a Jurn h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 522 - 535 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP Keterwakilan Anggota Legislatif Perempuan Dalam Perumusan Qanun Jinayat Provinsi Aceh (Suatu Kajian Terhadap Peran Anggota Legislatif Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) Syahnaz Oriza Keumala, Adwani ([email protected], [email protected]) Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsyiah ABSTRAK Pada 27 September, DPRA mengesahkan Qanun Jinayat, Pengesahan Qanun Jinayat banyak mengundang kontroversi. Salah satunya datang dari aliansi kebangsaan untuk kebebasan beragama dan berkeyakinan (AKKBB). Didalam perumusan qanun jinayat banyak mengandung diskriminasi terhadap perempuan dan anak-anak, perlu adanya keterwakilan perempuan yang memadai, namun dalam kenyataannya bahwa perumusan qanun tersebut di DPRA masih sangat minim keterlibatan perempuan sebagai suatu keterwakilan rakyat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peluang dan kendala yang dihadapi peran perempuan dalam membuat Qanun Jinayat di DPRA. Untuk mengetahui, mengidentifikasi dan menganalisis peran perempuan dalam produktivitas Qanun Jinayat pada DPRA periode 2009-2014. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data diperoleh melalui sumber data primer dan data skunder, data primer melalui penelitian lapangan yaitu dengan wawancara informan. Sedangkan data skunder melalui penelitian kepustakaan yaitu dengan dokumen-dokumen, buku-buku dan bacaan-bacaan terkait. Hasil penelitian menunjukkan Peran perempuan dalam proses penyusunan Qanun Jinayat di DPRA antara lain sama-sama membahas, menjelaskan, dan bertanya hal apa saja yang menyangkut dalam merugikan perempuan, memberikan ide dalam perumusan qanun, selalu hadir dalam rapat perumusan Corresponding Author : [email protected] JIM FISIP Unsyiah: AGB, Vol. 2. №. 2, Mei 2017: 522 - 535 522 a Jurn h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 522 - 535 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP qanun jinayat, dan mau menyibukan diri dan berperanaktif. Adapun Faktor yang menjadi hambatan perempuan dalam mewakili suara perempuan pada Qanun Jinayat di DPRA adalah perempuan tidak memiliki peran yang terlalu besar dalam menyusun Qanun Jinayat di Banda Aceh hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor hambatan yaitu kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap perempuan, adanya doktrin agama yang mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam pemilihan, dan keterwakilan perempuan yang belum sampai 30% di DPRA. Kepada anggota legislatif perempuan dalam penyusunan qanun jinayat agar dapat lebih memperhatikan masalah yang dapat membuat perempuan merasa diskriminasi karena bagi perempuan akan melekat dalam hidupnya stigma negatif di tengah masyarakat bila dia melakukan pelanggaran. Kata Kunci :Peran Perempuan, Qanun Jinayat ABSTRACT On September 27, DPRA Passed Qanun Jinayat (Islamic Criminal Law). The approval of this law by the Aceh Provincial Legislative Council has attracted controversies, one of which was voiced by the National Alliance for Freedom of Faith and Religion (AKKBB). The draft of Qanun Jinayat contains lots of discrimination elements against women nd children. There is still a need for sufficient representation of women, but in reality, the drafting process of the qanun atProvincial Legislative Council bore little involvement of women as part of people representation. Therefore, this study was aimed at knowing opportunities and challenges faced in terms of promoting women’s roles in the drafting of Qanun jinayat at the DPRA in the period of 2009-2014. This is a qualitative research using descriptive approach. The research uses primary and secondary data. Primary data were collected from field research based on interviews with informants. Secondary data were obtained from library research Keterwakilan Anggota Legislatif Perempuan Dalam Perumusan Qanun Jinayat Provinsi Aceh (Suatu Kajian Terhadap Peran Anggota Legislatif Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) (Syahnaz Oriza Keumala, Adwani) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 522 - 535 523 Jurn a h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 522 - 535 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP by studying documents, books, and relevant literatures. The results of the research show that women play roles in the drafting of QanunJinayat at the Aceh Provincial Legislative Council in, among others, discussing, explaning, questioning anything potensial for women disadvantage, offering their argument and ideas for the Qanun draft, attending the meetings, and actively participating and involving themselves. Factors impeding the roles of women in offering their voices in the drafting of Qanun jinayat at the Aceh Provincial Legislative Council include lack of public confidence in women, religious doctrines influencing the public’s mind in the election, and lack women’s representation in the Aceh Provincial Legislative Council which is less than 30%. It is recommended that in the drafting of Qanun Jinayatfemale legislative members pay more attention to issues potentially discriminatingagainst women as in the society negative stigma will stick for a women for the rest of her life when she is found to commit a crime/an offense. Keywords: Women’s Roles, Qanun Jinayat PENDAHULUAN Pada 15 Agustus 2005, Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menandatangani MoU Helsinki sebagai tanda berakhirnya konflik yang telah berlangsung selama tiga dekade. Selama bertahun-tahun konflik tersebar dalam berbagai tingkat dan lingkup, tapi jika dilihat secara keseluruhan maka akan sampai pada bentuk kekejaman yang berlangsung secara masif termasuk pembunuhan terhadap sepuluh ribu penduduk sipil, penahanan ilegal yang tidak terhitung jumlahnya, penyiksaan, perkosaan, serta pembakaran rumah penduduk maupun fasilitas umum. Pada bulan Agustus 2006, DPR mengesahkan UU tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), dengan memasukkan implementasi dari berbagai ketetapan yang Keterwakilan Anggota Legislatif Perempuan Dalam Perumusan Qanun Jinayat Provinsi Aceh (Suatu Kajian Terhadap Peran Anggota Legislatif Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) (Syahnaz Oriza Keumala, Adwani) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 522 - 535 524 Jurn a h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 522 - 535 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP disepakati dalam MoU Helsinki. UUPA ini lebih progresif karena menjamin perlindungan dan kesetaraan perempuan. Pogres ini tidak lepas dari peran komponen kelompok perempuan di Aceh yang sudah terlibat intensif sejak awal perancangan UU tersebut. Secara spesifik, isu perempuan disebutkan dalam pasal-pasal, tentang tugas gubernur dan walikota/bupati, pendirian dan kepengurusan partai lokal serta kewajiban semua komponen di Aceh untuk melindungi hak perempuan dan melakukan pemberdayaan perempuan. Lebih dari itu, keterlibatan perempuan secara aktif dalam proses-proses reformasi hukum mendorong pemerintah dan komponen masyarakat lainnya untuk mengurus keadilan gender dalam setiap pembuatan qanun yang dimandatkan dalam UUPA, baik dari segi proses maupun substansi dari qanun itu sendiri. Keterlibatan perempuan dalam kepemimpinan dan pemerintahan Aceh bukan hal baru. Di Negara kita, ketentuan mengenai keterlibatan perempuan dalam ranah politik mulai diperhitungkan sejak diberlakukannya UU 12/2003 tentang pemilu. Undang-undang ini menyebutkan pentingnya afirmasi bagi partisipasi politik perempuan dalam menetapkan jumlah 30% dari seluruh calon partai politik pada parlemen ditingkat nasional maupun lokal. Kemudian wacana keterwakilan perempuan ini mulai diperhatikan dengan pengesahan UU 2/2008 tentang partai politik oleh DPR, di sini secara tegas dinyatakan bahwa pendirian dan pembentukan partai politik menyertakan 30% keterwakilan perempuan. Undang-undang ini kemudian dipertegas kembali melalui UU 10/2008 tentang Pemilihan Umum yang lebih tegas menjelaskan keterwakilan pada pengurusan partai, bakal calon legislatif. (Ivo Nilasari, 2012: 150) Pada 27 September 2014, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengesahkan Qanun Jinayat. Qanun ini mendapatkan persetujuan secara aklamasi dalam Sidang Paripurna DPRA yang dihadiri oleh separuh anggota dewan dari 69 anggota parlemen Aceh. Politikus dari Fraksi Partai Aceh, Tgk. Muhammad Harun mengatakan persetujuan itu didasarkan atas pertimbangan hukum jinayat Keterwakilan Anggota Legislatif Perempuan Dalam Perumusan Qanun Jinayat Provinsi Aceh (Suatu Kajian Terhadap Peran Anggota Legislatif Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) (Syahnaz Oriza Keumala, Adwani) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 522 - 535 525 Jurn a h M ah Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 522 - 535 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP a wa sis lmia lI FISIP merupakan bagian dari pelaksanaan syariat Islam di Aceh dan sangat dinantikan oleh rakyat Aceh. Qanun tersebut sempat diajukan DPRA pada 2009, pada periode kepemimpinan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. Namun, saat itu Irwandi menolak untuk menyetujui Qanun tersebut. Pada tahun ini, setelah kepemimpinan Irwandi selesai, DPRA mencoba untuk membawa kembali rancangan Qanun untuk disahkan Pemerintah Aceh. Qanun tersebut akhirnya ditandatangani oleh Gubernur Aceh Zaini Abdullah. (https:m.tempo.co/read/news.com, 29/04/16) Dibawah Qanun Jinayat, masyarakat Aceh dilarang untuk melakukan tindakan yang dianggap melanggar Syariah Islam. Hal itu termasuk larangan bermesraan seperti bersentuh-sentuhan, berpelukan, berpegangan tangan dan berciuman dengan orang diluar muhrim di tempat tertutup dan terbuka meskipun didasari dengan klausul suka sama suka. Selain itu, masyarakat Aceh juga dilarang untuk melakukan zina atau hubungan seksual di luar pernikahan. Qanun tersebut memperbolehkan hukuman cambuk hingga 200 kali dan penjara hingga 200 bulan. Masyarakat juga boleh memilih antara hukuman cambuk atau membayar hukuman denda mulai 200 hingga 2.000 gram emas. Qanun ini juga diberlakukan bagi masyarakat Aceh non muslim. (https:m.tempo.co/read/news.com, 29/04/16) Dilihat dari jumlah penduduk Aceh, jumlah ini didominasi jenis kelamin perempuan. Dilihat dari hasil Pemilu kenapa dengan jumlah perempuan yang besar tidak menghasilkan suara untuk perempuan juga. Ternyata cita-cita untuk mengatasi permasalahan perempuan di Aceh juga tidak didukung kelompok perempuan itu sendiri. Keterlibatan perempuan di kancah politik dianggap tabu di Aceh. kekurangan diatas menjadi bahan evaluasi bagi anggota DPRA untuk membuat Qanun yang lebih bagus kedepannya. Bagi anggota DPRA yang perempuan juga menjadi tanggung jawab untuk membuat Qanun Jinayat yang tidak mendiskriminasi perempuan. Peran anggota legislatif perempuan di DPRA sangat dibutuhkan supaya produk hukum yang tidak mendiskriminasikan kaum perempuan. Keterwakilan Anggota Legislatif Perempuan Dalam Perumusan Qanun Jinayat Provinsi Aceh (Suatu Kajian Terhadap Peran Anggota Legislatif Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) (Syahnaz Oriza Keumala, Adwani) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 522 - 535 526 Jurn a h M ah Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 522 - 535 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP a wa sis lmia lI FISIP Di DPRA sendiri dari 81 anggota legislatif terdapat 12 orang anggota legislatif perempuan. Dan mereka ini menjadi tokoh yang akan mengakomodir kebutuhan perempuan didalam perancangan peraturan dan Qanun, termasuk Qanun jinayat. Qanun Jinayat yang disahkan pada 27 september 2014 yang lalu, merupakan hasil dari produk Pemerintah Aceh bersama anggota eksekutif komisi G yang mengurus tentang keagamaan dan kebudayaan menjadi konseptor awal sehingga lahirnya Qanun Jinayat tersebut. Di komisi G sendiri terdapat anggota legislatif perempuan yang memiliki peran yang besar dalam mengawasi berjalannya pembentukan Qanun Jinayat tersebut, peran perempuan pada saat perumusan dan pembahasan qanun sangat penting, karena perempuan di legislatif mewakili aspirasi perempuan yang ada diluar DPRA, termasuk kehadiran anggota legislatif perempuan saat diadakannya sidang, serta ada beberapa anggota legislatif perempuan yang lain yang menjadi penanggung jawab dibidang legislasi supaya lahirnya Qanun Jinayat tersebut. TINJAUAN PUSTAKA Badan legislatif (parlemen) yaitu lembaga yang “legislate” atau membuat undang-undang yang anggota-anggotanya merupakan representasi dari rakyat dimana pun dia berada (termasuk yang berdomisili di luar negeri) yang dipilih melalui pemilihan umum. (Rousseau dalam A. Rahman, 2007: 123) yang melatarbelakangi adanya Badan Legislatif (parlemen) adalah tentang VolonteGenerale atau General Will yang menyatakan bahwa “rakyatlah yang berdaulat, rakyat yang berdaulat ini mempunyai suatu kemauan. Kemudian, Miriam Budiarjo dalam A. Rahman (2007: 123), juga berpendapat bahwa Dewan Perwakilan Rakyat dianggap merumuskan kemauan rakyat atau kemauan umum ini dengan jalan mengikat seluruh masyarakat. Undang-undang yang dibuatnya mencerminkan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu. Keterwakilan Anggota Legislatif Perempuan Dalam Perumusan Qanun Jinayat Provinsi Aceh (Suatu Kajian Terhadap Peran Anggota Legislatif Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) (Syahnaz Oriza Keumala, Adwani) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 522 - 535 527 Jurn a h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 522 - 535 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP Perwakilan dalam konteks teori modern merupakan mekanisme hubungan antara penguasa dan massa. Dalam Negara yang menggunakan sistim politik demokrasi modern, demokrasi representatif menjadi logika berpikir prinsip. Yang berbeda dengan kerangka kerja demokrasi langsung. Ada beberapa keuntungan ketika demokrasi representatif di jalankan dalam suatu Negara, pertama dengan bertambahnya jumlah penduduk baik secara kuantitas maupun secara kualitas, tentu saja mempersulit untuk merealisasikan demokrasi langsung, sehingga mekanisme sistem perwakilan menjadi penting untuk menghubungkan penguasa dan massa. Kedua, Negara modern saat ini pada umumnya memiliki teritori yang tidak kecil.Realitas faktual ini tentu saja mempersulit pemerintah untuk menjalankan demokrasi langsung. Untuk itu, mau tidak mau menjalankan demokrasi perwakilan menjadi solusi terbaik. Ketiga, yang juga prinsip, dengan kualitas penduduk yang meningkat menciptakan juga kompleksitas persoalan di ranah publik. Masalah-masalah ini saja harus diselesaikan oleh pemerintah. Namun tidak semua masalah dapat disampaikan secara kolektif karena akan menimbulkan overload tuntutan penyampaian bias jadi tidak seperti apa yang dirasakan oleh publik ketika komunikasi tidak tersampaikan dengan baik, karena itu, perlu adanya kelompok yang dapat menyampaikan mengenai persoalanpersoalan yang dirasa tersebut. Implikasi dari semua hal itu maka di butuhkan sebuah sistem perwakilan yang dapat menghubungkan antara masyarakat struktur dan masyarakat agensi dalam sebuah konsep perwakilan. AH. Birch (dalam Adrianus, dkk, 2006: 108-109). Dalam pengertian umum Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal, lebih mengarah ke Peran didasarkan pada preskripsi (ketentuan) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individuindividu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapanharapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut. (Friedman, M, 1998: 286). Keterwakilan Anggota Legislatif Perempuan Dalam Perumusan Qanun Jinayat Provinsi Aceh (Suatu Kajian Terhadap Peran Anggota Legislatif Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) (Syahnaz Oriza Keumala, Adwani) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 522 - 535 528 Jurn a h M ah Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 522 - 535 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP a wa sis lmia lI FISIP METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Dalam hal ini disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan adalah data kualitatif, yakni tidak menggunakanalat-alat pengukur. Metode kualitatif menghasilkan data deskriptif, baik berupa kata-kata ungkapan tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong. 2002:3). Menurut Moleong, kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena melihat individu secara utuh dan menggunakan latar ilmiah, dengan menggambarkan fenomena yang terjadi dengan melibatkan seperti wawancara, observasi dan dokumentasi (Moleong, 2005: 6-8). Formatdeskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variable yang timbul dimasyarakat yang menjadi penelitian itu.Kemudian menarik ke permukaan sebagai suatu cirri atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun veriabel tertentu (Burning. 2001: 48). Secara khusus penelitian deskriptif yang digunakan diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang ada atau sebagaimana adanya. Fakta- fakta atau data yang akan dikumpulkan dan diklasifikasikan kemudian akan dianalisa. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang suatu situasi dan kondisi latar penelitian.Seorang informan adalah sumber data yang dibutuhkan oleh penulis dalam sebuah penelitian (Moleong, 2006: 132). Adapun informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang dapat memberikan informasi terhadap permasalahan yang diteliti. Diantaranya adalah : 1. Anggota DPRA Perwakilan Perempuan - 2 Orang 2. Tokoh Perempuan - 2 Orang 3. Organisasi Perempuan - 1 Orang 4. Komisi Legislatif di DPRA, Komisi VII - 6 Orang 5. Ketua Fraksi - 1 orang Keterwakilan Anggota Legislatif Perempuan Dalam Perumusan Qanun Jinayat Provinsi Aceh (Suatu Kajian Terhadap Peran Anggota Legislatif Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) (Syahnaz Oriza Keumala, Adwani) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 522 - 535 529 Jurn a h M ah Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 522 - 535 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP a wa sis lmia lI FISIP Terdapat dua jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Uraian lebih lanjut kedua jenis data tersebut adalah sebagai berikut. a) Data primer Data primer digunakan sebagai data utama yang diperoleh dari informan. Data tersebut berupa gambaran dan pernyataan yang mendetail dari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang disusun dan diajukan oleh peneliti dalam proses wawancara. b) Data sekunder Data sekunder diperoleh dari berbagai data/laporan instasi yang terkait serta studi-studi kepustakaan yang berkaitan dengan judul dan tujuan penelitian. Teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui penelitian ini yaitu kepustakaan dan lapangan. caramembaca buku yangberkaitan dengan teks, Penelitian jurnal, penelitian kepustakaan peraturan ini, dilakukan dengan perundang-undangan, sedangkan penelitian dll, lapangan dilakukandengan cara wawancara langsung informan yang sudah ditetapkan. Dalam penelitian ini, penulis menganalisis data secara bertahap. Pertama dilakukan dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan lapangan, dan dokumen sehingga dapat ditemukan halhal pokok dari proyek yang diteliti yangberkenaan dengan fokus penelitian. Kedua, dilakukan dengan merangkum hal-hal pokok yang ditemukan dalam susunan yang sistematis, yaitu datadisusun dengan cara menggolongkan ke dalam pola, tema, unit atau kategori sehingga tema sentral dapat diketahui dengan mudah kemudian diberimakna sesuai materi penelitian. Ketiga, dilakukan pengujian tentang kesimpulan yang telah diambil dengan data pembandingan yang bersumberdari hasil pengumpulan data dan penunjang lainnya. Pengujian inidimaksudkan untuk melihat kebenaran hasil analisis sehingga melahirkan Keterwakilan Anggota Legislatif Perempuan Dalam Perumusan Qanun Jinayat Provinsi Aceh (Suatu Kajian Terhadap Peran Anggota Legislatif Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) (Syahnaz Oriza Keumala, Adwani) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 522 - 535 530 Jurn a h M ah Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 522 - 535 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP a wa sis lmia lI FISIP kesimpulan yang diambil dengan menghubungkan atau mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian dengan teori-teori para ahli. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Aceh semenjak pasca reformasi hingga sekarang telah mendapatkan payung hukum, mulai dari UU No. 44 tahun 1999 tentang keistimewaan Aceh, UU No. 18 tahun 2001 tentang otonomi daerah (Pelaksanaan Syariat Islam), UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, dan yang terakhir UU No.11 tahun 2006 tentang pemerintah Aceh. Kota Banda Aceh adalah salah satu kota yang berada di Aceh dan menjadi ibu kota Provinsi Aceh, Indonesia. Sebagai pusat pemerintahan, Banda Aceh menjadi pusat segala kegiatan ekonomi, politik, sosial dan budaya. Kota Banda Aceh merupakan kota Islam yang paling tua di Asia Tenggara, di mana Kota Banda Aceh merupakan kota dari Kesultanan Aceh. Pada 27 september Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengesahkan Qanun Jinayat, Qanun ini mendapatkan Persetujuan secara aklamasi dalam sidang paripurna DPRA, Dibawah Qanun Jinayat masyarakat dilarang untuk melakukan tindakan yang dianggap melanggar Syariat Islam, Qanun ini menjadi persoalan, terutama untuk perempuan karna banyak yang menganggap Qanun memunculkan diskriminasi bahkan berpotensi melahirkan korban dan ini sangat tidak menggambarkan keadilan untuk perempuan. Perempuan dianggap tidak bisa menjadi pemimpin karena adanya doktrin agama yang mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam pemilihan. Sesuai dengan temuan penelitian, peran perempuan dalam proses penyusunan qanun terlihat dari yang dilakukan oleh ibu Nuraini Maida dalam komisi G itu beliau aktif dan menyibukkan diri dalam pembuatan qanun dikarenakan hal tersebut memang sudah menjadi tugas yang harus dilakukannya. yang lain tidak bisa ikut campur karena bukan bidang atau perempuan yang lain tidak bisa masuk dalam pembahasan qanun jinayat karena bukan komisinya, Keterwakilan Anggota Legislatif Perempuan Dalam Perumusan Qanun Jinayat Provinsi Aceh (Suatu Kajian Terhadap Peran Anggota Legislatif Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) (Syahnaz Oriza Keumala, Adwani) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 522 - 535 531 Jurn a h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 522 - 535 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP karena untuk konteks lain pembahasan qanun ini tidak 100% rumuskan oleh dewan, namun dewan juga mengumpulkan ide atau pendapat dari masyarakat melalui rapat yang dilakukan dengan beberapa LSM dan perkawilan rakyat. Peran perempuan di komisi G sudah berhasil dalam pembuatan qanun jinayat, tetapi karena jumlahnya hanya satu orang perempuan kurang efektif untuk mendukung aspirasi perempuan, yang diketahui qanun jinayat banyak di tentang oleh kaum perempuan dimasyarakat, tetapi walaupun beliau hanya satu orang perempuan dalam perumusan qanun jinayat, beliau melihat sisi baik dan buruknya di qanun jinayat agar qanun tersebut dapat diterima masyarakat, beliau selalu ikut serta dalam rapat agar tidak tertinggal pembahasan yang mengenai perempuan, sebagaimana yang diketahui qanun ini banyak terjadinya diskriminasi terhadap perempuan dan anak-anak. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pembahasan secara kajian teori dan data dalam penelitian, yang telah dilakukan sehingga memperoleh data-data secara akurat secara langsung dari informan. Melalui pembahasan yang telah dibahas secara mendalam dan lengkap maka diuraikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Peran perempuan dalam proses penyusunan Qanun Jinayat di DPRA antara lain sama-sama membahas, menjelaskan, dan bertanya hal apa saja yang menyangkut dalam merugikan perempuan, memberikan ide dalam perumusan qanun, selalu hadir dalam rapat perumusan qanun jinayat, dan mau menyibukan diri dan berperan aktif, tetapi peran perempuan tersebut harus lebih efektif dalam perumusan qanun jinayat, karena qanun jinayat banyak mengandung diskriminasi terhadap perempuan dan anak-anak. 2. Faktor yang menjadi hambatan perempuan dalam mewakili suara perempuan pada Qanun Jinayat di DPRA adalah perempuan tidak memiliki peran yang terlalu besar dalam menyusun Qanun Jinayat di Keterwakilan Anggota Legislatif Perempuan Dalam Perumusan Qanun Jinayat Provinsi Aceh (Suatu Kajian Terhadap Peran Anggota Legislatif Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) (Syahnaz Oriza Keumala, Adwani) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 522 - 535 532 Jurn a h M ah Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 522 - 535 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP a wa sis lmia lI FISIP Banda Aceh hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor hambatan yaitu kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap perempuan, adanya doktrin agama yang mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam pemilihan, dan keterwakilan perempuan yang belum sampai 30% di DPRA. Berdasarkan kesimpulan diatas telah dipaparkan hasil yang dicapai dan ditemukan dalam penelitian ini. Adapun saran yang diberikan adalah sebagai berikut: 1. Disarankan supaya peran anggota perempuan untuk dilibatkan lebih banyak dalam penyusunan qanun jinayat agar dapat lebih memperhatikan masalah yang dapat membuat perempuan merasa diskriminasi karena bagi perempuan akan melekat dalam hidupnya stigma negatif di tengah masyarakat bila dia melakukan pelanggaran. 2. Disarankan agar hambatan yang dihadapi peran perempuan di DPRA tidak menjadi hal yang dapat membuat peran perempuan dikalangan LSM ataupun masyarakat sipil tidak terdiskriminasi terhadap Qanun yang dibuat oleh anggota DPRA, setidaknya ada komunikasi atau musyawarah yang lebih terfokus dengan perempuan yang ada diluar DPRA, agar anggota DPRA lebih mudah dalam membuat Qanun Jinayat. DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku Teks Abbas, Syahrizal. 2015. Qanun Hukum Jinayat. Aceh Ali, Faisal. 2013. Identitas Aceh dalam perspektif Syariat dan adat.Aceh.Badan arsip dan perpustakaan. Bungaran Antonius, 2010. Otonomi Daerah, Etnonasionalisme, Dan Masa Depan Indonesia. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia Keterwakilan Anggota Legislatif Perempuan Dalam Perumusan Qanun Jinayat Provinsi Aceh (Suatu Kajian Terhadap Peran Anggota Legislatif Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) (Syahnaz Oriza Keumala, Adwani) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 522 - 535 533 Jurn a h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 522 - 535 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP Bauer, 1965; Katz &Kahn, 1966, 2003: 54). Selain itu, Robbins (2001: 227) Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Bauer& Pritchard (1985) (2003: 55) Widjaja, A. W. 2000., Jakarta: PT. Rineka Cipta Ivo Nilasari, 2010. Perempuan Aceh dalam Otonomi Daerah Khusus. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia Jimly Asshiddiqie,M,1998:286. “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Kerlinger (1986: 28) EffendyOnongUchjana. 2005. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Larry Diamond diterjemahkan oleh AinurRofieqStaf Pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Islam “45” Bekasi Mulyana, Deddy. 2003. Metodelogi Penelitian Kualitatif Paradigma baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya.Bandung: PT Remaja Rosdakarya RachmatKriyantono, 2006 Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknis Riset Praktis Komunikasi. Jakarta: Prenadia Group RachmatKriyantono, 2006: Cangara, Hafied. 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Rakhmat, Jalaluddin., 2011. Psikologi Komunikasi, cetakan kedua puluh tujuh, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Keterwakilan Anggota Legislatif Perempuan Dalam Perumusan Qanun Jinayat Provinsi Aceh (Suatu Kajian Terhadap Peran Anggota Legislatif Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) (Syahnaz Oriza Keumala, Adwani) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 522 - 535 534 Jurn a h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 522 - 535 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP Tanti Irawati, Anausa Mengenai Produktivitas Kaum Perempuan Dalam Menunjukkan Eksistensi Di Era Globalisasi B. Webside dan Bahan Lain Saldi Isra, Harian Kompas,29/04/16 http://www.cnnindonesia.com/nasional/29/04/16/12 http://www.hukumpedia.com/JAMILNCERA/peran-perempuan-dalam-duniapolitik-dijamin-undang-undang/29/04/16 https://m.tempo.co/read/news/2014/09/27/058610081/qanun-jinayat-acehdisahkan/29/04/16 Pembangunan Demokrasi Dan Pembangunan Ekonomi – Hubungan Dan Pengaruhnya Larry Diamond Diterjemahkan Oleh AinurRofieqStaf Pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Islam “45” Bekasi VolonteGenerale atau General Will yang menyatakan bahwa “rakyatlah yang berdaulat, rakyat yang berdaulat ini mempunyai suatu kemauan. Keterwakilan Anggota Legislatif Perempuan Dalam Perumusan Qanun Jinayat Provinsi Aceh (Suatu Kajian Terhadap Peran Anggota Legislatif Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) (Syahnaz Oriza Keumala, Adwani) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 522 - 535 535