47 tinjauan perhitungan beban kerja unit rawat jalan pasien bpjs

advertisement
TINJAUAN PERHITUNGAN BEBAN KERJA UNIT RAWAT JALAN PASIEN BPJS
GUNA MENUNJANG PRODUKTIVITAS PETUGAS KODEFIKASI DI RS AL-ISLAM
BANDUNG
Bela Yunipasari*, Rudy J. Manmdels**
*STIKes Santo Borromeus Padalarang
Jalan Padalarang Kav. 8 Blok B No. 1 Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Bandung Barat
 : [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilatar belakangi dengan jumlah tenaga kodefikasi BPJS rawat jalan satu orang dengan jumlah
kunjungan 857/hari dan adanya penumpukan berkas klaim yang tidak terkodefikasi sebanyak 257 setiap harinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban kerja dan kebutuhan tenaga kegiatan kodefikasi BPJS rawat
jalan dalam menunjang produktivitas petugas kodefikasi. Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu
bagian unit rekam medis rawat jalan. Yang mana penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara kepada petugas rawat jalan,
mengobservasi kegiatan rekam medis rawat jalan dan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan karya tulis
ilmiah ini. Dengan teknik analisa data yaitu dengan cara mengukur waktu kegiatan rekam medis rawat jalan lalu
menghitung beban kerja dan kebutuhan tenaga dan menghitung tingkat produktivitas. Berdasarkan hasil
penelitian dan perhitungan beban kerja maka didapatlah rata-rata kegiatan kodefikasi 1,03 detik dan petugas
mampu menyelesaikan 600 berkas klaim/harinya, ini tidak sesuai dengan standar kegiatan yang dibuat yaitu
petugas harus mengkoding sebanyak 700 berkas klaim/hari. Kebutuhan tenaga yang ada dilapangan belum
sesuai dengan beban kerja yang ada yaitu 14,71 jam dengan kebutuhan tenaga 2,34 petugas. Produktivitas
petugas kodefikasi dikatakan tidak produktiv yaitu 58,57% jika dihitung berdasarkan standar yang ada.
Simpulan dari penelitian ini yaitu beban kerja unit rekam medis rawat jalan mendukung produktivitas petugas
kodefikasi BPJS rawat jalan.
Kata kunci
: beban kerja, kebutuhan tenaga, produktivitas, kodefikasi BPJS rawat jalan.
tersebut harus meningkatkan produktivitas agar
setiap pekerjaan yang dilakukan dapat diselesaikan
dengan baik sesuai dengan standar dan ketentuan
yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil
wawancara peneliti saat melakukan observasi
terdapat tenaga kerja berjumlah 18 orang dan
petugas kodefikasi BPJS rawat jalan satu orang
dengan jumlah kunjungan pasien 857/hari.
Sehingga petugas kodefikasi harus melakukan
kodefikasi sebanyak 857 berkas setiap harinya
dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda, akan
tetapi pada saat melakukan observasi peneliti
menemukan adanya penumpukan berkas yang
belum terkodifikasi sebanyak 257 berkas. Sehingga
hal tersebut berdampak terhadap beban kerja
petugas kodefikasi BPJS yang akan meningkat
karena banyaknya berkas klaim yang belum
dikodefikasi, sehingga petugas kodefikasi BPJS
rawat jalan seringkali melaksanakan tugasnya
tersebut lewat dari waktu kerja yang sebenarnya
atau melakukan lembur untuk menyelesaikan tugas
yang belum terselesaikan. Hal tersebut berdampak
juga terhadap produktivitas petugas kodefikasi
yang akan menurun terhadap hasil kodefikasi.
PENDAHULUAN
Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas
pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat
strategis dalam upaya mempercepat peningkatan
derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Rumah
sakit tidak dapat lagi dikelola dengan manajemen
sederhana, tetapi harus mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat. Pencatatan yang ada di
rumah sakit salah satunya yaitu rekam medis.
Rekam medis merupakan sumber informasi utama
pelayanan kesehatan. Salah satu isi yang penting
dari rekam medis yaitu diagnosa dan kode penyakit
yang tercantum dalam berkas rekam medis, karena
salah satu sistem yang membutuhkan diagnosa dan
kode
penyakit
tersebut
yaitu
pelayanan
BPJS(Badan Pelayanan Jaminan Soosial). Selain
untuk menunjang pembuatan dan pengisian berkas
rekam medis yang berkualitas, rumah sakit pun
memerlukan tenaga kerja yang dapat memberikan
kontribusi yang baik terhadap pelayanan rumah
sakit agar lebih bermutu dan dapat berdaya saing
dengan rumah sakit lainnya. Manusia merupakan
sumber daya yang penting dan merupakan tujuan
dari pembangunan, oleh karena itu sumber daya
47
Sehubungan dengan adanya permasalahan
diatas maka peneliti merasa tertarik untuk
membahas lebih lanjut mengenai “Tinjauan
perhitungan beban kerja unit rekam medis rawat
jalan pasien BPJS guna menunjang produktivitas
petugas kodefikasi di RS Al-Islam Bandung”.
e. Perhitungan kebutuhan tenaga per
unit kerja.
LANDASAN TEORI
A. Beban Kerja
1. Pengertian Beban kerja
Menurut
Sugiyanto
(2003:1)
menyatakan
bahwa
beban
kerja
mengandung konsep penggunaan energi
pokok dan energi cadangan yang
tersedia. Tugas dipandang berat jika
energi pokok telah habis dipakai dan
masih harus menggunakan energi
cadangan untuk menyelesaikan tugas
tersebut. Sebaliknya suatu tugas
dipandang ringan jika energi pokok
masih
melimpah
setelah
tugas
diselesaikan.
Schultz dan Schultz (2000:550)
mengemukakan bahwa beban kerja di
tempat kerja bukan saja menyangkut
kelebihan pekerjaan, tetapi termasuk
pula yang setara/sama atau sebaliknya
kekurangan atau terlalu rendah/kecil
pekerjaan.
2.
B.
Perhitungan Beban Kerja
Keputusan Menteri Kesehatan NOMOR:
81/MENKES/SK/I/2004
tentang
Pedoman Penyusunan Perencanaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan
Tingkat Propinsi, Kabupaten, atau Kota
serta Rumah Sakit dalam perhitungan
tenaga kerja berdasarkan WISN (Work
Indicator Staff Needed). Langkahlangkahnya sebagai berikut:
a. Menetapkan waktu kerja tersedia
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS)
1. Pengertian
Menurut UU No.24 Tahun 2011
dalam pasal 1 ayat (1) tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
yang dimaksud dengan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial yang
selanjutnya disingkat BPJS adalah
badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan
sosial.
2. Tujuan
BPJS
bertujuan
untuk
mewujudkan
terselenggaranya
pemberian jaminan terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak
bagi setiap Peserta dan/atau anggota
keluarganya.
3.
Waktu Kerja Tersedia = {A - (B+C+D+E)} X F
b. Menetapkan unit kerja dan kategori
SDM
c. Menyusun standar beban kerja
Standar Beban =
Waktu Kerja Tersedia
Kerja
Rata-Rata Per KegiatanPokok
d. Menyusun standar kelonggaran
48
Koding INA-CBG’s
Pengenalan Koding ICD-10 dan
ICD-9-CM
Koding
adalah
kegiatan
memberikan kode diagnosis utama
dan diagnosis sekunder sesuai
dengan ICD-10 serta memberikan
kode prosedur sesuai dengan ICD-9CM. Koding sangat menentukan
dalam sistem pembiayaan prospektif
yang akan menentukan besarnya
biaya yang dibayarkan ke Rumah
Sakit.Koding dalam INA–CBGs
menggunakan ICD-10 Tahun 2008
untuk mengkode diagnosis utama
dan sekunder serta menggunakan
ICD-9-CM untuk mengkode
tindakan/prosedur. Sumber data untuk
mengkoding berasal dari rekam medis
yaitu data diagnosis dan tindakan/prosedur
yang terdapat pada resume medis pasien.
Ketepatan koding diagnosis dan prosedur
sangat berpengaruh terhadap hasil grouper
dalam aplikasi INA-CBG’s.
4.
5.
terhadap total keluaran harus
diperhitungkan.
2) Produktivitas
parsial,
adalah
perbandingan dari keluaran dengan
satu jenis masukan atau input
persatuan waktu, seperti upah
tenaga kerja, kapital, bahan, energi,
beban kerja, dan lain-lain.
Tugas Dan Tanggung Jawab
Tugas dan tanggung jawab seorang
koder adalah melakukan kodifikasi
diagnosis dan tindakan / prosedur yang
ditulis oleh dokter yang merawat pasien
sesuai dengan ICD-10 untuk diagnosis dan
ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur yang
bersumber dari rekam medis pasien.
Apabila dalam melakukan pengkodean
diagnosis atau tindakan/prosedur koder
menemukan
kesulitan
ataupun
ketidaksesuaian dengan aturan umum
pengkodean, maka koder harus melakukan
klarifikasi dengan dokter. Apabila
klarifikasi gagal dilakukan maka koder
dapat menggunakan aturan (rule) MB 1
hingga MB.
Disamping faktor tersebut diatas,
faktor alat, cara dan lingkungan kerja
sangat
berpengaruh
terhadap
produktivitas.
Untuk
mendapatkan
produktivitas yang tinggi, maka faktor
tersebut harus betul-betul serasi terhadap
kemampuan. Kebolehan dan batasan
manusia pekerja.
Formula
produktivitas
dapat
dinyatakan sebagai berikut:
Keterangan :
P = Produktivitas
P = O
O = Output
I
I = Input
c. Penghitungan
Produktivity
menurut
Huffman
Keterangan :
Service unit = jumlah volume kegiatan
selama satu tahun.
Produktivitas
a. Pengertian
Produktivitas
bagaimana
menghasilkan atau meningkatkan hasil
barang dan jasa setinggi mungkin
dengan memanfaatkan sumber daya
secara efisien. Oleh karena itu
produktivitas diartikan sebagai rasio
antara keluaran dan masukan dalam
satuan waktu tertentu (Mali 1978:6-7).
Arouf (1986:20) berpendapat
produktivitas adalah rasio antara
efektivitas menghasilkan keluaran dan
efisiensi penggunaan sumber masukan.
b. Pengukuran Produktivitas
Pengukuran produktivitas secara
umum dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu:
1) Produktivitas
total,
adalah
perbandingan antara total keluaran
(output) dengan total masukan
(input) per satuan waktu. Dalam
perhitungan produktivitas total,
semua faktor masukan (tenaga
kerja, kapital, bahan, energi)
Time standard = rata-rata waktu yang
digunakan untuk menyelesaikan tugas.
Actual Hours
=
40Hrs./ wk. x 47 wks.per yr. x ∑ petugas
Produktivity
=
service units x time standard ÷ 60 min. Per hr.
Actual Hours
Produktivity = Earned Hours
Actual Hours
6.
49
International Statistical Classification of
Disease and Related Health Problems (ICD10)
a. Pengertian
Klasifikasi statistik, yang berarti
bahwa ICD-10 berisi nomor-nomor
terbatas dari kategori kode eksklusif
yang menggambarkan seluruh konsep
penyakit.
Klasifikasi
mempunyai
struktur hirarki dengan subdivisisubdivisi
untuk
mengidentifikasi
kelompok besar dan sesuatu
spesifik” (Depkes RI, 1999).
b.
yang
Variable 2
: Produktivitas petugas kodefikasi
BPJS rawat jalan
Fungsi Kodefikasi
Fungsi lCD sebagai system
klasifikasi penyakit dan masalah terkait
kesehatan digunakan untuk kepentingan
informasi statistik morbiditas
dan
mortalitas.
Penerapan Pengkodean sistem lCD
digunakan untuk :
1) Mengindeks pencatatan penyakit dan
tindakan di sarana pelayanan
kesehatan.
2) Masukan bagi sistem pelaporan
diagnosis medis.
3) Memudahkan proses penyimpanan
dan pengambilan data terkait
diagnosis karakteristik pasien dan
penyedia layanan.
4) Bahan dasar dalam pengelompokan
DRG’s (diagnosis-related groups)
untuk sistem penagihan pembayaran
biaya pelayanan.
5) Pelaporan nasional dan internasional
morbiditas dan mortalitas.
6) Tabulasi data pelayanan kesehatan
bagi proses evaluasi perencanaan
pelayanan medis.
7) Menentukan bentuk pelayanan yang
harus
direncanakan dan
dikembangkan sesuai kebutuhan
zaman.
8) Analisis pembiayaan pelayanan
kesehatan.
9) Untuk penelitian epidemiobogi dan
klinis
(Gemala Hatta, 2010:134)
3. Populasi
Dalam penelitian ini, kedua variabel
memiliki populasi masing-masing, yaitu :
Variabel 1
: Seluruh Petugas Unit Rekam
Medis Rawat Jalan yang bertugas di Unit BPJS
Rawat Jalan Al-Islam.
Variabel 2
: Data hasil kodefikasi dan
jumlah kunjungan pasien BPJS rawat jalan di
rumah sakit Al-Islam pada bulan Januari 2015
sampai dengan bulan Maret 2015.
4. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bagian
rekam medis khususnya bagian unit rekam
medis rawat jalan Rumah Sakit Al-Islam,
penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan
Maret 2015 sampai dengan bulan Juni 2015.
PEMBAHASAN
1. Mengidentifikasi Standar Operasional Prosedur
di Unit Rekam Medis Rawat Jalan Bagian BPJS
Dalam kegiatan pelayanan unit rekam
medis rawat jalan dari mulai pencarian,
pengiriman,
kodefikasi
sampai
dengan
penyimpanan berkas rekam medis sudah
memiliki prosedur untuk kegiatannya masingmasing. Berdasarkan hasil analisa yang
dilakukan peneliti dari setiap prosedur yang ada
yaitu sebagai berikut:
a. Pendaftaran Pasien BPJS Rawat Jalan
b. Pencarian Berkas Rekam Medis
c. Pengiriman Berkas Rekam MediS
d. Kodefikasi ICD-X
e. Penyimpanan Berkas Rekam Medis
Pembuatan dari seluruh prosedur yang ada
sudah sesuai dengan unsur-unsur pembuatan
SOP. Namun ada beberapa unsur yang tidak
terdapat pada prosedur rekam medis, yaitu
penanggung jawab dan dokumen terkait.
Dampak dari tidak adanya nama penanggung
jawab pada prosedur adalah jika adanya
kesalahan dan komplain dalam kegiatan
pelayanan berkas rekam medis rawat jalan,
berarti tidak ada petugas atau bagian yang
dapat bertanggung jawab atas kesalahan yang
terjadi. Hal ini bisa mengakibatkan saling
lempar tanggung jawab antar petugas dan
ketidakpuasan pasien dari masalah yang
METODE PENELITIAN
1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kuantitatif. Desain penelitian dengan
melakukan observasi langsung terhadap petugas
unit rekam medis.
2. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan
oleh peneliti adalah sebagai berikut:
Variabel 1
: Beban Kerja Unit Rekam Medis
rawat jalan
50
mungkin terjadi. Dampak dari tidak adanya
dokumen terkait adalah bagian unit rekam
medis rawat jalan tidak mempunyai dokumen
yang digunakan sebagai acuan atau yang
dapat membantu kinerja dalam kegiatan
pelayanan di unit rekam medis rawat jalan.
Kegiatan sosialisasi dari prosedur
pelayanan berkas rekam medis rawat jalan
sudah dilakukan dengan cara memperlihatkan
prosedur yang ada kepada semua petugas
rekam medis di unit rekam medis rawat jalan
saat sebelum petugas mulai bekerja dirumah
sakit, ini berdampak baik karena petugas
sudah mengetahui aturan dan tahapan apa saja
yang harus dikerjakan untuk menyelesaikan
pekerjaanya dengan baik sehingga akan
memudahkan petugas untuk menjalankan
pekerjaannya.
Kegiatan evaluasi dari prosedur pelayanan
rekam medis ini sudah dilakukan akan tetapi
tidak secara berkala hanya pada saat adanya
penilaian karyawan, ini berdampak adanya
informasi yang masuk dari setiap petugas
yang ada mengenai prosedur tersebut, apakah
prosedur yang ada masih sesuai dengan
kegiatan yang dilakukan atau harus adanya
perbaikan prosedur karena sudah adanya
perubahan dari kegiatan yang dilakukan oleh
setiap
petugas
dalam
menjalankan
pekerjaannya masing-masing.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti,
setiap petugas pelayanan berkas rekam medis
sudah melaksanakan tugasnya sesuai dengan
prosedur yang ada.
disimpankannya outguide untuk menjadi
pembatas dari berkas rekam medis yang
keluar. Akan tetapi dalam pelaksanaannya
penggunaan outguide tidak diaplikasikan
secara maksimal, alasan mengapa
outguide tersebut tidak diaplikasikan
dalam pelaksanaannya yaitu karena setiap
harinya pasien umum dan BPJS hampir
mencapai 1500 pasien/harinya, jadi bagian
unit rekam medis tidak dapat menyediakan
outguide sebanyak itu dan petugas tidak
dapat menyimpan outguide pada berkas
rekam medis yang keluar karena
keterbatsan waktu untuk menyediakan
berkas rekam medis yang dibutuhkan
untuk setiap pelayanan yang harus
diberikan kepada pasien.
Hal tersebut dapat berdampak
terhadap pengontrolan dan pencarian
berkas rekam medis yang berada diluar
rak penyimpanan. Petugas filling akan
sedikit kesulitan untuk mengetahui
keberadaan berkas rekam medis, karena
tidak adanya alat kontroling untuk setiap
berkas rekam medis yang keluar dari rak
penyimpanan.
Berdasarkan
penelitian
dan
wawancara yang telah dilakukan oleh
peneliti, di RSAI Bandung terdapat uraian
tugas untuk kegiatan filling, dimana dalam
urian tugas tersebut terdapat uraian tugas
dari mulai petugas melakukan pencarian,
pengiriman sampai penyimpanan berkas
rekam medis, hal tersebut dikarenakan
semua petugas bagian filling harus mampu
mengerjakan semua kegiatan tersebut hal
tersebut berdampak baik, karena semua
petugas tidak akan saling mengandalkan
satu sama lain jika semua kegiatan yang
ada dapat dikerjakan oleh setiap petugas
hal tersebut dapat berdampak baik apabila
petugas yang satu memiliki halangan
untuk mengerjakan tugasnya.
Tidak hanya uraian tugas yang
dicantumkan didalamnya, tetapi kuantitas
yang didalamnya berisi mengenai jumlah
hasil kerja yang harus dipenuhi oleh setiap
petugas
dalam
menyelesaikan
pekerjaanya,
dan
kualitas
yang
didalamnya berisi mengenai tercapainya
suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh
petugas sesuai dengan uraian tugas yang
2. Mengidentifikasi Uraian Tugas di Unit Rekam
Medis Rawat Jalan Bagian BPJS
Dalam kegiatan pelayanan unit rekam
medis rawat jalan dari mulai pencarian,
pengiriman, kodefikasi sampai dengan
penyimpanan berkas rekam medis sudah
memiliki uraian tugas untuk kegiatannya
masing-masing. Akan tetapi untuk kegiatan
pencarian, pengiriman dan penyimpanan
berkas rekam medis dibuatkan uraian tugas
menjadi satu kesatuan dan untuk kodefikasi
BPJS rawat jalan dibuatkannya uraian
tersendiri, yaitu sebagai berikut:
a. Uraian Tugas Pelaksana Filling
Dalam uraian tugas tersebut
disebutkan bahwa setiap pengambilan
berkas
rekam
medis
harus
51
ada, hal tersebut berdampak baik kepada
setiap petugas yang melaksanakan
pekerjaanya karena mereka mengetahui
kuantitas dan kualitas yang harus dicapai
dari setiap pekerjaan yang dilakukannya
dan itu menjadi acuan sebagai tanggung
jawab petugas yang melaksanakannya.
Berdasarkan hasil pengamatan
peneliti dari kuantitas dan kualitas yang
ada dalam uraian tugas yaitu petugas harus
dapat
menyelesaikan
pencarian,
pengiriman dan penyimpanan berkas
rekam medis sebanyak 1500/hari dan
kegiatan tersebut sudah dilaksanakan
dengan baik oleh petugas filling sesuai
dengan apa yang telah ditentukan.
sehingga petugas tidak akan lalai dalam
melaksanakan pekerjaannya. Dan itu
menjadi acuan sebagai pertanggung
jawaban petugas yang melaksanakannya.
Berdasarkan hasil pengamatan
peneliti terhadap kuantitas atau jumlah
pengerjaan berkas klaim yang harus
dikerjakan oleh petugas kodefikasi setiap
harinya yaitu sebanyak 700 berkas
klaim/hari,
sedangkan
berdasarkan
pengamatan peneliti petugas tidak dapat
menyelesaikan kodefikasi sebanyak 700
berkas
kalim/hari.
Dengan
hasil
pengamatan yang dilakukan oleh peneliti
selama satu hari penuh, maka petugas
kodefikasi hanya dapat menyelesaikan
kodefikasi sebanyak 600 berkas klaim/hari
dengan jumlah kesalahan yang dilakukan
sebanyak 190 berkas klaim. Hal tersebut
dapat berdampak terhadap beban kerja
yang dikerjakan oleh petugas, karena
banyaknya berkas klaim yang tidak
terselesaikan setiap harinya, maka
mengakibatkan
petugas
seringkali
melakukan kegiatan lembur untuk
menyelesaikan kodefikasinya tersebut.
Sehingga,
jika
petugas
seringkali
melakukan kegiatan lembur maka akan
berakibat terhadap hasil kodefikasi yang
dikerjakannya, karena jika petugas
melakukan lembur maka petugas tidak
akan melakukan pekerjaannya secara
optimal karena kurangnya konsentrasi
pada saat melakukan kodefikasi.
b. Uraian Tugas Koding Rawat Jalan Pasien
JKN
Kegiatan sosialisasi dari uraian
tugas filling dan kodefikasi ini sudah
dilakukan kepada petugas filling dan
kodefikasi di unit rekam medis rawat
jalan, hal ini berdampak baik karena
petugas sudah mengetahui tugas dan
pekerjaan apa saja yang harus dikerjakan
untuk dapat menyelesaikan pekerjaanya
dengan baik sehingga akan memudahkan
petugas untuk menjalankan pekerjaannya.
Kegiatan evaluasi dari uraian tugas filling
dan koding di unit rekam medis sudah
dilakukan akan tetapi tidak secara berkala
kepada petugas yang terkait, ini
berdampak adanya informasi yang masuk
dari petugas yang ada mengenai uraian
tugas tersebut, apakah uaian tugas tersebut
sesuai dengan kegiatan yang dilakukan
atau adanya penambahan pekerjaan pada
pelaksanaan kegiatannya.
Tidak hanya uraian tugas yang
dicantumkan didalamnya tetapi kuantitas
yang berisi mengenai jumlah hasil kerja
yang harus dipenuhi oleh setiap petugas
dalam menyelesaikan pekerjaanya, dan
kualitas yang berisi mengenai hasil yang
harus dicapai oleh petugas dari suatu
kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan
uraian tugas yang ada, hal tersebut
berdampak
baik
kepada
petugas
kodefikasi karena petugas memiliki
tanggung jawab terhadap kuantitas dan
kualitas pekerjaan yang dilaksanakannya
3. Mengidentifikasi Beban Kerja Dan Kebutuhan
Tenaga Kerja Petugas Unit Rekam Medis
Rawat Jalan Bagian BPJS
Beban kerja kodefikasi BPJS rawat jalan
dipengaruhi oleh jumlah berkas klaim yang
harus dikerjakan, berapa waktu tersedia, dan
rata-rata
waktu
pengerjaan.
Jumlah
pengerjaan yang harus dilakukan yaitu
sebanyak 857 berkas klaim/harinya dengan
waktu tersedia yaitu sebanyak 7 jam/hari atau
420 menit/hari dan rata-rata pengerjaan yaitu
1,03 menit/berkas klaim dengan satu orang
tenaga kerja, sehingga beban kerja yang
dibutuhkan dengan perhitungan langsung atau
on the spot yaitu 882,71 menit/hari atau 14,71
jam/hari.
52
Dengan jumlah satu tenaga kerja yang
tersedia untuk kegiatan kodefikasi BPJS rawat
jalan ini didapatlah jumlah pengerjaan
kodefikasi setiap harinya yaitu sebanyak 600
berkas klaim, dengan jumlah pengerjaan yang
seharusnya yaitu sebanyak 857 berkas klaim.
Dengan demikian, petugas tidak dapat
mencapai standar pengerjaan yang ada. Hal
ini berdampak kepada penumpukan berkas
klaim yang belum dikode yaitu sebanyak 257
berkas klaim/hari. Penumpukan tersebut
dikarenakan volume kegiatan yang harus
dilakukan tidak sebanding dengan jumlah
tenaga kerja yang ada maka kemungkinan
kesalahan dalam melakukan kodefikasi sangat
tinggi, karena petugas mengerjakan kodefikasi
tersebut
dengan
cepat
untuk dapat
menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan
standar yang ada.
Selain adanya penumpukan, petugas
kodefikasi pun harus melakukan pekerjaan
lebih dari jam kerja tersedia atau petugas
harus melakukan lembur untuk dapat
menyelesaikan berkas klaim yang belum
dikode, hal ini berdampak terhadap hasil
kodefikasi yang dikerjakan oleh petugas
kodefikasi.
Berdasarkan hasil pengamatan, bagian
kodefikasi BPJS rawat jalan seringkali
pekerjaan kodefikasinya tersebut dibantu oleh
petugas bagian kodefikasi BPJS rawat inap
untuk melakukan kodefikasi, selain dapat
mengurangi jumlah beban kerja dari petugas
kodefikasi BPJS rawat jalan, hal ini juga dapat
menunjang pemanfaatan waktu dan tenaga
kerja yang ada.
Selain volume kegiatan, rata-rata waktu
pengerjaan dan waktu kerja tersedia, beban
kerja kodefikasi BPJS rawat jalan pun akan
dipengaruhi oleh faktor lain seperti
pengetahuan tenaga kerja mengenai aturanaturan mengenai kodefikasi menurut ICD-X
ataupun aturan yang telah dibuat oleh
Permenkes mengenai kodefikasi BPJS. Selain
aturan yang harus diketahui, petugas pun
harus mengetahui mengenai penyakit,
singkatan-singkatan diagnosa yang ditulis
oleh dokter. Hal-hal tersebut dapat
mempengaruhi waktu dan hasil pengerjaan
kodefikasi BPJS rawat jalan.
Tingginya beban kerja berdampak
terhadap kegiatan yang dilakukan yaitu
meningkatnya tingkat kesalahan dalam
melakukan kodefikasi BPJS rawat jalan yang
nantinya akan
berdampak terhadap
kesalahannya pelaporan yang diberikan oleh
bagian rekam medis kepada bagian verifikator
yang akan mengecek ketepatan kodefikasi
yang telah dilakukan. Selain itu pula,
tingginya beban kerja dapat berdampak
terhadap stress kerja yang dialami oleh
petugas kodefikasi.
Untuk mengatasi beban kerja tersebut
maka diperlukan analisis beban kerja,
kemudian melakukan perhitungan kebutuhan
tenaga kerja. Kesesuaian antara beban kerja
dengan jumlah tenaga kerja dapat membuat
kegiatan kodefikasi BPJS rawat jalan berjalan
sesuai dengan ketentuan yang dibuat oleh
bagian rekam medis dalam uraian tugas yang
telah dibuat.
Kepala Bagan Unit Kerja Rekam Medis
telah menghitung kebutuhan tenaga kerja
kodefikasi menggunakan rumus WISN dan
menghasilkan satu orang tenaga. Namun
perhitungan tersebut merupakan perhitungan
pada saat kunjungan pasien BPJS rawat jalan
masih sedikit, akan tetapi kunjungan pasien
BPJS rawat jalan saat ini sudah mencapai 857
pasien/harinya,
sehingga
perhitungan
kebutuhan tenaga kerja untuk kegiatan
kodefikasi BPJS rawat jalan diperlukan. Oleh
karena itu, peneliti melakukan perhitungan
kebutuhan tenaga kerja kodefikasi pasien
BPJS rawat jalan berdasarkan beban kerja
yang telah dihitung dalam proses work
sampling pada kegiatan kodefikasi BPJS
rawat jalan. Dalam perhitungan kebutuhan
tenaga kerja, peneliti menghitung dengan tiga
rumus yang berbeda, yaitu hasil perhitungan
berdasarkan perhitungan rumus WISN, rumus
menurut Departemen Kesehatan RI dan
perhitungan langsung atau on the spot.
Sehingga didapatkan jumlah tenaga kerja
berdasarkan rumus diatas yaitu sebagai
berikut:
53
No
Sumber Perhitungan
Kebutuhan
Tenaga
2,48 petugas
1.
Rumus perhitungan tenaga kerja
menurut WISN
2.
Rumus perhitungan tenaga kerja
menurut Departemen Kesehatan RI
2,45 petugas
3.
Berdasarkan beban kerja hasil
2,10 petugas
perhitungan kegiatan On the spot
4.
2,34 petugas
AV
Dengan tersedianya jumlah tenaga kerja
tersebut, maka kegiatan kodefikasi BPJS
dapat berjalan dengan lancar dan dapat
menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan
standar yang telah ditentukan. Sehingga dapat
mengurangi
tingkat
kesalahan
dalam
melakukan kodefikasi dan akan mengurangi
tingkat kesalahan pelaporakan kodefikasi
kepada bagian verifikator. Dan berdasarkan
pengamatan dilapangan jumlah tenaga yang
ada hanya satu orang, sehingga kegiatan
kodefikasi BPJS rawat jalan mengalami
kekurangan tenaga yang nantinya akan
berakibat terhadap waktu dan hasil kodefikasi
petugas.
Dari hasil perhitungan kebutuhan tenaga
rekam medis rawat jalan yang mana dari
kegiatan
pencarian,
pengiriman
dan
penyimpanan berkas rekam medis didapatlah
perhitungan seperti dibawah ini:
No
Kegiatan
WISN
Rumus
Depkes
1.
Pencarian
BRM
Pengiriman
BRM
Penyimpanan
BRM
2,38
2,35
Langsung
2,5
2,02
1,93
1,96
1,97
2,17
2,14
2,5
2,27
2.
3.
TOTAL
Rata
-rata
2,41
6,65
Dari hasil perhitungan diatas maka
didapatlah
kebutuhan
tenaga
petugas
pencarian, pengiriman dan penyimpanan
berkas rekam medis yaitu sebanyak 6,65
petugas, akan tetapi dilapangan tersedia 9
petugas untuk melakukan kegiatan tersebut.
Jika adanya kemungkinan untuk petugas
filling melakukan kodefikasi, maka petugas
tersebut dapat membantu pekerjaan kodefikasi
akan tetapi harus memiliki kemampuan untuk
melakukan kodefikasi sehingga dapat
membantu kegiatan kodefikasi dengan baik
dan harus ada pula ketentuan dan
pertimbangan yang dibuat oleh pimpinan
mengenai alokasi pekerjaan satu dengan yang
lainnya.
54
Mengidentifikasi
Produktivitas
Petugas
Kodefikasi Pasien BPJS Rawat Jalan
Berdasarkan hasil perhitungan tingkat
produktivitas terhadap kegiatan kodefikasi
BPJS rawat
jalan maka didapatlah
perhitungan dengan dua perbedaan yaitu dari
segi standar uraian tugas dan rata-rata
kegiatan yaitu diantaranya sebagai berikut :
a. Perhitungan produktivitas berdasarkan
standar uraian tugas
Jika dilihat dari standar yang tercantum
dalam uraian tugas, yaitu dibagi menjadi
dua, yaitu diantaranya:
1) Kuantitas, yang mana didalamnya
berisi mengenai jumlah berkas klaim
yang harus dikerjakan oleh petugas
kodefikasi setiap harinya.
Berdasarkan hasil pengamatan
peneliti pada saat petugas melakukan
kodefikasi, petugas hanya dapat
menyelesaikan 600 berkas klaim pada
hari tersebut dengan jumlah berkas
yang ada yaitu sebanyak 857 berkas
klaim. Akan tetapi, jika dilihat dari
standar yang dibuat, petugas harus
dapat
menyelesaikan
kodefikasi
sebanyak 700 berkas klaim/hari. Jika
dibandingkan dengan standar yang
tercantum dalam uraian tugas, maka
petugas kodefikasi belum dapat
mencapai
standar
yang
telah
ditentukan. Dampak dari tidak
tercapainya standar yang telah
ditentukan
yaitu
mengakibatkan
banyaknya tumpukan berkas klaim
yang tidak terkoding setiap harinya.
Berdasarkan hasil pengamatan,
petugas yang melakukan kodefikasi
BPJS rawat jalan dilapangan terdapat
satu orang tenaga, dengan jumlah
berkas klaim yang harus dikodefikasi
setiap harinya sebanyak 857 berkas
klaim. Hal tersebut tidak sebanding
dengan jumlah tenaga yang ada,
dengan waktu kerja yang tersedia yaitu
7 jam atau 420 menit/hari. Jika
dibuatkan rata-rata maka petugas dapat
menyelesaikan
kodefikasi
42
detik/berkas klaim.
Berdasarkan pengamatan, jika
petugas tidak dapat menyelesaikan
kodefikasi setiap harinya maka petugas
biasanya melakukan kerja tambahan
atau lembur untuk menyelesaikan
kodefikasi setiap harinya. Dampak dari
seringnya petugas lembur yaitu akan
meningkatnya tingkat kesalahan pada
saat melakukan kodefikasi karena
petugas kurang konsentrasi pada saat
melakukan kodefikasi.
Dalam pelaksanaan kodefikasi,
waktu
melaksanakan
kodefikasi
berpengaruh terhadap jumlah berkas
klaim yang dapat dikerjakan. Yang
mana jika adanya kode yang salah
yang dikembalikan dari bagian
verifikator
dapat
mengakibatkan
terjadinya kerja dua kali untuk
mengkode terhadap berkas yang sama,
dan menyebabkan waktu untuk
mengkode berkas klaim yang baru
terganggu karena adanya perubahan
kode pada berkas klaim yang lama.
Selain itu, jika dalam resume tidak
dicantumkan diagnosa oleh dokter
maka petugas harus mengecek data
rawat jalan ke komputer untuk
mengetahui diagnosa yang ada,
sehingga waktu untuk melakukan
kodefikasi menjadi lebih lama.
Selain karena hal tersebut, jumlah
tenaga
kerja
yang
ada
pun
mempengaruhi jumlah dan hasil pada
saat melakukan kodefikasi. Semakin
seimbangnya jumlah yang harus
dikodefikasi dan tersedianya jumlah
tenaga yang mencukupi maka standar
yang telah dibuat akan tercapai dengan
baik
dan
akan
meningkatkan
produktivitas
dalam
kegiatan
kodefikasi BPJS.
Berdasarkan hasil wawancara
peneliti terhadap standar yang dibuat
untuk pelaksanaan kodefikasi, yaitu
pembuatan standar tersebut dilihat dari
jumlah kunjungan pasien BPJS rawat
jalan yang dirata-ratakan setiap
harinya, maka didapatlah angka 700
berkas klaim/hari. Berdasarkan hasil
pengamatan peneliti terhadap standar
dan pelaksanaan kodefikasi, maka
terdapatnya ketidak seimbangan antara
standar yang dibuat dan pelaksanaan
sebenarnya. Standar yang ada tidak
dapat dicapai oleh petugas dalam
melakukan
kodefikasi,
karena
berdasarkan hasil pengamatan peneliti
700 berkas klaim yang harus
diselesaikan oleh petugas tidak
seimbang dengan satu orang jumlah
tenaga dan beban kerja yang mencapai
882,71 menit/hari atau 14,71 jam/hari
sedangkan waktu kerja tersedia yaitu
420 menit/hari atau 7 jam/hari, oleh
karena itu, petugas tidak dapat
mencapai
standar
yang
telah
ditentukan.
Menurut
hasil
pengamatan
peneliti standar yang dibuat tidak
didasarkan oleh perhitungan langsung
terhadap kegiatan kodefikasi BPJS
rawat jalan, sehingga tidak dapat
menentukan standar yang seharusnya
ditetapkan. Karena untuk membuat
standar kodefikasi, maka kita harus
memiliki perhitungan khusus dari
kegiatan kodefikasi yang ada. Yang
mana perhitungan tersebut dilihat dari
berapa aspek yaitu banyaknya diagnosa
yang tercantum dalam resume,
kesulitan petugas dalam membaca
tulisan dokter, dan pengalaman petugas
dalam melakukan kodefikasi. Hal
tersebut diatas dapat mempengaruhi
standar yang akan ditetapkan untuk
pencapaian kodefikasi setiap harinya.
2) Kualitas, yang mana didalamnya berisi
mengenai hasil dari kodefikasi yang
dilakukan petugas setiap harinya.
Berdasarkan
standar
yang
tercantum dalam uraian tugas yaitu
petugas kodefikasi harus melakukan
kodefikasi berkas klaim BPJS dengan
benar dan tepat. Maka jika dilihat dari
hasil pengamatan peneliti pada saat
petugas melaksanakan kodefikasi
sebanyak 600 berkas klaim, peneliti
menemukan 190 berkas klaim yang
tidak sesuai dengan aturan dengan
persentase 31,67%. Dan berdasarkan
perhitungan sampel sebanyak 400
berkas klaim terdapat 125 berkas klaim
yang tidak sesuai dengan aturan yaitu
dengan persentase 31,25%. Sehingga
rata-rata dari kedua perhitungan
tersebut memiliki persentase kesalahan
55
kesalahan
31,46% dalam setiap
melakukan kodefikasi.
Jika dilihat dari standar yang
tercantum dalam uraian tugas, maka
petugas belum dapat mencapai standar
yang telah ditetapkan. Dampak dari
berkas klaim yang tidak terkodefikasi
dengan benar dan tepat akan
mengakibatkan ketidaktepatan pula
pada saat memberikan laporan berkas
klaim
tersebut
kepada
pihak
verifikator. Jika dari bagian verifikator
menyebutkan bahwa kode tersebut
kurang tepat maka berkas klaim
tersebut akan dikembalikan ke bagian
rekam medis untuk dikode ulang.
Dan alasan standar hasil yang
ditetapkan yaitu benar dan tepat adalah
karena kegiatan kodefikasi ini sangat
berpengaruh terhadap biaya yang
dibayarkan oleh pihak BPJS kepada
rumah sakit, karena pihak BPJS akan
membayar sesuai dengan kode yang
diinput kedalam aplikasi INA-CBG’s.
Oleh karena itu, petugas harus
melakukan kodefikasi dengan benar
dan tepat agar tidak terjadinya
kesalahan dalam pelaporan rumah sakit
kepada BPJS.
Dalam
mendapatkan
hasil
kodefikasi maka dapat dilihat dari
beberapa faktor yang ada yaitu
diantaranya
faktor
alat
yang
mendukung pelaksanaanya kodefikasi
BPJS rawat jalan belum terpenuhi
dengan baik, seperti belum adanya
prosedur yang secara khusus dibuat
untuk tahapan pelaksanaan kodefikasi
BPJS rawat jalan, sehingga petugas
tidak memiliki acuan atau pedoman
untuk melakukan kodefikasi.
Selain
faktor
alat,
cara
pelaksanaan
kodefikasi
pun
berpengaruh terhadap hasil yang
dicapai. Dalam pelaksanaan kodefikasi
petugas melihat resume medis yang
ada dan langsung mengkode diagnosa
ataupun tindakan sesuai dengan yang
dituliskan
oleh
dokter
dan
mencantumkan kode tersebut di berkas
klaim. Yang mana setiap diagnosa
pertama yang dokter cantumkan dalam
resume, maka diagnosa itulah yang
dijadikan diagnosa utama dalam
melakukan kodefikasi. Akan tetapi,
jika didalam resume tersebut dokter
tidak
mencantumkan
diagnosa
penyakit dan tindakan, maka petugas
harus mengecek data rawat jalan ke
komputer untuk mengetahui diagnosa
yang dibuat oleh dokter, hal tersebut
berdampak terhadap lamanya waktu
pengerjaan setiap berkas klaim dan
kebenaran
dokter
dalam
mencantumkan diagnosa.
Faktor yang dapat mempengaruhi
hasil kodefikasi juga yaitu adalah
lingkungan
kerja
yang
ada.
Berdasarkan pengamatan, lingkungan
kerja pada saat melakukan kodefikasi
nyaman, karena bagian kodefikasi
memiliki ruangan tersendiri untuk
melakukan tugasnya. Sehingga dapat
meningkatkan konsentrasi petugas
pada saat melakukan kodefikasi dan
tidak terganggu dengan kegiatan
lainnya yang ada di unit rekam medis
rawat jalan.
Selain karena faktor diatas, dalam
pelaksanaan kodefikasi petugas pun
harus menguasai mengenai aturan
untuk melakukan kodefikasi yaitu
aturan yang terdapat pada ICD-X dan
Permenkes 2014 mengenai kodefikasi
INA-CBG’s. Selain itu pula petugas
kodefikasi
harus
mempunyai
pengetahuan yang luas mengenai
kodefikasi khususnya untuk kodefikasi
BPJS, pengalaman yang lebih untuk
melakukan kodefikasi. Karena dalam
kegiatan kodefikasi, petugas harus
memiliki kemampuan untuk membaca
tulisan dokter, mengetahui bahasa
medis dan memahami diagnosa yang
tercantum. Karena semua hal tersebut
berdampak terhadap hasil kodefikasi
yang
dilakukan,
banyaknya
pengetahuan yang dimiliki oleh
petugas maka hasil yang dicapai pun
akan semakin baik dan dapat
meningktakan produktivitas yang ada.
Jika dilihat dari presentase
kesalahan koding yang dilakukan oleh
petugas yaitu mencapai 31,25% dari
56
seluruh jumlah berkas klaim yang
dikerjakan oleh petugas. Hasil
perhitungan tersebut merupakan hasil
pengamatan peneliti berdasarkan 400
sampel yang diambil secara acak oleh
peneliti, yaitu terdapat kesalahan
sebanyak 125 berkas klaim. Kesalahan
tersebut diantara adalah kesalahan
dalam mencantumkan kode dan
kesalahan dalam pemilihan diagnosa
utama. Hal tersebut berpengaruh
terhadap hasil kodefikasi yang
dilakukan oleh petugas kodefikasi, dan
berdampak terhadap kesalahan dalam
pemberian laporan kepada bagian
verifikator.
Dari kesalahan kode yang
terdapat dalam sampel terdapat
kesalahan kode yaitu berbedanya kode
yang dicantumkan oleh petugas dengan
kode yang seharusnya sesuai dengan
aturan ICD-X atau aturan Permenkes
mengenai kodefikasi INA-CBG’s. Hal
tersebut akan berdampak terhadap
laporan yang diberikan kepada bagian
verifikator dan akan menimbulkan
kesalahan informasi yang didapat.
Selain karna itu, salah kode juga
berdampak kepada biaya
yang
dilekuarkan oleh pihak BPJS kepada
pihak rumah sakit, karena dalam sistem
BPJS ini kode yang dicantumkan oleh
petugas mempengaruhi keluaran biaya.
Selain salahnya kode, ada pula
salahnya pencantuman jumlah kode
yang ada pada berkas klaim tersebut.
Seperti halnya ada satu diagnosa yang
dicantumkan dalam resume, akan
tetapi petugas mencantumkan kode
diberkas klaim sebanyak dua kode
yang tidak sesuai dengan diagnosa
yang dicantumkan oleh dokter. Hal
tersebut akan berdampak terhadap
laporan yang akan diberikan kepada
bagian verifikator. Selain itu pula,
pembiayaan yang dikeluarkan akan
semakin tinggi karena pertambahannya
kode yang dicantumkan oleh petugas
dan dapat juga sebaliknya jika adanya
dua diagnosa yang dicantumkan dalam
resume akan tetapi petugas kodefikasi
hanya mencantumkan satu kode dalam
berkas klaim tersebut, maka biaya yang
akan dikeluarkan oleh BPJS kepada
rumah sakit akan mengurang.
Kesalahan yang terdapat dalam
kegiatan kodefikasi juga adanya
kesalahan dalam pemilihan diagnosa
utama. Yang mana itu tidak sesuai
dengan aturan yang ada dalam ICD-X
ataupun aturan yang dibuat oleh
Permenkes. Hal tersebut dikarenakan,
pada saat pemilihan diagnosa utama
petugas
menyesuaikan
dengan
diagnosa yang dicantumkan oleh
dokter. Yang mana diagnosa yang
dicantumkan pertama oleh dokter,
maka petugas akan menjadikan
diagnosa tersebut sebagai diagnosa
utama tanpa melihat informasi lainnya.
Hal tersebut dapat berdampak terhadap
kesalahan kode dan kesalahan laporan
kepada
bagian
verifikator
dan
pembiayaan yang diberikan oleh pihak
BPJS.
Jika kesalahan tersebut dapat
terlihat oleh bagian verifikator, maka
beban kerja petugas kodefikasi akan
lebih meningkat karena petugas harus
mengkode ulang kode yang salah
tersebut dan berdampak terhadap
produktivitas petugas kodefikasi.
Berdasarkan perhitungan tingkat
produktivitas yang telah disesuaikan
dengan standar maka didapatlah
tingkat
produktivitas
petugas
kodefikasi BPJS rawat jalan yaitu
sebear 58,57%. Jika dilihat dari standar
yang ada maka petugas belum
melakukan
pekerjaannya
secara
produktiv.
b. Perhitungan produktivitas berdasarkan ratarata kegiatan
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti
terhadap rata-rata kegiatan kodefikasi yang
harus diselesaikan setiap harinya yaitu
berdasarkan perhitungan kunjungan pasien
BPJS rawat jalan pada bulan Januani 2015–
Maret 2015 yaitu sebanyak 857 pasien/hari,
sehingga petugas harus menyelesaikan
kodefikasi sebanyak 857 berkas klaim/hari.
Akan tetapi berdasarkan pengamatan
peneliti pada saat petugas melakukan
57
kodefikasi,
petugas
hanya
dapat
menyelesaikan 600 berkas klaim untuk
dikode dan masih tersisa 257 berkas klaim
yang belum dikode.
Berdasarkan hasil penelitian terdapat
tingkat
kesalahan
petugas
dalam
melaksanakan kodefikasi sebanyak 31,46%.
Perhitungan kesalahan tersebut didapat dari
dua metode,
yaitu metode dalam
pengamatan
sehari
petugas
dapat
menyelesaikan kodefikasi sebanyak 600
berkas klaim dengan jumlah kesalahan yaitu
190 berkas klaim dengan presentase tingkat
kesalahan yaitu 31,67%. Sedangkan dalam
perhitungan sampel yang dilakukan oleh
peneliti sebanyak 400 berkas klaim dengan
jumlah kesalahan yaitu sebanyak 125 berkas
klaim dengan presentase tingkat kesalahan
yaitu 31,25%, maka dapat dirata-ratakan
tingkat kesalahan kodefikasi yag dikerjakan
oleh petugas dalam setiap pengrejaan
kodefikasinya yaitu sebesar 31,46%.
Dalam perhitungan tingkat produktivitas
berdasarkan rata-rata kegiatan yang
disesuaikan dengan standar yang tercantum
dalam urian tugas yaitu sebesar 47,84%.
Oleh karena itu dapat dilihat jika tingkat
produktivitas yang dilihat berdasarkan
standar dari uraian tugas petugas kodefikasi
maka petugas tidak produktiv dalam
melakukan pekerjannya.
Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan, jumlah tenaga petugas kodefikasi
yang ada di unit rekam medis hanya satu
orang dengan beban kerja 882,71 menit atau
14,71 jam/hari. Oleh karena itu, jika dilihat
dari tingkat produktivitas yang ada dengan
berdasarkan kepada standar yang telah
ditetapkan dalam uraian tugas maka petugas
kodefikasi tidak produktiv dalam melakukan
pekerjaanya.
Sehingga
untuk
dapat
meningkatkan tingkat produktivitas petugas
kodefikasi, maka harus adanya perubahan
dari segi standar ataupun tenaga kerja yang
ada. Adanya beberapa kemungkinan untuk
penambahan petugas kodefikasi tersebut
yaitu, penambahan petugas dari luar atau
bisa pula alokasi dari bagain unit rekam
medis rawat jalan. Oleh karena itu, peneliti
melakukan perhitungan beban kerja
terhadap petugas yang ada di unit rekam
medis rawat jalan untuk mengetahui
seberapa besar beban kerja yang dimiliki
oleh petugas yang ada. Jika memang adanya
petugas yang memiliki beban kerja kecil
dari petugas yang lainnya maka petugas
tersebut dapat dialokasikan untuk membantu
pekerjaan kodefikasi BPJS rawat jalan, akan
tetapi
hal
tersebut
harus
adanya
pertimbangan khusus dari pimpinan untuk
dapat melihat kemungkinan yang ada atau
dengan
kualifikasi
pendidikan
dan
kemampuan yang sama dengan petugas
khusus kodefikasi BPJS.
Klasifikasi dari petugas tambahan
kodefikasi baik dari luar ataupun alokasi
dari petugas rawat jalan lain yaitu, petugas
tersebut harus berpendidikan minimal D-3
Perekam medis, menguasai aturan dan isi
ICD-X,
ICD-9-CM,
dan
peraturan
Permenkes mengenai kodefikasi INACBG’s dan memiliki pengalaman sebagai
coder selama satu tahun. Hal tersebut dibuat
untuk meningkatkan produktivitas petugas
kodefikasi agar tidak lagi adanya kesalahan
dalam melakukan kodefikasi.
Selain klasifiaksi mengenai petugas yang
ada, adapula keuntungan dan kerugian dari
pengambilan petugas diluar dari unit rekam
medis rawat jalan yang ada. Keuntungannya
yaitu petugas yang baru memiliki
pengalaman yang baru mengenai kodefikasi
di RSAI, dapat mengambil tenaga yang
kompeten. Kerugiannya
yaitu harus
dilakukannya pelatihan untuk melakukan
kodefikasi BPJS dan pastinya akan
mengeluarkan biaya untuk pelatihan, belum
mengetahui aturan kodefikasi d RSAI
sehingga mempengaruhi waktu pengerjaan.
Dan adapula keuntungan dan kerugian
apabila mengalokasikan tenaga yang ada di
unit
rekam
medis
rawat
jalan.
Keuntungannya yaitu petugas sudah
mengetahui aturan kodefikasi yang ada di
RSAI, tidak perlu mengeluarkan biaya untuk
pelatihan. Kerugiannya yaitu akan sedikit
terhambat pekerjaan yang dilakukan oleh
petugas tersebut jika adanya pekerjaan
diluar dari uraian tugasnya.
Dibawah
ini
merupakan
hasil
perhitungan kebutuhan tenaga kerja unit
rekam medis rawat jalan dari mulai
pencarian, pengiriman dan penyimpanan
berkas rekam medis.
58
No
Kegiatan
Pencarian
BRM
Pengiriman
BRM
Penyimpana
n BRM
1.
2.
3.
WISN
2,38
Rumus
Depkes
Langsung
2,35
2,5
Ratarata
2,41
2,02
1,93
1,96
1,97
2,17
2,14
2,5
2,27
TOTAL
6,65
Dengan adanya perhitungan beban kerja
dan kebutuhan tenaga di unit rekam medis
rawat jalan, maka dapat mengetahui
kegiatan mana yang memiliki beban kerja
kecil untuk dapat membantu pelaksanaan
kodefikasi BPJS rawat jalan. Jika dilihat
dari jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk
kegiatan rekam medis rawat jalan maka
dibutuhkan 6,65 petugas untuk dapat
menyelesaikan
kegiatan
pencarian,
pengiriman dan penyimpanan berkas
rekam medis. Berdasarkan pengamatan
peneliti, jumlah tenaga yang ada
dilapangan yaitu sebanyak 9 petugas untuk
melakukan kegiatan tersebut.
Dari kesembilan petugas tersebut selain
untuk kegiatan pencarian, pengiriman dan
penyimpanan berkas rekam medis adapula
kegiatan untuk mencetak print out pasien
RI, RJ, dan IGD serta mencari data pasien
yang berkas rekam medisnya belum
diketemukan. Dan adapun tugas untuk
menyusun lembar rekam medis RJ dan
IGD yang tidak ada dalam berkas. Jika
dilihat dari hasil perhitungan dan jumlah
tenaga yang ada dilapangan maka dapat
dilihat bahwa petugas kegiatan filling
memiliki tenaga yang berlebih, sehingga
jika dimungkinkan bisa saja salah satu dari
petugas filling tersebut membantu kegiatan
kodefikasi pada jam yang ditentukan atau
pada saat jam dimana kegiatan filling tidak
terlalu sibuk, akan tetapi hal terebut
harusnya ada pertimbangan khusus dari
pimpinan untuk melihat kemungkinankemungkinan yang dapat terjadi.
5.
Produktivitas Petugas Kodefikasi BPJS
Rawat Jalan
Dengan dilakukannya pengamatan dan
perhitungan beban kerja kodefikasi BPJS
rawat jalan berdasarkan kegiatan work
sampling
maka akan diperoleh hasil
beban kerja kodefikasi BPJS rawat jalan.
Hasil beban kerja tersebut akan menjadi
dasar perhitungan kebutuhan tenaga kerja
yang menggunakan hasil perhitungan
dengan rumus WISN, Departemen
Kesehatan RI, dan perhitungan langsung
atau on the spot. Setelah diketahui berapa
kebutuhan tenaga kerja, maka perlu
dilakukan pemanfaatan tenaga kerja
dengan alokasi tenaga dari kegiatan yang
memiliki beban kerja kecil. Dengan
demikian kegiatan kodefikasi BPJS rawat
jalan dapat berjalan sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan dalam uraian tugas
dan dapat meningkatkan produktivitas
untuk kegiatan kodefikasi BPJS rawat
jalan.
Alokasi tenaga kerja ini memiliki
beberapa keuntungan bagi kegiatan
kodefikasi BPJS rawat jalan yaitu tidak
diperlukannya rekruitmen tenaga kerja
baru, mengurangi biaya pelatihan untuk
tenaga kerja baru. Karena didukung oleh
kegiatan lain, maka nantinya produktivitas
untuk kegiatan kodefikasi BPJS rawat
jalan akan meningkat. Oleh karena itu,
beban kerja yang dimiliki oleh petugas
kodefikasi
BPJS
rawat
jalan
mempengaruhi
tingkat
produktivitas
petugas.
E. SIMPULAN
1. Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan
pembahasan yang telah dilakukan dan
dibuat oleh peneliti, maka didapatkan
simpulan sebagai berikut:
1. Sudah ada standar operasional prosedur
untuk kegiatan pelayanan rekam medis
pasien BPJS rawat jalan, yang mana
didalamnya terdapat prosedur mengenai
kodefikasi, akan tetapi tidak sesuai
dengan pelaksanaan yang ada dan belum
ada
prosedur
khusus
mengenai
kodefikasi pasien BPJS rawat jalan
sehingga petugas tidak memiliki
Mengidentifikasi
Kemungkinan
Keterkaitan Beban Kerja Unit Rekam
Medis Rawat Jalan Bagian BPJS Dengan
59
pedoman khusus untuk melakukan
kodefikasi.
2. Sudah ada uraian tugas filling yang
didalamnya terdapat standar pengerjaan
1.500 berkas rekam medis yang harus
dicari, dikirim dan disimpan setiap
harinya dan uraian tugas kodefikasi yang
didalamnya terdapat standar pengerjaan
700 berkas klaim terkodefikasi setiap
harinya.
3. Dari perhitungan beban kerja dan
kebutuhan tenaga kerja untuk kegiatan
rekam medis BPJS rawat jalan di RSAI
maka dapat disimpulkan bahwa beban
kerja dan kebutuhan tenaga rekam medis
BPJS rawat jalan. Pencarian Berkas
Rekam Medis, beban kerja yang harus
dikerjakan sebanyak 1.050 menit/hari
dengan kebutuhan tenaga sebanyak 2,41
tenaga. Pengiriman Berkas Rekam
Medis, beban kerja yang harus
dikerjakan sebanyak 825 menit/hari
dengan kebutuhan tenaga sebanyak 1,97
tenaga. Kodefikasi Berkas Klaim, beban
kerja yang harus dikerjakan sebanyak
882,71 menit/hari dengan kebutuhan
tenaga
sebanyak
2,34
tenaga.
Penyimpanan Berkas Rekam Medis,
beban kerja yang harus dikerjakan
sebanyak 1.050 menit/hari dengan
kebutuhan tenaga sebanyak 2,27 tenaga.
Jika dijumlahkan kebutuhan
tenaga petugas rekam medis rawat jalan
yaitu sebanyak 8,99 tenaga. Dilapangan
jumlah petugas filling terdapat 9 petugas
sedangkan petugas kodefikasi terdapat
satu petugas,
jika dilihat dari
perhitungan kebutuhan tenaga maka
petugas filling memiliki petugas yang
berlebih sedangkan petugas kodefikasi
kekurangan petugas.
4. Tingkat
produktivitas
petugas
kodefikasi BPJS rawat jalan di RSAI
yaitu:
a. Dihitung dari standar uraian tugas,
tingkat produktivnya yaitu 58,57%.
b. Dihitung dari rata-rata kegiatan,
tingkat produktivnya yaitu 47,84%.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kegiatan kodefikasi tidak produktiv
jika dilihat dari standar yang tercantum
dalam uraian tugas.
5. Terdapat kemungkinan keterkaitan
antara
beban
kerja
dengan
produktivitas keodefikasi BPJS rawat
jalan.
2.
SARAN
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan, berikut peneliti menyarankan
beberapa hal yang mungkin dapat
bermanfaat bagi pelaksana kegiatan
pelayanan unit rekam medis rawat jalan
khususnya untuk kegiatan kodefikasi
BPJS rawat jalan di RSAI Bandung:
1. Dibuat standar operasional prosedur
mengenai kodefikasi BPJS rawat jalan.
a. Standar operasional prosedur yang
peneliti buat berdasarkan hasil
pengamatan dan wawancara dengan
petugas
kodefikasi
mengenai
tahapan pelaksanaan kodefikasi
BPJS rawat jalan yang bertujuan
sebagai pedoman petugas dalam
melaksanakan
kodefikasi
dan
bermanfaat bagi petugas untuk
mempermudah proses pelaksanaan
kodefikasi (lampiran 10).
b. Dibuat daftar singkatan diagnosa
yang dibuat oleh dokter. Karena
pada saat melakukan penelitian,
peneliti
menemukan
banyak
singkatan yang ditulis dokter, daftar
singkatan ini dapat mempermudah
jika adanya petugas baru yang
melakukan kodefikasi. Contoh
format daftar singkatan (lampiran
11).
2. Dibuat revisi prosedur, khususnya
untuk prosedur pengiriman berkas
rekam medis. Karena adanya tahap
seperti pencarian dan pengambilan
berkas rekam medis yang tercantum
dalam prosedur pencarian dan prosedur
pengiriman berkas rekam medis.
3. Ada penambahan tenaga kerja untuk
kegiatan kodefikasi BPJS rawat jalan
untuk meningkatkan produktivitas
petugas.
a. Penambahan petugas kodefikasi
dari luar. Penambahannya yaitu
sebanyak 1,34. Dapat mengambil
tenaga kerja dari luar sebanyak 2
60
tenaga dengan klasifikasi pekerjaan
melakukan kodefikasi dan input
data kedalam aplikasi INA CBG’s.
b. Dapat pula alokasi dari kegiatan
filling sesuai dengan hitungan yang
telah dibuat peneliti (lampiran 12).
Sakit di Indonesia.
Kesehatan RI.
Jakarta:
Departemen
Efendi, Ferry dan Anna Kurniati. 2011. Kajian
SDM
Kesehatan di Indonesia. Jakarta :
Salemba Medika
Dengan penambahan tenaga kerja yang
ada harus adanya kualifikasi tenaga,
yaitu
seperti
tenaga
yang
berpendidikan minimal D-3 Perekam
medis,
memahami
aturan-aturan
kodefikasi ICD-X, ICD-9-CM dan
aturan Permenkes tentang kodefikasi
INA
CBG’s
serta
memiliki
pengalaman sebagai seorang coder
minimal 1 tahun.
Hatta R. Gemala. 2010. Pedoman Manajemen
Informasi Kesehatan Di Sarana Pelayanan
Kesehatan. Jakarta : Universitas Indonesia
4. Perubahan standar kegiatan dari 700
menjadi 857 berkas klaim yang harus
dikodefikasi setiap harinya dengan
tenaga kerja 2,34 dari satu tenaga yang
ada dilapangan.
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang
Rekam Medis.
Hosizah. 2014. Kumpulan Peraturan Perundangan
Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
(Manajemen Informasi Kesehatan). Yogyakarta
: aptiRMIK Press.
Ketentuan Menteri Kesehatan No 81 tahun 2004
tentang Pedoman Penyusunan SDM
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 27 tahun 2014 tentang petunjuk
teknis sistem indonesian case base
grpoups (ina-cbgs)
DAFTAR PUSTAKA
Alfes Peni (2013). Pengertian Standarisasi.
[Online].
Tersedia
:
file:///I:/KAmpoeng%20Keriting%20%20PEN
GERTIAN%20STANDARISASI.htm. [20 Juli
2015]
Sedermayanti. 2011. Tata Kerja dan Produktivitas
Kerja. Bandung : Mandar Maju
Suwanto dan Donni Juni Priansa. 2013. Manajemen
SDM Dalam Organisasi Publik dan Bisnis.
Bandung : Alfabeta
Diani Azhari (2012). Rawat Jalan . [Online].
Tersedia
:
file:///I:/Diani%20Azhari%20Blog%27s%20%2
0RAWAT%20JALAN.htm. [20 Juli 2015]
Sunyoto, Danang. 2012. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Buku Seru
Tathagati, Arini. 2014. Step By Step Membuat SOP
(Standard Operating
Procedure). Jakarta:
Efata Publishing
Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik. 2006.
Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur
Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia Revisi
2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Undang-Undang Republik Indonesia No 44 Tahun
2009 Tentang Rumah Sakit.
Direktur Jenderal Pelayanan Medis. 1997.
Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah
61
Download