TINJAUAN PERHITUNGAN BEBAN KERJA UNIT RAWAT JALAN PASIEN BPJS GUNA MENUNJANG PRODUKTIVITAS PETUGAS KODEFIKASI DI RS AL-ISLAM BANDUNG Bela Yunipasari*, Rudy J. Manmdels** *STIKes Santo Borromeus Padalarang Jalan Padalarang Kav. 8 Blok B No. 1 Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Bandung Barat : [email protected], [email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilatar belakangi dengan jumlah tenaga kodefikasi BPJS rawat jalan satu orang dengan jumlah kunjungan 857/hari dan adanya penumpukan berkas klaim yang tidak terkodefikasi sebanyak 257 setiap harinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban kerja dan kebutuhan tenaga kegiatan kodefikasi BPJS rawat jalan dalam menunjang produktivitas petugas kodefikasi. Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu bagian unit rekam medis rawat jalan. Yang mana penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara kepada petugas rawat jalan, mengobservasi kegiatan rekam medis rawat jalan dan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan karya tulis ilmiah ini. Dengan teknik analisa data yaitu dengan cara mengukur waktu kegiatan rekam medis rawat jalan lalu menghitung beban kerja dan kebutuhan tenaga dan menghitung tingkat produktivitas. Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan beban kerja maka didapatlah rata-rata kegiatan kodefikasi 1,03 detik dan petugas mampu menyelesaikan 600 berkas klaim/harinya, ini tidak sesuai dengan standar kegiatan yang dibuat yaitu petugas harus mengkoding sebanyak 700 berkas klaim/hari. Kebutuhan tenaga yang ada dilapangan belum sesuai dengan beban kerja yang ada yaitu 14,71 jam dengan kebutuhan tenaga 2,34 petugas. Produktivitas petugas kodefikasi dikatakan tidak produktiv yaitu 58,57% jika dihitung berdasarkan standar yang ada. Simpulan dari penelitian ini yaitu beban kerja unit rekam medis rawat jalan mendukung produktivitas petugas kodefikasi BPJS rawat jalan. Kata kunci : beban kerja, kebutuhan tenaga, produktivitas, kodefikasi BPJS rawat jalan. tersebut harus meningkatkan produktivitas agar setiap pekerjaan yang dilakukan dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan standar dan ketentuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti saat melakukan observasi terdapat tenaga kerja berjumlah 18 orang dan petugas kodefikasi BPJS rawat jalan satu orang dengan jumlah kunjungan pasien 857/hari. Sehingga petugas kodefikasi harus melakukan kodefikasi sebanyak 857 berkas setiap harinya dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda, akan tetapi pada saat melakukan observasi peneliti menemukan adanya penumpukan berkas yang belum terkodifikasi sebanyak 257 berkas. Sehingga hal tersebut berdampak terhadap beban kerja petugas kodefikasi BPJS yang akan meningkat karena banyaknya berkas klaim yang belum dikodefikasi, sehingga petugas kodefikasi BPJS rawat jalan seringkali melaksanakan tugasnya tersebut lewat dari waktu kerja yang sebenarnya atau melakukan lembur untuk menyelesaikan tugas yang belum terselesaikan. Hal tersebut berdampak juga terhadap produktivitas petugas kodefikasi yang akan menurun terhadap hasil kodefikasi. PENDAHULUAN Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Rumah sakit tidak dapat lagi dikelola dengan manajemen sederhana, tetapi harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Pencatatan yang ada di rumah sakit salah satunya yaitu rekam medis. Rekam medis merupakan sumber informasi utama pelayanan kesehatan. Salah satu isi yang penting dari rekam medis yaitu diagnosa dan kode penyakit yang tercantum dalam berkas rekam medis, karena salah satu sistem yang membutuhkan diagnosa dan kode penyakit tersebut yaitu pelayanan BPJS(Badan Pelayanan Jaminan Soosial). Selain untuk menunjang pembuatan dan pengisian berkas rekam medis yang berkualitas, rumah sakit pun memerlukan tenaga kerja yang dapat memberikan kontribusi yang baik terhadap pelayanan rumah sakit agar lebih bermutu dan dapat berdaya saing dengan rumah sakit lainnya. Manusia merupakan sumber daya yang penting dan merupakan tujuan dari pembangunan, oleh karena itu sumber daya 47 Sehubungan dengan adanya permasalahan diatas maka peneliti merasa tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai “Tinjauan perhitungan beban kerja unit rekam medis rawat jalan pasien BPJS guna menunjang produktivitas petugas kodefikasi di RS Al-Islam Bandung”. e. Perhitungan kebutuhan tenaga per unit kerja. LANDASAN TEORI A. Beban Kerja 1. Pengertian Beban kerja Menurut Sugiyanto (2003:1) menyatakan bahwa beban kerja mengandung konsep penggunaan energi pokok dan energi cadangan yang tersedia. Tugas dipandang berat jika energi pokok telah habis dipakai dan masih harus menggunakan energi cadangan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Sebaliknya suatu tugas dipandang ringan jika energi pokok masih melimpah setelah tugas diselesaikan. Schultz dan Schultz (2000:550) mengemukakan bahwa beban kerja di tempat kerja bukan saja menyangkut kelebihan pekerjaan, tetapi termasuk pula yang setara/sama atau sebaliknya kekurangan atau terlalu rendah/kecil pekerjaan. 2. B. Perhitungan Beban Kerja Keputusan Menteri Kesehatan NOMOR: 81/MENKES/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Tingkat Propinsi, Kabupaten, atau Kota serta Rumah Sakit dalam perhitungan tenaga kerja berdasarkan WISN (Work Indicator Staff Needed). Langkahlangkahnya sebagai berikut: a. Menetapkan waktu kerja tersedia Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) 1. Pengertian Menurut UU No.24 Tahun 2011 dalam pasal 1 ayat (1) tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang dimaksud dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. 2. Tujuan BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya. 3. Waktu Kerja Tersedia = {A - (B+C+D+E)} X F b. Menetapkan unit kerja dan kategori SDM c. Menyusun standar beban kerja Standar Beban = Waktu Kerja Tersedia Kerja Rata-Rata Per KegiatanPokok d. Menyusun standar kelonggaran 48 Koding INA-CBG’s Pengenalan Koding ICD-10 dan ICD-9-CM Koding adalah kegiatan memberikan kode diagnosis utama dan diagnosis sekunder sesuai dengan ICD-10 serta memberikan kode prosedur sesuai dengan ICD-9CM. Koding sangat menentukan dalam sistem pembiayaan prospektif yang akan menentukan besarnya biaya yang dibayarkan ke Rumah Sakit.Koding dalam INA–CBGs menggunakan ICD-10 Tahun 2008 untuk mengkode diagnosis utama dan sekunder serta menggunakan ICD-9-CM untuk mengkode tindakan/prosedur. Sumber data untuk mengkoding berasal dari rekam medis yaitu data diagnosis dan tindakan/prosedur yang terdapat pada resume medis pasien. Ketepatan koding diagnosis dan prosedur sangat berpengaruh terhadap hasil grouper dalam aplikasi INA-CBG’s. 4. 5. terhadap total keluaran harus diperhitungkan. 2) Produktivitas parsial, adalah perbandingan dari keluaran dengan satu jenis masukan atau input persatuan waktu, seperti upah tenaga kerja, kapital, bahan, energi, beban kerja, dan lain-lain. Tugas Dan Tanggung Jawab Tugas dan tanggung jawab seorang koder adalah melakukan kodifikasi diagnosis dan tindakan / prosedur yang ditulis oleh dokter yang merawat pasien sesuai dengan ICD-10 untuk diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur yang bersumber dari rekam medis pasien. Apabila dalam melakukan pengkodean diagnosis atau tindakan/prosedur koder menemukan kesulitan ataupun ketidaksesuaian dengan aturan umum pengkodean, maka koder harus melakukan klarifikasi dengan dokter. Apabila klarifikasi gagal dilakukan maka koder dapat menggunakan aturan (rule) MB 1 hingga MB. Disamping faktor tersebut diatas, faktor alat, cara dan lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap produktivitas. Untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi, maka faktor tersebut harus betul-betul serasi terhadap kemampuan. Kebolehan dan batasan manusia pekerja. Formula produktivitas dapat dinyatakan sebagai berikut: Keterangan : P = Produktivitas P = O O = Output I I = Input c. Penghitungan Produktivity menurut Huffman Keterangan : Service unit = jumlah volume kegiatan selama satu tahun. Produktivitas a. Pengertian Produktivitas bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien. Oleh karena itu produktivitas diartikan sebagai rasio antara keluaran dan masukan dalam satuan waktu tertentu (Mali 1978:6-7). Arouf (1986:20) berpendapat produktivitas adalah rasio antara efektivitas menghasilkan keluaran dan efisiensi penggunaan sumber masukan. b. Pengukuran Produktivitas Pengukuran produktivitas secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1) Produktivitas total, adalah perbandingan antara total keluaran (output) dengan total masukan (input) per satuan waktu. Dalam perhitungan produktivitas total, semua faktor masukan (tenaga kerja, kapital, bahan, energi) Time standard = rata-rata waktu yang digunakan untuk menyelesaikan tugas. Actual Hours = 40Hrs./ wk. x 47 wks.per yr. x ∑ petugas Produktivity = service units x time standard ÷ 60 min. Per hr. Actual Hours Produktivity = Earned Hours Actual Hours 6. 49 International Statistical Classification of Disease and Related Health Problems (ICD10) a. Pengertian Klasifikasi statistik, yang berarti bahwa ICD-10 berisi nomor-nomor terbatas dari kategori kode eksklusif yang menggambarkan seluruh konsep penyakit. Klasifikasi mempunyai struktur hirarki dengan subdivisisubdivisi untuk mengidentifikasi kelompok besar dan sesuatu spesifik” (Depkes RI, 1999). b. yang Variable 2 : Produktivitas petugas kodefikasi BPJS rawat jalan Fungsi Kodefikasi Fungsi lCD sebagai system klasifikasi penyakit dan masalah terkait kesehatan digunakan untuk kepentingan informasi statistik morbiditas dan mortalitas. Penerapan Pengkodean sistem lCD digunakan untuk : 1) Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di sarana pelayanan kesehatan. 2) Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis. 3) Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis karakteristik pasien dan penyedia layanan. 4) Bahan dasar dalam pengelompokan DRG’s (diagnosis-related groups) untuk sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan. 5) Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas. 6) Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan medis. 7) Menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan sesuai kebutuhan zaman. 8) Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan. 9) Untuk penelitian epidemiobogi dan klinis (Gemala Hatta, 2010:134) 3. Populasi Dalam penelitian ini, kedua variabel memiliki populasi masing-masing, yaitu : Variabel 1 : Seluruh Petugas Unit Rekam Medis Rawat Jalan yang bertugas di Unit BPJS Rawat Jalan Al-Islam. Variabel 2 : Data hasil kodefikasi dan jumlah kunjungan pasien BPJS rawat jalan di rumah sakit Al-Islam pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan Maret 2015. 4. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bagian rekam medis khususnya bagian unit rekam medis rawat jalan Rumah Sakit Al-Islam, penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai dengan bulan Juni 2015. PEMBAHASAN 1. Mengidentifikasi Standar Operasional Prosedur di Unit Rekam Medis Rawat Jalan Bagian BPJS Dalam kegiatan pelayanan unit rekam medis rawat jalan dari mulai pencarian, pengiriman, kodefikasi sampai dengan penyimpanan berkas rekam medis sudah memiliki prosedur untuk kegiatannya masingmasing. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan peneliti dari setiap prosedur yang ada yaitu sebagai berikut: a. Pendaftaran Pasien BPJS Rawat Jalan b. Pencarian Berkas Rekam Medis c. Pengiriman Berkas Rekam MediS d. Kodefikasi ICD-X e. Penyimpanan Berkas Rekam Medis Pembuatan dari seluruh prosedur yang ada sudah sesuai dengan unsur-unsur pembuatan SOP. Namun ada beberapa unsur yang tidak terdapat pada prosedur rekam medis, yaitu penanggung jawab dan dokumen terkait. Dampak dari tidak adanya nama penanggung jawab pada prosedur adalah jika adanya kesalahan dan komplain dalam kegiatan pelayanan berkas rekam medis rawat jalan, berarti tidak ada petugas atau bagian yang dapat bertanggung jawab atas kesalahan yang terjadi. Hal ini bisa mengakibatkan saling lempar tanggung jawab antar petugas dan ketidakpuasan pasien dari masalah yang METODE PENELITIAN 1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Desain penelitian dengan melakukan observasi langsung terhadap petugas unit rekam medis. 2. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut: Variabel 1 : Beban Kerja Unit Rekam Medis rawat jalan 50 mungkin terjadi. Dampak dari tidak adanya dokumen terkait adalah bagian unit rekam medis rawat jalan tidak mempunyai dokumen yang digunakan sebagai acuan atau yang dapat membantu kinerja dalam kegiatan pelayanan di unit rekam medis rawat jalan. Kegiatan sosialisasi dari prosedur pelayanan berkas rekam medis rawat jalan sudah dilakukan dengan cara memperlihatkan prosedur yang ada kepada semua petugas rekam medis di unit rekam medis rawat jalan saat sebelum petugas mulai bekerja dirumah sakit, ini berdampak baik karena petugas sudah mengetahui aturan dan tahapan apa saja yang harus dikerjakan untuk menyelesaikan pekerjaanya dengan baik sehingga akan memudahkan petugas untuk menjalankan pekerjaannya. Kegiatan evaluasi dari prosedur pelayanan rekam medis ini sudah dilakukan akan tetapi tidak secara berkala hanya pada saat adanya penilaian karyawan, ini berdampak adanya informasi yang masuk dari setiap petugas yang ada mengenai prosedur tersebut, apakah prosedur yang ada masih sesuai dengan kegiatan yang dilakukan atau harus adanya perbaikan prosedur karena sudah adanya perubahan dari kegiatan yang dilakukan oleh setiap petugas dalam menjalankan pekerjaannya masing-masing. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, setiap petugas pelayanan berkas rekam medis sudah melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur yang ada. disimpankannya outguide untuk menjadi pembatas dari berkas rekam medis yang keluar. Akan tetapi dalam pelaksanaannya penggunaan outguide tidak diaplikasikan secara maksimal, alasan mengapa outguide tersebut tidak diaplikasikan dalam pelaksanaannya yaitu karena setiap harinya pasien umum dan BPJS hampir mencapai 1500 pasien/harinya, jadi bagian unit rekam medis tidak dapat menyediakan outguide sebanyak itu dan petugas tidak dapat menyimpan outguide pada berkas rekam medis yang keluar karena keterbatsan waktu untuk menyediakan berkas rekam medis yang dibutuhkan untuk setiap pelayanan yang harus diberikan kepada pasien. Hal tersebut dapat berdampak terhadap pengontrolan dan pencarian berkas rekam medis yang berada diluar rak penyimpanan. Petugas filling akan sedikit kesulitan untuk mengetahui keberadaan berkas rekam medis, karena tidak adanya alat kontroling untuk setiap berkas rekam medis yang keluar dari rak penyimpanan. Berdasarkan penelitian dan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, di RSAI Bandung terdapat uraian tugas untuk kegiatan filling, dimana dalam urian tugas tersebut terdapat uraian tugas dari mulai petugas melakukan pencarian, pengiriman sampai penyimpanan berkas rekam medis, hal tersebut dikarenakan semua petugas bagian filling harus mampu mengerjakan semua kegiatan tersebut hal tersebut berdampak baik, karena semua petugas tidak akan saling mengandalkan satu sama lain jika semua kegiatan yang ada dapat dikerjakan oleh setiap petugas hal tersebut dapat berdampak baik apabila petugas yang satu memiliki halangan untuk mengerjakan tugasnya. Tidak hanya uraian tugas yang dicantumkan didalamnya, tetapi kuantitas yang didalamnya berisi mengenai jumlah hasil kerja yang harus dipenuhi oleh setiap petugas dalam menyelesaikan pekerjaanya, dan kualitas yang didalamnya berisi mengenai tercapainya suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh petugas sesuai dengan uraian tugas yang 2. Mengidentifikasi Uraian Tugas di Unit Rekam Medis Rawat Jalan Bagian BPJS Dalam kegiatan pelayanan unit rekam medis rawat jalan dari mulai pencarian, pengiriman, kodefikasi sampai dengan penyimpanan berkas rekam medis sudah memiliki uraian tugas untuk kegiatannya masing-masing. Akan tetapi untuk kegiatan pencarian, pengiriman dan penyimpanan berkas rekam medis dibuatkan uraian tugas menjadi satu kesatuan dan untuk kodefikasi BPJS rawat jalan dibuatkannya uraian tersendiri, yaitu sebagai berikut: a. Uraian Tugas Pelaksana Filling Dalam uraian tugas tersebut disebutkan bahwa setiap pengambilan berkas rekam medis harus 51 ada, hal tersebut berdampak baik kepada setiap petugas yang melaksanakan pekerjaanya karena mereka mengetahui kuantitas dan kualitas yang harus dicapai dari setiap pekerjaan yang dilakukannya dan itu menjadi acuan sebagai tanggung jawab petugas yang melaksanakannya. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti dari kuantitas dan kualitas yang ada dalam uraian tugas yaitu petugas harus dapat menyelesaikan pencarian, pengiriman dan penyimpanan berkas rekam medis sebanyak 1500/hari dan kegiatan tersebut sudah dilaksanakan dengan baik oleh petugas filling sesuai dengan apa yang telah ditentukan. sehingga petugas tidak akan lalai dalam melaksanakan pekerjaannya. Dan itu menjadi acuan sebagai pertanggung jawaban petugas yang melaksanakannya. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti terhadap kuantitas atau jumlah pengerjaan berkas klaim yang harus dikerjakan oleh petugas kodefikasi setiap harinya yaitu sebanyak 700 berkas klaim/hari, sedangkan berdasarkan pengamatan peneliti petugas tidak dapat menyelesaikan kodefikasi sebanyak 700 berkas kalim/hari. Dengan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selama satu hari penuh, maka petugas kodefikasi hanya dapat menyelesaikan kodefikasi sebanyak 600 berkas klaim/hari dengan jumlah kesalahan yang dilakukan sebanyak 190 berkas klaim. Hal tersebut dapat berdampak terhadap beban kerja yang dikerjakan oleh petugas, karena banyaknya berkas klaim yang tidak terselesaikan setiap harinya, maka mengakibatkan petugas seringkali melakukan kegiatan lembur untuk menyelesaikan kodefikasinya tersebut. Sehingga, jika petugas seringkali melakukan kegiatan lembur maka akan berakibat terhadap hasil kodefikasi yang dikerjakannya, karena jika petugas melakukan lembur maka petugas tidak akan melakukan pekerjaannya secara optimal karena kurangnya konsentrasi pada saat melakukan kodefikasi. b. Uraian Tugas Koding Rawat Jalan Pasien JKN Kegiatan sosialisasi dari uraian tugas filling dan kodefikasi ini sudah dilakukan kepada petugas filling dan kodefikasi di unit rekam medis rawat jalan, hal ini berdampak baik karena petugas sudah mengetahui tugas dan pekerjaan apa saja yang harus dikerjakan untuk dapat menyelesaikan pekerjaanya dengan baik sehingga akan memudahkan petugas untuk menjalankan pekerjaannya. Kegiatan evaluasi dari uraian tugas filling dan koding di unit rekam medis sudah dilakukan akan tetapi tidak secara berkala kepada petugas yang terkait, ini berdampak adanya informasi yang masuk dari petugas yang ada mengenai uraian tugas tersebut, apakah uaian tugas tersebut sesuai dengan kegiatan yang dilakukan atau adanya penambahan pekerjaan pada pelaksanaan kegiatannya. Tidak hanya uraian tugas yang dicantumkan didalamnya tetapi kuantitas yang berisi mengenai jumlah hasil kerja yang harus dipenuhi oleh setiap petugas dalam menyelesaikan pekerjaanya, dan kualitas yang berisi mengenai hasil yang harus dicapai oleh petugas dari suatu kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan uraian tugas yang ada, hal tersebut berdampak baik kepada petugas kodefikasi karena petugas memiliki tanggung jawab terhadap kuantitas dan kualitas pekerjaan yang dilaksanakannya 3. Mengidentifikasi Beban Kerja Dan Kebutuhan Tenaga Kerja Petugas Unit Rekam Medis Rawat Jalan Bagian BPJS Beban kerja kodefikasi BPJS rawat jalan dipengaruhi oleh jumlah berkas klaim yang harus dikerjakan, berapa waktu tersedia, dan rata-rata waktu pengerjaan. Jumlah pengerjaan yang harus dilakukan yaitu sebanyak 857 berkas klaim/harinya dengan waktu tersedia yaitu sebanyak 7 jam/hari atau 420 menit/hari dan rata-rata pengerjaan yaitu 1,03 menit/berkas klaim dengan satu orang tenaga kerja, sehingga beban kerja yang dibutuhkan dengan perhitungan langsung atau on the spot yaitu 882,71 menit/hari atau 14,71 jam/hari. 52 Dengan jumlah satu tenaga kerja yang tersedia untuk kegiatan kodefikasi BPJS rawat jalan ini didapatlah jumlah pengerjaan kodefikasi setiap harinya yaitu sebanyak 600 berkas klaim, dengan jumlah pengerjaan yang seharusnya yaitu sebanyak 857 berkas klaim. Dengan demikian, petugas tidak dapat mencapai standar pengerjaan yang ada. Hal ini berdampak kepada penumpukan berkas klaim yang belum dikode yaitu sebanyak 257 berkas klaim/hari. Penumpukan tersebut dikarenakan volume kegiatan yang harus dilakukan tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja yang ada maka kemungkinan kesalahan dalam melakukan kodefikasi sangat tinggi, karena petugas mengerjakan kodefikasi tersebut dengan cepat untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan standar yang ada. Selain adanya penumpukan, petugas kodefikasi pun harus melakukan pekerjaan lebih dari jam kerja tersedia atau petugas harus melakukan lembur untuk dapat menyelesaikan berkas klaim yang belum dikode, hal ini berdampak terhadap hasil kodefikasi yang dikerjakan oleh petugas kodefikasi. Berdasarkan hasil pengamatan, bagian kodefikasi BPJS rawat jalan seringkali pekerjaan kodefikasinya tersebut dibantu oleh petugas bagian kodefikasi BPJS rawat inap untuk melakukan kodefikasi, selain dapat mengurangi jumlah beban kerja dari petugas kodefikasi BPJS rawat jalan, hal ini juga dapat menunjang pemanfaatan waktu dan tenaga kerja yang ada. Selain volume kegiatan, rata-rata waktu pengerjaan dan waktu kerja tersedia, beban kerja kodefikasi BPJS rawat jalan pun akan dipengaruhi oleh faktor lain seperti pengetahuan tenaga kerja mengenai aturanaturan mengenai kodefikasi menurut ICD-X ataupun aturan yang telah dibuat oleh Permenkes mengenai kodefikasi BPJS. Selain aturan yang harus diketahui, petugas pun harus mengetahui mengenai penyakit, singkatan-singkatan diagnosa yang ditulis oleh dokter. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi waktu dan hasil pengerjaan kodefikasi BPJS rawat jalan. Tingginya beban kerja berdampak terhadap kegiatan yang dilakukan yaitu meningkatnya tingkat kesalahan dalam melakukan kodefikasi BPJS rawat jalan yang nantinya akan berdampak terhadap kesalahannya pelaporan yang diberikan oleh bagian rekam medis kepada bagian verifikator yang akan mengecek ketepatan kodefikasi yang telah dilakukan. Selain itu pula, tingginya beban kerja dapat berdampak terhadap stress kerja yang dialami oleh petugas kodefikasi. Untuk mengatasi beban kerja tersebut maka diperlukan analisis beban kerja, kemudian melakukan perhitungan kebutuhan tenaga kerja. Kesesuaian antara beban kerja dengan jumlah tenaga kerja dapat membuat kegiatan kodefikasi BPJS rawat jalan berjalan sesuai dengan ketentuan yang dibuat oleh bagian rekam medis dalam uraian tugas yang telah dibuat. Kepala Bagan Unit Kerja Rekam Medis telah menghitung kebutuhan tenaga kerja kodefikasi menggunakan rumus WISN dan menghasilkan satu orang tenaga. Namun perhitungan tersebut merupakan perhitungan pada saat kunjungan pasien BPJS rawat jalan masih sedikit, akan tetapi kunjungan pasien BPJS rawat jalan saat ini sudah mencapai 857 pasien/harinya, sehingga perhitungan kebutuhan tenaga kerja untuk kegiatan kodefikasi BPJS rawat jalan diperlukan. Oleh karena itu, peneliti melakukan perhitungan kebutuhan tenaga kerja kodefikasi pasien BPJS rawat jalan berdasarkan beban kerja yang telah dihitung dalam proses work sampling pada kegiatan kodefikasi BPJS rawat jalan. Dalam perhitungan kebutuhan tenaga kerja, peneliti menghitung dengan tiga rumus yang berbeda, yaitu hasil perhitungan berdasarkan perhitungan rumus WISN, rumus menurut Departemen Kesehatan RI dan perhitungan langsung atau on the spot. Sehingga didapatkan jumlah tenaga kerja berdasarkan rumus diatas yaitu sebagai berikut: 53 No Sumber Perhitungan Kebutuhan Tenaga 2,48 petugas 1. Rumus perhitungan tenaga kerja menurut WISN 2. Rumus perhitungan tenaga kerja menurut Departemen Kesehatan RI 2,45 petugas 3. Berdasarkan beban kerja hasil 2,10 petugas perhitungan kegiatan On the spot 4. 2,34 petugas AV Dengan tersedianya jumlah tenaga kerja tersebut, maka kegiatan kodefikasi BPJS dapat berjalan dengan lancar dan dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan dalam melakukan kodefikasi dan akan mengurangi tingkat kesalahan pelaporakan kodefikasi kepada bagian verifikator. Dan berdasarkan pengamatan dilapangan jumlah tenaga yang ada hanya satu orang, sehingga kegiatan kodefikasi BPJS rawat jalan mengalami kekurangan tenaga yang nantinya akan berakibat terhadap waktu dan hasil kodefikasi petugas. Dari hasil perhitungan kebutuhan tenaga rekam medis rawat jalan yang mana dari kegiatan pencarian, pengiriman dan penyimpanan berkas rekam medis didapatlah perhitungan seperti dibawah ini: No Kegiatan WISN Rumus Depkes 1. Pencarian BRM Pengiriman BRM Penyimpanan BRM 2,38 2,35 Langsung 2,5 2,02 1,93 1,96 1,97 2,17 2,14 2,5 2,27 2. 3. TOTAL Rata -rata 2,41 6,65 Dari hasil perhitungan diatas maka didapatlah kebutuhan tenaga petugas pencarian, pengiriman dan penyimpanan berkas rekam medis yaitu sebanyak 6,65 petugas, akan tetapi dilapangan tersedia 9 petugas untuk melakukan kegiatan tersebut. Jika adanya kemungkinan untuk petugas filling melakukan kodefikasi, maka petugas tersebut dapat membantu pekerjaan kodefikasi akan tetapi harus memiliki kemampuan untuk melakukan kodefikasi sehingga dapat membantu kegiatan kodefikasi dengan baik dan harus ada pula ketentuan dan pertimbangan yang dibuat oleh pimpinan mengenai alokasi pekerjaan satu dengan yang lainnya. 54 Mengidentifikasi Produktivitas Petugas Kodefikasi Pasien BPJS Rawat Jalan Berdasarkan hasil perhitungan tingkat produktivitas terhadap kegiatan kodefikasi BPJS rawat jalan maka didapatlah perhitungan dengan dua perbedaan yaitu dari segi standar uraian tugas dan rata-rata kegiatan yaitu diantaranya sebagai berikut : a. Perhitungan produktivitas berdasarkan standar uraian tugas Jika dilihat dari standar yang tercantum dalam uraian tugas, yaitu dibagi menjadi dua, yaitu diantaranya: 1) Kuantitas, yang mana didalamnya berisi mengenai jumlah berkas klaim yang harus dikerjakan oleh petugas kodefikasi setiap harinya. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti pada saat petugas melakukan kodefikasi, petugas hanya dapat menyelesaikan 600 berkas klaim pada hari tersebut dengan jumlah berkas yang ada yaitu sebanyak 857 berkas klaim. Akan tetapi, jika dilihat dari standar yang dibuat, petugas harus dapat menyelesaikan kodefikasi sebanyak 700 berkas klaim/hari. Jika dibandingkan dengan standar yang tercantum dalam uraian tugas, maka petugas kodefikasi belum dapat mencapai standar yang telah ditentukan. Dampak dari tidak tercapainya standar yang telah ditentukan yaitu mengakibatkan banyaknya tumpukan berkas klaim yang tidak terkoding setiap harinya. Berdasarkan hasil pengamatan, petugas yang melakukan kodefikasi BPJS rawat jalan dilapangan terdapat satu orang tenaga, dengan jumlah berkas klaim yang harus dikodefikasi setiap harinya sebanyak 857 berkas klaim. Hal tersebut tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang ada, dengan waktu kerja yang tersedia yaitu 7 jam atau 420 menit/hari. Jika dibuatkan rata-rata maka petugas dapat menyelesaikan kodefikasi 42 detik/berkas klaim. Berdasarkan pengamatan, jika petugas tidak dapat menyelesaikan kodefikasi setiap harinya maka petugas biasanya melakukan kerja tambahan atau lembur untuk menyelesaikan kodefikasi setiap harinya. Dampak dari seringnya petugas lembur yaitu akan meningkatnya tingkat kesalahan pada saat melakukan kodefikasi karena petugas kurang konsentrasi pada saat melakukan kodefikasi. Dalam pelaksanaan kodefikasi, waktu melaksanakan kodefikasi berpengaruh terhadap jumlah berkas klaim yang dapat dikerjakan. Yang mana jika adanya kode yang salah yang dikembalikan dari bagian verifikator dapat mengakibatkan terjadinya kerja dua kali untuk mengkode terhadap berkas yang sama, dan menyebabkan waktu untuk mengkode berkas klaim yang baru terganggu karena adanya perubahan kode pada berkas klaim yang lama. Selain itu, jika dalam resume tidak dicantumkan diagnosa oleh dokter maka petugas harus mengecek data rawat jalan ke komputer untuk mengetahui diagnosa yang ada, sehingga waktu untuk melakukan kodefikasi menjadi lebih lama. Selain karena hal tersebut, jumlah tenaga kerja yang ada pun mempengaruhi jumlah dan hasil pada saat melakukan kodefikasi. Semakin seimbangnya jumlah yang harus dikodefikasi dan tersedianya jumlah tenaga yang mencukupi maka standar yang telah dibuat akan tercapai dengan baik dan akan meningkatkan produktivitas dalam kegiatan kodefikasi BPJS. Berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap standar yang dibuat untuk pelaksanaan kodefikasi, yaitu pembuatan standar tersebut dilihat dari jumlah kunjungan pasien BPJS rawat jalan yang dirata-ratakan setiap harinya, maka didapatlah angka 700 berkas klaim/hari. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti terhadap standar dan pelaksanaan kodefikasi, maka terdapatnya ketidak seimbangan antara standar yang dibuat dan pelaksanaan sebenarnya. Standar yang ada tidak dapat dicapai oleh petugas dalam melakukan kodefikasi, karena berdasarkan hasil pengamatan peneliti 700 berkas klaim yang harus diselesaikan oleh petugas tidak seimbang dengan satu orang jumlah tenaga dan beban kerja yang mencapai 882,71 menit/hari atau 14,71 jam/hari sedangkan waktu kerja tersedia yaitu 420 menit/hari atau 7 jam/hari, oleh karena itu, petugas tidak dapat mencapai standar yang telah ditentukan. Menurut hasil pengamatan peneliti standar yang dibuat tidak didasarkan oleh perhitungan langsung terhadap kegiatan kodefikasi BPJS rawat jalan, sehingga tidak dapat menentukan standar yang seharusnya ditetapkan. Karena untuk membuat standar kodefikasi, maka kita harus memiliki perhitungan khusus dari kegiatan kodefikasi yang ada. Yang mana perhitungan tersebut dilihat dari berapa aspek yaitu banyaknya diagnosa yang tercantum dalam resume, kesulitan petugas dalam membaca tulisan dokter, dan pengalaman petugas dalam melakukan kodefikasi. Hal tersebut diatas dapat mempengaruhi standar yang akan ditetapkan untuk pencapaian kodefikasi setiap harinya. 2) Kualitas, yang mana didalamnya berisi mengenai hasil dari kodefikasi yang dilakukan petugas setiap harinya. Berdasarkan standar yang tercantum dalam uraian tugas yaitu petugas kodefikasi harus melakukan kodefikasi berkas klaim BPJS dengan benar dan tepat. Maka jika dilihat dari hasil pengamatan peneliti pada saat petugas melaksanakan kodefikasi sebanyak 600 berkas klaim, peneliti menemukan 190 berkas klaim yang tidak sesuai dengan aturan dengan persentase 31,67%. Dan berdasarkan perhitungan sampel sebanyak 400 berkas klaim terdapat 125 berkas klaim yang tidak sesuai dengan aturan yaitu dengan persentase 31,25%. Sehingga rata-rata dari kedua perhitungan tersebut memiliki persentase kesalahan 55 kesalahan 31,46% dalam setiap melakukan kodefikasi. Jika dilihat dari standar yang tercantum dalam uraian tugas, maka petugas belum dapat mencapai standar yang telah ditetapkan. Dampak dari berkas klaim yang tidak terkodefikasi dengan benar dan tepat akan mengakibatkan ketidaktepatan pula pada saat memberikan laporan berkas klaim tersebut kepada pihak verifikator. Jika dari bagian verifikator menyebutkan bahwa kode tersebut kurang tepat maka berkas klaim tersebut akan dikembalikan ke bagian rekam medis untuk dikode ulang. Dan alasan standar hasil yang ditetapkan yaitu benar dan tepat adalah karena kegiatan kodefikasi ini sangat berpengaruh terhadap biaya yang dibayarkan oleh pihak BPJS kepada rumah sakit, karena pihak BPJS akan membayar sesuai dengan kode yang diinput kedalam aplikasi INA-CBG’s. Oleh karena itu, petugas harus melakukan kodefikasi dengan benar dan tepat agar tidak terjadinya kesalahan dalam pelaporan rumah sakit kepada BPJS. Dalam mendapatkan hasil kodefikasi maka dapat dilihat dari beberapa faktor yang ada yaitu diantaranya faktor alat yang mendukung pelaksanaanya kodefikasi BPJS rawat jalan belum terpenuhi dengan baik, seperti belum adanya prosedur yang secara khusus dibuat untuk tahapan pelaksanaan kodefikasi BPJS rawat jalan, sehingga petugas tidak memiliki acuan atau pedoman untuk melakukan kodefikasi. Selain faktor alat, cara pelaksanaan kodefikasi pun berpengaruh terhadap hasil yang dicapai. Dalam pelaksanaan kodefikasi petugas melihat resume medis yang ada dan langsung mengkode diagnosa ataupun tindakan sesuai dengan yang dituliskan oleh dokter dan mencantumkan kode tersebut di berkas klaim. Yang mana setiap diagnosa pertama yang dokter cantumkan dalam resume, maka diagnosa itulah yang dijadikan diagnosa utama dalam melakukan kodefikasi. Akan tetapi, jika didalam resume tersebut dokter tidak mencantumkan diagnosa penyakit dan tindakan, maka petugas harus mengecek data rawat jalan ke komputer untuk mengetahui diagnosa yang dibuat oleh dokter, hal tersebut berdampak terhadap lamanya waktu pengerjaan setiap berkas klaim dan kebenaran dokter dalam mencantumkan diagnosa. Faktor yang dapat mempengaruhi hasil kodefikasi juga yaitu adalah lingkungan kerja yang ada. Berdasarkan pengamatan, lingkungan kerja pada saat melakukan kodefikasi nyaman, karena bagian kodefikasi memiliki ruangan tersendiri untuk melakukan tugasnya. Sehingga dapat meningkatkan konsentrasi petugas pada saat melakukan kodefikasi dan tidak terganggu dengan kegiatan lainnya yang ada di unit rekam medis rawat jalan. Selain karena faktor diatas, dalam pelaksanaan kodefikasi petugas pun harus menguasai mengenai aturan untuk melakukan kodefikasi yaitu aturan yang terdapat pada ICD-X dan Permenkes 2014 mengenai kodefikasi INA-CBG’s. Selain itu pula petugas kodefikasi harus mempunyai pengetahuan yang luas mengenai kodefikasi khususnya untuk kodefikasi BPJS, pengalaman yang lebih untuk melakukan kodefikasi. Karena dalam kegiatan kodefikasi, petugas harus memiliki kemampuan untuk membaca tulisan dokter, mengetahui bahasa medis dan memahami diagnosa yang tercantum. Karena semua hal tersebut berdampak terhadap hasil kodefikasi yang dilakukan, banyaknya pengetahuan yang dimiliki oleh petugas maka hasil yang dicapai pun akan semakin baik dan dapat meningktakan produktivitas yang ada. Jika dilihat dari presentase kesalahan koding yang dilakukan oleh petugas yaitu mencapai 31,25% dari 56 seluruh jumlah berkas klaim yang dikerjakan oleh petugas. Hasil perhitungan tersebut merupakan hasil pengamatan peneliti berdasarkan 400 sampel yang diambil secara acak oleh peneliti, yaitu terdapat kesalahan sebanyak 125 berkas klaim. Kesalahan tersebut diantara adalah kesalahan dalam mencantumkan kode dan kesalahan dalam pemilihan diagnosa utama. Hal tersebut berpengaruh terhadap hasil kodefikasi yang dilakukan oleh petugas kodefikasi, dan berdampak terhadap kesalahan dalam pemberian laporan kepada bagian verifikator. Dari kesalahan kode yang terdapat dalam sampel terdapat kesalahan kode yaitu berbedanya kode yang dicantumkan oleh petugas dengan kode yang seharusnya sesuai dengan aturan ICD-X atau aturan Permenkes mengenai kodefikasi INA-CBG’s. Hal tersebut akan berdampak terhadap laporan yang diberikan kepada bagian verifikator dan akan menimbulkan kesalahan informasi yang didapat. Selain karna itu, salah kode juga berdampak kepada biaya yang dilekuarkan oleh pihak BPJS kepada pihak rumah sakit, karena dalam sistem BPJS ini kode yang dicantumkan oleh petugas mempengaruhi keluaran biaya. Selain salahnya kode, ada pula salahnya pencantuman jumlah kode yang ada pada berkas klaim tersebut. Seperti halnya ada satu diagnosa yang dicantumkan dalam resume, akan tetapi petugas mencantumkan kode diberkas klaim sebanyak dua kode yang tidak sesuai dengan diagnosa yang dicantumkan oleh dokter. Hal tersebut akan berdampak terhadap laporan yang akan diberikan kepada bagian verifikator. Selain itu pula, pembiayaan yang dikeluarkan akan semakin tinggi karena pertambahannya kode yang dicantumkan oleh petugas dan dapat juga sebaliknya jika adanya dua diagnosa yang dicantumkan dalam resume akan tetapi petugas kodefikasi hanya mencantumkan satu kode dalam berkas klaim tersebut, maka biaya yang akan dikeluarkan oleh BPJS kepada rumah sakit akan mengurang. Kesalahan yang terdapat dalam kegiatan kodefikasi juga adanya kesalahan dalam pemilihan diagnosa utama. Yang mana itu tidak sesuai dengan aturan yang ada dalam ICD-X ataupun aturan yang dibuat oleh Permenkes. Hal tersebut dikarenakan, pada saat pemilihan diagnosa utama petugas menyesuaikan dengan diagnosa yang dicantumkan oleh dokter. Yang mana diagnosa yang dicantumkan pertama oleh dokter, maka petugas akan menjadikan diagnosa tersebut sebagai diagnosa utama tanpa melihat informasi lainnya. Hal tersebut dapat berdampak terhadap kesalahan kode dan kesalahan laporan kepada bagian verifikator dan pembiayaan yang diberikan oleh pihak BPJS. Jika kesalahan tersebut dapat terlihat oleh bagian verifikator, maka beban kerja petugas kodefikasi akan lebih meningkat karena petugas harus mengkode ulang kode yang salah tersebut dan berdampak terhadap produktivitas petugas kodefikasi. Berdasarkan perhitungan tingkat produktivitas yang telah disesuaikan dengan standar maka didapatlah tingkat produktivitas petugas kodefikasi BPJS rawat jalan yaitu sebear 58,57%. Jika dilihat dari standar yang ada maka petugas belum melakukan pekerjaannya secara produktiv. b. Perhitungan produktivitas berdasarkan ratarata kegiatan Berdasarkan hasil pengamatan peneliti terhadap rata-rata kegiatan kodefikasi yang harus diselesaikan setiap harinya yaitu berdasarkan perhitungan kunjungan pasien BPJS rawat jalan pada bulan Januani 2015– Maret 2015 yaitu sebanyak 857 pasien/hari, sehingga petugas harus menyelesaikan kodefikasi sebanyak 857 berkas klaim/hari. Akan tetapi berdasarkan pengamatan peneliti pada saat petugas melakukan 57 kodefikasi, petugas hanya dapat menyelesaikan 600 berkas klaim untuk dikode dan masih tersisa 257 berkas klaim yang belum dikode. Berdasarkan hasil penelitian terdapat tingkat kesalahan petugas dalam melaksanakan kodefikasi sebanyak 31,46%. Perhitungan kesalahan tersebut didapat dari dua metode, yaitu metode dalam pengamatan sehari petugas dapat menyelesaikan kodefikasi sebanyak 600 berkas klaim dengan jumlah kesalahan yaitu 190 berkas klaim dengan presentase tingkat kesalahan yaitu 31,67%. Sedangkan dalam perhitungan sampel yang dilakukan oleh peneliti sebanyak 400 berkas klaim dengan jumlah kesalahan yaitu sebanyak 125 berkas klaim dengan presentase tingkat kesalahan yaitu 31,25%, maka dapat dirata-ratakan tingkat kesalahan kodefikasi yag dikerjakan oleh petugas dalam setiap pengrejaan kodefikasinya yaitu sebesar 31,46%. Dalam perhitungan tingkat produktivitas berdasarkan rata-rata kegiatan yang disesuaikan dengan standar yang tercantum dalam urian tugas yaitu sebesar 47,84%. Oleh karena itu dapat dilihat jika tingkat produktivitas yang dilihat berdasarkan standar dari uraian tugas petugas kodefikasi maka petugas tidak produktiv dalam melakukan pekerjannya. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, jumlah tenaga petugas kodefikasi yang ada di unit rekam medis hanya satu orang dengan beban kerja 882,71 menit atau 14,71 jam/hari. Oleh karena itu, jika dilihat dari tingkat produktivitas yang ada dengan berdasarkan kepada standar yang telah ditetapkan dalam uraian tugas maka petugas kodefikasi tidak produktiv dalam melakukan pekerjaanya. Sehingga untuk dapat meningkatkan tingkat produktivitas petugas kodefikasi, maka harus adanya perubahan dari segi standar ataupun tenaga kerja yang ada. Adanya beberapa kemungkinan untuk penambahan petugas kodefikasi tersebut yaitu, penambahan petugas dari luar atau bisa pula alokasi dari bagain unit rekam medis rawat jalan. Oleh karena itu, peneliti melakukan perhitungan beban kerja terhadap petugas yang ada di unit rekam medis rawat jalan untuk mengetahui seberapa besar beban kerja yang dimiliki oleh petugas yang ada. Jika memang adanya petugas yang memiliki beban kerja kecil dari petugas yang lainnya maka petugas tersebut dapat dialokasikan untuk membantu pekerjaan kodefikasi BPJS rawat jalan, akan tetapi hal tersebut harus adanya pertimbangan khusus dari pimpinan untuk dapat melihat kemungkinan yang ada atau dengan kualifikasi pendidikan dan kemampuan yang sama dengan petugas khusus kodefikasi BPJS. Klasifikasi dari petugas tambahan kodefikasi baik dari luar ataupun alokasi dari petugas rawat jalan lain yaitu, petugas tersebut harus berpendidikan minimal D-3 Perekam medis, menguasai aturan dan isi ICD-X, ICD-9-CM, dan peraturan Permenkes mengenai kodefikasi INACBG’s dan memiliki pengalaman sebagai coder selama satu tahun. Hal tersebut dibuat untuk meningkatkan produktivitas petugas kodefikasi agar tidak lagi adanya kesalahan dalam melakukan kodefikasi. Selain klasifiaksi mengenai petugas yang ada, adapula keuntungan dan kerugian dari pengambilan petugas diluar dari unit rekam medis rawat jalan yang ada. Keuntungannya yaitu petugas yang baru memiliki pengalaman yang baru mengenai kodefikasi di RSAI, dapat mengambil tenaga yang kompeten. Kerugiannya yaitu harus dilakukannya pelatihan untuk melakukan kodefikasi BPJS dan pastinya akan mengeluarkan biaya untuk pelatihan, belum mengetahui aturan kodefikasi d RSAI sehingga mempengaruhi waktu pengerjaan. Dan adapula keuntungan dan kerugian apabila mengalokasikan tenaga yang ada di unit rekam medis rawat jalan. Keuntungannya yaitu petugas sudah mengetahui aturan kodefikasi yang ada di RSAI, tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pelatihan. Kerugiannya yaitu akan sedikit terhambat pekerjaan yang dilakukan oleh petugas tersebut jika adanya pekerjaan diluar dari uraian tugasnya. Dibawah ini merupakan hasil perhitungan kebutuhan tenaga kerja unit rekam medis rawat jalan dari mulai pencarian, pengiriman dan penyimpanan berkas rekam medis. 58 No Kegiatan Pencarian BRM Pengiriman BRM Penyimpana n BRM 1. 2. 3. WISN 2,38 Rumus Depkes Langsung 2,35 2,5 Ratarata 2,41 2,02 1,93 1,96 1,97 2,17 2,14 2,5 2,27 TOTAL 6,65 Dengan adanya perhitungan beban kerja dan kebutuhan tenaga di unit rekam medis rawat jalan, maka dapat mengetahui kegiatan mana yang memiliki beban kerja kecil untuk dapat membantu pelaksanaan kodefikasi BPJS rawat jalan. Jika dilihat dari jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk kegiatan rekam medis rawat jalan maka dibutuhkan 6,65 petugas untuk dapat menyelesaikan kegiatan pencarian, pengiriman dan penyimpanan berkas rekam medis. Berdasarkan pengamatan peneliti, jumlah tenaga yang ada dilapangan yaitu sebanyak 9 petugas untuk melakukan kegiatan tersebut. Dari kesembilan petugas tersebut selain untuk kegiatan pencarian, pengiriman dan penyimpanan berkas rekam medis adapula kegiatan untuk mencetak print out pasien RI, RJ, dan IGD serta mencari data pasien yang berkas rekam medisnya belum diketemukan. Dan adapun tugas untuk menyusun lembar rekam medis RJ dan IGD yang tidak ada dalam berkas. Jika dilihat dari hasil perhitungan dan jumlah tenaga yang ada dilapangan maka dapat dilihat bahwa petugas kegiatan filling memiliki tenaga yang berlebih, sehingga jika dimungkinkan bisa saja salah satu dari petugas filling tersebut membantu kegiatan kodefikasi pada jam yang ditentukan atau pada saat jam dimana kegiatan filling tidak terlalu sibuk, akan tetapi hal terebut harusnya ada pertimbangan khusus dari pimpinan untuk melihat kemungkinankemungkinan yang dapat terjadi. 5. Produktivitas Petugas Kodefikasi BPJS Rawat Jalan Dengan dilakukannya pengamatan dan perhitungan beban kerja kodefikasi BPJS rawat jalan berdasarkan kegiatan work sampling maka akan diperoleh hasil beban kerja kodefikasi BPJS rawat jalan. Hasil beban kerja tersebut akan menjadi dasar perhitungan kebutuhan tenaga kerja yang menggunakan hasil perhitungan dengan rumus WISN, Departemen Kesehatan RI, dan perhitungan langsung atau on the spot. Setelah diketahui berapa kebutuhan tenaga kerja, maka perlu dilakukan pemanfaatan tenaga kerja dengan alokasi tenaga dari kegiatan yang memiliki beban kerja kecil. Dengan demikian kegiatan kodefikasi BPJS rawat jalan dapat berjalan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dalam uraian tugas dan dapat meningkatkan produktivitas untuk kegiatan kodefikasi BPJS rawat jalan. Alokasi tenaga kerja ini memiliki beberapa keuntungan bagi kegiatan kodefikasi BPJS rawat jalan yaitu tidak diperlukannya rekruitmen tenaga kerja baru, mengurangi biaya pelatihan untuk tenaga kerja baru. Karena didukung oleh kegiatan lain, maka nantinya produktivitas untuk kegiatan kodefikasi BPJS rawat jalan akan meningkat. Oleh karena itu, beban kerja yang dimiliki oleh petugas kodefikasi BPJS rawat jalan mempengaruhi tingkat produktivitas petugas. E. SIMPULAN 1. Simpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang telah dilakukan dan dibuat oleh peneliti, maka didapatkan simpulan sebagai berikut: 1. Sudah ada standar operasional prosedur untuk kegiatan pelayanan rekam medis pasien BPJS rawat jalan, yang mana didalamnya terdapat prosedur mengenai kodefikasi, akan tetapi tidak sesuai dengan pelaksanaan yang ada dan belum ada prosedur khusus mengenai kodefikasi pasien BPJS rawat jalan sehingga petugas tidak memiliki Mengidentifikasi Kemungkinan Keterkaitan Beban Kerja Unit Rekam Medis Rawat Jalan Bagian BPJS Dengan 59 pedoman khusus untuk melakukan kodefikasi. 2. Sudah ada uraian tugas filling yang didalamnya terdapat standar pengerjaan 1.500 berkas rekam medis yang harus dicari, dikirim dan disimpan setiap harinya dan uraian tugas kodefikasi yang didalamnya terdapat standar pengerjaan 700 berkas klaim terkodefikasi setiap harinya. 3. Dari perhitungan beban kerja dan kebutuhan tenaga kerja untuk kegiatan rekam medis BPJS rawat jalan di RSAI maka dapat disimpulkan bahwa beban kerja dan kebutuhan tenaga rekam medis BPJS rawat jalan. Pencarian Berkas Rekam Medis, beban kerja yang harus dikerjakan sebanyak 1.050 menit/hari dengan kebutuhan tenaga sebanyak 2,41 tenaga. Pengiriman Berkas Rekam Medis, beban kerja yang harus dikerjakan sebanyak 825 menit/hari dengan kebutuhan tenaga sebanyak 1,97 tenaga. Kodefikasi Berkas Klaim, beban kerja yang harus dikerjakan sebanyak 882,71 menit/hari dengan kebutuhan tenaga sebanyak 2,34 tenaga. Penyimpanan Berkas Rekam Medis, beban kerja yang harus dikerjakan sebanyak 1.050 menit/hari dengan kebutuhan tenaga sebanyak 2,27 tenaga. Jika dijumlahkan kebutuhan tenaga petugas rekam medis rawat jalan yaitu sebanyak 8,99 tenaga. Dilapangan jumlah petugas filling terdapat 9 petugas sedangkan petugas kodefikasi terdapat satu petugas, jika dilihat dari perhitungan kebutuhan tenaga maka petugas filling memiliki petugas yang berlebih sedangkan petugas kodefikasi kekurangan petugas. 4. Tingkat produktivitas petugas kodefikasi BPJS rawat jalan di RSAI yaitu: a. Dihitung dari standar uraian tugas, tingkat produktivnya yaitu 58,57%. b. Dihitung dari rata-rata kegiatan, tingkat produktivnya yaitu 47,84%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan kodefikasi tidak produktiv jika dilihat dari standar yang tercantum dalam uraian tugas. 5. Terdapat kemungkinan keterkaitan antara beban kerja dengan produktivitas keodefikasi BPJS rawat jalan. 2. SARAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan, berikut peneliti menyarankan beberapa hal yang mungkin dapat bermanfaat bagi pelaksana kegiatan pelayanan unit rekam medis rawat jalan khususnya untuk kegiatan kodefikasi BPJS rawat jalan di RSAI Bandung: 1. Dibuat standar operasional prosedur mengenai kodefikasi BPJS rawat jalan. a. Standar operasional prosedur yang peneliti buat berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan petugas kodefikasi mengenai tahapan pelaksanaan kodefikasi BPJS rawat jalan yang bertujuan sebagai pedoman petugas dalam melaksanakan kodefikasi dan bermanfaat bagi petugas untuk mempermudah proses pelaksanaan kodefikasi (lampiran 10). b. Dibuat daftar singkatan diagnosa yang dibuat oleh dokter. Karena pada saat melakukan penelitian, peneliti menemukan banyak singkatan yang ditulis dokter, daftar singkatan ini dapat mempermudah jika adanya petugas baru yang melakukan kodefikasi. Contoh format daftar singkatan (lampiran 11). 2. Dibuat revisi prosedur, khususnya untuk prosedur pengiriman berkas rekam medis. Karena adanya tahap seperti pencarian dan pengambilan berkas rekam medis yang tercantum dalam prosedur pencarian dan prosedur pengiriman berkas rekam medis. 3. Ada penambahan tenaga kerja untuk kegiatan kodefikasi BPJS rawat jalan untuk meningkatkan produktivitas petugas. a. Penambahan petugas kodefikasi dari luar. Penambahannya yaitu sebanyak 1,34. Dapat mengambil tenaga kerja dari luar sebanyak 2 60 tenaga dengan klasifikasi pekerjaan melakukan kodefikasi dan input data kedalam aplikasi INA CBG’s. b. Dapat pula alokasi dari kegiatan filling sesuai dengan hitungan yang telah dibuat peneliti (lampiran 12). Sakit di Indonesia. Kesehatan RI. Jakarta: Departemen Efendi, Ferry dan Anna Kurniati. 2011. Kajian SDM Kesehatan di Indonesia. Jakarta : Salemba Medika Dengan penambahan tenaga kerja yang ada harus adanya kualifikasi tenaga, yaitu seperti tenaga yang berpendidikan minimal D-3 Perekam medis, memahami aturan-aturan kodefikasi ICD-X, ICD-9-CM dan aturan Permenkes tentang kodefikasi INA CBG’s serta memiliki pengalaman sebagai seorang coder minimal 1 tahun. Hatta R. Gemala. 2010. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan Di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Universitas Indonesia 4. Perubahan standar kegiatan dari 700 menjadi 857 berkas klaim yang harus dikodefikasi setiap harinya dengan tenaga kerja 2,34 dari satu tenaga yang ada dilapangan. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis. Hosizah. 2014. Kumpulan Peraturan Perundangan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan (Manajemen Informasi Kesehatan). Yogyakarta : aptiRMIK Press. Ketentuan Menteri Kesehatan No 81 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan SDM Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2014 tentang petunjuk teknis sistem indonesian case base grpoups (ina-cbgs) DAFTAR PUSTAKA Alfes Peni (2013). Pengertian Standarisasi. [Online]. Tersedia : file:///I:/KAmpoeng%20Keriting%20%20PEN GERTIAN%20STANDARISASI.htm. [20 Juli 2015] Sedermayanti. 2011. Tata Kerja dan Produktivitas Kerja. Bandung : Mandar Maju Suwanto dan Donni Juni Priansa. 2013. Manajemen SDM Dalam Organisasi Publik dan Bisnis. Bandung : Alfabeta Diani Azhari (2012). Rawat Jalan . [Online]. Tersedia : file:///I:/Diani%20Azhari%20Blog%27s%20%2 0RAWAT%20JALAN.htm. [20 Juli 2015] Sunyoto, Danang. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Buku Seru Tathagati, Arini. 2014. Step By Step Membuat SOP (Standard Operating Procedure). Jakarta: Efata Publishing Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik. 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia Revisi 2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang Republik Indonesia No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Direktur Jenderal Pelayanan Medis. 1997. Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah 61