermaga = 0,35 m S = Elevasi atas– HWS – t = 3,62 – 1,62 – 0,35 = 1,65 m BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-72 d. Beban Arus Gaya arus bekerja dari seabed hingga HWS. Gambar 4.55 Gaya arus Drag Forces FD = 1 C D ρ 0 AU 2 2 1 = *1*1, 025*(5, 42*0, 4572) *1, 7 2 2 = 0,37 ton Lift Forces FL = 1 C L ρ 0 ALU 2 2 = 1 * 2 *1, 025*(5, 42 * 0, 4572) *1, 7 2 2 BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-73 = 0,74 ton Beban arus merata arah horizontal = FD 0,37 = = 0, 068 ton/m h 5, 42 Dimana : A = luas penampang yang kena arus = (kedalaman + HWS) * Diameter tiang pancang = 2,48 m2 U = kecepatan arus = 1,7 m/s2 ρ = berat jenis air laut = 1,025 t/m3 CD = koefisien Drag (Cd = 1 untuk tiang pancang silinder) CL = koefisien Lift ( CL = 2 untuk tiang pancang silinder ) e. Beban Gempa Faktor keutamaan (I) = 1 Faktor respons gempa (Ci) = 0,38 Faktor daktalitas (R) = 5,6 Wt = berat total struktur = total beban mati + 50% beban hidup = (berat pelat + berat balok + berat pile cap + berat tiang) + 50% beban hidup = (812 ton) + 50% * 672 ton t iW CR = V = 1147,63 ton V = 77,9 ton Beban gempa ini akan terbagi rata pada setiap portal. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-74 4.5 Analisis Struktur 4.5.1 Material Material yang digunakan dalam perencanaan ditetapkan sebagai berikut: a. Beton Beton dalam hal ini merupakan beton bertulang biasa, cor di tempat. 1) Karakteristik material beton untuk dermaga adalah sebagai berikut: 2) Jenis Mutu Pelat K300 Balok K300 Pile Cap K300 Kekuatan Tarik Kekuatan beton di dalam tarik adalah suatu sifat yang penting yang mempengaruhi perambatan dan ukuran dari retak di dalam struktur. Kekuatan tarik adalah suatu sifat yang lebih bervariasi dibanding kekuatan tekan, dan besarnya berkisar antara 10 sampai 15 % dari kekuatan tekan. Kekuatan tarik ( f ct )dari percobaan pembelahan silinder telah ditemukan sebanding dengan ( f c ). Dalam SI, dengan f c dan f ' ' ct dalam Mpa. f ct = 0,5 f ' c sampai 0,6 f ' c untuk beton berbobot biasa f ct = 0,4 f ' c sampai 0,5 f ' c untuk beton berbobot ringan 3) Modulus Elastisitas Modulus elastisitas beton berubah-rubah menurut kekuatan. Modulus elastisitas juga bergantung pada umur beton,sifat-sifat dari agregat dan semen, kecepatan pembebanan, jenis dan ukuran dari benda uji. Rumus empiris yang diberikan oleh ACI 318-83M: Ec = 4700 f 'c BAB 4 KRITERIA DESAIN untuk beton biasa 4-75 Dimana: Ec = modulus elastisitas beton wc = berat jenis beton (kg/m3) 4) Kekuatan Lentur Kekuatan lentur (Mn) dapat diperoleh dengan menggunakan tegangan persegi ekivalen sebagai berikut : C = 0,85 f c' ba T = As f y Di mana pemakaian dari f y memisalkan bahwa tulangan meleleh sebelum kehancuran beton. Penyamaan C = T menghasilkan: a= As f y 0,85 f c' b M n = As f y (d − a / 2) Dimana: C = gaya tekan (N) a b = tinggi distribusi tegangan persegi (mm) fc' = kekuatan tekan (MPa) As = luas tulangan tarik (mm2) fy = tegangan tarik leleh (MPa) d = ketinggian efektif (mm) = lebar penampang beton (mm) 5) Perbandingan Tulangan ( ρ ) Perbandingan tulangan ( ρ ) digunakan untuk menyatakan jumlah relatif dari tulangan tarik di dalam suatu balok secara lebih mudah. ρ= As bd 6) Perbandingan Tulangan Maksimum BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-76 Untuk menjamin pola keruntuhan yang daktail di dalam lentur, maka ayat peraturan ACI 10.3.3 membatasi jumlah tulangan tarik untuk tidak melebihi 75 % dari tulangan keadaan regangan berimbang, yaitu: maksimum ρb = ρb ρ = 0,75ρb 0,85 f c' 600 β1 fy 600 + f y = perbandingan tulangan dalam keadaan berimbang. Dengan f ' c dan f y dalam Mpa, β1= 0,85 untuk f ' c ≤ 30 MPa. Rasio dari tulangan spiral ρ s tidak boleh kurang dari nilai yang diberikan oleh persamaan: Ag f' − 1 c Ac fy ρ s = 0,45 dimana: Ag = luas penampang bruto (tanpa tulangan) (mm2) As = luas inti dari batang tekan bertulangan spiral, diukur dari sisi luar garis tengah spiral (mm2) 7) Perbandingan Tulangan Minimum Bila baja tulangan di dalam suatu unsur yang mengalami lentur dengan Mu yang kecil hanya sedikit jumlahnya, balok kemungkinan akan berfungsi di dalam keadaan tidak retak. ρ min = 1,4 fy 8) Penyaluran dari Penulangan Di dalam perencanaan yang berdasarkan metoda kekuatan, tujuannya adalah mencapai tegangan leleh f y di dalam tulangan. Tegangan lekat u adalah satuan tegangan nominal di ambang pintu keruntuhan yaitu, kapasitas tegangan lekat batas uu . Dengan demikian panjang penyaluran Ld yang dibutuhkan untuk pengangkeran batang tulangan yang bekerja dengan tegangan leleh adalah: Ld = f y db 4 uu Di mana: BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-77 Ld = panjang penyaluran (mm) db = garis tengah tulangan (mm) uu = kapasitas tegangan lekat ultimit 9) Panjang Penyaluran Dasar Untuk Tulangan Tarik Untuk SI dan ACI 318-83 M, dengan Ldb dan db dalam mm, Ab dalam mm2, fy dan f ' c dalam Mpa panjang penyaluran dasar untuk tulangan tarik: 1) Untuk #35 M atau lebih kecil Ldb = 0.019 Ab f y f atau ' c 0.058db f y 2) Untuk #45 M Ldb = 26 f y f c' 3) Untuk #55 M Ldb = 0,36 d b f y f c' 4) Untuk kawat berprofil Ldb = 10) 0,36 d b f y f c' Panjang Penyaluran Untuk Tulangan Tekan Rumus panjang penyaluran untuk penulangan tekan dapat diperoleh dari persamaan berikut, dengan Ld = Ldb : f ydb Ldb = 0,24 f' c Ldb = 0,44 f y d b Secara umum panjang penyaluran untuk tulangan tekan: BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-78 A perlu Ld = 0, 44 f y d b s [ 0,75untuk penutup spiral ] ≥ 200mm A ada s 11) Kekuatan Geser Kekuatan Geser dari Beton Tidak Bertulangan Geser Kekuatan pada saat terjadinya retak miring umumnya sebagai retak lentur geser) diambil sebagai kekuatan geser dari suatu balok yang tidak bertulangan geser sesuai dengan peraturan ACI. Dengan mendefinisikan lebar web ( bw ) untuk Vc sebagai kekuatan nominal dari balok dan memakai b memberikan persamaan: Vc = ρ V d 1 f c' + 100 w g bw d ≤ 0,3 f c' bw d 6 Mu Kekuatan Geser dari Beton Bertulangan Geser Cara tradisional dari ACI di dalam perencanaan kekuatan geser adalah dengan jalan meninjau kekuatan geser nominal Vn sebagai jumlah dari dua bagian: Vn = Vc + V s Dimana: Vn = kekuatan geser nominal (kNm) Vc = kekuatan geser dari balok yang dikerahkan oleh beton (kNm) Vs = kekuatan geser dari penulangan geser (kNm) Vs = A f ( sin α + cos α ) d (1 + cot α ) Av f y sin α = v y s s Dimana: Av = luas tulangan geser dengan jarak (mm2) s = tegangan tarik leleh untuk tulangan geser BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-79 Bila α = 900 maka Vs = Av f y d s 12) Jumlah Penulangan Geser Jumlah penulangan geser tidak boleh terlalu sedikit atau terlalu banyak untuk menjamin melelehnya tulangan sewaktu kekuatan runtuh geser dicapai. Peraturan ACI mensyaratkan luas tulangan geser minimum Av sebesar : Av min = bw s 3fy 1 Vs = MPa bw d 3 dimana: bw = lebar penampang beton (mm) Untuk komponen struktur yang hanya dibebani oleh geser dan lentur maka kekuatan geser adalah: 1 Vc = 6 f c' bw d Vc = (0,07 + 8,3 ρ w ) f c' bw d Jarak antar sengkang smax = d ≤ 12 inchi 4 Untuk penulangan geser minimum dilakukan berdasarkan ketentuan yang dimuat dalam SK SNI 03 – 2847 - 2002, yakni sebagai berikut: • Bila dipasang sengkang pengikat untuk memindahkan geser, maka luas sengkang tidak boleh diambil kurang dari yang diperlukan oleh ayat 13.5 butir 5 sub 3, dan spasi sengkang pengikat tidak boleh melebihi empat kali dimensi terkecil dari elemen yang didukung atau 600 mm. • Sengkang pengikat untuk geser horizontal boleh terdiri dari batangan tulangan tunggal atau kawat, sengkang berkaki banyak, atau kaki vertikal dari jarring kawat-las. • Semua sengkang pengikat harus dijangkarkan sepenuhnya ke dalam elemenelemen yang saling dihubungkan dengan ayat 14.13. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-80 • Masing-masing ayat yang telah disebutkan di atas dapat dilihat pada buku SK SNI 03 – 2847 – 2002. 13) Selimut Beton Selimut beton pada pekerjaan ini sebesar 8 cm untuk pelat, 8cm untuk balok dan 8 cm untuk pile cap. Selimut beton ini penting untuk dipenuhi mengingat kebutuhan penulangan sangat dipengaruhi oleh jarak antara titik pusat tulangan utama terhadap sisi depan. Selimut ini juga diperhitungkan sebagai perlindungan terhadap korosi akibat air laut. b. Baja Tulangan Baja tulangan yang digunakan, memiliki karakteristik sebagai berikut : Yield Stress (fy) 350 MPa Modulus Elastisitas 210.000 MPa c. Tiang Pancang Baja Tiang pancang dalam perencanaan mengacu kepada spesifikasi ASTM A252 atau STK-41. Tiang pancang baja pada daerah splash zone akan dipasang selimut beton tebal 150 mm atau material lain. 1) Karakteristik Karakteristik tiang pancang yang digunakan adalah sebagai berikut: Yield Stress (fy) 400 MPa Modulus Elastisitas 210.000 MPa 2) Tegangan Ijin (Allowable Stress) Tegangan ijin pada tiang pancang diperhitungkan berdasarkan prosedur AISC sebagai berikut: i. Tegangan Aksial - Tegangan ijin aksial tekan diperhitungkan sebagai berikut: BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-81 2 kL 1.0 − r 2 2Cc *F fa = y 3 kL kL 5 3 r r + − 3 8 Cc 8Cc 3 dimana: kL kL kL = nilai terbesar dari y dan x r ry rx Cc = 2π 2 E / Fy - Tegangan ijin aksial tarik diperhitungkan sebagai berikut: Fa = 0.6 Fy ii. Tegangan Lentur Tegangan ijin lentur untuk penampang pipa diperhitungkan sebagai berikut: Fb22 = 0.60 Fy Fb22 = 2340 kg/cm2 Fb33 = 0.60 Fy Fb33 = 2340 kg/cm2 3) Geser Tegangan ijin geser diperhitungkan sebagai berikut: Fv = 0.40Fy Untuk tegangan geser luas penampang tiang pancang adalah mencapai 0.6IA. Hal ini berkaitan dengan efek beban lentur yang terjadi pada tiang pada saat bersamaan. d. Pelindung Korosi Perlindungan korosi tiang pancang adalah beton cor dimulai dari 100 cm di bawah LWS hingga ujung tiang pancang bagian atas. Tingkat korosi dari baja akan tergantung dari kondisi lingkungan tempat struktur dibangun karena laju korosi tergantung dari kondisi lokasi yang korosif. Laju korosi pada material baja dapat dilihat pada Tabel 4.16 BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-82 Tabel 4.16 Laju korosi material baja (OCDI 217) Laut Darat Lingkungan Korosif HWS ~ Diatas HWS ~ LWS -1m LWS -1m ~ seabed Dibawah seabed Diatas tanah dan terekspos udara Dibawah tanah (diatas lapisan air tanah) Dibawah tanah (dibawah lapisan air tanah) Laju Korosi (mm/tahun) 0,3 0,1 ~ 0,3 0,1 ~ 0,2 0,03 0,1 0,03 0,02 Dari tabel diatas kita dapat menghitung laju korosi untuk tiang pancang dermaga dan trestle setelah 25 tahun. Tiang pancang dermaga = 0,3 x 25 tahun = 7,5 mm. Tiang pancang trestle = 7,5 mm. =0,3 x 25 tahun Dari hitungan tersebut, dapat diperkirakan setelah 25 tahun tebal tiang pancang dermaga dan trestle akan berkurang sekitar 7,5 mm. Oleh karena itu, dibutuhkan proteksi untuk mengurangi laju korosi dari tiang pancang ini. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-83