PERAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) DALAM PENEGAKAN HAM TERHADAP KAUM PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: Muhammad Irsyad 106045201534 KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M PERAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) TERHADAP PENEGAKAN HAM DI INDONESIA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (SSY) Oleh: Muhammad Irsyad 106045201534 Di Bawah Bimbingan Dr. Asep Saepuddin Jahar, MA NIP. 912161996031001 KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH JURUSAN JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010M PERAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) DALAM PENEGAKAN HAM TERHADAP KAUM PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh : Muhammad Irsyad NIM : 106045201534 Di Bawah Bimbingan Dr. Hj. Isnawati Rais, MA NIP : KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M BIODATA PRIBADI Nama : Tempat/Tanggal Lahir : Alamat : Alamat Kantor : Riwayat Pendidikan : Pekerjaan Sekarang : Motto : Jakarta,16 Agustus 2010 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI iii BAB I BAB II BAB III BAB IV PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 5 D. Metode Penelitian 6 E. Tinjauan Pustaka 8 TINJAUAN UMUM TENTANG HAK ASASI MANUSIA A. Pengertian dan Sejarah Perkembangan HAM 11 B. Hak Asasi Manusia Dalam Islam 21 C. Penegakan Hak Asasi Manusia Setelah Reformasi 25 PROFIL PARTAI KEADILAN SEJAHTERA A. Sejarah Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 34 B. Asas, Visi dan Misi 40 C. Pandangan Umum PKS Mengenai HAM 43 PERAN PKS DALAM PENEGAKAN HAM TERHADAP KAUM PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA BAB V A. Peran PKS Dalam Melindungi Hak Perempuan 47 B. Peran PKS Terhadap Perlindungan Anak 55 C. Konsep dan Strategi PKS Dalam Mengatasi Berbagai Kendala Yang Menghambat Upaya Penegakan HAM di Indonesia 66 PENUTUP A. Kesimpulan 71 B. Saran-Saran 73 DAFTAR PUSTAKA 74 LAMPIRAN 75 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK ASASI MANUSIA A. Pengertian dan Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia (HAM) Secara etimologis, kata hak berarti kewenangan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, 1 Adapun kata asasi berasal dari kata asas yang berarti bersifat dasar atau pokok. Kemudian kata itu mendapat imbuhan akhiran “i” lalu menjadi asasi. Jadi, kata hak asasi berarti kewenangan dasar atau pokok yang dimiliki seseorang yang melekat pada diri orang itu untuk melakukan sesuatu sesuai pilihan hidupnya. Sedangkan secara terminologis, hak asasi manusia (HAM) 2 adalah hak asasi manusia karena kelahirannya, bukan karena diberikan oleh masyarakat atau negara. HAM tidak dapat dihilangkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh negara. Hak ini antara lain hak atas hidup, hak atas keamanan, hak melakukan perlawanan terhadap penindasan, dan hak untuk mencapai kebahagiaan. 3 Dengan demikian, dapat 1 Hassan Sadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve, 1982), Jilid II, 2 Kata hak asasi manusia (HAM), selanjutnya penulis singkat menjadi HAM. 3 B. N. Marbun, Kamus Politik, (Jakarta: Pustaka Sinar harapan, 2002), Cet. Ke-2, h. 193. h.1206. 11 12 disimpulkan bahwa HAM merupakan hak dasar atau hak pokok, seperti hak hidup dan hak mendapatkan perlindungan. 4 Secara umum, istilah hak asasi manusia sering dinamai dengan hak-hak yang melekat pada diri manusia sejak lahir. 5 Miriam Budiarjo mengatakan bahwa hak asasi adalah hak yang dimiliki oleh manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. 6 Sedangkan menurut Jan Meterson dari komisi HAM PBB bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpa hak tersebut manusia mustahil hidup sebagai manusia. 7 Selanjutnya ia mengungkapkan bahwa hak tersebut adalah hak yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan YME bukan pemberian manusia atau penguasa. Hak ini sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia yang bersifat kodrati, yakni ia tidak dapat terlepas dari dan dalam kehidupan manusia. Dengan definisi hak yang melekat pada diri manusia, John Locke mengungkapkan bahwa, HAM merupakan hak-hak yang diberikan Tuhan secara langsung. Oleh karena itu, tidak ada kekuasaan yang dapat mencabut hak-hak dasar 4 Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 292. 5 Eggi sudjana, Ham dalam Perspektif Islam, Mencari Universalitas HAM Bagi Tatanan Modernitas yang Hakiki, (Jakarta: Nuansa Madani, 2000), h. 3. 6 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2000), h. 120. 7 Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, (Jakarta: IAIN Press, 2000) h. 207. 13 tersebut. Dalam Undang-undang tentang hak asasi manusia Pasal 1 dinyatakan bahwa :“Hak asasi adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kerhormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia”. 8 Pada hakekatnya, HAM terdiri dari dua hak fundamental, yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Dan dari dua hak tersebut lahir hak-hak lain yang sifatnya turunan, atau tanpa keduanya hak-hak turunan tersebut sulit untuk ditegakkan. Adapun hak-hak tersebut adalah meliputi segala hak-hak dasar (hak hidup, hak berpendapat, hak beragama dan hak penghidupan yang layak, ditambah dengan hak persamaan di muka hukum, hak milik, hak memperoleh kecerdasan intelektual). Dengan demikian HAM pada hakekatnya merupakan hak kodrati yang secara inheren melekat pada setiap diri manusia sejak lahir. Pengertian ini mengandung arti bahwa HAM merupakan karunia Allah Yang Maha Pencipta kepada hamba-Nya. Mengingat HAM itu karunia Allah SWT, tidak ada badan apapun yang dapat mencabut dari tangan pemiliknya. Demikian pula tidak ada seorang pun diperkenankan untuk merampasnya, serta tidak ada kekuasaan apa pun yang boleh membelenggunya. 9 8 Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 39 Tahun 1999, Lampiran h.I. 9 Bambang Sutiyoso, Aktualita Hukum Dalam Era Reformasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet ke-1, h. 99. 14 Pengertian HAM diatas juga sejalan dengan ketetapan MPR-RI No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang diuraikan dalam lampiran ketetapan ini berupa naskah Hak Asasi Manusia pada angka 1 huruf D butir 1 menyebutkan bahwa: “Hak Asasi Manusia adalah hak sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia”. Selanjutnya di dalam UUD 1945 Pasal 28 J yang telah di amandemen menyebutkan bahwa: (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang telah ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntunan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. 10 Kata HAM, pada hakekatnya memiliki konsep yang lebih luas, mendalam dan universal. Ia selalu dikaitkan dengan kewenangan paling pokok yang dimiliki oleh 10 Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen Negara Republik Indonesia, Pasal 28J. 15 seorang manusia dalam mengekspresikan eksistensinya di muka bumi ini. Tetapi, setiap hak asasi manusia yang dimiliki seseorang selalu dibatasi oleh hak asasi orang lain. Karena itu, wacana HAM selalu diikuti dengan wacana kewajiban asasi manusia (KAM). 11 Dalam pasal 1 angka 2 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menyatakan bahwa: “Kewajiban Asasi Manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia”. Kewajiban asasi manusia dalam Islam, tampil menetralisir HAM yang dipahami oleh masyarakat Barat yang seolah-olah kebebasan tanpa batas, menjadikan kebebasan yang bertanggung jawab. Itu berarti kebebasan ada batasnya. Karena itu, prinsip universal al-Qur’an adalah bukan saja meminta (menuntut hak) tetapi juga memberi (mengeluarkan kewajiban). Hal ini senada dengan pendapat Baharudin Lopa sebagaimana dikutip oleh Ahmad Kosasi, ia berpendapat bahwa: Bukan berarti manusia dengan hak-haknya itu dapat berbuat semenamena. Sebab, apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan memperkosa hak asasi orang lain, maka ia harus mempertanggung jawabkan 11 Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an: Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukum dalam AlQur’an, (Jakarta, PT Penamadani, 2005), Cet. Ke-3, h.128. 16 perbuatannya. Jadi, jadi hak asasi tidak mengandung kebebasan secara mutlak tanpa mengindahkan hak-hak dan kepentingan orang lain. 12 Berdasarkan beberapa rumusan pengertian HAM di atas, diperoleh suatu kesimpulan bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang berifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Tuhan yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau negara. Dengan demikian hakekat penghormatan dan perlindungan terhadap HAM ialah eksistensi manusia secara utuh melalui keseimbangan yaitu, keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan perorangan dan dengan kepentingan umum. Upaya menghormati, melindungi dan menjunjung tinggi HAM, menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah bahkan negara. Setelah dunia mengalami dua peperangan yang melibatkan hampir seluruh dunia dan di mana hak-hak azasi diinjak-injak, timbul keinginan untuk merumuskan hak-hak azasi manusia itu dalam suatu naskah internasional. Usaha ini pada tahun 1948 berhasil dengan diterimanya Universal Declaration of Human Rights (Pernyataan Sedunia tentang Hak-Hak Azasi Manusia) oleh negara-negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa. 13 12 Ahmad Kosasi, HAM Dalam Pespektif Islam: Menyingkap Persamaan dan Perbedaan antara Islam, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), Ed. Ke-1, h. 19. 13 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 120. 17 Dalam sejarah umat manusia telah tercatat banyak kejadian dimana seseorang atau segolongan manusia mengadakan perlawanan terhadap penguasa atau golongan lain untuk memperjuangkan apa yang dianggap haknya. Sering perjuangan ini menuntut pengorbanan jiwa dan raga. Juga di dunia Barat telah berulang kali ada usaha untuk merumuskan serta memperjuangkan beberapa hak yang dianggap suci dan harus dijamin. Keinginan ini timbul setiap kali terjadi hal-hal yang dianggap menyinggung perasaan dan merendahkan martabat seseorang sebagai manusia. Dalam proses ini telah lahir beberapa naskah yang secara berangsur-angsur menetapkan bahwa ada beberapa hak yang mendasari kehidupan manusia dan karena itu bersifat universil dan azasi. Naskah tersebut adalah sebagai berikut: 14 1. Magna Charta (Piagam Agung, 1215), suatu dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan oleh Raja John dari Inggris kepada beberapa bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka. Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan Raja John itu. 2. Bill of Rights (undang-Undang Hak, 1689), suatu undang-undang yang diterima oleh Parlemen Inggris sesudah berhasil dalam tahun sebelumnya mengadakan perlawanan terhadap Raja James II, dalam suatu revolusi tak berdarah (The Glorious Revolution of 1688). 3. Declaration des droits de I'homme et du citoyen (Pernyataan hak-hak manusia dan warga negara, 1789), suatu naskah yang di cetuskan pada permulaan 14 Ibid., h. 120-121. 18 Revolusi Perancis, sebagai perlawanan terhadap kesewenangan dari rezim lama. 4. Declaration of Independence di Amerika (1776) yang banyak di pengaruhi ajaran J.J. Rousseau (Perancis). Amerika dianggap sebagai negara pertama yang mencantumkan hak asasi dalam konstitusi (secara resmi dimuat dalam Constitution of USA tahun 1787). Hal ini berkat jasa Presiden Thomas Jefferson,yang kemudian disusul oleh Abraham Lincoln, Woodrow Wilson dan seterusnya. Hak-hak yang dirumuskan dalam abad ke-17 dan ke-18 ini sangat dipengaruhi oleh gagasan mengenai Hukum Alam (ntural Law), seperti yang dirumuskan oleh John Locke (1632-1714) dan Jean Jaques Rousseau (1712-1778) dan hanya terbatas pada hak-hak yang bersifat politis saja seperti kesamaan hak, hak atas kebebasan, hak untuk memilih dan sebagainya. Akan tetapi, dalam abad ke-20 hak-hak politik ini dianggap kurang sempurna, dan mulailah dicetuskan beberapa hak lain yang lebih luas ruang lingkupnya. Yang sangat terkenal ialah empat hak yang dirumuskan oleh Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt (1943) pada permulaan Perang Dunia II waktu berhadapan dengan agresi Nazi-Jerman yang menginjak-injak hak-hak manusia. Hak-hak yang disebut oleh Presiden Roosevelt terkenal dengan istilah The Four Freedoms (Empat Kebebasan), yaitu: 1. kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech), 19 2. kebebasan beragama (freedom from religion), 3. kebebasan dari ketakutan (freedom of fear), 4. kebebasan dari kemelaratan (freedom from want). Sejalan dengan pemikiran ini, maka Komisi Hak-hak Azasi (Commission on Human Rights) yang pada tahun 1946 didirikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, menetapkan, secara terperinci beberapa hak ekonomi dan sosial, di samping hak-hak politik. Pada tahun 1948 hasil pekerjaan komisi ini, Pernyataan Sedunia tentang Hakhak Azasi Manusia (Univesal Declaration of Human Right), diterima secara aklamasi oleh negara-negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam kenyataan, tidak terlalu sukar dalam mencapai kesepakatan mengenai pernyataan Hak-hak Azasi, yang memang dari semula dianggap sebagai langkah pertama saja. Akan tetapi jauh lebih sukar untuk melaksanakan tindak lanjutnya, yaitu menyusun suatu Perjanjian (Covenant) yang mengikat secara yuridis, sehingga diperlukan waktu delapan belas tahun sesudah diterimanya pernyataan. Baru pada akhir tahun 1966 sidang umum Perserikataan Bangsa-Bangsa menyetujui secara aklamasi Perjanjian tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) serta Perjanjian tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (Convenant on Civil and Political Rights). 15 15 Ibid., h. 122. 20 Hasil sidang Majelis Umum PBB (1966) yang menerima "Convenants on Human Rights". Convenant telah diakui dalam hukum internasional dan diratifikasi oleh negara-negara PBB. Convenant tersebut antara lain; 16 1. The International on Civil and Political Rights, yaitu memuat tentang hak-hak sipil dan hak-hak politik (persamaan hak antara pria dan wanita). 2. Optional Protocol, yaitu adanya kemungkinan seorang warga Negara yang mengadukan pelanggaran hak asasi kepada The Human Rights Committee PBB setelah melalui upaya pengadilan di negaranya. 3. The Internaaational Convenant on Economic, Social and Cultur Rights, yaitu berisi syarat-syarat dan nilai-nilai bagi sistem demokrasi ekonomi, sosial dan budaya. Sementara itu diperlukan sepuluh tahun lagi sebelum dua perjanjian ini dinyatakan berlaku. Perjanjian tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mulai berlaku bulan Januari 1976, sesudah diratifikasi oleh 35 negara, sedangkan Perjanjian tentang Hak-hak Sipil dan Politik sedang menunggu ratifikasi yang ke-35. Sesudah itu ia juga berlaku. Di antara negara yang telah mengadakan ratifikasi terdapat Denmark, equador, Republik Demokrasi Jerman, Republik Federasi Jerman, Filipina, Rumania, Uni Soviet, dan Yugoslavia. Di antara negara yang belum mengadakan 16 Budiyanto, Dasar-Dasar Ilmu Negara, (Jakrta: Erlangga, 2000), h. 58. 21 ratifikasi terdapat Negara Amerika Serikat, Inggris, India, Indonesia, Malaysia, Thailand dan sebagainya. 17 Negara-negara yang tergabung dalam Council of Europe (Majelis Eropa) telah menandatangani Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms di Roma pada tahun 1950. Dengan demikian Negara-negara yang tergabung dalam Council of Europe merupakan badan internasional yang mengikat semua negara peserta. Juga telah didirikan lembaga-lembaga untuk melaksanakannya, seperti European Court of Human Rights (Mahkamah Eropa Hak-hak Azasi) yang mulai bekerja pada tahun 1959, sekalipun dalam ruang lingkup yang terbatas, yaitu di Austria, Belgia, Denmark, Iceland, Irlandia, Luxemburg, Negeri Belanda, Norwegia, Swedia dan Jerman Barat. B. Hak Asasi Manusia Dalam Islam Manusia adalah makhluk Allah Swt., yang paling mulia dibandingkan dengan makhluk lain seperti malaikat, jin, setan, hewan, tumbuhan dan yang lainnya. Kemuliaan manusia di hadapan Allah Swt., disebabkan karena manusia diberikan anugerah akal untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk karena kemampuan akalnya, posisi manusia melebihi makhluk lainnya. Ingatlah, firman Allah yang mewajibkan malaikat dan setan bersujud kepada Adam sebagai wujud keluhuran Nabi Adam a.s. 17 Ibid., 122 22 ﴾٣٤׃٢ /﴿اﻟﺒﻘﺮاة ⌧ "Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir”. (QS. Al-Baqarah/ 2 : 34) Menurut ajaran Islam, manusia tidak hanya menjadi obyek tapi sekaligus sebagai subyek bagi terciptanya keselamatan dan kedamaian. Karena itu setiap muslim dituntut pertanggungjawaban atas keselamatan diri dan lingkungannya. Seorang muslim harus dapat memberikan rasa aman bagi orang lain baik dari ucapan maupun dari tindak tanduknya. Berdasarkan ini, maka penghargaan tertinggi kepada manusia dan kemanusiaan menjadi perhatian yang paling utama dan prinsipil di dalam Islam. Penghargaan yang tidak dibatasi oleh kesukuan, ras, warna kulit, kebangsaan dan agama. Misalnya nilai-nilai persamaan, persaudaraan dan kemerdekaan merupakan nilai-nilai universal Islam yang berlaku pula untuk seluruh umat manusia di jagad raya ini. 18 Hal ini tercermin dari penegasan Allah di dalam kitab suci al-Qur’an: ⌧ ⌧ 18 Ahmad Kosasi, HAM Dalam Perspektif Islam: Menyingkap Persamaan dan Perbedaan Antara Islam dan Barat, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), h. 3-4. 23 “Sesungguhnya kami telah memuliakan Bani Adam (manusia), dan Kami angkat mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” (Q.S. Al-Isra/ 17:70) Rusdji mengungkapkan bahwa kajian tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dalam tinjauan Islam haruslah dipahami dengan melihat fungsi manusia menurut alQur’an, yakni menempatkan hubungan manusia dengan Tuhan dalam posisi sentral. 19 Hal ini berarti menunjukkan bahwa perilaku manusia baik dalam dimensi internal (hubungan ke dalam/dengan dirinya sendiri), maupun dengan dimensi eksternal (hubungan ke luar/hubungan manusia dengan segala sesuatu yang ada di luar dirinya). Kedua hubungan tersebut haruslah dijiwai dengan hubungan yang lebih tinggi, yakni Allah Swt. Selanjutnya Rusdji mendeskripsikan dua hal sebagai bentuk implikasi ajaran tauhid yaitu : pertama, dengan diakuinya semua mahluk adalah ciptaan Allah, maka hubungan manusia dengan alamnya hakikatnya adalah hubungan manusia dengan sesama mahluk Allah. Kedua, implikasi ajaran tauhid juga menegaskan, bahwa sesama manusia (person) dengan manusia lainnya harus 19 Rusdji Ali Muhammad, Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Syariat Islam, (Aceh: ArRaniri Press, 2004), h. 17. 24 Melihat paparan di atas, menunjukkan bahwa manusia menyandang status sebagai mahluk yang mulia. Allah juga melengkapi manusia dengan berbagai hak asasinya dan juga dibebankan kewajiban yang asasi pula baginya. Seperti yang kita ketahui, bahwa hak asasi adalah hak secara alami yang didapat manusia sejak lahir. Yakni, hak ini diperoleh manusia secara otomatis, karena ia sebagai manusia. Karena hak asasi tersenut sejalan dengan fitrah manusia itu sendiri. Pengertian tersebut memberikan petunjuk pada kita, bahwa pengingkaran terhadap hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan pengingkaran terhadap nilai fitrah manusia yang merupakan anugerah mulia dari sang Khaliq-nya. Berkaitan dengan hal ini, Hasan Basri mengungkapkan bahwa 20 hak asasi pada hakekatnya merupakan anugerah Allah SWT., kepada semua manusia. Dalam konteks ini, hak asasi manusia yang melekat pada diri manusia bersifat universal. Islam sebagai sistem hidup (manhaj al-hayah) dan tatanan bagi semua makhluk memandang hak-hak fundamental manusia dan nilai-nilai keadilan tidak hanya berlaku bagi komunitas orang-orang beriman akan tetapi juga bagi seluruh manusia. Keadilan adalah hak seluruh umat manusia, bahkan sebagai hak individu 20 Ibid, h.17 25 atas setiap insan tanpa pengecualian. Islam tak hanya mengandung akidah dan normanorma, tetapi juga terdapat ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum yang mengatur tata hubungan manusia serta menjamin dihormatinya HAM atas dasar keadilan. 21 Islam sebagai tatanan yang bersifat universal bertujuan melindungi dan melestarikan hak-hak fundamental manusia, yang meliputi hak keyakinan beragama, hak hidup dan kehidupan, hak intelektualitas dan memperoleh pendidikan, hak kekayaan dan akses ekonomi, serta hak berkeluarga dan mengembangkan keturunan. Semua itu merupakan refleksi utuh dari konsepsi Islam tentang manusia. Paradigma, doktrin, norma dan metodologi, obyektifitas dan aktualitas, serta apresiasi, khususnya penghormatan atas hak asasi, dijabarkan dalam aturan-aturan dan hukum-hukum yang sarat bermuatan keadilan. 22 C. Penegakan Hak Asasi Manusia Setelah Reformasi Penegakan HAM menjadi salah satu perhatian utama dan bagian tak terpisahkan dari proses demokratisasi pada awal munculnya era reformasi. Pada Sidang Istimewa MPR 1998 telah berhasil ditetapkan Ketetapan MPR XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang dapat dikatakan sebagai Piagam HAM, melengkapi ketentuan HAM dalam UUD 1945 yang pada saat itu belum diubah. 21 22 Ibid., h. 18 Partai Keadilan Sejahtera, Memperjuangkan Masyarakat Madani, (Jakarta: Majelis Pertimbangan Pusat PKS, 2008), h. 405. 26 Upaya lebih mendasar dan sangat monumental untuk menjamin perlindungan dan penegakan HAM, adalah melalui perubahan UUD 1945. Perubahan konstitusi mengenai hak asasi manusia dibahas dan disahkan pada pada tahun 2000, yaitu pada Perubahan Kedua UUD 1945. Perubahan tersebut menghasilkan berbagai ketentuan mengenai hak asasi manusia dan hak konstitusi warga negara, sehingga pada perkembangan selanjutnya melahirkan perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia sebagai berikut. 1. Perkembangan dan Pemajuan Hak Sipil Politik Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil Politik (KIHS) (International Conveniont on Civil and Political Rights) telah diratifikasi oleh Indonesia pada 2005. Oleh karena itu produk hukum internasional tersebut telah menjadi bagian hukum nasional Indonesia. Dengan demikian negara, yakni pemerintah terikat untuk menjalankan kewajiban-kewajibannya di bawah KIHS. Pada sisi yang lain, setiap orang yang tinggal di wilayah dan yurisdiksi Indonesia berhak untuk memperoleh penghormatan dan perlindungan hak-hak asasinya, sebagaimana tertuang dalam KIHS. Penghormatan dan perlindungan ini wajib diberikan oleh negara, tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, hak milik, status kelahiran atau status lainnya. 23 23 Komnas HAM, Penegakan Hak Asasi Manusia 10 Tahun Reformasi, (Jakarta: Komnas HAM, 2008), h. 166. 27 Pada masa rejim otoriter Orde Baru, selama sepuluh tahun, ada paling tidak 4 (empat) produk hukum yang menunjukkan kepedulian negara pada Hak-hak Sipil dan Politik, yaitu: 1. UU Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU No.14 Tahun 1970). 2. UU Hukum Acara Pidana (UU No. 8 Tahun 1981). 3. UU Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. 4. Keputusan Presiden pengesahan Konvensi Hak Anak. Sejak reformasi nasional yang resmi ditandai dengan jatuhnya Soeharto pada Mei 1998, kita menyaksikan lahirnya berbagai produk hukum yang dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi Hak-hak Sipil dan Politik (HSP), antara lain, 1. Tap MPR tentang HAM, 2. UU Pers, 3. UU tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat (UU Unjuk rasa), 4. UU HAM (UU No.39 Tahun 1999), 5. UU Pemilu, 6. UU Parpol, 7. UU Susduk MPR, DPR dan DPRD, 28 8. UU Otonomi Daerah, 9. UU ratifikasi Konvensi PBB menentang Penyiksaan, atau perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, 10. UU ratifikasi Konvensi Anti Diskriminasi Rasial, 11. Pada tahun 2000, ketika memasuki amandemen ke II UUD 1945, suatu daftar panjang HAM dimasukkan ke dalam konstitusi, yaitu pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J UUD 1945. Dengan demikian HAM tidak lagi semata-mata hak moral dan hak atas dasar UU. Tapi HAM sudah merupakan bagian dari hak-hak Konstitusi yang mesti dipatuhi oleh pembuat UU (pemerintah dan DPR) dan jajaran aparat yudisial. Selain kemajuan-kemajuan pada tataran normatif sebagaimana diuraikan di atas, pemerintah dengan dukungan DPR telah pula mendirikan lembaga-lembaga independen, yang dimaksudkan untuk pemajuan dan perlindungan HAM, termasuk HSP, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Perlindungan Hak-Hak Perempuan dari Tindakan Kekerasan, Komisi Perlindungan Hak Anak, Komisi Ombudsman Nasional, Pengadilan Hak Asasi Manusia, Pengadilan Hubungan Industrial dan Mahkamah Konstitusi, yang antara lain mempunyai kewenangan untuk menguji suatu produk Undang-Undang yang diduga melanggar HAM sebagai Hak Konstitusional. Baik pada tataran norma hukum maupun kehadiran lembaga-lembaga independen tersebut di atas. Sesungguhnya negara 29 Indonesia telah mempunyai perangkat hukum dan kelembagaan yang memadai sebagai dasar untuk menghormati dan melindungi HAM. Termasuk Hak Sipil Politik. Di lapangan Politik, hampir sepuluh tahun terakhir ini, kita bersama telah menyaksikan rakyat Indonesia telah menikmati kebebasan politik yang luas. Empat kebebasan dasar, yaitu: 1. Hak atas kebebasan berekspresi dan berkomunikasi, 2. Hak atas kebebasan berkumpul, 3. Hak atas kebebasan berorganisasi, dan 4. Hak untuk turut serta dalam pemerintahan, yang vital bagi bekerjanya Sistem Politik dan Pemerintahan demokratis telah dinikmati oleh sebagian besar rakyat Indonesia. 24 2. Perkembangan dan Pemajuan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB) Jatuhnya Soeharto dan semangat reformasi telah membuka peluang bagi perubahan kondisi hak asasi di Indonesia. Dengan membaca situasi hak asasi manusia, khususnya hak ekosob pasca jatuhnya Soeharto kita bisa mencatat adanya sebuah langkah konsisten dan berkesinambungan yang berlangsung sejak pemerintahan Habibie sampai pemerintahan SBY-Kalla. 24 Ibid.,h. 169-171. 30 Selain amandemen UUD’45 dan ratifikasi Kovenan Hak Ekosob, beberapa undang-undang terkait dengan hak ekosob juga diproduksi di era reformasi, di antaranya: (1) UU 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri; (2) UU 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Perdagangan Orang; (3) UU 26/2007 tentang Penataan Ruang. Undang-undang tata ruang yang baru ini diharapkan dapat mengatasi konflik pertanahan dan sekaligus meredam panggusuran. 25 Harapan besar akan adanya kemajuan kondisi hak asasi di era reformasi muncul ketika pemerintahan SBY-Kalla menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RP JMN) tahun 2004-2009 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2006. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RP JMN) disebutkan bahwa kemiskinan tidak lagi dipahami sebatas ketidakmampuan ekonomi tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan adanya perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Salah satu hak dasar yang dimaksud adalah jaminan rasa aman serta partisipasi masyarakat (miskin) dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan pembangunan. Sebagai salah salah satu implementasinya, kebijakan penaggulangan kemiskinan difokuskan pada perwujudan keadilan dan kesetaraan gender serta pengembangan wilayah melalui percepatan pembangunan pedesaan, pembangunan 25 Ibid., h. 93. 31 perkotaan, percepatan pembangunan kawasan pesisir dan percepatan pembangunan kawasan tertinggal. Selain merumuskan RP JMN dan RKP, Pemerintahan SBY-Kalla juga menetapkan tiga sasaran pembangunan ekonomi, yaitu (1) mengurangi pengangguran dari 9,5 persen pada tahun 2003 menjadi 6,7 persen ditahun 2009; (2) menurunkan tingkat kemiskinan dari 16,6 persen pada tahun 2004 menjadi 8,2 persen di tahun 2009; dan (3) meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari 4,5 persen pada tahun 2003 menjadi 7,2 persen di tahun 2009. Untuk mewujudkan ketiga sasaran tersebut, Presiden SBY telah mencanangkan program Revitalisasi Pembangunan Pedesaan dan Pertanian. Salah satu dokumen strategis yang dihasilkan adalah Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK). Esensi RPPK adalah pengembalian hak-hak petani dan nelayan untuk dapat hidup dengan lebih layak. Dari adanya perkembangan di bidang produk hukum terkait dengan hak asasi kita bisa menilai bahwa secara normatif ada kemajuan di bidang hak ekosob sepanjang 10 tahun reformasi. 3. Penegakan HAM Pada Pelanggaran Berat HAM Bila kita mencari makna ungkapan ‘pelanggaran hak asasi manusia’, anda akan segera dihantar melihat sederet daftar mengenai kasus-kasus pelanggaran berat hak asasi manusia seperti kasus penculikan aktivis 1997-1998, kasus pembantaian di Tanjung Priok 1994, kasus bumi hangus di Timor-Timur 1999 dan beberapa kasus pelanggaran berat yang lain. Aparat penegak hukum diminta oleh negara untuk 32 mengusut perkara dan menyeret ke penjara para pelaku kejahatan berat hak asasi manusia. Namun sayangnya, hingga saat ini para pelaku kejahatan berat hak asasi manusia itu tidak dapat diadili oleh negara, mereka terus berkeliaran. Meskipun pemerintah telah membuat UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM, tetap saja dalang asli tidak dapat dijerat hukum. Para pelaku masih dengan bebas menikmati hawa segar dan hidup di atas mayat-mayat korban yang mereka bunuh. Oleh karena itu, kelahiran UU 26/2000 dianggap sebagai salah satu wajah kongkrit pemerintah Indonesia dalam menegakkan hukum dan keadilan. Namun, harapan dan cita-cita dari masyarakat terutama dari korban kekerasan dan pelanggaran HAM pupuslah sudah. Mengapa? Karena, satu demi satu kasus pelanggaran HAM berat tidak dapat lagi diproses sebagaimana mestinya. Komnas HAM sulit untuk menunjukkan kekuatannya sampai para dalang kejahatan tidak dapat dihukum. Hanya para petugas pelaksana yang dihukum. Melalui lokakarya nasional hak asasi manusia yang diadakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada 8-11 Juli 2008 lahirlah sebuah kerangka keadilan transisi untuk membangun masa depan yang lebih demokratis. Secara sederhana, pendekatan keadilan transisi dapat digambarkan melalui mekanisme yaitu 33 pengungkapan kebenaran, mengadili pelaku yang paling bertanggung jawab, reformasi kelembagaan dan reparasi bagi korban. 26 26 Ibid., h. 287. BAB III PROFIL PARTAI KEADILAN SEJAHTERA A. Sejarah Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Partai Keadilan Sejahtera yang disingkat menjadi PK Sejahtera merupakan partai berasaskan Islam yang pendiriannya terkait dengan pertumbuhan dakwah Islam semenjak awal tahun delapan puluhan. Partai ini menjunjung tinggi perlindungan, pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia. 1 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) didirikan di Jakarta pada hari sabtu tanggal 20 April 2002 atau bertepatan dengan 7 Shafar 1423 H. PKS didirikan oleh sekelompok anak bangsa yang memiliki cita-cita luhur, yaitu menegakkan keadilan dan mensejahterakan masyarakat. PKS merupakan kelanjutan dari Partai Keadilan (PK) karena memiliki kesamaan tujuan dan cita-cita. 2 Dalam menjalankan roda organisasi dan aktifitasnya, partai dibingkai dengan Piagam Deklarasi, visi dan misi, anggaran dasar (AD), Anggaran Ruamah Tangga (ART), kebijakan dasar partai sertai peraturan-peraturan lainnya yang mengikat seluruh anggota partai. 1 Daniel Dhakidae, Ph.D, Partai-partai Politik Indonesia Ideologi dan Program 2004-2009, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2004), h. 301. 2 AD/ART Partai Keadilan Sejahtera 34 35 Partai Keadilan sendiri lahir dari perjalanan panjang politik Islam di Indonesia sejak masa awal kemerdekaan di Indonesia sampai dengan mengganasnya kekuasaan Orde Baru yang kemmudian menjadi berantakan karena perlawanan rakyat. Bagi komunitas PKS, hubungan antara Islam dan negara dalam lembaran sejarah bangsa hampir selalu diwarnai saling mencurigai bahkan permusuhan. Dalam catatan mereka, keterpurukan umat Islam karena dipermainkan oleh negara bermula di awal kemerdekaan RI. Pada waktu itu, Presiden Soekarno, dalam pidato-pidatonya telah membuka peluang demokratis bagi pejuang Islam di Indonesia. Kaum Muslimin menaggapinya dengan suka cita dan menampilkannya dalam berbagai bentuk Parpol Islam. Mereka membayangkan jika demokrasi yang dijanjikan oleh Soekarno benar-benar dilaksanakan, maka peran politik umat Islam. Secara signifikan dalam kehidupan bernegara akan menjadi kenyataan. Namun perkiraan pemuka Islam kata itu meleset, parpol Islam mengalami kekalahan, sehingga Islam tidak dapat menggeser Pancasila sebagai dasar negara melalui perjuangan konstitusional di arena konstituante. Perdebatan-perdebatan di konstituante yang berkepanjangan, menjadi salah satu kunci politik Soekarno untuk menutup kembali peluang demokrasi yang pernah diajukannya. Pada tahun 1959, ia mengeluarkan Dekrit Prsiden yang menghentikan perdebatan sengit wakil-wakil rakyat lewat pembubaran parlemen, dan bangsa Indonesia harus kembali kepada UUD 1945. Lebih penting lagi tahun itu merupakan starting point bergulirnya Demokrasi Terpimpin yang pada hakikatnya sebuah perwujudan dari diktatorisme. 36 Pada periode inilah parpol-parpol Islam mengalami ketidakberdayaan vis-à-vis keperkasaan politik Soekarno, yang berambisi untuk mengubur parpol termasuk parpol Islam, seperti Masyumi yang merupakan partai Islam terbesar saat itu. Pada tahun 1965, PKI yang menjadi salah satu mitra kekuasaan Soekarno selain tentara, melakukan pemberontakan dan makar yang menumpahkan darah banyak anak bangsa. Dalam situasi tersebut, umat Islam mengambil peran yang sangat signifikan. Namun ironisnya negara Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto yang muncul setelah pemberontakan PKI tidak menghargai peran historis kaum Muslimin yang telah ikut andil dalam memutuskan rezim baru itu. Proyek pengerdilan politik yang digalakkan oleh Orba, di satu sisi mengokokhkan kekuasaan Orba, di sisi lain rakyat pada umumnya dan kaum Muslimin pada khususnya semakin terkekang dalam mengeluarkan aspirasi politiknya. Hal yang sama juga dialami oleh kalangan mahasiswa di berbagai perguruan tinggi. Negara memantau kegiatan politik dan suara moral mahasiswa melalui pembekalan konsep Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Tentu saja konsep ini di tentang habis-habisan oleh seluruh segmen mahasiswa. Para intelektual muda Muslim meresponnya dengan merancang strategi perjuangan umat Islam yang sangat fenomenal, yaitu dengan menggalakkan dakwah menyebarkan kebenaran dan kebaikan di Indonesia. Gerakan ini merebak dengan cepat dan mewarnai suasana keislaman di kampus-kampus dan masyarakat umum. 37 Awal tahun delapan puluhan gerakan-gerakan keislaman yang mengambil masjid-masjid sebagai basis operasional dan strukturalnya, terutama masjid kampus, mulai bersemi. Gerakan dakwah ini merebak dari tahun ke tahun mewarnai suasana keislaman di kampus-kampus dan masyarakat umum. Bahkan, menjalar pula ke kalangan pelajar dan mahasiswa di luar negeri, baik Eropa, Amerika maupun Timur Tengah. Gejolaknya muncul dalam bentuk pemikiran keislaman dalam berbagai bidang dan juga praktik-praktik pengalaman sehari-hari. Persaudaraan (ukhuwah) yang dibangun diantara mereka menjadi sebuah alternatif cara hidup di tengah-tengah masyarakat yang cenderung semakin individualistik. 3 Gerakan dakwah ini semakin membesar dan berkembang, dan jaringan mereka pun semakin meluas. Mereka juga berupaya membangun ruh keislaman melalui media tabligh, seminar, aktivitas sosial, ekonomi dan juga pendidikan, meskipun saat itu berada dalam bayang-bayang kekuasaan Orde Baru yang semakin ketat mengawasi aktivitas keagamaan. Lengsernya Soeharto pada 21 Mei 1998 dirasakan membuka iklim kebebasan yang semakin luas. Musyawarah kemudian dilakukan oleh para aktivis dakwah Islam, yang melahirkan kesimpulan perlunya iklim yang berkembang untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi upaya peralihan cita-cita mereka, yaitu apa yang mereka maksudkan sebagai upaya mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang di ridlai 3 Daniel Dhakidae, Partai-Partai Politik Indonesia Ideologi dan Program 2004-2009, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2004), h. 301-302. 38 Allah Swt. Pendirian partai politik yang berorientasi pada ajaran Islam perlu dilakukan guna mencapai tujuan dakwah Islam dengan cara-cara demokratis yang bisa diterima banyak orang. Maka mereka pun sepakat membentuk sebuah partai politik. Sebelumnya, dilakukan sebuah survei yang meliputi cakupan luas dari para aktivis dakwah, terutama yang tersebar di masjid-masjid kampus di Indonesia, untuk melihat respon umum dari kondisi politik yang berkembang di Indoensia. Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka menyatakan bahwa saat inilah waktu yang tepat untuk meneguhkan aktivitas dakwah dalam bentuk kepartaian. Survei ini dinilai mencerminkan tumbuhnya kesamaan sikap di kalangan sebagian besar aktivis dakwah. Atas dasar beberapa hal yang melatarbelakangi sejarah berdirinya Partai Keadilan itu, maka dipandang wajar jika para fungsionaris partai ini adalah mereka yang tergolong muda dan kalangan intelektual Islam kampus. Partai Keadilan secara resmi didirikan pada 20 Juli 1998. Islam menjadi asas dari partai baru ini. Tercatat lebih dari 50 pendiri partai ini, di antaranya adalah Hidayat Nur Wahid, Luthfi Hasan Ishaq, Salim Segaf Aljufri dan Nur Mahmudi Ismail. Nur Mahmudi Ismail kemudian menjadi Presiden Partai Keadilan, sedangkan Hidayat Nur Wahid duduk sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai. Kemudian Partai ini deklarasikan pada tanggal 9 Agustus 1998 di Masjid Al Azhar, Kebayoran Baru Jakarta, dengan dihadiri oleh sekitar 50.000 massa. 39 Dalam perkembangan selanjutnya, PK mulai melibatkan diri dalam ajang pemilihan umum untuk kali pertama pada tahun 1999. Namun capaian pada pemilu tahun 1999, tidak memungkinkan bagi sustainibilitas partai ini. Ketentuan electoral threshold mengharuskan sebuah partai melewati perolehan 2% jika ingin mengikuti pemilu berikutnya. Berdasarkan UU Pemilu 1999, Bab VII, Pasal 39 mengenai syarat keikutsertaan dalam pemilu, Partai Keadilan tidak diperbolehkan megikuti pemilihan umumtahun 2004, kecuali PK mau bergabung dengan partai lainnya, atau mendirikan partai politik baru. Pada tahun 2001 diadakanlan rapat pleno untuk mencari cara lain agar dakwah melalui jalur politik bisa terus berjalan. Rapat menghasilkan kesepakatan untuk membuat partai politik baru yang simbolnya tak jauh berbeda dengan Partai Keadilan. Perumusan mengenai pembentukan partai baru ini diserahkan pada sebuah tim yang dipimpin oleh Muzammil Yusuf. Akhirnya pada tanggal 20 April 2002, PKS resmi berdiri sebagai langkah strategis dalam menjawab hambatan menyangkut electoral threshold. Dengan demikian maka visi dan misi partai tidak bergeser dari khittah PK dan kalaupun ada perbedaan hanya dalam bentuk redaksional dan teknisi semata. Atas dasar kesamaan visi dan misi tersebut, musyawarah Majelis Syura Partai Keadilan ke-XIII yang berlangsung di Wisma Haji, Bekasi, pada 17 April 2003, memutuskan Partai Keadilan menggabungkan diri dengan Partai Keadilan Sejahtera. 40 Sejatinya, perubahan PK ke PKS hanyalah semata-mata perubahan nama untuk menyiasati agar bisa mengikuti pemilu 2004. Oleh karena itu, suprastruktur (ideologi, pemikiran dan konsep-konsep partai), maupun infrastruktur PKS (baik berupa jaringan kader, kepengurusan hingga aset-aset partai) adalah pelimpahan dari Partai Keadilan. 4 B. Asas, Visi dan Misi Dalam pasal 2 Anggaran Dasarnya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) secara tegas menyatakan Islam sebagai asasnya. Sedangkan mengenai visi, Partai Keadilan Sejahtera mempunyai visi yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu visi umum dan visi khusus,. Visi umum Partai Keadilan Sejahtera adalah: “Sebagai Partai Dakwah Penegak Keadilan Dan Kesejahteraan Dalam Bingkai Persatuan Umat Dan Bangsa.” Sedangakan Visi Khususnya adalah: “Partai Berpengaruh Baik Secara Kekuatan Politik, Partisipasi, Maupun Opini Dalam Mewujudkan Masyarakat Indonesia Yang Madani”. Visi ini akan mengarah Partai Keadilan Sejahtera sebagai: 1. Partai Dakwah yang memperjuangkan Islam sebagai solusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 4 M. Imadadun Rahmat. Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen, (Yogyakarta: LkiS, 2008), hal. 37-39. 41 2. Kekuatan transformatif dari nilai dan ajaran Islam di dalam proses pembangunan kembali umat dan bangsa di berbagai bidang. 3. Kekuatan yang mempelopori dan menggalang kerjasama dengan berbagai kekuatan yang secita-cita dalam menegakkan nilai dan sistem Islam yang rahmatan lil’alamin. 4. Akselerator bagi perwujudan masyarakat madani di Indonesia. 5 Adapun misi Partai Keadilan Sejahtera, yaitu: 1. Menyebarluaskan Dakwah Islam dan mencetak kader-kadernya sebagai pembawa perubahan (anashir taghyir). 2. Mengembangkan institusi-nstitusi kemasyarakatan yang Islami diberbagai bidang sebagai pusat solusi (markaz taghyir). 3. Membangun opini umum yang Islami dan iklim yang mendukung bagi penerapan ajaran Islam yang solutif dan membawa rahmat. 4. Membangun kesadaran politik masyarakat, melakukan pembelaan, pelayanan dan pemberdayaan hak-hak kewarganegaraannya. 5. Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar terhadap kekuasaan yang konsisten dan kontinyu dalam bingkai hukum dan etika Islam. 5 Ibid h., 306. 42 6. Secara aktif melakukan komunikasi, silaturahim, kerjasama dan islah dengan berbagai unsur atau kalangan umat Islam untuk terwujudnya ukhuwah Islamiyah dan wihdatul-ummah, dan dengan berbagai komponen bangsa lainnya untuk memperkokoh kebersamaan dalam merealisir agenda reformasi. 7. Ikut memberikan kontribusi positif dalam menegakkan keadilan dan menolak kedhaliman khususnya terhadap negeri-negeri Muslim yang tertindas. Tujuan didirikannya Partai Keadilan Sejahtera, sebagaimana tertuang dalam AD/ART, adalah “Terwujudnya masyarakat madani yang adil dan sejahtera yang diridhoi Allah SWT dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia”. PK Sejahtera menyadari pluralitas etnik dan agama masyarakat Indonesia yang mengisi wajah beribu pulau dan beratus suku yang membentang dari Sabang hingga Merauke, yang dilalui garis khatulistiwa di dalamnya. Berdasarkan hal itu, karenanya pemikiran yang ingin menjadikan Indonesia sebagai Negara Bangsa yang bebas agama, Negara Sekuler, yang memisahkan agama dari negara secara murni, adalah pemikiran yang mengingkari fakta sejarah dan budaya Indonesia, sebagai bangsa Muslim. Pemikiran yang tidak jelas (absurd) ini menjadi tidak relevan, karena, Indonesia adalah negara yang mengakui tuhid, Ketuhanan Yang Maha Esa, yang penduduknya sangat relijius, bangsa dan negeri Muslim. Indonesia adalah NKRI Yang Berketuhanan Yang Maha Esa. 43 Masyarakat madani adalah masyarakat berperadaban tinggi dan maju yang berbasiskan pada: nilai-nilai, norma, hukum, moral yang ditopang oleh keimanan; menghormati pluralitas; bersikap terbuka dan demokratis dan bergotong-royong menjaga kedaulatan negara. Pengertian genuin dari Masyarakat Madani itu perlu dipadukan dengan konteks masyarakat Idonesia di masa kini yang terikat dalam ukhuwah Islamiyyah (ikatan keislaman), ukhuwah wathaniyyah (ikatan kebangsaan ) dan ukhuwah basyariyyah (ikatan kemanusiaan) dalam bingkai NKRI. 6 C. Pandangan Umum PKS Mengenai HAM Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai politik yang sangat memperhatikan hak asasi manusia, sebagaimana tujuan didirikannya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yaitu terwujudnya masyarakat madani yang adil dan sejahtera yang diridhoi Allah SWT dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis, PKS mempunyai perhatian yang besar terhadap masalah HAM di Indonesia. Bentuk perhatian tersebut diawali dengan menyatakan pada konsep dasar yang tertera di dalam AD/ART berupa visi, misi, ideologi dan platform partai politik. Hal inilah yang menjadi acuan perjuangan PKS dalam mewujudkan cita-cita partai. 7 6 MPP PKS, Memperjuangkan Masyarakat Madani, (Jakarta: Majelis Pertimbangan Pusat PKS, 2008) Cet. Ke-1 h. v. 7 Wawancara Pribadi dengan Sarah Handanyani. Jakarta, 16 Agustus 2010. 44 Di dalam AD/ART pada menerangkan tujuan dan kegiatan partai menyatakan Tujuan Partai yaitu: 8 1) Terwujudnya cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945; dan 2) Terwujudnya masyarakat madani yang adil dan sejahtera yang diridhoi Allah SWT, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mencapai tujuan partai maka dilakukan kegiatan-kegiatan antara lain: Menyampaikan dakwah dan tarbiyah Islamiyah kepada masyarakat, secara benar, jelas, utuh dan menyeluruh; a) Mendorong kebajikan di berbagai bidang kehidupan; b) Memberantas kebodohan, kemiskinan dan kerusakan moral; c) Meningkatkan kesejahteraan anggota partai dan masyarakat; d) Memajukan perlindungan hak-hak asasi manusia. Berbagai masalah yang terjadi di Indonesia yang berkaitan dengan masalah ekonomi, sosial, budaya dan lainnya, hal itu menyangkut hak asasi manusia. Oleh karena itu, PKS mempunyai misi untuk menyelesaikan masalah tersebut yaitu: 9 1) Untuk Mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat melalui strategi pemerataan 8 AD/ART PKS, BAB II Pasal 2 dan 3. 9 Wawancara Pribadi dengan Sarah Handanyani. Jakarta, 16 Agustus 2010. 45 pendapatan, pertumbuhan bernilai tambah tinggi dan pembangunan berkelanjutan. Untuk itu, PKS berupaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan bersamaan dengan pelipatgandaan produktivitas sektor pertanian. 2) Menuju pendidikan berkeadilan dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu, PKS berupaya membangun sistem pendidikan nasional yang terpadu, komperhensif dan bermutu untuk menumbuhkan SDM yang berdaya saing tinggi serta guru yang professional dan sejahtera. 3) Menuju sehat paripurna untuk semua, dengan visi sehat badan, mentalspiritual, dan sosial sehingga dapat beribadah kepada Allah SWT untuk membangun bangsa dan negara; untuk itu PKS berupaya dengan mengoptimalkan anggaran kesehatan dan seluruh potensi untuk mendukung pelayanan kesehatan berkualitas. Terciptanya masyarakat sejahtera, berupaya melalui pemberdayaan masyarakat yang dapat mewadahi dan membantu proses pembangunan yang kontinyu. Dengan demikian PKS sebagai parpol yang berasaskan Islam memandang nilai keadilan dan HAM melekat dengan penciptaan manusia. Keadilan adalah nilai yang bersifat intrinsik, baik dalam struktur ataupun prilaku manusia. Wujud kongkrit nilai-nilai keadilan pada aspek kemanusiaan adalah sikap pertengahan yang telah menjadi kekhususan umat Islam dan telah menjadi karakteristik metodologi Islam 46 dalam menyelesaikan berbagai persoalan hidup. Secara objektif dalam bingkai negara, HAM terpenuhi berdasarkan maqashid syari’ah yakni perlindungan atas: agama, jiwa, akal, harta dan keturunan. 10 10 MPP PKS, Memperjuangkan Masyarakat Madani, (Jakarta: Majelis Pertimbangan Pusat PKS, 2008) Cet. Ke-1 h. v. 47 Saran-saran 1. Sebagai Partai politik yang berbasis Islam dimana banyak anak muda didalamnya PKS dapat menjadi contoh partai politik lain untuk lebih peduli dengan masalah hak asasi yang menyangkut perempuan dan anak. 2. PKS harus lebih banyak melakukan kegiatan yang bersifat pemberdayaan perempuan yang langsung terjun kemasyarakat seperti pelatihan keterampilan untuk ibu-ibu atau remaja putri agar dapat menjadi bekal agar mampu mandiri secara ekonomi, khususnya bagi remaja putri agar tidak terjerumus pada kegiatan yang negatif. 3. PKS juga harus memiliki kegiatan bakti sosial terutama yang berhubungn dengan kesehatan, seperti pengobatan gratis bagi ibu-ibu dan anak-anak dari keluarga kurang mampu, memberi penyuluhan tentang hidup sehat dimana kegiatan ini dapat dilaksanakan secara rutin. 4. PKS dapat membantu anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk mendapat pendidikan yang layak, seperti memberi bea siswa atau bantuan buku2 pelajaran pada sekolah2 yang berada didaerah yang terpencil. 48 5. Kader-kader PKS yang duduk dilembaga perwakilan rakyat harus lebih pro aktif untuk memberi masukan kepada pemerintah mengenai program2 yang berkaitan dengan perempuan dan anak-anak, ini penting karena kualitas anak Indonesia yang baik adalah masa depan bangsa Indonesia sendiri dan itu bisa dicapai jika dibarengi peningkatan mutu keluarga terutama kaum perempuan yang menjadi ibu yang mengasuh dan membesarkan anak-anak. 6. PKS dapat memberi porsi pada kader-kader perempuan untuk lebih banyak duduk dilembaga perwakilan rakyat agar dapat menjadi inspirasi bagi kemajuan kaum perempuan dan lebih menyuarakan aspirasi perempuan diseluruh Indonesia. 74 DAFTAR PUSTAKA Abdullah dan Rozali, Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002. Al Araf, Mabruri dan Ghufron. dkk, Catatan HAM 2004 Keamanan Mengalahkan Kebebasan. Jakarta: Imparsial, 2006. Bidang Kewanitaan DPP PKS 2005-2010, Buah Perjuangan Profil Pos Wanita Keadilan Di 33 Provinsi. Jakarta: Bidang Kewanitaan DPP PKS 2005-2010, 2010. Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006. Budiyanto. Dasar-Dasar Ilmu Negara. Jakarta: Erlangga, 2000. Dhakidae, Daniel. Partai-Partai Politik Indonesia dan Program 2004-2009. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2004. Effendi, Mashur. Hak Asasi Manusia dan Hukum Nasional dan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994. Habibi, MN. Menata Jalan Menunaikan Amanah (Rekam Kiprah dan Pemikiran di Media Massa) Zuber Safawi. Jakarta: Global Media Profetika, 2009. Harjowirogo, Marbangun. Hak Asasi Manusia dalam mekanisme-mekanisme Perintis Nasional. Bandung: Regional dan Internasional, 1997. Komnas HAM. Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Budaya Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997. Kontras. Laporan HAM Tahun 2006 HAM Belum Menjadi Adab Politik. Jakarta: Rinam Antartika, 2007. Kosasi, Ahmad. HAM Dalam Perspektif Islam: Menyingkap Persamaan dan Perbedaan antara Islam. Jakarta: Salemba Diniyah, 2003. Mabruri, Gufron, Junaidi, Demokrasi Selektif terhadap Penegakan HAM Laporan Kondisi HAM Indonesia 2005. Jakarta: Imparsial, 2006. Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004. 75 Manan, Bagir. Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia. Bandung: YHDS, 2005. Mansour, Fakih, dkk. Menegakkan Keadilan dan Kemanusiaan; Pegangan Untuk Membangun Gerakan HAM. Yogyakarta: Insist Press, 2003. Mashood A. Baderin, Hukum Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam. Jakarta: Komisi Hak Asasi Manusia, 2007. Muladi. Hak Asasi Manusia-Hakekat Konsep dan Implikasinya Dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat. Bandung: PT. Refika Aditama, 2005. Mulyosudarmo, Suwoto, “Pelaksanaan Hak Asasi Manusia” Makalah, Fakultas Hukum UNAIR, Surabaya, 2001. Prasetyantoko dan Indriyo, Wahyu. Gerakan Mahasiswa dan Demokrasi di Indonesia. Bandung: PT. Alumni, 2001. Prasetyohadi dan Wisnuwardhani, Savitri. Penegakan Hak Asasi Manusia dalam 10 Tahun Reformasi. Jakarta: Komnas HAM, 2008. R. Wiyono. Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Jakarta: Rencana Prenada Media Group, 2006. Rosyada, Dede dan Ubaidillah, A. dkk. Pendidikan Kewarganegaraan (Civil Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media, 2005. Rozali, Abdullah dan Syamsir. Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan HAM di Indonesia, Bogor: PT. Ghalia Indonesia, 2004. Rusdji, Ali Muhammad. Hak Asasi Manusia Sdalam Perspektif Syariat Islam. Aceh: Ar-Raniri Press, 2004. Sadily, Hassan. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve, 1982. Shihab, Umar. Kontekstualitas Al-Qur’an: Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat Hukum dalam Al-Qur’an. Jakarta: PT. Penamadani, 2005. Sudjana, Eggi. HAM dalam Perspektif Islam (Mencari Universalitas HAM Bagi Tatanan Modsernitas yang Hakiki). Jakarta: Nuansa Madani, 2000. Sutiyoso, Bambang. Aktualita Hukum Dalam Era Reformasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004. Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1998. 76 Wahyudi, Imawan, “HAM antara Islam dan Barat”, Harian Republika, Jumat 14 Februari 1997. Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen Negara Republik Indonesia. Pasal 28 J. Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2004. Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. Bandung: Citra Umbara, 2008. Undang-Undang RI No. 39 Tahun 1999. Bandung: Citra Umbara, 2008. Wawancara Wawancara Pribadi dengan Sarah Handayani. Jakarta: 31 Mei dan16 Agustus 2010. Artikel dari internet http://www.pk_sejahtera.org. internet diakses pada tanggal 30 Mei 2010. http://www. [email protected] KONSEPSI MUSYAWARAH DALAM KETATANEGARAAN ISLAM A. Musyawarah Setiap waliyyul-amri tidak bisa terlepas dari menerapkan prinsip "musyawarah". Karena hal itu merupakan salah satu perintah Allah kepada Nabi-Nya. Allah SWT. berfirman, ☺ ⌧ ☺ ⌧ ⌧ ⌧ ☺ Artinya : "Maafkan mereka dan mohonkanlah ampunan bagi mereka, serta terapkanlah musyawarah dengan mereka dalam perkara (urusan) itu. Maka apabila engkau mempunyai kemauan yang kuat (azam), bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertwakal." (Q.S. Ali Imran: 159). Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dia berkata: "Tidak seorang pun yang paling banyak bermusyawarah dengan para sahabatnya, melebihi Rasulullah saw." Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk melakukan musyawarah kepaada Nabi-Nya dalam rangka menarik simpati dan melunakkan hati para sahabat beliau, serta agar diteladani oleh generasi yang datang sesudahnya. Dan pada saat yang sama agar menghasilkan pendapat brilian dari masalah-masalah yang tidak disinggung dalam wahyu, semisal strategi perang, masalah-masalah parsial yang bernuansa ijtihad dan lain sebagainya. Maka, dengan demikian, selain Rasulullah saw. lebih pantas dan perlu untuk melakukan musyawarah. Dalam hal ini Allah SWT. memuji kaum Muslimin yang komitmen dengan asas musyawarah dalam firman-Nya, ☺ ⌧ ☺ ⌧ ⌧ ⌧ ☺ Artinya : "Apa yang di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang berirman, hanya kepada Rabb mereka, orang-orang yang beriman itu, bertawakal. Mereka itu yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji (yang memalukan) dan tatkala mereka marah, mereka [memiliki kekuatan untuk] mengampuni. Dan mereka-mereka yang menyambut panggilan Rabb mereka, mendirikan shalat dan memerintahkan untuk melakukan musyawarah di kalangan merek, serta yang rela member dari apa yang Kami rezekikan kepada mereka." (Q.S. asy-Syura: 36-38) Apabila seorang waliyyul-amri bermusyawarah dengan mereka, sementara sebagian mereka menegurnya, bahwa apa yang harus diikuti dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya maka sang waliyyul amri harus tunduk kepada keduanya. Di sini seseorang tidak boleh taat kepada siapa pun untuk melakukan sesuatu tyang bertentangan dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, meskipun dia berkedudukan tinggi dan mempunyai status sosial yang mapan di dunia. Allah SWT. berfirman, " Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah, taatlah kepada Rasul dan ulil-amri dari golonganmu." (Q.S. an-Nisa : 59) Apabila ada permasalahan yang diperselisihkan oleh kaum Muslimin, maka hendaklah setiap orang dari mereka mengeluarkan pendapatnya yang terarah dan tepat yang mengacu pada al-Qur'an dan as-Sunnah. Oleh karenanya, setiap pendapat yang mempunyai kesamaan dengan apa yang tertera dalam al-Qur'an dan as-Sunnah haruslah diperhitungkan untuk dipakai sebagaimana firman Allah, "Maka jika engkau berselisih dalam suatu perkara, kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul apabila engkau beriman kepada Allah dan Hari Akhir." (Q.S. an-Nisa' : 59). Ada dua golongan yang masuk kategori ulil amri, yakni ulama dan umara. Jika keduanya saleh, seluruh umat tentu saja akan menjadi saleh juga. Oleh karena itu, keduanya harus berhati-hati dalam berucap dan bertindak sebagai realisasi ketaatan kepada Allah dan RasulNya serta mengikuti (berittiba') kepada Kitab-Nya. Maka jika dalam masalah-masalah yang musykil memungkinkan baginya untuk merujuk pada Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, dia pun wajib menerapkannya. Tetapi bila tidak memungkinkan karena sempitnya waktu atau ketidakmampuan dalam mencari dan menganalisa atau terbatasnya dalil dan alasan-alasan lain yang dapat diterima, maka dia boleh taklid. Lampiran I Hal Jakarta, 8 Februari 2010 : Permohonan Wawancara Kepada Yth, Pengurus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Di Tempat Assalmau’alaikum. Wr. Wb Saya yang bertanda tangan dibawah ini? Nama : Muhammd Irsyad NIM : 106045201534 Fakultas : Syariah dan Hukum Jurusan : Ketatanegaraan Islam Prodi : Jinayah Siyasah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Bersama ini saya mahasiswa Universitas Islma Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, mengadakan penelitian tentang “Peran Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Terhadap Penegakan HAM di Indonesia” untuk skripsi sebagai persyaratan kelulusan SI di program studi siyasah syar;iyyah fakultas syariah dan hukum UIN syarif hidayatullah Jakarta. Untuk melengkapin data yang dibutuhkan, saya mohon kesedian bapak/ibu sebagai pengurus partai keadilan sejahtera (PKS) yang ada di Jakarta sebagai informan. Guna mendapatkan hasil data yang akurat dan benar, bersama ini saya pula mohon bapak/ibu menjawab dengan benar dan tepat pertanyaanpertanyaan yang diajukan berdasarkan pengetahuan keilmuan Bapak/Ibu. Semua data/jawaban Bapak/Ibu, merupakan rahasia yang akan selalu saya jaga. Atas waktu, jawaban, bantuan dan kerja sama yang diberikan, saya ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum. Wr. Wb Hormat saya, M. Irsyad NIM: 106045201534 1 Lampiran I HASIL WAWANCARA Responden : Sarah Handayani Pekerjaan : Sekretaris Bidang Kewanitaan DPP PKS Jakarta Tempat : MD building lt. 4, Jl. Tb Simatupang No. 78 Waktu : 16.00 s/d 17.00 T. : Sejauh mana peran PKS dalam penegakan HAM terhadap kaum perempuan dan anak di Indonesia? J. : Sejauh peran serta para kader PKS dalam menjalankan program kerja mereka di masyarakat, legislatif dan eksekutif. T. : Contoh program kerja di masyarakat? J. : Pada bidang kewanitaan PKS membuat yang namanya Pos Wanita Keadilan (Pos WK) di 33 Propinsi di Indonesia. Contoh seperti sadar agama, sadar pendidikan, sadar kesehatan, sadar ekonomi, pemeberdayaan perempuan dan lain sebagainya diperuntukan bagi kaum perempuan dan anak-anak. T. : Bagaimana bentuk peranan yang dilakukan PKS kaitannya dengan melindungi hak kaum perempuan dan anak-anak! J. : Bentuk peranannya bermacam-macam bidang sesuai dengan kebutuhan di masyarakat setempat, sebagai contoh Pos WK di Nusa Tenggara Barat adalah bentuk pemberdayaan remaja putrinya yang berujung pada penambahan kader partai. Dengan 2 program lokal Sadar Agama dan Sadar Sosial Politik dilakukan dalam bentuk ta’lim bagi ibu-ibu dan remaja. Di Kepulauan Riau mempunyai 6 DPD dan 45 DPC. Pos Wanita Keadilan bekerjasama dengan pejabat lokal yang terkait antara lain, DPD, Kepala Dinas, Kadinas Pendidikan dan LSM Perempuan setempat mengadakan kegiatan pendidikan berupa PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) telah berjalan rutin di Nongsa setiap Sabtu Ahad. T. : Apa pandangan PKS mengenai HAM? J. : HAM adalah hak yang bersifat asasi yang dimiliki oleh pribadi manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir namun yang membedakannya adalah kodratnya sebagai wanita. PKS mempunyai perhatian yang besar terhadap masalah HAM di Indonesia. Bentuk perhatian tersebut diawali dengan menyatakan pada konsep dasar yang tertera di dalam AD/ART berupa visi, misi, ideologi dan platform partai politik. Hal inilah yang menjadi acuan perjuangan PKS dalam mewujudkan cita-cita partai. T. : Apa saja kendala dalam pelaksanaan pemenuhan hak-hak bagi kaum wanita dan anak di Indonesia? 3 J. : yaitu 1) Membutuhkan para pemimpin yang dapat membangun sistem parpol dan pemberdayaan masyarakat yang lebih kuat dan efektif; 2) pemerataan para kader yang kurang di daerah-daerah; 3) keadaan dearah-daerah yang cukup jauh dan terpencil; 4) pemahaman masyarakat masih sangat awam bagi partai politik, sehingga enggah untuk menerimanya; 5) masih membutuhkan dana yang cukup banyak; 6) bagaimana parpol bisa merealisasikan visi dan misinya; 7) leadership negara Indonesia; 8) membutuhkan proses yang panjang; 9) partai politik dan masyarakat harus bisa berubah dengan menjalankan porsianya masing-masing dan lain sebaginya. PEDOMAN WAWANCARA II 1. Apa pandangan umum PKS mengenai HAM ? 2. Sejauhmana peran PKS dalam penegakan HAM bagi kaum perempuan dan anak? 3. Contoh bidang? 4. Apakah menurut ibu masyarakat ini acuh terhadap bantuan itu? 5. Bgaimana kondisi masyarakat setelah kehadiran PKS dalam memberikan bantuan? 6. Bagaimana upaya PKS merealisasikan konsep-konsep mengenai pembangunan pendidikan nasional? baik itu di legislatif, eksekutif atau gerakan2 yang dilakukan! Hal. 45 7. Bagaimana PKS memperjuangkan mengenai mewujudkan pembiayaan nasional sehingga efisiensi dan mutu pelayanan kesehatan dapat terjaga? 8. Apa saja tantangan/hambatan PKS dalam penegakan HAM bagi kaum perempuan dan anak-anak di Indonesia? 9. Apa langkah kongkrit PKS dalam mengatasi masalah penegakan HAM bagi kaum perempuan dan anak-anak di Indonesia? ﺴﻼ ُم ﻋَﻠﻴﻜﻢ َورَﺣﻤَﺔ اﷲ َو َﺑﺮَآﺎﺗﺔ اﻟ ﱠ Bu Dewi yang saya hormati mohon maaf ada hal yang saya mau tanyakan, mohon jawabannya! 1. Bagaimana aplikasi PKS terhadap penegakan HAM di Indonesia? Khususnya peran PKS terhadap perlindungan anak di masyarakat! 2. Bagaimana peran PKS terhadap perlindungan hak perempuan? Berikan contoh atau aplikasinya di masyarakat! 3. Bagaimana peran PKS terhadap perlindungan hak perempuan dan anak di legislatif? Contohnya! 4. Apa saja kendala PKS dalam memperjuangkan hak anak dan kaum perempuan di indonesia? Bagaimana cara mengatasianya! 5. Ada berapa jumlah anggota PKS dari perempuan dilegislatif dan jumlah suara pada pemilu 2009? Dan saya ucapkan terima kasih atas bantuan ibu, semoga Allah membalas atas kebaikan ibu! BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak asasi dapat dikatakan sebagai hak dasar yang dimiliki oleh pribadi manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Hak asasi itu tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. 1 Hak asasi manusia, sebagai sebuah nilai universal, sebagian besar telah diadopsi oleh pemerintah Indonesia. Hingga tahun 2008 setidaknya terdapat 2 kovenan dan 4 konvensi yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Capaian normatif di bidang hak asasi manusia telah menunjukkan kesungguhan pemerintah Indonesia menjadikan produk hukum internasional HAM sebagai bagian dari hukum nasional Indonesia. Demikian juga konstitusi Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 telah menegaskan jaminan hak-hak konstitusi warga negara. Ratifikasi dan penegasan jaminan konstitusional hak-hak warga negara menuntut penyelenggaraan negara untuk memenuhinya, baik melalui mekanisme 1 Drs. Budiyanto, Dasar-Dasar Ilmu Negara, (Jakarta: Erlangga, 2000), h.56. 64 65 harmonisasi perundang-undangan, perubahan perundang-undangan, maupun tindakan-tindakan langsung penyelenggaraan negara dalam kehidupan bernegara dan pemberian layanan publik. Namun demikian, penegakan hak asasi manusia tidak berbanding lurus dengan jaminan normatif sebagaimana yang tertuang dalam kovenan dan konvensi yang telah diratifikasi. Belum optimalnya penegakan HAM di Indonesia disebabkan tidak hanya oleh deviasi paradigma hukum internasional HAM yang terjadi, tapi juga minimnya komitmen penyelenggaraan negara dalam mempromosikan, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia. Partai politik yang melalui mekanisme demokrasi menjadi salah satu alat rekrutmen para penyelenggara negara memiliki peranan penting dalam memastikan komitmen dan konsistensi penegakan HAM di Indonesia. UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik telah menegaskan bahwa partai politik berkewajiban “menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi dan hak asasi manusia” (Pasal 3 Poin a). Meskipun bukan pihak-pihak yang menandatangani komitmen penegakan HAM sebagaimana negara (state parties) tapi karena calon-calon penyelenggara negara salah satunya berasal dari partai politik, maka partai politik harus menunjukkan komitmennya pada hak asasi manusia. 2 Salah satu partai yang menjujung tinggi supremasi hukum, demokrasi dan dan hak asasi manusia adalah Partai Keadilan Sejahtera yang disingkat menjadi PKS 2 www.pk_sejahtera .org, diakses pada tanggal 26 Maret 2010 66 merupakan partai berasaskan Islam yang pendiriannya terkait dengan pertumbuhan aktivitas dakwah Islam semenjak awal tahun delapan puluhan. 3 Tumbangnya rezim Orde Baru yang sangat represif setelah berkuasa selama 32 tahun, telah menimbulkan kesadaran akan pentingnya pernghormatan hak asasi manusia (HAM). Tuntutan agar dilakukan peradilan terhadap pelanggar-pelanggar HAM masa lalu kian merebak, sementara pelangaran-pelanggaran HAM terus berlangsung dalam berbagai bentuk, pola dan aktor yang berbeda. Isu HAM seringkali digunakan oleh sekelompok masyarakat untuk kepentingan politik maupun ekonominya, sementara aparat enggan bertindak karena khawatir dituduh melanggar HAM. Karena banyak sekali terjadi pelanggaran HAM, maka banyak sekali pula tekanan-tekanan, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri agar ada perlindungan HAM di Indonesia. Pelanggaran tidak saja dilakukan oleh penguasa terhadap rakyat, melainkan juga terjadi dalam hubungan antara sesama anggota masyarakat. Dalam suasana reformasi, tidak jarang wacana HAM memicu debat publik yang tidak berkesudahan. Di samping memberikan pencerahan, debat ini juga menimbulkan kebingungan. Karena itu, kesimpangsiuran dan tendensi penyalahgunaan isu HAM tampaknya 3 Deniel Dhakidae, Partai-Partai Politik Indonesia Ideologi dan Program 2004-2009, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2004), h.301. 67 hanya dapat diurai jika pemahaman yang memadai tentang gagasan awal, konsep dan norma-norma HAM, telah dimiliki. 4 Menurut laporan Setara Institute (Desember 2008), komitmen PKS terhadap pemenuhan dan penegakan hak-hak asasi manusia berada di papan atas. indikator awal komitmen partai terhadap hak asasi manusia ialah dicantumkannya kata “HAM” dalam visi-misinya. Dan secara normatif dan komperhensif, PKS juga mencantumkan visi hak sipil-politik dan hak ekonomi, sosial, budaya. Dalam perjalanan politiknya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai Islam yang banyak menaruh perhatian terhadap masalah-masalah yang terkait dengan hak asasi manusia. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendukung pengungkapan berbagai kasus yang terjadi semenjak zaman orde baru hingga saat ini, seperti terbunuhnya aktivis HAM Munir, Tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II. Begitu juga, sikap PKS dalam kasus penghilangan orang secara paksa. Dalam urusan tindak korupsi dan penyalahgunaan kewenangan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terbilang partai yang bersih. Hampir tidak ada kader atau pun pengurus partai yang terlibat tindak pidana korupsi. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga memperjuangkan hak-hak kaum perempuan, hak anak, menegakkan hak buruh dan menempatkannya sebagai aset nasional dan mitra nasional dan hak-hak lainnya demi mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. 4 Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia, (Bandung: YHDS, 2001), h.1-3. 68 Pemahaman HAM di Indonesia sebagai nilai, konsep dan norma yang hidup dan berkembang di masyarakat dapat ditelusuri melalui studi terhadap sejarah perkembangan HAM, yang dimulai sejak zaman pergerakan hingga saat ini, yaitu ketika terjadi amandemen terhadap UUD 1945 yang kemudian membuat konstitusi tersebut secara eksplisit memuat pasal-pasal HAM. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga dan masyarakat, pemerintah dan negara untuk memberikan perlindungan terhadap anak. 5 Dalam kondisi kemiskinan dan pemiskinan yang meluas, perempuan dan anak-anak berada di dasar piramida penderitaan. Merekalah yang menjadi korban pertama dan utama dari seluruh proses pemiskinan dan pelanggaran ekonomi sosial dan budaya (ekosob). Ini terindikasi dari tingginya angka kasus dan kematian akibat gizi buruk/busung lapar, tingginya angka kasus perdagangan perempuan dan anak-anak, dan meningkatnya kasus bunuh diri di kalangan perempuan dan anak dari keluarga miskin. Kebijakan pemerintah belum maksimal berpihak pada perlindungan hak-hak dasar warganya, akibatnya merebaknya anak jalanan, tidak terjangkaunya layanan kesehatan, pendidikan dan pemenuhan kesejahteraan, pengangguran semakin meningkat dan lain sebagainya. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai entitas 5 Ahmad Kamil, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2002), hal.vii. 69 politik nasional berjuang dengan dasar aqidah, asas dan moralitas untuk memenuhi hak-hak warga negara Indonesia. Hal inilah yang mendorong penulis melakukan penelitian skripsi terhadap PKS sebagai institusi politik yang diharapkan bisa membawa perubahan, khsusnya yang terkait dengan masalah penegakan HAM di Indonesia. B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Untuk meneliti seluruh identifikasi masalah memerlukan suatu usaha dari peneliti. Jika peneliti memiliki keterbatasan-keterbatasan kemampuan maka penelitian hanya akan dibatasi pada bagaimanakah peranan PKS dalam penegakan HAM di Indonesia. 2. Perumusan Masalah Dari apa yang telah dipaparkan pada latar belakang diatas , beberapa pokok permasalahan yang ingin diungkap melalui penulisan skripsi ini, yang bisa disebut dengan perumusan masalah. Pokok-pokok permasalahan tersebut yaitu : 1. Sejauhmana peran PKS terhadap penegakan HAM di Indonesia? 2. Bagaimanakah strategi dan kebijakan PKS dalam penegakan HAM di Indonesia? 3. Bagaimana konsep PKS dalam mengatasi berbagai kendala yang menghambat upaya penegakan HAM di Indonesia? 70 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Untuk menjawab pertanyaan pokok tersebut, maka tujuan penelitian skripsi ini adalah 1. Untuk mengetahui sejauh mana peran Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terhadap penegakan HAM di Indonesia. 2. Untuk mengetahui apa strategi dan kebijakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam penegakan HAM di Indonesia. 3. Menguraikan konsep Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam mengatasi berbagai kendala yang menghambat upaya penegakan HAM di Indonesia. 2. Manfaat Penelitian Sementara manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah, memberikan pemahaman tentang peran Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam upaya menegakkan HAM di Negara Kesatuan Republik Indonesia. D. Metode Penelitian Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan secara rinci tentang hal-hal yang terkait dengan metode penelitian dari skripsi ini, yaitu : a. Jenis Penelitian Penulisan skripsi ini termasuk salah satu jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam pengertian bahwa metode yang 71 digunakan untuk memahami masalah yang diteliti pada skripsi ini, tidak dengan melakukan pengukuran secara statistik, melainkan dari hasil pemaparan pihak responden yang jelas dan rinci terhadap masalah yang diteliti sehingga memberikan pemahaman yang mendalam terhadap masalah yang diteliti tersebut. b. Teknik Pengumpulan Data Sumber data yang yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini, yaitu : • Data Primer Yaitu data yang diperoleh langsung dari pihak responden yang terdiri Dari : - Observasi Dalam hal ini penulis mengamati setiap kegiatan atau aktivitas yang berlangsung di DPP PKS Jakarta. - Wawancara Terstruktur Selain melakukan wawancara dengan pihak responden, penulis menyiapkan daftar pertanyaan yang sifatnya terbuka, agar wawancara bisa berjalan fokus dan terarah, serta bertujuan untuk memberikan pemahaman secara mendalam • Data Sekunder Data ini diperoleh dari sumber-sumber seperti arsip, atau dokumen yang mendukung penelitian ini. c. Pengolahan Data 72 Setelah semua data terkumpul, langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan data, yaitu megelaborasi kesesuaian antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan lainnya, relevansi jawaban, dan kejelasan makna jawaban, yang kesemuanya itu bertujuan untuk kesempurnaan data. d. Teknik Analisis Data Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan sepenuhnya dianalisis secara kualitatif. Analisis data dilakukan setiap saat pengumpulan data di lapangan sacara berkesinambungan. Diawali dengan proses klarifikasi data agar tercapai konsistensi di lapangan dengan langkah abstrkaksi-abstraksi teoritis terhadap informasi lapangan, dengan mempertimbangkan menghasilkan pernyataan-pernyataan yang sangat memungkinkan dianggap mendasar dan universal. E. Tinjauan Pustaka Secara historis, bahwa sebelumnya sudah ada peneliti lain yang juga melakukan penelitian terhadap Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yaitu 1. Judul : ”Negara Islam Dalam Pandangan Politik Aktivis Perempuan PKS” Penulis: Saudari Nur Komariah/SS/SJS/2008. yang arah penelitiannya menuju bagaimana persepsi aktivis perempuan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), terhadap konsepsi negara Islam dengan menggunakan sudut pandang politik. 2. Judul: “Kedudukan Partai Politik Islam Dalam Undang- Undang No. 2 tahun 2008 Tinjauan Terhadap Eksistensi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)” 73 Penulis: Burhanuddin/SS/SJS/2008 Skripsi ini hanya membahas tentang perumusan dan eksistensi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pasca lahirnya UU NO. 2 tahun 2008. 3. Judul: “Tentang Konsepsi PKS Tentang Supremasi Hukum Di Negara Kesatuan Republik Indonesia” Penulis : Wendra Akmal/SS/SJS/2009 fokus penelitiannya terletak pada konsepsi atau gagasan PKS untuk mewujudkan hukum sebagai acuan bagi bidang lainnya dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adapun penelitian skripsi yang penulis lakukan yaitu Peran partai keadilan sejahtera (PKS) Tentang Penegakan HAM di Indonesia, yang fokus penelitiannya terletak pada peran PKS dalam meningkatkan perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia di Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam tataran normatif dan konstitusional. 74 F. Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan ini sebagai berikut : BAB I : Merupakan Pendahuluan, memuat ; latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Umum tentang Hak Asasi Manusia di Indonesia, memuat : pengertian HAM, HAM dalam Islam, dan penegakan hak asasi manusia dalam 10 tahun reformasi, BAB III : Profil PKS, memuat ; sejarah berdirinya PKS, asas, visi dan misi partai. BAB IV : Peran PKS terhadap penegakan HAM di Indonesia, memuat ; peran PKS terhadap perlindungan anak, peranan PKS dalam melindungi hak perempuan, konsep PKS dalam mengatasi berbagai kendala yang menghambat upaya penegakan HAM di Indonesia. BAB V : Merupakan akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam penulisan skripsi yang berisi kesimpulan dan saran-saran. 75 76 DAFTAR PUSTAKA Abdullah dan Rozali, Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002. Al Araf, Mabruri dan Ghufron. dkk, Catatan HAM 2004 Keamanan Mengalahkan Kebebasan. Jakarta: Imparsial, 2006. Manan, Bagir. Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia. Bandung: YHDS, 2005. Rosyada, Dede dan Ubaidillah, A. dkk. Pendidikan Kewarganegaraan (Civil Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media, 2005. Effendi, Mashur. Hak Asasi Manusia dan Hukum Nasional dan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994. Mansour, Fakih, dkk. Menegakkan Keadilan dan Kemanusiaan; Pegangan Untuk Membangun Gerakan HAM. Yogyakarta: Insist Press, 2003. Harjowirogo, Marbangun. Hak Asasi Manusia dalam mekanisme-mekanisme Perintis Nasional. Bandung: Regional dan Internasional, 1997. Komnas HAM. Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Budaya Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997. Kontras. Laporan HAM Tahun 2006 HAM Belum Menjadi Adab Politik. Jakarta: Rinam Antartika, 2007. Mabruri, Gufron, Junaidi, Demokrasi Selektif terhadap Penegakan HAM Laporan Kondisi HAM Indonesia 2005. Jakarta: Imparsial, 2006. Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004. Mashood A. Baderin, Hukum Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam. Jakarta: Komisi Hak Asasi Manusia, 2007. 77 Muladi. Hak Asasi Manusia-Hakekat Konsep dan Implikasinya Dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat. Bandung: PT. Refika Aditama, 2005. Mulyosudarmo, Suwoto, “Pelaksanaan Hak Asasi Manusia” Makalah, Fakultas Hukum UNAIR, Surabaya, 2001. Prasetyantoko dan Indriyo, Wahyu. Gerakan Mahasiswa dan Demokrasi di Indonesia. Bandung: PT. Alumni, 2001. Prasetyohadi dan Wisnuwardhani, Savitri. Penegakan Hak Asasi Manusia dalam 10 Tahun Reformasi. Jakarta: Komnas HAM, 2008. R. Wiyono. Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Jakarta: Rencana Prenada Media Group, 2006. Rozali, Abdullah dan Syamsir. Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan HAM di Indonesia, Bogor: PT. Ghalia Indonesia, 2004. Wahyudi, Imawan, “HAM antara Islam dan Barat”, Harian Republika, Jumat 14 Februari 1997. Habibi, MN. Menata Jalan Menunaikan Amanah (Rekam Kiprah dan Pemikiran di Media Massa) Zuber Safawi. Jakarta: Global Media Profetika, 2009. Bidang Kewanitaan DPP PKS 2005-2010, Buah Perjuangan Profil Pos Wanita Keadilan Di 33 Provinsi. Jakarta: Bidang Kewanitaan DPP PKS 2005-2010, 2010. Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006. Dhakidae, Daniel. Partai-Partai Politik Indonesia dan Program 2004-2009. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2004. Budiyanto. Dasar-Dasar Ilmu Negara. Jakarta: Erlangga, 2000. Sadily, Hassan. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve, 1982. Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1998. 78 Sudjana, Eggi. HAM dalam Perspektif Islam (Mencari Universalitas HAM Bagi Tatanan Modsernitas yang Hakiki). Jakarta: Nuansa Madani, 2000. Sutiyoso, Bambang. Aktualita Hukum Dalam Era Reformasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004. Shihab, Umar. Kontekstualitas Al-Qur’an: Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat Hukum dalam Al-Qur’an. Jakarta: PT. Penamadani, 2005. Kosasi, Ahmad. HAM Dalam Perspektif Islam: Menyingkap Persamaan dan Perbedaan antara Islam. Jakarta: Salemba Diniyah, 2003. Rusdji, Ali Muhammad. Hak Asasi Manusia Sdalam Perspektif Syariat Islam. Aceh: Ar-Raniri Press, 2004. Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen Negara Republik Indonesia. Pasal 28 J. Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2004. Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. Bandung: Citra Umbara, 2008. Undang-Undang RI No. 39 Tahun 1999. Bandung: Citra Umbara, 2008. Wawancara Wawancara Pribadi dengan Sarah Handayani. Jakarta: 31 Mei dan16 Agustus 2010. Artikel dari internet http://www.pk_sejahtera.org. internet diakses pada tanggal 30 Mei 2010. http://www. [email protected] KONSEP MUSYAWARAH DALAM KETATANEGARAAN ISLAM A. Prinsip Musyawarah Setiap waliyyul amri tidak bisa terlepas dari menerapkan prinsip "musyawarah". Karena hal itu merupakan salah satu perintah Allah kepada Nabi-Nya. Dalam al-Qur'an ada dua ayat yang menggariskan prinsip musyawarah sebagai salah satu prinsip dasar dalam nomokrasi Islam. Ayat yang pertama dalam surah al-Syura/42:38: ☺ Artinya : Dan bagi orang-orang yang manerima seruan Tuhan dan melaksanakan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka, (Asy-Syura 42 : 38) Ayat ini menggambarkan bahwa dalam setiap persoalan yang menyangkut masyarakat atau kepentingan umum Nabi selalu mengambil keputusan setelah melakukan musyawarah dengan para sahabatnya. 1 Dalam sebuah hadist nabi digambarkan sebagai orang yang paling banyak melakukan musyawarah. Beliau melakukan hal ini, karena prinsip musyawarah adalah merupakan suatu perintah dari Allah sebagaimana digariskan dalam ayat yang kedua yang dengan tegas menyebutkan perintah itu dalam al-Qur'an, surat Ali Imran/ 3:159; ⌧ ﴾١٥٩ ……﴿ال ﻋﻤﺮان ׃ dan bermusyawarahlah engkau hai Muhammad dengan mereka dalam setiap urusan kemasyarakatan… (QS. Ali Imran : 159) Musyawarah dapat diartikan sebagai suatu forum tukar-menukar pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan delam memecahkan sesuatau masalah 1 Muhammad Tahir Azhari, Negara Hukum, (Jakarta: Prenada Media, 2003), Cet. Ke-1 h. 111. 1 sebelum tiba pada suatu pengambilan keputusan. 2 Dilihat dari sudut kenegaraan, maka musyawarah adalah suatu prinsip konstitusional dalam nomokrasi Islam yang wajib dilaksanakan dalam suatu pemerintahan dengan tujuan untuk mencegah lahirnya keputusan yang merugikan kepentingan umum atau rakyat. Sebagai suatu prinsip konstitusional, maka dalam nomokrasi Islam musyawarah berfungsi sebagai "rem" atau pencegah kekuasaan yang absolut dari seseorang penguasa atau kepala negara. Islam dan diktator adalah dua yang berlawanan yang tidak mungkin bertemu. Ajaranajaran agama membawa manusia untuk menyembah hanya kepada Tuhan mereka saja, sedangkan protokoler diktator mengembalikan mereka pemberhalaan politik buta. 3 Mayoritas ulama fikih dan para peneliti berpendapat dan para peneliti berpendapat bahwa musyawarah adalah prinsip hukum yang bagus. Ia merupakan jalan untuk menemukan. Kebenaran dan mengetahui pendapat yang paling tepat. Al-Qur'an memerintahkan musyawarah dan menjadikannya sebagai satu unsure dari unsur-unsur pijakan negara Islam. Namun, bagi system hukum, musyawarah lebih dari sekedar unsur dalam pelaksanaannya. Ia diciptakan untuk disebut sebagai kaidah pertama, sebagaimana yang dikatakan oleh penulis Tafsir Al-Manar yang dibuat untuk pemerintahan Islam. 4 Suatu musyawarah dapat diakhiri dengan kebulatan pendapat atau kesepakatan bersama (konsensus) yang lazin disebut dalam hukum Islam sebagai ijma dan dapat pula diambil suatu keputusan yang didasarkan pada suara terbanyak sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad ketika menghadapi dan memecahkan masalah serangan orang-orang Quraisy Mekkah yang sedang mengepung Madinah (Perang Uhud). Ada dua pilihan, menghadapi musuh secara ofensif atau defensive. Secara pribadi Nabi memilih pilihan yang kedua, yaitu bertahan di kota Madinah, namun suara terbanyak dari pada sahabat 2 Ibid., h. 112 3 Farid Abdul Khalik, Fikih Politi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2005), h.35. 4 Ibid., h.36. 2 menginginkan supaya pasukan Madinah menyerang musuh dari luar Madinah yaaitu di Bukit Uhud. Akhirnya, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak itu. 5 Meskipun demikian, musyawarah berbeda dengan demokrasi liberal yang berpegang pada rumus "setengah plus satu" atau suara mayoritas yang lebih dari separo yang berakhir dengan kekalahan suara bagi suatu pihak dan kemenangan bagi pihak lain. Dalam musyawarah yang dipentingkan adalah jiwa persaudaraan yang dilandasi iman kepada Allah, sehingga yang menjadi tujuan musyawarah bukan mencapai kemenangan untuk sesuatu pihak atau golongan, tetapi untuk kepentingan atau kemalahatan umum dan rakyat. Karena itu, yang harus diperhatikan dalam musyawarah bukan soal siapa yang menang dan siapa yang kalah, tetapi sejauh mana keputusan yang akan diambil itu dapat memenuhi kepentingan atau kemaslahatan umum dan rakyat. Inilah yang dijadikan suatu kriterium dalam pengambilan musyawarah dalam pengambilan keputusan melalui musyawarah menurut nomokrasi Islam. Lebih lanjut prinsip musyawarah bertujuan melibatkan atau mengajak semua pihak untuk berperan serta dalam kehidupan bernegara. Dibandingkan dengan demokkrasi liberal (Barat) yang mengenal oposisi (ada pihak-pihak yang tidak mendukung pemerintah), dalam nomokrasi Islam oposisi tidak dikenal, dalam makna tidak ada suatu pihak pun yang boleh bersikap tidak loyal kepada pemerintah (ulil amri) atau melepaskan tanggung jawab bernegara. Di atas telah disebutkan bahwa musyawarah adalah suatu prinsip konstitusional dalam nomokrasi Islam. Karena, ia merupakan suatu prinsip, maka bagaimana aplikasinya alQur'an dan Sunnah tidak mengaturnya. Hal ini sepenuhnya diserahkan kepada manusia untuk mengatur dan menentukannya. Pada masa Rasulullah sebagai Kepala Negara Madinah, beliau selalu mengumpulkan para sahabat di Masjid Madinah untuk bermusyawarah setiap kali beliau menghadapi masalah kenegaraan. Nabi tidak pernah memecahkan masalah yang menyangkut kepentingan umum itu seorang diri. Beliau, sebagaimana yang telah disebutkan di atas adalah orang yang paling banyak melakukan musyawarah apabila menghadapi suatu masalah umat Islam ketika itu. Pada waktu itu, musyawarah cukup dilakukan di Masjid, karena Masjid pada hakikatnya merupakan pusat 5 Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Pustaka Jaya dan Tintamas, 1982)., h. 313- 318. 3 seluruh kegiatan baik ibadat maupun mu'amalat dalam makna hal-hal yang berkaitan dengan kemasyarakatan. 6 Tradisi itu dilanjutkan oleh keempat Kalifah yang menggantikan Rasulullah. Yaitu Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali. Misalnya, masalah suksesi jabatan khalifah dipecahkan melalui musyawarah di antara tokoh-tokoh Madinah ketika itu yang pada umumnya adalah para sahabat Rasul. Kemudian, dalam sejarah Islam di zaman pemerintahan Abbasiah ada suatu lembaga musyawarah yang disebut Dewan Syura sebagaimana dicatat oleh Abdul Malik al-Sayed. Anggota-anggota Dewan Syura ini adalah pilihan rakyat dan dewan ini pula yang memilih kepala pemerintahan propinsi. 7 Pada masa kini musyawarah dapat dilaksanakan melalui suatu lembaga pemerintahan yang disebut dewan perwakilan atau apa pun namanya yang sesuai dengan kebutuhan pada suatu waktu dan tempat. Aplikasi musyawarah termasuk dalam bidang atau lingkup wilayah ijtihad manusia. Bagaimana bentuk dan cara musyawarah yang terbaik menurut suatu ukuran masa dan temapat, maka bentuk dan cara itulah yang digunakan. Baik al-Qur'an maupun tradisi Nabi sama sekali tidak menetukan hal ini. Ini mengandung suatau hikmah yang besar bagi manusia. Artinya, muyawarah sebagai suatu prinsip konstitusional yang digariskan dalam al-Qur'an dan diteladankan melalui tradisi nabi tidak perlu berubah. Namun aplikasi dan pelaksanaannya selalu dapat mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat. Institusi-institusi politik dan negara dalam sejarah manusia selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Maka aplikasi musyawarah dalam nomokrasi Islam boleh mengikuti bentuk dan cara lembaga-lembaga politik dan negara yang selalu berubah dan berkembang itu sejauh tidak bertentangan atau menyimpang dari jiwa al-Qur'an dan tradisi Nabi. B. Lembaga Musyawarah Musyawarah sebagai salah satu prinsip Negara dan pemerintahan Islam memiliki kedudukan penting dan strategis dalam kehidupan umat manusia. Syura ini adalah sebuah institusi Arab yang demokratis dari masa sebelum Islam dan yang kemudian didukung oleh 4 Muhammad Tahir Azhari, Negara Hukum, (Jakarta: Prenada Media, 2003), Cet. Ke-1 h. 115. 7 Ibid., h. 116. 4 al-Qur'an (QS: 42; 38). Nabi Muhammad sendiri disuruh oleh al-Qur'an (QS: 3;159) untuk memutuskan persoalan-persoalan setelah berkonsultasi dengan pemuka-pemuka masyarakat. Menurut Muhammad Asad, kalimat bainahum, dalam ayat 38 dalam surat al-Syura di atas, merujuk pada seluruh masyarakat Islam dan karenanya Majelis Pemusyawaratan tidak bisa tidak harus mencerminkan kepentingan seluruh anggota masyarakat, pria maupun wanita. Sifat representative seperti ini, tidak mungkin dapat diwujudkan kecuali dengan jalan pemilihan umum yang bebas, artinya para anggota majelis permusyawaratan itu harus dipilih melalui kebebasan hak (memilih) yang seluas mungkin diberikan kepada masyarakat baik pria maupun wanita, berdasarkan hak suara mereka. 8 Dalam pelaksanaan musyawarah di suatu Negara yang heterogen dengan berbagai persoalan yang juga heterogen, mereka terlibat dalam musyawarah adalah mereka yang memiliki pendapat, tokoh pemikir dan para spesialis yang memiliki pandangan medalam tentang berbagai aspek kehidupan, mereka yang memiliki pemikiran yang jernih mengenai berbagai kemaslahatan umat yang beragam, seperti persoalan politik dalam negeri dan luar negeri atau persoalan peperangan dan perdamaian, masalah ekonomi, pertanian, perdagangan, peradilan, juga persoalan keagamaan dan lin-lain. Al-Qurthubi meriwayatkan dari Ibnu Khuwayz Mindad bahwa penguasa harus bermusyawarah dengan ulama mengenai masalah-masalah agama dan hukum, dengan ahli militer tentang urusan-urusan militer, dengan tokoh masyarakat mengenai kesejahteraan dan dengan materi, sekretaris, serta gubernur daerah mengenai pembangunan negeri. Gagasannya adalah adanya penasihatpenasihat yang ahli dalam berbagai bidang agama dan duniawi. Meskipun musyawarah itu merupakan hal penting dalam suatu masyarakat, namun dalam QS:3;159, 9 dan QS: 42;38, 10 tidak ditemukan tentang bagaimana musyawarah itu dilaksanakan. Menurut Muhammad al-Ghazali, yang penting bukan syura macam apa yang harus kita jadikan pegangan. Tetapi bagaimana kita mempersiapkan jaminan-jaminan seerta 8 Ridwan HR., Fiqih Politik, (Jakarta: FH UII Press, 2007), Cet. Ke-1, h. 289. 9 "Maka disebabkan rahmat dari Allah- lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad , maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya". 10 "Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka". 5 metode-metode yang menjadi syura itu sebagai suatu kenyataan yang benar-benar dipelihara, sehingga tidak lagi muncul seorang diktator dan tidak ada lagi politik keberhalaan. 11 Telah jelas bahwa mekanisme musyawarah itu tidak ditentukan oleh al-Qur'an dan Hadis Nabi. Rasulullah sendiri kadang-kadang bermusyawarah dengan para sahabat pada saat etrtentu dan kadang-kadang pula memanggil tokoh-tokoh tertentu dari kalangansahabat, dan kadang-kadang hanya meminta pendapat dari salah seorang dari sahabat seperti Hubab bin al-Mundzir pada peristiwa perang Badar. Hal ini bearti tidak ada mekanisme tunggal dalam bermusyawarah yang dilakukan Rasulullah yang harus dijadikan rujukan, di samping itu tentu saja belum ada kebutuhan untuk membentuk lembaga khusus untuk pelaksanaan musyawarah. Dengan demikian, pelaksanaan musyawarah itu tergantung subyek dan materi, hal ini karena muyawarah dapat terjadi pada kelompok besar ataupun kecil, seperti antara suami dan istri, anggota keluarga, antar tetangga, anggota masyarakat dalam hubungannya dengan kemaslahatan umat. Pada kelompok kecil, tentu dilakukan oleh anggota yang ada, sedangkan untuk kelompok besar akan lebih efektif jika dilakukan dengan perwakilan. Forum pertemuan para wakil ini kemudian diwujudkan dalam bentuk lembaga perwakilan atau majelis permusyawaratan, dan anggotanya disebut ahlul halli walaqdi. Dengan menempatkan musyawarah sebagai prinsip penyelenggaraan negara dan pemerintahan Islam, keberadaan lembaga perwakilan atau majelis permusyawaratan ini sangat penting dan strategis serta dapat diposisikan dalam beberapa fungsi: pertama, fungsi bai'at, untuk pemilihan dan pengangkatan kepala negara, khususnya ketika pemilihan kepala negara itu berdasarkan system perwakilan; kedua, fungsi konsultatif begi kepala negara. Dalam hal ini pemerintah dapat meminta pertimbangan-pertimbangan wakil rakyat, ketika akan mengambil kebijakan-kebijakan yang menyangkut rakyat banyak; ketiga, fungsi legislasi,yang dalam hal ini kesepakatan dari hasil proses musyawarah yang berlangsung dalam lembaga ini akan menjadi peraturan perundang-undangan yang mengikat semua pihak, baik warga negara, pemerintah, maupun anggota lembaga legislatif. Khusus dalam hal kegiatan di bidang legislasi atau pembuatan peraturan perundang-undangan, terdapat tiga perinsip, yakni; 11 Ibid., h. 291. 6 1. melaksanakan hukum-hukum yang dengan tegas ditetapkan dalam al-Qur'an dan Sunnah; 2. menyelaraskan hukum-hukum yang ada dengan al-Qur'an dan Sunnah; 3. membuat perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan al-Qur'an dan Sunnah. 12 Di atas Maududi mengatakan; "sebagai konsekuensi logis dari kedaulatan ini, organisasi-organisasi politik negara Islam disebut khilafah. Manusia merupakan khalifah Tuhan di bumi dan sebagai seorang khalifah maka tugas hidupnya adalah melaksanakan dan menegakkan perintah dari emegang kedaulatan. Menurut QS: 2;30, khilafah berarti orang yang menikamti hak-hak dan kekuasaan tertentu yang bukan haknya sendiri, melainkan hak sebagai wakil atas kuasa Tuhannya. Dia tidak bebas melakukan apa pun yang dikehendakinya, tetapi harus bertindak sesuai dengan pengarahan dari prinsip-prinsipnya." Berdasarkan pendapat Maududi ini tampak bahwa kedaulatan dalam suatu negara Islam itu hakikatnya milik Tuhan, dan dijalankan oleh umat Islam atas dasar delegasi. Atas dasar ini kemudian Maududi mengintrodusir konsep theodemokrasi, seperti telah di sebutkan di atas, yakni suatu system pemerintahan demokrasi Ilahi, karena, di bawah naungannya kaum Muslim telah diberi kedaulatan rakyat yang terbatas di bawah pengawasan Tuhan. Eksekutif yang terbentuk berdasarkan sistem pemerintahan semacam ini dibentuk berdasarkan kehendak umum kaum Muslim yang juga berhak menumbangkannya. An-Naim menyatakan, jika ummah merupakan wakil kolektif kedaulatan Tuhan, maka mereka berhak untuk menunjuk wakil-wakilnya untuk melaksanakan kewajiban pemerintahan dan mempertanggungjawabkan kepada ummah sebagai agen kedaulatan Tuhan yang asli. 12 Ibid., h. 293. 7 Dengan demikian, menempatkan lembaga permusyawaratan sebagai forum perwakilan dengan fungsi bai'at, konsultastif, dan legislasi. 13 Di antara perkataan para fukaha juga: "rakyat boleh memberhentikan pemimpin dan memcatnya dengan satu sebab yang mengharuskan hal itu, misalnya dia terbukti melakukan sesuatu yang menimbulkan kekacauan pada kaum muslimin dan menjelekkan agama, sebagaimana mereka juga berhak mengangkat pemimpin dan menobatkannya karena dia melakukan reformasi pada kaum muslimin dan menjunjung tinggi perkara agama. 14 Adapun yang dimaksud dengan musyawarah dalam istilah politik adalah hak partisipasi rakyat dalam masalah-masalah hukum dan pembuatan keputusan politik. Jika hak partisipasi rakyat ini tidak ada dalam masalah-masalah hukum, maka sistem hukum itu adalah sistem hukum diktatorial atau totaliter. Jika dinisbatkan kepada system Islam, maka kediktatoran itu diharamkan dalam agama Islam sebab bertentangan dengan akidah dan syariat. Ibnu Taimiyah berkata : "Pemimpin tidak boleh meningglakan musyawarah, sebab Allah SWT memrintahkan Nabi-Nya dengan hal itu." Al-Qurthubi menukil dari Ibnu Athiyah sebagaimana dinukilkan juga oleh Ibnu Hayyan dalam Al-Bahru Al-Muhith: "Musyawarah termasuk salah satu kaidah-kaidah syariat dan sendi-sendi hokum. Pemimpin yang bermusyawarah dengan ahli ilmu dan agama maka wajib diberhentikan. Hal ini ketentuan yang tidak ada yang membantahnya." 15 Sangat benar bahwa politik pada hakikatnya tidak lain kecuali partisipasi bersama pemimpin serta memberikan arahan kepadanya, dan inilah kandungan amar ma'ruf nahi munkar. C. Pengawasan Merupakan Prinsip Penyempurna Musyawarah Pada hakikatnya tersimbol dalam tugas pengawasan atas orang-orang yang memiliki kekuasaan, berarti mewujudkan partisipasi politik rakyat dalam segala perkara-perkara umum dan juga dalam hokum, berawal dari kewajiban memberikan nasihat (yang tulus) yang mana telah diperintahkan oleh Rasulullah saw dalam sebuah hadist yang masyhur; 13 Ibid., h. 295 14 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, (Jakarta: Sinar Ggrafika Offset, 2005), h. 38. 15 Ibid., h.38. 8 Dan firman Allah: … Apabila mereka bernasihat dengan ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya… (QS. AtTaubah (9): 91) Lalu seterusnya melewati fase-fase mengubah yang mungkar sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah saw. Dalam sabda beliau: Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka hendaklah dia mengubahnya dengantangannya. Jika dia tidak sanggup maka ubahlah dengan lisannya, lalu jika dia tidak sanggup juga maka ubahlah dengan hatinya, dan sikap itu adalah selemah-lemah iman. 17 Partisipasi berpolitik di sini, yakni di bidang pengawasan atas kerja pemerintah, tugas mengubah yang harus dipikul oleh rakyat, sebagai amanah di atas pundakmereka saat pemimpin mereka sudah mulai menyimpang dan keadaan sudahmulai rusak sebagi refleksi undang-undang Ilahi dalam tanggung jawab perubahan yang dipikulkan kepada rakyat dalam kapasitasnya sebagai "umat pemelihara syariat, bukan pemimpin". Begitu juga hak pilih rakyat untuk para wakilnya pada Ahlu Halli wal Aqdi, yakni lembaga yang mewakili mereka untuk melaksanakan tugas pengawasan atas mereka yang memiliki kekuasaan. Lembaga itu (dewan eksekutif dan legislatif) saling menyempurnakan (integreted) dalam mewujudkan tujuan dua ayat yang diturunkan tentang perihal para pemimpin dan perihak rakyat, dalam surah An-Nisa yangmenjadi landasan Ibnu Taimiyah dalammenyusun bukunya yang berjudul Ar-Risalah Asy-Syar'iyyah fi Ishlah Ar-Ra'I wa Ar-Ra'iyah. 18 Apabila seorang waliyyul-amri bermusyawarah dengan mereka, sementara sebagian mereka menegurnya, bahwa apa yang harus diikuti dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya 16 HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, kitabul Iman, juz 1, hlm.54. 17 HR. Muslim dalamShahih-nya. Lihat: Mukhtshar Shahih Muslim, Al-Hafizh Al-Mundziri, juz 1, hlm. 18 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2005), h. 42. 16. 9 maka sang waliyyul amri harus tunduk kepada keduanya. Di sini seseorang tidak boleh taat kepada siapa pun untuk melakukan sesuatu tyang bertentangan dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, meskipun dia berkedudukan tinggi dan mempunyai status sosial yang mapan di dunia. Allah SWT. berfirman, " ⌧ ⌧ Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah, taatlah kepada Rasul dan ulil-amri dari golonganmu." (Q.S. an-Nisa : 59) Apabila ada permasalahan yang diperselisihkan oleh kaum Muslimin, maka hendaklah setiap orang dari mereka mengeluarkan pendapatnya yang terarah dan tepat yang mengacu pada al-Qur'an dan as-Sunnah. Oleh karenanya, setiap pendapat yang mempunyai kesamaan dengan apa yang tertera dalam al-Qur'an dan as-Sunnah haruslah diperhitungkan untuk dipakai sebagaimana firman Allah, "Maka jika engkau berselisih dalam suatu perkara, kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul apabila engkau beriman kepada Allah dan Hari Akhir." (Q.S. an-Nisa' : 59). Ada dua golongan yang masuk kategori ulil amri, yakni ulama dan umara. Jika keduanya saleh, seluruh umat tentu saja akan menjadi saleh juga. Oleh karena itu, keduanya harus berhati-hati dalam berucap dan bertindak sebagai realisasi ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta mengikuti (berittiba') kepada Kitab-Nya. Maka jika dalam masalah-masalah yang musykil memungkinkan baginya untuk merujuk pada Kitab Allah dan Sunnah RasulNya, dia pun wajib menerapkannya. Tetapi bila tidak memungkinkan karena sempitnya 10 waktu atau ketidakmampuan dalam mencari dan menganalisa atau terbatasnya dalil dan alasan-alasan lain yang dapat diterima, maka dia boleh taklid. 19 Akhirnya, suatu hal penting yang perlu diperhatikan dalam prinsip musyawarah ini ialah bahwa dari segi hukum Islam manusia dibenarkan melakukan musyawarah hanya dalam halhal yang ma'ruf atau kebaikan. Karena itu musyawarah dilarang untuk digunakan dalam halhal yang mungkar. Kesimpulan Di dalam al-Qur'an terdapat prinsip musyawarah sebagai salah satu prinsip dasar dalam Ketatanegaraan Islam, yaitu terdapat di dalam surah Asy-Syura/ 42:38 dan Ali Imran/3: 159. Muyawarah merupakan suatu perintah dari Allah SWT sebagaimana digariskan dalam al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad saw. Dalam sebuah penyelenggaraan kekuasaan negara umat Islam wajib bermusyawarah dalam memecahkan setiap masalah kenegaraan terutama dibebankan kepada setiap penyelenggara kekuasaan negara. Tujuannyauntuk mencegah lahirnya keputusan yang merugikan kepentingan umum dan rakyat. Musyawarah tidak mungkin dilaksanakan anatra seluruh rakyat, maka musyawarah dilaksanakan antar kelompok yang benar-benar mewakili rakyat yang dapat dipercaya dan merasa tenang dengan keputusan mereka. Mereka itu tidak lain melainkan Ahlul Halli wal Aqdi (Dewan Perwakilan Rakyat). Metode ini sekarang dinamakan dengan "Politik Kekuasaan Negara". 19 Rofi Munawwar (Ibnu Taimiyah), Siyasah Syar'iyyah: Etika Politik Islam, (Jakarta: Risalah Gusti, 2005), h. 223. 11 Daftar Pustaka Tahir Azhary, Muhammad. Negara Hukum Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini. Jakarta: Prenada Media, 2003. Iqbal, Muhammad. Fiqh Siyasah. Jakarta: Yofia Mulia Offset, 2007. Ridwan HR. Fiqih Politik: Gagasan, Harapan, dan Kenyataan. Jakarta: FH UII Press, 2007. Abdul Khaliq, Farid. Fikih Politik Islam. Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2005. Munawwar, Rofi. Siyasah Syar'iyyah: Etika Politik Islam oleh Ibnu Taimiyah. Surabaya: Risalah Gusti, 2005. Syarif, Mujar Ibnu dan Zada, Khamami. Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Islam. Jakarta: Erlangga, 2008. 12