KANDUNGAN FLAVONOID DAN POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETIL ASETAT DAN METANOL DAUN ANTING-ANTING (Acalypha indica L) Sri Siswahyuningsih1, Tri Aminingsih1, Niken Dharmayanti2 1 Prodi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Pakuan, Bogor 2 Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta ABSTRAK Anting-anting (Acalypha indica L) memiliki khasiat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Acalypha indica L biasa digunakan sebagai tanaman obat tradisional karena memiliki aktivitas antibakteri dan aktivitas antifungi. Efek antibakteri terutama disebabkan karena adanya senyawa fenol seperti flavonoid. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kandungan flavonoid ekstrak etil asetat dan metanol daun Acalypha indica L serta potensi antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, menganalisis korelasi antara kadar total flavonoid dengan aktivitas antibakterinya, dan menguji tingkat genotoksisitas ekstrak etil asetat dan metanol terhadap Serratia marcessens. Daun Acalypha indica L diekstraksi secara bertingkat menggunakan pelarut heksana, etil asetat, dan metanol secara berturut-turut dengan metode maserasi selama 24 jam. Filtrat hasil ekstraksi dipekatkan dengan evaporasi dan dihitung rendemennya. Ekstrak daun Acalypha indica L diuji fitokimia flavonoid dan kadar flavonoid dengan metode spektrofotometri. Pengujian antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, serta menguji tingkat genotoksisitas ekstrak daun Acalypha indica L terhadap Serratia marcessens. Daun Acalypha indica L memiliki rendemen ekstrak terbanyak dalam metanol (8,89%). Kadar total flavonoid sebesar 12,90% (ekstrak etil asetat) dan 6,39% (ekstrak metanol). Potensi antibakteri terhadap Staphylococcus aureus sebesar 15,435 mm dan 19,128 mm (ekstrak etil asetat 60 dan 90 µg/ml); 12,688 mm dan 14,925 mm (ekstrak metanol 60 dan 90 µg/ml); Escherichia coli sebesar 7,100 mm (ekstrak etil asetat 60 µg/ml). Terdapat korelasi antara kadar total flavonoid dengan lebar zona hambat antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Semakin besar kadar total flavonoid, maka semakin lebar zona hambat antibakteri. Ekstrak etil asetat dan metanol daun Acalypha indica L tidak menunjukkan sifat genotoksik terhadap bakteri Serratia marcessens. Ekstrak etil asetat menunjukkan sifat sitotoksik mulai dari konsentrasi 20.000 µg/ml hingga 60.000 µg/ml. Kata Kunci : Acalypha indica L, Flavonoid, Antibakteri, Genotoksisitas, Sitotoksisitas 2 PENDAHULUAN Berdasarkan sejumlah penelitian pada tanaman obat dilaporkan bahwa banyak tanaman obat yang mengandung antibakteri. Antibakteri adalah zat yang menghambat pertumbuhan bakteri dan digunakan secara khusus untuk mengobati infeksi (Rostinawati, 2009). Efek antibakteri terutama disebabkan karena adanya senyawa fenol seperti flavonoid. Flavonoid adalah senyawa fenol alam yang terdapat dalam hampir semua tanaman (Markham, 1988 dalam Neldawati, 2013). Sejumlah tanaman obat yang mengandung flavonoid telah dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, antivirus, antiradang, antialergi, dan antikanker (Miller, 1996 dalam Neldawati et al., 2013). Banyak tanaman yang dipercaya memiliki khasiat obat, salah satunya adalah tanaman antinganting (Acalypha indica L) yang dipercaya memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Acalypha indica L biasa digunakan sebagai tanaman obat tradisional karena memiliki aktivitas anti bakteri dan aktivitas antifungi (Sinha dan Bandyopadhyay, 2012). Kirtikar dan Basu (1999) dalam Rahman et al. (2010) mengungkapkan bahwa tanaman anting-anting (Acalypha indica L) merupakan obat tradisional di berbagai negara dan memiliki khasiat diuretik, sebagai obat pencahar, obat cacing, selain juga digunakan untuk bronkitis, kudis dan penyakit kulit lainnya. Daunnya juga telah dilaporkan memiliki aktivitas kontrasepsi (Bourdy et al, 1992 dalam Jagatheeswari, 2013). Harahap (2006); Rajaselvam et.al, (2012); Devi dan Vimal (2013); Khairunissa (2013); dan Wemay et a.l (2013); melaporkan bahwa Acalypha indica L mengandung senyawa kimia antara lain senyawa alkaloid, steroid, flavonoid, dan tanin dalam ekstrak pelarut polar dan semi polar di daun, batang dan akarnya. Tanaman ini juga mampu menghambat pertumbuhan beberapa bakteri gram positif dan gram negatif (Harahap, 2006; Rajaselvam et.al, 2012; Devi dan Vimal, 2013; Jagatheeswari et al., 2013). Aktivitas antibakteri berkaitan dengan toksisitas (kandungan racun) yang dimiliki oleh tanaman sebagai salah satu bentuk dan mekanisme pertahanan diri. Penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini menyatakan bahwa toksisitas tanaman berkaitan dengan senyawa kimia yang terkandung di dalamnya. Daya toksisitas dari suatu ekstrak tanaman dapat diketahui melalui uji genotoksisitas. Penelitian tentang kandungan flavonoid secara kualitatif pada Acalypha indica L serta kajian potensi antibakterinya sudah banyak dilakukan. Tetapi kajian tentang kadar total flavonoid secara kuantitatif, korelasinya dengan lebar zona hambat bakteri, dan pengujian genotoksisitas pada ekstrak tanaman Acalypha indica L belum banyak dilakukan. Untuk mendukung penelitian-penelitian sebelumnya maka perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui kadar total flavonoid secara kuantitatif serta melihat korelasi antara kadar total flavonoid dan lebar zona hambat antibakteri pada ekstrak daun Acalypha indica L dalam pelarut polar dan semipolar terhadap bakteri patogen gram positif dan gram 3 negatif. Serta kemampuan bahan aktif yang terdapat dalam ekstrak daun Acalypha indica L yang mungkin mampu menyebabkan perubahan gen (mutasi gen) secara alami pada bakteri Serratia marcessens (Dharmayanti, 2008). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Juni 2015, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, dan Laboratorium Kimia Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta. Identifikasi flavonoid dengan Spektrofotometer UV-Vis dilakukan di Laboratorium Uji Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Metode penelitian meliputi pengambilan dan preparasi Acalypha indica L, pembuatan ekstrak daun Acalypha indica L, analisis kadar flavonoid, uji aktivitas antibakteri, dan uji genotoksisitas. Pengambilan dan Preparasi Daun Acalypha indica L Daun Acalypha indica L yang dipergunakan adalah daun yang utuh, tidak ditumbuhi jamur, dan tidak layu. Tanaman dipetik pada sore hari pada saat tidak berlangsung proses fotosintesis sehingga daun lebih tampak segar sebelum preparasi. Tanaman Acalypha indica L dibersihkan lalu dipisahkan batang, bunga dan daunnya kemudian dikeringkan. Setelah kering, daun dihaluskan secara terpisah dengan blender dan diayak sehingga diperoleh simplisia berupa serbuk daun Acalypha indica L yang homogen. Selanjutnya dilakukan analisis kadar air simplisia. Rendemen berat kering (simplisia) dari masing-masing sampel dihitung dengan rumus berikut. Rendemen berat kering = Jumlah berat kering (g) x 100% Jumlah berat basah (g) Persentase kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar air = B1−B2 B x 100% Keterangan : B = Berat sampel (gram) B1 = Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan B2 = Berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan Pembuatan Ekstrak Daun Acalypha indica L Simplisia Acalypha indica L ditimbang sebanyak 40 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan pelarut hingga volume akhir mencapai 200 ml dengan perbandingan 1 : 5 (w/v). Prosedur ekstraksi dilakukan dengan merendam sampel dengan heksana, etil asetat dan metanol secara berurutan. Pertama, sampel dimaserasi dengan heksana selama 24 jam pada suhu ruang. Hasil maserasi disaring untuk memisahkan filtrat dengan residu I. Residu I kemudian dimaserasi dengan etil asetat selama 24 jam, disaring sehingga diperoleh filtrat etil asetat dan residu II. Residu II selanjutnya dimaserasi dengan pelarut metanol selama 24 jam, disaring sehingga diperoleh filtrat metanol dan residu III. Filtrat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu 40°C hingga diperoleh ekstrak kasar (crude 4 extract) berupa pasta. Rendeman ekstrak dihitung menggunakan rumus : Rendemen ekstrak = Jumlah berat ekstrak berupa pasta Jumlah berat kering g g x 100% Analisis Flavonoid Ekstrak Daun Acalypha indica L A. Fitokimia Flavonoid Ekstrak kental sebanyak 0,1 g dilarutkan dalam 10 ml metanol kemudian dibagi ke dalam tiga tabung reaksi dan dipanaskan dalam waterbath. Tabung pertama digunakan sebagai tabung kontrol, tabung kedua, dan ketiga berturutturut ditambahkan NaOH 10% dan H2SO4 pekat. Warna pada masingmasing tabung dibandingkan dengan tabung kontrol, jika terjadi perubahan maka positif mengandung flavonoid. B. Analisis Kadar Flavonoid Sampel ekstrak ditimbang 0,5 gram dan dimasukkan kedalam labu didih 100 ml. Kedalam labu tersebut ditambahkan 20 ml aseton p.a dan 2 ml larutan HCl 25%, kemudian diekstraksi diatas penangas air pada suhu 70oC selama 30 menit. Dinginkan ekstrak selanjutnya disaring kedalam labu ukur 100 ml dengan kertas saring halus, ulangi pencucian ampas dengan aseton p.a sampai diperoleh 100 ml. Filtrat dipipet 20 ml, selanjutnya ditambah 15 ml etil asetat p.a kocok selama 15 menit sampai terbentuk 2 lapisan. Lapisan bawah fase aseton-air dipisahkan dari lapisan atas yaitu fase etil asetat. Fase aseton-air diekstrak lagi 2 kali dengan 10 ml etil asetat p.a, ekstraksi dilakukan selama 5 menit. Kumpulkan fase etil asetat kemudian diekstraksi dengan 40 ml aquades dengan menggunakan shaker selama 5 menit (180 rpm), ulangi pekerjaan sebanyak 3 kali. Fase etil asetat ditampung ke labu ukur 50 ml, ditambahkan etil asetat p.a sampai tanda batas. Larutan bagian atas dipipet sebanyak 10 ml ke labu ukur 25 ml, kemudian ditambah dengan 0,5 ml larutan Nasitrat 0,5% dalam air dan 2 ml campuran larutan (2 gram AlCl3.6 H2O ditambah dengan 100 ml larutan asam asetat 5% dalam metanol p.a). Selanjutnya kedalam labu ukur 25 ml ditambah larutan asam asetat 5% dalam metanol p.a sampai tanda batas, biarkan selama 25 menit. Larutan diukur absorbansinya pada 425 nm dengan menggunakan larutan blanko (0,5 ml larutan Na sitrat 0,5% dalam air ditambah dengan larutan asam asetat 5% dalam metanol p.a sampai tanda batas di labu ukur 25 ml). Kadar flavonoid dihitung sebagai quersetin, yaitu : Kadar Flavonoid (%) = 𝐴 𝑥 0,735 𝑥 𝑓𝑝 𝑔 Keterangan : A = absorbansi sampel g = berat kering sampel dalam gram = (100 – KA)% x W KA= susut pengeringan (% b/b) W =berat sampel sesuai dengan penimbangan dalam gram Fp = faktor pengencer Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Acalypha indica L A. Peremajaan, Identifikasi dan Suspensi Bakteri Uji Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli diambil masingmasing sebanyak 1 ose dari stok bakteri diinokulasi dengan menggoreskan ose pada medium Plate Count Agar miring dan selanjutnya diinkubasi pada inkubator dengan suhu 35-37°C selama 24 jam. 5 Untuk membuat suspensi bakteri uji, diambil sebanyak 1 ose dari masing-masing bakteri yang sudah diremajakan diambil dari media agar yang sama dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi media Nutrient Broth sebanyak 10 ml kemudian divortex hingga homogen. B. Uji Aktivitas Antibakteri Metode Difusi Agar Ekstrak daun Acalypha indica L dalam masing-masing pelarut yang akan diujikan, ditimbang sebanyak 20 mg dan 30 mg dimasukkan ke dalam masing-masing tabung eppendorf dan dilarutkan dengan pelarut ekstrak hingga volume 1 ml. Selanjutnya dihomogenkan dengan menggunakan vortex untuk siap dilakukan pengujian. Suspensi bakteri uji Staphylococcus aureus dan Escherichia coli diambil sebanyak 200 μl dari media Nutrient Broth dan dicampurkan ke dalam 10 ml media Plate Count Agar yang hangat dalam tabung reaksi, dan dihomogenkan dengan vortex mixer, selanjutnya secara aseptis dituangkan ke dalam cawan petri steril dan dibiarkan memadat. Dua buah paper disc blank dan satu buah paper disc kloramfenikol diletakkan secara hati-hati pada permukaan media agar yang telah homogen dengan bakteri uji, dengan jarak yang agak berjauhan. Ekstrak berdasarkan pelarutnya kemudian diteteskan sebanyak 30 μl ke dalam satu buah paper disc blank dalam cawan petri yang berbeda. Maka konsentrasi ekstrak yang didapatkan sebesar 60 dan 90 µg/ml. Sebagai kontrol positif digunakan kloramfenikol (10 µg/ml), dan pelarutnya sebagai kontrol negatif diteteskan sebanyak 30 μl ke dalam satu buah paper disc blank pada cawan petri yang sama. Kontrol positif sebagai tolak ukur menentukan kemampuan ekstrak menghambat bakteri. Jika terbentuk zona bening di sekitar paper disc yang berisi larutan ekstrak, maka ekstrak tersebut berpotensi sebagai antibakteri. Cawan petri kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35-37°C. Uji Genotoksisitas dengan Bakteri Serratia marcessens Uji genotoksisitas mengacu kepada metode Dharmayanti (2008). Uji genotoksisitas dilakukan pada enam media dalam cawan petri. Yang meliputi lima media yang berisi ekstrak daun Acalypha indica L dalam masing-masing pelarut dengan konsentrasi masing-masing; 2000; 20.000; 30.000; 40.000; 60.000 µg/ml dan satu media untuk kontrol tanpa penambahan ekstrak. Pada masing-masing media digoreskan bakteri Serratia marcessens dan diinkubasi selama 24 jam dalam suhu ruang, dan diamati selama 3 x 24 jam. Hasil uji genotoksisitas dinyatakan positif jika hasil goresan berwarna putih, artinya bahan aktif tersebut memiliki sifat genotoksik. Hasil uji genotoksisitas dinyatakan negatif jika hasil goresan berwarna merah sebagaimana warna koloni bakteri Serratia marcessens, artinya bahan aktif tersebut tidak bersifat genotoksik (Dharmayanti, 2008). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan dan Preparasi Daun Acalypha indica L Pengeringan daun Acalypha indica L dilakukan tidak dengan 6 panas sinar matahari secara langsung maupun pengovenan, melainkan dengan cara diangin-anginkan selama tiga hari untuk mencegah terjadinya kerusakan senyawa kimia tertentu. Pengeringan dimaksudkan untuk mengurangi kadar air, menghentikan reaksi enzimatis, dan mencegah tumbuhnya jamur atau cendawan. Sehingga dapat disimpan lebih lama dan tidak mudah rusak agar komposisi kimianya tidak mengalami perubahan. Hasil pengeringan daun Acalypha indica L dan pengujian kadar air simplisia daunnya disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Rendemen Berat Kering dan Kadar Air Simplisia Daun Acalypha indica L Bobot Daun Acalypha indica L Rendemen Berat Kadar Air (%) Kering (%) Bobot Basah (g) Bobot Kering (g) 12,02 200,018 43,6403 21,75 Pembuatan Ekstrak Daun Acalypha indica L Ekstraksi dilakukan dengan teknik maserasi untuk mendapatkan zat aktif yang terdapat di dalam sampel. Pada saat maserasi terjadi proses pengadukan terhadap bahan yang diekstrak. Hal ini memperbesar kemungkinan tumbukan antar partikel yang mengakibatkan pemecahan sel sehingga komponen yang diinginkan dapat keluar dari jaringan bahan dan larut dalam pelarutnya serta untuk memperbesar pengikatan dan reaksi antara komponen bahan aktif dengan pelarut yang digunakan (Dharmayanti, 2008). Tahap pemisahan ekstrak terdiri dari penyaringan dan evaporasi. Suhu evaporasi yang digunakan adalah 40°C. Evaporator vakum digunakan untuk memekatkan larutan hasil ekstraksi dengan volume yang kecil. Penggunaan suhu rendah (30-40°C) pada proses ini dimaksudkan untuk mencegah kerusakan komponen metabolit sekunder di dalam ekstrak akibat suhu tinggi atau pemanasan (Harborne, 1973). Filtrat dievaporasi untuk memisahkan zat aktif dengan pelarutnya. Hasil ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi alamiah bahan alam, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, serta kondisi dan lama penyimpanan sampel. Hasil ekstrak dihitung rendemennya dan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rendemen Ekstrak Daun Acalypha indica L Volume Berat Sampel Berat Ekstrak Jenis Pelarut Pelarut (ml) (g) Kasar (g) Heksana 0,513 Etil Asetat 200 40, 010 2,621 Metanol 3,557 Rendemen (%) 1,28 6,55 8,89 7 Analisis Flavonoid Ekstrak Daun Acalypha indica L A. Fitokimia Flavonoid Tanaman obat merupakan sumber antioksidan alami yang kaya akan kandungan fenolik dan flavonoid. Flavonoid merupakan komponen polifenol yang banyak terdapat pada tumbuhan. Flavonoid muncul dalam bentuk aglikon, glikosida, dan turunan alkohol (Kumar dan Abhay, 2013). Senyawa fenol dalam flavonoid akan bereaksi dan memunculkan warna dengan adanya penambahan basa dan asam. Penambahan basa maupun ammonia pada sampel memunculkan warna orange hingga merah, hal ini menunjukkan kandungan flavonoid dalam kelas Chalcone dan Aurone (Harborne, 1973). Penambahan asam akan menghidrolisis flavonoid yang terkandung di dalam sampel dan memunculkan warna oranye kemerahan hingga merah tua, hal ini menunjukkan terdapat kandungan flavonoid dalam kelas Anthocyanin yaitu Pelargonidin dan Cyanidin; sedangkan warna biru menunjukkan kandungan flavonoid Dhelpinidin yang masih termasuk ke dalam kelas Anthocyanin (Harborne, 1973). Hasil pengujian flavonoid ekstrak heksana, etil asetat, dan metanol daun Acalypha indica L secara fitokimia disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Fitokimia Flavonoid Ekstrak Daun Acalypha indica L Jenis Ekstrak Kontrol + NaOH 10% + H2SO4 p.a Heksana Kuning kehijauan Kuning (-) Hijau Muda (-) Etil Asetat Hijau Muda Orange (+) Biru Kehijauan (+) Metanol Hijau Muda Orange (+) Biru Kehijauan (+) B. Analisis Kadar Flavonoid Metode spektrofotometri UVVis yang berdasar pada prinsip kolorimetri merupakan metode yang diakui oleh Departemen Kesehatan RI (Neldawati, 2013). Absorbansi dari warna yang terbentuk diukur dengan spektrometer UV-Vis. Kadar quersetin dihitung sebagai kadar flavonoid total dalam sampel (Depkes RI, 2000 dalam Neldawati, 2013). Quesertin merupakan anggota dari salah satu kelompok besar flavonoid, yaitu Flavonol (Kumar dan Abhay, 2013). Tahapan analisis total flavonoid dengan metode kolorimetri menggunakan AlCl3 sebagai pereaksi kromogenik merupakan tahapan analisis yang cukup panjang. Tahapan ini diawali dengan ekstraksi flavonoid oleh pelarut semi polar dan polar, pemekatan ekstrak, hidrolisis dengan asam, ekstraksi cair-cair, pembentukan kompleks aglikonAlCl3, hingga pengukuran dengan spektrofotometer. Hasil pengujian total flavonoid secara spektrofotometri disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Pengujian Total Flavonoid Ekstrak Daun Acalypha indica L secara Spektrofotometri Kadar Total Flavonoid Jenis Ekstrak Bobot Ekstrak (g) Absorbansi (%) Etil Asetat 0,5582 1,959 12,90 Metanol 0,5228 0,908 6,39 8 Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai kadar total flavonoid dalam daun Acalypha indica lebih besar dalam ekstrak etil asetat dibandingkan dalam ekstrak metanol. Hal ini dapat disebabkan karena pelarut etil asetat mampu mengekstrak senyawa flavonoid daun Acalypha indica dalam bentuk aglikon dan glikosida. Pelarut metanol hanya mampu mengekstrak flavonoid dalam bentuk glikosidanya saja. Sesuai dengan pernyataan Houghton dan Amala (1998) yang menyebutkan bahwa pelarut etil asetat mampu mengekstrak alkaloid, aglikon, dan glikosida; sedangkan pelarut metanol mampu mengekstrak komponen gula, asam amino, dan glikosida. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Acalypha indica L Senyawa antibakteri merupakan salah satu senyawa antimikroba yang didefinisikan sebagai senyawa biologis atau kimia yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan dan metabolisme bakteri (Pelczar dan Chan, 1988). Mekanisme kerja zat antibakteri ini dengan cara menghambat sintesis dinding sel, menghambat fungsi membran sel, menghambat sintesis protein, menghambat sintesis asam nukleat, dan menghambat kerja enzim (Pelczar dan Chan, 1988; Lay dan Sugyo, 1992). Flavonoid sebagai senyawa fenol alam yang terdapat dalam semua bagian tumbuhan diketahui memiliki aktivitas antibakteri (Kumar dan Abhay, 2013). Hasil pengujian antibakteri ekstrak etil asetat dan metanol daun Acalypha indica L terhadap bakteri Staphylococcus aureus (gram positif) dan Escherichia coli (gram negatif) disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Pengujian Antibakteri Ekstrak Daun Acalypha indica L Zona Hambat Konsentrasi (Diameter dalam mm) Jenis Ekstrak Pengamatan Fisik Ekstrak Staphylococcus Escherichia (µg/ml) aureus coli 60 15,435 7,100 Setelah beberapa Kontrol (+) 35,895 15,475 hari, tidak terbentuk Etil Kontrol (-) 0 0 pertumbuhan koloni Asetat baru bakteri 90 19,128 0 Staphylococcus Kontrol (+) 38,625 13,950 aureus di daerah Kontrol (-) 0 0 zona bening. 60 12,688 0 Setelah beberapa Kontrol (+) 37,120 18,250 hari, terbentuk Kontrol (-) 0 0 pertumbuhan koloni Metanol baru bakteri 90 14,925 0 Staphylococcus Kontrol (+) 37,900 16,200 aureus di daerah Kontrol (-) 0 0 zona bening. Tabel 5 menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat dan metanol daun Acalypha indica L memliki potensi antibakteri terhadap bakteri 9 Staphylococcus aureus pada konsentrasi 60 µg/ml dan 90 µg/ml. Ekstrak etil asetat daun Acalypha indica L juga menunjukkan potensi antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli pada konsentrasi 60 µg/ml, tetapi negatif pada konsentrasi 90 µg/ml. Ekstrak metanol daun Acalypha indica L tidak menunjukkan potensi antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli pada konsentrasi manapun. Dari Tabel 5 juga dapat diketahui bahwa ekstrak etil asetat daun Acalypha indica L bersifat bakterisidal, bahan antimikroba atau antibakteri kelompok ini memiliki kemampuan untuk membunuh bakteri. Bakteri yang telah mati tidak dapat berkembang biak kembali meskipun bahan bakterisidal dihilangkan. Sedangkan ekstrak metanol daun Acalypha indica L bersifat bakteriostatik, ini berarti bahwa zat antibakteri yang terdapat dalamnya hanya memiliki kemampuan menghambat perkembangbiakan bakteri, bukan membunuhnya. Jika bahan antibakteri dihilangkan, perkembangbiakan bakteri berjalan kembali seperti semula. Korelasi Kadar Flavonoid dan Zona Hambat Antibakteri Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa flavonoid sebagai senyawa fenol alam yang terdapat dalam semua bagian tumbuhan diketahui memiliki aktivitas antibakteri (Kumar dan Abhay, 2013). Sebagai senyawa fenol, sifat antibakteri flavonoid bekerja dengan cara mendenaturasikan protein dan merusak membran sel (Pelczar dan Chan, 1988). Untuk itu dilakukan kajian tentang korelasi antara kadar total flavonoid dengan lebar zona hambat antibakteri dalam ekstrak etil asetat dan metanol daun Acalypha indica L. Data korelasi antara kadar total flavonoid dengan lebar zona hambat antibakteri dalam ekstrak etil asetat dan metanol daun Acalypha indica L disajikan pada Tabel 6 dan Grafik 1 dan 2. Tabel 6. Data Korelasi Kadar Total Favonoid dengan Lebar Zona Hambat Antibakteri Ekstrak Etil Asetat dan Metanol Daun Acalypha indica L Kadar Total Konsentrasi Zona Hambat (Diameter dalam mm) Jenis Flavonoid Ekstrak Staphylococcus Ekstrak Escherichia coli (%) (µg/ml) aureus Etil Asetat 12,90 15,435 7,1 60 Metanol 6,39 12,688 0 Etil Asetat 12,90 19,128 0 90 Metanol 6,39 14,925 0 10 25 20 15 10 5 0 Zona Hambat (Diameter dalam mm) Kadar Total Flavonoid (%) 60 µg/ml 90 µg/ml 60 µg/ml 90 µg/ml Grafik 1. Grafik Korelasi Kadar Total Flavonoid dengan Zona Hambat Antibakteri terhadap Staphylococcus aureus Keterangan : Balok Biru Balok Hijau Balok Kuning = Diameter Zona Hambat Antibakteri (mm) = Ekstrak Etil Asetat = Ekstrak Metanol Tabel 6 dan Grafik 1 menunjukkan bahwa semakin besar nilai kadar total flavonoid dalam ekstrak, maka akan semakin lebar zona hambat antibakteri yang terbentuk. Hal ini menandakan bahwa benar terdapat korelasi antara kadar total flavonoid dengan lebar zona hambat antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus pada ekstrak etil asetat dan metanol daun Acalypha indica L. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat dan metanol daun Acalypha indica L terhadap bakteri Escherichia coli. 15 10 Zona Hambat (Diameter dalam mm) 5 Kadar Total Flavonoid (%) 0 60 µg/ml 90 µg/ml 60 µg/ml 90 µg/ml Grafik 2. Grafik Korelasi Kadar Total Flavonoid dengan Zona Hambat Antibakteri terhadap Escherichia coli Keterangan : Balok Biru = Balok Hijau = Balok Kuning = Diameter Zona Hambat Antibakteri (mm) Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Metanol Dari tabel 6 dan Grafik 2 dapat dilihat bahwa ekstrak etil asetat dan metanol daun Acalypha indica L kurang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Uji Genotoksisitas dengan Bakteri Serratia marcessens Uji Genotoksisitas dapat didefinisikan sebagai uji in vitro dan in vivo yang dirancang untuk mendeteksi senyawa yang menyebabkan kerusakan genetik oleh berbagai mekanisme. Pengujian ini 11 memungkinkan identifikasi bahaya terhadap kerusakan DNA dan fiksasinya (ICH, 2011). Senyawa yang positif dalam uji genotoksisitas memiliki potensi untuk menjadi karsinogen dan atau mutagen bagi manusia (ICH, 2011). Oleh karenanya, uji genotoksisitas telah digunakan terutama untuk prediksi karsinogenisitas. Uji genotoksisitas dikategorikan dalam tiga macam, yaitu mutasi gen, perubahan struktur kromosom, dan efek terhadap DNA (ICH, 2011). Pengujian untuk dapat melihat suatu ekstrak dapat mengakibatkan perubahan gen secara alami dapat dilakukan pada bakteri Serratia marcessens (Ania, 2006 dalam Dharmayanti, 2008). Uji genotoksisitas dilakukan untuk melihat pengaruh zat aktif ekstrak etil asetat dan metanol daun Acalypha indica L terhadap pigmen prodigiosin yang dihasilkan bakteri Serratia marcessens. Pada kondisi lingkungan yang tidak berbahaya bakteri Serratia marcessens menghasilkan pigmen prodigiosin berwarna merah dan bakteri akan kehilangan kemampuan menghasilkan warna merah ketika ada suatu zat yang bersifat genotoksik atau sitotoksik (Williams, 1973). Hasil uji genotoksisitas ekstrak etil asetat dan metanol daun Acalypha indica L disajikan pada Tabel 7 dan 8. Tabel 7. Hasil Uji Genotoksisitas Ekstrak Etil Asetat Daun Acalypha indica L terhadap Serratia marcessens Konsentrasi Ekstrak (µg/ml) Waktu (jam) 0 2000 20.000 30.000 40.000 60.000 24 0 0 0 0 48 0 0 0 0 72 0 0 0 0 Keterangan : (-)/warna merah (+)/warna putih (0)/tidak ada warna = = = bersifat tidak genotoksik bersifat genotoksik bakteri tidak tumbuh, zat bersifat sitotoksik Tabel 8. Hasil Uji Genotoksisitas Ekstrak Metanol Daun Acalypha indica L terhadap Serratia marcessens Konsentrasi Ekstrak (µg/ml) Waktu (jam) 0 2000 20.000 30.000 40.000 60.000 24 48 72 Keterangan : (-)/warna merah (+)/warna putih (0)/tidak ada warna = = = bersifat tidak genotoksik bersifat genotoksik bakteri tidak tumbuh, zat bersifat sitotoksik Tabel 7 menunjukkan ekstrak etil asetat daun Acalypha indica L tidak memiliki potensi genotoksik, tetapi bersifat sitotoksik pada konsentrasi 20.000 µg/ml dengan tidak adanya pertumbuhan bakteri Serratia marcessens mulai dari konsentrasi 20.000-60.000 µg/ml. Tabel 8 memperlihatkan ekstrak metanol daun Acalypha indica L tidak bersifat genotoksik. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya koloni berwarna merah 12 dari pigmen prodigiosin yang dihasilkan oleh bakteri Serratia marcessens pada semua tingkat konsentrasi ekstrak metanol daun Acalypha indica L. Sesuai dengan pernyataan Williams (1973) yang menyebutkan bahwa pada kondisi lingkungan yang tidak berbahaya bakteri Serratia marcessens menghasilkan pigmen prodigiosin berwarna merah dan bakteri akan kehilangan kemampuan menghasilkan warna merah ketika ada suatu zat yang bersifat genotoksik atau sitotoksik. Batas dosis yang disepakati oleh negara-negara Uni Eropa, Jepang dan Amerika Serikat untuk uji karsinogenitas adalah 1500 µg/ml agar tidak terjadi efek genotoksik karsinogenik (ICH, 2011). Hasil uji ekstrak etil asetat dan metanol daun Acalypha indica L tidak menunjukkan sifat genotoksik terhadap bakteri Serratia marcessens, akan tetapi hasil uji ekstrak etil asetat menunjukkan sifat sitotoksik mulai dari konsentrasi 20.000 µg/ml hingga 60.000 µg/ml. Konsentrasi 20.000 µg/ml masih jauh dari batas dosis yang disepakati agar tidak terjadi efek genotoksik karsinogenik, maka ekstrak etil asetat dan metanol daun Acalypha indica L tidak berbahaya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini telah menunjukkan bahwa : a) Daun Acalypha indica L mengandung rendemen ekstrak heksana sebesar 1,28%, ekstrak etil asetat sebesar 6,55%, dan ekstrak metanol sebesar 8,89%. Hasil uji fitokimia flavonoid ekstrak etil asetat dan metanol daun Acalypha indica L menunjukkan adanya kandungan flavonoid dalam kelas Chalcone dan Aurone serta Anthocyanin; dengan kadar total flavonoid yang terkandung sebesar 12,90% dalam ekstrak etil asetat dan 6,39% dalam ekstrak metanol. Ekstrak heksana daun Acalypha indica L tidak menunjukkan adanya kandungan flavonoid. b) Ekstrak etil asetat dan metanol daun Acalypha indica L memiliki potensi antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Ekstrak etil asetat menunjukkan zona hambat antibakteri sebesar 15,435 mm dan 19,128 mm pada konsentrasi ekstrak 60 dan 90 µg/ml. Ekstrak metanol menunjukkan zona hambat antibakteri sebesar 12,688 mm dan 14,925 mm di konsentrasi ekstrak 60 dan 90 µg/ml. Ekstrak etil asetat daun Acalypha indica L memiliki potensi antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli dengan lebar zona hambat antibakteri sebesar 7,100 mm pada konsentrasi ekstrak 60 µg/ml. Ekstrak metanol daun Acalypha indica L tidak memiliki potensi antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli dalam berbagai tingkat konsentrasi ekstrak. c) Terdapat korelasi antara kadar total flavonoid dengan lebar zona hambat antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus pada ekstrak etil asetat dan metanol daun Acalypha indica L. Semakin besar kadar total flavonoid dalam ekstrak, maka 13 akan semakin lebar zona hambat antibakteri yang terbentuk. d) Ekstrak etil asetat dan metanol daun Acalypha indica L tidak menunjukkan sifat genotoksik terhadap bakteri Serratia marcessens, Ekstrak etil asetat menunjukkan sifat sitotoksik mulai dari konsentrasi 20.000 µg/ml hingga 60.000 µg/ml. Saran Meninjau pada hasil penelitian yang telah dicapai, maka peluang aplikasi ekstrak daun Acalypha indica L sebagai bahan baku antibakteri sangat besar, namun demikian masih banyak hal yang perlu diteliti untuk mendapatkan senyawa murni flavonoid. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan tingkat konsentrasi ekstrak yang lebih beragam pada beberapa jenis bakteri patogen gram positif dan gram negatif. Juga diperlukan pengujian genotoksisitas dan sitotoksisitas dalam sel mamalia secara in vitro dan / atau in vivo untuk dapat mengoptimalkan aplikasi ekstrak daun Acalypha indica L sebagai salah satu obat alternatif. DAFTAR PUSTAKA Devi, DK dan A. Vimal R. 2013. Antibacterial Potential, Phytochemical Investigation and Characterization of Antibacterial Protein of Different Fractions of Acalypha indica. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Reseach. Vol. 4(1): 445-452 ISSN: 0975-8232 Dharmayanti, Niken. 2008. Isolasi dan Identifikasi Inhibitor Topoisomerisme I Daun Tanaman Pesisir Terong Pungo (Solanum sp.). [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Govindarajan, M; A. Jebanesan, D. Reetha, R. Amsath, T. Pushpanathan dan K. Samidurai. 2008. Antibacterial Activity of Acalypha indica L. European Review for Medical and Pharmacological Sciences 2008; 12: 299-302 Harahap, Nevertiana. 2006. Aktivitas Senyawa Antibakteri Akar Tumbuhan Anting-anting (Acalypha indica L). [Skripsi]. Program Studi Biokimia. Fakultas MIPA. Institut Pertanian Bogor. Bogor Harborne, JB. 1973. Metode Phytochemical Methods. A Guide to Modern Techniques of Plant Analysis. 1 st Published. Chapman and Hall Ltd. London Houghton, PJ dan Amala R. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural Extracts. Chapman and Hall. London International Conference on Harmonisation of Technical Requirements for Registration of Pharmaceuticals for Human Use (ICH). 2011. Guidance on Genotoxicity Testing and Data Interpretation for Pharmaceuticals Intended for Human Use. European Union, Japan and USA. Ishak, FD; Siti Zaiton MS, Anis HAJ, Nini NM dan Norazian MH. 2013. In Vitro Study of Antimicrobial Activity of Acalypha Indica Linn. Extract. The Open Conference Proceedings Journal, 2013, 4, (Suppl-2, M14) 57-60 Jagatheeswari, D; J. Deepa, HSJ Ali dan P Ranganathan. 2013. Acalypha indica L - an Important Medicinal Plant: a Review of Its 14 Traditional Uses, and Pharmacological Properties. International Journal of Research in Botany 2013; 3(1): 19-22 Khairrunnisa. 2013. Aktivitas Inhibisi Xantin Oksidase oleh Ekstrak Air dan Etanol Antinganting (Acalypha indica L). [Skripsi]. Departemen Biokimia. Fakultas MIPA. Institut Pertanian Bogor. Bogor Kumar, Shashank dan Abhay KP. 2013. Chemistry and Biological Activities of Flavonoids: An Overview. Hindawi Publishing Corporation. The Scientific World Jurnal. Volume 2016, Article ID 162750, 16 pages Lay, BW dan Sugyo H. 1992. Mikrobiologi. Cetakan Pertama. Rajawali Press. Jakarta Neldawati; Ratnawulan; dan Gusnedi. 2013. Analisis Absorbansi dalam Penentuan Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat. Phillar Of Physics e-Journal UNP. Vol. 2. Oktober 2013, 7683. http://ejournal.unp.ac.id/students/ index.php/fis/article/view/756/51 3. [diunduh 20-02-2015:13.21] Pelczar, Michael J dan ECS Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi 2. Cetakan Pertama. Penerjemah: Ratna Siri Hadioetomo, dkk. UI Press. Jakarta Rahman, MA; SC Bachar dan M. Rahmatullah. 2010. Analgesic and Antiinflamatory Activity of Methanolic Extract of Acalypha indica Linn. Journal Pharma Science, Vol.23, No.3, July 2010, pp.256-258 Rajaselvam, J; Benila SJM dan Meena R. 2012. A Study Of Antimicrobial Activity Of Acalypha indica Against Selected Microbial Species. International Journal of Pharma Sciences and Research (IJPSR) ISSN : 09759492 Vol 3 No 9 Sep 2012 Rostinawati, Tina. 2009. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Bunga Rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) terhadap Escherichia coli, Salmonella typhi dan Staphylococcus aureus dengan Metode Difusi Agar. Penelitian Mandiri. Fakultas Farmasi. Universitas Padjajaran. Bandung Sinha, T. dan Bandyopadhyay A. 2012. Ethno-Parmalogical Importance and Valuable Phytochemicals of Acalypha indica (L.): a Review. International Journal of Research in Pharmaceutical Sciences 3(3): 360-368p. Somchit, MN; R. Abdul R, A. Abdullah, A. Zuraini, ZA Zakaria, MR Sulaiman, AK Arifah dan AR Mutalib. 2010. In Vitro Antimicrobial Activity of Leaves of Acalypha indica Linn. (Euphorbiaceae). African Journal of Microbiology Research Vol. 4(20) pp. 2133-2136 Wemay, M. Aike. 2013. Uji Fitokimia dan Aktivitas Analgesik Ekstrak Etanol Tanaman Kucing-kucingan (Acalypha indica L.) Pada Tikus Putih Betina Galur Wistar (Rattus norvegicus L). Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 2 No. 03. Agustus 2013. ISSN 2302 – 2493 Williams, Robert P. 1973. Biosynthesis of Prodigiosin, a Secondary Metabolite of Serratia marcescens. Applied Microbiology, Mar.1973, p.396402. American Society for Microbiology. Vol. 25, No 3.