peran partai keadilan sejahtera (pks) dalam penegakan ham

advertisement
PERAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) DALAM
PENEGAKAN HAM TERHADAP KAUM PEREMPUAN DAN
ANAK DI INDONESIA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Muhammad Irsyad
106045201534
KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
PERAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) TERHADAP
PENEGAKAN HAM DI INDONESIA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (SSY)
Oleh:
Muhammad Irsyad
106045201534
Di Bawah Bimbingan
Dr. Asep Saepuddin Jahar, MA
NIP. 912161996031001
KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH
JURUSAN JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010M
PERAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) DALAM PENEGAKAN
HAM TERHADAP KAUM PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
Muhammad Irsyad
NIM : 106045201534
Di Bawah Bimbingan
Dr. Hj. Isnawati Rais, MA
NIP :
KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
BIODATA PRIBADI
Nama
:
Tempat/Tanggal Lahir
:
Alamat
:
Alamat Kantor
:
Riwayat Pendidikan
:
Pekerjaan Sekarang
:
Motto
:
Jakarta,16 Agustus 2010
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
iii
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
5
D. Metode Penelitian
6
E. Tinjauan Pustaka
8
TINJAUAN UMUM TENTANG HAK ASASI MANUSIA
A. Pengertian dan Sejarah Perkembangan HAM
11
B. Hak Asasi Manusia Dalam Islam
21
C. Penegakan Hak Asasi Manusia Setelah Reformasi
25
PROFIL PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
A. Sejarah Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
34
B. Asas, Visi dan Misi
40
C. Pandangan Umum PKS Mengenai HAM
43
PERAN PKS DALAM PENEGAKAN HAM TERHADAP KAUM
PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
BAB V
A. Peran PKS Dalam Melindungi Hak Perempuan
47
B. Peran PKS Terhadap Perlindungan Anak
55
C. Konsep dan Strategi PKS Dalam Mengatasi Berbagai Kendala
Yang Menghambat Upaya Penegakan HAM di Indonesia
66
PENUTUP
A. Kesimpulan
71
B. Saran-Saran
73
DAFTAR PUSTAKA
74
LAMPIRAN
75
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG HAK ASASI MANUSIA
A. Pengertian dan Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia (HAM)
Secara etimologis, kata hak berarti kewenangan untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu, 1 Adapun kata asasi berasal dari kata asas yang berarti
bersifat dasar atau pokok. Kemudian kata itu mendapat imbuhan akhiran “i” lalu
menjadi asasi. Jadi, kata hak asasi berarti kewenangan dasar atau pokok yang dimiliki
seseorang yang melekat pada diri orang itu untuk melakukan sesuatu sesuai pilihan
hidupnya.
Sedangkan secara terminologis, hak asasi manusia (HAM) 2 adalah hak asasi
manusia karena kelahirannya, bukan karena diberikan oleh masyarakat atau negara.
HAM tidak dapat dihilangkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh negara. Hak ini
antara lain hak atas hidup, hak atas keamanan, hak melakukan perlawanan terhadap
penindasan, dan hak untuk mencapai kebahagiaan. 3 Dengan demikian, dapat
1
Hassan Sadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve, 1982), Jilid II,
2
Kata hak asasi manusia (HAM), selanjutnya penulis singkat menjadi HAM.
3
B. N. Marbun, Kamus Politik, (Jakarta: Pustaka Sinar harapan, 2002), Cet. Ke-2, h. 193.
h.1206.
11
12
disimpulkan bahwa HAM merupakan hak dasar atau hak pokok, seperti hak hidup
dan hak mendapatkan perlindungan. 4
Secara umum, istilah hak asasi manusia sering dinamai dengan hak-hak yang
melekat pada diri manusia sejak lahir. 5 Miriam Budiarjo mengatakan bahwa hak asasi
adalah hak yang dimiliki oleh manusia yang telah diperoleh dan dibawanya
bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. 6
Sedangkan menurut Jan Meterson dari komisi HAM PBB bahwa hak asasi manusia
adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpa hak tersebut manusia
mustahil hidup sebagai manusia. 7 Selanjutnya ia mengungkapkan bahwa hak tersebut
adalah hak yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan YME bukan pemberian
manusia atau penguasa. Hak ini sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan
manusia yang bersifat kodrati, yakni ia tidak dapat terlepas dari dan dalam kehidupan
manusia.
Dengan definisi hak yang melekat pada diri manusia, John Locke
mengungkapkan bahwa, HAM merupakan hak-hak yang diberikan Tuhan secara
langsung. Oleh karena itu, tidak ada kekuasaan yang dapat mencabut hak-hak dasar
4
Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 292.
5
Eggi sudjana, Ham dalam Perspektif Islam, Mencari Universalitas HAM Bagi Tatanan
Modernitas yang Hakiki, (Jakarta: Nuansa Madani, 2000), h. 3.
6
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2000), h.
120.
7
Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani,
(Jakarta: IAIN Press, 2000) h. 207.
13
tersebut. Dalam Undang-undang tentang hak asasi manusia Pasal 1 dinyatakan bahwa
:“Hak asasi adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang demi kerhormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia”. 8
Pada hakekatnya, HAM terdiri dari dua hak fundamental, yaitu hak persamaan
dan hak kebebasan. Dan dari dua hak tersebut lahir hak-hak lain yang sifatnya
turunan, atau tanpa keduanya hak-hak turunan tersebut sulit untuk ditegakkan.
Adapun hak-hak tersebut adalah meliputi segala hak-hak dasar (hak hidup, hak
berpendapat, hak beragama dan hak penghidupan yang layak, ditambah dengan hak
persamaan di muka hukum, hak milik, hak memperoleh kecerdasan intelektual).
Dengan demikian HAM pada hakekatnya merupakan hak kodrati yang secara
inheren melekat pada setiap diri manusia sejak lahir. Pengertian ini mengandung arti
bahwa HAM merupakan karunia Allah Yang Maha Pencipta kepada hamba-Nya.
Mengingat HAM itu karunia Allah SWT, tidak ada badan apapun yang dapat
mencabut dari tangan pemiliknya. Demikian pula tidak ada seorang pun
diperkenankan untuk merampasnya, serta tidak ada kekuasaan apa pun yang boleh
membelenggunya. 9
8
Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 39 Tahun 1999, Lampiran
h.I.
9
Bambang Sutiyoso, Aktualita Hukum Dalam Era Reformasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), Cet ke-1, h. 99.
14
Pengertian HAM diatas juga sejalan dengan ketetapan MPR-RI No.
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang diuraikan dalam lampiran
ketetapan ini berupa naskah Hak Asasi Manusia pada angka 1 huruf D butir 1
menyebutkan bahwa:
“Hak Asasi Manusia adalah hak sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa,
yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan
dengan harkat dan martabat manusia”.
Selanjutnya di dalam UUD 1945 Pasal 28 J yang telah di amandemen
menyebutkan bahwa:
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang telah ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntunan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokratis. 10
Kata HAM, pada hakekatnya memiliki konsep yang lebih luas, mendalam dan
universal. Ia selalu dikaitkan dengan kewenangan paling pokok yang dimiliki oleh
10
Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen Negara Republik
Indonesia, Pasal 28J.
15
seorang manusia dalam mengekspresikan eksistensinya di muka bumi ini. Tetapi,
setiap hak asasi manusia yang dimiliki seseorang selalu dibatasi oleh hak asasi orang
lain. Karena itu, wacana HAM selalu diikuti dengan wacana kewajiban asasi manusia
(KAM). 11
Dalam pasal 1 angka 2 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
menyatakan bahwa:
“Kewajiban Asasi Manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak
dilaksanakan tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia”.
Kewajiban asasi manusia dalam Islam, tampil menetralisir HAM yang
dipahami oleh masyarakat Barat yang seolah-olah kebebasan tanpa batas, menjadikan
kebebasan yang bertanggung jawab. Itu berarti kebebasan ada batasnya. Karena itu,
prinsip universal al-Qur’an adalah bukan saja meminta (menuntut hak) tetapi juga
memberi (mengeluarkan kewajiban).
Hal ini senada dengan pendapat Baharudin Lopa sebagaimana dikutip oleh
Ahmad Kosasi, ia berpendapat bahwa:
Bukan berarti manusia dengan hak-haknya itu dapat berbuat semenamena. Sebab, apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan
memperkosa hak asasi orang lain, maka ia harus mempertanggung jawabkan
11
Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an: Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukum dalam AlQur’an, (Jakarta, PT Penamadani, 2005), Cet. Ke-3, h.128.
16
perbuatannya. Jadi, jadi hak asasi tidak mengandung kebebasan secara mutlak
tanpa mengindahkan hak-hak dan kepentingan orang lain. 12
Berdasarkan beberapa rumusan pengertian HAM di atas, diperoleh suatu
kesimpulan bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang
berifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Tuhan yang harus dihormati,
dijaga dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau negara. Dengan demikian
hakekat penghormatan dan perlindungan terhadap HAM ialah eksistensi manusia
secara utuh melalui keseimbangan yaitu, keseimbangan antara hak dan kewajiban,
serta keseimbangan antara kepentingan perorangan dan dengan kepentingan umum.
Upaya menghormati, melindungi dan menjunjung tinggi HAM, menjadi kewajiban
dan tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah bahkan negara.
Setelah dunia mengalami dua peperangan yang melibatkan hampir seluruh
dunia dan di mana hak-hak azasi diinjak-injak, timbul keinginan untuk merumuskan
hak-hak azasi manusia itu dalam suatu naskah internasional. Usaha ini pada tahun
1948 berhasil dengan diterimanya Universal Declaration of Human Rights
(Pernyataan Sedunia tentang Hak-Hak Azasi Manusia) oleh negara-negara yang
tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa. 13
12
Ahmad Kosasi, HAM Dalam Pespektif Islam: Menyingkap Persamaan dan Perbedaan
antara Islam, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), Ed. Ke-1, h. 19.
13
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2006), h. 120.
17
Dalam sejarah umat manusia telah tercatat banyak kejadian dimana seseorang
atau segolongan manusia mengadakan perlawanan terhadap penguasa atau golongan
lain untuk memperjuangkan apa yang dianggap haknya. Sering perjuangan ini
menuntut pengorbanan jiwa dan raga. Juga di dunia Barat telah berulang kali ada
usaha untuk merumuskan serta memperjuangkan beberapa hak yang dianggap suci
dan harus dijamin. Keinginan ini timbul setiap kali terjadi hal-hal yang dianggap
menyinggung perasaan dan merendahkan martabat seseorang sebagai manusia.
Dalam proses ini telah lahir beberapa naskah yang secara berangsur-angsur
menetapkan bahwa ada beberapa hak yang mendasari kehidupan manusia dan karena
itu bersifat universil dan azasi. Naskah tersebut adalah sebagai berikut: 14
1. Magna Charta (Piagam Agung, 1215), suatu dokumen yang mencatat
beberapa hak yang diberikan oleh Raja John dari Inggris kepada beberapa
bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka. Naskah ini sekaligus
membatasi kekuasaan Raja John itu.
2. Bill of Rights (undang-Undang Hak, 1689), suatu undang-undang yang
diterima oleh Parlemen Inggris sesudah berhasil dalam tahun sebelumnya
mengadakan perlawanan terhadap Raja James II, dalam suatu revolusi tak
berdarah (The Glorious Revolution of 1688).
3. Declaration des droits de I'homme et du citoyen (Pernyataan hak-hak manusia
dan warga negara, 1789), suatu naskah yang di cetuskan pada permulaan
14
Ibid., h. 120-121.
18
Revolusi Perancis, sebagai perlawanan terhadap kesewenangan dari rezim
lama.
4. Declaration of Independence di Amerika (1776) yang banyak di pengaruhi
ajaran J.J. Rousseau (Perancis). Amerika dianggap sebagai negara pertama
yang mencantumkan hak asasi dalam konstitusi (secara resmi dimuat dalam
Constitution of USA tahun 1787). Hal ini berkat jasa Presiden Thomas
Jefferson,yang kemudian disusul oleh Abraham Lincoln, Woodrow Wilson
dan seterusnya.
Hak-hak yang dirumuskan dalam abad ke-17 dan ke-18 ini sangat dipengaruhi
oleh gagasan mengenai Hukum Alam (ntural Law), seperti yang dirumuskan oleh
John Locke (1632-1714) dan Jean Jaques Rousseau (1712-1778) dan hanya terbatas
pada hak-hak yang bersifat politis saja seperti kesamaan hak, hak atas kebebasan, hak
untuk memilih dan sebagainya.
Akan tetapi, dalam abad ke-20 hak-hak politik ini dianggap kurang sempurna,
dan mulailah dicetuskan beberapa hak lain yang lebih luas ruang lingkupnya. Yang
sangat terkenal ialah empat hak yang dirumuskan oleh Presiden Amerika Serikat,
Franklin D. Roosevelt (1943) pada permulaan Perang Dunia II waktu berhadapan
dengan agresi Nazi-Jerman yang menginjak-injak hak-hak manusia. Hak-hak yang
disebut oleh Presiden Roosevelt terkenal dengan istilah The Four Freedoms (Empat
Kebebasan), yaitu:
1. kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech),
19
2. kebebasan beragama (freedom from religion),
3. kebebasan dari ketakutan (freedom of fear),
4. kebebasan dari kemelaratan (freedom from want).
Sejalan dengan pemikiran ini, maka Komisi Hak-hak Azasi (Commission on
Human Rights) yang pada tahun 1946 didirikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa,
menetapkan, secara terperinci beberapa hak ekonomi dan sosial, di samping hak-hak
politik. Pada tahun 1948 hasil pekerjaan komisi ini, Pernyataan Sedunia tentang Hakhak Azasi Manusia (Univesal Declaration of Human Right), diterima secara aklamasi
oleh negara-negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Dalam kenyataan, tidak terlalu sukar dalam mencapai kesepakatan mengenai
pernyataan Hak-hak Azasi, yang memang dari semula dianggap sebagai langkah
pertama saja. Akan tetapi jauh lebih sukar untuk melaksanakan tindak lanjutnya,
yaitu menyusun suatu Perjanjian (Covenant) yang mengikat secara yuridis, sehingga
diperlukan waktu delapan belas tahun sesudah diterimanya pernyataan. Baru pada
akhir tahun 1966 sidang umum Perserikataan Bangsa-Bangsa menyetujui secara
aklamasi Perjanjian tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Covenant on
Economic, Social and Cultural Rights) serta Perjanjian tentang Hak-Hak Sipil dan
Politik (Convenant on Civil and Political Rights). 15
15
Ibid., h. 122.
20
Hasil sidang Majelis Umum PBB (1966) yang menerima "Convenants on
Human Rights". Convenant telah diakui dalam hukum internasional dan diratifikasi
oleh negara-negara PBB. Convenant tersebut antara lain; 16
1. The International on Civil and Political Rights, yaitu memuat tentang hak-hak
sipil dan hak-hak politik (persamaan hak antara pria dan wanita).
2. Optional Protocol, yaitu adanya kemungkinan seorang warga Negara yang
mengadukan pelanggaran hak asasi kepada The Human Rights Committee PBB
setelah melalui upaya pengadilan di negaranya.
3. The Internaaational Convenant on Economic, Social and Cultur Rights, yaitu
berisi syarat-syarat dan nilai-nilai bagi sistem demokrasi ekonomi, sosial dan
budaya.
Sementara itu diperlukan sepuluh tahun lagi sebelum dua perjanjian ini
dinyatakan berlaku. Perjanjian tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mulai
berlaku bulan Januari 1976, sesudah diratifikasi oleh 35 negara, sedangkan Perjanjian
tentang Hak-hak Sipil dan Politik sedang menunggu ratifikasi yang ke-35. Sesudah
itu ia juga berlaku. Di antara negara yang telah mengadakan ratifikasi terdapat
Denmark, equador, Republik Demokrasi Jerman, Republik Federasi Jerman, Filipina,
Rumania, Uni Soviet, dan Yugoslavia. Di antara negara yang belum mengadakan
16
Budiyanto, Dasar-Dasar Ilmu Negara, (Jakrta: Erlangga, 2000), h. 58.
21
ratifikasi terdapat Negara Amerika Serikat, Inggris, India, Indonesia, Malaysia,
Thailand dan sebagainya. 17
Negara-negara yang tergabung dalam Council of Europe (Majelis Eropa) telah
menandatangani Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental
Freedoms di Roma pada tahun 1950. Dengan demikian Negara-negara yang
tergabung dalam Council of Europe merupakan badan internasional yang mengikat
semua negara peserta. Juga telah didirikan lembaga-lembaga untuk melaksanakannya,
seperti European Court of Human Rights (Mahkamah Eropa Hak-hak Azasi) yang
mulai bekerja pada tahun 1959, sekalipun dalam ruang lingkup yang terbatas, yaitu di
Austria, Belgia, Denmark, Iceland, Irlandia, Luxemburg, Negeri Belanda, Norwegia,
Swedia dan Jerman Barat.
B. Hak Asasi Manusia Dalam Islam
Manusia adalah makhluk Allah Swt., yang paling mulia dibandingkan dengan
makhluk lain seperti malaikat, jin, setan, hewan, tumbuhan dan yang lainnya.
Kemuliaan manusia di hadapan Allah Swt., disebabkan karena manusia diberikan
anugerah akal untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk karena
kemampuan akalnya, posisi manusia melebihi makhluk lainnya. Ingatlah, firman
Allah yang mewajibkan malaikat dan setan bersujud kepada Adam sebagai wujud
keluhuran Nabi Adam a.s.
17
Ibid., 122
22
﴾٣٤‫׃‬٢ /‫﴿اﻟﺒﻘﺮاة‬
⌧
"Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada malaikat: “Sujudlah kamu
kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan
adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir”. (QS. Al-Baqarah/ 2 : 34)
Menurut ajaran Islam, manusia tidak hanya menjadi obyek tapi sekaligus
sebagai subyek bagi terciptanya keselamatan dan kedamaian. Karena itu setiap
muslim dituntut pertanggungjawaban atas keselamatan diri dan lingkungannya.
Seorang muslim harus dapat memberikan rasa aman bagi orang lain baik dari ucapan
maupun dari tindak tanduknya.
Berdasarkan ini, maka penghargaan tertinggi kepada manusia dan
kemanusiaan menjadi perhatian yang paling utama dan prinsipil di dalam Islam.
Penghargaan yang tidak dibatasi oleh kesukuan, ras, warna kulit, kebangsaan dan
agama. Misalnya nilai-nilai persamaan, persaudaraan dan kemerdekaan merupakan
nilai-nilai universal Islam yang berlaku pula untuk seluruh umat manusia di jagad
raya ini. 18 Hal ini tercermin dari penegasan Allah di dalam kitab suci al-Qur’an:
⌧
⌧
18
Ahmad Kosasi, HAM Dalam Perspektif Islam: Menyingkap Persamaan dan Perbedaan
Antara Islam dan Barat, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), h. 3-4.
23
“Sesungguhnya kami telah memuliakan Bani Adam (manusia), dan Kami angkat
mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan
Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk
yang telah Kami ciptakan” (Q.S. Al-Isra/ 17:70)
Rusdji mengungkapkan bahwa kajian tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
dalam tinjauan Islam haruslah dipahami dengan melihat fungsi manusia menurut alQur’an, yakni menempatkan hubungan manusia dengan Tuhan dalam posisi sentral. 19
Hal ini berarti menunjukkan bahwa perilaku manusia baik dalam dimensi internal
(hubungan ke dalam/dengan dirinya sendiri), maupun dengan dimensi eksternal
(hubungan ke luar/hubungan manusia dengan segala sesuatu yang ada di luar
dirinya). Kedua hubungan tersebut haruslah dijiwai dengan hubungan yang lebih
tinggi, yakni Allah Swt. Selanjutnya Rusdji mendeskripsikan dua hal sebagai bentuk
implikasi ajaran tauhid yaitu : pertama, dengan diakuinya semua mahluk adalah
ciptaan Allah, maka hubungan manusia dengan alamnya hakikatnya adalah hubungan
manusia dengan sesama mahluk Allah. Kedua, implikasi ajaran tauhid juga
menegaskan, bahwa sesama manusia (person) dengan manusia lainnya harus
19
Rusdji Ali Muhammad, Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Syariat Islam, (Aceh: ArRaniri Press, 2004), h. 17.
24
Melihat paparan di atas, menunjukkan bahwa manusia menyandang status
sebagai mahluk yang mulia. Allah juga melengkapi manusia dengan berbagai hak
asasinya dan juga dibebankan kewajiban yang asasi pula baginya. Seperti yang kita
ketahui, bahwa hak asasi adalah hak secara alami yang didapat manusia sejak lahir.
Yakni, hak ini diperoleh manusia secara otomatis, karena ia sebagai manusia. Karena
hak asasi tersenut sejalan dengan fitrah manusia itu sendiri. Pengertian tersebut
memberikan petunjuk pada kita, bahwa pengingkaran terhadap hak asasi manusia
pada hakikatnya merupakan pengingkaran terhadap nilai fitrah manusia yang
merupakan anugerah mulia dari sang Khaliq-nya.
Berkaitan dengan hal ini, Hasan Basri mengungkapkan bahwa 20 hak asasi
pada hakekatnya merupakan anugerah Allah SWT., kepada semua manusia. Dalam
konteks ini, hak asasi manusia yang melekat pada diri manusia bersifat universal.
Islam sebagai sistem hidup (manhaj al-hayah) dan tatanan bagi semua
makhluk memandang hak-hak fundamental manusia dan nilai-nilai keadilan tidak
hanya berlaku bagi komunitas orang-orang beriman akan tetapi juga bagi seluruh
manusia. Keadilan adalah hak seluruh umat manusia, bahkan sebagai hak individu
20
Ibid, h.17
25
atas setiap insan tanpa pengecualian. Islam tak hanya mengandung akidah dan normanorma, tetapi juga terdapat ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum yang mengatur
tata hubungan manusia serta menjamin dihormatinya HAM atas dasar keadilan. 21
Islam sebagai tatanan yang bersifat universal bertujuan melindungi dan
melestarikan hak-hak fundamental manusia, yang meliputi hak keyakinan beragama,
hak hidup dan kehidupan, hak intelektualitas dan memperoleh pendidikan, hak
kekayaan dan akses ekonomi, serta hak berkeluarga dan mengembangkan keturunan.
Semua itu merupakan refleksi utuh dari konsepsi Islam tentang manusia. Paradigma,
doktrin, norma dan metodologi, obyektifitas dan aktualitas, serta apresiasi, khususnya
penghormatan atas hak asasi, dijabarkan dalam aturan-aturan dan hukum-hukum yang
sarat bermuatan keadilan. 22
C. Penegakan Hak Asasi Manusia Setelah Reformasi
Penegakan HAM menjadi salah satu perhatian utama dan bagian tak
terpisahkan dari proses demokratisasi pada awal munculnya era reformasi. Pada
Sidang
Istimewa
MPR
1998
telah
berhasil
ditetapkan
Ketetapan
MPR
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang dapat dikatakan sebagai Piagam
HAM, melengkapi ketentuan HAM dalam UUD 1945 yang pada saat itu belum
diubah.
21
22
Ibid., h. 18
Partai Keadilan Sejahtera, Memperjuangkan Masyarakat Madani, (Jakarta: Majelis
Pertimbangan Pusat PKS, 2008), h. 405.
26
Upaya lebih mendasar dan sangat monumental untuk menjamin perlindungan
dan penegakan HAM, adalah melalui perubahan UUD 1945. Perubahan konstitusi
mengenai hak asasi manusia dibahas dan disahkan pada pada tahun 2000, yaitu pada
Perubahan Kedua UUD 1945. Perubahan tersebut menghasilkan berbagai ketentuan
mengenai hak asasi manusia dan hak konstitusi warga negara, sehingga
pada
perkembangan selanjutnya melahirkan perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia
sebagai berikut.
1. Perkembangan dan Pemajuan Hak Sipil Politik
Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil Politik (KIHS) (International
Conveniont on Civil and Political Rights) telah diratifikasi oleh Indonesia pada 2005.
Oleh karena itu produk hukum internasional tersebut telah menjadi bagian hukum
nasional Indonesia. Dengan demikian negara, yakni pemerintah terikat untuk
menjalankan kewajiban-kewajibannya di bawah KIHS. Pada sisi yang lain, setiap
orang yang tinggal di wilayah dan yurisdiksi Indonesia berhak untuk memperoleh
penghormatan dan perlindungan hak-hak asasinya, sebagaimana tertuang dalam
KIHS. Penghormatan dan perlindungan ini wajib diberikan oleh negara, tanpa
membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau
pandangan lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, hak milik, status kelahiran atau
status lainnya. 23
23
Komnas HAM, Penegakan Hak Asasi Manusia 10 Tahun Reformasi, (Jakarta: Komnas
HAM, 2008), h. 166.
27
Pada masa rejim otoriter Orde Baru, selama sepuluh tahun, ada paling tidak 4
(empat) produk hukum yang menunjukkan kepedulian negara pada Hak-hak Sipil dan
Politik, yaitu:
1.
UU Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU No.14 Tahun 1970).
2.
UU Hukum Acara Pidana (UU No. 8 Tahun 1981).
3.
UU Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.
4.
Keputusan Presiden pengesahan Konvensi Hak Anak.
Sejak reformasi nasional yang resmi ditandai dengan jatuhnya Soeharto pada
Mei 1998, kita menyaksikan lahirnya berbagai produk hukum yang dimaksudkan
untuk memperbaiki kondisi Hak-hak Sipil dan Politik (HSP), antara lain,
1.
Tap MPR tentang HAM,
2.
UU Pers,
3.
UU tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat (UU
Unjuk rasa),
4.
UU HAM (UU No.39 Tahun 1999),
5.
UU Pemilu,
6.
UU Parpol,
7.
UU Susduk MPR, DPR dan DPRD,
28
8.
UU Otonomi Daerah,
9.
UU ratifikasi Konvensi PBB menentang Penyiksaan, atau perlakuan atau
hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat,
10. UU ratifikasi Konvensi Anti Diskriminasi Rasial,
11. Pada tahun 2000, ketika memasuki amandemen ke II UUD 1945, suatu daftar
panjang HAM dimasukkan ke dalam konstitusi, yaitu pasal 28 A sampai dengan
pasal 28 J UUD 1945. Dengan demikian HAM tidak lagi semata-mata hak moral
dan hak atas dasar UU. Tapi HAM sudah merupakan bagian dari hak-hak
Konstitusi yang mesti dipatuhi oleh pembuat UU (pemerintah dan DPR) dan
jajaran aparat yudisial.
Selain kemajuan-kemajuan pada tataran normatif sebagaimana diuraikan di
atas, pemerintah dengan dukungan DPR telah pula mendirikan lembaga-lembaga
independen, yang dimaksudkan untuk pemajuan dan perlindungan HAM, termasuk
HSP, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Perlindungan
Hak-Hak Perempuan dari Tindakan Kekerasan, Komisi Perlindungan Hak Anak,
Komisi Ombudsman Nasional, Pengadilan Hak Asasi Manusia, Pengadilan
Hubungan Industrial dan Mahkamah Konstitusi, yang antara lain mempunyai
kewenangan untuk menguji suatu produk Undang-Undang yang diduga melanggar
HAM sebagai Hak Konstitusional. Baik pada tataran norma hukum maupun
kehadiran lembaga-lembaga independen tersebut di atas. Sesungguhnya negara
29
Indonesia telah mempunyai perangkat hukum dan kelembagaan yang memadai
sebagai dasar untuk menghormati dan melindungi HAM. Termasuk Hak Sipil Politik.
Di lapangan Politik, hampir sepuluh tahun terakhir ini, kita bersama telah
menyaksikan rakyat Indonesia telah menikmati kebebasan politik yang luas. Empat
kebebasan dasar, yaitu:
1.
Hak atas kebebasan berekspresi dan berkomunikasi,
2.
Hak atas kebebasan berkumpul,
3.
Hak atas kebebasan berorganisasi, dan
4.
Hak untuk turut serta dalam pemerintahan, yang vital bagi bekerjanya Sistem
Politik dan Pemerintahan demokratis telah dinikmati oleh sebagian besar rakyat
Indonesia. 24
2. Perkembangan dan Pemajuan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB)
Jatuhnya Soeharto dan semangat reformasi telah membuka peluang bagi
perubahan kondisi hak asasi di Indonesia. Dengan membaca situasi hak asasi
manusia, khususnya hak ekosob pasca jatuhnya Soeharto kita bisa mencatat adanya
sebuah langkah konsisten dan berkesinambungan yang berlangsung sejak
pemerintahan Habibie sampai pemerintahan SBY-Kalla.
24
Ibid.,h. 169-171.
30
Selain amandemen UUD’45 dan ratifikasi Kovenan Hak Ekosob, beberapa
undang-undang terkait dengan hak ekosob juga diproduksi di era reformasi, di
antaranya: (1) UU 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri; (2) UU 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak
Perdagangan Orang; (3) UU 26/2007 tentang Penataan Ruang. Undang-undang tata
ruang yang baru ini diharapkan dapat mengatasi konflik pertanahan dan sekaligus
meredam panggusuran. 25
Harapan besar akan adanya kemajuan kondisi hak asasi di era reformasi
muncul ketika pemerintahan SBY-Kalla menyusun Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RP JMN) tahun 2004-2009 dan Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) tahun 2006. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RP
JMN) disebutkan bahwa kemiskinan tidak lagi dipahami sebatas ketidakmampuan
ekonomi tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan adanya perbedaan
perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara
bermartabat. Salah satu hak dasar yang dimaksud adalah jaminan rasa aman serta
partisipasi masyarakat (miskin) dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan
pembangunan. Sebagai salah salah satu implementasinya, kebijakan penaggulangan
kemiskinan difokuskan pada perwujudan keadilan dan kesetaraan gender serta
pengembangan wilayah melalui percepatan pembangunan pedesaan, pembangunan
25
Ibid., h. 93.
31
perkotaan, percepatan pembangunan kawasan pesisir dan percepatan pembangunan
kawasan tertinggal.
Selain merumuskan RP JMN dan RKP, Pemerintahan SBY-Kalla juga
menetapkan tiga sasaran pembangunan ekonomi, yaitu (1) mengurangi pengangguran
dari 9,5 persen pada tahun 2003 menjadi 6,7 persen ditahun 2009; (2) menurunkan
tingkat kemiskinan dari 16,6 persen pada tahun 2004 menjadi 8,2 persen di tahun
2009; dan (3) meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari 4,5 persen pada tahun 2003
menjadi 7,2 persen di tahun 2009. Untuk mewujudkan ketiga sasaran tersebut,
Presiden SBY telah mencanangkan program Revitalisasi Pembangunan Pedesaan dan
Pertanian. Salah satu dokumen strategis yang dihasilkan adalah Revitalisasi
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK). Esensi RPPK adalah pengembalian
hak-hak petani dan nelayan untuk dapat hidup dengan lebih layak.
Dari adanya perkembangan di bidang produk hukum terkait dengan hak asasi
kita bisa menilai bahwa secara normatif ada kemajuan di bidang hak ekosob
sepanjang 10 tahun reformasi.
3. Penegakan HAM Pada Pelanggaran Berat HAM
Bila kita mencari makna ungkapan ‘pelanggaran hak asasi manusia’, anda
akan segera dihantar melihat sederet daftar mengenai kasus-kasus pelanggaran berat
hak asasi manusia seperti kasus penculikan aktivis 1997-1998, kasus pembantaian di
Tanjung Priok 1994, kasus bumi hangus di Timor-Timur 1999 dan beberapa kasus
pelanggaran berat yang lain. Aparat penegak hukum diminta oleh negara untuk
32
mengusut perkara dan menyeret ke penjara para pelaku kejahatan berat hak asasi
manusia.
Namun sayangnya, hingga saat ini para pelaku kejahatan berat hak asasi
manusia itu tidak dapat diadili oleh negara, mereka terus berkeliaran. Meskipun
pemerintah telah membuat UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM, tetap saja dalang
asli tidak dapat dijerat hukum. Para pelaku masih dengan bebas menikmati hawa
segar dan hidup di atas mayat-mayat korban yang mereka bunuh.
Oleh karena itu, kelahiran UU 26/2000 dianggap sebagai salah satu wajah
kongkrit pemerintah Indonesia dalam menegakkan hukum dan keadilan. Namun,
harapan dan cita-cita dari masyarakat terutama dari korban kekerasan dan
pelanggaran HAM pupuslah sudah. Mengapa? Karena, satu demi satu kasus
pelanggaran HAM berat tidak dapat lagi diproses sebagaimana mestinya. Komnas
HAM sulit untuk menunjukkan kekuatannya sampai para dalang kejahatan tidak
dapat dihukum. Hanya para petugas pelaksana yang dihukum.
Melalui lokakarya nasional hak asasi manusia yang diadakan oleh Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia pada 8-11 Juli 2008 lahirlah sebuah kerangka keadilan
transisi untuk membangun masa depan yang lebih demokratis. Secara sederhana,
pendekatan keadilan transisi dapat digambarkan melalui mekanisme yaitu
33
pengungkapan kebenaran, mengadili pelaku yang paling bertanggung jawab,
reformasi kelembagaan dan reparasi bagi korban. 26
26
Ibid., h. 287.
BAB III
PROFIL PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
A. Sejarah Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Partai Keadilan Sejahtera yang disingkat menjadi PK Sejahtera merupakan
partai berasaskan Islam yang pendiriannya terkait dengan pertumbuhan dakwah Islam
semenjak awal tahun delapan puluhan. Partai ini menjunjung tinggi perlindungan,
pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia. 1
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) didirikan di Jakarta pada hari sabtu tanggal
20 April 2002 atau bertepatan dengan 7 Shafar 1423 H. PKS didirikan oleh
sekelompok anak bangsa yang memiliki cita-cita luhur, yaitu menegakkan keadilan
dan mensejahterakan masyarakat.
PKS merupakan kelanjutan dari Partai Keadilan (PK) karena memiliki
kesamaan tujuan dan cita-cita. 2 Dalam menjalankan roda organisasi dan aktifitasnya,
partai dibingkai dengan Piagam Deklarasi, visi dan misi, anggaran dasar (AD),
Anggaran Ruamah Tangga (ART), kebijakan dasar partai sertai peraturan-peraturan
lainnya yang mengikat seluruh anggota partai.
1
Daniel Dhakidae, Ph.D, Partai-partai Politik Indonesia Ideologi dan Program 2004-2009,
(Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2004), h. 301.
2
AD/ART Partai Keadilan Sejahtera
34
35
Partai Keadilan sendiri lahir dari perjalanan panjang politik Islam di Indonesia
sejak masa awal kemerdekaan di Indonesia sampai dengan mengganasnya kekuasaan
Orde Baru yang kemmudian menjadi berantakan karena perlawanan rakyat. Bagi
komunitas PKS, hubungan antara Islam dan negara dalam lembaran sejarah bangsa
hampir selalu diwarnai saling mencurigai bahkan permusuhan.
Dalam catatan mereka, keterpurukan umat Islam karena dipermainkan oleh
negara bermula di awal kemerdekaan RI. Pada waktu itu, Presiden Soekarno, dalam
pidato-pidatonya telah membuka peluang demokratis bagi pejuang Islam di
Indonesia. Kaum Muslimin menaggapinya dengan suka cita dan menampilkannya
dalam berbagai bentuk Parpol Islam. Mereka membayangkan jika demokrasi yang
dijanjikan oleh Soekarno benar-benar dilaksanakan, maka peran politik umat Islam.
Secara signifikan dalam kehidupan bernegara akan menjadi kenyataan.
Namun perkiraan pemuka Islam kata itu meleset, parpol Islam mengalami
kekalahan, sehingga Islam tidak dapat menggeser Pancasila sebagai dasar negara
melalui perjuangan konstitusional di arena konstituante. Perdebatan-perdebatan di
konstituante yang berkepanjangan, menjadi salah satu kunci politik Soekarno untuk
menutup kembali peluang demokrasi yang pernah diajukannya. Pada tahun 1959, ia
mengeluarkan Dekrit Prsiden yang menghentikan perdebatan sengit wakil-wakil
rakyat lewat pembubaran parlemen, dan bangsa Indonesia harus kembali kepada
UUD 1945. Lebih penting lagi tahun itu merupakan starting point bergulirnya
Demokrasi Terpimpin yang pada hakikatnya sebuah perwujudan dari diktatorisme.
36
Pada periode inilah parpol-parpol Islam mengalami ketidakberdayaan vis-à-vis
keperkasaan politik Soekarno, yang berambisi untuk mengubur parpol termasuk
parpol Islam, seperti Masyumi yang merupakan partai Islam terbesar saat itu.
Pada tahun 1965, PKI yang menjadi salah satu mitra kekuasaan Soekarno
selain tentara, melakukan pemberontakan dan makar yang menumpahkan darah
banyak anak bangsa. Dalam situasi tersebut, umat Islam mengambil peran yang
sangat signifikan. Namun ironisnya negara Orde Baru di bawah kepemimpinan
Soeharto yang muncul setelah pemberontakan PKI tidak menghargai peran historis
kaum Muslimin yang telah ikut andil dalam memutuskan rezim baru itu.
Proyek pengerdilan politik yang digalakkan oleh Orba, di satu sisi
mengokokhkan kekuasaan Orba, di sisi lain rakyat pada umumnya dan kaum
Muslimin pada khususnya semakin terkekang dalam mengeluarkan aspirasi
politiknya. Hal yang sama juga dialami oleh kalangan mahasiswa di berbagai
perguruan tinggi. Negara memantau kegiatan politik dan suara moral mahasiswa
melalui pembekalan konsep Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi
Kemahasiswaan (NKK/BKK). Tentu saja konsep ini di tentang habis-habisan oleh
seluruh segmen mahasiswa. Para intelektual muda Muslim meresponnya dengan
merancang strategi perjuangan umat Islam yang sangat fenomenal, yaitu dengan
menggalakkan dakwah menyebarkan kebenaran dan kebaikan di Indonesia. Gerakan
ini merebak dengan cepat dan mewarnai suasana keislaman di kampus-kampus dan
masyarakat umum.
37
Awal tahun delapan puluhan gerakan-gerakan keislaman yang mengambil
masjid-masjid sebagai basis operasional dan strukturalnya, terutama masjid kampus,
mulai bersemi. Gerakan dakwah ini merebak dari tahun ke tahun mewarnai suasana
keislaman di kampus-kampus dan masyarakat umum. Bahkan, menjalar pula ke
kalangan pelajar dan mahasiswa di luar negeri, baik Eropa, Amerika maupun Timur
Tengah. Gejolaknya muncul dalam bentuk pemikiran keislaman dalam berbagai
bidang dan juga praktik-praktik pengalaman sehari-hari. Persaudaraan (ukhuwah)
yang dibangun diantara mereka menjadi sebuah alternatif cara hidup di tengah-tengah
masyarakat yang cenderung semakin individualistik. 3
Gerakan dakwah ini semakin membesar dan berkembang, dan jaringan
mereka pun semakin meluas. Mereka juga berupaya membangun ruh keislaman
melalui media tabligh, seminar, aktivitas sosial, ekonomi dan juga pendidikan,
meskipun saat itu berada dalam bayang-bayang kekuasaan Orde Baru yang semakin
ketat mengawasi aktivitas keagamaan.
Lengsernya Soeharto pada 21 Mei 1998 dirasakan membuka iklim kebebasan
yang semakin luas. Musyawarah kemudian dilakukan oleh para aktivis dakwah Islam,
yang melahirkan kesimpulan perlunya iklim yang berkembang untuk dimanfaatkan
semaksimal mungkin bagi upaya peralihan cita-cita mereka, yaitu apa yang mereka
maksudkan sebagai upaya mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang di ridlai
3
Daniel Dhakidae, Partai-Partai Politik Indonesia Ideologi dan Program 2004-2009,
(Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2004), h. 301-302.
38
Allah Swt. Pendirian partai politik yang berorientasi pada ajaran Islam perlu
dilakukan guna mencapai tujuan dakwah Islam dengan cara-cara demokratis yang
bisa diterima banyak orang. Maka mereka pun sepakat membentuk sebuah partai
politik.
Sebelumnya, dilakukan sebuah survei yang meliputi cakupan luas dari para
aktivis dakwah, terutama yang tersebar di masjid-masjid kampus di Indonesia, untuk
melihat respon umum dari kondisi politik yang berkembang di Indoensia. Hasil survei
menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka menyatakan bahwa saat inilah waktu
yang tepat untuk meneguhkan aktivitas dakwah dalam bentuk kepartaian. Survei ini
dinilai mencerminkan tumbuhnya kesamaan sikap di kalangan sebagian besar aktivis
dakwah.
Atas dasar beberapa hal yang melatarbelakangi sejarah berdirinya Partai
Keadilan itu, maka dipandang wajar jika para fungsionaris partai ini adalah mereka
yang tergolong muda dan kalangan intelektual Islam kampus.
Partai Keadilan secara resmi didirikan pada 20 Juli 1998. Islam menjadi asas
dari partai baru ini. Tercatat lebih dari 50 pendiri partai ini, di antaranya adalah
Hidayat Nur Wahid, Luthfi Hasan Ishaq, Salim Segaf Aljufri dan Nur Mahmudi
Ismail. Nur Mahmudi Ismail kemudian menjadi Presiden Partai Keadilan, sedangkan
Hidayat Nur Wahid duduk sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai. Kemudian
Partai ini deklarasikan pada tanggal 9 Agustus 1998 di Masjid Al Azhar, Kebayoran
Baru Jakarta, dengan dihadiri oleh sekitar 50.000 massa.
39
Dalam perkembangan selanjutnya, PK mulai melibatkan diri dalam ajang
pemilihan umum untuk kali pertama pada tahun 1999. Namun capaian pada pemilu
tahun 1999, tidak memungkinkan bagi sustainibilitas partai ini. Ketentuan electoral
threshold mengharuskan sebuah partai melewati perolehan 2% jika ingin mengikuti
pemilu berikutnya. Berdasarkan UU Pemilu 1999, Bab VII, Pasal 39 mengenai syarat
keikutsertaan dalam pemilu, Partai Keadilan tidak diperbolehkan megikuti pemilihan
umumtahun 2004, kecuali PK mau bergabung dengan partai lainnya, atau mendirikan
partai politik baru.
Pada tahun 2001 diadakanlan rapat pleno untuk mencari cara lain agar dakwah
melalui jalur politik bisa terus berjalan. Rapat menghasilkan kesepakatan untuk
membuat partai politik baru yang simbolnya tak jauh berbeda dengan Partai Keadilan.
Perumusan mengenai pembentukan partai baru ini diserahkan pada sebuah tim yang
dipimpin oleh Muzammil Yusuf.
Akhirnya pada tanggal 20 April 2002, PKS resmi berdiri sebagai langkah
strategis dalam menjawab hambatan menyangkut electoral threshold. Dengan
demikian maka visi dan misi partai tidak bergeser dari khittah PK dan kalaupun ada
perbedaan hanya dalam bentuk redaksional dan teknisi semata. Atas dasar kesamaan
visi dan misi tersebut, musyawarah Majelis Syura Partai Keadilan ke-XIII yang
berlangsung di Wisma Haji, Bekasi, pada 17 April 2003, memutuskan Partai
Keadilan menggabungkan diri dengan Partai Keadilan Sejahtera.
40
Sejatinya, perubahan PK ke PKS hanyalah semata-mata perubahan nama
untuk menyiasati agar bisa mengikuti pemilu 2004. Oleh karena itu, suprastruktur
(ideologi, pemikiran dan konsep-konsep partai), maupun infrastruktur PKS (baik
berupa jaringan kader, kepengurusan hingga aset-aset partai) adalah pelimpahan dari
Partai Keadilan. 4
B. Asas, Visi dan Misi
Dalam pasal 2 Anggaran Dasarnya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) secara tegas
menyatakan Islam sebagai asasnya. Sedangkan mengenai visi, Partai Keadilan
Sejahtera mempunyai visi yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu visi umum dan visi
khusus,. Visi umum Partai Keadilan Sejahtera adalah:
“Sebagai Partai Dakwah Penegak Keadilan Dan Kesejahteraan Dalam Bingkai
Persatuan Umat Dan Bangsa.”
Sedangakan Visi Khususnya adalah: “Partai Berpengaruh Baik Secara Kekuatan
Politik, Partisipasi, Maupun Opini Dalam Mewujudkan Masyarakat Indonesia Yang
Madani”.
Visi ini akan mengarah Partai Keadilan Sejahtera sebagai:
1. Partai Dakwah yang memperjuangkan Islam sebagai solusi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
4
M. Imadadun Rahmat. Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen,
(Yogyakarta: LkiS, 2008), hal. 37-39.
41
2. Kekuatan transformatif dari nilai dan ajaran Islam di dalam proses
pembangunan kembali umat dan bangsa di berbagai bidang.
3. Kekuatan yang mempelopori dan menggalang kerjasama dengan berbagai
kekuatan yang secita-cita dalam menegakkan nilai dan sistem Islam yang
rahmatan lil’alamin.
4. Akselerator bagi perwujudan masyarakat madani di Indonesia. 5
Adapun misi Partai Keadilan Sejahtera, yaitu:
1. Menyebarluaskan Dakwah Islam dan mencetak kader-kadernya sebagai
pembawa perubahan (anashir taghyir).
2. Mengembangkan institusi-nstitusi kemasyarakatan yang Islami diberbagai
bidang sebagai pusat solusi (markaz taghyir).
3. Membangun opini umum yang Islami dan iklim yang mendukung bagi
penerapan ajaran Islam yang solutif dan membawa rahmat.
4. Membangun kesadaran politik masyarakat, melakukan pembelaan, pelayanan
dan pemberdayaan hak-hak kewarganegaraannya.
5. Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar terhadap kekuasaan yang konsisten
dan kontinyu dalam bingkai hukum dan etika Islam.
5
Ibid h., 306.
42
6. Secara aktif melakukan komunikasi, silaturahim, kerjasama dan islah dengan
berbagai unsur atau kalangan umat Islam untuk terwujudnya ukhuwah
Islamiyah dan wihdatul-ummah, dan dengan berbagai komponen bangsa
lainnya untuk memperkokoh kebersamaan dalam merealisir agenda reformasi.
7. Ikut memberikan kontribusi positif dalam menegakkan keadilan dan menolak
kedhaliman khususnya terhadap negeri-negeri Muslim yang tertindas.
Tujuan didirikannya Partai Keadilan Sejahtera, sebagaimana tertuang dalam
AD/ART, adalah “Terwujudnya masyarakat madani yang adil dan sejahtera
yang diridhoi Allah SWT dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia”. PK Sejahtera menyadari pluralitas etnik dan agama masyarakat
Indonesia yang
mengisi wajah beribu pulau dan beratus suku yang
membentang dari Sabang hingga Merauke, yang dilalui garis khatulistiwa di
dalamnya.
Berdasarkan hal itu, karenanya pemikiran yang ingin menjadikan Indonesia
sebagai Negara Bangsa yang bebas agama, Negara Sekuler, yang memisahkan
agama dari negara secara murni, adalah pemikiran yang mengingkari fakta
sejarah dan budaya Indonesia, sebagai bangsa Muslim. Pemikiran yang tidak
jelas (absurd) ini menjadi tidak relevan, karena, Indonesia adalah negara yang
mengakui tuhid, Ketuhanan Yang Maha Esa, yang penduduknya sangat
relijius, bangsa dan negeri Muslim. Indonesia adalah NKRI Yang
Berketuhanan Yang Maha Esa.
43
Masyarakat madani adalah masyarakat berperadaban tinggi dan maju yang
berbasiskan pada: nilai-nilai, norma, hukum, moral yang ditopang oleh
keimanan; menghormati pluralitas; bersikap terbuka dan demokratis dan
bergotong-royong menjaga kedaulatan negara. Pengertian genuin dari
Masyarakat Madani itu perlu dipadukan dengan konteks masyarakat Idonesia
di masa kini yang terikat dalam ukhuwah Islamiyyah (ikatan keislaman),
ukhuwah wathaniyyah (ikatan kebangsaan ) dan ukhuwah basyariyyah (ikatan
kemanusiaan) dalam bingkai NKRI. 6
C. Pandangan Umum PKS Mengenai HAM
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai politik yang sangat
memperhatikan hak asasi manusia, sebagaimana tujuan didirikannya Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) yaitu terwujudnya masyarakat madani yang adil dan sejahtera yang
diridhoi Allah SWT dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis, PKS mempunyai
perhatian yang besar terhadap masalah HAM di Indonesia. Bentuk perhatian tersebut
diawali dengan menyatakan pada konsep dasar yang tertera di dalam AD/ART berupa
visi, misi, ideologi dan platform partai politik. Hal inilah yang menjadi acuan
perjuangan PKS dalam mewujudkan cita-cita partai. 7
6
MPP PKS, Memperjuangkan Masyarakat Madani, (Jakarta: Majelis Pertimbangan Pusat
PKS, 2008) Cet. Ke-1 h. v.
7
Wawancara Pribadi dengan Sarah Handanyani. Jakarta, 16 Agustus 2010.
44
Di dalam AD/ART pada menerangkan tujuan dan kegiatan partai menyatakan
Tujuan Partai yaitu: 8
1) Terwujudnya cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan UUD 1945; dan
2) Terwujudnya masyarakat madani yang adil dan sejahtera yang diridhoi Allah
SWT, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mencapai tujuan partai maka dilakukan kegiatan-kegiatan antara lain:
Menyampaikan dakwah dan tarbiyah Islamiyah kepada masyarakat, secara benar,
jelas, utuh dan menyeluruh;
a) Mendorong kebajikan di berbagai bidang kehidupan;
b) Memberantas kebodohan, kemiskinan dan kerusakan moral;
c) Meningkatkan kesejahteraan anggota partai dan masyarakat;
d) Memajukan perlindungan hak-hak asasi manusia.
Berbagai masalah yang terjadi di Indonesia yang berkaitan dengan masalah
ekonomi, sosial, budaya dan lainnya, hal itu menyangkut hak asasi manusia. Oleh
karena itu, PKS mempunyai misi untuk menyelesaikan masalah tersebut yaitu: 9
1) Untuk Mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran dan
meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat melalui strategi pemerataan
8
AD/ART PKS, BAB II Pasal 2 dan 3.
9
Wawancara Pribadi dengan Sarah Handanyani. Jakarta, 16 Agustus 2010.
45
pendapatan, pertumbuhan bernilai tambah tinggi
dan pembangunan
berkelanjutan. Untuk itu, PKS berupaya pengentasan kemiskinan harus
dilakukan
bersamaan
dengan
pelipatgandaan
produktivitas
sektor
pertanian.
2) Menuju pendidikan berkeadilan dengan memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu, PKS berupaya
membangun sistem pendidikan nasional yang terpadu, komperhensif dan
bermutu untuk menumbuhkan SDM yang berdaya saing tinggi serta guru
yang professional dan sejahtera.
3) Menuju sehat paripurna untuk semua, dengan visi sehat badan, mentalspiritual, dan sosial sehingga dapat beribadah kepada Allah SWT untuk
membangun bangsa dan negara; untuk itu PKS berupaya dengan
mengoptimalkan
anggaran
kesehatan
dan
seluruh
potensi
untuk
mendukung pelayanan kesehatan berkualitas. Terciptanya masyarakat
sejahtera, berupaya melalui pemberdayaan masyarakat yang dapat
mewadahi dan membantu proses pembangunan yang kontinyu.
Dengan demikian PKS sebagai parpol yang berasaskan Islam memandang
nilai keadilan dan HAM melekat dengan penciptaan manusia. Keadilan adalah nilai
yang bersifat intrinsik, baik dalam struktur ataupun prilaku manusia. Wujud kongkrit
nilai-nilai keadilan pada aspek kemanusiaan adalah sikap pertengahan yang telah
menjadi kekhususan umat Islam dan telah menjadi karakteristik metodologi Islam
46
dalam menyelesaikan berbagai persoalan hidup. Secara objektif dalam bingkai
negara, HAM terpenuhi berdasarkan maqashid syari’ah yakni perlindungan atas:
agama, jiwa, akal, harta dan keturunan. 10
10
MPP PKS, Memperjuangkan Masyarakat Madani, (Jakarta: Majelis Pertimbangan Pusat
PKS, 2008) Cet. Ke-1 h. v.
47
Saran-saran
1. Sebagai Partai politik yang berbasis Islam dimana banyak anak muda
didalamnya PKS dapat menjadi contoh partai politik lain untuk lebih
peduli dengan masalah hak asasi yang menyangkut perempuan dan
anak.
2. PKS harus lebih banyak melakukan kegiatan yang bersifat
pemberdayaan perempuan yang langsung terjun kemasyarakat seperti
pelatihan keterampilan untuk ibu-ibu atau remaja putri agar dapat
menjadi bekal agar mampu mandiri secara ekonomi, khususnya bagi
remaja putri agar tidak terjerumus pada kegiatan yang negatif.
3. PKS juga harus memiliki kegiatan bakti sosial terutama yang
berhubungn dengan kesehatan, seperti pengobatan gratis bagi ibu-ibu
dan anak-anak dari keluarga kurang mampu, memberi penyuluhan
tentang hidup sehat dimana kegiatan ini dapat dilaksanakan secara
rutin.
4. PKS dapat membantu anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk
mendapat pendidikan yang layak, seperti memberi bea siswa atau
bantuan buku2 pelajaran pada sekolah2 yang berada didaerah yang
terpencil.
48
5. Kader-kader PKS yang duduk dilembaga perwakilan rakyat harus
lebih pro aktif untuk memberi masukan kepada pemerintah mengenai
program2 yang berkaitan dengan perempuan dan anak-anak,
ini
penting karena kualitas anak Indonesia yang baik adalah masa depan
bangsa Indonesia sendiri dan itu bisa dicapai jika dibarengi
peningkatan mutu keluarga terutama kaum perempuan yang menjadi
ibu yang mengasuh dan membesarkan anak-anak.
6. PKS dapat memberi porsi pada kader-kader perempuan untuk lebih
banyak duduk dilembaga perwakilan rakyat agar dapat menjadi
inspirasi bagi kemajuan kaum perempuan dan lebih menyuarakan
aspirasi perempuan diseluruh Indonesia.
74
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah dan Rozali, Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan di Indonesia.
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.
Al Araf, Mabruri dan Ghufron. dkk, Catatan HAM 2004 Keamanan Mengalahkan
Kebebasan. Jakarta: Imparsial, 2006.
Bidang Kewanitaan DPP PKS 2005-2010, Buah Perjuangan Profil Pos Wanita
Keadilan Di 33 Provinsi. Jakarta: Bidang Kewanitaan DPP PKS 2005-2010,
2010.
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2006.
Budiyanto. Dasar-Dasar Ilmu Negara. Jakarta: Erlangga, 2000.
Dhakidae, Daniel. Partai-Partai Politik Indonesia dan Program 2004-2009. Jakarta:
PT. Kompas Media Nusantara, 2004.
Effendi, Mashur. Hak Asasi Manusia dan Hukum Nasional dan Internasional.
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994.
Habibi, MN. Menata Jalan Menunaikan Amanah (Rekam Kiprah dan Pemikiran di
Media Massa) Zuber Safawi. Jakarta: Global Media Profetika, 2009.
Harjowirogo, Marbangun. Hak Asasi Manusia dalam mekanisme-mekanisme Perintis
Nasional. Bandung: Regional dan Internasional, 1997.
Komnas HAM. Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Budaya Indonesia. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1997.
Kontras. Laporan HAM Tahun 2006 HAM Belum Menjadi Adab Politik. Jakarta:
Rinam Antartika, 2007.
Kosasi, Ahmad. HAM Dalam Perspektif Islam: Menyingkap Persamaan dan
Perbedaan antara Islam. Jakarta: Salemba Diniyah, 2003.
Mabruri, Gufron, Junaidi, Demokrasi Selektif terhadap Penegakan HAM Laporan
Kondisi HAM Indonesia 2005. Jakarta: Imparsial, 2006.
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945
sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2004.
75
Manan, Bagir. Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia.
Bandung: YHDS, 2005.
Mansour, Fakih, dkk. Menegakkan Keadilan dan Kemanusiaan; Pegangan Untuk
Membangun Gerakan HAM. Yogyakarta: Insist Press, 2003.
Mashood A. Baderin, Hukum Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam. Jakarta: Komisi
Hak Asasi Manusia, 2007.
Muladi. Hak Asasi Manusia-Hakekat Konsep dan Implikasinya Dalam Perspektif
Hukum dan Masyarakat. Bandung: PT. Refika Aditama, 2005.
Mulyosudarmo, Suwoto, “Pelaksanaan Hak Asasi Manusia” Makalah, Fakultas
Hukum UNAIR, Surabaya, 2001.
Prasetyantoko dan Indriyo, Wahyu. Gerakan Mahasiswa dan Demokrasi di
Indonesia. Bandung: PT. Alumni, 2001.
Prasetyohadi dan Wisnuwardhani, Savitri. Penegakan Hak Asasi Manusia dalam 10
Tahun Reformasi. Jakarta: Komnas HAM, 2008.
R. Wiyono. Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Jakarta: Rencana Prenada
Media Group, 2006.
Rosyada, Dede dan Ubaidillah, A. dkk. Pendidikan Kewarganegaraan (Civil
Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta:
Prenada Media, 2005.
Rozali, Abdullah dan Syamsir. Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan
HAM di Indonesia, Bogor: PT. Ghalia Indonesia, 2004.
Rusdji, Ali Muhammad. Hak Asasi Manusia Sdalam Perspektif Syariat Islam. Aceh:
Ar-Raniri Press, 2004.
Sadily, Hassan. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve,
1982.
Shihab, Umar. Kontekstualitas Al-Qur’an: Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat Hukum
dalam Al-Qur’an. Jakarta: PT. Penamadani, 2005.
Sudjana, Eggi. HAM dalam Perspektif Islam (Mencari Universalitas HAM Bagi
Tatanan Modsernitas yang Hakiki). Jakarta: Nuansa Madani, 2000.
Sutiyoso, Bambang. Aktualita Hukum Dalam Era Reformasi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004.
Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1998.
76
Wahyudi, Imawan, “HAM antara Islam dan Barat”, Harian Republika, Jumat 14
Februari 1997.
Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia
Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen Negara Republik Indonesia. Pasal 28
J. Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2004.
Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. Bandung: Citra
Umbara, 2008.
Undang-Undang RI No. 39 Tahun 1999. Bandung: Citra Umbara, 2008.
Wawancara
Wawancara Pribadi dengan Sarah Handayani. Jakarta: 31 Mei dan16 Agustus
2010.
Artikel dari internet
http://www.pk_sejahtera.org. internet diakses pada tanggal 30 Mei 2010.
http://www. [email protected]
KONSEPSI MUSYAWARAH DALAM KETATANEGARAAN ISLAM
A. Musyawarah
Setiap waliyyul-amri tidak bisa terlepas dari menerapkan prinsip "musyawarah". Karena
hal itu merupakan salah satu perintah Allah kepada Nabi-Nya. Allah SWT. berfirman,
☺
⌧
☺
⌧
⌧
⌧
☺
Artinya :
"Maafkan mereka dan mohonkanlah ampunan bagi mereka, serta terapkanlah
musyawarah dengan mereka dalam perkara (urusan) itu. Maka apabila engkau mempunyai
kemauan yang kuat (azam), bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertwakal." (Q.S. Ali Imran: 159).
Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dia berkata:
"Tidak seorang pun yang paling banyak bermusyawarah dengan para sahabatnya,
melebihi Rasulullah saw."
Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk melakukan musyawarah kepaada Nabi-Nya
dalam rangka menarik simpati dan melunakkan hati para sahabat beliau, serta agar diteladani
oleh generasi yang datang sesudahnya. Dan pada saat yang sama agar menghasilkan pendapat
brilian dari masalah-masalah yang tidak disinggung dalam wahyu, semisal strategi perang,
masalah-masalah parsial yang bernuansa ijtihad dan lain sebagainya. Maka, dengan
demikian, selain Rasulullah saw. lebih pantas dan perlu untuk melakukan musyawarah.
Dalam hal ini Allah SWT. memuji kaum Muslimin yang komitmen dengan asas
musyawarah dalam firman-Nya,
☺
⌧
☺
⌧
⌧
⌧
☺
Artinya :
"Apa yang di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang berirman,
hanya kepada Rabb mereka, orang-orang yang beriman itu, bertawakal. Mereka itu yang
menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji (yang memalukan) dan tatkala
mereka marah, mereka [memiliki kekuatan untuk] mengampuni. Dan mereka-mereka yang
menyambut panggilan Rabb mereka, mendirikan shalat dan memerintahkan untuk melakukan
musyawarah di kalangan merek, serta yang rela member dari apa yang Kami rezekikan
kepada mereka." (Q.S. asy-Syura: 36-38)
Apabila seorang waliyyul-amri bermusyawarah dengan mereka, sementara sebagian
mereka menegurnya, bahwa apa yang harus diikuti dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya
maka sang waliyyul amri harus tunduk kepada keduanya. Di sini seseorang tidak boleh taat
kepada siapa pun untuk melakukan sesuatu tyang bertentangan dengan Kitab Allah dan
Sunnah Rasul-Nya, meskipun dia berkedudukan tinggi dan mempunyai status sosial yang
mapan di dunia. Allah SWT. berfirman, "
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah, taatlah kepada Rasul
dan ulil-amri dari golonganmu." (Q.S. an-Nisa : 59)
Apabila ada permasalahan yang diperselisihkan oleh kaum Muslimin, maka hendaklah
setiap orang dari mereka mengeluarkan pendapatnya yang terarah dan tepat yang mengacu
pada al-Qur'an dan as-Sunnah. Oleh karenanya, setiap pendapat yang mempunyai kesamaan
dengan apa yang tertera dalam al-Qur'an dan as-Sunnah haruslah diperhitungkan untuk
dipakai sebagaimana firman Allah, "Maka jika engkau berselisih dalam suatu perkara,
kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul apabila engkau beriman kepada Allah dan Hari
Akhir." (Q.S. an-Nisa' : 59).
Ada dua golongan yang masuk kategori ulil amri, yakni ulama dan umara. Jika keduanya
saleh, seluruh umat tentu saja akan menjadi saleh juga. Oleh karena itu, keduanya harus
berhati-hati dalam berucap dan bertindak sebagai realisasi ketaatan kepada Allah dan RasulNya serta mengikuti (berittiba') kepada Kitab-Nya. Maka jika dalam masalah-masalah yang
musykil memungkinkan baginya untuk merujuk pada Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, dia
pun wajib menerapkannya. Tetapi bila tidak memungkinkan karena sempitnya waktu atau
ketidakmampuan dalam mencari dan menganalisa atau terbatasnya dalil dan alasan-alasan
lain yang dapat diterima, maka dia boleh taklid.
Lampiran I
Hal
Jakarta, 8 Februari 2010
: Permohonan Wawancara
Kepada Yth, Pengurus Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Di
Tempat
Assalmau’alaikum. Wr. Wb
Saya yang bertanda tangan dibawah ini?
Nama
: Muhammd Irsyad
NIM
: 106045201534
Fakultas
: Syariah dan Hukum
Jurusan
: Ketatanegaraan Islam
Prodi
: Jinayah Siyasah
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Bersama ini saya mahasiswa Universitas Islma Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, mengadakan
penelitian tentang “Peran Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Terhadap Penegakan HAM di
Indonesia” untuk skripsi sebagai persyaratan kelulusan SI di program studi siyasah syar;iyyah
fakultas syariah dan hukum UIN syarif hidayatullah Jakarta. Untuk melengkapin data yang
dibutuhkan, saya mohon kesedian bapak/ibu sebagai pengurus partai keadilan sejahtera (PKS)
yang ada di Jakarta sebagai informan. Guna mendapatkan hasil data yang akurat dan benar,
bersama ini saya pula mohon bapak/ibu menjawab dengan benar dan tepat pertanyaanpertanyaan yang diajukan berdasarkan pengetahuan keilmuan Bapak/Ibu.
Semua data/jawaban Bapak/Ibu, merupakan rahasia yang akan selalu saya jaga. Atas waktu,
jawaban, bantuan dan kerja sama yang diberikan, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Hormat saya,
M. Irsyad
NIM: 106045201534
1
Lampiran I
HASIL WAWANCARA
Responden
: Sarah Handayani
Pekerjaan
: Sekretaris Bidang Kewanitaan DPP PKS Jakarta
Tempat
: MD building lt. 4, Jl. Tb Simatupang No. 78
Waktu
: 16.00 s/d 17.00
T.
: Sejauh mana peran PKS dalam penegakan HAM terhadap kaum
perempuan dan anak di Indonesia?
J.
: Sejauh peran serta para kader PKS dalam menjalankan program
kerja mereka di masyarakat, legislatif dan eksekutif.
T.
: Contoh program kerja di masyarakat?
J.
: Pada bidang kewanitaan PKS membuat yang namanya Pos
Wanita Keadilan (Pos WK) di 33 Propinsi di Indonesia. Contoh
seperti sadar agama, sadar pendidikan, sadar kesehatan, sadar
ekonomi, pemeberdayaan perempuan dan lain sebagainya
diperuntukan bagi kaum perempuan dan anak-anak.
T.
: Bagaimana bentuk peranan yang dilakukan PKS kaitannya
dengan melindungi hak kaum perempuan dan anak-anak!
J.
: Bentuk peranannya bermacam-macam bidang sesuai dengan
kebutuhan di masyarakat setempat, sebagai contoh Pos WK di
Nusa Tenggara Barat adalah bentuk pemberdayaan remaja
putrinya yang berujung pada penambahan kader partai. Dengan
2
program lokal Sadar Agama dan Sadar Sosial Politik dilakukan
dalam bentuk ta’lim bagi ibu-ibu dan remaja.
Di Kepulauan Riau mempunyai 6 DPD dan 45 DPC. Pos Wanita
Keadilan bekerjasama dengan pejabat lokal yang terkait antara
lain, DPD, Kepala Dinas, Kadinas Pendidikan dan LSM
Perempuan setempat mengadakan kegiatan pendidikan berupa
PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) telah berjalan rutin di
Nongsa setiap Sabtu Ahad.
T.
: Apa pandangan PKS mengenai HAM?
J.
: HAM adalah hak yang bersifat asasi yang dimiliki oleh pribadi
manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir namun
yang membedakannya adalah kodratnya sebagai wanita. PKS
mempunyai perhatian yang besar terhadap masalah HAM di
Indonesia. Bentuk perhatian tersebut diawali dengan menyatakan
pada konsep dasar yang tertera di dalam AD/ART berupa visi,
misi, ideologi dan platform partai politik. Hal inilah yang
menjadi acuan perjuangan PKS dalam mewujudkan cita-cita
partai.
T.
: Apa saja kendala dalam pelaksanaan pemenuhan hak-hak bagi
kaum wanita dan anak di Indonesia?
3
J.
: yaitu 1) Membutuhkan para pemimpin yang dapat membangun
sistem parpol dan pemberdayaan masyarakat yang lebih kuat dan
efektif; 2) pemerataan para kader yang kurang di daerah-daerah;
3) keadaan dearah-daerah yang cukup jauh dan terpencil; 4)
pemahaman masyarakat masih sangat awam bagi partai politik,
sehingga enggah untuk menerimanya; 5) masih membutuhkan
dana yang cukup banyak; 6) bagaimana parpol bisa
merealisasikan visi dan misinya; 7) leadership negara Indonesia;
8) membutuhkan proses yang panjang; 9) partai politik dan
masyarakat harus bisa berubah dengan menjalankan porsianya
masing-masing dan lain sebaginya.
PEDOMAN WAWANCARA II
1. Apa pandangan umum PKS mengenai HAM ?
2. Sejauhmana peran PKS dalam penegakan HAM bagi kaum perempuan dan anak?
3. Contoh bidang?
4. Apakah menurut ibu masyarakat ini acuh terhadap bantuan itu?
5. Bgaimana kondisi masyarakat setelah kehadiran PKS dalam memberikan
bantuan?
6. Bagaimana upaya PKS merealisasikan konsep-konsep mengenai pembangunan
pendidikan nasional? baik itu di legislatif, eksekutif atau gerakan2 yang
dilakukan! Hal. 45
7. Bagaimana PKS memperjuangkan mengenai mewujudkan pembiayaan nasional
sehingga efisiensi dan mutu pelayanan kesehatan dapat terjaga?
8. Apa saja tantangan/hambatan PKS dalam penegakan HAM bagi kaum perempuan
dan anak-anak di Indonesia?
9. Apa langkah kongkrit PKS dalam mengatasi masalah penegakan HAM bagi kaum
perempuan dan anak-anak di Indonesia?
‫ﺴﻼ ُم ﻋَﻠﻴﻜﻢ َورَﺣﻤَﺔ اﷲ َو َﺑﺮَآﺎﺗﺔ‬
‫اﻟ ﱠ‬
Bu Dewi yang saya hormati mohon maaf ada hal yang saya mau tanyakan, mohon jawabannya!
1. Bagaimana aplikasi PKS terhadap penegakan HAM di Indonesia? Khususnya peran PKS
terhadap perlindungan anak di masyarakat!
2. Bagaimana peran PKS terhadap perlindungan hak perempuan? Berikan contoh atau
aplikasinya di masyarakat!
3. Bagaimana peran PKS terhadap perlindungan hak perempuan dan anak di legislatif?
Contohnya!
4. Apa saja kendala PKS dalam memperjuangkan hak anak dan kaum perempuan di indonesia?
Bagaimana cara mengatasianya!
5. Ada berapa jumlah anggota PKS dari perempuan dilegislatif dan jumlah suara pada pemilu
2009?
Dan saya ucapkan terima kasih atas bantuan ibu, semoga Allah membalas atas kebaikan ibu!
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hak asasi dapat dikatakan sebagai hak dasar yang dimiliki oleh pribadi
manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Hak asasi itu tidak dapat
dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. 1
Hak asasi manusia, sebagai sebuah nilai universal, sebagian besar telah
diadopsi oleh pemerintah Indonesia. Hingga tahun 2008 setidaknya terdapat 2
kovenan dan 4 konvensi yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Capaian
normatif di bidang hak asasi manusia telah menunjukkan kesungguhan pemerintah
Indonesia menjadikan produk hukum internasional HAM sebagai bagian dari hukum
nasional Indonesia. Demikian juga konstitusi Indonesia, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 telah menegaskan jaminan hak-hak konstitusi warga
negara.
Ratifikasi dan penegasan jaminan konstitusional hak-hak warga negara
menuntut penyelenggaraan negara untuk memenuhinya, baik melalui mekanisme
1
Drs. Budiyanto, Dasar-Dasar Ilmu Negara, (Jakarta: Erlangga, 2000), h.56.
64
65
harmonisasi
perundang-undangan,
perubahan
perundang-undangan,
maupun
tindakan-tindakan langsung penyelenggaraan negara dalam kehidupan bernegara dan
pemberian layanan publik.
Namun demikian, penegakan hak asasi manusia tidak berbanding lurus
dengan jaminan normatif sebagaimana yang tertuang dalam kovenan dan konvensi
yang telah diratifikasi. Belum optimalnya penegakan HAM di Indonesia disebabkan
tidak hanya oleh deviasi paradigma hukum internasional HAM yang terjadi, tapi juga
minimnya komitmen penyelenggaraan negara dalam mempromosikan, melindungi
dan memenuhi hak asasi manusia.
Partai politik yang melalui mekanisme demokrasi menjadi salah satu alat
rekrutmen para penyelenggara negara memiliki peranan penting dalam memastikan
komitmen dan konsistensi penegakan HAM di Indonesia. UU No. 2 Tahun 2008
tentang Partai Politik telah menegaskan bahwa partai politik berkewajiban
“menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi dan hak asasi manusia” (Pasal 3
Poin a). Meskipun bukan pihak-pihak yang menandatangani komitmen penegakan
HAM sebagaimana negara (state parties) tapi karena calon-calon penyelenggara
negara salah satunya berasal dari partai politik, maka partai politik harus
menunjukkan komitmennya pada hak asasi manusia. 2
Salah satu partai yang menjujung tinggi supremasi hukum, demokrasi dan dan
hak asasi manusia adalah Partai Keadilan Sejahtera yang disingkat menjadi PKS
2
www.pk_sejahtera .org, diakses pada tanggal 26 Maret 2010
66
merupakan partai berasaskan Islam yang pendiriannya terkait dengan pertumbuhan
aktivitas dakwah Islam semenjak awal tahun delapan puluhan. 3
Tumbangnya rezim Orde Baru yang sangat represif setelah berkuasa selama
32 tahun, telah menimbulkan kesadaran akan pentingnya pernghormatan hak asasi
manusia (HAM). Tuntutan agar dilakukan peradilan terhadap pelanggar-pelanggar
HAM masa lalu kian merebak, sementara pelangaran-pelanggaran HAM terus
berlangsung dalam berbagai bentuk, pola dan aktor yang berbeda. Isu HAM
seringkali digunakan oleh sekelompok masyarakat untuk kepentingan politik maupun
ekonominya, sementara aparat enggan bertindak karena khawatir dituduh melanggar
HAM. Karena banyak sekali terjadi pelanggaran HAM, maka banyak sekali pula
tekanan-tekanan, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri agar ada
perlindungan HAM di Indonesia.
Pelanggaran tidak saja dilakukan oleh penguasa terhadap rakyat, melainkan
juga terjadi dalam hubungan antara sesama anggota masyarakat. Dalam suasana
reformasi, tidak jarang wacana HAM memicu debat publik yang tidak berkesudahan.
Di samping memberikan pencerahan, debat ini juga menimbulkan kebingungan.
Karena itu, kesimpangsiuran dan tendensi penyalahgunaan isu HAM tampaknya
3
Deniel Dhakidae, Partai-Partai Politik Indonesia Ideologi dan Program 2004-2009,
(Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2004), h.301.
67
hanya dapat diurai jika pemahaman yang memadai tentang gagasan awal, konsep dan
norma-norma HAM, telah dimiliki. 4
Menurut laporan Setara Institute (Desember 2008), komitmen PKS terhadap
pemenuhan dan penegakan hak-hak asasi manusia berada di papan atas. indikator
awal komitmen partai terhadap hak asasi manusia ialah dicantumkannya kata “HAM”
dalam visi-misinya. Dan secara normatif dan komperhensif, PKS juga mencantumkan
visi hak sipil-politik dan hak ekonomi, sosial, budaya.
Dalam perjalanan politiknya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan
partai Islam yang banyak menaruh perhatian terhadap masalah-masalah yang terkait
dengan hak asasi manusia. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendukung
pengungkapan berbagai kasus yang terjadi semenjak zaman orde baru hingga saat ini,
seperti terbunuhnya aktivis HAM Munir, Tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi
II. Begitu juga, sikap PKS dalam kasus penghilangan orang secara paksa.
Dalam urusan tindak korupsi dan penyalahgunaan kewenangan, Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) terbilang partai yang bersih. Hampir tidak ada kader atau
pun pengurus partai yang terlibat tindak pidana korupsi. Partai Keadilan Sejahtera
(PKS) juga memperjuangkan hak-hak kaum perempuan, hak anak, menegakkan hak
buruh dan menempatkannya sebagai aset nasional dan mitra nasional dan hak-hak
lainnya demi mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.
4
Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia, (Bandung:
YHDS, 2001), h.1-3.
68
Pemahaman HAM di Indonesia sebagai nilai, konsep dan norma yang hidup
dan berkembang di masyarakat dapat ditelusuri melalui studi terhadap sejarah
perkembangan HAM, yang dimulai sejak zaman pergerakan hingga saat ini, yaitu
ketika terjadi amandemen terhadap UUD 1945 yang kemudian membuat konstitusi
tersebut secara eksplisit memuat pasal-pasal HAM.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah
mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang
tua, keluarga dan masyarakat, pemerintah dan negara untuk memberikan
perlindungan terhadap anak. 5 Dalam kondisi kemiskinan dan pemiskinan yang
meluas, perempuan dan anak-anak berada di dasar piramida penderitaan. Merekalah
yang menjadi korban pertama dan utama dari seluruh proses pemiskinan dan
pelanggaran ekonomi sosial dan budaya (ekosob). Ini terindikasi dari tingginya angka
kasus dan kematian akibat gizi buruk/busung lapar, tingginya angka kasus
perdagangan perempuan dan anak-anak, dan meningkatnya kasus bunuh diri di
kalangan perempuan dan anak dari keluarga miskin.
Kebijakan pemerintah belum maksimal berpihak pada perlindungan hak-hak
dasar warganya, akibatnya merebaknya anak jalanan, tidak terjangkaunya layanan
kesehatan, pendidikan dan pemenuhan kesejahteraan, pengangguran semakin
meningkat dan lain sebagainya. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai entitas
5
Ahmad Kamil, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2002), hal.vii.
69
politik nasional berjuang dengan dasar aqidah, asas dan moralitas untuk memenuhi
hak-hak warga negara Indonesia.
Hal inilah yang mendorong penulis melakukan penelitian skripsi terhadap
PKS sebagai institusi politik yang diharapkan bisa membawa perubahan, khsusnya
yang terkait dengan masalah penegakan HAM di Indonesia.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk meneliti seluruh identifikasi masalah memerlukan suatu usaha dari
peneliti. Jika peneliti memiliki keterbatasan-keterbatasan kemampuan maka
penelitian hanya akan dibatasi pada bagaimanakah peranan PKS dalam penegakan
HAM di Indonesia.
2. Perumusan Masalah
Dari apa yang telah dipaparkan pada latar belakang diatas , beberapa pokok
permasalahan yang ingin diungkap melalui penulisan skripsi ini, yang bisa disebut
dengan perumusan masalah.
Pokok-pokok permasalahan tersebut yaitu :
1. Sejauhmana peran PKS terhadap penegakan HAM di Indonesia?
2. Bagaimanakah strategi dan kebijakan PKS dalam penegakan HAM di
Indonesia?
3. Bagaimana konsep PKS dalam mengatasi berbagai kendala yang
menghambat upaya penegakan HAM di Indonesia?
70
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Untuk menjawab pertanyaan pokok tersebut, maka tujuan penelitian skripsi
ini adalah
1. Untuk mengetahui sejauh mana peran Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
terhadap penegakan HAM di Indonesia.
2. Untuk mengetahui apa strategi dan kebijakan Partai Keadilan Sejahtera
(PKS) dalam penegakan HAM di Indonesia.
3. Menguraikan konsep Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam mengatasi
berbagai kendala yang menghambat upaya penegakan HAM di Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
Sementara manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah, memberikan
pemahaman tentang peran Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam upaya menegakkan
HAM di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
D. Metode Penelitian
Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan secara rinci tentang hal-hal yang
terkait dengan metode penelitian dari skripsi ini, yaitu :
a. Jenis Penelitian
Penulisan skripsi ini termasuk salah satu jenis penelitian deskriptif dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam pengertian bahwa metode yang
71
digunakan untuk memahami masalah yang diteliti pada skripsi ini, tidak dengan
melakukan pengukuran secara statistik, melainkan dari hasil pemaparan pihak
responden yang jelas dan rinci terhadap masalah yang diteliti sehingga memberikan
pemahaman yang mendalam terhadap masalah yang diteliti tersebut.
b. Teknik Pengumpulan Data
Sumber data yang yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini, yaitu :
•
Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari pihak responden yang terdiri
Dari :
-
Observasi
Dalam hal ini penulis mengamati setiap kegiatan atau aktivitas yang
berlangsung di DPP PKS Jakarta.
-
Wawancara Terstruktur
Selain melakukan wawancara dengan pihak responden, penulis
menyiapkan daftar pertanyaan yang sifatnya terbuka, agar wawancara
bisa berjalan fokus dan terarah, serta bertujuan untuk memberikan
pemahaman secara mendalam
•
Data Sekunder
Data ini diperoleh dari sumber-sumber seperti arsip, atau dokumen
yang mendukung penelitian ini.
c. Pengolahan Data
72
Setelah semua data terkumpul, langkah selanjutnya adalah melakukan
pengolahan data, yaitu megelaborasi kesesuaian antara pertanyaan yang satu dengan
pertanyaan lainnya, relevansi jawaban, dan kejelasan makna jawaban, yang
kesemuanya itu bertujuan untuk kesempurnaan data.
d. Teknik Analisis Data
Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan sepenuhnya dianalisis secara
kualitatif. Analisis data dilakukan setiap saat pengumpulan data di lapangan sacara
berkesinambungan. Diawali dengan proses klarifikasi data agar tercapai konsistensi
di lapangan dengan langkah abstrkaksi-abstraksi teoritis terhadap informasi lapangan,
dengan mempertimbangkan menghasilkan pernyataan-pernyataan yang sangat
memungkinkan dianggap mendasar dan universal.
E. Tinjauan Pustaka
Secara historis, bahwa sebelumnya sudah ada peneliti lain yang juga
melakukan penelitian terhadap Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yaitu
1. Judul : ”Negara Islam Dalam Pandangan Politik Aktivis Perempuan PKS”
Penulis: Saudari Nur Komariah/SS/SJS/2008.
yang arah penelitiannya menuju bagaimana persepsi aktivis perempuan dari Partai
Keadilan Sejahtera (PKS), terhadap konsepsi negara Islam dengan menggunakan
sudut pandang politik.
2. Judul: “Kedudukan Partai Politik Islam Dalam Undang- Undang No. 2 tahun
2008 Tinjauan Terhadap Eksistensi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)”
73
Penulis: Burhanuddin/SS/SJS/2008
Skripsi ini hanya membahas tentang perumusan dan eksistensi Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) pasca lahirnya UU NO. 2 tahun 2008.
3. Judul: “Tentang Konsepsi PKS Tentang Supremasi Hukum Di Negara Kesatuan
Republik Indonesia”
Penulis : Wendra Akmal/SS/SJS/2009
fokus penelitiannya terletak pada konsepsi atau gagasan PKS untuk mewujudkan
hukum sebagai acuan bagi bidang lainnya dalam lingkup Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Adapun penelitian skripsi yang penulis lakukan yaitu Peran partai
keadilan sejahtera (PKS) Tentang Penegakan HAM di Indonesia, yang fokus
penelitiannya terletak pada peran PKS dalam
meningkatkan perlindungan,
pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia di Negara Kesatuan
Republik Indonesia dalam tataran normatif dan konstitusional.
74
F. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok
penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata
urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan ini sebagai
berikut :
BAB I : Merupakan Pendahuluan, memuat ; latar belakang, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian,
tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Umum tentang Hak Asasi Manusia di Indonesia, memuat :
pengertian HAM, HAM dalam Islam, dan penegakan hak asasi manusia
dalam 10 tahun reformasi,
BAB III : Profil PKS, memuat ; sejarah berdirinya PKS, asas, visi dan misi partai.
BAB IV : Peran PKS terhadap penegakan HAM di Indonesia, memuat ; peran PKS
terhadap perlindungan anak, peranan PKS dalam
melindungi hak
perempuan, konsep PKS dalam mengatasi berbagai kendala yang
menghambat upaya penegakan HAM di Indonesia.
BAB V : Merupakan akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam penulisan
skripsi yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
75
76
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah dan Rozali, Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan di
Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.
Al Araf, Mabruri dan Ghufron. dkk, Catatan HAM 2004 Keamanan
Mengalahkan Kebebasan. Jakarta: Imparsial, 2006.
Manan, Bagir. Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia.
Bandung: YHDS, 2005.
Rosyada, Dede dan Ubaidillah, A. dkk. Pendidikan Kewarganegaraan (Civil
Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta:
Prenada Media, 2005.
Effendi, Mashur. Hak Asasi Manusia dan Hukum Nasional dan Internasional.
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994.
Mansour, Fakih, dkk. Menegakkan Keadilan dan Kemanusiaan; Pegangan
Untuk Membangun Gerakan HAM. Yogyakarta: Insist Press, 2003.
Harjowirogo, Marbangun. Hak Asasi Manusia dalam mekanisme-mekanisme
Perintis Nasional. Bandung: Regional dan Internasional, 1997.
Komnas HAM. Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Budaya Indonesia.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997.
Kontras. Laporan HAM Tahun 2006 HAM Belum Menjadi Adab Politik.
Jakarta: Rinam Antartika, 2007.
Mabruri, Gufron, Junaidi, Demokrasi Selektif terhadap Penegakan HAM
Laporan Kondisi HAM Indonesia 2005. Jakarta: Imparsial, 2006.
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia dari UUD
1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2004.
Mashood A. Baderin, Hukum Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam. Jakarta:
Komisi Hak Asasi Manusia, 2007.
77
Muladi. Hak Asasi Manusia-Hakekat Konsep dan Implikasinya Dalam
Perspektif Hukum dan Masyarakat. Bandung: PT. Refika Aditama, 2005.
Mulyosudarmo, Suwoto, “Pelaksanaan Hak Asasi Manusia” Makalah,
Fakultas Hukum UNAIR, Surabaya, 2001.
Prasetyantoko dan Indriyo, Wahyu. Gerakan Mahasiswa dan Demokrasi di
Indonesia. Bandung: PT. Alumni, 2001.
Prasetyohadi dan Wisnuwardhani, Savitri. Penegakan Hak Asasi Manusia
dalam 10 Tahun Reformasi. Jakarta: Komnas HAM, 2008.
R. Wiyono. Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Jakarta: Rencana
Prenada Media Group, 2006.
Rozali, Abdullah dan Syamsir. Perkembangan HAM dan Keberadaan
Peradilan HAM di Indonesia, Bogor: PT. Ghalia Indonesia, 2004.
Wahyudi, Imawan, “HAM antara Islam dan Barat”, Harian Republika, Jumat
14 Februari 1997.
Habibi, MN. Menata Jalan Menunaikan Amanah (Rekam Kiprah dan
Pemikiran di Media Massa) Zuber Safawi. Jakarta: Global Media Profetika, 2009.
Bidang Kewanitaan DPP PKS 2005-2010, Buah Perjuangan Profil Pos
Wanita Keadilan Di 33 Provinsi. Jakarta: Bidang Kewanitaan DPP PKS 2005-2010,
2010.
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2006.
Dhakidae, Daniel. Partai-Partai Politik Indonesia dan Program 2004-2009.
Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2004.
Budiyanto. Dasar-Dasar Ilmu Negara. Jakarta: Erlangga, 2000.
Sadily, Hassan. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve,
1982.
Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1998.
78
Sudjana, Eggi. HAM dalam Perspektif Islam (Mencari Universalitas HAM
Bagi Tatanan Modsernitas yang Hakiki). Jakarta: Nuansa Madani, 2000.
Sutiyoso, Bambang. Aktualita Hukum Dalam Era Reformasi. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2004.
Shihab, Umar. Kontekstualitas Al-Qur’an: Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat
Hukum dalam Al-Qur’an. Jakarta: PT. Penamadani, 2005.
Kosasi, Ahmad. HAM Dalam Perspektif Islam: Menyingkap Persamaan dan
Perbedaan antara Islam. Jakarta: Salemba Diniyah, 2003.
Rusdji, Ali Muhammad. Hak Asasi Manusia Sdalam Perspektif Syariat Islam.
Aceh: Ar-Raniri Press, 2004.
Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia
Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen Negara Republik Indonesia.
Pasal 28 J. Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2004.
Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. Bandung: Citra
Umbara, 2008.
Undang-Undang RI No. 39 Tahun 1999. Bandung: Citra Umbara, 2008.
Wawancara
Wawancara Pribadi dengan Sarah Handayani. Jakarta: 31 Mei dan16 Agustus
2010.
Artikel dari internet
http://www.pk_sejahtera.org. internet diakses pada tanggal 30 Mei 2010.
http://www. [email protected]
KONSEP MUSYAWARAH DALAM KETATANEGARAAN ISLAM
A. Prinsip Musyawarah
Setiap waliyyul amri tidak bisa terlepas dari menerapkan prinsip "musyawarah". Karena
hal itu merupakan salah satu perintah Allah kepada Nabi-Nya. Dalam al-Qur'an ada dua ayat
yang menggariskan prinsip musyawarah sebagai salah satu prinsip dasar dalam nomokrasi
Islam. Ayat yang pertama dalam surah al-Syura/42:38:
☺
Artinya :
Dan bagi orang-orang yang manerima seruan Tuhan dan melaksanakan shalat, sedang
urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka
menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka, (Asy-Syura 42 :
38)
Ayat ini menggambarkan bahwa dalam setiap persoalan yang menyangkut masyarakat
atau kepentingan umum Nabi selalu mengambil keputusan setelah melakukan musyawarah
dengan para sahabatnya. 1 Dalam sebuah hadist nabi digambarkan sebagai orang yang paling
banyak melakukan musyawarah. Beliau melakukan hal ini, karena prinsip musyawarah
adalah merupakan suatu perintah dari Allah sebagaimana digariskan dalam ayat yang kedua
yang dengan tegas menyebutkan perintah itu dalam al-Qur'an, surat Ali Imran/ 3:159;
⌧
﴾١٥٩ ‫……﴿ال ﻋﻤﺮان ׃‬
dan bermusyawarahlah engkau hai Muhammad dengan mereka dalam setiap urusan
kemasyarakatan… (QS. Ali Imran : 159)
Musyawarah dapat diartikan sebagai suatu forum tukar-menukar pikiran, gagasan
ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan delam memecahkan sesuatau masalah
1
Muhammad Tahir Azhari, Negara Hukum, (Jakarta: Prenada Media, 2003), Cet. Ke-1 h. 111.
1
sebelum tiba pada suatu pengambilan keputusan. 2 Dilihat dari sudut kenegaraan, maka
musyawarah adalah suatu prinsip konstitusional dalam nomokrasi Islam yang wajib
dilaksanakan dalam suatu pemerintahan dengan tujuan untuk mencegah lahirnya keputusan
yang merugikan kepentingan umum atau rakyat. Sebagai suatu prinsip konstitusional, maka
dalam nomokrasi Islam musyawarah berfungsi sebagai "rem" atau pencegah kekuasaan yang
absolut dari seseorang penguasa atau kepala negara.
Islam dan diktator adalah dua yang berlawanan yang tidak mungkin bertemu. Ajaranajaran agama membawa manusia untuk menyembah hanya kepada Tuhan mereka saja,
sedangkan protokoler diktator mengembalikan mereka pemberhalaan politik buta. 3
Mayoritas ulama fikih dan para peneliti berpendapat dan para peneliti berpendapat
bahwa musyawarah adalah prinsip hukum yang bagus. Ia merupakan jalan untuk
menemukan. Kebenaran dan mengetahui pendapat yang paling tepat.
Al-Qur'an memerintahkan musyawarah dan menjadikannya sebagai satu unsure dari
unsur-unsur pijakan negara Islam. Namun, bagi system hukum, musyawarah lebih dari
sekedar unsur dalam pelaksanaannya. Ia diciptakan untuk disebut sebagai kaidah pertama,
sebagaimana yang dikatakan oleh penulis Tafsir Al-Manar yang dibuat untuk pemerintahan
Islam. 4
Suatu musyawarah dapat diakhiri dengan kebulatan pendapat atau kesepakatan bersama
(konsensus) yang lazin disebut dalam hukum Islam sebagai ijma dan dapat pula diambil
suatu keputusan yang didasarkan pada suara terbanyak sebagaimana yang dicontohkan oleh
Nabi Muhammad ketika menghadapi dan memecahkan masalah serangan orang-orang
Quraisy Mekkah yang sedang mengepung Madinah (Perang Uhud). Ada dua pilihan,
menghadapi musuh secara ofensif atau defensive. Secara pribadi Nabi memilih pilihan yang
kedua, yaitu bertahan di kota Madinah, namun suara terbanyak dari pada sahabat
2
Ibid., h. 112
3
Farid Abdul Khalik, Fikih Politi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2005), h.35.
4
Ibid., h.36.
2
menginginkan supaya pasukan Madinah menyerang musuh dari luar Madinah yaaitu di
Bukit Uhud. Akhirnya, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak itu. 5
Meskipun demikian, musyawarah berbeda dengan demokrasi liberal yang berpegang
pada rumus "setengah plus satu" atau suara mayoritas yang lebih dari separo yang berakhir
dengan kekalahan suara bagi suatu pihak dan kemenangan bagi pihak lain. Dalam
musyawarah yang dipentingkan adalah jiwa persaudaraan yang dilandasi iman kepada Allah,
sehingga yang menjadi tujuan musyawarah bukan mencapai kemenangan untuk sesuatu
pihak atau golongan, tetapi untuk kepentingan atau kemalahatan umum dan rakyat. Karena
itu, yang harus diperhatikan dalam musyawarah bukan soal siapa yang menang dan siapa
yang kalah, tetapi sejauh mana keputusan yang akan diambil itu dapat memenuhi
kepentingan atau kemaslahatan umum dan rakyat. Inilah yang dijadikan suatu kriterium
dalam pengambilan musyawarah dalam pengambilan keputusan melalui musyawarah
menurut nomokrasi Islam.
Lebih lanjut prinsip musyawarah bertujuan melibatkan atau mengajak semua pihak
untuk berperan serta dalam kehidupan bernegara. Dibandingkan dengan demokkrasi liberal
(Barat) yang mengenal oposisi (ada pihak-pihak yang tidak mendukung pemerintah), dalam
nomokrasi Islam oposisi tidak dikenal, dalam makna tidak ada suatu pihak pun yang boleh
bersikap tidak loyal kepada pemerintah (ulil amri) atau melepaskan tanggung jawab
bernegara.
Di atas telah disebutkan bahwa musyawarah adalah suatu prinsip konstitusional dalam
nomokrasi Islam. Karena, ia merupakan suatu prinsip, maka bagaimana aplikasinya alQur'an dan Sunnah tidak mengaturnya. Hal ini sepenuhnya diserahkan kepada manusia
untuk mengatur dan menentukannya. Pada masa Rasulullah sebagai Kepala Negara
Madinah, beliau selalu mengumpulkan para sahabat di Masjid Madinah untuk
bermusyawarah setiap kali beliau menghadapi masalah kenegaraan. Nabi tidak pernah
memecahkan masalah yang menyangkut kepentingan umum itu seorang diri. Beliau,
sebagaimana yang telah disebutkan di atas adalah orang yang paling banyak melakukan
musyawarah apabila menghadapi suatu masalah umat Islam ketika itu. Pada waktu itu,
musyawarah cukup dilakukan di Masjid, karena Masjid pada hakikatnya merupakan pusat
5
Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Pustaka Jaya dan Tintamas, 1982)., h.
313- 318.
3
seluruh kegiatan baik ibadat maupun mu'amalat dalam makna hal-hal yang berkaitan dengan
kemasyarakatan. 6
Tradisi itu dilanjutkan oleh keempat Kalifah yang menggantikan Rasulullah. Yaitu Abu
Bakar, Umar, Usman dan Ali. Misalnya, masalah suksesi jabatan khalifah dipecahkan
melalui musyawarah di antara tokoh-tokoh Madinah ketika itu yang pada umumnya adalah
para sahabat Rasul.
Kemudian, dalam sejarah Islam di zaman pemerintahan Abbasiah ada suatu lembaga
musyawarah yang disebut Dewan Syura sebagaimana dicatat oleh Abdul Malik al-Sayed.
Anggota-anggota Dewan Syura ini adalah pilihan rakyat dan dewan ini pula yang memilih
kepala pemerintahan propinsi. 7
Pada masa kini musyawarah dapat dilaksanakan melalui suatu lembaga pemerintahan
yang disebut dewan perwakilan atau apa pun namanya yang sesuai dengan kebutuhan pada
suatu waktu dan tempat. Aplikasi musyawarah termasuk dalam bidang atau lingkup wilayah
ijtihad manusia. Bagaimana bentuk dan cara musyawarah yang terbaik menurut suatu ukuran
masa dan temapat, maka bentuk dan cara itulah yang digunakan. Baik al-Qur'an maupun
tradisi Nabi sama sekali tidak menetukan hal ini. Ini mengandung suatau hikmah yang besar
bagi manusia. Artinya, muyawarah sebagai suatu prinsip konstitusional yang digariskan
dalam al-Qur'an dan diteladankan melalui tradisi nabi tidak perlu berubah. Namun aplikasi
dan pelaksanaannya selalu dapat mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan
kemajuan masyarakat. Institusi-institusi politik dan negara dalam sejarah manusia selalu
mengalami perkembangan dan perubahan. Maka aplikasi musyawarah dalam nomokrasi
Islam boleh mengikuti bentuk dan cara lembaga-lembaga politik dan negara yang selalu
berubah dan berkembang itu sejauh tidak bertentangan atau menyimpang dari jiwa al-Qur'an
dan tradisi Nabi.
B. Lembaga Musyawarah
Musyawarah sebagai salah satu prinsip Negara dan pemerintahan Islam memiliki
kedudukan penting dan strategis dalam kehidupan umat manusia. Syura ini adalah sebuah
institusi Arab yang demokratis dari masa sebelum Islam dan yang kemudian didukung oleh
4
Muhammad Tahir Azhari, Negara Hukum, (Jakarta: Prenada Media, 2003), Cet. Ke-1 h. 115.
7
Ibid., h. 116.
4
al-Qur'an (QS: 42; 38). Nabi Muhammad sendiri disuruh oleh al-Qur'an (QS: 3;159) untuk
memutuskan persoalan-persoalan setelah berkonsultasi dengan pemuka-pemuka masyarakat.
Menurut Muhammad Asad, kalimat bainahum, dalam ayat 38 dalam surat al-Syura di atas,
merujuk pada seluruh masyarakat Islam dan karenanya Majelis Pemusyawaratan tidak bisa
tidak harus mencerminkan kepentingan seluruh anggota masyarakat, pria maupun wanita.
Sifat representative seperti ini, tidak mungkin dapat diwujudkan kecuali dengan jalan
pemilihan umum yang bebas, artinya para anggota majelis permusyawaratan itu harus dipilih
melalui kebebasan hak (memilih) yang seluas mungkin diberikan kepada masyarakat baik
pria maupun wanita, berdasarkan hak suara mereka. 8
Dalam pelaksanaan musyawarah di suatu Negara yang heterogen dengan berbagai
persoalan yang juga heterogen, mereka terlibat dalam musyawarah adalah mereka yang
memiliki pendapat, tokoh pemikir dan para spesialis yang memiliki pandangan medalam
tentang berbagai aspek kehidupan, mereka yang memiliki pemikiran yang jernih mengenai
berbagai kemaslahatan umat yang beragam, seperti persoalan politik dalam negeri dan luar
negeri atau persoalan peperangan dan perdamaian, masalah ekonomi, pertanian,
perdagangan, peradilan, juga persoalan keagamaan dan lin-lain. Al-Qurthubi meriwayatkan
dari Ibnu Khuwayz Mindad bahwa penguasa harus bermusyawarah dengan ulama mengenai
masalah-masalah agama dan hukum, dengan ahli militer tentang urusan-urusan militer,
dengan tokoh masyarakat mengenai kesejahteraan dan dengan materi, sekretaris, serta
gubernur daerah mengenai pembangunan negeri. Gagasannya adalah adanya penasihatpenasihat yang ahli dalam berbagai bidang agama dan duniawi.
Meskipun musyawarah itu merupakan hal penting dalam suatu masyarakat, namun
dalam QS:3;159, 9 dan QS: 42;38, 10 tidak ditemukan tentang bagaimana musyawarah itu
dilaksanakan. Menurut Muhammad al-Ghazali, yang penting bukan syura macam apa yang
harus kita jadikan pegangan. Tetapi bagaimana kita mempersiapkan jaminan-jaminan seerta
8
Ridwan HR., Fiqih Politik, (Jakarta: FH UII Press, 2007), Cet. Ke-1, h. 289.
9
"Maka disebabkan rahmat dari Allah- lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu.kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad , maka bertawakallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya".
10
"Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat,
sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan
sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka".
5
metode-metode yang menjadi syura itu sebagai suatu kenyataan yang benar-benar
dipelihara, sehingga tidak lagi muncul seorang diktator dan tidak ada lagi politik
keberhalaan. 11
Telah jelas bahwa mekanisme musyawarah itu tidak ditentukan oleh al-Qur'an dan
Hadis Nabi. Rasulullah sendiri kadang-kadang bermusyawarah dengan para sahabat pada
saat etrtentu dan kadang-kadang pula memanggil tokoh-tokoh tertentu dari kalangansahabat,
dan kadang-kadang hanya meminta pendapat dari salah seorang dari sahabat seperti Hubab
bin al-Mundzir pada peristiwa perang Badar. Hal ini bearti tidak ada mekanisme tunggal
dalam bermusyawarah yang dilakukan Rasulullah yang harus dijadikan rujukan, di samping
itu tentu saja belum ada kebutuhan untuk membentuk lembaga khusus untuk pelaksanaan
musyawarah. Dengan demikian, pelaksanaan musyawarah itu tergantung subyek dan materi,
hal ini karena muyawarah dapat terjadi pada kelompok besar ataupun kecil, seperti antara
suami dan istri, anggota keluarga, antar tetangga, anggota masyarakat dalam hubungannya
dengan kemaslahatan umat. Pada kelompok kecil, tentu dilakukan oleh anggota yang ada,
sedangkan untuk kelompok besar akan lebih efektif jika dilakukan dengan perwakilan.
Forum pertemuan para wakil ini kemudian diwujudkan dalam bentuk lembaga perwakilan
atau majelis permusyawaratan, dan anggotanya disebut ahlul halli walaqdi.
Dengan menempatkan musyawarah sebagai prinsip penyelenggaraan negara dan
pemerintahan Islam, keberadaan lembaga perwakilan atau majelis permusyawaratan ini
sangat penting dan strategis serta dapat diposisikan dalam beberapa fungsi: pertama, fungsi
bai'at, untuk pemilihan dan pengangkatan kepala negara, khususnya ketika pemilihan kepala
negara itu berdasarkan system perwakilan; kedua, fungsi konsultatif begi kepala negara.
Dalam hal ini pemerintah dapat meminta pertimbangan-pertimbangan wakil rakyat, ketika
akan mengambil kebijakan-kebijakan yang menyangkut rakyat banyak; ketiga, fungsi
legislasi,yang dalam hal ini kesepakatan dari hasil proses musyawarah yang berlangsung
dalam lembaga ini akan menjadi peraturan perundang-undangan yang mengikat semua
pihak, baik warga negara, pemerintah, maupun anggota lembaga legislatif. Khusus dalam
hal kegiatan di bidang legislasi atau pembuatan peraturan perundang-undangan, terdapat tiga
perinsip, yakni;
11
Ibid., h. 291.
6
1. melaksanakan hukum-hukum yang dengan tegas ditetapkan dalam al-Qur'an dan
Sunnah;
2. menyelaraskan hukum-hukum yang ada dengan al-Qur'an dan Sunnah;
3. membuat perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan al-Qur'an dan
Sunnah. 12
Di atas
Maududi mengatakan;
"sebagai konsekuensi logis dari kedaulatan ini, organisasi-organisasi politik negara
Islam disebut khilafah. Manusia merupakan khalifah Tuhan di bumi dan sebagai
seorang khalifah maka tugas hidupnya adalah melaksanakan dan menegakkan perintah
dari emegang kedaulatan. Menurut QS: 2;30, khilafah berarti orang yang menikamti
hak-hak dan kekuasaan tertentu yang bukan haknya sendiri, melainkan hak sebagai
wakil atas kuasa Tuhannya. Dia tidak bebas melakukan apa pun yang dikehendakinya,
tetapi harus bertindak sesuai dengan pengarahan dari prinsip-prinsipnya."
Berdasarkan pendapat Maududi ini tampak bahwa kedaulatan dalam suatu negara Islam
itu hakikatnya milik Tuhan, dan dijalankan oleh umat Islam atas dasar delegasi. Atas dasar
ini kemudian Maududi mengintrodusir konsep theodemokrasi, seperti telah di sebutkan di
atas, yakni suatu system pemerintahan demokrasi Ilahi, karena, di bawah naungannya kaum
Muslim telah diberi kedaulatan rakyat yang terbatas di bawah pengawasan Tuhan. Eksekutif
yang terbentuk berdasarkan sistem pemerintahan semacam ini dibentuk berdasarkan
kehendak umum kaum Muslim yang juga berhak menumbangkannya. An-Naim
menyatakan, jika ummah merupakan wakil kolektif kedaulatan Tuhan, maka mereka berhak
untuk menunjuk wakil-wakilnya untuk melaksanakan kewajiban pemerintahan dan
mempertanggungjawabkan kepada ummah sebagai agen kedaulatan Tuhan yang asli.
12
Ibid., h. 293.
7
Dengan demikian, menempatkan lembaga permusyawaratan sebagai forum perwakilan
dengan fungsi bai'at, konsultastif, dan legislasi. 13
Di antara perkataan para fukaha juga: "rakyat boleh memberhentikan pemimpin dan
memcatnya dengan satu sebab yang mengharuskan hal itu, misalnya dia terbukti melakukan
sesuatu yang menimbulkan kekacauan pada kaum muslimin dan menjelekkan agama,
sebagaimana mereka juga berhak mengangkat pemimpin dan menobatkannya karena dia
melakukan reformasi pada kaum muslimin dan menjunjung tinggi perkara agama. 14
Adapun yang dimaksud dengan musyawarah dalam istilah politik adalah hak partisipasi
rakyat dalam masalah-masalah hukum dan pembuatan keputusan politik. Jika hak partisipasi
rakyat ini tidak ada dalam masalah-masalah hukum, maka sistem hukum itu adalah sistem
hukum diktatorial atau totaliter. Jika dinisbatkan kepada system Islam, maka kediktatoran itu
diharamkan dalam agama Islam sebab bertentangan dengan akidah dan syariat.
Ibnu Taimiyah berkata : "Pemimpin tidak boleh meningglakan musyawarah, sebab
Allah SWT memrintahkan Nabi-Nya dengan hal itu."
Al-Qurthubi menukil dari Ibnu Athiyah sebagaimana dinukilkan juga oleh Ibnu Hayyan
dalam Al-Bahru Al-Muhith: "Musyawarah termasuk salah satu kaidah-kaidah syariat dan
sendi-sendi hokum. Pemimpin yang bermusyawarah dengan ahli ilmu dan agama maka
wajib diberhentikan. Hal ini ketentuan yang tidak ada yang membantahnya." 15 Sangat benar
bahwa politik pada hakikatnya tidak lain kecuali partisipasi bersama pemimpin serta
memberikan arahan kepadanya, dan inilah kandungan amar ma'ruf nahi munkar.
C. Pengawasan Merupakan Prinsip Penyempurna Musyawarah
Pada hakikatnya tersimbol dalam tugas pengawasan atas orang-orang yang memiliki
kekuasaan, berarti mewujudkan partisipasi politik rakyat dalam segala perkara-perkara
umum dan juga dalam hokum, berawal dari kewajiban memberikan nasihat (yang tulus)
yang mana telah diperintahkan oleh Rasulullah saw dalam sebuah hadist yang masyhur;
13
Ibid., h. 295
14
Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, (Jakarta: Sinar Ggrafika Offset, 2005), h. 38.
15
Ibid., h.38.
8
Dan firman Allah:
…
Apabila mereka bernasihat dengan ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya… (QS. AtTaubah (9): 91)
Lalu seterusnya melewati fase-fase mengubah yang mungkar sebagaimana disebutkan
oleh Rasulullah saw. Dalam sabda beliau: Barang siapa di antara kalian yang melihat
kemungkaran maka hendaklah dia mengubahnya dengantangannya. Jika dia tidak sanggup
maka ubahlah dengan lisannya, lalu jika dia tidak sanggup juga maka ubahlah dengan
hatinya, dan sikap itu adalah selemah-lemah iman. 17
Partisipasi berpolitik di sini, yakni di bidang pengawasan atas kerja pemerintah, tugas
mengubah yang harus dipikul oleh rakyat, sebagai amanah di atas pundakmereka saat
pemimpin mereka sudah mulai menyimpang dan keadaan sudahmulai rusak sebagi refleksi
undang-undang Ilahi dalam tanggung jawab perubahan yang dipikulkan kepada rakyat
dalam kapasitasnya sebagai "umat pemelihara syariat, bukan pemimpin".
Begitu juga hak pilih rakyat untuk para wakilnya pada Ahlu Halli wal Aqdi, yakni
lembaga yang mewakili mereka untuk melaksanakan tugas pengawasan atas mereka yang
memiliki kekuasaan.
Lembaga itu (dewan eksekutif dan legislatif) saling menyempurnakan (integreted)
dalam mewujudkan tujuan dua ayat yang diturunkan tentang perihal para pemimpin dan
perihak rakyat, dalam surah An-Nisa yangmenjadi landasan Ibnu Taimiyah dalammenyusun
bukunya yang berjudul Ar-Risalah Asy-Syar'iyyah fi Ishlah Ar-Ra'I wa Ar-Ra'iyah. 18
Apabila seorang waliyyul-amri bermusyawarah dengan mereka, sementara sebagian
mereka menegurnya, bahwa apa yang harus diikuti dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya
16
HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, kitabul Iman, juz 1, hlm.54.
17
HR. Muslim dalamShahih-nya. Lihat: Mukhtshar Shahih Muslim, Al-Hafizh Al-Mundziri, juz 1, hlm.
18
Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2005), h. 42.
16.
9
maka sang waliyyul amri harus tunduk kepada keduanya. Di sini seseorang tidak boleh taat
kepada siapa pun untuk melakukan sesuatu tyang bertentangan dengan Kitab Allah dan
Sunnah Rasul-Nya, meskipun dia berkedudukan tinggi dan mempunyai status sosial yang
mapan di dunia. Allah SWT. berfirman, "
⌧
⌧
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah, taatlah kepada Rasul
dan ulil-amri dari golonganmu." (Q.S. an-Nisa : 59)
Apabila ada permasalahan yang diperselisihkan oleh kaum Muslimin, maka hendaklah
setiap orang dari mereka mengeluarkan pendapatnya yang terarah dan tepat yang mengacu
pada al-Qur'an dan as-Sunnah. Oleh karenanya, setiap pendapat yang mempunyai kesamaan
dengan apa yang tertera dalam al-Qur'an dan as-Sunnah haruslah diperhitungkan untuk
dipakai sebagaimana firman Allah, "Maka jika engkau berselisih dalam suatu perkara,
kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul apabila engkau beriman kepada Allah dan Hari
Akhir." (Q.S. an-Nisa' : 59).
Ada dua golongan yang masuk kategori ulil amri, yakni ulama dan umara. Jika
keduanya saleh, seluruh umat tentu saja akan menjadi saleh juga. Oleh karena itu, keduanya
harus berhati-hati dalam berucap dan bertindak sebagai realisasi ketaatan kepada Allah dan
Rasul-Nya serta mengikuti (berittiba') kepada Kitab-Nya. Maka jika dalam masalah-masalah
yang musykil memungkinkan baginya untuk merujuk pada Kitab Allah dan Sunnah RasulNya, dia pun wajib menerapkannya. Tetapi bila tidak memungkinkan karena sempitnya
10
waktu atau ketidakmampuan dalam mencari dan menganalisa atau terbatasnya dalil dan
alasan-alasan lain yang dapat diterima, maka dia boleh taklid. 19
Akhirnya, suatu hal penting yang perlu diperhatikan dalam prinsip musyawarah ini ialah
bahwa dari segi hukum Islam manusia dibenarkan melakukan musyawarah hanya dalam halhal yang ma'ruf atau kebaikan. Karena itu musyawarah dilarang untuk digunakan dalam halhal yang mungkar.
Kesimpulan
Di dalam al-Qur'an terdapat prinsip musyawarah sebagai salah satu prinsip dasar dalam
Ketatanegaraan Islam, yaitu terdapat di dalam surah Asy-Syura/ 42:38 dan Ali Imran/3:
159.
Muyawarah merupakan suatu perintah dari Allah SWT sebagaimana digariskan dalam
al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad saw.
Dalam sebuah penyelenggaraan kekuasaan negara umat Islam wajib bermusyawarah
dalam memecahkan setiap masalah kenegaraan terutama dibebankan kepada setiap
penyelenggara kekuasaan negara. Tujuannyauntuk mencegah lahirnya keputusan yang
merugikan kepentingan umum dan rakyat.
Musyawarah tidak mungkin dilaksanakan anatra seluruh rakyat, maka musyawarah
dilaksanakan antar kelompok yang benar-benar mewakili rakyat yang dapat dipercaya
dan merasa tenang dengan keputusan mereka. Mereka itu tidak lain melainkan Ahlul
Halli wal Aqdi (Dewan Perwakilan Rakyat). Metode ini sekarang dinamakan dengan
"Politik Kekuasaan Negara".
19
Rofi Munawwar (Ibnu Taimiyah), Siyasah Syar'iyyah: Etika Politik Islam, (Jakarta: Risalah Gusti,
2005), h. 223.
11
Daftar Pustaka
Tahir Azhary, Muhammad. Negara Hukum Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari
Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini.
Jakarta: Prenada Media, 2003.
Iqbal, Muhammad. Fiqh Siyasah. Jakarta: Yofia Mulia Offset, 2007.
Ridwan HR. Fiqih Politik: Gagasan, Harapan, dan Kenyataan. Jakarta: FH UII Press, 2007.
Abdul Khaliq, Farid. Fikih Politik Islam. Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2005.
Munawwar, Rofi. Siyasah Syar'iyyah: Etika Politik Islam oleh Ibnu Taimiyah. Surabaya:
Risalah Gusti, 2005.
Syarif, Mujar Ibnu dan Zada, Khamami. Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Islam.
Jakarta: Erlangga, 2008.
12
Download