LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOLOGI PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH A, B, AB, O & RHESUS DISUSUN OLEH : KELOMPOK V-A/ GANJIL NUR ALIMIN [0901037] ASISTEN : ALIFIANA ANGGRAINI ONA SISCANOVA DOSEN PEMBIMBING : Dra. SYILFIA HASTI, M.Farm., Apt. SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU PEKANBARU 2012 PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH A, B, AB, O & RHESUS 1. TUJUAN PERCOBAAN – Mengetahui cara pengerjaan pemeriksaan golongan darah A, B, AB, O – Mengetahui cara pengerjaan pemeriksaan golongan darah Rhesus – Menentukan golongan darah – Untuk mengetahui reaksi yang terjadi pada pemeriksaan golongan darah melalui analisa secara biokimiawi klinis – Memahami prinsip penggolongan darah A, B, AB, O dan Rhesus melalui analisa secara biokimiawi klinis 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Golongan darah ABO Sejarah perkembangan golongan darah Sejak ratusan tahun yang lalu ahli-ahli telah berpendapat, bahwa penderita-penderita yang kekurangan darah seperti orang-orang yang mengalami perdarahan yang hebat, seperti akibat kecelakaan, peperangan, persalinan atau penyakit-penyakit perdarahan dapat ditolong dengan penambahan darah ke dalam tubuh penderita tersebut. Mula-mula William Harvey telah melakukan transfusi darah pada penderita kekurangan darah, tetapi banyak menyebabkan kematian dan ada juga yang berhasil secara kebetulan. Juga sudah pernah dicoba memindahkan darah binatang, seperti darah kelinci, darah domba tetapi menyebabkan kematian. Pernah dikakukan percobaan oleh dokter pribadi Raja Perancis Lwiss ke XIV memberikan darah domba pada orang gila tersebut, karena dia berpendapat dan orang beranggapan pada waktu itu domba bersifat peramah. Tetapi ternyata mengakibatkan kematian, sehingga sejak itu dilarang untuk melakukan pemindahan darah (transfusi darah). Lalu pada Tahun 1900 Dr.Karl Landsteiner mengumumkan penemuannya tentang golongan darah manusia. Sejak penemuan inilah pemindahan darah (transfusi) darah ini tidak lagi berbahaya, sudah dapat menolong penderita- penderita yang kekurangan darah. Dengan ditemukannya golongan darah oleh Dr.Karl Landsteiner, dapatlah dijelaskan sebab – sebab kematian yang dulu akibat dari transfusi darah. Pada penyelidikannya juga dia dapat menemukan zat-zat yang dapat menghalangi pembekuan darah, sehingga darah yang diambil dari tubuh tidak segera membeku. Selain itu dia menemukan, bahwa dengan penambahan larutan glukosa ke dalam darah dapat memperpanjang hidup Erythrocyt diluar tubuh manusia. Dengan penemuan, darah sudah dapat disimpan sebelum ditransfusikan kedalam tubuh penderita. Pada perang dunia ke II, akibat banyaknya korban-korban yang mengalami perdarahan-perdarahan juga memberi kesempatan untuk penyelidik-penyelidikan sehingga pengetahuan mengenai penyimpanan darah ini dapat dilakukan secara intensif, sehingga transfusi darah dapat ditunjukkan untuk pengobatan-pengobatan dan juga penelitian tentang penggunaan bagian-bagian dari darah. Juga semakin majunya ilmu pengetahuan mengenai golongan darah ini, semakin banyak digunakan pada bagian-bagian lain, seperti dalam bidang kriminal. Golongan darah dapat juga membantu mencari identitas seseorang, seperti bercak-bercak darah yang ditemukan akibat pembunuhan dapat membantu petugas kepolisian. Dalam menentukan keturunan, golongan darah ini juga dapat membantu, karena golongan darah si anak akan bergantung pada golongan darah kedua orang tuanya. Dalam kebanyakan pengamatan, pencampuran darah yang berasal dari 2 orang yang berbeda akan menyebabkan timbulnya pengendapan sel – sel darah merah. Peristiwa pengendapan sel tersebut dinamai sebagai aglutinasi. Pengamatan selanjutnya memperlihatkan, bahwa peristiwa ini melibatkan sel darah merah dan bagian cair dari darah, yaitu serum atau plasma. Penemuan Golongan darah ini dilandasi oleh adanya Interaksi AntigenAntibodi. Antibodi adalah molekul protein (immunoglobulin) yang memiliki satu atau lebih tempat perlekatan (combining sites) yang disebut paratope. Antigen adalah molekul asing yang mendatangkan suatu respon spesifik dari limfosit. Sejak tahun 1900 sampai dengan tahun 1962 telah dikenal orang dengan baik, 12 macam system golongan darah, yang penting dalam bidang transfusi darah dan kehamilan. Golongan dimaksud adalah system – system : ABO, MNSs, P, Rhesus, Lutheran, Kell, Lewis, Duffy, Kidd, Ausberger, Xg dan Doombrok. Dan masih ada lagi system – system golongan darah lainnya seperti Diego, Sutter yang ditemukan pada beberapa ras bangsa saja dan lainnya. Didalam transfusi darah hanya system ABO yang merupakan golongan terpenting untuk tujuan-tujuan klinis. System golongan darah lainnya dianggap kurang mempunyai arti klinis karena termasuk memiliki antigen-antigen mengalami yang transfusi lemah, yang dan antibodynya berulangkali. Dan baru zat timbul antinya setelah biasanya mempunyai suhu optimum reaksi yang rendah ( dibawah 37° C ), sehingga tidak mempunyai arti klinis yang berarti. Pemeriksaan golongan darah ABO Golongan darah merupakan ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Golongan darah ditentukan oleh jumlah zat (kemudian disebut antigen) yang terkandung di dalam sel darah merah (Fitri, 2007). Secara umum, golongan darah O adalah yang paling umum dijumpai di dunia, meskipun di beberapa negara seperti Swedia dan Norwegia, golongan darah A lebih dominan. Antigen A lebih umum dijumpai dibanding antigen B. Karena golongan darah AB memerlukan keberadaan dua antigen, A dan B, golongan darah ini adalah jenis yang paling jarang dijumpai di dunia. (Alrasyid, 2010). Golongan darah menurut sistem A-B-O dapat diwariskan dari orang tua kepada anaknya. Land-Steiner dalam Suryo (1996) membedakan darah manusia kedalam empat golongan yaitu A, B, AB dan O. Penggolongan darah ini disebabkan oleh macam antigen yang dikandung oleh eritrosit (sel darah merah). Sebagian besar gen yang ada dalam populasi sebenarnya hadir dalam lebih dari dua bentuk alel. Golongan darah ABO pada manusia merupakan satu contoh dari alel berganda dari sebuah gen tunggal. Ada empat kemungkinan fenotip untuk untuk karakter ini: Golongan darah seseorang mungkin A, B, AB atau O. Hurufhuruf ini menunjukkan dua karbohidrat, substansi A dan substansi B, yang mungkin ditemukan pada permukaan sel darah merah. Sel darah seseorang mungkin mempunyai sebuah substansi (tipe A atau B), kedua-duanya (tipe AB), atau tidak sama sekali (tipe O). Golongan darah yang berbeda yaitu A, B, AB dan O. ditentukan oleh sepasang gen, yang diwarisi dari kedua orang tua. Setiap golongan darah dapat dikenal dari zat kimia yang disebut antigen, yang terletak di permukaan sel darah merah. Ketika seseorang membutuhkan transfusi darah, maka darah yang disumbangkan haruslah sesuai dengan golongan darah tertentu. Kesalahan dalam melakukan transfusi akan dapat menimbulkan komplikasi yang serius. (Australia Red Cross, 2008). Pemeriksaan golongan darah mempunyai berbagai manfaat dan mempersingkat waktu dalam identifikasi. Golongan darah penting untuk diketahui dalam hal kepentingan transfusi, donor yang tepat serta identifikasi pada kasus kedokteran forensik seperti identifikasi pada beberapa kasus kriminal (Azmielvita, 2009). Kesesuaian golongan darah sangatlah penting dalam transfusi darah. Jika darah donor mempunyai faktor (A atau B) yang dianggap asing oleh resipien, protein spesifik yang disebut antibodi yang diproduksi oleh resipien akan mengikatkan diri pada molekul asing tersebut sehingga menyebabkan sel-sel darah yang disumbangkan menggumpal. Penggumpalan ini dapat membunuh resipien (Azmielvita, 2009). Karl Landsteiner, seorang ilmuwan asal Austria yang menemukan 3 dari 4 golongan darah dalam sistem ABO pada tahun 1900 dengan cara memeriksa golongan darah beberapa teman sekerjanya. Percobaan sederhana ini pun dilakukan dengan mereaksikan sel darah merah dengan serum dari para donor. Hasilnya adalah dua macam reaksi (menjadi dasar antigen A dan B, dikenal dengan golongan darah A dan B) dan satu macam tanpa reaksi (tidak memiliki antigen, dikenal dengan golongan darah O). Kesimpulannya ada dua macam antigen A dan B di sel darah merah yang disebut golongan A dan B, atau sama sekali tidak ada reaksi yang disebut golongan O. Kemudian Alfred Von Decastello dan Adriano Sturli yang masih kolega dari Landsteiner menemukan golongan darah AB pada tahun 1901. Pada golongan darah AB, kedua antigen A dan B ditemukan secara bersamaan pada sel darah merah sedangkan pada serum tidak ditemukan antibodi. Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan antibodi yang terkandung dalam darahnya, sebagai berikut: Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau O-negatif. Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan dolongan darah B-negatif atau O-negatif . Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga, orang dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan darah AB-positif tidak dapat mendonorkan darah kecuali pada sesama AB-positif. Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan golongan darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut donor universal. Namun, orang dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama O-negatif. Tabel 1 : Penggolongan darah ABO Golongan Sel darah merah Plasma A Antigen A Antibodi B B Antigen B Antibodi A Antigen A & B Tidak ada antibodi Tidak ada antigen Antibodi A & B AB O Untuk menentukan golongan darah diperlukan suatu serum penguji yang disebut tes serum yang terdiri dari tes serum A dan tes serum B. Darah yang akan kita periksa dimasukkan kedalam suatu tabung yang berisi 2cc gram fisiologis lalu dikocok. Darah tersebut ditaruh di atas object glass kemudian diteteskan tes serum A dan tes serum B. Gambar 1 : Sistem darah ABO Jika darah di A menggumpal, sedangkan di B tidak maka termasuk golongan darah A Jika darah di A tidak menggumpal sedangkan di B menggumpal maka termasuk golongan darah B Jika darah di A dan B menggumpal maka termasuk golongan darah AB Jika darah di A dan B tidak menggumpal maka termasuk golongan darah O Tabel 2 : Pengamatan aglutinasi dalam penggolongan darah ABO Kit anti A Kit anti B Kit anti A&B Golongan darah (+) (-) (+) A (-) (+) (+) B (+) (+) (+) AB (-) (-) (-) O Dari penuntun praktikum imunologi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau 1;2012 Gambar 2 : Pengamatan pada pemberian serum Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah. Dalam transfusi darah, kecocokan antara darah donor (penyumbang) dan resipien (penerima) adalah sangat penting. Darah donor dan resipien harus sesuai golongannya berdasarkan sistem ABO dan Rhesus faktor. Transfusi darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal, syok, dan kematian. Hemolisis adalah penguraian sel darah merah dimana hemoglobin akan terpisah dari eritrosit. Pemilik rhesus negatif tidak boleh ditransfusi dengan darah rhesus positif. Jika dua jenis golongan darah ini saling bertemu, dipastikan akan terjadi perang. Sistem pertahanan tubuh resipien (penerima donor) akan menganggap rhesus dari donor itu sebagai benda asing yang perlu dilawan. Di dunia, pemilik darah rhesus negatif termasuk minoritas. Tabel 3 : Kecocokan golongan darah Golongan darah resipien Donor harus AB+ Golongan darah manapun AB- O- A- B- AB- A+ O- O+ A- O- A+ A- A+ B+ O- O+ B- B+ O+ O- O+ OODari laporan praktikum anatomi fisiologi manusia, golongan darah FMIPA Universitas Negeri Jakarta. 2011. Tabel 4 : Kecocokan plasma Aman ditransfusi Golongan darah Antigen pada eritrosit Antibodi dalam plasma Resepien Donor A A B A, AB A, O B B A B, AB B, O AB A+B - AB A, B, AB, O O A+B A, B, AB, O O Dari laporan praktikum anatomi fisiologi manusia, golongan darah FMIPA Universitas Negeri Jakarta. 2011. 2.2. Golongan darah Rhesus Sistem Rhesus merupakan suatu sistem yang sangat kompleks. Masih banyak perdebatan baik mengenai aspek genetika, nomenklatur maupun interaksi antigeniknya. Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang yang mempunyai rh-antigen pada eritrositnya sedang Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang yang tidak mempunyai rh-antigen pada eritrositnya. Antigen pada manusia tersebut dinamakan antigen-D, dan merupakan antigen yang berperan penting dalam transfusi. Tidak seperti pada ABO sistem dimana seseorang yang tidak mempunyai antigen A/B akan mempunyai antibodi yang berlawanan dalam plasmanya, maka pada sistem Rhesus pembentukan antibodi hampir selalu oleh suatu eksposure apakah itu dari transfusi atau kehamilan. Sistem golongan darah Rhesus merupakan antigen yang terkuat bila dibandingkan dengan sistem golongan darah lainnya. Dengan pemberian darah Rhesus positif (D+) satu kali saja sebanyak ± 0,1 ml secara parenteral pada individu yang mempunyai golongan darah Rhesus negatif (D-), sudah dapat menimbulkan anti Rhesus positif (anti-D) walaupun golongan darah ABO nya sama. Anti D merupakan antibodi imun tipe IgG dengan berat molekul 160.000, daya endap (sedimentation coefficient) 7 detik, thermo stabil dan dapat ditemukan selain dalam serum juga cairan tubuh, seperti air ketuban, air susu dan air liur. Imun antibodi IgG anti-D dapat melewati plasenta dan masuk kedalam sirkulasi janin, sehingga janin dapat menderita penyakit hemolisis. Penyakit hemolisis pada janin dan bayi baru lahir adalah anemia hemolitik akut yang diakibatkan oleh alloimun antibodi ( anti-D atau inkomplit IgG antibodi golongan darah ABO) dan merupakan salah satu komplikasi kehamilan. Antibodi maternal isoimun bersifat spesifik terhadap eritrosit janin, dan timbul sebagai reaksi terhadap antigen eritrosit janin. Penyebab hemolisis tersering pada neonatus adalah pasase transplasental antibodi maternal yang merusak eritrosit janin. Pada tahun 1892, Ballantyne membuat kriteria patologi klinik untuk mengakkan diagnosis hidrops fetalis. Diamond dkk. (1932) melaporkan tentang anemia janin yang ditandai oleh sejumlah eritroblas dalam darah berkaitan dengan hidrops fetalis. Pada tahun 1940, Lansstainer menemukan faktor Rhesus yang berperan dalam patogenesis kelainan hemolisis pada janin dan bayi. Levin dkk (1941) menegaskan bahwa eritroblas disebabkan oleh Isoimunisasi maternal dengan faktor janin yang diwariskan secara paternal. Find (1961) dan freda (1963) meneliti tentang tindakan profilaksis maternal yang efektif. Setiap orang terlahir dengan golongan darah A, B, AB, atau O dan faktor Rh positif (+) atau negatif (-). Faktor Rh ini menggambarkan partikel protein dalam sel darah seseorang. Mereka yang memiliki Rh (-) berarti kekurangan protein dalam sel darah merahnya. Sebaliknya, jika Rh (+), berarti ia memiliki protein yang cukup. Orang Asia dan Afrika umumnya (sekitar 90%) memiliki Rh (+), sedangkan orang Eropa dan Amerika kebanyakan memiliki Rh (-). Masalah akan timbul jika ibu hamil memiliki Rh (-) sementara ayah Rh (+). Dalam kondisi seperti ini, si jabang bayi bisa saja memiliki darah dengan Rh (+) atau Rh (-). Namun, biasanya bayi akan mewarisi Rh (+) karena lebih bersifat dominan. Lantaran janin mewarisi Rh yang berbeda dengan Rh ibunya, akan terjadi ketidakcocokan Rh bayi dengan ibu atau yang lazim disebut erythoblastosis foetalis. Ketidakcocokan Rh Ketidakcocokan atau inkompatibilitas Rh ini bisa berakibat kematian pada janin dan keguguran berulang. Inilah alasan mengapa pemeriksaan faktor Rh ibu dan ayah perlu dilakukan sedini mungkin agar inkompatibilitas yang mungkin muncul bisa ditangani segera. Perbedaan Rh antara ibu dengan bayi membuat tubuh ibu memproduksi antirhesus untuk melindungi tubuh ibu sekaligus menyerang calon bayi. Rh darah janin akan masuk melalui plasenta menuju aliran darah ibu. Melalui plasenta itu juga, antirhesus yang diproduksi ibu akan menyerang si calon bayi. Antirhesus lalu akan menghancurkan sel-sel darah merah calon bayi. Kerusakan sel darah merah bisa memicu kerusakan otak, bayi kuning, gagal jantung, dan anemia dalam kandungan maupun setelah lahir. Kasus kehamilan dengan kelainan Rh ini lebih banyak ditemui pada orang-orang asing atau mereka yang memiliki garis keturunan asing, seperti Eropa dan Arab. Sementara di Indonesia sendiri, walaupun tidak banyak, kasus seperti ini kadang tetap ditemui. Gambar 3 : Sensitisasi Rhesus pada kehamilan pertama Risiko Meningkat pada Kehamilan Kedua Pada kehamilan pertama, antirhesus kemungkinan hanya akan menyebabkan bayi terlahir kuning. Hal ini lantaran proses pemecahan sel darah merah menghasilkan bilirubin yang menyebabkan warna kuning pada bayi. Tetapi pada kehamilan kedua, risikonya lebih fatal. Antirhesus ibu akan semakin tinggi pada kehamilan kedua. Akibatnya, daya rusak terhadap sel darah merah bayi pun semakin tinggi dan ancaman kematian janin kian tinggi. Gambar 4 : Sensitisasi rhesus pada kehamilan berikutnya Penanganan Kehamilan dengan Kelainan Rh Biasanya, langkah pertama yang dilakukan dokter adalah memastikan jenis Rh ibu dan melihat apakah antibodi telah tercipta. Jika antirhesus itu belum terbentuk, pada usia kehamilan 28 minggu dan 72 jam setelah persalinan, ibu akan diberi injeksi anti-D immunoglobulin (RhoGam). Sebaliknya, jika antirhesus sudah tercipta, dokter akan melakukan penanganan khusus terhadap janin yang dikandung. Diantaranya, monitoring secara reguler dengan scanner ultrasonografi. Dokter akan memantau masalah pada pernafasan dan peredaran darah, cairan paru-paru, atau pembesaran hati yang merupakan gejala- gejala akibat rendahnya sel darah merah. 3. BAHAN & ALAT a. Bahan – pipet tetes – objek gelas – kertas tes darah – tusuk gigi – lanset – kapas b. Alat – alkohol 70% – kit golongan darah ABO (anti A, anti B, & anti AB) – darah kapiler – kit Rhesus (anti D) 4. CARA KERJA a. Pemeriksaan golongan darah ABO – bersihkan jari manis tangan kiri dengan kapas yang telah dibasahi dengan alkohol 70% – tusuk dengan lanset dengan satu kali tusukkan, tetesan pertama dibuang dan tetesan selanjutnya diteteskan pada 3 objek glass, masing-masing satu tetes – teteskan di atas tetesan darah pada objek glass pertama kit anti A, onjek glass kedua kit anti B, dan objek glass ketiga dengan kit anti AB – aduk dengan tusuk gigi dengan cara melingkar, amati reaksi aglutinasi yang terjadi b. Pemeriksaan golongan darah Rhesus – bersihkan jari manis tangan kiri dengan kapas yang telah dibasahi dengan alkohol 70% – tusuk dengan lanset dengan satu kali tusukkan, tetesan pertama dibuang dan tetesan selanjutnya diteteskan pada objek glass – teteskan di atas tetesan darah pada objek glass kit anti D – aduk dengan tusuk gigi dengan cara melingkar, amati reaksi aglutinasi yang terjadi 5. Hasil & Pembahasan a. Hasil pengamatan Hasil pengamatan di bawah ini merupakan hasil pengamatan gabungan antara objek I dan II karena pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus berhubungan. Tabel 5 : Pengamatan kelompok V-A (ganjil) Nama Kit anti A Kit anti B Kit Anti AB Kit anti D Golongan Rh Darah Nur Alimin (-) (-) (-) (+) O + Riki Erisman (+) (+) (+) (+) AB + Devi Hasanti (-) (+) (+) (+) B + Eka Lisnasari (-) (-) (-) (+) O + Fivy Yuniarty S (-) (-) (-) (+) O + Keterangan : (-) = tidak terjadi aglutinasi (penggumpalan) (+) = terjadi aglutinasi (penggumpalan) Tabel 6 : Data pengamatan kelompok I-V A (ganjil) Kelompok Golongan darah ABO Rh A B AB O + - I 3 2 x 1 6 x II 1 3 1 1 6 x III x 1 1 3 5 x IV 1 1 x 3 5 x V x 1 1 3 5 x 5 8 3 11 27 0 18.5 29.6 11.1 40.7 100 0 Jumlah % Keterangan : x = tidak ada b. Pembahasan Kegiatan pengujian golongan darah ini dilakukan untuk mengetahui cara menentukan golongan darah melalui perbedaan reaksi antara berbagai golongan darah kemudian menentukan golongan darah sistem ABO dan sistem Rhesus. Membran sel darah manusia mengandung bermacam-macam protein oligosakarida dan senyawa lainnya salah satunya antigen. Golongan darah sistem ABO yang akan diuji kali ini, didasari pada keberadaan antigen, yaitu antigen A dan antigen B di membran sel darah merah. Golongan darah A mempunyai antigen A, golongan darah B mempunyai antigen B, golongan darah AB mempunyai antigen A dan B, sedangkan golongan darah O tidak mempunyai kedua antigen tersebut. Darah yang diambil berasal dari kapiler pada bagian ujung jari tangan. Sebelum darah diambil dengan menggunakan blood lancet, ujung jari tangan dibersihkan dengan alcohol 70% agar terhindar dari kuman-kuman yang dapat menyebabkan infeksi. Selanjutnya, darah yang keluar diteteskan pada kedua sisi kaca objek, sesegera mungkin sebelum darah membeku. Masing-masing tetesan darah diberi serum anti A dan anti B. Golongan darah sistem ABO dibagi berdasarkan struktur antigen permukaan eritrosit, yang disebut juga sebagai aglutinogen. Penggolongan darah pada praktikum ini dilakukan dengan melihat apakah terjadi penggumpalan setelah mencampurkan darah dengan masing-masing antiserum A dan B. Reaksi penggumpalan dapat terjadi akibat antigen darah Opraktikan terhadap serum anti-A dan anti-B yang berasal dari masing-masing darah B dan A. Serum anti-A yang diteteskan menandakan bahwa darah yang diuji tersebut diberikan antigen A dari golongan darah B. Sedangkan serum anti-B yang diteteskan merupakan antigen B dari golongan darah A. Jika pengumpalan darah ketika ditetesi serum anti-A, maka darah tersebut memiliki anti-B pada darahnya. Sedangkan jika penggumpalan terjadi akibat ditetesi serum anti-B, maka darah tersebut memiliki anti-B pada darahnya. Pada darah praktikan Devi Hasanti, terjadi reaksi penggumpalan setelah diberikan serum anti-B. Hal ini karena darah Devi Hasanti memiliki anti-A (antibodi A), namun tidak memiliki anti-B karena ketika diteteskan serum anti-A, darahnya tidak menggumpal. Maka golongan darah Devi Hasanti adalah B karena golongan darah B memiliki anti-A (plasma antibodi/ aglutinin A ) dan antigen B (aglutinogen B) pada darahnya. Pada darah praktikan Riki Erisman, terjadi penggumpalan setelah diteteskan serum anti-A dan juga terjadi pengumpalan setelah ditetesi serum anti-B. Hal ini berarti serum anti-A dan serum anti-B tidak dimiliki oleh darah Riki Erisman. Karena itu tidak cocok dan menggumpal. Untuk memperkuat analisa biokimia klinik maka diteteskan serum anti-AB, dan terjadi penggumpalan. Maka darah Riki Erisman bergolongan AB yang berarti memiliki aglutinogen A dan B. Sedangkan pada tiga orang praktikan (Nur Alimin, Eka Lisnasari & Fivy Yuniarty S) tidak terjadi penggumpalan darah karena darah mereka memiliki anti-A dan anti-B. Maka praktikan tersebut bergolongan darah O. Golongan darah O dapat disebut sebagai donor universal karena golongan O tidak memiliki aglutinogen untuk diaglutinasi sehingga dapat diberikan pada resipien manapun, asalkan volume transfusinya sedikit. Pada analisa biokimia klinis untuk penentuan Rhesus, semua praktikan kelompok V-A (ganjil) memiliki Rh (+)/ positif, karena darah yang teramati mengalami aglutinasi. 6. KESIMPULAN – Jika serum anti-A menyebabkan aglutinasi pada tetes darah, maka individu tersebut memiliki aglutinogen tipe A (golongan darah A) – Jika serum anti-B menyebabkan aglutinasi, individu tersebut memiliki aglutinogen tipe B (golongan darah B) – Jika kedua serum anti-A dan anti-B menyebabkan aglutinasi individu tersebut memiliki aglutinogen tipe A dan tipe B (golongan darah AB) – Jika kedua serum anti-A dan anti-B tidak mengakibatkan aglutinasi, maka individu tersebut tidak memiliki aglutinogen (golongan darah O) – Aglutinogen D (antigen D) pada eritrosit golongan Rh+, tidak punya Aglutinogen D berarti memiliki golongan Rh7. DAFTAR PUSTAKA – Rachmawati, Anis. dkk. Laporan Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia, Golongan Darah. FMIPA Universitas Negeri Jakarta. 2008 – Sindu, E. Hemolytic disease of the newborn. Direktorat Laboratorium Kesehatan Dirjen. Pelayanan Medik Depkes dan Kessos RI – Cunningham FG, MacDonald PC, et al. Williams Obstetrics. 18th edition 1995. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995: 706-721. – Markum AH, Ismail S, Alatas H. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jakarta: Bagian IKA FKUI, 1991: 332-334 – Anonim. Informasi bagian pasien. -: 2007